Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

MEKANISME PENGLIHATAN

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK A4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Laporan Praktikum Fisiologi Blok 6

Mekanisme Penglihatan

Kelompok: A4

NAMA NIM PARAF

Helga Karenina Ririmasse 102016158

Darryl Anthony 102018005

Ghisfaranti 102018016

Gloria Graceta Natasya Salsha 102018046

Diane Kunalindra 102018056

Ida Ayu Raisa Manik Devi Saraswati 102018076

Silvester Rionoviyanus Temiang Sopian 102018092

Zefanya Decfy Irene 102018108

Gracea Manufandu 102018138


TUJUAN PRAKTIKUM
Percobaan I
Praktikum mekanisme penglihatan ini bertujuan agar mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang
menirukan mata sebagai susunan optik
2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan menggunakan model mata
Cenco-Ingersoll:
a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi
b. Mata emetropi tanpa atau dengan akomodasi
c. Mata miopi serta tindakan koreksi
d. Mata hipermetropi serta tindakan koreksi
e. Mata astigmatis serta tindakan koreksi
f. Mata afakia serta tindakan koreksi

PERCOBAAN 1 : MODEL MATA CENCO-INGERSOLL

Alat dan Bahan

1. Model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya


2. Optotip Snellen
3. Seperangkat lensa
4. Mistar
5. Gambar kipas Lancaster Regan
6. Keratoskop Placido

Cara kerja
Mata sebagai susunan optik. Pelajari model mata cenco-ingersoll dengan
perlengkapannya:
1. Sebuah bejana yang terisi air hampir penuh
2. “Kornea”
3. “Retina” yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda
4. Benda yang bercahaya (lampu). Perhatikan arah anak panah.
5. Kotak yang berisi
a. “iris”
b. 4 lensa sferis masing-masing berkekuatan : +2D, +7D, +20D, -1,75D
c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan : +1,75D dan -5,5D

A. Lebar Pupil dan Aberasi sferis


1) Pasang lensa sferis +7D di tempat lensa kristaline (di L).
2) Pasang retina di R.
3) Arahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7 meter atau lebih.
Perhatikan bayangan jendela yang terjadi pada lempeng retina.
4) Tempatkan sekarang iris di G1 dwn perhatikan perubahan bayangan yang terjadi.
B. Hipermetropia
1) Arahkan model mata tetap ke jendela dan tetap menggunakan sferis +7D sebagai
lensa kristalina.
2) Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad. 4) pindahkan retina ke Rh.
3) Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai
kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali.
4) Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.
C. Miopia
1) Tingkat lensa sferis positif dari S1 atau S2. Kembalikan retina ke R. Perhatikan
bayangan yang tetap tegas.
2) Pindahkan retina ke Rm.Perhatikan bayangan menjadi kabur.
3) Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 sebagai
kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas.
4) Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.
D. Astigmatisme
1) Angkat lensa sferis negatif dari S1 atau S2 dan pindahkan ke retina R.
2) Letakkan lensa silindris -5,5D di G2. Perhatikan sebagian bayangan menjadi kabur.
3) Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2 dan
mengatur arah sumbunya sehingga seluruh bayangan menjadi tegas.
4) Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.
Catatan: untuk percobaan B, C, dan D model mata Cenco-Ingersoll disusun sebagai
mata dalam kedaan tidak berakomodasi (istirahat).
E. Akomodasi
1) Angkat kedua lensa silindris yang dipasang di G2 dan S1 atau S2.
2) Tanpa mengubah keadaan model mata Cenco-Ingersoll tempatkan benda yang
bercahaya 25 cm di depan model mata tersebut. Perhatikan bayangannya yang
kabur.
3) Ganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa sferis lainnya yang
memberikan bayangan yang tegas pada retina.
4) Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan untuk mengganti lensa
kristalina (+7D).
F. Mata Afaksia
1) Buat susunan seperti yang didapatkan pada A ad. 4.
2) Angkat lensa kristalina sehungga terjadi mata afaksia, yaitu mata tanpa lensa
kristalina.
3) Perbaiki mata afaksia ini dengan salah satu lensa sferis positif yang dipasang
sebagai kaca mata di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi lebih tajam.
4) Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara pasang di S1 atau S2.

Hasil Percobaan

1. Lebar Pupil dan Aberasi Sferis :


Percobaan Bayangan yang Terjadi pada Lempeng
Retina

Tanpa iris Agak kabur dan buram

Dengan iris Lebih tajam dan tegas

2. Mata Miopia:
Dalam percobaan, miopia terbentuk karena retina yang terlalu jauh sehingga fokus
bayangan jatuh di depan retina, maka terbentuklah bayangan yang kabur. Bayangan
kembali jelas saat diberikan lensa sferis –0,50 D

3. Mata Hipermetropia:
Dalam percobaan, hipermetropia terbentuk karena retina yang terlalu dekat sehingga
fokus bayangan jatuh di belakang retina, maka terbentuklah bayangan yang kabur.
Bayangan kembali jelas saat diberikan lensa sferis +2 D karena lensa tersebut
berfungsi memajukan fokus bayangan.

4. Mata Astigmatisma:
Astigmatisma disebabkan oleh permukaan kornea/lensa yang tidak rata, namun dalam
percobaan dibuat seolah-olah permukaannya tidak rata dengan mengganti lensa
kristalina dengan lensa silindris negatif yang membuat fokus bayangan jatuh pada
sebuah bidang di retina. Bayangan kembali jelas saat diletakkan lensa sferisC -1,75D
karena lensa tersebut memundurkan fokus bayangan.

5. Mata Afakia:
Pada keadaan tanpa lensa, bayangan tidak akan jatuh fokus karena tidak ada media
yang membelokkan bayangan tersebut. Alhasil, bayangan yang terbentuk sangat
kabur karena titik fokus berada jauh di belakang retina.

Penbahasan

Aberasi Sferis:
Sinar-sinar paraksial/ sinar-sinar dari pinggir lensa membentuk bayangan di P’.
aberasi ini dapat dihilangkan dengan menggunakan diafragma yang diletakkan di lensa
atau dengan lensa gabungan aplanatis yang terdiri dari dua lensa yang jenis kacanya
berlainan.

Mata Miopi:
Pada miopi sinar sejajar mauk terfokus di depan retina. Ini disebabkan karena
diameter anteroposterior mata terlalu panjang, karena daya refraksi kornea atau lensa
lebih besar dari pada normal. Keluhan utama adalah penglihatan kabur untuk sasaran
jauh. Titik terjauh untuk penglihatan jelas bervariasi berbanding terbalik dengan derajat
myopia; bila myopia meningkat, titik jauh englihatan jelas menjadi lebih dekat. Dengan
miopi 1 dioptri,misalnya titik jauh untuk focus terang adalah 1 m dari mata; dengan
myopia 3 dioptri, titik jauh penglihatan jelas hanya 1/3 m dari mata. Jadi, anak myopi
cenderung untuk memegang dekat-dekat objek dan bahan bacaan, lebih menyukai dekat
dengan papan tulis, dan mungkin tidak tertari pada aktivitas jauh. Mengerut dan
menjuling adalah biasa, karena tajam penglihatan membaik bila celah mata dipersempit;
efek ini sama dengan yang diperoleh dengan menutup atau “memperkecil celah”
diafragma alat foto.
Myopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah. Lebih lazim pada bayi
prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas. Juga, ada kecenderungan
herediter terhadap myopia, dan anak dengan orang tua miopi harus diperiksa pada usia
awal. Insidensi miopi meningkat selama tahun-tahun sekolah, terutama sebelum dan pada
usia sepuluhan. Tingkat miopi semakin tua juga cenderung meningkat selama tahun-
tahun pertumbuhan. Lensa cekung dengan kekuatan yang sesuai yang memberikan
penglihatan jelas dan nyaman diperlukan. Perubahan biasanya diperlukan secara periodic,
kadang-kadang 1-2 tahun, kadang-kadang tiap beberapa bulan. Beberapa praktisi
menganjurkan penggunaan agen sikloplegik dan bifokus dalam upaya memperlambat
progresi myopia, tetapi nilai terapi demikian adalah kontroversial.

