Anda di halaman 1dari 16

Faktor-faktor dalam metode pembuangan tinja

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam metode pembuangan tinja antara lain
faktor non teknis. (Ricki, 2005)
a. Faktor teknis meliputi:
1) Faktor dekomposisi ekskreta manusia
Fenomena terjadinya dekomposisi ekskreta manusia memegang peranan yang amat
penting dalam perencanaan sistem sarana pembuangan tinja.Banyak sarana pembuangan tinja
direncanakan kapasitas serta prinsip kerjanya dengan mendasarkan pada fenomena ini.
Dekomposisi ekskreta yang merupakan proses dan berlansung secara alamiah ini melaksanakan
3 aktivitas utama :
a) Pemecahan senyawa-senyawa organik kompleks seperti protein dan urea kedalam
bentuk-bentuk yang lebih sederhana dan stabil.
b) Pengukuran volume dan massa (kadang-kadang sampai mencapai 80%) bahkan yang
mengalami dekomposisi dengan menghasilkan gas-gas seperti methan, carbon dioxide,
ammonia, dan nitrogen yang dibebaskan ke atmosfir dan dengan menghasilkan bahan-
bahan yang terlarut yang dalam keadaan tertentu meresap masuk dalam tanah.
c) Penghancuran organisme pathogenyang dalam beberapa hal tidak bertahan hidup dalam
proses-proses dekomposisi atau terhadap serangan kehidupan biologik yang sangat
banyak terdapat dalam massa yang mengalami dekomposisi.
Bakteri memainkan peranan utama dalam dekomposisi dan aktivitas bakteri baik aerobik
maupun anaerobik melansungkan proses dekomposisi ini.
2) Faktor kuantitas tinja manusia
Kuantitas kotoran manusia yang dihasilkan dipengaruhi oleh kondisi setempat, bukan
hanya faktor physiologis, tetapi juga faktor-faktor budaya dan agama. Apabila di suatu daerah
tidak tersedia data hasil penelitian setempat maka keperluan perencanaan dapat digunakan angka
total produksi ekskreta 1 kg (berat bersih) per orang/hari.
3) Faktor pencemaran tanah dan air tanah
Pada penemaran tanah dan air tanah oleh ekskreta merupakan informasi penting yang
harus dipertimbangkan dalam perencanaan sarana pembuangan tinja, khususnya dalam
perencanaan lokasi kaitannya dengan sumber-sumber air minum yang ada.Jarak perpindahan
bakteri dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor, salah satu faktor penting adalah faktor parositas
tanah. Perpindahan bakteri air tanah biasanya mencapai jarak kurang dari 90 cm, dan secara
vertikal kebawah kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka terhadap hujan lebat dan tidak lebih
dari 60 cm biasanya pada tanah yang poreus.
4) Faktor penempatan sarana air tinja
Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jarak yang aman antara jamban dan air
minum, sebab hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kemiringan dan ketinggian air tanah
serta permeabilitas tanah.
5) Faktor perkembangbiakan lalat pada ekskreta
Perlu dihindarkan atau dicegah terjadinya perkembang biakan lalat pada tinja dalam
lubang jamban.Kondisi lubang jamban yang gelap dan tertutup sebenarnya sudah dapat
mencegah perkembang biakan lalat ini, baik karena kerapatannya maupun karena sifat lalat yang
phototropisme positif (tertarik pada sinar dan menjauhi kegelapan atau permukaan yang gelap).
6) Faktor tutup lubang jamban
Harus diupayakan adanya tutup lubang jamban yang dapat mendorong pemakai jamban
untuk memfungsikan sebagaiman mestinya.Dalam konstruksi yang sederhana mungkin hingga
pemakai tidak terlalu sulit untuk menggunakannya.
7) Faktor tekhnis engineering
Dalam perencanaan dan pembangunan sarana pembuangan tinja agar diupayakan:
a) Penerapan pengetahuan tekhnik engineering, misalnya dalam melakukan pemilihan tipe
instalasi sesuai dengan kondisi lapisan tanah yang ada.
b) Pengguanaan bahan bangunan yang ada setempat untuk dapat melakukan penghematan
biaya secara berarti, misalnya pengguanaan bambu untuk penahan runtuhnya dinding
lubang, untuk tulang penguat slab dan sebagainya.
c) Pemilihan dan penentuan desain bangunan instalasi yang dapat ditangani oleh pekerja
setempat, juga tenaga terampil yang ada perlu dimanfaatkan semaksimal mungin.
b. Faktor non teknis:
a. Faktor manusia
Dalam soal pembuangan tinja, faktor manusia sama pentingnya dengan faktor tekhnis.
orang tidak akan mau menggunakan jamban dari tipe yang tidak disukainya atau yang tidak
memberikan privacy yang cukup padanya, atau yang tidak dapat dipelihara kebersihannya. Tahap
pertama dalam perencanaan system pembuangan tinja disuatu daerah adalah perbaikan system
yang sudah ada.Pengembangan system tersebut selanjutnya harus senantiasa mengupayakan
pemberian/penciptaan privacy yang secukupnya bagi calon pemakai.Aplikasi dari pada prinsip
ini adalah perlunya dilakukan pemisahan yang jelas antara ruang jamban untuk jenis kelamin
yang berbeda, perlunya disediakan jumlah ruang jamban yang cukup sesuai dengan jumlah
pemakai.Satu lubang jamban cukup untuk satu keluarga yang terdiri dari 5 atau 6 orang. Jamban
umum yang digunakan untuk perkemahan, pasar atau tempat-tempat yang sejenisnya harus
disediakan minimal 1 lubang untuk 15 orang dan untuk sekolah 1 lubang jamban untuk 15 orang
wanita dan satu lubang + 1 urinoir untuk 25 orang pria.
b. Faktor biaya
Jenis jamban yang dianjurkan bagi masyarakat dan keluarga harus sederhana, dapat
diterima, ekonomis pembangunan, pemeliharaan serta penggantiannya. Faktor biaya ini bersifat
relatif, sebab system paling mahal pembuatannya dapat menjadi paling murah untuk perhitungan
jangka panjang, mengingat masa penggunaannya yang lebih panjang karena kekuatannya serta
paling mudah dan ekonomis dari segi pemeliharaannya. Dalam perencanaan dan pemilihan tipe
jamban, biaya tidak boleh dijadikan faktor dominant.Perlu dicarikan jalan tengah berdasarkan
pertimbangan yang seksama atas semua unsure yang terkait, yang dapat menciptakan lingkungan
yang saniter serta dapat diterima oleh keluarga.

4. Persyaratan sarana pembuangan tinja yang saniter


Ada tipe jamban dan sarana pembuangan tinja yang akan dipilih intuk dibangun atau
diterapkan pada masyarakat harus dapat memenuhi persyratan sebagai berikut: (Ana, 2007)
a. Tidak terjadi kontaminasi pada tanah permukaan
b. Tidak terjadi ontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke mata air dan sumur.
c. Ekskreta tidak dapat dijangkau oleh lalt, ulat, kecoa dan anjing.
d. Tidak terjadi penanganan ekskreta segar, apabila tidak dapat dihindari, harys ditekan
seminimal mungkin.
e. Harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap.
f. Metode yang digunakan harus sederhana seta murah dalam pembangunan dan
penyelenggaraan.
g. Dapat diterima oleh masyarakat

Karakteristik, Komposisi dan Kuantitas Pembuangan Kotoran Manusia


Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata
sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia
ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk
air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan
komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002):

Perkiraan Komposisi Tinja tanpa Air Seni


Komposisi tinja manusia terdiri atas :
a. Zat padat
b. Zat organik
c. Zat anorganik

Komponen Kandungan (%)


Air 66-80
Bahan organik (dari berat kering) 88-97
Nitrogen (dari berat kering) 5,7-7,0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3,5-5,4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1,0-2,5
Karbon (dari berat kering) 40-55
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4-5
C/N rasio (dari berat kering) 5-10

Kuantitas Tinja
Kuantitas tinja dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
a. Keadaan setempat
b. Faktor fisiologi
c. Kebudayaan
d. Kepercayaan

Kuantitas Tinja dan Air Seni


Tinja/ Air seni Berat Basah (gram/orang/hari) Berat Kering (gram/orang/hari)
Tinja 135-270 35-70
Air Seni 1.000-1.300 50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140

Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung
berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak
menyebabkan penyakit.
Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia
yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric or intestinal
disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing
parasit. Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci
(enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh
manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta
per gram (Soeparman, 2002)).

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Karakteristi Normal Abnormal Kemungkinan
k penyebab
Warna Dewasa :Pekat / putih Adanya pigmen
kecoklatan empedu, pemeriksaan
Bayi : kekuningan diagnostik
menggunakan barium
Hitam Perdarahan bagian atas
GI
Merah Terjadi Hemoroid,
perdarahan
Bagian bawah GI (spt.
Rektum),
Makan bit.
Pucat dengan Malabsorbsi lemak;
lemak diet tinggi susu dan
produk susu dan
rendah daging.
Orange atau Infeksi usus
hijau
Lendir darah Darah pada feses dan
infeksi
Konsistensi Berbentuk, lunak,Keras, kering Dehidrasi, penurunan
agak cair / motilitas usus akibat
lembek, basah. kurangnya serat,
kurang latihan,
gangguan emosi dan
laksantif
abuse>>konstipasi
Cair Peningkatan motilitas
usus (mis. akibat iritasi
kolon oleh
bakteri)>>diare,
kekurangan absorpsi
Bentuk Silinder (bentukMengecil, Kondisi obstruksi
rektum) bentuk pensilrectum
atau seperti
benang
Jumlah Tergantung diet
(100 400
gr/hari)
Bau Aromatik :Tajam, pedas Sumber bau tak enak
dipenga-ruhi oleh yang keras, berasal
makanan yang dari senyawa indole,
dimakan dan flora skatol, hydrogen
bakteri. sulfide dan amine,
diproduksi oleh
pembusukan protein
oleh bakteri perusak
atau pembusuk. Bau
menusuk hidung tanda
terjadinya peningkatan
kegiatan bacteria yang
tidak kita kehendaki.
Unsur pokok Sejumlah kecilPus Infeksi bakteri
bagian kasarMukus Kondisi peradangan
makanan yg tdkParasit Perdarahan
dicerna, potonganDarah gastrointestinal
bak-teri yangLemak dalamMalabsorbsi
mati, sel epitel,jumlah besar Salah makan
lemak, protein,Benda asing
unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen empedu
dll)
Frekuensi Lebih dari 6XHipomotility
dalam sehari
Kurang dari
sekali semnigguHipermotility

Karakteristik Feses
Model tinja 1 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang, sangat
keras, dan sangat sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita
konstipasi kronis.
Model tinja 2 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis,permukaanya menonjol-nonjol
dan tidak rata, dan terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-keping. Biasanya tinja
jenis ini dapat menyumbat WC, dapat menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja
penderita konstipasi yang mendekati kronis.
Model tinja 3 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang
rata, dan ada sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita konstipasi ringan.

Model tinja 4 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah
bentuk tinja penderita gejala awal konstipasi.

Model tinja 5 Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang lembut,
permukaan yang halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini adalah bentuk tinja
seseorang yang ususnya sehat.

Model tinja 6 Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah mencair, dan
biasanya sangat mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita
diare.

Model tinja 7 Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai air) dan
tidak terlihat ada bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja penderita diare kronis.

Permasalahan Pembuangan Kotoran Manusia

1. Akibat Buruknya Pembuangan Feses

Berikut ini adalah permasalahan yang mungkin ditimbulkan akibat buruknya penanganan
buangan tinja :

1. Mikroba

Tinja manusia mengandung puluhan miliar mikroba, termasuk bakteri koli-tinja.


Sebagian diantaranya tergolong sebagai mikroba patogen, seperti bakteri Salmonela typhi
penyebab demam tifus, bakteri Vibrio cholerae penyebab kolera, virus penyebab hepatitis A, dan
virus penyebab polio. Tingkat penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk di Indonesia sangat
tinggi. BAPPENAS menyebutkan, tifus mencapai 800 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan
polio masih dijumpai, walaupun dinegara lain sudah sangat jarang.

2. Materi Organik
Kotoran manusia (tinja) merupakan sisi dan ampas makanan yang tidak tercerna. Ia dapat
berbentuk karbohidrat, dapat pula protein, enzim, lemak, mikroba dan sel-sel mati. Satu liter tinja
mengandung materi organik yang setara dengan 200-300 mg BODS (kandungan bahan organik).
Sekitar 75 persen sungai di Jawa, Sumatra, Bali dan Sulawesi tercemar berat oleh materi
organik dari buangan rumah penduduk. Air sungai ciliwung memiliki BODS hampir 40 mg/L
(empat kali lipat dari batas maksimum 10 mg/L). Kandungan BOD yang tinggi itu
mengakibatkan air mengeluarkan bau tak sedap dan berwarna kehitaman.

3. Telur Cacing

Seseorang yang cacingan akan mengeluarkan tinja yang mengandung telu-telur cacing.
Beragam cacing dapat dijumpai di perut kita. Sebut saja, cacing cambuk, cacing gelang, cacing
tambang, dan keremi. Satu gram tinja berisi ribuan telur cacing yang siap berkembang biak
diperut orang lain. Anak cacingan adalah kejadian yang biasa di Indonesia. Penyakit ini
kebanyakan diakibatkan cacing cambuk dan cacing gelang. Prevalensinya bisa mencapai 70
persen dari balita.

4. Nutrien

Umumnya merupakan senyawa nitrogen (N) dan senyawa fosfor (P) yang dibawa sisa-
sisa protein dan sel-sel mati. Nitrogen keluar dalam bentuk senyawa amonium, sedangkan fosfor
dalam bentuk fosfat. Satu liter tinja manusia mengandung amonium sekitar 25 gram dan fosfat
seberat 30 mg. Senyawa nutrien memacu pertumbuhan ganggang (algae). Akibatnya, warna air
menjadi hijau. Ganggang menghabiskan oksigen dalam air sehingga ikan dan hewan lainnya
mati.

2. Penyebaran Penyakit Melalui Tinja

Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab
timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain
dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan
mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases akan
mudah terjangkit. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran tanah,
pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit yang
dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing,
hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain.
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam cara dan
metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat berperan besar terhadap
penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi secara langsung (misalnya dengan
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, maupun secara tidak langsung
(melalui media air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada
bagian-bagian tubuh.

3. Peranan Tinja dalam Penyebaran Penyakit


Pembuangan tinja manusia yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah yang berpotensi menjadi penyebab
timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman, 2002). Selain
dapat mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, juga dapat menjadi sumber infeksi, dan akan
mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong water borne diseases
akan mudah terjangkit. Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah pencemaran
tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan, dan perkembangbiakan lalat. Penyakit-penyakit
yang dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing,
hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal lain, serta investasi parasit lain
(Chandra, 2007).
Penyebaran penyakit yang bersumber dari tinja dapat melalui berbagai macam cara dan
metode. Yang harus kita yakinkan adalah, bahwa tinja sangat berperan besar terhadap
penyebaran penyakit. Penyebaran tersebut dapat terjadi secara langsung (misalnya dengan
mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, maupun secara tidak langsung
(melalui media air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya). Juga melalui kontaminasi pada
bagian-bagian tubuh. Pola penyebaran tersebut digambarkan dalam skema berikut ini
(Notoatmodjo, 2003).
4. Bahaya Tinja Terhadap Kesehatan
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara
tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan dan
perkembangbiakan lalat. Sementara itu, penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan
diatas, antara lain , tifoid, paratifoid, disentri, diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan
beberapa penyakit infeksi gastrointestinal, serta infestasi parasit lain. Penyakit tersebut bukan
saja menjadi beban komunitas (dilihat dari angka kesakitan, kematian dan harapan hidup), tetapi
juga penghalang bagi tercapainya kemajuan dibidang social dan ekonomi.Pembuangan kotoran
manusia yang baik merupakan hal yang mendasar bagi keserasian lingkungan.(Chandra, 2012).
Ekskreta yang dimanfaatkan manusia dalam hal pertanian dan budidaya air ternyata
memiliki dampak juga terhadap kesehatan manusia. Ekskreta mengandung kadar pathogen yang
tinggi karena ekskreta mengandung virus, bakteri, protozoa dan cacing yang keluar dari dalam
tubuh manusia kemudian masuk melalui makanan yan dikonsumsi manusia sehingga dapat
menimbulkan infeksi. (Mara dan Cairncross (1994).

Berikut ini kelompok infeksi yang diakibatkan oleh ekskreta :


Tabel 1.2
Penggolongan infeksi asal ekskreta menurut lingkungan
No Kasus Kelompok Dan Infeksi Pusat Tindakan
Infeksi Corak Penularan Pengendalian
Epidemiologi Utama
1 I Tidak laten, Amoebiasis, Perorangan Penyediaan air
Dosis infeksi balantidiasis, dan rumah rumah dan
rendah enterobiasis, tangga jamban tangga,
infeksi virus pendidikan
usus, giardiasis, kesehatan.
himenolepiasis,h
epatitis A,
infeksi rotavirus
2 II Tidak laten, Infeksi Perorangan Penyediaan air
dosis infeksi campylobacter, dan rumah rumah dan
sedang atau kolera, infeksi tangga jamban tangga,
tinggi Escherichia coli, Air pendidikan
kekanjangan salmonellosis, Tanaman kesehatan.
sedang mampu shigellosis, tifus Pengolahan
berkembang yersiniosis ekskreta
biak. perumahan
yang diperbaiki.
3 III Laten dan Ascariasis Halaman Penyediaan
Kejang, tidak Infeksi cacing Ladang jamban
ada inang tambang, Tanaman
strongylodiasis,
trichuriasis
4 IV Laten dan Taeniasis Halaman Penyediaan
Kanjang, Sapi Ladang Jamban
atau babi Pakan Ternak Pengolahan
sebagai inang Ekskreta
Pemasaakn,
pemeriksaan
daging
5 V Laten dan Cloonorchiasis Air Penyediaan
kanjang Diphyllobothrias Jamban
is Pengolahan
Fasciolliais Ekskreta
Gastrodiscoidiasi Pemeriksaan
s Cadangan Air
Heterophyasis. hewan
Dsb. Pemeriksaan
inang
Memasak air
dan ikan
Mengurangi
sentuhan
(Kontak)
dengan air.

5. Tinja dan Penyakit

Menurut Chandra (2012), Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja,
antara lain:
1. Agent penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir
4. Cara transmisi dari reservoir ke pejamu potensial
5. Cara penularan ke pejamu baru
6. Pejamu yang rentan (sensitif).

Kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran


penyakit yang bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara. Berikut
bagan tinja dan penyakit, yaitu

6. Pencemaran tanah dan air karena tinja


Permasalahan utama pencemaran air di negara sedang berkembang seperti Indonesia
adalah terkontaminasinya air minum oleh bakteri dan virus yang dapat menyebabkan kesakitan
maupun kematian. Pencemaran tersebut juga terjadi pada air tanah. Bahan pencemar dapat
mencapai aquifer air tanah melalui berbagai sumber diantaranya meresapnya bakteri dan virus
melalui septic tank.
Diperkirakan pada saat ini hampir sekitar 70 % air tanah di daerah perkotaan sudah
tercemar berat oleh bakteri tinja, padahal separuh penduduk perkotaan masih menggunakan air
tanah. Kondisi perumahan dan lingkungan yang padat (slum area) serta aktifitas dan berbagai
kegiatan yang tanpa perencanaan lingkungan menjadi salah satu faktor penyebabnya. Kondisi
tersebut antara lain dapat menyebabkan berbagai kerusakan septick tank, dan pencemaran
lainnya. Menurut studi Bappenas, walaupun sudah terdapat standar nasional tentang konstruksi
septic tank, namun dalam implementasinya masih banyak terdapat catatan, antra lain :

1. Adanya saluran air yang tersumbat, seharusnya fungsi saluran tersebut adalah
mengalirkan air hujan, tetapi dalam pelaksanaannya dipakai menampung air kakus dan
sampah sehingga jadi sarang penyakit.

2. Belum terdapat peraturan yang mewajibkan penyedotan tinja secara rutin, serta belum
ada pihak yang merasa berkepentingan memeriksa isi septic tank.

3. Masih terdapat pandangan masyarakat bahwa bagus dan tidaknya septic tank.

4. Akses masyarakat terhadap sarana sanitasi (air bersih dan MCK), sehingga masyarakat
terpaksa masih menggunakan sungai.

5. Standard tersebut kurang ditunjang oleh aturan-aturan pendukungnya, seperti belum


adanya aturan yang membatasi jumlah septic tank per satuan luas kawasan.

6. Fasilitas MCK yang tidak berfungsi secara optimal baik karena usang, salah konstruksi,
tidak terawat, tidak ada air, maupun masyarakat yang belum siap menerima
keberadaannya sesuai fungsinya.

7. Kenyataan masih sebagian besar Influent industri di kawasan pemukiman dialirkan ke


sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu.

8. Kebiasaan buang air besar sembarangan masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat
perkotaan. Berdasarkan data Susenas tahun 2004 lebih dari 12 persen penduduk
perkotaan Indonesia sama sekali tidak memiliki akses ke sarana jamban.

9. Usaha jasa sedot tinja, seringkali hingga saat ini masih membuang langsung muatannya
ke sungai, alasannya tidak ada Instalasi Pembuangan Lumpur Tinja (IPLT)/atau tidak
berfungsi. Teknis pembuatan jamban masih belum memenuhi standard, menurut penelitan
hampir 35 persen jamban di kawasan perkotaan dalam kondisi tidak ada air, tidak ada
atap atau tidak tersambung ke septic tank.

Air tanah dangkal merupakan air tanah yang memiliki kualitas yang pada umumnya baik,
akan tetapi banyak tergantung kepada sifat lapisan tanahnya, apabila kondisi sanitasi lingkungan
sangat rendah maka banyak tercemar oleh bakteri. Apabila berdekatan dengan industri dengan
beban pencemaran tinggi dan tidak memiliki sistem pengendalian pencemaran air maka akan
terpengaruh rembesan pencemaran. Informasi tentang pola pencemaran tanah dan air tanah oleh
tinja sangat bermanfaat dalam perencanaan sarana pembuangan tinja, terutama dalam penentuan
lokasi sumber air minum. Setelah tinja tertampung dalam lubang atau septick tank dalam tanah,
maka kemampuan bakteri untuk berpindah akan sangat berkurang. Bakteri akan berpindah secara
horizontal dan vertikal ke bawah bersama dengan air, air seni, atau air hujan yang meresap. Jarak
perpindahan bakteri akan sangat bervariasi, tergantung pada berbagai faktor, diantaranya yang
terpenting adalah porositas tanah. Perpindahan horizontal melalui tanah dengan cara itu biasanya
kurang dari 90 cm, dengan perpindahan kearah bawah kurang dari 3 m pada lubang yang terbuka
terhadap air hujan, dan biasanya kurang dari 60 cm pada tanah berpori.
Menurut Gotaas, dkk dalam Soeparman (2002), yang meneliti pembuangan secara buatan
limbah cair ke akuifer di Negara Bagian California, AS, menemukan bahwa bakteri dapat
berpindah sampai jarak 30 m dari titik pembuangannya dalam waktu 33 jam. Selain itu, terdapat
penurunan cepat jumlah bakteri sepanjang itu karena terjadi filtrasi yang efektif dan kematian
bakteri. Peneliti lain yang meneliti pencemaran air tanah di Alaska mencatat bahwa bakteri dapat
dilacak sampai jarak 15 m dari sumur tempat dimasukkannya bakteri yang dicoba. Lebar jalan
yang dilewati bakteri bervariasi, antara 45 dan 120 cm. Kemudian, terjadi penurunan jumlah
organisme, dan setelah satu tahun hanya lubang tempat dimasukkanya saja yang dinyatakan
positif mengandung organisme.

7. Pengelolaan Pembuangan Tinja


Menurut Notoatmodjo (2011), untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya
pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.Suatu jamban disebut
sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya.
5. Tidak menimbulkan bau.

6. Mudah digunakan dan dipelihara (maintanance).

7. Sederhana desainnya.

8. Murah.

9. Dapat diterima oleh pemakainya

http://desrinawati.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai