Anda di halaman 1dari 266

Bahan Nota Keuangan 1999/2000

6
BAB II
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
SAMPAI DENGAN TAHUN KE LIMA REPELITA VI
A. Arah, Sasaran Serta Kebijaksanaan Pembangunan Sektor Industri dan
Sektor Perdagangan
1. Arahan GBHN 1993
a. Industri
1) Pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian
perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing, dan
menaikkan pangsa pasar dalam negeri dan pasar luar negeri dengan
selalu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan
industri ditujukan untuk memperkukuh struktur ekonomi nasional
dengan keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antar sektor
meningkatkan daya tahan perekono-mian nasional, memperluas
lapangan kerja dan kesempatan usaha sekaligus mendorong
berkembangnya kegiatan berbagai sektor pembangunan lainnya.
Pengem-bangan industri nasional termasuk kegiatan rancang bangun dan
rekayasa dimantapkan dengan mendayagunakan sumber daya yang
dimiliki bangsa Indonesia, memanfaatkan keunggulan komparatif dan
mencip-takan keunggulan kompetitif dengan selalu memperhatikan
dampaknya bagi stabilitas ekonomi sehingga mampu bersaing di pasar
dalam negeri dan pasar luar negeri. Industri nasional diarahkan untuk
lebih banyak menggunakan kemampuan rancang bangun dan rekayasa,
bahan baku, komponen dan bahan penolong buatan dalam negeri.
2) Pembangunan industri dikembangkan secara bertahap dan terpadu
melalui peningkatan keterkaitan antara industri dan antar sektor
industri dengan sektor ekonomi lainnya, terutama dengan sektor
ekonomi yang memasok bahan baku industri, melalui penciptaan iklim
yang lebih merangsang bagi penanaman modal dan penyebaran
pembangunan industri di berbagai daerah terutama di kawasan timur
Indonesia sesuai dengan potensi masing-masing dan sesuai dengan
pola tata ruang nasional. Dalam rangka pemerataan kesempatan
usaha serta demi terciptanya iklim usaha yang dapat memantapkan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
7
pertumbuhan industri nasional, maka perluasan usaha industri yang
mengarah pada pemusatan kekuatan industri dalam berbagai bentuk
monopoli yang merugikan masyarakat perlu dicegah.
3) Pembangunan industri yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dan
jangkauan strategis, seperti: industri maritim, industri transportasi darat,
industri penerbangan dan dirgantara, industri telekomunikasi, industri
elektronika, industri energi, industri kimia, industri alat dan mesin
pertanian, industri pertahanan keamanan, serta industri yang
menghasilkan mesin dan peralatan industri perlu didorong
perkembangannya agar menjadi lebih efisien dan mampu bersaing baik
di tingkat regional maupun global melalui peningkatan kualitas sumber
daya manusia, kemampuan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, didukung oleh upaya peningkatan
kerjasama lembaga penelitian dan pengem-bangan pemerintah, swasta,
dan perguruan tinggi baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
4) Industri penghasil bahan baku, komponen dan bahan penolong
terus dikembangkan kemampuannya serta ditingkatkan efisiensi
dan daya saingnya melalui peningkatan tenaga kerja yang
profesional dan penciptaan iklim usaha yang dapat menumbuh-
kembangkan usaha industri rancang bangun dan rekayasa serta jasa
konstruksi sehingga makin mampu berperan dalam pembangunan
nasional serta dalam penyebaran dan pemerataan pembangunan di
seluruh tanah air dan makin mampu memanfaatkan baik pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
5) Industri kecil dan menengah termasuk industri kerajinan dan
industri rumah tangga perlu lebih dibina menjadi usaha yang makin
efisien dan mampu berkembang mandiri, meningkatkan
pendapatan masyarakat membuka lapangan kerja, dan makin
mampu meningkatkan peranannya dalam penyediaan barang dan
jasa serta berbagai komponen baik dalam permodalan, perijinan
maupun pemasaran serta ditingkatkan keterkaitannya dengan industri
yang berskala besar secara efisien dan saling menguntungkan melalui
pola kemitraan dalam usaha untuk meningkatkan peran dan
kedudukannya dalam pem-bangunan industri. Kemampuan dan
peranan Koperasi dalam pembangunan industri, khususnya industri
kecil dan menengah, perlu terus dikembangkan. Dalam pembangunan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
8
industri dijaga kelangsungan dan keberadaan industri, kerajinan dan
industri rumah tangga serta industri rakyat tradisional lainnya.
6) Untuk mendorong penemuan, inovasi, serta peningkatan mutu dan
efisiensi industri nasional, perlindungan hak milik intelektual, hasil
penelitian dan pengembangan industri dan standardisasi, perlu
disempurnakan dan dimasyarakatkan. Masyarakat perlu didorong
untuk meningkatkan kecintaan akan produksi dalam negeri.
b. Perdagangan
1) Pembangunan perdagangan diarahkan pada terciptanya sistem
perdagangan nasional yang makin efisien dan efektif, mampu
memanfaatkan dan memperluas pasar serta membentuk harga yang
wajar, dan memperkukuh kesatuan ekonomi nasional dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara. Pembangunan perdagangan
dituju-kan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka
menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan
pendapatan produsen terutama produsen hasil pertanian rakyat dan
pedagang, melindungi kepen-tingan konsumen, memperluas
kesempatan usaha dan lapangan kerja, serta meningkatkan
penerimaan devisa negara. Pembangunan perdagangan perlu
ditunjang oleh sistem komunikasi, sistem transportasi, dan
penyebaran informasi pasar yang makin efisien, serta
penyederhanaan berbagai pengaturan tata niaga sebagai upaya
mencegah persaingan tidak sehat, etatisme, serta berbagai bentuk
monopoli dan monopsoni yang merugikan rakyat.
2) Penyediaan kebutuhan pokok dan kebutuhan masyarakat lainnya
serta usaha pemasarannya perlu disesuaikan dengan pola produksi
dan konsumsi masyarakat, didu-kung oleh sistem pembiayaan dan
jasa transportasi, baik antar daerah maupun antar pulau dan
jaringan distribusi yang mantap agar terjamin penyebaran barang
yang merata dengan harga yang layak terjangkau oleh daya beli
masyarakat banyak di seluruh wilayah tanah air. Koperasi perlu
berperan seluas-luasnya dalam penyediaan kebutuh-an pokok dan
kebutuhan masyarakat lainnya, di samping usaha negara dan usaha
swasta.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
9
3) Guna mendorong ekspor, khususnya komoditi non-migas, upaya
peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan pasar luar
negeri terus dikembangkan melalui peningkatan efisiensi produksi,
mutu komoditi, jaminan kesinambungan dan ketepatan waktu
penyerahan, serta penganekaragaman produk dan pasar, yang
didukung oleh penyempurnaan serta prasarana perdagangan
termasuk jaringan informasi pasar, peningkatan promosi serta
peningkatan akses pasar melalui kerjasama perdagangan
internasional dan regional, baik bilateral maupun multilateral.
Berbagai sarana dan prasarana penunjang ekspor terutama
perkreditan, perasuransian, lalulintas keuangan, dukungan
perangkat hukum serta pelayanan ekspor perlu dibina keterkaitan
yang saling mengun-tungkan antara produsen dengan eksportir.
4) Kebijaksanaan impor untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa
khususnya barang modal, bahan baku dan bahan penolong untuk
industri diarahkan untuk mendorong pengembangan industri dalam
negeri sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa dengan
mutu dan harga yang bersaing dalam rangka menunjang ekspor dan
mendorong penggunaan produksi dalam negeri, dengan selalu
memperhatikan keseimbangan Neraca Perdagangan. Perlu pula
dilakukan penghematan penggunaan devisa terutama yang
digunakan untuk impor barang mewah.
5) Kebijaksanaan dan kegiatan perdagangan juga diarahkan untuk
mendorong dan membantu pengusaha kecil, golongan ekonomi
lemah, termasuk usaha rumah tangga dan usaha informal serta
tradisional sebagai potensi ekonomi rakyat dilaksanakan secara
terpadu melalui penciptaan iklim yang mendukung, penyediaan
tempat usaha, kemudahan memperoleh kredit serta sumber
pembiayaan lainnya, peningkatan penyuluhan dan infor-masi
perdagangan, serta pembinaan kemampuan berusaha dan
perlindungan usaha. Kerjasama antara usaha besar, menengah, dan
kecil termasuk usaha informal serta tradisional terus didorong
perkembangannya dalam suasana kemitraan usaha yang saling
mendukung dan saling menguntungkan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
10
2. Sasaran Repelita VI
a. Dalam Repelita VI, sebagai tahap awal PJP-II, sasaran kualitatif
pembangunan sektor industri adalah:
1) Tercapainya tingkat pertumbuhan industri yang cukup tinggi, baik
dalam nilai tambah, kesempatan kerja maupun ekspor, sehingga
sektor industri makin efektif menjadi penggerak pembangunan
ekonomi;
2) Terciptanya struktur industri yang makin kuat dan dalam, didukung
oleh kemampuan teknologi yang makin meningkat dan pemanfaatan
sumber daya ekonomi yang optimal;
3) Meningkatnya daya saing industri sehingga menghasilkan produk-
produk unggulan yang mampu menerobos pasar internasional dan
mengurangi ketergantungan impor;
4) Berkembangnya industri kecil dan menengah, termasuk industri-
industri di perdesaan, sehingga makin meningkatkan peran serta
masyarakat secara produktif dalam kegiatan industri;
5) Meluasnya persebaran lokasi industri ke daerah, termasuk ke
kawasan timur Indonesia, sehingga mampu mampu mengembangkan
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan potensi sumber
daya daerah, dalam upaya lebih memeratakan pembangunan.
b. Sementara itu sasaran kualitatif pembangunan sektor perdagangan dalam
Repelita VI, adalah:
1) Terwujudnya struktur pasar yang makin bersaing dan mantap;
2) Makin terintegrasinya pasar lokal, pasar daerah, pasar antarpulau,
dengan pasar nasional;
3) Makin meluas dan meratanya penyebaran barang dengan harga yang
layak dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat;
4) Meluasnya pemasaran dan penggunaan hasil produksi dalam negeri;
5) Terciptanya iklim perdagangan dalam negeri yang sehat yang
mendorong pengembangan dan perluasan usaha perdagangan;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
11
6) Berkembangnya pasar lokal dan pasar wilayah di perdesaan, terutama
di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, transmigrasi, dan
kawasan timur Indonesia;
7) Berkembangnya peranan usaha perdagangan skala menengah dan
kecil, termasuk usaha perdagangan informal, rumah tangga dan
tradisional;
8) Berkembangnya peranan koperasi di bidang perdagangan;
9) Perluasan pasar luar negeri.
c. Dengan telah direvisinya sasaran pertumbuhan ekonomi dari 6,2 %
menjadi 7,1 % rata-rata per tahun selama Repelita VI, maka sasaran
kuantitatif pertumbuhan industri pengolahan dan industri pengolahan
non-migas telah disesuaikan pula masing-masing menjadi 10,2 % dan
11,3 % rata-rata per tahun. Demikian pula sasaran kuanitatif
pertumbuhan perdagangan menjadi 8,3 % rata-rata per tahun dan sasaran
laju inflasi diupayakan tidak melampaui 6 % rata-rata per tahun. Revisi
sasaran ini juga disebut sebagai sasaran tambahan Repelita VI.
d. Pencapaian sasaran pertumbuhan disertai pula dengan pencapaian
sasaran peranan industri dan perdagangan dalam pembentukan PDB,
yaitu masing-masing sebesar 25,9 % dan 17 % pada akhir Repelita VI.
Demikian pula pencapaian sasaran ekspor hasil industri, ekspor non-
migas, dan total ekspor masing-masing adalah sebesar US $ 42,5 milyar,
US $ 50 milyar, dan US $ 60 milyar pada tahun terakhir Repelita VI.
Sedangkan sasaran penyerapan tenaga kerja selama Repelita VI sebesar
3.243.000 di sektor industri dan 2.196.000 orang di sektor perdagangan.
Investasi sektor industri diarahkan untuk mengolah potensi sumber
daya alam secara optimal, menunjang ekspor, memantapkan
pendalaman struktur industri melalui pembuatan bahan
baku/penolong dan barang modal untuk industri dalam negeri,
peningkatan kemampuan penguasaaan teknologi, memperluas
pemerataan melalui pengembangan industri kecil dan menengah yang
sekaligus mendorong persebaran industri ke daerah-daerah. Kebutuhan
total investasi industri adalah sebesar Rp 179.216,48 milyar selama
Repelita VI.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
12
e. Khususnya mengenai pembangunan industri kecil, sasaran kualitatif
dalam Repelita VI adalah terciptanya lapangan usaha dan lapangan kerja
yang luas, tercapainya peningkatan pendapatan masyarakat, terwujudnya
persebaran industri yang merata, serta tercapainya peningkatan
kemampuan industri dalam aspek penyediaan produk jadi, bahan baku
dan komponen, baik untuk pasar dalam negeri maupun eskpor. Di
samping itu, untuk memperkokoh struktur industri nasional, arah
pengembangan industri kecil ditujukan untuk mengisi kekosongan
struktur di tengah (hollow-middle) melalui langkah-langkah
pengembangan inisiasi, meningkatkan skala usaha dan mendorong
relokasi industri dari luar negeri ke dalam negeri. Sedangkan
sasaran kuantitatif pembangunan industri kecil selama Repelita VI
adalah penumbuhan wirausaha baru sebanyak 230.000 unit usaha,
pengembangan kegiatan industri pedesaan di 2.200 desa, pembinaan
intensif sekitar 1. 000 sentra agar menjadi sentra mandiri yang
tangguh dan maju, penerapan SNI dan IS0-9000 oleh 500 perusahaan
industri kecil, serta penyerapan tenaga kerja sebesar 1.300.000 orang.
Selain itu ditetapkan pula bahwa ekspor hasil industri kecil mencapai US
$ 5,15 milyar pada tahun terakhir Repelita VI.
f. Sasaran Tahun Anggaran 1998/1999
1) Berdasarkan evaluasi terhadap pencapaian sasaran Repelita VI
sampai dengan tahun keempat, dapat dinyatakan bahwa pada
umumnya pembangunan industri dan perdagangan telah berjalan
menuju kepada pencapaian sasarannya, meskipun dalam beberapa
aspek masih kurang dapat dicapai; seperti pertumbuhan ekspor non-
migas yang melambat sejak empat tahun terakhir, tingkat inflasi yang
melonjak setelah terjadinya krisis moneter, dan peranan industri kecil
dan menengah yang masih perlu ditingkatkan.
2) Oleh karena itu, apabila tidak terjadi keadaan yang luar biasa (seperti
krisis moneter dengan segala dampaknya akhir-akhir ini), maka
sasaran tahun anggaran 1998/1999 pada dasarnya merupakan sasaran
untuk mencapai seluruh sasaran Repelita VI, yang dalam
pencapaiannya perlu mengakomodasikan kondisi obyektif yang
mendukungnya. Sasaran ini, sebagaimana tercermin pula dalam
APBN tahun anggaran 1998/1999, menjadi perlu dimodifikasi karena
kondisi obyektif yang mendukungnya berkembang begitu cepat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
13
sebagai dampak luar biasa dari krisis moneter. Dengan demikian
sasaran pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi, telah disesuaikan,
yaitu yang semula masing-masing 4% dan 9%, kemudian direvisi
menjadi 0% dan 20%, dan selanjutnya masing-masing direvisi
kembali menjadi minus 4 % dan 17 %.
3) Hal ini menggambarkan bahwa tahun anggaran 1998/1999 adalah
benar-benar periode waktu di mana perekonomian nasional berada
pada situasi sulit. Oleh karena itu maka sasaran pembagunan seluruh
sektor, termasuk pem-bangunan sektor industri dan perdagangan,
perlu diletakkan bersama-sama dalam kerangka Catur Krida Kabinet
Pembangunan VII dan prioritasnya, agar satu dengan lainnya dapat
saling mendukung dan saling memperkuat. Dalam masa sulit ini,
pertumbuhan industri dan perdagangan perlu dijabarkan ke dalam
pertumbuhan sub-sub sektornya untuk diupayakan pencapaiannya.
Yang lebih penting lagi adalah bagaimana menggerakkan kembali
roda perekonomian, termasuk kegiatan pembangunan di sektor
industri dan perdagangan yang terancam terhenti karena kekurangan
bahan baku, rendahnya daya beli konsumen, atau terlalu kuatnya nilai
tukar mata uang asing terhadap rupiah.
4) Di sektor industri dan perdagangan, pulihnya kembali kegiatan
ekonomi melalui Program Reformasi dan Restrukturisasi, diharapkan
dicapai melalui peningkatan efisiensi dan daya saing berdasarkan
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Hal ini di
samping merupakan upaya untuk mensukseskan pencapaian sasaran
Repelita VI, juga sekaligus berarti mengamankan pemenuhan enam
bidang prioritas Kabinet Pembangunan VII, karena pemenuhan
kebutuhan pasar dalam negeri dan ekspor akan meliputi bidang-
bidang yang diprioritaskan, yaitu: pemenuhan kebutuhan pangan,
sandang, dan papan (perumahan), penyediaan sarana dan prasarana
pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta perluasan kesempatan
kerja yang menyediakan lapangan kerja produktif.
5) Di samping itu, sebagai bagian dari upaya pembangunan seluruh
bangsa, pemerintah melaksanakan program-programnya melalui
APBN. Adapun sasaran yang telah ditetapkan, pada tahun anggaran
1998/1999 adalah sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
14
a. Sektor Industri
1) Peningkatan ekspor hasil industri kecil melalui bantuan teknis
langsung dan intensif kepada 150 perusahaan industri kecil
menengah yang siap untuk ekspor.
2) Peningkatan kemampuan usaha industri kecil melalui bantuan
promosi dan informasi ekspor kepada 600 perusahaan industri
kecil, termasuk bantuan promosi dan pemasyarakatan hak atas
kekayaan intelektual (HAKI).
3) Penumbuhan 80 industri kecil sub-kontrak sebagai upaya
untuk meningkatkan kemitraan, kemandirian dan memperkuat
struktur industri, dengan difokuskan pada penumbuhan
industri penunjang, industri komponen dan industri yang
menunjang industri enjinering.
4) Penumbuhan wirausaha baru industri kecil, pemberdayaan
ekonomi rakyat melalui lembaga yang mandiri dan mengakar
pada masyarakat serta berpotensi produktif, termasuk
diantaranya 80 lembaga/koperasi pondok pesantren.
5) Pengembangan 7 komoditi agro-industri kecil secara terpadu
di 16 propinsi.
6) Peningkatan penyuluhan kemampuan sumber daya manusia
melalui bantuan teknis dan magang bagi pengusaha/pengrajin
industri kecil sebanyak 14.000 orang dalam bidang teknologi
dan manajemen termasuk bantuan peralatan percontohan bagi
industri kecil rumah tangga dan perdesaan melalui kelompok
usaha bersama (KUB).
7) Pengembangan produktivitas dan penerapan sistem mutu pada
industri kecil melalui pemasyarakatan dan penerapan gugus
kendali mutu (GKM) pada 220 perusahaan industri kecil,
pembentukan dan apresiasi GKM, serta bimbingan dan
penerapan ISO-9000/SNI pada 300 perusahaan industri kecil,
termasuk 100 perusahaan industri kecil yang siap
mendapatkan sertifikasi.
8) Peningkatan diversifikasi dan disain produk, khususnya yang
memiliki potensi ekspor dengan melaksanakan bantuan teknis
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
15
pengembangan desain, bantuan tenaga ahli desain, dan diversifikasi
penggunaan produk-produk tradisional untuk ditingkatkan nilai
tambahnya, serta bantuan teknis dan pengendalian pencemaran
limbah pada 80 industri kecil.
9) Peningkatan kemampuan pelayanan teknis seperti testing,
sertifikasi mutu, bantuan teknik produksi dari 25 Balai
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Industri, baik sektoral
maupun regional di daerah melalui pengembangan sarana dan
prasarana Balai agar mampu mandiri dan menjadi bagian dari
industri menghadapi perdagangan bebas.
10) Pelaksanaan pembuatan 40 jenis purwarupa dan uji coba
terapan peralatan produksi, terutama untuk industri kecil, dan
penyediaan 20 paket teknologi untuk peningkatan produksi
dan inovasi industri skala kecil dan menengah.
11) Pengembangan kemitraan penelitian dan pengem-bangan
teknologi antara Pemerintah dengan dunia usaha, antara lain
dalam bentuk kerjasama penelitian untuk 5 komoditi
berpotensi ekspor dan meningkat-kan penggunaan bahan baku
dari dalam negeri.
12) Pengembangan pengolahan limbah termasuk daur ulang, dan
pemanfaatan limbah untuk 7 jenis komoditi agar tercegah dari
kemungkinan pemahaman ekspornya oleh negara pengimpor.
13) Peningkatan kemitraan dalam peningkatan penguasa-an
teknologi industri dengan 200 perusahaan industri kecil dan
menengah.
14) Peningkatan pelaksanaan alih teknologi dan melaksana-kan
diseminasi hasil penelitian dan pengembangan teknologi industri
kepada 200 perusahaan industri, serta pengembangan sistem
jaringan informasi teknologi industri di 10 Balai Litbang Industri.
15) Perluasan dan pendalaman basis produksi industri serta pola
keterkaitannya melalui pengembangan produk-produk industri
prioritas dan berakar di dalam negeri pada 5 cabang industri
hasil pertanian, 5 cabang industri aneka, dan 6 cabang industri
logam, mesin dan kimia.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
16
16) Pengembangan produk-produk yang diunggulkan melalui
promosi produk dan investasi.
17) Pengembangan ekonomi sub regional melalui pengem-bangan
agrobisnis/agro-industri dalam rangka pengem-bangan kawasan
agroi-ndustri terpadu.
18) Penciptaan iklim yang kondusif termasuk pengem-bangan
sistem kelembagaan pendukung.
19) Penyusunan profil database komoditi dan industri potensial
dalam rangka peningkatan akses pasar, investasi, perluasan
dan persebaran industri untuk 30 komoditi berpotensi ekspor
di 27 Propinsi.
20) Pembinaan pola produksi dan sistem distribusi dalam rangka
pengamanan pengadaan garam beryodium di 27 Propinsi.
21) Peningkatan mutu dan produktivitas sumber daya manusia
industrial melalui pelatihan teknis dan manajemen usaha, serta
penyediaan 2.100 tenaga kerja industrial oleh 17 lembaga
pendidikan industri.
22) Peningkatan kemampuan informasi komoditi unggulan
industri yang potensial dikembangkan di 27 propinsi.
23) Penyusunan peta tematik industri dan perdagangan.
b. Sektor Perdagangan
1) Peningkatan pemasaran komoditas hasil industri dan pertanian
di 50 Kabupaten di 27 Propinsi.
2) Penyiapan konsep kelembagaan dan sistem distribusi yang
menjamin perdagangan dalam negeri dan perdagangan yang
berkeadilan serta makin berdayanya ekonomi rakyat.
3) Peningkatan tertib niaga dan persaingan sehat di kalangan
dunia usaha, termasuk penyelenggaraan Wajib Daftar
Perusahaan, dan perlindungan konsumen di 27 Propinsi.
4) Koordinasi pembinaan pasar dan pertokoan dan pembangunan
45 pasar desa di 26 Propinsi.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
17
5) Pengembangan kelembagaan pasar lelang lokal di 14
Propinsi.
6) Pengembangan perdagangan perintis dan antarpulau melalui
koordinasi lintas sektoral dan penyebaran informasi
perdagangan antarwilayah di 13 Propinsi pada 26 Kabupaten.
7) Pengembangan pemasaran produk dari desa tertinggal di 10
Propinsi pada 10 Kabupaten.
8) Pembinaan pedagang kecil dan motivator/pembina melalui
pembinaan kelembagaan dan pemberdayaan pedagang kecil
serta pengembangan klinik bisnis di 12 Propinsi dan 12
Kabupaten.
9) Peningkatan pelayanan kemetrologian di 27 Propinsi, berupa
pengadaan sarana dan prasarana, pelaksanaan penyuluhan
kemetrologian, dan peningkatan kemampuan lembaga
metrologi untuk melindungi produsen dan konsumen di dalam
negeri.
11) Pelaksanaan pemasyarakatan dan pemberdayaan penggunaan
produksi dalam negeri di 27 Propinsi.
12) Monitoring harga komoditi tertentu di 27 Propinsi dalam
rangka pengendalian inflasi dan lembaga arus barang.
13) Pembinaan usaha dan jasa penunjang perdagangan termasuk
pengembangan waralaba nasional dan bantuan teknis dan
manajemen kepada 300 orang pengusaha di 10 Propinsi.
14) Pengembangan sistem kemitraan antara pedagang kecil dan
menengah dengan pedagang besar di 15 Propinsi dalam
rangka pelaksanaan Undang-undang Kemitraan.
15) Pembinaan asosiasi, keagenan dan monitoring tenaga kerja
asing serta pengembangan perdagangan komo-ditas
monokultur di 7 lokasi.
16) Peningkatan dan pengembangan kebijakan pendaf-taran
perusahaan serta dalam rangka penyiapan Kantor Pendaftaran
Perusahaan (KPP).
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
18
17) Penyelesaian RUU Perlindungan Konsumen dan peraturan
pelaksanaannya serta RPP pengawasan mutu barang yang
beredar di pasar dalam negeri.
18) Partisipasi aktif dalam forum-forum bilateral, multi-lateral dan
regional serta melakukan misi diplomasi dagang.
19) Peningkatan peranan Atase Perindustrian dan Per-dagangan
dalam rangka penerobosan pasar luar negeri.
20) Pemasyarakatan hasil keputusan kerjasama per-dagangan
internasional kepada eksportir, importir, termasuk
industri/pedagang kecil dan menengah.
21) Penyelesaian kasus-kasus perdagangan internasional.
22) Penyempurnaan ketentuan perdagangan internasional di
bidang ekspor, pemantapan dan pengendalian impor.
23) Pelayanan dan penyebaran informasi perdagangan
internasional yang efektif bagi para eksportir, pengusaha kecil
dan menengah di 27 Propinsi serta penyebaran informasi
dari/ke Atase Perindustrian dan Perdagangan.
24) Peningkatan pelayanan pengujian dan sertifikasi mutu
komoditas di Pusat Pengujian Mutu Barang dan Perlindungan
Konsumen (PPMBPK) dan 20 Balai Pengujian dan Sertifikasi
Mutu Barang (BPSMB) di daerah.
25) Penyempurnaan sistem pengujian mutu barang ekspor guna
memperoleh akreditasi internasional.
26) Pemasyarakatan, penyempurnaan dan penyusunan 100 standar
industri dan perdagangan termasuk penerapannya, serta
peningkatan kesadaran akan pentingnya mutu produk.
27) Pengembangan analisa dan pengamatan pasar melalui analisa profil
dan potensi negara di 15 negara, penyusunan dan analisa peluang
pasar di 5 negara, penyusunan analisa pesaing di 5 negara,
penyusunan pola pengembangan pasar di 2 negara, penyusunan
analisa dan pelaku konsumen di 3 negara, penyusunan abstraksi 20
komoditi hasil analisa pasar, dan lain-lain.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
19
28) Peningkatan peranan kantor ITPC di luar negeri terutama
dalam upaya peningkatan ekspor nonmigas.
29) Pengembangan sistem informasi ekspor, peningkatan
pengembangan produk dan pembinaan dunia usaha melalui
publikasi 21 jenis informasi pasar ekspor, forum ekspor bagi
520 eksportir, forum diskusi pengembangan ekspor 6 kali
untuk 900 pengusaha eksportir IPKM, adaptasi produk,
workshop, dan lain-lain.
30) Peningkatan motivasi ekspor melalui penghargaan
Primaniyarta bagi 72 eksportir terbaik.
31) Penyelenggaraan 40 kali promosi ekspor di dalam negeri dan
luar negeri meliputi pameran aktif skala kecil, besar, pameran
mandiri, dan lain-lain.
32) Pembentukan Badan Pengawas Berjangka Komoditi beserta
perangkat sistem pengawasan dan pemasyarakatan Undang-
undang nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi di 8 daerah.
33) Pelatihan dan penyuluhan bagi 1000 eksportir/ pengusaha
kecil dan menengah.
g. Bagi Departemen Perindustrian dan Perdagangan, meskipun dalam
perencanaan program-program APBN Tahun Anggaran 1998/1999 telah
ditetapkan sasaran-sasaran tertentu, namun dalam pelaksanaannya perlu
diupayakan untuk mendukung penuh Catur Krida Kabinet Pembangunan
VII berikut seluruh prioritasnya. Memasuki tahun terakhir Repelita VI,
pembangun-an ekonomi dalam jangka pendek difokuskan kepada Program
Reformasi dan Restrukturisasi Ekonomi dalam rangka pemulihan
kehidupan perekonomian, yang diharapkan hasilnya akan segera terwujud.
Oleh karena itu pembangunan industri dan perdagangan, menjadi bagian
tidak terpisahkan dari program dimaksud. Dalam perspektif jangka
panjang, pelaksanaan pembangunan industri dan perdagangan berorientasi
penuh pada visi dan misi pembangunan industri dan perdagangan, yang
terarah pada pencapaian sasaran pembangunan kedua sektor tersebut.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
20
h. Visi pembangunan industri dan perdagangan adalah untuk mewujudkan
Indonesia sebagai negara industri baru sekaligus bangsa niaga yang
tangguh, pada akhir PJP-II. Sebagai negara industri baru telah terwujud
sektor industri yang kuat dan maju, berdaya saing tinggi, bertumpu pada
sumber daya manusia industrial yang berkualitas serta makin mampu
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi tinggi. Sebagai bangsa
niaga yang tangguh, mampu bersaing secara andal di pasar dalam dan luar
negeri, di mana perekonomian nasional makin berorientasi kepada pasar
global dan sekaligus menjadi bagian darinya.
i. Visi dimaksud diwujudkan melalui pembangunan nasional yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, di mana industriali-sasi
menjadi alur pokok dalam pembangunan ekonomi yang senantiasa
mengupayakan pemantapan Sistem Ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi
Pancasila, sebagai pedoman untuk mengembangkan perekonomian
nasional yang berkeadilan dan berdaya saing tinggi, ditandai oleh: makin
berkembangnya keaneka-ragaman industri di seluruh wilayah Indonesia,
makin mantap dan menguatnya produksi, distribusi, dan konsumsi serta
diversifikasi usaha pertanian dengan agroindustri dan agrobisnis,
terwujudnya kemantapan jalinan industri dan perdagangan kecil serta
menengah yang terintegrasi dengan koperasi, makin menguatnya
penguasaan pasar dalam negeri serta meluasnya pasar luar negeri,
bersamaan dengan pembangunan sektor lainnya yang mengangkat kualitas
dan kemandirian sumber daya manusia.
j. Misi sektor industri dan perdagangan di dalam proses industrialisasi
sebagai alur pokok pembangunan nasional, adalah sebagai penggerak
utama dan ujung tombak pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan di tengah era perdagangan bebas,
dengan senantiasa mengupaya-kan pemenuhan kebutuhan:
1) Devisa yang sangat meningkat, baik dengan meningkatkan ekspor dan
mengendalikan impor barang dan jasa maupun dengan mendukung
berkembangnya sektor pariwisata, dalam rangka memantapkan neraca
perdagangan dan mengurangi defisit neraca pembayaran;
2) Barang dan jasa yang berkualitas, baik dengan meningkatkan produksi
barang dan jasa, maupun dengan memperlancar pasokan dan
pemasaran industri dalam rangka pengendalian inflasi dan
terwujudnya harga yang wajar;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
21
3) Sumber daya manusia yang profesional, baik dengan meningkatkan
pendidikan dan latihan, memperluas akses informasi, maupun
mendorong penelitian dan pengembangan serta pemasyarakatan hasil-
hasilnya, dalam rangka meningkatkan penguasaan teknologi industri dan
kewirausahaan yang mandiri.
k. Dalam masa bakti Kabinet Pembangunan VII, yaitu mulai tahun terakhir
Repelita VI sampai dengan tahun ke-empat Repelita VII, pembangunan
industri dan perdagangan dalam mengemban misinya senantiasa mengacu
kepada empat tugas pokok dan sasaran, atau Catur Krida Kabinet
Pembangunan VII, yaitu Trilogi Pembangunan (Pemerataan,
Pertumbuhan dan Stabilitas Nasional), Kemandirian, Ketahanan
Nasional, serta Persatuan dan Kesatuan.
l. Pemerintah juga telah menetapkan prioritas jangka pendek dalam rangka
pemulihan kegiatan ekonomi, terutama melalui penajaman program-
program APBN, yang berupa 6 (enam) prioritas yaitu dalam memenuhi
kebutuhan: Pangan, Sandang, Papan (Perumahan), Pendidikan, Pelayanan
Kesehatan dan Lapangan Kerja Produktif. Dengan demikian maka
pembangunan industri dan perdagangan dalam mengemban misinya perlu
memprioritaskan seluruh potensi untuk mendukungnya, termasuk melalui
program-program pembangunan di sektor industri dan perdagangan yang
dibiayai dari APBN.
m. Pembangunan industri dan perdagangan pada tahun anggaran 1998/1999
juga mengemban misi untuk mengupayakan tercapainya sasaran Repelita
VI dan sekaligus menjembatani persiapan di dalam memasuki Repelita
VII dengan mem-perhatikan dan melaksanakan amanat GBHN 1998.
Meskipun prioritas Repelita VII pada hakekatnya tetap sama dengan
Repelita VI, yaitu tetap bertumpu kepada pembangunan ekonomi seiring
dengan pembangunan kualitas sumber daya manusia, namun pada Repelita
VII dalam mewujudkan keterkaitan antara industri dan pertanian pada
pembangunan ekonomi perlu lebih ditekankan aspek kesepadanan kedua
sektor dan dalam pembangunan sumber daya manusia perlu lebih
ditekankanan aspek keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Aspek kesepadanan perlu diantisipasi dengan menempatkan
pertanian sebagai sektor yang mendukung dan sekaligus perlu didukung
oleh sektor industri dan perdagangan secara seimbang, sedangkan aspek
keimanan dan ketakwaan perlu diantisipasi dengan meningkatnya rasa
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
22
kepercayaan diri dalam rangka kemandirian dan sekaligus dengan
perlunya menjabarkan etika bisnis yang lebih baik dalam pembangunan
industri dan perdagangan.
n. Tantangan pembangunan industri dan perdagangan yang amat perlu
dicermati adalah antara lain: (a) tantangan ke arah konsolidasi total
Indonesia Incorporated atau dengan kata lain peningkatan kerja sama
Pemerintah dengan DPR dan masyarakat luas, serta dunia usaha, meliputi
dimensi multisektor yang lebih terintegrasi menghadapi persaingan
industri, perdagangan, dan investasi milenium ketiga yang kian sengit dan
kompleks; (b) tantangan ke arah pengamanan jalur distribusi dalam
negeri maupun jalur distribusi luar negeri agar penyediaan dan penyaluran
barang kebutuhan masyarakat serta pencapaian devisa ekspor sebesar-
besarnya dapat terpenuhi; (c) tantangan ke arah pengembangan dunia
usaha dan SDM industrial bertaraf profesional, produktif, memiliki etika
dan moral bisnis, berbudaya industri, yang dikembangkan secara masif
dan terpadu guna memperkuat produksi, distribusi dan pemasaran; (d)
tantangan ke arah penguasaan teknologi melalui aktivitas litbang industri
dan penciptaan iklim inovatif; (e) tantangan ke arah pencapaian
keterpaduan lintas sektor yang efektif; (f) tantangan ke arah transparansi
sektor industri dan perdagangan untuk mendukung pertumbuhan dan
pemerataan perekonomian sesuai prinsip ekonomi Pancasila; (g) tantangan
ke arah agresivitas ekspor; (h) tantangan ke arah penumbuhan
kepercayaan masyarakat serta kecintaan masyarakat terhadap kemampuan
produksi dan hasil produksi dalam negeri; serta (i) tantangan ke arah
peningkatan diplomasi industri dan perdagangan di fora internasional
sesuai konsistensi pelaksanaan program reformasi ekonomi di bidang
industri dan perdagangan. Dalam kaitan ini, sebagai modal dasar strategis
bagi segenap pelaku perekonomian, khususnya di sektor industri dan
perdagangan adalah, tekad pemerintah untuk menerapkan program
reformasi dan restrukturisasi ekonomi sebagaimana telah disepakati
dengan IMF, dan didukung kuat oleh Bank Dunia serta Asian
Development Bank (ADB), secara tuntas, transparan, terbuka dan non-
diskriminatif. Pemerintah telah pula menyatakan komitmennya yang tinggi
untuk meneruskan program deregulasi dan debirokratisasi agar lebih
mengefisienkan jalannya roda perekonomian.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
23
3. Kebijaksanaan Operasional Pembangunan Industri dan Perdagangan
a. Dalam Repelita VI Kebijakan Operasional Pembangunan Industri
adalah mengembangkan industri yang efisien dengan wawasan ke
masa depan, dengan kualitas produknya yang semakin baik sehingga
dapat bersaing baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor,
dengan nilai tambah yang semakin tinggi sehingga berdampak luas
bagi perekonomian nasional. Kualitas produksi dalam negeri yang
baik akan menimbulkan rasa cinta masyarakat konsumen kepada
produk dalam negeri, sehingga hal ini akan berdampak pada perluasan
pasar dan dapat meningkatkan efisiensi industri nasional sekaligus
dapat menekan laju pertumbuhan impor barang. Namun demikian,
memasuki tahun anggaran 1998/99 kebijakan operasional ini lebih
diprioritaskan pada upaya-upaya untuk lebih mendorong industri-
industri yang menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui dan
pengembangan industri kecil dan menengah serta industri penunjang
dalam rangka mengen-dalikan impor yang antara lain mencakup
kebijakan-kebijakan berikut :
1) Kebijakan pengembangan industri-industri penunjang yang dapat
memenuhi kebutuhan industri hilir, sehingga dapat mengurangi
ketergantungan terhadap bahan baku/komponen impor. Industri
yang dibangun tersebut harus berakar pada potensi nasional yang
riil yaitu berdasarkan sumber daya alam dan sumber daya manusia
yang ada.
2) Kebijakan pengadaan pangan baik yang diproduksi di dalam negeri
maupun impor, yang diperlukan tidak saja untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat tetapi juga mendukung pemulihan stabilitas
perekonomian nasional.
3) Kebijakan untuk mengurangi terjadinya PHK serta mempercepat
pemulihan ekonomi perlu dilakukan reformasi dan restrukturisasi
kegiatan industri dan perdagangan, ataupun upaya-upaya untuk
mendorong terjadinya investasi baru di sektor industri dan
perdagangan.
4) Kebijakan untuk menciptakan iklim persaingan sehat yang dapat
menjamin dan memelihara keseimbangan antara IKM.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
24
5) Kebijakan untuk mengembangkan pemanfaatan dan pemberdayaan
usaha industri dan usaha perdagangan kecil menengah yang
terbukti memiliki daya tahan lebih baik dan lebih fleksibel terhadap
gejolak ekonomi, sebagai salah satu sumber penyerapan tenaga
kerja dan pemerataan pendapatan masyarakat.
6) Kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui himbauan-
himbauan kepada para produsen untuk melakukan marginal
costing dan upaya lain seperti mengupayakan kecepatan dan
kelayakan pasokan serta distribusi barang-barang kebutuhan pokok
masyarakat, untuk mengendalikan inflasi pada tingkat terendah
yang dapat dicapai.
b. Kebijakan pemulihan akan terpusat pada upaya untuk memperlancar
arus pengadaan dan penyelesaian administrasi impor bahan baku;
meninjau kembali perubahan kinerja industri yang diperkirakan akan
mengalami pergeseran akibat krisis ekonomi serta mengembangkan
peluang untuk memperbaiki kondisi perusahaaan-perusahaan industri
baik melalui merger, aliansi strategis atau melalui kemitraan di bidang
pasar dan teknologi.
c. Kebijakan reorientasi pembangunan industri perlu diarahkan untuk
mendukung terciptanya kondisi yang dapat mendukung proses
restrukturisasi industri serta menciptakan iklim yang dapat mendorong
pengembangan industri termasuk pengolahan hasil pertanian dan agro
industri serta industri kimia; pengembangan industri penunjang yang
mendukung perbaikan pohon industri termasuk pengem-bangan
industri komponen, bahan baku dan barang penolong yang mendukung
pengembangan ekspor dan dapat mengurangi ketergantungan industri
dalam negeri terhadap sumber dari impor.
d. Kebijakan operasional pembangunan industri dalam periode krisis
yang terjadi menjelang akhir Repelita VI cenderung lebih diarahkan
pada upaya-upaya untuk memperbaiki struktur kegiatan industri dan
perdagangan, yang didorong oleh kebutuhan untuk melakukan
reformasi ekonomi sebagai salah satu upaya untuk melepaskan diri
dari kemelut krisis yang berlangsung.
e. Dalam pengembangan industri unggulan atau yang diprioritaskan,
kriteria umum yang digunakan adalah industri yang memiliki
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
25
keunggulan komparatif dan kompetitif, berakar di bumi Indonesia, dan
berdampak luas bagi pengembangan sektor lainnya. Industri tersebut
harus dapat dikembangkan secara ekonomis dan efisien sehingga
mampu bertahan dengan tingkat tarif bea masuk impor yang rendah.
Industri tersebut mencakup industri yang strategis untuk kebutuhan
dalam negeri dan kehidupan rakyat, industri yang berorientasi ekspor,
industri yang menggunakan sumber daya nasional, industri yang
memiliki nilai strategis dalam pengembangan dan penguasaan
teknologi serta berdampak pada pengembangan industri lainnya, dan
industri yang dapat mengembangkan kegiatan ekonomi di daerah-
daerah di luar Jawa, terutama di KTI. Dalam kaitannya dengan
industri yang berorientasi ekspor perlu ditetapkan kriteria produk
unggulan dan produk yang diunggulkan.
f. Produk unggulan ekspor non migas dan andalan daerah lebih
diarahkan kepada sumber daya alam khususnya yang dapat
diperbaharui dan merupakan produk dari industri yang diprioritaskan
pengembangannya, nilai ekspornya cukup besar dan memiliki laju
pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi, efisien, produktivitas dan
kandungan bahan baku dari dalam negeri yang cukup tinggi serta
penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi.
g. Industri yang menghasilkan produk unggulan tersebut diberi dorongan
dan dukungan yang sebaiknya tidak dalam bentuk proteksi tarif, tetapi
dalam bentuk keringanan fiskal, moneter ataupun pengaturan tertentu
yang tetap didasarkan pada mekanisme pasar, sehingga dapat
memberikan kesempatan kepada industri yang bersangkutan mencapai
tingkat skala ekonomi yang paling efisien dan bersaing. Fasilitas yang
tersedia hanya diberikan pada kurun waktu tertentu yang ditetapkan,
sedangkan bilamana target pembinaan sudah tercapai sebelum batas
waktu yang ditetapkan, maka fasilitas yang diberikan akan dicabut
agar tidak menimbulkan distorsi yang berkepanjangan.
h. Bantuan yang diberikan, diupayakan agar langsung dimanfaatkan
perusahaan yang bersangkutan, misalnya bantuan yang berupa
keringanan pajak bila perusahaan melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta pengembangan teknologi
yang bertujuan meningkatkan efisiensi seperti otomatisasi dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
26
pengembangan produk-produk baru. Sedangkan bantuan dalam bentuk
non-tarif tersebut harus sesuai dengan peraturan GATT/WTO yang
telah disepakati.
i. Keberhasilan dari kebijakan ini bergantung pada:
1) Penentuan jenis industri prioritas dan perusahaan yang dibantu
harus dilakukan secara obyektif, demi peningkatan daya saing
industri yang bersangkutan;
2) Program bantuan yang dilakukan untuk mengembangkan industri
pilihan atau perangsang yang diberikan bagi kegiatan penelitian dan
pengembangan (Research and Development atau R&D) tersebut
harus dilakukan secara profesional dan transparan;
3) Kewenangan Pemerintah untuk bertindak apabila manajemen
industri yang dibantu tenyata menyimpang dari prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat.
Namun demikian, khusus dalam menghadapi periode krisis yang
berlangsung, prioritas pengembangan industri pada akhir Repelita VI,
perlu lebih diarahkan pada industri yang menghasilkan devisa dan atau
industri kecil dan menengah yang dapat menciptakan lapangan kerja.
j. Untuk menarik lebih banyak modal/investasi asing, Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 yang
memberikan ruang gerak yang lebih besar bagi investasi asing.
Demikian pula, melalui Paket Mei 1995 yang dilanjutkan dengan
Paket Juni 1996 Pemerintah menurunkan tarif secara bertahap dalam
rangka peningkatan daya saing. Dalam paket tersebut telah
dijadwalkan bahwa bea masuk sampai dengan 20% (sebelum Paket
Mei 1995) akan menjadi setinggi-tingginya 5% pada tahun 2000, dan
bea masuk di atas 20% (sebelum Paket Mei 1995) akan menjadi
setinggi-tingginya 10% pada tahun 2003, dengan sasaran setinggi-
tingginya 20% pada tahun 1998. Pengumuman jadwal tersebut
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk
menyusun perencanaan dan penyesuaian yang diperlukan. Sebagai
upaya lebih lanjut untuk mendorong ekspor, melalui Paket Januari
1996 Pemerintah telah memberi ijin perusahaan asing untuk terlibat
dalam kegiatan ekspor baik untuk produk industri pengolahan maupun
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
27
komoditi primer. Sedangkan untuk mendukung reformasi ekonomi
yang sedang berlangsung, Pemerintah telah mendorong terjadinya
percepatan arus investasi asing mulai Juni tahun 1998. Untuk itu,
Pemerintah akan merevisi hal-hal yang menghambat investasi,
termasuk penghapusan larangan investasi dalam produksi kelapa sawit
yang tertuang dalam Inpres No: 6 Tahun 1998 yang sudah
diberlakukan sejak 1 Februari 1998.
k. Dalam upaya memperkukuh struktur industri, Pemerintah melalui
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1996, membuka peluang bagi
pemberian fasilitas insentif perpajakan kepada investasi yang
dilakukan pada bidang-bidang usaha tertentu yang sangat strategis dan
dibutuhkan dalam mewujudkan dan mempercepat proses
industrialisasi. Penentuan badan/ bidang usaha tersebut dilakukan
secara sangat selektif oleh Presiden, yang proses seleksinya dibantu
oleh Tim yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 54 Tahun
1996.
l. Pembangunan sektor perdagangan secara umum diarahkan untuk
mengembangkan pasar domestik sebagai basis dan pendorong proses
industrialisasi yang berkelanjutan, serta mengembangkan pembinaan
produk domestik agar semakin mampu bersaing baik di pasar
domestik ataupun pasar global. Dengan demikian Kebijakan
Operasional Pembangun-an Perdagangan Dalam Negeri adalah untuk:
menjamin kelancaran arus barang dan jasa dengan memantapkan
pengadaan dan penyaluran guna membentuk harga yang wajar;
memperluas hasil-hasil produksi dalam negeri dalam rangka
meningkatkan pendapatan produsen; melindungi kepentingan
konsumen, serta mendorong dan membantu pedagang kecil melalui
penciptaan iklim yang mendukung, peningkatan kemampuan
berusaha, pelaksanaan kemitraan usaha dan pelayanan informasi
perdagangan.
m. Kebijakan operasional pembangunan di sektor perdagangan perlu
didukung dengan pemantapan pasar yang lebih mendukung
terciptanya peningkatan efisiensi dan efektivitas sistem pelayanan dan
sistem distribusi. Demikian pula, pembinaan iklim persaingan usaha
yang sehat perlu ditekankan untuk mencegah praktek monopoli dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
28
lain-lainnya yang merugikan masyarakat, serta perlindungan
konsumen yang ditekankan kepada upaya melindungi kepentingan dan
hak-haknya secara wajar.
n. Khususnya dalam kebijakan operasional pembangunan perdagangan
dalam negeri dalam rangka membentuk harga yang wajar yang
tercermin pada tingkat inflasi yang terkendali, di samping perlu
didukung melalui kebijakan moneter, juga dilakukan melalui
kebijakan di sektor riil dengan pembenahan dan peningkatan efisiensi
kegiatan sektor produksi dan distribusi. Sebagai contoh: kebijakan
uang ketat akan menyebabkan suku bunga naik, biaya produksi naik,
dan harga barang naik, sehingga dampaknya akan menaikkan pula
tingkat inflasi dan mengurangi surplus atau menambah defisit neraca
perdagangan.
o. Untuk mendukung tercapainya sasaran kebijakan di atas, Pemerintah
menjelang akhir Repelita VI, juga telah mendorong terciptanya
mekanisme pasar yang efisien bagi komoditi-komoditi strategis.
p. Kebijakan Operasional Pembangunan Perdagangan Inter-nasional
adalah meningkatkan agresivitas ekspor secara terintegrasi, baik
melalui diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor maupun melalui
peningkatan mutu diplomasi perdagangan dalam rangka kerjasama
multilateral, regional dan bilateral, kebijakan lainnya seperti imbal
beli, pemanfaatan secara maksimal preferensi yang ada baik dalam
kerjasama multilateral maupun dalam kerjasama komoditi
internasional dan kerjasama antar sesama negara berkembang, serta
pengendalian impor dengan kebijakan yang tidak bertentangan dengan
kesepakatan-kesepakatan internasional.
q. Kebijakan Operasional Pembangunan Perdagangan Internasi-onal,
antara lain mencakup berbagai upaya untuk mendorong ekspor dan
mengendalikan impor, yang ditujukan untuk pengamanan neraca
perdagangan dan menurunkan defisit transaksi berjalan dengan
peningkatan investasi. Namun demikian, pengembangan investasi baru
diperkirakan akan menciptakan kesulitan baru dalam upaya untuk
menekan impor barang-barang modal, bahan baku, bahan penolong
sehingga pada akhirnya upaya untuk mencegah pembengkak-an defisit
neraca perdagangan non-migas akan mengalami kesulitan, apabila
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
29
tanpa diikuti dengan upaya maksimal untuk mendorong ekspor non-
migas yang lebih tinggi.
r. Mengingat bahwa di dalam upaya peningkatan ekspor dan pengendalian
impor tersebut terkait erat peraturan perdagangan internasional maka
Pemerintah perlu memberikan fasilitasi bagi dunia usaha industri dan
perdagangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya.
s. Untuk melindungi tekanan persaingan dan tindak bisnis tidak wajar
(unfair practices) yang mungkin dilakukan industri luar negeri
terhadap industri di dalam negeri, serta melindungi produk Indonesia
terhadap tuduhan dumping atau pengenaan dumping duty dan
countervailing duty secara sewenang-wenang dari otoritas kegiatan
perdagangan di negara tujuan ekspor utama, maka kebijakan anti
dumping yang dilaksanakan oleh Komite Anti Dumping (KADI) perlu
ditingkatkan baik melalui penyediaan sumber daya maupun tingkat
pengetahuan tentang prosedur pengenaan dumping dan countervailing
sebagaimana tertuang dalam GATT.
t. Kebijakan Operasional Pembangunan Industri dan Pedagang Kecil dan
Menengah
1) Kebijakan Operasional Pembangunan Industri dan
Perdagangan juga harus memberikan perhatian khusus dalam
pemberdayaan industri dan pedagang kecil dan menengah (IPKM).
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kelompok industri ini
lebih fleksibel dan memiliki daya tahan lebih tinggi, sehingga dapat
berperan sebagai mitra yang menguntungkan industri besar, dan
berperan sangat penting dalam penyediaan lapangan kerja bagi
masyarakat berpenghasilan rendah. Mengingat sifatnya yang
strategis apalagi pada era reformasi ekonomi yang berlangsung
dewasa ini, maka pengembangan IKM perlu mendapat perhatian
dan prioritas secara khusus. Dengan demikian, keberadaan
IPKM yang kuat, akan mendukung terciptanya struktur ekonomi
yang lebih kukuh, dan peran kelompok ini dalam peningkatan
ekspor dan pengendalian impor akan semakin besar.
2) Kebijakan Operasional Pembangunan IPKM adalah melakukan
inisiatif usaha secara efektif dalam rangka menumbuh-kembangkan
industri dan pedagang kecil seluas-luasnya, dalam arti dengan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
30
melakukan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas
bagi IPKM dapat meningkatkan kemandirian usahanya dan
menumbuh-kembangkan IPKM ke arah yang modern. Kedua pokok
kebijakan operasional tersebut dilakukan secara terus menerus
dengan selalu memperhatikan aspek-aspek:
(a) Pendidikan, seperti ketrampilan teknis, manajemen dan
kewirausahaan;
(b) Permodalan, seperti modal ventura dan lembaga penjamin kredit
kecil;
(c) Dalam menghadapi era krisis dewasa ini, Pemerintah perlu
melakukan treatment khusus yang menjamin tersedianya dan
tersalurkannya modal kerja yang cukup bagi kelompok tersebut;
(d) Pemasaran, seperti penanganan secara terpadu melalui
emporium penjualan barang-barang dalam memasuki pasar
global;
(e) Pemanfaatan lembaga Pemerintah, seperti Balai-Balai Penelitian
dan Pengembangan Industri, Balai Pengujian dan Sertifikasi
Mutu Barang, serta tenaga penyuluh IPKM di daerah.
3) Pelaksanaan Kebijakan Operasional Pembangunan IPKM
dilakukan melalui pendekatan dari bawah (bottom-up), dari atas
(top-down), dan dari luar ke dalam. Pendekatan ini dilakukan
sebagai upaya mempercepat pertumbuhan industri skala kecil dan
menengah untuk memperbaiki ketimpangan laju pertumbuhan
industri kecil terhadap industri menengah dan besar, yaitu:
(a) Pendekatan dari bawah, dengan memperkuat IKM yang sudah
ada melalui berbagai program dan bantuan baik dalam bidang
permodalan, teknologi, peningkatan SDM, peningkatan akses
pasar dan informasi, dengan tujuan meningkatkan kemampuan
usahanya menjadi IKM yang modern, maju dan mandiri, serta
dilakukan terhadap IPKM yang menghasilkan dan memper-
dagangkan barang-barang tradisional, yang umumnya tumbuh
dari bawah dan tersebar luas di seluruh wilayah tanah air.
Kelompok usaha ini lebih banyak diarahkan untuk menciptakan
pemerataan pendapatan dan kesempatan kerja dengan
melibatkan peran-serta masyarakat luas.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
31
(b) Pendekatan dari atas, melalui encouragement yang diberikan pada
industri besar untuk menciptakan IKM baru yang mengerjakan
pembuatan produk-produk antara atau komponen yang diperlukan
oleh industrinya, serta dilakukan terhadap IPKM yang menghasilkan
dan memperdagangkan komponen. Kelompok usaha ini diarahkan
untuk menjadi industri dan pedagang modern masa depan, melalui
pola kemitraan usaha yang saling menguntungkan dan saling
membutuhkan dengan industri/ usaha besar, agar mendukung
terwujudnya struktur industri dan perdagangan nasional yang kuat dan
kukuh.
(c) Pendekatan dari luar ke dalam, melalui penciptaan iklim
yang mengundang IKM dari luar negeri melakukan relokasi ke
Indonesia, memproduksi produk atau komponen yang
diperlukan oleh industri nasional yang sudah ada, melalui
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994.
4) Bantuan kepada IPKM dilakukan secara selektif terutama diberikan
kepada perusahaan-perusahaan yang benar-benar berkeinginan
untuk tumbuh dan berkembang. Pencapaian sasaran perluasan skala
ekonomi bagi IKM serta PKM perlu dilakukan secara sinergi, di
mana peranan koperasi perlu ditingkatkan dalam menunjang
pengembangan baik IKM maupun PKM tersebut.
4. Kebijakan Operasional Pendukung Enam Program Prioritas Kabinet
a. Di bidang Sandang
1) Melakukan restrukturisasi mesin-mesin industri tekstil untuk
meningkatkan kualitas, produktifitas serta daya saing di pasaran
internasional;
2) Pengembangan industri penunjang dengan tujuan untuk secara
bertahap mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku dan
komponen impor;
3) Memperlancar jalur distribusi bahan baku industri panghasil
sandang.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
32
b. Di bidang Pangan
1) Penguatan terhadap industri penghasil kebutuhan pokok masyarakat
antara lain minyak goreng, susu, tepung terigu, mie;
2) Penguatan terhadap industri penghasil bahan pangan lainnya yang
mengalami dampak krisis moneter;
3) Peningkatan kapasitas produk dan diversifikasi produk industri
hasil pertanian seluas-luasnya;
4) Pemantapan lembaga perdagangan untuk melancarkan arus
distribusi kebutuhan pokok secara efisien.
c. Di bidang Papan
1) Penguatan industri pendukung pembangunan perumahan/ papan,
terutama yang mengalami kesulitan sebagai akibat terjadinya krisis
moneter;
2) Memperpendek jalur distribusi bahan bangunan dari produsen ke
konsumen.
d. Di bidang Pendidikan
1) Peningkatan wawasan dan penguasaan teknik-teknik manajemen
bagi IPKM melalui pengembangan kemitraan antara IPKM dengan
industri dan perdagangan skala besar terutama yang bergerak di
bidang agro-industri dan agrobisnis;
2) Peningkatan kualitas SDM melalui diklat ketrampilan, sekolah
kejuruan, dan magang dalam rangka terus meningkatkan kinerja
industri;
3) Peningkatan kemampuan desain produk khususnya bagi industri-
industri yang mengandalkan kualitas, mode dan inovasi teknologi
sebagai upaya peningkatan nilai tambah produk-produk ekspor;
4) Peningkatan kualitas lembaga industri dan perdagangan melalui
sarana sistem informasi yang efektif untuk meningkatkan
kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
5) Peningkatan pengetahuan peraturan-peraturan perdagang-an
internasional bagi para pelaku perdagangan untuk menghadapi
persaingan pasar global.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
33
e. Di bidang Pelayanan Kesehatan
1) Pengembangan industri farmasi yang didukung oleh industri bahan
baku obat dan peralatan kesehatan;
2) Diversifikasi produk tanaman obat;
3) Menyederhanakan prosedur impor bahan baku obat.
f. Lapangan Kerja Produktif
1) Menumbuh-kembangkan IPKM pada kegiatan agroindustri dan
agrobisnis bersifat padat karya, baik di sektor perkotaan maupun
perdesaan, yang ikut mendorong pertumbuhan industri lanjutan,
penguasaan pasar hortikultura dan buah-sayuran tropis, dan secara
bertahap menuju pasar ekspor;
2) Memberikan fasilitas yang menunjang pertumbuhan dan vitalitas
pedagang informal, di lingkungan ekonomi perkotaan maupun
perdesaan, dengan tetap mengacu pada rencana induk tata ruang.
5. Dukungan Lintas Sektoral dan Lintas Regional
a. Dalam rangka mengemban tanggung jawab publiknya, Pemerintah
melakukan pengaturan, pembinaan dan pengembangan dalam
pembangunan bidang produksi dan perdagangan dengan melakukan
keterpaduan lintas sektoral dan lintas regional yang serasi, terutama
dalam rangka penyediaan dan penyiapan sarana dan prasarana
produksi, dan bahan baku keperluan produksi. Pembangunan sektor
primer dan sektor jasa direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-
sama dengan sektor produksi dan perdagangan guna menunjang
pengembangan industri hulu dan industri hilir ke arah tingkat yang
efisiensi dan berdaya saing yang lebih tinggi, serta memperlancar
sistem distribusi, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun untuk
perdagangan internasional. Dukungan pokok yang diperlukan antara
lain meliputi:
1) Penyediaan bahan baku, yang berasal dari produk hasil pertanian,
kehutanan, pertambangan, energi, dan lain-lain.
2) Pembiayaan, pembangunan, pengoperasian, dan pengusahaan
energi, komunikasi, transportasi dan lahan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
34
3) Penyiapan perangkat lunak, antara lain meliputi penyem-purnaan
peraturan perundangan di bidang ketenaga-kerjaan, pencegahan
pencemaran, perpajakan, pertanahan, tata ruang, perbankan dan
otonomi daerah.
4) Penyiapan prasarana lainnya, meliputi antara lain sistem pendidikan
dan latihan, kegiatan penelitian dan pengembangan dan sistem
informasi.
b. Untuk mencapai keseimbangan pembangunan secara regional, perlu
diupayakan persebaran industri dan perdagangan ke daerah-daerah di
luar pulau Jawa, terutama untuk KTI, antara lain melalui pengembangan
sistim insentif, penyederhanaan prosedur perijinan, penyebaran
pembangunan sarana dan prasarana penunjang di daerah-daerah yang
hendak dibangun, termasuk pemantapan koordinasi antar instansi terkait
di daerah , serta antara pusat dan daerah. Dalam kaitan ini
pembangunan kawasan industri tetap diandalkan sebagai prasarana
penunjang dalam mempercepat pertumbuhan industri dan
pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Pembangunan
industri terus didorong dan diarahkan untuk mengoptimalkan lahan-
lahan industri siap pakai di dalam kawasan-kawasan industri, terutama
di pulau Jawa.
c. Dalam rangka meningkatkan daya saing, memperlancar arus barang
dan jasa guna menjamin kebutuhan masyarakat antar wilayah dan
melindungi masyarakat dari gejolak harga serta mendorong
terciptanya peluang meningkatkan pendapatan masyarakat terutama
petani produsen, perluasan kesempatan kerja dan kesempatan usaha
dan penerimaan devisa, maka kegiatan pembangunan industri dan
perdagangan perlu ditunjang oleh tersedianya sumber daya manusia
produktif yang berakhlak dan profesional serta berjiwa kewirausahaan,
sistem kelembagaan dan distribusi yang efektif dan efisien, sistem
komunikasi dan sistem transportasi yang efisien, penyebaran
informasi pasar dan informasi harga yang efektif dan efisien, peraturan
perundangan yang mendorong persaingan sehat dan praktek usaha
yang jujur dan menghindarkan sejauh mungkin timbulnya etatisme,
monopoli, oligipoli, monopsoni, oligopsoni yang merugikan
masyarakat. Upaya ini didukung secara terpadu dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
35
berkesinambungan oleh sektor produksi, masyarakat termasuk
koperasi di pusat dan daerah.
d. Dengan adanya keterkaitan antara kegiatan sektor industri dan perdagangan
dengan kegiatan sektor-sektor lainnya, maka kebijakan pembangunan
industri dan perdagangan diarahkan untuk saling memperkuat dan terpadu
terutama pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan penyediaan bahan
baku. Pengembangan industri dan perdagangan ini terkait secara langsung
dengan pengembangan jasa keuangan, transportasi, teknologi, iklim usaha,
penyebaran wilayah produksi termasuk ke berbagai daerah tertinggal dan
KTI sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk itu pengembangan sektor
industri diarahkan kepada terciptanya industri yang efisien dan berdaya
saing handal dengan memperhatikan skala prioritas kebijakan ekonomi
tingkat regional dan global dan makin berperannya IKM serta industri
kerajinan dan rumah tangga (IKRT) dalam rangka memperluas kesempatan
kerja dan kesempatan usaha termasuk lebih mengaktifkan keterkaitan
industri tersebut dengan industri berskala besar yang antara lain melalui pola
kemitraan. Dengan tersebarnya sumber pasokan bahan baku dan bahan
penolong (produk pertanian, kehutanan, pertambangan, kelautan, energi dan
lain-lain) yang dihasilkan sektor produksi serta adanya keterkaitan antar
sektor penghasil bahan baku dengan sektor produksi barang siap masuk
pasar, maka peran sektor perdagangan dalam hal ini pemasaran menjadi
cukup penting. Kelangsungan gerak pembangunan ini terkait pula dengan
dukungan sektor pembiayaan dan transportasi.
e. Untuk memperkuat basis usaha yang berkaitan dengan usaha
menengah dan kecil dalam hal peningkatan sumber daya manusia dan
terciptanya kepastian berusaha, kesempatan dan dukungan berusaha
yang terlindung dari praktek bisnis yang tidak sehat, maka diperlukan
penyempurnaan perangkat lunak antara lain meliputi penyempurnaan
peraturan perundangan-undangan bidang produksi, pemasaran,
ketenagakerjaan, pencemaran lingkungan, perpajakan, pertanahan, tata
ruang, perbankan dan otonomi daerah. Dengan penyempurnaan perangkat
lunak tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan pendapatan,
kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian serta akses
masyarakat khususnya di dalam sektor pertanian. Untuk itu dengan
menggunakan teknologi tepat guna dalam menghasilkan produk unggulan
berdaya saing tinggi, maka ketersediaan bahan baku yang bersumber dari
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
36
usaha berbasis agroekosistem diarahkan kepada usaha mengurangi atau
menghambat dampak negatif dari masuknya produk sejenis dari luar negeri.
Hal ini dimungkinkan jika ditunjang dengan makin tersebarnya informasi
pasar dan informasi harga yang efisien dan efektif serta adanya sistem
transportasi yang terpadu, tertib dan lancar, aman, cepat dan terjangkau guna
mendukung sektor produksi dan perdagangan. Dengan semakin
meningkatnya daya jangkau transportasi ke berbagai penjuru, maka
penyelenggaraan transportasi intra dan antar moda angkutan yang terpadu
sangat diperlukan untuk memperlancar mobilitas manusia (terutama sumber
daya manusia produktif), barang dan jasa dalam rangka mengantisipasi
perkembangan perdagangan global.
