Anda di halaman 1dari 858

2014

KUMPULANKITABUNDANGUNDANG
1.
2.
3.
4.
5.

KITABUNDANGUNDANGHUKUMPIDANA
KITABUNDANGUNDANGHUKUMPERDATA
KITABUNDANGUNDANGHUKUMDAGANG
KITABUNDANGUNDANGACARAPIDANA
KITABUNDANGUNDANGACARAPERDATA
a. RVREGLEMENTOFDERECHTSVORDERING
b. HIRHERZIENINDONESISREGLEMENT
c. RBg:RECHTSREGLEMENTBUITENGEWESTEN

LEGAL DEPARTMENT

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)


(Wetboek van Strafrecht)
(S. 1915-732 jis. S. 1917-497, 645, mb. 1 Januari 1918, s.d.u.t.dg. UU No. 1 / 1946).
BUKU PERTAMA. ATURAN UMUM.
Anotasi :
Sebutan "Kitab Undang-undang Hukum Pidana" ini diberlakukan, diubah dan ditambah dg.
UU No. 1/1946 (Berita Republik Indonesia II, 9). Undang-undang ini mengadakan
perubahan/tambahan terhadap W.v.S. Ned. Ind., yaitu Hukum Pidana 8 Maret 1942; jadi
bukan terhadap Hukum Pidana zaman Jepang, dan bukan pula terhadap W. v. S Ned. Ind.
yang sudah diubah dan ditambah oleh pemerintah Belanda sesudah 1945 (S. 1945-135, S.
1946-76, S. 1947-180, S. 1948-169, S. 1949-1 dan 258). Kemudian diubah dan ditambah
lagi, berturut turut dengan Undang-undang No. 20 / 1946, 8 / 1951, 8 / Drt /1955, 73/1958,
1/1960, 16/Prp/1960, 18/Prp/1960, 1/Pnps/1965, 7/1974, dan 4/1976.
BAB 1.
BATAS-BATAS BERLAKUNYA ATURAN PIDANA DALAM
PERUNDANG-UNDANGAN.
Pasal. 1.
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundangundangan pidana yang telah ada sebelumnya. (AB. 1 dst., 15.)
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya.
Pasal 2.
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. (AB. 4, 5, 25; KUHP 7 dst.; Sv. 12.)
Pasal 3.
(s.d.u. dg. UU No. 411976.) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku

bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air
atau pesawat udara Indonesia. (AB. 25; KUHP 8 dst., 95.)
Pasal 4.

(s.d.u. dg. S. 1926-359, 429, S. 1930-31, S. 1931 -240, S. 1938-593.) Ketentuan pidana dalam

perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia
melakukan:
(s. d. u. dg. UU No. 1/1 946.) salah satu kejahatan berdasarkan pasal 104, 106, 107, 108,
1
110, 111 bis-1 o, 127, dan 131;
suatu kejahatan tentang mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau
2
bank, ataupun tentang meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia; (KUHP 244 dst., 253 dst.)
3. pemalsuan surat utang atau sertifikat utang atas tanggungan Indonesia, suatu daerah atau
bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen atau tanda bunga,
yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat
tersebut; atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan,
seolah-olah asli dan tidak palsu; (KUHP 264 dst., 272 dst.)
4. (s. d. u. dg. UU No. 4 / 1976.) salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal 438, 444
sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan

Page 1 of 110

air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara
secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan penerbangan sipil. (RO. 129; KUHP 9; Sv. 13 dst.)
Pasal 5.
(1) (s.d.u. dg. S. 1930-31, S. 1931-240.) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi warganegara yang di luar Indonesia melakukan: (AB. 4.)
1. salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal 160, 161,
240, 279, 450, dan 451;
2. salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan
negara tempat perbuatan dilakukan diancam dengan pidana. (KUHP 6, 76 2.)
(2) Penuntutan perkara seperti termaksud dalam nomor 2o dapat dilakukan juga bila tertuduh
menjadi warganegara sesudah melakukan perbuatan. (Ned.ond. 1 dst.; AB. 4; KUHP 9; Sv.
13.)
Pasal 6.
Berlakunya pasal 5 ayat (1) nomor 2 dibatasi sedemikian rupa, sehingga tidak dijatuhkan pidana
mati, bila menurut perundang-undangan negara tempat perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak
diancamkan pidana mati.
Pasal 7.
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar
Indonesia melakukan salah satu tindak pidana seperti termaksud dalam Bab XXVIII Buku Kedua.
(KUHP 2 dst., 9, 92; Sv. 13.)
Pasal 8.

(s.d.u. dg. S. 1928-230, S. 1935-492, 565.) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan

Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang perahu Indonesia, yang di luar Indonesia,
sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana seperti termaksud dalam Bab XXIX
Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga; demikian pula yang tersebut dalam peraturan mengenai
surat laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan. (KUHD 309, 311
dst., 341, 341d; KUHP 2 dst., 9, 93, 95; Sv. 13; S. 1934 78 jis. S. 1935-89, 565, S. 1937-629,
630, S. 1935-492 jis. S. 1935-565, S. 1937-591, S. 1938-1, 2.)
Pasal 9.
Berlakunya pasal 2- 5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam
hukum internasional. (AB. 15.)
BAB II.
PIDANA.
Pasal 10.
Pidana terdiri atas: (KUHP 69.)
a. pidana pokok:
1. pidana mati; (KUHP 6, 11, 67.)
2. pidana penjara; (KUHP 12-17, 24 dst., 27 dst., 32 dst., 38, 42, 67; Inv. Sw. 2 dst.)
3
pidana kurungan; (KUHP 18-33, 38, 41 dst.; Inv. Sw. 2 dst.)
4. pidana denda; (KUHP 30-33, 38, 42.)
5. (s.d. t. dg. UU No. 2011946.) pidana tutupan;
b. pidana tambahan:
1. pencabutan hak-hak tertentu; (KUHP 35 dst., 38, 47 3.)
2. perampasan barang-barang tertentu; (ISR. 145; KUHP 39-42.)

Page 2 of 110

pengumuman putusan hakim. (KUHP 43, 473.)

Pasal 11.
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali pada leher
terpidana, dan mengikatkan tali itu pada tiang gantungan, kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri. (Sv. 339; IR. 329; RBg. 630.)
Pasal 12.
(1) Pidana penjara lamanya seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama lima
belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturutturut dalam hal kejahatan yang pidananya boleh dipilih hakim antara pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana
penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; demikian juga dalam hal
batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena gabungan (concursus),
pengulangan (residive) atau karena yang ditentukan pasal 52. (KUHP 57, 104, 106, 1072,
1082, 1112, 1242, 1302, 1402, 187-3, 1942 196 3,198 2, 200 3, 2022 , 2042 , 339 dst.,
486 dst.)
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari duapuluh tahun.
Pasal 13.
Para terpidana yang dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa kelas. (KUHP 29.)
Pasal 14.
Terpidana yang dijatuhi pidana penjara wajib melakukan segala pekerjaan yang diperintahkan
kepadanya berdasarkan ketentuan pelaksanaan pasal 29. Dg. S. 1926-251 jo. 486, ditambahkan

pasal 14a-f, mb. tgl. 1 Januari 1927.

Pasal 14a.
(1) Bila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan, tidak
terrnasuk pidana kurungan pengganti denda, maka dalam putusannya hakim dapat
memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali bila di kemudian hari ada
putusan hakim yang menentukan lain karena terpidana melakukan suatu tindak pidana
sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut di atas habis, atau
karena terpidana selama masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin
ditentukan dalam perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam perkara perkara
mengenai penghasilan dan persewaan negara, bila menjatuhkan pidana denda, tetapi hanya
bila ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan
pula akan sangat memberatkan bagi terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan
pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, bila
terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhi pidana denda,
tidak diterapkan ketentuan pasal 30 ayat (2).
(3) Perintah tentang pidana pokok juga mengenai pidana tambahan, bila hakim tidak
menentukan lain.
(4) Perintah itu tidak diberikan, kecuali bila hakim berkeyakinan setelah menyelidiki dengan
cermat bahwa dapat dilakukan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum,
bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan untuk dipenuhinya syarat-syarat
khusus bila sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah tersebut dalam ayat (1) harus disertai hal-hal atau keadaan keadaan yang menjadi
alasan perintah itu.

Page 3 of 110

Pasal 14b.
(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran yang tersebut dalam pasal 492, 504, 505,
506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran yang lain paling lama dua tahun.
(2) Masa percobaan mulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan sudah diberitahukan
kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang undang.
(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan dengan sah.
Pasal 14C.
(1) Dengan perintah yang dimaksud dalam pasal 14a, kecuali bila dijatuhkan pidana denda,
hakim, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak
pidana, dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih
pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2) Bila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana kurungan atas
salah satu pelanggaran berdasarkan pasal 492, 504, 505, 506, dan 536, maka boleh
ditetapkan syarat-syarat khusus yang lain mengenai tingkah laku terpidana yang harus
dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian dari masa percobaan.
(3) Syarat-syarat tersebut di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama atau
kemerdekaan berpolitik bagi terpidana.
Pasal 14d.
(1) Yang diserahi mengawasi agar syarat-syarat itu dipenuhi ialah pejabat yang berwenang
menyuruh menjalankan putusan, bila kemudian ada perintah untuk menjalankan putusan.
(2) Bila ada alasan, hakim dalam perintahnya dapat mewajibkan lembaga yang berbentuk
badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau pemimpin suatu rumah penampungan
yang berkedudukan di situ, atau pejabat tertentu, agar memberi pertolongan dan bantuan
kepada terpidana dalam memenuhi syarat-syarat khusus.
(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tersebut diatas serta
mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi
memberi bantuan itu ditetapkan dengan undang-undang. (S. 1926-487.)
Pasal 14e.
Atas usul pejabat dalam pasal 14d ayat (1), atau atas permintaan terpidana, hakim yang
memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah syaratsyarat khusus atau lama berlakunya syarat syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga
boleh memerintahkan orang lain daripada orang yang diperintahkan semula, agar memberi
bantuan kepada terpidana, dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling
banyak dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat ditetapkan untuk masa percobaan.
Pasal 14f.
(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal di atas, maka atas usul pejabat tersebut dalam pasal
14d ayat (1), hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat memerintahkan
agar pidananya dijalankan, atau memerintahkan agar atas namanya diberi peringatan
kepada terpidana, yaitu bila terpidana selama masa percobaan melakukan tindak pidana dan
karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap, atau bila salah satu syarat yang lain tidak
dipenuhi, ataupun bila terpidana sebetum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang
menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan mulai berlaku.
Sewaktu memberi peringatan, hakim harus menentukan juga bagaimana cara memberi
peringatan itu.
(2) Perintah agar pidana dijalankan tidak dapat diberikan lagi sesudah masa percobaan habis,
kecuali bila sebelum masa percobaan habis terpidana dituntut karena melakukan tindak
pidana dalam masa percobaan dan penuntutan itu kemudian berakhir dengan pemidanaan
yang menjadi tetap. Dalam hal itu, dalam waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi

Page 4 of 110

tetap, hakim masih boleh memerintahkan supaya pidananya dijalankan, karena melakukan
tindak pidana tadi.

(s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.)

Pasal 15.

(1) Bila terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan
kepadanya, yang sekurang kurangnya harus sembilan bulan, maka kepadanya dapat
diberikan pelepasan bersyarat. Bila terpidana harus menjalani beberapa pidana berturutturut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2) Sewaktu memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta
ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(3) (s.d. u. dg. S. 1939-77.) Lama masa percobaan itu sama dengan sisa waktu pidana penjara
yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Bila terpidana ada dalam tahanan yang sah,
maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan. (KUHP 15a4, 15b, 17; S. 1917-749.)

(s. d. t. dg. S. 1926-251 jo. 486.)

Pasal 15a.

(1) Pelepasan bersyarat harus disertai dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan
melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.
(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan terpidana,
asalkan syarat-syarat khusus itu tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan
kemerdekaan berpolitik bagi terpidana.
(3) Pengawasan atas pemenuhan segala syarat itu diserahkan kepada pejabat tersebut dalam
pasal 14d ayat (1).
(4) Juga dapat diadakan pengawasan khusus atas pemenuhan syarat-syarat itu, yang sematamata harus bertujuan untuk memberi bantuan kepada terpidana.
(5) (s.d.u. dg. S. 1939-77.) Selama masa percobaan, syarat-syarat itu dapat diubah, atau
dicabut, atau dapat juga diadakan syarat-syarat khusus baru; juga dapat diadakan
pengawasan khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada
orang yang semula diserahi. (KUHP 16 2; S. 1917-749 pasal 12 jo. S. 1939-77 pasal II.)
(6) Orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu diberi surat pas yang memuat syarat-syarat
yang harus dipenuhinya. Bila hal-hal yang tersebut dalam ayat di atas dijalankan, maka
orang itu diberi surat pas baru. (KUHP 17; S. 1917-749.)
Pasal 15b.

(s.d.t. dg. S. 1926-251, 486; s.d.u. dg. S. 1939-77; UU No. 1 / 1946.)

(1) Pelepasan bersyarat dapat dicabut, bila orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa
percobaan melakukan hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya.
Bila ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas dilakukan, Menteri Kehakiman dapat
menghentikan pelepasan bersyarat tersebut untuk sementara waktu. (KUHP 16 2,3.)
(2) Waktu selama terpidana dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, tidak terhitung
dalam waktu pidananya.
(3) Pelepasan bersyarat tidak dapat dicabut kembali bila sudah lewat tiga bulan sejak
berakhirnya masa percobaan, kecuali bila sebelum waktu tiga bulan lewat terpidana dituntut
karena melakukan tindak pidana dalam masa percobaan, dan tuntutan berakhir dengan
putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu
tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasarkan pertimbangan bahwa terpidana
melakukan tindak pidana selama masa percobaan.

(s. d. u. dg. S. 1939- 77; UU No. 1/1 946.)

Pasal 16.

(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah
mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah mendapat keterangan

Page 5 of 110

dari jaksa tempat asal terpidana. Ketentuan itu tidak boleh ditetapkan sebelum ditanya
pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh Menteri Kehakiman.
(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, demikian juga hal-hal yang tersebut dalam pasal
15a ayat (5), ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah mendapat kabar dari
jaksa tempat asal terpidana. Ketentuan itu tidak boleh ditetapkan sebelum ditanya pendapat
Dewan Reklasering Pusat.
(3) Selama pelepasan bersyarat masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa di tempat
tinggalnya, orang yang dilepaskan dengan bersyarat dapat ditahan guna menjaga ketertiban
umum, bila ada sangkaan yang beralasan bahwa orang itu selama masa percobaan telah
berbuat hal-hal yang melanggar syarat-syarat tersebut dalam surat pasnya. Jaksa harus
segera memberitahukan penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh hari. Bila penahanan disusul dengan penghentian
untuk sementara atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap
meneruskan menjalani pidananya mulai pada hari ia ditahan. (KUHP 15, 17; S. 1917-749.)
Pasal 17.

(s.d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.) Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal 15, 15a,
dan 16 diatur dengan undang-undang. (S. 1917-749.)

Pasal 18.
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. (KUHP 97.)
(2) Bila ada pemberatan pidana karena gabungan atau pengulangan atau karena ketentuan
pasal 52, maka pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. (KUHP
65, 488.)
(3) Pidana kurungan sama sekali tidak boleh lebih lama dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19.
(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang diperintahkan
kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
(2) Orang yang dijatuhi pidana kurungan diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang
yang duatuhi pidana penjara.
Pasal 20.
(1) (s.d. u. dg. S. 1.925-28; UU No. 1 / 1946.) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau
pidana kurungan paling lama satu bulan; boleh menetapkan bahwa jaksa dapat memberi
izin kepada terpidana untuk bergerak dengan bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Bila terpidana yang mendapat kebebasan itu tidak datang pada waktu dan tempat yang
telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan yang dibebankan kepadanya, maka selanjutnya
ia harus menjalani pidananya seperti biasa, kecuali kalau ketidakdatangannya itu bukan
karena kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat (1) tidak diterapkan kepada terpidana bila pada waktu melakukan
tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis menjalani pidana penjara atau pidana
kurungan.
Pasal 21.
(s. d. u. dg. S. 1920-812; UU No. 1 / 1946.) Pidana kurungan harus dijalani di daerah di mana

terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau bila tidak mempunyai tempat kediaman,
di daerah di mana ia berada, kecuali bila Menteri Kehakiman atas permintaan terpidana
membolehkan dia menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22.
(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat yang
digunakan untuk menjalani pidana penjara atau pidana kurungan, atau kedua-duanya,

Page 6 of 110

segera setelah pidana hilang kemerdekaan itu selesai, kalau diminta, boleh menjalani pidana
kurungan di tempat itu juga.
(2) Pidana kurungan, yang karena sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk menjalani
pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh karena itu. (KUHP 28, 41 5.)
Pasal 23.
Orang yang dijatuhi pidana kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri, menurut
aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang undang. (KUHP 29; S. 1917-708,
Gestichtenr. pasal 93 dst.)
Pasal 24.
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja, baik di
dalam maupun di luar tembok penjara orang-orang terpidana. (KUHP 14, 19, 29; Gestichtenr. 36
ter, 57 dst.)
Pasal 25.
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok penjara tersebut ialah:
1
orang-orang yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup;
2. para wanita;
3. orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh melaksanakan pekerjaan
demikian. (KUHP 24; Gestichtenr. 57 4.)
Pasal 26.
Bila mengingat keadaan diri atau status sosial terpidana, hakim menimbang ada alasan, maka
dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan bekerja di luar tembok
penjara orang-orang terpidana. (KUHP 24 dst.; Gestichtenr. 36 4.)
Pasal 27.
Lamanya pidana penjara selama waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan hakim
dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan pecahannya. (KUHP 97.)
Pasal 28.
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di tempat yang sama, asal di bagianbagian terpisah. (Gestichtenr. 36.)
Pasal 29.
(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau keduaduanya, demikian juga hal mengatur dan mengurus tempat tempat itu, hal membagi-bagi
para terpidana dalam beberapa kelas, hal mengatur pekerjaan, upah kerja, dan hal
perumahan para terpidana yang berdiam di luar penjara, hal mengatur pemberian
pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal makanan
dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan kitab undangundang ini.
(2) (s. d. u. dg. UU No. 1 / 1 946.) Bila perlu, Menteri Kehakiman menetapkan anggaran rumah
tangga untuk tempat-tempat orang terpidana. (Sv. 14, 19; S. 1917-708.)
Pasal 30.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima
sen.
(2) (s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.) Bila pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan
pidana kurungan. (KUHP 41, 97; Sv. 3382 ; Ldg. 53 8.)
(3) (s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.) Lama pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari
dan paling tinggi enam bulan. (Sv. 97.)

Page 7 of 110

(4) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / I960.) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan

pengganti ditetapkan sebagai berikut; bila pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen
atau kurang, dihitung satu hari; bila lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh
rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak
cukup tujuh rupiah lima puluh sen. (KUHP 97; Inv. Sw. 4'.)
(5) (s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.) Bila ada pemberatan pidana denda yang disebabkan oleh
gabungan atau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan
pengganti paling lama delapan bulan.
(6) Pidana kurungan pengganti sama sekali tidak boleh lebih dari delapan bulan. (KUHP 682 ,
702.)

Pasal 31.
(1) Terpidana dapat segera menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas waktu
pembayaran denda. (KUHP 302.)
(2) Ia setiap waktu berhak membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti dengan
membayar dendanya.
(3) (s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.) Pembayaran sebagian dari pidana denda, sebelum atau
sesudah mulai menjalani pidana kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian
pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya. (KUHP 30, 33, 41'; Inv.
Sw. 4'.)
Pasal 32.
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di dalam
tahanan sementara pada hari ketika putusan hakim menjadi tetap, dan bagi terpidana yang
lain pada hari ketika putusan hakim mulai dijalankan. (Sv. 332 dst., 335 dst., 338.)
(2) Bila dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas beberapa
tindak pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi menjadi tetap pada waktu
yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena kedua atau
salah satu tindak pidana itu, maka pidana penjara mulai berlaku pada saat ketika putusan
hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
Pasal 33.
(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu selama terpidana menjalani
tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian dipotong dari
pidana penjara selama waktu tertentu, dari pidana kurungan, atau dari pidana denda yang
dbatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda, dipakai ukuran menurut pasal 31 ayat (3).
(2) (s.d.t. dg. S. 1934-558, 587.) Waktu selama seorang terdakwa ada dalam tahanan
sementara yang tidak berdasarkan surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali bila
pemotongan itu dinyatakan khusus dalam putusan hakin.
(3) (s.d. u. dg. S. 1934-558jis. 587 dan S. 1938-278.) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam
hal terdakwa dituntut sekaligus karena melakukan beberapa tindak pidana, kemudian
dipidana karena perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan
sementara.
Pasal 33a.

(s.d.t. dg. S. 1933-1; s.d.u. dg. S. 1934-172, 337; UU No. 1/1946.) Bila orang yang ditahan

sementara dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, dan kemudian dia sendiri atau orang
lain dengan persetujuannya mengajukan permohonan ampun, maka waktu sejak hari
permohonan mulai diajukan hingga ada putusan Presiden, tidak dihitung sebagai waktu
menjalani pidana, kecuali bila Presiden, dengan mengingat keadaan perkaranya, menentukan
bahwa waktu itu seluruhnya atau sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana. (S. 19332.)

Page 8 of 110

Pasal 34.
Bila terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka waktu selama di luar tempat
menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana. (KUHP 852.)
Pasal 35.
(1) Hak-hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan hakim dalam hal-hal yang ditentukan
dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum yang lain, ialah:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2
hak memasuki Angkatan Bersenjata; (KUHP 92'.)
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
umum;
4. hak menjadi penasihat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi
wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan
anak sendiri; (KUHPerd. 355, 359, 433, 452.)
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas
anak sendiri; (KUHP 37, 91; KUHPerd. 298 dst., 307 dst., 319a dst., 345, 359, 379 dst.,
433, 452; S. 1927-31 pasal 1.)
6o. hak menjalankan mata pencaharian tertentu. (KUHP 227; KUHPerd. 3.)
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, bila dalam aturan-aturan
khusus telah ditentukan bahwa penguasa lain yang berwenang untuk pemecatan itu.
(ISR.117, 150 dst.; RO. 20, 20b; KUHP 36, 92, 227.)
Pasal 36.
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, dan hak memasuki Angkatan
Bersenjata, kecuali dalam hal yang dijelaskan dalam Buku Kedua, dapat dicabut dalam hal
pemidanaan karena kejahatan yang dilakukan dalam jabatan atau karena kejahatan yang
dilakukan terpidana dengan melanggar kewajiban khusus suatu jabatan, atau karena ia memakai
kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya. (KUHP 52,
92, 413 dst.)
Pasal 37.
(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu pengawas,
baik atas anak sendiri maupun atas anak orang lain, dapat dicabut dalam hal pemidanaan:
1
orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama dengan
anak yang belum dewasa yang berada di bawah kekuasaannya;
2. orang tua atau wali yang terhadap anak yang belum dewasa yang berada di bawah
kekuasaannya, melakukan kejahatan yang tersebut dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX,
dan XX Buku Kedua. (KUHP 91.)
(2) (s.d.t. dg. S. 1927-456 jo. 421, S. 1931-420.) Pencabutan kekuasaan tersebut dalam ayat
(1) tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana terhadap orang- orang yang baginya
diberlakukan undang-undang hukum perdata tentang pencabutan kekuasaan orang tua,
kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu. (KUHPerd. 319a, 380, 452 2.)
Pasal 38.
(1) Bila dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai berikut:
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan hak
adalah seumur hidup;
2. dalam hal pidana penjara selama waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya
pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari
pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling
tinggi lima tahun.

Page 9 of 110

(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari ketika putusan hakim dapat dijalankan. (KUHP 32;
Sv. 332 dst.)
Pasal 39.
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan
sengaja digunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang dilakukan dengan tidak sengaja atau karena
pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang
ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh hakim diserahkan
kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita. (ISR. 145; KUHP 40,
45 dst.)
Pasal 40.
Bila seorang berumur di bawah enam belas tahun mempunyai, membawa masuk atau
mengangkut barang-barang dengan melanggar aturan-aturan tentang penghasilan dan
persewaan negara, aturan-aturan tentang pengawasan pelayaran di bagian-bagian Indonesia
yang tertentu, atau aturan-aturan tentang larangan memasukkan, mengeluarkan, dan
meneruskan pengangkutan barang-barang, maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan
atas barang-barang itu, juga bila yang bersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, walinya
atau pemeliharanya tanpa pidana apa pun.

(s. d. u. dg. S. 1926-251 jo. 486.)

Pasal 41.

(1) Perampasan atas barang-barang yang tidak disita sebelumnya, diganti menjadi pidana
kurungan, bila barang-barang itu tidak diserahkan, atau bila harganya menurut taksiran
dalam putusan hakim tidak dibayar. (KUHP 30 2; Sv. 3382; Ldg. 538.)
(2) Lama pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling tinggi enam bulan.
(3) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / l960.) Dalam putusan hakim lama pidana kurungan pengganti
ini ditentukan sebagai berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atai; kurang dihitung satu hari;
bila lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung
paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh
sen.
(4) Pasal 31 juga berlaku bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Pidana kurungan pengganti ini juga dihapus, bila barang-barang yang dirampas itu
diserahkan. (ISR. 145; Sv. 347.)
Pasal 42.
Segala biaya untuk menjalankan pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan
semua pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara. (KUHP 43.)
Pasal 43.
Bila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini
atau aturan-aturan umum yang lain, maka ia harus menetapkan pula bagaimana cara
melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana. (KUHP 67, 128, 206, 361, 377, 395, 405; Sv.
338.)

Page 10 of 110

BAB III.
HAL-HAL YANG MENGHAPUSKAN,
MENGURANGI ATAU MEMBERATKAN PIDANA.
Pasal 44.
(1) Orang yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
(2) Bila temyala perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena pertumbuhan
jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya
orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai masa percobaan.
(Krankz. 16, 27.)
(3) (s. d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) Ketentuan dalam ayat (2) berlaku hanya bagi Mahkamah
Agung, Pengadilan tinggi, dan Pengadilan Negeri.
Pasal 45.
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa yang berumur di bawah enam
belas tahun karena melakukan suatu perbuatan, hakim dapat menentukan;
memerintahkan supaya yang bersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya, watinya atau
pemeliharanya, tanpa dikenakan suatu pidana apa pun;
atau memerintahkan supaya yang bersalah itu diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa
pun, bila perbuatan tersebut merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan
pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503-505, 514, 517-519, 526, 531, 532, 536, dan 540, serta belum
lewat dua tahun seiak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu
pelanggaran tersebut di alas, dan putusannya telah menjadi tetap;
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah.

(s.d. u. dg. S. 1925-1 jo. 152.)

Pasal 46.

(1) Bila hakim memerintahkan supaya anak yang bersalah itu diserahkan kepada pemerintah,
maka ia dimasukkan dalam lembaga pendidikan anak negara supaya menerima pendidikan
dari pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada seorang
tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada suatu badan hukum, yayasan
atau lembaga amal (sosial) yang berkedudukan di Indonesia untuk menyelenggarakan
pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan pemerintah, dengan cara lain;
dalam kedua hal di alas, paling lama sampai orang yang bersalah itu mencapai umur
delapan belas tahun.
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan undang undang. (S. 1917741.)
Pasal 47.
(1) Bila hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak pidana
anak itu dikurangi sepertiga.
(2) Bila perbuatan itu adalah kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup, maka anak itu dijatuhi pidana penjara paling lama lima belas tahun. (KUHP
45.)
(3) Pidana tambahan yang tersebut dalam pasal 10 huruf b, nomor 1o dan 3o, tidak dapat
diterapkan. (Sv. 71o; IR. 62; RBg. 498o.)
Pasal 48.
Barangsiapa melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana.

Page 11 of 110

Pasal 49.
(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang
lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan
hukum pada saat itu.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan
jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana. (KUHP
341 dst.)
Pasal 50.
Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang undang, tidak boleh
dipidana.
Pasal 51.
(1) Orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh
penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang
diperintah mengira dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. (KUHP 114, 190, 198, 462.)
Pasal 52.
Bila seorang pejabat, karena melakukan tindak pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari
jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau
sarana yang diberikan kepadanya karena .jabatannya, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga. (KUHP 12, 18, 30, 36, 92.)
Pasal 52a.

(s. d. t. dg. UU No. 73 / 1958.) Bila pada waktu melakukan kejahatan digunakan Bendera

Kebangsaan Republik Indonesia, pidana untuk kejahatan tersebut dapat ditambah dengan
sepertiga.
Anotasi:
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
BAB IV.
PERCOBAAN.

Pasal 53.
(1) Percobaan untuk melakukan kejahatan dipidana, bila niat untuk itu telah temyata dari
adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak-selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata
disebabkan oleh kemauannya sendiri. (KUHP 154 5, 3024, 3515.)
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan dikurangi sepertiganya dalam hal percobaan.
(3) Bila kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan pidana tambahan bagi kejahatan yang telah
diselesaikan. (KUHP 54, 86 dst., 1845, 3024 , 3515, 3522.)
Pasal 54.
Percobaan untuk melakukan pelanggaran tidak dipidana. (KUHP 60; Inv.Sw. 46.)

Page 12 of 110

BAB V.
PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA.
Pasal 55.
(1) (s. d. u. dg. S. 1925-197jo. 273.) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
tindak pidana itu;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain
supaya melakukan tindak pidana itu. (KUHP 163 bis, 236 dst.)
(2) Terhadap penganjur, hanya tindak pidana yang sengaja dianjurkan saja yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya . (KUHP 51, 514 , 58.) 203, 217, 293, 313, 380.)
Pasal 56.
Dipidana sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan: (KUHP 58, 86.)
1. mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan itu dilakukan;
2. mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan itu. (KUHP 57 dst., 60 dst., 86, 236 dst.)
Pasal 57.
(1) Dalam hal pembantuan melakukan kejahatan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan
dikurangi sepertiganya. (KUHP 434.)
(2) Bila kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan pidana tambahan bagi kejahatannya
sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi si pembantu perbuatan kejahatan, yang diperhitungkan
hanya perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibatakibatnya. (KUHP 552, 58.)
Pasal 58.
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang
menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan
terhadap pelaku atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri. (KUHP 552, 57 4.)
Pasal 59.
Dalam hal-hal di mana ditentukan pidana karena pelanggaran terhadap pengurus, anggotaanggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota badan pengurus
atau komisaris yang temyata tidak ikut campur melakukan pelanggaran, tidak dipidana. (KUHP
398 dst.)
Pasal 60.
Pembantu dalam melakukan pelanggaran tidak dipidana. (KUHP 54.)
Pasal 61.
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penerbitnya selaku demikian tidak
dituntut bila dalam barang cetakan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan
pembuatnya sudah dikenal atau diberitahukan oleh penerbit pada waktu pertama kali
ditegur setelah penuntutan dimulai agar memberitahukan nama si pembuat.
(2) Aturan ini tidak berlaku bila pelaku pada saat barang cetakan terbit tidak dapat dituntut atau
sudah menetap di luar Indonesia. (ISR. 164; KUHP 56, 62, 78, 483 dst.)

Page 13 of 110

Pasal 62.
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku demikian tidak
dituntut bila pada barang cetakan disebut nama dan tempat tinggalnya, sedangkan orang
yang menyuruh mencetak sudah dikenal atau diberitahukan oleh pencetak pada waktu
pertama kali ditegur setelah penuntutan dimulai agar memberitahukan nama orang itu.
(2) Aturan ini tidak berlaku bila orang yang menyuruh mencetak pada saat barang cetakan
terbit, tidak dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia. (ISR. 66, 164; KUHP 56,
61, 78, 484 dst.)
BAB VI.
GABUNGAN TINDAK PIDANA.
Pasal 63.
(1) Bila suatu tindak pidana masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan
hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; bila pidananya berbeda-beda, maka yang
dikenakan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. (KUHP 69.)
(2) Bila suatu perbuatan, yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam
aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Anotasi :
Dg. UU No. 11/Pnps/1963 tentang pemberantasan kegiatan subversi, ayat (2) tersebut
dinyatakan tidak berlaku bagi tindak pidana subversi.
Pasal 64.
(1) Bila antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau
pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu
perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; bila berbeda-beda, maka
yang diterapkan adalah yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat. (KUHP 64.)
(2) (s.d.u. dg. S. 1926-359jo. 429.) Begitu juga hanya dikenakan satu aturan pidana saja, bila
orang dinyatakan bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan
menggunakan barang yang dipalsukan atau yang dirusak itu. (KUHP 244 dst., 253 dst., 263
dst,)
(3) (s. d. t. dg. S. 1931-240; s.d. u. dg. UU No. 18 / PrP / 1960.) Akan tetapi, bila orang yang
melakukan kejahatan-kejahatan tersebut dalam pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat (1),
sebagai perbuatan berlanjut dan jumlah nilai kerugian yang ditimbulkan lebih dari tiga ratus
tujuh puluh lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana tersebut dalam pasal 362, 372,
378, dan 406.
Pasal 65.
(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang
berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan
pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana-pidana yang diancamkan
terhadap perbuatan itu, akan tetapi tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat
ditambah sepertiganya. (KUHP 12, 18, 30, 66 dst., 68, 70; Sv. 167.)
Pasal 66.
(1) Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang sebagai
perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam
dengan pidana pokok yang tidak sejenis, maka dijatuhkan pidana atas tiap-tiap kejahatan,
tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Dalam hal ini pidana denda dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan
pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu. (KUHP 30, 65, 67-70; Sv. 167.)

Page 14 of 110

Pasal 67.
Orang yang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, tidak boleh dijatuhi pidana
lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang yang telah disita
sebelumnya, dan pengumuman putusan hakim.(KUHP 121, 35 dst., 43.)
Pasal 68.
(1) Berdasarkan hal-hal tersebut dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku
aturan sebagai berikut:
1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling sedikit
dua tahun dan paling lama lima tahun lebih dari pidana pokok atau pidana-pidana
pokok yang dijatuhkan. Bila pidana pokok hanya pidana denda saja, maka lamanya
pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun; (KUHP 38.)
2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlain-lainan dijatuhkan sendiri-sendiri bagi tiaptiap kejahatan tanpa dikurangi;
3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, demikian juga halnya dengan
pidana kurungan pengganti karena barang-barang tidak diserahkan, dijatuhkan sendirisendiri bagi tiap-tiap kejahatan tanpa dikurangi. (Sv. 167.)
(2) Jumlah pidana kurungan pengganti tidak boleh lebih dari delapan bulan. (KUHP 30, 41.)
Pasal 69.
(1) Perbandingan berat pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut urut-urutan dalam
pasal 10.
(2) Bila hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan hanya yang
terberat yang dipakai.
(3) Perbandingan berat pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut maksimumnya
masing-masing.
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis, demikian juga yang tidak sejenis,
ditentukan menurut maksimumnya masing-masing.
Pasal 70.
(1) Bila ada gabungan seperti tersebut dalam pasal 65 dan 66, baik gabungan pelanggaran
dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, maka untuk tiap-tiap
pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) (s.d.u. dg. S. 1931-290.) Untuk pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana
kurungan pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya
pidana kurungan pengganti paling banyak delapan bulan. (KUHP 30, 41, 68-2'.)
Pasal 70 bis

(s.d.t. dg. S. 1931-240; s.d.u. dg. S. 1934-644.) Dalam menerapkan pasal 65, 66, dan 70,

kejahatan-kejahatan berdasarkan pasal 302 ayat (1), 352, 364, 373, 379, dan 482 dianggap
sebagai pelanggaran, dengan pengertian, bila dijatuhkan pidana-pidana penjara atas kejahatankejahatan itu, jumlahnya paling banyak delapan bulan.
Pasal 71.
Bila seseorang setelah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi karena melakukan
kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka pidana yang dahulu
diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan menggunakan aturan-aturan dalam
bab ini, kalau perkara-perkara itu diadili serentak.

Page 15 of 110

BAB VII.
MENGAJUKAN DAN MENARIK KEMBALI PENGADUAN DALAM HAL
KEJAHATAN-KEJAHATAN YANG HANYA DITUNTUT ATAS PENGADUAN.

(KUHP 284, 287, 293, 313, 319-323, 332, 335, 367, 369 dst., 376, 394, 404, 411, 485; Sv. 10
dst,; Aut. 31-34.)
Pasal 72.
(1) Selama orang yang terkena kejahatan, yang hanya boleh dituntut atas pengaduan, belum
berumur enam belas tahun dan juga belum dewasa, atau selama ia berada di bawah
pengampuan yang disebabkan oleh hal lain daripada keborosan, maka yang berhak
mengadu ialah wakilnya yang sah dalam perkara perdata. (KUHPerd. 299 dst., 383, 433,
452; KUHP 2843)
(2) Bila tidak ada wakilnya, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka penuntutan
dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau majelis yang
menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas pengaduan istrinya
atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau bila itu tidak ada, atas pengaduan
seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang sampai derajat ketiga. (KUHPerd. 310,
370, 452; KUHP 220, 2843; Sv. 8.)
Pasal 73.
Bila yang terkena kejahatan meninggal dalam tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal
berikut, maka tanpa memperpanjang tenggang waktu itu, penuntutan dilakukan atas pengaduan
orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup, kecuali kalau temyata bahwa
yang meninggal tidak menghendaki penuntutan. (KUHP 2843, 320 dst.)
Pasal 74.
(1) Pengaduan boleh diajukan hanya dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak
mengadu mengetahui adanya kejahatan, bila bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam
waktu sembilan bulan bila bertempat tinggal di luar Indonesia. (Rv. 12; KUHP 97; Sv. 8, 10.)
(2) Bila yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut dalam
ayat (1) belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama
sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut. (KUHP 293 3.)
Pasal 75.
Orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduannya itu dalam waktu tiga
bulan setelah diajukan. (KUHP 97, 2843 .)
BAB VIII.
HAPUSNYA KEWENANGAN MENUNTUT PIDANA
DAN MENJALANKAN PIDANA.
Pasal 76.
(1) (s. d. u. dg. S. 1931-240; UU No. 1 / 1946.) Kecuali dalam hal putusan hakim masih boleh
diubah lagi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia
terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam pengertian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di
tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut. (KUHP 283; Sv. 356 dst.;
S. 1938-529, S. 1932-80.)
(2) Bila putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka tidak boleh diadakan
penuntutan terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, dalam hal :
1. Putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau pelepasan dari tuntutan hukum;

Page 16 of 110

2.

Putusan berupa pemidanaan dan pidananya itu telah dijalani seluruhnya atau telah
diberi ampun atau kewenangan untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa.
(Sv. 389.)

Pasal 77.
Kewenangan menuntut pidana hapus, bila si tertuduh meninggal dunia. (KUHP 83, 103; Sv. 391
dst.; IR. 367 dst.; RBg. 681 dst.)
Pasal 78.
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa :
1. terhadap semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan,
sesudah satu tahun;
2. terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana
penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah
dua belas tahun;
4. terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur delapan belas tahun,
masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga. (KUHPerd. 1946;
KUHP 80, 84; Sv. 407; IR. 371; RBg. 691.)
Pasal 79.
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal
berikut:
1. (s.d.u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) terhadap pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang
daluwarsa itu mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsukan atau mata uang
yang dirusak digunakan; (KUHP 244 dst., 253 dst., 263 dst.)
2. terhadap kejahatan dalam pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang daluwarsa itu dimulai
pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal
dunia;
3. (s.d.u. dg. S. 1921-560 dan S. 1928 - 376.) terhadap pelanggaran dalam pasal 556 sampai
dengaii pasal 558a, tenggang daluwarsa itu dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang
memuat pelanggaran-pelanggaran itu dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan,
menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil harus
dipindah ke kantor tersebut. (KUHPerd. 82; BS. 28 dst.)
Pasal 80.
(1) Setiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh orang
yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam
aturan-aturan umum.
(2) Sesudah dihentikan, dimulai lagi tenggang daluwarsa yang baru.
Pasal 81.
Penundaan penuntutan pidana karena adanya perselisihan pra-yudisial, menunda daluwarsa.
(KUHP 284 5 , 3143, 332 4; Sv. 409.)
Pasal 82.
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam hanya dengan pidana denda menjadi
hapus, kalau maksimum denda dibayar dengan sukarela, demikian pula biaya-biaya yang
telah, dikeluarkan bila penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang ditunjuk untuk itu
oleh aturan-aturan umum, dan dalam waktu yang ditetapkan olehnya.

Page 17 of 110

(2) Bila di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai
perampasan itu harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran
pejabat tersebut dalam ayat (1). (KUHP 41.)
(3) Dalam hal pidana diperberat karena pengulangan, pemberatan itu tetap berlaku sekalipun
kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan lebih dulu telah hapus
berdasarkan ayat (1) dan (2) pasal ini.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang
pada saat melakukan perbuatan berumur di bawah enam belas tahun. (Sv. 410.)
Pasal 83.
Kewenangan menjalankan pidana hapus bila si terpidana meninggal dunia. (KUHP 77, 103; Sv.
399; IR. 368; RBg. 689.)
Pasal 84.
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus oleh karena daluwarsa.
(2) Lama tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran adalah dua tahun, mengenai
kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan adalah lima tahun, dan mengenai
kejahatan-kejahatan yang lain sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana
ditambah sepertiga. (KUHP 78.)
(3) Bagaimanapun juga, lama tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lama pidana yang
dijatuhkan.
(4) Kewenangan menjalankan pidana mati tidak terkena daluwarsa.
Pasal 85.
(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada keesokan harinya setelah putusan hakim dapat
dijalankan.
(2) Bila seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada keesokan harinya
setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. Bila suatu pelepasan
bersyarat dicabut, maka pada keesokan harinya setelah pencabutan mulai berlaku tenggang
daluwarsa baru. (KUHP 15, 34; Sv.227.)
(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut perintah dalam
suatu peraturan umum, dan juga selama kemerdekaan terpidana dirampas, meskipun
perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan lain. (Sv. 336 dst., 356 dst.,
396 dst.)
BAB IX.
ARTI BEBERAPA ISTILAH
YANG DIPAKAI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG.
Pasal 86.
Bila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam arti suatu
kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan,
kecuali bila dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan. (KUHP 53, 56.)
Pasal 87.

(s.d.u. dg. S. 1930-31.) Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, bila niat untuk
itu telah temyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti tersebut dalam pasal 53. (KUHP 53,
104-108, 130, 140.)

Pasal 88.
Dikatakan ada permufakatan jahat, bila dua orang atau lebih telah sepakat untuk melakukan
kejahatan. (KUHP 110, 111 bis, 116, 125, 164, 169 dst., 184 dst., 214, 324 dst., 363,:365, 368
dst., 438 dst., 450 dst., 457 dst., 462, 504 dst.)

Page 18 of 110

Pasal 88 bis

(s.d.t. dg. S. 1930-31.) Yang dimaksud dengan penggulingan pemerintah ialah peniadaan atau

pengubahan secara tidak sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. (KUHP 107
dst., 111 bis.)
Pasal 89.
Membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
(KUHP 55, 146 dst., 170, 173, 175, 211 dst., 285, 289, 293, 300, 330, 332, 335, 365, 368, 438
dst., 444, 459 dst.)
Pasal 90.
Luka berat berarti: (KUHP 184, 213 dst., 291 dst., 306, 333 dst., 351 dst., 358, 360, 365, 459
dst.)
jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak dapat diharapkan akan sembuh secara sempuma,
atau yang menimbulkan bahaya maut;
untuk selamanya tidak mampu menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan yang merupakan
mata pencaharian;
kehilangan salah satu pancaindera;
mendapat cacat berat;
menderita sakit lumpuh;
terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu;
gugumya atau terbunuhnya kandungan seorang perempuan.
Pasal 91.
(1) Dalam kekuasaan bapak termasuk pula kekuasaan kepala keluarga.
(2) Yang dimaksud dengan orang tua termasuk pula kepala keluarga.
(3) Yang dimaksud dengan bapak termasuk pula orang yang menjalankan kekuasaan yang
sama dengan bapak.
(4) Yang dimaksud dengan anak termasuk pula orang yang berada di bawah kekuasaan yang
sama dengan kekuasaan bapak.
Pasal 92.
(1) (s.d. u. dg. S. 1931-240; UU No. 1 / 1946.) Yang dimaksud dengan pejabat termasuk pula
orang-orang yang dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan -aturan umum,
demikian juga orang-orang yang bukan karena pemilihan, menjadi anggota badan
pembentuk undang-undang, badan pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang
dibentuk oleh Pemerintah atau atas nama pemerintah; demikian juga semua anggota dewan
subak, dan semua kepala rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang
menjalankan kekuasaan yang sah.
(2) Yang dimaksud dengan pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang dimaksud
dengan hakim termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta
ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama.
(3) Semua anggota Angkatan Bersenjata juga dianggap sebagai pejabat. (KUHP 7, 52, 168,
209-217, 228, 294, 316, 3562, 413 dst., 552 dst.)
Pasal 92 bis

(s.d.t. dg. S. 1938-276.) Yang dimaksud dengan pengusaha ialah tiap tiap orang yang
menjalankan perusahaan. (KUHD 6.)

Pasal 93.
(1) Yang dimaksud dengan nakhoda ialah orang yang memegang kekuasaan di atas kapal atau
yang mewakilinya.

Page 19 of 110

(2) Yang dimaksud dengan Penumpang ialah semua orang yang berada di atas kapal, kecuali
nakhoda.
(3) Yang dimaksud dengan anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang berada di
atas kapal. (KUHD 341, 341d; KUHP 8, 325 dst., 438, 444 dst., 560 dst.)

Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.

Pasal 94.
Pasal 95

(s.d.u. dg. S. 1935-492, 565.) Yang dimaksud dengan kapal Indonesia ialah kapal yang

mempunyai surat laut atau pas kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut
aturan-aturan umum mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia. (Bdk. dg. Staatsblad yang

diberitahukan dalam KUHP pasal 8.)


(s.d.t. dg. UU No. 4 / 1976.)

Pasal 95a.

(1) Yang dimaksud dengan "Pesawat udara Indonesia" adalah pesawat udara yang didaftarkan
di Indonesia.
(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa
awak pesawat dan dioperasikan oleh Perusahaan penerbangan Indonesia.
Pasal 95b.

(s.d. t. dg. UU No. 4 / 1976.) Yang dimaksud dengan "dalam penerbangan" adalah sejak saat

semua pintu luar pesawat udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat
pintu dibuka untuk penurunan penumpang (disembarkasi).
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung sampai saat
penguasa yang berwenang mengambil alih tanggungiawab atas pesawat udara dan barang yang
ada di dalamnya.
Pasal 95c.

(s.d.t. dg. UU No. 4 / 1976.) Yang dimaksud dengan "dalam dinas" adalah jangka waktu sejak

pesawat udara disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu,
hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiap pendaratan.
Pasal 96.
(1) (s.d.u. dg. S. 1934-172, 337.) Yang dimaksud dengan musuh termasuk juga pemberontak.
Demikian juga, di situ termasuk negara atau kckuasaan yang akan menjadi lawan perang.
(KUHP 124, 126.)
(2) Yang dimaksud dengan perang termasuk juga permusuhan dengan daerah daerah swapraja,
demikian juga perang saudara. (KUHP 121, 123, 129, 363, 438.)
(3) Yang dimaksud dengan masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang
mengancam. Demikian juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah
diperintahkan mobilisasi Angkatan Bersenjata dan selama mobilisasi itu berlaku. (KUHP 122
dst., 126 dst., 29, 236 dst., 363, 387 dst.)
Pasal 97.
Yang dimaksud dengan hari ialah waktu selama dua puluh empat jam; yang dimaksud dengan
bulan adalah waktu selama tiga puluh hari. (KUHP 12, 18, 27, 30.)
Pasal 98.
Yang dimaksud dengan waktu malam ialah waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit.
(KUHP 167 dst., 363, 365.)

Page 20 of 110

Pasal 99.
Yang dimaksud dengan memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada
tetapi bukan untuk jalan masuk, atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja
digali; demikian juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup.
(KUHP 167 dst., 235, 363, 365.)
Pasal 100.
Yang dimaksud dengan anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang bukan
peruntukkan untuk membuka kunci. (KUHP 167 dst., 235, 363, 365.)
Pasal 101.
Yang dimaksud dengan temak ialah semua binatang berkuku satu, binatang memamah biak, dan
babi. (KUHP 363, 373, 379, 407, 494, 501, 549, 551.)

(s.d.t. dg. S. 1931-240.)

Pasal 101 bis

(1) Yang dimaksud dengan bangunan listrik ialah bangunan-bangunan yang gunanya untuk
membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau memberikan tenaga listrik; demikian juga
alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, alat-alat
pemasang, alat alat pendukung, dan alat-alat peringatan.
(2) Bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak termasuk bangunan listrik.

Dicabut dg. S. 1920-382.

Pasal 102.
ATURAN PENUTUP.

Pasal 103.
(s.d.u. dg. S. 1931-240.) Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini
juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan yang lain
diancam dengan pidana, kecuali bila oleh undang-undang ditentukan lain. (Sv. 391 dst.; IR. 367
dst.; RBg. 681 dst.; Inv. Sw. 4.)

Page 21 of 110

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)


(Wetboek van Strafrecht)
(S. 1915-732 jis. S. 1917-497, 645, mb. 1 Januari 1918, s.d.u.t.

dg. UU No. 1 / 1946).

BUKU KEDUA. KEJAHATAN.


BAB I.
KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA
(KUHP 5.)

(Bdk. dg. S. 1930-31 pasal 9.)

Pasal 104.
(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 1 / 1974.) Makar yang dilakukan dengan maksud akan

menghilangkan nyawa atau kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden atau dengan maksud
akan menjadikan mereka itu tidak cakap memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
(KUHP 41, 35, 87, 110, 128, 130 dst., 140, 164 dst., 328 dst., 338 dst., 487.)

Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
105.

Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.

Pasal 106.
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh
atau memisahkan sebagian wilayah negara dari yang lain, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP
41, 35, 87, 1 10, 128, 130 dst., 140, 164 dst.)

(s.d. u. dg. S. 1930-31.)

Pasal 107.

(1) Makar yang dilakukan dengan maksud untuk menggulingkan Pemerintah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1) diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
(KUHP 41, 35, 87, 88 bis, 108, 110, 111 bis, 128, 130 dst.,140, 164 dst.)

(s.d,u. dg. S. 1930-31.)

Pasal 108.

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun karena pemberontakan:
1o. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan senjata;
2o. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama
atau menggabungkan diri dengan gerombolan yang melawan Pemerintah dengan
senjata.
(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP 4 ,
12 3, 88, 106, 110, 111 bis, 128, 164 dst., 487.)
109. Dicabut dg. S. 1930-31.
Pasal 110.

Page 22 of 110

(s.d.u. dg. s. 1930-31.) (1) (s.d.a. dg. UU No. 1 / 1946.) Permufakatan untuk melakukan salah

satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan
ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.
(2) (s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang orang yang
dengan maksud seperti tersebut dalam pasal 104, 106, 107, dan 108, mempersiapkan atau
memperlancar kejahatan:
1o. berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut
serta melakukan kejahatan itu atau memberi bantuan pada waktu melakukan kejahatan
atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;
2o. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan bagi diri sendiri atau orang
lain untuk melakukan kejahatan;
3o. memiliki persediaan barang-barang yang dia ketahui berguna untuk melakukan
kejahatan;
4o. mempersiapkan atau mempunyai rencana untuk melaksanakan kejahatan yang
bertujuan untuk diberitahukan kepada orang lain;
5o. berusaha mencegah, menghalangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan oleh
pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan.
(3) Barang-barang seperti yang dimaksud dalani ayat (2) nomor 3o, dapat dirampas.
(4) Tidak dipidana barangsiapa yang temyata bermaksud hanya untuk mempersiapkan atau
memperlancar perubahanan ketatanegaraan dalam ati umum. (KUHP 4 dst., 35, 88, 125,
128, 164 dst.)
(5) Bila dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal ini, kejahatan
sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

(s.d.u. dg. UU No. 1/1946.)

Pasal 111.

(1) Barangsiapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud untuk
membujuknya supaya melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara,
memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu me-persiapkan mereka
untuk melakukan tindakan permusuhan atau perang terhadap negara, di-cam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Bila tindakan permusuhan dilakukan atau terjadi perang, diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun. (KUHP 35, 88, 128, 165.)

(s.d.t. dg. S. l930-31 .)

Pasal 111 bis

(1) Diancam dengan pidana lama enam tahun:


1. barangsiapa mengadakan hubungan dengan orang atau badan yang berkedudukan di
luar Indonesia, dengan maksud untuk membujuk orang atau badan itu supaya
membantu mempersiapkan memperlancar atau menggerakkan penggulingan
pemerintah, untuk meneguhkan niat orang atau badan itu atau menjanjikan atau
memberikan bantuan kepada orang atau badan itu atau menyiapkan, memperlancar
atau menggerakkan penggulingan petnerintah;
2. barangsiapa memasukkan suatu benda yang dapat digunakan untuk memberi bantuan
materil dalam mempersiapkan, memperlancar atau menggerakkan penggulingan
pemerintahan, sedangkan la mengetahui atau ada alasan kuat untuk menduga bahwa
benda itu akan dipakai untuk perbuatan tersebut;
3. barangsiapa mempunyai atau mengadakan perjanjian mengenai suatu benda yang
dapat digunakan untuk memberikan bantuan materiil dalam mempersiapkan,
memperlancar atau menggerakkan penggulingan pemerintahan, sedangkan ia
mengetahui atau ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa benda itu akan
dipakai untuk perbuatan tersebut dan bahwa benda itu atau barang lain sebagai

Page 23 of 110

penggantinya dimasukkan dengan tujuan tersebut atas diperuntukkan bagi tujuan itu
oleh orang atau badan yang berkedudukan di luar Indonesia.
(2) Benda-benda yang dipakai untuk melakukan kejahatan seperti tersebut dalam ayat (1)
nomor 2 dan 3 dapat dirampas. (S. 1930-31 pasal 9.)
Pasal 112.
(s.d.u. dg. UU No. 1/1946.) Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan, atau memberitahukan,
atau memberikan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan kepada negara asing,
sedangkan ia tahu bahwa surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan itu harus
dirahasiakan untuk kepentingan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun. (KUHP 35, 52, 124, 128, 165, 322.)
Pasal 113.
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan
kepada orang yang tidak berwenang mengetahui, untuk seluruhnya atau sebagian, suratsurat, peta-peta, rencana-rencana, gambar gambar atau benda-benda yang bersifat rahasia
dan bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari
luar, yang ada padanya atau yang isi, bentuk atau susunan benda-benda itu diketahui
olehnya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 114 dst., 119
dst., 124, 128, 164 dst., 240, 322.)
(2). Bila surat-surat atau benda-benda itu ada pada yang bersalah, atau bila ia mengetahui halhal itu karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 114.

(s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan

bahwa surat-surat atau benda-benda rahasia seperti tersebut dalam pasal 113, yang menjadi
tugasnya untuk menyimpan atau menaruhnya, diketahui oleh umum mengenai bentuk atau
susunannya untuk seluruhnya atau sebagian atau dikuasai atau diketahui oleh orang lain yang
tidak berwenang mengetahui, diancam dengan 1)idana penjara paling lama satu tahun enam
bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (KUHP 128.)
Pasal 115.
Barangsiapa melihat atau membaca surat-surat atau benda-benda rahasia seperti tersebut dalam
pasal 113, untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan diketahui atau seharusnya diduganya
bahwa benda-benda itu tidak dimaksud untuk diketahuinya, demikian pula bila membuat atau
menyuruh membuat salinan atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun juga,
membuat atau menyuruh buat teraan, gambaran atau tiruan surat-surat atau benda-benda
rahasia itu, atau bila tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat kehakiman, kepolisian
atau pamong praja, dalam hal benda-benda itu jatuh ke tangannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga tahun. (KUHP 116, 120, 128, 164 dst.)
Pasal 116.
Permufakatan untuk melakukan kejahatan seperti tersebut dalam pasal 113 dan 115, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun.
Pasal 117.

(s.d.u. dg. UU NO. 18/Prp/1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barangsiapa tanpa wewenang:
1. dengan sengaja memasuki bangunan Angkatan Darat atau Angkatan Laut, atau memasuki
kapal perang melalui jalan yang bukan jalan masuk biasa;

Page 24 of 110

2.
3.

(s. d. u. dg. UU No. 1/1 946.) dengan sengaja masuk ke dalam daerah, yang oleh Presiden
atau atas namanya, atau oleh penguasa tentara ditentukan sebagai daerah tentara yang
dilarang;
dengan sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau
mengangkut gambar-potret atau gambar-tangan maupun keterangan-keterangan atau
petunjuk-petunjuk lain mengenai daerah seperti tersebut dalam nomor 2o, beserta segala
sesuatu yang ada di situ. (KUHP 120, 128, 165, 570.)
Pasal 118.

(S.d.u. dg. UU NO. 18/Prp/1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau

pidana denda sembilan ribu rupiah, barangsiapa tanpa wewenang dengan sengaja membuat,
mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan atau mengangkut gambar-potret,
gambar-lukis atau gambar-tangan, pengukuran atau penulisan, maupun keterangan-keterangan
atau petunjuk-petunjuk lain mengenai suatu hal yang bersangkutan dengan kepentingan tentara.
(KUHP 120, 128, 165, 570.)

Pasal 119.
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun:
1o. barangsiapa memberi tempat menumpang kepada orang lain, yang diketahuinya mempunyai
niat atau sedang mencoba untuk mengetahui benda-benda rahasia seperti tersebut dalam
pasal 113, padahal ia tidak berwenang untuk itu, atau mempunyai niat atau sedang
mencoba untuk mengetahui letak, bentuk, susunan, persenjataan, perbekalan, perlengkapan
mesiu, atau kekuatan orang dari bangunan pertahanan atau suatu hal lain yang
bersangkutan dengan kepentingan tentara;
2o. barangsiapa menyembunyikan benda-benda yang diketahuinya bahwa dengan cara
bagaimanapun juga, akan diperlukan untuk melaksanakan niat seperti tersebut dalam nomor
1o. (KUHP 120, 128, 165.)
Pasal 120.
Bila kejahatan seperti tersebut dalam pasal 113, 115, 117, 118, dan 119 dilakukan dengan akal
curang seperti penyesatan, penyamaran, pemakaian nama atau kedudukan palsu, atau dengan
menawarkan atau menerima, membayangkan atau menjanjikan hadiah, keuntungan atau upah
dalam bentuk apa pun juga, atau dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, maka
pidana hilang kemerdekaan dapat diperberat menjadi dua kali lipat. (KUHP 128, 165)
Pasal 121.
(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Barangsiapa ditugaskan oleh pemerintah untuk berunding dengan

suatu negara asing, dan dalam perundingan itu dengan sengaja merugikan negara, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 35, 52, 124, 128, 165.)
Pasal 122.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1o. barangsiapa dalam masa perang yang tidak bersangkutan dengan Indonesia, dengan
sengaja melakukan perbuatan yang membahayakan kenetralan negara, atau dengan
sengaja melanggar suatu aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah, khusus
untuk menjaga kenetralan tersebut; (KUHP 962, 450 dst., 469.)
o
2 . barangsiapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan yang dikeluarkan dan
dumumkan Oleh Pemerintah untuk menjaga keselamatan negara. (KUHP 35, 96, 128, 165.)
Pasal 123.

(sd.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang warga negara Indonesia yang dengan sukarela masuk

tentara negara asing, padahal ia mengetahui bahwa negara itu sedang berperang dengan

Page 25 of 110

Indonesia, atau tak lama lagi akan berperang dengan Indonesia, diancam dalam hal terakhir bila
pecah perang, dengan pidana penjara paling lima belas tahun. (KUHP 35, 96, 128, 165.)
Pasal 124.
(1) Barangsiapa dalam masa perang dengan sengaja memberi bantuan kepada musuh atau
merugikan negara bagi keuntungan musuh, diancam dengan pidana penjara lima belas
tahun. (KUHP 96, 125, 128 dst.)
(2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun bila si pelaku:
1o. memberitahukan atau menyerahkan peta, rencana gambar atau penulisan mengenai
bangunan-bangunan tentara kepada musuh;
2o. menjadi mata-mata musuh, atau memberi tempat menumpang kepadanya.
(3) Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun dijatuhkan bila si pelaku :
1o. memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan atau merusak
suatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, gudang,
perbekalan perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat atau
bagian daripadanya, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu usaha
untuk menggenangi air atau karya tentara lainnya yang direncanakan atau
diselenggarakan untuk menangkis atau menyerang;
2o. menyebabkan atau memperlancar terjadinya huru-hara, pemberontakan atau desersi di
kalangan Angkatan Bersenjata.
Pasal 125.
Permufakatan untuk melakukan kejahatan seperti tersebut dalam pasal 124, diancam dengan
pidana penjara paling lama enam tahun. (KUHP 35, 88, 128 dst., 164 dst.)
Pasal 126.
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun barangsiapa dalam masa perang,
walaupun tidak dengan maksud untuk membantu musuh atau merugikan negara bagi
keuntungan musuh, dengan sengaja:
1o. memberi tempat menumpang kepada mata-mata musuh, menyembunyikannya atau
membantunya melarikan diri;
2o. menyebabkan atau memperlancar pelarian (desersi) prajurit yang bertugas untuk negara.
Pasal 127.
(1) Barangsiapa dalam masa perang melakukan tipu-muslihat dalam penyerahan barang-barang
keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa yang disuruh mengawasi penyerahan
barang-barang, membiarkan tipu-muslihat itu. (KUHP 41, 35, 43, 52, 96, 128 dst., 165, 388.)
Pasal 128.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan seperti
tersebut dalam pasal 104, dapat dipidana pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal
35 nomor 1o- 3o. (KUHP 1451.)
(2) (s.d. u. dg. S. 1930-31.) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 106-108, 110125, dapat dipidana pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 no. 1o- 3o.
(3) Dalam hal pemidanaan berdasarkan kejahatan pasal 127, yang bersalah dapat dipecat dari
pekerjaan yang dijalankannya ketika melakukan kejahatan itu; juga dapat dicabut hak-hak
tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o, dan dapat diperintahkan supaya putusan hakim
diumumkan. (KUHP 43, 165.)

Page 26 of 110

Pasal 129.
Pidana-pidana yang ditentukan terhadap perbuatan-perbuatan tersebut dalam pasal 124-127,
diterapkan bila salah satu perbuatan dilakukan terhadap atau bersangkutan dengan negara
sekutu dalam perang bersama. (KUHP 96, 165.)
BAB II.
KEJAHATAN TERHADAP MARTABAT
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
(KUHP 5.)

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.)


130. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
Pasal 131.
(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Setiap perbuatan penyerangan terhadap diri Presiden atau Wakil

Presiden, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama delapan tahun. (KUHP 4-1o, 35, 104, 130, 132, 141, 165, 335 dst.,
351 dst., 487.)
132. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
133. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
Pasal 134.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1 946 dan UU No. 18 / Prp / l960.) Penghinaan dengan sengaja terhadap

Presiden atau Wakil Presiden, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 35, 135, 139, 142 dst., 310 dst,
315, 488.)
135. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
136. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
Pasal 136 bis

(s.d.t. dg. S. 1939-134; s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.) Pengertian penghinaan seperti dimaksud

dalam pasal 134 mencakupjuga perumusan perbuatan dalam pasal 315, bila hal itu dilakukan di
luar kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak di muka
umum dengan lisan atau tulisan, namun di hadapan lebih dari empat orang, atau dihadapan
orang lain yang hadir bukan atas kehendaknya dan oleh karena itu merasa tersinggung.
Pasal 137.
(1) (s.d.u, dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 /Prp / I960.) Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan, atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi
penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden, dengan maksud supaya isinya yang
menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pekerjaannya, dan pada
saat itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka ia dapat dipecat dari hak menjalankan pekerjaan
tersebut. (KUHP 35, 144, 207, 310 dst., 315, 321, 483 dst., 488.)

Page 27 of 110

138. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.


Pasal 139.
(1) Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
(2) (s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Dalam hal pemidanaan berdasarkan
dalam pasal 131, dapat dipidana pencabutan hak-hak seperti tersebut
1o-4o.
(3) (s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Dalam hal pemidanaan berdasarkan
dalam pasal 134, dapat dipidana pencabutan hak-hak seperti tersebut
lo-41. (KUHP 145.)

perumusan kejahatan
dalam pasal 35 nomor
perumusan kejahatan
dalam pasal 35 nomor

BAB III.
KEJAHATAN TERHADAP NEGARA SAHABAT DAN TERHADAP
KEPALA NEGARA SAHABAT SERTA WAKILNYA.
Pasal 139a.

(s.d.t. dg. S. 1921-103 jo. 640.) Makar yang dilakukan dengan maksud untuk melepaskan

wilayah atau daerah lain dari suatu negara sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari
kekuasaan pemerintah yang berkuasa di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun. (KUHP 87, 139c.)
Pasal 139b.

(s.d.t. dg. S. 1921-103 jo. 640.) Makar yang dilakukan dengan maksud untuk menghapuskan

atau mengubah secara tidak sah bentuk pemerintahan negara sahabat atau daerahnya yang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 87, 139c.)
Pasal 139c.

(s.d.t. dg. S. 1921-103 jo. 640.) Permufakatan untuk melakukan kejahatan seperti tersebut

dalam pasal 139a dan 139b, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan.
(KUHP 88.)
Pasal 140.
(1) Makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja yang memerintah atau kepala lainnya dari
negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Bila makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu atau berakibat
kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama dua puluh tahun.
(3) Bila makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu serta berakibat
kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP 35, 87, 104 dst., 130,
141, 145, 328 dst., 338 dst., 487.)
Pasal 141.
Tiap-tiap perbuatan penyerangan terhadap diri raja yang memerintah atau kepala lainnya dari
negara sahabat, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35, 131 dst., 140, 145, 335 dst., 351 dst., 487.)
Pasal 142.

(s.d.u. dg. UU No. 18 /Prp / I960.) Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang memerintah

atau kepala lainnya dari negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 35, 134 dst., 143, 145,
310 dst., 488.)
Pasal 142a.

Page 28 of 110

(s.d.t. dg. UU No. 73 / 1958; s.d.u. dg. UU No. l8 / Prp / l960.) Barangsiapa menodai bendera
kebangsaan negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
Pasal 143.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No, 18 /Prp / 1960.) Penghinaan yang dilakukan dengan

sengaja terhadap wakil negara asing di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 35, 134 dst.,
142, 145, 310 dst., 488.)
Pasal 144.

(s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.)


(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / I960.) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau

menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja
yang memerintah atau kepala lainnya dan negara sahabat, atau wakil negara asing di
Indonesia dalamn pangkatnya, dengan maksud agar penghinaan itu diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan pekerjaannya, dan
pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang tetap karena kejahatan
semacam itu juga, ia dapat dipecat dari hak menjalankan pekerjaan tersebut. (KUHP 35,
137, 310 dst., 321 483 dst., 488.)
Pasal 145.
(1) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan seperti tersebut dalam pasal 140, dapat dipidana
pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 5o.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan seperti tersebut dalam pasal 141, dapat dipidana
pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o. (KUHP 139.)
(3) (s.d.u. dg. S. 1921-103, 640.) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan seperti tersebut
dalam pasal 139a, 139b, 139c, 142, dan 143, dapat dipidana pencabutan hak-hak seperti
tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 3o. (KUHP 139.)
BAB IV.
KEJAHATAN TERHADAP HAL MELAKUKAN KEWAJIBAN KENEGARAAN
DAN HAK KENEGARAAN.
Pasal 146.

(s.d. u. dg. S. 1931-240; UU No. 1 / 1946.) Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan

ancaman kekerasan membubarkan rapat badan pembuat undang-undang, badan pemerintahan


atau badan perwakilan rakyat yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, atau memaksa
badan-badan itu supaya mengambil atau tidak mengambil suatu putusan atau mengusir ketua
atau anggota rapat itu, diancam dengan pidana perjara paling lama sembilan tahun. (KUHP 35,
89, 153, 173, 175, 211 dst., 333, 335 dst.; ISR. 62 dst.; Prov. ord. 40 dst.; Reg. ord. 35 dst., 48
dst.; Stadsg. 47 dst.)
Pasal 147.

(s.d.u. dg. S. 1931-240; UU. NO. .1 / 1946.) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan merintangi ketua atau anggota badan pembuat undang-undang, badan
pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah,
untuk menghadiri rapat badan-badan itu atau untuk menjalankan kewajiban dengan bebas dan

Page 29 of 110

tidak terganggu di dalam rapat itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan. (KUHP 35, 89,153, 211 dst., 333, 335 dst.)
Pasal 148.
Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan sengaja
dan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, merintangi seseorang menggunakan hak
pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan. (KUHP 35, 89, 153, 333, 335, dst.)
Pasal 149.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 18 /Prp / l960.) Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan menurut
aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjardikan sesuatu, menyuap seseorang
supaya ia tidak menggunakan hak pilihnya atau supaya ia menggunakan hak itu dengan
cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana yang sama dikenakan kepada pemilih yang dengan menerima pemberian atau janji,
mau disuap supaya menggunakan atau tidak menggunakan haknya seperti di atas. (KUHP
35, 153, 209 dst., 418 dst.)
Pasal 150.
Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan menurut aturan-aturan umum, melakukan tipumuslihat sehingga suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang lain
daripada yang dimaksud oleh pemilih menjadi terpilih, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan. (KUHP 35, 153.)
Pasal 151.
Barangsiapa dengan sengaja memakai nama orang lain untuk ikut dalam pemilihan menurut
aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
(KUHP 35, 153.)
Pasal 152.
Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan menurut aturan-aturan umum dengan sengaja
menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau melakukan tipu-muslihat yang
menyebabkan putusan pemungutan suara itu menjadi lain dazipada yang seharusnya diperoleh
berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suarasuara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.
(KUHP 35, 153.)
Pasal 153.
(1) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan seperti tersebut dalam pasal 146, dapat dipidana
pencabutan hak -hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 3o
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan seperti tersebut dalam pasal 147-152, dapat
dipidana pencabutan hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 3o
BAB V.
KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM.
153 bis. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
153 ter. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
Pasal 154.

Page 30 of 110

(s.d.u. dg. S. 1918-292,293; UU No. 18 / Prp / I960.) Barangsiapa menyatakan rasa


permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia di muka umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. (KUHP 155 dst., 207.)
Pasal 154a.

(s.d.t. dg. UU No. 1 / 1946, UU No. 73 / 1958; s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa

menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
empat puluh lima ribu rupiah.

Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
Pasal 155.

(s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.)


(1) (s.d.u. dg. S. 1918 -292,293; UU NO. 18 / Prp / I960.) Barangsiapa menyiarkan,

mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan yang mengandung
pemyataan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia,
dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pekerjaannya
dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena
melakukan kejahatan semacam itu juga, maka yang hersangkutan dapat dipecat dari haknya
menjalankan pekerjaan tersebut. (KUHP 154, 156 dst., 207.)
Pasal 156.

(s.d.u. dg. S. 1918 -292, 293; UU No. 18 /PrP / 1960.) Barangsiapa menyatakan rasa

permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat
Indonesia di muka umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 154 dst.)
Yang dimaksud dengan "golongan" dalam pasal ini dan pasal berikutnya ialah tiap-tiap bagian
dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras,
negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata
negara.
Pasal 156a.

(s.d.t. dg. UU No. 1 /Pnps / 1965.) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun

barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Anotasi :
Pasal ini telah diubah ejaannya dari ejaan lama ke ejaan yang disempumakan.
Pasal 157.
(1) (s.d.u. dg. S. 1918-292, 293; UU No. 18 / Prp / I960.) Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan atau lukisan, yang isinya
mengandung pemyataan rasa permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau

Page 31 of 110

terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau
lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pekerjaanny dan
pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga, maka yang bersangkutan dapat dipecat dari haknya menjalankan
pekerjaan tersebut. (KUHP 154 dst., 321.)
Pasal 158.

(s.d.u. dg. S. 1927-256 jo. 383; UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa di Indonesia

menyelenggarakan pemilihan anggota untuk suatu lembaga kenegaraan asing, atau menyiapkan
ataupun memudahkan pemilihan itu, balk yang akan diadakan di Indonesia maupun di luar
negeri, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak
tujuh ribu lima ratus rupiah. (KUHP 159.)
Pasal 159.

(s.d.u. dg. S. 1927-256 jo. 383; UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa turut serta dalam

pemilihan, seperti yang dimaksud dalam pasal 158, balk yang diadakan di Indonesia maupun di
luar negeri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak seribu lima ratus rupiah. (KUHP 158.)
Pasal 160.

(s.d.u. dg. S. 1930-31; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan lisan atau tulisan

menghasut di muka umum supaya orang melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan
terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah
jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP
55-1o- 2o, 124, 126-2o, 154 dst., 161, 236 dst., 461.)
Pasal 161.
(1) (s.d.u. dg. S. 1930-31; UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan tulisan yang menghasut di muka umum supaya orang
melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau
menentang suatu hal lain seperti tersebut dalam pasal di atas, dengan maksud supaya isi
tulisan yang menghasut itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pekerjaannya
dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka yang bersangkutan dapat dipecat dari hak menjalankan
pekerjaan tersebut. (KUHP 35, 55-1-2o, 160, 483 dst.)

161 bis. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.


Pasal 162.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan lisan atau dengan tulisan menawarkan

di muka umum untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana untuk melakukan tindak
pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 56-2o, 163, 299.)
Pasal 163.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan tulisan yang berisi penawaran di muka umum untuk memberi keterangan,

Page 32 of 110

kesempatan atau sarana untuk melakukan tindak pidana dengan maksud agar penawaran
itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(KUHP 162.)
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pekerjaannya
dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena
kejahatan semacam itu juga, maka yang bersangkutan dapat dipecat dari haknya
menjalankan pekerjaan tersebut. (KUHP 35, 56-2o, 483 dst.)
Pasal 163bis.

(s.d.t. dg. S. 1925-197 jo. 273.)


(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan menggunakan salah satu sarana

tersebut dalam Pasal 55 nomor 2o berusaha membujuk orang lain supaya melakukan
kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu yang dapat dipidana tidak terjadi,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, tetapi dengan pengertian bahwa sekali-kali tidak dapat
dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang dapat dijatuhkan karena percobaan
kejahatan atau bila percobaan itu tidak dapat dipidana karena kejahatan itu sendiri.
Aturan tersebut tidak berlaku, bila kejahatan itu atau percobaan kejahatan itu tidak terjadi
karena kehendaknya sendiri
Pasal 164.

(s. d. u. dg, S. 1927-123, S. 1930-31; UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa

mengetahui ada suatu permufakatan untuk melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 104, 106,
l07, dan 108, 113, 115, 124, 187 atau 187 bis, sedang masih ada waktu untuk mencegah
kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat
kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana, bila
kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 88, 110, 116, 125, 166; Sv. 6
dst., 51.)
Pasal 165.
(1) (s.d.u. dg. S. 1930-31, S. 1931-24; UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp/ 1960.)
Barangsiapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan tersebut dalan
pasal 104, 106-108, 110-113, 115-129, dan 131 atau niat untuk lari dari tentara dalam masa
perang, untuk desersi, untuk membunuh dengan rencana, untuk menculik atau
memperkosa, atau mengetahui adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam Bab
VII kitab undang-undang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang, atau
untuk melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 224-228, 250, atau salah satu
kejahatan tersebut dalam pasal 264 dan 275, sepanjang mengenai surat kredit yang
diperuntukkan untuk diedarkan, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu,
dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat kehakiman, atau
kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana, bila kejahatan itu
jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 166, 187 dst., 285, 328, 340, 342 dst.; Sv. 6
dst., 51,)
(2) Pidana tersebut juga dikenakan terhadap orang yang mengetahui bahwa suatu kejahatan
tersebut dalam ayat (1) telah dilakukan, dan telah membahayakan nyawa orang pada saat
akibat masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memberitahukannya kepada pihak-pihak
tersebut dalam ayat (1).
Pasal 166.

Page 33 of 110

Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak terlaku bagi orang yang dengan memberitahukan hal
itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, bagi salah seorang
keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua atau
ketiga, bagi suami/istri atau bekas suami/istrinya, atau bagi orang lain yang bila dituntut,
berhubung dengan jabatan atau pekerjaannya, dimungkinkan pembebasan menjadi saksi
terhadap orang tersebut. (KUHP 221 dst., 367, 370, 376, 394, 404, 525; Sv. 7, 51, 145 dst.)
Pasal 167.
(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa masuk dengan paksa ke dalam rumah,
ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain secara melawan hukum atau
berada di situ secara melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya
tidak segera pergi dari situ, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barangsiapa masuk dengan merusak atau memanat, dengan anak kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu, atau barangsiapa tanpa setahu yang berhak terlebih
dahulu serta bukan karena kekeliruan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam,
dianggap masuk dengan paksa. (KUHP 98 dst.)
(3) Bila ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang,
maka ia diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun, empat bulan.
(4) Pidana tersebut dalam ayat (1) dan (3) dapat ditambah sepertiga bila yang melakukan
kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. (Rv. 448, 595; KUHP 168, 235, 363, 365,
429.)
Pasal 168.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa masuk dengan paksa ke dalam ruangan
untuk dinas umum secara melawan hukum, atau berada di situ secara melawan hukum, dan
atas permintaan pejabat yang berwenang tidak segera pergi dari situ, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barangsiapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci
palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, atau barangsiapa tanpa setahu pejabat
yang berwenang terlebih dahulu serta bukan karena kekeliruan masuk dan kedapatan di situ
pada waktu malam, dianggap masuk dengan paksa. (KUHP 98 dst.)
(3) Bila ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang,
maka la diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
(4) Pidana tersebut dalam ayat (1) dan (3) dapat ditambah sepertiga, bila yang melakukan
kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. (KUHP 167, 235, 363, 429.)
Pasal 169.

(s.d.u. dg. S. 1919-27, 561, S. 1935-85, 575.)

(1) urut serta dalam perkumpulan yang bertujuan untuk melakukan kejahatan, atau dalam
perkumpulan lain yang dilarang oleh aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
(2) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan untuk
melakukan pelanggaran, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Terhadap pendiri atau pengurus perkumpulan itu, pidana dapat ditambah sepertiga. (ISR.
165; S. 1970-64.)
Pasal 170.
(1) Barangsiapa secara terang-terangan dan secara bersama-sama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan. (KUHP 336.)

Page 34 of 110

(2) Yang bersalah diancam:


1o. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, bila la dengan sengaja menghancurkan
barang atau bila kekerasan yang digunakan itu mengakibatkan luka-luka;
2o. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan
luka berat; (KUHP 90.)
3o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila kekerasan itu mengakibatkan
kematian. (KUHP 487.)
(3) Pasal 89 tidak berlaku bagi pasal ini. (KUHP 336.)
171. Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.
Pasal 172.

(s.d.u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja mengganggu ketenangan
dengan teriakan-teriakan atau tanda-tanda bahaya palsu, diancam dengan pidana penjara paling
lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (KUHP 503.)

Pasal 173.
Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan merintangi rapat umum yang
diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun. (ISR. 165; KUHP 89, 146, 174
dst.)
Pasal 174.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang

diizinkan dengan jalan menimbulkan huru-hara atau suara gaduh, diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (ISR.
165; KUHP 173, 175 dst., 217dst.; Sv. 161, 255.)
Pasal 175.
Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan merintangi pertemuan
keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau
upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan. (ISR. 165, 174; KUHP 89, 146, 173 dst., 176.)
Pasal 176.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja mengganggu pertemuan

keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan atau
upacara penguburan jenazah, dengan menimbulkan huru-hara atau suara gaduh, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
seribu delapan ratus rupiah. (ISR. 165, 174; KUHP 174, 177, 217.)
Pasal 177.

(s.d. u. dg, UU No. 18 /Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan

dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah:
1o. barangsiapa menertawakan seorang Petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang
diizinkan;
2o. barangsiapa menghina benda-benda untuk keperluan ibadat di tempat atau pada waktu
ibadat dilangsungkan. (ISR. 173 dst.; KUHP 176.)
Pasal 178.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja merintangi atau menghalanghalangi jalan masuk yang diizinkan ke suatu kuburan atau pengangkutan mayat yang diizinkan ke
suatu kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana
derida paling banyak seribu delapan ratus rupiah. (KUHP 179.)

Page 35 of 110

Pasal 179.
Barangsiapa dengan sengaja menodai kuburan atau dengan sengaja dan dengan melawan
hukum menghancurkan atau merusak tanda peringatan yang didirikan di atas kuburan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (KUHP 406.)
Pasal 180.

(s.d. u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum

mengeluarkan atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang
sudah dikeluarkan atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 178 dst., 362.)
Pasal 181.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa mengubur, menyembunyikan, membawa atau

menghilangkan jenazah dengan maksud untuk menyembunyikan kematian atau kelahiran orang
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 221 dst., 277.)
BAB VI.
PERKELAHIAN TANDING.
Pasal 182.
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
1. barangsiapa menantang seseorang untuk perkelahian tanding atau menyuruh orang
menerima tantangan itu bila haL itu mengakibatkan perkelahian tanding; (KUHP 55, 183,
186.)
2. barangsiapa dengan sengaja menyampaikan tantangan, bila hat itu mengakibatkan
perkelahian landing. (KUHP 56.)
Pasal 183.

(s.d.u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, barangsiapa mencaci atau
mengejek seseorang di muka umum atau di hadapan pihak ketiga oleh karena yang
bersangkutan tidak mau menantang atau menolak tantangan untuk perkelahian landing. (KUHP
315.)

Pasal 184.
(1) Seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, bila dalam
perkelahian tanding itu ia tidak melukai tubuh pihak lawannya. (KUHP 351.)
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, barangsiapa melukai
tubuh lawannya. (KUHP 351, 353.)
(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa membuat tubuh
lawannya luka berat. (KUHP 90, 351, 353 dst.)
(4) Barangsiapa menghilangkan nyawa lawannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun, atau bila perkelahian landing itu dilakukan dengan perjanjian hidup atau mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 338 dst., 344, 351.)
(5) Percobaan perkelahian tanding tidak dipidana. (KUHP 53, 351.)
Pasal 185.
Bagi orang yang dalam perkelahian tanding menghilangkan nyawa lawan atau melukai tubuhnya,
diberlakukan ketentuan-ketentuan mengenai pembunuhan berencana, pembunuhan atau
penganiayaan: (KUHP 90, 338, 340 dst., 351 dst.)
1o. bila persyaratan perkelahian itu tidak diatur terlebih dahulu; (KUHP 186.)

Page 36 of 110

2o. bila perkelahian tanding itu tidak dilakukan di hadapan saksi kedua belah pihak; (KUHP
186.)
3o. bila pelaku dengan sengaja dan dengan merugikan lawan, bersalah melakukan perbuatan
penipuan atau yang menyimpang dari persyaratan. (KUHP 186.)
Pasal 186.
(1) Saksi dan dokter yang menghadiri perkelahian landing, tidak dipidana. (KUHP 56, 185.)
(2) Saksi diancam:
1o. dengan pidana penjara lama tiga tahun, bila persyaratan tidak diatur terlebih dahulu,
atau bila saksi menghasut kedua belah pihak untuk perkelahian tanding; (KUHP 55,
182, 185.)
2o. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, bila saksi dengan sengaja dan dengan
merugikan salah satu atau kedua belah pihak, bersalah melakukan perbuatan penipuan
atau membiarkan kedua belah pihak melakukan perbuatan penipuan, atau membiarkan
dilakukan penyimpangan dari persyaratan perkelahian itu. (KUHP 185-31.)
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai pembunuhan berencana, pembunuhan atau penganiayaan
diterapkan terhadap saksi dalam perkelahian tanding, jika salah satu pihak kehilangan
nyawanya atau menderita luka, bila ia dengan sengaja dan dengan merugikan pihak itu
bersalah melakukan perbuatan penipuan atau membiarkan penyimpangan dari persyaratan
yang merugikan yang kalah atau dilukai (KUHP 90, 185, 338, 340 dst., 351 dst.)
BAB VII.
KEJAHATAN YANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN UMUM
BAGI ORANG ATAU BARANG
(KUHP 165.)
Pasal 187.
Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila perbuatan tersebut menimbulkan
bahaya umum bagi barang;
2o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan tersebut menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain;
3o. dengan pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, bila
perbuatan tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang
mati. (KUHP 35, 206, 336, 338, 382, 410, 496.)

