Anda di halaman 1dari 97

1

I. PENDAHULUAN


I.I. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan manusia yang sangat vital, karena air banyak digunakan
untuk menunjang aktivitas manusia dalam kehidupannya sehari-hari misalnya mandi,
mencuci, memasak, minum, MCK, dan lain sebagainya. Akan tetapi, apakah air yang
digunakan tersebut telah sesuai dengan kriteria baku mutu air dalam hal kualitas, kuantitas,
dan kontinuitas, mengingat sumber air baku ( sungai, danau, waduk, mata air ) saat ini
banyak yang tercemar oleh kontaminan-kontaminan yang berasal dari pembuangan limbah
rumah tangga maupun industri.
Daerah pedesaan umumnya sumber air baku masih terjaga kualitasnya sehingga aman
untuk digunakan maupun dikonsumsi oleh masyarakat. Lain halnya didaerah perkotaan yang
sebagian besar air baku telah tercemar zat polutan, untuk itu diperlukan pengolahan sumber
air baku dengan instalasi pengolahan air minum ( IPAM ). Sumber air baku suatu Instalasi
Pengolahan Air Minum ( IPAM ) dapat berasal dari air permukaan ( sungai, danau, laut,
maupun kanal ) dan dari air tanah.
Khusus air baku terdapat zat-zat, senyawa-senyawa atau partikel-partikel lain yang
nantinya berkaitan dengan apa saja yang harus ada dalam instalasi, baik menyangkut unit
operasi maupun unit proses dan bagaimana keluaran atau effluen yang dihasilkan dari
pengolahan air minum dalam suatu instalasi.
Pengertian air bersih menurut Permenkes RI No 416/Menkes/PER/IX/1990 adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan
pengertian air minum menurut Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (
bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik ) dan dapat langsung diminum. Air baku adalah
air yang digunakan sebagai sumber atau bahan baku dalam penyediaan air bersih.
Masalah air khususnya air minum dan air untuk peruntukan lainnya perlu diperhatikan
secara lebih serius karena buruknya kualitas air khususnya air minum untuk masyarakat dan
air untuk peruntukan lainnya serta kualitas lingkungan secara umum sangat berpengaruh
terhadap tingkat kesehatan masyarakat. Sebagai contoh misalnya angka penderita penyakit
2

yang berhubungan dengan air di Indonesia ini masih cukup tinggi. Buruknya masalah kualitas
air ini tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan saja, tetapi dapat juga memberi dampak
buruk pada bidang-bidang yang lain.
Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan
suatu kegiatan atau keperluan tertentu ( Efendi, 2003 ). Dengan demikian, kualitas air akan
berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh : kualiatas air untuk keperluan
irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum. Kualitas secara umum
mengacu pada kandungan polutan yang terkandung dalam air dan kaitannya untuk
menunjang kehidupan ekosistem yang ada di dalamnya ( Rao, 1992; Ferdias, 1992; Haslam,
1995 ).
Pemerintah lewat PP Nomor 82 Tahun 2001 telah menetapkan baku mutu kualitas air
untuk bernagai jenis penggunaan air. Mutu air ditentukan antara lain oleh beberapa sifat fisik
air seperti suhu, warna, kekeruhan air dan total dissolved solid ( TDS ); taraf keudaraan
didalam tubuh air yang diidentifikasi lewat beberapa sifat : dissolved oxygen ( DO ) dan
chemical oxygen demand ( COD ); taraf kehidupan mikroba air biological oxygen demand (
BOD ), dan juga atas dasar kandungan beberapa logam berat As, Hg, Cr, Pb.
Proses yang umum digunakan oleh instalasi pengolahan air di Indonesia dalam penyediaan
air bersih adalah proses pengolahan sistem konvensional lengkap yang meliputi proses fisika,
kimia, dan biologi. Adapun prosesnya antara lain : koagulasi-flokulasi, sedimentasi, filtrasi
dan desinfeksi.









3


I.2. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
a. Mampu mengenal prinsip-prinsip dasar dan memahami tata cara penyusunan dalam
merencanakan suatu sistem bangunan air minum.
b. Mampu melakukan perhitungan dan mengambil keputusan berdasarkan perhitungan yang
ada dalam melakukan suatu perencanaan.
c. Untuk melatih kemampuan dalam tahapan perencanaan instalasi pengolahan air minum
dengan modifikasi dan perkembangan tertentu.
















4

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan yang dapat diminum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai
batasannya, air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air
minum, dimana persyaratan yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang
meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak
menimbulkan efek samping. Persyaratan tersebut juga memperhatikan pengamanan terhadap
sistem distribusi air bersih dari instalasi air bersih sampai pada konsumen ( ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 dan Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990 ).
2.2. Air Minum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum ( Kepmenkes RI NO.
907/MENKES/SK/VII/2002 ). Pengertin standar kualitas air minum adalah batas operasional
dari kriteria kualitas dengan memasukkan pertimbangan non teknis, misalnya kondisi sosial-
ekonomi, target tingkat kualitas produksi, tingkat kesehatan yang ada dan teknologi yang
tersedia. Sedangkan kriteria kualitas air merupakan putusan ilmiah yang mengespresikan
hubungan dosis dan respon efek, yang diperkirakan terjadi kapan dan dimana saja usur-unsur
pengotor mencapai atau melebihi batas maksimum yang ditetapkan dalam waktu tertentu.
Dengan demikian maka kriteria kualitas air merupakan referensi dari standar kualitas air.
Berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, PP No.82 Tahun 2001 dan Keputusan
Menkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002, yang membedakan antara kualitas air bersih dan
air minum adalah standar kualitas setiap parameter fisik, kimia, biologis, dan radiologis
maksimum yang diperbolehkan.
2.3. Air Baku
Air baku adalah air yang akan digunakan sebagai sumber/ bahan baku dalam sistem
penyediaan air minum. Sumber air tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu agar
bisa diolah menjadi air minum yang layak untuk dikonsumsi.
5

Dalam UU No.82 Tahun 2001, air diklasifikasikan menurut mutuya ke dalam empat kelas,
yaitu :
a. Kelas 1, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
b. Kelas 2, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
c. Kelas 3, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas 4, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.4. Syarat-syarat Air Minum
Diperlukan empat ( 4 ) persyaratan pokok air minum yaitu :
a. Persyaratan Biologis
Berarti air minum itu tidak boleh mengandung mikroorganisme yang nantinya
menjadi infiltran tubuh manusia.
b. Persyaratan Fisik
Kondisi fisik air minum terdiri dari derajat keasaman, suhu, kejernihan,, warna, dan
bau. Aspek fisik ini sesungguhnya selain penting untuk kesehatan langsung yang
terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman juga penting untuk menjadi
indikator tidak langsung pada persyaratan biologis dan kimiawi.
c. Persyaratan Kimiawi
Menjadi penting karena banyak sekali kandungan kimiawi air yang berakibat buruk
pada kesehatan karena tidak sesuai dengan proses biokimiawi tubuh.
d. Persyaratan Radiologis
Sering juga dimasukkan sebagai persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena
jenis pemeriksaannya sangat berbeda dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius
seperti di sekitar reaktor nuklir.
6

2.5. Analisa Standar Kualitas Air Minum
Dalam analisa standar kualitas air minum ini, Keputusan Menkes RI
No.907/MENKES/SK/VII/2002 dijadikan referensi atau acuan utama ( karena merupakan
peraturan yang paling terbaru diterapkan ) di samping peraturan lainnya yang memuat
parameter yang tidak terdapat dalam Kepmenkes No.907/2002. Berdasarkan daftar standar
kualitas air minum yang berlaku di Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990
Tanggal 6 Juni 1990, Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, Peraturan Pemerintah No.82
Tahun 2001 Tanggal 14 Desember 2001 dan Keputusan Menkes RI
No.907/MENKES/SK/VII/2002 ditambah dengan Standar Air di MEE, Official Journal of the
EEC, No C 214/6 s.d 11 Tanggal 18 September 1975 dapat disimpulkan syarat-syarat kualitas
air minum yaitu :
a. Parameter Fisik

1. Warna
Dalam Kepmenkes RI No.907 Tahun 2002 kandungan warna maksimum yang
diperbolehkan adalah 15 NTU. Warna berhubungan dengan zat-zat padat terkandung
di dalam air. Sehingga dikhawatirkan air tersebut mengandung logam-logam berat
maupun logam-logam yang lain dengan dosis yang melebihi ambang batas kualitas
air minum. Seharusnya air inum tidak berwarna untuk alasan estetika dan mencegah
keracunan berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.

2. Bau dan Rasa
Air minum disyaratkan tidak berbau dan berasa karena berhubungan dengan estetika
dan apabila berbau dan berasa, dikhawatirkan air tersebut mengandung zat-zat
berbahaya. Bau dan rasa air disebabkan oleh adanya aktivitas bakteri dalam air atau
pembuangan sampah dan limbah kedalam air yang menyebabkan naiknya tingkat
kekeruhan sehingga mengakibatkan terhambatnya sinar matahari masuk kedasar
perairan. Hal ini mengakibatkan terjadinya reaksi pembusukan oleh mikroorganisme.
Tingkat bau dan rasa yang tinggi berhubungan dengan sedikit banyaknya BOD dalam
air.





7

3. Temperatur/suhu
Menurut PP Nomor 20 Tahun 1990, tmperatur untuk air golongan A ( air minum )
adalah 30
o
C. Temperatur berhubungan dengan jumlah oksigen yang terkandung di
dalam air. Jika suhu air tersebut tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan
berkurang, begitu juga sebaliknya. Kenaikan atau penurunan dari suhu air bisa
disebabkan berbagai faktor antara lain karena aktivitas bakteri dalam air ( proses
fermentasi ), pembuangan limbah air panas ke badan air maupun lingkungan.

4. Kekeruhan
Kekeruhan air berasal dari zat padat yang tersuspensi baik yang bersifat organik
maupun anorganik. Dalam Kepmenkes No.907 Tahun 2002 kadar maksimum
kekeruhan yang diperbolehkan adalah 5 NTU. Tingkat kekeruhan yang tinggi ( >5
NTU ) akan menyebabkan rusaknya fasilitas pengolah air, tersumbatnya pipa karena
partikel yang dibawa air, dan dari segi estetika. Kekeruhan yang tinggi dalam air
berasal dari lumpur yang dibawa air sewaktu terjadi kebanjiran, pembuangan sampah
dan limbah ke dalam badan air.

5. Jumlah Zat Padat Terlarut ( Total Dissolved Solid TDS )
Kandungan zat padat terlarut yang diijinkan terdapat dalam air adalah 1000 mg/L.
Hal ini karena jika kandungan zat padat terlarut dalam air besar maka bagi instalasi
pegolah air minum akan membutuhkan pengolahan yang lebih dan biaya yang
dikeluarkan banyak, selain itu akibat bagi manusia adalah air tersebut berasa dan
keruh sehingga tidak aman dikonsumsi secara langsung. Sumber meningkatnya TDS
air berhubungan dengan tingkat kekeruhan jadi jika kekeruhan tinggi biasanya
kandungan zat padat terlarut juga tinggi.

b. Parameter Kimia

a) Kimia Anorganik

1. pH
Dalam Kepmenkes No 907/2002 batas minimun dan maksimum pH adalah 6,5 8,5.
Jadi menurut ketentuan tersebut pH air minum adalah netral dengan deviasi < 1.
Karena dengan pH terlalu rendah atau < 6,5 maka air tersebut bersifat asam dan
toksik bagi makhluk hidup, dan bagi instalasi air bersih menyebabkan korosi pada
8

pipa. Harga pH air > 8,5 bersifat basa yang menyebabkan air mengandung logam-
logam alkali, dan bersifat sadah.

2. BOD ( Biological Oxygen Demand )
Kandungan BOD dalam air maksimum adalah berkisar 2 mg/L. Nilai BOD dalam air
menyatakan banyaknya O
2
yang dibutuhkan mikroorganisme air untuk menguraikan
zat-zat yang ada dalam air. Jadi apabila BOD dalam air tinggi maka air tersebut
sudah tercemar dan tidak layak untuk dikonsumsi.

3. COD ( Chemical Oxygen Demand )
COD dalam air yang diperbolehkan adalah sebesar 10 mg/L karena dengan
kandungan COD yang rendah maka air tersebut belum tercemar dan begitu pula
sebaliknya.

4. DO ( Dissolved Oxygen )
Kandungan DO dalam air adalah sebesar 6 mg/L. DO menyatakan kandungan O
2
yang ada dalam air. Kandungan DO sebesar itu merupakan batas minimum yang
harus ada dalam air. Hal ini berhubungan dengan banyaknya oksigen yang harusa ada
dalam air untuk proses oksidasi dalam tubuh manusia

5. Fosfat sebagai P
Kadar maksimum fosfat sebagai P dalam air minum adalah 0,2 mg/L ( Standar Air di
MEE, Official Journal of the EEC, No C 214/6 s.d 11 Tanggal 18 September 1975 ).
Sumber fosfat adalah dari detergen yang dibuang ke lingkungan. Akibat yang
ditimbulkan dari fosfat adalah bersifat toksik bagi makhluk hidup jika melebihi
ambang batas yang ditentukan, fungsi hati terganggu, kelainan bayi yang lahir,
gangguan syaraf, kanker dan akibat bagi instalasi pengolah air minum adalah
terjadinya deflokulasi terhadap koloid, merangsang pengapungan zat-zat padat yang
membentuk suatu busa.

6. Nitrat sebagai
NO
3
-

Kadar nitrat maksimum dalam air adalah 50 mg/L. Jika kadar nitrat dalam air
melebihi 50 mg/L maka akibat yang ditibulkan bagi instalasi pengolah air adalah
meningkatkan pertumbuhan tumbuhan air dan menimbulkan bau yang tidak sedap
9

juga menyebabkan methemoglobine pada bayi yang memformulasi susu. Nitrat ini
dihasilkan dari pemupukan tanaman yang berlebihan.

7. Nitrit sebagai
NO
3

Kadar maksimum nitrit dalam air adalah 3 mg/L. Nitrit menyebabkan air menjadi
berbau dan mempercepat pertumbuhan tumbuhan air. Nitrit merupakan tahap
peralihan zat organik menuju bentuk yang tetap. Jadi kalau tidak diantisipasi maka
akan berubah menjadi nitrat yang menyebabkan methahemoglobinaemia pada bayi.

8. NH
3
N
Kandungan amoniak maksimum dalam air adalah sebesar 1,5 mg/L. Amoniak dalam
air menimbulkan bau yang tidak sedap. Amoniak dihasilkanoleh pemupukan,
pembuatan filter sintetis, perusahaan kayu dsb.

9. Arsen
Kadar arsen maksimum dalam air yang diperbolehkan adalah 0,01 mg/L, karena jika
lebih dari 0,01 maka arsen akan bersifat racun, efek kronis dan karsinogen jika
diminum oleh manusia.

10. Kobalt
Menurut PP No 82 Tahun 2001, kadar Kobalt adalah sebesar 0,2 mg/L, jika melebihi
kadar tersebut maka kobalt bersifat toksik.

11. Barium
Kadar Barium yang diperbolehkan adalah 0,7 mg/L, jika melebihi kadar tersebut
bersifat toksik, efek hati, saluran daran dan saraf.

12. Boron
Kadar yang diijinkan sebesar 0,3 mg/L dan jika melebihinya bersifat toksik.

13. Selenium
Kadar yang diijinkan sebesar 0,01 mg/L. Akibat yang ditimbulkan bagi manusia jika
melebihi batas yang ditentukan adalah menebabkan keracunan dan penyebab kanker
pada hati , ginjal dan limpa.


10

14. Kadmium
Kadar kadmium yang diperbolehkan maksimal 0,003 mg/L dan jika melebihi
menyebabkan keracunan akut pada manusia dan pada kadar 0,1-10 mg/L
terakumulasi dihati dan ginjal pada tikus percobaan. Kadmium juga dapat
menyebabkan kanker.

15. Khromium Valensi 6
Kadar maksimum dalam air minum yang diijinkan sebesar 0,05 mg/L. Akibat bagi
manusia jika melebihi ambang batasnya adalah bersifat karsinogen ( kanker paru-
paru ), kumulatif dalam jaringan tikus pada kadar 5 mg/L, menyebabkan iritasi bisul
bernanah pada hidung dan tenggorokan.

16. Tembaga
Kadar maksimum yang diijinkan sebesar 2 mg/L. Tembaga dibutuhkan dalam tubuh
manusia untuk metabolisme. Kelebihan tembaga akan menimbulkan kejang perut,
muntah-muntah, dan diare. Dalam dosis rendah menimbulkan rasa kesat, warna dan
korosi pada pipa, sambungan dan peralatan dapur. Bagi pengelola air minum secara
konvensional, kadar Cu 1 mg/L.

17. Besi
Kadar maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,3 mg/L. Besi dibutuhkan tubuh
manusia untuk metabolisme. Keberadaan besi dalam air bersifat terlarut, amis dan
membentuk lapisan seperti minyak. Kadar 1 mg/L mengakibatkan flek rasa dan
warna, dapat membentuk koloid dalam air. Jika pengolahan air secara konvesional
maka kadar besi adalah 5 mg/L.

18. Timbal.
Timabal dengan kadar melebihi 0,01 mg/L, maksimal yang diijinkan dapat
menyebabkan keracunan, gangguan otak, kelainan lekas tua, berat badan menurun,
kelainan pada bayi dalam kandungan. Timbal mempunyai sifat terakumulasi dan
merupakan penghambat reaksi-reaksi enzim.






11

19. Mangan
Kadar mangan dalam air maksimum sebesar 0,1 mg/L. Mangan menyebabkan flek
pada benda-benda putih oleh deposit MnO
2
, rasa dan warna tidak boleh ada dalam
air minum, bersifat toksik jika kadarnya melebihi ambang batas yang ditentukan. Air
tanah yang mengandung mangan tinggi tidak akan mengandung O
2
dan konsentrasi
CO
2
tinggi. Mangan dibutuhkan pada makanan sebesar 10 mg/hari tetapi dengan
kadar yag lebih akan bersifat toksik.

20. Air Raksa
Kadar mercuri maksimum dalam air sebesar 0,001 mg/L. Air raksa dengan kadar
melebihi dosis maksimum dalam air dan kuantitasnya banyak menyebabkan
keracunan koma, tuli, buta, lumpuh, terakumulasi dalam tubuh menyebabkan
kematian dan waktu paruhnya lama.

21. Seng
Konsentrasi seng maksimum dalam air minum sebesar 3 mg/L. Konsentrasi seng
dalam jumlah kecil sangat diperlukan oleh tubuh dalam proses metabolisme. Logam
seng tidak terlalu berbahaya, tetapi seng khlorida bila terkena kulit atau mata dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seperti diare. Dalam air minum, seng
menyebabkan rasa metalik dan bila dimasak akan menimbulkan endapan seperti
pasir.

