Anda di halaman 1dari 8

JOURNAL REVIEW

Main Paper :
Performance of a Bubble Column Reactor for the Non-Catalytic
Methyl Esterification of Free Fatty Acids
at Atmospheric Pressure
(Joelianingsih, Hiroshi Nabetani, Shoji Hagiwara, Yasuyuki Sagara, Tatang H.
Soerawidjaya, Armansyah H. Tambunan,
dan Kamaruddin Abdullah)

Oleh :
Asep Andi / F14100014

Teknologi reaktor kolom gelembung (bubble column reactor) sudah
dikembangkan lebih dari 30 tahun dengan berbagai kepentingan, baik proses
kimiawi, proses biologis, atau gabungan keduanya. Namun demikian, prinsip
kerja dari reaktor ini sama yakni adanya pindah panas dan massa serta
karakteristik lain dari suatu partikel yang dipanaskan. Pada tahun 2004, Mouza et
al
[1]
merancang dan men-simulasikan sebuah reaktor kolom gelembung
menggunakan kode CFD. Dalam perancangan tersebut dapat diketahui distribusi
ukuran gelembung, kecepatan cairan secara aksial, dan pengikatan gas yang
dihasilkan. Kemudian hasil simulasi tersebut dibandingkan dengan eksperimen
secara langsung (Gambar 1).

Gambar 1 Rancangan percobaan reaktor kolom gelembung (Mouza, 2004)
Hasil simulasi menunjukkan nilai yang berbeda dengan hasil percobaan
karena adanya beberapa kesulitan dalam percobaan yang dilakukan. Namun
demikian, pola yang dihasilkan dari simulasi dan percobaan adalah serupa.
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Kantarchi et al (2005)
[2]
, kebanyakan
studi yang dilakukan dalam teknologi ini sebelumnya adalah tentang pengikatan
gas yang terbentuk, karakteristik gelembung yang dihasilkan, koefisien pindah
panas, dan koefisien pindah massa. Namun penulis mencoba memaparkan
karakteristik yang lain seperti pengaruh dari kecepatan gas, karakteristik zat cair,
kondisi operasi, ukuran kolom, rancangan gas distributor, serta apakah dalam tipe
solid atau suatu konsentrasi tertentu. Pada tahun berikutnya, Comsol Multiphysics
[3]
men-simulasikan suatu kondisi yang terjadi di dalam reaktor kolom
gelembung dengan mengubah jenis aliran turbulen dan laminer serta pengaruhnya
terhadap fraksi dan kecepatan gas yang dihasilkan.
Terlepas dari fungsi awalnya teknologi reaktor kolom gelembung ini,
Joelianingsih dkk
[4]
pada tahun 2007 mengembangkan suatu invensi baru dengan
memanfaatkan teknologi ini dalam bidang bioenergi. Reaktor kolom gelembung
telah dikembangkan untuk menghasilkan fatty acids methyl ester (biodiesel) dari
minyak sawit dengan menghembuskan superheated methanol (sebagai pengganti
katalis) secara terus-menerus ke dalam reaktor (Gambar 2). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap gas yang dihasilkan,
konversi dari reaksi, dan mengetahui konstanta laju reaksi pada suhu yang
berbeda-beda.

Gambar 2 Rancangan percobaan reaktor kolom gelembung untuk menghasilkan
biodiesel dari minya sawit (Joelianingsih 2007)
Pada penelitian ini, suhu yang digunakan adalah 200, 225, dan 250
o
C.
Menurut literatur lain, kondisi kritis methanol (MeOH) dicapai pada suhu 239
o
C
dan tekanan 8,1 MPa. Hasilnya menunjukkan bahwa konstanta laju reaksi
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Namun pada penelitian
sebelumnya, Joelianingsih dkk menggunakan tekanan atmosfir (sekitar 0,1 MPa)
dan suhu 250, 270, dan 290
o
C. Kondisi paling optimum didapatkan pada suhu
290
o
C, dimana kondisi tersebut merupakan diatas titik didih normal Gliserol dan
dibawah titik didih Trigliserida dan FAME (Biodiesel). Di Indonesia sendiri,
penggunaan reaktor kolom gelembung belum sepenuhnya berkembang. Pada
tahun 2009, Susila (Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya)
[5]
mencoba
menerapkan konsep superkritis methanol menggunakan reaktor kolom gelembung
untuk memproduksi biodiesel dari biji karet (Gambar 3).

