Anda di halaman 1dari 45

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN PADA


TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan


DI SUSUN OLEH :

WAHYU PUNTO AJI
NIM. P. 08044

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012

i

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN PADA
TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL
ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan


DI SUSUN OLEH :

WAHYU PUNTO AJI
NIM. P. 08044

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Wahyu Punto Aji
NIM : P. 08044
Program Studi : D III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
KEAMANAN PADA TN. E DENGAN
HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL
ABIMANYU RSJD SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Surakarta, 26 April 2012
Yang Membuat Pernyataan



WAHYU PUNTO AJI
NIM. P. 08044
iii

LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Wahyu Punto Aji
NIM : P. 08044
Program Studi : D III Keperawatan
Judul : ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KEAMANAN
PADA TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI
BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta



Ditetapkan di : ..
Hari/Tanggal : ..


Pembimbing : Amalia Senja, S. Kep, Ns (.)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN
KEAMANAN PADA TN. E DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DI
BANGSAL ABIMANYU
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat :
1. Setiyawan, S. Kep, Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah menjadi motivator dan pemimpin yang senantiasa memberikan
teladan serta bimbingan kepada semua mahasiswa STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Erlina Windyastuti, S. Kep, Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan menimba ilmu dan
selalu memberikan fasilitas untuk menunjang pengajaran di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Amalia Senja, S. Kep, Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi kesempurnaannya studi kasus ini.
vi

4. Nurul Devi, S. Kep, Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan
nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi kesempurnaannya
studi kasus ini
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sebar dan wawasanya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orangtuaku yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan, Amin.

Surakarta, 26 April 2012

Penulis


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Tujuan penulisan ............................................................ 5
C. Manfaat penulisan .......................................................... 6
BAB II LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ...................................................................... 8
B. Perumusan Masalah Keperawatan ..................................12
C. Perencanaan Keperawatan ..............................................12
D. Implementasi Keperawatan..............................................13
E. Evaluasi Keperawatan......................................................18


BAB III PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan.......................................................................21
B. Simpulan............................................................................30
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup.
Lampiran 2. Log Book.
Lampiran 3. Format Pendelegasian.
Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data.
Lampiran 5. Asuhan Keperawatan.
Lampiran 6. Lembar Konsultasi.













1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan gangguan pikiran, perasaan atau tingkah
laku sehingga menimbulkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari.
Gangguan jiwa meskipun tidak menyebabkan kematian secara langsung tetapi
menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu serta beban berat
bagi keluarga (Mary C. Townsend, 2002).
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah
skizoprenia. Sedangkan halusinasi merupakan gejala yang paling sering
muncul pada pasien skizoprenia, dimana sekitar 70% dari penderita
skizoprenia mengalami halusinasi (Mansjoer, 1999:196). Halusinasi adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola
dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelaianan
berespon terhadap setiap stimulus (Mary C. Townsend, 2002).
Berdasarkan data Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
angka kejadian skizofrenia menjadi jumlah kasus terbanyak dengan jumlah
1,893 pasien dari 2.551 pasien yang tercatat dari jumlah seluruh pasien pada
tahun 2005, itu berarti 72,7% dari jumlah kasus yang ada, skizofrenia
hebefrenik 471, paranoid 648, tak khas 317, akut 231, katatonia 95, residual
116, dalam remisi 15 (Rekam Medik RSJD, 2008). Prevalensi masalah
1
2

kesehatan jiwa meningkat dengan bertambahnya umur, lebih tinggi pada
perempuan, pada tingkat pendidikan yang lebih rendah, pada kelompok tidak
bekerja, ibu rumah tangga, di perdesaan, dan tingkat pengeluaran per kapita
lebih rendah (Stuart & Laira, 2005).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
rangsangan yang menimbulkannya atau tidak ada obyek (Sunaryo, 2004).
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya
rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, 2007). Halusinasi
pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi
pada pasien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa
kata kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah
laku pasien, sehingga pasien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara
sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga pasien
bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh
perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena
pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat, dan pelanggaran
norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek, dan
dikucilkan dari masyarakat. Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa
dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa
diberi makanan, tempat berteduh, atau makanan yang cukup. American
Psychiathric Association mendefinisikan gangguan jiwa sebagai suatu
3

sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang
terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya disstress atau disabilitas
(kerusakan pada satu atau lebih fungsi area penting) atau disertai peningkatan
resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan
kebebasan (Sheila, 2008).
Kebutuhan keselamatan dan keamanan tidak akan terpenuhi apabila
pasien mengalami kecemasan, oleh karena itu perawat sebagai tenaga
kesehatan profesional yang dalam tugas pokoknya adalah memenuhi
kebutuhan dasar pasien, harus mampu memahami respon dan bersikap secara
profesional dalam menangani masalah kecemasan yang terjadi pada pasien
karena perawat merupakan tenaga profesional terbesar dalam struktur
ketenagaan rumah sakit. Sebagian berupa tindakan keperawatan untuk
menangani masalah kecemasan pasien dapat berupa tindakan (Potter & Perry
2005).
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat kasus
gangguan sensori persepsi : halusinasi karena jika halusinasi tidak diatasi akan
menimbulkan resiko perilaku kekerasan yang membahayakan individu dan
orang lain, penulis menggunakan proses asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Keamanan pada Tn. E dengan Halusinasi Pendengaran Di Bangsal
Abimanyu RSJD Surakarta.