22. Khlorida
Kadar khlorida maksimum yang diperbolehkan dalam air minum adalah sebesar 250
mg/L. Khlor dalam jumlah banyak dalam air menyebabkan keracunan, bau, rasa, dan
bersifat karsinogenik, pneumonia dan bronchitis. Toksisitasnya tergantung pada
gugus senyawanya. Misalnya NaCL sangat tidak beracun, tetapi karbonil khlorida
sangat beracun. Di Indonesia, khlor digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan
air minum. Sebagai desinfektan residu khlor di dalam penyediaan air sengaja
dipelihara, tetapi khlor ini dapat terikat pada senyawa organik dan membentuk
halogen-hidrokarbon ( Cl-HC ) yang banyak di antaranya dikenal sebagai senyawa-
senyawa karsinogenik. Oleh karena itu, di berbagai negara maju sekarang ini,
khlorinasi sebagai proses desinfeksi tidak lagi digunakan.


12

23. Sianida
Kadar maksimum sianida dalam air adalah sebesar 0,07 mg/L. Hal ini disebabkan
akibat yang ditimbulkan jika kadarnya berlebihan. Sianida adalah senyawa sian (Cn)
yang sudah lama terkenal sebagai racun. Didalam tubuh akan menghambat
pernapasan jaringan, sehingga terjadi asphyxia, orang merasa seperti tercekik dan
cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dan iritasi.
Sianida ini didapatkan secara alami di berbagai tumbuhan. Apabila ada di dalam air
minum, maka untuk menghilangkannya memerlukan pengolahan khusus.

24. Fluorida
Kadar fluorida maksimum dalam air adalah sebesar 1.2 mg/L. Hal ini karena jika
fluorida dalam air tinggi maka akan menimbulkan kerusakan sistem tulang pada
dosis 8-20 mg/L dan untuk orang berumur 20 tahun atau lebih akan menyebabkan
crippling fluorosis atau gigi yang mudah rapuh dan patah. Sebaliknya penggunaan
single dosis dari 2250-4500 mg/L adalah mematikan ( lethal ).

25. Sulfat
Konsentrasi maksimum sulfat dalam air minum adalah sebesar 250 mg/L. Sulfat
menyebabkan rasa dan efek laxative pada kadar 600-1000 mg/L bila Na dan Mg
sebagai kation. Bagi instalasi pengolah air minum, sulfat menyebabkan korosi pada
instalasi terutama beton.

26. Belerang sebagai H
2
S
Kadar hidrogen sulfida dalam air minum adalah 0,005 mg/L. Adanya H
2
S dalam air
dapat merupakan kelanjutan dari terdapatnya SO
4
dalam air yang direduksi oleh
bakter anaerobik. Sulfida ini menyebabkan bau yang tidak sedap pada air sebagai
akibat proses pembusukan dalam air. Sulfida menyebabkan berkaratnya logam dan
kerusakan beton.

27. Alumunium
Kadar alumunium maksimum dalam air adalah 0,2 mg/L. Alumunium bersifat toksik
dalam jumlah yang banyak jika masuk ke dalam tubuh. Sumber alamiah Al terutama
adalah bauxit dan cryolit. Industri pengilangan minya, peleburan metal, dan industri
pengguna Al merupakan sumber buatan. Dalam dosis tinggi Al dapat menimbulkan
luka pada usus. Alumunium yang berbentuk debu akan terakumulasi dalam paru-
13

paru. Alumunium juga dapt menyebabkan iritasi pada kulit, selaput lendir, dan
saluran pernapasan.

28. Kesadahan
Kadar maksimum kesadahan dalam air adalah sebesar 500 mg/L. Kesadahan air
berbanding lurus dengan kensentrasi Ca dan Mg yang terkandung di dalam air
tersebut. Kesadahan dibedakan atas :
1. Kesadahan total; merupakan jumlah total Ca dan Mg.
2. Kesadahan tetap; diukur setelah pendidihan. Pendidihan yang dilakukan adalah
untuk mengusir CO
2
dan mengendapkan CaCO
3
dari garam-garam bikarbonat.
3. Kesadahan sementara; kesadahan total dikurangi kesadahan tetap yang
merupakan angka kesadahan yang disebabkan oleh Ca(HCO
3
)
2.
Kesadahan yang
tinggi akan membentuk kerak pada dinding alat dan kemudian memperlambat
panas. Kesadahan memyebabkan pemborosan penggunaan sabun untuk mencuci.
Proses penghilangan dapat dilakukan dengan proses pelunakan atau pelembutan.

b) Kimia Organik

1. Minyak dan Lemak
Kandungan minyak maksimum dalam air minum ( PP 82 Tahun 2001 ) sebesar 1
mg/L. Jika kandungan minyak dalam air minum tinggi akan menyebabkan proses
aerasi terganggu karena lapisan air tertutup minyak, terganggunya proses koagulasi,
pemborosan penggunaan detergen untuk mencuci dan dapat menimbulkan bau anyir.

2. Detergen sebagai MBAS ( Methylene Blue Active Substance )
Kandungan detergen maksimum dalam air minum adalah sebesar 50 g/L. Akibat
yang ditimbulkan deergen jika konsentrasi dalam air tinggi adalah dapat mengadakan
emulasi terhadap lemak; deflokulasi terhadap koloid, merangsang pengapungan zat-
zat pada yang membentuk busa, bersifat racun pada manusia dan terakumulasi dalam
tubuh serta non-biodegradable.

3. Senyawa Fenol
Kadar phenol dalam air minum maksimum 1 g/L ( PP 82 Tahun 2001 ). Fenol
berasal dari batubara atau sintetik dan mempunyai sifat membunuh bakteri. Hasil
14

reaksi senyawa fenolat dengan chlor dapat menyebabkan rasa dan bau yang
mengganggu.

4. BHC
BHC merupakan bahan hidrokarbon yang trdapat dalam air. Jika kandungan BHC
dalam air tinggi maka akan mengakibatkan timbulnya kanker (bersifat karsinogenik).

5. Aldrin/Dieldrin
Kadar maksimum aldrin/dieldrin dalam air 0,03 g/L. Aldrin digunakan sebagai
insektisida dimana dapat menimbulkan keracunan yang akut atau kronis, juga dapat
merupakan iritian, dapat menyebabkan depresi dan merusak hati dalam 1-4 jam. Bila
dipanaskan akan terurai dan mengeluarkan fosgen dan HCL yang bersifat toksis.
Sedangkan eldrin juga digunakan sebagai insektisida namun toksisitasnya belum
diketahui dengan jelas. Dapat terakumulasi pada susunan saraf pusat dan terjadi
amorexsia, konvulasi, dan coma.

6. DDT, Chloradane, Heptachtor, dan Heptachtor epoxide, Lindane, Benzene,
Hexachlorobenzene, Pestisida Total, Toxaphan, Endrin, Benzoa ( ) pyrene.
Senyawa-senyawa tersebut di atas merupakan satu golongan yaitu golongan
pestisida. Kadar maksimum dalam air dari DDT, Chloradane, Heptachtor, dan
Heptachtor epoxide, Lindane, Benzene, Hexachlorobenzene, Pestisida Total,
Toxaphan, Endrin, Benzoa ( ) pyrene masing-masing yaitu 2 g/L; 0,2 g/L; 0,03
g/L; 2 g/L, 10 g/L, 1 g/L, 0,7 g/L. Akibat yang ditimbulkan pada manusia jika
terdapat dalam air minum antara lain pening, nafsu makan berkurang, fungsi hati
terganggu, orang menjadi terlalu giat, otot bergetar, hormon estrogen berkurang ,
karsinogenik, genetik berubah, dan kemungkinan kematian.

7. Zat Organik ( KMnO
4
)
Kadar maksimum zat organik dalam air menurut Permenkes 416/1990 adalah 10
mg/L. Zat organik ( KMnO
4
) yang terdapat dalam air dapat berasal dari alam (
minyak, tumbuh-tumbuhan, serat-serat, lemak hewan, alkohol, selulosa, gula, hati
dan lain-lain ), sintesa ( berbagai persenyawaan dan buah-buahan yang dihasilkan
proses-proses pabrik ), fermentasi ( alkohol, aseton, antibiotik, asam-asam, dan
sejenisnya yang berasal dari kegiatan mikroba terhadap bahan-bahan organik. Zat
organik dapat menimbulkan gangguan perut.
15

8. Chloroform
Chloroform menyebabkan keracunan, bersifat karsinogenik, dan penyebab rasa air.
Menurut PP No 20 Tahun 1990 kadar maksimum Chloroform dalam air adalah 0,03
mg/L. Kandungan dalam air sebesar 0,2 saja sudah merupakan kandungan yang
buruk bagi kesehatan.

9. 1,2 Dichloroethane; 1,1,1 Trichloroethane; 2,4,6 Trichlorophenol,
Pentachlorophenol, Methoxychlor, Kadar maksimum 1,2 Dichloroethane; 1,1,1
Trichloroethane; 2,4,6 Trichlorophenol, Pentachlorophenol, Methoxychlor dalam air
yaitu 30 g/L, 2000 g/L, 2-300 g/L, 9 g/L, dan 20 g/L. Semua senyawa tersebut
merupakan satu golongan berbisida, yaitu zat pembasmi tumbuhan pengganggu
tanaman. Akibat yang ditimbulkan pada manusia yaitu mengakibatkan tetra fogenic
dan karsinogenik.

c. Parameter Biologis

1. Koliform Tinja
Jumlah koliform tinja dalam air minum harus 0 ( nol ) atau tidak ada sama sekali
dalam air minum. Akibat yang ditimbulkan bagi manusia adalah sakit perut ( diare ).
Koliform banyak terdapat pada sumber air permukaan, yang dihasilkan oleh kotoran
manusia. Bakteri koli ini mempunyai sifat-sifat aerobik, merupakan bakteri gram
negatif, tidak membentuk spora, mempunyai bentuk lonjong dan dapat mengadakan
fermentasi dengan laktosa dalam waktu 48 jam pada temperatur 35
o
C.

2. Total Koliform
Total koloform dalam air diisyaratkan tidak boleh ada per 100 ml sampelnya.

d. Parameter Radioaktivitas

1. Aktivitas Alpha ( Gross A )
Kadar maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 0,1 Bq/L. Oleh karena unsur ini
akan mempengaruhi proses-proses fisiologis dimana bahan ini akan ditimbun dalam
tulang manusia, leukimia, kanker tulang, gangguan pada genetika, sehingga unsur ini
disebut Boon Seeker . Unsur aktifitas alpha dihasilkan oleh
226
Ra dan
90
Sr. Selain
itu unsur radioaktif akan bertahan lama di alam ( waktu paruh lama ), dan dihasilkan
16

oleh pusat-pusat tenaga atom, buangan radioaktif dari industri serta percobaan senjata
nuklir.

2. Aktivitas Beta ( Gross B )
Kadar beta maksimum dalam air sebesar 1 Bq/L. Sinar beta mempunyai daya tembus
yang besar dan dapat mengionisasi jaringan kulit, sehingga kehadirannya harus
sesedikit mungkin dalam air minum. Akibat yang ditimbulkan hampir mirip dengan
aktivitas manusia.

2.6. Unit Operasi Pengolahan Air Minum

1. Intake
Intake atau bangunan penyadap air dimaksudkan untuk meyuplai air dari sumber
menuju instalasi pengolah air. Oleh sebab itu, bnagunan penyadap harus diletakkan pada
tempat yang mudah untuk mengalirkan air, dan didesain untuk mudah menyuplai air yang
dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan ( Kawamura, 1991 ). Sebelum air baku mengalami
proses pengolahan air dikumpulkan dalam suatu bangunan yang disebut intake. Peletakan
intake mempertimbangkan hal-hal antara lain :
a. Ketinggian tanah yang merupakan faktor utama artina sehubungan dengan sistem
pengaliran air baku.
b. Dekatnya dengan daerah pelayanan.
c. Intake dibnagun pada tempat yang aman, arus aliran tidak terlalu besar, pada daerah
sungai ang landai dan lurus, sehingga faktor keamanan bangunan intake terjamin dan
sungai dapat dijaga kesinambungannya.
d. Intake harus dibuat dengan mempertibangkang peningkatan debit di masa yang akan
datang.
Jika fluktuasi permukaan air sungai cukup besar, maka intake harus direncanakan sesuai
dengan variasi muka air. Jika sungai mempunyai muka air yang dangkal agar intake dapat
mengambil air secara terus menerus maka intake harus dilengkapi dengan bangunan
peninggi air. Kapasitas bangunan penyadap air seharusna dappat mengantisipasi kebutuhan
maksimum per hari untuk jangka waktu 50 tahun ke depan. Faktor-faktor yang esensial pada
pembangunan bangunan penyadap air ( intake ) adalah (Kawamura, 1991 ) :
17

1. Reliable
2. Aman
3. Minimal dalam hal biaya operasi dan perawatan
Intake dapat dilokasikan pada sungai, danau, atau reservoir atau didesain untuk air tanah atau
mata air. Sebelum melokasikan intake, beberapa studi yang harus diperhatikan : Kebutuhan
air, kualitas sumber air, kondisi iklim, dan fluktuasi dari sumber.
Jenis-jenis intake, yaitu :
a. Intake tower, merupakan intake berbentuk menara yang dibangun di tengah sumber air
baku da pengaliran air bakunya menggunakan pipa yang dibangun di atas sungai.
b. Shore intake ( pantai ), merupakan intake yang dibangun di tepi sungai berupa rumah
pompa dengan intake di bawah permukaan air minum.
c. Siphon well intake













Gambar 1. Siphon Well Intake
( Sumber : Kawamura, 1991 hal 380 )
d. Intake crib, merupakan intake yang dibnagun di dasar sungai/sumber air baku yang
dilengkapi pipa dengan screening dan pipa untuk mengalirkan air ke instalasi
pengolahan.


18










Gambar 2. Intake Crib
( Sumber : Kawamura, 1991 hal 381 )
e. Infiltration gallery
f. Intake weir, merupakan bangunan yang direncanakan untuk membantu mengambil air
dengan jumlah tetap dengan cara menjaga tinggi rencana permukaan air yang dinaikkan
oleh weir pada sungai.
g. Intake gate, merupakan bangunan yang pengoperasiannya menggunakan saringan kasar
( bar screen ), pinti air, dan bak pengendap pasir.
2. Saringan ( Screening )
Peyaringan dimaksudkan untuk menyisihkan sampah-sampah besar serta materi-
materi yang lebih kecil. Ukuran saringan ini bervariasi tergantung pada besarnya materi yang
ingin dipisahkan. Sesuai dengan tujuannya saringan dibagi dua yaitu :
a. Saringan kasar
Betujuan untuk memisahkan sampah besar yang mengembang dan terapung, misalnya
batang-batang dan cabang-cabang kayu yang mungkin ada di tempat penyadapan,
terutama di sungai-sungai. Terdiri dari batang-batang yang berjarak kira-kira 0,75 hingga
2 inchi. Saringan ini bisa dibersihkan secara manual dan mekanikal. Analisa yang
diperlukan dalam perencanaan saringan kasar yaitu menentukan kehilangan tinggi ( head
loss ) selama air melewati kisi saringan. Krischoer merumuskannya sebagai berikut :

Dimana:
H
1
= head loss ( m )
w = lebar kisi ( m )
H
1
= . ( w/b )
4/3
. hv . sin
19

h = jarak antar kisi ( m )
hv = tinggi kecepatan V
2
/2g
= kemiringan kisi ( * )
= faktor bentuk

Tabel 1. Faktor Bentuk
Bentuk Kisi Faktor
Bentuk
Persegi panjang dengan sudut tajam 2,42
Persegi panjang dengan pembulatan di depan 1,83
Persegi panjang dengan pembulatan di depan dan di belakang 1,67
Lingkaran 1,79
Sumber : Rancangan Instalasi Pengolahan Air Minum Kota Ciamis
b. Saringan mikro
Bertujuan untuk menyaring partikel-partikel halus. Saringan ini dibuat dalam bentuk
drum yang ditutup dengan saringan jala halus yang ditunjang oleh suatu jala kasar
sebagai penguat. Lubang-lubang saringan bervariasi antara kira-kira 23 hingga 65
mikron. Air yang berisi bahan-bahan halus disalurkan ke bagian dalam drum tersebut,
kemudian air yang telah tersaring dikumpulkan dari luarnya. Karena penyumbatan
saluran terjadi dengan cepat maka jala harus dicuci secara terus menerus dengan
semprotan air bertekanan tinggi.
Dibuat dalam bentuk :




20


2-5 cm, terbuat dari besi tahan karat
Screening merupakan wal proses fisik pengolahan air
4. Grit Chamber
Grit atau pasir yang halus terdiri dari kombinasi lumpur, pasir, kerikil dan bahan-
bahan yang kasar. Grit chamber direncanakan untuk tank sedimentasi yang bertujuan untuk
menyaring pertikel-partikel pasir kasar dengan menggunakan prinsip gravitasi. Grit chamber
ini diletakkan dekat dengan bangunan intake sebisa mungkin. Empat pertimbangan dasar
dalam mendesain grit chamber, yaitu :
a. Lokasi dari tank
b. Banyaknya tank yang dibutuhkan
c. Bentuk masing-masing tank
d. Ukuran dari grit untuk partikel yang akan dihilangkan
Desain kriteria untuk grit chamber yaitu :
Jumlah tank : dua anak
Kedalaman air : 3-4 m dengan grit removal
: 3.5-5 m tanpa grit removal
Perbandingan panjang dan lebar : minimum 4:1
Perbandingan kedalaman dan lebar : minimum 6:1
Kecepatan aliran : 3-5 m/min
Waktu detensi : 6-15 min
Beban permukaan : 10-25 m/h
5. Aerasi
Aerasi adalah suatu bentuk perpindahan gas dan dipergunakan dalam berbagai bentuk
variasi operasi, meliputi ( Fair, et.al;1968 hal 24-2 s.d 24-3 ) :
a. Penambahaan oksigen untuk mengoksidasi besi dan mangan berlarut.
b. Penyisihan karbon dioksida untuk mereduksi korosi.
c. Penyisihan hydrogen sulfida untuk menghilangkan bau dan rasa, menurunkan korosi
logam.
d. Penyisihan metana untuk mencegah kebakaran dan ledakan.
21

e. Pembuangan minyak yang mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa
serupa yang dikeluarkan oleh ganggang serta mikroorganisme lain.
Secara kimia, reaksi di atas dapat ditulis sebagai berikut :

