Anda di halaman 1dari 28

Gunung dan Pegunungan Yang Ada di Indonesia

Gunung di Papua
Gunung Puncak Carstenz Pyramid (4,884 m.dpl) merupakan
gunung tertinggi di Indonesia. (aktif)
Gunung Puncak Jaya (4,860 m.dpl)
Gunung Puncak Trikora (4,730 m.dpl)
Gunung Puncak Idenberg (4,643 m.dpl)
Gunung Dom (1,332 m.dpl)
Gunung Derabaro (4,150 m.dpl)
Gunung Yamin (4,595 m.dpl)
Gunung Yaramamafaka (3,370 m.dpl)
Gunung Redoura (3,083 m.dpl)
Gunung Togwomeri (2,680 m.dpl)
Gunung Mandala (4,640 m.dpl)
Gunung Ngga Pilimsit(4,717 m.dpl)
Gunung Foja (1,800 m.dpl)
Gunung Cyrcloop (2,034 m.dpl)
Pegunungan di Papua
Pegunungan Foja
Pegunungan Jayawijaya, Pegunungan Maoke
Gunung Tertinggi Di Papua dan Indonesia
Puncak Jaya ialah sebuah puncak yang menjadi bagian dari Barisan Sudirman yang terdapat
di Provinsi Papua, Indonesia. Puncak Jaya mempunyai ketinggian 5.030 m dan di sekitarnya
terdapat gletser Carstensz, satu-satunya gletser tropika di Indonesia, yang kemungkinan
besar segera akan lenyap akibat pemanasan global.
Puncak ini merupakan gunung yang tertinggi di Indonesia kawasan Oceania. Puncak Jaya
adalah salah satu dari tujuh puncak dunia.
Penemuan
Dataran tinggi di sekitar puncak awalnya sudah dihuni sebelum adanya kontak dengan
bangsa Eropa, dan puncaknya dikenal sebagai Nemangkawi di Amungkal. Puncak Jaya
sebelumnya bernama "Carstensz Pyramid" setelah penjelajah Belanda Jan Carstenszoon
menamainya ketika pertama kali melihat gletser di puncak gunung pada hari yang cerah
pada tahun 1623.
Padang salju (gletser) Puncak Jaya berhasil didaki pada awal tahun 1909 oleh seorang
penjelajah Belanda, Hendrik Albert Lorentz dengan enam orang Suku Dayak Kenyah yang
direkrut dari Apau Kayan di Kalimantan. Taman Nasional Lorentz yang juga meliputi
"Carstensz Pyramid", didirikan pada tahun 1919 menyusul laporan ekspedisi ini
Sejarah Pendakian
Pada tahun 1936 Carstensz Expedition yang diprakarsai Belanda, tidak mampu menetapkan
dengan pasti yang mana dari ke tiga puncak adalah yang tertinggi, memutuskan untuk
berusaha mendaki masing-masing puncak. Anton Colijn, Jean Jacques Dozy, dan Frits Wissel
mencapai padang gletser Carstensz Timur dan Puncak Ngga Pulu pada 5 Desember. Karena
gletser yang mencair, ketinggian Puncak Ngga Pulu menjadi 4.862 meter, tetapi telah
diperkirakan bahwa pada tahun 1936 (ketika gletser masih tertutup puncak seluas 13
kilometer persegi), Puncak Ngga Pulu memang puncak yang tertinggi dengan ketinggian
lebih dari 5.000 meter.
Setelahnya Puncak Jaya tidak pernah didaki sampai tahun 1962, oleh sebuah ekspedisi yang
dipimpin oleh pendaki gunung Austria, Heinrich Harrer, dengan tiga anggota ekspedisi
lainnya, Philip Temple, Russell Kippax, dan Albertus Huizenga. Temple, dari Selandia Baru,
sebelumnya memimpin ekspedisi ke daerah dan merintis rute akses ke pegunungan.
Pada tahun 1963, puncak ini berganti nama menjadi Puncak Soekarno, setelah itu kemudian
diganti menjadi Puncak Jaya. Nama Cartensz Pyramid sendiri masih digunakan di kalangan
para pendaki gunung.

Gletser

Sementara Puncak Jaya masih sedikit tertutup es, ada beberapa gletser di lereng, termasuk
Gletser Carstensz, Gletser Northwall Firn Barat, dan Gletser Northwall Firn Timur, baru-baru
ini dikabarkan lenyap.

Gletser di Puncak Trikora di Pegunungan Maoke menghilang sama sekali dalam kurun waktu
antara 1939 dan 1962. Sejak tahun 1970-an, bukti dari citra satelit menunjukkan gletser
Puncak Jaya telah menyusut dengan cepat. Gletser Meren mencair antara tahun 1994 dan
2000. Sebuah ekspedisi yang dipimpin oleh Lonnie Thompson paleoclimatologist pada tahun
2010 menemukan bahwa gletser menghilang pada tingkat ketebalan 7 meter per tahun dan
akan lenyap sama sekali pada tahun 2015.









