PERHITUNGAN PERENCANAAN
Bangunan penangkap air yang akan digunakan adalah intake. Intake adalah bangunan berupa
bak yang berada di dekat sungai yang berfungsi sebagai penangkap air untuk selanjutnya
dengan menggunakan pompa atau secara gravitasi dialirkan menuju BPAM.
Lokasi pembangunan intake haruslah dipilih secermat mungkin untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi pembangunan intake:
1. Pilihlah lokasi yang berarus relatif tenang untuk menghindari kerusakan konstruksi intake;
2. lokasi pembangunan intake memiliki tanah yang stabil;
3. lokasi intake mudah dicapai;
4. lokasi intake terletak di bagian hulu sungai;
5. lokasi intake memiliki air yang cukup baik kualitasnya.
Komponen Intake:
1. Pipa saluran air baku (pipa inlet);
berfungsi untuk membawa air masuk dari sumber air baku ke dalam intake
2. pipa ke reservoir (pipa outlet);
berfungsi untuk membawa air keluar dari intake menuju reservoir melalui jalur transmisi
3. pipa peluap;
berfungsi untuk menjamin agar permukaan air selalu berada di bawah keluarnya air dari
sumber air baku
4. pipa vent;
berfungsi untuk menjaga tekanan di dalam sama dengan tekanan di luar
5. Manhole;
berfungsi sebagai ruang periksa dan pelindung katup dengan ukuran 80 cm x 80 cm.
6. aksesoris tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan seperti katup pintu (gate valve),
check valve, bend dan lain-lain.
7. Aksesoris tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan seperti katup pintu (gate valve),
check valve, bend dan lain-lain.
1. Jalur I
a. Pipa Inlet
a. Kecepatan aliran (v) = 2,5 m/dtk (rentang kecepatan dalam kriteria desain 0,6 m/det-3
m/dtk);
b. debit maksimum:
tahun 2026 = Qmd = 242,442 x 10-3 m3/det
tahun 2031 = Qmd = 271,705 x 10-3 m3/det
tahun 2036 = Qmd = 308,585 x 10-3 m3/det
maka luas pipa inlet:
Q 308,585 x 10 - 3 m 3 /dtk
V
A= = 2,5 m/ dtk = 0,123 m2
4A
d = π √
=
√ 4(0,123 m 2 )
3,14
d = 0,396 m ≈ 400 mm
d. cek perhitungan:
A = ¼ π d2
A = ¼ (3,14) (0,400)2
A = 0,126 m2
e. cek kecepatan:
Q 242,442 x 10 -3 m 3 /dtk
VI = A = 0,126 m 2 = 2,009 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 271,705 x 10 -3 m 3 / dt k
VII = A = 0,126 m 2 = 2,183 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 3 08,585 x 10 -3 m3 /d tk
A
VIII = = 0,126 m 2 = 2,449 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
4A
d = π √
=
√ 4(0,123 m 2 )
3,14
d = 0,396 m ≈ 400 mm
d. cek perhitungan:
A = ¼ π d2
A = ¼ (3,14) (0,400)2
A = 0,126 m2
e. cek kecepatan:
Q 242,442 x 10 -3 m 3 /dtk
VI = A = 0,126 m 2 = 2,009 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 271,705 x 10 -3 m 3 / dt k
VII = A = 0,126 m 2 = 2,183 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 3 08,585 x 10 -3 m3 /d tk
A
VIII = = 0,126 m 2 = 2,449 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
a. Pipa Inlet
a. Kecepatan aliran (v) = 2,5 m/dtk (rentang kecepatan dalam kriteria desain 0,6 m/det-3
m/dtk);
b. debit maksimum:
tahun 2026 = Qmd = 242,442 x 10-3 m3/det
tahun 2031 = Qmd = 271,705 x 10-3 m3/det
tahun 2036 = Qmd = 308,585 x 10-3 m3/det
maka luas pipa inlet:
Q 308,585 x 10 - 3 m 3 /dtk
V
A= = 2,5 m/ dtk = 0,123 m2
4A
d = π √
=
√ 4(0,123 m 2 )
3,14
d = 0,396 m ≈ 400 mm
d. cek perhitungan:
A = ¼ π d2
A = ¼ (3,14) (0,400)2
A = 0,126 m2
e. cek kecepatan:
Q 242,442 x 10 -3 m 3 /dtk
VI = A = 0,126 m 2 = 2,009 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 271,705 x 10 -3 m 3 / dt k
VII = A = 0,126 m 2 = 2,183 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
b. Pipa Outlet
Pipa outlet didesain berada pada saat debit minimum Q min sehingga air tetap dapat
mengalir meskipun debit minimum;
a. Kecepatan aliran (v) = 2,5 m/dtk (rentang kecepatan dalam kriteria desain 0,6 m/det-3
m/dtk);
b. debit maksimum:
tahun 2026 = Qmd = 242,442 x 10-3 m3/det
tahun 2031 = Qmd = 271,705 x 10-3 m3/det
tahun 2036 = Qmd = 308,585 x 10-3 m3/det
maka luas pipa inlet:
Q 308,585 x 10 - 3 m 3 /dtk
V
A= = 2,5 m/ dtk = 0,123 m2
4A
d = π √
=
√ 4(0,123 m 2 )
3,14
d = 0,396 m ≈ 400 mm
d. cek perhitungan:
A = ¼ π d2
A = ¼ (3,14) (0,400)2
A = 0,126 m2
e. cek kecepatan:
Q 242,442 x 10 -3 m 3 /dtk
VI = A = 0,126 m 2 = 2,009 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 271,705 x 10 -3 m 3 / dt k
VII = A = 0,126 m 2 = 2,183 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
Q 3 08,585 x 10 -3 m3 /d tk
A
VIII = = 0,126 m 2 = 2,449 m/dtk …..ok! (v = 0,6 m/det-3 m/dtk)
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-7
5.2 Sistem Transmisi
Pipa transmisi pada Kota Pariaman menggunakan diameter yang sama yaitu 400 mm,
diameter ini sama dengan diameter pipa outlet pada intake. Pada tikungan atau belokan
dilengkapi dengan Bend sedangkan di awal pipa transmisi (dari intake) dan pada akhir pipa
transimisi (ke reservoar) digunakan Gate Valve. Selain itu, diawal sistem transmisi juga
digunakan Check Valve untuk menjaga agar air dalam pipa hisap tidak balik.
