TINJAUAN PUSTAKA
Air limbah domestik adalah limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, dan
kotoran manusia. Adapun yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah
yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Pada air limbah rumah tangga non septic tank
biasanya mengandung partikel-partikel koloid yang dapat mengakibatkan adanya kekeruhan.
Kandungan zat-zat kimia yang terkandung dalam air limbah rumah tangga sangat tergantung
pada sabun, deterjen, dan pengharum baju. Seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk
mengakibatkan terjadinya peningkatan pemakaian air dalam rumah tangga yang menyebabkan
peningkatan jumlah limbah cair (Marhadi, 2016).
Limbah cair domestik adalah hasil limbah dari perumahan, bangunan perdagangan,
perkantoran, dan sarana sejenisnya. Volume limbah cair dari daerah perumahan bervariasi, dari
200 sampai 400 liter per orang per hari, tergantung pada tipe rumah. Aliran terbesar berasal dari
rumah keluarga tunggal yang mempunyai beberapa kamar mandi, mesin cuci otomatis, dan
peralatan lain yang menggunakan air. Angka volume limbah cair sebesar 400 liter/orang/hari
bisa digunakan untuk limbah cair dari perumahan dan perdagangan, ditambah dengan rembesan
air tanah (infiltration). Air limbah rumah tangga sebagian besar mengandung bahan organik
sehingga memudahkan di dalam pengelolaannya (Khaliq, 2015).
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan pemukiman,
rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapa bentuk dari air limbah
ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga. Air
limbah domestik mengandung bahan organik (protein, kaborhidrat, dan lemak) dan anorganik
(butiran, garam, dan metal) baik tersuspensi maupun terlarut. Kegiatan pemlimbah langsung air
limbah domestik ke sungai karena belum adanya pengolahan pada air limbah dapat
menyebabkan penurunan kualitas baik air, air tanah, maupun tanah, merusak ekosistem
perairan, penurunan tingkat estetika suatu wilayah, dan timbulnya bau (Ratnawati, 2020).
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun
tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang
dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Air limbah
ini berasal dari berbagai sumber, semua cairan yang dibuang, baik yang mengandung kotoran
manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan, maupun yang mengandung sisa-sisa proses dari
industri. Secara garis besar air limbah dapat dibagi menjadi empat golongan (Khaliq, 2015):
1. Air kotor: air limbah yang berasal dari kloset yang mengandung kotoran manusia yang
berasal dari alat-alat plambing lainnya;
2. Air bekas: air limbah yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti bak mandi (bath
tub), bak cuci tangan, bak dapur, dsb;
3. Air hujan: dari atap, halaman, dsb;
4. Air limbah khusus: yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan berbahaya seperti yang
berasal dari pabrik, air limbah dari laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di
rumah sakit, rumah pemotongan hewan, air limbah yang bersifat radioaktif atau mengandung
bahan radioaktif yang dibuang dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir atau laboratorium penelitian
atau pengobatan yang menggunakan bahan radioaktif. Air limbah yang mengandung banyak
lemak berasal dari restoran, akhir-akhir ini menjadi masalah dan dimasukkan dalam
kelompok ini karena banyak mengandung heksan.
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu.
Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan
yang baik. Adapun tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain (Kencanawati,
2016):
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga;
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air;
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan;
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.
Sementara itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratkan
berikut (Kencanawati, 2016):
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum;
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan;
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam
penggunaannya sehari-hari;
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit;
5. Tidak terbuka dan harus tertutup;
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan desain suatu sistem
penyaluran air limbah meliputi (Marhadi, 2016):
1. Sistem perpipaan merupakan saluran yang tertutup, sehingga terhindar dari gangguan
terhadap lingkungan di sekitarnya dan saluran tidak terganggu oleh kegiatan di sekitarnya;
Sistem pengelolaan air limbah setempat (OnSite System), merupakan sistem pengelolaan
dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki
sistem setempat merupakan sistem penyaluran air limbah yang dialirkan ke dalam suatu tempat
penampungan seperti tangki septik sebagai tempat pengolahan. sistem ini biasanya digunakan
dalam skala kecil, tetapi ada juga yang digunakan dalam skala besar (WC Umum). Sistem ini
biasanya digunakan pada daerah yang tidak ada riol kota. Kriteria perencanaan untuk sistem
setempat (onsite system), meliputi kemampuan ekonomi rendah, pemakaian air kurang dari 120
liter/orang/hari, jumlah penduduk yang terlayani kurang dari 200 jiwa/ha, pendapatan ekonomi
penduduk rendah, dan persyaratan badan air penerima rendah (Marhadi, 2016).
Sistem pembuangan setempat (onsite system) adalah fasilitas pembuangan air limbah yang
berada di dalam daerah persil pelayananya (batas tanah yang dimiliki). Contoh sistem
pembuangan air limbah domestik setempat adalah sistem cubluk atau septic tank. Keuntungan
pemakaian sistem pembuangan setempat adalah biaya pembuatan murah, biasanya dibuat oleh
sektor swasta/pribadi, teknologi cukup sederhana, sistem sangat privasi karena terletak pada
persilnya, operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing, nilai manfaat
dapat dirasakan segera seperti bersih, saluran air hujan tidak lagi dibuangi air limbah, terhindar
dari bau busuk, timbul estetika pekarangan, dan populasi nyamuk berkurang. Kemudian untuk
kerugian pemakaian sistem pembuangan setempat adalah tidak selalu cocok di semua daerah,
sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan, bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah
dibuang kesaluran drainase, dan risiko mencemari air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan
dengan baik (Mende, 2015).
1. On Site Individual
2. On site Komunal
Zona pengendapan pada ABR digunakan untuk mengendapkan padatan yang besar sebelum
melewati kompartemen selanjutnya. Pada setiap kompartemen, air mengalir ke bawah
disebabkan oleh dinding penyekat atau pipa yang mengarah ke bawah. Pencegahan
masuknya scum yang terbentuk di aliran up-flow dilakukan dengan outlet dari masing-
masing tangki diletakkan sedikit dibawah muka air. Hal yang paling menguntungkan dari
ABR adalah kemampuan untuk membagi proses asidogenesis dan metanogenesis pada
reaktor, yang mana memungkinkan berbagai macam kelompok bakteri berkembang biak
pada kondisi favoritnya (Wulandari, 2014).
ABR memiliki banyak variasi kompartemen (2-11 kompartemen). Umumnya ABR memiliki
4 kompartemen yang dirangkai secara seri. Kompartemen terakhir dapat ditambahkan filter
di bagian atas unit, dengan maksud untuk menyisihkan partikel padatan yang masih ada.
Perawatan pada unit ABR cukup mudah. Tangki ABR diharuskan untuk dicek ketinggian
scum dan lumpur agar ABR ini berfungsi dengan baik. Lumpur pada ABR diambil
Media biasanya dipasang secara random atau acak dengan tiga jenis operasi up-flow,
downflow, dan fluidized bed. Ada beberapa jenis biofilter anaerob yang umum dipakai di
Indonesia, salah satunya adalah biofilter up-flow. Prinsip kerja biofilter up-flow ini pada
dasarnya sama dengan tangki septik biasa, yakni terdiri dari bak pengendap, ditambah
dengan suatu filter yang diisi dengan kerikil atau batu pecah. Penguraian zat zat organik yang
ada dalam air limbah atau tinja dilakukan oleh bakteri anaerobik. Cocok digunakan untuk
daerah yang berpenduduk padat atau untuk daerah yang muka air tanahnya cukup tinggi
misalnya daerah pantai atau rawa. Biofilter anaerob sebenarnya juga sangat cocok digunakan
untuk mengolah air limbah yang memiliki persentase padatan tersuspensi yang rendah,
seperti dalam skala rumah tangga (Zevri, 2011).
