Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

BAB
2
KONSEP DAN TEORI
MASTERPLAN AIR LIMBAH

2.1 Pemahaman Substansi Pekerjaan

2.1.1 Umum
Rencana Induk atau Master Plan bidang air limbah merupakan suatu dokumen

perencanaan dasar yang menyeluruh mengenai pengembangan sarana dan prasarana

air limbah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. Di dalamnya termasuk: Gambaran arah

pengembangan, strategi pengembangan dan prioritas pengembangan sarana dan

prasarana air limbah. Rencana induk air limbah tersebut selanjutnya digunakan

sebagai acuan oleh instansi yang berwenang dalam penyusunan program

pembangunan 5 (lima) tahun bidang air limbah atau Renstra Dinas Pengembangan

Sarana dan Prasarana Air Limbah.

 Pengertian Air Limbah

Adalah Semua air buangan yang berasal dari kamar mandi, dapur, cuci dan kakus

serta air limbah industri rumah tangga yang karakteristik air limbahnya tidak jauh

berbeda dengan air limbah rumah tangga serta tidak mengandung Bahan Beracun

dan Berbahaya (B3).

 Klasifikasi Asal Sumber Air Limbah

II - 1
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Rencana induk disusun berdasarkan analisis identifikasi asal sumber air Limbah

yang dibedakan minimal sebagai berikut:

a. Air Limbah dari permukiman

b. Air Limbah dari daerah komersil dan institusional

c. Air Limbah dari bangunan bertingkat tinggi (high rise building)

Empat sasaran pengelolaan air limbah adalah :

1. Peningkatan kesehatan masyarakat dan perbaikan kualitas lingkungan

permukiman

(indikatornya adalah akses penduduk ke fasilitas sanitasi dasar yang berupa

jamban pribadi maupun jamban umum yang dilengkapi dengan prasarana

pengolahan, sekurang-kurangnya berupa cubluk).

2. Konservasi lingkungan keairan

(indikatornya adalah akses penduduk ke prasarana dan sarana pengolahan air

limbah yang berasal dari kakus dengan menggunakan teknologi pengomposan,

kolam-kolam oksidasi dll). Akses penduduk ke sasaran-2 ini yaitu akses ke cubluk,

tangki septik yang dilengkapi dengan bidang resapan, fasilitas IPLT dan small

bored sewer.

3. Peningkatan fungsi dan estetika kota

(indikatornya adalah akses penduduk ke prasarana dan sarana pegolahan air

limbah yang berasal dari kakus maupun non kakus dengan menggunakan

teknologi pengomposan, kolam-kolam oksidasi dll). Akses penduduk ke sasaran-3

yaitu akses penduduk ke sistem sewerage diperhitungkan sekitar.

4. Membudayakan pendayagunaan air limbah dengan cara daur ulang

(akses penduduk ke prasarana dan sarana daur ulang air limbah misalnya gas bio,

irigasi, budidaya air, pupuk dll). Akses ke sasaran-4 ini yaitu akses ke prasarana

II - 2
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

dan sarana daur ulang air limbah misalnya gas bio, irigasi, budidaya air, pupuk.

Tipikal sasaran perencanaan di atas akan disesuaikan dengan kondisi eksisting

Kabupaten Balangan, antara lain dengan kondisi ekonomi, kependudukan, sarana

dan prasarana transportasi, sosial budaya, dan lainnya yang terkait dengan

masalah sanitasi. Selain kondisi eksisting tersebut, pemilihan juga akan ditentukan

berdasarkan hasil perhitungan beban pencemaran untuk setiap Kabupaten/kota.

2.1.2 Sistem Pengelolaan Air Limbah

Limbah cair domestik adalah limbah dari kegiatan serta aktifitas hidup

masyarakat/permukiman (human waste) yang meliputi grey water dan black water,

dengan unsur yang paling dominan adalah unsur organik. Konsep dasar sistem

pengelolaan air limbah domestik adalah pengolahan limbah domestik yang dihasilkan

(black water dan grey water) sehingga diperoleh kualitas air limbah sesuai baku mutu

yang disyaratkan untuk dapat dibuang ke badan air penerima.

Tujuan dari penerapan sistem pengelolaan air limbah domestik secara terpusat

adalah menanggulangi pencemaran air tanah dan sungai akibat buangan air limbah

domestik dan pemulihan kualitas lingkungan (terutama badan air permukaan dan air

tanah) yang telah tercemar air limbah domestik. Beban organik yang berasal dari

permukiman (limbah cair domestik) memiliki potensi yang cukup besar bagi

pencemaran badan air permukaan (sungai), dimana beban organik di badan air

tersebut berbanding lurus dengan jumlah penduduk di sempadan sungai. Semakin

padat jumlah penduduk yang bermukim di wilayah sempadan, maka semakin besar

pula beban pencemaran limbah domestik yang masuk ke badan air penerima. Potensi

dari beban limbah domestik, dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1.

II - 3
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Misal beban organik/orang : 400mg/ I BOD, Q = 100 lI/org/hr

22,5 gr BOD
32 gr/80% dari cuci, 90% ke saluran/
Ke saluran sungai
mandi, dapur (grey water) sewerage

Dekomposisi 10%

± 27,5 – 30 gr BOD/hari
Sumber
masuk ke sungai
40gr BOD/kg/ hari

8 gr/20% dari WC
tangki septik, 5-7 gr BOD ke
(black water) efektifitas 15-40% tanah atau
saluran/sungai

Gambar 2.1 Potensi Pencemaran Air Limbah Domestik

Berdasarkan gambaran diatas dapat diketahui bahwa setiap orang telah

memberikan konstribusi (membuang) beban limbah domestiknya ke lingkungan

sebesar 36 gr BOD/hari. Dengan mengetahui jumlah penduduk di daerah sempadan

sungai, dapat diketahui jumlah beban limbah organik yang dibuang ke badan air setiap

harinya.

Berdasarkan standar baku mutu dari Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 112 Tahun 2003 tentang baku mutu air limbah domestik, batasan pada

beberapa parameter untuk air limbah domestik yang dapat dibuang ke badan air dapat

dilihat dalam Tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Baku Mutu Air Limbah Domestik

Parameter Satuan Baku Mutu

pH - 6–9
BOD Mg/l 100
TSS Mg/l 100
Minyak dan Lemak Mg/l 10
Sumber : Kep. Men. LH No. 112 tahun 2003

II - 4
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

A. Sistem Pengelolaan Air Limbah

Sistem pengelolaan air limbah dibedakan menjadi sistem setempat (on site) dan

sistem terpusat (off site), yang diuraikan dalam penjelasan di bawah ini. Adapun

perbandingan antara kedua sistem tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Perbandingan Sistem On Site dan Off Site

On Site System Off Site System


Kelebihan Kelebihan
 Menggunakan teknologi sederhana  Menyediakan sistem pengolahan air
limbah domestik yang terbaik
 Memerlukan biaya rendah  Sesuai untuk daerah dengan kepadatan
yang tinggi
 Masyarakat dan tiap–tiap keluarga  Pencemaran terhadap air tanah dan
dapat menyediakan sendiri badan air dapat dihindari
 Pengoperasian dan pemeliharaan  Memiliki masa guna lebih lama
dilakukan sendiri oleh tiap keluarga
 Manfaat dapat dirasakan secara  Dapat menampung semua limbah
langsung
Kelemahan Kelemahan
 Tidak dapat diterapkan pada setiap  Memerlukan biaya investasi, operasi
daerah, yaitu daerah dengan sifat dan pemelihataan yang tinggi
permeabilitas tanah tinggi, tingkat
kepadatan penduduk tinggi dan pada
lahan terbatas
 Fungsi terbatas hanya dari buangan  Menggunakan teknologi tinggi dan tidak
kotoran manusia dan tidak melayani air dapat dilakukan perseorangan
limbah kamar mandi dan air bekas
cucian
 Operasi dan pemeliharaan harus  Manfaat lingkungan dapat diperoleh
dibantu oleh pihak lain yang memiliki dalam jangka panjang
peralatan khusus misalnya mobil  Waktu yang lama dalam perencanaan
penyedot tinja. dan pelaksanaan
 Perlu pengelolaan, operasional dan
pemeliharaan yang baik
 Sistem Setempat (On Site)

Sistem on site dalam pengolahan air limbah domestik berfungsi sebagai sistem

pengolahan individu pada masing-masing penghasil/sumber limbah. Sistem on

site ini membutuhkan lahan yang cukup pada setiap sumber limbah (rumah)

untuk pembangunan tangki septik dan bidang resapan (sumur resapan).

