Anda di halaman 1dari 20

BAB III

KAJIAN PUSTAKA
3.1 Air Baku
Menurut PP. No. 82 Tahun 2001 Sumber air adalah wadah air yang terdapat
diatas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata
air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara.
Sumber air baku memegang peranan yang sangat penting dalam industri air
minum. Air baku atau raw water merupakan awal dari suatu proses dalam
penyediaan dan pengolahan air bersih. Sekarang apa yang disebut dengan air baku.
Berdasar SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket Instalasi pengolahan air dan
SNI 6774:2008 tentang Tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air
pada bagian Istilah dan Definisi yang disebut dengan Air Baku adalah :
Air yang berasal dari sumber air pemukaan, cekungan air tanah dan atau air
hujan yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air
minum
Sumber air baku bisa berasal dari sungai, danau, sumur air dalam, mata air dan
bisa juga dibuat dengan cara membendung air buangan atau air laut. Evaluasi dan
pemilihan sumber air yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut :
1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan
2. Kondisi iklim
3. Tingkat kesulitan pada pembangunan intake
4. Tingkat keselamatan operator
5. Ketersediaan biaya minimum operasional dan pemeliharaan untuk IPA
6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber air pada masa yang akan datang
7. Kemungkinan untuk memperbesar intake pada masa yang akan datang
3.1.1 Dasar Hukum Air Baku dan Penyediaannya
Disebutkan diatas bahwa tidak semua air baku bisa diolah, oleh karena itu
dibuatlah ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang bisa diolah. Dalam SNI
6773:2008 bagian Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa diolah oleh Instalasi
Pengolahan Air Minum (IPA) adalah : 1. Kekeruhan, maximum 600 NTU

(nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l SiO2 2. Kandungan warna asli
(appearent colour) tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna sementara mengikuti
kekeruhan air baku. 3. Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku air baku sesuai PP
No. 82 tahun 2000 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air. Di daerah Jakarta sendiri peraturan mengacu pada Peraturan Gubernur DKI
Jakarta No. 582 Tahun.
Tabel 3.1 Standar Kualitas Air Baku untuk Air Minum menurut Peraturan Gubernur
DKI Jakarta No. 582 Tahun 1
No.

Parameter

Satuan

Kadar

Keterangan

Maksimum
FISIKA
01.

Suhu

02.

Zat Padat Terlarut

Suhu air

mg/L

normal
500.0

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0.0005
0.50
0.050
1.0
2.0
1.50
Nihil
250
Nihil
0.50
5.0
0.10
*

(TDS)
KIMIA
a. Kimia Organik
01.
02.
03.
04.
05.
06.
07.
08.
09.
10.
11.
12.
13.

Air Raksa
Amoniak Bebas
Arsen
Barium
Besi
Flourida
Kadmium
Klorida
Kromium, valensi 6
Mangan
Nitrat, sebagai N
Nitrit, sebagain N
Oksigen Terlarut

Air permukaan
dianjurkan lebih
besar atau sama

14.

PH

6.0-8.5

dengan 6
Merupakan batas
minimum dan
maksimum

15.
16.
17.

Selenium
Seng
Sianida

mg/L
mg/L
mg/L

0.010
1.0
0.050

18.
19.
20.
21.
B. Kmia Organik
01.
02.
No.

Sulfat
Sulfida, sebagai H2S
Tembaga
Timbal

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

20.0
0.10
0.050
0.050

Aldrin dan Dledrin


Chlordane
Parameter

mg/L
mg/L
Satuan

0.017
0.003
Kadar

03.
04.
05.
06.

DDT
Endrine
Fenol
Heptachlor dan

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

Maksimum
0.042
0.001
0.002
0.018

07.

Heptachlor epoxide
Kerbon Klororom

mg/L

0.50

08.
09.
10.
11.

Ekstrak
Lindane
Methoxychlor
Minyak dan Lemak
Organosfosfat dan

mg/L
mg/L
mg/L
mg/L

0.056
0.035
Nihil
0.10

12.
13.

Carbamate
PCB
Senyawa Aktif Biru

mg/L
mg/L

Nihil
0.50

Metilen
Toxaphene

mg/L

0.01

Jumlah

2000

14.
MIKRIBIOLOGIK
01.

Koliform Tinja

Keterangan

per 100
02.

Total Koliform

ml
Jumlah

10000

per 100
ml
RADIOAKTIVITAS
01.
Aktivitas Alpha (Gross

Bg/L

0.10

Alpha Activity)
Sumber : http://bplhd.jakarta.go.id/
Begitu juga dengan pelaksanaan kegiatan penyediaan air baku harus mengacu
kepada dasar hukum yang berlaku. Undang-undang No. 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air, didalamnya juga mengatur beberapa hal mengenai penyediaan air

baku. Dalam Pasal 34 UU No. 7 Tahun 2004, dinyatakan bahwa pengembangan


sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk peningkatan kemanfaatan
fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga,
pertanian, industri, pariwisata, pertahanan, pertambangan, ketenagaan, perhubungan,
dan untuk berbagai keperluan lainnya. Mengenai pemenuhan kebutuhan air baku,
lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 40 UU No. 7 Tahun 2004, bahwa pemenuhan
kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan
sistem penyediaan air minum. Sebagai tindak lanjut pasal 40 UU No. 7 Tahun 2004,
telah berlaku Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM).
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan air baku untuk air
minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat
berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang
memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum. Dalam Pasal 5,
Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2005 tersebut, dinyatakan bahwa sistem
penyediaan air minum (SPAM) dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan
dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi
unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan.
Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan, dapat meliputi sumur dangkal, sumur
pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air instalasi air
kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 2005 Tentang Sistem Pengembangan Air Minum
menyebutkan bahwa sistem penyediaan air minum terdiri dari unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Gambar 3.1
memperlihatkan Sistem Penyediaan Air Minum.

Gambar 3.1. Skematik Sistem Penyediaan Air Minum Sumber : Anonim,


1. Unit Air Baku, dapat terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan
pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta
perlengkapannya. Unit air baku, merupakan sarana pengambilan dan/atau penyediaan
air baku. Air baku wajib memenuhi baku mutu yang ditetapkan untuk penyediaan air
minum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Unit Produksi, merupakan prasarana dan sarana yang dapat digunakan untuk
mengolah air baku menjadi air minum melalui proses fisik, kimiawi, dan/atau
biologi. Unit produksi, dapat terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya,
perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan
penampungan air minum.
3. Unit Distribusi, terdiri dari sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan
penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan. Unit distribusi wajib
memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan kontinuitas pengaliran, yang
memberikan jaminan pengaliran 24 jam per hari.
4. Unit Pelayanan, terdiri dari sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran. Untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran
umum harus dipasang alat ukur berupa meter air. Untuk menjamin keakurasiannya,
meter air wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang.
5. Unit Pengelolaan, terdiri dari pengelolaan teknis dan pengelolaan nonteknis.
Pengelolaan teknis terdiri dari kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan

dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi. Sedangkan pengelolaan nonteknis
terdiri dari administrasi dan pelayanan.
3.1.2 Karakteristik Air
Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air. Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya
pun harus memenuhi standar yang berlaku. Dalam hal air bersih, sudah merupakan
praktek umum bahwa dalam menetapkan kualitas dan karakteristik dikaitkan dengan
suatu baku mutu air tertentu (standar kualitas air).Untuk memperoleh gambaran yang
nyata tentang karakteristik air baku, seringkali diperlukan pengukuran sifat-sifat air
atau biasa disebut parameter kualitas air, yang beraneka ragam. Formulasi- formulasi
yang dikemukakan dalam angka-angka standar tentu saja memerlukan penilaian yang
kritis dalam menetapkan sifat-sifat dari tiap parameter kualitas air . Standar kualitas
air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia, radioaktif
maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratan kualitas air tersebut. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Dan Pengendalian Pencemaran Air, air menurut kegunaannya digolongkan menjadi :
Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi
pertanaman atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3.1.3 Klasifikasi Sumber Air Baku
Sumber air baku untuk air bersih secara garis besar dapat digolongkan menjadi 4
(empat) bagian yaitu : air hujan, air permukaan dan air tanah yang masing masing