Gunung di Kalimantan
Gunung Palung (1.116 m) Kalimantan Barat
Gunung Bukit Raya (2.278 m) Kalimantan Tengah
Gunung Liangpran (2.240 m) Kalimantan Timur
Gunung Halau-halau (1.892 m) Kalimantan Selatan
Pegunungan di Kalimantan
Pegunungan Kapuas Hulu (Kalimantan Barat)
Pegunungan Muller (Kalimantan Barat)
Pegunungan Schwaner (Kalimantan Barat)
Pegunungan Meratus (Kalimantan Selatan)
Gunung Tertinggi di Kalimantan
Bukit Raya
Bukit Raya atau Gunung Raya adalah sebuah gunung yang terletak di
Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Gunung ini adalah gunung
tertinggi di Kalimantan yang masuk dalam wilayah Indonesia. Kawasan sekitar
Bukit Raya menjadi cagar alam, dan bersama-sama dengan Cagar Alam Bukit
Baka di Kalimantan Barat merupakan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.




Gunung di Sulawesi
Gunung Awu (1.320 m) Kepulauan Sangihe
Gunung Lokon (1.689 m)
Gunung Klabat(1995 mdpl)
Gunung Mekongga (2.620 m)
Gunung Mahawu (1311 mdpl)
Gunung Bawakaraeng Kab. Gowa (2.830 m DPL)
Gunung Latimojong (3.478 m)
Gunung Lokon (1580 mdpl)
Gunung Lompobattang (2871 m)
Gunung Soputan (1783 m)
Gunung Karangetang Kabupaten Siau
Gunung Ambang(1,795) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Gunung Tilongkabila Kab. Bonebolango (1393 m)
Gunung Boliyohuto Kab.Gorontalo (2049 m)
Gunung Gandang Dewata Kab.Mamasa (3037 m DPL)
Gunung bulusaraung Kab. Pangkep (1353 m DPL)







Gunung Tertinggi di Sulawesi
Gunung Latimojong
Gunung Latimojong adalah satu nama gunung di Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan, Indonesia. Gunung Latimojong berada di tengah-tengah
Sulawesi Selatan. Sebagian besar pengunungan ini terletak di daerah
Kabupaten Enrekang.

Gunung Latimojong merupakan gunung yang tertinggi di Sulawesi Selatan
dengan ketinggian 3.680 meter, puncaknya yang bernama Rante Kambola.
Pegunungan Latimojong ini membentang dari selatan ke utara. Di sebelah
barat Gunung Latimojong adalah Kabupaten Enrekang, sebelah utara
Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan adalah daerah Kabupaten Sidenreng
Rappang dan area sebelah timur seluruhnya wilayah Kabupaten Luwu sampai
di pinggir pantai Teluk Bone.





Gunung di Sumatera
Gunung Bandahara, Aceh (3.030 m)
Gunung Burni Telong, Aceh (2.600 m)
Gunung Geureudong, Aceh (2.885 m)
Gunung Kembar, Aceh (..... m)
Gunung Leuser, Aceh (3.404 m)
Gunung Perkison, Aceh (2.828 m)
Gunung Seulawah Agam, Aceh (1.726 m)
Gunung Sibayak, Sumatera Utara (2.212 m) -
Gunung Sibuaten, Sumatera Utara (2.457 m)
Gunung Sihapuabu, Sumatera Utara (..... m)
Gunung Sinabung, Sumatera Utara (2.475 m)
Gunung Sorik Marapi, Sumatera Utara (2.145 m)
Gunung Djadi, Riau (1.100 m)
Gunung Ambun, Sumatera Barat (2.060 m)
Gunung Cermin, Sumatera Barat (..... m)
Gunung Kelabu, Sumatera Barat (2.179 m)
Gunung Kerinci, Sumatera Barat dan Jambi (3.805 m) (tertinggi di Sumatera,
kedua di Indonesia dan gunung berapi tertinggi di Indonesia)
Gunung Mande Rabiah, Sumatera Barat (2.430 m)
Gunung Marapi, Sumatera Barat (2.891 m)
Gunung Pasaman, Sumatera Barat (2.190 m)
Gunung Rasan, Sumatera Barat (2.039 m)
Gunung Sago, Sumatera Barat (2.261 m)
Gunung Singgalang, Sumatera Barat (2.877 m)
Gunung Talamau, Sumatera Barat (2.913 m)
Gunung Talang, Sumatera Barat (2.572 m)
Gunung Tambin, Sumatera Barat (2.271 m)
Gunung Tandikat, Sumatera Barat (2.438 m)
Gunung Dempo, Sumatera Selatan (3.159 m)
Gunung Seblat, Bengkulu (2.383 m)
Gunung Daik, Kepulauan Riau (1.165 m)
Gunung Jantan, Kepulauan Riau (700 m)
Gunung Ranai, Kepulauan Riau (1.035 m)
Gunung Betung, Lampung (..... m)
Gunung Krakatau, Lampung (0.813 m)
Gunung Pesagi, Lampung (2.262 m)
Gunung Pesawaran, Lampung (..... m)
Gunung Rajabasa, Lampung (1.281 m)
Gunung Seminung, Lampung (1.881 m)
Gunung Tanggamus, Lampung (2.102 m)
Pegunungan di Sumatera
Pegunungan Barisan