Gambar 3 Rancangan percobaan reaktor kolom gelembung untuk menghasilkan
biodiesel dari biji karet (Susila 2009)
Jika pada sebelumnya rekator kolom gelembung yang digunakan adalah tipe
kontinyu, pada penelitian ini kolom reaktor gelembung yang digunakan adalah
tipe semi-batch dalam mengalirkan larutan methanol. Dalam penelitian ini,
parameter yang berubah yaitu rasio molar dari sampel dan suhu proses. Rasio
molar paling optimum berada pada 160 dan suhu 290
o
C. Hal tersebut karena pada
kondisi tersebut dapat dihasilkan bidiesel paling banyak dan gliserol paling
sedikit. Pada metode non-katalis superheated methanol tekanan atmosfir dan
transesterifikasi berlangsung pada reaktor kolom gelembung. Hasilnya
menunjukkan bahwa semakin tinggi suhunya, reaksi semakin bergeser ke kanan
atau lebih sempurna sehingga semakin banyak pula diodiesel yang dihasilkan. Hal
ini karena pada kondisi gas akan lebih mudah terurai atau jumlah ikatan rantai
karbon semakin kecil jika dibandingkan dengan kondisi cair atau padat. Suhu
optimum yang dihasilkan masih sama dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Joelianingsih dkk (2007) yakni 290
o
C meskipun pada bahan baku
biodiesel yang berbeda. Secara keseluruhan, proses menggunakan reaktor kolom
gelembung ini memiliki keunggulan dibanding menggunakan katalis karena tidak
perlu dilakukan degumming untuk menghilangkan getah, tidak perlu dilakukan
esterifikasi untuk menurunkan bilangan FFA (agar tidak ada penyabunan), dan
tidak perlu pencucian. Ditinjau dari produk yang dihasilkan pun tetap lebih baik
kecuali residu karbon mikro yang dikandung biji karet ini masih cukup tinggi
(diatas standar yang diijinkan).
Periode selanjutnya pada tahun 2010, Karnanim (Fakultas Teknik,
Univeristas Indonesia)
[6]
mengembangkan reaktor kolom gelembung tipe jet
untuk menghasilkan biodiesel dari minyak sawit. Penelitian dilakukan dengan
men-variasikan perbandingan mol metanol dan minyaknya untuk menghasilkan
yield paling optimum. Methanol sangat rentan untuk menguap pada suhu tertentu,
sehingga dengan reaktor ini bisa dikurangi dan tidak perlu adanya pengadukan
karena sudah terdapat arus eddy yang timbul dalam reaktor. Yield paling optimum
dihasilkan pada perbandingan minyak terhadap methanol (6:1) dalam waktu 50
menit sebesear 73% untuk non-katalis.
Menurut Joelianingsih dkk, semakin tinggi suhu reaksinya maka semakin
tinggi pula konstanta laju reaksinya yang mengindikasikan reaksi akan semakin
lebih efektif. Namun demikian, pada penelitiannya tidak dijelaskan terlalu jauh
tentang pengaruh kadar air ikutan yang ada pada reaksi yang ternyata sangat
berpengaruh terhadap persentase biodiesel yang dihasilkan pada metode-metode
konvensional menggunakan katalis seperti pada Gambar 4.
Kemudian Kwon et al (2013)
[7]
, mencoba mempresentasikan hasil studinya
tentang toleransi kadar air pada produksi biodiesel dari jagung dengan metode
non-katalis. Kwon et al menyatakan bahwa pada metode non-katalis
menggunakan reaktor kolom gelembung, fase gas dari MeOH dan fase cair dari
trigliserida dapat ditransesterifikasi tanpa menggunakan katalis. Permasalahan
dari reaksi yang heterogen ini terdapat pada waktu kontak antara perbedaan fase
(misalnya waktu diamnya MeOH pada reaktor kolom gelembung tipe kontinyu)
yang secara langsung mengantarkan pada suatu reaksi yang lama.

Gambar 4 Pengaruh kadar air tehadap proses konversi biodiesel (Kwon 2013)
Dalam mengatasi hal tersebut, penulis menggunakan material yang
hidrofobik untuk yang dapat menyerap air berlebih pada saat proses. Material
yang digunakan adalah alumina aktif dan karbon aktif dimana karbon aktif
memiliki kinerja yang lebih baik daripada alumina aktif.
Pada tahun 2013, Joelianingsih dkk
[8]
kembali merancang sebuah reaktor
kolom gelembung dengan kapasitas 1 L untuk memproduksi biodiesel. Pada
penelitian ini, suhu yang digunakan adalah 250, 270, dan 290
o
C dengan laju
methanol 5 dan 10 ml per menit. Namun berbeda dengan penelitian sebelumnya,
kondisi optimum dicapai pada 250
o
C dengan volume awal 1 liter dan laju
methanol 10 ml per menit.
Penelitian serupa tentang pembuatan biodiesel dengan metode injeksi
superheated methanol telah dilakukan oleh Ang et al (2014)
[9]
seperti pada
Gambar 5.

