Anda di halaman 1dari 33

Proteksi Radiasi dan Rancangan Ruang X-Ray

Materi Kuliah ke : 3


Oleh :

Sujatno
Materi :

Pengenalan Sumber Sumber Radioaktif
Proteksi dan Keselamatan Radiasi
1.Dosimetri
2.Konsep Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Pengelolaan Sumber Radioaktif
1.Penyimpanan Sumber Radioaktif
2.Penakaran Sumber Radioaktif
3.Pengelolaan Limbah Sumber Radioaktif
4.Pengangkutan Sumber Radioaktif
Konsep Tata Ruang dan Desain Klinik Kedokteran Nuklir
Uraian Dosis /tahun Dosis /jam
mrem/th mSv/th mrem/jm mSv/jm Sv/jm
PPR 5000 50 2,5 0,025 25
PR 500 5 0,25 0,0025 2,5
Umum 50 0,5 0,025 0,00025 0,25
Catatan : 1 tahun = 2000 jam.
Uraian Dosis /tahun Dosis /jam
mrem/th mSv/th mrem/jm mSv/jm Sv/jm
PPR 2000 20 1 0,01 10
PR 200 2 0,1 0,001 1
Umum 20 0,2 0,01 0,0001 0,1
Catatan : 1 tahun = 2000 jam.
Nilai Batas Dosisi
Lama
Baru
FAKTOR PENGENDALIAN RADIASI EKSTERNA
WAKTU


JARAK



PENAHAN RADIASI
D = d .t
D = Dosis
d = Laju dosis
t = Waktu
d
1
. r
1
2
=d
2
.r
2
2
r
1
r
2
d
1
d
2
do

d
x
d = do e
-
x
n = x/HVL
HVL = 0,693 /

do

d
x
d = do e
-
x
n = x/HVL
HVL = 0,693 /

Konsep Tata Ruang dan Desain Klinik
Kedokteran Nuklir
1. Klinik dengan pesawat sinar x (diagnosis)
2. Klinik dengan kedokteran nuklir (terapi)
3. Klinik komplek (terapi, diagnosa, produksi isotop)
1. Klinik dengan pesawat sinar x (diagnosis)
SPESIFIKASI TEKNIS
PESAWAT SINAR X VMX PLUS
Nama alat : VMX Plus
Merck : GE
Type Tabung : 2133284
Nomor Seri Tabung : 159864 M 08
Tahun Pemasangan : 2003
Kapasitas Maksimum : 125 kV; 5mA
Focal Spot : 2 mm
Contoh salah satu klinik di
Yogyakarta
Denah Ruang Perawatan Intensif
Keterangan: ukuran dalam cm.
1. Gudang Peralatan
2. Ruang Komputer
3. Kamar Pasien
4. Kamar Perawat
5. Ruang Jaga Perawat
6. Kamar pasien
7. Ruang obat
8. Kamar mandi pasien
9. Spool hooke
10. Kamar Pasien
11. Kamar Pasien
12. Kamar Jaga Dokter
13. Selasar
14. Ruang treatmill
15. Ruang tunggu
16. Ruang tunggu
1.Unit Mobile X-ray
2.Tempat tidur pasien
3. Timbal
4. Dinding ruang perawatan

Perancangan penempatan penaharadiasi
Perancangan penahan radiasi
Konstruksi penahan radiasi yang dipersyaratkan menurut
DEPKES (1999) adalah sebagai berikut :

1. Ketebalan penahan radiasi primer adalah satu bata
dengan plesteran sehingga tebal penahan 25 cm, atau
beton setebal 15 cm.
2. Penahan radiasi primer setara dengan timah hitam (Pb)
setebal 2 mm.
3. Ketebalan penahan radiasi hambur adalah pasangan
setengah bata dengan plesteran sehingga tebal
penahan 15 cm (DEPKES, 1999).
Persyaratan-persyaratan penahan struktural untuk
pemasangan (instalasi) tertentu dipengaruhi oleh :

1. Kilovoltase maksimum dimana tabung sinar-X dioperasikan.
2. Miliampere maksimum dari aliran berkasnya.
3. Workload (W) atau beban kerja (mA.menit/minggu).
4. Use Factor (U) atau faktor penggunaan.
5. Occupancy Factor (T) merupakan faktor pemakaian.
6. Distance (d) merupakan jarak dari sumber ke penahan
radiasi yang akan dirancang (m).
Penghitungan kapasitas maksimal X-ray Mobile Unit
digunakan untuk penentuan jumlah ekspose dalam satu
minggu, dengan faktor ekspose tertinggi yang digunakan 70
kV 40 mA. Beban kerja pesawat didapatkan berdasarkan
jumlah ekspose kali mA menit penyinaran.

