Dibalik ombak putih sinar mentari menyambut pagi, bersinar cerah tersenyum
pada kehidupan.
Pagi itu Salma segera ke pantai tanpa sepengetahuan ibu. Disana ia pun
berlari dan mengambil koral putih lalu dilemparkan koral itu pada ombak yang
datang lalu ia berteriak sekencang-kencangnya ia berharap agar ombak mau
mendengarkan teriakannya itu.
“Ombak…., apa yang kau inginkan dariku?, kenapa kau selalu saja memanggilku
setiap hari. Ombak…., apa yang kau pinta dariku?”.
Tiba-tiba teriakan itu terhenti oleh air mata dan isakan tangisnya.
“Maaf, kamu kenapa?”.
Ia pun terperanjat dan terkejut mendengar suara laki-laki yang tiba-tiba
saja berdiri dibelakangnya.
“Kenapa kamu menangis?”.tanya lelaki yang seumuran dengan gadis itu seakan-
akan ia telah mengetahui apa yang sedang dialami oleh gadis itu
“Siapa kamu?”, ia pun kembali bertanya sambil mundur beberapa langkah.
“Perkenalkan, namaku Dharma”. Sambil menjulurkan tangan yang disambut ramah
oleh sinar mentari pagi dan debur ombak, tetapi tidak bagi tangan Salma.
“Aku tak menginginkan kehadiran siapapun disini karena takkan ada orang yang
mengerti bahwa ombak selalu memanggilku dan hadir dalam mimpi-mimpi ibuku. Dia
berbisik, berbisik menginginkan kehadiranku”.
“Ombak tak pernah berbisik, ia tak pernah menginginkan kehadiranmu, ia hanya
menginginkan kebaikanmu dan perlindunganmu. Jika kau ingin selalu mendengarkan
deburannya, maka tengoklah, cegah yang buruk sebelum menimpanya”.
Setelah ia berkata-kata, ia pun meninggalkan gadis itu yang masih dalam
keadaan tercengang oleh kata-katanya.
“ Tunggu!, Namaku Salma”.
Diapun berbalik dan hanya meninggalkan senyum pada gadis itu. Setelah itu ia
baru sadar dan tahu kalau mimpi itu hanyalah pesan untuknya agar tetap menyayangi
dan melindungi laut dari kerusakan, ia pun segera pulang dan menceritakan pada
ibunya yang sedang sibuk memasak sambil menyiapkan ikan-ikan hasil tangkapan bapak
yang mau di bawa ke pasar
“Ibu…ibu…, Dharma telah menjelaskan semuanya padaku”.
Ibunya pun terharu karena ia tidak pernah melihat anaknya se-gembira pagi
itu akhir-akhir ini
“Dharma? Dharma siapa?” Tanya ibunya semakin penasaran
“Dharma, ya dia itu bu yang mengartikan mimpi-mimpi ibu. Dia telah mengartikan
semua mimpi itu, mimpi itu bukanlah apa-apa, tapi ombak telah berpesan pada kita,
jika dipikir-pikir sudah bertahun-tahun nelayan di kampung ini telah membuat
rakitan bom maupun racun untuk menangkap ikan-ikan di laut dan ombak hanya
menginginkan perlindunganku bu, perlindungan kita”.
“hmhmm… syukurlah nak kalau begitu, kita memang harus tetap mencintai laut itu dan
menjaganya dari kerusakan karena kita bisa makan sehari-hari juga dari laut” kata
ibu sambil membelai rambut putrinya yang lurus kemerah-merahan itu.
Keesokan paginya, ia melihat dari jendela rumah kayunya dan telah terlihat
Dharma berdiri di tepi pantai, kemudian ia pun bergegas berlari mendekatinya.
“Kamu…Dharma?”
“O…. kamu yang kemarin itu kan?”, dia pun balik bertanya dengan senyuman
setengah meledek.
“Ya, aku hanya ingin minta maaf atas kata-kataku yang kasar terhadapmu
kemarin”.
“Sudahlah, ndak apa-apa aku ngerti kok”.
“Dharma,” panggilnya agak malu-malu
“Ya…?”
“Maukah kamu mengartikan mimpi-mimpiku yang semalam?”. Sambil menundukkan
muka yang memerah karena disaksikan oleh mentari pagi, ombak pun wira-wiri, dan
angin pantai yang sepoi-sepoi pun ikut meledeknya
“Maaf, aku bukan orang yang ahli dalam mengartikan mimpi, dan yang kemarin
itu mungkin hanya kebetulan saja, memangnya….kamu mimpi apa semalam?”
“Aku mimpi kalau kau telah berbisik padaku, bukan lagi ombak. kau telah
berbisik dalam mimpiku untuk hadirku dalam hidupmu”.
Hendi Solihuddin
S. Inggris
052154251
May 22nd 2009