Hipermetropi:
Mata ametropia yang mempunyai P dan r terlalu besar dikatakan hipermetropia.
Kalau diperhatikan boola mata hipermetropia akan terlihat bola mata yang agak gepeng
dan normal. Mata yang demikian itu tanpa akomodasi bayangan tak terhingga akan
terletak di belakang retina, tetapi kadangkala dengan akomodasi akan terlihat benda yang
jauh tak terhingga secara tajam ahkan dapat melihat benda-benda yang beada dekat mata.

Astigmatisma:
Pada astigmatisma ada perbedaan dalam kekuatan berbagai meridian mata.
Kebanyakkan kasus disebabkan oleh ketidakteraturan lengkung kornea, beberapa
astigmatisma disebabkan oleh perubahan padda lensa. Derajat ringan astigmatisma sangat
sering dan mungkin tidak menyebaban keluhan. Dengan makin tingginya derajat
astigmatisma dapat terjadi distrosi penglihatan. Dalm upaya untuk memperoleh
penglihatan yang lebih jelas, orang dengan astigmatisma melakukan akomodasi atau
mengerut atau menjuling untuk memperoleh efek lubang kecil.

Afakia:
Lensa memberikan sepertiga kekuatan refraktif mata sehingga setelah ekstrasi
katarak (pengangkatan lensa opak) mata menjadi sangat hipermetropia, suatu kondisi
yang dinamakan afakia. Afakia dapat dikoreksi dengan:
 Pemasangan lensa intraocular saat pembedahan
 Lensa kontak
 Kacamata afakia
Lensa intraocular memberikan hasil optic terbaik. Lensa ini menyerupai posisi
lensa alami. Namun, karena lensa ini tidak dapat berubah bentuk, mata tidak dapat
berakomodasi. Mata dengan lensa intraocular disebut sebagai pseudofakia.

PERCOBAAN 2 :MODEL MATA

Alat dan Bahan


1. Senter
2. Tulisan “eYe” model
3. Perangkat mata buatan
4. Lensa sferis positif dan negative
5. Spuit 20 cc + lensa mata buatan (diisi air)

Cara Kerja
A. Mata Normal
1. Pasang lensa Mata pada Perangkat mata buatan
2. Susun alat menyurupai bola mata.
3. Jarak senter ke moel mata sejauh 1 meter.
4. Jarak tulisan “eYe” model sejauh 25cm
5. Nyalakan senter
6. Atur bayang hingga jelas terlihat “Y terbalik” pada retina model mata buatan.
B. Mata Miopia
1. Geser Retina lebih ke belakang sehingga bolamata terlihat menjadi lebih panjang.
2. Amati bayangan yang terjadi pada retina
3. Untuk mengkoreksi bayangan tersebutgunakan lensa sferis negatif dan lihatbayangan
yang terjadi.
C. Mata Hipermetropia
1. Geser Retina lebih ke depan sehingga bola mata terlihat menjadi lebih pendek
2. Amati bayangan yang terjadi pada retina
3. Untuk mengkoreksi bayangan tersebut gunakan lensa sferis positif dan lihat bayangan
yang terjadi.
D. Mata Afakia
1. Lepas lensa mata buatan dari Model Mata buatan.
2. Lihat bayangan yang terjadi.
3. Letakan lagi lensa mata buatan pada tempatnya dan lihat bayangan yang terjadi.
Hasil Percobaan
a. Mata Normal:
Ketika senter dinyalakan, bayangan tulisan “eYe” model terlihat jelas dan terbalik
pada retina.

b. Mata Miopi:
- Ketika senter dinyalakan dan perangkat mata buatan diatur agar bola mata
memanjang, maka bayangan tulisan “eYe” model terlihat menjadi buram atau
tidak jelas.
- Ketika tulisan “eYe” model didekatkan ke mata, bayangan terlihat jelas di retina
dan terbalik.
- Bila mata miopia diberikan lensa cekung atau negatif, maka tulisan “eYe” model
akan terlihat ,fokus, tegas dan jelas kembali dibanding dengan tidak menggunakan
lensa negatif.
c. Mata Hipermetropi:
- Ketika senter dinyalakan dan perangkat mata buatan diatur agar bola mata
memendek, maka bayangan tulisan “eYe” model terlihat menjadi buram atau
tidak jelas.
- Bila mata hipermetropi diberikan lensa cembung atau positif, maka bayangan
tulisan “eYe” model terlihat jelas kembali, tegas dan fokus dibanding tidak
menggunakan lensa positif.
d. Mata Afakia:
- Ketika lensa mata dilepas maka bayangan tulisan “eYe” model tidak tampak ,
namun jika lensa mata dipasang kembali maka bayangan tulisan “eYe” model
terlihat tegas, jelas kembali dan fokus.

Pembahasan
Kejelasan penglihatan seseorang ditentukan oleh ketepatan penempatan
bayangan pada retina. Bayangan seharusnya diproyeksikan pada suatu titik yang
disebut fovea centralis, dimana pada titik ini terkumpul sejumlah besar iodopsin untuk
menangkap cahaya. Mata yang normal mampu membuat cahaya terproyeksikan
sedemikian rupa pada fovea centralis, baik dalam melihat jauh ataupun dekat. Mata
seperti demikian disebut emetropi.
Terdapat kelainan yang disebabkan oleh kegagalan mata memproyeksikan
bayangan tepat di fovea centralis, diantaranya yaitu miopia, hipermetropia,
astigmatisma, dan afakia. Miopia disebabkan oleh bola mata terlalu pendek atau lensa
yang terlalu lemah sehingga bayangan akan jatuh pada fokus di belakang retina.
Miopia dapat dikoreksi dengan lensa sferis negatif. Sedangkan, hipermetropia
disebabkan oleh bola mata yang terlalu panjang atau lensa yang terlalu kuat sehingga
bayangan jatuh pada fokusnya di depan retina. Hipermetropi dapat diperbaiki dengan
lensa sferis positif. Astigmatisma disebabkan oleh permukaan kornea atau lensa yang
tidak rata sehingga menyebabkan hasil refraksi diproyeksikan ke beberapa titik di
retina. Astigmatisma dapat dikoreksi menggunakan lensa silindris. Mata afakia adalah
mata tanpa lensa. Maka seperti yang dapat dibayangkan, fokus akan jatuh jauh di
belakang retina dan menyebabkan seseorang tidk dapat melihat benda.Mata afakia
dapat diperbaiki jika orang yang mengalami afakia ditanamkan lensa.

PERCOBAAN 3 : PERIMETRI

Alat dan Bahan


1. Perimeter
2. Sapu tangan (bila diperlukan untuk menutup mata OP)
3. Formulir
4. Lidi yang ujungnya bulatan warna warni (putih, kuning, biru, merah, hijau) dengan
diameter sedang (5mm)

Cara Kerja
1. Suruh OP duduk membelakangi cahaya menghadap alat perimeter.
2. Tutup mata kiri OP dengan sapu tangan.
3. Letakkan dagu OP di tempat sandaran dagu yang dapat diatur tingginya, sehingga
tepi bawah mata kanannya terletak setinggi bagian atas batang vertikal sandaran
dagu.
4. Siapkan formulir.
5. Suruh OP memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di tengah perimeter.
Selama pemeriksaan, penglihatan OP harus tetap dipusatkan pada titik fiksasi
tersebut.
6. Gunakan benda yang dapat digeser (lidi yang ada bulatan warna-warni) pada busur
perimeter untuk pemeriksaan luas lapang pandang. Pilih bulatan berwarna putih
dengan diameter sedang pada benda tersebut.
7. Gerakkan perlahan-lahan bulatan putih itu menyusuri busur dari tepi kiri orang
percobaan ke tengah. Tepat pada saat OP melihat bulatan putih tersebut
penggerseran dihentikan.
8. Baca tempat penghentian itu pada busur dan catat pada formulir dengan tepat.
9. Ulangi tindakan no.7 dan 8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa mengubah
posisi busur.
10. Ulangi tindakan no. 7,8,9 pada sisi busur tiap kali diputar 300 sesuai arah jarum
jam dari pemeriksa, sampai posisi busur vertikal.
11. Kembalikan busur pada posisi horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak
perlu dilakukan pencatatan lagi.
12. Ulangi tindakan no. 7,8,9 setelah memutar busur tiap kali 300 berlawanan arah
jarum jam dari pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 600dari bidang horizontal.
13. Periksa juga lapang pandang OP untuk berbagai warna lain: merah, hijau, kuning,
dan biru, dengan cara yang sama seperti di atas.
14. Lakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan bulatan
berwarna putih.