4 Fe
2+
+ O
2
+ 10 H
2
O 4 Fe(OH)
3
+ 8 H
+
2 Mn
2+
+ O
2
+ 2 H
2
O 2 MnO
2
+ 4 H
+
Jenis-jenis utama alat aerasi adalah ( Fair, et.al;1968 ):
a. Aerator gaya berat ( gravity aerator ), misalnya cascade, yang dibagi menjadi beberapa
langakah.
Cascade lowers dibentuk seperti terjunan yang berupa tangga. Tinggi anak tangga sekitar
0,3 m dan berjumlah sekitar 10. Banyak anak tangga ini menentukan waktu kontak
antara air dan udara. Cascade tersebut bisa dibentuk memanjang seperti tangga ataupun
melingkar. Area yang dibutuhkan untuk aerator cascade ini berkisar antara 4-9 m2 / ( 50
L/s )( 40-90 ft
2
/ ( Mgal/d )), tergantung dari jumlah anak tangga yang digunakan.
b. Aerator semprotan atau air mancur ( spray aerator ), yaitu air disemprotkan ke udara.
Terdiri dari pipa yang menggantung di ats bak atau kolam dan di perpotongan pipa
tersebut terdapat nozzle. Tinggi pancuran, dalam hal ini berkaitan dengan waktu kontak
antara air dan udara ditentukan oleh tekanan pada pipa, dimana dispesrinya dipengaruhi
oleh karakteristik nozzle. Diameter nozzle berkisar 2-4 cm. Yang diperhatikan dalam
mendesain aerator ini adalah tekanan, jarak nozzle, aliran tiap nozzle. Tekanan sekitar 70
kPa ( 10 lb/in
2
) bisa menghasilkan aliran 5-20 L/s pada setiap nozzle. Jarak nozzle
berkisar 0,6-3,5 m.
c. Penyebar suntikan ( diffuser aerator ), dimana udara dalam bentuk gelembung-
gelembung kecil disuntikan ke dalam zat cair.
d. Aerator mekanis ( mechanical aerator ) yang meingkatkan percampuran zat cair dan
membuat air terbuka ke atmosfer dalam bentuk butir-butir tetesan.
e. Tray towers, aerator ini paling sering digunakan untuk mengoksidasi besi dan mangan.
Aerator ini mirip dengan cascade hanya airnya disemprotkan ke udara.
f. Jet type, pada aerator ini air desemprotkan dari bawah ke atas melalui pipa berpori.
g. Air Blowing, pada aerator ini udara diemprotkan ke dalam air.
h. Contact type, pada aerator ini air dilewatkan melalui media berfilter. Filter yang
digunakan biasanya berbentuk kerikil ( gravel ) atau arang ( coke ).
22

6. Prasedimentasi
Prasedimentasi digunakan untuk pengendapan partikel diskret. Partikel diskret adalah
partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk selama proses pengendapan. Penggunaan
unit prasedimentasi selalu ditempatkan pada awal proses pengolahan air, sehingga dapat
dicapai penurunan kekeruhan. Prasedimentasi merupakan bak pengendapan material pasir
dan lain-lain yang tidak tersaring pada screen, serta merupakan pengolahan fisik yang kedua.
Pada umumna bentuk dari bak prasedimentasi adalah segiempat dan melingkar. Pada unit ini
tidak ada penambahan bahan kimia, dan pengendapan yang digunakan adalah pengendapan
secara gravitasi. Efisiensi peisahan kekeruhan dapat mencapai 40-60 %. Bangunan ini
dilengkapi dengan :
a. Pipa inlet
b. Pipa outlet
c. Pipa pembuang lumpur

7. Koagulasi ( Mixing )
Koagulasi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan ketidakstabilan koloid dan
padatan terlarut termasuk bakteri dan virus. Pada proses koagulasi digunakan pengadukan
cepat. Tujuan dari pengadukan cepat adalah untuk menciptakan keadaan ketidakstabilan
koloid dan membuatnya menjadi tidak seragam dalam pengolahan air. Pengadukan cepat
menjadi sangat efektif ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride.
Pada ukuran yang sangat kecil, partikel-partikel yang ada dalam air lebih dikenal sebagai
(turbidity) kekeruhan adalah sangat sukar diendapkan melalui sedimentasi atau filtrasi.
Pada umumnya partikel koloid berdiameter sangat kecil sehingga dalam air bergerak secara
acak (zig-zag) yang dikenal dengan gerak Brown. Partikel koloid pada umumnya
bermuatan negatif pada permukaannya.
Pemecahan dengan proses koagulasi yaitu dengan cara penambahan bahan kimia dalam
larutan yang berfungsi untuk :
1. Destabilisasi muatan
2. Mempertemukan antar partikel untuk menjadi lebih besar
Dengan kata lain koagulasi adalah suatu metode pengolahan air dengan cara membesarkan
ukuran partikel menjadi ukuran yang lebih besar sehingga dapat diendapkan atau disaring
melalui pembubuhan bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pembubuhan
pada proses koagualasi pada umumnya, yaitu :
a. Al
2
(SO
4
)
3

23

b. Fe
2
(SO
4
)
3

c. FeCl
3

d. Polyelectrolytes
Alternatif alat yang digunakan pada pengadukan cepat dalam proses koagulasi, yaitu :
a. Mechanical Mixer
b. Hydraulic Mixer
c. In-Line mechanical mixer
d. In-Line static mixer
e. Diffusion mixing by pressured water jets
f. Miscellaneous diffusion by pipe grid
Penggunaan alternatif alat pengadukan cepat didasarkan atas keefektifan, perawatan
minimal, tahan uji serta biaya.
Mechanical Mixer
Alat pengadukan mesin (mechanical mixer) adalah alat yang paling banyak dan sering
digunakan pada industri pengolahan air. Yang terdiri dari sebuah tangki dengan satu atau
lebih pengaduk. Parameter design yang umum adalah :
- G = 300 s
-1

- Waktu pengadukan 10 30 detik
- Power yang dibutuhkan 0.25-1 Hp per millions gallons per day
Pengadukan mesin ini kurang disukai karena sifatnya yang dalam penggunaan tidak dapat
memproses terus menerus.
a. Hydraulic Mixer
Pengadukan hidraulik digunakan untuk air permukaan. Tipe Venturi dan weirs dapat
dikategorikan sebagai peralatan yang termasuk dalam pengaduk hidraulik. Tipe pengadukan
hidraulik menggunakan pipa orifice dengan tingkat turbelen yang tinggi. Pada umumnya
pengaduk hidraulik ini banyak digunakan pada negara berkembang dan sering dinamakan
sebagai pengaduk kimia cepat.
b. In-Line Mechanical Mixer
Sistem ini sangat efektif, namun sangat mahal harganya dan mahal dalam perawatan setelah
beberapa tahun penggunaan.
c. In-Line Static Mixer
In-line static mixer memiliki tipe lebih dari 6 dan jika diaplikasikan peralatan ini cukup
efektif pada proses koagulasi. Aplikasi yang sering menggunakan peralatan ini adalah
industri, disebabkan oleh kefektifannya jika diterapkan pada industri.
24

d. Diffusion Mixing By Pressured Water Jets
Untuk beberapa alasan, pengadukan difusi dengan tekanan air merupakan pilihan alternatif
pertama yang dapat dipilih dibandingkan dengan seluruh alternatif yang ada. Keuntungan dari
pengadukan ini adalah tidak adanya kehilangan headloss pada pengaduk, sangat efektif,
memiliki tingkat pengontrolan pengadukan, mengkonsumsi power kurang dari setengah
sistem pengadukan mesin, biaya efektif, dan spare parts yang tidak terlalu mahal.
Kriteria design yang digunakan pada seluruh mixing G (Kecepatan gradien) :
G = (P/V)
0.5

Dimana P = Power input
= Viskositas absolut air
V = Volume dari zona pengadukan

Kecepatan gradien yang paling efektif, G(in s
-1
), dan waktu pengadukan, t (in s), adalah
G x t = 300-1600
Jika pompa difusi digunakan pada sistem pengadukan cepat, berikut ini criteria design harus
digunakan :
1. G x t = 400-1600 (rata-rata 1000)
2. Kecepatan jet pengaduk dari 20-25 fps (6-7.6 m/s) pada orifice
3. Jika koagulan alum yang digunakan maka Ph alum harus dibawah dari 3.0. jika garam
ferric yang digunakan sebagai koagulan Ph harus kurang dari 2.0.

e. Penentuan Dosis Koagulan
Penentuan dosis koagulan dilakukan dengan suatu eksperimen yang disebut dengan jar test.
Dengan proses jar test, perhitungan dosis koagulan yang dibutuhkan dapat mencapai dosis
optimum.
Tahapan proses yang dilakukan pada penentuan dosis koagulan, yaitu :
1. Pencampuran
2. Flokulasi
3. Sedimentasi
Kondisi proses penentuan dosis koagulasi dipengaruhi oleh :
a. pH
b. T (suhu)
25

c. Dosis Koagulan
d. Kecepatan putaran (G)
e. Waktu pencampuran, flokulasi, sedimentas
T x 20 min 20 < G < 100 (S
-1
)
20000 < G.t < 200000
Beberapa aplikasi penggunaan koagulan untuk pengolahan air terutama untuk pemisahan,
yaitu :
- turbidity (SS matter)
- warna (Organic matter)
- PO
4
-3
, F
-

- Logam berat

8. Flokulasi ( Flocculation )
Flokulasi adalah suatu fase pencampuran melalui kecepatan disperse dari koagulan
oleh suatu unit pencampur.Dalam mendesain suatu proses flokulasi harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. kualitas air baku dan karakteristik flokulasinya
b. proses pengolahan dan kualitas air akhir
c. nilai hidrolis dari headloss dan jenis alirannya
d. kondisi daerah
e. biaya

Flokuasi dapat menyisihkan koloid alami,partikulat dari koloid,zat organic dan distribusi
ukuran partikel pada kekeruhan.Flokulasi dapat dievaluasi dengan jar test yaitu suatu proses
yang sederhana dalam pengolahan air.(Kawamura , 1991;hal 128)
Putaran cepat pada pencampuran sangat efektif bagi proses koagulasi. Flokulasi
adalah faktor yang sangat penting dalam efisiensi pengendapan suatu partikel. Objek dari
flokulasi adalah untuk membawa partikel bersinggungan sehingga membentuk partikel yang
lebih besar dan siap untuk mengendap. Mixing dapat diberikan untuk menjadikan flok kontak
dan tetap menjadi flok sampai pada bak sedimentasi. Banyak pengaduk yang akan membagi
flok jadi partikel atau floknya akan tetap kecil dan tidak akan mengendap. Bagaimanapun,
26

kecepatan harus dikontrol dengan range yang kecil. Kelenturan seharusnya juga dapat
membangun menjadi flokulator, jadi perencanaan operasi dapat menganekaragamkan angka
G oleh dua atau tiga faktor. Flok yang berat dan lebih tinggi dari konsentrasi padatan
tersuspensi, pengadukan tetap dibutuhkan untuk mempertahankan flok pada keadaan
suspensi. Ini ditampilkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Konstanta Gt
0
Berdasarkan Type Pengadukan
Type G (s
-1
) Gt
0
(unitless)
Low-turbidity, color removal
coagulsi
High-turbidit, solid removal
coagulasi
Softening, 10% solid
Softening, 39% solid
20-70

30-80

130-200
150-300
60,000 to 200,000

36,000 to 96,000

200,000 to 250,000
390,000 to 400,000

Pelunakan flok lebih berat dibandingkan koagulasi flok dan bagaimanapun juga
dibutuhkan angka G yang lebih besar. Dengan bertambahnya konsentrasi flok maka
dibutuhkan juga penambahan dari nilai G tersebut. Dengan temperatur air kira-kira 20
o
C
dengan waktu yang dibutuhkan sekitar 20 menit (flocculation time (t
o
)). Dengan temperatur
yang lebih kecil dibutuhkan waktu yang lebih lama. Pada suhu 15
o
C dibutuhkan penambahan
waktu sebanyak 7% dan pada suhu 10
o
C dibutuhkan penambahan 15% sedangkan pada suhu
5
o
C dibutuhkan penambahan waktu sebanyak 25%. Flokulasi yang dilakukan dengan gerak
lembut dengan putaran lambat. Pelaksanaannya kadang-kadang dibantu dengan pemasangan
slats (bilah) yang tidak berubah atau stator blades (penggerak pisau), diletakan antara
pergerakan pisau, membantu memecahkan putaran masa pada larutan dan meningkatkan
pencampuran. Tenaga yang diperlukan pada gerakan air selama flokulasi bisa diberikan
dengan putaran secara mekanik dan pneumatik, umumnya digunakan cara mekanik. Dahulu
yang digunakan pada flokulasi adalah baffle basin, walaupun nilai G dan GT dibatasi pada
saat ini tidak digunakan. Tingkat penyelesaian pada proses flokulasi tergantung pada
kemudahan dan kecepatan pengumpulan mikroflok menjadi partikel flok yang lebih besar
27

dan jumlah total partikel yang berbenturan selama flokulasi, dengan demikian tingkat
penyelesaian tergantung pada karakteristik flok, percepatan G, dan harga GT, yang berarti
harga GT yang dihubungkan dengan jumlah total benturan selama penggabungan dalam
proses flokulasi.
Harga GT yang tinggi menandakan jumlah benturan selama penggabungan/ pemgumpulan
juga tinggi, lebih akurat parameter adalah GCT, dimana C adalah perbandingan volume flok
dengan volume air total dalam flokulasi, jika percepatan dalam flokulasi juga besar, gaya
geser akan mencegah susunan flok lebih besar.
a. Energi yang Dibutuhkan
Dalam desain dari peralatan mixing untuk pengadukan cepat dan tangki flokulasi,
energi yang dibutuhkan untuk air dalam tangki baffel oleh sebuah pendorong/penggerak
digambarkan oleh persamaan dibawah untuk aliran turbolen dikembangkan oleh
Rushtoon:
P = K
T
(n)
3
(D
i
)
5

Dimana P = Daya, W
K
T
= impeller constant
n = rotational speed, revolutions/s
D
i
= impeller diameter, m
= density of liquid, kg/m
3

Pada tangki yang bukan baffle besarnya berkisar sama dengan seperenam dari yang
diprediksikan oleh persamaan ini. Harga dari impeller constant dicantumkan dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 3. Harga Dari Impeller Constant
Type of impeller K
T

Propeller, pitch of 1, 3 blades
Propeller, pitch of 2, 3 blades
Turbine, 6 flat blades, vaned disk
0.32
1.00
6.30
28

Turbine, 6 curves blades
Fan turbine, 6 blades at 45
o

Shrouded turbine, 6 curved blades
Shrouded turbine, with stator, no baffles
4.80
1.65
1.08
1.12

Daya yang dibutuhkan oleh pengadukan paddle memiliki fungsi menarik gaya pada paddle.
P =
2
) (
p D
v A C

Dimana P = daya yang diberikan, W
C
D
= coefficient of drag of paddle
= density of fluid, kg/m
3

A = cross-sectional area of paddle, m
2

V
p
= relative velocity of paddles with respect to fluid, m/s.
Untuk pengadukan pneumatic, daya yang diberikan sebesar
P = K Q
a
ln
33 . 10
33 . 10 + h

Dimana P = daya yang dibutuhkan
K = konstanta = 1.689
Q
a
= besar aliran gas pada tekanan atmosfer, m
3
/menit
h = tekanan udara pada titik pengisian, m
Untuk daya yang dibutuhkan oleh perlengkapan pengadukan statis dihitung sbb:
P = Q h
Dimana P = daya yang dibutuhkan, KW
= spesifik weigh of fluid, kN/m
3

29

Q = flow rate, m
3
/s
h = head loss melalui pengaduk, m

Banyak percobaan yang dihasilkan oleh peralatan pabrik dan operator plant untuk
menentukan susunan yang optimum ukuran paddle, jarak, kecepatan yang menentukan
kecepatan ujung paddle kira-kira 0,6-0,9 m/s mencapai turbulen penuh tanpa pemisahan flok.
Menurut Camp & Stein kedudukan dan pengaruh kecepatan dalam tangki koagulasi
pada berbagai tipe dikembangkan dengan menggunakan persamaan berikut dalam
perencanaan dan operasi sistem flokulasi.
F
D
=
2
2
Apv C
D

P =
2
3
Apv C
D

G =
uV
P

Dimana :
F
D
= Drag Force N (lb)
C
D
= koefisiensi drag pada flokulator paddle
A = luas paddle, m
2
(ft
2
)
P = berat jenis larutan, kg/m
3

v = kecepatan relatif paddle dalam larutan, m/s biasanya 0,7-0,8
P = power yang diperlukan, W (ft lb/s)
G = kecepatan gradien, l/s
V = Volume flokulator, m
3
(ft
3
)
U = kekentalan N s/m
2
(lb-s/ft
2
)
30

Pada persamaan di atas dengan waktu detensi secara teori td=V/Q batas
Gt
d
= V/Q
uV
P

u
PV
Q
1

Harga G pada detensi time kira-kira 15s.d 30 menit antara 20 s.d 75 per sekon, harga Gt
d

dilaporkan antara 10000 s.d 100000 menggunakan persamaan ini.
9. Sedimentasi ( Sedimentation )
Sedimentasi merupakan proses pengendapan partikel dari proses sebelumnya yaitu
proses koagulasi dan flokulasi. Sedimentasi dapat digolongkan menjadi proses fisik. Pada
umumnya efisiensi pengendapan pada sedimentasi sebesar 60 80 %.
Untuk bentuk bangunan sedimentasi, bangunan sedimentasi memiliki bentuk bangunan segi
empat dan melingkar. Perlengkapan bangunan sedimentasi adalah pipa inlet, pipa outlet dan
pipa pembuang Lumpur. Pemisahan material pada proses pengendapan dibagi menjadi 2,
yaitu :
1. Bila massa jenis partikel lebih besar dibandingkan dengan massa jenis air maka
pemisahan melalui sedimentasi.
2. Jika massa jenis partikel lebih kecil dibandingkan dengan massa jenis air maka
pemisahan melalui proses flotasi.
Sedimentasi adalah salah satu unit yang paling umum digunakan pada pengolahan air dan
air limbah, yang dikenal juga sebagai klarifier. Proses sedimentasi didesign untuk
menghilangkan partikel yang dapat diendapkan dengan cara gravitasi. Sedangkan peoses
flotasi digunakan jika pada sedimentasi proses pengendapan untuk partikel tidak mengendap
semua.
Proses sedimentasi dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. grit chamber (plain sedimentation)
2. tank sedimentasi ( klarifier)
Yang menjadi pertimbangan dalam mendesain bak sedimentasi adalah :
1. Proses pengolahan secara keseluruhan
2. Sumber air baku (kekeruhan rendah, sedang, tinggi)
3. Kecepatan pengendapan partikel
31

4. Kondisi iklim
5. Karakteristik geologi pada site plan
6. Tipe konfigurasi dari bak sedimentasi

Faktor-faktor yang menghambat dan menahan dari proses kecepatan pengendapan
dipengaruhi oleh :
a. Gesekan gerakan terhadap aliran air
b. Tubrukan dengan partikel lain.
Dalam sedimentasi umumnya dilakukan dengan cara gravity settling, yang dibedakan
menjadi 2 proses yaitu :
1. Klarifikasi
Dimana terlihat pemisahan partikel yang klarifier (dalam kondisi keruh), dimana
pengendapan secara tidak terhalang.
Setiap butir mempunyai besar dan kecepatan tersendiri sehingga menyebabkan
pemisahan tertentu pada masing-masing partikel dan satu persatu ukuran partikel diskret
yang terpisahkan. Dapat dalam keadaan laminar dan turbulen.
2. Thickening
Pengendapan dimana dihadapkan pada partikel sebagai suatu body, dengan membentuk
zone yang mengendap bersama-sama dan dalam keadaan tertekan (compression). Diskrit
adalah partikel yang mempunyai berat, ukuran tersendiri sehingga dapat mengendap
secara tidak terhalang, tidak berubah bentuk dalam mengendap. Type pengendapan
dibedakan menjadi 4 antara lain :
1. free settling
2. flocculated free settling
3. zone settling
4. settling

