Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM PROTEKSI RADIASI

KODE FIN 202

TOPIK KEBOCORAN RADIASI PADA FASILITAS RADIOLOGI

NAMA MAHASISWA DANNIS VIRENDO

NIM 413221040

SEMESTER 2

DOSEN PENGAMPU Amillia Kartika Sari, S.Tr.Kes, M.T

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN

FAKULTAS VOKASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui cara pengukuran uji kebocoran radiasi


2. Mengetahui besaran nilai dosis pada uji kebocoran radiasi
3. Dapat melakukan pengukuran menggunakan alat ukur radiasi

1.2 DASAR TEORI

Kebocoran rumah tabung pesawat sinar-x adalah laju dosis radiasi pada jarak 1 meter
dari focal spot pada kondisi tegangan kerja dan arus maksimum. Kriteria kebocoran rumah
tabung berdasarkan NCRP dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu untuk kelompok medis dan
kelompok non-medis. Radiografi industri termasuk non-medis. Berdasarkan kriteria ini, radiasi
bocor rumah tabung pada jarak 1 meter dari focal spot tidak lebih dari 1 R/jam bila tabung
dioperasikan pada tiap mA dan tegangan kerja yang telah dispesifikasikan atau kondisi
maksimum. Penentuan tingkat kebocoran radiasi dari rumah tabung berdasarkan pengukuran
laju dosis radiasi pada jarak 1 meter dari focal spot. Pada saat pengukuran, jendela tabung
ditutup dengan bahan yang jenis dan tebalnya sama dengan rumah tabung. Diambil harga rata-
rata pada daerah seluas 100 cm2. Laju paparan radiasinya diukur dengan menggunakan
surveimeter, sebaiknya yang bisa mengukur paparan radiasi secara kumulatif dan selang waktu
tertentu. Pengukuran dilakukan pada kondisi tegangan kerja dan arus maksimum, serta
biasanya memakan waktu yang cukup lama, oleh karena itu, lama pengoperasian pesawat sinar-
x harus diperhatikan berdasarkan kemampuan sistem pendinginnya supaya tidak
mengakibatkan rusaknya tabung sinar-x.

Kebocoran Radiasi adalah radiasi yang keluar dari tabung Pesawat Sinar-X selain
berkas utama. PERMENKES RI No.3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah
Sakit, yang dimaksud dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat UNSCEAR adalah salah satu komite
dalam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang didirikan oleh Sidang Umum Perserikatan
BangsaBangsa (PBB) pada tahun 1955. Mandat UNSCEAR dalam sistem (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) PBB adalah menilai dan melaporkan tingkat dan efek paparan radiasi pengion.
Pemerintah dan organisasi di seluruh dunia mengandalkan penilaian dan pandangan
UNSCEAR sebagai dasar ilmiah untuk mengevaluasi risiko radiasi dan menetapkan tindakan
perlindungan. UNSCEAR bertugas untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang
tingkat dan efek radiasi pengion. Pada awal pendiriannya, keanggotaan UNSCEAR terdiri dari
ilmuwan senior dari 15 Negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ditunjuk,
yaitu Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Kanada, Cekoslowakia, Mesir, Prancis, India,
Jepang, Meksiko, Swedia, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Setiap tahunnya,
UNSCEAR bersidang di Wina, Austria dengan dihadiri oleh hampir semua negara anggota dan
perwakilan organisasi-organisasi internasional lain seperti International Atomic Energy
Agency (IAEA), World Health Organization (WHO).

Pada tahun 1973, Indonesia menjadi anggota UNSCEAR atas undangan Sidang Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan ketua delegasi sebagai wakil Indonesia adalah
Dirjen BATAN pada waktu itu, A. Baiquni. Sejak tahun 1973, Indonesia selalu berpartisipasi
dalam Sidang Tahunan UNSCEAR serta program kerja UNSCEAR dalam rangka
meningkatkan standar keselamatan penggunaan radiasi pengion. Menurut Perka BAPETEN
No.4 Tahun 2020, proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi adalah mencegah
terjadinya efek deterministik dan mengurangi terjadinya efek stokastik serendah mungkin.
Berdasarkan Perka BAPETEN No. 8 Tahun 2011, pemegang izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku wajib menyediakan, melaksanakan, mendokumentasikan program proteksi radiasi dan
keselamatan radiasi. Berdasarkan Perka BAPETEN No. 4 tahun 2020 Pasal 20 persyaratan
proteksi radiasi meliputi 3 prinsip proteksi radiasi, yaitu justifikasi, limitasi dosis dan
penerapan optimisasi dan keselamatan radiasi. Persyaratan proteksi radiasi tersebut harus
diterapkan pada tahap perencanaan desain, dan penggunaan fasilitas di instalasi radiologi
diagnostik dan intervensional (Indrati et.al, 2017).

Radiologi merupakan ilmu cabang kedokteran yang bertujuan melihat bagian tubuh
manusia dengan menggunakan pancaran atau radiasi gelombang. Radiologi dibagi menjadi
dua, yaitu radiodiagnostik dan radioterapi. Penempatan rumah sakit di suatu daerah yang sudah
diusahakan strategis mungkin dengan pemukiman penduduk daerah tersebut harus juga
diimbangi dengan perhatian khusus terhadap aspek keselamatan masyarakat sekitar
(Trikasjono et al., 2015). Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 8 Tahun 2011
tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan
Intervensional, rumah sakit yang menyediakan pemeriksaan menggunakan pesawat sinar-X
harus memperhitungkan denah ruangan yang meliputi ukuran, bahan, dan ketebalan dinding
ruangan (Bapeten, 2011).

Radiasi adalah energi yang terpancar dari materi (atom) dalam bentuk partikel atau
gelombang. Berdasarkan kemampuan dalam melakukan ionisasi, radiasi dapat dibedakan
menjadi radiasi pengion dan radiasi non pengion. Radiasi pengion adalah radiasi yang jika
menumbuk atau menabrak sesuatu, akan muncul partikel bermuatan listrik yang disebut ion
(ionisasi). Radiasi non-pengion adalah radiasi yang tidak dapat menimbulkan ionisasi
(Kemenkes ,2017 ).

Radiasi
1) Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat mengionisasi (membentuk ion positif
dan ion negatif) atom-atom atau materi yang dilaluinya. Yang termasuk radiasi pengion adalah
partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, dan sinar-X. (Eri Hiswara, 2015)
2) Radiasi Non Pengion
Radiasi non pengion adalah radiasi yang tidak mampu mengionisasi materi yang
dilaluinya, contohnya radiasi cahaya baik yang dipancarkan dari matahari maupun dari sumber-
sumber lainnya.

Sinar X
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik, mirip dengan gelombang radio,
panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi gelombangnya sangat pendek. Sinar-X bersifat
heterogen, dengan panjang gelombang yang bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara
sinar-X dan sinar elektromagnetik lainnya terletak pada panjang gelombangnya. Panjang
gelombang sinar-X adalah 1 / 10.000 cm dari panjang gelombang cahaya, karena panjang
gelombangnya yang sangat pendek, sinar-X dapat menembus benda (Rasad, 2015).
Proteksi Radiasi
Pengertian Proteksi Radiasi Keselamatan radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
melindungi pasien, pekerja, anggota masyarakat dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang
merusak akibat paparan radiasi ( Indrati et al, 2017).

Tujuan Proteksi Radiasi Menurut Indrati (2017), tujuan dari proteksi radiasi itu adalah :
a. Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan dan membatasi peluang
terjadinya efek stokastik sampai suatu nilai yang diterima oleh masyarakat.
b. Untuk meyakinkan bahwa pekerjaan atau kegiatan yang berkaitan dengan penyinaran radiasi
dapat dibenarkan.

Prinsip Dasar Proteksi Radiasi


Seluruh aktivitas fisika kesehatan di radiologi didesain untuk meminimalkan paparan
radiasi pada pasien dan petugas. Tiga prinsip dasar proteksi radiasi dalam aktivitas nuklir yaitu
waktu, jarak dan perisai yang memiliki kegunaan yang sama pada radiologi diagnostik.
Penerapan prinsip ini dapat meminimalkan paparan radiasi (Bushong, 2013).

1. Waktu Dosis pada perorangan berhubungan dengan durasi paparan radiasi. Jika waktu
berlangsungnya suatu penyinaran semakin lama, maka paparan yang diterima juga akan
semakin bertambah.
2. Jarak Semakin besar jarak antara sumber radiasi dan individu, maka paparan radiasi
akan dengan cepat berkurang.
3. Perisai Penempatan perisai antara sumber radiasi dan individu sangat mengurangi
tingkat paparan radiasi. 16 Perisai yang digunakan di radiologi diagnostik mengandung
timbal (Pb), akan tetapi bahan bangunan yang biasa juga digunakan.

Alat Pengukur Radiasi


Sistem alat ukur proteksi radiasi terdiri dari detektor dan rangkaian penunjang seperti
sistem pengukur radiasi lainnya. Alat ukur ini mempunyai kekhususan, yaitu dapat
memberikan informasi dosis radiasi dan efek atau pengaruh radiasi terhadap manusia. Nilai
atau hasil pengukuran berupa parameter dosis seperti paparan dalam Roentgen, dosis serap
dalam Rad/Sievert atau dosis ekuivalen dalam Gray.
Surveymeter
Surveymeter berguna untuk mengukur dosis radiasi di tempat kerja secara langsung
sehingga pekerja yang membawa alat ini dapat memperkirakan dosis dan resiko yang akan
diterimanya bila bekerja ditempat tersebut dalam waktu tertentu.
Beberapa hal sebelum menggunakan surveymeter adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa baterai Hal ini digunakan untuk menguji kondisi suatu daya tegangan
detektor karena bila tegangan tinggi maka fungsi detektor kurang baik sehingga
detektor kurang sensitif terhadap radiasi yang mengenainya.
2. Faktor Kalibrasi Faktor kalibrasi merupakan parameter yang mengkonversikan nilai
ditujukan oleh alat ukur menjadi nilai dosis sebenarnya. Tanpa faktor kalibrasi makan
nilai yang ditunjukkan surveymeter tidak ada artinya.
3. Pelajari faktor display dan penggali Pada surveymeter terdapat beberapa faktor pengali,
seperti X 1, X 10, X 100 dan seterusnya. Sedangkan display dari ratemeter
menunjukkan satuan yang berbeda, seperti Sv/jam
BAB II

METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan

1. Apron shield
2. Apron tiroid
3. Surveymeter
4. Pesawat sinar x
5. Meteran

2.2 Langkah Kerja

1. Meyakinkan diaphragma masih berfungsi dengan baik (diaphragma harus dapat ditutup
dan dibuka). Jika masih ada celah pada diaphragma atau tidak dapat tertutup rapat maka
pengukuran tidak dapat dilakukan.
2. Mencatat jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan kondisi penyinaran yang
maksimum yang pernah digunakan, misalnya Cranium
3. Mencatat tegangan operasi ( 75 kV), arus ( 200 mA) dan waktu ( 0,32 s) paparan
4. Memposisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih besar untuk
mengukur laju dosis radiasi, bila tidak terbaca ulangi dengan skala yang lebih kecil
hingga skala penunjuk terbaca saat pengukuran dilakukan.
5. Memegang Surveymeter pada jarak 1 meter dari tabung pesawat.
6. Mengoperasikan pesawat sinar-x sesuai dengan kondisi penyinaran yang ditentukan.
7. Melakukan pembacaan pada surveymeter
BAB III

HASIL DAN ANALISIS

3.1 HASIL

Faktor Eksposi :
● kV : 75
● mA : 200
● ms : 16
● FFD : 100 cm
● Jeda waktu : 2 menit
Jarak dari pusat radiasi : 100 cm dari meja pemeriksaan

Posisi Hasil Ukur Rata-Rata Standar Perka


Hasil BAPETEN No.
Pengujian 15 th 2014
(Aman/Tidak)
1 2 3

Depan 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j Aman

Kanan 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,1 μSv/j 0,033 μSv/j Aman

Kiri 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j Aman

Belakang 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j Aman

Atas 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j 0,0 μSv/j Aman
3.2 ANALISIS

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan untuk mengecek apakah terdapat kebocoran pada
pesawat sinar-x pada lab RSKI. Percobaan dilakukan dengan mengarahkan surveymeter
langsung di dalam ruangan tersebut ke modalitas yang ada di sana saat melakukan peng-
ekspose-an. Percobaan ini dilakukan dengan empat arah yang berbeda yang telah tertera pada
tabel di bagian hasil. Partisipan yang akan memegang surveymeter diharapkan memakai apron
sebagai pelindung diri terhadap radiasi.

1. Arah Depan

Dapat diketahui pada arah depan hasil dari surveymeter pada ketiga kali nya adalah 0,0
mikroSv. Maka dapat dikatakan arah depan pesawat sinar-x di lab RSKI tidak terdapat
kebocoran radiasi.

2. Arah Kanan

Dapat diketahui pada arah depan hasil dari surveymeter pada percobaan pertama dan
kedua hasilnya 0,0 mikroSv, sedangkan pada percobaan ketiga hasilnya 0,1 mikroSv.
Hal tersebut dapat terjadi kemungkinan karena radiasi alam yang ada di sekitar area
atau mungkin dari human eror yang tidak sengaja ditimbulkan. Namun meskipun ada
sedikit kenaikan pada percobaan ketiga, hal tersebut masih terhitung aman. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan jika tidak terdapat kebocoran radiasi pada arah kanan.

3. Arah Kiri

Dapat diketahui pada arah kiri hasil dari surveymeter pada ketiga kali nya adalah 0,0
mikroSv. Maka dapat dikatakan arah depan pesawat sinar-x di lab RSKI tidak terdapat
kebocoran radiasi.

4. Arah Belakang

Dapat diketahui pada arah belakang hasil dari surveymeter pada ketiga kali nya adalah
0,0 mikroSv. Maka dapat dikatakan arah depan pesawat sinar-x di lab RSKI tidak
terdapat kebocoran radiasi.
5. Arah Atas

Dapat diketahui pada arah atas hasil dari surveymeter pada ketiga kali nya adalah 0,0
mikroSv. Maka dapat dikatakan arah depan pesawat sinar-x di lab RSKI tidak terdapat
kebocoran radiasi.

Sesuai dengan Perka Bapeten no. 15 Tahun 2014 Pasal 47 Ayat 2 menjelaskan bahwa :

Batas nilai Kebocoran Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 1 mGy
(satu miligray) dalam waktu 1 (satu) jam pada jarak 1 m (satu meter) dari posisi fokus dengan
kondisi kuat arus kontinyu maksimum pada kVp (kilo volt peak) maksimum.

Dalam perka tersebut disebutkan bahwa batas maksimal kebocoran radiasi dalam kurun satu
jam adalah 1mGy sehingga jika dilihat dari hasil data yang telah terkumpul, kebanyakan rata-
rata yang diterima dibawah 1mGy/j. Oleh karena itu, ruangan laboratorium RSKI sudah aman
dari kebocoran radiasi.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, pengukuran uji kebocoran radiasi dapat
dilakukan dengan lima tempat yang berbeda yaitu bagian depan, bagian kanan, bagian kiri,
bagian belakang, dan bagian atas. Tujuan dilakukan pengukuran uji kebocoran radiasi pada
tabung ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat paparan radiasi yang tidak seharusnya
keluar dari tabung sinar-x sehingga suatu ruangan bisa dikatakan aman dari bahaya radiasi.

Pada praktikum ini, kami menggunakan besaran dosis yang menyesuaikan dengan alat ukur
radiasi yang kami gunakan. Kami menggunakan surveymeter dengan nilai kalibrasi 10 μSv/j
dan besaran dosis yaitu μSv/j. Setelah dilakukan pengukuran dari kelima sisi, kami melakukan
perhitungan rata-rata untuk tiap-tiap sisi. Dari kelima sisi yang ada, hanya sisi kanan yang rata-
rata nya berbeda yaitu sebesar 0,033 μSv/j sedangkan yang lainnya sebesar 0,0 μSv/j. Hal
tersebut dapat terjadi kemungkinan karena radiasi alam yang pada saat itu terdeteksi oleh
surveymeter. Namun meskipun terdapat radiasi alam yang tertera, dengan rata-rata yang masih
dibawah 1μSv/j, dapat dikatakan aman untuk suatu ruang radiologi. Penetapan nilai ambang
untuk kebocoran radiasi tabung dapat dilihat dalam Perka Bapeten no. 15 Tahun 2014 Pasal
47.

Meskipun dapat dikatakan aman, kita sebagai pekerja radiasi juga wajib untuk mengetahui tata
cara prosedur pengoperasian alat radiasi dengan benar. Hal itu dibutuhkan agar tidak terjadi
kekeliruan terkait pelaksanaan prosedur perawatan dan pengobatan pasien. Selain itu,
pengoperasian alat ukur radiasi juga harus dilakukan dengan benar. Alat ukur radiasi adalah
sebuah alat yang dibuat untuk melakukan pengukuran terhadap nilai paparan, laju paparan,
aktivitas, laju cacah, dosis atau laju dosis dalam medan radiasi (Bapeten, 2006). Agar hasil
yang didapatkan sesuai dengan harapan, alat ukur radiasi harus digunakan sesuai prosedur yang
ada dan juga dilakukan kalibrasi secara berkala.
4.2 SARAN

1. Dikarenakan ruangan yang kami tempati sebagai ruang praktikum bisa dibilang tidak
terlalu besar, diharapkan kedepannya praktikum bisa dilakukan oleh tiap-tiap kelompok
bukan tiap kelas agar praktikum bisa berjalan dengan maksimal.
2. Sebelum praktikum diusahakan kepada mahasiswa untuk belajar terlebih dahulu terkait
apa yang akan dibahas nanti pada saat praktikum agar praktikum yang dilakukan bisa
berjalan dengan lancar.
3. Selalu mencatat apa yang dijelaskan agar mengerti, jika diperlukan bisa merekam apa
yang dijelaskan saat praktikum.
4. Jika masih kurang jelas, dimohon untuk bertanya kepada dosen yang sedang mengajar.
5. Pastikan selalu melakukan praktikum sesuai SOP yang ada agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

BAPETEN. (2014) Keselamatan Radiasi dalam Produksi Pesawat Sinar-X Radiologi

Diagnostik dan Intervensional. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 15

Tahun 2014 Republik Indonesia.

BAPETEN. (2006) LABORATORIUM DOSIMETRI, KALIBRASI ALAT UKUR RADIASI DAN


KELUARAN SUMBER RADIASI TERAPI, DAN STANDARDISASI RADIONUKLIDA. Peraturan
Kepala Badan Pengawas

Anda mungkin juga menyukai