mempunyai karakteristik yang berbeda beda ditinjau dari segi kualitas dan
kuantitasnya. (Totok Sutrisno, dkk, 2004):
a. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni yang ketika
turun dan melalui udara akan melalui benda-benda yang terdapat di udara, diantara
benda-benda yang terlarut dari udara tersebut adalah: gas O2, CO2, N2. Dalam
keadaan murni, air hujan sangat bersih, tetapi setelah mencapai permukaan bumi, air
hujan tidak murni lagi karena ada pengotoran udara yang disebabkan oleh
pengotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan
sebagai sumber air minum hendaklah pada waktu menampung air hujan jangan
dimulai pada saat hujan mulai turun karena masih banyak mengandung kotoran
(Sutrisno, 1996).
Beberapa sifat kualitas dari air hujan adalah sebagai berikut :
- Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat mineral
- Air hujan relatif lebih bersih
- Bersifat korosif karena mengandung zat yang terdapat diudara seperti NH3,
CO2 agresif ataupun SO2
b. Air Permukaan
Air pemukaan adalah air yang berada di permukaan tanah dan dapat dengan
mudah dilihat oleh mata kita. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat
pengotoran selama pengaliran. Dibandingkan dengan sumber lain air permukaan
merupakan sumber air yang tercemar berat. Keadaan ini terutama berlaku bagi
tempat-tempat yang dekat dengan tempat tinggal penduduk. Hampir semua air
buangan dan sisa kegiatan manusia dilimpahkan kepada air atau dicuci dengan air,
dan pada waktunya akan dibuang ke dalam badan air permukaan. Disamping
manusia, flora dan fauna juga turut mengambil bagian dalam mengotori air
permukaan, misalnya batang-batang kayu, daun-daun, tinja dan lain-lain. Jadi, dapat
dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang mudah sekali dicemari
terutama oleh kegiatan manusia. Oleh karena itu, mutu air permukaan perlu
mendapat perhatian yang seksama kalau air permukaan akan dipakai sebagai bahan
bakar air bersih. Beberapa sumber air yang termasuk ke dalam kelompok air
permukaan adalah air yang berasal dari sungai, danau, laut, lautan dan sebagainya
(Kusnoputanto, 1986).

Air permukaan biasanya dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih. Air
permukaan terbagi menjadi :
- Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air) adalah air hujan yang jatuh
kepermukaan air bumi dan tidak meresap kedalam tanah akan mengalir secara
grafitasi searah dengan kemiringan permukaan tanah yang mengalir melewati
aliran sungai. Sebagai salah satu sumber air minum, air sungai harus mengalami
pe golahan secara sempurna karena pada umumnya memiliki derajat pengotoran
-

yang tinggi.
Air danau (berasal dari air hujan dan air sungai atau mata air) adalah air
permukaan (berasal dari hujan atau air tanah yang keluar ke permukaan tanah ),
terkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah atau cekung. Yang termasuk
kategori adalah air rawa, air tandon, air waduk atau dam.

c. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berasal dari air hujan yang jatuh kepermukaan tanah
atau bumi dan meresap kedalam tanah dan mengisi rongga-rongga atau pori di dalam
tanah. Pada umumnya air tanah mempunyai kualitas yang cukup baik, dan apabila
dilakukan pengambilan yang baik dan bebas dari pengotoran dapat dipergunakan
langsung. Untuk melindungi pemakaian air dari bahaya terkontaminasi melalui air
diperlukan proses klorinasi.(Totok Sutrisno, dkk, 2004)
Menurut Totok Sutrisno air tanah terbagi atas tiga bagian besar, yaitu :
-

Air tanah dangkal terjadi karena adanya proses peresapan air dari
permukaan tanah. Air tanah dangkal mempunyai kualitas lebih rendah
dibanding kualitas air tanah dalam. Hal ini disebabkan air tanah dangkal lebih
mudah terkontaminasi dari luar dan fungsi tanah sebagai penyaring lebih
sedikit. Air tanah dangkal umumnya mempunyai kedalaman kurang dari 50
meter.

Air Laut adalah salah satu sumber air walaupun tidak termasuk kategori
yang bisa dipilih sebagai sumber air baku untuk air bersih atau air minum,

karena memiliki kandungan garam (NaCl) yang cukup besar.


