Anda di halaman 1dari 8

Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri

Teknik Kimia Industri


Fakultas Vokasi ITS

Analisis Kualitas Air

Reynafa Agustin, Tatya An’nur Ramadita*, Berin Amanda Putri, Lyna Levia Faiqoh
Dr. Afan Hamzah, S.T.
Departemen Teknik Kimia Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
27 Oktober 2022

ABSTRAK
Air adalah salah satu sumber alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan mempunyai daya
regenerasi yang selalu berada dalam sirkulasinya dari suatu siklus yang disebut siklus air/siklus hidrologi. Untuk
memenuh kebutuhan air bersih dibutuhkan analisa kualitas air yang ditinjau dari beberapa persyaratan atau
parameter yang harus dipenuhi, oleh karena itu, diperlukan adanya percobaan ini yang bertujuan untuk
menganalisa parameter kualitas air dari berbagai sumber, membandingkan hasil analisa dengan standar baku
mutu air yang berlaku, dan memberikan rekomendasi metode pengolahan air yang tepat berdasarkan hasil
analisa. Prosedur percobaan ini dimulai dari analisa pH, analisa TDS, analisa turbidity, analisa p-alkalinitas,
analisa m-alkalinitas, analisa total hardness, analisa silikas, analisa phophat, dan analisa Fe. Hasil yang didapat
pada analisa kualitas air yaitu secara berturut-turut Turbidity, P-Alkalinitas, M-Alkalinitas, kadar phospat, kadar
Fe, pH, Total Hardness, TDS, dan kadar silika bahwa kadar Fe untuk masing-masing sampel melebihi standar.
Selain itu, kadar turbidity dan kadar phosphate air sungai menunjukkan melebihi batas baku mutu air minum.
Serta, air ampel yang kadar phosphate-nya juga diatas WHO standard untuk air minum. Dari masing-masing
sampel dapat dinyatakan air yang paling tidak layak dikonsumsi adalah air sungai dan air yang kurang layak
dikonsumsi adalah air ampel.

Kata Kunci : Air, Analisa, Standar

PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan pokok setiap makhluk hidup di bumi. Pada dasarnya air digunakan
untuk kegiatan sehari - hari seperti minum, mandi, memasak, maupun mencuci. Bukan hanya untuk
memenuhi kebutuhan domestik rumah tangga melainkan juga untuk kebutuhan–kebutuhan seperti
kebutuhan produksi, kebutuhan industri dan kebutuhan lainnya [1]. Namun, akhir-akhir ini banyak
persoalan yang melatarbelakangi buruknya penyediaan air bersih seperti: pencemaran air, sumber mata
air yang mengering, air bersih menjadi komoditas yang mahal, perubahan iklim yang mengakibatkan
musim yang tidak menentu lagi, serta banyak sumur yang tercemar oleh limbah industri dan lain
sebagainya [2].
Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan air bersih dibutuhkan analisa kualitas air yang
ditinjau dari beberapa persyaratan atau parameter yang harus dipenuhi, diantaranya kualitas fisik yang
terdiri atas bau,warna dan rasa, kualitas kimia yang terdiri atas pH, dan kualitas biologi dimana air
terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit agar kelangsungan hidup manusia dapat berjalan
lancar, air bersih juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia
pada tempat tertentu dan kurun waktu tertentu [3].
Analisa kualitas air sangat dibutuhkan pada skala industri yang paling sering ditemui adalah
industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) [4]. Oleh karena itu, diperlukan adanya percobaan ini
yang bertujuan untuk menganalisa parameter kualitas air dari berbagai sumber, membandingkan hasil
analisa dengan standar baku mutu air yang berlaku, dan memberikan rekomendasi metode pengolahan
air yang tepat berdasarkan hasil analisa.

TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan salah satu sumber alam yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan
mempunyai daya regenerasi yang selalu berada dalam sirkulasinya dari suatu siklus yang disebut
siklus air/siklus hidrologi. Air mempunyai sifat-sifat tertentu yang khas seperti: air selalu menempati
atau mengisi ruang sesuai bentuk dan ukurannya, mempunyai berat, permukaan air tenang selalu datar,
1
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah, dapat berubah bentuk (wujud) padat atau bentuk gas,
dapat melarutkan beberapa zat kimia lainnya, menekan ke segala arah, meresap/merembes melalui
celah kecil, selalu bening/tidak berwarna, tidak mempunyai rasa (netral) dan tidak berbau. Air dapat
menjadi wadah dan sebaliknya air dapat diwadahi oleh benda lain. Oleh karena sifatnya demikian
maka air dapat dibuat menjadi sarana pembantu manusia [5].
Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari - hari
termasuk diantaranya sanitasi. Macam - macam sumber air bersih diantaranya air laut, air atmosfer, air
permukaan, air tanah, dan mata air[6]
Ada dua jenis sumber pencemaran air yaitu, penyebab tetap dan penyebab tidak tetap. Penyebab
tetap adalah sumber yang dapat diidentifikasi penyebabnya seperti, pembuangan limbah dari pabrik
dan pabrik pengolahan. Sementara itu, penyebab yang tidak tetap adalah sumber yang tidak dapat
diidentifikasi dari mana asalnya. Misalnya, air aliran yang terkontaminasi dari kegiatan pertanian atau
penebangan[7]. Jika didasarkan asalnya, limbah dikelompokkan menjadi 2 yaitu limbah organik dan
limbah anorganik.
Limbah organik bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami, misalnya dari
pestisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan. Limbah ini mempunyai sifat kimia yang
stabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan
selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Limbah rumah tangga yang
termasuk limbah organik berupa kertas, plastik dan air cucian serta limbah B3 yaitu bahan berbahaya
dan beracun seperti sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Sedangkan, limbah anorganik berasal dari
sumber daya alam yang tidak dapat di uraikan, tidak dapat diperbaharui [8]. Air limbah rumah tangga
dapat mengandung berbagai jenis bahan anorganik seperti pupuk anorganik misalnya yang
mengandung unsur nitrogen dan fosfor[9].
Oleh karena itu, perlu adanya standar baku mutu pada air minum dan sanitasi agar masyarakat
terhindar dari bahaya pencemeran air untuk konsumsi sehari-hari. Tabel 1.1 merupakan tabel baku
mutu air minum dan sanitasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan mengenai kualitas air minum
dan sanitasi. Dalam baku mutu yang ditetapkan oleh PERMENKES mengenai baku mutu air minum,
terdapat parameter mikrobiologi, kimia, dan fisik dengan standar dan batas maksimal yang telah
ditentukan[10][11].
Tabel 2.1 Parameter Air Minum dan Air Sanitasi
Kadar Maksimum yang Kadar Maksimum yang
No. Jenis Parameter Satuan
diperbolehkan untuk diperbolehkan untuk air
air minum sanitasi
Parameter Wajib
a. Parameter Fisik
1) Bau Tidak berbau Tidak berbau
2) Warna TCU 15 50
3) TDS mg/l 500 1000
4) Kekeruhan NTU 5 50
5) Rasa Tidak Berasa Tidak Berasa
6) Suhu ºC Suhu udara ± 3 Suhu udara ± 3
b. Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2 -
2) Besi mg/l 0,3 1
3) Kesadahan mg/l 500 500
4) Klorida mg/l 250 -
5) Mangan mg/l 0,4 0,5
6) pH 6,5-8,5 6,5-8,5
2
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