Gunung Tertinggi di Sumatera
Gunung Kerinci
Gunung Kerinci (juga dieja "Kerintji", dan dikenal sebagai Gunung Gadang, Berapi Kurinci,
Kerinchi, Korinci, atau Puncak Indrapura) adalah gunung tertinggi di Sumatra, gunung berapi
tertinggi di Indonesia, dan puncak tertinggi di Indonesia di luar Papua. Gunung Kerinci
terletak di Provinsi Jambi yang berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat, di Pegunungan
Bukit Barisan, dekat pantai barat, dan terletak sekitar 130 km sebelah selatan Padang.
Gunung ini dikelilingi hutan lebat Taman Nasional Kerinci Seblat dan merupakan habitat
harimau sumatra dan badak sumatra.
Puncak Gunung Kerinci berada pada ketinggian 3.805 mdpl, di sini pengunjung dapat
melihat di kejauhan membentang pemandangan indah Kota Jambi, Padang, dan Bengkulu.
Bahkan Samudera Hindia yang luas dapat terlihat dengan jelas. Gunung Kerinci memiliki
kawah seluas 400 x 120 meter dan berisi air yang berwarna hijau. Di sebelah timur terdapat
danau Bento, rawa berair jernih tertinggi di Sumatera. Di belakangnya terdapat gunung
tujuh dengan kawah yang sangat indah yang hampir tak tersentuh.
Gunung Kerinci merupakan gunung berapi bertipe stratovolcano yang masih aktif dan
terakhir kali meletus pada tahun 2009.
Topografi
Gunung Kerinci berbentuk kerucut dengan lebar 13 km (8 mil) dan panjang 25 km (16 mil),
memanjang dari utara ke selatan. Pada puncaknya di sisi timur laut terdapat kawah sedalam
600 meter (1.969 kaki) berisi air berwarna hijau. Hingga sekarang, kawah yang berukuran
400 x 120 meter ini masih berstatus aktif.
Gunung Kerinci termasuk dalam bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). TNKS
adalah sebuah wilayah konservasi yang memiliki luas 1.484.650 hektare dan terletak di
wilayah empat provinsi, yang mana sebagian besarnya berada di wilayah Jambi. TNKS
sendiri merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari utara ke
selatan di Pulau Sumatra.
Gunung Kerinci merupakan gunung tipe A aktif yang berada sekitar 130 kilometer arah
Selatan Kota Padang. Tipe Letusan : Tipe Hawaii Bentuk Gunung : Gunung Strato atau
Kerucut Tipe Erupsi : Erupsi Eksplosif Keaktifan Gunung : Tipe A



Flora dan Fauna
Tumbuhan dataran rendah didominasi oleh beberapa jenis mahoni, terdapat juga tumbuhan
raksasa Bunga Raflesia Rafflesia Arnoldi dan Suweg Raksasa Amorphophallus Titanum.
Pohon cemara juga tumbuh di Gunung Kerinci. Dengan Taman Nasional Leuser, taman ini
terhalang oleh Danau Toba dan Ngarai Sihanok. Sehingga beberapa binatang yang tidak
terdapat di Taman Leuser ada di sini, seperti tapir (Tapirus indicus) dan kuskus (Tarsius
bancanus).