(s.d.t. dg. S. 1927-123.)

Pasal 187 bis

(1) Barangsiapa
membuat,
menerima,
berusaha
untuk
mendapat,
mempunyai,
menyembunyikan, mengangkut atau memasukkan ke Indonesia bahan-bahan, benda-benda
atau perkakas-perkakas yang diketahui atau seharusnya diduganya bahwa hal-hal itu
digunakan, atau kalau ada kesempatan akan digunakan, untuk menimbulkan ledakan yang
membahayakan nyawa orang atau menimbulkan bahaya umum bagi barang, diancam
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau pidana kurungan paling lama satu
tahun.
(2) tidak mampunya bahan-bahan, benda-benda atau perkakas-perkakas untuk menimbulkan
ledakan seperti tersebut dalam ayat (1), tidak menghapuskan pengenaan pidana.
Pasal 187 ter

(s.d.t. dg. S. 1927-123.) Permufakatan untuk melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam

pasal 187 dan 187 bis, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 188.

Page 37 of 110

(s.d.t. dg. UU No. 1 / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan kebakaran, ledakan

atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, bila karena
perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, bila karena perbuatan itu timbul bahaya bagi
nyawa orang lain, atau bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati.
Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
Pasal 189.
Barangsiapa pada waktu ada kebakaran atau akan ada kebakaran, dengan sengaja dan dengan
melawan hukum menyembunyikan atau merusak perkakas-perkakas atau alat-alat pemadam api
atau dengan cara apa pun mengganggu atau menghalang-halangi pekerjaan memadamkan api,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35, 206, 336.)
Pasal 190.
Barangsiapa pada waktu ada, atau akan ada banjir, dengan sengaja dan dengan melawan hukum
menyembunyikan atau merusak bahan-bahan untuk tanggul atau perkakas-perkakas atau
menggagalkan usaha untuk membetulkan tanggul-tanggul atau bangunan-bangunan pengairan,
atau merintangi usaha untuk mencegah atau menahan banjir, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun. (KUHP 35, 206, 336.)
Pasal 191.
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak atau membuat tak dapat dipakai
bangunan untuk menahan atau menyalurkan air, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun bila karena perbuatan itu timbul bahaya banjir. (KUHP 35, 206, 336, 406, 408.)

Pasal 191 bis


(s.d. t. dg. S. 1931-240.) Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak atau membuat
tak dapat dipakai bangunan listrik, atau menyebabkan jalan atau bekerjanya bangunan itu
terganggu, atau menggagalkan atau mempersulit usaha untuk menyelamatkan atau
membetulkan bangunan itu, diancam:
1o. (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / l960.) dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, bila karena perbuatan itu timbul
rintangan atau kesulitan dalam penyerahan tenaga listrik untuk kepentingan umum;
2o. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, bila perbuatan itu dapat menimbulkan
bahaya umum bagi barang;
3o. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, bila perbuatan itu dapat menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain;
4o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan itu dapat menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 336, 406,
408.)
Pasal 191 ter

(s.d.t. dg. S. 1931-240.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan suatu

bangunan listrik hancur, rusak atau tak dapat dipakai atau menyebabkan jalannya atau
bekerjanya bangunan itu jadi terganggu, atau menyebabkan usaha untuk menjaga keselamatan
atau memperbaiki bangunan itu menjadi terhalang atau menjadi sukar, diancam:
1o (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / l960.) dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, bila karena itu timbul rintangan atau kesukaran dalam
memberikan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau timbul bahaya umum bagi barang;

Page 38 of 110

2o. (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, bila karena itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3o. dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun, bila hal itu mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 101 bis, 206, 409.)
Pasal 192.
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak atau membuat tak dapat dipakai
bangunan untuk lalu-lintas umum, atau merintangi jalan umum darat atau air, atau
menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan atau jalan itu, diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, bila perbuatan itu dapat menimbulkan
bahaya bagi keamanan lalu-lintas,
2o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan itu dapat menimbulkan
bahaya bagi keamanan lalu-lintas dan mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 336, 406,
408; CP. 437.)
Pasal 193.
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bangunan untuk lalu-lintas
umum hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, atau menyebabkan jalan umum darat atau air
dirintangi, atau menyebabkan usaha untuk pengamanan bangunan atau jalan itu jadi gagal,
diancam:
1o. (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi keamanan lalulintas;
2o. dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 359 dst.,
409, 494.)
Pasal 194.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menimbulkan bahaya bagi lalu-lintas umum yang digerakkan
oleh tenaga uap atau tenaga mesin yang lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun. (KUHP 35, 187, 206, 336, 338.)
Pasal 195.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menimbulkan bahaya bagi lalu-lintas umum yang digerakkan oleh tenaga uap atau tenaga
mesin yang lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurunga paling lama satu tahun.
(KUHP 35, 206, 359 dst.)
Pasal 196.
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, mengambil atau memindahkan tanda
untuk keamanan pelayaran, atau merintangi bekerjanya tanda itu atau memasang tanda yang
keliru, diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya
bagi keamanan pelayaran;

Page 39 of 110

2o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan itu menimbulkan
bahaya bagi keamanan pelayaran dan mengakibatkan tenggelam atau terdampamya kapal;
3o. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi keamanan pelayaran
dan mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 336, 338.)
Pasal 197.
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan tanda untuk keamanan hancur,
rusak, diambil atau dipindahkan, atau menyebabkan dipasang tanda yang keliru, diancam :
1o. (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu mengakibatkan pelayaran tidak aman;
2o. (s.d. u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama sembiIan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, bila perbuatan itu mengakibatkan kapal tenggelam atau terdampar;
3o dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 359 dst.)
Pasal 198.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum menenggelamkan atau
mendamparkan, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak kapal, diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan itu menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain;
2o. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan
mengakibatkan orang mati. (KUHD 536-539, 699-15o, 752; KUHP 35, 199, 206, 336, 338,
382, 410, 496.)
Pasal 199.
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan kapal tenggelam atau terdampar,
hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, diancam:
1o. (s.d. u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi orang lain;
2o. dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun, bila perbuatan, itu mengakibatkan orang mati. (KUHD 536-539, 699-15o,
752; KUHP 35, 198, 206, 359 dst., 410.)
Pasal 200.
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak suatu gedung atau bangunan
diancam :
1o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya
umum bagi barang;
2o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila perbuatan itu menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain;
3o. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain dan
mengakibatkan orang mati. (KUHP 35, 206, 336, 382, 410, 496.)
Pasal 201.
Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan gedung atau bangunan jadi
hancur atau rusak, diancam:

Page 40 of 110

1o. (s.d. u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya umum bagi barang;
2o. (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, bila perbuatan itu menimbulkan bahaya bagi nyawa orang;
3o. dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling
lama satu tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, (KUHP 35, 206, 359 dst.)
Pasal 202.
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, mata air atau ke dalam
perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama, dengan
orang lain, padahal dia tahu bahwa karena perbuatan itu air akan menjadi berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun. (KUHP 35, 206, 336.)
Pasal 203.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan barang sesuatu masuk ke dalam sumur, pompa, mata air atau ke dalam
perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan
orang lain, sehingga karena perbuatan itu air lain menjadi berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(KUHP 35, 206, 359 dst.)
Pasal 204.
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang
diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, sedangkan sifat berbahaya itu
tidak diberitahukannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka Yang bersalah diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling
lama dua puluh
tahun. (KUHP 35, 43, 206, 336, 338, 386, 486, 501.)
Pasal 205.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan
atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh orang yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan orang mati, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(3) Barang itu dapat disita. (KUHP 35, 39, 41, 43, 206, 359 dst., 386.)
Pasal 206.
(1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan berdasarkan bab ini, yang bersalah
dapat dipecat dari hak menjalankan pekerjaannya yang dijalankan ketika melakukan
kejahatan tersebut. (KUHP 10, 35, 38.)

Page 41 of 110

(2) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 204 dan 205,
hakim dapat memerintahkan supaya putusan diumumkan. (KUHP 10, 43.)
BAB VIII.
KEJAHATAN TERHADAP PENGUASA UMUM
Pasal 207.

(s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946 dan UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja di muka

umum, dengan lisan atau dengan tulisan, menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada
di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 310, 488.)
Pasal 208.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 1/ 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyiarkan,
mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum suatu tulisan atau lukisan yang isinya
menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia dengan maksud supaya
isi yang menghina itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam pekerjaannya dan pada waktu itu
belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga, maka yang bersangkutan dapat dipecat dari haknya menjalankan
pekerjaan tersebut. (KUHP 137 dst., 144, 155, 157, 282, 321, 488.)
Pasal 209.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan
maksud untuk membujuknya supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
2o. barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat oleh sebab atau karena pejabat
itu dalam jabatannya sudah melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajibannya.
(2) Pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 4o dapat dijatuhkan. (KUHP
92, 149, 210, 418 dst.)
Pasal 210.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1o. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud
untuk mempengaruhi putusan hakim itu tentang perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili;
2o. (s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.) barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat
untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan tentang perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
(2) Bila pemberian atau janji itu dilakukan dengan maksud agar dalam perkara pidana
dijatuhkan pemidanaan, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
(3) Pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 4odapat dijatuhkan. (KUHP
92, 149, 210, 418 dst.; CP. 179 dst., 242.)
Pasal 211.

Page 42 of 110

Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang pejabat
untuk melakukan perbuatan jabatan atau untuk tidak melakukan perbuatan jabatan yang sah,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 89, 92, 146 dst., 213 dst., 335
dst., 459 dst.)
Pasal 212.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman

kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang
waktu itu menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat yang bersangkutan
sedang membantunya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP
89, 92, 146 dst., 213 dst., 335 dst., 459 dst., 525; Sv. 35 dst.)

Pasal 213.
Paksaan dan perlawanan tersebut dalam pasal 211 dan 212 diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama lima tahun, bila kejahatan atau perbuatan lainnya pada
waktu itu mengakibatkan luka-luka;
2o. dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, bila mengakibatkan lukaluka berat; (KUHP 90.)
3o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila mengakibatkan orang mati. (KUHP
215, 487,)
Pasal 214.
(1) Paksaan dan perlawanan tersebut dalam pasal 211 dan 212, bila dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(KUHP 460.)
(2) Yang bersalah dikenakan:
1o. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, bila kejahatan atau perbuatan
lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;
2o. pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila mengakibatkan luka berat; (KUHP 90.)
3o. pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila mengakibatkan orang mati. (KUHP
215, 487.)
Pasal 215.
Disamakan dengan pejabat dalam pasal 211 -214: (KUHP 92.)
1o. orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara
diserahi menjalankan suatu jabatan umum;
2o. pengurus dan para pegawai yang disumpah serta para pekeria pada jawatan kereta api dan
trem untuk lalu-lintas umum, di mana pengangkutan dijalankan dengan tenaga uap atau
tenaga mesin lainnya.
Pasal 216.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya
mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat yang tugasnya atau yang diberi kuasa untuk
mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barangsiapa dengan sengaja
mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan
undang-undang yang dilakukan oleh sah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah. (Sv. 2, 41.)
(2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
(KUHP 92.)

Page 43 of 110

(3) Bila pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah
sepertiga. (KUHP 92, 102, 218, 221.)
Pasal 217.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa membuat huru-hara dalam sidang pengadilan

atau di tempat di mana seorang pejabat sedang menjalankan tugasnya yang sah di muka umum,
dan tidak pergi sesudah diperintahkan oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam
dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan
ratus rupiah. (KUHP 92; Rv. 22; Sv. 254 dst., 259.)
Pasal 218.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan

sengaja tidak pergi dengan segera sesudah diperintahkan tiga kali oleh atau atas nama penguasa
yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (KUHP 214.)
Pasal 219.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa secara melawan hukum merobek, membuat tak

dapat dibaca atau merusak maklumat yang diumumkan atas nama penguasa yang berwenang
atau menurut ketentuan undang-undang, dengan maksud untuk mencegah atau menyulitkan
orang mengetahui isi maklumat itu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 102, 406, 526.)
Pasal 220.
Barangsiapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana,
padahal mengetahui bahwa hal itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan. (KUHP 72 dst., 317;Sv. 8, 18, 22.)
Pasal 221.
(1) (s.d.u. dg, UU NO. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. barangsiapa dengan sengaja menyeinbunyikan orang yang melakukan kejahatan atau
yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa, memberi pertolongan kepadanya
untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian,
atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau
untuk sementara menjalankan jabatan kepolisian; (KUHP 119, 124, 126, 216.)
2o barangsiapa setelah melakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk
menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan atau
penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda benda
terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan
lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman
atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang
terus-menerus atau untuk sementara menjalankan jabatan kepolisian. (KUHP 180 dst.,
216, 222, 231 dst.)
(2) Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud
untuk melepaskan atau menghindarkan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga
sedarah atau semendanya dalam garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua
atau ketiga, atau terhadap suami/istrinya atau bekas suami/istrinya. (KUHP 166, 367; Sv. 7,
51, 145 dst.)
Pasal 222.

Page 44 of 110

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / l960.) Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi
atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(KUHP 181, 221, 298.)

Pasal 223.
Barangsiapa dengan sengaja melepaskan orang atau menolong orang ketika meloloskan dirinya
yang ditahan atas perintah penguasa umum, atas pu tusan atau ketetapan hakim, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. (KUHP 426, 477.)
Pasal 224.
Barangsiapa dipanggil menurut undang-undang sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, dengan
sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya,
diancam:
1o. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan; (Sv. 37 dst., 51,
53 dst., 136 dst., 183, 239, 241, 246, 259; IR. 262 dst.)
2o. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. (KUHPerd. 1009; Rv.
154, 160, 171 dst., 175, 180, 184 dst., 189, 215 dst., 222, 225, 956, 965 dst.; KUHP 522; F.
65; IR. 148 dst; Onteig. 25 dst., 28-31.)
Pasal 225.
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah yang sah untuk menyerahkan surat-surat
yang dianggap palsu atau dipalsukan, atau yang harus dipakai untuk dibandingkan dengan surat
lain yang dianggap palsu atau dipalsukan atau yang kebenarannya disangkal atau tidak diakui,
diancam:
1o. dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan; (KUHP 234, 236
dst.)
2o. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan. (Rv. 157, 952.)
Pasal 226.
Barangsiapa dinyatakan pailit atau dalam keadaan tak mampu membayar utangnya atau sebagai
suami/istri orang yang pailit dalam perkawinan dengan persatuan harta kekayaan atau sebagai
pengurus atau komisaris suatu perseroan, perkumpulan atau yayasan yang dinyatakan pailit, dan
dipanggil menurut ketentuan undang-undang untuk memberi keterangan, dengan sengaja tidak
hadir tanpa alasan yang sah, atau enggan memberi keterangan yang diminta ataupun dengan
sengaja memberi keterangan yang salah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
empat bulan. (KUHPerd. 1618 dst., 1653 dst.; KUHD 36 dst., 44, 286, 308; S. 1870-64, S. 1933108, S. 1949-179; Ord. levensv. 97.)
Pasal 227.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa memakai suatu hak, padahal ia mengetahui

bahwa hak tadi telah dicabut dengan putusan hakim, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah. (KUHP 10, 35 dst.,
475.)
Pasal 228.

(s. d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja memakai

tanda kepangkatan atau melakukan perbuatan yang termasuk jabatan yang tidak dipegangnya
atau yang tidak boleh dijalankannya karena pemecatan sementara dari jabatan itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. (KUHP 35 dst.)
Pasal 229.

Page 45 of 110

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja memakai tanda kebesaran yang
berhubungan dengan pangkat atau gelar yang tidak dimilikinya, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. (KUHP 228, 507.)
230.

Dicabut dg. UU No. 1 / 1946.

Pasal 231.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menarik suatu barang yang disita berdasarkan ketentuan
undang-undang atau yang dititipkan atas perintah hakim, atau menyembunyikan barang itu,
padahal ia tahu bahwa barang itu ditarik dari sitaan atau simpanan itu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHPerd. 1730 dst., 1736 dst.; Rv. 299, 443 dst.,
453, 458, 714 dst., 720 dst., 751 dst., 757 dst., 1002.)
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak
atau membuat tak dapat dipakai barang yang disita berdasarkan ketentuan undang-undang.
(Rv. 459; KUHP 235, 406 dst.)
(3) Penyimpan barang yang dengan sengaja melakukan atau membiarkan dilakukan salah satu
kejahatan itu, atau membantu pelaku dalam perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun.
(4) (s.d. u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Bila salah satu perbuatan dilakukan karena kealpaan
penyimpan barang, maka ia diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau
pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah. (KUHP 52, 221, 235; Sv. 30, 153,
158, 169, 225, 231 dst.)
Pasal 232.
(1) Barangsiapa dengan sengaja memutuskan, membuang atau merusak penyegelan suatu
barang oleh atau atas nama penguasa umum yang berwenang, atau dengan cara lain
menggagalkan penutupan dengan segel, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan.
(2) Penyimpan barang yang dengan sengaja melakukan atau membiarkan perbuatan tersebut,
atau membantu pelaku dalam perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(3) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Bila perbuatan dilakukan karena kealpaan penyimpan
barang, maka ia diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana
denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah. (Rv. 652 dst.; KUHP 37, 235, 406 dst.; Sv.
33.)
Pasal 233.
Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai,
menghilangkan barang-barang yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan sesuatu di
muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat surat atau daftar-daftar yang atas perintah
penguasa umum, terus-menerus atau untuk sementara disimpan, atau diserahkan kepada
seorang pejabat, ataupun kepada orang lain untuk kepentingan umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun. (KUHD 6, 12; Rv. 123 dst., 140 dst., 154 dst.; KUHP 92, 235,
406 dst., 417; Sv. 30.)
Pasal 234.

(s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.) Barangsiapa dengan sengaja membuat tidak sampai ke alamatnya,

membuka, atau merusak surat-surat atau barang-barang lain yang diserahkan ke kantor pos atau
kantor telegrap, atau yang telah dimasukkan dalam kotak pos atau dipercayakan kepada seorang
pembawa surat, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (ISR. 142;
KUHP 52, 235, 406 dst., 430 dst.)

Page 46 of 110

Pasal 235.
Bila yang bersalah melakukan salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal 231-234, masuk
ke tempat melakukan kejahatan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, maka pidananya boleh
ditambah menjadi dua kali lipat. (KUHP 99 dst., 167 dst., 363, 365, 406 dst., 429.)
Pasal 236.
Barangsiapa pada waktu damai dengan menggunakan salah satu cara tersebut dalam pasal 55
nomor 21 sengaja menganjurkan seorang anggota tentara dalam dinas negara supaya melarikan
diri, atau mempermudahnya menurut salah satu cara tersebut dalam pasal 56, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan. (KUHP 124, 126, 160.)
Pasal 237.
Barangsiapa pada waktu damai dengan menggunakan salah satu cara tersebut dalam pasal 55
nomor 2o sengaja menganjurkan supaya ada huru-hara atau pemberontakan di kalangan anggota
Angkatan Bersenjata dalam dinas negara atau mempermudahnya menurut suatu cara yang
tersebut dalam pasal 56, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 124.)
Pasal 238.

(s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946 dan UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa persetujuan

Presiden mengajak seseorang untuk masuk tentara negara asing, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
Pasal 239.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa persetujuan

Presiden mengajak seorang warga negara Indonesia untuk bekerja di luar Indonesia atau untuk
memperlihatkan pertunjukan tentang kehidupan rakyat Indonesia di luar Indonesia, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (S. 1899-235)
Pasal 240.
(1) (s.d. u. dg. S. 1918-755, S. 1931-240.) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan:
1o. (s.d. u. dg. UU NO. 1 / 1946.) barangsiapa dengan sengaja membuat atau menyuruh
membuat dirinya tak mampu untuk memenuhi kewajiban tersebut dalain pasal 30
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;
2o. barangsiapa atas permintaan orang lain, dengan sengaja membuat orang itu tak
mampu memenuhi kewajiban tersebut.
(2) Bila dalam hal yang tersebut terakhir perbuatan itu mengakibatkan kematian, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 5.)
Pasal 241.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. Dicabut dg. UU No. 8 / Drt / 1955;
2o. barangsiapa dalam pengangkutan temak Yang diwajibkan memakai pas pengantar, pada
waktu mengangkut dengan sengaja memakai pas yang diberikan untuk temak lain, seolaholah diberikan untuk temak yang diangkutnya itu.
BAB IX.
SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU.
Pasal 242.

Page 47 of 110

(1) Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi


keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang
demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, dengan lisan atau
tulisan, secara pribadi atau melalui kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Bila keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan
terdakwa atau tersangkaa, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun.
(3) (s.d.u. dg. S. 1934-609.) Janji atau penguatan yang diharuskan menurut aturan-aturan
umum atau yang menjadi pangganti sumpah disamakan dengan sumpah.
(4) Pidana pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o dapat dijatuhkan.
(KUHPerd. 72 dst., 1866, 1882, 1895, 1911, 1929 dst., 1973; KUHD 747; F. 115 dst.; Rv.
173, 177, 189, 204, 314, 672; Sv. 81, 139, 155, 317 dst., 375 dst., 381 dst.)

Dicabut dg. S. 1931-240.

Pasal 243.

BAB X.
PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS.

(KUHP 4 2o; S. 1912 - 610, 611, S. 1913 - 444, 445; Inv. Sw. 6 - 216o.)
Pasal 244.

(s. d. u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) Barangsiapa meniru atau memalsukan mata uang atau uang
kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak palsu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 245.
(s.d. u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau
uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagi mata uang atau uang kertas asli dan
tidak palsu, padahal ditiru atau dipalsukan olehnya sendiri, atau waktu diteriina diketahuinya
bahwa tidak asli atau palsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia
mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh
mengedarkan sebagai uang asli dan tidak palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun. (KUHP 52, 165, 248, 252, 257, 260, 486.)
Pasal 246.
Barangsiapa mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh
mengedarkan uang yang dikurangi nilainya itu, diancam karena merusak uang dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 4-2o, 35, 52, 165, 248, 252, 486; S. 1912-610, 611.)
Pasal 247.

(s.d.u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang yang

dikurangi nilainya olehnya sendiri atau mengedarkan mata uang sebagai uang yang tidak rusak
padahal kerusakannya diketahuinya waktu diterima, ataupun barangsiapa menyimpan atau
memasukkan ke Indonesia uang yang demikian itu dengan maksud untuk mengedarkan atau
menyuruh mengedarkannya sebagai uang yang tidak rusak, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. (KUHP 35, 52, 165, 248, 252, 260, 486.)
248. Dicabut dg. S. 1938-593.
Pasal 249.

Page 48 of 110

(s. d. u. dg. S. 1926-359 jo. 429; UU No. 18/ Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja
mengedarkan mata uang yang tidak asli, palsu atau rusak atau uang kertas negara atau bank
yang palsu atau dipalsukan, diancam, kecuali yang ditentukan dalam pasal 245 dan 247, dengan
pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah,
Pasal 250.

(s. d. u. dg. S. 1926-359, 429, S. 1938-593; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa membuat atau

menyediakan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa itu digunakan untuk meniru,
memalsukan atau mengurangi nilai mata uang, atau untuk meniru atau memalsukan uang kertas
negara atau bank, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 250 bis

(s.d.t. dg. S. 1938-593.) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam bab ini, maka mata uang palsu, dipalsu atau dirusak, uang kertas negara atau
bank yang palsu atau dipalsukan, bahan bahan atau benda-benda yang menilik sifatnya
digunakan untuk meniru, memalsukan atau mengurangi nilai mata uang atau uang kertas,
sepanjang dipakai untuk atau menjadi obyek dalam melakukan kejahatan, dirampas, juga bila
barang-barang itu bukan kepunyaan terpidana.
Pasal 251.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun

atau pidana denda paling banyak sepuluh ribu rupiah, barangsiapa dengan sengaja atau tanpa
izin Pemerintah menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembaranlembaran perak, baik yang bercap maupun yang tidak bercap atau dikerjakan sedikit, sehingga
dapat dianggap sebagai mata uang, padahal nyata-nyata tidak akan digunakan sebagai perhiasan
atau tanda peringatan.
Pasal 252.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 244-247,
maka hak-hak seperti dimaksud dalam pasal 35 nomor 1o- 4o dapat dicabut.
BAB XI.
PEMALSUAN METERAI DAN MEREK.
(KUHP 4 2o S. 1912 - 610, 611; S. 1913 - 444, 445; Inv, Sw. 6 - 216o)
Pasal 253.

(s.d. u. dg. UU NO. 1 / 1946.) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1o. barangsiapa meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia,
dan barangsiapa meniru atau memaisukan tanda tangan yang diperlukan untuk sahnya
meterai itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai meterai itu
sebagai meterai yang asli dan tidak palsu atau yang sah;
2o. barangsiapa dengan maksud yang sama, membuat meterai tersebut dengan menggunakan
cap yang asli secara melawan hukum. (KUHP 35, 257, 260 dst., 486.)
Pasal 254.
Diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun:
1o. barangsiapa membubuhi barang-barang emas atau perak dengan merek negara yang
dipalsukan, atau dengan tanda keahlian menurut undang-undang yang dipalsukan atau
memalsukan merek atau tanda yang asli dengan maksud untuk memakai atau menyuruh
orang lain memakai seolah-olah merek atau tanda itu asli dan tidak palsu;

Page 49 of 110

2o. barangsiapa dengan maksud yang sama membubuhi merek atau tanda pada barang-barang
tersebut tadi, dengan menggunakan cap yang asli secara melawan hukum;
3o. barangsiapa memberi, menambahkan atau memindahkan merek negara yang asli atau
tanda keahlian yang asli menurut undang-undang pada barang emas atau perak yang lain
daripada yang semula dibubuhi merek atau tanda itu, dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai barang itu seolah-olah merek atau tanda dari semula sudah
dibubuhkan pada barang itu. (KUHP 35, 256 dst., 262, 486.)
Pasal 255.
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun: (S. 1928-255, 256.)
1o. barangsiapa membubuhkan tanda tera Indonesia yang palsu pada barang yang wajib ditera
atau yang atas permintaan yang berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi, atau
barangsiapa memalsukan tanda tera yang asli, dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai barang itu seolah-olah tanda teranya asli dan tidak palsu;
2o. barangsiapa dengan maksud yang sama membubuhkan merek pada barang tersebut
dengan menggunakan cap yang asli secara melawan hukum;
3o. barangsiapa memberi, menambah atau memindahkan tera Indonesia yang asli kepada
barang yang lain daripada yang semula dibubuhi tanda itu, dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh orang lain memakai barang itu seolah olah tanda tersebut dari semula sudah
dibubuhkan pada barang itu. (KUHP 35, 256 dst., 262, 486.)
Pasal 256.
Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun:
1o. barangsiapa secara palsu membubuhi merek lain daripada yang tersebut dalam pasal 254
dan 255, yang menurut ketentuan undang-undang harus atau boleh dibubuhkan pada
barang atau pada pembungkusnya, atau barangsiapa memalsukan merek yang asli itu,
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai barang itu seolah-olah
mereknya asli dan tidak palsu;
o
2 . barangsiapa yang dengan maksud yang sama membubuhkan merek pada barang atau pada
pembungkusnya dengan memakai cap yang asli secara melawan hukum;
3o. barangsiapa memakai merek yang asli untuk barang atau pembungkusnya, padahal merek
itu bukan untuk barang atau pembungkusnya itu, dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai barang itu seolah-olah merek tersebut ditentukan untuk
barang itu. (KUHP 35, 254 dst., 257, 262, 393, 486.)
Pasal 257.
Barangsiapa dengan sengaja memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai
persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke Indonesia, meterai, tanda atau merek yang tidak
asli, palsu atau dibuat secara melawan hukum, ataupun benda-benda di mana merek itu
dibubuhkan secara melawan hukum seolah-olah meterai, tanda atau merek itu asli, tidak palsu
dan tidak dibuat secara melawan hukum, ataupun tidak dibubuhkan secara melawan hukum
pada benda benda itu, diancam dengan pidana penjara yang sama dengan yang ditentukan
dalam pasal 253-256, menurut perbedaan yang ditentukan dalam pasal-pasal itu. (KUHP 35, 245,
260-2, 262, 272, 462, 486; S. 1928-265, 256.)
Pasal 258.
(1) Barangsiapa memalsukan ukuran atau takaran, anak timbangan atau timbangan yang sudah
dibubuhi tanda tera, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai
barang itu seolah-olah asli dan tidak palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga
tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai ukuran atau
takaran, anak timbangan atau timbangan yang dipalsukan, seolah-olah barang itu asli dan
tidak palsu. (KUHP 262, 486.)

Page 50 of 110

Pasal 259.
(1) Barangsiapa menghilangkan tanda apkir pada barang yang telah ditera dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai barang itu seolah-olah tidak diapkir,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
(2). Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai, menjual,
menawarkan, menyerahkan atau menyediakan untuk dijual suatu benda yang dihilangkan
tanda apkimya seolah-olah benda itu tidak diapkir. (KUHP 35, 260, 262, 486.)
Pasal 260.

(s.d.u. dg. S. 1941-491; UU NO. 1 / 1946.)


(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. barangsiapa pada meterai Pemerintah Indonesia yang telah dipakai, menghilangkan cap
yang gunanya untuk tidak memungkinkan pemakaiannya lagi, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakainya, seolah olah meterai itu belum
dipakai; .
2o. barangsiapa pada meterai Pemerintah Indonesia yang telah dipakai, dengan maksud
yang sama, menghilangkan tanda tangan, ciri atau tanggal pemakaiannya, yang
menurut ketentuan undang-undang harus dibubuhkan di atas atau pada meteraimeterai tersebut.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai, menjual,
menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia
meterai yang capnya, tanda tangannya, ciri atau tanggal pemakaiannya dihilangkan, seolaholah meterai itu belum dipakai. (KUHP 35, 253, 259, 262, 272, 486.)
Pasal 260 bis

(s.d.t. dg. S. 1926 359 jo. 429; s.d.u. dg. UU NO. 1 / 1946.)

(1) Ketentuan pasal 253,256, 257, dan 260 berlaku juga menurut perbedaan yang ditentukan
dalam pasal-pasal itu, bila perbuatan yang diterangkan di situ dilakukan terhadap meterai
atau merek yang dipakai oleh Jawatan Pos Indonesia atau suatu negara asing.
(2) Bila salah satu kejahatan itu dilakukan terhadap meterai atau merek yang dipakai oleh
jawatan pos negara asing, maksimum pidana pokok yang ditentukan bagi kejahatan itu
dikurangi sepertiga. (KUHP 262, 486.)
Pasal 261.

(s.d,u, dg. S. 1926 359 jo. 429.)


(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyimpan bahan atau benda Yang

diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam
pasal 253 atau dalam Pasal 260 bis berhubung dengan pasal 253, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bahan dan benda itu dirampas. (KUHP 9, 39, 250, 275.)
Pasal 262.

(s.d.u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 253-260 bis, maka hak-hak seperti dimaksud dalam pasal 35 nomor 1o
4o dapat dicabut.
BAB XII.
PEMALSUAN SURAT.
Pasal 263.

Page 51 of 110

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu
hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal
dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolaholah isinya benar dan tidak palsu, di. ancam bila pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau
yang dipalsukan seolah-olah asli, bila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
(KUHPerd. 1865, 1867 dst.; Rv. 148 dst.; KUHP 35, 52, 64, 276, 486; Sv. 231 dst.)
Pasal 264.
(1) (s.d.u. dg. S. 1939-573 jo. 717.) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling
lama delapan tahun, bila dilakukan terhadap:
1o. akta-akta otentik; (KUHPerd. 1868 dst.)
2o. surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu
lembaga umum;
3o. surat sero atau utang atau sertifikat sero atau utang dari suatu perkumpulan, yayasan,
perseroan atau maskapai;
4o. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam
nomor 2o. dan 3o, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
o
5 . surat kredit atau surat dagang yang disediakan untuk diedarkan.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut
dalam ayat (1), yang isinya tidak asli atau yang dipalsukan seolah olah benar dan tidak
dipalsukan, bila pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian. (KUHP 4-3o, 35, 52, 165,
266, 272 dst., 275 dst., 279, 416 dst., 486.)
265. Dicabut dg. S. 1926-359 jo. 429.
Pasal 266.
(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik
mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangan itu
sesuai dengan kebenarannya, diancam, bila pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian,
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut
seolah-olah isinya sesuai dengan kebenarannya, bila pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian. (KUHPerd. 13; Bs. I dst.; KUHD 22, 38, 353; Not. 22 dst., 28;
Overschr. 1 dst.; Tbs. 4 dst., 11 dst.; Coop. 5; KUHP 35, 52, 254-lo, 274, 276, 279, 451 ter,
452, 486.)
Pasal 267.
(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun. (S. 1937-350.)
(2) Bila keterangan itu diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam
rumah sakit jiwa atau supaya ia ditahan di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun enam bulan. (Krankz. 18 dst., 21, 23, 28 dst.)
(3) Barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah olah isinya sesuai
dengan kebenaran, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP 35, 268 dst., 276, 279, 486.)
Pasal 268.
(1) Barangsiapa membuat surat keterangan dokter yang palsu atau memalsukan surat
keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan

Page 52 of 110

maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
(2) Barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau
yang palsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak palsu, diancam dengan pidana yang sama.
(KUHP 53, 267, 269, 276, 279, 486.)
Pasal 269.
(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat keterangan tanda
kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima bekerja atau supaya
menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan.
(2) Barangsiapa dengan sengaja inemakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan
tersebut dalam ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan
pidana yang sama. (Rv. 875 dst.; KUHP 263, 267 dst.)
Pasal 270.
(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan pas jalan atau surat
penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut
ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk ke dan
menetap di Indonesia, atau barangsiapa menyuruh memberikan surat serupa itu atas nama
palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan
maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah asli dan
tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
(2) Barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsukan
seperti tersebut dalam ayat (1), seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsukan atau
seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP
263; S. 1916-47.)
Pasal 271.
(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau
atau sapi, atau menyuruh memberikan surat serupa itu atas nama palsu atau dengan
menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
(2) Barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut
dalam ayat (1), seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai
dengan kebenaran, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP 263.)
272. Dicabut dg. S. 1926-359 jo. 429.
273. Dicabut dg. S. 1926-359 jo. 429.

(s. d. u. dg. UU No. 1 / 1946.)

Pasal 274.

(1) Barangsiapa membuat secara tidak benar atau memalsukan surat keterangan seorang
pejabat selaku penguasa yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas suatu barang,
dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk
menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun.
(2) Barangsiapa dengan maksud seperti tersebut di atas memakai surat keterangan itu seolaholah asli dan tidak dipalsukan, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP 263 dst., 486.)

Page 53 of 110

Pasal 275.

(s.d.u. dg. S. 1926-359 jo. 429.) (1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyimpan

bahan atau benda yang diketahuinya akan digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan
sepeti tersebut dalam pasal 264 nomor 2o 5o, diancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bahan dan benda itu dirampas. (KUHP 10, 39, 165, 250, 261.)
Pasal 276.

(s. d. u. dg. 1926-359 jo. 429.) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan tersebut

dalam pasal 263-268, maka hak -hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o dapat dicabut.
BAB XIII.
KEJAHATAN TERHADAP ASAL USUL DAN PERKAWINAN.
(KUHP 37-1 sub 2o.)

Pasal 277.
(1) Barangsiapa dengan salah satu perbuatan dengan sengaja menggelapkan asal-usul
seseorang, diancam karena penggelapan asal - usul dengan pidana penjara paling lama
enam tahun. (KUHPerd. 261 dst.)
(2) Pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 4o dapat dijatuhkan.
(KUHPerd. 250 dst., 268; KUHP 37- 2o, 181, 278.)
Pasal 278.
Barangsiapa mengakui seorang anak sebagai anaknya sendiri menurut peraturan Kitab Undangundang Hukum Perdata, padahal diketahuinya bahwa dia bukan ayah dari anak tersebut,
diancam karena melakukan pengakuan palsu dengan pidana penjara paling lama tiga tahun.
(KUHPerd. 280 dst.; KUHP 37- 2o, 266; Not. 37b.)
Pasal 279.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: (KUHP 37 2o.)
1o. barangsiapa mengadakan perkawinan padahal ia mengetahui bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu ;
2o. barangsiapa mengadakan perkawinan padahal ia mengetahui bahwa perkawinanperkawinan pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk itu.
(2) Bila yang melakukan perbuatan seperti tersebut dalam ayat (1) nomor 1o menyembunyikan
kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk
kawin lagi, maka ia diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 5o dapat dijatuhkan.
(KUHPerd. 27 dst., 60, 714, 199; KUHP 5 1 lo, 436.)
Pasal 280.
Barangsiapa melangsungkan perkawinan dan dengan sengaja tidak memberitahukan kepada
pihak lain bahwa ada penghalang yang sah baginya untuk melangsungkan perkawinan itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, bila kemudian perkawinan itu
dinyatakan tidak sah berdasarkan penghalang tersebut. (KUHPerd. 27 dst., 85 dst.; KUHP 436.)
BAB XIV.
KEJAHATAN TERHADAP KESUSILAAN.
(KUHP 37-1 sub. 2o.)
Pasal 281.

Page 54 of 110

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling dua tahun delapan

bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :
1o barangsiapa dengan sengaja melanggar kesusilaan di muka umum;
2o. barangsiapa dengan sengaja melanggar kesusilaan di depan orang lain yang hadir di situ
bukan karena kehendaknya sendiri. (KUHP 35, 298, 532.)
Pasal 282.

(s.d.u. dg. S. 1932-62; UU No.18/Prp/1960.) (1) Barang siapa menyeiarkan, mempertunjukan


atau

Pasal 283

(s.d.u. dg. S. 1938-278.)


(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan

bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan,
memberikan untuk seterusnya maupun untuk sementara, menyerahkan atau
memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk
mencegah atau menggugurkan kandungan kepada seseorang yang belum dewasa, dan yang
diketahuinya atau patut dapat diduganya bahwa umur orang itu belum tujuh belastahun,
kalau isi tulisan, gambar, benda atau alat itu telah diketahuinya. (KUHP 282, 299, 533 dst.)
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa membacakan isi tulisan yang melanggar
kesusilaan di muka orang yang belum dewasa seperti tersebut dalam ayat yang lalu, kalau
isi tulisan tadi telah diketahuinya.
(3) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk seterusnya maupun
untuk sementara, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar atau benda yang
melanggar kesusilaan, ataupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kandungan
kepada seseorang yang belum dewasa seperti tersebut dalam ayat (1), kalau ada alasan
kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambar atau benda itu melanggar kesusilaan
atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kandungan. (KUHP 282, 283
bis, 299, 532-535.)
Pasal 283 bis

(s.d.t. dg. S. 1932-62.) Bila yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal

282 dan 283 dalam menjalankan pekerjaannya dan waktu itu belum lewat dua tahun sejak
adanya pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dicabut
haknya untuk menjalankan pekerjaan tersebut.
Pasal 284.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
1o a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel), padahal
diketahuinya bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya;
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah, padahal diketahuinya
bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya;
2o a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa
yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal
diketahuinya oleh bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata berlaku baginya;
(2) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan suami/istri yang tercemar; dan bila bagi
mereka berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dalam tenggang waktu tiga
bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu
juga.

Page 55 of 110

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai.
(5) Bila bagi suami-istri berlaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, pengaduan
tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum
putusan yang menyatakan pisah meja dan ranjang menjadi tetap. (KUHPerd. 32, 199 dst.,
207 dst., 216, 221, 233 dst., 245, 248, 272; Rv. 831 dst.; KUHP 35, 81, 298; Sv. 10 dst.,
409.)
Pasal 285.
Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang
bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun. (KUHPerd. 287; KUHP 35, 89, 291, 298, 335 dst.)
Pasal 286.
Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun. (KUHPerd. 287; KUHP 35, 291, 298.)
Pasal 287.
(1) Barangsiapa bersetubuh dengan sorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya bahwa umur wanita itu belum lima belas tahun, atau kalau
umumya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
(2) (s.d.u. dg. S. 1938-278.) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan, kecuali bila umur
wanita itu belum sampai dua belas tahun atau bila ada salah satu hal seperti tersebut dalam
pasal 291 dan pasal 294. (KUHPerd. 32, 272, 287; KUHP 35, 72 dst., 291, 298.)
Pasal 288.
(1) Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawinkan,
bila perbuatan itu mengakibatkan luka luka, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun. (KUHPerd. 287; KUHP 90, 298, 359 dst.)
Pasal 289.
Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan
yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
(KUHP 35, 89, 281 dst., 291, 298, 335.)
Pasal 290.
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1o. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal ia tahu bahwa orang
itu pingsan atau tidak berdaya;
2o. barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan sescorang, padahal ia tahu atau sepatutnya
harus diduganya, bahwa umur orang itu belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawinkan;
3o. barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umur orang itu belum lima belas tahun, atau kalau umumya tidak jelas, yang

Page 56 of 110

bersangkutan belum waktunya untuk dikawinkan, untuk melakukan atau membiarkan


dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. (KUHP
35, 289, 291, 298.)
Pasal 291.
(1) Bila salah satu kejahatan seperti tersebut dalam pasal 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas
tahun; (KUHP 90.)
(2) Bila salah satu kejahatan seperti tersebut dalam pasal 285, 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan kematian, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(KUHP 35, 298, 359 dst.)
Pasal 292.
Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain yang sama jenis kelaminnya
dengan dia yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun. (KUHP 294, 298.)
Pasal 293.
(1) (s.d.u. dg. S. 1938-278.) Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang,
menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan
sengaja membujuk seorang yang belum dewasa dan berkelakuan baik untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal dia tahu atau selayaknya
harus diduganya bahwa orang itu belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun.
(2) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan
kejahatan itu.
(3) Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini lamanya masing-masing
sembilan bulan dan dua belas bulan. (KUHP 89, 285, 298.)

(s.d.u. dg. S. 1938-278.)

Pasal 294.

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya,
anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum
dewasa yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara, dididik atau dijaga, ataupun dengan
pembantunya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun. (KUHP 91.)
(2) Diancam dengan pidana yang sama:
1o. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah
bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan
kepadanya; (KUHP 92.)
2o. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh di penjara, di tempat
pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau
lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan di
situ. (KUHPerd. 287; KUHP 35, 292, 295, 298.)
Pasal 295.
(1) (s.d.u. dg. S. 1938-278.) Diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama lima tahun barang siapa dengan sengaja
menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau
oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikannya atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh pembantunya atau bawahannya
yang belum cukup umur, dengan orang lain; (KUHP 91.)

Page 57 of 110

2o. dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, di luar yang tersebut dalam
nomor 1o di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau
yang seharusnya diduganya demikian, dengan orang lain.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pekerjaan atau kebiasaan, maka
pidananya dapat ditambah sepertiganya. (KUHP 35, 292, 294, 296, 298.)
Pasal 296.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau

memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai
pekerjaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. (KUHP 292, 294 dst., 298; Sv. 71; IR.
62; RBg. 498.)
Pasal 297.

(s.d.u. dg. S. 1932-62.) Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki laki yang belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (KUHP 296, 298.)

Pasal 298.
(1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284-290, dan
292-297, dapat dijatuhi pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 nomor 1o-5o.
(2) Bila yang bersalah melakukan salah satu kejahatan seperti tersebut dalam pasal 292-297
dalam melakukan pekerjaannya, maka hak untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.
(KUHP 35.)
Pasal 299.
(1) (s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa
dengan pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Bila yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan
tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juruobat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut. (KUHP 10, 283, 544 dst.)
Pasal 300.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. barangsiapa dengan sengaja menjual atau memberikan minuman yang memabukkan
kepada seseorang yang telah kelihatan mabuk; (KUHP 536.)
2o barangsiapa dengan sengaja membuat mabuk seorang anak yang umumya belum
cukup enam belas tahun; (KUHP 37-1 sub 21, 538.)
3o. barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa
orang untuk meminum minuman yang memabukkan, (KUHP 89, 335.)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 90, 360 dst.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP 359 dst.)
(4) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya untuk menjalankan pekerjaan itu dapat dicabut. (KUHP 35, 71-1 sub 2o, 536 dst.)
Pasal 301.

Page 58 of 110

Barangsiapa memberikan atau menyerahkan kepada orang lain seorang anak yang berada di
bawah kekuasaannya yang sah dan yang umumya kurang dari dua belas tahun, padahal dia tahu
bahwa anak itu akan dipakai untuk atau pada waktu mengemis atau untuk pekerjaan yang
berbahaya, atau yang dapat merusak keschalannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2-, 91, 295 dst.)
Pasal 302.

(s. d. u. dg. S. 1924-127; S. 1934-644,)


(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan
penganiayaan ringan terhadap hewan:
1o. barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas untuk mencapai
tujuan itu dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan
kesehatannya;
2o. barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas untuk mencapai
tujuan itu dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperiukan untuk hidup
kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan berada di
bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang harus dipeliharanya.
(2) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Bila perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari
seminggu, atau cacat atau menderita luka berat lainnya, atau mati, maka yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
(3) Bila hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
(4) Percobaan melakukan kejahatan itu tidak dipidana. (KUHP 5, 406, 540.)
Pasal 303.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 7 / 1974.) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat
izin:
1o. dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan
menjadikannya sebagai mata pencaharian, atau dengan sengaja turut serta dalam
suatu perusahaan perjudian;
2o. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk bermain
judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan perjudian, dengan tidak peduli
apakah untuk menggunakan kesempatan itu diadakan suatu syarat atau dipenuhi suatu
tata-cara;
3o. turut serta pada permainan judi sebagai mata pencaharian.
(2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka
haknya untuk menjalankan pekerjaan itu dapat dicabut.
(3) yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana kemungkinan
untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka,juga karena
pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga
segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak
diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
pertaruhan lainnya. (KUHP 37-1 sub 21, 542; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498; S. 1923-351.)

(s.d. t. dg. UU No. 7 / 1974.)

Pasal 303 bis

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
sepuluh juta rupiah:
1o. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar
ketentuan pasal 303;

Page 59 of 110

2o. barangsiapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di
tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau penguasa yang berwenang telah
memberi izin untuk mengadakan perjudian itu.
(2) Bila ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak pemidanaannya yang
menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, maka ia dapat dikenakan pidana
penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.
BAB XV.
MENINGGALKAN ORANG YANG PERLU DITOLONG.
(KUHP 37-1 sub 2o.)
Pasal 304.

(s. d. u dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau

membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, sedangkan menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 35, 306, 909, 359 dst.)
Pasal 305.
Barangsiapa menempatkan anak yang berumur di bawah tujuh tahun untuk ditemukan atau
meninggalkan anak itu dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (KUHP 35, 305 dst., 359 dst.)
Pasal 306.
(1) Bila salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 304 dan 305 mengakibatkan luka-luka berat,
maka yang bersalah dianeam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun enam bulan.
(KUHP 90.)
(2) Bila mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun. (KUHP 35, 307 dst., 359 dst.)
Pasal 307.
Bila yang melakukan kejahatan tersebut dalam pasal 305 adalah ayah atau ibu anak itu, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal 305 dan 306 dapat ditambah dengan sepertiga. (KUHP 35,
308 dst., 359 dst.)
Pasal 308.
Bila seorang ibu, karena takut akan diketahui orang bahwa ia telah melahirkan anak,
menempatkan anaknya itu untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk
melepaskan diri daripadanya, maka maksimum pidana tersebut dalam pasal 305 dan 306
dikurangi separuh. (KUHP 35, 305, 307, 309, 341 dst., 359 dst.)
Pasal 309.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 304-308, maka hak-hak
tersebut dalam pasal 35 No. 4o dapat dicabut.
BAB XVI.
PENGHINAAN.
Pasal 310.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan
atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar
hal itu diketahui umum, dianeam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Page 60 of 110

(2) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Bila hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang
disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, bila perbuatan itu jelas dilakukan
demi kepentingan umum atauo karena terpaksa untuk membelad diri. (KUHPerd. 1372 dst.;
KUHP 134 dst., 142 dst., 207, 311 dst., 315 dst., 319 dst.)
Pasal 311.
(1) Bila yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk
membuktikan kebenaran tuduhannya itu namun ia tidak dapat membuktikannya, dan
tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahuinya, maka dia diancam karena
melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor lo-3o dapat dijatuhkan. (KUHP 312 dst.,
488; Sv. 317 dst.)
Pasal 312.
Pembuktian kebenaran tuduhan itu dibolehkan hanya dalam hal-hal berikut:
1o. bila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran itu supaya dapat menimbang
keterangan terdakwa, bahwa perbuatan dilakukan demi kepentingan umum, atau karena
terpaksa untuk membela diri; (KUHP 310.)
2o. bila seorang pejabat dituduh melakukan suatu perbuatan dalam menjalankan tugasnya.
(KUHP 92, 311, 313 dst., 488.)
Pasal 313.
Pembuktian tersebut dalam pasal 312 tidak dibolehkan, bila hal yang dituduhkan hanya dapat
dituntut atas pengaduan dan pengaduan tidak dilakukan. (KUHP 488.)
Pasal 314.
(1) Bila orang yang dihina, dengan putusan hakim yang menjadi tetap, dinyatakan bersalah atas
hal yang dituduhkan itu, maka pemidanaan karena fitnah tidak boleh dijatuhkan.
(2) Bila dia dengan putusan hakim yang menjadi tetap dibebaskan dari hal yang dituduhkan,
maka putusan itu dipandang sebagai bukti sempuma bahwa tuduhan itu tidak benar.
(3) Bila penuntutan orang yang dihina telah dimulai karena hal yang dituduhkan kepadanya,
maka penuntutan karena fitnah dihentikan dulu sampai mendapat putusan yang menjadi
tetap tentang hal yang dituduhkan. (KUHPerd. 1918 dst.; KUHP 81, 311 dst., 488.)
Pasal 315.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat

pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di depan umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di depan orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 134 dst., 142 dst., 207 dst., 310, 316, 319, 488.)
Pasal 316.
Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal di atas dalam bab ini, dapat ditambah dengan
sepertiga bila yang dihina itu adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan
tugasnya yang sah. (KUHP 92, 310 dst., 315, 319, 488.)
Pasal 317.
(1) Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada
penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga

Page 61 of 110

kehormatan atau nama baik orang itu terserang, diancam karena melakukan pengaduan
fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor lo-3o dapat dijatuhkan. (KUHP 72, 220,
310, 488; Sv. 8.)
Pasal 318.
(1) Barangsiapa dengan suatu perbuatan sengaja menyebabkan seseorang secara palsu
disangka melakukan suatu tindak pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o-3o dapat dijatuhkan. (KUHP 488.)
Pasal 319.
Penghinaan yang diancam dengan pidana menurut bab ini dituntut hanya atas pengaduan dari
orang yang terkena kejahatan itu, kecuah dalam hal tersebut pasal 316. (KUHP 72, 3123, 488;
Sv. 10 dst.)
Pasal 320.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa terhadap seseorang yang sudah meninggal
melakukan perbuatan yang sekiranya orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran
atau pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Kejahatan ini dituntut hanya atas pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun
semenda dalam garis tums atau menyimpang sampai derajat kedua dari orang yang sudah
meninggal itu, atau atas pengaduan suami (istri)nya. (KUHPerd. 1375; KUHP 72 dst., 310,
319, 32 13.)
(3) Bila karena lembaga matriarkal kekuasaan ayah dilakukan oleh orang lain daripada ayah,
maka kejahatan itu juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu. (KUHP 91, 310, 319,
488.)
Pasal 321.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan atau gambar yang isinya menghina atau bagi orang
yang sudah meninggal mencemarkan namanya, dengan maksud supaya isi surat atau
gambar itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya,
sedangkan pada waktu itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi
tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka haknya untuk menjalankan pekerjaan
tersebut dapat dicabut.
(3) Kejahatan ini dituntut hanya kalau ada pengaduan dari orang yang ditunjuk dalam pasal 319
dan pasal 320 ayat (2) dan (3). (KUHP 35, 72 dst., 137 dst., 144,155,157, 161, 163, 208,
310, 315, 320, 483 dst., 488.)
BAB XVII.
MEMBUKA RAHASIA.
Pasal 322.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang
wajib disimpannya karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang
dulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.

Page 62 of 110

(2) Bila kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang, maka perbuatan itu dapat dituntut hanya
atas pengaduan orang itu. (RO. 41; Rv. 488b3; KUHP 72 dst., 112, 323; Sv. 7, 51.)
Pasal 323.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal
khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian, di mana ia bekerja atau
dulu bekerja, sedangkan ia harus merahasiakannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan butan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Kejahatan ini dituntut hanya atas pengaduan pengurus perusahaan itu. (KUHP 72 dst., 322.)
BAB XVIII.
KEJAHATAN TERHADAP KEMERDEKAAN ORANG.
Pasal 324.
Barangsiapa dengan biaya sendiri atau biaya orang lain menjalankan perdagangan budak atau
melakukan perbuatan perdagangan budak atau dengan sengaja turut serta secara langsung atau
tidak langsung dalam salah satu perbuatan tersebut di atas, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. (RO. 129-1 sub 2o; KUHP 35, 37-1 sub 2o, 337.)
Pasal 325.
(1) Barangsiapa bekerja atau bertugas sebagai nakhoda di kapal, sedangkan ia tahu bahwa
kapal itu digunakan untuk tujuan perdagangan budak, atau bila ia memakai kapal itu untuk
perdagangan budak, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Bila pengangkutan itu mengakibatkan kematian seorang budak atau lebih, maka nakhoda
diancam dengan pidana pertiara paling lama lima belas tahun. (RO. 129-1 sub 2o; KUHP 35,
37, 931, 335,- 337, 438-1 sub 1o, 444.)
Pasal 326.
Barangsiapa bekerja sebagai anak buah kapal di sebuah kapal, sedangkan ia tahu bahwa kapal
itu digunakan untuk tujuan atau keperluan perdagangan budak, atau dengan sukarela tetap
bertugas setelah mendengar bahwa kapal itu digunakan untuk tujuan atau keperluan
perdagangan budak, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (RO. 129-1
sub 2o; KUHP 35, 37,933, 335, 337, 438-1 sub 2o.)
Pasal 327.
Barangsiapa dengan biaya sendiri atau biaya orang lain, secara langsung atau tidak langsung
bekerja sama untuk menyewakan, memuati atau mengasuransikan sebuah kapal, sedangkan ia
tahu bahwa kapal itu digunakan untuk tujuan perdagangan budak, diancam dengan pidana
penjara paling lama delapan tahun. (RO. 129-1 sub 2o; KUHD 453 dst., 592 dst.; KUHP 35, 37,
337, 445 dst.)
Pasal 328.
Barangsiapa membawa pergi seseorang dari tempat kediamannya atau tempat-tinggalsementaranya dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara melawan hukum di bawah
kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk menyengsarakan orang itu, diancam
karena penculikan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 35, 37, 52, 79-2o,
165, 333, 3351, 337.)
Pasal 329.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum mengangkut orang ke daerah lain,
padahal orang itu telah membuat perjanjian untuk bekerja di suatu tempat, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 37, 79-2o, 337.)

Page 63 of 110

Pasal 330.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menarik seseorang yang belum cukup umur dari kekuasaan
yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dati pengawasan orang yang
berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Bila dalam hal ini dilakukan tipu-muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau bila
anak itu belum berumur dua belas tahun, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama
sembilan tahun. (KUHPerd. 299, 383; KUHP 35, 37, 79-2o, 89, 331 dst., 337,)
Pasal 331.
Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang belum dewasa yang ditarik atau
menarik diri dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari
pengawasan orang yang berwenang untuk itu, atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan
pejabat kehakiman atau kepolisian, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun,
atau bila anak itu berumur di bawah dua belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun. (KUHPerd. 299, 383; KUHP 35, 37, 56-2-, 92, 330, 332 dst., 337.)
Pasal 332.
(1) Bersalah karena melarikan wanita, diancam:
1o dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barangsiapa membawa pergi seorang
wanita yang belum dewasa, tanpa dikehendaki orang tuanya atau walinya tetapi
dengan persetujuannya, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap
wanita itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan; (KUHPerd. 299, 383; KUHP 912.)
2o. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, barangsiapa membawa pergi
seorang wanita dengan tipu-muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan
maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap wanita itu, baik di dalam maupun
di luar perkawinan. (KUHP 35, 89, 330 dst., 337.)
(2) Penuntutan dilakukan hanya atas pengaduan.
(3) Pengaduan dilakukan:
a. bila wanita itu sewaktu dibawa pergi belum dewasa, oleh dia sendiri, atau oleh orang
lain yang harus memberi izin bila dia kawin; (KUHPerd. 35-41; KUHP 72.)
b. bila wanita itu sewaktu dibawa pergi sudah dewasa, oleh dia sendiri atau oleh
suaminya.
(4) Bila yang membawa pergi lalu kawin dengan wanita yang dibawanya pergi itu dan terhadap
perkawinan itu berlaku aturan-aturan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka tak dapat
dijatuhkan pidana sebelum perkawinan itu dinyatakan batal. (KUHPerd. 91, 287; KUHP 72
dst., 81, 335, 337; Sv. 130, 409.)
Pasal 333.
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum merampas kemerdekaan
seseorang, atau meneruskan perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan
pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP 90.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
(4) Pidana yang ditentukan dalam pasal ini dijatuhkan juga kepada orang yang dengan sengaja
dan dengan melawan hukum memberi tempat untuk perampasan kemerdekaan. (ISR. 141;
Rv. 600; KUHP 35, 52, 56-2o, 79-2o, 328, 337.)
Pasal 334.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
kemerdekaan seseorang dirampas secara melawan hukum, atau menyebabkan

Page 64 of 110

diteruskannya perampasan kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana kurungan


paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam dengan
pidana kurungan paling lama sembilan bulan. (KUHP 90.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
kurungan paling lama satu tahun. (KUHP 165, 359, 427; Sv. 6, 18, 22, 368 dst.)
Pasal 335.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun
atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1o. (s.d.u. dg. S. 1920-868.) barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang lain
supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan,
dengan suatu perbuatan lain atau dengan perlakuan yang tak menyenangkan, atau
dengan ancaman kekerasan, dengan ancaman perbuatan lain atau dengan ancaman
perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain;
(KUHP 52, 89, 146 dst., 167 dst., 170, 173, 175, 211 dst., 285, 289, 300, 332, 336,
365, 368, 414, 421 dst., 438 dst., 459 dst.; Sv. 7.; IR. 62; RBg. 498.)
2o. barangsiapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (KUHP 183, 310,
369.)
(2) Dalam hal yang dimaksud dalam nomor 2o, kejahatan itu dituntut hanya atas pengaduan
orang yang terkena kejahatan itu.
Pasal 336.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun detapan bulan, barangsiapa
mengancam:
a. dengan kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum dengan tenaga
bersama;
b. dengan suatu kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau
barang;
c. dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar kesusilaan;
d. dengan suatu kejahatan terhadap nyawa;
e. dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran. (KUHP 170, 187 dst., 285, 313,
335, 338 dst., 354 dst., 406.)
(2) Bila ancaman itu dilakukan secara tertutis dan dengan suatu syarat, maka yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun. (KUHP 35, 170, 187, 285,.335 dst, 337;
Uitlev. 2-3o.)
Pasal 337.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 324-333 dan pasal 336
ayat (2), dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak seperti tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o.
BAB XIX.
KEJAHATAN TERHADAP NYAWA.
Pasal 338.
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun. (KUHP 35, 104 dst., 130, 140, 184-188, 336, 339
dst., 350, 487.)
Pasal 339.
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindak pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk

Page 65 of 110

melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana bila tertangkap tangan, ataupun
untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama
dua puluh tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o, 338, 350, 487; Sv. 24 dst.)
Pasal 340.
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. (KUHP 37-1 sub
2o, 104 dst., 130, 140, 165, 184 dst., 336, 338, 342 dst., 350, 353, 355, 444, 487.)
Pasal 341.
Seorang ibu yang karena takut akan diketahui bahwa ia melahirkan anak dengan sengaja
menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan atau tidak lama kemudian, diancam
karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 37-1 sub
2o, 308, 338, 342 dst., 487.)
Pasal 342.
Seorang ibu yang untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya karena takut akan diketahui
bahwa ia akan melahirkan anak, menghilangkan nyawa anaknya pada saat anak itu dilahirkan
atau tidak lama kemudian, diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan
berencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP 37-1 sub 2o, 308, 340
dst., 343, 487.)
Pasal 343.
Bagi orang lain yang turut serta melakukan, kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan
pasal 342 dipandang sebagai pembunuhan atau pembunuhan anak dengan berencana. (KUHP 55
dst., 338, 340.)
Pasal 344.
Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sungguh sungguh dari orang itu
sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o,
338, 350, 487.)
Pasal 345.
Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri. (KUHP 37-1 sub 2o, 56.)
Pasal 346.
Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP
37-1 sub 2o, 299, 347 dst., 349, 534 dst.)
Pasal 347.
(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
tanpa persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, ia diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o, 299, 349 dst., 487, 534 dst.)
Pasal 348.

Page 66 of 110

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita
dengan persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, ia diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o, 299, 349 dst., 487, 534 dst.)
Pasal 349.
Bila seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut dalam pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal itu dapat ditambah
denpn sepertiga dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaannya dalam mana
kejahatan itu dilakukan. (KUHP 35-1 sub 6o, 55 dst., 350.)
Pasal 350.
Dalam hal pemidanaan karena pembunuhan, karena pembunuhan berencana, atau karena salah
satu kejahatan tersebut dalam pasal 344, 347, dan 348, dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak
tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 5o. (KUHP 338 dst.)
PENGANIAYAAN.
Pasal 351.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. (Sv. 7 12; IR. 62; Rbg. 498.)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun. (KUHP 90; Uitlev. 2-2o.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 338.)
(4) Dengan sengaja merusak kesehatan orang disamakan dengan penganiayaan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. (KUHP 37-1sub 2o, 53, 184 dst.,
302, 353 dst., 356, 488.)
Pasal 352.
(1) (s.d.u. dg. S. 1927-417; UUNO. 18 / Prp / 1960.) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan
356, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
jabatan atau pekerjaan, diancam karena penganiayaan ringan,dengan pidana penjara paling
lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang
yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. (RO. 95-2o, 116.)
Pasal 353.
(1) Penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 90.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o, 338 dst., 340, 352, 355 dst.,
487; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498; Uitlev. 2-5o.)

Page 67 of 110

Pasal 354
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun. (KUHP 90, 3512)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun. (KUHP 37-1 sub 2o, 90, 338 dst., 356, 487; Uitlev. 2-5o.)
Pasal 355.
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun. (Uitlev. 2 5o.)
(2) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun. (KUHP 35, 37-1 sub 2o, 336, 340, 3513, 353, 356 dst.,
487.)
Pasal 356.
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
1o. bila kejahatan itu dilakukan terhadap ibunya, ayahnya yang sah, istrinya atau anaknya;
(KUHP 91, 307.)
2o. bila kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah; (KUHP 92, 211 dst., 316.)
3o. bila kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum.
Pasal 357
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 353 dan 355, dapat
dijatuhkan pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o.
Pasal 358.
Mereka yang dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat
beberapa orang, selain tanggungjawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan
olehnya, diancam:
1o. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, bila akibat penyerangan atau
perkelahian itu ada yang luka-luka berat; (KUHP 90.)
2o. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, bila akibatnya ada yang mati. (KUHP 37- 1
sub 2o, 338 dst.)
BAB XXI.
MENYEBABKAN MATI ATAU LUKA KARENA KEALPAAN.
Pasal 359.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan

orang lain meninggal, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun. (KUHP 1652, 187, 193-205, 334.)

Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1960.)

Pasal 360.

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapat luka
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun.
(2) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya)
menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara

Page 68 of 110

atau tidak dapat menjalankan jabatan atau pekerjaannya sementara, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah artinya.
Pasal 361.
Bila kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pekerjaan, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak yang bersalah untuk
menjalankan pekerjaan dalam mana dilakukan kejahatan itu dan hakim dapat memerintahkan
supaya putusannya diumumkan. (KUHP 10, 35, 43, 92.)
BAB XXII.
PENCURIAN.
Pasal 362.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau

sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum,
diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda
paling banyak sembilan ratus rupiah. (KUHP 35, 364, 366, 486.)

Pasal 363.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1o. pencurian ternak; (KUHP 101.)
2o. pencurian pada waktu terjadi kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut,
gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara,
pemberontakan atau bahaya perang;
o
3 . pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang
ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa diketahui atau tanpa
dikehendaki oleh yang berhak; (KUHP 98, 167 dst., 365.)
4o. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; (KUHP 364 dst.)
5o. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk dapat
mengambil barang yang hendak dicuri itu, dilakukan dengan merusak, memotong atau
memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian
jabatan palsu. (KUHP 99 dst., 364 dst.)
(2) Bila pencurian tersebut dalam nomor 3o disertai dengan salah satu hal dalam nomor 4o dan
5o, maka perbuatan itu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP
35, 366, 486,)
Pasal 364.

(s.d.u. dg. UU NO. 16 / Prp / 1960 dan UU NO. 18 / Prp / 1960.) Perbuatan yang diterangkan

dalam pasal:362 dan pasal 363 nomor 4o, demikian juga perbuatan yang diterangkan dalam
pasal 363 nomor 5o, bila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang
ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,
diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (RO. 95, 110, 116, 129; KUHP 482; S. 1948-17 pasal
8.)
Pasal 365.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau bila tertangkap

Page 69 of 110

tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta lainnya untuk melarikan diri, atau
untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (KUHP 89, 335.)
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1o. bila perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang
sedang berjalan; (KUHP 89, 363.)
2o. bila perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; (KUHP 363-1
sub 4o.)
o
3 . bila yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau
memanjat ataa dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu; (KUHP 99 dst., 363.)
4o bila perbuatan mengakibatkan luka berat. (KUHP 90.)
(3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun. (KUHP 35, 89, 366.)
(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama
waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat
atau kematian dan dflakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh
salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1o dan 3o. (KUHP 366, 368, 486.)
Pasal 366.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 362, 363, dan 365
dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o.
Pasal 367.
(1) Bila pelaku atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari
orang yang terkena kejahatan dan tidak terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta
kekayaan, maka terhadap pelaku atau pembantu itu tidak boleh diadakan tuntutan pidana.
(2) Bila dia adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan,
atau bila dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis
menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu dapat diadakan penuntutan hanya bila
ada pengaduan dari yang terkena kejahatan.
(3) Bila menurut lembaga matrialkal, kekuasaan ayah dilakukan oleh orang lain daripada ayah
kandung (sendiri), maka ketentuan ayat di atas berlaku juga bagi orang itu. (KUHP 55 dst.,
72 dst., 99, 370, 376, 394, 404, 411.)
BAB XXIII.
PEMERASAN DAN PENGANCAMAN.
Pasal 368.
(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya
orang itu memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang,
diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.
(2) Ketentuan pasal 365 ayat (2), (3), dan (4) berlaku bagi kejahatan ini. (KUHP 35, 89, 335,
370 dst., 486.)
Pasal 369.
(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran, baik dengan lisan
maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, supaya orang itu
memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau

Page 70 of 110

orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Kejahatan ini dituntut hanya atas pengaduan orang yang terkena kejahatan itu. (KUHP 35,
310, 335, 370 dst., 486.)
Pasal 370.
Ketentuan pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang diterangkan dalam bab ini.
Pasal 371.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, dapat
dijatuhkan pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 4o.
BAB XXIV.
PENGGELAPAN.
Pasal 372.

(s.d. u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum

memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
(KUHP 35, 43,373, 376 dst., 486; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498.)
Pasal 373.

(s.d.u. dg. UUNO. 16 / Prp / 1960 dan UUNO. l8 / Prp / 1960.) Perbuatan yang diterangkan

dalam pasal 372, bila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima
puluh rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan
atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (RO. 95, 110, 116, 129; KUHP 101, 376,
482.)
Pasal 374.
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang menguasai barang itu karena jabatannya atau
karena pekerjaannya atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun. (KUHP 35, 43, 376 dst., 415, 432, 486.)
Pasal 375.
Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang kepadanya barang itu terpaksa diberikan untuk
disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat,
pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang sesuatu yang dikuasainya selaku
demikian diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (KUHP 35, 43, 376 dst., 415,
432, 486; KUHPerd. 1703, 1709.)
Pasal 376.
Ketentuan pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang diterangkan dalam bab ini.
Pasal 377.
(1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 372, 374,
dan 375, hakim dapat memerintahkan pengumuman putusannya dan pencabutan hak-hak
tersebut dalam pasal 35 nomor 1o 4o.
(2) Bila yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka haknya untuk
menjalankan pekerjaan itu dapat dicabut. (KUHP 35.)
BAB XXV.
PENIPUAN.

Page 71 of 110

Pasal 378.
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu-muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 35, 43, 379, 494 dst., 486; Sv. 71; IR. 62; RBg.
498.)
Pasal 379.

(s. d. u. dg. UU No. 16 / Prp / 1960 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Perbuatan yang diterangkan

dalam pasal 378, bila barang yang diserahkan itu bukan ternak dan nilai barang, utang atau
piutang itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penipuan ringan dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
(KUHP 101, 482; Ro. 95-2o, 110, 116, 129.)
Pasal 379a.

(s.d.t. dg. S. 1930-19.) Barangsiapa menjadikan pembelian barang-barang sebagai mata

pencaharian atau kebiasaan, dengan maksud untuk memastikan penguasaan terhadap barangbarang itu untuk diri sendiri maupun untuk orang lain tanpa membayar lunas, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHPerd. 1457 dst., 1513 dst., 1517 dst., 1382 dst.;
Sv. 71; IR. 62; RBg. 498.)
Pasal 380.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah:
1o. barangsiapa menaruh suatu nama atau tanda palsu, memalsukan nama atau tanda
yang asli pada atau di dalam suatu karya kesusastraan, keilmuan, kesenian atau
kerajinan, dengan maksud supaya orang mengira bahwa itu benar-benar karya orang
yang nama atau tandanya ditaruh pada atau di dalamnya tadi;
2o barangsiapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai
persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia, karya kesusastraan, keilmuan,
kesenian atau kerajinan, yang di dalam atau padanya telah ditaruh nama atau tanda
yang palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsukan, seakan-akan itu
benar-benar karya orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.
(2) Bila hasil karya itu kepunyaan terpidana, maka boleh dirampas. (KUHP 39, 43, 393 dst.; Aut.
45.)

Pasal 381.
Barangsiapa dengan jalan tipu-muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaankeadaan yang berhubungan dengan pertanggungan sehingga penanggung itu menyetujui
perjanjian, yang tentu tidak akan disetujuinya atau sekurang-kurangnya tidak akan disetujuinya
dengan syarat-syarat demikian, bila sekiranya diketahuinya keadaan yang sebenarnya, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (KUHP 35, 43, 394 dst., 486; KUHD
dst., 276, 287 dst., 290 dst., 592 dst.; Uitiev. 2-16o.)
Pasal 382.
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum serta merugikan penanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah,
menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang yang dipertanggungkan terhadap
bahaya kebakaran, atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tak dapat dipakai, kapal yang dipertanggungkan, atau yang muatannya maupun upah
yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya dipertanggungkan, ataupun yang atasnya

Page 72 of 110

telah diterima uang bodemerij, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (KUHP
35, 43, 187 dst., 394 dst., 410, 486; KUHD 246 dst., 276, 287 dst., 290 dst., 592 dst.; Uitlev. 216o; CP. 434 dst.)
Pasal 382 bis

(s.d.t. dg. S. 1920-556; s.d.u. dg UUNO. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa untuk mendapatkan,

melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang
lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu,
diancam karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat
menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain itu.

Pasal 383.
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang
berbuat curang terhadap pembeli:
1o. karena ia dengan sengaja menyerahkan barang yang lain daripada yang ditunjuk untuk
dibeli;
2o. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan dengan menggunakan tipumuslihat. (KUHP 35, 43, 384, 394 dst., 486.)
Pasal 383 bis

(s.d.t. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2.) Pemegang konosemen yang dengan sengaja

mempergunakan beberapa eksemplar dari surat tersebut dengan titel yang memberatkan, dan
untuk beberapa orang penerima, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan. (KUHD 504, 506 dst.)
Pasal 384.

(s.d. u. dg. UU No. 16 / Prp / 1960 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Perbuatan yang dirumuskan

dalam pasal 383, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling
banyak sembilan ratus rupiah, bila jumlah keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari dua ratus
lima puluh rupiah. (KUHP 394 dst.; RO. 95-2o, 110, 116, 129.)
Pasal 385.
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun :
1o. barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak
tanah yang belum bersertifikat, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan di
atas tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak
atau turut mempunyai hak atasnya;
2o. barangsiapa dengan maksud yang sama menjual, menukarkan atau membebani dengan
credietverband, suatu hak tanah yang belum bersertifikat, atau suatu gedung, bangunan,
penanaman atau pembenihan di alas tanah yang juga telah dibebani credietverband, tanpa
pemberitahuan adanya beban itu kepada pihak yang lain;
3o. barangsiapa dengan maksud yang sama mengadakan credietverband mengenai suatu hak
tanah yang belum bersertifikat, dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah
dengan hak tadi sudah digadaikan;
4o. barangsiapa dengan maksud yang sama, menggadaikan atau menyewakan tanah dengan
hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak
atau turut mempunyai hak atas tanah itu;
5o. barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah
yang belum bersertifikat yang telah digadaikan, padahal ia tidak memberitahukan kepada
pihak yang lain bahwa tanah itu telah digadaikan;

Page 73 of 110

6o. barangsiapa dengan maksud yang sama, menjual atau menukarkan tanah dengan hak tanah
yang belum bersertifikat untuk suatu masa, padahal ia tahu bahwa tanah itu telah
disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga. (KUHP 266, 383, 394 dst., 404, 486; ISR.
51; Agr. besl. 1 dst., 8 dst.; Cred. verb. 1 dst., 15 dst.)
Pasal 386.
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang makanan, minuman atau
obat-obatan yang diketahuinya bahwa itu dipalsukan, sedangkan hal itu disembunyikannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) (s. d. u. dg. S. 1931-240.) Barang makanan, minuman atau obat-obatan itu dipalsukan, bila
nilainya atau faedahnya menjadi berkurang karena sudah dicampur dengan bahan lain.
(KUHP 35, 43, 383, 394 dst., 501.)
Pasal 387.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, seorang pemborong atau ahli
bangunan atau penjual bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada
waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang.
(2) Barangsiapa bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan barang barang itu dengan
sengaja membiarkan perbuatan yang curang itu, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP
35, 43, 193, 200 dst., 383, 394 dst., 486.)
Pasal 388.
(1) Barangsiapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan
Darat melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Barangsiapa bertugas mengawasi penyerahan barang-barang itu, dengan sengaja
membiarkan perbuatan yang curang itu, diancam dengan pidana yang sama. (KUHP 35, 43,
52, 127, 383, 394 dst., 486.)
Pasal 389.
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membuat tak dapat dipakai sesuatu
yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan. (KUHP 35, 43, 394 dst.)
Pasal 390.
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga
menjadi turun atau naik dengan menyiarkan kabar bohong, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan. (KUHP 35, 43, 394 dst.)
Pasal 391.
Barangsiapa yang menerima kewajiban atau memberi pertolongan untuk menjual surat utang
suatu negara atau bagiannya, atau suatu lembaga umum, sero, atau surat utang suatu
perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba membujuk khalayak umum supaya membeli
atau turut mengambil bagian, dengan sengaja menyembunyikan atau mengurangkan keadaan
yang sebenarnya, atau dengan memberi gambaran yang palsu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun. (KUHP 35, 43, 390, 394 dst.)
Pasal 392.

Page 74 of 110

(s.d. u. dg. S. 1939-573 jo. 717.) Seorang pengusaha, pengurus atau komisaris perseroan
terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang dengan sengaja mengumumkan daftar
atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan. (KUHP 35, 43, 394 dst., KUHD 6, 8, 17, 36 dst.; F. 123; Coop. 26 dst., 30.)
Pasal 393.
(1). (sdu.dg. S. 1924-96 jo. 177; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa memasukkan ke
Indonesia tanpa tujuan jelas untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menawarkan
menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan,
barang-barang yang diketahui atau seharusnya diduganya bahwa pada barang itu sendiri
atau pada pembungkusnya dipakai secara palsu nama, firma atau merek yang menjadi hak
orang lain atau, untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu, dengan
ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada
pembungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian walaupun dengan sedikit
perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan kejahatan itu belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka dapat dijatuhkan pidana
paling lama sembilan tahun. (KUHP 35, 43, 383, 394 dst., 501.)

(s.d.t. dg. S. 1927-23 jo. 75.)

Pasal 393 bis

(1) Seorang pengacara yang dengan sengaja memasukkan atau menyuruh masukkan dalam
surat permohonan cerai atau pisah meja dan ranjang, atau dalam surat permohonan pailit,
keterangan keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau pengutang,
padahal dia tahu atau sepatutnya harus diduganya bahwa keterangan-keterangan itu
bertentangan dengan yang sebenarnya, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun.
(2) Si suami (istri) yang mengajukan gugatan atau si pemiutang yang memasukkan permintaan
pailit, yang sengaja memberi keterangan palsu kepada pengacara seperti tersebut dalam
ayat (1), diancam dengan pidana yang sama.
Pasal 394.

(s.d.u. dg. S. 1927-23 jo. 75.) Ketentuan pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang

diterangkan dalam bab ini, kecuali bagi kejahatan yang diterangkan dalam ayat (2) pasal 393 bis,
sepanjang kejahatan itu dilakukan mengenai keterangan untuk memohon cerai atau pisah meja
dan ranjang.
Pasal 395.
(1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, hakim
dapat memerintahkan pengumuman putusannya dan hak yang bersalah dapat dicabut untuk
menjalankan pekerjaan dalam mana kejahatan itu dilakukan. (KUHP 35, 43.)
(2) (s.d.u. dg. S. 1927-23 jo. 75.) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 378, 382, 385, 387, 388, 393 bis, dapat dijatuhkan pencabutan
hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o.
BAB XXVI.
PERBUATAN MERUGIKAN PEMIUTANG
ATAU ORANG YANG MEMPUNYAI HAK.
Pasal 396.

Page 75 of 110

Seorang pengusaha yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diizinkan melepaskan budel
oleh pengadilan, diancam karena merugikan pemiutang dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan:
1o. bila pengeluarannya melewati batas;
2o. bila yang bersangkutan dengan maksud untuk menangguhkan kepailitannya telah meminjam
uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal dia tahu bahwa pinjaman itu tidak
dapat mencegah kepailitan;
3o. (s.d. u. dg. S. 1927-146.) bila dia tak dapat memperlihatkan dalam keadaan tak dapat
diubah buku-buku dan surat-surat untuk catatan menurut pasal 6 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang dan tulisan-tulisan yang harus disimpannya menurut pasal itu. (KUHP 43,
392, 398, 405, 517; KUHD 6 dst.; F. 1, 41 dst.; RO.129; Rv. 699 dst.)
Pasal 397.
Seorang pengusaha yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau diizinkan melepaskan budel oleh
pengadilan, diancam karena merugikan pemiutang secara curang bila yang bersangkutan untuk
mengurangi hak pemiutang secara curang: (Ro. 129.)
1o. membuat pengeluaran yang tak ada, atau tidak membukukan pendapatan, atau menarik
barang sesuatu dari budel;
2o. telah memindahtangankan (vervreemden) barang sesuatu dengan cuma cuma atau jelas di
bawah harganya;
3o. dengan suatu cara menguntungkan salah seorang pemiutang pada waktu ia pailit atau pada
saat dia tahu bahwa kepailitan tak dapat dicegah lagi;
4o. tidak memenuhi kewajibannya untuk membuat catatan menurut pasal 6 alinea pertama
Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau untuk menyimpan dan memperlihatkan bukubuku, surat-surat, dan tulisan-tulisan seperti tersebut dalam alinea ketiga pasal tersebut.
(KUHP 35, 43, 392, 399, 402, 405, 486; KUHPerd. 1341; KUHD 6 dst.; F. 1, 19, 22 dst., 89;
Rv. 699 dst.)
Pasal 398.

(s.d.u. dg. S. 1927-146, S. 1939-573 jo. 717.) Seorang pengurus atau komisaris perseroan

terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan pailit atau yang
penyelesaiannya oleh pengadilan telah diperintahkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan:
1o. bila yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, yang menyebabkan seluruh atau
sebagian besar dari kerugian yang diderita oleh perseroan, maskapai atau perkumpulan;
2o. bila yang bersangkutan dengan maksud untuk menangguhkan kepailitan atau penyelesaian
perseroan, maskapai atau perkumpulan, turut membantu atau mengizinkan peminjaman
uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, padahal dia tahu bahwa kepailitan atau
penyelesaiannya tak dapat dicegah lagi;
3o. bila yang bersangkutan dapat dipersalahkan tidak memenuhi kewajiban seperti tersebut
dalam pasal 6 alinea pertama Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan pasal 27 ayat (1)
ordonansi tentang maskapai andil Indonesia, atau bahwa buku-buku dan surat-surat yang
memuat catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang disimpan menurut pasal tadi, tidak dapat
diperlihatkannya dalam keadaan tak diubah. (RO. 129; KUHP 43, 392, 396, 403, 405; KUHD
6 dst., 36, 44 dst.;F.1; Coop. 5, 30 dst., 39; Ord. Levensv. 97.)
Pasal 399.

(s.d.u. dg. S. 1927-146, S. 1936-573 jo. 717.) Seorang pengurus atau komisaris perseroan

terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan pailit atau yang
penyelesaiannya oleh pengadilan telah diperintahkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun, bila yang bersangkutan mengurangi secara curang hak-hak pemiutang pada
perseroan, maskapai atau perkumpulan untuk: (RO. 129.)

Page 76 of 110

1o. membuat pengeluaran yang tak ada, atau tidak membukukan pendapatan atau menarik
barang sesuatu dari budel.
2o. telah memindahtangankan (vervreemden) barang sesuatu dengan cuma cuma atau jelas di
bawah harganya;
3o. dengan suatu cara menguntungkan salah seorang pemiutang pada waktu kepailitan atau
penyelesaian, ataupun pada saat dia tahu bahwa kepailitan atau penyelesaian tadi tak dapat
dicegah lagi;
4o. tidak memenuhi kewajibannya untuk membuat catatan menurut pasal 6 alinea pertama
Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau pasal 27 ayat (1) ordonansi tentang maskapai
andil Indonesia, dan tentang menyimpan dan memperlihatkan buku-buku, surat-surat dan
tulisan-tulisan menurut pasal-pasal itu. (KUHP 35, 43, 392, 397, 405, 486; KUHD 6 dst., 36,
44 dst.; F. 1, 19, 22, 41 dst., 70; Coop. 30-33, 36, 39; Ord. Levensv. 97.)
Pasal 400.

