Anda di halaman 1dari 19

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi
Berdasarkan Peta Geologi lembar Ternate, Maluku Utara yang diterbitkan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung, fisiografi Pulau Halmahera
dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu Mendala Halmahera Timur, Halmahera
barat, dan Busur Kepulauan Gunung Api Kuarter.
a. Mendala Fisiografi Halmahera Timur
Mendala Halmahera Timur meliputi lengan timur laut, lengan tenggara, dan
beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mendala ini terdiri
dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian
mempunyai morfologikarst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan
cerminan batuan keras. J enis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa.
Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan yang relatif
rendah dan lereng yang landai.
b. Mendala fisiografi Halmahera Barat
Mendala Halmahera Barat bagian utara dan lengan selatan Halmahera. Morfologi
mendala berupa perbukitan yang tersusun atas batuan sedimen, pada batugamping
berumur Neogen dan morfologikarst dan dibeberapa tempat terdapat morfologi kasar
yang merupakan cerminan batuan gunung api berumur Oligosen .

c. Mendala busur kepulauan gunung api kuarter
Mendala ini meliputi pulau-pulau kecil di sebelah barat pulau Halmahera.
Deretan pulau ini membentuk suatu busur kepulauan gunung api kuarter. Sebagian
pulaunya mempunyai kerucut gunung api yang masih aktif.



11

2.1.2 Stratigrafi
Pulau Halmahera terletak di antara pulau Sulawesi dan Papua, pada pusat
lempeng mikro yang sangat rumit dan berada pada batas pertemuan tiga lempeng
(Australasia, Eurasia, dan Pasifik). Halmahera memiliki sejarah tektonik yang mirip
dengan Sulawesi, terlihat dari bentuknya yang menyerupai huruf K.
Geologi lengan timur dan barat Halmahera sangat berbeda bukan hanya secara
tektonik tetapi juga evolusi formasi geologinya telah menghasilkan jalur yang sangat
berbeda. Lengan timur Halmahera memiliki batuan ultrabasa sebagai batuan dasar dan
batuan sedimen di atasnya dari Formasi Dodoga dan Formasi Dorosagu yang berumur
Eosen. Setelah ada jeda waktu sedimentasi sejak Eosen Akhir hingga Oligosen Awal,
terjadi aktivitas vulkanik yang menghasilkan material vulkanik. Sementara itu terbentuk
batuan sedimen dan batuan karbonat. Selama Kala Kuarter Halmahera Timur mengalami
pengangkatan dan erosi.
Laut Maluku di sebelah Barat Halmahera merupakan zona tumbukan antara
busur vulkanik Sangihe dan Halmahera. Tunjaman ke arah Timur dari lempeng samudra
Maluku di bawah lempeng laut Halmahera dan Filipina sejak Paleogen telah
menghasilkan empat busur vulkanik di lengan Barat Halmahera, yaitu: Formasi Bacan (?
Paleogen), Formasi Gosowong (? Miosen Akhir), Formasi Kayasa (Pliosen) dan Formasi
Vulkanik Kuarter yang masih aktif hingga saat ini (Gambar 2.1). Formasi-formasi ini
dipisahkan oleh ketidak selarasan menyudut yang memiliki jeda waktu yang cukup
panjang (Marjoribanks, 1997, dalam Richard dan Priyono, 2004).
12


Gambar 2.1 Geologi regional Halmahera (Daniel J .Olberg dkk, 1999)

Formasi Gosowong didominasi oleh batuan vulkanik bersifat andesitik sampai
dasitik dan batuan vulkaniklastik. Dari hasil dating (
40
Ar/
39
Ar) terhadap batuan basaltik-
andesit dari Formasi Gosowong didapatkan umur dengan kisaran 5,4Ma sampai 2,6Ma.
Kisaran waktu yang besar ini mungkin dikarenakan hilangnya argon selama proses
tektonik yang luas paska pengendapan, intrusi dan alterasi yang mempengaruhi Formasi
13

Gosowong. Bukti geologi menunjukkan bahwa umur yang tertua (5,6Ma atau Miosen
Akhir) seharusnya digunakan sebagai umur minimum dari Formasi Gosowong
(Majoribanks,1998, dalam Olberg dkk, 1999). Formasi Gosowong tertutup secara tidak
selaras oleh batuan vulkanik dari Formasi Kayasa.