Banyak terdapat binatang khas Sumatera seperti gajah, badak sumatera, harimau, beruang
madu, macan tutul, kecuali orang utan. Berbagai primata seperti siamang, gibbon, monyet
ekor panjang, dan Presbytis melapophos. Terdapat juga 140 jenis burung.
Pendakian
Gunung ini dapat ditempuh melalui darat dari Jambi menuju Sungaipenuh melalui Bangko.
Dapat juga ditempuh dari Padang, Lubuk Linggau, dan Bengkulu. Dengan pesawat terbang
dapat mendarat di Padang atau Jambi.
Keindahan panorama yang natural dengan kekayaan flora dan fauna dapat ditemui mulai
dari dataran rendah hingga puncak Gunung Kerinci, tidak hanya untuk dinikmati tetapi
sangat baik untuk melakukan penelitian dan pendidikan. Pendakian ke puncak Gunung
Kerinci memakan waktu dua hari mulai dari Pos Kersik Tuo.
Desa Kersik Tuo, Kecamatan Kayu Aro berada pada ketinggian 1.400 mdpl dengan penduduk
yang terdiri dari para pekerja perkebunan keturunan Jawa, sehingga bahasa setempat
adalah bahasa Jawa. Dari Kersik Tuo kita menuju ke Pos penjagaan TNKS atau R10 pada
ketinggian 1.611 mdpi dengan berjalan kaki sekitar 45 menit melintasi perkebunan teh.
Pondok R 10 adalah pondok jaga balai TNKS untuk mengawasi setiap pengunjung yang akan
mendaki Gunung Kerinci. Dari R10 kita menuju ke Pintu Rimba dengan ketinggian 1.800
mdpl, Jaraknya sekitar 2 km dengan waktu tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan.
Medannya berupa perkebunan/ladang penduduk, kondisi jalan baik (aspal) sampai ke batas
hutan.
Pintu Rimba merupakan gerbang awal pendakian berada dalam batas hutan antara ladang
dan hutan heterogen sebagai pintu masuk. Pintu Rimba berada pada ketinggian 1.800 mdpl.
Di sini ada lokasi shelter dan juga lokasi air kurang lebih 200 meter sebelah kiri. Jarak
tempuh ke Bangku Panjang 2 km atau 30 menit perjalanan, lintasannya agak landai
memasuki kawasan hutan heterogen.
Pos Bangku Panjang dengan ketinggian 1.909 mdpl, terdapat dua buah shelter yang dapat
digunakan untuk beristirahat. Menuju Batu Lumut medan masih landai jarak 2 km dengan
waktu tempuh sekitar 45 menit melintasi kawasan hutan. Pendaki dapat beristirahat di Pos
Batu Lumut yang berada di ketinggian 2.000 mdpl, namun di sini tidak ada shelter-nya.
Terdapat sungai yang kadang kala kering di musim kemarau.
Untuk menuju Pos 1 yang berjarak sekitar 2 km dari Batu Lumut kita membutuhkan waktu
sekitar 1,5 jam. Jalur memasuki kawasan hutan yang lebat dan terjal dengan kemiringan 45
hingga 60 derajat.
Pos 1 ini berada di ketinggian 2.225 mdpl dan terdapat sebuah pondok yang dapat
digunakan untuk beristirahat. Untuk menuju Pos 2 jarak yang harus ditempuh sekitar 3 km
dengan waktu tempuh 2 jam. Di lintasan ini kadang kala dijumpai medan yang terjal dengan
kemiringan hingga 45 derajat tetapi masih bertemu dengan medan yang landai.
Terdapat sebuah Pondok yang sudah tua di Pos 2 yang berada di ketinggian 2.510 mdpl, di
sini pendaki dapat beristirahat. Untuk menuju Pos 3 jarak yang harus ditempuh adalah 2 km
dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Di lintasan ini dapat kita jumpai tumbuhan paku-
pakuan dengan kondisi hutan yang agak terbuka.
Terdapat Pondok yang sudah rusak tinggal kerangkanya di Pos 3 yang berada di ketinggian
3.073 mdpl. Di tempat ini pendaki dapat beristirahat dan masih nyaman untuk mendirikan
tenda karena masih terlindung oleh pepohonan. Waktu tempuh untuk menuju puncak dari
pos ini sekitar 4 jam.
Untuk menuju ke Pos 4 jarak yang harus ditempuh sekitar 1,5 km, memerlukan waktu
sekitar 1,5 jam. Kondisi jalur berupa bekas aliran air sehingga akan berubah menjadi selokan
bila turun hujan. Pos 4 berada pada ketinggian 3.351 mdpl, tempat ini cukup lapang dan bisa
untuk mendirikan beberapa tenda, namun cuaca di sini sering kali tidak bersahabat. Lintasan
selanjutnya untuk menuju puncak berupa pasir dan batuan cadas. Jarak tempuh menuju
puncak 2 km dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Di lintasan ini pendaki perlu ekstra hati-
hati.

Gunung di Bali & Nusa Tenggara
Gunung Agung (3.142 m) di Bali
Gunung Batur (1.717 m) di Bali
Gunung Batukaru (2.276 m) di Bali
Gunung Barujari (2.376 m) di Lombok' gunung baru di kawah Gunung Rinjani
Gunung Ebulolobo (2,123)
Gunung Inielika (1,559)
Gunung Kondo (2,947)
Gunung Nangi (2,330)
Gunung Rinjani (3.726 m) di Lombok, gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia
Gunung Sangeang (1,949)
Gunung Tambora (2.850 m) di pulau Sumbawa
Gunung Anak Ranakah (2,402)
Gunung Ebulabo (2,123)
Gunung Egon (1,703)
Gunung Iliboleng (1,659)
Gunung Iliwerung (1,486)
Gunung Inerie (2,230)
Gunung Keknemo (2,070)
Gunung Kelimutu (1,385)
Gunung Lewotobi Laki-laki (1,584)
Gunung Lewotobi Perempuan (1,703)
Gunung Lewotolo (1,319)
Gunung Loreboleng (1,117)
Gunung Rokatenda (875 m )


Gunung Tertinggi di Bali & Nusa Tenggara
Gunung Rinjani
Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian
3.726 m dpl serta terletak pada lintang 825' LS dan 11628' BT ini merupakan gunung
favorit bagi pendaki Indonesia karena keindahan pemandangannya. Gunung ini merupakan
bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani yang memiliki luas sekitar 41.330 ha dan ini
akan diusulkan penambahannya sehingga menjadi 76.000 ha ke arah barat dan timur.