7) Seng mg/l 3 15
8) Sulfat mg/l 250 400
9) Tembaga mg/l 2 -
10) Ammonia mg/l 1,5 -
Selain baku mutu air dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terdapat standar kualitas air
yang dikeluarkan WHO[12][13][14], parameter-paramater tersebut dapat diihat pada Tabel 2.
Tabel 2.2 Standar Kualitas Air Minum WHO
Parameter Satuan WHO Standard
pH 7,0-8,5
Alkalinity mg/l 100
Total Hardness mg/l 500
Phosphate mg/l 0,1-1,0
Silica mg/l 100
Berikut beberapa parameter kualitas air yang akan dilakukan pada percobaan dan pengaruhnya
jika melebihi ambang batas:
1. pH (Derajat Keasaman)
pH merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai
pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan
dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifatasam, sedangkan pH
> 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa
kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2S yang
bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah [15]. Selain
itu, Air yang pHnya rendah akan terasa asam, sedangkan bila pHnya tinggi terasa pahit
2. TDS (Total Dissolved Solid)
dengan melakukan pengukuran konsentrasi Total Dissolved Solids (TDS) untuk menentukan
jumlah garam terlarut pada sumur penduduk. TDS merupakan parameter fisik air baku dan ukuran
zat terlarut, baik zat organik maupun anorganik yang terdapat pada larutan. TDS mencakup jumlah
material dalam air, material ini dapat berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat, fosfat, nitrat,
kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, dan ion-ion lainnya. Kandungan TDS dalam air
juga dapat memberi rasa pada air yaitu air menjadi seperti garam, sehingga jika air yang
mengandung TDS terminum, maka akan terjadi akumulasi garam di dalam ginjal manusia,
sehingga lama-kelamaan akan mempengaruhi fungsi fisiologis ginjal [16].
3. Turbidity
Turbidity adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan
air baku dengan skala NTU (Nephlometere Turbidity Units). Turbidity perairan umumnya
disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik
terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Turbidity menyebabkan cahaya matahari tidak
dapat masuk kedalam air sehingga proses fotosintesis terganggu yang menybabkan adanya
gangguan pada vegetasi lain dalam air[15].
4. Total Hardness
Kesadahan air dapat diakibatkan oleh kandungan ion kalsium (Ca 2+) dan magnesium (Mg2+). Air
sadah yang banyak mengandung ion- ion tersebut tidak baik untuk dikonsumsi. Karena dalam
jangka panjang akan menimbulkan kerusakan pada ginjal, dan hati sehingga tubuh kita hanya
memerlukan ion-ion tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit. Selain itu, air sadah juga
mengakibatkan sabun atau deterjen yang digunakan sukar berbusa dan di bagian dasar peralatan
yang dipergunakan untuk merebus air terdapat kerak atau endapan [17].
5. Alkalinitas

3
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

Alkalinitas sangat berguna dalam air maupun air limbah, karena dapat memberikan buffer untuk
menahan perubahan pH. Nilai alkalinitas yang rendah mengindikasikan bahwa kandungan kalsium
dan magnesium masih berimbang dengan ion logam bervalensi dua lainnya [18].
6. Silika (SiO2)
Silika adalah komponen kerangka diatom yang sangat penting dan ada dalam air sebagai silikat
terlarut. Komponen diatomnya berguna untuk bagian tanaman air. Sehingga, penurunan kadar
silika air dikaitkan dengan perubahan komposisi diatom pada flora alga akan mengurangi
ganggang hijau biru yang diinginkan (cyanobacteria)[13].
7. Phosphat (P2O5)
Senyawa fosfat di perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan
pelapukan tumbuhan serta hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat. Tingginya
konsentrasi fosfat dapat berbahaya bagi biota laut yang hidup dalam perairan. Sebagai imbasnya,
potensi terjadinya eutrofikasi atau ledakan populasi (blooming) alga sangat besar. Kondisi tersebut
selanjutnya dapat berpengaruh terhadap turunnya konsentrasi oksigen dalam badan air sehingga
menyebabkan kematian ikan dan fosfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori sedimen melalui
berbagai proses antara lain sedimentasi dan adsorpsi [19].
8. Besi (Fe)
Adanya kandungan Fe dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat
setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga
menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta
bercak-bercak kuning pada pakaian. Zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe,
sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena
akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila
dikonsumsi[17].

