Anda di halaman 1dari 76

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kuliah Kerja Nyata - Praktek Tingkat persaingan dalam dunia usaha yang semakin ketat seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi. Dewasa ini menyebabkan dunia kerja menuntut tersedianya faktor produksi yang berkualitas. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi dituntut dapat menguasai pekerjaannya dengan baik terampil, dan profesional. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara yang menunjukkan perkembangan pesat dalam sektor industri. Faktor yang mempengaruhi perkembangan industri itu sendiri beraneka ragam.salah satu faktor esensial yang memegang peran penting adalah tersedianya sumber daya manusia yang terampil. Sebuah perusahaan menuntut tenaga kerja profesional yang tidak hanya mengusai teori saja tetapi juga harus mampu menerapkannya dalam kondisi nyata di lapangan. Perguruan tinggi sebagai salah satu institusi pendidikan turut berperan serta dalam menyediakan sumber daya manusia yang terampil dan berkualitas. Untuk memenuhi tuntutan kerja yang ada maka hubungan baik antara perguruan tinggi dan perusahaan perlu dibina. Hal ini perlu dilakukan agar perguruan tinggi mampu menghasilkan calon tenaga kerja berkualitas dan perusahaan akan memperoleh tenaga kerja yang terampil, terdidik, terlatih, serta mampu memahami dunia kerja. Hal ini pernah dicanangkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan RI terdahulu dengan istilah link and match yang berarti perguruan tinggi harus mampu mencetak lulusan profesional sesuai dengan kebutuhan industri masa kini. Seringkali hambatan yang dialami oleh mahasiswa adalah minimnya pengalaman untuk terjun langsung dan menerapkan teori yang diperoleh kedunia kerja sebenarnya. Sadar akan hal ini, Universitas Brawijaya Malang, khususnya program studi Teknik Industri dan untuk melengkapi kurikulum dengan Kuliah Kerja Nyata - Praktek yang berbobot 2 SKS. Kuliah Kerja Nyata - Praktek ini wajib dilaksankan oleh seluruh mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan dengan tujuan memberi kesempatan kepada mahaiswa untuk mengenal secara langsung konteks dunia kerja yang sebenarrnya. Kuliah Kerja Nyata - Praktek ini dapat dijadikan sebagai wahana latihan mahasiswa untuk terjun langsung ke dunia kerja yang tentunya berbeda dengan dunia perkuliahan,
1

dengan demikian mahasiswa akan bertambah wawasan serta apresiasi terhadap keilmuan teknik industri, khusus mengenai maintenance, selain itu praktek ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi kedua belah pihak dimasa akan datang antara pihak perguruan tinggi dengan perusahaan.

1.2 Tujuan Kerja Praktek Tujuan kerja praktek ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.2.1 Tujuan Umum Kegiatan Kuliah Kerja Nyata - Praktek yang dilakukan di PT. Adi Putro Wirasejati mempunyai tujuan ganda bagi mahasiswa, institusi pendidikan (Universitas Brawijaya) dan bagi instansi tempat mahasiswa melakukan praktek kerja. 1. Tujuan bagi Mahasiswa: a. b. Mengetahui seluk beluk dunia kerja. Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang telah diperoleh di Universitas Brawijaya. c. Memperoleh kesempatan untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru melalui kegiatan kerjasama dengan para pakar industri yang telah berpengalaman di lapangan. d. Memperoleh kesempatan untuk membandingkan kemampuan dan hasil kerjanya dengan kemampuan hasil kerja para pekerja yang telah

berpengalaman. Dengan mengetahui perbandingan ini diharapkan mahasiswa dapat memperluas cakrawala dan pengembangan diri selanjutnya. 2. Tujuan bagi Universitas Brawijaya: a. Mendapatkan umpan balik dari lapangan mengenai isi materi yang telah diberikan di bangku kuliah. b. Memperoleh masukan tentang masalah-masalah di tempat praktek kerja lapangan. c. 3. Dapat mengembangkan badan penelitian yang ada di universitas.

Tujuan bagi PT. Adi Putro Wirasejati: a. Memperoleh masukan yang mungkin dapat membantu penyelesaian studi kasus di kalangan sesuai dengan konsentrasinya. b. Menjalin hubungan kerja sama dalam bidang pendidikan dengan institusi sebagai suatu badan penelitian.
2

c. Sebagai suatu program pelatihan untuk mencari tenaga kerja seperti yang diharapkan.

1.2.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus bagi mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik, antara lain: 1. Mampu memecahkan studi kasus yang mungkin terjadi selama proses operasi yang terjadi di lapangan. 2. Dapat membandingkan teori dan pengetahuan yang telah diperoleh di Universitas Brawijaya dengan kenyataan di lapangan. 3. Menyajikan data dan informasi yang diperoleh selama praktek kerja lapangan.

1.3 Manfaat Kuliah Kerja Nyata - Praktek Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan program ini adalah: 1. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan metodologinya yang selama ini telah diterima di bangku kuliah pada dunia kerja. 2. Menguji kemampuan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah diperoleh. 3. Memberikan Informasi kepada mahasiswa keadaan dunia kerja nyata sehingga memotifasi untuk mempersiapkan dirinya. 4. Menjembatani hubungan kerjasama antara perusahaan dengan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan Pada Kuliah Kerja Nyata - Praktek ini diadakan tinjauan mengenai perusahaan, yang terdiri dari tinjauan umum dan tinjauan khusus.

1.4.1 Tinjauan Umum Tinjauan umum perusahaan secara garis besar terdiri dari sejarah singkat perusahaan, sturuktur organisasi perusahaan, proses produksi, sistem produksi, mesin dan peralata, lingkungan kerja, serta tinjauan sekilas mengenai departemen-departemen yang ada di dalam perusahaan.

1.4.2 Tinjauan Khusus Tinjauan khusus yang akan diambil adalah mengenai sistem perawatan, yaitu dengan mengamati dan meninjau bagaimana pelaksanaan pemeliharaan mesin dan peralatan produksi yang digunakan di departemen perawatan (maintenance department) PT. Adi Putri Wirasejati.

1.5 Metodologi Kuliah Kerja Nyata - Praktek Metode yang digunakan dalam melaksanakan praktek kerja di PT. Adi Putro Wirasejati, antara lain: 1. Metode observasi Melakukan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap objek dengan maksud untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 2. Metode wawancara Melakukan tanya jawab terhadap responden dari perusahaan guna memperoleh data secara tepat dan akurat. 3. Studi pustaka Mengumpulkan data dari buku-buku referensi dan data-data dari perusahaan maupun sumber-sumber lain.

1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek Kuliah Kerja Nyata - Praktek dilaksanakan di PT. Adi Putro Wira Sejati, yang berlokasi di Malang, Jawa Timur. Kuliah Kerja Nyata - Praktek dilaksanakan selama 1 (satu) bulan dengan waktu pelaksanaan dari 14 Mei 2012 sampai dengan 14 Juni 2012, yang kemudian dilanjutkan dengan penyusunan Laporan Kuliah Kerja Nyata - Praktek.

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN


2.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan karoseri Adi Putro merupakan salah satu karoseri yang bergerak dalam bidang pembentukan body kendaraan. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak Simon Jethrokusumo. Awal mulanya Bapak Simon Jethrokusumo melakukan percobaan membuat body mini bus di rumahnya dan ternyata minibus yang dihasilkan mendapatkan sambutan yang cukup baik dari masyarakat kota Malang. Oleh karena itu keberhasilannya tersebut, pada tahun 1973 supaya dapat memperluas produksi maka diputuskan untuk mengkontrak tempat yang lebih luas yaitu daerah Betek, Malang. Perusahaan itu diberi nama PERUSAHAAN KAROSERI ADI PUTRO yang mempunyai arti putra pertama atau putra yang baik. Pada awal pembentukan perusahaan pengerjaannya masih menggunakan peralatan yang

sederhaana, yaitu dengan teter, sedangkan untuk pengecatan menggunakan pompa tangan, produk pertama yang dihasilkan adalah Mitstubishi Colt T-120. Sesuai dengan berjalannya waktu, perusahaan Adi Putro semakin berkembang, baik dalam jumlah produksi maupun peralatan yang digunakan. Mengingat hal tersebut, maka pada tahun 1975 perusahaan dipindah ke Jalan Raya Balearjosari No.35 Karanglo, Malang yang awalnya mempunyai luas 3000 m2 dan perusahaan telah menggunakan peralatan yang lebih baik antara lain mesin tekuk manual dan mesin gunting plat dan memperkerjakan kurang lebih 20 orang tenaga kerja. Pada tahun 1980, untuk menghasilkan mobil dies, digunakan mesin potong, mesin press hidrolik, pengecatan menggunakan kompresor sentral dan meninggalkan cara kerja manual. Kini dalam pembuatan karoseri mobil maju selangkah megikuti perkembangan teknologi yang semakin canggih. Sehingga kini Adi Putro terus berkembang dengan daerah pemasaran hingga seluruh nusantara, meliputi: Jawa, Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara dan daerah lainnya. Lahan pabrik yang digunakan sebagai karoseri di jalan balearjosari no.35 saat ini adalah 4.9 hektar dan perkembangannya sedang diperluas menjadi 6.9 hektar. Jumlah tenaga kerja saat ini 1000 karyawan dengan status kerja bermacam-macam yaitu: pegawai tetap, outsourcing, dan borongan. Setelah cukup sukses dan dapat diterima oleh masyarakat, maka Adi Putro membuka cabang di Jakarta untuk menjangkau
5

kawasan Jawa Barat. Akan tetapi, pada perkembangannya perusahaan Adi Putro di jakarta kurang diminati dibanding dengan yang di kota Malang sehingga beralih menjadi repair body kendaraan saja. Produksi yang dihasilkan ada berbagai macam antara lain: Suzuki Carry Carreta 1000 cc, Suzuki Avebtura 1500 cc, Mitsubishi L300, dan Isuzu Elf. Sejak terjadi kritis moneter pada tahun 1997, permintaan assembling kendaraan kecil mulai berkurang sehingga Adi Putro mencoba melakukan pembuatan body pada kendaraan besar, yaitu bus. Sampai sekarang bus menjadi assembling utama di Adi Putro. Kapasitas produksi yang dapat dikerjakan antara lain 1-1,5 bulan untuk minibus dan 2-3 bulan untuk bus.

2.2 Logo Perusahaan Logo PT. Adi Putro Wira Sejati digambarkan dengan seekor kuda yang ditunggangi oleh seorang pahlawan. Sehingga dapat dikatakan logo PT. Adi Putro Wira Sejati adalah pahlawan berkuda. Kuda melambangkan kecepatan dan suatu perjuangan, sedangkan pahlawan merupakan orang yang berjasa. Oleh karena itu, makna logo Adi Putro adalah perjuangan tiada henti dari seorang pahlawan untuk menjadi yang tercepat. Sedangkan huruf AP pada gambar adalah singkatan dari Adi Putro yang artinya putra terbaik.

Gambar 2.1 Logo PT. Adi Putro Wira Sejati

2.3 Motto, Visi, dan Misi Perusahaan 2.3.1 Motto Perusahaan Motto dari PT. Adi Putro Wira Sejati adalah Senantiasa Terdepan.

2.3.2 Visi Perusahaan Visi PT. Adi Putro Wira Sejati adalah menjadi perusahaan yang terdepan dengan penguasaan teknologi yang sesuai dengan kompetensi industri seta menghasilkan produk-produk yang mampu menghadapi persaingan global.

2.3.3 Misi Perusahaan Misi PT. Adi Putro Wira Sejati adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing di pasar global khususnya produk-produk niaga, serta menyediakan lingkungan yang kondusif. 2. Mengembangkan penguasaan teknologi untuk memecahkan masalah di bidang pelayanan, khususnya yang berkaitan dengan produksi, perawatan, dan desain. 3. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dalam mengembangkan suasana perusahaan yang kondusif dengan mengimplementasikan nilai etika dan moral.

2.4 Bentuk Badan Hukum Perusahaan Pada awal berdirinya perusahaan ini hingga pada awal tahun 1992, tepatnya pada tanggal 2 Januari 1992, status hukum perusahaan perseroan berubah menjadi P.T (Perseroan Terbatas) dengan SIUP No. 068.3878/138/PB/II/91/PI. Selain penggantian status badan hukum juga dilakukan penggantian nama perusahaan dari Adi Putro menjadi PT. Adi Putro Wira Sejati.

2.5 Struktur Organisasi Perusahaan


DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR MINI BUS

DIREKTUR BUS

MAINTENANCE

HRD

KEUANGAN

PEMASARAN

DESAIN ENGINEERING BUS BODY WELDING

SUB-ASSY BUS SUPERVISOR ELEKTRIK DESAIN ENGINEERING BUS MEKANIKL & SUSPENSI SUPERVISOR MEKANIK STAFF STAFF STAFF STAFF STAFF STAFF

PUTTY MINI BUS

PAINTING MINI BUS

BODY BUS (PANELING)

TRIMMING MINI BUS

PAINTING BUS

FINISHING MINI BUS PRESS SHOP KOMPONEN CUTTING SUB ASSY MINI BUS

TRIMMING BUS

FINISHING BUS

DIES SHOP

SUPERVISOR

BONGKAR CHASIS

SUPERVISOR

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. Adi Putro Wira Sejati

2.6 Departemen-Departemen Perusahaan Berikut ini adalah departemen-departemen di PT. Adi Putro Wira Sejati yang terkait dengan proses produksi minibus atau bus, dan departemen umum lainnya:

2.6.1 Departemen Engineering Pada Departemen Engineering ini, tugas yang dilakukan adalah membuat prototype atau model dari kendaraan yang akan diproduksi. Departemen ini membuat berbagai macam variadi bentuk sebuah model kendaraan yang nantinya ditawarkan kepada konsumen. Model yang dibuat meliputi model luar kendaraan dan juga bagian dalamnya yang digambarkan pada kertas gambar. Akan tetapi, model dari sebuah kendaraan tidak hanya berdasarkan model yang dibuat oleh Departemen Engineering, melainkan model dapat berasal dari konsumen itu sendiri. Sebelum bertugas membuat prototype, Departemen Engineering juga harus membuat rancangan model bus atau minibus yang dilakukan oleh drafter di Departemen Engineering dengan bantuan software AutoCAD. Gambar yang dihasilkan dalam bentuk gambar teknik. Gambar tersebut dilengkapi dengan dimensi yang kemudian di cetak dalam kertas A4 agar mudah dilihat dan dimengerti sehingga mempermudah dalam merealisasikan pembuatan minibus. Selain itu, para operator departemen ini juga bertugas membuat jig (alat bantu) untuk membaut body bus atau minibus. Dalam pembuatan jig, dibagi menjadi tiga bagian sebagai berikut: 1. Membuat jig, yaitu membuat alat bantu untuk membuat body bus atau minibus yang direalisasikan dari prototype yang telah dibuat setelah ada gambar dari drafter. 2. Repair jig, yaitu memperbaiki jig yang rusak atay bentuknya sudah berubah karena sering digunakan. 3. Renovasi jig, yaitu mengubah bentuk jig lama karena adanya model baru. Fungsi utama dari jig adalah agar didapatkan kepresisian bentuk body sebuah minibus dan digunakan juga untuk penggabungan beberapa komponen minibus, seperti body samping dengan pilar kaca. Dengan digunakannya jig pada penggabungannya, maka hasil akan sesuai dengan jig yang telah dibuat. Prinsip kerja jig berasal dari plat yang sudah dibentuk menjadi sebuah bagian minibus, kemudian diletakkan di atas jig yang tersedia, lalu plat dicekam dengan pencekam yang sudah tersedia pada jig,

sehingga penggabungan komponen dilakukan dengan menggunakan mesin las listrik dan las titik.

