Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN KEBIJAKAN SUBSIDI BBM

Ivan Dwi Jatmiko



Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
djatmko86@yahoo.com

Because of the double-blind review, the authors information should not be included in this file.
Please put authors information in the separated Title Page.

Abstract: Kebijakan subsidi BBM adalah salah satu kebijakan yang selalu menimbulkan pro kontra
di kalangan masyarakat. Subsidi BBM saat ini sudah sangat membebani APBN terlihat dari
besarnya anggaran subsidi BBM tersebut. Dengan makin beratnya beban APBN karena subsidi
BBM maka perlu dilakukan tinjaun mengenai ketepatan subsidi BBM dan bagaimana mengurangi
besarnya subsidi BBM tersebut. Pada paper ini penulis akan menguraikan mengenai proporsi
subsidi BBM dalam APBN, ketepatan sasaran subsidi dan bagaimana mengurangi beban subsidi
BBM tersebut.
Keywords : Subsidi, Bahan Bakar minyak, anggaran
1. Introduction
1.1 Latar Belakang
Sekarang ini beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) cukuplah berat. Beban APBN
ini berupa utang publik yang cukup tinggi, subsidi yang semakin meningkat terutama subsidi BBM
dan penerimaan pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga minyak dunia yang diikuti dengan
penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS semakin menambah beban APBN.
Kebijakan subsidi yang dilakukan pemerintah selalu menimbulkan pendapat pro dan kontra. Ada
kalangan yang berpendapat bahwa subsidi itu tidak sehat sehingga berapapun besarnya, subsidi
harus dihapuskan dari APBN. Sementara pihak lain berpendapat bahwa subsidi masih diperlukan
untuk mengatasi masalah kegagalan pasar. Dalam setiap pembahasan subsidi mulai dalam tahap
penyusunan sampai pembahasan pastilah ditemui pro kontra. Hal ini tidak hanya terjadi di
Indonesia tetapi banyak negara yang juga menerapkan kebijakan subsidi. Malah tidak jarang
kebijakan subsidi ini dikaitkan dengan isu-isu politik sehingga dapat meningkatkan suhu politik
pemerintahan. Kita bisa lihat bahwa kebijakan subsidi ini sangat berhubungan dengan masyarakat
dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan di masyarakat itu sendiri. Hal inilah yang sering
menimbulkan pergolakan ketika kebijakan subsidi akan dibahas.
Subsidi dalam struktur APBN terdiri dari subsidi energi (subsidi BBM, LPG tabung 3 kg, dan LGV
serta subsidi listrik) dan subsidi nonenergi (subsidi pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi
PSO, subsidi bunga kredit program, dan subsidi pajak/DTP). Walaupun penyediaan anggaran
subsidi oleh Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini jumlahnya mengalami peningkatan yang
cukup besar, penyediaan anggaran subsidi tersebut harus tetap memperhatikan kemampuan
keuangan negara. Belanja subsidi yang terbesar dibandingkan dengan belanja subsidi lainnya
adalah belanja subsidi BBM.
Subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual
BBM, BBN, LPG tabung 3 kg dan LGV bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat,
sehingga dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Hal ini
disebabkan harga pasar (keekonomian) BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai
faktor eksternal, antara lain harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat.
Dalam paper ini akan dibahas mengenai beban subsidi bbm terhadap APBN dan pengaruhnya,
kenapa belanja subsidi bbm masih memegang pengeluaran subsidi terbesar, apakah tujuan dari
pemberian subsidi telah tepat sasaran dan apakah masih diperlukan subsidi bila memang pemberian
subsidi telah salah sasaran, alternative untuk mengurangi subsidi bbm dan manfaat pengurangan
subsidi BBM.
2. Metodologi
Penulis menggunakan metode kajian pustaka dalam memperoleh data yang relevan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan diatas. Dalam pembahasan penulis akan
menggunakan metode analisa deskriptif dalam menguraikan masalah yang ada dan mencari
korelasi atas rumusan masalah yang telah diuraikan.
3. Literature Review
3.1 Pengertian Subsidi
Subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah tangga
untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau mengkonsumsi
suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi,
tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran (output).