METODOLOGI PERCOBAAN
Penelitian ini dilaksanakan pada 27 Oktober 2022 di Laboratorium Sistem Operasi Proses, Teknik
Kimia Industri ITS.
1. Variable Percobaan
Variabel Percobaan dalam praktikum ini adalah air ampel, air alkalin, air kemasan oksigen dan air
sungai.
2. Alat dan Bahan Percobaan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker glass, gelas ukur, pH meter, pipet tetes,
TDS meter, turbidity meter, test kit, timbangan, indikator MO, indikator PP, NaOH 0,1 N, HCl. 0,1 N,
dan silika (SiO2).
3. Prosedur Percobaan
3.1 Analisa pH
Mengambil 10 mL sampel dan memasukannya dalam erlenmeyer. Mengukur pH untuk tiap-tiap
sampel menggunakan pH meter. Mencatat pH yang terukur pada pH meter.
3.2 Analisa Total Dissolve Solid (TDS)
Mengambil 30 mL sampel dan memasukkannya dalam erlenmeyer. Mengukur TDS untuk tiap
sampel menggunakan TDS meter. Mencatat TDS yang terukur pada TDS meter.
3.3 Analisa Turbidity
Menghidupkan alat turbidimeter. Masukkan sampel dalam kuvet hingga batas tera. Masukkan
kuvet ke dalam turbidimeter. Mencatat turbidity yang terukur pada turbidimeter.
3.4 Analisa P-Alkalinitas

4
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

Mengambil sampel air PDAM sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur lalu
memasukkan ke dalam erlenmeyer. Memberi sampel dengan 3 tetes indikator PP. Lalu menitrasi
dengan NaOH 0,1 N hingga menjadi warna merah muda.
3.5 Analisa M-Alkalinitas
Mengambil sampel air PDAM sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur lalu
memasukkan ke dalam erlenmeyer. Memberi sampel dengan 3 tetes indikator M.O. Lalu menitrasi
dengan HCl 0,1 N hingga tidak berwarna.
3.6 Analisa Total Hardness
Mengambil tiap-tiap sampel sebanyak 5 mL. Menambahkan H1 sebanyak 2 tetes sampai berwarna
merah. Menambahkan H2 sampai berwarna hijau.
3.7 Analisa Silika (SiO2)
Mengambil tiap sampel sebanyak 1 mL. Menambahkan aquades sebanyak 9 mL pada tiap sampel.
Menuangkan sampel yang telah diencerkan dalam kotak parameter SiO 2. Menambahkan 10 tetes SiO2,
5 tetes SiO2, dan 5 tetes SiO2 kedalam sampel yang telah diencerkan dan mengocoknya. Menunggu
sampel antara 10-15 menit. Mengukur dan mencatat perubahan warna yang terjadi sesuai angka yang
tertera pada kotak parameter SiO2.
3.8 Analisa Phosphat (P2O5)
Mengambil tiap sampel sebanyak 1 ml. Menambahkan aquades sebanyak 9 ml pada tiap sampel.
Menuangkan sampel yang telah diencerkan dalam kotak parameter P2O5.
3.9 Analisa Fe
1. Pembuatan Larutan Reagen
Membuat buffer ammonium asetat dengan melarutkan 125 ml dalam 150 ml aquades.
Menambahkan secara perlahan CH3COOH hingga mencapai batas tera dalam labu ukur 500 ml.
Membuat fenantrolin 0,1 %. Memasukkan 100 mg fenantrolin dalam 100 ml aquadest kemudian
memanaskan sampai 80°C.
2. Tahap Kalibrasi
Menyiapkan larutan blanko (aquadest). Mengambil larutan blangko sebanyak 50 ml.
Menambahkan 2 tetes HCl pekat, 10 ml larutan buffer ammonium asetat, 2 ml fenontralin 0,1% pada
masing-masing larutan standar. Memasukkan larutan blanko ke dalam kuvet. Memasang kuvet pada
alat. Mengatur nilai absorbansi sama dengan nol dan transmitan sama dengan seratus pada panjang
gelombang 510 nm.
3. Pembuatan kurva standart
Membuat larutan standar FeSO4 dengan variabel konsentrasi pada suatu ppm. Mengambil larutan
standar dengan variabel konsentrasi sebanyak 50 ml. Menambahkan 2 tetes HCl pekat, 10 ml larutan
buffer ammonium asetat, dan 2 ml fenontralin 0,1%. Memasukkan larutan tersebut kedalam kuvet dan
memasang kuvet pada alat spektrofotometer. Mengukur absorbansi masing-masing larutan standar dan
mencatat nilai absorbansinya.
4. Penentuan Konsentrasi Fe2+ pada Sampel
Mengambil 50 ml sampel, 2 tetes HCl pekat, 10 ml larutan buffer ammonium asetat, 2 ml
fenantrolin 0,1%. Memasukkan larutan tersebut ke dalam kuvet dan memasang kuvet pada alat
spektrofotometer. Mengukur absorbansi sampel dan mencatat hasilnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk memenuhi kebutuhan air bersih dibutuhkan analisa kualitas air yang ditinjau dari beberapa
persyaratan atau parameter yang harus dipenuhi, diantaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau,warna
dan rasa, kualitas kimia yang terdiri atas pH, dan kualitas biologi dimana air terbebas dari
mikroorganisme penyebab penyakit agar kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih
juga harus tersedia dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu
dan kurun waktu tertentu [3]. Oleh karena itu, diperlukan adanya percobaan ini yang bertujuan untuk
5
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