2.6.2 Departemen Bongkar Chasis Departemen Bongkar Chasis merupakan departemen umum, karena departemen ini tidak hanya bertugas untuk membongkar chasis bus saja, tetapi juga membongkar chasis mini bus. Oleh karena itu, kedudukan Departemen Bongkar Chasis tidak berada di bawah wewenang manajer produksi bis, melainkan berada di bawah wewenang Direktur Utama. Langkah awal yang dilakukan ketika chasis masuk adalah dilakukannya pelepasan segala panel dan instrument yang melekat pada chasis tersebut. Hal ini dilakukan agar dalam proses pmbuatan bus selanjutnya, panel dan instrument tidak terkena alat-alat produksi seperti mesin las, gerinda, termasuk cat pada waktu pengecatan. Panel dan instrument yang dilepas meliputi: 1. Interior, yang terdiri atas: a. b. c. d. e. f. 2. 3. Instrument lamp Headlining Dashboard Seat Console box Safety belt

Eksterior, yang berupa side mirror. Function, yang terdiri atas: a. b. c. d. e. f. Wiper Signal lamp Hazzard lamp Horn Central lock Battery (ACCU)

Selain parameter yang dikemukakan, juga dilakukan pelepasan terhadap ban cadangan, setir, serta dilakukan pembungkusan semua socket kabel dengan menggunakan plastik. Panel dan instrument selanjutnya disimpan dalam gudang penyimpanan atau biasa disebut dengan gudang bongkar. Pada kegiatan pembongkaran

chasis ini, terdapat batasan waktu yaitu sekitar 105 menit untuk tiap unit chasis. Setelah chasis dibongkar, maka chasis bus akan dikirimkan ke lapangan parkir chasis.

2.6.3 Departemen Mekanik Bus Departemen ini memiliki beberap tugas, sebagai berikut: 1. Mengebor chasis atau sering disebut memasang plandes pada chasis bus agar rangka tidak langsung menempel pada chasis sehingga chasis tidak terkena las. 2. 3. Memasang sistem suspensi udara (air suspension). Memperbaiki bus yang mogok atau mesinnya sudah rusak. Dengan jumlah pekerja ada 25 orang dan 1 supervisor, target waktu proses produksi pada departemen ini adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan dan pemasangan air suspension sebanyak-banyaknya 3-4 unit per minggu. 2. Pemasangan plandes sebanyak 2 unit per hari. Bagian Mekanik Bus ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu: 1. Air Suspension, terdiri dari tiga stall, yaitu: a. Stall 1, merupakan stall penyedia komponen yang bertugas membuat bracket dan menyediakan peralatan untuk air suspension. b. c. Stall 2, bertugas untuk melakukan setting atau pemasangan bracket. Stall 3, merupakan stall finishing yang bertugas memasang seluruh instalasi air suspension, seperi berikut ini: 1) enam unit air bag (2 di belakang dan 4 di depan), fungsinya untuk meredam getaran. 2) tiga air spring valve, digunakan untuk regulator atau menjaga tekanan udara, setiap satu air spring valve menggunakan dua air bag. 3) dua air tank valve, digunakan untuk tempat persediaan udara yang diambil dari gudang komponen, satu di belakang dengan kapasitas 40 liter dan satu lagi depan dengan kapasitas 20 liter. 4) Pilot valve, digunakan untuk memaksimalkan air bag agar dapat naik secara bersamaan sehingga dapat meredam getaran bus. 2. Plandes Ada dua jalur produksi dengan total pekerja 6 orang. Pemasangan plandes kurang lebih ada 24 buah. Bahan plandes didapat dari gudang kaca yang diproduksi sendiri. Target pemasangan plandes adalah 1 bus/hari/jalur.
10

2.6.4 Departemen Dies Shop (Bengkel) Departemen ini tidak terlibat secara langsung dengan proses produksi, tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung kegiatan produksi. Tugas yang dilakukan dalam Departemen Dies Shop ini adalah membuat alat bantu untuk menunjang kegiatan produksi. Misalnya, membuat cetakan untuk komponen body kendaraan, plunge, pisau atau perkakas untuk departemen komponen. Urutan proses pembuatan cetakan yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pembuatan prototype cetakan, yang dilakukan oleh Departemen Engineering. Pengukuran dan penggambaran. Perencanaan pembuatan bentuk cetakan. Pemesanan bahan untuk membuat cetakan. Pemotongan bahan sesuai dengan bentuk yang telah direncanakan. Cutting dan pengelasan hingga menjadi bahan baku. Machining, yang dilakukan dengan menggunakan mesin CNC. Finishing, yang dilakukan dengan menggunakan gerinda manual. Bahan yang digunakan untuk membuat cetakan adalah besi cork arena besi cor mudah dimodifikasi dan mudah diperbaiki jika cacat serta besi cor memiliki serat. Waktu yang diperlukan dalam membuat cetakan ini tergantung dari besar dan bentuk cetakan yang dibuat. Semakin rumit bentuknya, semakin lama waktu yang diperlukan untuk membuat cetakan tersebut karena membutuhkan tools yang banyak. Pembuatan cetakan dibedakan menjadi dua, yaitu dengan model kemudian di copy atau langsung membuat cetakan dengan menggunakan program computer, tetapi membuat dengan program yang lebih sulit karena rumitnya model yang dibuat. Cetakan terdiri atas: bagian male dan female dengan jarak keduanya sebesar 1 plat. Cetakan yang sudah jadi dikirim ke Departemen Komponen (Press Shop) yang digunakan untuk memproduksi komponen yang akan dikirim ke bagian Sub-Assembly.

2.6.5 Departemen Press Shop (Komponen) Departemen Press Shop sebgai bagian dari lantai produksi mempunyai peranan untuk memproduksi komponen-komponen kendaraan bus atau minibus. Dalam departemen ini terdapat mesin-mesin yang digunakan untuk membentuk bahan baku plat menjadi komponen. Tugas yang dilakukan departemen ini, antara lain:

11

1.

Mencetak plat lembaran menjadi komponen-komponen bus dan minibus. Komponen-komponen tersebut meliputi: rangka, pintu, panel kanan, panel kiri, panel depan, dan panel atas. Jumlah komponen yang diproduksi tergantung pada jumlah pesanan yang masuk.

2.

Mensuplai kebutuhan Departemen Body Welding. Proses-proses yang terdapat dalam Departemen Press Shop, adalah sebagai berikut:

1.

Cutting (Pemotongan) Setelah plat yang dipesan datang, maka dilakukan proses pemotongan plat dengan menggunakan mesin pemotong plat menjadi lembaran-lembaran potongan plat sesuai dengan perencanaan Departemen Engineering. Prinsip kerja dari mesin potong yang dimiliki PT. Adi Putro Wira Sejati adalah menggunakan motor listrik sebagai penggeraknya. Pada alat tersebut terdapat suatu tombol yang diletakkan di bawah, dimana untuk menekannya menggunakan kaki sehingga pada saat ditekan, maka pisau dari mesin tersebut yang semula berada di atas akan bergerak turun untuk memotong plat yang telah diukur dan diberi tanda sebelumnya. Selain mesin potong di atas, ada juga mesin yang berfungsi untuk memotong plat, antara lain: a. b. c. d. Mesin TAMING (tebal maksimal 1,4 mm) Mesin EDWARD (tebal maksimal 1,2 mm) Mesin RRC (tebal maksimal 4 mm) Mesin Vibro

2.

Plat dicetak (di-press) Setelah gulungan plat dipotong menjadi beberapa potong plat, maka plat dicetak menggunakna mesin press dan dibentuk menggunakan dies atau matras (cetakan) sesuai dengan permintaan yang ada. Setiap dies mewakili satu bentuk bagian minibus. Untuk bagian lainnya terdapat dies yang berbeda. Penggunaan dies dilakukan dengan cara meletakkan plat yang akan dibentuk ke atas dies yang sesuai. Setelah plat ditempatkan di dies, proses pencetakan plat dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin pencetak plat yang dimiliki Departemen Press Shop. Adapun beberapa mesin pencetak plat yang ada, antara lain: a. Mesin Press Besar 1) Mesin Minchang 2) Mesin Inoue Besar 3) Mesin MD
12

3.

Proses Bending (Penekukan) a. Mesin Press Kecil 1) Mesin Inoue Kecil 2) Mesin LVD 3) Hong

4.

Membentuk Lubang Plat (Punch) Setelah plat dibentuk, diperlukan beberapa lubang yang digunakan untuk memasukkan bagian lain. Misalnya pada pintu diperlukan lubang, untuk memasukkan anak kunci, dan sebagainya. Proses memeberi lubang pada plat dilakukan dengan menggunakan mesin punch (yang dimiliki PT. Adi Putro Wira Sejati berjumlah 3 buah dengan kapasitas masing-masing yaitu 20, 40, dan 60 ton). Mesin punch yang dimiliki ada dua macam, antara lain mesin punch dengan sistem hidrolis, dan mesin punch yang mengginakan mekanisme belt dan motor listrik.

5.

Proses Bumping Proses bumping merupakan proses membentuk plat menjadi suatu komponen dengan cara memposisikan plat pada jig lalu operator memukul bagian yang akan ditekuk dengan palu.

6.

Pemotongan Plat yang Tidak Digunakan Setelah semua plat dibentuk dan diberi lubang, ada beberapa hasil plat yang tidak digunakan, maka harus dipotong dan dibuang. Contohnya, pada tempat kaca kendaraan, penutup ban, dan selebor dimana ban harus terlihat dari samping. Oleh karena itu, tempat kaca dan plat penutup ban harus dipotong dan dibuang dengan menggunakan plasma (pemotongan dengan mesin las pada plat/wire cutting) yang memiliki spesifikasi pemotongan maksimal 5 mm.

2.6.6 Departemen Sub-Assy Minibus Komponen yang telah dibuat merupakan bagian minibus yang terpisah-pisah, maka perlu penggabungan beberapa komponen tersebut. Penggabungan beberapa komponen ini dilakukan di Departemen Sub-Assy (Sub-Assembly). Pada departemen ini dapat dikatakan sebahai perakitan komponen yang sudah dibentuk. Perakitan dilakukan dengan menggunakan batuan jig yang kemudian di las menjadi satu. Beberapa perakitan komponen yang digabung, yaitu: 1. 2. Pintu bagasi Pintu depan
13

3. 4. 5.

Rangka front panel Ruang kaca depan dan belakang Engsel

2.6.7 Departemen Body Welding Minibus Setelah panel dan instrument chasis dilepas dan komponen minibus telah dibuat, maka tahap berikutnya adalah penyatuan beberapa bagian komponen untuk dapat menjadi sebuah body minibus oleh Departemen Body Welding. Beberpa tahapan yang dilakukan departemen ini, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Plasma Penyambungan lantai Pemasangan side panel Pemasangan pintu samping Pemasangan roof Pemasangan pintu belakang Finishing Jika dibagi berdasarkan stall, departemen ini terdapat empat stall yaitu sebagai berikut: 1. Stall 1 Stall 1 ini melakukan pekerjaan sebagai berikut: a. b. c. d. e. 2. Pemasangan bibir lantai Pemasangan lantai (khusus Elf) Pemasangan panel (badan samping) Pemasangan pintu samping Pemangan trap (tingkatan)

Stall 2 Stall 2 ini melakukan pekerjaan sebagai berikut: a. b. c. d. Pemasangan inner (bagian dalam minibus). Pemasangan badan belakang (bumper). Pemasangan atap dengan bantuan las pen. Pemasangan baut untuk bangku dan pintu.

14

3.

Stall 3 Stall 3 melakukan pekerjaan, yaitu finishing body welding yang meliputi: meluruskan sambungan las, merapikan sambungan sebelum masuk ke Departemen Putty. Pekerjaan ini dilakukan dengan memukul body menggunakan palu.

4.

Stall 4 Stall 4 mengerjakan pertin, yaitu proses untuk menutupi sambungan las dengan timah. Tujuannya agar bagian sambungan tidak mudah berkarat dan memudahkan saat proses pendempulan sehingga hasil dempulan rata.

2.6.8 Departemen Putty Minibus Setelah melewati Departemen Body Welding, selanjutnya minibus akan diproses di Departemen Putty untuk dilakukan pendempulan body. Adapun beberapa tahap yang dilakukan Departemen Putty antara lain: 1. Pembersihan seluruh body minibus, terdiri dari proses sebagai berikut: a. Greasing, pencucian minibus dengan sabun utuk menghilangkan minyakminyak yang melekat pada plat. b. Phosputting, pelapisan bahan anti karat agar plat tidak mudah berkarat. Setelah itu minibus dicuci dengan air biasa yang harus dalam keadaan panas agar tidak berkarat. 2. Oven Tujuan dari proses oven, yaitu agar air kering dan memantapkan bagian post putting sehingga tidak mudah mengelupas dan tidak mudah berkarat. Oven dilakukan selama kurang lebih 20 menit dalam suhu 90C. 3. Primer epoxy Membuat warna dasar minibus. Bahan-bahannya terdiri dari campuran primer epoxy 5 kg, hardener (pengering) 1 kg dan thiner arcilic 5 liter. Proses ini dilakukan 2 lapis (2 kali oles) 4. Dempul Sebelum proses dempul, permukaan body minibus ini dipukul-pukul agar rata dan tidak ada bagian yang cekung sehingga memudahkan dalam proses pendempulan.

15

5.

Gosok dempul Tujuan proses ini adalah untuk meratakan dempulan dengan menggunakan kertas gosok nomor 120 dan 185 serta air biasa. Disini dilakukan QC untuk mengecek apakah masih ada lubang karena dempulan yang tidak rata.

6.

Epoxy Filler Epoxy ini dilakukan secara 3 lapis. Epoxy filler berfungsi untuk menutupi poripori dempul atau lubang-lubang dan luka pada plat.

7.

Gosok epoxy Dilakukan dengan kertas gosol nomor 280, 400, 600 serta air biasa untuk mempersiapkan pengecatan agar permukaan plat halus. Setelah itu dilakukan QC lagi untuk mengecek lubang karena setelah epoxy, lubang akan terlihat lebih jelas.

8.

Finishing Merapikan bagian yang masih kurang sempurna karena berlubang. Hal ini dilakukan dengan ditambal dengan dempul sekaligus dilakukan penggosokan serta untuk mencari cacat pada plat sebelum masuk ke proses painting atau pengecatan.

2.6.9 Departemen Painting Minibus Setelah dilakukan pendempulan body minibus, maka minibus dikirim ke bagian painting untuk dilakukan pengecatan. Urutan pengecatan minibus adalah sebagai berikut: 1. Persiapan, yang terdiri dari proses-proses sebagai berikut: a. Air blow, dengan kompresor angin dan harus ada sirkulasi udara agar debu tidak menempel kembali di body minibus. b. c. Wash bensin, dengan bensin yang sudah disuling agar bensin tidak menguap. Tack cloth, meminimalkan debu yang menempel di panel dengan cara bahan tack cloth ini ditempelkan di panel minibus. d. Penutupan bagian-bagian yang tidak boleh terkena cat, seperti mesin, stir, perseneleng, ban, dan komponen elektrik. 2. Pengecatan. a. b. 3. Untuk solid: satu kali pengecatan langsung selesai. Untuk metallic: dicat dan setelah itu dipernis

Flash of, yaitu jeda atau tenggang waktu (10 menit) untuk menuntaskan cat sebelum masuk ke oven.

16

4.

Oven, proses ini dilakukan selam 45 menit dengan temperatur 80C. Jika order banyak, waktu oven bisa dipersingkat, tetapi temperaturnya dinaikkan.

5.

Rehack, proses ini dilakukan oleh bagian QC. QC akan memeriksa apakah ada cacat, misalnya goresan.

6.

Pelapisan anti karat

2.6.10 Departemen Trimming Minibus Setelah minibus dicat, maka langkah selanjutnya adalah memasang semua panel dan instrument chasis yang telah dilepas sebelumnya. Pemasangan ini dilakukan oleh Departemen Trimming. Departemen ini terdiri dari 3 stall, yaitu: 1. 2. Stall 1, pemasangan peredam, pemasangan triplek, dan cover interior. Stall 2, pemasangan kabel-kabel lampu, pemasangan lantai, dan cover lantai, pemasangan kaca (yang tidak berhubungan dengan plafon minibus), pemasangan plafon atau ducting. 3. Stall 3, pemasangan AC, pemasangan bangku, pemasangan kaca seluruhnya, sealen (proses menutupi pinggiran-pinggiran kaca dengan cairan sejenis karet) Setelah semua proses diatas dilakukan, maka minibus akan melewati proses shower test untuk memeriksa apakah masih ada bagian yang bocor.

2.6.11 Departemen Finishing Minibus Sebelum mobil dikirim ke konsumen, maka perlu tahap finishing. Tugas yang dilakukan di departemen ini antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Menambal dempul atau cat yang masih cacat. Memoles ulang panel Mengelap body Pembersihan bagian-bagian yang kotor Pencarian bagian yang cacat Mengecat ulang jika masih ada cacat atau warna yang tidak kontras (kurang merata) Menempelkan sticker logo, film kaca, dan emblem logo Adi Putro.

