Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah tekstil yang dihasilkan industri pencelupan sangat berpotensi
mencemari lingkungan. Hal ini disebabkan karena air limbah tekstil tersebut
mengandung bahan-bahan pencemar yang sangat kompleks dan intensitas
warnanya tinggi. Nilai biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen
demand (COD) untuk limbah tekstil berkisar antara 80-6.000 mg/L dan 150-
12.000 mg/L (Azbar et al., 2004). Nilai tersebut melebihi ambang batas baku
mutu limbah cair industri tekstil jika ditinjau dari KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995. Keberadaan limbah tekstil dalam perairan dapat
mengganggu penetrasi sinar matahari, akibatnya kehidupan organisme dalam
perairan akan terganggu dan sekaligus dapat mengancam kelastarian ekosistem
akuatik.
Teknologi pengolahan limbah tekstil biasanya dilakukan secara kimia dan
fisika. Pengolahan limbah tekstil secara kimia dan fisika cukup efektif untuk
menghilangkan warna, akan tetapi ada beberapa kekurangannya yaitu biaya
mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak sedikit dan menimbulkan lumpur yang
banyak. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengolahan limbah yang lebih
ramah lingkungan. Saat ini teknologi pengolahan limbah tekstil yang berkembang
adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna tekstil yang memiliki
struktur kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Manurung dkk, 2004).
1
2
Keunggulan menggunakan mikroorganisme dibandingkan dengan cara kimia dan
fisika adalah murah dan juga ramah lingkungan. Mikroorganisme yang sering
digunakan untuk merombak zat warna tekstil adalah jamur, contohnya adalah
jamur pendegradasi kayu (Zhao, 2004).
Jamur pendegradasi kayu mempunyai kemampuan mendegradasi
komponen-komponen kayu, yaitu lignin dan selulosa. Kelompok jamur
pendegradasi kayu yang dilaporkan mampu mendegradasi lignin adalah jamur
lapuk putih (white-rot fungi) (Paul, 1992). Selain bermanfaat untuk mendegradasi
senyawa lignin, jamur lapuk putih juga bermanfaat untuk mendegradasi zat warna
tekstil (Zhao, 2004). Salah satu jenis jamur lapuk putih adalah jamur
Daedaleopsis eff. confragosa. Sampai saat ini belum ada informasi tentang
kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi limbah zat
warna tekstil. Tetapi dari data kualitatif hasil uji pendahuluan, jamur ini terbukti
dapat digunakan dalam proses biodegradasi limbah zat warna tekstil. Berdasarkan
hasil kajian Dayaram dan Dasgupta (2007), diketahui bahwa jamur Polyporus
rubidus merupakan salah satu jenis jamur lapuk putih yang dilaporkan mampu
mengdegradasi limbah tekstil dengan efektif karena enzim laccase yang
dihasilkan oleh jamur tersebut.
Kemampuan jamur lapuk putih dalam mendegradasi limbah tekstil
berkaitan erat dengan enzim lignolitik ekstraseluler yang dihasilkan jamur
tersebut, yaitu enzim lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP) dan
laccase (Hakala, 2007). Enzim lignolitik dapat merombak senyawa aromatik,
polimer sintetik, dan zat warna melalui reaksi redoks, dimana enzim lignolitik
3
akan mengoksidasi secara sempurna senyawa-senyawa karbon menjadi CO
2
dan
H
2
O (Siswanto et al., 2007).
Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur lapuk putih dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti pH, konsentrasi jamur, lama inkubasi dan suhu. Pada kondisi
pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan enzim yang
optimal, sehingga proses degradasi limbah akan berlangsung dengan cepat (Ali
dan Muhammad, 2008). Begitu juga penambahan konsentrasi jamur yang sesuai
dapat mempengaruhi kerja jamur dalam proses degradasi limbah tekstil. Lama
inkubasi juga mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil karena pengaruh
lama waktu kontak jamur dengan limbah tekstil, sehingga untuk memperoleh
efisiensi degradasi limbah tekstil yang besar oleh jamur Daedaleopsis eff.
confragosa maka perlu ditentukan terlebih dahulu kondisi optimumnya.
Dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan oleh limbah industri,
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri. Perundang-undangan
tersebut mewajibkan setiap usaha atau kegiatan melakukan pengolahan limbah
sampai memenuhi persyaratan baku mutu air limbah sebelum dibuang ke
lingkungan. Untuk mengetahui apakah hasil degradasi limbah tekstil oleh jamur
Daedaleopsis eff. confragosa telah memenuhi persyaratan baku mutu tersebut,
maka dilakukan pengujian yang meliputi uji BOD
5
, COD, TSS, pH, dan warna.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini akan dikaji kondisi
optimum degradasi limbah tekstil oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa serta
4
kualitas hasil degradasi limbah tekstil yang meliputi COD, BOD
5
, TSS, pH, dan
warna.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Bagaimanakah kondisi optimum (pH, konsentrasi jamur, dan lama inkubasi)
degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa?
(2) Bagaimanakah kualitas hasil degradasi limbah pencelupan tekstil dengan
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa jika dilihat dari parameter
COD, BOD
5
, TSS, pH, dan warna?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi limbah
pencelupan industri tekstil.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Untuk menentukan kondisi optimum (pH, konsentrasi jamur, dan lama
inkubasi) dari degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa.
5
(2) Untuk menentukan kualitas hasil degradasi limbah pencelupan tekstil dengan
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilihat dari parameter
COD, BOD
5
, TSS, pH, dan warna.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat secara teori atau akademik dalam penelitian ini adalah
memberikan informasi mengenai kondisi optimum degradasi limbah tekstil
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dan sekaligus mengetahui
kualitas hasil degradasi dilihat dari parameter COD, BOD
5
, TSS, pH, dan warna
serta sebagai kajian dalam penelitian lebih lanjut.
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah:
(1) Memberikan informasi tentang penggunaan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa untuk mendegradasi limbah pencelupan tekstil.
(2) Memberikan informasi ilmiah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas jamur dalam mendegradsi limbah zat warna tekstil.
(3) Memberikan sumbangan ilmiah terhadap bidang bioteknologi pengendalian
limbah cair industri tekstil.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Warna Tekstil
Limbah tekstil mengandung bahan-bahan yang berbahaya bila di buang ke
lingkungan, terutama daerah perairan. Sebagian besar bahan yang terdapat dalam
limbah tekstil adalah zat warna, terutama zat warna sintetik. Zat warna sintetik
merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan mengandung dua
gugus yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai penerima
elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur
kelarutan dan warna. Gugus kromofor yang penting yaitu gugus azo (-N=N-),
gugus karbonil (-C=O), gugus etilen (-C=C-), dan gugus nitro (-NO
2
). Sedangkan
beberapa gugus auksokrom yang penting adalah NH
2
, -COOH, -SO
3
H dan -OH
(Ramachandran et al., 2009). Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna
sintetik yang penggunaannya disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup,
ketahanan warna yang dikehendaki, faktor-faktor teknis dan ekonomis lainnya.
Penggolongan zat warna tekstil berdasarkan cara pencelupannya disajikan pada
Tabel 2.1.
6
7
Tabel 2.1 Penggolongan Zat Warna Menurut Sifat dan Cara Pencelupannya
No Golongan Zat Warna Sifat
1. Zat warna direct Mempunyai daya ikat dengan serat selulosa,
pencelupan dilakukan secara langsung dalam
larutan dengan zat-zat tambahan yang sesuai.
2. Zat warna mordant Mempunyai daya ikat yang lemah dengan serat.
Pada proses pencelupan biasanya dilakukan
dengan penambahan krom pada zat warna
sehingga membentuk kompleks logam.
3. Zat warna reactive Mempunyai gugus reaktif yang dapat membentuk
ikatan kovalen kuat dengan serat selulosa,
protein, poliamida dan polyester, dilakukan pada
suhu rendah dan tinggi.
4. Zat warna penguat Mempunyai daya ikat yang kuat dengan serat
selulosa, warna terbentuk dalam serat setelah
ditambahkan garam penguatnya.
5. Zat warna asam Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat
protein dan poliamida. Pencelupan dilakukan
pada kondisi asam dan secara langsung
ditambahkan pada serat
6. Zat warna basa Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat
protein. Pencelupan dilakukan pada kondisi basa
dan secara langsung ditambahkan pada serat.
7. Zat warna belerang Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat
selulosa. Pada gugus sampingnya mengandung
belerang yang mampu berikatan kuat dengan
serat.
(Sumber: Zille, 2005)
2.2 Proses Pencelupan Tekstil dan Karakteristik Limbah
Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses
yang dilakukan yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan.
Pemintalan benang adalah proses pembuatan benang dari serat dari kapas, serat
poliester atau bahan lainnya. Penenunan adalah penyusunan benang menjadi kain.
8
Kain hasil penenunan selanjutnya mengalami proses pencelupan untuk
meningkatkan nilai komersial kain.
Gambar 2.1 Proses pencelupan kain dan karakteristik limbah tekstil
(Sumber: Ramachandran, 2009)
Proses pencelupan kain pada dasarnya meliputi penghilangan kanji
(desizing), pelepasan wax (scouring), pengelantangan (bleaching), mercerizing
dan pencelupan (dyeing). Desizing merupakan penghilangan sisa-sisa bahan
seperti pati dan polivinil alkohol. Proses desizing dapat menggunakan asam atau
enzim. Scouring merupakan penghilangan pengotor-pengotor alami yang terdapat
pada kain melalui proses saponifikasi pada pH tinggi. Sabun atau detergen
Kain
Desizing
Scouring
Bleaching
Bahan organik
pH rendah
pH tinggi, detergen
dan bahan organik
Bahan organik
Mercerizing
Dyeing
Proses akhir
Kain jadi
pH tinggi
Zat warna, bahan
organik dan panas
Bahan organik
Air,asam dan enzim
NaOH/Na
2
CO
3
NaOCl/CaOCl
2
NaOH
Zat warna
Silikon dan fungisida
9
ditambahkan selama proses scouring untuk mengendapkan kalsium, magnesium
maupun besi yang terdapat pada kain. Bleaching merupakan penghilangan zat
warna alami pada kain yang tidak diinginkan. Mercerising adalah pengolahan
kain menggunakan larutan alkali pekat yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan serat mengikat zat warna dan penampakan kain yang lembut
(Sunarto, 2008). Secara garis besar tahapan dalam produksi tekstil disajikan pada
Gambar 2.1.
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat
hubungannya dengan bahan-bahan yang digunakan dalam tahapan proses
pembuatan tekstil. Karakteristik dan baku mutu limbah cair industri tekstil
disajikan seperti pada Tabel 2.2. di bawah ini.