menganalisa parameter kualitas air dari berbagai sumber, membandingkan hasil analisa dengan standar
baku mutu air yang berlaku, dan memberikan rekomendasi metode pengolahan air yang tepat
berdasarkan hasil analisa.
Berikut merupakan data hasil analisa terhadap kandungan air pada masing-masing sampel:
Tabel 4.1 Perbandingan kandungan air sungai terhadap standar baku mutu air sanitasi
Parameter Satuan Air Air Air Aier Standar Standar WHO
Ampe Sungai Kemasa Alkalin Baku Baku Standard
l n O2 Mutu Air Mutu Air
Sanitasi Minum
Turbidity NTU 7 35 0,34 0,5 50 5 -
P- ppm 407 610 203,5 814 - - -
Alkalinita CaCO3
s
M- ppm 4070 1017,5 1221 1221 - - -
Alkalinita CaCO3
s
Kadar ppm 2,5 5 1 1 - - 0,1-1,0
Phosphat
Kadar Fe ppm 3,78 6,15 2,98 3,3 1 0,3 -
pH - 7,32 7,63 8,19 8,35 6,5-8,5 6,5-8,5 7,0-8,5
Total ppm 230 179 19 17 500 500 500
Hardness
TDS ppm 294 422 15,0 12,7 1000 500 -
Kadar ppm 1,5 0,7 0 0 - - 100
SiO2
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk parameter turbidity batas yang diperbolehkan pada baku
mutu air sanitasi sebesar 50 NTU dan baku mutu air minum sebesar 5 NTU. Sehingga, dapat
disimpulkan sampel air yang melebihi batas baku mutu adalah sampel air sungai karena nilainya
sebesar 35 NTU dan lebih besar dibanding standar turbidity untuk baku mutu air minum. Tingginya
nilai turbidity selain menurunjan estetika pada air juga akan mengakibatkan proses disinfeksi menjadi
sukar[20].
Pada parameter phosphate nilai yang melebihi batas WHO standard adalah nilai sampel air ampel
dengan sebesar 2,5 ppm dan sampel air sungai sebesar 5 ppm. Hal ini dikarenakan kedua sampel
tersebut melewati batas wajar WHO standard yang sebesar 0,1-1,0 ppm. Tingginya konsentrasi fosfat
dapat berbahaya bagi biota laut yang hidup dalam perairan. Sebagai imbasnya, potensi terjadinya
eutrofikasi atau ledakan populasi (blooming) alga sangat besar. Kondisi tersebut selanjutnya dapat
berpengaruh terhadap turunnya konsentrasi oksigen dalam badan air sehingga menyebabkan kematian
ikan dan fosfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori sedimen melalui berbagai proses antara lain
sedimentasi dan adsorpsi[19].
Untuk kadar Fe, pada masing-masing sampel melebihi batas yang diperbolehkan air minum yaitu
sebesar 0,3 ppm. Dan akumulasi kadar Fe paling banyak terdapat pada sampel air sungai. Adanya
kandungan Fe dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah
beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau
yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada
pakaian. Zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah
kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang
sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi [17]