Secara administratif gunung ini berada dalam wilayah tiga kabupaten: Lombok Timur,
Lombok Tengah dan Lombok Barat.
Topografi
Gunung Rinjani dengan titik tertinggi 3.726 m dpl, mendominasi sebagian besar
pemandangan Pulau Lombok bagian utara.
Di sebelah barat kerucut Rinjani terdapat kaldera dengan luas sekitar 3.500 m 4.800 m,
memanjang kearah timur dan barat. Di kaldera ini terdapat Segara Anak (segara= laut,
danau) seluas 11.000.000 m persegi dengan kedalaman 230 m. Air yang mengalir dari danau
ini membentuk air terjun yang sangat indah, mengalir melewati jurang yang curam. Di
Segara Anak banyak terdapat ikan mas dan mujair sehingga sering digunakan untuk
memancing. Bagian selatan danau ini disebut dengan Segara Endut.
Di sisi timur kaldera terdapat Gunung Baru (atau Gunung Barujari) yang memiliki kawah
berukuran 170m200 m dengan ketinggian 2.296 - 2376 m dpl. Gunung kecil ini terakhir
aktif/meletus sejak tanggal 2 Mei 2009 dan sepanjang Mei, setelah sebelumnya meletus
pula tahun 2004.[2][3] Jika letusan tahun 2004 tidak memakan korban jiwa, letusan tahun
2009 ini telah memakan korban jiwa tidak langsung 31 orang, karena banjir bandang pada
Kokok (Sungai) Tanggek akibat desakan lava ke Segara Anak.[4] Sebelumnya, Gunung
Barujari pernah tercatat meletus pada tahun 1944 (sekaligus pembentukannya), 1966, dan
1994.
Selain Gunung Barujari terdapat pula kawah lain yang pernah meletus,disebut Gunung
Rombongan.



Stratigrafi
Secara stratigrafi, Gunung Rinjani dialasi oleh batuan sedimen klastik Neogen (termasuk
batu gamping), dan setempat oleh batuan gunungapi Oligo-Miosen. Gunungapi Kuarter itu
sendiri sebagian besar menghasilkan piroklastik, yang dibeberapa tempat berselingan
dengan lava. Litologi itu merekam sebagian peletusan yang diketahui dalam sejarah. Sejak
tahun 1847 telah terjadi 7 kali peletusan, dengan jangka istirahat terpendek 1 tahun dan
terpanjang 37 tahun.

Seperti pada gunungapi lainnya, Koesoemadinata (1979) menyebutkan bahwa aktivitas
kegunungapian Rinjani pasca pembentukan kaldera adalah pembangunan kembali.
Kegiatannya berupa efusiva yang menghasilkan lava dan eksplosiva yang membentuk
endapan bahan-lepas (piroklastik). Lava umumnya berwarna hitam, dan ketika meleler
tampak seperti berbusa. Peletusan pasca pembentukan kaldera relatif lemah, dan lava yang
dikeluarkan oleh kerucut G. Barujari dan G. Rombongan relatif lebih basa dibanding lava
gunungapi lainnya di Indonesia. Kemungkinan terjadinya awan panas ketika letusan
memuncak sangat kecil. Bahan letusan umumnya diendapkan di bagian dalam kaldera saja.

Aliran lava, lahar letusan, lahar hujan, dan awan panas guguran berpeluang mengarah ke
Kokok Putih hingga Batusantek. Awan panas guguran dapat terjadi di sepanjang leleran lava
baru yang masih bergerak, meskipun kemungkinannya kecil.
Struktur dan Tektonik
Bentuk Kaldera Segara Anak yang melonjong ke arah barat-timur diduga berkaitan dengan
struktur retakan di batuan-dasar. Gunungapi Rinjani yang terletak di jalur gunungapi Kuarter
sistem Busur Banda Dalam bagian barat dibentuk oleh kegiatan tunjaman dasar Samudera
Hindia di bawah pinggiran Lempeng Asia Tenggara. Jalur tunjaman yang terletak di selatan
menunjukkan adanya gaya mampatan yang berarah utara-selatan. Retakan batuan-dasar
yang berarah barat-timur, yang mempengaruhi bangun kaldera, dengan demikian
ditafsirkan sebagai retakan release yang disebabkan oleh gaya tarikan. Struktur itu
setidaknya terbentuk sejak permulaan Zaman Kuarter.