Menurut Wikipedia, mengutip tulisan Michael P Todaro, subsidi (juga disebut subvensi) adalah
bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi. Sebagian
subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen atau distributor dalam suatu industri untuk
mencegah kejatuhan industri tersebut (misalnya karena operasi merugikan yang terus dijalankan)
atau peningkatan harga produknya atau hanya untuk mendorongnya mempekerjakan lebih banyak
buruh (seperti dalam subsidi upah). Contohnya adalah subsidi untuk mendorong penjualan ekspor;
subsidi di beberapa bahan pangan untuk mempertahankan biaya hidup, khususnya di wilayah
perkotaan; dan subsidi untuk mendorong perluasan produksi pertanian dan mencapai swasembada
produksi pangan.(Todaro, 2009)
Kemudian menurut Suparmoko, subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk pengeluaran pemerintah
yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah pendapatan mereka yang menerima
subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil apabila mereka mengkonsumsi atau membeli
barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah dengan harga jual yang rendah. Subsidi dapat
dibedakan dalam dua bentuk yaitu subsidi dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam
bentuk barang atau subsidi innatura (in kind subsidy).4
3.1.1 Subsidi dalam Bentuk Uang
Subsidi bentuk ini diberikan oleh pemerintah kepada konsumen sebagai tambahan penghasilan atau
kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang.
Keunggulan subsidi dalam bentuk uang kepada konsumen:
a. Lebih murah bagi pemerintah daripada subsidi dalam bentuk penurunan harga,
b. Memberikan kebebasan dalam membelanjakannya.
3.1.2 Subsidi dalam Bentuk Barang
Subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu yaitu
pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu pula kepada
konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran dibawah harga pasar. Pengaruh subsidi
innatura adalah:
a. mengurangi jumlah pembelian untuk barang yang disubsidi tetapi konsumsi total bertambah,
misalkan pemerintah memberikan subsidi pangan tanpa harga dengan syarat konsumen tidak
boleh menjual kembali barang tersebut.
b. tidak mengubah konsumsi total, hal ini terjadi jika pemerintah disamping memberikan subsidi
juga menarik pajak yang sama besarnya dengan subsidi.
c. konsumsi menjadi terlalu tinggi (overconsumption), hal ini terjadi jika jumlah yang disediakan
oleh pemerintah lebih besar daripada jumlah sesungguhnya yang tersedia untuk dibeli
konsumen, misalkan suatu keluarga dengan 2 orang anak disubsidi rumah dengan 3 kamar
tidur. Padahal kalau subsidi dalam bentuk uang, keluarga itu hanya akan menggunakan rumah
dengan 2 kamar tidur.
d. konsumsi menjadi terlalu rendah (underconsumption), hal ini terjadi kalau jumlah subsidi yang
disediakan oleh pemerintah lebih kecil daripada jumlah yang diharapkan oleh konsumen,
misalkan pemerintah menyediakan rumah bersubsidi tipe 36 dengan 2 kamar tidur saja padahal
yang dibutuhkan konsumen rumah dengan tipe 54 dengan 3 kamar tidur.


3.2 Efek Subsidi
3.2.1 Efek Positif Subsidi
Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang memiliki positif
eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak sumber daya yang
dialokasikan ke barang dan jasa tersebut, misalnya pendidikan dan teknologi tinggi.7
3.2.2 Efek Negatif Subsidi
Secara umum efek negatif subsidi adalah:8
1. Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena konsumen membayar
barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada harga pasar maka ada kecenderungan
konsumen tidak hemat dalam mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi
lebih rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi pemborosan dalam
penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang disubsidi.
2. Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan mengakibatkan:9
a. Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi baru
dalam perekonomian
b. Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
c. Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak
3.3 Subsidi Energi
Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lembaga yang
menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar nabati (BBN),
liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas for vehicle (LGV) serta tenaga
listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat.