Tabel 2.2 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
Parameter Satuan
Kadar Maksimum menurut
KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Biochemical oxygen demand (BOD) mg/L 60,0
Chemical oxygen demand (COD) mg/L 150,0
Total suspended solid (TSS) mg/L 50,0
pH - 6,0-9,0
Warna Pt-Co -
(Sumber : KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995)
2.3 Pengolahan Limbah Tekstil Secara Fisika dan Kimia
Pengolahan limbah tekstil dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan
biologi. Proses fisika yang digunakan dalam pengolahan limbah adalah proses
penyaringan dan adsorpsi. Penyaringan merupakan proses pemisahan padat-cair
10
melalui suatu alat penyaring, sedangkan proses adsorpsi dilakukan dengan
penambahan adsorben seperti zeolit, karbon aktif, serbuk gergaji. Pengolahan
limbah cair dengan cara adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
partikel, pH dan lama waktu kontak antara adsorben dengan bahan pencemar
(Mattioli et al., 2002)
Pengolahan limbah secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, dan
zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu (Manurung dkk.,
2004). Salah satu contoh pengolahan limbah secara kimia adalah koagulasi.
Prinsip koagulasi adalah penambahan koagulan seperti MgSO
4
atau Al
2
(SO
4
)
3
pada limbah sehingga terjadi interaksi antara bahan pencemar dengan koagulan
membentuk endapan.
2.4 Pengolahan Limbah Tekstil Secara Biologi
Pengkajian biodegradasi zat warna tekstil secara biologi lebih banyak
diarahkan dengan menggunakan bakteri dan jamur. Beberapa bakteri pada kondisi
anaerob dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo di antaranya
Aeromonas sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Sebaliknya, ada
beberapa bakteri yang dilaporkan mampu mendegradasi zat warna azo pada
kondisi aerob diantaranya adalah Plesiomonas sp. dan Vibrio sp. (Sastrawidana,
2009). Pada kondisi anaerob degradasi zat warna tekstil menggunakan bakteri
lebih cepat dibandingkan dengan kondisi aerob, namun kelemahannya yaitu
menghasilkan amina aromatik yang bersifat lebih toksik dibandingkan dengan zat
11
warna azo itu sendiri (Van der Zee, 2002). Hasil uji toksisitas menunjukkan
degradasi limbah tekstil pada kondisi anaerob lebih toksik dibandingkan dengan
limbah awal (Sastrawidana, 2009).
Jamur yang dilaporkan mampu untuk mendegradasi zat warna azo
merupakan jenis jamur pendegradasi kayu diantaranya adalah Phanerocheate
chrysosporuim (Sharma et al., 2009), Trametes versicolor (Benito et al., 1997),
Fusarium solani (Abedin, 2009), Irpex lacteus (Tavcar et al., 2006), dan
Polyporus rubidus (Dayaram dan Dasgupta, 2008). Jamur pendegradasi kayu
memiliki kelebihan dibandingkan bakteri dalam merombak zat warna yaitu
produk yang dihasilkan memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada produk
yang dihasilkan dari proses biodegradasi menggunakan bakteri (Hakala, 2007).
2.5 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa.
Jamur pendegradasi kayu diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu
jamur lapuk putih (white-rot fungi), brown-rot fungi dan soft-rot fungi. White-
rot fungi dan brown-rot fungi termasuk ke dalam Basidiomycetes, sedangkan soft-
rot fungi termasuk Ascomycetes. Jamur lapuk putih memecah komponen kayu
baik lignin maupun selulosa dengan penampakan kayu menjadi lebih putih dan
kadang-kadang bergaris hitam. Brown-rot fungi memecah komponen kayu
terutama selulosa untuk dijadikan sumber nutrisi. Soft-rot fungi pada umumnya
melapukkan kayu yang mempunyai permukaan lembut. Diantara ketiga jenis
jamur tersebut, jamur lapuk putih paling potensial digunakan dalam biodegradasi
senyawa organik (Hakala, 2007).
12
Jamur lapuk putih dapat digunakan untuk biodegradasi senyawa organik
karena jamur ini memproduksi enzim lignolitik ekstraseluler. Enzim lignolitik
berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Berdasarkan beberapa kajian yang telah dilakukan ditemukan bahwa enzim
lignolitik dapat mendegradasi senyawa aromatik polisiklik dan senyawa fenolik
(Christian dkk, 2005). Salah satu jenis jamur lapuk putih yang mampu
menghasilkan enzim lignolitik adalah jamur Daedaleopsis eff. Confragosa.
Jamur Daedaleopsis eff. confragosa termasuk salah satu kelompok jamur
kayu famili Polyporacaae, ordo Polyparales, kelas Basidiomycetes. Famili
Polyporaceae pada umumnya memiliki tubuh buah berupa kipas dan agak keras.
Jamur ini tidak bisa dimakan karena rasanya pahit dan struktur kulit luarnya
berkayu. Tubuh buahnya biasanya melebar berwarna coklat, putih, atau kuning,
batang tidak jelas, tudung melebar atau bulat. Jamur ini tumbuh liar, biasanya
menempel pada batang kayu yang mati atau lapuk dan jarang ditemukan pada
permukaan tanah. Jamur Daedaleopsis eff. confragosa ditunjukkan pada
Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Jamur
Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur
lapuk putih yaitu Polyporus rubidus
yaitu reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red
konsentrasi 100 mg/L, jamur
warna reactive blue dalam lama
dihasilkan oleh jamur Polyporus rubidus
industri tekstil.
2.6 Enzim Lignolitik dari
Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler
yaitu laccase, mangan peroksidase
berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga
enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan
menghasilkan produk dengan berat moleku
tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies
Klasifikasi Ilmiah
Divisio : Basidiumycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Polyparales
Famili : Polyporaceae
Genus : Daedaleopsis
Spesies : Daedaleopsis eff.
confragosa

Gambar 2.2 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur
Polyporus rubidus mampu mendegradasi zat warna sintetik,
reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red
konsentrasi 100 mg/L, jamur Polyporus rubidus dapat mendegradasi 90% zat
dalam lama inkubasi 5 hari. Dan enzim laccase
Polyporus rubidus juga mampu mengdegradasi limbah cair
dari Jamur Lapuk Putih
Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler
laccase, mangan peroksidase (MnP) dan lignin peroksidase (LiP) yang
berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga
enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan
menghasilkan produk dengan berat molekul rendah (Akhtar et al., 1997). Namun
tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies
: Basidiumycota
Basidiomycetes
: Polyparales
: Polyporaceae
Daedaleopsis
Daedaleopsis eff.
confragosa
13

Berdasarkan laporan Dayaram dan Dasgupta (2008), salah satu jenis jamur
mampu mendegradasi zat warna sintetik,
reactive blue, remazol black, reactive orange dan congo red. Pada
dapat mendegradasi 90% zat
laccase yang
juga mampu mengdegradasi limbah cair
Jamur lapuk putih mampu menghasilkan enzim lignolitik ekstraseluler
(LiP) yang
berperan penting dalam mendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Ketiga
enzim ini bertanggung jawab terhadap pemecahan awal polimer lignin dan
, 1997). Namun
tidak semua jamur lapuk putih menghasilkan ketiga jenis enzim sekaligus. Spesies
14
jamur T. versicolor dan P. chrysosporium hanya menghasilkan enzim LiP dan
MnP sedangkan C. subvermispora hanya menghasilkan enzim MnP dan laccase
serta jamur Phlebia ochraceofulva hanya menghasilkan enzim LiP dan laccase
(Srivivasan et al., 1995).
LiP merupakan enzim lignolitik yang mampu mengoksidasi inti aromatik
(fenolik dan nonfenolik) melalui pelepasan satu elektron menghasilkan radikal
kation dan fenoksi (Akhtar et al., 1997). LiP adalah enzim peroksidase
ekstraseluler yang mempunyai potensial redoks yang besar dan pH optimum yang
rendah. (MnP) merupakan heme peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan
Mn
2+
sebagai substrat pereduksinya. MnP mengoksidasi Mn
2+
menjadi Mn
3+
,
yang kemudian mengoksidasi struktur fenolik menjadi radikal fenoksil. MnP
merupakan salah satu peroksida pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh
beberapa jamur lapuk putih (Hofrichter, 2002). Laccase mereduksi O
2
menjadi
H
2
O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu elektron membentuk radikal bebas.
Dengan adanya mediator seperti 2,2-azinobis(3-ethylbenzthiazoline-6-sulphonate
(ABTS) atau hydroxybenzo triazole (HBT), laccase mampu mengoksidasi
senyawa non fenolik tertentu. Laccase dihasilkan oleh sebagian besar jamur lapuk
putih (Hatakka, 1994). Enzim lignolitik ekstraseluler yang dihasilkan jamur lapuk
putih memiliki spesifikasi substrat yang rendah sehingga mampu mendegradasi
berbagai jenis organopolutan yang memiliki struktur yang mirip dengan lignin
(Swamy dan Ramsay, 1999).
15
2.7 Mekanisme Degradasi Lignin oleh Enzim Mangan Peroksidase (MnP)
Lignin merupakan senyawa polimer aromatik yang sulit didegradasi dan
hanya sedikit organisme yang mampu mendegradasi lignin. Lignin sulit
didegradasi karena strukturnya yang kompleks dan heterogen. Jamur P.
Chrysosporium mampu mendegradasi lignin dan berbagai polutan aromatik.
Jamur ini menghasilkan enzim lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase
(MnP) yang mempunyai peranan penting dalam proses degradasi lignin. Enzim
LiP mampu memecah unit nonfenolik yang menyusun struktur lignin, sedangkan
enzim MnP mengoksidasi Mn
2+
menjadi Mn
3+
yang berperan dalam pemutusan
unit fenolik lignin. Reaksi degradasi lignin oleh enzim MnP disajikan pada
Gambar 2.3.
Keterangan : R merupakan struktur lignin (Lapiran 7)
Gambar 2.3 Mekanisme degradasi lignin oleh enzim MnP
(Sumber: Hofrichter, 2002)
OH
Lignin
H
3
CO OCH
3
MnP/Mn
3+
O
Lignin
H
3
CO OCH
3
Mesomerisasi
O
Lignin
H
3
CO OCH
3
O
2
Radikal f enoksil
Radikal berpusat
karbon
Lignin
H
3
CO
HO O
O
OCH
3
spontan
Lignin
H
3
CO
HO O
O
OCH
3
MnP/Mn
3+
CO
2
O
OCH
3
H
3
CO
Lignin
[MnP/Mn
3+
; O
2
]
CO
2
+ Asam organik
R R
R
R R R
16
Reaksi enzim MnP dengan cincin fenolik diawali dengan pelepasan
sebuah elektron dan membentuk radikal fenoksil. Radikal fenoksil selanjutnya
mengalami mesomeri kemudian bereaksi dengan O
2
radikal membentuk eter
peroksida. Eter peroksida selanjutnya mengalami pemecahan cincin secara
spontan membentuk senyawa alifatik. Sistem enzim MnP membelah gugus ini
menjadi CO
2
dan radikal alifatik. Radikal alifatik kemudian bereaksi kembali
dengan enzim MnP menghasilkan lebih banyak CO
2
dan asam organik
(Hofrichter, 2002).
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Degradasi Limbah Tekstil Secara Biologi
Aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi limbah zat warna
dipengaruhi oleh faktor kondisi lingkungan yang meliputi pH, konsentrasi jamur,
dan lama inkubasi.
1. Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil
oleh jamur dan kerja enzim. Pada pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik
sehingga enzim yang dihasilkan optimal, sehingga proses degradasi limbah tekstil
berlangsung dengan baik (Ali dan Muhammad, 2008). Penelitian yang dilakukan
oleh Praveen dkk (2009), menemukan bahwa degradasi zat warna Azo orange II
memberikan efisiensi 86,34; 69,56; dan 51,42% berturut-turut pada pH 5, 6,
dan 7.
Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimiawi
sebagai katalis suatu reaksi. Perubahan pH berpengaruh terhadap efektivitas sisi
17
aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Kondisi pH yang optimum
akan mendukung enzim dalam melakukan katalisa suatu reaksi dengan baik. Jika
pH meningkat atau menurun melebihi kondisi pH optimum maka aktivitas
katalitik enzim akan menurun. HeFang dkk (2004), melaporkan bahwa pH sangat
mempengaruhi efisiensi degradasi zat warna azo Direct fast scarlet 4SB. Pada pH
3, 4, 7, 8, dan 10 memberikan efisiensi berturut-turut sebesar 73, 83, 95, 90 dan
76%.
2. Konsentrasi Jamur
Konsentrasi penambahan jamur mempengaruhi proses degradasi limbah
tekstil. Pada penambahan konsentrasi jamur yang sesuai, maka jamur dapat
bekerja secara efektif untuk mendegradasi limbah tekstil. Dengan jumlah
konsentrasi jamur yang sesuai dengan kandungan limbah yang ada, maka jamur
dapat tumbuh dengan baik, dimana jamur akan memanfaatkan limbah yang ada
sebagai sumber makanan berikutnya pengganti media yang telah ditambahkan.
Sebaliknya bila jumlah konsentrasi jamur yang ditambahkan tidak sesuai
dari kandungan limbah yang ada dalam suatu sistemnya, maka pertumbuhan
jamur akan terhambat akibat adanya kompetisi dari jamur tersebut dalam
mendapat makanan.
3. Lama Inkubasi
Waktu kontak adalah waktu yang diperlukan oleh jamur atau enzim untuk
merombak zat warna tekstil (John, 2001). Waktu kontak dikaitkan dengan tahapan
atau fase pertumbuhan jamur mempunyai masa pertumbuhan yang berbeda-beda.
18
Fase pertumbuhan tersebut berpengaruh terhadap enzim yang dihasilkan oleh
jamur untuk merombak zat warna tekstil (Puspitasari dan Mohammad, 2009).
Pada awalnya jamur mengalami fase adaptasi, dimana pada fase ini jamur
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Lamanya fase adaptasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah medium atau lingkungan
pertumbuhan serta jumlah inokulum yang ditambahkan. Setelah melewati fase
adaptasi, jamur memasuki fase pertumbuhan. Pada fase ini jamur tumbuh dengan
cepat sampai pertumbuhan optimumnya. Kecepatan pertumbuhan jamur sangat
dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti pH dan kandungan nutrien.
Pada fase ini jamur membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya.
Fase terakhir jamur adalah fase kematian diamana pada fase ini populasi
jamur mulai mengalami kematian karena beberapa sebab, seperti nutrien dalam
medium sudah habis dan menumpuknya sisa metabolisme jamur (Hamdiyati,
2003). Vaithanomsat dkk (2009), melaporkan bahwa degradasi zat warna Reactive
black 5 pada konsentrasi 50 mg/L menggunakan jamur Detronia sp. yang
diinkubasi selama 3 hari memberikan efisiensi sebesar 90%. Setelah diinkubasi
selama 5 hari, efisiensi degradasi naik menjadi 97,5%.
19
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Limbah cair yang dihasilkan industri tekstil jika di buang ke daerah
perairan akan menyebabkan terganggunya ekosistem akuatik. Oleh sebab itu perlu
diterapkan teknologi pengolahan limbah yang baik. Teknologi pengolahan limbah
secara kimia dan fisika cukup efektif untuk menghilangkan warna, akan tetapi ada
beberapa kekurangan yaitu biaya mahal, pemakaian bahan kimia yang tidak
sedikit dan menimbulkan lumpur yang banyak. Saat ini teknologi pengolahan
limbah tekstil yang berkembang adalah pengolahan limbah secara biologi, yaitu
dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk mendegradasi molekul zat warna
tekstil yang memiliki struktur kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih
sederhana (Manurung dkk, 2004). Mikroorganisme yang sering digunakan untuk
mendegradasi zat warna tekstil adalah jamur, contohnya adalah jamur
pendegradasi kayu (Zhao, 2004).
Jamur pendegradasi kayu mempunyai kemampuan mendegradasi
komponen-komponen kayu, yaitu lignin dan selulosa. Kelompok jamur
pendegradasi kayu yang dilaporkan mampu mendegradasi lignin adalah jamur
lapuk putih (white-rot fungi) (Paul, 1992). Selain bermanfaat untuk mendegradasi
senyawa lignin, jamur lapuk putih juga bermanfaat untuk mendegradasi zat warna
tekstil (Zhao, 2004). Salah satu jenis jamur lapuk putih adalah jamur
Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur ini terbukti dapat mendegradasi limbah zat
warna tekstil, karena dari data kualitatif hasil uji pendahuluan, jamur ini dapat
19
20
digunakan dalam proses biodegradasi limbah zat warna tekstil. Berdasarkan hasil
kajian Dayaram dan Dasgupta (2007), yang menyatakan bahwa jamur Polyporus
rubidus yang merupakan salah satu jenis jamur lapuk putih mampu
mengdegradasi limbah tekstil dengan efektif karena enzim laccase yang
dihasilkan oleh jamur tersebut.
Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur pendegradasi kayu
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, konsentrasi jamur, dan lama
inkubasi. Pada kondisi pH optimum, jamur akan tumbuh dengan baik dan
menghasilkan enzim yang optimal, sehingga proses degradasi limbah tekstil akan
berlangsung dengan cepat (Ali dan Muhammad, 2008). Begitu juga pada
penambahan konsentrasi jamur yang sesuai, maka dapat mempengaruhi kerja
jamur dalam proses degradasi limbah tekstil. Lama inkubasi juga mempengaruhi
proses degradasi limbah tekstil karena pengaruh waktu kontak jamur dengan
limbah tekstil yang akan dirombak. Jadi untuk memperoleh efisiensi degradasi
limbah tekstil yang besar oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa maka perlu
ditentukan terlebih dahulu kondisi optimumnya.
Di dalam penelitian ini dilakukan variasi pH yang digunakan yaitu 4, 6, 8,
dan 10. Variasi konsentrasi jamur yaitu 3%, 6%, dan 9% serta variasi waktu
inkubasi selama 0 hari, 3 hari, 6 hari, 9 hari, dan 12 hari. Setelah memperoleh
kondisi optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa kemudian dilakukan pengujian yang meliputi uji BOD
5
, COD, TSS,
pH, dan warna untuk mengetahui hasil degradasi limbah tekstil oleh jamur
Daedaleopsis eff. confragosa apakah sesuai dengan KepMen LH No.
21
51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah industri. Perundang-undangan
tersebut mewajibkan setiap usaha atau kegiatan melakukan pengolahan limbah
sampai memenuhi persyaratan baku mutu air limbah sebelum dibuang ke
lingkungan.
22
3.2 Kerangka Konsep
Limbah Pencelupan Tekstil
Degradasi limbah tekstil menggunakan
jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Kondisi degradasi limbah
tekstil
Variasi lama inkubasi
- 0 hari
- 3 hari
- 6 hari
- 9 hari
- 12 hari
Variasi penambahan
suspensi jamur
- 3%
- 6%
- 9%
Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
pada kondisi optimum
Analisis warna, pH, COD,
BOD
5
dan TSS
KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Teknik pengolahan limbah
secara biologi
Biaya mahal,
pemakaian bahan
kimia yang tidak
sedikit dan
menimbulkan
lumpur yang
banyak
Teknik Pengolahan Limbah
Secara Kimia dan Fisika
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variasi pH yang
digunakan
- 4
- 6
- 8
- 10
23
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini untuk kualitas hasil degradasi
limbah pencelupan tekstil dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa adalah sebagai berikut: Kualitas limbah pencelupan tekstil hasil
perlakuan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa apakah
memenuhi standar baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri tekstil menurut
KepMen LH No.51/MENLH/10/1995 dilihat dari parameter COD, BOD
5
, TSS,
pH, dan warna.
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam True Experiment. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3 yang terdiri
atas 2 faktor. Faktor I adalah pH yang terdiri dari 4 level dan faktor II adalah
konsentrasi penambahan suspensi jamur yang terdiri dari 3 level, dimana setiap
perlakukan diulang sebanyak 3 kali.
Faktor I : pH (P) Faktor II : Penambahan Suspensi jamur (S)
P
1
: pH 4 S
1
: Konsentrasi jamur 3 mL/100 mL media Czaspek cair (3%)
P
2
: pH 6 S
2
: Konsentrasi jamur 6 mL/100 mL media Czaspek cair(6%)
P
3
: pH 8 S
3
: Konsentrasi jamur 9 mL/100 mL media Czaspek cair (9%)
P
4
: pH 10
Tabel 4.1 Kombinasi Perlakuan Faktor I dan Faktor II
S
P
S
1
S
2
S
3
P
1
P
1
S
1
P
1
S
2
P
1
S
3
P
2
P
2
S
1
P
2
S
2
P
2
S
3
P
3
P
3
S
1
P
3
S
2
P
3
S
3
P
4
P
4
S
1
P
4
S
2
P
4
S
3
Keterangan:
P
1
S
1
: pH 4 dengan konsentrasi jamur 3%
P
2
S
1
: pH 6 dengan konsentrasi jamur 3%
P
3
S
1
: pH 8 dengan konsentrasi jamur 3%
P
4
S
1
: pH 10 dengan konsentrasi jamur 3%
P
1
S
2
: pH 4 dengan konsentrasi jamur 6%
P
2
S
2
: pH 6 dengan konsentrasi jamur 6%
P
3
S
2
: pH 8 dengan konsentrasi jamur 6%
P
4
S
2
: pH 10 dengan konsentrasi jamur 6%
P
1
S
3
: pH 4 dengan konsentrasi jamur 9%
P
2
S
3
: pH 6 dengan konsentrasi jamur 9%
P
3
S
3
: pH 8 dengan konsentrasi jamur 9%
P
4
S
3
: pH 10 dengan konsentrasi jamur 9%
Setelah mendapatkan pH dan konsentrasi optimal, kemudian hasil tersebut
digunakan untuk menentukan lama inkubasi terbaik dalam proses degradasi
24
25
limbah tekstil. Variasi lama inkubasi yang digunakan adalah 0, 3, 6, 9, dan 12 hari
dengan pengulangan sebanyak 3 kali.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lab Marine Pasca Sarjana Program Studi Kimia
Terapan, serta UPT Balai Laboratorium Kesehatan. Pelaksanaan penelitian ini
dilakukan dari bulan September 2012 sampai dengan bulan April 2013
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji kondisi optimum degradasi limbah tekstil, yaitu
pH, konsentrasi jamur, dan lama inkubasi optimum dimana hasil sebelum dan
sesudah proses degradasi limbah tekstil dikaji berdasarkan parameter pH, warna,
COD, BOD
5
, dan TSS menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.
Sedangkan faktor lainnya yang mungkin berpengaruh terhadap degradasi limbah
tekstil menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.