Puncak Gunung Rinjani
Pendakian Gunung Rinjani (puncak) merupakan salah satu objek wisata yang menjadi
andalan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani. Gunung Rinjani sebagai gunung
vulkanik yang masih aktif nomor 2 tertinggi di Indonesia. Puncak Gunung Rinjani merupakan
tujuan sebagian besar para petualang dan pencinta alam yang mengunjungi kawasan ini
karena apabila telah berhasil mencapai puncak itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri.
Animo komunitas pencinta alam di seluruh nusantara bahkan dari mancanegara dalam
kegiatan pendakian cukup besar, ini terbukti dengan jumlah pengunjung yang melakukan
pendakian setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kegiatan pendakian secara besar-
besaran dilakukan pada bulan Juli s/d Agustus, pada bulan Agustus (pertengahan) peserta
pendakian umumnya didominasi oleh kalangan pelajar/mahasiswa dari seluruh Indonesia
yang ingin merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di Puncak Gunung Rinjani dan
Danau Segara Anak melalui kegiatan Tapak Rinjani yang diadakan secara rutin setiap
tahunnya oleh salah satu kelompok pencinta alam di Pulau Lombok yang bekerjasama
dengan Balai Taman Nasional Gunung Rinjani.
Danau Segara Anak
Pesona unggulan Taman Nasional Gunung Rinjani yang sangat prospektif adalah Danau
Segara Anak, lokasi ini dapat ditempuh dari dua jalur resmi pendakian yaitu jalur pendakian
Senaru dan jalur pendakian Sembalun.
Untuk mengunjungi Danau Segara Anak dari jalur Senaru dibutuhkan waktu tempuh sekitar
7 10 jam berjalan kaki ( 8 Km) dari pintu gerbang jalur pendakian Senaru. Sedangkan dari
jalur pendakian Sembalun ditempuh dalam waktu 8 10 jam. Danau segara anak dengan
ketinggian 2.010 m dpl dan kedalaman danau sekitar 230 meter mempunyai bentuk
seperti bulan sabit dengan luasan sekitar 1.100 Ha.
Disekitar Danau Segara Anak terdapat lahan yang cukup luas dan datar, dapat digunakan
untuk tempat berkemping/berkemah, juga pengunjung bisa memancing ikan di danau atau
berendam di air panas yang mengandung belerang.
Obyek lainnya di sekitar Danau Segara Anak adalah Hulu Sungai Koko Puteq 150 meter dari
Danau Segara Anak. Selain itu terdapat pula Goa Susu, Goa Manik, Goa Payung, Goa Susu
dipercaya dapat dijadikan media bercermin diri serta sering pula dipergunakan sebagai
tempat bermeditasi. Sedangkan di bagian bawah Danau Segara Anak terdapat sumber air
panas (Aik Kalak Pengkereman Jembangan) yang biasa digunakan untuk menguji dan
memandikan benda-benda bertuah (Pedang, Keris, Badik, Tombak, Golok, dll) dimana jika
benda-benda tersebut menjadi lengket apabila direndam itu menandakan benda-benda
tersebut jelek/tidak memiliki kekuatan supranatural, sebaliknya apabila benda-benda
tersebut tetap utuh berarti benda tersebut memiliki kekuatan supranatural/dipercaya memiliki keampuhan.
Pendakian
Rinjani memiliki panaroma paling bagus di antara gunung-gunung di Indonesia. Setiap
tahunnya (Juni-Agustus) banyak dikunjungi pencinta alam mulai dari penduduk lokal,
mahasiswa, pecinta alam.
Suhu udara rata-rata sekitar 20 C; terendah 12 C. Angin kencang di puncak biasa terjadi di
bulan Agustus.
Selain puncak, tempat yang sering dikunjungi adalah Segara Anakan, sebuah danau terletak
di ketinggian 2.000m dpl. Untuk mencapai lokasi ini kita bisa mendaki dari desa Senaru atau
desa Sembalun Lawang (dua entry point terdekat di ketinggian 600m dpl dan 1.150m dpl).
Kebanyakan pendaki memulai pendakian dari rute Sembalun dan mengakhiri pendakian di
Senaru, karena bisa menghemat 700 m ketinggian. Rute Sembalun agak panjang tetapi
datar, dan cuaca lebih panas karena melalui padang savana yang terik (suhu dingin tetapi
radiasi matahari langsung membakar kulit). krim penahan panas matahari sangat
dianjurkan.
Dari Rute Senaru tanjakan tanpa jeda, tetapi cuaca lembut karena melalui hutan. Dari kedua
lokasi ini membutuhkan waktu jalan kaki sekitar 7 jam menuju bibir punggungan di
ketinggian 2.641m dpl (tiba di Plawangan Senaru ataupun Plawangan Sembalun). Di tempat
ini pemandangan ke arah danau, maupun ke arah luar sangat bagus. Dari Plawangan Senaru
(jika naik dari arah Senaru) turun ke danau melalui dinding curam ke ketinggian 2.000 mdpl)
yang bisa ditempuh dalam 2 jam. Di danau kita bisa berkemah, mancing (Carper, Mujair)
yang banyak sekali. Penduduk Lombok mempunyai tradisi berkunjung ke segara anakan
untuk berendam di kolam air panas dan mancing.
Untuk mencapai puncak (dari arah danau) harus berjalan kaki mendaki dinding sebelah
barat setinggi 700m dan menaiki punggungan setinggi 1.000 m yang ditempuh dlm 2 tahap
3 jam dan 4 jam. Tahap pertama menuju Plawangan Sembalun, camp terakhir untuk
menunggu pagi hari. Summit attack biasa dilakukan pada pukul 3 dinihari untuk mencari
momen indah - matahari terbit di puncak Rinjani. Perjalanan menuju Puncak tergolong
lumayan; karena meniti di bibir kawah dengan margin safety yang pas-pasan. Medan pasir,
batu, tanah. 200 meter ketinggian terakhir harus ditempuh dengan susah payah, karena
satu langkah maju diikuti setengah langkah turun (terperosok batuan kerikil). Buat
highlander - ini tempat yang paling menantang dan disukai karena beratnya medan terbayar
dgn pemandangan alamnya yang indah. Gunung Agung di Bali, Gunung Ijen-Merapi di
Banyuwangi dan Gunung Tambora di Sumbawa terlihat jelas saat cuaca bagus di pagi hari.
Untuk mendaki Rinjani tidak diperlukan alat bantu, cukup stamina, kesabaran dan "passion".

Keseluruhan perjalanan dapat dicapai dalam program tiga hari dua malam, atau jika hendak
melihat dua objek lain: Gua Susu dan gunung Baru Jari (anak gunung Rinjani dengan kawah
baru di tengah danau) perlu tambahan waktu dua hari perjalanan. Persiapan logistik sangat
diperlukan, tetapi untungnya segala sesuatu bisa diperoleh di desa terdekat. Tenda, sleeping
bag, peralatan makan, bahan makanan dan apa saja yang diperlukan (termasuk radio
komunikasi) bisa disewa dari homestay-homestay yang menjamur di desa Senaru.