Type pengendapan I (Free settling)

Teori pengendapan yang ideal oleh Camp (1946) diasumsikan sebagai berikut :
1. Pengendapan type I dinamakan sebagai pengendapan partikel diskret
32

2. Adalah pembagian yang sama pada aliran masuk pada kolam
3. Adalah pembagian yang sama pada aliran keluar
4. Ada 3 bagian dalam kolam yaitu :
a. Daerah masuk
b. Daerah keluar
c. Daerah endapan
5. Adalah pembagian yang beragam dari partikel melalui kedalaman dari daerah masuk
6. Partikel yang masuk daerah endapan, diendapkan dan partikel yang masuk daerah
outlet dipisahkan.
Masing-masing partikel terdistribusi, dimana tiap partikel mempunyai Vs, apabila:
1. Suatu partikel yang mempunyai kecepatan V>Vs, diendapkan seluruhnya
2. Suatu partikel yang mempunyai kecepatan V<Vs, diendapkan sebagian

Vo adalah kecepatan pengendapan ukuran partikel terkecil yang dipisahkan secara
keseluruhan. Kecepatan horizontal partikel adalah V=Q/A, dimana Q =: debit; A = luas
permukaan.
a. Persamaan untuk bentuk bak sedimentasi persegi panjang
Bila ukuran partikel masuk kolam yang mempunyai kecepatan dan melintasi daerah
endapan, maka detention time t = H/Vo dimana H adalah kedalaman, Vo adalah
kecepatan pengendapan, atau t =L/V, dimana L adalah panjang kolam, V adalah
kecepatan horizontal. Dari persamaan diatas akan didapatkan :
t =
A Q
L
/
=
Q
LxA
=
Q
V
; V = Volume
t =
Vo
H
dan t =
Q
V

Q
LxA
Vo
H
= Vo = Q/A
p
= overflow rate ( gal/day-ft
2
)
A
p
= luas kolam
33

Persamaan di atas menunjukkan overflow rate equivalen dengan kecepatan pengendapan
pada ukuran partikel terkecil yang dipisahkan seluruhnya. Dasar-dasar tersebut di atas dapat
digunakan untuk kolam bentuk bulat kecepatan horizontal :
V =
RH
Q
t 2


Q
HVo
r
h
V
Vo
r
h t
o
o
o
o 2
= =
| |
} }
= =
H ro
r
r
Q
Vo
h rdr
Q
HVo
dh
0 1
2 /
2 2 t t

| |

t
A
Q
Vo
Q
Vo HA
h r ro
Q
HVo
h = = =
2 2
1
Kedalaman ideal untuk kolam segiempat atau kolam bulat H = Vo.t, dimana Vo = overflow
rate yang dipandang sebagai kecepatan, ini dapat ditunjukkan pada overflow rate 100
gal/day-ft
2
sama dengan kecepatan pengendapan 0.555 ft/hr, juga kecepatan pengendapan
pada 1.0 cm/sec = 21.20 gal/day-ft
2
, dengan menggunakan harga konversi, kecepatan
pengendapan pada beberapa overflowrate dapat ditentukan.
Semua partikel dengan kecepatan pengendapan V
1
>V
0
akan dipisahkan 100 % yang mana
kecepatannya yang melintasi zone endapan, pada partikel dengan kecepatan V
2
<V
0
fraksi
yang dipisahkan.

0
2 2
2
0
2
2
2
2
V
V
H
H
R
V
V
atauR
H
H
R = = = =
Banyak variasi ukuran partikel yang ada dalam partikel tersuspensi, dengan demikian
lebih dari satu evaluasi range kecepatan pengendapan dalam menentukan berbagai pemisahan
pada penentuan kecepatan pengendapan atau overflow rate yang diberikan, ini memerlukan
analisa percobaan yang biasanya menggunakan coulumn pengendapan.
Dalam batch settling coulumn, sample withdrawn pada bervariasi waktu dan
kedalaman dan konsentrasi solid ditentukan. Pada analisa dengan cara yang sesuai dengan
batas curve kecepatan pengendapan.
34

Total partikel yang dipisahkan pada kecepatan Vo partikel yang dipisahkan
}
+ VdF
Vo
Fo
1
) 1 ( dimana : 1-Fo = Fraksi dari partikel dengan V > Vo

}
= VdF
Vo
1
Fraksi dari partikel V<Vo
Secara ringkas teori kolam pengendapan yang ideal adalah pemisahan suspended solid adalah
fungsi dari overflow rate atau kecepatan pengendapan rencana Vo, detention time t, dan
kedalaman. Meskpun teori analisis kolam pengendapan yang ideal diberikan cara rasional
pada desain tangki pengendapan, pada beberapa kasus ada yang memuaskan.
Type pengendapan II Pengendapan Partikel Flok (Flocculated free settling)

Adalah pengendapan partikel flok dalam dilute suspension, selama pengendapan
partikel flok, makin besar dan makin padat kecepatannya makin besar. Contoh: pengendapan
primer pada air buangan dan pengendapan dengan koagulan pada air atau air buangan. Batch
settling test biasanya diperlukan untuk mengevaluasi karakteristik pengendapan flok terlarut.
Diameter kolam terkecil 5 8 inch (12-20 cm) untuk mengurangi pengaruh sidewall dan
tinggi yang terkecil sama dengan kedalaman kolam pengendapan, interval lubang sama
tingginya (jaraknya). Larutan yang dicampur terus dan dituangkan secara cepat ke dalam
coulumn untuk menjamin pembagian yang merata pada partikel yang terjadi melalui
ketinggian coulumn test yang mewakili harus memberi tempat di bawah kondisi tenang,
perubahan temperature tidak lebih 1C. Sample yang dipisahkan melalui lubang secara
periodic interval waktu dan ditentukan konsentrasi suspended solid, prosentase pemisahan
dihitung tiap sample dapat mengetahui konsentrasi suspended solids dan konsentrasi sample,
prosentase pemisahan diploting dalam grafik antara waktu dan kedalaman dari beberapa
sample, interpolasi antara titik ploting dan curve sama dengan % pemisahan RA, RB dan
seterusnya.
Kecepatan aliran pengendapan Vo ditentukan pada berbagai waktu pengendapan t
a
, t
b

dan seterusnya dimana R curve memotong absis x.
Type pengendapan III (Zone Settling atau Hinderred Settling)
Adalah pengendapan partikel pada konsentrasi menengah, dimana energi partikel
yang berdekatan akan saling memecah sehingga menghalangi pengendapan partikel flok,
35

partikel yang tertinggal pada posisi yang relative tetap dan semua mengendap pada kecepatan
konstan, menghasilkan zone pengendapan massa partikel. Pada puncak pengendapan massa,
akan dapat membedakan solid liquid interface antara massa partikel dan pengendapan liquid.
Sebagai contoh pengendapan yang terjadi pada kedalaman menengah (tengah-tengah) dalam
final clarifier pada proses activated sludge.
Type pengendapan IV (Compression Settling)
Adalah pengendapan partikel sebagaimana partikel yang bersentuhan pada
konsentrasi tinggi dan pengendapan dapat terjadi hanya karena compressi dari pemampatan
massa.
Fi = (s - ) g V (1)
Fi = impelling force
s = massa jenis partikel
= massa jenis fluida
g = percepatan gravitasi
V = volume partikel
= 1/6 t d
3

hukum Newton menuliskan hubungan gaya gesekan sebagai berikut :
Fd = Cd . A. / ( 2. v
2
) (2)
Dimana, Fd = gaya gesekan
Cd = koefisien gesekan
A = luas penampang partikel = t d
2

d = diameter partikel
v = kecepatan mengendap partikel
dari 2 persamaan di atas didapat
v =
4 / 1
.
) (
. .
3
4
(


d
s
Cd
g


(3)
36

Koefisien Reynold ( Reynold Number )
R =
v
d v. .
, R dimana reynold Number (4)
= viskositas absolut cairan
Hukum stokes
Fd = 3 . t v. v .d (5)
Dari persamaan (2) dan (5) didapt
Cd =
d v
v
. .
. 24


Dan dengan memasukkan persamaan (4) didapat
Cd =
R
24

Maka persamaan umum untuk kecepatan mengendap partikel, adalah :
V =
2
). .(
8
.
18
1
d s
v

Dimana , v = kecepatan mengendap , cm/det
G = percepatan gravitasi , cm
2
/det
v = viskositas absolut cairan, cm
2
/det
s = mas jenis partikel
= masa jenis air
d = diameter partikel, cm
Tabel 4. Harga Viskositas Air
Temperatur
(C)
0 5 10 15 20
37

Viskositas
(centistokes)
1,79 1,52 1,31 1,15 1,01
1 centistokes = 10
-2
cm
2
/det
Disain Bak Sedimentasi
Dalam perencanaan bak sedimentasi didasari oleh beberaa asumsi, yaitu:
a. Air yang berada dalam zone sedimentasi adalah tenang tanpa terjadi gangguan, dan
penguruan terjadi terjadi pada zone pengendapan.
b. Aliran air adalah steady ( lunak ) dan semua partikel didistribusikan secara merata pada
penampang bak secara tegak lurus.
c. Partikel mengendap pada zone lumpur.

Pada bak sedimentasi ini dikenal beberapa zone, yaitu :
Zone inlet
Zone inlet didesain sedemikian rupa sehingga air baku dapat masuk ke zone
pengendapan tanpa menimbulkan gangguan terhadap partikel yang mengendap. Air
didistribusikan secara uniform dan merata sepanjang bak pengendapan.
Zone pengendapan
Partikel yang mengendap pada zone pengendapan dipengaruhi oleh dua gaya, yaitu
aliran air itu sendiri dan gaya gravitasi. Aliran horizontal air menyebabkan partikel bergerak
arah horizontal, sedangkan gaya gravitasi menyebabkan partikel bergerak ke arah vertikal ke
bawah. Resultan dari kedua arah gerakan tersebut menyebabkan partikel dapat mengendap ke
zone lumpur.
Dalam proses pengolahan air dengan bak sedimentasi, air baku dialirkan dengan tenang agar
zat tersuspensi dapat mengendap secara gravitasi. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila
dipenuhi hubungan matematis berikut ini.
v
H
V
L
> dimana,
L = panjang zone pengendapan, m
H = kedalaman air pada zone pengendapan, m
38

V = kecepatan horizontal air , m/detik
v = kecepatan pengendapan partikel, m/detik
Waktu yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir dari awal zone penegndapan sampai air
untuk mengalir dari awal zone tersebut dinamakan waktu detensi (detention time), yaitu
waktu yang dibutuhkan oleh air selama berada di zone pengendapan. Dalam waktu detensi ini
partikel seluruhnya sudah mengendap dalam zone lumpur. Secara teoritis detention time
diformulasikan sbb:
detention time, td (detik) = volume bak, C (m
3
)
debit aliran, Q (m
3
/detik)
Di dalam prakteknya, waktu detensi diambil lebih besar dari waktu detensi teoritis, oleh
karena kelakuan air yang kadang-kadang dapat mengalir lebih cepat dari yang direncanakan.
Debit aliran per unit area permukaan bak pengendap disebut beban permukaan (surface
loading). Kecepatan mengendap partikel adalah sama dengan beban permukaan, dan ini
berarti bahwa tidak ada ketergantungan dengan kedalaman bak sedimentasi. Atas dasar ini
maka dapat direncanakan zone pengendapan sehingga partikel-partikel yang diinginkan dapat
diendapkan pada dasar bak.
Zone lumpur
Zone lumpur dalam bak penegndap direncanakan sedemikian rupa sehingga lumpur partikel
dapat terkumpul, kemudian dibuang dapat sewaktu-sewaktu.
Zone outlet
Pada prinsipnya zone outlet ini didesain sebagaimana zone inlet, sehingga air dapat
dikeluarkan dari bak pengendap tanpa menimbulkan gangguan pada proses pengendapan.
Tipe bak sedimentasi
a. Rectanguler tanks (bak segi empat)
Bak sedimentasi jenis ini direncanakan berbentuk segi empat dan kadang-kadang memiliki
bafel-bafel yang berfungsi untuk memperbesar beban permukaan, untuk mengurangi
kecepatan aliran air, dan juga berfungsi untuk menghindari adanya aliran pendek. Untuk
memungkinkan pengeluaran lumpur endapan maka dasar bak dibuat dengan kemiringan
39

tertentu. Pengeluaran lumpur dapat menggunakan prinsip hidrostatik melalui pipa outlet
lumpur
b. Circular Tanks
Circular tanks dapat dibedakan dua macam berdasarkan pada aliran air yang masuk ke
dalam tanks, yaitu :

1. Radial Flow Circular Tanks
Air masuk melalui pipa inlet yang diletakkan di pusat tangki pengendap, kemudian oleh
deflektor air dialirkan ke arah radial-horizontal menuju tepi tanki pengendap (outlet).
Lumpur endapan mengumpul di pusat tangki (pengumpulan dilakukan dengan
menggunakan scraper)
2. Circumferential Flow Circular Tanks
Air baku masuk ke dalam tanki pengendap melalui beberapa celah inlet. Kemudian oleh
lengan pemutar, air yang masuk dialirkan (didorong) ke sekeliling lingkaran tanki bak
pengendap. Bersamaan dengan itu lumpur endapan dapat mengendap ke dasar bak dan
terkumpul dalam zone lumpur, sedangkan air bersih masuk ke dalam outlet tanki
pengendap.
c. Hopper Botton Tanks
Tipe bak pengendap ini disebut juga vertikal flow tanks,s ebab air baku dialirkan secara
vertikal (baik ke bawah ataupun ke atas). Pada pusat tanki bak diletakkan deflektor,
kemudian air turun ke bawah serta keluar lagi dari deflrktor menuju outlet. Partikel
suspensi akan mengumpul pada zone lumpur sewaktu aliran ke bawah. Pada saat aliran ke
atas , partikel-partikel suspensi tidak akan ikut aliran air ke atas, oleh karena partikel
lumpur memiliki berat jenis yang lebih besar daripada air.
Lumpur endapan dapat dikeluarkan melalui pipa outlet dengan prinsip hidrostatik. Air yang
sudah bersih dari suspensi dikumpulkan oleh peluap-peluap yang diletakkan di bagian atas
bak pengendap, selanjutnya air dialirkan keluar melalui outlet yang berada pada sisi bak
pengendap tersebut.

10. Penyaringan ( Filtration )
40

Filtrasi adalah pemisahan solid liquid yang mana liquid lewat melalui media porous
atau material lain jika mungkin untuk memisahkan suspended solid yang lebih halus. Ini
digunakan dalam pengolahan air untuk menyaring air yang diendapkan dan dengan koagulasi
yang menggunakan bahan kimia untuk menghasilkan kualitas air minum yang baik. Filter
yang digunakan dalam pengolahan air buangan adalah :
1. Effluen sekunder (kedua) tanpa pengolahan
2. Effluen sekunder (kedua) dengan pengolahan secara kimiawi
3. Air buangan yang diolah secara kimiawi
Filter (saringan) bisa dikelompokkan sesuai dengan type media yang digunakan antara
sebagai berikut :
1. Single-medium filter (saringan satu media)
Saringan yang menggunakan satu macam media, biasanya pasir atau crushed anthracite
coal.
2. Dual-media filter (dua media saringan)
Saringan ini menggunakan dua media, biasanya dengan pasir dan crushed anthracite
coal.
3. Multi-media filter (banyak media)
Saringan yang menggunakan tiga macam media, biasanya pasir atau crushed anthracite
coal dan gamet.
Ketiga type tersebut yang digunakan dalam pengolahan air, tetapi dua-media dan multi-media
yang lebih popular. Dalam pengolahan air buangan tertier dan lanjut hampir semua
penyaringan dengan dua-media atau multi-media.
Yang terpenting dari penyaringan adalah sama dengan filter yang digunakan pada
pengolahan air buangan atau air dan juga struktur, peralatan dan kelengkapan filter dan cara
operasi dan pelayanan kedua type hampir sama.
Pada unit sedimentasi, partikel-partikel suspensi diendapkan dalam prosentase yang
besar, namun demikian masih diperlukan suatu unit pengolahan untuk menyempurnakan
penurunan kadar-kadar kontaminan seperti bakteria, warna, rasa,bau dan Fe sehingga
diperoleh air yang bersih memenuhi standar kualitas air minum. Unit operasi yang dimaksud
disini adalah filtrasi.
41

Filter atau saringan dibedakan menjadi 2 macam yaitu saringan pasir lambat dan
saringan pasir cepat. Saringan pasir cepat mempunyai keuntungan-keuntungan yang lebih
banyak dibandingkan saringan pasir lambat. Filter juga dapat diklasifikasikan berdasar cara
pengaliran yaitu gravity filter dan pressure filter.
Prinsip Filtrasi
Dalam proses filtrasi dapat dihilangkan bakteri,warna,bau, rasa serta Fe sehingga air
menjadi bersih. Proses yang terjadi pada filter adalah :
a. Penyaringan mekanis
Proses ini dapat terjadi pada filter cepat maupun filter lambat. Media yang digunakan
adalah pasir yang mempunyai pori-pori cukup kecil. Dengan demikian partikel-partikel
yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari ruang antar butir pasir akan semakin
diperkecil oleh partikel-partikel yang tertahan pada media filter. Pada filter ini flok-flok
yang terendapkan pada sedimentasi akan tertahan pada lapisan teratas pasir membentuk
lapisan penutup yang selanjutnya akan menahan partikel-partikel yang mempunyai ukuran
kecil.
b. Pengendapan
Proses ini hanya dapat terjadi pada filter lambat. Ruang antar butir media pasir
berfungsi sebagai bak penegndap kecil. Partikel-partikel yang mempunyai ukuran kecil
sekalipun, serta koloidal-koloidal dan beberapa macam bakteri akan mengendap dalam
ruang antar butir dan melekat pada butir pasir efek fisika (adsorpsi)
c. Biological Action
Proses ini hanya terjadi pada filter lambat juga. Suspensi-suspensi yang terdapat
dalam air mengandung organisme-organisme seperti algae, dan plankton yang merupakan
bahan makanan bagi jenis-jenis mikroorganisme tertentu. Organisme-organisme tersebut
membentuk lapisan di atas media filter yang disebut dengan lapisan lendir filter. Dengan
adanaya lapisan lendir filter ini maka mikroorganisme yang terdapat dalam air akan
tertinggal di situ, sehingga air filtrat tidak mengandung mikroorganisme lagi
Pasir Filter
Pasir filter yang dipergunakan dalam filter harus bebas dari lumpur, Kapur dan unsur-
unsur organik. Pasir harus keras. Jika dimasukkan ke dalam asam klorida selama 24 jam tidak
42

akan kehilangan berat lebih dari 5 %. Pasir yang sangat halus akan lebih cepat mampat tetapi
jika terlalu besar maka suspensi/partikel halus akan lolos. Oleh karena itu ukuran butir pasir
filter harus diseleksi lebih dahulu.
Media Penahan Filter
Pasir yang dipergunakan dalam filter ditahan oleh media penahan filter yang
umumnya dibuat dari lapisan kerikil. Media penahan ini berfungsi untuk menahan pasir dan
menyebarkan aliran filtrat ke dalam sistem drainase serta aliran pencuci pasir. Kerikil yang
dipergunakan untuk media penahan filter harus bersih, keras, tahan lama dan bulat-bulat
Saringan Pasir Lambat
Pada saringan pasir lambat air baku dari bak sedimentasi masuk ke saringan pasir
melalui inlet, kemudian didistribusikan secara merata ke permuakan media penyaring tanpa
menimbulkan gangguan. Apabila filter telah mencapai kehilangan tekanan maksimum, maka
operasi filter dihentikan untuk selanjutnya filter dicuci/dibersihkan. Pencucian dilakukan
dengan cara mengambil media filter bagian paling atas setebal 3-5 cm untuk di cuci di luar
filter.
Tujuan pokok dalam penyaringan ini adalah menghilangkan bakteri dan partikel
suspensi yang terbawa dalam air. Efisiensi saringan pasir lambat cukup besar, kurang lebih
98% sampai 99% bakteri dapat tertahan sedangkan partikel-partikel suspensi hampir 100%.
Slow sands filter juga menghilangkan efek bau,rasa dan warna. Namun untuk bakteri patogen
tidak dapat tertahan dalam filter lambat, karena itu setelah operasi filter ini masih diperlukan
proses disinfeksi. Sehubungan dengan kecepatan filtrasi yang relatif lambat,maak dimensi
bak filter memerlukan areal yang cukup luas.
Saringan Pasir Cepat
Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan cara backwash. Pertama-tama aliran
inlet ditutup dan air dalam filter dibuang sampai beberapa cm di bawah lapisan pasir teratas.
Kemudian selama kurang lebih 2-3 menit filter ditiup dengan udara untuk
melepaskan/memebersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada apsir. Kemudian
dilakukan pembersihan dengan backwash, kotoran-kotoran ataupun endapan suspensi yang
tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan bersama air pencuci dikeluarkan melalui
gutter.
43

Proses pencucian filter dilakukan samapi media filter menjadi bersih. Pencucian
biasanya dilakukan setelah 24 jam beroperasi dan emmerlukan waktu pencucian selama
kurang lebih 10 menit. Selama pencucian pasir terekspansi kurang lebih 50 %. Pencucian
filter juga dapat dikombinasikan dengan pencucian permukaan filter dengan menggunakan
nozzle. Kecepatan penyemprotan nozzle kurang lebih 270 L/m
2
/menit, dengan tekanan antara
0,70-1,1 kg/cm
2
. Dengan kombinasi ini, hasil pencucian filter dapat lebih bagus dan jumlah
air yang diperlukan untuk mencuci filter dapat lebih sedikit.