Gambar 5 Rancangan percobaan non-katalis superheated methanol (Ang 2014)
Tipe injektor ini dapat memperkecil ukuran diameter gelembung methanol
sehingga dapat meningkatkan permukaan kontak antara uap minyak dan
methanol. Studi dilakukan pada minyak biodiesel dari Jatropha curcas yang
tinggi akan Methyl Oleate. Aliran methanol diusahakan tetap pada 2 ml per menit.
Sedangkan suhunya diubah-ubah pada rentang 240 300
o
C. Sama dengan
penelitian yang dilakukan Joelianingsih et al (2007) bahwa kondisi optimum
dihasilkan pada suhu 290
o
C dengan laju produksi biodiesel sebesar 0,12 gram per
menit. Kemudian pada suhu tersebut, dicoba dengan laju methanol yang berbeda
yakni 1-3 ml per menit. Hasilnya menunjukkan bahwa pada laju methanol 1 ml
per menit, produksi biodiesel lebih kecil dibandingkan pada laju 2 ml per menit
dan 3 ml per menit yang menghasilkan produksi hampir sama. Namun demikian,
pada laju methanol 2 ml per menit menghasilkan biodiesel paling banyak. Pada
batas tertentu, semakin tinggi laju methanol, reaksi akan semakin cepat dan
menghasilkan biodiesel yang lebih banyak. Rendemen biodiesel yang dihasilkan
pada suhu 290
o
C tersebut adalah 71,54%.
Periode selanjutnya yakni pada tahun 2014, masih tentang reaktor kolom
gelembung, Stacy et al
[10]
melakukan eksperimen dengan bahan Oleic acid murni
pada laju methanol 0,75 ml per menit yang diubah-ubah lajunya menggunakan
metode titrasi pada suhu tetap 120
o
C. Meskipun suhu lebih rendah dari yang
sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, Stacy menggunakan tekanan
bukan pada tekanan atmosfir. Mula-mula FFA berubah dengan cepat menjadi
biodiesel dan kemudian melandai mendekati nilai nol. Slope yang terjadi semakin
tinggi seiring dengan meingkatnya laju methanol yang dialirkan. Dengan laju
methanol diatas 1,16 ml per menit, proses konversi mencapai 95% dicapai dalam
waktu kurang dari 60 menit. Hal tersebut masih ada hubungannya dengan laju
reaksi yang terjadi (seperti yang dijelaskan Joelianingsih et al) pada reaksi
tersebut.
Seiring dengan perkembangannya sampai saat ini, kolom reaktor
gelembung dengan prinsip yang hampir sama tidak hanya pada proses konversi
biodieselnya saja yang melibatkan reaksi-reaksi rumit dan heterogen, namun
dilakukan juga untuk mengetahui pengaruh intensitas radiasi matahari terhadap
kandungan minyak biodiesel dari mikroalga seperti yang dikembangkan oleh Sato
et al (2014)
[11]
. Melihat dari berbagi penelitian tentang proses konversi biodiesel
dari berbagai bahan baku menunjukkan bahwa metode non-katalis superheated
methanol berpotensi dikembangkan untuk proses produksi biodiesel dalam jumlah
besar dengan berbagai keunggulan seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.

References
[1] Mouza KA, Kazakis NA, Paras SV. 2004. Bubble column reactor design
using a CFD code. 1
st
International Conference From Scientific
Computing to Computational Engineering. Athens, 8-10 September, 2004 .
[2] Kantarchi N, Borak F, Ulgen KO. 2005. Review : Bubble column reactor.
Process Biochemistry 40 (2005) 22632283
[3] Comsol Multiphysics

. 2008. Bubble column reactor, Solved with comsol


multiphysics 3.5a. Comsol Reaction Engineering lab.
[4] Joelianingsih, Nabetani H, Hagirawa S, Sagara Y, Soerawidjaya TH,
Tambunan AH, Abdullah K. 2007. Performance of a bubble column reactor
for the non-catalyc methyl esterification of free fatty acids at atmospheric
pressure. Journal of Chemical Engineering of Japan, Vol. 40. No. 9, pp.
780-785, 2007.
[5] Susila IW. 2009. Pengembangan proses produksi biodiesel biji karet metode
non-katalis superheated methanol pada tekanan atmosfir. Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Surabaya.
[6] Karnanim. 2010. Sintesis biodiesel dari bahan baku minyak sawit
menggunakan reaktor jet bubble column. Fakultas Teknik, Universitas
Indonesia.
[7] Kwon EE, Yi H, Jeon YJ. 2013. Mechanistic investigation into water
tolerance of non-catalytic biodiesel conversion. Applied Energy 112 (2013)
388-392.
[8] Joelianingsih, Wahyudin, Febrianto EY. 2013. Perancangan dan uji kinerja
prototipe reaktor kolom gelembung kapasitas satu liter untuk produksi
biodiesel. Jakarta, 7-8 November 2013.
[9] Ang GT, Tan KT, Lee KT, Mohamed AR. 2014. Bidiesel production via
injection of superheated methanol technology at atmospheric pressure.
Energy Conversion and Management xxx (2014) xxx-xxx.
[10] Stacy CJ, Melick CA, Cairncross RA. 2014. Esterification of free fatty acids
alkyl esters in a bubble column reactor for use as biodiesel. Fuel Processing
Technology 124 (2014) 70-77.
[11] Sato R, Maeda Y, Yoshino T, Tanaka T, Matsumoto M. 2014. Seasonal
variation of biomass and oil production of the oleaginous diatom Fistulifera
sp. In outdoor vertical bubble column and raceway-type bioreactors. Journal
of Bioscience and Bioengineering, Vol. 117 No. 6, 720-724, 2014.

Anda mungkin juga menyukai