4

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Melaporkan studi kasus tentang asuhan keperawatan pemenuhan
kebutuhan keamanan pada Tn. E dengan halusinasi di bangsal Abimanyu
RSJD Surakarta.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan
keamanan pada Tn. E dengan halusinasi.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pemenuhan
kebutuhan keamanan pada Tn. E dengan halusinasi.
c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pemenuhan
kebutuhan keamanan pada Tn. E dengan halusinasi.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pemenuhan kebutuhan
keamanan pada Tn. E dengan halusinasi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pemenuhan kebutuhan keamanan
pada Tn. E dengan halusinasi.
f. Penulis mampu dapat melakukan analisa pemenuhan kebutuhan
keamanan pada Tn. E dengan halusinasi.

C. Manfaat Penulisan
a. Bagi penulis
Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan memperoleh
pengalaman khususnya dibidang keperawatan jiwa.

5

b. Bagi Institusi
Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan bahan pustaka
tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya halusinasi.
c. Bagi Rumah sakit
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan jiwa khususnya
halusinasi.
d. Bagi Keluarga pasien
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan
gangguan jiwa terutama pada anggota keluarga khususnya dengan pasien
yang mengalami gangguan jiwa halusinasi.
6

BAB II
LAPORAN KASUS

Bab II ini merupakan laporan studi kasus Asuhan Keperawatan Jiwa
dengan pengelolaan studi kasus pada Pemenuhan Kebutuhan Keamanan Pada
Tn.E dengan Halusinasi di Bangsal Abimanyu RSJD Surakarta pada tanggal 2 4
April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data,
perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Identitas Pasien
Pasien bernama Tn. E, tinggal di Sukoharjo, umur 29 tahun, jenis
kelamin laki-laki, pekerjaan swasta, pendidikan SMP, no RM 370XX,
sumber informasi diperoleh dengan cara auto anamnese dan allo anamnese.
Tanggal masuk 7 Maret 2012 dengan diantar keluarganya. Diagnosa medis
F.20.0 (Skizofrenia) dan penanggung jawab pasien masuk yaitu ayahnya.

B. Pengkajian
Pasien tiba di IGD, dengan keluhan kurang lebih 3 hari pasien
mendengar suara-suara yang membisingkan telinga, yaitu suara batuk
sehingga pasien susah tidur, suara itu muncul malam hari saat pasien tidur.
Faktor presipitasinya pasien pernah mengalami gangguan jiwa dan pernah
dirawat di RSJD Surakarta 2 kali, selama 2 tahun pasien tidak kambuh. Tn. E
memiliki silsilah keluarga ,orang tua ayahnya yaitu kakeknya sudah
meninggal, neneknya masih hidup, ayah dari Tn. E anak ke- 3 dari 7
6
7

bersaudara, keluaga dari ibu Tn. E, kakek dan neneknya masih hidup, ibunya
anak tunggal dan sudah meninggal. Tn. E tinggal serumah dengan neneknya.
Keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa seperti dirinya.
Keluarga mengatakan pasien minum obatnya tidak teratur, kontrol juga tidak
rutin. Keluarga tidak memperhatikan pasien dalam minum obat sehingga
pasien kambuh lagi. Faktor predisposisinya pasien tidak pernah mengalami
penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan, kriminal di lingkungan, tetapi
pasien pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu tidak
mendapat gaji selama 2 bulan dalam pekerjaan.
Dalam proses pengkajian pola fungsional gordon secara umum pasien
tidak mengalami hambatan tetapi pada salah satu pola fungsional mengalami
gangguan, yaitu pada pola kognitif perseptual. Pendengaran, pasien
mengatakan sering mendengar suara yang membisingkan telinga yaitu suara
orang batuk pada malam hari menjelang tidur tetapi tanpa ada stimulus
pendengaran dari luar, penglihatan masih dapat memfokuskan perhatian dari
hal yang nyata dan tidak nyata, penciuman tidak mengalami gangguan dan
tetap dapat mengidentifikasi serta mengintepretasikan aroma yang di alami,
pengecapan tidak mengalami masalah, indera peraba pasien tidak mengalami
masalah dan tetap dapat membedakan stimulus perabaan. Kemampuan daya
ingat pasien tidak mengalami masalah masih dapat mengingat hitungan
sederhana, mengorientasi waktu, tempat, kejadian, dan orang disekitarnya
dengan mengungkapkan menggunakan bahasa afek secara datar dan jelas serta
terarah. Hal yang paling menjadi permasalahan pasien adalah persepsi
8

pendengaran yang mengalami gangguan dengan mendengar suara bising
seperti orang batuk ketika menjelang tidur yang membuat pasien susah tidur
sehingga jengkel dan ingin suara-suara tersebut menghilang.
Dari pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data sebagai berikut
tanda-tanda vital tekanan darah 130/100 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu
36
0
C, pernafasan 20 kali per menit. Tinggi badan Tn. E 168 cm, berat
badannya 68 kg dan tidak mengalami penurunan berat badan selama di rumah
sakit. Sedangkan hasil pemeriksaan fisik didapat data sebagai berikut: bentuk
kepala kepala Tn. E mesocepal, bersih, rambut warna hitam bergelombang,
kulit kepala tidak ada ketombe. Bagian mata pasien : tidak mengunakan alat
bantu penglihatan, simetris antara kanan-kiri, konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik. Mulut pasien tidak ada stomatitis, gigi tidak rata, tidak ada
caries, lidah bersih. Hidung Tn. E bersih tidak ada secret, tidak ada polip,
tidak ada gangguan penciuman. Telinga simetris antara kanan-kiri, bersih
tetapi ada sedikit penumpukan serumen. Pada bagian ekstremitas pasien tidak
mengalami gangguan semuanya normal berfungsi dengan baik . Tn. E tidak
mengeluhkan adanya gangguan fisik.
Penilaian persepsi meliputi, ketika pasien mendengarkan suara-suara
yang muncul, pasien merasa jengkel dan ingin suara tersebut menghilang,
pasien mendengar suara itu saat akan beranjak tidur, pasien mendengar suara
seperti orang batuk selama 3 menit yang membuat pasien jengkel.
Kemudian pengkajian yang di lihat melalui data di rekam medic
diperoleh diagnosa medis F.20.0 ( Scizofrenia ), mendapatkan terapi medis
9

Trihekisipenidil (THP) dengan dosis 3 kali 1 @ 2mg, Halloperidol (HALDOL)
dengan dosis 3 kali 1 @ 5 mg, Chlorpromasine (CPZ) dengan dosis 2 kali 1 @
100mg. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin GDS : 81mg/dl, SGOT :
23 U/L, SGPT : 7 U/L, Hb : 14,9 g/dl Ht : 42,2%.

B. Daftar Perumusan Masalah
Dari data yang diperoleh ditemukan masalah yang menjadi rumusan
diagnosa keperawatan yaitu Gangguan persepsi sensori : Halusinasi yang
ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan mendengar suara seperti
suara bising seperti orang batuk yang muncul pada malam hari saat pasien
akan tidur selama 3 menit , sehingga pasien terganggu tidurnya dan merasa
jengkel. Data obyektif, meliputi, pasien tampak mondar-mandir, pasien
tampak diam, pasien tampak gelisah dan cemas. Diagnosa prioritas yang
diangkat yaitu Gangguan persepsi sensori: Halusinasi, pohon masalah yang
muncul dari kasus sebagai berikut Isolasi sosial / Menarik diri (penyebab)
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi (Core problem) Resiko perilaku
kekerasan (akibat).

C. Perencanaaan
Dari data yang diperoleh pada tanggal 2-3 April 2012 ditemukan data
permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan. Adapun yang
menjadi diagnosa yaitu Gangguan persepsi sensori : Halusinasi, tujuan umum
dilakukan tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi pasien
10

yaitu agar dapat mengontrol halusinasi yang dialami. Tujuan khusus 1 : Pasien
dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi : setelah satu kali
interaksi pasien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat ; ekpresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang
dihadapi. Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik, sapa pasien dengan ramah baik verbal maupun
non verbal, perkenalkan diri dengan sopan, tanyakan nama lengkap pasien dan
nama panggilan yang disukai pasien, buat kontak yang jelas, tunjukkan sikap
jujur dan menepati janji, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya,
tanyakan perasaan pasien tentang yang dialami, dengarkan dengan penuh
ekpresi pasien.
Tujuan khusus 2 : Pasien dapat mengenal halusinasi. Kriteria evaluasi :
setelah satu kali tindakan pasien menyebutkan ; isi, waktu, frekuensi, situasi
dan kondisi yang menyebabkan halusinasi (marah, takut, senang, cemas atau
jengkel). Intervensi : Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap,
Observasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasi: tanyakan apakah
pasien mengalami sesuatu, jika pasien menjawab ya tanyakan apa yang
sedang dialami, katakan bahwa perawat akan membantu pasien, jika pasien
tidak sedang mengalami halusinasi klasifikasi tentang adanya pengalaman
halusinasi diskusikan dengan pasien; (isi, waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi), diskusikan
11

dengan pasien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan
untuk mengungkapkan perasaan, diskusikan dan pasien untuk mengatasi
perasaan tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila
halusinasi.
Tujuan khusus 3 : Pasien dapat mengontrol halusinasinya: kriteria
evaluasi : setelah 1 kali interaksi pasien dapat menyebutkan tindakan yang
biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasi, setelah satu kali interaksi
pasien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, setelah 1 kali
interaksi pasien dapat memilih dan memperagakan cara, setelah 1 kali
interaksi pasien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi, setelah 1 kali interaksi pasien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi : mengidentifikasi bersama pasien cara yang dilakukan jika ada
halusinasi, diskusikan cara yang digunakan pasien (adaptif, maladaptif),
diskusikan cara mengontrol halusinasi, (menghardik, menemui orang lain,
aktivitas dan minum obat), bantu pasien memilih cara yang sudah diajarkan
dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang
dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih jika
berhasil beri pujian, anjurkan pasien untuk mengikuti Terapi aktivitas
kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
Tujuan khusus 4 : Pasien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasi : setelah 1 kali pertemuan keluarga, keluarga
menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dan perawat. Setelah dua kali
interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda gejala proses terjadinya dan
12

tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi : Buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan, diskusikan dengan keluarga (pengertian, tanda
gejala, proses terjadinya, cara yang dilakukan mengontrol halusinasi, obat-
obatan,cara merawat anggota keluarga dengan halusinasi, beri informasi
waktu kontrol). Tujuan khusus 5 : Pasien dapat memanfaatkan obat dengan
baik : Setelah dua kali interaksi pasien menyebutkan; manfaat obat, kerugian
tidak minum obat, nama obat, warna, dosis efek samping obat. Intervensi :
Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan Gangguan
persepsi sensori : Halusinasi dilaksanakan 3 hari pada tanggal 2-4 April 2012
Strategi pelaksanaan 1 : Membina hubungan saling percaya dengan pasien,
mengindentifikasi jenis halusinasi, mengindentifikasi isi halusinasi,
mengindentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengindentifikasi
respon pasien terhadap halusinasi, mengajarkan cara memutus halusinasi cara
pertama yaitu dengan menghardik, menganjurkan pasien untuk memasukan
dalam jadwal harian. Strategi pelaksanaan 2 : Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,
mengajarkan mengendalikan halusinasi cara bercakap-cakap dengan orang
lain, menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal harian. Strategi
pelaksanaan 3 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien
13

mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang bisa
dilakukan pasien), menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.

