Anda di halaman 1dari 33

SISTEM PENGOLAHAN AIR MINUM

4.1 Pendahuluan

Air menjadi barang publik dan sekaligus elemen terpenting bagi
kelangsungan hidup manusia. Air bersih yang digunakan oleh manusia harus
memenuhi syarat dari segi kualitas mapun kuantitas. Kriteria dan standar kualitas
air didasarkan atas beberapa hal antara lain keberadaan logam dan logam berat,
anorganik, tingkat toksisitas, dan teremisinya pencemar ke lingkungan.
Sumber air, baik air permukaan maupun air tanah, akan terus mengalami
peningkatan kontaminasi pencemar disebabkan meningkatnya aktivitas pertanian
dan industri. Air hasil produksi yang diharapkan konsumen adalah air yang bebas
dari warna, kekeruhan, rasa, bau, nitrat, ion logam berbahaya dan berbagai macam
senyawa kimia organik seperti pestisida dan senyawa terhalogenasi. Permasalahan
kesehatan yang berkaitan dengan kontaminan tersebut diatas meliputi kangker,
gangguan pada bayi yang lahir, kerusakan jaringan saraf pusat, dan penyakit
jantung (Rahadi, 2008).
Dalam kegiatan produksi air minum, evaluasi terhadap instalasi
pengolahan air minum perlu dilakukan secara berkala. Menurut Hudson (1981)
tujuan dari dilakukannya evaluasi terhadap operasional instalasi antara lain yaitu
meningkatkan kapasitas dari instalasi yang sudah dibangun, meningkatkan
kualitas dari air olahan dan mereduksi biaya operasional. Optimalisasi dan
perbaikan terhadap instalasi perlu dilakukan untuk mengahasilkan air minum yang
berkualitas dan memenuhi standard serta terus meningkatkan pelayanan terhadap.
Tujuan dari praktikum ini adalah mendefinisikan dan menjabarkan mekanime
proses dan aspek rancangan unit pengolahan air minum.

4.2 Metodologi
Penyusunan laporan ini menggunakan studi literatur dari internet dan
dengan mendefinisikan dan menjabarkan mekanime proses dan aspek rancangan
unit pengolahan air minum, serta melengkapi deskripsi setiap unit pengolahan
dengan rancangan gambar (denah, potongan, ataupun tampak) yang dapat
diperoleh dari jurnal atau textbook.

4.3 Hasil dan Pembahasan
Beberapa hal yang perlu dibahas untuk mengetahui proses dan aspek
rancangan unit pengolahan air minum adalah mengetahui kebutuhan air
perkotaan, kualitas air baku, gambaran umum Instalasi Pengolahan Air Minum
(IPAM), serta inventarisasi unit pengolahan.

4.3.1. Kebutuhan Air Perkotaan

4.3.1.1 Kebutuhan Air Domestik

4.3.1.2 Kebutuhan Air Non-Domestik (Fasilitas-Fasilitas Perkotaan)

4.3.1.3 Standar Kebutuhan Air Minum Perkotaan
4.3.1.4 Fluktuasi Kebutuhan Air (Debit Rata-Rata, Jam Puncak, Dan Debit
Maksimal Harian)

4.3.2. Kualitas Air Baku

4.3.2.1 Persyaratan air baku air minum (kualitas dan kuantitas), standar
kualitas air minum yang digunakan
Menurut SNI 6774:2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air, air baku adalah air yang berasal dari sumber air permukaan,
cekungan air tanah dan atau air hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum. Sumber air baku ini dapat berasal dari
dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan sebagainya. Tidak semua air
baku dapat diolah oleh instalasi pengolahan air Minum. Dalam SNI 6773:2008
tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air, didefinisikan kualitas air
baku yang dapat diolah oleh IPAM yakni sebagai berikut:
1. Kekeruhan, maximum 600 NTU (nephelometric turbidity unit) atau 400
mg/l SiO2
2. Kandungan warna asli (appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co
dan warna sementara mengikuti kekeruhan air baku.
3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP No. 82
tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
4. Dalam hal air sungai daerah tertentu mempunyai kandungan warna, besi
dan atau bahan organik melebihi syarat tersebut diatas tetapi kekeruhan
rendah (<50 NTU) maka digunakan IPA system DAF (Dissolved Air
Flotation) atau system lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 492/Menkes/Per/IV/2010 , Air
Minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Dalam penyediaan
air minum, harus terpenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, maupun kontinuitas.
Persyaratan kualitas dimaksudkan agar air minum dapat berfungsi secara baik
dalam menyehatkan penggunanya, persyaratan kuantitas air minum dimaksudkan
agar kebutuhan akan air minum dapat terpenuhi dari segi jumlahnya, sedangkan
persyaratan kontinuitas dimaksudkan agar air minum selalu tersedia dan
terjangkau setiap saat. Air minum bersifat aman bagi kesehatan apabila memenuhi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam
parameter wajib dan parameter tambahan yang tercantum dalam peraturan ini.
Adapun parameter wajib yang disyaratkan dalam peraturan ini ditampilkan pada
tabel 4.1
Tabel 4.1 Parameter wajib persyaratan kualitas air minum
Jenis Parameter Satuan
Kadar Maksimum
yang Diperbolehkan
Parameter yang Berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1. E.Coli
Jumlah per 100 ml
sampel 0
2. Total Bakteri Jumlah per 100 ml 0
Koliform sampel
b. Kimia an-organik
1. Arsen mg/l 0.01
2. Fluorida mg/l 1.5
3. Total Kromium mg/l 0.05
4. Kadmium mg/l 0.003
5. Nitri mg/l 3
6. Nitrat mg/l 50
7. Sianida mg/l 0.07
8. Selenium mg/l 0.01
Parameter yang tidak Berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1. Bau

Tidak berbau
2. Warna TCU 15
3. Total zat padat
terlarut mg/l 500
4. Kekeruhan NTU 5
5. Rasa

Tidak berasa
6. Suhu C suhu udara +- 3
b. Parameter Kimiawi
1. Aluminium mg/l 0.2
2. Besi mg/l 0.3
3. Kesadahan mg/l 500
4. Khlorida mg/l 250
5. Mangan mg/l 0.4
6. pH

6.5-8.5
7. Seng mg/l 3
8. Sulfat mg/l 250
9. tembaga mg/l 2
10. Amonia mg/l 1.5

Persyaratan kuantitas air dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari
banyaknya air baku yang tersedia sehingga dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang dilayani.
Pemenuhan kuantitas ini dapat berasal dari berbagai sumber air baku, salah
satunya adalah sungai. Dalam menetapkan suatu sungai sebagai sumber air baku,
tidak hanya kualitas yang perlu ditinjau, tetapi juga dari segi kuantitas yang dapat
disediakan oleh sungai tersebut. Kuantitas ini digambarkan dalam bentuk debit
aliran air sungai. Debit yang akan dipergunakan adalah debit murni atau data debit
yang sudah dikurangi dengan berbagai macam kebutuhan lainnya dari sungai
tersebut, misalnya kebutuhan irigasi. Data debit yang digunakan ini adalah data
debit selama 10 tahun yang dapat dicari menggunakan rumus perhitungan debit
andalan (metode basic year). Debit andalan ini dibuat sebagai acuan dapat
tidaknya sungai tersebut dipakai untuk mengairi atau menyediakan sumber air
bersih yang dibutuhkan.

