Abstrak
Abstract
Keyword: shielding, radiation dose, The Dose Limitation Assessment, Radiation worker
1. Justifikasi: Setiap pemakaian zat radioaktif 3. Beban kerja atau Workload (W).
atau sumber radiasi lainnya harus Beban kerja menyatakan tingkat pemakaian
didasarkan pada azas manfaat. pesawat sinar-X dalam 1 minggu dan
2. Optimasi: Semua penyinaran harus biasanya dinyatakan dalam mA
diusahakan serendah-rendahnya ALARA menit/minggu. Nilai W ditentukan
(As Low As Reasonably Achieveable) berdasarkan :
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi a. Waktu pengoperasian pesawat
dan sosial. sinar-X dalam 1 minggu
3. Limitasi: Dosis ekivalen yang diterima (menit/minggu).
oleh pekerja radiasi atau masyarakat tidak b. Arus tabung pada saat pesawat
boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) sinar-X dioperasikan (mA).
yang ditetapkan Menurut Surat Keputusan 4. Faktor penggunaan atau Use Factor (U)
Kepala Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V- Use factor atau faktor penggunaan yaitu
99. bagian dari beban kerja bermanfaat dan
Pengertian radiasi eksterna adalah diarahkan kearah yang dituju serta
sumber radiasi yang berada di luar tubuh berhubungan dengan pancaran radiasi bila
manusia. Cara pengendalian bahaya radiasi ada sinar-X yang arahnya horizontal, maka
eksterna adalah : Waktu penyinaran; Jarak ada tembok, lantai, dan langit-langit
antara sumber dengan manusia dan Pemasangan a. Use factor untuk lantai (Floor) = 1.
penahan terhadap radiasi pengion.. Tujuan b. Use factor untuk dinding (Wall) = ¼.
pemasangan penahan radiasi untuk mengurangi c. Use factor untuk langit – langit
dosis radiasi yang mengenai organ dalam tubuh. (Ceiling) = ¼.
Penahan radiasi untuk instalasi sinar–X dapat 5. Faktor hunian atau Occupancy Factor (T)
dibedakan menjadi 2 jenis[2], yaitu : Faktor hunian merupakan beban kerja harus
1. Penahan Radiasi Primer merupakan dilipatgandakan untuk mengkoreksi tingkat
penahan sumber yang dibuat oleh pabrik pemakaian dari daerah yang dibicarakan
pembuat tabung berupa penahan timbal dan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
atau besi yang sekaligus berfungsi sebagai a. T = 1 jika terdapat seseorang yang
rumah atau wadah tabung Sinar–X dan terus menerus berada di balik dinding,
memberikan proteksi terhadap radiasi b. T = ¼ jika keberadaan seseorang tidak
primer. Persyaratan penahan radiasi primer terus menerus, tetapi relatif sering,
harus memenuhi persyaratan yang c. T = 1/16 jika keberadaan seseorang
direkomendasi NCRP(National council on hanya sesekali berada di balik
Radiation Protection & Measurement) yaitu dinding,
laju kebocoran pesawat tipe diagnostik d. Apabila diketahui bahwa yang berada
pada jarak 1 meter dari fokus tidak di balik dinding tersebut adalah
melebihi 0,1R/jam, yang dioperasikan pada pekerja radiasi, maka nilai T dianggap
arus dan tegangan maksimum. 1, tidak tergantung tingkat
2. Penahan Radiasi Sekunder merupakan keberadaannya
disain ruangan penyinaran di rumah sakit 6. Jarak (Distance, d)
dengan menggunakan perhitungan Dalam perancangan memiliki jarak yang
ketebalan yang dibutuhkan. Penahan radiasi berubah-ubah. Oleh karena itu digunakan
sekunder yang disinari terus menerus, cara pengukuran dengan jarak yang terdekat
dianggap sebagai penahan radiasi primer atau yang terendah minimal 90 cm.
Untuk menghitung tebal dinding penahan Dinding Penahan Radiasi Primer Atau
struktural dari ruangan (dinding dan pintu), Dinding Primer
perlu diketahui variabel atau faktor yang
Tebal dinding primer ditentukan dengan
berpengaruh[6], yang meliputi :
menghitung faktor transmisi (K) atau Rontgen/
1. Tegangan maksimum (kV) saat tabung
miliAmpere-menit selama satu minggu pada
sinar–X dioperasikan.
jarak satu meter, menggunakan rumus sebagai
2. Arus maksimum (mA) dari aliran
berikut :
berkasnya.
P × d2
K=
d = Jarak dari sumber ke shielding yang
W×U×T
(R / mA - mnt) (1) akan dirancang (meter).
W = Beban kerja (Workload) (mA.
dengan , menit/minggu).
K = Faktor transmisi (R/mA-mnt). U = Faktor penggunaan (Use factor).
P = Penyinaran maksimum mingguan T = Faktor hunian (Occupancy factor).
yang diperbolehkan (0,1 R/minggu Tebal dinding dilakukan dengan
untuk daerah terkontrol dan 0,01 menggunakan kurva Cember dari bahan beton
R/minggu untuk daerah tak atau timbal seperti pada Gambar 2a dan 2b.
terkontrol).
K ux = ⎜⎜ R/ ⎟
minggu ⎟⎠
2 2
a × W × T × F× f ⎝
(2)
⎝2⎠
tahun.
TATA KERJA
dengan:
BLx = Paparan radiasi bocor. Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di
P = Penyinaran maksimum mingguan Unit Radiologi RSU Kota Yogyakarta pada
yang diperbolehkan (0,1R/minggu bulan April 2008. Langkah penelitian yang
untuk daerah terkontrol dan dilakukan seperti diagram Gambar 3.
0,01R/minggu untuk daerah tak
terkontrol).
d = Jarak dari sumber ke shielding yang
akan dirancang (meter).
W = Beban kerja (Workload)
(mA.menit/minggu).
T = Faktor hunian (Occupancy factor).
I = Arus Tabung Maksimum (mA)
n = x / HVL
Tebal dinding radiasi sekunder
ditentukan berdasarkan tebal dinding penahan
radiasi hambur (Xh) dan tebal dinding penahan
radiasi bocor (Xb) mengikuti aturan:
1. Jika [ Xh – Xb ] < 1 TVL, maka tebal
dinding sekunder diambil harga yang
terbesar antara xh dan xb kemudian
Gambar 3. Diagram Pelaksanaan Penelitian
ditambahkan faktor keselamatan sebesar 1
HVL. PERALATAN DAN BAHAN
2. Jika [Xh – Xb] > 1 TVL, maka tebal dinding Peralatan yang digunakan untuk
sekunder cukup diambil dengan harga yang penelitian adalah:
terbesar antara Xh dan Xb 1. Pesawat Rontgen dengan merk Toshiba
Pemantauan radiasi pada prinsipnya 2. Surveimeter atau Mini Dosimeter.
adalah kegiatan pengukuran tingkat radiasi di HASIL DAN ANALISA DATA
daerah kerja, biasanya dinyatakan dalam laju
dosis radiasi (mrem/jam, µSv/jam, mR/jam). Denah Instalasi Radiologi RSU Kota
Pemantauan dosis radiasi harus dilakukan Yogyakarta, dapat dilihat pada Gambar 4.
secara terus menerus. Pemantauan perorangan
dilakukan dengan jalan memantau paparan
radiasi eksternal, menggunakan dosimeter
Tabel 1. Data Ukuran Ruang Roentgen I dan II di Unit Radiologi RSU Kota Yogyakarta.
Ukuran (cm)
No Parameter
Ruang Roentgen I Ruang Roentgen II
1 Panjang 475 475
2 Lebar 450 450
3 Tinggi 300 300
4 Kamar ganti 150 x 150 x 300 150 x 150 x 300
5 Toilet 150 x 150 x 300 150 x 150 x 300
Konstruksi dinding ruang roentgen dibuat tahun 2007 diperoleh 11.071 orang dan rerata
dari beton yang berlapis dengan timah hitam jumlah pasien yang dilakukan penyinaran 923
(Pb) merupakan langkah awal melaksanakan orang setiap bulan. Hasil perhitungan
azas proteksi radiasi. Data ukuran tebal dinding dimasukkan dalam kurva camber merupakan
beton dan Pb seperti dalam Tabel 2. hasil perhitungan teoritis. Hasil perbandingan
Perhitungan penahan struktural sekunder perhitungan teoritis dengan dinding penahan
perlu variabel beban kerja (workload). Variabel radiasi yang sudah terpasang dapat dilihat pada
ini diperoleh dari data sekunder kunjungan Tabel 3
pasien yang memerlukan pemeriksaan roentgen. Hasil perhitungan secara teori diperoleh,
Data sekunder jumlah kunjungan pasien pada penahan radiasi primer pada penyinaran posisi
horisontal dibutuhkan tebal beton 17,78 cm atau tebal beton maksimal adalah 17,78 cm dan tebal
Pb setebal 2,2 mm. Penyinaran posisi vertikal Pb untuk penahan radiasi pada pintu adalah 1,8
dibutuhkan tebal beton 22,86 cm atau Pb mm.
setebal 3 mm. Penahan sekunder dibutuhkan
Tabel 3. Data Perbandingan Perhitungan Penahan Radiasi Secara Teoritis dengan Ruang Penyinaran
di Unit Radiologi RSU Kota Yogyakarta
Dinding beton untuk penahan radiasi di berorde detik sehingga pengukuran radiasi tidak
Unit Radiologi RSU Kota Yogyakarta yang dapat diukur dengan survaimeter, karena
terbuat dari beton (18 cm), berlapis dengan Pb surveimeter tidak dapat memberikan respons
(1mm), pada pintu pasien dan pintu operator yang baik untuk pengukuran dalam orde detik
yang telah berlapis Pb baik luar maupun dalam Untuk keperluan pengukuran radiasi di daerah
setebal 2 mm dan kaca intip setebal 5 mm. kerja seperti ruangan untuk radiodiagnostik
Dibandingkan dengan hasil perhitungan teoritis, dengan sinar–X, maka dilakukan dengan alat
dinding yang terpasang di unit Radiologi RSU dosimeter. Dosimeter ini akan mencatat dosis
Kota Yogyakarta lebih tebal daripada radiasi akumulatif yang diterimanya selama
perhitungan secara teoritis. jangka waktu pemantauan (pesawat dalam
Cara yang praktis untuk mengetahui kondisi operasional). Pengukuran paparan
tingkat radiasi daerah kerja secara cepat (dosis) radiasi yang dilakukan pada saat
digunakan alat surveimeter. Alat ini mampu tegangan operasional maksimum dan pada jarak
memberikan respons yang baik untuk daerah 1 meter menggunakan Mini dosimeter seri
dengan tingkat radiasi yang kontinyu dan waktu 6100. Untuk mengkonversi laju dosis, hasil
yang relatif lama. Operasional pesawat sinar–X pembacaan dosis dibagi dengan waktu
diagnostik pada umumnya sangat singkat dan penyinaran. Dosis radiasi yang dihasilkan dari
pesawat sinar–X diukur pada posisi di dalam dilakukan 5 kali untuk setiap arah.. Hasil
ruang roentgen dan di luar ruang roentgen dari pengukuran laju dosis radiasi pesawat sinar–X
berbagai arah.. Pengukuran dosis radiasi pada posisi horisontal dari berbagai arah seperti
posisi penyinaran horisontal dan vertikal dalam Tabel 4 .
Tabel 4. Pengukuran Dosis Radiasi Rata – Rata Pesawat Sinar–X Pada Posisi Horisontal
di Ruang Penyinaran dan Sekitarnya
Hasil pengukuran laju dosis yang 0.2 – 0.3 mrem/detik dan diluar ruangan
dihasilkan oleh pesawat sinar – X didalam penyinaran dari berbagai arah adalah 0,00
ruangan dengan teknik penyinaran secara mrem/detik.
horisontal dan tanpa obyek penyinaran adalah Hasil pengukuran laju dosis radiasi
0,74 mR/detik atau 2,664 R/jam, dengan obyek pesawat sinar – X posisi vertikal dari berbagai
penyinaran adalah 0,69 mR/detik, atau 2,484 arah seperti dalam Tabel 5.
R/jam, didalam ruang ganti ada radiasi sebesar
Tabel 5. Data Rata – Rata Pengukuran Dosis Radiasi yang Dihasilkan Oleh Pesawat Sinar – X
Pada Posisi Vertikal Di Ruang Penyinaran dan Sekitarnya
Hasil data pengukuran laju paparan yang tidak didapatkan radiasi yang tembus dinding
dihasilkan oleh pesawat sinar – X di dalam beton penahan radiasi (0,00 mrem/detik).
ruangan dengan teknik penyinaran secara Hasil pengukuran laju dosis radiasi yang
vertikal dan tanpa obyek penyinaran adalah diterima pasien saat dilakukan penyinaran
0,62 mR/detik, diakumulasikan dalam 1 jam sinar–X di ruang penyinaran unit Radiologi
adalah 2,232 R/jam, dengan obyek penyinaran RSU Kota Yogyakarta sebanyak 30 pasien
adalah 0,67 mR/detik, diakumulasikan dalam 1 secara acak. Kemudian diklasifikasi menurut
jam adalah 2,228 R/jam. Pengukuran radiasi tegangan operasional seperti dalam Tabel 6.
diluar ruangan penyinaran dari berbagai arah
Tabel 6. Data Range kVp yang Digunakan dan Laju Tegangan yang digunakan bervariasi,
Dosis Radiasi yang Diterima Pasien dari 45 kV - 100 kV dan arus yang digunakan
Pada Saat Penyinaran 200 – 250 mA dengan waktu yang bervariasi
pula 0,03 – 0,40 detik. Laju dosis yang diterima
Laju Dosis Laju Dosis pasien yang terendah 918 mR/jam dan tertinggi
kVp 2791 mR/jam.
(mR/detik) (mR/jam)
45 – 70 0,26 – 034 918 - 1224 Dosis rata–rata pekerja radiasi pertahun
75 – 85 0,38 - 0,64 1377 - 2295 dapat diketahui dengan pengambilan data - data
90 -100 0,65 - 0,78 2326 - 2791 sekunder dosis radiasi yang tertulis di kartu
dosis pekerja radiasi di Unit RSU Kota
Yogyakarta dari tahun 2000-2007. kemudian
didiskriptifkan secara komputerisasi dengan
SPSS seri 11.0 seperti dalam Tabel 7
Tabel 7. Diskriptif Data Dosis Rata – Rata Pertahun Di Unit Radiologi RSU Kota Yogyakarta
Hasil uji statistik One–Sample T Test artinya laju dosis pekerja radiasi di bawah NBD
didapatkan hasil t hitung -9761 dengan hasil yang ditetapkan dengan signifikasi 0,000.
signifikasi 0.000. Dari hasil pengujian statistik
disimpulkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima,
TANYA JAWAB
Pertanyaan:
1. Dalam ketentuan, tebal penahan radiasi
dihitung dengan asumsi kV dan mA
maksimum, sedangkan dalam makalah ini
digunakan kV dan mA yang belum
maksimum. Apakah tebal dinding dalam
perhitungan ini valid terhadap keselamatan
radiasi? (Nugroho Tri Sanyoto)
2. Dengan waktu pengukuran yang singkat,
bagaimana mengukur laju paparan pesawat
Sinar-X?(Fanny WR)
3. Apa perbedaan pesawat sinar-X medik dan
industri! (Assef Firnando F)
Jawaban:
1. Memang dalam ketentuan desain penahan
radiasi dibuat pada kondisi maksimum,
akan tetapi dalam praktek sehari-hari untuk
pesawat X-Ray Diagnostik yang sering
digunakan di bawah tegangan 100 kV,
biasanya antara 60 s.d. 80 kV, sehingga
dengan asumsi 100 kV sudah cukup valid.
2. Karena waktu paparan yang cukup singkat,
(o,3 detik), pengukuran laju dosis dengan
surveymeter tidak dimungkinkan, karena
respon surveymeter tidak/belum nampak,
maka untuk pengukuran dengan waktu
yang singkat digunakan alat pengukur dosis
. Dalam praktek digunakan minidose 6100.
Laju dosis dihitung dengan membagi dosis
hasil pengukuran terhadap waktu yang
digunakan.
3. Pesawat Sinar-X Diagnostik biasanya yang
dipentingkan adalah arusyang besar, karena
yang diperlukan adalah intensitas radiasi,
sedangkan utnuk sinar-X industri yang
diperlukan adalah daya tembus berkas
sinar-X yang terkait dengan tegangan (kV).
Biasanya untuk pesawat diagnostik
digunakan arus (mA) yang tinggi dengan
kV antara 40 s.d. 80 kV. Untuk industri
biasanya digunakan pesaat dengan arus