Oleh:
Ayu Candra Puspita (1652010001)
Dorti Jouba Nababan (1652010038)
Tabel 1.1 Parameter Fisik dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu
No. Parameter Wajib Unit
(Kadar Maksimum)
1. Kekeruhan NTU 25
2. Warna TCU 50
Zat padat terlarut
3. mg/L 1000
(Total Dissolved Solid)
4. Suhu °C suhu udara ± 3
5. Rasa tidak berasa
6. Bau tidak berbau
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesis Nomor 32 Tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua (SPA), dan Pemandian Umum
Berikut ini adalah parameter wajib untuk parameter biologi yang harus
diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi total coliform dan
escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel air:
Tabel 1.2 Parameter Biologi dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu
No. Parameter Wajib Unit
(Kadar Maksimum)
1. Total coliform CFU/100 mL 50
2. Escherichia coli (E. Coli) CFU/100 mL 0
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesis Nomor 32 Tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua (SPA), dan Pemandian Umum
Berikut ini adalah daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk
keperluan higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter
tambahan. Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
dan otoritas pelabuhan/bandar udara:
Tabel 1.3 Parameter Kimia dalam Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan
untuk Media Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
Standar Baku Mutu
No. Parameter Wajib Unit
(Kadar Maksimum)
Wajib
1. pH mg/L 6,5 – 8,5
2. Besi mg/L 1
3. Fluorida mg/L 1,5
4. Kesadahan (CaCO3) mg/L 500
5. Mangan mg/L 0,5
6. Nitrat, sebagai N mg/L 10
7. Nitrit, sebagai N mg/L 1
8. Sianida mg/L 0,1
9. Deterjen mg/L 0,05
Standar Baku Mutu
No. Parameter Wajib Unit
(Kadar Maksimum)
10. Pestisida Total mg/L 0,1
Tambahan
1. Air raksa mg/L 0,001
2. Arsen mg/L 0,05
3. Kadmium mg/L 0,005
4. Kromium (valensi 6) mg/L 0,05
5. Selenium mg/L 0,01
6. Seng mg/L 15
7. Sulfat mg/L 400
8. Timbal mg/L 0,05
9. Benzene mg/L 0,01
10. Zat organik (KMNO4) mg/L 10
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesis Nomor 32 Tahun
2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan
Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
Renang, Solus Per Aqua (SPA), dan Pemandian Umum
Krisis air bersih yang terjadi di Desa Kedungkarang dirasa sudah terjadi
sekitar 10 tahun terakhir. Menurut (Amalia, 2014) krisis air ini terjadi akibat
perubahan iklim. Ciri-ciri perubahan iklim yang terlihat saat ini adalah pemanasan
global yang mengakibatkan kenaikan muka air laut, perubahan suhu muka air laut,
perubahan kadar keasaman air laut, meningkatnya frekuensi dan intensitas
kejadian ekstrim seperti badai tropis dan gelombang pasang yang tinggi,
perubahan ekosistem yang menyebabkan spesies berpindah/mati, curah hujan
dengan jumlah dan intensitas yang lebih tinggi yang menyebabkan banjir dan
tanah longsor, dan lain sebagainya. Dampak dari perubahan iklim yang dirasakan
oleh masyarakat Desa Kedungkarang, terutama yang berada di pesisir adalah
krisis air saat musin kemarau, banjir saat musim hujan, dan rob/abrasi. Hal
tersebut mambuat penduduk kesulitan dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Air
bersih adalah komponen yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari.
Selain terjadi karena perubahan iklim, krisis air bersih juga terjadi karena
tidak adanya pasokan PDAM, serta sumur yang digunakan masyarakat cenderung
asin juga menjadi permasalahan. Sumber air bersih di Desa Kedungkarang berasal
dari sumur dan membeli air yang dijual secara keliling oleh masyarakat
Kecamatan Jepara. Sebagai daerah pesisir, maka air sumur masyarakat
terkontaminasi oleh air laut dan menyebabkan air menjadi asin. Hal ini
menyebabkan penggunaan air sumur menjadi terbatas, Air sumur hanya bisa
digunakan untuk mencuci piring dan mengepel lantai, sedangkan untuk mencuci
baju, mandi, minum, dan memasak masyarakat harus membeli air. Pembelian air
bersih dirasakan memberatkan oleh 86% responden, dalam sehari untuk membeli
air bersih warga desa bisa mengeluarkan Rp 8.000,00 – Rp 16.000,00 perhari.
Pada tahun 2016 PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) di Kecamatan
Wedung sudah mulai dibangun. Hingga saat ini masyarakat menggunakan air
PDAM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, masyarakar masih
membeli air dari penjual keliling yang berasal dari Kecamatan Jepara. Air yang
berasal dari PDAM hanya dimanfaatkan untuk mandi dan mencuci, sedangkan
untuk minum dan memasak menggunakan air yang dibeli dari penjual keliling.
Masyarakat mengatakan bahwa air PDAM masih kurang layak apabila digunakan
untuk memasak dan minum, karena rasanya yang tidak enak.
Sampai saat ini masyarakat masih sering mengalami kesusahan dalam
mencari air bersih, dikarenakan apabila pasang sumber air baku PDAM akan
tercampur dengan air laut, mengakibatkan proses operasi akan berhenti sementara.
Proses operasi yang berhenti ini berdampak pada pendistribusian air bersih ke
setiap rumah. Sedangkan pada saat musim kemarau, air sumur dan air sungai
menjadi kering.
BAB III
TREATMENT
3. Gabungan antara Pemanenan Air Hujan dan Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)
Di Desa Kedungkarang telah terdapat Pamsimas. Namun tidak berfungsi
optimal karena sumber air baku yaitu kolam desa juga ikut mengering saat
musim kemarau. Mengenai pemanenan air hujan, permasalahanya adalah
tidak memiliki bak penampung. Oleh karena itu solusi yang tepat untuk Desa
Kedungkarang adalah gabungan antara pamsimas dan pemanenan air hujan.
Dimana sumber air pamsimas berasal dari air kolam desa. Sehingga warga
tidak perlu membeli tangki air tetapi dengan mengoptimalkan adanya
pamsimas.
Amalia B. I. 2014. Ketesediaan Air Bersih dan Perubahan Iklim: Studi Krisis Air
di Kedungkarang Kabupaten Demak. Jurnal Teknik PWK. 3(2): 295 –
302.
Kunu P.J. 2013. Mitigasi Krisis Air dan In-Effisiensi Pemanfaatan Air di Pulau-
Pulau Kecil. Prosiding FMIPA Universitas Pattimura. ISBN: 978-602-
97522-0-5.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran dan Industri
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesis Nomor 32 Tahun 2017 tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air
untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua (SPA),
dan Pemandian Umum