Anda di halaman 1dari 6

METODE SINTESIS NANO PARTIKEL SERTA KARAKTERISASINYA

DIAMBIL DARI JURNAL

Oleh:
Nama : Devita Dwining Pangastuti
NRP : 1413100022
Kelas : Sintesis dan Karakterisasi Material Anorganik (B)
Dosen : Prof. Dr. Didik Prasetyoko S.Si, M.S

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2016

ABSTRAK :
Nano partikel Tungsten Trioksida (WO3) dibuat dari material dasar Tungsten (VI)
Hexaklorida (WCl6) dan alkohol dengan menggunakan metode sol-gel yang kemudian
dilanjutkan dengan proses post-hydrothermal yang dilakukan dengan pemberian pemanasan di
dalam furnace selama 12 jam pada variasi temperatur yakni 160oC, 180oC dan 200oC. Pengujian
SEM, HR-TEM, XRD, BET Analysis, DTA/TGA, FT-IR Spectrometry dan Raman Spectroscopy
untuk mengetahui struktur dan morphologinya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan
semakin tinggi temperatur pemanasan, maka semakin besar ukuran kristal yang didapat. Selain
itu diketahui bahwa dengan semakin tinggi temperatur pemanasan, maka semakin besar ukuran
partikel dan diikuti dengan berkurangnya agregasi yang terbentuk. Dengan pemberian
pemanasan pada temperatur 200oC, masih terdapat kandungan air yang tersisa. Struktur Kristal
WO3 akan mengalami perubahan pada pemanasan 220oC. Dengan semakin tinggi temperature
pemanasan,luas area aktif partikel per gramnya semakin berkurang. Penyusun partikel WO 3,
berupa tabung panjang berukuran nano meter.
Kata kunci; nano partikel, Tungsten Trioksida (WO3), sol-gel, post hydrothermal
Sintesis nano partikel metal oksida (WO3) dibuat karena tingginya aspek ratio
strukturnya, besarnya surface area yang dihasilkan dan sifat fisik yang unik. Selain itu, tungsten
trioksida menjadi bahan yang menjanjikan untuk berbagai macam kegunaan termasuk sebagai
sensor gas, peralatan energi surya, dan alat penyimpan optik yang dapat dihapus.
Metode Sintesis Nanopartikel :
Bottom-Up via Sol-gel Fabrication
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan 3 metode yaitu kimia (bottom-up), fisika
(top-down), dan biologi (biosintesis). Namun dalam jurnal ini, sintesis nanopartikel (WO 3)
dilakukan dengan metode kimia (bottom-up). Metode ini dilakukan dengan cara membentuk
partikel-partikel kecil berukuran nano dari precursor molecular atau ionik. Dalam pendekatan
bottom-up, material dibuat dengan menyusun dan mengontrol atom demi atom atau molekul
demi molekul seingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi tertentu yang
diinginkan. Sintesis nanomaterial dilakukan dengan mereaksikan berbagai larutan kimia dengan
langkah-langkah tertentu yang spesifik sehingga terjadi proses nukleasi yang menghasilkan
nucleus-nukleus sebagai kandidat nanopartikel setelah melalui proses pertumbuhan. Laju
pertumbuhan nucleus ini dikendalikan sehingga nanopartikel hasil sintesis memiliki ukuran
relatif homogen.
Sintesis nanopartikel metode kimia (bottom-up) bisa lewat pyrolysis, inert gas
condensation, solvothermal reaction, sol-gel fabrication, structured media. Pada jurnal ini
dijelaskan sintesis nanopartikel (WO3) menggunakan metode bottom-up lewat sol-gel. Metode
sol-gel dinilai paling efektif untuk menghasilkan nano partikel tungsten trioksida. Keuntungan

menggunakan metode ini antara lain langkah kerja yang mudah, biaya rendah, homogenitas
tinggi dan menggunakan suhu rendah. Dua mekanisme utama pembuatan nano partikel tungsten
trioksida yakni proses sol dan gelasi. Tungsten (VI) Hexaklorida (WCl6) dicampur dengan etanol
dan 0,5M NH4OH. Larutan diaduk dalam temperatur es selama 24 jam.

WCl6 dilarutkan dalam alkohol

Larutan NH4OH
Diaduk, 24 jam

Hydrolisis

Presipitat tungsten hidroksida


Dicuci dengan aquades
Dipeptisasi menggunakan Amonia Hidroksida

Sol Tungsten Oksida


Post Hydrotermal dan pengeringan
Serbuk Tungsten
Serbuk Oksida
Tungsten Oksida

Ion klorida dihilangkan menggunakan aquades sampai tidak ada endapan putih AgCl
yang muncul ketika dititrasi dengan larutan 0,1M perak nitrat (AgNO 3). Endapan dipisahkan dari
larutan yang tersisa menggunakan centrifuge. Endapan kemudian dipeptized dengan amonia
hidroksida (NH4OH), dan ditambahkan 50 l surfactant (Sigma, Triton X-100) ke dalam larutan.
Diperoleh Tungsten Trioksida gel. Gel Tunsgten Trioksida di proses dengan post hidrothermal
dengan variasi temperatur 200oC, 180oC, 160oC selama 12 jam. Serbuk hasil post hydrothermal
kemudian dikeringkan dengan menempatkannya pada crusibel dengan tutup ke dalam furnace.
Dipanaskan pada temperatur 100oC selama satu jam. Proses ini hanya berfungsi untuk
mengurangi kandungan H2O yang masih banyak terdapat pada sampel hasil dari post
hidrothemal.
Karakterisasi menggunakan DTA/TGA
Digunakan Alat uji Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric Analysis
(DTA/TGA) Metler Toledo untuk mengetahui perubahan struktur yang terjadi terhadap
temperatur konstan. Pada pemanasan yang kontinyu dari suhu kamar, maka pada suhu suhu
tertentu material akan kehilangan cukup signifikan dari massanya. Alat TGA dilengkapi dengan

timbangan mikro didalamnya sehingga secara otomatis berat sampel setiap saat bisa terekam dan
disajikan dalam tampilan grafik. Sebenarnya TGA bisa beroperasi dalam kondisi inert dengan
mengalirkan gas tertentu seperti nitroen ataupun helium. Tapi TGA juga bisa beroperasi dalam
atmosfer gas non-inert seperti udara dan oksigen yang memungkinkan terjadinya reaksi dengan
sampel dengan adanya kenaikan suhu. Kurva termogram menunjukkan karakteristik suatu
senyawa Karena adanya transisi fisika dan reaksi kimia yang terjadi selama adanya perubahan
temperatur. Perubahan berat merupakan hasil dari pembentukan dan pemutusan ikatan fisika dan
kimia. Informasi yang didapat dari analisis TGA adalah mengetahui stabilitas termal dan
komposisi sampel. Data yang dicatat sebagai termogram adalah bobot versus temperatur.

Pada kurva DTA diketahui terdapat lekukan kecil pada area temperatur sekitar 50 oC
(Gambar 7 a,b dan c) yang menunjukkan reaksi endothermic sangat sedikit akibat dari pelepasan
secara fisik kandungan air dan alcohol yang masih terserap ke dalam sampel WO 3. Pada area
temperatur 200oC hingga 320oC juga terdapat lekukan menandakan reaksi endothermic
(Gambar 7 b dan c) yang menunjukkan adanya penguapan dari kristal air. Gambar 7(d)
menunjukkan hasil yang sangat berbeda dibandingkan dengan Gambar 7 (a), (b) dan (c), tedapat
lekukan tajam pada awal pemanasan hingga 90oC yang menunjukkan adanya reaksi
endothermic pada sampel WO3. Dimungkinkan pada temperatur ini terjadi penyerapan panas
oleh sampel digunakan untuk menguapkan air dan larutan alcohol yang masih banyak