B. Hasil Pembangunan Sektor Industri dan Perdagangan
Pembaharuan dalam pembangunan nasional antara lain dicerminkan dalam Repelita
VI melalui penetapan bahwa industrialisasi merupakan alur pokok pembangunan
nasional yang pada PJP-II dilaksanakan senantiasa bertumpu pada Trilogi
Pembangunan, dengan titik berat pada bidang ekonomi seiring dengan kualitas
sumber daya manusia; di mana sektor industri merupakan penggerak utamanya
yang didukung oleh sektor perdagangan secara sinkron. Dalam Repelita VI
pembangunan industri dan perdagangan dilaksanakan berdasarkan visi bahwa pada
akhir PJP II Indonesia telah menjadi negara industri baru dan bangsa niaga yang
andal dan tangguh. Sektor industri telah menyumbang porsi utama dalam
pendapatan devisa negara pada porsi yang lebih besar, meningkatkan pendapatan
nasional, menyerap tenaga kerja cukup banyak, sementara kondisi sosial dan budaya
masyarakat telah menjadi masyarakat industri. Sedangkan sektor perdagangan telah
mampu menunjang peningkatan produksi dan memperlancar distribusi sehingga
memperkuat daya saing secara berkesinambungan dalam suasana pasar yang
semakin terbuka.
Diharapkan industri dan perdagangan telah mampu mendukung kegiatan
perekonomian nasional secara lebih efisien.
1. Peranan Sektor Industri dan Perdagangan dalam PDB
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 1997 sebesar 4,65 persen
yang berarti menurun cukup tajam dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang mencapai 7,98 persen pada tahun 1996; 8,22 persen
tahun 1995; 7,54 persen tahun 1994. Sektor industri dan industri non-
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
37
migas mengalami kenaikan nilai tambah masing-masing sebesar 6,23
persen dan 7,38 persen pada tahun 1997. Pertumbuhan industri dan
industri non-migas tersebut lebih rendah dari pada pertumbuhan tahun
1996 masing-masing sebesar 11,59 persen dan 11,66 persen. Sedangkan
untuk sektor perdagangan mengalami kenaikan nilai tambah sebesar 5,46
persen pada tahun 1997, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 8,0
persen. Khusus perdagangan besar dan eceran pada saat yang sama
tumbuh dengan laju 5,87 persen yang berarti lebih rendah dari tahun
sebelumnya sebesar 7,98 persen. Dengan pertumbuhan tersebut telah
merubah struktur kegiatan ekonomi nasional. Pada awal Repelita VI
kontribusi sektor pertanian sebesar 17,29 persen dan pada tahun keempat
Repelita VI kontribusinya menurun menjadi 16,07 persen. Pada periode
yang sama sektor industri dan industri pengolahan non-migas peranannya
meningkat dari masing-masing sebesar 23,35 persen dan 20,62 persen
menjadi sebesar 25,6 persen dan 22,97 persen. Sementara sektor
perdagangan peranannya relatif stabil yaitu 16,71 persen dan 16,73 persen
pada periode yang sama. Besarnya kenaikan nilai tambah dan peranannya
secara sektoral dapat dilihat pada tabel halaman berikut.
Tabel Pertumbuhan dan Peranan PDB Secara Sektoral
(1994-1997,1993=100)
No.
Lapangan Usaha Pertumbuhan (%) Peranan thd PDB
(Harga berlaku,%)
1994 1995 1996 1997*) 1994 1995 1996 1997*)
1
Pertanian, Peternakan,
Kehutanan.
0,56 4,38 3,00 0,64 17,29 17,14 16,53 16,07
2
Pertambangan dan
Penggalian
5,60 6,74 5,82 1,63 8,77 8,84 8,62 9,53
3
Industri Pengolahan 12,36 10,88 11,59 6,23 23,35 24,13 25,45 25,60
a. Migas 4,85 -4,74 11,06 -3,42 2,73 2,51 2,66 2,63
b. Non Migas 13,52 13,09 11,66 7,38 20,62 21,63 22,79 22,97
4
Listrik, gas dan air
bersih
12,54 15,91 12,78 11,85 1,20 1,24 1,24 1,22
5
Bangunan 14,86 12,92 12,76 6,42 7,33 7,58 7,89 7,53
6
Perdagangan Hotel,
Restoran
7,61 7,94 8,00 5,46 16,71 16,64 16,69 16,73
a. Perdagangan besar &
eceran
6,76 7,93 7,98 5,87 13,38 13,28 13,29 13,37
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
38
Lanjutan
b. Hotel 12,43 4,02 6,07 3,01 0,64 0,62 0,61 0,62
c. Restoran 10.83 9,00 8,60 4,01 2,69 2,74 2,78 2,74
7
Pengangkutan dan
Komunikasi
8,34 8,50 8,68 8,43 7,16 6,78 6,56 6,76
8
Keuangan Persewaan
dan
10,17 11,04 9,00 4,77 9,03 8,69 8,33 7,94
Jasa Perusahaan
9
Jasa-jasa 2,77 3,27 3,40 3,04 9,18 8,95 8,69 8,62
Ekonomi 7,54 8,22 7,98 4,65 100 100 100 100
Catatan: *) Angka sementara
Sumber: BPS, Pendapatan Nasional I ndonesia 1994-1997, diolah.
Dari Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) sebesar 4,65 persen pada tahun
1997, sektor industri pengolahan nonmigas memberi kontribusi
pertumbuhan terhadap LPE tersebut sebesar 1,63 persen atau merupakan
35,05 persen terhadap LPE tersebut, dan sektor perdagangan memberikan
kontribusi pertumbuhan 0,91 persen atau merupakan 19,57 persen
terhadap LPE. Pada tahun 1994 pertumbuhan ekonomi sebesar 7,54
persen, dimana sektor industri non-migas dan perdagangan masing-masing
memberi-kan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,61 persen dan 1,28 persen
atau merupakan 34,64 persen dan 16,98 persen terhadap pertumbuhan
ekonomi. Dengan demikian ke dua sektor tersebut masih memegang
peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Selengkapnya dapat
dilihat pada tabel halaman berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
39
Tabel Peranan Pertumbuhan Sektoral
Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi, 1994-1997
(Dalam persen)
No Lapangan Usaha 1994 1995 1996 1997*)
1 Pertanian, Peternakan, kehutanan 0.10 0.73 0,48 0,10
dan perikanan
2 Pertambangan dan Penggalian 0.53 0.63 0,54 0,15
3 Industri Pengolahan 2.76 2.53 2.77 1,54
a. Migas 0.14 -0.14 0,28 -0,09
b. Non Migas 2.61 2.67 2,49 1,63
4 Listrik, gas dan air bersih 0.13 0.17 0,14 0,14
5 Bangunan 1.01 0.94 0,97 0,51
6 Perdagangan Hotel, Restoran 1.28 1.33 1,34 0,91
a. Perdagangan besar dan eceran 0.91 1.07 1,07 0,79
b. Hotel 0.08 0.03 0,04 0,02
c. Restoran 0.28 0.24 0,23 0,11
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.59 0.60 0,62 0,60
8 Keuangan Persewaan dan 0.87 0.96 0,80 0,43
Jasa Perusahaan
9 Jasa-jasa 0.28 0.32 0,31 0,27
Ekonomi 7.54 8.22 7,98 4,65
Catatan: *) Angka sementara
Sumber: BPS, Pendapatan Nasional I ndonesia, 1994-1997, diolah.
Dilihat dari perkembangan cabang industrinya (dua digit), pada tahun
1997 maka pertumbuhan industri makanan, minuman dan tembakau tetap
merupakan tumpuan pertumbuhan industri non-migas, dimana cabang
industri tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 14,78 persen disusul
oleh industri kertas dan barang cetakan sebesar 6,72 persen; industri
barang lainnya 5, 31 persen; industri pupuk, kimia dan barang dari karet
sebesar 4,77 persen dan industri semen, barang galian bukan logam
sebesar 4,01 persen. Cabang industri lainnya justru mengalami
pertumbuhan negatif. Dengan demikian pertumbuhan industri non-migas
pada tahun 1997 sebesar 7,38 persen maka 7,05 persen disumbangkan oleh
industri makanan, minuman dan tembakau. Hal in berarti 95,53 persen
pertumbuhan industri non-migas disumbang oleh industri makanan,
minuman dan tembakau. Pertumbuhan dan peranan cabang industri
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
40
terhadap pertumbuhan industri non-migas dapat dilihat pada Tabel
halaman berikut:
Tabe Pertumbuhan dan Peranan Pertumbuhan Cabang Industri
Terhadap Pertumbuhan Industri Non-migas, 1994-1997
(dalam persen)
Pertumbuhan Peranan Pertumbuhan
KLUI Cabang
1994 1995 1996 1997*) 1994 1995 1996 1997*)
31 Makanan, Min. dan
tembakau
18.83 16.51 17.16 14.78 7.93 7.28 7.80 7.05
32 Tekstil, brg kulit & alas
kaki
6.97 10.45 8.71 -1.71 0.74 1.05 0.86 -0.16
33 Brg kayu & hsl hut. lainnya 5.93 3.00 3.21 -4.68 0.49 0.23 0.22 -0.30
34 Kertas & brg cetakan 13.91 13.53 6.85 6.72 0.58 0.56 0.29 0.27
35 Pupuk, kimia, brg dr karet 11.10 11.93 9.05 4.77 1.48 1.55 1.17 0.60
36 Semen, brg galian bukan
logam
19.70 20.14 10.98 4.01 0.61 0.66 0.38 0.14
37 Logam dsr besi dan baja 6.49 18.65 8.04 -0.58 0.24 0.64 0.29 -0.02
38 Alat angkut, msn &
peralatannya
9.68 7.73 4.60 -1.82 1.38 1.06 0.60 -0.22
39 Barang lainnya 12.42 8.86 9.73 5.31 0.07 0.05 0.06 0.03
Ind. Pengolahan non-
migas
13.52 13.09 11.66 7.38 13.52 13.09 11.66 7.38
Catatan: *) Angka sangat sementara.
Sumber (Re): BPS, Pendapatan Nasional I ndonesia, 1994-1997, diolah.
Dengan pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 7,38 persen
pada tahun 1997, maka harapan untuk mencapai target pertumbuhan
industri non migas sebesar 11,3 persen per tahun selama Repelita VI sulit
untuk dapat direalisasikan. Untuk mencapai target tersebut maka pada
tahun 1998 seharusnya industri non-migas dapat naik sebesar 10,94
persen, tetapi dengan kegiatan industri saat ini yang sedang menurun maka
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
41
sulit untuk dapat merealisasikannya. Satu-satunya cabang industri yang
target pertumbuhannya akan dapat dipenuhi adalah industri makanan,
minuman dan tembakau dimana rata-rata pertumbuhannya selama empat
tahun Repelita VI telah mencapai 16,8 persen per tahun, yang berarti jauh
di atas target pertumbuhan sebesar 11,22 persen per tahun selama Repelita
VI. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel halaman berikut:
Tabel Proyeksi dan Realisasi Pertumbuhan Industri Menurut Cabang
(2 digit, 1994-1997)
(Dalam persen)
1994 1995 1996 1997 1998 Rep
VI
No Cabang Industri
Pr Re Pr Re Pr Re Pr Re*) Pr Pr/th
31 Makanan,
Minuman dan
Tembakau
18.63 18.83 12.17 16.51 9.74 17.16 8,25 14.78 7.32 11.22
32 Tekstil, barang
kulit dan Alas
kaki.
7.18 6.97 9.11 10.45 8.23 8.71 8,05 -1.71 8.53 8.22
33 Barang Kayu dan
Hasil Hutan
Lainnya
4.67 5.93 7.58 3.00 7.23 3.21 7,25 -4.68 7.82 6.91
34 Kertas dan Barang
Cetakan
14.86 13.91 16.75 13,53 15.08 6.85 13,77 6.72 13.34 14.76
35 Pupuk, Kimia,
Barang dari Karet
11.34 11.10 12.17 11.93 10.55 9.05 10,66 4.77 10.83 11.11
36 Semen, Barang
Galian bukan
Logam
19.27 19.7 13.19 20.14 11.25 10.98 9,76 4.01 9.33 12.6
37 Logam Dasar Besi
dan Baja
5.56 6.49 9.52 18.65 9.74 8.04 11,26 -0.58 13.34 9.88
38 Alat angkut,
Mesin dan
Peralatannya
7.07 9.68 14.72 7.73 16.09 4.60 18,48 -1.82 19.36 15.14
39 Barang Lainnya 11.85 12.42 14.21 8.86 13.77 9.73 15,27 5.31 15.35 14.09
Industri Pengolahan
Non-Migas
13.00 13.52 12.00 13.09 10.7 11.66 10,4 7.38 10.4 11.30
Catatan: *) Angka sangat sementara. Pr (Proyeksi), Re (Realisasi)
Sumber (Re): BPS, Pendapatan Nasional I ndonesia, 1994-1997, diolah.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
42
Sementara itu nilai ekspor pada tahun 1993 mencapai US $ 36,82 milyar,
sedangkan pada tahun 1994 sebesar US $ 40,05 milyar, yang berarti
mengalami kenaikan 8,77%. Peningkatan nilai ekspor tersebut didukung
terutama oleh peningkatan nilai ekspor non-migas sebesar 11,82%, yaitu
naik dari US $ 27,15 milyar menjadi US $ 30,36 milyar, sedangkan
peningkatan ekspor migas hanya sebesar 0,21, % yaitu naik dari US $ 9,67
milyar menjadi US $ 9,69 milyar pada periode yang sama. Peningkatan
ekspor non-migas didukung oleh ekspor hasil industri yang
mengalami kenaikan sebesar 10,3%, yaitu naik dari US $ 23,3 milyar
pada tahun 1993 menjadi US $ 25,7 milyar pada tahun 1994. Nilai
ekspor hasil industri pada tahun 1993 menyumbang 63,28% terhadap
total ekspor dan 85,84% terhadap ekspor non-migas, sedangkan kontribusi
hasil pertanian dan pertambangan masing-masing sebesar 6,4% dan 3,98%
terhadap total ekspor dan masing-masing sebesar 8,68% dan 5,4%
terhadap ekspor non-migas. Nilai ekspor hasil industri pada tahun 1994
merupakan 64,17 % terhadap total ekspor dan 84,65 % terhadap ekspor
non-migas. Sementara sektor lainnya, pada tahun yang sama juga
memberikan sumbangan terhadap kenaikan total ekspor dan ekspor non-
migas, di mana ekspor hasil pertanian dan pertambangan masing-masing
tumbuh dengan 19,67% dan 25,38% sehingga menyumbang 7,04% dan
4,59% terhadap total ekspor dan 9,28% dan 6,05% terhadap ekspor non-
migas.
Menginjak tahun ketiga Repelita VI (1996), nilai total ekspor mencapai
US$ 49.814,75 milyar, yang berarti mengalami kenaikan 9,68% dibanding
tahun 1995. Kenaikan tersebut didukung oleh pertumbuhan ekspor non-
migas sebesar 8,98% dibanding tahun 1995, sehingga nilainya menjadi US
$ 38.092,93 milyar pada tahun 1996, sedangkan ekspor migas naik
12,02%, menjadi US$ 11.721,82 milyar pada tahun yang sama. Kenaikan
ekspor non-migas tersebut terutama didukung oleh ekspor hasil industri
yang tumbuh 9,51%, yaitu naik menjadi US $ 32.116,97 milyar pada
tahun 1996, sehingga telah berperan sebesar 64,47% terhadap total ekspor
dan 84,31% terhadap ekspor non-migas. Sementara itu, ekspor hasil
pertanian dan pertambangan pada tahun 1996 masing-masing bernilai US$
2.920,45 milyar dan US$ 3.054,22 milyar, yang berarti mengalami
kenaikan 1,11% dan 11,66% dibanding dengan tahun 1995, sehingga
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
43
peranannya pada tahun 1996 mencapai 5,86% dan 6,13% terhadap total
ekspor dan 7,67% dan 8,02% terhadap non-migas.
Kinerja perkembangan ekspor dibandingkan dengan sasaran Repelita VI
memberikan gambaran yang fluktuatif. Dibanding sasarannya sebesar
12,84%, 13,56% dan 13,30% pada tahun 1994/1995, 1995/1996 dan
1996/1997, ternyata realisasinya pada tahun 1994/1995 mencapai 14,58%,
tahun 1995/1996 mencapai 11,39% dan tahun 1996/1997 mencapai
10,27%. Selanjutnya untuk tahun 1996/1997 dibanding dengan periode
yang sama tahun sebelumnya nilai ekspor hanya naik 9,68%, sehingga
sulit untuk mencapai sasarannya sebesar 13,3%. Sementara itu, ekspor
non-migas yang diharapkan tumbuh masing-masing 16,5% pada tahun
1994/1995, 1995/1996 dan 1996/1997, realisasinya untuk tahun
1994/1995 mencapai 17,39% yang berarti melebihi sasarannya, pada tahun
1995/1996 realisasinya kurang mencapai sasaran karena hanya tumbuh
13,16% serta tahun 1996/1997 mencapai 8,20%. Ekspor hasil industri
yang sasarannya sebesar 17,5%, baik pada tahun 1994/1995, 1995/1996
dan 1996/1997, realisasinya pada tahun 1994/1995, 1995/1996 dan
1996/1997 masing-masing hanya mencapai 15,49%, 12,28% dan 9,52%,
jauh dari yang diharapkan. Di sektor pertanian, kenaikan yang diharapkan
pada tahun 1994/1995, 1995/1996 dan 1996/1997 masing-masing sebesar
6,4%, 6,6% dan 6,8%, realisasinya pada tahun 1994/1995 jauh lebih
tinggi yakni 25,65%, tahun 1995/1996 realisasinya hanya 4,10%, serta
tahun 1996/1997 sebesar 1,63%. Sedangkan ekspor sektor pertambangan
pada periode yang sama diharapkan naik 14,6%, 15,2% dan 15,8%, di
mana realisasinya pada tahun 1994/1995 mencapai 33,71%, tahun
1995/1996 telah mencapai 37,24% dan tahun 1996/1997 mencapai 8,91%,
bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Meningkatnya pertumbuhan industri diikuti pula oleh meningkatnya
impor bahan baku dan barang modal, yaitu dari US $ 20,03 milyar dan
US $ 7,15 milyar pada tahun 1993, menjadi US $ 23,13 milyar dan US
$ 7,42 milyar pada tahun 1994 yang berarti masing-masing meningkat
15,47 % dan 3,77 %, serta US $ 29,59 milyar dan US$ 8,69 milyar
pada tahun 1995, yang berarti naik 27,93% dan 17,12%, dan US$ 30,47
milyar dan US$ 9,65 milyar pada tahun 1996 yang berarti masing-masing
meningkat 2,97% dan 11,05%. Impor bahan baku dan barang modal yang
belum diproduksi di dalam negeri atau produksinya belum mencukupi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
44
kebutuhan dalam negeri, masih sangat diperlukan untuk menunjang
pertumbuhan sektor industri. Apabila dilihat peranannya terhadap total
impor, maka impor bahan baku mengalami peningkatan dari 70,70% pada
tahun 1993 menjadi 72,33% pada tahun 1994 dan 72,83% pada tahun
1995 serta 70,97% pada tahun 1996, sebaliknya impor barang modal
mengalami penurunan dari 25,24% menjadi 23,20% dan 21,39% serta
22,48% pada kurun waktu yang sama. Meskipun demikian kedua
kelompok barang impor tersebut peranannya dominan dalam total impor,
sehingga sangat berpengaruh terhadap neraca perdagangan yang
surplusnya meningkat dari US $ 7,38 milyar pada tahun 1993/1994
menjadi US $ 8,04 milyar pada tahun 1994/1995, namun kemudian
menurun menjadi US $ 6,22 milyar pada tahun 1995/1996 dan meningkat
menjadi US$ 6,74 milyar pada tahun 1996/1997. Bahkan neraca
perdagangan tanpa minyak dan gas alam menunjukkan defisit sebesar US$
1,07 milyar pada tahun 1996/1997. Rendahnya surplus neraca
perdagangan tersebut, belum mampu secara berarti memperbaiki transaksi
berjalan, sehingga masih mengalami defisit sebesar US $ 2,94 milyar, US
$ 3,49 milyar dan US $ 6,85 milyar serta US$ 0,2 milyar pada tahun
1993/1994, 1994/1995 dan 1995/1996 serta 1996/1997 (sampai dengan
Triwulan III). Meskipun demikian posisi cadangan devisa masih cukup
mantap, di mana pada tahun 1993/1994; 1994/1995; 1995/1996 dan
1996/1997 berturut-turut sebesar US$ 12,71 milyar, US$ 13,32 milyar,
US$ 15,98 milyar dan US$ 19,12 milyar (sampai dengan Triwulan III).
Posisi tahun terakhir cadangan devisa tersebut diharapkan dapat
membiayai impor dalam jangka waktu sekitar 5 bulan, yang berarti masih
cukup aman bagi perekonomian nasional .
Selama periode April-Februari 1995/1996, terdapat 10 besar ekspor hasil
industri meliputi: Tekstil; Pengolahan Kayu; Elektronika; Kulit, Barang
Kulit dan Sepatu/Alas Kaki; Pengolahan Karet; Besi Baja, Mesin dan
Automotive; Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit; Pulp dan Kertas; Makanan
dan Minuman; dan Kimia Dasar. Ekspor 10 besar komoditi tersebut
merupakan 80,15% terhadap total ekspor hasil industri, 70,34% terhadap
ekspor non-migas dari 54,34% terhadap total ekspor pada periode April-
Pebruari 1996, sedangkan periode sebelumnya April-Pebruari 1994/1995,
peranannya berturut-turut 83,83%, 70,76% dan 54,34%. Dari waktu ke
waktu, peranan 10 besar komoditi ekspor tersebut mengalami pergeseran
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
45
urutan. Namun untuk komoditi tekstil dan pengolahan kayu, peranannya
tetap pada posisi terbesar, dimana pada periode April-Pebruari 1995/1996
kedua komoditi tersebut menyumbang 38,91% terhadap total ekspor hasil
industri. Komoditi yang mengalami lonjakan peran adalah elektronika,
yang pada tahun 1995/1996 (April-Pebruari) menempati urutan ketiga.
Beberapa komoditi yang mengalami penurunan peran dan bahkan keluar
dari 10 besar komoditi ekspor yaitu seperti pengolahan emas dan perak,
plastik dan lain-lain. Sementara itu dilihat dari pasarnya, Jepang, Amerika
Serikat, dan Singapura masih merupakan daerah pasar yang dominan.
Namun hal yang perlu diwaspadai adalah penurunan pangsa pasar untuk
komoditi tertentu seperti barang-barang kayu dan gabus yang pangsa
pasarnya di Jepang menurun dari 57,3% pada tahun 1991 menjadi 43,04%;
dari pada periode yang sama di Korea Selatan menurun dari 65,19%
menjadi 53,34%; di Amerika Serikat menurun dari 17,17% menjadi
12,65%; di Hongkong menurun dari 48,43% menjadi 33,67% dan RRC
dari 78,07% menjadi 44,37%. Pangsa Pasar komoditi benang tenun, kain
tekstil dan hasil-hasilnya di Singapura menurun dari 27,24% menjadi
8,07%, pada periode yang sama. Alat telekomunikasi memiliki pangsa
pasar yang besar yakni 43,9% di Persatuan Emirat Arab pada tahun 1991,
tetapi pada tahun 1995 pangsa pasarnya menurun hanya 15,46%. Dengan
melihat situasi tersebut, diperlukan suatu business intelligence dan
survey pasar yang lebih proaktif untuk mempertahankan pangsa pasar
yang ada, dengan dukungan iklim yang sehat dari pemerintah. Namun di
sisi lain, perkembangan pangsa pasar komoditi tertentu di negara lain
menunjukkan peningkatan. Misalnya pangsa pasar untuk pakaian di
Amerika Serikat mengalami kenaikan dari 2,49% pada tahun 1991,
menjadi 3,06% pada tahun 1995. Pada periode yang sama, pangsa pasar di
Jepang naik dari 1,82% menjadi 2,12%, di Jerman naik dari 0,97%
menjadi 2,56%, di Persatuan Emirat Arab naik dari 4,44% menjadi
13,74%, di Inggris naik dari 1,9% menjadi 3,13%. Produk benang tenun,
kain tekstil dan hasil-hasilnya di beberapa negara juga mengalami
kenaikan pangsa pasar, seperti di Jepang, Inggris dan Persatuan Emirat
Arab. Hal yang sama juga dialami produk sepatu dan alas kaki di berbagai
negara yang juga mengalami kenaikan seperti di Inggris, Jepang, Jerman
maupun Italia.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
46
Industri kecil, perkembangannya cukup memberikan harapan untuk
semakin berperan dalam pembangunan sektor industri. Jumlah unit usaha
industri kecil mengalami kenaikan dari 2.062.283 unit pada tahun 1993
menjadi 2.107.090 unit pada tahun 1994, atau naik 2,17% dan menjadi
2.149.515 unit pada tahun 1995 atau meningkat 2,01% dibandingkan
dengan tahun 1994. Sementara tenaga kerja yang dapat diserap tahun
1994 juga mengalami kenaikan 4,02% dibanding dengan tahun 1993, yaitu
meningkat dari 7,46 juta orang menjadi 7,76 juta orang. Nilai produksi
industri kecil mengalami kenaikan dari Rp 15,8 triliun pada tahun 1993
menjadi Rp 21,3 triliun pada tahun 1994, atau naik 34,8%, dan menjadi
Rp. 24,8 triliun pada tahun 1995 atau meningkat 16,43% dibandingkan
tahun 1994, dengan nilai ekspor tahun 1994 mencapai US$ 2,48 milyar
atau naik 16,17 % dari nilai ekspor tahun 1993 sebesar US$ 2,13 milyar
dan menjadi US$ 2,16 milyar pada tahun 1995 atau turun 12,9%
dibandingkan tahun 1994. Kinerja perkembangan industri kecil tersebut,
memberikan harapan akan tercapainya sasaran Repelita VI. Suatu hal yang
perlu lebih mendapatkan perhatian adalah, tingkat konsentrasi unit usaha
yang sebagian besar masih berada di Jawa, yaitu 70,20% pada tahun 1995,
70,48% pada tahun 1994 dan 70,76% pada tahun 1993, yang berarti hanya
sedikit terjadi persebaran industri kecil ke luar Pulau Jawa.
Semenjak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 20/1994, Penanaman
Modal Asing (PMA) melonjak cukup tajam, di mana pada tahun 1993
investasi asing sektor industri yang disetujui sebesar US $ 3.422,8 juta,
dan pada tahun 1994 dan 1995 naik menjadi US $ 18.738,8 juta dan US $
26.892,1 juta. Sementara itu, PMDN yang disetujui pada tahun 1993
sebesar Rp. 24.032,1 milyar, pada tahun 1994 dan 1995 naik mencapai
Rp. 31.921,7 milyar dan Rp 43.341,8 milyar. Dalam pada itu, di sektor
perdagangan, PMA yang disetujui pada tahun 1993, 1994 dan 1995
berturut-turut sebesar US $ 693,1 juta, US $ 86,7 juta, US $ 30,5 juta;
sedangkan PMDN yang disetujui berturut-turut Rp. 125,3 milyar, Rp. 2,7
milyar dan Rp. 152,4 milyar.
Sementara itu tenaga kerja yang diserap di sektor industri pada tahun 1993
sebesar 8,78 juta orang dan pada tahun 1994 berdasarkan data Survey
Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), sektor industri mencapai 10,84
juta orang atau merupakan 13,2 % terhadap total penduduk yang bekerja.
Sedangkan sektor perdagangan pada tahun 1993 menyerap tenaga kerja
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
47
sebesar 12,51 juta dan pada tahun 1994 berdasarkan SAKERNAS
mencapai 13,97 juta orang atau 17,03 % terhadap penduduk yang bekerja.
2. Pusat Pengujian Mutu Barang dan Perlindungan Konsumen (PPMB
dan PK)
Adapun hasil-hasil lainnnya yang dicapai adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh pengakuan formal dari Komite Akreditasi Nasional
(KAN) atara lain:
1) Pusat Pengujian Mutu Barang dan Perlindungan Konsumen (PMB
dan PK) yaitu:
a) Balai Standar (akreditasi laboratorium kalibrasi yang meliputi;
suhu, massa, dimensi, gaya, volumetrik dan optik);
b) Balai Uji Kimia dan Fisika (untuk pengujian minyak atsiri dan
fraksinya, tekstil dan garmen serta mainan anak-anak);
c) Balai Uji Biologi (untuk pengujian minyak dan lemak, minyak
kelapa, lada hitam, lada putih, pala, fuli, panili, gaplek, bungkil
kopra, bungkil inti kepala sawit, biji kopi, biji kakao, the hitam,
the hijau, dan uji mikro biologi);
d) Balai Uji Mekanik ( untuk pengujian kayu lapis penggunaan
umum, SIR, karet konvensional, biji pinang bukan untuk obat);
e) Balai Uji Listrik (untuk pengujian lampu pijar dan bateri
kering).
2) Enam belas laboratorium Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu
Barang (BPSMB) yaitu :
a) BPSMB Lhokseumawe untuk pengujian kopi;
b) BPSMB Medan untuk pengujian SIR, minyak atsiri dan minyak
nabati;
c) BPSMB Padang untuk pengujian kimia Indonesia, SIR;
d) BPSMB Pekanbaru untuk pengujian SIR, minyak nabati, biji
kakao;
e) BPSMB Jambi untuk pengujian SIR;
f) BPSMB Bengkulu untuk pengujian SIR, kopi, biji kakao;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
48
g) BPSMB Surakarta untuk pengujian kopi, the hitam, minyak
daun cengkeh dan panili;
h) BPSMB Surabaya untuk pengujian karet konvensional, kopi biji
kakao;
i) BPSMB Jember untuk pengujian karet konvensional, kopi dan
biji kakao;
j) BPSMB Pontianak untuk pengujian SIR, minyak kelapa sawit;
k) BPSMB Palangkaraya untuk pengujian kayu lapis;
l) BPSMB Banjarbaru untuk pengujian karet konvensional, kayu
lapis SIR, suhu, massa dan gaya;
m) BPSMB Samarinda untuk pengujian kayu lapis;
n) BPSMB Ujung Pandang untuk pengujian kopi, biji kakao
(96/97) dimensi, massa dan gaya (dalam proses), pala, fuli,
gaplek, panili, teh hitam dan minyak kelapa sawit;
o) BPSMB Manado untuk pengujian Pala dan Fuli;
p) BPSMB Ternate untuk pengujian Pala, fuli dan biji kakao.
b. Memperoleh pengakuan atas hasil uji yang dikeluarkan oleh PPMB
dan PK dari:
1) Group Mark and Spencer JC penny Otto untuk pengujian tekstil;
2) Laboratorium Test Hongkong untuk pengujian Toys;
3) International Safe Transit Association, US dengan WO
Registration ST-2178 untuk pengujian kemasan;
4) Srilangka Standar Institution (SSI) obat nyamuk gulung,
margarine, RBD Palm Stearin;
5) Importir beberapa negara Eropah dan Amerika Serikat untuk
komoditi karet SIR dan kopi.
c. Melakukan kontrak kerjasama dengan berbagai instansi baik
pemerintah maupun swasta di bidang pengujian, konsultasi mutu dan
kalibrasi yaitu dengan:
1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kalibrasi Instru-mentasi dan
Metrologi LIPI;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
49
2) Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO);
3) Asosiasi Eksportir Lada Indonesia (AELI);
4) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL);
5) PT. Insurindo Inter Services;
6) PT. Kartini Utama;
7) PT. Gunung Lintong;
8) PT. Karya Sadadaya Elektronika;
9) Labtest Hongkong (Anggota Inchange Testing Services).
d. Menyusun Dokumen Mutu PPMB dan PK yang terdiri dari:
1) Level 1 Pandauan Mutu;
2) Level 2 Prosedure Kerja;
3) Level 3 Instruksi Kerja;
4) Level 4 Dokumen-dokumen Penunjang.
e. Pengujian
Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan pengujian baik yang
bersifat sertifikasi maupun yang bersifat pelayanan jasa teknis dapat
dilihat pada tabel berikut:
REKAPITULASI TOTAL PENGUJIAN PADA PPMB &
PK/BPSMB
TAHUN 1993 - 1997
URAIAN 1993 1994 1995 1996 1997*)
Total Pengujian 143.835 138.489 132.202 56.011 24.172
Sertifikasi 111.959 94.055 87.592 33.192 38.356
Pelayanan Jasa 31.876 44.434 44.610 22.819 18.110
Teknis
Catatan : *) Data 1997 dari PPMB & PK ditambah BPSMB Daerah
Sumber : Laporan Bulanan PPMB & PK/BPSMB
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
50
Kegiatan Pelayanan Jasa dalam rangka pemanfaatan asset negara
terdiri dari kegiatan pengambilan contoh, pengujian, kalibrasi,
penilikan, penyuluhan, konsultasi di bidang mutu, latihan/kursus, dan
pengembangan metode uji.
Dalam rangka pelayanan jasa kepada masyarakat telah dilakukan
kegiatan kerjasama/kontrak dengan dunia usaha yang bergerak di
bidang jasa surveyor dan memberikan pelayanan kepada masyarakat,
produsen dan industri.
Realisasi pelaksanaan Pelayanan Jasa yang telah dicapai sejak tahun
1993/1994 sampai dengan 1997/1998 adalah sebagai berikut:
PELAYANAN JASA
TAHUN 1993/1994 - 1997/1998
(dalam ribu Rp)
NO. TAHUN REALISASI
1. 1993/1994 910.658,70
2. 1994/1995 996.421,46
3. 1995/1996 913.054,33
4. 1996/1997 956.598,99
5. 1997/1998 1.242.638,16
Dari tabel di atas dapat dilihat penerimaan PPMB dan PK/BPSMB
melalui Pelayanan Jasa bahwa kegiatan pengujian terjadi peningkatan
rata-rata 17,34% sejak tahun 1995, hal ini terjadi karena semakin
dipercaya hasil uji PPMB dan PK baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
f. Kalibrasi
Dengan masuknya laboratorium Kalibrasi PPMB dan PK ke dalam
Sistem Jaringan Nasional Kalibrasi KIM-LIPI sesuai dengan SK
Ketua Komisi Metrologi DSN No. 022/Kep/KOM-E/1989, kegiatan
PPMB dan PK dan BPSMB di bidang kalibrasi mengalami
peningkatan sejak 5 tahun terkahir seperti terlihat pada Tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
51
Jumlah Alat Kalibrasi
Tahun 1993 - 1997
TAHUN 1993 1994 1995 1996 1997
Jumlah Alat 2.185 2.583 1.698 3.215 2.918
Sumber : Balai Standar
Dari data tersebut di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 1997 terdapat
penurunan alat yang dikalibrasi sebesar 9,2% bila dibandingkan
dengan kegiatan tahun 1996. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa
perusahaan yang telah diakui menjadi anggota jaringan Nasional
Kalibrasi KIM-LIPI. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut perlu
ditingkatkan dan dikembangkan dengan membuat pusat kegiatan
kalibrasi selain di PPMB dan PK juga BPSMB Banjarbaru dan Ujung
Pandang.
g. Uji Profisiensi/Uji Kemahiran
Evaluasi dan penilaian unjuk kerja maupun konsistensi kerja kepada
para laboratorium produsen dilakukan melalui kegiatan uji Round
Robin Test. Kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:
1993/1994 diikuti : 367 LPM
1994/1995 diikuti : 329 LPM
1995/1996 diikuti : 250 LPM
1996/1997 diikuti : 42 LPM
1997/1998 diikuti : 209 LPM
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
52
h. Pelatihan
Pusat Pengujian Mutu Barang dan Perlindungan Konsumen (PPMB
dan PK) telah melaksanakan pelatihan dalam rangka peningkatan
SDM kepada tenaga pelaksana di PPMB dan PK dan BPSMB, serta
kepada produsen dan dunia usaha lainnya meliputi:
1) Pelatihan Pengambilan Contoh;
2) Pelatihan Penyusunan Panduan;
3) Pelatihan Assesor ISO Serie 9000 dan ISO Guide 25;
4) Pelatihan Kalibrasi;
5) Pelatihan Manajemen;
6) Pelatihan Pengujian Residu Pestisida;
7) Pelatihan Pengujian Toys;
8) Pelatihan Pengujian Minyak dan Lemak Nabati;
9) Pelatihan Pengujian Cassia Vera;
10) Pelatihan Pengujian Biji Kakao;
11) Pelatihan Pengujian Biji Kopi;
12) Pelatihan Pengujian Fuli;
13) Pelatihan Pengujian Pala;
14) Pelatihan Pengujian Batubara;
15) Pelatihan Pengujian Tekstil dan Garmen;
16) Pelatihan Packaging Technology ISO Guide 25;
17) Pelatihan Lead Assesor ISO 9000;
18) Pelatihan Pengujian Baterai Kering dan Lampu Pijar;
19) Pelatihan Pengujian Contoh gaplek, Bungkil Kopra, Bungkil Inti
Kepala Sawit;
20) Pelatihan Keterampilan Teknis Laboratorium;
21) Pelatihan Pengujian Biji Pinang;
22) Pelatihan Internal Penyiapan Contoh Uji Kayu Lapis;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
53
23) Pelatihan Peningkatan Mutu Bahan Baku, Desain, Konstruksi dan
Finishing beberapa kayu dan Rotan untuk ekspor.
3. Standardisasi
Dalam Pelita V sampai dengan tahun akhir Repelita VI telah dicapai hasil
sebagai berikut:
a. Telah tersusun Sistem Standardisasi Nasional (SSN) yang meliputi
perumusan standar, penerapan standar, pembinaan dan pengawasan
standardisasi, kerjasama dan informasi standardisasi, metrologi dan
akrediatasi.
b. Sebagian besar pedoman pelaksanaan telah disusun dengan mengacu
kepada standar internasional.
c. Indonesia menjadi anggota ISO/IEC serta Codex Allimentarius.
d. Telah dihasilkan 2.856 buah SII dan adopsi menjadi SNI 2.583 standar
pada akhir Pelita V dan sekarang sudah mencapai 3.997 SNI.
e. Telah dibentuk Komite Akreditasi Nasional (KAN).
f. Industri yang telah memperoleh sertifikasi SNI 19-9000/ISO-9000 ada
sebanyak 646 industri dan 184 diantaranya dari LSSM Nasional serta
1.579 perusahaan industri yang mempersiapkan diri untuk
mendapatkan Sertifikat Penggunaan Tanda SNI berdasarkan Modul I.
g. Telah terbentuk 11 (sebelas) Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu
Nasional yang telah mendapat akreditasi oleh KAN.
h. Telah diakreditasi oleh KAN sebanyak 44 laboratorium uji dan 14
laboratorium kalibarasi.
i. Telah tersedia 63 assesor yang lulus pelatihan Registered Assesor
Course.
j. Telah dilaksanakan beberapa pelatihan untuk 126 personel LSSM dan
Laboratorium Uji. Telah mencapai Lead Assesor 4 orang ada di Pusat
Standardisasi dan 2 orang ada di B4T-QSC.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
54
4. Pengembangan Inisiasi Industri Kecil
Pengembangan inisiasi ditujukan untuk menumbuhkan industri kecil baru
(New Entrance), terutama di daerah-daerah tertinggal. Dalam tahun
1994/1995, 1994/1995, dan 1996/1997 telah dilaksanakan pembentukan
masing-masing 35 Kelompok Usaha Bersama (KUB)-P2WIK di 7 Propinsi,
26 KUB-P2WIK di 3 Propinsi dan 75 KUB-P2WIK di 10 Propinsi. Selain
itu, juga dilakukan pembinaan industri pedesaan khususnya pada desa
tertinggal, sampai dengan tahun 1996 telah dibina sebanyak 1.527 desa.
Di samping itu untuk meningkatkan penanggulangan ke-miskinan, telah
dilakukan kerjasama antara Departemen Perindustrian dan Perdagangan
dengan Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN untuk
pengembangan Kelompok Usaha Bersama - Usaha Peningkatan Pendapatan
Keluarga Sejahtera (KUB-UPPKS) industri dan pedagang kecil. KUB-UPPKS
tersebut dikembangkan di seluruh Indonesia dan sebagai wilayah rintisan,
yaitu dikembangkan di Sumatera Selatan sebanyak 105 unit dan di Jawa
Timur sebanyak 405 unit. Kegiatannya meliputi pelatihan-pelatihan baik
teknis maupun non-teknis, bantuan peralatan, permodalan dan pemasaran.
Demikian pula telah disusun pedoman pengembangan usaha Waralaba
(Lokal) bekerjasama dengan LSM yang secara khusus anggotanya banyak
terlibat dalam bisnis Waralaba.
5. Pengembangan Lembaga Pelayanan Industri Kecil
Pembinaan dan Pengembangan industri kecil secara intensif dan
komprehensif memerlukan pengembangan kelembagaan yang mekanismenya
mampu membimbing industri kecil pada semua aspek secara integral, serta
membina dan mengarahkan menuju kemadirian. Untuk itu diperlukan upaya
pengembangan kelembagaan yang mampu mendayagunakan segenap sumber
daya secara terpadu dan sinkron.
Sasaran pengembangan kelembagaan ini terutama untuk meningkatkan
daya saing industri kecil melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi
dengan memberikan pelayanan pada tingkat perusahaan (at company
level).
Pada saat ini telah dimulai pengembangan kelembagaan melalui dua
pendekatan yaitu pelayanan pada:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
55
a) Tingkat perusahaan, sedang dilakukan uji coba di 5 Propinsi, yaitu :
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi
Selatan untuk mempersiapkan Industri Kecil memasuki pasaran ekspor
sebanyak 150 perusahaan pada tahun 1996/1997;
b) Pada tingkat Grass Root, yang masih dalam pembahasan
operasionalnya dengan memadukan program pembinaan lintas
sektoral untuk lebih memberdayakan ekonomi rakyat. Diharapkan
LSM dapat memberikan dampingan pada tingkat Steering Committee
Industri Kecil maupun pada tingkat operasionalnya.
6. Pengendalian Pencemaran
a) Kemajuan dan peningkatan peranan industri kecil pada kasus-kasus
tertentu masih membawa dampak negatif, yaitu berupa gangguan dan
kerusakan lingkungan hidup. Apabila hal tersebut tidak diatasi atau
dikendalikan dengan baik, maka kegiatan pembangunan dapat
menimbulkan kerugian yang justru bertentangan dengan tujuan
pembangunan itu sendiri.
b) Oleh karena itu, pengendalian pencemaran industri kecil juga
dilakukan melalui Pengembangan Lingkungan Industri Kecil. Hal ini
dimaksudkan untuk mengamankan fungsi lingkungan hidup dengan:
menjaga kelestariannya, menciptakan lingkungan yang sejauh mungkin
bebas pencemaran, serta tertatanya lingkungan sentra-sentra industri
kecil dalam lokasi yang aman. Hal ini bertujuan agar tercapai keserasian
pembangunan dengan daya dukung lingkungan hidup dan sumber daya
alam dalam rangka melaksanakan pembangunan industri yang
berkelanjutan.
c) Dalam rangka pengendalian pencemaran industri kecil dilaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagi berikut:
1) Melakukan koordinasi sektoral dan lintas sektoral;
2) Menyusun master plan pengembangan industri kecil berwawasan
lingkungan, khususnya dalam pengendalian pencemaran;
3) Melakukan pelatihan bagi aparat dan pengusaha industri kecil yang
potensial mencemari lingkungan, di 27 Propinsi;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
56
4) Melakukan/membangun Pusat Pengolahan Air Limbah pada sentra-
sentra yang potensial mencemari lingkungan.
7. Peningkatan Kemampuan Teknologi
Kemampuan penguasaan teknologi industri serta rancang bangun dan
perekayasaan industri berkembang dengan semakin banyaknya
pengalaman selama ini, baik yang berupa pembangunan industri dan
kegiatan produksi, maupun melalui kegiatan penelitian dan pengembangan
teknologi industri baik yang dilakukan oleh masyarakat industri maupun
lembaga litbang pemerintah. Di samping itu, kemampuan tersebut juga
didorong oleh semakin meningkat dan berkembangnya kualitas
pendidikan di bidang teknologi dan keteknikan.
a. Rancang Bangun dan Perekayasaan Industri
1) Kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri baik dalam
pembangunan pabrik, sistem peralatan maupun dalam pembuatan
peralatan telah berkembang. Jika dibandingkan dengan
kemampuan yang tumbuh selama PJPT I, kemampuan nasional dalam
pembangunan pabrik dan sistem peralatan pada dewasa ini telah dapat
dibanggakan. Usaha nasional semakin diakui kemam-puannya dalam
penanganan pembangunan pabrik di luar negeri. Hal ini terbukti
dengan diberikannya kepercayaan kepada usaha nasional dalam
rancang bangun kilang minyak dan gas alam di Iran dan Qatar,
pembangunan pabrik minyak pelumas di Malaysia. Di samping
penanganan pembangunan pabrik di luar negeri, kepercayaan
penanganan pembangunan di dalam negeri juga meningkat
khususnya dari pihak swasta.
2) Di bidang pembuatan mesin dan peralatan pembangunan sistem
kemampuan nasional juga terus berkembang dengan meyakinkan.
Berbagai sistem telekomunikasi telah mampu ditangani sendiri
pembangunannya, dan bahkan mempunyai proyek pembangunan di
luar negeri. Pembuatan mesin dan peralatan juga semakin beraneka
ragam yang mampu di buat dengan menggunakan rancangan yang
dibuat di dalam negeri, khususnya untuk kebutuhan industri kecil
menengah. Dalam hal ini kemampuan balai litbang industri untuk
membuat paket-paket peralatan pabrik/mesin untuk keperluan
industri kecil semakin meningkat.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
57
3) Perkembangan kemampuan rancang bangun dan rekayasa industri
yang cepat tersebut, tidak terlepas dari iklim yang diciptakan selama
ini. Kesempatan proyek-proyek pembangunan pabrik pemerintah yang
diberikan kepada usaha nasional sejak dekade 1980-an dalam PJP I
merupakan salah satu landasan yang kuat bagi peningkatan
kemampuan usaha nasional, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk
mewujudkan pemanfaatan produksi barang dan jasa dalam negeri dan
proyek-proyek pemerintah khususnya.
4) Upaya-upaya pengembangan kemampuan RBPI nasional akan terus
ditingkatkan di masa mendatang sehingga ketergantungan
pembangunan industri nasional terhadap luar negeri akan semakin
berkurang yang pada gilirannya memberikan dukungan bagi
peningkatan daya saing/industri nasional dalam persaingan pasaran
global yang terus meningkat dengan memanfaatkan peluang-peluang
yang ada dalam aturan-aturan perdagangan bebas yang telah
disepakati berbagai negara.
b. Alih Teknologi dan Desiminasi Teknologi
1) Upaya pelaksanaan percepatan alih teknologi dan desiminasi
teknologi pada dunia usaha industri kecil dilakukan secara terus
menerus. Dilibatkannya Balai-balai Litbang Industri sebagai
penyelenggara workshop di bidang peningkatan kemampuan
negosiasi alih teknologi, seperti yang diselenggarakan di BBLM-
Bandung, Ujung Pandang, BI Surabaya dan BI Medan di mana
pesertanya dari dunia usaha disekitarnya dengan penyaji terpilih
dan didukung pula oleh UNIDO. Kegiatan-kegiatan tersebut untuk
menghasilkan peningkatan upaya mendapatkan teknologi yang
tepat dengan akses yang benar dan menguntungkan pihak Indonesia
termasuk industri kecil dan menengah. Kegiatan-kegiatan workshop
perlu diperdalam dan dilaksanakan secara berkesinambungan dan
merupakan salah satu era pematangan dalam persiapan pelaksanaan
akselerasi pembangunan ekonomi serta memacu penguasaan
kemampuan teknologi industri yang telah berkembang dengan pesat;
2) Pelaksanaan berbagai studi, seperti Pengkajian Peningkatan
Kemitraan Pengembangan Teknologi Industri dalam Rangka
Pemasyarakatan Hasil Litbang Balai Litbang Industri dengan Dunia
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
58
Usaha diharapkan dapat mempercepat proses kemitraaan yang
sinergis antar pelaku-pelaku ekonomi, dalam hal ini antara industri
kecil dan menengah serta Balai-Balai Litbang industri. Selain itu
juga dengan dilaksanakannya berbagai Riset tentang "demand side"
di berbagai Balai-Balai litbang industri diharapkan dapat
memetakan kebutuhan masyarakat industri dan upaya-upaya yang
dapat dilakukan Balai Litbang Industri di dalam mengantisipasi
penanganannya;
3) Keikut-sertaan di dalam berbagai pameran teknologi, seperti pada
Pameran Ristek, Pameran Pembangunan, Pameran Produksi
Indonesia, Pameran Hari Pangan Sedunia dan sebagainya merupakan
bagian dari upaya mendesiminasikan penguasaan teknolgi dan
perkembangan yang telah dicapai Balai-Balai Litbang Industri.
Perwujudan desiminasi teknologi juga dilakukan melalui berbagai
majalah ilmiah dan semi populer berkala yang diterbitkan oleh
Balai-Balai litbang industri tersebut. Selain itu adanya pembuatan
leaflet, booklet, Penerbitan majalah ilmiah dan majalah semi
populer dan sebagainya merupakan perwujudan visualisasi hasil-hasil
industri.
8. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah (PIKM)
a. Pembangunan industri kecil dan menegah selama 3 tahun pertama
Repelita VI dilaksanakan dalam rangka melanjutkan, meningkatkan
dan memperluas kegiatan yang dicapai pada tahun sebelumnya.
Perkembangan ini tampak nyata, yang antara lain ditandai dengan
diraihnya kemajuan, tidak saja menyangkut nilai produksi dan nilai
ekspor, tetapi juga penyerapan tenaga kerja yang cukup besar.
Beberapa hal yang cukup menonjol dan membesarkan hati dalam
pengembangan industri kecil dan menengah adalah, makin
meningkatnya partisipasi masyarakat untuk berusaha di bidang
industri kecil, industri perdesaan maupun rumah tangga. Hal ini
diwarnai oleh meningkatnya jumlah unit usaha industri kecil. Bila
pada tahun 1993 terdapat 2.062.283 unit usaha, maka pada tahun 1994
jumlahnya menjadi 2.107.090 atau mengalami kenaikan 2,17%, pada
tahun 1995 terdapat 2.157.138 unit usaha atau mengalami kenaikan
sebesar 2,30% rata-rata per tahun dan tahun-tahun berikutnya,
diperkirakan jumlah unit usaha industri kecil masih akan terus
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
59
meningkat. Demikian pula kemampuan pengusaha industri kecil untuk
menguasai teknologi, juga menunjukkan gambaran yang cukup baik.
Pada tahun-tahun terakhir ini, kegiatan pembinaan industri kecil juga
sudah menyentuh masyarakat miskin, tidak saja yang hidup di desa
tertinggal, tapi juga di desa tidak tertinggal melalui pembentukan
Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang didukung dana Takesra/
Kukesra.
b. Perkembangan industri kecil mengandung makna penting antara lain:
1) Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan
industri kecil, merupakan faktor penting bagi meningkatnya
pertumbuhan ekonomi;
2) Meningkatnya penguasaan teknologi, memberi arti bahwa proses
pengembangan sumber daya manusia memberikan hasil yang
positif, dan
3) Meningkatnya jumlah unit usaha, membawa dampak dalam
memperbesar peluang bagi masyarakat untuk bekerja, mengurangi
pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan.
c. Adapun perkembangan pelaksanaan pembinaan dan pengembangan
industri kecil selama 4 tahun Repelita VI adalah sebagai berikut :
1) Pengembangan Sumber Daya Manusia
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kewirausahaan
industri kecil adalah dengan sistem pendidikan CEFE dan AMT.
a) CEFE (Creation of Enterprises Through Formation of
Entrepreneurs)
Jumlah peserta pelatihan CEFE tahun 1994 sebanyak 608 orang,
tahun 1995 sebanyak 657 orang dan tahun 1996 sebanyak 1.935
orang, sehingga secara kumulatif sejak tahun 1992 hingga 1996
menjadi 3.200 orang sampai dengan akhir tahun keempat
Repelita VI ini sudah dilatih CEFE sebanyak 2.504 orang.
Dalam kaitan ini telah tersedia instruktur pelatihan CEFE di 27
propinsi yang siap memberikan pelayanan peningkatan usaha
bagi industri kecil.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
60
b) Pelatihan AMT (Achievement Motivation Training)
Pada tahun 1994 telah dilaksanakan pelatihan AMT sebanyak
2.205 peserta, pada tahun 1995 sebanyak 2.400 peserta dan pada
tahun 1996 sebanyak 900 peserta. Sehingga sejak tahun 1980
sampai tahun 1996 secara kumulatif telah mencapai 18.805
peserta. Selanjutnya sampai akhir tahun keempat Repelita VI ini
sudah dilatih CEFE sebanyak 23.255 orang. Bentuk pelatihan
ini, yang sangat positip hasilnya, didukung dengan instruktur
dan pelatih AMT yang tersedia di seluruh Kanwil Perindustrian
dan Perdagangan.
2) Pengembangan Informasi
Pada tanggal 24 Desember 1996 telah dilakukan kerjasama dengan PT.
Pos Indonesia dengan surat persetujuan kerjasama Nomor :
2 4 4 0 1 / D i r u t / 1 9 9 6 untuk mendiri-
050/BAPIK/Set/XII/96
kan Warung Informasi (WARSI) di seluruh ibukota propinsi dan
kabupaten melalui jaringan wasantara net yang menempatkan kantor
pos sebagai titik layan dan sebagai business entity. Hingga akhir
Maret 1998 WARSI dapat diakses jumlah warsi yang sudah on-line
sebanyak 22 unit dari 21 ibukota propinsi.
3) Pengembangan Kemitraan.
a) Pengembangan kemitraan ditujukan untuk me-ningkatkan
keterkaitan antara industri kecil dengan industri menengah dan besar,
serta antara sektor industri dengan sektor ekonomi lainnya atas
dasar prinsip saling menguntungkan dan saling mendukung.
b) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memaju-kan program
kemitraan ini, antara lain meliputi :
(1) Forum komunikasi Bapak Angkat-Mitra Usaha;
(2) Pemberian penghargaan UPAKARTI
Penerima UPAKARTI tahun 1994 berjumlah 44 orang
yang terdiri dari Jasa Pengabdian 22 orang dan Jasa
Kepeloporan 22 orang. Pada tahun 1995 penerima
UPAKARTI berjumlah 63 orang, terdiri dari Jasa
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
61
Pengabdian 24 orang, Jasa Kepeloporan 30 orang dan Jasa
Kepedulian 9 orang. UPAKARTI Jasa Kepedulian, yang
dimulai tahun 1995, diberikan kepada Kepala Daerah
Tingkat II yang dinilai berjasa dalam pembinaan dan
pengembangan industri kecil, sedangkan pada tahun 1996
penerima UPAKARTI berjumlah 67 orang terdiri dari jasa
pengabdian 28 orang, jasa kepeloporan 18 orang dan jasa
kepedulian 21 orang. Pada tahun 1997, penghargaan
upakarti diberikan kepada 64 orang penerima yang terdiri
dari jasa pengabdian 20 orang, jasa kepeloporan 26 orang
dan jasa kepedulian 18 orang. Penerima penghargaan
UPAKARTI dimulai sejak tahun 1985 sampai dengan
tahun 1997 berjumlah 922 orang.
4) Pengembangan Sistem Manajemen Mutu.
a) Mengingat kondisi industri kecil yang masih lemah, maka
peningkatan Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO-9000
dilakukan berbeda dengan industri besar. Pada tahun 1995/1996,
bimbingan untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO-
9000 pada kelompok industri kecil meliputi 67 perusahaan kecil
dan pada tahun 1996/1997 sebanyak 109 perusahaan, hingga
akhir tahun keempat Repelita VI pencapaian sasaran penerapan
ISO 9000 pada industri kecil di mana 4000 UKM sudah
memperoleh bimbingan awal, 300 UKM sudah memperoleh
bimbingan intensif di mana 155 perusahaan sudah memperoleh
sertifikat Modul A, B dan ISO 9000. Hasil yang dicapai
menunjukkan kemajuan berupa meningkatnya motivasi pengusaha
industri kecil dalam menerapkan ISO-9000. Beberapa perusahaan
industri kecil dan menengah yang dibina telah sampai kepada
tahap dokumentasi elemen-elemen ISO-9000.
b) Peningkatan Gugus Kendali Mutu (GKM) Industri Kecil,
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu dalam arti luas
(produk, harga, delivery dan produktifitas), sehingga industri
kecil senantiasa mampu menyesuaikan diri dan mengikuti
perkembangan permintaan konsumen yang sangat dinamis.
Penerapan GKM pada industri kecil semakin ditingkatkan
dengan memberikan bantuan pelatihan dan bimbingan melalui
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
62
tenaga-tenaga penyuluh lapangan khusus GKM. Jumlah industri
kecil yang sudah menerapkan GKM pada tahun 1995 telah
mencapai 2.820 perusahaan, meningkat sebesar 11,73%
dibandingkan dengan tahun 1994, pada tahun 1996 mencapai
3.190 perusahaan atau meningkat 13,12% dibandingkan tahun
1995, yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun perusahaan
yang sudah menerapkan GKM hingga tahun ke 4 Repelita VI
sebanyak 4.200 perusahaan.
5) Pengembangan Inisiasi Industri Kecil.
Pengembangan inisiasi ditujukan untuk menumbuh-kan industri
kecil baru (New Entrance), terutama di daerah-daerah tertinggal.
Dalam tahun 1994/1995, 1995/96, dan 1996/1997 telah
dilaksanakan pembentukan masing-masing 35 Kelompok Usaha
Bersama (KUB)-P2WIK di 7 Propinsi, 26 KUB-P2WIKdi 3 Propinsi
dan 75 KUB-P2WIK di 10 Propinsi. Selain itu, juga dilakukan
pembinaan industri perdesaan khususnya pada desa tertinggal,
sampai dengan tahun 1996 telah dibina sebanyak 1.527 desa. Di
samping itu untuk meningkatkan penanggulangan kemiskinan, telah
dilakukan kerjasama antara Depperindag dengan Kantor Menteri
Negara Kependudukan/BKKBN untuk pengem-bangan Kelompok
Usaha Bersama-Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera
(KUB-UPPKS) industri dan pedagang kecil. KUB-UPPKS tersebut
dikembangkan di seluruh Indonesia dan sebagai wilayah rintisan,
yaitu dikembangkan di Sumatera Selatan sebanyak 105 unit, dan di
Jawa Timur sebanyak 405 unit. Kegiatannya meliputi pelatihan-
pelatihan baik teknis maupun non-teknis, bantuan peralatan,
permodalan dan pemasaran. Demikian pula telah disusun pedoman
pengembangan usaha Waralaba (Lokal) bekerjasama dengan LSM
yang secara khusus anggotanya banyak terlibat dalam bisnis
Waralaba.
6) Pengembangan Lembaga Pelayanan Industri Kecil
Pembinaan dan Pengembangan industri kecil secara intensif dan
komprehensif memerlukan pengembangan kelembagaan yang
mekanismenya mampu membimbing industri kecil pada semua aspek
secara integral, serta membina dan mengarahkan menuju kemadirian.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
63
Untuk itu diperlukan upaya pengembangan kelem-bagaan yang mampu
mendayagunakan segenap sumber daya secara terpadu dan sinkron.
Sasaran pengembangan kelembagaan ini terutama untuk
meningkatkan daya saing industri kecil melalui peningkatan
produktifitas dan efisiensi dengan mem-berikan pelayanan pada
tingkat perusahaan (at company level).
Hingga kini telah dimulai pengembangan kelembagaan ini melalui
dua pendekatan yaitu pelayanan pada:
a) Tingkat perusahaan, sedang dilakukan uji coba di 5 Propinsi,
yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur
dan Sulawesi Selatan untuk mempersiapkan Industri Kecil
memasuki pasaran ekspor sebanyak 150 perusahaan pada tahun
1996/1997. Uji coba ini pada tahun 1997/1998 lalu sudah
menginjak tahun ke 2 dan telah berjalan dengan baik. Pada
tahun 1998/1999 ini uji coba diperluas menjadi 12 propinsi;
b) Pada tingkat Grass Root, yang masih dalam pembahasan
operasionalnya dengan memadukan program pembinaan lintas
sektoral untuk lebih memberdayakan ekonomi rakyat.
Diharapkan LSM dapat memberikan dampingan pada tingkat
Steering Committee maupun pada tingkat operasionalnya.
7) Pengendalian Pencemaran Industri Kecil.
a) Kemajuan dan peningkatan peranan industri kecil pada kasus-
kasus tertentu masih membawa dampak negatif, yaitu berupa
gangguan dan kerusakan lingkungan hidup. Apabila hal tersebut
tidak diatasi atau dikendalikan dengan baik, maka kegiatan
pembangunan dapat menimbulkan kerugian yang justru
bertentangan dengan tujuan pembangunan itu sendiri;
b) Oleh karena itu, pengendalian pencemaran industri kecil juga
dilakukan melalui Pengembangan Lingkungan Industri Kecil. Hal
ini dimaksudkan untuk mengamankan fungsi lingkungan hidup
dengan: menjaga kelestariannya, menciptakan lingkungan yang
sejauh mungkin bebas pencemaran, serta tertatanya lingkungan
sentra-sentra industri kecil dalam lokasi yang aman. Hal ini
bertujuan agar tercapai keserasian pembangunan dengan daya
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
64
dukung lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam rangka
melaksanakan pembangunan industri yang berkelanjutan;
c) Dalam rangka pengendalian pencemaran industri kecil
dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagi berikut:
(1) Melakukan koordinasi sektoral dan lintas sektoral;
(2) Menyusun master-plan pengembangan industri kecil
berwawasan lingkungan, khususnya dalam pengen-dalian
pencemaran;
(3) Melakukan pelatihan bagi aparat dan pengusaha industri
kecil yang potensial mencemari ling-kungan, di 27
Propinsi, dan
(4) Melakukan/membangun Pusat Pengolahan Air Limbah pada
sentra-sentra yang potensial mencemari lingkungan.
Dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh Kanwil dan Kandep
Departemen Perindustrian dan Perdagangan seluruh Indonesia, disajikan
pencapaian Sarlita pengembangan PIKM dalam tahun ke tiga Repelita VI,
sebagai berikut:
Pencapaian Sarlita sampai dengan Tahun Ke tiga Repelita VI
No Uraian Sarlita Realisasi %
1 Tenaga Kerja (Orang) 1.300.000 1.100.579 84,66
2 Unit Usaha (UU) 230.000 161.555 70,24
3 Wira Usaha Baru (Org) 23.000 21.693 94,31
4 Ekspor (US $ milyar) 5,150 2,092.5 -
5 ISO 9000 (Perusahaan) 500 192 38,40
6 Sentra Mandiri (Sentra) 1.000 822 82,20
7 Sub Kontrakting (Perush) 500 1.812 362,4
8 Industri Pedesaan (Desa) 2.200 2.410 109,54
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
65
a. Tenaga Kerja dan Unit Usaha
Penyerapan Tenaga Kerja yang ditargetkan selama Repelita VI
sebanyak 1,3 juta orang telah dicapai sebanyak 1.100.579 orang atau
84,46% yang berarti telah melampui target yang harus dicapai secara
rata-rata dalam tahun ke tiga ini. Namun demikian, di lihat dari
pencapaian target per propinsi Sumut, Sumsel, Sulsel dan Jateng.
Secara umum dapat dikatakan pencapaian target penyerapan tenaga
kerja di samping karena pesatnya pertumbuhan unit usaha baru yaitu
sebesar 161.555 UU atau 70,24% dari sasaran yang ditetapkan, juga
dikarenakan adanya perluasan dari perusahaan yang telah ada. Secara
nasional dapat dilihat rata-rata tenaga kerja yang diserap per unit
usaha meningkat dari 3,2 orang pada akhir Pelita V menjadi 5,7 orang
pada tahun ke tiga Repelita VI.
b. Wira Usaha Baru
Secara nasional pertumbuhan wira usaha baru telah melampui target
rata-rata tahun Ke-tiga Repelita VI yaitu sebanyak 21.693 orang atau
94,31%. Meskipun demikian, pencapaian target di beberapa daerah,
yaitu di Propinsi Yogyakarta, Sumut, Sumsel dan Sulteng belum
tercapai. Pencapaian target secara nasional tersebut dikarenakan oleh
program-program pertumbuhan wira usaha baru yang intensif.