6
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

Lalu, pada parameter pH nilai masing-masing sampel memenuhi standar baku mutu air minum
dan air sanitasi dengan sebesar 6,5-8,5 serta pada WHO standard dengan batas pH yang diperbolehkan
sebesar 7,0-8,5
Pada parameter total hardness nilai masing-masing sampel memenuhi standar baku mutu air
minum, air sanitasi, dan WHO standard dengan batas total hardness yang diporbelahkan adalah
sebesar 500 ppm.
Pada kadar SiO2, nilai masing-masing sampel memenuhi WHO standard dengan batas kadar SiO 2
yang diporbelahkan adalah sebesar 100 ppm.
Maka dapat disimpulkan, air sungai tidak layak dikonsumsi sebagai air minum karena nilai
turbidity, phosphate dan kadar besinya melebihi batas standar baku mutu air minum. Selain itu, air
ampel juga kurang layak untuk dikonsumsi dikarenakan kadar Fe dan kadar phosphatenya lebih besar
dari standar untuk air minum yang berlaku seperti pada Tabel 4.1.

KESIMPULAN
Dari hasil percobaan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil yang didapat pada analisa kualitas air yaitu secara berturut-turut Turbidity, P-Alkalinitas, M-
Alkalinitas, kadar phospat, kadar Fe, pH, Total Hardness, TDS, dan kadar silika bahwa kadar Fe
untuk masing-masing sampel melebihi standar. Selain itu, kadar turbidity dan kadar phosphate air
sungai menunjukkan melebihi batas baku mutu air minum. Serta, air ampel yang kadar phosphate-
nya juga diatas WHO standard untuk air minum.
2. Dari masing-masing sampel dapat dinyatakan air yang paling tidak layak dikonsumsi adalah air
sungai dan air yang kurang layak dikonsumsi adalah air ampel.

DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Irada Amalia and dan Agung Sugiri, “Ketersediaan Air Bersih Dan Perubahan
Iklim: Studi Krisis Air Di Kedungkarang Kabupaten Demak,” J. Tek. PWK, vol. 3, no.
2, pp. 295–302, 2014, [Online]. Available:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
[2] A. Hargono, C. Waloejo, M. P. Pandin, and Z. Choirunnisa, “Penyuluhan Pengolahan
Sanitasi Air Bersih untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Desa Mengare,
Gresik,” Abimanyu J. Community Engagem., vol. 3, no. 1, pp. 1–10, 2022, doi:
10.26740/abi.v3n1.p1-10.
[3] Y. Pane, S. Suhelmi, and D. S. P. S. Sembiring, “Analisa Penentuan Kualitas Air untuk
Masyarakat Dalam Kegiatan Industri di Pabrik Sarung Tangan Namorambe,” Jesya
(Jurnal Ekon. Ekon. Syariah), vol. 3, no. 2, pp. 471–478, 2020, doi:
10.36778/jesya.v3i2.272.
[4] F. Mairizki, “Analisa Kualitas Air Minum Isi Ulang Di Sekitar Kampus Universitas
Islam Riau,” J. Katalisator, vol. 2, no. 1, p. 9, 2017, doi: 10.22216/jk.v2i1.1585.
[5] M. K. Sallata, “KONSERVASI DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
BERDASARKAN KEBERADAANNYA SEBAGAI SUMBER DAYA ALAM,” Info
Tek. EBONI, vol. 12, no. 1, pp. 75–86, 2015.
[6] S. Purwoto and W. Nugroho, “Removal Klorida, Tds Dan Besi Pada Air Payau Melalui
Penukar Ion Dan Filtrasi Campuran Zeolit Aktif Dengan Karbon Aktif,” WAKTU J.
Tek. UNIPA, vol. 11, no. 1, pp. 47–59, 2013, doi: 10.36456/waktu.v11i1.861.
[7] S. N. A. Rukmana, “Upaya malaysia dalam mengatasi krisis air melalui renegosiasi
perjanjian jual-beli air tahun 2018-2021,” vol. 10, no. 2, pp. 503–512, 2022.
[8] D. Dahruji, P. F. Wilianarti, and T. Totok Hendarto, “Studi Pengolahan Limbah Usaha
Mandiri Rumah Tangga dan Dampak Bagi Kesehatan di Wilayah Kenjeran, Surabaya,”
Aksiologiya J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 1, no. 1, p. 36, 2016, doi:
10.30651/aks.v1i1.304.
7
Laboratorium Teknologi Pengolahan Air Industri
Teknik Kimia Industri
Fakultas Vokasi ITS

