Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang

Air limbah domestik adalah limbah cair yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, dan
kotoran manusia. Adapun yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah
yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restaurant),
perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Pada air limbah rumah tangga non septic tank
biasanya mengandung partikel-partikel koloid yang dapat mengakibatkan adanya kekeruhan.
Kandungan zat-zat kimia yang terkandung dalam air limbah rumah tangga sangat tergantung
pada sabun, deterjen, dan pengharum baju. Seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk
mengakibatkan terjadinya peningkatan pemakaian air dalam rumah tangga yang menyebabkan
peningkatan jumlah limbah cair (Marhadi, 2016).

Limbah cair domestik adalah hasil limbah dari perumahan, bangunan perdagangan,
perkantoran, dan sarana sejenisnya. Volume limbah cair dari daerah perumahan bervariasi, dari
200 sampai 400 liter per orang per hari, tergantung pada tipe rumah. Aliran terbesar berasal dari
rumah keluarga tunggal yang mempunyai beberapa kamar mandi, mesin cuci otomatis, dan
peralatan lain yang menggunakan air. Angka volume limbah cair sebesar 400 liter/orang/hari
bisa digunakan untuk limbah cair dari perumahan dan perdagangan, ditambah dengan rembesan
air tanah (infiltration). Air limbah rumah tangga sebagian besar mengandung bahan organik
sehingga memudahkan di dalam pengelolaannya (Khaliq, 2015).

Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha atau kegiatan pemukiman,
rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapa bentuk dari air limbah
ini berupa tinja, air seni, limbah kamar mandi, dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga. Air
limbah domestik mengandung bahan organik (protein, kaborhidrat, dan lemak) dan anorganik
(butiran, garam, dan metal) baik tersuspensi maupun terlarut. Kegiatan pemlimbah langsung air
limbah domestik ke sungai karena belum adanya pengolahan pada air limbah dapat
menyebabkan penurunan kualitas baik air, air tanah, maupun tanah, merusak ekosistem
perairan, penurunan tingkat estetika suatu wilayah, dan timbulnya bau (Ratnawati, 2020).

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun
tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang
dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Air limbah
ini berasal dari berbagai sumber, semua cairan yang dibuang, baik yang mengandung kotoran
manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan, maupun yang mengandung sisa-sisa proses dari
industri. Secara garis besar air limbah dapat dibagi menjadi empat golongan (Khaliq, 2015):
1. Air kotor: air limbah yang berasal dari kloset yang mengandung kotoran manusia yang
berasal dari alat-alat plambing lainnya;
2. Air bekas: air limbah yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti bak mandi (bath
tub), bak cuci tangan, bak dapur, dsb;
3. Air hujan: dari atap, halaman, dsb;
4. Air limbah khusus: yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan berbahaya seperti yang
berasal dari pabrik, air limbah dari laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di
rumah sakit, rumah pemotongan hewan, air limbah yang bersifat radioaktif atau mengandung
bahan radioaktif yang dibuang dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir atau laboratorium penelitian
atau pengobatan yang menggunakan bahan radioaktif. Air limbah yang mengandung banyak
lemak berasal dari restoran, akhir-akhir ini menjadi masalah dan dimasukkan dalam
kelompok ini karena banyak mengandung heksan.

2.2 Tingkat Pelayanan

Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum menyiapkan strategi pengolahan limbah


manusia untuk Repelita VI3. Repelita VI3 adalah program pembangunan yang bertujuan
membangun infrastruktur Indonesia. Program ini memiliki target sebagai berikut (DPU, 2003):
1. Kota metropolitan dan kota besar;
a. Sebanyak 50% dari penduduk dilayani dengan sistem sanitasi setempat.
b. Sebanyak 25% dari penduduk dilayani dengan sistem sanitasi terpusat, dimana 10%
dilayani dengan sistem sewer dan 15 dilayani dengan sistem pipa interceptor.
2. Kota sedang 75% dari penduduk dilayani dengan sistem sanitasi setempat, dengan
penyediaan truk tinja dan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT);
3. Kota kecil 60% dari penduduk dilayani dengan sistem sanitasi setempat dengan penyediaan
lumpur tinja;
4. Daerah perdesaan 7000 akan menerima fasilitas sanitasi setempat. Target pelayanan adalah
60%.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang


mengamanatkan program 100-0-100 dalam universal acces, yaitu 100% akses aman air minum,
bebas kumuh dan 100% akses sanitasi yang layak pada akhir tahun 2024. Menurut Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang RPJMN 2005-2025 tentang Universal Access, arahan
RPJMN 2005-2025 adalah pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi yang

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-2


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keutuhan dasar masyarakat, sedangkan target RPJMN
2020-2024 adalah terpenuhinya penyediaan air minum untuk kebutuhan dasar masyarakat.
Sanitasi yang baik dapat dilihat juga dari sistem penyaluran air limbahnya seperti di dalam
universal access ini sanitasi dibagi menjadi air limbah dengan targetnya 85% onsite system dan
15% offsite system untuk memenuhi 100% sasaran pemenuhan sanitasi. Sanitasi yang baik juga
dilihat dari sistem penyaluran air limbah. Berdasarkan Millennium Development Goals
(MDG’s) tingkat pelayanan akan sanitasi yang baik target MDG’s untuk tahun 2015 yaitu
sebesar 65,5%. Namun, sampai tahun 2010 baru tercapai sebesar 52,1% artinya Indonesia butuh
bekerja lebih giat lagi untuk mencapai target MDG’s untuk tingkat pelayanan sanitasi yang baik
(Hermana, 2012).

2.3 Sistem Pengelolaan Air Limbah

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu.
Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan
yang baik. Adapun tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain (Kencanawati,
2016):
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga;
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air;
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan;
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.

Sementara itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratkan
berikut (Kencanawati, 2016):
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum;
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan;
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam
penggunaannya sehari-hari;
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit;
5. Tidak terbuka dan harus tertutup;
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

Hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan desain suatu sistem
penyaluran air limbah meliputi (Marhadi, 2016):
1. Sistem perpipaan merupakan saluran yang tertutup, sehingga terhindar dari gangguan
terhadap lingkungan di sekitarnya dan saluran tidak terganggu oleh kegiatan di sekitarnya;

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-3


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
2. Air bekas dibuang dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu keindahan dan
kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh proses penguraian;
3. Waktu pengaliran air limbah dari titik terjauh ke lokasi pengolahan tidak boleh lebih dari 18
jam untuk menghindari terjadinya proses penguraian dalam saluran;
4. Penyaluran air limbah dilakukan dengan cara gravitasi dalam saluran tidak bertekanan;
5. Jaringan sistem pengumpul harus melayani semua daerah pelayanan.

2.3.1 Sistem Pengelolaan Air Limbah OnSite

Sistem pengelolaan air limbah setempat (OnSite System), merupakan sistem pengelolaan
dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki
sistem setempat merupakan sistem penyaluran air limbah yang dialirkan ke dalam suatu tempat
penampungan seperti tangki septik sebagai tempat pengolahan. sistem ini biasanya digunakan
dalam skala kecil, tetapi ada juga yang digunakan dalam skala besar (WC Umum). Sistem ini
biasanya digunakan pada daerah yang tidak ada riol kota. Kriteria perencanaan untuk sistem
setempat (onsite system), meliputi kemampuan ekonomi rendah, pemakaian air kurang dari 120
liter/orang/hari, jumlah penduduk yang terlayani kurang dari 200 jiwa/ha, pendapatan ekonomi
penduduk rendah, dan persyaratan badan air penerima rendah (Marhadi, 2016).

Sistem pembuangan setempat (onsite system) adalah fasilitas pembuangan air limbah yang
berada di dalam daerah persil pelayananya (batas tanah yang dimiliki). Contoh sistem
pembuangan air limbah domestik setempat adalah sistem cubluk atau septic tank. Keuntungan
pemakaian sistem pembuangan setempat adalah biaya pembuatan murah, biasanya dibuat oleh
sektor swasta/pribadi, teknologi cukup sederhana, sistem sangat privasi karena terletak pada
persilnya, operasi dan pemeliharaan dilakukan secara pribadi masing-masing, nilai manfaat
dapat dirasakan segera seperti bersih, saluran air hujan tidak lagi dibuangi air limbah, terhindar
dari bau busuk, timbul estetika pekarangan, dan populasi nyamuk berkurang. Kemudian untuk
kerugian pemakaian sistem pembuangan setempat adalah tidak selalu cocok di semua daerah,
sukar mengontrol operasi dan pemeliharaan, bila pengendalian tidak sempurna maka air limbah
dibuang kesaluran drainase, dan risiko mencemari air tanah bila pemeliharaan tidak dilakukan
dengan baik (Mende, 2015).

