Anda di halaman 1dari 61

TUGAS BESAR

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

(UBP 42745)
PERUMAHAN SAFIRA RESIDENT KOTA JAMBI

Disusun oleh :
Aditya Duska Nova Alhaq (1900825201011)

Dosen :

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UNIVERSITAS
JAMBI
2023

Daftar ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Sejak zaman
dahulu hingga sekarang tidak ada kehidupan yang bisa terlepas dari air, dalam
kehidupan sehari-hari manusia selalu memerlukan air terutama untuk minum, masak,
mandi, mencuci dan sebagainya, dengan adanya pemakaian air dari aktivitas tersebut
dapat menimbulkan air buangan/air limbah bekas pemakaiannya. Kuantitas air
buangan semakin lama semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk.

Air limbah domestik merupakan air yang berasal dari usaha atau kegiatan
permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan perumahan
(Mubin, 2016). Air limbah domestik dihasilkan dari skala rumah tangga yang dapat
dibagi menjadi dua jenis yaitu black water terdiri dari hasil limbah tinja, air kencing
dan grey water berasal dari penggunaan air mandi, air limbah dapur, air cucian (Said,
2017). Air Limbah domestik yang merupakan air buangan rumah tangga yang
dibuang ke badan air dapat berpotensi menjadi salah satu sumber air baku untuk air
bersih. Pengolahan ulang air limbah domestik dimaksudkan supaya air limbah
domestik dapat dimanfaatkan menjadi air bersih dan memenuhi baku mutu air bersih
(Afiyah, 2018).

Pada limbah domestik mengandung suspensi padat dari senyawa organik.


Zat-zat organik yang berada dalam limbah domestik dapat menimbulkan perubahan
warna, rasa dan bau yang tidak sedap. Jika jumlah konsentrasi polutan cukup tinggi
pada limbah domestik maka akan mengakibatkan ancaman yang cukup serius
terhadap kelestarian lingkungan, serta akan berdampak pada sifat fisika, kimia dan
biologis lingkungan perairan tersebut.

1
Pada studi kasus ini, dipilih perumahan Safira Resident Kelurahan Talang
Bakung Kota Jambi sebagai lokasi perencanaan.Karena Perumahan Safira Resident
merupakan salah satu perumahan yang didalamnya terjadi berbagai aktivitas.Dalam
melakukan kegiatannya, perumahan tentunya menghasilkan air limbah domestik.Air
limbah yang tidak diolah dan langsung dibuang ke badan air akan berdampak negatif
baik terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat disekitarnya. Polutan yang
terakumulasi akan menyebabkan kemampuan self-purification badan air terlampaui.
Pada gilirannya, hal ini dapat menyebabkan kelangkaan sumber air bersih dan
terjadinya eutrofikasi.Eutrofikasi menyebabkan kandungan oksigen terlarut dalam air
berkunrang sehingga membahayakan makhluk hidup di dalamnya (Siswanto dkk,
2014).

Berdasarkan permasalahan diatas,dibutuhkan Instalasi Pengolahan Air


Limbah (IPAL) untuk mengolah air limbah perumahan sebelum dibuang ke badan air.
Perencanaan IPAL disesuaikan dengan beban polutan dalam air limbah yang terdiri
dari debit air limbah dan konsentrasi polutan didalamnya.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan adalah
mendesain suatu bangunan pengolahan air buangan Perumahan Safira Resident
sehingga air buangan dapat diolah agar tidak menimbulkan penyakit dan kerusakan
pada lingkungan.Adapun Tujuan Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan
adalah :

1. Mampu memahami tata cara merencanakan suatu bangunan pengolahan air


buangan yang baik.
2. Mampu Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan yang sesuai
berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan dan hal-hal yang terkait
didalamnya termasuk layout serta pengoprasiannya.
3. Mampu mendesain dimensi bak pengolahan.

2
1.3 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dalam tugas besar Perencanaan Bangunan
Pengolahan Air Buangan adalah :

1. Estiminasi kuantitas air buangan


2. Penetapan kriteria perencanaan, yang terdiri dari dasar-dasar perencanaan dan
dasar- dasar perhitungan
3. Menganalisa karakteristik air limbah dan membandingkan dengan baku mutu
yang berlaku
4. Menghitung dimensi unit dan pengolahan

3
BAB ll

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air limbah


2.1.1 Definisi Air limbah
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, air limbah adalah
sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah domestik
adalah air limbah yang berasal dari aktivitas hidup sehari-hari manusia yang
berhubungan dengan pemakaian air. Menurut Ehless dan Steel dalam Chandra
(2006), air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri,
dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan.
Menurut Arief (2016), limbah adalah buangan yang di hasilkan dari suatu
proses produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah lebih di
kenal sebagai sampah, yang keberadaannya sering tidak dikehendaki dan
mengganggu lingkungan, karena sampah dipandang tidak memilih nilai ekonomis.
Limbah dari kegiatan industri adalah limbah yang terproduksi bersamaan dengan
proses produksi, di mana produk dan limbah hadir pada saat yang sama.Sedangkan
limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses produksi.
Standar baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur
pencemaran dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang keberadaanya dalam air
limbah domestik yang akan dibuang atau di lepas ke air permukaan. Standar bersih
mutu air limbah domestik yaitu pH, BOD, COD, TSS, minyak dan lemak, amonia
dan total Colifrom.Standar baku mutu air limbah domestik di atur dalam permen
LHK No.68 tahun 2016.

4
2.1.2 Sumber air limbah

Air limbah domestik adalah air yang berasal dari usaha/kegiatan


pemukiman,rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air
limbah domestik dapat dikelompokan menjadi 2 jenis,yaitu:
Sumber air limbah domestik terdapat dalam 2 jenis, (Tchobanoglous, 1991). yaitu:
1. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, kamar mandi dan fasilitas
pendukung lainya yang terdapat pada perumahan
2. Black water,berasal dari Tinja berpotensi mengandung mikroba pathogendan
air seni (urine) umumnya mengandung nitrogen (N) dan fosfor,serta
mikroorganisme (Mande, 2015)

2.1.3 Komposisi Air Limbah

Menurut Sugiharto (1978) sesuai dengan sumber asalnya, air limbah memiliki
komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Secara garis besar, zat-
zat yang terdapat dalam air limbah dapat dilihat dari gambar 2.1 dibawah ini.

Air

Bahan padat Air


(0,1%) (99,9%)

Organik Anorganik

Butiran
Protein (65%) Garam
Karbonhidrat (25%) Metal

Gambar 2.1 Skema pengelompokan bahan yang terkandung dalam air limbah
(Waste water)

5
2.1.4 Baku Mutu Limbah Domestik

Baku mutu air buangan atau air limbah domestik berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No:P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah

Parameter Satuan Kadar Maksimum

pH - 6-9

BOD Mg/L 30

COD Mg/L 100

TSS Mg/L 30

Minyak dan Lemak Mg/L 5

Amoniak Mg/L 10

Total Coliform Jumlah/ 100 ml 3000

Debit L/org/Hari 100

Sumber: Permen LHK No;P.68/Menlhk/Setjen/Kum/1/8/2016.

Sedangkan kriteria mutu air dari masing-masing kelas dijabarkan dalam Tabel
2.2 Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan
baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Secara relatif, tingkatan
mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan selanjutnya.
Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan
kegunaannya bagi suatu peruntukan air. Air baku air minum adalah air
yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan

6
mengolah secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan.
Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu
air dari tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu
air.

Tabel 2.2 Baku Mutu Air atau Status Mutu Air Permukaan Berdasarkan PP 82
tahun 2001

7
Tabel 2. 2 Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP 82 tahun 2001 (Lanjutan)

8
Tabel 2.3 Baku Mutu Air Limbah Industri Sesuai KepMenLH 112 tahun 2003

Untuk daerah Ibukota Jakarta terdapat peraturan daerah yang mengatur


tentang baku mutu air limbah industri. Hal tersebut diatur dalam Pergub Provinsi DKI
Jakarta No. 122 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Air Limbah Industri di Provinsi
daerah Khusus Ibukota Jakarta.

2.2 Karakteristik Air Limbah Domestik

Prinsip dasar pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahkan


mengurangi kontaminan yang terdapat dalam air limbah (Mara,1978).Adapun
karakteristik yang terdapat pada air limbah perlu diketahui karena hal ini akan
menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan
hidup.
Tabel 2.4 Karakteristik Limbah Domestik atau Limbah Perkotaan

No.
Parameter Satuan Konsentrasi

1 BOD mg/L 31,52 - 675,33

2 COD mg/L 46,62 - 1183,4

3 KmnO4 mg/L 69,84 - 739,56

4 Amonia mg/L 10,79 - 158,73

5 Nitrit mg/L 0,013 - 0,274

9
No Parameter Satuan Konsentrasi

6 Nitrat mg/L 2,25 – 8,91

7 pH - 4,92 – 8,99

8 Zat Padat Tersuspensi (SS) mg/L 27,5 – 211

9 Minyak/Lemak mg/L 1 – 125

10 Timbal - 0,002 – 0,04

11 Besi mg/L 0.19 – 70

12 Warna - 31 – 150

Sumber : Said, 2008

2.3 Parameter Kualitas Air

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas air dapat dinyatakan
dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan
mikrobiologis.

Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan


yangdapat diamati secara visual/kasat mata.Parameter kimia menyatakan
kandungan unsur/senyawa kimia dalam air,seperti kandungan oksigen, bahan
organik (dinyatakan dengan BOD, COD, TOC),mineral atau logam, derajat
keasaman, nutrient/hara, kesadahan, dan sebagainya.Parameter mikrobiologis
menyatakan kandungan mikroorganisme dalam air, seperti bakteri, virus, dan
mikroba pathogen lainnya. Berikut adalah penjelasan mengenai parameter
kualitas air :

10
 PH

Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion


hidrogen (H+) yang mencirikan keseimbangan asam dan basa. Derajat
keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan sehingga sering
dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu
perairan (Odum, 1971). Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi produktifitas perairan (Pescod, 1973).

Nilai pH pada suatu perairan mempunyai pengaruh yang besar


terhadap organisme perairan sehingga seringkali dijadikan petunjuk untuk
menyatakan baik buruknya suatu perairan (Odum, 1971). Biasanya angka
pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya
keseimbangan unsur-unsur kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan
unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan vegetasi akuatik. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi
kandungan O2 maupun CO2.

Tidak semua mahluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak
terjadi atau terjadi tetapi dengan cara perlahan (Sary, 2006).Tingkat pH lebih
kecil dari 4,8 dan lebih besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar.
Disamping itu larutan penyangga merupakan larutan yang dibentuk oleh
reaksi suatu asam lemah dengan basa konjugatnya ataupun oleh basa lemah
dengan asam konjugatnya.Reaksi ini disebut sebagai reaksi asam-basa
konjugasi,yaitu Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7).

Derajat keasaman ini Ph sangat penting sebagai parameter kualitas air


karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam
air. Selain itu, ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang
pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu

11
apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka.
Fluktuasi pH air sangat di tentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila
alkalinitasnya tinggi maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya
ke nilai semula dari setiap "gangguan" terhadap pengubahan pH. Oleh
karenanya, dalam rangka penurunan pH difokuskan pada penanganan
alkalinitas dan tingkat kesadahan air.

Permen LH no.5 tahun 2004 tentang Limbah Cair bahwa untuk


melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat(5) huruf b, Undang-Undang nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup tentang
Pengelolaan Baku Mutu Air Limbah.

Keberadaan pH di suatu perairan derajat keasaman sangat penting


sebagai parameter kualitas air yaitu di berbagai perairan :

o Laut

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar


untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami
akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia
umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH
dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

12
o Danau

Perairan danau nilai pH berkisar pH 6,7 – 8,6 hal ini dkarenakan


karena kedalaman danau dangkal sehingga pH tanah sangat
mempengaruhinya.

o Sungai

Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan


antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion
hidrogen dalam larutan (Saeni, 1989). Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
Derajat Keasaman (pH) sangat penting sebagai parameter kualitas air karena
pH mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air.
Selain itu organisme akuatik dapat bertahan hidup pada kisaran ph tertentu.
Fluktuasi pH sangat ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Derajat keasaman
juga merupakan indikator yang dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur
lain yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan ikan.(R. Eko Prihartono,
2004).

 Zat Padat tersuspensi (Total Suspended Solid = TSS)

Zat padat tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi yang


digolongkan sebagai partikel diskrit (diameter >1μm)yang tertahan pada
saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur
dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh
kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air.TSS juga dapat
diartikan sebagai residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan
dengan ukuran partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel
koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut
dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang

13
ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,
bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya
(Nasution, 2008).

TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang


heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling
awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu
perairan (Tarigan dan Edward, 2003). TSS umumnya dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di
perairan.

Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton,


sehingga produktivitas primer perairan menurun, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.Kandungan TSS
dalam badan air sering menunjukan konsentrasi yang lebih tinggi pada
bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air (Margareth, 2009).Konsentrasi
TSS yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan. Menurut Fardiaz
(1992), TSS akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalamair, sehingga
mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan turbidity
(kekeruhan) air juga semakin meningkat.

Kekeruhan yang terjadi pada perairan seperti sungai lebih banyak


disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya system
osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat
menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesoebiono(1979),
pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara
mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun,
akibatnya produktivitas perairan menjadi turun.

14
 Amonia
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Gas
ammonia(NH3) memiliki bau yang sangat menyengat,tidak sedap dan dapat
dibuat dengan merekasikan NH4Cl dengan larutan NaOH kedalam tabung
reaksi kemudian dipanaskan dengan lampu bunsen sampai menimbulkan
bau/aroma yang menyengat. Adanya gas NH3 merupakan senyawa kaustik
dan dapat merusak kesehatan.Kontak dengan ammonia dengan konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru bahkan kematian.
(Hardjati,2007).
Ammonia merupakan suatu nukleofil, dapat menyerang karbon dari
gugus karbonil baik dari aldehide / keton. Sementara ini tahap pertama
dalam rekasi tersebut dapat dipandang sebagai adisi sederhana ammonia
kepada gugus karbonil. Hasil adisi yang tidak stabil dan melepaskan air
membentuk suatu senyawa Yang mengandung gugus C ==N .(Fessenden,1984).
Amonia adalah gas tajam yang tidak berwarna (titik didih -33,50C).
Cairannya mempunyai panas penguapan yang besar (1,37 kJ g -1pada titik
didihnya) dan dapat ditangani dengan peralatan laboratorium yang biasa.
Cairan NH3 mirip dengan air dalam prilaku fisiknya. Amonia juga sangat
larut dalam air.26Amonia mempunyai sifat fisik lain yaitu berbau
tajam(pesing), bersifat racun dan mempunyai titik lebur : -78 0C.27. Amonia
juga digunakan sebagai pelarut pada reaksi-reaksi bebas air. Sifat kimia lain
amonia adalah mudah larutdalam air dengan membentuk larutan yang
mengandung NH4OH dan sebagian kecil berupa berupa ion dan ion OH
sehingga larutan bersifat basa, tetapi basa NH4OH tidak dapat diisolasi dan
bersifat tidak stabil.
Amoniak ( NH3 ) merupakan senyawa nitrogen yang menjadi
ammonium ( NH4 ) pada kondisi asam ( pH rendah ),sehingga dapat
dikatakan bahwa NH4 dalam keadaan basa adalah amoniak ( NH3 ).Amoniak

15
dari air permukaan berasal dari air limbah dan tinja, juga dari oksidasi zat
organik secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau buangan
( industri dan Non industri).
Kandungan ammonia dalam persyaratan kualitas air minum tidak
diperbolehkan ada. Hal ini dikarenakan amonia dalam air dapat
menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap. Air yang mempunyai
kandungan ammonia yang melebihi batas persyaratan biasanya menunjukan
pencemaran oleh buangan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena kerja
mikroba dan adanya siklus nitrogen didalam air. Nitrogen didalam cairan
buangan dibedakan menjadi 4 bentuk, yaitu nitrogen organik, nitrogen
ammonia, nitrogen nitrit, dan nitrogen ammonia.
Biasanya dalam cairan buangan dalam rumah tangga mempunyai
kandungan nitrogen antara 20-85 mg/ L dan lebih kurang 60% merupakan
nitrogen ammonia, sisanya nitrogen organik. Adanya siklus nitrogen dalam
air, nitrogen organik dan nitrogen ammonia pertama kali akan dirubah
menjadi nitrit kemudian nitrat. Dalam hal ini dikenal adanya istilah
nitrifikasi. Nitrifikasi adalah oksidasi ammonia menjadi nitrit oleh bakteri
nitrosumonas dan nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobacter, dimana
keduanya merupakan bakteri autrotop.
Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan
adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak sehingga kadar NH3 harus
rendah. Pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus
dibawah 0,5 mg/l N ( syarat mutu air sungai di Indonesia ). NH3 ini dapat
dihilangkan sebagai gas melalui aerasi atau reaksi dengan asam hipoklorit
atau kaporit. Hingga menjadi kloramin yang tidak berbahaya atau sampel
menjadi N2. Pada air buangan NH3 dapat diolah secara mikrobiologik
melalui proses nitrifikasi hingga menjadi nitrit( NO2 ) dan nitrat ( NO3- )

16
 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik
yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme  (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi
bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Cuvin, 1988; Metcalf &
Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi
(readily decomposable organic matter).  Mays (1996) mengartikan BOD
sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba
yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan
organik yang dapat diurai.  Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan
bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk
mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah terurai (biodegradable organics) yang ada di perairan.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran


akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem-
sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat
organis adalah peristiwa alamiah, kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat
organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut, dalam air selama
proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kamatian ikan-ikan dalam
air dan keadaan menjadi anaerobic dan dapat menimbulkan bau busuk pada
air tersebut.

Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis yang berasal dari
sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya di
setiap air alam. Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernihdan di air
buangan industri yang mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu
ditambahkan benih bakteri. Untuk oksidasi/penguraian zat organis yang

17
khas, terutama di beberapa jenis air buangan industri yang mengandung
misalnya fenol, detergen, minyak dan sebagainya bakteri harus diberikan
adaptasi beberapa hari melalui kontak dengan air buangan tersebut, sebelum
dapat digunakan sebagai benih pada analisa BOD air tersebut.Sebaliknya
beberapa zat organis maupun inorganic dapat bersifat racun terhadap bakteri
dan harus dikurangi sampai batas yang diinginkan. Derajat keracunan ini
juga dapat diperkirakan melalui analisa BOD.

Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BOD


lainnya adalah (Metcalf & Eddy, 1991): diperlukannya benih bakteri (seed)
yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan
perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan
toksik; dan efek atau pengaruh dari organisme nitrifikasi (nitrifying
organism) harus dikurangi.  Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut,
BOD tetap digunakan sampai sekarang.  Hal ini menurut  Metcalf & Eddy
(1991) karena beberapa alasan, terutama dalam hubungannya dengan
pengolahan air limbah, yaitu

(1) BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akan
diperlukan untuk menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi;
(2) untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah;
(3) untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan
limbah; dan
(4) untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan
bagi pembuangan air limbah.

Pada kondisi aerobik, pemecahan bahan organic diartikan bahwa


bahan orgaik ini digunakan sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (PESCOD,1973).Dan proses oksidasi tersebut dapat

18
mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi aerobic
dan dapat menimbulkan bau busuk dalam air.

Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan


oksigen didalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerob.Dan hasil oksidasi itu sendiri adalah akan terbentuknya krbonhidrat
dalam air, dan reaksi oksidasi.Selain digunakan untuk menentukan
beban  pencemaran akibat air buangan, pemeriksaan BOD juga dapat
digunakan sebagai pemeriksaan beban pencemaran zat organik. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa


organik yang diuraikan, tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya
sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut (barus,
1990 dalamSembiring, 2008). Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat.
Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 – 99 %,
dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan organik telah
terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi adalah
kesepakatan umum dalam penentuan BOD. 

 COD (Chemical Oxgen Demand)

COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang


diperlukan untuk menguraikan seluruh bahan organik yang terkandung
dalam air (Boyd, 1990).Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja diurai
secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada
kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat (Metcalf & Eddy,
1991).COD menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat didegradasi
secara biologis sehingga apabila nilai COD tinggi mengindikasikan bahwa
air tersebut telah tercemar.

19
Berbeda dengan BOD, pada COD tidak perlu dibedakan apakah zat
organik tersebut dapat didegradasi secara biologis atau tidak. Di lapangan,
banyak operator yang lebih memilih menggunakan parameter COD.Hal ini
karena pengukuran COD tidak melibatkan mikroorganisme sehingga tidak
terpengaruh oleh material yang bersifat toksik. Selain itu analisis COD
membutuhkan waktu yang jauh lebih singkat dibanding BOD.

Definisi COD juga dapat diartikan sebagai ukuran kapasitas air untuk
mengkonsumsi oksigen selama dekomposisi organik materi dan oksidasi
kimia anorganik, seperti amonia dan nitrit. Pengukuran COD biasanya
dilakukan pada sampel air limbah atau perairan alami terkontaminasi oleh
limbah industri atau industri. Kebutuhan oksigen kimia diukur sebagai uji
standar laboratorium di mana air ditutup sampel yang diinkubasi dengan
oksidan kimia yang kuat dalam kondisi spesifik suhu dan untuk jangka
waktu tertentu waktu. Oksidan yang digunakan umumnya dalam tes COD
kalium dikromat (K2Cr2O7) yang digunakan dalam kombinasi dengan didih
asam sulfat (H2SO4). Karena oksidan kimia ini tidak spesifik untuk memakan
bahan kimia oksigen yang organik atau anorganik, kedua sumber kebutuhan
oksigen diukur dalam uji COD.

Pada prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah


kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel yang telah
ditambahkan asam pekat dan katalis perak sulfat, kemudian dipanaskan
selama beberapa waktu. Selanjutnya, kelebihan kalium dikromat ditera
dengan cara titrasi. Sehingga segala macam bahan organik, baik yang mudah
urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi.

Dengan demikian kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan


organik dalam sampel dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.
Kelemahannya, senyawa kompleks anorganik yang ada di perairan yang

20
dapat troksidasi ikut dalam reaksi. Sebagian besar zat organis melalui tes
COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
mendidih. COD menunjukkan senyawa organik yang tidak dapat didegradasi
secara biologis.

Manfaat diketahuinya nilai COD dalam pengendalian limbah industri


yaitu untuk dapat mengetahui tingkat bahaya suatu limbah hasil produksi
pada industri. COD mempunyai batasan nilai ambang batasnya agar suatu
buangan limbah tersebut yaitu sungai, danau atau laut dalam keadaan baku
mutu air. Pemerintah melalui PP Nomor 82 Tahun 2001 telah menetapkan
baku mutu kualitas air untuk berbagai jenis penggunaan air, salah satunya
adalah nilai COD adalah sebesar 100 mg/L.  Apabila nilai COD melampaui
baku mutu yang telah ditetapkan, maka akan membahayakan bagi
kelangsungan manusia bahkan lingkungan hidup yang disekitarnya. Hal ini
disebabkan kehidupan mikroorganisme yang ada di dalam air akan terancam
karena kebutuhan oksigen berkurang.

 Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter,
kloroform, benzena dan hidrokarbon lainnya. Lemak dan minyak dapat larut
dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Bahan-bahan dan senyawa
kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat
terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses
kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta
dapat diekstraksi dengan air. (Rismaka, 2009).

21
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol. Kedua
istilah ini berarti “trimester (dari) gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak
dan suatu minyak bersifa sebarang: pada temperatur kamar lemak berbentuk
padat dan minyak bersifat cair. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah
berupa lemak, sedangkan gliserda dalam tumbuhan cenderung berupa
minyak; karena itu biasa terdengar ungkapan lemak hewani (lemak babi,
lemak sapi) dan minyak nabati (minyak jagung, minyak bunga matahari).

  Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau


minyak, yang disebut asam lemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon
panjang dan tak bercabang. Lemak dan minyak seringkali diberi nama
sebagai derivate asam-asam lemak ini. Misalnya, tristearat dari gliserol
diberi nama tristearin, dan tripalmitat dari gliserol, disebut tripalmitin.
Minyak dan lemak dapat juga diberi nama dengan cara yang biasa dipakai
untuk penamaan suatu ester, sebagai contoh, gliseril tristearat dan gliseril
tripalmitat. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam
merupakan trigliserida campuran yang berarti ketiga bagian asam lemak dan
gliserida tidaklah sama.

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol .


Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak
tersebut berbeda –beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu
molekul air.Bila R1=R2=R3 , maka trigliserida yang terbentuk disebut
trigliserida sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R1, R2,R3,
berbeda , maka disebut trigliserida campuran (mixed triglyceride). Berikut
sifat-sifat fisika lemak dan minyak:

1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil-


amin dari lecitin

22
2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada
temperatur kamar
3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur
kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.
4. Minyak/lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak, sedikit larut
dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter,karbon disulfida
dan pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya
panjang rantai karbon
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami ,juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebaggai hasil
penguraian pada kerusakan minyak atau lemak.
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran
lemak atau minyak dengan pelarut lemak.
2.4 Unit Pengolahan Limbah

Secara garis besar pengolahan air buangan terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

1. Pengolahan tingkat pertama (Primary Treatment), yaitu pengolahan secara fisis


dengan tujun memisahkan benda–benda kasar, partikel– partikel tersuspensi
secara gravitasi. Pada pengolahan tingkat pertama dilakukan pengolahan secara
fisis dengan tujun memisahkan benda–benda kasar, partikel–partikel tersuspensi
secara gravitasi. Unit–unit yang biasa digunakan dalam pengolahan tingkat
pertama yaitu Saluran Pembawa, Sumur Pengumpul dan Screw Pump, Bar
Screen,Grease Trap,Grit Chamber,Comminutor(Metcalf & Eddy, 1991).
Alternatif pengolahan terdiri terdiri dari :
o Grease Trap
Bak pemisah lemak merupakan unit yang digunakan untuk mereduksi
kandungan lemak pada air limbah. Menurut Pedoman Teknis IPAL pada

23
tahun 2011 Umumnya bak ini difungsikan untuk memisahkan lemak atau
minyak serta padatan sisa serta mengendapkan kotoran pasir atau tanah atau
senyawa padatan yang tidak dapat terurai pada pengolahan biologis.
Berdasarkan prinsipnya lemak memiliki massa jenis lebih ringan apabila
dibandingkan dengan air. Massa jenis lemak bernilai mg/L sedangkan air
memiliki massa jenis 1000 kg/cm3. Akibat perbedaan massa jenis tersebut
lemak akan berada diatas permukaan dan dapat dengan mudah dipisahkan
dengan air.
o Bak Ekualisasi
Bak ini berfungsi mengatur debit air limbah yang akan diolah serta
untuk menyeragamkan konsentrasi zat pencemarnya agar homogen dan
proses pengolahan berjalan dengan stabil.Waktu tinggal pada bak ini
berkisar 4-8 Jam. Bak ini dilengkapi dengan pompa celup guna
mendistribusikan air limbah ke pengolahan selanjutnya yaitu bak
pengendapan awal.
Pengoperasian unit ini dilakukan dengan mengalirkan air limbah
melalui bar screen untuk meyisihkan sampah atau materi yang mengapung.
Penyisihan bertujuan agar mencegah kerusakan dan penyumbatan pipa dan
pompa. Materi yang tersisihkan, dibuang secara manual.
o Stasiun Pompa
Sebelum masuk ke unit pengolahan, air buangan ditampung terlebih dahulu
di sumur pengumpul. Dari sumur pengumpul dilakukan pemompaan untuk
menaikkan air buangan dari sumur pengumpul agar konstruksi pengolahan
selanjutnya dapat dilakukan di atas permukaan tanah dan pengaliran
selanjutnya dapat dilakukan secara gravitasi.
o Comminutor
Communitor adalah alat untuk menghancurkan atau memotong benda-benda
kasar yang mempunyai ukuran tertentu yang ikut terbawa atau terapung dan

24
lolos dari grit chamber menjadi ukuran kecil tertentu atau hancur sama sekali
sehingga mempermudah proses pengolahan selanjutnya.
o Grit Chamber
Grit Chamber berfungsi untuk memisahkan pasir, kerikil atau partikel kasar
lainnya yang mempunyai kecepatan mengendap lebih besar dari zat organik
dalam air buangan sehingga dapat mencegah kerusakan pada peralatan
mekanis, penyumbatan pipa, pengendapan pada saluran, dan mengurangi
akumulasi inert material pada unit pengolahan berikutnya.

2. Pengolahan tingkat kedua (Secondary Treatment), yaitu pengolahan secara


biologis dan kimiawi dengan tujuan untuk memisahkan substansi organik
terlarut.Tahap pengolahan sekunder proses pengolahan secara biologis, yaitu
dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan
organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob.
Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu
metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur
aktif(activated sludge), rotating biological contactor (RBC) dan metode kolam
perlakuan (treatment ponds / lagoons).

Tabel 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Lumpur Aktif


Kelebihan Kekurangan
1. Dapat mengolah air limbah dengan 1. Perlu pengontrolan yang relatif ketat
beban BOD yang cukup besar agar diperoleh perbandingan yang
yaitu 250-300 tepat antara
mg/liter jumlah makanan dan
2. Tidak memerlukan lahan yang luas jumlah mikroorganisme
3. Mampu membentuk gumpalan (flok) yang ada
yang dapat menjerap bahan
anorganik, seperti 2. Sering menimbulkan bau bila jumlah
logam berat lumpur terlalu banyak
4. Jumlah biomassa tidak akan pernah 3. Banyak menghabiskan suplay
habis oksigen.
(melimpah)
Sumber: Indra, 2013

25
Tabel 2.6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Trickling Filter
Kelebihan Kekurangan
1. Tidak memerlukan lahan yang terlalu 1. Tidak bisa diisi dengan beban
luas serta mudah pengoperasiannya volume yang tinggi mengingat masa
2. Sangat ekonomis dan praktis biologi pada filter
3. Tidak membutuhkan pengawasan akan bertambah banyak sehingga
yang ketat bisa menimbulkan penyumbatan
4. Suplai oksigen dapat diperoleh secara filter.
alamiah melalui permukaan paling
atas 2. Timbulnya bau yang tidak sedap
3. Prosesnya sering terganggu oleh
media. lalat-lalat yang datang menghampiri.
Sumber: Indra, 2013

Tabel 2.7 Kelebihan dan Kekurangan Metode Rotating Biological Contactor


(RBC)
Kelebihan Kekurangan
1. Mudah dalam pegoperasian & 1. Kerusakan pada materialnya seperti
perawatan as, coupling, & motor listrik
2. Tidak membutuhkan banyak lahan 2. Sensitif terhadap perubahan
serta sangat ekonomis temperatur
3. Untuk kapasitas kecil / paket, 3. Dapat menimbulkan pertumbuhan
dibandingkan dengan proses lumpur cacing rambut, serta kadang-kadang
aktif konsumsi energi lebih rendah. timbul bau
4. Dapat dipasang beberapa tahap yang kurang sedap.
(multi stage)
5. Reaksi nitrifikasi secara biologis
oleh bakteri nitrobacter &
nitrosomonas lebih
mudah terjadi, sehingga efisiensi
penghilangan ammonium lebih
besar.
Sumber: Indra, 2013

3. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

26
Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder
masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi
lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya
pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah
cair/air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui
proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut,
seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced
treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan
fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode
saringan pasir,saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter,
penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis
bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan
limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses
pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.

4. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)


yaitu pengolahan lumpur yang timbul dari unit–unit pengolahan
sebelumnya, dengan mengurangi kadar air yang dikandungnya sehingga
volumenya lebih kecil dan lebih mudah untuk dilakukan pengeringan. Sebagai
tahap akhir dari proses pengolahan air buangan ini dilakukan pengolahan
terhadap lumpur yang timbul dari unit–unit pengolahan sebelumnya.
Pengolahan dilakukan dengan mengurangi kadar air dalam lumpur karena
sebagian besar kandungan lumpur merupakan air sehingga volumenya
menjadi jauh lebih besar dari volume solid pada lumpur tersebut. Dengan
mengurangi kadar air dalam lumpur maka volume akan jauh lebih kecil
sehingga memudahkan dalam pengolahan berikutnya. Unit–unit yang sering

27
digunakan dalam pengolahan lumpur yaitu Sludge Thickener, Slugde Digester,
Slugde Drying Bed atau filter press dan sebagainya.

2.5 Gambaran umum perumahan


Perumahan Safira Resident Kota Jambi terletak di Provinsi Jambi, yang
berada di Jl.Kopral Ramli RT.46 Kelurahan Talang Bakung Kecamatan Paal Merah
dengan kode pos 36135 memiliki 85 unit Rumah dan setiap unit mungkin terisi 4-5
orang dengan berbagai jenis tipe perumahan, Jumlah penduduk di Perumahan Kota
Jambi terhitung sejak tahun 2016 hingga tahun 2022 mengalami peningkatan jumlah
penduduk setiap tahun sekitar 30%.
Perumahan Safira Resident Kota Jambi terdapat beberapa aktivitas rumah
tangga seperti mandi, cuci kaskus dan kegiatan lainnya yang dapat menimbulkan
limbah domestik rumah tangga,serta adanya fasilitas umum seperti
Musholla.Banyaknya aktivitas ini tentunya mengeluarkan air limbah di Perumahan
Safira Resident yang dapat mennganggu lingkungan jika tidak dikelola dengan
baik.Hal ini tentunya harus di imbangi dengan perbaikan sistem pengolaan air limbah
yang baik sehingga dapat disesuaikan dengan baku mutu yang ada.

Perumahan
Safira

28
Gambar 2.2 lokasi perumahan Safira Resident

BAB III

DASAR-DASAR PERENCANAAN

3.1 Sumber Air Bersih

Pada perumahan Safira Resident yang berada di kawasan Kelurahan Talang


Bakung Kecamatan Paal Merah Kota Jambi,perumahan ini menggunakan air bersih
yang berasal dari PDAM dan sebagian sumur galian. Untuk jumlah konsumsi air
bersih pada setiap rumahnya sesuai dengan ketentuan yaitu sebesar 144 L/org/hari
menurut peraturan menteri pekerjaan umum No.18 Tahun 2007.

3.2 Sumber Air Limbah

Sumber air limbah pada Kawasan Perumahan Safira Resident berasal dari
kawasan perumahan tersebut yang berasal dari aktivitas rumah tangga sehari-hari
seperti mencuci,mandi,memasak serta kegiatan lainnya,serta dari fasilitas perumahan
tersebut seperti Musholla yang dialirkan langsung ke saluran drainase tanpa dikelola
terlebih dahulu.

3.3 Estimasi Kuantitas Air Limbah

29
Estimasi kuantitas air limbah ditetapkan dari 60-80% dari air bersih, disini
penulis menetapkan memakai 80% dari air bersih. Dengan perhitungan sebagai
berikut :

Perhitungan penggunaan air bersih.

Diketahui:

1. Jumlah unit pada perumahan 85 unit


2. Jumlah penghuni rata-rata 1 rumah = 5 jiwa

Jumlah unit pada perumahan 85 x 5 jiwa = 425 jiwa

3. Penaksiran kebutuhan air bersih untuk penghuni


Menurut menteri pekerjaan Umum ”penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaaan air minum” peraturan menteri pekerjaan umum No.18 Tahun
2007.Kebutuhan air bersih /liter/orang/hari sebesar 144 l/hari
1. Kebutuhan air bersih untuk 1 rumah = 144 l/org/hari x 5 jiwa
= 720 l/hari.
2. Kebutuhan air bersih untuk perumahan

Qair bersih = 720 l/hari x 425 jiwa

Qair bersih = 306.000 l/hari

Qair bersih = 306 m3/hari

4. Fasilitas umum (non domestik)

Musholla = 1 unit x 2000 l/hari(menurut peraturan Ditjen Cipta Karya Dinas PU,
1996). = 2000 l/hari
= 2 m3/hari

5. Total penggunaan air bersih

30
Kebutuhan air bersih = 306 m3/hari + 2 m3/hari

= 308 m3/hari

3.4 Estimasi Kuantitas Air Buangan

Untuk perhitungan kuantitas air buangan di Perumahan Safira Resident, dapat


dilihat dari tabel 3.1 berikut ini :

Tabel 3.1 Estimasi Kuantitas Air buangan

Air limbah Domestik


Fasilitas
Q grey water Q black water

Perumahan 39,168 m3/hari 9,792 m3/hari

Musholla 1,28 m3/hari 0,32 m3/hari

Total 40,44 m3/hari 10,112 m3/hari

Sumber : perhitungan penulis,2022.

1. Q air buangan
Q air buangan(Perumahan) = 80% x kebutuhan air bersih
= 80% x 306 m3/hari
= 244,8 m3/hari
Q air buangan(Musholla) = 80% x kebutuhan air bersih
= 80% x 2 m3/hari
= 1,6 m3/hari
Q air buangan Total = Q air buangan Perumahan + Q air buangan
Musholla
= 244,8 + 1,6

31
= 246,4 m3/hari
2. Q grey water(perumahan) = 80% x Qair buangan(perumahan)
= 80% x 48,96 m3/hari
= 195,84 m3/hari
Q grey water(Musholla) = 80% x Qair buangan(Musholla)
= 80% x 1,6 m3/hari
= 1,28 m3/hari
Q grey water(Total) = Q Grey water perumahan + Q Grey water
musholla
= 195,84 + 1,28
= 197,12 m3/hari
3. Q black water(Perumahan) = 20% x Qair buangan(Perumahan)
= 20% x 244,8 m3/hari
= 48,96 m3/hari
Q black water(Musholla) = 20% x Qair buangan(Musholla)
= 20% x 1,6 m3/hari
= 0,32 m3/hari
Q black water (Total) = Q black water(Perumahan) + Q black
water(Musholla)
= 48,96 + 0,32
= 49,28 m3/hari
0,5
18+ p 0,5 18+425
5. Fpeak = 0,5 = = 1,5 m3/hari
4+ p 4+(425)0,5
6. Qpeak air buangan = Qave x Fpeak
= 244,8 m3/hari x 1,5 m3/hari
= 367,2 m3/hari
Qpeak(grey water) = Qave x f peak
= 195,84 m3/hari x 1,5 m3/hari
= 293,76 m3/hari

32
7. Q min = 0,2 x ( p 0,5
1000 )
x Qave

Q min air buangan = 0,2 x (


425 0,5
1000 )
x 244,8 m3/hari
Q min air buangan = 31,91 m3/hari
Q min(grey water) = 0,2 x (
425 0,5
1000 )
x 195,84 m3/hari
Q min(grey water) = 25.53 m3/hari

8. Q maks air buangan = 3,2 x ¿


= 3,2 x ¿
= 313,20 m3/hari
Q maks (grey water) = 3,2 x ¿
= 3,2 x ¿
= 260,05 m3/hari

3.5 Neraca Penggunaan Air

Black Water
49,28 m3/hari
Domestik
Septic
(perumahan)
PDAM tank
306 m3/hari
49,28
Air
m3/hari
Buangan
308 m /hari
3
Total
246,4 IPAL
Air Tanah m3/hari
Non domestik 197,12
(Musholla) m3/hari
2 m3/hari
Grey Water
197,12
m3/hari
Badan air

33
Gambar 3.1 neraca penggunaan air

Estimasi data uji kualitas air buangan di perumahan Safira Resident Kota
Jambi adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Data Kualitas air buangan perumahan Safira Resident


Parameter Satuan Kadar Batas Spesifikasi Mode
Maksimum
BOD mg/l 40 30 SNI 6989,72-2019

COD mg/l 80 30 SNI 6989,2-2019

TSS mg/l 60 100 SNI 06-6989,3-2019

3.6 Alternatif Perencanaan


Ada beberapa alternatif pengolahan air buangan yang dapat dipilih
sehubungan dengan beban pengolahan yang harus diolah sehingga dapat
menghasilkan effluent yang sesuai dengan baku mutu air limbah yang ditentukan.
Adapun kriteria pemilihan suatu alternatif pengolahan adalah :
a) Efisiensi Pengolahan Efisiensi pengolahan berhubungan dengan kemampuan
proses tersebut dalam mengolah air limbah.
b) Aspek Teknis Aspek teknis meliputi kemudahan dari segi konstruksi,
ketersediaan tenaga ahli, untuk mendapatkan bahan-bahan konstruksi, operasi
maupun pemeliharan.

34
c) Aspek ekonomis Aspek ekonomis meliputi pembiayaan dalam hal konstruksi,
operasi maupun pemeliharaan dari instalasi bangunan pengolahan air
buangan.
d) Aspek Lingkungan Aspek lingkungan meliputi kemungkinan adanya
gangguan terhadap penduduk dan lingkungan, yaitu yang berhubungan
dengan keseimbangan ekologis, serta penggunaan lahan. Flow diagram yang
menjadi alternative pengolahan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Flow diagram pengolahan Biofilter Aerob-Anaerob

Adapun skema proses pengolahan limbah domestik menggunakan


Biofilter Aerob-anaerob sebagai berikut :
1. Sebelum menuju bak ekualisasi,Grey water air limbah menuju ke bak
pemisah lemak (Grease trap),sehingga air limbah yang menuju bak
ekualisasi telah bebas dari minyak dan lemak yang masih tersisa.
2. Selanjutnya limpasan dari bak pemisak lemak dialirkan ke bak
ekualisasi yang berfungsi sebagai bak penampung limbah dan bak
kontrol aliran. Air limbah di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa
ke unit IPAL.

35
3. Di dalm unit IPAL tersebut, pertama air limbah dialirkan masuk ke
bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan
kotoran organik tersuspesi. Selain sebagai bak pengendapan, juga
berfungasi sebagai bak pengurai senyawa organik yang berbentuk
padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung lumpur.
4. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
anaerob (biofilter Anaerob). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut
diisi dengan media khusus dari bahan plastik tipe sarang tawon. Di
dalam reaktor Biofilter Anaerob, penguraian zat-zat organik yang ada
dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif
aerobik. Disini zat organik akan terurai menjadi gas metan dan karbon
dioksida tanpa pemberian udara. Air limpasan dari reaktor biofilter
anerob dialirkan ke reaktor biofilter aerob.
5. Didalam reaktor biofilter aerob diisi dengan media sambil dihembus
dengan udara.Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media
filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme.Mikro-organisme
inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai
pada bak pengendap awal.
6. Dari reaktor biofilter aerob air limbah dialirkan ke bak pengendapan
akhir dan air limpasannya dialirkan ke bak khlorinator untuk proses
disinfeksi.Sebagian air di dalam bak pengendap akhir disirkulasikan
kembali ke bak pengendapan awal.
7. Air menuju ke bak indikator yang berfungsi sebagai indikasi bahwa air
dapat dibuang ke badan air penerima.

3.6.1 Dasar Pemikiran Pemilihan Alternatif Pengolahan


1. Kriteria Pemilihan
Dalam menentukan criteria pemilihan ini, digunakan pertimbangan pada
beberapa aspek, yaitu:

36
1. Aspek Effisiensi
Efisiensi Pengolahan Ditujukan agar dapat dihasilkan efluen yang
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan untuk dikembalikan ke
badan air atau dimanfaatkan kembali.
2. Aspek Teknis
a. Segi konstruksi Menyangkut teknis pelaksanaan, ketersediaan
tenaga ahli, kemudahan material konstruksi, dan instalasi
bangunan.
b. Segi Operasi dan Pemeliharaan.
3. Aspek Ekonomi
Menyangkut masalah financial atau pembiayaan dalam hal
konstruksi,operasi dan pemeliharaan IPAL.
4. Aspek Lingkungan kemungkinan terjadinya gangguan yang dirasakan
akibat keidakseimbangan factor ekologis.

2. Alternatif Pengolahan Terpilih

Dari analisa yang maka dipilih alternatif pengolahan yaitu pengolahan


dengan menggunakan Biofilter Aerob Anaerob.Pemilihan ini didasarkan pada
karakteristik air buangan dan dapat dimodifikasi.

3.7 Mass Balance

Dari alternative pengolahan yang terpilih,maka dilakukan perhitungan mass balance.


Influent Air Limbah

Q peak Air Buangan = 367,2 m3/hari = 367.200 l/hari


(BOD) = 40 mg/L = 0,00004 kg/l
BODm = (BOD) x Qp = 0,00004 kg/l x 367.200 l/hari = 14,688 kg/hari
(COD) = 80 mg/L = 0,00008 kg/l
CODm = (COD) x Qp = 0,00008 kg/l x 367.200 l/hari = 29,376 kg/hari

37
(TSS) = 60 mg/L = 0,00006 kg/l
TSSm = (TSS) x Qp = 0,00006 kg/l x 367.200 l/hari = 22,032 kg/hari

Q peak (Grey Water) = 293,76 m3/hari = 293.760 l/hari


(BOD) = 40 mg/L = 0,00004 kg/l
BODm = (BOD) x Qp = 0,00004 kg/l x 293.760 l/hari = 11,7504 kg/hari
(COD) = 80 mg/L = 0,00008 kg/l
CODm = (COD) x Qp = 0,00008 kg/l x 293.760 l/hari = 23,5008 kg/hari
(TSS) = 60 mg/L = 0,00006 kg/l
TSSm = (TSS) x Qp = 0,00006 kg/l x 293.760 l/hari = 17,6256 kg/hari

a. Bak Pengendap awal


Kemampuan meremoval : BOD = 35% ; COD =35 % ; TSS =30%
Yang masuk ke bak Pengendap awal
 Air Buangan total
BODm = 14,688 kg/hari
CODm = 29,376 kg/hari
TSSm = 22,032 kg/hari
 Grey Water
BODm = 11,7504 kg/hari
CODm = 23,5008 kg/hari
TSSm = 17,6256 kg/hari
Yang keluar dari bak Pengendap awal (Out)
 Air Buangan Total
BODo = 14,688 kg/hari x (100-35)% = 9,54 kg/hari
CODo = 29,376 kg/hari x (100-35)% = 19,09 kg/hari
TSSo = 22,032 kg/hari x (100-30)% = 15,42 kg/hari
 Grey Water

38
BODo = 11,7504 kg/hari x (100-35)% = 7,63 kg/hari
CODo = 23,5008 kg/hari x (100-35)% = 15,27 kg/hari
TSSo = 17,6256 kg/hari x (100-30)% = 12,33 kg/hari
Yang menjadi sludge
 Air Buangan Total
BODm = 14,688 - 9,54 = 5,14 kg/hari
CODm = 29,376 - 19,09 = 10,286 kg/hari
TSSm = 22,032 - 15,42 = 6,612 kg/hari
 Grey Water
BODm = 11,7504 – 7,63 = 4,12 kg/hari
CODm = 23,5008 – 15,27 = 8,23 kg/hari
TSSm = 17,6256 – 12,33 = 5,29 kg/hari

Q waste : Berat solid = 6 % dari lumpur


100 100
Massa Lumpur(Air Buangan Total) = TSSm x = 6,61 x =
6 6
110,17kg/hari

100 100
Massa Lumpur Grey Water = TSSm x = 5,29 x =
6 6
88,17kg/hari

Massa Lumpur 110,17


Volume Lumpur (air Buangan Total) = =
Berat jenis lumpur 1,05 x 1000
= 0,104 m /hari
3

Massa Lumpur 88,17


Volume Lumpur Grey water = =
Berat jenis lumpur 1,05 x 1000
= 0,083 m /hari
3

Qeffluent (Air Buangan Total) = Qinfluen – Q lumpur


= 367,2 – 0,104
= 367,096 m3/hari
Qeffluent Grey Water = Qinfluen – Q lumpur
= 293,76 – 0,083

39
= 293,677 m3/hari
- Effluent Bak Pengendap awal (Air Buangan Total) :
BODo 9,54
(BOD) = x 1000 = x 1000 = 25,98 mg/L
QEffluent 367,096
CODo 19,09
(COD) = x 1000 = x 1000 = 52,00 mg/L
QEffluent 367,096
TSSo 15,42
(TSS) = x 1000 = x 1000 = 42,00 mg/L
QEffluent 367,096
- Effluent Bak Pengendap awal Grey Water :
BODo 7,63
(BOD) = x 1000 = x 1000 = 25,98 mg/L
QEffluent 293,677 3
CODo 15,27
(COD) = x 1000 = x 1000 = 51,99 mg/L
QEffluent 293,677
TSSo 12,33
(TSS) = x 1000 = x 1000 = 41,98 mg/L
QEffluent 293,677
b. Biofilter (Anaerobik dan aerobik)
Kemampuan meremoval : BOD = 80% ; COD =85 % ; TSS =90%
Yang masuk ke bak Biofilter(in) sama dengan yang keluar bak pengendap
awal (out).
 (Air Buangan Total)
BODm = 9,54 kg/hari
CODm = 19,09 kg/hari
TSSm = 15,42kg/hari
 Grey Water
BODm = 7,63 kg/hari
CODm = 15,27 kg/hari
TSSm = 12,33 kg/hari
Yang keluar dari bak Biofilter (Out)
 (Air Buangan Total)
BODo = 9,54 kg/hari x (100-80)% = 1,908 kg/hari

40
CODo = 19,09 kg/hari x (100-85)% = 2,863 kg/hari
TSSo = 15,42 kg/hari x (100-90)% = 1,542 kg/hari
 Grey Water
BODo = 7,63 kg/hari x (100-80)% = 1,526 kg/hari
CODo = 15,27 kg/hari x (100-85)% = 2,29 kg/hari
TSSo = 12,33 kg/hari x (100-90)% = 1,233 kg/hari
Yang menjadi sludge
 (Air Buangan Total)
BODm = 9,54 – 1,908 = 7,632 kg/hari
CODm = 19,09 – 2,863 = 16,227 kg/hari
TSSm = 15,42 – 1,542 = 13,878 kg/hari

 Grey Water
BODm = 7,63 – 1,526 = 6,104 kg/hari
CODm = 15,27 – 2,29 = 12,98 kg/hari
TSSm = 12,33 – 1,233 = 11,097 kg/hari
Q waste : Berat solid = 6 % dari lumpur
100 100
Massa Lumpur(Air Buangan total)= TSSm x = 13,878 x =
6 6
231,3kg/hari
100 100
Massa Lumpur Grey Water = TSSm x = 11,097 x =
6 6
184,95kg/hari

Massa Lumpur 231,3


Volume Lumpur (Air Buangan Total ) = =
Berat jenis lumpur 1,05 x 1000
= 0,220 m3/hari
Massa Lumpur 184,95
Volume Lumpur Grey Water = =
Berat jenis lumpur 1,05 x 1000
= 0,176 m /hari
3

41
Q effluent (Air Buangan Total ) = Qinfluen – Q lumpur
= 367,096 – 0,220
= 366,876 m3/hari
Q effluent Grey water = Qinfluen – Q lumpur
= 293,677 – 0,176 m3/hari
= 293,501 m3/hari
- Effluent Bak Biofilter (Air Buangan Total ) :
BODo 1,908
(BOD) = x 1000 = x 1000 = 5,20 mg/L
QEffluent 366,876
CODo 2,863
(COD) = x 1000 = x 1000 = 7,80 mg/L
QEffluent 366,876
TSSo 1,542
(TSS) = x 1000 = x 1000 = 4,20 mg/L
QEffluent 366,876
- Effluent Bak Biofilter (Air Buangan Total ) :
BODo 1,526
(BOD) = x 1000 = x 1000 = 5,19 mg/L
QEffluent 293,501
CODo 2,29
(COD) = x 1000 = x 1000 = 7,80 mg/L
QEffluent 293,501
TSSo 1,233
(TSS) = x 1000 = x 1000 = 4,20 mg/L
QEffluent 293,501

BAB IV

UNIT- UNIT PENGOLAHAN

4.1 Perencanaan Desain IPAL Terpilih

Perencanaan IPAL perumahan Safira Resident kota Jambi menggunakan lahan


yang tersedia pada perumahan tersebut dan direncanakan untuk membuat unit
pengolahan air limbah domestik Biofilter.yang kemudian didaur ulang dari hasil
effluent IPAL tersebut untuk menyiram tanaman.

4.2 Primary treatment ( Pengolahan Pertama)

42
Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan
untuk memisahkan zat padat dan zat cair dengan menggunakan filter
(saringan) dan bak sedimentasi. Pada pengolahan pertama terdapat beberapa
tahap treatment seperti pre-treatment yang bertujuan untuk menghilangkan
padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Kemudian
tahap primary treatment dengan menghilangkan partikel padat melalui proses
fisika sehingga partikel padat akan mengendap (disebut sludge) sedangkan
partikel lemak dan minyak akan berada di atas / permukaan (disebut grease).
Selanjutnya adalah tahap aerasi, dimana tahap ini biasanya untuk proses
pengolahan secara biologi. Beberapa alat yang digunakan pada proses ini
adalah saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan multimedia,
percoal filter, mikrostaining, dan vacum filter.
Berdasarkan karakteristik dan air limbah kebutuhan untuk peruntukan
perumahan Safira Resident maka unit pengolahan yang direncanakan tahap 1
adalah :

4.2.1 Greace Trap

Bak pemisah lemak merupakan unit yang digunakan untuk mereduksi


kandungan lemak pada air limbah. Menurut Pedoman Teknis IPAL pada
tahun 2011 Umumnya bak ini difungsikan untuk memisahkan lemak atau
minyak serta padatan sisa serta mengendapkan kotoran pasir atau tanah atau
senyawa padatan yang tidak dapat terurai pada pengolahan biologis.
Berdasarkan prinsipnya lemak memiliki massa jenis lebih ringan apabila
dibandingkan dengan air. Massa jenis lemak bernilai mg/L sedangkan air
memiliki massa jenis 1000 kg/cm 3. Akibat perbedaan massa jenis tersebut

43
lemak akan berada diatas permukaan dan dapat dengan mudah dipisahkan
dengan air.

4.2.2 Bak ekualisasi


Bak ini berfungsi mengatur debit air limbah yang akan diolah serta
untuk menyeragamkan konsentrasi zat pencemarnya agar homogen dan
proses pengolahan berjalan dengan stabil.Waktu tinggal pada bak ini
berkisar 4-8 Jam. Bak ini dilengkapi dengan pompa celup guna
mendistribusikan air limbah ke pengolahan selanjutnya yaitu bak
pengendapan awal.

4.3 Secondary Treatment ( Pengolahan Kedua)

Secondary treatment dirancang untuk secara substansial menurunkan


kadar biologis dari limbah seperti yang berasal dari kotoran manusia, limbah
makanan, sabun dan deterjen. Hal ini biasanya dilakukan melalui proses
aerobik, sehingga unsur yang dibutuhkan meliputi ketersediaan
mikroorganisme, oksigen, kontak antara mikroorganisme dan bahan organik
dan akhirnya, kondisi lingkungan yang menguntungkan. Ini syarat dapat
dipenuhi oleh beberapa pendekatan, yang paling umum digunakan lumpur
aktif, trickling filter dan kolam oksidasi. Terakhir, the rotating biological
contactor adalah proses yang tidak cocok dengan salah satu kategori
sebelumnya, tetapi menggunakan prinsip-prinsip umum untuk trickling filter
dan lumpur aktif.

Berdasarkan karakteristik dan air limbah kebutuhan untuk peruntukan


perumahan safira Resident Kota Jambi maka unit pengolahan yang
direncanakan pada tahap 2 adalah sebagai berikut :

4.3.1 Bak Sedimentasi 1 (Pengendapan awal)

44
Bak pengendapan pertama berfungsi untuk mengendapkan atau
menghilangkan kotoran yang ada dalam air limbah. Kotoran yang terdapat
dalam air limbah berupa padatan tersuspensi misalnya lumpur organik akan
mengendap di dasar bak. Pada bak ini aliran dibuat untuk sangat tenang
untuk memberi kesempatan padatan/ suspensi mengendap. Bak
pengendapan awal terbuat dari pasangan batu bata dan tertutup yang
dilengkapi dengan lubang kontrol, bak berbentuk persegi panjang, air
limbah masuk melalui pipa inlet secara gravitasi,pemeliharaan dengan cara
pengurasan manual.
Kriteria perencanaan menurut standart JWWA dalam Said (2006) adalah :
3. Waktu tinggal (Retention time) rata-rata = 3-5 jam
4. Beban permukaan (surface loading)=20-50 m3 /m2 /hari.
4.3.2 Bak Biofilter Anaerobik
Pengolahan bahan organik selanjutnya diproses pada bak anaerob.
Pada unit ini penyisihan bahan organik memiliki nilai yang cukup tinggi
yaitu mencapai 80%.Penyisihan pada bak ini tidak menggunakan oksigen
(kedap udara), sehingga bakteri yang berperan ialah bakteri anaerobik. Bak
biofilter anaerob akan mengolah air limpasan yang berasal dari bak
pengendapan pertama secara anaerobik. Pada bak ini direncanakan menjadi
dua ruang guna memaksimalkan degradasi bahan organik. Bak ini juga
dilengkapi dengan media filter sarang tawon yang memiliki luas permukaan
yang cukup besar dan sangat baik untuk proses pengolahan.
4.3.3 Bak Biofilter Aerobik
Air limpasan dari bak biofilter anaerob kemudian diolah pada bak
biofilter aerob. Pada bak ini diisi dengan media sarang tawon untuk
mendegradasi bahan organik yang masih terdapat dalam air limbah.
Penambahan udara (aerasi) dilakukan guna mendukung pertumbuhan
mikroorganisme dalam media filter. Air limbah akan berkontak dengan
mikroorganisme yang tersuspensi maupun yang menempel pada permukaan

45
media menyebabkan peningkatan efisiensi pengolahan zat organik, deterjen
serta mempercepat proses nitrifikasi sehingga penghilangan amonia lebih
besar. Proses ini biasa disebut aerasi kontak (contact aeration) (Arina,
2012).
4.3.4 Bak Sedimentasi II (Pengendapan akhir)
Bak pengendap akhir atau sering disebut final clarifier merupakan unit
pengolahan bahan organik secara fisika. Pengolahan ini prinsipnya mirip
dengan prinsip pengendapan pertama dimana perbedaan hanya terdapat pada
letak pengolahan dan kualitas influent yang diolah. Pada bak pengendap
pertama kualitas effluent tiap parameter cenderung tinggi bahkan sangat
tinggi, karena masih belum dilakukan pengolahan secara biologis.
Sedangkan pada bak pengendapan terakhir kualitas influent cenderung
sudah turun karena telah terjadi pengolahan pada bak sebelumnya.
4.3.5 Bak Disinfeksi
Klorinasi direncanakan dengan alat dosing pump/infuse chlorinator,
dimana larutan klorin pada konsentrasi yang terukur dialirkan ke dalam air
limpasan IPAL melalui saluran selang yang dilengkapi pengatur aliran kran
(Said, 2006).

46
4.4 Diagram Alir

Sumber Air
Limbah

Perumahan Black Water Septictank


(Domestik)

Musholla Grey Water Greace Trap Bak Bak


(Non domestik) Ekualisasi Pengendap I

Badan Bak Bak Bak Bak aerobic Bak


air Indikator Disinfeksi Pengendap II Anaerobic
penerima

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses IPAL terpilih (Biofilter Anaerobik Aerobik)

47
BAB V

PERHITUNGAN

5.1 perhitungan Desain


5.1.1 Perhitunngan diameter pipa Inlet dan Outlet
Perhitungan diameter pipa inlet dan outlet IPAL adalah berdasarkan
pada pembebanan air limbah pada masing-maisng pipa.Dalam perhitungan
diameter pipa air limbah ada beberapa hal yang harus perlu diperhatikan
antara lain :
a. Pada kondisi debit puncak kecepatan minimum aliran adalah 0,6
m/detik dan kecepatan maksimum 0,8 m/detik (Nanga,2017).
b. Diameter minimum 100 mm dengan saluran gravitasi (Menteri
Pekerjaan Umum,2013).
c. Tinggi renang (D/dh) 0,5 (design criteria for Gravity sanitary sewer
Lines,2007).

Desain Perencanaan :
Q Peak = 60,66 m3/hari → 0,0007 m3/detik
V = 0,5 m/detik

Perhitungan :
1. Luas Penampang
Q peak
A =
v
0,0007
=
0,5 m/detik
= 0,0014 m2/detik

48
2. Diameter pipa hitung

( )
1
A
dh = 4x 2
3,14

= (4 x
3,14 )
1
0,0014 2

= 0,1 → 100 mm
3. Tinggi renang
D/dh = 0,5 x dh
= 0,5 x 100 mm
= 50 mm
4. Diameter rencana
Dr = dh + D/dh
= 100 mm + 50 mm
= 150 mm
Jenis pipa yang digunakan pada inlet dan outlet IPAL adalah pipa
PVC.Pipa PVC dipasaran dengan diameter rencana yaitu 150 mm tersebut
tidak tersedia.Maka direncanakan diamter diatas 150 mm yaitu 165 mm
atau 6 inc.

5.1.2 Grease Trap (Bak Pemisah Lemak)


Desain Perencanaa :
Q peak = 60,66 m3/hari
Minyak dan Lemak(in) = 5 mg/l
ρ minyak = 0,5 g/cm3
Waktu detensi = 35 menit → 0,02429 hari
Interval pengurasan = 1 minggu / 7 hari

49
Perhitungan :
Panjang Bak (P) = 2,75
Lebar bak (L) =1,25
Removal minyak dan lemak = 90 %
Minyak dan lemak(out) = 5 mg/l x (100-90%)
= 0,5 mg/l
Asumsi air limbah dapur = 5% x Q Peak
= 5% x 60,66 m3/hari
= 3,033 m3/hari → 3033 l/hari
Massa minyak = 5 mg/l x 3033 l/hari x 7 hari
= 106.155 mg → 106,155 gr
Volume minyak = Massa minyak / ρ minyak
= 106,155 gr / 0,5 g/cm3
=
212,31 cm3 → 0,00021 m3
H minyak = Volume minyak / (P x L)
= 0,00021 / (2,75 x 1,25)
= 6,109 x 10-5 m
Volume air = Q x waktu detensi
= 3,033 m3/hari x 0,02429 hari
= 0,0736 m3
H air = Volume air / (P x L)
= 0,0736 / (2,75 x 1,25)
= 0,0214 m
H bak = H minyak + H air
= 6,109 x 10-5 m + 0,0214 m
= 0,0214 m
Volume bak = P x L x H bak

50
= 2,5 m x 1,25 m x 1,2 m = 4,125 m3
5.1.3 Bak Ekualisasi
Desain perencanaan :
Qpeak Kapasitas Pengolahan =60,66 m3/hari
HRT = 4 – 8 Jam = 6 jam
6
Volume bak yang diperlukan = ( ) hari x 60,66 m3/hari
24
= 15,165 m3
Ditetapkan dimensi bak :
Panjang = 3,5 m
Lebar = 3,5 m
Kedalaman air =1m
Freeboard (ruang bebas) = 0,5 m
Volume efektif = 16,16 m3
Konstruksi = Beton K300
Tebal dinding = 20 cm
Cek :
3
16,16 m
Waktu tinggal HRT = x 24 = 6 jam
60,66 m3

5.1.4 Bak Pengendapan / Bak Sedimentasi


Desain Perencanaan :
Qpeak = 60,66 m³/hari
BOD masuk = 40
Efisiensi = 35 %
Bod Keluar = 26
Waktu tinggal dalam bak =2-4 jam diambil (3 jam)
3
Volume bak diperlukan = x 60,66
24

51
= 7,58 m3
Volume Efektif = 8,5 m3
Konstruksi = Beton K300
Tebal Dinding = 20 cm
Chek :

Waktu tinggal HRT = ❑ x 24

= 6 jam

5.1.4.1 Bak Pengendapan Awal


PRIMARY SEDIMENTATION Prinsip dalam bak pengendapan
pertama (primary sedimentation) ini adalah memisahkan padatan
tersuspensi dalam air buangan dengan cara gravitasi. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengatur kecepatan mengendapnya. Efisiensi removal
50%- 70% unruk TSS dan 30% -40% untuk BOD. Perencanaan yang
digunakan:
Bentuk segi empat dengan P:L =2:1
Kedalaman Bak =2m (1-3) m
Jumlah Bak = minimal 2
Waktu detensi = 3 jam (1-3) jam
Slope dasar saluran = 1-2%
Nre aliran = < 2000 agar aliran laminer
NFr = >10-5 agar tidak terjadi
aliran pendek
Nre Partikel = < 0,5 untuk pengendapan
partikel
Ruang Bebas (Freeboard) = 30 – 50 cm
Weir Loading = 9 – 13 m3/m.detik
Vh < Vsc agar tidak terjadi penggerusan
Overflow Rate (OFR) = 2,25 x 10-4 m/detik

52
(Sumber : Al-Layla “Water Supply Engineering”)

Direncanakan :
Jumlah bak = 1 bak
Debit Air Limbah = 0,0007 m3/detik

A. Zona Inlet
1. Saluran Pembawa
Q Peak = 0,0007 m3/detik
Kecepatan Aliran (v) = 1 m/detik
P:L =2:1
Tinggi saluran = 0,5
Waktu detensi = 1,5 jam
Q 0,0007 m 3 /detik
A = =
v 1 m/detik
= 0,0007 m3/detik
A =pxl
0,0007 m3/detik =2xl

Lebar Saluran (L) =


√ 0,0007
2
= 0,018 m

Panjang Saluran (P) = 2 x 0,018 = 0,036 m

2. Dimensi Bak
Q
A = =
2,33 x 10−4
0,0007 m3 /detik
2,33 x 10−4 m/detik
= 3,004
Volume = Q x Waktu detensi

53
= 0,0007 m3/detik x 5.400 detik
= 3,78 m3
A =PxL
A = 2L x L
3,004 m2 = 2L2

L =
√ 3,004
2
= 1,22 m

P =2xL
= 2 x 1,22 = 2,44
H air = Volume/luas
= 3,78 m3/1,22 m2 = 3,09 m
Ruang Bebas (Freeboard) = 0,5 m
H = 3,09 + 0,5 = 3,59 m
Dimensi bak sedimentasi = Panjang = 2,44 m
Lebar = 1,22 m
Tinggi = 3,59 m
Kecepatan Horizontal (Vh) = Panjang / Waktu detensi
= 2,44 m / 5400 detik
= 0,000451 m/detik
 Kontrol Nre aliran
T air = 30‫ ﹾ‬C
Viskositas (v) = 0,803.10-6.m2/detik
g = 9,81 m/detik
(1 x h) ( 1,2 x 3,09 )
R = = = 0,50
( 1+ 2h ) ( 1,2+ 2 x 3,09 )
m

54
Vh x R
Nre aliran = =
v
m
0,000451 x 0,43 m
detik
−6 2
0,803.10 . m /detik
= 241,50 …. < 2000 !OK
Aliran Laminer
 Kontrol Nfr
( 0,000451m/detik )2
( Vh )2
Nfr = = m
g x R 9,81 x 0,50 m
detik
= 4,14 x 10-8 > 10-5 !OK

B. Zona Pengendapan
Direncanakan :
Q peak = 0,0007 m3/detik
Efisiensi Removal = 30 %
Konsentrasi TSS = 42 mg/l
Diskret dan grit = 90% x konsentrasi TSS
= 90 % x 42 mg/l = 37,8 mg/l
Berat jenis sludge = 1,02 kg/l
Partikel terendapkan = 60 % x 37,8 mg/l
= 22,68 mg/l → 0,02268 kg/m3
Berat Solid (Ms) = Q peak x partikel terendapkan
= 0,0007 m3/detik x0,02268 kg/m3
= 0,000015 kg/detik → 1,296
kg/hari
Volume sludge = volume solid + volume air

55
=
M solid m air
x
massa jenis solid massa jenis air

= ;Ms:Ma =129 : 5 Ma = 26 Ms

=
Ms
massa jenis air
x
1
ss (
+26 )
=
1,296
1000
x( 1
42
+26 )
= 0,033 m3/hari
Direncanakan :
Periode Pengurasan
Volume ruang lumpur
Dimensi Ruang Lumpur :
Luas bawah (A1) direncanakan b =

56
57
58
59

Anda mungkin juga menyukai