2.6.12 Departemen Fiber Tugas-tugas yang dilakukan Departemen Fiber, antara lain: membuat dashboard, bumper depan, bumper belakang bus, pintu yang dibuka ke atas (pintu belakang

17

minibus), dan pipa pada minibus. Di Departemen Fiber terdiri dari beberapa bagian, yaitu: 1. ABS (Acrylonitrile Butadiene Styrene) Bagian ini memproduksi komponen-komponen bus yang terbuat dari lembaran ABS. Lembran ABS yang digunakan terdiri dari tiga macam ketebalan, yaitu 1 mm, 2 mm, dan 3 mm. Adapun produk yang dihasilkan adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. 2. Cover bode Cover dek Cover door Cover ducting Cover emergency Cover engsel Plafon bus dan minibus

Ruang Inject atau Intergral Adapun produk yang dihasilkan untuk bagian bus, adalah sebagai berikut: a. b. c. d. Cover vertical L dan T Cover horizontal Cover travego Cover radius belakang Sedangkan produk yang dihasilkan bagian ini untuk bagian minibus, yaitu: a. b. c. d. e. f. Cover striker Cover pilar belakang Cover AB Cover engsel Cover horizontal Cover T

3.

Fiber Produk yang dihasilkan oleh bagian Fiber, antara lain: a. b. c. d. Seluruh bagian dashboard Toilet Ducting Bumper

4.

Putty Fiber Proses yang terjadi pada bagian putty fiber ini yaitu:
18

a. b. c. d. e.

Penggosokan seluruh permukaan yang diinginkan agar produk fiber halus. Pengolesan thiner pada permukaan Pendempulan Penggosokan dengan air Pengecatan atau penyemprotan epoxy

2.6.13 Departemen Sub-Assy Bus Proses produksi secara umum yang dilakukan pada Departemen Sub-Assy Bus adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Merakit pipa sesuai jig Mengelas bagian-bagian pipa yang akan disambungkan Menggerinda bagian-bagian rakitan pipa yang sudah jadi, yang bertujuan untuk merapikan produk yang telah selesai di las. 4. Melakukan proses epoxy yang merupakan sebuah proses pengecatan dasar produk, dimana warna cat tersebut adalah grey atau abu-abu 5. 6. 7. Menggerinda rakitan pipa Memasang rakitan Memasang rakitan pipa dengan plat sesuai dengan jenis komponene yang dibuat. Pada Departemen Su-Assy terdapat empat area yaitu: 1. Area A yang bertugas memproduksi bagasi barang, bagasi ACCU, bagasi ornament, wheel house, inner connector, kuda-kuda ducting, meja kaca. 2. Area B yang bertugas memproduksi outerback panel, rumah lambu, engsel bagasi, wheel dop bracket, rangka tandon air, rangka bumper belakang, rangka sun roof, brecket, BCM 1. 3. Area C yang bertugas memproduksi BCM 2-10, rangka penahan lumpur, rangka spanten, belalai belakang, rangka variasi travego. 4. Area D yang bertugas memproduksi pintu, back pane, front panel, dan pintu emergency.

2.6.14 Departemen Rangka Rangka hanya digunakan untuk bus, sedangkan untuk minibus tidak perlu menggunakan rangka (langsung dengan body yang dibuat di Departemen Body Welding). Cara memindahkan rangka bus dari satu stall ke stall yang lain dengan cara didorong manual.
19

Divisi rangka bekerja berdasarkan surat keterangan lisan dari Marketing, tidak menunggu SPK (Surat Perintah Kerja) diturunkan. Asalkan dari pihak marketing sudah memberitahukan spesifikasi tentang modelnya dan jenis chasis (tiap chasis punya karakter yang berbeda-beda), tipe lampunya (yang mempengaruhi front dan side panel), tipe AC (yang mempengaruhi posisi bracket dan roof), dan ada toilet atau tidak.

2.6.15 Departemen Panelling (Welding Bus) Pada paneling, pembuatan side panel dan atap dibuat oleh Departemen Panelling sendiri. Sehingga material berupa bahan baku berupa gulungan plat dilektakkan pada Departemen Panelling. Pada Departemen Panelling ada 5 stall (stasiun kerja), antara lain: 1. Stall 1, melakukan pemasangan cup, pillar, connectoe, roof depan bagian atasdek lumpur, engine lid (bagasi mesin), side middle, side front. 2. 3. Stall 2, melakukan pemasangan side panel, bagasi barang, travego, bagasi aki. Stall 3, melakukan pemasangan pintu, back panel, bagasi sirip, lantai, bagasi radiator, bagasi tambahan, dehicter (siku dalam), plafon, connector wheel house, wheel house, inner connector. 4. Stall 4, melakukan pemasangan lantai bagasi, dinding bagasi, dek bagasi tambahan, tutup BCM, tutup solar depan dan belakang, bracket bumper depan dan belakang, bracket lampu depan dan belakang, trap depan dan belakang (tangga), tutup dashboard depan, trap depan keseluruhan, trap mesin belakang, flat, bibiran AC, dek bagasi tambahan, bracket tandon dan bracket septictank. 5. Stall 5, melakukan finishing (tukang teter)

2.6.16 Departemen Putty Bus Pada Departemen Putty Bus dibagi menjadi 6 stall, yaitu: 1. Epoxy Primer, tahap-tahap dalam epoxy primer adalah sebagai berikut: a. Bus disemprot dengan pompa angin untuk menghilangkan debu yang menempel. b. Wash bensin (pencusian dengan bensin) agar debunya benar-benar bersih sebelum di-primer. c. Masuk ruangan epoxy primer selama 2,5 jam, Akan tetapi, sebelum primer, bagian-bagian seperti stire, ban, mesin, kabel, perseneling, dan komponen

20

elektrik harus ditutupi agar tidak terkena epoxy dan tidak merubah warna aslinya. 2. 3. 4. 5. 6. Dempul Gosok dempul Epoxy Gosok epoxy Finishing

2.6.17 Departemen Painting Bus Pada Departemen Painting Bus ada beberapa macam proses painting, yaitu: 1. Untuk bentuk yang sederhana, operator membuat gambar pada body bus dengan bantuan mal (pola gambar yang terbuat dari kertas karton) yang ditempelkan pada body bus. Pola yang sudah tergambar pada body bus kemudian ditelusuri dengan menggunakan selotip kertas. Selanjutnya dilakukan pengecatan pada pola tersebut dengan menggunakan air brush. Sebelumnya, daerah di luar pola ditutup dengan kertas koran agar tiddak terkena cat. 2. Untuk bentuk yang lebih rumit, pembuatan pola juga dilakukan dengaa bantuan mal. Mal yang dibuat tidak sedetail gambar yang dibuat. Selanjutnya operator mengecat mengkuti pola tersebut dan melukis gambar yang diinginkan pada body bus. Proses ini memerlukan operator dengan keahlian khusus. 3. Untuk gambar yang full, maka proses painting tidak menggunakan cat tetapi stiker. Sebelum stiker ditempel, body disemprot terlebih dahulu dengan air shampoo. Air shampoo ini memudahkan operator untuk mengatur letak stiker, karena stiker tidak mudah melekat pada body. Pemasangan stiker dibagi menjadi bagian atas dan bagian bawah.

2.6.18 Departemen Trimming Bus Pada Departemen Trimming Bus ada 6 stall dan 1 stall elektrik, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Stall 1, melakukan pemasangan triplek untuk lantai penumpang dan karpet bagasi, peredam mesin, peredam panas ruangan penumpang, list pintu dan karet aluminium, sealer stripping body, handle pintu dan handle bagasi, sun roof.

21

2.

Stall 2, melakukan pemasangan kaca samping, karpet supir, lantai supirm trap, lantai bagasi, plafon, atap, dek samping, toilet, lampu depan dan lampu belakang, serta bumper depan dan bumper belakang.

3.

Stall 3, melakukan pemasangan ducting, kaca depan belakang, sealer kaca depan samping belakang, ducting tambahan belakang, lampu mayang depan belakang, lampu bagasi, lampu trap pintu, lampu interior.

4.

Stall 4, melakukan pemasangan spion kiri kanan, finishing toilet, smoking area, rak ducting, louver AC dan speaker, dashboard, cover pillar kaca, tempat TV, laci sopir, serta laci VCD.

5.

Stall 5, melakukan pemasangan karpet lantai penumpang, tutup ducting, emergency hammer, komponen elektrik di dashboard, rel gorden.

6.

Stall 6, melakukan pemasangan gorden, finishing elektrik, pengecekan interior, bangku penumpang, ban serep dan partisi, spion dalam, cover LCD tengah, water test, full emblem.

7.

Stall elektrik, bertugas untuk memasang instalasi listrik bus. Dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian lapangan dan bagian rakitan. Bagian lapangan bertugas untuk memasang rakitan langsung ke bus, sedangkan bagian perakitan bertugas merakit listrik di stall elektrik.

2.6.19 Departemen Finishing Bus Tugas yang dilakukan pada Departemen Finishing bus antara lain: 1. 2. 3. Pembersihan bagian-bagian yang kotor Pengecekan kekurangan, cacat dan kerapian Perbaikan kerusakan atau cacat, misalnya kebocoran, atau plafon yang kurang rapi. Departemen ini juga bertugas untuk mengecek apakah masih ada kebocoran pada bus atau tidak. Hal tersebut dilakukan dengan shower test sebelum bus dilakukan proses finishing akhir. Shower test ini akan mengeluarkan air dari segala arah. Bus yang akan dicek, ditempatkan di bawah shower test tersebut selam 15 menit.

2.6.20 Departemen Maintenance Departemen maintenance merupakan deepartemen umum yang bertugas menangani kerusakan dan melakukan perawatan di semua bagian perusahaan. Tugas departemen maintenance antara lain:

22

1.

Melakukan perawatan dan perbaikan alat-alat atau mesin-mesin yang digunakan dalam aktivitas produksi (biasanya alat-alat yang sering rusak adalah mesin las dan gerinda)

2. 3. 4. 5.

Bertanggung jawab dalam pengadaan instalasi. Menghandle semua alat-alat produksi Memanasi genset yang dilakukan seminggu sekali Perawatan oven di Departemen Painting Bus dan Minibus. Tugas pengadaan instalasi biasanya dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu agar

tidak mengganggu jalannya proses produksi. Di samping itu, jika ada kerusakan alat, maka kegiatan perbaikan dilakukan hingga alat tersebut dapat digunakan lagi, bahkan harus bekerja diluar jam kerja (lembur). Bagian maintenance ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Bagian Elektronika dan Bagian Mekanik. Masing-masing bagian bertugas menangani bagian elektronika dan bagian mekanik alat-alat produksi.

2.7 Sistem Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas atau quality control adalah suatu usaha untuk

mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan. Jika diamati, sistem pengendalian kualitas yang dilakukan PT. Adi Putro Wira Sejati ini sebenarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Sistem pengendalian kualitas dalam departemen Beberapa departemen memiliki seorang pengendali kualitas yang bertugas untuk melakukan pengecekan terhadap produk yang akan dikirim ke departemen berikutnya. Beberapa departemen yang memiliki seorang pengendali kualitas di dalamnya adalah Departemen Panelling (Welding Bus) dan Departemen Putty. Pada Departemen Panelling, seorang pengendali kualitas menggunakan lembar pemeriksaan welding bus untuk memudahkan pemeriksaan terhadap pemasangan panel pada bus, pengendali kualitas mengecek apakah panel pada bus sudah terpasang dengan posisi dan ukuran yang tepat atau tidak. 2. Sistem pengendalian kualitas antar departemen Aktivitas ini dilakukan dengan pengecekan ulang produk yang sedang dikerjakan, sebelum dikirim ke departemen selanjutnya. Jika pengecekan telah selesai dilakukan, maka orang yang bertugas akan mengisi lembaran serah terima
23

departemen, dan akan menyerahkannya kepada departemen berikutnya yang juga akan memverifikasi jenis pengecekan yang dilakukan oleh departemen sebelumnya. Oleh karena itu, departemen yang akan menemukan kecacatan tersebut akan mengirimkan action log kepada departemen sebelumnya untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Action log merupakan lembar daftar kesalahan yang dituliskan oleh departemen yang menemukan kesalahan. Lember action log mencakup uraian masalah, long time (waktu yang hilang yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kesalahan), tindakan yang harus dilakukan untuk pembenahan, serta tujuan department yang seharusnya menangani kesalahan tersebut. 3. Sistem pengendalian terpusat Sistem ini dilakukan oleh Departemen Engineering. Beberapa orang Departemen Engineering akan melakukan pengecekan produk yang sedang diproses di beberapa departemen. Jika terdapat beberapa masalah atau cacat pada produk, maka Departemen Engineering akan memberikan solusi untuk menangani cacat yang terjadi pada departemen yang bersangkutan.

2.8 Manajemen Perawatan pada Departemen Maintenance Perawatan mesin di PT. Adi Putro Wira Sejati menekankan pada Autonomous Maintenance yang dilakukan masing-masing operator tiap departemen, Preventive Maintenance (PM) yang dilakukan setiap satu bulan sekali (perawatan terencana), dan Breakdown Maintenance yang dilakukan apabila ada mesin yang rusak (perawatan tidak terencana). Berikut ini adalah penjelasan yang lebih terperinci mengenai jenis-jenis perawatan yang diterapkan di PT. Adi Putro Wira Sejati: 1. Autonomous Maintenance Autonomous maintenance adalah perawatan yang dilakukan oleh masingmasing operator pada tiap departemen. Perawatan ini sangat penting karena dapat mengurangi tingkat kerusakan pada mesin. Tiap-tiap operator dapat melakukan perawatan ini dengan cara membersihkan peralatan yang telah dipakai, menghilangkan debu yang menempel atau membersihkan lingkungan kerjanya, agar mesin dan alatnya lebih awet 2. Preventive Maintenance Dalam hal ini pihak Departemen Maintenance melakukan perawatan berdasarkan petunjuk perawatan (biasanya berupa jadwal perawatan) yang terdapat pada masing-masing mesin misalnya penggantian oli setiap 3 bulan sekali, dapat
24

pula berdasarkan pengalaman data-data yang terdapat pada maintenance record. Preventive Maintenance di PT. Adi Putro Wira Sejati biasanya dilakukan pada hari Minggu, dimana tidak ada aktivitas produksi. 3. Breakdown Maintenance Selain kedua perawatan diatas, perawatan yang paling sering terjadi adalah breakdown maintenance. Breakdown maintenance adalah perawatan yang dilakukan ketika mesin atau alat tiba-tiba mati (mogok). Perawatan ini tidak terjadwal dan bisa dikurangu dengan meningkatkan autonomous maintenance. Jika para operator masing-masing alat mau membersihkan dan merawat alat yang digunakan maka breakdown maintenance akan berkurang dan efektivitas bekerja akan meningkat karena tidak ada waktu tunggu untuk perbaikan alat. Ada dua jenis kerusakan mesin di PT. Adi Putro Wira Sejati, yaitu kerusakan ringan dan berat. Kerusakan ringan terjadi jika mesin sering mati dan dapat diperbaiki dengan cepat, sedangkan kerusakan berat terjadi jika mesin terbakar dan perlu waktu untuk memperbaikinya. Jika ada mesin yang rusak maka akan langsung diperbaiki oleh operator Departemen Maintenance, namun bila ada kerusakan yang cukup berat, maka proses dilanjutkan dengan menggunakan mesin cadangan (jika ada), sehingga tidak menghambat jalannya proses produksi. Apabila kerusakan mesin terlalu berat dan karena adanya faktor keterbatasan waktu dan tenaga kerja di departemen maintenance, maka mesin diperbaiki oleh teknisi yang di datangkan dari luar perusahaan.