1. On Site Individual

Kelebihan sistem onsite individual antara lain adalah (DPU, 2010):


1. Biaya pembuatan murah;
2. Biasanya dibuat oleh sektor swasta/pribadi;

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-4


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
3. Teknologi dan pembangunannya sederhana;
4. Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat menjaga privasi yang aman dan bebas;
5. Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya merupakan tanggung jawab pribadi
masing-masing, kecuali yang tidak terpisah atau dalam kelompok/blok;
6. Manfaatnya dapat dirasakan segera, yaitu;
- jamban bersih;
- saluran hujan tidak lagi dibuangi limbah air cucian, tidak lagi selalu tergenang. Aliran
limbah air cucian kecil pada musim kemarau setiap harinya, yang biasanya anak balita
suka main dalam aliran air tersebut, yang bisa mengakibatkan penyakit;
- terhindar dari bau;
- estetika pekarangan, pekaranga menjadi terbebas dari saluran dengan aliran air berwarna
hitam;
- populasi nyamuk berkurang.

Adapun kelemahan dari sistem ini adalah (DPU, 2010):


1. Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk sangat tinggi sehingga lahan yang
tersedia sangat sempit, dan muka air tanah tinggi, kecuali jika daya resap tanah yang rendah;
2. Sulit mengontrol operasi dan pemeliharaannya (terutama untuk sistem tangki septik);
3. Kesalahan pengertian bahwa limbah air cucian (air cucian dapur, kamar mandi, kamar cuci,
wastafel) tidak boleh masuk ke cubluk atau tangki septik, langsung dibuang ke saluran
drainase, sehingga terus mengakibatkan adanya air becek setiap harinya, mencemari
pemandangan, terutama badan-badan air, dan bau busuk juga mungkin terjadi;
4. Mencemari air tanah (sumur dangkal) bila pemeliharaannya tidak dilakukan dengan baik.
Biaya pembuatan relatif murah, bisa dibuat oleh setiap sektor ataupun pribadi, teknologi dan
sistem pembuangannya cukup sederhana serta operasi dan pemeliharaan merupakan
tanggung jawab pribadi.

Tipe-tipe pengolahan setempat (Hermana, 2012):


1. Cubluk
Cubluk menampung kotoran dalam lubang galian tanah di bawahnya. Sistem ini tidak cocok
untuk daerah yang mempunyai permukaan air tanah dangkal.
2. Composting toilet
Sistem ini terletak di dalam lubang toilet dengan sistem lubang galian atau pit latrine dimana
dekomposisi pada keadaan aerob dan dapat dilaksanakan di atas tanah. Cara kerja pada
sistem ini dengan menggunakan dua ruangan yang bersebelahan untuk proses pengomposan

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-5


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
(dekomposisi) yaitu satu ruang kompos untuk dipakai sebagai penampungan tinja setiap hari
dan ruang yang disebelahnya untuk proses dekomposisi.
3. Toilet siram
Toilet siram mempunyai penyekat air yang berfungsi mencegah bau dan masuknya serangga.
Tinja dalam toilet diguyur dengan menyiramkan 2 sampai dengan 3 liter air. Pembuangan
tinja dengan sistem toilet siram dengan ‘lubang galian’ tidak cocok untuk tanah yang
mempunyai muka air tanah yang tinggi.
4. Tangki septik
Tangki septik adalah suatu ruangan kedap air atau beberapa kompartemen yang berfungsi
menampung dan mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir lambat, sehingga
memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan
penguraian bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan larut air dan gas. Tangki
septik dapat dibuat dengan sistem kombinasi anaerobik dan aerobik, terbuat dari bahan
bangunan yang tahan terhadap asam dan harus kedap air. Pipa aliran masuk, aliran keluar
dan pipa udara pada tangki septik harus sesuai dengan ketentuan. Tangki septik ini
dilengkapi juga dengan bidang resapan. Beberapa persyaratan teknis pada tangki septik (SNI
03-2398-2002):
a. Bahan bangunan harus kuat dan dapat dipilih untuk bangunan dasar;
b. Tahan terhadap asam dan kedap air;
c. Penutup dan pipa penyalur air limbah adalah batu kali, bata merah, batako, beton
bertulang, beton tanpa tulang, PVC, keramik, plat besi, plastik, dan besi.

2. On site Komunal

Pengolahan air limbah domestik komunal digunakan berdasarkan beberapa pertimbangan


diantaranya adalah hasil dari pemetaan masyarakat yang dapat menggambarkan bagaimana
kondisi sumber air dan akses terhadap sarana sanitasi yang tersedia. Pemetaan masyarakat ini
juga dapat memberikan gambaran bagaimana klasifikasi kesejahteraan masyarakat terkait
dengan calon pengguna sarana sanitasi yang akan direncanakan. Pertimbangan lainnya dalam
pemilihan teknologi sanitasi yang akan digunakan seperti kondisi/karakter pemukiman,
kebiasaan/perilaku, kelayakan teknis di lapangan, prediksi perkembangan lingkungan
pemukiman, dan prediksi peningkatan sosial ekonomi masyarakat untuk 5 (lima) tahun ke
depan serta jumlah calon penerima manfaat (DPU, 2012).

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-6


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Teknologi pengolahan air limbah tersebut akan diuraikan lebih lanjut pada bagian berikut ini:
1. Tangki Septik Bersama
Pada sistem ini, WC/kakus dibangun pada masing-masing rumah, selanjutnya air limbah
dialirkan melalui pipa ke tangki septik yang dibangun di bawah tanah. Tangki septik ini
digunakan bersama untuk beberapa rumah. Proses pengolahan yang terjadi dan desain
selanjutnya sama seperti proses dan desain pada tangki septik seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Perencanaan tangki septik yang lebih detail mengacu pada SNI 03-2398-2002
Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Dengan Sistem Resapan Penggunaan tangki septik
bersama.
2. Anaerobic Baffle Reactor/ Tangki Septik Bersekat
Anaerobic baffled reactor (ABR) adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan
beberapa bak/kompartemen yang fungsinya berbeda-beda. Air limbah yang masuk pada
tangki akan diolah secara bertahap. Bak pertama akan menguraikan materi organik yang
mudah terurai dan bak berikutnya akan menguraikan material yang lebih sulit terurai. ABR
terdiri atas sebuah tangki septik dengan sekat tegak yang terpasang dalam kompartemen dan
aliran air bergerak secara naik-turun dari satu kompartemen ke kompartemen lain. Dengan
cara ini maka air limbah dipertemukan dengan sisa lumpur yang mengandung
mikroorganisme yang berfungsi menguraikan polutan dalam kondisi anaerobic. Desain
ABR menjamin masa tinggal air limbah yang lebih lama sehingga menghasilkan pengolahan
dengan kualitas tinggi dan kadar lumpur yang dihasilkan rendah (DPU, 2012).

Zona pengendapan pada ABR digunakan untuk mengendapkan padatan yang besar sebelum
melewati kompartemen selanjutnya. Pada setiap kompartemen, air mengalir ke bawah
disebabkan oleh dinding penyekat atau pipa yang mengarah ke bawah. Pencegahan
masuknya scum yang terbentuk di aliran up-flow dilakukan dengan outlet dari masing-
masing tangki diletakkan sedikit dibawah muka air. Hal yang paling menguntungkan dari
ABR adalah kemampuan untuk membagi proses asidogenesis dan metanogenesis pada
reaktor, yang mana memungkinkan berbagai macam kelompok bakteri berkembang biak
pada kondisi favoritnya (Wulandari, 2014).