4.3.2.2 Debit Air Baku

Fluktuasi harian debit air baku

Prosedur pengukuran debit

Lokasi pengukuran debit

4.3.2.3 Parameter Kualitas Air

Berdasarkan SNI 06-2412-1991 tentang Metode Pengambilan Contoh Uji
Kualitas Air, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari setiap tahapan
pengambilan contoh uji kualitas air. Hal tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan contoh uji kualitas air
1) Bahan kimia untuk pengawet
Pengawetan contoh untuk parameter tertentu diperlukan apabila
pemeriksaan tidak dapat langsung dilakukan setelah pengambilan contoh.
Jenis bahan pengawet yang digunakan dan lama penyimpanan berbeda-
beda tergantung pada jenis parameter yang akan diperiksa. Bahan kimia
yang digunakan untuk pengawet harus memenuhi persyaratan bahan kimia
untuk analisis dan tidak mengganggu atau mengubah kadar zat yang akan
diperiksa.
2) Wadah Contoh
Wadah yang digunakan untuk menyimpan contoh harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
i. terbuat dari bahan gelas atau plastik ;
ii. dapat ditutup dengan kuat dan rapat ;
iii. mudah dicuci ;
iv. tidak mudah pecah ;
v. wadah contoh untuk pemeriksaan mikrobiologi harus dapat
disterilkan ;
vi. tidak menyerap zat-zat kimia dari contoh ;
vii. tidak melarutkan zat-zat kimia ke dalam contoh ;
viii. tidak menimbulkan reaksi antara bahan wadah dengan contoh.
3) Volume contoh yang diambil untuk keperluan pemeriksaan di lapangan
dan laboratorium bergantung dari jenis pemeriksaan yang diperlukan
sebagai berikut :
i. untuk pemeriksaan sifat fisik air diperlukan lebih kurang 2 L ;
ii. untuk pemeriksaan sifat kimia air diperlukan lebih kurang 5 L ;
iii. untuk pemeriksaan bakteriologi diperlukan lebih kurang 100 mL ;
iv. untuk pemeriksaan biologi air (khlorofil) diperlukan 0,5 - 20
L;(bergantung pada kadar khlorofil di dalam contoh).
b. Interval waktu pengambilan contoh diatur agar contoh diambil pada hari dan
jam yang berbeda sehingga dapat diketahui perbedaan kualitas air setiap hari
maupun setiap jam. Caranya dilakukan dengan menggeser jam dan hari
pengambilan pada waktu pengambilan contoh berikutnya, misalnya
pengambilan pertama hari Senin jam 06.00 pengambilan berikutnya hari
Selasa jam 07.00 dan seterusnya.
c. Lokasi pengambilan contoh di air permukaan dapat berasal dari daerah
pengaliran sungai dan danau/waduk, dengan penjelasan sebagai berikut:
1) pemantauan kualitas air pada suatu daerah pengaliran sungai
(DPS),berdasarkan pada:
i. sumber air alamiah, yaitu lokasi pada tempat yang belum terjadi
atau masih sedikit pencemaran ;
ii. sumber air tercernar, yaitu lokasi pada tempat yang telah
mengalami perubahan atau di hilir sumber pencemar ;
iii. sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi pada tempat
penyadapan pemanfaatan sumber air tersebut ;
2) pemantauan kualitas air pada danau/waduk berdasarkan pada:
i. tempat masuknya sungai ke danau/waduk ;
ii. di tengah danau/waduk ;
iii. lokasi penyadapan air untuk pemanfaatan ;
iv. tempat keluarnya air danau/waduk
d. Lokasi pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas (tidak
tertekan) dan air tanah tertekan dengan penjelasan sebagai berikut:
1) air tanah bebas (tidak tertekan) :
i. sebelah hulu dan hilir dari lokasi penimbunan/pembuangan sampan
kota/industri ;
ii. sebelah hilir daerah pertanian yang intensif menggunakan pestisida
dan pupuk kimia ;
iii. daerah pantai dimana terjadi penyusupan air asin ;
iv. tempat-tempat lain yang dianggap perlu.
2) air tanah tertekan :
i. di sumur produksi air tanah untuk pemenuhan kebutuhan
perkotaan, pedesaan, pertanian dan industri ;
ii. di sumur produksi air tanah PAM maupun sarana umum ;
iii. di sumur-sumur pemantauan kualitas air tanah ;
iv. di lokasi kawasan industri ;
v. di sumur observasi untuk pengawasan imbuhan ;
vi. pada sumur observasi air tanah di suatu cekungan air tanah artesis
(misalnya : cekungan artesis Bandung) ;
vii. pada sumur observasi di wilayah pesisir dirnana terjadi penyusupan
air asin ;
viii. pada sumur observasi penimbunan/pengolahan limbah industri
bahan berbahaya dan beracun (B3) ;
ix. pada sumur lainnya yang dianggap perlu.
e. Titik pengambilan contoh dapat dilakukan di sungai dan danau/waduk, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1) Jika di sungai, titik pengambilan contoh di sungai dengan ketentuan sungai
dengan debit kurang dari 5 m
3
/ detik, contoh diambil pada satu titik di
tengah sungai pada 0,5 x kedalaman dari permukaan air . Sungai dengan
debit antara 5 - 150 m
3
/ detik, contoh diambil pada dua titik masing
masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x kedalaman dari
permukaan air. Sungai dengan debit lebih dari 150 m
3
/ detik contoh
diambil minimum pada enam titik masing-masing pada jarak 1/4, 1/2 dan
3/4 lebar sungai pada 0,2 x dan 0,8 x kedalaman dari permukaan air
2) Jika di danau/waduk, titik pengambilan Contoh di danau /waduk dengan
ketentuan danau/waduk yang kedalamannya kurang dari 1.0 m, contoh
diambil pada dua titik di permukaan dan di dasar danau/waduk.
Danau/waduk dengan kedalaman antara 10 - 30 m, contoh diambil pada
tiga titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin dan di dasar
danau/waduk. Danau/waduk dengan kedalaman antara 30 - 100 m, contoh
diambil pada empat titik, yaitu : di permukaan, di lapisan termoklin
(metalimnion), di atas lapisan hipolimnion dan di dasar danau/ waduk.
Danau/waduk yang kedalamannya Lebih dari 100 m, titik pengambilan
contoh dapat ditambah sesuai dengan keperluan.
f. Titik pengambilan contoh air tanah dapat berasal dari air tanah bebas dan air
tanah tertekan(artesis) dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Air tanah bebas : pada sumur gali contoh diambil pada kedalaman 20 cm
di bawah permukaan air dan sebaiknya diambil pada pagi hari. Pada sumur
bor dengan pompa tangan /mesin, contoh diambil dari kran/mulut pompa
tempat keluarnya air setelah air dibuang selama lebih kurang lima menit.
2) Air tanah tertekan (artesis) : pada sumur bor eksplorasi contoh diambil
pada titik yang telah ditentukan sesuai keperluan eksplorasi. Pada sumur
observasi contoh diambil pada dasar sumur setelah air dalam sumur
bor/pipa dibuang sampai habis (dikuras) sebanyak tiga kali. Pada sumur
produksi contoh diambil pada kran/mulut pompa keluarnya air.
g. Pengambilan contoh untuk pemeriksaan oksigen terlarut
Pengambilan contoh dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) cara langsung; tahapan pengambilan contoh dengan cara langsung
sebagai berikut :
i. siapkan botol KOB yang bersih dan mempunyai volume + 300 mL
serta dilengkapi dengan tutup asah ;
ii. celupkan botol dengan hati-hati ke dalam air dengan posisi mulut
botol searah dengan aliran air, sehingga air masuk ke dalam botol
dengan tenang, atau dapat pula dengan menggunakan sifon;
iii. isi botol sampai penuh dan hindarkan terjadinya turbulensi dan
gelembung udara selama pengisian, kemudian botol ditutup ;
iv. contoh siap untuk dianalisis.
2) cara tidak langsung
h. Pemeriksaan mikrobiologi
Pengambilan contoh untuk pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan pada
air permukaan dan air tanah dengan penjelasan sebagai berikut :
1) air permukaan secara langsung; tahapan pengambilan contoh ini sebagai
berikut :
i. siapkan botol yang volumenya paling sedikit 100 mL dan telah
disterilkan pada suhu 120C selama 15 menit atau dengan cara
sterilisasi lain;
ii. ambil contoh dengan cara memegang botol steril bagian bawah dan
celupkan botol stern + 20 cm di bawah permukaan air dengan posisi
mulut botol berlawanan dcngan arah aliran.
2) air tanah pada kran air; tahapan pengambilan contoh sebagai berikut :
i. siapkan botol streril yang tutupnya terbungkus kertas aluminium ;
ii. buka kran selama 1 - 2 menit ;
iii. sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar uap
air ;
iv. alirkan lagi air selama 1 - 2 menit ;
v. buka tutup botol steril dan isi sampai 3/4 volume botol ;
vi. bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi.
pemeriksaan unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan
langsung setelah pengambilan contoh ; unsur-unsur tersebut antara lain ;
pH, suhu, daya hantar listrik, alkalinitas, asiditas dan oksigen terlarut.
4.3.3 Gambaran Umum Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM)

4.3.3.1. Deskripsi Unit-Unit Pengolahan Air Minum

4.3.3.2 Pemilihan Unit IPAM dengan Model Prediksi JICA
Pemilihan unit- unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai pengaruh
yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair/Geyer/Okun, 1968). Menurut
JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan parameter pencemar
dalam air dibagi menjadi 3 tahap yaitu:
1. Tahap Pra Pengolahan
Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku sebelum air
baku diolah pada unit- unit pengolahan utama yang umum digunakan seperti
koagulasi, flokulasi dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra
pengolahan memiliki fungsi utama untuk menurunkan parameter tertentu
yang dapat mengganggu proses selanjutnya.
2. Tahap Pengolahan Utama
Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan untuk
mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi air minum, seperti
misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan flokulasi yang diikuti oleh
proses sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi.
3. Tahap Pengolahan Khusus
Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar- benar diperlukan apabila
pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik, sehingga
memerlukan pengolahan yang spesifik pula.
Pada tabel dibawah ini akan diperlihatkan bagaimana pemilihan unit
pengolahan air minum dengan model prediksi menurut JICA bekerja beserta
pengaruhnya pada proses pengolahan air terhadap beberapa parameter menurut
Fair, Geyer dan Okum.




Tabel. Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum dengan Model Prediksi
Tabel Pengaruh Proses Pengolahan Air terhdap beberapa Parameter


b. Mekanisme proses pengolahan dari air baku hingga air bersih (tinjauan
secara
c.
d.


















4.3.3.3 Mekanisme Proses Pengolahan dari Air Baku hingga Air Bersih

Minimal ada lima tahap dalam merencanakan (planning) dan mendesain
(designing) IPAM (Instalasi Pengolahan Air Minum).
1. Karakterisasi sumber air dan kualitas air olahan.
2. Pradesain, yaitu membuat alternatif proses dan memilih proses yang final.
3. Detail desain pilihan tahap 3 di atas.
4. Konstruksi, pembangunan.
5. Operasi-rawat instalasi.
Untuk mencapai tujuan utama IPAM, yaitu menghasilkan air yang sesuai
dengan standar kualitas air minum (drinking water quality standard) dengan harga
murah dan mudah, maka perlu dipelajar unit operasi dan unit proses yang
mendukungnya. Unit operasi ialah unit yang didominasi oleh fenomena atau
gejala fisika (physical forces); unit proses lebih didominasi oleh fenomena kimia
dan biologi (chemical, biological reaction). Istilah UO dan UP tersebut dapat
dipertukarkan atau interchangeably dan merupakan kombinasi yang tak
terpisahkan dalam suatu unit pengolahan. Sebagai contoh, pengurangan kekeruhan
(turbidity) dengan koagulasi. Agar tercapai kualitas yang diinginkan, yaitu airnya
jernih, maka selalu ditambahkan zat kimia (koagulan), lalu diaduk dan disebar
(dispersi), dikuatkan floknya denga flokulasi dan terakhir diendapkan
(sedimentasi).
Dalam desain, pada tahap tertentu akan dibuat sebuah deretan unit operasi
dan proses atau urutan unit pengolah. Ini disebut process train, flow sheet, process
or flow diagram, flow schematic, atau flow scheme. Ini pun bisa dilihat dalam
gambar profil hidrolis yang biasanya dibuat setelah tahap rancangan setiap UO
dan UP selesai. Di bawah ini diberi skema posisi air baku (raw water), IPAM, dan
air olahan (air minum yang sesuai dengan standar kualitas air minum menurut
peraturan pemerintah). Dalam setiap IPAM akan selalu dihasilkan air limbah dan
sludge (lumpur), oleh karena itu keduanya harus diolah lagi atau disiapkan unit
pengolahnya (penampungnya) dan jangan dibuang langsung ke badan air seperti
sungai, danau, atau waduk. Tetapi masih bisa dibuang di tanah yang cekung
dengan tujuan membuat urugan.
Ada sejumlah komponen penting, walaupun terkadang tidak harus selalu
tersedia di sistem pengolahan air minum. Komponen ini menjadi bagian penting
dalam setiap deretan proses pengolahan air. Yang pertama adalah intake (raw
water intake). Ini merupakan bangunan untuk mengambil air dari sungai, danau,
waduk, dll. Bentuknya ada yang sederhana seperti submerged intake pipe. Ada
juga yang floating dan yang berbentuk tower-like structure yang bisa berisi intake
gates, screens, control valves, pompa, dan chemical feeders. Submerged dan
floating intake digunakan untuk debit kecil sedangkan tower-like intakes
diterapkan untuk debit besar dan bisa menjadi bagian integral dari sebuah dam
atau merupakan bangunan yang dibuat khusus.
Komponen kedua ialah pompa. Unit ini biasanya dipasang di bangunan
sadap atau intake. Gunanya untuk menaikkan air dari sungai atau danau ke
ketinggian tertentu lalu dialirkan secara gravitasi. Head pompanya sama dengan
jumlah head statis, friction losses dan minor losses. Pompa yang digunakan
adalah sentrifugal, baik yang suspended, submerged, atau dry-well centrifugal
pumps.
Komponen ketiga adalah raw water conveyance atau transmisi sebagai alat
transportasi. Gunanya untuk mengalirkan air dari sumber ke IPAM. Biasanya
IPAM berada di dalam atau di dekat kota sehingga perlu pipa atau saluran yang
panjang. Hal yang penting dalam menentukan saluran dan jalurnya adalah
topografi, available head, material konstruksi, ekonomi, dan kualitas airnya.
Bentuk-bentuk saluran bermacam- macam mulai dari kanal, flume, grade
aquiduct, grade tunnel, pipa atau kombinasinya.
flow measurement adalah komponen penting keempat dalam IPAM.
Pengukuran debit air baku dan air olahan sangat penting untuk operasi instalasi,
kendali proses, billing (tarif air), dan record keeping. Alat ini bisa dipasang di
dalam pipa air baku, pipa insuk distribusi setelah pompa servis, atau di sejumlah
lokasi di dalam instalasi. Jumlahnya pun bisa lebih dari satu, sesuai dengan
keperluan instalasi. Secara umum, debit dapat diukur di dalam pipa bertekanan
dan di dalam saluran terbuka. Debit yang melewati pipa bertekanan diukur dengan
mechanical or differential head meters seperti venturi meter, flow nozzles, atau
orifice meter. Adapun yang lewat saluran terbuka menggunakan weir atau venturi-
type flume seperti Parshal flume.
Sistem IPAM dewasa ini, terutama di kota-kota besar dan kota yang sarat
dengan kawasan industri telah menunjukkan penurunan kualitas air baku sudah
sangat begitu tercemar. Pencemar organik dan anorganik ini menjadi masalah
utama dalam pengolahan air minum. Setelah pengolahan pun, yaitu sebagai efek
sampingnya, selalu muncul sludge (lumpur) yang harus dibuang dengan aman.
IPAM, terutama pengolahan lengkap (complete treatment) selalu disusun
atas beberapa UO dan UP. Karena demikian banyaknya unit-unit pengolah itu,
maka seleksi yang tepat merupakan kunci sukses pengolahannya. Selain itu,
seleksi yang tepat akan menghemat biaya investasi, juga ongkos operasi dan
rawatnya. Atau, kalaupun mahal, tetapi sepadan dengan kualitas air olahannya
yang juga sangat bergantung pada kualitas air bakunya. Begitu pun sebaliknya,
salah dalam proses seleksi dapat mengubah proses pengolahan secara besar-
besaran dan memboroskan uang.
Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3 aspek, yakni pengolahan
secara fisika, kimia dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, biasanya
dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya
adalah pengendapan, filtrasi, adsorpsi, dan lain-lain. Pada pengolahan secara
kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain,
biasanya bahan ini digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang
terkandung dalam air. Sedangkan pada pengolahan secara biologis, biasanya
memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.
PDAM (Perusahaan Dagang Air Minum), BUMN yang berkaitan dengan
usaha menyediakan air bersih bagi masyarakat, biasanya melakukan pengolahan
air bersih secara fisika dan kimia. Secara umum, skema pengolahan air bersih
dapat dilihat pada gambar di bawah ini

4.3.4 Inventarisasi Unit Pengolahan

4.3.4.1 Intake
Deskripsi umum intake
Intake merupakan bangunan penangkap/ pengumpul air yang berfungsi
untuk mengumpulkan air baku dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air
yang dibutuhkan oleh instalasi, menyaring benda-benda kasar dengan
menggunakan bar screen, dan mengambil air baku yang sesuai dengan debit
yang diperlukan oleh instalasi pengolahan yang direncanakan untuk menjaga
kontinuitas penyediaan atau pengambilan air dari sumber.
Bangunan Intake pada dasarnya merupakan bangunan penangkap/
pengumpul air yang berfungsi untuk mengumpulkan air baku dari sumber
untuk menjaga kuantitas debit air yang dibutuhkan oleh instalasi, menyaring
benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen, dan mengambil air baku
yang sesuai dengan debit yang diperlukan oleh instalasi pengolahan yang
direncanakan untuk menjaga kontinuitas penyediaan atau pengambilan air dari
sumber.

Jenis Intake
Macam- macam bangunan Intake
1. Direct Intake
Intake jenis ini mungkin dibangun jika sumber air memiliki kedalaman yang
besar seperti sungai dan danau, dan apabila tanggul tahan terhadap erosi dan
sedimentasi.
2. Canal Intake
Ketika air diambil dari kanal, ruangan yang terbuat dari batu dengan lubang
dibangun di pinggiran kanal. Lubang tersebut dilengkapi dengan saringan
kasar. Dari ruangan batu, air diambil menggunakan pipa yang memiliki bell
mouth, yang dilapisi dengan tutup hemispherical yang berlubang-lubang.
Luas daerah lubang yang terdapat pada penutup adalah satupertiga dari area
hemisphere. Karena pembangunan intake di kanal, lebar kanal menjadi
berkurang dan mengakibatkan meningkatnya kecepatan aliran. Hal ini dapat
menyebabkan penggerusan tanah, oleh karena itu di bagian hulu dan hilir
intake harus dilapisi.
3. Intake Bendungan
Digunakan untuk menaikkan ketinggian muka air sungai sehingga tinggi
muka air yang direncanakan memungkinkan konstannya debit pengambilan
air. Intake bendungan dapat digunakan untuk pengambilan air dalam jumlah
besar dan dapat mengatasi fluktuasi muka air.

Alat-alat Pendukung Bangunan Intake
Selain bendungan, intake ini juga dilengkapi oleh beberapa bagian yang
memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian tersebut adalah :
1. Kolam Olak
Merupakan bagian dari bendung yang berfungsi sebagai peredam
energi. Peredam ini berguna untuk mencegah terjadinya erosi yang
mungkin terjadi pada saluran pelimpah dengan cara memperkecil
kecepatan aliran.
2. Pintu Air
Pintu air diperlukan untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun
sumber air berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu
air juga diperlukan untuk membuka atau menutup saluran ketika akan
dilakukan pembersihan saluran
3. Bar Screen
Bar screen berfungsi sebagai penahan benda-benda yang berukuran
besar seperti sampah, kayu, dan plastik. Secara berkala bar screen
memerlukan pembersihan karena benda-benda kasar menyebabkan
peningkatan kehilangan tekan. Proses pembersihan dapat dilakukan
secara manual atau otomatis tergantung beban yang ada. Bila beban
sedikit maka pembersihan dapat dilakukan secara manual dan
sebaliknya.
Kriteria desain untuk bar screen adalah :
a. Lebar batang, w = 0,8 1 inch
b. Jarak antar batang, b = 1 2 inch
c. Kemiringan batang, = 30 60
d. Kecepatan aliran sebelum melalui batang, v = 0,3 0,75 m/det
e. Head loss maksimum, h
L
= 6 inch
4. Bak Pengumpul
Berfungsi untuk menampung air baku sebelum disalurkan ke unit
pengolahan melalui pipa transmisi.

Kriteria desain
Intake dan transmisi merupakan sarana penyediaan air baku bagi suatu
instalasi pengolahan air. Profil hidrolis adalah faktor yang penting demi terjadinya
proses pengaliran air. Profil ini tergantung dari energi tekan/head tekan (dalam
tinggi kolom air) yang tersedia bagi pengaliran. Head ini dapat disediakan oleh
beda elevasi (tinggi ke rendah) sehingga air pun akan mengalir secara gravitasi.
Jika tidak terdapat beda elevasi yang memadai, maka perlu diberikan head
tambahan dari luar, yaitu dengan menggunakan pompa.
Bangunan Intake memiliki berbagai tipe seperti Direct Intake, Canal
Intake, dan Intake bendungan. Intake juga memiliki bagian- bagian yang
mempunyai fungsi khusus seperti kolam olak, pintu air, bar screen dan bak
pengumpul. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pembangunan unit
intake adalah sebagai berikut:
1. Tertutup untuk mencegah masuknya sinar matahari yang
memungkinkan tumbuhan atau mikroorganisme hidup.
2. Tanah di lokasi intake harus stabil.
3. Intake harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran.
4. Intake harus di desain untuk menghadapi keadaan darurat.
5. Intake dekat permukaan air untuk mencegah masuknya suspended
solid dan inlet jauh di atas intake.
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut
dengan bangunan penangkap air atau Intake. Struktur bangunan penangkap ini
bertujuan untuk mengontrol pengambilan air baku pada lokasi terbaik. Struktur
bangunan penangkap air ini merupakan kesatuan dengan sistem perpiapaan,
saringan, rumah pompa, alat ukur, dan bagian yang integral dengan bangunan air.
Kapasitas intake ini dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk
pengolahan. Menurut Al-Layla (1978), beberapa hal yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan lokasi intake yaitu :
1. Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran
deras yang memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada
penyediaan air baku yang tersendat.
2. Tanah di daerah intake harus stabil.
3. Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
4. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi
beberapa jauhdari bak.
5. Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
Pemilihan lokasi bangunan penangkap air didasarkan pada :
1. Kualitas Air
2. Kedalaman Air
3. Kecepatan Aliran
4. Kemudahan pencapaian
5. Kemudahan tenaga listrik
6. Saluran Pembawa
7. Dampak terhadap lingkungan

Dimensi Intake

Kelebihan Dan Kekurangan Masing-Masing Jenis Pipa

Bangunan Pompa

Mekanisme Penyaluran Air Baku Menuju Unit Pengolahan

Permasalahan Yang Terjadi Pada Unit Intake

Prosedur Operasional

Sistem Monitoring Dan Perawatan

Gambar Teknik

4.3.4.2 Koagulasi

Deskripsi Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid akibat netralisasi muatan
elektrostatik dengan penambahan koagulan. Untuk melaksanakan koagulasi secara
efektif, koagulan yang ditambahkan harus disebarkan secara cepat dan merata ke
dalam air baku. Pencampuran dapat dilaksanakan dengan cara pengadukan secara
hidrolis, mekanis atau pneumatis. Secara teknis, koagulasi berlaku bagi
penyisihan dari partikel koloid yaitu partikel yang biasanya berukuran 0,001-1 m
seperti asam humus, tanah liat, virus dan protein. Pada proses koagulasi ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan seperti:
1. Kualitas air
2. Jumlah dan karakteristik partikel koloid
3. pH
4. Pengadukan cepat, waktu pengadukan, dan kecepatan paddles
5. Temperatur
6. Alkalinitas
7. Karakteristik dari ion-ion di dalam air

Kriteria Desain

Jenis Koagulasi

Jenis Koagulan yang Digunakan
Alumunium Sulfat (Al
2
(SO
4
)
3
), atau dikenal dengan nama tawas,
merupakan koagulan yang sering digunakan karena harganya murah dan mudah
diperoleh. pH optimum untuk proses koagulasi dengan tawas adalah sekitar 6,5-
7,5. Bila pH air yang akan dikoagulasi lebih kecil dari 6,5 atau lebih besar dari
7,5, perlu dilakukan penaikkan atau penurunan pH terlebih dahulu, misalnya
dengan penambahan kapur. Untuk air yang banyak mengandung hidrogen sulfida
bisa digunakan Senyawa besi, seperti FeCl
3
dan FeSO
4
. Dan PAC (Poli
Alumunium Chloride)

Prosedur Jar Set

4.3.4.3 Flokulasi

Deskripsi Flokulasi
Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang
sudah terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun
makroflok yang secara teknis dapat diendapkan. Berbeda dengan proses koagulasi
dimana faktor kecepatan tidak menjadi kendala, pada flokulator terdapat batas
maksimum kecepatan untuk mencegah pecahnya flok akibat tekanan yang
berlebihan. Tujuan dari koagulasi adalah untuk mengubah partikel-partikel kecil
seperti warna dan kekeruhan menjadi flok yang lebih besar, baik sebagai presipitat
ataupun partikel tersuspensi. Flok-flok ini kemudian dikondisikan sehingga dapat
disisihkan dalam proses berikutnya.

Kriteria Desain

Jenis Unit Flokulasi

Aspek Desain Unit

Gambar Teknik

4.3.4.4 Pra Sedimentasi dan Sedimentasi

Deskripsi
Sedimentasi adalah suatu proses yang dirancang untuk menghilangkan
sebagian besar padatan yang dapat mengendap dengan pengendapan secara
gravitasi. Hasil yang tersisa adalah berupa cairan jernih dan suspensi yang lebih
pekat. Sedimentasi adalah salah satu unit proses yang paling umum digunakan
dalam proses pengolahan air. Partikel akan mengendap dalam salah satu dari 4
cara, bergantung pada konsentrasi dari suspensi tersebut dan sifat-sifat flokulasi
dari partikel. 4 cara pengendapan tersebut adalah :
1. Pengendapan Tipe 1, untuk menghilangkan partikel diskret
2. Pengendapan Tipe 2, untuk menghilangkan partikel non diskret
3. Pengendapan Tipe 3, disebut juga Zone Settling
4. Pengendapan Tipe 4, disebut juga Compression

Kriteria Desain

Jenis Unit Sedimentasi

Aspek Desain Unit

Manajemen Pengelolaan Lumpur Hasil Sedimentasi
Lumpur yang terkumpul pada dasar tangki dikeluarkan dengan
membilasnya ke dalam suatu wadah atau mengumpulkannya ke dalam hopper dan
kemudian mengambilnya secara gravitasi atau menggunakan pompa. Untuk
memperbaiki kinerja dari bak sedimentasi dapat digunakan tube settler ataupun
plate settler. Tube settler tersedia dalam 2 konfigurasi dasar, yaitu horizontal
tubes dan steeply inclined. Horizontal tubes dioperasikan dalam sambungan
dengan unit filtrasi yang mengikuti unit sedimentasi. Tube-tube tersebut akan
terisi zat padat dan dibersihkan dengan backwash dari filter. Horizontal tubes
settlers digunakan pada instalasi dengan kapasitas kecil (3,785 m
3
/hari). Steeply
inclined tube settlers membersihkan lumpur secara kontinu melalui pola aliran
yang dibuat. Karena kedalaman yang dangkal dari steeply inclined tube settlers
dan pembersihan lumpur yang kontinu, ukuran instalasi menjadi tidak terbatas.
Pada umumnya dengan pemakaian plate settler, overflow rate dapat ditingkatkan
3-6 kali (Huisman, 1974).

Gambar Teknik

4.3.4.5 Filtrasi

Deskripsi Umum Filtrasi


Gambar 1. Proses Pengolahan Air Minum

Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun
gas) yang menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori lainnya untuk
menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan koloid.
Pada pengolahan air minum, filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil dari
proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi sehingga dihasilkan air minum
dengan kualitas tinggi. Selain untuk mereduksi kandungan zat padat, filtrasi dapat
pula digunakan untuk mereduksi kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa,
bau, kandungan zat besi, serta mangan. Perencanaan suatu sistem filter untuk
pengolahan air tergantung pada tujuan pengolahan dan pre-treatment yang telah
dilakukan pada air baku sebagai influen filter.