2.9 Keselamatan Kerja dan Hygiene Perusahaan Hasil yang optimal dan efisien dalam melaksanakan proses produksi dapat diperoleh dengan meningkatkan ketelitian dan keselamatan. Mengingat proses produksi yang cukup beresiko, para pekerja wajib mengikuti peraturan keselamatan kerja yang berkaitan dengan alat, bahan, dan benda kerja. Di dalam pelaksanaan proses produksinya, PT. Adi Putro Wira Sejati menggunakan prinsip 5R pada setiap departemennya. Adapun prinsip 5R ini diadaptasi dari istilah Jepang, yaitu 5S atau dalam bahasa Inggrisnya disebut CAN-DO. Prinsip 5S adalah sebagai berikut: 1. Ringkasi (Seiri) Meringkas dan menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari area kerja. 2. Rawat (Seiketsu)

25

Memelihara area kerja masing-masing, agar ringkas, rapi, dan resik sehingga produktivitas dan lingkungan kerja nyaman dan dapat dipertahankan. 3. Rajin (Shitsuke) Melatih karyawan untuk memiliki kebiasaan kerja yang baik, tegas, dan disiplin dalam menaati aturan kerja yang sudah ditetapkan. 4. Rapi (Seiton) Pengaturan barang yang dibutuhkan sehingga tersusun dengan rapi dan dapat diambil atau dipilih dengan mudah. 5. Resik (Seiso) Membersihkan area kerja masing-masing setiap kali selesai bekerja sehingga tidak ada debu di lantai, mesin, atau peralatan serta agar alat kerja tidak berserakan. Beberapa contoh tindakan yang berkaitan dengan keselamatan kerja para pekerja yang telah dilakukan oleh PT. Adi Putro Wira Sejati adalah sebagai berikut: 1. Menggunakan sarung tanga saat mengangkat plat atau pipa besi untuk melindungi tangan dari bagian-bagian besi yang tajam. 2. Pada Departemen Fiber, pekerja diwajibkan menggunakan masker dari kain untuk mencegah masuknya serat-serat fiber ke dalam saluran pernafasan. 3. Pada Departemen Painting, pekerja juga diwajibkan menggunakan masker dari plastik dan karet untuk mencegah masuknya butiran-butiran halus cat ke dalam saluran pernafasan. 4. Tersedianya tabung pemadam kebakaran (PMK) di berbagai tempat.

26

2.11 Pemasaran Produk-produk PT. Adi Putro Wira Sejati dipasarkan ke seluruh pelosok Indonesia, meliputi: Jawa, Kalimantan, Sumatra, Nusa Tenggara, dan daerah lainnya.

2.12 Produk Produk-produk PT. Adi Putro Wira Sejati dipasarkan ke seluruh pelosok nusantara. Kualitas produk, kelengkapan jenis produk untuk mengantisipasi keragaman selera konsumen, dan jaringan distribusi yang luas, adalah modal utama yang mengkokohkan keberadaan PT. Adi Putro Wira Sejati di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa produk PT. Adi Putro Wira Sejati:

2.13 Pengolahan Limbah PT. Adi Putro Wira Sejati tidak menghasilkan limbah berupa cairan maupun gas karena menggunakan sistem blower yang akan bersikulasi kembali. Sistem kerja blower ini yaitu bagian atas berfungsi untuk mendorong dan bagian bawah berfungsi untuk menghisap kotoran. Akan tetapi PT. Adi Putro Wira Sejati menghasilkan limbah padat berupa sisa-sisa kain lap atau kerak painting. Limbah padat tersebut dikumpulkan dan dibuang ke tempat sampah. Barang-barang sisa juga dijual kembali oleh pihak penjualan sehingga akan menambah keuntungan perusahaan. Barang-barang sisa yang dijual berupa: koran bekas, kertas bekas, kardus, karet, kabel, kawat, besi, fiber, plat, dan kaleng.

27

BAB III TINJAUAN PROSES PRODUKSI


3.1 Bahan Baku Bahan utama yang dibutuhkan PT. Adi Putro Wira Sejati untuk membuat body bus atau mini bus adalah plat besi. PT. Adi Putro Wira Sejati memesan plat besi dari sebuah perusahaan bernama PT. POSMI STEEL INDONESIA, yaitu perusahaan pembuat plat yang cukup besar di Indonesia. Plat yang dipesan, dikirim dalam bentuk gulungan dengan ukuran dan spesifikasi berdasarkan pesanan PT. Adi Putro Wira Sejati.

3.2 Mesin dan Perlatan Pendukung Proses Produksi Fasilitas-fasilitas penunjang di PT. Adi Putro Wira Sejati adalah berupa mesinmesin produksi untuk membantu proses pengerjaan produksi. Mesin dan peralatan yang digunakan antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mesin sekrap Mesin frais Mesin las listrik (SMAW) Mesin las MIG (Metal Inert Gas) Mesin las LPG Mesin Band Saw Gerinda tangan

3.3 Proses Produksi Minibus Minibus adalah chasis yang diubah menjadi sebuah kendaraan melalui berbagai penggabungan atau assembling body di setiap bagiannya. Untuk memproduksi suatu minibus di PT. Adi Putro Wira Sejati terdapat beberapa bagian departemen yang saling mendukung satu sama lain. Sebuah chasis harus melewati semua departemen yang ada, dimana setiap departemen memiliki tugas masing-masing untuk menunjang pembentukan sebuah minibus. Berikut beberapa departemen yang terkait dalam proses produksi minibus: 1. 2. 3. Departemen Engineering Departemen Pembongkaran Chasis Departemen Dies Shop
28

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Departemen Press Shop Departemen Sub-Assy Minibus Departemen Body Welding Departemen Putty Minibus Departemen Painting Minibus Departemen Fiber

10. Departemen Trimming Minibus 11. Departemen Finishing Minibus Di setiap departemen membutuhkan kinerja yang benar agara ketika chasis berpindah dari suatu departemen ke departemen lainnya tidak ditemukan kesalahan atau trobel yang dapat mengakibatkan perlunya waktu yang lebih lama untuk melakukan perbaikan terlebih dahulu. Berikut ini adalah diagram alir pembuatan body minibus:

29

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Body Minibus

Proses pembuatan sebuah minibus di PT. Adi Putro Wira Sejati terdiri dari beberapa tahapan, antara lain sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Perencanaan model sebuah minibus (Departemen Engineering). Merealisasikan dalam bentuk gambar (Departemen Engineering bagian Drafter). Pelepasan panel-panel dan istrumen chasis (Departemen Bongkar Chasis) Penyedia cetakan atau dies (PT. Adi Putro Wira Sejati menyebutnya matras) oleh Departemen Dies Shop. 5. 6. Penyediaan bahan untuk mencetak (Departemen Press Shop). Penyambungan komponen (Departemen Sub-Assy).
30

7. 8. 9.

Perangkaian body minibus (Departemen Body Welding). Pendempulan (Departemen Putty Minibus). Pengecatan (Depatemen Painting Minibus).

10. Pemasangan Interior (Departemen Trimming Minibus) 11. Finishing (Departemen Finishing Minibus).

3.4 Proses Produksi Bus PT. Adi Putro Wira Sejati saat ini lebih dominan dalam pembuatan bus-bus besar maupun minibus karena PT. Adi Putro Wira Sejati adalah perusahaan yang lebih mengedapankan padat karya maka perusahaan lebih memilih mesin-mesin semi otomatis dan menggunakan jig-jig untuk mempercepat proses produksi. Berikut ini adalah beberapa departemen yang ada di PT. Adi Putro Wira Sejati dalam menduking proses produksi bus dan minibus, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 Departemen Engineering Departemen Pembongkaran Chasis Departemen Dies Shop Departemen Press Shop Departemen Sub-Assy Bus Departemen Rangka Departemen Panelling (Welding Bus) Departemen Putty Minibus Departemen Painting Minibus

10 Departemen Trimming Minibus 11. Departemen Finishing Minibus Di setiap departemen dibutuhkan kinerja yang benar dan cermat agar ketika chasis berpindah dari satu departemen ke departemen lain tidak ditemukan kesalahan yang memerlukan perbaikan chasis sehingga bisa menghambat proses produksi.

31

Alur pembuatan bus di PT. Adi Putro Wira Sejati dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini:
START

Chasis masuk

Pengeboran Chasis

Penggantian suspensi

Perencanaan model

Realisasi dalam bentuk gambar

Penyediaan bahan dan pembuatan komponen

Penyambungan rangka

Perakitan body bus

Pendempulan

Pengecatan

Pemasangan panel dan instrumen

Finishing

END

Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan bus di PT. Adi Putro Wira Sejati

Berikut ini merupakan penjelasan mengenai proses-proses pembuatan minibus atau bus di PT. Adi Putro Wira Sejati:

32

3.4.1 Chasis Masuk Chasis yang masuk ke PT. Adi Putro Wira Sejati adalah chasis asli produk Mercedez Benz, Volvo, dan sebagainya. Chasis yang mesuk umumnya telah lengkap dengan sistem kelistrikan, panel-panel instrument, mesin, serta suspensi pegas daun (leaf spring suspension).

3.4.2 Pelepasan Panel dan Instrumen Setelah chasis masuk, dilakukan pelepasan segala macam panel dan instrumen agar tidak rusak atau cacat kerena terkena pengelasan, penggerindaan termasuk cat pada waktu pengecatan. Panel dan istrumen yang dilepas meliputi: 1. Interior, yang terdiri atas: a. b. c. d. e. f. 2. 3. Instrument lamp Headlining Dashboard Seat Console box Safety belt

Eksterior, yang berupa side mirror. Function, yang terdiri atas: a. b. c. d. e. f. Wiper Signal lamp Hazzard lamp Horn Central lock Battery (ACCU)

Selain parameter yang dikemukakan, juga dilakukan pelepasan terhadap ban cadangan, setir, serta dilakukan pembungkusan semua socket kabel dengan menggunakan plastik. Panel dan instrument selanjutnya disimpan dalam gudang penyimpanan atau biasa disebut dengan gudang bongkar. Pada kegiatan pembongkaran chasis ini, terdapat batasan waktu yaitu sekitar 105 menit untuk tiap unit chasis. Setelah chasis dibongkar, maka chasis bus akan dikirimkan ke lapangan parkir chasis.

33

3.4.3 Pengeboran Chasis dan Penggantian Suspensi Setelah panel daninstrumen dilepas, kenudian dilakukan pengeboran di Departemen Mekanik Bus pada chasis sebagai persiapan awal pemasangan rangka. Jika konsumen menginginkan penggantian suspensi dari suspensi pegas daun (leaf spring suspension) menjadi suspensi udara (air suspension) maka suspensinya akan dibongkar dan diganti dengan suspensi udara. Keuntungan penggunaan suspensi udara dibandingkan dengan suspensi pegas daun, antara lain: 1. 2. 3. Biaya perawatan yang lebih murah Umur pemakaian lebih lama dan lebih awet, sehingga dapat menghemat biaya. Lebih nyaman jika dibandingkan dengan pegas daun.

3.4.4 Perencanaan Model Perencanaan model ini dilakukan oleh Departemen Engineering. Tugas dari departemen ini adalah membuat berbagai macam variasi bentruk sebuah model kendaraan yang nantinya ditawarkan kepada konsumen. Model yang akan dibuat meliputi model luar dan bagian dalam kendaraan. Model ini tidak hanya berdasarkan pada model yang dibuat oleh Departemen Engineering, tetapi juga bisa berdasarkan pada permintaan dan keinginan konsumen. Selain merencanakan model. departemen ini juga mengaplikasikan modelnya dalam jig. Jig dapat dikatakan sebagai rangka utama dari model kendaraan yang akan dibuat. Jig ini berfungsi menjaga kepresisian bentuk suatu bus sehingga pada proses penggabungannya akan tetap presisi. Keuntungan penggunaan jig adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan yang dilakukan lebih efisien serta tidak membutuhkan banyak tenaga dan waktu, sehingga dapat menghemat biaya. 2. Meskipun jig digunakan berulang-ulang hasilnya akan tetap baik, akurat, dan presisi. 3. Hasilnya akan tetap mulus seperti bentuk semula karena tidak mendapat pukulan dan tidak memerlukan banyak dempul dalam proses pengecatannya. Prinsip utama jig ini yaitu dengan melakukan pencekaman pada plat alat profil baja yang akan dibuat menjadi bagian bus menggunakan pencekam (clamp) yang sudah terpasang dan di setting pada jig. Penggabungan komponennya dapat dilakukan dengan menggunakan mesin las listrik atau masin las MIG.

34

3.4.5 Realisasi dalam Bentuk Gambar Model yang telah direncanakan digambar dengan menggunakan software AutoCAD oleh Departemen Engineering bagian drafter. Kemudian hasilnya dicetak ke dalam sebuah kertas sehingga dapat mempermudah karyawan dalam mengerjakannya.

3.4.6 Penyediaan Bahan dan Pembuatan Komponen Setelah departemen Engineering merencanakan model dan merealisasikannya dalam bentuk gambar, kemudian Departemen Komponen mempersiapkan bahan plat sebagai komponen utama dan dibuat dengan cara dicetak sesuai dengan model yang telah digambarkan sebelumnya. Dalam pembautan komponen di departemen ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui, antara lain: 1. Pemotongan (cutting) yaitu pemotongan plat dengan menggunakan mesin press dan mesin potong sesuai dengan dimensi dan bentuk yang dirancang sebelumnya. 2. Pencetakan plat yaitu proses dimana plat hasil potongan sebelumnya ditempatkan pada mesin press komponen yang ada untuk dibentuk. 3. Pembentukan lubang pada plat yaitu plat yang sudah dicetak kemudian diplong dengan mesin press untuk bagian-bagian tertentu. 4. Pemotongan bagian yang tidak digunakan yaitu pemotongan pada bagian tepi hasil pengepresan. Bagian ini biasanya bergelombang karena tekanan pengepresan.

3.4.7 Penyambungan Rangka Rangka yang telah dibuat merupakan bagian bus yang terpisah-pisah, maka diperlukan penggabungan rangka yang dilakukan di Departemen Sub-Assy (SubAssembly). Perakitan rangka tersebut dilakkukan menggunakan bantuan jig yang kemudian disambung dengan las antara satu sama lain. Kepresisisan sangat dijaga olrh departemen ini, pengukurannya dilakukan dalam satuan mm dengan toleransi antara 1-2 mm. Departemen ini membutuhkan karyawan cukup banyak mengingat adanya beragam jenis bus yang memiliki penggabungan yang berbeda-beda. Target penyambungan rangka ini adalah 5 jam untuk 1 buah rangka. Bila permintaan bus sedang berkurang, penyambungan rangka akan tetap dilakukan dan menjadikannya stok untuk permintaan selanjutnya.

35

3.4.8 Perakitan Body Bus Setelah penyambungan rangka bus selesai dilakukan, tahap berikutnya adalah penyatuan beberapa komponen untuk menjadi sebuah body bus, proses ini dilakukan oleh Departemen Body Welding. Tahapan-tahapan yang dilakukan departemen ini untuk membentuk sebuah body bus adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pemasangan plat pada seluruh body bus Pemasangan penyambung lantai. Pemasangan side panel. Pemasangan pintu depan. Pemasangan roof (atap) Pemasangan pintu belakang Finishing yang berupa penggerindaan dan pemotongan bagian yang tajam atau tidak diperlukan.

3.4.9 Pendempulan (Putty) Setelah melewati Departemen Body Welding, selanjutnya pengerjaan bus berlanjut ke Departemen Putty untuk dilakukan pendempulan. Adapun beberapa tahapan proses yang dilakukan di departemen ini adalah sebagai berikut: 1. Epoxy Primer Sebelum dilakukan pendempulan, body bus dicat terlebih dahulu dengan dasar yang berwarna abu-abu. Pengecatan ini dilakukan dengan alat yang disebut gun spray. 2. Putty Setelah dicat dasar, dilakukan pendempulan pada body bus. Pendempulan ini dilakukan pada seluruh body bus yang telah di epoxy primer. Pendempulan ini melalui beberapa tahap, antara lain: a. Kondisi plat yang akan didempul diamati terlebih dahulu, mana saja bagian yang akan didempul baru kemudian akan dilakukan pendempulan. b. c. Hasil pendempulan digosok agar permukaannya halus dan rata. Dilakukan epoxy filter, yaity pengecatan dasar yang digunakan untuk menutupi dempul. d. 3. Hasil epoxy filter digosok hingga halus dan rata

Finishing, meliputi perbaikan lubang-lubang, merapikan bagian yang kasar, dan lain-lain.
36

3.4.10 Pengecatan (Painting) Body bus yang telah didempul kemudian dibawa ke Departemen Painting untuk dilakukan pengecatan. Tahapan pengecatan di departemen ini, antara lain: 1. Air Flow Bus yang akan dicat dibersihkan dengan menggunakan semprotan angun untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang masih melekat pada body bus. 2. Wash Bensin Pembersihan body dilakukan sekali lagi dengan menggunakan bensin untuk menghilangkan minyak yang melekat pada body bus. 3. Flash Off Pada tahapan ini dilakukan penyetelan mesin oven agar tidak dalam kondisi lembab atau basah yang nantinya akan mempengaruhi kualitas hasil pengecatan. 4. Pengecatan Warna dan motif pengecatan dilakukan atas dasar permintaan konsumen. Terkadang ada pengecatan yang tidak dilakukan secara penuh karena konsumen menginginkan penggunaan stiker untuk menutupi body bus. 5. Clear (Pernis) Hasil pengecatan yang sudah dilakukan, dilapisi dengan pernid agar tahan air, than gores, dan tampak lebih mengkilap. 6. Pemanasan Akhir Pada proses ini, hasil pengecatan dan pernis dipanaskan dengan mesin burner.