Hasil Percobaan

Mata kiri Mata kanan

Putih Putih Merah Biru Hijau Kuning

𝐓 𝟏𝟖𝟎° 80° N 180o 59° 50° 57° 60° 66°

𝐍 𝟎° 63° T 0o 80° 77° 81° 85° 80°

𝐓 𝟐𝟏𝟎° 85° N 210o 60° 60° 65° 64° 58°

𝐍 𝟑𝟎° 57° T 300 84° 84° 85° 83° 80°

𝐓 𝟐𝟒𝟎° 86° N 240o 67° 56° 55° 50° 58°

𝐍 𝟔𝟎° 54° T 60o 83° 78° 78° 83° 80°


𝐃 𝟐𝟕𝟎° 75° D 270o 70° 73° 70° 70° 70°

𝐔 𝟗𝟎° 52° U 90o 53° 55° 44° 55° 50°

𝐍 𝟑𝟎𝟎° 64° T 300o 60° 65° 58° 65° 63°

𝐓 𝟏𝟐𝟎° 56° N 120o 54° 63° 67° 60° 65°

𝐍 𝟑𝟑𝟎° 80° T 330o 60° 56° 60° 60° 56°

𝐓 𝟏𝟓𝟎° 55° N 150o 70° 70° 75° 68° 75°

Pembahasan
Mata adalah organ khusus tempat reseptor-reseptor peka cahaya yang penting
untuk persepsi penglihatan yaitu, sel kerucut dan sel batang ditemukan di lapisan
retina. Iris mengontrol ukuran pupil dan mengatur jumlah cahaya yang diperbolehkan
masuk ke mata. Kornea dan lensa adalah struktur refraktif utama yang membelokkan
berkas cahaya masuk agar bayangan terfokus di retina. Kornea merupakan penentu
utama kemampuan refraktif mata. Kekuatan lensa dapat diubah-ubah melalui kerja
otot siliaris agar mata dapat berakomodasi untuk penglihatan jauh atau dekat.
Sel batang dan kerucut diaktifkan apabila fotopigmen yang mereka miliki
menyerap berbagai panjang gelombang cahaya. Penyerapan cahaya menyebabkan
perubahan biokimiawi pada fotopigmen yang akhirnya dikonversikan menjadi
perubahan kecepatan perambatan potensial aksi di jalur penglihatan yang
meninggalkan retina. Pesan visual di salurkan ke korteks penglihatan di otak untuk
pengolahan perceptual.
Sel kerucut memperlihatkan ketajaman yang tinggi, tetapi hanya dapat
digunakan untuk penglihatan di siang hari, karena memiliki kepekaan yang rendah
terhadap cahaya. Penglihatan warna ditimbulkan oleh bermacam-macam rasio
stimulasi terhadap ketiga jenis sel kerucut oleh berbagai panjang gelombang cahaya.
Sel batang menghasilkan penglihatan yang samar berupa rona abu-abu, tetapi karena
sangat peka terhadap cahaya, sel-sel batang dapat digunakan untuk melihat apada
malam hari.
Lapangan pandang mata adalah luas lapangan penglihatan seorang individu.
Terdapat tiga jenis. Lapangan pandang; lapangan makular yaitu lapangan pandang
yang paling jelas dilihat oleh kedua mata, lapangan binokular yang dilihat oleh kedua
mata secara umumnya dan lapangan monokular yaitu kawasan yang bisa dilihat oleh
salah satu mata saja. Jaringan neural penglihatan terjadi apabila cahaya yang masuk
ke dalam mata sampai ke fotoreseptor di retina.Setelah itu, transmisi impuls pada
nervus optikus kepada kiasma optik. Traktusoptikus, yaitu serabut saraf optik dari
kiasma optik, membawa impuls ke lobus serebral dimanapenglihatan
diinterpretasikan.
Untuk suatu objek terfokus ke atas retina, semakin jauh objek itu, semakin
menipis lensa matauntuk memfokusnya. Pengubahan bentuk lensa dikawal oleh otot
siliari yang terdapat pada badansiliari, disebut akomodasi. Apabila terjadi kontraksi,
fiber dalam ligamen suspensori meregang dan menyebabkan lensa menebal dan
menjadi lebih konveks.

PERCOBAAN 4 : PEMERIKSAAN BUTA WARNA


Alat dan Bahan
1. Suruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku
pseudoisokromatik Ishihara.
2. Catat hasil pemeriksaan saudara dalam formulir yang tersedia.

Cara Kerja
Buku pseudoisokromatik Ishihara

Hasil Percobaan
Angka pada Buku
Hasil
Pseudoisokromatik Ishihara

12 12

8 8

5 5
5 5

29 29

74 74

7 7

45 45

2 2

Unread Unread

16 16

35 35

96 96 Note :
Kesalahan
Contrance 2 Linea Contrance 2 Linea
baca : 0%

Pembahasan
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel
kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu akibat faktor genetis. Buta
warna juga disebabkan karena faktor genetis dari orang tua yang salah satu atau mungkin
keduanya menderita buta warna juga.
Buta warna adalah kondisi yang diturunkan secara genetik. Dibawa oleh kromosom X
pada perempuan, buta warna diturunkan kepada anak-anaknya. Ketika seseorang
mengalami buta warna, mata mereka tidak mampu menghasilkan keseluruhan pigmen
yang dibutuhkan untuk mata berfungsi dengan normal.
Retina mata memiliki fotoreseptor yang terdiri dari sel batang dan sel kerucut.Sel
batang sangat sensitif terhadap cahaya dan dapat menangkap cahaya yang lemah seperti
cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu bukan untuk membedakan warna.
Dengan sel batang kita dapat melihat hal-hal di sekitar kita di malam hari, tetapi hanya
dalam nuansa hitam, abu-abu, dan putih.
Sel kerucut adalah sel fotoreseptor berbentuk kerucut yang terletak diretina,
bertanggung jawab untuk ketajaman visual (visi detail halus) dan visi warnadalam cahaya
sedang atau terang. Kedua jenis sel tersebut berfungsi saling melengkapi sehingga kita
bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci, dan beraneka warna.
Pada sel kerucut ada 3 jenis reseptor warna. Protos merupakan reseptor sel kerucut
yang peka terhadap warna merah. Deuteros merupakan reseptor yang peka terhadap
warna hijau dan Trios merupakan reseptor yang peka terhadap warna biru.
Klasifikasi buta warna:
 Trichromacy Anomali: gangguan penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh
faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa.
a. Protoanomalia : kelainan pada pigmen merah (long wave length),
sehingga mata kurang peka terhadap warna merah.
b. Deuteroanomalia : kelainan pada pigmen hijau ( middle wave length),
sehingga mata kurang peka terhadap warna hijau.
c. tritanomalia : kelainan pada pigmen biru (short wave length), sehingga
mata kurang peka terhadap warna biru.
 Dichromacy: gangguan penglihatan warna dimana salah satu sel kerucut tidak ada
atau tidak berfungsi.
a. Protanopia : tidak adanya reseptor pigmen merah, sehingga tidak dapat
melihat warna merah.
b. Deutranopia: tidak adanya reseptor pigmen hijau, sehingga kesulitan
dalam membedakan warna merah dan hijau.
c. Tritanopia: tidak adanya reseptor pigmen biru, sehingga kesulitan
membedakan warna biru dan kuning.
 Monochromacy:keadaan dimana seseorang hanya memiliki satu sel pigmen kerucut.
Pada percobaan, OP tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti plate dan alur buku
Ishihara, mata OP normal, tidak mengalami buta warna.

KESIMPULAN
Percobaan I
Setiap kelainan pada mata yang dialami oleh seseorang, maka harus menggunakan jenis
lensa dan kekuatan lensa yang sesuai. Jika jenis dan kekuatan lensanya tidak sesuai maka
kelainan pada mata orang tersebut yang mengalaminya tidak dapat tertolong.

Percobaan II
Terdapat 4 jenis kelainan pada mata yaitu Miopi, Hipermetropi, Afakia, dan Astigmatis.
Namun kelainan-kelainan ini masih bisa diperbaiki dengan jenis lensa yang sesuai.
Percobaan III
Dari hasil terlihat batas pandangan normal, dan mata lebih peka/batas lapang pandang
lebih luas saat melihat titik berwarna dibandingkan warna putih

Percobaan IV
Di dalam tubuh kita terdapat indera pengecap, penglihatan, pendengaran, pembau, dan
peraba. Masing-masing dapat menerima rangsang dan memberikan respon. Waktu reaksi
yang terjadi berkaitan pada mekanisme kerja mata dan telinga. Rangsang yang berupa
cahaya dan bunyi maka langsung diteruskan ke sistem saraf pusat sensorik selanjutnya
akan diteruskan ke saraf maka akan terjadi respon. Salah satu contoh terjadinya gangguan
pada indera penglihatan ialah buta warna. Buta warna adalah suatu kelainan yang
disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu spektrum
warna tertentu akibat faktor genetis. Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan
yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya, kelinan ini sering juga disebaut sex
linkage, karena kelainan ini dibawa oleh kromosom X.
Daftar Pustaka

1. Gabriel JF. Fisika kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. h. 143
2. Arvin BK. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.
Vol. 3. h. 2150
3. James B, Chew C, Bron A. Oftamologi. 9th ed. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006. h. 36
4. Sherwood L. Human physiology. From cells to systems. 8th edition. China: Brooks/Cole,
Cengage Learning; 2013: p.111, 206, 210-5, 220-2.
5. Hartanto YB, Nirmala WK, Ardy, Setiono S, Dharmawan D, Yoavita, et.al., penyunting.
Kamus saku kedokteran dorland. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2008: h. 78.
6. Brooker C. Ensiklopedia keperawatan. Ed 1. Jakarta: EGC; 2008. h.486.
7. Guyton, Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2002. h.306.
8. Guyton. Fisiologi tubuh manusia. Jakarta: Binarupa Aksara, 1998
9. Campbell, Neil A. Biology. Ed. 3. Jakarta: Erlangga, 2004

Anda mungkin juga menyukai