Sistem Drainase
Pada dasar filter diletakkan suatu sistem drainase. Sistem ini berfungsi untuk
mengumpulkan filtrat serta meratakan aliran pencuci selama backwash. Sistem drainase yang
umumnya digunakan adalah sebagai berikut :
Vitrified Tile Blocks (Leopold Block )
Sistem ini terdiri dari seperangakat blok-blok yang berlubang-lubang (orifice) dimana air
filtrat masuk melaluinya. Blok blok tersebut diletakkan pada dasar filter lapisan bawah
kerikil.
Tabel 5. Perbandingan Slow dan Rapid Sand Filter
Parameter Slow Sand Filter Rapid Sand Filter
Area Filter
Ukuran Pasir

Air Baku

Kecepatan Filtrasi
Distribusi Pasir
Periode Pencucian
Metode Pencucian
Sangat luas
ES = 0,2 - 0,4 mm
UC = 2 - 4 mm
Tidak perlu pengolahan
pendahuluan
100-180 L/m
2
/jam
tercampur
Relatif kecil
ES = 0,36 0,6 mm
UC = 1,2 1,8
Perlu Pengolahan
pendahuluan
40005000 L/m
2
/jam
kecil ke besar
44


Kehilangan Tekanan
1 3 bulan
pengerukan lap. atas
35 cm
15 75 cm
24 48 jam
back washing

2 4 m
Sumber : Rancangan Instalasi Pengolahan Air Minum Kota Ciamis

Gambar 3. Saringan Pasir Lambat dan Saringan Pasir Cepat
(Sumber : Fair & Geyer, 1986 hal 27 - 2)

11. Resevoir
Bangunan reservoar umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada ketinggian
yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh daerah konsumen.
Reservoar dapat digunakan untuk :
a. Menyimpan air pada waktu kebutuhan lebih kecil dari kebutuhan rata-rata
b. Menyalurkan air pada waktu kebutuhan lebih besar dari kebutuhan rata-rata
c. Memberikan waktu kontak desinfektan yang cukup bila diperlukan
Reservoar dapat dibedakan berdasarkan posisi penempatannya, yaitu :
a. Ground Reservoar
Yaitu reservoar yang penempatannya pada permukaan tanah
45

b. Elevated Reservoar
Reservoar yang penempatannya di atas menara



2.7. Unit Proses Pengolahan Air Minum
1. Adsorpsi ( Adsorption )
Adsorpsi adalah proses fsika dan kimia yang merupakan substansi terakumulasi pada suatu
interface.Adsorpsi larutan yang lemah terjadi ketika konsentrasi adsorbat dalam air cukup
kecil.(Montgomery,1985;hal 175)
Dalam pengolahan air adsorpsi sering dimanfaatkan untuk menghilangkan bau, rasa,
dan warna. Kecuali itu juga dimanfaatkan untuk menyisihkan materi organic dan materi
toksik.
Senyawa organik yang tidak dapat dipisahkan secara konvensional seperti yang telah
dikemukakan di atas dapat dihilangkan melalui proses adsorpsi, menggunakan karbon aktif.
Karbon aktif diperoleh dengan cara membakar kayu, lignit, batu bara, tulang, residu minyak
tanah, atau kulit kacang agar diperoleh suatu bahan residu yang permukaannya luas.
Karbon yang diaktifkan dapat berupa tepung yang biasanya dicampurkan sebelum
filtrasi atau dalam bentuk butiran dalam lapisan filter. Karbon ini harus mengalami regenerasi
dengan pemanasan hingga kira-kira 1000
o
C. Untuk memperoleh hasil optimum, kandungan
bahan padat terapung residual di dalam aliran air masuk haruslah rendah. Oleh sebab itu
adsorpsi karbon aktif biasa dilakukan setelah filtrasi.
Rumus empiris keseimbangan adsorpsi dalam konsentrasi larutan yaitu :
Freundlich
n
e
KC X
m
x
/ 1
= =
(Reynolds, 1982 hal 188)
x = masa larutan adsorbed
m = masa adsorbent
C
e
= konsentrasi keseimbangan larutan (masa/volume)
46

K,n = konstanta percobaan

Langmuir
e
e
KC
aKC
X
m
x
+
= =
1
(Reynolds, 1982 hal 189)
a = masa adsorbed hingga dicapai absorbent jenuh.
Mekanisme Adsorpsi
Adsorpsi zat ke adsorbent terjadi karena ada gaya-gaya yang menarik adsorbat ke
permukaan padatan dari larutan.Secara alternative seseorang dapat melihatnya secara
termodinamika seperti kasus dimana adsorbat mempunyai energi bebas yang lebih rendah
pada permukaan daripada saat di larutan.Selama keadaan setimbang adsorbat diarahkan ke
permukaan ke tingkat energi yang lebih rendah dimana hal ini mengacu pada hokum kedua
termodinamika.Mekanisme dimana adsorbat ditarik ke permukaan padatan dan larutan dapat
dilakukan secara fisik atau kimia.(Montgomery,1985;hal 188)
Karbon aktif dapat digunakan untuk deklorinasi dari air.Klorin bebas (HOCl) bereaksi
dengan karbon di permukaan terbentuk H
+
,Cl
-
dan oxide di permukaan.NH
2
Cl bereaksi
dengan karbon aktif tetapi lebih lambat daripada HOCl.(Montgomery,1985;hal 188).

2. Pertukaran Ion ( I on Exchange)
Pada prinsipnya, ion exchange merupakan reaksi kimia antatra ion dalam phase cairan
dan phase padat. Material ion exchange yang pertama digunakan adalah pasir berpori atau
zeolite yang digunsksn untuk pelunakan.
Penggunaan prinsip ion exchange antara lain dapat dimanfaatkan untuk :
a. softening
b. demineralisasi
c. desalting
d. ammonia removal
e. pengolahan logam berat dalam alir limbah
f. pengolahan limbah radioaktif

Penggunaan ion excahange adalah untuk :
47

a. menghilangkan/penukaran ion sodium dengan ion magnesium dan calsium,
b. menghilangkan anion dan kation dalam air,
c. zeolite, clinoptilolite, dapat digunakan untuk menghilangkan ammonia

Reaksi penukaran ion dengan zeolite pada softening :
Ca
+2
+ 2Na.Ex Ca.Ex
2
+ 2Na
+1

Ca.Ex
2
+ 2Na
+1
2Na.Ex + Ca
+2

Mg
+2
+ 2Na.Ex Mg.Ex
2
+ 2Na
+1

Mg.Ex
2
+ 2Na
+1
2Na.Ex + Mg
+2


Reaksi demineralisasi dalam air :
Kation ( dengan menghasilkan ion hidrogen )
M
+x
+ xH.Re M.Re
x
+ xH
+1

M
+
= cation
x = valensi
Setelah air lolos dari kation exchange, maka selanjutnya akan ada reaksi lagi yaitu anion
exchange dengan menghasilkan ion hidroksil.
Anion
A
-z
+ zRe.OH Re
z
.A + zOH
-1

A
-
= anion
z = valensi
Kesetimbangan massa pada ion exchange :

+
+
=
+
+
1 2
2 1
. Re
. Re
1
2
M M
M M
K
M
M

=
solution solid
M
M
M
M
(

1
2
2
1
dimana
48


K
M
M
+
+
1
2
= kesetimbangan massa
3. Desinfeksi ( Desinfection )

Desinfeksi adalah perusakan/pemberantasan mikroorganisme patogen dan non
patogen yang berupa virus, bakteri dan protozoa. Zat kimia yang digunakan pada proses
desinfeksi disebut desinfektan. Menurut Green dan stummpf perusakan mikroorganisme oleh
desinfektan misalnya klorin karena desinfektan tersebut mampu bereaksi dengan enzim yang
essensial untuk proses metabolisme sel hidup. Sel sel ini akan mati ketika enzim enzim
tersebut diinaktivasi. Perusakan enzim juga lewat radikal bebas. Desinfeksi secara umum
dikelompokkan dengan bebarapa cara konvensional yaitu menggunakan zat kimia sebagai
desinfektan, ozon, iradiasi ultraviolet, iradiasi gamma dan cahaya berkas elektron.
Desinfeksi secara konvensial
a. Senyawa yang bersifat oksidator. Yang termasuk senyawa oksidator adalah halogen,
kalium permanganat, hidrogen peroksida dan klordioksida.
b. Ion logam.
c. Alkali dan asam. Bakteri patogen tidak dapat hidup di dalam air yang sanagt asam
maupun absa yaitu pada pH > 11 atau pH < 3
d. Senyawa kimia aktif permukaan. Surfaktan dapat digunakan sebagai disinfektan.
Diantara hal hal tersebut senyawa klorinlah yang paling sering digunakan. Senyawa klorin
tersebut antaar lain asam hipoklorit (HOCL) , ion hipoklorit (OCL) dan molekul klorin.
Diantara senaywa klorin tersebut asam hipokloritlah yang paling efektif karena mampu
menembus dinding mikroorganisme. Didalam air asam hipoklorit akan berdisosiasi
membentuk ion hipoklorit.
HOCL OCl
-
+ H
+

Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan. Jika didalam air sangat asam (pH rendah ) maka
kesetimbangan akan bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi HOCL didalam larutan tinggi dan
sebaliknya. Kenaikan pH menyebabkan persentasi asam hipoklorit dalam air menurun dan
persentasi ion hipoklorit di dalam air meningkat. Penurunan pH dari 7,6 ke pH 6,5 mampu
menaikkan daya inaktivasi sampai 150 %.
Air yang didisinfeksi dengan klor sebaiknya bebas dari senyawa ammonia. Hal ini karena
adanya ammonia menyebabkan terjadinya senyawa nitrogen triklorida (NCl
3
) atau dikloramin
49

(NHCl
2
)

yang sangat berbau, jika dosisnya tidak tepat dan belum mencapai titik balik ( break
point ) klorinasi. Reaksi yang terjadi :
NH
4
+
+ HOCl NH
2
Cl + H
2
O + H
+

NH
2
Cl + HOCl NHCl
2
+ H
2
O
NHCl
2
+ HOCl NCl
3
+ H
2
O
2NHCl
2
+ HOCl N
2
+ 3HCL + H
2
O
Klor sisa setelah tercapai break point itulah yang sering digunakan dalam air untuk proses
disinfeksi. Denagn demikian maka dosis klor menajdi terlalu tinggi. Penggunaan klor yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan terbentuknya senyawa ttihalometan ( merupakan hasil
klorinasi dari sisa material humat ) dan organoklorin dan senyawa senyawa ini bersifat
karsinogenik.
Desinfeksi Air Dengan Ozon
Ozon adalah pengoksidasi kuat sehingga mampu melakukan pengrusakan bakteri
antara 600 sampai 3000 kali lebih kuat dari pada klorin. Disamping itu penggunaan ozon
untuk desinfeksi tidak dipengaruhi oleh pH air, sedangkan klorin sangat tergantung pada pH
air. Prinsip mekanisme produksi ozon adalah eksitasi dan percepatan elektron yang tidak
beraturan dalam medan listrik tinggi. O
2
yang melewati medan listrik yang tinggi berupa arus
bolak-balik akan menghasilkan lompatan elektron yang bergerak dari elektroda yang satu ke
elektroda yang lain. Jika elektron mencapai kecepatan yang cukup maka elektron ini dapat
menyebabkan molekul oksigen spliting ke bentuk atom oksigen radikal bebas. Atom-atom ini
kemudian bergabung dengan molekul O
2
membentuk O
3
(ozon)
O
2
20*
20
8
+ 1/20 O
3

O
3
+ H
2
O HO
*
2
+
*
OH + H
+

Desinfeksi Air Dengan Ultraviolet
Dapat berlangsung melalui 2 cara yaitu cara langsung dan interaksi tidak langsung.
Pada interaksi langsung sinar uv berperan sebagai desinfektan. Daerah yang berperan penting
50

dalam efek germicial adalah pada uv-ac, yaitu pada 280-220 nm. Sinar uv dalam area ini
merupakan area yang mampu mematikan semua mikroorganisme .
Proses desinfeksi dengan memanfaatkan iradiasi uv melalui interaksi tidak langsung
yaitu dengan digunakannya zat pengoksidasi H
2
O
2
atau semikonduktor (TiO
2
). Interaksinya
sebagai berikut
hv
H
2
O
2
OH
-
+ OH + HO
2
+ H
+
254 nm
Sinar uv mengeksitasi zat pengoksidasi menghasilkan radikal bhidroksil (OH) dan super
hidroksil (HO2). Interaksi radiasi denagn semikonduktor akan menyebabkan elektron dari
pita valensi lompat ke pita konduksi. Akibat perpindahan ini akan berbentuk lubang positif
(h
+
) dan elektron pada pita konduksi (e
-
).
hv
TiO
2
TiO
2
(e
-
) + TiO
2
(h
+
)
Desinfeksi Air Dengan Menggunakan I radiasi Gamma dan berkas Elektron
Yang termasuk radiasi pengion disini adalah sinar gamma dan partikel beta atau elektron
bertenaga tinggi. Sinar gamma dihasilkan oleh isotop Cobalt-60, dimana isotop ini meluruh
menghasilkan isotop stabil Nikel-60

60
Co
60
Ni +
Temperatur, senyawa organik dan pH berpengaruh terhadap proses klorinasi. Peningkatan
suhu akan menghasilkan pembunuhan bakteri yang lebih cepat. Jika senyawa organik
terdapat dalam air disinfektan akan bereaksi dengan senyawa organik ini dan kemuadian akan
mengurangi konsentrasi disinfektan yang efektif. Pada pH tinggi direkomendasikan memakai
ozon dan uv .
Desinfeksi dengan Pemanasan
Air dipanaskan / dididihkan selama 15-20 menit. Dengan pendidihan ini bakteri patogen akan
mati. Metoda ini umumnya diterapkan secara individual.
Desinfeksi dengan Pembubuhan Bahan Kimia
51

Proses desinfeksi dengan metode ini adalah dengan mencampurkan suatu zat kimia
(desinfektan) ke dalam air kemudian membiarkan dalam waktu yang cukup untuk
memberikan kesempatan kepada zat kimia tersebut untuk berkontak dengan bakteri.
Disinfeksi air minum yang sering dilakukan yaitu dengan memanfaatkan klorin. Reaksi yang
terjadi pada pembubuhan klorin yaitu :
Cl
2
+ H
2
O HOCl + Cl
-
+ H
+

HOCl OCl
-
+ H
+

Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfeksi adalah (Montgomery, 1985 hal 263):
a. Waktu kontak
b. Konsentrasi desinfektan
c. Jumlah mikroorganisme
d. Temperatur air
e. PH
f. Adanya senyawa lain di dalam air

Desinfektan
Syarat-syarat desinfektan yaitu :
a. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen dalam air
b. Dapat membunuh kuman yang dimaksud dalam waktu singkat
c. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah dalam operasinya.
d. Air tidak boleh menjadi toksik setelah didesinfeksi.
e. Dosis diperhitungkan agar mempunyai residu atau cadangan untuk mengatasi adanya
kontaminasi di dalam air.
Bahan kimia yang dapat digunakan untuk desinfeksi antara lain :
a. Zat pengoksidir seperti klor, brom, iod, kalium permanganat dsb.
b. Metal ion seperti ion perak dan ion tembaga
c. Garam-garam alkali, asam seperti soda.

Klorinasi
52

Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang terbebaskan
dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel
bakteri sehingga rusak.
Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa chlor, selain oleh
oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa chlor yang bereaksi dengan
protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan
reaksi kimia antara asam hipoclorous dengan enzim pada sel bakteri sehingga
metabolismenya terganggu. Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah
hipoclorit dari kalsium dan natrium, kloroamin, klor dioksida, dan senyawa komplek dari
klor.