3.3.1 Kebijakan Subsidi BBM
Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2014 dijelaskan bahwa subsidi BBM, BBN, LPG tabung
3 kg dan LGV diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual BBM, BBN, LPG tabung 3 kg
dan LGV bersubsidi, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga dapat terjangkau
oleh daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Hal ini disebabkan harga pasar
(keekonomian) BBM sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai faktor eksternal, antara lain
harga minyak mentah di pasar dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Pada
saat ini, subsidi BBM hanya diberikan pada beberapa jenis BBM tertentu (minyak tanah/kerosene,
minyak solar/gas oil, dan premium). Selain itu, Pemerintah juga memberikan subsidi untuk LPG
tabung 3 kg dan LGV serta biofuel dalam rangka mendorong pemanfaatan energi nonfosil.


3.3.2 Konsep Subsidi BBM
a. Subsidi BBM adalah selisih harga BBM yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden (harga
eceran) dengan harga patokan BBM.
b. Disediakan untuk membantu menstabilkan harga barang (BBM) yang berdampak luas kepada
masyarakat.
c. BBM yang disubsidi adalah bahan bakar yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan
mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu, seperti jenisnya/kemasannya dan
penggunanya sehingga masih harus disubsidi dan ditetapkan sebagai Bahan Bakar Tertentu
(BBT).
d. Diterapkan kebijakan administered price untuk jenis BBM Premium, Minyak Tanah, dan Solar,
sehingga harga jual komoditinya lebih murah dari harga pasar.
e. Disalurkan melalui perusahaan negara (Pertamina) dan diupayakan lebih tepat sasaran.
3.3.3 Formula Perhitungan Subsidi BBM
Formula penghitungan subsidi BBM berdasarkan PP No.71 Tahun 2005, pasal 1 ayat 4 adalah
sebagai berikut :
Subsidi BBM = [ Harga Patokan BBM - ( Harga Jual Eceran BBM - Pajak) ] x Volume BBM
Penjelasan :
Harga patokan BBM adalah harga yang dihitung berdasarkan MOPS ditambah biaya distribusi
dan margin
Harga jual eceran BBM merupakan harga jual eceran per liter BBM dalam negeri.
Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor (PBBKB) 5%.













4. Hasil
4.1 Beban Subsidi BBM dalam APBN
Tabel 1.0 Belanja Pemerintah Pusat
Sumber : Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tabel 2.0 Belanja Subsidi 2008-2014

Sumber : Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Dari kedua tabel di atas dapat kita ketahui bahwa belanja subsidi dari tahun ke tahun selalu
meningkat dan pada tahun 2014 proporsi belanja subsidi tersebut mendominasi belanja
pemerintahan pusat dengan nilai RP336.241,8 miliar. Belanja subsidi tersebut terdiri dari belanja
subsidi energy senilai Rp284.659,5 miliar dan subsidi non energi senilai Rp51.582,3 miliar. Dalam
belanja subsidi terbagi menjadi dua yaitu belanja subsidi BBM senilai Rp194.893,0 miliar dan
belanja subsidi listrik Rp89.766,5 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa belanja subsidi BBM sudah
sangat membebani APBN sehingga fiscal space yang ada semakin terbatas khususnya untuk alokasi
anggaran ke jenis belanja yang dapat lebih produktif seperti belanja modal untuk pembangunan, hal
ini berisiko membuat APBN tidak dapat berfungsi secara optimal. Belanja subsidi merupakan
faktor pengurang terbesar terhadap fiscal space sehingga diupayakan dikurangi secara bertahap agar
fiscal space bisa tetap terjaga, diantaranya melalui pengendalian penggunaan BBM bersubsidi dan
listrik bersubsidi.
Dalam rentang waktu 20082013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg
secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata-rata 7,5 persen per
tahun, dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp199,9 triliun pada APBNP
tahun 2013. Besarnya pengeluaran untuk subsidi BBM disebabkan oleh ketergantungan negara
Indonesia terhadap BBM dan konsumsi BBM masih sangat besar. Hal ini bisa dilihat pada grafik
1.0 Perkembangan Volume Konsumsi BBM, dari grafik tersebut terlihat bahwa volume konsumsi
BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun
2008, realisasi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 38,2 juta kiloliter dan pada tahun 2012
realisasinya mencapai 43,3 juta kiloliter. Pada APBNP tahun 2013 volume konsumsi BBM
bersubsidi mencapai 48,0 juta kiloliter.
