Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK DAN RUMAH SAKIT


“PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN MENGGUANKAN IPAL
LABORATORIUM”

TANGGAL PRAKTIK: 05 SEPTEMBER 2023-20 SEPTEMBER 2023

DISUSUN OLEH:
NAMA : EKA WARISTI
NPM : 210107008
KELAS : TPPL 3A

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNIK PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK NEGERI CILACAP
SEPTEMBER 2023
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERCOBAAN
Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan adalah limbah cair yang
berasal dari domestic. Air limbah domestic menjadi polutan terbesar yang masuk
ke perairan dan berkontribusi dalam meningkatkan pencemaran. Hal ini
dikarenakan 60-80% dari air bersih yang digunkan akan dibuang ke lingkungan
sebagai air limbah. Hasil analisis statistic secara nasional menunjukkan sebanyak
62,14% rumah tangga telah memeiliki akses terhadap sanitasi layak, akan tetapi
proporsi rumah tangga yang masih membuang air limbah domestic ke got/saluran
drainase mencapai 46,7%. Proporsi warga kabupaten Cilacap yang mengalirkan
air limbah domestic ke dungai dan saluran terbuka juga masih tinggi.
Permasalahan air limbah domestic masih menjadi permasalahan yang
mendominasi diseluruh kabupaen cilacap. Limbah cair yang tidak dikelola akan
menimbulkan dampak pada perairan. Air perlu menjadi maslah yang perlu
mendapatkan perhatian dengan seksama dan cermat.pengolahan limbah cair untuk
penggunaan ulang dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan yang
disebabkan oleh limbah cair domestic. (Nasihah, 2018).
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan kualitas air limbah domestik
untuk menjaga agar kualitas air tetap terjaga dan memenuhi baku mutu air yang
telah ditetapkan. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu pengolahan air limbah
menggunaka IPAL Laboratorium. Pengolahan limbah cair domestic menggunakan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Laboratorium merupakaan salah satu
teknologi dalam penyelesaian permasalahan pengolahan limbah dalam skala
laboratorium. Proses pengolahan dalam IPAL laboratorium bertujuan dapat
mengubah air limbah domestik dari buangan rumah tangga (influen) dapat
menjadi air buangan yang aman bagi lingkungan
B. TUJUAN PERCOBAAN
1. Untuk mengetahui prinsip kerja dari IPAL
2. Untuk mengetahui karakteristik air limbah domestic dengan parameter pH,
suhu, TDS, TSS, Minyak dalam air, Kekeruhan dan COD
3. Untuk mengidentifikasikan dan membandingkan kualitas limbah domestic
berdasarkan parameter yang diujikan antara input dan output dari pengolahan
menggunkan IPAL
II. DASAR TEORI
II.1Air Limbah Domestik
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, limbah domestic merupakan limbah
yang berasal dari kegiatan sehari hari tetapi tidak termasuk aktivitas kakus.
Kegiatan sehari hari yang menghasilkan limbah seperti mencuci, memasak, mandi
dan kegiatan pertanian serta peternakan. Menurut keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 68 tahun 2016 yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga atau
air limbah domestic adalah air limbah uang menrupakan hasil dari usaha dan atau
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan
asrama.
Air limbah domestic dapat terbagi menjadi blackwater dan greywater.
Definisi greywater adalah air limbah yang berasal dari dapur, sir bekas cuci
pakaian, dan air mandi. Sedangkan blackwater adalah air yang mengandung
kotoran manusia. (purwatiningrum, 2018). Sungai yang memiliki kandungan
bahan organic dan anoragnik yang tinggi bersumber dari aktivitas masyarakat
berupa pembuangan limbah cair ke sungai seperti mandi, cuci dan kakus, hal ini
imenyebabkan menurunya kualitas air (Tarigan, 2013). Kegiatan industry,
domestic, dapat berdampak negative terhadap sumber daya air seperti penurunan
kualitas air, hal ini dapat menggangu dan menimbulkan kerusakan bagi makluk
hidup di air (Anwariani, 2019). Komposisi limbah cair domestic sebagian besar
adalah air, sisinya berupa partikel padatan terlarut dan padatan tersuspensi.
Limbah cair perkotaan mengandung lebih dari 99,9% cairan dan lebih dari 0,1%
padatan. Padatan dalam limbah cair ini terdiri dari padatan organk dan non
organic (Asadiya, 2018).
II.2IPAL ( Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Pengolahan limbah cair domestic menggunakan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Laboratorium merupakaan salah satu teknologi dalam
penyelesaian permasalahan pengolahan limbah dalam skala laboratorium. Proses
pengolahan dalam IPAL laboratorium bertujuan dapat mengubah air limbah
domestik dari buangan rumah tangga (influen) dapat menjadi air buangan yang
aman bagi lingkungan. IPAL terdiri dari waste water tank, tangka koagulan,
tangki flokulan, tangki asam, beker koagulasi, beker flokulasi, clarifier, treated
tank, penyaring sludge, dan filter. Proses pengolahan air limbah didalam IPAL
melibatkan berbagai tahapan yaitu penyaringan merupakan penghilangan atau
pemisahan partikel partikel padat dan materi yang masih ada dalam air limbah
sebelum dilakukannya pengolahan. Proses netralisasi bertujuan untuk mentralkan
air sampel yang bersifat basa dengan menambahkan larutan CaO (kapur) hal ini
bertujuan agar memudahkan pengolahan pada proses selanjutnya agar berjalan
efektif
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang penting dalam pengolahan
air bersih, karena dengan proses ini partikel koloid penyebab kekeruhan yang
stabil dibuat menjadi tidak stabil. Partikel koloid antara lain, yaitu tanah liat,
lumpur, virus, bakteri, asam fulvat dan humus, mineral antara lain: asbes, silikat,
silika, dan partikel radioaktif, dan partikel organik, termasuk surfaktan. Dengan
adanya pencemaran air sungai oleh surfaktan, akan mempengaruhi kinerja proses
koagulasi flokulasi. Koagulasi adalah pengadukan cepat di mana bahan kimia
(koagulan) ditambahkan ke air, yang menyebabkan pengurangan kekuatan yang
cenderung membuat partikel koloid terpisah karena partikel koloid dalam sumber
air berada dalam kondisi stabil (Lolo1, 2020).Flokulasi adalah pengadukan lambat
yaitu terjadi proses pembentukan flok-flok kecil (proses koagulasi) dengan flok-
flok yang berukuran besar sehingga mudah diendapkan. Partikel koloid
merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel
inilah yang merupakan penyebab utama kekeruhan. Koagulan adalah bahan kimia
sintetis yang digunakan untuk mengolah air bersih dan air limbah.koagulan yang
digunakan dapat dibedakan menjadi polimer anorganik dan polimer alami
(Prasetya, 2018).
Koagulan aluminium sulfat adalah salah satu jenis koagulan yang efektif
digunakan dalam pengolahan air dan limbah. Dosis koagulan aluminium sulfat
perlu dioptimalkan untuk memperoleh efisiensi penyisihan yang maksimal, dan
penggunaannya perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan peningkatan
konsentrasi padatan terlarut pada air yang diolah. (HARAHAP, 2017).
Sedimentasi adalah operasi pemisahan campuran padatan dan cairan
menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid
(Brown C.B,1950). Padatan yang terbentuk sewaktu- waktu harus dikeruk dan
dikeluarkan dari kolam penegndapan. Proses sedimentasi berperan penting dalam
berbagai proses industry, misalnya pada proses pemurnian air limbah, pengolahan
air sungai, pengendapan partikel padatan pada bahan makanan cair, pengendapan
kristal dari larutan induk, penyisihan pasir, slime atau lanau pada pengolahan air
limbah dan masih banyak lagi.(Abbuzar S.S, 2010). Sedimentasi adalah salah satu
proses pemisahan campuran padatan dan cairan (slurry) menjadi cairan beningan
dan sludge. Proses ini memanfaatkan gaya gravitasi, yaitu dengan mendiamkan
suspensi hingga terbentuk endapan yang terpisah dari larutan bening.
II.3Parameter Pencemar Air Limbah Domestik
a. Derajat keasaman (pH)
Derajat Keasaman (pH) merupakan analisis yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan, yang juga
merupakan salah satu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Nilai pH di
atas 7 menunjukkan sifat basa, sedangkan nilai pH di bawah 7 menunjukkan
keasaman. pH normal adalah 7. pH 0 menunjukkan tingkat keasaman
terendah, sedangkan pH 14 menunjukkan tingkat alkalinitas tertinggi.
Pengukur pH berbasis larutan elektrolit/konduktivitas dapat digunakan untuk
mengukur indikator asam-basa selain kertas lakmus (Ratriyanto, 2019).
b. Total Dissolved Solid (TDS)
Total Dissolved Solid yang disebut juga padatan terlarut merupakan
padatan padatan yang memepunyai ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi
(M.I, 2022). TDS juga merupakan pelarutan padatan dalam air baik sebagai
ion, senyawa atau koloid. Misalnya, air permukaan menyebabkan air sungai
dan tambak tampak keruh setelah hujan karena partikel partikel tersuspensi
yang larut didalam air, sedangkan pada musim kemarau air tampak kehijauan
karena alga didalam air. Kandungan pelarut padatan ini biasanya sangat
rendah, sehingga tidak terlihat dengan mata telanjang. Selain itu, Nicola
(2015) menyebabkan bahwa TDS adalah bahan terlarut dan koloid dalam
bentuk senyawa kimia dan partikel lainnya yang tidak tersaring pada kertas
saaring berdiameter. (Asadiya, 2018)
c. Suhu atau temperature
Suhu yang tinggi dalam limbah domestik yang dibuang ke perairan alami
dapat memiliki efek negatif pada organisme hidup di lingkungan tersebut.
Suhu yang tinggi dapat mengurangi kadar oksigen terlarut dalam air, yang
dapat menyebabkan stres oksigen pada ikan dan organisme air lainnya. Hal ini
dapat mengganggu kehidupan akuatik dan bahkan menyebabkan kematian
organisme.
d. TDS
TDS (Total Dissolved Solids) dalam air merujuk pada jumlah total
senyawa kimia yang terlarut dalam air, termasuk mineral, garam, logam, dan
senyawa organik lainnya. Nilai TDS dalam air dapat bervariasi tergantung
pada sumber air, lingkungan sekitar, dan aktivitas manusia di sekitar sungai.
TDS dapat diukur dengan menggunakan alat tes TDS meter yang juga dapat
mendeteksi nilai pH, EC, dan suhu air. Nilai TDS yang terlalu tinggi dapat
menunjukkan bahwa air mengandung partikel senyawa yang terlalu banyak,
yang dapat menyebabkan keracunan jika terdapat banyak senyawa berbahaya
seperti timbal atau tembaga (Cahyani, 2016).
e. TSS
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel
maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan
kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung
mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya
lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu,
sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya (Nasution, 2008).
f. Kekeruhan
Kualitas air dijabarkan dalam Kekeruhan yang dinyatakan dalam satuan
NTU –nephelometric turbidity units. Semakin banyak padatan tersuspensi
dalam air, air terlihat semakin keruh dan semakin tinggi pula nilai NTU.
(Makhmudah, 2010). Kekeruhan dalam air merujuk pada jumlah zat atau
partikel yang tersuspensi dalam air. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan
oleh zat-zat di dalam air.
g. Kandungan Minyak dalam air
Kandungan minyak dalam air dapat merujuk pada jumlah minyak yang
terlarut atau tercampur dalam air sungai. Kandungan minyak dalam air dapat
berasal dari berbagai sumber, seperti pembuangan limbah industri,
pembuangan minyak sawit secara haram, atau kebocoran minyak dari kapal
atau instalasi minyak di sekitar . Kandungan minyak dalam air dapat
mempengaruhi kualitas air dan lingkungan hidup, serta dapat membahayakan
kesehatan manusia dan hewan yang mengonsumsi air tersebut (Hendrawan,
2007).
h. COD
COD (Chemical Oxygen Demand) dalam air mengartikan jumlah oksigen
yang dibutuhkan untuk menguraikan zat-zat anorganik dan organik yang
terkandung dalam air sungai. Semakin tinggi nilai COD, semakin banyak
oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan polutan tersebut, sehingga kadar
oksigen terlarut dalam air akan menurun. Hal ini dapat menyebabkan
penurunan kualitas air dan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup di
dalamnya. Kadar COD yang tinggi dalam air sungai dapat menyebabkan air
terlihat keruh dan berwarna kecoklatan, menyebabkan bau yang tidak sedap,
dan menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan (eutrofikasi).
II.4Baku Mutu Limbah Domestik
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan
atau jumlah unsur pencemar yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air
dari suatu usaha dan atau kegiatan. Berikut merupakan baku mutu untuk limbah
domestik menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Mutu Limbah Domestik:

Parameter Satuan Kadar Maksimum


pH - 6-9
BOD mg/L 30
COD mg/L 100
TSS mg/L 30
Minyak dalam Lemak mg/L 5
Amoniak mg/L 10
Total coliform Jumlah/100 ml 3000

Keterangan: *= Rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, lembaga


pendidikan, perkantoran, perniagaan, pasar, rumah makan, balai pertemuan, arena
rekreasi, permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL
perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api,terminal dan lembaga
pemasyarakatan.
III. METODE PENELITIAN
III.1 ALAT DAN BAHAN

No Alat
1 Gayung 15 pH meter
2 Diligen 16 TDS meter
3 Saringan 17 Turbidimeter
4 IPAL 18 Oil in water analyzer
5 Gelas Beker 19 Kertas Saring
6 Botol Winkler 20 Cawan porselin
7 Gelas ukur 21 Corong
8 Desikator 22 Oven
9 Neraca Analitik 23 COD detector
10 Reagen COD 24 COD meter
11 Ball pipet 25 Pipet ukur
12 Labu Ukur 1 L 26 Hot Plate
13 Batang 27 Kaca Arloji
pengaduk
14 Spatula 28 Erlenmeyer

No Bahan
1 Sampel air 3 Tawas
limbah domestic
200L
2 PAC 4 Aquades

III.2 PROSEDUR PERCOBAAN


III.2.1 Penyiapan Sampel air limbah domestic 200L
1. Penyiapan Alat yaitu Diligen, corong, gayung dan saringan
2. Penentuan titik pengambilan sampel yaitu di jl. Krakatau, Rawadaon,
Sidanegara, Cilacap tengah
3. Pengambilan sampel dilakukan dengan memasukan air limbah kedalam
diligen menggunakan corong dan gayung hingga 200L
4. Penyaringan sampel menggunakan saringan sebelum dimasukan pada
waste water tank
III.2.2 Penyiapan alat IPAL
1. Penyiapan air kapur sebagai penetralisasi air limbah supaya limbah
bersifat netral
2. Penyiapan koagulan yaitu dengan membuat koagulan PAC 500 ppm
sebanyak kurang lebih 10 Liter
3. Penyiapan flokulan dengan pembutaan flokulan tawas 250 ppm sebanyak
kurang lebih 10 liter
III.2.3 Pengolahan limbah menggunakan IPAL
1. Penyiapan air sampel limbah domestic pada waste water tank
2. Pengaturan pH air sampel menjadi netral dengan kondisi awal sampel
asam ditambahkan air kapur (CaO) yang bersifat basa
3. Ketika air sampel sudah dalam kondisi netral dilanjutakan pada proses
selanjutnya yaitu koagulasi yaitu penambahan koagulan dengan
pengadukan cepat yaitu 135 rpm dengan dosis koagulan sebanyak 50%
laju alir air 1 liter per menit.
4. Setalah dilakukan koagulasi secara otomastis air sampel akan masuk pada
tahap flokulasi yaitu penamabahan flokulan dengan pengadukan lambat
yaitu 60 rpm dengan dosis flokulan 50%.
5. Air sampel yang sudah melewati proses koagulasi dan flokulasi akan
masuk pada proses sedimentasi yaitu pada tangka clarifier yaitu
pengendapan sludge 3 tingkat.
6. Setelah masuk pada tangka clarifier untuk pengendapan air sampel akan
masuk pada tangki penampung yang disiapkan untuk pengaturan ph.
7. Setelah dilakukan pengaturan ph dilanjutkan pada tahap filtrasi, adsorpsi
dan pertukaran ion dengan media filtrate, carbon dan resin.
III.2.4 Pengukuran parameter sampel inlet dan outlet air limbah domestik
1. Pengambilan sampel inlet pada tangki waste water tank dan pengambilan
sampel outlet pada tangka clarifier
2. Pengukuran sampel inlet dengan parameter pH, parameter TDS,
parameter suhu, parameter kekeruhan, parameter kandungan
minyak,parameter COD dan parameter TSS.
3. Pengukuran sampel outlet dengan parameter pH, parameter TDS,
parameter suhu, parameter kekeruhan, parameter kandungan
minyak,parameter COD dan parameter TSS. Dengan prosedur
pengukuran parameter sebagai berikut:
a. Pengurukuran pH
Dengan mencelupkan alat pH meter kedalam sampel air yang sudah
disiapkan dalam gelas beker, pastikan alat sudah terkalibrasi dengan
aquades. Secara otomatis nilai pH akan terukur.
b. Pengukuran TDS dan Suhu
Dengan mencelupkan alat TDS meter kedalam sampel air yang sudah
disiapkan dalam gelas beker, pastikan alat sudah terkalibrasi dengan
aquades. Secara otomatis nilai TDS dan Suhu akan terukur.
c. Parameter kekeruhan
Kalibrasi alat turbidimeter dengan larutan standart yang terdapat pada
alat kemudian masukan sampel kedalam botol vial sampai tanda garis
segitiga kemudian masukkan botol vial yang sudah bersih kedalam
chamber kemuadian tekan tombol read secara otomatis nilai
kekeruhan sampel akan terukur.
d. Parameter Minyak dalam air
Kalibrasi alat dengan menggunakan aquades masukan dalam kuvet
kemudian air sampel yang disiapkan dimasukkan kedalam kuvet dan
secara otomaatis akan terbaca kandungan minyak dalam air
e. Parameter TSS
Menyiapkan sampel air sebanyak 30 ml yang sudah dihomogenkan
menggunakanhot plate dan kertas saring yang sudah dioven dan
ditimbang beratnya terlebih dahulu untuk dilakukan penyaringan
dengan menggunakan Erlenmeyer corong kertas saring, kemudian
kertas saring yang sudah digunakan untuk meyaring dioven dengan
suhu 105 selama 1 jam, setelah pengovenan lakukan pendinginan
menggunakan desikator selama 30 menit dan kemudian timbang berat
kertas saring menggunakan neraca analitik. Untuk mendapakan hasil
yang tepat lakukan pengulangan pengovenan hingga berat konstan.
f. Parameter COD
Menyiapkan sampel sebanyak 2 ml untuk direaksikan dengan reagen
COD, kemudian sampel dan reagen yang sudah direaksikan lakukan
pemanasan dengan suhu 150 C selama 2 jam menggunakan COD
detector, kemudian lakukan pendinginan dengan suhu ruangan kurang
lebih 30 menit kemudian untuk mengetahui kadar COD masukan
sampel kedalam COD meter dengan itu secara otomatis nilai COD
akan terdeteksi.
III.3 ANALISA PERHITUNGAN
III.3.1 Pembuatan koagulan dan flokulan
a. Penentuan massa yang ditimbang koagulan
Massa = konsentrasi x volume
b. Pengenceran koagulan
V1 x M1 = V2 x M2
III.3.2 Analisa perhitungan parameter TSS
Menurut (Devy B et al,2021) daa analisa TSS diperoleh dari
persamaan:
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
Dengan;
A adalah berat kertas saring + residu kering
B adalah berat kertas saring
IV. DATA DAN HASIL PERCOBAAN
IV.1 DATA
A. Data Hasil Pengamatan Inlet

Parameter Percobaan ke- Satuan


I II III
TDS 330 327 330 mg/L
Suhu 30 30 30 ̊ C
pH 7,5 7,4 7,6 -
Kekeruhan 44,9 45,7 48,2 NTU
COD 397 ppm
Minyak dalam air 1,019 1,03 1,010 Ppm
0
TSS -0,3033 -0,25 - mg/L
Berat Padatan tersuspensi total

Sebelum di Oven Sesudah di Oven


I II
I II I II I II

Kertas 0,8158 0,8217 0,8067 0,8140 - -


saring
Cawan 72,4693 59,7218 72,4557 59,7153 72,4573 59,7126
+
Kertas
saring
B. Data Hasil Pengamatan Outlet

Parameter Percobaan ke- Satuan


I II III
TDS 264 mg/L
Suhu 25 ̊ C
pH 7,4 7,5 7,5 -
Kekeruhan 3,89 3,83 3,92 NTU
COD 222 ppm
Minyak dalam air 0,60 0,608 0,618 ppm
5
TSS 0,03 -0,27 mg/L
Berat Padatan Tersuspensi Total