Mata Air
Mata air adalah tempat dimana air tanah keluar kepemukaan tanah. Keluarnya

air tanah tersebut secara alami dan biasanya terletak di lereng- lereng gunung
atau tepi sungai. Berdasarkan munculnya kepermukaan air tanah terbagi atas
2 yaitu :
a. Mata air (graviti spring) yaitu air mengalir dengan gaya berat sendiri. Pada
lapisan tanah yang permukaan tanah yang tipis, air tanah tersebut menembus
lalu keluar sebagai mata air.
b. Mata air artesis berasal dari lapisan air yang dalam posisi tertekan. Air artesis
berusaha untuk menembus lapisan rapat air dan keluar ke permukaan bumi.
Mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena berasal dari dalam tanah
yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan sehingga belum terkontaminasi
oleh zat-zat pencemar. Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga
mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Contohnya pada mata air banyak
ditemukan bakteri E-Coli.
Dari segi kualitas, mata air adalah sangat baik bila dipakai sebagai air baku,
karena berasal dari dalam tanah yang mucul ke permukaan tanah akibat tekanan,
sehingga belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar.Biasanya lokasi mata air
merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.
Contoh, banyak ditemui bakteri E. Coli pada air mata air. Dari segi kuantitasnya,
jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi
kebutuhan sejumlah penduduk tertentu.
3.2 Analisis Kebutuha Air
Macam Kebutuhan Air Baku Menurut Terence (1991) kebutuhan air baku dalam
suatu kota diklasifikasikan antara lain :
1. Kebutuhan domestik Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air bersih untuk
pemenuhan kegiatan sehari-hari atau rumah tangga seperti untuk minum, memasak,
kesehatan individu (mandi, cuci dan sebagainya), menyiram tanaman, halaman,
pengangkutan air buangan (buangan dapur dan toilet).
2. Kebutuhan non domestik Kebutuhan non domestik adalah kebutuhan air baku
yang digunakan untuk beberapa kegiatan seperti :
1) Kebutuhan institusional,
2) Kebutuhan komersial dan industri,

3) Kebutuhan fasilitas umum, adalah kebutuhan air bersih untuk kegiatan tempattempat ibadah, rekreasi, terminal.

Standar Kebutuhan Air Standar kebutuhan air ada 2 (dua) macam

yaitu :
a. Standar kebutuhan air domestik
Standar kebutuhan air domestik yaitu kebutuhan air yang digunakan pada
tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti ;
memasak, minum, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Satuan yang
dipakai adalah liter/orang/hari. Besarnya kebutuhan air untuk keperluan domestik
dapat dilihat pada tabel dibawah ini. (Kamala dan Rao, 1988)
b. Standar kebutuhan air non domestik
Standar kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih diluar
keperluan rumah tangga. Kebutuhan air non domestik antara lain :
1. Penggunaan komersil dan industri Yaitu penggunaan air oleh badan-badan
komersil dan industri.
2. Penggunaan umum Yaitu penggunaan air untuk bangunan-bangunan pemerintah,
rumah sakit, sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah. Kebutuhan air non domestik
untuk kota dapat dibagi dalam beberapa kategori antara lain :
a. Kota kategori I (Metro)
b. Kota kategori II (Kota besar)
c. Kota kategori III (Kota sedang)
d. Kota kategori IV (Kota kecil)
e. Kota kategori V (Desa)
Tabel 3.3. Kategori kebutuhan air non domestik

60% perpipaan, 30% non perpipaan


Sumber : Ditjen Cipta Karya, 2000

Kebutuhan air bersih non domestik untuk kategori I sampai dengan V dan
beberapa sektor lain dapat dilihat pada tabel 3.4 sampai tabel 3.6 berikut : 19 Tabel
3.4.

Sumber : Ditjen Cipta Karya, 2000


3.4 Fluktuasi Konsumsi Air
Menurut Fair et al. (1966) dan Al-Layla et al. (1977) konsumsi air akan berubah
sesuai dengan perubahan musim dan aktivitas masyarakat. Pada hari tertentu di
setiap minggu, bulan atau tahun akan terdapat pemakai air yang lebih besar daripada
kebutuhan rata-rata perhari. Pemakaian air tersebut disebut pemakaian hari
maksimum. Demikian pula pada jam-jam tertentu di dalam satu hari, pemakaian air
akan meningkat lebih besar daripada kebutuhan air rata-rata perhari (pemakaian jam
puncak).

Ada 4 (empat) macam pengertian tentang fluktuasi pemakaian air ini :


1. Pemakaian sehari rata-rata : Adalah pemakaian rata-rata dalam sehari atau
pemakaian setahun dibagi 365 hari.
2. Pemakaian sehari terbanyak (maximum day demand) : Adalah pemakaian
terbanyak pada suatu hari dalam satu tahun.
3. Pemakaian sejam rata-rata : Adalah pemakaian rata-rata dalam satu jam,
pemakaian satu hari dibagi 24 jam.
4. Pemakaian sejam terbanyak (maximum hourly demand) : Adalah pemakaian sejam
terbesar pada suatu jam dalam satu hari.

