Anda di halaman 1dari 12

4.

PENGOLAHAN TAHAP KEDUA: PENGOLAHAN BIOLOGI

Pengolahan tahap kedua merupakan pengolahan yang ditujukan untuk menyisihkan atau mendegradasi material organik
karbon yang terkandung di dalam air limbah domestik. Pada tahap ini, pengolahan dilakukan dengan menggunakan
metode pengolahan biologi. Pengolahan air limbah domestik secara biologi merupakan pengolahan yang memanfaatkan
mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terkandung dalam air limbah sehingga menjadi senyawa
kimia sederhana dan mineral yang siap dan aman dibuang ke lingkungan. Pengolahan biologi melibatkan pertumbuhan
mikroorganisme aktif yang kontak dengan air limbah domestik sehingga mikroorganisme tersebut bisa mengkonsumsi
organik karbon sebagai makanan. Secara umum, skematik pengolahan tahap kedua dapat diilustrasikan pada skematik
Gambar 4-1 berikut ini.
Pengolahan Pengolahan Tahap Ketiga
Pengolahan Tahap Kedua
Tahap Pertama (Jika Diperlukan)

Dari Pengolahan Menuju ke Pengolahan


Pengendapan Kedua
Tahap Pertama Pengolahan Biologi
(Secondary Sedimentation) Tahap Ketiga
(Jika Diperlukan)

Resirkulasi Lumpur
(Jika Ada)

Menuju ke
Pengolahan Lumpur

Gambar 4-1. Skematik Tahapan Pengolahan Kedua

Berdasarkan kebutuhan oksigennya, pengolahan biologi dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok yakni anaerob, aerob,
dan kombinasi anaerob-aerob. Dalam pengolahan tahap kedua terdapat unit pengolahan pengendapan kedua (secondary
sedimentation) yang berfungsi untuk mengendapkan padatan atau bioflok yang terbentuk khususnya jika menggunakan
metode pengolahan biologi secara aerob. Keberadaan unit pengolahan pendendapan kedua sangat tergantung pada jenis
teknologi yang dipilih pada pengolahan secara biologi.
Selain itu, berdasarkan media pertumbuhan mikroorganisme, sistem pengolahan biologi dapat dikategorikan menjadi dua
yakni sistem terlekat (attached growth microbe) dan sistem tersuspensi (suspended growth microbe). Sistem terlekat
merupakan sistem pengolahan biologi dengan memanfaatkan pertumbuhan mikroorganisme dipermukaan media seperti
cakram pada rotating biological contactor, bioball/batu pada trickling filter, MBBR, dan lain-lain. Sistem berikutnya yakni
sistem tersuspensi yang dilakukan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang tumbuh di dalam air limbah domestik
(tersuspensi).

44 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


Pengkategorian sistem pengolahan biologi dapat dilihat pada Gambar 4-2.

KOLAM ANAEROBIK

SISTEM TERLARUT ANAEROBIC BAFFLED


(SUSPENDED GROWTH) REACTOR (ABR)

UPFLOW ANAEROBIC
SLUDGE BLANKET (UASB)
ANAEROBIK

SISTEM TERLEKAT ANAEROBIC FILTER


(ATTACHED GROWTH) REACTOR

KOLAM AERASI

Complete Mix Activated


Sludge (CMAS)
SISTEM TERSUSPENSI
(SUSPENDED GROWTH) Contact Stabilization
(Kontak Stablisasi)
LUMPUR AKTIF
(ACTIVATED SLUDGE)
Conventional Extended
Aeration

Sequencing Batch
Reactor

AEROBIK
ROTATING BIOLOGICAL
CONTACTOR (RBC)

TRICKLING FILTER
SISTEM TERLEKAT
(ATTACHED GROWTH)

AEROB FILTER

MOVING BED
BIOREACTOR (MBBR)

SISTEM TERSUSPENSI
(SUSPENDED GROWTH) Gambar 4-2. Alternatif Teknologi Pengolahan
Biologi

Kombinasi

SISTEM TERLEKAT
(ATTACHED GROWTH)

Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 45


4.1 Pengolahan Biologi dengan Sistem Anaerobik
4.1.1   Anaerobik – Sistem Pertumbuhan Bakteri Tersuspensi (Suspended Growth System)
4.1.1.1 Kolam Anaerobik
4.1.1.1.1 Definisi dan Prinsip Kerja
Kolam Anaerobik merupakan salah satu teknologi pengolahan yang memanfaatkan peran mikroorganisme anaerob untuk
mendegradasi materi organik karbon yang terkandung di dalam air limbah domestik. Kolam anaerobik dapat dirancang
tunggal atau seri bersama dengan kolam lainnya, diantaranya fakultatif dan/atau maturasi. Skenario metode pengolahan
dengan melibatkan kolam anaerobik, kolam fakultatif, dan kolam maturasi secara seri disebut juga sebagai kolam stabilisasi.
Masing-masing kolam tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Variasi skenario pengolahan dengan menggunakan
kolam anaerobik dapat dilihat pada Gambar 4-3.
Metode pengolahan air limbah domestik dengan menggunakan Kolam Anaerobik dapat memiliki efisiensi yang sangat baik

inlet Outlet
KOLAM ANAEROBIK

inlet Outlet
KOLAM ANAEROBIK KOLAM FAKULTATIF

inlet Outlet
KOLAM ANAEROBIK KOLAM FAKULTATIF KOLAM MATURASI

Gambar 4-3. Alternatif Skenario Penggunaan Kolam Anaerobik

(Mara, 2003). Desain yang tepat, sesuai dengan kriteria desain dan lingkungan yang tepat, dapat menyisihkan BOD hingga >60%
pada temperatur 20oC. Pada kondisi konsentrasi BOD kurang dari 300 mg/L, waktu tinggal kolam anaerobik relatif singkat, yakni 1
hari pada temperatur 20oC (Mara, 2003). Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sistem kolam anaerobik cukup efektif dan efisien
untuk dapat bekerja dengan baik karena tidak terganggu dengan perubahan temperatur yang signifikan seperti yang terjadi pada
daerah subtropis. Selain itu, posisi Indonesia yang berada di daerah tropis juga memberikan kesempatan kepada sistem kolam
maturasi untuk bekerja dengan baik karena penyinaran matahari yang lebih lama jika dibandingkan dengan daerah subtropis.
Pada kolam anaerobik, pengendapan padatan terjadi, terakumulasi, dan terdegradasi (digesting) di dasar kolam. Akumulasi
lumpur tersebut memerlukan penyedotan secara regular. Menurun Mara (2003), penyedotan endapan lumpur pada kolam
anaerobik dapat dilakukan setiap 1 hingga 3 tahun. Pembentukan scum juga berpotensi terjadi sehingga dapat membuat
lapisan di atas permukaan kolam yang turut membantu menjaga kondisi anaerob di dalam kolam.

4.1.1.1.2 Komponen Penting


Kolam anaerobik pada umumnya memiliki bangunan yang relatif sederhana. Tidak memerlukan fasilitas pendukung khusus
seperti yang umum diperlukan oleh metode pengolahan aerob. Hal penting yang perlu diperhatikan oleh perencana yakni
metode pengurasan endapan lumpur di kolam anaerob. Pengurasan lumpur dapat dilakukan dengan menggunakan pompa
atau penggalian dengan alat berat. Penggunaan alat berat memungkinkan untuk dilakukan dengan mempertimbangkan area

46 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


yang relatif luas. Metode ini digunakan oleh operator IPALD Bojongsoang, Bandung untuk menguras lumpur baik di kolam
anaerobik, fakultatif, maupun maturasi. Jika menggunakan alat berat, maka perencana harus turut mempertimbangkan akses
untuk melakukan pengerukan lumpur.

4.1.1.1.3   Kriteria Desain


Adapun kriteria desain dalam perencanaan Kolam Anaerobik dapat dilihat pada Tabel 4-1 hingga Tabel 4-3.
Tabel 4-1. Kriteria Desain Kolam Anaerobik

No Parameter Nilai Satuan Sumber


1 Kedalaman Air 2–5 m
2 Rasio Panjang : Lebar 2–3 : 1 - Mara, 2003
3 Waktu Pengurasan Lumpur 1–3 tahun

Tabel 4-2. Nilai Volumentrik Beban BOD dan Persentase Penyisihan BOD di Kolam Anaerobik pada Berbagai Temperatur

Temperatur Beban Volumentrik BOD (g/ Penyisihan BOD


No Sumber
(oC) m3.hari) (%)
1 <10 100 40
2 10–20 20T – 100 2T + 20
Mara & Pearson, 1998
3 20–25 10T +100 2T + 20
4 >25 350 70

Tabel 4-3. Hubungan Waktu Detensi, Volumentrik Beban BOD, dan Persen Penyisihan BOD

Waktu Detensi Beban Volumentrik BOD Penyisihan BOD


No Sumber
(hari) (g/m3.hari) (%)
1 0,8 306 76
2 1,0 215 76
3 1,9 129 80
Mara 2003
4 2,0 116 75
5 4,0 72 68
6 6,0 35 74
Catatan: Berdasarkan hasil penelitian di Brazil pada temperatur 25oC

4.1.1.1.4   Tahapan Penghitungan


Penghitungan kolam anaerobik dilakukan secara bertahap untuk seluruh komponen bangunan pada unit pengolahan
tersebut. Adapun pada tahapan penghitungan yang harus dilakukan sebagai berikut.

A. Hitung Luas dan Volume Kolam


Kolam Anaerobik pada umumnya memiliki geometri berbentuk rectangular, walaupun dapat pula disesuaikan dengan
kondisi area perencanaan setempat. Bentuk rectangular direncanakan dengan memiliki rasio panjang dan lebar seperti

Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 47


pada kriteria desain, lihat Tabel 5.1 dan Gambar 5.2. Kebutuhan volume kolam anaerobik dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut ini:
LiQ
Va = ............. Persamaan 3-40
λV

di mana: Li = konsentrasi BOD Influen (mg/L)


Q = debit air limbah domestik (m3/hari)
Va = volume kolam anaerobik (m3)
λV = beban volumetrik BOD (g/m3.hari)
Hubungan volume juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan terhadap waktu detensi (θa, hari).
Adapun persamaan yang dapat digunakan yakni:
Va
θa = ............. Persamaan 3-41
Q
atau
Qθa
Aa = = LiQ ............. Persamaan 3-42
Da λVDa

Da merupakan kedalaman air pada kolam anaerobik.

B. Hitung Dimensi Kolam


Hasil penghitungan area dan volume berdasarkan persamaan di atas selanjutnya digunakan untuk menghitung dimensi
kolam. Kolam Anaerobik umumnya didesain menggunakan geometri limas terpancung seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 4-4. Untuk menghitung dimensi kolam, persamaan berikut ini (Environmental Protection Agency, 1983):

Va = [(LW)+ (L-2sD)(W-2)+4(L-sD)] [D ⁄6] ............. Persamaan 3-43

di mana: Va = volume kolam (m3)


L = panjang kolam pada permukaan air atau Top Water Level/TWL (m)
W = lebar kolam pada permukaan/TWL (m)
s = faktor kemiringan horizontal (contoh: kemiringan 1 dalam s)
D = kedalaman air kolam, belum termasuk free board (m)
Dengan mensubtitusi L sebagai nW (nilai n berdasarkan rasio n hingga 1) maka persamaan Va dapat diselesaikan untuk
mendapatkan nilai W yang selanjutnya dapat secara langsung untuk menentukan nilai L. Gambar 5.2 menunjukkan
hubungan dari setiap variabel pada persamaan di atas. Variabel-variabel tersebut jika diturunkan untuk mendapatkan nilai
volume kolam anaerobik (Va), maka dapat dideskripsikan menjadi sebagai berikut:

48 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


Gambar 4-4. Penghitungan Dimensi pada Geometri Kolam Anaerobik Rectangular
Sumber: Mara, 2003

C. Cek Kriteria Desain


Setelah melakukan penghitungan dimensi kolam anaerobik, perencana harus melakukan pengecekan kembali kesesuaian
penghitungan dengan kriteria desain. Hal ini perlu dilakukan karena dalam proses penghitungan, khususnya dimensi
bangunan, akan terdapat pembulatan nilai yang berpengaruh secara langsung terhadap variabel-variabel dalam kriteria
desain.
D. Struktur Inlet dan Outlet
Tidak terdapat penghitungan khusus struktur inlet maupun outlet pada kolam anaerobik. Terdapat beberapa variasi struktur
inlet dan outlet yang dapat digunakan. Pada dasarnya struktur inlet dan outlet harus dirancang sederhana dan tidak
membutuhkan biaya yang tinggi. Salah satu contoh struktur inlet yang dapat diterapkan dalam kolam anaerobik yakni
adanya komponen penyisihan scum sehingga tidak ikut mengalir masuk ke tengah kolam anaerobik.

4.1.1.2 Anaerobic Baffled Reactor (ABR)


4.1.1.2.1 Definisi dan Prinsip Kerja
Anaerobic Baffle Reactor (ABR) merupakan salah satu jenis pengolahan suspended growth yang memanfaatkan sekat
(baffle) dalam pengadukan yang bertujuan memungkinkan terjadinya kontak antara air limbah domestik dan mikroorganisme.
Pengolahan ini adalah pengolahan yang relatif murah dari aspek operasional, sebab tidak diperlukan penggunaan energi
listrik dan memiliki efisiensi penyisihan organik yang cukup baik. Namun, teknologi ini memiliki kemampuan penyisihan
bakteri patogen dan nutrient yang rendah. Oleh karena itu, efluennya masih membutuhkan pengolahan tambahan dan
membutuhkan pengolahan awal berupa pengendapan/sedimentasi untuk mencegah terjadinya clogging. Aliran yang terjadi
dalam ABR merupakan aliran upflow dan downflow. Populasi mikroorganisme berkembang dalam air limbah domestik dan
lapisan lumpur yang terdapat pada dasar komparteman.

Gambar 4-5. Skematik Pengolahan dengan Anaerobic Baffled Reactor


Sumber: Tilley et al., 2014

Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 49


Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan kinerja reaktor, banyak penelitian yang telah dilakukan dengan memodifikasi
ABR. Alasan lain melakukan modifikasi pada ABR adalah dikarenakan kandungan padatan atau beban organik yang tinggi,
atau untuk mengurangi biaya investasi. Beberapa modifikasi dibuat untuk ABR sejak 1980-an (Barber dan Stuckey, 1999),
diantaranya:
­- Baffle vertikal dimasukkan untuk meningkatkan retensi padatan dan memungkinkan untuk meningkatkan waktu kontak
dengan endapan lumpur dan populasi metanogen.
­- Kompartemen downflow dirancang sempit untuk mendorong retensi sel dalam kompartemen upflow.
­- Baffle dapat dimodifikasi dengan tepi miring untuk mengarahkan aliran menuju pusat kompartemen untuk mendorong
pencampuran.
­- Dalam beberapa ABR, outlet masing-masing kompartmen dimodifikasi untuk mencegah terjadinya washout padatan.
­- ABR telah dirancang dengan kamar gas terpisah untuk kontrol pengukuran gas. Ini juga meningkatkan stabilitas
reaktor ABR.
­- Ruang pertama telah diperbesar dalam beberapa kasus untuk meningkatkan treatability terhadap air limbah domestik
yang mengandung padatan tinggi.

4.1.1.2.2 Kriteria Desain


Adapun kriteria desain unit pengolahan ABR dapat dilihat pada Tabel 4-4 berikut ini.
Tabel 4-4. Kriteria Desain Anaerobic Baffled Reactor
Parameter Satuan Nilai Sumber
Debit desain m /hari
3
2–200 sswm
Waktu retensi hidraulik jam 48–72 sswm
Kecepatan upflow m/jam < 0,6 sswm
Jumlah kompartemen buah 3–6 sswm
Kebutuhan lahan m /m
2 3
1 Borda, 1998
Beban organik kgCOD/m .hari
3
<3 Borda, 1998

4.1.1.2.3 Tahapan Penghitungan


Penghitungan unit pengolahan ABR dapat dilakukan dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:
A. Efisiensi penyisihan Kompartemen I (Kompartemen Pengendapan)
Efisiensi penyisihan pada kompartemen 1 dapat dilakukan dengan mengasumsikan waktu detensi pada kompartemen 1.
Selanjutnya, persentase penyisihan COD (μ) dapat ditentukan dengan melihat grafik hubungan waktu detensi terhadap
penyisihan COD (lihat Gambar 4-6).
a. Konsentrasi COD ke komparteman selanjutnya (area sekat kompartemen ABR)
COD efluen kompartemen 1 = (1-μ ) x SCOD inf (mg/l)

50 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


Gambar 4-6. Faktor Penyisihan COD terhadap Waktu Pengendapan pada unit Anaerobic Baffled Reactor
Sumber: Ulrich et al, 2009

b. Hitung faktor penyisihan COD/BOD. Faktor penyisihan BOD dapat dilihat pada Gambar 4-9. Konsentrasi BOD5
ke komparteman selanjutnya (area sekat) dapat dihitung dengan mengalikan BOD influen dengan faktor
penyisihan BOD.
c. Hitung rasio COD/BOD setelah melalui area pengendapan.

Gambar 4-7. Faktor Efisiensi Penyisihan COD terhadap Suhu dalam Reaktor Anaerobik
Sumber: DEWATS, Ulrich et al, 2009

Gambar 4-8. Faktor Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Konsentrasi BOD influen
Sumber: DEWATS, Ulrich et al, 2009
Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 51
Gambar 4-9. Faktor Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Beban Organik BOD
Sumber: DEWATS, Ulrich et al, 2009

Gambar 4-10. Persentase Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Waktu Tinggal Hidraulik pada unit Anaerobic Baffled Reactor
Sumber: Ulrich et al, 2009

B. Dimesi area sekat (baffled area)


Panjang (P) satu kompartemen sekat tidak boleh lebih dari setengah kedalaman tangki. Kedalaman ABR dapat
diasumsikan 2,5 hingga 3,5 m. Luas satu kompartemen sekat dibutuhkan:
Qpeak
A= vupflow
Lebar satu kompartemen sekat, L = A/P. Cek kecepatan upflow:

vupflow = debit (jika <2 m/jam maka dapat diterima)"


luas permukaan kompartemen

V
HRT pada area sekat, HRT =
Qpeak/105%

52 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


C. Efisiensi penyisihan pada area sekat
Hitung seluruh efisiensi dengan menggunakan faktor penyisihan
• Faktor penyisihan BOD berdasarkan beban organik BOD (Gambar 4-9)
• Faktor penyisihan berdasarkan BOD5 influen (Gambar 4-8)
• Faktor penyisihan COD berdasarkan suhu lingkungan (Gambar 4-7)
• Faktor penyisihan BOD berdasarkan HRT total (Gambar 4-10)
• Laju penyisihan teoritis = f-overload x f-strength x f-temperature x f-HRT

4.1.1.3 Upflow Anaerobic Sludge Blanket


4.1.1.3.1 Definisi dan Prinsip Kerja
Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) menstimulasi pembentukan selimut lumpur yang terbentuk di tengah tangki oleh
partikel dan mengendapkan partikel yang dibawa aliran ke atas. Dengan kecepatan aliran naik ke atas yang perlahan,
maka partikel yang semula akan mengendap akan terbawa ke atas. Namun, aliran juga diatur tidak terlalu lambat karena
dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan di dasar reaktor. Dengan demikian, pengaturan aliran konstan dalam tangki
mutlak diperlukan sehingga dibutuhkan pelengkap unit sistem buffer untuk penampungan fluktuasi debit yang masuk
sebelum didistribusikan ke tangki UASB. Ilustrasi unit UASB dapat dilihat pada Gambar 4-11.

Gambar 4-11. Ilustrasi Bangunan Upflow Anaerobic Sludge Blanket


Sumber: TBW, 2001

4.1.1.3.2 Kriteria Desain


Kriteria desain untuk perencanaan unit pengolahan UASB dapat dilihat pada Tabel 4-5 berikut ini:
Tabel 4-5. Kriteria Desain Upflow Anaerobic Sludge Blanket

Parameter Satuan Nilai Sumber


Hydraulic Retention Time (HRT) jam 8–10
Solid Retention Time (SRT) hari 30–50

Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 53


Konsentrasi sludge blanket Kg VSS/m3 15–30
Beban organik dalam sludge blanket Kg COD/kg VSS.hari 0,3–1,0
Volumetric Organic Loading kg COD/m .hari
3
1–3
% Penyisihan BOD % 75–85
% Penyisihan COD % 74–78
Kecepatan Upflow m/jam 0,5–1,2
Produksi Lumpur Kg TS/m 3
0,15–0,25
Produksi Gas m /kg COD yang tersisihkan
3
0,1–0,3
Penyisihan Nitrogen dan Fosfor % 5–10
Kedalaman reaktor m 4,5–5,0
Lebar atau fiameter m 10–12
Kedalaman sludge blanket m 2–2,5

4.1.1.3.3 Tahapan Penghitungan


Adapun penghitungan UASB dapat dilihat pada tahapan berikut ini:
A. Produksi Lumpur
• Hitung produksi VSS sebagai hasil dari penyisihan BOD. Untuk menghitung konsentrasi VSS tersebut maka
asumsikan nilai Yield Coefficient berdasarkan nilai yang tertera pada tabel kriteria desain. Penghitungan dapat
menggunakan persamaan berikut ini:
produksi VSS dalam penyisihan BOD = konsentrasi BOD influen x % penyisihan BOD x Yield Coeff
• Selanjutnya, hitung residu VSS pada influen, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:
residu yang tidak dapat terdegradasi (mg/L) = VSS (mg/L) x (1 – degradable fraction)
• Ash received in the inflow dapat dihitung sebagai berikut:
New ash received in the flow (mg/L) = TSS (mg/L) – VSS (mg/L)
• Sehingga, total lumpur yang diproduksi, yakni:
total solid yang diproduksi = VSS yang diproduksi + residu non biodagradable + ash receive
B. Solid Retention Time (SRT)
total lumpur yang diproduksi
SRT (hari)=
massa lumpur yang disisihkan per hari (kg/hari)

C. Hydraulic Retention Time (HRT)


solid retention time x total produksi lumpur x 24
HRT (hari) = konsentrasi rerata lumpur didalam reaktor x kedalaman efektif x koef.efektivitas

D. Kecepatan Upflow
tinggi reaktor (m)
Kecepatan Upflow = Hydraulic Retention Time (jam)
Catatan: Kecepatan upflow tidak boleh melebihi 0,7 m/jam (Lettinga dan hulshoff Pol, 1991).

54 Buku B: Perencanaan Sub Sistem Pengelolaan Terpusat


E. Kebutuan Luas Reaktor
debit (m3)
luas penampang reaktor (m2) =
kecepatan upflow (m/jam)
F. Diameter Reaktor
Diameter reaktor dapat diperoleh dengan persamaan berikut ini:
π
luas penampang reaktor (m2) = 4 x d
2

G. Cek Kesesuaian Kriteria Desain


Pengecekan kriteria desain perlu dilakukan karena ketika penghitungan dimensi reaktor berpeluang dilakukan pembulatan
nilai sehingga perlu dilakukan pengecekan kembali apakah berdampak terhadap kriteria desain. Kriteria desain yang harus
dicek kembali diantaranya HRT, SRT, dan kecepatan upflow.

4.1.2   Anaerobik – Sistem Pertumbuhan Bakteri Terlekat (Attached Growth System)


4.1.2.1 Anaerobic Biofilter
4.1.2.1.1 Definisi dan Prinsip Kerja
Filter anaerobik merupakan reaktor biologis dengan pertumbuhan terlekat atau fixed-bed. Air limbah domestik dalam
reaktor ini mengalir melalui filter sehingga partikel terjebak dan bahan organik didegradasi oleh mikroorganisme yang
melekat pada permukaan media (contoh media dapat dilihat pada Gambar 4-13). Air limbah domestik mengalir/lewat
di antara media dan mikroba yang akan menguraikan bahan organik terlarut dan organik tersuspensi di dalam air limbah
domestik, sehingga terjadi pengurangan kandungan organik pada efluen. Dengan adanya media yang menjadi tempat
berkembangnya bakteri membentuk lendir/film akibat fermentasi oleh enzim bakteri terhadap bahan organik yang ada
dalam air limbah. Film ini akan menebal menutupi aliran air limbah dicelah diantara media filter tersebut, sehingga perlu
dilakukan pencucian terhadap media dengan metode back wash secara periodik. Ilustrasi unit pengolahan anaerobic
biofilter dapat dilihat pada Gambar 4-12.

Gambar 4-12. Ilustrasi pengolahan dengan Anaerobic Biofilter


Sumber: Tilley et al., 2014

Pengolahan Tahap Kedua: Pengolahan Biologi 55

Anda mungkin juga menyukai