Pengolahan on site pada umumnya hanya mengolah limbah tinja, sedangkan

limbah cair dari kamar mandi, dapur dan cuci langsung dibuang ke badan air

II - 5
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

penerima (drainase, sungai). Sistem pengolahan tinja dari permukiman dengan

menggunakan teknologi on site memiliki efesiensi pengolahan antara 20 – 40%

dan sisanya (efluen limbah cair) masuk ke lingkungan (meresap ke tanah atau

ke badan air). Penyempurnaan sistem pengolahan perlu dilakukan pada sistem

on site sehingga efluen dari sistem on site aman untuk dibuang ke lingkungan

atau badan air. Selain itu perlu dilakukan pengelolaan terhadap grey water yang

dihasilkan dari rumah tangga. Sistem pengelolaan setempat dapat diaplikasikan

pada kondisi daerah yang tidak adanya lahan untuk IPAL sebagai tempat

pengolahan dan pengembangan sistem layanan secara komunal dan terpusat.

Dalam sistem terpusat, sistem pengolahan setempat dapat berfungsi sebagai

unit pre treatment atau pengolahan pendahuluan (untuk tinja) sebelum dialirkan

ke IPAL guna mendapat pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan atau

badan air. Beberapa contoh pengolahan secara on site adalah cubluk, tangki

septik dengan sumur resapan, shallow sewer dengan tangki septik dan sumur

resapan serta imhoff tank, yang masing-masing akan dijelaskan dalam uraian

berikut.

a. Sistem Cubluk

Cubluk didefinisikan sebagai suatu lubang yang digali pada kedalaman

tertentu, berdinding yang berlubang-lubang yang dilengkapi dengan

lapisan kerikil digunakan untuk menampung tinja. Cubluk berfungsi

sebagai lubang penampungan sekaligus tempat peresapan. Gambar

cubluk dapat dilihat di Gambar 2.2.

II - 6
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.2. Contoh Cubluk

Dinding sumur resapan/cubluk dari pasangan bata atau buis beton yang

dibuat berongga (berlubang-lubang) yang akan menjadi jalan air limbah

menuju lapisan kerikil yang berfungsi sebagai penyaring (filter)

peresapan. Sistem ini hanya cocok untuk daerah dengan kondisi:

 Kepadatan penduduk > 150 orang/ha;

 Hanya cocok untuk model jamban keluarga;

 Sarana air bersih yang ada minimal 10 liter/orang/hari;

 SIfat tanah permeabel (daya resap tanah normal-tinggi);

 Kedalaman air tanah > 1,5 meter;

 Tersedia lahan (bila memungkinkan dibuat cubluk kembar).

Cubluk kembar adalah dua cubluk tunggal yang dioperasikan bersama

atau bergantian dengan tujuan untuk mempermudah pengoperasian dan

pemanfaatan isi cubluk misalnya untuk pupuk. Bagian yang penting dari

cubluk adalah:

 Dasar bangunan jamban;

 Bibir lubang cubluk;

 Lubang cubluk (dinyatakan dalam volume cubluk);

II - 7
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Dinding resapan (dinyatakan dalam luas bidang resapan).

Tabel 2.3. Persyaratan untuk perencanaan teknis cubluk

Persyaratan Ketentuan

 Jumlah Pemakai Melayani 1 KK maksimal 6 orang

 Pemakaian air 5 – 10 liter/orang/hari

 Daya resap tanah Permeabel (diatas 15 lt/m2/hari)

 Kedalaman muka air tanah Lebih dari 1,5 meter

 Periode pengurasan 2 – 3 tahun

 Produksi Lumpur 25 lt/orang/tahun

 Luas bidang resapan (kerikil) Minimal 3 – 7 m2

 Jarak sumur terdekat Minimal 10 meter

Sumber : Petunjuk Teknis Infrastruktur Sanitasi Tahun 2002, SNI 03-2398-2002

b. Sistem Tangki Septik dengan Resapan

Adalah sistem pengolahan air limbah secara on site dimana

penampungan dan pengolahan awal tinja dari jamban keluarga maupun

jamban umum berupa suatu bak yang kedap air terdiri dari satu ruangan

atau lebih. Tangki septik selalu dilengkapi dengan sarana pengolahan

effluen berupa bidang resapan atau anaerobic inflow filter. Contoh tangki

septik dengan resapan terdapat dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Contoh Tangki Septik dengan Resapan

II - 8
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Sistem ini hanya cocok untuk daerah dengan kondisi:

 Kepadatan penduduk < 150 orang/ha;

 Sarana air bersih tersedia;

 Sifat tanah permeable (daya resap tanah normal – tinggi);

 Kedalaman air tanah > 1,5 meter;

 Jika lahan terbatas biasanya dipilih sumur resapan;

 Jika lahan memungkinkan dapat dibuat parit resapan.

Tabel 2.4 Persyaratan untuk perencanaan teknis tangki septik

Persyaratan Ketentuan

 Jumlah Pemakai Melayani 1 KK max 6 orang

 Pemakaian air Min. 10 liter/orang/hari

 Daya resap tanah Permeabel (diatas 15 lt/m2/hari)

 Kedalaman muka air tanah Lebih dari 1,5 meter, bila kurang dari 1,5
meter menggunakan resapan yang
ditinggikan.

 Periode pengurasan 2 – 3 tahun

 Produksi Lumpur 25 lt/orang/tahun

 Luas bidang resapan (kerikil) Tergantung daya resap tanah dan jumlah
buangan tinja (jiwa). Sebaiknya tersedia mobil
lumpur tinja dalam jumlah tertentu yang
mampu melayani tangki septik yang ada di
wilayah tersebut maksimum 3 tahun sekali.
Kemudian dimasukkan ke Instalasi
Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dsb.
 Jarak sumur terdekat Minimal 10 m dari resapan penampungan
tinja.
Sumber : Petunjuk Teknis Infrastruktur Sanitasi Tahun 2002, SNI 03-2398-2002

c. Shallow Sewer dengan Tangki Septik Komunal dan Resapannya

Penggunaan saluran pembuangan (shallow sewer) menuju ke tangki

septik komunal dan sumur resapannya dengan kapasitas sesuai dengan

jumlah pemakai yang dilayani, yang umumnya dibangun pada daerah

II - 9
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

yang tersedia lahan untuk jaringan perpipaan dan toilet individual. Shallow

sewer umumnya dipakai bila jarak antar rumah relatif jauh sehingga

dibutuhkan suatu saluran yang menghubungkan beberapa toilet individual

ke tangki septik komunal dan sumur resapannya. Contoh shallow sewer

dan tangki septik komunal dengan resapannya terdapat dalam Gambar

2.4.

Sistem ini cocok untuk daerah dengan kondisi :

 Kepadatan penduduk > 150 orang/ha;

 Sarana air bersih yang ada minimal 40 liter/orang/hari;

 Tersedia lahan untuk pemasangan perpipaan dan tangki septik

komunal;

 Sifat tanah permeabel ataupun semi permeabel;

 Kedalaman air tanah > 1,5 meter;

 Masing-masing individu/rumah tidak dilengkapi dengan sarana tangki

septik secara mandiri.

Beberapa persyaratan teknis lainnya yaitu :

 Jumlah rumah yang dilayani maksimal 5 rumah;

 Kedalaman pipa effluent air limbah max 1 meter dari permukaan

tanah;

 Kemiringan pipa minimal 0,2%.

II - 10
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.4. Contoh Sarana Sanitasi Tangki Septik Bersama Dilengkapi


dengan Perpipaan Shallow Sewer

d. MCK Umum dengan Unit Pengolahan Tangki Septik Bersekat


(Anaerobic Baffle Reactor)

Selain dengan tangki septik komunal untuk wilayah permukiman yang

tidak mempunyai tangki septik secara mandiri, sarana sanitasi lain adalah

dengan sarana MCK umum yang dilengkapi dengan sarana IPAL berupa

Anaerobic Baffle Reactor (ABR) (Gambar 2.5.).

Sarana MCK umum yang dilengkapi IPAL ini cocok untuk penggunaan

bersama dengan cakupan pelayanan 5 – 10 KK Dengan sarana ini

masyarakat dapat memanfaatkan untuk kegiatan mandi, cuci dan buang

air besar (tinja) pada satu tempat secara bersama-sama. Untuk kapasitas

yang besar, hasil samping pengolahan air limbah yang berupa biogas

(gas methane) dapat dimanfaatkan untuk keperluan energi, misalnya

memasak dan penerangan. Sehingga masyarakat dapat merasakan

manfaat lain dari sarana sanitasi ini.

Gambar 2.5. Contoh MCK Komunal Beserta Pengolahan dengan ABR

 Sistem Terpusat (Off Site)

Sistem off site dalam pengolahan air limbah domestik berfungsi sebagai sistem

II - 11
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

pengolahan yang terpusat pada satu sistem pengolahan (IPAL), baik secara

komunal/cluster/intermediate/modular melayani beberapa rumah atau secara

skala perkotaan. Pemilihan sistem ini didasarkan pada upaya pengolahan

limbah cair secara menyeluruh dalam suatu kawasan, dimana dalam pemilihan

sistem ini tentunya peran pemerintah dan atau peran pihak ketiga (swasta)

mutlak diperlukan. Prasarana dan sarana sistem off site terdiri dari sistem

perpipaan air limbah (sewerage) dan IPAL, dimana pemilihan desain perpipaan

dan teknologi IPAL sangat tergantung pada kondisi lapangan yang ada.

Pemilihan alternatif sistem pengolahan air limbah domestik menggunakan

sistem off site dapat dilakukan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

 Aplikasi pada kondisi permukiman padat yang tidak memungkinkan

diterapkan sistem on site dan masih tersedianya lahan yang

memnugkinkan untuk dibuat sistem off site dalam suatu kawasan/cluster

dengan skala kecil.

 Sebagai unit main treatment dalam rangkaian unit sistem pengolahan

secara komunal dan terpusat bersamaan dengan pengolahan secara on-

site.

 Sebagai langkah pengembangan pengelolaan limbah secara menyeluruh

baik dari limbah permukiman dan atau dari non permukiman (komesil).

 Potensi kerjasama dengan swasta dan peningkatan pendapatan daerah.

Dalam pemilihan berbagai sarana sanitasi diatas (on site dan off site)

tentunya harus menyesuaikan kondisi daerah pelayanan setempat, dalam

satu wilayah pelayanan dapat diterapkan lebih dari satu jenis sarana sanitasi.

Selain itu seiring dengan perkembangan kota sehingga memerlukan

perbaikan sarana dan prasarana khususnya sarana sanitasi, maka diperlukan

perencanaan yang komprehensif dan efektif.

II - 12
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Untuk sarana sanitasi yang mempunyai jangkauan wilayah pelayanan yang

lebih luas, maka dapat menggunakan sarana sanitasi komunal dengan sarana

penyaluran air limbah secara terpusat (sistem sewerage), dimana sistem ini

merupakan sarana sanitasi dengan konsep off site system yang mempunyai

wilayah pelayanan yang lebih luas dari pada sarana sanitasi tangki septik

bersama, seperti dalam Gambar 2.6.

Sarana sanitasi secara off site ini tentunya memerlukan biaya investasi dan

operasional serta pemeliharaan yang cukup besar, sehingga diperlukan

perhitungan dan perencanaan yang cukup matang dalam pemilihan sistem ini.

Gambar 2.6. Ilustrasi Sarana Sanitasi Off Site Dilengkapi dengan Perpipaan Shallow
Sewer dan IPAL Terpusat

1) Sistem Pengumpulan Air Limbah

Sistem pengumpulan air limbah domestik dibedakan menjadi:

 Sistem Terpisah

Merupakan suatu sistem dimana dilakukan pemisahan dalam

pengumpulan dan penyaluran air limbah dan air hujan dimana air

limbah dan air hujan dialirkan ke dalam dua saluran yang berbeda.

II - 13
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Air hujan dapat disalurkan melalui saluran terbuka menuju ke badan

air penerima (sungai), sedangkan air limbah dapat disalurkan melalui

saluran tertutup menuju ke IPAL. Sistem ini banyak digunakan pada

daerah yang mempunyai frekuensi curah hujan tinggi. Kelebihan

sistem ini adalah:

 Unit pengolahan air limbah relatif kecil;

 Dimensi saluran tidak begitu besar.

Sedangkan kelemahan sistem ini adalah:

 Harus dibuat dua saluran yang berbeda, yaitu untuk air limbah

dan air hujan.

 Sistem Tercampur

Merupakan suatu sistem dimana air limbah dan air hujan

dikumpulkan dan disalurkan dalam satu saluran yang sama dan

harus merupakan saluran tertutup (Sugiharto, 1987). Sistem ini

dapat diterapkan pada daerah yang padat dan sangat terbatas untuk

membangun saluran air buangan yang terpisah dengan saluran air

hujan, debit masing–masing air buangan relatif kecil sehingga dapat

disatukan, memiliki kuantitas air buangan dan air hujan yang tidak

jauh berbeda serta memiliki fluktuasi curah hujan yang relatif kecil

dari tahun ke tahun. Sistem ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a). Sistem Langsung

Merupakan sistem jaringan penyaluran air limbah dimana air

hujan dan air limbah langsung dijadikan satu baik pada musim

kemarau atau musim hujan (Gambar 2.7.).

Kelebihan sistem ini adalah:

II - 14
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Hanya memerlukan satu saluran penyaluran air limbah,

sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih

ekonomis;

 Terjadi pengenceran konsentrasi air limbah oleh air hujan

sehingga dapat mengurangi konsentrasi pencemar air

buangan dan mempermudah proses pengolahan pada IPAL.

Kelemahan sistem ini adalah:

 Diperlukan perhitungan debit air hujan dan air buangan yang

cermat.

 Memerlukan unit pengolahan air limbah yang relatif besar,

karena terjadi penggabungan air limbah dengan air hujan,

sehingga diperlukan luas lahan yang cukup luas untuk

menempatkan instalasi pengolahan;

 Karena salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol

(dimensi pipa) yang berdiameter besar.

Gambar 2.7. Konsep Sistem Tercampur


Langsung
b). Sistem Kombinasi/Interceptor

Merupakan suatu sistem dimana penggabungan antara air limbah

dengan air hujan hanya dilakukan pada saat musim kemarau

II - 15
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

saja, sedangkan pada musim hujan penyaluran melalui sistem

intersep, yaitu dipisahkan dengan bangunan regulator

(Hardjosuprapto, 2000). Air buangan dimasukkan ke saluran pipa

induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan

air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima. Pada musim

kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan

tidak akan mencemari badan air penerima. Sistem kombinasi ini

cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak

dimanfaatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di darah yang

untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan

saluran secara konvensional, karena itu pada tahap awal dapat

dibangun saluran pipa induk yang untuk sementara dapat

dimanfaatkan sebagai saluran air hujan (Gambar 2.8).

Kelebihan sistem ini adalah:

 Beban instalasi pengolahan tidak terlalu besar;

 Air hujan difungsikan sebagai air penggelontor bagi air

limbah pada saat awal musim hujan.

Kelemahan sistem ini adalah:

 Memerlukan kontruksi yang lebih rumit.

Gambar 2.8. Konsep Sistem Tercampur Kombinasi/Interceptor


II - 16
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

2) Sistem Penyaluran (Pengaliran) Air Limbah

Sistem pengaliran air limbah dengan sistem off site baik dengan sistem

saluran terbuka maupun saluran tertutup, berdasarkan sistem

pengumpulan air limbahnya dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu

sistem pengaliran secara tercampur (dengan air hujan) dan sistem

terpisah. Pada sistem pembuangan air secara tercampur, air hujan yang

jatuh dari atap-atap rumah disalurkan ke dalam drainase rumah,

sedangkan air dari halaman rumah dialirkan ke dalam saluran pembuang

rumah. Sedangkan pada sistem pembuangan terpisah, air hujan dari atap

rumah dan halaman disalurkan melalui saluran drainase tersendiri dan

dibuang ke dalam saluran di tepi jalan atau langsung ke saluran

pembuang air hujan. Kesalahan di dalam menghubungkan saluran

pembuang air limbah dengan saluran pembuang air hujan akan

menyebabkan tercampurnya air hujan ke dalam saluran air limbah atau

sebaliknya masuknya air limbah ke dalam saluran air hujan.

Teknologi penyaluran air limbah dibedakan menjadi dua berdasarkan tipe

salurannya, yaitu:

 Full Sewerage/Conventional Sewerage

Merupakan suatu sistem dimana air limbah dialirkan tanpa proses

pengendapan. Saluran ini biasa digunakan pada pemakaian air yang

besar dan tidak menimbulkan resiko bagi kesehatan dan saluran ini

memerlukan pemeliharaan yang rumit. Sistem pengelolaan air

limbah dengan perpipaan conventional digunakan untuk

menampung dan mengalirkan air limbah ke pengolahan limbah

terpadu (Gambar 2.9.). Sistem ini diperuntukkan untuk daerah

dengan kriteria sebagai berikut :

II - 17
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Dianjurkan untuk daerah industri karena berhubungan dengan

kemampuan membayar retribusi,

 Ketersediaan air bersih untuk penggelontor bukan menjadi faktor

yang menentukan,

 Tingkat kepadatan penduduk > 300 jiwa/ha,

 Angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2x10 -3 l/m2/det atau

terlalu rendah < 2,7x10-4 l/m2/det,

 Kemiringan tanah > 2 %,

 Muka air tanah kurang dari 2 m dan telah tercemar,

Ketentuan teknis pada sistem Conventional Sewerage:

 Dilengkapi dengan manhole

 Aliran maksimum = 2-3 x aliran rata-rata

 Ø pipa minimum 150 mm

 Kecepatan minimum 0,75 m/det

 Faktor gesekan pipa, Ks pipa PVC = 0,03, pipa beton = 0,15

 Kemiringan > 2%

Kelebihan pada sistem Conventional Sewerage::

 Dapat diterapkan baik untuk bangunan yang telah memiliki tangki

septik maupun yang belum

 Sangat efektif

Kelemahan pada sistem Conventional Sewerage:

 Biaya yang diperlukan sangat mahal

 Perlu mempersiapkan superstruktur dan infrastruktur yang

kompleks

II - 18
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.9. Konsep Conventional Sewerage

 Small Bore Sewer (SBS)

Merupakan suatu sistem dimana air limbah dialirkan melalui proses

pengendapan terlebih dahulu. Sistem ini merupakan alternatif yang

lebih murah karena jumlah manhole yang diperlukan lebih sedikit

dan diameter pipa lebih kecil (Gambar 2.10.). Small Bore Sewer

menerima limbah cair yang bebas benda padat (dari septic tank atau

pengendap awal). Sistem ini tidak tergantung pada banyaknya air

untuk pembilas, sehingga kemiringan dapat lebih diperkecil dan pipa

tidak perlu ditanam lebih dalam karena kecepatan penggerusan tidak

perlu dipertimbangan dalam pengaliran air limbah yang sudah tidak

mengandung solid.

Sistem ini diperuntukkan untuk daerah dengan kriteria sebagai

berikut:

 Disarankan untuk daerah yang tertata permanen dan teratur,

 Ketersediaan air bersih untuk penggelontor bukan menjadi faktor

yang menentukan,

 Tingkat kepadatan penduduk > 500 jiwa/ha,

II - 19
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2x10-3 liter/m2/det

atau terlalu rendah < 2,7x10-4 liter/m2/det,

 Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah,

 Keharusan adanya bangunan tangki septic tank atau pengendap

awal, karena sistem ini sebagai jaringan pipa air limbah yang

menerima air limbah cairnya saja (bukan padatannya),

 Muka air tanah disarankan > 2 m.

Ketentuan teknis sistem SBS adalah sebagai berikut:

 Aliran maksimum = 1 x aliran rata-rata

 Ø pipa minimum 100 mm

 Kecepatan minimum tak terbatas

 Faktor gesekan pipa, Ks pipa PVC = 0,03, pipa beton = 0,15

 Kemiringan > 2%

Kelebihan sistem SBS adalah sebagai berikut:

 Relatif lebih murah;

 Adanya reduksi beban organik dalam tangki septik, akan

mengurangi beban pengolahan limbah.

Kelemahan sistem SBS adalah sebagai berikut:

 Cakupan pelayanan sangat terbatas.

Gambar 2.10. Konsep Small Bore Sewer

II - 20
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Shallow Sewer (SS)

Shallow Sewer merupakan perpipaan kecil yang terpisah dan

dipasang secara dangkal dengan kemiringan yang lebih landai

dibandingkan perpipaan konvensional dan bergantung pada

pembilasan air limbah untuk mengangkut benda padat (Gambar

2.11.). Prinsip Shallow Sewer adalah:

1. Mengalirkan air limbah saja atau campuran antara air dan

padatan

2. Merupakan sistem pengaliran air limbah dengan menggunakan

saluran air limbah berdiameter kecil Ø 100-200 mm, dimana air

dialirkan melalui jaringan pipa

3. Jaringan saluran terdiri dari:

 Pipa persil

 Pipa servis

 Pipa lateral

 Pengolahan limbah

4. Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah

5. Bahan pipa dapat dibuat dari bahan tanah liat, PVC, dan lain-lain

6. Cocok digunakan untuk daerah kecil

7. Pemilihan lokasi pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4%

Ketentuan teknis perpipaan shallow sewer:

 Aliran maksimum = 3 x aliran rata-rata

 Ø Pipa minimum 100 mm

 Kecepatan minimum 0,5 m/det

 Faktor gesekan pipa = 0,06

 Kemiringan > 2%

II - 21
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Kelebihan perpipaan shallow sewer:

 Biaya murah, karena penggunaan pipa dibatasi pada diameter

kecil (Ø 100-200 mm)

 Sistem penyaluran relatif kecil dibandingkan dengan Sistem

Conventional Sewerage

Kelemahan perpipaan shallow sewer:

 Cakupan pelayanan sangat terbatas, sehingga tidak dapat

dikembangkan untuk wilayah kota

 Biaya mahal dan tidak efektif

 Tidak adanya reduksi beban organik

Tidak Teratur
Teratur

Gambar 2.11. Konsep Shallow Sewer Pada Pola Permukiman

Saluran air limbah dapat direncanakan dengan aliran penuh atau tidak

penuh, namun jarang dilakukan perencanaan perpipaan air limbah pada

aliran penuh. Persamaan Manning dapat digunakan untuk menghitung

ukuran pipa yang diperlukan. Kecepatan dalam saluran dipilih dengan

tujuan menjaga padatan dalam air limbah. Dimensi saluran air limbah

harus direncanakan untuk mencapai kecepatan minimum 0,6 m/det.

Kemiringan dapat dihitung dengan memberikan kecepatan 0,6 m/det

II - 22
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

dalam keadaan saluran penuh, mulai dari saluran yang biasanya tidak

penuh dimana radius hidroliknya tentu saja berbeda dari keadaan saluran

penuh, kecepatan aktual akan berbeda dari 0,6 m/det, umumnya akan

lebih kecil.Kapasitas aliran penuh dari pipa bulat dapat dihitung langsung

dari persamaan Manning, Nomogram berikut dapat digunakan untuk

perhitungan dimensi pipa (Gambar 2.12. dan Gambar 2.13.).

Gambar 2.12. Diagram Manning

II - 23
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.13. Diagram Hazen Williams

II - 24
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Dalam perencanaan penyaluran air limbah, terdapat beberapa hal

penting yang harus dipertimbangkan, yaitu kapasitas pengaliran,

kecepatan aliran, kekasaran pipa, kedalaman aliran dalam saluran,

kemiringan saluran yang dikontrol melalui kontrol timbulnya H2S dan

kontrol terhadap endapan.

a. Kapasitas Pengaliran

Dalam menentukan besarnya kapasitas pengaliran atau debit air

limbah pada suatu daerah, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan:

 Sumber atau asal air buangan;

 Besarnya pemakaian kebutuhan air bersih;

 Besarnya curah hujan, faktor pengaliran;

Dalam perencanaan saluran atau pipa penyaluran, besarnya debit

yang diperhitungkan adalah debit air limbah pada kondisi puncak

dan kondisi minimum. Besarnya kapasitas atau debit dan fluktuasi

kondisi minimum akan menentukan pemilihan jenis dan tipe saluran.

b. Kecepatan Aliran

Pipa penyaluran air limbah direncanakan dengan prinsip:

 Mempunyai kapasitas yang cukup tapi tidak terlalu besar untuk

menyalurkan aliran air limbah;

 Dimensi pipa arus dapat menghasilkan kecepatan yang

menyalurkan zat padat yang dapat mengendap (self cleansing)

baik saat puncak ataupun minimum;

Kecepatan aliran yang self cleansing untuk pipa berdiameter kecil

sampai sedang berkisar pada 2 1/2 fps (feet per second) pada kondisi

“half-full”, dan ketika pipa berisi 1/4 atau 1/5 dari total kapasitas,

II - 25
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

kecepatannya 2 fps. Secara teoritis, kecepatan aliran maksimum

terjadi bila berisi 0,81 dari kedalaman pipa, sedangkan debit

maksimum terjadi 0,94 kedalaman pipa.

Kecepatan yang terlalu besar/tinggi pada penyaluran air limbah

dihindari karena:

 Kecepatan aliran tinggi menyebabkan scouring

 Bila kemiringan saluran curam/tinggi dan hanya sedikit aliran

yang ada, maka kedalaman aliran menjadi sangat rendah

sehingga tidak bisa menyalurkan padatan yang besar.

Umumnya kecepatan maksimum yang diinginkan tidak lebih dari 8-

10 fps. Beberapa perencana menggunakan batas kecepatan

sebesar 6 fps, dan adapula yang menyatakan maksimum adalah 15

fps. Kecepatan minimum yang diperbolehkan sekitar 2 fps (0,6

m/sec) atau 2,5 fps (0,75 m/sec). Nilai slope untuk kecepatan 2 fps

ditampilkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Slope untuk Full-Pipe dengan kecepatan 2 fps (0,6 m/det)

Diameter Pipa Slope (per 1000)


(in.) (cm) n = 0,013 n = 0,014 n = 0,015
6 15 4,9 5,7 6,5
8 20 3,3 3,9 4,5
10 25 2,4 2,9 3,3
12 30 1,9 2,3 2,6
15 38 1,4 1,7 1,9
18 45 1,13 1,32 1,51
21 53 0,92 1,07 1,23
24 60 0,77 0,90 1,03
Catatan: Untuk kecepatan 2,5 fps slope pada tabel dikalikan 1,56

c. Kekasaran Pipa
Kecepatan aliran dalam pipa dipengaruhi oleh kekasaran pipa yang

dipergunakan. Nilai kekasaran pipa untuk beberapa material pipa

II - 26
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

tergantung juga dari pekerjaan pemasangan pipa, sehingga

pekerjaan bisa dinyatakan sebagai kondisi pemasangan buruk,

sedang, ataupun baik.

d. Kedalaman Aliran dalam Saluran

Kedalaman aliran mempengaruhi kelancaran aliran untuk pipa air

limbah yang mengandung padatan besar, ditetapkan batasan

kedalaman berenang minimum. Kedalaman minimum diharapkan

masih sama dengan kedalaman berenang, yaitu :

Dmin = db = 5 cm (untuk pipa halus) – 7,5 cm (untuk pipa kasar)

Bila pada debit minimum kedalaman berenang tidak dapat dicapai,

maka saluran memerlukan penggelontoran. Kedalaman aliran

ditentukan dari ukuran dimensi perpipaan. Pada awal penyaluran,

diperhitungkan kedalaman aliran sebesar 60% dari diameter saluran.

Sedangkan untuk debit puncak, kedalaman aliran tidak boleh lebih

dari 80% dari diameter pipa. Apabila kedalaman aliran sudah

mencapai 80% dari diameter pipa, maka pipa harus diperbesar

diameternya sehingga dihitung sebagai awal pengaliran dimana

kedalaman aliran adalah 60% dari diameter pipa. Diagram pada

Gambar 2.14. menunjukkan perbandingan antara elemen hidrolik

saluran dengan kedalaman.

II - 27
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.14. Kurva Elemen Hidrolik untuk Saluran Lingkaran

e. Kemiringan Saluran

Kemiringan saluran digunakan atau ditetapkan berdasarkan kontrol

terhadap adanya endapan atau kontrol H2S. Kemiringan saluran

diambil yang lebih besar. Kedua kontrol dilakukan untuk menghindari

timbulnya lendir akibat bakteri sulfur karena adanya gas sulfur

(kontrol sulfida) dan untuk menghindari endapan-endapan yang

memerlukan gaya geser yang tidak merusak saluran (kontrol-kontrol

ditujukan untuk mendapatkan kecepatan self cleansing).

Sistem penyaluran dengan menggunakan jaringan perpipaan, teknik

pengaliran air limbahnya dapat menggunakan sistem gravitasi,

pemompaan atau kombinasi keduanya, dimana pemilihan alternatif

teknik pengaliran tersebut dipengaruhi oleh kondisi eksisting daerah

perencanaan. Dari segi operasional, teknik pengaliran secara

gravitasi memerlukan biaya yang kecil. Bangunan-bangunan

II - 28
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

pelengkap umumnya digunakan dalam sistem penyaluran air limbah

untuk melancarkan pengaliran dalam saluran dan pemeriksaan

saluran.

3) Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik

Pemilihan teknologi pengolahan limbah cair sangat tergantung pada

kondisi limbah cair yang akan diolah. Karakteristik dan aspek hidrolis dari

limbah cair merupakan variabel yang sangat menentukan dalam

pemilihan suatu teknologi pengolahan limbah cair. Karakteristik limbah

domestik mempunyai unsur dominan yaitu zat organik yang dapat dan

mudah terurai secara biologis (biodegradable). Limbah dari toilet/WC

(black water) mempunyai beban organik yang lebih besar dari pada

limbah dari cuci, mandi dan dapur (grey water). Untuk itu pemilihan

sistem teknologi pengolahan black water dan grey water yang akan

diterapkan adalah sistem pengolahan secara biologis.

Pengolahan biologis merupakan pengolahan limbah cair dengan

memanfaatkan metabolisme mikroorganisme (bakteri, fungi, protozoa,

alga) untuk menguraikan kandungan organik dalam limbah. Untuk suatu

jenis limbah tertentu terdapat jenis dan macam mikroorganisme hidup

spesifik, hal ini berhubungan dengan makanan yang terdapat dan

tersedia di dalam air limbah maupun kondisi lingkungannya. Dalam hal ini

limbah sebagai merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme

tersebut. Proses dalam pengolahan biologis dibagi dalam dua klasifikasi

penting, yaitu proses aerobik dan anaerobik, dimana perbedaan

mendasar dari keduanya terletak pada kebutuhan oksigen yang

dibutuhkan dalam proses pengolahanya.

II - 29
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Beberapa kriteria desain yang dipakai dalam pemilihan teknologi

pengolahan limbah cair domestik adalah sebagai berikut :

 Minimal dalam penggunaan sarana mekanikal elektrikal kecuali untuk

sistem pemompaan limbah khusus pada lokasi yang tidak

memungkinkan untuk diterapkan sistem gravitasi. Sehingga

pengolahan dengan proses anaerobik tidak menggunakan peralatan

aerator;

 Mudah dalam operasional dan dapat dioperasikan oleh masyarakat

luas termasuk yang berpendidikan rendah;

 Sustainable, economicable, tidak spesifik, bukan produk paten dari

seseorang atau lembaga lain, serta dapat dikembangkan sebagai

sarana pengolahan limbah cair secara luas.

Masing-masing metode pengolahan mempunyai kelebihan dan

kelemahan yang spesifik. Pemilihan kedua jenis pengolahan diatas

sangat dipengaruhi beberapa pertimbangan di lapangan antara lain dari

segi teknologinya, ketersediaan lahan, aspek pemeliharaan dan ketepat-

gunaan (sesuai/cocok dan dapat dioperasikan/dipelihara oleh pengguna).

 Pengolahan Aerobik

Pengolahan biologis secara aerobik mutlak membutuhkan oksigen

dalam prosesnya, sehingga bakteri yang bekerja disebut bakteri

aerob. Guna menambah kandungan oksigen yang terdapat di dalam

pengolahan air limbah, maka dilakukan proses penambahan oksigen

yang disebut aerasi dengan menggunakan peralatan/ aerator.

Jumlah pemakaian aerator disesuaikan dengan keadaan beban

pencemar air limbah yang masuk kedalam pengolahan air limbah.

Hal ini berkaitan dengan jumlah oksigen yang harus dimasukkan

II - 30
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

untuk proses pengolahan. Sistem pengolahan aerobik ini paling

sering dan berhasil digunakan untuk pengolahan air limbah terutama

di kawasan dengan iklim tropis. Kelebihan dari sistem pengolahan

aerobik ini antara lain:

 Tidak membutuhkan lahan yang luas dibanding anaerobik untuk

debit limbah yang sama, karena waktu tinggal yang dibutuhkan

untuk mengolah relatif lebih cepat ( 6 – 24 jam);

 Mampu untuk menerima fluktuasi beban organik meskipun tidak

terlalu besar (fluktuasi beban yang mampu diterima terbatas);

 Pemecahan masalah dalam pengoperasiannya lebih mudah

dibanding dengan sistem anaerobik;

 Tingkat efisiensi pengolahan cukup tinggi untuk limbah organik

dengan konsentrasi kecil sampai medium;

 Tidak menimbulkan bau jika dalam prosesnya berjalan dengan

baik

Kelemahan dari sistem pengolahan aerobik antara lain:

 Membutuhkan energi relatif lebih besar karena adanya

penambahan oksigen dengan proses aerasi;

 Pada pengolahan aerobik konvensional menghasilkan lumpur

yang cukup besar dari proses pengolahannya, karena fase

pertumbuhan biomass cukup besar;

 Pada jenis pengolahan limbah aerobik konvensional

membutuhkan pengolahn lumpur, karena lumpur yang dihasilkan

relatif tidak stabil;

 Membutuhkan bangunan tambahan untuk memisahkan lumpur

dengan air hasil olahan sebelum dibuang;

II - 31
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Lebih tidak tahan terhadap shock loading yang terlalu besar.

Beberapa contoh jenis sistem pengolahan aerobik ini adalah:

 Activated Sludge

 Extended Aeration

 Oxidation Ditch

 Trickling Filter

 Rotating Biological Contactor (RBC)

 Aerobic Pond

 Wetland dan sebagainya.

Gambar 2.15. Activated Sludge

Gambar 2.16.
Extended Aeration

Keterangan gambar :

1. Precast Condrete Tank


2. Inlet
3. Pre-treatment Chamber
4. Aeration Chamber
5. Singulair Aerator
6. Clarification Chamber
7. Bio-Kinetic System
8. Outlet

II - 32
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.17. Oxidation Ditch

Gambar 2.18. Trickling Filter

II - 33
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.19. Rotating Biological Contactor

Gambar 2.20. Aerobic Pond

II - 34
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.21. Wetland

 Pengolahan Anaerobik

Pengolahan biologis anaerobik merupakan pengolahan limbah yang

dalam prosesnya mutlak tidak membutuhkan keberadaan oksigen

sebagai syarat dapat hidupnya bakteri, sehingga bakteri yang

bekerja disebut bakteri anaerob. Kelebihan dari sistem pengolahan

anaerobik ini antara lain :

 Lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan relatif sedikit

dan lumpur yang dihasilkan relatif stabil dibanding dengan

pengolahan aerobik konvensional, sehingga tidak membutuhkan

pengolahan lumpur lagi misalnya seperti sludge digester.

 Dapat dihasilkan energi berupa gas metana, namun akan

berfungsi efektif jika debit limbah cukup besar dan kandungan

organik cukup tinggi.

 Tahan terhadap fluktuasi beban limbah yang besar, sebab debit

aliran yang masuk relatif kecil dibanding dengan dimensi

bangunan, yang disebabkan waktu tinggal yang lama. Sehingga

proses anaerobik ini cocok sebagai pengolahan biologis awal

untuk limbah dengan kandungan organik cukup tinggi sebelum

II - 35
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

diolah dalam pengolahan aerobik, yaitu dengan memanfaatkan

proses penyerdehanaan rantai organik yang terjadi di proses

anaerobik.

 Pada beberapa pengolahan dengan beban yang tidak terlalu

besar dapat di desain dengan konsep free maintenance dan low

energy cost

Sedangkan kelemahan dari sistem pengolahan anaerobik ini antara

lain:

 Membutuhkan waktu tinggal yang lama untuk dapat menguraikan

limbah yang masuk, karena adanya tiga fase pengolahan yaitu

hidrolisis, asidifikasi dan methanogenesis, untuk sistem

pengolahan anaerobik konvensional waktu tinggal yang

dibutuhkan antara 30 sampai 60 hari, sedangkan untuk sistem

anaerobik yang high rate ± 15 hari. Namun saat ini telah banyak

dikembangkan sistem pengolahan anaerobik dengan

meminimalkan waktu tinggal sehingga dimensi tidak terlalu

besar. (Tchobanoglous, 1995)

 Perlu menjaga agar dalam reaktor tidak ada oksigen terlarut dan

pH harus dalam range 6.6 -7.6, serta alkalinitas yang cukup agar

pH tidak turun drastis setelah proses asifikasi, sebab dalam

sistem ini bekerja dua bakteri yang saling berlawanan, dimana

salah satu bakteri menghasilkan asam (asidifikasi) sedangkan

bakteri methanogenesis membutuhkan pH netral untuk dapat

hidup.

II - 36
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Perlu mengkondisikan dan menjaga suhu reaktor pada kondisi

minimal suhu mesophilic (300C – 380C) agar bakteri dapat

bekerja dengan baik.

Beberapa contoh jenis sistem pengolahan anaerobik ini adalah:

 Anaerobic Contact Process

 Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB)

 Anaerobic Baffle Reactor (ABR) dan sebagainya

 Septic Tank

Gambar 2.22. Anaerobic Contact Proses

Gambar 2.23. Upflow Anaerobic Sludge Blanket

II - 37
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.24. Anaerobic Baffle Reactor

Gambar 2.25. Septic Tank

4) Pengolahan Limbah Tinja


Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah seperangkat bangunan

yang digunakan untuk mengolah lumpur tinja yang berasal dari suatu

bangunan pengolah air limbah rumah tangga individual maupun komunal

yang diangkut dengan mobil tinja. IPLT merupakan sarana sanitasi

perkotaan yang menjadi kesatuan sistem pengelolaan air limbah

domestik perkotaan khususnya dalam pengelolaan limbah secara on site.

Limbah tinja (black water) yang dihasilkan oleh aktifitas masyarakat harus

II - 38
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

dibuang ke tangki septik yang pada waktu tertentu lumpur tinja tersebut

mengalami dekomposisi dan terakumulasi di tangki septik, sehingga perlu

pengurasan/pengambilan. Lumpur tinja dari tangki septik tersebut

sebelum dibuang ke lingkungan perlu dilakukan pengolahan dalam IPLT

mengingat kadar air dalam lumpur tersebut masih cukup tinggi dan

mempunyai kadar polutan organik yang tinggi. Pembangunan IPLT harus

memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:

 Tersedia lahan untuk IPLT;

 Harus merupakan daerah yang bebas banjir dan gempa;

 Harus merupakan daerah yang bebas longsor, dan bukan patahan;

 Jarak kolam terhadap daerah permukiman terdekat tidak boleh

kurang dari 500 m;

 Mempunyai sarana jalan penghubung dari dan ke lokasi IPLT

tersebut;

 Terletak pada daerah yang relatif dekat dengan bahan penerima air;

 Terletak pada lahan terbuka dengan intesitas penyinaran matahari

yang cukup;

 Terletak pada lahan yang tidak produktif;

 Terletak pada daerah yang tanahnya kedap air;

 Surat rekomendasi penggunaan lahan dari instansi yang berwenang;

 Tersedia sarana parkir dan tempat pencucian mobil tinja;

 Perlu dilakukan pemagaran sekeliling lokasi.

Sedangkan ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam

merencanakan dan membangun sarana IPLT adalah sebagai berikut:

 Izin lokasi IPLT dari instansi yang berwenang;

II - 39
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 AMDAL atau UKL-UPL harus dilakukan sebelum atau bersamaan

dengan perencanaan IPLT Sistem Kolam;

 IPLT hanya didesain untuk mengolah lumpur tinja.

Beberapa macam bangunan pada Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja

diantaranya :

 Imhoff Tank

Tangki imhoff adalah unit pengolah primer yang dipakai pada sistem

kolam. Di dalam tangki imhoff terjadi proses pengendapan dan

pencernaan secara anaerobic, melalui zona sedimentasi, zona

netral, dan zona lumpur. Tangki itu terdiri dari dua ruangan dimana

sedimentasi limbah dan pencernaan endapan lumpur dilaksanakan

pada ruangan yang terpisah. Kedua ruangan dibangun demikian

sehingga gas yang naik dan partikel-partikel lumpur yang terangkat

tidak dapat lepas dari penampung lumpur ke dalam ruangan

pengendap. Gas dibuang melalui saluran udara yang terpisah.

Tangki imhoff dalam beberapa cara sangat menguntungkan bagi

kota-kota yang lebih kecil. Perkembangan biologis yang terjadi

adalah lebih baik di dalam tangki-tangki imhoff dari pada dalam

tangki-tangki septik. Lumpur biasanya dicernakan dengan baik dan

dapat dengan mudah dikeringkan. Prinsip kerja dan proses yang

terjadi pada imhoff tank mirip dengan yang terjadi pada septic tank,

ialah pengendapan dan dilanjutkan dengan stabilisasi lewat proses

anaerobik. Pada intinya imhoff tank dikembangkan untuk

menanggulangi berbagai masalah yang timbul pada septic tank.

Misalnya effluen dari septic tank masih bau karena kemungkinan

terjadinya kontak antara limbah yang baru masuk dengan lumpur

II - 40
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

(sludge). Namun, kelemahan dari imhoff tank adalah konstruksinya

yang lebih rumit, sehingga untuk konstruksi yang kecil (kurang dari 4

m3 per hari) tidak dimungkinkan karena ruang pemisah akan menjadi

kecil dan sulit untuk dilakukan pembersihan. Seperti pada septic

tank, didalam imhoff tank akan terjadi lapisan sludge/lumpur di

bagian bawah, scum di bagian atas dan supernatant. Efisiensinya

berkisar antara 25% – 50% COD removal, seperti efisiensi pada

tangki septik.

Kriteria operasional tangki imhoff :

1. Zona sedimentasi:

 Kecepatan aliran horizontal < 1 cm/det.

 Beban permukaan < 30 m3 (m2.hari).

 Waktu detensi > 1,5 jam.

 Efisiensi pemisahan TSS = 40 – 60%; BOD = 30 – 40%.

2. pH = 7 – 8.

3. Zona netral = 0,5 m.

4. Slot tidak boleh tersumbat.

5. Permukaan zona sedimentasi harus bersih dari buih dan kotoran

mengambang.

6. Lumpur matang mempunyai karakteristik :

 Kadar air 92 –88%.

 Asam volatil < 2000 mg/L.

 Berwarna hitam, berbau ter, kental dan mudah meresap.

7. Laju endapan lumpur = 0,06 l/orang/hari dengan waktu detensi 1

bulan.

II - 41
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

8. Setiap pembuangan lumpur matang, pipa pembersihan dan

distributor harus digelontor/dibersihkan.

Gambar imhoff tank dan outletnya terdapat dalam Gambar 2.26. dan

Gambar 2.27. serta Gambar 2.28.

Gambar 2.26. Tangki Imhoff

Gambar 2.27. Outlet Tangki Imhoff

II - 42
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Gambar 2.28. Bagian Dalam Tangki Imhoff

 Kolam Anaerob

Kolam anaerob didesain untuk berlangsungnya proses pengolahan

air limbah tanpa oksigen dengan memanfaatkan bakteri anaerob.

Ada dua proses pada kolam anaerob ini, yaitu proses fisika berupa

sedimentasi padatan di dalam air limbah menjadi sludge dan proses

biokimia, yakni degradasi anaerobik oleh bakteri terhadap zat

organik di dalam lumpur kemudian melepaskan gas dan produk

terlarut untuk diolah lebih lanjut di kolam berikutnya. Umumnya,

proses biokimia di kolam berkedalaman 2,5 - 5 m ini berlangsung

dua tahap. Tahap pertama, polutan organik kompleks bermolekul

besar (makromolekul) diuraikan menjadi molekul kecil yang diawali

oleh proses hidrolisis, asidogenesis dan selanjutnya diubah menjadi

asam asetat (asetogenesis). Pada tahap satu tersebut belum terjadi

reduksi BOD dan COD sehingga bisa dikatakan efisiensinya nol.

Efisiensi kolam dapat dideteksi pada tahap dua setelah bakteri

metanogenik berhasil mengubah asam asetat dan asam-asam rantai

II - 43
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

pendek lainnya menjadi gas metana dan karbondioksida. Perubahan

polutan organik menjadi gas CH4 dan CO2 inilah yang dijadikan

indikator dalam efisiensi pengolahannya. Gambar kolam anaerob

terdapat pada Gambar 2.29.

Kriteria opersional kolam stabilisasi anaerob :

 Permukaan harus tertutup buih.

 Beban BOD volumetrik (60 – 100) g BOD / (m3.Hari).

 Efisiensi pemisahan BOD > 50 %.

 pH influen = 8 – 9

 Lumpur harus dikuras secara berkala dengan pompa .

Gambar 2.29. Kolam Anaerob

 Kolam Fakultatif

Kolam fakultatif, yaitu jenis kolam yang menerima air limbah dengan

kekuatan medium atau kecepatan pembebanan organiknya (KPO)

lebih kecil daripada KPO yang diterapkan di kolam anaerobik. Kolam

(waste water lagoon) ini adalah yang paling umum diterapkan.

II - 44
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Kedalaman airnya antara 1,2 - 2,5 m dan terbagi atas dua lapisan,

yaitu lapisan anaerobik di bagian bawah dan lapisan aerobik di

bagian atas. Di antara kedua lapisan tersebut ada lapisan fakultatif.

Kebutuhan waktu untuk pengolahan air limbah berada dalam

rentang 5 - 30 hari. Di kolam ini, zat organik yang mengendap diolah

oleh bakteri anaerob yang alur prosesnya sama dengan kejadian di

kolam anaerob tersebut. Hasilnya berupa zat organik terlarut dan

gas metana, karbondioksida, hidrogen sulfida, ammonia, dll.

Sebaliknya di lapisan atas terjadi proses aerob yang memanfaatkan

oksigen. Di unit fakultatif inilah terjadi proses utama penyisihan zat

organik dengan kehadiran simbiosis mutualisme antara bakteri

heterotrof dan algae. Bakteri heterotrof ini serupa dengan bakteri di

dalam unit activated sludge atau trickling filter yang bertugas

mengolah pencemar organik di dalam zona aerobik menjadi produk

akhir oksidasi. Oksigen di lapisan aerobik dipasok dari atmosfer

dengan mekanisme reaerasi dan hasil fotosintesis alga dengan

bantuan energi matahari. Alga kemudian menggunakan nutrisi dan

karbondioksida yang dihasilkan bakteri aerob dan anerob untuk

fotosintesis. Lewat kerjasama saling menguntungkan inilah air

limbah dapat diolah dengan optimal. Bergantung pada

temperaturnya, BOD yang dapat direduksi dalam kolam fakultatif

antara 30 – 40 mg/l. Penyisihan zat organik volatil 77 - 96%, nitrogen

40 – 95%, dan fosfat biasanya maksimum 40%. Namun, suburnya

perkembangan alga di permukaan kolam lama-lama dapat

menimbulkan masalah pada kinerjanya. Alga dapat menambah

konsentrasi TSS (Total Suspended Solid) antara 40 s.d 100 mg/l.

II - 45
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Alga yang blooming karena berlimpahnya nutrien (senyawa nitrogen

dan fosfat) dapat memunculkan kondisi eutrofikasi yang ujungnya

adalah pendangkalan kolam secara cepat.

Kriteria operasional kolam stabilisasi fakultatif:

 Permukaan air harus berwarna hijau

 Beban BOD volumetrik (60 – 100) g BOD / (m3.Hari).

 BOD influen < 400 mg/L.

 Efisiensi pemisahan BOD > 70 %

 pH = 7 – 8

 Kolam Maturasi

Sesuai dengan namanya, di kolam ini terjadi proses pematangan

atau pembersihan terakhir air limbah dari pencemar berupa padatan

tersuspensi, zat organik terlarut dan yang utama adalah reduksi

bakteri. Dengan kedalaman antara 30 - 45 cm, sinar matahari dapat

menembus keseluruhan ketebalan lapisan air sehingga dapat

membasmi bakterinya. Karena kecepatan pembebanan organiknya

rendah dan kolamnya dangkal maka kebutuhan lahannya menjadi

sangat luas. Di kolam ini pun terjadi simbiosis antara bakteri dan

alga. Namun, diharapkan bakterinya dapat dibasmi sebelum dibuang

ke sungai dan alga diharapkan tidak banyak masuk ke sungai agar

tidak menurunkan kulaitas air sungai atau danau dan waduk di

hilirnya. Gambar kolam maturasi dapat dilihat dalam Gambar 2.30.

Kriteria operasional kolam maturasi:

 Beban BOD volumetrik = (40 – 60) g BOD / (m3.Hari).

 Efisiensi pemisahan BOD > 70 %.

II - 46
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Efisiensi pemisahan E. coli > 95 % (termasuk kolam-kolam

sebelumnya).

Gambar 2.30. Kolam Maturasi

 Sludge Drying Bed (SDB)

Bak pengering lumpur adalah bak yang terdiri dari lapisan berpori

alami atau buatan, yang menerima lumpur stabil dari underflow unit

pengolah air limbah/lumpur tinja untuk dikeringkan dengan cara

drainase atau evaporasi. Gambar SDB dapat dilihat pada Gambar.

2.31

Kriteria operasional bak pengering lumpur:

 Kadar air lumpur kering optimal = (70 – 80) %.

 Tebal lumpur kering di atas pasir = (20 – 30) cm.

 Tebal lumpur basah di atas pasir = (30 – 45) cm.

 Media pasir yang harus diganti secara berkala dan dipasang

pada lapisan teratas mempunyai kriteria seperti berikut:

 Ukuran efektif = (0,30 – 0,50) mm.

II - 47
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

 Koefisien keseragaman < 5.

 Tebal pasir = (15,0 – 22,5) cm.

 Kandungan kotoran < 1 % terhadap volume pasir.

 Waktu pengeringan lumpur (7 – 10) hari.

Gambar 2.31. Sludge Drying Bed

 Pengolahan Grey Water

Pengolahan grey water dapat dilakukan dengan menggunakan

wetland. Definisi wetland (constructed wetland) adalah suatu lahan

jenuh air dengan kedalaman air kurang dari 0.6 m yang mendukung

pertumbuhan tanaman air, misalnya cattail, bulrush, umbrella plan,

dan lain-lain. Wetland alami maupun buatan berisi bermacam

tumbuhan dan bakteri yang efektif (Metcalf & Eddy, 1995). Prinsip

proses reduksi limbah organik oleh unit wetland adalah sebagai

berikut :

 Filtrasi kekeruhan limbah dan material organik oleh media

wetland yang berfungsi sebagai media filtrasi dan media tumbuh

bakteri (biofilter).

 Adsorbsi material organik pada limbah oleh tanaman air yang

tumbuh sebagai media adsorbsi

II - 48
LAPORAN AKHIR

Penyusunan Masterplan Air Limbah Kabupaten Balangan

Secara bentuk konstruksi, constructed wetland dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu :

1. Free Water Surface System (FWS), Adalah kolam atau saluran

dengan lapisan dasar impermeable alami atau buatan yang

berupa tanah liat/cor beton. Kolam berisi air dengan kedalamn

berkisar 0.2 – 0.6 m.

2. Sub Surface Flow System (SSF)

Adalah sistem wetland dengan aliran limbah mengalir melalui

media adsorbsi dan tanaman air yang ditanam pada media

tersebut. Media adsorbsi dapat terdiri dari pasir, kerikil/gravel.

Dalam proses ini tanaman air melalui akarnya mentransfer

oksigen ke dalam media subsurface dan menciptakan kondisi

aerobik.

II - 49

Anda mungkin juga menyukai