DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV
Puji syukur kehadirat Allah Swt/Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kelompk dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Makalah Asuhan Keperawatan Pada Tn. H
Dengan Risiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Kalimantan Barat”.
Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak sehingga kelompok dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati perkenankan
kelompok menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Kelana Kusuma Dharma, S.Kp., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak
2. Bapak Ns. Raju Kapadia, S.Kep., M.Med.Ed Selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Pontianak
3. Ibu Ns. Halina Rahayu, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana Terapan
Keperawatan dan Profesai Ners
4. Bapak Ns. Mather, S.Kep., M.Sos selaku pembimbing akademik dari Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Pontianak
5. Ibu Nurbani, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing akademik dari Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Pontianak
6. Ibu Ns. Tri Mulyati, S.Kep selaku pembimbing kelompok kelolaan kasus di RSJ Kalimantan
Barat lapangan
7. Ibu Ns. Yuliasari, S.Tr.Kep selaku Kepala Ruang Bangsal Kakak Tua RSJ Kalimantan Barat
8. Seluruh teman sejawat Ners Muda gelombang pertama yang selalu memberi support dalam
berbagai hal.
Kelompok sangat menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan
kemampuan yang kelompok miliki. Oleh karena itu, koreksi, saran dan kritikan yang sifatnya
membangun penulis hargai demi kesempurnaan tesis ini.
ii
Akhir kata, semoga bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, mendapatkan imbalan yang
setimpal dari Allah SWT/Tuhan Yang Maha Esa
Singkawang, -Januari-2023
KELOMPOK IV
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iv
A. Latar Belakang.............................................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................................................4
C. Etiologi..........................................................................................................................................5
D. Pohon Masalah.............................................................................................................................6
G. Patofisiologi..................................................................................................................................8
H. Penatalaksanaan..........................................................................................................................8
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................24
iv
1
BAB I
LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa menurut undang-undang nomor 18 tahun 2014 yaitu kondisi seseroang
atau individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga mampu
menyadari segala potensi dan kemampuan diri, mengatasi tekanan, bekerja secara produktif
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Skizofrenia merupakan sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan perubahan
kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku. Skizofrenia merupakan suatu kondisi
gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku
yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi
dan perhatian yang keliru (Makhruzah, Putri, & Yanti, 2021). Prevalensi yang menderita
skizofrenia atau psikosis sebesar 7 % per 1000 dengan cakupan pengobatan 84, 9 % dan
gangguan prevalensi mental emosional yang di tunjukan pada usia 15 tahun keatas mencapai
9,8 % dari jumlah penduduk (Riskesdas, 2018).
Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku
sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki Risiko lebih tinggi berperilaku agresif dimana
perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pasien
skizoprenia sering dikaitkan dengan perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri
maupun orang lain ataupun berisiko juga dengan lingkungan sekitarnya, baik secara fisik,
emosional, seksual, dan verbal. Berdasarkan data tahun 2017 dengan Risiko perilaku kekerasan
sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang menunjukkan Risiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi
(Pardede, Siregar & Hulu, 2020).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang diekspresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat merusak lingkungan
sekitar Stuart, et al (2016 diambil dari Pardede 2020). Respon terhadap marah dapat
diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa perilaku
kekerasan, sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Penderita gangguan jiwa didunia berjumlah 450 juta jiwa termasuk skizofrenia (WHO, 2017).
Kasus Gangguan Jiwa Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2018
meningkat. Peningkatan ini terlihat dari kenaikan prevalensi rumah tangga yang memiliki
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Indonesia menjadi 7 premil rumah tangga artinya per
1000 rumah tangga terdapat 7 rumah tangga dengan ODGJ, sehingga jumlahnya diperkirakan
sekitar 450 ODGJ berat.