Jenis Unit Filtrasi
Proses filtrasi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu filter pasir lambat, filter
pasir cepat, filter karbon aktif dan filter karbon membrane. Berdasarkan kecepatan
penyaringan, filtrasi dibagi menjadi dua yaitu :
1. Slow Sand Filter (Saringan Pasir Lambat)
Filtrasi dengan metode Slow Sand Filter merupakan penyaringan partikel
yang tidak didahului oleh proses pengolahan kimiawi (koagulasi). Kecepatan
aliran dalam media pasir ini kecil karena ukuran media pasir lebih kecil.
Kecepatan filtrasi pada filter lambat sekitar 20 50 kali lebih lambat, yaitu sekitar
0,1 hingga 0,4 m/jam. Kecepatan yang lebih lambat ini disebabkan ukuran media
pasir juga lebih kecil (effective size = 0,15 0,35 mm). Filter lambat digunakan
untuk menghilangkan kandungan organic dan organism pathogen dari air baku.
Filter pasir lambat ini efektif digunakan dengan kekeruhan relatif rendah yaitu
dibawah 50 NTU tergantung distribusi ukuran partikel pasir, ratio luas permukaan
filter terhadap kedalaman dan kecepatan filtrasi.
Filter pasir lambat bekerja dengan cara pembentukan lapisan gelatin atau
biofilm yang disebut lapisan hypogeal atau Schmutzdecke. Lapisannya
mengandung bateri, fungsi, protozoa, rotifer, dan larva serangga air.
Schmutzdecke merupakan lapisan yang melakukan pemurnian efektif dalam
pengolahan air minum. Dalam Schmutzdecke, partikel terperangkap dan organic
yang terlarut akan terabsorbsi, diserap dan dicerna oleh bakteri, fungi, an
protozoa. Proses utama Schmutzdecke adalah mechanical straining terhadap
bahan tersuspensi dalam lapisan tipis yang berpori sangat kecil. Keuntungan dari
filter lambat yaitu :
a. Biaya kontruksi yang murah
b. Rancangan dan operasinya sederhana
c. Tidak perlu tambahan bahan kimia
d. Variasi kualitas air baku tidak menggangu
e. Tidak perlu banyak air untuk pencucian karena hanya dilakukan di
bagian atas media tanpa backwash
Sedangkan kerugiannya adalah filter pasir lambat adalah besarnya kebutuhan
lahan sebagai akubat lambatnya kecepatan proses filtrasi.



2. Rapid Sand Filter (Saringan Pasir Cepat)
Proses filtrasi dengan cara ini merupakan jenis unti filtrasi yang mampu
menghasilkan debit air yang lebih banyak, namun kurang efektif untuk mengatasi
bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. Debit air yang cepat tersebut
menyebabkan lapisan bakteri yang berguna untuk menghilangkan patogen namun
membutuhkan proses desinfeksi yang lebih intensif. Arah aliran airnya dari bawah
ke atas. Pada proses ini umumnya melakukan backwash atau pencucian saringan
tanpa membongkar keseluruhan saringan.
Media yang digunakan untuk proses Rapid Sand Filter tersusun dari pasir
silica alami, anthrasit, atau pasir garnet yang memiliki variasi ukuran, bentuk dan
komposisi kimia. Dasar filternya terdiri dari sistem pipa yang tersusun dari lateral
dan manifold untuk mengalirkan air terolah yang penerimaan airnya diterima
melalui lubang orifice yang diletakkan pada pipa lateral. Penggunaan manifold
dan lateral bertujuan agar ditribusinya merata. Saat proses filtrasi berlangsung,
terjadi penurunan debit air produksi akibat clogging atau pemampatan oleh
kotoran yang tersaring dan tertahan pada media yang menyebabkan diameter pori
mengecil. Perbandingan Slow Sand Filter dan Rapid Sand Filter dapat dilihat
pada tabel berikut.

Tabel. Perbandingan Slow Sand Filter dan Rapid Sand Filter
Gambar 2. Skema filter pasir lambat
Kriteria Rapid Sand Filter Slow Sand Filter
Kecepatan filtrasi 4 21 m/jam 0,1 0,4 m/jam
Ukuran bed Kecil, 40 400 m
2
Besar, 2000 m
2

Kedalaman bed 30 45 cm kerikil, 60
70 cm pasir, tidak
berkurang saat pencucian
30 cm kerikil, 90 110
cm pasir, berkurang 50
80 cm saat pencucian
Ukuran pasir Effective size >0,55 mm,
uniformly coefficient
<1,5
Effective size 0,25 0,3
m, uniformlycoefficient
2-3
Distribusi ukuran media Terstratifikasi Tidak terstratifikasi
Sistem underdrain Pipa lateral berlubang
yang mengalirkan ke pipa
utama
Sama dengan filter cepat
atau batu kasar dan beton
berlubang sebagai saluran
utama
Kehilangan energi 30 cm saat awal hingga
275 cm saat akhir
6 cm saat awal hingga
120 cm saat akhir
Filter run (jarak waktu
pencucian)
12- 72 jam 20 60 hari
Metode pembersihan Mengangkat kotoran dan
pasir ke atas dengan
backwash
Mengambil lapisan pasir
di permukaan dan
mencucinya
Jumlah air untuk
pembersihan
1 6% dari air tersaring 0,2-0,6% dari air
tersaring
Pengolahan pendahuluan Koagulasi-flokulasi-
sedimentasi
Biasanya tidak ada bila
kekeruhan kurang dari 50
NTU
Biaya konstruksi Relatif tinggi Relatif rendah
Biaya operasi Relatif tinggi Relatif rendah
Biaya depresiasi Relatif tinggi Relatif rendah

Kriteria Desain dan Aspek Desain Unit
Untuk menentukan jenis filter yang akan digunakan dalam instalasi
pengolahan air minum, diperlukan perencanaan kriteria dan aspek desain unit. Hal
ini dilakukan agar filter dapat menyaring zat-zat padat dari fluida yang diolah
secara efisien. Bagian filter yang berperan penting dalam melakukan penyaringan
adalah media filter. Media filter dapat tersusun dari pasir silika alami, anthrasit,
atau pasir garnet. Media ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran,bentuk, dan
komposisi kimia. Pemilihan media filter yang akan digunakan dilakukan dengan
analisa ayakan atau sieve analysis. Hasil ayakan suatu media filter digambarkan
dalam kurva akumulasi distribusi untuk mencari ukuran efektif dan keseragaman
media yang diinginkan atau uniformity coefficient.
Berdasarkan jenis dan jumlah media yang digunakan dalam penyaringan,
media filter dikategorikan menjadi single media, dual media, serta multi media.
1. Single media: Satu jenis media seperti pasir silika atau dolomit saja. Filter
cepat tradisional biasanya menggunakan pasir kwarsa. Pada sistem ini,
penyaringan terjadi pada lapisan paling atas sehingga dianggap kurang
efektif karena sering dilakukan pencucian.
2. Dual media: Misalnya digunakan pasir silika dan anthrasit. Filter dual
media sering digunakan filter dengan media pasir kwarsa dilapisan bawah
dan antharasit pada lapisan atas. Keuntungan dual media antara lain:
kecepatan filtrasii lebih tinggi yaitu 10 15 m/jam serta periode pencucian
lebih lama.
3. Multi media: Misalnya digunakan pasir silika, anthrasit, dan garnet atau
dolomit. Fungsi multi media adalah untuk memfungsikan seluruh lapisan
filter agar berperan sebagai penyaring.
Sedangkan susunan media berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi seragam
(uniform), gradasi (stratified), dan tercampur (mixed). Bila suatu stok pasir tidak
memenuhi kriteria, maka harus dilakukan pemilihan ukuran hingga memenuhi
kriteria tersebut.
Setelah dilakukan pemilihan ukuran butiran pasir stok,maka pasir stok
dapat digunakan sebagai media filter yang memenuhi kriteria. Kriteria nilai
ukuran efektif dan keseragaman media filter dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Kriteria Perencanaan Media Filter untuk Pengolahan Air Minum


Luas permukaan bak filter tergantung pada jumlah bak, debit pengolahan,
dan kecepatan (rate) filtrasi. Jumlah bak ditentukan berdasarkan debit pengolahan
dengan menggunakan persamaan:


Dengan Q adalah debit pengolahan (MGD). Jumlah bak juga dapat ditentukan
dengan batasan luas permukaan maksimum 100 m
2
per bak. Jumlah bak minimum
yang diizinkan adalah dua buah. Luas permukaan bak dihitung dengan
menggunakan persamaan:



V
0
adalah kecepatan filtrasi. Berdasarkan luas permukaan bak, ukuran bak
(panjang, lebar, diameter) dapat ditentukan. Rasio lebar terhadap panjang berkisar
dari 1 : 1 hingga 1 : 2. Tinggi bak filter ditentukan dari tinggi total bahan yang
terdapat di bak, meliputi underdrain, media penyangga, media filter, dan air diatas
media ditambah dengan tinggi jagaan (free board). Tinggi air diatas media
direncanakan sekitar 90 sampai 120 cm.
Headloss pada proses filtrasi akan selalu meningkat sejalan dengan waktu
operasi filtrasi. Naiknya headloss digunakan untuk menentukan siklus
filtrasi,yaitu periode waktu operasi filtrassi di antara dua pencucian media. Filter
run ditentukan dengan melakukan pencatatan kekeruhan pada efluen filter dan
headloss yang terjadi selama filter beroperasi. Dengan mengacu pada besarnya
kekeruhan maksimum pada efluen, waktu backwash dapat ditentukan.
Underdrain merupakan bahan sistem pengaliran air yang telah melewati
proses filtrasi yang terletak dibawah media filter. Fungsi underdrain adalah untuk
mengalirkan air hasil penyaringan (air bersih) dan dialirkan ke clear well, serta
untuk mendistribusikan air keperluan backwash merata ke seluruh media pasir.
Underdrain terdiri atas orifice, yaitu lubang pada sepanjang pipa lateral sebagai
jalan masuknya air dari media filter ke dalam pipa, serta manifold yang
menampung air dari lateral dan mengalirkannya ke bangunan penampung air.

