Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum
Air merupakan bahan alam yang diperlukan untuk kehidupan manusia, hewan dan tanaman
menggunakan air yaitu sebagai media pengangkutan zat-zat makanan, juga merupakan
sumber energi serta berbagai keperluan lainnya. Sehingga air menjadi sumber daya alam yang
memenuhi kebutuhan orang banyak yang perlu dilindungi agar tetap dapat bermanfaat bagi
hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Persyaratan yang
dilakukan untuk menjaga atau pencapai standar kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya
pelestarian dan pengendalian. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan dipengaruhi oleh
komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi kesehatan dan
keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan
menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari
sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural
resources depletion). Komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus
dipergunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran rakyat (Faisal, 2019).

Menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air


Minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang melalui syarat dan dapat langsung diminum. Air minum harus terjamin dan aman bagi
kesehatan, air minum aman bagi kesehatan harus memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis,
kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.

Air minum merupakan kebutuhan dasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan manusia
secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan derajat Kesehatan masyarakat. Untuk
memenuhi kebutuhan dasar tersebut Diperlukan sistem penyediaan air minum yang
berkualitas, sehat, efisien dan efektif, terintegrasi dengan sektor sektor lainnya terutama
sektor sanitasi sehingga masyarakat dapat hidup sehat dan produktif. Dalam rangka
peningkatan penyediaan air minum, maka perlu dilakukan pengembangan sistem penyediaan
air minum yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan meningkatkan sistem fisik
(teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum)
dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera (Putra, dkk, 2018).
2.1.1 Pengertian Air Bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416/MENKES/PER/ IX/1990
tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, yang dimaksud dengan air bersih adalah
air yang jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengandung
mineral/kuman yang membahayakan tubuh. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air
yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan
kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat
diminum apabila dimasak (Ningrum, 2018).

2.1.2 Sumber-Sumber Air Bersih


Menurut Surti dan Yunus (2019), sumber air merupakan salah satu komponen utama yang ada
pada suatu sistem penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem
penyediaan air bersih tidak akan berfungsi. Macam-macam sumber air yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air minum dan air bersih adalah sebagai berikut:
1. Air Hujan
Air hujan disebut dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air hujan adalah sebagai
berikut:
a. Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral dan air hujan
pada umumnya bersifat lebih bersih.
b. Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara seperti NH 3,
CO2, ataupun SO2.

2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air
permukaan akan mengalami pengotoran selama pengalirannya, pengotoran tersebut
disebabkan oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, limbah industri, kotoran
penduduk dan sebagainya. Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber
atau bahan baku air bersih adalah:
a. Air waduk (berasal dari air hujan)
b. Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air)
c. Air danau (berasal dari air hujan, air sungai, atau mata air)
3. Air tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah, yang dibedakan menjadi:
a. Air Tanah Dangkal
Air ini terdapat pada kedalaman sekitar 15 m dari permukaan tanah dangkal sebagai
sumber air bersih, dari segi kualitas agak baik namun dari segi kuantitas sangat
tergantung pada musim.
b. Air Tanah Dalam
Air ini memiliki kualitas yang agak baik dibandingkan dengan air tanah dangkal karena
penyaringannya lebih sempurna dan bebas dari bakteri, sedangkan kuantitasnya tidak
dipengaruhi oleh musim.

2.2 Sumber Air


Sumber air di alam terdiri atas air laut, air atmosfir, air permukaan, dan air tanah (Utari,
2019).
1. Air Laut
Air laut mempunyai sifat yang asin karena mengandung garam NaCl dengan kadar sebesar
3% sehingga dengan kandungan tersebut, kadar garam NaCl dalam air laut tidak
memenuhi syarat sebagai sumber air minum.

2. Air Atmosfir/Air Hujan


Dalam kehidupan sehari - hari air atmosfir dikenal sebagai air hujan. Air hujan dapat
tercemar oleh adanya pengotoran di udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri,
debu, dan lain sebagainya, namun dalam keadaan murni menjadikan air hujan sebagai
sumber air minum hendaknya tidak menampung air hujan pada saat hujan baru turun,
karena airnya masih mengandung banyak kotoran. Selain itu air hujan memiliki sifat
korosif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini
akan dapat mempercepat terjadinya korosi/karatan.

3. Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bagi bahan baku air bersih. Air
permukaan seringkali merupakan sumber air yang paling tercemar, baik karena kegiatan
manusia, fauna, flora, dan zat-zat lainnya. Air permukaan ini meliputi:
a. Air Sungai
Air sungai memiliki derajat pengotoran yang tinggi sekali. Hal ini karena selama
pengalirannnya mendapat pengotoran, misalnya oleh lumpur, batang -batang kayu,
daun-daun, kotoran industri, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam penggunaannya
sebagai air minum haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna.
b. Air Rawa
Kebanyakan air rawa berwarna kuning coklat yang disebabkan oleh adanya zat-zat
organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air. Dengan
adanya pembusukan kadar zat organik yang tinggi tersebut maka umumnya kadar
mangan (Mn) akan tinggi pula, namun dalam keadaan anaerob unsur-unsur mangan
(Mn) ini akan larut.

4. Air Tanah
Air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke
dalam lapisan tanah yang kemudian menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat
air tanah, air hujan akan menembus ke beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya
kesadahan pada air. Kesadahan pada air ini akan menyebabkan air mengandung zat-zat
mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium,
magnesium, dan logam berat seperti besi dan mangan. Kandungan logam berat seperti besi
dan mangan dapat mengubah warnah air menjadi kuning coklat pada saat terkena kontak
dengan udara. Selain itu air tanah terdiri dari tiga jenis, yaitu air tanah dangkal (≤ 40 m),
air tanah dalam (≥ 40 m), dan mata air.