4.4 Penentuan Sumber Data
Subjek penelitian ini adalah jamur Daedaleopsis eff. confragosa yang
dikondisikan pada pH, penambahan konsentrasi jamur, dan lama inkubasi
optimum, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah limbah pencelupan tekstil.
4.5 Variabel Penelitian
Variabel yang diukur atau diamati dalam penelitian ini adalah kondisi
optimum degradasi limbah tekstil, kualitas hasil degradasi limbah tekstil dilihat
26
dari parameter pH, warna, COD, BOD
5
, dan TSS limbah pencelupan tekstil
sebelum dan sesudah menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.
4.6 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: limbah
pencelupan tekstil yang diambil dari industri rumah tangga di kota Negara, jamur
Daedaleopsis eff. confragosa yang diperoleh di kota Negara, kentang, dektrosa,
agar, sukrosa, NaNO
3
, KCl, MgSO
4
.7 H
2
O, FeSO
4
. 7 H
2
O, KH
2
PO
4
, CaCl
2
, buffer
fosfat (pH 4, 6, 8, dan 10), HCl, NaOH, kloramfenikol, aluminium foil, aquades.
Sebelum digunakan, seluruh peralatan dan media tumbuh disterilisasi dengan cara
di autoklaf pada suhu 120C selama 15 menit.
4.7 Instrumen Penelitian
Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu
Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, gelas ukur, neraca analitik, spatula, batang
pengaduk, pipet tetes, corong, pipet ukur dan filler, kaca arloji, pembakar spiritus,
cawan petri, tabung reaksi, pH-meter, autoklaf.
4.8 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan
pelaksanaan. Pada tahap persiapan dilakukan dengan menyiapkan alat dan bahan,
serta peremajaan jamur pada media PDA dan Czaspek cair. Kemudian dilanjutkan ke
tahap pelaksanaan yaitu penentuan kondisi optimum degradasi limbah tekstil
27
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa serta pengujian kualitas hasil
degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa.
4.8.1 Peremajaan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Jamur diremajakan pada media PDA dengan mengikuti metode yang
dilakukan Ali and Muhammad (2008). Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
dihancurkan dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi air steril sambil
dikocok. Selanjutnya, 1 mL cairan yang mengandung spora dimasukkan ke dalam
cawan petri yang berisi media PDA dan diinkubasi selama 7 hari hingga tumbuh
benang-benang berwarna putih pada permukaan PDA. 1 liter media PDA tersebut
terdiri dari 200 gram kentang, 20 gram dektrosa, dan 20 gram agar serta 1 tablet
kloramfenikol untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Miselium jamur selanjutnya
ditransfer ke dalam media Czapek cair. Miselium jamur Daedaleopsis eff.
confragosa dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer ukuran 500 mL yang telah
berisi 250 mL media Czapek cair. Campuran tersebut diinkubasi selama 7 hari.
Dalam 1 liter media Czapek cair mengandung 15,0 g Sukrosa; 3,0 g NaNO
3
; 0,5 g
KCl; 0,5 g MgSO
4
7H
2
O; 0,01 g FeSO
4
7 H
2
O; dan 1,0 g KH
2
PO
4
.
4.8.2 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) Degradasi
Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Penentuan kondisi optimum degradasi limbah testil (pH dan konsentrasi
jamur) serta efisiensi degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis
eff. confragosa dilakukan dengan cara memvariasikan pH dan konsentrasi jamur
mengikuti metode Ali dan Muhammad (2008) yang termodifikasi. Media Czapex
28
cair yang telah ditambahkan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa dengan
konsentrasi per 50 mL media Czapex cair sebanyak 3 mL, 6 mL, dan 9 mL.
Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi selama 3 hari. Setelah 3 hari,
sebanyak 50 mL limbah tekstil dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut.
Campuran dikondisikan pada pH 4 dengan cara menambahkan larutan HCl
sedangkan untuk pH di atas 7 ditambahkan NaOH. Untuk mempertahankan pH
ditambahkan buffer pH 4 ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Selanjutnya
Erlenmeyer ditutup kembali dan diinkubasi selama 7 hari. Setelah diinkubasi,
cairan disaring kemudian diuji kualitas COD. Dengan cara yang sama dilakukan
degradasi limbah tekstil pada perlakuan pH 6, 8, dan 10. Untuk setiap perlakuan
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Kontrol dibuat dengan cara yang sama
tetapi tanpa menggunakan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Efisiensi
degradasi limbah warna tekstil diperoleh dengan menggunakan rumus berikut:
% 100 x
COD Kadar
COD Kadar COD Kadar
Efisiensi
awal
akhir awal

4.8.3 Penentuan Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh


Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Campuran media Czapex cair dan suspensi jamur Daedaleopsis eff.
confragosa terbaik yang diperoleh kemudian diinkubasi selama 3 hari. Setelah 3
hari, sebanyak 50 mL limbah tekstil dimasukkan ke dalam Erlenmeyer tersebut.
Campuran dikondisikan pada pH optimum dengan cara menambahkan HCl
ataupun NaOH. Untuk mempertahankan pH ditambahkan buffer pada pH
optimum ke dalam labu Erlenmeyer tersebut. Selanjutnya Erlenmeyer ditutup dan
29
diinkubasi pada variasi waktu yaitu 0, 3, 6, 9, dan 12 hari. Setelah diinkubasi,
cairan disaring kemudian diuji kualitas COD. Untuk setiap perlakuan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali. Kontrol dibuat dengan cara yang sama tetapi tanpa
menggunakan suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Setelah mendapatkan
kondisi optimum degradasi limbah tekstil (pH, konsentrasi jamur dan lama
inkubasi), kemudian limbah hasil degradasi diuji kualitasnya meliputi BOD
5
,
COD, TSS, pH dan warna.
a. Uji kualitas limbah sebelum dan setelah didegradasi
Uji kualitas limbah sebelum dan sesudah didegradasi bertujuan untuk
menentukan efisiensi pengolahan limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa serta kelayakan air limbah hasil pengolahan untuk
dibuang ke lingkungan. Parameter kualitas limbah yang diuji dan metode
pengukurannya disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Paremeter Kualitas Air Limbah yang Diukur dan Metode
Pengukurannya
No Parameter Satuan Metode Pengukuran
1 pH - pH meter
2 Warna TCU Pengamatan visual
3 TSS mg/L Gravimetri
4 BOD
5
mg/L Titrasi
5 COD mg/L Titrasi
Pengujian parameter pH, warna, TSS, BOD
5
dan COD limbah tekstil dan
hasil degradasi menggunakan standar operasional prosedur UPT Balai
Laboratorium Kesehatan. Prosedur penelitian ini secara ringkas dapat
digambarkan seperti pada Gambar 4.1
30
Tahap Persiapan
Penyiapan alat dan bahan Peremajaan jamur pada PDA dan Czaspek cair
Tahap Pelaksanaan
Tahap 1. Penentuan Kondisi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh Jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
Suspensi jamur
Daedaleopsis eff.
confragosa
Digunakan untuk mendegradasi
limbah tekstil
Variasi pH dan
konsentrasi jamur
Variasi lama inkubasi
Kondisi optimum
Tahap 2. Uji Kualitas Limbah Pencelupan Tekstil Sebelum dan Sesudah Degradasi
Menggunakan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Sampel limbah dari industri
pencelupan tekstil
Didegradasi menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa

Analisis warna, pH, COD, BOD
5
dan TSS
KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995
Gambar 4.1 Prosedur Penelitian
31
4.9 Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif yaitu
berupa angka atau data efisiensi degradasi limbah tekstil. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan analisis varian (ANOVA) dua jalur untuk
mengetahui perbedaan antara perlakuan dan signifikansi perlakuan terhadap hasil
degradasi yang dibantu dengan software pengolah data Costat. Bila hasil yang
diperoleh berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
dari Duncan (Duncan Multiple Range Test /DMRT).
5.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi
kayu yang diambil dari
Kabupaten Jembrana, dimana jamur ini tumbuh
mati. Berdasarkan hasil
Jurusan Biologi, FMIPA
Daedaleopsis eff. confragosa
kipas dan agak keras, seperti disajikan pada Gambar 5
5.2 Peremajaan Jamur
Czapex Cair
Peremajaan jamur
menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian
miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam
Klasifikasi Ilmiah
Divisio : Basidiumycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Polyparales
Famili : Polyporaceae
Genus : Daedaleopsis
Spesies : Daedaleopsis eff.
confragosa

BAB V
HASIL PENELITIAN
Daedaleopsis eff. confragosa
Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi
area perkebunan di daerah Negara, Kecamatan Jembrana,
Kabupaten Jembrana, dimana jamur ini tumbuh pada batang pohon yang sudah
hasil identifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan,
Jurusan Biologi, FMIPA, UNUD, jamur yang digunakan adalah jamur
Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur ini mempunyai ciri-ciri tubuh buah
seperti disajikan pada Gambar 5.1.
Peremajaan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Media PDA dan
Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilakukan dengan cara
menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian
miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam
Gambar 5.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
: Basidiumycota
Basidiomycetes
: Polyparales
: Polyporaceae
Daedaleopsis
Daedaleopsis eff.
confragosa
32
32
Jamur yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur pendegradasi
di daerah Negara, Kecamatan Jembrana,
pada batang pohon yang sudah
Taksonomi Tumbuhan,
adalah jamur
tubuh buah berupa
pada Media PDA dan
dilakukan dengan cara
menumbuhkan jamur ke dalam media PDA selama 7 hari inkubasi. Kemudian
miselium jamur yang tumbuh pada media PDA ditransfer secara aseptik ke dalam
Daedaleopsis eff. confragosa
33
media Czapex cair. Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada media
PDA dan Czapex cair disajikan pada Gambar 5.2.

Dari Gambar 5.2 terlihat adanya miselium jamur Daedaleopsis eff.
confragosa yang diindikasikan dengan terbentuknya benang-benang berwarna
putih pada media PDA dan Czapex cair setelah diinkubasi selama 7 hari. Media
PDA maupun Czapex cair yang awalnya keruh berubah menjadi berwarna kuning.
Menurut Lankinen (2004), warna kuning yang ditimbulkan selama proses
peremajaan jamur pada media PDA atau Czapex cair disebabkan karena ekskresi
enzim lignolitik oleh jamur tersebut.
5.3 Analisis Karakteristik Awal Sampel Limbah
Limbah yang dianalisis merupakan limbah industri tesktil rumah tangga
yang didapatkan di daerah Negara, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana.
Limbah ini diambil dari bak-bak penampungan, dimana limbah tesktil tersebut
belum mendapatkan perlakuan pengolahan. Uji karakteristik awal limbah
dilakukan dengan menganalisis beberapa parameter yang menjadi bahasan
(a) (b)
Gambar 5.2 Penampakan visual peremajaan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa setelah 7 hari inkubasi pada media (a) PDA dan (b) Czapex cair
34
penelitian ini yaitu warna, COD, BOD
5
, TSS, serta pH. Berdasarkan hasil uji
karakteristik awal sampel limbah diketahui bahwa parameter COD, BOD
5
, TSS,
serta pH berada di atas baku mutu yang ditetapkan KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah
Cair Industri Tekstil disajikan pada Tabel 5.1.