Gambar 3.2. Variasi Konsumsi Air Sepanjang Hari. Sumber : Terence, (1991)
Untuk mengetahui kebutuhan hari maksimum dan kebutuhan jam puncak adalah
dengan mengalikan nilai faktor hari maksimum dan nilai faktor jam puncak dengan
kebutuhan air rata-rata perhari. Nilai faktor hari maksimum umumnya adalah 1,05
sampai 1,15, sedangkan faktor jam puncak umumnya adalah 2,0 sampai 3,0 (Fair et
al., 1966; Al-Layla et al., 1977).
3.5 Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air (Sampel)

Pengambilan contoh (sampling) adalah kegiatan mengumpulkan bagian material


tertentu dalam studi ini yaitu air untuk tujuan analisis yang secara akurat mewakili
material yang diambil contohnya yaitu air di sumber.
Pengambilan sampel air membutuhkan cara atau metode tersendiri. Metode
tersebut ditujukan agar sampel air dapat representatif dan meminimalisasi
kontaminasi yang dapat mempengaruhi sifat-sifat pada sampel airnya Keakurasian
hasil analisis dari Sampling air ini dapat dipengaruhi oleh kebersihan/kesterilan botol
sampel, kepiawaian petugas sampling (terlatih), sarana dan prasarana laboratorium,
serta keahlian analis laboratorium dalam hal menguasai prosedural kerja. Selain itu
teknik/cara pengambilan sampel air juga sangat menentukan hasil akurasi
analisisnya, karena akan menyimpulkan apakah kualitas air ini memenuhi syarat atau
tidak untuk digunakan sebagai air bersih atau air minum.
Teknik pengambilan sampel air (sampling) dapat dibagi menjadi:
1.Sampling air untuk uji fisik (bau, warna, endapan, kekeruhan, TDS)
2.Sampling air untuk uji kimia (semua unsur kimia)
3.Sampling air untuk uji mikrobiologi (terutama bakteri patogen)
Pengambilan sampel yang telah direncanakan dengan baik akan mendukung
pelaksanaan yang optimal. Dengan demikian pengambilan sampel merupakan tahap
awal yang dilakukan dalam penentuan kualitas air, yang akan menentukan hasil
pekerjaan pada berikutnya. Secara garis besar prosedur pengambilan sampel terdiri
dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan pengambilan sampel serta Quality
Asurance (QA) dan Quality Control (QC) pengambilan sampel. Hal penting bagi
pengambil sampel sebelum ke lapangan adalah menyusun perencanaan dalam suatu
dokumen yang membantu dalam setiap tahapan pengambilan sampel secara jelas dan
sistematik.
Untuk mendapatkan sampel yang homogen dilakukan pengambilan sampel yang
representatif, yaitu sampel yang dapat mewakili pada daerah purposif sekitarnya.
Dengan pengambilan sampel yang representatif data hasil pengujian dapat
menggambarkan kualitas lingkungan yang mendekati kondisi sesungguhnya.
Pengambilan sampel merupakan bagian dari penelitian yang sangat penting,
karena sampel merupakan cerminan dan populasi yang ada. Metode pengambilan

sampel menggunakan metode purposif sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan


pertimbangan tertentu (Singarimbun, et al 1989, dalam tesis Azwir 2006).

3.5.1

Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel


Langkah awal dalam pelaksanaan pengambilan sampel adalah menentukan

lokasi pengambilan sampel pada sungai dengan mengetahui keadaan geografi sungai
dan aktivitas di sekitar daerah aliran sungai.

Gambar 3.3 Contoh lokasi pengambilan air


Keterangan gambar :
1. Sumber air alamiah
2. Sumber air untuk perkotaan
3. Sumber air untuk industri
4. Sumber air yang sudah tercemar

5. Lokasi masuknya air ke danau atau waduk


Lokasi pengambilan sampel meliputi:
Daerah hulu atau sumber air alamiah, yaitu pada lokasi yang belum atau

sedikit terjadi pencemaran, atau terkontaminasi sumber pencemar (titik 1);


Sumber air tercemar, yaitu pada lokasi yang mengalami perubahan/penurunan

kualitas air yang diakibatkan oleh aktivitas industri, pertanian, domestik, dan
sebagainya (sumber pencemar) (titik 4);
Sumber air yang dimanfaatkan, yaitu lokasi tempat penyadapan/pemanfaatan

badan air untuk aktivitas industri, pertanian, perikanan, dan lain-lain (titik 2 dan
3);

Lokasi masuknya air ke waduk atau danau, dengan tujuan untuk mengetahui
kualitas air pada badan air secara keseluruhan (titik 5).

