Anda di halaman 1dari 49

Bab 2.

KONSEP PERENCANAAN

2.1. ASPEK TEKNIS


Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banjar, pengelolaan air limbah
secara tegas telah dinyatakan bahwa arah pengembangan prasarana dan sarana air
limbah adalah :
a. Mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup
yang diakibatkan oleh air limbah domestic.
b. Melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai
dengan fungsinya kembali.
Mencegah pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh
buangan air limbah dapat dilakukan dengan membuat suatu sistem pengelolaan air
limbah yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

2.1.1. Tahun Awal perencanaan dan Periode Perencanaan.


Tahun awal perencanaan direncanakan pada tahun 2007 dengan periode perencanaan
selama 15 tahun.

2.1.2. Pengertian.
Pengertian pengelolaan limbah menurut Direktorat Bina Tata Perkotaan Dan Pedesaan
serta Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Balai Pelatihan Air
Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000 adalah :
a. Pengendalian mencakup seluruh upaya minimalisasi limbah mulai dari sistem
pengumpulan, pengangkutan/pengaliran, pengolahan, dan pembuangan serta
pemanfatan limbah.
b. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan pemukiman,
perkantoran, dan area komersil.

2.1.3. Klasifikasi Air Limbah.


Air limbah dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis sumber, serta kandungan limbah
yang ada di dalammya. Menurut Direktorat Bina Tata Perkotaan Dan Pedesaan
Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Balai Pelatihan Air Bersih
Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi Tahun 2000, air limbah dapat

Laporan Antara II - 1
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
dibedakan menjadi 2, yaitu : limbah domestik dan limbah non domestik. Air limbah
domestik berasal dari sumber domestik yaitu : dari pemukiman, perkantoran dan area
komersil, sedangkan air limbah non domestik berasal dari air buangan hasil kegiatan
industri dan rumah sakit.

Pemukiman
Limbah tinja ( black water) Air Limbah
Grey water atau sullage ( air limbah Domestik /
Area Komersil bekas mandi, cuci dan dapur ) Rumah
Tangga
Perkantoran

Industri Air Limbah Industri

Gambar 2. 1. Jenis dan Asal Air Limbah.


Sumber : Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.
Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum

Air limbah domestik yang berupa limbah tinja manusia (black water) dan air buangan
bekas mandi, cuci dan dari dapur (grey water/sullage) dapat diolah secara bersama-
sama atau terpisah. Air limbah ini umumnya dicirikan mengandung banyak bahan
organik yang dapat diuraikan atau dekomposisi.
Sedangkan air limbah industri umumnya dicirikan mengandung baik bahan organik
maupun anorganik yang sulit diuraikan secara biologi dan sering kali bersifat racun
yang membahayakan tergantung pada jenis kegiatan industrinya.
Dalam laporan ini hanya membahas mengenai sistem sanitasi dalam menangani
permasalahan air limbah domestik. Perbedaan antara limbah tinja (Black Water) dan air
limbah rumah tangga (Grey Water) yang keduanya termasuk kategori air limbah
domestik sangat penting diketahui karena berkaitan dengan kebutuhan penanganan
yang sesuai dengan kondisi setempat.
Umumnya, sebagian besar literatur yang berasal dari negara maju menekankan
pengolahan air limbah kombinasi antara black water dan grey water sebagai problem
dasar, karena berkaitan dengan teknologi pengumpulan serta pengolahan-nya yang
umumnya menggunakan sistem sanitasi terpusat (Off-Site). Di Indonesia, penggunaan
teknologi ini masih terbatas disebabkan tingginya biaya investasi serta biaya operasi
dan pemeliharaan yang diperlukan. Sehubungan dengan berbagai kendala baik teknis
maupun kemampuan pembiayaan, sampai saat ini, prioritas utama lebih ditekankan

Laporan Antara II - 2
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
pada penanganan limbah tinja serta penanganan lumpurnya melalui Instalasi Pengolah
Lumpur Tinja (IPLT).
Sistem sanitasi setempat dengan menggunakan tangki septik merupakan sarana
sanitasi yang umumnya banyak digunakan di banyak kota. Berkaitan dengan kondisi
tersebut, pada masa kini, dibutuhkan metode yang tepat guna dalam mengolah lumpur
tinja dari tangki septik ini. Beberapa IPLT dengan metode yang berlainan telah
dibangun dan dioperasikan di banyak kota, walaupun belum semuanya beroperasi
dengan baik. Sehingga banyak “pekerjaan” yang harus dilakukan dalam
mengembangkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi kita serta
pengelolaannya yang mencakup aspek operasi dan pemeliharaan.
Seperti diketahui, air digunakan sehari-hari untuk keperluan seperti mandi, mencuci,
memasak serta mengalirkan air limbah termasuk tinja dan sebagainya. Umumnya, pada
masyarakat yang relatif lebih mampu, volume air yang digunakan setiap hari biasanya
lebih banyak, walaupun hal ini sangat tergantung pada berbagai faktor lain seperti
kondisi daerah, ketersediaan air bersih serta kebiasaan masyarakat.
Sebagai konsekuensi dari meningkatnya penggunaan air seiring dengan perkembangan
pembangunan dan tingkat kehidupan masyarakat, maka kebutuhan air bersih akan
bertambah serta berimplikasi pada meningkatnya air limbah yang diproduksi.
Pada kota-kota besar dan metropolitan, seperti : Jakarta, Bandung, dan Surabaya,
perkembangan pembangunan kota menimbulkan masalah pada pengelolaan air limbah
di mana air limbah kemungkinan tidak dapat lagi dibuang dan diolah secara setempat
(on-site) atau pada titik di mana air limbah tersebut diproduksi. Hal ini terjadi terutama
pada area tertentu yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi serta ketersediaan
air bersih masih kurang. Pada kondisi ini, pengumpulan, transportasi, dan pengolahan
air limbah secara terpusat sangat diperlukan, yang sering kali berhadapan masalah
dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan karena melibatkan investasi yang
mahal dan besar dalam menangani beban pencemaran lingkungan tersebut.
Berbeda halnya dengan kota-kota dengan kepadatan penduduk relatif rendah,
pembuangan limbah manusia dengan menggunakan cubluk atau tangki septik di setiap
rumah masih tidak membahayakan kondisi lingkungan.

2.1.4. Kriteria Umum Pengelolaan Limbah Domestik.


Menurut Duncan Mara, sistem pengelolaan limbah domestik yang ideal harus
memenuhi seluruh kriteria dibawah ini, yaitu :

Laporan Antara II - 3
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
a. Kriteria kesehatan
Organisme patogen tidak boleh tersebar baik oleh kontak langsung dengan tinja dan
air limbah, atau secara tidak langsung melalui tanah, air, atau makanan. Proses
pengolahan yang dipilih harus dapat mencapai pemusnahan patogen berderajat
tinggi.
b. Kriteria penggunaan ulang.
Proses pengolahan harus memberikan hasil yang aman untuk penggunaan ulang,
sebaiknya untuk akuakultur dan pertanian.
c. Kriteria ekologis.
Bila bahan buangan tidak dapat digunakan ulang, pembuangan limbah ke air
permukaan tidak boleh melebihi kapasitas pembersihan sendiri (self purification)
dari air penerimanya.
d. Kriteria gangguan.
Bau yang dikeluarkan harus diawah ambang batas gangguan. Setiap bagian sistem
tidak boleh menimbulkan ganguan secara estetik.
e. Kriteria kebudayaan.
Metode yang dipilih untuk pengumpulan, pengolahan, dan penggunaan ulang bahan
buangan harus sesuai dengan kebiasaan dan keadaan sosial (agama) setempat.
f. Kriteria operasional.
Keterampilan yang dibutuhkan untuk operasi rutin maupun pemeliharaan bagi
komponen sistem harus tersedia setempat atau sedemikian rupa sehingga diperoleh
dengan latihan yang minimal.
g. Kriteria biaya.
Biaya pokok dan biaya untuk kelangsungannya tidak boleh melebihi kemampuan
masyarakat untuk membayarnya. Pengembalian finansial dari penggunaan ulang
dalam hal ini merupakan faktor yang penting.
Bagaimanapun juga tak ada satu sistempun yang dapat memenuhi semua kriteria
tersebut secara lengkap. Masalahnya adalah bagaimana memperkecil kerugian
yang ada.

2.1.5. Sistem Sanitasi Setempat (On-Site).


Pengolahan air limbah dengan sistem sanitasi setempat adalah suatu sistem
pengolahan air limbah yang berada di dalam persil (batas tanah yang memiliki) atau
dengan kata lain pada titik di mana limbah tersebut timbul. Sarana sistem sanitasi

Laporan Antara II - 4
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
setempat dapat secara individual maupun secara komunal seperti pada sarana MCK
(mandi, cuci dan kakus).
Menurut Direktorat Bina Tata Perkotaan Dan Pedesaan Direktorat Jendral Cipta Karya
Departemen Pekerjaan Umum Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan
Permukiman, Bekasi 2000, terdapat beberapa keuntungan dan kerugian dalam
penggunaan sistem sanitasi setempat tersebut, antara lain sebagai berikut :
A. Keuntungan :
1). Biaya pembuatan murah.
2). Biasanya dibuat secara pribadi.
3). Teknologi serta pembangunannya relatif sederhana.
4). Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat menjaga ‘privacy’ yang aman
dan bebas.
5) Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya merupakan tanggung
jawab pribadi masing-masing, kecuali yang tidak terpisah atau dalam kelompok /
blok.
6). Manfaatnya dapat dirasakan segera, seperti jamban menjadi bersih, terhindar
dari bau dan lalat.
B. Kerugian :
1). Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk sangat tinggi sehingga
lahan yang tersedia bagi sarana pembuangan menjadi sangat sempit.
2). Tidak cocok bila digunakan pada daerah dengan muka air tanah yang tinggi dan
daya resap tanah rendah.
3). Kedua hal di atas, selain berdampak mencemari lingkungan, juga sangat
berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila kebutuhan air sehari-hari tergantung
pada air sumur karena air dari PDAM belum masuk. Kemungkinan air sumur
terkontaminasi tinja akan sangat besar pada kondisi seperti ini.
Beberapa contoh sarana sanitasi dengan sistem pembuangan secara setempat dapat
dikemukakan seperti uraian di bawah ini.

A). Kakus Cemplung.


Kakus cemplung adalah sarana pembuangan tinja yang paling sederhana, paling murah
dibandingkan dengan sarana jenis lainnya dan masih banyak digunakan di pedesaan.
Tipe jamban seperti ini lebih sesuai pada daerah pedesaan dimana tingkat ekonominya
masih rendah dan pada daerah yang sulit memperoleh sumber air bersih untuk
mengelontor kotoran.

Laporan Antara II - 5
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Pada kakus cemplung ini, tinja langsung jatuh masuk ke lubang dimana cairan dari tinja
termasuk air seni akan meresap ke dalam lapisan tanah. Padatannya akan tertahan
kemudian terurai secara alamiah dan lama-lama memenuhi lubang. Setelah lubang
penuh maka harus ditutup dan lubang baru perlu dibuat lagi.
Mengingat biayanya yang murah, sarana pembuangan tinja jenis ini masih dapat
dipergunakan dengan syarat kepadatan penduduk rendah dan permukaan air tanah
tidak tinggi. Hal ini karena tingginya resiko bakteri pembawa penyakit yang terkandung
di dalam tinja dapat mencemari air tanah.
Secara umum, kakus cemplung tidak boleh berada di dekat sumur atau sumber air
lainnva atau setidaknya berjarak 15 meter tergantung kondisi tanah setempat,
contohnya pada tanah limestone fine soil ( tanah liat ).
Akan tetapi terdapat hal yang tidak menguntungkan pada penggunaan kakus jenis ini,
yaitu sering kali timbul bau dan lalat dapat berkembang dengan mudah setiap hari.
Permasalahan tersebut dapat dikurangi apabila kondisi kakus ditingkatkan dengan
menambahkan pipa ventilasi udara atau kemudian sarana ini dikenal dengan nama
ventilated improved pit latrine ( VIP ).
Selain pipa dapat mengurangi bau, dapat berperan pula dalam mengurangi jumlah lalat
vang berkembang. Karena tertarik dengan adanya bau dari pipa ventilasi, lalat akan
terbang di sekitar lubang pipa bagian atas. Pada bagian atas pipa ventilasi perlu diberi
saringan agar menghambat masuknya lalat ke dalam lubang, karena biasanya lalat
betina mencari tempat untuk menempatkan telur-telurnya.

Gambar 2.2. Kakus cemplung yang telah ditingkatkan


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000
Laporan Antara II - 6
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Walaupun demikian, beberapa lalat masih dapat masuk ke dalam pipa dan meletakkan
telurnya di dalam lubang. Ketika lalat dewasa tumbuh secara otomatis mereka akan
mencari cahaya dan akan terbang menuju lubang pipa bagian atas untuk keluar.
Karena pipa ventilasi diberi saringan maka lalat tersebut tidak dapat keluar dan akan
mati di dalam lubang.

B. Cubluk
Cubluk atau disebut juga dengan soakage / leaching pit, merupakan suatu lubang yang
digunakan untuk menampung tinja manusia dari jamban, berfungsi sebagai tempat
pengendapan tinja dan juga sebagai media peresapan dari cairan yang masuk. Cairan
yang masuk baik dari tinja, air seni maupun air pembilas dari jamban akan meresap ke
dalam tanah dan sisa padatan akan terurai. Sistem cubluk lebih baik daripada kakus
cemplung karena dinding cubluk diberi pasangan bata, batako atau bambu, tergantung
pada kemampuan biaya serta penggunaan jamban dengan leher angsa (pipa U yang
selalu terisi air di bawah jamban) akan menghambat timbulnya bau dan lalat.
Tergantung pada ketersediaan lahan, cubluk dapat dibangun tunggal atau dua buah
(cubluk kembar). Bila satu cubluk telah terisi penuh, maka harus ditutup dan dibiarkan
paling sedikit satu tahun agar terbentuk kompos sebelum dapat dikosongkan kembali.
Pada cubluk kembar, ketika satu cubluk ditutup, maka cubluk yang lainnya dapat
dipergunakan.

Gambar 2.3. Cubluk tunggal.


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Laporan Antara II - 7
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
C. Tangki Septik.
Tangki septik merupakan sarana pembuangan air limbah yang sangat umum digunakan
terutama di perkotaan Indonesia. Prinsip utamanya adalah mengendapkan bahan
padatan yang dikandung air limbah dan diuraikan secara anaerobik (tanpa oksigen) di
dalam tangki, sedangkan bagian cairnya dialirkan ke bidang peresapan. Menurut
Salvato, 1992, tangki septik adalah suatu tangki yang dirancang untuk mengalirkan air
limbah dan tinja secara perlahan sehingga padatan-padatan terpisah dan turun
mengendap ke dasar tangki, dimana endapan lumpur ini akan diuraikan oleh bakteri
anaerobik.

Gambar 2.4. Tangki Septik dengan 2 Kompartemen


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

D. Pengolahan Septage.
Septage adalah kombinasi lumpur tinja, scum (busa) dan cairan yang dipompa dari
tangki septik. Endapan lumpur tinja yang terkumpul di tangki septik tersebut, apabila
telah penuh harus dikuras dan dibawa oleh truck vacum ke IPLT.

Laporan Antara II - 8
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Gambar 2.5 Lumpur Tinja diangkut dengan mobil tinja dibawa ke IPLT.
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Berbagai sistem pengolahan lumpur tinja telah dibangun di beberapa kota di Indonesia,
misalnya IPLT menggunakan sistem kolam stabilisasi dengan atau tanpa dilengkapi
tangki Imhoff sebagai sarana pengolahan primer/ awal. Tangki Imhoff berfungsi
Laporan Antara II - 9
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
terutama untuk mengendapkan bahan padatan dan mengurangi bahan-bahan organik
secara anaerobik dengan tingkat tertentu. Adapun di kota Surabaya, IPLT yang
digunakan adalah dengan sistem lumpur aktif metode Oxidation Ditch, yaitu sistem
pengolahan air limbah yang memerlukan tambahan oksigen dalam proses
pengolahannya. Sementara itu di kota Jakarta, IPLT yang digunakan adalah dengan
sistem bak-bak yang dilengkapi aerator untuk pengolahan pendahuluan dan kemudian
lumpur tinja dialirkan ke kolam stabilisasi.

2.1.6. Sistem Sanitasi Terpusat (Off- Site)


Sistem sanitasi secara terpusat adalah suatu sistem yang menggunakan sarana
tertentu untuk membawa air limbah keluar daerah persil dan mengolahnya di lokasi
tertentu. Air limbah rumah tangga yang diolah secara terpusat di Instalasi Pengolah Air
Limbah (IPAL) tersebut adalah berasal dari kamar mandi, toilet, dapur.

Gambar 2.6. Sumber air limbah rumah tangga


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Metode sanitasi dengan sistem terpusat lebih lanjut dapat diklasifikasikan berdasarkan
cara pengangkutan limbah tinja tersebut ke IPAL. Pengangkutan secara sederhana
adalah dengan menggunakan keranjang, ember atau tangki kecil yang kemudian
dibawa dengan gerobak seperti banyak ditemukan di beberapa negara Asia, seperti :
China, Vietnam, India, Afrika, dan lain-lain. Adapun pengangkutan air limbah secara

Laporan Antara II - 10
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
konvensional dilakukan dengan menggunakan sistem perpipaan (sewerage system), di
mana melalui pipa-pipa tersebut, air limbah kemudian dialirkan langsung ke suatu
instalasi pengolahan.
Pada pengolahan air limbah secara terpusat, terdapat dua macam sistem, yaitu : sistem
campuran, di mana air limbah rumah tangga bercampur dengan air hujan dialirkan
secara bersamaan menuju IPAL, dan sistem terpisah, yaitu hanya air limbah rumah
tangga saja yang dialirkan oleh pipa menuju ke IPAL. Pada umumnya sistem perpipaan
di Indonesia menggunakan sistem terpisah.

Gambar 2.7. Pembuangan air limbah terpusat dengan sistem perpipaan.


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Keuntungan penggunaan sistem terpusat antara lain ; dapat mencegah pencemaran air
tanah terutama ketika penggunaan sistem setempat tidak layak karena kepadatan
penduduk yang tinggi. Sistem terpusat dapat dirancang sesuai dengan perkiraan
pertumbuhan penduduk dan tidak tergantung pada kondisi tanah dan muka air tanah.
Adapun hal yang menjadi kendala biasanva adalah biaya investasi, operasi &
pemeliharaan yang cukup tinggi, serta memerlukan tenaga terampil untuk memelihara
pipa dan mengoperasikan IPAL. Sistem ini memerlukan perencanaan yang matang dan
sebaiknya pelaksanaannya untuk jangka panjang.

Laporan Antara II - 11
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Modifikasi pembuangan air limbah dengan sistem perpipaan, adalah dengan sistem
small bore sewer, di mana cairan efluen yang berasal dari tangki septik tidak dialirkan
ke bidang resapan, tetapi dialirkan melalui pipa ke suatu pengolah air limbah secara
terpusat untuk kemudian diolah.
Pada lokasi di mana bidang resapan dari sistem sanitasi setempat (tangki septik) tidak
dapat digunakan karena kondisi tanah yang tidak memungkinkan (misalnya muka air
tanahnya tinggi, dsb), maka small bore sewer ini merupakan alternatif yang perlu
dipertimbangkan keuntungannva.
Biaya pembangunan maupun operasi sarananya akan lebih murah dan efektif
dibandingkan sistem perpipaan konvensional, karena tangki septik penduduk yang ada
tetap dapat terus dipakai (untuk memisahkan padatan), sementara efluennya diolah
secara terpusat di IPAL.
Adapun modifikasi lainnya, yaitu : shallow sewer, merupakan suatu sistem pembuangan
air limbah dengan perpipaan yang cocok untuk diterapkan pada daerah-daerah padat
serta masyarakat berpenghasilan rendah. Shallow sewer dirancang untuk menerima air
limbah rumah tangga yang dialirkan ke tempat pengolahan. Sistem ini terdiri atas pipa-
pipa berdiameter kecil (100 sampai dengan 200 mm) yang diletakkan pada lokasi/
daerah yang datar dan bebas dari kesibukan lalu lintas yang padat, seperti gang-gang
di belakang rumah (Dit. BinTek, 1998/199).
Kedua sistem di atas tidak memerlukan air penggelontor yang terlalu besar serta tidak
memerlukan penggalian pipa yang dalam seperti pada sistem perpipaan konvensional.

Tabel 2. 1. Perbedaan Sistem Sanitasi Setempat dan Sistem Sanitasi Terpusat

KELEBIHAN
Sistem Sanitasi Setempat Sistem Sanitasi Terpusat

a. Biaya pembuatan murah. a. Tidak membutuhkan lahan untuk


b. Biasanya dibuat oleh sektor pembuatan tangki septik/ cubluk.
swasta/ pribadi. b. Kemungkinan pencemaran air tanah
c. Teknologi dan bangunannya lebih kecil.
sederhana.Sistem yang terpisah c. Cocok untuk daerah dengan
bagi tiap-tiap rumah memberikan kepadatan penduduk yang tinggi.
rasa aman dan nyaman.
d. Operasi dan pemeliharaannya d. Umur pemakaian lebih lama.
mudah dan umumnya merupakan
tanggung jawab pribadi masing-
masing, kecuali yang tidak terpisah
atau dalam kelompok blok.
Laporan Antara II - 12
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
KEKURANGAN
Sistem Sanitasi Setempat Sistem Sanitasi Terpusat

a. Tidak cocok untuk daerah dengan a. Biaya pembangunannya tinggi.


kepadatan penduduk tinggi dan b. Membutuhkan tenaga terdidik/terampil
muka air tanah tinggi, kecuali jika untuk menangani operasi dan
daya resap tanah rendah. pemeliharaannya.
b. Kemungkinan pencemaran air c. Membutuhkan perencanaan yang
tanah lebih besar jika pemeliharaan cermat.
kurang diperhatikan.

Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.


Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

2.1.2. Perencanaan Sistem Setempat (On-Site).


A. Survei.
Survei merupakan langkah pertama dalam merencanakan sistem On-Site. Pekerjaan
survei diperlukan untuk menentukan sistem pembuangan air limbah yang tepat. Untuk
menentukan lokasi penempatan tangki septik/ cubluk dengan benar, perlu diperhatikan :
a) Kemampuan infiltrasi tanah.
b) Kenyamanan, terutama kemudahan untuk mendapatkan air.
c) Mudah dijangkau.
d) Titik keluarnya air limpahan dari tangki septik dalam hubungannya dengan tinggi
muka air dalam tangki septik dan tingginya lantai ruang jamban.
e) Ketinggian muka air tanah.
Survei dilakukan baik untuk penentuan lokasi bangunan atas (ruang jamban) maupun
bangunan bawah (cubluk/tangki septik).
1). Beberapa Ketentuan.
 Ketentuan Umum.
Dokumen Lapangan
Sebelum melakukan survei lapangan terlebih dahulu disiapkan hal-hal sebagai
berikut :
- Surat pengantar.
Surat pengantar berasal dari instansi pemberi tugas ditujukan ke instansi
yang akan dikunjungi dengan tembusan ke instansi terkait.
- Formulir lapangan.

Laporan Antara II - 13
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Formulir lapangan atau kuesioner digunakan untuk menyusun dan mencatat
data-data yang dibutuhkan agar mempermudah pelaksanaan pengumpulan
data di lapangan.
- Tata cara survei dan peralatan yang akan dipakai.
Tata cara survei dan peralatan perlu dibawa agar pekerjaan di lapangan
dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku.
- Peta topografi.
Peta topografi diperlukan untuk mengetahui letak lokasi dan ketinggian suatu
tempat serta kemiringan lahan.
Peralatan Survei Lapangan
Peralatan survei lapangan terdiri dari :
- Pita ukur
- Kompas
- Kalkulator
- Kamera foto dan film
- Kertas milimeter, pensil, dan penghapus
 Ketentuan Teknis.
Teknik pelaksanaan survei ini harus menggunakan dan mengumpulkan data
sebagai berikut :
- Gunakan formulir.
- Data lokasi, seperti : nama desa, kampung, atau dusun RT, RW dan daftar
kelompok pemakai sarana sanitasi umum/ komunal.
- Penempatan rencana lokasi sarana sanitasi umum/ komunal sebaiknya
dekat dari lingkungan pemukiman dan mudah dicapai.
- Status pemilikan lahan harus jelas, milik desa atau masyarakat yang
dihibahkan.
- Luas lahan minimal 8 m2.
- Sumber air bersih guna menentukan alternatif penyediaan air bersih.
- Jumlah orang yang akan menggunakan sarana sanitasi umum untuk
menentukan alternatif pilihan tipe sarana sanitasi umum.
- Tinggi muka air tanah dan tingkat penyerapan air untuk menentukan tipe
bangunan bawah.
- Harga bahan yang tersedia setempat dan harga bahan-bahan yang akan
dibeli dari luar.
2). Cara Pelaksanaan.
Laporan Antara II - 14
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam melakukan survei adalah seperti tampak
pada diagram pelaksanaan survei gambar 2.8.
 Persiapan.
Persiapan sebelum melaksanakan survei lapangan adalah :
- Memeriksa kelengkapan dan surat-surat yang diperlukan.
- Menghubungi Pemda setempat.
- Mendapatkan persetujuan Pemerintah daerah.

Surat-surat
PERSIAPAN Persetujuan Pemda

Usulan dari desa /


PEMILIHAN kelurahan
LOKASI SK Bupati / Walikota

Lahan minimum 8 m2
PENETAPAN Lokasi mudah dijangkau
LOKASI Air bersih mudah

Dokumen perencanaan
PELAKSANAAN Gambar kerja
SURVEY Rencana kerja

Gambar 2. 8. Tahapan Pelaksanaan Survei.


Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

 Pemilihan Lokasi.
Pelaksanaan pemilihan lokasi perencanaan ini dilakukan oleh Dinas PU Cipta
Karya Kabupaten Banjar, bersama-sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten
Banjar di bawah koordinasi BAPPEDA Kabupaten Banjar dengan tujuan memilih

Laporan Antara II - 15
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
lokasi proyek yang akan disurvei dan direncanakan, dengan prosedur sebagai
berikut :
- Usulan desa/ kelurahan yang memerlukan sarana sanitasi umum
berdasarkan kebutuhan dan keinginan/ usulan masyarakat dan atas petunjuk
sanitarian, Camat setempat, untuk diteruskan kepada Bupati Kabupaten
Banjar.
- Bupati menginstruksikan kepada Dinas PU Cipta Karya Kabupaten Banjar
serta Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar di bawah koordinasi BAPPEDA
Kabupaten Banjar untuk membahas usulan lokasi Desa/ Kelurahan tersebut,
sehingga dapat dibuat usulan prioritas pemilihan lokasi perencanaan dengan
memperhatikan dana perencanaan yang tersedia.
- Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, maka Bupati mengeluarkan surat
keputusan mengenai calon lokasi Desa/ Kelurahan yang akan direncanakan
untuk dibangun sarana sanitasi umum. Berdasarkan urutan prioritas
tersebut, maka Bupati menyetujui untuk melakukan survei, perencanaan,
pembangunan sarana sanitasi umum dan memberi tahu pula Camat
setempat untuk diteruskan kepada Kepala Desa/ Lurah yang terpilih
lokasinya.
- Dinas PU Ciptakarya Kabupaten Banjar menyiapkan petugasnya untuk
melaksanakan survei dan pelaksanaan teknis, begitu pula dengan Camat
memberitahukan agar mengadakan persiapan kepada Kepala Desa/ Lurah.
 Penetapan Lokasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penetapan lokasi adalah :
- Ketersediaan lahan minimal 8 m2.
- Sarana sanitasi umum diletakkan di lokasi yang mudah dijangkau oleh setiap
warga yang memakai.
- Lokasi sarana sanitasi umum terletak pada lokasi yang mempunyai
kemudahan dalam penyediaan air bersih.
- Tata letak bangunan bawah sarana sanitasi umum (cubluk/ tangki septik).
- Jarak minimum antara cubluk dengan sumber air bersih (sumur penduduk)
untuk tanah lempung berpasir 10 m, untuk jenis tanah pasir 15 m.

3). Pelaksanaan Survei.

Laporan Antara II - 16
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Pelaksanaan survei bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan sarana sanitasi umum. Prosedur
pelaksanaan survei adalah sebagai berikut :
 Dinas PU dan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar mengirim petugas untuk
melaksanakan survei dan bimbingan teknis kepada petugas Kecamatan/ Desa/
Kelurahan yang dipilih lokasinya.
 Melibatkan unsur Unit Desa setempat seperti LKMD dan ahli sanitasi.
 Susun dokumen perencanaan, gambar kerja pelaksanaan, rencana kerja dan
syarat-syarat serta analisa dan rencana biaya berdasarkan hasil survei.

B. Perencanan Ruang Jamban.


Di samping harus memenuhi persyaratan teknis, penentuan lokasi ruang jamban harus
memperhatikan kepentingan para penghuninya. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi dalam memilih lokasi dan merencanakan ruang jamban, yaitu :

Laporan Antara II - 17
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
1) Air mudah diperoleh.
2) Ruang mudah dicapai.
3) Bersifat pribadi (tidak mudah terlihat dari luar).
4) Tidak menghalangi kemungkinan perluasan.
5) Lantai jamban lebih tinggi dari halaman sekitarnya.
6) Lantai jamban lebih tinggi dari cubluk/ tangki septik dengan panjang pipa penyalur
minimum 15 m untuk menghemat pipa dan mengurangi penyumbatan.
7) Terhindar dari air hujan (ruang jamban diberi atap).
8) Jarak cubluk dan pondasi minimal 50 % dari kedalaman cubluk.
9) Ventilasi memadai, minimal di salah satu dinding ada lubang ventilasi.
10) Cahaya matahari cukup, dapat menembus ruang jamban.

C. Perencanaan Tangki Septik dan Cubluk.


1). Penentuan Jenis Bangunan.
Untuk dapat menentukan jenis bangunan bawah (tangki septik atau cubluk) yang
akan dibuat, ada beberapa langkah survei lapangan yang harus dilakukan seperti
terlihat pada bagan alir gambar 2.8.

2). Langkah-langkah dalam menentukan jenis bangunan bawah


a). Langkah I : Persediaan Air.
Untuk kepentingan pembersihan dan penyiraman, sistem jamban “guyur hanyut”
sederhana dibutuhkan air bersih minimal 10 L/hari (PDAM, sumur dan lain-lain)
harus mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah cukup. Jika tidak, maka
perlu dilakukan perbaikan penyediaan air bersih.
b). Langkah II : Pengujian Tanah.
Sistem sanitasi on-site sangat tergantung pada kapasitas daya resap dan
penyaringan tanah alami, yang bervariasi tergantung jenis tanahnya. Tes
pengujian tanah harus dilakukan di lokasi rencana penempatan tangki
septik/cubluk dan bidang resapan.

Laporan Antara II - 18
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Langkah Awal

tidak Perbaikan situasi


Kemungkinan perolehan air
pembilasan untuk jamban persediaan air

ya
tidak
Daya resap tanah cukup

ya

tidak
Kedalaman muka air tanah cukup

ya

Jarak dengan sumur pangkal tidak


cukup

ya

CUBLUK TANGKI SEPTIK

Laporan Antara II - 19
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Gambar 2.9. Langkah Survei lapangan untuk Penentuan Bangunan Bawah.
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

 Pengujian secara Visual


- Gali sebuah lubang kecil di tengah lokasi tempat cubluk/tangki septik akan
ditempatkan.
- Ambil segumpal contoh tanah dengan diameter  2 cm dari kedalaman 50
cm.
- Siram dengan percikan air sampai menyerupai dempul.
- Buat bentukan :
 Jika tanah tidak dapat dibentuk (menghambur) maka jenisnya adalah
pasir.
 Jika bisa dibentuk dengan mudah tanpa pecah, lakukan langkah berikut :
- Tekan dan remaslah bentukan itu antara jempol dan telunjuk, bentuk
pita.
- Jika sulit dibentuk pita (tidak melengket) itu adalah jenis loam/
lempung.
- Jika pita dapat dibentuk tipis dan lentur, itu adalah jenis clay.
 Pengujian dengan Perkolasi/Penapisan/Saringan.
Pengujian cara ini dapat menetukan kapasitas daya resap air secara lebih
seksama. Caranya adalah sebagai berikut :
 Gali lahan pengujian dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m.
 Pada lubang tadi dibuat lubang (digali/dibor) dengan diameter 30 cm dan
kedalaman 50 cm.
 Keruk pinggiran (dinding) berikut dasar lubang dengan tongkat tajam
untuk mendapat permukaan alami tanah, buanglah serpihan tanah yang
lepas tadi.
 Taburkan pecahan-pecahan kerikil berdiameter 1 – 20 mm setebal 50 cm
dalam lubang kecil tadi, agar dasar lubang terlindungi pada saat
pengisian air.
 Isi lubang dengan air bersih setinggi 15 cm, lakukan dengan hati-hati
agar tidak merusak dinding lubang. Dapat juga digunakan corong yang
dilengkapi pipa slang panjang.

Laporan Antara II - 20
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
 Tutuplahlah lubang dan diamkan selama 4 jam sampai tanah menjadi
jenuh. Setelah 4 jam, pengukuran daya resap tanah (Perkolasi) dapat
dimulai. Kalau air terserap habis dalam waktu kurang dari 10 menit
setelah lubang diisi 2 kali, anda dapat mulai pengukuran dengan segera
seperti tata cara pada gambar 2.3.

 Pengujian Daya Resap Tanah


 Isi lubang pengujian dengan air setinggi 15 cm dari atas lapisan kerikil.
 Catat waktu yang diperlukan untuk menurunkan tinggi permukaan air
sampai 2,5 cm, dengan bantuan 2 buah paku besar yang dipasang di
dinding dengan beda ketinggian 2,5 cm.
 Setelah turun 2,5 cm ulangi langkah (a) dan (b) sehingga tercapai dua
jangka waktu pengukuran berturut-turut yang mempunyai selisih waktu <
2 menit. Dianjurkan untuk mengulangi hingga 3 kali.
 Ambil periode terakhir yang dicatat dan kapasitas perkolasi dapat
ditentukan dari tabel 2. 2.

Contoh Tanah

tidak Tanah berpasir


Dapat membuat
bentukan ? > 25 L/m2/hari

ya
tidak
Tanah liat jenis Loam
Dapat membuat 15 – 20 L/m2/hari
pita ?

ya

Tanah jenis Clay


0 – 15 L/m2/hari

Pindah Lokasi

Laporan Antara II - 21
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Gambar 2. 10. Langkah Pengujian Tanah Secara Visual
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Pembacaan level muka air yang lebih akurat dapat dilakukan dengan
menggunakan pelampung dengan batang penunjuk yang bergerak di dalam
sebuah tabung yang dinamakan “Perspek”. Gerakan ujung batang penunjuk
dapat dengan mudah melakukan registrasi (penunjukan angka) kapasitas
daya resap tanah < 10 L/m2/hari, tanah tidak cukup memadai untuk
meresapkan (mengendapkan) air limbah. Pembuatan cubluk harus
memenuhi syarat kapasitas daya resap tanah lebih besar, sehingga lebih
disarankan untuk membuat tangki septik.

Tabel 2. 2. Kadar Perkolasi Penyaringan (Kecepatan Infiltrasi, L/m2/hari)

Jangka Waktu Kapasitas Resapan


Jenis Tanah
( menit ) ( L/m2/hari )

1 35
2 28
Pasir
3 25
4 23

5 22
10 19 Lempung / Loam
20 17

30 16 Tanah Liat / Clay


60 14
90 13
Laporan Antara II - 22
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

c). Langkah III : Ketinggian Muka Air Tanah.


Ketinggian muka air tanah di lokasi rencana pembuatan fasilitas tangki
septik/cubluk harus diketahui untuk menghindari kemungkinan terjadinya
pencemaran air tanah oleh efluen tangki septik/ cubluk, terutama jika
masyarakat setempat memanfaatkan air tanah tersebut sebagai sumber utama
kebutuhan air bersihnya. Informasi mengenai ketinggian muka air tanah dapat
diperoleh dari sumber-sumber dangkal yang ada.
Jika permukaan air tanah > 3 m di bawah tanah, pemasangan fasilitas on-site
tidak akan menimbulkan masalah. Sedangkan jika ketinggian muka air tanah <
3 m, perlu dilakukan pengukuran cermat untuk menentukan model fasilitas yang
tepat.
Pada sumur dangkal, kedalaman air dapat diukur secara sederhana dengan
menggunakan seutas tali dengan pemberat diujungnya. Ulurkan tali ke dalam
sumur hingga pemberat berada di bawah permukaan air. Tinggi muka air tanah
dapat diketahui dengan panjang bagian tali yang kering. Pengukuran juga
dilakukan pada saat setelah beberapa lama sumur tidak dipergunakan (tidak
diambil airnya), misalnya di pagi hari agar didapat permukaan air yang
sesungguhnya.
Pembuatan cubluk harus dilakukan dengan menjaga jarak antara dasar cubluk
dengan permukaan air tanah, yaitu tinggi permukaan maksimal yang biasanya
terjadi pada musim hujan.
Jika hasil pemilihan suatu model cubluk menghasilkan jarak < 50 cm maka
dilakukan alternatif berikut :
a). Dengan menaikkan posisi cubluk  0,5 m di atas permukaan tanah dan
mengisi daerah sekitarnya dengan tanah.
b). Dengan membuat cubluk non standar, yaitu dengan ukuran lebih besar tetapi
kedalaman efektif lebih kecil dari seharusnya sehingga luas lahan
resapannya tetap (Tabel 2. 3).
c). Kombinasi antara kedua alternatif di atas sehingga ada tambahan kedalaman
sekitar 1 meter.
d). Jika penurunan kedalaman efektif sebesar 50 cm masih tidak mencukupi,
maka cubluk tidak dapat digunakan, dan harus dipilih tangki septik.

Laporan Antara II - 23
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Tabel 2. 3. Jarak Minimum Cubluk dengan Sumur
Dangkal.
Kapasitas Perkolasi Kedalaman Muka Air Tanah Jarak Minimum
( L/m2/hari ) ( cm ) (m)
> 25 > 200 10
50 – 200 15
10 – 25 > 200 5
50 – 200 10
< 10 - 5 atau tangki septik
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

3). Ukuran Tangki Septik


Rumus yang digunakan adalah :
Volume Tangki Septik = ( P x S x N ) + ( P x Q x T )
di mana :
P = Jumlah pemakai (orang)
S = Jumlah lumpur diendapkan, untuk tinja saja  25
liter/orang/tahun
N = Waktu pengurasan lumpur, minimal 2 tahun.
Q = Jumlah air limbah yang dibuang (liter/orang/tahun).
T = Waktu tinggal (biasanya ditetapkan 2 hari).
Secara ringkas, ukuran tangki septik untuk beragam jumlah pemakai dan waktu
pengurasan dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2. 4. Ukuran Tangki Septik


Volume Volume
Lumpur Lumpur + Cair Ukuran Tangki 2 tahun Ukuran Tangki 5 tahun
Jumlah Volume
(L) (L)
Pemakai Cair
(orang) (L)
2 th 5 th 2 th 5 th P L T P L T
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

5 250 625 100 350 725 30 60 80 60 60 80


10 500 1250 200 700 1450 40 75 90 70 80 90
14 700 1750 280 980 2030 50 75 90 90 90 90
18 900 2250 360 1260 2610 70 75 90 100 100 90
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.
Laporan Antara II - 24
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Pada tangki septik 3 ruang, ruang ketiga berfungsi menampung air limbah rumah
tangga (cuci, mandi, dapur) sehingga tidak bercampur dengan limbah tinja. Dua per
tiga (2/3) volume tangki dibutuhkan untuk penyimpan lumpur dan busa sehingga
ukuran tangki biasanya didasarkan pada periode tinggal 3 hari untuk menjamin
periode tinggal 1 hari sebelum pengurasan. Jarak tangki septik dengan tangki
peresapan terhadap beberapa bangunan / tempat lainnya perlu dijaga sesuai Tabel
2.5.
Tabel 2. 5. Jarak Minimum Tangki Septik dan Tangki Peresapan untuk Kondisi
Tanah Biasa yang Terbangun Baik.

Tangki Septik Tangki Peresapan


Uraian
( meter ) ( meter )
Bangunan 1,5 3,0
Batas-batas pemilikan 1,5 1,5
Sumur 10,0 10,0
Aliran air 7,5 30,0
Pemotongan/Peninggian 7,5 30,0
Pipa air minum 3,0 3,0
Jalan setapak 1,5 1,5
Pohon besar 3,0 3,0
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.
4). Ukuran Cubluk.
Beberapa kriteria disain yang harus dipenuhi dalam membuat cubluk adalah
sebagai berikut :
1). Daya resap tanah  10 liter/m2/hari.
2). Jarak antara cubluk dengan sumur dangkal sesuai Tabel 2. 6.
3). Kedalaman cubluk berdasarkan tinggi muka air tanah sesuai Tabel 2.7.

Tabel 2. 6. Jarak antara Cubluk dengan Sumur Dangkal.


Kapasitas Daya Serap
Kedalaman Cubluk Jarak Minimum
Tanah
(m) (m)
( liter/m2/hari )
> 200 10
> 25 ( pasir )
50 – 200 15
> 200 5
10 – 15 ( tanah liat )
50 - 200 10
< 10 - 5
Laporan Antara II - 25
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Tabel 2. 7. Kedalaman Cubluk Berdasarkan Muka Air Tanah.


Kedalaman Muka Air Tanah Kedalaman Cubluk
( cm ) ( cm )
150 100
200 150
250 200
300 250
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Rumus yang digunakan adalah :


Luas Area Ruang Penirisan = P x Q
Lc
di mana :
P = Jumlah pemakai
Q = Jumlah buangan per kapita
(umumnya digunakan 10 liter/orang/hari)
Lc = Kapasitas daya resap tanah ( 10 – 25 liter/m2/hari )

Tabel 2. 8. Ukuran Cubluk Bundar dan Persegi.


Luas Cubluk Bundar Cubluk Persegi
Jumlah
Ruang
Jenis Pemakai Diameter Kedalaman Panjang Lebar Kedalaman
Penirisan
(orang) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
(m2)
A 1–5 4,0 100 125 100 100 100
B 6 – 10 6,0 110 175 100 100 150
C 11 – 14 8,0 120 225 100 100 200
D 15 – 18 11,0 140 250 140 140 200
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Tabel 2. 9. Ukuran Cubluk Kembar Bulat


Jumlah Periode Ukuran Efektif Tebal Tutup
Pemakai Pengurasan Diameter Kedalaman Cubluk Keterangan
(orang) (tahun) (m) (m) (mm)

Laporan Antara II - 26
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
5 2 1,0 1,5 50 Daya resap tanah 900
10 2 1,0 1,5 50 L/m2/hari ( tanah geluh ).
15 2 1,25 1,65 50
20 2 1,40 1,65 50 Untuk lubang penguras
25 2 1,75 1,75 50 minimum diameter 1 m
30 2 2,0 1,75 50 terbagi menjadi 2 bagian.
40 2 2,0 1,75 50
50 2 2,0 2,15 50 Tinggi dinding atas
0,50m.
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Tabel 2.10. Ukuran Cubluk Kembar Bujur Sangkar.


Jumlah Periode Ukuran Efektif
Pemakai Pengurasan Cubluk / Unit Keterangan
(orang) (tahun) Sisi (m) Kedalaman (m)
5 2 0,9 1,5
10 2 0,9 1,5 Daya resap tanah 900
15 2 1,0 1,65 L/m2/hari ( tanah geluh ).
20 2 1,25 1,65
25 2 1,5 1,75 Tinggi dinding atas 0,50 m.
30 2 1,7 1,75
40 2 1,75 2,0
50 2 2,25 2,0
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Tabel 2.11. Ukuran Perlengkapan Cubluk.


No. Jenis Ukuran Keterangan

1. Tutup lubang pengurasan cubluk Diameter 1 m Dibagi dalam 2 bagian.


bulat..
2. Tutup lubang pengurasan cubluk 1m Dibagi dalam 2 bagian.
bujur sangkar.
3. Bak kontrol. 0,4 m x 0,4 m
4. Saluran penghubung.
 Dari tandar jongkok ke bak 10 m
kontrol.
 Dari bak kontrol ke sumuran. 2m
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

2.1.8. Perencanaan Sistem Terpusat (Off-Site).


Laporan Antara II - 27
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Dalam perencanaan sistem penyaluran air limbah agar dapat diimplementasikan di
lapangan, maka perlu dipertimbangkan beberapa aspek, yaitu :
1). Aspek wilayah.
Aspek wilayah adalah kondisi fisik wilayah perencanaan yang nantinya akan
berpengaruh kepada penentuan sistem penyaluran dan pembagian wilayah
perencanaan serta sistem pengolahan limbah.
Adapun hal-hal yang menjadi tinjauan aspek pewilayahan adalah :
a. Kondisi fisik wilayah.
b. Tata guna lahan.
c. Keadaan dan jumlah sarana-prasarana kota.
d. Jumlah penduduk, pertumbuhan, dan kepadatan penduduk.
2). Aspek Ekonomi dan pembiayaan.
Aspek ekonomi dan pembiayaan terkait dengan kelayakan ekonomi proyek air
limbah dan ketersediaan sumber pendanaan proyek yang akan dilaksanakan. Aspek
ini lebih banyak ditentukan oleh kebijakan pemerintah daerah setempat serta
dukungan dari masyarakat.
3). Aspek Lingkungan.
Keberadaan suatu sistem pengelolaan air limbah, yang meliputi : sistem
pengumpulan, penyaluran, dan pengolahan air limbah yang baik tentunya harus
juga mempertimbangkan aspek lingkungan dengan cara melakukan analisa
mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan proyek, mulai dari
kegiatan perencanaan, pra-konstruksi, pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan saat
operasionalisasi sistem pengelolahan limbah.

A. Sumber Air Buangan.


Sumber air buangan perkotaan dapat berasal dari beberapa sumber, namun secara
garis besar dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok besar, yaitu : domestik dan non
domestik
1). Air Limbah domestik
Air limbah domestik mencakup seluruh limbah rumah tangga yang dibuang ke
dalam saluran pembuangan yang meliputi :
 Limbah dari pemukiman perumahan.
Untuk daerah pemukiman perumahan, air buangan diperkirakan dengan
menghitung jumlah kepadatan penduduk dan jumlah rata-rata limbah yang
dihasilkan secara perorangan.

Laporan Antara II - 28
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
 Air limbah dari daerah perdagangan.
Air buangan yang berasal dari daerah perdagangan, meliputi hotel, gedung
perusahaan, kantor, rumah makan, pasar, dan sebagainya.
 Air limbah dari gedung perkantoran.
Air limbah gedung perkantoran dapat berupa gedung/ bangunan dari instansi
serta sarana lainnya, misal : perkantoran pemerintah maupun swasta, asrama,
sekolah, rumah tahanan, dan lain-lain.
2). Air Limbah non domestik.
 Air limbah Industri.
Kualitas dan kuantitas air buangan industri sangat bervariasi tergantung pada :
jenis industri, kapasiatas produksi, serta tingkat pengolahan limbah yang telah
dilakukan oleh pihak industri sebelum dibuang ke lingkungan.
 Air limbah dari kegiatan medis.
Air limbah ini berasal dari kegiatan medis di rumah sakit, poliklinik, dan
laboratorium klinik.

B. Sistem Penyaluran Air Buangan.


1). Menurut Asal sumber Air limbah
a). Sistem terpisah
Dalam sistem ini, air buangan dan air hujan disalurkan secara terpisah melalui
dua saluran yang berbeda. Air hujan disalurkan pada saluran terbuka,
sedangkan air buangan disalurkan pada saluran melalui sistem perpipaan.
Sistem ini banyak diterapkan pada daerah-daerah yang memiliki fluktuasi curah
hujan yang besar.
Keuntungan dari sistem ini adalah :
- Unit-unit pengolah air buangan relatif kecil, karena tidak perlu
memperhitungkan debit air hujan.
- Dimensi saluran yang dipakai tidak terlalu besar.
Kerugian sistem ini adalah :
- Harus membuat dua saluran, yaitu untuk menampung air buangan (sewer)
dan untuk menampung air hujan (drainase).
- Memerlukan jalur lahan tertentu yang terpisah.
b). Sistem tercampur.

Laporan Antara II - 29
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Pada sistem ini, air buangan dan air hujan disalurkan langsung melalui satu
saluran yang sama dalam satu saluran perpipaan. Sistem ini digunakan pada
daerah yang memiliki fluktuasi curah hujan relatif kecil.
Pemilihan sistem ini berdasarkan pertimbangan :
 Debit air buangan pada kedua musim, yaitu kemarau dan penghujan tidak
terlalu besar bedanya.
 Tidak terdapat kemungkinan terangkatnya kotoran ke permukaan jalan oleh air
hujan pada saat musim hujan.
 Kemiringan tanah yang cukup, sehingga penempatan saluran tidak terlalu
dalam agar tidak diperlukan pemompaan.
Keuntungan sistem ini adalah :
 Hanya diperlukan satu saluran saja.
 Adanya pengenceran oleh air hujan.
Kerugiannya adalah sistem ini adalah memerlukan unit pengolahan air
buangan yang berkapasitas cukup besar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, sistem tercampur dikombinasikan dengan
sistem terpisah, yaitu : sering disebut dengan sistem kombinasi/ interseptor.
c). Sistem Kombinasi atau Interceptor.
Sistem kombinasi adalah suatu penyaluran dimana air hujan dan air buangan
disatukan hanya pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan
penyalurannya dipisahkan dengan alat pemisah (interceptor).
Keuntungan sistem ini adalah :
 Beban instalasi pengolahan air buangan tidak terlalu besar.
 Air hujan sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai penggelontor.
Sementara kerugiannya, pada sistem ini diperlukan beberapa instalasi khusus
atau konstruksi lain yang relatif akan menambah biaya pembuatan dan
perawatan.
Untuk pemilihan sistem yang akan digunakan, perlu diperhatikan fluktuasi air
hujan setempat. Apabila ternyata daerah perencanaan memiliki fluktuasi air
hujan yang besar, maka penggunaan sistem terpisah akan lebih
menguntungkan.
Keuntungan lain yaitu bahwa air hujan dapat dipergunakan untuk keperluan
irigasi, perikanan dan yang lainnya. Dan karakteristik mengenai air buangan itu
sendiri dapat ditinjau lebih lanjut.
2). Menurut Sarana pengolah air limbah.

Laporan Antara II - 30
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
a). Sistem On Site.
Sistem ini adalah sistem yang tidak memerlukan sistem perpipaan yang luas
karena pengolah limbah dibuat di tempat sumber limbah dihasilkan. Jadi
bangunan pengolahannya dibangun pada setiap rumah, industri, hotel, rumah
sakit, dan sebagainya. Dalam hal ini untuk rumah tangga dapat dibuat tangki
septik dan peresapannya, sedangkan pada industri, hotel, rumah sakit, dan
lainnya dapat dibangun pengolah limbah sendiri.
b). Sistem Off Site.
Sistem ini merupakan pengolahan terpusat dan memerlukan sistem
penyaluran limbah melalui perpipaan yang cukup luas. Sistem off site dapat
diterapkan bila sistem on site sulit diterapkan, karena misalnya terbatasnya
ruangan sebagai akibat tingginya kepadatan penduduk atau tidak
memungkinkan karena kondisi tanah dan air tanah.
Air limbah dialirkan dari rumah-rumah penduduk dan sumber-sumber lainnya
melalui suatu jaringan sistem perpipaan menuju instalasi/ bangunan
pengolahan air limbah. Keluar dari instalasi pengolah air limbah, air buangan
tersebut sudah merupakan air bersih yang dapat dibuang ke badan air
penerima di lingkungan sekitar.
3). Menurut Pengalirannya.
a). Full Sewerage Sewer.
Dalam full sewerage sewer ini, air buangan dialirkan tanpa proses
pengendapan terlebih dahulu. Saluran buangan ini membutuhkan
pemeliharaan sederhana dan sedikit menimbulkan keadaan darurat.
Saluran full sewerage dapat digunakan pada pemakaian air yang besar dan
tidak menimbulkan resiko kesehatan jika berfungsi dengan baik.
b). Small Bore Sewer.
Pada saluran ini, air buangan dialirkan dengan proses pengendapan terlebih
dahulu. Sebelum ke jaringan perpipaan, air buangan ditampung pada suatu
tangki pengendap (biasanya septik tank) baru kemudian dialirkan, sehingga
masuk ke saluran air buangan adalah benar-benar air tanpa ada padatannya
(tinja). Small Bore Sewer merupakan alternatif penyaluran air buangan yang
jauh lebih murah. Pengurangan biaya dimungkinkan antara lain karena lebih
sedikit manhole yang diperlukan, kemiringan saluran juga dapat lebih kecil
karena kecepatan penggerusan tidak perlu dipertimbangkan, sebab dalam hal
ini air buangan sudah tidak mengandung solid, serta pipa tidak perlu ditanam

Laporan Antara II - 31
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
dalam, karena jalur pipa dapat mengikuti bentuk muka tanah. Di samping itu,
pengeluaran effluen dari tangki pengendapan terletak lebih sedikit di bawah
muka air tanah.

C. Faktor-faktor Penting Sistem Penyaluran Air Buangan.


Dasar perencanaan suatu sistem penyaluran air buangan berpedoman pada kriteria-
kriteria yang paling memungkinkan untuk dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan
situasi setempat. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk dasar perencanaan adalah :
1). Daerah Pelayanan
Hal-hal yang perlu diketahui tentang daerah pelayanan adalah :
 Jumlah penduduk yang dilayani pada suatu jalur pipa yang mengikuti pola
penjumlahan kumulatif dari hilir saluran.
 Jumlah aktifitas bangunan-bangunan domestik.
Pembagian jalur pengumpulan ini juga disesuaikan dengan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya, antara lain :
 Sungai, rawa, dan kolam yang ada.
 Tinggi rendah muka tanah.
 Daerah yang terendap air.
 Kepadatan penduduk.
 Kepadatan bangunan.
 Ketinggian muka air tanah.
 Arah pengaliran sungai serta tinggi maksimum dan minimum.
 Jenis tanah.
 Tata guna lahan, dan sebagainya.
2). Kuantitas Air Buangan.
Dalam menentukan besarnya debit air buangan, terdapat beberapa hal yang perlu
berpengaruh, antara lain :
 Jumlah pemakaian air bersih.
 Jenis sumber air buangan.
 Curah hujan.
 Daya resap (infiltrasi) oleh air tanah.
 Kondisi air tanah, dan lain sebagainya.
Besarnya kebutuhan air bersih domestik dapat dihitung berdasarkan pemakaian tiap
orang dalam sehari. Jumlah limbah yang dihasilkan dari suatu kawasan dihitung
berdasarkan konsumsi air minum di kawasan tersebut, dengan asumsi 60% akan

Laporan Antara II - 32
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
terbuang sebagai limbah cair dan 20%-nya terbuang karena infiltrasi ke dalam
tanah.
Adapun kriteria kebutuhan air bersih untuk domestik maupun kebutuhan non
domestik ditetapkan menurut PU Cipta Karya Tahun 2000 sebagai berikut :

a). Kebutuhan air domestik :


 Kota besar (500.000 - 1.000.000) jiwa : (170 - 200) It/jiwa/hari.
 Kota sedang (100,000 - 500. 000) jiwa : (150 - 170) It/jiwa/hari.
 Kota kecil (20.000 - 100.000) jiwa : (130 - 150) lt/jiwa/hari.
 Perdesaan : (80 - 100) lt/jiwa/hari.
b). Kebutuhan air non domestik dapat didekati dengan perkiraan sebagai berikut :
 Kota besar : (20 - 30) % x kebutuhan air domestik.
 Kota sedang : (20 - 30) % x kebutuhan air domestik.
 Kota kecil : (20 – 30) % x kebutuhan air domestik.

Atau untuk keperluan non domestik dapat dihitung berdasarkan perkiraan


pemakaian per unit, per bed, dan per orang sesuai dengan jenis layanan dalam
sarana non domestik dalam satu hari.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 2.12 berikut :

Tabel 2.12. Kebutuhan Air Bersih Non Domestik


Debit Air Bersih
Jenis Pelayanan
Liter/unit/hari
Pasar 3000 l/unit/hari
Rumah sakit 200 l/bed/hari
Masjid 30 l/orang/hari
Gereja 15 l/orang/hari
Kantor 10 l/orang/hari
Sekolah 10 l/orang/hari
Hotel 90 l/bed/hari
Puskesmas 1000 l/unit/hari
Rumah makan 100 l/orang/hari

Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.


Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi 2000.

Laporan Antara II - 33
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Dari perkiraan besarnya biaya penggunaan air bersih untuk rumah tangga,
bangunan umum, institusional dan sebagainya, tidak semuanya akan mengalir
sebagai air buangan yang akan mencapai sistem penyaluran air buangan.
Kehilangan ini dapat terjadi karena evaporasi penggunaan lain untuk penyiraman
tanaman, kegiatan mencuci mobil yang biasanya masuk ke saluran drainase, dan
masih banyak lagi. Diperkirakan besarnya kehilangan air tersebut antara 20%-30%.
Sehingga besarnya air buangan yang mencapai saluran adalah 70%-80%.
Untuk sistem penyaluran air buangan ini, juga harus diperhitungkan air yang dapat
masuk ke jaringan perpipaan, yaitu adanya infiltrasi air tanah. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal, antara lain :
 Pekerjaan sambungan yang tidak sempurna.
 Jenis material/bahan saluran yang dipergunakan.
 Tinggi muka air tanah.
 Adanya air yang masuk dari atas, seperti tutup manhole, rembesan dinding
manhole, dan sebagainya.
Besarnya harga koefisien infiltrasi ini diperkirakan sekitar 1,5-3. Debit air yang
masuk ke dalam saluran diperkirakan sebesar 1 - 3 liter/ detik per 1000 m panjang
saluran.

3). Fluktuasi Pengaliran.


Debit air buangan yang dapat ditampung dalam saluran air buangan memiliki
fluktuasi pada setiap saat dalam sehari, hal ini sangat dipengaruhi oleh waktu-waktu
puncak pemakaian air bersih. Waktu-waktu puncak tersebut diperkiranan berkisar
pada jam 08.00 sampai dengan jam 12.00.

D. Saluran dan Perpipaan.


1). Tipe-Tipe Saluran.
a). Saluran Rumah.
Adalah saluran yang menghubungkan perpipaan rumah atau gedung digunakan
untuk menyalurkan air buangan dari rumah menuju ke saluran lateral atau ke
saluran cabang, dapat juga ke saluran lainnya.
b). Saluran Lateral atau Saluran Cabang.
Merupakan elemen pertama dari sistem penyaluran air buangan, biasanya
terletak sejajar dengan jalan, kegunaannya adalah untuk mengumpulkan air

Laporan Antara II - 34
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
buangan dari satu atau lebih saluran rumah untuk disalurkan menuju ke saluran
utama.
c). Saluran Utama.
Saluran utama digunakan untuk menyalurkan air buangan dari satu atau lebih
saluran lateral ke saluran trunk atau saluran interseps.
d). Saluran Trunk.
Merupakan saluran yang memiliki ukuran lebih besar dari saluran utama, yang
digunakan untuk menyalurkan air buangan dari saluran utama menuju ke unit
pengolahan atau ke fasilitas pembuangan, atau ke saluran interseps yang luas.
e). Saluran Interseps.
Merupakan saluran yang lebih besar dari saluran trunk yang berfungsi untuk
menangkap air buangan dari banyak saluran utama ataupun saluran trunk dan
mengeluarkannya ke unit pengolahan atau dibuang.
2). Jenis Bahan (maerial) Pipa/saluran.
a). Karakteristik pipa asbestos cement (semen ) :
 Tepat untuk tanah yang bersifat basa tinggi.
 Daya sambung, daya pemeliharaan, dan rembesan baik.
 Mudah dalam pengelolaan dan pemasangannya.
 Biaya mahal.
b). Karakteristik pipa concrete ( beton ) :
 Penggunaan menguntungkan pada ukuran kecil sampai diameter 600 mm.
 Tahan terhadap segala cuaca, bahan kimia, kecuali asam.

Laporan Antara II - 35
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
c). Karakteristik pipa iron steel ( besi dan baja ) :
 Dapat disambung dengan berbagai macam cara.
 Memiliki kekuatan tinggi dan cocok dipasang pada daerah sulit.
 Kurang tepat dipasang pada daerah yang menghasilkan limbah banyak,
karena tidak tahan terhadap korosi.
 Dapat menyalurkan aliran listrik yang berbahaya.
d). Karakteristik pipa tanah liat (Clay):
 Tahan terhadap bahan korosif, baik asam, basa, maupun erosi.
 Tidak rusak oleh H2S, bentuk gas dan sulfat lainnya.
 Cukup berat dan rapuh dengan bentuknya.
f). Karakteristik pipa polivynil chloride (PVC) :
 Ringan, mudah dipasang, dan perawatan mudah.
 Bebas dari korosi, goncangan, asam, sinar matahari, dan musim.
 Mudah dalam pengankutan, lebih panjang batangannya sehingga biaya dan
jumlah sambungannya pada saat pemasangan lebih sedikit.
3). Bentuk Penampang Saluran/Pipa.
Pemilihan bentuk saluran yang akan digunakan perlu diperhatikan mengenai
kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk saluran tersebut.
Mempertimbangkan adanya debit puncak air buangan, maka saluran yang dipilih
harus dapat menampung debit puncak tersebut dan tidak terjadi pengendapan saat
terjadi debit puncak/ maksimum, serta harus memenuhi syarat-syarat pengaliran.
Adapun untuk pemilihan bentuk saluran dapat diperhatikan masing-masing bentuk
berikut :
a) Segi empat, disarankan digunakan untuk :
 Debit air buangan yang besar.
 Debit air buangan yang memiliki fluktuasi debit yang sangat kecil.
b) Bulat telur, disarankan digunakan untuk :
 Debit air buangan yang memiliki fluktuasi yang besar.
 Debit minimum yang kecil, sehingga waktu rentang pengaliran lama.
 Biaya pembuatan lebih mahal dan pengalirannya lebih besar daripada saluran
bentuk segi empat.
c) Bulat, digunakan untuk :
 Debit air buangan yang kecil.
 Fluktuasi debit buangan kecil.
 Di daerah yang memerlukan konstruksi kuat.

Laporan Antara II - 36
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
4). Pemilihan Jenis dan Bentuk Pipa.
Dalam pemilihan jenis pipa yang akan dipasang pada jalur yang telah ditetapkan,
diperlukan informasi mengenai kondisi lapangan, baik dari segi topografi maupun
struktur tanahnya. Selain itu, pemilihan jenis pipa yang tepat harus memenuhi
syarat, antara lain :
 Sesuai dengan kebutuhan desain.
 Daya tahan tinggi terhadap kondisi lokasi, seperti : topografi, cuaca, agrosifitas
dari tanah, dan gempa bumi.
 Biaya pembelian pipa, biaya pengangkutan dan pemasangan harus sesuai dan
sebanding dengan kualitas pipa.
 Suku cadang pipa mudah diperoleh dengan harga yang sesuai.
 Perkiraan umur pipa dan pengalaman penggunaan.
 Tahan terhadap gerusan.
 Disesuaikan dengan karakteristik aliran air dan koefisien pipa.
Dalam prakteknya di lapangan pemakaian jenis pipa dimungkinkan tidak digunakan
hanya satu jenis pipa saja, karena akan disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat.
5). Dimensi Pipa.
Perhitungan dimensi saluran air buangan didasarkan pada perkiraan jumlah air
limbah sampai pada akhir periode perencanaan. Perkiraan tersebut dilakukan
dengan menggunakan perhitungan secara matematis dan mempertimbangkan juga
adanya fluktuasi debit. Debit air limbah yang digunakan untuk menentukan dimensi
saluran adalah debit puncak (Q peak) yang dapat ditentukan dengan cara
mengalikan debit rata-rata air buangan dengan angka faktor puncak (peak faktor).
Batasan-batasan yang dijadikan pedoman teknis dan harus dipenuhi dalam
menentukan diameter saluran, adalah :
 Kecepatan maksimum (Vmax) dalam pipa tidak melebihi 2-3 m/detik.
 Kecepatan minimum (Vmin) dalam pipa tidak kurang dari 0,4 m/detik.
 Tinggi renang minimum 50 mm ( pada saat Qmin ).
 Tinggi renang pada saat Qmax antara 60%-80% dari diameter pipa.

6). Penanaman Pipa.


Dalam penanaman pipa, yang harus diperhatikan adalah beda tinggi antara titik
awal dan titik akhir pipa atau yang sering disebut slope/ kemiringan rencana. Slope
rancana dapat diterapkan di lapangan dengan memperhatikan beberapa batasan

Laporan Antara II - 37
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
teknis yaitu : kedalaman minimum dan kedalaman maksimum. Penentuan
kedalaman minimum pipa dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan pipa akibat
tekanan dari atas. Kedalaman minimum adalah sekitar ± 1 meter. Penentuan
kedalaman maksimum dimaksudkan untuk memudahkan perawatan, mengurangi
kerusakan yang berasal dari faktor alam. Dimana kedalaman maksimum ditentukan
adalah ± 7 meter.
Dengan mengacu kepada batasan teknis tersebut, hal terpenting yang tetap menjadi
acuan utama adalah slope rencana. Slope rencana akan diterapkan dalam rencana
penanaman pipa dengan menggunakan persamaan berikut :

ETP = ET – R
S = ER – ETP
T = P1,2 – slope pipa
ERP = ER – ( S + T )
Dimana :
ETP : tinggi elevasi pipa di titik awal pipa ( m ).
ERP : tinggi elevasi pipa di titik akhir pipa ( m ).
ET : tinggi elevasi muka tanah titik awal pipa ( m ).
ER : tinggi elevasi muka tanah titik akhir pipa ( m ).
R : kedalaman penanaman di titik awal pipa.
S + T : kedalaman penanaman di titik akhir pipa ( m )
P1,2 : panjang pipa ( m )
D : diameter pipa ( mm )

Elevasi muka tanah atau ketinggian tanah di suatu titik pada jalur saluran yang
direncanakan dihitung berdasarkan interpolasi kontur. Kontur adalah garis-garis
yang menghubungkan titik-titik yang memeliki ketinggian yang sama.
Persamaan matematika yang dipakai untuk menghitung elevasi muka tanah adalah
interpolasi elevasi muka tanah titik 1 dan titik 2, sebagai berikut :

Laporan Antara II - 38
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
dimana :
ET : tinggi elevasi muka tanah titik 1 ( m )
ER : tinggi elevasi muka tanah titik 2 ( m )
dxn : jarak ( pada peta ) antara elevasi muka tanah yang rendah dengan titik n (cm)
Trn : tinggi elevasi muka tanah yang rendah yang mengapit titik n ( m )
Ttn : tinggi elevasi muka tanah yang tinggi yang mengapit titik n ( m )
dpn : jarak antara tinggi elevasi muka tanah yang rendah dengan tinggi elevasi
muka tanah yang tinggi yang mengapit titik n ( m ).
Cara yang lebih praktis dan mudah, elevasi tanah dapat ditentukan dengan
menggunakan alat Geographical Potitioning System (GPS).

E. Perencanaan Jaringan Penyaluran Air Buangan.


Dalam merencanakan sistem penyaluran air buangan, perlu diperhatikan kriteria-
kriteria sebagai pedoman yang paling memungkinkan untuk diterapkan sesuai dengan
kondisi dan situasi setempat.
Dalam perencanaan pembuatan saluran, terdapat pertimbangan dasar yang perlu
diperhatikan, antara lain :
1). Daerah Pelayanan
Daerah pelayanan sistem penyaluran air buangan ditentukan berdasarkan :
 Jumlah penduduk yang dilayani pada suatu jalur pipa atau blok pelayanan.
 Jumlah aktifitas bangunan-bangunan non domestik.
Dalam hal ini, daerah pelayanan sistem penyaluran air buangan hendaknya
disesuaikan dengan daerah pelayanan distribusi air minum dengan tujuan agar
pada daerah yang dilayani sarana sanitasi yang baik juga akan tercapai. Namun,
tidak menutup kemungkinan daerah pelayanannya berbeda dengan distribusi air
minum, karena pertimbangan faktor kebutuhan, ekonomis dan lain-lain.
Selain itu, pembagian jalur pelayanan pengumpul air buangan ini juga disesuaikan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain :
 Kondisi Topografi, sehingga dapat diketahui garis kemiringan wilayah
atau kontur.
 Kepadatan penduduk yang ada di wilayah permukiman yang akan
terlayani.
 Tata guna lahan.

2). Debit Air Buangan.

Laporan Antara II - 39
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Besarnya debit air buangan dapat disatukan dengan memperhatikan faktor-faktor,
antara lain :
 Sumber air buangan.
 Besarnya pemakaian air bersih.
 Jenis bahan saluran, cara-cara penyambungan dan banyaknya bahan pelengkap
lainnya.
 Curah hujan, daya resap tanah dan keadaan air tanah
Debit air buangan yang terjadi umumnya adalah sekitar 65%-80% dari debit air
bersih.
3). Debit Air Buangan Rata-rata Harian.
Dari hasil perkiraan besarnya penggunaan air bersih untuk rumah tangga, bangunan
umum, institusi dan sebagainya, tidak semuanya akan mengalir sebagai air
buangan. Kehilangan ini dapat terjadi karena evaporasi, penyiraman tanaman,
minum, dan lain sebagainya yang diperkirakan sebesar 15% - 40% .
Jadi, besarnya debit air buangan rata-rata per hari adalah :
Qave = ( 60% - 80% ) x Qr
Dimana :
Qave : debit rata-rata air buangan per hari (l/org/detik).
Qr : besarnya kebutuhan air bersih (l/org/detik).
4). Debit Infiltrasi Air Tanah dan Hujan.
Untuk sistem terpisah, harus diperhitungkan pula air yang masuk ke jalur perpipaan,
yaitu infiltrasi air tanah dan air hujan. Adanya infiltrasi tidak dapat dihindarkan 100%.
Hal tersebut disebabkan karena :
 Pekerjaan sambungan pipa yang kurang sempurna
 Jenis material saluran dan perlengkapan saluran yang dipakai
 Kondisi air tanah dan fluktuasi muka tanah
 Celah-celah yang terdapat pada permukaan saluran ( manhole ) dari bangunan
pelengkap saluran lainnya.
Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Qave inf = Ainf x luas area


Dimana :
Qave inf : debit rata-rata infiltrasi ( l/dtk )
Ainf : average infiltration, didapat dari grafik average infiltration rate
allowence for a new sewer

Laporan Antara II - 40
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
Luas area : luas area pelayanan

Dari debit rata-rata infiltrasi, didapat Qpeak infiltrasi dengan rumus :


Qpeak inf =fp inf + Qave inf
Dimana :
Qpeak inf : debit puncak infiltrasi (l/dtk)
fpeak inf : faktor peak infiltrasi, didapat dari grafik peak infiltration allowence
Qave : debit rata-rata

5). Fluktuasi Pengaliran


Fluktuasi debit air buangan dalam saluran bervariasi dalam sehari. Pada saat
pemakaian air bersih memuncak, maka besarnya debit air buangan pun ikut naik.
Demikian pula akan terjadi debit minimum apabila pemakaian air bersih menurun.
Perhitungan fluktuasi debit air buangan adalah :

a). Debit rata-rata air buangan (Qr).


Dimana Qab domestik atau Qab non domestik sebesar 60% - 85% air bersih.
b). Debit air buangan puncak.
Qpeak = fpeak x Qave
Dimana :
Fpeak : faktor puncak yang didapat dari grafik ratio of extreme flows to average
daily flow in New England.
c). Debit minimum air buangan.
Dimana :
P : populasi penduduk ( jiwa ).

Perhitungan fluktuasi aliran ini penting dan berpengaruh cukup besar pada sistem
penyaluran air buangan, karena :
 kemungkinan terjadinya pengendapan dalam saluran pada kecepatan aliran yang
terlalu lambat
 akibat pengendapan tersebut akan menyebabkan terjadinya proses pembusukan
air buangan
 diperlukan penggelontoran apabila kedalaman minimum tidak lagi tercapai
Dari rumusan-rumusan di atas, diperoleh debit air buangan total ( Q tot ), yaitu :
Qtot = Qpeak + Qpeak inf

Laporan Antara II - 41
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
F. Bangunan Pelengkap.
Bangunan pelengkap ini diperlukan untuk memperlancar aliran serta dalam operasi dan
pemeliharaan, sehingga tidak terjadi penyumbatan. Bangunan pelengkap, antara lain :
1). Manhole.
Bangunan ini dipergunakan untuk memeriksa, memelihara dan memperbaiki
saluran. Manhole dilengkapi dengan tutup dari beton dan cast iron galvanised,
lengkap dengan anak tangganya. Tangga terbuat dari besi dengan diameter 1,9 –
2,5 cm dengan jarak ± 20 cm. Dalam penempatannya harus diperhatikan fungsi dan
beberapa hal, antara lain :
Pada saluran lurus, diletakkan tiap jarak tertentu, tergantung diameter saluran,
seperti pada tabel berikut :

Tabel 2.13. Jarak Manhole Menurut Diameter Pipa

Diameter ( mm ) Jarak Antar Manhole ( m )


200 50 - 100
200 ≤ D ≤ 500 100 - 125
500 ≤ D ≤ 1000 125 - 150
1000 ≤ D ≤ 2000 150 - 200
Sumber : Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum.
Balai Pelatihan Air Bersih Dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Bekasi
2000.

Konstruksi manhole dapat dibuat dari beton. Lubang manhole harus dapat dimasuki
orang untuk memelihara saluran tersebut. Diameter minimum manhole adalah 60
cm.
Macam-macam manhole, antara lain :
 Manhole lurus.
 Manhole belokan.
 Manhole tiga saluran.
 Drop manhole, digunakan apabila perbedaan tinggi antara dua saluran lebih dari
0,5 m dan juga digunakan pada saluran yamg memotong slope medan.

Laporan Antara II - 42
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
2). Siphon.
Siphon adalah bangunan yang digunakan pada saat saluran harus melintasi sungai,
lembah, jalan raya, serat jalur atau rel kereta api. Yang harus diperhatikan dalam
menentukan profil pipa siphon adalah :
 Kehilangan energi
 Mudah dilakukan pembersihan
Kehilangan energi pada siphon mempunyai hubungan dengan kecepatan aliran
pada siphon. Harus diingat bahwa pada siphon harus terisi dan mempunyai
kecepatan tertentu. Hal ini sulit dilakukan apabila debit saluran tidak konstan. Pada
ujung saluran siphon perlu dibuat manhole untuk pemeriksaan dan pemeliharaan.
Mengingat siphon sulit dibersihkan dan letaknya selalu di bawah gradien hidrolik,
maka kondisi aliran dalam siphon selalu bertekanan dan memerlukan self cleaning
yang memadai, kecepatannya yaitu sekitar 0,9 m/detik. Biasanya dibuat dua buah
untuk mengikuti variasi pengaliran.
Untuk mendapatkan kecepatan pengaliran dan mengikuti variasi pengaliran maka
otomatis pada masing-masing ujung dilengkapi dengan manhole atau inlet dan
outlet chamber dengan perbedaan headloss yang terjadi pada saluran.

3). Ventilasi udara.


Ventilasi udara diperlukan untuk beberapa hal, antara lain :
 Mencegah bertahannya udara dan gas hasil reaksi dalam air buangan yang
membayakan dan menimbulkan korosi.
 Mencegah terbentuknya sulfat yang dapat menimbulkan karat.
 Mencegah timbulnya bau gas akibat pembusukan gas buangan.
Pemasangan ventilasi udara sebaiknya :
 Tidak mengganggu ketentraman dan kepentingan umum.
 Keamanan terjaga, dan jangan sampai ventilasi rusak.
 Dipasang pada tutup manhole.

4). Sumur pengumpul.


Fungsinya adalah menaikkan muka air buangan pada saluran yang rendah ke
saluran yang lebih tinggi. Dalam perencanaan, kapasitas sumur pengumpul adalah
dapat menampung selama ± 10 – 20 menit.

Laporan Antara II - 43
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
5). Bangunan penggelontor.
Pada tempat tertentu dimana terjadi kecepatan minimum dan tinggi ruang dalam
suatu saluran tidak terpenuhi, maka pengendapan dapat terjadi. Untuk menghindari
hal tersebut, diperlukan penggelontoran untuk mengatasinya. Bangunan
penggelontor direncanakan sedemikian rupa sehingga mampu melakukan
penggelontoran sebagaimana diperlukan. Air yang dipergunakan bersumber dari air
sungai atau air bersih. Bila digunakan air sungai sebagai penggelontor, maka
bangunan penampung tidak diperlukan dan penggelontoran dapat dilakukan secara
kontinyu. Untuk itu maka diperlukan debit yang cukup dengan cara menyesuaikan
diameter awal pipa lateral dengan aliran yang sedikit besar dari tinggi renang. Air
penggelontor dari air bersih diperlukan untuk penggelontoran diskontinyu, karena
biayanya yang mahal. Karena itu, air bersih ditampung terlebih dahulu pada ruang
penampung dan baru setelah itu diwaktu tertentu dialirkan pada waktu yang
diperlukan.
Bak dari air sungai maupun air bersih, operasi penggelontoran memakan biaya
besar, sehingga sedapat mungkin dihindari hal-hal sebagai berikut :
 Tidak boleh merusak saluran yang ada.
 Tidak boleh mengotori saluran.
 Air yang dibutuhkan harus mencukupi kuantitasnya dan tidak boleh mengandung
lumpur, pasir dan sebagainya.
 Air penggelontor bersifat tawar, tidak asam maupun basa.
6). Pompa.
Pompa dalam hal ini berfungsi untuk menaikkan air buangan dari sumur pengumpul
ke instalasi pengolahan limbah lebih lanjut, hal ini dillakukan apabila bangunan
pengolah letaknya lebih tinggi dari sumur pengumpul. Selain itu, pompa digunakan
untuk menaikkan air buangan yang dalamnya lebih dari 7 meter ke saluran
selanjutnya.

G. Pengoperasian Sistem dan Pemeliharaan.


Pemeliharaan meliputi pencegahan kemacetan aliran, pembersihan saluran, perbaikan
dan pembersihan catch bensin jika ada. Pemeliharaan tidak akan memakan banyak
biaya, kecuali jika ada saluran dengan slope datar dan pada kondisi dimana akar-akar
pohon dapat menembus ke dalam saluran. Pemeliharaan yang baik memerlukan
pengetahuan yang baik tentang lokasi pipa disamping keterampilan teknis serta
frekuensi perawatan yang teratur.

Laporan Antara II - 44
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
2.1.9. Pemilihan Teknologi Pengolahan.
Teknologi pengolah limbah secara umum dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok
besar, yaitu :
a). Pengolahan secara fisik.
b). Pengolahan secara biologis.
c). Pengolahan secara kimia.
Dalam penerapannya di lapangan pemilihan teknologi pengolahan sangat ditentukan
oleh karakteristik limbah yang akan diolah. Karakteristik limbah sendiri akan dipengaruhi
oleh jenis sumber limbah, apakah limbah dari sumber domestik atau dari sumber no
domestik. Masing-masing sumber limbah akan memiliki karakteristik yang berbeda
Karakteristik limbah tersebut dapat diketahui setelah dilakukan uji laboratorium terhadap
sampel limbah. Pada umumnya pengolahan secara fisik, biologi, dan kimia akan
diterapkan secara simultan untuk memperoleh hasil olahan yang sesuai standart baku
mutu.
Dalam kasus limbah perkotaan di Kota Martapura, yang menjadi alasan prioritas
penanganan adalah limbah domestik, yaitu limbah dari kegiatan rumah tangga. Limbah
rumah tangga memiliki karakteristik secara umum adalah dominasi kandungan bahan
organik, sehingga dalam pengolahannya yang menjadi pilihan utama teknologi
pengolahan secara biologis, sedangkan secar fisik dan kimia sifatnya melengkapi.
Secara garis besar pengolahan air limbah secara biologi dibagi 2 (dua), yaitu :
a). Pengolahan aerobik.
Pengolahan aerobik merupakan penguraian bahan organik oleh mikroorganisme
aerobic. Metode pengolahan secara aerobik sangat bervariasi, dari yang
konvensional seperti ; lagoon, aerated lagoon, lumpur aktif, hingga yang telah
dimodifikasi untuk mencapai efisiensi pengolahan yang tinggi seperti ; fluidized bed
biological reaktor dan sebagainya.
b). Pengolahan an-aerobik.
Pengolahan anaerobik merupakan kebalikan dari pengolahan aerobik dimana
proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme anaerob yang berlangsung
tanpa menggunakan oksigen. Metode pengolahan yang menggunakan proses
anaerobik diantaranya yang paling sederhana adalah tangki septik. Yang lebih
komplek lagi adalah Anaerobic Buffle Reactor (ABR), Upflow Anaerobic Sludge
Blanket (UASB), dan lain sebagainya.
Ditinjau dari cara pertumbuhan mikroorganismenya, teknologi pengolahan secara

Laporan Antara II - 45
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
biologi dapat dibedakan menjadi 2 cara, yaitu :
a). Suspended growth, yaitu pertumbuhan mikroorganisme secara tersuspensi
khususnya untuk kondisi aerobik.
b).Attached growth, Yaitu pertumbuhan mikroba yang melekat (attach) pada media.
Sistem ini dapat dilaksanakan dalam kondisi aerobik maupun anaerobik.
Masing-masing metode pengolahan mempunyai keuntungan dan kelemahan yang
spesifik. Karenanya diperlukan kajian yang mendalam dan pertimbangan banyak
aspek untuk memutuskan alternatif pengolahan yang akan digunakan.
Adapun beberapa alternatif unit pengolahan secara biologis diuraikan secara singkat
sebagai berikut :

1). Kolam Aerasi.


Kolam aerasi merupakan modifikasi dari unit pengolahan limbah kolam oksidasi,
yakni dengan menambahkan suplai udara dari luar menggunakan aerator baik
secara mekanikal maupun diffuser. Konstruksi cukup sederhana namun
membutuhkan lahan yang lebih besar dibandingkan dengan unit-unit lainnya.

2). Upflow Aa-aerobic Sludge Blanked (UASB).


Pada proses ini, air limbah dialirkan secara vertikal dari bawah ke atas dengan
kecepatan tertentu. Kontak antara mikroorganisme dengan zat organik berlangsung
pada selimut lumpur yang mengambang pada suatu ketinggian akibat adanya
tekanan ke atas aliran air limbah. Karena proses yang terjadi adalah anaerobik,
reaktor ini dapat menghasilkan gas methana yakni sekitar 65% dari COD yang
direduksi. Pemisahan lumpur yang terjadi secara otomatis sejalan dengan
bertambahnya berat selimut lumpur tersebut.

3). Actifated Sludge (Lumpur Aktif).

Terdapat berbagai macam modifiikasi pengolahan air limbah menggunakan lumpur


aktif diantaranya adalah Extended Aeration, Kontak Stabilisasi dan Oxidation Ditch.
Proses ini melibatkan aktivitas mikroorganisme dan makanannya (kandungan zat
organik air limbah) yang tersuspensi dan diaerasi secara merata. Kandungan
lumpur yang diendapkan dalam proses ini diresirkulasi untuk menjaga kandungan
mikroorganismenya. Proses ini menghasilkan efluen yang sangat bagus namun
membutuhkan operator yang cukup ahli dan biaya operasi serta pemeliharaan yang
relatif lebih mahal dibandingkan unit-unit lainnya.

Laporan Antara II - 46
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
2.1.10. Prioritas Wilayah Pelayanan.
Pemilihan wilayah pengembangan sistem pengelolaan air limbah ditentukan
berdasarkan beberapa ketentuan berdasarkan penilaian Sanitation Performance Index
(SPI) per wilayah desa/kelurahan. Lokasi yang memiliki penilaian paling buruk diusulkan
dijadikan sebagai prioritas penangan pertama, yaitu : perkampungan padat/daerah,
kawasan permukiman yang tidak terencana/daerah lama, dan daerah yang masih
menggunakan sumur sebagai sumber air bersih, serta sarana sanitasi yang minim.
Dalam penentuan wilayah pelayanan prioritas ini perlu juga dilakukan rembuk dengan
semua pihak untuk memperoleh saran dan masukan dari masyarakat dan pemerintah
daerah setempat.

2.1.11. Pemilihan sistem pengelolaan.


Sistem pengelolaan yang akan dipilih selain mempertimbangkan aspek kajian secara
teknis, yang paling utama dijadikan pertimbangan adalah ketersediaan dana yang
terkait erat dengan kemampuan keuangan daerah, serta pertimbangan dukungan
masyarakat daerah setempat.

Sedangkan pemilihan lokasi pengolahan limbah akan ditentukan berdasarkan analisis


yang mempertimbangkan beberapa aspek yang perlu dimusyawarahkan dengan
pemerintah daerah Kabupaten Banjar.

2.2. ASPEK EKONOMI DAN FINANSIAL.


Menyadari bahwa penyediaan prasarana pengelolaan buangan air limbah adalah
merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah, maka sumber dana
yang bertumpu pada masyarakat dan pemerintah daerah harus lebih ditingkatkan.
Disamping itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk memperoleh alternatif sumber
pendanaan mengingat kebutuhan dana yang cukup besar, misalnya menjalin kerjasama
kemitraan dengan pihak swasta.
Secara ekonomi, jika kegiatan pembangunan sistem pengelolaan Air limbah dianggap
sebagai sebuah investasi, maka yang diharapkan tentunya adalah pengembalian dana
investasi tersbut. Hal ini tentunya memerlukan usaha yang keras dalam dari berbagai
pihak dalam pelaksanaan, pengoperasian dan perawatan sistem.

Laporan Antara II - 47
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
2.3. ASPEK SOSIAL BUDAYA.
Masyarakat yang sadar terhadap kesehatan lingkungan akan menjadi tujuan yang akan
dicapai dalam setiap upaya pengelolaan limbah kota. Karena itu aspek ini harus
dipenuhi dengan jalan melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat dengan
mempertimbangkan budaya dan mereka dalam menangani buangan kegiatan
domestknya. Adat dan budaya yang kurang sehat secara perlahan perlu dirubah
dengan menggunakan metode yang tepat dan bersahabat.

2.4. ASPEK KELEMBANGAAN.


Akan sangat ideal jika pengelolaan limbah ditangani oleh satu lembaga tersendiri.
Namun diperlukan proses yang cukup panjang untuk mencapai hal tersebut. Untuk saat
ini, pengelolaan limbah cair domestik di Kota Martapura melibatkan beberapa lembaga
yang terkait, sehingga perlu adanya koordinasi secara sektoral dan regional. Dalam
perencanan ini kelembagaan akan menjadi penting pada saat sistem akan dijalankan.
Oleh karena itu perlu direncanakan sejak awal tentang lembaga yang akan bertanggung
jawab dalam pengelolaan limbah. Kelembagaan yang direncanakan dapat terdiri dari
unsur dari pemerintah, kerjasama swasta–pemerintah, koperasi maupun organisasi
masyarakat setempat. Jika diperlukan disusun program kemitraan dengan pihak swasta
dalam pelaksanaan pengelolaan limbah kota.
Lembaga yang memiliki kewenangan pengelolaan limbah juga dapat dilaksanakan oleh
lembaga yang sudah ada dan terkait erat dengan pengelolaan air bersih dan air limbah,
misalnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau lembaga yang lain.

2.5. ASPEK LINGKUNGAN.


Kajian dampak lingkungan bertujuan untuk mengidentifikasi komponen kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik-kimia,
biologi dan sosial-ekonomi dan budaya, kemudian mengevaluasi rencana kegiatan
tersebut dan merumuskan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan sebagai
implementasi dari pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Kegunaan kajian ini adalah untuk membantu proses pengambilan keputusan tentang
kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan, memberi masukan untuk penyusunan
desain teknis, rencana pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan serta
memberi masukan kepada masyarakat sekitar lokasi kegiatan tentang dampak-dampak
yang akan terjadi baik dampak positif maupun dampak negatif.
Kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka melakukan kajian dampak lingkungan

Laporan Antara II - 48
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura
adalah :
 Mengidentifikasi rencana kegiatan proyek pengembangan sistem pengelolaan air
limbah kota
 Mengidentifikasi kondisi rona lingkungan hidup awal baik fisik-kimia-hayati maupun
sosial ekonomi yang diprakirakan terkena dampak kegiatan pembangunan
 Telaah dampak dari rencana kegiatan meliputi tahap pra-konstruksi, konstruksi,
tahap pasca konstruksi dan operasi.
 Sedangkan penanganan dampak yang terjadi dilakukan dengan pendekatan-
pendekatan sebagai berikut :
a. Pendekatan teknologi
b. Pendekatan sosial ekonomi, dan
c. Pendekatan institusional

2.6. ASPEK PEMANTAUAN.

Untuk menjamin tercapainya pengelolaan limbah cair domestik yang efektif dan efisien,
hal yang diperlukan adalah kegiatan pemantauan terhadap seluruh aspek-aspek
pengelolaan limbah tersebut. Oleh karena itu diperlukan rencana pemantauan secara
berkala oleh lembaga yang berwenang.

2.7. ASPEK PENGENDALIAN.

Pengendalian adalah upaya mengendalikan fungsi-fungsi dari pengelolaan berkaitan


dengan tingkat kesadaran masyarakat dan pengelola. Dalam pengendalian limbah
domestik diperlukan adanya perencanaan, pengorganisan/kelembagaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan pembinaan. Pengendalian harus dilaksanakan sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Pengendalian dapat bersifat pencegahan,
pembatasan, pelarangan, dan perijinan.

2.8. ASPEK PEMBINAAN.

Pembinaan dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan dukungan masyarakat akan


selama pelaksanaan pengelolaan limbah cair domestik dalam rangka mewujudkan
lingkungan yang sehat dan layak huni.

Laporan Antara II - 49
Penyusunan Outline Plan Air Limbah Kota Martapura

Anda mungkin juga menyukai