Parameter Satuan
Karanteristik
Limbah Awal
Kadar Maksimum
Ditinjau dari
KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995
Warna Pt-Co 217,49 -
pH - 10,60* 6,0-9,0
COD mg/L 215,56* 150
BOD
5
mg/L 102,78* 60
TSS mg/L 115,12* 50
Keterangan :
Tanda bintang (*) = di atas baku mutu
5.4 Penentuan Kadar COD Awal pada masing-masing Konsentrasi
Penambahan Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Penentuan kadar COD awal pada masing-masing konsentrasi penambahan
jamur bertujuan untuk mengetahui kadar COD sebelum degradasi. Hasil yang
diperoleh adalah kadar COD pada konsentrasi 3, 6, dan 9% yang disajikan pada
Gambar 5.3
Tabel 5.1. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah Cair Industri
Tekstil ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995
35
Berdasarkan Gambar 5.3 memperlihatkan kadar COD awal pada masing-
masing penambahan konsentrasi jamur Daedaleopsis eff. confragosa dengan
konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-turut sebesar 211,49; 206,46; dan 201,63 mg/L
5.5 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) Degradasi
Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Degradasi limbah tekstil pada variasi pH dan konsentrasi jamur bertujuan
untuk mengetahui kondisi optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa. Hasil yang diperoleh adalah penurunan kadar COD
serta efisiensi penurunan kadar COD limbah tekstil setelah 7 hari inkubasi
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa yang disajikan pada Tabel 5.2
dan Tabel 5.3.
211,49
206,46
201,67
196
198
200
202
204
206
208
210
212
214
3 6 9
C
O
D

(
m
g
/
L
)
Konsentrasi Jamur (%)
Gambar 5.3 Grafik kadar COD awal pada variasi konsentrasi jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
36
Konsentrasi
pH
rata-rata
4 6 8 10
3% 43,530,73 52,930,71 57,750,55 78,190,84 58,10
a
6% 37,870,56 48,390,21 51,250,52 73,240,56 52,69
b
9% 45,290,49 54,210,72 66,360,33 78,950,39 61,20
c
rata-rata 42,23
A
51,84
B
58,45
C
76,79
D
Keterangan :
1. Nila dengan huruf (a, b, c) yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata
(P<0,05) .
2. Nila dengan huruf kapital (A, B, C, D) yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda
nyata (P<0,05).
Tabel 5.2 memperlihatkan rata-rata kadar COD pada variasi pH
mengalami peningkatan. Pada pH 4, 6, 8, dan 10 rata-rata kadar COD berturut-
turut adalah 42,23; 51,84; 58,45; 76,79 mg/L, dimana kadar COD pada masing-
masing pH menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Hasil optimim
diperoleh pada pH 4 dengan rata-rata kadar COD sebesar 42,23 mg/L. Walaupun
demikian pada pH 6 8 menunjukan nilai COD sebesar 51,84 58,45. Ini
menunjukan bahwa pada pH tersebut nilai COD-nya masih jauh di bawah baku
mutu limbah cair berdasarkan Kepmen LH Nomor: 51/Men.LH/10/1995. Pada
variasi konsentrasi penambahan jamur yaitu konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-
turut kadar COD adalah 58,10; 52,69; 61,20 mg/L. Kadar COD pada variasi
konsentrasi penambahan jamur juga menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05). Kadar COD terkecil berada pada konsentrasi penambahan jamur 6%
dengan rata-rata kadar COD sebesar 52,69 mg/L, sehingga kondisi optimum
degradasi limbah tekstil terjadi pada pH 4 dan konsentrasi 6% dengan kadar COD
sebesar 37,870,56 mg/L.
Tabel 5.2. Kadar COD Limbah Tekstil pada Variasi pH dan Konsentrasi Jamur
Setelah 7 Hari Inkubasi
37
Konsentrasi Jamur
pH
Rata-rata
4 6 8 10
3% 79,40% 74,96% 72,67% 63,00% 72,51%
a1)
6% 81,66% 76,56% 75,18% 64,52% 74,48%
b
9% 77,54% 73,12% 67,10% 60,85% 69,65%
c
Rata-rata 79,54%
A2)
74,88%
B
71,65%
C
62,79%
D
Keterangan :
1. Nila dengan huruf (a, b, c) yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata
(P<0,05) .
2. Nila dengan huruf kapital (A, B, C, D) yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda
nyata (P<0,05).
Tabel 5.3 memperlihatkan rata-rata efisiensi penurunan kadar COD pada
variasi pH mengalami penurunan. Pada pH 4, 6, 8, dan 10 rata-rata efisiensi
penurunan kadar COD berturut-turut adalah 79,54; 74,88; 71,65; dan 62,79%.
Efisiensi penurunan kadar COD pada masing-masing pH menunjukkan perbedaan
yang nyata (P<0,05), dimana efisiensi penurunan kadar COD terbesar dengan
rata-rata 79,54% terjadi pada pH 4. Pada variasi konsentrasi penambahan jamur
yaitu konsentrasi 3, 6, dan 9% berturut-turut efisiensi penurunan kadar COD
adalah 72,51; 74,48; 69,65%. Efisiensi penurunan kadar COD pada variasi
konsentrasi penambahan jamur juga menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05). Efisiensi penurunan kadar COD terbesar berada pada konsentrasi
penambahan jamur 6% dengan rata-rata sebesar 74,48%, sehingga kondisi
optimum degradasi limbah tekstil terjadi pada pH 4 dan konsentrasi 6% dengan
efisiensi penurunan kadar COD sebesar 81,66%.
Tabel 5.3. Efisiensi Penurunan Kadar COD Limbah Tekstil pada Variasi pH
dan Konsentrasi Jamur Setelah 7 Hari Inkubasi
5.6 Penentuan Lama Inkubasi
Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Degradasi limbah tekstil pada variasi
mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
variasi lama inkubasi menggunakan jamur
pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami
penurunan seiring dengan semakin lamanya masa inkubasi
persamaan Y = 160,98 e
lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar
COD tidak linier tetapi berbentuk exponensial. Nilai
konstanta laju penurunan kadar COD. Ini artinya bahwa secara rata
Gambar 5.4 Grafik penurunan kadar COD
inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%
(persamaan regresi diperoleh menggunakan program
Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh
Daedaleopsis eff. confragosa
Degradasi limbah tekstil pada variasi lama inkubasi bertujuan untuk
mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa. Grafik penurunan kadar COD limbah tekstil pada
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa
menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami
seiring dengan semakin lamanya masa inkubasi mengikuti model
persamaan Y = 160,98 e
-0,16X
dimana Y adalah kadar COD (mg/L) dan X adalah
lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar
COD tidak linier tetapi berbentuk exponensial. Nilai 0,16 menunjukkan
laju penurunan kadar COD. Ini artinya bahwa secara rata-rata
Grafik penurunan kadar COD limbah tekstil pada variasi
inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%
(persamaan regresi diperoleh menggunakan program Costat
Y = 160,98 e
- 0,16X
R
2
= 0,87
38
Limbah Tekstil oleh
inkubasi bertujuan untuk
mengetahui waktu optimum degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
limbah tekstil pada
Daedaleopsis eff. confragosa disajikan
menunjukkan bahwa kadar COD dalam limbah mengalami
mengikuti model
dimana Y adalah kadar COD (mg/L) dan X adalah
lama inkubasi (hari). Model tersebut menggambarkan bahwa penurunan kadar
0,16 menunjukkan
rata konstanta
limbah tekstil pada variasi lama
inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi jamur 6%
Costat)
laju penurunan COD akibat degradasi oleh jamur
adalah 0,16 mg/L setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga
kadar COD pada selang waktu inkubasi yang berbeda
COD dari hari ke-0 sampai hari ke
dari hari ke-9 ke hari ke
penurunan kadar COD pada variasi waktu inkubasi
terjadi peningkatan efisiensi seiring den
5.5). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model
persamaan Y = 8,53 + 33,42 ln (X)
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa dari hari ke
menunjukkan efisiensi penurunan kadar COD dalam limbah y
Gambar 5.5 Grafik efisiensi penurunan kadar COD
lama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi
jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program
Costat)
laju penurunan COD akibat degradasi oleh jamur Daedaleopsis eff. confragosa
setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga
kadar COD pada selang waktu inkubasi yang berbeda-beda. Penurunan kadar
0 sampai hari ke- 9 sangat nyata (P<0,05) sedangkan penurunan
9 ke hari ke-12 tidak nyata (P>0,05). Kalau dihitung efisiensi
penurunan kadar COD pada variasi waktu inkubasi berbeda menunjukan bahwa
terjadi peningkatan efisiensi seiring dengan peningkatan lama inkubasi (
). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model
persamaan Y = 8,53 + 33,42 ln (X)
menunjukkan bahwa dari hari ke-0 sampai hari ke
menunjukkan efisiensi penurunan kadar COD dalam limbah yang signifikan,
Grafik efisiensi penurunan kadar COD limbah tekstil pada
lama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi
jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program
Y = 8,53+33,42.In(X)
R
2
= 0,92
39
Daedaleopsis eff. confragosa
setiap hari. Model persamaan ini dapat dipakai untuk menduga
beda. Penurunan kadar
9 sangat nyata (P<0,05) sedangkan penurunan
Kalau dihitung efisiensi
berbeda menunjukan bahwa
gan peningkatan lama inkubasi (Gambar
). Hubungan antara efisiensi (Y) dengan lama inkubasi (X) mengikuti model
0 sampai hari ke-9
ang signifikan,
limbah tekstil pada variasi
lama inkubasi yang dikondisikan pada pH 4 dan konsentrasi
jamur 6% (persamaan regresi diperoleh menggunakan program
40
Tetapi apabila dilanjutkan sampai hari ke-12 maka efisiensi degradasi limbah
tidak berubah secara signifikan dibandingkan hari ke-9. Kondisi optimum
degradasi limbah tekstil terjadi pada hari ke-9 dengan efisiensi penurunan COD
sebesar 85,13%.
5.7 Uji Kualitas Limbah pada Kondisi Optimum dari Hari ke-0 sampai Hari
ke-9
Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa pada kondisi optimum diindikasikan dengan terjadinya perubahan
warna limbah tekstil yang awalnya berwarna hitam menjadi bening. Hasil
degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa
disajikan pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Penampakan visual degradasi limbah tekstil pada kondisi optimum
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa
41
Hasil penentuan karakteristik limbah pencelupan tekstil pada hari ke-0
menunjukkan bahwa semua parameter kualitas limbah yang diukur berada di atas
baku mutu yang dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51/MENLH/10/1995.