Adapun cara kerja pengolahan biofilter anaerob adalah sebagai berikut (Zevri, 2011):
a. Air limbah dari toilet (tinja dan air pembilas), kamar mandi dan air bekas cucian dialirkan
ke bak pengendap (septic tank). Di dalam bak pengedap ini kotoran padat (suspended
organic) akan terurai secara anaerob menjadi bentuk yang larut dalam air dan yang tak
terurai akan menjadi lumpur yang akan mengendap di dasar bak pengendap;
b. Air limpasan dari bak pengendap I dialirkan ke bak pengendap II, kemudian dari bak
pengendap II air limbah dialirkan ke filter yang berisi kerikil dengan aliran dari bawah ke
atas (up flow). Selanjutnya air limpasan dari filter dibuang ke sungai atau saluran umum.
Perencanaan pembangunan bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain
(Zevri, 2011):
a. Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul, harus
tahan terhadap asam dan harus kedap air;
b. Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah;
c. Waktu tinggal (detention time) 1 s/d 3 hari;
d. Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 :1.
Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter;
e. Kedalaman air efektif antara 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi
ruang untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur
sekitar 0,03 - 0,04 m3/orang/tahun);
f. Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan
pengurasan lumpur;
g. Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 – 3 tahun.
Sementara itu, untuk merencanakan biofilter up flow harus memenuhi beberapa persyaratan
yakni (Zevri, 2011):
a. Bak filter terdiri 1 (satu) ruangan atau lebih;
b. Media filter terdiri dari kerikil atau batu pecah dengan ukuran diameter rata-rata 20 - 25
mm dan ratio volume rongga 0,45;
c. Tinggi filter (lapisan kerikil) 0,9 - 1,2 meter;
d. Beban hidrolik filter maksimum 3,4 m3/m2/hari;
e. Waktu tinggal dalam filter 6 - 9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).
4. Bio-digester
Bio-digester adalah pengolahan air limbah dengan melalui proses biologis secara anaerobik
atau tanpa oksigen. Proses penguraian materi organik dari air limbah yang diolah akan
menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif. Air limbah yang diolah
akan terpisah menjadi padatan (lumpur) dan cairan (supernatant) yang masih harus diolah
lebih lanjut karena masih mengeluarkan bau walaupun konsentrasi material organik sudah
jauh berkurang. Bio-digester cocok digunakan untuk limbah dengan konsentrasi material
organik yang tinggi seperti limbah dari wc/kakus, limbah industri tahu dan tempe, limbah
dari rumah potong hewan dan peternakan. Gambaran tangki bio-digester dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Aplikasi Tangki Septik Bersekat Dengan Filter Dan Tanaman
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2012
6. Kolam Aerobik
Kolam aerobik ini pada prinsipnya sama dengan kolam aerobik pada Instalasi Pengolahan
Air Lumpur Tinja (IPLT) namun dalam skala yang lebih kecil mengacu pada jumlah
pengguna dari kolam ini. Biasanya diperlukan 2 atau 3 kolam untuk menurunkan konsentrasi
BOD. Proses pengolahan menggunakan proses aerobik sehingga membutuhkan tambahan
oksigen ke dalam kolam. Penambahan oksigen ke dalam kolam dapat dilakukan dengan cara
membuat undakan pada kolam atau meninggikan pipa inlet dari muka air dalam kolam. Pada
saat air jatuh ke kolam berikutnya yang lebih rendah, maka terjunan dan golakan air yang
terjadi dapat membantu menambah oksigen pada air di dalam kolam. Kebutuhan lahan untuk
50 KK dengan kolam aerobik diperkirakan seluas 15 m2. Gambaran kolam aerobik dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pemlimbah air limbah rumah
tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan
masing-masing rumah ke saluran pengumpul air limbah dan selanjutnya disalurkan secara
Sistem penyaluran air limbah (SPAB) kawasan merupakan sistem jaringan perpipaan yang
menyalurkan air limbah dari sumber menuju unit pengolahan. Penanaman jaringan perpipaan
yang relatif dalam, membuat sistem perpipaan tersebut tahan terhadap tekanan akibat beban
dari kendaraan. Oleh karena itu, sistem ini cocok diterapkan pada daerah pusat pelayanan kota,
daerah pusat pemerintahan, daerah CBD (Centre Business Development), daerah sub pusat
pelayanan kota dan lingkungan, daerah pusat pertumbuhan lingkungan, daerah yang didominasi
permukiman atau daerah permukiman developer dengan jumlah rumah lebih dari 500 unit.
Daerah tersebut banyak dilalui oleh kendaraan dan juga alat berat (Ananda, 2016).
Keuntungan pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah (Ditjen Cipta Karya, 2011):
1. Pelayanan yang lebih aman;
2. Menampung semua jenis limbah domestik;
3. Pencemaran airktanah dan lingkungan dapat dihindari;
4. Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi;
5. Masa/umur pemakaian relatif lebih lama.
Kerugian pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah (Ditjen Cipta Karya, 2011):
1. Memerlukan biaya yang tinggi;
2. Memerlukan tenaga yang terampil untuk operasional;
3. Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan untuk jangka panjang;
4. Nilai pemanfaatan terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua penduduk terlayani.
Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pemlimbah air limbah rumah
tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan
masing-masing rumah ke saluran pengumpul air limbah dan selanjutnya disalurkan secara
terpusat ke bangunan pengolahan air limbah sebelum dibuang ke badan perairan (Ananda,
2016).
Kelebihan sistem rioluukuran kecil (small bore sewer) (Ditjen Cipta Karya, 2011):
a. Membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif murah;
b. Mengurangi kebutuhan pengolahan seperti screening;
c. Biasanya dibutuhkan pada daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang resapan
atau bidang resapannya tidak efektif karena permeabilitasnya jelek.
Kekurangan sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) (Ditjen Cipta Karya, 2011):
a. Memicu terjadinya clogging karena menggunakan diameter pipa yang kecil;
b. Memerlukan lahan yang lebih untuk tangki.
3. Shallow Sewer
Shallow sewer merupakan sistem pemlimbah air limbah dengan sistem perpipaan yang
cocok untuk diterapkan pada daerah-daerah yang padat dan masyarakat berpenghasilan
rendah. Shallow sewer dirancang untuk menerima air limbah domestik yang akan dialirkan
ke tempat pengolahan atau pemlimbah. Sistem ini terdiri atas pipa-pipa berdiameter kecil
(100 s/d 200 mm) yang diletakkan pada daerah yang datar dan bebas dari kesibukan lalu
lintas yang padat, seperti gang-gang di belakang rumah (DPU, Tata Cara Dasar-dasar
Pengelolaan Air Limbah).
(a) (b)
Gambar 2.5 Skema saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak teratur (a) dan teratur (b)
Sumber: Zevri, 2010
4. Pressure Sewer
Pressure sewer adalah sistemgsaluran pemlimbah terpusat yang memanfaatkan kecil,
bertenaga, pompa penggiling rendah setiap properti yang kemudian terhubung ke jaringan
debit terpusat. Tekanan dibuat pada setiap sambungan properti memungkinkan limbah yang
akan diangkut ke pabrik pengolahan atau lain sistem saluran pemlimbah yang
menghubungkan. Jaringan ini dibangunhdari diameter kecil pola pipa yang dipasang di parit
sempit dan dangkal atau melalui directional drilling dan memungkinkan jaringan yang akan
dibangung dengan minimal fokus pada kelas dan memungkinkan untuk kontrol yang lebih
besar dari desain dan tata letak jaringan (Ditjen Cipta Karya, 2011).
2.4 Perhitungan Hidrolis Perpipaan (saluran terbuka, grafik dan tabel Manning)
Profil hidrolis merupakan titik letak penanaman pipa air limbah yang akan dipasang pada jalan.
Melalui profil hidrolis, dapat diketahui kedalaman penanaman yang harus digali pada saat
konstruksi dan peletakan serta kebutuhan bangunan pelengkap. Dalam perhitungan hidrolisis
perpipaan di dalam penyaluran air limbah ini terdapat beberapa metoda dasar dalam analisis
aliran dalam pipa riol, di antaranya (Zevri, 2011) :
Q = A1 × v1 = A2 × v2 = tetap ……………………………………….………………...(2.1)
2. Persamaan Momentum
Untuk memperoleh gaya-gaya aliran:
ρxQ
∑F x= ( ) [(vx )2- (vx )1] …………….…………………………………...……(2.2)
q
v2 v2
Z1 + 2g1 + hp1 + d1 + E1 = Z2 + 2g2 + hp2 + d2 + E2 ……………………………………………….…………(2.4)
Persamaan yang digunakan dalam desain saluran air limbah biasanya adalah persamaan Hazen-
Williams dan persamaan Manning. Persamaan Manning telah diaplikasikan secara luas dalam
saluran air limbah, berlaku baik untuk saluran aliran penuh daln aliran sebagian penuh yang
terakhir adalah kondisi yang paling sering ditemui. Tiga bentuk dari persamaan Manning yang
sering digunakan adalah:
1
v = 𝑛 R2/3 S1/2…………………………………………………………………………….....(2.8)
2 2
(v )(n )(6,3448) …………………..……………………………………….………………………………(2.9)
S= D1,333
1
Q= R2/3 S1/2 A…..……………………………………………………………………....(2.10)
𝑛
1
v = 𝑛 R2/3 S1/2………………………………………………………………………...……(2.11)
2 2
(v )(n )(6,3448)...……………………………………………………………......(2.12)
S= D1,333
1
Q= R2/3 S1/2 A……………………………………………………………………….….(2.13)
𝑛
Khusus untuk air limbah yang berasal dari industri, besarnya debit tergantung dari jenis dan
kapasitas produksi dari industri itu sendiri sehingga tidak ada ketentuan baku untuk
perhitungannya, sedangkan air limbah yang berasal dari domestik dapat dilakukan pendekatan
rumus sebagai berikut (Metcalf and Eddy, 1991):
Air yang masuk ke dalam jalur perpipaan pada pengaliran air limbah, juga akan bertambah,
yaitu air yang berasal dari infiltrasi tanah, air hujan dan air permukaan.
Debit infiltrasi air tanah berkisar 1-3 l/detik/1000 m panjang pipa, resapan air tanah ke dalam
sistem di perhitungkan dengan persamaan (Hardjosuprapto, 2000) :
Besarnya harga debit harian maksimum (Qmd) bervariasi antara 1,1-1,25 dari debit rata-rata air
limbah (DPU, 1986). Rumus yang digunakan adalah (Hardjosuprapto, 2000):
Qp = Qr × fp ………….....................................................................................................(2.17)
Perhitungan debit minimum dari air limbah diperlukan dalam perencanaan penyaluran dan
instalasi pengolahan air limbah, karena pada kondisi ini aliran akan menjadi kecil. Hal ini dapat
menimbulkan pengaruh pada saluran air limbah yaitu :
1. Aliran menjadi lambat dan memungkinkan terjadinya pengendapan partikel air dalam
saluran;
2. Adanya pengendapan dan aliran yang lambat akan menyebabkan pembusukkan zat-zat
organik yang terdapat di dalam air limbah tersebut oleh aktivitas bakteri;
3. Perlu atau tidaknya suatu bangunan penggelontor dengan mengetahui kondisi aliran
maksimum.
Debit minimum diperoleh dari persamaan:
Qmin = fmin Qrata.............................................................................................................(2.18)
Debit perencanaan yang merupakan akumulasi debit puncak dengan debit infiltrasi dalam
desain penyaluran dan instalasi pengolahan air limbah (Hardjosuprapto, 2000):
Kandungan yang ada dalam air limbah adalah bahan organik dan bahan anorganik. Sedangkan
debit air limbah sangat bergantung kepada (Metcalf & Eddy, 1991):
1. Pemakaian air minum, biasanya 60-80% dari debit air minum;
2. Jenis sambungan rumah;
3. Untuk industri, tergantung dari jenis industrinya;
2. 6 Kriteria Perencanaan
Kecepatan aliran adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran dalam satuan waktu.
Biasanya kecepatan dinyatakan dalam satuan m/det. Kecepatan aliran pada saluran tidak
merata. Dalam kriteria perencanaan air limbah kecepatan adalah hal penting yang harus
diperhatikan. Kecepatan aliran dibagi dua, yaitu (Babbit, 1982):
1. Kecepatan maksimum
a. Jika air limbah mengandung pasir, v = 2 - 2,4 m/det;
b. Jika air limbah tanpa pasir, v = 3 m/det.
Kecepatan di atas memenuhi kebutuhan untuk mengantarkan air limbah secepatnya menuju
instalasi, tidak terjadi penggerusan sehingga ketahanan pipa dapat dijaga.
2. Kecepatan minimum
a. Untuk daerah datar, v = 0,6 m/det;
b. Daerah tropis, v = 0,9 m/det
Kecepatan diatas mempertimbangkan kemampuan air limbah untuk self-purification dan
mencegah air limbah lebih lama dalam pipa (sulfur tidak mengoksidasi pipa).
Kedalaman aliran minimum (dmin) bisa saja sama dengan kedalaman berenang. Untuk pipa PVC
dmin-nya adalah 5 cm, sedangkan untuk pipa beton adalah 7,5-10 cm. Kedalaman berenang
adalah kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel-partikel mengikuti aliran pada saat
kecepatan minimum. Perbandingan antara kedalaman (d) aliran terhadap diameter (D) saluran
adalah (Babbit 1982):
1. Kedalaman minimum pada pipa PVC adalah 5 cm, sedangkan beton 7,5-10 cm;
2. Kedalaman berenang adalah kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel saat
kecepatan minimum. Pada saat debit minimum dan kedalaman berenang tidak tercapai,
maka saluran harus digelontor;
3. Kedalaman maksimum adalah 2/3 dari diameter pipa.
Kemiringan saluran berpengaruh besar terhadap kecepatan aliran, biaya operasi dan
pemeliharaaan serta berhubungan dengan kedalaman pemasangan pipa. Besarnya kemiringan
pipa atau saluran sangat berpengaruh, mengingat sifat aliran yang terbuka, dengan cara
pengaliran gravitasi. Kemiringan harus diusahakan sekecil mungkin, tetapi mampu
memberikan kecepatan yang diharapkan (0,6–3 m/dt). Pada penyaluran air limbah, dikenal dua
sistem pengaliran yang digunakan dan keduanya menggunakan kemiringan yang berbeda yaitu
(Babbit, 1982):
1. Pengaliran secara gravitasi, yaitu pengaliran yang memanfaatkan gaya gravitasi untuk
mengalirkan air dalam saluran baik saluran terbuka maupun saluran tertutup. Kemiringan
saluran disesuaikan antara topografi dengan rentang kemiringan yang diperbolehkan.
2. Pengaliran yang bertekanan atau menggunakan pompa, yaitu pengaliran yang terjadi karena
ada pemompaan yang dilakukan dalam saluran tertutup karena muka air tidak dapat
berhubungan secara bebas dengan atmosfer. Pompa biasanya dipakai pada daerah
cenderung mendatar atau mendaki. Kemiringan saluran dibuat efisien agar penggunaan
pompa dapat dihemat.
Mengingat sifat aliran air alami adalah aliran terbuka dan memanfaatkan gravitasi, maka
kemiringan saluran sangat berpengaruh pada kecepatan aliran. Dalam hal ini kemiringan harus
diusahakan sekecil mungkin, tapi mampu memberikan kecepatan yang diharapkan. Keterangan
lebih lanjut mengenai hubungan antara diameter pipa dengan slope dapat dilihat pada Tabel 2.2
dibawah ini.
Pipa diletakkan di pinggir jalan yakni di sebelah kiri atau sebelah kanan jalan. Ada beberapa
alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan/kondisi daerah pelayanan.
Demi praktis dalam pemasangan dan pemeliharaan saluran, maka hal - hal yang perlu
diperhatikan dalam penempatan dan pemasangan pipa atau saluran di bawah tanah adalah
sebagai berikut (Haryanti, 2005):
1. Jenis jalan yang akan dilalui tempat saluran ditaman mengingat gaya berat yang
mempengaruh;
2. Jenis tanah yang akan ditanami pipa;
3. Adanya saluran-saluran seperti saluran air minum. Saluran air limbah ditempatkan
dibawahnya;
4. Ketebalan tanah urug dan kedalaman pipa dari muka tanah, harus disesuaikan dengan
diameter saluran.
Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan
atau kondisi daerah pelayanan (Haryanti, 2005):
1. Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila bagian kiri dan kanan jalan terdapat jumlah
rumah yang hampir sama banyak;
2. Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang satu bagian sisi mempunyai jumlah rumah
yang lebih banyak daripada sisi lainnya, saluran ditempatkan pada sisi jalan dengan jumlah
rumah terbanyak;
3. Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika kedua sisi jalan tersebut terdapat
banyak sekali rumah atau bangunan;
4. Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya,
perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai elevasi lebih tinggi;
5. Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya dan mempunyai
elevasi lebih inggi dari jalan, maka penempatan saluran dilakukan di tengah jalan.
Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh air limbah untuk mengalir ke badan
pengumpul limbah. Waktu tempuh adalah waktu total yang dibutuhkan dalam perjalanan, sudah
termasuk berhenti dan tundaan, dari satu tempat ke tempat lain yang melalui rute tertentu. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam waktu tempuh saluran adalah sebagai berikut (Babbit, 1982):
Waktu tempuh merupakan perbandingan antara jarak tempuh tiap segmen dengan kecepatan
aliran air tiap segmen pipa. Secara matematis dapat dituliskan dengan:
Li
t= ≤ 18 jam............................................................................................................. (2.13)
vi
Keterangan:
Li = jarak yang ditempuh tiap segmen (m);
vi = kecepatan aliran tiap segmen pipa (m/det).
Pipa adalah saluran berbentuk tabung atau selongsong bundar yang digunakan untuk
mengalirkan cairan atau gas. Dalam sistem perpipaan, kita akan mengenal istilah NPS. NPS
yang memiliki kepanjangan dari Nominal Pipe Size adalah istilah yang menunjukan diameter
nominal dari sebuah pipa. Negara-negara berkembang sumber daya bahan-bahan,
perlengkapan, dan dananya terbatas, pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, antara lain (Dirjen Cipta Karya, 2011):
1. Keadaan lapangan, drainase, topografi, tanah, kemiringan, dan sebagainya;
2. Sifat aliran dalam pipa, koefisien geseran;
3. Umur pakai yang diharapkan;
4. Tahan gesekan, asam, alkali, gas dan pelamt;
5. Mudah penanganan dan pemasangannya;
6. Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah;
7. Jenis sambungan dan kemudahan pemasangannya, mudah dicari atau ada dipasaraan;
8. Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya;
9. Tersedianya pekerja terampil.
Pola-pola jaringan yang umum diterapkan pada sistem penyaluran air limbah (Marhadi, 2016):
1. Pola interceptor
Pola interceptor merupakan pola sistem campuran terkendali. Pipa interceptor biasa
digunakan pada musim kering, kecepatan pada pipa ini didesain sehingga aliran tidak dapat
meloncati lubang pipa tegak. Selanjutnya aliran akan masuk terperosok ke dalam pipa tegak
dan masuk ke dalam pipa interceptor. Pada musim hujan kecepatan aliran akan menjadi
besar sehingga dapat meloncati lubang pipa tegak dan masuk langsung ke badan air
penerima. Pipa interceptor memiliki pipa dengan diameter terbesar dalam sistem air limbah
dan terjauh di hilir dalam sistem tercampur. Sementara itu untuk sistem terpisah, pol aini
juga digunakan untuk mengumpulkan aliran dari pipa utama dan trunk sewer dan
membawanya ke tempat pengolahan.
3. Pola wilayah/zona
Pola zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terbagi-
bagi dikarenakan keberadaan sungai pembagi di daerah pelayanan tersebut. Hal ini
dikarenakan pipa penyebrangan/perlintasan mahal untuk dibangun. Pola wilayah/zona ini
pada akhir pipa induk akan dibuat BPAB.
4. Pola kipas
Pola Kipas adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak pada suatu
lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari dua cabang
saluran, yang kemudian bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall atau BPAB.
5. Pola radial
Merupakan pola yang diterapkan pada daerah pelayanan berupa bukit. Pola jaringan ini
menyebar ke segala arah, sehingga jalur yang ditempuh menjadi lebih pendek. Sistem
dengan pola radial ini memerlukan banyak instalasi pengolahan.
Penempatan saluran air limbah perlu dipertimbangkan dengan keadaan lapangan, keamanan
jaringan sistem itu sendiri dan pengaruhnya terhadap jaringan pipa air minum yang telah ada
maupun dalam perencanaan. Kedalaman penanaman pipa minimal disesuaikan dengan kelas
jalan yang dilewati saluran, jenis tanah, lokasi bangunan yang akan menggunakan fasilitas air
limbah, kekuatan saluran dan diameter saluran. Kedalaman penanaman pipa air limbah
tergantung dari fungsi pipa itu sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya ada pipa persil, servis,
lateral, dan induk. Kedalaman awal pemasangan pipa dapat dilihat sebagai berikut:
Untuk pipa small bore sewer, penanaman pipa riolnya dari 0,6 m (di lahan persil = sambungan
rumah/gedung) sampai dalam sekali pada lajur saluran riol induknya (di Indonesia maksimum
sekitar 7,0 m).
Bangunan pelengkap adalah semua bangunan yang ikut menunjang dalam mengalirkan
kelancaran air limbah di dalam sistem penyaluran sampai ketempat pengolahan air limbah.
Perlengkapan saluran air limbah adalah semua bangunan yang ikut menunjang kelancaran
penyaluran air limbah selama pengalirannya. Bangunan pelengkap terdiri dari berbagai macam
bentuk dan fungsi. Berikut merupakan beberapa jenis bangunan pelengkap (Effendi dkk, 2017):
1. Manhole
Manhole adalah lubang yang dibuat di jalan dan diameter yang dibuat berukuran cukup besar
sehingga manusia dapat masuk ke dalamnya. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan
atau memperbaiki serta membersihkan saluran dari kotoran yang terbawa oleh aliran air kotor.
Manhole ini ditempatkan pada tempat-tempat tertentu, yaitu (Effendi dkk, 2017):
a. pada perubahan arah aliran (belokan, pertemuam saluran);
b. pada saat terjadi perubahan diameter;
c. pada jarak yang mempunyai kemiringan berbeda;
Bentuk penampang dari manhole ada 2 (dua) macam, yaitu (Effendi dkk, 2017):
1) Empat persegi panjang
Umumnya digunakan untuk manhole yang mempunyai kedalaman tidak terlalu dalam dan
tidak dapat dimasuki oleh operator. Manhole ini ditempatkan pada tempat yang tidak akan
terkena beban telalu berat.
2) Bulat
Dipergunakan untuk ukuran yang lebih besar. Karena mempunyai konstruksi yang lebih besar
pula dibandingkan dengan penampang persegi empat.
Tabel 2.2 Penentuan diameter Manhole
Jumlah pipa yang masuk
Maksimum
1 2 3
Diameter
Diameter Manhole (mm)
400 1200 1200 1500
600 1200 1500 1500
900 1200 1800 2100
1200 2100 spesial spesial
Sumber: Effendi dkk, 2017
Tabel 2.3 Jarak Manhole Menurut Diameter Pipa
Diameter saluran(mm) Jarak antar Manhole (m)
S< 200 50 – 100
200 – 500 100 –125
500 – 1000 125 – 150
> 1000 50 – 200
Sumber: Effendi dkk, 2017
Penggunaan bangunan ini bervariasi, ada 5 (lima) jenis manhole yang biasa digunakan
untukjaringan penyaluran air limbah, yaitu (Effendi dkk, 2017):
1) Type A
- Untuk saluran persil dan sekunder;
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) dari muka tanah adalah 0,45–1,5
meter;
- lebar bangunan 1,1 meter;
- tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter yang terbuat dari beton cetek, akan tetapi jika
manhole terletak di jalan maka terbuat dari besi tuang.
2) Type B
- Untuk saluran yang berdiameter sampai dengan 1.200 mm;
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) 0,8 – 2,7 meter;
- dinding bulat terbuat dari beton dengan ketebalan dinding 20 cm, diameter manhole
- tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk;
- untuk saluran persil dan sekunder tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter terbuat dari beton