Perhitungandilakukan dengan cara memasukkan data
beban pesawat dengan faktor ekspos dengan kV dan mAs
tertinggi yang digunakan dalam rumus faktor Transmisi.
Rumus analisis yang digunakan untuk menghitung tebal tembok (penahan radiasi
primer) adalah menggunakan rumus 1 :

Keterangan :
K = Faktor transmisi (R/mA-men).
P = Penyinaran maksimum mingguan yang diperbolehkan
(0,04R/minggu untuk daerah terkontrol dan
0,004R/minggu untuk daerah tak terkontrol).
d = Jarak dari sumber ke dinding yang akan diteliti (meter).
W = Beban kerja (Workload) (mA.menit/minggu).
U = Faktor penggunaan (Use factor), untuk dinding adalah .
T = Faktor pemakaian (Occupancy factor), pemakaian penuh
(Work Area) adalah 1. (Cember, 1992).
Rumus analisis yang digunakan untuk menghitung tebal tembok (penahan radiasi
primer) adalah menggunakan rumus 1 :
Untuk radiasi sekunder menggunakan rumus
Kux = Perbandingan nilai paparan dengan beban kerja (sekunder).
P = Paparan radiasi yang diperbolehkan.
d
SCA
= Jarak sumber ke kulit pasien.
d
SEC
= Jarak penyebar ke titik tertentu.
a = Rasio radiasi hambur terhadap radiasi berbahaya.
W = Beban kerja (Workload) (mA.menit/minggu).
T = Faktor pemakaian.
F = Ukuran medan sebaran, cm
2
.
f = faktor kompensasi tegangan = 1 (untuk tegangan dibawah 500 kV).
(Cember, 1992)
Untuk radiasi bocor menggunakan
B
LX
= Paparan radiasi bocor.
P = Penyinaran maksimum mingguan yang diperbolehkan
(0,1R/minggu untuk daerah terkontrol dan 0,01R/minggu untuk
daerah tak terkontrol).
d = Jarak dari sumber ke shielding yang akan dirancang (meter).
I = Arus maksimum pesawat
W = Beban kerja (Workload) (mA.menit/minggu).
T = Faktor pemakaian (Occupancy factor). (Cember, 1992).
Untuk mengukur tebal penahan radiasi dari bahan batu bata
C = Tebal bata yang digunakan.
Beton = Densitas sample rata-rata dari beton yaitu 2,35 g/cm.
bata = Densitas rata-rata dari bata yaitu 1,9 g/cm.
Tebal beton = Tebal beton hasil perhitungan pada kurva Cember (cm).
Asumsi :
Berdasarkan perhitungan kapasitas maksimal Unit Mobile X-ray, dengan waktu
jeda 10 menit, penentuan lama operasi pesawat sinar-x dengan 70 kV 40 mAs
dalam satu minggu menggunakan asumsi sebagai berikut :
144 x ekspose/hari
7 hari/minggu
40 mAs/ekspose
Jumlah ekspose setiap minggu = 144 ekspose x 7 hari
= 1008 ekspose/minggu
Beban Kerja (Workload) W = 1008 ekspose/minggu X 40mAs
= 40320 mAs/minggu : 60
= 672 mA.mnt/minggu
Lokasi K (R/ ) Arah sinar
Tebal
Timbal
(mm)
Tebal
Beton
(cm)
Lantai / Primer 6 . 10
-5
Vertikal 2,8 21,895
Dinding A / Primer 2 . 10
-3
Horizontal 1,5 12,7
Dinding B/ Hambur 2,07 . 10
-1
Vertikal 0,2 0,5
Dinding B/ Hambur
3,37 . 10
-1

3,37 . 10
-1

2,02

. 10
-1

Horizontal
0,13
0,13
0,2
0
0
0,5
Dinding C/ Hambur 1,295 . 10
-1
Vertikal 0,33 0
Dinding C/ Hambur
5,18 . 10
-1

5,18 . 10
-1

3,11 . 10
-1

Horizontal
0,06
0,06
0,13
0
0
0
Dinding D/Hambur 3,367 . 10
-1
Vertikal 0,13 0
Dinding D/Hambur
4,656 . 10
-1