3.4.11 Pemasangan Panel dan Instrumen Setelah bus mengalami proses pengecatan, selanjutnya bus akan masuk pada proses pemasangan semua panel dan instrument bus yang telah dilepas di Departemen Trimming. Setelah pemasangan panel dan instrument, departemen ini juga akan membuat dan memasang plafon dan dek kendaraan. Tahapan proses yang dilakukan departemen ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Pembuatan plafon. Pembuatan dek pintu Pemasangan plafon Pemasangan babut sebagai peredam
37

5. 6. 7. 8. 9.

Pemasangan perlengkapan pintu Pemasangan perlengkapan dashboard Pemasangan kaca Pemasangan Air Conditioner (AC) Pemasangan toilet

10. Pemasangan instrumen, seperti LCD, video, dan sebagainya 11. Pemasangan jok 12. Set pintu dan kontrol keseluruhan

3.4.12 Finishing Sebelum bus diserahkan ke konsumen, dilakukan tahapan finishing terlebih dahulu. Tahapan finishing yang dilakukan, antara lain: 1. 2. 3. Pembersihan bus dari perekat anti karat yang berlebihan Pengontrolan kebersihan interior dan eksterior bus Pemolesan dan perbaikan cat bila ada yang cacat. Apabila sudah melewati tahapan tersebut, maka bus yang telah jadi ditempatkan pada tempat parkir bus yang sudah jadi dan siap diberikan kepada konsumen.

38

BAB IV STUDI KASUS


4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memacu industri-industri terus berusaha meningkatkan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkannya. Dalam bidang industri saat ini, kualitas produk sangat menentukan tingkat persaingan. Industri yang tidak mampu menghasilkan kualitas produk yang baik, akan dapat dengan mudah tersingkarkan oleh industri pesaingnya yang mampu menghasilkan produk yang lebih baik. Peningkatan hasil industri yang terus-menerus memerlukan proses produksi yang lancar. Kelancaran suatu proses produksi dipengaruhi oleh keandalan (reliability) dan ketersediaan (avaibiliy) mesin yang dipergunakan. PT. Adi Putro Wira Sejati merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri karoseri bus dan minibus. Pada perusahaan tersebut banyak digunakan alat-alat untuk menunjang proses produksi, misalnya mesin sekrap, mesin freis, mesin press, mesin CNC, serta mesin las. Mesin las merupakan mesin yang hampir setiap hari mengalami kerusakan dan kerusakan mesin las tersebut tidak dapat terduga dan terkadang terjadi secara mendadak. Mesin las yang rusak secara mendadak dapat mengganggu rencana produksi yang telah ditetapkan. Untuk menanggulangi kerusakan mesin secara mendadak (failure maintenance), maka diperlukan perencanaan perawatan mesin yang terjadwal (preventive maintenance). Tujuan dari perawatan mesin ini adalah untuk menjaga mesin agar dalam keadaan siap pakai ketika diperlukan. Selain itu kerusakan mesin las yang terjadi secara mendadak dapat diminimalisir dengan cara mengidentifikasi atau menentukan komponen yang sering menyebabkan kerusakan pada mesin las, dan kemudian mencatat interval antar kerusakan. Setelah mengetahui interval kerusakan yang terjadi, maka perusahaan dapat menentukan melakukan tindakan

perawatan, pengecekan, atau penggantian komponen saat atau sebelum mesin mengalami downtime.

39

4.1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dari studi kasus ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. Apa saja jenis kerusakan yang terjadi pada mesin las MIG? Apa saja komponen yang sering rusak pada mesin las MIG? Apa penyebab terjadinya jenis kerusakan yang paling sering terjadi pada mesin las MIG? 4. Bagaimana cara mengetahui berapa lama mesin las harus dilakukan pengecekan ulang atau perawatan?

4.1.3 Batasan Masalah PT. Adi Putro Wira Sejati memiliki banyak sekali mesin produksi dengan sistem perawatan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, masalah yang dibahas akan dibatasi sebagai berikut: 1. Mesin yang diamati adalah mesin las jenis MIG yang terdapat pada Departemen Rangka Bus, PT. Adi Putro Wira Sejati. 2. Data yang diambil sebagai data penelitian adalah data kerusakan pada bulan Januari 2012 - April 2012.

4.1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada mesin las MIG pada Departemen Rangka Bus, PT. Adi Putro Wira Sejati. 2. Mengetahui komponen yang sering rusak pada mesin las MIG pada Departemen Rangka Bus, PT. Adi Putro Wira Sejati. 3. Mengidentifikasi penyebab terjadinya jenis kerusakan yang paling sering terjadi pada mesin las MIG. 4. Mengetahui laju kerusakan dan nilai MTTF pada komponen yang paling sering rusak pada mesin las MIG.

40

4.2 Landasan Teori 4.2.1 Definisi Pemeliharaan Pemeliharaan atau perawatan (maintenance) merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara fasilitas-fasilitas dan peralatan pabrik, serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu pengertian lain dari perawatan adalah segala tindakan yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan fungsional dari sistem produksi dan peralatannya. Di samping itu ada juga yang mendefinisikan perawatan sebagai suatu konsepsi dari semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga ataupun mempertahankan kualitas peralatan agar tetap dapat berfungsi dengan baik seperti dalam kondisi yang sebelumnya (Supandi: 26). Sedangkan pekerjaan perawatan adalah kegiatan untuk melakukan perbaikan yang bersifat kualitas, untuk meningkatkan suatu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik. Besarnya aktivitas perawatan yang dilakukan tergantung pada (Supandi: 26): 1. 2. Batas kualitas terendah yang diizinkan dari suatu komponen. Waktu pemakaian atau lamanya operasi yang menyebabkan berkurangnya kualitas peralatan. Dalam usaha untuk dapat menggunakan terus fasilitas dan peralatan, dibutuhkan aktivitas atau kegiatan perawatan yang meliputi kegiatan pengecekan, meminyaki (librication), dan perbaikan atas kerusakan-kerusakan yang ada, serta penggantian komponen yang terdapat pada fasilitas tersebut. Manajemen perawatan (maintenance management) adalah pengorganisasian operasi perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas industri (Supandi: 15). Pemeliharaan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, kelambatan dan volum produksi serta efisiensi berproduksi. Dengan demikian, pemeliharaan memiliki fungsi yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain dari suatu perusahaan (Assauri: 115). Selain itu pentingnya fungsi perawatan merupakan faktor yang dominan dalam banyak industri. Dalam beberapa tahun belakangan ini, filosofis umum tentang manajemen perawatan telah berkembang ke arah spesialisasi yang semakin diperlukan. Aktivitas pemeliharaan atau perawatan yang sering kali diabaikan oleh pihak perusahaan, sebenarnya merupakan kegiatan yang tidak kalah pentingnya dengan
41

kegiatan lain yang ada di dalam suatu perusahaan. Kegiatan pemeliharaan yang tidak teratur, dapat mengakibatkan mesin dan peralatan mengalami kerusakan, sehingga dapat mempengaruhi kapasitas produksi, serta mengeluarkan biaya-biaya yang mahal untuk melakukan perbaikan.

4.2.2 Tujuan Pemeliharaan Tujuan utama dari perawatan dan pemeliharaan mesin adalah: 1. Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan. 2. Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi kebutuhan sesuai dengan target serta rencana produksi. 3. Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan. 4. Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan keselamatan kerja. 5. Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Sedangkan tujuan umum dari menajemen pemeliharaan adalah untuk menunjang aktivitas dalam bidang perawatan (Supandi: 16), yaitu: 1. Memperpanjang waktu pengoperasian fasilitas industri yang digunakan semaksimal mungkin, dengan biaya perawatan yang seminimum mungkin dan adanya proteksi yang aman dari investasi modal. 2. Menyediakan modal biaya tertentu dan informasi-informasi lainnya yang dapat menunjang penuh dalam bidang perawatan. 3. Menentukan metode evaluasi prestasi kerja yang dapat berguna untuk manajemen secara umum dan bagi pengawas maintenance khususnya. 4. Membantu dalam menciptakan kondisi kerja yang aman, baik untuk bagian operasi maupun personil maintenance lainnya dengan menetapkan dan menjaga standar perawatan yang benar. 5. Meningkatkan keterampilan para pengawas dan para operator perawatan melalui pelatihan.

42

4.2.3 Jenis-jenis Pemeliharaan Secara umum, ditinjau dari saat pelaksanaan aktivitas pemeliharaan, maintenance dapat dibagi menjadi dua cara (Supandi: 27), yaitu : 1. Perawatan yang direncanakan (Planned Maintenance) Pengorganisasian pekerjaan pemeliharaan yang dilakukan dengan pertimbangan ke masa depan, terkontrol dan tercatat. 2. Perawatan yang tidak direncanakan (Unplanned Maintenance) Cara pekerjaan perawatan darurat yang tidak direncanakan (Unplanned Emergency Maintenance). Sedangkan aktivitas perawatan atau pemeliharaan (maintenance) dibagi menjadi beberapa bagian yaitu breakdown maintenance, corrective maintenance, preventive maintenance, predictive maintenance, running maintenance, emergency maintenance, autonomous maintenance dan total productive maintenance.

4.2.3.1 Breakdown Maintenance Breakdown maintenance adalah kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau terjadi kelainan pada fasilitas dan peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Perawatan ini tidak terlalu menekankan pada pemeliharaan preventif, cukup pada keadaan apabila mesin dan peralatan sudah mengalami kerusakan sehingga perlu pembongkaran secara total (breakdown). Pekerjaan perawatan ini dilakukan setelah terjadi kerusakan, dan untuk memperbaikinya harus disiapkan suku cadang, material, alat-alat dan tenaga kerjanya. Penerapan sistem perawatan ini dilakukan pada mesin-mesin industri yang ringan, sehingga apabila terjadi kerusakan dapat diperbaiki dengan cepat. Pada dasarnya aktivitas ini tidak tepat untuk disebut aktivitas perawatan. Yang termasuk dalam katagori ini adalah semua aktivitas yang tak terencana (unscheduled) yang disebabkan oleh kerusakan (breakdown) peralatan.

4.2.3.2 Corrective Maintenance Perawatan korektif ini dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi fasilitas sehingga mencapai standar yang dapat diterima. Perawatan korektif termasuk dalam cara perawatan yang direncanakan untuk perbaikan (Supandi: 28). Perawatan ini dilakukan juga untuk menentukan tindakan yang di perlukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali.
43

Dalam perawatan korektif ini dapat diadakan peningkatan sedemikian rupa, seperti melakukan perubahan atau modifikasi rancangan peralatan agar lebih baik. Menghilangkan problema yang merugikan untuk mencapai kondisi operasi yang lebih ekonomis (Supandi: 28). Tindakan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang sama. Prosedur ini di tetapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu dapat terjadi kerusakan. Dengan demikian didapatkan kesimpulan bahwa pemeliharaan korektif memusatkan permasalah setelah permasalahan itu terjadi, bukan menganalisa masalah untuk mencegahnya agar tidak terjadi.

4.2.3.3 Preventive Maintenance Preventive Maintenance adalah pemeliharaan yang dilakukan secara terjadwal, umumnya secara periodik, dimana sejumlah tugas pemeliharaan seperti inspeksi, perbaikan, penggantian, pembersihan, pelumasan dan penyesuaian dilaksanakan. Pekerjaan perawatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau cara perawatan yang direncanakan untuk pencegahan. Perawatan preventif dimaksudkan juga untuk mengefektifkan pekerjaan inspeksi, perbaikan kecil, pelumasan, dan penyetelan sehingga peralatan atau mesin-mesin selama beroperasi dapat terhindar dari kerusakan. Perawatan preventif dilaksanakan sejak awal sebelum terjadi kerusakan (Supandi: 27). Perawatan preventif ini penting diterapkan pada industri-industri yang proses produksinya kontinyu atau memakai sistem otomatis (Supandi: 27). Dalam praktek di lapangan, pemeliharaan preventif dalam perusahaan dapat dilakukan dan dibedakan sebagai berikut : 1. Routine maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara rutin. Contohnya yaitu pembersihan fasilitas atau peralatan, lubrication (pelumasan), pengecekan oli, serta pengecekan isi bahan bakar. 2. Periodic maintenance. Kegiatan perawatan yang dilakukan secara berkala atau dalam jangka waktu tertentu. Penentuan jangka waktu periodic maintenance dapat dilakukan berdasarkan interval waktu (seperti, melakukan perawatan setiap satu bulan, setiap empat bulan atau setiap satu tahun), dan berdasarkan lamanya jam kerja mesin produk tersebut sebagai jadwal kegiatan misalnya setiap seratus jam sekali.
44

Terdapat beberapa manfaat dari pemeliharaan pencegahan yaitu sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Memperkecil overhaul (turun mesin). Mengurangi kemungkinan resparasi bersekala besar. Mengurangi biaya kerusakan atau pergantian mesin. Memperkecil kemungkinan produk produk yang rusak. Meminimalkan persediaan suku cadang. Memperkecil hilangnya gaji-gaji tambahan akibat penurunan mesin. Menurunkan harga satuan dari produk pabrik. Sedangkan tujuan dari Preventive maintenance yang merupakan tindakan perawatan pencegahan dalam rangkaian aktivitas pemeliharaan adalah: 1. Memperpanjang umur produktif asset dengan mendeteksi bahwa sebuah asset memiliki titik kritis penggunaan (critical wear point) dan mungkin akan mengalami kerusakan. 2. Melakukan inspeksi secara efektif dan menjaga supaya kondisi peralatan selalu dalam keadaan sehat. 3. Mengeliminir kerusakan peralatan dan hasil produksi yang cacat serta meningkatkan ketahanan mesin dan kemampuan proses. 4. Mengurangi waktu yang terbuang pada kerusakan peralatan dengan membuat aktivitas pemeliharan peralatan. 5. Menjaga biaya produksi seminimum mungkin

4.2.3.4 Predictive Maintenance Perawatan prediktif ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem perawatan. Biasanya perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indera atau dengan alat-alat monitor yang canggih. Pekerjaan ini merupakan perawatan dimana dilakukan inspeksi terhadap asset peralatan untuk memprediksikan terhadap kerusakan atau kegagalan yang akan terjadi. Beberapa contoh teknik perawatan prediktif: vibration monitoring, thermography, tribology, process parameters, visual inspection, ultrasonic monitoring, other nondestructive techniques.

45

4.2.3.5 Running Maintenance Perawatan berjalan merupakan pekerjaan yang dilakukan pada saat fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan ini termasuk cara perawatan yang direncanakan untuk diterapkan pada peralatan dalam keadaan operasi. Perawatan dalam kondisi berjalan diterapkan pada mesin-mesin yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi. Kegiatan perawatan dilakukan dengan jalan monitoring secara aktif. Diharapkan hasil dari perbaikan yang dilakukan secara cepat dan terencana ini dapat menjamin kondisi operasi produksi tanpa adanya gangguan yang mengakibatkan kerusakan.

4.2.3.6 Emergency Maintenance Perawatan darurat ini merupakan pekerjaan perbaikan yang segera dilakukan karena terjadi kemacetan atau kerusakan yang tak terduga. Perawatan darurat ini termasuk cara perawatan yang tidak direncanakan (unplanned emergency maintenance).

4.2.3.7 Autonomous Maintenance Autonomous maintenance atau disebut juga perawatan mandiri merupakan kegiatan yang dirancang untuk melibatkan operator di dalam merawat mesinnya sendiri, di samping kegiatan yang dilaksanakan oleh bagian perawatan. Kegiatan tersebut meliputi pengecekan harian, pembersihan, pelumasan, pengencangan mur dan baut, reparasi sederhana, dan pendeteksian penyimpangan. Membersihkan mesintermasuk kegiatan memeriksa mesin.

