Anda di halaman 1dari 14

1

A. PENDAHULUAN
Amoebiasis adalah suatu keadaan terdapatnya Entamoeba histolytica
dengan atau tanpa manifestasi klinik, dan disebut sebagai penyakit bawaan
makanan (Food Borne Disease). Entamoeba histolytica juga dapat menyebabkan
Dysentery amoeba, penyebarannya kosmopolitan banyak dijumpai pada daerah
tropis dan subtropis terutama pada daerah yang sosio ekonomi lemah dan higiene
sanitasinya jelek.
1,2
Entamoeba histolytica pertama kali ditemukan oleh Losh tahun 1875 dari
tinja seorang penderita di Leningrad, Rusia. Pada autopsi, Losh menemukan
Entamoeba histolytica bentuk trofozoit dalam usus besar, tetapi ia tidak
mengetahui hubungan kausal antara parasit ini dengan kelainan ulkus usus
tersebut.
1,2
Pada tahun 1893 Quiche dan Roos rnenemukan Entamoeba histolytica
bentuk kista, sedangkan Schaudin tahun 1903 memberi nama spesies Entamoeba
histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga hidup dalam usus
besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian Walker dan Sellards di
Philipina membuktikan dengan eksperimen pada sukarelawan bahwa Entamoeba
histolytica merupakan parasit komensal dalam usus besar.
1,2
Klasifikasi amoebiasis menurut WHO (1968) dibagi dalam asimtomatik
dan simptomatik, yang termasuk amoebiasis simptomatik yaitu amoebiasis
intestinal yaitu dysentri, non-dysentri colitis, amoebic appendicitas ke orang lain
oleh pengandung kista entamoeba hitolytica yang mempunyai gejala klinik
(simptomatik) maupun yang tidak (asimptomatik).
1,2
Amoebiasis pada manusia dapat terjadi secara akut dan kronik. Amoebiasis
memiliki gejala yang samar-samar, sehingga hampir tidak diketahui. Gejalanya
bisa berupa diare yang hilang-timbul dan sembelit, banyak buang gas (flatulensi)
dan kram perut. Bisa terjadi demam ringan. Diagnosis dilakukan berdasarkan
2

ditemukannya amuba pada sampel tinja penderita. Amuba penyebab amoebiasis
tidak selalu ditemukan pada setiap sampel tinja, karena itu biasanya diperlukan
pemeriksaan tinja sebanyak 3-6 kali. Selain pemberian antiamuba, diperlukan juga
tindakan lain yang sifatnya menguntungkan penderita seperti diet rendah residu
dan karbohidrat serta protein yang mudah dicerna, pemberian obat yang bersifat
simtomatik dan kadang diperlukan antimikroba untuk mengendalikan infeksi yang
menyertai amoebiasis.
1,3

B. DEFENISI
Amoebiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh protozoa anaerobik,
yaitu Entamoeba histolitica dengan atau tanpa gejala klinik.
1,2,3,4
Penyakit infeksi
usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica ini biasa
disebut juga disentri ameba, enteritis ameba, dan colitis ameba.
1,2,5
C. EPIDEMIOLOGI

Amoebiasis tersebar luas di berbagai negara di seluruh dunia. Pada
berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 50 % dan berhubungan
langsung dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai
pada daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek, dan banyak dijumpai
juga dirumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit jiwa dan lain-lain.
1,3,5
Di Indonesia, amoebiasis kolon banyak dijumpai dalam keadaan endemi.
Prevalensi Entamoeba histolytica di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara
10 18 %. Amoebiasis juga tersebar luas diberbagai negara diseluruh dunia. Pada
berbagai survei menunjukkan frekuensi diantara 0,2 50 % dan berhubungan
dengan sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini akan banyak dijumpai pada
daerah tropik dan subtropik yang sanitasinya jelek.
1,3
Di China, Mesir, India dan negeri Belanda berkisar antara 10,1 11,5%, di
Eropa Utara 5 20%, di Eropa Selatan 20 51% dan di Amerika Serikat 20%.
Frekuensi infeksi Entamoeba histolytica diukur dengan jumlah pengandung kista.
3