3.5.2 Manfaat Sampling dalam Bidang Teknik Lingkungan


Data yang didapatkan pada praktikum pengambilan contoh air mengenai datadata lapangan seperti pH, oksigen terlarut, kekeruhan dan suhu dapat digunakan
sebagai berikut:
1. Jar Test
Jart Test adalah tes yang biasa dilakukan di laboratorium untuk menentukan
kondisi operasi optimum pada sistem pengolahan air bersih atau air limbah.
Selain itu, Jar Test juga berguna untuk menentukan koagulan yang tepat dan
koagulan pembantu, dan jika dibutuhkan dosis kimia yang dibutuhkan untuk
koagulasi pada air tertentu.
2. Teknologi yang digunakan pada unit pengolahan air limbah
Unit pengolahan air limbah merupakan pokok utama tujuan dari diujinya sampel
air pada badan air. Karena dari data yang ada, dapat diketahui faktor-faktor apa
sajakah yang semestinya diolah agar air dapat digunakan sebagai sumber air
baku air minum.

3.5.2

Standar Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air (Sampel)

Pengambilan sampel bertujuan untuk mengumpulkan suatu volume air yang


akan diteliti, dengan jumlah sekecil mungkin tetapi masih mewakili (representatif),
yaitu masih mempunyai semua sifat-sifat yang sama dengan contoh air tersebut.
Langkah dalam pengambilan sampel adalah pengambilan sampel yang representatif,
transport serta pengawetan sampel dan analisa kimia contoh uji tersebut.
Sedangkan untuk sampel dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sampel sesaat,
sampel sesaat tersusun dan sampel campuran ( pengambilan sampel yang
dimaksudkan untuk mewakili secara merata perubahan parameter badan airyang
sedang diteliti selama masa yang cukup panjnag, secara rinci dengan waktu
pekerjaan yang terbatas)
3.5.3

Persyaratan Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air (Sampel)

Pada umumnya alat untuk pengambilan sampel harus terbuat dari bahan yang
kuat dan mudah dibersihkan. Sehingga sampel dapat dipindah dengan mudah, serta
alat tersebut juga harus mudah dibawa. Peralatan yang harus ada di laboratorium
pada dasarnya terdiri dari peralatan gelas, yang dapat dibagi menjadi gelas utama
( misalnya pipet,buret,gelas pengukur, labu pemanas, botol BOD, botol COD, beker
dan sebagainya). Dan ada juga peralatan gelas pendukung atau khusus (misalnya
corong dengan filter, bejana isap, cawan, gelas pemisah, tabung reaksi, gelas
peleburan, gelas penyuling, botol penyimpanan dan lain sebagainya).
3.5.6

Pemilihan Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air (Sampel)

Kecepatan aliran air sungai yang tidak beraturan dan merata dalam lapisanlapisan yang berbeda-beda, menyebabkan titik pengambilan sampel harus dipilih.
Supaya sampel dapat dianggap mewakili seluruh badan air tidak hanya satu bagian
karakteristik yang kebetulan dapat diselidiki.
Lokasi atau titik pengambilan sampel baik pada air permukaan maupun air tanah
ditentukan berdasarkan tujuan pemeriksaan.
3.5.6

Frekuensi Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air (Sampel)

Faktor utama yang menetapkan frekuensi pengambilan sampel air adalah sifatsifat badan air yang akan diteliti. Seperti yang telah diketahui bahwa sumber-sumber
pencemaran dengan karakteristik yang tertentu adalah air buangan penduduk, air
limbah, air buangan pertanian dan air alam. Pencemaran tersebut dapat diartikan
merupakan suatu keadaan atau perubahan keadaan yang dapat membahayakan
manfaat dari air tersebut. Faktor pengambilan sampel yang kedua yaitu perlu
perkiraan teoritis terlebih dahulu, khususnya pada parameter yang akan diteliti.
Sedangkan faktor ketiganya adalah maksud dan tujuan analisa untuk
pengambilan sampel. Faktor keempat adalah peralatan dan dana yang tersedia untuk
pengambilan sampel, harus dipertimbangkan antara jumlah analisa per sampel
dengan jumlah sampel. Dan antara sampel yang bisa diambil di satu titiksaja atau
dibeberapa titik yang berbeda. Faktor terakhir yang mempengaruhi perbedaan
pencemaran dengan waktu adalah jenis aliran disungai atau saluran diantara titik asal
pencemaran dan titik pengambilan sampel.
3.6 Pengukuran Kecepatan Aliran
Debit Kecepatan aliran sungai pada satu penampang saluran tidak sama,
kecepatan aliran sungai ditentukan oleh bentuk aliran, geometri saluran dan factorfaktor lainnya. Kecepatan aliran sungai diperoleh dari ratarata kecepatan aliran pada
tiap bagian penampang sungai tersebut. Idealnya, kecepatan aliran rata-rata diukur
dengan menggunakan alat Flow Probe atau Current Meter. Alat ini dapat mengetahui
kecepatan aliran pada berbagai kedalaman penampang, namun apabila alat tersebut
tidak tersedia dapat dilakukan pengukuran dengan metode apung. Kecepatan aliran
memiliki dua metode sebagai berikut :
3.6.1

Pengukuran kecepatan aliran dengan alat pengapung


Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan jalan mengapungkan suatu

benda misalnya bola tenis, pada lintasan tertentu sampai dengan suatu titik yang telah
diketahui jaraknya, pengukuran dilakukan oleh tiga orang yang masing-masing
bertugas sebagai pelepas pengapung di titik awal, pengamat dititik akhir lintasan dan
pencatat waktu perjalanan alat pengapung dari awal sampai titik akhir, langkah
pengukuran kecepatan aliran adalah sebagai berikut:

Pilih lokasi pengukuran pada bagian sungai yang relative lurus dan tidak
banyak pusaran air, bila sungai relative lebar, bawah jembatan adalah tempat

pengukuran yang cukup ideal


Tentukan lintasan dengan jarak tertentu kira-kira waktu tempuh benda yang

diapungkan lebih kurang 20 detik


Buat profil sungai pada titik akhir lintasan
Catat waktu tempuh benda apung mulai saat dilepaskan sampai dengan garis

akhir lintasan
Ulangi pengukuran sebanyak tiga kali
Hitung kecepatan rata-ratanya kecepatan aliran merupakan hasil bagi antara
jarak lintasan dengan waktu tempuh atau dapat dituliskan dengan persamaan :

v=L/t
Dimana :

V = Kecepatan (m/detik)
L = Panjang lintasan (m)
t = Waktu tempuh (detik)

Kecepatan aliran diperoleh dari metode ini merupakan kecepatan maksimal


sehingga perlu dikalikan dengan faktor koreksi kecepatan, pada sungai dengan dasar
yang kasar faktor koreksinya sebesar 0.75 dan pada dasar sungai yang halus faktor
koreksinya 0.85, tetapi secara umum faktor koreksi yang dipergunakan adalah 0.65.
3.6.2

Pengukuran kecepatan aliran dengan Flow Probe atau Current meter.


Pengukuran kecepatan aliran dengan metode ini dapat menghasilkan perkiraan

kecepatan aliran yang memadai. Prinsip pengukuran metode ini adalah mengukur
kecepatan aliran tiap kedalaman pengukuran (d) pada titik interval tertentu dengan
alat Current Meter (Flowatch), langkah pengukurannya adalah sebagai berikut:

Pilih lokasi pengukuran pada bagian sungai yang telatif lurus dan tidak
banyak pusaran air, bila sungai relatif lebar bisa dilakukan di bawah jembatan

atau menggunakan perahu untuk kedalaman yang relatif dalam.


Bagilah penampang melintang sungai/saluran menjadi 10-20 bagian dengan
ukuran yang sama dengan interval tertentu. Ukur kecepatan aliran pada
kedalaman tertentu sesuai dengan kedalaman sungai pada titik interval yang
telah dibuat sebelumnya

Hitung kecepatan aliran rata-ratanya Setelah didapatkan Luas penampang (A)


dan Kecepatan aliran (V) dapat dihitung debit yang merupakan jumlah total debit
aliran pada setiap penampang atau bisa dihitung dengan rumus Q = A.V
Dimana: Q = Debit aliran (m/detik)
L = Lebar Interval bagian (m)
V = Kecepatan rata-rata pada tiap (h) titik kedalaman pengukuran (m/detik)

Anda mungkin juga menyukai