2.3 Kriteria Mutu Air Bersih


Menurut Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021, mutu air adalah ukuran kondisi air pada
waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan
metode tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan baku
mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Berdasarkan Permenkes No. 492 Tahun 2010, air minum aman bagi kesehatan apabila
memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologos, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam
parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter tambahan dapat ditambahkan oleh
pemerintah sesuai dengan kondisi kualitas lingkungan daerah masing-masing dengan
mengacu pada parameter tambahan yang diatur dalam Permenkes No. 492 Tahun 2010.
Tabel 2.1 Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum
Kadar Maksimum yang
No. Jenis Parameter Satuan
Diperbolehkan
1 Parameter yang berhubungan langsung
dengan kesehatan

a. Parameter Mikrobiologi
1) E. Coli Jumlah per 100 ml 0
sampel
2) Total Bakteri Kloriform Jumlah per 100 ml 0
sampel
b. Kimia an-organik
1) Arsen mg/l 0,01
2) Fluorida mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit, (Sebagai NO2) mg/l 3
6) Nitrat, (Sebagai NO3) mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01

2 Parameter yang tidak langsung


berhubungan dengan kesehatan

a. Parameter Fisik
1) Bau Tidak berbau
2) Warna TCU 15
3) Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Rasa Tidak berasa
6) Suhu °C Suhu udara ±3
b. Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH 6,5-8,5
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10)Amonia mg/l 1,5
Sumber: Permenkes No. 492 Tahun 2010

Tabel 2.2 Parameter Tambahan Persyaratan Kualitas Air Minum


Kadar Maksimum yang
No. Jenis Parameter Satuan
Diperbolehkan
1. KIMIAWI

a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/l 0,001
Antimon mg/l 0,02
Barium mg/l 0,7
Boron mg/l 0,5
Molybdenum mg/l 0,07
Lanjutan Tabel 2.2 Parameter Tambahan Persyaratan Kualitas Air Minum…
Nikel mg/l 0,07
Sodium mg/l 200
Timbal mg/l 0,01
Uranium mg/l 0,015

b. Bahan Organik
Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
Deterjen mg/l 0,05
Chlorinated alkanes
Carbon tetrachloride mg/l 0,004
Dichloromethane mg/l 0,02
1,2-Dichloroethane mg/l 0,05
Chlorinated ethenes
1,2-Dichloroethene mg/l 0,05
Trichloroethene mg/l 0,02
Tetrachloroethene mg/l 0,04
Aromatic hydrocarbons
Benzene mg/l 0,01
Toluene mg/l 0,7
Xylenes mg/l 0,5
Ethylbenzene mg/l 0,3
Styrene mg/l 0,02
Chlorinated benzenes
1,2-Dichlorobenzene (1,2-DCB) mg/l 1
1,4-Dichlororbenzene (1,4-DCB) mg/l 0,3
Lain-lain
Di(2-ethylexyl)phthalate mg/l 0,008
Acrylamide mg/l 0,0005
Epichlorohydrin mg/l 0,0004
Hexachlorobutadiene mg/l 0,0006
Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) mg/l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2

c. Pestisida
Alachlor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dan dieldrin mg/l 0,00003
Atrazine mg/l 0,002
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Chlorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2-Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) mg/l 0,03
1,2-Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolacher mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimethalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Lanjutan Tabel 2.2 Parameter Tambahan Persyaratan Kualitas Air Minum
Trifluralin mg/l 0,02
Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D
dan MCPA
2,4-DB mg/l 0,090
Dichlorprop mg/l 0,10
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009

d. Desinfektan dan Hasil Sampingannya


Desinfektan
Chlorine mg/l 5
Hasil sampingan
Bromate mg/l 0,01
Chlorate mg/l 0,7
Chlorite mg/l 0,7
Chlorophenols
2,4,6-Trichlorophenol (2,4,6-TCP) mg/l 0,2
Bromoform mg/l 0,1
Dibromochloromethane (DBCM) mg/l 0,1
Bromodichloromethane (BDCM) mg/l 0,06
Chloroform mg/l 0,3
Chlorinated acetic acids
Dichloroacetic acid mg/l 0,05
Trichloroacetic acid mg/l 0,02
Chloral hydrate
Halogenated acetonitrilies
Dichloroacetorinitrilies mg/l 0,02
Dibromoacetonitrile mg/l 0,07
Cyanogen chloride (sebagai CN) mg/l 0,07

2. RADIOAKTIFITAS

Gross alpha activity Bq/l 0,1


Gross beda activity Bq/l 1
Sumber: Permenkes No. 492 Tahun 2010

2.3.1 Syarat Fisik Kualitas Air Minum


Menurut Tri Joko (2010) dalam Pandiangan (2018), air bersih atau air minum secara fisik
harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Syarat lain yang harus dipenuhi
adalah suhu.

1. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung dalam air seperti gas H2S,
NH3, senyawa fenol, klorofenol dan lain-lain. Pengukuran biologis senyawa organik dapat
menghasilkan bau pada zat cair dan gas. Bau yang disebabkan oleh senyawa organik ini
selain mengganggu dari segi estetika, juga beberapa senyawa lainnya dapat bersifat
karsiogenik. Pengukuran secara kuantitatif bau sulit diukur karena hasilnya terlalu
subjektif.

2. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh adanya kandungan Total Suspended Solid baik yang bersifat
organik maupun anorganik. Zat organik biasanya berasal dari lapukan tumbuhan dan
hewan, sementara zat anorganik berasal dari lapukan batuan dan logam. Zat organik dapat
menjadi makanan bakteri sehingga mendukung perkembangannya. Kekeruhan dalam air
minum/air bersih tidak boleh lebih dari 5 NTU. Penurunan kekeruhan ini sangat diperlukan
karena selain ditinjau dari segi estetika yang kurang baik juga karena proses desinfeksi
untuk air keruh juga sangat sukar dilakukan. Hal ini disebabkan karena penyerapan
beberapa koloid dapat melindungi organisme dari desinfektan.