Mekanisme Sistem Pencucian/Pembersihan Media
Setelah digunakan dalam kurun waktu tertentu, filter akan mengalami
penyumbatan akibat tertahannya partikel halus dan koloid oleh media filter.
Tersumbatnya media filter ditandai oleh penurunan kapasitas produksi,
peningkatan headloss yang diikuti oleh kenaikan muka air diatas media filter,
serta penurunan kualitas air produksi. Jika keadaan ini tercapai, maka filter harus
dicuci. Teknik pencucian filter cepat dapat dilakukan dengan menggunakan aliran
air balik atau backwashing dengan kecepatan tertentu agar media filter
terfluidisasi dan terjadi tumbukan antar media. Tumbukan antar media
menyebabkan lepasnya kotoran yang menempel pada media, selanjutnya kotoran
yang telah terkelupas akan terbawa bersama dengan aliran air. Untuk
meningkatkan kinerja backwashing, sering didahului dengan pencucian di
permukaan (surface washing) dan/atau memberikan tekanan udara dari bawah
dengan blower (air washing).
Tujuan pencucian filter adalah melepaskan kotoran yang menempel pada
media filter dengan aliran ke atas (upflow) hingga media terekspansi. Umumnya
tinggi ekspansi sebesar 15 sampai 35% dengan lama pencucian sekitar 3 hingga
15 menit. Terdapat beberapa sistem pencucian filter yaitu dengan menggunakan
menara air, interfilter, serta pompa backwash.
Partikel yang tersaring di media lama kelamaan akan menyumbat pori-pori
media sehingga terjadi clogging (penyumbatan). Clogging meningkatkan headloss
aliran air di media dan peningkatannya dapat dilihat dari meningkatnya
permukaan air di atas media atau menurunnya debit filtrasi. Untuk menghilangkan
clogging, maka dilakukan pencucian media.

Gambar Teknik

4.3.4.6 Disinfeksi

Deskripsi
Desinfeksi adalah pengolahan air dengan tujuan membunuh kuman atau
bakteri panthogen yang terdapat di dalam air. Dalam instalasi pengolahan air
minum, keberadaan desinfeksi berfungsi untuk mengurangi atau membunuh
mikroorganisme pantogen yang terdapat di air baku sebelum masuk ke unit
pengolahan selanjutnya. Mekanisme pembunuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi
dari zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri. Ada banyak hal yang
mempengaruhi proses desinfeksi, diantaranya adalah oksidan kimia, radiasi,
pengolahan termal, dan pengolahan elektrokimia. Karakteristik desinfektan yang
baik adalah sebagai berikut:
1. Efektif membunuh mikroorganisme patogen
2. Tidak beracun bagi manusia/hewan domestik
3. Tidak beracun bagi ikan dan spesies akuatik lainnya
4. Mudah dan aman disimpan, dipindahkan, dibuang
5. Rendah biaya
6. Analisis yang mudah dan terpercaya dalam air
7. Menyediakan perlindungan sisa dalam air minum
Sementara kecepatan dan kemampuan desinfektan tergantung dari beberapa
faktor, antara lain adalah keadaan mikroorganisme dilihat dari jenis, jumlah,
umur, penyebaran; jenis dan konsentrasi desinfektan, waktu kontak, serta faktor
lingkungan meliputi suhu, pH, kualitas air, dan pengolahan air.

Metode Disinfeksi
1. Desinfeksi Klorinasi
Klorinasi merupakan salah satu bentuk pengolahan air yang bertujuan
untuk membunuh kuman dan mengoksidasi bahan-bahan kimia dalam air.
Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang
telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam
proses purifikasi air. Klorin ini banyak digunakan dalam pengolahan limbah
industri, air kolam renang, dan air minum di negara-negara sedang
berkembang karena sebagai desinfektan, biayanya relatif murah, mudah, dan
efektif. Senyawa-senyawa klor yang umum digunakan dalam proses klorinasi,
antara lain, gas klorin, senyawa hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida,
dihidroisosianurate dan kloramin. Bentuk bentuk klorin di pasaran:
a. Liquid/gas Cl

b. Ca(OCl)
2
c. NaOCl

Reaksi dengan air:
Cl
2
(aq)+ H
2
O(l) HOCl(aq)+ H+(aq)+ Cl-(aq)
Keq= 4x10-4= [H+][Cl-][HOCl]/[Cl2]

HOCl adalah asam lemah:
HOCl(aq) H+(aq)+ OCl-(aq)
Keq= 2.7x10-8= [H+][OCl-]/[HOCl]

Pembagian Reaksi Klorin:
1. Tahap 1
Terjadi pemecahan klorin oleh senyawa pereduksi
2. Tahap 2
Terbentuk komplek kloro-organik
3. Tahap 3
Terjadi reaksi ammonia dengan klorin
4. Tahap 4 (penyebab penurunan Cl
2
)
Pemecahan kloramin dan senyawa komplek kloro-organik
5. Tahap 5
Terbentuk klorin bebas
Klorin dalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian di
netralisasi oleh sifat basa dan air sehingga akan terurai menjadi ion hydrogen dan
ion hipoklorit. Klorin sebagai disenfektan terutama bekerja dalam bentuk asam
hipoklorit (HOCl) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OCl
-
). Klorin
dapat bekerja dengan efektif sehingga desinfektan jika berada dalam air dengan
pH sekitar 7. Jika nilai pH air lebih dari 8,5, maka 90% dari asam hippokorit itu
akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, khasiat
desinfektan yang memiliki klorin menjadi lemah atau berkurang.
Cara kerja klorin dalam membunuh kuman yaitu penambahan klorin dalam
air akan memurnikannya dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga
kuman akan mati. Namun demikian proses tersebut hanyak akan berlangsung bila
klorin mengalami kontak langsung dengan organisme tersebut. Jika air
mengandung lumpur, bakteri dapat bersembunyi di dalamnya dan tidak dapat
dicapai oleh klorin.
Klorin membutuhkan waktu untuk membunuh semua organisme. Pada air
yang bersuhu lebih tinggi atau sekitar 18
o
C, klorin harus berada dalam air paling
tidak selama 30 menit. Jika air lebih dingin, waktu kontak harus ditingkatkan.
Karena itu biasanya klorin ditambahkan ke air segera setelah air dimasukkan ke
dalam tangki penyimpanan atau pipa penyalur agar zat kimia tersebut mempunyai
cukup waktu untuk bereaksi dengan air sebelum mencapai konsumen.
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika melakukan proses
klorinasasi, antara lain air harus jernih dan tidak keruh karena kekeruhan pada air
akan menghambat proses klorinasi. Kebutuhan klorin juga harus diperhitungkan
secara cermat agar dapat efektif mengoksidasi bahan-bahan organik dan dapat
membunuh kuman patogen dan meninggalkan sisa klorin bebas dalam air. Tujuan
klorinasi pada air adalah unutk mempertahankan sisa klorin bebas sebesar 0,2
mg/l didalam air. Nilai tersebut merupakan margin of safety (nilai batas
keamanan) pada air untuk membunuh kuman pathogen yang mengantominasi
pada saat penyimpanan dan pendistribusian air. Dosis klorin yang tepat adalah
jumlah klorin dalam air yang dapat di pakai untuk mebunuh kuman patogen serta
untuk mengoksidasi bahan organik dan untuk meninggalkan sisa klorin bebas
sebesar 0,2 mg/l dalam air.
Pemberian klorin pada disenfeksi pada air dapat dilakukan melalui
beberapa cara yaitu dengan pemberian :
1. Gas klorin
Gas klorin merupakan pilihan utama karena harganya murah, kerjanya
cepat, efisien, dan mudah digunakan. Gas klorin harus digunakan secara hati-hati
karena ini beracun dan dapat menimbulkan iritasi pada mata. Alat klorinasi
berbahan gas klorin ini disebut sebagai chloronome equipments. Alat yang sering
dipakai adalah patersons chloronome yang berfungsi untuk mengukur dan
mengatur gas klorin pada persedian air.
2. Kloramin
Kloramin dapat juga dipakai dan merupakan prsenyawaan lemah dari klorindan
anaomia. Zat ini kurang memberikan rasa klorin pada air dan sisa klorin bebas di
dalam air lebih persisten walau kerjanya lambat dan tidak ssuai untuk klorinasi
dalam skala besar.
3. Perkloron
Perkloron sering juga disebut sebagai high test hypochlorite. Zat ini merupakan
persenyawaan antara kalsium dan 65-75% klorin yang diepaskan didalam air.

2. Desinfeksi Dengan Ozon
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses
ozonisasi atau proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies
dari Prancis sebagai metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906.
Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi pengolahan air
minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika.
Ozon mampu menguraikan komponen organik termasuk asam humus.
Dengan ozon, asam humus akan terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana
dan bersifat biodegradable dan lebih polar karena terbentuk gugus karboksil dan
gugus karboksilat. Asam humus dengan ozon akan menghasilkan : aldehid, keton,
asam format, asam glioksilat, asam polikarboksilat, dan asam oksalat.

Ozon juga bersifat bakterisida, virusida, algisida, fungisida, serta
mengubah senyawa organik kompleks minyak senyawa yang lebih sederhana.
Sedangkan sifat-sifat fisika ozon seperti yang dilaporkan antara lain :
- berat molekul, M : 48
- titik leleh, K : 80,5
- titik didih, K : 161,3
- volume, ml/mol : 147,1
- tegangan permukaan pada 90 K, dyne / c m : 38,4
- potensial ionisasi, ev : 12,3 0,1
- potensial redoks,
a O
3
+ 2H + 2e O
2
+ H
2
C + 2, 07
b O
3
+ H
2
O + 2e O
2
+ 2CH + 1,24
Untuk pertama kali penggunaan ozon dalam proses pengolahan air dalam
skala besar, diperkenalkan oleh Marius Paul Otto pada tahun 1907 di Nice
Perancis. Pada pengolahan pertama berhasil memproduksi air olahan 22500 m
3

per hari dengan dosis pemakaian ozon 0,9 g per meter kubik. Proses pengolahan
ini berhasil menghilangkan warna dan bakteri pathogen tanpa meninggalkan bau
dan rasa.