Perbandingan berbagai macam amoebiasis di Indonesia adalah sebagai
berikut, amoebiasis kolon banyak ditemukan, amoebiasis hati hanya kadang-
kadang amoebiasis otak lebih jarang lagi dijumpai.
1,3
Sumber infeksi terutama carrier yakni penderita amoebiasis tanpa gejala
klinis yang dapat bertahan lama megeluarkan kista yang jumlahnya ratusan ribu
perhari. Bentuk kista tersebut dapat bertahan diluar tubuh dalam waktu yang lama.
Kista dapat menginfeksi manusia melalui makanan atau sayuran dan air yang
terkontaminasi dengan tinja yang mengandung kista.
1,2,3,4
Infeksi dapat juga terjadi dengan atau melalui vektor serangga seperti lalat
dan kecoa (lipas) atau tangan orang yang menyajikan makanan (food handler)
yang menderita sebagai carrier, sayur-sayuran yang dipupuk dengan tinja
manusia dan selada buah yang ditata atau disusun dengan tangan manusia. Bukti-
bukti tidak langsung tetapi jelas menunjukkan bahwa air merupakan perantara
penularan. Sumber air minum yang terkontaminasi pada tinja yang berisi kista
atau secara tidak sengaja terjadi kebocoran pipa air minum yang berhubungan
dengan tangki kotoran atau parit.
1,3,5
Penularan diantara keluarga sering juga terjadi terutama pada ibu atau
pembantu rumah tangga yang merupakan carrier, dapat mengkontaminasi
makanan sewaktu menyediakan atau menyajikan makanan tersebut.
1,5
Pada tingkat keadaan sosio ekonomi yang rendah sering terjadi infeksi
yang disebabkan berbagai masalah, antara lain :
1,3,4,5
1. Penyediaan air bersih, sumber air sering tercemar.
2. Tidak adanya jamban, defekasi disembarang tempat, memungkinkan
amoeba dapat dibawa oleh lalat atau kecoa.
3. Pembuangan sampah yang jelek merupakan tempat pembiakan lalat
atau lipas yang berperan sebagai vektor mekanik.
Mengandung kista yang jumlahnya besar dan penderita dalam keadaan
konvalesensi merupakan bahaya potensial yang merupakan sumber infeksi dan
harus diobati dengan sempurna karena keduanya merupakan masalah kesehatan
yang besar.
1,3,4
Kista dapat hidup lama dalam air (10 14 hari). Dalam lingkungan yang
dingin dan lembab kista dapat hidup selama kurang lebih 12 hari, kista juga tahan
4

terhadap Khlor yang terdapat dalam air leding dan kista akan mati pada suhu 50
o

C atau dalam keadaan kering. Entamoeba histolytica ini juga menyebabkan
Dysenteriae amoeuba, abses hati dan Giardia lamblia yang banyak ditemukan
pada anak-anak. Infeksi juga ditularkan dalam bentuk kista, sehingga pengandung
kista adalah penting dalam penyebaran penyakit ini.
1,2

D. ETIOLOGI

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai
mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi
mengijinkan dapat berubah menjadi pathogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus
hidup ameba ada 2 macam bentuk. Yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak
dan bentuk kista.
1,2,3,5

E. PATOFISIOLOGI
Entamoeba histolytica memiliki siklus hidup dengan dua tahap, yaitu
tahap trofozoit dan kista. Pada tahap trofozoit, amuba tidak bisa bertahan hidup
mandiri, sedangkan pada tahap kista amuba bersifat sangat menular dan kuat,
hidup di Lingkungan yang ekstrim. Entamoeba histolytica ditularkan melalui rute
fecal-oral. Periode inkubasi terjadi mulai dari hitungan hari sampai tahun (durasi
rata-rata 2-4 minggu.
4,5

