13.11.20
Outline
1. Shielding
shielding/pelindung untuk berkas
2. Daerah terkontrol dan tidak terkontrol (NCRP 151)
Lingkungan yang termasuk daerah terkontrol adalah daerah yang memungkinkan pekerja radiasi
menerima dosis di bawah pengawasan bagian proteksi radiasi. Daerah ini memungkinkan pekerja
radiasi dapat menerima dosis 3/10 dosis tahunan yang diperbolehkan
Daerah yang tidak terkontrol termasuk semua daerah di lingkungan rumah sakit (selain daerah
terkontrol). Daerah ini diproteksi dengan dasar dosis radiasi bagi publik dengan limit dosis efektif
tidak boleh lebih dari 1 mSv/tahun.
Shielding
Atenuasi berkas radiasi sinar X dan gamma dengan geometri mendekati berkas sejajar mengikuti
persamaan berikut:
-μt
I = I0 e
Untuk berkas dengan berkas lebar, intensitas transmisi tidak hanya berasal dari radiasi primer, namun
termasuk pula radiasi hambur, faktor build up B yang harganya >1 harus ditambahkan sehingga
persamaan menjadi sebagai berikut:
-μt
I = B I0 e
Pada saat desain shielding/pelindung untuk berkas lebar, pengaruh B harus diperhitungkan.
Miu = koefisien atenuasi
t = ketebalan
Nilai B sebagai fungsi ketebalan yang dinyatakan sebagai panjang relaksasi. Satu panjang
relaksasi merupakan ketebalan pelindung yang dapat mengatenuasi berkas sempit 1/e intensitas
datang (1/e ini berarti miu x t = 1). Dengan demikian satu panjang relaksasi secara numerik sama
dengan kebalikan koefesien absorpsi.
Lingkungan yang termasuk daerah terkontrol adalah daerah yang memungkinkan pekerja radiasi
menerima dosis di bawah pengawasan bagian proteksi radiasi(setiap RS ada satu staf u/ awasi
proteksi radiasi). Daerah ini memungkinkan pekerja radiasi dapat menerima dosis 3/10 dosis tahunan
yang diperbolehkan.
Contoh daerah ini seperti ruang perlakuan radioterapi, ruang kontrol panel pesawat radioterapi
maupun sistem pencitraan (radiologi maupun kedokteran nuklir), ataupun daerah akses untuk
kontrol proteksi radiasi.
Rekomendasi ICRP (2007) menyatakan batas tahunan recommended effective dose (E) daerah ini
untuk individu 20 mSv/tahun rata-rata selama 5 tahun dan tidak boleh melebihi 50 mSv dalam 1
tahun. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah pekerja yang sedang hamil harus diproteksi
embryo boleh tidak menerima dosis lebih dari batas dosis ekuivalen bulanan (H T) 0.5 mSv (proteksi
orang umum). Untuk mencapai kedua rekomendasi, NCRP merekomendasikan dalam kalkulasi
shielding digunakan nilai setengah E, yang berarti 5 mSv/tahun, atau
tujuan desain shielding (P) 0.1mSv per minggu pada daerah terkontrol.
Daerah tidak terkontrol termasuk semua daerah di lingkungan rumah sakit (selain daerah
terkontrol).
Sebagai contoh, tempat pemeriksaan pasien radioterapi, toilet, ruang
administrasi.
Daerah ini diproteksi dengan dasar dosis radiasi bagi publik dengan limit dosis efektif tidak boleh
lebih dari 1 mSv/tahun. Proteksi ini dapat dicapai dengan kalkulasi
tujuan shielding (P) 0.02 mSv/minggu pada daerah tidak terkontrol.
Dalam desain shielding ruang radioterapi, implementasi rekomendasi NCRP dengan memasukkan
beberapa pengandaian antara lain sebagai berikut:
Desain pintu untuk pesawat dengan radiasi energi tinggi harus memenuhi persyaratan proteksi radiasi
yang memadai tanpa mengganggu efesiensi operasional.
Berbagai persyaratan shielding tergantung pada jenis pesawat, kegunaannya, dan rentang energi
radiasi yang dihasilkan (misal Linac energi 6MV dan 10MV tergantung jenisnya). Kehati-hatian
perencanaan diperlukan mengingat shielding fasilitas radioterapi sangat mahal. Perencanaan dengan
memasukkan persyaratan perkembangan yang akan datang justru mungkin menghindari perubahan
harga konstruksi yang mahal.
Misalnya hanya untuk 25 pasien per hari saja, tapi bagaiaman dengan 10 tahun ke depan bisa jadi 50
pasien per hari =>> sehingga lebih baik langsung pada maksimal saja.
4 atau 5 tahun lalu, 1 bunker membutuhkan biaya Rp 12 Milyar
Menambal susah, Merombak mahal
Gambar terakhir perencanaan dan berbagai spesifikasinya harus diperiksa oleh expert berkualifikasi
dan BAPETEN sebelum pembangunan dimulai.
Maka pembangunan perlu ACC Bapeten
Perhatikan bahwa biaya penambahan shielding dari nilai minimum seringkali hanya memerlukan
sedikit penambahan biaya.
Inspeksi berkala selama perioda pembangunan harus dilakukan, karena sering konstruksi shielding
perlu perubahan dalam instalasi berbagai unsur, seperti
1. pemasangan berbagai saluran,
2. berbagai kotak layanan,
yang tentunya harus diikuti dengan pertimbangan proteksi keselamatan radiasi.
Setelah selesai pembangunan, diperlukan penilaian dengan pengukuran eksposi di daerah terkontrol maupun
tidak terkontrol oleh expert berkualifikasi, yang memastikan tujuan perencanaan shielding P terpenuhi.
Lebih baik lagi apabila secara berkala dilakukan pengukuran untuk memastikan batas nilai recommended
effective dose (E) selalu tidak terlampaui selama fasilitas beroperasi.
Misal densitas beton sekian maka harus tepat nilai itu, karena dikhawatirkan akan ada transmisi yang bocor.
Instalasi radioterapi modern menyediakan berbagai teknik perlakuan sesuai dengan kemajuan
pengetahuan proses penyakit, sistem pencitraan, dan berbagai teknologi pemberian radiasi.
Penggunaan perangkat keras dan lunak memungkinkan
1. pemantauan real time,
2. anatomi target,
3. modifikasi dinamis bentuk,
4. dan intensitas lapangan radiasi.
Saat ini banyak instalasi radioterapi yang memberi layanan teknik
1. TBI (total body irradiation),
2. IMRT (intensity modulated radiation therapy),
3. SRS (stereotactic radiosurgury),
4. SRT (stereotactic radiotherapy),
5. VMAT (volumetric modulated arc therapy), and
6. IGRT (image guide radiotherapy).
Beberapa instalasi melaksanakan perlakuan
1. IORT (intraoperative radiotherapy).
Semua teknik perlakuan tersebut memungkinkan perubahan beban kerja pesawat, yang selanjutnya
berpengaruh pada perencanaan desain shielding.
Teknik TBI memerlukan berkas radiasi primer dengan lapangan maksimum diarahkan dinding
tertentu dalam waktu lama, sekitar 15 menit atau lebih. Dengan sendirinya faktor penggunaan
dinding terkait menjadi lebih tinggi dibanding dengan yang digunakan untuk perencanaan
konvensional.
Teknik IMRT dan IGRT, dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi hasilnya dosis absorbsi
standard radioterapi yang diberikan dari sekeliling pasien dengan berbagai arah memerlukan waktu
sekitar 10 kali waktu perlakuan normal.
Hasil ini disebabkan banyak radiasi yang diserap oleh kolimator sebelum mencapai
pasien(lapangannya kecil-kecil dengan intensitas tinggi).
Dengan demikian fluens radiasi yang mencapai dinding tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada
perlakuan konvensional, hanya mungkin radiasi bocor dan hamburan relatif lebih tinggi.
Tapi dengan kemajuan teknologi Free Lightening(?) Filter (FLF) shg dosisnya tinggi shg teori
sblmnya sdh tidak berlaku.
Teknik SRS dan SRT, individual dosis absorbsi tinggi diberikan pada pasien sehingga beban kerja
untuk radiasi primer maupun sekunder menjadi lebih tinggi dari kasus standar.
Dosis tinggi,
00:37:55
Demikian pula berbagai sudut multiple maupun miring yang digunakan dalam teknik ini, dapat
mengubah pengandaian faktor penggunaan apabila secara eksplisit tidak dipertimbangkan dalam
perencanaan.
Fasilitas yang akan implementasi berbagai perlakuan dengan teknik lanjut, perlu antisipasi perubahan
beban kerja pesawat per minggu yang digunakan dalam desain shielding ruangan.
Workload (W)
Workload (W) atau beban kerja peralatan merupakan integral waktu laju dosis absorpsi yang
ditentukan pada kedalaman dosis maksimum dan berjarak 1 m dari sumber. Umumnya workoad W
ditentukan untuk perioda waktu satu minggu. Satuan W dalam Gy/minggu dan konversi ke dalam
jarak dz yang berbeda dari 1 m mengikuti Wz = W (1m2/(dz)2.
Nilai W ditentukan sebagai dosis absorpsi dari foton yang diberikan pada isosenter dalam seminggu,
dan dipilih berdasarkan pada arah penggunaan proyeksi. Umumnya diperkirakan dari jumlah pasien
rata-rata dalam 1 minggu dan dosis absorpsi per pasien. Harus dimasukkan pula perkiraan dosis
absorpsi yang diberikan mingguan selama cek kontrol kualitas, kalibrasi maupun aktivitas
pengukuran fisika lain.
Untuk linac dual energi, umumnya W ditentukan berdasarkan persyaratan penggunaan energi yang
relatif tinggi. Penggunaan berbagai teknik perlakuan misalnya IMRT yang menggunakan banyak
lapangan, meskipun dengan lapangan kecil, perlu memperoleh perhatian khusus dalam penentuan
nilai W.
Use factor adalah fraksi beban berkas primer yang diarahkan pada penghalang (barrier) primer
tertentu. Nilai U tergantung pada jenis instalasi radiasi. Sebagai contoh, suatu fasilitas tradisional
dengan berkas utama yang berrotasi pada isosenter akan mempunyai distribusi sudut gantri simetri
utamanya pada sudut 0, 90, 180, dan 270 derajat. Untuk fasilitas yang menggunakan teknik
perlakuan TBI (total body irradiation) dengan jarak pasien relatif lebih jauh, sehingga waktu irradiasi
menjadi lebih lama, tentunya akan menggunakan use factor pada arah teknik ini menjadi lebih tinggi.
Penggunaan teknik lain, seperti IMRT (intensity modulated radiotherapy), arc radiotherapy (VMAT,
volumetric modulated arc therapy), sebaiknya diperhatikan pula untuk menentukan nilai use factor.
Occupancy factor (T) untuk area adalah fraksi waktu rata-rata individu tereksposi maksimal bila ia
berada pada area tersebut pada saat irradiasi berlangsung. Faktor ini dihitung berdasarkan waktu
kerja mingguan bagi individu yang berada pada area tersebut, yang dirata-ratakan selama 1 tahun.
Occupancy factor untuk area ini bukan fraksi waktu yang ditempati oleh seseorang, namun lebih
merupakan fraksi waktu satu yang sebagian besar waktunya dalam waktu kerja menempati tempat
tersebut. Oleh karenanya, sebagai contoh tempat tunggu pasien selalu ditempati orang, namun selama
hari kerja, namun tidak ada orang yang menempatinya lama misalnya 50 jam/tahun, oleh karenanya
use factor tempat tunggu pasien mempunyai nilai rendah. Pada umumnya area tidak terkontrol jarang
ditentukan oleh pengunjung fasilitas atau lingkungan yang akan berada disana hanya untuk fraksi
waktu kecil dalam setahun. Eksposi maksimum individual umumnya dialami oleh pegawai fasilitas.
Occupancy factor untuk daerah terkontrol umumnya diberi nilai satu. Namun ada juga daerah
terkontrol dengan occupancy factor rendah, karena meskipun pegawai dibatasi keberadaannya pada
saat eksposi berlangsung, misalnya ruang peralatan pendukung linac. Sebaliknya mungkin ada
daerah terkontrol apabila occupancy factor diberi nilai rendah, dimungkinkan eksposi sesaat tinggi,
sehingga perlu memperoleh perhatian khusus dalam menentukan nilai occupancy factor.