PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Balikpapan merupakan salah satu kota di propinsi Kalimantan Timur yang
memiliki peningkatan laju pertumbuhan penduduk 2,72% dari sebelumnya 2,48% pada
tahun 2013. Pertumbuhan penduduk di kota Balikpapan didominasi oleh arus pendatang
(Prasetya, 2014). Menurut Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan
(Disdukcapil) Kota Balikpapan Chairil mengatakan pada tempo Kamis 16 Januari 2014,
bahwa selama 10 tahun terakhir terdapat 250 ribu jiwa warga pendatang Balikpapan dan
diperkirakan total penduduk kota Balikpapan sudah mencapai 700 ribu jiwa pada tahun
2014. Berdasarkan data PDAM kota Balikpapan diperkirakan jumlah penduduk
Balikpapan pada tahun 2015 adalah 722.146 jiwa.
Setiap manusia membutuhkan air bersih tidak hanya untuk kebutuhan pokok
dan sanitasi, juga dipergunakan untuk berkebun dan membersihkan kendaraan.
Kebutuhan air manusia diperkirakan 150 Liter/hari, berdasarkan pendekatan besaran
people equivalent (PE), untuk rumah biasa diperkirakan jumlah air limbahnya adalah
120 liter/hari/orang (Gizawi et al.,2014). Bila di tahun 2014 penduduk Balikpapan
berjumlah sekitar 722.146 jiwa, maka setiap hari akan dihasilkan air limbah domestik
sebesar 86.657.520 Liter.
Air Limbah domestik dalam jumlah yang cukup besar sangat berpotensi
menjadi salah satu alternatif sumber air baru. Limbah cair domestik atau rumah tangga
adalah air buangan yang berasal dari penggunaan untuk kebersihan yaitu gabungan
limbah dapur, kamar mandi, toilet, cucian, dan sebagainya (Puji dan Nur Rahmi, 2009).
Komposisi limbah cair domestik rata-rata mengandung bahan organik dan senyawa
mineral yang berasal dari sisa makanan, urin, dan sabun. Sebagian limbah domestik
berbentuk suspensi dan dalam bentuk bahan terlarut. Di kota besar beban organik
(organic load) limbah cair domestik dapat mencapai sekitar 70% dari beban organik
total limbah cair yang ada dikota tersebut. Limbah cair rumah tangga untuk kota
Balikpapan menurut baku mutu sesuai PERDA PROPINSI Kalimantan Timur No. 02
Tahun 2011 yang diperbolehkan adalah BOD =100 mg/L; COD =150 mg/L; TSS = 100
mg/L; Amonia= 10 mg/L; pH = 6,0 – 9,0; E.Coli 10000MPN/100mL.
1
Pembuangan limbah cair domestik langsung ke pembuangan air tanpa diolah
terlebih dahulu, sehingga menambah limbah cair diperairan. Limbah cair domestik akan
dapat menurunkan kualitas air permukaan, karena air buangan limbah akan bermuara ke
sungai atau laut dan juga dapat terserap oleh air tanah. Bila hal ini terjadi secara terus
menerus diduga akan terjadi peningkatan kadar Biological Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD), Nitrogen (N) dan Phospat (P) di sungai-sungai,
jumlah bakteri patogen pada sumur dan sumber air penduduk lainnya, dan bila aktivitas
bakteri patogen sungai meningkat dapat berpotensi menyebabkan penyakit epidemik
maupun endemik melalui perantara air (Gizawi et al.,2014). Peningkatan kadar BOD,
COD, N dan P serta jumlah bakteri patogen juga akan menurunkan Indeks Kualitas Air
(IKA) (Sasongko, 2006).
Air bersih sangat diperlukan bagi kehidupan dan sanitasi manusia.
Ketertinggalan di bidang pembangunan sanitasi memicu berbagai permasalahan,
diantaranya penurunan kualitas air tanah dan air permukaan, pencemaran udara hingga
kesehatan masyarakat yang pada akhirnya menurunkan daya saing bangsa dan Negara
(Wibisono & Sukowati, 2010). Dari 100 negara yang disurvei oleh World Resources
Institute pada tahun 1986, lebih dari sebagian negara berkembang dinilai memiliki
ketersediaan air rendah sampai sangat rendah, dan kualitas air telah menjadi isu utama
untuk rendahnya ketersediaan air bersih dan nilai dari penggunaan ulang air limbah
menjadi semakin dipahami oleh masyarakat (Mulyana et al). Oleh karena itu banyak
negara saat ini berusaha mencari cara untuk memperluas dan mempraktekkan
penggunaan hasil ulang air limbah terutama limbah cair domestik. Salah satu cara
pengolahan limbah cair domestik yaitu dengan menggunakan tumbuhan air terutama
tanaman hias yang dapat hidup di air. Cara ini merupakan suatu proses biologi untuk
pengolahan air limbah domestik dalam skala rumah tangga karena memerlukan biaya
yang tidak besar dan dapat membantu penghijauan di daerah perkotaan. Pemanfaatan
tanaman air sebagai agen proses biologis dalam pengolahan limbah biasa termasuk
limbah cair domestik disebut juga dengan fitoremediasi. Menurut Surtikanti (2011)
terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari penggunaan fitoremediasi
sebagai pengolahan limbah yakni biaya operasional yang lebih murah dan merupakan
teknologi ramah lingkungan.
2
Menurut Padmaningrum et al. (2014:66) pengolahan limbah cair dengan
menggunakan tanaman air selain kualitas hasil air pengolahan sesuai dengan baku mutu
air limbah domestik juga dapat meningkatkan estetika lingkungan sebagai ruang terbuka
hijau (RTH). Pengolahan ini dapat dilakukan di lingkungan rumah tangga secara
individual sebelum dibuang ke pembuangan saluran air. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti tentang salah satu cara alternatif pengolahan air limbah domestik dengan
menggunakan tanaman hias yang dapat tumbuh di air, dan pengolahan limbah cair
domestik dengan menggunakan tanaman hias sangat mungkin dikembangkan karena
membantu program penghijaun areal pemukiman di kota Balikpapan.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
4
domestik adalah BOD, TSS, pH serta Lemak & Minyak (Supradata, 2005:19).
Selanjutnya menentukan parameter yang penting untuk mengetahui kualitas air limbah
domestik selain BOD juga COD, N dan P (Sasangko, 2006).
Menurut Baku Mutu sesuai PERDA PROPINSI KALTIM No. 02 Tahun 2011,
tentang pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, maka parameter
dan kadar maksimum yang diperbolehkan bagi air limbah di Kalimantan Timur
dicantumkan pada Tabel 2.1 berikut:
Parameter dalam penentuan kualitas limbah cair domestik sebelum dan sesudah
proses perlakukan adalah berdasarkan bertambah atau berkurangnya nilai parameter-
parameter kunci penentuan kualitas limbah cair domestik tersebut. Pertama adalah
Nitrogen yang merupakan salah satu parameter penting dalam uji kualitas limbah cair.
Limbah cair domestik yang mengandung Nitrogen berasal dari senyawa organik.
Nitrogen dalam bentuk Amonium (NH4+), nitrat (NO3-) dan asam amino adalah bentuk
nitrogen yang dapat diserap oleh tumbuhan (Vymazal & Kropelova, 2008). Oleh karena
itu mekanisme yang mungkin terjadi dalam penurunan kadar total N oleh tanaman air
melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi. Di dalam perairan N berada dalam bentuk
organik sedangkan tumbuhan membutuhkan N dalam bentuk anorganik untuk
kebutuhan mineralnya. Maka N dalam bentuk organik akan diubah menjadi amonium
atau amoniak melalui proses amonifikasi. Pada prinsipnya proses amonifikasi adalah
katabolisme asam amino atau reaksi deaminasi yang dapat dituliskan dalam reaksi
dibawah ini (Savant & DeDatta, 1982 dalam Vymazal & Kropfelova, 2008).
5
Asam Amino → Asam Imino → Asam Keto →NH3
Kedua adalah kadar Fosfat di mana pengolahan limbah cair domestik yang
mengandung deterjen ditandai adanya penurunan kadar total P. Mekanisme yang terjadi
adalah akar-akar dari tanaman tersebut menyerap total P dalam bentuk inorganik fosfat.
Dalam jaringan akar inorganik fosfat akan diubah menjadi bentuk organik fosfat yang
selanjutnya di salurkan ke daun dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
kandungan fosfat yang diijinkan adalah 2mg/l dan 0,2 mg/l sebagai P menurut Peraturan
Pemerintah No.82 Tahun 2001untuk air golongan II (Hardyanti dan Rahayu, 2007).
Ketiga Nilai pH suatu perairan menunjukkan kualitas pada suatu perairan
tersebut. Derajat keasaman (pH) juga digunakan untuk memperoleh gambaran tentang
kemampuan perairan dalam memproduksi garam mineral. Garam mineral merupakan
faktor penentu bagi semua proses produksi di suatu perairan. Kandungan pH dalam
suatu perairan dapat berubah-ubah sepanjang hari akibat dari proses fotosintesis
tumbuhan air.
Keempat adalah BOD (Biochemical Oxygen Demand, nilai BOD menunjukkan
banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme untuk metabolisme. Jika nilai
BOD tinggi maka jumlah mikroorganisme dekomposer yang ada didalam perairan
tersebut juga tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya kadar bahan organik pada perairan
tersebut. Sebaliknya jika nilai BOD rendah maka jumlah mikroorganisme dan kadar
bahan organik pada perairan tersebut juga rendah.
Kelima adalah nilai COD menyatakan banyaknya (mg) oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam limbah secara kimiawi. (Muh
Nurdin, dkk, 2010). Semakin besar nilai COD berarti semakin banyak oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dalam limbah. Nilai COD ini turun
setelah penerapan tanaman melati air dan teratai selama 4 minggu. Hal ini
mengindikasikan bahwa kadar senyawa organik dalam limbah cair semakin lama
semakin kecil. Senyawa organik dalam limbah kemungkinan besar digunakan pula
sebagai nutrisi bagi kedua tanaman air tersebut. Dengan demikian penerapan tanaman
melati air dalam limbah cair laundry dapat dipergunakan untuk menurunkan kadar
fosfat, nilai COD, BOD dan pH dalam limbah tersebut namun tidak demikian untuk
tanaman teratai.
6
2.3 BIOREMEDIASI DAN FITOREMEDIASI
Bioremediasi merupakan proses degradasi biologis dari sampah organik pada
kondisi tertentu menjadi bahan yang tidak berbahaya. Menurut United States
Environmetal Protection Agency bioremediasi adalah suatu proses alami untuk
membersihkan bahan-bahan kimia berbahaya (Surtikanti, 2011: 143). Pada saat mikroba
mendegradasi bahan berbahaya akan menghasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti
CO2. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan akar tanaman juga akan
memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N, dan energi bagi
kehidupan.
Fitoremidiasi merupakan metode remidiasi yang mengandalkan peran
tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi bahan pencemar baik
senyawa organik maupun anorganik. Pada fitoremidiasi terjadi penyerapan karbon, gas
SOx dan NOx melalui stomata pada permukaan daun saat terjadi proses fotosintesis.
Untuk penyerapan logam berat terjadi saat proses transpirasi tanaman setelah diabsorbsi
masuk ke dalam perakaran, maka akan terakumulasi pada bagian-bagian tertentu
tanaman.
Beberapa kriteria tanaman yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi,
(Youngman dalam Surtikanti, 2011:145), yaitu harus memiliki kecepatan tumbuh yang
tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu mengkonsumsi air dalam jumlah
banyak dan dalam waktu yang singkat; mampu meremediasi lebih dari satu jenis
polutan; mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan; dan mudah dipelihara. Contoh
tumbuhan yang dapat digunakan untuk dalam bioremediasi polutan adalah: Salix sp,
rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum), legum (semanggi, alfalfa), berbagai
tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam (bunga matahari, Thlaspi sp).
Tumbuhan memiliki tiga mekanisme dalam bioremediasi air limbah
domestik/rumah tangga. Mekanisme pertama yaitu fitostabilisasi sebagai proses
imobilisasi kontaminan dalam air. Kenaikan kontaminan disebabkan terbawanya aliran
air tanah melalui pori kapiler. selanjutnya kontaminan naik menuju zona akar
disebabkan oleh proses transpirasi tumbuhan sehingga kontaminan terakumulasi dan
tidak bergerak keluar dari zona akar. Kedua adalah proses rizofiltrasi yang berkaitan
dengan adsorpsi atau presipitasi kontaminan yang ada di akar. Proses tersebut terjadi
7
karena adanya perbedaan muatan ion pada air dan ion pada akar. Salah satu senyawa
yang diadsorpsi yaitu bikarbonat (CO3 2-) akan mengikat kation kontaminan misalnya
logam-logam atau garam mineral pada perairan. Mekanisme ketiga tumbuhan dalam
bioremediasi air limbah rumah tangga, yaitu rizodegradasi dimana terjadi penguraian
kontaminan dalam air oleh aktivitas mikroba pada perakaran tanaman air. Mikroba
dapat hidup dari pasokan sumber karbon organik dari tumbuhan, asam amino, protein,
alkohol, dan vitamin. Zat-zat yang dapat terurai oleh mikroba yang terdapat di dalam
akar tanaman berupa zat organik. Kontaminan yang terserap oleh tumbuhan akan
dilanjutkan dan terdistribusi ke dalam berbagai organ tumbuhan.proses penyerapan
kontaminan pada air limbah berlangsung sejalan dengan aliran transpirasi saat kejadian
proses transpirasi (Mangkoedihardjo 2010).
8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian di lakukan pada suatu pemukiman di Balikpapan Selatan, daerah
perumahan Korpri Blok I RT.10 No.49. Sampel limbah cair domestik untuk bahan
penelitian diambil dari saluran pembuangan air buangan rumah tangga. Variabel bebas
penelitian jenis tanaman hias yaitu melati air (Echinodorus paleafolius), biomassa
tanaman hias, dan waktu penerapan limbah. Variabel terikat meliputi fosfat, BOD,
COD, pH, dan kesuburan tanaman.
3.2 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. BOD Oxidirect
b. Spectroquant Nova 60
c. Rak tabung
d. Tabung uji
e. Beaker gelas
f. Pipet ukur 10 mL
g. Pipet ukur 1 mL
h. Stop watch
i. pH Meter Digital
j. Termometer Raksa
Bahan
a. Air Sampel
b. Reagent PO4-1
c. Reagent PO4-2
d. HCl
e. H2SO4
f. NaOH
g. Nitrification inhibitor B
h. KOH
(Sumber UPT Laboratorium dan Radiologi Dinas Kesehatan Kota Balikpapan)
9
3.3 Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini parameter yang diukur terbatas BOD, COD, dan Fosfat.
Untuk pengukuran parameter sampel dilakukan pada hari ke-2 dan ke-5 waktu tinggal
tanaman pada medium air limbah. Selain itu dilakukan juga pengamatan terhadap
kesuburan tanaman, dengan melihat bertambahnya jumlah daun tanaman melati air.
10
3.4.2 Prosedur Penelitian
a. Ambil air limbah rumah tangga yang diperoleh dari komplek perumahan
korpri blok I-i, pada saat pagi hari sekitar jam 07.00 dan sore jam 17.00
WITA, ditampung dalam 2 wadah ember kecil 5 liter.
b. Mengukur suhu dan pH air.
c. Siapkan tanaman dengan biomassa masing-masing 200 g diletakkan pada
medium air bersih (air sumur) sebagai kontrol dan air limbah cair
domestik/rumah tangga sebagai sampel yang ditompang dengan koral.
Berikut gambar tanaman melati air pada medium air sumur dan air limbah
domestik diberikan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.
d. Pengambilan air limbah untuk ditempatkan dalam botol plastik sebanyak 500
mL untuk pengujian parameter BOD, COD, dan Fosfat.
e. Dilakukan analisis laboratorium terhadap parameter air limbah sesuai standar
sebagai berikut:
11
BOD sesuai dengan Baku Mutu sesuai PERDA PROPINSI Kaltim
No.02 Tahun 2011, dimana kadar maksimum yang diperbolehkan
sebesar 100 mg/L
COD sesuai dengan Baku Mutu sesuai PERDA PROPINSI Kaltim
No.02 Tahun 2011, dimana kadar maksimum yang diperbolehkan
sebesar 150 mg/L
pH sesuai dengan Baku Mutu sesuai PERDA PROPINSI Kaltim
No.02 Tahun 2011, dimana pH berkisar antara 6,0 – 9,0.
(Sumber UPT Laboratorium dan Radiologi Dinas Kesehatan Kota Balikpapan)
Pengujian dilakukan di UPT Laboratorium dan Radiologi Dinas Kesehatan
Kota Balikpapan, Jl. Jend. Sudirman No. 118 Balikpapan.
f. Selain itu juga dilakukan pengamatan kesuburan tanaman, misal adanya
tunas yang baru tumbuh untuk mengetahui pengaruh air limbah terhadap
pertumbuhan tanaman. Untuk Prosedur pengujian BOD, COD, Fosfat,
diberikan sebagai berikut: (Sumber UPT Laboratorium dan Radiologi Dinas Kesehatan
Kota Balikpapan)
12
2. Langkah-langkah Kerja Uji Fosfat (P)
a. Pipet 8,0 mL aquades (10-35 0C) ke dalam tabung uji.
b. Tambahkan 0,50 mL sampel (10-35 0C), campur.
c. Tambahkan 0,50 mL Reagent PO4-1, campur.
d. Tambahkan 1 dose Reagent PO4-2, campur.
e. Biarkan selama 5 menit.
f. Pindahkan ke dalam cell yang sesuai.
g. Pilih metode dengan Auto Selector
h. Tempatkan cell di dalam ruang cell.
i. Catat hasil.
13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Data Kadar BOD, COD, Fosfat dan pH tanaman hias melati air (Echinodorus
paleafolius)
Waktu Penerapan Tanaman Air (hari)
Parameter
2 5
BOD (mg O2/L) 665 276
COD (mg O2/L) 829 368
Fosfat (mg/L) 10,12 3,5
pH 6,7 7,0
Suhu (oC) 27 28
Bertambahnya massa Bertambahnya tunas baru terlihat
setelah 3 minggu
4.2 Pembahasan
BOD menunjukkan banyaknya oksigen yang digunakan oleh mikroorganisme
saat metabolisme. Nilai BOD yang rendah menandakan jumlah mikroorganisme dan
kadar bahan organik pada perairan tersebut juga rendah. Hal ini membuktikan bahwa
tumbuhan air mendapatkan nutrien dari limbah cair domestik akibat peruraian bahan
pencemar.
COD menyatakan banyaknya (mg) oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi senyawa organik dalam limbah secara kimiawi (Muh Nurdin, dkk, 2010).
Semakin besar nilai COD berarti semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk
14
mengoksidasi senyawa organik dalam limbah. Nilai COD yang turun setelah penerapan
tanaman melati air membuktikan bahwa kadar senyawa organik dalam limbah cair
semakin lama semakin berkurang, hal ini kemungkinan senyawa organik dalam air
limbah digunakan sebagai nutrisi bagi tanaman air seperti melati air, dengan demikian
penerapan tanaman melati air dalam limbah domestik dapat dipergunakan untuk
menurunkan kadar COD dan BOD.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dalam pengolahan limbah cair yaitu
pengolahan air limbah domestik menggunakan alga yang diteliti oleh Suplee et al.
(2012) dengan menggunakan tanaman teratai (Nyphaea firecrest) dan kayu apu
(Pestisia statiotest linn) disimpulkan bahwa tanaman air dalam pengolahan air limbah
domestik dapat menurunkan kadar kandungan pencemar. Pada konsentrasi limbah
100% tanaman kayu apu dan teratai dengan waktu tinggal 2 hari sampai dengan 10 hari,
nilai efesiensi penyisihan BOD (48,9-97,3%), COD (54,6-97,4%) dan pH 6,4-7,9
(Padmaningrum et al., 2014:66).
Nilai Fosfat juga mengalami penurunan dari waktu tinggal 2 hari ke waktu
tinggal 5 hari tanaman melati air dalam air limbah. Fosfat terdapat dalam produk
deterjen, sebagai softenerair dan uilders yang juga terdapat dalam air limbah rumah
tangga. Fosfat pada umumnya berbentuk sodium tripolyphosphate (STPP). Fosfat tidak
memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang
dibutuhkan mahluk hidup. Berkurangnya kadar fosfat dalam limbah cair membuktikan
bahwa tanaman melati air menggunakan fosfat sebagai nutrisi dalam pertumbuhannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gizawi et
al. (2014) menggunakan tiga tanaman air Echinodorus palaefolius, Pontederia
lanceolata dan Zantedeschia aethiopica sebagai agen fitoremediasi limbah domestik
cair menunjukkan bahwa ketiga tanaman tersebut memiliki potensi yang sama. Dalam
kurun waktu 28 hari, Echinodorus palaefolius mampu menurunkan kadar total N
sebanyak 1,64 mg/L dan total P 0,55 mg/L Pontederia lanceolata mampu menurunkan
kadar total N sebanyak 3,17 mg/L, total P 0,64 mg/L dan total Coliform 57,2 x 103 jml
koloni/100 ml, sedangkan total N pada Zantedeschia aethiopica menurun sebanyak 0,38
mg/L, total P 0,60 mg/L dan total Coliform 102,1 x 103 jml koloni/100 ml.
15
Untuk pertumbuhan tanaman dengan melihat tunas yang tumbuh, pada
tanaman melati air dalam medium air limbah lebih banyak tumbuh dibandingkan dalam
medium kontrol, hal ini baru terlihat pada minggu ke-3. Pertumbuhan yang baik dari
tanaman melati air pada medium air limbah membuktikan adanya nutrisi pada air
limbah akibat peruraian senyawa organik. penelitian yang dilakukan oleh Gizawi et al.
(2014) menggunakan tiga tanaman air Echinodorus palaefolius, Pontederia lanceolata
dan Zantedeschia aethiopica sebagai agen fitoremediasi limbah domestik cair
menunjukkan pada Echinodorus palefolius menunjukkan adanya penambahan biomassa
kering sebesar 0,14574 gr/hr, sedangkan Pontederia lanceolata 0,89893 gr/hr dan
Zantedeschia aetihiopica sebesar 0,164607 gr/hr.
Berdasarkan data-data hasil penelitian di atas membuktikan bahwa dengan
tanaman air dapat menaikkan DO, menurunkan COD, BOD, nilai N dan P. Selain itu
adanya tunas yang tumbuh menunjukkan adanya massa tanaman air bertambah, yang
artinya bahwa tumbuhan air mendapatkan nutrien dari limbah cair domestik akibat
peruraian bahan pencemar.
16
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
a. Kualitas air limbah meningkat dengan penggunaan tanaman air sebagai agen
bioremediasi air limbah domestik, hal ini dapat diketahui dengan kemampuan
tanaman air yang dapat menurunkan BOD, COD, dan P.
b. Pengolahan limbah cair domestik dengan menggunakan tanaman air khususnya
melati air yang merupakan tanaman hias dapat membantu mengurangi kadar
limbah rumah tangga pada air buangan dan sekaligus dapat menambah estetika
dan penghijauan di areal pemukiman.
1. SARAN
a. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengolahan air limbah
domestik sampai mendapatkan air bersih sesuai standar sehingga dapat
dipergunakan kembali untuk kebutuhan dasar seperti minum dan mengolah
makanan.
b. Perlu adanya program bersama dari pemerintah Balikpapan untuk mengalakkan
pengolahan limbah cair domestik dalam skala rumah tangga dengan menerapkan
teknik taman sehingga mendukung program pemerintah kota dalam hal
penghijauan dan menambah estetika karena terbentuk banyak ruang terbuka
hijau di areal pemukiman penduduk.
17