Infeksi dimulai dari tertelannya kista dalam makanan dan minuman yang
terkontaminasi tinja. Kista yang tertelan mengeluarkan trofozoit dalam usus besar
dan memasuki submukosa. Bentuk kista biasanya sferis, berukuran 10-18 mm.
Kista yang matang berisi 2 inti yang akan membelah menjadi 4 inti yang kecil.
Selama proses pematangan vakuola glikogen akan dikeluarkan dan benda
kromatoid menjadi makin kabur dan akhirnya menghilang. Kista sangat tahan
terhadap bahan kimia tertentu. Kista bisa tetap hidup dan infektif dalam kondisi
lembab sedangkan dalam feses yang mengering dapat bertahan sampai 12 hari dan
dalam air selama 30 hari.
6

5

Bila air minum atau makanan terkontaminasi oleh kista Entamoeba histolytica,
kista akan masuk melalui saluran pencernaan menuju ileum dan terjadi excystasi,
dinding kista robek dan keluar amoeba multinucleus metacystic yang langsung
membelah diri menjadi 8 uninucleat trofozoit muda yang disebut amoebulae.
Amoebulae bergerak ke usus besar, makan dan tumbuh dan membelah diri
asexual.
7

Trofozoit dalam intestinal akan berubah bentuk menjadi precystic. Bentuknya
akan mengecil dan bebentuk spheric dengan ukuran 3,5-20 mm. Bentuk kista
yang matang mengandung kromatoid untuk menyimpan unsur nutrisi glycogen
yang digunakan sebagai sumber energi. Kista ini adalah bentuk inaktif yang akan
keluar melalui feses. Didalam dinding usus trofozoit terbawa aliran darah menuju
hati, paru, otak dan organ lain. Hati adalah organ yang paling sering diserang
selain usus. Di dalam hati trofozoit memakan sel parenchym hati sehingga
menyebabkan kerusakan hati
8

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di dalam lumen usus besar,
dapat berubah menjadi patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus.
Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit tersebut sampai saat ini masih
belum diketahui dengan pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat
keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya mempunyai peran. Faktor-
faktor yang dapat menurunkan kerentanan tubuh misalnya kehamilan, kurang gizi,
penyakit keganasan ameba ditentukan oleh strainnya. Beberapa faktor lingkungan
yang diduga berpengaruh, misalnya suasana anaerob dan asam (pH 0,6-6,5),
adanya bakteri, virus dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat dan rendah
protein. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan
lizosim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.
Bentuk ulkus ameba sangat khas yaitu dilapisan mukosa berbentuk kecil tapi
dilapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi
ulkus dipermukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang
minimal. Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus,tampak sel leukosit dalam
jumlah banyak, tampak pula Kristal charcot leyden dan kadang-kadang ditemukan
trofozoit. Ulkus yang terjadi dapat menimbulkan perdarahan dan apabila
6

menembus lapisan muscular akan terjadi perforasi dan peritonitis. Infeksi kronik
dapat menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi yang disebut
ameboma, yang sering terjadi didaerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus didalam
dinding usus besar, ameba dapat mengadakan metastasis ke hati lewat cabang
vena porta dan menimbulkan abses hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau
pembuluh getah bening dapat pula terjadi keparu, otak, atau limpa, dan
menimbulkan abses disana, akan tetapi peristiwa ini jarang terjadi.
3,5
F. KLASIFIKASI
1. Amoebiasis intestinal
Amoebiasis intestinal atau disebut juga sebagai amoebiasis primer terjadi pertama
didaerah caecum, appendix, colon ascenden dan berkembang ke colon lainnya.
Bila sejumlah parasit ini menyerang mukosa akan menimbulkan ulkus (borok),
yang mempercepat kerusakan mukosa.
9

Lapisan muskularis usus biasanya lebih tahan. Biasanya lesi akan terhenti
didaerah membran basal dari muskularis mukosa dan kemudian terjadi erosi
lateral dan berkembang menjadi nekrosis. Jaringan tersebut akan cepat sembuh
bila parasit tersebut dihancurkan (mati). Pada lesi awal biasanya tidak terjadi
komplikasi dengan bakteri. Pada lesi yang lama (kronis) akan diikuti infeksi
sekunder oleh bakteri dan dapat merusak muskularis mukosa, infiltrasi ke sub-
mukosa dan bahkan berpenetrasi ke lapisan muskularis dan serosa.
5

Amoebiasis intestinal bergantung pada resistensi hospesnya sendiri, virulensi dari
strain amuba, kondisi dari lumen usus atau dinding usus, yaitu keadaan flora usus,
intek/tidaknya dinding usus, kondisi makanan, apabila makanan banyak
mengandung karbohidrat, maka amoeba tersebut lebih pathogen. Pada
pemeriksaan barium enema, amoeba dapat berupa lesi polipoid, dapat dikelirukan
dengan karsinoma kolon. Adanya ulkus pada mukosa usus dapat diketahui dengan
sigmoidoskopi pada 25% kasus. Ulkus tersebar, terpisah satu sama lain oleh
mukosa usus yang normal, ukurannya bervariasi dari 2-3 mm sampai 2-3 cm.
10

7

Variasi tipe amoebiasis primer terdiri atas (Peter, 2003):
a) Amoebiasis kolon akut. Bila gejalanya berlangsung kurang dari 1 bulan.
Amoebiasis kolon akut atau disentri amoeba (dysentria amoebica) mempunyai
gejala yang jelas yaitu sindrom disentri yang merupakan kumpulan gejala terdiri
atas diare (berak-berak encer) dengan tinja yang berlendir dan berdarah serta
tenesmus anus (nyeri pada anus waktu buang air besar). Terdapat juga rasa tidak
enak di perut dan mules. Bila tinja segar diperiksa, bentuk histolitika dapat
ditemukan dengan mudah.
b) Amoebiasis kolon menahun, disebut juga sebagai inflammantory bowel
disease bila gejalanya berlangsung lebih dari 1 bulan atau bila terjadi gejala yang
ringan, diikuti oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Amoebiasis kolon
menahun mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat gejala sus
yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselingi dengan
obstipasi (sembelit).
2. Amoebiasis Ekstra-Intestinal
Invasi amoeba selain dalam jaringan usus disebut amoebiasis sekunder atau ekstra
intestinal. Terjadinya kasus trofozoit terbawa aliran darah dan limfe ke lokasi lain
dari tubuh, menyebabkan terjadinya lesi pada organ lain. Lesi sekunder dijumpai
lesi pada hati (sekitar 5% dari kasus amoebiasis). Umumnya infestasi amuba yang
paling sering adalah amoebiasis intraluminal asimptomatik. Perkiraan prevalensi
individu yang asimptomatik bervariasi antara 5-50% populasi.
6

Amoebiasis sekunder dapat terjadi penyebaran melalui beberapa cara, yaitu
melalui darah atau yang disebut hematogen, organ yang paling sering terserang
yaitu hepar yang akan menimbulkan amoebiasis hepatitis dan selanjutnya absces
hepatikum dapat terjadi secara single atau multiple dan 85% pada lobus dextra..
Hal ini terjadi bila trofozoit masuk kedalam venula mesenterika dan bergerak ke
hati melalui sistem vena porta hepatis, kemudian masuk melalui kapiler darah
portal menuju sinusoid hati dan akhirnya membentuk absces.
6
Besarnya absces
cukup bervariasi dari bentuk titik yang kemudian membesar sampai seperti buah
8

anggur. Ditengah absces akan terlihat adanya cairan nekrosis, ditengahnya ada sel
stroma hati dan bagian luarnya terlihat jaringan hati yang ditempeli oleh amoeba.
Bilamana absces pecah serpihan absces akan tersebar dan menginfeksi jaringan
lainnya. Selanjutnya dapat menyebar melalui otak.
11

3. Carrier (Cyst Passer)
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
ameba yang berada di dalam lumen usus besar, tidak mengadakan invasi ke
dinding usus.
G. GAMBARAN KLINIK

Gejala-gejala klinik dari amoebiasis tergantung daripada lokalisasi dan
beratnya infeksi. Penyakit disentri yang ditimbulkannya hanya dijumpai pada
sebagian kecil penderita tanpa gejala dan tanpa disadari merupakan sumber
infeksi yang penting yang kita kenal sebagai "carrier", terutama didaerah dingin,
yang dapat mengeluarkan berjuta-juta kista sehari. Penderita amoebiasis
intestinalis sering dijumpai tanpa gejala atau adanya perasaan tidak enak diperut
yang samar-samar, dengan adanya konstipasi, lemah dan neurastenia. Infeksi
menahun dengan gejala subklinis dan terkadang dengan eksaserbasi kadang-
kadang menimbulkan terjadinya kolon yang "irritable" sakit perut berupa kolik
yang tidak teratur.
1,2,5
Amoebiasis yang akut mempunyai masa tunas 1-14 minggu. Dengan
adanya sindrom disentri berupa diare yang berdarah dengan mukus atau lendir
yang disertai dengan perasaan sakit perut dan tenesmus yang juga sering disertai
dengan adanya demam. Amoebiasis yang menahun dengan serangan disentri
berulang terdapat nyeri tekan setempat pada abdomen dan terkadang disertai
pembesaran hati. Penyakit menahun yang melemahkan ini mengakibatkan
menurunnya berat badan.
Amoebiasis ekstra intestinalis memberikan gejala sangat tergantung kepada
lokasi absesnya. Yang paling sering dijumpai adalah amoebiasis hati disebabkan
metastasis dari mukosa usus melalui aliran sistem portal. Sering dijumpai pada
9

orang-orang dewasa muda dan lebih sering pada pria daripada wanita dengan
gejala berupa demam berulang, kadang-kadang disertai menggigil, icterus ringan,
bagian kanan diafragma sedikit meninggi, sering ada rasa sakit sekali pada bahu
kanan dan hepatomegali. Abses ini dapat meluas ke paru-paru disertai batuk dan
nyeri tekan intercostal, pleural effusion dengan demam disertai dengan menggigil.
Pada pemeriksaan darah dijumpai lekositosis kadang-kadang amoebiasis
hati sudah lama diderita tanpa tanda-tanda dan gejalanya khas yang sukar
didiagnosa. Infeksi amoeba di otak menunjukkan berbagai tanda dan gejala seperti
abses atau tumor otak. Amoebiasis ekstra intestinalis ini dapat juga dijumpai di
penis, vulva, perineum, kulit setentang hati atau kulit setentang colon atau di
tempat lain dengan tanda-tanda suatu ulkus dengan pinggirnya yang tegas, sangat
sakit dan mudah berdarah.
H. DIAGNOSIS

Diagnosis pasti penderita amoebiasis adalah menemukan parasit didalam
tinja atau jaringan. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan
mikroskopis atau menemukan parasit dalam biakan tinja sering dijumpai
Entamoeba histolytica bersama-sama dengan kristal Charcot-Leyden. Diagnosis
tidak selalu mudah, maka perlu dilakukan pemeriksaan berulang teristimewa pada
kasus menahun. Kegagalan dapat terjadi dengan teknik yang salah, mencari
parasit tidak cukup teliti atau sering dikacaukan dengan protozoa lain dan sel-sel
artefak.
Pemeriksaan tinja dengan sediaan langsung dengan memakai air garam
faal, atau lugol, dengan pengecatan trichrom, hematoksilin (sediaan permanen)
atau dengan metode konsentrasi. Pada umumnya pada tinja encer akan di jumpai
bentuk tropozoit disertai gejala klinik nyata, sedangkan pada tinja padat pada
penderita tanpa gejala terutama pada penderita menahun carrier akan dijumpai
terutama bentuk kista.
Bentuk tropozoit dapat dikenal karena gerakannya aktif, ektoplasma yang
berbatas jelas, nukleus dan adanya sel darah merah, cristal Charcot Leyden,
yang dicernakan dan kista- kista dapat dikenali dari bentuknya yang bulat dimana
jumlah inti 1 4 dan benda chromatidnya.
10

Pemeriksaan serologis, test haemaglutinasi, test presipitin, pemeriksaan
radiologis atau scalhing berperan pada penderita ekstra intestinal amoebiasis.
Aspirasi abses dapat dilakukan dengan menemukan cairan warna coklat dan pada
akhir aspirasi akan ditemukan bentuk tropozoit.
Pada amoebiasis kolon akut biasanya diagnosis klinis ditetapkan bila
terdapat sindrom disentri disertai sakit perut (mules). Biasanya gejala diare
berlangsung tidak lebih dari 10 kali sehari. Gejala tersebut dapat dibedakan dari
gejala penyakit disentri basilaris. Pada disentri basilaris terdapat sindrom disentri
dengan diare yang lebih sering, kadang-kadang sampai lebih dari 10 kali sehari,
terdapat juga demam dan lekositosis. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan
menemukan Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam tinja.
Amoebiasis kolon menahun biasanya terdapat gejala diare yang ringan
diselingi dengan obstipasi. Dapat juga terjadi suatu eksaserbasi akut dengan
sindrom disentri. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan
Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam tinja.
Bila amoeba tidak ditemukan, pemeriksaan tinja perlu diulangi 3 hari
berturut-turut. Reaksi serologi perlu dilakukan untuk menunjang disgnosis.
Proktoskop dapat digunakan untuk melihat luka yang terdapat di rektum dan
untuk melihat kelainan di sigmoid digunakan sigmoidoskop.
Sedangkan pada amoebiasis hati secara klinis dapat dibuat diagnosis bila
terdapat gejala berat badan menurun, badan terasa lemah, demam, tidak nafsu
makan disertai pembesaran hati yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan radiologi
biasanya didapatkan peninggian diafragma. Pemeriksaan darah menunjukkan
adanya leukositosis. Diagnosis laboratorium ditegakkan dengan menemukan
Entamoeba histolytica bentuk histolytica dalam biopsi dinding abses atau dalam
aspirasi nanah abses. Bila amoeba tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan
serologik, antara lain tes hemaglutinasi tidak langsung atau tes imunodifusi.
I. DIAGNOSIS BANDING
1,2,5

1. Disentri basiler
2. Schistosomiasis
3. Karsinoma Usus besar
4. Kolitits Ulserativa
11

5. Trichuriasis
6. Malaria
7. Kolitis sebagai akibat radiasi

J. PENATALAKSANAAN
1. Supportive terapi (supportive therapy)
Terapi ini berhubungan dengan sifat virulensi amoeba. Biasanya dengan
menggunakan diet tinggi protein dan rendah karbohidrat, yakni :
- Tinggi protein, akan mempertinggi daya tahan host.
- Rendah karbohidrat, akan menurunkan virulensi infeksi.
2. Kausal terapi ( Causal therapy ) Ditujukan terhadap:
- Parasitnya.
- Bakteri yang associde.
- Kuman kuman yang menyebabkan sekunder infeksi.
Obat obatnya antara lain:
1. Emetin Hidroklorida.
Obat ini berkhasiat terhadap bentuk histolitika. Pemberian emetin ini
hanya efektif bila diberikan secara parenteral karena pada pemberian secara oral
absorpsinya tidak sempurna. Toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot
jantung. Dosis maksimum untuk orang dewasa adalah 65 mg sehari. Lama
pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan orang yang sakit berat, dosis
harus dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, pada
penderita dengan gangguan jantung dan ginjal. Dehidroemetin relatif kurang
toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan secara oral. Dosis
maksimum adalah 0,1 gram sehari, diberikan selama 46 hari. Emetin dan
dehidroemetin efektif untuk pengobatan abses hati (amoebiasis hati).

2. Klorokuin.
Obat ini merupakan amoebisid jaringan, berkhasiat terhadap bentuk
histolytica. Efek samping dan efek toksiknya bersifat ringan antara lain, mual,
muntah, diare, sakit kepala. Dosis untuk orang dewasa adalah 1 gram sehari
selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 sampai 3 minggu.
12

3. Antibiotik.
Tetrasiklin dan eritomisin bekerja secara tidak langsung sebagai amebisid
dengan mempengaruhi flora usus. Peromomisin bekerja langsung pada amoeba.
Dosis yang dianjurkan adalah 25 mg/kg bb/hari selama 5 hari, diberikan secara
terbagi.
4. Metronidazol (Nitraomidazol).
Metronidazol merupakan obat pilihan, karena efektif terhadap bentuk
histolytica dan bentuk kista. Efek samping ringan, antara lain, mual, muntah dan
pusing. Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram sehari selama 3 hari berturut-
turut dan diberikan secara terbagi.
K. PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.
Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama yang tanpa komplikasi.
Pada abses hati ameba kadang-kadang diperlukan tindakan pungsi untuk
mengeluarkan nanah. Demikian pula dengan amebiasis yang disertai penyulit
efusi pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.
5
L. KOMPLIKASI
Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba, baik berat maupun
ringan. Sering sumber penyakit di usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau
hanya menunjukkan gejala ringan, sehingga yang menonjol adalah gejala
penyulitnya (komplikasi). Berdasarkan lokasinya, penyulit tersebut dapat dibagi
menjadi 2 yakni :
5
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ameboma
d. Intususepsi
e. Penyempitan usus (Striktura)
13

2. Komplikasi Ekstra Intestinal
a. Amebiasis hati
b. Amebiasis pleuropulmonal
c. Abses otak, limpa, dan organ lain
d. Amebiasis kulit

M. PENCEGAHAN
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh
Entamoeba histolytica antara lain sebagai berikut:
1. Tidak makan makanan mentah (sayuran, daging babi, daging sapi, dan
daging ikan), dan untuk buah dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2. Minum air yang telah dimasak mendidih baru aman.
3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan
menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan
tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar
tidak mencemari sumber air.
5. Di Taman Kanak- Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan
pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi
parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat
ke rumah sakit.
7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan
telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya
diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur
memeriksa dan mengobatinya.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Rasmaliah. 2003. Epidemiologi Amoebasis dan Upaya Pencegahannya.
diakses pada tanggal 12/12/2012.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm.rasmaliah.pdf
2. Gandahusada, Srisasi.. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.
3. Thatha, Ira. 2009. Entamoeba histolytica. http://iranthatha.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 12/12/2012.
4. Ghosh, Sudip K. 2009. Molecular Characterization of Entamoeba invadens
chitinases: an encystation specific protein. http://subscribd.com. Diakses
pada tanggal 16 desember 2012.
5. Sudoyo A.W, Eddy S, dkk. Amebiasis.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III edisi kelima. Balai Penerbit FKUI.Jakarta.2009. Hal 2850-2856.
6. Zein, Umar. 2004. Diare Akut Infeksius pada Orang Dewasa.
http://library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 19 desember 2012
7. Marr, Berger S.A. 2006. Penyakit Parasit Manusia.
http://bartlett.sudbury.org. Diakses pada tanggal 19 desember 2012
8. Espinosa, Avelina. 2004. Entamoeba histolytica Alkohol Dehidrogenase
2

(EhADH
2
) Sebagai Target untuk Agen Anti-amuba.
http://translate.googleusercontent.com. Diakses paa tanggal 18 desember
2012
9. Opperdoes, Fred. R. 1998. Kemoterapi Anti-amuba.
http://www.icp.ucl.ac..html. Diakses pada tanggal 18 Desember 2012
10. Hastings, Caroline A. dan Bertram H. Lubim. 2002. Infectious Diseases in
Rudolphs Fundamental Paediatrics.
http://referensikedokteran.blogspot.com. Diakses pada tanggal 18
desember 2012
11. Lane, Peter A., Rachelle Nuss dan Daniel R. Ambrusso. 2003. Liver &
Pancreas in Lange Medical Book: Current Paediatric Diagnosis &
Treatment.Diakses pada tanggal 18 Desember 2012

Anda mungkin juga menyukai