Faktor psikologis yang dapat menyebabkan pasien mengalami Risiko prilaku kekerasan
yaitu : Kepribadian yang tertutup, kehilangan, aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga. Pada
aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain. Adapun
dampak yang ditimbulkan oleh pasien yang mengalami perilaku kekerasan yaitu kehilangan
kontrol akan dirinya, dimana pasien akan dikuasi oleh rasa amarahnya sehingga pasien dapat
melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, bila tidak ditangani dengan baik maka perilaku
kekerasan dapat mengakibatkan kehilangan kontrol, risiko kekerasan terhadap diri sendiri,
orang lain serta lingkungan (Sepalanita & Khairani, 2019)
Risiko perilaku kekerasan merupakan gejala dari pasien skizofrenia yang dapat dikontrol
melalui terapi Aktivitas Kelompok.Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok pasien bersamasama dengan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau arahkan oleh perawat spesialis jiwa atau perawat jiwa yang telah terlatih. Terapi kelompok
adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi
Pasien dengan gangguan interpersonal. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan kemampuan mengontrol perilaku kekerasan setelah dilakukan Terapi Aktivitas
kelompok stimulasi persepsi adalah konsentrasi dan adanya ketertarikan responden terhadap
Terapi Aktivitas Kelompok yang dilaksanakan, sehingga setelah dilaksanannya TAK ini,
kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan dapat mengalami peningkatan
(Pardede & Laia., 2020).
Tindakan yang diberikan secara kelompok yaitu terapi aktivitas kelompok (Direja (2011,
diambil dari Arisandy, Sunarmy 2018). Lancester, (2011) mengemukakan beberapa aktivitas
digunakan pada terapi aktivitas kelompok, yaitu menggambar, membaca puisi, mendengarkan
musik, mempersiapkan meja makan dan kegiatan sehari-sehari lainnya. Direja, (2011)
menyatakan bahwa beberapa keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas
kelompok meliputi dukungan (support), pendidikan meningkat pemecahan masalah,
meningkatkan hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada
klien dengan gangguan orientasi realitas.
Terapi yang tepat untuk mengatasi Risiko prilaku kekerasan adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sensori, untuk
memusatkan perhatian, kesegaran jasmani dan mengespresikan perasaan.Terapi ini dilakukan
menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dalam kehidupan
2
untuk mendiskusikan dalam kelompok. Dengan aktifitas kelompok ini, maka akan memberikan
dampak positif dalam upaya pencegahan, meningkatkan pengobatan, dan pemulihan kesehatan
(Pratiwi., 2020).
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah mengikuti kegiatan ini Pasien dapat lebih menerapkan stategi pelaksanaan
Risiko Perilaku Kekerasan secara fisik dan sosial dalam mengontrol Risiko Perilaku
Kekerasan.
2. Tujuan khusus
a. Pasien dapat mengekspresikan perasaannya lewat cerita.
b. Pasien dapat mengetahui cara mengendalikan Risiko Perilaku Kekerasan
dengan SP.
c. Pasien dapat melakukan aktivitas kognitif dengan mendengarkan, bersosialisasi,
menebak ekspresi wajah, mempraktikkan SP Risiko Perilaku Kekerasan.
3
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan
dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan
atau riwayat perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan
ditujukan pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi
lebih merujuk pada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)
C. Etiologi
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi risiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi meliputi :
a. Psikologis menjadi salah satu faktor penyebab karena kegagalan yang dialami dapat
menimbulkan seseorangmenjadi frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau
perilaku kekerasan.
b. Perilaku juga mempengaruhi salah satunya adalah perilaku kekerasan, kekerasan
yang didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka perilaku tersebut diterima
sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku
yang wajar.
c. Sosial budaya dapat mempengaruhi karena budaya yang pasif-agresif dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolaholah
kekerasan adalah hal yang wajar.
d. Bioneurologis beberapa pendapat bahwa kerusakan pada sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang
terjadi perilaku kekerasan
2. faktor presipitasi yang meliputi :
a. Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkohlisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
5
f. Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
D. Pohon Masalah
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berprilaku pasif, asertif, dan agresif/ perilaku
kekerasan (Stuart dan Laraia, 2005 dalam Dermawan dan Rusdi 2013).
1. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan atau menyakiti orang
lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu.
6
2. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk mengungkapakn
perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan dengan tujuan menghindari suatu
ancaman nyata.
3. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang sangat tinggi atau
ketakutan (panik)
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa bersalah dapat menimbulkan kemarahan yang
dapat mengarah pada perilaku kekerasan. Respon rasa marah bisa diekspresikan secara
eksternal (perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik). Mengekspresikan
marah dengan perilaku konstruktif, menggunakan kata-kata yang dapat di mengerti dan
diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan
ketegangan sehingga perasan marah dapat teratasi. Apabila perasaan marah diekspresikan
dengan perilaku kekerasan biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian
tidak menyelesaikanmasalah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang berkepanjangan
dan perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan rasa marah dilakukan individu seperti pura-
pura tidak marah atau melarikan diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulakn rasa bermusuhan yang lama dan suatu
saat akan menimbulkan perasaaan destruktif yang ditunjukan kepada diri sendiri. (Dermawan
dan Rusdi 2013).
7
G. Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah. Respon
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa
marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain.
Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat
teratasi. Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan dapat
menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep,
2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat,
individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikandiri dari rasa marahnya, sehingga rasa
marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama,
pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya :
clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
dipergunakan dosis efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak adajuga
maka dapat digunakan transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi
meskipun demikian keduannya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan
atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun
berkomunikasi, karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai
bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
3. Peran serta keluarga
8
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber daya pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer), mengulangi
perilaku maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive
sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara optimal.
4. Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku tindakan
yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terpai adalah perilaku pasien
(Prabowo, 2014).
9
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. H (L) Tanggal Pengkajian : 17 Januari 2023
Umur : 39 Tahun RM No. : 016XXX
Kekerasan seksual
Penolakan
Tindakan criminal
Jelaskan No.1,2,3 :
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : 130/87 mmHg N : 80 x/m S : 36,5°C P : 20 x/m
2. Ukur : TB : 160 cm BB : 55 Kg
3. Keluhan fisik Ya √ Tidak
Jelaskan : Klien tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan :
11
2. Konsep diri :
d. Ideal diri : Klien ingin pulang ke rumah, klien mengatakan dirinya ingin cepat
sembuh supaya dapat merawat ibunya kembali
e. Harga diri : Klien berhubungan baik dengan keluarga dan dihargai sebagai seorang
anak dan abang
3. Hubungan Sosial :
a. Orang yang berarti : Klien mengatakan orang tua adalah orang yang berarti
dalam hidupnya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat : Klien mengatakan tidak pernah terlibat
dalam kelompok masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Klien mengatakan tidak ada hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
4. Spiritual :
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama Khatolik dan meyakini bahwa sakitnya pada saat ini
adalah ujian dari Tuhan.
b. Kegiatan ibadah : Klien tidak lupa untuk selalu
berdoa Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
keperawatan
12
Apatis Lambat Membisu Tidak mampu memulai
√ pembicaraan
Jelaskan : Pembicaraan klien lambat, tidak cepat, karakteristik kata sesuai apa yang diucapkan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3. Aktivitas Motorik
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
√ √
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan : Klien berada di ruang dikarenakan klien mengatakan jika diluar takut tidak dapat
mengontrol diri. Jika sedang emosi klien sering berdiam diri, duduk. Jika diajak bicara klien
sering menatap dengan tatapan tajam
Masalah Keperawatan : risiko perilaku kekerasan
4. Alam Perasaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira
berlebihan
Jelaskan : Klien saat ini tampak tenang
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
7. Persepsi
Halusinasi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
√
Pengecapan Penghidu
13
Jelaskan : Klien mengatakan awal masuk Rumah Sakit biasa mendengarkan bisikan yang
menyuruh untuk melakukan kebaikan, dan tidak melakukan kekerasan lagi. Jika mendapat
bisikan hal jelek pasien dapat menghardik bisikan secara mandiri
Saat dikaji halusinasi pendengaran sedang tidak
terjadi Masalah Keperawatan : Halusinasi
pendengaran
8. Proses Pikir
Sirkumstansial Tangensial Kehilangan asosiasi
9. Isi Pikir
Jelaskan : Klien saat ini tidak merasa curiga terhadap orang lain
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
14
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi
15
Jelaskan : Klien dapat mengingat jangka panjang yaitu ketika masa klien sekolah, klien dapat
mengingat jangka pendek yaitu dapat mengulangi cara mengontrol halusinasi atau suara-suara
yang didengar.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih Tidak mampu Tidak mampu
Berkonsentrasi berhitung sederhana
Jelaskan : Klien mampu mengingat apa yang disampaikan perawat dan dapat berhitung
sederhana dengan benar
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
13. Kemampuan Penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna
√
Jelaskan : Klien berada di ruang dikarenakan klien mengatakan jika jika diluar takut tidak dapat
mengontrol diri. Klien mengerti apa yang harus dilakukan ketika sedang emosi
Masalah Keperawatan : Risiko perilaku kekerasan
Jelaskan : Klien tidak mengingkari penyakit yang diderita, klien mengetahui bahwa sedang
sakit dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
16
Aktivitas sebelum/sesudah tidur : Klien berinteraksi dengan pasien lain
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
√
7. Pemeliharaan kesehatan
Ya Tidak
Perawatan lanjutan
√
Sistem pendukung
√
8. Aktivitas di dalam rumah
Ya Tidak
Mempersiapkan makanan √
Menjaga kerapihan rumah √
Mencuci pakaian √
Pengaturan keuangan √
Lainnya….. Lainnya…..
17
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL
√ Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : Klien merasa tidak terlibat dalam
kelompok lingkungan
√ Masalah dengan pendidkan, spesifik : tidak ada masalah tentang pendidikan klien
√ Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Klien mengatakan tidak bekerja hanya bantu-
bantu di rumah.
Koping Obat-Obatan
Lainnya : Klien mengatakan mengetahui bagaimana cara penanganan dan cara merawat
penyakit yang di derita saat ini
18
XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Halusinasi pendengaran
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Koping individu tidak efektif
Perawat
Kelompok
19
ANALISA DATA
16/01/23 Ds:
- Klien mengatakan Klien dibawa Resiko Perilaku Kekerasan (D.0146)
oleh keluarga ke Rumah Sakit
Jiwa karena mengamuk,
marah,dan memukul
keluarganya
- Klien mengatakan sudah pernah di
rawat di Rumah Sakit Jiwa
sebelumnya.
- Klien di rumah tidak teratur
minum obat sehingga kambuh
kembali
- Klien mengatakan melakukan
kekerasan sebab bisikan untuk
memukul karena anggota
keluarga tidak mau membantu
untuk merawat sang ibu yang
sedang stroke
- klien mengatakan jika diluar takut
tidak dapat mengontrol diri. Jika
sedang emosi klien sering berdiam
diri, duduk.
- Klien mengerti apa yang harus
dilakukan ketika sedang emosi
Do:
- Jika diajak bicara klien sering
menatap dengan tatapan tajam
- Klien tampak gelisah
Causa: Halusinasi
20
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
21
CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/
Waktu IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
Selasa/17- SP 1 S:
1-2023 1. Mengidentifikasi Pasien mengatakan mengamuk jika
penyebab resiko perilaku keinginan tidak dituruti dan emosi
kekerasan terhadap keluarga. Ketika marah
2. Mengidentifikasi tanda cenderung ingin memukul orang
dan gejala resiko perilaku lain
3. Menyebutkan cara
mengontrol resiko perilaku O:
kekerasan dengan latihan fisik 1. Antusias dan Bersemangat dalam
: Tarik nafas dalam dan pukul menjawab pertanyaan yang di
bantal kasur. ajukan oleh perawat dan mampu
4. Membantu pasien latihan tarik mengulangi tindakan yang telah
nafas dalam dan pukul bantal di ajarkan.
RTL : 2. Pasien mampu melakukan latihan
Sp2 : Resiko perilaku kekerasan. tarik nafas dalam dengan mandiri
1. Mengontrol resiko 3. Pasien mampu pukul bantal
perilaku kekerasan dengan mandiri
dengan minum obat
secara teratur. A: Resiko perilaku kekerasan
Sp3 : Resiko Perilaku
Kekerasan. P:
1. Komunikasi secara 1. Tarik nafas dalam 1x/hari
verbal : 2. Pukul kasur bantal 1x/hari.
Asertif/Bicara baik-
baik
Rabu/18- S:
1-2023 1. Mengevaluasi kemampuan Pasien mengatakan merasa senang
pasien tarik nafas dalam dan telah mampu mengontrol emosinya
pukul kasur setelah perawat menjelaskan
SP 2: bagaimana cara mengontrol emosi dan
1. Minum obat minum obat secara teratur
2. Komunikasi secara verbal
: asertif/bicara baik-baik O:
RTL: 1. Pasien mampu melakukan tarik
Sp4 : Resiko Perilaku nafas dalam dengan mandiri.