3. Rasa
Syarat air minum/air bersih adalah air itu tidak boleh berasa. Air yang berasa dapat
menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efeknya
tergantung penyebab timbulnya rasa tersebut. Sebagai contoh rasa asam dapat disebabkan
oleh asam organik maupun anorganik, sedangkan rasa asin dapat disebabkan oleh garam
yang terlarut dalam air.

4. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25°C), dengan batas toleransi yang
diperbolehkan yaitu 25°C ± 3°C. Suhu yang normal mencegah terjadinya pelarutan zat
kimia pada pipa, menghambat reaksi biokimia pada pipa dan mikroorganisme tidak dapat
tumbuh. Jika suhu air terlalu tinggi maka jumlah oksigen terlarut dalam air akan berkurang
dan juga akan meningkatkan reaksi dalam air.

5. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk alasan estetika dan untuk
mencegah berbagai keracunan dari zat kimia maupun organisme lain yang berwarna. Pada
dasarnya warna dalam air dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu warna semu (apperent
colour) yang disebabkan oleh unsur tersuspensi dan warna sejati (true colour) yang
disebabkan oleh zat organik dan zat koloidal. Air yang telah mengandung zat organik
seperti daun, potongan kayu, rumput akan memperlihatkan warna kuning kecoklatan,
oksida besi akan menyebabkan air berwarna kemerah- merahan, dan oksida mangan akan
menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman.

2.3.2 Syarat Kualitas Kimia Air Minum


Menurut Tri Joko (2010) dalam Pandiangan (2018), air bersih/air minum tidak boleh
mengandung bahan-bahan kimia dalam jumlah tertentu yang melebihi batas. Bahan kimia
yang dimaksud adalah bahan kimia yang memiliki pengaruh langsung terhadap kesehatan.
Beberapa indikator tersebut adalah:

1. pH
pH merupakan faktor yang penting bagi air minum, pada pH < 6,5 dan > 8,5 akan
mempercepat terjadinya korosi pada pipa distribusi air bersih/air minum.
2. Zat Padat Total (Total Suspended Solid)
Total suspended solid merupakan bahan yang tertinggal sebagi residu pada penguapan
dan pengeringan pada suhu 103-105 °C.
3. Zat Organik sebagai KMnO4
Zat organik dalam air berasal dari alam (tumbuh-tumbuhan, alkohol, sellulosa, gula dan
pati), sintesa (proses-proses produksi) dan fermentasi. Zat organik yang berlebihan dalam
air akan mengakibatkan timbulnya bau tidak sedap.
4. CO2 Agresif
CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan dekomposisi zat organik. CO 2 agresif
adalah CO2 yang dapat merusak bangunan, perpipaan dalam distribusi air bersih.
5. Kesadahan Total (Total Hardness)
Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion kation logam valensi,
misalnya Mg2+, Ca2+, Fe+ , dan Mn+ . Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan
oleh adanya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ secara bersama-sama. Air sadah menyebabkan
pemborosan pemakaian sabun pencuci dan mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari
air biasa.
6. Besi
Keberadaan besi dalam air mempunyai sifat terlarut, menyebabkan air menjadi merah
kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis, dan membentuk lapisan seperti minyak.
Besi merupakan logam yang menghambat desinfeksi. Hal ini disebabkan karena adanya
daya pengikat klor (DPC) selain digunakan untuk mengikat zat organik, juga digunakan
untuk mengikat besi. Akibatnya sisa klor menjadi sedikit dan hal ini memerlukan
desinfektan yang lebih banyak dalam proses pengolahan air. Dalam air minum kadar
maksimum besi adalah 0,3 mg/l, sedangkan untuk nilai kadar ambang rasa pada kadar 2
mg/l. Besi dalam tubuh dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin namun dalam dosis
berlebihan dapat merusak dinding halus.
7. Mangan
Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk MnO 2. Kadar mangan dalam air
maksimum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/l. Adanya mangan yang berlebihan dapat
menyebabkan flek pada benda-benda putih oleh deposit MnO 2, menimbulkan rasa dan
menyebabkan warna (ungu/hitam) pada air minum, serta dapat bersifat toksik.
8. Tembaga (Cu)
9. Pada kadar yang lebih besar dari 1 mg/l akan menyebabkan rasa tidak enak pada lidah
dan dapat menyebabkan gejala ginjal, muntaber, pusing, lemah dan dapat menimbulkan
kerusakan pada hati. Dalam kadar rendah menimbulkan rasa kesat, warna, dan korosi
pada pipa.
10. Seng (Zn) Tubuh memerlukan seng sebagai proses metabolisme, tetapi pada dosisi tinggi
dapat bersifat racun. Pada air minum kelebihan kadar Zn > 3 mg/l dalam air minum
menyebabkan rasa kesat/pahit dan bila dimasak timbul endapan seperti pasir dan
menyebabkan muntaber.
11. Klorida
Klorida mempunyai tingkat toksisitas yang tergantung pada gugus senyawanya. Klor
biasanya digunakan sebagai desinfektan dalam penyediaan air minum. Kadar klor yang
melebihi 250 mg/l akan menyebabkan rasa asin dan korosif pada logam.
12. Nitrit
Kelemahan nitrit dapat menyebabkan methamoglobenia terutama pada bayi yang
mendapat konsumsi air minum yang mengandung nitrit.
13. Flourida (F)
14. Kadar F < 2 mg/l menyebabkan kerusakan pada gigi, sebaliknya bila terlalu banyak
menyebabkan warna kecoklatan pada gigi.
15. Logam berat lainnya (Pb, As, Se, Cd, Hg, Cn)
Adanya logam-logam berat pada air akan menyebabkan gangguan pada jaringan syaraf,
pencernaan, metabolisme oksigen dan kanker.
2.3.3 Syarat Kualitas Biologis Air Minum
Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman patogen dan parasit seperti kuman- kuman
thypus, kolera, dysentri, gastroenteritis. Untuk mengetahui adanya bakteri patogen dapat
dilakukan dengan pengamatan terhadap ada tidaknya bakteri E.Coli yang merupakan bakteri
indikator pencemar air. Parameter ini terdapat pada air yang tercemar oleh tinja manusia dan
dapat menyebabkan gangguan pada manusia berupa penyakit perut (diare) karena
mengandung bakteri patogen. Proses penghilangannya dilakukan dengan desinfeksi (Tri Joko,
2010 dalam Pandiangan, 2018).