Sedangkan karakteristik hasil perombakan limbah yaitu pada hari ke-9
menunjukkan bahwa nilai parameter COD, BOD
5
, dan TSS yang diukur berada di
bawah baku mutu, sedangkan untuk parameter pH masih berada di atas baku
mutu. Karakteristik limbah tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 disajikan pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Kandungan COD, BOD5, TSS, Warna dan pH Limbah Pencelupan
Tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 pada Kondisi Optimum (pH 4,
Konsentrasi Jamur 6% dan Lama Inkubasi 9 Hari)
Parameter Satuan
Baku
Mutu
Hari
ke-0
Hari
ke-9
Penurunan Efisiensi Efektivitas
COD mg/L
150
206,46 30,610,19 175,85 85,17% 79,59%
BOD
5
mg/L
60
98,67 25,560,15 73,11 74,09% 57,39%
TSS mg/L
50
86,45 25,750,56 60,70 70,21% 48,49%
Warna Pt-Co
-
167,89 31,820,62 136,07 81,05%
-
pH -
6,0-9,0
4,00 4,300,15 - 0,30 -7,5%
-
Table 5.4 memperlihatkan karakteristik limbah pencelupan tekstil pada
hari ke-0, dimana semua parameter yang diukur berada di atas baku mutu yang
dipersyaratkan dalam KepMen LH No.51/MENLH/10/1995, sedangkan setelah
proses degradasi yaitu pada hari ke-9 menunjukkan nilai parameter COD, BOD5,
dan TSS yang diukur berada di bawah baku mutu, kecuali parameter pH yang
tidak sesuai dengan baku mutu menurut KepMen LH No.51/MENLH/10/1995.
Pada hari ke-0 kadar COD sebesar 206,46 mg/L dan setelah hari ke-9 kadar COD
turun menjadi 30,61 mg/L dengan efisiensi sebesar 85,17%. Begitu juga pada
parameter BOD5, TSS, dan warna pada hari ke-0 menunjukkan nilai masing-
42
masing adalah 98,67 mg/L, 86,45 mg/L, dan 167,89 Pt-Co dan setelah hari ke-9
masing-masing nilai parameter untuk BOD
5
, TSS, dan warna turun menjadi 25,56
mg/L, 25,75 mg/L, dan 31,82 Pt-Co dengan efisiensi berturut-turut adalah 74,09;
70,21; 81,05%. Parameter yang terakhir adalah pH, dimana pada hari ke-0
menunjukkan pH 4,00 dan setelah perlakuan yaitu pada hari ke-9, pH naik
menjadi 4,30 dengan efisiensi -7,5%.
Dilihat dari efektivitasnya, degradasi limbah tekstil menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa berlangsung cukup baik yaitu dengan nilai COD,
BOD
5
, dan TSS sebesar 79,59; 57,39; dan 48,49%.
43
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Jamur pendegradasi kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Jamur tersebut diambil dari area perkebunan
di daerah Negara, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana dan telah
diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi, FMIPA,
UNUD. Jamur Daedaleopsis eff. confragosa termasuk dalam famili Polyporaceae,
ordo Polyparales, kelas Basidiomycetes. Adapun ciri-ciri dari jamur Daedaleopsis
eff. confragosa yaitu memiliki tubuh buah berupa kipas, agak keras dan biasanya
hidup menempel pada batang kayu yang mati atau lapuk.
Peremajaan jamur Daedaleopsis eff. confragosa dilakukan dengan cara
menumbuhkan jamur pada media PDA selama 7 hari inkubasi yang bertujuan
untuk memperoleh miselium jamur. PDA terbuat dari kentang, dekstrosa, dan
agar. Kentang merupakan sumber karbohidrat yang mengandung vitamin dan
mineral yang cukup tinggi. Fungsi kentang dalam penyusunan PDA adalah
mensuplai karbohidrat yang diperlukan oleh jamur dalam pertumbuhannya.
Dekstrosa berfungsi sebagai sumber energi yang berperan dalam pertumbuhan
spora jamur, sedangkan agar berfungsi untuk mengentalkan media sehingga
mempermudah dalam menumbuhkan jamur (Kusnadi dkk, 2003). Miselium jamur
yang tumbuh pada PDA kemudian ditransfer secara aseptik ke dalam media
Czapex cair dan diinkubasi selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
suspensi jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Media PDA maupun media Czapex
43
44
cair mengalami perubahan dari keruh menjadi berwarna kuning, seperti
ditunjukan pada Gambar 5.2. Warna kuning yang ditimbulkan selama proses
peremajaan jamur disebabkan karena ekskresi enzim lignolitik oleh jamur tersebut
(Lankinen, 2004).
6.2 Penentuan Kondisi Optimum (pH dan konsentrasi jamur) Degradasi
Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi
limbah tekstil dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pada kondisi lingkungan yang
optimum, jamur akan tumbuh dengan baik sehingga enzim yang dihasilkan
semakin banyak. Semakin banyak enzim yang dihasilkan akan memberikan
efisiensi degradasi yang baik (Ali dan Muhamad, 2008). Faktor lingkungan yang
mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil dengan menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa adalah derajat keasaman (pH) dan konsentrasi jamur
yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa degradasi optimum limbah
tekstil terjadi pada pH 4 dan penambahan jamur pada konsentrasi 6% dengan
kadar COD sebesar 37,87 mg/L atau dengan efisiensi penurunan COD sebesar
81,66%. Walaupun demikian pada pH 6 8 nilai COD sebesar 51,84 58,45
mg/L dengan efisiensi 74,88% 71,65%. Ini menunjukkan bahwa pada pH
tersebut nilai COD-nya sudah jauh di bawah baku mutu limbah cair berdasarkan
Kepmen LH Nomor: 51/MENLH/10/1995 yaitu sebesar 150 mg/L.
Derajat keasaman (pH) mempengaruhi proses degradasi limbah tekstil
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa
efisiensi degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
45
confragosa dipengaruhi oleh pH lingkungan. Efisiensi penurunan COD optimum
yang diinkubasi selama 7 hari terjadi pada pH 4 dengan rata-rata sebesar 79,54%,
sedangkan pada pH 6, 8, dan 10 efisiensi rata-rata penurunan COD adalah 74,88;
71,65; dan 62,79%. Hasil penelitian ini sesuai dengan simpulan Ermasari (2010)
yang menyatakan bahwa perombakan limbah tekstil menggunakan jamur sangat
dipengaruhi oleh pH lingkungan. Hasil kajian Ermasari (2010), tentang
perombakan limbah pencelupan tekstil oleh jamur Polyporus sp. menunjukkan
bahwa efisiensi penurunan COD tertinggi terjadi pada pH 4 dengan efisiensi
penurunan COD sebesar 88,96%.
Perbedaan efisiensi penurunan COD limbah tekstil pada variasi pH
disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim. Pada
umumnya, jamur dapat tumbuh dengan baik pada pH asam. Rentang pH
pertumbuhan jamur berkisar antara 4-6 (Kusnadi dkk., 2003). Pada pH di bawah 3
atau pH di atas 6 maka pertumbuhan jamur menjadi tidak optimal sehingga
pertumbuhan jamur menjadi terganggu. Terganggunya pertumbuhan jamur
menyebabkan enzim yang dihasilkan kurang optimal sehingga proses degradasi
limbah tekstil menjadi terhambat. Disamping pertumbuhan jamur, aktivitas enzim
lignolitik untuk mendegradasi limbah tekstil juga dipengaruhi oleh kondisi pH.
Enzim lignolitik merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas
biokimiawi sebagai katalis suatu reaksi dan sangat rentan terhadap kondisi pH.
Adanya perubahan pH akan mengakibatkan aktivitas enzim mengalami
perubahan. Pada pH optimum aktivitas enzim akan optimal sehingga memberikan
nilai efisiensi degradasi yang besar (Dayaram and Dasgupta, 2008). Dalam
46
penelitian ini, degradasi optimum limbah tekstil terjadi pada pH 4. Hal ini
menandakan bahwa enzim lignolitik yang dihasilkan oleh jamur Daedaleopsis eff.
confragosa bekerja dengan optimum pada pH 4. Temuan ini sejalan dengan kajian
Hofrichter (2002) yang menyatakan bahwa enzim lignolitik bekerja secara
optimum pada pH 3-4. Hasil penelitian ini juga diperkuat simpulan Sharma et al.,
(2008) yang melaporkan bahwa efisiensi perombakan zat warna orange III oleh
enzim lignolitik meningkat pada pH 3-4.
Degradasi limbah tekstil oleh jamur dipengaruhi oleh konsentrasi jamur
yang ditambahkan pada limbah. Berdasarkan Tabel 5.2 diperolah pola efisiensi
penurunan COD meningkat dengan naiknya konsentrasi jamur dari 3% sampai 6%
kemudian menurun pada konsentrasi 9%. Rata-rata efisiensi penuruan COD pada
konsentrasi jamur 3, 6, dan 9% secara berturut-turut adalah 72,51; 74,48; dan
69,65%. Konsentrasi optimum degradasi limbah tekstil selama 7 hari inkubasi
terjadi pada konsentrasi 6% dengan rata-rata efisiensi sebesar 74,48%. Perbedaan
efisiensi pada variasi konsentrasi jamur berhubungan dengan jumlah jamur yang
ditambahkan pada limbah tekstil.
Pada penambahan jamur yang sesuai, maka jamur akan tumbuh dengan
baik, karena makanan atau nutrisi yang ada dalam lingkungannya sudah sesuai
dengan jumlah jamur yang tumbuh pada lingkungan tersebut. Pada konsentrasi
jamur 3% jumlah jamur lebih sedikit dari pada nutrisi yang ada dalam lingkungan.
Hal ini mengakibatkan efisiensi penurunan COD kurang optimal. Sedangkan pada
konsentrasi jamur 6%, efisiensi penurunan COD menunjukkan nilai yang paling
optimum, karena jamur memperoleh nutrisi atau makanan yang cukup, sehingga
47
jamur dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya pada penambahan jamur 9%,
menunjukkan nilai efisiensi penurunan COD yang paling rendah, karena jumlah
jamur yang ditambahkan tidak sesuai dengan nutrisi yang ada di lingkungan.
Jamur yang ada dalam lingkungan banyak, sedangkan ketersediaan nutrisi pada
lingkungan tidak mencukupi, hal ini mengakibatkan pertumbuhan jamur menjadi
terhambat dan akhirnya mati.
6.3 Penentuan Lama Inkubasi Optimum Degradasi Limbah Tekstil oleh
Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Kemampuan jamur Daedaleopsis eff. confragosa untuk mendegradasi
limbah tekstil dipengaruhi oleh lama inkubasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penurunan COD pada hari ke-3, ke-6, dan ke-9 mengalami perubahan yang
signifikan, sedangkan pada hari ke-12 penurunannya tidak signifikan. Pada hari
ke-3 terjadi penurunan konsentrasi COD dari 206,46 mg/L menjadi 121,14 mg/L
(41,31%), pada hari ke-6 konsentrasinya turun menjadi 51,79 mg/L (74,92%),
pada hari ke-9 konsentrasi COD turun menjadi 30,70 (85,17%), sedangkan pada
hari ke-12 konsentrasi COD turun menjadi 29,33 (85,79%). Penurunan pada hari
ke-12 menunjukkan hasil yang tidak signifikan dibandingkan dengan hari ke-9.
Degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa
berlangsung optimum pada lama inkubasi 9 hari dengan kadar COD sebesar 30,70
mg/L atau dengan efisiensi penurunan COD sebesar 85,17%. Namun dari model
persamaan Y = 160,98 e
-0,16X
menunjukkan bahwa pada hari ke-1 niai penurunan
kadar COD berada di bawah baku mutu limbah industri tekstil menurut KepMen
LH No.51/MENLH/10/1995 yaitu sebesar 137,18 mg/L (33,55%). Ini
48
menunjukkan bahwa jamur Daedaleopsis eff. confragosa mampu merombak
limbah tekstil dengan baik, walupun belum mencapai proses degradasi
optimumnya.