Formasi Kayasa didominasi oleh lava dan breksi. Lava ini berkomposisi basaltik
sampai andesitik, berwarna abu-abu gelap sampai kehitaman; mineral gelapnya sebagian
besar piroksen, bertekstur porfiritik dengan feldspar sebagai fenokris. Breksi formasi ini
memiliki komponen andesitik dan basaltik, dengan warna abu-abu terang sampai abu-
abu gelap; bertekstur afanitik sampai faneritik, matriks pasir halus sampai sedang, tidak
terpilah dengan baik, sebagian umumnya terkloritisasi. Formasi ini deperkirakan
berumur Pliosen.
Kedua Formasi di atas kemudian secara lokal diintrusi oleh andesit porfiri dan
diorit kuarsa, yang kadang-kadang berasosiasi dengan mineralisasi emas-tembaga.















14

Tabel 2.1. Modifikasi Unit Stratigrafi Halmahera dari Sukamto, 1989

15

2.1.3 Struktur Geologi
Halmahera Timur dan Barat mewakili dua daerah tektonik yang berbeda.
Perkembangan tektonik Halmahera Timur yang dapat dilihat diperkirakan dimulai antara
Kapur Akhir sampai Awal Tersier. Elemen struktur utama Halmahera adalah:
1. Sesar naik berarah Utara Selatan di bagian tengah dan lengan selatan
Halmahera. Di Halmahera tengah jalur lipatan sesar naik ini membentuk batas
antara batuan dasar ofiolitik di bagian Timur dan batuan dasar busur vulkanik
dibagian Barat. Di lengan Selatan, basemen vulkanik ini diterobos oleh sedimen
Neogen.
2. Sesar konjugate berarah Timurlaut Baratdaya dan Barat-Baratlaut Timur-
Tenggara yang muncul di seluruh daerah ini. Set yang terakhir meliputi sesar
transform yang berasosiasi dengan busur vulkanik aktif.
3. Sesar normal listrik berarah Utara Selatan dan Timur Barat seperti pada urat
kuarsa Gosowong dan Ruwait.
4. Batuan berumur Pliosen di lengan utara di daerah Gosowong terlipat dengan
arah Sumbu Timur Barat.

16


Gambar 2.2 Setting tektonik Halmahera (Hall, 1999)

2.2 Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi
2.2.1. Alterasi Hidrothermal
Fluida epitermal biasanya temperaturnya berkurang bersamaan dengan
berkurangnya kedalaman dan bertambahnya jarak dari saluran fluida. Paleoisotherm dan
saluran fluida dapat diketahui dengan memetakan mineral alterasi hidrothermal yang
terdapat di dalam vein dan batuan induknya. Dalam hal ini, geothermometer mineral
alterasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat ubahan suatu sistem; daerah yang
mengindikasikan paleotemperatur yang rendah adalah baik, sementara indikasi
paleotemperatur yang tinggi menunjukkan terbatasnya keterusan bijih epitermal ke arah
kedalaman terbatas (Hedenquist, 1997).




17


Gambar 2.3 Sistem Vulkanik Hidrotermal (Hedenquist, 1997)

Banyak variabel yang mempengaruhi formasi mineral alterasi dalam sistem
hidrothermal. Ada enam faktor utama yang mempengaruhi mineral alterasi Corbett dan
Leach, 1996) yaitu:
1. Temperatur
2. Komposisi kimiawi fluida
3. Konsentrasi/kepekatan
4. Komposisi batuan induk
5. Lama aktifitas atau derajat kesetimbangan
6. Permeabilitas
18

1. Temperatur
Temperatur yang meningkat akan mempengaruhi stabilitas dan akan membentuk
mineral yang lebih sekikit kandungan airnya. Ini khususnya terlihat pada mineralogi
silikat lempung yang pada temperatur yang lebih tinggi akan membentuk urutan
mineral-mineral sebagai berikut: smektit, smektit-illit, illit-smektit, illit dan mika putih.
Temperatur juga mempengaruhi tingkat kristalinitas suatu mineral. Temperatur
yang lebih tinggi akan membentuk fasa yang lebih kristalin. Seperti pada kaolin, kaolin
dengan bentuk yang tidak teratur terbentuk pada suhu yang rendah, pada suhu yang
tinggi akan terbentuk dikit dengan bentuk kristal yang bagus.
Berikut temperatur pembentukan dari beberapa mineral alterasi yang dibuat
berdasarkan (Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).
(Tabel 2.2)