Selain ketiga parameter tersebut, terdapat syarat lagi dalam parameter air bersih/air minum
yaitu syarat radiologis. Air bersih/air minum tidak boleh mengandung zat yang menghasilkan
bahan-bahan yang mengandung radioaktif, seperti sinar alfa, beta, dan gamma (Tri Joko, 2010
dalam Pandiangan, 2018).

2.4 Pengolahan Air Bersih


Tujuan dari dilakukannya pengolahan air bersih untuk mengupayakan agar mendapat air
bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air. Proses pengolahan air bersih merupakan
proses fisik, kima, dan biologi air baku agar memenuhi syarat dapat digunakan sebagai air
minum (Mulia, 2005 dalam Pandiangan, 2018).

Sumber air untuk keperluan domestik dapat berasal dari beberapa sumber, misalnya dari
aliran sungai yang relatif masih sedikit terkontaminasi, berasal dari mata air pegunungan,
berasal dari danau, berasal dari tanah, ataupun berasal dari sumber lain misalnya seperti air
laut. Air tersebut harus terlebih dahulu diolah didalam wadah pengolahan air sebelum
didistribusikan kepada pengguna. Variasi sumber air akan mengandung senyawa yang tentu
saja berbeda satu sama lainnya, maka sudah wajib bagi pengelola air untuk menjadikan air
aman dikonsumsi bagi pengguna, yaitu air yang tidak mengandung bahan berbahaya untuk
kesehatan berupa senyawa kimia untuk mikrooganisme (Manihar, 2007 dalam Pandiangan,
2018).

Menurut Manihar (2007) dalam Pandiangan (2018), ada beberapa bagian atau langkah penting
dalam pengolahan air yang sering dilakukan untuk mendapatkan air bersih adalah:
1. Menghilangkan Zat Padat
Sebelum air diolah untuk air bersih, sering ditemukan bahan baku air mengandung bahan-
bahan yang terbawa ke dalam arus air menuju bak penampungan. Bahan padat yang
mengapung dan melayang dengan ukuran besar tersebut dapat dihilangkan dengan proses
penyaringan (filtrasi). Sedangkan untuk bahan padat ukuran kecil dihilangkan dengan
proses pengendapan (sedimentasi). Untuk mempercepat proses penghilangan bahan ukuran
kecil yang dikenal sebagai koloid perlu ditambahkan dengan koagulan. Bahan koagulan
yang sering dipakai adalah alum (tawas). Tawas didalam air akan terhidrolisa dan
membentuk senyawa kompleks aluminium yang siap bereaksi dengan senyawa basa di
dalam air. Endapan berupa senyawa aluminium hidroksida akan terbentuk dan membawa
serta mengikat senyawa-senyawa lain yang tersuspensi ke dalamnya dan mengendap
bersama-sama berupa lumpur.

2. Menghilangkan Kesadahan
Air Kalsium dan magnesium dalam bentuk senyawa bikarbonat dan sulfat sering
ditemukan dalam air yang dapat menyebabkan kesadahan air. Salah satu pengaruh
kesadahan air adalah dalam proses pencucian dengan menggunakan sabun karena
terbentuknya endapan garam yang sukar larut bila sabun bereaksi dengan ion kalsium dan
magnesium. Cara untuk menghilangkannya kesadahan air, misalnya air untuk konsumsi
masyarakat digunakan proses penghilangan kesadahan air dengan penambahan soda
Ca(OH)2 dan abu soda Na2CO3, sehingga kalsium akan mengendap sebagai Mg(OH)2. Bila
kesadahan hanya disebabkan oleh kesadahan karbonat maka cukup hanya dengan
menambahkan Ca(OH)2 untuk menghilangkannya.

3. Menghilangkan Bakteri Patogen


Penghilangan mikroba patogen dapat dilakukan dengan menggunakan disinfectan.
Umumnya bahan-bahan disinfectan ini bersifat oksidator, sehingga dapat membunuh
mikroba patogen.

2.5 Unit Pengolahan Air Minum


Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) merupakan suatu rangkaian yang berfungsi untuk
mengolah air baku menjadi air agar dapat dikonsumsi. Instalasi tersebut terdiri dari beberapa
unit pengolahan yang memiliki fungsinya masing-masing. Unit pengolahan yang digunakan
dipilih berdasarkan karakteristik maupun kualitas air baku yang akan diolah, sehingga hasil
akhir dari pengolahan memenuhi baku mutu pada parameter-parameter yang ditetapkan oleh
pemerintah (Afrissa, 2019).
Pengolahan air minum diperlukan untuk menghasilkan air minum yang sesuai dengan
Permenkes RI No. 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum agar dapat
dikonsumsi oleh masyarakat. Instalasi Pengolahan Air Minum terdiri dari beberapa unit
seperti intake, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Lestari, 2019).

Gambar 2.1 Komponen Unit Instalasi Pengolahan Air (IPA)


Sumber : SNI 6773:2008

2.6 Rencana Desain


2.6.1 Bangunan Penangkap Air (Intake)
Menurut Adnan (2020), intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menyerap air baku
yang selanjutnya akan diolah dalam instalasi pengolahan air selanjutnya. Biasanya
menggunakan pompa dengan kapasitas tertentu dan bekerja dengan mekanisme pengaturan
jam kerja operasi.

Apabila intake pengolahan air minum tersebut berasal dari air permukaan (sungai), maka
harus memperhatikan beberapa hal dalam desainnya, yaitu:
a. Fluktuasi muka air sungai maksimum/minimum untuk patokan sistem perpipaan
pengambilannya agar tidak terlalu banyak lumpur yang masuk ke bangunan sadap
b. Sistem pengurasan lumpur yang masuk ke bangunan sadap
c. Sistem pengaman terhadap bendabenda terapung yang mengalir deras
d. Lokasi bangunan sadap terhadap alur sungai, yaitu apakah berada pada arus yang lurus
yang lurus atau yang berbelok.

Untuk menghitung bangunan intake menggunakan persamaan 2.1.

Q = μ × b × a × √ 2 × g × z..............................................................................................(2.1)
Dimana:
Q = Debit (m3 /detik)
µ = Koefisien debit (0,8)
b = Lebar bukaan (m)
g = Gaya gravitasi (9,81 m/s2)
z = Kehilangan tinggi energi

Persamaan kontinuitas juga dapat digunakan untuk memperhitungkan debit dan kecepatan
aliran di bangunan intake dengan rumus sebagai berikut.

Qmasuk = Qkeluar...............................................................................................................(2.2)

V1.A1 = V2.A2 ..................................................................................................................(2.3)

Dimana:
Qmasuk = Debit aliran masuk
Qkeluar = Debit aliran keluar

2.6.2 Pra Sedimentasi


Bak Pra Sedimentasi, berfungsi untuk menampung air sebelum dilakukan pengolahan lebih
lanjut. Bak Sedimentasi ini dimaksudkan untuk menangkap benda kasar yang mudah
mengendap yang terkandung dalam air baku, seperti pasir atau dapat juga disebut partikel
diskret. Penggunaan unit Pra Sedimentasi selalu ditempatkan pada awal proses pengolahan
air, sehingga dapat dicapai penurunan kekeruhan (Adnan, 2020).

Pra Sedimentasi terdiri dari 4 ruang (zona) yaitu inlet zone, settling zone, sludge zone, dan
outlet zone. Inlet zone merupakan lubang tempat masuknya aliran air ke dalam Sedimentation
Basin yang berfungsi untuk membagi atau mendistribusikan aliran air secara merata ke
seluruh bagian Sedimentation Basin. Selanjutnya, terdapat settling zone yang merupakan
ruang pengendapan, berfungsi sebagai tempat turunnya partikel tersuspensi berdasarkan
gaya gravitasi dan densitas partikel. Dilanjutkan dengan sludge zone atau ruang lumpur
tempat akumulasi padatan atau kotoran hasil pengendapan, dan outlet zone yang
berfungsi sebagai saluran keluarnya air bebas flok dari seluruh bagian basin (Pratama,
2021).

Adapun kriteria perencanaan unit prasedimentasi adalah sebagai berikut.


Vh = (10-18)V0 ....................................................................................................................(2.4)

t vo
= .............................................................................................................................(2.5)
td Q/A

Keterangan:
t = design detention time

td = theoritical detention time, atau dengan menggunakan persamaan:

y n V0
= 1 – (1 + )..............................................................................................................(2.6)
0 Q/A

Keterangan:
y0 = Removal (pemisahan) yang diharapkan y0 = Removal ideal
n = Angka performance
V0 = Kecepatan mengendap partikel
Q/A = Beban permukaan (Surface loading)

2.6.3 Koagulasi
Koagulasi adalah pengadukan cepat di mana bahan kimia (koagulan) ditambahkan ke air,
yang menyebabkan pengurangan kekuatan yang cenderung membuat partikel koloid terpisah
karena partikel koloid dalam sumber air berada dalam kondisi stabil (Lolo, 2020).

Proses koagulasi dapat dilakukan melalui tahap pengadukan antara koagulan dan air baku
netralisasi muatan. Prinsip dari koagulasi yaitu didalam air baku terdapat partikel-partikel
padatan yang sebagian besar bermuatan listrik negatif. Partikel-partikel ini cenderung untuk
saling tolak menolak satu sama lainnya sehingga tetap stabil dalam bentuk tersuspensi atau
koloid dalam air. Netralisasi muatan negatif partikel-partikel padatan dilakukan dengan
pembubuhan koagulan bermuatan positif ke dalam air diikuti dengan pengadukan secara tepat
(Metcalf and Eddy dalam Prabowo, 2019).

P = Pd + Pl..........................................................................................................................(2.7)

Dimana :
P = Panjang Total Bak Koagulasi (m)
Pd = PanjangTerjunan (m)
Pl = Panjang Loncatan (m)
V
L= ...........................................................................................................................(2.8)
P X y2

Dimana :
L = Panjang Total Bak Koagulasi (m)
V = Volume Bak (m3)
P = Panjang Total Bak Koagulasi (m)
y2 = Tinggi Air di Titik 2 Setelah Terjunan (m)

V0
Pp =
L X Hn ........................................................................................................................(2.9)

Dimana :

Pp = Panjang Bak Penampung (m)


Hn = Tinggi Air di Ambang (m)
V0 = Volume Asumsi Bak Penampung (m)

Tabel 2.3 Kriteria Perencanaan Unit Koagulasi (Pengaduk Cepat)


Unit Kriteria
Pengaduk Cepat
1. Tipe Hidrolis:
a. Terjunan
b. Saluran bersekat
c. Dalam pinstalasi pengolahan air bersekat
Mekanis :
a. Bilah (blade), pedal (paddle) kinstalasi
pengolahan air
b. Flotasi 1-5 >750
2. Waktu pengasukan (detik)
3. Nilai G/detik
Sumber : SNI 19-6774-2008

2.6.4 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses penggabungan flok kecil menjadi flok besar terjadi karena
adanya tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat (slow
mixing) pada saat proses flokulasi berlangsung (P.K. Chaudhari dalam Husna, 2020).
Adanya pengadukan lambat dalam proses flokulasi akan menghasilkan gerakan secara
perlahan dan terjadi kontak antara air dengan partikel. Sehingga terbentuk gabungan partikel
yang berukuran besar dan mudah mengendap. Pengadukan lambat dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain dengan pengadukan mekanik dan pengadukan hidrolik (Reynolds
dalam Husna, 2020).

Dalam hal ini gradien kecepatan dapat dihitung dengan rumus:

G=
√ P
V. µ
.........................................................................................................................(2.10)

G=
√ P.Q.hL.g
V× µ
...................................................................................................................(2.11)

V
Td = ...............................................................................................................................
Q
(2.12)

Dimana:
G = Gradien kecepatan (deti k -1)
Td = Waktu pengadukan/waktu tinggal (detik)
P = Power intake, Watt (N.m/detik)
V = Volume bak pencampur cepat (m3)
µ = Viskositas, N.detik/m
ρ = Densitas air (kg/m3)
Q = Laju alir air baku (m3 /detik)
G = Percepatan gravitasi (m/detik2)

Flokulasi tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.

V = Q x Td........................................................................................................................(2.13)

Dimana:
V = Volume bak (m3)
Td = Waktu detensi atau waktu tinggal (detik)
Q = Debit air (m3 /detik)
V
A= ..........................................................................................................................(2.14)
H Air

Dimana:
A = Luas penampang Bak (m2)
V = Volume bak (m2)
H = Kedalaman air asumsi (m)

A = P x L...........................................................................................................................(2.15)

Dimana:
A = Luas penampang bak (m2)
P = Panjang bak (m)
L = Lebar bak (m)

U×td×G
h= ......................................................................................................................(2.16)
g

Dimana:
U = Nilai dari µ/𝜌 (m2 /detik)
g = Gravitasi (m2 /detik)
G = Nilai gradien (kecepatan/detik)

2.6.5 Sedimentasi
Sedimentasi merupakan pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara
gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Proses ini sangat umum digunakan pada
instalasi pengolahan air minum (Hariono, 2022). Biasanya proses sedimentasi dilakukan
setelah proses koagulasi dan flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel
padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat. Dengan
kata lain, sedimentasi adalah suatu proses mengendapkan zat padat atau tersuspensi non
koloidal dalam air yang dilakukan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.

Rumus–rumus dan kriteria desain yang digunakan dalam perhitungan sedimentasi, yaitu:
a) Rasio Panjang-Lebar Bak
Rumus Rasio P/L =........................................................................................................ (2.14)
Dimana:
P = Panjang Bak
L = Lebar Bak
Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi pengendapan
diskrit (kelas 1), pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zona, dan pengendapan
kompresi/tertekan. Jenis bak pengendap adalah bak pengendap aliran batch dan bak
pengendap aliran kontinu. Uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat
berpengaruh. Oleh sebab itu, bilangan Fraude yang menggambarkan tingkat uniformitas
aliran dan turbulensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold harus memenuhi kriteria
yaitu bilangan Fraude Fr>10 dan bilangan Reynold Re < 2000 (Haq, 2018). Kriteria
perencanaan unit sedimentasi (pengendap) berdasarkan SNI 6674:2008 dapat dilihat pada
Tabel 2.5 berikut.

Tabel 2.5 Kriteria Unit Sedimentasi (Bak Pengendap)

Bak persegi Bak bundar


Bak persegi Bak bundar
Kriteria aliran vertikal – (aliran
(aliran – (kontak Clarifier
umum (menggunakan vertikal –
horizontal) padatan)
pelat/tabung radial)
Beban
permukaan 0,8 – 2,5 3,8 - 7,5 *) 1,3 - 1,9 2-3 0,5 - 1,5
(m3/m2/jam)

Kedalaman
3–6 3–6 3–5 3–6 0,5 – 1,0
(m)

Waktu tinggal
1, 5 – 3 0,07**) 1–3 1–2 2 – 2,5
(jam)
Lebar /
> 1/5 - - - -
panjang
Beban
pelimpah < 11 < 11 3,8 – 15 7 – 15 7,2 – 10
(m3/m/jam)

Lanjutan Tabel 2.5


Bilangan
< 2000 < 2000 - - < 2000
Reynold
Kecepatan
pada
- max 0,15 - - -
pelat/tabung
(m/menit)
Bilangan
> 10-5 > 10-5 - - > 10-5
Fraude
Kecepatan
vertikal - - - <1 <1
(cm/menit)
Sirkulasi - - - 3 – 5% dari -
Lumpur input
Kemiringan
dasar bak 45o – 60o 45o – 60o 45o – 60o > 60o 45o – 60o
(tanpa scraper)
Periode antar
12 – 24
pengurasan 12 – 24 8 – 24 12 – 24 Kontinyu
***
lumpur (jam)
Kemiringan
30o / 60o 30o / 60o 30o /60o 30o /60o 30o /60o
tube/plate
Sumber: SNI 6774:2008
Keterangan: *) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap
**) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap
***) pembuangan lumpur sebagian