Kekerasan. 2. Pasien memukul bantal secara
Spritual : Spiritual (Berdoa mandiri ketika sedang emosi
kepada tuhan yang maha Esa) 3. Pasien mampu mengontrol amarah
dengan minum obat secara teratur
4. Pasien mampu mengungkapkan
marah dengan verbal yang baik
A; Resiko Perilaku Kekerasan
P:
1. Latihan tarik nafas dalam
2. Latihan pukul bantal 1x/hari
3. Minum obat secara teratur dibantu
22
oleh keluarga
4. Pasien melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara baik-
baik.
kamis/19- SP 4: S:
1-2023 1. Mengevaluasi Klien mengatakan masih mendengar
kemampuan pasien dalam bisikan yang tidak jelas
tarik nafas dalam dan O:
pukul bantal kasur, minum Pasien mampu melaksanakan kegiatan
obat secara teratur dan ibadah dengan baik, misalnya berdoa
berbicara baik- baik. Klien sudah minum obat sesuai dengan
2. Melatih pasien untuk dosis yang didapat
melakukan kegiatan spritual klien meminum obat sesuai dengan
yang sudah diatur (berdoa yang diberikan dan waktu yang sudah
pada Tuhan Yang Maha ditetapkan
Esa) A:
RTL: Resiko Perilaku Kekerasan
Resiko perilaku kekerasan : P:
Follow up dan evaluasi Sp 1-4 1. Latihan tarik nafas dalam dan
Resiko Perilaku Kekerasan. pukul kasur bantal
2. Minum obat secara teratur
3. Latihan melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara baik-
baik
4. Melatih pasien untuk melaksakan
kegiatan beribada seperti berdo’a
Jumat/20- SP 4: S:
1-2023 Mengevaluasi kemampuan Klien mengatakan masih mendengar
pasien dalam tarik nafas dalam, bisikan, tetapi tidak melakukan
pukul bantal kasur, minum obat kekerasan
secara teratur, berbicara baik- O:
baik dan melakukan kegiatan 1. Pasien mampu mengontrol amarah
spiritual yang sudah diatur dengan minum obat secara teratur
2. Pasien mampu melaksanakan
kegiatan ibadah dengan baik,
misalnya berdoa
A:
Resiko Perilaku Kekerasan
P:
1. Latihan tarik nafas dalam dan
pukul kasur bantal
2. Minum obat secara teratur
3. Latihan melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara baik-
baik
Melatih pasien untuk melaksakan
kegiatan beribada seperti berdo’a
23
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan
hilanngya nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa
yang tergangangu maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta
dengan konseling. Upaya terbesar untuk penangan penyakit gangguan jiwa
terletak pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah
bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit
skizofrenia (Pitayanti, & Hartono, 2020).
Risiko perilaku kekerasan merupakan gejala dari pasien skizofrenia yang
dapat dikontrol melalui terapi Aktivitas Kelompok. Terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi merupakan terapi yang diberikan dengan
menstimulus semua panca indra pada pasien sehingga terjadi perubahan
perilaku dan memberikan respon yang adekuat. Kemampuan persepsi
Pasien akan di evaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesinya (Arisandy &
Sunarmi, 2018).
Salah satu terapi modalitas yang dapat membantu membangun hubungan
pasien dengan orang lain adalah Terapi Aktivitas Kelompok, dengan terapi
aktivitas kelompok, pasien dapat bersosialisasi, mengetahui konteks
kenyataan, menyalurkan energi, dan meningkatkan harga diri, sehingga
pasien dapat mengontrol emosi (Pardede & Ramadia, 2021).
B. Saran
Diharapkan bagi tenaga perawat menjadikan Terapi Aktivitas Kelompok
stimulasi persepsi sebagai tindakan keperawatan untuk setiap pasien
dengan masalah gangguan jiwa khusunya pasien Risiko Prilaku
Kekerasan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sepalanita &
Khairani (2019), Stimulasi persepsi yang diberikan pada Pasien Risiko
Perilaku Kekerasan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan mengenal dan mengontrol prilaku kekerasan baik secara fisik
maupun secara sosial.
DAFTAR PUSTAKA