19

Tabel 2.2 suhu pembentukan dari beberapa mineral alterasi
(berdasarkan Hedenquist,1997; Lawless dan white , 1997; Corbett dan Leach, 1996).
Mineral
alterasi
Hedenquist ,
1997
Lawless dan White,
1997
Corbett dan Leach,
1996
Kaolin <200
0
C <220
0
C <150-200
0
C
Dikit 150-250
0
C 200-250
0
C 150-250
0
C
Smektit <220
0
C <150 jarang sampai
200
0
C
<100-150
0
C
Illit-smektit 150-220
0
C 150-230
0
C 100-200
0
C
Illit >200
0
C 230-300
0
C 200-250
0
C
Serisit - >270
0
C >200-250
0
C
Klorit-smektit 100-180
0
C <230
0
C biasanya <200
0
C -
Klorit >120-300
0
C <300
0
C -
Pyrophyllit >100-300
0
C >260
0
C 200-250
0
C
Paragonit - >260
0
C -
Epidot >200-300
0
C >240
0
C 180-300
0
C
Prehnit - 210-300
0
C 250-300
0
C
Kalsit <300
0
C <300
0
C -
Ankerit - >120
0
C -
Phengit - - >250-300
0
C

2. Kimia/Komposisi Fluida
Komposisi fluida sangat mempengaruhi mineralogi alterasi, dengan temperatur
yang akan mempengaruhi posisi batas phase. Yang lebih penting dari konsentrasi
absolut adalah perbandingan unsur utama seperti: a
Na+
/a
H+
, a
K+
/a
H+
.


20

3. Konsentrasi/Kepekatan
Konsentrasi absolut pada fluida hidrothermal berpengaruh pada tipe mineralogi
alterasi, karena ini mempengaruhi derajat kejenuhan yang berkenaan dengan mineral-
mineral tertentu.
4. Komposisi Batuan Induk
Komposisi batuan induk juga berpengaruh sangat luas pada tipe mineralogi
alterasi. Mineralogi skarn terbentuk pada batuan induk calcareous/gamping. Adularia
sebagai bentuk sekunder dari k-feldspar akan dijumpai pada batuan induk yang kaya
pottasium (cotoh: rhiolit atau shoshonit). Paragonit (Na-mika) pada kondisi tertentu
merupakan produk alterasi dari albit, seperti juga muskovit yang terbentuk dari alterasi
feldspar potasik
5. Lama Aktifitas atau Derajat Kesetimbangan
Durasi dari sistem hidrothermal, atau waktu selama permeabilitas masih terbuka,
menentukan apakah kesetimbangan telah tercapai antara sirkulasi fluida dan batuan
induk.
6. Permeabilitas
Permeabilitas memiliki pengaruh yang nyata yang membuat batuan induk
berhubungan langsung dengan sirkulasi fluida hidrothermal. Alterasi philik dan argilik
biasanya berbatasan langsung dengan struktur utama atau dengan sistem vein dimana
fluida memiliki pH di bawah normal dikarenakan gas-gas yang larut, sedangkan Alterasi
propilitik biasanya terdapat pada batuan induk dengan permeabilitas rendah dan jauh
dari jalur fluida utama.