Tabel 6. Senyawa Desinfektan Klor
Senyawa Mol equivalen klor Persen berat klor
Cl
2

CaClOCl
Ca(OCl)
2

NH
2
Cl
NHCl
2

HOCl
NaOCl
Cl
2

Cl
2

2Cl
2

Cl
2

2Cl
2

Cl
2

Cl
2

100
56
99.2
138
165
135.4
95.4
Sumber : Rancangan Instalasi Pengolahan Air Minum Kota Ciamis
Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu
membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor. Pada
mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka sisa klor
terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination.
Penambahan dosis klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding dengan
penambahan klor.Keuntungan dicapainya break point yaitu :
a. Senyawa amonium teroksidir sempurna
b. Mematikan bakteri patogen secara sempurna
c. Mencegah pertumbuhan lumut
Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :
(i) Penambahan klor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan membentuk
senyawa kloramine yang disebut klor terikat. Pembentukan klor terikat ini bergantung
53

pada pH. Pada pH normal klor terikat (NCl
3
) tidak akan terbentuk kecuali jika break
point telah terlampaui.
NH
3
+ HOCl NH
2
Cl + H
2
O

NH
2
Cl + HOCl NHCl
2
+ H
2
O
NHCl
2
+ HOCl NCl
2
+ H
2
O
(ii) Pada air yang bebas senyawa organik akan terbentuk klor bebas yaitu asam hipoklorus
(HOCl) dan ion hipoklorit (OCl), yang berfungsi dalam proses desinfeksi.
Cl
2
+ H
2
O HOCl + H
+
+ Cl
HOCl H
+
+ OCl
Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl. Adanya
OCl akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH < 5.
Klorinasi dipraktekkan dalam berbagai cara tergantung dari mutu air baku dan kondisi
lainnya. Klorinasi akhir yaitu pemakaian klorin setelah pengolahan, sedangkan klorinasi awal
yaitu pemakaian klorin sebelum pengolahan, akan menyempurnakan koagulasi, mengurangi
beban filter, dan mencegah tumbuhnya ganggang. Klorinasi awal dan akhir sering digunakan
bersama-sama sehingga terkadang terjadi superklorinasi. Superklorinasi diatasi dengan
deklorinasi yang biasanya berupa pengolahan dengan sulfur dioksida atau dengan
melewatkan air pada suatu filter butiran karbon yang diaktifkan.
Break Point Chlorination
54


Gambar 4. Break Point Chlorination
Peningkatan selanjutnya dari perbandingan mol antara klor dengan amonia dihasilkan dari
pembentukan beberapa trikloroamin dan oksidasi amonia menjadi N
2
atau NO
3-
dengan
klorinasi pada rentang PH 6-7.Reaksi ini menjadi lengkap ketika 1,5 mol klorin telah
ditambahkan pada tiap mol amonia nitrogen dalam air.
Sisa kloramin biasanya akan maksimal ketika 1 mol klorin telah ditambahkan untuk tiap mol
amonia dan kemudian batas untuk nilai minimum pada perbandingan klorin dan amonia
adalah 1,5.Kemudian penambahan klorin menghasilkan sisa klor bebas.Klorinasi pada air
akan terus berlangsung hingga semua amonia diubah menjadi N2 atau tingkat oksidasi yang
lebih tinggi.Ini disebut Break Point Chlorination karena ciri khas dari kurva sisa klorin.
Persamaan reaksinya : 2NH
3
+ 3Cl
2
N
2
+ 6H
+
+ 6Cl
-
SOFTENING (PELUNAKAN)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kesadahan air. Dua metode dasar yang
digunakan yaitu proses kapur soda dan proses pertukaran ion.
a. Proses kapur soda
55

Pada proses kapur soda, kapur [Ca(OH
2
)] dan abu soda (NaCO
3
) ditambahkan ke air, akan
bereaksi dengan garam kalsium dan magnesium untuk membentuk endapan kalsium karbonat
(CaCO
3
) dan magnesium hidroksida [Mg(OH)
2
], reaksi kimiawi yang umum adalah :
Ca(HCO
3
)
2
+ Ca(OH)
2
2CaCO
3
+ 2H
2
O
Mg(HCO
3
)
2
+ 2Ca(OH)
2
2CaCO
3
+ Mg(OH)
2
+ 2H
2
O
MgSO
4
+ Ca(OH)
2
Mg(OH)
2
+ CaSO
4

CaSO
4
+ NaCO
3
CaCO
3
+ Na
2
SO
4
b. Proses pertukaran ion (ion exchange)
Suatu perangkat pertukaran ion mirip dengan suatu filter pasir yang medium filternya berupa
suatu getah pertukaran ion R, yang dapat bersifat alamiah (zeolit) atau sintesis. Bila air sadah
melalui filter penukar ion tersebut maka akan terjadi suatu pertukaran kation : kalsium dan
magnesium di dalam air dipertukarkan dengan sodium didalam getah tersebut.
|
| |
2 2
) (
2 2
2
4 4
2 3
2
3
2
Cl R Na NaCl R
R Na R Na
Ca
Mg
Ca
Mg
Ca
Mg
HCO
Cl
HCO
Cl
Ca
Mg
SO SO
+ +
+

+

Kelemahan dari metode penghilangan kesadahan ini adalah menghasilkan konsentrasi sodium
yang mungkin berbahaya bagi orang yang sakit jantung.
2.8. Unit Pengolahan Khusus
1. Penghilangan rasa dan bau
Rasa dan bau diseabkan oleh :
a. Gas-gas terlarut, misalnya hydrogen sulfida.
b. Zat-zat organik hidup, misalnya ganggang.
c. Zat-zat organik yang membusu.
d. Limbah industri
e. Klorin, baik sebagai residu atau dalam gabungan dengan fenol atau bahan-bahan organik
yang membusuk.
56

Aerasi, adsorbsi, dan oksidasi adalah beberapa metode yang banyak digunakan untuk
menghilangkan rasa dan bau.
2. Penghilangan besi dan mangan
Metode yang sering digunakan untuk menhilangkan besi dan mangan, yaitu :
a. Oksidasi dan presipitasi
b. Penambahan bahan-bahan kimia dan pengendapan serta filtrasi
c. Pertukaran ion
Diantara reaksi tersebut yang sering digunakan yaitu reaksi oksidasi :
4Fe (HCO
3
)
2
+ O
2
+ 2H
2
O 4Fe (OH)
3
+ 8CO
2

Besi dalam bentuk ferrous (+2) dioksidasi menjadi ferric hidroksida terlarut yang dapat
dihilangkan melalui presipitasi.
3. Penghilang garam
Banyak persediaan air tawar yang bersifat payau dan terlalu asin untuk dikonsumsi.
Beberapa proses untuk menghilangkan garam yatu :
a. Distilasi
b. Pembekuan
Pada proses pembekuan suhu air laut diturunkan pelahan-lahan hingga terbentuk kristal-
kristal es. Kristal ini bebas dari garam dan dapat dipisahkan dari batu garamnya.

c. Demineralisasi
Garam dipisahkan melalui alat penukar ion yang serupa dengan alat untuk
menghilangkan kesadahan. Pada demineralisasi digunakan dua getah penukar ion, satu
untuk menukar kation dan yang lain untuk menukar anion. Cocok untuk air yang
kandungan garamnya kurang dari 1000 mg/L.
d. Elekrodialisis
Dengan metode ini ion-ion dihamburkan oleh kerja suatu petensi listrik melalui
membran-membran yang secara selektif dapat ditembus berbagai ion.
e. Osmosis terbalik ( reverse osmoosis )
57

Proses ini menggunakan membran yang dapat ditembus oleh air tetapi tidak dapat
ditembus oleh garam. Dengan memberikan tekanan sebesar 1500 psi ( 10000 kN/m
2
)
didorong melalui membran sambil meninggalkan garam dibelakangnya.

4. Pengolahan Kesadahan
Kesadahan disebabkan oleh ion-ion logam bervalensi +2 terutama ion calcium dan
magnesium. Ion calcium dan magnesium terlarut dari batuan kapur, dolomite dan
mineral-mineral lainnya. Efek dari kesadahan meningkatkan pemakaian sabun,
tertutupnya pori kulit, merubah warna porcelin.
Jenis-jenis kesadahan ada kesadahan tetap dan kesadahan sementara. Kesadahan tetap
disebabkan sulfat, klorida, nitrat, silikat, kalsium dan magnesium, sedangkan kesadahan
sementara disebabkan oleh karbonat dan bikarbonat.
Metode pengolahan kesadahan :
1. Metode presipitasi
Prosesnya menggunakan kapur-soda untuk pelunakan air
2. Metode pertukaran ion
Proses pertukaran antara ion yang terdapat pada zat padat dengan ion yang terdapat pada
zat cair atau sebaliknya, sehingga disebut pertukaran bolak-balik. Ada beberapa proses
yang termasuk pertukaran ion :
a. Kation exchange : Pertukaran antara ion positif
b. Anion exchange : Pertukaran antara ion negatif
c. Zeolite : Pertukaran ion sodium bervalensi satu dengan grup ion alkali,
` amonia, beberapa ion logam bervalensi dua


2.9. Alternatif Pengolahan Air Baku
Secara umum pengolahan air minum berpedoman pada kualitas air baku yang akan
diolah sebagai air minum, karena itu dalam perencanaannya ada beberapa alternatif
pengolahan. Alternatif pengolahan air yang dapat diterapkan untuk perbaikan kualitas
masing-masing parameter dari air minum adalah :

Tabel 7. Alternatif Pengolahan sesuai dengan Parameter
58

No Parameter Alternatif Pengolahan
1 Temperatur Aerasi
2 Warna Karbon aktif
Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
Adsorbsi Karbon
3 Bau dan Rasa Preklorinasi
Karbon aktif
Aerasi
Ozonisasi
Slow Sand Filter
4 Kekeruhan Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
5 pH Netralisasi
6 Zat Padat Prasedimentasi
Sedimentasi
Filtrasi
7 Zat Organik Koagulasi dan Flokulasi
Sedimentasi
Filtrasi
Aerasi
Adsorbsi Karbon
Desinfeksi
59

8 CO
2
agresif Penambahan Kapur
Aerasi
9 Kesadahan Penambahan Kapur
Sementara Lime dan Soda
Tetap Filtrasi
Sedimentasi
10 Besi dan Mangan Preklorinasi
Aerasi
Rapid Sand Filter
11 Tembaga Penambahan Kapur
Kalium Hidroksida
12 Seng (Zn) Ion Exchange
13 Klorida (Cl) Ion Exchange
Aerasi dan Karbon Aktif
14 Sulfat Ion Exchage
15 Sulfida Ion Exchange
Aerasi
16 Fluorida Penambahan kapur/alum
Adsorbsi
17 Amoniak Ion Exchange
Klorinasi
18 Nitrat Adsorbsi
Klorinasi
19 Nitrit Slow Sand Filter

60



























61

III. ANALISIS DATA


3.1. Analisis Data
Parameter kualitas air yang dianalisis adalah parameter fisika, kimia, dan biologi, dengan
kadar TSS 210 mg/l, BOD 75 mg/l, COD 210 mg/l, pH 8, Alkalinitas 90 mg/l, Total
Coliform 55 npn/100ml.
Tabel 8. Perbandingan antara Parameter dan Standar standar dalam Regulasi yang ada
Parameter Konsentr
asi
Standar
PP 82 th
2001 (
mg/L )
Kepmenke
s
No907 (
mg/L )
Permenk
es No
416/1990
( mg/L )

SNI 01-
3553-
2006 (
mg/L )

Stand
ar
Peren
canaa
n
Keteran
Gan
TSS 210
mg/L
50 mg/L - - - 50
mg/L
MP
BOD 75 mg/L 2 mg/L - 10 mg/L 1 5
mg/L
MP
COD 210
mg/L
10 mg/L - 10 mg/L 1 10
mg/L
MP
pH 8 6-9 6,5-8,5 6,5-8,5 6,5-8,5 6-9 TMP
Alkalinitas 90 mg/L - 500 mg/L 500
mg/L
- 500
mg/L
TMP
Total
Coliform
55 npn/
100ml
1000npn/1
00ml
0
npn/100ml
0
npn/100
ml
< 2
npn/100
ml
1000n
pn/10
0ml
TMP
Sumber : Data Penelitian
Keterangan : MP = Memerlukan Pengolahan
TMP = Tidak Memerlukan Pengolahan

62

Tabel 9. Data Kualitas Air Baku
Parameter Konsentrasi Standar ( PP 82
th 2001)
Kategori Kebutuhan Penyisihan(
TSS 210 mg/L 50 mg/L Melebihi
Standar
( 210-50)/210= 76,19
%
BOD 75 mg/L 2 mg/L Melebihi
Standar
( 75-2)/75- 97,33 %
COD 210 mg/L 10 mg/L Melebihi
Standar
( 210-10)/210=95,23%
pH 8 6-9 Sesuai Standar -
Alkalinitas 90 mg/L - Sesuai Standar -
Total Coliform 55 npn/
100ml
1000npn/100ml Sesuai Standar -
Sumber : Data Penelitian
Analisa penentuan alternatif unit operasi dan proses tersebut dipengaruhi oleh aspek teknis
dan efisiensi bangunan pengolahan air minum yang dibuat.

Tabel 10. Efisiensi Pengolahan Air Minum
Unit Pengolahan Efisiensi Removal
TSS BOD COD
Bar Screen 5-20 % - -
Prasedimentasi 40-75 % 25-40 % -
Aerasi - 65-75 % 65-75 %
Koagulasi-Flokulasi > 50 % 60-70 % 60-70 %
63

Sedimentasi 40-75 % 10-30 % 10-30 %
Filtrassi > 50 % 25-50 % > 25-50 %
Klorinasi > 50 % - -
Sludge Tretment - - -
Sumber : Degreemont, 1991 dan Metcalf Eddy, 2004

Tabel 11. Perbandingan Alternatif Unit Pengolahan Air Minum
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Presedimentasi Aerasi Preklorinasi
Koagulasi Koagulasi Koagulasi
Flokulasi Flokulasi Flokulasi
Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi
Filtrasi Filtrasi Filtrasi
Desinfeksi Desinfeksi Desinfeksi
Reservoir Reservoir Reservoir
Sumber : Analisis Data

Tabel 12. Persentase Penyisihan Berdasarkan Standar Baku Mutu dan Kualitas Air Baku
Parameter Kualitas Air Baku Baku Mutu % Penyisihan
TSS 210 3 ( 210-5)/210 = 97,6 %
BOD 75 2 ( 75-1)/75 = 98,6 %
COD 210 5 (210-1)/210 = 99,5 %
Sumber : Standar Baku Mutu Air Baku
64

3.2. Perhitungan Efisiensi Removal

Tabel 13. Perhitungan Efisiensi Removal Pada Alternatif 1
Unit Pengolahan Perhitungan Efisiensi Removal
Bar Screen - TSS
Konsentrasi TSS 210 mg/L x 20 % = 36 mg/L
TSS tersisa = 210 mg/L 36 mg/L = 174 mg/L
Prasedimentasi - TSS
Konsentrasi TSS 174 mg/L x 60 % = 104,4 mg/L
TSS tersisa = 174 mg/L 104,4 mg/L = 69,9 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 20 mg/L x 30 % = 6 mg/L
BOD tersisa = 20 mg/L 6 mg/L = 14 mg/L
Koagulasi-
Flokulasi
- TSS
Konsentrasi TSS 69,9 mg/L x 70 % = 48,72 mg/L
TSS tersisa = 69,6 mg/L 48,72 mg/L = 20,88 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 6 mg/L x 60 % = 3,6 mg/L
BOD tersisa = 6 mg/L 3,6 mg/L = 2,4 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 60 mg/L x 70 % = 42 mg/L
COD tersisa = 60 mg/L 42 mg/L = 18 mg/L
Sedimentasi - TSS
Konsentrasi TSS 20,88 mg/L mg/L x 60 % = 12,528 mg/L
TSS tersisa = 20,88 mg/L 12,528 mg/L = 8,35 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 2,4 mg/L x 30 % = 0,72 mg/L
BOD tersisa = 2,4 mg/L 0,72 mg/L = 1,68 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 42 mg/L x 30 % = 12,6 mg/L
COD tersisa = 42 mg/L 12,6 mg/L = 29,4 mg/L
Filtrasi - TSS
Konsentrasi TSS 12,528 mg/L mg/L x 60 % = 7,51 mg/L
TSS tersisa = 12,528 mg/L 7,1 mg/L = 5,42 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 0,72 mg/L x 40 % = 0,52 mg/L
BOD tersisa = 0,72 mg/L 0,2 mg/L = 8,82 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 29,4 mg/L x 50 % = 14,7 mg/L
65

COD tersisa = 29,4 mg/L 14,7 mg/L = 14,7 mg/L
Desinfeksi - TSS
Konsentrasi TSS 5,42 mg/L mg/L x 55 % = 2,9 mg/L
TSS tersisa = 5,42 mg/L 2,9 mg/L = 2,52 mg/L
Reservoir Kandungan parameter dalam air yang telah diolah :
- TSS = 2,52 mg/L
- BOD = 0 mg/L
- COD = 2,9 mg/L
Sumber : Data Perhitungan
Tabel 14. Perhitungan Efisiensi Removal pada Alternatif 2
Unit Pengolahan Perhitungan Efisiensi Removal
Bar Screen - TSS
Konsentrasi TSS 180 mg/L x 20 % = 36 mg/L
TSS tersisa = 180 mg/L 42 mg/L = 144 mg/L
Aerasi - BOD
Konsentrasi BOD 20 mg/L x 70 % = 14 mg/L
BOD tersisa = 20 mg/L 14 mg/L = 6 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 60 mg/L x 75 % = 45 mg/L
COD tersisa = 60 mg/L 45 mg/L = 15 mg/L
Koagulasi-
Flokulasi
- TSS
Konsentrasi TSS 144 mg/L x 70 % = 102,9 mg/L
TSS tersisa = 144 mg/L 102,9 mg/L = 41,1 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 6 mg/L x 60 % = 3,6 mg/L
BOD tersisa = 6 mg/L 3,6 mg/L = 2,4 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 15 mg/L x 70 % = 10,5 mg/L
COD tersisa = 15 mg/L 10,5 mg/L = 4,5 mg/L
Sedimentasi - TSS
Konsentrasi TSS 41,1 mg/L mg/L x 60 % = 24,66 mg/L
TSS tersisa = 41,1 mg/L 24,66 mg/L = 16,44 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 2,4 mg/L x 30 % = 0,72 mg/L
BOD tersisa = 2,4 mg/L 0,72 mg/L = 1,68 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 4,5 mg/L x 30 % = 1,35 mg/L
66

COD tersisa = 4,5 mg/L 1,35 mg/L = 3,15 mg/L
Filtrasi - TSS
Konsentrasi TSS 0,72 mg/L x 60 % = 0,432 mg/L
TSS tersisa = 0,72 mg/L 0,432 mg/L = 0,288 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 1,68 mg/L x 40 % = 0,672 mg/L
BOD tersisa = 1,68 mg/L 0,672 mg/L = 1,008 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 4,5 mg/L x 50 % = 2,25 mg/L
COD tersisa = 4,5 mg/L 2,25 mg/L = 2,25 mg/L
Desinfeksi - TSS
Konsentrasi TSS 0,288 mg/L mg/L x 55 % = 0,1584 mg/L
TSS tersisa = 0,288 mg/L 0,1584 mg/L = 3,63 mg/L
Reservoir Kandungan parameter dalam air yang telah diolah :
- TSS = 0,1296 mg/L
- BOD = 1,008 mg/L
- COD = 2,25mg/L
Sumber : Data Perhitungan
Tabel 15. Perhitungan Efisiensi Removal pada Alternatif 3
Unit Pengolahan Perhitungan Efisiensi Removal
Bar Screen - TSS
Konsentrasi TSS 180 mg/L x 20 % = 36 mg/L
TSS tersisa = 180 mg/L 36 mg/L = 144 mg/L
Preklorinasi - TSS
Konsentrasi TSS 144 mg/L x 60 % = 86,4 mg/L
TSS tersisa = 144 mg/L 86,4 mg/L = 57,6 mg/L
Koagulasi-
Flokulasi
- TSS
Konsentrasi TSS 57,6 mg/L x 70 % = 40,32 mg/L
TSS tersisa = 57,6 mg/L 40,32 mg/L = 17,28 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 20 mg/L x 60 % = 12 mg/L
BOD tersisa = 20 mg/L 45 mg/L = 8 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 60 mg/L x 70 % = 42 mg/L
COD tersisa = 60 mg/L 42 mg/L = 18 mg/L
67