ABR memiliki banyak variasi kompartemen (2-11 kompartemen). Umumnya ABR memiliki
4 kompartemen yang dirangkai secara seri. Kompartemen terakhir dapat ditambahkan filter
di bagian atas unit, dengan maksud untuk menyisihkan partikel padatan yang masih ada.
Perawatan pada unit ABR cukup mudah. Tangki ABR diharuskan untuk dicek ketinggian
scum dan lumpur agar ABR ini berfungsi dengan baik. Lumpur pada ABR diambil

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-7


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
menggunakan tangki penghisap, interval pengambilan lumpur dapat diatur sewaktu
mendesain ABR (Wulandari, 2014).
3. Tangki Septik Dengan Filter (Bio-filter Anaerob)
Bio-filter anaerob adalah sebuah fixed-bed biological reactor yang di dalamnya terdapat
media sebagai tempat perlekatan bakteri yang berfungsi untuk mensuspensi TSS yang
terdapat pada black water dan grey water membentuk biofilm. Biasanya media yang
digunakan adalah batu, plastik raschig ring, flexi ring, plastic ball, cross flow, dan kayu,
bambu atau yang lainnya untuk perlekatan bakteri. Media saringan terdiri dari batu kerikil
berdiameter antara 2-3 cm dan tinggi lapisan media sekurang-kurangnya 50 cm. Beberapa
tipe bahan media filter yang pernah diteliti oleh Virraghavan & Kent (1983) adalah (Zevri,
2011):
a. Batuan berbentuk bulat (porositas 0,42);
b. Keramik (porositas 0,68);
c. Plastik (porositas 0,91).

Media biasanya dipasang secara random atau acak dengan tiga jenis operasi up-flow,
downflow, dan fluidized bed. Ada beberapa jenis biofilter anaerob yang umum dipakai di
Indonesia, salah satunya adalah biofilter up-flow. Prinsip kerja biofilter up-flow ini pada
dasarnya sama dengan tangki septik biasa, yakni terdiri dari bak pengendap, ditambah
dengan suatu filter yang diisi dengan kerikil atau batu pecah. Penguraian zat zat organik yang
ada dalam air limbah atau tinja dilakukan oleh bakteri anaerobik. Cocok digunakan untuk
daerah yang berpenduduk padat atau untuk daerah yang muka air tanahnya cukup tinggi
misalnya daerah pantai atau rawa. Biofilter anaerob sebenarnya juga sangat cocok digunakan
untuk mengolah air limbah yang memiliki persentase padatan tersuspensi yang rendah,
seperti dalam skala rumah tangga (Zevri, 2011).

Adapun cara kerja pengolahan biofilter anaerob adalah sebagai berikut (Zevri, 2011):
a. Air limbah dari toilet (tinja dan air pembilas), kamar mandi dan air bekas cucian dialirkan
ke bak pengendap (septic tank). Di dalam bak pengedap ini kotoran padat (suspended
organic) akan terurai secara anaerob menjadi bentuk yang larut dalam air dan yang tak
terurai akan menjadi lumpur yang akan mengendap di dasar bak pengendap;
b. Air limpasan dari bak pengendap I dialirkan ke bak pengendap II, kemudian dari bak
pengendap II air limbah dialirkan ke filter yang berisi kerikil dengan aliran dari bawah ke
atas (up flow). Selanjutnya air limpasan dari filter dibuang ke sungai atau saluran umum.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-8


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Setelah 1-2 minggu operasi, pada permukaan media filter tumbuh lapisan film
mikroorganisme;
c. Mikroorganisme akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai di bak
pengendap. Dengan adanya filter ini efisiensi pengolahan menjadi bertambah besar.
Beberapa parameter air limbah dan air olahan yang diperiksa yakni BOD, COD,
suspended solid (SS), total nitrogen (T-N), detergent (MBAS), dan total coliform;
d. Pengambilan contoh air hasil olahan dilakukan dengan mengambil air limpasan masing-
masing filter. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh volume filter (kerikil)
terhadap efisiensi pengolahan.

Perencanaan pembangunan bak pengendap harus memenuhi persyaratan tertentu antara lain
(Zevri, 2011):
a. Bahan bangunan harus kuat terhadap tekanan atau gaya berat yang mungkin timbul, harus
tahan terhadap asam dan harus kedap air;
b. Jumlah ruangan disarankan minimal 2 (dua) buah;
c. Waktu tinggal (detention time) 1 s/d 3 hari;
d. Bentuk Tangki empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2 s/d 3 :1.
Lebar Bak minimal 0,75 meter dan panjang bak minimal 1,5 meter;
e. Kedalaman air efektif antara 1-2 meter, tinggi ruang bebas air 0,2-0,4 meter dan tinggi
ruang untuk penyimpanan lumpur 1/3 dari kedalaman air efektif (laju produksi lumpur
sekitar 0,03 - 0,04 m3/orang/tahun);
f. Dasar bak dapat dibuat horizontal atau dengan kemiringan tertentu untuk memudahkan
pengurasan lumpur;
g. Pengurasan lumpur minimal dilakukan setiap 2 – 3 tahun.

Sementara itu, untuk merencanakan biofilter up flow harus memenuhi beberapa persyaratan
yakni (Zevri, 2011):
a. Bak filter terdiri 1 (satu) ruangan atau lebih;
b. Media filter terdiri dari kerikil atau batu pecah dengan ukuran diameter rata-rata 20 - 25
mm dan ratio volume rongga 0,45;
c. Tinggi filter (lapisan kerikil) 0,9 - 1,2 meter;
d. Beban hidrolik filter maksimum 3,4 m3/m2/hari;
e. Waktu tinggal dalam filter 6 - 9 jam (didasarkan pada volume rongga filter).

Kelebihan dari biofilter anaerob adalah sebagai berikut (Zevri, 2011):


a. Tahan terhadap getaran yang ditimbulkan oleh bahan organik dan hidrolik;

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-9


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
b. Dapat mereduksi BOD dan TSS;
c. Lumpur yang dihasilkan rendah;
d. Tidak membutuhkan energi listrik sehingga bisa menghemat biaya;
e. Dapat dibangun dan diperbaiki dengan bahan-bahan lokal yang tersedia serta panjang
umurnya;
f. Tidak ada masalah nyata dengan lalat atau bau jika digunakan dengan benar.

Kekurangan dari biofilter anaerob adalah sebagai berikut (Zevri, 2011):


a. Pipa yang digunakan harus berkualitas baik dalam menyalurkan air limbah;
b. Hanya cocok untuk perumahan kepadatan rendah di daerah yang tidak rawan banjir;
c. Membutuhkan ahli desain dan konstruksi.

4. Bio-digester
Bio-digester adalah pengolahan air limbah dengan melalui proses biologis secara anaerobik
atau tanpa oksigen. Proses penguraian materi organik dari air limbah yang diolah akan
menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif. Air limbah yang diolah
akan terpisah menjadi padatan (lumpur) dan cairan (supernatant) yang masih harus diolah
lebih lanjut karena masih mengeluarkan bau walaupun konsentrasi material organik sudah
jauh berkurang. Bio-digester cocok digunakan untuk limbah dengan konsentrasi material
organik yang tinggi seperti limbah dari wc/kakus, limbah industri tahu dan tempe, limbah
dari rumah potong hewan dan peternakan. Gambaran tangki bio-digester dapat dilihat pada
Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Aplikasi Tangki Septik Bio-digester


Sumber: Departemen Pekerjaan Umum-Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012

5. Tangki Septik Bersekat dengan Filter dan Tanaman


Tangki septik bersekat dengan filter dan tanaman merupakan kombinasi tangki septik
dengan bak yang diberi tanaman. Tanaman akan menyerap air limbah melalui akar tanaman
yang ditanam pada bak yang telah disiapkan. Media penanaman terdiri dari tanah dan kerikil
sebagai filter yang diberi kemiringan antara (0-0,5)%. Air limbah berasal dari tangki septik

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-10


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
yang berada di bagian ujung bak dialirkan pada media filter. Permukaan air berada 5 cm di
bawah permukaan filter. Kebutuhan lahan untuk 50 KK dengan menggunakan sistem ini
adalah seluas 120 m2. Gambaran tangki septik bersekat dengan filter dan tanaman dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Aplikasi Tangki Septik Bersekat Dengan Filter Dan Tanaman
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2012

6. Kolam Aerobik
Kolam aerobik ini pada prinsipnya sama dengan kolam aerobik pada Instalasi Pengolahan
Air Lumpur Tinja (IPLT) namun dalam skala yang lebih kecil mengacu pada jumlah
pengguna dari kolam ini. Biasanya diperlukan 2 atau 3 kolam untuk menurunkan konsentrasi
BOD. Proses pengolahan menggunakan proses aerobik sehingga membutuhkan tambahan
oksigen ke dalam kolam. Penambahan oksigen ke dalam kolam dapat dilakukan dengan cara
membuat undakan pada kolam atau meninggikan pipa inlet dari muka air dalam kolam. Pada
saat air jatuh ke kolam berikutnya yang lebih rendah, maka terjunan dan golakan air yang
terjadi dapat membantu menambah oksigen pada air di dalam kolam. Kebutuhan lahan untuk
50 KK dengan kolam aerobik diperkirakan seluas 15 m2. Gambaran kolam aerobik dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Aplikasi Kolam Aerobik


Sumber: Departemen Pekerjaan Umum-Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012

2.3.2 Sistem Pengolahan Air Limbah Off Site

Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pemlimbah air limbah rumah
tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan
masing-masing rumah ke saluran pengumpul air limbah dan selanjutnya disalurkan secara

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-11


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
terpusat ke bangunan pengolahan air limbah sebelum dibuang ke badan perairan. Contoh sistem
penyaluran air limbah yang dibuang ke suatu tempat pembuangan (disposal site) yang aman
dan sehat dengan atau tanpa pengolahan sesuai kriteria baku mutu dan besarnya limpasan
(Ditjen Cipta Karya, 2011).

Sistem penyaluran air limbah (SPAB) kawasan merupakan sistem jaringan perpipaan yang
menyalurkan air limbah dari sumber menuju unit pengolahan. Penanaman jaringan perpipaan
yang relatif dalam, membuat sistem perpipaan tersebut tahan terhadap tekanan akibat beban
dari kendaraan. Oleh karena itu, sistem ini cocok diterapkan pada daerah pusat pelayanan kota,
daerah pusat pemerintahan, daerah CBD (Centre Business Development), daerah sub pusat
pelayanan kota dan lingkungan, daerah pusat pertumbuhan lingkungan, daerah yang didominasi
permukiman atau daerah permukiman developer dengan jumlah rumah lebih dari 500 unit.
Daerah tersebut banyak dilalui oleh kendaraan dan juga alat berat (Ananda, 2016).

Keuntungan pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah (Ditjen Cipta Karya, 2011):
1. Pelayanan yang lebih aman;
2. Menampung semua jenis limbah domestik;
3. Pencemaran airktanah dan lingkungan dapat dihindari;
4. Cocok untuk daerah dengan tingkat kepadatan tinggi;
5. Masa/umur pemakaian relatif lebih lama.

Kerugian pemakaian sistem penyaluran terpusat adalah (Ditjen Cipta Karya, 2011):
1. Memerlukan biaya yang tinggi;
2. Memerlukan tenaga yang terampil untuk operasional;
3. Memerlukan perencanaan dan pelaksanaan untuk jangka panjang;
4. Nilai pemanfaatan terlihat apabila sistem telah berjalan dan semua penduduk terlayani.
Sistem sanitasi terpusat (off site sanitation) merupakan sistem pemlimbah air limbah rumah
tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan
masing-masing rumah ke saluran pengumpul air limbah dan selanjutnya disalurkan secara
terpusat ke bangunan pengolahan air limbah sebelum dibuang ke badan perairan (Ananda,
2016).

1. Sistem Terpisah dan Tercampur


Sistem penyalura mair limbah pada prinsipnya terdiri dari dua macam, yaitu sistem
penyaluran terpisahmdan sistem penyaluran campuran. Sistem ini dikenal dengan separate
system/full sewerage adalah sistem dimana air limbah dan limpasan air hujan dialirkan
secara terpisah melalui aliran yang berbeda. Air limbah akan dialirkan ke jaringan riol

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-12


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus
untuk air yang tidak tercemar. Sistem penyaluran terpisah merupakan sistem yang
memisahkan aliran air limbah dengan limpasan air hujan, sedangkan sistem penyaluran
tercampur merupakan sistem denganhmenggabungkan aliran air limbah dengan limpasan
air hujan (Ditjen Cipta Karya, 2011).

2. Small Bore Sewer (Sistem Riol Ukuran Kecil)


Small bore sewer atau saluran pada sistem riol ukuran kecil dirancang, hanya untuk
menerima bagian-bagian cair air limbah dari kamar mandi, dapur, cucian dan limpahan air
dari tangki septik, oleh karena itu salurannya harus bebas zat padat. Small bore sewer
diterapkan dengan daerah pelayanannya relatif lebih kecil. Pipa yang digunakan hanya pipa
persil dan servis menuju lokasi pemlimbah akhir, sedangkan pipa lateral dan pipa induk
tidak diperlukan, kecuali untuk beberapa daerahgatau wilayah dengan kepadatan penduduk
sangat tinggi dan timbulan air limbahnya besar. Sistem small bore sewer ini dilengkapi
dengan instalasi pengolahan sederhana. Penerapan sistem ini harus memenuhi syarat
sebagai berikut (Ditjen Cipta Karya, 2011):
a. Minimal diameter pipa yang digunakan adalah 50 mm karena tidak membawa padatan;
b. Membutuhkan tangki untuk memisahkan cairan dan padatan, biasanya tangki septik;
c. Kecepatankmaksimum 3 m/detik;
d. Aliran yang terjadi dapat bervariasi;
e. Aliran tidak harus memenuhi kecepatan self cleansing karena tidak harus membawa
padatan.

Gambar 2.4 Sistem Penyaluran Riol Ukuran Kecil


Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2011

Kelebihan sistem rioluukuran kecil (small bore sewer) (Ditjen Cipta Karya, 2011):
a. Membutuhkan biaya pemeliharaan yang relatif murah;
b. Mengurangi kebutuhan pengolahan seperti screening;
c. Biasanya dibutuhkan pada daerah yang tidak mempunyai lahan untuk bidang resapan
atau bidang resapannya tidak efektif karena permeabilitasnya jelek.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-13


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
d. Cocok untuk daerah yang kepadatan penduduknya sedang hingga tinggi (> 200 jiwa/ha),
terutama daerah yang telah menggunakan tangki septik tetapi tanah sekitarnya sudah
tidak mampu lagi menyerap efluen tangki septik;
e. Kebutuhan air berkurang karena saluran tidak mengalirkan padatan;

Kekurangan sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) (Ditjen Cipta Karya, 2011):
a. Memicu terjadinya clogging karena menggunakan diameter pipa yang kecil;
b. Memerlukan lahan yang lebih untuk tangki.

3. Shallow Sewer
Shallow sewer merupakan sistem pemlimbah air limbah dengan sistem perpipaan yang
cocok untuk diterapkan pada daerah-daerah yang padat dan masyarakat berpenghasilan
rendah. Shallow sewer dirancang untuk menerima air limbah domestik yang akan dialirkan
ke tempat pengolahan atau pemlimbah. Sistem ini terdiri atas pipa-pipa berdiameter kecil
(100 s/d 200 mm) yang diletakkan pada daerah yang datar dan bebas dari kesibukan lalu
lintas yang padat, seperti gang-gang di belakang rumah (DPU, Tata Cara Dasar-dasar
Pengelolaan Air Limbah).

(a) (b)
Gambar 2.5 Skema saluran Shallow Sewerage pada perumahan tidak teratur (a) dan teratur (b)
Sumber: Zevri, 2010

4. Pressure Sewer
Pressure sewer adalah sistemgsaluran pemlimbah terpusat yang memanfaatkan kecil,
bertenaga, pompa penggiling rendah setiap properti yang kemudian terhubung ke jaringan
debit terpusat. Tekanan dibuat pada setiap sambungan properti memungkinkan limbah yang
akan diangkut ke pabrik pengolahan atau lain sistem saluran pemlimbah yang
menghubungkan. Jaringan ini dibangunhdari diameter kecil pola pipa yang dipasang di parit
sempit dan dangkal atau melalui directional drilling dan memungkinkan jaringan yang akan
dibangung dengan minimal fokus pada kelas dan memungkinkan untuk kontrol yang lebih
besar dari desain dan tata letak jaringan (Ditjen Cipta Karya, 2011).

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-14


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
5. Vacuum Sewer
Sewer vacuum adalah sistem yang menggunakan tekanan diferensial antara tekanan
atmosfer dan vakum parsial yang dipertahankan di dalam jaringan pipa dan stasiun vakum
kapal koleksi. Tekanan diferensial ini memungkinkan stasiun vakum sentral untuk
mengumpulkan air limbah dari beberapa ribu rumah masing-masing, tergantung pada
medan dan situasi setempat. Vacuum selokan memanfaatkan alam yang tersedia lereng di
medan dan yang paling ekonomis di flat berpasir tanah dengan tinggi air tanah (Ditjen Cipta
Karya, 2011).
Sewer vacum pertama kali dipasang di Eropa pada tahun 1882 tetapi sampai 30 tahun
terakhir itu telah diturunkan ke ceruk pasar. Pertama yang telah menerapkan drainase
tekanan negatif (disebut pemlimbah kotoran vakum) adalah insinyur Belanda Charles
Liernur pada paruh kedua abad ke-19. Hal ini hanya digunakan pada kapal, kereta api dan
pesawat terbang untuk waktu yang lama. Implementasi teknis sistem saluran air limbah
vakum dimulai setelah 1959 di Swedia oleh Joelp iljendahl dan kemudian dibawa ke pasar
dengan Electrolux. Saat ini beberapa pemasok sistem menawarkan berbagai macam produk
untuk banyak aplikasi (Ditjen Cipta Karya, 2011).

Gambar 2.6 Pressure Sewerage pada perumahan


Sumber: Zevri, 2010

2.4 Perhitungan Hidrolis Perpipaan (saluran terbuka, grafik dan tabel Manning)

Profil hidrolis merupakan titik letak penanaman pipa air limbah yang akan dipasang pada jalan.
Melalui profil hidrolis, dapat diketahui kedalaman penanaman yang harus digali pada saat
konstruksi dan peletakan serta kebutuhan bangunan pelengkap. Dalam perhitungan hidrolisis
perpipaan di dalam penyaluran air limbah ini terdapat beberapa metoda dasar dalam analisis
aliran dalam pipa riol, di antaranya (Zevri, 2011) :

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-15


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
1. Persamaan Kontuinitas
Persamaan ini digunakan dalam alkiran tunak tak bertekanan, persamaan yang digunakan
adalah:

Q = A1 × v1 = A2 × v2 = tetap ……………………………………….………………...(2.1)

Dimana: Q = debit aliran (m3/dt)


A1, A2 = luas penampang (m2)
V1, V2 = keceptan (m/dt)

2. Persamaan Momentum
Untuk memperoleh gaya-gaya aliran:
ρxQ
∑F x= ( ) [(vx )2- (vx )1] …………….…………………………………...……(2.2)
q

Dimana: ΣFx = jumlah gaya-gaya luar aliran badan cairan (kg)


ρ = berat jenis cairan (kg/m3)
Q = debit aliran (m3/dt)
q = gaya gravitasi (9,81 m2/dt)
vx = kecepatan rata-rata sepanjang arah aliran (m/dt)
1,2 = penampang 1, 2 dengan Q tetap
3. Persamaan Energi
Energi mekanis akibat tinggi tempat dan tekanan. Nilai energi spesifik per kg air pada setiap
titik sepanjang jalur dalam pipa adalah:
𝑣2
H0 = d + hp + (2𝑔) ……………………………………………………………...…...…(2.3)

Dimana: H0 = tinggi energi spesisifik (m)


d = kedalaman aliran diatas dasar saluran (m)
hp = tinggi tekan (m)
v = kecepatan (m/dt)
g = percepatan gravitasi (9,81 m2/dt)
Persamaan di atas ditulis terhadap bidang persamaan horizontal dengan persamaan
Bernoulli sebagai berikut:

v2 v2
Z1 + 2g1 + hp1 + d1 + E1 = Z2 + 2g2 + hp2 + d2 + E2 ……………………………………………….…………(2.4)

Dimana : Z = elevasi saluran


E = energy tambahan dari luar oleh pompa (m)

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-16


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
hf = kehilangan tekanan akibat geseran/ turbulensi sepanjangpipa
4. Persamaan Geser Aliran
Air mengalir dalam pipa oleh adanya gaya gravitasi dan pompa. Tinggi tekan atau
perbedaan elevasi yang dibutuhkan untuk air mengalir disebut kehilangan tekanan atau
energi. Kehilangan energi akibat geseran oleh kekasaran pipa disebut kehilangan energi
mayor, sedangkan kehilangan energi oleh perubahan arah dan sebagiannya disebut
kehilangan energi minor.
Persamaan yang digunakan dalam pipa adalah:
a. Persamaan Darcy-Weisbach
L v2
H=f ………………………………………………………..……(2.5)
d 2g

Dimana: H = kehilangan tekanan (m)


F = Faktor gesekan Darcy-Weisbach
v = kecepatan rerata (m/dt)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
b. Persamaan Hazen William

Q = 02785 C d2,63 S0,54………………………………………………………..……..(2.6)

Dimana: Q = debit aliran (m3/dt)


d = diameter pipa (m)
S = kemiringan gradient hidrolik
C = koefisien Hazen William
100-140 untuk air limbah baku (riol)
120-130 tergantung pada bahan pipa
100 untuk air limbah terolah
c. Persamaan Manning
𝐴
Q = 𝑁 R2/3 S1/2……………………………………………………………..………..(2.7)

Dimana: Q = debit aliran (m3/dt)


n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan pipa (m/m)

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-17


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Gambar 2.7 Desain untuk Profil Pipa Bulat Lingkaran
Sumber: Babbit, 1982

Tabel 2.1 Koefisien Kekasaran Manning


Bahan Pipa Koefeisien Kekasaran Manning (n)
Pipa semen asbes 0,0011 – 1,015
Bata 0,012 – 0,018
Pipa beton 0,011 – 0,015
Beton kasar 0,015 – 0,020
Pipa baja gelombang 0,022 – 0,026
Pipa plastik 0,011 – 0,015
Pipa keramik 0,011 – 0,015
Sumber: Tim Dosen Teknik Lingkungan Unand, 2017

Persamaan yang digunakan dalam desain saluran air limbah biasanya adalah persamaan Hazen-
Williams dan persamaan Manning. Persamaan Manning telah diaplikasikan secara luas dalam
saluran air limbah, berlaku baik untuk saluran aliran penuh daln aliran sebagian penuh yang
terakhir adalah kondisi yang paling sering ditemui. Tiga bentuk dari persamaan Manning yang
sering digunakan adalah:

1
v = 𝑛 R2/3 S1/2…………………………………………………………………………….....(2.8)

2 2
(v )(n )(6,3448) …………………..……………………………………….………………………………(2.9)
S= D1,333

1
Q= R2/3 S1/2 A…..……………………………………………………………………....(2.10)
𝑛

Dimana: v = kecepatan (m/s)


R = jari-jari hidrolik
S = garis kemiringan energi (m/m)
D = dimeter pipa (m)
Q = laju aliran (m3/s)
A = luas permukaan melintang aliran (m2)

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-18


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Untuk pipa aliran peuh atau setengah penuh, bentuklain persamaan Manning adalah:

1
v = 𝑛 R2/3 S1/2………………………………………………………………………...……(2.11)

2 2
(v )(n )(6,3448)...……………………………………………………………......(2.12)
S= D1,333

1
Q= R2/3 S1/2 A……………………………………………………………………….….(2.13)
𝑛

2.5 Perhitungan Debit Air Limbah

Khusus untuk air limbah yang berasal dari industri, besarnya debit tergantung dari jenis dan
kapasitas produksi dari industri itu sendiri sehingga tidak ada ketentuan baku untuk
perhitungannya, sedangkan air limbah yang berasal dari domestik dapat dilakukan pendekatan
rumus sebagai berikut (Metcalf and Eddy, 1991):

Qrata = (60% - 80%)  Qam………..……………………………………………………...(2.14)

Dimana: Qr = debit air limbah rata-rata (liter/detik) ;


Qair bersih = debit pemakaian air bersih (liter/detik);

Air yang masuk ke dalam jalur perpipaan pada pengaliran air limbah, juga akan bertambah,
yaitu air yang berasal dari infiltrasi tanah, air hujan dan air permukaan.
Debit infiltrasi air tanah berkisar 1-3 l/detik/1000 m panjang pipa, resapan air tanah ke dalam
sistem di perhitungkan dengan persamaan (Hardjosuprapto, 2000) :

Qinf = L  qinf ......................................................................................................................(2.15)

Dimana: Qinf = debit tambahan dari limpasan air hujan (l/detik);

L = panjang lajur pipa (m);


qinf = debit satuan infiltrasi dalam pipa, harganya antara 1-3 l/detik/km dari debit

Besarnya harga debit harian maksimum (Qmd) bervariasi antara 1,1-1,25 dari debit rata-rata air
limbah (DPU, 1986). Rumus yang digunakan adalah (Hardjosuprapto, 2000):

Qmd = fmd  Qrata ……..........................................................................................................(2.16)

Dimana: Qmd = Debit air limbah maksimum dalam 1 hari (l/detik)

fmd = Faktor debit harian maksimum = 1,1-1,25


Qrata = Debit rata-rata air limbah (l/detik)

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-19


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Sistem sistem riol ukuran (Small Bore Sewer) mempunyai debit maksimum (Qmax) sama besar
dengan debit rata-rata (Qr). Hal ini disebabkan adanya tangki interseptor yang berfungsi juga
sebagai penyeimbang aliran yang masuk ke saluran menjadi rata-rata. Aliran air limbah yang
masuk ke saluran akan berkurang dalam tangki. Besarnya pengurangan ini merupakan fungsi
dari luas permukaan cairan tangki dan lamanya waktu pemlimbah ke dalam tangki. Berdasarkan
penelitian yang ada, besarnya faktor puncak (fp) mencapai 1,2 -1,3 bahkan 2. Rumus yang
digunakan adalah (Hardjosuprapto, 2000):

Qp = Qr × fp ………….....................................................................................................(2.17)

Dimana: Qp = Debit puncak (l/detik)


fP = Faktor puncak = 1,2 – 2

Perhitungan debit minimum dari air limbah diperlukan dalam perencanaan penyaluran dan
instalasi pengolahan air limbah, karena pada kondisi ini aliran akan menjadi kecil. Hal ini dapat
menimbulkan pengaruh pada saluran air limbah yaitu :
1. Aliran menjadi lambat dan memungkinkan terjadinya pengendapan partikel air dalam
saluran;
2. Adanya pengendapan dan aliran yang lambat akan menyebabkan pembusukkan zat-zat
organik yang terdapat di dalam air limbah tersebut oleh aktivitas bakteri;
3. Perlu atau tidaknya suatu bangunan penggelontor dengan mengetahui kondisi aliran
maksimum.
Debit minimum diperoleh dari persamaan:
Qmin = fmin  Qrata.............................................................................................................(2.18)

Dimana : Qmin = Debit hari minimum (l/detik)


fmin = Faktor debit hari minimum = 0,3 – 0,5

Debit perencanaan yang merupakan akumulasi debit puncak dengan debit infiltrasi dalam
desain penyaluran dan instalasi pengolahan air limbah (Hardjosuprapto, 2000):

Qdesain = Qp + Qinf ……...................................................................................................(2.19)

Kandungan yang ada dalam air limbah adalah bahan organik dan bahan anorganik. Sedangkan
debit air limbah sangat bergantung kepada (Metcalf & Eddy, 1991):
1. Pemakaian air minum, biasanya 60-80% dari debit air minum;
2. Jenis sambungan rumah;
3. Untuk industri, tergantung dari jenis industrinya;

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-20


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
4. Untuk daerah komersil tergantung dari jenis penggunaan daerah tersebut (misalnya untuk
hotel, restoran, toko dan lain-lain).

2. 6 Kriteria Perencanaan

2.6.1 Kecepatan Aliran

Kecepatan aliran adalah jarak yang ditempuh aliran air pada saluran dalam satuan waktu.
Biasanya kecepatan dinyatakan dalam satuan m/det. Kecepatan aliran pada saluran tidak
merata. Dalam kriteria perencanaan air limbah kecepatan adalah hal penting yang harus
diperhatikan. Kecepatan aliran dibagi dua, yaitu (Babbit, 1982):
1. Kecepatan maksimum
a. Jika air limbah mengandung pasir, v = 2 - 2,4 m/det;
b. Jika air limbah tanpa pasir, v = 3 m/det.
Kecepatan di atas memenuhi kebutuhan untuk mengantarkan air limbah secepatnya menuju
instalasi, tidak terjadi penggerusan sehingga ketahanan pipa dapat dijaga.
2. Kecepatan minimum
a. Untuk daerah datar, v = 0,6 m/det;
b. Daerah tropis, v = 0,9 m/det
Kecepatan diatas mempertimbangkan kemampuan air limbah untuk self-purification dan
mencegah air limbah lebih lama dalam pipa (sulfur tidak mengoksidasi pipa).

2.6.2 Kedalaman Aliran

Kedalaman aliran minimum (dmin) bisa saja sama dengan kedalaman berenang. Untuk pipa PVC
dmin-nya adalah 5 cm, sedangkan untuk pipa beton adalah 7,5-10 cm. Kedalaman berenang
adalah kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel-partikel mengikuti aliran pada saat
kecepatan minimum. Perbandingan antara kedalaman (d) aliran terhadap diameter (D) saluran
adalah (Babbit 1982):
1. Kedalaman minimum pada pipa PVC adalah 5 cm, sedangkan beton 7,5-10 cm;
2. Kedalaman berenang adalah kedalaman yang dianggap mampu membawa partikel saat
kecepatan minimum. Pada saat debit minimum dan kedalaman berenang tidak tercapai,
maka saluran harus digelontor;
3. Kedalaman maksimum adalah 2/3 dari diameter pipa.

Hubungan kedalaman aliran dengan diameter saluran :


1. Awal saluran (d/D) = 0,6;
2. Akhir saluran (d/D) = 0,8.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-21


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Jika d/D>0,8 maka diameter atau kemiringan saluran harus diperbesar. Sedangkan untuk
kedalaman maksimum (d max) = 2/3 D.

2.6.3 Kemiringan Saluran

Kemiringan saluran berpengaruh besar terhadap kecepatan aliran, biaya operasi dan
pemeliharaaan serta berhubungan dengan kedalaman pemasangan pipa. Besarnya kemiringan
pipa atau saluran sangat berpengaruh, mengingat sifat aliran yang terbuka, dengan cara
pengaliran gravitasi. Kemiringan harus diusahakan sekecil mungkin, tetapi mampu
memberikan kecepatan yang diharapkan (0,6–3 m/dt). Pada penyaluran air limbah, dikenal dua
sistem pengaliran yang digunakan dan keduanya menggunakan kemiringan yang berbeda yaitu
(Babbit, 1982):
1. Pengaliran secara gravitasi, yaitu pengaliran yang memanfaatkan gaya gravitasi untuk
mengalirkan air dalam saluran baik saluran terbuka maupun saluran tertutup. Kemiringan
saluran disesuaikan antara topografi dengan rentang kemiringan yang diperbolehkan.
2. Pengaliran yang bertekanan atau menggunakan pompa, yaitu pengaliran yang terjadi karena
ada pemompaan yang dilakukan dalam saluran tertutup karena muka air tidak dapat
berhubungan secara bebas dengan atmosfer. Pompa biasanya dipakai pada daerah
cenderung mendatar atau mendaki. Kemiringan saluran dibuat efisien agar penggunaan
pompa dapat dihemat.
Mengingat sifat aliran air alami adalah aliran terbuka dan memanfaatkan gravitasi, maka
kemiringan saluran sangat berpengaruh pada kecepatan aliran. Dalam hal ini kemiringan harus
diusahakan sekecil mungkin, tapi mampu memberikan kecepatan yang diharapkan. Keterangan
lebih lanjut mengenai hubungan antara diameter pipa dengan slope dapat dilihat pada Tabel 2.2
dibawah ini.

Tabel 2. 2 Kemiringan Pipa Untuk Berbagai Diameter


Diameter
Kemiringan
(inci) (mm)
8 200 0,0040
10 250 0,0030
12 300 0,0022
15 375 0,0015
18 450 0,0012
21 525 0,0010
24 600 0,0009
>27 675 0,0008
Sumber: Design and Construction of Sanitary and Storm Sewer, 1968

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-22


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
2.6.4 Perletakan Saluran

Pipa diletakkan di pinggir jalan yakni di sebelah kiri atau sebelah kanan jalan. Ada beberapa
alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan/kondisi daerah pelayanan.
Demi praktis dalam pemasangan dan pemeliharaan saluran, maka hal - hal yang perlu
diperhatikan dalam penempatan dan pemasangan pipa atau saluran di bawah tanah adalah
sebagai berikut (Haryanti, 2005):
1. Jenis jalan yang akan dilalui tempat saluran ditaman mengingat gaya berat yang
mempengaruh;
2. Jenis tanah yang akan ditanami pipa;
3. Adanya saluran-saluran seperti saluran air minum. Saluran air limbah ditempatkan
dibawahnya;
4. Ketebalan tanah urug dan kedalaman pipa dari muka tanah, harus disesuaikan dengan
diameter saluran.

Berikut adalah beberapa alternatif penempatan dan pemasangan saluran berdasarkan keadaan
atau kondisi daerah pelayanan (Haryanti, 2005):
1. Perletakan saluran dilakukan di tengah jalan, bila bagian kiri dan kanan jalan terdapat jumlah
rumah yang hampir sama banyak;
2. Perletakan saluran dilakukan pada jalan yang satu bagian sisi mempunyai jumlah rumah
yang lebih banyak daripada sisi lainnya, saluran ditempatkan pada sisi jalan dengan jumlah
rumah terbanyak;
3. Saluran dapat diletakkan pada kiri dan kanan jalan jika kedua sisi jalan tersebut terdapat
banyak sekali rumah atau bangunan;
4. Untuk jalan dengan letak rumah atau bangunan di satu sisi lebih tinggi dari sisi lainnya,
perletakan saluran dilakukan pada sisi jalan yang mempunyai elevasi lebih tinggi;
5. Untuk jalan dengan kondisi jumlah bangunan sama banyak di kedua sisinya dan mempunyai
elevasi lebih inggi dari jalan, maka penempatan saluran dilakukan di tengah jalan.

2.6.5 Waktu Tempuh

Waktu tempuh adalah waktu yang dibutuhkan oleh air limbah untuk mengalir ke badan
pengumpul limbah. Waktu tempuh adalah waktu total yang dibutuhkan dalam perjalanan, sudah
termasuk berhenti dan tundaan, dari satu tempat ke tempat lain yang melalui rute tertentu. Hal-
hal yang harus diperhatikan dalam waktu tempuh saluran adalah sebagai berikut (Babbit, 1982):

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-23


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
1. Waktu tempuh tidak dianjurkan lebih dari 18 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya proses penguraian/ pembusukan zat organik oleh mikroorganisme.
Zat organik + mikroorganisme + O2 → CO2 + H2O
2. Proses penguraian ini menggunakan O2 yang semakin lama semakin menipis dan mencapai
nol selama 18 jam.
3. Bila O2 habis akan tercipta kondisi anaerobik yang dapat menghasilkan gas H2S (bau
tajam/busuk), NH3 (warna hitam), dan kondisi septik sehingga air limbah susah diolah.
4. Bila t > 18 jam, perlu dibuat beberapa lokasi Bangunan Pengolahan Air Limbah (BPAL)
namun sulit karena biaya mahal.

Waktu tempuh merupakan perbandingan antara jarak tempuh tiap segmen dengan kecepatan
aliran air tiap segmen pipa. Secara matematis dapat dituliskan dengan:

Li
t= ≤ 18 jam............................................................................................................. (2.13)
vi

Keterangan:
Li = jarak yang ditempuh tiap segmen (m);
vi = kecepatan aliran tiap segmen pipa (m/det).

2.6.6 Jenis dan Profil Pipa

Pipa adalah saluran berbentuk tabung atau selongsong bundar yang digunakan untuk
mengalirkan cairan atau gas. Dalam sistem perpipaan, kita akan mengenal istilah NPS. NPS
yang memiliki kepanjangan dari Nominal Pipe Size adalah istilah yang menunjukan diameter
nominal dari sebuah pipa. Negara-negara berkembang sumber daya bahan-bahan,
perlengkapan, dan dananya terbatas, pemilihan bahan pipa perlu diperhitungkan dengan cermat.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, antara lain (Dirjen Cipta Karya, 2011):
1. Keadaan lapangan, drainase, topografi, tanah, kemiringan, dan sebagainya;
2. Sifat aliran dalam pipa, koefisien geseran;
3. Umur pakai yang diharapkan;
4. Tahan gesekan, asam, alkali, gas dan pelamt;
5. Mudah penanganan dan pemasangannya;
6. Kekuatan struktur dan tahan terhadap korosi tanah;
7. Jenis sambungan dan kemudahan pemasangannya, mudah dicari atau ada dipasaraan;
8. Tersedianya bahan, adanya pabrik pembuatan dan perlengkapannya;
9. Tersedianya pekerja terampil.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-24


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
2.6.7 Jenis dan Profil Pipa

Pola-pola jaringan yang umum diterapkan pada sistem penyaluran air limbah (Marhadi, 2016):
1. Pola interceptor
Pola interceptor merupakan pola sistem campuran terkendali. Pipa interceptor biasa
digunakan pada musim kering, kecepatan pada pipa ini didesain sehingga aliran tidak dapat
meloncati lubang pipa tegak. Selanjutnya aliran akan masuk terperosok ke dalam pipa tegak
dan masuk ke dalam pipa interceptor. Pada musim hujan kecepatan aliran akan menjadi
besar sehingga dapat meloncati lubang pipa tegak dan masuk langsung ke badan air
penerima. Pipa interceptor memiliki pipa dengan diameter terbesar dalam sistem air limbah
dan terjauh di hilir dalam sistem tercampur. Sementara itu untuk sistem terpisah, pol aini
juga digunakan untuk mengumpulkan aliran dari pipa utama dan trunk sewer dan
membawanya ke tempat pengolahan.

Gambar 2.8 Pola Jaringan Interseptor


Sumber: Fair, Geyer & Okun, 1986

2. Pola perpendicular (tegak lurus)


Pola ini dapat diterapkan untuk sistem jaringan penyaluran air limbah pada sistem terpisah
maupun tercampur, namun pada pola ini banyak diperlukan Badan Pengelolaan Air Limbah.

Gambar 2.9 Pola Jaringan Perpendicular


Sumber: Metcalf & Eddy, 1991

3. Pola wilayah/zona
Pola zona atau wilayah adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terbagi-
bagi dikarenakan keberadaan sungai pembagi di daerah pelayanan tersebut. Hal ini
dikarenakan pipa penyebrangan/perlintasan mahal untuk dibangun. Pola wilayah/zona ini
pada akhir pipa induk akan dibuat BPAB.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-25


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
Gambar 2.10 Pola Jaringan Zona
Sumber: Fair, Geyer & Okun, 1986

4. Pola kipas
Pola Kipas adalah pola yang diterapkan pada daerah pelayanan yang terletak pada suatu
lembah. Pada pola ini pengumpulan aliran ke arah dalam dapat melalui lebih dari dua cabang
saluran, yang kemudian bersatu dalam pipa utama menuju suatu outfall atau BPAB.

Gambar 2.11 Pola Jaringan Kipas


Sumber: Fair, Geyer & Okun, 1986

5. Pola radial
Merupakan pola yang diterapkan pada daerah pelayanan berupa bukit. Pola jaringan ini
menyebar ke segala arah, sehingga jalur yang ditempuh menjadi lebih pendek. Sistem
dengan pola radial ini memerlukan banyak instalasi pengolahan.

Gambar 2.12 Pola Jaringan Radial


Sumber: Fair, Geyer & Okun, 1986

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-26


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
2.6.8 Kedalaman Pemasangan Saluran

Penempatan saluran air limbah perlu dipertimbangkan dengan keadaan lapangan, keamanan
jaringan sistem itu sendiri dan pengaruhnya terhadap jaringan pipa air minum yang telah ada
maupun dalam perencanaan. Kedalaman penanaman pipa minimal disesuaikan dengan kelas
jalan yang dilewati saluran, jenis tanah, lokasi bangunan yang akan menggunakan fasilitas air
limbah, kekuatan saluran dan diameter saluran. Kedalaman penanaman pipa air limbah
tergantung dari fungsi pipa itu sendiri. Jenis pipa menurut fungsinya ada pipa persil, servis,
lateral, dan induk. Kedalaman awal pemasangan pipa dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pipa persil : (0,45 – 1,00) meter dari permukaan tanah;


2. Pipa servis : (0,88 – 1,20) meter dari permukaan tanah;
3. Pipa awal lateral : (0,88 – 1,20) meter dari permukaan tanah;
4. Kedalaman akhir benam maksimum pipa induk dan cabang disyaratkan tidak lebih dari 7
meter jika lebih dari 7 meter maka harus dinaikkan dengan pompa. Sedangkan kedalaman
awal pipa induk dan cabang adalah 1,2 meter, jika kurang dari 1,2 meter maka butuh drop
manhole.

Untuk pipa small bore sewer, penanaman pipa riolnya dari 0,6 m (di lahan persil = sambungan
rumah/gedung) sampai dalam sekali pada lajur saluran riol induknya (di Indonesia maksimum
sekitar 7,0 m).

2.7 Bangunan Pelengkap

Bangunan pelengkap adalah semua bangunan yang ikut menunjang dalam mengalirkan
kelancaran air limbah di dalam sistem penyaluran sampai ketempat pengolahan air limbah.
Perlengkapan saluran air limbah adalah semua bangunan yang ikut menunjang kelancaran
penyaluran air limbah selama pengalirannya. Bangunan pelengkap terdiri dari berbagai macam
bentuk dan fungsi. Berikut merupakan beberapa jenis bangunan pelengkap (Effendi dkk, 2017):
1. Manhole
Manhole adalah lubang yang dibuat di jalan dan diameter yang dibuat berukuran cukup besar
sehingga manusia dapat masuk ke dalamnya. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan
atau memperbaiki serta membersihkan saluran dari kotoran yang terbawa oleh aliran air kotor.
Manhole ini ditempatkan pada tempat-tempat tertentu, yaitu (Effendi dkk, 2017):
a. pada perubahan arah aliran (belokan, pertemuam saluran);
b. pada saat terjadi perubahan diameter;
c. pada jarak yang mempunyai kemiringan berbeda;

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-27


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
d. pada jarak-jarak tertentu.

Bentuk penampang dari manhole ada 2 (dua) macam, yaitu (Effendi dkk, 2017):
1) Empat persegi panjang
Umumnya digunakan untuk manhole yang mempunyai kedalaman tidak terlalu dalam dan
tidak dapat dimasuki oleh operator. Manhole ini ditempatkan pada tempat yang tidak akan
terkena beban telalu berat.
2) Bulat
Dipergunakan untuk ukuran yang lebih besar. Karena mempunyai konstruksi yang lebih besar
pula dibandingkan dengan penampang persegi empat.
Tabel 2.2 Penentuan diameter Manhole
Jumlah pipa yang masuk
Maksimum
1 2 3
Diameter
Diameter Manhole (mm)
400 1200 1200 1500
600 1200 1500 1500
900 1200 1800 2100
1200 2100 spesial spesial
Sumber: Effendi dkk, 2017
Tabel 2.3 Jarak Manhole Menurut Diameter Pipa
Diameter saluran(mm) Jarak antar Manhole (m)
S< 200 50 – 100
200 – 500 100 –125
500 – 1000 125 – 150
> 1000 50 – 200
Sumber: Effendi dkk, 2017

Penggunaan bangunan ini bervariasi, ada 5 (lima) jenis manhole yang biasa digunakan
untukjaringan penyaluran air limbah, yaitu (Effendi dkk, 2017):
1) Type A
- Untuk saluran persil dan sekunder;
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) dari muka tanah adalah 0,45–1,5
meter;
- lebar bangunan 1,1 meter;
- tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter yang terbuat dari beton cetek, akan tetapi jika
manhole terletak di jalan maka terbuat dari besi tuang.
2) Type B
- Untuk saluran yang berdiameter sampai dengan 1.200 mm;
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) 0,8 – 2,7 meter;
- dinding bulat terbuat dari beton dengan ketebalan dinding 20 cm, diameter manhole
- tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk;
- untuk saluran persil dan sekunder tutup berukuran 0,9 x 0,5 meter terbuat dari beton

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-28


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
cetak, sedangkan untuk saluran induk terbuat dari besi tuang.
3) Type C
- Untuk saluran yang berdiameter sampai dengan 1.200 mm;
- kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) 2,7–5 meter;
- dinding bulat terbuat dari beton dengan ketebalan dinding 20 cm, diameter manhole
- tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk;
- dinding bagian atas dikurangi diameternya untuk menghemat biaya;
- tutup bagian atas berukuran 0,6 x 0,6 meter dari besi tuang, kecuali untuk saluran
persil dan sekunder digunakan tutup yang terbuat dari beton cetak.
4) Type D
- untuk saluran yang berdiameter terdalam (soffit) 5 meter;
- dinding bulat terbuat dari beton dengan ketebalan diding 20 cm, diameter manhole
- tergantung dari ukuran dan jumlah pipa yang masuk;
- dinding bagian atas dikurangi diameternya menghemat biaya;
- tutup berukuran 0,6 x 0,6 meter dari beton cetak.
5) Type E dan F
- Untuk saluran berdiameter >1.200 mm;
- tipe E untuk kedalaman bagian atas diameter terdalam (soffit) lebih kecil atau
sama dengan 5 meter dan tipe F untuk kedalaman soffit di atas 5 meter;
- dinding berbentuk bulat dengan diameter 2.500 mm dan dengan tebal dinding 30 cm.
2. Penggelontoran (Clean Out)
Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan pada ujung awal
saluran, pada jarak 150-200 ft dari manhole. Cleanout berfungsi untuk mengangkut air
limbah yang tersendak di saluran. Jarak antar cleanout berkisar 250-300 ft. Cleanout
berfungsisebagai (Sucipto, 2013):
a. Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral;
b. Tempat memasukkan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan;
c. Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan;
d. Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor;
e. Turut berperan dalam proses sirkulasi udara;
f. Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air limbah namun untuk
menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8 inci.

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-29


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
3. Lift Station
Stasion pompa (lift station) dibutuhkan untuk kepentingan sebagai berikut (Effendi dkk,
2017):
- Mengangkut air limbah dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi;
- Memberikan head yang cukup pada proses pengolahan.
Rumah pompa biasanya terdiri dari (Effendi dkk, 2017):
a. Sumuran Pengumpul
Fungsinya untuk menampung debit rata-rata untuk suatu periode waktu (waktu
detensi), biasanya berkisar antara 10–30 menit. Perencanaan ini periode waktu yang
dipakai adalah 20 menit, hal ini untuk mencegah terjadinya pembusukan. Pengumpul
untuk suatu kerja pompa adalah seperti persamaan berikut:
V = Qpeak x td……………………………………………………………………...(2.18)
Di mana:
V = Volume sumur pengumpul (m) Qpeak = debit puncak (m/detik)
Td = Waktu detensi (detik)
b. Pompa
Pengaliran air limbah umumnya pompa yang dipakai ada 2 jenis pompa, yaitu pompa
sentrifugal dan submersible.
1) Pompa sentrifugal dapat digolongkan dalam 3 jenis pompa :
- Axial flow pump (proppeler), yang digunakan untuk memompa air hujan, jenis
pompa ini tidak bisa digunakan air limbah, karena akan menimbulkan clogging
pada baling-baling pompa (proppeller).
- Mixed flow Pump (angel), yang digunakan untuk memompa air limbah dan air
hujan.
- Radial flow pump (sentrifugal) yang digunakan untuk memompa air limbah dan
air hujan.
2) Pompa Submersible
Pompa jenis ini mempunyai satu unit motor penggerak, di mana dipasang terbenam
di bawah permukaan air. Keuntungan dari pompa jenis ini adalah:
- Memompa air limbah dan air hujan;
- Pompa non clogging mempunyai jalur lintasan antara baling-baling impeller yang
lebar hal ini karena jumlah baling-baling sedikit (1-4 buah). Jalur lintasan yang
renggang ini dapat mencegah terjadinya clogging dalam pompa;
- Motor listrik terpasang langsung pada rumah pompa dan merupakan suatu

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-30


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)
konstruksi terpadu yang sederhana karena ada poros penyambungan dan bantalan
perantara;
- Tidak memerlukan bangunan pelindung;
- Tidak berisik;
- Pompa dapat bekerja pada kecepatan dan putaran yang tinggi.
3) Bangunan Pelintasan
Bangunan pelintas ini berfungsi untuk melintaskan air limbah jika melewati aliran
sungai, jalan raya, jalan kereta api, atau juga lembah yang jaraknya relatif besar.
Jenis bangunan pelintas ini adalah siphon. Siphon merupakan bangunan perlintasan
aliran dengan defleksi vertikal/miring. Berikut merupakan kriteria perencanaan
bangunan pelintasan (Sucipto, 2013):
- Diameter minimum 15 cm namun untuk memberikan kecepatan yang lebih tinggi
diameter bisa lebih kecil (minimal 10 cm) namun untuk menghindari
penyumbatan siphon harus dilengkapi pipa penguras (drain);
- Pipa harus terisi penuh;
- Kecepatan pengaliran harus konstan agar mampu menghanyutkan kotoran atau
buangan padat, kecepatan desain biasanya lebih besar (0.6-0.9) m/detik;
- Dibuat tidak terlalu tajam agar mudah dalam pemeliharaan;
- Perencanaan harus mempertimbangkan debit minimum, rata-rata, dan maksimum;
- Pada awal dan akhir siphon harus dibuat sumur pemeriksaan untuk
memudahkanpembersihan.
Dimensi pipa siphon dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas:
2
Q = A.V = 1/4 π D ……………………………………………………………(2.19)
Keterangan:
Q = Debit air limbah (m3/detik)
V = Kecepatan aliran dalam siphon (m/detik)
D = Diameter pipa siphon (m)

ANNISA WULANDARI (2010941002 BLOK B) II-31


TITAN DIOVANDA EDDE (2010941010 BLOK A)
JUWITA PRATIWI (2010941020 BLOK D)
HAURA RAFIFAH ILVI HABIBAH (2010942015 BLOK C)

Anda mungkin juga menyukai