3. Desinfeksi Menggunakan Radiasi Ultra Violet (Uv)
Disinfeksi merupakan proses untuk membebaskan air minum dari
mikroorganisme pathogen. Proses desinfeksi pada pengolahan air minum dapat
menggunakan sinar ultra violet (UV). Gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 200 nm 300 nm (disebut UV-C) dapat membunuh bakteri,
spora, dan virus. Panjang gelombang UV yang paling efektif dalam membunuh
bakteri adalah 265 nm. Metode Ultraviolet (UV) digunakan sebagai desinfektan
sebelum air didistribusikan ke seluruh water tap. Radiasi UV dapat mempengaruhi
mikroorganisme dengan mengubah DNA dalam sel. Penggunaan UV bukan untuk
menghilangkan organisme dalam air, UV hanya meng-inaktif-kan organisme.
Dulu disinfeksi UV lebih efektif untuk bakteri dan virus, yang memiliki
lebih terkena bahan genetik, dibandingkan patogen yang lebih besar yang
memiliki lapisan luar atau bentuk kista yang menyatakan (misalnya, Giardia) yang
melindungi DNA mereka dari sinar UV. Namun, radiasi ultraviolet bisa juga
efektif untuk mengobati Cryptosporidium mikroorganisme. Temuan
mengakibatkan penggunaan radiasi UV sebagai metode yang layak untuk
mengobati air minum.
Efektivitas proses ini tergantung pada waktu kontak dan intensitas lampu
serta kualitas air yang akan diolah. Sinar UV tidak menambahkan rasa dan bau.
Sinar UV adalah desinfektan yang sangat efektif, walaupun proses desinfeksi
hanya dapat terjadi di dalam unit. Persentase mikroorganisme yang hancur
tergantung pada intensitas dari lampu UV dan waktu kontak.
Mekanisme kerja UV adalah melepaskan poton yang akan diserap oleh
DNA mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan DNA sehingga proses
replikasi DNA akan terhambat. Pada keadaan ini, mikroorganisme akan mati
secara perlahan karena tidak dapat mengatur metabolisme sel dan tidak dapat
berkembang biak. DNA yang tersusun dari rantai dasar nitrogen berupa purine
dan pyrimidine dimana purine terdiri dari adenine dan guanine, sedangkan
pyrimidine terdiri dari thymine dan cytosine. Dalam proses penyerapan poton oleh
DNA, energi yang dimiliki oleh poton akan mengakibatkan terputusnya rantai
hidrogen yang menghubungkan antara thymine dan cytosine yang mengakibatkan
kerusakan DNA.
Dosis UV yang diberikan dapat dihitung dengan perkalian antara intensitas
poton yang diberikan dengan lamanya waktu pemaparan yang diberikan. Satuan
yang digunakan adalah mJ/cm
2
. Dalam pengolahan menggunakan UV dikenal
D10

yang didefinisikan sebagai dosis yang dibutuhkan untuk mengurangi
mikroorganisme hingga 90% dari total mikroorganisme dalam air yang diolah.
Berikut adalah tabel dosis UV terhadap Jumlah E.Coli dalam Pengolahan Air

Tabel. Dosis UV terhadap Penguraian jumlah E.Coli
Dosis Uv
(mJ/cm2)
Pengurangan jumlah
E.coli
5.4 90 %
10.8 99 %
16.2 99.90 %
21.6 99.99 %
Sumber : Hanovia Ltd. Jerman

Sinar UV dihasilkan dari lampu UV yang pada dasarnya hampir sama
dengan lampu fluorescent (lampu neon). Tabung lampu diisi dengan gas inert,
biasanya argon dan merkuri, dengan jumlah terbatas. Berdasarkan tekanan dalam
tabung, lampu UV dibedakan menjadi 2 yaitu lampu UV bertekanan rendah (Low
Pressure UV) dan lampu UV bertekanan sedang (Medium Pressure UV).
Perbedaan tekanan dalam tabung lampu akan berpengaruh pada gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan.
Lampu UV bertekanan rendah (Low Pressure UV) merupakan lampu UV
yang sering digunakan dalam sistem UV dan merupakan sumber UV yang paling
lama digunakan. Lampu ini mempunyai tegangan kerja sebesar 120 volt sampai
240 volt. Tekanan udara dalam lampu kurang dari 10 Torr (1 Torr = 1,316 x 10
-3

atm). Spektrum elektromagnetik yang dihasilkan dari lampu jenis ini sebesar 253
nm. Temperatur optimal operasi dari lampu UV bertekanan rendah adalah 15
o
C.
Temperatur ini makin berkurang dengan pertambahan suhu lampu. Lampu ini
tidak dianjurkan untuk digunakan dalam pengolahan air yang tidak mengalir
secara kontinyu karena akan mengurangi efektifitas pengolahan seiring dengan
kenaikan suhu lampu dan pengurangan poton yang dikeluarkan oleh lampu. Unit
pengolahan UV dengan lampu bertekanan rendah dianjurkan untuk mengolah air
dengan debit yang kecil. Lampu UV dengan daya 65 watt mampu mengolah air
dengan debit 2.5 liter per detik. Ketika diperlukan penambahan debit, dibutuhkan
penambahan lampu UV untuk menjaga kualitas air hasil pengolahan.
Lampu UV bertekanan sedang (Medium Pressure UV) mempunyai tekanan
udara dalam tabung sekitar 10
2
sampai dengan 10
4
Torr. Lampu ini mempunyai
berbagai macam bentuk dengan bentuk umum yang sering digunakan adalah
lampu tabung dengan bentuk melingkar (arc tube). Rentang spektrum gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan dari lampu UV bertekanan sedang cukup besar,
yaitu antara 200 nm sampai dengan 280 nm. Daya listrik yang diperlukan untuk
mengoperasikan unit UV ini sangat besar, yaitu antara 0,4 kW sampai dengan 7
kW. Lampu UV bertekanan sedang mampu beroperasi sampai temperatur antara
600
o
C 900
0
C. Unit pengolahan UV menggunakan lampu bertekanan sedang
dianjurkan untuk instalasi pengolahan air yang mempunyai debit pengolahan yang
besar, hingga mencapai 170 lt/dtk, hanya dengan menggunakan satu lampu UV.
Karena kemampuannya untuk menghasilkan spektrum gelombang
elektromagnetik yang cukup besar, unit pengolahan UV menggunakan lampu UV
bertekanan sedang dapat digunakan untuk proses fotokimia, misalnya untuk
proses deklorinasi dan deozonisasi. Tabel berikut memberikan perbandingan
antara lampu UV bertekanan rendah dengan lampu UV bertekanan sedang.

Tabel. Parameter ultra violet (UV)
Parameter Lampu UV
Bertekanan Rendah
Lampu UV
Bertekanan Sedang
Spektrum UV Sempit Lebar
Panjang Gelombang UV Sekitar 254 nm 200 nm 280 nm
Efisiensi daya listrik menjadi UV-C 40 % 15 %
Daya Lampu 0.5 W/cm 100 W/cm
Flux radiasi UV-C 0.2 W/cm 15 W/cm
Input Daya Listrik 5 80 W 0.4 7 Kw

Pertimbangan Pemilihan Metode
Keuntungan Klorinasi
Berikut beberapa kegunaan klorin:
1. Memiliki sifat bakterisidal dan germisidal.
2. Dapat mengoksidasi zat besi, mangan, dan hydrogen sulfide.
3. Dapat menghilangkan bau dan rasa tidak enak pada air.
4. Dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentuk lumut
yang dapat mengubah bau dan rasa pada air.
5. Dapat membantu proses koagulasi.
Kelemahan Klorinasi
Banyak studi sudah mengungkapkan banyaknya hasil sampingan klorinasi
pada air. Penelitian terkini menyimpulkan, bahwa kontak ibu hamil dengan klorin
sebelum melahirkan dapat meningkatkan resiko kelainan janin. Dari berbagai
studi, ternyata orang yang meminum air yang mengandung klorin memiliki
kemungkinan lebih besar untuk terkena kanker kandung kemih, dubur ataupun
usus besar. Sedangkan bagi wanita hamil dapat menyebabkan melahirkan bayi
cacat dengan kelainan otak atau urat saraf tulang belakang, berat bayi lahir
rendah, kelahiran prematur atau bahkan dapat mengalami keguguran kandungan.
Selain itu pada hasil studi efek klorin pada binatang ditemukan pula kemungkinan
kerusakan ginjal dan hati.