21

2.2.1.1 Kontrol Temperatur dan pH Dalam Mineralogi Alterasi.
Menurut Corbett dan Leach (1996) temperatur dan pH fluida merupakan dua
faktor yang paling utama yang mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal, seperti
yang terlihat pada Gambar 2.4 (Corbett dan Leach, 1996) membagi kelompok alterasi
menjadi 7 group utama:
1. Group Mineral Silika /kuarsa
Merupakan mineral yang stabil pada pH rendah <2. Pada kondisi yang sangat
asam ini, silika opalin, kristobalit, dan tridimit terbentuk pada suhu <100
0
C. Kuarsa
merupakan fase utama pada suhu yang tinggi. Pada kondisi pH fluida yang lebih tinggi,
silika amorf terbentuk pada suhu yang lebih dingin
2. Group Mineral Alunit
Alunit ternentuk pada pH yang sedikit lebih besar dari 2, terbentuk bersama
dengan group silika dalam rentang temperatur yang besar, berasosiasi dengan andalusit
pada temperatur yang tinggi (>300-350
o
C) dan korundum hadir pada suhu yang lebih
tinggi lagi. Ada 4 macam alunit, alunit steam-heated, alunit supergen, alunit magmatic,
dan alunit liquid.
3. Group Mineral Kaolinit
Dijumpai pada pH sekitar 4, biasa hadir bersama group alunit-andalusit-korundum
pada pH 3-4. Halloysit merupakan produk supergene utama group ini. Kaolinit terbentuk
pada kedalaman dangkal dan temperatur yang rendah. Dikit terbentuk pada suhu yang
tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terbentuk pirophilit. Diaspor setempat-
setempat dijumpai dalam zona silifikasi yang intens dengan group alunit dan/atau
kaolinit.
4. Group Mineral Illit
Terbentuk pada fluida dengan pH yang lebih tinggi (4-6). Smektit terbentuk pada
temperatur <100-150C, interlayer illit-smektit (100-200C), illit (200-250C), serisit
(muskovit) >200-250
o
C, phengit >250-300
o
C. Kandungan smektit pada interlayer illit
smektit akan berkurang bersamaan dengan naiknya temperature.
22

Interlayer illit-smektit dapat menunjukkan temperatur fluida hidrothermal pada
kisaran 160-220
0
C (Lawless dan White, 1997). Alterasi dengan mineral alterasi yang
dominan illit menunjukkan temperatur fluida pada kisaran 220-270
0
C (Lawless dkk,
1997). Sebagaimana illit umumnya stabil pada temperature lebih tinggi dari 220
0
C,
berkurangnya temperatur akan meningkatkan stabilitas smektit. Pada umumnya illit
banyak dijumpai pada zona permeabel dan permeabilitas berkurang dengan
bertambahnya mineral klorit (Lawless dkk, 1997).
5. Group Mineral Klorit
Pada kondisi pH yang sedikit asam mendekati netral, fase klorit-karbonat menjadi
dominan, dimana mineral ini terbentuk bersama dengan group illit pada lingkungan
transisi pH 5-6. interlayer klorit-smektit akan terbentuk pada temperatur rendah, dan
klorit akan dominan pada suhu yang lebih tinggi.
Klorit bukan merupakan mineral yang baik untuk indikator paleo temperatur,
karena dapat dijumpai pada temperatur rendah sampai temperatur lebih tinggi dari
300
0
C, tetapi mineral ini merupakan mineral yang baik untuk menunjukkan pH
pembentukan yang mendekati netral 6-7 (Lawless dan White, 1997).
6. Group Mineral Kalksilikat
Group kalksilikat terbentuk pada kondisi pH netral sampai alkali, pada temperatur
rendah membentuk zeolit-klorit-karbonat, dan epidot diikuti amfibol (umumnya
aktinolit) terbentuk pada temperatur yang lebih tinggi. Di beberapa sistem prehnit atau
pumpellyit dijumpai berasosiasi dengan epidot. Epidot dengan kristalinitas yang rendah
terbentuk pada suhu 180-220
0
C, pada kristalinitas yang lebih baik pada suhu yang lebih
tinggi (>220-250
0
C). Amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk pada suhu 280-300
0
C.
Biotit umumnya tersebar luas di dalam atau di sekitar intrusi porfiri dan terbentuk pada
suhu 300-325
0
C.




23

7. Phase Mineral Lain
Mineral Karbonat terbentuk pada range pH (>4) dan temperatur yang lebih
luas, dan berasosiasi dengan phase kaolin, illit, klorit, dan kalk-silikat. Mineral yang
termasuk dalam kelompok ini adalah siderit, rhodokrosit, ankerit, kutnahorit, dolomit,
magnesian-kalsit, dan kalsit.
Mineral Feldspar umumnya berassosiasi dengan phase klorit dan kalk-silikat,
terbentuk pada pH netral sampai basa. Mineral yang termasuk kelompok ini adalah albit,
adularia, dan orthoklas.
Mineral Sulfat terbentuk pada hampir semua suhu dan temperatur dalam
hidrothermal system. Mineral yang termasuk dalam kelompok ini adalah anhidrit,
gipsum, dan jarosit.


24

Ch-Sm / Ch
Silika
Zeo
Ct / Do
Ch-Sm / Ch
Silika
Cb
Ch / Ch-Sm
Q / Chd
Zeo
Ct / Do
Ch
Q / Chd
Ad / Ab
Ct / Do
Ch
I
Ab / Ad
Q
Cb
Ch
Cb
I-Sm
Q / Chd
Ch / Ch-Sm
Sm
Q / Chd
Ch, Q, Ep
Zeo, Ct / Do
Ad / Ab
Ch, Q, Ep
Ct / Do
Ad / Ab
Ep, Act, Ch, Q
Fsp, Ct / Do
Tr
Q
Ct / Do
Cpx
Q
Ct / Do
Ga, Q, Wo,
Ves, Mt
Act, Q
Fsp, Cb
Bio, Act
Fsp, Q
Bio, Fsp
Cpx, Mt
Ser
Fsp
Q
Ch
Cb
Mica / Ser
Fsp, Q
+Cb
Mica
Fsp, Q
+Cb
Ser
Q
Cb
Mica / Ser
Q
Cb
Mica
Q
+Cb
Mica, Cor
Q
Dik
Pyr
Ser, Q
Pyr
Ser
Q
Mica / Ser
Pyt
Q
And
Mica
Q
And, Mica
Q, Cor
Sm
Silica
Sm
Cb
Q / Chd
I-Sm
Q / Chd
Cb
I
Q
Cb
Hal
Sm
Silica
K, Sm
Silica
+Sid
K, Sm
Q
+Sid
K, I-Sm, Q
+Sid
K, Dik
I/ I-Sm
+Sid
Dik, I
Q
+Sid
Hal
Silica
K
Silica
K
Q
K, Dik
Q
+Dp
Dik
Q
+Dp
Dik
Oyr, Q
+Dp
Pyr
Q
+Dp
And
Pyr
Q
Al, Hal
Silica
Al, K
Silica
Al
K
Q
Al, K
Dik, Q
+Dp
Al
Dik, Q
+Dp
Al, Dik
Pyr, Q
+Dp
Al
Pyr, Q
+Dp
And
Al, Pyr
Q
Al
Op
Cr
Tri
Op
Cr
Tri
Silica
Al
Q
Q
And
Al
Q
W
e
i
L
a
u
S
i
b
,

H
e
u
,

M
o
r
,

C
h
a
b
,

N
a
t
Z
e
o
l
i
t
e
Calc - Silicate
Group
Chlorite
Group
Illite
Group
I - K
Group
Kaoline
Group
Al - K
Group
Alunite
Group
Si lica
Group
Condition of non-dissociation P
o
r
p
h
y
r
y
M
e
s
o
t
h
e
r
m
a
l
E
p
i
t
h
e
r
m
a
l
INCREASING pH
I
N
C
R
E
A
S
I
N
G

T
E
M
P
E
R
A
T
U
R
Potasik
Skarn
Phyllic
Propylitic
Argillic
Outer / Sub Propylitic
Advanced Argillic
Mineral Abreviation :
Ab-albite ; Act-actinolite ; Ad-adularia ; Al-alunite ; And-andalusite ; Bio-biotite ; Cb-carbonate (Ca, Mg, Mn, Fe) ;
Ch-chlorite ; Chab-chabazite ; Chd-chalcedony ; Ch-Sm-chlorite-smectite ; Cor-corondum ; Cpx-clinopyroxene ;
Cr-cristobalite ; Ct-calcite ; Do-dolomite ; Dik-dickite ; Dp-diaspore ; Ep-epidot ; Fps-feldspar ; Ga-garnet ;
Hal-hallosyite ; Heu-heulandite ; I-illite ; I-Sm-illite-smectite ; K-kaolinite ; Lau-leumontite ; Mt-magnetite ;
Mor-mordenite ; Nat-natrolite ; Op-opaline silica ; Pyr-pyirophylite
Gambar 2.4 Himpunan mineral alterasi sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1996).
25