[9] R. Hasibuan, “Analisis dampak limbah/sampah rumah tangga terhadap lingkungan


hidup,” J. Ilm. “Advokasi,” vol. 04, no. 01, pp. 42–52, 2016, [Online]. Available:
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=jurnal+issn+rosmidah+hasibuan
[10] Permenkes RI, “Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum,” Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia. p. MENKES, 2010.
[11] Menteri Kesehatan Republik Indonesia, “Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
Dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang,
Solus Per Aqua dan Pemandian Umum,” Peratur. Menteri Kesehat. Republik Indones.,
pp. 1–20, 2017.
[12] R. K. Gandhi, A. K. Raina, and N. Sharma, “Ion chromatography of major anions in
the Neeru stream, Bhaderwah, J&K, India,” Environ. Conserv. J., vol. 19, no. 3, pp.
17–30, 2018, doi: 10.36953/ecj.2018.19302.
[13] O. O. Abiona, L. O. Sanni, and S. O. Awonorin, “Chemical properties of water sources
for cassava processing in selected areas of Southwest Nigeria,” J. Food, Agric.
Environ. Vol.2, vol. 2, no. June 2015, pp. 1–3, 2004.
[14] R. Jindal and C. Sharma, “Studies on water quality of Sutlej River around Ludhiana
with reference to physicochemical parameters,” Environ. Monit. Assess., vol. 174, no.
1–4, pp. 417–425, 2011, doi: 10.1007/s10661-010-1466-8.
[15] R. Masriatini, N. Sari, and Z. Imtinan, “Analisa Kualitas Fisik Air Sungai Lematang Di
Kabupaten Lahat,” J. Redoks, vol. 3, no. 1, pp. 27–35, 2019.
[16] R. Afrianita, T. Edwin, and A. Alawiyah, “Analisis Intrusi Air Laut dengan
Pengukuran Total Dissolved Solids (TDS) Air Sumur Gali di Kecamatan Padang
Utara,” J. Dampak, vol. 14, no. 1, p. 62, 2017, doi: 10.25077/dampak.14.1.62-72.2017.
[17] S. P. Purwoto and J. Sutrisno, “PENGOLAHAN AIR TANAH BERBASIS
TREATMENT Ferrolite, Manganese Zeolite , dan Ion Exchange,” WAKTU J. Tek.
UNIPA, vol. 14, no. 2, pp. 21–31, 2016, doi: 10.36456/waktu.v14i2.134.
[18] I. S. Sulistyorini, M. Edwin, and A. S. Arung, “Analisis Kualitas Air Pada Sumber
Mata Air Di Kecamatan Karangan Dan Kaliorang Kabupaten Kutai Timur,” J. Hutan
Trop., vol. 4, no. 1, p. 64, 2017, doi: 10.20527/jht.v4i1.2883.
[19] B. Hamuna, R. H. R Tanjung, and H. K. Maury, “Concentration of Ammonia, Nitrate
and Phosphate in Depapre District Waters, Jayapura Regency,” EnviroScienteae, vol.
14, no. 1, pp. 8–15, 2018.
[20] I. Febiary, A. F. W, and S. Yuniarno, “Efektivitas Aerasi, Sedimentasi, dan Filtrasi
untuk Menurunkan Kekeruhan dan Kadar Besi (Fe) dalam Air,” J. Chem. Inf. Model.,
vol. 8, no. 9, pp. 32–39, 2016.

Anda mungkin juga menyukai