4.2.3.8 Total Productive Maintenance Seiichi Nakajima, Vice Chairman of The Japan Institute of Plan Maintenance mendefinisikan Total Productive Maintenance (TPM) sebagai suatu pendekatan yang inovatif dalam maintenance dengan cara mengoptimasi keefektifan peralatan, mengurangi/menghilangkan kerusakan mendadak (breakdown) dan melakukan

perawatan mandiri oleh operator (Autonomous Maintenance by Operator). Total Productive Maintenance (TPM) merupakan suatu filosofi yang bertujuan memaksimalkan efektifitas dari fasilitas yang digunakan di dalam industri, yang tidak hanya dialamatkan pada perawatan saja tapi pada semua aspek dari operasi dan instalasi dari fasilitas produksi termasuk juga di dalamnya peningkatan motivasi dari orang-

46

orang yang bekerja dalam perusahaan itu. Komponen dari TPM secara umum terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Total Approach Semua orang ikut terlibat, bertanggung jawab dan menjaga semua fasilitas yang ada dalam pelaksanaan TPM. 2. Productive Action Sikap proaktif dari seluruh karyawan terhadap kondisi dan operasi dari fasilitas produksi. 3. Maintenance Pelaksanaan perawatan dan peningkatan efektivitas dari fasilitas dan kesatuan operasi produksi. Total Productive Maintenance (TPM) adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan semua karyawan. Tujuannya adalah mencapai efektifitas pada keseluruhan sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan produktif. Dalam program TPM ditekankan keterlibatan semua orang, sementara semua fokus kegiatan pun dicurahkan bagi mereka. TPM mirip dengan Total Quality Control (TQC), dimana keterlibatan semua karyawan adalah kunci sukses dalam mengembangkan kualitas usaha guna memenuhi kebutuhan pelanggan. Pengembangan program TPM pun pada prinsipnya sama dengan pengembangan TQC. Sebagai contoh, kemacetan mesin atau kerewelan mesin bisa dibandingkan dengan cacat produksi yang terjadi pada jalur produksi. Seperti juga mutu yang lebih baik dibangun pada sumbernya, yaitu proses produksi dan bukan melalui inspeksi, pemeliharaan produktif lebih disukai daripada pemeliharaan setelah terjadi kerusakan. (Kiyoshi Suzaki, 1987: 132) Pada awal masa perkembangan TPM berfokus pada perawatan (pendukung proses produksi suatu perusahaan), sehingga JIPM memberikan definisi yang komplit ke dalam lima elemen: (Seiichi Nakajima, 1988: 10) 1. TPM, berusaha memaksimasi efektifitas peralatan keseluruhan (Overall Equipment Effectiveness). 2. TPM merupakan sistem dari Preventive Maintenance (PM) dalam rentang waktu umur suatu perusahaan. 3. TPM melibatkan seluruh departemen perusahaan (perancangan, pengoperasian dan penawaran).

47

4.

TPM melibatkan seluruh personil, mulai dari manajemen puncak hingga pekerja di lantai produksi.

5.

TPM sebagai landasan mempromosikan PM melalui manajemen motivasi, dalam bentuk kegiatan kelompok kecil mandiri. Kata Total dalam Total Productive Maintenance mengandung tiga arti, yaitu:

(Seiichi Nakajima, 1988: 11) 1. Total Effectiveness, menunjukkan bahwa TPM bertujuan untuk efisiensi ekonomi atau mencapai keuntungan. 2. Total Maintenance System, meliputi maintenance prevention, maintainability improvement dan preventive maintenance. 3. Total Participation of All Employees, meliputi autonomous maintenance operator melalui kegiatan suatu grup kecil (small group activities).

4.2.4 Konsep Keandalan (Reliability Concept) Keandalan (Reliability) didefinisikan sebagai probabilitas sebuah komponen atau sistem akan dapat beroperasi sesuai fungsi yang diinginkan untuk suatu periode waktu tertentu ketika digunakan dibawah kondisi operasi yang telah ditetapkan (Ebeling, 1997:5). Sedangkan arti lainya adalah peluang dari sebuah unit yang dapat bekerja secara normal ketika digunakan untuk kondisi tertentu setidaknya bekerja dalam suatu kondisi yang telah ditetapkan. Untuk menentukan keandalan dalam kaitan operasional, diperlukan definisi yang lebih spesifik, yaitu deskripsi tentang kegagalan yang tidak membingungkan dan dapat diamati, identifikasi unit waktu, serta sistem yang diamati harus berada dalam kondisi lingkungan dan operasi yang normal (Ebeling, 1997:5). Ada terdapat empat elemen yang signifikan dalam konsep reliability, diantaranya adalah: 1. Probability (peluang). Setiap item memiliki umur pakai yang berbeda dengan item lainnya. Sekelompok item dapat memiliki umur rata-rata yang pasti. Hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi distribusi dari kerusakan item, sehingga dapat diperkirakan umur dari item tersebut. 2. Performance (kinerja). Mendefinisikan keandalan sebagai suatu karakteristik kinerja sistem dimana suatu sistem yang baik harus dapat menunjukkan performansi yang memuaskan jika dioperasikan.

48

3.

Waktu. Reliability dinyatakan dalam suatu periode waktu. Peluang seseorang untuk hidup pada tahun depan akan berbeda dengan peluang seseorang untuk hidup pada sepuluh tahun yang akan datang. Demikian juga dengan reliability sebuah item, karenanya pengidentifikasian waktu yang jelas sangat diperlukan.

4.

Kondisi. Menjelaskan bahwa perlakuan yang diterima oleh suatu sistem akan memberikan pengaruh terhadap tingkat reliability.

4.2.5 Konsep Keterawatan (Maintainability Concept) Keterawatan (maintainability) adalah probabilitas suatu komponen atau sistem yang rusak akan dipulihkan atau diperbaiki kembali pada kondisi yang telah ditentukan selama periode waktu tertentu ketika dilakukan perawatan sesuai dengan prosedur yang ditentukan (Ebelling, 1997:6).

4.2.6 Konsep Ketersediaan (Availability Concept) Availability adalah probabilitas suatu komponen atau sistem dapat beroperasi sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam waktu tertentu ketika digunakan pada kondisi operasi yang telah ditetapkan (Ebeling, 1997:6). Availability juga dapat diinterpretasikan sebagai persentase waktu operasi dari sebuah komponen atau sistem selama interval waktu tertentu atau persentase komponen yang beroperasi pada waktu tertentu. Perbedaannya dengan reliability yaitu bahwa availability merupakan probabilitas komponen saat ini dapat beroperasi meskipun sebelumnya komponen tersebut pernah mengalami kerusakan dan telah dipulihkan atau diperbaiki kembali pada kondisi operasinya yang normal. Karena itu sistem availability tidak pernah lebih kecil dari nilai reliability. Availability merupakan pengukuran yang lebih sering digunakan untuk sistem atau komponen yang dapat diperbaiki, karena memperhitungkan baik kegagalan atau kerusakan (reliability) maupun perbaikan (maintainability) (Ebeling, 1997:6). Availability total meliputi penggantian pencegahan dan pemeriksaan dalam arti availability merupakan proporsi waktu teoritis yang tersedia untuk komponen dalam sistem dapat beroperasi dengan baik.

49

4.2.7 Fungsi Kerusakan Breakdown dapat didefinisikan sebagai berhentinya mesin pada saat produksi yang melibatkan engineering dalam perbaikan. Sedangkan lama waktu dimana suatu unit tidak dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan yang diharapkan disebut sebagai downtime mesin. Setiap peralatan atau mesin mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda-beda. Sejumlah peralatan yang sama akan mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda jika dioperasikan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Bahkan jika sejumlah peralatan yang sama dioperasikan pada kondisi lingkungan yang sama pun dapat mempunyai karakteristik kerusakan yang berbeda. Keputusan yang berkaitan dengan masalah probabilitas, seperti menentukan kapan melaksanakan perawatan pencegahan untuk suatu peralatan membutuhkan informasi mengenai saat atau waktu peralatan tersebut mencapai kondisi gagal atau rusak. Transisi suatu peralatan dari kondisi baik ke kondisi gagal atau rusak tidak dapat diketahui secara pasti waktunya, tetapi dapat diketahui informasi mengenai probabilitas terjadinya transisi tersebut pada waktu tertentu berdasarkan fungsi kerusakannya. Suatu proses kerusakan digambarkan oleh variabel acak T (time to failure), yang dikelompokan secara unik melalui empat fungsi, yaitu (Ebeling, 1997:23-34): 1. Probability Density Function (Fungsi Kepadatan Peluang) Probability Density Function (PDF) atau yang biasa disebut dengan Fungsi Kepadatan Peluang, merupakan suatu fungsi yang menggambarkan bentuk dari distribusi kerusakan. Bila variabel acak kontinu x (continous random variable) dinyatakan sebagai waktu kerusakan dari sistem atau peralatan dari sejumlah kerusakan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx yang kontinu di setiap titik sumbu nyata, fx dikatakan Fungsi Kepadatan Peluang (Probability Density Function) dari varabel x. Bila x bernilai nyata (x 0) pada interval waktu t, harus memenuhi persyaratan: ( ) 2. ( )
Persamaan 4.1

Cummulative Distribution Function (Fungsi Distribusi Kumulatif) Fungsi Distribusi Kumulatif (Cummulative Distribution Function) merupakan fungsi yang menggambarkan probabilitas terjadinya kerusakan sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem atau peralatan mengalami kegagalan atau kerusakan
50

dalam beroperasi sebelum waktu t, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: ( ) 3. ( )
Persamaan 4.2

The Reliability Function (Fungsi Keandalan) Keandalan merupakan peluang bahwa sebuah sistem atau komponen akan berfungsi dengan baik hingga periode t. Fungsi keandalan tersebut dapat digambarkan dengan hubungan matematis sebagai berikut: ( ) * +
Persamaan 4.3

Dimana R(t) 0, R(0) = 1, dan limt R(t) = 0, t merupakan variabel acak time to failure (waktu saat terjadinya kerusakan sistem atau komponen), dan t 0. Dengan memasuki fungsi kepadatan peluang, maka: ( ) 4. The Hazard Rate Function Hazard Rate Function atau yang biasa disebut Failure Rate (laju kerusakan) merupakan fungsi probabilitas tambahan dari yang telah dijelaskan sebelumnya. Fungsi ini seringkali digunakan dalam reliabilitas, yang menggambarkan probabilitas suatu peralatan akan rusak pada interval waktu berikutnya, sedangkan sampai saat t alat tersebut masih dalam kondisi baik dan dilambangkan dengan (t) (Jardine: 19). ( ) ( ) ( ) ( ) ( )
Persamaan 4.5

( )
Persamaan 4.4

Bentuk penting dari Hazard Rate Function adalah bathtub curve. Sistem yang laju kerusakannya berbentuk bathtub curve, mengalami laju kerusakan yang menurun pada siklus awal, kemudian diikuti dengan laju kerusakan konstan, selanjutnya adalah laju kerusakan yang meningkat. Kurva bathtub menunjukkan tiga daerah yang memiliki laju kerusakan yang berbeda, yaitu (Ebeling, 1997:31):

51

a.

Fase Kerusakan Awal (Early Failure atau Burn-in) Laju kerusakan pada tahap ini terus menurun yang diawali dengan tingkat laju kerusakan yang cukup tinggi pada awal operasi yang kemudian terus menurun. Fase ini sering juga disebut startup failure dan sering juga diistilahkan dengan decreasing failure rate (DFR). Kerusakan yang terjadi pada fase ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti kesalahan proses manufaktur yang dapat diatasi dengan percobaan acceptance dan pengontrolan pada awal operasi

b.

Fase Umur Pakai Yang Berguna (Random Failure atau Usefull Life) Fase ini ditandai dengan laju kerusakan yang konstan atau constant failure rate (CFR). Kesalahan-kesalahan operasional merupakan penyebab dari kerusakan pada fase ini, sehingga pelaksanaan operasi yang tepat dapat mengatasi kerusakan yang terjadi.

c.

Fase Keausan (Wearout Failure atau Wearout) Fase ini memiliki laju kerusakan yang terus meningkat atau increasing failure rate (IFR), yang disebabkan oleh berakhirnya umur pakai peralatan. Untuk mengurangi pencegahan. laju kerusakan harus dilakukan penggantian perawatan

Gambar 4.1 Bathtub Curve

Secara keseluruhan, perawatan pencegahan dapat mengurangi laju kerusakan yang terjadi. Namun demikian, untuk daerah 1 (burn-in) dan 2 (useful life) sebaiknya perawatan pencegahan yang dilakukan bukan berupa penggantian pencegahan karena tindakan ini tidak dapat mengurangi probabilitas kerusakan
52

yang terjadi. Tindakan penggantian pencegahan yang dilakukan akan sia-sia. Penggantian pencegahan hanya dapat dilakukan untuk dapat mengurangi laju kerusakan pada daerah 3 (wearout). Sedangkan kebijaksanaan perawatan yang lebih umum seperti overhaul, lubrication (pelumasan), dan pembersihan dapat ditetapkan untuk ketiga daerah tersebut. Laju kerusakan pada masing-masing daerah tersebut dapat dihampiri oleh distribusi-distribusi tertentu, yaitu (Ebeling, 1997:362): a. b. c. Daerah 1 (burn-in) : Distribusi Weibull

Daerah 2 (useful life) : Distribusi Eksponensial Daerah 3 (wearout) : Distribusi Weibull, Normal, dan Lognormal

4.2.8 Penentuan Komponen Kritis Setiap mesin terdiri dari berbagai jenis komponen-komponen penyusunnya. Masing-masing komponen memiliki kemungkinan mengalami kerusakan sehingga untuk mendapatkan kembali ke kondisi yang baik, komponen tersebut harus diperbaiki atau diganti. Namun tidak semua komponen mesin yang mengalami kerusakan berdampak signifikan terhadap beban non produksi perusahaan dari biaya perawatan yang harus dikeluarkan. Komponen-komponen menjadi kelompok komponen kritis. Jumlah komponen ini biasanya lebih sedikit dari komponen yang non kritis, namun biaya untuk pergantian komponennya lebih besar dari kelompok lainnya. a. Penentuan Distribusi Umur Komponen Kritis Untuk menganalisis dan memecahkan persoalan dari kondisi yang riil yang ada di perusahaan, perlu diuraikan langkah-langkah pemecahannya, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas bagaimana persoalan tersebut dapat dipecahkan. Analisis kegagalan komponen kritis mesin dengan menggunakan pendekatan fungsi kepadatan berdasarkan kriteria yang sesuai dengan pola data yang terjadi. Fungsi kepadatan ini merupakan bentuk dari fungsi distribusi statistik yang menunjukkan kenampakan, ciri khas, dan karakteristik dari pola data yang terjadi. Pola dari distribusi yang terjadi tersebut merupakan bentuk representatif dari pola data aktual atau data pengamatan. Dari bermacam-macam distribusi yang ada saat ini, pada umumnya model yang sering digunakan untuk menganalisis distribusi waktu kejadian kerusakan atau kegagalan komponen berbentuk distribusi kontinyu seperti distribusi Normal, Lognormal, Exponential, dan Weibull.

53

b.

Uji Kecocokan Distribusi Kerusakan Pengujian distribusi bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil mengikuti pola distribusi tertentu sesuai yang diasumsikan. Metode yang dipergunakan untuk uji kecocokan distribusi adalah dengan Goodness Of Fit Test. Metode ini terdiri dari dua tipe, tipe pertama adalah general test atau uji umum, berguna untuk menguji lebih dari satu distribusi teoritis, sedangkan tipe kedua adalah specific test atau uji khusus berguna untuk menyesuaikan validitas data pada satu distribusi tertentu yaitu, distribusi Weibull, normal, lognormal, dan eksponensial (Ebeling, 1997).