Sedimentasi - TSS
Konsentrasi TSS 17,28 mg/L mg/L x 60 % = 10,3 mg/L
TSS tersisa = 17,28 mg/L 10 mg/L = 7,28 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 8 mg/L x 30 % = 2,4 mg/L
BOD tersisa = 8 mg/L 2,4 mg/L = 7,6 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 18 mg/L x 30 % = 5,4 mg/L
COD tersisa = 18 mg/L 5,4 mg/L = 12,6 mg/L
Filtrasi - TSS
Konsentrasi TSS 10,3 mg/L x 60 % = 6,1 mg/L
TSS tersisa = 10,3 mg/L 6,1 mg/L = 4,2 mg/L
- BOD
Konsentrasi BOD 7,6 mg/L x 40 % = 3,04 mg/L
BOD tersisa = 7,6 mg/L 3,04 mg/L = 4,56 mg/L
- COD
Konsentrasi COD 12,6 mg/L x 50 % = 6,3 mg/L
COD tersisa = 12,6 mg/L 6,3 mg/L = 6,3 mg/L
Desinfeksi - TSS
Konsentrasi TSS 4,2 mg/L mg/L x 55 % = 2,94 mg/L
TSS tersisa = 4,2 mg/L 2,94 mg/L = 1,26 mg/L
Reservoir Kandungan parameter dalam air yang telah diolah :
- TSS = 1,26 mg/L
- BOD = 4,56 mg/L
- COD = 6,3 mg/L
Sumber : Data Perhitungan
3.3. Alternatif Desain Terpilih
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang memuat karakteristik air baku, maka
alternatif pengolahan yang akan direncanakan adalah alternatif 2 karena secara teknis hasil
yang diperoleh ( kualitas air minum ) sama dengan alternatif-alternatif lainnya, yakni mampu
menghilangkan kandungan kekeruhan, warna, dan juga dapat mengurangi kandungan TSS,
dengan waktu pengolahan yang lebih cepat dan jumlah unit pengolahan yang tidak begitu
kompleks.
Alternatif 2 lebih ditekankan untuk menurunkan kekeruhan yang terjadi karena
adanya kandungan zat organik, sehingga unit utama yang dipakai adalah aerasi, koagulasi-
flokulasi, sedimentasi dan filtrasi. Pada alternatif ini ada beberapa unit utama yang digunakan
68

yaitu koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi yang berguna untuk menurunkan tingkat
kekeruhan pada air baku yang tinggi yaitu mencapai 200 NTU.
Keuntungan dalam menggunakan alternatif ini antara lain adalah terjadinya proses
penurunan tingkat kekeruhan yang sangat baik karena proses koagulasi dengan penambahan
koagulan ini akan membantu dalam penurunan kekeruhan. Dengan alternatif ini kinerja
masing-masing unit tidak terlampau berat, karena proses penurunan parameter dilakukan
bertahap dibeberapa unit.
Pada alternatif ini proses air baku yang berasal dari sungai masuk menuju ke intake
yang dilengkapi dengan screening dan grit chamber yang tujuannya untuk menghilangkan
sampah-sampah yang berdiameter besar dan juga pasir yang dapat merusak unit pengolahan
berikutnya.
Setelah itu air menuju ke unit aerasi yang bertujuan untuk pembuangan minyak yang
mudah menguap dan bahan-bahan penyebab bau dan rasa serupa yang dikeluarkan oleh
ganggang serta mikrooganisme lain dengan cara aerator gaya berat, kemudian masuk ke unit
unit koagulasi-flokulasi untuk penyisihan kekeruhan, BOD, COD dan zat organik yang
masing-masing parameter memiliki efisiensi removal kekeruhan 70 %, BOD 60 % dan COD
70 %. Dalam koagulasi ini terjadi destabilisasi koloid sehingga membentuk mikroflok. Dari
unit koagulasi air menuju unit flokulasi yang bertujuan sama seperti dengan unit koagulasi
yaitu menyisihkan warna, kekeruhan, COD, BOD dan zat organik dengan efesiensi removal
yang sama. Flokulasi merupakan cara merubah miroflok menjadi makroflok-makroflok
melalui pengadukan. Lalu masuk ke unit sedimentasi yang berfungsi untuk menyisihkan
warna dengan metode yang dilakukan adalah dengan pengendapan secara gravitasi dengan
efesiensi removal kekeruhan 60 %, BOD 30 % dan COD 30 %.
Setelah melewati unit sedimentasi berulah menuju ke unit filtrasi untuk menyisihkan
warna, kekeruhan, COD, BOD dan zat organik dengan efesiensi removal kekeruhan 60 %,
BOD 40 % dan COD 50 %. Penyaringan ini dilakukan untuk menyaring flok-flok yang
belum disisihkan. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan pasir cepat. Air
baku tersebut kemudian menuju ke desinfeksi untuk mengurangi kadar kekeruhan dengan
efesiensi penyisihan sebesar 55 %. Zat yang digunakan dalam desinfeksi adalah klor, karena
lebih kuat dalam menyingkirkan mikroorganisme dibandingkan zat lain. Barulah air di
netralisasi dengan pembubuhan kapur bila pH nya belum netral atau normal yaitu sekisar 7-9
setelah itu ditampung dalam reservoir untuk didistribusikan kepada pelanggan.
69

Alternatif 2















Gambar 5. Bagan Alir Alternatif Pengolahan 2






Air Baku
Intake
Bar Screen
Koagulasi
Aerasi
Pembubuhan Tawas
Tangki Pembubuh Klor
Filtrasi
Flokulasi
Sedimentasi
Desinfeksi
Reservoir
70

IV. PERHITUNGAN DESAIN BANGUNAN
PENGOLAHAN AIR MINUM



4.1. Perhitungan Sreen
Direncanakan bar screen berfungsi menyisihkan benda-benda kasar yang terapung sehingga
tidak mengganggu kerja pompa dan operasi unit pengolahan selanjutnya.
a. Perencanaan Bar Screening
Debit air baku = 300 l/dtk = 0,300 m
3
/dtk
Kedalaman saluran pembawa = 1,15 m
Panjang saluran pembawa = 4 m
Lebar kisi ( w) = 10 mm = 0,01 m
Jarak kisi ( b ) = 50 mm = 0,05 m ( Kriteria 25 mm; Metcalf & Eddy,
1981 hal 182 )
Kemiringan kisi ( ) = 60
o
( Kriteria 30
o
80
o
; Metcalf & Eddy,1981 hal 182
)
Faktor bentuk = 1,67
Kecepatan = 0,5 ( < 0,6 m/s ; Kawamura, 1991 )
Tebal Bar Sreen = 1,7 ( 1,25 2 ; Kawamura, 1991 )
Kedalaman sumur = 3 m

b. Perhitungan :
A. Cross =

=


= 0.6 m
2

Lebar saluran ( L ) =

=


= 0,52 m
1. Jumlah kisi
Jika jarak antar kisi 5 cm maka kisi yang diperlukan :
n =

- 1 =


= 10,4 = 10 buah
71

2. Lebar saluran
L = ( n+1 ) b + ( n.w )
= ( 10+1 ). 0,05 + ( 10 . 0,01 )
= 0,52 + 0,1
= 0,62 m
3. Lebar efektif lubang
L
ef
= ( n + 1 ) . b
= ( 10+1 ) . 0,05
= 0,55 m
4. Tinggi efektf lubang
Tinggi efektif lubang jika kemiringan screen 60
o

H
ef
= H / sin 60
o

= 1,15 m / sin 60
o

= 1,33 m
5. Luas efektif
A
ef
= L
ef
x H
ef
= 0,55 m x 1,33 m
= 0,7315 m
2
6. Kecepatan aliran saat melewati kisi
V =

=


= 0,410 m/dtk
( Memenuhi kriteria desain < 0,6 m/dtk )
7. Head velocity pada kisi
Hv =

= 9,42x10
-3
m
8. Headloss ( Kehilangan Tinggi ) saat melewati batang screen

H
L
= sin 60
o
(

)
4/3
Hv
H
L
= sin 60
o
(

)
4/3

= 1,67x0,87(

)
4/3
x3,45x10
-3
= 5,52x10
-4
m
Tinggi muka air setelah melewati kisi = H HL
= 1,15 - 5,52x10
-4
= 1,14 m
72

4.2. Bak Pengumpul / Sumur Pengumpul
Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air dari intake untuk proses oleh unit
pengolahan berikutnya. Bak pengumpul dilengkapi dengan pompa intake dan pengukur debit.
a. Kriteria Desain :
Kedalaman ( H ) = 3-5 m
Waktu detensi ( td ) = 1,5 menit ( Ishibhasi; 1978 )

b. Perencanaan :
Bentuk bak persegi panjang dengan perbandingan P : L = 2 : 1
Waktu detensi, td = 1,5 menit = 90 detik
Kedalaman bak, h = 3 m
c. Perhitungan :
1. Volume bak ( V )
V = Q x td = 0,300 m
3
/dtk x 90 dtk = 27 m
3
2. Luas permukaan bak ( A )
A = V/h = 27 m
3
/ 3 m = 9 m
2

3. Dimensi bak
A = P x L = 2L
2

Maka, lebar bak, L =

= 2,12 m
Panjang bak, P = 2L = 2 x 2,12 m = 4,24 m
Free board = 15 % dari kedalaman = 15 % x 3 m = 0,45 m
Jadi P = 4,24 m = 5 m
L = 2 m
H = 3 m

4.3. Bangunan Koagulasi
Pada desain ini sistem koagulasi yang digunakan adalah metode hidrolisis dengan tipe
koagulasi terjunan. Percampuran koagulan dengan air terjadi karena adanya ketinggian
terjunan yang menimbulkan suatu nilai gradien kecepatan ( G ) sehingga memungkinkan
terbentuknya mikroflok yang tersuspensi dalam air.
73

Tabel 16. Kriteria Desain Tipe Koagulasi

Kriteria Desain Secara Hidrolisis Secara Mekanis dengan
Paddle Impeler
N
Re
Gradien Kecepatan
Waktu Detensi ( td )
Dimensi Paddle
Luas Paddle
G x td
Headloss ( Hf)
Kecepatan Aliran
>10.000
700 1000/dt
<1 menit
-
-
10
4
-10
6
>0,6 m
0,2 0,5 m/s
>10.000
250 1000/dt
1-3 menit
20 80 % x lebar bak
15 20 % x lebar bak
10
4
-10
6
>0,6 m
0,2 0,5 m/s
( Sumber : Darmasetiawan, 2001 )
a. Kriteria Desain :
G = 100 1000/ detik
V = 0,8581.10
-6
m
2
/ detik
hL= 0,3 0,9 m
h = 1-1,25 kali lebar bak
g = 9,8 m/detik
2
b. Perhitungan desain unit koagulasi :
Q = 0,300 m
3
/detik = 300 l/detik
Td = 40 detik
Volume = 300 l/detik x 40 detik
= 12000 liter = 12 m
3
Vol = P x L x h H ( tinggi terjunan )
= 5 m x 2 m x 1 m H = 1-1,25 kali lebar
74

= 10 m
3
= 1m x 1,25
= 1,25 m

c. Kontrol G ( Gradien Kecepatan )
G =


)
1/2
= (


)
1/2
= 597,71 (OK)
4.4. Flokulasi
Unit flokulasi digunakan untuk membentuk makroflok dari mikroflok-mikroflok yang
terbentuk dalam unit koagulasi. Dengan demikian kekeruhan air dapat diturunkan dalam
proses koagulasi dan flokulasi.
Flokulasi bertujuan untuk mendukung proses tumbuhan partikel-partikel kecil sehingga akan
diperoleh partikel yang lebih besar yang memiliki kemampuan untuk mengendap.
a. Kriteria Desain
Waktu detensi : 10-20 menit
G xtd : 10.000-100.000
Tahapan : 8 tahapan
Viskositas : 0,8581.10
-6
m
2
/ detik
Koef Manning Beton : 0,013
b. Perhitungan Desain Unit Flokulassi
Debit pengolahan ( Q ) = 300 l/dtk = 0,300 m
3
/dtk
Jumlah kompartemen ( n ) = 8 buah
Dimensi :
Diameter ( D ) : 3,5 m
Kedalaman ( H ) : 5,5,m
Free board ( fb ) : 0,3 m
Kedalaman air : 5,2 m
Jumlah belokan ( n-1 ) = 7 buah
Volume bak ( V ) = 0,300 x x ( 3,5 )
2
x ( 5,2 0,1 m ) )
= 58,85 m
3
Keliling bak ( K ) = x D = 10,99 m
75


Pada perencanaan ini derencanakan kecepatan putaran sama untuk setiap 2 kompartmen.
Nilai G dan diameter wallpipe yang digunakan dihitung sebagai berikut :

Tahap 1
Beda tinggi ( h ) = 0,1 m
Td V/Q =


= 163,34 detik

G =


)
1/2
= 83.67 detik
Kecepatan putaran () = 20 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 20 ) / 60
= 3,66 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 331,11 mm
= 340 mm
Tahap II
Beda tinggi ( h ) = 0,09 m
Td V/Q =

=


166,34 detik

G =


)
1/2
=

82,91
Kecepatan putaran () = 20 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 20 ) / 60
= 3,66 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 331,11 mm
= 340 mm
Tahap III
Beda tinggi ( h ) = 0,08 m
76

Td V/Q =

=


166,4 detik

G =


)
1/2
=

82,9
Kecepatan putaran () = 15 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 15 ) / 60
= 2,74 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 382,68 mm
= 390 mm
Tahap IV
Beda tinggi ( h ) = 0,07 m
Td V/Q =

=


166,43 detik

G =


)
1/2
=

82,88
Kecepatan putaran () = 15 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 15 ) / 60
= 2,74 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 382,68 mm
= 390 mm
Tahap V
Beda tinggi ( h ) = 0,05 m
Td V/Q =

=


166,5 detik


G =


)
1/2
=

82,88
77

Kecepatan putaran () = 10 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 10 ) / 60
= 1,83 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 468,26 mm
= 470 mm
Tahap VI
Beda tinggi ( h ) = 0,02 m
Td V/Q =

=


166,6 detik

G =


)
1/2
=

82,85
Kecepatan putaran () = 10 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 10 ) / 60
= 1,83 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 468,26 mm
= 470 mm
Tahap VII
Beda tinggi ( h ) = 0,01 m
Td V/Q =

=


166,4 detik

G =


)
1/2
=

82,91
Kecepatan putaran () = 10 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 10 ) / 60
= 1,83 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 468,26 mm
= 470 mm
78

Tahap VIII
Beda tinggi ( h ) = 0,008 m
Td V/Q =

=


detik

G =


)
1/2
=

82,85
Kecepatan putaran () = 10 rpm
V Aliran horizontal = ( K x ) / 60
= ( 10,99 x 10 ) / 60
= 1,83 m/dtk
Diameter wallpipe =


)
1/2 x 1000
= 468,26 mm
= 470 mm

4.5. Sedimentasi
Kriteria desain beberapa jenis sedimentasi adalah sebagai berikut :
Pada perancangan ini dipilih bak sedimentasi menggunakan plate settler untuk
mengoptimalkan pengolahan. Dalam waktu yang lebih singkat diperoleh hasil pengendapan
lumpur yang lebih banyak. Jika menggunakan bak sedimentasi konvensional maka
diperlukan ukuran bak yang kecil tetapi dalam jumlah yang relatif banyak agar terpenuhinya
syarat bilangan Renold dan Freud untuk mencapai pengendapan yang optimal.

a. Kriteria Perencanaan
a) Bentuk bangunan empat persegi panjang dengan P : L = 6 : 1
b) Jumlah bak minimal = 2
c) Kedalaman air dalam bak = 3,6 6,5 m
d) Debit Q = 300 l/dtk
e) Faktor keamanan ( n ) = 1/3 ( Good Performance, hal 25-14 Kawamura, 1991 )
f) Efisiensi removal = 70-75 % ( Kawamura, 1991 )
g) Plate Settler
1. Plate settler, tinggi = 1m
2. Jarak antar plate ( w ) = 25-100 mm
3. Kemiringan plate ( a ) = 45-60
o
( Darmasetiawan, 2001 )
79

Dengan rencana a = 60
o

4. Tebal plate = 2,5 5 mm ( Darmasetiawan, 2001 )
Dengan rencana tebal plate = 0,5 cm = 0,005 mm
5. Suhu 25
o
v = 0,893.10
-6
m/detik
6. Kecepatan pada settler = 0,15 m/min ( maximal ) ( Kawamura, 1991 )
7. Detention time pada settler = minimal 4 menit
Waktu detensi : 1-4 jam ( Kawamura, 1991 )
h) Kecepatan horizontal = 0,05 0,13 m/detik
i) P : L = 6 : 1 4 : 1 ( Montgomery, 1982 )
j) L : H = 1 : 3 1 : 6
k) % Lumpur = 0,5 2 % ( Kawamura, 1991 )
l) Launder weir loading = 3,8 -15 m
3
/m.jam
m) Diameter orifice 3 cm
n) Vo = 60 120 m
3
/ m
2
.hari
o) Panjang plate ( Pp ) = 1000 2500 mm
p) Lebar plate ( Lp ) = 1000 1200 mm
q) Jarak pipa inlet kezona lumpur = 0,2 0,3 m
r) Jarak plate ke pipa inlet = 1-1,4 m
s) Jarak gutter ke plate = 0,3 0,4 m
t) Tinggi plate = 1 1,2 m
u) Efisiensi pengendapan = 80 % ( Y/Yo )
v) Nre 500
w) NFr 10
5
( Darmasetiawan, 2001 )

b. Perhitungan :
Zona Sedimentasi
1) Kecepatan desain
Kecepatan ( Vo ) = 0,11 m/dtk ( ditentukan )

= 1- {

}
1/n
0,8 = 1- {

}
-3
80

Vod = 8,67 x 10
-4
m/dtk
2) Beban permukaan desain
Vod =


8,67.10
-3
=

= 0,0088m/dtk
3) Kecepatan aliran diantara plate ( Va )
Q/As = Va sin
Va = 0,0088/sin 60 = 0,0102 m/dtk
4) Dimensi zona sedimentasi
Karena direncanakan 2 bak sedimentasi, maka :
Q masing masing bak = 0,300/2 = 0,150 m
3
/dtk
Q/As = Va sin
0,157/As = 0,0102/sin 60 = 0,0118
As = 13,34 m
2
jika P : L = 6 : 1 maka, A = P x L
A = 6L x L = 6L
2