4,656 . 10
-1

2,793 . 10
-1

Horizontal
0,1
0,1
0,13
0
Langit-langit / Hambur 3,7291 Vertikal 0 0
Langit-langit / Hambur 7,3090 Horizontal 0 0
Hasil dari perhitungan tebal penahan struktural untuk radiasi
primer dan sekunder

Lokasi Arah sinar B
Lx
=
n
n
=
Dinding B Vertikal 2,2315 -0,2895
Horizontal 3,6280 -0,4648
Dinding C Vertikal 1,3950 -0,1201
Horizontal 5,5800 -0,6201
Dinding D Vertikal 3,2810 -0,4649
Horizontal 5,0161 -0,5817
Langit-langit Vertikal 151,7882 -1,8117
Horizontal 111,6071 -1,7007
Hasil penghitungan radiasi bocor
=
T W x
I x 600 x (d) x P

Bata
beton tebal X Beton
C

g/cm 9 , 1
cm 12,7 x g/cm 2,359
Berdasarkan hasil penghitungan, pada pemotretan tertinggi yang
digunakan 70 kV 40 mAs penahan radiasi primer (dinding A) dengan
arah sinar horisontal dibutuhkan tebal penahan radiasi primer minimal
1,5 Pb atau 12.7 cm beton, bila menggunakan dinding bata maka
dapat dihitung tebal dinding bata (C) minimum yang dibutuhkan:

Pemotretan dengan arah sinar vertikal membutuhkan minimal 2,8 mm Pb atau
21,895 cm beton atau setara dengan 27,08 cm bata untuk lantai.
C = 15,7079 cm
Berdasarkan hasil penghitungan penahan radiasi Pb setebal 1,5 mampu menahan radiasi
dengan laju dosis 10,23 mR/jam.
D
x
= D
o
e
-x

Diketahui : D
x
= laju dosis yang diharapkan 0,25 mR/jam
= 900 mR/detik
D
o
= laju dosis tanpa penahan
X = tebal penahan = 1,5 mm Pb
= koefisien atenuasi linear
= - 0,693/ HVL Pb pada kV 125
900 mR/detik = Do.e
(-0,693/0,28).2mm

Do = 36860,46 mR/detik = 10,23 mR/jam
berdasarkan penghitungan dibutuhkan lantai dengan tebal minimal 2,8 mm Pb
atau 21,895 cm beton yang setara dengan 27,08 cm bata. Untuk dinding
dibutuhkan tebal minimal 1,5 mm Pb atau 12,7 cm beton setara dengan
15,7079 cm bata, maka perancangan penahan setebal 2 mm Pb sesuai aturan
DEPKES aman sebagai penahan radiasi primer dan penahan radiasi
sekunder.
Pengukuran dan Jarak aman :
Apabila sumber radiasi berdimensi kecil sekali (dapat dianggap
sebagai sumber titik), maka fluks radiasi pada jarak "r" yang berasal
dari sumber tersebut berbanding terbalik dengan kuadrat jarak. Oleh
karena laju sebanding dengan fluks, maka laju dosispun mengikuti
rumus kuadrat terbalik

atau d
r
. r
2
= K
jadi d
r
1
. r
1
2
= d
r
2
. r
2
2
= d
r
3
. r
3
2
= K
Dimana : K = tetapan tergantung pada sumber

d
r
1
= laju dosis pada jarak r
1

d
r
2
= laju dosis pada jarak r
2

d
r
3
= laju dosis pada jarak r
3

Pencacah Ria
Thiroid Up Take
Renograf
Linak
DAFTAR PUSTAKA

1. BAPETEN, 2003, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Ketenaganukliran, Jakarta.
2. BATAN, 2005, Desain Penahan Ruang Sinar X, Pelatihan Petugas
Proteksi Radiasi, Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Badan Tanaga
Nuklir Nasional, Jakarta.
3. BATAN, 2006, Pelatihan Radiografi Level I, Materi 7-8, Pusat
Pendidikan Dan Pelatihan Badan Tanaga Nuklir Nasional, Jakarta.
4. Cember, H., 1992, Introduction to Health Physics, Second Edition,
Revised and Enlarged, Mc Graw-Hill, Inc., New York.
5. DEPKES RI, 1999, Pedoman Peningkatan Quality Assurance Fasilitas
Pelayanan Radiologi, Jakarta.
6. Wardhana, W.A., 2007, Teknologi Nuklir Proteksi Radiasi dan
Aplikasinya, ANDI OFFSET, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai