Anda di halaman 1dari 10

2.1.

Persyaratan Kuantitas Air Bersih Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air bersih adalah ditinjau dari banyaknya air

baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air bersih yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih masyarakat bervariasi, tergantung pada letak geografis, kebudayaan, tingkat ekonomi, dan skala perkotaan tempat tinggalnya (Onny, 2004). Jumlah air minum untuk keperluan rumah tangga perorang per hari tidak sama pada setiap negara. Pada umumnya di negara-negara yang sudah maju, pemakaian air perorang per hari akan lebih besar dari pada negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini disebabkan terutama sekali karena lebih kompleks dan lebih rumit dibanding negara yang sedang berkembang (Depkes, 2007). Di Indonesia diperlukan 40 60 liter perorang per hari pada daerah pedesaan dan 100 liter perorang per hari pada daerah perkotaan. Menurut dirjen Pemberantasan Pencegahan Penyakit menular (P2M) Departemen kesehatan RI kebutuhan perorang per hari di daerah pedesaan antara 40 60 liter dengan perincian sebagai berikut: air minum dan masak 5-8 liter/orang/hari, mandi 20-25 liter/orang/hari, mencuci 10-15 liter/orang/hari, kebersihan 1-3 liter/orang/hari, dan WC 4-9 liter/orang/hari, sehingga jumlah dari seluruh kebutuhan air perorang per harinya adalah 40 60 liter/orang/hari dengan rata-rata 50 liter/orang/hari. Pada daerah perkotaan di Indonesia diperlukan 100 liter/orang/hari dengan rincian sebagai berikut: air minum 5 liter/orang/hari, masak 5 liter/orang/hari, membersihkan/cuci 15 liter/orang/hari, mandi 30 liter/orang/hari, dan WC 45 liter/orang/hari, sehingga jumlah dari seluruh kebutuhan air perorang per hari adalah 100 liter/orang/hari (Depkes, 2007). Menurut Kindler and Russel (1984), kebutuhan air untuk tempat tinggal (kebutuhan domestik) meliputi semua kebutuhan air untuk keperluan penghuni. Meliputi kebutuhan air untuk mempersiapkan makanan, toilet, mencuci pakaian, mandi (rumah ataupun apartemen), mencuci kendaraan dan untuk menyiram pekarangan. Tingkat kebutuhan air bervariasi berdasarkan keadaan alam di area pemukiman, banyaknya penghuni rumah, karakteristik penghuni serta ada atau tidaknya penghitungan pemakaian air (Entjang, 2000).

Sedangkan menurut Linsey and Franzini (1986), penggunaan rumah tangga adalah air yang dipergunakan di tempat-tempat hunian pribadi, rumah-rumah apartemen dan sebagainya untuk minum, mandi, penyiraman taman, saniter dan tujuan-tujuan lainnya. Taman dan kebunkebun yang luas mengakibatkan sangat meningkatnya konsumsi pada masa-masa kering (Kindler, 1984). Penggunaan air kota dan jumlah-jumlah yang dipakai di Amerika Serikat menurut Linsey and Franzini (1986), untuk keperluan rumah tangga berkisar antara 40-80 GPCD (gallon per kapita per hari) atau 150-300 LPCD (liter per kapita per hari) dan umumnya berkisar antara 65 GPCD (gallon per kapita per hari) atau 250 LPCD (liter per kapita per hari) (Kindler, 1984). 2.3 Persyaratan Kualitas Air Bersih 2.3.1 Persyaratan Air Bersih Menurut Slamet (2000), sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri, baik air hujan (air angkasa), air permukaan maupun air tanah. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Bakteri yang bersifat patogen berbahaya bagi kesehatan manusia. Penyakit yang ditransmisikan melalui fecal material dapat disebabkan virus, bakteri, protozoa dan metazoan. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri) merupakan bakteri flora normal di usus manusia yang membantu proses pembusukan sisa-sisa makanan dan

memadatkannya menjadi feses, namun bakteri ini juga merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen seperti Salmonella typhi, dan lain-lain (Wardhana, 1995). Selain bakteri patogen, bakteri non-patogen juga sebaiknya tidak terdapat di dalam air khususnya air minum. Bakteri non-patogen merupakan jenis bakteri yang tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh. Namun, dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak, lendir dan kerak pada pipa. Beberapa bakteri non-patogen yang berada di dalam air antara lain Actinomycetes (Moldlikose bacteria), Fecal streptococci, dan Bakteri Besi (Iron Bacteria) (Wardhana, 1995).

Menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, total coliform yang diperbolehkan dalam air perpipaan adalah 10 per 100 ml air sedangkan untuk non perpipaan adalah 50 per 100 ml air ((Depkes, 1997). a. Persyaratan Fisik Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh dan tidak bewarna (Depkes, 1997). Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut (Wardhana, 1995): 1. Suhu Air yang baik mempunyai temperatur normal, 3 C dari suhu kamar (27C). Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat bahan kimia yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar (misalnya, fenol atau belerang) atau sedang terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, suhu air yang memenuhi syarat kesehatan adalah sebesar suhu udara 3 C. 2. Bau dan Rasa Bau dan rasa air merupakan dua hal yang mempengaruhi kualitas air secara bersamaan. Bau dan rasa dapat dirasakan langsung oleh indra penciuman dan pengecap. Biasanya, bau dan rasa saling berhubungan. Air yang berbau busuk memiliki rasa kurang (tidak) enak. Bau dan rasa biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan-bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila di dalam air dilakukan klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih dan air minum ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, yaitu tidak berbau dan tidak berasa (Depkes, 1990). 3. Warna

Banyaknya air permukaan khususnya yang berasal dari rawa-rawa dan daerah pasang surut, seringkali berwarna. Warna pada air terjadi karena adanya zat-zat substansi yang terlarut dalam air, dimana zat-zat tersebut dapat terjadinya karena proses dekomposisi dalam berbagai tingkat, asam humus dan bahan yang berasal dari bahan humus serta dekomposisi lignin dianggap sebagai bahan yang memberi warna yang paling utama, demikian juga unsur besi yang berkaitan dengan zat organik dapat menghasilkan warna sedemikian tinggi, warna yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang tersuspensi dikatakan sebagai apparent colour yang berbahaya bagi tubuh manusia, sedangkan yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kekentalan organis atau tumbuh-tumbuhan yang merupakan kolodial disebut sebagai true colour (Depkes, 1990). Untuk mengukur tingkat warna digunakan satuan TCU (True colour Unit). Berdasarkan Permenkes RI No. 416 tahun 1990 tingkat warna untuk air bersih dianjurkan 15 TCU dan yang diperbolehkan 50 TCU (Depkes, 1990). 4. Zat Padat Terlarut Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan pengeringan pada suhu 103C-105C. Kebanyakan bahan padat terdapat dalam bentuk terlarut (dissolved) dalam air yang berupa bahan-bahan kimia anorganik dan gas-gas yang terlarut. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan daripada penyimpangan standart dari total solit (padatan terlarut) yakni akan mengakibatkan air tidak enak pada lidah, rasa mual terutama yang disebabkan oleh natrium sulfat dan magnesium sulfat, penyebab serangan jantung (cardiacdisease) serta dapat menyebabkan toxemia pada wanita hamil. Standar untuk zat padat terlarut ditetapkan oleh Permenkes No. 416 Tahun 1990, yaitu dianjurkan 500 mg/l dan diperbolehkan 1500 mg/l (Wardhana, 1995). 5. Kekeruhan Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Kekeruhan air disebabkan oleh partikel-partikel yang tersuspensi di dalam air yang menyebabkan air terlihat keruh, kotor, bahkan berlumpur. Bahan-bahan yang menyebabkan air keruh antara lain tanah liat, pasir dan lumpur. Air keruh bukan berarti tidak dapat diminum

atau berbahaya bagi kesehatan. Namun, dari segi estetika, air keruh tidak layak atau tidak wajar untuk diminum (Wardhana, 1995). Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno dkk, 1991). Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, yakni kekeruhan yang dianjurkan 5 NTU (Nephelometric Turbidy Unit) dan yang diperbolehkan hanya 25 NTU (Depkes, 1990; Wardhana, 1995). b. Persyaratan Kimia Menurut Slamet (2000), air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH. Air yang baik sebaiknya bersifat netral yaitu tidak asam dan tidak basa untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. Menurut Permenkes RI No. 416 tahun 1990, batas pH minimum dan maksimum untuk air bersih adalah 6,5-8,5. Khusus untuk air hujan, pH minimumnya adalah 5,5. Air merupakan pelarut yang baik sekali maka dengan dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan berbagai elemen kimia yang dilaluinya (Depkes, 1990; Slamet, 2002). c. Persyaratan radioaktif Warlina (2004) menyatakan bahwa tidak tertutup kemungkanan adanya pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung. Ini dimungkinkan karena aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai bidang

sudah banyak dikembangkan, sebagai contoh adalah aplikasi teknologi nuklir pada bidang pertanian, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Adanya zat radioaktif dalam air lingkungan jelas sangat membahayakan bagi lingkungan dan manusia. Zat radioaktif dapat menimbulkan kerusakan biologis baik melalui efek langsung atau efek tertunda. Dari segi radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi (Warlina, 2004).

2.5Air dan hubungannya dengan penyakit Sumber pencemar/infeksi dapat terkontaminasi dengan air, tangan, bakteri, dan tanah. Salah satu diantaranya yaitu air yang kita gunakan untuk minum/masak, dengan tidak sadar kita memakan zat yang menyebabkan timbulnya penyakit/penderita baru. Dimana penyakit ini dapat menyebabkan penderita meninggal atau sembuh kembali (Wardhana, 1995). Cara mencegah hubungan penyakit dengan air misalnya antara lain dengan: a. Konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat. b. Lokasi sumur yang memenuhi syarat terutama dari sumber pengotoran seperti letak kakus, kandang ternak, saluran air limbah rumah tangga dan lain-lain.
c.

Penggunaan dan pemeliharaan sumur gali yang baik dan benar (Wardhana, 1995).

Gambar 2. 9 Skema penyebaran penyakit (Depkes RI, 1990).

1.6 Pengaruh air terhadap kesehatan Menurut Soemirat (2007), secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Soemirat, 2007). a. Pengaruh tidak langsung Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat pendayagunaan air yang dapat meningkatkan atau pun menurunkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, air yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, untuk industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya pengotoran air dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat (Soemirat, 2007).

b. Pengaruh langsung Air minum atau air konsumsi penduduk dapat menyebabkan penyakit seperti : 1. Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50 -70 % dari seluruh berat badan. Air terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22 % berat tulang, di darah dan ginjal sebanyak 83 %. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5 2 liter air sehari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur unsur yang ada di dalam cairan tubuh(Soemirat, 2007). 2. Penyebab Penyakit Menular Air yang telah tercemar oleh bakteri penyebab berbagaI penyakit, dapat menularkan kepada manusia atau hewan melalui empat mekanisme: a. Water Borne Disease

Mekanisme penyebaran penyakit dimana pathogen penyebab penyakit berada dalam air yang telah tercemar dan dapat menyebabkan penyakit infeksi bila terminum oleh manusia atau hewan. Hal ini karena air tersebut mengandung kuman pathogen. Diantara penyakitpenyakit yang disebarkan dengan mekanisme ini adalah penyakit kolera, tifoid, hepatitis A, disentri, poliomyelitis, dan diare (Soemirat, 2007). Menurut Slamet (2002) penyakit yang disebabkan oleh pathogen penyebab penyakit berada dalam air yang telah tercemar adalah: 1. Kolera Penyakit kolera disebabkan oleh Vibrio cholera. Kolera adalah penyakit usus halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui (Slamet, 2002).

2. Tifoid Tifoid merupakan penyakit yang menyerang usus halus, penyebabnya adalah Salmonella typhi. Gejala utama adalah panas yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi rata-rata dua minggu. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang, atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri(Slamet, 2002). 3. Hepatitis A Hepatitis A dikenal juga sebagai Hepatitis infectiosa, disebabkan oleh Virus hepatitis A. Gejala utama adalah demam yang akut, dengan perasaan mual dan muntah, hati membengkak, dan sclera mata menjadi kuning, diikuti oleh icterius seluruh kulit. Penyakit ini dapat menyebar secara langsung dari orang ke orang, secara tak langsung lewat air, makanan yang terkontaminasi virus, dan lewat udara(Slamet, 2002). 4. Poliomyelitis Penyakit ini seringkali disebut Polio saja ataupun dikenal sebagai kelumpuhan anakanak. Polio disebabkan oleh virus. Polio meninggalkan cacat, menyebar lewat lingkungan air yang tidak saniter. Gejala polio sangat bervariasi, dapat sangat ringan, menyerupai

penyakit influenza, sampai keadaan kelumpuhan ringan, parah, dan kematian(Slamet, 2002). 5. Diare Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua(Slamet, 2002). Menurut USAID yang menjadi penyebab diare adalah: 1. Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum. 2. Infeksi berbagai macam virus. 3. Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu) 4. Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (Slamet, 2002). b. Water Washed Disease Mekanisme penyebaran penyakit bila suatu penyakit infeksi dapat dicegah dengan memperbanyak volume pemakaian air serta memperbaiki hygiene perorangan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup, maka penyakit- penyakit tertentu dapat dikurangi penularannya pada manusia, dan penyakit ini banyak terjadi di daerah tropis. Contoh penyakit yang disebabkan adalah penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit infeksi kulit dan selaput lendir, penyakit yang ditimbulkan oleh insekta pada kulit dan selaput lendir (Slamet, 2002). c. Water Based Disease Cara penyebaran penyakit ini terjadi bila sebagian siklus hidup penyebab penyakit memerlukan hospes perantara seperti siput air. Infeksi pada manusia dapat dicegah dengan menurunkan keinginan dengan kontak dengan air, mengontrol populasi siput air, dan memperbaiki kualitas air. Contoh penyakit yang disebabkan adalah Schistomiasis. Dimana larva schistosoma hidup dalam keong - keong air. Setelah waktunya larva ini

mengubah bentuk menjadi cercaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada dalam air tersebut (Slamet, 2002). d. Water Related Insect Vector Disease Cara penyebaran berkaitan dengan serangga sebagai vektor penyebaran pathogen penyebab penyakit yang hidup di air. Strategi pencegahan penyebaran penyakit dapat melalui perbaikan pengelolaan air permukaan, menghilangkan tempat- tempat perkembangbiakan serangga yang menjadi vektor penyebaran penyakit infeksi. Contohcontoh penyakit yang ditularkan melalui vektor yang hidupnya bergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, Yellow fever, dan lain sebagainya (Slamet, 2002).

Anda mungkin juga menyukai