33%(3)33% menganggap dokumen ini bermanfaat (3 suara)
2K tayangan12 halaman
Laporan praktikum ini membahas percobaan sikap dan keseimbangan badan pada manusia menggunakan kursi Barany dan tes pendengaran. Percobaan menunjukkan pengaruh posisi kepala dan mata terhadap keseimbangan, dan mendeteksi nistagmus dan penyimpangan setelah putaran kursi. Tes juga mengukur sensasi putaran selama perubahan kecepatan kursi.
Laporan praktikum ini membahas percobaan sikap dan keseimbangan badan pada manusia menggunakan kursi Barany dan tes pendengaran. Percobaan menunjukkan pengaruh posisi kepala dan mata terhadap keseimbangan, dan mendeteksi nistagmus dan penyimpangan setelah putaran kursi. Tes juga mengukur sensasi putaran selama perubahan kecepatan kursi.
Laporan praktikum ini membahas percobaan sikap dan keseimbangan badan pada manusia menggunakan kursi Barany dan tes pendengaran. Percobaan menunjukkan pengaruh posisi kepala dan mata terhadap keseimbangan, dan mendeteksi nistagmus dan penyimpangan setelah putaran kursi. Tes juga mengukur sensasi putaran selama perubahan kecepatan kursi.
Percobaan Sikap dan Keseimbangan Badan pada Manusia dan
Pemeriksaan Pendengaran
Kelompok F2 KETUA : Cinthia ANGGOTA : Stephanie Clara IP. Ady Putra Astawan Michael Laban Hollerik Sahat Efesus Glory Artauli Risma Lestari Siregar Anggraini Hertanti Ogi Leksi Susanto
PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA KELOMPOK F2 102012148 Cinthia 102010250 Stephanie Clara 102011141 IP. Ady Putra Astawan 102012285 Michael Laban 102012304 Hollerik Sahat Efesus 102012343 Glory Artauli 102012426 Risma Lestari Siregar 102012440 Anggraini Hertanti 102012448 Ogi Leksi Susanto
Percobaan Sikap dan Keseimbangan Badan Tujuan Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui pentingnya kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan keseimbangan badan dan mendemonstrasikan dan menerangkan pengaruh percepatan sudut dengan kursi barany terhadap gerakan bola mata dan dengan berjalan mengelilingi statif. Alat dan Bahan 1. Kursi putar Barany 2. Tongkat atau statif yang panjang
I. Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap Keseimbangan Badan Cara kerja : 1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut. 2. Ulangi percobaan diatas (no.1) dengan mata tertutup. 3. Ulangi percobaan (no.1 dan 2) dengan : a. kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri b. kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan. Hasil Percobaan 1. Mata terbuka dengan kepala dan badan dalam sikap biasa OP mampu mengikuti garis yang ada tanpa adanya kesulitan 2. Mata tertutup dengan kepala dan badan dalam sikap biasa OP sudah tidak bisa mengikuti garis yang ada, keseimbangannya terganggu 3. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri OP cenderung berjalan kearah kiri 4. Mata tetutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri ketidakseimbangan OP makin nyata. 5. Mata terbuka dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan OP cenderung berjalan kearah kanan 6. Mata tertutup dengan kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan ketidakseimbangan OP makin nyata. Pembahasan Bila kepala dimiringkan terjadi perangsangan asimetris pada reseptor proprioseptif di otot leher dan alat vestibuler yang menyebabkan tonus yang asimetris pula pada otot- otot ekstrimitas. Dalam keadaan seperti di atas mata yang terbuka berusaha untuk mempertahankan sikap badab yang seimbang sebagai komoensasi. Bila mata ditutup ketidakseimbangan ini akan lebih jelas. Hal di atas dipengaruhi oleh : 1. Proprioseptif leher Apparatus vestibular hanya mendeteksi orientasi dan gerakan kepala. Oleh karena itu, pada prinsipnya pusat-pusat saraf juga menerima informasi yang sesuai mengenai orientasi kepala sehubungan dengan keadaan tubuh. Bila kepala condong ke salah satu sisi akibat menekuknya leher, impuls yang berasal proprioseptif leher dapat mencegah sinyal yang terbentuk di dalam apparatus vestibular mencetuskan rasa ketidakseimbangan pada seseorang. 2. Informasi proprioseptif dan eksteroseptif dari bagian-bagian tubuh lainnya Informasi proprioseptif yang berasal dari bagian tubuh selain leher juga penting untuk menjaga keseimbangan.
II. Percobaan dengan Kursi Barany A. Nistagmus Cara Kerja : 1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi. 2. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepalanya 30 ke depan. 3. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan. 4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba. 5. Bukalah saputangan (buka mata) dan suruhlah orang percobaan melihat jauh ke depan. 6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus tersebut. Apa yang dimaksud dengan rotarory nistagmus dan postrotatory nystagmus? Hasil Percobaan Setelah berputar ke kanan, terdapat nistagmus komponen cepat ke arah kiri dan komponen lambat ke arah kanan. Pembahasan Hal ini disebabkan oleh adanya refleks vestibulo-okular (VOR) yang merupakan refleks gerakan mata untuk menstabilkan gambar pada retina selama gerakan kepala dengan memproduksi sebuah gerakan mata ke arah yang berlawanan dengan gerakan kepala, sehingga mempertahankan gambar untuk berada pada pusat bidang visual. Rotatory nistagmus adalah nistagmus yang muncul akibat terjadinya rotasi, sedangkan postrotatory nistagmus adalah nistagmus yang muncul setelah rotasi. B. Tes Penyimpangan Penunjukkan (Past Pointing Test of Barany) Cara Kerja : 1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi barany dan tutuplah kedua matanya dengan saputangan. 2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil tangan kirinya kearah orang percobaan. 3. Suruhlah orang percobaan meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya. 4. Suruhlah orang percobaan mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi : Tindakan no.1 sampai 4 merupakan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut: 5. Suruhlah sekarang orang percobaan dengan kedua tangannya memegang erat tangan kursi, menundukan kepala 30 ke depan. 6. Putarlah kursi kekanan 10 kali dalam 20 kali detik secara teratur tanpa sentakan. 7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikkan dengan tiba-tiba, suruhlah orang percobaan menegakkan kepalanya dan menegakan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan penunjukkan seperti di atas. 8. Perhatikan apakah yang terjadi penyimpangan penunjukkan oleh orang percobaan. Bila terjadi penyimpangan, tetapkanlah arahan penyimpangan. Tetukanlah tes tersebut sampai orang percobaan tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa. Hasil Percobaan Awalnya OP dapat menyentuh tangan pemeriksa dengan baik. Setelah diputar OP kesulitan menyentuh tangan pemeriksa dan cenderung ke arah kanan. Dan setelah 3 kali mencoba menyentuh tangan pemeriksa, baru benar dan dapat menyentuhnya. Pembahasan Pada OP terjadi nistagmus dan OP msh bisa menunjuk dengan deviasi kearah kanan. Saat mata OP dalam keadaan tertutup, terdapat koordinasi yang salah dari OP karena sensasi putaran yang dialaminya. Namun setelah mata dibuka, OP dapat menyentuh jari tangan yang sebernarnya bisa dilakukan dengan tepat. C. Tes jatuh Cara Kerja : 1. Orang pecobaan disuruh duduk di kusi Barany dengan kedua tangannya memegang tangan kursi. Kedua matanya ditutup dan kepala dan badannya dibungkuk sehingga posisi kepala membentuk sudut 120 dari posisi normal. 2. Kursi diputar ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa sentakan. 3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP disuruh tegakkan kembali kepala dan badannya. 4. Perhatikan kemana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP kemana rasanya ia akan jatuh. 5. Ulangi tes ini, tiap kali pada OP lain dengan : a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90 terhadap posisi normal. b. Mengendahkan kepala kebelakang sehingga membuat sudut 60 Hasil Percobaan Pada percobaan OP membungkukkan badannya, arah penyimpangan kepala OP menunjukkan ke arah kanan, namun gerakan kompensasi atau arah jatuh yang dirasakan oleh OP ke arah kiri. Pada percobaan kepala OP miring 90, arah penyimpangan kepala OP menunjukkan kearah kiri depan, namun gerakan kompensasi atau arah jatuh yang dirasakan oleh OP kearah belakang. Pembahasan Vertigo adalah sensasi berputar tanpa ada putaran yang sebenarnya yang merupakan gejala yang menonjol bila salah satu labirin meradang. OP akan merasakan jatuh ke kiri, sebenarnya yang terjadi OP jatuh ke kanan. D. Kesan(Sensasi) Cara Kerja : 1. OP disuruh duduk di kursi Barany dan kedua matanya ditutup. 2. Kursi tersebut diputar ke kanan dengan kecepatan yang beransur-ansur bertambah dan kemudian kurangilah kecepatan putaran secara beransur-ansur pula sampai berhenti. 3. Tanyakan kepada OP arah perasan berputar: a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah b. Sewaktu kecepatan putar menetap c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi d. Segera setelah kursi dihentikan. Hasil Percobaan Saat kecepatan putar masih bertambah, OP merasakan berputar kearah kanan. Sewaktu kecepatan putar menetap, OP merasakan berputar ke kanan. Sewaktu kecepatan putar dikurangi dan setelah kursi dihentikan, OP sama-sama merasa berputar ke arah kiri. Pembahasan Saat kursi mulai diputar ke kanan, endolimfe akan berputar ke arah sebaliknya, yaitu ke kiri. Akibatnya, kupula akan bergerak ke kiri dan OP akan merasa berputar ke kiri. Kemudian, kupula akan bergerak ke kanan searah dengan putaran kursi sehingga OP akan merasa bergerak ke kanan. Saat kecepatan mulai konstan, kupula dalam posisi tegak sehingga OP akan merasa tidak berputar. Saat kursi dihentikan, kupula akan bergerak ke arah sebaliknya, yaitu ke kanan, sehingga OP akan merasa berputar ke kanan. Namun, pada praktikum OP masih merasa berputar ke kanan saat kecepatan sudah konstan dan OP tidak merasa berputar ke kanan saat kursi dihentikan. Tabel untuk Percobaan dengan Kursi Barany Posisi Kepala Jenis dan arah nistagmus ( komponen cepat) Arah Penyimpangan penunjukan Gerakan kompensasi (arah jatuh) Sensasi a. 30 ke depan Ke kanan Kiri - - b.60 ke belakang - - kiri Kiri c.120ke depan - - Kiri Kiri d.miring 90 ke bahu kanan - - Kiri depan Belakang
III. Percobaan Sederhana untuk Kanalis Semisirkularis Horizontalis Cara Kerja : 1. OP memejamkan kedua mata dan kepala ditundukan 30 0
2. Kemudian berputar sambil berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik. 3. Setelah itu OP berhenti dan membuka kedua matanya lalu berjalan lurus ke depan 4. Amati dan ulangi percobaan ini dengan berputar arah berlawanan jarum jam Hasil Percobaan Pada perputaran searah jarum jam, OP berjalan ke arah kanan lalu kiri lalu kanan lalu lurus. Sedangkan pada perputaran berlawanan arah jarum jam, OP berjalan ke arah kiri lalu kanan lalu kiri lalu lurus. Pembahasan Kanalis semisirkularis berperan dalam mendeteksi atau deselerasi kepala rotasional atau angular, misalnya ketika kita mulai atau berhenti berputar, jungkir- balik, atau menengok. Akselerasi atau deselerasi selama rotasi kepala baik itu searah maupun berlawanan jarum jam menyebabkan gerakan endolimfe yang awalnya tidak ikut bergerak, bergerak sesuai arah rotasi kepala. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala. Namun, ketika kepala berhenti berotasi, keadaan sebaliknya terjadi. Endolimfe tetap bergerak searah dengan rotasi kepala sementara kepala melambat untuk berhenti. Jika kepala berotasi searah jarum jam, berarti kepala berotasi ke arah kanan begitu juga dengan endolimfe juga bergerak ke arah kanan. Oleh sebab itu ketika OP berhenti berputar dan mencoba berjalan lurus, tanpa sadar OP berjalan ke arah kanan. Begitu juga yang berlaku sebaliknya saat OP berputar berlawanan arah jarum jam yang berarti kepala berputar ke arah kiri, endolimfe bergerak ke arah kiri, OP pun berjalan ke arah kiri. PEMERIKSAAN PENDENGARAN Tujuan Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mendemonstrasikan cara untuk melakukan tes pendengaran yang benar dan memahami hasil interprestasi dari hasil percobaaan dari tes pendengaran yang didapat. Alat dan Bahan 1. Penala dengan berbagai frekuensi 2. Kapas untuk menyumbat telinga
I. Cara Rinne Cara Kerja : 1. Sebuah penala digetarkan dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak tangan pemeriksa. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras. 2. Tekankanlah kedua ujung penala pada processus mastoideus salah satu telinga OP 3. Tanyakanlah kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang diperiksa, bila demikian OP harus segera memberi tanda apabila dengungan bunyi itu telah menghilang 4. Pada saat dengungan bunyi sudah hilang dari telinga OP, pemeriksa langsung mengangkat penala dari processus mastoideus OP dan kemudian ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang diperiksa itu. 5. Catatlah hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut: Positif: bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Negatif: bila OP tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Hasil Percobaan OP dapat mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal. Pembahasan Penghantaran udara merupakan hantaran melalui semua bagian telinga, dari kanalis auditoius eksternus, membrana timpani, tulang-tulang pendengaran lalu ke fenestra ovalis. Penghantaran tulang adalah melalui tulang langsung ke telinga bagian dalam. Pada percobaan ditemukan hasil Positif. Hal ini menunjukkan OP memiliki telinga normal, karena penghantaran melalui udara lebih besar daripada penghantaran melalui tulang. Pada gangguan pendengaran konduktif, stimulus lewat hantaran tulang akan terdengar lebih keras daripada lewat hantaran udara. Pada gangguan pendengaran sensorineural, baik persepsi lewat hantaran udara maupun tulang akan berkurang, tetapi keduanya akan berkurang jika dibandingkan dengan telinga normal. II. Cara Weber Cara Kerja : 1. Getarkanlah penala (frekuensi 256 atau yang lain) dengan cara seperti no. A.1 (cara Rinne). 