terkandung dalam sample. Grafik kemudian menunjukkan peningkatan heat flow hingga pada
temperatur 120oC yang menunjukkan adanya reaksi eksoterm akibat adanya dekomposisi dari
WO3.H2O yang terbentuk. Lekukan dengan intensitas yang sangat kecil pada temperatur 220oC
menunjukkan adanya reaksi endhotehrmal dikarenakan adanya penguapan beberapa dari kristal
air yang masih ada secara kimiawi berikatan dalam sample WO 3. Dalam kurva TGA terlihat
bahwa pengurangan berat sample yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh Gambar 7(a) yaitu
pada hasil uji sample WO3 dengan pemasan pada temperatur 160oC. Terjadi pada temperatur
sekitar 150oC hingga 300oC, pengurangan berat yang signifikan sebesar 10%. Pada Gambar
7(b), yakni sampel WO3 yang dipanaskan dengan temperatur 180oC, pengurangan berat sebesar
6% terjadi bermula pada temperatur sekitar 150 oC hingga sekitar temperatur 300oC. Pada
sampel dengan pemanasan 200oC (Gambar 4.9 c), pengurangan berat itu terjadi 4% bermula
pada temperatur sekitar 150oC hingga sekitar temperatur 300oC. Pengurangan berat sample WO3
tanpa perlakuan pemanasan, pada Gambar 7(d), terjadi dengan jumlah yang sangat banyak yakni
sebesar 70% dari berat semula pada pemansan hingga 100oC. Pengurangan berat terjadi
kembali pada ketika sample terus dipanaskan hingga temperatur 250oC, namun kali
pengurangan berat yang terjadi hanya berkisar 7% dari berat semula. Pada pemansan selanjutnya
pengurangan % berat sampel hanya terjadi sangat sedikit sekali. Dengan perlakuan pemanasan
yang semakin tinggi, kandungan air yang tersisa pada sampel WO3 akan semakin rendah.
Hasil Pengujian Brauner Emmet Teller Analysis (BET Analysis)
Physisorption adsorpsi adalah interaksi yang terjadi antara dasorben dan adsorbat adalah
gaya Van der Walls dimana ketika gaya tarik molekul antara larutan dan permukaan media lebih
besar daripada gaya tarik substansi terlarut dan larutan, maka substansi terlarut akan diadsorpsi
oleh permukaan media. Adsorbsi fisika ini memiliki gaya tarik Van der Walls yang kekuatannya
relatif kecil. Alat Brauner Emmet Teller Analysis (BET analysis) Quantachrome autosorb iQ
digunakan untuk mendapatkan luas pemukaan aktifnya dan jenis pori-pori yang terbentuk.
Diketahui dari hasil uji BET bahwa sampel WO3 yang diberi perlakuan pemanasan dengan
temperatur pemanasan 160oC memiliki ukuran luas permukaan 87.379 m2/gr, lebih besar jika
dibandingkan dengan luasan permukaan yang dimiliki oleh sample WO3 dengan pamanasan
pada temperatur 200oC yang hanya sebesar 76.325 m2/gr. Pengujian besar ukuran pori yang
dilakukan pada sample WO3 dengan pemanasan 180oC menunjukkan bahwa sample WO3
memiliki ukuran pori rata-rata sebesar 2,96314 nm dan termasuk kedalam kategori mesopore.
Hasil uji BET menunjukkan perbedaan pengaruh perlakuan pemasan pada sample WO 3,
ditunjukkan pada hasil uji tersebut bahwa, peningkatan temperatur pemasanan akan menurunkan
luasan permukaan yang dihasilkan. Dengan demikian, semakin tinggi temperatur pemanasan
yang diberikan semakin kecil luas permukaan yang didapatkan.

Anda mungkin juga menyukai