13,34 = 6 L
2
, L = 1,48 m
P = 6 x L = 6 x 1,48 = 8.88 m 8,9 m
Kedalaman bak = L : H = 1 : 4
H = 4L = 4 x 1,48 = 6,0 m ( sesuai )
5) Jumlah Plate
Jarak horizintal antar plate, x = w/sin = 0,05/0,866
= 0,058 m
Jumlah plate, np = P/x = 8,9/0,058 = 153,4 buah 153 buah
6) Dimensi plate
l =


= 1,15 m
7) Jari-jari hidrolis
H= tinggi plae, w = jarak antar plate
Karena h >> w maka :
81

R =

= 0,025 m
NRe=


=


= 329.73 < 500 (ok)
NFr =



= 5,66.10
-4
> 10
-5
(ok)


Zona inlet
- Dimensi pipa inlet
Direncanakan : pipa inlet adalah 2 buah dengan kecepatan aliran 0.6 m/dtk,
luas penampang pipa adalah:
2
5 , 0
6 . 0
300 . 0
m
v
Q
A = = =
) ( 500 5 . 0 ,
4
1
5 . 0
4
1
2
2
inlet mm m D D
D A
= =
=
t
t



- Dimensi inlet cannel
Dari pipa inlet air dikumpulkan dalam inlet cannel baru masuk kedalam pipa
orifice.
2
5 . 0
6 . 0
300 , 0
m
v
Q
A = = =
maka didapatkan H = 0.7 m dan L = 0.3 m
- Dimensi pipa orifice
- Panjang pipa = panjang bak = 9 m
- Jarak antar lubang = 50 cm = 0.5 m
- Jarak lubang per sisi = ( 9/0.5)-1 = 17 buah
- Kapasitas per lubang = Q/N = 0.137/17
= 0.0080 m
3
/dtk
82

- H diatas lubang = 0.5 m
( )
2
1
2
1
0
2
4
(
(

=
gh
Q
D
t



( )
mm m
x x
Q
D 410 041 . 0
5 . 0 81 . 9 2
4
2
1
2
1
0
=
(
(

=
t

Zona lumpur
Efisiensi pengendapan / pnyisihan = 75 %
Konsentrasi influent (Cef) = (100-75)% x kekeruhan
= 25% x200 mg/L= 50 mg/L
Konsentrasi lumpur (Cs) = 75% x200 mg/L=150 mg/L
- Berat lumpur per hari (Ws)
Ws = Q x Cs =137L/dtk x 150 mg/L x 86400 dtk/hari x10
-6
kg/mg
= 1775 kg/hari

- Debit lumpur kering (Q
ds
)
hari m
m kg
hari kg Ws
Q
s
ds
/ 682 . 0
/ 2600
/ 1775
3
3
= = =


- Debit lumpur (Q
s
)
hari m
lumpur
Q
Q
ds
s
/ 1 . 34
% 2
682 . 0
%
3
= = =
- Volume bak lumpur (V)
= Qs x td ( td minimal 2 hari)
= 34.1 x 2
=68.2 m
3
- Dimensi ruang lumpur
m Ls
m Ps
86 . 1
3
6 . 5
8 . 1
5
9
= =
= =

83

Volume kerucut =1/3 . A Hs
m
m x
hari m x
A
ucut xV
Hs
71 . 11
418 . 1 9
/ 85 . 49 3
ker 3
2
3
=
=
=

Zona outlet
Lebar gutter (Lg) = 1.5 Ho (tinggi air digutter)
Q/A = Vod = 8.67x10
-4
m/dtk
Jumlah pelimpah menurut rumus Huizman
48 . 2
10 67 . 8 6 . 5 5
418 . 1
1375 . 0
. 5
4
=
=
=

n
x x x
nx
Vod H
nxL
Q

Maka jumlah gutter, n = 3 dengan 45
0
V-notch
Debit per gutter
dtk m
n
Q
Qg / 045 . 0
3
1375 . 0
3
= = =

Dimensi gutter
m H xH x
xH xL Q
g
g
15 . 0 5 . 1 49 . 2 045 . 0
49 . 2
0
2
3
0
2
3
0
= =
=

Ho

= tinggi muka air
Lg = 1.5 x 0.15 m = 0.225 m
Hg = H
o
+ (20%Ho) + ho + Fb
= 0.225 +(20% x 0.225) + 0.03 + 0.02
= 0.475 = 0.5 m
84

Pg = P = 8.24 m
Debit per V-notch (Qw)
dtk m x
x
h Q
w
/ 10 12 . 2
03 . 0 36 . 1
36 . 1
3 4
2
5
2
5
0

=
=
=

Jumlah V-notch (n)
buah
x Qw
Qg
n
160
377 . 160
10 12 . 2
034 . 0
4
=
=
= =


Gutter mempunyai 2 sisi pelimpah, maka persisi, n =160/2= 80 buah
Dimensi V-notch
- Freeboard V-notch, Fw = h
0
= 0.03 m = 0.015
- Lebar muka air V-notch, Lw = 2 h
0
tg 45
o
= 2 x 0.03 x 1= 0.06 m
- Lebar pintu V-notch,Lp = 2 (h
0
+ Fw) tg 45
o

= 2 (0.03 + 0.0015) x1 = 0.09 m
- Jarak antar V-notch (Pg) = (n
,
x Lp) + (n
,
x w)
8.24 m = (75 x 0.09) + (45 x w)
w = 0.035 m = 35 cm
- Jarak V-notch ke tepi,w
,
= w/2 = 0.035/2 = 0.0175 m
- Jarak antar gutter
Misalnya, jarak antar gutter ke tepi = b, maka antar gutter b
,
= 2b
L outlet = 2Lg + 2 b + 2b
1.37 m = (2 x 0.225m) + 4b
b = 0.23 m
b
,
= 2 x 0.23
= 0.46 m
Kehilangan tekan
85

- Kehilngan pada V-notch
m hf
hf x x x x x
hf gx xCdx Q
notch v
03 . 0
) 45 tan( 81 . 9 2 584 . 0
15
8
10 12 . 2
) 2 / (tan 2
15
8
2
5
4
2
5
=
=
=

u





- Headloss air di saluran gutter

m
Lg xvx
Q
Hg
2964 . 1
09315 . 0
1375 . 0
) ( 38 . 1
3
2
3
2
=
(

=
(

=

5.5 Filtrasi (Rapid Sand Filter)
Kriteria desain terpilih
- Kecepatan operasional (Va) = 8 m
3
/m
2
/jam
- Kecepatan backwash (Vb ) = 25 m
3
/m
2
/jam
- Pencucian dengan udara = 30 m
3
/m
2
/jam
- Lebar : panjang = 1: 2
- Ketinggian air diatas filter = 2.2 m
86

Perhitungan
- Debit air = 0.275 m
3
/dtk
= ( 0.275)(86400)(264.17)
= 6.27 mgd
- N = 1.2 Q
0.5

= 1.2 (6.27)
0.5

= 3 buah

Debit masing-masing filter (Qf)
- Qf = Q/N
= 0.275/3
= 0.091 m
3
/dtk
Luas permukaan filter (Ar)
- V = 8 m/jam
= 2.22x10
-3
m/dtk
- Ar = Qr/v
= 0.091/ (2.22 x 10
-3
)
= 40.09 m
2
Demensi bak filter
- Ar = p x l
40.9 = 2l
2

L = 4.5 m
P = 9 m
Sehingga Ar menjadi
- Ar = P x L
= 9 x 4.5
87

= 40.5
a. Media filter
- Kriteria desain terpilih :
Media filter terdiri dari medi penyaring dan media penahan. Media penyaring
yang digunakan adalah antrasit dan pasir. Karakteristik antrasit dan pasir yang
digunakan sebagai media penyaring terdapat pada tabel :


Tabel 16. Karateristik media filter
material Faktor
bentuk
Berat
jenis
porositas ES
(d10)
Koefisien
keseragaman
Tebal
media
Pasir 0.92 2.65 0.42 0.5 1.5 0.3
antrasit 0.72 1.5 0.55 0.9 1.45 0.4
Sumber : teori dan perencanaan instalasi pengolahan air, 2001

- Perhitungan
Distribusi ukuran media diperoleh dengan mengeplotkan d10 dan d60 dari
masing-masing media pada kertas probobalitas dan menggambar garis lurus
yang melalui kedua titik tersebut.
Antrasif : d10 = Ud10 = (1.45)(0.9 mm) = 1.31 mm
Pasir : d60 = Ud10 = (1.5)(0.5 mm) = 0.75 mm
b. Sistem underdrain
- Kriteria desain terpilih
Sistem underdrain yang digunakan adalah sistem pipa lateral
Rasio luas orifice : luas bed : 2 x10
-3
: 1
Rasio luas lateral : luas orifice : 2 : 1
Rasio luas manifold : luas lateral : 1.5 : 1
88

Diameter orifice : inch
Jarak antar orifice = jarak antar lateral : 3-12 inch
Orifice
Ar = 40.9 m
2

Rasio A
orifice
: A
filter
= 2 x 10
-3
:1
Diameter orifice = 0.5 inch (0.0127)
2

Luas orifice total = ( 2 x 10
-3
)x A
filter

= ( 2 x 10
-3
) x 40.9
= 0.081 m
2

Luas masing-masing orifice
A or = 1/4 D
2

=1/4 x 3.14 x ( 0.0127)
2

= 1.27 x 10
-4
m
2

Jumlah orifice (Nor)
Nor = 0.081/ 1.27
= 637 buah
Lateral
Rasio A
lateral
: A
orifice

A
lat
= 2 x A
or tot

= 2 x 0.081
= 0.16 m
2

Jumlah lateral (Nlate)
Panjang pipa manifold = 8.4 m
Jarak antar lateral = 0.2 m
Nlate = 8.4/ 0.2
= 42 pasang
Diameter pipa lateral
89

m m
A
D
lat
07 . 0 069 . 0
14 . 3
) 42 / 16 . 0 ( 4
4
= =
=
=
t

Jika pipa yang digunakan adalah pipa dengan diameter 3 inch :
A
lat
= D
lat
2
x N
late

=

Desinfeksi
Air yang telah disaring di unit filtrasi pada prinsipnya sudah memenuhi standar kualitas,
tetapi untuk menghindari kontaminasi oleh mikroorganisme selama penyimpanan dan
pendistribusian, maka diperlukan proses desinfeksi.
o Kriteria Desain
Desinfeksi menggunakan kaporit Ca (OCl)
2/2

Berat jenis kaporit, Bj = 0,86 kg/g
Kadar klor dalam kaporit = 60%
Kapasitas pengolahan, Q = 275 l/detik
Konsentrasi larutan = C = 5%
Daya pengika klor, DPC = 1,5 mg/l
Sisa klor = (0,2 0,5) mg/l
Dosis klor = DPC + Sisa Klor = 1,5 + 0,5 = 2 mg/l
Pembubuhan larutan kaporit setiap 8 jam
o Perhitungan
Kebutuhan kaporit
= (1/60%) x dosis klor x Q
= (100/60) x 275
90

= 900 mg/dtk
= 77,76 kg/hari
Debit kaporit (Qkap)
= 77,76 / 0,86
= 90,41 L/hari
Debit pelarut (Qair)
= (95 / 5) x 90,42 L/hari
= 1717,79 L/hari
o Dimensi Bak Pelarut
Debit larutan kaporit
Qlar = Qkap + Qair
= 90,41 + 1717,79 = 1808,2 L = 1,8082 m
3
/hari
Qlar = 1808,2 L/hari / 3 = 602,7 L/8 jam = 75,34 L/jam
= 1255,6 cc/menit
Dimensi bak pelarut = P : L : H = 1 : 1 : 1
m 2 , 1 1,8082 = H = L = P
3
=
tal
H total = H + H free board = 1,2 + 0,275 = 1,475 m

5.8 Reservoir
a. Perencanaan
Tipe reservoar adalah ground reservoir dengan 4 kommpartemen
Kecepatan inlet desain (V
i
) = 2 m/dtk
Faktor peak, fp = 2,5
Kecepatan outlet (V
o
) = 3 m/dtk
Waktu pengurasan, t
c
= 2 jam
Kecepatan pengurasan (V
k
) = 2,5 m/dtk
Kecepatan overflow (V
o
) = V
i
= 2 m/dtk
Kecpatan ventilasi desain (V
vd
) = 3 m/dtk
91

b. Perhitungan
- Volume reservoir









Tabel 17. Pemakaian Air Dalam Sehari
Dari Jam ke Jam Jumlah Jam Pemakaian / Jam
(%)
Jumlah Pemakaian
22.00 - 05.00 7 0,75 5,25
05.00 - 06.00 1 4 4,00
06.00 - 07.00 1 6 6,00
07.00 - 09.00 2 8 16,00
09.00 - 10.00 1 6 6,00
10.00 - 13.00 3 5 15,00
17.00 - 18.00 1 10 10,00
18.00 - 20.00 2 4,5 9,00
20.00 - 21.00 1 3 3,00
21.00 - 22.00 1 1,75 1,75
Sumber : PAM, Prof Ir. KRI, Mangunharjo, 1982)
92

















Tabel 18. Perkiraan Fluktuasi Pemakaian Air
Dari Jam ke Jam Jumlah Jam
(%)
Pemakaian / Jam
(%) Kumulatif
00.00 - 01.00 0,75 0,75
01.00 - 02.00 0,75 1,50
02.00 - 03.00 0,75 2,25
03.00 - 04.00 0,75 3,00
04.00 - 05.00 0,75 3,75
05.00 - 06.00 4,00 775,00
06.00 - 07.00 6,00 13,75
93

07.00 - 08.00 8,00 21,75
08.00 - 09.00 8,00 29,75
09.00 - 10.00 6,00 35,75
10.00 - 11.00 5,00 40,75
11.00 - 12.00 5,00 45,75
12.00 - 13.00 5,00 50,75
13.00 - 14.00 6,00 56,75
14.00 - 15.00 6,00 62,75
15.00 - 16.00 6,00 68,75
16.00 - 17.00 6,00 74,75
17.00 - 18.00 10,00 84,75
18.00 - 19.00 4,50 89,75
19.00 - 20.00 4,50 93,75
20.00 - 21.00 3,00 96,75
21.00 - 22.00 1,75 98,50
22.00 23.00 0,75 99,25
23.00 00.00 0,75 100,75
Sumber : PAM, Prof Ir. KRI, Mangunharjo, 1982)


Untuk perhitungan volume reservoar harus memperhitungkan debit yang masuk ke reservoar
dan debit yang keluar dari reservoar. Debit yang masuk ke reservoar adalah konstan, yaitu
sebesar 100/24 jam = 4,17% unuk tiap jamnya, sedangkan debit yang keluar dari reservoar
bervariasi tergantung pemakaian air minum kota.
94



Dari jam ke
jam
Jumlah jam
pemakaian
/ jam (%)
Suplai ke
reservoar
(%)
Surplus
(%)
Defisit (%)
22.00-05.00 7 0,75 4,17 23,94 -
05.00-06.00 1 4,00 4,17 0,17 -
06.00-07.00 1 6,00 4,17 - 1,83
08.00-09.00 2 8,00 4,17 - 7,66
09.00-10.00 1 6,00 4,17 - 1,83
10.00-13.00 3 5,00 4,17 - 2,49
13.00-17.00 4 6,00 4,17 - 7,32
17.00-18.00 1 10,00 4,17 - 5,83
18.00-20.00 2 4,50 4,17 - 0,66
20.00-21.00 1 3,00 4,17 1,17 -
21.00-22.00 1 1,75 4,17 2,42 -
24 55 45,87 27,7 27,62
Sumber : PAM, Prof Ir. KRI. Mangunharjo, 1982)


Keterangan :
- Debit yang masuk ke reservoir yaitu konstan = (100/24) % = 4.17 %
- Debit yang keluar dari reservoir bervariasi tergantung pemakaian air minum.
- Jumlah suplai (%) = suplai per jam x jumlah jam
- Suplai (%) = jumlah suplai jumlah pemakaian
-

95

Persentase Vol. Reservoir
% 66 . 27
2
62 . 27 70 , 27
2
=
+
=
+ def isit surplus


Volume reservoir
3
01 . 6572
86400 275 . 0 2766 . 0
% 66 . 27
m
x x
xwaktu xQ
rata rata
=
=
=


c. Dimensi reservoar
Tipe reservoar : ground reservoar dengan volume sebesar 6572.01 m
3
,kriteria desain
kedalaman reservoir adalah 3-6 m, sedangkan yang direncanakan adalah 4 m, dengan
4 kompartemen:
75 . 410
4
01 . 6572
4
1
=
= x Ac


Diasumsikan P:L=2:1,maka 2L
2
= 410.75 m
2

L = 14.33 m
P = 28.66 m
Sehingga untuk tiap konpartemen didapat L = 14.66 m dan P =28.66 m
Jadi dimensi reservoir :
- Kedalaman = 4 meter
- Panjang = 28.66 meter
- Lebar = 14.33 meter
- Freeboard = 0.8 meter
d. Perpipaan reservoar
- Pipa inlet
Debit inlet :
Q
i
= x 0.275 m
3
/dtk
= 0.0687 m
3
/dtk
Kecepatan inlet desain, v
i
= 2 m/dtk

Diameter pipa inlet
inch mm m
x
x
xv
xQ
i
i
8 200 2 . 0
2 14 . 3
0687 . 0 4
4
2
1
= = =
(

=
(

=
|
t
|


- Pipa outlet
96

Faktor paek, f
p
= 2.5
Debit :
Q
o
= Q
r
x f
p

= 0.0687 x 2.5
= 0.17175 m
3
/dtk
Kecepatan outlet desain, v
o
= 3 m / dtk
Diameter pipa outlet :
m
x
x
xvo
xQo
27 . 0
3 14 . 3
17175 . 0 4
4
2
1
2
1
=
(

=
(

=
|
t
|

= 270 mm = 300 mm (ukuran pipa yang ada dipasaran)
- Pipa penguras
- Tinggi penguras, Hk = 2 m
- Volume pengurasan tiap konpartemen :
V = panjang x lebar x Hk
=28.66 x 14.33 x 2
= 821.39 m
3


- Waktu pengurasan, t = 2 jam
- Kecepatan pengurasan, V
d
= 2.5 m / dtk
- Debit pengurasan, Q
d

dtk m
x x
t
V
/ 1 . 0
60 60 2
39 . 821
3
=
=
=

- Diameter pipa
m
x
x
xV
xQ
d
d
d
05 . 0
5 . 2 14 . 3
1 . 0 4
4
2
1
2
1
=
(

=
(

=
|
t
|

= 50 mm ( ukuran pipa yang ada di pasaran)
- Pipa overflow
- Debit overflow, Q
of
= Q
i
= 0.0687 m
3
/ dtk
- Kecepatan overflow, V
of
= V
i
= 2 m /dtik
- Maka diameter overflow,
of
=
i
= 300 mm
- Direncanakan menggunakan 4 buah pipa ventilasi
- Debit pengaliran udara untuk tiap pipa
97

dtk m
Q Q
Q
i o
ud
/ 025 . 0
4
0687 . 0 17175 . 0
4
3
=

=

- Kecepatan ventilasi udara yang didesain
v
ud
= 4 m / dtk
- Diameter pipa ventilasi
mm
m
x
x
100
090 . 0
4
025 . 0 4
2
1
=
=
(

=
t
|

Anda mungkin juga menyukai