Grafik 1.0 Perkembangan Volume Konsumsi BBM

Sumber : Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Dengan kecenderungan semakin meningkatnya beban subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, LGV
dari tahun ke tahun, maka langkah-langkah pengendalian agar beban subsidi tersebut tidak
memberatkan APBN sangat perlu dilakukan. Dalam periode 2008-2013, Pemerintah telah
melakukan beberapa langkah kebijakan, antara lain:
1. meningkatkan program pengalihan pemakaian minyak tanah bersubsidi ke LPG tabung 3 kg;
2. meningkatkan pemanfaatan energy alternatif dan diversifikasi energi;
3. melakukan pembatasan kategori pengguna BBM bersubsidi serta pembatasan volume; dan
4. mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi melalui sistem distribusi tertutup secara bertahap
dan penyempurnaan regulasi.
Selain berbagai kebijakan di atas, kebijakan lain yang sudah dilakukan Pemerintah dalam rangka
mengendalikan beban subsidi BBM adalah melalui penyesuaian harga jual eceran BBM bersubsidi.
4.2 Siapa yang menikmati subsidi BBM?
Tabel 3. Distribusi Pemanfaatan Subsidi BBM Menurut Kelompok Pendapatan

Data terbaru mengenai distribusi pemanfaatan subsidi BBM menurut kelompok pendapatan tidak
diperoleh sehingga digunakan data tahun 2007. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
selama ini subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat berpendapatan
menengah dan ke atas. Masyarakat kurang mampu yang seharusnya menjadi sasaran diberikannya
subsidi BBM justru tidak terlalu banyak menikmati subsidi tersebut. Data Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa secara rata-rata
Rumah Tangga (RT) kaya menikmati subsidi BBM 10 kali lipat dibandingkan RT miskin. Di sisi
lain hanya 2% dari APBN yang dianggarkan bagi Program Bantuan Sosial, seperti Beras Miskin
(Raskin), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Program Keluarga Harapan (PKH) dan Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya subsidi BBM yang
memakan nilai anggaran sangat besar kurang tepat sasaran karena hanya sebagaian kecil
masyarakat sasaran yang ikut menikmati adanya subsidi tersebut.
5. Pembahasan
5.1 Masih Perlukah Subsidi BBM
Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa subsidi BBM saat ini lebih banyak dinikmati oleh
kalangan menengah ke atas. Lalu masih perlukah subsidi BBM tersebut?. Subsidi BBM pada
dasarnya masih diperlukan, di Negara yang maju sekalipun peran subsidi tidak dapat dihilangkan
sama sekali. Pencabutan subsidi bila dipaksakan akan menimbulkan dampak negative dan yang
dikhawatirkan malah mempunyai dampak terjadinya resesi sebagaimana pernah dialami Jepang.
Dampak pencabutan subsidi juga akan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat, pencabutan
subsidi akan secara langsung menurunkan daya beli masyarakat. Penurunan daya beli masyarakat
ini pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya peningkatan angka pengangguran dan tingkat
kemiskinan di Indonesia. Pemberian subsidi yang dirasa masih sangat diperlukan harus dirancang
dan mempunyai arah yang jelas agar dalam pemberian subsidi BBM bisa tepat sasaran. Pemerintah
harus melakukan upaya monitoring yang maksimal untuk menghindarkan subsidi BBM dinikmati
oleh beberapa kalangan yang seharusnya tidak berhak menikmati. Untuk memastikan subsidi yang
tepat sasaran, pemerintah perlu melakukan restrukturisasi pemberian subsidi dengan cara targeted
subsidies. Dalam hal ini, nantinya subsidi tidak akan diberikan pada harga BBM, namun secara
langsung diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan misalnya subsidi transportasi publik,
dan para pengguna sepeda motor. Cara lain yang bisa dilakukan adalah mengembalikan harga BBM
kepada harga yang normal. Kemudian seluruh subsidi tersebut diprioritaskan kepada swasembada
pangan dan pembangunan infrastruktur. Akan tetapi cara ini cukup berisiko karena bisa
menurunkan daya beli masyarakat sebagaimana diuraikan pada bagian atas.
5.2 Kenaikan BBM, Alasan dan Dampak
Salah satu cara untuk mengurangi subsidi BBM adalah dengan menaikkan harga bbm. Kenaikan
harga BBM dipastikan akan berdampak luas dan sistematis. Tetapi bila tidak dilakukan kenaikan
BBM maka beban APBN akan semakin berat. Kebijakan kenaikan BBM yang terakhir terjadi
adalah pada tahun 2013 kemarin. Adapun alasan dilakukan langkah untuk menaikkan harga BBM
adalah sebagai berikut :
a. Harga minyak dunia melebihi angka USD100, asumsi harga minyak di APBN 2011 pada
angka USD80 per barel, sehingga dibutuhkan tambahan subsidi sebesar Rp64 triliun.
b. Harga domestik yang terlalu rendah mendorong pertumbuhan tingkat konsumsi yang sangat
tinggi. Sementara produksi minyak mentah Indonesia terus mengalami penurunan. Selain itu
perbedaan harga domestik dan international yang cukup tinggi mendorong terjadinya
penyelundupan
c. Alasan lain yang menjadi dasar adalah menyangkut masalah keadilan. Subsidi BBM lebih
banyak dinikmati oleh kelompok 40% kelompok teratas temasuk untuk minyak tanah
sekalipun.
d. Penyesuaian harga BBM ini memungkinkan pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengalokasikan lebih banyak untuk program penanggulangan
kemiskinan dan pembangunan pedesaan baik yang bersifat investasi jangka panjang
(pendidikan dan kesehatan) maupun pengurangan biaya transaksi (infrastruktur pedesaan) dan
pengurangan beban keluarga miskin dalam jangka pendek
Lalu bagaimana dampak kenaikan BBM tersebut terhadap masyarakat. Dampak kenaikan harga
BBM dapat dilihat perspektif ekonomi yaitu ekonomi makro dan ekonomi mikro. Dari ekonomi
makro, kenaikan harga BBM ini akan menyebabkan inflasi yang memicu penurunan nilai tukar
rupiah. Penurunan riil ini akan menyebabkan daya beli masyarakat berkurang, terutama masyarakat
kelas bawah. Golongan ini akan sangat kesulitan dalam menghadapi kenaikan BBM dan terutama
atas dampak langsungya terhadap kebutuhan pokok. Dari sisi ekonomi mikro, maka bisa dilihat
dari kegiatan UKM yang ada di Indonesia. Para pengusaha kecil inilah yang akan akan merasakan
dampak yang lebih keras karena selain terjadinya inflasi mereka juga akan melakukan efisiensi
yang berlebih mengingat harga-harga yang tinggi, entah dengan mengurangi produksi atau juga
mengurangi jumlah pekerja, yang artinya menyebabkan jumlah pengangguran bertambah.
Kenaikan BBM disatu sisi memang akan berdampak negative yaitu akan munculnya inflasi tetapi
dari sisi positif maka dengan pengurangan subsidi dengan kenaikan harga BBM ini dapat
direalokasikan untuk anggaran yang dapat menyentuh langsung masyarakat tidak mampu. Hal ini
telah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 2013 lalu dengan merealokasikan anggaran subsidi
BBM ke Program Percepatan dan Perluasan Perlindungan Sosial (P4S), yang meliputi peningkatan
kuantitas beras yang dapat dibeli oleh RT miskin melalui Program Raskin, peningkatan cakupan
dan nilai manfaat bantuan tunai bersyarat PKH dan perluasan cakupan dan manfaat program BSM.
