Anda di halaman 1dari 4

Yang dimaksud kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai

lagi oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan CO2
sebagai hasil dari proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia didalam
tulisan ini dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urin, yang pada
umumnya disebut latrine (jamban atau kakus).
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman,
masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang
pokok untuk sedini mungkin diatasi.
Karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada faeces dapat melalui
berbagai macam jalan atau cara. Hal ini dapat diilustrasikan di bawah (lihat
gambar).
Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit
sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman,
sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga, lalat, kecoa dan sebagainya,
dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut.
Benda-benda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah
menderita suatu penyakit tertentu, sudah barang tentu akan merupakan penyebab
penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai
dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, seorang yang normal diperkirakan
menghasilkan tinja rata-rata sehari 970 gram dan menghasilkan air seni 970 gram.
Jadi bila penduduk Indonesia dewasa saat ini 200 juta maka setiap hari tinja yang
dikeluarkan sekitar 194.000 juta gram (194.000 ton). Maka bila pengelolaan tinja
tidak baik, jelas penyakit akan mudah tersebar.
Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita),
schistosomiasis, dan sebagainya.
1. Pengelolaan Pembuangan Kotoran Manusia
Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap
lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik,
maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang
sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.


c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatangbinatang lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
g. Sederhana desainnya.
h. Murah
i. Dapat diterima oleh pemakainya.
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara
lain sebagai berikut :
a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari
panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari
pandangan orang (privacy) dan sebagainya.
b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang
kuat, dan sebagainya.
c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya.
d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.
2. Teknologi Pembuangan Kotoran manusia Secara Sederhana
Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah barang
tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu,
teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratanpersyaratan jamban sehat seperti telah diuraikan di atas, juga harus didasarkan
pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan. Tipe-tipe jamban yang
sesuai dengan teknologi pedesaan antara lain sebagai berikut :
2.1 Jamban Cemplung, Kakus (Pit Latrine)
Jamban cemplung ini sering kita jumpai didaerah pedesaan di jawa. Tetapi sering
dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban

dan tanpa tutup. Sehingga serangga mudah masuk dan bau tidak bisa dihindari.
Disamping itu karena tidak ada rumah jamban, bila musim hujan tiba maka jamban
itu akan penuh oleh air.
Hal lain yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kakus cemplung itu tidak boleh
terlalu dalam. Sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya.
Dalamnya pit latrine berkisar antara 1,5-3 meter saja. Sesuai dengan daerah
pedesaan maka rumah kakus tersebut dapat dibuat dari bambu, dinding bambu dan
atap daun kelapa ataupun daun padi. Jarak dari sumber air minum sekurangkurangnya 15 meter.
2.2 Jamban Cemplung Berventilasi (Ventilasi Improved Pit Latrine = VIP Latrine)
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih lengkap, yakni
menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan, pipa ventilasi ini dapat dibuat
dengan bambu.
2.3 Jamban Empang (Fishpond Latrine)
Jamban ini dibangun diatas empang ikan. Didalam sistem jamban empang ini terjadi
daur ulang (recycling), yakni tinja dapat langsung dimakan ikan, ikan dimakan
orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang dimakan, demikian
seterusnya.
Jamban empang ini mempunyai fungsi yaitu disamping mencegah tercemarnya
lingkungan oleh tinja, juga dapat menambah protein bagi masyarakat
(menghasilkan ikan).
2.4 Jamban Pupuk (the Compost Privy)
Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal galiannya.
Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan sampah,
daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
- Mula-mula membuat jamban cemplung biasa..
- Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan.
- Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran biinatang (kalau ada) tiap-tiap hari.
- Setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagii dengan daun-daun sampah, selanjutnya
ditaruh kotoran lagi.
- Demikian seterusnya sampai penuh.
- Setelah penuh ditimbun tanah dan membuatt jamban baru.
- Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakkan pupuk tanaman.

2.5 Septic Tank


Latrin jenis septic tank ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh
sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini dianjurkan. Septic tank terdiri dari
tangki sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air buangan masuk dan
mengalami dekomposisi. Didalam tangki ini, tinja akan berada selama beberapa
hari. Selama waktu tersebut tinja akan mengalami 2 proses, yakni :

2.5.1 Proses Kimiawi


Akibat penghancuran tinja akan direduksi dan sebagian besar (60-70 %) zat-zat
padat akan mengendap didalam tangki sebagai sludge. Zat-zat yang tidak dapat
hancur bersama-sama dengan lemak dan busa akan mengapung dan membentuk
lapisan yang menutup permukaan air dalam tanki tersebut. Lapisan ini disebut
scum yang berfungsi mempertahankan suasana anaerob dari cairan dibawahnya,
yang memungkinkan bakteri-bakteri anaerob dan fakultatif anaerob dapat tumbuh
subur, yang akan berfungsi pada proses berikutnya.
2.5.2 Proses Biologis
Dalam proses ini terjadi dekomposisi melalui aktivitas bakteri anaerob dan fakultatif
anaerob yang memakan zat-zat organik alam, sludge dan scum. Hasilnya, selain
terbentuk gas dan zat cair lainnya, adalah juga mengurangi volume sludge
sehingga memungkinkan septic tank tidak cepat penuh. Kemudian cairan enfluent
sudah tidak mengandung bagian-bagian tinja dan mempunyai BOD yang relatif
rendah. Cairan enfluent ini akhirnya dialirkan keluar melalui pipa dan masuk ke
dalam tempat perembesan.
Update : 15 Juli 2006
Sumber :
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.

Anda mungkin juga menyukai