Perbedaan penurunan COD limbah tekstil pada variasi lama inkubasi
menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa disebabkan karena adanya
beberapa fase dalam pertumbuhan jamur. Pada tahap awal jamur melakukan fase
adaptasi, dimana pada tahap ini jamur menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan, sehingga pertumbuhannya kurang optimal. Hal ini ditandai dengan
penurunan COD yang rendah sampai hari ke-3. Selanjutnya jamur mengalami fase
pertumbuhan eksponensial. Pada fase ini jamur mengalami pertumbuhan yang
sangat cepat hingga mencapai pertumbuhan optimumnya yaitu pada hari ke-9.
Kemudian pada hari ke-12 terjadi penurunan COD yang tidak signifikan karena
jamur berada pada fase stasioner ataupun fase kematian. Pada fase kematian
jumlah jamur yang mati lebih banyak daripada jamur yang mengalami
pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena kandungan nutrien yang sudah habis dan
mulai terjadi penumpukan racun akibat dari sisa metabolisme jamur (Hamdiyati,
2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ali dan Muhammad (2008)
yang menyatakan bahwa perombakan zat warna acid violet 19 menggunakan
jamur Alternaria solani meningkat seiring dengan meningkatnya waktu kontak
yaitu dari hari ke-1 sampai hari ke-4 hari dengan efisiensi sebesar 88,60%.
49
6.4 Uji Kualitas Limbah pada Kondisi Optimum dari Hari ke-0 sampai Hari
ke-9
Karakteristik limbah pencelupan tekstil sebelum didegradasi menggunakan
jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada hari ke-0 menunjukkan bahwa semua
parameter kualitas limbah yang diukur berada di atas baku mutu persyaratan
KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Jika limbah tersebut dibuang langsung ke
lingkungan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Air limbah pencelupan
tekstil yang digunakan mempunyai konsentrasi warna sebesar 167,89 Pt-Co.
Setelah dilakukan degradasi menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa
selama 9 hari, terjadi penurunan konsentrasi warna menjadi 31,82 Pt-Co atau
efisiensi penurunan warna sebesar 81,05%. Penurunan warna pada limbah tekstil
disebabkan oleh enzim lignolitik yang dihasilkan oleh jamur Daedaleopsis eff.
confragosa. Enzim ligninolitik bersifat nonspesifik yang artinya disamping
mendegradasi lignin, hemiselulosa dan lignin juga mampu mendegradasi
senyawa-senyawa kimia yang mempunyai struktur aromatik seperti fenol dan zat
warna tekstil (Christian et al., 2005). Pada awalnya, degradasi zat warna yang
terkandung dalam limbah tekstil oleh enzim ligninolitik diawali dengan oksidasi
enzim ligninolitik oleh oksigen dan selanjutnya enzim ligninolitik dalam keadaan
teroksidasi akan mengoksidasi zat warna tekstil menjadi produk lebih sederhana
yang tak berwarna. Warna tidak tercantum sebagai salah satu parameter syarat
baku mutu ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995. Secara langsung,
warna tidak berbahaya bagi kesehatan, akan tetapi secara tidak langsung
berdampak negatif terhadap ekosistem air. Air yang berwarna menghambat
50
penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat mengganggu aktivitas
fotosintesis.
Air limbah tekstil yang dihasilkan dari proses pencelupan tekstil memiliki
keasaman (pH) yang tinggi yaitu 10,60. Tingginya pH limbah disebabkan oleh
pemakaian NaOH, Na
2
CO
3
atau detergen dalam proses pencelupan tekstil.
Sebelum diolah, air limbah tersebut dikondisikan pada pH 4 untuk
mengoptimalkan aktivitas jamur dalam melakukan degradasi. Setelah dilakukan
pengolahan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff. confragosa selama 9
hari inkubasi, pH air limbah menjadi 4,30. Kondisi pH air limbah hasil
pengolahan jika ditinjau berdasarkan KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995
belum memenuhi persyaratan baku mutu limbah industri tekstil untuk dibuang ke
lingkungan. Baku mutu pH menurut KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995
berkisar antara 6,0-9,0. Namun dari hasil penelitian yaitu pada pH 6 8
menunjukan nilai COD sebesar 51,84 58,45 dengan efisiensi 74,88% 71,65%.
Ini menunjukan bahwa pada pH tersebut nilai COD-nya sudah jauh di bawah baku
mutu limbah cair industri tekstil.
Total padatan tersuspensi atau total suspended solid (TSS) dari air limbah
pencelupan tekstil sebesar 86,45 mg/L. Dampak negatif bagi perairan yang
mempunyai nilai TSS yang tinggi adalah dapat menghambat sinar matahari yang
masuk ke badan air. Setelah perombakan selama 9 hari inkubasi, nilai TSS turun
menjadi 25,75 mg/L atau efisiensi sebesar 70,21%. Nilai TSS jika ditinjau dari
KepMen LH no. 51/MENLH/10/1995 telah memenuhi syarat karena ambang
batas TSS yang dipersyaratkan adalah sebesar 50 mg/L. Hasil penelitian ini
51
sejalan dengan penelitian Sastrawidana (2012) yang melaporkan bahwa efisiensi
penurunan TSS dengan menggunakan jamur Polyporus sp. teramobil pada serbuk
gergaji kayu menunjukkan nilai sebesar 85,78%.
Air limbah pencelupan tekstil yang digunakan mempunyai nilai BOD
5
dan
COD masing-masing sebesar 98,67 mg/L dan 206,46 mg/L. Penyusun utama
bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida, dan lemak.
Setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa selama 9 hari, nilai BOD
5
turun dari 98,67 mg/L menjadi 25,56 mg/L
atau efisiensi sebesar 74,09%. Nilai COD turun dari 206,46 mg/L menjadi 30,61
mg/L atau efisiensi sebesar 85,17%. Nilai BOD
5
dan COD setelah perombakan
telah memenuhi syarat karena ambang batas BOD
5
dan COD yang dipersyaratkan
berturut-turut adalah 60 dan 150 mg/L.
Degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis
eff. confragosa pada pH 4 selama 9 hari inkubasi memberikan efisiensi degradasi
warna dan COD berturut-turut adalah 81,05% dan 85,17%. Cing et al. (2003)
melaporkan bahwa degradasi limbah tekstil menggunakan jamur Phanerochaete
chrysosporium teramobil memberikan efisiensi degradasi warna dan COD
berturut-turut adalah 95 dan 97% selang 1 hari inkubasi. Perbedaaan efisiensi
degradasi disebabkan karena perbedaan komposisi limbah tekstil serta metode
pengolahan limbah yang digunakan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dayaram dan Dasgupta (2007), yang melaporkan bahwa degradasi
limbah tekstil yang diambil dari 4 pabrik yang berbeda dengan menggunakan
jamur yang sama memberikan efisiensi degradasi yang berbeda-beda.
52
Faktor lain yang mempengaruhi degradasi limbah tekstil adalah jenis
jamur yang digunakan. Casieri et al. (2007) melaporkan bahwa degradasi zat
warna reactive red, reactive blue dan remazol brilian blue menggunakan 2 jenis
jamur memberikan hasil yang berbeda. Jamur jenis Trametes pubescens mampu
mendegradasi ketiga zat warna tersebut dengan baik selama 2 hari inkubasi,
sedangkan jamur Pleurotus ostreatus memberikan hasil degradasi yang kurang
optimal dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih dari 2 hari.
53
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Kondisi optimum degradasi limbah tekstil dengan menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa berlangsung pada pH 4, konsentrasi jamur 6%,
dan lama inkubasi 9 hari.
2. Degradasi limbah pencelupan tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa selama 9 hari mampu menurunkan warna, TSS, COD dan BOD
5
masing-masing menjadi 31,83 Pt-Co (81,05%); 25,75 mg/L (70,21%);
30,61 mg/L (85,17%); dan 25,56 mg/L (74,09%). Nilai COD, BOD
5
, dan TSS
telah memenuhi persyaratan baku mutu KepMen LH No.
51/MENLH/10/1995, sedangkan nilai pH 4,30 belum memenuhi persyaratan
baku mutu KepMen LH No. 51/MENLH/10/1995.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disampaikan
saran-saran sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan eksplorasi jamur dari sumber-sumber lain sehingga
memperkaya khasanah pemanfaatan sumber daya hayati untuk pengolahan
limbah tekstil.
2. Degradasi limbah pencelupan tekstil dengan menggunakan jamur
Daedaleopsis eff. confragosa pada kondisi optimum memberikan efisiensi
53
54
perombakan yang cukup tinggi, namun lama inkubasi yang diperlukan masih
terlalu lama sehingga perlu dikembangkan studi yang lebih mendalam
terhadap aplikasi pengolahan limbah tekstil menggunakan jamur Daedaleopsis
eff. confragosa dengan lama inkubasi yang lebih singkat.
3. Degradasi limbah tekstil dapat dilakukan pada pH 6 8 karena pada pH
tersebut kualitas kadar COD limbah tekstil hasil degradasi menggunakan
jamur Daedaleopsis eff. confragosa sudah di bawah baku mutu limbah
industri tekstil, sehingga aman untuk di buang ke lingkungan.
55
DAFTAR PUSTAKA
Ali, P., and Muhammad, S.K. Biodecolorization of Acid Violet 19 by Alternaria
solani. African Journal of Biotechnology, Volume 7 (hlm. 831-833).
Azbar, N., Yonar, T., and Kestioglu, K. 2004. Comparison of Various Advanced
Oxidation Processes And Chemical Treatment Methods for COD and
Colour Removal From Polyester and Acetate Fiber Dying Effluent.
Chemosphere, Volume 55 (hlm. 81-86).
Casieri, L., G.C. Varese, A. Anastasi, V. Prigione, and K. Svobodava. 2007.
Decolorization dan Detoxication of Reactive Industrial Dyes by
Immobilized Fungi Trametes pubescens and Pleurotus ostreatus.
Folia Microbiol, Volume 51, Edisi 1 (hlm 44-52).
Christian V., Rshrivastava, Sukla, D., Modi, M.A., & Vyas, B.R.M. 2005.
Degradation of Xenobiotic Compounds by Lignin-degradibg White-rot
fungi: Enzymology and Mechanism Involved. Indian Journal of
Experimental Biology. Volume 43 (hlm. 301-312).
Cing, S., D. Asma, E. Epohan, O. Ilida. 2002. Decolorization of Textile Dyeing
Wastewater by Phanarochaete chrysosporium. Folia Microbiol,
Volume 47, Edisi 5 (hlm. 639-642).
Coleman, R.N., and Qureshi, A.A. 1985. Microtox and Spirilium Pollutants Tes
for Assessing Toxicity of Environmental Samples. Bull Environ
Contam Toxicol, Volume 35 (hlm 443-451).
Dayaram, Poonam and Debjani Dasgupta. 2008. Decolorisation of synthetic dyes
and textile wastewater using Polyporus rubidus. J. Environ. Bio,
Volume 29 (hlm. 831-836).