Aksesoris juga digunakan pada sistem perpipaan transmisi ini, peletakan dari aksesoris
tersebut adalah:
1. Bend
Bend digunakan pada tiap pembelokan pipa, beberapa kemiringan Bend 11,250, 22,50, dan
450 dan lain-lain.
2. Valve
Valve dapat berupa Gate Valve yang diletakkan diawal pipa transmisi (dari intake) dan
ujung sistem perpipaan (ke reservoar) yang berfungsi sebagai penstabilan aliran air atau
pengatur debit aliran yang masuk ke dalam pipa. Air valve diletakkan pada jembatan pipa
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari dalam pipa. Check Valve diletakkan di awal
sistem perpipaan transmisi yang berfungsi sebagai pencegah aliran balik dalam pipa.
3. Kontraksi
Suatu keadaan pengecilan tiba-tiba pada daerah alir fluida sehingga kecepatannya
meningkat. Kontraksi menyebabkan fluida berakselerasi saat memasuki daerah yang lebih
kecil. Kontraksi terjadi pada awal jalur transmisi ketika keluar dari intake.
4. Ekspansi
Suatu keadaan pembesaran tiba-tiba pada daerah alir fluida sehingga kecepatannya
menurun. Fluida dari daerah alir yang lebih kecil akan mengalami pancaran memasuki
daerah alir yang lebih besar, pancaran tersebut akan mengisi seluruh permukaan daerah alir
yang lebih besar. Ekspansi terjadi pada akhir jalur transmisi ketika masuk ke dalam
reservoar.
Headloss mayor dan Headloss minor dihitung dengan rumus berikut (Al-Layla, 1977):
v2
Headloss minor = K×
2g
2
L v
Headloss mayor = f× ×
D 2g
∆H total = Headloss minor + Headloss mayor
keterangan:
Headloss minor = kehilangan energi akibat aksesoris (m)
K = koefisien aksessoris
v = kecepatan (m/s)
g = percepatan gravitasi; 9,81 (m/s2)
Headloss mayor = kehilangan energi akibat gesekan sepanjang pipa (m)
f = faktor gesekan, 0,02
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
Jalur 1 (Intake)
1. Headloss Mayor
1) Titik 0-A
Panjang total pipa = 84,7 m
Kecepatan aliran = 2,449 m/s
Diameter pipa = 400 mm = 0,4 m
2
L v
Hmayor = f× ×
D 2g
2
84,7 2,449
=0,02 × ×
0, 4 2×9,81
= 1,294 m
3) Titik B -R
Panjang total pipa = 37,5 m
Kecepatan aliran = 2,449 m/s
Diameter pipa = 400 mm = 0,4 m
L v2
Hmayor = f× ×
D 2g
2
37,5 2 ,449
=0,02 × ×
0, 4 2×9,81
= 0,573 m
Total Headloss Mayor = Hmayor 0-A+Hmayor A-B+ Hmayor B-R
= 1,294 m + 1,233 m + 0,573
= 3,1 m
2. Headloss Minor
1) Titik 0-A
2
v
Hminor Gate Valve = K×
2g
2,4492
= 0,120 ×
2×9,81
= 0 ,037 m
v2
Hminor Check Valve = K×
2g
2
2,449
= 0,750 ×
2×9,81
= 0,229 m
2
v
Hminor Kontraksi = K×
2g
2) Titik A-B
2
v
Hminor Bend 22,5 o
= K×
2g
2
2,449