Permasalahannya, wira usaha baru yang tumbuh ini sebagian besar
bergerak pada usaha tingkat grass root dan tradisional atau bukan
industri kecil modern.
c. Ekspor
Sampai dengan tahun Ke-tiga Repelita VI, target ekspor yang dicapai
baru US$ 2,092.5 juta. Ini berarti lebih rendah dari data yang
diperoleh dari hasil laporan BPS yaitu mencapai US$ 2,51 milyar pada
akhir 1996. Terjadinya perbedaan angka ini disebabkan cara
perhitungan dan sistim pengumpulan data ekspor yang dilakukan
masing-masing Kanwil Depperindag dengan yang dilakukan berbeda.
Selama ini angka yang dipakai oleh Depperindag adalah sumber-
sumber dari BPS. Jika dibandingkan dengan target ekspor industri
kecil pada tahun ke tiga Repelita VI yaitu sebesar US$ 3,576.22
berarti baru mencapai 58,67%.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
66
Namun demikian, di beberapa daerah terjadi peningkatan, yaitu di
Propinsi Jambi, Sumsel, Riau dan DKI Jakarta serta Jateng.
Di samping itu, jenis produk yang diekspor semakin beragam dan
negara tujuan ekspor semakin banyak.
d. ISO-9000
Sampai dengan tahun ke tiga Repelita VI, penerapan ISO-9000 masih
jauh dari target yang seharusnya dicapai, yaitu baru 192 perusahaan
yang menerapkan ISO-9000 masih sangat terbatas yaitu sebanyak 31
perusahaan dari target sebanyak 500 perusahaan. Rendahnya
pencapaian target industri kecil yang mendapat sertifikat ISO-9000
karena perusahaan yang dapat dijadikan kelompok sasaran penerapan
jumlahnya sangat terbatas. Selain itu, konsep awal penerapan ISO-
9000 ini akan dilakukan sepenuhnya oleh aparat pembina dari
Depperindag. Namun sampai dengan tahun ke dua Repelita VI, aparat
yang diharapkan menjadi pembina dan asesor untuk melakukan audit
mutu ternyata belum ada, demikian pula dengan Lembaga Sertifikasi
Sistem Mutu (LSSM) dalam negeri yang diharapkan dapat melakukan
sertifikasi juga belum dilibatkan. Baru pada akhir tahun ke dua,
konsep ini dirubah dengan melibatkan secara penuh LSSM dalam
negeri, yaitu PT. SUCOFINDO, untuk melakukan pembinaan, audit
mutu dan sertifikasi.
e. Sentra Mandiri
Target penumbuhan sentra mandiri telah dicapai sebanyak 822 sentra
atau 82,20% dari target Repelita VI. Data lengkap dari seluruh
Indonesia belum dapat dikumpulkan karena masih terdapat 8 Propinsi
yang tidak melaporkan perkembangan pembinaan sentra mandiri. Dari
hasil diskusi selama rapat regional diketahui bahwa kendala untuk
mendata sentra mandiri adalah kriteria sentra mandiri yang ditetapkan
belum dapat dipahami oleh setiap daerah karena situasi dan kondisi
lapangan yang berbeda.
f. Penumbuhan Industri Kecil Sub Kontrakting
Selama Repelita VI ditargetkan tumbuh industri kecil sub kontrakting
sebanyak 500 perusahaan. Dari hasil laporan Kanwil Depperindag
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
67
yang disampaikan pada Rapat Regional Koordinasi Program diketahui
bahwa telah tumbuh industri kecil sub kontrak sebanyak 1.812
perusahaan atau merupakan 362,4% dari target akhir Repelita VI.
Keberhasilan dari penumbuhan industri kecil sub kontrak melalui
berbagai program yang dilaksanakan seperti gerakan Kemitraan Usaha
Nasional pada tanggal 15 Mei 1997, dundangkannya Undang-Undang
Usaha Kecil No. 9 tahun 1996, adanya penghargaan Upakarti terhadap
mereka yang dianggap berhasil dalam melaksanakan kemitraan serta
semakin tumbuhnya kemitraan bisnis yang saling memperkuat dan
menguntungkan antar industri kecil menengah dengan usaha
menengah besar lainnya untuk peningkatan efisiensi dan daya saing
perusahaan.
g. Industri Pedesaan
Sasaran penumbuhan industri pedesaan, sebagai salah satu program
untuk penyediaan lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia pedesaan, telah berhasil
dicapai.
Pada tahun Ke-tiga Repelita VI telah tumbuh 2.410 unit atau 109,54%
dari total target akhir Repelita VI. Keberhasilan pencapaian sasaran ini
terutama karena program tersebut melibatkan berbagai instansi lain
sesuai dengan misi mereka masing-masing. Instansi yang terkait dengan
industri pedesaan antara lain Menteri Negara Kependudukan/BKKBN
dengan program Prokesra-nya, Departemen Dalam Negeri dengan
Program Pengembangan Teknologi Pedesaan, Departemen Pertanian
dengan program Penanganan Pasca Panen dan berbagai instansi
lainnya.
9. Perkembangan Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan (IHPK)
a. Akhir Pelita V
1) Jumlah perusahaan mencapai 1.269.743 unit;
2) Jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 5.711.789 orang terdiri
dari 1.561.486 orang industri skala menengah dan besar serta
sebanyak 4.150.303 pada industri skala kecil;
3) Nilai produksi mencapai Rp 57,98 triliun;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
68
4) Nilai investasi mencapai Rp 46,15 triliun;
5) Nilai Ekspor sebesar US.$ 9,07 milyar.
b. Posisi sampai dengan Tahun Ke-empat Repelita VI
1) Unit Usaha
Jumlah unit usaha yang bergerak di bidang IHPK mencapai
1.391.597 unit industri skala mencapai 1.384.645 unit, sedangkan
industri skala menengah besar mencapai 6.952 unit.
2) Penyerapan Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja yang diserap sampai dengan tahun 1997 adalah
sebanyak 6.842.658 orang. Industri kecil mampu menyerap tenaga
kerja 4.761.901 orang sedangkan industri skala menengah besar
mampu menyerap 2.080.757 orang.
3) Investasi
Nilai investasi dalam bentuk tanaman modal sampai dengan tahun
1997 mencapai sebesar Rp. 60.208,78 milyar dan US$ 185,04 juta.
4) Nilai Produksi
Nilai produksi mencapai sebesar Rp. 127.411,30 milyar.
5) Perkembangan Ekspor
Nilai Ekspor mencapai sebesar US $ 12.299,03 juta.
Komoditi ekspor unggulan meliputi produk olahan kayu, kelapa
sawit dan produk hilirnya, pulp dan kertas serta crumb rubber.
10. Perkembangan Industri Aneka (IA)
Perkembangan Industri aneka sampai dengan tahun Ke empat Repelita VI
dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
69
Perkembangan Kelompok Industri Aneka Tahun 1993/1994
1997/1998
No. U r a i a n 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
1 Investasi
- Rp. Milyar 4.323,12 5.122,70 4.541,75 8.503,83 7.679,86
- US.$ Ribu 486,86 988,97 1.753,37 1,687.03 860.59
2 Tambahan Penyerapan
T.K (Org)
370.269 298.067 304.225 348.458 341.106
3 Nilai Prod. (Rp. Milyar) 40.885,79 47.384,68 59.273,05 69.973,54 72.169,10
4 Ekspor (US.$ Juta) 9,881.59 11,346.67 12,519.76 14,240.84 16,182.43
5 Impor (US.$ Juta) 4,044.63 4,163.08 4,946.96 5,951,81 4,930.23
Sumber : Dit.Jend. IA dan Pusdata diolah
Sampai tahun ke 4 Pelita VI, perkembangan Industri Aneka cukup
menggembirakan, terutama industri elektronika, karena semakin banyak
pengusaha yang melakukan investasi pada industri elektronika, termasuk
dalam rangka relokasi industri. Memasuki pertengahan tahun 1997,
dengan meningkatnya secara bertahap nilai tukar dollar Amerika terhadap
rupiah sehingga mencapai tingkat yang sangat tinggi pada tahun 1998 ini
telah memukul perekonomian kita termasuk sektor industri. Kondisi ini
diperparah lagi dengan terjadinya kerusuhan di Jakarta dan kota-kota
lainnya yang menyebabkan krisis kepercayaan yang cukup dalam. Kasus-
kasus tersebut di atas telah menyebabkan kinerja Industri Aneka menurun
tajam, bahkan tidak sedikit yang untuk sementara menghentikan kegiatan
produksi bahkan menutup sama sekali usahanya.
Perkembangan Industri Aneka secara rinci (setiap cabang industri) dapat
dilihat pada uraian berikut :
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
70
a. Perkembangan Nilai Produksi
Perkembangan Nilai Produksi Industri Aneka
1993/19943 1997/1998
No. I n d u s t r i 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
*)
%
pertumb.
97/98 thd
96/97
1 T e k s t i l 21.475,31 22.564,29 25.927,89 29.000,17 30.974,17 6,81
2 K u l i t 8.035,02 8.674,03 10.507,06 15.268,54 13.321,70 - 12,75
3 Elektronika 6.528,61 8.822,50 13.930,81 15.773,51 17.169,68 8,85
4 A l p o r a 1.892,79 3.486,00 4.190,14 5.189,62 5.918,42 14,04
5 Kecil Aneka 2.957,99 3.837,86 4.717,14 4.741,70 4.785,03 0,91
T o t a l 40.885,79 47.384,68 59.273,05 69.973,54 72.169,00 3,14
*) Angka sementara
Nilai Produksi Industri pada tahun 1993/1994 sebesar Rp. 40.885,79
milyar menjadi Rp. 72.169,00 milyar pada tahun1997/1998 dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 19,13% pertahun.
Adapun posisi setiap cabang industri adalah sebagai berikut:
1) Industri Tekstil
Selama Pelita VI, industri tekstil menunjukkan perkembangan
positif baik dilihat dari produksi, peningkatan ekspor, maupun dari
peranannya dalam penyerapan tenaga kerja, kecuali industri karung
goni yang terus menurun produksinya karena penggunaannya sudah
semakin kecil sejalan dengan meningkatnya penggunaan karung
plastik. Jenis industri yang peningkatan produksinya cukup besar
adalah industri pakaian jadi, industri serat dan industri zat warna
tekstil dengan peningkatan rata-rata diatas 10%.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
71
Memasuki pertengahan tahun 1997, industri nasional termasuk
industri tekstil menghadapi tantangan yang cukup berat, yaitu
dengan naiknya secara berangsur-angsur kurs dolar Amerika
terhadap rupiah yang disusul dengan naiknya harga BBM telah
mengakibatkan menurunnya kinerja industri, yang disebabkan
meningkatnya biaya produksi akibat meningkatnya harga bahan
baku dan bahan penolong terutama yang diimpor, serta faktor
produksi yang lain, sementara dilain pihak daya beli masyarakat
terus menurun.
Sampai awal tahun 1998 industri tekstil masih bertahan dan masih
menunjukkan peningkatan meskipun sangat kecil, hal ini antara lain
karena industri tekstil berorientasi ekspor, seperti industri pakaian jadi
masih bisa mengekspor produknya, bahkan industri yang sebelumnya
berorientasi pasar dalam negeri mengalihkan pemasarannya ke
ekspor dan mengurangi penggunaan bahan baku impor.
Pengurangan penggunaan bahan baku impor ini tampak pada
meningkatnya produksi serat untuk bahan baku industri dalam
negeri serta menurunnya angka impor.
2) Industri Kulit
Produksi industri kulit baik kulit setengah jadi, kulit imitasi, sepatu
kulit, sepatu olah raga, maupun barang-barang jadi dari kulit
menunjukkan perkembangan yang cukup baik yaitu dengan
peningkatan produksi rata-rata selama 4 tahun (1994/1995 sampai
dengan 1997/1998) 34,18%.
Namun mulai tahun ke 4 Pelita VI, industri kulit mengalami
tekanan yang cukup berat dengan adanya krisis ekonomi yang
berlarut-larut. Bahan baku ex impor sulit karena L/C impor tidak
mendapatkan jaminan dari bank luar negeri Kesulitan ini
disamping memberikan dampak negatif terhadap industri kulit yang
bahan bakunya diimpor, juga membawa dampak positif terhadap
perkem-bangan industri penyamakan kulit yang merupakan bahan
baku bagi industri sepatu dan barang jadi lainnya. Meskipun
demikian, harga kulit setengah jadi ini bertambah mahal karena
dalam prosesnya memerlukan bahan kimia yang mahal (eks impor),
yang pada akhirnya meningkatkan biaya produksi dari produk
akhirnya.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
72
Peningkatan biaya produksi yang menyebabkan produk bertambah
mahal ini tidak diimbangi oleh meningkatnya pemasaran baik
ekspor maupun dalam negeri, bahkan ekspornya menurun demikian
pula daya beli masyarakat didalam negeri juga melemah,
kesemuanya mengakibatkan menurunnya produksi dan akhirnya
nilai produksi menurun sebesar 12,75%
3) Industri Elektronika
Selama 4 tahun Pelita VI produksi industri elektronika tumbuh
meyakinkan dengan rata-rata 31,54% per tahun demikian pula pasar
dalam negeri yang juga terus meningkat seiring dengan
meningkatnya taraf hidup masyarakat.
Peningkatan permintaan pasar ini telah memacu pula peningkatan
produksi produk-produk elektronika yang pada gilirannya
meningkatkan pula kebutuhan bahan baku/komponen yang pada
umumnya masih diimpor. Impor bahan baku dan komponen ini
masih cukup besar, meskipun beberapa jenis industri pendukung
elektronika berteknologi tinggi sudah diproduksi di Indonesia,
antara lain industri semiconductor, resistor, CRT (tabung gambar
televisi), PCB, Capasitor dan sebaginya. Beberapa jenis produk
tertentu, (TV, Radio, Radio/Cassette) nilai komponen lokalnya
sudah mencapai 50 %-70 %. Sedangkan untuk produk
telekomunikasi seperti komponen radio microwave telah dapat
dikategorikan mandiri karena desain dan rancang bangunnya
(besarnya 40% nilai produk) telah dikembangkan didalam negeri.
Dengan meningkatnya kurs dollar terhadap rupiah maka industri
elektronika mengalami pukulan yang yang cukup berat, yaitu
meningkatnya harga bahan baku/komponen yang masih di impor,
sehingga biaya produksi menjadi tinggi dan harga jualnyapun
menjadi tinggi, sementara daya beli masyarakat sangat lemah. Hal
ini lebih diperparah lagi dengan rusaknya pusat perdagangan
elektronika di Glodok serta outlet-outlet lain akibat kerusuhan pada
prtengahan Mei 1998 sebagai dampaknya industri elektronika sulit
memasarkan produknya sehingga hampir semua jenis produksinya
menurun. Penurunan produksi elektronika tersebut cukup tajam,
hanya ada beberapa jenis yang masih bertahan, yaitu loudspeaker
dan kamera.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
73
4) Industri Alat Pendidikan, Alat Olah Raga Dan Aneka (Alpora)
Produk Industri Alpora tahun 1997/1998 pada umumnya
mengalami kenaikan jika dibanding dengan tahun 1996/1997,
kecuali produksi organ/piano yang pada tahun 1997/1998 sebanyak
97.880 buah mengalami penurunan 26,01 % dibandingkan tahun
1996/1997 yang produksinya sebanyak 132.290 buah. Hal ini pada
umumnya masyarakat lebih mementingkan kebutuhan primer
dibandingkan kebutuhan lainnya.
Produksi industri pensil dan pena meningkat sebesar 10%, karena
kebutuhan didalam negeri tetap mengalami peningkatan sejalan
dengan meningkatnya kebutuhan pelajar/mahasiswa.
Komoditi karung plastik volume produksinya pada tahun
1997/1998 mengalami peningkatan sebesar 10,9% di-bandingkan
tahun 1996/1997. Peningkatan ini disebabkan oleh bergesernya
penggunaan karung, yaitu yang semula menggunakan karung goni
beralih ke karung plastik.
b. Perkembangan Investasi
Tambahan Nilai Investasi Industri Aneka
1993/1994 1997/1998
No. Industri/Satuan 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 *)
1 T e k s t i l
(Rp. Milyar) 2.426,57 3.296,55 2.523,60 4.832,30 5.760,62
(US.$ Juta) 239.68 443.06 407.43 538.69 191.33
2 K u l i t
(Rp. Milyar) 569,82 426,19 1.118,23 322,85 141,05
(US.$ Juta) 11.56 228.89 583.95 67.80 77.80
3 Elektronika
(Rp. Milyar) 155,22 178,87 170,54 404,25 281,35
(US.$ Juta) 167.21 267.51 683.28 524.37 311.26
4 A l p o r a
(Rp. Milyar) 723,22 743,85 218,01 1.446,86 831,02
(US.$ Juta) 68.42 49.50 78.72 212.35 254.05
5 Kecil Aneka
(Rp. Milyar) 448,30 477,24 511,38 579,98 632,22
(US.$ Juta) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
T o t a l
(Rp. Milyar) 4.323,12 5.122,70 4.541,75 7.586,24 7.646,32
(US.$ Juta) 486.86 988.97 1,753.37 1,343.21 834.44
*) Angka sementara
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
74
Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa tambahan investasi
dengan status PMDN dan Non PMA/PMDN industri aneka pada tahun
1997/1998 menunjukan adanya peningkatan, sedangkan investasi yang
berstatus PMA mengalami penurunan.
Minat investor terhadap Industri Aneka masih cukup baik, terutam
pada bidang industri elektronika, disamping itu, jenis-jenis industri
yang masih diminati oleh para investor adalah industri alat-alat
pendidikan, alat-alat musik dan industri mainan, karena jenis industri
ini masih relatif belum lama dikembangkan.
c. Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja
Perkembangan penyerapan tenaga kerja Industri Aneka selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Aneka
1993/1994 1997/1998
No. Industri 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 *)
1 T e k s t i l 82.866 79.083 52.470 48.494 70.163
2 K u l i t 22.628 43.063 70.571 33.454 12.322
3 Elektronika 12.727 17.417 28.973 26.905 28.980
4 A l p o r a 24.104 21.609 21.133 38.984 23.980
5 Kecil Aneka 227.945 136.896 131078 200.621 206.547
T o t a l 370.269 298.067 304.225 348.458 341.106
Keterangan : *) Angka sementara
Tenaga kerja yang terbanyak diserap oleh industri tekstil karena
industri tekstil sebagian besar padat karya, terutama industri pakaian
jadi (garment) yang menyerap 50% dari total tenaga kerja pada
industri tekstil. Tenaga kerja yang banyak diserap oleh industri kulit
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
75
adalah pada industri sepatu dan alas kaki termasuk sepatu olah raga
karena industri alas kaki sebagian besar merupakan industri yang
memperoleh lisensi dari luar negeri. Pada industri elektronika tenaga
kerja yang diserap sebagian besar adalah tenaga kerja wanita,
misalnya pada industri audio visual, dan industri-industri yang
membutuhkan ketelitian tinggi.
Penyerapan tenaga kerja industri aneka tergantung pada industri yang
melakukan investasi yaitu industri padat teknologi atau padat karya.
Sebagai sumber penyediaan kesempatan dan lapangan kerja, maka
industri kecil aneka yang memiliki kontribusi terbesar, merupakan
andalan dan tetap didorong pengembangannya ke seluruh wilayah
Indonesia.
d. Perkembangan Ekspor dan Impor
1) Perkembagan Ekspor Industri Aneka selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Perkembangan Ekspor Industri Aneka
1993/1994 1997/1998
No. Industri 1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998
%
pertumb.
97/98 thd
96/97
1 T e k s t i l 4,586.35 4,836.91 5,148.66 5,473.46 6,746.39 23,26
2 K u l i t 1,805.76 2,179.21 2,289.43 2,431.19 1,536.17 - 36,81
3 Elektronika 1,714.67 2,493.17 2,924.35 3,968.08 3,624.41 - 8,66
4 A l p o r a 702.88 767.31 1,002.24 1,149.53 3,382.53 194,25
5 Kecil
Aneka
1,071.93 1.070.07 1,155.08 1,218.57 892.93 - 26,72
T o t a l 9,881.59 11,346.67 12,519.76 14,240.84 16,182.43 13,63
Sumber: Pusdatin diolah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
76
Sampai dengan tahun ke 4 Repelita VI ekspor Industri Aneka terus
meningkat. Pada tahun 1993/1994 nilai ekspor industri aneka baru
US.$ 9,881.59 juta, pada tahun 1997/1998 sudah mencapai US$
16,182.59 juta, atau meningkat 63,76% dalam 5 tahun.
Sampai tahun 1997/1998 meskipun sudah mengalami krisis
moneter, secara kumulatif ekspor Industri Aneka masih
menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1997/1998 ekspor
elektronika, kulit dan industri kecil menurun dibandingkan dengan
periode yang sama tahun1996/1997. Ekspor tekstil dan produk-
produk pendidikan, olah raga dan aneka meningkat cukup besar,
karena dalam situasi pasar dalam negeri yang sangat lemah,
pengusaha mengalihkan pasarannya ke luar negeri.
Penjelasan tiap-tiap cabang industri adalah sebagai berikut:
a) Tekstil
Nilai ekspor tekstil sejak tahun 1994/1995-1997/1998 (April
1997 Maret 1998) meningkat terus, baik volume maupun
nilainya, meskipun dalam situasi moneter yang tidak
menguntungkan. Dalam kondisi pasar dalam negeri yang
sangat lemah sejak akhir 1997 karena menurunnya daya beli
masyarakat, banyak pengusaha industri tekstil yang
pemasarannya semula ke pasar dalam negeri dialihkan ke
ekspor. Sebagai contoh, komoditi yang nilai ekspornya pada
periode 1997/1998 mengalami peningkatan dibandingkan tahun
1996/1997 adalah serat dan pakaian jadi.
Peranan ekspor tekstil terhadap ekspor hasil industri secara
keseluruhan selama 3 tahun terakhir ini rata-rata 40%, dan
negara tujuan utama ekspor tekstil dari Indonesia adalah
Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, Hongkong, Singapura
dan lain-lian.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
77
b) Industri Kulit
Nilai ekspor industri kulit pada tahun 1997/1998 sebesar US.$.
1,405.02 juta. Beberapa komoditi yang realisasi ekspornya
mengalami peningkatan antara lain sebagai berikut :
- Kulit jangat/mentah : 785,93 %
- Kulit samak : 145,78 %
- Kulit setengah jadi : 8,96 %
Dari data tersebut terlihat bahwa komoditi yang peningkatan
nilai ekspornya paling tinggi adalah kulit jangat/mentah karena
kulit sapi jawa merupakan salah satu jenis kulit yang terbaik
didunia.
Komoditi kulit yang peningkatan ekspornya terkecil adalah kulit
setengah jadi. Hal tersebut adalah karena komoditi ini sudah
diproduksi oleh negara-negara lain.
Beberapa komoditi yang menurun ekspornya antara lain:
- Barang pakaian/perlengkapan dari kulit : 42,56 %
- Sepatu kulit : 46,43 %
- Koper, tas dan dompet dari kulit : 36,05 %
Penurunan ekspor dari industri tersebut disebabkan karena:
(1) Kurangnya kemampuan quick respoce sebagai antisipasi
terhadap perubahan selera konsumen yang berkaitan
dengan desain, model dan kombinasi bahan baku.
(2) Belum berkembangnya supporting industries dalam
memproduksi barang-barang kulit dengan kualitas dan
harga yang memadai, Sehingga masih harus diimpor,
padahal disamping harga ex impor sangat mahal juga
masih terhambat jaminan L/C impor.
(3) Untuk barang-barang kulit dan sol kulit sepatu telah
muncul negara-negara pesaing baru yang mengandalkan
tenaga kerja yang murah.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
78
c) Industri Elektronika
Ekspor produk elektronika dari tahun 1994/1995- 1997/1998
meningkat rata-rata diatas 16,6 % per tahun, dan pada tahun
1997/1998 turun 0,33% dibanding ekspor tahun 1996/1997
yaitu sekitar US.$. 3,9 milyar. Akibat krisis moneter melanda
Indonesia dan Asia, ekspor elektronika mulai pertengahan tahun
1997 menunjukkan kecenderungan menurun dibanding pada
periode yang sama tahun 1996. Penurunan ekspor industri
elektronika ini, tidak terlalu besar karena pada umumnya
industri elektronika ini mempunyai principal di luar negeri,
sehingga baik bahan baku maupun ekspornya tidak menjadi
masalah.
Ekspor melalui Singapore pada tahun 1997 didominasi oleh
komponen dan modul elektronika dengan nilai mencapai
US.$.1,33 milyar atau 34,20% dari total ekspor seluruh
elektronika nasional, dimana 60% dari pada diekspor oleh
perusahaan elektronika di P. Batam. Ekspor elektronika dari
Pulau Batam pada tahun 1997 senilai US.$. 1,9 milyar atau 50%
dari total ekspor elektronika.
Aktivitas industri elektronika di Pulau Batam sangat terkait
dengan aktivitas industri dan perdagangan Singapura. Demikian
pula industri elektronika diluar Pulau Batam ekspornya sebagian
besar melalui Singapore. Hal ini disebabkan hingga saat ini,
Mother Vessel belum bisa merapat ke Tanjung Priuk sehingga
hanya Feeder-Line yang mengumpulkan barang ekspor untuk
diangkut dan dimuat ke Mother Vessel di Singapore. Dengan
demikian jasa angkutan dan net-work pemasaran sangat
tergantung pada perusahaan-perusahaan yang beroperasi di
Singapore.
Negara tujuan utama ekspor elektronika adalah Singapore,
Amerika Serikat, Jepang, Malaysia (US.$. 138 juta), Jerman,
Inggris, Hongkong , Thailand, Perancis, dan Uni Emirat Arab.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
79
2) Perkembangan Impor Industri Aneka selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut :
Perkembangan Impor Industri Aneka
1993/1994 1997/1998
No. Industri 1993/94 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98
% pertumb.
97/98 thd
96/97
1 T e k s t i l 1,272.97 1,405.61 1,512.38 1,455.68 1,219.68 - 16,21
2 K u l i t 464.91 502.82 467.52 436.73 336.22 - 23,01
3 Elektronika 1,802.18 1,679.76 2,267.73 3,359.76 2,744.07 - 18,32
4 A l p o r a 481.49 550.70 667.09 666.90 603.26 - 9,54
5 Kecil Aneka 23.07 24.18 32.22 32.74 27.00 - 17,53
T o t a l 4,044.63 4,163.08 4,946.95 5.951.81 4,930.23 - 17,16
Sumber : Pusdatin diolah
Nilai impor Industri Aneka meningkat dari US.$ 4,044.63 juta pada
tahun1993/1994 menjadi US.$ 4,930.23 juta pada tahun1997/1998
atau tumbuh rata-rata sebesar 5,47% pertahun. Namun apabila nilai
impor tahun1997/1998 dibandingkan dengan nilai impor tahun
1996/1997, maka memperlihatkan penurunan yang cukup kesar
yaitu 17,16%, karena para pengusaha kesulitan untuk memperoleh
jaminan L/C impor bahan baku, bahan penolong dan lain-lain. Dari
segi penghematan devisa, hal ini merupakan perkembangan yang
positif, namun dari sisi produksi kesulitan untuk mengimpor ini
mengakibatkan tersendatnya produksi karena kesulitan bahan baku.
e. Penguasaan Teknologi
Perkembangan tingkat penguasaan teknologi pada masing-masing
industri adalah sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
80
1) Industri Tekstil
Industri tekstil yang merupakan industri terpadu dimulai dari
industri serat buatan, benang, pakaian jadi tekstil berkembang
sedemikian pesat. Industri serat buatan mengembangkan jenis
produknya dari reguler type kejenis yang mempunyai nilai tambah
lebih tinggi seperti high tenacity, microfibre dan berbagai tipe yang
dapat meningkatkan mutu di produk akhirnya.
Industri benang (pemintalan) mengembangkan jenis produk ke
proses pembuatan benang yang lebih halus dan upaya peningkatan
mutu dengan menambah peralatan aplicer, auto doffing, dan
automatic, pengendalian mutu dengan memanfaatkan computer
aided manufacture (CAM).
Industri pertenunan mengembangkan jenis produk ke arah
penambahan lebar kain dan meningkatkan produksi dengan
peningkatan kecepatan mesin pada mesin tenun rapier, water/air
jet loom.
Industri dyeing finishing mengembangkan jenis produk ke berbagai
motif/desain yang fashionable dewasa ini yang dilengkapi dengan
komputer (CAM), namun sebagian mesin sudah cukup tua.
Industri pakaian jadi/barang jadi tekstil, juga mengem-bangkan
pembuatan pakaian jadi dari sistim pembuatan patrun/pola dengan
manual ke sistim bantuan computer aided design (CAD) sehingga
penggunaan bahan dapat efisien dan limbah dalam proses produksi
dapat ditekan. Quality control pada setiap segmen produksi
diperketat sehingga hasil akhir produksi diharapkan sesuai dengan
standard yang diinginkan.
Industri embroidery skala besar dengan memproduksi berbagai
desain/motif dapat direkam dalam floopy (disket) selanjutnya
dengan memanfaatkan disket dapat digunakan pada mesin dengan
produksi skala besar.
Penggunaan komputer dalam industri tekstil baik sebagai bantuan
desain, quality control, machine control, process control dan
sebagainya semakin lama semakin berkembang.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
81
2) Industri Kulit
Industri sepatu/busana kaki merupakan industri hilir dari industri
penyamakan kulit yang memiliki mata rantai cukup panjang mulai
petani peternak, pedagang ternak, Rumah Potong Hewan (RPH),
dan industri peralatan/ mesin kulit.
Industri sepatu saat ini berkembang cukup pesat baik industri dalam
rangka penanaman modal asing (PMA), penanaman modal dalam
negeri (PMDN) maupun dalamrangka non PMA/PMDN. Dalam
pelaksanaan penerapan teknologi dapat dikatagorikan sebagai
sepatu Branded dan Non-Branded. Khusus sepatu Branded
penguasaan teknologinya cukup memadai, dan beberapa
perusahaan telah menerapkan CAD/CAM. Penerapan CAD/CAM
merupakan langkah penting, terutama dalam mengantisipasi
perkembangan permintaan konsumen yang menghendaki sepatu
dengan model up to date dan nyaman dipakai, disamping itu juga
dalam peningkatan efisiensi penggunaan bahan baku kulit. Dengan
penerapan CAD/CAM ini, maka modifikasi komponen dari model
dan kombinasi warna dapat dilakukan dengan mudah. Penerapan
teknologi CAD/CAM dewasa ini dapat dilakukan melalui
pemilihan hard ware dan soft ware maupun sistem sewa.
Dalam upaya mencapai sasaran ekspor Industri Kulit yang
ditargetkan US$. 3,21 milyar pada akhir tahun 1998, maka
penerapan CAD/CAM merupakan upaya yang harus dilakukan baik
untuk sepatu Branded maupun Non-Branded. Untuk
memasyarakatkan teknologi CAD/CAM secara lebih luas
dikalangan industri sepatu perlu program khusus dari pemerintah,
sehingga diharapkan model-model sepatu buatan Indonesia dapat
lebih menguasai pasar sepatu internasional, disamping itu dapat
dicapai efisiensi dan produktivitas serta kualitas produksi yang
memadai.
3) Industri Elektronika
Menuju era informasi abad ke 21, trend produk elektronika
cenderung mengarah ke multimedia seiring dengan perubahan-
perubahan dari analog ke digital, dengan laju perkembangan
teknologi yang sangat cepat. Produk-produk digital elektronika
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
82
konsumsi dan peralatan listrik rumah tangga juga sudah mulai
bermunculan di pasar, seperti: High Definition Television (HDTV),
Digital Audio Tape (DAT), Digital Compact Cassette, dan lain-
lain. Dengan perkembangan teknologi telekomunikasi, satelit dan
informasi/komputer ruang lingkup multimedia telah mencakup
video cenference, point of sales, katalog elektronika (electronic
catalogue), elektronika pendidikan, informasi publik, pedoman
system, dan lain-lain.
Dibidang telekomunikasi selular, teknologi AMPS dan digital GSM
telah berkembang menjadi DCS-1800, D-AMPS, dan lain-lain.
Operator telekomnikasi selular yang sudah beroperasi saat ini
tercatat 6 (enam) perusahaan, yaitu:
4) Industri Alpora
Industri Alpora meliputi jenis industri Alat-alat pendidikan, alat-
alat olah raga dan aneka yang sangat beraneka ragam, mulai dari
yang menggunakan teknologi sederhana yaitu yang dikerjakan
secara manual seperti Shuttlecock sampai yang menggunakan
komputer seperti alat musik, tongkat golf, mainan anak-anak
elektronik dan lain-lain. Sebagian dari cabang industri Alpora ini
berasal dari relokasi, misalnya industri mainan anak-anak industri
alat musik, industri alat-alat olah raga dan lain-lain, sehingga baik
desain, teknologi maupun size-nya berasal dari negara asalnya.
Perkembangan tingkat penguasaan teknologi kelompok Industri
Aneka pada Repelita VI seperti tersebut di atas, ditandai dengan
munculnya jenis-jenis industri/produk baru antara lain sebagai
berikut:
a) Industri Tekstil : Microfibe, Dop dyed fibre, Hollow
polyester, dan Batik wool.
b) Industri Kulit : Wool skin, Action leather, Lami-nated
leather, dan Fasion sport shoes.
c) Industri Elektronika : Integrated circuit, Color television
tube, High definition TV, Compu-ter,
Printer, Harddisc controllers,
Monitor Car radio, Radio broad-cast,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
83
Radio paging, Electronics camera
dan Earth satellite station.
d) Industri Alpora : Compact disc, Coloured pencil lead
dan Digital and fasion watches.
Indikator ini menandakan bahwa industri aneka telah mampu
mengadopsi (mentransfer) teknologi baru dan meluaskan basis
kemampuan penguasaan teknologinya, sehingga makin mengurangi
ketergantungan dari teknologi luar.
Kemajuan Industri Aneka dalam penguasaan teknologi sebaiknya
juga dilihat dari indikator kemajuan pencapaian nilai tambah dan
kandungan lokal. Besaran ini menunjukkan adanya peningkatan
masukan teknologi pada industri aneka sehingga mampu
meningkatkan nilai tambah dari produknya dan sekaligus
meningkatkan kandungan lokal.
11. Perkembangan Industri Logam, Mesin dan Kimia (ILMK)
Perkembangan kelompok ILMK selama kurun waktu Repelita VI, adalah
sebagai berikut:
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan industri ILMK selama Repelita VI (sampai dengan tahun
ke-empat) mencapai rata-rata 6% pertahun. Hal ini berarti target
pertumbuhan yang ditetapkan sebesar 15 % pertahun belum tercapai.
Perkembangan lain yang menunjukkan adanya kemajuan adalah
meningkatnya beberapa indikator ekonomi seperti investasi, produksi,
ekspor dan penyerapan tenaga kerja.
Selama Repelita VI nilai investasi meningkat 3,5 % pertahun; nilai
produksi meningkat 5,7 % pertahun; nilai ekspor meningkat 13,33 %
pertahun dan penyerapan tenaga kerja meningkat 10,7 %. Sedangkan
nilai impor mengalami peningkatan sebesar 8,7 % pertahun.
Peningkatan impor ini dari sudut kegiatan industri, menunjukkan
terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi dibidang industri, karena
barang-barang yang diimpor adalah berupa barang modal untuk
kegiatan industri dan sektor ekonomi lainnya.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
84
Demikian juga pendalaman struktur pada kelompok ILMK nampak
semakin kuat dengan semakin meningkatnya penggunaan komponen
lokal dalam kegiatan produksi pada setiap cabang industri serta
meningkatnya penguasaan teknologi. Keberhasilan ini tidak terlepas
dari hasil pen-ciptaan iklim yang kondusip melalui berbagai deregulasi
baik dibidang tata niaga maupun berbagai kemudahan fasilitas yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
b. Investasi
Sampai dengan tahun keempat Repelita VI, secara umum nilai
investasi pada kelompok ILMK menunjukkan adanya peningkatan
sebesar 3,5 % pertahun.
Selama periode tersebut nilai investasi mencapai Rp 40,25 trilyun
yang berarti 55,36% dari yang ditargetkan selama Repelita VI.
Dengan asumsi pertumbuhan dapat diper-tahankan sebesar 3,5 %,
maka nilai investasi pada tahun 1998/1999 sebesar Rp 13,8, sehingga
pada Repelita VI secara kumulatif akan mencapai Rp 54,05 trilyun.
Sedangkan target nilai investasi pada Pelita VI sebesar Rp. 72,70
trilyun tidak dapat dicapai.
Secara rinci, perkembangan nilai investasi untuk setiap cabang
industri dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Perkembangan Nilai Investasi Menurut Cabang Industri
Pada Kelompok Industri Logam, Mesin dan Kimia
Tahun 1994/1995 1997/1998
No.
CABANG
INDUSTRI
T A H U N
(Rp. Triliun)
PERTU
M-
BUHAN
RATA-
RATA
PROG-
NOSA
1994/95 1995/96 1996/97 1997/98*)
(%) 1998/99
1. K i m i a 2,36 1,71 4,37 7,14 63,50 11,76
2. Bahan Galian Non
Logam
1,36 0,92 0,32 0,17 (46,00) 0,93
3. Logam 6,98 1,36 4,66 1,79 (61,50) 0,69
4. Mesin dan
Perekayasaan
0,98 1,08 0,61 0,67 (14,50) 0,740
5. Alat Angkut 0,85 1,05 0,40 0,48 19,00 0,57
6. Kecil-LMK 0,50 0,54 0,04 0,04 (42,00) 0,05
Total ILMK 13,04 6,68 10,42 10,11 3,5 13,82
*) Angka sementara
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
85
menonjol adalah pada industri kimia sebesar 63,50 %, yang kedua
adalah industri alat angkut sebesar 19 %. Sementara itu, cabang-
Logam 61,50%, IBGNL (46 %); IK-LMK (42 %); dan IMP (16,50%).
Peningkatan investasi pada industri kimia dan alat angkut yang pesat
baik pada industri kimia maupun industri otomotip yang cukup tinggi.
Terjadinya penurunan pada beberapa cabang industri terutama oleh
menawarkan iklim yang lebih menarik investor seperti di RRC,
Thailand dan Vietnam. Seperti Vietnam misalnya memberikan HGB
dibidang fiskal yang lebih menarik.
Sebagai akibat hal ini banyak investor yang telah
persetujuan dari Indonesia, kemudian membatalkan dan me-ngalihkannya ke
negara-negara tersebut.
Nilai Produksi
Perkembangan nilai produksi ILMK selama Repelita VI mencapai 5,7
Repelita VI tahun 1998 akan mencapai sebesar Rp 122,09 trilyun. Bila
dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan pada akhir Repelita VI.
Juli 1997 Repeliata VI ini cepat berakhir kemungkinan target sebesar
Rp 81,41 trilyun dapat dicapai, maka kemungkinan nilai produksi
ditetapkan.
Pertumbuhan nilai produksi yang paling tinggi pada kelompok ILMK
alat angkut dan logam masing-masing meningkat 11,7% dan 8,3%.
Sementara itu cabang-cabang industri lainnya, yaitu industri IBGNL
produksinya dibawah nol yaitu (3,3)%.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
86
Secara rinci perkembangan produksi kelompok ILMK dapat dilihat
pada Tabel berikut.
Tabel Perkembangan Nilai Produksi
Industri Logam, Mesin dan Kimia
Tahun 1994/1995 1997/1998
No. CABANG
INDUSTRI
T A H U N
(Rp. Triliun)
PERTUM
BUHAN
RATA-
RATA
PROG
NOSA
1994/95 1995/96 1996/97 1997/98*) (%) 1998/9
9
1. K i m i a 12,71 13,87 14,75 15,22 6 17,28
2. Bahan Galian Non 3,71 4,22 4,49 4,73 8 27,00
3. Logam 8,20 9,71 10,44 10,41 8,3 30,71
4. Mesin dan 14,72 15,08 13,51 13,22 - 3,3 4,07
5. Alat Angkut 10,29 11,37 15,70 15,05 11,7 35,07
6. Kecil-LMK 0,33 0,54 0,51 0,63 27 7,73
Total ILMK 49,96 54,79 59,40 59,26 5,7 122,08
*) Angka sementara
d. Nilai Ekspor
Perkembangan ekspor industri logam, mesin dan kimia sampai dengan
tahun keempat Repelita VI menunjukkan perkembangan yang pesat.
Nilai ekspor ILMK pada tahun keempat Repelita VI ini mencapai US
$. 5,56 milyar atau telah mencapai 80,81% dari target ekspor Repelita
VI yaitu sebesar US$ 6,88 milyar. Seandainya tidak terjadi krisis
moneter yang melanda kawasan dengan pertumbuhan sektor ini
diakhir Repelita VI, ekspor Industri Logam Mesin dan Kimia
diperkirakan akan mampu mencapai angka US $. 8,39 milyar yang
berarti akan melampaui target yang ditetapkan. Tingkat pertumbuhan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
87
ekspor yang paling menonjol pada kelompok ILMK adalah cabang
industri mesin perekayasaan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata
33% pertahun. Peningkatan tersebut disebabkan adanya peningkatan
pertumbuhan pasar luar negeri.
Jenis industri yang menjadi unggulan ekspor pada cabang industri ini
adalah structure, tangki baja bertekanan, boiler, kran air, pompa,
transformator, motor listrik, pemutus arus. Negara tujuan ekspor
adalah antara lain Singapura, Jepang, Malaysia, USA, Taiwan,
Jerman, Hongkong, Korea Selatan dan Australia.
Pada urutan kedua pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi adalah
cabang industri kimia dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 29%
pertahun. Peningkatan ini disebabkan meningkatnya 10 besar komoditi
industri kimia yaitu produk polimer, urea dan pupuk lainnya, kimia
organik lainnya, ban luar kendaraan roda 4, amoniak, produk plastik
untuk industri, nylon, tyre card, sabun mandi, lysial dan sintetis
organik, disteff.
Adanya pasar lain yang semakin terbuka khususnya dikawasan Asia
Pasifik, serta beberapa negara maju yang mulai meninggalkan produk-
produk yang konvensional dan beralih ke produk-produk bernilai
tambah tinggi memberikan peluang bagi produk-produk industri
kimia Indonesia memasuki pasar negara-negara tersebut.
Sementara itu cabang industri kecil logam, mesin dan kimia
pertumbuhannya meningkat rata-rata 15,66% pertahun. Beberapa
komoditi IK-LMK yang ekspornya meningkat cukup tinggi adalah
perhiasan dari logam mulia, kerajianan perak, keramik hias dan batu
permata.
Cabang-cabang industri lainnya seperti industri logam, alat angkut dan
IBGNL peningkatannya relatif kecil yaitu masing-masing sebesar
10%; 7% dan 2%. Secara rinci data perkembangan ekspor ILMK pada
Repelita VI adalah sebagai berikut :
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
88
Tabel Perkembangan Nilai Ekspor
Industri Logam, Mesin dan Kimia
Tahun 1994/1995 1997/1998
CABANG
INDUSTRI
(US$. Juta)
PERTUM
RATA-
RATA
NOSA
1994/1995 1996/1997 1997/1998*) 1998/1999
1. 883,65 1.413,8 1.854,3 29
2. Bahan Galian Non 205,8 227,1 2 295
Logam 891,8 1.183,6 1.151,7 1.803,5
4. 325,44 487,97 760,22 33
5. Alat Angkut 623,92 742,63 7 908,79
Kecil-LMK 926,53 668,04 978,98 672,03
Total ILMK 4.387,9 5.131,6 13,33 8.392,43
e. Penyerapan Tenaga Kerja
kelompok ILMK meningkat sebesar 10,7% pertahun. Dengan asumsi
pertumbuhan ini dapat dipertahankan dan sejalan dengan
kerja yang diserap akan mencapai kira-kira 628.000 orang yang berarti
hampir mencapai target yang telah ditetapkan. Peningkatan
yaitu IK-LMK, IBGNL dan Industri kimia, masing-masing sebesar
25%, 12,7%, 12,6% pertahun. Sedangkan pada industri kimia dan IMP
tenaga kerjanya sampai dengan tahun ke empat Repelita VI adalah
dibawah nol yaitu (1,1)%.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
89
Tabel Penyerapan Tenaga Kerja
Industri Logam, Mesin dan Kimia
Tahun 1994/1995 1997/1998
CABANG
INDUSTRI
(Orang)
PERTUM
RATA-
RATA
NOSA
1994/1995 1996/1997 1997/1998*) 1998/1999
1. 177.503 210.71 257.308 12,6
2. Bahan Galian Non 158.54 169.955 12,7 145.537
Logam 46.774 46.948 47.446 52.716
4. 199.840 232.36 275.801 11
5. Alat Angkut 128.80 136.270 6,7 84.365
Kecil-LMK 6.191 10.262 12.119 90.132
Total ILMK 785.96 831.381 10,7 628.289
f. Perkembangan Impor
pertumbuhan ekonomi yang cepat, perkembangan Impor kelompok
ILMK cenderung terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-
menimbulkan kebocoran devisa negara, namun dilihat dari kegiatan
ekonomi, khususnya pada sektor industri, peningkatan impor ini
karena barang-barang yang diimpor ternyata yang nilainya paling
tinggi adalah cabang industri permesinan, yaitu sebagian besar dalam
barang modal lainnya. Dilihat dari segi presentasi pertumbuhan yang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
90
paling tinggi peningkatannya adalah industri kecil yaitu berupa
perhiasan emas. Hal ini disebabkan daya saing produk perhiasan emas
belum kuat. Sedangkan cabang-cabang industri lainnya
peningkatannya relatif sama antara 11 - 5% pertahun, kecuali industri
alat angkut hanya 5% pertahun.
Tabel Perkembangan Nilai Impor
Industri Logam, Mesin dan Kimia
No. CABANG
T A H U N
(US$. Juta)
BUHAN
RATA-
PROG
NOSA
1995/96 1996/97 (%) 1998/99
K i m i a 4.550,1 5.658,4 5.610,6 8.189,8
2. 338,12 456,78 400,33 7,7
3. Logam 4.307,4 3.967,4 10,3 5.702,4
Mesin dan 7.008,1 9.435,7 9.590,9 12.695,6
5. 4.306,9 5.072,8 4.946,7 5
6. Kecil-LMK 189,0 296,78 19 68,85
19.523,3 24.426,3 24.702,33 8,7
*) Angka sementara
g.
(RBPI)
Selama Repelita VI penguasaan teknologi dan RBPI pada kelompok
yang berarti dalam menghasilkan berbagai jenis komoditi ataupun
produk guna memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk
Penguasaan teknologi dan RBPI pada industri logam, mesin dan kimia
telah berkembang pada semua cabang industri, dimana secara singkat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
91
1) Industri Kimia, Industri Bahan Galian Non Logam dan Industri
Logam
Pengembangan teknologi pada industri proses, seperti industri
kimia, industri bahan galian non logam dan industri logam dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Penguasaan operasi pabrik;
b) Penguasaan rancang bangun dan perekayasaan pembangunan
pabrik;
c) Penguasaan manufacturing mesin dan peralatan pabrik;
d) Penguasaan teknologi proses;
e) Penguasaan litbang dasar.
Yang umumnya sudah dikuasai oleh penguasaan teknologi pada
tingkat pengoperasian pabrik, penguasaan rancang bangun dan
perekayasaan dan penguasaan manufacturing sebagian mesin dan
peralatan pabrik. Penguasaan teknologi yang lebih tinggi yaitu
teknologi proses dan litbang dasar, masih harus terus dipacu
dimasa yang akan datang, untuk meningkatkan kemandirian
industri.
Industri kimia merupakan industri yang terus berkembang dengan
teknologi yang semakin canggih. Hal ini mengakibatkan
penguasaan teknologi terutama pada industri kimia hulu dan
intermediate masih harus bergantung dengan lisensi dari negara-
negara yang sudah maju. Tidak demikian halnya dengan industri
hilirnya, karena banyak yang teknologinya sudah mulai dapat
ditangani sendiri oleh tenaga ahli dari dalam negeri. Sebagai
buktinya bengkel-bengkel pada BUMN industri pupuk sudah
mampu membuat peralatan pabriknya sendiri.
Dalam penguasaan rancang bangun dan perekayasaan
pembangunan pabrik semen, pekerjaan yang telah mampu
dilaksanakan oleh pihak Indonesia meliputi: pelaksanan
engineering dan pengawasan seluruh kegiatan konstruksi,
pelaksanaan konstruksi sipil, mesin, listrik, instrumen dan utilitas
termasuk pengadaan sebagian mesin/peralatan pabrik, sedangkan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
pembuatan mesin/peralatan utama masih dilakukan oleh pihak
asing.
dikuasai antara lain:
a)
dari baja canai yang dikenal sebagai teknologi Thin Slab Mill
Compact Strip Plant (CSP) yang saat ini dikembangkan
economic size
1.0 juta ton/tahun dan akan dibangun masing-masing oleh
Steel (1.0 juta/tahun) dan PT.
Krakatau - Posc
b) Pembuatan menggunakan teknologi Mini Blast
Furnace, dengan memanfaatkan bahan baku (pellet-
hancur), cocas dari batu bara lokal (grade
dengan kapasitas sekitar 200 ribu ton/tahun;
c) teknologi "Cage System" dari
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas;
d)
bulan September 1996 telah dimulai pembangunan pabrik
peleburan tembaga dengan teknologi dari
(Continuous Smelting
Gresik, Jawa Timur. Teknologi tersebut merupakan
pengembangan baru yang lebih akrab lingkungan. Diharapkan
200.000 ton/tahun.
2) stri Permesinan
Teknologi yang mulai dikuasai pada industri permesinan antara
a) Pembuatan KWh-meter dengan tutup transparan yang
dari Mitsubishi Electric Corp
b) Bidang jasa perbai
yang dapat merupakan kerjasama dengan EPS. Inc, Amerika
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
93
untuk pengerjaan perbaikan pompa-pompa submersible pada
industri pengeboran minyak;
c) Perluasan pabrik-pabrik yang tadinya hanya bergerak dari
industri komponen dan parts industri audio menjadi industri
pembuatan komponen dan parts KWh-meter. Jenis KWh-
meter yang diproduksi adalah tipe elektromechanical dengan
mendapat lisensi dari Zhejiang Cina;
d) Memproduksi roda gigi untuk industri pompa hidrolis dan
transimisi, yang menggunakan teknologi dari Inggris. Dengan
demikian produknya nanti selain dapat dimanfaatkan didalam
negeri juga dapat memasuki pasar Eropa dan Amerika;
e) Pembuatan mesin tekstil, mesin perkakas, tangki-tangki
bertekanan dengan memanfaatkan teknologi pengelasan
titanium. Produk perusahaan ini sebagian besar masih
dimanfaatkan untuk pengembangan industrinya, seperti
industri tekstil, industri bahan baku untuk tekstil. PT.
Texmaco Engineering pada saat ini sedang melakukan.
Pengembangan industrinya didaerah Subang, yaitu antara lain
industri komponen termasuk komponen otomotif, industri
forging dan casting.
Peningkatan penguasaan teknologi pada industri alat angkut antara
lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
a) Telah dirancang dan diproduksi kendaraan bermotor roda 4
jenis minivan aerodinamis dengan posisi kemudi, tempat
duduk dan jarak pedal lebih landai (posisi mengemudi sedan),
menggunakan roll window dan sliding door. Disain mobil ini
merupakan hasil kerjasama antara prinsipal (Daihatsu Corp.
Ltd-Jepang) dengan PT. Astra Daihatsu Motor yang telah
memanfaatkan komponen lokal, dengan nama dagang
Daihatsu Zebra Espass;
b) Rancang bangun baru bus besar dengan konstruksi monokok
oleh PT. Panca Karya dengan lisensi dari Neoplan Bus
German dan bus sedang oleh PT. Mekar Armada. Keduanya
dengan memanfaatkan multi sourcing komponen;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
94
c) Telah diproduksi forklift yang 100% disainnya lokal dengan
merek nasional yaitu Patria dan telah dibuat pula traktor
powered forwarder dengan menggunakan komponen lokal
50% dengan merek nasional ANOA;
d) Pembuatan gerbong kereta api sudah dikuasai oleh tenaga ahli
dari dalam negeri dengan design 100 % lokal dan telah dirintis
pembuatan denganmenggunakan air break. Sementara itu
pembuatan lokomotif juga telah dirintis dengan mengubah
sistem tenaga Diesel ke sistim tenaga listrik. Hasilnya telah di
ekspor ke negara anggota ASEAN;
e) Pada industri galangan kapal, sedang dikembangkan
pembuatan anjungan kapal kerja dengan bodyseluruhnya dari
bahan Aluminium Alloy di galangan PT. Teluk Bajau di
Samarinda Kalimantan Timur dan di PT. PAL Indonesia
Surabaya.
3) Industri Kecil Logam Mesin dan Kimia
Pada industri kecil LMK secara spesifik disesuaikan dengan
kemampuan dan skala usahanya terdapat 5 kelompok tingkatan
teknologi, yang telah dikuasai, yaitu:
a) Kelompok Pertama, adalah produk-produk yang dihasilkan
oleh industri umumnya berupa alat-alat pertanian,
pertukangan, perkakas tangan sederhana dan alat-alat rumah
tangga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat;
b) Kelompok Kedua, ialah industri yang sudah mampu membuat
produk yang mempunyai nilai teknis, seperti mesin pembuat
mie/bakso, kapal kayu, mesin penghalus kulit dan sebagainya;
c) Kelompok Ketiga, ialah industri pembuat komponen, baik
komponen untuk kendaraan bermotor, mesin dan peralatan
pabrik maupun pembuat komponen lainnya yangempunyai
nilai enjineering dengan persyaratan kualitas/presisi tertentu.
Termasuk kedalam kelompok ini adalah, kelompok kelompok
Industri Kecil Modern yang dapat menghasilkan komponen/part
dengan presisi tinggi. Saat ini sedang dirintis pembuatan Pusat
Pelayanan Terpadu Industri Kecil (PPT-IK), dimana pusat ini
berfungsi sebagai Training Center, pengembangan produk,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
95
pelayanan akses pasar dan unit percontohan industri kecil
moderen.
d) Kelompok Keempat, adalah industri pembuat barang-barang
perhiasan, pembuat perhiasan emas dan perak yang mempunyai
nilai strategis karena telah mampu melakukan terobosan ekspor;
e) Kelompok yang terakhir, ialah sektor industri jasa, baik servis
dan reparasi untuk kendaraan bermotor, lektronik dan alat
listrik, bengkel reparasi untuk alat dan mesin pertanian maupun
bengkel pemeliharaan lainnya.
Pada semua kelompok penguasaan teknologi, baik dalam bidang
pengecoran, tempa, las, pengerjaan pres, dan permesinan terjadi
peningkatan yang secara terus menerus. Hal ini disebabkan baik
oleh karena diselenggarakannya diklat maupun magang di
berbagai perusahaan yang telah maju ataupun bantuan--bantuan
lansung ke industri. Dalam bidang pengerjaan kerajinan emas dan
perak telah dilakukan pengkajian bahwa penerapan teknologi
investment casting pada beberapa pengrajin di Jawa Timur,
Yogyakarta dan Bali. Hasil kegiatan menyimpulkan bahwa
teknologi ini adalah merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan industri-industri tersebut.
Teknologi proses pengecoran di beberapa industri kecil di
beberapa perusahaan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat
telah cukup berkembang disain digunakannya teknologi dapur
kupola dan dapur induksi.
h. Pengembangan Industri yang Berwawasan Lingkungan
Menyadari dampak yang akan terjadi terhadap lingkungan akibat
perkembangan industri, maka pembangunan industri berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan telah diupayakan. Sebagai upaya dini
dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran akibat
kegiatan industri terhadap lingkungan hidup, sekitar pertengahan
Repelita VI dimulai program Pengembangan Industri Akrab
Lingkungan yang melibatkan seluruh Kanwil Perindag di daerah.
96
Maksud dan Tujuan dari program ini pertama-tama adalah un
mengetahui kepatuhan perusahaan industri di kelompok Industri
Logam Mesin dan Kimia dalam melak-sanakan peraturan mengenai
pertimbangan di-dalam menyempurnakan peraturan yang telah ada.
Dengan dilaksanakannya program ini diharapkan secara bertahap
Pada dasarnya semua jenis industri berpotensi menghasilkan
pencemaran, namun didalam pelaksanaannya yang lebih diutamakan
berdampak penting. Untuk Cabang Industri dilingkungan Industri
Logam Mesin dan Kimia industri-industri yang berdampak penting


Cabang Industri Jenis Industri
) Bahan Galian Non Logam
) Kimia
) Logam
) Alat Angkut
Semen
) Pupuk
) Petrokimia
) Pengecoran/rerolling
) Pelapisan Logam
) Peleburan Timah Hitam
) Peleburan Baja
Galangan Kapal (khusus dari baja)

Pelaksanaan Program Pemantauan Pengelolaan Industri Akrab
Lingkungan yang dilaksanakan selama Repelita VI menghasilkan
temuan-temuan penting sebagai berikut:
1) Kesadaran perusahaan untuk mengolah lingkungan cukup baik
(64%);
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
97
2) Penguasaan teknologi proses dan pengetahun tentang ISO 14000
perlu ditingkatkan dan dimasyarakatkan;
3) Pada umumnya perusahaan yang dipantau sudah memiliki
instalasi Pengolah Air Limbah, namun belum semua berfungsi
dengan baik.
Kondisi saat ini Instalasi Pengolah Air Limbah dapat dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu :
1) Ada dan berfungsi dengan baik;
2) Ada namun tidak dioperasikan;
3) Ada namun tidak memenuhi syarat/standar.
Untuk waktu yang akan datang harus terus diupayakan usaha-usaha
yang lebih intensif untuk lebih menyebarkan industri-industri yang
termasuk pada katagori 2 dan 3 di atas.
i. Iklim Usaha
Perkembangan industri nasional yang pesat tidak terlepas dari peranan
pemerintah dalam menciptakan iklim yang kondusif terhadap
perkembangan usaha dan kemampuan dunia usaha dalam
memanfaatkan peluang yang ada. Penciptaan iklim usaha dilakukan
melalui 3 (tiga) bentuk pengaturan, yaitu kebijaksanaan di bidang
moneter, fiskal dan administratif. Peranan Departemen Perindustrian
dan Perdagangan dalam hal ini Ditjen ILMK dalam pengaturan iklim
usaha lebih banyak pada pengaturan-pengaturan yang berbentuk
kebijaksanaan administratif.
Dalam upaya lebih merangsang investasi serta meningkatkan daya
saing produk industri nasional, pemerintah telah melaksanakan langkah-
langkah deregulasi dan debirokratisasi secara kontinyu, yang telah dilaksanakan
sejak tahun 1985. Untuk menetapkan langkah-langkah yang
dilaksanakan, pemerintah mengguna-kan kaidah-kaidah yang secara
terus menerus akan dievaluasi dan disesuaikan dengan perkembangan
kondisi yang sedang dan akan terjadi.
Proses deregulasi dan debirokratisasi, antara lain dilaksana-kan
melalui kebijakan-kebijakan:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
98
1) Penyederhanakan prosedur perizinan;
2) Penyederhanaan sistem tarif dan penurunan tarif bea masuk;
3) Mempermudah masuknya investasi asing persyaratan minimum
investasi asing;
4) Pelonggaran persyaratan divestment;
5) Pengurangan batasan impor;
6) Mempercepat keluar masuk barang dipelabuhan dan lain-lain.
Beberapa produk deregulasi yang dikeluarkan selama Repelita VI
yang telah memberikan iklim yang kondusif terhadap perkembangan
kelompok Industri Logam Mesin dan Kimia diantaranya yaitu:
1) Dalam Rangka Meningkatkan Investasi
a) Penyerderhanaan persyaratan investasi (PP No. 20 Tahun 1994)
berkaitan dengan pembebasan persyaratan kepe-milikan saham
asing;
b) Perluasandaftar investasi (Kep Pres No. 31/1995);
c) Penyederhanaan prosedur perizinan di industri (Peraturan
Pemerintah No. 13/1995);
d) Penyederhanaan prosedur dan insentif untuk program
restrukturisasi industri (Inpres No. 2/1995);
e) Penanaman modal dalam bidang industri kendaraan dibuka
tanpa syarat (Keppres 51/95), dimana sebelumnya dibuka
dengan syarat pencapaian tingkat kandungan lokal yang sama
untuk kendaraan yang sejenis yang telah dibuat didalam
negeri (Keppres No. 31/1994);
f) Peninjauan kembali Pajak Ekspor (PE)
Semula untuk ekspor skrap aluminium dikenakan pajak ekspor
sebesar 30% akan tetapi dengan Surat Keputusan Menteri
Keuangan No.46/KMK.01/1996 khusus untuk skrap
aluminium jenis alloy 3004, 5082 dan 5218 dibebaskan dari
PE sehingga tarif akhir PE adalah 0%;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
99
g) Bantuan permodalan dengan penggunaan modal ventura,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Swasta terhadap
Industri Kecil Logam Mesin dan Kimia.
2) Dalam Rangka Meningkatkan Efisiensi
a) Menciptakan iklim yang mampu mempercepat aliran produk
dan jasa;
b) Pembebasan bea masuk impor barang modal proyek investasi
dan pengurangan tarif bea masuk untuk bahan baku yang
belum dibuat dalam negeri;
c) Pengembalian pajak impor bahan baku untuk produk ekspor;
d) Impor kendaraan bermotor CBU diperbolehkan dengan
melalui IU atau IT/AT SK MPP No.133 Tahun 1996;
e) Impor sepeda motor CBU dengan isi silinder sampai dengan
250CC dikenakan PPn-BM = 20%.
f) Memberikan fasilitas PPn-BM = 0% kepada industri
kendaraan bermotor yang memiliki KL > 60%(PP No. 36
Tahun 1996);
g) Perluasan fasilitas Bapeksta
Semula restitusi BM dan BMT hanya berlaku untuk
perusahaan yang mengadakan ekspor langsung, akan tetapi
dengan paket Januari 1996, restitusi berlaku pula atas
penyerahan barang oleh perusahaan ke KB/EPTE yang diatur
dengan Keputusan Menkeu No. 45/KMK.01/1996.
3) Dalam Rangka Meningkatkan Ekspor
Memberikan status EPTE kepada industri yang berorientasi
ekspor, dengan kemudahan seperti :
a) Inspeksi pengapalan tidak ada;
b) Bebas fiskal untuk pajak impor, dan pajak penghasilan bagi
impor bahan baku, komponen dan barang modal;
c) Pemasaran di dalam negeri hanya dikenakan maksimum 30%
dari bea masuk impor produk final. Penjualan di dalam negeri
dibatasi hanya maksimum 25% dari produk ekspor ditambah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
100
jumlah produk yang dijual kepada sesama industri di
EPTE/Kawasan berikat;
d) Bebas pajak melalui Bapeksta bagi industri berorientasi
ekspor.
4) Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri
a) Pengurangan basis tarif MFN dari sejumlah 96% nomor HS
(termasuk bea masuk tambahan) yang mempunyai tarif lebih
dari 5%.
(1) Pengurangan tarif yang berkisar 10% - 35% dengan
tahapan 5% pertahun;
(2) pengurangan tarif lebih dari 40% dengan tahapan 10%
pertahun;
(3) Penetapan jadwal reduksi Tarif MFN untuk 96% nomor
HS untuk tarif lebih dari 5% dalam kurun waktu 1995
2003;
(4) Pengurangan tarif 20% atau kurang menjadi maksimum
5% pada tahun 2000;
(5) Pengurangan tarif lebih dari 20% menjadi maksimum 20%
pada tahun 1998 dan menjadi maksimum 10% pada tahun
2003;
(6) Penghapusan 153 tarif tambahan (BMT) MFN (87% dari
total komitment UR);
(7) Penghapusan 61 hambatan non tarif MFN (62% dari total
komitment UR).
b) Kebijaksanaan Penguatan Struktur Industri
(1) Penyempurnaan Surat Keputusan Menteri keuangan
Nomor: 5/KMK.01/1996 untuk periode mulai 1 Januari
1997 sampai dengan 31 Desember 1997 tentang
pengurangan daftar komponen dalam positif list;
(2) Tarif Bea Masuk pesawat terbang dan komponennya (pos tarif
HS 88) adalah 0 % sedangkan tata niaga impornya tidak diatur.
Untuk membantu perkembangan industri perawatan pesawat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
101
terbang, Pemerintah telah mem-berikan fasilitas pembebasan
Bea Masuk 0% bagi impor bahan baku, suku cadang,
komponen dan peralatan untuk perbaikan pesawat terbang
melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan;
(3) Pemberian fasilitas atas mesin, peralatan, perangkat lunak
dan bahan baku yang belum diproduksi di dalam negeri
yang dilakukan oleh dan untuk keperluan antara lain
PT. IPTN (Keppres No. 4 Tahun 1996);
(4) Fasilitas impor bahan baku dan komponen untuk kapal
dengan bea masuk 0% sejak tahun 1986 yang
diperpanjang setiap tahun dan terakhir dengan SK Menteri
Keuangan No. 234/KMK.01/1995 tanggal 30 Mei 1995;
(5) SK Menteri Keuangan No: 334/KMK.01/1996 tanggal 13
Mei 1996, menetapkan pembebasan bea masuk atas impor
bahan baku, mesin-mesin, alat-alat perlengkapan, serta
suku cadang kapal dalam rangka pembuatan, perbaikan
dan pemeliharaan kapal. Lampiran dari SK ini membuat
287 jenis bahan baku, komponen dan peralatan kapal yang
dapat pembebasan tarip bea masuk, karena barang-barang
tersebut belum diproduksi di dalam negeri;
(6) Keppres No. 4 Tahun 1996, yang pelaksanaannya
dituangkan dalam SK Menteri Keuangan No:
326/KMK.04/1996 tanggal 7 Mei 1996 menjabar-kan
lingkup pemberian fasilitas PPN ditanggung oleh
Pemerintah atas impor kapal, penyerahan kapal,
penyerahan jasa persewaan kapal, penyerahan jasa
keagenan kapal, jasa perawatan/reparasi kapal dan
penyerahan jasa pelabuhan;
(7) SK Menteri Pertanian No: 508/KPTS/PL.810/7/96 tentang
pengadaan kapal perikanan dan peng-hapusan sistim sewa
kapal perikanan berbendera asing tertanggal 4 Juli 1996.
(8) Memberikan fasilitas restrukturisasi kepada indus-tri
kendaraan bermotor SK Menkeu No. 218 jo 644/95;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
102
(9) Pemantapan pemasyarakatan Keppres 16 tahun 1994
tentang pelaksanaan APBN dimana dibentuk Tim PPDN
dalam rangka pemutahiran data tentang besarnya
kandungan lokal produk-produk industri logam mesin dan
kimia diantaranya industri kecil alat-alat pertanian dan
keperluan alat-alat kesehatan seperti mesin pemeriksaan
KB serta mebel untuk rumah sakit dan lain-lain.
c) Penyederhanaan Nomor Tarif Asean, dimana Industri Logam
Mesin dan Kimia telah menyetujui beberapa Kode HS untuk
dihapus dalam penyederhaan tersebut;
d) Untuk mengantisipasi perkembangan internasional atau
globalisasi terutama arus barang semakin bebas yang dapat
menimbulkan dampak negatif, pemerintah telah mengeluarkan
berbagai kebijaksanaan dibidang kepabeanan dan anti
dumping.
Sejak diterbitkannya SK Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 136/MPP/Kep/6/1996 tentang Komite Anti
Dumping Indonesia dan No.172/MPP/Kep/7/1996 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Tim Operasional Anti Dumping telah ada
beberapa industri logam yang memasukan surat permohonan
untuk dilakukan penyelidikan untuk produk logam yang
dinilai diimpor dengan harga yang tidak wajar (Billet, HRC,
Wire Rod, Fe Si dan aluminium foil).
j. Standardisasi
Dengan terbitnya PP. No.15 Tahun 1991 maka sejak tahun 1991,
Standar Industri yang disusun dengan koordinasi Departemen
Perindustrian tidak lagi menggunakan istilah SII melainkan (Standar
Nasional Indonesia). Setelah digabungnya dua Departemen
Perindustrian dan Perdagangan maka seluruh aturan yang telah ada
khususnya tentang pengendalian standar baik ex Departemen
Perindustrian dan ex departemen Perdagangan dicabut dan diganti
dengan aturan pengganti yang lain melalui Surat Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.108/MPP/Kep/5/1996. SK tersebut
merupakan payung didalam pengendalian standar secara menyeluruh
baik tentang standardisasi, sertifikasi, akredasi dan pengawasan untuk
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
103
produk. Perkembangan penggunaan standar di kelompok ILMK
adalah sebagaimana tersaji pada Tabel berikut:
Tabel Perkembangan Penggunaan Standar
Pada Kelompok Industri Logam Mesin dan Kimia
Penggunaan Standar Jumlah
1. Jumlah Standard yang ada
2. Jumlah yang diterapkan
a. Wajib
b. Sukarela
6 jenis standard (SNI, ISO9000,
9001, 9002, 9003 dan 14000)
40 SNI
sekitar 2000 SNI
Dibidang sertifikasi, perusahaan industri yang telah menerapakan ISO
9000 dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan sehingga daya
saing produk dapat meningkat. Sampai dengan Desember 1997
terdapat 121 perusahaan dilingkungan Ditjen ILMK yang telah
memperoleh sertifikasi ISO 9000 dari LSSM yang ada. Adapun
rekapitulsi industri yang sudah memperoleh sertifikasi ISO 9000
sampai saat ini dapat dilihat pada Tabel halaman berikut:
Tabel Rekapitulasi Jenis Sertifikat Dan Status Perusahaan
Yang Memperoleh Sertifikat ISO 9000
Cabang Jenis Sertifikat Status Perusahaan
9001 9002 9003 PMA PMDN BUMN
INKIM
IBGNL
IL
IMP
IAA
IK-LMK
2
1
5
6
6
-
39
15
34
13
10
-
-
-
-
-
-
-
12
1
-
1
1
-
18
9
38
13
10
-
7
6
1
5
5
-
Jumlah 20 111 - 15 88 23
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
104
k. Persebaran Industri
Sampai dengan tahun 1997, jumlah perusahaan dalam kelompok
Industri Logam, Mesin dan Kimia secara kumulatif tercatat 357.788
perusahaan/unit usaha, yang terdiri dari:
1) Industri besar dan menengah 3.260 perusahaan;
2) Industri kecil 354.528 unit usaha.
Dilihat dari cabang industrinya, perusahaan-perusahaan ILMK terbagi
kedalam 6 cabang industri, yaitu :
a) Industri logam 35 perusahaan;
b) Industri permesinan 1.009 perusahaan;
c) Industri kimia 663 perusahaan;
d) Industri BGNL 485 perusahaan;
e) Industri alat angkut 744 perusahaan;
f) Industri kecil-LMK 354.528 perusahaan.
Industri tersebut tersebar di 27 propinsi. Bila dilihat secara keseluruhan yang
paling banyak adalah Jawa Timur 104.691 perusahaan (29,26%); Jawa
Tengah 96.979 perusahaan (27,10%); Jawa Barat 44.719 perusahaan
(12,25%) dan Bali 17.440 (4,8%). Sedangkan jumlah industri besar dan
menengah yang paling banyak adalah DKI Jakarta 936 perusahaan
(28,71%); Jawa Barat 912 perusahaan (27,96%); Jawa Timur 460
perusahaan (14,11%); Jawa Tengah 169 perusahaan (5,18%) dan Sulawesi
Selatan 141 Perusahaan (4,33%).
Khusus industri kecil, yang paling banyak adalah Jawa Timur 104.231 unit
usaha (29,40%); Jawa Tengah 96.810 unit usaha (27,31%); Jawa Barat
43,807 unit usaha (12,36%) dan Bali 17.427 unit usaha (4,91%). Sementara
itu perusahaan ILMK yang masih relatif sedikit jumlahnya yaitu di Irian
Jaya, Timor-Timur, Kalimantan Barat dan Maluku. Bila jumlah per-usahaan
dapat dijadikan indikator perkembangan, maka ILMK yang pesat
perkembangannya di DKI-Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur sedangkan yang masih tertinggal adalah Irian Jaya, Timor-Timur,
Kalimantan Barat dan Maluku.
Secara rinci, persebaran industri kelompok ILMK dapat dilihat pada
Tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
105
Tabel Persebaran Industri Menurut Kelompok
Industri Logam Mesin dan Kimia
Per Propinsi
No. Cabang Industri L MPP BGNL AA IK-
LMK ILMK
1 2 5 4 16 2716
2 25 62 10 33 8504 8660
Sumatera Barat 1 3 8 17 4477
4 Riau 41 14 34 97 2177
5 - 0 3 5 2280 2290
Sumetera Selata 4 121 19 65 8686
7 Bengkulu 0 4 4 1545
8 Lampung 3 7 4 28 3802
9 92 301 97 260 3071 4007
Jawa Barat 132 257 81 912 43807
11 Jawa Tengah 3 18 16 169 96979
12
Yogyakarta
0 2 5 10 12770
13 Jawa Timur 4 93 85 460 104691
14 0 4 3 6 17427 17440
Nusa Tenggara Barat 0 0 3 6 7850
16 Nusa Tenggara 0 0 2 1 3385 3388
Timor Timur 1 0 2 4 618
18 Kalimantan Barat 0 7 6 21 1058
19 0 0 4 2 2040 2047
Kalimantan Selatan 0 10 15 34 4745
21 Kalimantan Timur 10 12 50 78 2025
22 1 2 15 8 5254 5284
Sulawesi Tengah 0 1 2 4 1380
24 Sulawesi Selatan 8 1 88 141 9202
25 0 2 8 5 3000 3015
Maluku 0 2 0 8 1513
27 Irian Jaya 0 0 11 16 552
J u m l a h 1009 663 744 3260 357788
Keterangan
L :
MPP :
K :
BGN : Logam
AA Alat Angkut
B +M Besar dan Menengah
IK LMK Industri Kecil Logam Mesin dan Kimia
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
106
Kinerja kelompok ILMK mengalami kemajuan yang pesat pada awal
Repelita VI, namun dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia
semenjak bulan Juli 1997 telah menyebabkan menurunnya kinerja
kelompok ILMK sehingga mengakibatkan pertumbuhan indikator ILMK
tidak seperti yang diharapkan.
a. Pertumbuhan Nilai Tambah
Pertumbuhan nilai tambah kelompok ILMK selama tahun 1997
ternyata secara agregatip hanya mencapai 3,55%, yang berarti jauh
dibawah target yang ditetapkan yaitu 15%.
b. Dibidang Investasi
Berdasarkan izin yang dikeluarkan selama tahun 1997 meliputi PMA,
PMDN dan NON PMA/PMDN mencapai nilai Rp. 10,29 trilyun atau
turun sebesar 1,06% dibandingkan investasi selama tahun 1996. Pada
umunya investor masih bersikap menunggu untuk beberapa waktu
sampai terlihat adanya indikasi positip pergerakan ekonomi Indonesia
dimasa mendatang.
c. Dibidang Produksi
Pada tahun 1997 produksi kelompok ILMK masih mampu mencapai
nilai Rp. 59,25 trilyun atau turun sebesar 0,3% jika dibandingkan
dengan tahun 1996. Kestabilan nilai produksi ini disebabkan adanya
pabrik-pabrik baru yang mulai berproduksi pada tahun 1997. Akan
tetapi dengan adanya krisis moneter dipenghujung 1997,
menyebabkan tambahan pendirian pabrik-pabrik baru tersebut tidak
menghasilkan penambahan nilai output secara agregat.
d. Dibidang Ekspor.
Selama tahun 1997 kelompok ILMK ekspor hanya mampu mencapai
US$. 5,56 milyar atau meningkat 8,38%, hanya setengah dari
pertumbuhan tiga tahun sebelumnya. Ini disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain:
1) Marginal manfaat dari penurunan nilai tukar rupiah terhadap dollar
ternyata tidak mampu mengkonpensasi kerugian dari meningkatnya
harga barang impor yang digunakan dalam proses produksi. Hal ini
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
107
terjadi karena kandungan impor dalam produk lebih besar dari
manfaat depresiasi rupiah;
2) Faktor yang bersifat internasional seperti melemahnya nilai tukar
Yuan China disamping berkurangnya kepercayaan masyarakat
internasional terhadap sistem perekonomian Indonesia. Tentu saja
kesulitan dalam pembukaan L/C untuk impor bahan baku dan
barang modal untuk produksi turut memberikan dampak negatif
terhadap kinerja ekspor ILMK;
3) Dilain pihak, nilai impor mengalami kenaikkan yang tidak berarti,
yaitu sebesar 0,09% bila dibandingkan tahun 1996. Hal ini
dikarenakan banyaknya industri yang menunda bahkan
membatalkan impor bahan baku sebagai akibat berfluktuasinya
nilai rupiah terhadap nilai dolar dan kesulitan dalam pengadaan
L/C.
e. Bidang Tenaga Kerja
Dihitung dari izin investasi yang diterbitkan selama tahun 1997,
kelompok ILMK mampu menyerap tenaga kerja kurang lebih 933.669
orang atau meningkat 12,3% dibandingkan dengan tahun 1996.
Sebagaimana kita ketahui bersama krisis moneter yang melanda
negara berakibat lansung pada sektor industri, menyebabkan 422
perusahaan memutuskan hubungan kerja (PHK) kepada 63.226 orang
karyawannya (tenaga kerja), data Mei 1998.
Dari jumlah tersebut di atas tenaga kerja kelompok ILMK yang
diPHK sebanyak 14.810 orang dan dirumah 5.027 orang, untuk lebih
rinci dapat dilihat pada tabel berikut.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
108
Tabel Rekapitulasi PHK Masal Pada ILMK
Sebagai Akibat Krisis Moneter
No. Cabang PHK Dirumah
kan
Jumlah Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
IL
IMP
INKIM
IAA
IBGNL
IK-LMK
4.059
4.412
350
4.262
1.227
-
1.061
842
112
3.012
0
-
5.120
5.254
462
7.274
1.227
29 persh
49 persh
7 persh
26 persh
6 persh
Belum
terpantau
Total
ILMK
14.810 5.027 19.837
Sumber : Depnaker RI. (data bulan Mei 1998).
Permasalahan yang dihadapi ILMK dapat dikategorikan pada
permasalahan umum dan permasalahan khusus.
a. Permasalahan Umum
Beberapa masalah umum yang dihadapi ILMK yang berhubungan
dengan :
1) Bidang Produksi
a) Makin mahalnya bahan baku dan komponen yang masih harus
diimpor dengan terjadinya appresiasi US$ terhadap rupiah;
b) Ketergantungan bahan baku imporyang cukup tinggi dan
kesulitan membuka L/C impor (bahan baku dan komponen);
c) Masih banyaknya pungutan yang resmi maupun tidak resmi
yang meningkatkan biaya produksi;
d) Biaya pelabuhan (di Tanjung Priok) menggunakan kurs dollar
dan masih birokratis;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
109
e) Semakin banyaknya transaksi bahan/barang produksi dalam
negeri dalam mata uang US$;
f) Tarif Bea Masuk belum harmonis, tarif produk-produk tertentu
di industri hulu masih tinggi;
g) Kenaikan tarif dasar listrik per 5 Mei 1998 sangat memberatkan
industri yang menggunakan tenaga listrik diatas 201 KVA
(Kategori 1-3 dan 1-4). Tarif biaya beban per KVA per bulan
untuk kategori tersebut pada Mei 1998 naik dari Rp. 5.060,-
menjadi Rp. 16.000,- (kenaikan 216%) dan pada Nopember
1998 persentase kenaikkan mencapai 316% dibanding tarif
sebelum Mei 1998.
h) Harga listrik kawasan lebih mahal dari pada tarif di luar
kawasan;
i) Harga gas yang tinggi dan pungutan dalam kurs dolar sangat
memberatkan industri-industri pemakainya.
2) Bidang Ekspor
a) Belum adanya fasilitas indirect export untuk industri yang non-
EPTE;
b) Sulitnya mendapatkan kontainer dan ruang kapal;
c) Transportasi dari pabrik ke dan di pelabuhan atau dan
sebaliknya kurang aman;
d) Biaya pelabuhan masih menggunakan kurs dollar;
e) Meningkatnya country risk menyebabkan banyaknya importir
luar negeri menghentikan pesanannya;
f) Ekspor sangat tergantung pada pesanan dari luar negeri karena
industri banyak job order;
g) Adanya tuduhan dumping dari beberapa negara tertentu
terhadap ekspor produk-produk dari Indonesia;
h) PEBT menyebabkan statistik ekspor tidak akurat.
i) Terjadinya kelangkaan produk-produk tertentu di dalam negeri
akibat adanya perembesan produk-produk tersebut ke luar
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
110
negeri (harga dalam negeri dihitung dengan kurs bahan baku
lebih rendah dari pada harga yang berlaku).
j) Pemerosesan restitusi melalui Bapeksta masih me-merlukan
waktu yang lama.
3) Bidang Pemasaran dalam Negeri
a) Melemahnya daya beli di dalam negeri;
b) Tergagunya sistem distribusi;
c) Masih terlalu besarnya margin keuntungan ditingkat distributor;
d) Dikenakannya Pajak Barang Mewah untuk produk yang
sebenarnya bukan barang mewah (misal: air minum dalam
kemasan).
4) Bidang Tenaga Kerja
a) Semakin banyaknya perusahaan yang melakukan pengurangan
jam kerja (shift), dan mengrangi kar-yawannya.
b) Telah banyak perubahan melakukan PHK;
c) Adanya kenaikan UMR lebih memberatkan biaya produksi;
d) Semakin maraknya pembentukan serikat buruh yang cenderung
berakibat kontra produktif terhadap produksi.
5) Bidang Finansial
a) Nilai tukar yang tinggi dan berfluktuasi;
b) Tingginya tingkat suku bunga;
c) Belum berjalannya sistem penjaminan LC impor;
d) Menurunnya nilai pinjaman modal kerja;
e) Transaksi harus tunai;
f) Kredit khusus untuk industri kecil belum terlaksana.
6) Lain-lain
a) Kurang terjaminnya keamanan pada saat transaksi bahan/ barang
pelabuhan-pabrik atau baprik-pelabuhan;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
111
b) Menggejolaknya penjarahan-penjarahan di beberapa tempat.
b. Permasalahan Khusus
Beberapa permasalahan khusus yang dihadapai ILMK adalah sebagai
berikut:
1) Bidang Produksi
a) Utilisasi rata-rata tarif Bea masuk hanya 43%;
b) Produk-produk ILMK belum harmonis, misalnya:
(1) Dalam buku HS Ethylene dibedakan untuk pembuatan
polyethylen dengan BM 25% dan untuk lain-lain dengan
BM 0%;
(2) Proteksi pada industri hulu menimbulkan biaya tinggi pada
industri hilir. Industri PVC dan PS sudah diproteksi
lebihdari 10 tahun;
(3) Demikian juga hal tarif bea masuk pada beberapa produk
logam hulu menurut industri hilirnya;
(4) Adanya pengenaan Bea Masuk Tambahan dalam rangka
Anti Dumping pada produk Tin Plate dan Hot Rolled Sheet
telah menambah beban bagi industri hilir.
(5) Scrap besi baja eks lokal sulit diperoleh karena proses
recycle di dalam negeri yang sangat lambat. Ada indikasi
scrap di dalam negeri diekspor.
2) Bidang Pemasaran (dalam negeri dan ekspor)
a) Terjadi pengumpulan barang-barang yang dipasarkan di dalam
negeri (sabun, pasta gigi, ban dan lain-lain) oleh spekulan
dengan tujuan untuk mengekspor, karena harga di luar negeri
lebih tinggi;
b) Terdapat dua harga pupuk di pasaran, untuk pertanian tanaman
pangan dan perkebunan. Hal ini menimbul spekulasi penjualan
pupuk sektor dan ekspor illegal;
c) Adanya rencana impor ban bekas dari Jerman sebanyak 1 juta
unit disinyalir untuk ekspor limbah dari Jerman;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
112
d) Produk kosmetika masih dikenakan Pajak Barang Mewah
(PPN-BM), meskipun sudah dipakai oleh seluruh lapisan
masyarakat.
e) Kedutaan negara-negara Timur Tengah menarik biaya legalisia
sebesar US$ 100-150 per-dokumen yang cukup memberatkan.
f) Adanya tuduhan dumping di beberapa negara:
(1) Turki untuk komoditi botol dan glas;
(2) Selandia Baru untuk komoditas kaca kebung.
g) Melakukan pendekatan terhadap kedutaan-kedutaan besar
negara-negara tersebut untuk meminta keringanan;
h) Adanya larangan untuk membeli pupuk cair di Jawa Timur;
i) Keppres Nomor 16 belum efektif sebagai sarana untuk
meningkatkan pemakaian produk dalam negeri, khususnya
produk barang modal;
j) Lesunya sektor konstruksi telah berdampak sangat besar bagi industri
bahan bagunan seperti: baja banguanan, kramik dan lain-lain;
12. Perluasan Kesempatan Kerja
Dengan makin berkembangnya industri di dalam negeri, maka tambahan
tenaga kerja yang diserap oleh sektor industripun semakin bertambah.
Pertambahan penyerapan tenaga kerja sampai tahun terakhir Pelita V
(1993/1994) yaitu sebesar 702.440 orang dan pada tahun pertama Repelita
VI (1994/1995) sebesar 979.610 orang, meningkat masing-masing menjadi
1.041.350, 824.939 dan 646.832 orang pada tahun kedua, ketiga dan
keempat Repelita VI. Tambahan penyerapan tenaga kerja tersebut telah
melampaui sasaran rata-rata yang telah ditetapkan dalam Repelita VI
sebesar 648.600 orang pertahun.
Dengan demikian sektor industri dapat dikatakan telah menjadi tulang
punggung perekonomian nasional, dan diharapkan mampu mendukung
perubahan-perubahan dalam struktur ekonomi Indonesia dari struktur
ekonomi yang bertumpu pada sektor pertanian kepada ekonomi industri
yang lebih mengutamakan produktifitas.
Pergeseran struktur ekonomi dari struktur yang didominasi oleh sektor
pertanian kepada struktur yang didominasi oleh sektor non pertanian pada
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
113
umumnya mengakibatkan pergeseran-pergeseran pada struktur tenaga
kerja.
Gambaran tambahan penciptaan lapangan kerja baru, pada tahun terakhir
Pelita V dan 4 tahun Repelita VI, menurut kelompok industri secara rinci
dapat dilihat pada tabel berikut:
Perkembangan Tambahan Penyerapan Tenaga Kerja Industri
Menurut Kelompok Pada Akhir Pelita V dan 4 Tahun Repelita VI
(Orang)
Repelita VI No. Kelompok
Industri
Akhir Pelita
V 1993/94
1994/95 1995/96 1996/97*) 1997/1998**)
1. I H P K 153.639 123.833 98.056 125.431 105.863
2. I A 140.272 298.067 304.225 292.696 265.415
3. I L M K 32.106 260.346 289.561 46.812 102.288
4. I K 376.423 297.364 349.508 360.000 173.266
Total 702.440 979.610 1.041.350 824.939 646.832
Catatan : *) Angka diperbaiki
**) Angka sementara
Dari data tersebut di atas, terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja sektor
industri sejak akhir Pelita V dan 4 tahun Repelita VI mengalami
perkembangan yang berfluktuatif. Fluktuasi perkembangan tersebut sangat
dipengaruhi oleh penurunan ekspor pada kelompok IHPK terutama pada
produk kayu olahan (kayu lapis).
13. Perkembangan Investasi
Investasi sektor industri diarahkan untuk mengolah potensi sumber daya
alam secara optimal, menunjang ekspor, memantapkan pendalaman
struktur industri melalui pembuatan bahan baku/penolong dan barang
modal untuk industri dalam negeri, peningkatan kemampuan penguasaan
teknologi, memperluas pemerataan melalui industri kerajinan/kecil dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
114
menengah, pengembangan Industri kerajinan kecil/menengah sekaligus
mendorong persebaran industri ke daerah-daerah.
Perkembangan investasi sektor industri yang disetujui pemerintah sampai
dengan akhir Pelita V (1993), untuk PMDN dan Non PMA/PMDN sebesar
Rp. 26.313,31 milyar dan PMA sebesar US$ 3.422,80 juta. Perkembangan
investasi tersebut meningkat pesat selama 3 tahun Repelita VI menjadi
masing-masing Rp. 36.036,10 milyar pada tahun 1994, Rp. 46.499,00
milyar tahun 1995, Rp. 69.516,51 milyar pada tahun 1996, serta Rp.
102.351,55 milyar untuk status investasi PMDN dan Non PMA/PMDN.
Sedangkan untuk status investasi asing atau PMA tahun 1994 sebesar US$
18.738,89 juta dan pada tahun 1995 meningkat menjadi US$ 26.892,10
juta, tahun 1996 sebesar US$ 13.241,10 juta serta tahun 1997 sebesar US$
23.017,27 juta.
Gambaran perkembangan selengkapnya invetasi sektor industri dapat
dilihat pada tabel berikut :
Perkembangan Nilai Investasi Sektor Industri
Tahun Terakhir Pelita V, dan 4 Tahun Repelita VI
PMDN, Non PMA/PMDN (Rp. milyar); PMA (US$ J uta)
Repelita VI
No STATUS
Akhir
Pelita V
1993
1994 1995 1996 1997
1 P M D N 24.032,10 31.921,70 43.341,80 59.200,77 79.334,28
2 Non PMA/
PMDN
2.281,21 4.114,40 3.157,20 10.315,74 -
3 P M A 3.422,80 18.738,89 26.892,10 13.241,10 23.017,27
J umlah (PMDN & Non
PMA/ PMDN)
26.313,31 .036,10 46.499.00 69.516,51 102.351,55
(PMA) 3.422,80 18.738,89 26.892,10 13.241,10 23.017,27
Sumber Data : Persetujuan Prinsip BKPM dan Depperindag
(tidak termasuk Pendaftaran Industri Kecil)
Catatan : I nvestasi : Proyek baru dan perluasan
Peningkatan tersebut adalah dikarenakan adanya PP No. 20/1994 yang
memberikan kelonggaran bagi investor asing, seperti terbukanya bidang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
115
prasarana untuk usaha patungan, dan dimungkinkan investasi asing tanpa
pembatasan nilai serta kepemilikan saham 100%.
Adapun jenis industri yang investasinya cukup menonjol dalam kurun terakhir
Pelita V dan 3 tahun Repelita VI adalah: Industri makanan, tekstil, industri dasar
dan industri mesin serta elektronika, kertas industri, kertas tissue, kertas budaya,
kertas pulp, ban kendaraan bermotor, acetylene, kaca lembaran, polystyrene,
gypsum dan lain-lain.
14. Perkembangan Industri Berorientasi Ekspor
Ekspor hasil industri mempunyai peranan yang strategis, utamanya dalam
merubah struktur ekspor Indonesia dari ekspor migas menjadi ekspor non-migas.
Selama kurun waktu PJP-I, khususnya dalam era Pelita V, telah terjadi
pergeseran struktur ekspor yang cukup signifikan, di mana pada awal PJP-I
sumbangan ekspor hasil industri masih sangat terbatas, baik terhadap total
ekspor maupun terhadap total ekspor non-migas.
Pada akhir Pelita V, sumbangan ekspor hasil industri terhadap total ekspor
maupun terhadap total ekspor non-migas, masing-masing sebesar 63,26% dan
73,53%. Kemudian pada tahun pertama Repelita VI (1994) masing-masing
menjadi 64,17% dan 84,65% dan pada tahun kedua Repelita VI (1995) bergerak
menjadi masing-masing 64,57% dan 83,92% serta tahun ketiga Repelita VI
masing-masing meningkat menjadi 64,47% dan 84,32% dan pada tahun ke 4
Repelita VI masing-masing meningkat menjadi 65,20% dan 83,21%.
Gambaran perkembangan peranan ekspor hasil industri terhadap total ekspor
dan ekspor non-migas dapat dilihat pada tabel di halaman berikut ini.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
116
Perkembangan Ekspor Hasil Industri dan Peranannya Terhadapnya
Ekspor Non-migas
dan Total Ekspor Akhir Pelita V dan 4 Tahun Repelita VI
(Milyar US$)
Repelita VI
1993 1995 1996
Total Ekspor 36.82 45.42 49,81
Non-migas 27.08 34.95 38,09
- Industri 23.29 29.33 32,12
- Lainnya 3.78 5.63 5,98
M I G A S 9.75 10.46 11,72
Peranan Ekspor Hsl
Industri (%) Thd:
63.26 64.17 64,47 65,20
86.00 84,65 84,32 83.31
ekspor selama Repelita VI yaitu sebesar rata-rata 17,8% per tahun atau
sebesar US $ 54,8 milyar pada akhir Repelita VI, maka berarti realisasi
diharapkan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara
lain:
Daya saing produk-produk industri masih belum tangguh untuk
bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara lain;
Berkurangnya bahan baku untuk industri kayu lapis yang berkualitas;
Adanya tuduhan dumping
jenis komoditi ekspor Indonesia;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
117
d. Munculnya pesaing baru terhadap komoditi sejenis di negara tujuan
ekspor, dan
e. Adanya proteksi yang bersifat non-tarif dengan alasan ecolabelling
dan HAM.
Kendatipun realisasi ekspor hasil industri masih di bawah sasaran, namun
secara absolute keseluruhan ekspor hasil industri dalam 2 tahun Repelita
VI mengalami peningkatan, bahkan patut dianggap sebagai prestasi yang dapat
dibanggakan, karena dalam situasi perekonomian global yang bergejolak dan
berfluktuasi, eskpor hasil industri masih tetap meningkat. Keadaan ini
disebabkan karena ada beberapa komoditas industri yang mempunyai
prospek dan berkemampuan dalam menerobos pasar global, seperti
industri pengolahan emas dan perak, pengolahan kelapa/kelapa sawit, pulp
dan kertas, pengolahan karet, elektronika, industri pengolahan kulit dan
barang dari kulit seperti sepatu, tas dan lain-lain.
Pada tahun-tahun terakhir Pelita V, tampak bahwa selain tekstil dan
industri pengolah kayu masih banyak lagi produk yang nilai ekspornya
tinggi, yaitu industri besi baja, mesin dan elektronika, industri kulit dan
barang dari kulit, industri listrik dan elektronika, pengolahan karet,
pangan, pulp dan kertas, kimia, pupuk, pengolahan rotan olahan, alat olah
raga, dan plastik. Kesemua produk-produk industri tersebut merupakan
bagian dariekspor hasil industri yang memiliki prospek untuk bersaing
dipasar global. Di samping itu yang cukup menggembirakan dan juga
membanggakan, pada akhir-akhir ini ekspor hasil industri Indonesia sudah
berkembang dengan kemampuan mengekspor jasa engineering berupa jasa
rancang bangun dan perekayasaan pabrik bahkan mampu mengekspor
peralatan pabrik, dan pabrik secara utuh.
Perkembangan ekspor hasil industri dengan nilai ekspor terbesar secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
118
Ekspor Komoditi Industri Dengan Nilai Terbesar
Periode Januari-Desember 1993, 1994, 1995, 1996 dan 1997
PERUBAHAN NILAI EKSPOR (RIBU US$) PERUBAHAN
(%)
NO. URAIAN
1993 1994 1995 1996 1997 96/95 97/96
%
thd total
ekspor hasil
ind. 1997
1 T E K S T I L 6,053,218 5,642,147 6,045,039 6,416,734 7,309,876 6.15 13.92 20.98
2 PENGOLAHAN KAYU 5,844,500 5,632,516 5,502,303 5,739,563 6,180,169 4.31 7.68 17.74
3 ELEKTRONIKA 1,245,954 1,986,176 2,521,012 3,323,136 3,321,826 31.82 (0.04) 9.53
4 PENGOLAHAN KELAPA/KELAPA
SAWIT
897,641 1,455,862 1,498,582 1,685,655 2,368,099 12.48 40.49 6.80
5 PENGOLAHAN KARET 1,063,175 1,391,537 2,190,756 2,226,569 1,929,221 1.63 (13.35) 5.54
6 KULIT, BARANG KULIT DAN
SEPATU/ALAS KAKI
1,909,229 2,154,126 2,338,027 2,446,073 1,822,825 4.62 (25.48) 5.23
7 BESI BAJA, MESIN DAN OTOMOTIF 1,280,340 1,376,583 1,806,304 1,978,425 1,807,011 9.53 (8.66) 5.19
8 PULP DAN KERTAS 538,918 735,974 1,452,038 1,387,352 1,427,780 (4.45) 2.91 4.10
9 KIMIA DASAR 278,314 370,143 660,354 785,552 1,008,705 18.96 28.41 2.90
10 PENG. EMAS DAN PERAK, LOGAM
MULIA, PERHIASAN DLL.
423,797 872,626 379,851 615,310 927,831 61.99 50.79 2.66
11 MAKANAN DAN MINUMAN 678,053 742,207 752,546 915,413 748,906 21.64 (18.19) 2.15
12 PENGOLAHAN TEMBAGA, TIMAH
DLL.
292,878 422,843 648,142 609,750 550,892 (5.92) (9.65) 1.58
13 ALAT-ALAT LISTRIK 276,666 333,940 398,309 508,449 538,377 27.65 5.89 1.55
14 PENGOLAHAN ALUMINIUM 269,607 324,181 475,541 422,757 402,036 (11.10) (4.90) 1.15
15 P U P U K 185,772 228,280 337,006 362,412 392,646 7.54 8.34 1.13
16 KAMERA DAN ALAT-ALAT OPTIK 197,946 170,557 200,574 239,808 327,135 19.56 36.42 0.94
17 PENGOLAHAN ROTAN OLAHAN 338,829 355,339 376,995 353,241 286,160 (6.30) (18.99) 0.82
18 P L A S T I K 199,568 217,689 289,187 391,532 261,420 35.39 (33.23) 0.75
19 KERAMIK, MARMER DAN KACA 247,507 260,166 315,076 369,442 253,646 17.25 (31.34) 0.73
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
119
Lanjutan
20 ALAT OLAH RAGA, MUSIK,
PENDIDIKAN DAN MAINAN
261,492 236,151 306,020 389,301 251,436 27.21 (35.41) 0.72
21 R O K O K 120,098 80,152 137,331 144,358 154,879 5.12 7.29 0.44
22 MAKANAN TERNAK 168,913 186,390 148,020 217,778 148,200 47.13 (31.95) 0.43
23 PENGOLAHAN TETES 128,894 141,685 145,797 126,236 128,834 (13.42) 2.06 0.37
24 BARANG-2 KIMIA LAINNYA 83,811 84,219 102,121 123,054 84,570 20.50 (31.27) 0.24
25 BARANG-BARANG KERAJINAN
LAINNYA
56,676 57,403 68,480 81,436 58,225 18.92 (28.50) 0.17
26 MINYAK ATSIRI 34,813 41,629 37,218 34,411 49,984 (7.54) 45.26 0.14
27 SEMEN DAN PRODUK DARI SEMEN 82,964 57,087 36,101 42,535 48,136 17.82 13.17 0.14
28 F A R M A S I 28,882 37,036 43,646 53,626 46,123 22.86 (13.99) 0.13
29 KOSMETIKA 29,333 36,146 43,191 44,027 39,219 1.94 (10.92) 0.11
30 PENGOLAHAN HASIL HUTAN
IKUTAN
10,854 12,450 8,385 16,677 25,745 98.90 54.37 0.07
31 KOMODITI LAINNYA 64,193 58,997 64,245 66,364 1,943,071 3.30 2,827.8
9
5.58
TOTAL EKSPOR 23,292,837 25,702,237 29,328,196 32,116,973 34,842,986 9.51 8.49 100.00
Sumber : BPS, Pusdata Depperindag, Diolah.
Peningkatan ekspor hasil industri pada tahun 1994, adalah sebesar 10,34%
dibandingkan dengan tahun 1993. Sedangkan pada tahun 1995, 1996 dan
1997 terjadi peningkatan lagi masing-masing sebesar 14,11%, 9,51% dan
2,65% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
a. Tekstil
Pada tahun 1994 terjadi penurunan nilai ekspor komoditi tekstil
sebesar 6,79% dibandingkan dengan tahun 1993. Kemudian pada
tahun 1995, 1996 dan 1997 nilai ekspor komoditi tekstil mengalami
peningkatan kembali masing-masing sebesar 7,14%, 6,15% dan
13,92% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan nilai
ekspor yang kecil tersebut, tidak terlepas pengaruh semakin ketatnya
persaingan di pasar internasional terutama dengan munculnya pesaing-
pesaing baru yang cukup potensial seperti Cina, Vietnam, India,
Malaysia dan negara-negara Amerika Selatan. Upaya
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
120
mempertahankan kinerja ekspor industri Tekstil dan Produk Tekstil
(TPT) dilakukan melalui pengembangan industri TPT yang sekaligus
merupakan upaya pengembangan baik dalam jangka pendek maupun
jangka menengah dalam menyongsong era perdagangan bebas dan
sejalan dengan ketentuan GATT/WTO.
b. Pengolahan Kayu
Perkembangan nilai ekspor pengolahan kayu tahun 1994, 1995 dan
1996 mengalami penurunan masing-masing sebesar 3,63%, 5,86% dan
1,80% dibandingkan dengan tahun 1993. Penurunan ini disebabkan
semakin ketatnya persaingan pemasaran kayu lapis dengan Malaysia,
sehingga Indonesia sedikit kalah bersaing, terutama dalam hal harga,
serta mengalami kenaikan nilai ekspornya pada tahun 1997 sebesar
7,68%, kemudian pada tahun 1997 nilai ekspor komoditi pengolahan
kayu mengalami peningkatan yaitu sebesar 5,74% dibandingkan tahun
1993 dan 13,92% dibandingkan tahun 1996.
c. Elektronika
Produk elektronika selama tahun 1994 berhasil ditingkatkan nilai
ekspornya sebesar 59,41% dibandingkan dengan tahun 1993.
Peningkatan ini disebabkan oleh makin meningkatnya mutu produk-
produk elektronika Indonesia. Pada tahun 1995 dan 1996 nilai ekspor
produk elektronika meningkat kembali masing-masing sebesar 26,93%
dan 31,82% dibandingkan tahun sebelumnya, sedangkan untuk tahun
1997 ekspor produk elektronika mengalami penurunan sebesar 0,04%
dibandingkan tahun 1996.
d. Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit
Perkembangan nilai ekspor industri kelapa/ kelapa sawit dan hasil
olahannya sejak tahun terakhir Pelita V juga menunjukan peningkatan
yang cukup berarti. Kalau pada akhir Pelita V (1993) ekspor komoditi
tersebut baru mencapai US$ 897,641 ribu, maka pada empat tahun
Repelita VI (1994, 1995, 1996 dan 1997) meningkat masing-masing
sebesar US$ 1,455,862 ribu (62,19%), US$ 1,498,582 ribu (2,93%),
US$ 1,685,655 ribu (12,48%) dan US$ 2,368,099 ribu (40,49%)
dibandingkan dengan tahun se-belumnya.
e. Pengolahan Karet
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
121
Pada tahun 1994 nilai ekspor karet meningkat cukup besar, yaitu
30,89% dibandingkan dengan tahun 1993. Sedangkan tahun 1995 dan
1996 terjadi juga kenaikan masing-masing sebesar 57,43% dan 60,01%
dibandingkan dengan tahun 1994. Terjadinya peningkatan nilai ekspor ini
dipengaruhi oleh meningkatnya harga Crumb Rubber di pasaran
internasional dan mengalami penurunan sebesar 13,35% pada tahun
1997 dibandingkan dengan tahun 1996.
f. Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki
Nilai ekspor komoditi kulit, barang kulit dan sepatu/alas kaki selama
tahun 1994 meningkat sebesar 12,83% dibandingkan dengan tahun
1993. Meskipun menghadapi persaingan yang sehat yang ketat di
pasar internasional selama tahun 1995 dan 1996 komoditi ini masih
dapat ditingkatkan nilai ekspornya masing-masing sebesar 8,54% dan
13,55% dibandingkan tahun 1994. Untuk tahun 1997 nilai ekspor
komoditi ini mengalami penurunan sebesar 25,48% dibandingkan
dengan tahun 1996.
g. Besi baja, Mesin dan Otomotif
Perkembangan ekspor industri besi baja, mesin dan otomotif di
Indonesia selama tahun 1994 meningkat sebesar 7,52% dibandingkan
nilai ekspor selama tahun 1993. Sejak diterbitkan deregulasi tahun
1993 mengalami peningkatan yang menggembirakan nilai ekspornya
pada tahun 1995 dan 1996 masing-masing yaitu sebesar 31,22% dan
43,72% dibandingkan tahun 1994, serta mengalami penurunan sebesar
8,66% pada tahun 1997 jika dibandingkan tahun 1996.
h. Pulp dan Kertas.
Nilai ekspor pulp dan kertas selama tahun 1994 meningkat sebesar
36,57% dibandingkan dengan nilai ekspor pada tahun 1993. Pada
tahun 1995 nilai ekspor pulp dan kertas mengalami peningkatan besar
sebesar 97,29% dibandingkan dengan tahun 1994. Peningkatan nilai
ekspor pulp dan kertas yang cukup tinggi ini tidak terlepas dari
pengaruh daya saing produk Indonesia yang tinggi serta semakin
berhasilnya peningkatan mutu produk yang dicanangkan oleh
pemerintah, dan pada tahun 1996 mengalami penurunan sebesar 4,45%
dibandingkan dengan tahun 1995, sedangkan pada tahun 1997 komoditi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
122
ini mengalami peningkatan sebesar 2,91% dibandingkan dengan tahun
1996.
i. Kimia Dasar
Selama tahun 1994 nilai ekspor kimia dasar mengalami peningkatan
sebesar 32,99% jika dibandingkan dengan tahun 1993. Pada tahun
1995, 1996 dan 1997 nilai ekspor kimia dasar menunjukkan
peningkatan masing-masing sebesar 78,41%, 18,96% dan 28,41%
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
j. Pengolahan Emas dan Perak, Logam Mulia, Perhiasan dan Lain-lain
Pada tahun 1994 nilai ekspor pengolahan emas dan perak, logam
mulia, perhiasan dan lain-lain mengalami peningkatan yang cukup
menonjol yaitu sebesar 105,91% dibandingkan tahun 1993. Sedangkan
pada tahun 1995 dan 1996 nilai ekspor pengolahan emas dan perak,
logam mulia, perhiasan dan lain-lain mengalami penurunan masing-
masing sebesar 56,46% dan 29,49% dibandingkan tahun 1994, dan
pada tahun 1997 nilai ekspor pengolahan emas dan perak, logam mulia,
perhiasan dan lain-lain mengalami peningkatan sebesar 50,79%
dibandingkan tahun 1996.
15. Perkembangan Kawasan Industri
Jumlah perusahaan kawasan industri (industrial estate) telah mengalami
peningkatan dimana pada sampai bulan Maret 1998 tercatat sebanyak 172
perusahaan yang telah mendapat ijin dengan alokasi lahan seluas 52.882
ha.
Adapun perkembangan kawasan industri yang telah diterbitkan ijin lokasi
dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tahun Jumlah Perusahaan
1994 (kumulatif) 60
1995 3
1996 4
1997 5
1998 -
Jumlah 172
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
123
Dalam rangka mempercepat pembangunan kawasan industri, beberapa
kebijakan telah dikeluarkan antara lain:
a. Di Pulau Jawa khususnya disekitar Metropolitan industri baru
diharuskan berlokasi dalam kawasan industri;
b. Pengusaha Kawasan Industri di Jabotabek yang tidak serius tidak
diberikan izin usaha kawasan industri;
c. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Kawasan Industri
dimana pada intinya memberikan kemudahan kepada pengusaha
kawasan industri untuk dapat melimpahkan pengelolaan kawasan industri
kepada suatu perusahaan pengelola;
d. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:
50/MPP/Kep/2/1997 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan Industri yang pada
prinsipnya memberikan kelonggaran kepada pengusaha kawasan
industri dalam menyiapkan pembangunannya sebagai berikut :
1) Merubah masa berlakunya persetujuan prinsip kawasan industri
dari 3 tahun menjadi 4 tahun;
2) Merubah perpanjangan persetujuan prinsip kawasan industri dari
maksimum 2 tahun menjadi maksimum 4 tahun.
e. Di samping itu, dalam upaya untuk memperluas persebaran industri
dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti:
1) Mengarahkan industri yang padat sumber daya alam untuk
berlokasi di luar Pulau Jawa;
2) Mengadakan pelatihan tentang pengelolaan zona industri kepada
aparat Kanwil; dan
3) Bekerjasama dengan Dewan Pengem-bangan KTI untuk
mempercepat pem-bangunan industri di KTI.
Dengan adanya upaya-upaya tersebut di atas diharapkan kawasan industri
dapat berkembang lebih cepat dan tercapai pemerataan pembangunan
industri ke seluruh wilayah Indonesia.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
124
16. Pengadaan Penyaluran Bahan Pokok dan Komoditi Strategis
Hal-hal yang dipantau dalam cakupan bidang pengadaan dan penyaluran
tehadap bahan pokok dan komoditi strategis meliputi: stok produksi yang
dipasarkan di dalam negeri, pangaturan, pelayanan, pembinaan, serta hal-
hal yang berpengaruh terhadap perkembangan dan kestabilan harga baik di
pasar domestik maupun internasional.
a. Beras
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat, sehingga
beras digolongankan menjadi komoditi yang sangat dibutuhkan
masyarakat sebagai sumber bahan makanan utama karbonhidrat bagi
masyrakat Indonesia. Sebagai karbonhidrat, beras telah lama
dikonsumsi sebagai bahan makanan pokok dan bahan makanan olahan
lainnya. Menurut neraca bahan makanan BPS kebutuhan beras per
kapita sebesar 136,86 kg/tahun (1994), sedangkan gambaran komposisi
setiap 100 gram beras mengandung 360 kalori dan protein 6,8 gram
serta lemak 0,7 gram.
Sebagai hasil pembangunan disektor pertanian, sejak tahun 1984
Indonesia telah dapat mencapai tingkat swasembada beras bahkan pada
periode tertentu mampu mengekspor. Namun demikian, karena
pengaruh buruk dari iklim pada tahun 1997 untuk mencukupi
kebutuhan di dalam negeri perlu pengadaan beras dari luar negeri
melalui impor.
Realisasi pengadaan beras dalam negeri kumulatif sampai dengan
bulan Desember 1997 berjumlah 1.909.109 ton, sedangkan pengadaan
beras dari luar negeri melalui impor kumulatif sampai dengan bulan
Desember 1997mencapai sebesar 441.850 ton. Dengan demikian
pengadaan beras kumulatif sampai dengan bulan Desember 1997
2.350.959 ton (sehingga jumlah stok kumulatif sampai bulan Desember
1997 berjumlah 4.530.247 ton).
Pasokan beras selama periode 1997 oleh BULOG telah mencapai
3.178.663 ton dengan alokasi masing-masing sub kelompok
penyaluran seperti golongan anggaran sebesar 1.698.440 ton, PN/PNP
sebesar 79.177 ton, kemudian untuk operasi pasar sebesar 1.359.783
ton dan untuk lain-lain sebesar 41.263 ton. Susut simpan dalam
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
125
penyimpanan gudang-gudang DOLOG kumulatif sampai dengan bulan
Desember 1997 mencapai sebesar 3.302 ton. Dengan demikian stok
akhir bulan Desember 1997 di gudang BULOG adalah sebesar
1.410.273 (riel terhitung 1.348.282 ton dengan fakor koreksi 61.991
ton menjadi 1.410.273 ton).
Berdasarkan data BPS periode 1997 periode tahun 1992-1996 untuk
produksi padi baik sawah dan ladang terdapat laju pertumbuhan
produksi sebesar 1,25%/tahun. Sedangkan produksi padi untuk tahun
1997 mencapai sebesar 51.207.404 ton. Adapun konversi untuk gabah
kering giling sejak tahun 1989 adalah 86,59%. Produksi agregat beras
Indonesia tahun 1997 diperkirakan mencapai equivalen 44.340.491 ton
gabah kering giling. Dengan demikian pasokan beras hasil produksi
dalam negeri equivalen 41.340.391 ton gabah kering giling. Kebutuhan
agregat per kapita 136,86 kg/tahun (1994), maka kebutuhan agregat
beras Indonesia 1997 mencapai sebesar 27.571.391 ton.
Berdasarkan prognosa pengadaan beras dari BULOG (dalam bulan
Januari - Maret 1998), stok awal 1.410.273 ton, rencana pengadaan
dalam negeri 16.778 ton dan pengadaan eks impor sebesar 1.128.000
ton. Dengan demikian rencana persediaan sampai dengan bulan Maret
1998 berjumlah 2.555.051 ton. Dari jumlah pengadaan tersebut,
BULOG akan memasok 1.554.031 ton yaitu untuk golongan anggaran
426.000 ton, PN/PNP 24.000 ton, operasi pasar 1.096.531 ton dan lain-
lain sebesar 7.500 ton. Adapun susut simpan dalam penyimpanan
gudang-gudang DOLOG sampai dengan bulan Maret 1998 mencapai
sebesar 1.020 ton. Dengan program pengadaan dan pasokan ini, maka
pada akhir Maret 1998 di gudang BULOG terdapat stok sebesar
1.000.000 ton.
Perkembangan harga rata-rata beras Saigon dan IR-I di DKI Jakarta
sebagai barometer harga di Indonesia dalam bulan Desember 1997
sampai dengan minggu kelima bulan Juli 1998, sedikit mengalami
peningkatan. Namun sejak terjadinya rush pembelian pada tanggal 8
Januari 1998 harga kedua jenis beras tersebut mengalami kenaikan
yang cukup tinggi. Untuk meredam gejolak harga, BULOG telah
melakukan operasi pasar, namun harga beras masih belum kembali ke
tingkat harga sebelum terjadi rush, seperti terlihat dalam tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
126
Tabel Perkembangan Rata-Rata Harga
Beras Saigon dan IR-I di DKI Jakarta
Desember 1997 s/d Juli 1998
(dalam Rp/Kg)
JENIS BERAS PERIODE
Saigon Bandung IR-I
1997
Desember 1.507 1.304
1998
Januari 2.500 2.210
Pebruari 2.402 2.088
Maret 2.165 1.889
April 2.149 1.187
Mei 2.149 1.814
Juni 2.641 2.211
Juli
Minggu 1 2.957 2.464
Minggu 2 2.969 2.433
Minggu 3 2.975 2.441
Minggu 4 2.988 2.465
Minggu 5 2.973 2.459
Sumber : Dit. Bina Pasar DN, Ditjen PDN (Hasil monitoring Pasar
Tradisional DKI Jakarta)
Ketentuan harga beras BULOG dalam pelaksanaan operasi pasar untuk
jenis beras eks impor baru (1998) dan lama (pengadaan dalam negeri
tahun 1997) dapat disajikan pada tabel halaman berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
127
Tabel Penentuan harga Beras BULOG Eks Impor 1998
dan Pengadaan Dalam Negeri 1997 Untuk Pelaksanaan Operasi
Pasar
(dalam Rp/Kg)
No Jenis Beras
HBP OP
Yang
Berlaku
Harga Jual
Penyalur
Grosir ke
Pengecer
Harga Eceran
Maksimal yang
Diharapkan
1. Vietnam 5% 1.250 1.400 1.500
2. Vietnam 10% 1.150 1.300 1.400
3. Vietnam 15% 1.050 1.200 1.300
4. Vietnam 25% 950 1.050 1.150
5. Thailand 15% 1.100 1.250 1.350
6. Thailand 25% 950 1.050 1.150
7. Ada DN 1997 925 1.025 1.125
Sumber : BULOG
Keterangan : 1. HBP-OP adalah harga pokok BULOG dalam
operasi Pasar
2. Ada DN 1997 adalah beras Ex Impor stok
lama 1997
b. Gula Pasir
Gula Pasir merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
Karena saat ini produksi nasional masih belum mencukupi, maka untuk
memenuhi dilakukan impor. Pengadaan gula pasir sebagian besar berasal
dari produksi dalam negeri, dan kekurangannya dipenuhi dari impor.
Jumlah impor gula pasir sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Perkembangan produksi gula pasir dalam negeri, impor dan perkiraan
konsumsi dapat dilihat pada Tabel berikut :
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
128
Tabel Perkembangan Pengadaan dan Perkiraan Konsumsi Gula
Pasir Di Indonesia
Tahun Produksi DN
000 Ton
Impor
000 Ton
Pengadaa
n
000 Ton
Jumlah
Penduduk
000 Org
Perkiraan
Konsumsi/
Kapita
Kg/Tahun
1995 2.077,25 544,30 2.621,55 195.283,2 13,42
1996 2.075,56 1.089,52 3.165,08 198.342,9 15,96
1997 2.189,97 479,50 2.669,47 201.635,4 13,24
998** 1.990.000 * 723,97 2.713,97 204.982,5 13,24
Sumber : Produksi Dalam Negeri dari Dep. Pertanian, Penduduk
dari BPS, Data dioalah
Keterangan : *) Angka Sementara
**) Angka Proyelsi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
129
Perkembangan harga gula pasir di dalam negeri dan luar negeri dapat
dilihat pada Tabel berikut:
Tabel Perkembangan Rata-Rata Harga Eceran
Gula Pasir di DKI Jakarta Tahun 1997-1998
(Rp/Kg)
Periode Gula Pasir SHS I
1997 1.525
1998
Januari 2.170
Pebruari 2.061
Maret 1.996
April 2.300
Mei 2.621
Juni 2.424
Juli
Minggu 1 2.415
Minggu 2 2.422
Minggu 3 2.433
Minggu 4 3.060
Minggu 5 3.600
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
130
Tabel Perkembangan Harga Impor Gula Pasir
CIF Pelabuhan Indonesia
Tahun Kurs USD Rata-rata
harga/Kg
Setara Rp/Kg
1995 2.305 US $ 0,452 1.041,86
1996 2.356 US $ 0,421 991,88
1997 *) US $ 0,390 *)
Sumber : BPS
Catatan : *) Mengingat sejak bulan Juni 1997 terjadi
depresiasi Rupiah yang terus meningkat dan
tidak menentu, maka harga impor gula
dalam Rupiah disesuaikan dengan kurs yang
berlaku saat itu.
c. Tepung Terigu
Tepung terigu sat ini telah menjadi komoditi pangan keempat setelah
beras, jagung dan ubikayu sebagi sumber karbohidrat di Indonesia,
dengan perbandingan dalam persen (%) kalori/kapita untuk beras
(73,7%), jagung (12,6%), ubikayu (8,6%) dan tepung terigu (5,1%).
Perkiraan kapasitas produksi dari masing-masing produsen untuk
tahun 1998 sampai dengan 2001 adalah sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
131
Tabel Perkiraan Kapasitas Produksi Tepung Terigu
Tahun 1998 s/d 2001
Produsen Lokasi
Kapasitas Input :
Ton Gandum/hari
1998 1999 2000 2001
PT. Boga Sari Jakarta 9.500 9.500 9.500 9.500
Surabaya 5.500 5.500 5.500 5.500
PT. Berdikari Uj. Pandang 1.300 1.300 2.800 2.800
Total Boga sari
Group
16.300 16.300 17.800 17.800
Marketshare 87% 87% 80% 80%
PT. Citra Flour Mill Cilacap 1.000 1.000 1.000 1.000
Medan 0 0 2.000 2.000
Total Citra Goup 1.000 1.000 3.000 3.000
Marketshare 5% 5% 13% 13%
PT. Sriboga Semarang 1.500 1.500 1.500 1.500
Marketshare 8% 8% 7% 7%
Jumlah Keseluruhan 18.800 18.800 22.300 22.300
100% 100% 100% 100%
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
132
Pengadaan tepung terigu hampir semuanya berasal dari impor
gandum. Impor tepung terigu dilakukan dalam jumlah yang relatif
kecil untuk tujuan khusus dan umumnya untuk jenis yang tidak
diproduksi di Indonesia. Perkembagan impor gandum, tepung terigu
dan perkiraan total konsumsi adalah sebagai berikut:
Pengadaan dan Perkiraan Konsumsi Tepung Terigu
Pengadaan Jm. Penduduk Perkiraan
konsumsi/kapita Tahun
Ton Ribu Jiwa Kg/Tahun
1997/1998 2.861.470 201.635,4 14,19
1998/1999*) 2.908.702 204.982,5 14,19
Keterangan : *) Angka proyeksi, yaitu perkiraan konsumsi per
kapita tahun 1997 dikalikan perkiraan jumlah
penduduk Tahun 1998
Carry over gandum milik BULOG untuk kedatangan Januari -
Pebruari 1998 sebesar dengan 664.480 ton gandum atau setara
491.715 ton tepung terigu. Ditambah dengan stok tahun 1997, pada
awalnya diperkirakan mencukupi kebutuhan sampai dengan akhir
Maret 1998.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
133
Perkembangan harga rata-rata eceran tepung terigu dalam dan luar negeri
dapat dilihat pada tabel berikut:
1) Dalam Negeri
Tabel Perkembangan Rata-rata Harga Eceran
Tepung Terigu di DKI Jakarta
(Rp/Kg)
Periode Tepung Terigu
(Segitiga Biru)
1995 891
1996 909
1997 985
1998
Januari 1.280
Pebruari 1.260
Maret 1.200
April 1.800
Mei 1.900
Juni 2.000
Juli
Minggu 1 2.700
Minggu 2 2.900
Minggu 3 2.900
Minggu 4 3.400
Minggu 5 3.800
Sumber : 1995-1997 BPS
1998 : Dit. Bina Pasar DN (Monitoring
PasarTradisional DKI Jakarta.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
134
2) Luar Negeri
Harga eceran bulan Nopember 1997 di negara tetangga (Malaysia,
Singapura dan Thailand) dapat dilihat pada tebel berikut:
Tabel Harga Eceran Tepung Terigu di Negara Tetangga
Bulan Nopember 1997
No. Negara Kg/Bag Harga per Bag Rp/Kg
1. Malaysia (pasar diatur 25 Kg RM 24,30 - 29,40 972 - 1.176
2. Singapura (pasar bebas) 25 Kg S $ 17,00 - 17,40 1.516 - 1.552
3. Thailand (pasar bebas) 22,5 Kg Bath 357 - 387 1.348 - 1.462
Harga tepung terigu impor CIF pelabuhan Indonesia sangat
bervariasi dari satu negara ke nagara lainnya, karena perbedaan
jenis dan biaya. Impor tepung terigu yang paling besar dilakukan
dari Jepang, menyusul kemudian Australia dan Amerika Serikat.
d. Minyak Goreng
Produksi minyak kelapa sawit mengalami penigkatan dari tahun ke
tahun bahkan telah Indonesia mampu menjadi eksportir utama
dunia. Hal ini berarti sekaligus menunjukan bahan baku untuk
minyak goreng sudah harus tersedia secara kontinyu untuk
memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri untuk
selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
135
Tabel Perkembangan Luas Areal dan Produksi
Minyak Kelapa Sawit Tahun 1991-1998
(dalam Ton)
Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
1991 1.310.996 2.657.600
1992 1.467.470 3.266.250
1993 1.613.187 3.421.449
1994 1.804.149 4.008.062
1995 1.951.609 4.350.085
1996 2.077.472 4.746.823
1997 2.461.827 5.385.467
1998 *) 2.633.899 5.902.178
Sumber : Ditjen Perkebunan
Keterangan : *) Angka Perkiraan
Tabel Perkembangan Kebutuhan Minyak Goreng
Tahun 1994 1998
(dalam Ton)
Tahun Asal Bahan Baku Jumlah
Eks Sawit Eks Kelapa
1994 1.786.886 446.722 2.233.608
1995 1.919.210 479.802 2.399.012
1996 2.023.718 505.929 2.529.647
1997 2.182.287 545.572 2.727.859
1998 *) 2.347.635 586.909 2.934.544
Sumber : Dit. Bina Pasar DN, Ditjen PDN
Keterangan : *) Angka Perkiraan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
136
Tabel Perkembangan Rata-rata harga Eceran
Minyak Goreng Sawit di DKI Jakarta
(dalam Rp/Kg)
Periode Merek Bimoli Tanpa Merek
1998
Januari 5.500 4.820
Pebruari 6.801 4.669
Maret 6.282 3.446
April 5.940 3.518
Mei 5.585 4.698
Juni 5.530 4.676
Juli
Minggu 1 6.989 7.292
Minggu 2 7.074 6.661
Minggu 3 7.529 6.782
Minggu 4 7.548 6.984
Minggu 5 7.479 6.551
Sumber : Dit Bina Pasar DN
e. G a r a m
Dewasa ini jumlah produksi garam dalam negeri mencapai kurang
lebih 1 juta ton terdiri dari kurang lebih 70% garam rakyat dan 30%
dari produksi PT. Garam, yang tersebar di beberapa propinsi di
Indonesia yaitu propinsi DI. Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan dan Sulawesi tengah.
Kebutuhan garam nasional pada saat ini diperkirakan sebesar
1.400.000 ton terdiri dari:
1) Garam konsumsi beryodium 800.000 ton;
2) Garam industri dengan kadar NaCl (dry basis) untuk industri
kimia dan pengeboran minyak sebesar kurang lebih 600.000
ton, yang hampir seluruhnya masih diimpor.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
137
Dalam rangka pengadaan garam beryodium telah dilaksanakan
beberapa kegiatan antara lain:
1) Penertiban ijin usaha industri bagi produsen garam beryodium,
dengan perpedoman kepada SK. Menteri Perindustrian No.
77/M/SK/5/1995 tentang persyaratan teknis pengolahan,
pengemasan dan pelabelan garam beryodium. Pada saat ini
beberapa produsen garam beryodium telah melaksanakan
penyesuaian mesin/peralatan sesuai ketentuan yang berlaku dan
telah mendapatkan surat penunjukan dari Direktorat Jenderal
Industri Logam Mesin dan Kimia sebagai produsen garam
beryodium yang telah memenuhi syarat serta telah mendapatkan
sertifkat SNI;
2) Pengawasan Pengadaan Garam Beryodium;
3) Pendirian Industri Garam Beryodium baik baru maupun
perluasan, antara lain:
(a) Rencana pembangunan pabrik garam beryodium melalui
anak perusahaan PT Garam (PT. Garina) yang berlokasi di
4 (empat) lokasi sentra garam rakyat yaitu di Cirebon Jawa
Barat, Sampang Madura, Rembang Jawa Tenggah,
Jeneponto Sulawasi Selatan dengan total kapasitas 230.000
ton per tahun. Saat ini ada 2 lokasi dalam masa kontruksi
yaitu lokasi di Cirebon Jawa Barat dengan kapasitas
50.000 ton per tahun dan di Sampang Madura dengan
kapasitas 100.000 ton per tahun, yang diharapkan selesai
dan mulai operasi pada awal 1997.
(b) PT. Batavindo dengan status PMA akan mendirikan
pengolahan garam industri dengan kapasitas 90.000 ton
per tahun dan garam beryodium dengan kapasitas 60.000
ton per tahun, dengan lokasi di Cirebon Jawa Barat yang
menghasillkan garam industri.
PT. Panggung Guna Ganda Semesta dengan status PMDN
dengan lokasi di Kupang NTT dengan kapasitas 600.000 ton per
tahun diharapkan selesai tahun 1998.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
138
Tabel Perkembangan Stok Garam Dalam Negeri Tahun 1997
(dalam Ton)
Dikuasai Oleh PT. Garam
Garam Industri Garam
No. Bulan
Ex. DN Ex.
mpor
Konsumsi
Ex. Stok
Nasional
Dikuasai
Oleh
Swasta
Persediaan
Awal
Perkiraan
Kebutuha
n
Persediaan
Akhir
1 2 3 4 5 6 7 8
(3+4+5+6=7)
9 10 (8-9)
1 Januari 59,202 15,631 288,206 105,492 780,000 1,248,531 87,850 1,160,681
2 Pebruari 56,812 30,827 268,174 98,613 725,955 1,180,381 87,850 1,092,531
3. Maret 56,095 23,608 243,268 88,198 687,394 1,098,563 87,850 1,010,713
4. April 51,794 33,198 209,439 78,400 657,703 1,030,534 87,850 942,684
5. Mei 50,627 24,291 177,674 63,860 626,233 942,685 87,850 854,835
6. Juni 45,871 16,597 140,958 45,783 605,626 854,835 87,850 766,985
7. Juli 44,441 7,467 98,759 33,735 582,582 766,985 87,850 679,135
8. Agustus Tad Tad Tad Tad Tad Tad Tad Tad
9. Sept 44,441 29,556 99,737 20,801 870,815 1,065,350 87,850 977,500
10. Okt Tad Tad Tad Tad Tad Tad Tad Tad
11. Nop 44,441 28,124 228,025 - 1,134,910 1,435,910 87,850 1,347,650
12 Des 44,441 35,206 285,386 - 998,617 1,363,650 87,850 1,275,800
Jumlah 498,165 244,506 2.039,626 534,882 7,669,835 10,987,014 878,500 10,108,514
Sumber : Dit Bina Pasar DN (Lap. Bulanan PT. Garam)
Ket : Bulan Agustus dan Oktober tidak ada data
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
139
Tabel Perkembangan Harga Garam Tahun 1993 1997
(dalam Rp/Kg)
No. Propinsi 1993 1994 1995 1996 1997*)
1 D.I Aceh 350. 400 400 450 500
2 Sumut 250 400 400 400 350
3 Sumbar 225 400 400 450 350
4 Riau 225 400 400 450 400
5 Jambi 200 400 400 400 350
6 Sumsel 300 400 400 400 350
7 Bengkulu 300 400 400 450 400
8 Lampung 225 400 400 350 400
9 DKI Jakarta 300 400 300 300 400
10 Jabar 250 400 400 350 500
11 Jateng 250 400 400 350 400
12 D.I Yogyakarta 300 400 400 350 350
13 Jatim 200 400 500 400 400
14 Kalbar 500 600 500 500 350
15 Kalsel 350 500 500 500 400
16 Kalteng 300 500 500 500 500
17 Kaltim 350 500 500 400 500
18 Sulsel 400 500 500 400 500
19 Sultra 250 600 400 450 400
20 Sulteng 400 500 500 400 400
21 Sulut 250 400 400 450 400
22 Bali 450 500 500 400 350
23 NTB 300 500 300 500 400
24 NTT 500 500 500 500 500
25 Maluku 300 500 600 550 450
26 Irian Jaya 500 800 600 500 800
27 Timor Timur 400 600 400 400 400
Sumber : Laporan Kanwil Depperindag.
f. Pupuk
Produksi Pupuk Urea dalam 4 (empat) tahun terakhir Repelita VI
terus menunjukanpeningkatan setiap tahunnya rata-rata sekitar
15%. Hal ini dimungkinkan karena bertambahnya pabrik urea
dengan kapasitas produksi yang makin besar. Hal yang sama juga
terjadi pada jenis pupuk TSP dan ZA, karena kapasaitas
produksinya meningkat dengan bertambahnya jumlah pabrik yang
didirikan, dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
140
Tabel Perkembangan Produksi Pupuk Tahun 1993-1997
(dalamTon)
Pupuk
Periode UREA
TSP ZA
Jumlah
1993 5.132.724 1.140.279 526.071 6.799.074
1994 5.289.110 1.176.809 611.619 7.077.538
1995 5.878.621 1.200.000 650.000 7.728.621
1996 6.189.080 - - 6.189.080
1997
-
- - -
Sumber : Asosisasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI)
Dalam rangka menjaga kelangkaan pupuk, pemerintah mengambil
kebijaksanaan bahwa rencana kebutuhan pupuk selalu lebih besar
dari perkiraan realisasi pengadaan atau volume konsumsi real setiap
tahun, tetapi agar stock juga tidak terlalu besar yang mengakibatkan
tambahan biaya, maka selalu diadakan penyesuaian rencana
kebutuhan yang dapat mendekati realisasi.