Gunung di Pulau Jawa
Gunung Anjasmoro (2.277 m)
Gunung Argapura (3.088 m)
Gunung Arjuno (3.339 m)
Gunung Batok
Gunung Bromo (2.392 m)
Gunung Bukit Tunggul (2.208 m)
Gunung Burangrang (2.057 m)
Gunung Buring (800 m) Malang, Jawa Timur
Gunung Cereme (3.078 m)
Gunung Cikuray (2.818 m)
Gunung Galunggung (2.167 m)
Gunung Gede (2.958 m)
Gunung Guntur (2.249 m)
Gunung Ijen
Gunung Kawi (2.651 m)
Gunung Karang (1.245 m) sekitar 40 KM selatan Pandeglang
Gunung Kelud (1.350 m)
Gunung Kembar I (3.052 m)
Gunung Kembar II (3.126 m)
Gunung Kendalisodo Ambarawa Jawa Tengah
Gunung Krakatau (813 m)
Gunung Lasem (806 m) Rembang Jawa Tengah
Gunung Lawu (3.245 m)
Gunung Mahameru
Gunung Malabar (2.343 m)
Gunung Masigit (2.078 m)
Gunung Merapi (2.911 m)
Gunung Merbabu (3.145 m)
Gunung Muria (1.602 m)
Gunung Pandan (897 m)
Gunung Panderman, (2.000 m)
Gunung Pangrango (3.019 m)
Gunung Papandayan (2.665 m)
Gunung Patuha (2.386 m)
Gunung Penanggungan (1.653 m)
Gunung Raung (3.332 m)
Gunung Salak (2.211 m)
Gunung Semeru (3.676m) gunung tertinggi di pulau Jawa dan gunung berapi ketiga tertinggi
di Indonesia
Gunung Slamet (3.432 m)
Gunung Sumbing (3.336 m)
Gunung Sindoro (3.150 m)
Gunung Tampomas (1.684 m) Sumedang, Jawa Barat
Gunung Tangkuban Perahu (2.084 m)
Gunung Telomoyo (1.894 m) Salatiga, Jawa Tengah
Gunung Tidar (503 m) Magelang, Jawa Tengah
Gunung Ungaran (2,050 m)
Gunung Wayang (2.181 m)
Gunung Welirang (3.156 m)
Gunung Wilis (2.552 m)
Pegunungan di Pulau Jawa
Pegunungan Sewu
Pegunungan Kendeng,pegunungan kapur utara
Gunung Tertinggi di Pulau Jawa
Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan
puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung
Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.

Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan
Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang,
dengan posisi geografis antara 806' LS dan 12055' BT.

Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan ketinggian
3.744,8 m hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah ini mendobrak tepi kawah
menyebabkan aliran lava mengarah ke sisi selatan meliputi daerah Pronojiwo dan Candipuro
di Lumajang.
Perjalanan
Diperlukan waktu sekitar empat hari untuk mendaki puncak gunung Semeru pergi-pulang.
Untuk mendaki gunung dapat ditempuh lewat kota Malang atau Lumajang. Dari terminal
Kota Malang naik angkutan umum menuju desa Tumpang. Disambung lagi dengan jeep atau
truk/pickup yang banyak terdapat di belakang pasar terminal Tumpang dengan biaya per
orang Rp20.000,00 hingga Pos Ranu Pani.
Sebelumnya mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat izin, dengan perincian, biaya
surat izin Rp6.000,00 untuk maksimal 10 orang, Karcis masuk taman Rp2.000,00 per orang,
Asuransi per orang Rp2.000,00
Dengan menggunakan truk sayuran atau jip perjalanan dimulai dari Tumpang menuju Ranu
Pani, desa terakhir di kaki semeru. Di sini terdapat Pos pemeriksaan, terdapat juga warung
dan pondok penginapan. Bagi pendaki yang membawa tenda dikenakan biaya Rp
20.000,00/tenda dan apabila membawa kamera juga dikenakan biaya Rp 5.000,00/buah. Di
pos ini pun dapat mencari portir (warga lokal untuk membantu menunjukkan arah
pendakian, mengangkat barang dan memasak). Pendaki juga dapat bermalam di Pos
penjagaan. Di Pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau yakni Ranu Pani (1 ha) dan Ranu
Regulo (0,75 ha). Terletak pada ketinggian 2.200 mdpl.
Setelah sampai di gapura "selamat datang", memperhatikan terus ke kiri ke arah bukit, tapi
jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Selain jalur yang biasa
dilewati para pendaki, juga ada jalur pintas yang biasa dipakai para pendaki lokal, jalur ini
sangat curam.
Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang.
Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap 100 m.
Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting di atas kepala.
Setelah berjalan sekitar 5 km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi bunga
edelweis, lalu akan sampai di Watu Rejeng. Di sini terdapat batu terjal yang sangat indah.
Pemandangan sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang ditumbuhi hutan cemara
dan pinus. Kadangkala dapat menyaksikan kepulan asap dari puncak semeru. Untuk menuju
Ranu Kumbolo masih harus menempuh jarak sekitar 4,5 km
Ranu Kumbolo
Di Ranu Kumbolo dapat didirikan tenda. Juga terdapat pondok pendaki (shelter). Terdapat
danau dengan air yang bersih dan memiliki pemandangan indah terutama di pagi hari dapat
menyaksikan matahari terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang burung belibis
liar. Ranu Kumbolo berada pada ketinggian 2.400 m dengan luas 14 ha.
Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan Ranu
Kumbolo kemudian mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat indah di
belakang ke arah danau. Di depan bukit terbentang padang rumput yang luas yang
dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan
yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti
di Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak Gn. Semeru menyemburkan asap wedus
gembel.
Selanjutnya memasuki hutan cemara di mana kadang dijumpai burung dan kijang. Daerah ini
dinamakan Cemoro Kandang.
Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, disini dapat mendirikan tenda untuk
beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak
tersedia ranting untuk membuat api unggun.
Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati
dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat
tikus gunung.
Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500 meter, kemudian
berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput Kalimati. Arcopodo berjarak 1
jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah
longsor dan berdebu. Dapat juga berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang
stabil dan sering longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup hidung karena
banyak abu beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900m, Arcopodo adalah
wilayah vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit pasir.
Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit pasir yang
sangat curam dan mudah merosot. Sebagai panduan perjalanan, di jalur ini juga terdapat
beberapa bendera segitiga kecil berwarna merah. Semua barang bawaan sebaiknya tinggal
di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan pagi-pagi sekali sekitar
pukul 02.00 pagi dari Arcopodo.
Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun dari Kawah
Jonggring Saloka.
Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, dan
September. Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan karena sering terjadi badai dan
tanah longsor.
Gas beracun
Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) pendaki disarankan untuk tidak menuju
kawah Jonggring Saloko, juga dilarang mendaki dari sisi sebelah selatan, karena adanya gas
beracun dan aliran lahar. Gas beracun ini dikenal dengan sebutan Wedhus Gembel (Bahasa
Jawa yang berarti "kambing gimbal", yakni kambing yang berbulu seperti rambut gimbal)
oleh penduduk setempat. Suhu dipuncak Mahameru berkisar 4 - 10 derajat Celsius, pada
puncak musim kemarau minus 0 derajat Celsius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering
berkabut terutama pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan
Desember - Januari sering ada badai.
Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru yang masih
aktif. Pada bulan November 1997 Gunung Semeru meletus sebanyak 2990 kali. Siang hari
arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang hari di puncak, karena gas
beracun dan letusan mengarah ke puncak.
Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800 meter.
Material yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil, bahkan batu-batu panas
menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu dekat. Pada awal tahun 1994 lahar
panas mengaliri lereng selatan Gunung Semeru dan telah memakan beberapa korban jiwa,
walaupun pemandangan sungai panas yang berkelok- kelok menuju ke laut ini menjadi
tontonan yang sangat menarik.

Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, meninggal di Gunung Semeru pada tahun 1969 akibat menghirup
asap beracun di Gunung Semeru. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari
Lubis.
Iklim
Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt dan Ferguson)
dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 136
hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November - April. Suhu udara dipuncak
Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celsius.

Suhu rata-rata berkisar antara 3c - 8c pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari
berkisar antara 15c - 21c. Kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan salju kecil
yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu
yang dingin disepanjang rute perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam
tetapi didukung oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara
semakin dingin.
Taman nasional
Gunung ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Taman Nasional
ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar. Terdapat beberapa gunung
di dalam Kaldera Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (2.392m) Gn. Batok (2.470m) Gn.Kursi
(2,581m) Gn.Watangan (2.662m) Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau
(ranu): Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan.
Flora yang berada di wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi banyak
didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju. Sedangkan untuk tumbuhan
bawah didominir oleh Kirinyuh, alang-alang, tembelekan, harendong dan Edelwiss putih,
Edelwiss yang banyak terdapat di lereng-lereng menuju puncak Semeru. Dan juga
ditemukan beberapa jenis anggrek endemik yang hidup di sekitar Semeru Selatan.
Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain : macan kumbang, budeng, luwak,
kijang, kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat belibis yang masih hidup liar.




Pendaki pertama
Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli geologi
berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn
(1945) seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari utara lewat gunung Ayek-ayek,
gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng utara
dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan
Ranu Kumbolo seperti sekarang ini.
Legenda gunung Semeru
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu Pagelaran yang
berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas,
terombang-ambing dan senantiasa berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan
Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau Jawa.
Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu
dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang
membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat
diangkut dengan aman.
Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka
temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau
bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian timur pulau
Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer
menciptakan jajaran pegunungan di pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan
tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap miring, sehingga
para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya
di bagian barat laut. Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal
dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat
bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang
Hyang Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau
tersebut dinamakan Jawa.
Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama
Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap
sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung di antara
bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih
menganggap gunung sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan mahluk halus.
Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan
dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru
dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun
sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain
upacara sesaji itu orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta
suci.
Aktivitas
12 Juni 2006, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maritim Tanjung Perak Surabaya,
mencatat gempa vulkanik dengan kekuatan 1,8 Skala Richter (SR) akibat aktivitas Gunung
Semeru (3.676 mdpl)[1].

Anda mungkin juga menyukai