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi orang percobaan di garis median. 3. Tanyakan kepada orang percobaan apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua telinganya ataukah terjadi lateralisasi. 4. Apa yang dimaksud dengan lateralisasi? 5. Bila pada orang percobaan tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangilah pemeriksaanya. Hasil Percobaan Pada saat ujung tangkai penala di tekan pada dahi, orang percobaan mendengar dengungan bunyi di kedua telinganya sama kuat, maka dari itu dilakukan lateralisasi. Untuk menimbulkan lateralisasi secara buatan, maka orang percobaan ditutup telinga sebelahnya dengan menggunakan kapas. Maka suara terdengar lebih kuat di telinga yang ditutup dengan kapas. Pembahasan Gangguan pada pendengaran umumnya ada dua jenis yaitu gangguan hantaran bunyi di dalam telinga luar dan tengah hal ini berarti tuli hantar, sedangkan kerusakan sel rambut atau jaras saraf berarti tuli saraf. Sebab tuli hantar antara lain sumbatan meatus akustikus ekternus oleh serumen ataupun benda asing, perusakan ossicula auditus, penebalan mambrana timpani. Sedangkan tuli saraf antara lain disebabkan oleh degenerasi toksin sel rambut yang dihasilkan oleh streptomisin dan gentamisin, yang terkonsentrasi di dalam endolymphe. Kerusakan sel rambut luar oleh antibiotika atau pemaparan lama ke bising disertai dengan ketulian. Sebab lain bisa juga karena tumor N.vestibulocochlearis dan angulus cerebellopontin serta kerusakan vaskular di dalam medula oblongata. Tuli hantar dan saraf dapat dibedakan oleh sejumlah tes dengan mnggunakan garpu tala, Tes weber: Metode: basis garpu tala berfibrasi ditempatkan pada vertex tengkorak Normal: terdengar suara sama kuat di kedua telinga Tuli hantar: bunyi lebih keras pada telinga sakit, karena efek penutupan bising lingkungan tidak ada pada sisi yang sakit Tuli saraf: bunyi lebih keras pada telinga normal III. Cara Schwabach Cara Kerja : 1. Getarkanlah penala ( frekuensi 256 atau yang lain ) dengan cara seperti no A.1 2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada proc. Mastoideus salah satu telinga orang percobaan 3. Suruhlah orang percobaan mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang 4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideusnya sendiri Pada pemeriksaan ini telinga pemeriksa dianggap normal Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK. 5. Apabila dengungan penala dinyatakan berhenti oleh orang percobaan juga tidak dapat didengar oleh si pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH MEMANJANG ATAU SCHWABACH NORMAL. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut : Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mua ditekankan ke processus mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudiaan ujung tangkai penala segera ditekankan ke processus mastoideus orang percobaan Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh orang percobaan , hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG, Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh orang percobaan maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH NORMAL. Hasil Percobaan Pada percobaan pertama OP tidak mendengar dengungan tetapi pemeriksa masih dapat mendengar dengungan. Pada percobaan kedua, OP dan pemeriksa sama- sama tidak mendengar dengungan. Pembahasan Hasil dari orang percobaan menunjukkan schawabach memendek normal, ketika orang percobaan sudah tidak mendengar dengungan orang pemeriksa juga tidak mendengar adanya dengungan. Pada pemeriksaan selanjutnya, schawabach memanjang atau normal karena ketika pada orang percobaan dan juga pada pemeriksa tidak mendengar dengungan.
Daftar Pustaka 1. Swart MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 1995. 2. Ginsberg L. Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga; 2007. 3. Asdie AH, editor. Harrison: prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 1995. 4. Ganong, WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. edisi 14. Jakarta: EGC; 1992.h.165-6. 5. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.h.240-1.