Ghazali, R. and Salmiah, A. 2004. Biodegradability and Ecotoxicity Of Plam
Stearin-Based Methyl Ester Sulphonates. Journal Of Oil Plam
Research, Volume 16, Edisi 1 (hlm 39-44).
Hakala, T.K. 2007. Caracterization 0f The Lignin-Modifying Enzymes of The
Selective White-Rot Fungus Physisporinus Rivulosus. Disertasi.
Department of Applied Chemistry and Microbiology. University of
Helsinki.
Hamdayati, Y. 2003. Pertumbuhan dan Perkembangan Mikroorganisme II.
Tersedia pada http://www.wikipedia.com (diakses tanggal 23 Mei 2010).
Hattaka A. 1994. Lignin Modifying Enzyme From Selected White-Rot Fungi:
Production And Role In Lignin Degdradation. FEMS Microbial,
Volume 13 (hlm 125-135).
56
HeFang., HuWenrong, and LiYuezhong. 2004. Biodegradation Mechanisms and
Kinetic of Azo Dye by Microbial Consortium. Chemosphere, Volume
57 (hlm 293-301).
Hofrichter M. 2002. Lignin Conversion by Manganese Peroxidase (MnP).
Enzyme Microbiol. Technol, Volume 30 (hlm. 454-466).
John, T.N., Robert, C.H., Clifford, W.R. 2001. Biological Treatment of aSynthetic
Dye Water and an Industrial Textile Wastewater Containing Azo Dye
Compounds. Thesis_(tidak diterbitkan) Virginia Polytechnic Institute
and State University, Blacksburg Virginia.
Kumar , A. and Prasad, R. 2006. Biofilms [review]. JK. SCi, Volume 8, Edisi 1
(hal 14-17)
Kusnadi dkk, 2003. Mikrobiologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi UPI
Bandung.
Lankinen, P. 2004. Ligninolytic Enzymes of The Basidiomycetous Fungi Agaricus
Bisporus and Phlebia Radiate on Lignocelluloses-Containing Media.
Disertasi. Department of Applied Chemistry and Microbiology, Viiki
Biocenter. University of Helsinksi Firlandian.
Manurung, R., Rosdanelli, dan Irvan, 2004. H. Perombakan Zat Warna Azo
Reaktif secara Anaerob-Aerob. Tersedia pada
http://www.library.usu.ac.id/ download/ft/tkimia-renita 2.pdf (Diakses
tgl 24 Nopember 2009).
Mattioli, D., Malpei, F., Bortone, G., and Rozzi, A. 2002. Water Minization and
Reuse In Textile Industry: Analysis, Technologies And
Implementation. IWA Publishing, Cornwall, UK.
Osma, J.F. 2007. Banana Skin a Novel Material For a Low-Cost Production of
Laccase. Tesis. Universitas Rovira I Virgili.
Paul, E.A. 1992. Organic Matter Decompositionn. Encyclopedia of Microbiology,
Vol.3. Academic Press. Inc.
Puspitasari, N., Mohammad, S. 2009. Pengaruh Jenis Vitamin B Dan Sumber
Nitrogen Dalam Peningkatan Kandungan Protein Ubi Kayu Melalui
Proses Fermentasi. Makalah disajikan dalam Seminar Tugas Akhir S1
Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang 2009.
Praveen, S., Lakhvinder, S., Neeraj, D. 2009. Biodegradation of Orange II Dye
by Phanerochaete chrysosporium in Simulated Wastewater. Journal of
Scientific & Industrial Research, Volume 68 (hlm. 157-161).
Rahmacandran, Ganesan, P., Hariharan, S. 2010. Decolorization of Textile
Effluent-An Overview. EI (I) Journal, Volume 90.
Sastrawidana, I D. K., Maryam, S., Sukarta, I. N. 2012. Perombakan Air Limbah
Tekstil Menggunakan Jamur Pendegradasi Kayu Jenis Polyporus Sp
57
Teramobil Pada Serbuk Gergaji Kayu. Jurnal Bumi Lestari, Volume 12
No. 2, hlm. 382 - 389
Sastrawidana, I D. K. 2009. Isolasi bakteri dari Lumpur Limbah Tekstil dan
Aplikasinya untuk Pengolahan Limbah Tekstil Menggunakan System
Kombinasi Anaerob-Aerob. Disertasi Doktor Ilmu Lingkungan
(Spesialisasi Pencemaran Lingkungan). IPB: Bogor.
Sharma, D.K., Saini, H.S., Singh, M., Chimini, S.S., and Chadha, B.S. 2004.
Isolation and Characterization of Microorganisms Capable of
Decolorizing Various Triphenylmethane Dyes. Basic Microbiol,
Volume 44 (hlm. 59-65).
Siswanto, Suharyanto, dan Fitria, R. 2007. Produksi dan Karakteristik Lakase
Omphilina sp.. Menara Perkebunan, Volume 75 (hal 107-110)
Srivivasan, C., Dsauza, T.M., Boominantan, K., and Reddy, C.A. 1995.
Demonstration of Laccase in the White Rot Basidiomycete
Phanerochaete chrysosporium BKM-F1767. Appl. Environ.
Microbiol, Volume 61 (hlm 4274-4277).
Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid I. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Swamy, J., and Ramsay, J. A. 1999. The Evaluation of White Rot Fungi in the
Decoloration of Textile Dyes. New York, Volume 24 (hlm. 130137).
Tavcar, M., Svobadora, K., Kupleks, J., Novonty, C. 2006. Biodegradation of
Organic Azo Dye RO16 in Various Type Of Reactor with Immobilized
Irpex lacteus. Acta Chim, (hlm 338-343)
Vaithanomsat, P., Apiwatanapiwat, W., Petchoy, O., and Chedchant, J. 2010.
Production of ligninolytic Enzymes by White-Rot Fungus Detronia sp.
and Their Application for Reactive Dye Removal. International
Journal of Chemical Engineering. Volume 2010 (hlm. 5056)
Van der Zee. 2002. Anaerobic Azo Dye Reduction. Thesis_(tidak diterbitkan).
Wageningen University. Netherlands.
Zhao, 2004. Analysis Of Fungal Degradation Products Of Azo Dyes. Disertasi
Doktor Philosophy. Georgia.
Zille, A. 2005. Laccase Reaction for Textile Apllication. Disertasi.Textile
Department Universidade do Minho.
58
Lampiran 1. Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil
59
Lampiran 2. Karakteristik Limbah Awal dan Baku Mutu Limbah Cair Industri Tekstil ditinjau dari KepMen LH
No.51/MENLH/10/1995
Parameter Satuan Karanteristik Limbah Awal
Kadar Maksimum
Ditinjau dari KepMen LH No.51/MENLH/10/1995
Warna Pt-Co 217,49 -
pH - 10,60* 6,0-9,0
COD mg/L 215,56* 150
BOD
5
mg/L 102,78* 60
TSS mg/L 115,12* 50
Keterangan :
Tanda bintang (*) = di atas baku mutu
60
Lampiran 3. Data Hasil Perombakan Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Variasi pH dan Konsentras
Penambahan Jamur
No. Variasi pH-
Konsentrasi
Jamur
Konsentrasi COD
Awal (mg/L)
Konsentrasi COD Setelah Degradasi (mg/L) Efisiensi (%)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
1. 4-3% 211,34 43,44 42,85 44,30 43,530,73 79,40
2. 6-3% 211,34 52,76 52,31 53,71 52,930,71 74,96
3. 8-3% 211,34 57,26 57,65 58,35 57,750,55 72,67
4. 10-3% 211,34 78,31 78,96 77,30 78,190,84 63,00
5. 4-6% 206,46 37,25 38,40 37,95 37,870,58 81,66
6. 6-6% 206,46 48,47 48,15 48,55 48,390,21 76,56
7. 8-6% 206,46 50,76 51,79 51,21 51,250,52 75,18
8. 10-6% 206,46 72,64 73,35 73,74 73,240,56 64,52
9. 4-9% 201,67 44,96 45,85 45,05 45,290,49 77,54
10. 6-9% 201,67 53,40 54,78 54,45 54,210,72 73,12
11. 8-9% 201,67 66,05 66,71 66,31 66,360,33 67,10
12. 10-9% 201,67 78,91 79,35 78,58 78,950,39 60,85
61
Lampiran 4. Data Hasil Perombakan Limbah Tekstil oleh Jamur Daedaleopsis eff. confragosa pada Variasi Lama Inkubasi pada
kondisi optimu (pH 4 dan konsentrasi jamur 6%)
No. Variasi Waktu
(Hari)
Konsentrasi Setelah Perombakan (mg/L) Efisiensi (%)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rerata
1. 3 121,78 120,56 121,09 121,140,61 41,32
2. 6 51,15 52,89 51,33 51,790,96 74,92
3. 9 30,09 31,82 30,19 30,700,97 85,13
4. 12 30,38 29,14 28,48 29,330,96 85,79
Lampiran 5. Kandungan COD, BOD5, TSS, Warna dan pH Limbah Pencelupan Tekstil dari hari ke-0 sampai hari ke-9 pada Kondisi
Optimum (pH 4, Konsentrasi Jamur 6% dan Lama Inkubasi 9 Hari)
Parameter Satuan Hari ke-0 Hari ke-9 Penurunan Efisiensi
COD mg/L 206,46 30,610,19 175,85 85,17%
BOD
5
mg/L 98,67 25,560,15 73,11 74,09%
TSS mg/L 86,45 25,750,56 60,70 70,21%
Warna Pt-Co 167,89 31,820,62 136,07 81,05%
pH - 4,00 4,300,15 - -
62
Lampiran 6. Perhitungan Mencari Efisiensi Perombakan
a. Untuk mencari efisiensi perombakan mengunakan jamur Daedaleopsis eff.
confragosa, maka digunakanlah rumus di bawah ini:
% 100 x
COD Kadar
COD Kadar COD Kadar
Efisiensi
awal
akhir awal

b. Perhitungan
% 100 x
COD Kadar
COD Kadar COD Kadar
Efisiensi
awal
akhir awal

% 100
34 , 211
53 , 43 34 , 211
x Efisiensi

% 40 , 79 Efisiensi
(Untuk mencari efisiensi data selanjutnya menggunakan cara yang sama)
63
Lampiran 7. Struktur lignin
Lampiran 8. Dokumentasi Kegiatan
Jamur Daedaleopsis eff. confragosa
Pertumbuhan Jamur Daedaleopsis eff.
confragosa pada Media PDA (
Dextrosa Agar
Pertumbuhan Jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
pada Media Czampek cair
. Dokumentasi Kegiatan
Daedaleopsis eff. confragosa Media PDA (Potato Dextrosa Agar
Daedaleopsis eff.
pada Media PDA (Potato
Dextrosa Agar)
Media Czampek cair
Pertumbuhan Jamur
Daedaleopsis eff. confragosa
Czampek cair
Limbah Awal Industri Tekstil
Hasil Perombakan Limbah
menggunakan jamur Daedaleopsis
eff. confragosa
64
Potato Dextrosa Agar)
Czampek cair
Limbah Awal Industri Tekstil
Hasil Perombakan Limbah
Daedaleopsis
eff. confragosa

Anda mungkin juga menyukai