Melalui keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
38/MP/Kep/3/1996 tanggal 6 Maret 1996 telah ditetapkan bahwa
PT Pusri bertanggungjawab atas pengadaan dan peyaluran pupuk
Urea, SP-36 dan ZA mulai dari lini I sampai dengan lini IV serta
diberi wewenang untuk menunjuk KUD penyalur dan KUD
pengecer, pengecer yang ditunjuk oleh KUD penyalur harus dengan
persetujuan PT Pusri, halini dimaksudkan agar lebih menjamin
kelancaran dalam penyaluran pupuk dan pengawasan.
Selanjutnya telah ditetapkan stock pupuk minimal di lini III yang
lebih besar dari sebelumnya dan pengawasan yang lebih
intensifdengan demikian diharapkan tidak terjadi gejolak harga
pupuk yang melebihi atau diatas harga eceran tertinggi yang
ditetapkan oleh Menkeu untuk pupuk bersubsidi dan oleh produsen
setelah berkonsultasi dengan suatu tim yang dikoordinir oleh
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
141
Menko Wasbang untuk jenis pupuk SP-36/TSP dan ZA. Besarnya
rencana realisasi penyaluran terhadap rencana kebutuhan pupuk
sejak tahun 1988/1989 sampai dengan 1994/1995 terlihat pada tabel
berikut:
Tabel Kebutuhan dan Realisasi Penyaluran Pupuk
Tahun 1994 - 1997
(dalamTon)
TAHUN RENCANA
KEBUTUHA
REALISASI
PENYALUR
PROSENTASE
(%)
1994 6.119.870 5.027.552 52,2
1995 5.409.790 4.809.320 89,0
1996 5.936.128 5.406.334 91,1
1997 6.606.729 4.518.993 68,4
Sumber : Dit. Bina Pasr D.N (Lap. PT. Pusri diolah)
g. S e m e n
Pembangunan atau perluasan pabrik yang dilakukan oleh invesor
dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang telah mampu
meningkatkan produksi. Pada tahun 1997 kapasitas produksi sudah
tercatat 27,5 juta ton, per tahun dan perkembangan realisasi
produksi sebagai berikut:
Tabel Realisasi Produksi dan Pengadaan Semen
Tahun 1991 1997
(dalam Ton)
Tahun Produksi
1991 16.153.451
1992 17.279.843
1993 18.933.500
1994 21.907.331
1995 23.149.128
1996 24.645.650
1997 27.505.276
1998 *) 10.279.405
Sumber : Hasil Rapat Monitoring (diolah)
Keterangan : *) s/d Juli 1998
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
142
Sedangkan pengadaan Semen (stok awal + suplai pabrik + impor),
realisasi konsumsi dan stok akhir untuk tahun 1991 sampai dengan
1998 (Januari-Juli) adalah sebagai berikut:
Tabel Perkembangan Pengadaan, Realisasi, Konsumsi dan
Stok Semen
Tahun 1991 1997
(dalam Ton)
Tahun Pengadaan Realisasi
Konsumsi
Stok Akhir
1991 19.146.023 15.416.621 304.192
1992 19.746.891 15.842.922 262.734
1993 20.975.346 17.853.374 217.841
1994 25.176.995 21.590.410 281.909
1995 29.815.442 24.176.948 452.202
1996 31.026.919 25.396.296 452.202
1997 33.325.793 27.337.111 496.330
1998 *) 11.225.575 8.938.443 352.184
Sumber : Hasil Rapat Monitoring (diolah)
Keterangan : *) sampai dengan Juli 1998
17. Surat Izin Usaha Perdagangan
Dalam rangka meningkatkan kelancaran pemberian perizinan dibidang
perdagangan dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No: 408/MPP/Kep/10/1997 tanggal 31 Oktober 1997 telah ditetapkan
ketentuan dan tata cara pemberian Tanda Usaha Daftar Perdagangan
(TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang antara lain
mengatur:
a. Perizinan di bidang perdagangan meliputi Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP);
b. Melimpahkan kewenangan pemberian perizinan tersebut diatas dari
Menteri Perindustrian dan Perdagangan kepada Kepala Kantor
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
143
Wilayah dan Kepala Kantor Departemen Perindustrian dan
Perdagangan di daerah:
1) Kepala Kanwil Depperindag mempunyai kewenangan untuk
menerbitkan SIUP semua jenis perdagangan dengan nilai investasi
perusahaan keseluruhan diatas Rp. 200.000.000,- tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha;
2) Kepala Kantor Depperindag mempunyai kewenangan untuk
menerbitkan TDUP untuk semua jenis perdagangan kecil dengan
nilai investasi perusahaan keseluruhan sampai dengan Rp.
200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Berdasarkan contoh-contoh keberadaan dan pemanfaatan TDUP/SIUP
dalam praktek kegiatan perdagangan nasional, dapat diamati peran
penting dari TDUP/SIUP adalah jembatan komunikasi diantara instasi
pemerintah ataupun jembatan diantara pengusaha nasional dengan
pemerintah. Jumlah perusahaan perdagangan di seluruh Indonesia
yang telah memiliki TDUP/SIUP hingga bulan Juni 1998 (angka
komulatif) sebanyak 1.324.144 perusahaan. Dan untuk lebih jelasnya
dapat dilihat perkembangan penerbitan TDUP/SIUP pada tabel
halaman berikut:
Tabel Perkembangan Perusahaan Perdagangan
Berdasarkan Penerbitan SIUP/TDUP
Tahun 1993 1998
(perusahaan)
TAHUN JUMLAH PERUBAHAN (%)
1993 990.592 -
1994 1.078.187 4,05
1995 1.144.967 6,19
1996 1.220.950 6,63
1997 1.309.429 7,25
1998 *) 1.324.144 -
Sumber : Dit. Bina Usaha DN, Ditjen PDN
Keterangan : *) Sampai dengan Juni 1998
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
144
18. Pembinaan Pedagang Kecil
Langkah-langkah pembinaan yang dilakukan Ditjen Perdagangan Dalam
Negeri terhadap Pengusaha atau pedangan kecil mencakup:
a. Pembinaan kepada pedagang pengecer kecil, wanita pedagang dan
pengusaha muda;
b. Mengikutsertakan pedagang binaan sebagai peserta dalam pameran
produksi dalam negeri/luar negeri.
Bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan berupa:
a. Penataran/pelatihan;
b. Konsultasi;
c. Penyuluhan;
d. Bantuan Teknis;
e. Bantuan Pemasaran;
f. Penyediaan tempat usaha;
g. Kemitraan usaha;
h. Bantuan modal antara lain: KUK dan 2-5 % keuntungan bersih
BUMN.
Kemudian dalam rangka menunjang peningkatan pengusaha atau
pedagang golongan ekonomi lemah yang telah dibina, Departemen
Perindustrian dan Perdagangan telah menyiapkan tenaga pelatih yang
membimbing pengusaha tersebut dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi melalui konsultasi langsung di Pusat-Pusat
Klinik Bisnis di Daerah. Jumlah pedagang yang telah dibina oleh
Departemen Perindustrian dan Perdagangan melalui kegiatan diatas
perkembangannya adalah sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
145
a. Sampai dengan Pelita V = 143.511 pedagang
b. Tahun Anggaran 1994/95 = 6.785 pedagang
c. Tahun Anggaran 1995/96 = 5.105 pedagang
d. Tahun Anggaran 1996/97 = 7.275 pedagang
e. Tahun Anggaran 1997/98 = 9.265 pedagang
19. Pembinaan Asosiasi Usaha Perdagangan
Pembinaan terhadap Asosiasi usaha perdagangan terutama memberikan
arahan dan konsultasi terhadap Asosiasi apabila yang menyangkut
masalah organisasi kembar kepengurusan serta mendorong asosiasi untuk
berperan dalam membina anggota serta usaha perdagangan kecil yang
berkaitan erat dengan bidang usahanya.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No.
75/KP/I/83 tanggal 25 Januari 1983 tentang Wajib Daftar bagi Organisasi
Usaha Niaga/Asosiasi di Indonesia telah terdaftar pada Ditjen
Perdagangan Dalam Negeri sampai dengan tahun 1997 sebanyak 98
dengan 297 Cabang/Kantor Daerah.
20. Otonomi Daerah di Bidang Usaha Perdagangan
Dalam rangka pelaksanaan otonomisasi daerah, Departemen Perindustrian
dan Perdagangan telah menyusun Pedoman Pembinaan Teknis
Pelaksanaan Urusan Perindustrian dan Perdagangan yang diserahkan
kepada Tingkat II Percontohan. Hal ini dimaksudkan untuk menjabarkan
dan menetapkan pedoman pembinaan pelaksanaan urusan perindustrian
dan perdagangan kepada DATI II Percontohan agar urusan dimaksud
dapat terlaksana secara efektif dan edisien. Khusus yang menyangkut
urusan perdagangan direncanakan meliputi:
a. Mengadakan Penyuluhan, penataran, konsultasi/temu usaha, dan
magang;
b. Melakukan bantuan secara teknis termaksud arahan penyusunan
pengajuan kredit, penyusunan analisa, pengembangan usaha,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
146
perencanaan kegiatan usaha, promosi dan pemasaran dan pengadaan
kegiatan informasi pasar;
c. Penyediaan tempat usaha;
d. Pengadaan dan penyaluran mata dagangan;
e. Perlindungan konsumen dan tertib usaha.
21. Waralaba
Dalam pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat dan kompleks berbagai
bentuk kerjasama bisnis juga ikut masuk melengkapi aneka ragam/macam
transaksi yang sudah berkembang selama ini. Kerjasama bisnis yang
terjadi selama ini sangat bervariasi tergantung bidang bisnis yang digeluti
dan buat kita kesemuanya bentuk kerjasama bisnis tersebut merupakan
tantangan bagi kita. Kita harus siap menghadapi secara bisnis tetapi juga
secara hukum (peraturan), nasional, maupun internasional dalam
pertumbuhan ekonomi dewasa ini.
Sejalan dengan berkembangnya arus globalisasi dimana pengalihan
pengetahuan dan informasi telah berlangsung dengan begitu cepatnya,
maka kerjasama bisnis melalui sistem waralaba telah berlangsung di
berbagai kota di Indonesia. Sistem waralaba merupakan bentuk kerjasama
yang saling menguntungkan antara franchisor (pemberi waralaba) dan
franchise (penerima waralaba) dalam pemberian hak penggunaan lisensi
merk, teknologi dan hak atas kekayaan intelektual seperti inovasi, disain
logo dan proses produksi.
Aspek yang penting dalam waralaba:
a. Kerjasama jangka panjang yang terikat dalam perjanjian;
b. Transfer teknologi/pengetahuan;
c. Pemberian hak untuk menggunakan merk dan paket usaha;
d. Dukungan yang berkesinambungan, misalnya perolehan bahan baku,
dan peralatan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
147
Manfaat:
a. Terwujudnya kerjasama saling menguntungkan;
b. Terwujudnya kesempatan berusaha;
c. Menciptakan lapangan kerja;
d. Menyerap tenaga kerja.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut diatas, Pemerintah telah
mengeluarkan ketentuan usaha waralaba dengan maksud dan tujuan
sebagai berikut:
a. Meningkatkan pengembangan industri dan perdagangan;
b. Terciptanya kepastian berusaha dalam tertib usaha dibidang
pewaralabaan khususnya bagi penerima waralaba;
c. Mendorong dan mewujudkan alih teknologi dan keteram-pilanbagi
peneriam waralaba;
d. Membatasi masuknya unsur asing melalui pewaralabaan.
Ketentuan waralaba tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 16
tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 yang antara lain menetapkan:
a. Kewajiban pemberi waralaba meliputi :
1) Hak atas kekayaan intlektual (HAKI) atau penemuan atau ciri khas
usaha yang menjadi objek waralaba;
2) Bantuan atas fasilitas;
3) Hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba.
b. Pemberi dan penerima waralaba harus mengutamakan pengunaan
produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar pendukung
barang dan jasa sesuai perjanjian;
c. Pendaftaran perjanjian waralaba di Depperindag.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
148
Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1997
diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. :
259/MPP/KP/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan Pendafataran Usaha Waralaba. Dikeluarkannya
Keputusan Menperindag tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
peranan dan keikutsertaan masyarakat luas dalam usaha waralaba,
penerima waralaba maupun sebagai pemasok barang dan atau jasa.
Disamping itu usaha waralaba perlu dikembangkan dalam rangka
mendorong pertumbuhan dan pengembangan pemberi waralaba
nasional.
Manfaat yang diperoleh dari sistem ini bagi perekonomian nasional
adalah adanya alih teknologi, memperbesar peluang usaha serta
memperluas kesempatan berusaha. Sistem pemasaran waralaba yang
berasal dari luar negeri pada tahun 1991 berjumlah 6 unit dan tahun
1997 menjadi 151 unit usaha. Sedangkan yang berasal dari dalam
negeri/lokal pada tahun 1991 berjumlah 21 unit usaha dan pada tahun
1997 menjadi 41 unit usaha sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel Perkembangan Perusahaan Waralaba di Indonesia
Tahun 1991 1997
Tahun Lokal % Asing %
1991 21 77,7 6 22,3
1995 23 14,2 119 85,8
1996 26 14,5 141 84,5
1997 41 21,4 151 78,6
22. Perwakilan Perusahaan Dagang Asing
Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing (P3A) di Indonesia dapat
berkegiatan sebagai buying agent (agen pembelian) dan sebagai selling
agent (agent penjualan).
Sebagai agen pembelian, P3A ini sangat berminat bergerak di bidang
produk alas kaki, garment dan tekstil, plywood, furniture, handicraft,
mainan anak-anak, produk-produk dari plastik dan produk-prosuk hasil
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
149
pertaninan, karena dipandang mempunyai daya saing yang kuat di luar
negeri. Produk-produk tersebut dipasarkan di LN melalui jaringan
distribusi Kantor Pusat P3A, sehingga produk-produk tersebut lebih
mudah memasuki pasar karena telah dipersiapkan sejak dini mulai dari
perencanaan produksinya sampai ke pelayanan konsumen.
Sedangkan sebagai selling agent (agen penjualan) perwakilan perusahaan
dagang asing umumnya berkegiatan mempromosikan produk-produk
mesin-mesin kimia, alat-alat telekomunikasi, produk-produk farmasi,
elektronik dan bahan baku plastik.
Perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia berkembang cukup pesat.
Jumlah perusahaan asing di tangan asing tahun 1990 berjumlah 291
perusahaan kemudian pada tahun 1997 meningkat menjadi 1049
perusahaan. Sementara itu perusahaan asing di tangan nasional pada tahun
1990 berjumlah 51 perusahaan kemudian pada tahun 1997 menjadi 272
perusahaan, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel Perkembangan Jumlah Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing
Tahun 1990 1997
( Perusahaan )
Tahun Ditangan Ditangan Jumlah
1990 51 291 342
1991 95 387 482
1992 116 506 622
1993 137 582 719
1994 183 691 874
1995 215 795 1.010
1996 223 797 1.020
1997 272 1049 1.321
Meningkatkan minat untuk memasarkan produk tersebut sejalan dengan
perkembangan industri dalam negeri yang sangat membutuhkan produk
tersebut sebagai alat produksi, sebagai bahan baku, bahan penolong dan
suku cadang.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
150
Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing di Indonesia selama ini telah
melakukan berbagai usaha untuk menunjang kegiatan perdagangan baik
dalam membantu meningkatkan promosi ekspor meupun dalam
memperkenalkan produk-produk ekspor Indonesia di negara perwakilan
bersangkutan atau di negara-negara lain di mana Perwakilan Perusahaan
Perdagangan Asing tersebut mendirikan perwakilannya.
Perkembangan realisasi nilai ekspor Indonesia melalui Perwakilan
Perusahaan Perdagangan Asing terus meningkat. Bila dibandingkan
dengan nilai total ekspor Indonesia beberapa tahun terakhir peranan
Perusahaan Perwakilan Dagang Asing dalam membantu memasarkan
produk ekspor Indonesia cukup besar, terutama dalam presentase terhadap
total ekspor Indonesia. Pada tahun 1992 total ekspor melalui upaya
promosi oleh Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing di Indonesia
tercatat sebasat Million US$ 5,809.51 atau 17,34% dari nilai total ekspor
Indonesia Million US$ 33,966.99, sedangkan untuk tahun 1996 tercatat
sebesar Million US$ 6.223,47. Perkembangan nilai ekspor melalui
Perwakilan Dagang Asing secara rinci sejak tahun 1991 hingga tahun
1997 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Realisasi Nilai Ekspor Indonesia
Melalui Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing
Tahun 1991 - 1997
Tahun Nilai Ekspor (juta dolar) % terhadap
P 3 A Indonesia Ekspor Indonesia
1991 2,325.52 27,142.37 7,97
1992 5,890.51 33,966.99 17,34
1993 6,010.32 36,822.98 16,32
1994 4,569.30 40,053.43 11,40
1995 5,343.29 45,417.98 11,76
1996 6.223.47 49,929.00 12,46
1997 8.242.63 53.443.70 16,42
Sumber : 1) Lap. Tahunan realisasi P3A (diolah)
2) BPS
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
151
23. Kegiatan Tenaga Kerja Asing Sektor Perdagangan
Pembinaan, pengawasan dan penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara
Asing Pendatang (TKWNAP) di sektor perdagangan diatur malalui SK
Menaker No. 682/Men/85 tentang Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan
Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang di Sektor Perdagangan.
Dalam SK. Menaker tersebut dijelaskan bahwaTKWNAP yang dapat
bekerja di Indonesia terbatas untuk jabatan-jabatan tertentu saja dan untuk
jangka waktu terbatas pula, baik yang bekerja pada perusahaan nasional
maupun pada perwakilan perusahaan perdagangan asing. Di lain pihak
pembatasan jabatan dengan jangka waktu terbatas tersebut sebenarnya
dimaksudkan agar dapat lebih mendorong kegiatan perdagangan,
khususnya dalam perdagangan ekspor terutama utnuk komoditi ekspor
yang perlu dikembangkan, serta dalam rangka pengenalan komoditi impor
yang berteknologi tinggi yang memerlikan Tenaga Kerja Asing yang
benar-benar memiliki keahlian khusus dibidang tertentu.
Selain itu pengaturan jabatan yang tertutup dan terbuka sementara bagi
tenaga kerja asing melalui SK Menaker tersebtu dimaksudkan pula untuk
lebih memberikan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia yang
benar-benar memiliki kemampuan untuk jabatan-jabatan yang selama ini
masih dipegang oleh tenaga kerja asing melalui upaya-upaya:
a. Menerapkan ketentuan penggunaan tenaga kerja Indonesia sebagai
terhadap TKWNAP yang bekerja di perusahaan nasional;
b. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di
perusahaan-perusahaan pengguna melalui program pendidikan dan
latihan (Diklat);
c. Monitoring TKWNAP dan alih teknologi.
Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yaitu, SK Menteri Perdagangan No. 78/KP/III/78
kegiatannya terbatas pada kegiatan promosi barang, baik komoditi impor
maupun komoditi ekspor.
Dalam melakukan kegiatan impar maupun ekspor harus dilakukan oleh
mitra usahanya di dalam negeri, yaitu perusahaan nasional. Berarti di
satu sisi akan memberikan dampak positif baik terhadap kesempatan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
152
berusaha bagi perusahaan nasional terutama untuk lebih mengembangkan
pemasaran komditi ekspor Indonesia, dari sisi ini sebagai pelaku impor
terhadap barang yang akan digunakan dalam rangka mendukung
pertumbuhan pembangunan nasional. Selain itu mengingat keberadaan
TKWNAP merupakan satu paket dengan kegiatan uang dilaksanakanoleh
KP3A, maka jumlah TKWNAP pun akan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya kegiatan perkonomian nasional.
Pada dasarnya evaluasi jabatan yang terbuka dan tertutup bagi TKWNAP
sesuai dengan Surat Keputusan Menaker No. KEP. 682/Men/85 saat ini
sedang dilakukan koordinasi dengan pihak Depnaker. Evaluasi jabatan
tersebut dilakukan dengan memberikan analisa kualifikasi persyaratan untuk
jabatan-jabatan yang memeng benar-benar belum dilaksanakan oleh tenaga
kerja Indonesia. Apabila dalam SK Menaker No. 682/Men/85 jabatan
yang diperkenankan hanya menyangkut bidang peomosi (pemasaran
barang) saja, maka akan diusulkan untuk dilakukan penambahan jumlah
jabatan yang menyangkut bidang produksi dan jasa tertentu yang erat
kaitannya dalam menumbuhkembangkan pemasaran barang komoditi
ekspor serta penciptaan lapangan kerja sehingga lebih merangsang
partisipasi nasional khususnya dalam menunjang pemasaran dan
pengembangan produk komoditi-komoditi yang ditangani oleh usaha
kecil.
Pada tahun 1989 TKWNAP yang bekerja di sektor perdagangan tercatat
sejumlah 1.876 orang meningkat menjadi 2.596 orang pada tahun 1990
dan tahun 1995 meningkat menjadi 5.015 orang dan terakhir sampai
dengan 1997 tercatat 5.223 orang.
Naik turunnya jumlah TKWNAP tersebut dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi dan sosial politik negara asal maupun negara penerima
(Indonesia). Data perkembangan TKWNAP di sektor perdagangan adalah
sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
153
Tabel Perkembangan Jumlah TKWNAP Yang Bekerja
di Sektor Perdagangan Tahun 1990-1997
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997
2596 3101 3561 4391 3553 5015 5055 5223
Sumber : Depnaker RI.
24. Pembinaan Penanaman Modal
Dengan telah dibukanya investasi langsung atau yang lebih dikenal
dengan direct foreign invesment, merupakan salah satu upaya untuk dapat
menghasilkan devisa tercepat dan dapat menyerap tenaga kerja Indonesia
yang saat ini memeng sangat diperlukan. Pengaturannya tentang hal
tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 dan
selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1996 Penanaman
Modal Asing dapat berkegiatan di bidang jasa perdagangan ekspor.
Jumlah Persetujuan Presiden dalam rangka PMA untuk bidang usaha jasa
perdagangan meningkat dengan pesat. Sejak bulan Mei 1994 sampai
dengan 30 Mei 1998 tercatat sebanyak 426 investor yang bergerak di
bidang usaha jasa perdagangan terinci sebagai berikut:
a. Jasa perdagangan ekspor : 152 investor
b. Jasa Perdagangan bukan ekspor : 274 investor
Dari segi kepemilikan saham PMA di bidang Jasa Perdagangan yang telah
disetujui pleh Presiden sampai dengan 30 Mei 1998 adalah sebagai
berikut:
a. PMA Patungan : 191 investor
b. PMA Langsung : 235 investor
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
154
Di samping itu untuk perdagangan di luar ekspor terdapat jenis bidang
usaha yang sebenarnya dalam kegiatannya merupakan salah satu kegiatan
surveyor yang tertutup utnuk asing, yaitu kegiatan sertifikasi standar mutu.
Bidang kegiatan surveyor tertutup untuk PMA telah tercantum dalam surat
Menteri Perindustian dan perdagangan No. 125/MPP/1/1996 tanggal 26
Januari 1996 dan merupakan penjelasan Keputusan Presiden No. 31 Tahun
1995 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup bagi PMA. Dalam surat
tersebut dijelaskan bahwa kegiatan seperti; pergudangan, peti kemas, jasa
konsumsi/pameran terbuka bagi PMA, kecuali pergudangan dan peti
kemas di line I dan pelabuhan.
25. Pembinaan Keagenan dan Distributor
Penunjukan perusahaan nasional sebagai agen di Indonesia adalah
merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan prinsipil di luar negeri
untuk memasarkan barang/jasanya di Indonesia.
Pada perkembangan selanjutnya penunjukan perusahaan nasional sebagai
agen diharapkan dapat meningkatkan kegiatan agen menjadi usaha
manufacturing terhadap barang-barang yang selama ini ditangani dengan
jalan melakukan usaha patungan baik dalam bentuk PMA maupun
PMDN. Hal ini dimungkinkan karena pengalaman dari perusahaan
nasional yang secara langsung menangani barang tersebut dari promosi
sampai services/repair.
Dengan adanya usaha manufacuring sepeti tersebut diatas maka
kebutuhan pembangunan di dalam negeri yang selama ini di impor dari
luar negeri dapat dipenuhi secara bertahap dan memungkinkan
peningkatan ekspor komoditi non migas akibat berkembangnya usaha
manufacturing di Indonesia. keuntungan lainnya dari segi tenaga kerja
adalah usaha keagenan memperluas kesempatan usaha dan kerja, serta alih
teknologi bagi perusahaan nasional.
Kegiatan pembinaan yang telah dilakanakan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan konsultasi keagenan/distributor kepada dunia usaha;
b. Pemberian informasi keagenan/distrubutor kepada dunia usaha dan
instasi/ pihak terkait antara lain:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
155
1) Pencetakan dan penyebarluasan buku informasi keagenan atau
distributor sebanyak 720 eksemplar;
2) Pencetakan dan penyebarluasan buku daftar perusahaan nasional
yang ditujukan sebagi agen/distributor.
c. Penyuluhan dan peraturan keagenan/distributor di Pusat dan di
Daerah;
d. Temu karya pembinaan keagenan dan distributor di Pusat.
Jumlah tanda daftar keagenan yang diterbitkan selama 1997 sebanyak 889
perusahaan yang terdiri dari:
a. Agen Barang Produksi Luar Negeri = 773 perusahaan
b. Agen Barang Produksi Dalam Negeri = 101 perusahaan
c. Agen Jasa Perusahaan Luar Negeri = 42 perusahaan
d. Agen Tunggal Pupuk Produksi = 3 perusahaan
Luar Negeri
Departeman Perindustrian dan Perdagangan menyarankan agar
penyelesain perselisihan dapat dilakukan antara Prisipal dan Agen
mengingat perikatan usaha keagenan tersebut merupakan kesepakatan
antar kedua belah pihak. Perikatan dalam bentuk Surat Penunjukan
mempunyai konsekuensi lemahnya bargaing position agent. Untuk
melindungi agen (perusahaan nasional) Departement perindustrian dan
Perdagangan meminta agar Surat Penunjukan ditingkatkan menjadi Surat
Perjanjian yangmemuat antara lain hak dan kewajiban kedua belah pihak,
syarat-syarat pemutusan dan lain-lain yang melindungi agen.
Dasar Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran keagenan Barang atau Jasa
produksi dalam negeri danluar negeri adalah berdasarkan permohonan
perusahaan nasional yang bersangkutan atas dasar Surat Penunjukan dari
rinsipal baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan demikian
pendaftaran Keagenan di Departemen Perindustrian dan Perdagangan
adalah bukan merupakan keharusan/kewajiban karena sampai saat ini
belum ada dasar hukum (peraturan/ketentuan) yang mengatur tentang
pendaftaran keagenan tersebut.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
156
Dilain pihak pendaftaran Keagenan di Departemen Perindustrian dan
Perdagangan diwajibkan dengan adanya Surat Edaran Menko EKUIN No.
06/SE/EKUIN/1988 yang mengharuskan perusahaan nasional yang
melakukan tender pada instasi pemerintah disyaratkan terlebih dahulu
terdaftar di Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Selanjutnya mengingat pendaftaran keagenan tersebut bukan merupakan
kewajiban, maka biasanya bisa saja terjadi perusahaan nasional yang
ditunjukkan sebagai agen di Indonesia tidak terdaftar pada Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Kecuali Pendaftaran Keagenan Tunggal
Pupuk Produksi Luar Negeri diatur secara khusus melalui Surat Keputusan
Menteri perdagangan No. 66/Kp/III/73 Tahun 1973.
Sampai saat ini kegiatan pendaftaran di Departemen Perindustrian dan
Perdagangan berdasarkan atas permohonan perusahaan nasional yang
ditunjuk sebagai agen/distributor oleh prinsipal luar negeri guna
memasarkan hasil produksinya.
Peningkatan pendaftaran agen/distributor diantaranya dikaitkan dengan
kebijaksanaan Pemerintah yang berupa Surat Edaran Menteri EKUIN No.
06/M.EKUIN/1988 tanggal 6 Mei 1988 tentang Tata Cara Pengadaan
Barang dan Jasa dengan cara Penunjukan langsung. Tujuan pendaftaran
keagenaan/ kedistributoran adalah untuk mendukung kebijaksanaan
pemerintah dalam mengadakan barang-barang dan jasa vital, serta jaminan
kelancaran arus barang serta kepastian pengadaanya.
Agen/distributor juga dapat mendukung tersedianya barang-barang modal
yang terdapat menjamin kelancaran kegiatan produksi guna menunjang
kebutuhan dalam negeri dan meningkatkan ekspor. Kegiatan
keagena/kedistributoran juga dapat meningkatkan kesempatan berusaha
dan kesempatan kerja.
Pembinaan Agen/Distributor sampai saat ini masih diarahkan pada
kelembagaannya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap
kelangsungan usahanya. Permasalahan yang masih dihadapi dalam
kegiatan keagenan atau kedistributoran ini antara lain mencakup:
a. Masih lemahnya bargaining position perusahaan yang ditunjuk
sebagai agen/distributor apalagi kalau perikatan mereka dalam bentuk
surat penunjukan bukan dalam bentuk surat perjanjian sesuai Surat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
157
Keputusan Menteri Perdagangan 382/Kp/XII/77 yang menyebabkan
sering terjadinya pemutusan sepihak oleh prinsipal;
b. Masih sering terjadi penunjukan ganda oleh prinsipal terhadap
perusahaan nasional sebagai agen/distributor, misalnya belum
putusnya hubungan keagenan dengan satu perusahaan telah
mengadakan perikatan lagi dengan perusahaan nasional yang lain;
c. Perubahan pengurus suatu perusahaan, diamana perpindahan direktur
keperusahaan baru dengan membawa serta keagenan pada
perusahaan yang lama, sering menimbulkan masalah keagenan;
d. Belum adanya suatu kepastian hukum sebagai dasar pembinaan
keagenan /kedistributoran;
e. Kurang menyebarluasnya informasi keagenan serta ketentuan-
ketentuan yang ada;
f. Masih perlu ditingkatkan pengetahuan para agen/distributor untuk
memperkuat kemampuan dalam usahanya.
26. Kemitraaan Usaha
Mengingat permasalahan yang dihadapi oleh usaha keci dan menegah
meliputi berbagai kelemahan dalam hal permodalan, sumber daya manusia
termaksud keterampilan untuk mengelola sesuatu usaha (manajemen) serta
sarana dan prasarana yang dimiliki, usaha-usaha yang dilakukan meliputi
merencanakan dan menciptakan berbagai bentuk bantuan usaha yang
dibutuhkan dan diberikan bagi usaha kecil dan menengah (UKM).
Agar rencana dan penciptaan bentuk bantuan usaha tersebut memperoleh
manfaat yang dimaksimalkan, perlu juga diberikan berbagai informasi
peluang uasaha yang dapat dilaksanakan melalui kerjasama usaha antar
usaha kecil dan menengah dengan golongan usaha besar. Oleh karena itu
dalam melaksanakan kemitraan usaha mencapai sasaran yang diinginkan.
perlu pelaku-pelaku ekonomi yang memiliki jiwa kewirausahaan yang
mantap dikalangan usaha kecil dan menengah.
Selama ini bantuan usaha yang diberikan kepada usaha kecil dan
menengah antara lain menyediakan tempat usaha secara bertahap terutama
pada sentra-sentra produksi yang dianggap potensial untuk dikembangkan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
158
baik melalui Program Inpres Pasar maupun pendirian pasar-pasar
tradisional. Selain itu juga berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan R.I. No. 316/KMK. 016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang
Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan dana
dari bagian laba BUMN.
Ditjen Dagri sejak tahun 1975 telah melakukan berbagai program
pembinaan golongan ekonomi lemah dengan menyelenggarakan klinik
bisnis yang berfungsi menampung segala permasalahan yang dihadapi
usaha kecil dan menengah serta memberikan pemecahannya antara lain
menciptakan golongan usaha besar sebagai bapak angkat.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, telah pula dilakukan berbagai koodinasi
dengan instasi terkait antara lain Pemda, Perbankan, Koperasi, Persero
Niaga dilingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan
Asosisi Usaha Niaga dalam upaya mendorong tumbuhnya kemitraan
usaha. Tindak lanjutnya diadakan pemantauan dan evaluasi terhadap
keberhasilan atas pelaksanaan pemberian bantuan oleh pemerintah.
Tindak lanjutnya: di dalam pemantauan dan evaluasi terhadap
keberhasilan atas pelaksanaan pembnerian bantuan oleh pemerintah, usaha
pemerintah dengan perataraan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri telah
membentuk kelompok kerja pemasaran/tim koordinasi kemitraan dengan
program-program:
a. Menginventarisir dan mengevaluasi usaha besar dan kecil yang akan
bermitra khususnya dalam aspek pemasaran;
b. Merencanakan program bagi usaha kecil khususnya dalambidang
pemasaran;
c. Mengupayakan pilot proyek bagi pusat niaga (promosi dan
pemasaran) produksi kecil;
d. Merencanakan pembentukan badan usaha yang ditangani secara
profesional;
e. Pemantauan, pengendalian dan evalusi program pokja pemasaran.
Disamping itu telah dilakukan kerjasama dengan APRINDO (Asosiasi
Pengusaha Retail Indonesia) dengan Kanwil Depperindag dalam rangka
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
159
memantau dan inventarisasi pelaksanaan kemitraan usaha di daerah-
daerah antara pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha besar.
Hal konkrit yang akan dilaksanakan adalah kerjasama dimana Aprindo
menyediakan tenga ahli dan tempat untuk membina toko-toko kecil di
beberapa daerah percontohan. Aprindo melalui anggotanya menyediakan
tempat pameran bagi produsen kecil yang akan dibimbing oleh toko-toko
besar anggota Aprindo seperti Hero, Matahari, Golden Trully dan lain
sebagainya, terutama mengenai tes pasar/ kemampuan daya pasar terhadap
produk produsen kecil tersebut.
Untuk memajukan kemitraan antara distributor dan produsen, maka Ditjen
Perdagangan Dalam Negeri yang juga telah melakukan pertemuan berkala
dengan berbagai produsen usaha kecil, mengengah dan pedagang grosir,
retail besar untuk menunjang pemasaran produk dalam negeri. Kegiatan
ini termasuk Diklat Usaha Eceran akan dikembangkan merata keseluruh
daerah.
27. Jasa Penunjang Perdagangan
a. Jasa Surveyor
Jumlah perusahaan surveryor di Indonesia sampai dengan tahun 1997
sebanyak 81 perusahaan yang bergerak dibidang:
1) Survey barang muatan (cargo survey);
2) Survey sarana angkutan (darat, laut, dan udara) berikut
perlengkapannya;
3) Survey keteknikkan dan industri (Technical and Industry);
4) Survey mengenai tanah/lapisan tanah (batu-batuan) dan survey
mengenai air dipermukaan maupun didalam bumi (Geogra-
fical/geological and Hidrographical/Hidrological sur-vey);
5) Survey lingkungan hidup (scological survey);
6) Pengawasan terhadap objek-objek yang dijaminkan dalam
kaitannya dengan suatu objek pembiayaan atau supervisi dari
persediaan barang dan pergudangan (supervition of stock and
warehousing);
7) Pengawasan dan penelitian kuantitas (Quantity surveyor);
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
160
8) Pengujian tanpa merusak objek (Non destructive testing atau NTD).
Dasar hukumnya atau aspek legalitasnya, diatur melalui Surat
Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 476/KP/IX/81
tanggal 7 September 1981 tentang Ketentuan Perijinan Usaha Jasa
Surveyor.
Melalui surat Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
125/MPP/I/1996 tanggal 22 Januari 1996 kepada Menteri Negara
Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM perihal penjelasan Keppres
No. 31 Tahun 1995 telah dikonfirmasikan bahwa mengingat daya
saing perusahaan Indonesia yang masih lemah, maka bidang surveyor
termasuk salah satu yang belum terbuka bagi perusahaan asing.
Untuk mengatasi hal tersebut telah diterbitkan persetujuan BKPM
untuk beberapa perusahaan PMA yang bergerak dibidang jasa
sertifikasi standar mutu, maka diperlukan pembahasan lebih lanjut
dengan Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua BKPM.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan berupaya meningkatkan
profesionalisme bagi Perusahaan Jasa Surveyor dengan
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan (Diklat) serta penyuluhan
pada dunia usaha khususnya Perusahaan Jasa Surveyor.
b. Jasa Penilai
Sesuai dengan SK Menteri Perdagangan No. 161/KP/VI/77 tanggal 7
Juni 1977 tentang Ketentuan Perijinan Usaha Penilai, dimana ijin jasa
penilai hanya diperuntukkan kepada perusahaan nasional yang
berbentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas (PT) dengan dilengkapi
bukti tentang kewarganegaraan Indonesia baik bagi pemilik saham dan
anggota pengurus. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi
kepentingan perusahaan nasional, dimana bidang usaha penilai
tertutup untuk diusahakan oleh pengusaha asing beserta modal asing.
Sedangkan tenaga asing dapat digunakan apabila kekurangan
keterampilan usaha, teknologi dan manajemen. Perusahaan nasional
dapat mempekerjakan tenaga asing hanya sebagai Technical Advisor.
Usaha jasa penilai dewasa ini semakin tumbuh dan berkembang. Pada
tahun 1980-an perusahaan jasa penilai hanya ada 15 perusahaan, saat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
161
ini perusahaan jasa penilai berkembang sampai dengan tahun 1997
menjadi 175 perusahaan.
Adapun lingkup kegiatan usaha jasa penilai pada dasarnya meliputi:
1) Penilaian terhadap nilai ekonomis harta benda berujud, dan tidak
berwujud;
2) Penilaian terhadap proyek, pengawasan proyek;
3) Penilaian terhadap kelayakan teknis;
4) Penilaian rekayasa, manajemen harta benda, bantuan terhadap
proses jual beli/penyewaan atas suatu aktiva (Properti agent);
5) Penilaian kelayakan usulan proyek serta jasa lainnya yang ada
kaitannya dengan kegiatan penilaian dalam arti yang seluas-
luasnya.
Dengan semakin terbukanya perdagangan barang investasi dalam era
globalisasi, maka jasa-jasa di sektor industri dan perdagangan seperti
jasa penilai serta jasa-jasa lainnya, perlu segera ditangani lebih serius
dan harus siap untuk membuka diri serta makin mampu memanfaatkan
peluang yang timbul di negara-negara lain.
Pembinaan terhadap perusahaan jasa penilai yang telah dilakukan
antara lain:
1) Melakukan pemantauan kegiatan perusahaan secara berkala melalui
mekanisme laporan perusahaan per semester;
2) Melakukan pemantauan dan mengambil tindakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, bila ditemui ada orang-orang/perusahaan
asing yang berkegiatan di bidang jasa penilai dan atau perusahaan
penilai yang melakukan menyimpang dari kelaziman yang berlaku;
3) Mengadakan pertemuan dan konsultasi secara berkala dengan
asosiasi perusahaan penilai (GAPPI);
4) Mengadakan pendidikan dan pelatihan.
c. Usaha Sewa Beli
Perusahaan yang bergerak dibidang sewa beli (Hire Purchase) semakin
berkembang sesuai dengan kebutuhan di dalam negeri. Perkembangan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
162
usaha tersebut sampai 1997 berjumlah 121 perusahaan yang tersebar
di 12 propinsi di Indonesia yaitu; Sumut, Lampung, DKI Jakarta,
Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jatim, Kaltim, Kalbar, Sulteng, Sulsel
dan Bali.
Dengan berkembang pesatnya perusahaan kegiatan sewa beli tersebut,
maka dituntut adanya peningkatan pembinaan dan penyesuaian
terhadap perkembangan kondisi dewasa ini. Langkah yang perlu
segera diambil menyempurnakan Surat Keputusan Menteri
Perdagangan dan Koperasi No. 34/KP/II/80 tanggal 1 Pebruari 1980
tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa Beli (Hire Purchase) dengan
memasukkan hal-hal sebagai berikut:
1) Menyangkut perjanjian antara penjual dan pembeli;
2) Perpindahan hak milik berang dari penjual dan pembeli setelah
pelunasan hutang;
3) Mengenai barang dan perusahaan, meliputi : Barang yang diperjual
belikan tidak harus barang baru, perusahaan yang melakukan sewa
beli tidak harus berbadan hukum (untuk memberikan kesempatan
kepada perusahaan selain Perusahaan Terbatas untuk dapat
melakukan kegiatan sewa beli);
Mengadakan pembinaan terhadap perusahaan sewa beli dan aparat di
daerah melalui penyuluhan dan diklat guna meningkatkan
keterampilan khususnya di bidang sewa beli dan menyebarluaskan
informasi dan penerbitan buku tentang kegiatan sewa beli.
d. Usaha Jasa Lain
Dalam rangka mengantisipasi usaha jasa yang demikian pesat,
Deperindag telah menginvetarisir kegiatan-kegiatan usaha yang
bergerak di bidang jasa lainnya. Seperti diketahui bahwa bisnis jasa
(business service) sangat luas antara lain perancang mode (designer),
binatu, tukang jahit, multi level marketing (pemasaran berjenjang,
pemasaran melalui televisi (TV media), dan lain-lain. Untuk
mengantisipasi era globalisasi, langkah-langkah yang sudah dan akan
ditempuh adalah:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
163
1) Menginvetarisir jenis usaha jasa lainnya;
2) Mempersiapkan perangkat hukum dalam rangka meningkatkan
pembinaan usaha jasa untuk menghadapi persaingan bebas.
28. Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan
Berdasarkan UU 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
perusahaan yang wajib didaftar dalam Daftar Perusahaan adalah:
Perusahaan (baik nasional maupun asing) yang berkedudukan dan
menjalankan usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, termasuk
setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan, kantor anak
perusahaan, kantor agen perusahaan, dan kantor perwakilan perusahaan.
Bentuk usaha yang wajib didaftarkan meliputi; Perseroan Terbatas (PT),
koperasi (KOP), Persekutuan Komanditer (CV), Firma (FA), perorangan
(PO), dan bentuk usaha lainnya termasuk perusahaan yang ada di bawah
lembaga sosial misalnya yayasan.
Lapangan Kegiatan Usaha yang wajib didaftarkan meliputi:
a. Pertanian, Peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan;
b. Pertambangan dan penggalian;
c. Industri pengolahan;
d. Listrik, gas dan air;
e. Bangunan;
f. Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel;
g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi;
h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa
perusahaan;
i. Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan;
j. Kegiatan usaha lain yang belum jelas batasannya.
Pendaftaran perusahaan sampai dengan bulan April 1998 mencapai
sebesar 1.318.032 perusahaan dengan perincian menurut Bentuk Usaha
dan Sektor Kegiatan Usaha sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
164
a. Bentuk Usaha : 1) PT : 192.528 perusahaan
2) Koperasi : 18.520 perusahaan
3) CV : 187.880 perusahaan
4) Firma : 3.165 perusahaan
5) Perorangan : 904.891 perusahaan
6) Usaha Lainnya : 11.048 perusahaan
b. Sektor Usaha : Sektor 1 : 8.609 perusahaan
Sektor 2 : 1.298 perusahaan
Sektor 3 : 70.204 perusahaan
Sektor 4 : 1.144 perusahaan
Sektor 5 : 70.718 perusahaan
Sektor 6 : 1.054.212 perusahaan
Sektor 7 : 27.099 perusahaan
Sektor 8 : 45.247 perusahaan
Sektor 9 : 38.148 perusahaan
Sektor 10 : 1.327 perusahaan
Hasil pemasyarakatan UU-WDP yang telah ditempuh antara lain:
a. Adanya anjuran dari instansi terkait/asosiasi yang meminta badan
usaha atau anggota binaannya untuk mendaftar seperti Perum Pos Dan
Giro, Bank Pemerintah, Perum Pegadaian, Kadin, Perusahaan
Penerbitan Pers dan lain-lain;
b. Sekretariat Negara mengkaitkan pendaftaran perusahaan bagi
permohonan Daftar Rekanan Mampu (DRM);
c. Bank Indonesia mengaitkan pendaftaran perusahaan bagi permohonan
kredit bank;
d. Departemen Pekerjaan Umum mengkaitkan pendaftaran perusahaan
bagi permohonan Surat Ijin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK);
e. Berbagai penyuluhan telah dilekukan kepada dunia usaha baik melalui
media cetak dan media elektronik.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
165
Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan
pendaftaran perusahaan antara lain meliputi:
a. Upaya secara Persuasif
1) Melakukan penyuluhan langsung melalui media cetak dan media
elktronik;
2) Melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang belum
melakukan pendaftaran perusahaannya;
3) Meningkatkan ketrampilan petugas pendaftaran perusahaan melalui
pelatihan-pelatihan konsultasi teknis antara lain :
a) Pelatihan petugas pendaftaran;
b) Pelatihan petugas komputer;
c) Pelatihan PPNS-WDP bekerja sama dengan Mabes Polri,
Kejaksaan Agung dan Departemen Kehakiman;
d) Konsultasi teknis antara petugas pusat dan daerah.
Menerbitan publikasi dalam bentuk buku informasi perusahaan,
memuat data perusahaan yang telah mendaftarkan diri. Buku
tersebut disebar luaskan kepada dunia usaha, assosiasi, Instasi
terkait, Kanwil Depdag dan Kandepdag seluruh Indonesia serta
atase perdagangan diseluruh dunia.
b. Upaya Secara Represif
Melakukan penindakan terhadap perusahaan yang melanggar UU
WDP dan mengajukannya kepada Pengadilan Negeri. Jumlah
perusahaan yang ditindak atau disidang sejak tahun 1993 hingga 1996
adalah sebagai berikut:
1) 1993/1994 = 426 perusahaan
2) 1994/1995 = 514 perusahaan
3) 1995/1996 = 132 perusahaan
4) 1996/1997 = 20 perusahaan
5) 1997/1998 = 39 perusahaan
Dalam rangka melaksanakan UU WDP berkaitan dengan Undang-
Undang perseroan terbatas telah dilakukan kegiatan:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
166
1) Koordinasi bersama Departemen Kehakiman, Departemen
Penerangan dalam hal ini percetakan Negara, Ikatan Notaris
Indonesia (INI) dalam rangka tercapainya kesepakatan mekanisme
pendaftaran perusahaan berdasarkan UU WDP dikaitkan UU PT;
2) Sebagai tindak lanjut dari koordinasi tersebut diatas, telah
disebarluaskan petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran Perseroan
Terbatas (PT) dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri No. 121/DJPN/1996 tanggal 13 Mei 1996 kepada
Kanwil Depdag dan Kandepdag seluruh Indonesia selaku pelaksana
dan penyelenggara pendaftraan perusahaan, Departemen
Kehakiman, Ikatan Notaris Indonesia, dan Departemen Penerangan
cq, Percetakan Negara.
Dengan adanya penggabungan dua Departemen yaitu Departemen
Perindustrian dan Departemen Perdagangan, Penyelenggaraan
pendaftaran perusahaan yang semula ditangani 1 (satu) Sub Direktorat
telah dikembangkan menjadi Direktorat Pendaftaran Perusahaan,
namun di daerah tidak diikuti dengan pengembangan strukturnya
sehingga menimbulkan berbagai masalah.
Untuk mengefektifkan pelaksanaan pendaftaran perusahaan tersebut
telah diupayakan kegiatan antara lain:
1) Upaya Jangka Pendek
a) Direncanakan pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) di
Kanwil Depdag dan Kandepdag disesuaikan dengan Struktur
organisasi Departemen di tingkat pusat;
b) Mengoptimalkan petugas pelaksana WDP dari pegawai yang
tersedia di Kanwil Depdag dan Kadepdag;
c) Dalam T.A 1996/97 akan dilakukan kajian/studi kebutuhan
informasi perusahaan bagi dunia usaha dengan tujuan dan
sasaran jangka pendek: mengetahui pengetahuan informasi
perusahaan dikalangan dunia usaha sebagai sumber informasi
resmi: menyiapkan penyajian informasi yang mengacu
kebutuhan kepada dunia usaha: serta terlaksananya penegakan
UU-WDP secara menyeluruh.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
167
Tujuan jangka panjang : Mengupayakan npeningkatan
pengusaha dan PPNS-WDP dalam mengoptimalkan fungsi dan
tugasnya untuk meningkatkan kualitas data melalui jabatan
fungsional.
2) Upaya Jangka Panjang
a) Mengupayakan terbentuknya Kantor Pendaftaran Perusahaan
(KPP) sebagaimana diamanatkan oleh UU WDP No. 3 Tahun
1982 dalam rangka mengantisipasi menningkatnya dunia usaha
dalam rangka era globalisasi;
b) Meningkatkan sistem komputerisasi pendaftaran perusahaan
secara modern sistem dari daerah ke pusat;
c) Mengoptimalkan kegunaan informasi perusahaan dalam
penyajian data agar kalangan dunia usaha dapat memanfaatkan
arti pentingnya informasi tersebut dalam meningkatkan kontak
bisnis dengan mitra kerjanya;
d) Memasyarakatkan informasi perusahaan melalui media cetak
(leaflet, booklet, brosur, dan spanduk) serta media elektronik.
Penggunaan BA-WDP sebesar 40% dari penerimaan adalah untuk
membiayai proses pengolahan data (komputerisasi), pendidikan serta
pelatihan tenaga pengolah data tenaga penyidik, melakukan
penyuluhan pada aparat dan pengusaha baik di pusat maupun di
daerah serta penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang
kegiatan operasional pendaftaran perusahaan. Semua kegiatan tersebut
di atas harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan atas dasar
usulan yang diajukan Depperindag setiap tahun anggaran dan dibahas
bersama-sama antara Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
dan Ditjen Anggaran.
Selain itu, penggunaan anggaran yang telah disetujui Menteri
Keuangan dituangkan dalam Daftar Rencana Kegiatan (DRK) untuk
membiayai Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan baik di Pusat
maupun di daerah. Selanjutnya pelaksanaan kegiatan pendaftaran
perusahaan tetap mengacu dan tunduk pada ketentuan yang berlaku
dalam Keppres No. 16/1994 tentang pelaksanaan APBN.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
168
Gambaran penerimaan dan penggunaan BA-WDP Tahun Anggaran
1992/1993 sampai dengan 1997/1998 adalah sebagaimana tabel
berikut.
Tabel Perkembangan Target dan Penerimaam BA-WDP
Tahun 1992/93 s/d 1997/98
(ribuan rupiah)
Tahun Target
BA-WDP
Penerima
an
BA-WDP
%
4 THD
3
Pengguna
an
BA-WDP
%
7 THD 4
1992/93 3.000.000 3.270.343 75,68 799.948 35,23
1993/94 3.000.000 3.290.144 126,34 1.193.523 31.49
1994/95 3.200.000 3.861.736 120,68 1.473.670 38,61
1995/96 3.300.000 4.359.984 132.12 1.465.551 33.61
1996/97 3.500.000 4.690.691 134,02 1.899.881 40,50
1997/98 4.000.000 3.934.847 98,37 1.341.898 34,10
29. Kemetrologian
Sebagai salah satu instansi pemerintah yang berada di bawah Departemen
Perindustrian dan Perdagangan, unit metrologi baik yang berda di pusat
(Direktorat Metrologi maupun yang berada di wilayah 27 Kantor Bidang
Metrologi plus 28 Kantor Seksi Metrologi), senantiasa berusaha
melaksanakan kebijaksanaan yang digariskan oleh Pimpinan Departemen.
Berdasarkan Ijk Ordonantie 1993, Ijkj Ordonantie 1928, Ordonantie Tera
1949 yang telah diganti dengan Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1981
tentang Metrologi Legal, titik berat tugas dan fungsi unit Metrologi, ialah
menangani alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya (UTTP)
sesuai Metrologi Legal yang digunakan dalam perdagangan.
Adapun misi yang diemban oleh unit Metrologi adalah memberikan
perlindungan kepentingan umum, konsumen/ produsen dengan cara
menciptakan jaminan kebenaran dalam pengukuran serta adanya
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
169
ketertiban pemakaian satuan ukuran yang dikenal dengan istilah TERTIB
UKUR.
Pada garis besarnya fungsi tersebut dijabarkan dengan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Pengelolaan standar, yaitu menjaga dan memelihara standar-standar
ukuran agar tetap terjamin. Keseksamaannya serta tetap telusurannya;
b. Tera dan tera ulang UTTP secara periodik agar UTTP yang digunakan
dalam perdagangan terjamin keabsahannya sehingga tidak merugikan
salah satu pihak, baik pembeli maupun penjual;
c. Pengawasn UTTP yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
kecurangan-kecurangan dalam pemakaian UTTP oleh orang yang
tidak bertanggung jawab, baik secara persuasif maupun represif;
d. Penyuluhan Kemetrologian yang bertujuan untuk memasyarakatkan
metrologi, menumbuhkan sifat kritis terhadap pemakai UTTP dan
memberdayakan masyarakat dalam memperoleh haknya sebagai yang
harus mendapat perlindungan.
Tugas-tugas tersebut di atas dilaksanankan oleh tenaga-tenaga fungsional
yang disebar di seluruh Indonesia (Direktorat Metrologi ditambah 55
Kantor Metrologi Daerah).
Perkembangan jumlah kantor-kantor pelayanan Kemetrologian,
perkembangan tenega fungsioanal dan tenaga pengembagan UTTP
disajikan berturut-turut berikut ini:
a. Sampai dengan tahun 1980, pusat dan 24 kantor Dinas Metrologi
Inspeksi;
b. Tahun 1981, pusat dan 26 kantor bidang serta 12 seksi Metrologi;
c. Tahun 1985, pusat 27 kantor bidang serta 21 seksi Metrologi;
d. Tahun 1995 sampai dengan sekarang , pusat dan 27 kantor bidang
serta 28 seksi Metrologi.
e. Perkembangan jumlah tenaga fungsional penera alat-alat UTTP adalah
sebagai berikut:
f. Keadaan terakhir tahun 1928 sebanyak 12 orang, (sejak Ijk Ordonantie
Tahun 1923 );
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
170
g. Keadaan terakhir tahun1949 sebanyak 35 orang (Ijk Ordonantie Tahun
1949);
h. Keadaan terakhir tahun 1981 sebanyak 418 orang, (UU RI No. 2
Tahun 1981 tentang Metrologi Legal );
i. Keadaan Akhir tahun 1997 sebanyak 996 orang.
Jumlah UTTP yang telah ditera dan tera ulang sejak tahun 1986 hingga
tahun 1997 perkembangan sebagai berikut:
Tabel Perkembangan Jumlah UTTP dan Tera dan Tera Ulang
UTTP Tahun 1986 1997
Tahun
Jumlah
UTTP
Ditera dan Ditera
Ulang
Prosentase
1986 7.019.412 5.904.201 84,11
1987 9.168.910 6.073.141 66,24
1988 11.216.847 6.087.474 54,27
1989 13.429.439 6.214.560 46,28
1990 15.847.621 6.545.810 41,23
1991 18.244.766 6.628.810 36,33
1992 28.244.766 7.424.120 26,28
1993 32.937.624 8.838.370 25,45
1994 39.744.256 9.345.809 23,51
1995 47.251.459 10.030.152 21,23
1996 52.738.000 9.435.133 17,89
1997 58.011.800 9.501.501 16,38
Sumber : Direktorat. Metrologi.
Dari tabel di atas, terlihat bahwa permasalahan yang cukup mendasar yang
dihadapi Direktorat Metrologi dewasa ini adalah semakin menurunnya
jumlah UTTP yang dapat ditera dan tera ulang setiap tahun dibandingkan
dengan potensi UTTP yang ada.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
171
Dari tahun 1986 sampai dengan 1996 ternyata prosentase penurunannya
menunjukkan angka yang cukup berarti, yakni dari 84,11% dalam tahun
1986 terus menurun menjadi 17,89% dalam tahun 1996. Hal ini
disebabkan oleh pesatnya kemajuan IPTEK dan perkembangan
perkonomian Indonesia yang membawa dampak meningkatnya jumlah
dan jenis penggunaan UTTP di dalam masyarakat. Disisi lain
perkembangan SDM (tenaga fungsional Penera) dan sarana kemetrologian
baik piranti lunak maupun piranti kerasnya berjalan sangat lambat, ini
merupakan kendala utama pelaksanaan tugas pelayanan kemetrologian.
Apabila keadaan tersebut terus berlangsung dikhawatirkan akan timbul
hal-hal yang tidak kita harapkan antara lain berupa tidak/kurang
terjaminnya perlindungan terhadap kepentingan umum (konsumen dan
produsen). Guna menghadapi masalah tersebut telah diupayakan berbagai
cara baik melalui pengembangan SDM, sarana maupun dibukanya peluang
pelimpahan otoritas peneraan dari Direktorat Metrologi kepada Pihak
Ketiga (Instansi Pemerintah, BUMN, Swasta dan Koperasi) yang dianggap
mampu.
Mengenai munculnya penyalahgunaan meter taksi dan pompa ukur BBM
beberapa waktu yang lalu telah diambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melakukan penelitian terhadap kemungkinan adanya penyalahgunaan
meter taksi melalui ijin type ;
b. Menginstruksikan ke daerah untuk melakukan razia meter taksi
bersam instansi terkait;
c. Mengharuskan pemakaian shielded cable agar tidak bisa dimasuki
pilsa palsu;
d. Bekerjasama dengan Pertamina UPDN (Unit Pemasaran Dalam
Negeri) mengadakan pengawasan dan penyuluhan terhadap pengusaha
Pompa Ukur BBM;
e. Frekwensi tera ulang ditingkatkan menjadi lima bulan sekali dengan
maksud agar terdeteksi secara dini apabila ada kerusakan atau
penyimpangan terhadap pompa tersebut;
f. Menindak sesuai dengan prosedur hukum terhadap pelanggan Pompa
Ukur BBM;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
172
g. Bekerjasama dengan Instansi terkait;
h. Membuat rancangan Keppres tentang pelimpahan wewenang kepada
pihak ketiga (Instansi Pemerintah, BUMN, Swasta atau Koperasi).
30. Perkembangan Kerjasama Perdagangan Multilateral dan Regional
Dalam rangka memperjuangkan kepentingan Indonesia di bidang
Hubungan Perdagangan Multilateral dan Regional, kebijaksanaan yang
ditempuh pemerintah adalah menjalin dan mengembangkan hubungan
kerjasama perdagangan internasional secara regional, multilateral dan
dengan lembaga komoditi internasional, serta mengamankan
kebijaksanaan perdagangan Indonesia di dunia internasional.
Adapun kebijaksanaan yang ditekankan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kerjasama Multilateral
Perkembangan kegiatan perundingan perdagangan multilateral-WTO
selama periode 1997 - 1998 mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Melaksaanakan mandat yang telah disepakati pada Singapore
Ministerial Confrence Desember 1996 ( Singapore - Ministerial
Diclaration, 9-13 Desember 1996 ) antara lain:
a) Implementasi hasil perundingan Putaran Uruguay
Dalam rangka implementasi hasil-hasil perundingan putaran
Uruguay seperti di bidang Schedule of Commitments Market
Access and Services secara konsisten. Di bidang akses pasar
adalah dalam bentuk penurunan dan pengikatan tarif serta
penghapusan hambatan-hambatan non-tarif untuk sejumlah
barang impor. Di bidang jasa adalah dalam bentuk komitmen
membuka pasar untuk lima sektor yaitu Jasa Telekomunikasi;
Perhubungan Laut; Keuangan; Industri; dan Pariwisata.
Sedangkan perundingan lanjutan di bidang Pertanian adalah
dalam rangka WTO reform programme in agriculture terus
diikuti oleh Indonesia di Jenewa.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
173
b) Notifikasi
Sebagai anggota WTO, Indonesia secara konsisten telah
menyampaikan notifikasi bidang pertanian (beras dan
susu/produk susu), bidang tekstil dan produk tekstil untuk
integrasi tahap 1 dan 2. Sedangkan bidang-bidang lainnya sesuai
jangka waktu yang telah ditetapkan.
c) The High Level Meeting For The LDCs
WTO tetap memperhatikan masalah-masalah yang dihadapi
oleh Least Developed Contries (LDCs) dan menyepakati suatu
Plan of Action termasuk ketentuan seperti akses bebas Bea
Masuk. Sehubungan dengan hal tersebut telah diadakan The
Hihg Level Meeting For the Leaast Developed Contries (HLM-
LDCs) tanggal 27-28 Oktober 1997. Tujuan utama pertemuan
tersebut adalah untuk meningkatkan akses pasar produk ekspor
LDC s dan mencapai tujuan dimaksud. Delegasi Indonesia telah
berpartisipasi aktif dalam pertemuan tersebut. Indonesia dalam
hal ini telah menawarkan preferential duty-free acces bagi 19
produk ekspor Indonesia serta banmtuan teknis kepada LDCs.
d) Services
Melanjutkan perundingan di bidang services sehingga tercapai
kesepakatan di bidang Basic Telecommunications
(Telekomunikasi Dasar) dan Financial Services (Jasa Keungan).
Pada perundingan telekomunikasi dasar, Indonesia telah
memberikan Final Offer-nya yang kemudian dilampirkan dalam
Fourth Protocol to the General Agreement on Trade in Services
(Protokol ini telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia).
Sedangkan perundingan perdagangan jasa keuangan telah
diselesaikan pada pada tanggal 12 Desember 1997. Indonesia
telah menyampaikan secara resmi Final Offer-nya kepada
Sekretariat WTO atas Schedule of Specific Commitments
Indonesia tahun 1995. Proses selanjutnya Indonesia masih harus
meratifikasi Fifth Protocol to the General Agreement on trade
in service paling lambat tanggal 29 Januari 1998.
e) Perundingan Penurunan Tarif Produk Teknologi Informasi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
174
Indonesia secara aktif turut serta dalam perundingan untuk
membahas usulan dari sejumlah negara tentang perluasan
cakupan produk teknologi informasi untuk tahap Jenewa.
f) Work Programme And Built-In Agenda
Para anggota WTO, termasuk Indonesia, sepakat untuk
melakukan perundingan lanjutan di bidang pertanian (Future
Negotiaations on Agriculture); Services dan aspek TRIPs;
Peninjauan kembali atas anti Dumping; Custom Valuation;
Dispute Settlemen Undustanding, Import Licensing;
Preshipment Inspection; Rules of Origin; Sanitary and Phyto-
Sanitary Measures; Safeguards; Subsides and Countervailing
Measures; Tecnical Barriers to Trade; Textiles and Clothing;
Trade Policy Review Mechanism (TPRM); PROPs; and Trims.
2) Trade Policy Review Indonesia
Sesuai dengan kesepakatan dalam Putaran Uruguay, bahwa negara-
negara berkembang diminta untuk mengadakan Trade Policy
Review setiap 4 tahun sekali, maka Indonesia pada bulan Nopember
1998 akan mendapat giliran untuk melakukan Trade Policy Review
yang ketiga kalinya. Dalam proses melakukan kegiatan dimaksud
telah datang para pejabat Trade Policy Review Division-WTO
Genewa ke Indonesia pada pertengan bulan April 1998, untuk
melakukan pembahasan dengan para pejabat Indonesia yang terkait
dengan kebijakan-kebijakan Indonesia di bidang Perdagangan
Internasional.
3) Konperensi Tingkat Menteri (KTM) - WTO
Sebagaimana artikel IV. Dari Marrakesh Agreement Establishing
the WTO katakan bahwa Thre Should be a Ministerial Converence
Composed of Refrecentatives of all the Members, which shall meet
at least once every two years. Berdasarkan artikel ini, maka telah
berlangsung konperensi tingkat Menteri (KTM) I - WTO di
Singapura pada tanggal 9 - 13 Desember 1996.
Diselenggarakannya KTM I - WTO di Singapura adalah dalam rangka
meninjau hasil-hasil pelaksanaan kesepakatan Putaran Uruguay dan
membahas kemungkinan melanjutkan proses liberalisasi perdagangan
sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia. Konperensi telah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
175
berhasil mengesahkan suatu Declaration yang secara umum dapat
dinilai seimbang bagi semua anggota WTO, diantaranya:
a) Agar semua negara anggota semakin membuka peluang pasar
bagi produk-produk negara berkembang melalui pemberian
perlakuan khusus;
b) Mengakui kesulitan-kesulitan negara berkembang dalam
melaksanakan persetujuan Putaran Uruguay dan pentingnya
bantuan teknis bagi negara-negara berkembang;
c) Penegasan pentingnya mekanisme penyelesaian sengketa WTO
dan memungkinkan negara berkembang untuk mendapatkan
perlakuan adil dalam sengketa dagang, khususnya dengan
negara-negara maju;
d) Mengakui keprihatinannya terhadap tindakan-tindakan yang
yang menghambat ekspor tekstil dan pakaian jadi asal negara-
negara berkembang dalam proses integrasi tekstil dan pakaian
jadi ke GATT.
Selain itu, Deklarasi menampung isu-isu baru yang merupakan
kepentingan negara-negara maju, seperti: standar perburuhan,
investasi, kebijaksanaan kompetisi serta pengadaan barang dan jasa
pemerintah. Juga memuat pernyataan tentang perdagangan jasa,
perdagangan pertanian dan produk-produk teknologi informasi.
Sedangkan tujuan diselenggarakannya KTM II pada tanggal 19 Mei
1998 adalah untuk mengadakan peninjauan atas implementasi of
the WTO Agreement and Ministerial Decision dan future
Activities of the WTO. Kesempatan ini, juga dipakai untuk
merayakan HUT ke -50 Sistem Perdagangan Multilateral
(Multilateral Trading System-MTS).
Salah satu hasil dari KTM II - WTO adalah disepakatinya agar
KTM II akan dapat mengambil keputusan yang bersifat substantif.
Dalam kaitan ini, para menteri sepakat agar General Council
mengadakan sidang khusus pada bulan September 1998 yang
pokok bahasannya akan mencakup:
a) Permasalahan yang mencakup pelaksanaan dari pada
kesepakatan dan keputusan-keputusan;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
176
b) Negosiasi-negosiasi yang telah dimandatkan di Marrakesh,
untuk memastikan bahwa negosiaasi-negosiasi tersebut berjalan
sesuai dengan jadwal;
c) Rekomendasi mengenai pekerjaan berikutnya sesuai program di
Singapura;
d) Rekomendasi mengenai tindak lanjut Pertemuan Tingkat
Tinggi Negara-negara Berkembang Paling Terkebelakang;
e) Rekomendasi yang muncul sebagai hasil pertimbangan tentang
masalah-masalah lain yang diusulkan dan disetujui oleh para
anggota mengenai hubungan perdagangan multilateralnya.
b. Kerjasama Regional
Kerjasama Regional yang aktif diikuti Indonesia diantaranya
Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN) dan Asia Pacific
Economic Cooperation (APEC). Kerjasama ASEAN dibentuk tahun
1967 yang beranggotakan 5 negara, yaitu Indonesia, Malaysia,
Philipina, Singapura dan Thailand dan hingga kini telah
beranggotakan 9 negara yaitu: Brunai Darussalam, Indonesia,
Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam, Laos dan
Myanmar. Kerjasama regional APEC dibentuk tahun 1989 yang
beranggotakan 18 negara meliputi 6 negara ASEAN, 3 negara
NAFTA, 2 negara CER, 3 negara NICs, Jepang, RR Cina, PNG,
Chile. Dari segi geografi APEC merupakan forum regional dengan
sub-regional ASEAN, NAFTA dan CER. ASEAN sendiri memiliki
sub regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Trangle (IMS-GT),
Brunai-Indonesia-Malaysia-Philipina East ASEAN Growth Area
(BIMP-EAGA).
Di samping itu kerjasama regional lainnya yang baru saja
dikembangkan adalah kerjasama regional negara-negara ASIA dan EU
(European Union) yang untuk selanjutnya disebut Asia-Europe
Meeting (ASEM). Adapun negara-negara yang tergabung dalam
kerjasama ASEM ini negara-negara anggota ASEAN beserta, Cina,
Jepang dan Korea dari pihak ASIA dengan lima belas negara anggota
UE. Kerjasama ASEM ini dimaksudkan untuk mengukuhkan suatu
kemitraan ASIA-EROPA yang komprehensif bagi pertumbuhan yang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
177
lebih besar, antara lain memperkuat kaitan antara ASIA dan EROPA
guna memajukan perdamaian, pertumbuhan yang berkelanjutan dan
kemakmuran di dua kawasan yang pada gilirannya dapat memberikan
sumbangan kearah stabilitas dan kemakmuran global.
1) Kerjasama ASEAN
Kerjasama regional bangsa-bangsa Asia Tenggara yang terbentuk
(pada tanggal 8 Agustus 1967) di Bangkok, Thailand tiga puluh
satu tahun lalu telah banyak menghasilkan kesepakatan-
kesepakatan kerjasama baik kerjasama di bidang ekonomi maupun
di bidang non ekonomi. Pada dekade sembilan puluhan ini,
kerjasama di bidang ekonomi terlihat sangat menonjol dengan
berbagai bentuk kerjasama dalam upaya mendorong pengembangan
atas hal-hal sebagai berikut:
a) Penerapan secara penuh dari kawasan perdagangan bebas
ASEAN/ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 2003;
b) Pengembangan kawasan ASEAN menjadi suatu basis kawasan
dari industri-industri yang menghasilkan barang-barang yang
berteknologi maju dan mempunyai nilai tambah, sehingga
mampu melayani kebutuhan ASEAN maupun pasar dunia;
c) Mendorong efisiensi industri melalui pemanfaatan keunggulan
wilayah yang lebih menarik bagi investasi dan tujuan wisata;
d) Mengupayakan menjadi wilayah yang lebih menarik bagi
investasi dan tujuan wisata;
e) Mendorong pembangunan infrastruktur sehingga mampu
menciptakan iklim bisnis yang lebih efisien; dan
f) Menjamin bahwa kekayaan alam (mineral, energi, hutan dan
lain-lain) yang dimiliki dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yaitu kerjasama di bidang
perdagangan yang sangat penting adalah kesepakatan untuk
membentuk kawasan perdagangan bebas ASEAN (AFTA = ASEAN
Free Trade Area) tahun 2003. Untuk mewujudkan AFTA 2003,
telah ditetapkan suatu mekanisme program penurunan tarif bersama
yang disebut skema CEPT (Common Effective Preferential Tariff
Scheme).
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
178
Melalui skema CEPT-AFTA ini, setiap negara anggota ASEAN
diwajibkan menjadualkan penurunan tarif secara bertahap atas
sejumlah barang yang diperdagangkan dengan negara ASEAN,
sehingga pada tahun 2003 tingkat tarif barang-barang yang
diperdagangkan di ASEAN tidak lebih dari 5 %. Dalam rangka
CEPT-AFTA, Indonesia pada periode 1998-2003 telah
memprogramkan penurunan tarif sebanyak 6620 pos tarif barang
atau sekitar 86,42% dari total pos tarif yang dimiliki Indonesia.
Pada tahun 1998 produk Indonesia yang memiliki tingkat tarif 0-
5% sebanyak 4889 pos tarif atau sekitar 73,85%, sedangkan sisanya
sebesar 26,15% memiliki tingkat tarif diatas 5%. Pada tahun 2000,
produk Indonesia yang memiliki tingkat tarif 0-5% meningkat
menjadi 5937 pos tarif atau sekitar 89,85%, dan yang tingkat tarif
diatas 5% hanya tinggal 10,32%. Selanjutnya pada tahun 2003,
seluruh produk Indonesia dalam rangka CEPT-AFTA sudah
mencapai tingkat tarif tidak lebih dari 5%.
Perdagangan Indonesia dengan negara anggota ASEAN melalui
skema CEPT pada periode 1994-1996 mengalami peningkatan
yang sangat pesat. Pada tahun 1994, nilai impor Indonesia dari
ASEAN mencapai US $ 2,4 milyar yang meningkat pada tahun
1996 menjadi US $ 3,5 milyar atau meningkat sekitar 45,9%.
Peningkatan yang cukup pesat juga terjadi dalam hal kegiatan
ekspor kenegara-negara ASEAN, di mana pada tahun 1994 nilai
ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai US $ 5,1 milyar dan
pada tahun 1996 nilai ekspornya mencapai US $ 6,5 milyar atau
meningkat sekitar 27,5%. Berkenaan dengan jenis produk yang
diperdagangkan, perdagangan dengan negara ASEAN telah
memanfaatkan jenis-jenis produk yang memperoleh preferensi tarif
melalui skema CEPT dengan jumlah produk CEPT sekitar 85%.
Akan tetapi dibalik peningkatan perdagangan yang cukup baik
tersebut, Indonesia masih sedikit memanfaatkan pasar ASEAN
sebagai negara asal barang impor maupun untuk tujuan ekspor.
Dibandingkan total impor Indonesia dari dunia, pada tahun 1994
Indonesia telah mengimpor dari negara anggota ASEAN sekitar
10,4%, dan pada tahun 1996 meningkat menjadi sekitar 11,9%.
Begitu pula bila dibandingkan total ekspor Indonesia ke seluruh
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
179
dunia, Indonesia telah mengekspor ke negara-negara ASEAN
sekitar 13,8% pada tahun 1994 , dan pada tahun 1996 meningkat
menjadi sekitar 15,4%. Hal ini diperkirakan karena jenis produk
yang diperdagangkan dengan negara ASEAN pada umumnya
sejenis dan tidak saling komplementer. Meskipun demikian, pasar
ASEAN masih menjadi pasar yang menjanjikan karena peningkatan
yang cukup baik dalam nilai perdagangan Indonesia dengan negara
ASEAN pada periode 1994-1996. Diantara pasar negara ASEAN,
Indonesia lebih banyak mengimpor dari Singapura, begitu pula
Indonesia paling banyak mengekspor ke Singapura. Hal ini karena
pada umumnya Indonesia masih menggunakan Singapura sebagai
negara perantara baik dalam mengimpor maupun mengekspor.
Perdagangan Indonesia dengan negara anggota ASEAN
menunjukan peningkatan yang cukup baik, namun sejak
pertengahan Juli 1997 terjadi kecendrungan pertumbuhan yang
menurun. Hal ini karena sejak pertengahan Juli 1997 mulai
terjadinya krisis ekonomi yang mulai melanda negara-negara
anggota ASEAN yang dampaknya masih dirasakan saat ini oleh
Indonesia. Sebagai negara anggota ASEAN yang telah merintis
kerjasama baik dibidang ekonomi, industri dan perdagangan, guna
mempersiapkan prasarana pendukung dan fasilitasi untuk
mewujudkan Kawasan Bebas ASEAN di tahun 2003,
mengusahakan kerjasama yang lebih intensif untuk mengatasi
krisis ekonomi tersebut.
Indonesia dan negara anggota ASEAN lainnya bertekad akan lebih
meningkatkan kerjasama antara lain; meningkatkan perdagangan
intra ASEAN melalui percepatan pembentukan ASEAN Free
Trade Area, mempercepat terwujudnya ASEAN Investment Area
dan kemungkinan penggunaan mata uang masing-masing negara
ASEAN (ASEAN Local Curency) dalam setiap transaksi
perdagangan ASEAN. Hal-hal tersebut telah diungkapkan dalam
pertemuan informal tingkat Kepala Negara ASEAN pada 15
Desember 1997 di Kuala Lumpur, dan pada waktu tersebut
Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri. Usaha-usaha
Peningkatan kerjasama yang lebih intensif tersebut dimaksudkan
untuk mengurangi ketergantungan perdagangan Indonesia dengan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
180
negara-negara dari non ASEAN. Disamping itu juga untuk
mengurangi dampak ketergantungan terhadap mata uang non
ASEAN terutama dolar Amerika Serikat.
2) Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
Menyadari adanya perbedaan tingkat pembangunan diantara 18
negara anggota APEC yang terdiri dari negara maju (Amerika
Serikat dan Jepang), negara yang tingkat industrinya sudah mapan
(Australia, Kanada dan Selandia Baru), negara-negara industri baru
(Singapura, Republik Korea, China Taipei dan Hongkong) dan
anggota-anggota dari negara-negara berkembang (Indonesia,
Malaysia, Brunai Darussalam, Philipina, Thailand, Papua New
Guinea, Chile, Meksiko dan RRC) merupakan tantangan akan
timbulnya persaingan yang semakin ketat di pasar luar negeri dan
dalam negeri tidak saja dengan sesama negara maju tetapi juga
diantara negara berkembang sebagai dampak dari pelaksanaan
komitmen hasil perundingan Putaran Uruguay disamping semakin
meningkatnya sengketa dagang antar negara sebagai akibat
bertemunya kepentingan-kepentingan berbagai negara maju
maupun negara berkembang dalam memanfaatkan semaksimal
mungkin liberalisasi perdagangan dan investasi.
Oleh karena itu, selaku Ketua APEC pada masa bakti tahun 1994,
Indonesia selaku negara berkembang telah memprakarsai
pengembangan bidang-bidang kerjasama yang dianggap dapat
mendukung pembangunan ekonomi anggota negara sedang
berkembang seperti:
a) Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam segala aspek;
b) Integrasi sektor bisnis/swasta dalam kerjasama APEC;
c) Kerjasama memajukan perusahaan berskala kecil dan
menengah;
d) Kerjasama dalam peningkatan infrastruktur, baik publik maupun
komersial.
Selain itu Indonesia telah berhasil memperjuangkan kepentingan
negara berkembang dengan ditetapkannya kerangka waktu untuk
liberalisasi perdagangan dan investasi yang lebih lama (tahun 2020)
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
181
dibandingkan dengan waktu yang diberikan bagi negara maju
(tahun 2010) agar dapat mengejar ketertinggalan dan pada kerangka
waktu yang ditetapkan dapat menerapkan perdagangan bebas
bersama-sama anggota yang lain yang lebih maju serta
mengupayakan agar kerjasama APEC didasarkan kepada kemitraan
yang sederajat, sama-sama bertanggung jawab, saling
menghormati dan saling menguntungkan. Hal ini tertuang dalam
Deklarasi Bogor 1994, yang menyepakati dan akan mewujudkan
sistem perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka melalui
3 Pilar Kerjasama Ekonomi APEC yang terdiri dari:
a) Liberalisasi Perdagangan dan Investasi;
b) Fasilitasi Perdagangan dan Investasi; dan
c) Kerjasama Ekonomi dan Teknik (ECOTECH).
Bagi Indonesia, Kawasan Asia Pasifik merupakan kawasan yang
sangat penting dilihat dari sudut kepentingan ekonomi, mengingat
bahwa lebih dari 70% ekspor Indonesia ditujukan ke Kawasan Asia
Pasifik. Disamping itu Investasi Asing yang masuk ke Indonesia
60% berasal dari negara-negara di kawasan ini. Seperti: Jepang,
Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan
dan Australia serta bantuan luar negeri negara-negara donor Asia
Pasifik menyumbang hampir 35% dari keseluruhan bantuan luar
negeri yang diterima Indonesia. Semua kinerja ini terjadi secara
alamiah tanpa campur tangan pemerintah.
Selanjutnya pada bulan Nopember 1995, Para Pemimpin Ekonomi
APEC kembali bertemu untuk ketiga kalinya di Osaka, Jepang
untuk merumuskan langkah-langkah konkrit bagi kerjasama APEC
yang dituangkan dalam Agenda Aksi Osaka melalui Rencana Aksi
Kolektif (RAK) dan Rencana Aksi Individu (RAI) terhadap
Liberalisasi dan Fasilitasi untuk 15 sektor spesifik yang mencakup:
Tariff; Non Tariff; Services; Investment; Standard and
Conformance; Custom Procedure; Intlectual Property Right;
Competition Policy; Government Procurement; Dispute Mediation;
Rule of Origin; Deregulation; Mobility of Business People;
Implementation of the Uruguay outcomes dan Information
Gathering and Analisys serta 13 sektor Kerjasama Ekonomi dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
182
Teknik (ECOTECH) yang meliputi: Human Resources
Development; Industrial Science and Technology; Small and
Medium Enterprises; Economic Infrastructure; Energy;
Transportation; Telecomunications and Information; Tourism;
Trade and Investment Data; Trade Promotion; Marine Recources
Conservation; Fisheries dan Agricultural Technology, yang akan
dijabarkan lebih lanjut pada tahun 1996.
RAK dan RAI inilah yang kemudian menjadi bagian penting dari
Manila Action Plan for APEC (MAPA) yang disahkan pada
Pertemuan Para Pemimpin Ekonomi APEC keempat pada tahun
1996 di Subic, Philippines dengan mengarahkan para Menteri dan
Pejabat senior untuk melaksanakan identifikasi sektor-sektor yang
dapat diliberalisasi secara dini (Early Voluntary Sectoral
Liberalization - EVSL) dimana liberalisasi dini tersebut harus
memiliki dampak positif terhadap perdagangan, investasi dan
pertumbuhan ekonomi, baik di negara anggota secara individu
maupun bagi kawasan APEC.
Untuk melaksanakan arahan para pemimpin APEC tersebut, maka
sepanjang tahun 1997 telah diusulkan dan dibahas berbagai
proposal Early Voluntary Sectoral Liberalisation (EVSL). Dalam
pertemuan Komite Investasi dan Perdagangan (CTI) serta
Pertemuan Pejabat Senior (SOM) ke III di St John, Kanada pada
bulan Agustus 1997 telah diajukan 63 proposal EVSL di berbagai
sektor. Jumlah ini berhasil di konsolidasikan menjadi 41 proposal
dalam pertemuan khusus Komite Investasi dan Perdagangan dan
Pertemuan Para Pejabat Senior pada bulan Agustus 1997 di
Singapura. Selanjutnya dalam pertemuan di Vancouver Kanada
pada tanggal 21-22 Nopember 1997 para Menteri Perdagangan
sepakat untuk mengusulkan kepada para Pemimpin Ekonomi
APEC (Proposal di 15 sektor untuk ditindak lanjuti).
Kemudian pada Pertemuan para Pemimpin Ekonomi APEC yang
bertemu kelima kalinya di Vancouver, Kanada pada bulan
Nopember 1997, salah satu butir penting dari hasil pertemuan ini
adalah disepakatinya 9 sektor untuk dikonsultasikan secara intensip
sepanjang tahun 1998 agar dapat diimplementasikan mulai tahun
1999, dimana Indonesia menjadi salah satu nominating economies
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
183
dalam sektor forest product dan fish and fish products, dengan
pertimbangan bahwa:
a) Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber alam perikanan
dan kehutanan;
b) Sektor perikanan dan kehutanan perlu secepatnya ditumbuhkan
menjadi sektor andalan ekspor mengingat ketersediaan bahan
baku dalam negeri;
c) Pengalaman dampak krisis moneter terhadap industri ekspor
Indonesia yang sebagian besar padat komponen/bahan baku
impor;
d) Deregulasi Paket 1995 dan 1996 tentang penurunan bea masuk
MFN menjadi maksimal 5%-10% pada tahun 2003;
e) Kesepakatan dengan IMF yang prinsipnya telah membuka pasar
Indonesia terhadap barang impor termasuk disektor perikanan
dan kehutanan;
f) Industri sektor perikanan dan kehutanan adalah padat karya.
Kesembilan sektor dimaksud adalah:
a) Environmental goods and Serivices;
b) Fish and Fish Product;
c) Forest Product;
d) Medical equipment and instruments;
e) Telecomunications (mutual recognition arrangement);
f) Energy sector;
g) Toys;
h) Gems and Jewellery, dan
i) Chemicals.
Sesuai kesepakatan, proposal EVSL di kesembilan sektor ini akan
dibahas secara mendalam mulai bulan Februari 1998, yaitu pada
pertemuan pertama CTI dan SOM untuk tahun 1998. Pembahasan
akan difokuskan pada cakupan produk; flexible phasing, cakupan
langkah dan jadual pelaksanaan. Target yang ingin dicapai adalah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
184
agar dalam pertemuan Menteri Perdagangan APEC pada tanggal
22-23 Juni 1998 di Kuching, Malaysia dapat melakukan
launching pada pertemuan Para Pemimpin Ekonomi APEC pada
tanggal 14-15 November 1998 untuk implementasi proposal EVSL
di 9 sektor yang ditetapkan sebagai prioritas.
3) Kerjasama Asia Eropa (ASEM)
Para Kepala Negara Asia dan Eropa telah mengadakan
Pertemuannya yang ke-2 pada tanggal 3-4 April 1998 di London.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 10 Kepala Negara/Pemerintahan
Negara-negara Asia (yang terdiri dari 7 negara anggota ASEAN,
Cina, Jepang dan Korea) dan 15 negara-negara anggota Uni Eropa
serta Presiden Komisi Eropa. Pertemuan dipimpin oleh Perdana
Menteri Inggris serta Irlandia Utara selaku Presiden Dewan Uni
Eropa. Dalam pertemuan tersebut, Para Kepala
Negara/Pemerintahan didampingi oleh Menteri Luar Negeri, para
anggota Komisi Eropa serta Menteri lainnya.
Pertemuan tersebut menyepakati tindak lanjut hasil-hasil pertemuan
Tingkat Tinggi Para Kepala Negara/ Pemerintahan Asia-Eropa
yang ke-1 di Bangkok, yaitu bahwa Proses ASEM harus meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a) Dijalankan berdasarkan partnership yang sejajar dan saling
menghargai serta saling menguntungkan;
b) Perluasan anggota harus didasarkan pada konsensus;
c) Meningkatkan saling pengertian dan kewaspadaan melalui
proses tersebut sehingga mengarah kepada kerjasama dan
identifikasi prioritas untuk suatu dukungan yang terus menerus;
d) Melakukan 3 dimensi dengan menekankan hal-hal sebagai
berikut:
(1) Mengembangkan dialog politik, menekankan kerjasama
ekonomi dan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya;
(2) ASEM bukan merupakan organisasi yang memiliki
Institusi.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
185
Dalam Pertemuan yang ke-2 di London, Para Kepala Negara
ASEM menyetujui hal-hal sebagai berikut:
a) Membentuk ASEM Vision Group yang bertugas mempelajari
dan melihat ke depan rencana kerja ASEM. Keanggotaan
ASEM Vision Group terdiri dari Eminent Persons dari setiap
negara anggota. Indonesia diwakili oleh Prof. Suhadi
Mangkusuwondo. Ketua dari ASEM Vision Group ini ialah DR.
Lee ( Korea);
b) Para Kepala Negara menyetujui pembentukan Asia-European
Environment Technology Center yang berkedudukan di
Thailand. Center ini diharapkan dapat meningkatkan kerjasama
mengenai Environment Technology diantara negara ASEM;
c) Dalam rangka menangani krisis ekonomi yang melanda negara-
negara di Kawasan Asia, maka atas usul Inggris, ASEM
membentuk Trust Fund yang dananya diperoleh dari kontribusi
para anggotanya. Trust Fund yang didirikan dalam kerangka
kerja Bank Dunia diharapkan dapat aktif pada musim panas
tahun ini.
Dalam kerjasama tersebut Kepala Negara dapat menyetujui
penerapan Investment Promotion Action Plan (IPAP) dan Trade
Facilitation Action Plan (TFAP) serta menugaskan para Menteri
Ekonomi untuk melakukan supervisi dengan memperhatikan
adanya perbedaan keadaan ekonomi antara negara Asia dan Eropa.
Kepala Negara memperhatikan peranan investasi dan meminta agar
program yang sedang dibuat harus dapat mempromosikan investasi
2 arah antara anggota negara ASEM.
4) Kerjasama Badan-Badan Dunia
a) UNCTAD
Dalam forum UNCTAD negara berkembang berupaya untuk
saling membantu dan salah satu hasilnya adalah kesepakatan
untuk saling memberikan kemudahan impor, dalam satu skema
yang dikenal sebagai Global System of Trade Preferences
(GSTP), di samping itu, UNCTAD banyak menghasilkan
resolusi-resolusi negara berkembang terhadap negara industri.
Sejak pertemuan UNCTAD IX di Midrand Afrika Selatan Mei
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
186
1996 telah dihasilkan keputusan untuk melakukan reorientasi
kebijaksanaan dan kegiatan UNCTAD. Dalam UNCTAD IX
diformulasikan semangat Kemitraan Internasional Baru bagi
Pembangunan. Untuk mengusahakan terlaksananya orientasi
kebijaksanaan baru pada UNCTAD telah dibentuk Tiga Komisi
yaitu:
(1) Komisi Perdagangan Barang dan Jasa, dan Komoditi;
(2) Komisi Investasi, Teknologi dan Masalah Keuangan
Terkait;
(3) Komisi Perusahaan, Kemudahan Usaha dan Pembangunan;
(4) Melalui komisi-komisi tersebut didiskusikan pemberian
advis dan dukungan kepada negara berkembang di dalam
perdagangan dan pembangunan.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam forum UNCTAD atara lain
meliputi:
(1) Sidang Komisi Perusahaan, Kemudahan Usaha dan
Pembangunan;
(2) Sidang Komisi Perdagangan Barang dan Jasa, dan
Komoditi;
(3) Sidang Komisi Investasi, Teknologi dan Masalah
Keuangan Terkait.
Sedangkan hasil yang dicapai dalam forum UNCTAD adalah
berupa kesimpulan yang disepakati (agread conclusions)
mengenai hal-hal sebagai berikut:
(1) Kemitraan antar perusahaan di bidang teknologi, produksi
dan pemasaran; peranan struktur pendukung dalam
memajukan pengklasifikasian dan jaringan bagi
pengembangan perusahaan skala kecil dan menengah, dan
pengembangan sumber daya manusia di bidang electronic
commerce;
(2) Pengembangan pasar komoditi; pengelolaan resiko dan
jaminan keuangan; peningkatan kemampuan sektor
pariwisata di negara berkembang, dan memperkuat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
187
kemampuan negara berkembang dalam mengembangkan
sektor jasa lingkungan hidup;
(3) Competition law and policy dengan fokus pembahasan
sesuai hasil pertemuan para pakar mengenai hukum dan
kebijakan kompetisi bulan November 1996, yakni:
(a) Konsultasi mengenai hukum dan kebijakan
kompetisi, termasuk Model Law dan studi yang
berkaitan dengan ketentuan-ketentuan di dalam The
Set of Principles and Rules;
(b) Program kerja termasuk kerjasama teknik, bimbingan
dan pelatihan dari UNCTAD mengenai.
(4) Pengkajian dan tinjauan terhadap persetujuan-persetujuan
yang ada mengenai investasi, dengan mempertimbangkan
kepentingan negara ber-kembang, serta sesuai mandat
Midrand dalam pasal 89 (b) yaitu melakukan identifikasi
dan analisis mengenai dampak dari kemungkinan adanya
kerangka persetujuan multilateral di bidang investasi
terhadap pembangunan;
(5) Upaya memajukan investasi dan kebijakan yang dapat
mendorong investasi guna mencapai sasaran-sasaran
pembangunan.
b) International Trade Centre (ITC)
International Trade Centre (ITC) merupakan Joint Subsidiary
Organ (Lembaga yang membantu kegiatan bersama dari WTO
dan UNCTAD). Dengan demikian sifatnya tidak memihak
(Impartial), universal dan nir-laba (tidak memihak).
Menghadapi situasi perdagangan internasional pasca Putaran
Uruguay, dan pengalaman menangani program-program
terdahulu, ITC merubah strateginya, antara lain tidak lagi
terfokus pada produk tertentu, melainkan menyesuaikan diri
dengan kepentingan anggotanya, serta merubah status menjadi
Full Support Organization.
ITC memberikan 6 inti jasa berikut, yang pada dasarnya terkait
dengan Product and Market Development (PMD), yaitu:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
188
(1) Product and Market Development (Pengembangan Produk
dan Pasar);
(2) Development of Trade Support Service, meningkatkan
kemampuan kelembagaan untuk memberikan pelayanan
kepada perusahaan;
(3) Trade Information, membangun kemampuan pelayanan
jasa informasi perdagangan, secara berkesinambungan;
(4) Human Resources Development, membangun kemampuan
memberikan training untuk meningkatkan perdagangan,
serta kebutuhan khusus perusahaan;
(5) International Purchasing and Supply Management,
termasuk pembelian untuk impor yang lebih baik;
(6) Need Assesment and Programme Design, mengkaji potensi
ekspor dan kendala yang dihadapi, serta merancang
program peningkatan perdagangan nasional maupun
regional.
Menanggapi perubahan strategi ITC, kiranya perlu digali
kemungkinan pemanfaatan jasa ITC secara lebih terarah,
misalnya dalam Need Assesment and Programme Design,
untuk mengkaji produk mana yang dapat dijadikan unggulan,
pengembangan produk untuk memenuhi selera pasar,
penerobosan pasar untuk produk tersebut dan sebagainya.
c) Generalized System of Preferences (GSP)
GSP merupakan fasilitas kemudahan/keringanan ekspor yang
diberikan oleh negara-negara maju (bersifat unilateral) dalam
bentuk pembebasan atau penurunan bea masuk bagi produk
tertentu yang berasal dari negara-negara berkembang termasuk
Indonesia.
Tujuan utama pemberian fasilitas GSP, adalah untuk membantu
mengembangkan struktur industri negara-negara berkembang
dengan jalan mendorong ekspor mereka, khususnya produk
hasil industri. Dengan demikian diharapkan kesenjangan antara
negara maju dengan negara berkembang dapat dikurangi.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
189
Sedangkan negara-negara maju yang memberikan fasilitas GSP
adalah Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan negara maju
lainnya seperti; New Zealand, Eropa Timur, Swiss, Norwegia,
Kanada dan Australia. Namun sejak tahun 1995, Australia
hanya memberikan fasilitas GSP kepada negara-negara
terbelakang.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan GSP
adalah:
(1) Produk yang akan diekspor, harus tercantum dalam
Cakupan Produk dari negara pemberi GSP.
(2) Tingkat tarif GSP:
(a) Amerika Serikat : 0%
(b) Uni Eropa : 85% amat sensitif
70% sensitif
35% semi sensitif
0% Non sensitif
(3) Mekanisme Pengamanan
Amerika Serikat menerapkan Competitive Need Limits
(CNL)
(a) Nilai 1996 sebesar US$ 75 juta
1997 sebesar US$ 80 juta
(b) Pangsa Impor 50%
Jepang menerapkan Ceiling atau quota-menetapkan
batasan nilai atau volume tertentu.
(4) Ketentuan Asal Barang
(a) Kriteria Asal Barang
- Kriteria Proses: telah mengalami proses produksi
di negara pengekspor, atau me-ngalami perubahan
nomor HS 4 dijit);
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
190
- Kriteria Persentase: ditentukan nilai kan-dungan
impor maksimal yang tidak boleh dilampaui:
kumulasi global, kumulasi regional, dan donor
country content rules).
(b) Persyaratan Pengiriman
- Pengiriman langsung;
- Transit (perlu dokumen penunjang).
(c) Bukti dokumen
Permasalahan dalam pemanfaatan GSP:
(1) Ketidaktahuan eksportir/importir akan keberadaan fasilitas
GSP;
(2) Kurang pahamnya eksportir/importir akan ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan atas produk;
(3) Nilai/volume ekspor (produk tertentu) sudah melampaui
ambang batas yang ditetapkan;
(4) Produk yang akan diekspor tidak memenuhi persyaratan
ketentuan asal barang;
(5) Kesalahan administratif;
(6) Kurang aktif untuk mengajukan deminimum waiver dan
redesignation (pemasukan kembali suatu produk yang
pernah dikeluarkan).
Insentif Khusus GSP-UE
Ketentuan ini merupakan inovasi baru skema GSP UE, yang
tujuannya adalah untuk mendorong negara-negara penerima
preferensi, agar meningkatkan kualitas pembangunan yang
diselaraskan dengan peningkatan kualitas kebijakan di bidang
sosial dan lingkungan. Ketentuan ini memberikan preferensi
tambahan yang dikeluarkan oleh negara-negara penerima
preferensi dalam melaksanakan kebijakan di kedua bidang
tersebut. Insentif ini diberikan atas permintaan dari negara-
negara yang ingin memanfaatkan fasilitas ini, dengan syarat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
191
bahwa negara yang bersangkutan telah memenuhi kriteria
mengenai kemajuan dalam memperbaiki kebijakan nasional di
bidang sosial dan lingkungan.
Untuk perbaikan kebijakan sosial dan pelaksanaannya (pasal 7
council Regulation/EC No. 3281/94, Social Incentive Clause)
sebagai acuannya adalah Konvensi ILO No. 87 dan 98, yaitu
tentang pemberian kebebasan kepada buruh untuk berserikat
dan hak untuk memperjuangkan nasib secara kolektif dan
konvensi No. 138 yang berkaitan dengan pekerja anak-anak.
Untuk perbaikan kebijakan lingkungan (pasal 8 Council
Regulation/EC No. 3281/94, environtmental incentive clause)
acuannya adalah ketentuan tentang sektor kayu tropis yang
dikeluarkan ITTO (International Tropical Timber
Organization).
Kegiatan dan hasil-hasilnya:
(1) Menerbitkan Skema GSP dari negara-negara pemberi
fasilitas GSP dan menyebarluaskannya, antara lain melalui
Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan
Perdagangan di 27 Propinsi;
(2) Mengikuti perkembangan isu-isu di seputar GSP sesuai
dengan kepentingannya;
(3) Memasyarakatkan GSP antara lain melalui Forum
Penyuluhan/Konsultasi Teknis di 17 Propinsi di Indonesia;
(4) Memonitor pemanfaatan GSP melalui Laporan dari
Kanwil DEPPERINDAG dan Atase Perdagang-an di luar
negeri.
Namun demikian, masukan yang diperoleh belum memadai
sebagaimana yang diharapkan. Secara umum, yang banyak
dimanfaatkan pengusaha/eksportir Indonesia adalah GSP
Amerika, Uni Eopa dan Jepang. Sebagai gambaran,
pemanfaatan GSP Amerika Serikat untuk tahun 1997 mencakup
ekspor senilai US$ 1.903 juta, yang merupakan 53,9% dari nilai
ekspor non-migas dalam rangka GSP ke Amerika Serikat atau
21,81 dari total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
192
Tindak Lanjut:
Mengingat GSP dapat meningkatkan daya saing dan masih sangat
dibutuhkan oleh para pengusaha/ eksportir Indonesia, maka upaya-
upaya untuk terus mengoptimalkan pemanfaatan fasilitas GSP perlu
diteruskan. Disamping itu, mengingat kondisi perekonomian kita
yang mengalami krisis, maka upaya negosiasi dan pendekatan
kepada negara pemberi fasilitas GSP, khususnya program
pemberian GSP Amerika Serikat yang akan berakhir tanggal 30
Juni 1998, agar dalam review nantinya Indonesia tetap tidak
dikeluarkan dari program GSP.
d) Global System of Trade Preferences (GSTP)
GSTP adalah suatu persetujuan pertukaran konsesi antara
sesama negara berkembang dalam rangka meningkatkan
perdagangan dan saling memberikan perlakuan khusus yang
menguntungkan, yaitu saling memberikan penurunan tarif bea
masuk dari tarif bea masuk normal. Produk yang mendapatkan
konsesi tarif pada Putaran I dalam rangka persetujuan GSTP
yang merupakan hasil pertukaran konsesi diantara 48 negara
berkembang berjumlah 1.700 produk. Konsesi tarif yang
diberikan antara sesama negara anggota Persetujuan GSTP
berkisar dari 0% sampai dengan 80%.
Pada Putaran II telah disepakati bahwa Indonesia telah
menyampaikan Consilidated Concession kepada Sekretariat
GSTP sebanyak 35 produk.
Kegiatan dan hasil-hasilnya:
(1) Melakukan identifikasi Produk-produk ekspor yang
memanfaatkan fasilitas GSTP di 2 daerah;
(2) Mengikuti perkembangan isu-isu di seputar GSTP sesuai
dengan kepentingannya;
(3) Memasyarakatkan GSTP antara lain melalui Forum
Penyuluhan/Konsultasi Teknis di 17 Propinsi di Indonesia;
(4) Memonitor pemanfaatan GSTP melalui Laporan dari
Kanwil Perindag dan Atase Perdagangan di luar negeri.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
193
Usaha-usaha untuk memasyarakatkan pemanfaatan GSTP telah
dilakukan. Namun nampaknya eksportir kita dalam melakukan
ekspor dengan fasilitas GSTP masih tergantung pada
permintaan importir dalam penyertaan Surat Keterangan Asal
(SKA), dimana importir tidak meminta SKA Form GSTP akan
tetapi menggunakan SKA lainnya.
Tindak Lanjut :
Mengingat pemanfaatan GSTP dapat meningkatkan daya saing,
maka perlu ditingkatkan usaha pemasyarakatan GSTP di dalam
negeri sehingga eksportir bersikap proaktif menyampaikan
adanya fasilitas GSTP kepada pelanggannya, maupun di negara
tujuan ekspor melalui para atase dan ITPC.
e) Kerjasama Kelompok - 15
Kerjasama Ekonomi Selatan-Selatan (Group - 15) yang
beranggotakan 16 negara dimaksudkan untuk me-ningkatkan
kerjasama di bidang ekonomi diantara negara-negara anggota,
berdasarkan keyakinan bahwa potensi yang bisa dimanfaatkan
satu sama lain adalah sangat besar dan akan saling
menguntungkan.
Negara anggota Group-15 adalah: Aljazair, Argentina, Brazilia,
Egypt, Indonesia, India, Jamaica, Malaysia, Mexico, Nigeria,
Peru, Senegal, Venezuela, Zimbabwe, Chili, dan Kenya.
Kerjasama Ekonomi Selatan-Selatan juga diharapkan menjadi
suatu forum konsultasi antar negara berkembang dalam
koordinasi kebijaksanaan dan langkah-langkah negara Selatan-
Selatan, dan untuk kerjasama dalam merencanakan dan
melaksanakan program-program kerjasama diantara negara
anggota.
KTT VII telah diselenggarakan pada bulan Nopember 1997 di
Kuala Lumpur, dihadiri oleh Kepala Negara RI dan Menteri
Luar Negeri. Khusus untuk Sidang Pertama Menteri
Perdagangan dan Ekonomi Kelompok-15, Menteri Perindustrian
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
194
dan Perdagangan diwakili oleh Direktur Jenderal Hubungan
Ekonomi Luar Negeri, Departemen Luar Negeri.
Kegiatan yang dilakukan adalah:
(1) Mengadakan Kerjasama Perdagangan dan Inves-tasi;
(2) Mengadakan Kerjasama Teknis;
(3) Mengadakan Liberalisasi Perdagangan;
(4) Mendorong Partisipasi sektor Swasta;
(5) Mengadakan Kerjasama Perdagangan Multilateral.
Hasil-hasilnya:
(1) Mengadakan Kerjasama Perdagangan dan Inves-tasi yang
meliputi:
(a) Kerjasama di bidang fasilitasi perdagangan dan
investasi, seperti; pertukaran informasi, mobilitas
wira usaha, persyaratan standar peningkatan
perdagangan dan investasi serta prosedur
kePabeanan;
(b) Kerjasama teknis yang mencakup program-program
pelatihan keahlian, pertukaran investasi dan promosi
perdagangan, penugasan personil dan program
peningkatan produktivitas dan peningkatan mutu;
(c) Di bidang liberalisasi perdagangan, telah memberikan
komitmen liberalisasi dalam rangka kerangka
kerjasama WTO - UNCTAD dan pengaturan
perdagangan regional berdasarkan otonomi dibawah
Skema GSTP.
2) Bidang Kerjasama Teknis
(a) Diperlukan identifikasi program kerjasama teknis
yang dapat ditawarkan oleh setiap negara anggota;
(b) Bidang-bidang kerjasama teknis tersebut mencakup
pelatihan keahlian, pertukaran investasi dan promosi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
195
perdagangan, berbagi pengalaman, penugasan
personel serta program peningkatan produktivitas dan
peningkatan mutu.
3) Bidang Liberalisasi Perdagangan
Dalam rangka memperluas dan meningkatkan arus
perdagangan dan investasi diantara negara-negara anggota
maka perlu dipertimbangkan penerapan Sistem Preferensi
Perdagangan Global (Skema GSTP) yang selama ini telah
diterapkan dalam rangka kerjasama UNCTAD.
4) Bidang Partisipasi Sektor Swasta
(a) Mendorong sektor swasta untuk memberikan peran
lebih pro-aktif dan berpartisipasi di dalam forum
bisnis dan investasi;
(b) Intensifikasi jaringan kerja antara KADIN dengan
Asosiasi Bisnis dan Industri lainnya antara Kelompok
Selatan-Selatan dalam kerjasama yang erat dengan
Business and Investment Foum (BIF) dan Committee
on Investment, Trade and Technology (CITT). Dalam
hal ini KADIN Indonesia telah menawarkan untuk
menjadi tuan rumah pada pertemuan kedua;
(d) Mengembangkan upaya-upaya dalam rangka
meningkatkan interaksi dan mempererat hubungan
antara industri kecil dan menengah untuk mendorong
kinerja mereka dan lebih memanfaatkan peluang
yang ada, serta meningkatkan pameran dagang antara
kelompok Selatan-Selatan.
5) Bidang Perdagangan Multilateral
Melakukan koordinasi dan konsolidasi posisi kelompok
Selatan-Selatan dan berupaya mencapai konsensus akan
issue-issue penting dalam rangka menjamin pengamanan
kepentingan perdagangan dan pembangunan antar anggota.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
196
f) Kerjasama ESCAP
Maksud partisipasi Indonesia dalam komisi kerjasama ekonomi
regional ESCAP yang mencakup bidang perdagangan, industri
dan teknologi adalah untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di
wilayah Asia dan Pasifik, yang mempertimbangkan sifat
komplemen-taristik berbagai bentuk kerjasama baik regional
maupun sub regional yang sudah ada. Dalam kaitan ini,
Indonesia senantiasa membuka diri, untuk membahas prospek,
prioritas dan pilihan kebijakan yang saling melengkapi dalam
mengem-bangkan kegiatan ekonomi. Dalam upaya
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja kegiatan ESCAP,
maka perlu adanya pengkajian ulang mengenai Struktur
Konperensi dan Program ESCAP termasuk prioritas
thematiknya. Untuk itu pada bulan Pebruari 1997 telah
dilaksanakan Pertemuan The Regional Preparatory Meeting
for the Review of the Conference Structure of the Commission of
ESCAP di Bangkok.
Proses restrukturisasi ESCAP tersebut merupakan proses yang
terus berlanjut dalam rangka reformasi PBB secara menyeluruh.
Pertemuan tersebut telah me-rekomendasikan struktur
Konperensi Komisi ESCAP terdiri dari 5 komite dan 1
kelompok pengarah serta mempertahankan dua Special Body.
Komite yang berkaitan dengan Depperindag adalah Committee
on Regional Economic Cooperation beserta Steering Group,
bersidang sekali dalam 2 (dua) tahun. Pertemuan Steering
Group-nya direkomendasikan diadakan setiap tahun.
Selain rekomendasi tentang komite tersebut diatas, juga telah
diputuskan bahwa Sidang Komisi ESCAP tetap diselenggarakan
setiap tahun yang terdiri dari 2 (dua) segmen, yaitu Pertemuan
Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) dan dilanjutkan dengan
Pertemuan Tingkat Menteri.
Kegiatan antara lain adalah:
(1) KTM Menteri Industri dan Tehnologi dalam sidangnya
pada bulan Februari 1998 di Bangkok mengadopsi
Rencana aksi regional untuk pem-bangunan industri dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
197
tehnologi, dengan meng-identifikasikan bidang-bidang
yang diprioritaskan untuk kerjasama regional dan aksi
ditingkat nasional;
(2) Menghasilkan deklarasi untuk memperkuat kerja-sama
regional untuk pembangunan industri dan tehnologi di
wilayah Asia dan Pasific yang disebut "Bangkok
Declaration on strengthening regional cooperation for
industrial and technological development of the Asian and
Pasific Region"
Hasil-hasilnya meliputi:
(1) Restrukturisasi dan pembangunan industri dan tehnologi
untuk mempromosikan dan meningkat-kan
"complementaritis" dan pencapaian daya saing
internasional didalam tatanan baru regional dan global;
(2) Promosi investasi yang dikaitkan dengan transfer
tehnology, untuk pembangunan industri dan tehnologi di
wilayah ESCAP;
(3) Melakukan privatisasi dan pembangunan sektor swasta
didalam meningkatkan pembangunan industri dan
tehnologi;
(4) Mengintegrasikan negara yang kurang berkem-bang,
negara-negara di kepulauan Pasifik dan ekonomi dalam
transisi: tantangan dan peluang dalam suatu dunia ekonomi
global dunia;
(5) Meningkatkan pengembangan skill untuk kesinambungan
pembangunan industri dan tehnologi di wilayah ESCAP.
Dalam hal ini The Asian Pasific Centre for Transfer of
Technology (APCTT) diharapkan menjadi katalis dalam
penyusunan dan pengorganisasian program-program
pengembangan.
g) OKI (Organisasi Konperensi Islam)
OKI beranggotakan 55 negara yang penduduknya beragama
islam tersebar di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Selatan.
Kerjasama di bidang ekonomi ditangani oleh satu badan yang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
198
diberi nama Standing Committee for Economic and Comercial
Cooperation of Organization of the Islamic Conference
(COMCEC). Dalam rangka kerjasama Konperensi Islam ini,
Indonesia telah menandatangani empat jenis dari enam
persetujuan dan statuta yang menjadi dasar kerjasama dalam
OKI tersebut yakni:
(1) General Agreement on Economic, Technical and
Commercial Cooperation Among Member States;
(2) Agreement on Promotion, Protection and Guarantee of
Investments among Member States;
(3) Framework Agreement on Trade Preferentie System
among OIC Member States;
(4) Articles of Agreement on Islamic Cooperation for the
Insurance of Investment and Export Credit.
Sedangkan dua statuta berikut ini belum ditandatangani, hal ini
disebabkan antara lain karena Indonesia belum melihat manfaat
ekonominya yaitu:
(1) Statute of the Islamic States Telecommunications Union
(ISTU);
(2) Statute of the Islamic Civil Aviation Council.
Jarak geographis yang memisahkan negara-negara anggota,
merupakan salah satu kendala dalam me-laksanakan kerjasama
ekonomi. Direktorat HPMR berperan aktif dalam kerjasama
melalui Standing Committee for Economic and Commercial
Cooperation-Organization for Islamic Conference (COMCEC-
OIC) yang membahas kerjasama antar negara anggota OKI
dalam promosi, misi dagang dan konsultasi. Sidang ke-14
COMCEC-OIC akan diselenggarakan bulan Nopember 1998 di
Istambul - Turki dengan materi pokok membahas lembaga
kemetrologian OKI.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
199
Kegiatan dan hasil-hasilnya yaitu:
(1) Rencana Aksi
Pada Summit ke VII, telah diadopsi mekanisme
implementasi pada rencana aksi dan selanjutnya kelompok
ahli dari setiap bidang kerjasama akan membahas
implementasinya.
(2) Kerjasama promosi perdagangan
Telah disusun skema-skema berikut untuk mening-katkan
perdagangan antar negara islam yaitu:
(a) Longer Term Trade Financing Scheme (LTTF)
Operasional sejak 1408 H (1988) ditujukan untuk
meningkatkan ekspor komoditi non konvensional,
antar negara anggota OKI dnegan memberikan
pendanaan selama periode 6-10 bulan.
(b) Islamic Corporation for the Insurance of Investment
and Export Credit (ICIEC)
Tujuannya meningkatkan transaksi dan aliran
investment antar anggota OKI.
(c) Islamic Multilateral Clearing Union
Cakupan produknya fleksibel, keanggotaan atas dasar
suka rela.
(3) Pembentukan Trade Information Network (TINIC)
Bekerjasama dengan ICDT (Islamic Centre for Deve-
lopment of Trade) membuat data base di bidang:
(a) Foreign Trade Operations;
(b) Foreign Trade Statistics;
(c) Trade Oppurtunities;
(d) Trade Events.
(4) Pembentukan Trade Preferential System among OIC
Member States (TPSOIC).
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
200
Kerangka kerja untuk TPSOIC tersebut, telah
ditandatangani oleh 20 anggota. Jika telah diratifikasi oleh
lebih dari 10 anggota, telah dapat diberlakukan.
(5) Reorganisasi Islamic Trade Fair
Trade Fair dimaksud pernah dilaksanakan di Jakarta-
Indonesia pada tahun 1996.
(6) Kerjasama antara sektor swasta OKI.
Dilakukan melalui ICCI (Islamic Chambre of Commerce
and Industries).
(7) Pertukaran pandangan tentang isu-isu yang aktual antara
lain:
(a) Pengalaman privitision di negara OKI;
(b) Implications of Regional Economic Grousing.
h) INRO (International Natural Rubber Organization)
Internastional Natural Rubber Organization dibentuk pada
tahun 1979, merupakan wadah kerjasama antara negara
produsen/pengekspor dengan negara konsumen/ pengimpor
karet alam. INRO beranggotakan 9 negara pengekspor dan 17
negara pengimpor karet alam. Tujuan utamanya adalah
tercapainya suatu keseim-bangan pertumbuhan permintaan dan
penawar-an karet alam. Hal ini dicapai melalui stabilisasi harga
kerat pada tingkat yang menguntungkan, ditunjang oleh
mekanisme operasi Cadangan Penyangga (Buffer Stock) serta
riset dan pengembangan karet alam, sebagaimana ditetapkan di
dalam International Natural Rubber Agreement (INRA).
Kekuasaaan tertinggi ada ditangan Dewan (International
Natural Rubber Council) yang beranggotakan semua negara
anggota dan melakukan sidangnya 2 kali dalam setahun.
Didalam INRA, distribusi suara (Votes) dalam pengambilan
keputusan didasarkan pada pangsa ekspor/impor negara
anggota. Indonesia sebagai negara produsen kedua terbesar
mengantongi 330 dari 1000 suara produsen, sehingga pendapat
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
201
Indonesia menjadi salah satu faktor penentu yang dominan
dalam sidang INRO. Sejak Pebruari 1998, diberlakukan INRA
III (INRA 1995) yang mempunyai masa berlaku selama 4 tahun.
Negara anggota yang telah meratifikasi INRA III 1995 dan
suara yang didapat tahun 1998 adalah terdiri dari 6 negara
produsen: Code d Voire (21), Indonesia (334), Malaysia (205),
Nigeria (20), Sri Lanka (19), Thailand (401), sedangkan negara
konsumen terdiri dari: Cina (136), European Community (286):
Austria (8), Belgia & Luxemburg (14), Denmark (1), Finland
(3), France (60), Germany (66), Greece (2), Irland (2), Italy
(40), Netherland (3), Spane (46), Sweden (3), United Kingdom
(41), disusul Jepang (232) dan Amerika Serikat (343).
Kegiatan dan hasil-hasilnya:
(1) Stabilisasi Harga
INRO memonitor perkembangan pasar karet alam dunia,
dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Harga
rata-rata karet alam dari 4 Pasar Karet Alam, yaitu:
Singapura, Kuala Lumpur, New York dan London,
digunakan sebagai indikator harga, untuk menentukan
apakah perlu dilakukan pembelian karet, penjualan stok
ataukah revisi automatic refence price.
Dengan mekanisme kerja yang disepakati, harga karet
selama masa-masa perjanjian relatif stabil, dan
menguntungkan kedua belah pihak. Hal ini ditandai
dengan pertumbuhan suplai maupun permintaan karet alam
yang senantiasa meningkat. Hasil-hasil monitoring harga
INRO sekaligus dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha
sebagai arahan dalam mengembangkan produksi dan
pemasarannya.
(2) Hasil Operasi Buffer Stock
Kegiatan Operasi Buffer Stock menghasilkan keuntungan
dari hasil penjualan karet yang dibeli pada waktu harga
rendah dan dijual pada waktu harga tinggi, sesuai dengan
garis-garis indikasi harga yang disepakati. Dari kegiatan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
202
tersebut ,Indonesia menerima penghasilan bersih sebesar
RM 35.219.419,29 yang langsung disetor ke kas negara.
(3) Riset dan Pengembangan
INRO melakukan berbagai kegiatan dalam rangka
meningkatkan daya saing karet, antara lain:
(a) Mengumpulkan data dan menyebarluaskan informasi
diseputar karet alam untuk kepentingan para anggota.
Informasi tersebut dapat dilihat dalam home page dan
INRO News Letter;
(b) Meningkatkan riset dan pengembangan serta
mempererat kerjasama di bidang produksi,
pengolahan, pemasaran dan pemakaian karet alam.
Prioritas diberikan pada kegiatan yang memenuhi sebagian
atau seluruh kriteria berikut :
(a) Menguntungkan negara pengekspor maupun
pengimpor;
(b) Meningkatkan produktivitas serta produksi karet
alam;
(c) Meningkatkan mutu dan keseragaman pasok karet
alam;
(d) Mengembangkan pemakaian akhir karet alam yang
mengarah ke peningkatan dan kegunaan baru;
(e) Memperbaiki pengolahan, penyajian dan pemasaran
karet alam;
(f) Menjaga lingkungan dan meningkatkan keamanan
penggunaan.
Proposal-proposal berikut dalam proses pengujian dan
pengembangannya:
(a) Recent Progress on the African Rubber Quality
Project;
(b) Promotion and Implementation of Natural Rubber
Isolators for Earthquake Protection;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
203
(c) A Survey for the Treatment of Rubber Factory
Effluents;
(d) Current Status on the Possible Follow-up of the
Blends Project.
Proposal-proposal berikut sedang dipertimbangkan untuk
dilaksanakan yaitu:
(a) Evaluation of Marketing Systems for Smallholder
Raw Materials for Dry Rubber Production;
(b) Improving the Productivity of Smallholders Rubber
Agroforestry Systems : Sustainable Alternatives;
(c) Corynespora Leaf Fall Disease.
(d) Rubberised Asphalt for Road Surfacing.
Tindak Lanjut:
(a) Indonesia akan terus memonitor dan mengarahkan
aktivitas INRO sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
(b) Berpartisipasi aktif dalam sidang-sidang INRO,
memperjuangkan kepentingan negara-negara
produsen pada umumnya dan kepentingan Indonesia
pada khususnya;
(c) Mengikuti perkembangan dan partisipasi aktif dalam
proyek-proyek yang terkait dengan kepentingan
Indonesia;
(d) Melakukan koordinasi antar pengusaha karet nasional
dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia
(GAPKINDO) untuk mengamankan dan
melaksanakan program-program INRO di tingkat
nasional sehingga akan mendorong pertumbuhan
industri karet rakyat.
i) ANRPC (Association of Natural Rubber Producing Countries)
Association of Natural Rubber Producing Countries dibentuk
pada tahun 1970 merupakan forum konsultasi antar produsen
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
204
karet alam yang beranggotakan 7 negara penghasil karet alam,
yaitu India, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Sri Lanka,
Vietnam dan Thailand. Sekretariat ANRPC berkedudukan di
Kuala Lumpur- Malaysia dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal.
Tujuannya antara lain:
(1) Mempromosikan riset dan pengembangan di bidang
produksi, prosesing dan pemasaran karet alam;
(2) Mempromosikan kerjasama teknis antar negara anggota;
(3) Meningkatkan koordinasi dalam memproduksi karet alam;
(4) Mempertahankan stabilitas harga karet alam pada harga
yang menguntungkan.
Untuk kelancaran kegiatan dibentuk komite-komite berikut:
(1) Coordinating Committee Production and Marketing
Strategies (CCPMS);
(2) Executive Committee (EXCO);
(3) Committee on Natural Rubber Statistics (CNRS);
(4) Standing Committee on INRO Matters (SCIM);
(5) Technical Committee on Pest and Diseases of Hevea
(TCPDN).
Kegiatan dan hasil-hasilnya:
(1) Bidang Produksi:
(a) Promosi karet alam sebagai bahan mentah yang
bersahabat dengan lingkungan. Selain itu juga
direncanakan untuk mencetak pamflet dan membuat
video, namun pembuatan video dihentikan karena
terbatasnya anggaran;
(b) Pertukaran klone atas dasar bilateral
Sejak disepakatinya program ini, belum dilaksanakan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
205
(2) Pemasaran:
(a) Aktivitas berkaitan dengan Standing Commit-tee on
INRO Matters.
Merupakan forum negara-negara produsen dalam
memperjuangkan kepentingan negara-negara
produsen dalam keanggotaan INRO. Sidang-
sidangnya dilakukan melalui sirkulasi kertas kerja
(surat menyurat).
Disepakati memperbarui INRAPS 1992, menjadi
INRAPS 1997 (International Rubber Agreement on
Price Stabilisation) dengan masa berlaku selama 5
tahun.
(b) Aktivitas berkaitan dengan CCPMS (Coordinating
Committee on Production and Marketing Strategis).
Pertukaran informasi mengenai strategi produksi dan
pemasaran karet alam negara-negara anggota serta
strategi bersama.
(3) Statistik
Pertukaran data dan metode statistik karet alam, ramalan
produksi dan konsumsi serta perkiraan biaya produksi
masing-masing negara anggota.
(4) Hama dan Penyakit:
Aktivitas pencegahan hama dan penyakit tanaman karet,
antara lain melalui Workshop dan Training dengan
mengundang partisipasi negara anggota.
(5) Publikasi:
(a) Quarterly NR Statistical Bulletin;
(b) Economic and Statistical Review;
(c) New Letter.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
206
j) APCC (Asian and Pacific Coconut Community)
Masyarakat Kelapa Wilayah Asia-Pasific (Asian and Pasific
Coconut Community/APCC) didirikan pada tahun 1969 oleh
The Economic Social Commission for the Asia and Pacific
(ESCAP) yang saat ini beranggotakan 13 negara produsen
kelapa, yakni: India, Indonesia, Malaysia, Philipina, Sri Lanka,
Thailand, Fiji, Federated State of Micronesia, Papua New
Guinea, Solomon Island, Vanuatu, Vietnam dan Western
Samoa. Sekretariat APCC berkedudukan di Jakarta dipimpin
oleh seorang Executive Director yang dipilih untuk masa
jabatan 5 (lima) tahun.
Tujuan :
Meningkatkan kerjasama antar negara produsen kelapa dalam
bidang produksi, pemasaran, pengolahan dan penelitian antara
lain; melalui pertukaran informasi (transfer of technology),
statistik, program dan proyek guna meningkatkan produksi dan
produktivitas kelapa.
Kegiatan:
Untuk membahas program kerja dan bantuan proyek diadakan
pertemuan setahun sekali yang dihadiri oleh plenipontentiary
representative yang terdiri dari:
(1) Annual Session;
(2) Permanent Panelon Coconut Technology (COCOTECH);
(3) Coconut Product Exporters;
(4) Workshop/Seminar.
Anggaran operasional diperoleh dari iuran negara anggota,
sedangkan untuk program mendapatkan bantuan dari badan-
badan dunia lainnya, seperti; UNIDO, FAO, Philippine Coconut
Authority (PCA), Common Fund for Commodities (CFC),
Burotrop (Bureau Research on Tropical and Perenial Crops)
dan beberapa negara penyumbang (Donor Countries).
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
207
Proyek yang telah dijalankan dalam bidang produksi, pemasaran
dan pengolahan antara lain:
(1) Multy Country TCDC Programme;
(2) IDRC/APCC Integrated Coconut Information Services
Programme;
(3) ITC/APCC Computer Based Market Intelligence System
for Coconut (Indonesia mendapat bantuan tiga buah
komputer);
(4) Workshop on Coconut Wood Utilization for Policy
Markers;
(5) Study on Contrains on the Market for Desiccated Coconut;
(6) Workshop on Waste Heat Recovery Unit;
(7) APCC Course on Coconut Statistics;
(8) Study on Assesment of Experience with the New Coconut
Varietas.
Sedangkan program dan proyek yang akan dilak-sanakan
memasuki tahun 1998, antara lain:
(1) Coconut Integrated Pest Management Control;
(2) Assesment of the Performance of High Yielding Coconut
Varieties/Hybrid and the Varietal Preferences of Farmers;
(3) Establishment of International Coconut Genebanks in Asia
Pacific Region;
(4) Control and Reduction of Aflatoxin Level in copra and
Copra Cake.
Untuk proyek nomor 1,2 dan 3 sebagai counterpart di Indonesia
adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri
(PUSLITBANGTRI-BALITKA MANADO), Departemen
Pertanian, sedangkan untuk proyek nomor 4 adalah Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian
(BBIHP), Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
208
Hasil yang dicapai:
(1) Bidang produksi kelapa, secara nasional perkembangannya
sangat pesat, dibuktikan bahwa apabila pada tahun 1991
produksi negara anggota APCC baru mencapai 7,4 juta ton
kopra ekuvalen maka memasuki tahun 1997 produksinya
meningkat menjadi 9,1 juta ton kopra ekuvalen. Juga
terjadi perluasan lahan dimana pada tahun 1991 tercatat
seluas 10.071.000 Ha meningkat secara perlahan hingga
tahun 1996 mencapai 10.437.000 Ha.
(2) Bidang pemasaran, juga terjadi peningkatan ekspor kopra
dari 193.750 metric ton pada tahun 1992 menjadi 252.396
metric ton pada tahun 1996 sedangkan untuk ekspor
minyak kelapa sedikit mengalami penurunan dari
1.371.577 metric ton pada tahun 1992 menjadi 1.303.195
metric ton pada tahun 1996. Berhasil dibentuk lembaga
konsultasi eksportir dessicated coconut product dalam
membantu program APCC serta melakukan pertukaran
informasi dan mengatasi hambatan perdagangan. Hal ini
disebabkan, karena kebijakan di beberapa negara untuk
mengkonsumsi minyak kelapa sebagai bahan baku minyak
goreng termasuk Indonesia. APCC juga berhasil me-
yakinkan kepada konsumen minyak kelapa di Amerika
Serikat khususnya American Soybean Association yang
menyatakan bahwa minyak nabati termasuk minyak kelapa
mengandung kolesterol yang sangat mengganggu
kesehatan manusia ternyata tidak benar.
(3) Di bidang pengolahan berhasil dikembangkan produk
diversifikasi antara lain desicated coconut, coconut milk,
nata de coco, coir fibre, activated carbon, cocowood,
handycraft, dan sebagainya yang merupakan nilai tambah
bagi produsen dan petani kelapa. Selain itu pada workshop
yang diselenggarakan oleh APCC telah berhasil disusun
suatu konsep standard untuk produk-produk makanan
yang mempergunakan bahan baku kelapa.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
209
(4) Mengenai research and development terhadap
perluasan penggunaan produk kelapa, Pemerintah
Indonesia telah mendapat bantuan teknis dan keuangan
dari Natural Resecarh Institute - United Kingdom
khususnya dalam peningkatan teknologi pembuatan
minyak klentik pada tingkat petani Hot Oil Immersion
Drying (HOID) Technology for Producing Coconut Oil
(Medium Scale). Pilot proyek berlokasi di Pontianak
dibawah koordinasi Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Hasil Pertanian, Depperindag.
Hasil dalam bentuk penerbitan:
(1) Coconut Statistical Yearbook;
(2) The Cocomunity (semi monthly);
(3) Coconut on Research and Development (CORD), (semi
annual);
(4) COCOINFO International (semi annual);
(5) Coconut Industry Series;
(6) Domestic Marketing of Coconut Products Series;
(7) Processing of Coconut Products Series;
(8) Coconut Production and Productivity Series;
(9) Proceedings of Technical Meetings;
(10) Bibliography Series;
(11) Directory Series;
(12) Coconut Processing Technology Information Documents
Series;
(13) Video Documentaries.
Tindak lanjut:
(1) Indonesia sebagai negara produsen kelapa terbesar kedua
sesudah Philipina, mempunyai peran yang aktif dalam
menjalin kerjasama untuk mening-katkan produksi dan
produktivitas, pendapatan petani dan nilai ekspor;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
210
(2) Memanfaatkan secara maksimal Sekretariat APCC yang
berkudukan di Jakarta sebagai pusat informasi dan
memasyarakatkan hasil kerjasama APCC kepada dunia
usaha dan antar pejabat pemerintah khususnya di daerah.
k) IPC (International Pepper Community)
Masyarakat Lada Internasional (International Pepper
Community) didirikan tahun 1971 dan pada mulanya
Sekretariat IPC untuk sementara berkedudukan di Bangkok dan
sejak tahun 1977 dipindahkan ke Indonesia dengan Jakarta
sebagai headquarter Sekretariat IPC. Pada awalnya IPC
beranggotakan tiga negara produsen yaitu India, Indonesia dan
Malaysia. Kemudian pada tahun 1981, Brazil akhirnya masuk
juga menjadi anggota dan disusul oleh Thailand pada tahun
1983. Pada Sidang Tahunan ke-25 di Cochin-India tahun 1997,
disetujui bahwa Sri Lanka juga menjadi anggota, sedangkan
Papua New Guinea menjadi Associate Member.
Tujuan:
Menjalin kerjasama antar negara produsen utama lada dunia
dalam bidang produksi, pemasaran, pengolahan dan penelitian
melalui pertukaran informasi, promosi, dan lain-lain.
Kegiatan:
Dalam mengambil keputusan serta menentukan program kerja
IPC, telah diselenggarakan Sidang-Sidang secara rutin setiap
tahun sebagai berikut :
(1) Sidang Tahunan (Annual Session)
Sidang ini dilaksanakan setiap tahun dan diadakan bergilir
disetiap negara anggota. Untuk tahun 1998, Indonesia
mendapat giliran untuk menjadi tuan rumah Sidang
Tahunan ke-26 dan Sidang-Sidang terkait lainnya;
(2) Sidang PEPPERTECH (Permanent Panel on Techno-
Economic Studies)
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
211
Sidang ini merupakan pertemuan teknis yang membahas
perkembangan luas lahan, produksi, produktivitas, sistim
pola tanam serta kualitas lada;
(3) Sidang Pepper Exporters
Sidang ini mengevaluasi dan mengkaji data produksi,
ekspor, konsumsi dan stok yang ada dan dihadiri oleh
eksporitir lada;
(4) Sidang Pepper Eksportir-Importir
Sidang ini membahas masalah yang berkaitan dengan
pelaksanaan ekspor dan impor komoditi lada baik antar
sesama negara produsen maupun ke negara konsumen;
(5) Workshop yang merupakan penyebarluasan informasi
kepada dunia usaha, eksportir, perguruan tinggi, peneliti,
dan sebagainya berkaitan dengan kebijakan kerjasama
lada.
Hasil yang dicapai:
(1) Dalam bidang produksi telah berhasil dilakukan program
pertukaran bibit unggul tanaman lada (varietal trial
programme), pemberantasan hama, penyempurnaan pola
tanam, dan sebagainya sebagai salah satu upaya
meningkatkan produksi;
(2) Dalam bidang pemasaran dilakukan forum dialog antar
eksportir dan importir guna merumuskan kelancaran
perdagangan lada, dibentuknya Pepper Future Contract
untuk lada hitam dan beberapa proyek bantuan teknis;
(3) Berhasil dikembangkannya lada menjadi pepper oleoresin,
pepper oil, green pepper, pepper powder, dsb sebagai
upaya diversifikasi;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
212
(4) Proyek yang sedang dalam proses memperoleh bantuan
meliputi:
(a) Introducing Small Scale Processing Equipment at the
Farm Level to Improve the Quality of Pepper and
Pepper Products;
(b) Usage of Pepper and Pepper Products in
Pharmaceutical and Herbal Products;
(c) Enhancing the Competitiveness of Pepper Industry
through Improved Farming System;
(d) Enhancing the Quality of Black Pepper at the Farm
Level through Introduction of Improved Small Post
Harvest Technology;
(e) Enhancing the Quality of Pepper and Pepper
Products (Seminars);
(f) Sustainability of Pepper Supply to the World Market.
(5) Studi tentang perluasan tugas dan fungsi IPC dengan
memasarkan jenis rempah-rempah akan dilakukan oleh
Sekretariat IPC sebagai salah satu pengembangan
organisasi IPC. Selain itu dengan munculnya International
Spice Group dapat menimbulkan duplikasi program,
terutama untuk memperoleh bantuan dari Common Fund
for Commodities.
Dalam bentuk Penerbitan:
(a) Statistical Year Book;
(b) Pepper News (Quarter);
(c) Directorat Pepper Exporters;
(d) Proceding of Annual Session/Workshop/ Seminar.
Tindak lanjut:
(1) Secara maksimal Indonesia memanfaatkan kebe-radaan
Sekretariat IPC di Jakarta sebagai pusat informasi dan
mendukung program IPC;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
213
(2) Menyebarluaskan hasil keputusan Sidang, dalam rangka
mendorong ekspor komoditi lada, sehingga meningkatkan
pendapatan petani dan nilai ekspor.
l) Kerjasama Komoditi Lain
(1) International Rubber Study Group (IRSG)
Organisasi ini merupakan kerjasama dibidang penelitian
karet yang meliputi negara produsen, konsumen dan
assosiasi pengusaha karet. Sekre-tariatnya berkedudukan
di London. Studi ini bermanfaat dalam merumuskan
program sta-bilisasi harga, konsumsi dan statistik karet;
(2) International Tropical Timber Organization (ITTO)
Dengan kegiatan pokok di bidang riset dan pengembangan
kayu tropis dengan 24 negara produsen: Bolivia, Brazil,
Cameroon, Colombia, Conggo, Code d Voire, Equador,
Gabon, Gana, Guyana, Honduras, India, Indonesia,
Liberia, Malaysia, Panama, Papua New Guinea, Peru,
Philippine, Togo, Trinidad, Tobago dan Zaire. Sedangkan
16 negara konsumen terdiri dari: Australia, Austria,
Canada, Cina, Egypt, MEE, Finland, Jepang, Nepal, New
Zealand, Norwegia, Republic of Korea, Rusia, Swedia,
Swiss dan USA;
(3) International Coffee Organization (ICO)
Dengan kegiatan pokok stabilisasi harga melalui
penerapan sistem quota ekspor, Sekretariat ICO
berkedudukan di London. Anggota terdiri dari 33 negara
pengekspor: Angola, Bolivia, Brazil, Burundi, Colombia,
Conggo, Costa Rica, Code dIvoire, Cuba, Equador, El
Salvador, Equatorial Guena, Ethiopia, Gabon, Guatemala,
Guenia, India, Indonesia, Jamaica, Kenya, Madagascar,
Malawi, Nigeria, Papua New Guinea, Paraguay, Rwanda,
Tanzania, Thailand, Trinidad and Tobago, Uganda,
Venezuela, Zaire dan Zambia. Sedangkan negara
konsumen terdiri dari 16 negara, yaitu:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
214
Belgia/Luxemburg, Cyprus, Denmark, Finland, France,
Germany, Greece, Ireland, Italy, Japan, Netherland,
Norwegia, Spane, Sweden, Swizerland, United Kingdom
and European Community;
(4) Association Coffee Producing Countries (ACPC)
Dibentuk bulan September 1993 di Brazil;
(5) International Jute Organization (IJO)
UNCTAD telah memprakarsai berdirinya Orga-nisasi
Kerjasama Karung Goni/Serat pada tahun 1984 dan
Sekretariatnya berkedudukan di Dacca- Bangladesh.
Tujuan pokok adalah menjalin ker-jasama antara negara
produsen dan konsumen, mendorong pertumbuhan pasar
terhadap karung/ serat dan meningkatkan produksi dan
mutu karung goni/serat. Untuk menjaga kerjasama ini telah
disepakati adanya International Agreement on Jute and
Jute Products pada tahun 1989 yang berlaku sampai
dengan 11 April 2000. Program IJO termasuk Research
and Development, promosi dan bantuan program.
Anggota IJO terdiri dari 5 negara produsen, yaitu:
Bangladesh, Cina, India, Nepal dan Thailand. Sedangkan
negara konsumen terdiri dari: European Community
(Austria, Belgium, Denmark, Finland, Francve, Germany,
Greece, Ireland, Italy, Luxemburg, Netherland, Portugal,
Spane, Sweden, United Kingdom), Egypt, Indonesia,
Japan, Norwe, Pakistan dan Swizerland.
31. Perkembangan Kerjasama Perdagangan Bilateral
Hubungan kerjasama Perdagangan secara bilateral merupakan salah satu
pendekaatan yang dikembangkan Indonesia, dalam rangka memelihara,
meningkatkan dan memperluas hubungan kerjasama perdagangan dengan
negara mitra dagang.
Pendekatan secara Bilateral tersebut makin penting artinya dengan
timbulnya persaingan yang semakin ketat di pasar luar negeri dan dalam
negeri, baik dengan negara maju maupun di antara sesama negara
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
215
berkembang, sebagai dampak dari pelaksanaan komitmen pembentukan
zona perdagangan bebas ASEAN (CEPT-AFTA), liberalisasi
perdagangan kawasan Asia Pasifik (APEC) dan pelaksanaan komitmen
organisasi perdagangan dunia (WTO).
Selain itu bermunculan pasar potensial baru sejalan dengan perubahan
tatanan politik dan struktur ekonomi yang menuju sistim pasar terbuka
yaitu Rusia dan negara eks Uni Soviet seperti Uzbekistan, Kazakhstan,
Turkmenistan; negara eks sosialis Eropa Timur seperti Hongaria,
Rumania, Polandia, Bulgaria, Ceko dan Slowakia; Afrika seperti Afrika
Selatan, Zimbabwe dan Asia Timur seperti RRC dan Vietnam. Serta
berkembangnya blok-blok perdagangan seperti Persetujuan Perdagangan
Bebas Amerika Utara (NAFTA) dan pasar tunggal Eropa akan
mempengaruhi kedudukan mata dagangan Indonesia diberbagai pasar
tradisional. Peningkatan kerjasama perdagangan bilateral tersebut sejalan
dengan upaya diversifikasi pasar ekspor yang bertujuan untuk
mengurangi atau mengatasi hambatan-hambatan perdagangan yang
masih ada dan sekaligus mengembangkan peluang yang ada pada
masing-masing negara mitra dagang.
a. Perjanjian Perdagangan Bilateral
Pemerintah Indonesia telah menandatangani sekitar 54 perjanjian
perdagangan/ekonomi dengan pemerintah berbagai negara mitra
dagang yaitu:
1) Asia Pasifik: Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Korea
Selatan, Jepang, RRC, Vietnam, Korea Utara, India, Pakistan,
Bangladesh, Australia, dan Selandia Baru;
2) Afrika / Timur Tengah: Mesir, Tunisia, Maroko, Aljazair, Syria,
Turki, Jordania, Saudi Arabia, Irak, Iran;
3) Eropa Timur: Uzbekistan, Kazakhstan, Turkmenistan, Polandia,
Bulgaria, Ceko, Rumania, Hongaria, Ukraina;
4) Eropa Barat: Swedia, Norwegia, Denmark, Finlandia, Belanda,
Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, Belgia, Austria, Swiss, Inggris;
5) Amerika Latin: Argentina, Brazil, Chili, Cuba, Kolumbia,
Suriname, Venezuela.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
216
Selain itu Indonesia juga telah membentuk perjanjian perdagangan
lintas batas dengan negara tetangga yang berbatasan secara langsung
yaitu: Malaysia, Philipina dan Papua Nugini yang bertujuan untuk
pemberian perlakuan khusus dalam rangka menunjang perdagangan
tradisional antar penduduk di daerah-daerah perbatasan.
b. Forum Bilateral
Guna merealisasi perjanjian perdagangan bilateral, telah dibentuk
forum-forum konsultasi bilateral yang bertujuan untuk mengevaluasi
pelaksanaan perdagangan, langkah-langkah untuk mengatasi
hambatan, menyelesaikan kasus-kasus perdagangan, serta kerjasama
dalam aspek pengem-bangan perdagangan seperti industri, investasi,
pertanian, perhubungan, perbankan dan kerjasama antara lembaga
swasta.
Forum-forum bilateral yang telah dibentuk tersebut adalah:
1) Komisi Bersama (Joint Commission), dibentuk oleh Indonesia
dengan antara lain Malaysia, RRC, Thailand, Vietnam, Korea
Utara, Mesir, Tunisia, Turki, Maroko, Aljazair, Jordania, Saudi
Arabia, Irak, Iran, Uni Soviet, Polandia, Hongaria, Rumania,
Bulgaria, Ceko, Argentina;
2) Komisi Bersama (Mixed Commission), Indonesia Belanda;
3) Forum Ekonomi dan Teknologi (Economic and Technology
Forum), Indonesia Jerman;
4) Forum Menteri (Ministerial Forum), Indonesia Australia;
5) Pertemuan Menteri Perdagangan (Trade Ministers Meeting),
Indonesia - Korea Selatan;
6) Kelompok Kerjasama Bersama (Joint Working Party), Indonesia-
Inggris dan Indonesia-Northern Territory Aus-tralia;
7) Kelompok Kerja Bersama (Joint Working Group), Indonesia-
Philipina;
8) Kerjasama Ekonomi dan Kebudayaan (Indonesia - Pakistan
Economic and Cultural Cooperation - IPECC).
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
217
c. Perkembangan Perdagangan Bilateral
1) Perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia
dengan Argentina
Pemerintah Argentina pada tanggal 1 September 1997, telah
menotifikasikan tindakan safeguard ke Sekretariat WTO (Komite
Safeguard sesuai Artikel 12.1 (b) Agreement on Safeguard.
Tindakan safeguard ini ditujukan untuk memberikan perlindungan
kepada industri alas kaki (foot wear) Argentina terhadap impor
barang sejenis termasuk dari Indonesia berupa pengenaan spesific
duty yang berkisar antara US$ 6,3 sampai dengan US$. 12,10 per
pasang. Amerika Serikat dan ME dalam kaitannya dengan tindakan
safeguard tersebut telah melakukan konsultasi bilateral dengan
Argentina namun gagal mencapai hasil.
Tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk
mengatasi hambatan tersebut, Indonesia sebagai salah satu negara
pengekspor terbesar setelah Cina dan Brazil, adalah merupakan
pihak yang paling dirugikan oleh tindakan safeguard tersebut
karena Cina bukan merupakan anggota WTO dan Brazil sendiri
mendapat preferensi khusus sebagai sesama anggota MERCOSUR,
dilain pihak ekspor AS dan UE relatif kecil ke negara tersebut.
Oleh karena itu, pada tanggal 21 Mei 1998 telah diadakan
konsultasi bilateral pertama dalam kerangka WTO dengan
Argentina di Jenewa. Dalam konsultasi ini, Indonesia telah
mengajukan berbagai pertanyaan baik yang bersifat teknis yang
berkaitan dengan hasil investigasi pembuktian adanya kerugian
terhadap industri sepatu di Argentina akibat kenaikan impor
maupun yang bersifat legal berkaitan dengan ketentuan dalam
Safeguard Agreement. Tujuan pengajuan pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah untuk lebih memahami kebijakan safeguards
tersebut sehingga Indonesia dapat menemukan langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi masalah
ini, terutama dalam memutuskan langkah dalam WTO. Delegasi
Argentina akan menyampaikan jawaban dan penjelasan secara
tertulis melalui Perwakilan Tetap RI Jenewa, direncanakan pada
akhir bulan Mei 1998. Indonesia pada pertemuan tersebut kembali
menekankan bahwa impor sepatu dari Indonesia tidak merupakan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
218
penyebab terjadinya injury terhadap sepatu di Argentina. Apabila
Argentina dapt membuktikan hal tersebut, maka kebijakan
safeguards harus dikenakan tanpa diskriminasi karena sebagaimana
diketahui, kebijakan safeguards tersebut tidak diterapkan untuk
negara-negara anggota MERCOSUR (Brazil, Uruguay dan
Paraguay) pada hal kenaikan impor dari negara-negara tersebut
adalah tertinggi baik dalam volume maupun nilainya. Keadaan ini
tidak konsisten dengan Artikel 2.2. Agreement on Safeguard;
2) Perkembangan program GSP Amerika Serikat bagi Indonesia
Program GSP-AS akan berakhir pada tanggal 30 Juni 1998 dan
untuk perpanjangan berikutnya tergantung dari keputusan kongres.
Seperti biasanya Indonesia akan mengajukan permohonan agar
daoat memperoleh fasilitas GSP tersebut untuk periode berikutnya,
dimana pada kondisi perekonomian Indonesia saat ini, fasilitas GSP
tersebut masih sangat dibutuhkan. Sebagaimana pada setiap
perpanjangan program GSP tersebut, pemerintah Amerika Serikat
selalu mengkaitkan pemberian fasiltas tersebut dengan berbagai isu
antara lain di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya hak
pekerja dan perlindungan HAKI. Sebagaimana diketahui bahwa
perkembangan hak pekerja mendapat perhatian khusus dari
pemerintah Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang No.
25/1997 mengenai undang-undang ketenagakerjaan yang mengacu
kepada persyaratan internasional. Di bidang HAKI pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai upaya bagi perlindungan bagi
produk-produk yang bermuatan HAKI dengan merubah beberapa
undang-undang serta telah menandatangani konvensi-konvensi di
bidang HAKI.
Dengan bergulirnya roda reformasi politik di Indonesia, dimana
beberapa aktivitis di bidang ketenaga kerjaan telah dibebaskan,
diharapkan akan memberikan dampak yang positip bagi
permohonan perpanjangan pemberian fasilitas GSP oleh
pemerintah Amerika Serikat.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
219
Dalam periode 19961998 ada tiga produk ekspor Indonesia ke AS
yaitu:
a) Melamine ware di mana dikenakan dumping duty terhadap
institutional use dan tidak dikenakan anti dumping duty untuk
non institutional use;
b) Preserved Mushroom, masih dalam proses penyidikan;
c) Extruded Rubber Thread, masih dalam penyelidikan namum
Pemerintah Amerika Serikat memutuskan bahwa tuduhan
dumping dan subsidi tersebut dinyatakan positif dan telah
dilakukan inisiasi atas kasus tersebut.
3) Perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia
dengan Australia
Masalah utama dalam hubungan perdagangan bilateral dengan
Australia adalah defisit yang dialami Indonesia setiap tahunnya, di
mana pada tahun 1997 Indonesia mengalami defisit sebesar US$
909,3 juta. Sedangkan upaya pemecahan masalah adalah dengan
mengadakan pendekatan dan menghimbau Pemerintah Australia
secara bilateral agar lebih memberikan peluang dan membuka pasar
Australia bagi produk-produk Indonesia serta meningkatkan
frekuensi promosi produk-produk Indonesia di Australia.
Tuduhan Dumping dan Subsidi
Beberapa produk ekspor Indonesia ke Australia dituduh melakukan
dumping dan subsidi. Meningkatnya tuduhan dumping terhadap
barang-barang ekspor Indonesia di Australia (yang sebagian tidak
terbukti), dikhawatirkan dapat mengurangi minat pengusaha
Indonesia untuk melakukan hubungan dagang dengan Australia.
Selain itu ada kekhawatiran bahwa penggalakan Undang-Undang
Anti Dumping Australia akan dimanfaatkan sebagai suatu hambatan
non-tarif. Dalam periode 1991 - Januari 1998 terdapat 15 kasus
tuduhan dumping dan subsidi terhadap barang ekspor Indonesia
oleh pihak Australia. Sampai saat ini ada 2 (dua) produk yang
masih mengalami masalah dumping, yaitu A4 Copy Paper dan
Clear Float Glass (3 mm 12 mm), sementara tuduhan dumping
terhadap produk lainnya ada yang terbukti dan dikenakan dumping
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
220
duty dimana sebagian telah dihentikan pengenaan dumping duty-
nya dan sebagian tidak terbukti melakukan dumping.
Karantina dan Sertifikat Produk Makanan dan Minuman.
Australia memberlakukan ketentuan karantina yang sangat ketat
terhadap impor sayur dan buah-buahan segar, makanan
mengandung susu, telor dan dairy products dengan alasan untuk
melindungi masyarakat konsumen Australia. Bahkan untuk produk
susu dan dairy products akses pasar Indonesia sama sekali tertutup,
karena impor Australia hanya diijinkan dari Kanada, Denmark,
Finlandia, Irlandia, Jepang, Selandia Baru, Norwegia, Swedia,
Inggris dan Amerika Serikat. Selain itu diterapkan pula Food
Standard Code atas semua produk makanan dan minuman, yang
harus mendapatkan clerance dari Australian Quarantine and
Inspection Service (AQIS). Untuk mendapatkan clearance tersebut,
AQIS mengenakan biaya pemeriksaan dan pengawasan yang
berbeda terhadap negara yang diakui sertifikatnya dan negara yang
tidak diakui (selain biaya pemeriksaan ditambah biaya inspeksi
dan analisis laboratorium).
Australia mengakui sertifikat berdasarkan perjanjian bilateral dan telah
dibentuk antara lain dengan Thailand, Malaysia, Singapore, New
Zealand, Kanada dan Norwegia. Pengakuan sertifikat ini akan
menambah daya saing negara-negara tersebut terhadap negara yang
belum diakui sertifikatnya seperti Indonesia. Dalam hal ini telah
dilakukan penjajagan serta meminta bantuan teknis Australia untuk
mewujudkan perjanian bilateral dengan Indonesia.
Dalam periode 1993 - Januari 1998 ada 42 kasus Holding Order
(perintah penahanan barang) yang diterbitkan oleh Pemerintah
Australia (Australian Quarantine and Inspection Service/AQIS)
terhadap produk makanan ekspor Indonesia. Walau nilainya relatif
kecil, yaitu berkisar antara A$ 100 sampai A$ 12.000 namun
dikhawatirkan akan berdampak psikologis, yaitu keengganan
eksportir Indonesia mengekspor ke Australia.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
221
Tingginya Tarif Textile, Clothing and Footwear
Tarif bea masuk di Australia secara umum sudah cukup rendah
(dibawah 10%), namun untuk produk Textile, Clothing and
Footwear (TCF) masih cukup tinggi, yaitu berkisar 27% - 37%,
sementara produk tersebut merupakan produk unggulan Indonesia.
4) Perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia
dengan Uni Eropa
Hubungan dagang Indonesia dengan Uni Eropa selalu dihambat
adanya tuduhan dumping terhadap produk ekspor Indonesia di
mana dalam periode 1993 - 1998 terjadi 12 tuduhan dumping,
sebagian dari tuduhan tersebut 7 produk dikenakan anti dumping
duty, 1 produk dikenakan price undertaking dan 5 produk tidak
terbukti adanya dumping.
Selain itu untuk kasus tuduhan dumping terhadap Unbleached
Cotton Fabrics (UCF) telah dilakukan upaya-upaya pendekatan
secara bilateral dan posisi terakhir dari Uni Eropa adalah 8 negara (
Austria, Belanda, Finlandia, Denmark, Inggris, Irlandia, Jerman dan
Swedia) menyatakan againt of imposing anti-dumping duty, sedangkan
5 negara ( Perancis, Italia Yunani, Spanyol dan Portugal ) in favior dan
2 negara (Belgia dan Luksemburg) tidak menentukan sikapnya.
5) Perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia
dengan Papua New Guinea
Masalah-masalah yang masih menjadi hambatan dalam rangka
peningkatan perdagangan kedua negara antara lain: belum saling
mengenal potensi masing-masing, belum adanya pengaturan
perdagangan secara langsung, kurangnya promosi, sarana transportasi
yang masih terbatas, peranan pengusaha Australia yang dominan di
PNG, RI-PNG menghasilkan produk yang sejenis khususnya pada sektor
pertanian.
Upaya pemecahan masalah:
Telah dibentuk Komite Bilateral Kamar Dagang dan Industri RI - PNG
pada tanggal 18 Juli 1991. Untuk mengelola kelancaran usaha antara
Indonesia dan PNG dalam pengertian yang seluas-luasnya agar para
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
222
pengusaha dari kedua belah dapat berjalan dengan baik sesuai dengan
kegiatan usahanya.
Melalui pertemuan-pertemuan bilateral, mengadakan kunjungan antara
pejabat dari kedua belah pihak dengan menyertakan para pengusaha
yang potensial dan melibatkan KADIN masing-masing negara.
6) Perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia
dengan New Zealand
Makin ketatnya peraturan impor makanan oleh New Zealand dengan
memberlakukan peraturan, karantina dan pengawasan standar mutu yang
ketat terhadap impor produk-produk pertanian dan bahan makanan.
Dengan terbentuknya ANZERTA ( Australia - New Zealand Closer
Economic Relation and Trade Agreement), SPARTECA (The South
Pacific Regional Trade and Economic Cooperation Agreement) dan
pemberian kemudahan khusus pada Malaysia , Inggris dan negara
persemakmuran lainnya, semakin mempersulit daya saing ekspor
Indonesia ke New Zealand. New Zealand menerapkan undang-undang
yang berkaitan dengan anti dumping yang dampaknya berpengaruh
terhadap usaha peningkatan ekspor Indonesia ke New Zealand.
Beberapa komoditi ekspor Indonesia yang terkena tuduhan
dumping sejak tahun 1988-1996 adalah: aluminium sheet, lead acid
batteries, certain mens footwear, aluminium foil, disposible
lighters dan automotive oil filters. Untuk produk aluminium sheet,
aluminium foil, disposible lighters dan automotive oil filters tidak
terbukti dumping, sedangkan untuk produk certain mens footwear
dan lead acid batteries dilakukan peninjauan kembali. Perlakuan
tarif yang masih cukup tinggi terutama untuk komoditi
tekstil/pakaian jadi, alas kaki dan elektronika (15 - 35%). Tidak
responsifnya atau masih lambannya pelayanan oleh pengusaha
Indonesia terhadap kontak dagang yang terjadi dengan pengusaha
New Zealand dan kurangnya kerjasama kedua belah pihak
terutama dibidang produksi yang saling menguntungkan. Masih
banyak pengusaha Indonesia yang belum mengenal potensi pasar
New Zealand dan sebaliknya pengusaha New Zealand juga belum
banyak mengenal potensi pasar Indonesia.
Upaya pemecahan masalah:
Adanya kebijaksanaan pemerintah New Zealand yang secara
bertahap akan terus menurunkan tarif bea masuk menjelang era
pasca perdagangan bebas. Pemerintah New Zealand tidak lagi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
223
memberlakukan pembatasan kuantitatif /import licensing terhadap
barang-barang yang masuk ke New Zealand.
Dibentuknya Indonesia - New Zealand Businessman Club (INZBC)
tahun 1984 dengan tujuan mempercepat hubungan dagang, industri dan
investasi kedua negara dan sebagai wadah untuk meningkatkan kontak
dagang langsung antara usahawan kedua negara.
New Zealand mendukung kerjasama ekonomi ASEAN dan menyatakan
keinginannya untuk mengadakan kerjasama dalam berbagai bidang,
termasuk mengenai gagasan pembentukan kerjasama AFTA-ANZERTA
yang sekarang ini sedang dibahas dan dipertimbangkan oleh ASEAN.
Kedua negara akan melanjutkan kerjasama yang erat dalam Cairns
Group dan World Trade Organisation termasuk Implementasi
kesepakatan perundingan Uruguay Round. Meskipun anti dumping
merupakan ketentuan yang mempunyai dasar dalam hubungan
perdagangan multi-lateral akan tetapi diharapkan agar tetap
memperhatikan prinsip-prinsip dasar GATT dan seyogyanya tidak
menimbulkan hambatan dalam upaya peningkatan hubungan
perdagangan Indonesia - New Zealand.
7) Neraca Perdagangan Indonesia dengan Mitra Dagang Utama
Neraca perdagangan komoditi non-migas Indonesia dengan 22 negara
mitra dagang utama selama periode 1993-1997 menunjukan bahwa pada
tahun 1993 dan 1994 komoditi non-migas Indonesia mengalami surplus,
sedangkan pada tahun 1995 dan 1996 Indonesia mengalami defisit.
Namun demikian pada tahun 1997 Indonesia kembali mengalami
surplus. Apabila dilihat per-negara, neraca perdagangan komoditi non-
migas yang terus menerus defisit bagi Indonesia selama periode 1993-
1997 yaitu Jepang, Korea Selatan, Jerman, Taiwan, RRC, Italia,
Thailand, Australia, Perancis, Kanada dan India.
Dari ke-22 negara mitra dagang utama tersebut, surplus terbesar
Indonesia pada periode tersebut dialami pada tahun 1997 sebesar
US$ 3.908,95 juta, sedangkan defisit terbesar Indonesia pada
periode yang sama terjadi pada tahun 1995 sebesar US$ 2.764,20
juta.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
224
a) Ekspor
Perkembangan ekspor non-migas Indonesia ke 22 negara mitra
dagang utama tahun 1993 sampai dengan tahun 1997,
menunjukan peningkatan trend. Rata-rata peningkatan ekspor
non-migas Indonesia ke negara-negara tersebut selama periode 1993
- 1997 meningkat sebesar 15,57%, namun dalam dua tahun terakhir
peningkatan ekspor non-migas lebih rendah dibandingkan tahun
1995.
b) Impor
Impor komoditi non-migas Indonesia dari 22 negara mitra dagang
utama periode 1993 - 1997 cenderung naik rata-rata 15,66%. Bahkan
pada tahun 1994 dan 1995 peningkatannya cukup tajam
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu masing-masing mencapai
16,45% dan 36,48%. Sedangkan pada tahun 1996 dan 1997
cenderung menurun sebesar 8,84% dan 0,85%.
Perkembangan Ekspor Non Migas Indonesia Ke Negara Tujuan Utama
Periode : 1995 1997
(Nilai : Dalam US$ J uta)
NEGARA 1995 Pangsa
( % )
1996 Pangsa
( % )
1997 Pangsa
( % )
Perub.
( % )
Trend
Jepang *
6,706.5 19.19 7,018.9 20.08 6,939.71 16.59 -1.13 8.80
Amerika Serikat* 5,720.6 16.37 6,278.3 17.96 6,701.52 16.02 6.74 9.78
Singarore * 3,141.6 8.99 3,832.7 10.97 4,832.59 11.53 25.85 9.41
Belanda 1,451.6 4.15 1,655.5 4.74 1,839.60 4.35 11.12 13.36
Hongkong * 1,644.3 4.70 1,605.8 4.59 1,778.77 4.25 10.77 17.01
Korea Selatan * 1,475.4 4.22 1,494.3 4.28 1,272.26 3.04 -14.68 3.86
Jerman 1,380.0 3.95 1,487.1 4.25 1,465.74 3.50 -1.44 6.18
Inggris 1,126.6 3.23 1,192.9 3.41 1,238.09 2.96 3.79 5.72
Malaysia * 986.5 2.82 1,088.9 3.12 1,323.56 3.16 21.55 22.39
Taiwan * 1,090.8 3.12 1,067.3 3.05 1,249.52 2.99 17.07 6.10
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
225
Lanjutan
RRC * 985.4 2.82 988.8 2.83 1,313.94 3.14 32.88 16.20
Spanyol 534.6 1.53 812.6 2.32 888.07 2.12 9.28 28.99
Belgia &Luksb 536.1 1.53 678.7 1.94 787.79 1.88 16.06 22.73
Philipina * 549.2 1.57 654.6 1.87 700.64 1.68 7.03 33.02
Thailand *
617.4 1.77 654.3 1.87 675.60 1.62 3.24 16.66
Italia 659.0 1.89 608.8 1.74 689.35 1.65 13.22 7.61
P.E. Arab 519.0 1.48 601.2 1.72 745.83 1.78 24.06 10.29
Perancis 519.8 1.49 564.1 1.61 499.26 1.19 -11.50 3.41
Australia * 528.6 1.51 547.9 1.57 721.35 1.72 31.63 14.52
Saudi Arabia 444.8 1.27 511.5 1.46 575.62 1.38 12.53 2.88
India 311.2 0.89 462.6 1.32 606.37 1.45 31.07 54.53
Canada * 358.9 1.03 368.1 1.05 399.74 0.96 8.60 7.05
Sub Total 31,289.9 89.52 34,174.9 89.55 37,344.92 89.30 9.28
Negara Lainnya 3,663.7 10.48 3,918.0 11.21 4,476.13 10.70 14.25 9.10
Total Non Migas 34,953.6 100.00 38,092.9 100.00 41,821.05 100.00 9.79 11.59
Sumber : BPS (Diolah), Negara APEC
32. Kebijaksanaan di Bidang Ekspor
Langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah untuk mendorong
ekspor non-migas adalah terus melanjutkan dan menyempurnakan
kebijaksanaan yang disesuaikan dengan semangat reformasi dan
perkembangan kondisi perekonomian dalam negeri serta era globalisasi
perdagangan dunia. Seperti diketahui untuk mendorong ekspor non-migas,
Pemerintah telah mengambil serangkaian kebijaksanaan yang meliputi
bidang moneter, perpajakan, industri, pengangkutan, investasi maupun
pemasaran. Kebijaksanaan perdagangan di bidang ekspor dalam rangka
pengembangan ekspor antara lain adalah:
a. Ekspor barang kiriman tanpa dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang
(PEB)
Semula ekspor barang kiriman yang tidak diwajibkan menggunakan
PEB adalah yang nilainya tidak lebih dari Rp 10 juta melalui
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
226
paket tersebut ditingkatkan nilainya menjadi Rp 100 juta. Lewat
kemudahan tersebut, diharapkan dapat lebih mendorong ekspor non-
migas dari koperasi, pengusaha kecil dan pengusaha menengah.
b. Penyederhanaan persyaratan dan prosedur memperoleh Surat
Keterangan Asal (SKA) barang ekspor Indonesia :
1) Mengurangi produk hukum pengaturan mengenai SKA dari 31
jenis menjadi 4 jenis;
2) Mengurangi jumlah lampiran pendukung dari dokumen SKA yang
semula ada 4 macam (L/C, PEB, Invoice/Packing List dan B/L atau
AW Bill) menjadi 2 macam (PEB dan B/L atau AW Bill);
3) Instansi penerbit SKA dari 2 tempat (bank devisa dan barang
dikapalkan) menjadi 3 tempat yaitu ditambah dengan tempat
dimana barang diproduksi;
4) Pejabat yang berwewenang menerbitkan SKA dari 1 pejabat
ditambah menjadi 3 pejabat dan dapat berjalan secara paralel untuk
lebih mempercepat pelayanan kepada eksportir.
c. Kemudahan pelayanan bagi perusahaan eksportir tertentu disektor
tertentu.
Untuk lebih mendorong peningkatan ekspor non-migas, di samping
berbagai kemudahan yang telah diberikan selama ini, kepada
Perusahaan Eksportir, baik eksportir produsen maupun eksportir
umum, yang memenuhi syarat dapat diberikan kemudahan lainnya
berupa percepatan pelayanan kepabeanan, perpajakan dan perbankan.
Untuk tahap awal, komoditas yang mendapat fasilitas kemudahan
tersebut diatas adalah komoditi tekstil dan produk tekstil (TPT), alas
kaki, elektronika, barang jadi kayu dan rotan, seperti; mebel dan
komponen mebel, pintu, jendela, kusen, lantai dan dinding dari kayu
dan produk kulit. Kebijaksanaan kemudahan ekspor tersebut
dilaksanakan melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan masing-masing No. 130/MPP/Kep/6/1996 tentang Surat
Keterangan Asal (Certificate of Origin) Barang Ekspor Indonesia, No.
131/MPP/Kep/6/1996 tentang Pencabutan Pemeriksaan Barang Ekspor
Oleh Surveyor dan No. 132/MPP/Kep/6/1996 tentang Kriteria dan
Penetapan Perusahaan Eksportir Tertentu.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
227
d. Peningkatan Fasilitas PET.
Memperluas/menambah komoditas ekspor yang memperoleh fasilitas
PET yang semula 10 (sepuluh) komoditas menjadi 19 (sembilan belas)
komoditas yang diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 405/ MPP/Kep/11/1997 tanggal 3 Nopem-ber 1997
tentang Kriteria dan Penetapan Perusahaan Eksportir Tertentu (PET).
e. Pembebasan Komoditas Dari Ketentuan Tata Niaga Ekspor.
Dalam rangka reformasi ekonomi nasional dan untuk meningkatkan
daya saing serta peningkatan ekspor maka kayu bulat; rotan; lampit
rotan; kayu gergajian dan kayu olahan serta kayu lapis;yang semula
diatur tata niaga ekspornya sejak 20 April 1998 dibebaskan dari
ketentuan tata niaga ekspor melalui Keputusan Menperindag masing-
masing No. 185/MPP/Kep/4/1998, No. 187/MPP/Kep/ 4/1998, No.
184/MPP/Kep/4/1998, No. 186/MPP/Kep/ 4/1998 tanggal 20 April
1998 dan No. 29/MPP/Kep/1/1994 tanggal 21 Januari 1998.
f. Penetapan besarnya tarif pajak ekspor kelapa sawit, minyak sawit,
minyak kelapa dan produk turunannya berkisar antara 15% sampai
60% yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan No.
334/KMK.017/1998 tanggal 7 Juli 1998.
g. Larangan pengenaan pungutan atas barang-barang ekspor, melarang
seluruh jenis retribusi ekspor melalui INPRES Nomor 1 Tahun 1998.
h. Pengembangan industri berorientasi ekspor melalui :
1) Pengembangan fasilitas yang mendukung kelancaran ekspor
termasuk soal fasilitas trade financing, jaminan pembayaran L/C
untuk impor bahan baku/penolong, dan mendukung penyediaan
fasilitas angkutan termasuk peti kemas;
2) Penguatan struktur industri-industri yang berorientasi ke pasar
ekspor;
3) Peningkatan arus informasi pasar luar negeri, peningkatan promosi
terpadu untuk membuka pasar-pasar baru, serta diplomasi
perdagangan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
228
i. Peningkatan Struktur Ekspor Non-Migas
Kebijaksanaan meningkatkan ekspor non-migas dimaksudkan untuk
memberikan landasan yang kukuh dalam usaha peningkatan ragam
dan nilai komoditi ekspor. Untuk itu akan ditingkatkan diversifikasi
dan mutu komoditi andalan, komoditas olahan yang berdaya saing
kuat seperti komoditi agro-industri terutama bagi komoditi yang
berbasis sumber daya alam, komoditi jasa seperti konstruksi dan
tenaga kerja.
j. Perluasan Negara Tujuan Ekspor
Dalam rangka memantapkan dan memperluas pasar ekspor, akan
ditingkatkan upaya memperluas negara tujuan ekspor melalui
peningkatan promosi ke berbagai pasar utama dan pasar baru,
memanfaatkan jaringan pemasaran dalam dan luar negeri ,
meningkatkan kegiatan penyidikan pasar di luar negeri dan berbagai
peraturan perdagangan di negara tujuan ekspor, mengembangkan
pasar untuk berbagai ragam produk ekspor, serta meningkatkan dan
memperluas perdagangan imbal beli. Meningkatkan daya saing produk
hasil industri dengan mengurangi beban-beban yang dipikul oleh
dunia usaha, baik dalam memperoleh bahan baku maupun layanan
men-dapatkan prasarana dan jasa-jasa yang dihasilkan pemerintah.
Kebijakan ini dilakukan dengan melanjutkan deregulasi dan
debirokratisasi dengan prioritas utama memperlancar arus barang
ekspor.
33. Perkembangan Impor
a. Perkembangan impor yang meliputi migas dan non-migas dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir ini (1993-1997) menunjukkan
pertumbuhan yang baik yaitu meningkat rata-rata pertahun sebesar
12,26% atau dari US$ 28.327,80 juta tahun 1993 menjadi US$
41.679,70 juta tahun 1997. Peningkatan tersebut diakibatkan oleh
meningkatnya impor migas sebesar rata-rata pertahun 18,72% dan
non-migas sebesar rata-rata 10,60%.
b. Impor pada tahun 1997 mencapai sebesar US$ 41.679,70 juta yang
meliputi: Barang Konsumsi sebesar US$ 2.166,30 juta; Bahan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
229
Baku/Penolong sebesar US$ 30.229,50 juta dan Barang Modal sebesar
US$ 9.283,90 juta.
1) Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Impor barang konsumsi selama lima tahun terakhir ini berfluktuasi
dengan pertumbuhan rata-rata pertahun sebesar 21,50% dan
pangsanya terhadap total impor sebesar 5,19% dalam tahun 1997.
Impor barang konsumsi tahun 1997 sebesar US$ 2.166,30 juta atau
menurun sebesar 22,79% dibandingkan tahun 1996. Untuk tahun
1997 impor barang konsumsi yang mengalami penurunan terbesar
yaitu: Makanan dan Minuman untuk Rumah Tangga (olahan)
sebesar 58,86%; Bahan Bakar dan Pelumas olahan sebesar 12,29%
dan Barang Konsumsi setengah Tahan Lama sebesar 3,87%.
Sedangkan yang mengalami peningkatan yaitu: Makanan dan
Minuman untuk Rumah Tangga (belum diolah) sebesar 12,10%;
Alat Angkutan bukan untuk industri sebesar 34,68%; barang
konsumsi tahan lama sebesar 36,73%; barang konsumsi tidak tahan
lama sebesar 13,41% dan barang konsumsi lainnya sebesar 11,16%.
Penyebab menurunnya impor tersebut adalah disamping disebabkan
krisis moneter serta makin meningkatnya harga-harga;
2) Perkembangan bahan baku/penolong
Perkembangan impor bahan baku/penolong dalam tahun 1997
mengalami penurunan sebesar 0,79%, yang di-sebabkan terutama
menurunnya makanan dan minuman untuk industri (belum diolah)
sebesar 16,23%; bahan baku untuk industri (belum diolah) sebesar
13,02%; bahan baku untuk industri (olahan) sebesar 2,09%; bahan
bakar dan pelumas (belum diolah) sebesar 3,42% serta suku cadang
dan perlengkapan untuk alat angkutan sebesar 5,95%. Dilain pihak
terjadi peningkatan yaitu: Makanan dan Minuman Untuk Industri
(olahan) sebesar 2,63%; Bahan Bakar dan Pelumas (olahan) sebesar
20,89% dan Suku Cadang dan Perlengkapan untuk barang modal
sebesar 10,04%;
c) Perkembangan Impor Barang Modal
Perkembangan impor barang modal dalam tahun 1997 juga
mengalami penurunan sebesar 3,82%, hal ini disebabkan karena
menurunnya barang modal kecuali alat angkutan sebesar 3,24% dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
230
alat angkutan untuk industri sebesar 14,70% disamping itu terjadi
juga peningkatan yaitu pada mobil penumpang sebesar 11,07%;
d) Perkembangan Impor Menurut Negara Asal
Pada tahun 1997 impor indonesia dari 25 negara mitra dagang
utama (migas dan non-migas) dalam kurun waktu 5 (lima) tahun
terakhir (1993-1997) meningkat rata-rata sebesar 11,26%. Total
nilai impor dari 25 negara tersebut sebesar US$ 36.643,13 juta atau
82,63% dari total nilai impor. Dari 25 negara tersebut terdapat 6
negara terbesar yaitu: Jepang 19,79%; USA 13,05%; Singapura
8,18%; Jerman 6,30%; Australia 5,82% dan Korea Selatan 5,57%
dari total impor. Namun demikian apabila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya (1996) terdapat penurunan impor bagi: Jepang
2,96%; Jerman 12,42% dan Australia 4,27% sedangkan bagi negara
USA terjadi peningkatan sebesar 7,53% dan Singapura sebesar
18,63%.
34. Pengembangan Ekspor
Dalam rangka pengembangan ekspor non-migas, usaha untuk
meningkatkan pangsa dan perluasan pasaran ekspor serta mendorong
diversifikasi produk, dan kemampuan dunia usaha terus digalakkan.
Dalam Repelita VI, langkah-langkah yang ditempuh adalah meningkatkan
pelayanan informasi yang akurat dan cepat kepada dunia usaha melalui
pengembangan data base dan jaringan penyebarannya, meningkatkan
motivasi kepada dunia usaha dengan pemberian penghargaan
"PRIMANIYARTA", mendorong peningkatan kualitas produk ekspor dengan
bantuan tenaga ahli; mengintensifkan kegiatan promosi produk Indonesia di luar
negeri dengan mengikutsertakan dunia usaha secara aktip dalam pameran
dagang internasional dan pengiriman misi-misi penjualan, melakukan kegiatan
pameran produk ekspor di dalam negeri; meningkatkan pelayanan permintaan
hubungan dagang (inquiry) dan kontak dagang kepada dunia usaha; mendorong
pengembangan jaringan dan kerjasama pemasaran di luar negeri melalui
Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC), namun demikian pada awal tahun
ke-5 Repelita VI,karena adanya keterbatasan anggaran 13 ITPC yang kita miliki
dan berada di 9 negara terpaksa dihentikan kegiatannya. Hasil-hasil pelaksanaan
pengembangan ekspor dalam Repelita VI sampai dengan tahun ke 4 adalah
sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
231
a. Pengembangan Informasi Pasar
Dalam upaya meningkatkan pelayanan informasi kepada dunia usaha
telah dikembangkan data base perdagangan dan industri, informasi
pasar, komoditi, profil importir luar negeri dan profil eksportir
Indonesia, yang dapat diakses langsung oleh dunia usaha melalui jaringan
internet. Pelayanan informasi yang akurat dan tepat telah memberikan
dampak positip dalam membantu dunia usaha lebih cepat mengantisipasi
perkembangan-perkembangan di pasar internasional dan memenuhi
berbagai permintaan konsumen. Sementara melalui penyebaran informasi
dan publikasi-publikasi produk dan pengusaha Indonesia di luar negeri
dapat ditingkatkan jalur informasi bisnis antara pengusaha Indonesia dengan
pembeli luar negeri. Selain itu juga dilakukan desiminasi informasi pasar
luar negeri hasil market survey secara langsung oleh tenaga ahli (konsultan)
melalui Forum Ekspor. Pelaksanaan Forum Ekspor secara teratur setiap
tahun sejak tahun 1991 telah berhasil mengangkat berbagai peluang-peluang
pasar bagi komoditas ekspor Indonesia dan memberikan masukan mengenai
entry strategi yang tepat dalam melakukan terobosan pasar. Selama empat
tahun Repelita VI, Forum Ekspor telah mendesiminasikan 146 market
survey di 30 negara, kepada sekitar 1.689 peserta/pengusaha;
b. Pembinaan, Bimbingan Teknis Dunia Usaha dan Produk Ekspor
Dalam upaya meningkatkan kemampuan dunia usaha dalam
pengembangan produk, kualitas dan disain sesuai dengan kebutuhan
dan selera konsumen, dunia usaha dibina dan diberikan bimbingan
teknis aspek pengembangan produksi dan pemasaran ekspor. Selama
Repelita VI langkah-langkah pembinaan diprioritaskan pada
pengembangan produk yang mempunyai peluang pasar yang
sebelumnya telah dilakukan kajian pasar (market survey). Melalui test
pasar, produk yang dibina semakin mampu bersaing dan memenuhi
permintaan pasar luar negeri. Sementara itu untuk membantu dunia
usaha mengembangkan disain dan kemasan sasuai persyaratan pasar
dilakukan pilot project pengembangan disain dan kemasan disentra-
sentra produksi dengan bantuan tenaga ahli. Hasil kemasan yang
dikembangkan selain dapat diterima pasar juga meningkatkan nilai
tambah. Usaha mengatasi hambatan yang dihadapi dunia usaha dalam
pengembangan ekspor serta usaha meningkatkan terobosan dan
perluasan pangsa pasar produk ekspor, dikembangkan kerjasama
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
232
dengan asosiasi komoditi diantaranya dengan ASMINDO (furniture),
Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI), Asosiasi Persepatuan
Indonesia (APRISIDO), Asosiasi Eksportir Pengusaha Hasil Kerajinan
Indonesia (ASEPHI), Asosiasi Produk Mainan Indonesia (APMI),
Gabungan Elektronika Indonesia, Asosiasi Eksportir Kulit dan Produk
Kulit Indonesia dan asosiasi komoditi lainnya.
c. Penghargaan Primaniyarta
Dalam usaha memberikan dorongan peningkatan dan jumlah pelaku ekspor
yang handal, telah dilakukan pemberian penghargaan "Primaniyarta"
kepada eksportir berprestasi yang disampaikan oleh Presiden RI di Istana
Merdeka. Pemberian penghargaan Primaniyarta ini telah dimulai pada tahun
1992 yaitu kepada 37 eksportir, dan tahun 1997 diberikan kepada 66
eksportir dari 27 Propinsi. Melalui pemberian penghargaan Primaniyarta
tersebut, telah memberikan dampak positip berkembangnya pelaku ekspor
tangguh dan kreatif dalam pengembangan produk (diversifikasi produk) dan
perluasan pasar (diversifikasi pasar) termasuk produsen eksportir kecil-
menegah. Pada tahun 1998 (T.A. 1998/1999) pemberian penghargaan
Primaniyarta untuk sementara dihentikan mengingat pada situasi bisnis yang
masih belum memungkinkan.
d. Pameran Produk Ekspor (PPE)
Keberhasilan PPE ke-1 tahun 1986 dalam memperkenalkan potensi
produk ekspor non migas Indonesia kepada dunia luar, dan menarik
pengunjung pembeli (buyers) dari manca negara, maka
penyelenggaraan PPE selanjutnya dipro-gramkan menjadi kegiatan
tahunan untuk membangun citra Indonesia dimata internasional sebagai
salah satu "New Resource Country" dari kawasan Asia atau alternatif lain
sebagai pemasok dunia produk-produk yang mempunyai daya saing tinggi
sehingga nantinya Indonesia diharapkan sebagai salah satu pusat
perdagangan dunia yang perlu diperhitungkan dimasa mendatang.
Penyelenggaraan PPE secara teratur telah dapat memberikan semangat
kepada para produsen/eksportir baik dari kalangan industri kecil-menengah,
maupun industri berteknologi tinggi untuk memanfaatkan PPE sebagai
sarana promosi ekspor yang efektip dan efisien dalam menjalin hubungan
dagang dengan mitra dagang baru. Penyelenggaraan PPE tahun 1986 hanya
dikunjungi 150 buyer kemudian berkembang menjadi 1.301 buyer
tahun 1989 dan 2.697 buyer pada PPE'97. Kunjungan buyer telah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
233
dimanfaatkan secara optimal oleh dunia usaha dalam peningkatan dan
perluasan pasar ekspornya.
e. Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED)
Dalam upaya lebih mendorong ekspor daerah, telah dikembangkan
Pameran Produk Ekspor Daerah (PPED) untuk mempromosikan
secara luas potensi daerah di tiga kota propinsi yaitu Medan untuk
wilayah Sumatera Utara, D.I. Yogyakarta untuk promosi barang
kerajinan, dan Manado untuk promosi potensi Kawasan Timur
Indonesia. Kehadiran PPED semakin berhasil mendorong minat
pengusaha daerah menggali dan mengembangkan berbagai produk
potensial daerah, menarik kunjungan pembeli luar negeri. Pada
penyelenggaraan PPED'97 Manado yang diikuti 52 perusahaan dari 6
propinsi telah dikunjungi misi dagang & investasi Sabah yang
beranggotakan 74 pengusaha;
f. Pameran Luar Negeri.
Sejalan dengan upaya terobosan pasar yang pro-aktip untuk membuka
dan meningkatkan jalur kerjasama dan hubungan dagang langsung
dengan pembeli luar negeri, diupayakan dengan mengintensifkan
keikutsertaan dunia usaha pada kegiatan pameran dagang di luar
negeri dan me-nyelengarakan "solo exhbibition" di target pasar. Dalam
5 tahun Repelita VI pameran dagang internasional yang diikuti rata-
rata 45 pameran setahun. Keikutsertaan Indonesia selain
pembiayaanya dari APBN juga dimanfaatkan bantuan luar negeri
seperti; ASEAN-Centre Tokyo, Jetro-Jepang, GTZ-Jerman,
NORIMPOD-Norwegia, TIPPS-Australia. Sebagian besar bantuan
tersebut dimanfaatkan untuk membantu promosi pengusaha kecil-
menengah. Melalui kegiatan pameran para dunia usaha selain dapat
membina dan menjalin hubungan dagang (kontak dagang) di negara-
negara penyelenggara pameran, juga dengan buyer dari negara
lainnya. Sebagai gambaran hasil kontak dagang selama pameran
berlangsung diantaranya adalah penyelenggaraan pameran di New
York-USA tahun 1997 yang diikuti 28 perusahaan, bernilai US$ 14,0
juta, California Gift Show-USA sebesar US$ 6,4 juta, pameran produk
makanan di Jerman US$ 4,1 juta, pameran di Dubai US$ 4,0 juta.
Pengenalan produk yang berkualitas semakin menumbuhkan citra
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
234
yang baik akan potensi Indonesia sebagai pemasok berbagai produk
berteknologi tinggi.
g. Misi Dagang
Misi Dagang/penjualan yang bertujuan untuk mem-pertemukan
langsung pengusaha Indonesia dengan calon importir dalam rangka
meningkatkan jalinan hubungan dagang yang telah ada, dan menjajagi
potensi, peluang dan penetrasi pasar bagi produk-produk baru lainnya.
Dalam 4 tahun Repelita VI pengiriman misi penjualan dilaksanakan
rata-rata 4 kali setiap tahun. Dalam setiap kesempatan misi telah
dicapai kesepakatan-kesepakatan yang mengarah pada terjalinnya
hubungan dagang atau terciptanya jaringan dagang. Hal ini tercermin
antara lain hasil pelaksanaan misi dagang ke Australia bulan Maret
1997 selain berupa kontak dagang US$ 13,92 juta adalah MOU
pendirian "Trading House" di Melbourne dalam rangka meningkatkan
pemasaran produk ke Australia dan juga ke negara-negara Pasific
Selatan lainnya.
h. Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (ITPC)
Dalam upaya lebih mengaktifkan dan optimalisasi terobosan pasar di
negara-negara target dalam akhir Pelita V dan 3 tahun Repelita VI
telah didirikan 13 ITPC di 11 negara. Melalui pendirian ITPC tersebut
para dunia usaha dapat dihubungkan dengan calon mitra dagang yang
potensial, melayani dan meningkatkan permintaan hubungan dagang
importir setempat kepada pengusaha Indonesia, mendorong kunjungan
pembeli (buyer) ke Indonesia, serta meningkatkan arus informasi
pasar yang akurat kepada dunia usaha. Namun demikian memasuki
awal tahun ke-5 Repelita VI, dengan semakin terbatasnya anggaran
APBN, maka 13 ITPC yang berada di 9 negara tersebut ditutup
kegiatannya.
i. Pelayanan Inquiry dan Kontak Dagang
Dalam usaha meningkatkan hubungan dan kontak dagang antara
pengusaha Indonesia dengan pembeli luar negeri, dilakukan dengan
penyebaran inquiry pembeli luar negeri kepada dunia usaha.
Pelayanan inquiry langsung oleh BPEN kepada dunia usaha rata-rata
2.500 inquiry setiap tahunnya. Selain oleh BPEN, penyebaran inquiry
dilaksanakan ITPC/ Atperindag rata-rata 12.500 setiap tahunnya.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
235
Selain penyebaran inquiry juga dilakukan menghubungkan pembeli
luar negeri dengan para pengusaha di sentra produksi. Melalui
kegiatan ini, pengusaha Indonesia dapat mengembangkan
hubungan/kontak dagang dengan mitra dagang baru.
35. Perdagangan Berjangka
a. Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka
1) Perdagangan berjangka komoditi atau commodity futures trading,
yang memperdagangkan instrumen Kontrak Berjangka,
menawarkan 2 (dua) manfaat utama yaitu sebagai sarana
pembentukan harga (price discovery) dan sebagai tempat
pengalihan risiko yang diakibatkan oleh gejolak harga (risk
shifting). Harga yang terbentuk secara transparan di Bursa benar-
benar mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang
sesungguhnya dari komoditi yang bersangkutan. Harga tersebut
selanjutnya disebarluaskan kepada semua pihak yang memerlukan,
khususnya dunia usaha termasuk petani/produsen kecil, yang akan
meng-gunakannya sebagai harga acuan dalam melakukan transaksi
tunainya, atau dalam merencanakan kegiatan usahanya. Sebagai
tempat pengalihan risiko, perdagangan berjangka dimanfaatkan
untuk mengurangi seminimal mungkin risiko yang umum dihadapi
produk pertanian yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang sulit
diperkirakan; seperti cuaca atau hama/penyakit;
2) Memiliki Bursa Berjangka sendiri (domestik) akan memberi
keuntungan bagi Indonesia. Selain kedua manfaat di atas, masih ada
manfaat lain dari kehadiran Bursa Berjangka Komoditi di
Indonesia, yaitu; meningkatkan daya saing ekspor, menarik
investasi modal asing, serta membuka peluang bagi tumbuh atau
berkembangnya usaha-usaha baru di sektor jasa seperti Pialang
Perdagangan Berjangka, Penasihat Perdagangan Berjangka, Sentra
Dana Berjangka, Akuntan, Penasihat Hukum, dan perusahaan-
perusahaan penunjang lainnya seperti; pergudang-an, pemeriksa/penilai
mutu komoditi, dan lain sebagainya. Keberadaan Bursa Berjangka
domestik juga akan memberi peluang akses yang lebih besar bagi
petani/ koperasi/produsen kecil untuk memanfaatkannya sesuai dengan
kebutuhan mereka;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
236
3) Sejak awal penggabungan Departemen Perindustrian dengan
Departemen Perdagangan pada bulan Desember 1995, Men-perindag
telah memutuskan agar rencana penyelenggaraan perdagangan ber-
jangka komoditi di Bursa Berjangka tetap dilanjutkan. Kebijakan
yang diambil adalah privatisasi, di mana Bursa Berjangka nantinya
akan dimiliki dan dikelola pihak swasta, sedangkan pemerintah,
yang diwakili BAPEBTI, akan beralih fungsi menjadi Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (disingkat
BAPPEBTI). Mengingat sifat dari Bursa Berjangka yang akan
didirikan adalah multi komoditi, maka selain AEKI (Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia) dan FAMNI (Federasi Asosiasi Minyak
Nabati Indonesia) yang telah menyatakan kesiapannya menjadi
promotor pendiri Bursa Berjangka, masih diharapkan keikutsertaan
Asosiasi Komoditi lain-nya untuk bergabung mempromotori
pendirian Bursa Berjangka;
4) Persiapan penyelenggaraan perdagangan ber-jangka telah dilaksanakan
secara bertahap, yang diawali dengan melakukan 3 (tiga) kajian yang
sifatnya fundamental, yaitu kajian tentang kebutuhan akan Kontrak
Berjangka dari dunia usaha Indonesia (need assessment), kajian tentang
analisa manfaat dan biaya penggunaan Kontrak Berjangka bagi ekonomi
Indonesia (cost/benefit analysis), dan studi kelayakan perdagangan
Kontrak Berjangka Minyak Kelapa Sawit dan Kopi di Bursa Berjangka
Indonesia. Kesimpulan ketiga kajian tersebut pada dasarnya sangat
mendukung penggunaan Kontrak Berjangka di Indonesia;
5) Pada tanggal 5 Desember 1997 Undang-Undang tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi telah disyahkan Presiden. Selanjutnya telah
dipersiapkan berbagai Peraturan Pelaksanaannya yang terdiri dari 2 RPP, 2
Rancangan Keppres, Rancangan SK Menperindag, dan Rancangan
Surat Keputusan Ketua BAPPEBTI, yaitu:
a) RPP tentang Penyelenggaraan Kegiatan Perdagangan Berjangka
Komoditi;
b) RPP tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemeriksaan di Bidang
Perdagangan Berjangka Komoditi;
c) Rancangan Keppres tentang Susunan dan Kedudukan
Organisasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
237
d) Rancangan Keppres tentang Komoditi Yang Dapat Dijadikan
Subjek Kontrak Berjangka;
e) Rancangan Keputusan Menperindag tentang Kebjikan Umum di
Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi;
f) Rancangan Keputusan Menperindag tentang Organisasi dan
Tata Kerja BAPPEBTI;
g) Rancangan Keputusan Menperindag tentang Uraian Tugas
BAPPEBTI, dan
h) Rancangan Keputusan Ka. BAPPEBTI tentang Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan dan Pengawasan Perdagangan Berjangka
Komoditi.
6) Dalam penyusunan berbagai peraturan di atas, termasuk Rancangan
Undang-undangnya, BAPEBTI telah memperoleh bantuan teknis dari
USAID yang disalurkan melalui Elips Project. Hal ini dilakukan
agar seluruh peraturan yang nanti diberlakukan akan compatible
dengan peraturan perdagangan berjangka komoditi internasional
sehingga inte-gritas pasar berjangka Indonesia dapat dijaga.
7) Mendasarkan kepada hal-hal di atas, langkah tindak lanjut yang
akan dilakukan BAPEBTI sebagai kelanjutan dari kegiatan
sebelumnya, adalah:
a) Pembentukan BAPPEBTI
Kegiatan pokok yang terkait dengan pembentukan BAPPEBTI ini
adalah penyiapan Rancangan Keputusan Menperindag tentang
Organisasi dan Tata Kerja BAPPEBTI, Uraian Tugas
BAPPEBTI, dan Kebijak-sanaan Umum di bidang Perdagangan
Berjangka Komoditi, serta Ketentuan Teknis Penyelenggaraan dan
Pengawasan Perdagangan Berjangka (Rancangan SK Ka.
BAPPEBTI), sebagai perangkat peraturan pelaksanaan lebih
lanjut dari Rancangan Keppres dan RPP yang telah dipersiapkan
sebelumnya;
b) Persiapan Pembentukan Bursa Berjangka
AEKI (kopi), FAMNI (minyak kelapa sawit), serta Asosiasi lain
yang berminat adalah promotor pendiri Bursa Berjangka yang
akan datang. Mereka telah melakukan persiapan pembentukan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
238
Bursa Berjangka, antara lain penyusunan Business Plan
Pendirian Bursa Berjangka, penyusunan Rancangan Peraturan
Tata Tertib Bursa Berjangka dan Lembaga Kliring, sistem
perdagangan, sistem penyelesaian transaksi/kliring, penyusunan
Kon-trak Berjangka Kopi dan Minyak Kelapa Sawit, dan lain
sebagainya. Keanggotaan Bursa Berjangka tidak terbatas pada
pengusaha kopi dan minyak kelapa sawit, akan tetapi terbuka
bagi pengusaha-pengusaha lainnya sepanjang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan;
c) Penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan (diklat)
untuk keperluan Badan Pengawas, PT Bursa/ Kliring, dan calon
pelaku Bursa Berjangka (Pialang/ Pedagang/Penasihat Berjangka,
Pengelola Sentra Dana Berjangka);
d) Penyelenggaraan program komunikasi berupa pema-syarakatan UU
No. 32/1997 di Jakarta dan di daerah-daerah, yang merupakan
kelanjutan dari kegiatan sebelumnya yaitu pemasyarakatan tentang
Risk Management dan Aplikasi Penggunaan Kontrak Berjangka
Dalam Strategi Bisnis yang telah dilaksanakan sejak tahun
1994/1995;
e) Penyiapan program dalam rangka mem-berikan kemudahan
bagi petani/koperasi untuk akses ke Bursa Berjangka
(smallholder program), sistem informasi pertanian, kajian pajak
ekspor CPO dan sistem perpajakan, mendorong partisipasi KPB-
PTPN, pemanfaatan dana pen-siun untuk diinvestasikan dalam
Perdagangan Berjangka, dan mengkaji komoditi lain yang dapat
diperdagangkan di Bursa Berjangka diluar kopi dan minyak
kelapa sawit;
f) Menyelenggarakan kerjasama dengan Badan Pengawas dan
Bursa Berjangka di luar negeri dalam rangka penetapan Daftar
Bursa Berjangka dan Kontrak Berjangka luar negeri untuk
penyaluran amanat Nasabah dalam negeri;
g) Terus mengupayakan diperolehnya bantuan teknis dari luar
negeri, baik dalam rangka persiapan maupun pada saat
beroperasinya Bursa Berjangka.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
239
Dengan berbagai langkah persiapan di atas, diharapkan
Perdagangan Berjangka Komoditi di Bursa Berjangka Indonesia
dapat diselenggarakan pada TA 1999/2000 saat di mana
perekonomian Indonesia diharapkan telah pulih, sehingga akan
mendukung terselenggaranya kegiatan Bursa Berjangka sesuai
dengan yang direncanakan.
b. Penyelenggaraan perdagangan fisik
Penyelenggaraan perdagangan fisik di Bursa Komoditi oleh Badan
Pelaksana Bursa Komoditi (BAPEBTI) dilaksanakan berdasarkan PP
35/82. Komoditi yang diperdagangkan adalah karet dan kopi. Saat ini
aktivitas tersebut tidak aktif lagi, hal ini disebabkan karena tidak adanya
dukungan fundamental sebagai akibat dari adanya perkembangan di
bidang teknologi, komunikasi, transportasi dan standarisasi. Untuk
komoditi kopi faktor-faktor tersebut ditambah lagi dengan adanya
pembekuan kuota oleh ICO. Untuk itu dalam pengembangan pasar
fisik ini di kemudian hari masih diperlukan pengkajian kembali secara
mendalam mengenai strategi kebijaksanaan pasar fisik yang ingin
dikembangkan.
Namun demikian, untuk tetap dapat mengupayakan penyediaan
catatan harga komoditi yang sebelumnya diperoleh dari transaksi
perdagangan fisik di Bursa, maka diselenggarakan kegiatan
pembentukan dan penyebarluasan Informasi Harga Komoditi serta
kegiatan pembinaan Pasar Lelang Lokal (PLL) di daerah-daerah.
Penyediaan informasi harga komoditi seperti kopi, karet, cassiavera,
produk kelapa, minyak kelapa sawit, kakao, yang selanjutnya
disebarluaskan kepada masyarakat, dimaksudkan untuk membantu
petani dan pengusaha kecil lainnya yang tidak memiliki akses dalam
perolehan informasi harga komoditi tersebut agar mereka memiliki
posisi yang cukup kuat dalam proses rebut tawarnya. Target dalam
Repelita VI yang semula diren-canakan pembentukan Panel Harga
untuk 7 komoditi, pada kenyataannya hanya dapat direalisir 5
komoditi yaitu karet, kopi, lada, cassiavera dan produk kelapa (kopra,
bungkil kopra, dan minyak kelapa). Dalam pelaksanaannya kegiatan
ini dilakukan bersama Asosiasi komoditi terkait, khususnya yang
berada di daerah.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
240
c. Pembentukan dan penyebarluasan harga (komoditi primer)
Pada dasarnya kegiatan ini merupakan pengem-bangan dari kegiatan
yang telah dilakukan sebelum-nya, dengan pengertian kegiatan
pembentukan untuk komoditi yang baru dan kegiatan pemantapan
untuk komoditi yang telah dilaksanakan terdahulu. Kegiat-an ini
dilaksanakan ber-dasarkan pada fungsi bursa selaku sarana
pembentukan harga (price discovery). Untuk pelaksanaanya
pembentukan harga hingga saat ini telah dilakukan melalui panel
harga bekerjasama dengan 4 asosiasi komoditi yang terkait untuk 5
komoditi yang bersangkutan, yaitu dengan GAPKINDO untuk
komoditi karet, dengan Asosiasi Ekportir Kopi Indonesia (AEKI)
untuk komoditi kopi, dengan Asosiasi Eksportir Lada Indonesia
(AELI) untuk komoditi lada, dengan Asosiasi Eksportir Cassiavera
Indonesia (AECI) untuk komoditi kayu manis, dan dengan Kanwil
Depperindag Sulawesi Utara untuk produk kopra. Harga panel karet
Indonesia yang dilakukan selama ini adalah harga penyerahan spot,
atau penyerahan di muka seperti untuk FOB Pelabuhan Belawan,
Tanjung Priok, Palembang dan Pontianak, sedangkan untuk harga kopi
Indonesia, penyerahan spot di Tanjung Priok, Lampung, Palembang
dan Surabaya. Harga tersebut setiap hari disebarluaskan melalui
Reuter, RRI, media cetak (Majalah Info Pasar, Harian Bisnis
Indonesia), TVRI TEXT, agar diperoleh transparansi harga bagi petani,
pedagang dan eksportir, yang diharapkan dapat memperkuat posisi
rebut tawar dengan pembeli masing-masing (direncanakan muncul
setiap pukul 7.00 WIB dan 20.00 WIB).
d. Penyelenggaraan lelang pengambilalihan kuota Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT)
Lelang Pengambilalihan Kuota TPT dilaksanakan sebagai usaha untuk
memaksimalkan pemanfaatan kuota dalam rangka mendukung
peningkatan ekspor non-migas. Kegiatan ini berjalan relatif lancar
dan tertib, di mana pelaksanaan transaksi yang semula dilakukan dua
kali menjadi tiga kali dalam seminggu. Kegiatan pengambil-alihan
kuota TPT dimulai sejak tahun 1987. Jenis TPT yang dilelang pada
dasarnya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok I untuk
tujuan ekspor ke negara-negara di luar Amerika, yaitu MEE, Kanada,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
241
Swedia, dan Norwegia, sedangkan kelompok II untuk tujuan ekspor ke
negara AS.
Dilihat dari data yang tercatat hingga saat ini terlihat bahwa transaksi
lelang yang terjadi ternyata untuk tujuan AS lebih besar, baik dilihat
dari frekuensi transaksi maupun kuantitas TPT yang ditransaksikan.
Sebagai contoh, dalam tahun pertama (1987) untuk kelompok I terjadi
259 transaksi dengan volume 2.834.332 pcs, sedangkan untuk
kelompok II sebanyak 924 transaksi dengan volume 1.334.080 lusin.
Selanjutnya dalam 3 tahun terakhir 1995-1997, tercatat bahwa untuk
TPT kelompok I transaksi terbesar terjadi dalam tahun 1995 dengan
3.787 transaksi dalam volume sebesar 46.046.865 pcs, sedangkan
untuk TPT kelompok II transaksi lelang terbesar terjadi dalam tahun
1996 yaitu sebesar 4.494 transaksi dengan volume sebesar 20.320.905
lusin. Perkembangan pengalihan kuota selengkapnya dari tahun 1987-
1998 dapat dilihat selengkapnya pada tabel halaman berikut.
Harga yang terbentuk dalam transaksi pengambilalihan kuota TPT
belum sepenuhnya mencerminkan harga pasar yang sebernarnya,
karena umumnya transaksi dilakukan melalui negosiasi langsung, akan
tetapi sebagai alat untuk memonitoring dan transparansi pemilikan dan
penggunaan kuota tekstil, kegiatan ini dinilai cukup efektif.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
242
Perkembangan Lelang Kuota Tekstil
Periode 1987-1998
Kelompok I Kelompok II
Tahun (MEE, Swedia,Canada,
Norwegia)
Amerika Serikat
Transaksi
(Kali)
Volume
(Pcs)
Transaksi
(Kali)
Volume
(Doz)
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998 *)
259
998
1.263
1.922
3.701
4.057
3.584
3.651
3.737
2.439
1.117
349
2.834.332
6.595.097
8.510.228
23.649.421
18.510.487
21.196.118
33.018.195
34.268.038
46.046.885
31.321.209
13.894.087
3.781905
924
1.923
2.504
4.017
3.996
4.331
4.709
4.716
4.887
4.494
2.191
1.372
1.334.080
5.270.273
5.455.083
7.374.433
4.359.953
5.434.871
6.978.285
7.147.491
8.502.821
20.320.905
8.412.992
2.482.268
Keterangan : *) Transaksi dari bulan J anuari 1998 - Mei 1998
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
243
Melihat perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara kuota
semakin meningkat, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem
transaksi dan mekanisme pengambilalihan kuota tekstil yang lebih
tepat dan efisien, sehingga optimalisasi penggunaan kuota TPT secara
rasional dapat tercapai.
Sejak BAPEBTI ditugaskan untuk melaksanakan transaksi pengambilalihan
kuota TPT tahun 1990 - 1998, jumlah anggota yang terdaftar di Bursa
menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Peningkatan
jumlah anggota ini menunjukkan semakin banyaknya pengusaha yang
mau memanfaatkan bursa sebagai sarana transaksi, seperti terlihat
pada tabel halaman berikut:
Data Keanggotaan ETTPT
Sejak Tahun 1990 s/d 1998
Tahun Jumlah Anggota % Keterangan
1990 479 -
1991 605 26.3
1992 727 20.17
1993 862 18.57
1994 947 9.86
1995 1021 7.81
1996 1081 5.88
1997 1131 4.63
1998 *) 1170 -
Keterangan : *) Periode Januari - Mei 1998
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
244
Tujuan dari diperkenankannya pengambil-alihan kuota adalah untuk
meningkatkan ekspor dengan memaksimalkan pemanfaatan kuota.
Melalui transaksi pengambil-alihan kuota TPT, pemilik kuota
diberikan kesempatan untuk memin-dahkan kuota yang tidak bisa
direalisasikan ekspornya kepada perusahaan yang memerlukan dan
bisa merea-lisasikan ekspornya.
e. Penyediaan Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK)
Kegiatan penyediaan Informasi Muatan dan Ruang Kapal (IMRK)
dilakukan berdasarkan PP No. 18 Tahun 1988, kepada BAPEBTI juga
ditugaskan untuk menyelenggarakan kegiatan penyediaan Informasi
Muatan dan Ruang Kapal (IMRK) dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan meningkatkan kelancaran arus barang untuk menunjang
ekspor non-migas. Dalam prakteknya kegiatan ini kurang
dimanfaatkan oleh para pemakai jasa angkutan laut. Penyebabnya
adalah karena kondisi transaksi perdagangan yang selama ini adalah
berlaku FOB untuk ekspor dan CIF untuk impor, sehingga informasi
jadual kapal luar negeri menjadi tidak diperlukan, karena kapal
ditentukan oleh pembeli, di samping tidak bersedianya para pengguna
jasa angkutan (shipper) memberikan informasi tentang muatannya
dengan alasan informasi tersebut merupakan rahasia bisnis. Penyebab
lainnya adalah informasi yang dapat dihimpun melalui kegiatan IMRK
dinilai kurang memiliki nilai ekonomis, karena informasi yang sama
dapat diperoleh dari sumber atau media lain, serta tidak adanya
keterikatan bagi para anggota IMRK untuk memberikan informasi
kepada unit IMRK di BAPEBTI. Penydiaan informasi ini secara garis
besarnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal yaitu:
1) Informasi yang disampaikan pemakai jasa angkutan laut, yaitu
informasi mengenai nama perusahaan, ruang kapal, jenis dan
jumlah komoditi yang akan dikapalkan, jadual pengapalan yang
diinginkan, jenis kemasan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar
serta tarif yang diinginkan;
2) Informasi yang disampaikan oleh penyedia jasa angkutan laut, yaitu
nama perusahaan pelayaran, trayek dan jadual pelayaran,
jenis/type/ ukuran dan kecepatan kapal, posisi kapal terakhir, ruang
yang tersedia dan tarif yang ditawarkan;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
245
3) Informasi lain yang berkaitan dengan angkutan laut seperti:
informasi pelabuhan, kebijaksanaan pemerintah, perbankan,
pergudangan, Cargo statistik, keagenan, daftar anggota-anggota
asosiasi yang terkait dan lain-lain;
4) Kegiatan rutin yang dilaksanakan BAPEBTI dalam menangani
IMRK adalah penyebarluasan informasi kepada pihak pengguna
jasa kapal dan pemilik kapal antara lain untuk melaksanakan
nominasi pengapalan barang-barang strategis ke seluruh daerah di
Indonesia;
5) Kegiatan ini dilakukan pada setiap akhir bulan, antara tanggal 26
sampai dengan tanggal 31 dengan melakukan pengumpulan data
muatan dari para peserta nominasi, yaitu dari shippers yang terdiri
dari:
a) Data pengapalan beras dari Badan Urusan Logistik (Bulog);
b) Data pengapalan pupuk dari PT. (Persero) Pupuk
Sriwijaya/Pusri;
c) Data pengapalan semen dari:
(1) PT. Indosement Tunggal Perkasa;
(2) PT. (Persero) Semen Padang, dan
(3) PT (Persero) Semen Tonasa.
Data tersebut diolah dalam bentuk rekapitulasi rencana pengapalan
barang-barang strategis, kemudian dibahas dalam rapat nominasi
pengapalan barang-barang strategis bersama dengan para shippers
dan shipponers anggota bursa, serta instansi terkait. Hasil
pembahasan atau rekonfirmasi data tersebut disusun kembali sesuai
dengan hasil akhir pembahasan. Kemudian disampaikan kepada instansi
dan unit-unit terkait, baik di pusat maupun di daerah yaitu kepada:
Indonesia National Shipponer Asosiation (INSA), Asosiasi Semen
Indonesia (ASI), Badan Urusan Logistik (Bulog), PT. (Persero)
Pupuk Sriwijaya, PT. Indosement Tunggal Perkasa, PT. (Persero)
Semen Padang, PT. (Persero) Semen Tonasa, Ditjen Perhubungan
Laut Departemen Perhubungan, Balitbang Departemen Perhubungan,
Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Depperindag, Kanwil Depperindag
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
246
seluruh Indonesia, dan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Kepada
Kantor Wilayah Depperindag dimintakan untuk memonitor di daerah
masing-masing hasil realisasi pengapalan barang-barang strategis
yang di kapalkan ke dan dari wilayah yang bersangkutan.
Perkembangan nominasi pengapalan barang-barang strategis dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir sejak tahun 1993 sampai
dengan tahun 1997 secara kuantitatif dapat diuraikan sebagai
berikut:
a) Tahun 1993 total rencana muatan sebesar 6.065,071 ton,
sedangkan total muatan yang ternominasi sebesar 5.341.990 ton
atau 88.07 %;
b) Tahun 1994 total rencana muatan sebesar 5.341.049 ton,
sedangkan total muatan yang ternominasi sebesar 4.868.895 ton
atau 91,15 %;
c) Tahun 1995 total rencana muatan sebesar 5.995.116 ton,
sedangkan total muatan yang ternominasi sebesar 5.263.142 ton
atau 87,79 %;
d) Tahun 1996 total rencana muatan sebesar 7.208.974 ton,
sedangkan total muatan yang ternominasi sebesar 7.154.750 ton
atau 99,24 %;
e) Tahun 1997 total rencana muatan sebesar 7.439.643 ton
sedangakan total muatan yang ternominasi sebesar 7.334.122
ton atau 98,60 %;
f) Tahun 1998 (dari Januari - Mei 1998) total rencana muatan
sebesar 2.473.504 ton, sedangkan yang ternominasi sebesar
2.111.434 ton atau 85,36%.
Dari perkembangan tersebut di atas, tercatat total rencana muatan
(beras, pupuk dan semen) mencapai sebesar 34.522.307 ton,
sedangkan total rencana muatan yang ternominasi adalah sebesar
32.074.333 ton.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
247
Perkembangan Volume Total Rencana Muatan Yang
Ternominasi
Barang-Barang Strategis Tahun 1993-1997
(Dalam Ton)
No. Tahun Total
Rencana
Muatan
Muatan
Yang
Ternominasi
%
1 1993 6.065.071 5.341.990 88,07
2 1994 5.341.049 4.868.895 91,15
3 1995 5.995.116 5.263.142 87,79
4 1996 7.208.924 7.154.750 99,24
5 1995 7.438.643 7.334.122 98,6
6 1998 *) 2.473.504 2.111.434 85,36
Jumlah 34.522.307 32.074.333 -
Catatan : *) Januari - Mei 1998
f. Pengembangan Pasar Lelang Lokal (PLL)
Dalam memasuki era perdagangan bebas dewasa ini, perdagangan
komoditi andalan Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan
mendasar, antara lain inefisiensi di bidang produksi, distribusi, dan
kelembagaan pemasaran. Kelembagaan perdagangan lokal dinilai
masih menghadapi inefisiensi dalam hal pembentukan harga dan tidak
meratanya penguasaan informasi yang mengakibatkan lemahnya
kedudukan petani dalam proses jual-beli. Keadaan ini apabila tidak
segera diatasi dapat berakibat serius bagi daya saing komoditas
pertanian Indonesia, sehingga diperlukan upaya untuk mengarahkan
kelembagaan perdagangan lokal agar sesuai (compatible) dengan
kelembagaan perdagangan modern.
Prinsip pengembangan PLL yang diterapkan adalah pengembangan
yang ditujukan untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih
baik melalui transparansi mekanisme pembentukan harga dan
peningkatan efisiensi pemasaran. Pengembangan pasar lelang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
248
bertujuan antara lain untuk menjadikan PLL tersebut sebagai kegiatan
yang dimiliki, dikelola dan dirasakan manfaatnya oleh peserta lelang
itu sendiri.
Pengembangan Pasar Lelang Lokal (PLL) selama ini dilakukan
dengan membangun beberapa Pilot Proyek. Sampai dengan TA
1996/97 penyebarannya masih mencakup 4 (empat) komoditi di 9
propinsi yaitu: Sumut, Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung,
Kalbar, Kalsel dan Sulut. Saat ini sedang dikembangkan 5 (lima) PLL
lagi yaitu: Aceh, Bengkulu dan NTT untuk komoditi kopi, Jabar
untuk sayur mayur dan Sultra untuk komoditi kakao. Sehingga
diharapkan dalam TA 1997/98 persebaran PLL secara keseluruhan
menjadi 14 propinsi untuk 6 (enam) jenis komoditi. Pilot Proyek PLL
yang selama ini telah dikembangkan menunjukkan potensinya untuk
mengatasi berbagai masalah dalam perdagangan lokal. Sebagai Pilot
Proyek, pengembangan PLL telah memberikan hasil yang positif
sebagai lembaga perdagangan yang terorganisir dengan tujuan utama
meningkatkan transparansi penentuan harga. Melalui PLL, petani
peserta lelang cenderung memperoleh harga yang wajar dibandingkan
petani yang menjual produknya di luar lelang. PLL juga telah berhasil
memotivasi petani untuk meningkatkan kualitas produknya.
Dari 9 (sembilan) PLL yang sudah ada tidak semuanya berjalan
dengan mulus, hal ini disebabkan karena kondisi dari daerah tersebut
yang berbeda sehingga sangat mententukan perkembangan PLL itu
sendiri. Jumlah PLL di Sumut adalah terdiri dari 13 (tiga belas) lokasi
untuk lelang karet (merupakan PLL terbanyak dibandingkan dengan
daerah lain). Sedangkan di daerah lain bahkan ada yang hanya
memiliki satu lokasi saja sehingga memungkinkan tidak terjadi
transaksi seperti terlihat dalam tabel halaman berikut.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
249
Perkembangan Pasar Lelang Lokal (PLL)
Periode 1993 s/d 1998
DAERAH VOLUME TRANSAKSI (DLM TON) NILAI (DALAM JUTA RP)
KET.
1993 1994 1995 1996 1997 1998
*)
1993 1994 1995 1996 1997 1998
*)
SUMUT 18. 200 20. 402 14.970 - 20.445, 3 1.824, 8 111, 17 19, 11 21, 67 - 22.198,8 2.814,4 Karet
SUMBAR - 198 663 - 517, 2 142, 5 - 0, 86 1, 91 - 1.491, 7 447, 2 Cassiavera
RIAU 329 367 151 - 345, 6 93, 8 0, 21 0, 42 0, 20 - 346, 78 177, 09 Karet
JAMBI 951 1.623 1. 130 771, 76 1.768,8 412, 9 0, 65 1, 62 1, 57 1, 020 1.933, 3 951, 74 Karet
LAMPUNG 58 161 85 37, 75 - - 0, 11 1, 0 0, 39 98, 23 - - Kopi
KALBAR - 511 408 487, 6 559, 3 -- - 0, 98 0, 90 1. 012,0 806, 29 - Karet
KALSEL 1.541 1.527 1.360 51. 3 135, 4 123, 16 2, 11 3, 03 3, 82 152, 1 308, 49 474, 52 Karet
SUMSEL - - - 4.127, 6 - - - - - 6.615, 5 - - Karet
SULUT 45 61 - - - - - 0, 01 - - - - Kopra
Keterangan : *) Periode bln Januari s/d Maret 1998.
36. Standardisasi, Sertifikasi, Akreditasi dan Pengawasan Mutu
Standardisasi merupakan suatu unsur penunjang dalam kegiatan
mendukung upaya peningkatan efesiensi dengan mewujudkan jaminan
mutu produksi secara konsisten serta di sisi perdagangan dapat
mendukung kelancaran arus barang. Dari kedua sisi tersebut akan
memberikan dampak peningkatan produktifitas dan daya saing dalam
memasuki era perdagangan bebas tahun 2003 di lingkungan AFTA dan
tahun 2020 di lingkungan APEC. Secara kumulatif, standar yang telah
ditetapkan sampai dengan tahun 1993/1994 berjumlah 3.099 standar,
tahun 1994/1995 sebanyak 268 standar, tahun 1995/1996 sebanyak 80
standar, dan tahun 1996/1997 sebanyak 350 standar. Dengan demikian
jumlah standar yang telah ditetapkan sebagai Standar Nasional Indonesia
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
250
(SNI) sampai dengan akhir tahun kelima Repelita VI berjumlah 3.797
standar.
Selain itu, telah diterbitkan sertifikat penggunaan tanda SNI sebanyak
1.633 sertifikat bagi perusahaan yang menerapkan sistem mutu. Sejalan
dengan kegiatan standardisasi, upaya pengembangan sistem sertifikasi dan
akreditasi kelembagaan terus ditingkatkan, dan sejauh mungkin
persyaratan yang diacu sesuai dengan persyaratan internasional. Sampai
dengan Maret 1998 perusahaan yang mendapatkan sertifikat ISO 9000
mencapai 81 perusahaan, dan terdapat 9 Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu
(LSSM) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional
berdasarkan persyaratan internasional. Selain itu, di lingkungan
Depperindag juga telah diakreditasi secara internasional 4 laboratorium
uji.
Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjaga mutu produk
Indonesia terhadap 23 jenis produk tertentu, telah diberlakukan
pengawasan mutu untuk produk ekspor. Pengawasan Mutu Produk Ekspor
tersebut pada prinsipnya melalui sistem Sertifikasi Kesesuaian Mutu (SM)
yang dikeluarkan oleh laboratorium penguji yang telah diakreditasikan serta
Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda SNI. Sampai dengan tahun ke-lima
Repelita VI jumlah perusahaan yang telah memperoleh Sertifikat Produk
Penggunaan Tanda SNI dimaksud berjumlah 1.633 sertifikat, yang terdiri
atas produk kayu lapis, karet, minyak atsiri, kopi dan teh hitam.
37. Perkembangan Hasil Pembangunan Hukum dan Organisasi pada Sektor
Industri dan Perdagangan selama Pelita V sampai dengan Tahun ke-lima
RepelitaVI adalah sebagai berikut:
a. Telah diundangkan Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang
Perdagangan berjangka Komoditi;
b. Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang bidang
Industri dan Perdagangan yaitu:
1) Beberapa peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-
Undang No. 5 Tahun 1984;
2) 2 (dua) Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang
No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dan beberapa
Keputusan Menteri sebagai peraturan pelaksanaannya;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
251
Keputusan-keputusan Menteri tentang:
(a) Kawasan Industri;
Izin Usaha Industri;
Izin Usaha Perdagangan;
Waralaba;
Minuman beralkohol, dan
Izin Usaha Pasar Modern.
c. Bidang Penyuluhan Hukum
Tersuluhnya pejabat dan pegawai dari Kandep dan Kanwil Perindag
Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jambi dan
Kalimantan Barat, di Bidang HAKI, Anti Dumping, dan PTUN.
d. Bidang Organisasi dan Tatalaksana meliputi:
1) Beberapa pedoman tentang administrasi terpadu, penyem-purnaan
struktur organisasi dan beberapa jabatan fungsional;
2) Penyusunan organisasi dan tatakerja hasil penggabungan
Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan;
3) Penyusunan organisasi dan tatakerja Kantor Wilayah dan Kantor
Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
4) Penyusunan uraian tugas jabatan struktural di lingkungan Kantor
Wilayahdan Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan;
5) Penyusunan Pedoman Teknis Pelaksanaan Sebagian Urusan
Perindustrian dan Perdagangan yang diserahkan kepada 26 Daerah
Tingkat II Percontohan;
6) Penyusunan organisasi Balai Pendidikan dan Pelatihan Ekspor
Indonesia (PPEI);
7) Pengusulan penyempurnaan organisasi Balai Latihan Industri dan
Perdagangan.
Sejalan dengan hal tersebut dalam upaya mencapai sasaran yang sudah
ditetapkan akan dilaksanakan program pokok dan penunjang sektor
industri dan sektor perdagangan sebagai berikut:
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
252
a. Program Pokok
1) Program Pengembangan Industri Rumah Tangga, Industri
Kecil dan Menengah
Program ini diarahkan untuk menumbuh-kembangkan kegiatan
usaha terutama dalam kelompok-kelompok usaha kecil yang
berorientasi dan berpotensi ekspor, menuju pada kemandirian dan
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan, antara lain:
industri kecil dan menengah, industri rumah tangga, industri kecil
perdesaan yang produktif, dan koperasi-koperasi serta unit yang
mandiri dan mengakar pada masyarakat, menggunakan
produk/bahan dalam negeri untuk mendukung peningkatan ekspor
hasil industri kecil, memperlancar distribusi bahan baku dan produk
IKM, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha,
serta dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat. Di
samping itu, program pengembangan industri kecil juga
dimaksudkan sebagai bagian program untuk menghapus-kan
kemiskinan.dan menunjang pertumbuhan daerah. Kegiatan pokok
yang akan dilaksanakan antara lain: (1) meningkatkan ekspor hasil
industri kecil melalui bantuan teknis langsung dan intensif kepada
150 perusahaan industri kecil menengah yang siap untuk ekspor;
(2) peningkatan kemampuan usaha industri kecil melalui bantuan
promosi dan informasi ekspor kepada 600 perusahaan industri
kecil, terinasuk bantuan promosi dan pemasyarakatan hak atas
kekayaan intelektual (HAKI); (3) menumbuhkan sebanyak 80
industri kecil sub-kontrak sebagai upaya untuk meningkatkan
kemitraan, kemandiri-an dan memperkuat struktur industri, dengan
difokuskan pada penumbuhan industri penunjang, industri
komponen dan industri yang menunjang industri enjinering; (4)
menumbuhkan wirausaha baru industri kecil, pember-dayaan
ekonomi rakyat melalui lembaga yang mandiri dan mengakar pada
masyarakat serta berpotensi produktif, termasuk diantaranya 80
lembaga/koperasi pondok pe-santren; (5) pengembangan 7
komoditi agroindustri kecil secara terpadu di 16 propinsi; (6)
peningkatan penyuluhan kemampuan sumber daya manusia melalui
bantuan teknis dan magang bagi pengusaha/perajin industri kecil
sebanyak 14.000 orang dalam bidhng teknologi dan manajemen
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
253
termasuk bantuan peralatan percontohan bagi industri kecil rumah
tangga dan perdesaan melalui kelompok usaha bersama (KUB); (7)
pengembangan produktivitas dan penerapan sistem mutu pada
industri kecil melalui pemasyarakatan dan penerapan gugus kendali
mutu (GKM) pada 220 perusahaan industri kecil, pembentukan dan
apresiasi GKM, serta bimbingan dan penerapan ISO-9000/SNI
pada 300 perusahaan industri kecil, terrnasuk 100 perusahaan
indstri kecil yang siap mendapatkan yang sertifikasi; (8)
meningkatkan deversi-fikasi dan disain produk, khususnya yang
memiliki potensi ekspor dengan melaksanakan bantuan teknis
pengem-bangan disain, bantuan tenaga ahli desain, dan diver-
sifikasi penggnaan produk-produk tradisional untuk ditingkatkan
nilai tambahnya; dan (9) bantuan teknis dan pengendalian
pencemaran limbah pada 80 industri kecil.
Pelaksanaan progran, ini dilakukan secara terpadu dengan program-
program lain yang terkait, seperti peningkatan keterampilan tenaga
kerja, pengembangan produktivitas, pengembangan koperasi,
pengembangan desa tertinggal, dan penguasaan teknologi, serta
memberi kesempatan wanita dan pemuda berperan serta dalam
pembangunan.
2) Program Peningkatan Kenampuan Teknologi Industri
Program ini diarahkan untuk mendukung peningkatan daya saing
industri nasional terutama industri kecil/dan menengah dan
peningkatan kandungan lokal rnelalui kemampuan melakukan
inovasi teknologi produk, teknologi pengolahan, rancang bangun
dan perekayasaan industri, peningkatan mutu produk, peningkatan
efisiensi produksi, serta percepatan alih teknologi, Kegiatan yang
akan dilaksanakan antara lain: (1) meningkatkan kemam-puan
pelayanan teknis seperti testing, sertifikasi mutu, bantuan teknik
produksi dari 25 Balai Penelitian dan Pengembangan (Litbang)
Industri baik sektoral maupun regional di daerah melalui
pengembangan sarana dan prasarana balai agar mampu mandiri dan
menjadi bagian dari industri menghadapi perdagangan bebas; (2)
melaksanakan pembuatan 40 jenis purwarupa dan uji coba terapan
peralatan produksi, terutama untuk industri kecil, dan penyediaan
20 paket teknologi untuk peningkatan produksi dan inovasi industri
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
254
skala kecil dan menengah; (3) mengembangkan kemitraan penelitian dan
pengembangan teknologi antara Pemerintah dengan dunia usaha antara
lain dalam bentuk kerjasama penelitian untuk 5 komoditi berpotensi
ekspor dan meningkatkan penggunaan bahan dalam negeri; (4)
mengembangkan pengolahan limbah termasuk daur ulang, dan
pemanfaatan limbah untuk 7 jenis komoditi agar tercegah dari
kemungkinan penahanan ekspomya oleh negara pengimpor; (5)
meningkatkan kemitraan peningkatan penguasaan teknologi industri
dengan 200 perusahaan industri kecil dan menengah; (6) meningkatkan
pelaksanaan alih teknologi dan melaksanakan desiminasi hasil penelitian
dan pengembangan teknologi industri kepada 200 perusahaan industri;
dan (7) mengembangkan sistem jaringan informasi teknologi
industri di 10 Balai Litbang Industri.
Pelaksanaan program ini dilakukan secara terpadu dengan program-
program lain yang terkait, seperti pelatihan dan peningkatan
keterampilan tenaga kerja, pengembangan produktivitas,
pengembangan koperasi, dan penguasaan teknologi.
3) Program Penataan Struktur Industri
Program ini diarahkan untuk mendukung terwujudnya struktur industri
yang kokoh utamanya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
pemerataan dengan memperkuat industri kecil dan menengah serta
memperkuat basis ekspor. Kegiatannya antara lain: (1) perluasan dan
pendalaman basis produksi industri serta pola keterkaitannya melalui
pengembangan produk-produk industri prioritas dan berakar di dalam
negeri pada 5 cabang industri hasil pertanian, 5 cabang industri aneka,
dan 6 cabang industri logam, mesin dan kimia; (2) mengembangkan
produk-produk yang diunggulkan baik komoditi untuk ekspor maupun
komoditi prospektif lainnya yang mempunyai daya saing kuat melalui
promosi produk dan investasi; (3) pengembangan ekonomi sub regional,
pengem-bangan agro-bisnis/agroi-ndustri dalam rangka pengembangan
kawasan agro-industri terpadu dan pengembangan industri hasil pertanian,
dengan mempertim-bangkan keseimbangan pertumbuhan pembangunan
daerah; (4) penciptaan iklim usaha yang kondusif secara terpadu baik di
tingkat pusat maupun di daerah, tennasuk pengembangan sistem
kelembagaan pendukung; (5) menyusun profit data base komoditi
dan industri potensial dalam rangka peningkatan akses pasar,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
255
investasi, perluasan dan persebaran industri untuk 30 komoditi
berpotensi ekspor di 27 propinsi ; (6) pembinaan pola produksi dan
sistem distribusi dalam rangka pengamanan pengadaan garam
beriodium di 27 propinsi dan pengembangan pola pembinaan
terhadap petani kecil garam di 2 propinsi; (7) meningkatkan mutu
dan produktivitas sumber daya manusia industrial melalui pelatihan
teknis dan manajemen usaha, serta penyediaan 2.100 tenaga kerja
industrial oleh 17 lembaga pendidikan industri, termasuk
peningkatan kemampuan Akademi Kimia Analis Bogor, Sekolah
Menengah Analis Kimia Bogor, Akademi Kulit Yogyakarta,
Sekolah Menengah Teknologi Industri Sumatera Barat melalui
pembangunan sarana pendidikan untuk kemudian diarahkan
mampu berswadaya; (8) pengembangan sumber daya manusia
perencana dan pelaksana di pembangunan sektor industri dan
perdagangan di 13 propinsi Kawasan Timur Indonesia; (9)
identifikasi perkembangan dinamis struktur pasar dan daya saing
internasional untuk 10 industri manufaktur; (10) peningkatan
kemampuan akses informasi komoditi unggulan industri yang
potensial dikembangkan di 27 propinsi; (11) penyusunan peta
tematik industri dan perdagangan; dan (12) penyusunan
kebijaksanaan industri dan perdagangan dalam antisipasi gejolak
moneter di Asia dan perdagangan bebas.
Pelaksanaan program ini dilakukan secara terpadu dengan program-
program lain yang terkait, seperti pelatihan dan peningkatan
keterampilan tenaga kerja, pengembangan produktivitas,
pengembangan desa tertinggal, dan pe-ngembangan teknologi, serta
mendorong peran serta wanita dan pemuda dalam pembangunan.
4) Program Pengembangan Perdagangan dan Sistem Distri-busi
Program ini diarahkan untuk menunjang kelancaran pengadaan
penyaluran bahan pokok dan bahan baku di dalam negeri bagi
berkembangnya perdagangan pengusaha kecil, menengah dan koperasi,
peningkatan kemampuan masyarakat memanfaatkan dan memperluas
pasar, permodalan, teknologi dan manajemen, pengendalian inflasi,
pengembangan kemetrologian dalam rangka tertib niaga dan perlindungan
konsumen, serta peningkatan penggunaan produksi dalam negeri.
Kegiatannya antara lain: (1) penyusunan program kebijaksanaan dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
256
evaluasi perdagangan dalam negeri yang berpihak pada upaya
pemberdayaan ekonomi masyarakat; (2) peningkatan pemasaran komoditas
hasil industri dan pertanian di 50 Kabupaten di 27 Propinsi; (3) penyiapan
konsep kelembagaan dan sistim distribusi yang menjamin perdagangan
dalam negeri dan perdagangan yang berkeadilan serta pemberdayaan
ekonomi rakyat; (4) peningkatan tertib niaga dan persaingan sehat di
kalangan dunia usaha, termasuk penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan
(WDP) dan perlindungan konsumen di 27 Propinsi; (5) Koordinasi
pembinaan pasar dan pertokoan dan pembangunan 45 pasar desa di 26
Propinsi; (6) pengembangan kelembagaan pasar lelang lokal di 14 Propinsi;
(7) pengembangan perdagangan perintis dan antar pulau melalui koordinasi
lintas sektoral dan penyebaran informasi perdagangan antar wilayah di 13
Propinsi pada 26 Kabupaten; (8) pengembangan pemasaran produk dari
desa tertinggal di 10 propinsi pada 10 Kabupaten (9) pembinaan pedagang
kecil dan motivator/pembina melalui pembinaan kelembagaan dan pember-
dayaan pedagang kecil serta pengembangan klinik bisnis di 12 Propinsi dan
12 Kabupaten; (10) peningkatan pelayaan kemetrologian di 27 Propinsi,
berupa pengadaan sarana dan prasarana, pelaksanaan penyuluhan
kemetrologian, dan peningkatan kemampuan lembaga metrologi untuk
melindungi produsen dan konsumen di dalam negeri; (11) pelaksanaan
pemasyarakatan dan pemberdayaan penggunaan produksi dalam negeri di
27 Propinsi; (12) monitoring harga komoditi tertentu di 27 Propinsi dalam
rangka pengendalian inflasi dan kelancaran arus barang. Pelaksanaan
program ini dilakukan secara terpadu dengan program-program lain yang
terkait, seperti pelatihan dan peningkatan keterampilan tenaga kerja,
pengembangan produktivitas, pengembangan koperasi dan pengembangan
desa tertinggal, serta mendorong peran serta wanita dan pemuda dalam
pembangunan.
5) Program Pengembangan Usaha dan Lembaga Perdagang-an
Program ini diarahkan untuk mengembangkan sistem kelembagaan
dan usaha perdagangan yang efektif dan efisien, yang sekaligus
berpihak pada usaha kecil, menengah dan koperasi. Kegiatannya
antara lain: (1) pembinaan usaha dan jasa penunjang perdagangan
termasuk pengembangan waralaba nasional dan bantuan teknis dan
manajemen kepada 300 orang pengusaha di 10 propinsi; (2)
pengembangan sistem kemitraan antara pedagang kecil dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
257
menegah dengan pedagang besar di 15 propinsi dalam rangka
pelaksanaan Undang-Undang Kemitraan; (3) pembinaan asosiasi,
keagenan dan monitoring tenaga kerja asing serta pengembangan
perdagangan komoditas monokultur di 7 lokasi; (4) peningkatan dan
pengembangan kebijaksanaan pendaftaran perusahaan serta dalam rangka
penyiapan Kantor Pendaftaran Perusahaan (KPP) dan (5) penyelesaian
RUU Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya serta RPP
pengawasan mutu barang yang yang beredar di pasar dalam negeri.
Pelaksanaan program ini dilakukan secara terpadu dengan program-
program terkait, seperti pelatihan dan peningkatan keterampilan
tenaga kerja, pengembangan produktivitas, pengembangan koperasi
dan pengembangan desa tertinggal, serta mendorong peran serta
wanita dan pemuda dalam pembangunan.
6) Program Pengembangan Kerjasama Perdagangan Internasi-onal
Program ini diarahkan untuk pencapaian sasaran pem-bangunan
perdagangan luar negeri dengan mengem-bangkan kerjasama hubungan
perdagangan intemasional dan pemasyarakatan potensi perdagangan
intemasional yang bebas dari hambatan tarif, transparan, berkeadilan dan
saling menguntungkan, memperkuat posisi rebut tawar dan memperluas/
meningkat-kan akses pasar luar negeri. Kegiatannya antara lain: (1)
partisipasi aktif dalam forum-forum bilateral, multilateral dan
regional serta melakukan misi diplomasi dagang; (2) peningkatan peranan
Atase Perindustrian dan Perdagangan dalam rangka penerobosan pasar
luar negeri; (3) pemasyarakat-an hasil keputusan kerjasama perdagangan
intemasional kepada eksportir, importir, termasuk industri/pedagang
kecil dan menengah; (4) penyelesaian kasus-kasus perdagangan
internasi-onal; (5) melakukan evaluasi, analisa dan identifikasi mengenai
perkembangan perdagangan internasional. Kegiatan dalam program ini
dikoordinasikan dengan program-program terkait, baik di bidang
ekonomi maupun bidang lainnya.
7) Program Pengembangan Ekspor
Program ini diarahkan untuk pencapaian sasaran peningkatan dan
pengembangan ekspor non-migas melalui upaya peningkatan daya
saing, perluasan pasar dan peningkatan diversifikasi dan daya saing
mata dagangan ekspor non-migas, termasuk mendorong peran
eksportir dan industri kecil menengah dan koperasi dalam
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
258
peningkatan ekspor yang mempunyai dampak langsung maupun
tidak langsung terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat.
Kegiatannya antara lain: (1) penyemprnaan ketentuan perdagangan
intemasional di bidang ekspor; (2) pemantapan dan pengendalian
impor; (3) pelayanan dan penyebaran informasi perdagangan
internasional yang efektif bagi para eksportir, pengusaha kecil dan
menengah di 27 propinsi serta penyebaran informasi dari/ke atase
perindustrian dan perdagangan; (4) peningkatan pelayanan
pengujian dan sertifikasi mutu komoditas di Pusat Pengujian Mutu
Barang dan Perlindungan Konsumen (PPMB&PK) dan 20 Balai
Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) di daerah; (5)
penyempurnaan sistem pengujian mutu barang ekspor guna
memperoleh akreditasi internasional (6) pemasyarakatan,
penyempurnaan dan penyusunan 100 standar industri dan perdagangan
termasuk penerapannya, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya
mutu produk; (7) pengembangan analisa dan pengamatan pasar
melalui analisa profil dan potensi negara di 15 negara, penyusunan
dan analisa peluang pasar di 5 negara, penyusunan analisa pesaing
di 5 negara, penyusunan pola pengembangan pasar di 2 negara,
penyusunan analisa dan perilaku konsumen di 3 negara,
penyusunan abstraksi 20 komoditi hasil analisa pasar, penyusunan
cara berbisnis di 5 negara, penyusunan dan pengisian informasi
pasar serta petunjuk pelaksanaan ekspor bagi pengusaha dan
industri kecil dan menengah dalam home page BPEN untuk 30
komoditi; (8) peningkatan peranan kantor Indonesian Trade
Promotion Centre (ITPC) diluar negeri terutama dalam upaya
peningkatan ekspor non-migas; (9) pengembangan sistim informasi
ekspor, peningkatan pengembangan produk dan pembinaan dunia
usaha metal publikasi 21 jenis informal pasar ekspor, forum ekspor
bagi 520 eksportir, forum diskusi pengembangan ekspor 6 kali
untuk 900 pengusaha eksportir IPKM, adaptasi produk, workshop,
konsultasi usaha dan temu wicara di 27 propinsi, pembinaan dunia
usaha keterpaduan nasional dalam rangka memberdayakan usaha
kecil dan menengah; (10) peningkatan motivasi ekspor metal
penghargaan Primanyarta bagi 72 eksportir terbaik; (11) penyeleng-
garaan 40 kali promosi ekspor di dalam negeri dan luar negeri
meliputi pameran aktif skala kecil, skala besar, pameran mandiri,
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
259
pengiriman misi dagang, Pameran Produk Ekspor, Pameran Produk
Ekspor Daerah dan tindak lanjut pengembangan jaringan distribusi;
(12) pembentukan Badan Pengawas Berjangka Komoditi beserta
perangkat sistem pengawasan dan pemasyarakatan Undang-undang
Nomor 32 Tahun 1997 tentang Per-dagangan Berjangka Komoditi
di 8 daerah; (13) pelatihan dan penyuluhan 1.000
eksportir/pengusaha kecil dan menengah; (14) penyusunan
Kebijaksanaan Secara Terpadu, metal peningkatan koordinasi
interdep; dan (15) penyediaan dana pendamping bantuan luar
negeri. Pelaksanaan program ini dilakukan secara terpadu dengan
program lain yang terkait, seperti pelatihan dan peningkatan
keterampilan tenaga kerja, pengembangan produktifitas,
pengembangan koperasi, pengembangan desa tertinggal, dan
penguasaan teknologi.
b. Program Penunjang
1) Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup
Isu masalah pencemaran lingkungan telah diangkat oleh beberapa
negara maju tertentu untuk membatasi masuknya produk-produk
dari negara lain ke negara tersebut. Isu ini akan semakin intensip
dimasa mendatang sebagai alat untuk pengendalian impor yang
dapat mengganggu upaya kita dalam peningkatan ekspor hasil
industri. Hal ini perlu diantisipasi dengan baik sehingga target
pembangunan ekonomi kita dapat dicapai sesuai dengan yang telah
kita rencanakan. Disamping untuk hal tersebut, kita sendiri
berkeinginan agar lingkungan hidup yang ada di negara kita tidak
terganggu dengan kegiatan industrialisasi yang terus menerus
dikembangkan. Untuk itu upaya penanggulangan pencemaran
lingkungan perlu ditingkat-kan secara lebih intensip. Prinsip "self
assesment dan post audit" perlu dimasyarakatkan dengan baik sehingga
dampak negatip dari industri terhadap lingkungan hidup dapat
diminimalkan sedini mungkin. Untuk dapat mengurangi dampak
negatip terhadap lingkungan tersebut telah ditingkatkan
kemampuan beberapa laboratorium lingkungan, termasuk yang
berada di Balai-balai Litbang Industri, yang berfungsi memonitor
dan memeriksa buangan industri. Dewasa ini kemampuan untuk
menganalisis limbah cair sudah cukup baik disejumlah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
260
laboratorium lingkungan, meskipun untuk dapat melayani analisa
air buangan masih perlu ditingkatkan sarana dari laboratorium-
laboratorium dimaksud.
Sejalan dengan upaya penanggulangan pencemaran lingkungan,
maka upaya tersebut perlu didukung dengan:
a) Deregulasi di bidang pengendalian dampak lingkungan melalui
pengenalan prinsip "self assement dan post audit" seperti yang
telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.
250/M/SK/10/1994 tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Pengendalian Dampak Lingkungan Sektor Industri.
b) Penyederhanaan pada prosedur dalam pelaksanaan AMDAL di
mana hanya terdapat 1 Tim Teknis Langsung di bawah Komisi
AMDAL yang secara operasional di bawah Koordinasi Kepala
Badan Litbang Industri seperti yang tertuang dalam SK Menteri
Perindustrian No. 152/M/SK/6/1994 tentang Pembentukan Komisi
AMDAL Pusat.
c) Telah diselesaikannya sebagian besar proses administratip dari
dokumen Pengendalian Dampak Lingkungan yang telah
dibahas sebelum diterbitkannya PP. No. 51/1993.
d) Mendorong dan merangsang baik investor dalam negeri maupun
asing untuk menerapkan teknologi yang akrab lingkungan serta
mendorong terwujudnya transformasi teknologi. Dalam hal ini
penerapan teknologi bersih, baik teknologi pengolahan maupun
teknologi produk, teknologi daur ulang dan teknologi hemat
sumber daya alam dan energi secara lebih meluas, serta
pengembangan dan penerapan subtitusi bahan baku industri yang
berbahaya, dengan dukungan sistem insentif dan disinsentif.
Upaya-upaya tersebut di atas dapat terwujud dengan:
a) Melakukan koordinasi atas kegiatan monitoring yang dilaksanakan
oleh aparat Kanwil dan Balai-balai Industri di daerah;
b) Mengadakan kerjasama lintas sektoral dalam penanganan kasus-
kasus pencemaran oleh sektor industri guna merumuskan langkah-
langkah penanggulangan;
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
261
c) Ikut berperan aktif dalam merumuskan standar Baku Mutu
Limbah, Tata Niaga bahan berbahaya dan beracun (B3) dan
Teknologi Pengendalian Limbah baik dengan lintas sektoral
terkait maupun dengan lembaga-lembaga internasional.
2) Pembinaan dan Pengembangan Pemuda
a) Bidang Industri
(1) Pembinaan dan pengembangan Pemuda dalam Repelita VI
telah direncanakan sebagai kelanjutan dari Pelita V serta
sekaligus mengawali pelaksanaan PJP II, hal ini ditandai
dengan semakin pesatnya pembangunan industri dalam
Repelita VI yang nantinya akan dapat didukung oleh
tersedianya tenaga berkualitas, produktif dan profesional
maupun untuk berperanserta dan aktif dalam pembangunan
industri dan perdagangan.
(2) Dengan sasaran meningkatkan peranserta pemuda yang
terampil dan berkeahlian dalam pengembangan ekonomi,
terutama dipedesaan guna menumbuh-kembangkan industri
kecil hasil pertanian dan juga sebagai motivator pembangunan
bagi masyarakat pedesaan, maka sampai dengan akhir Pelita V
telah dilatih dan dihasilkan tenaga terampil sebanyak 8.394
orang pemuda. Dalam Repelita VI sampai dengan tahun ke-
empat telah dilatih sebanyak 1.375 orang, dengan
penyebaran informasi melalui buku kepada 13.000 pemuda
putus sekolah di 27 propinsi dan sebanyak 10.660 orang
melalui kegiatan lainnya seperti; pembinaan penataran,
penyuluhan, magang, dan kemitraan usaha.
b) Bidang Perdagangan
(1) Program pembinaan peranan Pemuda di bidang
perdagangan bertujuan untuk penciptaan kesempatan berusaha
dan lapangan kerja bagi generasi muda, meningkatkan
profesionalisme, sifat kemandirian, tangguh menghadapi
tantangan serta dapat meman-faatkan peluang usaha, yang
berusaha secara mandiri. Tujuan lain dari program ini adalah
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
262
untuk menumbuhkan jiwa kewiraswastaan dan motivasi
berusaha bagi generasi muda.
(2) Untuk mencapai tujuan tersebut sampai pada tahun ketiga
dalam Repelita VI telah dilaksanakan pembinaan 9.960
pemuda melalui kegiatan pembinaan penataran,
penyuluhan/temu usaha, magang/latihan kerja dan
kemitraan usaha. Program ini terutama ditujukan bagi
pengusaha muda dan atau calon pengusaha di bidang
perdagangan yang tergolong usaha kecil, usaha rumah
tangga, informal dan tradisional yang memiliki prospek
untuk dikembangkan menjadi suatu yang tangguh dan
mandiri.
3) Peranan Wanita
a) Bidang Industri
(1) Program peningkatan peranan wanita di bidang industri
khususnya industri kecil bertujuan untuk membina wanita
pedesaan yang dapat meningkatkan nilai tambah dan
pendapatan keluarga melalui peningkatan keterampilan.
Kegiatan pembinaan yang diberikan meliputi industri
makanan dan kerajinan.
(2) Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam tahun
1994/1995 telah dibina sebanyak 35 motivator Kelompok
Usaha Bersama (KUB) dan telah dibentuk sebanyak 35 KUB
baru yang tersebar di 7 propinsi (Riau, Sumatera Barat, Jawa
Tengah , Kalimantan Selatan, NTT , Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Utara) dan dalam tahun 1994/1995 telah
dididik 13 motivator KUB dari 26 desa serta terbentuk
pula 26 KUB baru yang tersebar di 3 Propinsi diantaranya
di NTT dan Sulawesi Tenggara. Sedangkan dalam tahun
1996/1997 yang sedang berjalan ini telah dilatih 20 orang
motivator dari propinsi Maluku dan Irian Jaya.
b) Bidang Perdagangan
(1) Program peningkatan peranan wanita di bidang
perdagangan bertujuan untuk membina wanita pedagang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
263
golongan ekonomi lemah agar dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan di bidang usaha guna
membudayakan kewirausahaan dalam rangka membina
kehidupan keluarga sehat sejahtera, meningkatkan kualitas
tenaga kerja wanita/nakerwan sekaligus dalam upaya
pengen-tasan kemiskinan.
(2) Untuk mencapai tujuan tersebut selama Pelita V dan 3
tahun Repelita VI telah dilakukan pembinaan terhadap
wanita pedagang golongan ekonomi lemah, wanita tokoh
masyarakat, wakil dari kelompok wanita atau kelompok usaha
bersama (KUB) dan wanita pedagang kecil eceran di pasar
tradisional, sebanyak 54.552 orang yang berasal dari 24
propinsi di seluruh Indonesia, dari jumlah itu sebanyak
2.400 orang untk tahun anggaran 1997/1998 akan dibina
sebagai wanita pedagang.
(3) Kegiatan pembinaan peranan wanita di bidang
perdagangan meliputi penataran, temu usaha, dan
konsultasi usaha serta penyertaan wanita untuk
berpartisipasi dalam pameran, baik yang dilaksanakan di
daerah maupun di pusat.
4) Pengembangan Sistem Informasi
Program Pengembangan Industri dan Perdagangan bertujuan untuk
memperluas penyediaan informasi Depperindag guna lebih mendorong
kebangkitan kembali sektor industri dan perdagangan sebagai penggerak
sektor ekonomi yang mengalami krisis berkepanjangan. Kegiatannya
antara lain pengembangan sistem pelaporan dan diseminasi/pertukaran
informasi melalui electronic-mail atau jaringan Internet dalam rangka
dalam rangka pengendalian inflasi, pemantauan produksi dan
distribusi, khususnya kebutuhan bahan pokok masyarakat, dan
peningkatan ekspor hasil produksi Industri Kecil dan Menengah
(IKM); peningkatan kualitas database industri dan perdagangan,
khususnya data base pasar dan gudang di dalam negeri serta
database industri kecil dan menengah dalam rangka pengembangan
Geographic Information System (GIS); pengembangan penyusunan
statistik industri dan perdagangan, termasuk pengemasan informasi
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
264
ke dalam media cetak dan eletronik (antara lain CD-ROM dan
Web-site di jaringan Internet). Fasilitasi pertukaran informasi yang
ada terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi
informatika dan kebutuhan pengguna jasa informasi serta dengan
memperhatikan sumber daya (dana dan tenaga pengelola) yang
tersedia.
5) Penyempurnaan dan Pengembangan Statistik
Program ini bertujuan untuk menyempurnakan statistik perdagangan
untuk mendukung pengembangan perdagangan dalam dan luar negeri,
dengan kegiatan, yaitu pengumpulan, penyediaan dan pengolahan
serta publikasi statistik perdagangan.
6) Pengembangan Sistem Hukum Nasional
Pengembangan sistem hukum nasional meliputi penggantian produk-
produk hukum yang bersifat kolonial, penciptaan hukum baru yang
belum ada pengaturannya dan pembaharuan produk-produk hukum
yang sudah kurang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan
zaman.
a) Penggantian Produk Hukum Yang Bersifat Kolonial
Di bidang industri telah diundangkan Undang-undang No. 5 tahun
1984 tentang Perindustrian yang mencabut ketentuan dalam BRO
sepanjang menyangkut perindustrian. Di bidang perdagangan, sedang
dilakukan penyusunan Naskah Akademis untuk menyusun RUU
Perdagangan untuk menggantikan BRO dan mengatur lainnya yang
belum ada (penciptaan).
b) Penciptaan Hukum
Sedang dilakukan penyusunan Rancangan Undang-undang baru
tentang Perlindungan Konsumen, RPP tentang Desain Produk
Industri dan RPP tentang Informasi Industri.
c) Pembaharuan Hukum
Menyiapkan RUU tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
(dalam pembahasan dengan DPR-RI) yang merupakan
peningkatan dari PP No. 35 tahun 1982 tentang Bursa
Komoditi. Selain itu, juga sedang disiapkan penyempurnaan
Undang-undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
265
7) Peningkatan Prasarana dan Sarana Aparatur Negara
Program bertujuan untuk merehabilitasi pembangunan gedung
Kantor Perindustrian di pusat, kantor wilayah, kantor departemen di
Daerah TK II/Kotamadya serta merehabilitasi beberapa gedung
Balai Latihan Pustand di beberapa Propinsi serta pengadaan sarana
kerja baik di kantor pusat maupun daerah.
8) Peningkatan Efisiensi Aparatur Negara
Program ini di arahkan untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas
dan mutu pelayanan aparatur pemerintah berupa kajian-kajian
pengembangan pola karier pegawai, pendidikan dan latihan
penyuluhan perindustrian serta pelaksanaan penyempurnaan sistem
tata laksana dan organisasi beserta standar operasional dan
prosedurnya.
Di samping itu, juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan aparatur
dalam perencanaan dan pengendalian program-program pembangunan
sektor perdagangan serta meningkatkan fungsinya dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, dengan kegiatan-kegiatan atara lain
perencanaan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan,
penyempurnaan administrasi keuangan, dan penyempurnaan organisasi
dan tata laksana.
9) Pendidikan dan Pelatihan Aparatur Negara
a) Unit Pendidikan
Di dalam mengemban misinya untuk menyiapkan angkatan
kerja baru di sektor industri dan perdagangan melalui
pendidikan profesi dan kejuruan, Pusbinlat dilengkapi dengan
17 unit pendidikan dari tingkat SMTA, Akademi sampai
Sekolah Tinggi. Ke 17 Unit pendidikan dari tingkat Sekolah
Menengah, Akademi sampai Sekolah Tinggi dan 1 (satu) unit
pendidikan dan pelatihan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan
Ekspor Indonesia (PPEI). Ke 17 unit pendidikan dimaksud
adalah SMTI Jakarta, STTT Bandung, APP Jakarta, ATK
Yogyakarta, AKA Bogor, ATI Ujung Pandang, ATI Padang,
PKTI Medan, SMAK Bogor, SMAK Ujung Pandang, SMAK
Padang, SMTI Yogyakarta, SMTI Ujung Pandang, SMTI Banda
Aceh, SMTI Tanjung Karang, SMTI Pontianak, SMTI Padang.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
266
Jumlah lulusan sampai dengan Tahun Anggaran 1997/1998
sebanyak 40.403 orang yang terdiri atas lulusan sekolah tingkat
menengah sebanyak 18.887 orang, tingkat Diploma III sebanyak
17.590 orang dan tingkat Sekolah Tinggi (D-IV) 3.926 orang.
b) Unit Diklat SDM Industri
Sampai dengan tahun 1997/1998, Pusbinlat telah melakukan
pelatihan SDMI dalam bidang manajemen, teknis maupun
bisnis untuk dunia usaha industri baik BUMN maupun BUMS
bekerjasama dengan berbagai lembaga pelatihan telah
menghasilkan 2.787 orang dari berbagai program pelatihan
seperti :
(1) Diklat Manajemen Penjenjangan meliputi General
Management Course, Middle Management Course,
Advanced Management Course.
(2) Diklat Manajemen Non Penjenjangan/Non Tehnis
meliputi: Basic Supervisory Course (BSC), Achievement
Motivation Training (AMT), Achievement Motivation
Training for Trainers (AMTT), Management of Training
(MOT) dalam dan luar negeri Training of Trainers (TOT),
Total Quality Management (TQM), CEFE dan Wira
Usaha.
(3) Diklat Tehnis Teknologi meliputi Diklat Peningkatan
Design, pengemasan produk makanan dan minuman,
teknologi persepatuan dan barang-barang kulit, teknologi
keramik, teknologi tekstil, perkayuan, pengembangan
produk dan design bagi industri kecil, pengembangan
produk dan design bagi industri keramik dan Diklat teknis
design industri kecil garmen.
(4) Mengadakan kerjasama pelatihan dengan Asosiasi Industri
dan Profesi.
(5) Menyelenggarakan Wokshop/Seminar yang berkaitan dengan
pengembangan dunia usaha.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
267
(6) Menciptakan jaringan kerjasama pelatihan dengan lembaga
pelatihan di dalam dan luar negeri.
c) Diklat SDM Perdagangan
Dalam upaya mengantisipasi perubahan dan pengembangan
SDM industri dan perdagangan sebagi penggerak dan ujung
tombak pengembangan ekonomi di masa krisis menuju era
global, maka Pusbinlat telah melaksanakan berbagai kegiatan
termasuk merencana-kan beberapa program pengembangan dan
pemantapan SDM perdagangan khususnya kepada eksportir
kecil dan menengah. Melalui program ini akan ditingkatkan
kemampuan untuk memahami dan memecahkan persoalan-
persoalan aktual di kalangan dunia usaha dan pemanfaatan
sistim informasi dalam meningkatkan kemampuan daya saing di
sektor industri dan perdagangan.
Pelaksanaan Program Pelatihan SDM Perdagangan sampai
dengan T.A. 1998/1999 adalah sebagai berikut:
(1) Pelatihan Jarah Jauh Manajemen Pemasaran Ekspor di 4
(empat) Ibukota Propinsi yaitu: Bandar Lampung,
Bandung, Yogyakarta dan Surabaya masing-masing daerah
melakukan pelatihan terhadap 30 orang peserta dari
kalangan dunia usaha ekspor dan penyuluh perindustrian
dan perdagangan, serta alat bantu belajar berupa 6 buah
modul yang berkaitan pemasaran ekspor dan dilengkapi
dengan Kaset Video dan CD-ROM. Dengan demikian
dengan selesainya pelatihan ini, maka akan tersedia 140
orang eksportir yang memahami seluk beluk pemasaran
ekspor.
(2) Pelatihan TOT Pemasaran Ekspor di Jakarta yang diikuti
oleh 30 oarang peserta dari lembaga-lembaga pelatihan
ekspor.
(3) Melalui program DPKK Tenaga Kerja Ditjend. PDN telah
dilaksanakan 3 jenis pelatihan bagi kalangan dunia usaha
ekspor dan perdagangan di Jakarta, masing-masing:
pelatihan komunikasi bisnis yang diikuti oleh 30 orang
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
268
peserta, workshop teknik-teknik negoisasi yang diikuti
oleh 30 orang peserta, dan workshop pemasaran ekspor
yang diikuti oleh 30 orang peserta.
Di samping itu dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan SDMP, melalui Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia
(PPEI) telah dilakukan berbagai pelatihan bagi kalangan dunia
usaha/calon eksportir yang meliputi: pelatihan
pemasaran/perdagangan ekspor, pengawasan dan pelatihan mutu,
manajemen pameran dagang, kursus bahasa Jepang serta
pendirian inkubator bisnis ekspor (IBE) dan trading house bagi
para pengusaha. Sampai dengan T.A. 1997/1998 PPEI telah
melatih sebanyak 10.175 orang. Selain kegiatan pelatihan PPEI
juga telah menyelenggarakan berbagai seminar/lokakarya di
bidang perdagangan dengan peserta dari berbagai perusahaan
swasta, BUMN dan pejabat Pemerintah di mana jumlah peserta
yang berpartisipasi pada seminar tersebut sebanyak 654 orang,
dan sebagian pelatihan-pelatihan tersebut diselenggarakan atas
bantuan JICA Jepang.
10) Penelitian dan Pengkajian Kebijaksanaan
Program ini bertujuan untuk melaksanakan kajian strategis untuk
mendukung pengembangan perdagangan, sehingga tersedianya kajian
dan informasi dalam rangka penyusunan kebijaksanaan dan
pengembangan sektor perdagangan, baik perdagangan dalam negeri
maupun perdagangan internasional. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
yaitu, pengembangan kebijaksanaan perdagang-an dalam negeri,
penelitian dan pengembangan kebijaksanaan perdagangan luar negeri
dan daerah.
11) Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan Pengawasan
Program ini arahkan untuk: (1) meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan proyek pembangunan industri dan
perdagangan melalui pemantauan dan evalusi kinerja proyek-
proyek pembangunan dan pemberdayaan forum-forum keterpaduan
di sektor industri dan perdagangan, antara lain: pengembangan
ekspor, industri dan pedagang kecil dan menengah, standardisasi
dan peningkatan mutu, penelitian dan pengembangan , informasi, dan
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
269
sumberdaya manusia industrial; (2) pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah oleh
pengusaha dan industri kecil serta koperasi sesuai Keppres 16 Tahun
1994; dan (3) pemantauan dan evaluasi konsistensi pembangunan sektor
industri dan perdagangan dengan pembangunan di daerah, utamanya
dengan memperhatikan pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
Perkembangan hasil pengendalian pengawasan sampai dengan
Tahun Ke-lima Repelita VI adalah sebagai berikut:
a. Temuan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal
Temuan hasil pemenksaan Inspektorat Jenderal Periode
1993/1994 sampai dengan triwulan IV tahun 1997/1998
sebanyak 4.437 temuan denpan nilai uang sebesar
Rp.304.797.413. Dalam periode tersebut telah ditindak lanjuti
3.024 temuan 68,15 % dengan nilai uang, sebesar
Rp.75.583.008,75 atau 24,79% sehingga sisa temuan yang
sedang dalam proses tindak lanjut adalah 1.413 temuan atau
31,85 % dengan nilai sebesar Rp.329.214.404,25 atau 75,21%.
Masih besarnya nilai temuan ini dikarenakan proses penyetoran
uang negara melalui angsuran (TP/TGR) memakan waktu cukup
lama untuk penyelesaiannya.
b. Pemantauan Tindak Lanjut Inspektorat Jenderal Atas Hasil
Pengawasan BPKP.
1) Pengawasan BPKP
Berdasarkan laporan yang diterima dari BPKP, jumlah
temuan hasil pemeriksaan pengawasan fungsional dalam
periode tahun 1993/1994- 1997/1998 adalah sejumlah
3.200 temuan dengan nilai sebesar Rp. 129.615.075.264,30
dan yang telah ditindaklanjuti adalah sejumlah 2.504
temuan atau 79,25% dengan nilai sebesar Rp.
127.134.291.719,01. Dengan demikian sisa temuan yang
masih dalam proses penyelesaian adalah sejumlah 696 temuan
atau 21,75 % dengan nilai Rp. 2.480.783.545,29. Sisa temuan
di atas sebagian besar adalah berupa piutang macet pada P.T.
Persero BUMN di lingkungan Depperindag yang untuk
penuntasannya diperlukan waktu yang cukup lama.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
270
2) Pengawasan BEPEKA
Jumlah hasil pemeriksaan BEPEKA dalam periode tahun
1993/1994 - 1997/1998, adalah sejumlah 131 temuan,
dengan nilai sebesar Rp. 1.655. 679.866,28 dan yang telah
ditindak lanjuti adalah sejumlah 102 temuan (77,86%)
dengan nilai Rp.858.940.360,76. Sisa temuan yang masih
dalam proses penyelesaian sebanyak 12 temuan
dengan nilai Rp.796.739.505,52.
3) Pengawasan Masyarakat
Realisasi pengawasan oleh masyarakat dari tahun
1988/1989 s/d 1997/1998 di lingkungan Depperindag yang
disalurkan melalui Kantor Wakil Presiden (Tromol Pos 5000)
sejumlah 905 surat. Dari jumlah pengaduan masyarakat
melalui Tromol Pos 5000 tersebut, sudah ditindak lanjuti
sejumlah 625 surat (69,06%) dimana sisanya 280 surat
(30,94%) belum ditanggapi. Sedangkan khusus untuk
tahun 1997/1998 telah diterima sebanyak 52 surat dan
telah ditindaklanjuti sebanyak 36 surat (69,23%) dengan
rinician sebagai berikut:
a) Untuk unit kerja di lingkungan Depperindag 33 surat
yang telah ditindak lanjuti adalah sebanyak 21 surat
(63,64%);
b) Untuk BUMN sebanyak 19 surat dan telah ditindak
lanjuti sebanyak 15 surat (78,95%).
Ditinjau dari pokok masalah yang dilaporkan, dapat
dikelompokkan dalam 5 (lima) kategori dengan urutan
besarnya penyimpangan sebagai berikut:
a) Penyalahgunaan wewenang;
b) Kepegawaian;
c) Korupsi/pungli;
d) Kepegawaian/Ketenagakerjaan;
e) Pertanahan/Perumahan.
Bahan Nota Keuangan 1999/2000
271
12) Program Pembinaan dan Pengembangan Produktivitas dan
Kesempatan Kerja
Program ini diarahkan untuk mendukung peningkatan produktivitas
dan kesempatan kerja di sektor industri dan perdagangan melalui
kegiatan: (1) peningkatan koordinasi perencanaan tenaga kerja
secara lintas sektoral; (2) pengembangan jaringan sistem
monitoring ketenaga-kerjaan di daerah (3) penyusunan proyeksi
tenaga kerja sektor industri dan perdagangan selama Repelita VII;
dan (4) pengolahan data ketenagakerjaan sektor industri dan
perdagangan.

Anda mungkin juga menyukai