Desinfeksi dengan Ozon
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ozon dalam proses
pengolahan air seperti: dapat membunuh mikroorganisme yang terdapat di dalam
air (bersifat bakterisida, algasida, fungisida dan virusida); dapat menghilangkan
bau dan rasa yang umumnya disebabkan oleh komponen organik dan anorganik
yang terdapat di dalam air, dan tidak menimbulkan bau ataupun rasa yang
umumnya terjadi dengan penggunaan bahan kimia lain sebagai bahan pengolahan.
Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam
mikroorganisma seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis
A Virus serta berbagai mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui
proses oksidasi langsung ozon akan merusak dinding bagian luar sel
mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi
oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxida (H
2
O
2
) dan hydroxyl radikal (OH)
yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan
teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah
cair domestik dan industri.
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH),
sebuah radikal bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V),
jauh melebihi ozon (1.7 V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan
oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida,
atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh
hidroksil radikal akan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa
organik asam yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen
yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan
karbon dioksida dan air.
Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga
dapat dipergunakan dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma,
menghilangkan bau, dan menghilangkan warna, mengoksidasi senyawa organik
serta membunuh bakteri patogen yang banyak.
O
3
merupakan gas tidak stabil, akan lenyap dalam beberapa menit, tidak
meninggalkan sisa desinfektan selama air berada dalam sistem, hal ini merupakan
kesulitan untuk mengontrol dosis ozon yang digunakan. Hal ini diatasi dengan
pemeriksaan bakteriologis yaitu terhadap sampel sebelum dan sesudah
pembubuhan Ozon.
Pembuatan ozon memerlukan pesawat khusus (ozonisator) yang memerlukan
energi yang besar, sehingga biaya investasi dan operasi relatif besar, sehingga
Ozonisasi menjadi lebih mahal untuk digunakan. Walaupun demikian ada
keuntungan jika Ozon digunakan untuk mengolah air berwarna alami
(mengandung zat humus), karena pemakaian Ozon sebagai pengganti
klor/senyawa klor lebih aman dihubungkan dengan pembentukan halogen
terklorinasi (haloform) yang dikenal dengan trihalometan (THMs). Namun
demikian, air yang telah di-ozon harus difilter menggunakan filter karbon aktif
terlebih dahulu sebelum diozonisasi.

Desinfeksi dengan radiasi UltraViolet
Keuntungan Radiasi Ultra Violet :
1. Tidak ada zat kimia yang dilarutkan dalam air sehingga kualitas air tidak
terpengaruh.
2. Tidak menimbulkan efek pada kapasitas disinfeksi
3. Tidak menghilangkan rasa, bau dan warna
4. Waktu pemaparan yang singkat
5. Over dosis tidak menyebabkan efek mengganggu

Kerugian Radiasi Ultra Violet :
1. Spora, kista dan virus lebih susah didesinfeksi dari pada bakteri.
2. Membutuhkan banyak UV karena diserap zat lain
3. Tidak ada residu, sehingga diperlukan disinfektan sekunder.
4. Peralatan yang mahal dan energy listrik yang dibutuhkan besar
5. Seringkali, perawatan alat yang mahal diperlukan untuk memastikan
energy yang stabil dan densitas yang relatif seragam

Break Point Chlorination
Senyawa klor atau klorin yang berfungsi sebagai biosida pengoksidasi dapat
berasal dari gas Cl2, atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl)2 (kaporit)
(Lestari dkk., 2008). Kaporit/ kalsium hipoklorit adalah senyawa kimia bersifat
korosif pada kadar tinggi, dan pada kadar rendah biasanya digunakan sebagai
penjernih air (Alaert dan Sumestri, 1984). BPC atau Break Point chlorination
adalah jumlah klor yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik,
anorganik dan amoniak. Peristiwa tersebut diikuti dengan pembentukan gas N2
akibat paparan klor yang berlebih pada kloramin. Sehingga terjadi penurunan
jumlah klor bebas dan masih ada residu klor aktif yang konsentrasinya dianggap
perlu sebagai desinfektan. Dengan kata lain, jumlah klor yang dibutuhkan untuk
membunuh bakteri koliform (desinfektan) adalah jumlah residu klor aktif setelah
tejadi BPC. Ketika kaporit dibubuhkan ke dalam air limbah, klor bereaksi dengan
ion H+ dan radikal OH- pada air.
- (1)
(asam hipoklorit) (klorida)
(2)
(kaporit)
- (3)
(hipoklorit)
OCl- - + O
Ion klorida (Cl-) merupakan ion yang tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan
OCl dianggap sebagai bahan yang aktif. Asam hipoklorit (HOCl ) yang tidak
terurai adalah zat pembasmi yang paling efisien bagi bakteri (Lestari dkk, 2008).
Disamping itu, klor juga akan bereaksi dengan berbagai senyawa kimia yang
mampu dioksidasi seperti amoniak. Zat amoniak (NH3) dalam air akan bereaksi
dengan klor atau asam hipoklorit dan membentuk monokloramin,dikloramin, dan
trikloramin.
(4)

(6)
Apabila cukup banyak kandungan NH3 dalam air limbah maka NH2Cl cukup
stabil, dan bila kelebihan klor, NH2Cl akan pecah dan terbentuk gas N2.
2NH2Cl + HOCl N2 +3HCl + H2O (7)
Monokloramin terbentuk secara cepat dibandingkan dengan reaksi lainnya
(dikloramin dan trikloramin), sehingga waktu kontak menjadi sangat penting.
Potensi monokloramin teroksidasi sangat rendah dibandingkan dengan klor, dan
monokloramin bereaksi sangat lambat terhadap zat organik. Sehingga mampu
mereduksi jumlah THMs yang terbentuk (Spellman, 2003). Semua klor yang
tersedia di air sebagai kloramin disebut klor tersedia terikat. Cl2+ OCl-+
HOCldisebut klor tersedia bebas. Klor tersedia bebas ditambah klor tersedia
terikat disebut jumlah klor yang tersedia atau klor aktif dalam larutan/
Produk asam hipoklorit (HOCl) dan hipoklorit (OCl) adalah agen pembasmi
kuman. Klor yang dimasukkan ke dalam air, akan pertama kali akan bereaksi
dengan senyawa inorganik dan senyawa organik dan kemudian tidak lagi
berfungsi sebagai desinfektan. Asam hipoklorit (HOCl) memiliki sifat lebih
reaktif dan merupakan desinfektan yang kuat dari pada OCl-. HOCl mampu
terpecah menjadi asam hidroklorit (HCl) dan oksigen (O). Atom oksigen yang
dilepaskan berfungsi sebagai tenaga desinfektan yang sangat kuat. Daya
desinfeksi klorine di dalam air didasarkan pada kekuatan oksidasi dari atom
oksigen bebas dan reaksi substitusi oleh klorine. Khlorin mampu membunuh
mikroorganisme pathogen seperti virus dan bakteri dengan cara memecah ikatan
kimia pada molekulnya seperti merubah struktur ikatan enzim, bahkan merusak
struktur kimia enzim. Ketika enzim pada mikroorganisme kontak dengan khlorin,
satu atau lebih dari atom hidrogennya akan diganti oleh ion khlor. Hal ini dapat
menyebabkan berubahnya ikatan kimia pada enzim tersebut atau bahkan memutus
ikatan kimia enzim, sehingga enzim pada mikroorganisme tidak dapat berfungsi
dengan baik dan sel atau bakteri akan mengalami kematian.






Gambar Teknik

Gambar 3. Desinfeksi Klorinasi



Gambar 4. Desinfeksi Ultra Violet


Gambar 5. Desinfeksi Ozon


4.3.4.7 Reservoir

Deskripsi
Reservoir digunakan untuk menyimpan sementara air baku atau air yang
sudah diolah sebelum didistribusikan ke masyarakat. Tipe reservoir dibagi
menjadi 3 yaitu Reservoir bawah tanah (Ground Reservoir), Elevated Reservoir
dan Stand Pipe. Ground reservoir dibangun di bawah tanah atau sejajar dengan
permukaan tanah. Reservoir ini digunakan bila head yang dimiliki mencukupi
untuk distribusi air minum. Jika kapasitas air yang didistribusikan tinggi, maka
diperlukan ground reservoir lebih dari satu. Menara Reservoir (Elevated
Reservoir) adalah Reservoir yang digunakan bila head yang tersedia dengan
menggunakan ground reservoir tidak mencukupi kebutuhan untuk distribusi.
Dengan menggunakan elevated reservoir maka air dapat didistribusikan secara
gravitasi. Tinggi menara tergantung kepada head yang dibutuhkan. Stand Pipe
merupakan Reservoir jenis ini hampir sama dengan elevated reservoir, dipakai
sebagai alternatif terakhir bila ground reservoir tidak dapat diterapkan karena
daerah pelayanan datar.

Penentuan Volume Reservoir
Perencanaan unit reservoir terdiri dari kapasitas reservoir, kapasitas untuk
keperluan instalasi, volume reservoir dan pompa distribusi. Perencanaan kapasitas
reservoir didasarkan pada kebutuhan jam puncak, kebutuhan rata-rata serta
fluktuasi pemakaian air selama 24 jam. Volume ditentukan berdasarkan tingkat
pelayanan dengan memperhatikan fluktuasi pemakaian dalam satu hari di satu
kota yang akan dilayani.
Tipe Reservoir
Reservoir terdiri dari dua jenis yaitu ground storage reservoir dan elevated
storage reservoir. Ground water reservoir biasa digunakan untuk menampung air
dengan kapasitas besar dan membutuhkan pompa dalam pengoperasiannya
sedangkan elevated storage reservoir menampung air dengan kapasitas relatif
lebih kecil dibandingkan ground storage reservoir dan dalam pengoperasian
distribusinya dilakukan dengan gravitasi.

Alat Pendukung Reservoir

Gambar Teknik

Anda mungkin juga menyukai