Untuk mempertahankan daya beli kelompok RT miskin dan rentan maka akan diterapkan inisiatif
kebijakan jangka pendek berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Melalui
program ini Pemerintah akan memberikan dana tunai secara langsung kepada RT miskin dan rentan
dengan besaran bantuan senilai Rp. 150.000/bulan untuk jangka waktu 4 (empat) bulan. Relokasi
anggaran dari pengurangan subsidi BBM juga digunakan untuk Program Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Infrastruktur (P4I), yang mencakup Infrastruktur Permukiman (P4-IP), Sistem
Penyediaan Air Minum (P4-SPAM) dan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA). Untuk
memperbaiki mekanisme penetapan sasaran agar P4S diterima oleh Rumah Tangga yang berhak,
maka diterapkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dapat dipergunakan oleh Rumah Tangga
Sasaran berdasarkan Basis Data Terpadu.
5.3 Alternatif Lain Pengurangan Subsidi
Salah satu sebab mengapa subsidi BBM di negara Indonesia memiliki porsi yang besar adalah
ketergantungan konsumsi energy nasional kepada BBM sangatlah besar. Hal ini bisa dilihat pada
grafik 1.0, dalam grafik tersebut terlihat bahwa konsumsi BBM pada APBNP 2013 sekitar 48Juta
kilo liter. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan langkah penghematan penggunaan BBM
melalui diversifikasi energy dan konservasi energi dan perbaikan sistem transportasi.
5.3.1 Diversifikasi Energi
Negara Indonesia termasuk negara yang kaya akan sumber daya alam. Kandungan gas bumi dan
batubara Tanah Air lebih besar daripada minyak bumi dan harga kedua komoditas tersebut juga
jauh lebih murah. Selain itu Indonesia juga memiliki potensi panas bumi Indonesia terbesar di
dunia serta potensi energi terbarukan pun cukup besar. Akan tetapi pemanfaatan dari sumber
energy tersebut sangat rendah. Diversifikasi energi secara konsisten mesti dilakukan untuk
menurunkan ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap BBM. Substitusi terhadap BBM
perlu diupayakan di berbagai pemakaian misalnya pembangkit listrik. Pangsa penggunaan sumber
sumber energi non-BBM seperti gas bumi, batubara dan panas bumi (geothermal) mesti diperbesar
melalui pembangunan infrastruktur energi secara progresif.
5.3.2 Perbaikan Sistem Transportasi
Salah satu pemakai terbesar BBM nasional adalah sektor transportasi. Bagi sektor transportasi
sendiri, BBM adalah bahan bakar utama yang sulit digantikan dengan bahan bakar lain. Tidak
efisiennya pemakaian BBM di sektor transportasi sangat jelas terlihat terutama pada transportasi
darat di kota-kota besar, dimana mobil-mobil tua yang boros BBM dan kemacetan menjadi
pemandangan sehari-hari. Perbaikan sistem transportasi khususnya di kota-kota besar sangatlah
diperlukan. Sebagai negara dengan pertumbuhan tinggi, transportasi menjadi sendi yang sangat
vital bagi pergerakan ekonomi Indonesia. Namun, sayangnya sektor transportasi di Negara
Indonesia masih belum ditata dengan baik. Sebagai akibatnya adalah banyak masyarakat yang
memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan moda transportasi umum. Dampaknya
adalah kemacetan yang tentu saja diikuti oleh pemborosan BBM secara masif. Kondisi tersebut
dikombinasikan dengan kebijakan subsidi BBM akan menggiring konsumsi yang berlebihan (over
consumption) pada bahan bakar minyak. Sehingga jelas di sini perbaikan sistem transportasi
menjadi penting dilakukan untuk menghemat penggunaan subsidi. Contoh nyata dalam perbaikan
moda transportasi ini bisa kita lihat di Jakarta dengan Buswaynya yang sebagian menggunakan
bahan bakar gas dan rencana pembangunan MRT. Selain mengurai kemacetan, perbaikan moda
transportasi ini diharapkan mampu mengurangi pemakaian BBM oleh kendaraan pribadi yang
jumlahnya sangat banyak di Jakarta ini.
5.1 Pengurangan Subsidi Guna Meningkatkan Infarstruktur
Kebijakan subsidi BBM saat ini sungguh memakan tempat di APBN, porsi yang dianggarkan
untuk subsidi ini tiap tahun selalu naik. Hal ini mengakibatkan fiscal space sangatlah jauh dari yang
ideal. Kapasitas fiskal pemerintah yang seharusnya dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan
dan program lain yang lebih produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan pembangunan sektor
pendidikan, menjadi terbatas. Selama tujuh tahun belakangan belanja modal di pemerintah pusat
selalu lebih kecil dari belanja subsidi BBM (lihat tabel 1.0). Hal ini sungguh sangat disayangkan
bahwa anggaran belanja dibiarkan menguap begitu saja untuk subsidi BBM daripada untuk belanja
modal. Padahal belanja infrastruktur memiliki dampak yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan
ekonomi jika dibandingkan dengan belanja subsidi BBM. Dengan pengurangan subsidi BBM maka
akan dapat meningkatkan fiscal space dalam APBN sehingga bisa digunakan untuk belanja modal
maupun belanja subsidi lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat sebagaimana telah
dibahas pada bagian kenaikan BBM, alasan dan dampak.
6. Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan:
a. Pada tahun 2014 proporsi belanja subsidi BBM sangatlah besar yaitu senilai Rp194.893,0
miliar. Hal ini menunjukkan bahwa belanja subsidi BBM sudah sangat membebani APBN
sehingga fiscal space yang ada semakin terbatas khususnya untuk alokasi anggaran ke jenis
belanja yang dapat lebih produktif seperti belanja modal untuk pembangunan.
b. Dalam rentang waktu 20082013, realisasi anggaran subsidi BBM, BBN, dan LPG tabung 3 kg
secara nominal mengalami peningkatan sebesar Rp60,8 triliun atau tumbuh rata-rata 7,5 persen
per tahun, dari sebesar Rp139,1 triliun pada tahun 2008, dan sebesar Rp199,9 triliun pada
APBNP tahun 2013. Besarnya pengeluaran untuk subsidi BBM disebabkan oleh
ketergantungan negara Indonesia terhadap BBM dan konsumsi BBM masih sangat besar.
c. Besaranya subsidi BBM tersebut ternyata kurang tepat sasaran karena yang menikmati adalah
masyarakat menengah ke atas. Walaupun kurang tepat sasaran subsidi tidak dapat dihilangkan
begitu saja.
d. Untuk mengurangi subsidi BBM dilakukan berbagai langkah yaitu dengan kenaikan harga
BBM yang bisa berakibat inflasi dan selain itu dengan mengurangi konsumsi BBM melalui
diversifikasi energy dan konservasi energi dan perbaikan sistem transportasi.
e. Dengan pengurangan subsidi maka beban di APBN akan berkurang selain itu fiscal space yang
ada bisa meningkat dan dapat digunakan untuk belanja modal maupun belanja subsidi lainnya
yang berhubungan langsung dengan masyarakat
References
Basri, F. (2002). Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia.
Jakarta: Erlangga.
Ginting, A. M. (2011). ANALISA KEBIJAKAN SUBSIDI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA.
H. Spencer, M., & M. Amos, O. J. (1993). Contemporary Economics. New York.: Worth Publishers.
Handoko, R., & Patriadi, P. (2005). EVALUASI KEBIJAKAN SUBSIDI NONBBM. Kajian Ekonomi dan Keuangan,
Volume 9, Nomor 4.
Keuangan, D. (n.d.). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Jakarta.
Minyak, T. S. (n.d.). Sosialisasi dan Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan Sosialisasi dan
Implementasi Program-Program Kompensasi Kebijakan.
Munawar, D. (2013). Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi dalam APBN.
Nugroho, H. (Perencanaan Pembangunan Edisi 02, Tahun X, 2005). Apakah persoalannya pada subsidi
BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen
energi nasional, dan pembangunan infrastruktur energi.
Suparmoko, M. (2003). Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: BPFE.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2009). Economic Development. Addison Wesley.
UI, B. F. (2012). KAJIAN DAN SIKAP : KENAIKAN HARGA BBM. Jakarta.
Warta Anggaranm, Majalah Keuangan Sektor Publik. (2013). 27.

Anda mungkin juga menyukai