= 0,0 788 ×
2×9,81
= 0,024 m
3) Titik B-R
2
v
Hminor Gate Valve = K×
2g
2
2,449
= 0,120 ×
2×9,81
= 0,037 m
2
v
Hminor Ekspansi = K×
2g
2
2,449
= 0,277 ×
2×9,81
= 0,085 m
2
v
Hminor Bend 45o = K×
2g
2,4492
= 0, 195×
2×9,81
= 0,06 m
Total = Hminor Gate Valve + Hminor Ekspansi + Hminor Bend 45o
= 0,037 m +0,085 m + 0,06 m
3) Titik B – R
Total Headloss = Headloss MayorB-R + Headloss MinorB-R
= 0,573 m + 0,182 m
= 0,755 m
4. Total Headloss
Jalur 2 (Intake)
1. Headloss Mayor
1) Titik 0-A
Panjang total pipa = 151,3 m
Kecepatan aliran = 2,449 m/s
Diameter pipa = 400 mm = 0,4 m
2
L v
Hmayor = f× ×
D 2g
2
151,3 2,449
=0,02 × ×
0, 4 2×9,81
= 2,313 m
2) Titik A-R
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-12
Panjang total pipa = 66 m
Kecepatan aliran = 2,449 m/s
Diameter pipa = 400 mm = 0,4 m
2
L v
Hmayor = f× ×
D 2g
66 2,4492
=0,02 × ×
0, 4 2×9,81
= 1,009 m
Total Headloss Mayor = Hmayor 0-A+Hmayor A-R
= 2,313 m + 1,009 m
= 3,322 m
2. Headloss Minor
1) Titik 0-A
v2
Hminor Gate Valve = K×
2g
2,4492
= 0,120 ×
2×9,81
= 0 ,037 m
v2
Hminor Check Valve = K×
2g
2
2,449
= 0,750 ×
2×9,81
= 0,229 m
2
v
Hminor Kontraksi = K×
2g
2
2,449
= 0,143 ×
2×9,81
= 0,044 m
2
v
Hminor Bend 11,25° = K×
2g
2,4492
= 0, 0455 ×
2×9,81
= 0,014
Total = Hminor Gate Valve + Hminor Check Valve + Hminor Kontraksi +
Hminor Bend 11,25°
= 0,037 m + 0,229 m + 0,044 m + 0,014
= 0,324 m
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-13
2) Titik A-R
2
v
Hminor Gate Valve = K×
2g
2,4492
= 0,120 ×
2×9,81
= 0,037 m
v2
Hminor Ekspansi = K×
2g
2
2,44 9
= 0,277 ×
2×9,81
= 0,069 m
2
v
Hminor Bend 22,5o = K×
2g
2, 4492
= 0,0 788 ×
2×9,81
= 0,024 m
Total = Hminor Gate Valve + Hminor Ekspansi + Hminor Bend 22,5o
= 0,037 m +0,069 m + 0,024 m
= 0,13 m
1) Titik 0 – A
Total Headloss = Headloss Mayor0-A + Headloss Minor0-A
= 2,313 m + 0,324m
= 2,637 m
2) Titik A – R
Total Headloss = Headloss MayorA-R + Headloss MinorA-R
= 1,009 m + 0,13 m
= 1,139 m
4. Total Headloss
2
2,449
= 9 m + 0,54 m + 3,1 m +
2×9,81
= 12,945 m
Daya pompa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Al Layla, 1977):
γ ×g× Q × H
Daya pompa (P) = η
Dimana:
P = daya pompa (watt)
γ = massa jenis air (kg/m3)
H = Head pompa (m)
Q = debit (m3/s)
η = efesiensi pompa = 80%
Berikut perhitungan daya pompa untuk jalur I:
1000 × 9,81 × 0,309 × 12,945
P =
0,8
= 49.050,061Watt
= 49,050 kW
Berdasarkan hasil referensi, pompa dengan daya 49,050 kW tidak ada di pasaran, sehingga
pompa yang digunakan adalah pompa dengan daya 50 kW.
3
0,8 x 50 x 10
Head pompa daya pasaran = = 13,196 m
1000 x 9,81 x 0,309
2
2,449
= 6 m + 0,454 m + 3,322 m +
2×9,81
= 10,082 m
Daya pompa dihitung dengan rumus sebagai berikut (Al Layla, 1977):
γ ×g× Q × H
Daya pompa (P) = η
Dimana:
P = daya pompa (watt)
γ = massa jenis air (kg/m3)
H = Head pompa (m)
Q = debit (m3/s)
η = efesiensi pompa = 80%
a.Titik 0
EGL0 = Head pompa + Elevasi Titik 0
= 13,196 m + 26 m
= 39,196 m
HGL0 = EGL0 - V2/2g
= 39,196 m - 0 m
= 16,006 m
c.Titik B-R
EGLR = EGLB- HLtotal B-R
= 36,311 m – 0,755 m
= 35,556 m
HGLR = EGLR - V2/2g
= 35,556 m - 0,305 m
= 35,251 m
Sisa Tekan = HGLR – Elevasi R
= 35,251 m – 17 m
= 18,251 m
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-17
5.2.2.2 Jalur II (Intake)
a.Titik 0
EGL0 = Head pompa + Elevasi Titik 0
= 15,835 m + 14 m
= 29,835 m
HGL0 = EGL0 - V2/2g
= 29,835 m - 0 m
= 29,835 m
Sisa Tekan = HGL0 – Elevasi 0
= 29,835 m – 14 m
= 15,835 m
b.Titik 0-A
EGLA = EGL0- HLtotal 0-A
= 29,835 – 2,637 m
= 27,198 m
HGLA = EGLA -V2/2g
= 27,198 m - 0,305 m
= 26,839 m
Sisa Tekan = HGLA – Elevasi A
= 26,839 m – 17 m
= 9,839 m
c.Titik A-R
EGLR = EGLA- HLtotal A-R
= 29,835 m – 1,139 m
= 28,696 m
HGLR = EGLR -V2/2g
= 28,696 m - 0,305 m
= 28,391 m
Sisa Tekan = HGLR – Elevasi R
= 28,391 m – 20 m
= 8,391 m
Tabel 5.2 Perhitungan HGL, EGL, Sisa Tekan, V2/2g dengan Pompa Jalur Transmisi II
Panjang Qmaks Diameter v v2/2g Headloss Elevasi HGL EGL Sisa
Jalur II Aksesoris n Kb
Pipa(m) (m /s)
3
(m) (m/s) (m) Minor (m) Mayor (m) Total (m) (m) (m) (m) Tekan (m)
Intake 14 29,835 29,835 15,835
0,309 0,4 Kontraksi 1 0,143 2,449 0,305 0,044
0,309 0,4 Gate Valve 1 0,12 2,449 0,305 0,037
0–A 151,3 Check 2,313 2,637
0,309 0,4 1 0,75 2,449 0,305 0,229
Valve
0,309 0,4 Bend 11,25 1 0,0455 2,449 0,305 0,044
Perencanaan penyediaan air minum Kota Pariaman disediakan dalam satu alternatif jalur pipa
transmisi. Alternatif yang dipakai yaitu menggunakan bangunan penangkap air yaitu intake
berada pada elevasi 20 m dan BPAM berada pada elevasi 14 m. Oleh karena itu, jalur
transmisi dialirkan dari intake menuju BPAM dengan bantuan gaya gravitasi. Jalur gravitasi
tersebut sudah memenuhi kriteria baik dari aspek hidrolis, konstruksi, ekonomis, serta
perlengkapan yang digunakan.
Gambaran perbesaran jalur transmisi alternatif I dan II dapat dilihat pada Gambar 5.2,
Gambar 5.3. Sedangkan profil memanjang jalur I dan II dapat dilihat pada. Gambar 5.4,
Gambar 5.5. Perbandingan jalur alternatif I dan II dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut ini
Tabel 5.3 Jalur Transmisi Kota Pariaman
Jalur Alternatif
Uraian
Jalur I Jalur II
Diameter (mm) 400 400
Panjang pipa (m) 202,9 217,3
Bend 45° (buah) 1 0
Bend 22.5° (buah) 2 1
Bend 11,25° (buah) 0 1
Gate Valve(buah) 2 2
Check Valve(buah) 1 1
Ekspansi (buah) 1 1
Kontraksi (buah) 1 1
Pompa (kW) 50 60
Untuk menentukan jalur pipa mana yang akan dipilih dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Aspek hidrolis
Jalur pipa transmisi yang terpilih adalah jalur dengan total kehilangan tekan paling
minimum.
2. Aspek konstruksi
Aspek konstruksi mencakup hal-hal yang berkaitan dengan proses pemasangan dan
pemeliharaan pipa transmisi. Dalam pemilihan jalur transmisi, jalur terpilih adalah jalur
yang paling mudah dalam proses konstruksi dan pemeliharaannya.
3. Aspek peralatan
Jalur dengan peralatan perpipaan yang lebih sedikit akan menghemat pengeluaran serta
memudahkan dalam perawatan.
4. Aspek ekonomis
Biaya awal pada pembangunan sistem transmisi mencakup biaya pembelian pipa, aksesoris
pipa, pembebasan lahan, biaya kontruksi dan pembelian bangunan pelepas tekanan
sedangkan biaya rutin terdiri dari biaya operasional dan pemeliharaan. Jalur tepilih
haruslah jalur dengan investasi awal dan biaya rutin paling minimum.
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-26
Berdasarkan pertimbangan di atas serta informasi pada Tabel 5.3, jalur pipa yang digunakan
dalam sistem transmisi penyediaan air minum Kota Pariaman adalah jalur alternatif II karena
sisa tekan pada ujung pipa jalur I lebih besar dibandingkan jalur II sehingga lebih diutamakan
dari aspek hidrolis.
Dalam perencanaan sistem distribusi terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Air harus sampai ke konsumen dalam kondisi memenuhi standar kualitas yakni tidak boleh
terkontaminasi;
2. air tersedia dalam jumlah yang cukup (24 jam);
3. kebocoran seminimal mungkin dalam sistem perpipaan dengan cara memilih pipa dengan
mutu baik dan peralatan yang efisien;
4. tekanan cukup supaya pengaliran berjalan normal.
Sistem distribusi terdiri dari:
1. Reservoir distribusi;
2. perpipaan distribusi;
3. peralatan distribusi;
4. pompa (jika diperlukan).
Diasumsikan jumlah debit fire hidrant saat terjadinya kebakaran selama 2 jam yaitu 0,126
m3/det.
Perencanaan reservoir terdiri dari perhitungan volume reservoir yang ditentukan berdasarkan
kebutuhan air per hari dan volume kebakaran. Asumsi pemakaian air bersih ditetapkan
menurut waktu dan jumlah jam pemakaian serta suplai air setiap jam. Merencanakan volume
dari reservoir ditambahkan dengan debit kebakaran di Kota Pariaman. Apabila terjadi insiden
kebakaran di Kota Pariaman, sumber air yang digunakan berasal dari pelayanan oleh PDAM,
sehingga diharapkan walaupun terjadi kebakaran suplai air untuk konsumen tidak terganggu.
dimana:
%A =
∑ Surplus + ∑ Defisit
2
25,38% + 25,30%
=
2
= 25,34%
Untuk Qkebakaran, jumlah penduduk terlayani pada akhir periode desain adalah 179.491 jiwa,
sehingga dapat dihitung kebutuhan Qkebakaran sebagai berikut:
Qkebakaran = 3.860
√ 179.491
1. 000 (
× 1-0,01
1. 000√
179.491
)
Qkebakaran = 44.785,708 L/mnt
= 0,062 m3/det
3
0 ,140 m 86.400 d et
= ×
1 det 1 hari
= 12.096 m3
Pada sebuah reservoir Instalasi Pengelolaan Air Minum terdapat minimal 2 kompartemen,
karena apabila salah satu kompartemen mengalami kerusakan atau pencucian bangunan,
kompartemen yang lainnya tetap dapat melayani kebutuhan air Kota Paraiaman. Pada 1 unit
reservoir pada Instalasi Pengelolaan Air Minum ini terdapat 6 kompartemen. Maka didapat
volume reservoir per kompartemen sebagai berikut:
volume reservoir
Volume 1 kompartemen =
6
12.096 m3
Volume 1 kompartemen =
6 kompartemen
Dimensi reservoir ditentukan dari hasil perhitungan volume reservoir yang diperoleh.Untuk
memenuhi kebutuhan volume tersebut, maka direncanakan reservoir dengan perhitungan
sebagai berikut:
1. Perbandingan panjang reservoir dan lebar reservoir = 3 : 1
2. Tinggi reservoir yang biasa digunakan =6m
3. Tinggi freeboard = 0,5
Perencanaan reservoir:
1. Pipa Inlet
Pipa inlet reservoir memiliki diameter yang sama dengan pipa outlet intake yaitu sebesar
400 mm.
Tabel 5.5 Kecepatan Pipa Inlet Reservoir
Diameter Debit (Qmd) Kecepatan Keterangan
Tahun Luas (m2)
(mm) (× 10-3 m3/det) (m/s) (v= 0,6-3 m2/s)
Tahap I (2026) 253,181 2,009 Ok
Tahap II (2031) 400 275,033 0,123 2,183 Ok
Tahap III (2036) 308,585 2,449 Ok
Sumber: Data Hasil Perhitungan Tugas Besar Teknik Penyediaan Air Minum 2021
2. Pipa Outlet
a. Kecepatan aliran = 2,5 m/dt (0,6-3 m/dtk)
b. Debit puncak (Qp):
Tahap I (2026) = Qp= 345,247 × 10-3 m3/det
Tahap II (2031) = Qp= 375,045 × 10-3 m3/det
Tahap III (2036) = Qp= 420,798 × 10-3 m3/det
c. Luas pipa outlet:
-3 3
A = Q = 420,798 × 10 m / dtk = 0,168 m2
V 2,5 m/s
e. Cek perhitungan:
A = ¼ π d2
A = 0,159 m2
Q 345,247 × 10 -3 m3 /det
VI = = = 2,171 m/dtk …..ok!(v = 0,6
A 0, 159 m/s
m/det-3 m/dtk)
Q 375,045 × 10 -3 m 3 /det
VII = = = 2,359 m/dtk …..ok!(v = 0,6
A 0 , 159 m/s
m/det-3 m/dtk)
Gambar reservoir untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7
Perpipaan distribusi membentuk jaringan pipa yang terdiri dari pipa utama, pipa cabang dan
pipa service. Pipa utama merupakan pipa distribusi pada jaringan terluar yang
menghubungkan blok-blok pelayanan dalam kota dari reservoir ke seluruh jaringan utama.
Pipa cabang adalah pipa yang digunakan untuk menyadap air langsung dari pipa induk untuk
dialirkan ke suatu blok pelayanan. Pipa cabang ini berhubungan dengan pipa service dimana
diameternya ditentukan berdasarkan banyaknya pipa service yang berhubungan dengan pipa
cabang tersebut. Pipa service merupakan pipa yang melayani langsung ke rumah-rumah.
Dalam perencanaan sistem distribusi terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan antara
lain:
1. Air harus sampai ke konsumen dalam kondisi memenuhi standar kualitas yakni tidak boleh
terkontaminasi;
2. Air tersedia dalam jumlah yang cukup (24 jam);
3. Kebocoran seminimal mungkin dalam sistem perpipaan dengan cara memilih pipa dengan
mutu baik dan peralatan yang efisien;
4. Tekanan cukup supaya pengaliran berjalan normal.
Dalam perhitungan dimensi pipa distribusi dibutuhkan data luas daerah distribusi yakni dalam
bentuk blok-blok pelayanan, ekivalensi penduduk yang akan dilayani serta total kebutuhan air
di daerah distribusi yang kemudian akan dikalikan dengan faktor puncak untuk menentukan
debit pengaliran. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.8 peta pembagian blok
pelayanan, Gambar 5.9 peta distribusi tepilih node, Dalam perhitungan dimensi pipa
distribusi dibutuhkan data luas daerah distribusi yakni dalam bentuk blok-blok pelayanan,
ekivalensi penduduk yang akan dilayani serta total kebutuhan air di daerah distribusi.
Setelah mengetahui jumlah penduduk hasil proyeksi, maka kemudian dihitung berapa
kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Pariaman. Kepadatan penduduk ini dihitung
berdasarkan persebaran penduduk dibagi dengan luas daerah per kecamatan. Berikut adalah
tabel persebaran dan kepadatan penduduk Kota Solok dari tahap I sampai tahap III, atau dari
tahun 2022 sampai 2036.
Kebutuhan air domestik masing-masing blok di daerah pelayanan ditentukan oleh persen
pengguna Sambungan Rumah (SR) dan Hidran Umum (HU) di daerah pelayanan pada setiap
periode desain yaitu pada tahap I, tahap II dan tahap III. Persen pengguna SR dan HU pada
tahap I adalah 88% dan 12%, pada tahap II adalah 91% dan 9% sedangkan pada tahap III
adalah 94% dan 6%. Jenis perumahan Kota Pariaman terdiri dari rumah permanen, semi
permanen dan non permanen. Berikut persentase perbandingan jenis perumahan di kota
Pariaman yang ditampilkan pada Tabel 5.11.
Data dari Tabel 5.11 di atas dapat diketahui persentase jenis rumah yang ada di Pariaman,
sehingga didapatkan persentase penggunaan Sambungan Rumah (SR) dan Hidran Umum
(HU) yang diasumsikan sebagai berikut:
1. Rumah permanen, semuanya menggunakan SR;
2. rumah semi permanen, 2/3 menggunakan SR dan 1/3 menggunakan HU;
3. rumah non permanen, semuanya menggunakan HU.
Untuk lebih jelasnya, kebutuhan air domestik pada masing-masing blok dapat dilihat pada
Tabel 5.12, Tabel 5.13 dan Tabel 5.14 berikut:
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-39
Kebutuhan Air Domestik = % Pengguna Sambungan × Jumlah Pengguna Sambungan
Per Blok × Standar Kebutuhan Air
Berikut perhitungan kebutuhan air domestik di Kota Pariaman pada Tahap III Blok A:
a. % Pengguna SR = % rumah permanen + (2/3 × % rumah semi permanen)
= 90 % + (2/3 × 6 %)
= 94 %
Jumlah pengguna SR = % pengguna SR × jumlah penduduk terlayani per blok
= 94 % × 27.907 jiwa
= 26.233 jiwa
1 00 L 10-3 m 3 1 hari
Kebutuhan air untuk SR = 26.233 jiwa × × ×
1 jiwa ∙ 1 hari 1 L 86400 d et
= 30,36 × 10-3 m3/det
b. % Pengguna HU = % rumah non permanen + (1/3 × % rumah semi
permanen)
= 4 % + ( 1/3 × 6 % )
= 6%
Jumlah pengguna HU = % pengguna HU × jumlah penduduk terlayani
= 6 % × 27.907 jiwa
= 1.674 jiwa
-3 3
30 L 10 m 1 hari
Kebutuhan air untuk HU = 1.674 jiwa × × ×
1 jiwa ∙ 1 hari 1 L 86400 d et
= 0,58 × 10-3m3/det
Tabel 5.12 Rekapitulasi Penduduk Domestik (SR dan HU) Kota Pariaman
Tahap I Tahap II Tahap III
Blok Tahun
(2026) (2031) (2036)
A Jumlah Penduduk terlayani (Jiwa)
20.128 23.136 27.097
Sambungan SR (%)
88 91 94
Jumlah Pengguna SR (Jiwa) 21.054 26.233
17.713
Jumlah Pengguna SR (Unit) 3.543 4.211 5.247
Sambungan HU (%) 12 9 6
Tabel 5.13 Kebutuhan Air Domestik Daerah Pelayanan Kota Pariaman Tahap I
Jumlah Jumlah pengguna Kebutuhan Air Kebutuhan Air Kebutuhan
Penduduk (jiwa) (L/o/h) (× 10-3 m3/det) Domestik
Blok
(× 10-3
(jiwa) SR HU SR HU SR HU
m3/det)
A 20.128 17.713 2.415 20,50 0,84 21,34
B 19.394 17.067 2.327 19,75 0,81 20,56
100 30
C 18.201 16.017 2.184 18,54 0,76 19,30
D 28.701 25.257 3.444 29,23 1,20 30,43
86.424 76.053 10.371 88,02 3,60 91,63
Tabel 5.15 Kebutuhan Air Domestik Daerah Pelayanan Kota Pariaman Tahap III
Jumlah Jumlah pengguna Kebutuhan Air Kebutuhan Air Kebutuhan
Penduduk (jiwa) (L/o/h) (× 10-3 m3/det) Domestik
Blok
(× 10-3
(jiwa) SR HU SR HU SR HU
m3/det)
A 27.907 26.233 1.674 30,36 0,58 30,94
B 26.888 25.275 1.613 29,25 0,56 29,81
100 30
C 25.235 23.721 1.514 27,45 0,53 27,98
D 39.794 37.406 2.388 43,29 0,83 44,12
119.824 112.635 7.189 130,36 2,50 132,86
Perhitungan EP Pengguna HU
Berikut perhitungan kebutuhan air domestik di Kota Pariaman pada Tahap III blok A:
Kebutuhan air non domestik daerah pelayanan tergantung pada jumlah fasilitas yang terdapat
dalam setiap blok pelayanan. Keterangan lebih lanjut mengenai persebaran fasilitas dan
kebutuhan air non domestik daerah pelayanan pada masing-masing tahap dapat dilihat pada
Tabel 5.15, Tabel 5.16 dan Tabel 5.17
Ekivalensi Penduduk
Salah satu langkah dalam memperhitungkan tingkat kebutuhan air ditinjau dari rencana penge
mbangan kota dan fasilitasnya dapat dilakukan dengna perhitungan EP (Ekivalensi Penduduk)
Ekivalensi penduduk diperhitungkan untuk memprediksi perkembangan kebutuhan air non d
omestik terhadap aktifitas penduduknya disetiap tahapan perencanaan.
Dari hasil perhitungan ekuivalensi penduduk dan kebutuhan air non domestik pada tahap I,
tahap II, tahap III, rekaptulasi data ekuivalensi penduduk tiap blok ada pada Tabel 4.52,
Tabel 4.53 dan Tabel 4.54.
Berikut perhitungan EP yang dilayani dan kebutuhan air di Kota Pariaman pada Tahap III
blok A.
Jumlah penduduk yang dilayani oleh sistem penyaluran air buangan akan mengalami
peningkatan tiap tahapnya hingga mencapai akhir periode perencanaan. Jumlah total
penduduk yang dilayani pada akhir periode adalah 41.021 jiwa.
Proyeksi debit air minum dihitung berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani dan standar
pemakaian air minum. Standar penggunaan air minum yang digunakan dalam perancangan
sistem penyaluran air minum Kota Padang Panjang berdasarkan pada standar Direktorat
Jendral Cipta Karya Depatemen Pekerjaan Umum tahun 2000 untuk kota sedang yaitu rata-
rata 100 l/o/h. Faktor hari maksimum yang digunakan adalah 1,1 dan faktor jam puncak yang
digunakan adalah 1,5. Proyeksi debit air minum tiap-tiap blok dapat dilihat pada Tabel 5.28
Berikut perhitungan total penduduk yang terlayani di Kota Solok pada Tahap III blok A:
Perencanaan jalur distribusi yang digunakan adalah sistem loop. Jalur distribusi Kota
Pariaman direncanakan air didistribusikan ke seluruh penduduk yang terlayani dengan
FADILLY AZZAHRA SUKMA (1910941018) V-59
menggunakan sistem loop. Perhitungan perpipaan distribusi dihitung dengan menggunakan
program epanet. Pada perencanaan jalur distribusi ini menggunakan sistem gravitasi karena
reservoir berada pada daerah dengan kontur lebih tinggi dibanding daerah pelayanan, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.10 sampai dengan Gambar 5.25 dan Tabel 5.33
sampai dengan Tabel 5.44 berikut ini:
Tabel 5.29 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1
Gambar 5.11 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1 Aliran I (R-D1-D2-C2-
C3)
Gambar 5.13 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1 Aliran III (R-D1-B3-
B2-A3-B1-A2-A1-C3)
Gambar 5.14 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 (Program Epanet)
Tabel 5.31 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2
Gambar 5.15 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran I (R-D1-D2-D3-
C1)
Gambar 5.17 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran III (R-D1-B3-
B2-A3)
Gambar 5.18 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran IV (R-D1-C3-
C2-C1)
Gambar 5.20 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 (Program Epanet)
Tabel 5.34 Network Links Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3
Gambar 5.22 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran II (R-D1-D2-
C2-C1)
Gambar 5.23 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran III (R-D1-C3-
A1-A2)
Gambar 5.25 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran V (R-D1-B3-A1-
A2)
Gambar 5.26 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran VI (R-D1-C3-
C2-C1)
Gambar 5.27 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1 (Program Epanet)
Tabel 5.36 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1
Gambar 5.28 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1 Aliran I (R-D1-D2-C2-
C3)
Gambar 5.29 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 1 Aliran II (R-D1-D2-
FH-C1-C2-C3)
Gambar 5.31 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 (Program Epanet)
Tabel 5.39 Network Links Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2
Gambar 5.33 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran I (R-D1-D2-FH-
C1)
Gambar 5.35 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran III (R-D1-B3-
B2-A3)
Gambar 5.36 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 2 Aliran IV (R-D1-C3-
C2-C1)
Gambar 5.38 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 (Program Epanet)
Tabel 5.41 Network Links Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3
Gambar 5.39 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran I (R-D1-D2-FH-
C1)
Gambar 5.41 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran III (R-D1-C3-
A1-A2)
Gambar 5.42 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran IV (R-D1-B3-
B2-A3-B1-A2)
Gambar 5.44 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif I Tahap 3 Aliran VI (R-D1-C3-
C2-C1)
Gambar 5.45 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 (Program Epanet)
Tabel 5.42 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1
Gambar 5.46 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-D3-C1)
Gambar 5.47 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran II (BPAM-R--
D1-D2- C2-C1)
Gambar 5.49 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran IV (BPAM-R-
D1-B3-B2-A3-B1-A2-A1)
Gambar 5.50 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 (Program Epanet)
Tabel 5.44 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2
Gambar 5.51 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-C2-C1)
Gambar 5.52 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran II (BPAM-R-
D1-D2-D3-C1)
Gambar 5.54 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran IV (BPAM-R-
D1-C3-A1-A2)
Gambar 5.55 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran V (BPAM-R-
D1-B3-B2-A3-B1-A2)
Gambar 5.56 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 (Program Epanet)
Tabel 5.46 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3
Gambar 5.57 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-D3-C1)
Gambar 5.58 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran II (R-D1-D2-
C2-C1)
Gambar 5.60 Profil Head Distribusi Kota Solok Alternatif II Tahap 3 Aliran IV (BPAM-R-D1-
B3-B2-A3-B1-A2)
Gambar 5.61 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran V (BPAM-R-
D1-C3-A1-A2)
Gambar 5.63 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 (Program Epanet)
Tabel 5.49 Network Links Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1
Gambar 5.64 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-FH-C1)
Gambar 5.66 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran III (BPAM-R-
D1-D2-C2-C3-A1)
Gambar 5.67 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 1 Aliran IV (BPAM-R-
D1-B3-B2-A3-B1-A2-A1)
Gambar 5.68 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 (Program Epanet)
Tabel 5.50 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2
Gambar 5.69 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-C2-C1)
Gambar 5.70 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran II (BPAM-R-
D1-D2-FH-C1)
Gambar 5.72 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran IV (BPAM-R-
D1-C3-A1-A2)
Gambar 5.73 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 2 Aliran V (BPAM-R-
D1-B3-B2-A3-B1-A2)
Gambar 5.74 Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 (Program Epanet)
Tabel 5.52 Network Nodes Jalur Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3
Gambar 5.75 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran I (BPAM-R-
D1-D2-FH-C1)
Gambar 5.76 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran II (R-D1-D2-
C2-C1)
Gambar 5.78 Profil Head Distribusi Kota Solok Alternatif II Tahap 3 Aliran IV (BPAM-R-D1-
B3-B2-A3-B1-A2)
Gambar 5.79 Profil Head Distribusi Kota Pariaman Alternatif II Tahap 3 Aliran V (BPAM-R-
D1-C3-A1-A2)
Perencanaan penyediaan air minum kota Padang Panjang disediakan dua alternatif jalur pipa distibusi
dimana perletakan reservoir menjadi pembeda kedua alernatif tersebut. Kedua jalur ini dialirkan dari
reservoir menuju daerah pelayanan secara gravitasi. Kedua jalur tersebut akan dibandingkan lalu
dipilih satu dari dua jalur tersebut yng memnuhi kriteria berdasarkan aspek teknis, diantaranya sebagai
berikut:
1. Panjang Pipa
Jalur pipa distribusi yang terpilih adalah jalur pipa yang terpendek dengan head yang
kecil.
2. Tinggi Reservoir
Reservoir terletak pada elevasi yang lebih tinggi dari elevasi daerah pelayanan sehingga
tidak memerlukan pompa dalam proses pendistribusiannya.
3. Diameter Pipa
Diameter pipa yang dipakai adalah diameter yang ada dipasaran, ekoomis dan sesuai
dengan kebutuhan.
Tabel 5.54 Alternatif Jalur Transmisi
Jalur Distibusi
Uraian
Alternatif I Alternatif II
Panjang pipa (m) 9.193,685 9.201,94
Tinggi Reservoir (m) 30 27
Diameter Pipa 100, 150, 200,250, 300, 350, 500, 650, 100, 150, 250, 300, 350, 450, 500,
800, 850 700, 800, 850
1. Alternatif I mempunyai panjang pipa yang lebih pendek daripada alternatif II. Hal ini
karena reservoir jalur alternatif I terletak di luar BPAM sehingga membutuhkan tambahan
pipa untuk menghubungkan reservoir dan BPAM.
2. Alternatif I memiliki head yang sesuai dengan ketentuan serta diameter pipa yang
digunakan pada alternatif I mudah untuk didapatkan dan ekonomi