E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan penulis lakukan setiap hari pada akhir
pertemuan, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan hari pertama Senin 2
April 2012 pada pukul 13.00 WIB adalah secara subyektif, pasien mengatakan
mendengar suara bising yang muncul pada malam hari pada saat muncul
pasien merasa jengkel dan ingin mengamuk. Pasien mengatakan setelah diajari
cara menghardik pasien menjadi tahu cara menghilangkan suara yang
mengganggunya. Secara obyektif, pasien kooperatif saat diwawancarai, pasien
mampu mempraktekkan menghardik walaupun sedikit lupa dan memasukkan
ke dalam jadwal kegiatan.
Sehingga analisisnya masalah teratasi sebagian. Perencanaan
selanjutnya untuk perawat : Evaluasi Sp 1 lanjutkan Sp 2 (bercakap-cakap
dengan orang lain). Sedangkan untuk pasien : Anjurkan pasien untuk
melakukan cara mengontrol halusinasi menghardik sesuai jadwal kegiatan Sp
2 (mengobrol dengan orang lain).
Hari kedua Selasa 3 April 2012 pada pukul 13.15 WIB adalah secara
subyektif pasien mengatakan sudah mencoba mengontrol halusinasi dengan
menghardik. Pasien mengatakan mau berlatih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Pasien mengatakan mau
14

memasukan latihan mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain ke jadwal harian. Secara obyektif pasien tampak tenang, pasien
tampak mempratekkan latihan mengontrol dengan bercakap-cakap orang lain,
pasien mampu mempratekkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap dengan orang lain. Analisanya adalah masalah teratasi sebagian.
Perancanaan selanjutnya untuk perawat : Evaluasi Sp 2 lanjutkan Sp 3
(memasukan jadwal kegiatan harian). Untuk pasien : anjurkan pasien untuk
memasukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan bercakap-
cakap dengan orang lain.
Hari ketiga Rabu 4 april 2012 pada pukul 14.00 WIB adalah secara
subyektif pasien mengatakan sudah bisa cara mengedalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan dengan orang lain, pasien mengatakan sudah memasukan
dalam jadwal kegiatan harian. Analisisnya adalah masalah teratasi.
Perencanaan untuk pasien : anjurkan pasien memasukan jadwal kegiatan
harian. Untuk perawat : lanjutkan Sp IV (cara minum obat).
15

BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan
antara konsep dasar teori dan kasus nyata masalah keperawatan gangguan pemenuhan
kebutuhan keamanan pada Tn. E dengan halusinasi dibangsal Abimanyu RSJD
Surakarta, pada tanggal 2-4 April 2012 dari tahap pengkajian sampai evaluasi, dan
pada bagian akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan
kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan
asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pemenuhan kebutuhan keamanan pada
pasien dengan halusinasi.

A. Pembahasan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
masalah pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, data psikologis,
sosial dan spiritual. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikososial, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat
dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki pasien (Stuart &
15
16

Laraia, 2001). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode auto
anamnese dan allo anamnese terhadap pasien. Menurut Keliat (2005), pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses perawatan, tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan
pasien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku pasien dan
juga dari medical record.
Pengkajian merupakan elemen penting untuk pembuatan rencana asuhan
keperawatan yang efektif yang relevensinya teridentifikasi pada pengkajian
pasien, maka dari itu pembuatan rencana dimulai dari pengkajian format
pengkajian dapat digunakan sebagai pedoman agar informasi yang diperoleh
sistematis dan sebagai bagian dokumentasi (Towsend M.C,2006). Pengkajian
meliputi: identitas pasien, keluhan utama atau alasan masuk, faktor predisposisi,
aspek fisik atau biologis, aspek psikologis, status mental, kebutuhan persiapan
pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
dan aspek medik. Data yang diperoleh dapat dikelompokan menjadi data
subyektif dan data obyektif (Direja, 2011). Dalam kasus ini penulis melakukan
pengkajian meliputi : identitas pasien, riwayat kesehatan, pola kesehatan
fungsional, hasil pemeriksaan fisik dan penilaiannya hingga pemeriksaan
penunjang.
Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Faktor presipitasi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
17

psikologis, dan genetik. Dalam kasus ini pasien pernah mengalami gangguan jiwa
dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2 kali, Faktor predisposisi yaitu adanya
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Dalam kasus ini
Tn.E tidak pernah mengalami penganiayaan fisik dan tindakan kekerasan,
kriminal di lingkungan, tetapi pasien pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan yaitu tidak mendapat gaji selama 2 bulan dalam pekerjaan.
Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi pasien dalam kelompok,
terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga
suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi (Nita
Fitria, 2009). Dalam kasus ini sebelumnya Tn.E memiliki perilaku menyendiri,
mengisolasi diri dari lingkungan sehingga hal ini mungkin yang mungkin menjadi
pencetus munculnya halusinasi seperti yang dijelaskan dalam teori tersebut.
Tn. E memiliki silsilah keluarga ,orang tua ayahnya yaitu kakeknya sudah
meninggal, neneknya masih hidup, ayah dari Tn. E anak ke- 3 dari 7 bersaudara,
keluaga dari ibu Tn. E, kakek dan neneknya masih hidup, ibunya anak tunggal
dan sudah meninggal. Tn. E tinggal serumah dengan neneknya. Keluarganya tidak
ada yang mengalami gangguan jiwa seperti dirinya. Keluarga mengatakan pasien
minum obatnya tidak teratur, kontrol juga tidak rutin. Keluarga tidak
memperhatikan pasien dalam minum obat sehingga pasien kambuh lagi.
Menurut Direja (2011) halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu
sebagai berikut, fase pertama atau fase comporting yaitu fase yang
18

menyenangkan. Pada tahap ini masuk pada tahap nonpsikotik,. Karakteristik
pasien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Pasien mulai melamun dan
memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku pasien tampak tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri. Fase kedua atau fase
condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk
dalam psikotik ringan. Karakteristik seperti pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, pasien tidak ingin orang lain tahu,
dan pasien tetap dapat mengontrolnya. Perilaku pasien seperti meningkatnya
tanda tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah. Pasien asyik dengan halusinasinya, dan tidak bisa membedakan
realitas. Fase ketiga atau fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa, termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik
seperti bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol pasien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku pasien seperti kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik, tanda tanda fisik pasien seperti berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah. Fase keempat atau fase conquering atau
panik yaitu pasien lebur dengan halusinasinya, termasuk dalam psikotik berat.
19

karakteristik berupa halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi pasien. Pasien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku terror
akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu merespon lebih
dari satu orang. Berdasarkan teori diatas dan dari hasil pengkajian, Tn. E
termasuk kedalam fase kedua atau fase condemming, karena pasien merasa
terganggu dengan halusinasi yang dialaminya, perasaan cemas pasien meningkat.
Menurut Keliat (2006), dalam persepsi harus dijelaskan jenis jenis
halusinasi yang dialami pasien, menjelaskan isi halusinasi, waktu terjadinya
halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi serta situasi dan kondisi yang
menimbulkan halusinasi. Perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap
stimulus tersebut. Gangguan persepsi sensori meliputi tipe penglihatan,
pendengaran, kinestetik, pengecapan, taktil. Pada pasien secara garis besar
mengalami gangguan pola kognitif perceptual ditandai dengan adanya perubahan
pada tipe pendengaran. Menurut Carpenito (2009), komponen dalam pola
kognitif perceptual meliputi: penglihatan, pembelajaran, pengecap, peraba,
penghidu, kecakapan bahasa, ingatan, kemampuan mengambil keputusan,
keluhan adanya ketidaknyamanan. Pola kognitif perceptual yaitu selama sakit
pasien mengatakan mengalami gangguan pada fungsi sensori pendengaran
dengan mendengar hal-hal yang tidak ada stimulus dari luar, yaitu mendengar
20

suara yang membisingkan telinga pada saat akan beranjak tidur, dan ketika suara
itu muncul pasien merasa jengkel. Pasien mendengar suara seperti orang batuk
saat akan beranjak tidur pada malam hari yang membuat pasien jengkel. Ketika
pasien diajak berbicara pasien berbicara tentang isi halusinasi, frekuensi
halusinasi, dan waktu ketika halusinasi terjadi, pasien menjawab dengan jelas,
inkoheren dan bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan serta bercerita
tentang masalah yang di hadapinya. Pasien mempunyai ingatan yang baik,
misalnya makanan yang dimakan, pasien bisa menyebutkan nama teman dan
perawat, selain itu pasien juga dapat mengingat memori jangka pendek, misalnya
ia mengingat makan dan kegiatan. Pasien mampu mengambil keputusan
sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat misalnya pasien memutuskan
untuk mandi terlebih dahulu sebelum makan. Pasien menurut dengan perawat.
Dalam hal ini penulis dapat mengkaji pola kognitif perceptual meliputi ingatan,
kemampuan mengambil keputusan, keluhan adanya rasa ketidaknyamanan yaitu
jengkel tetapi penulis belum mengkaji pola aktivitas dan pola tidur yang sangat
erat kaitanya dengan pola kognitif perceptual.
Dari pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data sebagai berikut tanda-
tanda vital : Tekanan Darah 130/100 mmHg, Nadi 80 kali per menit, Suhu 36
0
C,
Pernafasan 20 kali per menit. Tinggi badan Tn. E 168 cm, berat badannya 68 kg
dan tidak mengalami penurunan berat badan selama di rumah sakit. Sedangkan
hasil pemeriksaan fisik didapat data sebagai berikut: bentuk kepala kepala Tn. E
mesocepal, bersih, rambut warna hitam bergelombang, kulit kepala tidak ada
21

ketombe. Bagian mata pasien : tidak mengunakan alat bantu penglihatan, simetris
antara kanan-kiri, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik. Mulut pasien
tidak ada stomatitis, gigi tidak rata, tidak ada caries, lidah bersih. Hidung Tn. E
bersih tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman. Telinga
simetris antara kanan-kiri, bersih tetapi ada sedikit penumpukan serumen. Pada
bagian ekstremitas pasien tidak mengalami gangguan semuanya normal berfungsi
dengan baik . Tn. E tidak mengeluhkan adanya gangguan fisik. Pada pemeriksaan
fisik dan data penunjang tidak didapatkan data yang abnormal, hasil pemeriksaan
masih berada dalam batas normal.
Menurut Saidah (2003) halusinasi adalah gangguan penyerapan atau
persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada
sistem pengindraan pada saat kesadaran penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat pasien dapat menerima rangsang dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain pasien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh pasien dan tidak dapat dibuktikan. Dalam kasus ini
pasien mengalami gangguan dalam persepsi sensorinya ketika pasien
mendengarkan suara-suara yang muncul, pasien merasa gelisah dan cemas, pasien
mendengar suara itu saat akan beranjak tidur, pasien mendengar suara seperti
orang batuk selama 3 menit yang membuat pasien jengkel. Dalam kasus ini
pasien mengalami halusinasi dikarenakan suara yang muncul berupa rangsangan
yang tidak nyata, hanya dirasakan oleh Tn.E dan tidak dapat dibuktikan.
22

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil laboratorium darah rutin
GDS : 81mg/dl, SGOT : 23 U/L, SGPT : 7 U/L, Hb : 14,9 g/dl Ht : 42,2%.
Terapi medis: Trihexsipenidil (THP) untuk rileks dan badan tidak kaku dengan
dosis 3X1 @ 2mg, Halloperidol (HALDOL) untuk membuat pikiran pasien
tenang dengan dosis 3X1 @ 5 mg, Chlorpromasine (CPZ) untuk menghilangkan
suara bisikan pada pasien dengan dosis 2X1 @ 100mg.
Diagnosa keperawatan adalah identifikasi atau penilaian terhadap pola
respon pasien baik aktual maupun potensial (Stuart & Laraia, 2001). Sedangkan
Keliat, (2005) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai penilaian tehnik
mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual maupun potensial. Manifestasi klinis halusinasi
antara lain yaitu bingung, apatis terhadap lingkungan, pasien tidak dapat
membedakan anttara realita dan khayalan. Sulit tidur dan konsentrasi menurun,
gelisah, agitasi, agresif, destruktif, ekspresi wajah tenang, perasaan tidak aman,
curiga, tersinggung, bicara sendiri, berkeringat, nadi cepat, tekanan darah
meningkat, halusinasi dengar, pasien menyumbat telinga, sikap seperti mendengar
sesuatu, tertawa sendiri, terdiam, terengah - engah dalam pembicaraan sulit
membuat keputusan (Kusumawati, 2010). Sedangkan menurut Herdman (2011),
batasan karakteristik halusinasi meliputi: perubahan dalam perilaku, perubahan
dalam menyelesaikan masalah, perubahan dalam ketajaman sensori, yang
termasuk dalam sensori pendengaran yang ditandai dengan pasien mendengar
suara tanpa adanya stimulus dari luar. Bedasarkan pengkajian pada Tn. E secara
23

garis besar ditemukan data subyektif dan data obyektif yang menunjukan
karakteristik Tn. E dengan diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori:
halusinasi pada yang ditandai dengan data subyektif yaitu pasien mengatakan
sering mendengar suara yang membisingkan telinga seperti orang batuk, saat
pasien akan tidur dan membuat pasien jengkel. Hal ini yang menjadi dasar bagi
penulis untuk mengangkat diagnosa tersebut.
Pohon masalah merupakan penjelasan bagaimana halusinasi bisa terjadi
dan akibat dari halusinasi tersebut. Halusinasi terjadi karena isolasi sosial :
menarik diri. Menarik diri bisa menyebabkan masalah utama/core problem
gangguan persepsi sensori : halusinasi, dari halusinasi bisa menyebabkan resiko
perilaku kekerasan. Menurut teori Keliat dkk, (2005) bahwa terdapat 4 diagnosa
keperawatan yaitu, resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan sebagai
akibat, gangguan persepsi sensori halusinasi sebagai core problem, dan ketidak
efektifan koping keluarga sebagai etiologi. Pasien yang mengalami perubahan
persepsi sensori yaitu halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungannya. Pada pembahasan tentang pohon masalah, pasien
mengalami halusinasi dengan respon merasa jengkel yang potensial akan
dimanifestasikan dengan perbuatan untuk mencederai diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan, sehingga tidak ditemukan kesenjangan antara teori yang ada dengan
fakta yang terjadi di lapangan.
Menurut hirarki kebutuhan dasar manusia Maslow adalah sebuah teori
yang dapat digunakan untuk memahami hubungan dasar manusia pada saat
24

memberikan perawatan. Hirarki kebutuhan dasar dalam lima tingkatan prioritas
yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan
cinta dan rasa memiliki, kebutuhan rasa berharga dan harga diri, aktualisasi
(Potter & Perry, 2005). Isi halusinasi meliputi adanya suara-suara yang tidak jelas
asalnya, terlintasnya bayangan yang tidak nyata. Dalam beberapa kasus secara
umum keamanan psikologis bisa mengancam dari bahaya. Dari halusinasi bisa
menimbulkan kecemasan yang mengakibatkan gangguan keamanan pada pasien
kurang terpenuhi. Selanjutnya dalam rencana keperawatan, implementasi dan
evaluasi penulis dapat mengatasi core problem gangguan persepsi sensori:
halusinasi. Diharapkan dari hal tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasar
keamanan pasien.
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan dalam membantu pemilihan
perencanaan untuk memberikan petunjuk terhadap pemberian asuhan
keperawatan kepada klien (Townsend.M.C, 2006). Intervensi atau rencana
tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus,
rencana tindakan keperawatan. Pertama adalah tujuan umum yang berfokus pada
penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosis tertentu, tujuan umum dapat
tercapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai. Kedua, tujuan khusus
berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosis tertentu. Tujuan khusus
merupakan rumusan kemampuan yang perlu dicapai atau dimiliki pasien.
Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
25

Menurut Stuart & Laraia (2001) umumnya, kemampuan pasien pada
tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu kemampuan kognitif yang
diperlukan untuk menyelesaikan etiologi dari diagnosis keperawatan,
kemampuan psikomotor yang diperlukan agar etiologi dapat teratasi, dan
kemampuan afektif yang perlu dimiliki agar pasien percaya pada kemampuan
menyelesaikan masalah.
Berdasarkan intervensi yang penulis lakukan, terdapat kesamaan antara
konsep dasar teori dengan pembahasan pada kasus Tn. E, karena penulis mengacu
pada teori yang ada, dimana tahapan tahapan perencanaan yang ada pada kasus
Tn. E sesuai dengan keadaan dan kondisi pasien, serta dalam rencana
keperawatan penulis sudah memasukkan tiga aspek dalam perencanaan, meliputi:
tujuan umum, tujuan khusus, dan rencana tindakan keperawatan. Tetapi karena
keterbatasan waktu, penulis belum melakukan pendokumentasian terhadap
pemanfaatan obat pasien Intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi dilaksanakan 3 hari pada tanggal 2-4
April 2012 Strategi pelaksanaan 1 : Membina hubungan saling percaya dengan
pasien, mengindentifikasi jenis halusinasi, mengindentifikasi isi halusinasi,
mengindentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi, mengindentifikasi respon
pasien terhadap halusinasi, mengajarkan cara memutus halusinasi cara pertama
yaitu dengan menghardik, menganjurkan pasien untuk memasukan dalam jadwal
harian. Strategi pelaksanaan 2 : Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, mengajarkan
26

mengendalikan halusinasi cara bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan
pasien memasukan dalam jadwal harian. Strategi pelaksanaan 3 : Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan (kegiatan yang bisa dilakukan pasien), menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
Implementasi kepeawatan adalah apabila tujuan, hasil dan intervensi telah
diidentifikasi perawat siap untuk melakukan aktivitas pencatatan pada rencana
keperawatan klien (Towsend. M. C, 2006). Implementasi meliputi pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Riyadi & Purwanto, 2009). Pada diagnosa persepsi sensori:
halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan, yang terdiri dari
strategi pelaksanaan pasien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga.
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi seringkali jauh berbeda dengan
rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana
tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa dilakukan
perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan pasien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal, dan juga tidak memenuhi aspek legal.
Dalam implementasi pada kasus ini penulis sudah membuat perencanaan yang
sudah tertulis sebelum melakukan tindakan.
27

Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan pasien saat ini. Perawat juga menilai sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan tehnikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman
bagi pasien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh
dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat
membuat kontrak (inform consent) dengan pasien yang isinya menjelaskan apa
yang akan dilaksanakan peran serta yang diharapkan dari pasien,
dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon pasien
(Direja, 2011).
Berdasarkan implementasi yang dilakukan dalam satu kali interaksi
dalam tiga hari pertemuan. Pada interaksi tersebut penulis melakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi tujuan khusus pertama, kedua dan ketiga, sesuai
dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat yaitu pada tujuan khusus yang
pertama pasien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan khusus
yang kedua, pasien dapat mengenal halusinasinya dan pada tujuan khusus yang
ketiga pasien dapat mengontrol halusinasinya. Hal ini dilakukan karena
hubungan hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik anatar
perawat dengan pasien, dan halusinasi harus dikenal lebih dahulu oleh perawat
agar intervensi efektif (Rasmun, 2001).
28

Tindakan yang terlaksana adalah membina hubungan saling percaya,
menanyakan apakah pasien masih mendengar suara yang membisingkan telinga
seperti orang batuk, saat pasien akan tidur dan membuat pasien jengkel,
mengatakan bahwa perawat percaya namun perawat tidak mendengarkannya,
mengatakan bahwa perawat akan membantu pasien mengontrol halusinasinya,
mengobservasi tingkah laku pasien terkait dengan halusinasinya, membantu
mengenal halusinasinya, mendiskusikan dengan pasien situasi yang
menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi, mendiskusikan waktu dan
frekuensi terjadi halusinasi, menanyakan tindakan yang pasien lakukan ketika
suara tersebut muncul, mendiskusikan cara baru untuk mengontrol
halusinasinya, membantu pasien memilih dan melatih cara mengontrol halusinasi
yang pertama yaitu menghardik, memberikan kesempatan pasien untuk
mempraktekkan cara yang telah diajarkan, memberikan pujian jika berhasil,
menganjurkan pasien untuk memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
Tindakan keperawatan mengacu pada strategi pelaksanaan yang telah ditetapkan
mulai dari Sp 1, Sp 2, Sp 3 yang semuanya dilaksanakan tanpa danya hambatan
yang berarti dan direspon oleh pasien dengan tindakan yang positif. Untuk
pelaksanaan TUM yang mengacu pada TUK dalam tindakan keperawatan tidak
mengalami hambatan dan semua prosedur telah sesuai dengan kriteria hasil yang
diharapkan.
Pedoman penulis dalam pencapaian tujuan khusus, pertama, kedua, dan
ketiga adalah penulis telah mempersiapkan strategi pelaksanaan sebagai acuan
29

dalam melakukan implementasi keperawatan pada Tn. E, sehingga pasien mau
berinteraksi dengan penulis dan bersedia mengutarakan masalah yang
dihadapinya.
Evaluasi keperawatan adalah proses berkesinambungan yang perlu
dilakukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan dilakukan
(Towsend, 2006). Evaluasi keperawatan merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien, evaluasi dilakukan
secara terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan (Nurjannah, 2005).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
diantaranya sebagai berikut : subyektif: respon subyektif pasien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan
menanyakan: bagaimana perasaan bapak setelah latihan menghardik ?.
Obyektif: Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat
tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau
memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi. Assessment: Analisis ulang
atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih
tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksidengan
masalahyang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan. Planning:
perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon pasien
30

yang terdiri dari tindak lanjut pasien dan tindak lanjut oleh perawat (Direja,
2011).
Berdasarkan evaluasi data subyektif dan data obyektif yang diperoleh,
dilakukan perencanaan selanjutnya untuk Tn. E antara lain mengevaluasi dan
mengoptimalkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, bercakap
cakap dengan orang lain, aktivitas yang terjadwal, cara minum obat dan
memasukkan semua itu ke dalam jadwal kegiatan harian. Dalam evaluasi
ditemukan hal yang mengalami kesenjangan yaitu tidak dapat melaksanakan
semua strategi pelaksanaan yang dikarenakan terbatasnya waktu, tetapi hambatan
ini telah dikoordinasikan dengan perawat ruangan melalui suatu bentuk
pendelegasian yang bertujuan untuk melanjutkan tindakan keperawatan Sp IV.

B. Simpulan dan Saran
a. Simpulan
Dari uraian bab pembahasan dan disesuaikan dengan tujuan khusus
dari penulisan studi kasus, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
dan dalam kasus ini ditemukan data yang menjadi fokus dalam gangguan
persepsi : halusinasi adalah pola kognitif perseptual dengan keluhan
kurang lebih 3 hari pasien mendengar suara-suara yang membisingkan
telinga, yaitu suara batuk sehingga pasien susah tidur, suara itu muncul
31

malam hari saat pasien tidur. Faktor presipitasinya pasien pernah
mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di RSJD Surakarta 2 kali.
2. Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian. Sedangkan diagnosa yang penulis angkat pada kasus Tn. E
adalah gangguan persepsi sensori: halusinasi.
3. Intervensi keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tujuan
khusus, dan rencana tindakan keperawatan tujuan umum dilakukan
tindakan keperawatan pada permasalahan yang dihadapi pasien yaitu agar
dapat mengontrol halusinasi yang dialami. Tujuan khusus 1 : Pasien dapat
membina hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi : setelah satu kali
interaksi pasien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat ; ekpresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah
yang dihadapi. Sedangkan pada kasus Tn. E penulis melakukan intervensi
sesuai dengan teori yang ada dengan menggunakan SP1 sampai SP3 pada
halusinasi.
4. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana penerapan
yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Pada diagnosa gangguan
persepsi sensori: halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan, yang terdiri dari strategi pelaksanaan untuk pasien dan
strategi pelaksanaan untuk keluarga.
32

5. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP. Dalam kasus
dapat dianalisis bahwa masalah teratasi kemudian dilanjutkan rencana SP
IV yaitu dengan minum obat.
6. Analisa pemenuhan kebutuhan keamanan pada pasien halusinasi yang
didapatkan tindakan yang didasarkan pada TUM dan TUK telah
terlaksana, dan ditarik kesimpulan bahwa metode yang diterapkan
termasuk dalam kategori efektif untuk menujang kesembuhan pasien.

b. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang
diharapkan bermanfaat.
1. Bagi rumah sakit, hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa yang
dibutuhkan pasien untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan perawat
professional guna membantu penyembuhan pasien.
2. Bagi pasien, perlunya peningkatan pengetahuan bagi pasien dan keluarga
dengan jiwa tentang informasi penyakit yang diderita, khususnya
pencegahan supaya tidak terjadi kekambuhan dan rutinitas dalam minum
obat.
3. Bagi institusi, memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan
prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui
praktek klinik dan pembuatan laporan khususnya pada keperawatan jiwa.
33

4. Bagi keluarga, perlunya keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam
memperbaiki kesehatan keluarga yang menderita gangguan jiwa sehingga
pemecahan masalah yang dihadapi pasien dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Barry, Patricia D. (2003). Mental health and mental allness. New York,
Philadhelphia : Lippicot

Daniela Hubl, MD; Thomas Koenig, PhD; Werner Strik, MD; Andrea Federspiel,
PhD; Roland Kreis, PhD;Chris Boesch, MD, PhD; Stephan E. Maier,
PhD; Gerhard Schroth, MD; Karl Lovblad, MD; Thomas Dierks, MD.
Pathways That Make Voices White Matter Changes in Auditory
Hallucinations, www.archgenpsychiatry.com. diakses 19 April 2012

Doengoes, Marilynn E. (2007). Rencana asuhan keperawatan psikiatri / Marilynn
E. Doengoes, Mary C Townsend, Mary Frances Moorhouse ; alih bahasa,
Laili mahmudah [et. al]; editor bahasa Indonesia, Monica Ester. Edisi 3.
EGC. Jakarata

Keliat, Budi A. (2005). Proses keperawatan jiwa. Penerbit Ilmu Buku Kedokteran
; EGC. Jakarta

Mansjoer, A., Suprohalita, (2007) WI Wardhani, dan W. Setiowulan. 2003. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ke-3 Jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta

Ralph E. Hoffman, MD; Keith A. Hawkins, PsyD; Ralitza Gueorguieva, PhD;
Nash N. Boutros, MD;Fady Rachid, MD; Kathleen Carroll, PhD; John H.
Krystal, MD.Transcranial Magnetic Stimulation of Left Temporoparietal
Cortex and Medication-Resistant Auditory Hallucinations,
www.archgenpsychiatry.com, diakses19 April 2012

Stuart (2005). Proses keperawatan jiwa. Penerbit Ilmu Buku Kedokteran ; EGC.
Jakarta
Stuart, Gail Wiscarz (2005), Buku Saku Keperawatan Jiwa/Gail Wiscarz Stuart,
Sandra J. Sundeen : alih bahasa, Achir Yani S. Hamid : editor dalam
bahasa Indonesia, Yasmin Asih, Edisi 6, EGC, Jakarta

Tony Morrison, Behavioural and Cognitive Psychotherapy, 2001, 29, 257
276Psychology Services, Mental Health Services of Salford, Bury New
Road, Manchester, M25 3BL, UK. E-mail: tmorrison@psychology.mhss-
tr.nwest.nhs.uk

Townsend, Mary C,(2006), Buku saku diagnosa keperawatan pada keperawatan
psikiatri: pedoman untuk pembuatan rencana perawatan / Mary C.
Townsend ; alih bahasa, Novi Helena C. Daulima ; editor, Monica Ester.
Edisi 5. EGC. Jakarta

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa / Sheila L. Videback ;
alih bahasa Indonesia, Renata Komalasari, arifin Hany ; editor edisi
Indonesia, Pamilih Eko Karyuni. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai