Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH


PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH
PADA INDUSTRI PANGAN

Oleh :

1. Adinda Nur Lailiyah (B32191176)


2. Donna Elfrida Lumbantoruan (B32191147)
3. Livia Nur'Aini (B32192008)
4. Fauzan Anargya Putra (B32192360)
5. Moch. Rizky Isfahani (B32191860)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2021
I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Limbah industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap
lingkungan yang dapat berdampak negatif terhadap manusia dan lingkungan
yang lain. Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah
lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak,
kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska (Supraptini,
2002).
Adapun dampak pencemaran lingkungan terbagi atas tiga jenis, yaitu :
dampak pencemaran air, dampak pencemaran udara dan dampak pencemaran
tanah. Dampak pencemaran air mengakibatkan air tidak dapat digunakan lagi
untuk keperluan rumah tangga, keperluan industri, keperluan pertanian dan
kolam perikanan.
Dampak pencemaran udara mengakibatkan terganggunya kenyamanan
bagi para pemakai jalan dan menimbulkan penyakit sesak nafas dengan
keluarnya asap yang mengakibatkan polusi udara (Dinas Kesehatan, 2008).
Dampak pencemaran tanah mengakibatkan tanah menjadi asam (Dinas
Kesehatan, 2008), daya filtrasi tanah menjadi turun dan air tanah tercemar
(Darmono, 2008).
Instalasi Pengolahan Air Limbah PT. Kelola Mina Laut Gresik terdiri
dari kolam pengumpul, kolam aerasi, kolam pengendapan dan kolam control.
Tujuan utama pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi BOD,
partikel-partikel dan membunuh organisme patogen. Kadang-kadang
diperlukan tambahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun
serta bahan yang tidak bisa didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi
rendah dan tidak berbahaya (Anitahilma, 2008).
II. Pembahasan

2.1. Jenis Limbah yang Dihasilkan


Limbah yang dihasilkan PT. Kelola Mina Laut terdiri dari dua
macam, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat berasal dari
organ-organ bahan baku (ikan, udang, rajungan) yang tidak digunakan
dalam proses pengolahan ataupun ikan utuh yang tidak lolos seleksi
laboratorium. Limbah ini nantinya akan diambil oleh para pengolah
limbah (pihak luar) untuk selanjutnya diolah secara mandiri.
Limbah cair yang dihasilkan berasal dari pencucian bahan baku,
proses pasteurisasi dan sisa sisa proses pengolahan. Hal ini sesuai dengan
Ginting (2007) yang menerangkan bahwa limbah cair dijumpai pada
industri yang menggunakan air dalam proses produksinya, mulai dari pra
pengelolaan bahan baku, seperti pencucian, sebagai bahan penolong,
sampai pada produksi akhir menghasilkan limbah cair. Limbah ini akan
melalui beberapa proses pengolahan (wastewater treatment) di dalam unit
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) sebelum nantinya dibuang ke
badan air penerima.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Kelola Mina Laut
Gresik terdiri dari kolam filter ; kolam pengumpul berfungsi untuk
menampung air buangan sisa produksi serta menstabilkan aliran limbah
yang akan dimasukkan ke dalam bak pengolahan limbah selanjutnya
sehingga dapat masuk ke dalam unit pengolahan selanjutnya secara
konstan (Siregar, 2005); kolam aerasi berfungsi untuk menurunkan
kandungan bahan organik secara aerobik serta menyuplai kebutuhan
oksigen bagi bakteri.; kolam pengendapan berfungsi memudahkan dalam
pengendapan lumpur yang terbentuk dari kolam aerasi.
Hal ini sesuai dengan Grady et al.,(1999) yang menerangkan
bahwa kolam pengendapan pada proses pengolahan air limbah dibutuhkan
untuk mengendapkan materi tidak terlarut dan mengeluarkannya dari dasar
kolam (underflow) sebagai suspensi yang disebut lumpur; kolam kontrol
berfungsi sebagai tempat penampungan air limbah yang telah melalui
proses pengolahan sebelum dibuang ke badan air penerima, di dalamnya
berisi ikan sebagai bio indikator kualitas air limbah yang akan dibuang ke
badan air penerima. Snell (2005) menerangkan bahwa adanya bio
indikator dalam proses pengolahan air limbah diperlukan sebagai alat
penilaian toksisitas; blower yang berfungsi untuk memompakan udara ke
dalam aerator pada bak oksidasi. Pemberian udara ke dalam air limbah
akan dapat memenuhi kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme pengurai
yang ada di dalam air limbah (Arsawan dkk, 2007); pompa hisap berfungsi
sebagai penghisap lumpur yang terbentuk dari massa bakteri dan padatan-
padatan pengendapan. Lumpur-lumpur ini akan menuju tempat
pengeringan lumpur yang terdapat di samping bak pengendapan

2.2. Pengolahan Limbah


Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Kelola Mina
Laut Gresik, air lmbah dari unit produksi akan melalui sejumlah kolam
pengolahan air limbah (wastewater treatment plant) sebelum dibuang ke
badan air penerima. Di dalam kolam pengumpul terdapat filter untuk
menyaring partikel kasar atau padat yang kemungkinan masih tercampur
dalam air limbah. Tujuan dimasukkannya limbah dalam kolam pengumpul
juga untuk meredam fluktuasi air limbah, sehingga air limbah yang masuk
ke kolam pengolahan selanjutnya akan memiliki aliran yang stabil.
Partikel-partikel kasar yang masuk ke dalam kolam pengumpul
selanjutnya akan dibersihkan secara manual dengan alat penyaring.
Air limbah yang telah melalui proses pengolahan secara fisik pada
kolam pengumpul selanjutnya akan masuk ke dalam kolam aerasi. Di
dalam kolam ini air limbah akan mengalami proses penguraian secara
aerobik dengan bantuan oksigen dari aerator. Dibandingkan dengan
penggunaan udara sebagai sumber oksigen, penggunaan aerator sebagai
sumber oksigen lebih menguntungkan karena oksigen yang didapat lebih
besar dan nilai emisi volatil lebih rendah (Storms, 1995).
Oksigen ini dipergunakan bagi kehidupan bakteri yang terdapat di
dalam air limbah untuk melakukan proses pengolahan air limbah secara
biologi (Grady et al., 1999). Bakteri akan berkembang biak secara baik
dan menghasilkan energi yang cukup untuk mengurangi senyawa organik
dalam air limbah selama sumber nutrisi cukup dan jumlah oksigen tidak
berkurang (Suriawiria, 1996) air limbah secara aerobik dalam kolam aerasi
akan dilanjutkan dengan pengaliran air limbah menuju kolam
pengendapan Pada kolam ini terjadi pemisahan antara hasil pengolahan,
dan massa yang besar akan mengendap. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Grady et al., (1999) bahwa pada pengolahan biologi, mikroorganime akan
menggunakan bahan organik sebagai sumber makanannya dan kemudian
akan mengubahnya
Menjadi biomassa serta karbon karbondioksida. Karbondioksida akan
hilang sebagai bentuk gas,sedangkan biomass bersama padatan-padatan
terlarut akan mengendap karena beratnya sendiri dan disebut sebagai
lumpur aktif.
Lumpur aktif ini akan mengendap secara gravitasi di dasar kolam
pengendapan yang miring dan selanjutnya akan dihisap oleh sludge
pumpkeluar dari kolam pengendapan menuju tempat pengeringan lumpur,
sedangkan cairan akan keluar sebagai air buangan dengan kandungan
senyawa organik rendah. Selama beberapa hari, lumpur aktif akan
mengering dan selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),
sedangkan air hasil pengolahan aerobik akan masuk ke kolam kontrol
sebelum dibuang ke badan air penerima.
Kolam kontrol berisi ikan lele. Biota ini digunakan sebagai
indikator kualitas air buangan. Prasetio (1996) dalam Utiah (2002)
menjelaskan bahwa ikan lele memiliki sifat resistensi yang tinggi terhadap
penyakit dan sangat toleran terhadap perubahan kondisi perairan, baik
fisika maupun kimia, sehingga lebih mudah dalam pemeliharaannya. Nilai
kualitas air
Limbah cair akan melalui filter di dalam kolam pengumpul, kolam
aerasi, kolam pengendapan dan kolam kontrol sebelum akhirnya dibuang
ke badan air penerima.Pengolahan air limbah bertujuan untuk
mempercepat proses penjernihan air limbah dan mengurangi konsentrasi
senyawa beracun yang terkandung dalam air limbah, sehingga aman untuk
dibuang ke badan air penerima serta memenuhi Standar Baku Mutu
Lingkungan.Perlunya pemeriksaan dan perawatan pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah secara rutin dan berkala, meliputi pemeriksaan
pada alat, kolam pengolahan dan kelancaran aliran air limbah.Perlu
diadakan pemeriksaan bakteriologis terhadap air limbah untuk mengetahui
kandungan mikroba dalam air limbah.
2.3. Sistem Pengolahan Limbah Cair
Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk
mengolah limbah cair adalah :

Equalisasi
Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair
agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi. Proses ini sangat
diperlukan apabila limbah cair akan mengalami proses pengolahan
berikutnya. Equalisasi dilakukan dalam suatu bak yang ukuran dan jenis
baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang
diolah dan variabilitas aliran limbah cair. Bak equalisasi yang digunakan
harus dapat menampung keseluruhan jadwal proses dari suatu kegiatan
produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair yang
dihasilkan.
Bak equalisasi ini dapat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian
limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan berikutnya. Secara
sistimatis, tujuan dilakukan proses di dalam bak equalisasi adalah sebagai
berikut:

1. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan (shock loading) pada


system proses biologi.
2. Untuk mengontrol pH.
3. Untuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada system
biologi dapat mengalir secara kontinyu, khususnya apabila kegiatan
produksi sedang diberhentikan.
4. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toxic yang
mungkin dihasilkan dari kegiatan produksi sebelum masuk ke
system pengolahan biologi.

Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin


homogenitas limbah cair. Tambahan pula, mixer ini juga membantu
terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah cair yang
pada gilirannya akan mengurangi kadar BOD di dalam limbah.

Netralisasi
Beberapa limbah cair industri makanan mungkin bersifat asam atau
alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi sebelum
limbah cair itu diijinkan untuk dibuang ke badan air atau dimasukkan ke
dalam system pengolahan berikutnya, baik secara biologi maupun kimia.

Sedimentasi
Proses sedimentasi atau pengendapan ini dimaksudkan untuk
menghilangkan atau memisahkan padatan tersuspensi dari limbah cair.
Proses ini digolongkan menjadi 3, yakni: discrete, flocculent dan zone
settling. Dalam pengendapan discrete, partikel-partikelnya berdiri sendiri
dan tidak akan berubah dalam ukuran, bentuk maupun densitas selama
proses pengendapan.
Pengendapan flocculen terjadi apabila partikel-partikel teraglomerasi
selama proses pengendapan terjadi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
perubahan dalam ukuran dan kecepatan pengendapan. Zone settling
merupakan suspensi yang terflokulasi.

Pemisah Minyak
Pemisah minyak ini menggunakan sebuah tangki. Di dalam tangki
tersebut, minyak bebas akan mengambang di permukaan membentuk suatu
lapisan yang dapat diambil atau dipisahkan.

Flotasi
Unit flotasi ini digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi,
minyak dan grease yang terkandung di dalam limbah cair serta sekaligus
untuk memisahkan dan mengkonsentrasikan sludge atau lumpur yang
terjadi. Di dalam unit flotasi ini harus dilengkapi udara tekan yang akan
menimbulkan gelembung-gelembung udara yang menuju ke permukaan.
Proses ini mengakibatkan gumpalan-gumpalan lumpur, padatan
tersuspensi, atau minyak akan terangkat dan mengambang ke permukaan,
yang selanjutnya akan dengan mudah dipisahkan. Cairan yang sudah
mempunyai kualitas yang relative baik, dapat dikeluarkan dari bagian
bawah tangki flotasi.

Koagulasi dan Pengendapan


Proses koagulasi dilakukan untuk memisahkan atau menghilangkan
bahan- bahan tersuspensi atau koloidal di dalam limbah cair. Tanpa proses
ini, bahan-bahan yang berbentuk koloid tidak dapat mengendap dengan
sendirinya, mengingat ukuran partikelnya sangat kecil, yaitu antara 0,1 nm
(10-8 cm) sampai 1 nm (10-7 cm). Koloid yang ada kemungkinan bersifat
hydrophobic atau hydrophilic.
Contoh koloid hydrophobic adalah antara lain lempung. Koloid ini
tidak mempunyai afinitas yang baik dengan media cairan dan mempunyai
stabilitas yang rendah dengan adanya elektrolit. Oleh karena itu, akan
relative mudah untuk dilakukan proses koagulasi. Tidak demikian dengan
koloid yang bersifat hydrophilic, misalnya protein, ia mempunyai afinitas
yang baik dengan air, sehingga air yang sudah terabsorbsi ini akan
menahan proses flokulasi, sehingga diperlukan penanganan yang khusus
untuk mencapai efektifitas proses koagulasi.
Dalam proses koagulasi ini dikenal beberapa material yang dapat
menambah efektifitasnya dengan cara menambah ukuran gumpalan dan
kecepatan pengendapan. Salah satu contoh material ini adalah silica yang
diaktivasi. Kebutuhan atau dosisnya tidak boleh terlalu tinggi, hanya
sekitar 5 sampai 10 mg/l.
Contoh lain dari material ini adalah polyelectrolyte yang mampu
untuk membentuk jaringan-jaringan partikel dengan ukuran sebesar 0,3
sampai 1 mm dengan dosis yang sangat rendah, yaitu 1-5 mg/l. Pemberian
polyelectrolyte ini perlu penambahan koagulan seperti alum atau ferric
chloride. Table 3.1. berikut ini memberikan gambaran tentang penerapan
koagulan.
Peralatan yang dipakai pada proses koagulasi ini berupa
serangkaian tangki yang dilengkapi dengan system pengadukan cepat,
kemudian diikuti dengan tangki flokulasi yang dilengkapi dengan system
pengadukan lambat. Material yang telah terflokulasi kemudian diendapkan
dalam tangki pengendapan.
Proses Dosis pH Keterangan
mg/l

Lime 150-500 9 – 11 Untuk koagulasi koloid.


Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2  2CaCO3 + 2H2O
MgCO3 + Ca(OH)2  Mg(OH)2 + CaCO3

Alum 75-250 4,5 – 7 Untuk koagulasi koloid.


Al2(SO4)3 + 6H2O  2Al(OH)3 + 3H2SO4

FeCl3 35 – 150 4–7 Untuk koagulasi koloid.


FeCl2

FeSO4.7H2O 70 – 200 4–7 Untuk limbah cair dengan alkalinitas tinggi dan rendah.
FeCl3 + 3H2O  Fe(OH)3 + 3HCl

Polimer 2–5 - Tidak perlu perubahan pH, untuk koagulasi koloid,


kationik membantu kosgulasi dengan logam.

Polimer anionic 0,25 – 1 - Sebagai material pembantu pada proses flokulasi,


dan nonionic mempercepat flokulasi dan pengendapan serta
memperkeras flok yang terbentuk.

Lempung 3 – 20 - Digunakan untuk suspensi koloidal yang ‘terlarut’.

Pengolahan Sekunder
Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses
aerobik dan anaerobik, digunakan untuk mendegradasi senyawa-senyawa
organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses pengolahan ini
menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan organik yang
terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada
umumnya diambil dari system yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari
keluaran system maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam prakteknya,
mikroorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu
harus dilakukan aklimatisasi untuk mengkondisikan kebiasaan hidupnya
dengan lingkungan yang baru.

Proses Aerobik
Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen
murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan biologis. Aerasi dapat
juga digunakan untuk “mengusir” senyawa yang mudah menguap dari
sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer)
massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah
cair dipengaruhi oleh variable fisik dan kimia, antara lain;

 Temperature.
 Pencampuran secara turbulen.
 Kedalaman limbah cair.
 Karakteristik limbah cair.

Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala


industri saat ini adalah unit air diffusion; yaitu system aerasi turbin
dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang berputar dan dari
unit aerasi permukaan dimana akan terjadi perpindahan oksigen yang
memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah
cair. Peralatan yang dijual di pasaran akan menunjukkan spesifikasinya
dengan berat oksigen yang mampu ditransfer per kilowatt – jam; efisiensi
transfer oksigen atau ditunjukkan dengan berat oksigen yang ditransfer per
jam per unit alat.
Peralatan air diffusion pada dasarnya terdiri dari 2 tipe, yakni tipe
yang menghasilkan gelembung udara yang sangat kecil atau lembut
melalui media porous dan tipe yang menggunakan media yang mempunyai
celah lebar. Media porous tersebut biasanya ditempatkan pada bagian
dinding di dalam tangki aerasi untuk membuat gerakan memutar dari
limbah cair. Media ini juga dapat dipasang pada dasar tangki aerasi. ?
Tipe “difusi gelembung udara besar” tidak menghasilkan efisiensi yang
tinggi terhadap perpindahan massa oksigen. Keuntungan dari unit ini
adalah rendahnya tingkat perawatannya.
Peralatan system aerasi turbin terdiri dari unit udara tekan
(kompresor) dimana udara tekan ini akan didispersikan oleh baling-
baling yang berputar. System ini relative simple. Untuk mengatasi
gerakan vortex, diperlukan adanya baffle (sekat). Sebagai contoh, pada
tangki silinder diperlukan baffle sebanyak 4 buah yang dipasang pada
dindingnya. Pada tangki berbentuk kotak, baffle dapat berjumlah dua yang
dipasang pada dinding yang berlawanan, sedangkan pada tangki berbentuk
empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar lebih dari
1,5, tidak diperlukan adanya baffle.
Unit aerasi permukaan menghasilkan transfer oksigen dari aksi
vortex dan dari sejumlah besar volume limbah cair yang di ‘spray’ kan ke
permukaan kolam aerasi. Laju perpindahan oksigen dipengaruhi oleh
diameter impeller dan kecepatan perputarannya serta dipengaruhi oleh
tingkat kedalaman dari impeller.

Proses Anaerobik
Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan
menghasilkan gas metana dan karbon dioksida. Proses dekomposisi ini
berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika dan
keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses aerobik, tetapi beberapa
syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit
anaerobik ini.
Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan
membentuk gas metana menghasilkan energi yang rendah. Akibat dari hal
tersebut maka hasil pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan
degradasinya juga rendah. Konversi bahan organik menjadi gas baik
metana maupun karbon dioksida dapat mencapai kisaran antara 80 sampai
90%. Untuk mencapai efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan
temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat
bahwa kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari
penanganan limbah cair.
Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang
merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagai sumber panas.
Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa proses ini mampu untuk
mendegradasi bahan organik yang tinggi di dalam limbah cair. Kandungan
bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik.
Hingga kini ada beberapa macam model digester untuk proses anaerobik,
antara lain Proses kontak secara anaerobik, Anaerobic Filter Reactor,
Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB), Fluidized Bed Reactor (FBR),
dll.
Digester untuk proses kontak secara anaerobik, dilengkapi dengan
pengaduk supaya keseluruhan isi dari digester ini teraduk secara
homogen. Gas yang dihasilkan dialirkan bersama keluaran menuju
degasifier untuk memisahkan gas dengan cairan keluaran. Cairan
kemudian ditampung di dalam tangki pengendap. Cairan bening
kemudian dikeluarkan atau diproses lanjut menggunakan unit proses lain
sesuai dengan kualitas keluaran yang dikehendaki, sedangkan lumpur
yang mengendap, yang merupakan kumpulan dari biomassa
disirkulasikan lagi ke dalam digester.
Waktu tinggal limbah cair dalam system ini antara 6 sampai 12
jam. Secara skala penuh, proses kontak ini sudah dipakai untuk mengolah
limbah cair dari perusahaan pengalengan daging dengan kondisi laju
pengumpanan sebesar 2,5 kg COD/(m3.d) pada temperatur 30 sampai 35
oC. Waktu tinggal limbah cair di dalam digester 13,3 jam, waktu tinggal
lumpur biomassa 13,3 hari. Efisiensi degradasi bahan organik sangat
baik, yaitu bisa mencapai 90%.
Digester Anaerobic Filter Reactor dilengkapi dengan media paking
untuk menempel dan bertumbuhnya mikroorganisme. Berdasarkan cara
pengoperasiannya, maka dapat dibagi menjadi 2, yaitu aliran ke atas dan
aliran ke bawah. Selain untuk menempelnya massa mikroorganisme,
media ini juga membantu mekanisme terlepasnya gas yang dihasilkan
dari limbah cairnya.
Pada digester sistem Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)
ini, limbah cair masuk ke dalam digester dari bagian bawah. Limbah cair
ini harus terdistribusi secara merata mengalir melalui massa
mikroorganisme yang sudah membentuk butiran-butiran halus. Massa
mikroorganisme ini seolah-olah membentuk “selimut” yang melayang-
layang di dalam digester. Pada permukaan digester dibuat penangkap
gas. Limbah cair terolah keluar dari bagian atas digester. Pada keluaran
ini juga dilengkapi dengan system pengendapan yang memungkinkan
endapan biomassa kembali ke dalam digester dan limbah cair terolah
dibuang ke badan air atau dilakukan pengolahan berikutnya.
Proses menggunakan UASB ini sangat rentan, pembentukan dan
keberadaan “selimut” di dalam digester harus benar-benar dijaga. Laporan
menunjukkan bahwa pemberian calsium sebanyak 150 mg/l akan
membantu proses granulasi (pembentukan butiran) dan pemberian ion
ferro pada kadar 5 sampai 10 mg/l akan mengurangi pembentukan
filamen yang dapat mencegah terbentuknya butiran-butiran biomassa.
Untuk menjaga supaya ‘selimut’ biomassa tetap dalam kondisi tersuspensi,
kecepatan aliran limbah cair dijaga pada 0,6 sampai 0,9 m/jam. Kadar
padatan di dalam “selimut” pada kondisi tersuspensi ini berkisar antara
100 sampai 150 g/l. digester ini mampu bekerja pada laju pengumpanan
sampai 96 kg COD/(m3.d).
Fluidized Bed Reactor (FBR). Pada digester ini, massa
mikroorganisme menempel pada permukaan pasir atau bahan lain seperti
sponge dan lain-lain untuk media. Supaya media tersebut dapat
terfluidisasi, maka perlu diperhitungkan kecepatan aliran dan distribusi
limbah cair dari umpan dan dari resirkulasi ke dalam digester. Konsentrasi
biomassa di dalam digester bisa sampai 30.000 mg/l. Kinerja dari unit ini
dapat mencapai 80% efisiensi pada laju pengumpanan sebesar 4 kg
COD/(m3.d).
Pada proses anaerobik ini dikenal 4 grup mikroorganisme yang
berfungsi untuk mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme hidrolitik
akan mendegradasi senyawa-senyawa polimer seperti misalnya
polisacharida dan protein menjadi senyawa monomer yang lebih
sederhana. Proses ini belum menghasilkan penurunan kadar bahan organik
dari dalam limbah cair. Monomer-monomer tersebut kemudian akan
terkonversi menjadi asam-asam lemak (volatile fatty acid) dengan
melepaskan sedikit gas hidrogen. Asam-asam yang terbentuk tersebut
antara lain asam asetat, propionat dan butirat, serta sedikit asam valerat.
Pada proses pengasaman tersebut, sedikit penurunan kadar bahan organik
(COD) terjadi disamping terjadi pula gas hidrogen.
Penurunan bahan organik pada proses ini tidak lebih dari 10%.
Semua asam yang lebih tinggi dari saman asetat akan diubah menjadi
asam asetat melalui proses asetogenik. Contoh reaksi dari asam propionat
menjadi asam asetat adalah sebagai berikut:

C3H6O2 + 2 H2O  C2H4O2 + CO2 + 3 H2

Dalam reaksi tersebut akan ada penurunan kadar COD dan


pembentukan gas hidrogen. Reaksi tersebut hanya bisa berlangsung
apabila konsentrasi hidrogen sangat rendah. Asam asetat dan gas hidrogen
akan dikonversi menjadi gas metana oleh organisme methanogenik dengan
reaksi sebagai berikut:

C2H4O2  CO2 + CH4


CH3COO- + H2O  CH4 + HCO3-
HCO3- + 4H2  CH4 + OH- + 2H2O
Pada industri makanan dengan BOD diatas 1.000, limbah cair
yang dihasilkan akan dapat dimanfaatkan dan diolah melalui proses
anaerobik. Proses ini berjalan efektif pada daerah temperatur mesophilic
(29~38oC) dan pada daerah temperatur thermophilic (49~57oC).
Walaupun kenyataannya proses ini sangat baik pada daerah temperatur
thermophilic, namun dalam prakteknya jarang dilakukan mengingat
mahalnya biaya untuk mempertahankan temperatur tersebut. Proses
akan berjalan baik pada pH 6,6 sampai 7,6. pH optimum dicapai pada
nilai mendekati 7.
Apabila kecepatan pembentukan asam melebihi kecepatan
pembentukan gas metana, maka proses berjalan tidak seimbang. Hal ini
akan mengakibatkan pH di dalam system akan turun, produksi gas
metana akan turun dan kandungan karbon dioksida di dalam biogas akan
naik. Secara sederhana, degradasi bahan organik dapat digambarkan
sebagai berikut:
III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Limbah yang dihasilkan oleh PT. Kelola Mina Laut terdiri dari
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dikumpulkan dan diambil
oleh pihak luar, salah satunya untuk dijadikan pakan ternak. Limbah cair
diolah dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah. Proses pengolahan limbah
pada PT. Kelola Mina Laut Gresik terdiri dari proses pengolahan Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011 fisika dan
pengolahan biologi. Pengolahan secara fisika pada IPAL meliputi
pemisahan dengan filter yang terdapat pada kolam pengumpul dan
pemisahan secara manual dengan alat penyaring yang dilakukan oleh
tenaga pengelola IPAL, sedangkan pengolahan biologi melalui
pengolahan pada kolam aerasi dan pada kolam kontrol. Limbah cair akan
melalui filter di dalam kolam pengumpul, kolam aerasi, kolam
pengendapan dan kolam kontrol.

Anda mungkin juga menyukai