Sebelum di Sesudah di Oven


Oven I II

I II I II I II I II

Kertas 0,815 0,828 0,813 0,819 0,816 0,820 0,806 0,807


saring 1 2 8 4 0 0 4 3
Cawa 72,47 59,72 72,47 59,72 72,46 59,72 72,45 59,71
n+ 06 50 04 32 92 62 76 04
Kertas
saring
Cawan 71,65 58,90 71,65 58,90 71,65 58,90 71,65 58,90
73 55 94 77 76 66 76 54

IV.2 GRAFIK
IV.2.1 Grafik Parameter Derajat Keasaman

Grafik Parameter Derajat Keasaman


(pH)
10
9 9
8
7.5 7.5
7
6 6
5
4
3
2
1
0
INLET OUTLET Batas Minimum Batas Maksimal

IV.2.2 Grafik Parameter Suhu

Grafik Parameter Suhu (C )


35
30 30
28
25 25
22
20
15
10
5
0
INLET OUTLET Batas Minimum Batas Maksimal

IV.2.3 Grafik Parameter TDS


Grafik Parameter TDS (mg/L)
600

500 500

400
329
300
264
200

100

0
INLET OUTLET Baku mutu

IV.2.4 Grafik Parameter COD

Grafik Parameter COD (mg/L)


450
400 397
350
300
250
222
200
150
100 100
50
0
INLET OUTLET Baku mutu

IV.2.5 Grafik Parameter Minyak Dalam Air

Grafik Parameter Minyak dalam Air


(mg/L)
6
5 5
4
3
2
1 1.02
0.61
0
INLET OUTLET Baku mutu

IV.2.6 Grfaik Parameter TSS


Grafik Parameter TSS(mg/L)
35

30 30

25

20

15

10

0 -0.3 0.3
INLET OUTLET Baku mutu
-5

IV.2.7 Grafik Parameter Kekeruhan

Grafik Parameter kekeruhan (NTU)


50
45 46.3
40
35
30
25
20
15
10 9
5 6
3.88
0
INLET OUTLET Batas minimum batas maksimal

IV.3 PERHITUNGAN
IV.3.1 Pembuatan koagulan dan flokulan

Penentuan massa yang ditimbang koagulan

Massa = konsentrasi x volume


a. Konsentrasi Flokulan 250 ppm = 250 mg/L (Tawas)
Massa = konsentrasi × volume
= 250 mg/L × 1 L
= 250 mg = 0,25 gram
b. Konsentrasi Koagulan 500 ppm = 500 mg/L (PAC)
Massa = konsentrasi × volume
= 500 mg/L × 1 L
= 500 mg = 0,5 gram
IV.3.2 Analisa perhitungan parameter TSS
Menurut (Devy B et al,2021) daa analisa TSS diperoleh dari persamaan:
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
Dengan;
A adalah berat kertas saring + residu kering
B adalah berat kertas saring
a. TSS INLET PERCOBAAN 1
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
(0,8067−0,8158) x 1000
TSS, mg/L =
30 mL
TSS, mg/L = -0,3033 mg/L
b. TSS INLET PERCOBAAN 2
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
(0,8140−0,8217) x 1000
TSS, mg/L =
30 mL
TSS, mg/L = -0,25 mg/L
c. TSS OUTLET PERCOBAAN 1
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
(0,8160−0,8151) x 1000
TSS, mg/L =
30 mL
TSS, mg/L = 0,03 mg/L
d. TSS OUTLET PERCOBAAN 1
(A−B)x 1000
TSS, mg/L =
volume sampel (mL)
(0,8200−0,8282) x 1000
TSS, mg/L =
30 mL
TSS, mg/L = -0,27 mg/L
V. PEMBAHASAN
A. METODE PENELITIAN

Pengolahan limbah cair domestic menggunakan Instalasi Pengolahan Air


Limbah (IPAL) Laboratorium merupkaan salah satu teknologi dalam penyelesaian
permasalahan pengolahan limbah dalam skala laboratorium. Proses pengolahan
dalam IPAL laboratorium bertujuan dapat mengubah air limbah domestik dari
buangan rumah tangga(influen) dapat menjadi air buangan yang aman bagi
lingkungan. Proses pengolahan air limbah didalam IPAL melibatkan berbagai
tahapan yaitu penyaringan merupakan penghilangan atau pemisahan partikel
partikel padat dan materi yang masih ada dalam air limbah sebelum dilakukannya
pengolahan. Proses netralisasi bertujuan untuk mentralkan air sampel yang
bersifat basa dengan menambahkan larutan CaO (kapur) hal ini bertujuan agar
memudahkan pengolahan pada proses selanjutnya agar berjalan efektif. Proses
koagulasi adalah pengadukan cepat di mana bahan kimia (koagulan) ditambahkan
ke air, yang menyebabkan pengurangan kekuatan yang cenderung membuat
partikel koloid terpisah karena partikel koloid dalam sumber air berada dalam
kondisi stabil dengan adanya penambahan koagulan partikel koloid penyebab
kekeruhan yang stabil dibuat menjadi tidak stabil. Dimana pada praktik ini
koagulan yang diguankan yaitu PAC dengan konsetrasi 500 ppm dan
penamabahan sebesar 50% setiap 1 L/menit dengan pengadukan yang dilakukan
sebesar 135 rpm. Proses flokulasi yaitu pengadukan lambat yaitu terjadi proses
pembentukan flok-flok kecil lanjutan dari proses koagulasi dengan flok-flok yang
berukuran besar sehingga mudah diendapkan dengan penambahan flokulan (Ayu
Ridaniati Bangun, 2013). Dimana pada praktik ini flokulan yang diguankan yaitu
Tawas dengan konsetrasi 250 ppm dan penambahan sebesar 50% dengan
pengadukan yang dilakukan sebesar 60 rpm. Setelah melawati koagulasi dan
flokulasi maka akan masuk kedalam clarifier untuk memisahkan padatan dan
cairan dengan proses pengendapan. Pengendapan ini secara 3 bertingkat untuk
menghasilkan pemisahan dan pengendapan nya maksimal. Cairan Jernih pada
bagian atas (clarifying) dan endapan lumpur (sludge) pada bagian bawah. Bagian
yang jernih dari clarifier akan di tampung di dalam tanki/bak yang biasa juga kita
sebut Treated Tank, sedangkan lumpur cair (sludge) pada bagian bawa (bottom)
akan di lewatkan pada filter pasir untuk memisahkan padatan sesungguhnya
dengan airnya. Sludge yang tertahan pada bagian atas filter akan di masukkan ke
dalam karung dan merupak limbah B3. Selanjutnya air dari Treated Tank akan
dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan memompakan menuju penyaringan
(filter) yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu Sand filter, Carbon Filter, dan softener
( atau optional). Effluent dari ke 3 tahapan filter tersebut umumnya sudah
merupakan air treated yang sudah jernih dan selanjutnya akan di alirkan ke badan
air penerima.
B. TINJAUAN TERHADAP DATA PERCOBAAN
Berdasarkan praktikum yang dilalukan diperoleh data seperti pada hasil
praktikum diatas dari data pengukuran beberapa parameter dapat diketahui
keefektifan pengolahan yang dilakukan yaitu menggunakan system IPAL
Laboratorium. Dengan pengambilan sampel inlet pada tangki waste water tank
dan outlet diambil dari tangka clarifier. Proses yang dilewati dalam pengolahan
ini yaitu penyaringan, netralisasi, koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Dari grafik
parameter derajat keasaman dapat kita lihat bahwa inlet dan outlet dari
pengolahan tersebut sama. Pada parameter suhu dapat dilihat bahwa inlet limbah
domestic yaitu 30 C ini mengartikan tidak sesuai dengan baku mutu yang ada
tetapi setelah pengolahan mengalami penurunan suhu sampai dibawah ambang
batas yaitu 25 C. Pada Parameter TDS dari inlet ke outlet terjadi penuruan
kandungan TDS dari 329 mg/L menjadi 264 mg/L. Pada parameter COD
kandungan inlet sangatlah tinggi dan setelah pengolahan mengalami penurunan
dari kandungan COD awal yaitu 397 mg/L menjadi 222 mg/L. Pada parameter
minyak dalam air kandungan minyak setelah pengolahan mengalami penurunan
dari 1,02 mg/L menjadi 0,61 mg/L. Pengukuran TSS pada analisa TSS terdapat
kesalahan pada pengukuran sehingga membuat data rancu. Parameter kekeruhan
pada inlet air limbah nilai kekeruhan sangatlah tinggi melebihi baku mutu dan
setelah dilakukan nya pengolahan mengalami penurunan dari 46,3 mg/L menajadi
3,88 mg/L. Hal ini menunjukan bahwa pada pengolahan air limbah domestic
menggunakan IPAL Laboratorium efektif untuk menyesuaikan dengan baku mutu
yang berlaku sehingga air limbah dapat dibuang pada badan air.
C. TINJAUAN DAN PERBANDINGAN TERHADAP REFERENSI
1. Parameter Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen yang
diperlukan dalam proses penguraian bahan organik yang terkandung dalam air
(Amalia et al., 2020). Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi CO2
dan H2O yang ada dalam limbah cair. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup & Kehutanan Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang
Baku Mutu Limbah Domestik, baku mutu COD untuk air limbah domestik
sebesar 100 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai COD setelah pengolahan
yaitu 222 mg/L, maka nilai kadar COD yang terkadung dalam limbah
domestik setelah pengolahan belum sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
2. Parameter Total Suspendended Solid (TSS)
TSS (Total Suspended Solid) merupakan suatu pengukuran jumlah
padatan yang tersuspensi. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Mutu Limbah
Domestik, baku mutu TSS untuk air limbah domestik sebesar 30 mg/L. Jika
dibandingkan dengan nilai TSS setelah pengolahan yaitu 30 mg/L maka nilai
kadar TSS yang terkadung dalam limbah domestik setelah pengolahan sudah
sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.
3. Parameter Suhu Derajat Keasaman (pH)
Pengukuran parameter suhu dan pH merupakan parameter pendukung
penting untuk dianalisis, hal ini karena suhu dan pH merupakan indikator bagi
keberlangsungan mikroorganisme pengurai di dalam suatu sistem reaktor.
Nilai pH yang ideal yaitu 6-9 setelah dilakukannya pengolahan pH air limbah
sesuai dengan baku mutu yang ada. Sehingga nilai suhu yang didapat masih
dalam rentang suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri, dimana rentang suhu
optimum yaitu pada kisaran 22 - 28℃. Faktor yang mempengaruhi perubahan
naik turunnya suhu dapat dilihat berdasarkan suhu lingkungannya. Setelah
dilakukanya pengolahan suhu dan pH pada limbah domestic sesuai dengan
baku mutu yang ditetapkan.
4. Parameter Total Dissolved Solid (TDS)
Total Disolved Solid (TDS) dapat disebut padatan terlarut total merupakan
bahan-bahan terlarut dan koloid yang berupa senyawa kimia serta kandungan
lainnya. Partikel organik yang merupakan bagian dari proses peluruhan juga
dapat meningkatkan konsentrasi Total Dissolved Solid (TSS). Berdasarkan
hasil analisis kadar TDS yang diukur dengan menggunakan alat TDS meter
pada limbah domestik sebelum pengolahan dihasilkan nilai kadar TDS sebesar
329 ppm. Hasil pengukuran nilai kadar TDS pada limbah batik setelah
pengolahan dihasilkan nilai sebesar 264 ppm. Berdasarkan baku mutu yang
ada nilai TDS yang terkandung dalam limbah domestic tidak boleh lebih dari
500 ppm dengan itu pada pengolahan limbah domestic ini sudah sesuai
dengan baku mutu yang berlaku.
5. Parameter Kekeruhan
Kualitas air dijabarkan dalam Kekeruhan yang dinyatakan dalam satuan
NTU –nephelometric turbidity units. Semakin banyak padatan tersuspensi
dalam air, air terlihat semakin keruh dan semakin tinggi pula nilai NTU.
(Makhmudah, 2010). Kekeruhan dalam air merujuk pada jumlah zat atau
partikel yang tersuspensi dalam air. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan
oleh zat-zat di dalam air. Berdasarkan baku mutu yang nilai kekeruhan air
limbah domestic tidak boleh melebihi 9 NTU dengan itu setelah pengolahan
air limbah memeiliki nilai kekeruhan sebesar 6 NTU ini mengartikan air
limbha sesuai dengan Baku mutu yang berlaku.
6. Parameter Minyak dalam air
Kandungan minyak dalam air dapat merujuk pada jumlah minyak yang
terlarut atau tercampur dalam air limbah. Berdasarkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup & Kehutanan Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016 Tentang
Baku Mutu Limbah Domestik, baku mutu Kandungan Minyak dalam air yaitu
5 mg/L. Jika dibandingkan dengan nilai kandungan minyak dalam air setelah
pengolahan yaitu 0,61 mg/L, maka nilai kadar minyak dalam air yang
terkadung dalam limbah domestik setelah pengolahan sudah sesuai dengan
baku mutu yang ditetapkan.
VI. KESIMPULAN
VI.1 KESIMPULAN

Berdasarkan pengolahan air limbah domestic menggunakan IPAL


Laboratorium dapat disimpulkan bawa hasil pengolahan yang dilakukan kurang
lebih selama 10 hari menggunakan karakteristik fisik dan kimia. Dimaan
karakteristik fisika meliputi suhu, TSS, TDS, kekeruhan dan minyak dalam air
dan pada karakteristik kimia meliputi pH dan COD. Berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.68/Menlhk-Setjen/2016
Tentang Baku Mutu Limbah Domestik nilai suhu, TDS, pH, minyak dalam air
dan TSS sudah sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan sedangkan nilai COD
masih belum sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan setelah dilakukan
pengolahan menggunakan IPAL Laboratorium.

VI.2 SARAN
Praktikan diharapakan lebih teliti dalam melalukan kegiatan praktikum
terutama dalam penentuan konsentrasi koagulan dan flokukan agar tidak terjadi
kesalahan yang besar serta perlunya ketelitian dalam pengukuran TSS seperti hala
nya dalam keadaan sterilisasi pada kertas saring yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwariani, D. (2019). pengaurh air limbah domestik terhadap kualitas sungai. 1-5.

Asadiya, A. (2018). Pengolahan air limbah domestik menggunakan proses aerasi, pengendapan
dan filtrasi media zeolit arang aktif. Doctoral dissertation.

Ayu Ridaniati Bangun, S. A. (2013). PENGARUH KADAR AIR, DOSIS DAN LAMA
PENGENDAPANKOAGULAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI
ALTERNATIFPENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU. Jurnal Teknik
Kimia USU, 7-13.

Cahyani, H. (2016). Pengembangan Alat Ukur Total Dissolved Solid (TDS) Berbasis
Mikrokontroler Dengan Beberapa Variasi Bentuk Sensor Konduktivitas. Jurnal Fisika
Unand, 371-378.

HARAHAP, J. (2017). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ALUMINIUM SULFAT DALAM


MENURUNKAN KADAR TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) AIR LIMBAH
PENAMBANGAN BATU BARA DI PT. X. Journal of Islamic Science and Technology,
187-200.

Hendrawan, D. (2007). KUALITAS AIR SUNGAI CILIWUNG DITINJAU DARI


PARAMETER MINYAK DAN LEMAK. CORE, 85-93.

Lolo1, E. U. (2020). Pengaruh Koagulan PAC dan Tawas Terhadap Surfaktan dan Kecepatan
Pengendapan Flok Dalam Proses Koagulasi Flokulasi. Serambi Engineering, 1295 -
1305.

M.I, S. (2022). DEGRADATION OF TSS AND TDS IN LEMATANG RIVER WATER .


kINETIKA, 12-16.

Makhmudah, N. (2010). PENYISIHAN BESI-MANGAN, KEKERUHAN DAN WARNA


MENGGUNAKAN SARINGAN PASIR LAMBAT DUA TINGKAT PADA KONDISI
ALIRAN TAK JENUH STUDI KASUS: AIR SUNGAI CIKAPUNDUNG. Jurnal
Teknik Lingkungan , 150-159.

Nasihah, S. d. (2018). Uji pengelolahan Limbah Cair Domestik melalui metode koagulasi
flokulasi dan fitoremediasi dengan tanaman kayu apu . journal enviscience, 76-79.

Prasetya, P. E. (2018). Perbandingan Kebutuhan Koagulan Al2(So4)3 dan PAC Untuk


Pengolahan Air Bersih Di WTP Sungai Ciapus Kampus IPB Dramaga. Jurnal Bumi
Lestari, 75-87.

purwatiningrum, O. (2018). gambaran instalasi pengolahan air limbah domestik komunal


dikelurahan simokerto, kecamatan simokerto, kota surabaya. jurnal kesehatan
lingkungan vol.10, 243-253.

Ratriyanto, A. W. (2019). pembuatan pupuk organik dari kotoroan ternak untuk meningkatkan
produksi pertanian. jurnal ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi masyarakat, 9-13.

Tarigan, A. (2013). Kajian Kualitas limbah cair domestik di ebebrapa sungai yang melintasi kota
manado dari aspek bahan organik dan anorganik. jurnal pesisir dan laut tropis.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan dengan judul : Pengolahan Limbah Cair Domestik Dengan Menggunakan IPAL
Laboratorium

Nama Mahasiswa : Eka Warsiti

NPM : 210107008

Kelompok : 2 (Dua)

Kelas : 3A

Program Studi : D-IV Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Cilacap, 24 September 2023

Mengetahui,

Dosen Pengampu, Mahasiswa

Rosita Dwityaninhsih Eka Warsiti


LAMPIRAN

PERSIAPAN SAMPEL

1. Pengambilan limbah 2. Penyaringan limbah 3. Memasukan limbah ke


domestic dalam IPAL
ANALISIS PENGUKURAN PARAMETER INLET LIMBAH

1. Pengambilan sampel 2. Penuangan sampel ke 3. Pengukuran pH meter


limbah dalam gelas beker

4. Pengukuran TDS meter 5. Pengukuran kekeruhan 6. Pengambilan sampel


dan suhu menggunakan micropipet

8. 9.
7. Memasukan sampel Memasukan tabung reagen Memasukan tabung reagen
kedalam tabung reagen ke dalam COD detector ke dalam COD meter
10. Menimbang kertas saring 11. Menimbang cawan 12. Penuangan sampel ke
awal poselen kosong dalam gelas ukur

13. Sampel dihomogenkan 14. Saring sampel 15. Masukan kertas saring ke
menggunakan magnetic menggunakan kertas saring dalam oven
stirrer

16. Dinginkan kertas saring 17. Timbang massa kertas 18. Masukan sampel kedalam
yang sudah dioven ke dalam saring cuvet
desikator

19. Masukan cuvet ke dalam 20. Pengukuran minyak


chamber menggunakan oil in water
analyzer
PEMBUATAN KOAGULAN

1. Penimbangan bubuk PAC 2. Masukan bubuk PAC 3. Pelarutan bubuk PAC


kedalam gelas beker dengan akuades
4. Masukan larutan PAC 5. Penambahan akuades 6. Gojong labu ukur agar
kedalam labu ukur sampai tanda batas tera homogen

7. Penuangan larutan ke
tangki koagulan IPAL
PEMBUATAN FLOKULAN

1. Polymer/Flocculant 2. Penimbangan PAC 3. Memasukkan PAC ke


Catlonic (PAC) dalam gelas beaker

4. Penambahan aquades dan 5. Pengadukkan 6. Menuangkan PAC ke


pengadukkan menggunakan magnetic s. dalam labu ukur
7. Menambahkan aquades 8. Gojog sebanyak 3x 9. PAC 250 ppm sebanyak 2L
sampai garis batas

ANALISIS PENGUKURAN PARAMETER PADA PROSES FLOKULASI

1. Pengambilan sampel pada 2. Menuangkan sampel ke 3. Analisis parameter pH


proses flokulasi dalam gelas beaker menggunakan pH meter

4. Analisis TDS dan suhu 5. Penimbangan kertas 6. Penimbangan cawan


menggunakan TDS meter saring awal porselen awal
7. Menuangkan sampel ke 8. Menyaring sampel 9. Pengovenan sampel
dalam gelas ukur

10. Memasukkan sampel ke 11. Penimbangan sampel 12. Memasukkan sampel ke


dalam desikator akhir dalam kuvet

13. Analisis parameter


14. Menuangkan samel ke 15. Analisis parameter DO
minyak menggunakan Oil in
dalam botol vial menggunakan DO meter
water analyzer

Anda mungkin juga menyukai