4.2.9 Nilai Tengah dari Data Waktu Kerusakan (Mean Time To Failure) Mean time to failure (MTTF) merupakan rata rata selang waktu kerusakan dari suatu distribusi kerusakan dimana rata-rata waktu ini merupakan nilai yang diharapkan (expected value) dari unit-unit identik yang beroperasi pada kondisi normal. MTTF yang sering digunakan untuk menyatakan angka ekspektasi E(t) didefinisikan oleh probability distribution function f(t) (Ebeling, 1997:24;35), yaitu sebagai berikut: ( ) ( ) ( ) ( )
Persamaan 4.6

( )

( )

4.2.10 Nilai Tengah dari Data Waktu Antar Perbaikan (Mean Time To Repair) Untuk dapat menghitung dan menentukan rata-rata atau nilai tengah dari fungsi probabilitas untuk data waktu perbaikan, perlu diketahui terlebih dahulu distribusi data perbaikannya. Distribusi yang sering digunakan untuk data waktu perbaikan adalah distribusi Eksponensial dan Lognormal. Penentuan atau pengujian ini dilakukan dengan cara yang sama dengan yang sudah dijelaskan sebelumnya. MTTR diperoleh dengan menggunakan rumus (Ebeling, 1997:192): Dimana: h(t) : fungsi kepadatan peluang untuk dara waktu perbaikan (TTR) H(t) : fungsi distribusi kumulatif untuk data waktu perbaikan (TTR)
54

( )

( ))
Persamaan 4.7

4.2.11 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal Model penentuan penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi downtime dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu terbaik dilakukannya penggantian pencegahan guna meminimalkan total downtime per satuan waktu. Penggantian dilakukan untuk menghindari terhentinya mesin akibat kerusakan komponen. Model ini digunakan untuk mengetahui interval waktu penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime. Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi downtime, konstruksi modelnya yaitu: 1. 2. 3. Tf : downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan. Tp : downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan. f(t) : fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan. Terdapat dua macam model perawatan untuk penggantian pencegahan berdasarkan kriteria minimasi downtime yaitu sebagai berikut: 1. Block Replacement Pada model ini, tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval yang tetap. Penerapan model ini adalah dengan melakukan penggantian kerusakan yang terjadi pada interval (0 , tp) dengan mengabaikan adanya penggantian yang terjadi selama selang interval waktu tersebut, serta melakukan penggantian pencegahan pada setiap selang waktu tp secara konstan (Jardine: 95). Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka tindakan penggantian dilakukan pada suatu interval tp yang tetap. Jika sistem rusak sebelum jangka waktu tp, maka dilakukan penggantian kerusakan dan penggantian selanjutnya akan tetap dilakukan pada saat tp dengan mengabaikan penggantian perbaikan sebelumnya. Model ini memungkinkan terjadinya penggantian dalam kurun waktu yang berdekatan, dimana komponen yang baru dipasang setelah penggantian kerusakan harus mengalami penggantian lagi pada saat tiba waktunya penggantian pencegahan.
( )

( )

( ( )

)
Persamaan 4.8

55

Dimana: tp D(tp) H(tp) Tf Tp 2. : interval waktu penggantian pencegahan : downtime persatuan waktu : ekspektasi jumlah kerusakan pada interval (0,t) : downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan. : downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan

Age Replacement Pada model ini tindakan penggantian pencegahan dilakukan tergantung pada umur pakai komponen atau pada saat pengoperasiannya sudah mencapai umur yang ditetapkan yaitu sebesar tp. Jika pada selang waktu tp tidak terdapat kerusakan, maka dilakukan penggantian sebagai tindakan preventif. Perhitungan umur tindakan penggantian tp dimulai dari awal lagi dengan mengambil acuan dari waktu mulai bekerjanya sistem kembali setelah dilakukan tindakan perawatan preventif tersebut. Apabila sebelum mencapai waktu penggantian pencegahan tp yang telah ditetapkan sebelumnya, maka siklus kerusakan ini diakhiri dengan kegiatan penggantian kerusakan. ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ( )) ( )) )( ) ))
Persamaan 4.9

Dimana: tp Tf Tp F(t) R(tp) M(tp) : interval waktu penggantian pencegahan : downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan. : downtime yang terjadi karena penggantian pencegahan : fungsi distribusi interval antar kerusakan yang terjadi : probabilitas terjadinya penggantian pencegahan pada saat tp : waktu rata-rata terjadinya kerusakan jika penggantian pencegahan dilakukan pada tp D(tp) : downtime persatuan waktu

D(tp)min : downtime terkecil persatuan waktu

56

4.3 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah terstruktur yang dilakukan dalam penelitian. Dalam bagian ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian dan data apa saja yang digunakan, tempat dan waktu pengambilan data, cara pengumpulan data, langkah-langkah penelitian dan diagram alir penelitian.

4.3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Adi Putro Wira Sejati Malang. Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei 2012 sampai dengan bulan Juni 2012.

4.3.2 Data yang Digunakan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data primer Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek penelitian oleh peneliti yang diperoleh dari hasil observasi, hasil wawancara, dan hasil pengukuran terhadap pihak-pihak terkait. Data primer yang dibutuhkan adalah: a. Data mengenai jumlah mesin las MIG yang ada di tiap department PT. Adi Putro Wira Sejati. b. c. Data mengenai jenis kerusakan yang sering terjadi pada mesin las MIG. Data mengenai komponen dari mesin las MIG yang sering mengalami kerusakan. d. 2. Data mengenai breakdown maintenance pada mesin las MIG.

Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yang biasanya berbentuk dokumen, file, arsip, atau catatan-catatan instansi. Data sekunder yang dibutuhkan adalah: a. b. Data mengenai tinjauan umum perusahaan. Data berkenaan dengan sistem kerja perusahaan.

4.3.3 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan secara langsdung terhadap objek penelitian guna mendapatkan data yang diperlukan. Metode pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
57

1.

Observasi Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap objek penelitian, yaitu sistem maintenance di PT. Adi Putro Wira Sejati.

2.

Wawancara Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan cara komunikasi dan Tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan dengan topik permasalahan yang diambil dalam penelitian ini. Pihak-pihak yang diwawancara adalah pembimbing lapanangn, teknisi dan operator yang berkaitan dengan sistem maintenance di PT. Adi Putro Wira Sejati.

4.3.4 Langkah-langkah Penelitian Berikut ini merupakan langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu: 1. Survei pendahuluan Langkah awal yang perlu dilakukan adalah melakukan survei pendahuluan untuk mendapatkan gambaran dari kondisi sebenarnya dari objek yang diteliti. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengidentifikasi secara langsung permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. 2. Studi literatur Studi literatur digunakan untuk mempelajari teori dan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada paada objek yang diteliti. Adapun sumber studi literatur diperoleh dari perpustakaan, internet dan perusahaan. 3. Identifikasi dan perumusan masalah Identifikasi masalah merupakan tahapan awal pemahaman terhadap permasalahan yang timbul untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Sedangkan rumusan masalah adalah rincian dari permasalahan yang dikaju serta menunjukkan tujuan dari persoalan yang dikemukakan. 4. Pengumpulan data Data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan persoalan yang dihadapi. Data ini akan menjadi input pada tahap pengolahan data. Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis kerusakan pada mesin las MIG, komponen yang sering rusak, dan data breakdown maintenance pada mesin las MIG.

58

5.

Pengolahan data Setelah mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan, maka langkah selanjutnya melakukan pengolahan data sesuai dengan metode yang relevan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

6.

Analisis dan pembahasan Pada tahap ini dilakukan pembahasan dari hasil pengolahan data yang dilakukan untuk dianalisa dan diuraikan secara detail dan sistematis.

7.

Penarikan kesimpulan dan saran Tahap penarikan kesimpulan dan saran merupakan tahap akhir dari penelitian ini. Tahap ini berupa penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Selain itu juga terdapat saran yang dapat diberikan dalam penelitian yang telah dilakukan serta perbaikan untuk penelitian selanjutnya.

59

4.3.5 Diagram Alir Penelitian Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian digambarkan pada gambar 4.2 sebagai berikut:

Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian

60

4.4 Pengumpulan Data Pada penelitian ini, telah diambil data yang terkait dengan permasalahan yang sedang dibahas, yaitu mengenai jenis kerusakan yang terjadi pada mesin las, komponen yang sering mengalami kerusakan, dan interval waktu antar kerusakan yang terjadi pada mesin las. Data yang diambil adalah data pada bulan Januari 2012 - April 2012. PT. Adi Putro Wira Sejati memiliki 267 unit mesin las yang tersebar di setiap departemen, tetapi dalam penelitian ini mesin las yang diambil sebagai data adalah mesin las jenis MIG yang terdapat di Departemen Rangka Bus. Jumlah mesin las MIG pada Departemen Rangka bus adalah 52 unit. Mesin las MIG di departemen ini dianggap dalam keadaan yang sama, perlakuan yang sama, dan memiliki umur mesin yang sama.

4.4.1 Penentuan Komponen Kritis Melalui observasi secara langsung, diketahui bahwa mesin las memiliki frekuensi kerusakan yang lebih banyak diantara mesin-mesin yang lain. Hal ini disebabkan karena PT. Adi Puta Wira Sejati merupakan perusahaan karoseri minibus dan bus, yang sebagian besar kegiatannya adalah merakit bus atau minibus. Sehingga proses pengelasan merupakan proses yang paling sering dilakukan. Berikut ini merupakan jenis kerusakan pada mesin las MIG yang ada di Departemen Rangka Bus. Data yang diambil merupakan hasil rekap data mulai bulan Januari 2012 - April 2012.
Tabel 4.1 Jenis Kerusakan Mesin Las MIG JUMLAH KERUSAKAN 5 4 3 2 0 2 2 2 6 8 5 1 9 10 3 2 5 4 3 7 6 4 0 8 1 0 5 3

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

1 3 1 1

6 8 7 10

8 10 9 7

1 1 3 2

3 7 2 4

1 3 4 9

3 5 6 5

9 10 5 6

50 88 67 65

Kabel switch gun putus

TOTAL

31

34

14

12

24

12

23

21

16

17

19

Kawat macet

CO2 buntu

JENIS

Gangguan kabel feeder

Gangguan PCB kontrol

Gangguan solenoid

Kabel power putus

Gangguan motor

Repair kontaktor

Kabel roll putus

Konduit buntu

Gangguan gun

Konduit lepas

CO2 bocor

Arus kecil

30

61

TOTAL KERUSAKAN 1 BULAN

40 Konduit lepas 35 30 25 20 15 10 5 0 GRAFIK JENIS KERUSAKAN MESIN LAS Gambar 4.3 Grafik Jenis Kerusakan Mesin Las MIG Konduit buntu Gangguan motor Kabel roll putus Arus kecil Gangguan gun Gangguan solenoid Repair kontaktor Gangguan PCB kontrol CO2 buntu CO2 bocor Kabel switch gun putus Kabel power putus

Dari grafik histogram diatas dapat dilihat bahwa jenis kerusakan yang sering terjadi adalah gangguan motor. Jenis kerusakan kedua yang sering terjadi adalah konduit buntu, dan kemudian diikuti dengan kawat macet. Dengan kata lain komponen yang sering mengalami kerusakan atau gangguan adalah motor pada mesin las MIG. Oleh karena itu komponen motor merupakan komponen kritis, sehingga akan dilakukan perhitungan lebih lanjut dengan menggunakan data yang telah terkumpul. 4.4.2 Data Waktu Kerusakan Data waktu kerusakan yang digunakan adalah downtime atau time to repair (TTR) dan time to failure (TTF). Downtime adalah lamanya perbaikan hingga mesin dapat berfungsi kembali, sedangkan time to failure adalah selang waktu kerusakan awal yang telah diperbaiki hingga terjadi kerusakan kembali. Motor merupakan salah satu komponen utama dari mesin las MIG yang berfungsi sebagai penggerak mesin las MIG. Jika komponen ini rusak maka menyebabkan gangguan terhadap sebagian besar sistem kerja mesin las MIG. Berikut ini adalah data downlime dan time to failure untuk komponen motor:

62

Tabel 4.2 Data Downtime dan Time to Failure Komponen Motor Mesin Las MIG

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

Tanggal Kerusakan 03 Januari 2012 06 Januari 2012 10 Januari 2012 13 Januari 2012 18 Januari 2012 21 Januari 2012 25 Januari 2012 30 Januari 2012 01 Februari 2012 02 Februari 2012 06 Februari 2012 08 Februari 2012 11 Februari 2012 14 Februari 2012 17 Februari 2012 19 Februari 2012 22 Februari 2012 26 Februari 2012 03 Maret 2012 07 Maret 2012 12 Maret 2012 14 Maret 2012 17 Maret 2012 21 Maret 2012 25 Maret 2012 28 Maret 2012 30 Maret 2012 02 April 2012 07 April 2012 13 April 2012 17 April 2012 23 April 2012 27 April 2012 29 April 2012

Mulai 8:30 10:00 9:20 14:15 10:45 7:30 9:00 13:10 15:25 9:10 16:25 10:00 16:30 17:15 9:20 8:15 9:30 13:55 10:30 14:20 8:45 13:00 8:10 15:35 12:20 14:15 7:45 16:15 17:35 9:40 10:45 15:55 8:00 12:55

Selesai 10:25 11:45 11:10 16:05 12:15 9:35 10:45 14:55 16:20 10:20 17:35 10:50 18:15 18:35 11:00 10:00 10:15 14:30 12:45 16:45 10:50 14:20 10:45 17:00 13:55 16:30 9:20 18:00 19:10 11:15 12:40 17:30 10:45 15:00

Downtime 1.92 1.75 1.83 1.83 1.5 2.25 1.75 1.75 0.92 1.17 1.17 0.83 1.75 1.3 1.67 1.75 0.75 0.58 2.25 2.42 2.08 1.33 2.58 1.42 1.58 2.25 1.58 1.75 1.58 1.58 1.92 1.58 2.75 2.08

Time to failure 0 47.58 69.58 51.08 88.08 67.25 95.42 125.42 48.67 17 102.08 40.42 77.7 71 62.75 45.25 71.5 99 140 97.58 112 50.17 66 100.83 91.33 72.83 39.25 79.08 119.58 134.5 95.5 147.25 86.5 50.17

63

4.5 Pengolahan Data 4.5.1 Penentuan Parameter dan Index of Fit untuk Time to Failure Perhitungan index of fit dilakukan untuk mengetahui jenis distribusi yang terbentuk dari data time to failure. Dari distribusi yang terbentuk maka dapat diketahui rumus mana yang akan digunakan untuk melakukan perhitungan mean time to failure (MTTF). Rumus yang digunakan untuk mencari index of fit adalah: , ( ( ) -, )( ) ( ) Persamaan 4.10

Dari bermacam-macam distribusu yang ada saat ini, pada umumnya model yang sering digunakan untuk menganalisis distribusi waktu kejadian kerusakan atau kegagalan komponen adalah jenis ditribusi kontinyu, seperti distribusi normal, lognormal, eksponensial, dan Weibull. Untuk mempermudah penentuan distribusi kerusakan, maka penentuan distribusi ini menggunakan input analyzer dari software ARENA 5.0. Berikut ini merupakan hasil penentuan distribusi menggunakan input analyzer ARENA 5.0:

Gambar 4.4 Penentuan Distribusi Time to Failure pada Mesin Las

Pada gambar di atas menunjukkan distribusi laju kerusakan mesin las MIG berbentuk normal, square error 0.004406, Kolmogorov-Smirnov Test Statistic bernilai
64

0,119, dan Corresponding p-value bernilai > 0,15. Laju kerusakan berdistribusi Normal, maka parameter yang digunakan adalah dan . Rumus dan perhitungan parameter dengan distribusi Normal adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Perhitungan Index of Fit Komponen Motor dengan Distribusi Normal (TTF) i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 ti 17 39.25 40.42 45.25 47.58 48.67 50.17 50.17 51.08 62.75 66 67.25 69.58 71 71.5 72.83 77.7 79.08 86.5 88.08 91.33 95.42 95.5 97.58 99 100.83 102.08 112 119.58 125.42 134.5 140 147.25 2662.35 xi = ti 17 39.25 40.42 45.25 47.58 48.67 50.17 50.17 51.08 62.75 66 67.25 69.58 71 71.5 72.83 77.7 79.08 86.5 88.08 91.33 95.42 95.5 97.58 99 100.83 102.08 112 119.58 125.42 134.5 140 147.25 2662.35 F(ti) 0.0210 0.0509 0.0808 0.1108 0.1407 0.1707 0.2006 0.2305 0.2605 0.2904 0.3204 0.3503 0.3802 0.4102 0.4401 0.4701 0.5000 0.5299 0.5599 0.5898 0.6198 0.6497 0.6796 0.7096 0.7395 0.7695 0.7994 0.8293 0.8593 0.8892 0.9192 0.9491 0.9790 16.5 zi -2.03 -1.64 -1.4 -1.22 -1.08 -0.95 -0.84 -0.73 -0.64 -0.55 -0.47 -0.39 -0.31 -0.23 -0.16 -0.08 0 0.07 0.15 0.22 0.3 0.38 0.46 0.55 0.64 0.73 0.84 0.95 1.18 1.24 1.4 1.63 2.04 0.06 xi.zi -34.51 -64.37 -56.59 -55.21 -51.39 -46.24 -42.14 -36.62 -32.69 -34.51 -31.02 -26.23 -21.57 -16.33 -11.44 -5.83 0.00 5.54 12.98 19.38 27.40 36.26 43.93 53.67 63.36 73.61 85.75 106.40 141.10 155.52 188.30 228.20 300.39 975.09 xi2 289.00 1540.56 1633.78 2047.56 2263.86 2368.77 2517.03 2517.03 2609.17 3937.56 4356.00 4522.56 4841.38 5041.00 5112.25 5304.21 6037.29 6253.65 7482.25 7758.09 8341.17 9104.98 9120.25 9521.86 9801.00 10166.69 10420.33 12544.00 14299.38 15730.18 18090.25 19600.00 21682.56 246855.62 zi2 4.12 2.69 1.96 1.49 1.17 0.90 0.71 0.53 0.41 0.30 0.22 0.15 0.10 0.05 0.03 0.01 0.00 0.00 0.02 0.05 0.09 0.14 0.21 0.30 0.41 0.53 0.71 0.90 1.39 1.54 1.96 2.66 4.16 29.92

65

Dimana: ( (

( ) ( ) )( ( ) )( ( ) ) )

Persamaan 4.11

Perhitungan untuk parameter dan adalah:

)(

4.5.2 Uji Goodness of Fit untuk Komponen Motor Mesin Las MIG Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang ada membentuk suatu distribusi tertentu. Masing-masing distribusi memiliki metode yang berbeda untuk melakukan pengujiannya. Jenis distribusi time to failure pada komponen mesin las MIG adalah distribusi normal, maka perhitungan yang dilakukan akan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.Untuk mengetahui apakah data time to failure membentuk distribusi tertentu maka data tersebut di uji dengan bantuan software SPSS 17.0. Berikut adalah output SPSS yang muncul:
Tabel 4.4 Hasil uji Distribusi Normal dengan SPSS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR00001 N Normal Parameters
a,,b

33 Mean Std. Deviation 80.6773 31.65462 .098 .098 -.065 .562 .910

Most Extreme Differences

Absolute Positive Negative

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

66

Untuk menganalisis output SPSS, yang harus dilihat adalah nilai Asymp Sig. Nilai Sig dibandingkan dengan 0.05. Apabila nilai Sig > 0.05, maka H0 diterima. Apabila sebaliknya maka H0 ditolak. Untuk tabel diatas, maka didapatkan: H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal Nilai sig time to failure 0.910 > 0.05, maka H0 diterima. Sehingga time to failure berdistribusi normal.

4.5.3 Perhitungan Nilai MTTF untuk Mesin Las MIG Setelah goodness of fit test dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan mean time to failure (MTTF). Perhitungan nilai MTTF ini dilakukan dengan menggunakan rumus dari distribusi yang terbentuk oleh masing-masing data. Distribusi yang terbentuk adalah Normal, maka parameter yang digunakan adalah dan . Nilai adalah 33.00, sedangkan nilai adalah 47.68. Rumus MTTF untuk time failure yang berdistribusi Normal adalah:

Persamaan 4.12

MTTF = = 47.68 jam

4.5.4 Penentuan Parameter dan Index of Fit untuk Time to Repair Perhitungan index of fit dilakukan untuk mengetahui jenis distribusi yang terbentuk dari data time to repair. Dari distribusi yang terbentuk maka dapat diketahui rumus mana yang akan digunakan untuk melakukan perhitungan mean time to repair (MTTR). Untuk mempermudah penentuan distribusi kerusakan, maka penentuan distribusi ini menggunakan input analyzer dari software ARENA 5.0. Berikut ini merupakan hasil penentuan distribusi menggunakan input analyzer ARENA 5.0:

67

Gambar 4.4 Penentuan Distribusi Time to Repair pada Mesin Las

Pada gambar di atas menunjukkan distribusi laju downtime mesin las MIG berbentuk normal, square error 0.030677, Kolmogorov-Smirnov Test Statistic bernilai 0,115, dan Corresponding p-value bernilai > 0,15. Downtime berdistribusi Normal, maka parameter yang digunakan adalah dan . Rumus dan perhitungan parameter dengan distribusi Normal adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Perhitungan Index of Fit Komponen Motor dengan Distribusi Normal (TTR)

i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

ti 0.58 0.75 0.83 0.92 1.17 1.17 1.3 1.33 1.42 1.5 1.58 1.58 1.58 1.58 1.58 1.67 1.75 1.75

xi=ti 0.58 0.75 0.83 0.92 1.17 1.17 1.3 1.33 1.42 1.5 1.58 1.58 1.58 1.58 1.58 1.67 1.75 1.75

F(ti) 0.02035 0.04942 0.07849 0.10756 0.13663 0.16570 0.19477 0.22384 0.25291 0.28198 0.31105 0.34012 0.36919 0.39826 0.42733 0.45640 0.48547 0.51453

zi -2.05 -1.65 -1.42 -1.24 -1.1 -0.98 -0.86 -0.76 -0.67 -0.58 -0.49 -0.41 -0.34 -0.26 -0.18 -0.11 -0.04 0.03

xi.zi -1.19 -1.24 -1.18 -1.14 -1.29 -1.15 -1.12 -1.01 -0.95 -0.87 -0.77 -0.65 -0.54 -0.41 -0.28 -0.18 -0.07 0.05

xi2 0.336 0.563 0.689 0.846 1.369 1.369 1.690 1.769 2.016 2.250 2.496 2.496 2.496 2.496 2.496 2.789 3.063 3.063

zi2 4.203 2.723 2.016 1.538 1.210 0.960 0.740 0.578 0.449 0.336 0.240 0.168 0.116 0.068 0.032 0.012 0.002 0.001 68

i 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34

ti 1.75 1.75 1.75 1.75 1.83 1.83 1.92 1.92 2.08 2.08 2.25 2.25 2.25 2.42 2.58 2.75 57.2

xi=ti 1.75 1.75 1.75 1.75 1.83 1.83 1.92 1.92 2.08 2.08 2.25 2.25 2.25 2.42 2.58 2.75 57.2 1.682

F(ti) 0.54360 0.57267 0.60174 0.63081 0.65988 0.68895 0.71802 0.74709 0.77616 0.80523 0.83430 0.86337 0.89244 0.92151 0.95058 0.97965 17

zi xi.zi xi2 zi2 0.11 0.19 3.063 0.012 0.18 0.32 3.063 0.032 0.26 0.46 3.063 0.068 0.33 0.58 3.063 0.109 0.41 0.75 3.349 0.168 0.49 0.90 3.349 0.240 0.57 1.09 3.686 0.325 0.66 1.27 3.686 0.436 0.76 1.58 4.326 0.578 0.86 1.79 4.326 0.740 0.97 2.18 5.063 0.941 1.09 2.45 5.063 1.188 1.24 2.79 5.063 1.538 1.41 3.41 5.856 1.988 1.65 4.26 6.656 2.723 2.04 5.61 7.563 4.162 -0.08 15.6371 104.5294 30.636 -0.00235

Perhitungan untuk parameter dan adalah: ( ( ) ( )( ( ) )( ( ) ) )

( )

)(

4.5.5 Uji Goodness of Fit untuk Komponen Motor Mesin Las MIG Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang ada membentuk suatu distribusi tertentu. Masing-masing distribusi memiliki metode yang berbeda untuk melakukan pengujiannya. Jenis distribusi time to repair pada komponen mesin las MIG adalah distribusi normal, maka perhitungan yang dilakukan akan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui apakah data time to repair membentuk

69

distribusi tertentu maka data tersebut di uji dengan bantuan software SPSS 17.0. Berikut adalah output SPSS yang muncul:
Tabel 4.6 Hasil uji Distribusi Normal dengan SPSS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test VAR00002 N Normal Parameters
a,,b

34 Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative 1.6824 .50148 .125 .093 -.125 .729 .663

Most Extreme Differences

Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Untuk menganalisis output SPSS, yang harus dilihat adalah nilai Asymp Sig. Nilai Sig dibandingkan dengan 0.05. Apabila nilai Sig > 0.05, maka H0 diterima. Apabila sebaliknya maka H0 ditolak. Untuk tabel diatas, maka didapatkan: H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal Nilai sig time to failure 0.663 > 0.05, maka H0 diterima. Sehingga time to repair berdistribusi normal.

4.5.6 Perhitungan Nilai MTTR Untuk Mesin Las MIG Setelah goodness of fit test dilakukan maka langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan mean time to repair (MTTR). Perhitungan nilai MTTR ini dilakukan dengan menggunakan rumus dari distribusi yang terbentuk oleh masing-masing data. Distribusi yang terbentuk adalah Normal, maka parameter yang digunakan adalah dan . Nilai adalah 0.526, sedangkan nilai adalah 1.687. Rumus MTTR untuk time repair yang berdistribusi Normal adalah:

70

4.6 Analisa Data dan Pembahasan 4.6.1 Analisa Penentuan Komponen Kritis Setiap mesin terdiri dari berbagai jenis komponen-komponen penyusunnya. Masing-masing komponen memiliki kemungkinan mengalami kerusakan sehingga untuk mendapakan kembali ke kondisi baik, komponen tersebut diperbaiki atau diganti. Berdasarkan observasi secara langsung, diketahui bahwa mesin las memiliki frekuensi kerusakan yang lebih banyak diantara mesin-mesin yang lain. Berikut ini merupakan jenis kerusakan pada mesin las MIG yang ada di Departemen Rangka Bus. Data yang diambil merupakan hasil rekap data mulai bulan Januari 2012 - April 2012.

Gambar 4.5 Diagram Pareto Jenis Kerusakan Mesin Las MIG

Dari diagram Pareto di atas dapat diketahui bahwa dari ke-15 jenis kerusakan pada mesin las MIG, jenis kerusakan berupa gangguan motor merupakan kerusakan yang paling sering terjadi. Kemudian diikuti dengan jenis kerusakan konduit buntu, kawat macet, dan seterusnya. Konsep Pareto adalah 80% kerusakan disebabkan oleh 20% penyebab. Dengan kata lain 80% kerusakan pada mesin las MIG disebabkan oleh gangguan motor, konduit buntu, kawat macet, gangguan gun, gangguan PCB kontrol, CO2 buntu, gangguan kabel feeder, kabel power putus, dan switch gun yang putus. Dalam penelitian ini jenis-jenis kerusakan yang dibahas dalam diagram sebab akibat

71

dibatasi pada jenis kerusakan gangguan motor saja. Berikut ini merupakan faktor-faktor penyebab yang mengakibatkan gangguan motor pada mesin las MIG:
Gambar 4.6 Diagram Sebab-Akibat Gangguan Motor pada Mesin Las MIG

Dari diagram di atas dapat diketahui bahwa gangguan motor pada mesin las MIG, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Mesin Gangguan motor disebabkan oleh umur mesin yang sudah tua, mesin las digunakan dalam waktu kerja yang terlewat batas, dan jenis mesin las yang digunakan adalah mesin las kurang berkualitas. 2. Material Gangguan motor disebabkan oleh kerusakan sebelumnya, dan sparepart yang digunakan merupakan sparepart yang imitasi. 3. Lingkungan Gangguan motor dari segi lingkungan disebabkan oleh lingkungan pabrik yang berdebu, sirkulasi udara yang kurang baik sehingga debu-debu menyumbat selasela motor, serta lingkungan yang kurang kondusif. Lingkungan yang kurang kondusif yang dimaksud disini adalah para pekerja sering kali bercanda ketika bekerja sehingga memutar kontrol mesin las rekannya, sehingga setelan mesin las menjadi rusak.

72

4.

Metode Tidak ada prosedur penggunaan mesin las yang baik, misalnya operator cenderung tidak merawat dan membersihkan mesinnya, serta operator menggunakan mesin las secara kasar, juga dapat menyebabkan gangguan motor.

5.

Manusia Gangguan motor disebabkan oleh operator menggunakan mesin las secara kasar dan sering, hal ini disebabkan oleh tuntutan dari bagian produksi agar mencapai target produksi. Selain itu operator yang tidak terlatih dan konsentrasi operator yang terpecah menyebabkan penggunaan mesin las tidak sesuai prosedur dan menyebabkan gangguan motor.

4.6.2 Analisa Interval Waktu Kerusakan Laju kerusakan komponen motor ini mengkitu suatu pola dasar atau kurva yang disebut Bathtub Curve, dan dari kurva ini masa pakai suatu komponen dapat dibagi menjadi 3 periode waktu atau fase pada gambar berikut:
Gambar 4.7 Bathtub Curve

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa data TTF untuk komponen motor berdistribusi Normal. Sehingga data TTF komponen motor pada mesin las termasuk ke dalam kategori wear-out period pada waktu T2-T. Kategori ini menggambarkan laju kerusakan yang meningkat seiring dengan penambahan waktu operasi komponen atau sistem. Kemudian dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa TTF untuk komponen motor mesin las MIG berdistribusi normal dengan sebesar 33,00 dan nilai MTTF sebesar 47,68 jam. Nilai sebesar 33,00 berarti laju kerusakan untuk komponen motor mesin las MIG terus meningkat seiring dengan penambahan waktu operasi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh umur mesin, bahan baku yang digunakan, operator yang menggunakan mesin las, dan target produksi yang terus meningkat. Sedangkan nilai

73

MTTF sebesar 47,68 jam berarti mesin mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 48 jam. Dengan demikan perusahaan akan melakukan tindakan perawatan, pengecekan, atau penggantian komponen saat atau sebelum mesin mengalami downtime setelah melakukan operasi selama 48 jam.

74

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis kerusakan mesin las MIG pada Departemen Rangka Bus ada 15 macam, antara lain konduit lepas, konduit buntu, gangguan motor, kabel roll putus, arus kecil, gangguan gun, gangguan solenoid, repair kontaktor, gangguan PCB kontrol, CO2 buntu, CO2 bocor, kabel switch gun putus, kabel power putus, gangguan kabel feeder, dan kawat macet. 2. Dari diagram Pareto dapat diketahui bahwa dari ke-15 jenis kerusakan pada mesin las MIG, jenis kerusakan berupa gangguan motor merupakan kerusakan yang paling sering terjadi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen motor pada mesin las MIG merupakan komponen yang paling sering rusak. 3. Penyebab terjadinya jenis kerusakan gangguan motor pada mesin las MIG, disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a. Mesin Gangguan motor disebabkan oleh umur mesin yang sudah tua, mesin las digunakan dalam waktu kerja yang terlewat batas, dan jenis mesin las yang digunakan adalah mesin las kurang berkualitas. b. Material Gangguan motor disebabkan oleh kerusakan sebelumnya, dan sparepart yang digunakan merupakan sparepart yang imitasi. c. Lingkungan Gangguan motor disebabkan oleh lingkungan pabrik yang berdebu, sirkulasi udara yang kurang baik, dan lingkungan yang kurang kondusif. d. Metode Tidak ada prosedur penggunaan mesin las yang baik, misalnya operator cenderung tidak merawat dan membersihkan mesinnya. e. Manusia Operator menggunakan mesin las secara kasar dan sering, hal ini disebabkan oleh tuntutan dari bagian produksi agar mencapai target produksi. Selain itu operator yang tidak terlatih dan konsentrasi operator yang terpecah

75

menyebabkan penggunaan mesin las tidak sesuai prosedur dan menyebabkan gangguan motor. 4. Nilai sebesar 33,00 berarti laju kerusakan untuk komponen motor mesin las MIG terus meningkat seiring dengan penambahan waktu operasi. Sedangkan nilai MTTF sebesar 47,68 jam berarti mesin mengalami kerusakan setelah beroperasi selama 48 jam. Dengan demikan perusahaan akan melakukan tindakan perawatan, pengecekan, atau penggantian komponen saat atau sebelum mesin mengalami downtime setelah melakukan operasi selama 48 jam.

5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Perlu diadakan penyuluhan mengenai peralatan dengan benar agar semua peralatan dapat digunakan dengan semaksimal mungkin. 2. Jadwal perawatan hendaknya dibuat lebih baik agar program maintenance dapat berjalan dengan baik. 3. Perlu adanya penambahan tenaga kerja dan perbaikan struktur organisasi di Departemen Maintenance sehingga Departemen Maintenance di PT. Adi Putro Wira Sejati dikepalai oleh seorang Manager Maintenance. 4. Untuk mesin las MIG di departemen Rangka Bus sebaiknya dilakukan perawatan atau pembersihan mesin setiap 2 hari sekali sehingga mesin tidak mudah rusak.

76

Anda mungkin juga menyukai