2.2.1.2 Sistem Epitermal Sulfida Rendah
Sistem epitermal sulfidasi rendah zona alterasi potasik dan filik tidak ditemukan.
Zona alterasi yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah sebagai
berikut: silisifikasi, ini banyak terdapat bersama mineral bijih sebagai generasi multiple
dari kuarsa dan kalsedon yang umumnya disertai dengan adularia dan kalsit. Resapan
silisifikasi dalam urat biasanya diapit oleh serisit-illit-kaolinit. Alterasi argilik [kaolinit-
illit-montmorillonit (smektit)] biasanya terbentuk berdampingan dengan urat. Alterasi
argilik lanjut (kaolinit-alunit) ini dapat terbentuk di sepanjang bagian atas zona
mineralisasi. Alterasi propilitik dijumpai pada bagian yang lebih dalam dan menjauhi
vein.
Sistem epitermal terbentuk pada kedalaman kurang dari dari 1 km dari
permukaan pada temperatur kurang 300
0
C (umumnya 150
0
-250
0
C), dan dari fluida asal
meteorik, mungkin dengan sebagian tambahan dari magmatic. Sistem epitermal
umumnya dibedakan dari tipe endapan lainnya berdasarkan perbandingan emas dan
peraknya, komposisi batuan induk, dan tatanan geologinya. Banyak peneliti
membedakan tipe deposit emas epitermal menjadi dua yang pada awalnya dibedakan
sebagai serisit adularia dan sulfat acid. Sekarang lebih dikenal dengan sistem sulfida
tinggi dan sulfida rendah (Gambar. 2.5; Hedenquist, 1997).
26


Gambar. 2.5 Distribusi skematik dari alterasi hydrothermal berassosiasi dengan deposit
epitermal sulfidasi rendah dan sulfidasi tinggi(Hedenquist, 1997).

Deposit emas epitermal sulfidasi rendah terbentuk dari larutan hidrothermal yang
naik melalui zona rekah dan bereaksi dengan batuan samping dan air meteorik sehingga
pH nya terus berkurang hingga hampir netral. Sistem epitermal sulfidasi rendah ini
dicirikan oleh sulfur yang berkurang dan membentuk H
2
S (Corbett dan Leach, 1996).
Tatanan tektonik dari epitermal sulfidasi rendah umumnya terdapat pada
volcanic island, busur magmatik pada batas lempeng dan continental volcanic dengan
regime struktur extensional dan strike-slip.
2.2.2 Mineralisasi Hidrotermal
Mineralisasi adalah proses pembentukan endapan mineral logam atau non logam
yang terkonsentrasi dari satu atau lebih mineral yang dapat dimanfaatkan (Bateman dan
J ensen,1981).Emas pada mineralisasi ini umumnya berassosiasi dengan galena,
sphalerit, kalkopirit, dan sedikit pirit (Corbett dan Leach 1996). Pola mineralisasinya
yaitu mineral bijih yang mengisi rongga-rongga dan rekah (open space & cavity filling).
Zona bijih biasanya dibatasi oleh struktur, tetapi juga bisa muncul pada litologi yang
27

bersifat permeable. Urat yang lebar (memiliki lebar >1m dengan beberapa ratus meter
searah jurus) sampai urat-urat kecil dan stockworks biasanya memiliki penyebaran dan
pergantian yang lebih sedikit.
Mineral penyerta yang umum dijumpai pada epitermal sulfidasi rendah adalah:
kuarsa, ametis, kalsedon, struktur kalsit yang kemudian digantikan oleh kuarsa, kalsit,
adularia, serisit, barit, fluorit, rhodokrosit, hematit dan klorit.
Sistem epitermal sulfidasi rendah dapat dikelompokkan (Corbett dan Leach,
1996) sebagai berikut (Gambar 2.6):
Deposit yang berhubungan dengan porfiri menunjukkan hubungan yang sangat
dekat dengan sumber magmatik dan membentuk suatu kesatuan ke arah kerak
yang lebih dangkal dan semakin jauh dari sumber intrusi dibagi menjadi:
o Kuarsa emas perak sulfida
o Karbonat emas logam dasar
o Epitermal emas-perak kuarsa
Emas yang menggantikan batuan induk sedimen
Berdasarkan arah kedalaman, sistem epitermal Au-Cu-adularia-serisit dapat
dikelompokkan lagi sebagai berikut:
o Sinter dan breksi hidrothermal Au-Cu (deposit Hot spring)
o Urat kuarsa stockwork Cu-Au
o Urat pengisi rekah Au-Cu
28

Gambar 2.6 Model Deposit Bijih (Corbett dan Leach, 1996)

Anda mungkin juga menyukai