Menurut Haq (2018), beberapa persamaan untuk sedimentasi yang digunakan adalah sebagai
berikut.
A = Q/SL.......................................................................................................................... (2.15)
Dimana:
A = Luas Bak Pengendapan (m2)
SL = Surface Loading (m/detik)
Q = Debit Air (m3/detik)

A = P x L.......................................................................................................................... (2.16)
Dimana:
A = Luas Penampang Bak (m2)
P = Panjang Bak (m)
L = Lebar Bak (m)

Pb = 15% x P.................................................................................................................... (2.17)

Dimana:
Pb = Panjang Bak Inlet (m)
P = Panjang Bak Total (m)

∑ Sisi Sejajar = (Lp x 2) / H Lumpur................................................................................ (2.18)


Dimana:
Lp = Luas Ruang Lumpur (m2)
H = Tinggi Lumpur (m)
P0 = d0 + ds......................................................................................................................... (2.19)
Dimana:
P0 = Panjang Bak Outlet (m)
D0 = Diameter Pipa Outlet (m)
Ds = Jarak Pipa ke Bak (m)

2.6.6 Filtrasi
Unit filtrasi adalah unit yang berfungsi sebagai unit penyaring flok-flok ringan yang tidak
terendapkan pada unit sedimentasi. Air dengan sisa flok-flok kecil dialirkan melalui pipa
manifold dan lateral dan akan melewati media penyaring. Media penyaring yang digunakan
adalah kerikil, anthrasit, dan pasir (Haq, 2018).

Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi melalui media pasir. Proses yang
terjadi selama penyaringan adalah pengayakan, flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir,
dan proses biologis. Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi
saringan pasir cepat dan saringan pasir lambat. Pada proses pengolahan secara filtrasi, terjadi
masa pencucian ulang filter (backwash) dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan air
bersih sebanyak 50 m3 dalam sekali pencucian. Pencucian tersebut dilakukan apabila
kemampuan filter dalam menyaring polutan yang ada memiliki efisiensi yang rendah dan
media filtrasi mengalami titik jenuh (Putra, 2018). Karateristik media filter berdasarkan SNI
6733:2008 dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Unit Filtrasi (Saringan Cepat)


Jenis Saringan
No Unit Saringan dg
Saringan Biasa Saringan
Pencucian Antar
(Gravitasi) Bertekanan
Saringan
Jumlah bak
1. N = 12 Q 0,5*) minimum 5 bak -
saringan
Kecepatan
2. penyaringan 6 – 11 6 – 11 12 – 33
(m/jam)
Pencucian:
3.
 Sistem Tanpa/dengan Tanpa/dengan blower Tanpa/dengan blower
blower & atau
pencucian & atau surface wash & atau surface wash
surface wash
 Kecepatan
36 – 50 36 – 50 72 – 198
(m/jam)
 lama
pencucian 10 – 15 10 – 15 -
(menit)
 periode
antara dua 18 – 24 18 – 24 -
pencucian (jam)
 ekspansi (%) 30 – 50 30 – 50 30 – 50
4. Media pasir:
 tebal (mm) 300 – 700 300 – 700 300 – 700
 singel media 600 – 700 600 – 700 600 – 700
 media ganda 300 -600 300 – 600 300 -600
 Ukuran
0,3 – 0,7 0,3 – 0,7 -
efektif,ES (mm)
 Koefisien
keseragaman ,U 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4
C
 Berat jenis
2,5 – 2,65 2,5 – 2,65 2,5 – 2,65
(kg/dm3)
 Porositas 0,4 0,4 0,4
 Kadar SiO2 > 95 % > 95 % > 95 %
5. Media antransit: 400 – 500 400 – 500 400 – 500
 tebal (mm) 1,2 -1,8 1,2 -1,8 1,2 -1,8
 ES (mm) 1,5 1,5 1,5
 UC 1,35 1,35 1,35
 Berat jenis
0,5 0,5 0,5
(g/dm3)
Filter
botom/dasar
saringan
1)Lapisan
6.
penyangga dari
atas ke bawah
· Kedalaman
80 – 100 80 – 100 -
(mm)
Lanjutan Tabel 2.6
Ukuran butir
2–5 2–5 -
(mm)
· Kedalaman
80 – 100 80 – 100 -
(mm)
Ukuran butir
5 - 10/ 5 - 10/ -
(mm)
· Kedalaman
80 – 100 80 – 100 -
(mm)
Ukuran butir
10 – 15 10 – 15 -
(mm)
· Kedalaman 80 – 100 80 – 100 -
(mm)
Ukuran butir
15 - 30 15 - 30 -
(mm)
2)Filter Nozel
· Lebar Slot
< 0,5 < 0,5 < 0,5
nozel (mm)
· Prosentase luas
slot nozel
>4% >4% >4%
terhadap luas
filter (%)
Sumber: SNI 6774:2008

Keterangan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun


**) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan, harus dilengkapi
dengan pengatur aliran otomatis.
Adapun beberapa persamaan untuk Filtrasi adalah sebagai berikut (Haq, 2018):
N= 12 x Q0.5………...........................................................................................................(2.20)
Dimana:
N = Jumlah Bak Filtrasi
Q = Debit Air Masuk (m3/detik)

Aft = Q/Vf .........................................................................................................................(2.21)


Dimana:
Aft = Luas Filtrasi (m2)
Vf = Kecepatan Filter (m/detik)

A = P x L ..........................................................................................................................(2.22)
Dimana:
A = Luas Penampang Bak (m2)
P = Panjang Bak (m)
L = Lebar Bak (m)
Kriteria desain saringan pasir cepat berdasarkan SNI 6774:2008 dapat dilihat pada
tabel
berikut.
Tabel 2.7 Kriteria Desain Saringan Pasir Cepat
No. Unit Jenis saringan
Saringan dengan
Saringan biasa
pencucian antar Saringan Bertekanan
(gravitasi )
saringan
1. Jumlah bak saringan N = 12 Q0,5* Minimum 5 bak -
Kecepatan
2. penyaringan 6 – 11 6 – 11 Dec-33
(m/jam)
Pencucian :
Tanpa/dengan Tanpa/dengan
Tanpa/dengan blower
1. Sistem pencucian blower & atau blower & atau
& atau suface wash
suface wash suface wash
2. Kecepatan
36- 50 36- 50 72 – 198
3. (m/jam)
3. Lama pencucian
Oct-15 Oct-15 -
(m/menit)
4. Periode antara
18 – 24 18 – 24 -
dua pencucian (jam)
5. Ekspansi (%) 30 – 50 30 – 50 30 – 50
Media pasir :
1. Tebal (mm) 300 – 700 300 – 700 300 – 700
2. Singel media 600 – 700 600 – 700 600 – 700
3. Media ganda 300 – 600 300 – 600 300 – 600
4. Ukuran efektif,
0,3 – 0,7 0,3 – 0,7 0,3 – 0,7
ES (mm)
4. 5. Koefisien
keseragaman, 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4 1,2 – 1,4
UC
6. Beras jenis,
2, 5 – 2,65 2, 5 – 2,65 2, 5 – 2,65
(kg/dm3)
7. Porositas 0,5 0,5 0,5
8. Kadar SiO2 >95% >95% >95%
Media Antrasit :
1. Tebal (mm) 400 – 500 400 – 500 400 – 500
2. ES (mm) 1,2 – 1,8 1,2 – 1,8 1,2 – 1,8
5. 3. UC 1,5 1,5 1,5
4. Berat jenis
0,35 0,35 0,35
(kg/dm3)
5. Porositas 0,5 0,5 0,5
Sumber: SNI 6774:2008

2.6.7 Desinfektan
Desinfeksi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mendestruksi sebagian besar
mikroorganisme yang bersifat patogenik pada suatu instrumen dengan menggunakan cara
fisik (pemanasan) maupun cara kimiawi (penambahan bahan kimia). Instrumen yang
digunakan untuk proses disinfeksi adalah desinfektan. Desinfektan dapat didefinisikan
sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, dan juga untuk membunuh
atau mengurangijumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya (Damayanti, 2020).

Desinfektan yang umum digunakan adalah senyawa yang mengandung klorin karena stabil
dan ekonomis. Klorin bertujuan untuk membunuh bakteri yang masuk selama pendistribusian
air minum kepada masyarakat. Jika klorin dalam sistem distribusi air terlalu rendah, bakteri
dapat berkembang dalam air dan mengakibatkan waterborne diseasespada masyarakat. Kadar
klorin yang terlalu tinggi akan menyebabkan bau kaporit yang tajam dan membahayakan
kesehatan manusia jika terkonsumsi. Salah satu efek samping dari proses klorinasi adalah
Trihalomethane (THM) yaitu produk sisa klorinasi yang bersifat karsinogenik (Damayanti,
2020).

2.6.7.1 Jenis-Jenis Desinfeksi


Ada 3 jenis desinfektan, yaitu secara fisik, secara kimia, dan ultraviolet.
1. Desinfeksi secara fisik
Dalam proses ini desinfeksi dilakukan dengan memanfaatkan panas (pendidihan), selama
15 – 20 menit. Cara ini akan efektif untuk menghilangkan bakteri atau mikroorganisme
lain yang dapat menyebabkan penyakit (Water Borne Disease). Prinsip desinfeksi dengan
pemanasan dikembangkan dari proses pasteurisasi milk yaitu dengan pemanasan pada
161º C selama 15 detik. Kelemahan pada prinsip ini sisa panas (residual) tidak dapat
dipertahankan untuk pengamanan pada waktu kontak dan jarak tempuh tertentu. Dengan
pemanasan 100º C mampu mereduksi hampir 100% dalam waktu 15 – 20 menit.

2. Desinfeksi secara kimia


Bahan kimia pengoksidasi/oksidan terdiri dari : kelompok halogen seperti klorin, bromin,
serta bentuk lainnya seperti klorin dioksida; ozon (O 3); oksidan lain seperti KMnO4, dan
perosida H2O2 meskipun tidak seefektif halogen dan ozon. Diantara halogen, gas klorin
dan senyawa klorin lainnya merupakan desinfektan yang efektif dan efisien.

3. Desinfeksi secara ultraviolet


Proses ini dilakukan dengan menggunakan radiasi gelombang pendek dari sinar ultra
violet pada lapisan film air setebal 120 mm. Panjang gelombang yang dipergunakan 200 –
295 mikro meter. Hasil kajian pada tingkat kekeruhan < 20 ppm, untuk MPN 580 / 100 ml
air 99,90% tereduksi. Efisiensi tersebut akan mengalami penurunan pada tingkat
kekeruhan yang lebih besar, sehingga prekondisi sebelum dilakukan desinfeksi sangat
diperlukan.

2.6.8 Reservoir
Air yang telah melalui proses pengolahan ditampung dalam suatu reservoir sebelum
didistribusikan ke konsumen. Kapasitas efektif reservoir adalah mampu menampung air
yang diproduksi selama minimum satu jam. Reservoir digunakan pada sistem distribusi
untuk meratakan aliran, untuk mengatur tekanan, dan untuk keadaan darurat. Kapasitas
reservoir dapat langsung dihitung dengan memperkirakannya sebesar 15%-20% dari debit
rata-rata (Haq, 2018).

Adapun beberapa persmaan untuk reservoir adalah sebagai berikut.


V = P x L x H…………………………………………………………………………(2.23)

Dimana :
V = Volume Resevoir (m3)
P = Panjang Bak (m)
L = Lebar Bak (m)
H = Kedalaman Bak (m)

Anda mungkin juga menyukai