Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam metode pembuangan tinja antara lain
faktor non teknis. (Ricki, 2005)
a. Faktor teknis meliputi:
1) Faktor dekomposisi ekskreta manusia
Fenomena terjadinya dekomposisi ekskreta manusia memegang peranan yang amat
penting dalam perencanaan sistem sarana pembuangan tinja.Banyak sarana pembuangan tinja
direncanakan kapasitas serta prinsip kerjanya dengan mendasarkan pada fenomena ini.
Dekomposisi ekskreta yang merupakan proses dan berlansung secara alamiah ini melaksanakan
3 aktivitas utama :
a) Pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein dan urea kedalam
bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan stabil.
b) Pengukuran volume dan massa (kadang-kadang sampai mencapai 80%) bahkan yang
mengalami dekomposisi dengan menghasilkan gas-gas seperti methan, carbon dioxide,
ammonia, dan nitrogen yang dibebaskan ke atmosfir dan dengan menghasilkan bahan-
bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap masuk dalam tanah.
c) Penghancuran organisme pathogenyang dalam beberapa hal tidak bertahan hidup dalam
proses-proses dekomposisi atau terhadap serangan kehidupan biologik yang sangat
banyak terdapat dalam massa yang mengalami dekomposisi.
Bakteri memainkan peranan utama dalam dekomposisi dan aktivitas bakteri baik aerobik
maupun anaerobik melansungkan proses dekomposisi ini.
2) Faktor kuantitas tinja manusia
Kuantitas kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi setempat, bukan
hanya faktor physiologis, tetapi juga faktor-faktor budaya dan agama. Apabila di suatu daerah
tidak tersedia data hasil penelitian setempat maka keperluan perencanaan dapat digunakan angka
total produksi ekskreta 1 kg (berat bersih) per orang/hari.
3) Faktor pencemaran tanah dan air tanah
Pada penemaran tanah dan air tanah oleh ekskreta merupakan informasi penting yang
harus dipertimbangkan dalam perencanaan sarana pembuangan tinja, khususnya dalam
perencanaan lokasi kaitannya dengan sumber-sumber air minum yang ada.Jarak perpindahan
bakteri dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor, salah satu faktor penting adalah faktor parositas
tanah. Perpindahan bakteri air tanah biasanya mencapai jarak kurang dari 90 cm, dan secara
vertikal kebawah kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap hujan lebat dan tidak lebih
dari 60 cm biasanya pada tanah yang poreus.
4) Faktor penempatan sarana air tinja
Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan air
minum, sebab hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kemiringan dan ketinggian air tanah
serta permeabilitas tanah.
5) Faktor perkembangbiakan lalat pada ekskreta
Perlu dihindarkan atau dicegah terjadinya perkembang biakan lalat pada tinja dalam
lubang jamban.Kondisi lubang jamban yang gelap dan tertutup sebenarnya sudah dapat
mencegah perkembang biakan lalat ini, baik karena kerapatannya maupun karena sifat lalat yang
phototropisme positif (tertarik pada sinar dan menjauhi kegelapan atau permukaan yang gelap).
6) Faktor tutup lubang jamban
Harus diupayakan adanya tutup lubang jamban yang dapat mendorong pemakai jamban
untuk memfungsikan sebagaiman mestinya.Dalam konstruksi yang sederhana mungkin hingga
pemakai tidak terlalu sulit untuk menggunakannya.
7) Faktor tekhnis engineering
Dalam perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan tinja agar diupayakan:
a) Penerapan pengetahuan tekhnik engineering, misalnya dalam melakukan pemilihan tipe
instalasi sesuai dengan kondisi lapisan tanah yang ada.
b) Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat melakukan penghematan
biaya secara berarti, misalnya pengguanaan bambu untuk penahan runtuhnya dinding
lubang, untuk tulang penguat slab dan sebagainya.
c) Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat ditangani oleh pekerja
setempat, juga tenaga terampil yang ada perlu dimanfaatkan semaksimal mungin.
b. Faktor non teknis:
a. Faktor manusia
Dalam soal pembuangan tinja, faktor manusia sama pentingnya dengan faktor tekhnis.
orang tidak akan mau menggunakan jamban dari tipe yang tidak disukainya atau yang tidak
memberikan privacy yang cukup padanya, atau yang tidak dapat dipelihara kebersihannya. Tahap
pertama dalam perencanaan system pembuangan tinja disuatu daerah adalah perbaikan system
yang sudah ada.Pengembangan system tersebut selanjutnya harus senantiasa mengupayakan
pemberian/penciptaan privacy yang secukupnya bagi calon pemakai.Aplikasi dari pada prinsip
ini adalah perlunya dilakukan pemisahan yang jelas antara ruang jamban untuk jenis kelamin
yang berbeda, perlunya disediakan jumlah ruang jamban yang cukup sesuai dengan jumlah
pemakai.Satu lubang jamban cukup untuk satu keluarga yang terdiri dari 5 atau 6 orang. Jamban
umum yang digunakan untuk perkemahan, pasar atau tempat-tempat yang sejenisnya harus
disediakan minimal 1 lubang untuk 15 orang dan untuk sekolah 1 lubang jamban untuk 15 orang
wanita dan satu lubang + 1 urinoir untuk 25 orang pria.
b. Faktor biaya
Jenis jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga harus sederhana, dapat
diterima, ekonomis pembangunan, pemeliharaan serta penggantiannya. Faktor biaya ini bersifat
relatif, sebab system paling mahal pembuatannya dapat menjadi paling murah untuk perhitungan
jangka panjang, mengingat masa penggunaannya yang lebih panjang karena kekuatannya serta
paling mudah dan ekonomis dari segi pemeliharaannya. Dalam perencanaan dan pemilihan tipe
jamban, biaya tidak boleh dijadikan faktor dominant.Perlu dicarikan jalan tengah berdasarkan
pertimbangan yang seksama atas semua unsure yang terkait, yang dapat menciptakan lingkungan
yang saniter serta dapat diterima oleh keluarga.
Kuantitas Tinja
Kuantitas tinja dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
a. Keadaan setempat
b. Faktor fisiologi
c. Kebudayaan
d. Kepercayaan
Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung
berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak
menyebabkan penyakit.
Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia
yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric or intestinal
disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing
parasit. Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci
(enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh
manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta
per gram (Soeparman, 2002)).
Karakteristik Feses
Model tinja 1 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang, sangat
keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita
konstipasi kronis.
Model tinja 2 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis,permukaanya menonjol-nonjol
dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-keping. Biasanya tinja
jenis ini dapat menyumbat WC, dapat menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja
penderita konstipasi yang mendekati kronis.
Model tinja 3 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang
rata, dan ada sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita konstipasi ringan.
Model tinja 4 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah
bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi.
Model tinja 5 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang lembut,
permukaan yang halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini adalah bentuk tinja
seseorang yang ususnya sehat.
Model tinja 6 Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah mencair, dan
biasanya sangat mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita
diare.
Model tinja 7 Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai air) dan
tidak terlihat ada bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja penderita diare kronis.
Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya penanganan
buangan tinja :
1. Mikroba
2. Materi Organik
Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tidak tercerna. Ia dapat
berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja
mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).
Sekitar 75 persen sungai di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi tercemar berat oleh materi
organik dari buangan rumah penduduk. Air sungai ciliwung memiliki BODS hampir 40 mg/L
(empat kali lipat dari batas maksimum 10 mg/L). Kandungan BOD yang tinggi itu
mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna kehitaman.
3. Telur Cacing
Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-telur cacing.
Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing
tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak
diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini
kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelang. Prevalensinya bisa mencapai 70
persen dari balita.
4. Nutrien
Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisa-
sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor
dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat
seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air
menjadi hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya
mati.
Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab
timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain
dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan
mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases akan
mudah terjangkit. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran tanah,
pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit yang
dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing,
hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain.
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam cara dan
metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat berperan besar terhadap
penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi secara langsung (misalnya dengan
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, maupun secara tidak langsung
(melalui media air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada
bagian-bagian tubuh.
Menurut Chandra (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja,
antara lain:
1. Agent penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir
4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu potensial
5. Cara penularan ke pejamu baru
6. Pejamu yang rentan (sensitif).
1. Adanya saluran air yang tersumbat, seharusnya fungsi saluran tersebut adalah
mengalirkan air hujan, tetapi dalam pelaksanaannya dipakai menampung air kakus dan
sampah sehingga jadi sarang penyakit.
2. Belum terdapat peraturan yang mewajibkan penyedotan tinja secara rutin, serta belum
ada pihak yang merasa berkepentingan memeriksa isi septic tank.
3. Masih terdapat pandangan masyarakat bahwa bagus dan tidaknya septic tank.
4. Akses masyarakat terhadap sarana sanitasi (air bersih dan MCK), sehingga masyarakat
terpaksa masih menggunakan sungai.
6. Fasilitas MCK yang tidak berfungsi secara optimal baik karena usang, salah konstruksi,
tidak terawat, tidak ada air, maupun masyarakat yang belum siap menerima
keberadaannya sesuai fungsinya.
8. Kebiasaan buang air besar sembarangan masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat
perkotaan. Berdasarkan data Susenas tahun 2004 lebih dari 12 persen penduduk
perkotaan Indonesia sama sekali tidak memiliki akses ke sarana jamban.
9. Usaha jasa sedot tinja, seringkali hingga saat ini masih membuang langsung muatannya
ke sungai, alasannya tidak ada Instalasi Pembuangan Lumpur Tinja (IPLT)/atau tidak
berfungsi. Teknis pembuatan jamban masih belum memenuhi standard, menurut penelitan
hampir 35 persen jamban di kawasan perkotaan dalam kondisi tidak ada air, tidak ada
atap atau tidak tersambung ke septic tank.
Air tanah dangkal merupakan air tanah yang memiliki kualitas yang pada umumnya baik,
akan tetapi banyak tergantung kepada sifat lapisan tanahnya, apabila kondisi sanitasi lingkungan
sangat rendah maka banyak tercemar oleh bakteri. Apabila berdekatan dengan industri dengan
beban pencemaran tinggi dan tidak memiliki sistem pengendalian pencemaran air maka akan
terpengaruh rembesan pencemaran. Informasi tentang pola pencemaran tanah dan air tanah oleh
tinja sangat bermanfaat dalam perencanaan sarana pembuangan tinja, terutama dalam penentuan
lokasi sumber air minum. Setelah tinja tertampung dalam lubang atau septick tank dalam tanah,
maka kemampuan bakteri untuk berpindah akan sangat berkurang. Bakteri akan berpindah secara
horizontal dan vertikal ke bawah bersama dengan air, air seni, atau air hujan yang meresap. Jarak
perpindahan bakteri akan sangat bervariasi, tergantung pada berbagai faktor, diantaranya yang
terpenting adalah porositas tanah. Perpindahan horizontal melalui tanah dengan cara itu biasanya
kurang dari 90 cm, dengan perpindahan kearah bawah kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka
terhadap air hujan, dan biasanya kurang dari 60 cm pada tanah berpori.
Menurut Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), yang meneliti pembuangan secara buatan
limbah cair ke akuifer di Negara Bagian California, AS, menemukan bahwa bakteri dapat
berpindah sampai jarak 30 m dari titik pembuangannya dalam waktu 33 jam. Selain itu, terdapat
penurunan cepat jumlah bakteri sepanjang itu karena terjadi filtrasi yang efektif dan kematian
bakteri. Peneliti lain yang meneliti pencemaran air tanah di Alaska mencatat bahwa bakteri dapat
dilacak sampai jarak 15 m dari sumur tempat dimasukkannya bakteri yang dicoba. Lebar jalan
yang dilewati bakteri bervariasi, antara 45 dan 120 cm. Kemudian, terjadi penurunan jumlah
organisme, dan setelah satu tahun hanya lubang tempat dimasukkanya saja yang dinyatakan
positif mengandung organisme.
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.
7. Sederhana desainnya.
8. Murah.
http://desrinawati.blogspot.co.id/