(s.d. u. dg. S. 1939-573 jo. 717.) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam

bulan, barangsiapa yang untuk mengurangi dengan penipuan hak-hak pemiutang: (RO. 129.)
1o dalam hal pelepasan budel, kepailitan atau penyelesaian, atau pada waktu diketahui akan
terjadi salah satu di antaranya dan kemudian benar-benar terjadi pelepasan budel,
kepailitan atau penyelesaian, menarik barang sesuatu dari budel atau menerima
pembayaran, baik dari piutang yang belum dapat ditagih maupun piutang yang sudah dapat
ditagih, dalam hal terakhir dengan diketahuinya bahwa kepailitan atau penyelesaian
pengutang sudah dimohonkan, atau akibat rundingan dengan pengutang;
2o. pada waktu verifikasi piutang-piutang dalam hal pelepasan budel, kepailitan atau
penyelesaian, mengaku adanya piutang yang tak ada, atau memperbesar jumlah piutang
yang ada. (KUHP 35, 43, 397-1o, 399-1o, 405, 486; F. 1, 19, 22, 41 dst.; S. 1939-571.)
Pasal 401.
(1) Seorang pemiutang yang menyetujui tawaran persetujuan di muka pengadilan karena telah
ada persetujuan dengan pengutang maupun pihak ketiga di mana si pengutang meminta
keuntungan istimewa, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan,
bila persetujuan itu diterima.
(2) (s.d.u. dg. S. 1937-590.) Dalam hal demikian itu pengutang juga diancam dengan pidana
yang sama, atau bila pengutang adalah perseroan, maskapai, perkumpulan atau yayasan,
yang diancam adalah pengurus atau komisaris yang mengadakan persetuiuan. (KUHP 43,
405; F. 1, 27, 134 dst., 1493.)
Pasal 402.
Barangsiapa dinyatakan dalam keadaan jelas tak mampu atau bila bukan pengusaha, dinyatakan
pailit atau dibolehkan melepaskan budel, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun
enam bulan, bila yang bersangkutan secara curang mengurangi hak-hak pemiutang dengan
mengaku adanya pengeluaran yang tak ada, atau menyembunyikan pendapatan, atau menarik
barang sesuatu dari budel, ataupun telah memindahtangankan barang sesuatu dengan cumacuma atau jelas di bawah harganya, atau pada waktu ketidakmampuannya, pelepasan budelnya
atau kepailitannya, atau pada saat dia tahu bahwa salah satu dari keadaan tadi tak dapat
dicegah, menguntungkan salah seorang pemiutang dengan suatu cara. (KUHP 35, 43, 397, 405,
486; RO. 129; F. 1; R;V. 699 dst.)
Pasal 403.

(s.d. u. dg. S. 1939-573 jo. 717; UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pengurus atau komisaris

perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi di luar ketentuan pasal
398, turut membantu atau mengizinkan dilakukan perbuatan yang bertentangan dengan
anggaran dasar, sehingga perseroan, maskapai atau perkumpulan itu tak dapat memenuhi

Page 77 of 110

kewajibannya, atau harus dibubarkan, diancam dengan pidana denda paling banyak seratus lima
puluh ribu rupiah. (KUHP 392, 398-1o; KUHD 452; Coop. 31-34; Ord. Levensv. 97.)
Pasal 404.
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun :
1o. barangsiapa dengan sengaja menarik barang milik sendiri, atau barang orang lain untuk
kepentingan pemiliknya, dari orang yang mempunyai hak gadai, hak menahan, hak pungut
hasil atau hak pakai atasnya; (KUHPerd. 575 dst., 715, 725, 756 dst., 818 dst., 1150 dst.,
1364, 1616, 1729, 1812; KUHD 85, 85a; F. 59.)
2o. barangsiapa dengan sengaja untuk seluruhnya atau sebagian, menarik barang milik sendiri
atau barang orang lain untuk kepentingan pemiliknya, dari ikatan hipotek atasnya, dengan
merugikan pemiutang hipotek; (KUHPerd. 1162 dst.)
3o. barangsiapa dengan sengaja menarik seluruh atau sebagian barang, yang olehnya dibebani
ikatan panen, dari pemiutang dengan tanggungan itu, atau untuk kepentingan si pengutang
dengan tanggungan itu, menarik suatu barang yang telah dijadikan tanggungan oleh si
pengutang, dengan merugikan si pemiutang;
4o. barangsiapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian, menarik suatu barang milik
sendiri atau barang orang lain untuk kepentingan pemiliknya, dari ikatan kredit atasnya,
dengan merugikan si pemiutang dengan ikatan kredit itu.
(2) Ketentuan pasal 367 berlaku juga bagi kejahatan ini. (KUHP 385.)
Pasal 405.
(1) Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 397, 399,
400, dan 402, yang bersalah dapat dicabut hak-haknya seperti tersebut dalam pasal 35
nomor 1o- 4o.
(2) Pemidanaan karena salah satu kejahatan seperti yang diterangkan dalam pasal 396- 402,
dapat diperintahkan supaya putusan hakim diumumkan.(KUHP 43 dst.)
BAB XXVII.
MENGHANCURKAN ATAU MERUSAKKAN BARANG.
Pasal 406.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan
hukum menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. (KUHP 231-235, 407, 411.)
(2) Diancam dengan pidana yang sama orang yang dengan sengaja dan secara melawan hukum
membunuh, merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain. (KUHP 170, 231, 233 dst., 302, 4072 , 411 dst.,
472.)
Pasal 407.

(s.d. u. dg. UUNO. 16 / Prp / 1960 dan UUNO. 18 / Prp / 1960.)

(1) Perbuatan perbuatan yang diterangkan dalam pasal 406, bila nilai kerugian tidak lebih dari
dua ratus lima puluh rupiah, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (KUHP 411 dst.; RO. 95-2o, 116, 129.)
(2) Bila perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406 ayat (2) itu dilakukan dengan
memasukkan bahan-bahan yang merusak nyawa atau kesehatan, atau bila hewan itu
termasuk dalam pasal 101, maka ketentuan ayat (1) tidak berlaku. (KUHP 231 dst., 411,
472.)
Pasal 408.

Page 78 of 110

(s.d.u. dg. S. 1931-240.) Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan hukum

menghancurkan, merusak atau membuat tak dapat dipakai bangunan-bangunan kereta api,
trem, telegraf, telepon atau listrik, atau bangunan bangunan untuk membendung air, membagi
air atau menyalurkan air, saluran gas, saluran air atau saluran yang digunakan untuk keperluan
umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 101 bis, 191 dst., 411
dst.)
Pasal 409.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa yang karena kesalahannya (kealpaannya)

menyebabkan bangunan-bangunan tersebut dalam pasal di atas dihancurkan, dirusakkan atau


dibuat tak dapat dipakai, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana
denda paling banyak seribu lima ratus rupiah. (KUHP 188, 193, 408, 411 dst.)
Pasal 410.
Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan hukum menghancurkan atau membuat tak
dapat dipakai suatu gedung atau kapal yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (KUHP 3 dst., 17, 187, 198 dst., 382, 411 dst.;
Uitlev. 2-17o.)

Pasal 411.
Ketentuan pasal 367 berlaku bagi kejahatan yang diterangkan dalam bab ini.
Pasal 412.
Bila salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu, maka pidananya dapat ditambah sepertiga, kecuali dalam hal yang tersebut
dalam pasal 407 ayat (1). (KUHP 170.)
BAB XXVIII.
KEJAHATAN JABATAN,
Pasal 413.
Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau dengan sengaja mcngabaikan untuk
menggunakan kekuatan militer yang berada di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa
sipil yang berwenang menurut undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun. (KUHP 36, 216; Sv. 15, 75, 87.)
Pasal 414.
(1) Seorang pejabat yang dengan sengaja meminta bantuan Angkatan Bersenjata untuk
melawan pelaksanaan ketentuan undang-undang, perintah penguasa umum menurut
undang-undang, putusan atau surat o peiintah pengadilan, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
(2) Bila pelaksanaan itu dihalang-halangi oleh perbuatan tersebut, maka yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (KUHP ,35 dst., 92, 102, 211 dst., 335.)
Pasal 415.
Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terusmenerus atau untuk sementara, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpannya karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil
atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu orang lain itu dalam melakukan perbuatan
tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35 dst., 92, 372 dst.,
375, 437, 486.)
Pasal 416.

Page 79 of 110

seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terusmenerus atau untuk sementara, yang dengan sengaja membuat secara palsu atau memalsukan
buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 35 dst., 92, 264, 266.)
Pasal 417.
Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terusmenerus atau untuk sementara, yang dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan,
merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barangbarang yang diperuntukkan guna
meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau
daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang itu, atau
membantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan. (KUHP 35 dst., 92, 233, 486.)
Pasal 418.

(s.d. u. dg. S. 1926-69,109; UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat yang menerima hadiah

atau janji, padahal dia tahu atau seharusnya diduganya bahwa hadiah atau janji itu diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut
pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungannya dengan jabatannya, dimcam
dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (KUHP 35 dst., 92, 209, 419 dst.)
Pasal 419.
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat:
1o. yang menerima hadiah atau janji, padahal dia tahu bahwa hadiah atau janji itu diberikan
untuk membujuknya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya;
2o. yang menerima hadiah, padahal dia tahu bahwa hadiah itu diberikan kepadanya karena dia
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya. (KUHP 35 dst., 92, 209, 418, 420, 437; Uitlev. 2-15o.)
Pasal 420.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun:
1o. seorang hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal dia tahu bahwa hadiah atau
janji itu diberikan kepadanya untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi
tugasnya;
2o. (s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) barangsiapa menurut ketentuan undang-undang ditunjuk
menjadi penasihat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,
padahal dia tahu bahwa hadiah atau janji itu diberikan kepadanya untuk mempengaruhi
nasihat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan.
(2) Bila hadiah atau janji itu diterima dengan sadar bahwa hadiah atau janji itu diberikan
kepadanya supaya dipidana dalam suatu perkara pidana, maka yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (KUHP 35 dst., 92, 210, 418 dst., 437;
Rv. 35; Sv. 268-5o; Uitlev. 2-151.)
Pasal 421.
Seorang pejabat yang dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan. (KUHP 35 dst., 51 dst., 55-1 sub 21, 92, 335, 422 dst.)
Pasal 422.

Page 80 of 110

Seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk
memaksa orang supaya mengaku, maupun untuk mendapatkan keterangan, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 36, 51, 92, 335, 421, 423 dst.; Sv. 84; IR. 269;
RBg. 572.)
Pasal 423.
Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan menyalahgunakan kekuasaannya untuk memberikan
sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam
tahun. (KUHP 36, 92, 335, 421 dst., 424 dst., 437.)
Pasal 424.
Seorang pejabat yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, menggunakan tanah negara di atas
mana ada hak-hak pakai Indonesia, di ancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(KUHP 36, 92, 335, 421 dst., 425, 437.)
Pasal 425.
Diancam karena Melakukan pemerasan dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1o. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong
pembayaran, seolah-olah merupakan utang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada
kas umum, padahal dia lain bahwa tidak demikian halnya;
2o. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan
orang atau pemberian barang seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal dia
tahu bahwa tidak demikian halnya;
3o. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, seolah-olah sesuai dengan aturanaturan yang bersangkutan telah menggunakan tanah negara yang atasnya ada hak-hak
pakai Indonesia, dengan merugikan yang berhak padahal dia tahu bahwa hal itu
bertentangan dengan peraturan tersebut. (KUHP 35 dst., 92, 335, 421 dst., 437; 486.)
Pasal 426.
(1) Seorang pejabat yang ditugasi menjaga orang yang dirampas kemerdekaannya atas
petintah penguasa umum atau atas putusan atau ketetapan pengadilan, dengan sengaja
membiarkan orang itu melarikan diri atau dengan sengaja melepaskannya, atau memberi
pertolongan pada waktu orang itu dilepaskan atau melepaskan diri, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
(2) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Bila orang itu lari, dilepaskan, atau melepaskan diri
karena kesalahan (kealpaan) pejabat itu, maka yang bersangkutan diancam dengan pidana
kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. (KUHP 35 dst., 92, 223, 477.)
Pasal 427.
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun:
1o. seorang pejabat dengan tugas menyidik perbuatan pidana, yang dengan sengaja tidak
memenuhi permintaan untuk menyatakan bahwa ada orang dirampas kemerdekaannya
secara melawan hukum, atau yang dengan sengaja tidak memberitahukan hal itu
kepada atasannya;
2o. seorang pejabat yang dalam menjalankan tugasnya mengetahui bahwa ada orang yang
dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum, dengan sengaja tidak
memberitahukan hal itu dengan segera kepada pejabat yang bertugas menyidik tindak
pidana.

Page 81 of 110

(2) (s. d. u. dg. UU No. 18 /Prp / 1960.) Seorang pejabat yang karena kealpaannya
menyebabkan apa yang dirumuskan dalam pasal ini terlaksana, diancam dengan pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. (KUHP 35 dst., 92, 328, 333 dst.; Sv. 2, 6, 368 dst.)
Pasal 428.
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang kepala lembaga
pemasyarakatan tempat menutup orang terpidana, orang tahanan sementara atau orang yang
disandera, atau seorang kepala lembaga pendidikan anak negara atau kepala rumah sakit jiwa,
yang menolak memenuhi permantaan menurut undang-undang supaya memperlihatkan orang
yang dimasukkan ke situ, atau supaya memperlihatkan register masuk, atau akta-acta yang
menurut aturan-aturan umum harus ada untuk memasukkan orang ke situ. (KUHP 35 dst., 555;
Sv. 362 dst.)
Pasal 429.
(1) (s.d.u. dg. UUNO. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat yang dengan melampaui kekuasaan
atau tanpa mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam Peraturan umum, masuk ke
dalam rumah atau ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai oleh orang lain, atau bila
berada di situ secara melawan hukum, tidak segera pergi atas Permintaan yang berhak atau
atas nama orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Seorang pejabat yang pada waktu menggeledah rumah, dengan melampaui kekuasaannya
atau tanpa mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam peraturan umum, memeriksa
atau merampas surat-surat, buku-buku atau kertas-kertas lain, diancam dengan pidana yang
sama. (KUHP 35 dst., 92, 167 dst.; Sv. 91 dst.; Rv. 448 dst., 506-1o, 595.)

(s.d.u. dg. S. 1931-240.)

Pasal 430.

(1) Seorang pejabat yang dengan melampaui kekuasaannya, menyuruh memperlihatkan


kepadanya atau merampas surat, kartu pos, barang atau paket yang diserahkan kepada
lembaga pengangkutan umum atau kabar kawat yang ada dalam tangan pejabat telegrap
atau dalam tangan orang lain yang menialankan tugas telegrap untuk keperluan umum,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
(2) Pidana yang sama dijatuhkan kepada pejabat yang dengan melampaui kekuasaannya,
menyuruh seorang pejabat telepon atau orang lain yang ditugasi pekerjaan telepon untuk
keperluan umum, memberi keterangan kepadanya tentang suatu percakapan yang dilakukan
dengan perantaraan lembaga itu. (KUHP 35 dst., 92; ISR. 142; Sv. 92 dst.)
Pasal 431.
Seorang pejabat suatu lembaga umum untuk pengiriman yang dengan sengaja dan secara
melawan hukum membuka suatu surat, barang tertutup atau paket yang diserahkan kepada
lembaga itu, memeriksa isinya, atau memberitahukan isinya kepada orang lain, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun. (KUHP 35 dst., 234, 433 dst.; ISR. 142.)
Pasal 432.
(1) Seorang pejabat suatu lembaga umum untuk pengiriman yang dengan sengaja memberikan
kepada orang lain daripada yang berhak, surat tertutup, kartu pos atau paket yang
diserahkan kepada lembaga itu, atau menghancurkan, menghilangkan, memiliki sendiri atau
mengubah isinya, atau memiliki sendiri barang sesuatu yang ada di dalamnya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(2) Bila surat atau barang itu bemilai uang, maka pemilikan sendiri itu diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35 dst., 92, 234, 372, 374, 433 dst., 437, 486.)

Page 82 of 110

Pasal 433.
Seorang pejabat telegrap atau telepon, atau orang lain yang ditugasi mengawasi pekerjaan pada
lembaga telegrap atau telepon yang digunakan untuk kepentingan umum, diancam :
1o. dengan pidana penjara paling lama dua tahun, bila ia dengan sengaja dan secara melawan
hukum memberitahukan kepada orang lain, kabar yang diserahkan kepada jawatan telegrap
atau telepon atau kepada lembaga semacam itu, atau dengan sengaja dan secara melawan
hukum membuka, membaca, atau memberitahukan kabar telegrap atau telepon kepada
orang lain;
2o. dengan pidana penjara paling lama lima tahun, bila la dengan sengaja memberikan kepada
orang lain daripada yang berhak atau menghancurkan, menghilangkan, memiliki sendiri atau
mengubah isi suatu berita telegrap atau telepon yang diserahkan kepada jawatan telegrap,
telepon atau kepada lembaga semacam itu. (KUHP 35 dst., 92, 431 dst., 434.)
Pasal 434.
Seorang pejabat suatu lembaga umum untuk pengiriman, seorang pejabat telegrap atau telepon
atau orang lain yang dimaksud dalam pasal 433, yang dengan sengaja membiarkan orang lain
melakukan salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 431-433, atau membantu orang lain dalam
perbuatan itu, diancam dengan pidana menurut perbedaan-perbedaan yang ditetapkan dalam
pasal-pasal tersebut. (KUHP 56 dst.)
Pasal 435.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat yang secara langsung maupun tidak

langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan atau persewaan, yang
pengurusannya atau pengawasannya, ketika perbuatan itu ditakukan, seluruhnya atau sebagian
diserahkan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak delapan belas ribu rupiah. (KUHP 36, 92.)
Pasal 436.
(1) Barangsiapa menurut hukum yang berlaku bagi kedua belah pihak mempunyai kewenangan
melangsungkan perkawinan seseorang, padahal dia tahu bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinan orang itu yang telah ada menjadi halangan untuk itu berdasarkan
undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 35 dst.,
279, 437; KUHPerd. 27, 60, 71-4o, 199; BS. 60; BS, Chin. 68; HCI. 332; BSCI. 48.)
(2) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menurut hukum yang berlaku bagi kedua
belah pihak mempunyai kewenangan melangsungkan perkawinan seseorang, padahal dia
tahu ada halangan untuk itu berdasarkan undang-undang, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. (KUHP 35 dst., 280; KUHPerd. 28 dst.; BS. 56, 59 dst.)

Pasal 437.
Dalam hal pemidanaan berdasarkan pasal 415, 419, 420, 423, 424, 425, 432 ayat (2), dan pasal
436 ayat (1), dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 3o dan 4o.
BAB XXIX.
KEJAHATAN PELAYARAN.
(KUHP 8, 93)
Pasal 438.
(1) Diancam karena melakukan pembajakan di laut :
1o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, barangsiapa masuk bekerja
menjadi nakhoda atau menjalankan pekerjaan itu di sebuah kapal, padahal dia tahu
bahwa kapal itu diperuntukkan atau digunakan untuk melakukan perbuatan kekerasan
di lautan bebas terhadap kapal lain atau terhadap orang dan barang di atasnya, tanpa

Page 83 of 110

mendapat kuasa dari sebuah negara yang berperang atau tanpa masuk angkatan laut
suatu negara yang diakui; (KUHP 931.)
2o. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, barangsiapa mengetahui tujuan
atau penggunaan kapal itu, masuk bekerja menjadi anak buah kapal tersebut atau
dengan sukarela terus menjalankan pekerjaan tersebut setelah hal itu diketahui
olehnya, atau barangsiapa termasuk anak buah kapal tersebut. (KUHP 933; KUHD 4194o.)
(2) Disamakan dengan tidak punya surat kuasa, bila melampaui apa yang dikuasakan, demikian
juga bila memegang surat kuasa dari negara-negara yang berperang satu dengan yang
lainnya.
(3) Pasal 89 tidak berlaku. (KUHP 4-4o, 8, 35, 93, 96, 170, 325 dst., 365 dst., 368, 444 dst.,
479, 487; HO. 129-2o; Uitlev. 2-19o.)

(s.d.u. dg. S. 1935-497.)

Pasal 439.

(1) Diancam karena melakukan pembajakan di tepi laut dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun, barangsiapa dengan memakai kapal melakukan perbuatan kekerasan terhadap
kapal lain atau terhadap orang atau barang yang ada di atasnya, di perairan Indonesia.
(2) yang dimaksud dengan wilayah laut Indonesia adalah wilayah seperti yang dimaksud dalam
"Territoriale zee en maritieme kringen ordonnantie, S. 1939-442". (KUHP 8, 170, 365 dst.,
442 dst., 447, 479, 487; HO. 129-2o; Uitlev. 2-19o.)
Pasal 440.
Diancam karena melakukan pembajakan di pantai dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun, barangsiapa yang di darat, di perairan sekitar pantai atau muara sungai, melakukan
perbuatan kekerasan terhadap orang atau barang yang ada di situ, setelah terlebih dahulu
menyeberangi lautan seluruhnya atau sebagiannya untuk tujuan tersebut. (KUHP 8, 170, 365
dst., 442 dst., 447, 479, 487; HO. 129-2o; Uitlev. 2-19o.)
Pasal 441.
Diancam karena melakukan pembajakan di sungai dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun, barangsiapa dengan memakai kapal melakukan perbuatan kekerasan di sungai terhadap
kapal lain atau terhadap orang atau barang yang ada di atasnya, setelah ia datang ke tempat itu
untuk tujuan tersebut dengan kapal dari tempat lain. (KUHP 8, 170, 365 dst., 442 dst., 447, 479,
487; HO. 129-2o; Uitiev. 2-19o.)
Pasal 442.
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, barang siapa menerima atau
melakukan pekerjaan sebagai komandan atau pemimpin sebuah kapal, padahal dia tahu bahwa
kapal itu diperuntukkan atau digunakan untuk melakukan salah satu perbuatan tersebut dalam
pasal 439-441.
Pasal 443.
Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun, barangsiapa menerima atau
melakukan pekerjaan sebagai anak buah kapal di sebuah kapal, padahal dia tahu bahwa kapal itu
diperuntukkan atau digunakan untuk melakukan salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 439441 ataupun dengan sukarela tetap bekerja di kapal itu sesudah diketahuinya bahwa kapal itu
digunakan seperti diterangkan di atas. (KUHP 8, 93, 438-1 sub 2o, 479, 487; HO. 129-2o.)
Pasal 444.
Bila perbuatan kekerasan yang tersebut dalam pasal 438-441 mengakibatkan seseorang di kapal
yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati, maka nakhoda, komandan atau pemimpin
kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan kekerasan itu, diancam dengan pidana

Page 84 of 110

mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun. (KUHP 4-4o, 8, 35, 93, 325, 3654, 479, 487; HO. 129-2o.)
Pasal 445.
Barangsiapa memperlengkapi kapal atas biaya sendiri atau orang lain, dengan maksud untuk
digunakan seperti yang diterangkan dalam pasal 438, atau dengan maksud untuk melakukan
salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 439-441, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tahun. (KUHP 8, 35, 324, 327, 479; KUHD 320 dst.; HO. 129-2o; Uitlev. 2-19o.)
Pasal 446.
Barangsiapa atas biaya sendiri atau orang lain, secara langsung atau tidak langsung turut
melaksanakan penyewaan, pemuatan atau pertanggungan sebuah kapal, padahal dia tahu
bahwa kapal itu akan digunakan seperti yang diterangkan dalam pasal 438, atau untuk
melakukan salah satu perbuatan tersebut dalam pasal 439-441, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. (KUHP 8, 35, 327, 479; KUHD 453 dst., 592 dst.; HO. 129-21;
Uitlev. 2-19o.)
Pasal 447.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan sebuah kapal Indonesia

kepada kekuasaan bajak laut, bajak tepi laut, bajak pantai, dan bajak sungai, diancam: (KUHP 44o.)
1o. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila ia adalah nakhoda kapal itu;
(KUHP 93o.)
o
2 . dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, dalam hal-hal yang lain. (KUHP 4-41, 8,
35, 93, 479; HO. 129-2o; Uitlev. 2-19o.)
Pasal 448.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang penumpang kapal Indonesia yang merampas kekuasaan
atas kapal itu secara melawan hukum, diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP
8, 35, 93 dst., 465, 479; Uitlev. 2-19o.)
Pasal 449.

(s. d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang nakhoda sebuah kapal Indonesia yang menarik kapal itu
dari pemiliknya atau dari pengusahanya dan memakainya untuk kepentingan sendiri, diancam
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan. (KUHP 8, 35, 93 dst., 479; Uitlev.
2-19o.)
Pasal 450.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang warga negara Indonesia yang tanpa izin Pemerintah

Indonesia menerima surat bajak, maupun menerima atau menjalankan pekerjaan sebagai
nakhoda sebuah kapal, padahal dia tahu bahwa kapal itu diperuntukkan atau digunakan untuk
pelayaran pembajakan tanpa izin Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun. (KUHD 419-4o; KUHP 5-1o, 8, 93, 122, 325, 438-lo, 451; HO. 129-2o.)
Pasal 451.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang warga negara Indonesia yang menerima pekerjaan sebagai

anak buah kapal di sebuah kapal, padahal dia tahu bahwa kapal itu diperuntukkan atau
digunakan untuk pelayaran pembajakan tanpa izin Pemerintah Indonesia, ataupun dengan
sukarela tetap bekerja sebagai anak buah kapal sesudah dia tahu tujuan atau penggunaan kapal
itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 5-1o, 8, 93, 122, 326, 4381 sub 1o, 450, 465; KUHD 419-4o; HO. 129-2o.)
Pasal 451 bis

Page 85 of 110

(s.d.t. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2.)

(1) Seorang nakhoda sebuah kapal Indonesia yang menyuruh membuat surat keterangan kapal,
yang diketahuinya bahwa isinya tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.
(2) Anak buah kapal yang turut serta menyuruh membuat surat keterangan kapal yang
diketahuinya bahwa isinya tidak benar, didncam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan. (KUHD 353, 450; KUHP 8, 93, 95, 266, 452.)
Pasal 451 ter

(s.d.t. dg. S. 1933-47 jo. 1938-2.) Barangsiapa untuk memenuhi peraturan dalam ayat (3) pasal

12 aturan tentang pendaftaran kapal memperlihatkan surat keterangan yang diketahuinya bahwa
isinya tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (KUHP 8, 266; S.
1933-48.)
Pasal 452.
(1) Barangsiapa dalam berita acara suatu keterangan kapal, menyuruh menulis keterangan
palsu tentang suatu keadaan yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu, dengan
maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu, seolah-olah
keterangannya sesuai dengan kenyataan, diancam dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun, bila penggunaan akta itu dapat menimbulkan kerugian.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja menggunakan akta itu
seolah-olah isinya sesuai dengan kenyataan, bila penggunaan akta itu dapat menimbulkan
kerugian. (KUHP 8, 266, 251 bis, 486.)
Pasal 453.

(s.d. u. dg. S. 1935-492, 565; UU No. 1 / 1946.) Diancam dengan pidana penjara paling lama

dua tahun delapan bulan, seorang nakhoda kapal Indonesia yang sesudah dimulai penerimaan
atau penyewaan anak buah kapal tetapi sebelum perjanjian kerjanya habis, dengan sengaja dan
secara melawan hukum menarik diri dati pimpinan kapal itu. (KUHD 341, 342 dst., 345, 412, 419,
431; KUHP 8, 93 dst.; Rv. 71; IR. 62; RBg. 498.)
Pasal 454.

(s.d. u. dg. S. 1934-214 jis. S. 1938-1, 2; UU No. 1 / 1946.) Diancam,karena melakukan desersi,

dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang anak buah kapal yang,
bertentangan dengan kewajibannya menurut perjanjian kerja, menarik diri dari tugasnya di kapal
Indonesia, bila menurut keadaan pada waktu melakukan perbuatan, ada kekhawatiran timbul
bahaya bagi kapal, penumpang atau muatan kapal itu. (KUHD 375 dst., 395 dst., 401 dst., 413,
419, 434 dst.; KUHP 8, 93 dst., 457 dst., 465; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498.)
Pasal 455.

(s.d.u. dg. S. 1934-214 jis. S. 1938-1,2; UU No. 1 / 1946.) Diancam karena melakukan desersi

biasa, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu, seorang anak buah kapal
Indonesia, yang dengan sengaja dan secara melawan hukum tidak mengikuti atau tidak
meneruskan perjalanan yang telah disetujuinya. (KUHD 3414, 400; KUHP 8, 93 dst., 457 dst.,
465; Sv. 71; IR. 62; RBg. 498.)
456 Dicabut dg. S. 1934-214 jo. 1938-2.
Pasal 457.

(s.d. u. dg. S. 1934-214 jo. 1938-2.) Pidana yang ditentukan dalam pasal 454 dan 455 dapat
dilipatduakan, bila dua orang atau lebih dengan bersekutu melakukan kejahatan itu, atau bila
kejahatan itu dilakukan akibat permufakatan untuk berbuat demikian. (KUHP 8, 88.)

Page 86 of 110

Pasal 458.

(s.d.u. dg, UU No. 1 / 1946.) (1) (s.d.u. dg. S. 1935-492,565, S. 1934-214 jo. S. 1938-2; UU No.
18 / Prp / 1960.) Seorang pengusaha, pemegang buku, atau nakhoda kapal Indonesia yang

menerima seorang anak buah kapal untuk bekerja, padahal mengetahui bahwa anak buah kapal
itu belum lewat sebulan sejak menatik diri dari persetujuannya dengan kapal Indonesia seperti
diterangkan dalam pasal 454 atau 455, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHD 320, 327,
341.)
(2) Perbuatan tersebut tidak dipidana, bila penerimaan kerja dilakukan di luar Indonesia dengan
izin konsul Indonesia, atau kalau ini tidak ada, atas permintaan penguasa setempat. (KUHP
6, 93 dst.)
Pasal 459.
(1) (s.d.u. dg. S. 1935-492, 565; UU No. 1 / 1946.) Seorang penumpang kapal Indonesia yang
di atas kapal menyerang nakhoda, melawannya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
dengan sengaja merampas kebebasannya untuk bergerak, atau seorang anak buah kapal
Indonesia, yang di atas kapal dalam menjalankan pekerjaannya berbuat demikian terhadap
orang yang lebih tinggi pangkatnya, diancam karena melakukan insubordinasi dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
(2) yang bersalah diancam dengan:
1o. pidana penjara paling lama empat tahun, bila kejahatan itu atau perbuatan-perbuatan
lain yang menyertainya mengakibatkan luka-luka;
2o. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, bila mengakibatkan luka berat;
(KUHP 90.)
3o pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila mengakibatan kematian.
(KUHD 341, 341d, 375, 393, 434; KUHP 8, 89, 93 dst., 211 dst., 465, 487; Sv. 71; IR.
62; RBg. 498.)
Pasal 460.
(1) Insubordinasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, diancam karena
metakukan pemberontakan di kapal dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) yang bersalah diancam dengan:
1o pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, bila kejahatan itu atau
perbuatan-perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan luka-luka;
2o. pidana penjara paling lama dua belas tahun, bila mengakibatkan luka berat; (KUHP 90.)
3oo pidana penjara paling lama lima belas tahun, bila mengakibatkan kematian. (KUHP 8,
88, 211 dst., 214, 459, 465, 487.)
Pasal 461.

(s. d. u. dg. S. 1935-492, 565; UU No. 1 / 1946.) Barangsiapa di atas kapal Indonesia menghasut
supaya ada pemberontakan, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (KUHP 8,
88, 94 dst., 160, 460, 465.)
Pasal 462.

(s.d.u. dg. S. 1935-492, 565.) Bila dua orang anak buah kapal Indonesia atau lebih dengan

bersekutu atau akibat permufakatan jahat tidak mau melakukan pekerjaan, mereka diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. (KUHD 341o, 375 dst., 384 dst.;
KUHP 8, 88, 93 dst., 465.)
Pasal 463.

(s.d.u. dg. S. 1935-492; UU No. 1 / 1946.) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan, seorang anak buah kapal Indonesia yang sesudah dikenakan tindakan disiplin karena tidak

Page 87 of 110

man melakukan pekerjaan, masih tetap tidak mau melakukan pekerjaan. (KUHD 311 dst., 3412,
375 dst., 384 dst.; KUHP 8, 93 dst., 465.)
Pasal 464.
(1) (s.d.u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2; UU No. 1 / 1946 dan UU No. I8 / Prp / 1960) Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah seorang penumpang kapal Indonesia:
1o. yang dengan sengaja tidak menuruti perintah nakhoda yang diberikan untuk keamanan
atau untuk meneguhkan ketertiban dan disiplin di atas kapal;
2o. yang tidak memberi pertolongan menurut kemampuannya kepada nakhoda, ketika dia
tahu bahwa kemerdekaan nakhoda itu untuk bergerak telah dirampas;
3o. yang dengan sengaja tidak memberitahukan kepada nakhoda pada saat yang tepat,
ketika dia tahu ada orang yang bermaksud melakukan insubordinasi.
(2) Ketentuan tersebut dalam No. 3o tidak berlaku bila insubordinasi tidak terjadi (KUHP 8, 93
dst., 465; KUHD 311 dst., 3415, 393 dst.)
Pasal 465.

(s.d.u. dg. S. 1934-214 jo. S. 1938-2.) Pidana yang diancam pada pasal 448, 451, 454, 455 dan
459-464 dapat ditambah sepertiga, bila yang melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal itu, berpangkat perwira kapal. (KUHP 93.)
Pasal 466.

(s.d.u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2; UU No. 1 / 1946.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau untuk
menutupi perbuatan itu menjual kapalnya, atau meminjam uang dengan mempertanggungkan
kapalnya atau perlengkapan kapal itu atau perbekalannya, atau menjual atau menggadaikan
barang muatan atau barang perbekalan kapal itu, atau memperhitungkan kerugian atau
pengeluaran yang dibuat-buat, atau tidak menjaga supaya buku-buku harian di kapal dipelihara
menurut undang-undang, ataupun tidak mengurus keselamatan surat-surat kapal ketika
meninggalkan kapalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (KUHP 8, 35,
93 dst., 102, 372, 479, 486; KUHD 311 dst., 341, 341d.)
Pasal 467.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang nakhoda kapal Indonesia, yang dengan maksud untuk

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau untuk menutupi
perbuatan itu, mengubah haluan kapalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun. (KUHP 8, 35, 93 dst., 479; KUHD 311 dst, 341, 341d, 367 dst., 370, 373, 373a.)
Pasal 468.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang bukan karena terpaksa
atau bertentangan dengan hukum yang berlaku baginya, meninggalkan kapalnya di tengah
perjalanan, dan juga menyuruh atau memberi izin kepada anak buahnya untuk berbuat
demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (KUHP 8, 93 dst.,
418, 455, 465.)
Pasal 469.

(s.d.u. dg. UU NO. 18 / Prp / 1960.)


(1) (s.d.u. dg. UU NO. 1/1946.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang bukan karena terpaksa

dan tanpa sepengetahuan pemilik atau pengusaha kapal, melakukan atau membiarkan
ditakukan perbuatan yang diketahuinya bahwa karena itu kapalnya atau muatannya
kemungkinan ditangkap, ditahan atau dirintangi, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Page 88 of 110

(2) Seorang penumpang kapal yang bukan karena terpaksa dan tanpa sepengetahuan nakhoda
melakukan perbuatan yang sama dengan akibat seperti itu juga, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(KUHP 8, 93 dst.; KUHD 311 dst., 341, 341d, 367 dst.)
Pasal 470.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang

bukan karena terpaksa sengaja tidak memberi kepada penumpang kapalnya apa yang wajib
diberikan kepadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 8, 93-95; KUHD 311 dst., 341,
341d, 393 dst.)
Pasal 471.

(s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Scorang nakhoda kapal Indonesia yang

dengan sengaja membuang barang muatan bukan karena terpaksa dan bertentangan dengan
hukum yang berlaku baginya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 8, 93 dst,; KUHD
311 dst., 341, 341d, 357.)
Pasal 472.
Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan hukum, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tak dapat dipakai muatan, perbekatan, atau barang keperluan yang ada dalam kapal,
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. (KUHP 8, 198, 382, 406,
410.)

Pasal 472 bis


(.s.d.t. dg. S. 1938-393.) Barangsiapa turut berlayar di atas sebuah kapal sebagai sebagai
penumpang gelap, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan. (KUHP 3, 8, 93, 94
dst.)
Pasal 473.

(s.d.u. dg. UU No. 1/1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda yang memakai
bendera Indonesia, padahal dia tahu bahwa dia tidak berhak untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. (KUHP 8, 93, 474.)
Pasal 474.

(s.d.u. dg. UU No. 1/1946 dan UU No. 18 / Prp /1960.) Seorang nakhoda yang dengan sengaja

memakai tanda-tanda pada kapalnya sehingga menimbulkan kesan seakan-akan kapalnya adalah
kapal perang Indonesia, kapal Angkatan Laut atau kapal pemandu yang bekerja di perairan atau
terusan laut Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 8, 93, 228.)
Pasal 475.

(s. d. u. dg. UU No. 1/1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa yang bukan karena

terpaksa melakukan pekerjaan nakhoda, juru mudi atau masinis di kapal Indonesia, padahal dia
tahu bahwa kewenangannya untuk berlayar telah dicabut oleh penguasa yang berwenang,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ribu rupiah. (KUHP 8, 93 dst., 227; KUHD 373a.)
Pasal 476.

(s.d.u. dg. UU No. 1/1946 dan UU No. 18/Prp/1960.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang
tanpa alasan yang sah menolak untuk memenuhi permintaan berdasarkan undang-undang untuk

Page 89 of 110

menerima di kapalnya seorang terdakwa atau terpidana beserta benda-benda yang berhubungan
dengan perkaranya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 8, 93 dst., 477; KUHD 311 dst.,
341, 341d, 358b.)

(s.d.u. dg. UU No. 1/1946.)

Pasal 477.

(1) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang dengan sengaja membiarkan seorang terdakwa atau
terpidana lari atau melepaskan orang itu, atau memberi bantuan ketika dilepaskan atau
melepaskan diri, padahal orang itu diterima di kapalnya alas permintaan berdasarkan
undangundang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Bila orang itu lari, dilepaskan atau melepaskan diri
karena kealpaan nakhoda itu, maka dia diancam dengan pidana kurungan paling lama dua
bulan atau pidaria denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 8, 93 dst., 172,
223, 426, 476; KUHD 311 dst, 341, 341d.)
Pasal 478.

(s.d. u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang dengan sengaja

tidak memenuhi kewajibannya menurut alinea pertama pasal 358a Kitab Undang-undang Hukum
Dagang untuk memberi pertolongan kalau kapalnya terlibat dalam suatu tabrakan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (KUHP 93, 95, 525, 531, 566; KUHD 341, 341d,
534 dst.).
Pasal 479.
Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 438-449, 446,
dan 467, dapat dijatuhkan pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o
BAB XXIX A.
KEJAHATAN PENERBANGAN DAN KEJAHATAN TERHADAP
SARANA/PRASARANA PENERBANGAN.

(s. d. t. dg. UU No. 4/1976.)

Pasal 479a.

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, membuat tidak dapat
dipakai atau merusak bangunan untuk pengamanan lalu-lintas udara atau menggagalkan
usaha untuk pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya enam tahun;
(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun jika karena perbuatan itu timbul
babaya bagi keamanan lalu-lintas udara;
(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika karena perbuatan itu
mengakibatkan matinya orang.

(s. d. t. dg. UU No. 4/1976.)

Pasal 479b.

(1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan hancumya, tidak dapat dipakainya atau
rusaknya bangunan untuk pengamanan lalu-lintas udara, atau gagalnya usaha untuk
pengamanan bangunan tersebut, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tiga
tahun;
(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya
bagi keamanan lalu-lintas udara;
(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu
mengakibatkan matinya orang.

Page 90 of 110

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.)

Pasal 479C.

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil
atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan
bekerjanya tanda atau alat tersebut, atau memasang tanda atau alat yang keliru, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun;
(2) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun, jika karena perbuatan itu timbul
bahaya bagi keamanan penerbangan;
(3) Dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul
bahaya bagi keamanan penerbangan dan mengakibatkan celakanya pesawat udara;
(4) Dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul
bahaya bagi keamanan penerbangan dan mengakibatkan matinya orang.
Pasal 479d.

(s.d. t. dg. UU No. 411976.) Barangsiapa karena kealpaan menyebabkan tanda atau alat untuk

pengamanan penerbangan hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan tidak dapat
bekerja atau menyebabkan terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang
keliru, dipidana:
a. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu menyebabkan
penerbangan tidak aman;
b. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu
mengakibatkan celakanya pesawat udara;
c. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu
mengakibatkan matinya orang.
Pasal 479e.

(s.d. t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum, menghancurkan

atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Pasal 479f.

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan,

menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara, dipidana:
a. dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu timbul
bahaya bagi nyawa orang lain;
b. dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara untuk selama-lamanya dua puluh
tahun, jika karena perbuatan itu mengakibatkan matinya orang.
Pasal 479g.

(s. d. t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan pesawat udara

celaka, hancur, tidak dapat dipakai atau rusak, dipidana:


a. dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya
bagi nyawa orang lain;
b. dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika karena perbuatan itu
mengakibatkan matinya orang.

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.)

Pasal 479h.

(1) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan,
kecelakaan, kehancuran, kerusakan atau membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara,
yang dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut di atas atau yang dipertanggungkan
muatannya maupun upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun

Page 91 of 110

untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun;
(2) Apabila yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah pesawat udara dalam penerbangan,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun;
(3) Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hukum atas kerugian penanggung asuransi, menyebabkan penumpang pesawat
udara yang dipertanggungkan terhadap bahaya, mendapat kecelakaan, dipidana:
a. dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun, jika karena perbuatan itu
menyebabkan luka berat;
b. dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika karena perbuatan itu
mengakibatkan matinya orang.
Pasal 479i.

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa dalam pesawat udara dengan perbuatan yang melawan

hukum merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pesawat udara dalam
penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.
Pasal 479j.

(s. d. t. dg. UU No. 411976.) Barangsiapa dalam pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan atau ancaman dalam bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan
atau menguasai pengendalian pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan pidana
penjara selama lamanya lima belas tahun.

(s. d. t. dg. UU No. 4/1976.)

Pasal 479k.

(1) Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua
puluh tahun, apabila perbuatan dimaksud Pasal 479 huruf i dan Pasal 479 huruf j itu:
a. dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama;
b. sebagai kelanjutan permufakatan jahat;
c. dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;
d. mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara tersebut, sehingga dapat
membahayakan penerbangannya;
e. dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau meneruskan merampas
kemerdekaan seseorang;
f. mengakibatkan luka berat seseorang.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancumya pesawat udara itu,
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 479 l

(s.d.t. dg, UU No. 4/1976.) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum melakukan

perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dalam pesawat udara dalam penerbangan, jika
perbuatan itu dapat membahayakan keselamatan pesawat udara tersebut, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 479 m

(s.d.t. dg. UU NO. 4/1976.) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat

udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan alas pesawat udara tersebut yang
menyebabkan tidak dapat terbang atau membahayakan keamanan penerbangan, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 479n.

Page 92 of 110

(s. d. t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan
atau menyebabkan ditempatkannya didalam pesawat udara dalam dinas, dengan cara apa pun,
alat atau bahan yang dapat menghancurkan pesawat udara atau menyebabkan kerusakan
pesawat udara tersebut yang membuatnya tidak dapat terbang atau menyebabkan kerusakan
pesawat udara tersebut yang dapat membahayakan keamanan dalam penerbangan, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.

(s.d.t. dg. UUNO. 4/1976.)

Pasal 479o.

(1) Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya dua
puluh tahun apabila perbuatan dimaksud Pasal 479 huruf 1, Pasal 479 huruf m, dan Pasal
479 huruf n itu:
a. dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama;
b. sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat;
c. dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;
d. mengakibatkan luka berat bagi seseorang.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu,
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 479p.

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa memberikan keterangan yang diketahuinya adalah palsu

dan karena perbuatan itu membahayakan keamanan pesawat udara dalam penerbangan,
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 479q.

(s.d. t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa di dalam pesawat udara, melakukan perbuatan yang
dapat membahayakan keamanan dalam pesawat udara dalam penerbangan, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Pasal 479r.

(s.d.t. dg. UU No. 4/1976.) Barangsiapa di dalam pesawat udara melakukan perbuatanperbuatan yang dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib didalam pesawat udara dalam
penerbangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun.
BAB XXX
PEMUDAHAN DALAM TINDAK PIDANA.
Pasal 480.

(s.d.u. dg. S. 1934-172, 337; UU No. 18 / Prp / 1960,) Diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah karena penadahan:
1o. barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau
karena ingin mendapat keuntungan, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa,
menyimpan atau menyembunyikan menyewakan, suatu benda, yang diketahui atau
sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan; (KUHP 517.)
2o. barangsiapa menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya
harus diduganya bahwa diperoleh dari kejahatan. (KUHP 481 dst.; Sv. 71; IR. 62; RBg. 489.)
Pasal 481.
(1) Barangsiapa menjadikan sebagai kebiasaan dengan sengaja membeli, menukar, menerima
gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Page 93 of 110

(2). yang bersalah dapat dijatuhi pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 nomor 1o- 4o dan
haknya untuk melakukan pekerjaan dalam mana kejahatan itu dilakukan. (KUHP 35, 480,
486, 517.)
Pasal 482.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Perbuatan tersebut dalam pasal 480, diancam karena

penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus rupiah, bila denda tersebut diperoleh dari salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 364, 373, dan 379. (RO. 95-2o, 110, 116, 129-1 sub 1o.)
Pasal 483.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menerbitkan suatu tulisan atau suatu gambar

yang karena sifatnya dapat dikenakan pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah, bila:
1o. nama si pelaku tidak diketahui danjuga tidak diberitahukan namanya oleh penerbit pada
peringatan pertama sesudah penuntutan berjalan terhadapnya;
2o. penerbit sudah mengetahui atau patut menduga bahwa sewaktu tulisan atau gambar itu
diterbitkan, si pelaku tak dapat dituntut atau akan menetap di luar Indonesia. (KUHP 61
dst., 484 dst., 488.)
Pasal 484.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa mencetak tulisan atau gambar yang karena

sifatnya dapat dikenakan pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah, bila:
1o. orang yang menyuruh mencetak tulisan atau gambar itu tidak diketahui, dan setelah
ditentukan penuntutan, pada teguran pertama tidak diberitahukan olehnya;
o
2 . pencetak mengetahui atau seharusnya menduga bahwa orang yang menyuruh mencetak
pada saat tulisan atau gambar itu diterbitkan, tidak dapat dituntut atau menetap di luar
Indonesia. (KUHPerd. 62, 483, 485, 488.)
Pasal 485.
Bila sifat tulisan itu atau gambar itu merupakan kejahatan yang hanya dapat dituntut atas
pengaduan, maka penerbit atau pencetak dalam kedua pasal tersebut di atas hanya dituntut atas
pengaduan orang yang terkena kejahatan itu. (KUHP 72, 483 dst.)
BAB XXXI.
ATURAN TENTANG PENGULANGAN KEJAHATAN YANG BERSANGKUTAN DENGAN
BERBAGAI BAB.
Pasal 486.

(s.d.u. dg. S. 1926-359, 429; S. 1934-172, 173.) Pidana penjara yang ditentukan dalam pasal

127, 204 ayat (1), 244-248, 253-260 bis., 263, 264, 266-268, 274, 362, 363, 365 ayat (1), (2)
dan (3), 368 ayat (1) dan (2) sepanjang di situ ditunjuk kepada ayat (2) dan (3) pasal 365, pasal
369, 372, 374, 375, 378, 380, 381-383, 385-388, 397, 399, 400, 402, 415, 417, 425, 432 ayat
(2), 452, 466, 480 dan 481, demikian juga pidana penjara selama waktu tertentu yang diancam
menurut pasal 204 ayat (2), 365 ayat (4) dan 368 ayat (2), sejauh di situ ditunjuk kepada ayat
(4) pasal 365, dapat ditambah dengan sepertiga, bila yang bersalah ketika melakukan kejahatan
belum lewat lima tahun sejak ia menjalani seluruhnya atau sebagian dari pidana penjara yang
dijatuhkan kepadanya, baik karena salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal-pasal itu,
maupun karena salah satu kejahatan yang dimaksud dalam salah satu dari pasal 140-143, 145
dan 149 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Tentara, atau sejak ia dibebaskan sama sekali dari

Page 94 of 110

pidana itu atau bila pada waktu melakukan kejahatan itu kewenangan menjalankan pidana
tersebut belum daluwarsa. (KUHP 123, 4, 78 dst.)
Pasal 487.

(s.d.u. dg. S. 1931-240, S. 1934-172, 337; UU No. 1/1946.) Pidana penjara yang ditentukan

dalam pasal 131, 140 ayat (1), 141, 170, 213, 214, 338, 341, 342, 344, 347, 348, 351, 353-355,
438-443, 459, dan 460, demikian juga pidana penjara selama waktu tertentu yang diancam
menurut pasal 104, 130 ayat (2) dan (3), pasal 140 ayat (2) dan (3), 339, 340 dan 444, dapat
ditambah sepertiga, bila yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak
ia menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, baik karena
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal-pasal itu maupun karena salah satu
kejahatan yang dimaksudkan dalam pasal 106 ayat (2) dan (3), 107 ayat (2) dan (3), 108 ayat
(2), 109 sejauh kejahatan yang dilakukan itu atau perbuatan yang menyertainya menyebabkan
luka-luka atau kematian, pasal 131 ayat (2) dan (3), 137, dan 138 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana Tentara, atau sejak dia dibebaskan sama sekali dari pidana tersebut, atau bila pada waktu
melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut belum daluwarsa. (KUHP 123,4 ,
78 dst.)
Pasal 488.
Pidana yang ditentukan dalam pasal 134-138, 142--144, 207, 208, 310-321, 483 dan 484, dapat
ditambah sepertiga, bila yang bersalah ketika melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak
ia menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya karena salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal-pasal itu, atau sejak ia dibebaskan sama sekali dari
pidana itu atau bila pada waktu melakukan kejahatan, kewenangan menjalankan pidana tersebut
belum daluwarsa. (KUHP 12, 18, 78 dst.)

Page 95 of 110

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)


(Wetboek van Strafrecht)
(S. 1915-732 jis. S. 1917-497, 645, mb. 1 Januari 1918, s.d.u.t.

dg. UU No. 1 / 1946).

BUKU KETIGA. PELANGGARAN.


BAB I.
PELANGGARAN TERHADAP KEAMANAN UMUM
BAGI ORANG ATAU BARANG DAN KESEHATAN.
Pasal 489.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Kenakalan terhadap orang atau barang, yang dapat
mendatangkan bahaya, kerugian atau kesusahan, diancam dengan pidana denda paling
banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidana denda dapat diganti dengan
pidana kurungan paling lama tiga hari. (KUHP 45, 170, 406; CP. 475-8.)
Pasal 490.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari,

atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah:
1. barangsiapa menghasut hewan terhadap orang atau terhadap hewan yang sedang
ditunggangi, atau yang sedang menarik kereta atau kendaraan, atau sedang memikul
muatan;
2. barangsiapa tidak mencegah hewan yang ada di bawah penjagaannya, bila hewan itu
menyerang orang atau hewan yang lagi ditunggangi, atau yang sedang menarik kereta atau
kendaraan, atau sedang memikul muatan;
3. barangsiapa tidak menjaga secukupnya binatang buas yang berada di bawah penjagaannya,
supaya tidak menimbulkan kerugian;
4. (s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) barangsiapa memelihara binatang buas yang berbahaya tanpa
memberitahukan hal itu kepada polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu, atau tidak
menaati peraturan yang diberikan oleh pejabat tersebut tentang hal itu. (KUHP 45, 92;
KUHPerd. 1368.)
Pasal 491.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak tujuh ratus
1.
2.

lima puluh rupiah:


barangsiapa, yang diwajibkan menjaga orang gila yang berbahaya bagi dirinya sendiri
maupun orang lain, membiarkan orang itu berjalan ke mana-mana tanpa dijaga;
barangsiapa, yang diwajibkan menjaga seorang anak, meninggalkan anak itu tanpa dijaga
sehingga hal itu dapat menimbulkan bahaya bagi anak itu atau orang lain. (KUHPerd. 1366
dst.)

Pasal 492.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dalam keadaan mabuk di muka umum
merintangi lalu-lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keselamatan orang
lain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan
mengadakan tindakan penjagaan tertentu terlebih dahulu supaya jangan membahayakan
nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari
atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

Page 96 of 110

(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena hal yang disebutkan dalam
pasal 536, dijatuhkan pidana kurungan paling lama dua minggu. (KUHP 45, 307 dst., 361,
536.)
Pasal 493.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa secara melawan hukum di jalan umum

membahayakan kebebasan bergerak orang lain, atau terus mendesakkan dirinya bersama
dengan seorang atau lebih kepada orang lain yang tidak menghendaki hal itu dan sudah
menyatakannya dengan tegas, atau mengikuti orang lain secara mengganggu, diancam dengan
pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak seribu lima ratus
rupiah.
Pasal 494.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus

tujuh pulub lima rupiah:


1. barangsiapa tidak mengadakan penerangan secukupnya dan tanda-tanda menurut
kebiasaan pada galian atau tumpukan tanah di jalan umum, yang dibuat oleh atau atas
perintahnya, atau pada benda yang ditaruh di situ oleh atau atas perintahnya;
2. barangsiapa tidak mengambil tindakan seperlunya pada waktu melakukan suatu pekerjaan
di atas atau di pinggir jalan umum untuk memberi tanda bagi yang lewat di situ mengenai
kemungkinan adanya bahaya;
3. barangsiapa menaruh atau menggantungkan sesuatu di atas suatu bangunan, melemparkan
atau menuangkan sesuatu dari situ sehingga oleh karenanya dapat timbul kerugian pada
orang yang sedang menggunakan jalan umum;
4. barangsiapa membiarkan hewan tunggangan, hewan penarik atau hewan pengangkut di
jalan umum tanpa mengambil tindakan penjagaan agar tidak menimbulkan kerugian;
5. barangsiapa membiarkan ternak berkeliaran di jalan umum tanpa mengambil tindakan
penjagaan, agar tidak menimbulkan kerugian;
6. barangsiapa tanpa izin penguasa yang berwenang, menghalang-halangi suatu jalan umum
di darat maupun di air atau menimbulkan rintangan karena pemakaian kendaraan atau kapal
yang tidak semestinya. (KUHP 92, 192 dst., 497.)
Pasal 495.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa izin kepala
polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu memasang ranjau perangkap, jerat, atau
perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang buas di tempat yang dilalui
orang, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidana denda dapat diganti dengan
pidana kurungan paling lama enam hari.
Pasal 496.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa membakar barang tak

bergerak milik sendiri tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu, diancam
dengan pidana denda paling tinggi tujuh ratus lima puluh rupiah. (KUHP 45, 62, 187 dst., 382,
410.)
Pasal 497.

(s. d. u. dg. S. 1932-143 jo. S. 1933-9; UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda
paling tinggi tiga ratus tujuh puluh lima rupiah:

Page 97 of 110

1o. barangsiapa menyalakan api atau tanpa perlu menembakkan senjata api di jalan umum atau
di pinggimya, ataupun di tempat yang sedemikian dekatnya dengan bangunan atau barang,
hingga dapat timbul bahaya kebakaran;
2o. barangsiapa melepaskan balon angin yang membawa bahan-bahan menyala.(KUHP 45, 92,
188.)
498 dan 499. Dicabut dg. S. 1932-143 jo. S. 1933-9.
Pasal 500.
(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa membuat obat ledak,

mata peluru atau peluru untuk senjata api, tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk
untuk itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama sepuluh hari atau pidana denda paling
banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. (KUHP 92.)
Pasal 501.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak tiga
ratus tujuh puluh lima rupiah:
1o. barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau menyimpan untuk
dijual atau dibagikan, barang makanan atau minuman yang dipalsukan atau yang
busuk, ataupun air susu dari ternak yang sakit atau yang dapat mengganggu
kesehatan;
2o. (s.d.u. dg. UU No. 1 / 1946.) barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan,
membagikan daging ternak yang dipotong karena sakit atau mati dengan sendirinya
tanpa izin kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidana denda dapat
diganti dengan pidana kurungan paling lama enam hari. (KUHP 92, 101, 204, 886.)
Pasal 502.
(1) (s.d. u. dg. S. 1932-566; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa izin penguasa yang
berwenang, berburu atau membawa senjata api ke dalam hutan negara di mana hal itu
dilarang tanpa izin, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana
denda paling banyak tiga ribu rupiah.
(2) Binatang yang ditangkapnya atau ditembaknya serta perkakas dan senjata yang digunakan
dalam pelanggaran itu, dapat dirampas. (KUHP 39.)
BAB II.
PELANGGARAN KETERTIBAN UMUM.
Pasal 503.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau

pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:
1o. barangsiapa membuat kehingaran atau keriuhan yang dapat mengganggu tetangga dalam
tidur malamnya;
2o. barangsiapa membuat kegaduhan di dekat bangunan untuk melakukan ibadat yang diizinkan
atau untuk sidang pengadilan, pada waktu ada ibadat atau sidang. (KUHP 45, 172, 174,
176.)

Pasal 504.
(1) Barangsiapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan
pidana kurungan paling lama enam minggu.

Page 98 of 110

(2) Pengemisan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing
berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
bulan. (KUHP 45.)
Pasal 505.
(1) Barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencaharian, diancam karena
melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
(2) Pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masingmasing berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama
enam bulan. (KUHP 35.)
Pasal 506.
Barangsiapa mengambil keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya
sebagai mata pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 507.

(s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling

banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah:


1o. barangsiapa tanpa wewenang memakai suatu gelar ningrat, atau suatu tanda kehormatan
Indonesia;
2o. barangsiapa tanpa izin Presiden, bila hal itu diperlukan, menerima suatu tanda kehormatan,
gelar, pangkat atau derajat dari negara asing;
3o. barangsiapa memberi nama yang palsu ketika ditanya oleh penguasa yang berwenang
tentang namanya. (ISR. 168; KUHP 228 dst., 241.)
Pasal 508.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa wewenang memakai dengan sedikit

penyimpangan suatu nama atau tanda jasa yang menurut ketentuan undang-undang hanya
boleh dipakai oleh suatu perkumpulan atau personal perkumpulan, atau personal dinas
kesehatan tentara, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 102, 393, 565.)
Pasal 508 bis

(s.d.t. dg. S. 1926-19 jo. 40; s.d.u. dg. S. 1934-240; UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp /
1960.) Barangsiapa di muka umum tanpa wewenang memakai pakaian yang sangat mirip dengan

pakaian jabatan yang ditetapkan untuk pegawai negeri atau pejabat yang bekerja pada negara,
pada suatu propinsi, pada suatu daerah yang berdiri sendiri yang dibentuk atau yang diakui
dengan undang undang sehingga patut ia dapat dipandang orang sebagai pegawai atau pejabat
itu, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 509.

(s. d. u. dg. S. 1931-240; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa izin meminjamkan uang

atau barang yang nilainya tidak lebih dari seratus rupiah, dengan menerima gadai, atau dalam
bentuk jual-beli dengan boleh dibeli kembali ataupun dalam bentuk kontrak komisi, diancam
dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan, atau pidana denda paling banyak lima belas ribu
rupiah.

Pasal 510.
(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) (1) (s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946.) Diancam dengan pidana

denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah, barangsiapa tanpa izin kepala polisi atau
pejabat lain yang ditunjuk untuk itu:
1o. mengadakan pesta umum atau keramaian umum;

Page 99 of 110

2o. mengadakan pawai di jalan umum.


(1) Bila pawai itu diadakan untuk menyatakan keinginan-keinginan secara menakjubkan,
maka yang bersalah diancam dengan pidana kurungan paling lama dua minggu atau
pidana denda dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.
Pasal 511.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa pada waktu ada pesta, pawai, dan sebagainya,

tidak menaati perintah dan petunjuk polisi yang diberikan untuk mencegah kecelakaan oleh
kemacetan lalu-lintas di jalan umum, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus
tujuh puluh lima rupiah. (KUHP 216.)
Pasal 512.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa yang bukan karena terpaksa dan tanpa
izin menjalankan pekerjaan yang menurut aturan-aturan umum harus diberi izin untuk itu,
diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa dengan mendapat izin menjalankan
pekerjaan yang menurut aturan-aturan umum harus diberi izin untuk itu, dalam
menjalankan pekerjaan tersebut tanpa keharusan melampaui batas kewenangannya,
diancam dengan pidana denda paling banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.
(3) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, maka dalam hal ayat (1), pidana denda
dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama dua bulan, dan dalam hal ayat (2),
paling lama satu bulan. (KUHP 228 dst,)
Pasal 512a.

(s.d.t. dg. UU No. 8 / 1951; s.d.u. dg. UU No. 18 / 1960.) Barangsiapa sebagai mata

pencaharian, baik khusus maupun sebagai sambilan, menjalankan pekerjaan dokter atau dokter
gigi dengan tidak mempunyai surat izin, di dalam keadaan yang tidak memaksa, diancam dengan
pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak seratus lima puluh ribu
rupiah.
Anotasi :
Supaya konsisten dengan yang lain, bunyi pasal ini telah diubah tanpa mengubah
artinya.
Pasal 513.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menggunakan atau membolehkan digunakan

barang orang lain yang ada padanya karena hubungan jabatan atau karena pekerjaannya, untuk
pemakaian yang tak diizinkan oleh pemiliknya, diancam dengan pidana kurungan paling lama
enam hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
Pasal 514.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pekerja harian, pembawa bungkusan, pesuruh,

pemikul atau kuli, yang pada waktu menjalankan pekerjaannya melakukan kelalaian dalam
pengembalian perkakas yang diterima untuk dipakai, atau dalam penyampaian barang yang
diterima untuk diangkut, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau pidana
denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah. (KUHP 45.)
Pasal 515.

(s. d. u. dg. S. 1925-553 jo. 605.) (1) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan

pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh
rupiah:

Page 100 of 110

1o. barangsiapa, yang pada waktu pindah kediaman dari bagian kota, desa atau kampung di
mana dia menetap, tidak memberitahukannya kepada penguasa yang berwenang dengan
menyebut tempat menetap yang baru;
2o. barangsiapa yang setelah menetap di bagian kota, desa atau kampung, tidak
memberitahukan hal itu kepada penguasa yang berwenang dalam tenggang waktu empat
belas hari, dengan menyebut nama, pekerjaan, dan tempat asalnya. (S. 1919-573.)
(2) Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku bagi orang yang pindah tempat kediaman dan
menetap masih di dalam kota yang itu juga.
Pasal 516.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa, yang mata
pencahariannya memberi tempat bermalam kepada orang lain, tidak mempunyai register
terus-menerus, atau tidak mencatat atau menyuruh catat nama, mata pencaharian atau
pekerjaan, tempat kediaman, hari datang dan perginya orang yang bermalam di situ, atau
atas permintaan kepala polisi atau pejabat yang ditunjuk untuk itu, tidak memperlihatkan
register itu, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena pelangaran yang sama, pidana denda dapat diganti
dengan pidana kurungan paling lama enam hari. (KUHP 92; CP. 475.)
Pasal 517.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
bulan atau pidana denda paling banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah:
1o barangsiapa membeli, menukar, menerima sebagai hadiah, menerima sebagai gadai,
menerima untuk dipakai atau disimpan barang yang menjadi pakaian, perlengkapan
atau persenjataan seorang tentara di bawah pangkat perwira; atau menjual atau
menukarkan, memberikan sebagai hadiah, menggadaikan, memberikan untuk dipakai
atau disimpan barang tersebut untuk seorang tentara di bawah pangkat perwira, yang
diberikan tanpa izin dari atau atas nama perwira komandan. (KUHP 480.)
2o. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) barangsiapa menjadikan pembelian barang-barang yang
demikian sebagai kebiasaan atau mata pencaharian, dan tidak menaati peraturan
mengenai pencatatan dalam register yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
(KUHP 45.)
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidananya dapat dijadikan dua kali
lipat.
Pasal 518.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa wewenang memberi suatu barang

kepada atau menerimanya dari seorang terpidana, diancam dengan pidana kurungan paling lama
enam hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.

Pasal 519.
(1) (s. d. u. dg. S. 1926-359, 429; S. 1933-67; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa membuat,
menjual, menyiarkan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau disiarkan, ataupun
memasukkan ke Indonesia barang cetakan, potongan logam atau benda lain yang
bentuknya menyerupai uang kertas, mata uang, benda-benda emas atau perak dengan
merek negara, atau perangko pos, diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
(2) Benda-benda yang menjadi sebab pelanggaran itu dapat dirampas. (KUHP 10, 39 dst., 45,
251.)

Page 101 of 110

Pasal 519 bis

(s.d.t. dg. S. 1933-67; s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan

paling lama tiga bulan, atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah:
1o. barangsiapa mengumumkan kabar yang ditangkap lewat pesawat penerima radio yang
dipakai olehnya atau yang ada di bawah pengurusannya, yang sepatutnya harus diduganya
bahwa kabar itu bukan untuk dia atau untuk umum, atau memberitahukannya kepada orang
lain, jika sepatutnya harus diduganya bahwa karenanya kabar itu akan tersiar dan kemudian
memang sungguh jadi tersiar;
2o. barangsiapa mengumumkan kabar yang ditangkap lewat pesawat penerima radio, jika ia
sendiri, ataupun orang dari mana berita itu diterimanya, tidak berwenang untuk itu.
Pasal 520.

(s.d. u. dg. S. 1937-590.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan:
1.

2.

barangsiapa yang setelah mendapat pengunduran pembayaran utangnya dengan kehendak


sendiri melakukan perbuatan-perbuatan, yang menurut aturan-aturan umum harus
dilakukan dengan bantuan pengurus;
seorang pengurus atau komisaris perseroan, maskapai, perkumpulan atau yayasan, yang
setelah mendapat pengunduran pembayaran utangnya dengan kehendak sendiri melakukan
perbuatan-perbuatan, yang menurut aturan-aturan umum harus dilakukan dengan bantuan
pengurus. (KUHP 59; F. 214 dst., 220 dst.)
BAB III.
PELANGGARAN TERHADAP PENGUASA UMUM.
Pasal 521.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa melanggar peraturan penguasa umum yang

telah diumumkan mengenai pemakaian dan pembagian air dari perlengkapan air atau bangunan
pengairan guna kepentingan umum, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua belas
hari atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 522.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk
menjadi saksi ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan
pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. (KUHP 224; KUHPerd. 1909; Rv. 154, 160,
171 dst., 184 dst., 204; Sv. 37 dst., 51 dst., 133 dst., 136, 202, 239, 241 dst.; F. 65, 224;
Onteig. 30; Krankz. 15, 44.)

Pasal 523.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa alasan yang sah lalai menjalankan
pekerjaan rodi, pekerjaan desa atau pekerjaan perusahaan kebun negara, diancam dengan
pidana kurungan paling tinggi tiga hari atau pidana denda paling tinggi seratus lima puluh
rupiah.
(2) (s.d.t. dg. S. 1922-308.) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat enam bulan
sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, maka yang
bersalah dapat diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 524.

(s.d. u. dg. S. 1931-240; UU No. 1 / 1946 dan UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana

denda paling banyak sembilan ratus rupiah:


1o. barangsiapa dalam perkara mengenai orang yang belum dewasa, atau orang yang sudah
atau akan ditaruh di bawah pengampuan, atau orang yang akan atau sudah dimasukkan
dalam rumah sakit jiwa, tanpa alasan yang sah tidak datang sendiri atau dengan
perantaraan kuasanya jika hal itu dibolehkan, bila dipanggil untuk didengar selaku keluarga

Page 102 of 110

sedarah atau semenda, selaku suami/istri, wali atau wali pengawas, pengampu atau
pengampu pengawas oleh hakim atau atas perintahnya oleh kepala polisi; (KUHP 92;
KUHPerd. 38, 41, 333 dst., 452; Krankz. 15, 24 dst.)
2o. barangsiapa dalam perkara mengenai orang yang belum dewasa atau orang yang sudah
atau akan ditaruh di bawah pengampuan, tanpa alasan yang sah tidak datang sendiri atau
dengan perantaraan kuasanya jika hal itu dibolehkan, bila dipanggil untuk didengar oleh
balai harta peninggalan atau atas permintaannya oleh kepala polisi; (Krankz. 44.)
3o. (s.d.t. dg, S. 1918-546.) barangsiapa dalam perkara mengenai orang yang belum dewasa,
tanpa alasan yang sah tidak datang sendiri atau dengan perantaraan kuasanya jika hal itu
dibolehkan, bila dipanggil untuk didengar oleh majelis perwalian atau atas permintaannya
oleh kepala polisi. (KUHPerd. 38, 40, 333 dst., 452.)
Pasal 525.
(1) (s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa pada waktu ada bahaya umum bagi orang
atau barang, atau pada waktu ada kejahatan tertangkap tangan diminta pertolongannya
oleh penguasa umum tetapi menolaknya, padahal mampu untuk memberi pertolongan
tersebut tanpa membahayakan dirinya, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga
ratus tujuh puluh lima rupiah. (KUHP 165, 187 dst., 478, 531, 566; Sv. 24 dst.)
(2) Ketentuan ini tidak berlaku bagi mereka yang menolak memberi pertolongan karena ingin
menghindari bahaya penuntutan bagi dirinya sendiri atau bagi salah seorang keluarganya
sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyimpang, sampai derajat kedua atau
ketiga, atau bagi suami (istri) atau bekas suami (istrinya).
Pasal 526.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menyobek, membuat tak dapat dibaca atau

merusak suatu pengumuman di muka umum dari pihak penguasa yang berwenang atau karena
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh
lima rupiah. (KUHP 45, 219, 406.)
527.

Dicabut dg. UU No. 8 / Drt / 1955.

Pasal 528.
(1) (s.d.t. dg. S. 1935-576; s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana
kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah, barangsiapa tanpa izin penguasa yang berwenang:
1o. membuat salinan atau petikan dari surat-surat jabatan negara dan alat-alatnya, yang
menurut perintah penguasa umum harus dirahasiakan;
2o. mengumumkan seluruh atau sebagian isi surat-surat tersebut dalam nomor 1;
3o. mengumumkan hal-hal yang termaktub dalam surat-surat tersebut dalam nomor 1,
padahal sepatutnya dapat diduga bahwa hal-hal itu harus dirahasiakan.
(2) Perbuatan itu tidak dipidana, bila perintah untuk merahasiakan itu jelas diberikan karena
alasan lain daripada kepentingan dinas atau kepentingan umum. (KUHP 52, 92, 112 dst.,
122-2, 124-2, 322, 554.)
BAB IV.
PELANGGARAN MENGENAI ASAL-USUL DAN PERKAWINAN.
Pasal 529.

(s.d.u. dg. S. 1918-30, S. 1919-81; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tidak memenuhi

kewajibannya menurut undang-undang untuk melaporkan kepada pejabat catatan sipil atau
perantaranya tentang adanya kelahiran dan kematian, diancam dengan pidana denda paling
banyak seribu lima ratus rupiah. (BS. 37 dst., 65 dst., 71, 74, 87; BS. Chin. 50 dst., 99; BS. Ind.
29-32, 37, 42 dst., 47; BSCI. 35 dst., 38, 43, 61 dst., 66.)

Page 103 of 110

Pasal 530.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang petugas agama yang melakukan upacara
perkawinan, yang hanya dapat dilangsungkan di hadapan pejabat catatan sipil, sebelum
dinyatakan kepadanya bahwa pelangsungan di hadapan pejabat itu sudah dilakukan,
diancam dengan pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, pidana denda dapat diganti dengan
pidana kurungan paling lama dua tahun. (KUHP 81 dst.; KUHPerd. 81.)
BAB V.
PELANGGARAN TERHADAP ORANG YANG MEMERLUKAN PERTOLONGAN.
Pasal 531.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa ketika menyaksikan seseorang yang sedang

berada dalam babaya maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepada orang itu
walaupun tidak membahayakan dirinya atau orang lain, diancam, bila kemudian orang itu
meninggal, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 45, 165, 478, 525, 566.)
BAB VI.
PELANGGARAN KESUSILAAN.
Pasal 532.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau

pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah:
1o. barangsiapa menyanyikan lagu-lagu yang melanggar kesusilaan di depan umum;
2o. barangsiapa mengadakan pidato yang melanggar kesusilaan di depan umum;
3o. barangsiapa mengadakan tulisan atau gambar yang melanggar kesusilaan di tempat yang
terlihat dari jalan umum. (KUHPerd. 45, 281, 533 dst.)
Pasal 533.

(s.d. u. dg. S. 1936-10; S. 1938-278; UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan

paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah:
1o. barangsiapa di tempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan
atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit, atau isinya yang dapat dibaca, maupun
gambar atau benda, yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja;
2o. barangsiapa di tempat untuk lain lintas umum dengan terang-terangan memperdengarkan
isi tulisan yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja;
3o. barangsiapa secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan suatu tulisan, gambar
atau barang yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja, atau secara terangterangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, memberitahukan sebagai bisa
didapat, tulisan atau gambar yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja;
4o. barangsiapa menawarkan, memberikan untuk selamanya atau untuk sementara,
menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambar, atau benda yang demikian itu kepada
seorang belum dewasa dan di bawah umur tujuh belas tahun;
5o. barangsiapa memperdengarkan isi tulisan yang demikian itu di hadapan seorang yang belum
dewasa dan di bawah umur tujuh belas tahun. (KUHP 282 dst., 532, 534 dst.)
Pasal 534.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu
sarana pencegah kehamilan maupun secara terang terangan atau tanpa diminta menawarkan
sarana atau pertolongan untuk mencegah kehamilan, ataupun secara terang-terangan atau

Page 104 of 110

dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menyatakan bahwa sarana atau pertolongan yang
demikian itu bisa didapat, diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana
denda paling banyak tiga ribu rupiah. (KUHP 282 dst., 532 dst., 535.)
Pasal 535.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu

sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan sarana atau pertolongan untuk menggugurkan kandungan, ataupun secara terangterangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menyatakan bahwa sarana atau
pertolongan yang demikian itu bisa didapat, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 283, 299, 346 dst.)
yang demikian itu bisa didapat, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 283, 299, 346 dst.)

Pasal 536.
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa berada dijalan umum dalam keadaan mabuk,
diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama atau yang diterangkan dalam pasal 492,
maka pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama tiga hari.
(3) Bila terjadi pengulangan kedua dalam satu tahun setelah pemidanaan pertama berakhir dan
menjadi tetap, maka dikenakan pidana kurungan paling lama dua minggu.
(4) Pada pengulangan ketiga atau lebih dalam satu tahun, setelah pemidanaan yang kemudian
karena pengulangan kedua atau lebih menjadi tetap, dikenakan pidana kurungan paling
lama tiga bulan. (KUHP 45, 300, 492.)
Pasal 537.
(s.d. u. dg. UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa menjual atau memberikan minuman keras atau
arak di luar kantin tentara kepada anggota Angkatan Bersenjata di bawah pangkat letnan atau
kepada istri, anak atau pelayannya, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga minggu
atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah. (KUHP 300, 538.)
Pasal 538.

(s.d.u. dg. UUNO. 18IPrpl]960.) Penjual minuman keras atau wakilnya yang pada waktu
menjalankan pekerjaannya itu memberikan atau menjual minuman keras atau arak kepada
seorang anak di bawah umur enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama
tiga minggu atau pidana denda paling tinggi seribu lima ratus rupiah. (KUHP 300, 537.)
Pasal 539.

(s.d.u. dg. UUNO. 18IPrpll960.) Barangsiapa menyediakan secara cuma-cuma minuman keras

atau arak atau menjanjikan sebagai hadiah pada waktu diadakan pesta keramaian untuk umum
atau pertunjukan rakyat atau pada waktu diselenggarakan pawai untuk umum, diancam dengan
pidana kurungan paling lama dua belas hari atau pidana denda paling tinggi tiga ratus tujuh
puluh lima rupiah.
Pasal 540.
(1) (s.d.u. dg. S. 1924-127; S. 1934-644; UUNO. 18/Prp/1960.) Diancam dengan pidana
kurungan paling lama detapan hari atau pidana denda paling banyak dua ribu dua ratus lima
puluh rupiah:
1o. barangsiapa menggunakan hewan untuk pekerjaan yangjelas melampaui kekuatannya;
2 o. barangsiapa tanpa perlu menggunakan hewan untuk pekerjaan dengan cara yang
menyakitkan atau yang menyiksa hewan tersebut;

Page 105 of 110

3 o. barangsiapa menggunakan hewan yang pincang atau yang mempunyai cacat lainnya,
yang kudisan, luka-luka atau yangjelas sedang hamil ataupun sedang menyusui untuk
pekerjaan yang karena keadaannya itu tidak sesuai atau yang menyakitkan ataupun
yang menyiksa hewan tersebut;
4 o. barangsiapa mengangkut atau menyuruh mengangkut hewan tanpa perlu dengan cara
yang menyakiti atau yang menyiksa hewan tersebut;
5o. barangsiapa mengangkut atau menyur-uh mengangkut hewan tanpa diberi atau
menyuruh tidak diberi makan atau minum.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena salah satu pelanggaran
pada pasal 541, atau karena kejahatan tersebut dalam pasal 302, maka yang bersalah dapat
dikenakan pidana kurungan paling lama empat belas hari. (KUHP 45, 302.)
Pasal 541
(1) (s.d.u. dg. UU No. 18/prp/1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus
dua puluh lima rupiah:
1 o. barangsiapa menggunakan seekor kuda sebagai kuda beban, kuda tunggangan atau
kuda penarik kereta padahal kuda tersebut belum tukar gigi atau kedua gigi dalamnya
di rahang atas belum bersanggit dengan kedua gigi dalamnya di rahang bawah;
2o. barangsiapa memasangkan pakaian kuda pada kuda tersebut dalam butir I' atau
mengikat maupun memasang kuda itu pada kendaraan atau kuda penarik;
3 o. barangsiapa menggunakan seekor kuda induk sebagai kuda beban, kuda tunggangan
atau kuda penarik kereta dengan membiarkan anaknya, yang keenam gigi mukanya
belum tumbuh, mengikutinya.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat satu tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, atau karena pelanggaran
tersebut dalam pasal 540, ataupun karena kejahatan tersebut dalam pasal 302, maka pidana
denda dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama tiga hari.
542.

Dg. UU No. 7/1974, pasal ini diubah menjadi Pasal 303 bis.

543.

Dicabut dg. S. 1923-277, 352.

Pasal 544.
(1) (s. d. u. dg. UU No. 1/1 946 dan UU No. 18/Prp/1960.) Barangsiapa tanpa izin kepala polisi
atau pejabat yang ditunjuk untuk itu menyabung ayam atau mengadu jangkrik di jalan
umum atau di pinggirnya, ataupun di tempat yang dapat dikuwungi oleh umum, diancam
dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus
tujuh putuh lima rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat satu tahun sejak adanya
pemidanaan yang merdadi tetap karena pelanggaran yang sama, maka pidananya dapat
dilipatduakan. (KU'IP 92.)
Pasal 545.
(1) (s.d.u. dg. UUNO. 18/Prp/1960. Barangsiapa yang mata pencahariannya sebagai ahli nujum,
peramal atau penafsir mimpi, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari atau
pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.
(2) Bila pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lewat satu tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama, maka pidananya dapat
dilipatduakan.

Page 106 of 110

Pasal 546.

(s.d.u. dg. UUNO. 18/Prp/1960.) Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:


1o. barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai
persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat, penangkal, atau benda lain yang dikatakan
olehnya mempunyai kesaktian;
2 o. barangsiapa mengajar ilmu atau kesaktian yang bertujuan menimbulkan kepercayaan orang
bahwa ia dapat melakukan tindak pidana tanpa kemungkinan bahaya bagi diri sendiri.
Pasal 547.

(s.d.u. dg. UUNO. 18/Prp/1960.) Seorang saksi, yang memakai jimat atau benda-benda sakti
dalam sidang pengadilan ketika diminta untuk memberi keterangan di bawah sumpah menurut
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana kurungan paling lama sepuluh hari atau
pidana denda paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah.
BAB VII.
PELANGGARAN MENGENAI TANAH, TANAMAN, DAN PEKARANGAN.
Pasal 548.

(s.d.u. dg. UUNO. 18/Prp/1960.) Barangsiapa tanpa wewenang membiarkan unggas ternaknya

berjalan di kebun atau di tanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, diancam dengan
pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah. (KUHP 406', 407 , 549.)

Pasal 549.
(1) (s. d. a. dg. S. 1923-569jo. S. 1924-27; UU No. 18Iprpl1960.) Barangsiapa tanpa wewenang
membiarkan ternaknya berjalan di kebun, di padang rumput, atau di ladang rumput atau di
padang rumput kering, baik di tanah yang telah ditaburi, ditugali atau ditanami ataupun
yang sudah siap untuk ditaburi, ditugali atau ditanami atau yang hasilnya belum diambil,
ataupun di tanah kepunyaan orang lain, yang oleh yang berhak dilarang dimasuki dan sudah
diberi tanda larangan yangjelas bagi pelanggar, diancam dengan pidana denda paling
banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah. (KUHP 101, 4061, 4071, 550 dst.)
(2) (s.d.t. dg. S. 1921-250, 640.) Ternak yang menyebabkan pelanggaran itu dapat dirampas.
(KUHP 392, 41.)
(3) (s.d. t. dg. S. 1921-250, 640.) bila pada waktu melakukan pelanggaran belum lewat satu
tahun sejak adanya pemidanaan yang menadi tetap karena pelanggaran yang sama, maka
pidana denda itu dapat diganti dengan pidana kurungan paling lama empat belas hari.
Pasal 550.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa wewenang berjalan atau berkendaraan di

tanah yang sudah ditaburi, ditugali atau ditanami, atau ditanah yang sudah siap untuk ditaburi,
ditugali atau ditanami, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima
rupiah. (KUHP 4061, 4071, 549, 551.)
Pasal 551.

(s.d.u. dg. S. 1923-569 jo. S. 1924-27; UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa wewenang,

berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dilarang dimasuki atau sudah
diberi tanda larangan masuk yang jelas, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus
dua puluh lima rupiah. (KUHP 549 dst.)

Page 107 of 110

BAB VIII.
PELANGGARAN JABATAN.
Pasal 552.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan salinan

atau petikan putusan pengadilan, bila mengeluarkan salinan atau petikan tersebut sebelum
putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, diancam dengan pidana denda paling banyak
tujuh ratus lima puluh rupiah. (KUHP 92; Rv. 65; Sv. 420.)

553.

Dicabut dg. S, 1935-576; lihat pasal 528.


Pasal 554.

(s.d.u. dg. S. 1928-12; S. 1935-576; UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana kurungan

paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, seorang
bekas pejabat yang tanpa izin penguasa yang berwenang menahan surat-surat jabatan padanya.
(.KUHP 52, 92, 112 dst., 122-2, 1242 , 322, 528.)
Pasal 555.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Kepala lembaga pemasyarakatan, tempat menahan orang

tahanan sementara atau orang yang disandera, atau kepala lembaga pendidikan anak negara
atau rumah sakit jiwa, yang menerima atau menahan orang di tempat itu dengan tidak meminta
diperlihatkan kepadanya terlebih dahulu surat perintah dari penguasa yang berwenang atau surat
keputusan pengadilan, atau yang lalai menuliskan menurut aturan dalam daftar hal penerimaan
itu dan surat perintah atau surat keputusan yang menjadi alasan orang itu diterima, diancam
dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak dua ribu dua
ratus lima puluh rupiah. (KUHP 428; Rv. 602; Sv. 364; Krankz. 16.)
Pasal 556.
(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat catatan sipil yang sebelum melangsungkan
perkawinan tidak meminta diberikan kepadanya surat bukti atau surat keterangan yang
diharuskan menurut aturan-aturan umum, diancam dengan pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. (KUHP 79-3; KUHPerd. 71 dst.)
Pasal 557.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima
1.
2

ratus rupiah:
seorang pejabat catatan sipil yang melakukan perbuatan yang berlawanan dengan
ketentuan aturan-aturan umum tentang register atau akta catatan sipil, tentang tata cara
sebelum perkawinan atau tentang pelaksanaan perkawinan;
setiap orang lain penyimpan register itu yang melakukan perbuatan yang berlawanan
dengan ketentuan aturan-aturan umum tentang register dan akta catatan sipil. (KUHP 79-3;
KUHPerd. 4 dst., 50 dst., 71 dst., 82; BS. 28.)
Pasal 557a.

(s.d.t. dg. S. 1918-30, S. 1919-81; s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang perantara Catatan

Sipil yang melakukan perbuatan yang berlawanan dengan ketentuan reglemen pemeliharaan
register catatan sipil untuk golongan Tionghoa, diancam dengan pidana denda paling banyak
tujuh ratus lima puluh rupiah.
Pasal 558.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang pejabat catatan sipil yang lalai memasukkan suatu
akta dalam register atau menuliskan suatu akta pada sehelai kertas lepas, diancam dengan
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 79-3; BS. 9, 28 dst.)

Page 108 of 110

Pasal 558a.

(s.d.t. dg. S. 1918-30; S. 1919-81; s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang perantara catatan

sipil yang lalai membuat akta dari suatu pemberitahuan yang dimasukkan kepadanya menurut
ketentuan tentang pemeliharaan register catatan sipil bagi golongan Tionghoa, atau menuliskan
suatu akta pada sehelai kertas lepas, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ribu dua
ratus lima puluh rupiah.
Pasal 559.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima
1.
2.

ratus rupiah:
seorang pajabat catatan sipil yang lalai membuat laporan kepada penguasa yang berwenang
seperti yang diharuskan oleh ketentuan undang-undang;
seorang pejabat yang lalai membuat laporan kepada pejabat catatan sipil seperti yang
diharuskan oleh ketentuan undang-undang. (KUHP 92; BS. 48, 50, 65, 71, 73 dst.; BS. Chin.
57, 65a, 79, 81 dst.; KUHPerd. 3603 , 418a.)
BAB IX.
PELANGGARAN PELAYARAN.
Pasal 560.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang berangkat sebelum

dibuat dan ditandatangani daftar anak buah kapal seperti yang diharuskan oleh ketentuan
undang-undang, diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah. (KUHP 8,
93, 95; KUHD 341, 341d, 347, 375 dst.)
Pasal 561.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.)Seorang nakhoda kapal Indonesia yang tidak mempunyai di

kapalnya surat-surat kapal, buku-buku dan surat-surat lain yang diharuskan oleh ketentuan
undang-undang, diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah. (KUHP 8,
93, 95; KUHD 341, 341d, 347, 375 dst.)
Pasal 562.

(s. d. u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2; UU No. 18 / Prp / 1960.) Diancam dengan pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: (KUHP 8, 93, 95.)
1. seorang nakhoda kapal Indonesia yang tidak menjaga supaya buku-buku harian di kapalnya
diurus menurut aturan-aturan umum, atau tidak memperlihatkan buku-buku harian itu pada
waktu dan di mana diharuskan menurut ketentuan undang-undang; (KUHD 348 dst., 352; S.
1938-4.)
2. seorang nakhoda kapal Indonesia yang tidak mengurus register pidana yang diharuskan
oleh
aturan-aturan
umum
menurut
ketentuan
undang-undang,
atau
tidak
memperlihatkannya pada waktu dan di mana diharuskan menurut ketentuan undangundang itu; (KUHD 352a.)
3. seorang nakhoda kapal Indonesia yang dalam hal tidak ada register pidana, tidak memberi
keterangan kepada hakim sebagaimana diharuskan menurut ketentuan undang-undang;
4. seorang pengusaha pelayaran, pemegang buku atau nakhoda kapal Indonesia yang menolak
permintaan untuk memperlihatkan kepada yang berkepentingan buku-buku harian kapalnya,
atau menolak untuk memberi salinan buku buku itu dengan membayar biayanya. (KUHD
320, 327, 341, 341d, 350.)
Pasal 563.

(s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda kapal Indonesia yang tidak memenuhi

kewajibannya menurut undang-undang tentang pencatatan dan pemberitahuan kelahiran dan

Page 109 of 110

kematian selama perjalanannya, diancam dengan pidana denda paling banyak seribu lima ratus
rupiah. (KUHP 8, 93, 95; BS. 46 dst., 50 dst., 77; BS. Chin. 58 dst., 62, 64, 85; KUHD 341, 341d,
348.)
Pasal 564.

(s. d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda atau anak buah kapal yang tidak

memperhatikan ketentuan undang-undang yang ditetapkan untuk mencegah tabrakan bila


kapalnya melanggar sesuatu atau terdampar, diancam dengan pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 93, 199; KUHD 341, 341d, 534 dst.; S. 1914-225, 226.)
Pasal 565.

(s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa tanpa wewenang menggunakan suatu tanda

pengenal walaupun dengan sedikit perubahan, kalau hal itu menurut ketentuan undang-undang
hanya boleh dipakai oleh kapal rumah sakit, sekoci-sekoci kapal yang demikian, ataupun perahuperahu yang digunakan untuk pekerjaan merawat orang sakit, diancam dengan pidana kurungan
paling lama satu bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP
508; S. 1905-626, 687.)
Pasal 566.

(s.d.u. dg. S. 1933-47 jo. S. 1938-2; UU No. 18 / Prp / 1960.) Seorang nakhoda kapal Indonesia

yang tidak memenuhi kewajibannya menurut alinea kedua pasal 358a Kitab Undang-undang
Hukum Dagang, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (KUHP 93, 95, 478; KUHD 341, 341d, 534 dst.)
Pasal 567.

(s.d.t. dg. S. 1934-214 jo. 1938-2; s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Kalau di atas kapal

Indonesia pekerjaan anak buah kapal dikerjakan oleh orang-orang yang tidak mengadakan
perjanjian kerja seperti dimaksud dalam pasal 395 Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau
tidak menjalankan perusahaan di kapal atas biaya sendiri, ataupun oleh orang-orang yang
namanya tidak ada dalam daftar anak buah kapal, di mana hal ini diharuskan oleh aturan-aturan
umum, maka pengusaha kapal atau nakhodanya diancam dengan pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah untuk tiap-tiap orang yang bekerja demikian. (KUHD 320, 341, 341d, 375
dst., 380, 383, 395 dst.; KUHP 8, 93, 95.)
Pasal 568.

(s. d. t. dg. S. 1933-47 jis. S. 1934-214; S. 1938-2; s.d. u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.)

Barangsiapa menandatangani konosemen yang dikeluarkan dengan melanggar ketentuan pasal


517b Kitab Undang-undang Hukum Dagang, demikian pula orang yang untuknya hal itu
dilakukan sesuai dengan kewenangannya, diancam, bila konosemen itu lalu dikeluarkan, dengan
pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah. (KUHD 321, 331, 470, 504.)
Pasal 569.

(s.d.t. dg. S. 1933-47 jis. S. 1934-214; 1938-2.)


(1) (s.d.u. dg. UU No. 18 / Prp / 1960.) Barangsiapa menandatangani surat jalan yang

dikeluarkan dengan melanggar ketentuan pasal 533b Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
demikian pula orang yang untuknya hal itu dilakukan sesuai dengan kewenangannya,
diancam, bila surat itu lalu dikeluarkan, dengan pidana denda paling banyak tujuh puluh
lima ribu rupiah.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa yang dengan melanggar ketentuan pasal
533b Kitab Undang-undang Hukum Dagang, memberikan surat jalan yang tidak
ditandatangani, demikian pula orang yang untuknya hal itu dilakukan sesuai dengan
kewenangannya. (KUHD 321, 331, 524.)

Page 110 of 110

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)


(Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
BUKU PERTAMA.
ORANG
BAB 1.
MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK-HAK KEWARGAAN

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal. 1.
Penikmatan hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pasal 2.
Anak dalam kandungan seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya
menghendakinya.
Bila telah mati waktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836,
899, 1679.)
Pasal 3.
Tiada suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya segala hak-hak
kewargaan. (ISR. 144.)
BAB II.
AKTA-AKTA CATATAN SIPIL

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan
Tionghoa.)
Bagian 1.
Daftar Catatan Sipil Pada Umumnya.
Pasal 4.

(s.d.u. dg. S. 1916-38jo. S. 1917-18; S. 1907-205pasal 3jo. S. 1919-816;S.1937-595.) Tanpa

mengurangi ketentuan pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia,


maka untuk golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar
izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5; BS. 1.)
Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.

Pasal 5.
Pemerintah (Gouverneur-Generaal), setelah mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof),
dengan peraturan tersendiri, menentukan tempat dan cara menyelenggarakan daftar-daftar
tersebut, demikian pula cara menyusun akta-aktanya dan syarat-syarat yang harus diindahkan.
Dalam peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh
pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan
undang-undang hukum pidana. (KUHP 436, 556 dst. lihat peraturan BS. golongan Eropa,

Indonesia dan Indonesia-Kristen dan catatan di bawah judul BS.)

Page 1 of 336

Bagian 2.
Nama, Perubahan Nama, Dan Perugahan Nama Depan.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 5a.

(s.d. t. dg. S. 1937-595.) Anak sah, dan juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh ayahnya,

menyandang nama keturunan ayahnya; anak yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama
keturunan ibunya. (KUHPerd. 250 dst., 255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.)
Pasal 6.
Siapa pun tidak diperkenankan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain
pada namanya tanpa izin pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S. 1867-168
V; S. 1917-12.)

(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya atau nama depannya,

boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin pemerintah.


Pasal 7.
(s.d. u. dg. S. 1937-595 dan S. 1941-370.) Permohonan untuk itu tidak dapat dikabulkan
sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung mulai dari hari pemberitaan permohonan itu
dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
Pasal 8.
(s.d. u. dg. S. 1883-190.) Selama jangka waktu tersebut dalam pasal yang lain, pihak-pihak yang

berkepentingan boleh mengemukakan kepada pemerintah, dengan surat permohonan, dasardasar yang mereka anggap menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas.
(S. 1883-192 p'asal 3.)
Pasal 9.

(s.d u. dg. S. 1937-595.) Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6
permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan
sipil di tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus menuliskannya dalam buku daftar yang
sedang berjalan, dan membuat catatan tentang hal itu pada margin akta kelahiran si pemohon.
(BS. 26.)

(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Surat penetapan yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya
permohonan termaksud dalam pasal 6 alinea kedua, dibukukan dalam daftar kelahiran yang
sedang berjalan di tempat tinggal yang bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43
alinea pertama Reglemen tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada margin
akta kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang
dimaksud pada alinea yang lain, pemerintah dapat memberikan nama-keturunan atau namadepan kepada yang berkepentingan. Surat penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal
yang lain.
Pasal 10.

(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam

keempat pasal yang lain, sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya hubungan sanaksaudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
Pasal 11.
Tiada seorang pun boleh mengubah nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada
namanya, tanpa izin pengadilan negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya atas permohonan
untuk itu, setelah mendengar jawatan kejaksaan (openbaar ministries. (BS. 40.)

Page 2 of 336

Pasal 12.
Bila pengadilan negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama depan, maka surat
penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan
pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang sedang berjalan, dan mencatatnya pula
pada margin akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian 3.
Pembetulan Akta Catatan Sipil, Dan Penambahannya. (S. 1836-16.)

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 13.
Bila daftar tidak pernah ada, atau telah hilang, dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, dgelapkan
atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam akta yang
dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka hal-hal itu dapat menjadi
dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36;
KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, ]that BS. 67.)
Pasal 14.
Permohonan untuk itu hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah
hukumnya daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk itu
pengadilan negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar jawatan kejaksaan dan pihakpihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi kesempatan
banding. (Rv. 844 dst.)
Pasal 15.
Keputusan ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah
dipanggil. (KUHPerd. 1917.)
Pasal 16.
Semua keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh
kekuatan tetap, harus dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang sedang
berjalan segera setelah diterbitkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus diberitakan pada margin
akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen tentang Catatan Sipil. (BS.
26; Rv. 166.)

BAB III.
TEMPAT TINGGAL ATAU DOMISILI

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 17.
Setiap orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dbadikan pusat kediamannya.
Bila tidak ada tempat tinggal yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya
dianggap sebagai tempat tinggalnya. (Rv. 6-71, 99.)
Pasal 18.
Perubahan tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat
untuk menempatkan pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)

Page 3 of 336

Pasal 19.
Niat itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik di
tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S.
1919-573 jis. 1931-373, 423.)
Bila tidak ada pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaankeadaannya.
Pasal 20.
Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat
mereka melaksanakan dinas. (RO. 21; Rv. 99.)
Pasal 21.

(s. d. u, dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan

ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di
bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka yang melakukan
kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang
berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. (KUHPerd. 106, 207,
211, 242, 298, 301, 383, 452.)
Pasal 22.

(s.d.u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan

dalam pasal yang lain, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka
tinggal serumah dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
Pasal 23.
Yang dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat
tinggalnya yang terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Pasal 24.
Dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas
untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya.
Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan
hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki kedua pihak atau salah
satu pihak. Dalam hal ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang
tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di
muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393, 1405, 1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106
dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594, 597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860
dst.)
Pasal 25.
Bila hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang
dipilih untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari
tempat tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain.
BAB IV.
PERKAWINAN.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Catatan :

Page 4 of 336

Ketentuan-ketentuan perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan


perkawinan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dalam
peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak
berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum.
Pasal 26.
Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.
(KUHPerd. 81.)
Bagian 1.
Syarat-syarat Dan Segala Sesuatu yang Harus Dipenuhi Untuk Dapat Melakukan
Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Lihal Peraturan Peralihan mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak S. 1927-31
jis. 390, 421 sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pasal 27.
Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang
perempuan saja; seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-4', 62,
63-21, 65, 70-4-, 83, 86, 93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
Pasal 28.
Asas perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri.
(KUHPerd. 61-3', 4', 62, 63_21, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Pasal 29.
Laki-laki yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum
mencapai umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun
jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan
memberikan dispensasi. (ISR. 43; KUHPerd. 61-41, 62, 63-21, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B II283.)
Pasal 30.
Perkawinan dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam
garis ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena kelahiran
yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping, antara kakak-beradik lakiperempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-41, 62, 63-2', 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 290,
295, 297.)
Pasal 31.
Juga dilarang perkawinan :
1. (s.d. u. dg. S. 1941-370.) antara ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah,
kecuali bila suami atau istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal
atau bila atas dasar ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh hakim
kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;

Page 5 of 336

2.

antara paman atau paman orang tua dan kemenakan perempuan atau anak perempuan
kemenakan, demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau
anak laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah.

Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa


menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KLTHPerd. 29, 61-4-, 62, 632', 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
Pasal 32.
Seseorang yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4', 62, 63- 2', 65, 83,
90, 93, 95 dst., 98, 209.)
Pasal 33.

(s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan

ketentuan pasal 199 nomor 31 atau 4', tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan
kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam
daftar catatan sipil.
Perkawinan lebih lanjut antara orang-orang yang sama dilarang. (KUHPerd. 61-40, 62, 63-20, 65,
83, 90, 93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
Pasal 34.
Seorang wanita tidak boleh melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu
tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd. 61-41, 62, 63-21, 64 dst.,
71-4-, 83, 99, 252, 494 dst.)
Pasal 35.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur
memerlukan izin kedua orang tuanya.
Akan tetapi bila hanya salah seorang dari mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat
dari kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka pengadilan negeri di daerah tempat
tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin melakukan perkawinan itu,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya menjadi syarat beserta
keluarga keluarga sedarah atau keluarga-keluarga semenda.
Bila salah satu orang tua telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan
kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd, 37, 40 dst., 49, 6110, 71-20, 50, 83, 91, 151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-40.)
Pasal 36.

(s.d.u. dg. S. 1927 31 jis. 390, 421.) Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-

anak sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dari wajib mereka, bila yang melakukan
perwalian adalah orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin
dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan
izin dari wali pengawas.
Bila wali atau wali pengawas atau ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua
atau perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka
berlakulah alinea kedua pasal yang lain, asal orang tua yang tidak dipecat dari kekuasaan orang
tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-20,
51, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-40.)

Page 6 of 336

Pasal 37.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu telah meninggal atau berada dalam

keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, maka mereka masing-masing hal
dgantikan oleh orang tua mereka, sejauh mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang
sama.

Bila orang lain daripada orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak di
bawah umur itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lain, si anak
memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan kedudukan yang
dibuat dalam pasal yang lalu.
Alinea kedua pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu
atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih tidak
menyatakan pendiriannya. (KUHPerd. 49, 62, 71-20, 50, 83 dst., 91, 151, 424, 497, 901; BS. 6140.)
Pasal 38.

(s. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada,
atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak
sah yang masih di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali
pengawasnya.
Bila baik wali maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi
izin atau tidak menyatakan pendirian, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal anak
yang masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan
perkawinan, setelah mendengar dan memanggil dengan sah wali, wali pengawas, dan keluarga
sedarah atau keluarga semenda. (KUHPerd. 39, 49, 61-20, 63 dst; KUHP 524.)
Pasal 39.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah

umur, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang mengakuinya, sejauh
kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak berada dalam keadaan tak mampu
menyatakan kehendak mereka.
Bila semasa hidup ayah atau ibu yang mengakuinya, orang lain yang melakukan perwalian atas
anak itu, maka hal pula diperoleh izin dari wali itu atau dari wali pengawas bila izin itu diperlukan
untuk perkawinan dengan wali itu, sendiri atau dengan salah seorang dari keluarga sedarah
dalam garis lurus.
Bila terjadi perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama
dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberikan izin itu, maka pengadilan negeri
di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si anak,
berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau memanggil
dengan sah mereka yang izinnya diperlukan.
Bila baik ayah maupun ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, diperlukan izin dari wali dan wali
pengawas.
Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau tidak menyatakan
pendirian, maka berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa yang ditentukan di situ mengenai
keluarga sedarah atau keluarga semenda.

Page 7 of 336

Pasal 40.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan

perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di bawah umur.

Bila kedua-duanya, atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan
pendirian, pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur
itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk itu, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP 524.)
Pasal 41.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal yang

termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapanpenetapan itu, baik yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat
dimohonkan banding,

(s.d.u. dg, S. 1927-456.) Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud
dalam enam pasal yang lain, bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan
pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya kepada
pengadilan negeri. yang disebut pertama. Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan,
dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan
keluarga semenda. Mereka yang disebut pertama, atau pun mereka yang disebut terakhir, boleh
mewakilkan diri dengan cara seperti yang tercantum dalam pasal 334.
Pasal 42.

(s.d.u.dg.S.1927-31jis.390,421.)Anak sah, yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh

tahun, juga wajib untuk mohon izin ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan.

Bila ia tidak memperoleh izin itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat
tinggalnya, dan dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal 43.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang

lain jika dianggap perlu oleh pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan
itu, pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si ibu, beserta anak itu, agar dalam
suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh
pengadilan demi kepentingan mereka masing-masing. Mengenai pertemuan pihak-pihak tersebut
hal dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan yang mereka kemukakan.
Pasal 44.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan

dapat dilangsungkan dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidak hadiran itu.

Pasal 45.
Bila anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah
permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan. (KUHPerd. 47, 48.)
Pasal 46.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila, setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah satu

orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak, maka perkawinan tidak
boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan, terhitung dari hari pertemuan.

Page 8 of 336

Pasal 47.

(sd.u. dg, S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan dalam lima pasal terakhir ini juga
berlaku untuk anak tak sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
Pasal 48.

(s.d.u. dg. S. 1,928-546.) Sekiranya kedua orangtua atau salah satu tidak berada di Indonesia,

pemerintah berkuasa memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam pasal
42 sampai dengan Pasal 47.
Pasal 49.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam pengertian ketidak mampuan orang tua atau para
kakek-nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan,
dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39, sekali-kali tidak termasuk
ketidakhadiran terus menerus atau sementara di Indonesia. (S. 1927-31, peraturan peralihan.)
Bagian 2.
Acara yang Harus Mendahului Perkawinan.
(berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 50.
Semua orang yang hendak melangsungkan perkawinan, hal memberitahukan hal itu kepada
pegawai catatan sipil di tempat tinggal salah satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
Pasal 51.
Pemberitahuan ini hal dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan
cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu hal
dibuat sebuah akta oleh pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
Pasal 52.

(s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18.) Sebelum pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan

sipil harus mengumumkan hal itu dan menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung
tempat penyimpanan daftar-daftar catatan sipil itu. Surat itu hal tetap tertempel selama sepuluh
hari.

Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan dengan hari
Minggu dalam hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari
Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini
harus memuat:
1. nama, nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka
sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu;
2. hari, tempat dan jam terjadinya pengumuman. (KUHPerd. 53, 61-60, 63-20, 75, 82 dst., 99;
BS. 54 dst.)

(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat itu ditandatangani oleh pegawai catatan sipil itu.
Pasal 53.

(s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18.) Bila kedua calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam
wilayah catatan sipil yang sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan
sipil di tempat tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd. 17, 76, 83; BS. 56 dst.)

Page 9 of 336

Pasal 54.

(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 191 7-18.) Bila calon suami-istri belum sampai enam bulan penuh

bertempat tinggal dalam daerah suatu catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh
pegawai catatan sipil di tempat tinggal mereka yang terakhir.

(s.d.u.- dg. S. 193 7-5 72, S. 1939-288.) Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban
membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala Pemerintahan
Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS. 56 dst.)
55, 56. Dihapus S. 1916-338 jo. 1917-18.
Pasal 57.

(s.d.u. dg.S. 1916-338jo. S. 1917-18.) Bila perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu

satu tahun, terhitung dari waktu pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan,
kecuali bila sebelumnya diadakan pengumuman lagi. (KUHPerd. 75.)
Pasal 58.

(s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18.) Jadi kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di

muka hakim berlangsungnya perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut
penggantian biaya, kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya jadi itu; semua persetujuan
untuk ganti rugi dalam hal ini adalah batal.
Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu
dapat menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan
kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya sebagai akibat dari
penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan soal kehilangan keuntungan.
Tuntutan ini kedaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari
pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243 dst., 1305, 1320, 1335, 1337.)
Bagian 3.
Pencegahan Perkawinan.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 59.
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada orang-orang dan dalam halhal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv. 816 dst.)
Pasal 60.
Barangsiapa masih terikat oleh perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk juga anak-anak
yang lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi
hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada. (KUHPerd. 27, 61-41, 62 dst., 68, 86.)
Pasal 61.

(s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18; S. 1917-497; S. 27-31jis. 390, 421.) Ayah atau ibu boleh

mencegah perkawinan dalam hal-hal berikut :


1. bila anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin yang menjadi syarat;
2. bila anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta
izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan
pengadilan negeri seperti yang diwajibkan menurut pasal 42;

Page 10 of 336

3.
4.
5.
6.

bila salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan
alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum
diambil keputusan; (KUHPerd. 434.)
bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dst.)
bila pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan; (KUHPerd. 52 dst.)
bila salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah pengampuan, dan perkawinan
yang hendak dilangsungkan tampaknya akan membawa ketidak-bahagiaan bagi anak
mereka. (KUHPerd. 434.)

Bila yang menjalankan perwalian atas anak itu orang lain daripada ayah atau ibunya, maka wali
atau wali pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, mempunyai hak
yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor 10, 30, 40, 50 dan 60.
Pasal 62.

(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31jis. 390, 421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka

kakek-nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali,
berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 30, 40,
50 dan 60, pasal yang lain.
Kakek-nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini menggantikan si wali,
berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal yang tercantum pada nomor 11, jika izin
mereka menjadi syarat.
Pasal 63.

(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31jis. 390, 421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka

saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali, dan wali pengawas,
pengampu dan pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan :
1. bila ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak
diindahkan;
2. karena alasan-alasan seperti yang tercantum datam nomor 3, 4, 5 dan 6 pasal 61.
(KUHPerd. 58.)
Pasal 64.
Suami yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan bekas
istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan
yang dulu. (KUHPerd. 34, 6, 61-4, 62, 20, 65.)
Pasal 65.
Jawatan kejaksaan wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan didar6 hal-hal yang
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd. 94; RV. 323.)
Pasal 66.
Pencegahan perkawinan ditangani oleh pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya terletak
tempat kedudukan pegawai Catatan sipil yang harus melangsungkan perkawinan itu. (Rv. 817.)
Pasal 67.
Dalam akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan , dan
tidak diperkenankan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah pencegahan.
(BS. 59; Rv. 816.)

68. Dihapus dg. S. 1937-595, berlaku terhitung; 1 Januari 1939.

Page 11 of 336

Pasal 69.
Bila pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti biaya,
kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga dalam garis ke atas dan garis ke
bawah atau jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
Pasal 70.
Bila terjadi pencegahan perkawinan, pegawai Catatan sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan-suatu putusan pengadilan
yang telah mendapat kekuatan hukum tetap atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan
itu ditiadakan; pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian biaya,
kerugian dan bunga.
Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai
pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal sekimnya gugatan
penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-60, 82; BS. 59.)
Bagian 4.
Pelaksanaan Perkawinan
Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa,kecuali KUHPerd. 71-60, 74, 75.)
Pasal 71.
Sebelum melangsungkan perkawinan, pegawai catatan sipil harus meminta agar kepadanya
disampaikan :
1. akta kelahiran masing-masing calon suami-istri; (KUHPerd. 29, 35 dst.; Chin. 16.)
2. (s.d. u. dg. S. 191(3-338 jo. S. 191 7-18; S. 1927--31 jis. 390, 421.) akta yang dibuat oleh
pegawai catatan sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang
berisi izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali, atau wali Pengawas, ataupun izin yang diperoleh
dari hakim, dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; (KUHPerd. 35 dst., 42 dst., 452.) lzin
itu dapat juga diberikan pada akta perkawinan sendiri;
3. akta yang menunukkan adanya perantaraan pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.)
4. dalam hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya: akta kematian suami atau istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan surat izin dari hakim yang diberikan dalam hal
pihak lain dari suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)
5. akta kematian dari mercka yang seharusnya memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-2; Chin.
16.)
6. (s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman perkawinan itu telah
berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan menurut pasal 52 dan
berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan telah dihentikan; (KUHPerd.
70; BS. 59.)
7. dispensasi yang telah diberikan; (KUHPerd. 29, 31, 48, 54, 56.) 8. izin untuk Para perwira
dan tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan perkawinan.
Pasal 72.
Jika di antara calon suami-istri ada yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran seperti yang
disyaratkan pada nomor 11 pasal yang lampau, maka hal itu dapat dganti dengan akta tanda
kenal yang dikeluarkan oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau tempat tinggal calon
suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan, keluarga atau bukan
keluarga.
Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya secermat-cermatnya, serta
sebab-sebab yang menghalanginya untuk menunjukkan akta kelahiran.

Page 12 of 336

Tidak adanya akta kelahiran dapatjuga dganti dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah
yang diberikan oleh saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun
dengan keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai catatan sipil oleh calon
suami atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran atau
akta tanda kenal.
Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd.
13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
Pasal 73.
Bila para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam pasal 71 nomor
50, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum dalam
pasal yang lain. (KUHPerd. 13, 82; BS. 27.)
Pasal 74.
Bila pegawai catatan sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak
lengkapnya surat surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lain,
maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri; setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk itu, dan
mendengar pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat dan tanpa kemungkinan
banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
Pasal 75.

(s.d u. dg. S. 1916-338 jo. S. 191 7-18.) Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari

kesepuluh setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. (KUHPerd. 52, 57,
71-60, 99.)
Jika ada alasan penting, kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan
pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu tunggu
yang diharuskan.
Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu hal ditempel secepat-cepatnya pada pintu
utama gedung yang dimaksud pada alinea pertama pasal 52.
Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
Pasal 76.

(s.d.u. dg. S. 1901-353jo. S. 1905-552; S. 1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka


umum, dalam gedung tempat membuat akta catatan sipil, dihadapan pegawai catatan sipil
tempat tinggal salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan
keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan berdiam di Indonesia. (KUHPerd.
17 dst., 53, 83, 92 dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
Pasal 77.
Bila salah satu pihak karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung
tersebut, perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah ruangan khusus di daerah pegawai
catatan sipil yang bersangkutan.
Jika terjadi demikian, dalam akta perkawinan hal dicantumkan sebab-sebab terjadinya. tentang
sah tidaknya halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu.
(KUHPerd. 99; BS. 62.)
Pasal 78.
Kedua calon suami-istri harus datang secara pribadi menghadap pegawai catatan sipil pada
waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S. 1947-137.)

Page 13 of 336

Pasal 79.
Jika ada alasan-alasan penting, pemerintah berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang
bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil yang
khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik.
Bila pemberi kuasa itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah kawin orang lain secara sah,
maka perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah terjadi.
(KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58, 1792 dst., 1815, 1818; BS. 12, 62.)
Pasal 80.
Kedua calon suami-istri, di hadapan pegawai catatan sipil dan dengan kehadiran para saksi harus
menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain suami atau istrinya, dan bahwa dengan
ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh undang-undang ditugaskan
kepada mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
Pasal 81.
Tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan
kepada pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai catatan sipil telah
berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Pasal 82.
Jika terjadi pelanggaran oleh pegawai catatan sipil atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini, maka
selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana para pegawai itu boleh
dihukum oleh pengadilan negeri dengan denda-denda yang tidak melebihi seratus gulden, tanpa
mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila ada alasan
untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28; KUHP 530; ketentuan hukum yang terkandung dalam KUHPer.
82 telah dihapus dengan Inv. Sv. 3.)
Bagian 5.
Perkawinan-perkawinan yang Dilaksanakan Di Luar Negeri.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 83.

(s.d.u. dg. S. 1915-299jo. 642.) Perkawinan yang dilangsungkan di luar baik antara sesama

warganegara Indonesia, maupun antara warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah
sah bila perkawinan itu dilangsungkan menurut hukum yang biasa di negara tempat
berlangsungnya perkawinan itu, dan sang istri yang warganegara Indonesia tidak melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut dalam Bagian I bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27 dst., 52 dst.;
BS. 63.)
Pasal 84.
Dalam waktu satu tahun setelah kembalinya suami-istri ke wilayah Indonesia, akta tentang
perkawinan mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat
tinggal mereka. (KUHPerd. 4 dst., 91, 152; BS. 1 dst., 63.)
Bagian 6.
Batalnya Perkawinan.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa; lihat KUHPerd. 99.)
Pasal 85.
Batalnya suatu perkawinan dapat dinyatakan hanya oleh hakim. (KUHPerd. 70.)

Page 14 of 336

Pasal 86.
Batalnya suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan pasal 27, dapat dituntut oleh
orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dari suami-istri itu, oleh
suami-istri itu sendiri, keluarga sedarah dalam garis ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai
kepentingan dengan batalnya perkawinan itu, dan oleh jawatan kejaksaan.
Bila batalnya perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih dahulu harus diputuskan
ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65, 83, 93 dst., 493 dst.)
Pasal 87.
Keabsahan suatu perkawinan, yang berlangsung tanpa persetujuan bekas kedua suami-istri atau
salah seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh salah seorang
dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas.
Bila telah terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya
dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu.
Dalam hal-hal tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh
diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan sejak si suami atau
istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui kekeliruannya. (KUHPerd. 28, 58, 61-30 dan
41, 62, 63-20, 65, 83, 901.) 88. Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental
ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh ayahnya,
ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan
bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan akhimya oleh jawatan kejaksaan.
Setelah pengampuan itu dicabut, pembatalan perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami
atau istri yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat
diterima bila kedua suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan, terhitung dari
pencabulan pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-30, 62, 63-20, 65, 83, 433 dst., 447, 460.)
Pasal 89.
Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam pasal
29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup umur itu,
maupun oleh jawatan kejaksaan.
Namun keabsahan perkawinan itu tidak dapat dibantah:
10. bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua suami-istri
telah mencapai umur yang disyaratkan;
20. bila si istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan, telah hamil sebelum tuntutan
diajukan. (KUHPerd. 61-40, 62, 63-20, 65, 83.)
Pasal 90.
Semua perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal
30, 31, 32, dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami-istri itu sendiri, maupun oleh
orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa pun yang
mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh-jawatan kejaksaan. (KUHPerd.
61-40, 62, 63-20, 65, 83, 93.)
Pasal 91

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421,456.) Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah,

ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali
harus didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40, pembatalan perkawinan hanya
boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undangundang.

Page 15 of 336

Para keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan
perkawinan, bila perkawinan itu telah mereka setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau
perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka terhitung
sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu.
Mengenai perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya
perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai untuk mendaftarkan
akta pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum perkawinan sesuai dengan ketentuan
pasal 84. (KUHPerd. 35 dst., 61-l0, 62, 63-l0, 83 dst, 95 dst, 901; S. 1927-31 ketentuan peralihan
1.)
Pasal 92.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai

catatan sipil yang berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat
dimintakan pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah, ibu dan keluarga sedarah lainnya
dalam garis ke atas, dan pula oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang mempunyai
kepentingan dalam hal itu, dan akhimya oleh jawatan kejaksaan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi, maka
perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut
keadaan.
Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta
perkawinan yang dibuat di hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri itu tidak dapat
diterima untuk minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal ini. (KUHPerd. 76 dst., 83,
99 dst. -1 BS. 13; S. 1927-31 ketentuan perauhan 1.)
Pasal 93.
Dalam segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 86, 90, dan 92 suatu tuntutan hukum
pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang
demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat dalam garis ke samping, oleh anak dari perkawinan
lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan
boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh
kepentingan.
Pasal 94.
Setelah perkawinan dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Pasal 95.
Suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik
terhadap suami-istri, maupun terhadap anak-anak mereka bila perkawinan itu dilangsungkan
dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst., 86 dst., 97.)
Pasal 96.
Bila itikad baik hanya ada pada salah seorang dari suami-istri, maka perkawinan itu mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan anak-anak yang
lahir dari perkawinan itu.
Suami istri yang beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga
terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)

Page 16 of 336

Pasal 97.
Dalam hal-hal tersebut dalam dua pasal yang lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai akibatakibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal.
Pasal 98.
Batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga, bila dia telah berbuat dengan
itikad baik dengan suami-istri itu.
Pasal 99.
Tiada satu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuanketentuan pasal-pasal 34, 42, 46, 52, dan 75, atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal 77, bila
perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka tempat akta-akta catatan sipil dibuat.
Dalam hal-hal itu berlakulah ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai catatan sipil.
Pasal 99.
(sd.u. dg. S. 1937-59,5, mb. 1 Januari 1939) Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan

negeri atas tuntutan jawatan kejaksaan di pengadilan didaftar dalam daftar perkawinan yang
sedang berjalan oleh catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang yang
sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropa
atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang
pendaftaran itu harus dibuat catatan pada margin akta perkawinan.
Bila perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di Jakana.
Bagian 7.
Bukti Adanya Suatu Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 100.
Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta
pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam catatan sipil, kecuali dalam hal-hal yang
diatur dalam pasal-pasal (KUHPerd. 4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64 pasal 5.)
Pasal 101.
Bila ternyata, bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan
itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti tentang
adanya perkawinan diserahkan kepada hakim, asalkan kelihatan jelas adanya hubungan selaku
suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas. 5.)
Pasal 102.
Keabsahan seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang
sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya sebagai
anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup secara jelas sebagai suamiistri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)

BAB V.
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI-ISTRI
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
olongan Tionghoa.)

Page 17 of 336

Pasal 103.
Suami-istri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu. (KUHPerd. 140,
145 dst., 193, 225, 227, 237; KUHP 304.)
Pasal 104.
Suami-istri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara
dan mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109, 145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320 dst., 1097,
1601i; KUHP 304.)
Pasal 105.
Sang suami menjadi kepala persatuan perkawinan. (KUHPerd. 124, 140.)
Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya di muka hakim,
dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. (KUHPerd. 110 dst.)
Dia harus mengurus harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya.
(KUHPerd. 140, 194, 215, 244; LN. 1953-86 pasal 6.)
Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan
karenanya bertanggungjawab atas segala ketalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd. 195.)
Dia tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak
istrinya tanpa persetujuan si istri.
Pasal 106.
Sang istri harus patuh kepada suaminya. (KUHPerd. 140.)
Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya dan mengikuti dia di mana pun dianggapnya perlu
untuk bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
Pasal 107.
Sang suami wajib menerima istrinya di rumah yang ditempatinya. (KUHPerd. 21.)
Dia wajib melindungi istrinya, dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan
dan kemampuannya. (KUHPerd. 193, 213, 225 dst., 237.)
Pasal 108.
Sang istri, sekalipun dia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak
dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh apa pun, baik secara
cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin tertulis.
Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau perjanjian
tertentu, si istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi
pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd. 109, 112 dst., 115 dst., 118, 125,
194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446, 1454, 1601f, 1676, 1678, 1684, 1702, 1722m,
1798.)
Pasal 109.

(s.d. u. dg. S. 1926-333jis. 458, 565, S. 1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang

dibuat oleh seorang istri karena apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa
dan sehari-hari, juga mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan
untuk keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat
persetujuan dari suaminya. (KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)

Page 18 of 336

Pasal 110.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya,

meskipun dia kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia
secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd. 105, 113 dst., 139, 194, 1171; Rv.
815.)
Pasal 111.
Bantuan suami tidak diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6; KUHPerd. 1601f.)
1. bila si istri dituntut dalam perkara pidana;
2. dalam perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta. (Rv. 819 dst.,
831 dst., 841.)

Pasal 112.
Bila suami menolak memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta, atau menolak tampil di
pengadilan, maka si istri boleh memohon kepada pengadilan negeri di tempat mereka tinggal
bersama supaya dikuasakan untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813 dst.)
Pasal 113.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Seorang istri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan

dengan izin suaminya, secara tegas atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa
pun yang berkenaan dengan usaha itu tanpa bantuan suaminya.
Bila dia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada
perjanjian itu.
Bila si suami menarik kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu. (KUHPerd.
108, 110, 121, 130, 132, 1330 dst., 1916; Rv. 581.)
Pasal 114.
Bila si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang untuk
membantu istrinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai kepentingan yang
berlawanan, maka pengadilan negeri di tempat tinggal suanti-istri itu boleh memberikan
wewenang kepada si istri untuk tampil di pengadilan mengadakan perjanjian, melakukan
pengurusan, dan membuat akta-akta lain. (KUHPerd. 112, 125, 496; Rv. 813.)
Pasal 115.
Pemberian kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih
daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd. 108,
125, 140, 194, 1387, 1798.)
Pasal 116.
Batalnya suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut si istri,
suaminya, atau oleh para ahli waris mereka. (KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446, 1451,
1454, 1821.)
Pasal 117.
Bila seorang istri, setelah pembubaran perkawinan, melaksanakan suatu perjanjian atau akta,
seluruhnya atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia tidak
berwenang untuk minta pembatalan perjanjian atau akta itu. (KUHPerd. 1456.)
Pasal 118.
Istri dapat membuat wasiat tanpa izin suami. (KUHPerd. 895.)

Page 19 of 336

BAB VI.
HARTA-HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN PENGURUSANNYA

(Tidak berlaku untuk golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Bagian.1.
Harta Bersama Menurut Undang-undang. (Ov. 62.)

(Untuk golonganTimur Asing selain Tionghoa, lihal: Bep. Vr.02; untuk Ind. Kristen:
HCI 50.)
Pasal 119.
Sejak saat dilangsukan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh
antara suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam
perjanjian perkawinan.
Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60, 62.)
Pasal 120.
Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak
dan barang-barang tak bergerak suami-istri itu, baik yang ada maupun yang akan ada, juga
barang-barang yang mereka peroleh cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini yang
mewariskan atau yang memenentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
Pasal 121.
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh
masing-masing suami-istri, baik sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130
dst., 163, F. 62.)
Pasal 122.
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan dan yang diperoleh selama
perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)
Pasal 123.
Semua utang kematian, yang terjadi setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi beban
para ahli waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126- 10, 128.)
Bagian 2.
Pengurusan harta-Bersama.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 124.
Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu.
Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya,
kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140.
Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih
hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah

Page 20 of 336

tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan
mereka, untuk memberi suatu kedudukan.
Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang
khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (KUHPerd. 105,
119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)
Pasal 125.
Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan
kehendaknya, sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka si istri boleh mengikatkan atau
memindahtangankan barang-barang dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh
pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813 dst.)
Bagian 3.
Pembubaran Gabungan Harta Bersama Dan Hak Untuk Melepaskan Diri
Dari Padanya.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 126.
Harta-bersama bubar demi hukum :
10. karena kematian;
20. karena perkawinan atas izin hakim setelah suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)
30. karena perceraian; (KUHPerd. 207 dst.)
40. karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233 dst.)
50. karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.)
Akibat-akibat khusus dari pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 20, 30, 40 dan 50 pasal
ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
Pasal 127.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Setelah salah seorang dari suami istri meninggal, maka bila

ada ditinggalkan anak yang masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk
mengadakan pendaftaran harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat
bulan. Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh
wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak diadakan, gabungan harta bersama
berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak
boleh merugikannya. (KUHPerd. 311, 315, 370, 408, 417; Wsk. 48.)
Pasal 128.
Setelah bubarnya harta-bersama, kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri,
atau antara Para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang
itu.
Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta
peninggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd.
123, 156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pasal 129.
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri itu,
beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhimya surat atau
tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah seorang dari

Page 21 of 336

suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir
secara musyawarah atau oleh ahli-ahli. (KUHPerd. 132.)
Pasal 130.
Sang suami, setelah pembubaran harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari harta-bersama
seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dari utang itu kepada
istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124, 128.)
Pasal 131
Suami atau istri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta bersama, tidak boleh dituntut
oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari suami atau istri
itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi tanggungan suami atau istri yang
telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk
minta ganti rugi kepada pihak yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)
Pasal 132.
Istri berhak melepaskan haknya atas harta-bersama; segala perjanjian yang bertentangan
dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut kembali apa
pun dari harta-bersama, kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban untuk ikut
membayar utang-utang harta-bersama.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak Para kreditur atas hartabersama, si istri tetap
wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam harta-bersama; hal
ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau ahli
warisnya. (AB. 23; KUHPerd. 113, 121, 129, 131, 136, 138, 153, 483, 1023, 1045.)
Pasal 133.
Istri yang hendak mempergunakan hak tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk
menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta-bersama itu,
kepada panitera pengadilan negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir, dengan ancaman
akan kehilangan hak itu (bila lalai).
Bila gabungan itu bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku
sejak si istri mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd. 134, 108, 1023 dst., 1989; Rv. 135,
829.)
Pasal 134.
Bila dalam jangka waktu tersebut di atas istri meninggal dunia, sebelum mendapatkan akta
pelepasan, Para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama itu dalam
waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu, dan
dengan cara seperti yang dimaksud dalam pasal terakhir.
Hak istri untuk menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari hartabersama itu, tidak dapat
diperjuangkan oleh Para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023 dst).
Pasal 135.
Bila Para ahli waris istri tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima yang lain
melepaskan diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh lebih
dari bagian warisan yang menjadi atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian istri itu
seandainya terjadi pemisahan harta.

Page 22 of 336

Sisanya dibiarkan tetap pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban
terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan
dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak
ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051, 1061.)
Pasal 136.
Istri yang telah menarik pada dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak
melepaskan diri dari harta-bersama itu.
Tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan tidak
membawa akibat seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
Pasal 137.
Istri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dari harta-bersama, tetap
berada dalam penggabungan, meskipun telah melepaskan drinya; hal yang sama berlaku bagi
para ahli warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Pasal 138.
Dalam hal gabungan harta-bersama berakhir karena kematian si istri, para ahli warisnya dapat
melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti yang diatur
mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242 dst., 1023.)
BAB VII.
PERJANJIAN KAWIN
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Bagian I
(Ov 62.) Perjanjian Kawin Pada Umumnya.
Pasal 139.
Para calon suami-istri, dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan undangundang mengenai harta-bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata-susila yang
baik atau dengan tata-tertib umum, dan diindahkan pula ketentuan-keetentuan berikut. (AB. 23;
KUHPerd. 119, 132, 153, 180, 888, 1254, 1;3:37.)
Pasal 140.
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai
suami, dan pada kekuasaan sebagai ayah, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada yang masih hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298 dst., 300, 307
dst., 311, 345 dst., 355.)
Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami
sebagai kepala persatuan suami-istri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang istri untuk
mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak
maupun barang-barang tak bergerak, di samping penikmatan penghasilannya pribadi secara
bebas. (KUHPerd. 105, 115.)
Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada gabungan harta-bersama,
barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar piniaman-pinjaman negara,
surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh alas nama istri, atau yang
selama perkawinan dari pihak istri jatuh ke dalam harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan
atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si istri. (KtJHPerd. 124, 132.)

Page 23 of 336

Pasal 141.
Para calon suami-istri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak
yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak
boleh mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
Pasal 142.
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar
dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungankeuntungan harta-bersama.
Pasal 143.
Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lain, bahwa ikatan
perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat
kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku di
Indonesia.
Pasal 144.
Tidak adanya gabungan harta-bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian
bersama, kecuali jika hal ini secara tegas ditiadakan.
Penggabungan keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst., 164;
F. 60 dst.)
Pasal 145.
Juga dalam hal tidak dgunakannya atau dibatasina gabungan hartabersama, boleh ditetapkan
jumlah yang harus disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah
tangga dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
Pasal 146.
Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dari harta istri masuk
dalam penguasaan suami. (KUHPerd. 105, 193; Rv. 823j.)
Pasal 147.
Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan
menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. (KUHPerd. 232a.)
Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan; tidak boleh ditentukan
saat lain untuk itu. (KUHPerd. 119, 149.)
Pasal 148.
Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan
dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperti akta
perjanjian yang dulu dibuat.
Lagipula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang
telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
Pasal 149.
Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa pun.
(KUHPerd. 196 dst., 232a, 237, 1678.)
Pasal 150.
Jika tidak ada gabungan harta-bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali
surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas

Page 24 of 336

nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam
perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang
bersangkutan, dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus
tercantum, (KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI 50; Bep.Vr.O. 2.)
Pasal 151.
Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap
untuk memberi persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin,
asalkan dalam perbuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh orang
yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan.
Bila perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka
rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar tentang hal itu
dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst., 452, 458, 1447, 1677.)
Pasal 152.
Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dari harta-bersama
menurut undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga
sebelum hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus
diselenggarakan di kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya perkawinan
itu dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu didaftarkan, jika perkawinan
berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147, 245, 249; F. 60 dst.)
Pasal 153.
Segala ketentuan mengenai gabungan harta-bersama selalu berlaku, selama tidak ada
penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam
perjanjian kawin.
Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli warisnya
berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur
dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd. 119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Pasal 154.
Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku
bila tidak diikuti oleh perkawinan. (KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst., 1258.)
Bagian 2
Gabungan Keuntungan Dan Kerugian Dan Gabungan Hasil Dan Pendapatan.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa; untuk golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, lihal Bep. Vr. 0. ps. 2.)
Pasal 155.
Bila para calon suami-istri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan keuntungan dan
kerugian, maka persyaratan ini menutup jalan untuk mengadakan gabungan harta-bersama
secara menyeluruh menurut undang-undang, dan segala keuntungan yang diperoleh suami-istri
selama perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus dipikul
bersama, bila gabungan harta-bersama bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
Pasal 156.
Masing-masing dari suami-istri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian,
bila mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain. (KUHPerd. 128,
142, 185.)

Page 25 of 336

Pasal 157.
yang dianggap sebagai keuntungan pada harta-bersama suami-istri ialah bertambahnya hartakekayaan mereka berdua, yang selama perkawinan timbul hasil harta-kekayaan mereka dan
pendapatan masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari penggabungan
pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya hartabenda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Pasal 158.
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau istri selama perkawinan dari wasiat atau hibah,
entah berasal dari keluarga entah dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
Pasal 159.
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga,
dianggap sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal 160.
Naik atau turunnya harga barang salah seorang dari suami-istri itu, tidak dihitung sebagai
keuntungan atau kerugian
bersama .
Pasal 161.
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur,
penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntuhgan
bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu. (KUHPerd. 596 dst.)
Pasal 162.
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak
termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak atau berkurang
itu.
Pasal 163.
Semua utang kedua suami-istri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus
dihitung sebagai kerugian bersama.
Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk kerugian
bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
Pasal 164.
Perjanjian, bahwa antara suami-istri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan
saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara
menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan kerugian.
(KUHPerd. 165.)
Pasal 165.
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami-istri sewaktu melakukan perkawinan,
harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat pertelaan
yang ditandatangani oleh notaris dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta asli
perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan
kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan
pendapatan seperti yang diuraikan dalam pasal 155 dan 164; tanpa bukti ini, barang-barang
bergerak itu dianggap sebagai keuntungan. (KUHPerd. 150, 513, 1977; F. 60 dst.)
Pasal 166.

Page 26 of 336

Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dari suami-istri itu dengan
pewarian, hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan, harus dapat diperlihalkan dengan
surat pertelaan.
Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama
perkawinan, atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan hal itu, maka suami itu tidak
berwenang untuk mengambil kembali barang-barang itu sebagai kepunyaannya.
Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si istri selama perkawinan,
atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa harga
masing-masing, istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk membuktikan adanya dan
harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa umum
mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Pasal 167.
yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat, hibah atau penerimaan
uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup; dan dengan
demikian tercakup kedua jenis gabungan yang dibicarakan dalam bagian ini. (KUHPerd. 120, 157
dst.)
Bagian 3.
Hibah-hibah Antara Kedua Calon Suami-Isteri.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 168.
Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami-istri, secara timbal-balik atau secara
sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas diberikan, tanpa
mengurangi kemungkinan pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan
mereka yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913 dst.,
919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
Pasal 169.
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang diperinci
dalam aktanya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd.
175, 179, 222, 224, 1334, 1667.)
Pasal 170.
Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biarpun disambut tanpa pernyataan setuju secara
tegas oleh pihak yang diberi hibah. (KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685.)
Pasal 171.
Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya
tergantung pada kehendak si penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.)
Pasal 172.
Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik kembali,
kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179, 1253-1255, 1688.)
Pasal 173.
Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si pengbibah tidak dapat ditarik kembali,
dengan pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barangbarang yang termasuk dalam hibah

Page 27 of 336

itu, kecuali uang dalam jumlali-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-seal lain menurut
pertimbangan hakim.
Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 173, 178 dst.,
1608.)
Pasal 174.
Hibah yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan terperinci secara tertentu, dan
diberikan antara suami-istri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan syarat,
bahwa penerima hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya, kecuali bila syarat dibuat
secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666, 1672.)
Pasal 175.
Tiada hibah seluruh atau sebagian dari warisan si penghibah, yang diberikan dalam perjanjian
kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dari suami istri kepada yang lain, maupun yang
diberikan secara timbal-balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka,
bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah. (KUHPerd. 174, 178, 231, 899.)
Bagian 4.
Hibah-hibah yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami-Istri Atau Kepada Anak-anak
Dari Perkawinan Mereka.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)

Pasal 176.
Baik dalam perjanjian kawin, maupun dengan akta notaris tersendiri, yang dibuat sebelum
pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat mereka
pantas diberikan kepada kedua calon suami-istri atau kepada salah seorang dari mereka, dengan
tidak mengurangi hibah itu, bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian
menurut undang-undang itu dirugikan. (KUHPerd. 228, 913 dst., 1090, 1334, 1693.)
Pasal 177.
Bila hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara sah tidak
perlu ada persetujuan tegas dari yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan
akta tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk
menerima.(KUHPerd. 170, 1666, 1683.)
Pasal 178.
Suatu hibah yang terdiri dari seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun diberikan
hanya untuk kedua suami-istri atau untuk salah seorang dari mereka, selalu dia diberikan untuk
anak-anak dan keturunan mereka, bila st penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah,
dan bila dalam akta tidak ditentukan lain.
Hibah seperti itu hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan
mereka selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 1334, 1679.)
Pasal 179.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah
yang dibicarakan dalam bagian ini.
BAB VII.
GABUNGAN HARTA-BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA

Page 28 of 336

PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA


(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 180.
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya, menurut hukum ada harta-benda menyeluruh
antara suami-istri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119,
139.)
Pasal 181.
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dari
perkawinan yang sebelumnya, suami atau istri yang baru, oleh percampuran harta dan utangutang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada
jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak, atau bila anak itu telah meninggal lebih
dahulu, oleh keturunannya dalam penggantian ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan
ini sekali-kali tidak boleh melebihi seperempat bagian dari harta-benda suami atau istri yang
kawin lagi itu.
Anak-anak dari perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan
dari suami atau istri yang kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa
yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu. (KUHPerd. 182, 185,
231, 842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
Pasal 182.
Suami atau istri, yang mempunyai anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan melakukan
perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau istri yang baru, dengan
perjanjian kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal
sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Pasal 183.
Suami-istri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih
daripada yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas.
Semua hibah yang diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orangorang perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
Pasal 184.
yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh
seorang suami atau istri kepada semua anak atau salah seorang anak dari perkawinan terdahulu
istri atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan
pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan istri atau suami penghibah itu,
meskipun suami atau istri pengbibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dari penerima hibah.
(KUHPerd. 911, 1916-l', 1921.)
Pasal 184a.

(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami-istri yang kawin kembali satu sama
lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dari perkawinan mereka yang terdahulu.

Pasal 185.
Juga jika ada anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi
rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau diubah oleh
perjanjian kawin. (KUHPerd. 128, 156, 164.)

Page 29 of 336

BAB IX.
PEMISAHAN HARTA-BENDA

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 186.
Selama perkawinan, Si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda kepada
hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut:
1. bila suami, dengan kelakukan buruk yang nyata, memboroskan barangbarang dari gabungan
harta-bersama, dan membiarkan rumah-tangga terancam bahaya kehancuran;
2. bila karena kekacau-balauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan
untuk harta perkawinan istri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak istri akan
hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu
berada dalam keadaan bahaya.
Pemisahan harta-benda yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah batal.
(KUHPerd. 105, 119. 124, 126-1 nomor 51, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Pasal 187.
Tuntutan akan pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
Pasal 188.
Orang yang berpiutang kepada Si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk
menentang tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
Pasal 189.
Putusan hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum
pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal
pelaksanaannya bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 81 1.)
Putusan tentang dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat hukumnya,
mempunyai kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
Pasal 190.
Selama penyidangan, istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk
menjaga, agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)
Pasal 191.
Keputusan, di mana pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak
dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barangbarang itu, seperti yang ternyata dari
akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim
dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)
Pasal 192.
Para kreditur si suami yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu,
meskipun hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara
sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
Pasal 193.
Meskipun ada pemisahan harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumahtangga dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami
itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami.

Page 30 of 336

Bila si suami itu ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si istri
saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
Pasal 194.
Istri yang berpisah harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk
mengurusnya, dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin
umum dari hakim untuk menguasai barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
Pasal 195.
Suami tidak bertanggung-jawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah harta-bendanya,
telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan barang tetap yang
telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah
ikut membantu dalam mengadakan kdntrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah
diterima oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
Pasal 196.
harta-benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami-istri.
Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149,
232a, 1868; Rv. 826, 830.)
Pasal 197.
Bila gabungan harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan kekeadaan
semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si istri untuk
memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan
kembali gabungan harta-bersama itu.
Segala perjanjian yang oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan
harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat yang semula, adalah batal.
(AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
Pasal 198.
Suami-istri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu
secara terbuka.
Selama pengumuman seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan
akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga. (KUHPerd.
232a; Rv. 828, 830.)
BAB X.
PEMBUBARAN PERKAWINAN

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa; untuk Ind.-Kristen, lihat HCI 51. dst.)
Bagian 1.
Pembubaran Perkawinan Pada Umumnya.
Pasal 199.
Perkawinan bubar :
1. oleh kematian; (KUHPerd. 3, 220.)
2. oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh
perkawinan baru istrinya atau suaminya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab
XVIII; (KUHPerd. 493 dst.)

Page 31 of 336

3.
4.

(s.d.u. dg. S. 1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang dan
pendaftaran pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan sipil, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.)
Oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2.
Pembubaran Perkawinan Setelah Pisah Meja Dan Ranjang. (Ov. 64; S. 1927-31.)

(Tidak Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, Tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)

Pasal 200.
Bila suami-istri pisah meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang
tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan perpisahan itu
tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak, maka
mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak lain ke pengadilan, dan menuntut agar
perkawinan mereka dibubarkan. (KUHPerd. 233, 236, 242, 248.)
Pasal 201.
Tuntutan itu hal segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan
dipangggil ke pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan
terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai dengan pihak lawan.
(KUHPerd. 248.)
Pasal 202.
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, pengadilan negeri hal memerintahkan, agar suami-istri
itu secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan
berusaha mendamaikan mereka.
Bila usaha itu tidak berhasil, hakim harus memerintahkan untuk menghadap kembali lagi, paling
cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. (Ov. 46;
KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023; Rv. 31.)

(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak menghadap, maka anggota atau
para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami istri itu.
(s.d.t. dg. S. 192,3-287, 441, s.d.u. dg. S. 1,925-497, 678jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari
suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang
kepadanya permohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu boleh meminta pengadilan
negeri yang di daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat tinggal untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pengadilan negeri ini akan membuat
berita acara tentang tindakan-tindakan yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada
pengadilan negeri tersebut pertama.
(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau kedua-duanya,
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri boleh meminta kepada seorang pejabat
pengadilan di negara tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut
dalam alinea satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai perwakilan Indonesia di
tempat tinggal suami istri itu. Berita acara mengenai hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri
itu.
Pasal 203.

Page 32 of 336

(s.d.u. dg. S. 1923-286jo. 441.) Bila pertemuan yang kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah
mendengar penuntut umum, pengadilan negeri harus mengambil keputusan dan menerima
tuntutan itu, jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas.
Namun demikian, setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk
menangguhkan putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada kemungkinan
untuk berdamai. (KUHPerd. 240.)
Pasal 204.
Terhadap putusan pengadilan negeri ini boleh dimintakan banding kepada hakim yang lebih
tinggi selambat-lambamya dalam waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)

Pasal 205.
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan pendaftarannya

dalam daftar-daftar catatan sipil.


Pendaftarannya hal dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman
seperti yang ditentukan dalam pasal 221 tentang perceraian. (KUHPerd. 245; BS. 64; bdgk. S.
1945-14, S. 1946-24.)
Pasal 206.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat

yang diatur dalam pasal-pasal 222 sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal
246 juga berlaku terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat,
yang berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh suami-istri
itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan pendidikan anak-anak.
Pada waktu memutuskan pisah meja dan ranjang itu, hakim mengangkat salah seorang dari
antara orang tua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali.
Atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dari mereka, pengadilan negeri,
berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai
kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea
yang lalu, dan persyaratan-prsyaratan terhadap anak-anak seperti yang termaksud dalam alinea
pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua, wali pengawasnya dan
keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur. Boleh dinyatakan,
bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan atau banding,
dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230, 246a; Rv. 54 dst.)

(s.d.u. dg. S. 1.927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali pengawas, yang bertempat
tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri
di tempat tinggat atau tempat kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang
hal itu kepada pengadilan negeri tersebut pertama. Pemanggilan para orang tua dan wali
pengawas dilakukakan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga
sedarah, dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan
dalam pasal 334.;
Salah satu dari kedua orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap
atas panggilan, boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu
penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan
itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri. Atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang
tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah maklum tentang penetapan itu atau
tentang pe laksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak, dan orang
tua yang kendati mengadakan perlawanan telah dinyatakan salah, demikian pula yang

Page 33 of 336

perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh hari setelah
keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Bila anak yang belum dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang
berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan atau
dalam penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku terhadap hal ini.
Pasal 206a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u. dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan, pemutusan atau
pada pengubahan seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang
beralasan, jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi
cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang belum dewasa, pengadilan
negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam pasal 230b, dengan cara dan akibat-akibat
seperti yang ditentukan dalam pasal itu.
Dalam hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada
pengadilan, setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar
catatan sipil. (KUHPerd. 2982.)
Pasal 206b.

(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Ketentuan pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali

satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal
sebelum ini.
Bagian 3.
Perceraian Perkawinan.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 207.

(s.d u. dg. S.1925-199 jo. 273.) Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada

pengadilan negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada
waktu memajukan permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau
tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok.
Jika pada waktu mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai
tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan itu
harus diajukan kepada pengadilan negeri tempat kediaman si istri yang sebenarnya. (KUHPerd.
17, 20 dst., 33; Rv. 831 dst.)
Pasal 208.
Perceraian perkawinan sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama.
(KUHPerd. 200 dst., 236; Rv. 78.)
Pasal 209.
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut:
1. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.)
2 . meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.)
3. (s.d.u. dg. S. 1917-497io. 645.) dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan; (KUHPerd. 210.)

Page 34 of 336

4.

pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri
itu terhadap yang lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa,
atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd. 233.)

Pasal 210.
Bila salah seorang dari suami-istri itu dengan keputusan hakim dikenakan hukuman, karena telah
berzinah, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat putusan itu
disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah
mempunyai kekuatan hukum yang pasti.

(s.d. u. dg. S. 1917-497jo. 645.) Ketentuan ini berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini
dituntut karena si suami atau si istri dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang
lebih berat. (KUHPerd. 219, 233 dst., 909.,1918; Sv. 189, 314.)
Pasal 211.

(s.d.u. dg. S. 1925-199jo. 273.) Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama

dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat
tinggal sebenarnya, yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan
perceraian perkawinan itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama
yang terakhir.
Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan
itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggat bersama tanpa
alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau istrinya.
Tuntutan itu tidak boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu
meninggalkan tempat tinggal bersama mereka.
Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak
berakhimya alasan itu. (KUHPerd. 21, 106 dst., 199, 218, 233 dst., 463, 493.)
Pasal 212.
Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim
boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan.
Pengadilan negeri akan menunjuk rumah di mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214,
216; Rv. 835.)
Pasal 213.
Isteri itu berhak untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan hakim harus dibayar
oleh si suami kepada istrinya selama berlangsungnya perkara itu.
Bila istri itu, tanpa izin hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka
tergantung pada keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan bila
dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan
hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217, 226, 324 dst.; Rv. 839.)
Pasal 214.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390,421.) Pengadilan negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas

untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian,
dan sejauh dianggap perlu, memberi wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan barangbarang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau kepada orang yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian.

Page 35 of 336

Terhadap penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding. Penetapanpenetapan itu tetap berlaku sampai putusan yang menolak gugatan Perceraian memperoleh
kekuatan hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku
sampai satu bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk
mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 835, 839.)
Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh
dan kedelapan pasal 319f.
Pasal 215.
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si istri tidak terhenti selama perkara berjalan; hal
ini tidak mengurangi wewenang si istri untuk melindungi haknya, dengan melakukan tindakantindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
Semua akta Si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105, 124,
192, 1341; Rv. 840.)
Pasal 216.
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami-istri, entah
perdamaian itu terjadi sesudah si suami atau si istri mengetahui perbuatan-perbuatan yang
sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat, entah setelah gugatan untuk perceraian
dilakukan.
Undang-undang menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si istri tinggal bersama lagi
setelah si istri dengan izin hakim meninggalkan rumah mereka bersama. (KUHPerd. 212 dst.,
217, 220, 235, 1921; Rv. 831 dst.)
Pasal 217.
Suami atau istri, yang mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul
setelah perdamaian, boleh mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung
gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
Pasal 218.
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat itikad buruk, gugur bila
suami atau istri, sebelum diputuskan perceraian kembali ke rumah kediaman bersama. Namun
bila setelah kembali, suami atau istri itu meninggalkan lagi rumah tinggal bersama tanpa sebab
yang sah, pihak lain boleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam bulan
setelah kepergian itu, dan boleh menggunakan alasan-alasan lama untuk mendukung
gugatannya.
Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang kan tempat
tinggal bersama itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 21 1, 216 dst.)
Pasal 219.
Dalam kedua hal yang diatur dalam pasal 210, suami atau istri yang membiarkan lampau waktu
enam bulan terhitung dari hari putusan hakim mendapat kekuatan hukum yang pasti, tidak dapat
diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan.,
Bila salah seorang dari suami-istri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat
putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari
hari kembalinya ke Indonesia.
Pasal 220.
Gugatan untuk perceraian gugur, bila salah seorang dari kedua suami-istri meninggal sebelum

Page 36 of 336

ada putusan. (KUHPerd. 199-1 1.)


Pasal 221.
(s.d.u. dg. S.1916-530.) Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran
perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar catatan sipil.
Pendaftaran itu harus dilakukan atas permohonan kedua suami-istri atau salah dari mereka di
tempat pendaftaran perkawinan itu.
Jika perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam
daftar-daftar catatan sipil di Jakana.
Pendaftaran itu harus dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu
memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Bila pendaftaran itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu
hapus, dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama.
(KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuanketentuan sementara yang menyimpang

dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran, lihal S. 1945-14, S. 1946-24.)

Pasal 222.
Suami atau istri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati
keuntungan-keuntungan yang dijadikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan perkawinan
mereka, sekalipun keuntungankeuntungan itu dikan secara timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst.,
228, 327.)
Pasal 223.
Sebaliknya, suami atau istri yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan
semua keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan perkawinan
mereka. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 317.)
Pasal 224.
Dengan berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar
setelah kematian salah seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat dituntut; pihak yang
gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru boleh mempergunakan haknya akan
keuntungan-keuntungan itu setelah pihak lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst., 173, 175,
317.)
Pasal 225.
Bila suami atau istri, yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai
penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka pengadilan negeri akan
menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103,
227.)
226. Dihapus dg. S, 1938-622.
Pasal 227.
Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si istri.
Pasal 228.
Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus
dibayar kepada si suami atau si istri yang mendapat janji untuk kepentingannya. (KUHPerd. 176
dst., 222.)

Page 37 of 336

Pasal 229.

(s. d. u. dg. S. 1927-31 jis@ 390, 421.) Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar

atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak
yang di bawah umur, pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan
melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat atau
dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim terdahulu
yang mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 230a, b,
319a.)
Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh
dilakukan perlawanan atau banding.
Terhadap penetapan ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan
perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea pertama. Perlawanan
ini hal dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya.
(Rv. 83.)
Si ayah atau si ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang
perlawanannya ditolak dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea kedua, dapat
naik banding mengenai penetapan itu. (Rv.341.)
Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
Pasal 230.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah

putusan perceraian perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk
mengubah penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu
atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau memanggil
dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda anakanak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
Pasal 230a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam

kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali,
atau dalam kekuasaan si ayah, si ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu
berdasarkan pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga hal diperintahkan
penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 230b.

(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada penetapan termaksud dalam alinea pertama pasal

229, setelah mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan
setelah mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang tua
yang tidak diserahi tugas Perwalian, tidak akan memberikan tunjangan secukupnya untuk biaya
hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur, pengadilan negeri boleh
memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya hidup dan pendidikan angk tiap-tiap
minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan akan membayarkan kepada dewan
perwalian suatu jumlah yang dalam pada itu ditentukan.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229 berlaku juga terhadap perintah
ini.

Page 38 of 336

Pasal 230c.

(s.d.t. sdg. S. 192 7-31 jis. 390, 421; s. d. u. dg. S. 1938-622.) Bila tidak ada, perintah seperti

yang dimaksud dalam alinea pertama pasal sebelum ini, dewan perwalian boleh menuntut
pembayaran tunjangan itu lewat pengadilan, setelah, putusan tentang perceraian perkawinan itu
didaftarkan dalam daftar-daftar catatan sipil.
Pasal 230d.
s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421;, hapus dg. S. 1938-622.
Pasal 231.
Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak dari perkawinan itu
kehilangan keuntungan-keuntungan yang telahdijaminkan bagi mereka oleh undang-undang,
atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka.
Akan tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam
keadaan yang sama seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175,
178, 181 dst., 311, 317, 852 dst.)
Pasal 232.
Bila suami-istri yang bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta-bersama, pembagian
harta harus dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI.
(KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
Pasal 232a.

(s.d.t. dg. S. 1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila suami-istri itu kawin kembali satu sama lain,

semua akibat perkawinan itu menurut hukum timbul kemball, seakan-akan tidak pernah terjadi
perceraian. Namun. hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang
sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu dan
perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya penetapan-penetapan hakim,
yang sekiranya telah memecat atau melepaskan suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak
mereka sendiri, penetapan-penetapan hakim dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari
kekuasaan orang-tua.
Segala persetujuan antara suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah Batal. (KUHPerd. 33,
149, 196-198.)
BAB XI.
PISAH MEJA DAN RANJANG

(berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi Tionghoa; untuk Ind.
Kristen, lihal HCI 68 dst.)
Pasal 233.
Jika ada hal-hal yang dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, si suami atau
si istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang.
Gugatan untuk itu dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas
kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan dari suami-istri itu terhadap
yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126; 200, 209; Rv. 941.)
Pasal 234.
Gugatan itu diajukan, diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama untuk perceraian
perkawinan. (KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dot.)

Page 39 of 336

Pasal 235.
Suami atau istri yang telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat
diterima untuk menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd. 209.)
Pasal 236.
Pisah meja dan ranjang juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami-istri
bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengemukakan alasan tertentu.
Pisah meja dan ranjang tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua
tahun. (KUHPerd. 200, 202, 208.)
Pasal 237.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami-istri itu

wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang mengenai diri
mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan urusan pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak mereka.
Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan
pengadilan, hal dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya
diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298 dst.)
Pasal 238.
Permintaan kedua suami-istri hal diajukan dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri
tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan
maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang lampau. (Rv. 831
dst.)
Pasal 239.
Berkenaan dengan itu pengadilan negeri akan memerintahkan kedua suami-istri untuk bersamasama secara pribadi menghadap seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi
wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka.
Bila suami-istri itu bertahan dengan niat mereka, hakim akan memerintahkan mereka untuk
menghadap lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832, 834.)

(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk
menghadap, maka hakim yang ditunjuk harus pergi ke rumah suami-istri itu,
(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu
bertempat tinggal di luar daerah di mana pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan
negeri dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang
dimaksud dalam tiga alinea yang lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita
acara tentang apa yang telah dilakukannya dan segera mengirimkan kepada pengadilan negeri.
(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya bertempat
tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada seorang hakim di negara
tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua suami-istri atau salah seorang
menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal ini
kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami-istri itu berdiam. Berita acara yang
dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
Pasal 240.

Page 40 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis390,421.) Pengadilan negeri hal mengambil keputusan enam bulan
setelah berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.)

(s.d.u.dg. S. 1938-622.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 230b dan 230c berlaku sama terhadap
ibu dan bapak, yang tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.

Pasal 241.
Bila permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan,
suami-istri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat
permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
Pasal 242.
Dengan pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak
lagi wajib untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
Pasal 243.
Pisah meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk
pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232,
1066 dst.)
Pasal 244.
Karena pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta istrinya ditangguhkan.
Si istri mendapat kembali keleluasaan untuk mengurus hartanya, dan dapat memperoleh kuasa
umum dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak. (KUHPerd. 105, 124,
194.)
Pasal 245.
Putusan-putusan mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan terang-terangan.
Selama pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan
ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
Pasal 246.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan pasal 210 sampai dengan 220, pasal

222 sampai dengan 228, dan pasal 231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang
diminta oleh salah seorang dari suami istri terhadap yang lain.

Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan semenda
anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang
akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu
telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim yang terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaann
orang tua. (KUHPerd. 319a.)
Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh
kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan pemberitahuan, dan
perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan.
Terhadap penetapan ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk mekekuasaan orang tua,
boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia tidak
menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu
diberitahukan kepadanya. (Rv. 83.)

Page 41 of 336

Pihak orang tua yang telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk
menjalankan kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding
terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga.
(Rv. 341.)

(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan pasal 230c berlaku sama terhadap orang-tua
yang tidak diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua.
Terhadap pemeriksaan para orang tua itu berlaku alinea keempat pasal 206.

Pasal 246a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah
meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum yang pasti; perubahan pada penetapan-penetapan
kedua pasal yang lampau, atas perang dari mereka, setelah mendengar me dengan sah kedua
orang tua dan para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah umur.
Penetapan ini boleh dinyatakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau
tanpa jaminan. (Rv. 54 dst4)
Ketentuan alinea keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
Pasal 246b.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada

dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas
melakukan kekuasaan orang tua, atau dalam kekuasaan siayah, si ibu atau dewan perwalian
yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama pasal 246 dan sesuai dengan
pasal 214, maka dalam penetapan itu juga hal diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 247.
Bila setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal 237,
hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan atas permohonan kedua suami-istri, maka pisah
meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd.
206.)
Pasal 248.
Pisah meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena dan perdamaian itu
menghidupkan kembali segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi
berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang
sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya.
Semua persetujuan suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd.
149, 196 dst., 200, 216, 244.)
Pasal 249.
Bila putuan yang menyatakan suami-istri pisah meja dan ranjg sudah diumumkan secara jelas,
suami-istri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian mereka terhadap
pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu
telah tiadakan(KUHPerd. 152, 245.)
BAB XII. KEAYAHAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa, kecuali KUHPerd. 268, alinea kedua.)

Page 42 of 336

Bagian 1. Anak-anak Sah.


Pasal 250.
Anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai
ayahnya. (KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
Pasal 251
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan putuh darl perkawinan, dapat
diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
1. bila sebelum perkawinan, suami itu telah mengetahui kehamilan itu;
2. bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau
memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
3. bila anak itu dilahirkan tidak hidup. (KUHPerd. 2; BS. 39.)
Pasal 252.
Si suami boleh mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari
ketiga ratus dan keseratus delapan puluh sebelum lahimya anak itu, dia telah berada dalam
keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan istrinya, baik karena
keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan saja.
Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari
anak itu sebagai anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
Pasal 253.
Si suami tidak dapat mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran
si anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan untuk
menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempuma, bahwa dia bukan ayah anak itu. (KUHPerd.
1965.)
Pasal 254.
Dia dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan
pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak istrinya
untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadi bukti bahwa
suaminya adalah ayah anak itu.
Bila pengingkaran itu telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan
anak itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KIJHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
Pasal 255.
Anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd.
106, 199.)

(s.d.t. dg. S 1923-31). Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah
putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh kedudukan
anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
Pasal 256.
Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan
anak harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat kelahiran anak
itu, atau di sekitar itu:
dalam waktu dua bulan setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah
disembunyikan terhadapnya.

Page 43 of 336

Semua akta yang dibuat di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai
kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim.
Bila si suami, setelah melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan,
meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka
jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka. (KUHPerd. 257
dst., 1058, 1979; lihal S. 1946-67.)
Pasal 257.
Tuntutan hukum yang diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya
dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya si suami. (KUHPerd. 259, 1979.)
Pasal 258.
Bila si suami meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk
itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak itu selain
dalam hal tersebut dalam pasal 252.
Gugatan untuk membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung
sejak anak itu memiliki harta_benda si suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam
memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
Pasal 259.
Dalam hal-hal di mana para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258,
mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah
keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah seorang
atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri.
Dalam hal ada perang di laut, jangka waktu itu dilipatduakan.

Dengan S. 1946-67, berlaku 13 Juli 1946, ditentukan:

(1) Hakim yang menangani gugatan yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk
mengingkari keabsahan seorang anak, berwenang sampai pada waktu yang ditentukan oleh
pemerintah, untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai 259
Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk mepelajari keabsahan seorang anak dengan
akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran
semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu tertentu
ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut di atas karena
keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
(2) Perpanjangan waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan hakim karena jabatan.
Pasal 260.
Semua gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang
secara khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah untuk
sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
Pasal 261.
Asal-keturunan anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.)
Bila tidak akta demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu
sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
Pasal 262.

Page 44 of 336

Pemilikan kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersamasama maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan
antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu
memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.)
bahwa ayah itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus
dalam hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104,, 298 dst.)
bahwa masyarakat senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah;
bahwa sanak-saudaranya mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
Pasal 263.
Tiada seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan
kedudukan yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahiran, dan sebaliknya tiada
seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan akta
kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
Pasal 264.
Bila tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan
bila anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil atau seakanakan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal maka asal-keturunannya dapat dibuktikan
dengan saksi-saksi.
Namun pembuktian dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti
permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa
yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk
memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922; BS. 27.)
Pasal 265.
Bukti permulaan tertulis adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga
si ayah atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal dari
pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup, mereka yang sedianya
berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268, 1881, 1902; BS. 27.)
Pasal 266.
Bukti lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang
menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya;
atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264
dst., 286 dst.)
Pasal 267.
Hanya hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu
kedudukan. (KUHPerd. 268, 1920.)
Pasal 268.
Tuntutan pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum
keputusan akhir atas sengketa mengenai kedudukan iu diucapkan.
Akan tetapi jawatan kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila
pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai
dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah dinyatakan adanya

Page 45 of 336

bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat
Chin. I - I -g.)
Dalam hal terakhir ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh lagi dihentikan
karena peineriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.; Sv. 409; KUHP
529.)
Pasal 269.
Gugatan untuk menarik kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa.
(KUHPerd. 1967, 1986.)
Pasal 270.
Para ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan
gugatan seperti itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga
tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd.258, 883, 1058.)
Pasal 271.
Namun Para ahli waris itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah dimulai
oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga tahun sejak
tindakan acara yang terakhir dilakukan, (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273 dst.)
Pasal 271a.

(s.d.t. dg. S. 1937-5.9,5, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan

suatu kedudukan perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah
putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh mendaftarkan putusan itu
dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar. Hal ini harus
diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2.
Pengesahan Anak-anak Luar Kawin.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 272.
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh
perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan
mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu
terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275, 277, 280 dst., 862, 867; BS. 53,
61-90.)
Pasal 273.
Anak yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak
boleh kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak itu
dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
Pasal 274.
Bila orang tua itu, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui
anak di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan dari
pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat mahkamah agung. (Ov. 16; KUHPerd.
176; BS. 61-91.)
Pasal 275.

Page 46 of 336

(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lampau,
dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang:
1. bila anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka,
perkawinan mereka tidak jadi dilaksanakan;
2. Bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau yang
disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatankeberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah.
(KUHPerd. 272, 276, 278.)
Pasal 276.

(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut

terakhir, mahkamah agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus
mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan
dapat memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara.
(KUHPerd. 290.)
Pasal 277.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak, baik dengan menyusumya perkawinan

orang tuanya maupun dengan surat pengesahan ntenurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa
terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan undang-undang yang , seakan-akan mereka dilahirkan
dalam perkawinan itu. (KUHPerd. 852.)
Pasal 278.

(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 275, pengesahan itu hanya
berlaku mulai hari diberikannya surat pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat
merugikan anak-anak sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku
bagi keluarga sedarah lairmya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir ini telah
menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852 dst.)

Pasal 279.
Dengan cara yang sama dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama dan menurut ketentuan
yang tercantum dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan
keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan keturunan itu,
(KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3.
Pengakuan Anak-anak Luar Kawin.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 280.
Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata anak itu dan ayah
atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst. 306, 319, 328, 353, 363, 862, 871, 873, 908,
916.)
Pasal 281.
Pengakuan terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum
diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan . (Not. 37a.)
Pengakuan demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil,
dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatangan. Pengakuan itu harus

Page 47 of 336

dicantumkan pada margin akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868;
BS. 41, 53, 61-90.)
Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan
berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahiramya.
Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh
dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal 282.
Pengakuan anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali
jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas tahun, dan
pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau bujukan. (BS. 42.)
Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu, sebelum dia mencapai
umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29, 108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
Pasal 283.
Anak yang dilahirkan karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa
mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst., 41, 252
dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
Pasal 284.

(s.du.dg. S. 1896-108.) (1) Tiada pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya

hidup, meskipun ibu itu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu,
bila si ibu tidak menyetujui pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.)
Bila anak demikian itu diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat
lain daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.)
Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau
golongan yang disamakan dengan itu, berakhirtah hubungan perdata yang berasal dari
hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang berhubungan dengan
pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk itu karena kemudian kawin
dengan Si ayah.
Pasal 285.
Pengakuan yang diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk
kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain
dari istrinya atau suaminya, tidak dapat kepada anak mendatangkan kerugian, baik kepada suami
atau istri itu maupun anak yang dilahirkan dari perkawinan itu.
Walaupun demikian, pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan,
bila dari perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
Pasal 286.
Semua pengakuan yang dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan
kedudukan yang dilakukan oleh pihak anak, dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai
kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst., 282.)
Pasal 287.
Dilarang menyelidiki siapa ayah seorang anak.

Page 48 of 336

(s.d.u. dg S.1917-497.) Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan
288, 294 atau 132 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan ini
bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan itu, maka
atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan sebagai ayah
anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
Pasal 288.
Menyelidiki siapa ibu seorang anak, diperkenankan dalam hal ini, si anak wajib membuktikan
bahwa dia adalah anak yang dilahirkan ibu ini.
Si anak tidak melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan
tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
Pasal 289.
Tiada seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal hal di
mana menurut pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII.
KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 290.
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang
adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang
sama.
Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut
derajat. (KUHPerd, 30, 872 dst., 877.)
Pasal 291.
Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah urutan
derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan dari yang lain; garismenyimpang ialah urutan derajat antara orangorang, di mana yang seorang bukan keturunan
dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak asal yang sama.
Pasal 292.
Dalam garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas.
yang pertama merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah
hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst.,
857.)
Pasal 293.
Dalam garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran;
dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya ada
dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah seterusnya;
sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek, sehubungan dengan anak
dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah seterusnya.
Pasal 294.

Page 49 of 336

Dalam garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula


antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang - dan terdekat, dan selanjutnya antara
yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang bersaudara ada
dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada
dalam derajat keempat dan demikian seterusnya. (KUHPerd. 850.)
Pasal 295.
Kekeluargaan semenda adalah suatu pertahan kekeluargaan karena pertalian kekeluargaan
karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah
dari Pihak lain.
Antara keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada
kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
Pasal 296.
Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat
kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
Pasal 297.
Dengan terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu suami-istri dan
para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan (KUHPerd. 30 dst., 199, 322-20,
323.)
BAB XIV.
KEKUASAAN ORANG TUA

(Tiidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Bagian 1.
Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Si Anak.
Pasal 298.
Setiap anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. (Rv.
582; IR. 21 1.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik mereka yang
masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan
mereka dari kewajiban untuk memberi menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan
yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 104, 145 dst., 193, 230, 320 dst., 328; S.
1911-55 jis. 1913-556, 1937-48.)
Pasal 299.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 290, 421.) Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai

dewasa tetap berada dalam kekuasaan mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari
kekuasaan itu. (KUHPerd. 21, 35 dst., 419, 424, 426, 430, 1367.)
Pasal 300.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika terjadi pelepasan atau dan berlaku ketentuanketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.

Bila si Ayah dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu
dilakukan oleh si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.

Page 50 of 336

Bila si ibu ini juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh pengadilan negeri diangkat
seorang wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230, 451, 496.)
Pasal 301.
(Dihapus dg S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d. t. dg, S. 1938-622.) Tanpa ketentuan dalam hal
pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan, serta pisah
meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga
bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh pengadilan negeri atas
tuntutan dewan itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak yang masih di bawah
umur, pun sekiranya mereka tidak mempunyai orang tua atau perwalian atas anak itu dan tidak
dibebaskan atau dari itu.
Pasal 302.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Bila si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua

mempunyai alasan-alasan yang sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan kelakuan
anaknya, maka pengadilan negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal
dewan ini diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh
memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau
swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh orang yang
melakukan kekuasaan orang tua, atau bila dia tidak mampu, oleh anak itu; penampungan itu
tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut, bila pada waktu
penetapan itu si anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau bila pada waktu penetapan
itu dicapai umur itu, paling lama satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewali saat dia
mencapai kedewasaan.
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan
perwalian dan, dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum
mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orang tua, maka
dia pun harus didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil dengan sah. Alinea keempat
pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
Pasal 303.

(s. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari

yang ditentukan, pengadilan negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian
lantas ditentukan, dan hal memerintahkan, agar pada hari itu anak itu dibawa ke hadapannya
oleh jurusita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan; bila
ternyata anak itu pada hari itu tidak menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengar
anak itu, boleh memerintahkan penampungan atau menolaknya.
Dalam hal ini tidak usah diindahkan tata-tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk
penampungan, yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya.
Bila pengadilan negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa orang yang melakukan kekuasaan
orang tua dan anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya
dibebankan kepada negara.
Penetapan yang memerintahkan penampungan itu, hal dilaksanakan atas perintah jawatan
kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal 304.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-

waktu boleh dilepaskan dari lembaga seperti yang dimaksud dalam pasal 302, bila alasan

Page 51 of 336

penampungan itu tidak ada lagi, atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak
mengizinkan untuk tinggal lebih lama lagi di situ.
Orang yang menjalankan kekuasaan orang tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu
penampungan yang ditentukan dalam perintah. Untuk perpanjangan, hal diindahkan lagi apa
yang ditentukan dalam pasal 302 dan pasal 303.
Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka
waktu yang tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh diberikan sebelum
kepala lembaga tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk perpanjangan diajukan, atau
orang yang menggantikannya didengar atas permohonan itu, jika perlu secara tertulis.
Pasal 305.
Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 306.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar kawin yang diakui secara sah sama sekali
berada di bawah perwalian. Pasal 298 berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.)

(s.d. t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui anak luar
kawin yang belum dewasa, bila ia tidak melakukan kekuasaan perwalian atas anak itu tanpa
dibebaskan atau dipecat dari itu.
Bagian 2.
Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Barang Barang Si Anak.
Pasal 307.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang melakukan kekuasaan orang tua atas seorang

anak yang masih di bawah umur, hal mengurus barang-barang kepunyaan anak itu, dengan tidak
mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada
anak-anak, baik dengan akta antara yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat,
dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang
pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Bila pengurusan yang diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya, hapus, maka
barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan kekuasaan
orang tua.
Meskipun ada pengangkatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan
kekuasaan orang tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungawaban dari
orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300 385(2), 1019.)
Pasal 308.
(sd.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang berdasarkan kekuasaan orang tua wajib

mengurus barang-barang anak-anaknya, hal bertanggungjawab, baik atas hak milik barangbarang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya.

Mengenai barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya


bertanggungjawab atas hak miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
Pasal 309.

Page 52 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Dia tidak boleh memindah-tangankan barang-barang anakanaknya yang masih di bawah umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang
diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai Pemindahtanganan barang-barang kepunyaan
anak-anak di bawah umur. (KUHPerd. 393 dst., 1685; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd.
383.)
Pasal 310.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang

bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus
diwakili oleh pengampu khusus yang untuk itu diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260,
366, 370.)
Pasal 311.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Ayah atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau

perwalian, berhak menikmati hasil dari barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S.
1927-31.)
Dalam hal orang tua itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau
perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil kekayaan anak-anak mereka yang
masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedang
orang tua yang lain telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan perwalian,
tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd. 127, 206, 237, 299 dst., 308, 313, 321,
390, 496, 756 dst., 809, 840; LN- 1953 pasal 7 di bawah KUHPerd.383.)
Pasal 312.
Dengan hak menikmati hasil terkait kewajiban-kewajiban berikut:
1. Hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil; (KUHPerd. 782 dst., 7852)
2. Pemeliharan dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang
disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.)
3. Pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang pokok; (KUHPerd. 511-20, 796, 800.)
4. biaya penguburan si anak (KUHPerd. 127).
Pasal 313.
Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPer. 383).
1. Terhadap barang barang yang diperoleh anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan dan
usahanya sendiri;
2. terhadap barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau
dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan bahwa kedua orang-tua
mereka tidak berhak menikmati hasilnya. (KUHPer.. 307, 818, 840.)
Pasal 314.
Hak menikmati hasil berhenti dengan kematian anak-anak itu. (KUHPerd. 887 dst., 809.)
Pasal 315.
Si ayah atau si ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan
pendaftaran sesuai dengan pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas
seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya dibawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 318.

Page 53 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal 315,

pengadilan negeri boleh menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu
tunjangan tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk memajukan
pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-50.)
Pasal 319.
Ayah atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati
hasil atas barang-barang kepunyaan anak anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)

Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian berikut ini ditambahkan:


Bagian 2 A.
Pembebasan Dan Pemecatan Dari Kekuasaan Orang Tua.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku lagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 319a.
Si ayah atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan
orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas
permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia
tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anakanaknya, dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan itu berdasarkan
hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dari orang tua,
sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik
terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua
yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak itu sampai
dengan derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan kejaksaan, atas dasar:
1. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara
dan mendidik seorang anak atau lebih;
2. berkelakuan buruk;
3. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu
kejahatan dengan seorang anak di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55
dst.)
4. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik kembabi karena melakukan suatu kejahatan yang
tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku Kedua Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
5. dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
Dalam pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan
melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst.,, 56.)
Pasal 319b.
Permohonan atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwaperistiwa dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan suratsurat yang diperlukan sebagai bukti kepada pengadilan negeri di tempat tinggal orang tua yang
dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat tinggal yang
demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir, atau bila permohonan
atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah seorang dari orang tua yang
diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua setelah pisah meja dan ranjang, kepada
pengadilan negeri yang telah menangani permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam
permohonan atau tuntutan itu, panitera pengadilan hal dicatat terlebih dahulu hari

Page 54 of 336

pengajuannya. Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di
atas harus disampaikan secepatnya oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian,
kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan oleh dewan
perwalian sendiri. (KUHPerd. 381:3.)
Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga
dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus diatur, tiap dalam setiap
permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus disebut juga nama kedua
orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan
tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda, yang menurut pasal 333 harus
dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal para saksi yang kiranya dapat membuktikan
peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19,
1895.)
Pembebasan tidak boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang-tua
menentangnya.
Pasal 319c.
Pengadilan negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak lah itu dan setelah mendengar dewan
perwalian. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih
olehnya, baik dari keluarga atau semenda maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar di
bawah Sumpah. (KUHPerd. 381a, 416a, 1895.)
Bila kedua orang tua atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah
hukum pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara seperti
yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam pasal.333.
Anak kalimat terakhir alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang-tua (KUHPerd.
334, 381a,)
Pasal 319d.
Semua panggilan harus dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 bagi
keluarga sedarah dan semenda; tetapi bila harus dilakukan terhadap orang-orang yang tempat
tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh panitera dalam satu atau beberapa
surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri itu. Panggilan terhadap orang yang
pembebasannya atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau dituntut, harus
disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau isi tuntutan itu, kecuali bila tempat
tinggalnya tidak diketahui.
Bila perlu, pengadilan negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah
ditunjuk, sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari
yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksisaksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara yang
sama.
Pasal 319e.
Selama pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian itu
dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan
kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu.
Jika permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau istri orang yang dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua, kecuai bila dia pun juga telah dibebaskan atau dipecat.

Page 55 of 336

Namun demikian, pengadilan negeri, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan
jawatan kejaksaan, atau karena jabatan boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang tua,
bila ada alasan untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir pasal 319b.(KUHPed.
374a1).
Bila terjadi pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah
dibebaskan atau dipecat atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus
mengadakan perwalian bagi anak-anak terlepas dari kekuasaan orang tua.
Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan
kekuasaan
orang
tua,
harus
dijatuhi
hukuman
memberikan
perhitungan
dan
pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian.
Bila anak-anak yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang,
mempunyai hak milik bersama atas barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah
seorang dari mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan jaminan yang
ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut Bab XVII
Buku kedua. (KUHPerd. 406a, 573.).
Pasal 319f.
Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup.
Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah
pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya atas naskah aslinya. (Rv.
54 dst., 297.)
Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan
tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu
atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk melaksanakan hal itu
disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak
memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui
olehnya. (Rv. 83.)
Orang yang permohonannya atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau
pemecatan dari kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau dipecat dari
kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah dipanggil, demikian Pula orang yang
perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan
diucapkan. (Rv. 341.)
Bila tujuan permohonan atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan
orang tua, maka selama pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menghentikan sementara
pelaksanaan kekuasaan orang tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan wewenang atas
diri dan barang-barang anakanak itu, sekiranya pengadilan negeri menganggap hal itu perlu,
kepada istri atau suami orang yang dgugat, atau kepada orang yang ditunjuk oleh dewan
perwalian, atau kepada dewan perwalian. (KUHPerd. 416a.)
Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan
perlawanan atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang
pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima
harus dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian,

Page 56 of 336

boleh diambil dari harta kekayaan dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah umur, dan
jika anak-anak itu tidak mampu, dari harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua
orang tua ini bertanggung jawab atas biaya-biaya itu secara tanggung-menanggung.
Orang yang mengajukan tuntutan di muka hakim untuk perhitungan dan pertanggung-jawaban
demikian, hal dianggap telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang pernah mengajukan tuntutan demikian tetapi ditolak
tuntutannya. (Rv. 872 dgt.i 890a.)
Pasal 319g.

(s.d. u. dg. S. 1928-546.) Orang yang telah dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua,

baik atas permohonan sendiri maupun atas permohonan mereka yang berwenang untuk
memohon pembebasan atau pemecatan menurat pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan
kejaksaan, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali atau diangkat menjadi wali atas anakanaknya yang masih di bawah umur, bila ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah
mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk pemulihan atau
pengangkatan itu. Demikian pula, orang yang telah dibebaskan atau dipecat dari perwalian atas
anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami atau istri yang dahulu, selama
perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali. Permohonan atau tuntutan untuk itu
hal diajukan kepada pengadilan negeri yang dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk
pembebasan atau pemecatan, kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan
ranjang, atau perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah meja
dan ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan hal diajukan kepada
pengadilan negeri yang telah menangnya permohonan atau tuntutan untuk pisah meja dan
ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan.
Pengadilan negeri, sebelum mengambil keputusan, hal mendengar atau nw manggil dengan sah,
jika mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak, beserta dewan
perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus didengar atau dipanggil
dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal yang
ditugaskan melakukan perwalian, dan wali pengawasnya. Bila perlu, pengadilan negeri boleh
memerintahkan agar saksi-saksi yang dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga
semenda, didengar di bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a, 1895.)
Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah
hukum pengadilan negeri yang memeriksa permintaan, maka pemeriksaan boleh dilimpahkan
dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda.
Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dari alinea keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para
saksi.
Pemeriksaan perkara ini dilakukan dalam sidang tertutup.
Keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum. Keputusan itu boleh
dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau
tanpa jaminan, semuanya atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Terhadap keputusan yang mengabulkan permohonan atau tuntutan, orang tua yang dengan itu
kehilangan kekuasaan orang tua atau perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas
panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan itu atau suatu
akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya telah disampaikan kepadanya
pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan,
bahwa keputusan itu atau pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83)

Page 57 of 336

Dalam waktu tiga Puluh hari setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan
oleh orang yang permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya ditolak,
demikian pula oleh orang-orang yang perlawanannya ditolak atau orang-orang yang telah
didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya permohonan dan tuntutan itu dikabulkan
(Rv. 341.)
Pasal 319h.
Bila anak-anak yang masih dibawah umur tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau
pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang mendapat tugas melakukan
kekuasaan orang tua atau perwalian berdasarkan keputusan hakim termaksud dalam bagian ini,
atau dalam kekuasaan orang atau dewan perwalian yang mungkin kepadanya anak-anak itu
dipercayakan berdasarkan penetapan dalam pasal 319f, alinea kelima, maka dalam keputusan itu
juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu kepada pihakpihak yang berdasarkan
keputusanitu mendapat kekuasaan atas anak-anak yang masih dibawah umur itu.
Bila orang-orang yang memegang kekuasaan yang nyata atas anak-anak yang bawah umur
menolak untuk menyerahkan anak-anak itu, maka pihak yang menurut keputusan hakim
mendapat kekuasaan atas anak-anak itu, dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh juru
sita yang diserahi tugas olehnya untuk melaksanakan keputusan itu.
Bila terjadi perlawanan secara nyata, juru sita boleh meminta bantuan polisi.
Juru sita boleh memasuki tiap-tiap berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang
dibawah umur itu berada atau diperkirakan berada didalam rumah, yang dilarang oleh
penghuninya dimasuki atau yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh menghubungi kepala
daerah setempat, atu pegawai yang ditunjuk oleh kepala daerah itu, dan dalam kehadirannya
masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala daerah atau seorang pegawai dan apa yuang
dilakukan dalam kehadirannnya berdasarkan pasal ini, harus dicantumkan dalam berita acara
pelaksanaan yang harus ditandatangani juga olehnya.
Pasal 319i.
Jawatan kejaksanaan, baik jika terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk mengadakan
pemecatan dari kekuasaan orang tua, maupun jika ada anak dibawah umur yang terlantar atau
tanpa pengawasan, berhak mempercayakan anak-anak di bawah umur itu untuk sementara
kepada dewan perwalian sampai pengadilan mengangkat seorang pemangku kekuasaan orang
tua atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan tidak perlu diadakan pengangkatan dan
ketetapan ini mendapat kekuatan tetap. Ketentuan alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f
berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 416a.)
Bila jawatan kejaksaaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan
permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada hakim dia wajib inengajukan tuntutan
itu sesegera mungkin.
Perintah untuk menyerahkan pengawasan anak yang masih di bawah umur kepada dewan
perwalian, menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak itu.
Bila pihak yang bersangkutan menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah uinur itu kepada
dewan perwalian, maka jawatan kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa anak itu
kepada dewan perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan surat perintahnya.
Ketentuan alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal ini. (S. 1928-

179.)

Pasal 319j.

Page 58 of 336

(s.d.u. dg. S. 1.938-622.) Orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, wajib

memberikan tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya pemeliharaan dan pendidikan anakanak yang telah ditarik dari kekuasaannya, tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga
bulan, sebesar jumlah yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan dewan
perwalian.
Bila penentuan tunjangan itu telah dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk
pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua kepada pengadilan negeri, atau telah
dimohon selama berjalan pemeriksaan termaksud dalam pasal 319e, maka pengadilan harus
menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan pelepasan atau pemecatan itu.
(KUHPerd. 298 2.)

(Alinea kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)

Pasal 319k.

(s.d. u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang mengandung pembebasan atau pemecatan

dari kekuasaan orang tua, harus segera diberitahukan oleh panitera berupa salinan kepada pibak
yang menerima kekuasaan orang tua itu atau kepada pihak yang ditugaskan untuk melakukan
perwalian, demikan pula kepada dewan Perwalian.

Pemberitahuan yang sama harus dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan


pengadilan termaksud dalam pasal yang lalu.
(Alinea ketiga-kedelapan dihapus dg. S. 1938-622.) 3191. Haptis dg. S. 1928-622.

Pasal 319m.
Segala surat-surat permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang
dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai.
Segala permohonan termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus
diperiksa oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh dewan
dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, harus diberikan oleh panitera
kepada mereka secara bebas dari segala biaya.
Bagian 3.
Kewajiban-kewajiban Timbal balik Antara Kedua Orang Tua Atau Keluarga Sedarah
Dalam Garis Ke Atas Dan Anak-anak Beserta Keturunan Mereka Selanjumya.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku Bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 320.
Anak tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap dari orang tuanya dengan cara menyediakan
segala sesuatu untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298, 1096.)
Pasal 321.
Setiap anak wajib memberi nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila
mereka ini dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296, 1429-3o; Rv. 749-3 o.)
Pasal 322.
Menantu laki laki dan perempuan juga, dalam hal-hal yang sama, wajib memberi riafkah kepada
mertua mereka, tetapi kewajiban ini berakhir :
1. bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan kedua;

Page 59 of 336

2.

bila suami atau istri yang menimbulkan hubungan keluarga semenda itu, (tan anak-anak
dari perkawinan dengan istri atau suaminya telah meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297,
323.)

Pasal 323.
Kewajiban-kewajiban yang timbul dari ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbalbalik. (KUHPerd. 329.)

324 dan 325. Hapus,dg. s. 1938-622,


Pasal 326.
Bila orang yang wajib memberi nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu menyediakan
uang untuk itu, pengadilan negeri dapat memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara,
agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan
kebutuhannya di sana.
Pasal 327.
Bila si ayah atau si ibu menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara di rumahnya anak
yang wajib diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi
kewajiban itu dengan cara lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
Pasal 328.
Anak di luar kawin yang diakui menurut undang-undang wajib memelihara orang tuanya.
Kewajiban ini berlaku timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323, 867.)
Pasal 329.
Perjanjian-perjanjian di mana dilepaskan hak untuk menikmati nafkah adalah batal dan tidak
berlaku. (AB. 23.)

Berdasarkan S. 1,938-622, rub. 22 De@. 1938, ditambahkan bab berikut:


BAB XIV A.
PENENTUAN, PERUBAHAN DAN
PENCABULAN TUNJANGAN NAFKAH.

(tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 329a.
Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan
pendidikan seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan
pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak yang wajib
membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang menurut buku ini
menjadi tanggungannya.
Pasal 329b.
Penetapan mengenai tunjangan, atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar nafkah atau
atas tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
Perubahan atau pencabulan itu harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata
antara kebutuhan orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan Pendapatan dan kekayaan
orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dari beban-beban yang menjadi
tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah berubah sedemikian

Page 60 of 336

mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini ada pada saat tersebut, maka
penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama, peraturan yang telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai nafkah
yang diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
BAB XV.
KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa kecuali bagian ke-13, tetapi berlaku
bagi golongan Tionghoa; untuk kebelumdewasaan, berlaku Ketentuan ketentuan , Golongan
Timur Asing IA sub c, yang mengandung ketentuan yang sama seperti ketentuan pasal 330
alinea pertama dan kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata.)
Bagian 1.
Kebelumdewasaan.
Pasal 330.

(s.d.u.,dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552.). yang belum dewasa adalah adalah mereka yang belum
mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelunya. (Lihat ketentuan lama
dalam S. 1819-60, 1839-22; pada 1 Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23
tahun menjadi 21 tahun.)
Bila Perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tkiak kembali
berstatus belum dewasa.

(s.du. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis. 390, 421.) Mereka yang belum dewasa dsn tidak di bawah
kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan cara seperti yang diatur
dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab ini.
(KUHPerd. 21, 29, 35, 61 1o dan 2 o, 298 dst., 306, 333, 365, 379-1o, 419 dst., 424, 427 dst.,
462, 897, 904 dst., 1006, 1046, 1073, 1446, 1448, 1677, 1798, 1912, 1973, 1987; BS. 13, 61-1o
dan 2 o; Sv. 149; IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti istilah "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan
undang-undang terhadap penduduk Indonesia (Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54.
Untuk menghilangkan keragu-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember
1917 dalam S. 1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut :
(1) Bila peraturan perundang-undangan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh
mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan: semua orang yang belum
genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin.
(2) Bila perkawinan dibubarkan sebelum mereka berumur dua puluh dua tahun, maka mereka
tidak kembali berstatus belum dewasa.
(3) Dalam pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk. ketentuan-

ketentuan yang dahulu berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 191 7-738.)


Bagian 2.
Perwalian Pada Umumnya.

(Tidak Perlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)

Page 61 of 336

Pasal 331.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali
yang ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361. (Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365, 452.)

Perwalian untuk anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai satu
perwalian, sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380,
382c.)
Pasal 331a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai berlaku:

1.

2.

3.
4.
5.
6.

bila oleh hakim diangkat seorang wali yang hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan,
atau apabila pengangkatan itu tidak dihadirinya, pada waktu pengangkatan diberitahukan
kepadanya; (KUHPerd. 359 dst.)
bila scorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tua, pada saat pengangkatan
itu, karena meninggalnya pihak yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku dan
pihak yang diangkat menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan tersebut;
(KUHPerd. 323a, 355 dst.)
bila seorang wanita bersuami diangkat menjadi wali, hakim atau oleh salah seorang dari
kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari suaminya atau atas kuasa
hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 332b.)
bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, bukan alas permintaan sendiri atau
pernyataan bersedia, diangkat menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima
pengangkatan itu; (KUHPerd. 332a, 365 dst.)
dalam hal termaksud dalam pasal 358, pada saat pengesahan;
bila seorang menjadi wali demi hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan
perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353, 375.)

Dalam segala hal, bila pemberitahuan tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal ini atau
pasal-pasal lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini secepatcepatnya.
Pasal 33lb.

(s. d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak belum dewasa yang ada di bawah

perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi wali, maka
perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai berlaku, kecuali jika hakim
menentukan saat lain.
Perwalian berakhir: (KUHPerd. 375.)
1. bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian, kembali ke kekuasaan orang
tua, karena ayah atau ibunya mendapat kekuasaan kembau, pada saat penetapan
sehubungan dengan itu diberitahukan kepada walinya; (KUHPerd. 382d.)
2. (s.d.t. dg. S. 1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah perwalian,
kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan pasal-pasal 206b atau 323a, pada saat
beriangsungnya perkawinan;
3
bila anak belum dewasa yang lahir di luar perkawinan diakui menurut undang-undang, pada
saat berlangsungnya perkawinan yang mengakibatkan sahnya Si anak, atau pada saat
pemberian surat pengesahan yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd. 272 dst.)
4
bila dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan
memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat pengampuan itu berakhir.
Pasal 332.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut,
barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan Bagian 9 dalam bab ini tidak dikecualikan atau
dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut.

Page 62 of 336

Bila orang yang diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta
peninggalan, sebagai pengganti dan atas tanggung jawab si wali, harus melakukan tindakantindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum dewasa dengan cara
seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta peninggalan.
Dalam hal itu wali bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa
mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
Pasal 332a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah seorang

dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi wali, tidaklah wajib
menerimanya. Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak
menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan pengadilan
negeri tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam waktu enam puluh hari, setelah
pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka.
Bila yang diangkat bertempat tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari kepaniteraan
pengadilan negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas tanpa
meterai.
Pemberitahuan, bila menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun
kepada suaminya.
Pemberitahuan tidak diwajibkan bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah diajukan
pernyataan, bahwa pengangkatan itu ditolak.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga
sosial tersebut dalam 365, kecuali jika perwalian itu itu diperintahkan atas permintaan atau
kesanggupan mereka sendiri. (KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9 o, 381b; Rv. 3 o.)
Pasal 332b.

(sd.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wanita bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan
atau izin tertulis dari suami.

Bila, si suami telah memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita teresbut
setelah perwalian dimulai, seperti halnya bila wanita tersebut menurut pasal 112 atau pasal 114
telah menerima perwalian itu berdasarkan keputusan hakim, maka si wali wanita bersuami itu,
seperti tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan dengan perwalian
itu dan bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan itu, tanpa pemberian kuasa atau bantuan
apapun juga.
Perintah untuk melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial
memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu
selaku pengurus perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya.
(KUHPerd. 105, 109, 113, 3654)
Pasal 333.

(s.d.u. dg, S. 1925-497; 1927-31 jis. 390, 421, 456.) Bila sehubungan ketentuan-ketentuan kitab

undang-undang ini ikut sertanya keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa
diharuskan, maka sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang, dipilih dari
keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan bahwa yang
dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau berkediaman di daerah hukum
pengadilan negeri yang bersangkutan; sedang bila dipandang perlu mendengar anggota keluarga

Page 63 of 336

sedarah atau semenda yang bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut,
pemanggilan dan pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang dalam
daerah hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala
daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada pengadilan negeri
tersebut pertama.
Keluarga sedarah atau semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan
bertempat tinggal atau berkediaman di Indonesia.
Semua panggilan termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat. (KUHPerd. 334,
338a, 358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452; Wsk. 54; KUHP. 524.)
Pasal 334.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga sedarah

atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang kuasa khusus. Surat
kuasa bebas dari bea meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh bertindak atas nama satu orang
saja. (KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
Pasal 335.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai berjalan

atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah, dalam waktu satu
bulan setelah mendapat teguran dari balai harta peninggalan, setiap wali, kecuali perkumpulan,
yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, atas kerelaan balai harta peninggalan
tersebut dan guna menjamin pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan,
memberikan hipotek atau gadai, atau menambah jaminan yang telah ada.
Hipotek itu harus didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.
Dalam hal perbedaan pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan
balai harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih
dulu siap memintanya.
Bila harta anak belum dewasa dianggap kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk
membebaskan si wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi sewaktuwaktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan ketiga. (Ov. 19, 35; 68;
KUHPerd. 336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7o, 1168, 1179, 1215, 1830; Wsk. 51 dst.)

Pasal 336.
Bila wali lalai dalam waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh
salah satu jaminan tersebut di dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan pendaftaran
hipotek atas beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.)
Bila si wali berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang
terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya guna menjamin
anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh pengadilan negeri. (Ov. 36; KUHPerd.
341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
Pasal 337.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam

itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu berwenang untuk
mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas kerelaan balai harta peninggalan
atau, dalam hal adanya perbedaan pendapat dengan balai harta peninggalan tentang cukup
tidaknya jaminan yang ditawarkan, dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan
pasal 335.

Page 64 of 336

Bila soalnya diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung


berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal kebalikannya penghapusan itu
dilakukan berdasarkan perintah hakim dan dilangsungkan oleh penyimpan hipotek karena
jabatannya dengan penunjukan perintah hakim.

(s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah ditaruhnya, bila

sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat mengalami kemerosotan di
luar kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang hal itu antara wali dan balai harta
peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu
memintanya.
Pasal 338.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu, wali

lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak bergerak yang
cukup, maka atas tuntutan balai harta peninggalan, pengurusan harta kekayaan anak belum
dewasa harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan diberikan kepada balai harta peninggalan,
sampai wali memberikan jaminan secukupnya, yaitu bila atas permintaan wali, pengadilan negeri,
setelah mendengar balai harta peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada wali.
(ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk. 52.)

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap ditugaskan
memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang jika perlu akan
ditentukan oleh pengadilan negeri, atas usul balai harta peninggalan.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dari anak
belum dewasa memerlukan pengawasan terus-menerus, pengadilan negeri, setelah mendengar
balai harta peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas pengurusan itu tetap pada si wali, asal
saja wali itu menyerahkan kepada balai harta peninggalan semua uang tunai, barang-barang
berharga dan surat-surat berharga milik si anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian,
balai harta peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan barang-barang tak
bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun memberikan kepada balai harta
peninggalan pertanggung-jawaban tentang pemakaian uang itu menurut cara yang ditetapkan
dalam pasal 372.
Pasal 338a.

(s.dt. dg. S. 1927-31 jis 390, 421.) Wali yang berminat meninggalkan Indonesia, boleh

mengajukan surat permohonan kepada pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan
benda yang telah diberikan olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya.
Permohonan itu harus didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta
peninggalan menurut cara yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus
dilampirkan surat keterangan dari balai harta Peninggalan, bahwa balai harta peninggalan itu
telah menyetujui pertanggung-jawaban yang diserahkan kepadanya.
Pengadilan negeri akan mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai harta peninggalan
dan keluarga sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333 dst.)
Permohonan akan dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali.
Bila karena ini pencabutan jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus dganti dengan penyerahan
tanggungan; apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan
pasal yang lalu.

Page 65 of 336

Pasal 339

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis 390,421.) Bila wali itu meninggalkan Indonesia bersama si anak yang

belum dewasa, maka atas permintaan wali tersebut dan setelah mendengar balai harta
peninggalan tugas pengurusan yang dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri, boleh
dikembalikan kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap
perlu oleh pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.; KUHPerd. 344,
452.)
Pasal 340.
Penanggung-penanggung yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah
hukum pengadilan negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam
ketentuan perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)

Pasal 341.
Bila seorang Penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka
pengadilan negeri, atas permintaan balai harta peninggalan boleh memerintahkan kepada wali,
supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan negeri, ditunjuk penanggung
baru, yang setelah penunjukan diterima, penanggung yang pertama atau ahli warisnya demi
hukum bebas dari ikatan.
Dalam hal si wali tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal
338. (KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 342.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan dan hak gadai berakhir, hipotek-hipotek

yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila Pertanggungjawaban pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan surat-surat dan membayar
uang sisa. (KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 343.
Akta untuk penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan
menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah bagi penyimpan hipotek
yang masuk tanggungan si anak yang belum dewasa, (KUHPerd. 452.)
Pasal 344.
Segala penetapan pengadilan negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan,
setelah mendengar pertimbangan jawatan keiaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan tidak dapat
dimintakan banding. (KUHPerd. 335-:339, 341, 452.)
Bagian 3.
Perwalian Oleh Ayah Dan lbu.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 345.

(s.d.u.dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah satu dari orang tua meninggal dunia, maka

perwalian anak belum dewasa dipangku demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh
orang tua ini tidak dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299
dst., 368, 371, 379-3-, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.

Page 66 of 336

Pasal 348.
Jika setelah suami meninggal dunia, istri menerangkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk
itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus jadi pengampu
atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang perlu dan yang mendesak
guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik demi kebaikan anak bila ia lahir
hidup maupun demi kebaikan semua orang yang berkepentingan.
Bila anak itu lahir hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian hal diperhatikan.
(KUHPerd. 2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44 dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 351.

(s.d.u. dg, S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia

dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak
ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta
dan di samping istrinya bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas
segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung.
Perwalian peserta si suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti sebagai
wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
Pasal 352.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau wali-ibu yang kawin lagi, bila wali

pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan, wajib


menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali pengawas.
Bila yang dimaksudkan dalam alinea yang terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan,
maka wali pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh
mengajukan Permohonan kepada pengadilan negeri supaya wali itu dipecat; pengadilan negeri
harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali bila dalam jangka waktu yang
ditentukan oleh pengadilan negeri dan diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan
daftar yang dikehendakinya kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk
acara.
Sedapat-dapatnya dalam penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh pengadilan
negeri diangkat pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
Pasal 353.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah

perwalian ayahnya atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu, kecuali jika ayah
atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain telah ditugaskan sebagai wali selama
ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak
itu diakui.
Bila pengakuan itu dilakukan kedua orang tua, maka perwalian terhadap anak itu, dengan
pengecualian yang sama, dilakukan oleh orang tua yang lebih dulu mengakui, dan bila
pengakuan itu dilakukan pada waktu yang sama, si ayahlah yang memangku perwalian.
Bila orang tua yang melakukan perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal
dunia, dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal tersebut
dalam pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat sekali lagi sebagai wali,

Page 67 of 336

maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau
dipecat dari perwalian atau telah kawin.
Bila si ayah atau si ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka
pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau si ibu yang tidak
dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu menurut alinea
yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian, mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya diangkat menjadi wali, maka pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali
jika kepentingan anak tidak mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang
lain masih hidup, juga dia dan wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku
ketentuan alinea keempat pasal 206. Terhadap wali-ibu atas anak di luar kawin yang diakui dan
terhadap suaminya ber@ pasal 351, kecuali bila karena perkawinan tersebut anak menjadi sah.
(KUHPerd. 280, 299 dst., 306, 363.)
Pasal 354.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di luar

kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan itu anaknya
akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri, supaya dapat
meneruskan perwalian. Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga wali
pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat pasal 206.
Orang yang lalai memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi
hukum kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami-istri bertanggung-jawab secara
tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang dilakukannya tanpa hak.
Kehilangan hak untuk menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi
orang yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada alasan-alasan,
untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan memperhatikan ketentuanketentuan dalam Bagian 5 bab ini. (KUHPerd. 280 dst., 248; BS. 42.)
Pasal 354a.

(s.d.t. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian diserahkan kepada orang lain dalam salah satu

hal yang dimaksudkan dalam alinea pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau ibu
yang telah dewasa dari anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan,
dibebaskan atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu.
Pengadilan negeri mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau
memanggil dengan sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri pemohon bila
pemohon ini telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut mengakui si anak dan masih
hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri mengabulkan permohonan ini, kecuali jika ada
kekhawatiran yang berdasar, bahwa si ayah dan si ibu akan melalaikan si anak.
Ketentuan dalam kalimat terakhir pasal 253 berlaku dalam hal ini.
Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206
dengan penyesuaian sekadamya.
Bagian 4.
Perwalian yang Diperintahkan Oleh Ayah Atau lbu.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)

Page 68 of 336

Pasal 355.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan

orang tua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak mengangkat
seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia, demi hukum atau karena
penetapan hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak
lain dari orang tua.
Badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali. Pengangkatan dilakukan dengan wasiat atau
dengan akta notaris yang dibuat semata-mata untuk keperluan itu.
Dalam hal ini boleh diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang
diangkat belakangan bertindak sebagai wali, bila yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67; KUHPerd.
140, 331, 358, 368.)
Pasal 356.

(sd.u. dg. S. 1,927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa

pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia tidak
melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak merjalankan kekuasaan orang tua. (KUHPerd.
431, 941, 1898.)
Pasal 357.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan pasal 382d tetap berlaku, juga bila yang
bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dari kedua orang tua.

Bila selama pengampuan salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum
pernah kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah mengangkat
seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang diangkat itu berakhir demi
hukum, dengan berakhimya pengampuan. (KUHPerd. 331b.)
Pasal 358.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang

dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali atau telah
diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila disahkan oleh pengadilan
negeri. (KUHPerd. 333 dst.,355.)
Bagian 5.
Perwalian Yang Diperintahkan Oleh Pengadilan Negeri.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tiongboa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 359.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Bagi anak belum dewasa yang tidak berada di bawah

kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara yang sah,
pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan
sah para keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333 dst.)

Bila pengangkatan itu diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan
kekuasaan orang tua atau perwalian, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali
untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi oleh pengadilan negeri
atas permohonan orang yang dgantinya bila alasan-alasan yang menyebabkan ia diangkat tidak
ada lagi.

Page 69 of 336

Bila pengangkatan itu diperlukan karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat
tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang wali.
Atas permohonan orang yang dgantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan negeri, bila
alasan yang menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi.
Atas permohonan ini pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda
anak belum dewasa, dan dewan perwalian; bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di
luar kawin, maka pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah, sebagaimana diatur dalam pasal 354a. Permohonan dikabulkan, kecuali jika ada
kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau si ayah atau si ibu menelantarkan si anak. Terhadap
pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat pasal 206 berlaku dengan sekedar
penyesuaian.
Selama perwalian termaksud dalam alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan
orang tua ditangguhkan.
Dalam hal diperlukan pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai harta peninggalan,
baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna
mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu mulai berlaku.
(KUHPerd. 260, 332, 345,346 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369, 379 dst., 453; Wsk. 55; S.
1928-179.)
Pasal 360.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali dilakukan atas permintaan
keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau pihak lain yang
berkepentingan, atas permintaan balai harta peninggalan, atas tuntutan jawatan kejaksaan, atau
pun karena jabatan, oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu
bertempat tinggal. (KUHPerd. 364.)
Bila si anak belum dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat
tinggalnya tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan negeri di tempat
tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak ada, oleh pengadilan negeri
di Jakana. (KUHPerd. 17, 21.)
Pegawai catatan sipil wajib memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua peristiwa
kematian yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang
meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala perlangsungan
perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang mempunyai anak belum
dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
Pasal 361.
Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di
Negeri Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan walinya,
pengurusan harta kekayaan itu boieh dipercayakan kepada seorang pengurus di Negeri Belanda
dan di daerah jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.)
Dalam hal itu wali tidak bertanggungjawab atas tindakan-tindakan pengurus itu.
Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
Pasal 362.

Page 70 of 336

(s.d.u. dg. S.1927-31 jis. 390, 421.) Wali, segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan

balai harta peninggalan wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang
dipercayakan kepadanya dengan baik dan tulus hali.
Bila di tempat kediaman wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada balai
harta peninggalan atau tidak ada perwakilannya, maka sunpah boleh diangkat di hadapan
pengadilan negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat kediaman si wali.
Tentang pengambilan sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov. 2 1; KUHPerd. 366, 369, 378;
Wsk. 49, 55.)

Pasal 363.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua pasal 354a dan

alinea keempat pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh pengadilan negeri tanpa lebih
dulu mendengar siapa pun. (KUHPerd. 280, 353, 369.)
Pasal 364.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang perwalian

tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya. (KUHPerd. 353 dst., 358
dst.)
Bagian 6.
Perwalian Perkumpulan, Yayasan Dan Lembaga Sosial.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa,)
Pasal 365.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila hakim harus mengangkat seorang

wali, maka perwalian itu boleh diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang
berkedudukan di Indonesia, kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang
berkedudukan di Indonesia, yang menurut dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya
mengatur pemeliharaan anak yang belum dewasa untuk waktu yang lama.
Pasal 362 tidak berlaku.
Perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan
kepadanya, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan
atau yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain.
Para anggota pengurus masing-masing bertanggungjawab secara pribadi dan tanggungmenanggung atas pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan
selama anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka telah
mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya atau mereka
dalam keadaan tidak mampu menjaganya.
Pengurus boleh memberi kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk
melakukan perwalian terhadap anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu.
Pengurus berhak pula atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak
belum dewasa yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai harta
peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan menyelenggarakannya
menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut.
(KUHPerd. 330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57; S. 1928-179.)
Pasal 365a.

Page 71 of 336

(s.d.t. dg S. 1927-31 jis. 390, 421.) Panitera pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian
memberitahukan perintah itu kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang dalam daerah
hukumnya perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu berkedudukan.
Pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan
anak belum dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan kejaksaan yang
dalam daerah hukumnya teletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah dan lembaga yang
dimaksudkan ini, dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya
dan dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si anak belum
dewasa yang ditempatkan di dalamnya.
Bila dikehendakinya, wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak
belum dewasa yang ada dalam pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7.
Perwalian Pengawas.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 366.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang diperintahkan di Indonesia,
balai harta peninggalan ditugaskan sebagai wali-pengawas. (AB 16; KUHPerd. 351 dst., :365,
367, 379, 415 dst., 418.)
Pasal 367.

(s.d. u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang lain tidak berlaku dan tidak membawa

perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri Belanda untuk anak belum
dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 3.90,421.) Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda tidak
berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili dirinya dalam
segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikut-sertaannya, maka dianggaplah bahwa
terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia telah memerintahkan perwakilannya
kepada balai harta peninggalan di tempat tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya
harus diterima oleh balai harta peninggalan tersebut. (KUHPerd. 452.)
Pasal 368.

(s.d.u.dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Para wali tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah

perwalian mulai berjalan, wajib memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta
peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh diberhentikan, tanpa mengurangi
penggantian biaya, kerugian dan bunga. KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst&; S. 1927-31.)
Pasal 369.

(s.d.u.dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim,

panitera pengadilan negerm yang bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis
adanya pengangkatan itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan, apakah
pengangkatan itu terjadi dengan dihadiri wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu terjadi atas
permintaan atau kesanggupan sendiri.
Panitera juga wajib dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang
menurut pasal 332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula
pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362 dst., 452.)

Page 72 of 336

Pasal 370.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan si
anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali, tanpa
mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada balai harta peninggalan
dalam surat instruksinya pada waktu balai harta peninggalan itu diperintahkan memangku
perwalian pengawas.

Dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib
memaksa wali untuk membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam
segala warisan yang jatuh ke tangan si anak belum dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386, 390, 395,
399 dst., 408, 452.)
Pasal 371.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga,

balai harta peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam undangundang, agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim, memberikan jaminan
secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan pengurusan dengan cara yang ditentukan
oleh undang-undang. (KUHPerd. 335, 351, 386, 401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365 dst.)
Pasal 372.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali

(kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan pertanggung-jawaban
dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan surat-surat berharga milik si anak belum
dewasa.
Perhitungan ringkas itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu
biaya dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19; KUHPero. 373, 409, 452; Wsk. 58.)
Pasal 373.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal yang

lain atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan tanda-tanda kecurangan
atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut pemecatan wali itu.
Demikian pula ia harus menuntut pemecatan dalam hal hal lain yang ditentukan undang-undang.
(Ov. 20; KUHPerd. 380 dst., 452.)
Pasal 374.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian lowong atau ditinggalkan karena

ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu menjalankan tugasnya,
maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga, harus
mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk mengangkat wali baru atau wali
sementara. (Ov. 20; KUHPerd. 359 dst., 452, 463, 1365 dst.)
Pasal 375.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang
saina dengan mulainya dan berakhimya perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)

Bagian 8.
Alasan-alasan yang Dapat Melepaskan Diri Dari Perwalian.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)

Page 73 of 336

376. Dihapus dg. s. 1927-31 jis. 390, 421.


Pasal 377.
Yang boleh melepaskan diri dari perwalian ialah :
1. mereka yang melakukan tugas negara di luar Indonesia;
2. para anggota angkatan darat dan laut;
3. mereka yang melakukan tugas negara di luar keresidenan atau mereka yang karena tugas
negara pada saat-saat tertentu ada di luar keresidenan;
Orang-orang tersebut dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dari
perwalian, bila alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali;
4. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila mereka diangkat sebelumnya, mereka
boleh minta dibebaskan dari perwalian pada waktu berumur 65 tahun;
5. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan;
Mereka ini boleh minta dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul
setelah mereka diangkat sebagai wali;
6. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri, tetapi dibebani tugas memangku dua
perwalian;
7. mereka yang ditugaskan memangku satu perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai
seorang anak atau lebih;
8. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali mempunyai lima orang anak sah, termasuk
di antaranya anak yang telah meninggal dalam dinas ketentaraan;
9. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) wanita-wanita;
Wanita yang dalam keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta
dibebaskan, bila ia kawin;
10. (s. d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak berhubungan keluarga sedarah
atau semenda dengan si anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum pengadilan negeri
tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda yang cakap
memangkunya.
Ayah dan ibu tidak diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka
sendiri, karena salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
Pasal 378.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa hendak melepaskan diri dari perwalian, harus

memohon pembebasan dari hakim yang memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak
ada pengangkatan oleh hakim, dari pengadilan negeri tempat tinggalnya.
Kecuali orang-orang yang disebutkan dalam pasal 377 nomor 1o-5o, pemohon diwajibkan, dengan
ancamam kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh hari
sejak hari mulai berlakunya perwalian ini bila pemohon berdiam di Indonesia, dan dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar Indonesia.
Permohonan tidak dapat diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya
sendiri, bahwa ia sanggup menerima perwalian itu.
Hakim mengambil ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding.
Meskipun wali telah mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib
memangku Perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu. (KUHPerd.
362, 452.)
Bagian 9.
Pengecualian, Pembebasan Dan Pemecatan Dari Perwalian.

Page 74 of 336

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan -Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 379.

(s.d.u. dg. S.1 927-31 jis, 390,421.) Selain pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang

dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan dari perwalian adalah:
1. orang yang sakit ingatan;
2. orang belum dewasa;
3. orang yang ada di bawah pengampuan;
4. mereka yang telah dipecat, baik dari kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian; akan
tetapi yang demikian itu hanya terhadap anak belum dewasa, tanpa mengurangi ketentuan ketentuan dalam pasal 319g dan pasal 382d; yang dengan ketetapan hakim kehilangan
kekuasaan orang tua atau perwalian.
5. ketua, wakil ketua, anggota, panitera, panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku, dan
agen balai harta peninggalan, kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka
sendiri. (KUHPerd. 330, 359, 433, 452, 1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
Pasal 380.

(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan

anak-anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari perwalian,
baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak atau lebih yang
bernaung di bawah satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373, 381 dst., 382a, 452.)
1. mereka yang berkelakuan buruk;
2. mereka yang dalam menunaikan perwalian menunjukkan ketidakcakapan mereka,
menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan kewajiban mereka;
3. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain menurut nomor 1o dan nomor 2o pasal ini atau
telah dipecat dari kekuasaan orang tua menurut pasal 319a alinea kedua nomor 1o dan
nomor 2o;
4. mereka yang berada dalam keadaan pailit; (F. 1, 22.)
5. mereka yang untuk diri sendiri atau yang bapaknya, ibunya, istri/suaminya atau anakanaknya berperkara di muka hakim melawan si anak belum dewasa dalam hal yang
melibatkan kedudukan, harta kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan si anak belum
dewasa;
6. mereka yang dihukum dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti, karena dengan sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap
anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan mereka;
7. mereka yang mendapat hukuman yang telah mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan
suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang
ada dalam kekuasaan mereka;
8. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak dapat diubah lagi selama dua tahun
atau lebih.
Ayah dan ibu tidak boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4o dan nomor 5o,
maupun karena tidak cakap.
Suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam
hal-hal tersebut di bawah nomor-nomor 2o, 3o, 4o dan 5o, bila hakim berpendapat bahwa
kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya.
Badan-badan itu juga boleh dipecat, bila pemberitahuaan tertulis tersebut dalam pasal 365a
alinea kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya dihalang-

Page 75 of 336

halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga usaha membantu
dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
Pasal 381.

(s.d. u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Pemecatan seorang wali dilakukan oleh pengadilan negeri

tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal
terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas permohonan salah seorang keluarga sedarah
atau keluarga semenda si anak belum dewasa sampai dengan derajat keempat, atas
permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan kejaksaan.
Pemecatan ayah atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh
pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian.
Permintaan atau tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang
merupakan dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang-tua, wali dan wali pengawas serta
tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui, nama dan tempat tinggal
keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama
dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan
dalam permohonan atau tuntutan itu. Kecuali jika permohonan akan pemecatan itu diajukan oleh
dewan perwalian, salinan surat permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat yang
dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim oleh panitera kepada dewan tersebut.
Pada surat permohonan atau tuntutan itu, oleh panitera pengadilan negeri dicatat hari
masuknya. (KUHPerd. 319b, 370, 373, 409, 417, 452.)
Pasal 381a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar

atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas, keluarga sedarah dan
keluarga semenda si anak belum dewasa dan dewan perwalian. Pengadilan negeri dapat
memerintahkan pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah sumpah, yakni yang ditunjuk
dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun dari luar keluarga.
Bila mereka yang akan diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi,
bertempat tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka pemeriksaan
oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama, seperti yang ditentukan
dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Anak kalimat terakhir dalam alinea
keempat pasal 206 berlaku terhadap orang tua, wali dan wali pengawas.
Segala panggilan dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga
sedarah dan semenda; bila ada panggilan terhadap seseorang yang tempat kediamannya tidak
diketahui, maka panggilan itu hal segera dimuatkan dalam satu surat kabar atau lebih yang
ditunjuk oleh pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan atau dituntut
pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas tentang isi permintaan atau
tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu tidak diketahui.
Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh mendengar orang-orang selain yang telah
ditentukan di atas sebagai saksi di bawah sumpah, juga orang-orang yang telah datang
menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan boleh pula memerintahkan pemeriksaan saksisaksi lebih lanjut; saksi-saksi ini hal disebutkan dalam penetapan lebih lanjut dan hal dipanggil
dengan cara yang sama. (KUHPerd. 1895 dst.)
Pasal 381b.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 3, 421.) Selama pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang
berhak melakukan perwalian dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial

Page 76 of 336

tersebut dalam pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri dengan surat
permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu.
Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan
penyesuaian seperlunya.
Bila permintaan atau tuntutan itu dikabulkan, pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali.
Dalam keputusan tentang pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan
pertanggung-jawaban tentang pengurusannya kepada penggantinya. (KUHPerd. 359 dst., 409
dst.)
Pasal 382.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan
pintu tertutup.

Penetapan disertai dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini boleh dinyatakan
segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atati banding dengan atau tanpa jaminan,
semua itu atas naskah ashnya. (Rv. 55.)
Selama pemeriksaan berjalan, pengadilan negeri teluasa untuk menghentikan penunaian
perwalian itu seluruhnya atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas diri anak belum dewasa
dan harta kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan negeri, kepada seorang yang
ditunjuknya atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan termaksud dalam alinea yang lain tidak boleh dimintakan peradilan yang
lebih tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan memperoleh
kekuatan tetap.
Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
Pasal 382a.

(s. d. t. dg. S. 1917-497; s. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa

yang dapat menyebabkan pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau
tanpa suatu pengawasan, jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk
sementara waktu kepada dewan perwalian, sampai pengadilan negeri mengangkat seorang wali
atau dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai kekuatan
hukum yang pasti. Ketentuan dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal
ini.
Bila jaksa menggunakan wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau
tuntutan akan pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ia wajib segera melakukan segala
sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali.
Bila penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak, jaksa boleh menyuruh
membawa anak itu kepada juru sita atau kepada polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan
surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima pasal
319h berlaku dalam hal ini.
Perintah penyerahan anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama pasal
ini menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak.
Pasal 382b.

Page 77 of 336

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.) Bila orang yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak
datang menghadap atas panggilan, ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari,
setelah penetapan atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya
diberitahukan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak
memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya.
Orang yang permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya
ditolak pula, dan orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia menyangkal, seperti pula
orang yang perlawanannya ditolak, boleh mengajukan permohonan banding terhadap keputusan
pengadilan negeri dalam waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Pasal 382c.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421 .) Bila wali ayah dan wali ibu tidak cakap atau tidak mampu

menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan kepentingan anak-anak
dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan mereka dari perwalian, maka atas
permintaan dewan perwalian atau tuntutan jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari
perwalian terhadap seorang anak atau lebih oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka atau,
jika tidak ada, oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan ayah
atau ibu yang diangkat menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri yang
telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. Dalam surat permohonan atau tuntutan akan
pembebasan sedapat-dapatnya harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya
dapat diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh diperintahkan, bila pihak yang diminta atau
yang dituntut pembebasannya, menentang hal ini.(KUHPerd. 319a)
Berdasarkan surat permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh pengadilan negeri
tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua maupun terhadap seorang atau
beberapa dari anak-anak yang belum dewasa, yang ada di bawah kekuasaan mereka, bila
seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan perwalian, atau pengurus salah satu
perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam pasal 365, menyatakan sanggup
dengan surat untuk mengganti mereka, dan pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut
baik untuk kepentingan anak-anak.
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua, wali dan wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum dewasa
dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau tuntutan dikabulkan.
Ketentuan dalam alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga, dan keempat pasal 38
la berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya
setelah pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang
terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada perlawanan atau
banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah asli. (Rv. 55.)
Bila seseorang yang dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak
datang menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam
waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan penetapan itu
atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara pribadi atau setelah aa
melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi kesimpulan, bahwa penetapan itu atau
permulaan pelaksanaannya sudah diketahui olehnya. Orang yang permintaan akan
pembebasannya ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang sama ditolak,
dan orang yang dibebaskan dari perwalian kendati datang menghadap atas panggilan, seperti

Page 78 of 336

juga orang yang perlawanannya ditolak, semuanya dapat mengajukan permohonan banding
dalam waktu tiga puluh hari setelah putusan pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Terhadap penetapan-penetapan termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
Pasal 382d.

(s.d.t. dg. S.1,927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah atau seorang ibu yang dibebaskan atau

dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan sendiri matipun atas
permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan atau pemecatannya, ataupun atas
tuntutan jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali dalam perwalian, bila ternyata bahwa
peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan
dengan pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus diajukan kepada pengadilan
negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan akan pembebasan atau pemecatannya,
kecuali jika perkawinan orang yang dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena
perceraian, dalam hal mana permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada pengadilan
negeri yang telah mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.)
Pengadilan negeri mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila
mungkin, kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial yang memangku perwalian itu, wali pengawas, para anggota keluarga sedarah
atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian.
Bila dipandang perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah
saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari luar mereka.
Alinea-alinea ketiga, keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal 319g berlaku dalam hal ini.
Pasal 382e.

(s.d.t. dg. S. 1.927-31jis.,390, 421.) Bila anak belum dewasa tidak nyata-nyata berada dalam

kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial yang
diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan hakim, sebagaimana dimaksudkan dalam
bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya
dipercayakan anak-anak itu menurut penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 382
alinea ketiga, maka dalam penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu
kepada pihak yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuanketentuan dalam alinea-alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal
ini.
Pasal 382f.

(s.d.t. dg. S. 1.927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. 1938-622.) Ketentuan pasal 319j berlaku juga
terhadap pembebasan atau pemecatan seorang ayah atau ibu dari perwalian terhadap anak-anak
sendiri.
Pasal 382g.

(s.d.t. dg. S. 1,927-31 jis., 390, 421.) Semua surat permohonan, tuntutan, penetapan,

pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi ketentuan-ketentuan dalam
bagian ini adalah bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 61o.)

Segala permintaan termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus
dilayani dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan yang
diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, oleh
panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10.
Pengawasan Wali Atas Pribadi Anak Belum Dewasa.

Page 79 of 336

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 383.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan

pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus
mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. (LN. 1953-86, pasal 7.) (1)
1
UU 36/1953 tentang Bank Tabungan Pos pasal 7 berbunyi sebagai berikut :
Tentang tabungan atas nama anak-anak.
(1) Anak-anak jang belum dewasa, tidak usah dengan perantaraan orang tua atau walinja,
dapat juga mengambil buku buku tabungan dengan buku itu memasukkan uang dan
menerima sendiri pembajaran kembali uang tabungan jang tertuli atas namanja didalam
tata-usaha Bank Tabungan Pos.
(2) Akan tetapi pembajaran kembali itu tidak dapat dilakukan, djikalau orang tuanja atau walinja
memadjukan keberatannja.
(3) Dengan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam ajat (4) pasal 5 Undang-undang ini,
pemegang kekuasaan ibu-bapa atau wali atas anak jang belum dewasa, boleh meminta
djuga pembajaran kembali dari tabungan atas nama anak itu; tetapi djika anak itu telah
berumur 16 tahun, pembajaran kembali ini hanja boleh dilakukan setelah mendapat kuasa
dari Pengadilan Negeri.
Kuasa ini tidak akan diberikan, bilamana uang itu tidak akan dgunakan untuk keperluan jang
tak dapat dielakkan.
Djika pengadilan menganggap perlu, maka dipanggillah sanak-saudara anak itu untuk
didengar pendapatnja, akan tetapi bila mereka tidak datang menghadap, sjarat ini tidak
usah diindahkan tagi, asal sadja panggilan mereka dilakukan setjara semestinja.
(4) Baik bapa maupun ibu penabung jang belum dewasa tidak dapat memungut hasil atas
tabungan jang tertjatat atas nama anak itu didalam buku-buku Bank Tabungan Pos.
Anak belum dewasa harus menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388, 399,
421, 452, 904, 1330, 1447 dst., 1798.)

Pasal 384.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali, berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa

tidak puas terhadap kelakuan si anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas
permintaan dewan perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri
boleh memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga negara
atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas biaya si
anak belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu hanya
boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan berturut-turut, bila pada hari penetapan hakim si
anak belum dewasa belum mencapai umur empat belas tahun, atau selama-lamanya satu tahun
bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewali
saat anak belum dewasa menjadi dewasa. (KUHPerd. 320 dst., 452.)
Pengadilan negeri tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum men dengar atau
memanggil secara sah wali pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum
dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ke tentuan,dalam alinea berikut, juga si anak
belum dewasa sendiri.

Page 80 of 336

Bila si anak belum dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk
mendengarnya, maka pengadilan negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang
ditentukan, dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut dibawa ke
depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan;
bila ternyata si anak belum dewasa pada hari itu pun juga tidak datang menghadap, maka
pengadilan negeri, tanpa mendengamya, memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan
itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu memuat alasannya.
Bila pengadilan negeri dalam penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan si
wali tidak mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara.
Penetapan yang memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada
permintaan dari pihak wali.
Pasal 384a.

(s.d.u. dg, S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman si anak belum

dewasa sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu, bila
alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila keadaan jasmani
dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan lebih lama.
Wali selalu leluasa untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalamm
perintah. Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam
pasal yang lalu.

Pengadilan negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih
dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh di berikan sebelum mendengar
permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu tinggal pada waktu
permintaan perpanjangan diajukan atau diri seorang penggantinya.
Bagian II.
Tugas Pengurusan Wali.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 385.
Wali harus mengurus harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga
yang baik dan bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul
karena pengurusan yang buruk.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik dengan suatu akta
antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah dihibahkan atau
dihibah-wasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu dipercayakan kepada seorang
pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi
pemangku kekuasaan orang tua, berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391, 400, 452.)
Pasal 386.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai berlaku,
wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah dilakukan, dan dengan
dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh membuat daftar barang-barang
kekayaan si anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.)

Page 81 of 336

Daftar barang-barang atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam segala hal
keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai harta
peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu harus diserahkan kepada
balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452; Rv. 663 dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
Pasal 387.
Bila si anak belum dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris;
dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak akan diperbolehkan
menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum dewasa itu menjadi dewasa;
tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan angsuran atas jumlah pokok yang sedianya
dapat ditagih semenjak pembuatan inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa;
tetapi selama masa itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak berlaku, (KUHPerd. 452, 1986.)
Pasal 388.

(S. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang dilakukan

oleh ayah atau ibu, balai harta peninggalan, setelah mendengar wali pengawas bila bukan balai
harta peninggalan sendiri yang menjadi wali pengawas, dan setelah memanggil keluarga sedarah
atau semenda si anak belum dewasa, menurut perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta
kekayaan yang harus diurus, harus menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup
anak belum dewasa itu beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya
itu tidak mengurangi kemungkinan campur tangan pengadilan negeri, bila balai harta
peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa yang hadir.
Dalam akta yang sama harus ditentukan pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan,
diperkenankan pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan
mewakili wali dan di bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333 dst., 345, 361, 372, 452.)
Pasal 389.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala meja-kursi
atau perkakas rumah tangga, yang pada permulaan atau selama perwalian jatuh ke dalam
kekayaan si anak belum dewasa, demikian juga barang-barang bergerak yang tidak memberikan
hasil, pendapatan atau keuntungan, kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat
disimpan, asal saja dengan persetujuan balai harta peninggalan dan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah wali pengawas, bila yang menjadi wali-pengawas bukan balai harta
peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan harus dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak, dengan memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika pengadilan, setelah mendengar dan memanggil
seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu yang ditunjuk, untuk
kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah tangan dengan harga atau di atas harga
yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.)
Pengadilan negeri boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka
umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan ketentuan
alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila kepentingan si anak belum dewasa
menghendakinya.
Barang-barang dagangan boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar,
komisioner atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan hasil-hasil
tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga pasar. (KUHPerd. 333 dst., 390,
511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678 dst.)
Pasal 390.

Page 82 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) si ayah atau si ibu, sejauh menurut undang-undang
mempunyai hak nikmat hasil atas harta kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban
menjual perabot rumah tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka lebih suka
menyimpannya dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak
belum dewasa.
Dalam hal itu mereka, atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh
wali pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintah daerah, untuk menaksir
harga sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak dapat diserahkan kembali
dalam wujud aslinya harus di dengan sejumlah harga uang taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389,
1078; Wsk. 38.)
Pasal 391.
Wali diwajibkan membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan
pengeluaran, bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa si anak belum
dewasa. (S. 1897-231.)
Mereka tidak boleh membungakan uang tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara
membeli surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli surat-surat
piutang atas beban Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak belum dewasa, membeli
barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang berbunga, dan dengan memberi jaminan
hipotek atas barang tak bergerak, yang harganya dibebaskan dari segala beban sekurangkurangnya sepertiga lebih dari jumlah uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai selama satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti
diperintahkan dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang.
(KUHPerd. 370, 372, 385, 393, 452, 1250, 1767; S, 1848-22.) -,
Pasal 392.

(s.du. dg.,S. 1927=31 jis. 390, 421.) Bila dalam harta kekayaan si anak belum dewasa terdapat

sertipikat-sertipikat utang nasional, wali wajib meminta memindahkannya ke dalam buku besar
atas nama anak belum dewasa itu.

Surat piutang atas beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama si anak belum dewasa.
Dengan ancaman hukuman membayar biaya, kerugian dan terus berusaha agar peraturan ini
dilaksanakan.
Bagaimana balai harta peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 474 harus
melaksanakan kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersamasama atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah instruksi bagi
semua balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391, 416, 1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk.
24.)
Pasal 393.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 390, 421.) Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan si anak

belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan barang-barang tak bergerak,
pula tidak boleh menjual atau memindah tangankan surat-surat utang negara, piutang-piutang
dan andil-andil, tanpa memperoleh kuasa untuk itu dari pengadilan negeri. Pengadilan negeri
tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar keperluan yang mutlak atau bila jelas
bermanfaat dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga atau semenda anak
belum dewasa dan wali pengawas. (KUHPerd. 309, 333, 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076,
1170, 1216, 1330 dst., 1448, 1852; Rv,. 644,.dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)

Page 83 of 336

Pasal 394.
Bila wali hendak menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan
oleh wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan si anak belum dewasa dan dalam
daftar itu harus disebutkan barang yang hendak dijual.
Pengadilan negeri berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barangbarang yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan
negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian bagi si anak
belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
Pasal 395.

(s.d. u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan wali
pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 370,
396, 452; Rv. 684 dst.)
Pasal 396.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah

tangan suatu barang tak bergerak dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak
belum dewasa menghendakinya.
Izin itu tidak akan diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya
dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda.
Bila keluarga sedarah atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka
cukup persetujuan bersama dari mereka yang datang.
Barang tidak bergerak itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang
sebelum pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh pengadilan negeri.
(KUHPerd. 333 dst., 397 dst., 452; Rv. 685.)
Pasal 397.
Segala bentuk acara yang ditentukan dalam pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan
pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa orang penilik barang yang belum
dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu selalu harus dilakukan di muka
umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
Pasal 398.
Bila hakim, sehubungan dengan pasal 393, mengizinkan penjualan suratsurat berharga milik si
anak belum dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah
tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya pada hari
pejualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga atau pemberitahuan
sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia. (KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
Pasal 399.
Wali tidak boleh menjual barang tak bergerak si anak belum dewasa, selain dengan lelang
umum.
Dalam hal itu pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri
menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam alinea alinea kedua, ketiga dan keempat
pasal 396. (KUHPerd. 452, 1470.)
Pasal 400.

Page 84 of 336

(s. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak boleh menyewa atau mengambil sebagai hak
usaha untuk diri sendiri barang-barang si anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri
telah mengizinkan syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga
sedarah atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali
pengawaslah yang berhak mengadakan perjawian dengan si wali. (KUHPerd. 417, 452.)
Tanpa izin yang sama, wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka
yang ada di bawah perwaliannya. (KUHPerd. 333 dst., 370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
Pasal 401.
Wali tidak boleh menerima warisan yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa, selain
dengan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1046.)
Wali tidak boleh menolak warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang
ditentukan dalam pasal 393. (KUHPerd. 371, 386, 430, 452, 1023, 1057, 1448.)
Pasal 402.
Izin yang sama diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi si anak
belum dewasa; akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang diberikan
kepada seorang yang telah dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685, 1687.)
Pasal 403.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak

belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung jawab
sendirisi wali boleh meminta kepada balai harta peninggalan supaya dikuasakan untuk itu; balai
itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan terlebih dulu pendapat para keluarga sedarah
atau semenda si anak belum dewasa, demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya
perwalian pengawas tidak dilakukan oleh balai harta peninggalan sendiri.
Wali yang tanpa izin tersebut mengajukan gugatan di muka hakim atau mengadakan pembelaan
atas suatu gugatan, dapat dihukum oleh hakim untuk membayar segala biaya perkara dengan
uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara itu dimulainya
atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk membayar biaya, kerugian
dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu.
Hukuman yang sama dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena
penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd. 333 dst.,
404 dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
Pasal 404.
Dalam suatu perkara yang diajukan terhadap si anak belum dewasa, wali tidak leluasa
menyatakan menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari balai harta peninggalan dengan cara
yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lain. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
Pasal 405.
Wali diharuskan mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian;
tetapi tanpa izin la boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang diajukan
terhadap anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
Pasal 406.
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan pembagian harta yang
menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam Bab XVII Buku Kedua yang
berjudul Pemisahan Harta Peninggalan. (KUH Perd. 401, 452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)

Page 85 of 336

Pasal 406a.

(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah

beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, pengadilan negeri boleh menunjuk
salah seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan pengurusan harta kekayaan
itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas jaminan yang ditentukan pengadilan negeri.
(KUHPerd. 319e6.)

Pasal 407.
Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali tidak boleh mengadakan perdamaian atas
nama si anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan penyelesaian suatu perkara
kepada wasit. (KUHPerd. 452, 1448; 1851; Rv. 615 dst.)
Pasal 408.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Jika si ayah atau si ibu dan istrinya atau suaminya yang

telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama secara penuh atau
terbatas, maka pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga
sedarah atau semenda beserta wali pengawas, boleh memberi kuasa kepadanya agar selama
waktu yang ditentukan, bahkan sampai si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus
menguasai harta kekayaan itu, pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis
itu.
Izin itu tidak dapat diberikan, kecuali jika setelah pengadilan negeri melihat daftar, kekayaan,
ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada jaminan yang
diberikan oleh wali atau wali pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali atau wali pengawas,
boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas.
Bahkan kejaksaan, karena jabatan boleh menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127, 153,
155, 333 dst., 370, 452.)
Bagian 12.
Perhitungan Pertanggungjawaban Perwalian.

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 409
Setiap wali, pada akhir perwalian wajib mengadakan perhitungan penutup
pertanggungjawaban. (KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452; Rv. 580-40; IR. 233.)

dan

Pasal 410.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perhitungan dan pertanggung-jawaban itu

harus dilakukan atas biaya dan kepada si anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau
kepada ahli.warisnya bila ia telah meninggal, atau kepada pengganti pengurus.
Wali harus membayar lebih dulu biaya-biaya untuk itu.

Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan yang cukup
beralasan, wali harus mendapat penggantian. (KUHPerd. 330, 370, 410, 462; Rv. 99, 764 dst.)
Pasal 411.
(s.d.u. dg. S.1928-546.) Semua wali, kecuali ayah, ibu dan wali peserta, boleh memperhitungkan

upah sebesar tiga persen dari segala pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu
setengah persen dari modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah
yang ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam pasal 355; dalam

Page 86 of 336

hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih besar. (Ov. 22, 80;
KITHPerd. 388, 452, 1794; S. 1924-523.)

(Dg. S. 1,927-31 ditambahkan alinea kedua, kemudian dicabut lagi dg. S. 1927-456.)

Pasal 412.
Setiap persetujuan mengenai perwalian dan perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara
wali dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak
berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan pertanggungjawaban
dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus dinyatakan dengan pengakuan
tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan perhitungan itu, yang diberikan sekurangkurangnya sepuluh hari sebelum persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904, 1451,1852.)
Pasal 413.
Perhitungan penutup yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga
sejak hari perhitungan ditutup.
Segala bunga dari apa yang masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya tidak
akan berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah perhitungan dan
pertanggung-jawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7o, 1250, 1767; Rv. 580-8 o, 704-3
o
, 774; Wsk. 33; S. 1848-22.)
Pasal 414.
Segala tuntutan si anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan
perwalian, gugur karena daluwarsa setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak anak itu menjadi
dewasa. (KUHPerd. 452, 1946.)
Bagian 13.
Balai harta Peninggalan Dan Dewan Perwalian.

(Berlaku bagi semua golongan Timur Asing)


Pasal 415.

(s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri ada balai

harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan tempat
kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73 dst.)

Pemerintah boleh menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu balai harta
peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama salah satu
balai harta peninggalan yang lain. Dalam hal demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir
harus diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta peninggalan
tersebut pertama. Kecuali dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua balai harta
peninggalan, anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta
peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila pemerintah telah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang
lalu, maka balai harta peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai harta peninggalan
lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir, dianggap mempunyai tempat
tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan tersebut.

(s.d. u. dg. S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta peninggalan harus diangkat agen-agen di
tempat-tempat yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t. dg. S. 1916-325.)
Penunjukan wakil semua balai harta peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri
Urusan Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.

Page 87 of 336

Pasal 416.
Instruksi untuk semua balai harta peninggalan ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar
Mahkamah Agung. Instruksi ini mengatur susunan dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta
peninggalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70;
KUHPerd. 366, 452; Rv. 787; S. 1872-166.)
Pasal 416a.

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap

pengadilan negeri, ada sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha
pemeliharaan, kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang
ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang dipercayakan
kepadanya dengan putusan hakim menurut pasal 214, pasal 319f alinea ketima, atau pasal 382
alinea ketiga, seperti juga bagi anak-anak diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut pasal
319i atau pasal 382a. (S. 1927-382.)

(s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama dengan daerah
dan tempat kedudukan pengadilan negeri.
Biaya yang dikeluarkan dewan perwalian dibebankan kepada negara.
(s.d.t. dg. S. 1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, XI, XIV dan XIVA
buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau advokat tidak diharuskan.

(s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan perwalian harus berusaha, agar segala uang yang dibayar oleh
orang-orang yang menurut buku ini diwajibkan memberikan tunjangan untuk nafkah dan
pendidikan anak belum dewasa, dgunakan sesuai dengan maksudnya.
Pasal 416b.

(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S. 1933-564,) Tanpa mengurangi ketentuan
alinea berikut, dewan perwalian terdiri dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah
anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1927-382.)
Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh alinea kedua pasal
415, maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan balai harta peninggalan yang
berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang berkantor di daerah setempat, dan sejumlah
anggota yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1934-28.)
Pegawai balai harta Peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada balai
harta peninggalan.
Cara dewan perwalian menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S. 1927-382.)
Untuk tiap dewan perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
Pasal 417.

(s.d.u. dg. S. 1925-113jo. 181; 1927-31jis. 390,421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan

perwalian boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau
pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis harus
menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka (KUHPerd. 127, 386, 396, 452, 1071 dst., 1075;
F. 67 dst.)
Dalam hal-hal, bila balai harta peninggalan dan dewan perwalian dimintai pertimbangan, mereka
harus menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya. (KUHPerd. 38, 41, 381,
384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
Pasal 418.

Page 88 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta peninggalan dan dewan perwalian bisa
dikesampingkan dari segala campur tangan, yang diperintahkan kepada mereka menurut
ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 366, 449, 451 dst, 1127.)
Segala perbuatan dan perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan
tidak berharga. (AB, 23.)
Pasal 418a.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Kepala daerah dan pegawai catatan sipil wajib sedapat

mungkin memberikan keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta


peninggalan dan dewan perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan salinan dan petikan
dari daftar-daftar yang tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan; salinan
dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 6o.)
BAB XVI.
PENDEWASAAN (Ov. 60)
(berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 419.
Dengan pendewasaan, seorang anak yang masih di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau
kepadanya boleh diberikan hak-hak tertentu orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399, 420 dst.,
426 dst.)
Pasal 420
Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh
dengan venia aetatis atau surat-surat pernyataan dewasa, yang diberikan oleh pemerintah
setelah mempertimbangkan nasihat Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
Pasal 421.
Permohonan akan surat pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh anak yang di
bawah umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh.
Pada surat permohonan itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak dapat diberikan,
tanda bukti lain yang sah tentang umur yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330, 383; BS. 40.)
Pasal 422.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah Agung tidak memberi nasihat sebelum

mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tua anak yang di bawah umur itu atau
orang tuanya yang masih hidup, dan bila anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian,
walinya, wali pengawasnya dan keluarga-keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300, 306,
333 dst.)
Pasal 423.

(s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap

pemeriksaan termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali
pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah Agung
berkedudukan. Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus memberikan
penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan berita acaranya. Berita
acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada nasihat yang harus disampaikan oleh
Mahkamah Agung kepada pemerintah.
Pasal 424.
si anak yang telah dinyatakan dewasa, dalam segala hal sama dengan orang dewasa.

Page 89 of 336

(s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai
pelaksanaan perkawinan, dia tetap wajib untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari
kakek-neneknya atau dari pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal
37, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap anak-anak luar
kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku sampai mereka mencapai umur
dua puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299, 330, 1006.)
Pasal 425.

(s.d. u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang

masih di bawah umur itu, pemerintah bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan
dewasa itu suatu ketentuan, bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak
diperbolehkan, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk
memindahtangankan atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan persetujuan
pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah mendengar atau memanggil
secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang masih hidup dari mereka, atau bila
keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga sedarah atau semenda.
Dalam hal penjualan, pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan di bawah
tangan. (KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.)
Terhadap pemeriksaan kedua orang tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
Pasal 426.

(s. d. u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan, yang memberikan hak-hak

tertentu sebagai orang dewasa kepada anak yang di bawah umur, boleh diberikan oleh
pengadilan negeri kepada anak yang di bawah umur atas permohonannya, bila dia telah
mencapai umur delapan belas tahun penuh. Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan
kemauan salah seorang tuanya yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd.
140, 299 dst., 307 dst., 430 dst.)
Pasal 427.

(s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31jis. 390,421.) Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan

sebelum mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah
umur itu ada dalam kekuasaan orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian, mendengar atau
memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah atau semenda, serta kedua
orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila yang melakukan perwalian atas orang yang
di bawah umur itu bukan orang tuanya.
Alinea keempat pasal 206 berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas.
Sebelum mengambil keputusan, pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah
umur itu untuk menghadap sendiri.
Sebelum menutup pemeriksaan, pengadilan negeri harus menentukan hari pengambilan
keputusan.
Terhadap keputusan pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst.,
330, 349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
Pasal 428.

(s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan pendewasaan, pengadilan negeri harus
menentukan dengan tegas, hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada anak yang di
bawah umur itu. (KUHPerd. 430.)

Pasal 429.
Si anak di bawah umur yang telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap sebagai orang
dewasa hanya dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dengan tegas

Page 90 of 336

diperintahkan kepadanya, dan ia tidak boleh mengingkari keabsahannya atas dasar


kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd.
428, 1446 dst.)
Pasal 430.
Wewenang dan hak-hak yang diberikan kepada si anak yang belum dewasa menurut pasal-pasal
426, 427, dan 428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh atau
sebagian pendapatannya, mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu, mengadakan
persewaan, menggarap tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang perlu untuk itu,
melakukan suatu pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau ikut berusaha dalam itu, dan
akhimya menjalankan mata-pencaharian dan perdagangan.

(s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah umur itu
berwenang seperti seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian yang berhubungan
dengan pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu, kecuali pemindahtanganan dan
pembebanan harta-harta tetapnya dan pemindahtanganan dan penggadaian efek-efeknya yang
memberi bunga, surat-surat pendaftaran dalam buku besar utang-utang negara, tagihan-tagihan
utang hipotek dan saham-saham dalam perseroan terbatas atau perseroan lain.
(s. d. t. dg. S. 1875-257,) Dalam hal perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan berdasarkan
pendewasaan yang telah diperolehnya, dia boleh bertindak di pengadilan, baik sebagai
penggugat ataupun sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap perbuatan-perbuatan itu.
(KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst. 613, 814, 1386, 1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19
dst., 40 dst.)
Pasal 431.

(s.d. u. dg. S. 1875-257, S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang

lampau oleh pengadilan negeri boleh ditarik kembali, bila anak di bawah umur itu
menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran bahwa dia akan menyalahgunakannya.
Penarikan kembali dilakukan atas permohonan ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup,
atau atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas
permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada dalam
perwalian.
Terhadap permohonan itu tidak diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan
sah anak yang di bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh wali
pengawasnya, atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila permohonan
diajukan oleh si wali.
Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda, dan ayahnya
atau ibunya, sekiranya salah
seorang dari antara mereka masih hidup tanpa dibebani tugas perwalian, dipanggil untuk
didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst.,
370, 427.)

(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap
pemeriksaan para orang tua, wali dan wali pengawas.
Pasal 432.
Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula pencabutannya menurut pasal-pasal
yang lampau, harus diumumkan dengan cara membuat maklumat dan memasangnya dalam
berita negara. (Ov. 105.)

Page 91 of 336

Dalam maklumat pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa
hal itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat ini, baik pendewasaan itu maupun
pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S. 1851-51.)
BAB XVII.
PENGAMPUAN

(Berlaku bagi seluruh golongan Timur Asing.)

Pasal 433.
Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus
ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan
pikirannya.
Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd.
456 dst., 460, 462, 895, 1006, 1330.)
Pasal 434.
Setiap keluarga sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan
dungu, gila atau mata gelap.
Disebabkan karena pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah
dalam garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam satu dan lain hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya.
Barangsiapa, karena lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri
sendiri dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst. 445; IR.
229 dsb.)
Pasal 435.
Bila seseorang yang dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh orang-orang
tersebut dalam pasal yang lain, maka jawatan kejaksaan wajib memintanya.
Dalam hal dungu atau gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang
yang tidak mempunyai suami atau istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang
dikenal di Indonesia.
Pasal 436.
Semua permintaan untuk pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dalam
daerah hukumnya tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
Pasal 437.
Peristiwa-peristiwa yang menunjukkan keadaan dungu, gila, mata getap atau keborosan, harus
dengan jelas disebutkan dalam surat permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan saksisaksinya. (KUHPerd. 440, 456 dst., 1909, 1914.)
Pasal 438.
Bila pengadilan negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna
mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda.
(KUHPerd. 290, 333 dst., 453; IR. 230.)
Pasal 439.

Page 92 of 336

Pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam
pasal yang lain, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan; bila orang ini tidak
mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya oleh seorang atau
beberapa orang hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh panitera, dan dalam segala hal
dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 445.)
Bila rumah orang yang dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal lebih dari
pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala pemerintahan setempat.
Dari pemeriksaan ini, yang tidak usah dihadiri oleh jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara
yang salinan otentiknya dikirimkan kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445, 1023.)
Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu
diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota
keluarga sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
Pasal 440.
Bila pengadilan negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau
semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa
telah cukup keterangan yang diperoleh, maka pengadilan dapat memberi keputusan tentang
surat permintaan itu tanpa tata-cara lebih lanjut; dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri
harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya
menjadi jelas. (KUHPerd. 437, 445.)

Pasal 441.
Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut dalam pasal 439, bila ada alasan, pengadilan negeri
dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang
orang yang dimintakan pengampuannya. (KUHPerd. 445 dst., 449; IR. 231.)
Pasal 442.
Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan jaksa.
(KUHPerd, 445.)
Pasal 443.
Bila dimohonkan banding, maka hakim banding, sekiranya ada alasan, dapat mendengar lagi
atau menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR. 236.)
Pasal 444.
Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan
dalam penetapan atau keputusan itu, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan
pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkannya dalam berita
negara; semuanya atas ancaman hukuman membayar segala biaya, kerugian dan bunga
sekiranya ada alasan untuk itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
Pasal 445.
Bila pengampuan diminta sehubungan dengan alinea keempat pasal 434, pengadilan negeri
mendengar para keluarga sedarah atau keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya, si
suami atau si istrinya yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga harus dilakukan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua, 440, 441 dan 442. Dalam hal

Page 93 of 336

demikian, jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman mengenai keputusan


dengan, Cara yang ditentukan dalam pasal 444.
Pasal 446.
Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau penetapan diucapkan.
Semua tindakan perdata yang setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah
pengampuan, adalah batal demi hukum.
Namun demikian, seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap
berhak membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441, 444, 449, 895, 1330, 1446, 1813; Rv.
248-2-.)
Pasal 447.
Semua tindak perdata yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucap berdasarkan keadaan
dungu, gila dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan itu telah ada pada saat
tindakan-tindakan itu dilakukan. (KUHPerd. 61-40, 88, 1330-20.)
Pasal 448.
Setelah orang meninggal dunia, maka segala tindak perdata yang telah dilakukannya, kecuali
pembuatan surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap, tidak dapat
disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan atau dimintakan sebelum ia
meninggal duniaa, kecuali bila bukti-bukti tentang penyakit-penyakit itu tersimpul dari perbuatan
yang disanggah itu. (KUHPerd. 446, 895, 1320-10.)
Pasal 449.
Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum maka oleh pengadilan
negeri diangkat seorang pengampu. dan itu segera diberitahukan kepada balai harta
peninggalan.
Pengangkatan itu segera diberitahukan kepada balai harta peninggalan.
Pengampuan pengawas diperintahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 418.)

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421 .) Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur
tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggung jawaban
atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia sendiri yang diangkat menjadi pengampu, maka
perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan kepada pengampu Pengawas.
(KUHPerd. 359 dst., 377 dst., 379 dst., 441, 446; Rv. 580-8o; Wsk. 60.)
450. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 451.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika alasan-alasan penting menghendaki

pengangkatan orang lain menjadi pengampu, suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu
bagi istri atau suaminya, tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apapun
juga untuk menrima pengangkatan itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3o, 380,
418.)
Pasal 452
Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum
dewasa.
Bila seseorang yang karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melakukan
perkawinan, maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku terhadapnya.

Page 94 of 336

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421 .) Ketentuan undang-undang tentang perwalia atas anak
belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal 362, 367, 369
sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13 Bab XV, berlaku juga
terhadap pengampuan. (Ov. 23; KUH-Perd. 63, 330, 458, 539, 1006, 1046, 1149-7 o, 1330 dst.,
1446, 1454, 1813; RV. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
Pasal 453.

(s.d.u. dg. S. 1,927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan

mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang tua, sedangkan istri
atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari kekuasaan orang tua, atau berdasarkan
pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk
menjalankan kekuasaan orang tua, seperti juga jika orang yang di bawah pengampuan itu
menjadi wali atas anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anakanak belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau suaminya
memperoleh perwalian itu karena penetapan yang dimaksudkan dalam pasal 206 dan pasal 230,
atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a, atau dipulihkan dalam
kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 300, 345, 353, 458.)
Pasal 454.
Penghasilan orang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keadaan dungu, gila atau
mata gelap, harus dgunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar
penyembuban. (KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut dg. S. 1897-53.
Pasal 456.

(s.d. u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan mengurus diri sendiri

atau membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya terlanjur buruk dan terusmenerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman
dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
Pasal 457.
Dalam hal adanya kepentingan yang mendesak, para kepala daerah setempat, menjelang
pengesahan pengadilan negeri, berkuasa memerintahkan penahanan sementara orang-orang
yang dimaksud dalam pasal-pasal yang lalu.
Mereka wajib untuk bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat hari atau,
dalam hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang bersangkutan ada di pulau lain, dengan
kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat tentang penahanan kepada
kejaksaan yang berwenang, yang harus menyampaikan lagi surat-surat itu dengan tuntutannya
kepada pengadilan negeri segera setelah menerima surat-surat itu.
Bila pengadilan negeri tidak menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka
dengan putusan harus diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera dikeluarkan dari
tahanan.
Putusan ini harus segera dilaksanakan oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah
diterimanya, dan hal itu harus diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam alinea kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
Pasal 458.

Page 95 of 336

Seorang anak belum dewasa yang ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan
perkawinan, pula tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan pada pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
Pasal 459.
Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga sedarah dalam garis ke atas atau ke bawah,
wajib menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun lamanya; setelah waktu itu
lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290
dst., 376 dst.)
Pasal 460.
Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan
dari pengampuan ini tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang
ditentukan oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang
ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya sebelum
keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
(KUHPerd. 88, 433 dst., IR. 232.)
Pasal 461.
Pembebasan diri pengampuan harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam pasal 444.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 462.
Seorang anak belum dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, tidak
boleh ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan ayahnya,
ibunya atau walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.)
Alinea kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
BAB XVIII.
KETIDAKHADIRAN (Wsk. 69.)

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Bagian I
Hal-hal yang Diperlukan.
Pasal 463.
Bila seseorang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya dalam
urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur pengelolaannya mengenai
hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikan tidak berlaku lagi sedangkan keadaan sangat
memerlukan mengatur pengelolaan itu seluruhya atau sebagian, atau untuk mengusahakan wakil
bagianny, maka atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan, atau atas tuntutan
kejaksaan, pengadilan negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu harus
memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan kepentingankepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya, dan bertindak sebagai
wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.)
Semuanya itu tidak mengurangi ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal
kepailitan atau ketidakmampuan yang nyata. (KUHPerd. 17, 374, 470, 1079, 1813; F. I dst.)

(s.d.u. dg.,S. 1925-113jo. 181.) Sekiranya harta kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir

Page 96 of 336

itu sedikit, maka atas permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan menyimpang
dari permintaan atau tuntutan itu karena karena jabatan, pengadilan negeri, baik dengan
penetapan termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih
akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan dan
pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh pengadilan negeri dari
keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak hadir itu, atau kepada istri atau suaminya;
dalam hal ini, satu-satunya kewajiban ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga,
istri atau suaminya itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atu harganya, setelah dikurangi
segala utang yang sementara itu telah dilunasi, tanpa hasil dan pendapatannya,
Pasal 464.
Balai harta Peninggalan berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, membuat daftar lengkap
harta kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya balai harta
peninggalan, harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai pengelolaan harta kekayaan
anak-anak yang mash di bawah umur, sejauh peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada
pengelolaannya, kecuali bila pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov.
100 dst.; KUHPerd. 385 dst., 391, 465 dst.; Rv. 672.)
Pasal 465.
Balai harta Peninggallan berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban
secara singkat dan memperlihatkan efek-efek dan suzat-surat yang berhubungan dengan
pengelolaan itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri yang telah mengangkatnya.
Perhitungan ini boleh dibuat di atas kertas yang tidak bermeterai dan disampaikan tanpa tata
cara peradilan. Terhadap perhitungan dan pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh
mengajukan usul-usul kepada pengadilan negeri, seiauh hal itu dianggapnya perlu untuk
kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu.
Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak orang yang tidak
hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan
terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472, 483, 791, 803; Rv. 764 dst.)
Pasal 466.
Dihapus dg. S. 1928-210; memberi wewenang untuk pembebanan upah untuk pengelolaan
seperti yang ditentukan oleh KUHPerd. pasal 463 dst.
Bagian 2.
Pernyataan Mengenai Orang yang Diperkirakan Telah Meninggal Dunia.

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tiongboa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 467.
Bila orang meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan
dan kepentingan-kepentingannya, atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan bila telah
lampau lima tahun sejak kepergiannya, atau lima tahun setelah diperoleh berita terakhir yang
membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah
ada tanda-tanda tentang hidupnya atau matinya, maka tak peduli apakah pengaturanpengaturan sementara telah diperintahkan atau belum, orang yang dalam keadaan tak hadir itu,
atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di tempat
tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan itu dengan panggilan
umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau lebih lama lagi sebagaimana
diperintahkan oleh pengadilan.
Bila atas panggilan itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun
orang lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus diberikan izin

Page 97 of 336

untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan kedua ini, dalam hal seperti di
atas, izin untuk pemanggilan demikian yang ketiga harus diberikan.
Panggilan ini tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan
ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan izin yang pertama, dan tiap-tiap kali
juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang pengadilan negeri dan pada pintu masuk
kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang tidak hadir itu. (KUHPerd. 463, 469 dst., 472,
475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7o)
Pasal 468.
Bila atas panggilan tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun
orang lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan negeri, atas
tuntutan jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu, boleh menyatakan adanya
dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung sejak hari ia meninggalkan tempat
tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus
dinyatakan dalam putusan itu. (KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
Pasal 469.
Sebelum mengambil putusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan
saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan kejaksaan, pengadilan negeri
harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran itu, sebab-sebab yang mungkin
telah menghalangi penerimaan kabar dari orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan dugaan tentang kematian.
Pengadilan negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan keputusan sampai
lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam pasal 467, dan boleh
memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan penempatannya dalam surat kabar,
sekiranya hal itu dianggap perlu oleh pengadilan untuk kepentingan orang yang dalam keadaan
tidak hadir itu. (KUHPerd. 494; Rv. 171 dst.)
Pasal 470.
Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan kuasa untuk
mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur pengelolaannya, dan bila telah
lampau sepuluh tahun setelah keberangkatannya, atau setelah berita terakhir bahwa ia masih
hidup, sedangkan dalam sepuluh tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau
telah mati, maka atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam
keadaan tak hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang
kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam tiga pasal
yang lain. Berlalunya waktu sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan
atau pengaturan yang diadakan oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah berakhir lebih
dahulu.
Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini, pengelolaan harus diselenggarakan dengan cara seperti
yang tercantum dalam Bagian I bab ini. (KUHPerd. 463,467, 1795; 1813.)
Pasal 471.
Pernyataan mengenai dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat
kabar yang telah dgunakan dalam pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian 3.
Hak-hak Dan Kewajiban-kewajiban Orang yang Diduga Sebagai Ahli Waris
Dan orang-Orang Lain yang Berkepentingan, Setelah Pernyataan Mengenai Dugaan
Tentang Kematian.

Page 98 of 336

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 472.
Orang-orang yang diduga menjadi ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak hadir, yakni
mereka yang pada hari yang dinyatakan dalam putusan hakim itu berhak atas harta peninggalan
orang yang dalam keadaan tak hadir itu, baik menurut hak waris karena kematian, maupun
menurut surat wasiat, berwenang untuk menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan
penyerahan barang-barang itu dari balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi tugas
pengelolaan barang-barang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk pengelolaan barang-barang
orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk menguasai barang-barang dari orang yang
dalam keadaan tak hadir itu; segala sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan
pribadi atau kebendaan, yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang
itu akan dgunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu atau,
bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan, semuanya untuk
kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia pulang kembali, atau untuk
kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak mereka kemudian ternyata lebih kuat.
Dengan demikian, mereka yang diduga menjadi ahli waris beserta orang-orang yang
berkepentingan berwenang untuk menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada
. (KUHperd. 463, 465, 468, 473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820; Rv. 611 dst.,
764.)
Pasal 473.
Bila tidak diberikan jaminan tersebut dalam pasal yang lain, barang-barang itu harus ditaruh di
bawah pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang bergerak harus diperintahkan
penjualannya, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang terdapat dalam pasal 786 dan
pasal 787 kitab undangundang ini. (KUHPerd. 789, 792, 803, 1730.)
Pasal 474.
Para ahli waris dugaan, berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang yang dalam
keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, seperti yang diatur
untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan yang ditetapkan untuk hal itu
berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
Pasal 475.
Atas dasar yang sama seperti yang ditentukan dalam tiga pasal yang lain tentang para ahli waris
dugaan dari orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah wasiat, dan
orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta peninggalan orang yang dalam
keadaan tak hadir itu bila dia ini meninggal boleh segera melakukan hak mereka. (KUHPerd. 472,
476 807-lo, 880 dst., 959)
Pasal 476.
Mereka yang menguasai atau mengelola barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak
hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya berkewajiban untuk memberi perhitungan dan
pertanggungjawaban dan untuk menyerahkan kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila
dia pulang, atau kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya mereka
datang dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd. 472 dst., 475.)
Pasal 477.
Semua ahli waris dugaan itu, segera setelah mengambil barang-barang untuk membuat daftar
lengkap barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada
mereka diberikan hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. Bila tidak diadakan

Page 99 of 336

pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam hal-hal hak istimewa tersebut di
atas, tersebut dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 783, 1023 dst.)
Pasal 478.
Tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada ketentuan
lain, para ahli waris dugaan boleh membagi di antara mereka segala harta peninggalan orang
yang dalam keadaan tidak hadir yang telah mereka kuasai, dengan mengindahkan peraturanperaturan tentang pemisahan harta peninggalan. telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hakhak itu hanya hapus oleh lampaunya waktu yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd.
1055, 1987 dst.)
Namun barang-barang tetapnya tidak boleh djual untuk dapat mengadakan pemisahan itu,
melainkan harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau dimasukkan dalam
suatu kaveling, dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan mereka. Tentang semuanya itu
harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga menunjukkan, barang-barang
apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat dan orang-orang lain yang berhak.
(KUHPerd. 479 dst., 484, 1066 dst., 1169, 1730.)
Pasal 479.
Daftar dan akta tersebut dalam pasal yang lalu, demikian pula akta tentang jaminan, harus
dibawa ke kepaniteraan pengadilan negeri yang telah mengeluarkan keputusan tentang kematian
dugaan, dan disimpan di sana. (KUHPerd. 467, 472, 480; Rv. 612 dst.)
Pasal 480.
Mereka yang karena ketentuan-ketentuan yang lain telah mendapat bagian dari barang-barang
tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka boleh menuntut agar
barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat untuk itu oleh pengadilan negeri yang di
daerah hukumnya barang-barang itu terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang keadaannya:.
Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah kepada pengadilan, dan pengadilan mengesahkannya,
kemudian mendengar jawatan kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di
kepaniteraan. (KUHPerd. 487, 783.)
Pasal 481.
Barang-barang tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang dibagikan kepada
ahli waris dugaan, atau diserahkan kepadanya untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh
dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam pasal 484,
kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan izin pengadilan negeri. (KUHPerd. 1168, 1170.)
Pasal 482.
Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan kematian
dugaan, atau diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan hidup, maka mereka yang
telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan dari barang-barangnya, wajib untuk
mengembalikan hasithasil dan pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut: setengahnya bila dia
pulang kembali, atau bila tanda-tanda bahwa dia masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas
tahun setelah hari kematian dugaan yang dinyatakan dalam putusan hakim; atau
seperempatnya, bila tanda-tanda itu diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau waktu tiga
puluh tahun setelah pernyataan itu.
Akan tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri yang telah memberi
keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya barang-barang yang ditinggalkan,
boleh memerintahkan yang berlainan tentang pengembalian hasil-hasil dan pendapatan itu, atau
dapatjuga memberi pembebasan sama sekati. (KUHPerd. 468, 474, 486, 492.)

Page 100 of 336

Pasal 483.
Bila orang yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta bersama, atau
gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil dan pendapatan, sedangkan
istri atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu berjalan terus, maka dia boleh mencegah
pengambilan barang-barang dalam penguasaan sementara oleh orang-orang yang diduga
sebagai ahli waris, dan mencegah pelaksanaan hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah
kematian orang yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau mempertahankan
barang-barang itu dalam pengelolaannya, dengan mendahului yang lain-lain, dengan
menunaikan kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal 477.
Akan tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan segala akibatakibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh tahun penuh, terhitung dari hari
tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan kematian dugaan itu.
Namun bila si istri atau si suami tidak menentang pengambilan barang-barang dalam penguasaan
itu oleh para ahli waris, maka ia boleh mengambil bagiannya dalam harta bersama itu, atau
barang-barang miliknya sendiri, dan segala sesuatu yang merupakan haknya, asal saja ia
memberikan jaminan untuk barang-barang yang mungkin harus dikembalikan.
Si istri yang memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk
melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd. 114, 119, 124
dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484, 493.)
Pasal 484.
Bila telah lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan dalam
keputusan hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh setelah kelahiran
orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin dibebaskan dan pembagian
barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh pembagian itu telah terjadi, atau bila
belum terjadi, para ahli waris dugaan boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh menikmati
semua hak atas harta peninggalan itu secara pasti. Maka berhentilah hak istimewa akan
pendaftaran harta, dan dapatlah para ahli waris dugaan diwajibkan untuk merierima atau
menolak warisan, menurut peraturan-peraturan yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478,
486 dst., 1029, 1066 dst.; BS. 40.)
Pasal 485.
Bila sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian orang yang
ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar undang-undang atau. atas dasar
penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah mendapat hak-hak atas
harta peninggalannya, atau para pengganti mereka itu, boleh menuntut perhitungan,
pertanggungjawaban dan penyerahan atas dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd. 126.)
Pasal 486.
Sekiranya orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembati, atau menunjukkan bahwa dia
masih hidup, setelah lampau tiga puluh tahun sejak hari kematian dugaan seperti yang
dinyatakan dalam keputusan hakim, maka dia hanya berhak untuk menuntut kembali barangbarangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu, beserta harga barang-barang yang
telah dipindahtangankan, atau barang-barang yang telah dibeli dengan hasil pemindahtanganan
barang-barang kepunyaannya, namun semuanya tanpa suatu hasil atau pendapatan. (KUHPerd.
468, 482, 484, 830.)
Pasal 487.

Page 101 of 336

Demikian pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih lanjut orang yang dalam keadaan tak
hadir, boleh menerima kembali barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul dalam waktu tiga
puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal 484.
Pasal 488.
Bila dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua tuntutan hukum
terhadap orang yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan terhadap para ahli waris
dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam penguasaan mereka, tanpa mengurangi
hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa mereka akan pendaftaran harta peninggalan.
(KUHPerd. 463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4.
Hak-hak Yang iatuh Ke Tangan Orang Tak Hadir Yang Tak Pasti Hidup Atau Mati.

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan Tiongboa, dan bagi golongan Tionghoa.)

Pasal 489.
Orang yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang yang tak hadir
kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah keadaan hidup atau
matinya menjadi tidak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa orang yang tak hadir itu masih
hidup pada saat hak itujatuh padanya; selama dia tidak membuktikan hal itu, maka tuntutannya
harus dinyatakan tidak dapat diterima. (KUHPerd. 468, 836, 847, 899, 1865.)
Pasal 490.
Bila pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh suatu warisan atau
hibah wasiat, yang sedianya mewadi hak orang-orang lain andaikata orang yang tak hadir itu
hidup, atau yang sedianya harus dibagi dengan orang-orang lain, maka warisan atau hibah
wasiat itu, seluruhnya atau sebagian, boteh diambil dalam penguasaan oleh orang-orang lain itu,
seakan-akan orang itu telah meninggal, tanpa kewajiban untuk membuktikan kematian orang itu;
namun untuk itu mereka harus mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan negeri yang dalam
daerah hukumnya terletak rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu harus memerintahkan
pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan pengamanan yang perlu untuk
pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 467, 472 dst., 477, 836, 847, 852 dst., 880, 899.)
Pasal 491
Ketentuan-ketentuan dari kedua pasal yang lalu tidak inengesampingkan hak untuk menuntut
warisan-warisan dan hak-hak lain yang ternyata kemudian telahjatuh pada orang yang dalam
keadaan tak hadir itu atau orang-orang yang
Pasal 492.
Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau haknya dituntut atas
namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh dituntut, terhitung dari hari
ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan
pasal 482.
Bagian 5.
Akibat akibat keadaan tidak hadir berkenaan dengan perkawinan.

(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 493.
Bila salah seorang dari suami-istri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk,
selama sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang hidup-matinya
orang itu, maka suami atau istri yang diringgalkan berwenang untuk memanggil orang yang tak
hadir itu tiga kali berturut-turut dengan panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan

Page 102 of 336

dalam pasal 467 dan pasal 468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat tinggal mereka
bersama. (Ov. 65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2 o, 199-2 o, 209-21, 211.)

Pasal 494.
Bila atas panggilan ketiga dari pengadilan, baik orang yang tak hadir maupun orang lain
untuknya, tidak ada yang muncul memberi cukup petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka
pengadilan negeri boleh memberi izin kepada suami atau istri yang diringgalkan untuk kawin
dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
Pasal 495.
Bila setelah pemberian izin, tetapi sebelum perkawinan dengan yang lain itu dilakukan, orang
yang tak hadir itu muncul, atau sescorang membawa bukti cukup tentang masih hidupnya orang
itu, maka izin yang telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum.
Bila orang yang ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga
mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain. (Ov. 65; KUHPerd. 99-2 o.)
496, 497, 498. (Dihapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)

Page 103 of 336

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)


(Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
BUKU KEDUA. BARANG
BAB 1.
BARANG DAN PEMBAGIANNYA
Bagian 1.
Barang Pada umumnya.
Pasal 499.
Menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari
hak milik. (KUHPerd. 503, 519, 833, 955, 1131.)
Pasal 500.
Segala sesuatu yang termasuk dalam suatu barang karena hukum perlekatan, begitu pula segala
hasilnya, baik hasil alam, maupun hasil usaha kerojinan, selama melekat pada dahan atau
akarnya, atau terpaut pada tanah, adalah bagian dari barang itu. (KUHPerd. 502, 588 dst.; Cred.
verb. 4.)
Pasal 501.
Buah-buah perdata hanya dipandang sebagai bagian dari suatu barang selama buah-buah
perdata itu belum dapat ditagih, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan khusus dalam
perundang-undangan dan perjanjian-perjanjian. (KUHPerd. 761 dst., 960, 1251 dst., 1397; Cred.
verb. 4.)
Pasal 502.
Hasil alami adalah :
1). segala sesuatu yang dihasilkan oleh tanah sendiri;
2). segala sesuatu yang dihasilkan atau dilahirkan oleh binatang-binatang.
Hasil kerajinan yang diambil dari tanah adalah segala sesuatu yang diperoleh dari pengolahan
tanah. Buah-buah perdata adalah uang sewa dan uang iuran usaha (pacht penningen), bunga
dari sejumlah uang dan bunga-bunga yang harus dibayar. (KUHPerd. 762.)
Bagian 2.
Pembagian Barang.
Pasal 503.
Ada barang yang bertubuh, dan ada yang tidak bertubuh. (KUHPerd. 547, 559, 612.)
Pasal 504.
Ada barang yang bergerak dan ada yang tak bergerak, menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam kedua bagian berikut ini. (AB. 17; KUHPerd. 519, 545 dst., 550, 555, 1150, 1162, 1963,
1977; Rv. 443, 493, 714, 720, 763a dst.)
Pasal 505.
Ada barang bergerak yang dapat dihabiskan, dan ada yang tidak dapat dihabiskan; yang dapat
dihabiskan adalah barang-barang yang habis karena dipakai. (KUHPerd. 757, 822, 1384, 1427,
1742, 1754.)

Page 104 of 336

Bagian 3.
Barang Tak Bergerak.
Pasal 506.
Barang tak bergerak adalah :
10. tanah pekarangan dan apa yang didirikan di atasnya;
20 Penggilingan, kecuall yang dibicarakan dalam pasal 510;
30. pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap dalam tanah, buah pohon yang
belum dipetik, demikian pula barang-barang tambang seperti: batu bara, sampah bara dan
sebagainya, selama barang-barang itu belum dipisahkan dan digali dari tanah; (KUHPerd.
500, 1140; Rv. 509.)
40. kayu belukar dari hutan tebangan dan kayu dari pohon yang tinggi, selama belum ditebang;
50. pipa dan saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari rumah atau pekarangan; dan
pada umumnya segala sesuatu yang tertancap dalam pekarangan atau terpaku pada
bangunan. (Cred. verb. 4.)
Pasal 507.
yang termasuk barang tak bergerak karena tujuan adalah :
10. pada pabrik: barang hasil pabrik (trafijk), penggilingan, penempaan besi dan barang tak
bergerak semacam itu, apitan besi, ketel kukusan, tempat api, jambangan, tong dan
perkakas-perkakas sebagainya yang termasuk bagian pabrik, sekalipun barang itu tidak
tertancap atau terpaku;
20. pada perumahan: cermin, lukisan dan perhiasaan lainnya bila dilekatkan pa& papan atau
pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran suatu ruangan,
sekalipun barang itu tidak terpaku;
30. dalam pertanahan: lungkang atau timbunan pupuk yang dipergunakan untuk merabuk
tanah;
kawanan burung merpati;
burung yang biasa dimakan, selama belum dikumpulkan;
ikan yang ada di.dalam kolam.
40. runtuhan bahan bangunan yang dirombak, bila pergunakan untuk pembangungan kembali;
Dan pada umumnya semua barang yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan barang tak
bergerak guna dipakai selamanya.
Pemilik dianggap telah menghubungkan barang-barang itu dengan barang tak bergerak guna
dipakai untuk selamanya, bila barang-barang itu dilekatkan padanya dengan penggalian,
pekerjaan perkayuan atau pemasangan batu semen, atau bila barang-barang itu tidak dapat
dilepaskan tanpa membongkar atau merusak barang itu atau badan dari barang tidak bergerak di
mana barang-barang itu dilekatkan. (KUHPerd. 506, 517, 586, 780, 1164, 1567, 192 1; Rv. 45 1 I 1; Cred. verb. 4.)
Pasal 508.
yang juga merupakan barang tak bergerak adalah hak-hak berikut :
10. hak pakai hasil dan hak pakai barang tak bergerak; (KUHPerd. 756 dst., 811 dst.)
20. hak pengabdian tanah; (KUHPerd. 674 dst.)
30. hak numpang karang; (KUHPerd. 711 dst.; S. 1834-41 jo. S. 1838-46.)
40. hak guna usaha; (KUHPerd. 727 dst.; S. 1915-422 pasal 6.)
50. bunga tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam hentuk barang; (KUH-Perd. 737 dst.)
60 hak sepersepuluhan; (KUHPerd. 740 dst.)
70. basar atau pasar yang diakui oleh pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan
itu; (S. 1829-111; S. 1854-1; S. 1854-63; S. 1855-72; S. 1869-66; S. 1878-320; RPL. 46.)

Page 105 of 336

80. gugatan guna menuntut pengembalian atau penyerahan barang tak bergerak. (KUHPerd.
1162 dst.; Mijn. 18.)
BAB II.
BESIT DAN HAK HAK YANG TIMBUL KARENANYA
Bagian 1.
Sifat Besit Dan Barang-barang yang Dapat Menjadi Obyek Besit.
Pasal 529.
yang dimaksudkan dengan besit adalah kedudukan menguasai atau nikmati suatu barang yang
ada dalam kekuasaan seseorang secara pribadi atau dengan perantaraan orang lain, seakan-akan
barang itu miliknya sendiri. (KUHPerd. 499, 538, 540, 543, 547, 1955.)
Pasal 530.
Besit ada yang dalam itikad baik dan ada yang dala- itikad buruk. (KUHPerd. 531 dst.)
Pasal 531.
Besit dalam itikad baik terjadi bila pemegang besit memperoleh barang itu dengan mendapatkan
hak milik tanpa mengetahui adanya cacat-cela di dalamnya. (KUHPerd. 533, 575 dst., 581, 584,
1360, 1363, 1963 dst., 1966.)
Pasal 532
Besit dalam itikad buruk terjadi bila pemegangnya mengetahui, bahwa barang yang dipegangnya
bukanlah hak miliknya.
Bila pemegang besit digugat di muka hakim dan dalam hal ini dikalahkan, maka ia dianggap
beritikad buruk sejak perkara diajukan. (KUHPerd. 531, 535, 579, 581, 584, 1360, 1362.)
Pasal 533.
Pemegang besit harus selalu dianggap beritikad baik; barangsiapa menuduhnya beritikad buruk,
harus membuktikannya. (KUHPerd. 531, 1865, 1916, 1965 dst.)
Pasal 534.
Pemegang besit harus selalu dianggap memegangnya untuk diri sendiri, selama tidak terbukti,
bahwa ia memegangnya untuk orang lain. (KUHPerd. 1916, 1921, 1957.)
Pasal 535.
Pemegang besit yang mulai memegangnya untuk orang lain, selama tidak terbukti sebaliknya,
harus selalu dianggap melanjutkan besit itu berdasarkan hak yang sama. (KUHPerd. 536, 540,
1916, 1921, 1959.)
Pasal 536.
Baik atas kehendak sendiri maupun karena lewatnya waktu, pemegang besit tidak dapat
mengubah alasan dan dasarnya untuk diri sendiri. (KUHPerd. 540, 1960.)
Pasal 537.
Barang yang tiada dalam peredaran perdagangan, tidak dapat menjadi obyek besit.
Hal ini berlaku juga terhadap hak pengabdian tanah, baik yang tidak abadi maupun yang tidak
tampak, kecuali yang ditentukan dalam pasal 553. (KUHPerd. 521, 677 dst., 699, 1332, 1953.)

Page 106 of 336

Bagian 2.
Cara Mendapatkan Besit, Mempertahankannya, Dan Berakhirnya.
Pasal 538.
Besit atas suatu barang diperoleh dengan menarik suatu barang ke dalam kekuasaannya dengan
maksud mempertahankannya untuk diri sendiri. (KUHPerd. 529, 540.)
Pasal 539.
Orang gila tidak dapat memperoleh besit untuk diri sendiri.
Anak belum dewasa dan wanita bersuami, dengan melakukan perbuatan tersebut di atas, dapat
memperoleh besit atas suatu barang. (KUHPerd. 108, 383, 446 dst., 452.)
Pasal 540.
orang dapat memperoleh besit atas suatu barang, baik dengan diri sendiri, maupun dengan
perantaraan orang lain yang bertindak atas namanya.
Dalam hal yang terakhir ini, orang malah dapat memperoleh besit, sebelum mengetahui besit
atas barang tersebut diperolehnya. (KUHPerd. 383, 452, 535, 538 dst., 1354 dst., 1655, 1972
dst.)
Pasal 541.
Besit orang yang meninggal atas segala sesuatu yang dikuasainya semasa hidupnya, sejak saat
meninggalnya beralih kepada para ahli warisnya dengan segala sifat dan cacat-celanya.
(KUHPerd. 833, 955, 1958.)
Pasal 542.
orang dianggap tetap memegang besit atas suatu barang selama barang itu tidak beralih kepada
pihak lain atau belum ditinggalkan secara nyata. (KUHPerd. 543 dst.)
Pasal 543.
Orang kehilangan besit, atas kehendak sendiri, bila barang itu diserahkan kepada orang lain.
(KUHPerd. 529, 538, 542.)
Pasal 544.
Orang kehilangan besit, sekalipun tanpa kehendak untuk menyerahkannya pada orang lain, bila
barang yang dikuasainya ditinggalkannya secara nyata. (KUHPerd. 529, 538, 542.)
Pasal 545.
Orang kehilangan besit atas sebidang tanah, pekarangan atau bangunan, tanpa kehendak sendiri
:
10. bila pihak lain, tanpa mempedulikan kehendak pemegang besit, menarik besit itu kepada
dirinya dan menikmatinya selama satu tahun tanpa gangguan apa pun;
20. bila sebidang pekarangan, karena suatu peristiwa yang luar biasa, tenggelam kebanjiran.
(KUHPerd. 594.)
Besit tidak hilang karena suatu banjir yang bersifat sementara. (KUHPerd. 593.)
Besit atas barang bergerak berakhir bagi pemegangnya dengan cara seperti yang diatur dalam
alinea pertama pasal ini. (KUHPerd. 538, 550, 562 dst.)
Pasal 546.
Besit atas suatu barang bergerak berakhir tanpa kehendak pemegangnya :
10. bila barang itu diambil atau dicuri orang lain;

Page 107 of 336

20. bila barang itu hilang dan tidak diketahui di mana barang itu berada. (KUH-Perd. 550, 555,
582, 1977.)
Pasal 547.
Besit atas barang tak bertubuh berakhir bagi pemegangnya, bila orang lain selama satu tahun
menikmatinya tanpa gangguan apa pun. (KUHPerd. 503, 545, 555, 695, 699, 707,)
Bagian 3.
Hak-hak yang Timbul Karena Besit.
Pasal 548.
Besit dengan itikad baik memberi hak atas suatu barang kepada pemegangnya: (KUHPerd. 531.)
10. untuk dianggap sebagai pemilik barang itu untuk sementara, sampai saat barang itu dituntut
kembali di muka hakim; (KUHPerd. 549-11, 1865.)
20. untuk dapat memperoleh hak milik atas barang itu karena kedaluwarsa; (KUHPerd. 1963.)
30. untuk menikmati segala hasilnya sampai saat barang itu dituntut kembali di muka hakim;
(KUHPerd. 492, 549-21, 575 dst.)
40. untuk dipertahankan besitnya bila ia diganggu dalam memegangnya, atau dipulihkan
kembali besitnya bila ia kehilangan besit itu. (KUHPerd. 550, 557, r>62 dst., 567, 580, 1363
dst.)
Pasal 549.
Besit dengan itikad buruk memberi hak kepada pemegangnya atas suatu barang (KUHPerd. 532.)
10. untuk dianggap sebagai pemilik barang itu untuk sementara, sampai saat barang itu dituntut
kembali di muka hakim; (KUHPerd. 548-10, 1865,)
20. untuk menikmati segala hasil dari barang itu, tetapi berkewajiban untuk mengembalikannya
kepada yang kepada yang berhak; (KUHPerd. 579.)
30. untuk dipertahankan dan dipulihkan besitnya seperti disebutkan dalam nomor 40 pasal yang
lalu. (KUHPerd. 550, 557, 562 dst., 567, 1362, 1364.)
Pasal 550.
Tuntutan untuk mempertahankan besit boleh diajukan di muka hakim, bila seseorang terganggu
dalam memegang besitnya atas sebidang tanah atau Pekarangan, sebuah rumah atau gedung,
suatu hak kebendaan atau barang bergeak pada umumnya. (KUHPerd. 529, 555, 557, 561, 567;
Rv. 55-91, 103 dst., 115-40, 191, 224-3-, 403.)
Pasal 551.
Tuntutan seperti ini juga boleh diajukan sekalipun besit itu diperoleh dari seseorang yang tidak
cakap menurut hukum untuk memindahtangankan barang tersebut. (KUHPerd. 108, 539, 1330.)
Pasal 552.
Tuntutan tidak boleh diajukan terhadap orang yang membantah suatu hak pengabdian tanah,
kecuali kalau sengketa itu mengenai hak pengabdian tanah yang terus berlangsung atau yang
nyata-tampak. (KUHPerd. 637, 677 dst.)
Pasal 553.
Bila timbul suatu perselisihan tentang berlaku tidaknya dasar hukum suatu hak pengabdian tanah
yang tidak terus berlangsung atau yang tidak tampak, maka hakim boleh memerintahkan kepada
pihak yang pada waktu terjadinya sengketa menikmatinya, supaya selama sengketa berlangsung,
terus menikmatinya. (KUHPerd. 537, 561, 677 dst., 699.)

Page 108 of 336

Pasal 554.
Tuntutan supaya tetap dipertahankan memegang besit tidak bisa diajukan terhadap barangbarang yang menurut undang-undang si pemegang besit tidak dapat memegang besit
atasnya.(KUHPerd. 521 dst., 537.)
Pasal 555
Barang bergerak yang bertubuh tidak dapat dijadikan obyek suatu tuntutan di muka hakim,
untuk mempertahankan besit atas barang itu, tanpa mengurangi ketentuan penutup pasal 550.
(KUHPerd. 537, 546, 1977.)
Pasal 556.
Penyewa, pemegang hak usaha dan mereka yang menguasai suatu barang untuk orang lain,
tidak dapat mengajukan gugatan supaya dipertahankan dalam memegang besit. (KUHPerd. 535,
540, 781, 1558, 1959.)
Pasal 557.
Tuntutan untuk mempertahankan besit dapat diajukan terhadap setiap orang yang mengganggu
pemegang besit dalam memegang besit itu, bahkan terhadap pemilik barang itu, tetapi tanpa
mengurangi hak pemilik ini untuk mengajukan tuntutan berdasarkan hak miliknya.
Bila besit itu diperoleh dari pinjam pakai, dengan pencurian atau kekerasan, maka pemegang
besit tidak bisa mengajukan tuntutan untuk dipertahankan dalam besitnya terhadap orang dari
siapa besit itu diperolehnya atau orang dari siapa besit itu diambil. (KUHPerd. 538, 548 dst., 556
, 580, 1956; Rv. 105.)
Pasal 558.
Tuntutan untuk mempertahankan besit harus diajukan dalam jangka waktu satu tahun, terhitung
mulai hari pemegang besit diganggu dalam memegang besit. (KUHPerd. 568.)
Pasal 559.
Tuntutan ini bertujuan supaya gangguan dihentikan dan pemegang besit dipertahankan dalam
kedudukannya dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Pasal 560.
Besit harus dianggap selalu ada pada orang yang tidak pernah kehilangan haknya atas besit,
yang kemudian oleh hakim dipertahankan kedudukannya, tanpa mengurangi apa yang lebih
lanjut diatur tentang buah hasilnya. (KUHPerd.562, 566, 1955.)
Pasal 561.
Bila dalam suatu perkara kedua pihak saling menuntut supaya dipertahankan kedudukannya
dalam memegang besit, dan hakim berpendapat bahwa kedudukan itu tidak terbukti
sebagaimana patutnya, maka tanpa memberi keputusan tentang hak besit, hakim berkuasa
memerintahkan agar barang yang disengketakan disimpan di pengadilan, atau agar kedua belah
pihak berperkara tentang pemilikan barang, atau salah satu pihak diakui sementara sebagai
pemegangnya.
Pemegang besit ini hanya diberi hak menikmati barang itu selama perkara tentang hak milik
berjalan, dengan kewajiban memberi perhitungan atas hasil-hasil yang telah dinikmatinya.
(KUHPerd. 529, 548-1o dan 3 o, 549-1 o dan 2 o, 579,1738; Rv. 53.)

Page 109 of 336

Pasal 562.
Bila pemegang besit atas pekarangan atau bangunan kehilangan besitnya tanpa kekerasan, maka
ia dapat mengajukan tuntutan terhadap pemegangnya, supaya dipulihkan atau dipertahankan
besitnya. (KUHPerd. 545, 548 dst., 564 dst., 568; Rv. 55-9o, 103 dst., 244-3o, 403.)
Pasal 563.
Dalam hal terjadi suatu perainpasan dengan kekerasan, gugatan untuk pemulihan besit harus
diajukan, baik terhadap mereka yang melakukan kekerasan, maupun terhadap mereka yang
memerintahkannya.
Masing-masing mereka bertanggungiawab tanggung-menanggung atas seluruhnya. Agar gugatan
dapat diterima, penggugat hanya diwajibkan membuktikan perbuatan merampas (lengan
kekerasan. (KUHPerd. 564, 568, 1278 dst. I Rv. 55-9o, 103 dst., 244-3o, 403, 580-2o.)
Pasal 564.
Gugatan yang sama boleh diajukan terhadap semua orang yang dengan itikad
melepaskan besit. (KUHPerd. 543, 834.)

buruk

Pasal 565.
Gugatan supaya besit dipulihkan dan dipertahankan, yang dibicarakan dalam pasal 562, harus
diajukan dalam tenggang waktu satu tahun, terhitung dari hari penggugat mulai kehilangan
seluruh kedudukannya; dan dalam hal perampasan dengan kekerasan, gugatan supaya
dipulihkan besit itu harus diajukan dalam tenggang waktu yang sama, terhitung mulai hari
berakhirnya kekerasan.
Gugatan ini tidak dapat diterima, bila telah diajukan gugatan tentang hak milik.(KUHPerd. 545,
547, 563, 568.)
Pasal 566.
Gugatan untuk penyerahan kembali dan pemulihan besit selalu bermaksud agar pemegang besit
yang semula dipertahankan atau dipulihkan dalam kedudukannya dan agar ia dianggap seakanakan tidak pernah kehilangan kedudukannya. (KUHPerd. 560, 562 dst., 1955.)
Pasal 567.
Dalam hubungan dengan gugatan-gugatan ini, bagi para pemegang besit, baik yang beritikad
baik maupun yang beritikad buruk, tentang hak menikmati hasil dan tentang biaya yang
dikeluarkan selama memegang besit, berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Bab III
tentang hal yang sama untuk penuntutan kembali hak milik. (KUHPerd. 548 dst., 575-581, 1364.)
Pasal 568.
Juga setelah lewat waktu satu tahun yang ditentukan dalam undang-undang untuk mengajukan
gugatan akan pemulihan besit, seseorang yang besitnya dirampas dengan kekerasan, berhak
menuntut dengan gugatan biasa, agar yang melakukan kekerasan dihukum untuk menyerahkan
kembah apa yang telah dirampas dan mengganti segala biaya, kerugian dan bunga, akibat dari
perbuatan itu. (KUHPerd. 558, 562 dst., 1365; Sv. 163.)

569. Dkabut dg, S. 1873-229.

Page 110 of 336

BAB III.
HAK MILIK
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 570.
Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara leluasa dan untuk berbuat terhadap
barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hakhak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi
kepentingan umum dan Penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan. (ISR. 133; KUHPerd. 527 dst., 584, 594, 625 dst,, Onteig. Hinderord.)
Pasal 571.
Hak milik atas sebidang tanah mehputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atas dan di
dalam tanah itu. (KUHPerd. 591.)
Di atas sebidang tanah, pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan bangunan
yang dikehendakinya; hal ini tidak mengurangi pengecualian, pengecualian tersebut dalam Bab
IV dan VI buku ini.
Di bawah tanah itu la boleh membangun dan menggali sesuka hatinya dan mengambil semua
hasil yang diperoleh dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam
perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara, dan
barang-barang semacam itu. (KUHPerd. 587 dst., 595, 600, 625 dst., 1165, 1481 dst., Mijn.;
Mijnord.) 572. Setiap hak milik harus dianggap bebas. (KUHPerd. 624.)
Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas barang orang lain, harus membuktikan hak itu.
(KUHPerd. 1865, 1916.)
Pasal 573.
Pembagian suatu barang yang dimiliki lebih dari seorang, harus dilakukan menurut ketentuanketentuan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan. (KUHPerd.
1066 dst.)
Pasal 574.
Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya
mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya. (KUHPerd. 567, 582, 602, 834, 1977;
Rv. 714.)
Pemegang besit dengan
barang yang dituntut
mengembalikan kepada
setelah dikurangi segala
pengolahan tanah.

Pasal 575.
itikad baik berhak menguasai segala hasil yang telah dinikmatinya dazi
kembali, sampai pada hari ia digugat di muka hakim. la wajib
pemilik barang itu segala hasil yang dinikmatinya sejak ia digugat,
biaya untuk memperolehnya, yaitu untuk penanaman, pembenihan dan

Selanjutnya la berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna
menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula la berhak menguasai
barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran
tersebut dalam pasal ini. (KUHPerd. 531 dst., 548-3', 561, 567, 576 dst., 1139-4'; 1364.)

Page 111 of 336

Pasal 576.
Dengan hak dan cara yang sama, pemegang besit dengan itikad baik, dalam menyerahkan
kembali barang yang diminta, boleh menuntut kembali segala biaya untuk memperoleh hasil
seperti diterangkan di atas, sekedar hasil itu belum terpisah dari tanah pada saat penyerahan
kembali barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 500, 575,)
Pasal 577.
Sebaliknya ia tidak berhak menggugat kembali biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil
yang dinjkmati karena kedudukannya sebagai pemegang besit. (KUHPerd. 575 dst.)
Pasal 578.
Demikian pula ia tidak berhak, dalam menyerahkan kembali barang itu, untuk memperhitungkan
segala biaya dan pengeluaran yang telah dikeluarkan olehnya guna memelihara barang itu, yang
dalam hal ini tidak termasuk biaya guna menyelamatkan dan memperbaiki keadaan barang itu
sebagaimana disebut dalam pasal 575.
Bila timbul perselisihan tentang apa yang harus dianggap sebagai biaya pemeliharaan, haruslah
diikuti peraturan tentang hak pakai hasil perihal itu. (KUHPerd. 793.)
Pasal 579.
Pemegang besit dengan itikad buruk berkewajiban :
10. mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang
kendati tidak dinikmati olehnya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 575, boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang
dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya
demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman,
pembenihan dan pengolahan tanah;
20. mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
30. membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala
barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat
membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang
oleh pemiliknya. (KUHPerd. 532, 549, 561, 567, 11394-, 1362, 1364.)
Pasal 580.
Barangsiapa memperoleh besit dengan kekerasan, tidak boleh minta kembali biaya yang telah
dikeluarkan, sekalipun pengeluaran itu mutlak perlu untuk menyelamatkan barang itu. (KUHPerd.
548, 557, 563, 568.)
Pasal 581.
Pengeluaran untuk memanfaatkan dan untuk memperindah barang, menjadi tanggungan
pemegang besit dengan itikad baik atau buruk, tetapi ia berhak mengambil benda yang
dilekatkan pada barang itu dalam memanfaatkan dan membuat indah, asal pengambilan itu tidak
merusak barang tersebut. (KUHPerd. 779 dst.)
Pasal 582.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Barangsiapa menuntut kembali barang yang telah dicuri atau telah

hilang, tidak diwajibkan memberi penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian
kepada yang memegangnya, kecuali jika barang itu dibelinya di pekan tahunan atau pekan lain,
di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai orang yang biasanya
memperdagangkan barang sejenis itu. (KUHPerd. 546, 1720, 1977.)

Page 112 of 336

Pasal 583.
Barang yang telah dibuang ke dalam laut dan timbul kembali dari laut boleh diminta kembali oleh
pemiliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai hal ini. (KUHD.
556.)
Bagian 2.
Cara Memperoleh Hak Milik.
Pasal 584.
Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan pengambilan untuk dimiliki,
dengan perlekatan, dengan kedaluwarsa, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang
maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu
petistiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk
berbuat terhadap barang itu. (KUHPerd. 119, 570, 585 dst., 588 dst., 592, 610 dst., 830 dst.,
874 dst., 1946, 1963 dst.; Onteig.; Octr. 38; Aut. 2.)
Pasal 585.
Barang bergerak yang bukan milik siapa pun, menjadi hak milik orang yang pertama-tama
mengambil barang itu untuk dimilikinya. (KUHPerd. 509 dst.; 519 dst., S. 1918-125.)
Pasal 586.
Hak untuk mengambil binatang liar atau ikan semata-mata ada pada pemilik tanah tempat
binatang itu atau air tempat ikan tersebut. (KUHPerd. 507-3, 521, 721, 774.)
Pasal 587.
Hak milik atas harta karun ada pada orang yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Bila
harta itu ditemukan di tanah milik orang lain, maka separuhnya adalah milik yang menemukan
dan separuh lainnya adalah milik si pemilik tanah.
Yang dimaksud dengan harta karun adalah segala barang tersembunyi atau terpendam, yang
tidak seorang pun dapat membuktikan hak milik terhadapnya dan yang didapat karena kebetulan
semata-mata. (KUHPerd. 777; Mijn. 1.)
Pasal 588.
Segala suatu yang melekat pada sesuatu barang atau yang merupakan satu tubuh dengan
barang itu adalah milik orang yang menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut
dianggap sebagai pemiliknya. (KUHPerd. 500 dst., 571, 1482.)
Pasal 589.
Pulau besar dan pulau kecil, yang terdapat di sungai yang tidak dapat dilayari atau diseberangi
dengan rakit, begitu puta beting yang timbul dari endapan lumpur di sungai seperti itu, menjadi
milik si pemilik tanah di tepi sungai tempat tanah timbul itu terjadi. Bila tidak berada pada salah
satu dari kedua belah sungai, maka pulau itu atau beting itu menjadi milik semua pemilik tanah
di kedua tepi sungai dengan garis yang menurut perkiraan ada di tengah-tengah sungai sebagai
batas. (KUHPerd. 521; 591,)
Pasal 590.
Bila sebuah bengawan atau sungai dengan mengambil jalan aliran baru memotong tanah di
tepinya, sehingga terjadi sebuah pulau, maka hak milik atas pulau itu tetap pada pemilik tanah
semula, sekalipun pulau itu terjadi dalam sebuah bengawan atau sungai yang dapat dilayari atau
diseberangi dengan rakit. (KUHPerd.,521.)

Page 113 of 336

Pasal 591.
Hak milik atas bengawan atau sungai mencakup juga hak milik atas tanah tempat bengawan
atau sungai itu mengalir. (KUHPerd. 519, 521, 571, 589, 629.)
Pasal 592.
Bila sebuah bengawan atau sungai mengambil jalan aliran baru dengan meninggalkan jalan yang
lama, maka para pemilik tanah yang kehilangan tanah menjadi pemeegang besit atas tanah
aliran yang ditinggalkan sebagai ganti ruginya, masing-masing seluas tanah yang hilang.
(KUHPerd. 704 dst.)
Pasal 593.
bengawan atau sungai yang banjir sementara, tidak menimbulkan diperolehnya atau hilangnya
hak milik. (KUHPerd. 545, 594, 598.)
Pasal 594.
Hak milik atas tanah yang tenggelam karena kebanjiran, tetap berada pada pemiliknya.
(KUHPerd. 545.)
Meskipun demikian, bila oleh pemerintah dipandang perlu untuk kepentingan umum atau
keamanan tanah milik di sekitamya, dan oleh ahli-ahli yang bersangkutan, bahwa tanah yang
tenggelam itu dapat ditimbuni dan dikeringkan, maka semua pemilik yang bersangkutan harus
diberi peringatan untuk mengerjakan atau ikut serta mengerjakannya dengan ketentuan, bahwa
bila mereka menolaknya ataupun tidak lagi berkediaman di tempat itu, maka untuk kepentingan
negara, hak milik dapat dicabut dengan membayar ganti rugi seharga menurut taksiran
tenggelam. (ISR. 133; KUHPerd. 570, 81 1; Onteig)
Pasal 595.
Pemilik sebuah bukit pasir di pantai laut adalah, demi hukum, pemilik tempat bukit itu berdiri.
Bila tanah di sekitar bukit pasir itu ditimbuni pasir oleh sebab angin, sehingga tanah itu menjadi
satu dengan bukit tersebut, sampai-sampai tidak dapat dipisahkan, maka tanah tersebut menjadi
milik si pemilik bukit pasir tersebut, kecuali bila dalam waktu lima tahun setelah penimbunan itu
tanah tersebut dipisahkan dengan pagar atau tiang-tiang perbatasan. (KUHPerd. 571.)
Pasal 596.
Pengendapan lumpur yang terjadi secara alami, lambat laun dan tidak kelihatan pada tanah yang
terletak di tepi air yang mengalir disebut pertambahan.
Pertambahan menjadi keuntungan pemilik tanah di tepi bengawan atau sungai tanpa
membedakan, apakah dalam akta tanah disebutkan luas tanah itu atau tidak; tetapi hal ini tidak
mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang atau peraturan umum mengenai jalan
bagi pejalan kaki atau jalan bagi pemburu. (KUHPerd. 597 dst., 774, 1165.)
Pasal 597.
Ketentuan dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan yang terjadi pada
tanah di tepi telaga yang dapat dilayari dengan perahu.
Ketentuan yang sama akhimya berlaku juga terhadap pertambahan tanah akibat damparan dari
laut di pantai dan di tepi sungai yang mengalami pasang naik dan pasang surut, baik tanah
tepian itu milik negara, maupun milik perorangan atau persekutuan. (KUHPerd. 521.)

Page 114 of 336

Pasal 598.
Pertambahan tanah tidak dapat terjadi pada balong.
Tanah yang selalu terendam air di sekitar balong bila air mencapai ketinggian sampai dapat
mengalir ke luar, sekalipun air itu kemudian surut kembali, adalah kepunyaan si pemilik balong.
Sebaliknya, pemilik balong tidak berhak atas tanah di tepi balong bila tanah itu hanya digenangi
air pada waktu air mencapai ketinggian yang luar biasa. (KUHPerd. 596.)
Pasal 599.
Bila sebidang tanah, karlena derasnya arus air, sekonyong-konyong terbelah dari tanah yang satu
dan terlempar ke tanah yang lain, maka kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai pertambahan
tanah, asal saja pemiliknya, dalam waktu tiga tahun setelah kejadian itu berlangsung, menuntut
haknya. Bila tenggang waktu itu dilewatkan oleh yang berkepentingan tanpa mengajukan
tuntutan, maka tanah yang terlempar itu menjadi milik si pemilik tanah yang bersangkutan.
(KUHPerd. 596.)
Pasal 600.
Segala sesuatu yang ditanam atau disemaikan di atas sebidang pekarangan adalah milik si
pemilik tanah itu. (KUHPerd. 571, 603 dst., 711.)
Pasal 601.
Segala sesuatu yang dibangun di atas pekarangan adalah milik si pemilik tanah, asalkan
bangunan itu melekat pada tanah; hal ini tidak mengurangi kemungkinkan perubahan termaktub
dalam pasal 603 dan pasal 604. (KUHPerd.571, 711.)
Pasal 602.
Pemilik tanah yang membangun di atas tanah sendiri dengan bahan-bahan bangunan yang
bukan miliknya, wajib membayar harga bahan-bahan itu kepada pemilik bahan; ia boleh dihukum
mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu, tetapi pemilik bahan-bahan
bangunan tidak berhak mengambil kembali bahan-bahan itu. (KUHPerd. 574, 605, 1365.)
Pasal 603.
Bila seseorang, dengan bahan-bahan bangunan sendiri, mendirikan bangunan di atas tanah milik
orang lain, maka pemilik tanah boleh memiliki bangunan itu atau menuntut agar bangunan itu
diambilnya.
Bila pemilik tanah menuntut supaya bangunan diambil, maka pembongkaran bangunan
berlangsung dengan biaya pemilik bahan, malahan pemilik bahan ini boleh dihukum membayar
segala biaya, kerugian dan bunga.
Bila sebaliknya, pemilik tanah hendak memiliki bangunan tersebut, maka ia harus membayar
harga bangunan beserta upah kerja tanpa memperhitungkan kenaikan harga tanah. (KUHPerd.
532, 549, 579, 601, 604 dst., 715, 725 dst., 779, 1567.)
Pasal 604.
Bila bangunan itu didirikan oleh pemegang besit yang beritikad baik, maka pemilik tidak boleh
menuntut pembongkaran bangunan itu; tetapi ia boleh memilih membayar harga bahan-bahan
beserta upah kerja atau membayar sejumlah uang, seimbang dengan kenaikan harga tanah.
(KUHPerd. 531, 548, 575, 601, 603, 605.)

Page 115 of 336

Pasal 605.
Tiga pasal yang lain, berlaku juga terhadap penanaman dan penyemaian. (KUHPer(l. 600, 602
dst.)
Pasal 606.
Barangsiapa dengan bahan milik orang lain membuat barang dalam jenis bahan dibayarnya, dan
segala biaya, baru, menjadi pemilik barang itu, asal harga bahan dibayarnya, dan segala
kerugian dan bunga diganti bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1365.)
Pasal 607.
Bila barang baru itu terbentuk bukan karena perbuatan manusia, melainkan karena pengumpulan
pelbagai bahan milik beberapa orang secara kebetulan, maka barang baru itu merupakan milik
bersama dari orang-orang itu menurut keseimbangan harga bahan-bahan tersebut yang semula
dimiliki mereka masing-masing.
Pasal 608.
Bila barang yang baru itu terbentuk dari pelbagai bahan milik beberapa orang pemilik-pemilik itu,
maka yang tersebut terakhir ini menjadi pemilik dengan kewajiban membayar harga bahanbahan kepunyaan orang-orang lain, ditambah dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga,
bila ada alasan untuk itu.
Pasal 609.
Dalam hal-hal tersebut dalam kedua pasal yang lalu, bila bahan-bahan itu dapat dipisah-pisahkan
dengan mudah , maka masing-masing pemilik boleh meminta kembali bahan kepunyaannya.
Pasal 610.
Hak milik atas suatu barang didapatkan seseorang karena kedaluwarsa, bila ia telah memegang
besit atas barang itu selama waktu yang ditentukan undang-undang dan sesuai dengan
persyaratan dan pembedaan seperti termaksud dalam Bab VII Buku Keempat kitab undangundang ini. (KUHPerd. 595 2, 946 dst., 1973.)
Pasal 611.
Cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut perundang-undangan atau menurut surat
wasiat, diatur dalam Bab XII dan Bab XIII buku ini. (KUHPerd. 830, 874.)
Pasal 612.
Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan
yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat
barang-barang itu berada.
Penyerahan tidak diharuskan, bila barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah
dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya. (KUHPerd. 503, 509 dst., 760, 1235 dst., 1459,
1475, 1686; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.)
Pasal 613.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang

tak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang
melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.
Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan
kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. (s.d.u. dg. S. 1938-276,)

Page 116 of 336

Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat
utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu. (KUHPerd.
612, 1152, 1385, 1459, 1540, 1686; KUHD 110 dst., 176, 191 dst., 457, 508, 531 dst.)

614, 615. Dicabut dg. S. 1938-276.


Pasal 616.
Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang
bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 506 dst.,
696, 713, 720, 737, 760, 818, 1179, 1459, 1475, 1686, 1690; KUHD 314; Tbs. 3 dst., 21 dst.;
Rv. 526.)
Pasal 617.
Semua akta penjualan, penghibahan, pembagian, pembebanan atau pemindahtanganan barang
tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atas ancaman kebatalan. (KUHPerd. 1868,
1870.)
Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol atau daftar kantor lelang, guna membuktikan penjualan
barang yang diselenggarakan d,ngan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah
ada atau yang akan diadakan, dianggap sebagai akta otentik. (Ov. 50; KUHPerd. 620; Rv. 526;
Venduregi. 42.)
Pasal 618.
Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus
diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam pasal 620. (Ov. 50; KUHPerd. 619 dst.,
1069, 1074.)
Pasal 619.
Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta
pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut
berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang
harus diumumkan juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman
akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penjimpan hipotek
harus menolak pengumuman akta tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan
ketentuan ini adalah batal, tanpa mengurangi jawab pegawai yang telah memberikan salinan
akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang
melakukan pengumuman tanpa kuasa. (Ov. 50; KUHPerd. 618, 620.)
Pasal 620.
Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu,
pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap
dari akta otentik atau surat keputusan hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat
barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini
dalam daftar yang telah ditentukan.
Bersamaan dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang
kedua atau petikan otentik dari akta atau keputusan hakim, agar penyimpanan hipotek mencatat
di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan. (Ov, 50;
KUHPerd. 616, 618, 622, 696, 713, 720, 737, 760, 818, 986, 1179, 1182.)

(a) KUHPerd. 616-620 tidak berlaku I)erdasarkan Ov. 24 dst.; Lihat Ovenchr.

Page 117 of 336

Pasal 621.
Setiap pemegang besit suatu barang tak bergerak, dapat minta kepada pengadilan negeri di
daerah tempat barang itu terletak, untuk dinyatakan sebagai pemiliknya.
Ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara perdata mengatur cara
mengajukan permintaan demikian. (Rv. 800 dst.)
Pasal 622.
Bila keputusan yang mengabulkan permintaan demikian telah mempunyai kekuatan pasti, maka
keputusan itu harus diumumkan oleh atau atas nama pemohon di kantor penyimpan hipotek
dengan menyampaikan salinannya dan membukukannya seperti diatur dalam pasal 620. (Ov. 27;
KUHPerd. 623; Rv. 808.)
Pasal 623.
Bila penyampaian dan pembukuan telah berlangsung, maka pemegang besit, dalam segala
perbuatan yang telah dilakukannya terhadap barang tersebut dengan pihak ketiga, dianggap
sebagai pemilik. (Ov. 27.)
Pasal 624.
Hak-hak yang diberikan pemerintah kepada orang-orang khusus atas barang-barang atau tanah
negara tidak diubah; hak-hak itu, terutama mengenai besit dan hak milik, tetap sedemikian rupa,
sebagaimana diatur menurut adat istiadat lama dan kebiasaan atau menurut ketentuanketentuan khusus, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang ini tidak
mengurangi hakhak itu pada khususnya atau hubungan antara orang yang menduduki tanah dan
pemilik tanah pada umumnya. (S. 1880-150 dst.; PRL.; S. 1918-287.)
BAB IV.
HAK DAN KEWAJIBANPasal ANTARA PARA PEMILIK PEKARANGAN BERTETANGGA
Pasal 625.
Para peniilik pekarangan yang bertetangga mempunyai hak dan kewajiban satu sama lain, baik
yang timbul karena letak pekarangan menurut alam, maupun karena ketentuan perundangundangan.
Pasal 626.
Pemilik pekarangan yang lebih rendah letaknya, demi kepentingan pemilik pekarangan yang lebih
tinggi, berkewajiban menerima air yang mengalir ke pekarangannya karena alam, lepas dari
campur tangan manusia.
Pemilik pekarangan yang lebih rendah tidak boleh membuat tanggul atau bendungan yang
menghalang-halangi aliran air tersebut; sebaliknya, pemilik pekarangan yang lebih tinggi tidak
boleh berbuat sesuatu yang memburukkan keadaan air bagi pekarangan yang lebih rendah.
(KUHPerd. 629 dst., 652, 677, 688, 697 dst., 1365, 1367.)
Pasal 627.
Barangsiapa mempunyai sebuah mata air di pekarangannya, berhak menggunakan mata air itu
sesuka hatinya, tanpa mengurangi hak yang diperoleh orang yang mempunyai pekarangan yang
lebih rendah, baik karena suatu perjanjian maupun karena kedaluwarsa, sesuai dengan pasal
698. (KUHPerd. 570, 628, 677, 688, 695.)
Pasal 628.

Page 118 of 336

Pemilik mata air tidak boleh mengubah jalan aliran air, bila air ini menipakan kebutuhan mutlak
bagi para penduduk sebuah kota, desa atau dusun.
Dalam hal demikian, pemilik berhak minta ganti rugi yang ditentukan oleh tenaga-tenaga ahb,
kecuali jika penduduk tersebut telah memperoleh hak memakai air itu berdasarkan undangundang atau karena kedaluwarsa, (KUHPerd. 688, 695, 697 dst.)
Pasal 629.
Barangsiapa mempunyai pekarangan di tepi aliran air yang bukan milik umum, boleh
menggunakan air tersebut guna menyiram pekarangannya.(KUHPerd. 519.)
Barangsiapa pekarangannya dilalui oleh aliran air, boleh menggunakan air itu pada jalur tanah
yang dilalui air itu untuk keperluan sesuatu, asal saja pada akhir jalur itu air dapat mengalir
menurut alam. (KUHPerd. 521, 690.)
Pasal 630.
Bila antara pemilik beberapa pekarangan yang berkepentingan atas kegunaan air timbul
perselisihan, maka dalam memberi keputusan, hakim harus berusaha menyesuaikan kepentingan
pertanian umum dengan kebebasan hak milik, dan dalam semua hal ia harus bertindak sesuai
dengan peraturan dan kebiasaan khusus setempat mengenai jalannya arus air, tingginya dan
pemakaiannya. (ISR. 133; KUHPerd. 570.)
Pasal 630a.

(s.d.t. dg. S. 1881-95.) Tiap pemilik pekarangan dapat mengharuskan masing-masing pemilik

pekarangan yang bertetangga untuk membuat tanda perbatasan antara pekarangan mereka.

Pembuatan batas itu harus dilakukan atas biaya bersama. (KUHPerd. 570, 635, 642, 663, 721,
781; Rv. 102.)
Pasal 631.
Setiap pemilik boleh menutup Pekarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat
dalam pasal 667. (KUHPerd. 570, 635, 642, 664, 72 1, 781.)
Pasal 632.
Pemilik yang menutup pekarangannya, kehilangan hak untuk menggembalakan ternaknya di
tempat penggembalaan bersama, sebanding dengan luas pekarangan yang teriepas dari tanah
penggembalaan bersama akibat penutupan pekarangan itu,
Pasal 633.
Semua tembok yang dipergunakan sebagai tembok batas antara bangunan-bangunan, tanahtanah, taman-taman dan kebun-kebun, dianggap sebagai tembok batas milik bersama, kecuali
jika ada suatu alas hak atau tanda yang menunjukkan sebaliknya.
Bila bangunan-bangunan itu tidak sama tinggi, maka tembok batas itu harus dianggap sebagai
milik bersama setinggi bangunan yang terendah. (KUHPerd. 634, 637 dst., 640, 643 dst., 658,
662, 1916.)
Pasal 634.
Tanda yang menuwukkan bahwa tembok batas itu bukan milik bersama, antara lain adalah:
menjulang ke atas :
1. bahwa bagian atas tembok itu, pada belahan yang satu dan berdiri tegak lurus di atas
bagian bawah, dan pada belahan lain miring ke bawah;

Page 119 of 336

2.
3.

bahwa tembok itu, pada belahan yang satu menyangga atau menopang sebuah bangunan
atau tingkat, sedang pada belahan lain tidak ada bangunan yang ditopang atau disangga
secara demikian;
bahwa pada waktu membuat tembok hanya di sebelah sana ditempatkan bubungan, birai
batu atau batu yang menonjol,

Dalam hal yang demikian, tembok dianggap semata-mata milik pemilik pekarangan pada belah
mana bangunan, tingkat birai batu, batu yang menonjol, atau talang bubungan sejenis terdapat.
(KUHPerd. 645, 659, 664, 1916.)
Pasal 635.
Perbaikan atau pemugaran tembok batas bersama menjadi beban mereka yang mempunyai hak
atas tembok tersebut menurut perbandingan hak masing-masing.
Namun demikian tiap-tiap pemilik-peserta diperbolehkan membebaskan diri dari biaya perbaikan
dan pemugaran dengan jalan melepaskan haknya atas tembok yang diperbaiki atau dibangun
kembali, asal tembok itu bukan penopang atau penyangga suatu bangunan miliknya sendiri, dan
bukan batas antara rumah-rumah, lapangan-lapangan dan kebun-kebun yang berdekat-dekatan
di kota, kota satelit dan desa. (KUHPerd. 630a, 637, 634 dst., 654, 679, 689.)
Pasal 636.
Setiap pemilik-peserta boleh mendirikan bangunan dengan menyandarkannya pada tembok milik
bersama, dengan menancapkan balok, kambi, jangkar, alat-alat besi atau alat-alat kayu lainnya
pada tembok itu sampai setengah tebalnya, asal saja tembok itu tidak rusak. (KUHPerd. 641,
655, 684.)
Pasal 637.
Setiap pemilik-peserta boleh mempertinggi tembok batas milik bersama, tetapi selain harus
membiayai sendiri pekerjaan yang demikian, ia harus memboyai sendiri tiap-tiap perbaikan guna
memelihara bagian baru yang menumpang diatas bagian yang lama dan pula harus mengganti
kerugian akibat pertambahan berat bagian atas yang menindih bagian bawah, dihitung seimbang
dengan berat beban dan menurut harganya.
Bila tembok batas milik bersama itu tidak kuat untuk menyangga bagian alas yang dipertinggi itu,
maka pemilik yang menghendaki peninggian itu harus memperbaharui tembok batas seluruhnya
dengan biaya sendiri, dan penambahan tebal tembok harus dilakukan dengan mengurangi luas
pekarangannya sendiri, (KUHPerd ' 633, 635, 639, 641, 681.)
Pasal 638.
Tiap pemilik-peserta tembok batas milik bersama boleh memasang talang pada bagian
kepunyaannya dan mengalirkan air, baik di pekarangannya sendiri, maupun di jalan umum, asal
hal itu tidak dilarang oleh undang-undang atau peraturan pemerintah. (KUHPerd. 652, 682.)
Pasal 639.
Pemilik-peserta yang tidak memberikan sumbangan guna mempertinggi tembok batas milik
bersama, boleh memperoleh pemilikan bersama atas bagian yang dipertinggi itu, asal membayar
separuh biaya yang telah dikeluarkan dan separuh harga tanah bila dipergunakan untuk
memperlebar tembok. (KUHPerd. 635, 637.)
Pasal 640.
Tiada sebuah tembok pun boleh dijadikan milik bersama, tanpa kehendak pemiliknya. (KUHPerd.
633 dst.)

Page 120 of 336

Pasal 641.
Seorang pemilik-peserta, tanpa izin dari yang lainnya, tidak boleh membuat liang atau galian
pada tembok bersama atau membuat suatu bangunan yang menyandar pada tembok itu.
Dalam hal, sebagaimana diatur dalam pasal 636 dan pasal 637, pemilik-peserta dapat menuntut
supaya oleh ahli-ahli diadakan perencanaan sebelumnya agar pekerjaan baru itu tidak sampai
merugikan haknya.
Bila hasil pekerjaan yang baru itu ternyata merugikan hak milik tetangga, ia harus memberi ganti
rugi, tetapi kerugian sehubungan dengan keindahan tembok tidak boleh diperhitungkan.
(KUHPerd. 644.)
Pasal 642.
Di kota, kota satelit, dan di desa, setiap orang berhak menuntut tetangganya untuk
menyumbang guna membuat atau memperbaiki alat penutup yang digunakan untuk memisahkan
rumah, pekarangan dan kebun mereka satu sama lain.
Cara membuat dan tinggi penutup itu diatur menurut peraturan-peraturan khusus dan kebiasaan
setempat. (AB. 15; KUHPerd. 630a, 631, 635; Rv. 102.)
Pasal 643.
Setiap tetangga, atas biaya sendiri, boleh mendmkan tembok bersama sebagai pengganti pagar
bersama, tetapi tidak boleh suatu pagar sebagai pengganti tembok. (KUHPerd. 635, 650.)
Pasal 644.
Tidak seorang pun dari tetangga, tanpa izin dari pihak lainnya, diperbolehkan membuat jendela
atau lubang pada tembok batas bersama dengan cara bagaimanapun juga. Akan tetapi ia boleh
membuatnya pada bagian tembok yang ditinggikan atas biaya senditi, asal ini langsung
dikerjakan pada waktu mempertinggi tembok itu, menurut cara yang diatur dalam kedua pasal
berikut. (KUHPerd. 636 dst., 639, 741.)
Pasal 645.
Pemilik suatu tembok batas bukan milik bersama yang langsung berbatasan dengan pekarangan
orang lain, diperbolehkan pada tembok itu membuat penerangan atau jendela-jendela dengan
terali besi yang rapat dan jendela-jendela yang dimatikan.
Terali-terali besi itu harus dipasang dalam jarak selebar-lebarnya setelapak antara satu dengan
lainnya. (KUHPerd. 634, 647 dst., 680.)
Pasal 646.
Jendela atau lubang ini tidak boleh dibuat lebih rendah dari dua puluh lima telapak di atas lantai
kamar yang akan diterangi, bila lantai kamar itu same tinggi dengan jalan raya dan tidak boleh
lebih rendah dari dua puluh telapak di atas lantai kamar pada tingkat yang lebih tinggi.
(KUHPerd. 645, 680.)
Pasal 647.
Orang tidak diperbolehkan mempunyai pemandangan langsung ke pekarangan tetangga yang
tertutup atau terbuka; maka tak bolehlah ia memperlengkapi rumahnya dengan jendela, balkon
atau perlengkapan lain yang memberikan pemandangan ke pekarangan tetangga itu, kecuali bila
tembok yang diperlengkapinya dengan hal-hal itu jaraknya lebih dari dua puluh telapak dari
pekarangan si tetangga. (KUHPerd. 645, 649, 680.)
Pasal 648.

Page 121 of 336

Dari jurusan menyamping atau dari jurusan menyerong orang tidak boleh mempunyai pandangan
atas pekarangan tetangga, kecuali dalam jarak lima telapak. (KUHPerd. 645, 647, 649, 680.)
Pasal 649.
Jarak yang dibicarakan dalam dua pasal tersebut di atas, dihitung dari sisi luar tembok yang
diberi lubang dan bila ada balkon atau semacam itu yang menonjol, dari sisi terluar balkon itu
sampai garis batas kedua pekarangan (KUHPerd. 647 dst.)
Pasal 650.
Ketentuan dalam pasal 633 sampai dengan pasal 64 terhadap pagar kayu, guna membatasi
bangunan, halaman terbuka dan kebun.
Pasal 651.
Bila dalam memperbaiki suatu bangunan perlu dipasang suatu perancah di atas pekarangan
tetangga atau perlu diinjak pekarangan itu untuk mengangkat bahan-bahan yang akan dipakai,
maka pemilik pekarangan itu harus mengizinkannya, tanpa mengurangi haknya untuk minta ganti
rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1246 d,t.)
Pasal 652.
Setiap pemilik pekarangan wajib mengatur atap rumah sedemikian rupa agar air hujan mengalir
ke halamannya atau ke jalan umum, bila yang terakhir ini tidak dilarang oleh undang-undang
atau peraturan pemerintah; ia tidak boleh mengalirkan air ke pekarangan tetangganya.
(KUHPerd. 626, 638, 677, 682, 1365.)
Pasal 653.
Tiada seorang pun diperbolehkan mengalirkan air atau kotoran melalui saluran pekarangan orang
lain, kecuali jika ia memperoleh hak untuk itu. (KUHPerd. 677, 683, 1365.)
Pasal 654.
Semua bangunan, pipa asap, tembok, pagar atau tanda perbatasan lainnya, yang karena tuanya
atau sebab lain dikhawatirkan akan runtuh dan membahayakan pekarangan tetangga atau
condong ke arah pekarangan itu, harus dibongkar, dan dibangun kembali dan diperbaiki atas
teguran pertama pemilik pekarangan tetangga itu (KUHPerd. 635, 1241, 1369.)
Pasal 655.
Barangsiapa menyuruh menggali sebuah sumur, selokan atau kakus ditempat yang berdekatan
dengan tembok batas milik bersama atau bukan milik bersama, atau hendak mendirikan pipa
asap, tempat perapian dapur atau tempat masak di tempat yang demikian, atau membuat
kandang, tempat rabuk, gudang, gudang garam, tempat penyimpan bahan keras atau bangunan
yang merugikan dan membahayakan, maka ia wajib membuat jarak antara tembok dengan
bangunan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam peraturan khusus atau menurut kebiasaan
tentang hal itu, ataupun ia wajib mengusahakan bangunan itu sedemikian rupa menurut
peraturan dan kebiasaan yang ditentukan untuk itu agar tidak menimbulkan kerugian bagi
pekarangan-pekarangan yang berdekatan. (AB. 15; KUHPerd. 636, 641.)
Pasal 656.
Tempat air hujan, sumur, kakus, selokan dan sebagainya, yang merupakan milik bersama antara
mereka yang bertetangga, harus dipelihara dan dibersihkan atas biaya semua pemilik. (KUHPerd.
657, 720 dst.,-756 dst., 1,584.)
Pasal 657.
Pembersihan kakus milik bersama harus dilakukan secara bergiliran, Pekarangan demi
pekarangan.

Page 122 of 336

Pasal 658.
Semua Parit atau selokan antara dua pekarangan harus dianggap sebagai milik bersama, bila
tidak ada tanda yang menyatakan sebaliknya. .(KUHPerd. M, 662, 1916.)
Pasal 659.
Sebagai tanda, bahwa parit atau selokan itu bukan niilik bersama, antara lain adalah bahwa
tanggul atau tanah timbunannya hanya terdapat pada satu sisi dari Parit atau selokan itu.
Dalam hal yang demikian, parit atau selokan itu dianggap seluruhnya milik si pemilik pekarangan,
pada sisi mana terdapat timbunan tanah. (KUHPerd. 634,664, 1916.)
Pasal 660.
Parit atau selokan milik bersama harus dipelihara, dengan biaya bersama.
Pasal 661.
Tiap pemilik pekarangan yang berbatasan dengan parit atau selokan boleh mencari, berlayar,
memberi minum kepada ternaknya di parit atau selokan itu dan mengambil air untuk keperluan
sendiri dari situ. (KURPerd. 685.)
Pasal 662.
Tiap pagar tanaman yang menjadi batas antara dua pekarangan, harus diaggap sebagai milik
bersama, kecuali bila memang ada suatu bukti pemilikan, menyatakan sebaliknya.
Pohon-pohon yang tumbuh. di sepanjang pagar itu adalah milik bersama, sebagaimana pagar itu
sendiri, dan masing-masing pemilik berhak menuntuk supaya pohon-pohon itu ditebang.
(KUHPerd. 633, 658, 664, 1916.)
Pasal 663.
Tetangga yang satu boleh menuntut tetangga lainnya supaya membuat pagar yang baru dengan
biaya bersama, jika pagar lama, yang merupakan milik bersama , diperuntukkan guna menunjuk
batas pekarangan mereka. (KUHPerd.630a, 642.)
Pasal 664.
Sebagai tanda bahwa pagar itu bukan milik bersama, antara lain adalah bahwa pagar itu hanya
menutup salah satu dari kedua kedua Pekarangan itu. (KUHPerd. 634, 659, 1916)
Pasal 665.
Menanam pohon atau pagar hidup yang tinggi tumbuhnya dilarang, kecuali jika pohon atau pagar
itu ditanam dengan mengambil jarak menurut peraturan khusus atau kebiasaan yang berlaku
dalam hal itu dan bila tidak ada peraturan dan kebiasaan itu, dengan mengambil jarak dua puluh
telapak, dari garis batas kedua pekarangan, sepanjang mengenai pohon-pohon yang tinggi, dan
lima telapak sepanjang mengenai pagar hidup. (AB 15; KUHPerd. 662 dst., 1365 dst.)
Pasal 666.
Tetangga mempunyai hak untuk menuntut agar pohon dan pagar hidup yang ditanam dalam
jarak yang lebih dekat daripada jarak tersebut di atas dimusnahkan.
Orang yang di atas pekarangannya menjulur dahan pohon tetangganya, berhak menuntut agar
tetangganya memotong dahan itu.

Page 123 of 336

Bila akar pohon tetangganya tumbuh dalam tanah pekarangannya, maka ia berhak
memotongnya sendiri; juga dahan-dahan boleh dipotong sendiri, bila tetangganya menolaknya
setelah ada teguran pertama dan asalkan ia sendiri tidak menginjak pekarangan si tetangga.
(KUHPerd. 571, 1240.)
Pasal 667.
Pemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain
sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai kejalan umum atau perairan
umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan
keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk
membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya. (KUHPerd. 631, 669 dst.
690.)
Pasal 668.
Jalan keluar ini harus dibuat pada sisi tanah atau pekarangan yang terdekat ke jalan atau
perairan umum, tetapi sebaiknya diambil arah yang mengakibatkan kerugian yang sekecilkecilnya terhadap tanah yang diizinkan untuk dilalui itu. (KUHPerd. 686, 691 dst.)
Pasal 669.
Bila hak atas ganti rugi tersebut pada akhir pasal 667 telah hapus karena kedaluwarsa, maka
jalan keluar itu tetap terus berlangsung. (KUHPerd. 1967.)
Pasal 670.
Jalan keluar yang diberikan itu berakhir pada saat tidak diperlukan lagi dengan berakhirnya
keadaan termaksud dalam pasal 667 dan siapa pun tidak bisa menuntut kedaluwarsa, berapa
lama pun jalan keluar ini ada. (KUHPerd. 537, 690, 692.)
Pasal 671.
Jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dari beberapa tetangga, yang digunakan
untuk jalan ketuar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain
dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan. (KUHPerd.
686, 692.)
Pasal 672.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diadakan demi kepentingan umum atau persekutuan
mengenai jalan yang dilalui dengan kaki dan jalan untuk berburu sepanjang sungai yang dapat
dilalui dengan perahu atau rakit, mengenai pembuatan atau perbaikan jalan, tanggul dan
pekerjaan umum atau persekutuan lain, diatur dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
khusus. (KUHPerd.521.)
BAB V.
KERJA RODI
Pasal 673.
Kerja rodi yang telah diakui oleh pemegang kekuasaan tinggi tetap ada; ketentuan-ketentuan
dalam kitab ini tidak membawa perubahan tentang ini.
Pemerintah berhak mengadakah ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai kerja rodi, bila hal
itu dipandang perlu. (ISR. 46, lihat catatan di situ.)

Page 124 of 336

BAB VI.
PENGABDIAN PEKARANGAN
Bagian 1
Sifat Dan Jenis Pengabdian Pekarangan.
Pasal 674.
Pengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan
seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain.
Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu tidak boleh
dihubungkan dengan pribadi seseorang. (KUHPerd. 508-2o, 528, 572, 706, 1206.)
Pasal 675.
Setiap pengabdian pekarangan terdiri dari kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu. (KUHPerd. 689.)
Pasal 676.
Pengabdian pekarangan tidak memandang pekarangan yang satu lebih penting dari yang lain.
Pasal 677.
Pengabdian pekarangan itu berlangsung terus atau tidak berlangsung

terus.

Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus adalah yang penggunaannya berlangsung terus
atau dapat berlangsung terus, tanpa memerlukan perbuatan manusia, seperti hak mengalirkan
air, hak atas selokan, hak atas pemandangan ke luar, dan sebagainya.
Pengabdian pekarangan yang tidak berlangsung terus adalah yang pelaksanaannya memerlukan
perbuatan manusia, seperti hak melintasi pekarangan, hak mengambil air, hak menggembalakan
ternak, dan sebagainya. (KUHPerd. 537, 552 dst., 626 dst., 652 dst., 680 dst., 687, 697, 699.)
Pasal 678.
Pengabdian pekarangan tampak atau tidak tampak. Pengabdian pekarangan tampak adalah yang
ada tanda-tanda lahiriahnya, seperti pintu, jendela, pipa air dan lain-lain semacam itu.
Pengabdian pekarangan tidak tampak adalah yang tidak ada tanda-tanda lahiriah mengenai
adanya, seperti larangan membangun di atas pekarangan, membangun lebih tinggi dari
ketinggian tertentu, hak menggembalakan ternak dan lain-lainnya yang memerlukan suatu
perbuatan manusia. (KUHPerd. 573, 552 dst., 687, 697, 699.)
Pasal 679.
Bila seseorang membangun kembali sebuah tembok atau gedung, maka bagi pemberi dan
penerima beban pengabdian, pengabdian terhadap tembok atau gedung yang baru tetap
berjalan tanpa menjadi lebih berat karenanya, asal pembangunan kembali itu dilaksanakan
sebelum pengabdian pekarangan itu kedaluwarsa. (KUHPerd. 681, 648, 691 dst., 703, 705, 707.)
Pasal 680.
Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan atas pemandangan atau penerangan,
diperbolehkan membuat jendela atau penerangan sebanyak yang disukainya, tetapi setelah ia
membuatnya atau menggunakan haknya, ia tidak boleh menambah jumlahnya. yang

Page 125 of 336

dimaksudkan dengan penerangan hanya cahaya yang diperlukan, tanpa pemandangan.


(KUHPerd. 645, 647 dst., 677 dst., 691.)
Pasal 681.
Setiap orang berhak mendirikan gedung atau bangunan lain setinggi yang disukainya, asal
ketinggian gedung atau bangunan itu tidak melanggar larangan demi kepentingan pekarangan
lain. Dalam hal yang demikian, pemilik pekarangan pemberi beban pengabdian berhak mencegah
peninggian atau menyuruh mengambil semua yang dilarang menurut dasar haknya. (KUHPerd.
571, 637, 678 dst.)
Pasal 682.
yang dimaksud dengan hak pengabdian pekarangan mengalirkan air dan meneteskan air adalah
semata-mata hak mengalirkan air bersih, bukan air kotoran. (KUHPerd. 652, 677.)
Pasal 683.
Hak pengabdian selokan ialah hak untuk mengalirkan air dan kotoran. (KUHPerd. 653, 677.)
Pasal 684.
Pemilik pekarangan yang mempunyai hak memasang balok atau jangkar dalam tembok orang
lain, berwenang mengganti balok atau jangkar yang telah rapuh, tetapi la tidak boleh menambah
jumlahnya atau memindahkan tempatnya. (KUHPerd. 636, 679.)
Pasal 685.
Barangsiapa mempunyai hak untuk berlayar di perairan pekarangan tetangga, harus ikut
membayar biaya yang diperlukan untuk memelihara agar perairan itu tetap dapat dilayari, kecuali
jika ia lebih suka melepaskan haknya tersebut. (KUHPerd. 661.)
Pasal 686.
Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan untuk jalan kaki adalah hak untuk melintasi
pekarangan orang lain dengan jalan kaki; hak mengenai jalan kuda atau jalan ternak adalah hak
untuk naik kuda atau mefioring ternak melalui jalan itu; hak mengenai jalan kendaraan adalah
hak untuk melintas dengan kendaraan.
Bila lebar jalan untuk jalan kaki, jalan ternak atau jalan kendaraan tidak ditentukan berdasarkan
hak pengabdian, maka lebarnya ditentukan sesuai dengan peraturan khusus atau kebiasaan
setempat.
Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan kuda atau jalan ternak mencakup juga hak
pengabdian atas jalan untuk jalan kaki; hak pengabdian mengenai jalan kendaraan, mencakup
juga hak pengabdian mengenai jalan kuda atau jalan ternak dan jalan untuk jalan kaki. (AB. 15;
KUHPerd. 671, 677.)
Pasal 687.
Hak pengabdian pekarangan mengenai air ledeng ialah hak untuk mengalirkan air dari atau
melalui pekarangan tetangga ke pekarangannya. (KUHPerd.626 dst., 678.)
Pasal 688.
Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, berhak membuat segala perlengkapan
yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian pekarangan itu.
Biaya untuk periengkapan itu harus ditanggung sendiri dan tidak menjadi tanggungan pemilik
pekarangan penerima beban. (KUHPerd. 626, 675, 680, 693.)

Page 126 of 336

Pasal 689.
Dalam hal pemilik pekarangan penerima beban menurut dasar hak pengabdian diharuskan
membiayai perlengkapan yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian
pekarangan, maka ia sewaktu-waktu berhak membebaskan diri dari kewajiban itu dengan jalan
menyerahkan kepada pemilik pekarangan pemberi beban itu bagian dari pekarangannya yang
benar-benar diperlukan guna memungkinkan penggunaan hak tersebut. (KUHPerd.635, 695,
706.)
Pasal 690.
Bila pekarangan pemberi beban dibagi, maka hak pengabdian pekarangan tetap melekat pada
tiap-tiap bagian tanpa memperberat beban pekarangan penerima beban.
Bila pengabdian itu merupakan hak melintasi pekarangan, misainya, maka masing-masing pemilik
peserta pekarangan pemberi beban harus menggunakan hak itu menurut cara yang sama seperti
sebelum pembagian. (KUHPerd. 667 dst., 691, 694, 701.)
Pasal 691.
Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, hanya boleh menggunakannya sesuai
dengan dasar hak yang ada padanya; dalam hal tidak ada dasar hak, menurut peraturan dan
kebiasaan setempat, hak itu harus digunakan dengan cara yang memberi beban seringanringannya.
Ia tidak boleh, baik dalam pekarangan penerima beban maupun dalam pekarangan pemberi
beban, mengadakan suatu perubahan yang dapat memperberat beban pekarangan yang disebut
pertama. (AB. 15; KUHPerd. 668, 695.)
Pasal 692.
Pemilik pekarangan penerima beban tidak boleh berbuat sesuatu yang mengurangi atau
merintangi penggunaan pengabdian pekarangan.
la tidak boleh mengubah keadaan tempat atau memindahkan tempat pengabdian pekarangan ke
tempat lain dari tempat semula, kecuali jika perubahan atau pemindahan itu dilakukan tanpa
merugikan pemilik pekarangan pemberi beban.(KUHPerd. 691.)
Pasal 693.
Barangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan dianggap mempunyai segala sesuatu yang
diperlukan untuk menggunakannya dengan cara memberikan beban yang seringan-ringannya
bagi pemilik pekarangan penerima beban. Demikian pula hak mengambil air dari sumber milik
orang lain meliputi hak untuk memasuki tempat tersebut dalam pekarangan penerima beban.
(KUHPerd. 688.)
Pasal 694.
Bila pekarangan penerima beban dibagi, maka tetaplah pengabdian pekarangan membebani tiaptiap bagian, sekedar diperlukan untuk penggunaannya. (KUHPerd. 690, 701.)
Bagian 2.
Lahirnya Pengabdian Pekarangan.
Pasal 695.
Pengabdian pekarangan lahir karena suatu dasar hak atau karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 696
dst., 700, 712, 724, 1955 dst., 1963.)
Pasal 696.

Page 127 of 336

Dasar hak yang melahirkan suatu pengabdian pekarangan harus diumumkan menurut cara yang
ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 616.)
Pasal 697.
Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus dan tampak dapat di peroleh karena
kedaluwarsa atau karena suatu dasar hak. (KUHPerd. 547, 552, 677 dst., 699 dst., 707, 1955,
1963.)
Pasal 698.
Bagi seseorang yang pekarangannya lebih rendah letaknya dan menggunakan air sumber dari
pekarangan lain yang lebih tinggi tempatnya, tenggang kedaluwarsa baru mulai berjalan pada
saat bangunan yang diperuntukkan guna melancarkan terjun dan mengalirnya air ke
pekarangannya selesai dibuat. (KUHPerd. 627.)
Pasal 699.
Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus dan sekaligus tidak tampak, demikian pula yang
tidak berlangsung terus, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, hanya dapat diperoleh
karena suatu alas hak. Penikmatan pengabdian pekarangan seperti itu, meskipun telah berjalan
bertahun-tahun lamanya tidaklah cukup untuk memperoleh hak tersebut. (KUHPerd. 537, 553, )
Pasal 700.
Bila terbukti bahwa beberapa bidang pekarangan yang sekarang terpisah dahulu adalah milik
satu orang dan pemilik ini telah menciptakan keadaan sedemikian rupa dalam pekarangannya,
sehingga seakan-akan tercipta pengabdian yang berlangsung terus dan. tampak, maka
penciptaan ini dapat dianggap sebagai dasar hak atas pengabdian pekarangan. (KUHPerd. 677
dst., 695, 697,706.).
Pasal 701.
Bila seorang pemilik dua bidang pekarangan yang sewaktu diperolehnya memperlihatkan tanda,
bahwa di antara kedua pekarangan itu dahulu ada pengabdian pekarangan, kemudian
memindahtangankan satu pekarangan, dan perjanjian penyerahan tidak memuat ketentuan
tentang pengabdian pekarangan, maka pengabdian ini tetap berlaku untuk pekarangan yang
dipindahtangankan, baik pekarangan pemberi beban maupun penerima beban (KUHPerd. 690,
694, 700, 706, 1206.)
Pasal 702.
Salah seorang pemilik peserta sebidang pekarangan dapat memperoleh hak pengabdian seluruh
pekarangan milik bersama dengan perbuatannya sendiri tanpa setahu pemilik peserta lainnya.
(KUHPerd. 710.)
Bagian 3.
Berakhimya Pengabdian Pekarangan
Pasal 703.
Pengabdian pekarangan berakhir bila Pekarangan tersebut berada dalam keadaan sedemikian
rupa sehingga tidak lagi dapat digunakan. (KUHPerd. 705, 718, 736, 754, 8Ci7.)
Pasal 704.
Bila pekarangan penerima beban atau pekarangan pemberi beban belum sama sekali musnah
atau rusak, pengabdian pekarangan tetap berjalan sepanjang keadaan pekarangan mengizinkan.
(KUHPerd. 703, 705.)
Pasal 705.

Page 128 of 336

Pengabdian pekarangan yang berakhir karena sebab yang disebutkan dalam P-W 703, akan
hidup kembali jika keadaan benda telah kembali sedemikian rupa sehingga dapat digunakan lagi,
kecuali jika keadaan tadi telah berlangsung begitu lama, sehingga karena kedaluwarsa menurut
Pasal 707, pengabdian gugur. (KUHPerd. 679, 708.)
Pasal 706.
Semua pengabdian pekarangan berakhir, bila pekarangan pemberi beban dan pekarangan
penerima beban bergabung menjadi milik satu orang, tanpa mengurangi ketentuan pasal 701.
(KUHPerd. 674, 700 dst., 718, 736, 754, 807, 1206. 1436)
Pasal 707.
Pengabdian pekarangan juga berakhir bila selama tiga puluh tahun berturut-turut tidak pernah
digunakan. Tenggang kedaluwarsa tiga puluh tahun ini mulai berjalan pada hari dilakukan suatu
perbuatan yang nyata-nyata bertentangan dengan pengabdian. (KUHPerd., 807 dst,)
Pasal 708.
Bila pekarangan pemberi beban dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga tidak mungkin
digunakan pengabdian pekarangan itu, maka tenggang waktu kedaluwarsa adalah tiga puluh
tahun terhitung mulai saat pekarangan itu seharusnya dapat diperbaiki sehingga memungkinkan
lagi penggunaan pengabdian itu. (KUHPerd. 700, 7030, 705, 1986 dst.)
Pasal 709.
Cara menggunakan pengabdian pekarangan, kedaluwarsa juga dengan cara yang sama seperti
pengabdian pekaragan itu sendiri. (KUHPerd. 707 dst)
Pasal 710.
Bila pekarangan pemberi beban dimiliki oleh beberapa orang secara tak terbagi penikmatan oleh
salah seorang pemilik cukup untuk mencegah terjadinya kedaluwarsa terhadap pemilik-pemilik
lain. (KUHPerd. 702, 1985.)
BAB VII.
HAK NUMPANG KARANG
Pasal 711.
Hak numpang karang adalah hak kebendaan untuk mempunyai gedung, bangunan atau tanaman
di alas tanah orang lain. (KUHPerd. 508-31, 528 dst., 600 dst., 616, 717.)
Pasal 712.
Barangsiapa mempunyai hak numpang karang atas sebidang pekarangan, boleh mengalihkannya
kepada orang lain atau memberikannya dengan hipotek. la boleh juga membebani pekarangan
tadi dengan pengabdian pekarangan, tetapi hanya untuk jangka waktu selama ia boleh
menikmati haknya. (KUHPerd. 695, 1164-30; Rv. 493-30, S. 1872-124.)
Pasal 713.
Alas hak yang melahirkan hak numpang karang harus diumumkan dengan cara yang sama
seperti yang ditentukan dalam pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 616, 696, 1963.)
Pasal 714.
Selama hak numpang karang berjalan, pemilik tanah tidak boleh mencegah orang yang
mempunyai hak itu untuk membongkar gedung atau bangunan atau menebang segala tanaman
dan mengambil salah satu di antaranya, bila pemegang hak itu telah melunasi harga gedung,
bangunan dan tanaman itu pada waktu memperoleh hak tersebut, atau bila gedung, bangunan
dan tanaman itu didirikan, dibangun dan ditanam oleh pemegang hak itu sendiri, tanpa

Page 129 of 336

mengurangi kewajiban pemegang hak untuk mengembalikan pekarangan tersebut dalam


keadaan semula seperti sebeluni hal hal tersebut didirikan, dibangun atau ditanam. (KUHPerd.
600 dst., 1562, 1567.)
Pasal 715.
Dengan berakhirnya hak numpang karang, pemilik pekarangan menjadi pemilik gedung,
bangunan dan tanaman di atas pekarangannya, dengan kewajiban membayar harganya pada
saat itu juga kepada yang mempunyai hak numpang karang, yang dalam hal ini berhak menahan
sesuatu sampai penibayaran itu dilunasi. (KUHPerd. 600 dst., 714, 716, 726, 779; S. 1872-124.)
Pasal 716.
Bila hak numpang karang diperoleh atas sebidang tanah yang di atasnya telah terdapat gedunggedung, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang harganya tidak dilunasi oleh penerima
hak numpang karang itu, maka pemilik tanah, pada waktu berakhirnya hak tersebut, dapat
menguasai kembali semua benda itu tanpa wajib mengganti kerugian. (KUHPerd. 600 dst., 714
dst.)
Pasal 717.
Ketentuan-ketentuan dalam bab ini hanya berlaku sejauh tidak diadakan penyimpangan dalam
suatu perjanjian. (KUHPerd. 735, 1338.)
Hak
10.
20.
30.
40.

Pasal 718.
numpang karang berakhir antara lain :
karena percampuran;
karena musnahnya pekarangan;
karena kedaluwarsa dengan tenggang waktu tiga puluh tahun lamanya;
karena lewatnya waktu yang diperjanjikan atau ditentukan sewaktu hak numpang karang
dilahirkan. (KUHPerd. 703 dst., 719, 736, 754, 807, 1436, 1444, 1946, 1967 dst.)

Pasal 719.
Bila tidak diadakan suatu perjanjian atau ketentuan khusus tentang berakhirnya hak numpang
karang, maka pemilik pekarangan berhak mengakhirinya sendiri, tetapi setelah hak itu berjalan
selama tiga puluh tahun, dan sedikit-dikitnya satu tahun sebelumnya diberitahukan dengan surat
oleh jurusita kepada yang mempunyai hak numpang karang. (KUHPerd. 718, 736.)
BAB. VIII.
HAK GUNA USAHA (ERFPACHT)
Pasal 720.
Hak guna usaha adalah hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya barang tak bergerak mifik
orang lain, dengan kewajiban membayar upeti tahunan kepada pemilik tanah, sebagai
pengakuan tentang pemilikannya, baik berupa uang maupun berupa hasil atau pendapatan.
Alas hak lahirnya hak guna usaha harus diumumkan dengan cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 620. (Ov. 26; KUHPerd. 508-4', 528, 616, 696, 712, 1548 dst., 1963.)
Pasal 721.
Pemegang hak guna usaha menikmati segala hak yang terkandung dalam hak milik atas tanah
yang ada dalam usahanya, tetapi ia tidak boleh berbuat sesuatu yang kiranya dapat menurunkan
harga tanah itu.

(s.d. u. dg. S. 1904-233.) Dengan demikian ia tidak boleh antara lain melakukan penggalian
batu, batu bara terpendam, tanah liat atau bagian tanah lain sejenis itu, kecuali bila penggalian

Page 130 of 336

itu memang sudah dimulai ketika hak itu diperolehnya. (KUHPerd. 587 dst., 594, 596, 727, 774,
776 dst.)
Pasal 722.
Pohon-pohon yang mati atau roboh secara kebetulan selama hak guna usaha berjalan, menjadi
bagian pemegang hak guna usaha, asal diganti dengan pohon lain.
Demikian pula ia mempunyai kebebasan terhadap tanam-tanaman yang diselenggarakannya
sendiri. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 766 dst,)
Pasal 723.
Pemilik tanah tidak wajib mengadakan suatu perbaikan. Sebaliknya pemegang hak guna
usahalah yang berkewajiban memelihara barang yang ada dalam hak guna usaha tersebut dan
melakukan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang biasa.
ia boleh memperbaiki tanah itu, dengan mendirikan gedung-gedung di atasnya, dengan
membukanya atau menanaminya. (KUHPerd. 731, 733 dst., 793 dst., 828, 1583.)
Pasal 724.
Ia berhak mengalihkan haknya kepada orang lain, membebankannya dengan hipotek dan
membebani tanah yang dibebani hak guna usaha itu dengan pengabdian pekarangan selama
jangka waktu hak guna usahanya. (KUHPerd. 695, 730 dst., 1164-31; Rv. 493-30.)
Pasal 725.
Pada waktu berakhirnya hak guna usaha, la boleh mengambil gedung yang didirikan dan
tanaman yang diusahakan, yang menurut perjanjian tidak semestinya didirikan atau ditanam;
tetapi bila tanah itu menjadi rusak karena pengambilan barang-barang itu, la wajib mengganti
kerugian.
Namun demikian pemilik tanah berhak menahan barang-barang itu sampai pemegang hak guna
usaha menunaikan segala kewajibannya. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 722 dst., 1567.)
Pasal 726.
Pemegang hak guna usaha tidak berhak menuntut pemilik tanah membayar harga gedung,
bangunan, tanaman dan apa saja yang dibuat oleh yang tersebut pertama dan masih ada di atas
tanah itu pada saat berakhirnya hak guna usaha. (KUHPerd. 600 dst., 714 dst., 722.)
Pasal 727.
Pemegang hak guna usaha harus membayar semua pajak yang dikenakan terhadap tanah itu,
baik pajak biasa maupun pajak luar biasa, baik pajak tahunan maupun pajak yang harus dibayar
hanya satu kali saja. (KUHPerd. 721, 796 dst., 828.)
Pasal 728.
Kewajiban untuk membayar upeti tidak dapat dipecah-pecah, dan harus ditanggung selunihnya
oleh pemegang hak guna usaha, walaupun tanah yang bersangkutan telah dibagi-bagi untuk
beraneka usaha. (KUHPerd. 730, 1296 dst.)
Pasal 729.
Pemegang hak guna usaha tidak dapat menuntut dibebaskan dari pembayaran upeti, baik karena
hasilnya berkurang maupun karena hasilnya tidak ada lagi.
Meskipun demikian, bila selama lima tahun berturut-turut pemegang hak guna usaha tidak
memperoleh kenikmatan apa pun dari tanah itu, ia harus dibebaskan dari pembayaran upeti
selama ia tidak memperoleh hasil. (KUHPerd. 1592.)

Page 131 of 336

Pasal 730.
Untuk setiap pengalihan hak guna usaha atau pembagian oleh suatu persekutuan, tidak
diwajibkan membayar iuran istimewa. (KUHPerd. 724, 735.)
Pasal 731.
Dengan berakhimya hak guna usaha, pemilik tanah mempunyai tuntutan perseorangan
terhadap.pemegang hak guna usaha untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga yang
disebabkan pemegang hak guna usaha lalai dan kurang memelihara pekarangan dan untuk hakhak yang akibat kesalahan pemegang hak guna usaha telah gugur karena kedaluwarsa.
(KUHPerd. 723, 733; Rv. 102.)
Pasal 732.
Bila hak guna usaha berakhir karena lewatnya waktu, maka hak itu tidak dapat dengan diamdiam diperbaharui, namun hak itu boleh berjalan terus sampai dihentikan. (KUHPerd. 718-40,
736, 1573.)
Pasal 733.
Hak guna-usaha dapat dicabut bila tanah rusak sama sekali atau sangat disalahgunakan, tanpa
mengurangi tuntutan untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. Pencabutan dapat juga
diucapkan karena kelalaian membayar uang upeti selama lima tahun berturut-turut dan setelah
sia-sia oleh juru sita secara sah, sekurang-kurangnya enam minggu sebelum tuntutan diajukan.
(KUHPerd. 723, 729, 731, 734, 1365.)
Pasal 734.
Pemegang hak guna usaha dapat menghindarkan penghapusan hak guna usaha karena
kerusakan yang diperbuat pada tanah atau karena penyalahgunaan hak, bila ia memperbaiki
barang-barang itu sehingga kembali ke dalam keadaan seperti semula dan memberikan jaminan
yang cukup untuk selanjutnya. (KUHPerd. 816.)
Pasal 735.
Semua ketentuan dalam bab ini hanya berlaku, selama dalam perjanjian kedua belah pihak tidak
diadakan penyimpangan. (KUHPerd. 717, 1338.)
Pasal 736.
Hak guna usaha berakhir menurut cara berakhirnya hak numpang karang, sebagaimana
ditentukan dalam pasal 718 dan pasal 719.
BAB IX.
BUNGA TANAH DAN SEPERSEPULUHAN
Pasal 737.
Bunga tanah adalah beban utang yang harus dibayar, baik dengan uang maupun dengan hasil
bumi, yaitu beban yang diikatkan pada tanah oleh pemiliknya, atau diperjawikan untuk
kepentingan diri sendiri atau pihak ketiga ketika benda itu dijual kepada orang lain atau
dihibahkan.
Alas hak yang melahirkannya harus diumumkan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620.
(Ov. 26; KUHPerd. 508-5o, 528, 616, 696, 713, 720, 739, 750 dst., 1164-41, 1963; Rv. 493-41.)

Page 132 of 336

Pasal 738.
Bila bunga tanah dikenakan pada sebidang tanah tertentu, maka pemilik semula, kepada siapa
bunga harus dibayar, tidak lagi berhak menuntut pengembalian tanah, bila pembayaran bunga
dilalaikan. (KUHPerd. 750, 1266.)
Pasal 739.
Beban utang bunga tanah melekat khusus pada tanah itu sendiri, dan dalam hal tanah itu dibagi,
seluruh beban melekat pada tiap bagian, dan bagaimanapun juga beban itu tidak akan
membebani barang-barang lain milik orang yang menguasai tanah.
Ketentuan yang lalu tidak berlaku terhadap beban utang yang harus dibayar dengan sebagian
dari hasil tanah dalam perbandingan tertentu dengan hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan
dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 728, 737, 740 dst., 750, 1770.)
Pasal 740.
Beban utang sepersepuluh atau suatu bagian dari hasil dalam perbandingan lain dengan jumlah
seluruhnya, harus dilunasi dengan sekian bagian dari hasil seluruhnya, yang akan dibicarakan
dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 728, 737, 742, 744, 750 dst., 1164-51, 1963; Rv. 493-50.)
Pasal 741.
Bila pada waktu mengikatkan atau memperjanjikan sepersepuluh tidak tegas-tegas ditentukan
hasil jenis apakah dan seberapa bagiankah yang dikenakan beban, maka itu harus diartikan
sepersepuluh dari hasil tersebut, yang menurut kebiasaan setempat tunduk kepada hukum
sepersepuluhan; atau harus diartikan sebagai pembayaran dalam bentuk uang sebagai pengganti
dari pembayaran sepersepuluhan dalam bentuk hasilnya, menurut kebiasaan setempat. (AB. 15;
KUHPerd. 749, 1875.)
Pasal 742.
Tidak ada sesuatu pun yang harus dibayar, bila tanahnya selalu tandus, tidak ditanami atau
digunakan untuk menanam sesuatu yang hasilnya tidak tunduk pada beban utang.
Pasal 743.
Demikian pula tidak ada yang harus diserahkan, bila tanaman gandum dipotong sebelum
waktunya.
Pasal 744.
Mereka yang memikul beban utang menurut pasal 740 dan berikutnya, pada waktu menuai hasil
tanah, wajib mengaturnya secara berjajar dalam tumpukan atau kumpulan yang sama besarnya.
Tumpukan-tumpukan atau kumpulan-kumpulan itu dibuat tanpa dipilih-pilih lebih dulu dan seiring
dengan waktu pengambilannya. (KUHPerd. 747 dst.)
Pasal 745.
Mereka wajib membiarkan tumpukan-tumpukan dan kumpulan-kumpulan itu di ladangnya selama
dua puluh empat jam setelah diberitahukannya kepada yang berhak menerima sepersepuluhan
menurut kebiasaan setempat. (AB 15.)
Pasal 746.
Selama itu, mereka yang berhak atas sepersepuluhan boleh menunjuk tumpukan atau kumpulan
yang dikehendakinya dan ia boleh menghitungnya mulai dari yang disukainya, tetapi selanjutnya
harus mengindahkan urutan tumpukan dan kumpulan tersebut. (KUHPerd. 747, 749.)

Page 133 of 336

Pasal 747.
Bila yang berhak menerima itu lalai menunjuk, maka yang mempunyai beban utang berhak
menunjuk sendiri bagiannya dan menyediakan tumpukan dan kumpulan bagi yang berhak
menerima.
Pasal 748.
yang mempunyai beban utang yang mengangkut hasil tanpa memenuhi kewajiban tersebut di
atas, harus membayar dua kali lipat dari utangnya. (KUHPerd.739, 741 dst.)
Pasal 749.
Bila beban utang itu diikatkan pada anak-anak hewan atau sarang-sarang lebah, maka yang
berutang boleh menyerahkan bagiannya kepada yang berhak atau membayar harganya dengan
uang, dihitung menurut harga tertinggi selama enam minggu sejak pembayaran utang tersebut
bisa dituntut.
Beban utang yang dibicarakan dalam pasal ini, tidak termasuk dalam sepersepuluhan tetapi
harus tegas-tegas diikatkan atau diperjanjikan.
Sepersepuluhan harus dilunasi dengan hasil nyata tanah yang telah menghasilkannya, sehingga
yang berpiutang sepersepuluhan tak boleh memilih yang terbaik di antaranya, sebagaimana yang
berutang tidak boleh memberikan bagian yang terburuk. (KUHPerd. 737, 741, 746, 969.)
Pasal 750.
Beban utang yang telah dapat ditagih tetapi belum dilunasi, yang diatur dalam pasal 740 dan
berikutnya, kedaluwarsa setelah lewat satu tahun, terhitung mulai hari pembayaran itu sedianya
dapat dituntut.
Beban utang bunga tanah lainnya kedaluwarsa setelah lewat lima tahun. (KUHPerd. 737, 1968,
1972, 1974 dst.)
Pasal 751.
Bunga tanah, demikian pula sepersepuluhan dan beban utang lainnya yang terdiri dari sebagian
hasil dalam perbandingan tertentu, senantiasa boleh ditebus, sekalipun tegas-tegas diperjanjikan
sebaliknya. (KUHPerd. 775 2.).
Akan tetapi pihak-pihak yang bersangkutan boleh menentukan syarat-syarat tentang penebusan
itu, bahkan boleh memperjanjikan bahwa bunga baru dapat setelah lewat waktu tertentu, asal
tidak lebih dari tiga puluh tahun. (AB 23; KUHPerd. 752, 754, 755.)
Pasal 752.
Bila jumlah uang tebusan untuk bunga tanah, sepersepuluhan atau beban utang dalam
perbandingan lain tidak ditentukan sewaktu pembebanan, dan juga tidak diadakan persetujuan
tentang penebusan, maka jumlah uang tebusan harus diatur dengan cara sebagai berikut:
Dalam hal bunga tanah harus berbentuk uang, maka sudah cukup beban utang itu ditebus
dengan dua puluh kali lipat dari jumlah bunga tanah itu.
Bila beban utang yang harus dibayar tidak boleh dilunasi dengan uang, melainkan harus dengan
hasil tanah, maka tebusan harus dua puluh kali harga hasil tahunan, dihitung menurut harga
rata-rata di pasar setempat selama sepuluh tahun temkhir, dan bila cara demikian tidak bisa
dilaksanakan, tebusan harus oleh ahli yang ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersangkutan atau
diangkat oleh hakim.

Page 134 of 336

Dalam hal sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, yang harus
dibayarkan, ukuran jumlah hasil tahunan ialah hasil bersih dalam waktu lima belas tahun, pukul
rata setelah dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat menguntungkan dan
dikurangi dengan hasil selama dua tahun yang teramat merugikan. Hasil lima betas tahun
tersebut, dengan pengurangan seperti di atas, membuktikan hasil setahun, dan bila tidak ada
pembayaran semacam itu, harus diikuti peraturan biasa tentang penilaian seperti telah diuraikan
di atas. (KUHPerd. 472 dst., 754-21.)
Pasal 753.
Jika selama lima betas tahun terakhir tanah yang bersangkutan tidak menghasilkan sesuatu,
yang tunduk pada sepersepuluhan dan bayaran tahunan dalam perbandingan lain, maka jumlah
uang tebusan harus ditentukan oleh hakim setelah mendengar para ahli. (KUHPerd. 742 dst.,
752.)
Pasal 754.
Hak bunga tanah dan beban utang lainnya yang diatur dalam bab ini, hilang :
10. karena percampuran, bila bunga tanah atau beban utaiig dan hak milik atas -tanah jatuh ke
tangan satu orang;
20. karena persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan;
30. karena penebusan dengan cara seperti diuraikan di atas;
40. karena kedaluwarsa, bila yang berhak menerima bunga tanah atau beban utang telah
melewatkan tiga puluh tahun tanpa menggunakan hak tersebut;
50. karena musnahnya tanah. Akan tetapi, hak itu tidak hilang karena banjir, pengedukan atau
pemindahan tanah, bila tanah itu kemudian menjadi kering lalu oleh karena alam atau oleh
pekerjaan orang. (KUHPerd. 594, 703 dst., 718 dst., 736, 751 dst., 807, 1436, 1444, 1967.)
Pasal 755.
Ketentuan-ketentuan dalam bab ini hanya berlaku terhadap bunga tanah, sepersepuluhan dan
beban utang lainnya, yang diikatkan atau diperjanjikan setelah berlakunya kitab undang-undang
ini. Karena itu ketentuan-ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali
sepersepuluhan atau beban utang lainnya yang telah dihapuskan oleh undang-undang dan
kebiasaan sebelumnya, juga tidak dimaksudkan untuk mengatur, mengubah atau menghapuskan
yang masih ada. (Ov. 54.)
Bunga tanah dan sepersepuluhan yang harus dibayar kepada negara tidak boleh ditebus tanpa
izin tegas dari pemerintah.
BAB X.
HAK PAKAI HASIL
Bagian 1.
Sifat Hak Pakai Hasil Dan Cara Memperolehnya
Pasal 756.
Hak pakai hasil adalah hak kebendaan untuk mengambil hasil dari barang milik orang lain,
seakan-akan ia sendiri pemiliknya, dengan kewajiban memelihara barang tersebut sebaikbaiknya. (KUHPerd. 508-11, 511-11, 528, 757, 760, 765, 772, 779, 784, 806; Rv. 493-2o.)
Pasal 757.
Bila hak pakai hasil mencakup juga barang yang dapat dihabiskan, maka pada waktu habisnya
hak pakai hasil, cukuplah pemakai hasil memberikan kembali kepada pemiliknya barang sejenis
yang sama jumlahnya, sifatnya dan harganya, atau membayar harga barang seperti yang telah
ditaksir sewaktu hak pakai hasil mulai berjalan atau harga yang ditaksir menurut harga pada
waktu itu. (KUHPerd. 756, 761, 782, 784, 786, 804 dst., 822, 1273, 1755.)

Page 135 of 336

Pasal 758.
Hak pakai hasil dapat diberikan kepada seseorang atau beberapa orang tertentu, agar
menikmatinya, baik secara bersama-sama maupun secara bergiliran.
Dalam hal menikmatinya secara bergiliran, hak pakai hanya dapat dinikmati oleh orang-orang
yang hidup pada waktu hak pemakai hasil yang ptrtama mulai berjalan. (KUHPerd. 2, 808, 899,
1679.)
Pasal 759.
Hak pakai hasil diperoleh karena undang-undang atau karena kehendak pemilik. (KUHPerd. 311
dst., 474, 883, 918, 957, 970.)
Pasal 760.
Alas hak yang melahirkan hak pakai hasil atas barang tak bergerak harus diumumkan dengan
cara seperti yang ditentukan dalam
pasal 620.
Bila hak itu mengenai barang bergerak, maka hak kebendaan lahir dengan penyerahan. (Ov. 26;
KUHPerd. 612, 616, 696, 713, 720, 737.)
Bagian 2.
Hak-hak Pemakai Hasil.
Pasal 761.
Pemakai hasil berhak menikmati segala macam hasil dari barang yang bersangkutan, yang timbul
karenanya, tidak dibedakan apakah hasil itu hasil alam, hasil kerajinan, atau hasil perdata.
(KUHPerd. 500-502, 766, 777, 786.)
Pasal 762.
Hasil alam dan hasil kerajinan yang pada permulaan berlakunya hak pakai hasil masih melekat
pada pohon atau akar, termasuk milik pemakai hasil.
Hasil tersebut di atas yang masih dalam keadaan seperti di atas pada waktu hak pakai hasil
berakhir, adalah hak pemilik tanah, sedangkan pihak yang satu atau pihak yang lain tidak
diwajibkan membayar ongkos pengolahan dan pembenihan tanah, tetapi tidak boleh mengurangi
bagian dari hasil yang merupakan hak pihak ketiga yang ikut-serta sebagai pengusaha, baik pada
permulaan, maupun pada akhir hak pakai hasil itu. (KUHPerd. 500, 502, 57k, 1594.)
Pasal 763.
Hasil perdata dihitung hari demi hari dan menjadi kepunyaan pemakai hasil selama hak pakai
hasil berjalan, pada saat apa pun hasil tersebut dapat dibayar. (KUHPerd. 501 (ist., 764.)
Pasal 764.
Hak pakai hasil suatu cagak hidup memberikan juga hak untuk menerima semua bunga yang
berjalan kepada pemakai hasil, selama hak itu berjalan.
Bila pelunasan cagak hidup harus dilakukan dengan membayar di muka, pemakai hasil berhak
atas seluruh iuran, yang seharusnya dilunasi selama hak pakai hasil berjalan.
Orang yang mempunyai hak pakai hasil atas suatu cagak hidup tidak akan berkewajiban untuk
mengembalikan sesuatu. (KUHPerd. 501, 761, 763, 1775 dst., 1785.)

Page 136 of 336

Pasal 765.
Bila hak pakai hasil berkenaan dengan barang yang tidak lekas musnah, tetapi lama-lama
menjadi susut karena pemakaian, seperti pakaian, seprei, perabot rumah tangga dan lain-lain
sejenis itu, maka pemakai hasil berhak menggunakan barang-barang itu sesuai dengan
tujuannya, tanpa berkewajiban untuk mengembalikannya pada akhir hak pakai hasil dalam
keadaan lain dari keadaan pada waktu itu, sepanjang barang-barang itu tidak menjadi buruk
karena itikad buruk atau kesalahan dari pemakai hasil. (KUHPerd. 757, 761, 782, 787, 806.)
Pasal 766.
Bila hak pakai hasil meliputi kayu tebangan, pemakai hasil berhak menikmatinya, asal
memperhatikan tata-tertib waktu dan jumlah penebangan, sesuai dengan kebiasaan yang setalu
dilakukan pemilik, tetapi pemakai hasil atau ahli warisnya tidak berhak minta ganti rugi,
sehubungan dengan penebangan biasa terhadap pohon-pohon tebang, ranting-ranting dan
pohon-pohon yang tinggi batangnya, yang kiranya dilataikannya selama hak pakai hasil berjalan.
(AB. 15; KUHPerd. 761.)
Pasal 767.
Pemakai hasil, asal memperhatikan tata tertib waktu dan kebiasaan pemilik tanah yang duludulu, boleh pula menebang pohon-pohon yang biasa ditebang, baik penebangan itu harus
dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan di bagian-bagian tertentu maupun mengenai pohonpohon tertentu, di seluruh tanah. (AB. 15' KUHPerd. 769.)
Pasal 768.
Dalam semua hal lainnya, pemakai hasil tidak boleh memiliki pohon yang menjulang tinggi.
Namun demikian ia boleh menggunakan pohon yang karena kebetulan tumbang atau tercabut
dari tanah guna melakukan perbaikan yang diharuskan.
Malahan untuk itu bila perlu, ia boleh menebang pohon-pohon untuk perbaikan yang diharuskan,
asal keharusan memperbaiki itu ditunjukkan kepada pemilik. (KUHPerd. 793.)
Pasal 769.
Pemakai hasil dapat mengambil pancang dari hutan untuk kebun anggur dan bila perlu guna
menyangga pohon buah-buahan dan memelihara serta menanami kebun.
Ia tidak berhak menebang pohon untuk kayu bakar, tetapi setiap tahun atau dalam waktu-waktu
tertentu la boleh menikmati apa yang dihasilkan oleh pohon itu, semuanya itu dengan
memperhatikan adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB. 15,, KUHPerd. 767 dst.)
Pasal 770.
Tanaman yang berasal dari pembibitan yang dapat dicabut tanpa merusaknya, juga dalam hak
pakai hasil, asal pemakai hasil menggantinya menurut adat setempat dan kebiasaan pemilik. (AB.
15; KUHPerd. 761.)
Pasal 771.
Pohon buah yang mati, demikian pula yang karena kebetulan tumbang atau tercabut dari tanah,
menjadi milik pemakai hasil, asal digantinya dengan yang lain. (KUHPerd. 772.)
Pasal 772.
Pemakai hasil boleh menikmati sendiri hak pakai hasilnya, menyewakan menggadaikannya,
bahkan boleh menjualnya, membebaninya atau menghibahkannya. Akan tetapi, baik dalam
menikmatinya sendiri maupun dalam menyewakan, mengadaikan atau menghibahkannya, ia
harus berbuat menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik, tanpa mengubah tujuan
barang itu dengan merugikan pemilik.

Page 137 of 336

Tentang waktu penyewaan dan penggadaian, ia harus memperhatikan sifat dan tujuan barangbarang yang bersangkutan, serta bertindak menurut adat setempat dan kebiasaan para pemilik.
Dalam hal tidak ada adat dan kebiasaan tersebut, rumah tidak boleh disewakan lebih lama dari
empat tahun, sedang tanah tidak boleh lebih lama dari tujuh tahun. (AB. 15; KUHPerd. 756, 817,
823, 1164-2', 1169, 1457 dst., 1547 dst.)
Pasal 773.
Semua sewa atau gadai barang tak bergerak yang ada dalam hak pakai hasil yang dilakukan
untuk waktu lebih dari dua tahun, atas permintaan pemilik, dapat dibatalkan, sebelum sewa atau
gadai mulai jalan, bila dalam waktu itu hak pihak pemakai hasil berakhir. (KUHPerd. 772, 817.)
Pasal 774.
Pemakai hasil berhak menikmati hasil tanah tambahan yang ada dalam haknya karena
perdamparan.
Ia berhak menikmati hak pengabdian tanah, seolah-olah ia sendiri pemiliknya, dan pada
umumnya ia berhak menikmati semua hak-hak lainnya yang sedianya dapat dinikmati oleh
pemiliknya. Demikian pula ia berhak berburu dan menangkap ikan. (KUHPerd. 586, 596, 674 dst.,
721, 776, 781.)
Pasal 775.

(s.d.u. dg. S. 1904-233.) Dengan cara yang sama seperti pemilik, ia berhak menikmati segala

hasil penggalian batu dan bara tanah yang sejak permulaan hak pakai hasil telah diusahakan.
(KUHPerd. 571, 761.)
Pasal 776.

(s. d. u. dg. S. 1904-233.) Pemakai hasil tidak berhak menggali batu dan bara tanah yang belum

dimulai penggaliannya, dengan sebutan apa pun juga; dengan demikian tidak boleh ia menggali
bahan galian lainnya bila penggalian belum dimulai, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya.
(KUHPerd. 721, 761, 775.)
Pasal 776a.

(s.d.t. dg. S. 1904-233.) Dalam hal hak pakai hasil mengenai suatu konsesi tambang, pemakai
hasil berhak memperoleh nikmat yang sama seperti yang dinikmati pemegang konsesi.

Pasal 777.
Selama haknya berjalan, pemakai hasil tidak berhak atas harta yang ditemukan orang lain dalam
tanah yang ada dalam haknya.
Bila ia sendiri yang menemukan harta, ia berhak menuntut bagiannya sesuai dengan pasal 587.
(KUHPerd. 500, 502, 761.)
Pasal 778.
Pemilik tanah wajib membiarkan pemakai hasil menikmati hak pakai hasil tanpa rintangan apa
pun. (KUHPerd. 728.)
Pasal 779.
Pemakai hasil, pada akhir hak pakai hasilnya, tidak berhak menuntut ganti rugi karena perbaikan
yang katanya telah dilakukan, sekalipun perbaikan itu menambah harga barang tersebut.
Meskipun demikian, segala perbaikan itu boleh diperhatikan dalam menaksir harga kerugian
karena kerusakan barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 575 dst., 603 dst., 756, 782, 807,
1630.)

Page 138 of 336

Pasal 780.
Cermin, pigura dan alat perhiasan lainnya yang dibawa oleh pemakai hasil, boleh diambil kembali
olehnya atau oleh ahli warisnya, asal tempat-tempat tersebut dipulihkan ke keadaan seperti
semula. (KUHPerd. 507-2o, 581 dst.)
Pasal 781.
Pemakai hasil boleh melakukan segala tuntutan kebendaan, yang menurut undang-undang boleh
dilakukan pemiliknya. (KUHPerd. 556, 574, 774; Rv. 102.)
Bagian 3.
Kewajiban Pemakai Hasil.
Pasal 782.
Pemakai hasil harus menerima barang yang bersangkutan dalam keadaan yang sama seperti
pada waktu haknya mulai berlaku. Pada waktu hak pakai hasil berakhir, pemakai hasil wajib
mengembalikan barang itu dalam keadaan pada waktu itu, tanpa mengurangi ketentuanketentuan dalam pasal 779 dan pasal 780 dan kewajiban memberi ganti rugi karena kerusakan
yang terjadi. (KUHPerd. 312, 757, 762, 765.)
Pasal 783.
Atas biaya pemakai hasil sendiri dan di hadapan pemilik atau setidak-tidaknya setelah pemilik ini
dipanggil dengan sah, pemakai hasil harus membuat catatan tentang barang bergerak dan daftar
barang tidak bergerak yang termasuk hak pakai hasil.
Tidak ada scorang pun yang bebas dari kewajiban tersebut di atas pada waktu membuat
perjanjian tentang hak pakai hasil.
Catatan dan daftar itu boleh dibuat di bawah tangan, bila dihadiri oleh pemilik. (KUHPerd. 312,
315, 757, 819, 1563; Rv. 675.)
Pasal 784.
Pemakai hasil harus menunjuk penanggung atau barang jaminan yang disahkan oleh hakim,
guna menjamin bahwa barang yang ada padanya akan digunakan olehnya sebagai seorang
bapak rumah tangga yang baik, tidak akan disia-siakan atau diabaikan, dan juga akan
dikembalikan atau dibayar harganya, bila hak itu mengenai barang termasuk dalam pasal 757.
(KUHPerd. 472 dst., 785, 787 dst., 819, 982, 1162 dst., 1273, 1820 dst., 1827, 1830; Rv. 611
dst.)
Pasal 785.
Pada waktu mengadakan perjanjian tentang hak pakai hasil, pemakai hasil boleh dibebaskan dari
kewajiban memberi jaminan.
Orang tua yang menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta benda anakanaknya, demikian pula yang menjual atau menghibahkan barangnya dengan memperjanjikan
hak pakai hasil, tidak diwajibkan mengadakan jaminan seperti di atas.
Hal itu berlaku juga terhadap pemakai hasil atas barang yang kekuasaannya diserahkan kepada
orang lain, tanpa mengurangi ketentuan pasal 789. (KUHPerd. 311 dst., 473 dst., 819, 1669,
1730 dst.)
Pasal 786.
Selama pemakai hasil tidak memberikan jaminan, pemilik berhak mengurus sendiri barang yang
termasuk hak pakai hasil, asal saia dari pihaknya diadakan jaminan. Dalam hal tidak diadakan
jaminan ini, barang-barang tidak bergerak harus disewakan, digadaikan atau ditempatkan di

Page 139 of 336

bawah pengurusan pihak ketiga; uang yang termasuk dalam hak pakai hasil harus dibungakan,
bahan makanan dan barang lain yang tidak dapat dipakai tanpa dihabiskan harus dijual, dan
uang pendapatannya harus juga dibungakan.
Bunga uang ini, demikian pula uang sewa dan uang gadai, menjadi milik pemakai hasil.
(KUHPerd. 473, 757, 761, 784, 787, 790, 1730 dst.)
Pasal 787.
Jika hak pakai hasil seluruhnya atau sebagian terdiri dari barang-barang bergerak, yang karena
pemakaian berkurang, maka pemakai hasil tidak kehilangan hak menikmati barang-barang
tersebut, sekalipun tidak diadakan jaminan, asal ia menyatakan di bawah sumpah bahwa jaminan
tidak dapat diperolehnya, dan berjanji akan mengembalikan barang-barang tersebut bila haknya
berakhir.
Meskipun demikian, pemilik boleh menuntut agar kepada pemakai hasil hanya diserahkan
barang-barang yang perlu dipakainya, sedangkan barang-barang selebihnya harus dajual dan
uang pendapatannya dibungakan, sama dengan yang dikatakan dalam pasal yang lain.
(KUHPerd. 473, 765, 784.)
Pasal 788.
Keterlambatan dalam memberikan jaminan tidak mengakibatkan pemakai hasil kehilangan hasil
yang boleh dinikmatinya dan hasil lain yang harus diserahkan kepadanya sejak haknya mulai
berjalan. (KUHPerd. 760, 784, 959.)
Pasal 789.
Mereka yang diangkat untuk mengurus barang yang termasuk hak pakai hasil, sebelum
menunaikan tugasnya, wajib menunjuk penanggung atau orang yang harus disahkan oleh hakim.
(KUHPerd. 472 dst., 784 dst., 792, 803, 816, 1019.)
Pasal 790.
Semua pengurus wajib tiap tahun memberikan perhitungan pertanggungjawaban, demikian pula
penutup perhitungan, kepada pemakai hasil.
Pada akhir pengurusan, mereka harus memberikan perhitungan dan pertanggurtwawaban, baik
kepada pemilik maupun kepada pemakai hasil.
Pemilik yang sehubungan dengan alinea kesatu pasal 786 mengurus barang, wajib dengan cara
yang sama memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada pemakai hasil. (KUHPerd.
465 dst., 791; Rv. 764.)
Pasal 791.
Setiap pengurus dapat dipecat dari tugasnya karena alasan yang sama seperti terhadap pada
wali, demikian pula karena kelalaian dalam menunaikan kewajiban tersebut dalam alinea pertama
pasal yang lalu. (KUHPerd. 373, 379 dst., 790, 1022.)
Pasal 792.
Bila tugas pengurusan berhenti karena alasan apa pun juga, pemakai hftfl memperoleh kembali
semua haknya. (KUHPerd. 307, 786, 791, 816, 979, 1020.)

Page 140 of 336

Pasal 793.
Pemakai hasil hanya wajib menyelenggarakan perbaikan untuk pemeliharaan.
Pembetulan kerusakan yang besar-besar adalah kewajiban pemilik, kecuali jika kerusakan itu
diakibatkan oleh kelalaian melakukan pemeliharaan biasa sejak hak pakai hasil mulai berjalan;
dalam hal ini pemakai harusjuga memperbaikinya. (KUHPerd. 578, 723, 768, 782, 794 dst., 815,
828, 984.)
Pasal 794.
yang harus dianggap sebagai perbaikan besar adalah: perbaikan akan kerusakan bemt pada
tembok dan langit-langit; perbaikan balok-balok dan atap seluruhnya; seluruh perbaikan tanggul
dan tanggul kecil bangunan pengairan, demikian pula tembok penyangga dan tembok batas;
Segala perbaikan tainnya harus dianggap sebagai perbaikan biasa. (KUHPerd. 1683.)
Pasal 795.
Baik pemilik maupun pemakai hasil, tidak wajib membangun kembali apa yang roboh karena
sudah tua atau rusak karena suatu kebetulan.
Pasal 796.
Pemakai hasil, selama menikmatinya, wajib membayar segala beban tahunan dan beban biasa
bagi tanah yang bersangkutan, seperti bunga tanah, pajak dan lain-lainnya, yang biasanya
dianggap sebagai beban dari hasil tersebut. (KUHPerd. 727.)
Pasal 797.
Mengenai beban luar biasa yang diikatkan pada tanah, selama hak pakai hasil berjalan, pemilik
diwajibkan membayarnya, tetapi pemakai hasil harus mengganti bunganya.
Bila pemakai hasil membayar lebih dahulu beban tersebut, maka pada waktu hak pakai hasil
berakhir ia boleh menagihnya kembali dari si pemifik, tetapi tanpa bunga. (KUHPerd. 727.)
Pasal 798.
Barangsiapa mempunyai suatu hak pakai hasil secara umum atau suatu hak pakai hasil dengan
alas hak umum, harus membayar segala utang bersama dengan dan di samping pemilik dengan
cara berikut:
Nilai dari barang yang termasuk dalam hak pakai hasil ditaksir terlebih dahulu; kemudian
ditetapkan menurut perbandingan dengan harga tersebut, berapa yang harus dibayar dari utangutang tersebut. jika pemakai hasil hendak melunasi lebih dahulu utang-utang itu, maka jumlah
pokok, pada saat berakhirnya hak pakai hasil, harus dikembalikan kepadanya tanpa bunga.
Bila pemakai hasil tidak mampu membayar persekot itu, maka pemilik boleh memilih, atau
membayar jumlah itu, dalam hal mana pemakai hasil harus membayar bunga selama
berlangsungnya hak pakai hasil, atau membebani atau menjual sebagian dari barang-barang
yang tunduk pada hak pakai hasil, sampai jumlah yang diperlukan. (KUHPerd. 799 dst., 876, 954,
957, 1100.)
Pasal 799.
Barangsiapa mempunyai hak pakai hasil atas alas hak khusus, tidak wajib membayar untuk tanah
yang dikenakan hak-pakai hasil yang dihipotekkan.
Bila ia membayar guna menghindarkan tanah tersebut dari pencabutan hak, maka ia berhak
menuntut kembali kepada pemilik. (KUHPerd. 957, 965, 1100, 1105.)

Page 141 of 336

Pasal 800.
Suatu cagak hidup atau tunjangan tahunan untuk nafkah harus dilunasi seluruhnya oleh orang
yang menerima seluruh hak pakai hasil dan oleh orang yang hanya menerima sebagian hak pakai
hasil, menurut perimbangan dan penikmatan, tanpa boleh mengajukan suatu tuntutan kembali.
(KUHPerd. 764,798, 960-2o, 1775 dst.)
Pasal 801.
Pemakai hasil hanya diwajibkan untuk membayar biaya perkara yang menyangkut hak pakai
hasilnya dan untuk semua hukuman lain sehubungan dengan perkara itu.
Bila perkara itu menyangkut pemilik dan pemakai hasil bersama-sama, mereka harus membayar
biaya itu, masing-masing seimbang dengan kepentingan mereka menurut penetapan hakim.
(KUHPerd. 803; Rv. 58.)
Pasal 802.
Bila selama hak pakai hasil berjalan pihak ketiga melakukan suatu perbuatan yang tidak sah
terhadap tanah yang bersangkutan atau dengan cara lain berusaha mengurangi hak pemilik,
maka pemakai hasil wajib memberitahukan hal itu kepada pemilik; bila ini dilalaikan, ia harus
bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul karenanya bagi pemilik, seakan-akan
perbuatan yang merugikan itu dilakukan oleh pemakai sendiri atau oleh orang-orang yang harus
ditanggungnya. (KUHPerd. 1366 dst., 1591.)
Pasal 803.
Bila barang-barang itu ditempatkan dalam pengurusan pihak ketiga, maka pengurus inilah yang
wajib menjaga hak-hak pemilik dan pemakai hasil, atas ancaman mengganti biaya, kerugian dan
bunga.
Pengurus itu, tanpa kuasa dari pihak yang berperkara, baik sebagai penggugat maupiin sebagai
tergigat, tidak dapat mengajukan diri dalam perkara untuk pemilik atau untuk pemakai hasil.
(KUHPerd. 786, 789, 801, 1792 d)t.)
Pasal 804.
Bila sekawanan binatang yang hak pakai hasilnya diberikan, karena kebetulan atau penyakit dan
di luar kesalahan pemakai hasil, semuanya musnah, maka pemakai hasil hanya wajib
bertanggung jawab atas kulitnya atau harga kulit kepada pemilik.
Bila tidak seluruhnya musnah, pemakai hasil wajib mengganti yang mati dengan anak-anaknya
yang baru. (KUHPerd. 761, 807-6', 811, 824.)
Pasal 805.
Bila hak pakai hasil tidak meliputi seluruh kawanan binatang, melainkan hanya seekor atau
beberapa ekor saja, dan seekor atau lebih di antaranya mati di luar kesalahan pemakai hasil,
maka pemakai hasil itu tidak wajib menggantinya atau membayar harganya; ia hanya diharuskan
mengembalikan kulitnya atau harga kulit. (KUHPerd. 761, 807-61, 824.)
Pasal 806.
Pemakai hasil atas sebuah kapal, sebelum berlayar ke luar negeri, wajib mengambil asuransi
untuk kapal itu. Jika dilalaikannya kewajiban ini, ia bertanggung jawab untuk semua kerugian
yang timbul karenanya bagi pemilik. (KUHPerd. 813; KUHD 592 dst., 784.)

Page 142 of 336

Bagian 4.
Berakhirnya Hak Pakai Hasil.
Pasal 807.
Hak pakai hasil berakhir :
10. karena meninggalnya si pemakai hasil; (KUHPerd. 772, 808, 1318.)
20. bila tenggang waktu hak pakai hasil itu telah lewat, atau syarat-syarat diberikannya hak itu
telah dipenuhi; (KUHPerd. 809 dst.)
30. karena percampuran, yaitu bila hak milik dan hak pakai hasil jatuh ke tangan satu orang;
(KUHPerd. 756, 1436 dst.)
40. karena pemakai hasil melepaskan haknya untuk pemilik; (KUHPerd. 772, i341.)
50. karena kedaluwarsa, yaitu bila pemakai hasil selama tiga puluh tahun tidak menggunakan
haknya; (KUHPerd. 1946 dst.)
60. karena semua barang yang berhubungan dengan hak pakai hasil itu musnah. (KUHPerd.
314, 703 dst., 718 dst., 736, 754, 811, 815, 1169, 1444 dst.)
Pasal 808.
Hak pakai hasil yang diberikan kepada beberapa orang bersama-sama, berakhir dengan
meninggalnya pemakai yang terakhir.
Hak pakai hasil yang diberikan kepada suatu perhimpunan berakhir dengan bubamya
perhimpunan itu. (KUHPerd. 810, 1002, 1653.)
Pasal 809.
Tanpa mengurangi ketentuan dalam Bab XIV Buku Pertama kitab Undang-undang ini tentang hak
nlkmat yang diberikan undangundang bagi orang tua, hak pakai hasil yang diberikan kepada
orang ketiga hingga ia mencapai batas usia tertentu tetap berlaku sampai batas usia tersebut,
sekalipun orang ini sebelum batas usia tersebut telah meninggal dunia. (KUHPerd. 311, 314.)
Pasal 810.
Tidak ada hak pakai hasil yang dapat diberikan kepada suatu perhimpunan untuk jangka waktu
lebih dari tiga puluh tahun. (KUHPerd. 808, 1653.)
Pasal 811.
Bila barang yang dikenakan hak pakai hasil hanya sebagian saja yang musnah, maka hak itu
tetap berlaku atas bagian yang masih ada.
Bencana banjir yang menimpa tanah sama sekali tidak mengakibatkan berakhirnya hak pakai
hasil atas tanah itu, sejauh pemakai hasil, menurut sifat barangnya, masih dapat menjalankan
haknya.
Hak pakai hasil pulih kembah seluruhnya, setelah tanah tersebut, karena alam atau karena
pekerjaan orang, menjadi kering kembali, tanpa mengurangi ketentuan pasal 594. (KUHPerd.
545, 593, 598, 804.)
Pasal 812.
Bila hak pakai hasil hanya dikenakan atas gedung, dan gedung itu hancur karena kebakaran atau
rusak tanpa disengaja atau runtuh karena tuanya, maka si pemakai hasil tidak berhak menikmati
hasil tanahnya, atau memakai bahan-bahan reruntuhan dari gedung tersebut.
Bila hak pakai hasil diberikan atas suatu barang, yang sebagian berupa gedung, pemakai hasil
tetap berhak menikmati tanah dan menggunakan bahan-bahan reruntuhan gedung itu, baik

Page 143 of 336

untuk membangun gedung baru, maupun untuk memperbaiki gedung lain yang juga merupakan
bagian dari barang itu. (KUHPerd. 807-61.)
Pasal 813.
Hak pakai hasil atas sebuah perahu berakhir, bila perahu itu sedemikian rusak, sehingga tidak
dapat diperbaiki lagi.
Pemakai hasil tidak berhak atas bahan-bahan reruntuhan ataupun sisa-sisa perahu tersebut.
(KUHPerd. 761, 806, 807-61.)
Pasal 814.
Hak pakai hasil atas bunga uang, piutang atau ikatan tidak berakhir karena dilunasinya uang
pokok,
Pemakai hasil berhak menuntut supaya uang tersebut dibungakan lagi untuknya. (KUHPerd.
764.)
Pasal 815.
Hak pakai hasil dapauuga berakhir karena pemakai hasil menyalahgunakan haknya, baik karena
merusak barang itu maupun karena membiarkannya menjadi rusak, dengan cara tak
memperbaiki dan tak memeliharanya. (KUHPerd. 782, 793, 802.)
Pasal 816.
Dalam hal tersebut dan tergantung pada keadaan, hakim boleh menyatakan batal seluruh hak
pakai hasil, atau menyerahkan barang dalam pengurusan pihak ketiga, atau menyerahkannya
kembali kepada pemilik dengan perintah agar setiap tahun ia membayar sejumlah uang tertentu
kepada pemakai hasil sampai waktu hak pakai hasil itu berakhir.
Tetapi bila pemakai hasil atau yang berpiutang padanya menawarkan diri untuk memperbaiki
penyalahgunaan itu dan untuk selanjutnya memberikan jaminan yang cukup, maka hakim boleh
mempertahankan pemakai hasil dalam menikmati hak-haknya. (KUHPerd. 734, 789 dst., 802,
1131 dst.)
Pasal 817.
Dengan berakhirnya hak pakai hasil, tidaklah berakhir segala perjanjian sewa yang diadakan
menurut pasal 772. (KUHPerd. 773.)
Pasal 818.
Hak pakai dan hak mendiami, diperoleh dan berakhir dengan cara yang sama seperti hak pakai
hasil. (KUHPerd. 759, 807.)
Pasal 819.
Kewajiban yang dibebankan pada pemakai hasil untuk memberi jaminan, untuk membuat catatan
dan pendaftaran, untuk menikmatinya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, dan
untuk mengembalikan barang yang bersangkutan, berlaku juga bagi orang yang mempunyai hak
pakai atau hak mendiami. (KUHPerd. 782 dst.)
Pasal 820.
Hak pakai dan hak mendiami diatur menurut alas hak yang melahirkan hak-hak itu; bila dalam
alas hak itu tidak diatur luasnya hak-hak itu, maka hal itu diatur sesuai dengan pasal-pasal
berikut. (KUHPerd. 717, 735, 826.)
Pasal 821.
Barangsiapa mempunyai hak pakai atas sebidang pekarangan, hanya boleh mengambil hasilhasilnya, sebanyak yang diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya. (KUHPerd. 825.)

Page 144 of 336

Pasal 822.
Barang-barang yang dapat habis karena pemakaian, tidak dapat dijadikan obyek dari hak pakai,
tetapi bila hak diberikan alas barang-barang seperti itu, maka hak itu dianggap sebagai hak
pakai. (KUHPerd. 757.)
Pasal 823.
Pemakai tidak boleh menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain. (KUHPerd. 772,
821)
Pasal 824.
Dalam hal binatang-binatang, pemakai berhak mempekerjakannya dan menggunakan susunya,
sekedar diperlukan untuk diri sendiri dan seisi rumahnya, demikian pula memakai rabuknya,
tetapi sama sekali tidak boleh menikmati bulunya atau anak-anaknya. (KUHPerd. 804 dst.)
Pasal 825.
Hak pakai atas sebidang pekarangan tidak meliputi hak untuk berburu dan mencari ikan, tetapi
pemakai berhak menikmati segala hak pengabdian tanah. (KUHPerd. 821.)
Pasal 826.
Dalam hal sebuah rumah, tidak ada perbedaan antara hak pakai dan hak mendiami.
Barangsiapa mempunyai hak mendiami sebuah rumah, boleh bertempat tinggal di situ bersama
keluarga serumahnya, sekalipun pada saat memperoleh hak itu ia belum kawin.
Hak itu terbatas pada hal yang sangat diperlukan untuk kediaman pemakai dan keluarga
serumahnya. (KUHPerd. 827 dst.)
Pasal 827.
Hak mendiami tidak boleh diserahkan ataupun disewakan. (KUHPerd.772, 823.)
Pasal 828.
Bila pemakai menikmati semua hasil dari pekarangan, atau mendiami seluruh rumah, maka ia,
seperti halnya pemakai hasil, wajib menanggung biaya-biaya untuk penanaman dan perbaikan
untuk pemeliharaan, demikian pula pajak dan beban lain.
Bila ia hanya menikmati sebagian dari hasil-hasil atau mendiami sebagian dari rumah, maka ia
harus membayar biaya dan beban itu menurut luas haknya. (KUHPerd. 793 dst., 796 dst.)
Pasal 829.
Hak pakai atas hutan-hutan dan penanaman-penanaman yang diberikan kepada seseorang,
hanya memberi hak untuk menggunakan kayu-kayu yang mati dan mengambil kayu tebang yang
diperlukan untuk diri sendiri dan keluarga serumahnya. (KUHPerd. 766 dst.)
BAB XII.
PEWARISAN KARENA KEMATIAN

(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.

Page 145 of 336

Pasal 830.
Pewarisan hanya terjadi karena kematian. (KUHPerd. 3, 472.)
Pasal 831.
Bila beberapa orang, yang antara seorang dengan yang lainnya ada hubungan pewarisan,
meninggal karena suatu kecelakaan yang sama, atau meninggal pada hari yang sama, tanpa
diketahui siapa yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang
sama, dan terjadi peralihan warisan dari yang seorang kepada yang lainnya. (KUHPerd. 836, 894,
1916.)
Pasal 832.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga
sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan si suami
atau si istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Bila keluarga sedarah dan si suami atau si istri yang hidup terlama tidak ada, Maka semua harta
peninggalan menjadi milik negara, yang wajib melunasi utang-utang omng yang meninggal
tersebut, sejauh harga harta peninggalan mencukupi untuk itu. (KUHPerd. 141, 520, 852 dst.,
862 dst., 873, 1059, 1126 dst.; S. 1860-3.)
Pasal 833.
Para ahli waris, dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang,
semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Bila ada perselisihan tentang siapa yang berhak menjadi ahli waris, dan dengan demikian berhak
memperoleh hak milik seperti tersebut di atas, maka hakim dapat memerintahkan agar semua
harta peninggalan itu ditaruh lebih dahulu dalam penyimpanan pengadilan.
Negara harus berusaha agar dirinya ditempatkan pada kedudukan besit oleh hakim, dan
berkewajiban untuk memerintahkan penyegelan harta peninggalan itu, dan memerintahkan
pembuatan perincian harta itu, dalam bentuk yang ditetapkan untuk penerimaan warisan dengan
hak istimewa akan pemerincian harta, dengan ancaman untuk mengganti biaya, kerugian dan
bunga. (KUHPerd. 257dst 270 dst, 528, 541, 584, 852 dst., 866, 874 dst., 955 dst., 1023 dst.,
1044dst, 1051, 1126 dst., 1299, 1318, 1528, 1717, 1730 dst., 1743, 1819, 1826; Rv. 7, 248 dst.)
Pasal 834
Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang
yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa
alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya.
(KUHPerd. 564.)
Dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila dia adalah satu-satunya ahli waris,
atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain.
Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apa
pun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, dan ganti nig, menurut peraturanperaturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.
(KUHPerd. 574 dst., 955, 1334, 1537; Rv. 102.)
Pasal 835.
Tuntutan hukum itu menjadi kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, terhitung
dari hari terbukanya warisan itu. (KUHPerd, 269 dst.,955, 1967.)

Page 146 of 336

Pasal 836.
Agar dapat bertindak sebagai ahli wariss, seseorang harus sudah ada pada saat warisan itu
terbuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam pasal 2 kitab undang-undang ini. (KUHPerd.
489 dst., 831, 899.)
Pasal 837.

dg S. 1872-1 1 jis. S. 1915-299, 642 (mb. 1 Jan. 1916), pasal 837 dihapus
dan ditentukan:

Bila suatu warisan yang terdiri atas barang-barang, yang sebagian ada di Indonesia dan sebagian
ada di luar negeri, harus dibagi antara orang-orang asing yang bukan penduduk maupun warga
negara Indonesia di satu pihak, dan beberapa warga negara Indonesia di pihak lain, maka yang
tersebut terakhir ini boleh mengambil lebih dahulu suatu jumlah yang sebanding menurut ukuran
hak warisan mereka, dengan harga barang-barang yang karena undang-undang dan kebiasaan di
luar negeri, mereka tak dapat memperoleh hak milik atasnya.
Jumlah harga itu diambil lebih dahulu dari barang-barang harta peninggalan yang tidak
mendapat halangan seperti yang dimaksud di atas. (AB. 5.)
Pasal 838.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Orang yang dianggap tidak pantas untuk memjadi ahli waris, dan

dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, ialah:


1o. dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang
meninggal itu; (KUHP 53, 338, 340.)
2 o. dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah
mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan
yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi;
(KUHPerd. 1372 dst.; Sv. 7 dst., IR. 44; KUHP 311, 317.)
3 o. dia yang telah menghalangi orang yang meninggal itu dengan kekerasan atau perbuatan
nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; (KUHPerd. 875, 992 dst.)
o
4 . dia yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal itu. (KUHPerd. 833, 839, 912.)
Pasal 839.
Ahli waris yang tidak mungkin untuk mendapat warisan karena tidak pantas, wajib
mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak terbukanya warisan
itu. (KUHPerd. 579.)
Pasal 840.
Bila anak-anak dari orang yang telah dinyatakan tidak pantas menjadi ahli waris merasa dirinya
sebagai ahli waris, maka mereka tidak dikecualikan dari pewarisan karena kesalahan orang tua
mereka; tetapi orang tua ini sekahkali tidak berhak menuntut hak pakai hasil atas harta
peninggalan yang menurut undang-undang hak nikmat hasilnya diberikan kepada orang tua.
(KUHPerd. 308, 311, 847, 852, 1060.)
Pasal 841.
Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti
dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya. (KUHPerd. 866, 914, 1060,
1089.)
Pasal 842.
Penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus tanpa akhir.
Penggantian seperti itu diizinkan dalam segala hal, baik bila anak-anak dari orang yang
meninggal menjadi ahli waris bersama-sama dengan keturunan-keturunan dari anak yang

Page 147 of 336

meninggal lebih dahulu, maupun bila semua keturunan mereka mewaris bersama-sama, seorang
dengan yang lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya. (KUHPerd. 280, 860,
872.)
Pasal 843.
Tidak ada penggantian terhadap keluarga sedarah dalam garis ke atas. Keluarga sedarah
terdekat dalam kedua garis itu setiap waktu menyampingkan semua keluarga yang ada dalam
derajat yang lebih jauh. (KUHPerd. 853.)
Pasal 844.
Dalam garis ke samping, penggantian diperkenankan demi keuntungan semua anak dan
keturunan saudara laki-laki dan perempuan orang yang meninggal, baik jika mereka menjadi ahli
waris bersama-sama dengan paman-paman atau bibi-bibi mereka, maupun jika warisan itu,
setelah meninggalnya semua saudara si mati, harus dibagi di antara semua keturunan mereka,
yang satu sama lainnya bertalian keluarga dalam derajat yang tidak sama. (KUHPerd. 845, 855
dst.)
Pasal 845.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Penggantian juga diperkenankan dalam pewarisan dalam garis ke

samping, bila di samping orang yang terdekat dalam hubungan darah dengan orang yang
meninggal, masih ada anak atau keturunan saudara laki-laki atau perempuan dari mereka yang
tersebut pertama. (KUHPerd. 844, 858.)

Pasal 846.
Dalam segala hal, bila penggantian diperkenankan, pembagian dilakukan pancang demi pancang;
bila suatu pancang mempunyai berbagai cabang, maka pembagian lebih lawut dalam tiap-tiap
cabang dilakukan pancang demi pancang pula, sedangkap antara orang-orang dalam cabang
yang sama, pembagian dilakukan kepala demi kepala. (KUHPerd. 852.)
Pasal 847.
Tak seorang pun boleh bertindak menggantikan orang yang masih hidup. (KUHPerd. 489 dst.,
840, 1060.)
Pasal 848.
Anak tidak memperoleh hak dari orang tuanya untuk mewakili mereka, tetapi seseorang dapat
mewakili orang yang tidak mau menerima harta peninggalannya. (KUHPerd. 1060, 1089.)
Pasal 849.
Undang-undang tidak memperhatikan sifat atau asal-usul barang-barang harta peninggalan,
untuk mengadakan peraturan tentang pewarisannya. (KUHPerd. 852.)
Pasal 850.
Semua warisan, baik yang seluruhnya maupun sebagian jatuh pada giliran pembagian untuk
keluarga dalam garis ke atas atau garis ke samping, harus dibelah menjadi dua bagian yang
sama; belahan yang satu dibagikan kepada keluarga sedarah dari garis ayah yang masih ada,
dan belahan yang lain kepada garis ibu yang masih ada, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam pasal 854 dan pasal 859.
Warisan itu tidak boleh beralih dari garis yang satu ke garis yang lain, kecuali bila dalam salah
satu dari kedua garis itu tidak ada seorang pun keluarga sedarah, baik dalam garis ke atas
maupun dalam garis ke samping. (KUHPerd. 853, 856 dst., 861.)
Pasal 851.

Page 148 of 336

Setelah pembagian pertama dalam garis ayah dan garis ibu dilaksanakan, maka tidak usah
diadakan pembagian lebih lanjut dalam berbagai cabangnya; tetapi tartpa mengurangi hal-hal
bila harus berlangsung suatu penggantian, bagian yang jatuh pada masing-masing garis, menjadi
bagian ahli waris atau para ahli waris yang terdekat derajatnya dengan orang yang meninggal.
(KUHPerd. 841, 846.)
Bagian 2.
Pewarisan Para Keluarga Sedarah yang Sah Dan Suami Atau Istri
yang Hidup Terlama.
Pasal 852.
Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dari berbagai perkawinan, mewarisi
harta peninggalan para orang tua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga
sedarah mereka selanjutnya dalam garis ke alas, tanpa membedakanjenis kelamin atau kelahiran
yang lebih dulu.
Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan si mati
mereka semua bertatian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena
dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atau sebagian
mewarisi sebagai pengganti. (KUHPer d. 141, 277 dst., 840 dst., 846, 864, 1060.)
Pasal 852a.

(s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal warisan dari seorang suami atau istri yang telah meninggal

lebih dahulu, suami atau istri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab
ini, disamakan dengan seorang anak sah dari orang yang meninggal, dengan pengertian, bahwa
bila perkawinan suami-istri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan
yang dahulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, suami atau istri yang baru tidak boleh
mewarisi lebih dari bagian terkecil.yang diterima oleh salah seorang dari anak-anak itu, atau oleh
semua keturunan-penggantinya bila dia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian
warisan si istri atau si suarfti itu tidak boleh melebihi seperempat dari harta peninggalan si
pewaris. (KUHPerd. 841.)

Bila untuk kebahagiaan si suami atau si istri dari perkawinan kedua atau perkawinan yang
berikutnya telah dikeluarkan wasiat, maka bila jumlah bagian yang diperoleh dari pewarisan pada
kematian dan bagian yang diperoleh dari wasiat melampaui batas-batas dari jumlah termaksud
dalam alinea pertama, bagian dari pewarisan pada kematian harus dikurangi sedemikian,
sehingga jumlah bersama itu tetap berada dalam batas-batas itu. Bila penetapan wasiat itu,
seluruhnya atau Sebagian, terdiri dari hak pakai hasil, maka harga dari hak pakai hasil itu harus
ditaksir, dan jumlah bersama termaksud dalam alinea yang lalu harus dihitung berdasarkan harga
yang ditaksir itu. (KUHPerd. 918.)
Apa yang dinikmati suami atau istri yang berikut menurut pasal ini, harus dikurangkan dalam
menghitung apa yang boleh diperoleh suami atau istri itu atau diperjanjikan menurut Bab VIII
Buku Pertama. (KUHPerd. 852, 902.)
Pasal 852b .

(s.d.t.dg.S.1935-486.) Bila suami atau istri yang hidup terlama membagi warisan bersama

dengan orang-orang lain yang bukan anak-anak atau keturunan-keturunan lebih lanjut dari
perkawinan yang dahulu, maka la berwenang untuk mengambil bagi dirinya sebagian atau
seluruhnya perabot rumah. (KUHPerd. 512, 514, 1079, 1121.)
Sejauh perabot rumah ini termasuk harta peninggalan si pewaris, maka harganya harus
dikurangkan dari bagian warisan suami atau istri itu. (KLTHPerd. 1077.)

Page 149 of 336

Bila harganya melebihi harga bagian warisannya, maka selisihnya harus dibayar lebih dahulu
kepada para sesama ahli waris.
Pasal 853.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan keturunan, suami atau istri,

saudara laki-laki atau perempuan, maka harta peninggalannya dibagi dua sama besar, satu
bagian untuk keluarga sedarah dalam garis lurus ayah ke atas, dan satu bagian lagi untuk
keluarga garis lurus ibu ke atas, tanpa mengurangi ketentuan pasal 859.
Keluarga yang terdekat derajatnya dalam garis lurus ke atas, mendapat separuh dari bagian yang
diperuntukkan bagi garisnya, dengan mengesampingkan semua ahli waris lainnya.
Keluarga sedarah dalam garis ke atas dari derajat yang sama, memperoleh warisan kepala demi
kepala. (KUHPerd. 141, 843, 850, 870.)
Pasal 854.

(s.d.u. dg. S. 1935-846.) Bila seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan dan
suami atau istri, maka ayahnya dan ibunya yang masih hidup masing-masing mendapat sepertiga
bagian dari harta peninggalannya, bila yang mati itu hanya meninggalkan satu orang saudara
laki-laki atau perempuan, yang mendapat sisa yang sepertiga bagian.

Ayahnya dan ibunya masing-masing mewarisi seperempat bagian, bila si mati meninggalkan lebih
banyak saudara laki-laki atau perempuan, dan dalam hal itu mereka yang tersebut terakhir
mendapat sisanya yang dua perempat bagian. (KUHPerd. 850.)
Pasal 855.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami

atau istri, dan ayahnya atau ibunya telah meninggal lebih dahulu daripada dia, maka ayahnya
atau ibunya yang hidup terlama mendapat separuh dari harta peninggalannya, bila yang mati itu
meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan hanya satu orang saja; sepertiga, bila saudara
laki-laki atau perempuan yang ditinggalkan dua orang; seperempat bagian, bila saudara lakilaki
atau perempuan yang ditinggalkan lebih dari dua. Sisanya menjadi bagian saudara laki-laki dan
perempuan tersebut. (KUHPerd. 850.)
Pasal 856.

(s. d. u, dg. S. 1935-486.) Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan suami

atau istri, sedang ayah dan ibunya telah meninggal lebih dahulu, maka saudara laki-laki dan
perempuan mewarisi seluruh warisannya. (KUHPerd. 871.)
Pasal 857.
Pembagian dari apa yang menurut pasal-pasal tersebut di atas menjadi bagian saudara
perempuan dan laki-laki, dilakukan antara mereka menurut bagian-bagian yang sama, bila
mereka berasal dari perkawinan yang sama; bila mereka dilahirkan dari berbagai perkawinan,
maka apa yang mereka warisi harus dibagi menjadi dua bagian yang sama, antara garis ayah
dan garis ibu dari orang yang mati itu; saudara-saudara seayah-seibu memperoleh bagian
mereka dari kedua garis, dan yang seayah saja atau yang seibu saja hanya dari garis di mana
mereka termasuk. Bila hanya ada saudara tiri laki-laki atau perempuan dari salah satu garis saja,
mereka mendapat seluruh harta peninggalan, dengan mengesampingkan semua keluarga
sedarah hanya dari garis yang lain. (KUHPerd. 850.)
Pasal 858.

Page 150 of 336

Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan juga tidak ada keluarga sedarah yang masih
hidup dalam salah satu garis ke atas, maka separuh harta peninggalan itu menjadi bagian dari
keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup, sedangkan yang separuh lagi menjadi
bagian keluarga sedarah garis ke samping dari garis ke atas lainnya, kecuali dalam hal yang
tercantum dalam pasal berikut.
Bila tidak ada saudara laki-laki dan perempuan dan keluarga sedarah yang masih hidup dalam
kedua garis ke atas, maka keluarga sedarah terdekat dalam tiap-tiap garis ke samping masingmasing mendapat warisan separuhnya.
Bila dalam satu garis ke samping terdapat beberapa keluarga sedarah dalam derajat yang sama,
maka mereka berbagi antara mereka kepala demi kepala, tanpa mengurangi ketentuan dalam
pasal 845. (KUHPerd. 850.)
Pasal 859.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Ayah atau ibu yang hidup terlama mewarisi seluruh harta peninggalan

anaknya, yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan, suami atau istri, saudara taki-laki atau
perempuan. (KUHPerd. 850, 853, 870.)
Pasal 860.
Sebutan saudara laki-laki dan saudara perempuan yang terdapat dalam bagian ini, selalu
mencakup juga keturunan sah mereka masing-masing. (KUHPerd. 844, 853, 914.)
Pasal 861.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Keluarga-keluarga sedarah yang hubungannya dengan yang meninggal

dunia itu lebih jauh dari derajat keenam dalam garis ke damping, tidak mendapat warisan.

Bila dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam derajat yang mengizinkan untuk
mendapat warisan, maka keluarga-keluarga sedarah dalam garis yang lain memperoleh seluruh
warisan. (KUHPerd. 290 dst., 833, 850.)
Bagian 3.
Pewarisan Bila Ada Anak-anak Di Luar Kawin.
Pasal 862.
Bila yang meninggal dunia meninggalkan anak-anak di luar kawin yang telah diakui secara sah
menurut undang-undang, maka harta peninggalannya dibagi dengan cara yang ditentukan dalam
tiga (baca: empat) pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 280 dst., 832,)
Pasal 863.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu meninggalkan keturunan sah menurut undang-

undang atau suami atau istri, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi sepertiga dari bagian
yang sedianya mereka terima, seandainya mereka adalah anak-anak sah menurut undangundang; mereka mewarisi separuh dari harta peninggalan, bila yang meninggal itu tidak
meninggalkan keturunan, suami atau istri, tetapi meninggalkan keluarga sedarah dalam garis ke
atas, atau saudara laki-laki dan perempuan atau keturunan-keturunan mereka, dan tiga
perempat, bila hanya tinggal keluarga sedarah yang masih hidup dalam derajat yang lebih jauh
lagi,
Bila para ahli waris yang sah menurut undang-undang bertalian dengan yang meninggal dalam
derajat-derajat yang tidak sama, maka yang terdekat derajatnya dalam garis yang satu,
menentukan besarnya bagian yang harus diberikan kepada anak di luar kawin itu, bahkan
terhadap mereka yang ada dalam garis yang lain. (KUHPerd. 908, 916.)

Page 151 of 336

Pasal 864.

(s. d. u. dg. S. 1935-486.) Dalam segala hal termaksud dalam pasal yang lalu, sisa harta

peninggalan itu harus dibagi di antara para ahli waris yang sah menurut undang-undang dengan
cara yang ditentukan dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 832, 852 dst.)
Pasal 865.
(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Bila yang meninggal itu tidak meninggalkan ahli waris yang sah
menurut undang-undang, maka anak-anak di luar kawin itu mewarisi harta peninggalan itu
seluruhnya. (KUHPerd. 832, 838, 861, 1057 dst.)
Pasal 866.
Bila anak di luar kawin itu meninggal lebih dulu, maka anak-anaknya dan keturunannya yang sah
menurut undang-undang berhak menuntut keuntungan-keuntungan yang diberikan kepada
mereka menurut pasal 863 dan pasal 865. (KUHPerd. 841.)
Pasal 867.
Ketentuan-ketentuan tersebut di atas irti tidak berlaku bagi anak-anak yang lahir dari perzinahan
atau penodaan darah. Undang-undang hanya memberikan nafkah seperlunya kepada mereka.
(KUHPerd. 272 dst., 283, 329.)
Pasal 868.
Nafkah itu diatur sesuai dengan kemampuan si ayah atau si ibu dan menurut jumlah dan
keadaan para ahli waris yang sah menurut undang-undang. (KUHPerd. 324.)
Pasal 869.
Bila ayahnya atau ibunya, sewaktu hidup, telah memberikan jaminan nafkah seperlunya untuk
anak yang lahir dari perzinahan atau penodaan darah, Mai anak itu tidak mempunyai hak lebih
lanjut untuk menuntut warisan dari ityahnya atau ibunya.
Pasal 870.

(s.d. u. dg. S. 1935-486.) Warisan anak di luar kawin yang meninggal tanpa meninggalkan

keturunan dan suami atau istri, jatuh ke tangan ayahnya atau ibunya yang telah memberi
pengakuan kepadanya, atau kepada mereka berdua, masing-masing separuh, bila dia telah
diakui oleh kedua-duanya. (KUHPerd. 853 dst., 859, 863.)
Pasal 871.

(s.d.u. dg. S. 19,35-486.) Dalam hal anak luar kawin meninggal dunia tanpa meninggalkan
keturunan dan suami atau istri, sedangkan kedua orang tuanya telah meninggal lebih dahulu,
maka barang-barang yang telah diperolehnya dari harta peninggalan orang tuanya, bila masih
berwwud harta peninggalan, jatuh kembali ke tangan keturunan sah ayahnya atau ibunya; hal itu
berlaku juga terhadap hak-hak si mati untuk menuntut kembali sesuatu seandainya sesuatu itu
telah dijual dan harga pembeliannya masih terutang.

Semua barang selebihnya diwarisi oleh saudara laki-laki atau perempuan anak di luar kawin itu,
atau oleh keturunan mereka yang sah menurut undang-undang. (KUHPerd. 856.)
Pasal 872.
Undang-undang tidak memberikan hak apa pun kepada anak di luar kawin atas barang-barang
dari keluarga sedarah kedua orang tuanya, kecuali dalam hal tercantum dalam pasal berikut.
(KUHPerd. 280, 290.)
Pasal 873.

Page 152 of 336

Bila salah seorang dari keluarga sedarah tersebut meninggal dunia tanpa meninggalkan keluarga
sedarah dalam derajat yang diperkenankan mendapat warisan dan tanpa meninggalkan suami
atau istri, maka anak luar kawin yang telah diakui berhak menuntut seluruh warisan untuk diri
sendiri dengan mengesampingkan negara.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Dan bila anak di luar kawin itu meninggal tanpa meninggalkan
keturunan, suami atau istri yang hidup terlama, orang tua, saudara laki-laki atau perempuan di
luar kawin atau keturunan mereka ini, maka harta peninggalan anak di luar kawin itu menjadi
hak keluarga sedarah terdekat dari ayah atau ibu yang telah memberi pengakuan kepadanya,
dengan mengesampingkan negara; dan bila keduanya telah mengakuinya, separuh dari harta
perdnggalannya itu merdadi hak keluarga sedarah ayahnya, dan yang separuh lagi menjadi hak
keluarga sedarah ibunya.
Pembagian dalam kedua garis dilakukan menurut peraturan-peraturan tnengenal pewarisan
biasa. (KUHPerd. 280 dst., 290, 832, 858, 861, 877.)
BAB XIII.
SURAT WASIAT
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 874.
Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya
menurut undang-undang, sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah.
(Ov. 42, 57; KUHPerd. 173, 178, 832 dst.)
Pasal 875.
Surat wasiat atau testamen ialah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang
dikehendakinya terjadi setelah dia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. (KUHPerd.
992.)
Pasal 876.
Ketetapan-ketetapan dengan surat wasiat tentang harta-benda dapat juga dibuat secara umum,
dapat juga dengan alas hak umum, dan dapat juga dengan alas hak khusus.
Tiap-tiap ketetapan demikian, baik yang dibuat dengan nama pengangkatan ahli waris, maupun
yang dengan nama hibah wasiat, ataupun yang dengan nama lain, mempunyai kekuatan
menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam bab ini. (KUHPerd. 954 dst., 957.)
Pasal 877.
Suatu ketetapan dengan surat wasiat untuk keuntungan keluarga-keluarga sedarah yang
terdekat, atau darah terdekat dari pewaris, tanpa penjelasan lebih lanjut, dianggap telah dibuat
untuk keuntungan para ahli warisnya menurut undang-undang. (KUHPerd. 290 dst., 832, 873.)
Pasal 878.
Ketetapan dengan surat wasiat untuk kepentingan orang-orang miskin, tanpa penjelasan lebih
lanjut, dianggap telah dibuat untuk kepentingan semua orang yang menyandang sengsara, tanpa
membedakan agama, yang dirawat dalam lembaga fakir-miskin di tempat warisan itu terbuka.,
Pasal 879.
Pengangkatan ahli waris yang bersifat melompat atau subtitusi fideicommissaire adalah dilarang.
(S. 1838-45.)

Page 153 of 336

Dengan demikian, bahkan terhadap ahli waris yang diangkat atau yang menerima hibah wasiat,
adalah batal dan tidaklah berharga setiap penetapan yang memerintahkannya untuk menyimpan
warisan atau hibah wasiat dan untuk menyerahkan seluruhnya atau sebagian kepada pihak
ketiga. (Ov. 76; KUHPerd. 881 dst., 1675.)
Pasal 880.
Dari larangan terhadap pengangkatan ahli waris dengan wasiat tersebut dalam pasal yang lain,
dikecualikan hal-hal yang diperbolehkan dalam Bagian 7 dan Bagian 8 bab ini. (KUHPerd. 881,
973 dst., 989 dst.; 1675.)
Pasal 881.
Ketentuan, bahwa seorang pihak ketiga atau, dalam hal orang itu telah meninggal lebih dahulu,
semua anaknya yang sah menurut hukum, baik yang telah lahir maupun yang akan dilahirkan,
memperoleh seluruh atau sebagian dari apa yang masih tersisa dari suatu warisan atau hibah
wasiat karena belum terjual atau terhabiskan oleh seorang ahli waris atau penerima hibah
wasiat, bukanlah suatu pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang terlarang.
Dengan Pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat secara demikian, pewaris tidak
boleh merugikan para ahli waris, yang berhak atas suatu bagian menurut undang-undang.
(KUHPerd. 899 dst., 913, 977, 989 dst., 1675.)
Pasal 882.
Ketetapan yang menentukan, bahwa seorang pihak ketiga mendapat hak warisan atau hibah
wasiat dalam hal ahli waris atau penerima hibah wasiat tidak menikmatinya, berlaku sah.
(KUHPerd. 899, 912, 1001, 1057 dst., 1675.)
Pasal 883.
Juga berlaku sah suatu penetapan wasiat di mana hak pakai hasil diberikan kepada seseorang
dan hak milik semata-mata diberikan kepada orang lain. (KUHPerd. 756, 758, 899, 970, 1669.)
Pasal 884.
Ketentuan di mana diterangkan, bahwa harta peninggalan atau hibah wasiat seluruhnya, atau
sebagian, tidak boleh dipindahtangankan, dianggap sebagai tidak tertulis. (AB. 23; KUHPerd.
879, 989, 1066, 1675.)
Pasal 885.
Bila kata-kata sebuah surat wasiat telah jelas, maka surat itu tidak boleh ditafsirkan dengan
menyimpang dari kata-kata itu. (KUHPerd. 1342; S. 1926-253 di bawah KUHPerd. 956.)
Pasal 886.
Namun sebaliknya, bila kata-kata surat wasiat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-beda menurut
berbagai pendapat, maka lebih baik diselidiki dahulu apa kiranya maksud si pewaris, daripada
berpegang pada arti harfiah kata-kata itu secara berlawanan dengan maksud itu. (KUHPerd.
1343.)
Pasal 887.
Dalam hal demikian, kata-kata itu juga harus ditafsirkan dalam arti yang sesuai dengan sifat
penetapan itu dan pokok persoalannya, dan dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga
penetapan itu dapat mencapai suatu pengaruh atau akibat. (KUHPerd. 1344.)
Pasal 888.

Page 154 of 336

Dalam semua surat wasiat, persyaratan yang tidak dapat dimengerti atau tidak mungkin
dialankan, atau bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan yang baik, dianggap tidak
tertulis. (AB. 23; KUHPerd. 1254.)
Pasal 889.
Persyaratan itu dianggap telah terpenuhi, bila orang yang kiranya mempunyai kepentingan dalam
hal tidak dipenuhinya persyaratan itu, telah menghalangi pemenuhan itu. (KUHPerd. 1260.)
Pasal 890.
Penyebutan suatu yang palsu harus dianggap tidak ditulis, kecuali bila dari wasiat itu ternyata
bahwa pewaris itu tidak akan membuat wasiat itu, seandainya dia telah mengetahui kepalsuan
alasan itu. (KUHPerd. 1335.)
Pasal 891.
Penyebutan suatu alasan, baik yang benar maupun yang palsu, namun berlawanan dengan
undang-undang atau kesusilaan yang baik, menjadikan pengangkatan ahli waris atau pemberian
hibah wasiat itu batal. (AB. 23; KUHPerd. '1335 dst.)
Pasal 892.
Bila suatu beban yang tidak dapat dibagi-bagi dipikulkan kepada beberapa ahli waris atau
penerima hibah wasiat, dan satu atau lebih dari mereka melepaskan warisan atau hibah wasiat
itu, atau tidak cakap untuk memperolehnya, maka orang yang mau melaksanakan seluruh beban
itu boleh menuntut bagian warisan yang untuk dirinya, dan menagih apa yang telah dibayarnya
untuk yang lain. (KUHPerd. 956, 958, 1296 dst.)
Pasal 893.
Surat-surat wasiat yang dibuat akibat paksaan, penipuan atau akal-licik adalah batal. (KUHPerd.
1321 dst.)
Pasal 894.
Bila oleh satu kecelakaan, atau pada hari yang sama, pewaris dan ahli waris atau penerima hibah
wasiat atau orang yang sedianya mengganti mereka itu meninggal tanpa diketahui siapa dari
mereka yang meninggal lebih dahulu, maka mereka dianggap telah meninggal pada saat yang
sama, dan tidak terjadi peralihan hak-hak karena wasiat itu. (KUHPerd. 831, 836, 1675, 1916.)
Bagian 2.
Keeakapan Untuk Membuat Surat Wasiat Atau Untuk Memperoleh
Keuntungan Dari Surat Itu.
Pasal 895.
Untuk dapat membuat atau menarik kembali suatu surat wasiat, orang harus mempunyai
kemampuan bernalar. (KUHPerd. 433, 446,448, 875, 898,992.)
Pasal 896.
setiap orang dapat membuat surat wasiat, dan dapat mengambil keuntungan dari surat wasiat,
kecuali mereka yang menurut ketentuan-ketentuan bagian ini dinyatakan tidak cakap untuk itu.
(KUHPerd. 2, 118, 173, 433, 446, 448, 836, 897, 1676.)
Pasal 897.
Anak-anak di bawah umur yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak
diperkenankan membuat surat wasiat. (KUHPerd. 151, 169, 330, 904 dst., 1677.)

Page 155 of 336

Pasal 898.
Kecakapan pewaris dinilai menurut keadaannya pada saat surat wasiat dibuat. (KUHPerd. 895,
904 dst.)
Pasal 899.
Untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada pada saat
si pewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal 2 kitab
undang-undang ini.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang diberi hak untuk mendapat keuntungan dari
yayasan-yayasan. (KUHPerd. 472, 489 dst, 836, 881, 894, 973 dst., 976, 1001 dst.)
Pasal 900.

(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Setiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk kepentingan

lembaga kemasyarakatan, badan keagamaan, gereja atau rumah fakir-miskin tidak mempunyai
akibat sebelum pemerintah atau penguasa yang ditunjuk oleh pemerintah memberi kuasa kepada
para pengelola lembagalembaga itu untuk menerimanya. (KUHPerd. 1046, 1680.)
Pasal 901.
Seorang suami atau istri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat istrinya atau
suaminya, bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah meninggal
pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan di pengadilan karena
persoalan tersebut. (KUHPerd. 28, 35 dst., 87, 91, 911.)
Pasal 902.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Suami atau istri.yang mempunyai anak atau keturunan dari perkawinan

yang dahulu, dan melakukan perkawinan kedua atau berikutnya, tidak boleh memberikan dengan
wasiat kepada suamii atau istri yang kemudian hak milik atas sejumlah barang yang lebih
daripada apa yang menurut Bab XII buku ini diberikan kepada orang tersebut terakhir.

Bila yang dihibahwasiatkan kepada istri atau suami yang kemudian itu bukan suatu hak milik atas
harta peninggalarinya, melainkan hanya hak pakai hasil saja, maka bolehlah hak pakai hasil ini
meliputi separuh dari hartanya, atau lebih besu dari itu, asal harga taksirannya tidak melampaui
batas-batas termaksud dalam alinea yang lain, dan segala sesuatunya tidak mengurangi apa
yang ditentukan dalam pasal 918.
Bila dengan surat wasiat itu hak milik dan hak pakai hasil kedua-duanya diberikan, maka harga
hak pakai hasil itu harus ditaksir dulu; bila harga bersama dari apa yang diberikan dalam bentuk
hak milik dan halt pakai hasil berjumlah melebihi batas-batas yang dimaksudkan dalam alinea
pertama, terserah pada pilihan suami atau istri yang kemudian itu, ia boleh memilih arakah
pemberian warisannya atau pemberian hak pakai hasil yang dikurangi sedemikian, sehingga
harga bersama tetap ada dalam batas-batas itu. Bila dalam hal ini, karena hak pakai hasil itu,
bagian warisan menurut undang-undang dirugikan, maka juga di sini berlaku ketentuan pasal
918.
Apa yang diperoleh si suami atau si istri yang kemudian karena pasal ini, harus dikurangkan pada
waktu menghitung apa yang boleh menjadi hak suami atau istri itu atau diperjanjikan
berdasarkan Bab VIII Buku Pertama. (KUHPerd. 181 dst., 852a, 911.)
Pasal 902a.

(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal yang lain tidak berlaku dalam hal suami dan istri mengadakan
kawin rujuk, dan dari perkawinan yang dahulu mereka mempunyai anak-anak atau keturunan.

Page 156 of 336

Pasal 903.
Suami atau istri hanya boleh menghibahwasiatkan barang-barang dari harta bersama, sekedar
barang-barang itu termasuk bagian mereka masing-masing dalam harta bersaMa itu. Akan tetapi
bila suatu barang dari harta bersama itu dihibahwasiatkan, si penerima hibah wasiat tidak dapat
menuntut barang itu dalam wujudnya, bila barang itu tidak diserahkan oleh pewaris kepada para
ahh waris sebagai bagian mereka. Dalam hal itu, penerima hibah wasiat harus diberi ganti rugi,
yang diambil dari bagian harta-bersama yang dibagikan kepada para ahli waris si pewaris, dan
bila tidak mencukupi, diambil dari barang-barang pribadi para ahli waris. (KUHPerd. 128 dst., 134
dst., 138, 966, 1032, 1067.)
Pasal 904.
Seorang anak di bawah umur, meskipun telah mencapai umur delapan belas tahun penuh, tidak
boleh menghibah wasiatkan sesuatu untuk keuntungan walinya.
Setelah menjadi dewasa, dia tidak boleh menghibahwasiatkan sesuatu kepada bekas walinya,
kecuali setelah bekas walinya itu mengadakan dan menutup perhitungan perwaliannya.
Dari dua ketentuan di atas dikecualikan keluarga sedarah dari anak di bawah umur itu dalam
garis lurus ke atas yang masih menjadi walinya atau yang dulu menadi walinya. (KUHPerd. 330,
410, 412, 897 dst., 905, 911, 1681.)
Pasal 905.
Anak di bawah umur tidak boleh menghibahwasiatkan sesuatu untuk keuntungan pengajamya,
pengasuhnya laki-laki atau perempuan yang tinggal bersama dia, atau gunmya laki-taki atau
perempuan di tempat pemondokan anak di bawah umur itu.
Dalam hal ini dikecualikan penetapan-penctapan yang dibuat sebagai hibah wasiat untuk
membalas jasa-jasa yang telah diperoleh, namun dengan mengingat baik kekayaan si pembuat
wasiat maupun jasa-jasa yang telah dibaktikan kepadanya. (KUHPerd. 879 dst., 904, 911.)
Pasal 906.
Dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan, dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu
penyembuhan, yang merawat seseorang selama dia menderita penyakit yang akhirnya
menyebabkan dia meninggal, demikian pula pengabdi agama yang telah membantunya selama
sakit, tidak boleh mengambil keuntungan dari wasiat-wasiat yang dibuat oleh orang itu selama ia
sakit untuk kepentingan mereka.
Dari ketentuan ini harus dikecualikan:
10. penetapan - penetapan berbentuk hibah wasiat untuk membalas jasa-jasa yang telah
diberikan, seperti yang ditetapkan pada pasal yang lain;
20. penetapan-penetapan untuk keuntungan suami atau istri si pewaris;
30. penetapan-penetapan, bahkan yang secara umum dibuat untuk keuntungan para keluarga
sedarah sampai derajat keempat, bila yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris dalam
garis lurus; kecuali bila orang yang untuk keuntungannya dibuat penetapan itu termasuk
bilangan para ahli waris itu. (KURPerd. 911, 1681.)
Pasal 907.
Notaris yang telah membuat wasiat dengan akta umum, dan para saksi yang hadir pada waktu
itu, tidak boleh memperoleh kenikmatan apa pun dari apa yang kiranya ditetapkan dalam wasiat
itu. (KUHPerd. 911, 938 dst., 944, 953, 1681; Not. 21.)
Pasal 908.
Bila ayah atau ibu, sewaktu meninggal, meninggalkan anak-anak sah dan anak-anak di luar
kawin tetapi telah diakui menurut undang-undang, maka mereka yang terakhir ini tidak akan

Page 157 of 336

boleh menikmati warisan lebih dari apa yang diberikan kepada mereka menurut Bab XII buku ini.
(KUHPerd. 280 dst., 862 dst., 911, 916, 1681.)
Pasal 909.
Pelaku perzinahan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun
dari wasiat kawan berzinahnya, dan kawan berzinah ini tidak boleh menikmati keuntungan apa
pun dari wasiat si pelaku, asal perzinahan itu, sebelum meninggalnya si pewaris, terbukti dari
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 911, 168 1; Rv.
830 334, 402.)
910. Dihapus dg. S. 1872-11 jis. S. 1915-299, 642. (Bdk. KUHPerd. 837.)
Pasal 911.
Suatu ketetapan wasiat, yang dibuat untuk keuntungan orang yang tidak cakap untuk mendapat
warisan, adalah batal, sekalipun ketetapan itu dibuat dengan nama seorang perantara. Yang
dianggap sebagai orang-orang perantara ialah ayahnya dan ibunya, anak-anaknya dan keturunan
anak-anaknya, suami atau istri. (KUHPerd. 183 dst.,1681, 1921; F. 44.)
Pasal 912.
Orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan,
memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau
kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta
istri atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat
itu. (KUHPerd. 838, 1688-2'.)
Bagian 3.
Legitime Portie Atau Bagian Warisan Menurut Undang-undang Dan Pemotongan
Hibah hibah yang
Mengurangi Legitime Portie Itu.
Pasal 913.
Legitime portie atau bagian warisan menurut undang-undang ialah suatu bagian dari harta-benda
yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, yang
terhadapnya orang yang meninggal dunia tidak boleh menetapkan sesuatu, baik sebagai hibah
antara orang-orang yang masih hidup, maupun sebagai wasiat. (KUHPerd. 168, 176, 181, 307,
385, 842 dst., 875, 881, 902, 1019, 1686 dst.)
Pasal 914.
Bila pewaris hanya meninggalkan satu orang anak sah dalam garis ke bawah, maka legitime
portie itu terdiri dari seperdua dari harta peninggalan yang sedianya akan diterima anak itu pada
pewarisan karena kematian.
Bila meninggalkan dua orang anak, maka legitime portie untuk tiap-tiap anak adalah dua pertiga
bagian dari apa yang sedianya akan diterima masing-masing anak itu pada pewarisan karena
kematian.
Dalam hal orang yang meninggal dunia meninggalkan tiga orang anak ataulebih, maka legitime
portie itu tiga perempat bagian dari apa yang sedianya akan diterima tiap anak pada pewarisan
karena kematian.
Dengan sebutan anak-anak dimaksudkan juga keturunan-keturunan mereka dalam derajat
keberapa pun; tetapi mereka ini hanya dihitung sebagai pengganti anak yang mereka wakili
dalam mewarisi warisan si pewaris. (KUHPerd. 842, 852 dst., 902 dst., 920.)

Page 158 of 336

Pasal 915.
Dalam garis ke atas legitime portie itu selalu sebesar separuh dari apa yang menurut undangundang menjadi bagian tiap-tiap keluarga sedarah dalam garis itu pada pewarisan karena
kematian. (KUHPerd. 853 dst.)
Pasal 916.
Legitime portie dari anak yang lahir di luar perkawinan tetapi telah diakui dengan sah, ialah
seperdua dari bagian yang oleh undang-undang sedianya diberikan kepada anak di luar kawin itu
pada pewarisan karena kematian.(KUHPerd. 280, 285, 862 dst., 908.)
Pasal 916a.

(s.d.t. dg. S. 1935-486.) Dalam hal untuk menghitung legitime portie harus diperhatikan para ahli

waris yang menjadi ahli waris karena kematian tetapi bukan legitimaris (ahli waris menurut
undang-undang), maka bila kepada orang-orang lain dari para ahli waris termaksud itu
dihibahkan, baik dengan akta semasa masih hidup maupun dengan surat wasiat, jumlah yang
lebih besar daripada bagian yang dapat dikenakan penetapan bila para ahli waris demikian itu
tidak ada, hibah-hibah yang dimaksud itu harus dipotong sampai sama dengan jumlah yang
diperbolehkan tersebut, dan tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh dan untuk kepentingan
para legitimaris dan para ahli waris mereka atau pengganti mereka. (KUHPerd. 832.)
Pasal 920-929 berlaku dalam hal ini.
Pasal 917.
Bila keluarga sedarah dalam garis ke atas dan garis ke bawah dan anak-anak di luar kawin yang
diakui menurut undang-undang tidak ada, maka hibah-hibah dengan akta yang diadakan antara
mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat, dapat mencakup seluruh harta peninggalan.
(KUHPerd. 861.)
Pasal 918.
Bila penetapan dengan akta antara mereka yang masih hidup atau dengan surat wasiat itu
berupa hak pakai hasil atau berupa bunga cagak hidup, yang jumlahnya merugikan legitime
portie, maka para ahli waris yang berhak memperoleh bagian warisan itu boleh memilih untuk
melaksanakan penetapan itu atau untuk melepaskan hak milik atas bagian yang dapat dikenakan
penetapan kepada mereka yang memperoleh hibah atau legataris. (KUHPerd. 959.)
Pasal 919.
Bagian yang boleh digunakan secara bebas, boleh dihibahkan, baik seluruhnya maupun sebagian,
baik dengan akta antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat, baik kepada orangorang bukan ahli waris maupun kepada anak-anaknya atau kepada orang-orang lain yang
mempunyai hak atas warisan itu, tetapi tanpa mengurangi keadaan-keadaan di mana orangorang tersebut temkhir ini sehubungan dengan Bab XVII buku ini berkewajiban untuk
memperhitungkan kembali. (KUHPerd. 168, 176, 917, 954, 957, 1086 dst., 1666 dst.)
Pasal 920.
Pemberian-pemberian atau hibah-hibah, baik antara yang masih hidup, maupun dengan surat
wasiat, yang merugikan bagian legitime portie, boleh dikurangi pada waktu terbukanya warisan
itu, tetapi hanya atas tuntutan para legitimaris dan para ahli waris mereka atau para pengganti
mereka.
Namun demikian, para legitimaris tidak boleh menikmati apa pun dari peitu atas kerugian mereka
yang berpiutang kepada pewaris. (KUHPerd. 168, 181, 913 dst., 954, 957, 1666 dst.)
Pasal 921.

Page 159 of 336

Untuk menentukan besarnya legitime portie, pertama-tama hendaknya dijumlahkan semua harta
yang ada pada waktu si pemberi atau pewaris meninggal dunia; kemudian ditambahkanj umlah
barang-barang yang telah dihibahkan semasa ia masih hidup, dinilai menurut keadaan pada
waktu penghibahan itu dilakukan dan menurut harga pada waktu meninggalnya si penghibah;
akhirnya, setelah utang-utang dikurangkan dari seluruh harta peninggalan itu, dihitunglah dari
seluruh harta itu berapa bagian warisan yang dapat mereka tuntut, sebanding dengan derajat
para legitimaris, dan dari bagian-bagian itu dipotong apa yang telah mereka terima dari yang
meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari perhitungan kembali. (KUHPerd. 1086 dst.,
1093, 1095 dst.)
Pasal 922.
Pemindahtanganan suatu barang, baik dengan beban bunga cagak hidup, maupun dengan beban
memperjanjikan hak pakai hasil, kepada salah seorang ahli wans dalam garis lurus, harus
dianggap sebagai hibah. (KUHPerd. 1086, 1669, 1775 dst., 1921.)
Pasal 923.
Bila barang yang dihibahkan telah hilang di luar kesalahan penerima sebelum meninggalnya si
penghibah, maka hal itu akan dimasukkan dalam penjumlahan harta untuk menentukan besarnya
legitime portie.
Barang yang dihibahkan itu harus dimasukkan dalam penjumlahan itu, bila barang itu tidak dapat
diperoleh kembali karena ketidakmampuan si penerima . (KUHPerd. 1099. )
Pasal 924.
Hibah-hibah semasa hidup sekali-kali tidak boleh dikurangi, kecuali bila ternyata bahwa semua
harta benda yang telah diwasiatkan tidak cukup untuk menjamin legitime portie. Bila hibah-hibah
semasa hidup pewaris harus dikurangi, maka pengurangan harus dimulai dari hibah yang
diberikan paling akhir, ke hibah-hibah yang dulu-dulu. (KUHPerd. 922.)
Pasal 925.
Barang-barang yang tetap, yang harus dilakukan berkenaan dengan pasal yang lalu, harus terjadi
dalam wujudnya, sekalipun ada ketentuan yang bertentangan.
Namun bila larangan itu harus diterapkan pada sebidang pekarangan yang tidak dapat dibagibagi sebagaimana dikehendaki, maka si penerima hibah, pun seandainya dia itu bukan ahli waris,
berhak memberikan penggantian berupa uang tunai untuk barang yang sedianya harus
diserahkan kepada legitimaris itu. (K UHPerd. 929, 1093.)
Pasal 926.
Pengurangan terhadap apa yang diwasiatkan, harus dilakukan tanpa membedakan antara
pengangkatan ahli waris dan pemberian hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah menetapkan
dengan tegas bahwa harus diutamakan pelaksanaan pengangkatan ahli waris yang ini atau
pemberian hibah wasiat yang itu; dalam hal itu, wasiat yang demikian itu tidak boleh dikurangi,
kecuali bila wasiat-wasiat lainnya tidak cukup untuk memenuhi legitime portie. (KUHPerd. 876,
913 dst., 954, 957.)
Pasal 927.
Si penerima hibah yang menerima barang-barang lebih daripada yang semestinya, harus
mengembalikan hasil dari kelebihan itu, terhitung dari hari am ya pemberi hibah bila tuntutan
akan pengurangan itu diajukan dalam satu tahun sejak hari kematian itu, dan dalam hal-hal lain
terhitung dari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 548-31, 575, 959, 1098, 1169.)
Pasal 928.

Page 160 of 336

Barang-barang tetap yang atas dasar pengurangan harus kembali ke dalam harta peninggalan,
karena pengembalian itu, menjadi bebas dari utang-utang atau hipotek-hipotek yang telah
dibebankan kepada barang-barang itu oleh penerima hibah. (KUHPerd. 1004, 1093, 1169.)
Pasal 929.
Tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian dapat diajukan oleh para ahli waris
terhadap pihak ketiga yang memegang besit atas barang-barang tetap yang merupakan bagian
dari yang dihibahkan dan telah dipindahtangankan oleh penerima hibah itu; tuntutan itu harus
diajukan dengan cara dan menurut urut-urutan yang sama seperti terhadap penerima hibah
sendiri.
Tuntutan ini harus diajukan menurut
pemindahtanganan yang paling akhir.

urutan

hari

pemindahtanganannya,

mulai

dari

Namun demikian tuntutan hukum untuk pengurangan atau pengembalian terhadap pihak ketiga
tidak boleh diajukan, sejauh si penerima hibah tidak lagi mempunyai sisa barang-barang yang
termasuk barang-barang yang dihibahkan, dan barang-barang ini tidak cukup untuk memenuhi
legitime portie, atau bila harga dari barang-barang yang telah dipindahtangankan tidak dapat
ditagih dari barang-barang kepunyaan pihak ketiga sendiri.
Tuntutan hukum itu, dalam hal apa pun, hapus dengan lampaunya waktu tiga tahun, terhitung
dari hari legitimaris menerima warisan itu. (KUHPerd. 920, 924.)
Bagian 4.
Bentuk Surat Wasiat.
Pasal 930.
Tidaklah diperkenankan dua orang atau lebih membuat wasiat dalam satu akta yang sama, baik
untuk keuntungan pihak ketiga maupun berdasarkan penetapan timbal-balik atau bersama. (Ov.
73; KUHPerd. 935.)
Pasal 931.
Surat wasiat hanya boleh dibuat, dengan akta olografis atau ditulis tangan sendiri, dengan akta
umum atau dengan akta rahasia-atau tertutup. (KUHPerd. 932 dst., 938 dst., 940 dst., 945 dst.,
951.)
Pasal 932.
Wasiat olografis harus seluruhnya ditulis tangan dan ditandatangani oleh pewaris.
Wasiat ini harus dititipkan oteh pewaris kepada notaris untuk disimpan.
Dibantu oleh dua orang saksi, notaris itu wajib langsung membuat akta penitipan, yang harus
ditandatangani olehnya, oleh pewaris dan oleh para saksi, dan akta itu harus ditulis di bagian
bawah wasiat itu bila wasiat itu discrahkan secara terbuka, atau di kertas tersendiri bila wasiat itu
disampaikan kepadanya dengan disegel; dalam hal terakhir ini, di hadapan notaris dan para
saksi, pewaris harus membubuhkan di atas sampul itu sebuah catatan dengan tanda tangan yang
menyatakan bahwa sampul itu berisi surat wasiatnya.
Dalam hal pewaris tidak dapat menandatangani sampul wasiat itu atau akta penitipannya, atau
kedua-duanya, karena suatu halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya atau
sampulnya, notaris harus inembubuhkan keterangan tentang hal itu dan sebab halangan itu pada
sampul atau akta tersebut. (Ov. 75; KUHPerd. 633, 937, 943 dst., 953; Rv. 656 dst.)
Pasal 933.

Page 161 of 336

Wasiat olografis demikian, setelah disimpan notaris sesuai dengan pasal yang lain, mempunyai
kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum, dan dianggap telah
dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan hari penandatanganan yang
terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. (KUHPerd. 231, 932, 938.)

(s.d.t. dg. S. 1893-232, berlaku surut.) Wasiat olografis yang diterima oleh notaris untuk
disimpan harus dianggap seluruhnya telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris
sendiri, sampai adabukti yang menuwukkan sebaliknya.
Pasal 934.
Pewaris boleh meminta kembali wasiat olografisnya sewaktu-wakttu, asal untuk
pertanggungjawaban notaris dia mengusahakan, aaar pengembalian itu dapat dibuktikan dengan
akta otentik.
Dengan pengembalian itu, wasiat olografis itu harus dianggap telah dicabut. (KUHPerd. 992.)
Pasal 935.
Dengan sepucuk surat di bawah tangan yang seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan
ditandatangani oleh pewaris, dapat ditetapkan wasiat, tanpa formalitas-formatitas lebih lanjut
tetapi semata-mata hanya untuk pengangkatan para pelaksana untuk penguburan, untuk hibahhibah wasiat tentang pakaian-pakaian, perhiasan-perhiasan badan tertentu, dan perkakasperkakas khusus rumah.
Pencabutan surat demikian boleh dilakukan di bawah tangan. (ov. 75; KUHPerd. 515, 936, 945,
951 dst., 992, 1005; Rv. 656.)
Pasal 936.
Bila surat seperti yang dibicarakan dalam pasal yang lain diketemukan setelah pewaris
meninggal, maka surat itu harus disampaikan kepada balai harta peninggalan yang di daerah
hukumnya warisan itu terbuka; bila surat ini disegel, maka balai itu harus membukanya, dan
dalam hal apa pun harus membuat berita acam tentang penyampaian surat itu serta tentang
keadaan surat itu; akhimya, balai itu harus menyerahkan surat itu ke tangan notaris, untuk
disimpan. (Ov.41; KUHPerd. 23, 937, 942; Rv. 656.)
Pasal 937.
Surat wasiat olografis yang tertutup yang disampaikan ke tangan notaris setelah tneninggalnya
pewaris harus disampaikan kepada balai harta peninggalan, yang akan bertindak menurut pasal
942 terhadap surat-surat wasiat tertutup. (ov. 41; KUHPerd. 936, 943; Rv. 657; Not. 37; Wsk.
62.)
Pasal 938.
Wasiat dengan akta umum harus dibuat di hadapan notaris dan dua orangsaksi. (KUHPerd. 943
dst., 953; Not. 22.)
Pasal 939.
Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas
menurut apa adanya yang disampaikan oich pewaris kepadanya.
Bila penyampaian persoalan dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah disiapkan
oleh notaris, maka si pewaris harus mengemukakan lagi kehendaknya seperti apa adanya di
hadapan para saksi, sebelu, naskah itu dibacakan di hadapan pewaris.
Sesudah itu wasiat itu harus dibacakan oleh notaris dalam kehadiran para saksi, dan sesudah
pembacaan itu, oleh notaris harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang dibacakan itu telah
memuat kehendaknya.

Page 162 of 336

Bila kehendak pewaris itu dikemukakan dalam kehadiran para saksi dan lansung dituangkan
dalam tulisan, maka pembacaan dan
pertanyaan seperti di atas harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi.
Selanjutnya akta itu harus ditandatangani oleh pewaris, notaris, dan saksi-saksi.
Bila pewaris menyatakan tidak dapat melakukan penandatanganan , atau bila dia terhalang
dalam hal itu, maka juga pernyataan itu dan sebab halangan harus dicantumkan dalam akta
wasiat itu.
Setelah dipenuhi segala formalitas itu, hal itu harus dengan tegas dicantumkan dalam surat
wasiat itu. (KUHPerd. 944, 953.)
Pasal 940.
Bila pewaris hendak membuat surat wasiat tertutup atau rahasia, dia harus menandatangani
penetapan-penetapannya, baik jika dia sendiri yang menulisnya, maupun jika dia menyuruh
orang lain menulisnya; kertas yang memuat penetapan-penetapannya, atau kertas yang dipakai
untuk sampul, bila digunakan sampul, harus tertutup dan disegel.
Pewaris juga harus menyampaikannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada notaris, di
hadapan empat orang saksi, atau dia harus menyuruh menutup dan menyegel kertas itu di
hadapan mereka, dan harus menerangkan, bahwa dalam kertas tersebut tercantum wasiatnya,
dan bahwa wasiat itu ditulis dan ditandatangani sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan
ditandatangani olehnya. Notaris harus membuat akta peroelasan mengenai hal itu, yang ditulis di
atas kertas itu atau sampulnya, akta ini harus ditandatangani, baik oleh pewaris maupun oleh
notaris serta para saksi, dan bila pewaris tidak dapat menandatangani akta penjelasan itu karena
halangan yang timbul setelah penandatanganan wasiatnya, maka harus disebutkan sebab
halangan itu.
Semua formalitas tersebut di atas harus dipenuhi, tanpa beralih kepada akta lain.
Wasiat tertutup atau rahasia itu harus tetap disimpan di antara surat-surat asli yang ada pada
notaris yang telah meneritna surat itu. (KUHPerd. 942 dst., 953; Rv. 657.)
Pasal 941.
Dalam hal si pewaris tidak dapat bicara tetapi dapat menulis, dia boleh membuat surat wasiat
tertutup, asalkan hal itu ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani, seluruhnya dengan
tangannya; dia harus menyampaikannya kepada notaris di hadapan para saksi, dan harus
menulis dan menandatangani di atas akta itu perdelasannya, bahwa kertas yang disampaikannya
kepada mereka itu adalab surat wasiatnya; dan setelah itu notaris harus menulis akta
penelasannya dan menyatakan di dalamnya, bahwa pewaris telah menulis keterangan itu dalam
kehadiran notaris dan para saksi; di samping itu, harus diindahkan apa yang telah ditentukan
dalam pasal yang lalu. (KUHPerd. 953.)

(s.d.t. dg. S. 1893-232; berlaku surut.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal yang lalu dan
pasal ini harus dianggap telah ditandatangani oleh pewaris sampai dibuktikan sebaliknya, dan
selain itu, wasiat-wasiat tersebut terakhir harus dianggap pula telah ditulis seluruhnya dan diberi
tanggal olehnya.
Pasal 942.
Setelah pewaris meninggal dunia, notaris harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu
kepada balai harta peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu terbuka; balai ini harus
membuka wasiat itu dan membuat berita acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat itu
serta tentang keadaannya, dan kemudian menyampaikannya kembali kepada notaris yang telah
memberikannya. (Ov. 42; KUHPerd. 23, 936 dst., 940; Rv. 658; Not. 37; Wsk. 62.)

Page 163 of 336

Pasal 943.
Notaris yang menyimpan surat-surat wasiat di antara surat-surat aslinya, dalam bentuk apa pun
juga, setelah meninggalnya si pewaris, harus memberitahukannya kepada orang-orang yang
berkepentingan. (Ov. 4 1; KUHPerd. 472, 932, 938, 940, 992; S. 1920-305.)
Pasal 944.

(s. d. u. dg. S. 1932-42.) Saksi-saksi yang hadir pada waktu pembuatan wasiat, harus sudah

dewasa dan penduduk Indonesia. Mereka harus mengerti bahasa yang dipergunakan dalam
menyusun wasiat itu atau dalam menulis akta penjelasan atau akta penitipan.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Untuk saksi-saksi pada pembuatan wasiat dengan akta terbuka, tidak
boleh diambil ahli waris atau penerima hibah wasiat, keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat keempat, anak atau cueu, keluarga sedarah dalam derajat yang sama, dan
pembantu rumah tangga notaris yang menangani pembuatan wasiat itu. (KUHPerd. 290 dst.,
330, 452, 907, 932, 938, 940, 953, 1909 dst., 1913; BS. 13.)
Pasal 945.

(s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Warganegara Indonesia yang berada dinegeri asing, tidak boleh

membuat wasiat selain dengan akta otentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas
yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat.
Namun dia berwenang untuk membuat penetapan dengan surat di bawah tangan atas dasar dan
dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal 935. (AB. 16, 18; KUHPerd. 936, 938, 953; S.
1910-296.)
Pasal 946.
Dalam keadaan perang, para tentara anggota angkatan bersenjata lain, yang berada di medan
perang ataupun di tempat yang diduduki musuh, boleh membuat surat wasiat mereka di
hadapan seorang perwira yang serendah-rendahnya berpangkat letnan, atau bila tidak ada
perwira, di hadapan orang yang di tempat itu menduduki jabatan militer tertinggi, di samping
dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953.)
Pasal 947.
Surat wasiat orang-orang yang sedang berlayar di laut, boleh dibuat di hadapan nakhoda atau
mualim kapal itu, atau bila mereka tidak ada, di hadapan orang yang menggantikan jabatan
mereka, dengan dihadiri dua orang saksi. (BS. 46, 76; KUHPerd. 938, 944, 949 dst., 953; KUHD
341, 341d.)
Pasal 948.

(s.d.u. dg. S. 1899-312.) Mereka yang berada di tempat-tempat yang dilarang berhubungan

dengan dunia luar karena berjangkitnya penyakit pes atau penyakit menular lain, boleh membuat
wasiat mereka di hadapan setiap pegawai negeri dan dua orang saksi. (KUHPerd. 938, 944, 949
dst., 953.)

(s.d.t. dg. S. 1899-312.) Wewenang yang sama juga diberikan kepada mereka yang jiwanya

terancam akibat sakit mendadak atau mendapat kecelakaan, pemberontakan, gempa bumi atau
bencana-bencana alam dahsyat yang lain, bila dalam jarak enam pal dari tempat itu tidak ada
notaris atau bila orang-orang yang berwenang untuk itu tidak dapat diminta jasa-jasanya, baik
karena orang tidak ada di tempat, maupun karena terhalang akibat terputusnya perhubungan.
Tentang keadaan-keadaan yang menyebabkan untuk membuat surat wasiat itu, harus disebutkan
dalam akta itu.
Pasal 949.

Page 164 of 336

Surat-surat wasiat tersebut dalam tiga pasal yang lalu, harus ditandatangani oleh pewaris, oleh
orang yang di hadapannya wasiat itu dibuat, dan oleh sekurang-kurangnya salah seorang saksi.
Bila pewaris atau salah seorang saksi menyatakan tidak dapat menulis, atau berhalangan untuk
mendatangamnya, maka pemyataan itu serta sebab halangan itu harus dengan tegas disebutkan
dalam akta itu. (KUHPerd. 944, 953.)
Pasal 950.
(s.d.u. dg, S. 1899-312.) Surat-surat wasiat termaksud dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea
pertama, kehilangan kekuatan, bila pewaris meninggal enam bulan setelah berhentinya sebab
yang telah menyebabkan wasiat itu dibuat dalam bentuk seperti itu.
Surat wasiat termaksud dalam pasal 948 alinea kedua kehilangan kekuatannya, bila pewaris
meninggal enam bulan setelah hari penandatanganan akta itu.
Pasal 951.

(s.d.u. dg. S. 1899-312.) Dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal 946, 947, 948 alinea

pertama, orang-orang yang disebut di dalamnya boleh membuat wasiat dengan surat di bawah
tangan, asalkan surat itu seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh pewaris.
(KUHPerd. 932, 935, 952.)
Pasal 952.
Surat wasiat demikian akan kehilangan kekuatannya, bila pewaris meninggal tiga bulan setelah
sebab tersebut dalam tiga pasal yang latu berakhir, kecuali bila surat itu telah disampaikan
kepada notaris untuk disimpan dengan cara seperti yang diatur dalam pasal 932. (KUHPerd.
950.)
Pasal 953.
Formalitas-formalitas yang telah ditetapkan untuk berbagai-bagai surat wasiat itu menurut
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, harus diindahkan, dengan ancaman kebatalan. (KUHPerd.
933.)
Bagian 5.
Wasiat Pengangkatan Ahli Waris.

(Bdk. S. 1926-253 pada KUPerd. 956.) (1)

Pasal 954.
Wasiat pengangkatan ahli waris ialah suatu wasiat, di mana pewaris memberikan kepada satu
orang atau lebih harta-benda yang ditinggalkannya pada waktu dia meninggal dunia, baik
seluruhnya maupun sebagian, seperti seperdua, atau sepertiga. (KUHPerd. 876, 957.)
Dalam S. 1926-253 telah dimaklumkan KB. tgl. 23 April 1926 No. 17, tentang peninjauan kembali
untuk kepentingan umum persyaratan yang dibuat pada pengangkatan ahli waris dan pemberian
hibah wasiat atas dasar undang-undang 1 Mei 1925 (NS. No. 174.).
Pasal 1.
Bila telah lampau empat putuh tahun sejak meninggalnya pewaris atau sejak adanya dugaan
hukum tentang kematiannya, suatu persyaratan yang dibuat pada waktu pengangkatan ahli
waris atau pemberian hibah wasiat, atas permohonan orang yang wajib memenuhi
persyaratan itu, dapat ditinjau kembali atau dinyatakan hapus oleh Mahkamah Agung
Indonesia demi kepentingan umum; sedapat-dapatnya hal ini sesuai dengan maksud
pewaris, bila dan sekedar mengenai:
tempat dan cara menyimpan hasil karya seni atau benda benda bersejarah atau ilmiah,
termasuk tulisan-tulisan, dalam kumpulan yang dapat dikunjungi oleh umum;

Page 165 of 336

batas-batas dan persyaratan pemberian kesempatan kepada masyarakat umum untuk


melihat atau menggunakan hasil-hasil karya dan benda-benda tersebut di atas;
penetapan tujuan pengeluaran uang untuk kepentingan kesenian dan pengetahuan.
Pasal 2.
Permohonan harus diajukan kepada Mahkamah Agung dengan surat permohonan yang
dilengkapi dengan alasan alasannya.
Bila pennohonan itu dimaksudkan untuk peninjauan kembali suatu persyaratan, dalam surat
permohonan harus diberitahukan, peninjauan yang bagaimanakah yang dikehendaki.
Atas dasar permohonan itu, para keturunan yang sah dan suami atau istri pewaris harus
didengar, atau setidak-tidaknya dipanggil dengan cara yang ditetapkan oleh Mahkamah
Agung. Mahkamah Agung boleh mendengar saksi-saksi dan ahli-ahli, bila hal ini
(dianggapnya perlu, Segala Pemeriksaan ini harus dilakukan secara terbuka.
Pemohon diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya berkenaan dengan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh orang-orang yang didengar, dan untuk memberi
penjelasan lisan atas permohonannya.
Mahkamah Agung, karena jabatan, berwenang untuk meninjau kembali suatu persyaratan
yang dimohonkan pernyataan hapus, serta meninjau kembali suatu persyaratan dengan cara
lain yang diajukan yang diajukan pemohon.
Pasal 3.
Penetapan Mahkamah Agung yang mengatur (baca: meninjau kembali) atau menyatakan
hapus hapus suatu persyaratan tidak mempunyai kekuatan sebelum hal itu disetujui oleh
Gubemur Jenderal.
Pasal 4.
Ketentuan dalam tiga pasal yang lalu berlaku terhadap persyaratan yang telah ditinjau
kembali asalkan telah lampau sepuluh tahun sejak penetapan mahkamah agung yang
mengandung peninjauan kembali persyaratan itu memperoleh kekuatan.
Pasal 5
Pernyataan hapus dapat dimohon mengenai pengangkatan ahli waris atau pemberi hibah
wasiat, dalam hal suatu persyaratan yang telah ditinjau kembali dan menggantikan
persyaratan pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat tidak dipenuhi ketentuan.
Ketentuan dalam pasal 1004 alinea II dan III KUH Perd berlaku dalam hal ini.
Pasal 6
Putusan ini mulai berlaku sejak hari ketigapuluh sesudah pengumumannya dalam staatsblad
diIndonesia (diumumkan 9 Juli 1926)
Pasal 955.
Pada waktu pewaris meninggal dunia, baik para ahli waris yang diangkat dengan wasiat, maupun
mereka yang oleh undang-undang diberi sebagian harta peninggalan itu, demi hukum
memperoleh besit atas harta-benda yang ditinggalkan.
Pasal 834 dan pasal 835 berlaku terhadap mereka. (KUHPerd. 913 dst., 959, 1007, 1528.)

Page 166 of 336

Pasal 956.
Bila timbul perselisihan tentang siapa yang menjadi ahli waris, dan dengan demikian siapa yang
berhak memegang besit, maka hakim dapat memerintahkan agar harta benda itu disimpan di
pengadilan. (KUHPerd. 833, 1730 dst.)
Bagian 6.
Hibah Wasiat (Bdk. KB. di atas.)
Pasal 957.
Hibah wasiat ialah suatu penetapan khusus, di mana pewaris memberikan kepada satu atau
beberapa orang barang-barang tertentu, atau semua barang-barangnya dari macam tertentu;
misalnya, semua barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, atau hak pakai hasil atas
sebagian atau semua barang-barangnya. (KUHPerd. 876, 954, 1002, 1105.)
Pasal 958.
Semua hibah wasiat yang murni dan tidak bersyarat, sejak hari meninggalnya pewaris,
memberikan hak kepada penerima hibah wasiat (legitaris), untuk menuntut barang yang
dihibahkan, dan hak ini beralih kepada sekalian ahli waris atau penggantinya. (KUHPerd. 963,
996, 999, 1039, 1253 dst., 1268 dst.)
Pasal 959.
Penerima hibah wasiat harus meminta barang yang dihibahkan itu kepada para ahli waris atau
penerima wasiat yang diwajibkan untuk menyerahkan barang yang dihibahkan itu.
Ia berhak atas hasil dan bunganya sejak hari kematian pewaris, bila tuntutan untuk penyerahan
dilakukan dalam waktu satu tahun sejak hari tersebut, atau bila penyerahan itu dilakukan secara
sukarela dalam jangka waktu yang sama. Bila tuntutan itu diajukan setelah itu, ia hanya berhak
atas hasil dan bunganya saja, terhitung dari hari pengajuan tuntutan itu. (KUHPerd. 927, 955,
960, 963, 1011, 1250; Rv. 99.)
Pasal 960.
Bunga dan hasil barang-barang yang dihibah wasiatkan adalah untuk keuntungan penerima
hibah sejak hari kematian, kapan pun dia menuntut penyerahannya:
10. bila pewaris menyatakan keinginannya untuk itu dalam surat wasiat itu;
20. bila yang dihibah wasiatkan adalah suatu bunga cagak hidup atau suatu uang tunjangan
tahunan, bulanan atau mingguan sebagai pemberian untuk nafkah. (KUHPerd. 321 dst.,
800, 867 dst., 1775; Rv. 749.)
Pasal 961.
Pajak dengan nama apa pun, yang dipungut untuk negara, dibebankan kepada penerima hibah,
kecuali bila pewaris menentukan lain.
Pasal 962.
Bila pewaris mewajibkan suatu beban kepada beberapa penerima hibah, maka mereka wajib
memenuhinya, masing-masing standing dengan besarnya hibah wasiat, kecuali bila pewaris telah
menetapkan lain. (KUHPerd. 961.)
Pasal 963.
Barang yang dihibah wasiatkan harus diserahkan dengan semua perlengkapannya, dan dalam
keadaan seperti pada hari meninggalnya pewaris. (KUHPerd. 500, 588, 958 dst., 964, 1237,
1391.)

Page 167 of 336

Pasal 964.
Akan tetapi, setelah- pewaris menghibah wasiatkan suatu barang tetap, maka apa yang telah
dibeli atau diperoleh untuk memperbesar barang itu tidaklah termasuk dalam hibah wasiat itu,
meskipun berbatasan dengan barang yang telah dihibahkan itu, kecuali bila pewaris menetapkan
lain.
Segala sesuatu yang dilakukan oleh pewaris di atas tanah yang dihibahwasiatkan untuk
memperbaiki, memperindah, atau membangun kembali tanah itu atau untuk memperluas
sebidang tanah yang terjepit, maka jika tidak ada penetapan lain, semuanya harus dianggap
termasuk suatu bagian dari hibah wasiat itu. (KLTHPerd. 601 dst.)
Pasal 965.
Bila sebelum atau sesudah dibuat surat wasiat, barang yang dihibahwasiatkan terikat dengan
Hipotek atau dengan hak pakai hasil untuk suatu utang dari harta peninggalan itu, atau untuk
suatu utang pihak ketiga, maka orang yang harus menyerahkan hibah wasiat itu tidak wajib
melepaskan barang dari ikatan itu, kecuali bila ia diperintahkan dengan tegas oleh pewaris untuk
melakukannya.
Namun bila penerima hibah telah melunasi utang berhipotek itu, maka ia mempunyai hak untuk
menuntut para ahli waris sesuai dengan pasal 1106. (KUHPerd. 756 dst., 963, 1162 dst.)
Pasal 966.
Bila pewaris menghibahwasiatkan barang tertentu milik orang lain, hibah wasiat ini adalah batal,
entah pewaris itu tahli atau tidak tahli, bahwa barang itu bukan kepunyaannya. (KUHPerd. 903,
967, 996.)
Pasal 967.
Akan tetapi ketentuan pasal yang lalu tidak menjadi halangan untuk membebankan persyaratan
tertentu kepada ahli waris atau penerima hibah wwat, yaitu kewajiban untuk melakukan
pembayaran-pembayaran tertentu kepada pihak ketiga dengan barang-barangnya sendiri, atau
untuk membebaskan utang-utangnya. (KUHPerd. 892.)
Pasal 968.
Hibah-hibah wasiat mengenai barang-barang tak tentu tetapi dari jenis tertentu, adalah sah
entah pewaris meninggalkan barang yang demikian itu atau tidak. (KUHPerd. 1333, 1392.)
Pasal 969
Bila hibah wasiatnya terdiri dari barang-barang tak tentu, ahli waris tidak wajib memberikan jenis
yang terbaik, namun ia juga tidak boleh memberikan jenis yang terjelek. (KUHPerd. 1273, 1392.)
Pasal 970.
Bila yang dihibahwasiatkan hanya hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan, tanpa kata-kata hak
pakai hasil atau hak pakai oleh pewaris, maka barang yang berangKUHan haruslah tetap berada
dalam pengelolaan ahli warisnya, yang sementara itu wajib membayarkan hasil-hasil dan
pendapatannya kepada penerima hibah itu. (KUHPerd. 756 dst., 818 dst.)
Pasal 971.
Hibah wasiat kepada seorang kreditur tidak boleh dihitung sebagai pelunasan piutangnya seperti
halnya hibah wasiat kepada pembantu rumah tangga tidak boleh dianggap sebagai pembayaran
upah kerjanya. (KUHPerd. 1382 dst., 1425 dst.)
Pasal 972.

Page 168 of 336

Bila warisan tidak seluruhnya atau hanya sebagian diterima, atau bila warisan itu diterima
dengan hak khusus atas pemerincian harta peninggalan, dan harta yang ditinggalkan ini tidak
mencukupi untuk memenuhi hibah-hibah wasiat seluruhnya, maka hibah-hibah wasiat itu harus
dikurangi, sebanding dengan besarnya masing-masing, kecuali bila pewaris telah menetapkan
lain mengenai hal itu. (KUHPerd. 926, 1023 dst., 1050, 1057 dst.)
Bagian 7.
Penunjukan Ahli Waris Dengan Wasiat Untuk Kepentingan Cucu-cucu
Dan Keturunan Saudara Laki Laki Dan Perempuan.
Pasal 973.
Barang-barang yang dikuasai sepenuhnya oleh orang tua, boleh mereka hibahwasiatkan,
seluruhnya atau sebagian, kepada seorang anak mereka atau lebih, dengan perintah untuk
menyerahkan barang-barang itu kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir
maupun yang belum lahir.
Bila seorang anak telah meninggal lebih dahulu, maka penetapan wasiat yang sama boleh dibuat
untuk keuntungan satu orang cucu mereka atau lebih, dengan perintah menyerahkan barangbarang itu, kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah lahir maupun yang belum
lahir.
Pasal 974.
Demikian juga, boleh dibuat penetapan wasiat untuk keuntungan satu atau beberapa saudara
laki-laki atau perempuan dari pewaris, atas seluruh atau sebagian barang-barang yang oleh
undang-undang tidak dikecualikan dari penetapan wasiat, dengan perintah untuk menyerahkan
barang-barang itu, kepada anak-anak mereka yang telah lahir maupun yang belum lahir.
Penetapan wasiat yang demikian boleh juga diberikan untuk satu atau beberapa anak dari
saudara laki atau perempuan yang telah meninggal, dengan perintah untuk menyerahkan
barang-barang yang bersangkutan kepada anak-anak mereka masing-masing, baik yang telah
lahir maupun yang belum lahir. (KUHPerd. 880, 899, 913 dst., 976, 1019, 1675.)
Pasal 975.
Bila ahli waris yang dibebani itu meninggal dengan meninggalkan anak-anak dalam derajat
pertama dan keturunan seorang anak yang meninggal lebih dahulu, maka sekalian keturunan ini
berhak menikmati bagian dari anak yang meninggal lebih dahulu itu sebagai penggantinya.
Ketentuan yang sama berlaku juga dalam hat semua anak dalam derajat pertama telah
meninggal lebih dahulu, dan ahli waris yang diperintahkan untuk menyerahkan barang-barang
hanya meninggalkan cucu saja. (KUHPerd. 841 dst., 858.)
Pasal 976.
Penetapan-penetapan yang diperkenankan oleh pasal 973 dan pasal 974, hanya berlaku sejauh
penunjukan ahli waris dengan wasiat itu dibuat untuk satu derajat saja dan untuk keuntungan
semua anak-anak si pemikul beban, baik yang telah lahir maupun yang belum lahir, tanpa
kekecualian atau hak membedakan umur atau jenis kelamin.
Pasal 977.
Hak-hak ahli waris yang diangkat dengan penunjukan ahli waris dengan wasiat, mulai berlaku
pada saat berhentinya hak nikmat atas barang bagi si pemikul beban.
Pelepasan diri dari hak nikmat atas barang untuk keuntungan para ahli waris berharapan, tidak
boleh merugikan kreditur, yang telah berpiutang kepada si pemikul beban sebelum pelepasan ini,

Page 169 of 336

pun tidak boleh merugikan anak-anak yang lahir setelah pelepasan itu. (KUHPerd. 833, 1131,
1341.)
Pasal 978.
Barangsiapa membuat ketetapan-ketetapan tersebut dalam pasal-pasal yang lalu, dengan suatu
wasiat atau dengan suatu akta notaris yang dibuat kemudian, boleh menempatkan barangbarang di bawah kekuasaan satu atau beberapa pengelola selama dalam masa beban.
Dalam hal itu, ketentuan ketentuan pasal 789, alinea pertama dan kedua dari pasal 790, dan
pasal 791, berlaku bagi para pengelola. Mereka boleh memperhitungkan upah jerih payah
mereka, dalam hal-hal dan dengan cara-cara seperti yang ditentukan dalam bab berikut
mengenai para pelaksana surat-surat wasiat. (KUHPerd. 979, 982, 988, 1017, 1021.)
Pasal 979.
Bila pengelola itu meninggal atau tidak ada, atas permohonan si pemikul beban atau orang-orang
yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, hakim berkuasa mengangkat orang
lain untuk mengganti pengurus itu. (KUHPerd. 982, 1016.)
Pasal 980.
Dalam waktu sebulan setelah meninggalnya orang yang membuat penetapan wasiat seperti di
atas, maka atas permohonan pengelola yang telah diangkat, atas permintaan orang-orang yang
berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, harus dibuat perincian barang-barang
yang merupakan harta peninggalan itu.
Bila yang diwasiatkan hanya terdiri dari hibah wasiat saja, maka harus dibuat suatu daftar khusus
semua barang-barang yang menjadi bagian harta peninggalan itu.
Perincian harta ini atau daftar ini harus memuat anggaran biayanya. (KUHPerd. 981; Rv. 672
dst.)
Pasal 981.
Perincian harta atau daftar ini harus dibuat di hadapan pengelola yang telah diangkat, dan di
hadapan orang-orang yang berkepentingan atau setelah mereka dipanggil dengan sah.
Bila mereka hadir pada pembuatan perincian harta itu, maka perincian itu dapat dibuat di bawah
tangan; dalam hal itu, daftar itu, dalam waktu empat belas hari setelah pemerincian harta itu
selesai, harus disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
Biaya-biaya untuk itu dibebankan pada barang-barang yang termasuk yang dihibahwasiatkan
dengan cara penunjukan ahli waris dengan wasiat itu. (KUHPerd.783; Rv.'672 dst.)
Pasal 982.
Bila pewaris tidak mengangkat pengelola, maka barang-barangnya dikelola oleh ahli waris yang
dibebani, dan ia wajib menjamin penyimpanan, penggunaan secara layak dan penyerahan lebih
lanjut barang-barang itu, kecuali bila pewaris dengan tegas telah membebaskannya dari segala
kewajiban untuk mengadakan jaminan. (KUHPerd. 335, 978, 984 dst., 988.)
Pasal 983.
Ahli waris pemikul beban, yang dalam hal tersebut dalam pasal yang lalu tidak memberikan
jaminan, harus merelakan barang-barang itu, atas permohonan orang-orang yang
berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, untuk diserahkan kepada pengelolaan
seseorang yang diangkat oleh pengadilan negeri, yang terhadapnya berlaku segala hak dan
kewajiban yang ditetapkan terhadap wali atas anak-anak di bawah umur. Ketentuan-ketentuan

Page 170 of 336

penutup pasal 978 tersebut di atas berlaku juga terhadap para pengelola itu. (KUHPerd. 385 dst.,
786.)
Pasal 984.
Ahli waris pemikul beban, yang menjalankan sendiri pengelolaannya, harus mengelola barangbarang itu sebagaimana layaknya seorang kepala rumah tangga yang baik, dan dalam hal itu dan
dalam hal memikul biaya dan beban, serta dalam hal melakukan perbaikan-perbaikan, ia sama
dengan pemegang hak pakai hasil. (KHPerd. 784, 793 dst., 982.)
Pasal 985.
Segala harta benda tetap, demikian pula bunga dan piutang, tidak boleh dipindahtangankan atau
dibebani, kecuali dengan izin pengadilan negeri, setelah mendengar ahli waris berharapan dan
jawatan kejaksaan.
Izin itu hanya boleh diberikan jika ada keperluan mutlak, atau jika ada harapan waiar akan
memperoleh keuntungan, baik bagi ahli waris berharapan maupun bagi ahli waris pemikul beban;
dalam hal pemindahtanganan, izin itu hanya boleh diberikan dengan beban untuk membungakan
uang penjualan dengan cara fidei commis, bila barang itu dikelola oleh si pemikul beban sendiri.
Bila barang-barang itu ada dalam pengelolaan, para pengelola wajib membungakan hasilnya
dengan cara seperti yang diatur bagi para wali. (KUHPerd. 391 dst., 1168 dst.)
Pasal 986.
Pengangkatan ahli waris dengan wasiat yang pada bagian ini diperkenankan, tidak boleh
dipertahankan terhadap pihak ketiga, bahkan oleh anak yang di bawah umur sekalipun, bila hal
itu tidak diumumkan, dengan cara berikut: mengenai barang-barang tetap, dengan cara yang
ditentukan dalam pasal 620, dan mengenai piutang-piutang berhipotek, dengan mendaftarkan
barang-barang tetap terikat untuk piutang-piutang itu, atau dengan membubuhkan keterangan di
sebelah daftar yang telah ada. (Ov. 28; KUHPerd. 988.)
Pasal 987.
Ahli waris karena undang-undang atau ahli waris karena surat wasiat dari arang yang
mengangkat ahli waris dengan wasiat, dalam hat apa pun tidak boleh mengajukan bantahan
kepada ahli waris berharapan berdasarkan tidak adanya pengumuman, pendaftaran atau
pembubuhan keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal yang lalu. (Ov. 98; KUHPerd.
986.) 988. Pam pengeloia wajib menyelenggarakan pengumuman, pendaftaran dan pembubuhan
keterangan seperti yang diperintahkan dalam pasal 986, yang pea diancam dengan hukuman
penggantian biaya kerugian dan bunga. Semua orang yang berkepentingan berhak menuntut
agar peraturan-peraturan tersebut di atas dipenuhi. (Ov. 28; KUHPerd 385, 1365.)
Bagian 8.
Penunjukan Ahli Waris Dengan Wasiat Dari Apa yang Oleh Ahli Waris
atau Penerima Hibah Wasiat Tidak Dipindahtangankan Atau
Dihabiskan Sebagai Harta Peninggalan.
Pasal 989.
Dalam hal ada pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat atas dasar yang
dicantumkan dalam pasal 881, ahli waris atau penerima hibah berhak memindahtangankan atau
menghabiskan, dan bahkan berhak menghibahkan barang-barang warisan itu kepada sesama
yang masih hidup, kecuali bila hal terakhir ini dilarang oleh pewaris untuk seluruhnya atau untuk
sebagian. (KURPerd. 880, 978, 1675.)
Pasal 990.

Page 171 of 336

Kewajiban untuk membuat perincian harta peninggalan atau daftar pewaris meninggal, dan
kewajiban untuk menyerahkan surat-surat itu kepada kepaniteraan pengadilan negeri
sebagaimana diatur dalam pasal 980 dan pasal 981, berlaku juga bagi ahli waris atau penerima
hibah yang memikul beban, sebagaimana diatur dalam bagian ini, tetapi ia tidak wajib
memberikan suatu jaminan. (KUHPerd. 978, 982; Rv. 672 dst.)
Pasal 991.
Setelah meninggalnya ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, ahli waris berharapan
berhak menuntut, supaya segala sesuatu yang masih tersisa dari warisan atau hibah wasiat itu
segera diserahkan kepadanya dalam wujudnya.
Mengenai uang tunai atau mengenai hasil barang-barang yang telah dipindahtangankan, dari
catatan-catatan ahli waris atau penerima hibah yang dibebani, dari surat-surat rumah tangga,
atau dari lain-lain bukti, dapat disimpulkan apakah masih ada dan berapakah yang tersisa dari
warisan atau hibah wasiat itu. (KUHPerd. 389, 978, 1881.)
Bagian 9.
Pencabutan dan Gugurnya Wasiat.
Pasal 992.
Suatu wasiat, baik seluruhnya maupun sebagian, tidak boleh dicabut, kecuali dengan wasiat yang
lebih kemudian, atau dengan suatu akta notaris yang khusus, yang mengandung pernyataan
pewaris tentang pencabutan seluruhnya atau sebagian wasiat yang dulu, tanpa mengurangi
ketentuan pasal 934. (KUHPerd. 875, 935, 955.)
Pasal 993.
Bila surat wasiat kemudian itu, yang memuat pencabutan secara tegas wasiat yang terdahulu,
tidak ditengkapi dengan formalitas-formalitas yang disyaratkan untuk sahnya surat wasiat, tetapi
memenuhi yang disyaratkan untuk sahnya akta notaris, maka penetapan-penetapan yang
dahulu, sekiranya diulangi dalam penetapan yang kemudian, harus dianggap tidak dicabut.
(KUHPerd. 953, 994.)
Pasal 994.
Surat wasiat kemudian, yang tidak mencabut wasiat terdahulu secara tegas, hanya membatalkan
penetapan-penetapan surat wasiat yang terdahulu itu sejauh tidak dapat disesuaikan dengan
penetapan-penetapan yang baru, atau bertentangan dengan itti.
Ketentuan pasal ini tidak berlaku, bila surat wasiat yang kemudian itu batal karena cacat
bentuknya, meskipun surat wasiat itu sebagai akta notaris berlaku juga. (KUHPerd. 953, 992
dst.)
Pasal 995.
Pencabutan yang dilakukan dengan surat wasiat yang kemudian baik secara tersurat maupun
tersirat, berlaku sepenuhnya, pun sekiranya akta yang baru itu tak berlaku karena tidak cakapnya
ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan, atau karena penolakan mereka untuk menerima
warisan itu. (KUHPerd. 893, 895 dst., 1057 dst.)
Pasal 996.
Semua pemindahtanganan, bahkan penjualan dengan hak untuk memperoleh kembali, atau
tukar-menukar, yang dilakukan oleh pewaris atas barang yang dihibahwasiatkan, seluruhnya atau
sebagian, selalu mengakibatkan tercabutnya hibah wasiat yang dipindahtangankan atau
dipertukarkan, kecuali bila barang yang dipindahtangankan mungkin telah kembali ke dalam
harta peninggalan pewaris. (KUHPerd. 958, 963, 1519 dst., 1541.)

Page 172 of 336

Pasal 997.
Semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada
peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap telah
menggantungkan pelaksanaan penetapannya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adalah gugur,
bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan meninggal sebelum terpenuhi persyaratan
itu. (KUHPerd. 81)9, 958, 1261.)
Pasal 998.
Bila dengan persyaratan itu pewaris hanya bermaksud menangguhkan pelaksanaan
penetapannya, maka hal demikian itu tidak menghalangi ahli waris atau penerima hibah yang
ditetapkan itu untuk mempunyai hak yang diperoleh itu, dan untuk mengalihkannya kepada ahli
warisnya. (KUHPerd. 882, 886, 1263, 1268.)
Pasal 999.
Suatu hibah wasiat gugur, bila barang yang dihibahwasiatkan musnah sama sekali semasa
pewaris masih hidup.
Hal yang sama juga terjadi, bila setelah dia meninggal, barang itu musnah tanpa perbuatan atau
kesalahan ahli waris atau orang lain yang berkewajiban menyerahkan hibah wasiat itu; sekiranya
orang-orang itu telah lalai untuk menyerahkan barang itu pada waktunya, hibah wasiat itu juga
gugur bila barang itu, seandainya di tangan penerima hibah pun, juga akan musnah. (KUHPerd.
958, 1237, 1444 dst.)
Pasal 1000.
Suatu hibah wasiat berupa bunga, piutang atau tagihan utang lain kepada pihak ketiga, gugur
sekedar mengenai apa yang pada waktu pewaris masih hidup kiranya telah dibayar. (KUHPerd.
999.)
Pasal 1001.
Suatu penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima hibah yang
ditetapkan itu menolak warisan atau hibah wasiat itu, atau ternyata tidak cakap untuk
memanfaatkan hal itu.
Bila pada penetapan itu diberikan keuntungan kepada pihak ketiga, maka pemberian keuntungan
itu tidak gugur; orang yang berhak atas warisan atau hibah wasiat itu, tanpa mengurangi
wewenangnya untuk melepaskan diri secara utuh dan tak bersyarat dari warisan atau hibah
wasiat itu, tetap wajib memberi keuntungan kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd. 895 dst., 967,
1057 dst.)
Pasal 1002.
Warisan atau hibah bagi para ahli waris atau penerima hibah menjadi bertambah, dalam hal
pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat ditetapkan untuk beberapa orang
bersama-sama, sedangkan penetapan itu tidak dapat dilaksanakan terhadap seorang atau
beberapa dari para ahli waris atau penerima hibah itu.
Pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah wasiat harus dianggap dibuat untuk bersamasama, bila hal itu dibuat dengan satu penetapan yang sama, dan kepada masing-masing ahli
waris atau penerima hibah itu pewaris tidak menunjukkan bagian tertentu dari barangnya,
seperti seperdua, sepertiga, dst.
Perkataan untuk bagian-bagian sama besar tidak dianggap sebagai petunjuk bagian tertentu
seperti yang diatur dalam pasal ini. (KUHPerd. 135, 808, 1052, 1059.)

Page 173 of 336

Pasal 1003.
Selanjutnya pewaris juga harus dianggap telah memberikan hibah wasiat kepada beberpa orang
bersama-sama, bila suatu barang yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa menjadi rusak, diwasiatkan
dalam satu akta yang sama kepada beberapa orang, meskipun diwasiatkan secara sendiri-sendiri.
(KUHPerd. 1296.)
Pasal 1004.
Pernyataan gugumya surat-surat wasiat dapat diminta setelah meninggalnya pewaris, karena
tidak dilaksanakan persyaratan-persyaratannya.
Dalam hal ini, mereka yang kepentinganya telah dipenuhi dengan pernyataan gugur itu, akan
mengambil kembali barang-barang itu, bebas dari segala beban dan hipotek, yang sekiranya
telah ditempatkan atas barang-barang itu oleh para ahli waris dan penerima hibah yang telah
dinyatakan gugur.
Mereka bahkan boleh melaksanakan hak-hak itu terhadap pihak ketiga yang menguasai barangbarang tetap itu, seperti terhadap ahli waris atau penerima hibah yang diangkat itu. (KUHperd.
928 dst., 1257, 1265.; S. 1926-253o di dalam KUHPerd. 956.)
BAB XIV.
PELAKSANA SURAT WASIAT DAN PENGELOLA HARTA PENINGGALAN
Pasal 1005.
Seorang pewaris boleh mengangkat seorang atau lebih pelaksana surat wasiatnya, baik dengan
surat wasiat maupun dengan akta di bawah tangan seperti yang tercantum pada pasal 935,
ataupun dengan akta notaris khusus.
Ia dapat juga mengangkat beberapa orang, agar pada waktu yang satu berhalangan, yang lain
dapat mengganti. (KUHPerd. 959, 1015 dst., 1021, 1127; Rv. 99.)
Pasal 1006.
Wanita yang telah kawin, anak di bawah umur, sekalipun ia telah memperoleh pendewasaan,
orang yang ada di bawah pengampuan, dan siapa saja yang tidak cakap untuk mengadakan
ikatan, tidak boleh menjadi pelaksana wasiat.(KUHPerd. 108, 330, 426 dst., 433, 1329 dst.,
1798.)
Pasal 1007.
Kepada para pelaksana wasiat, pewaris dapat memberikan penguasaan atas semua barang dari
harta peninggalan, atau bagian tertentu daripadanya.
Dalam hal pertama penguasaan itu meliputi baik brang-barang tetap maupun bergerak.
Penguasaan itu menurut hukum tidak akan berlangsung lebih lama daripada satu tahun
terhitung, dari hari ketika para pelaksana dapat menguasai barang itu. (ov. 43; KUHPerd. 833,
955, 1013.)
Pasal 1008.
Bila semua ahli waris sepakat, mereka dapat menghentikan penguasaan itu, asalkan mereka
memungkinkan para pelaksana untuk membayar atau menyerahkan hibah-hibah wasiat yang
murni dan tak bersyarat, atau menunjukkan bahwa penyerahan hibah-hibah itu telah
dilaksanakan. (KUHPerd. 1012.)
Pasal 1009.

Page 174 of 336

Pelaksana surat wasiat harus mengusahakan penyegelan harta peninggalannya, bila ada ahli
waris yang masih di bawah umur atau ditaruh di bawah pengampuan, yang pada waktu pewaris
meninggal tidak mempunyai wali atau pengampu, atau jika ada ahli waris yang tidak hadir, baik
sendiri maupun dengan perantaraan. (Ov. 42, 100 dst; KUHPerd. 463 dst., 1073 dst.; Rv. 652
dst.)
Pasal 1010.
Pelaksana harus mengusahakan pembuatan perincian harta peninggalan itu di hadapan para ahli
waris yang ada di Indonesia atau setelah memanggil mereka dengan sah. (KUHPerd. 1018; Rv.
672 dst.)
Pasal 1011.
Pelaksana wajib mengusahakan agar kehendak terakhir pewaris dilaksanakan, dan dalam hal
terjadi perselisihan mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk mempertahankan berlakunya surat
wasiatnya. (KUHPerd. 959, 1013.)
Pasal 1012.
Bila uang tunai yang diperlukan untuk membayar hibah-hibah wasiat tidak tersedia, maka
pelaksana mempunyai wewenang untuk mengusahakan penjualan di muka umum dan menurut
kebiasaan setempat, atas barang-barang bergerak dari harta peninggalan itu, dan bila perlu, juga
satu atau beberapa dari harta tetap, tetapi yang tersebut terakhir haruslah dengan persetujuan
para ahli waris, atau bila mereka tidak ada, dengan izin hakim, kecuali bila para ahli waris
berkenan untuk membayar lebih dahulu uang yang diperlukan.
Penjualan itu dapat juga dilaksanakan di bawah tangan, bila semua ahli waris menyetujuinya,
tanpa mengurangi ketentuan mengenai anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang berada
dalam pengampuan. (Ov. 44; KUHPerd. 389, 393 dst., 452, 1008, 1014, 1034.)
Pasal 1013.
Para pelaksana yang mengusai harta peninggalan bahkan di muka hakim pun, berwenang untuk
menagih piutang-piutang yang tiba waktunya dan dapat ditagih selama penguasaan. (KUHPerd.
1007, 1011.)
Pasal 1014.
Mereka tidak berwenang untuk menjual barang-barang harta peninggalan dengan maksud untuk
melakukan pembagian; pada akhir pengelolaan, mereka wajib memberikan perhitungan dan
pertanggungjawaban kepada orang-orang yang berkepentingan, dengan menyerahkan semua
barang dan efek yang termasuk harta peninggalan, beserta penutup perhitungannya, agar dapat
diadakan pembagian antara para ahli waris. Dalam hal melakukan pembagian, mereka harus
membantu para ahli waris, bila para ahli waris ini menghendakinya. (KUHPerd. 1012, 1018; Rv.
99.)
Pasal 1015.
Kekuasan pelaksana suatu wasiat tidak beralih kepada ahli warisnya. (KUHPerd. 1005, 1819.)
Pasal 1016.
Bila ada beberapa pelaksana satu surat wasiat yang telah menerima tugas itu, maka masingmasing dapat bekerja sendiri bila yang lain tidak ada dan mereka masing-masing dalam hat ini
bertanggung jawab atas pengelolaan itu, kecuali bila pewaris telah membagi pekerjaan mereka,
dan masing-masing harus membatasi diri dalam lingkungan urusan yang diserahkan kepadanya.
(KUHPerd. 1005, 1019, 1021, 1280, 1806.)
Pasal 1017.

Page 175 of 336

Biaya yang dikeluarkan oleh pelaksana surat wasiat untuk penyegelan, pemerincian harta,
perhitungan dan pertanggungiawaban dan urusan lain yang berhubungan dengan pekerjaan
mereka, dibebankan pada harta peninggalan itu. (KUHPerd. 410, 1011, 1013, 1041; Succ. 39.)
Pasal 1018.
Tiap-tiap ketentuan pewaris yang berisi bahwa pelaksana surat wasiatnya dibebaskan dari
pembuatan perincian harta peninggalan, atau dari pemberian perhitungan dan
pertanggungjawaban, batal menurut hukum. (AB. 23; KUHPerd. 1010, 1014.)
Pasal 1019.
Tanpa mengurangi apa yang telah ditentukan mengenai hak pakai hasil, mengenai penunjukan
ahli waris dengan wasiat, dan mengenai anak-anak di bawah umur dan orang-orang yang dalam
pengampuan, pewaris boleh mengangkat seorang pengelola atau lebih, dengan surat wasiat atau
dengan akta notaris khusus, untuk mengelola barang-barang yang ditinggalkan kepada para ahli
waris dan para penerima hibah wasiat selama hidup mereka ini atau selama waktu tertentu,
asalkan dengan itu tidak dilanggar penyerahan secara bebas bagian para ahli waris menurut
undang-undang.
Ketentuan-ketentun pasal 1016 berlaku terhadap hal ini, (KUHPerd. 307, 385 dst., 441 dst., 464
dst., 785 dst., 913, 978, 1020.)
Pasal 1020.
Bila pewaris tidak menunuk orang-orang yang akan bertindak sebagai pengganti pengelola yang
berhalangan, maka hat ini akan ditetapkan oleh pengadilan negeri setelah mendengar jawatan
kejaksaan. (KUHPerd. 307, 792, 979.)
Pasal 1021.
Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima tugas pelaksana suatu wasiat atau tugas
pengelola warisan atau hibah wasiat, tetapi orang yang telah menerima hal itu wajib
menyelesaikannya.
(s.d.u. dg. S. 1928-210.) Bila pewaris tidak memberikan upah kepada pelaksana untuk
melakukan pekerjaannya, atau tidak memberikan hibah wasiat untuk itu kepadanya, maka
pelaksana itu, atau para pelaksana bila diangkat lebih dari satu pelaksana, untuk diri sendiri atau
untuk mereka bersama-sama, berhak memperhitungkan upah, sebagaimana ditetapkan pada
pasal 411 untuk para wali. (Ov. 80; KUHPerd. 1005, 1800.)
Pasal 1022.
Pelaksana surat wasiat, demikian pula pengelola tersebut pada pasal 1019, dapat dipecat karena
alasan yang sama seperti yang berlaku bagi wali. (KUHPerd. 373, 380 dst.)

BAB XV.
HAK BERPIKIR DAN HAK ISTIMEWA UNTUK MERINCI
HARTA PENINGGALAN
Pasal 1023.
Barangsiapa memperoleh hak atas suatu warisan dan sekiranya ingin menyelidiki keadaan harta
peninggalan itu, agar dapat mempertimbangkan yang terbaik bagi kepentingan mereka, apakah
menerima secara murni, ataukah menerima dengan hak istimewa untuk merinci harta
peninggalan itu, ataukah menolaknya, mempunyai hak untuk berpikir, dan harus memberikan
pemyataan mengenai hal itu pada kepaniteraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
warisan itu terbuka; pernyataan itu harus didaftarkan dalam daftar yang disediakan untuk itu. (S.
1946-135 pasal 51.)

Page 176 of 336

(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Di tempat-tempat yang terpisah oleh laut dari hubungan langsung

dengan tempat kedudukan pengadilan negeri, pernyataan itu dapat diberikan kepada
residentierechter (hakim karesidenan), atau bila ini berhalangan atau tidak ada, kepada kepala
daerah setempat, yang kemudian membuat catatan mengenai hal itu dan mengirimkannya
kepada pengadilan negeri, yang selanjutnya memerintahkan pembukuannya. (Ov. 14, 45 dst.;
KUHPerd. 23, 132 dst., 138, 153, 401, 452, 477, 833, 1028, 1043, 1044, 1046, 1051; Rv. 694.)
Pasal 1024.
Kepada ahli waris tersebut diberikan jangka waktu empat bulan, terhitung dari hari pemberian
pernyataaan, untuk menyuruh pengadakan perincian harta itu dan untuk berpikir.
Pengadilan negeri berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tersebut di atas, berdasarkan
keadaan-keadaan yang mendesak, bila ahli waris, itu dituntut di hadapan hakim. (KUHPerd. 134,
1029, 1030, 1042, 1048; Rv. 672 dst., 694 dst.)
Pasal 1025.
Selama jangka waktu yang ditetapkan itu, ahli waris yang sedang berpikir itu tidak boleh
diharuskan bertindak sebagai ahli waris. Terhadapnya tidak dapat dijatuhkan hukuman oleh
pengadilan, dan pelaksanaan putusanPutUsan hakim terhadap pewaris tetap ditangguhkan.
Ia berkewajiban bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik dalam menjaga harta
peninggalan itu. (KUHPerd. 833, 1235, 1992; Rv. 135, 648.)
Pasal 1026.
Ahli waris yang sedang berpikir itu berwenang minta izin kepada hakim untuk menjual semua
benda yang tidak perlu atau tidak dapat disimpan, serta untuk melakukan segala macam
tindakan yang tidak dapat ditunda.
Cara penjualan akan ditentukan dalam izin hakim. (KUHPerd. 1028, 1034, 1049; RV. 694 dst.)
Pasal 1027.
Atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, hakim dapat memerintahkan tindakantindakan yang dianggapnya perlu diambil, baik untuk keselamatan barang-barang harta
peninggalan, maupun untuk kepentingan pihak ketiga. (KUHPerd. 1023.)
Pasal 1028.
Di tempat-tempat seperti yang dimaksud dalam Penutup pasal 1023, kepala daerah setempat
mempunyai wewenang yang dalam pasal lalu diberikan kepada hakim, dan kepada pejabat
tersebut dapat dimintakan izin termaksud dalam pasal 1026.

Pasal 1029.
Setelah lampau jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 1024, ahli waris dapat dipaksa untuk
menolak warisan itu, atau menerimanya, baik secara murni maupun dengan hak istimewa untuk
merinci harta peninggalan itu. Dalam hal yang terakhir ini, harus diberikan pernyataan dengan
cara yang sama seperti yang ditetapkan dalam pasal 1023. (KUHPerd. 484, 1030, 1042, 1044.)
Pasal 1030.
Setelah habisnya jangka waktu itu pun, ahli waris masih berhak menyuruh mengadakan perincian
harta peninggalan itu, dan untuk menerimanya dengan hak istimewa untuk membuat perincian,
kecuali bila dia bertindak sebagai ahli waris murni. (KUHPerd. 1046, 1048 dst, 1055.)
Pasal 1031.

Page 177 of 336

Ahli waris kehilangan hak istimewa pemerincian, dan dianggap sebagai ahli waris murni:
10. bila ia dengan sadar dan sengaja, serta dengan itikad buruk, tidak memasukkan barangbarang yang termasuk harta peninggalan ke dalam perincian harta itu;
20. bila ia berbuat salah dengan menggelapkan barang-barang yang termasuk warisan itu.
(KUHPerd. 137, 1042, 1064.)
Pasal 1032.
Hak istimewa untuk mengadakan pemerincian mempunyai akibat:
10. bahwa ahli waris itu tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban harta peninggalan
itu lebih daripada jumlah harga barang-barang yang termasuk warisan itu, dan bahkan
bahwa ia dapat membebaskan diri dari pembayaran itu, dengan menyerahkan semua
barang-barang yang termasuk har-ta peninggalan itu kepada penguasaan para kreditur dan
penerima hibah wasiat;
20. bahwa barang-barang para ahli waris sendiri tidak dicampur dengan barang-barang harta
peninggalan itu, dan bahwa dia tetap berhak menagih piutang-piutangnya sendiri dari harta
peninggalan itu. (KUHPerd. 1086, 1 100 dst., 1402, 1436, 1991; Rv. 697.)
Pasal 1033.
Ahli waris yang telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian,
wajib mengurus barang-barang yang termasuk warisan itu sebagai seorang kepala rumah tangga
yang baik, dan secepatnya menyelesaikan urusan warisan itu; ia wajib memberi
pertanggungiawaban kepada para kreditur dan penerima hibah wasiat. (KUHPerd. 1034 dst.,
1048, 1235; Rv. 764.)
Pasal 1034.
Ia tidak diperkenankan menjual barang-barang harta peninggalan itu, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, selain di depan umum dan menurut kebiasaan setempat atau lewat
perantara atau komisioner, bila dalam harta peninggalan itu ada barang-barang dagangan.
Ia berkewajiban, dalam hal penjualan barang-buang tetap yang dibebani hipotek, untuk melunasi
utang hipotek kepada para kreditur yang datang menagih, dengan jalan memberi hak untuk
menagih kepada si pembeli barang tetap itu, sebanding dengan jumlah yang dapat ditagih oleh
para kreditur itu. (AB. 15; KUHPerd. 389, 393, 1026, 1037, 1210 dst., 1417; Rv. 695.)
Pasal 1035.
Bila para kreditur dan orang-orang lain yang berkepentingan menghendaki, ia wajib memberi
jaminan secukupnya untuk harga barang-barang bergerak yang termasuk dalam perincian harta
peninggalan itu, dan untuk bagian dari harga barang-barang tetap yang tidak diserahkan kepada
para kreditur hipotek.
Bila ia lalai memberi jaminan, maka barang-barang bergerak harus diuangkan, dan hasilnya serta
bagian dari barang tetap yang belum diserahkan, harus diserahkan kepada orang yang diangkat
oleh hakim untuk itu, agar dengan barang-barang itu dilunasi utang-utang dan beban-beban
harta peninggalan sekedar jumlah harta peninggalan itu mencukupi. (KUHPerd. 509 dst., 1034,
1162 dst., 1736 dst., 1827; Rv. 696.)
Pasal 1036.
Dalam waktu tiga bulan, terhitung dari lampaunya jangka waktu yang ditentukan dalam pasal
1024, ahli waris itu wajib memanggil para kreditur yang tidak diketahui dengan pengumuman
dalam berita negara, agar kepada mereka, kepada kreditur yang telah diketahui, serta kepada
para penerima hibah wasiat, dapat diberikan segera perhitungan dan pertanggungjawaban
tentang pengelolaannya, dan agar dapat dilunasi piutang-piutang dan hibah-hibah mereka,

Page 178 of 336

sekedar jumlah harta peninggalan mencukupi. (KUHPerd. 1030, 1033 dst., 1039, 1130; Rv. 177
dst.; Wsk. 67.)
Pasal 1037.
Setelah menyelesaikan perhitungan dan pertanggungiawaban, ahli waris harus melunasi piutang
para kreditur yang sudah diketahui pada waktu itu, Seluruhnya atau dalam perbandingan
denganiumlah harga harta peninggalan itu.
Para kreditur yang datang menagih setelah pembagian, hanya akan dibayar dengan barangbarang yang tidak terjual dan sisanya, sesuai dengan waktu kedatangan mereka untuk melapor.
(KUHPerd. 1034, 1039 dst., 1130.)
Pasal 1038.
Bila terjadi suatu perlawanan, piutang para kreditur tidak dapat dilunasi, kecuali berdasarkan tata
tertib urutan yang ditetapkan oleh hakim. (KUHPerd. 1130; Rv. 483 dst., 547 dst,)
Pasal 1039.
Para penerima hibah wasiat tidak dapat menuntut bagian hibah wasiat mereka, bila belum lewat
jangka waktu yang ditentukan dalam pasal 1036, dan belum dilakukan pembayaran yang
ditentukan dalam pasal 1037.
Para kreditur yang datang menagih setelah hibah-hibah wasiat dipenuhi, hanya dapat menuntut
hak mereka kepada para penerima hibah wasiat.
Tuntutan itu kedaluwarsa dengan lampaunya tiga tahun setelah hari dilakukan pembayaran
kepada para penerima hibah wasiat. (KUHPerd. 959, 1138.)
Pasal 1040.
Ahli waris yang telah menerima warisan dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran
harta, tidak dapat diminta untuk menanggung utang-utang pewaris terlebih dahulu dengan
hartanya sendiri, kecuali jika setelah diperingatkan untuk memberikan perhitungan, ia niasih
tetap lalai untuk memenuhi kewajiban itu.
Setelah penyelesaian perhitungan itu, harta benda kepunyaan ahli waris sendiri hanya dapat
disita untuk melunasi utang-utang si mati, sejauh barang-barang itu berasal dari harta
peninggalan itu dan telah jatuh ke tangannya. (KUHPerd. 1031 dst., 1036, 1100 dst.)
Pasal 1041.
Biaya penyegelan, pemerincian harta peninggalan, pembuatan perhitungan, beserta semua biaya
lainnya yang telah dikeluarkan secara sah, dibebankan kepada harta peninggalan itu. (Ov. 100
dst.; KUHPerd. 1017, 1024, 1130; Rv. 652 dst.)
Pasal 1042.
Ketentuan-ketentuan dari pasal 1024, pasal 1031 dan berikutnya juga berlaku bagi para ahli
waris yang tanpa menggunakan hak untuk berpikir, telah menenma warisan dengan hak
istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan, dengan memberikan pernyataan
seperti yang tersebut dalam penutup pasal 1029. (KUHPerd. 1036.)
Pasal 1043.
Suatu ketentuan pewaris melarang untuk menggunakan hak berpikir dan hak istimewa untuk
mengadakan pemerincian harta peninggalan, adalah batal dan tidak berlaku. (AB. 23.)
BAB XVI.
HAL MENERIMA DAN MENOLAK WARISAN

Page 179 of 336

Bagian 1
Hal Menerima Warisan.
Pasal 1044.
Warisan dapat diterima secara murni, atau dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian
harta peninggalan itu. (KUHPerd. 1023, 1029.)
Pasal 1045.
Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. (KUHPerd.
1050, 1334.)
Pasal 1046.
Warisan yang jatuh ke tangan wanita yang telah kawin, anak di bawah umur dan orang yang
dalam pengampuan, tidak dapat diterima secara sah, dengan mengindahkan ketentuan undangundang mengenai orang orang itu.
Pengangkatan ahli waris yang disebut dalam pasal 900 dan disetujui oleh Presiden, hanya dapat
diterima dengan hak istimewa untuk mengadakan harta peninggalan. (KUHPerd. 108, 115 dst.,
120, 124, 194, 330, 401, 429, 452, 1069; F. 40; Rv. 694 dst.)
Pasal 1047..
Penerima suatu warisan berlaku surut sampai pada hari warisan itu terbuka. (KUHPerd. 541, 833,
955, 1058.)
Pasal 1048.
Penerimaan suatu warisan dililakukan dengan tegas atau secara diam-diam; hal itu dilakukan
dengan tegas, bila seseorang, dalam surat otentik atau di bawah tangan, menamakan dirinya ahli
waris atau mengambil kedudukan ahli waris; kesediaan menerima itu dilakukan secara diamdiam, bila ahli waris itu melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan maksudnya untuk
menerima warisan itu, dan dia kiranya hanya berwenang untuk itu dalam kedudukannya sebagai
ahli waris. (KUllPerd. 136 dst., 959, 1030, 1064, 1382, 1537.)
Pasal 1049.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakaman, tindakan - tindakan yang hanya untuk
penyimpanan saja, demikian pula yang hanya bertujuan untuk mengawasi harta peninggalan itu
atau untuk mengelolanya sementara, tidak dianggap sebagai tindakan-tindakan yang
menunjukkan kesediaan untuk menerima warisan secara diam-diam. (KUHPerd. 136, 1026, 1979
dst.)
Pasal 1050.
Bila para ahli waris berselisih pendapat tentang menerima warisan atau tidak, maka yang satu
dapat menerima, sedangkan yang lain dapat menolak.
Bila Para ahli waris itu berselisih pendapat tentang cara menerima warisan, maka warisan itu
diterima dengan hak istimewa untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan. (KUHPerd.
135, 1029, 1045; F. 40.)
Pasal 1051.
Bila seseorang, yang ke tangannya telah jatuh suatu warisan, meninggal tanpa menolak atau
menerima, maka para ahli warisnya berwenang sebagai penggantinya untuk menerima atau

Page 180 of 336

menolak, dan ketentuan-ketentuan pasal yang lain berlaku terhadap mereka. (KUHPerd. 134,
833, 1056.)
Pasal 1052.
Barangsiapa telah bersedia menerima bagiannya dari suatu warisan, tidak diperkenankan
menolak bagian yang jatuh ke tangannya karena hak pertambahan, kecuali dalam hal yang
diatur dalam pasal 1054. (KUHPerd. 1002, 1059.)
Pasal 1053.
Kesediaan orang dewasa menerima suatu warisan, tidak dapat dibatalkan seluruhnya, kecuali jika
kesediaannya itu terjadi akibat paksaan atau penipuan yang dilakukan terhadapnya.
Ia tidak dapat mengingkari penerimaan itu dengan alasan bahwa ia telah dirugikan karenanya,
kecuali jika warisannya telah dikurangi separuh lebih karena telah ditemukan suatu wasiat yang
tidak diketahui pada waktu diterimanya warisan itu. (KUHPerd. 1065, 1112, 1321, 1323, 1328,
1449 dst.)
Pasal 1054.
Bagian seorang ahli waris yang seluruhnya telah dipulihkan kembali terhadap kesediaan
penerimaannya, tidak menjadi hak para sesama ahli waris karena hak mendapat tambahan,
kecuali jika mereka ini bersedia menerimanya. (KUHPerd. 1002, 1052 dst., 1059.)
Pasal 1055.
Hak untuk menerima warisan kedaluwarsa dengan lampaunya tiga puluh tahun, terhitung dari
hari warisan itu terbuka, asalkan sebelum atau sesudah lampaunya waktu itu warisan itu telah
diterima oleh orang yang karena undang-undang atau karena surat wasiat mendapat hak untuk
itu; tetapi hal ini tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga atas harta peninggalan itu, yang
diperoleh berdasarkan Suatu alas hak yang sah. (KUHPerd. 832, 874, 1056, 1062,1976.)
Pasal 1056.
Para ahli waris yang telah menolak warisan itu, masih dapat menyatakan bersedia menerima,
selama warisan itu belum diterima oleh orang yang mendapat hak untuk itu dari undang-undang
atau dari surat wasiat, tanpa mengurangi hak-hak pihak ketiga, seperti yang ditentukan dalam
pasal yang lalu. (KUHPerd. 832, 874, 1055.)
Bagian 2.
Hal Menolak Warisan
Pasal 1057.
Penolakan suatu warisan harus dilakukan dengan tegas, dan harus terjadi dengan cara
memberikan pernyataan di kepaniteraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
warisan itu terbuka. (KUHPerd, 23, 133, 141, 401, 452, 1046, 1062; F. 40; S. 1946-135 pasal 5,)
Penutup Pasal 1023 juga berlaku terhadap pernyataan ini.
Pasal 1058.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli
waris. (KUHPerd. 833, 955, 1047, 1056.)

Pasal 1059.

(sd.u. dg. S. 1935-486.) Bagian warisan dari orang yang menolak warisan jatuh ketangan orang

yang sedianya berhak atas bagian itu, andaikata orang yang menolak itu tidak ada pada waktu
pewaris meninggal. (KUHPerd. 135,832, 861, 914, 1002, 1052, 1054, 1060 dst., 1126.)

Page 181 of 336

Pasal 1060.
Orang yang telah menolak warisan sekali-kali tidak dapat diwakili dengan penggantian ahli waris;
bila ia itu satu-satunya ahli waris dalam derajatnya, atau bila semua ahli waris menolak
warisannya, maka anak-anak mereka menjadi ahli waris karena diri mereka sendiri dan mewarisi
bagian yang sama. (KUHPerd. 840, 847, 1059.)
Pasal 1061.
Para kreditur yang dirugikan oleh debitur yang menolak warisannya, dapat mengajukan
permohonan kepada hakim, supaya diberi kuasa untuk menerima warisan itu atas nama dan
sebagai pengganti debitur itu.
Dalam hal itu, penolakan warisan itu hanya boleh dibatalkan demi kepentingan para kreditur itu
dan sampai sebesar piutang mereka; penolakan itu sekali-kali tidak batal untuk keuntungan ahli
waris yang telah menolak warisan itu. (KUHPerd. 135, 977, 1059, 1131, 1341; F. 41.)
Pasal 1062.
Wewenang untuk menolak warisan tidak dapat hilang karena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055 dst.,
1967.)
Pasal 1063.
Sekalipun dengan perjanjian perkawinan, seseorang tidak dapat melepaskan diri dari warisan
seseorang yang masih hidup, ataupun mengalihtangankan hak-hak yang akan diperolehnya atas
warisan demikian itu di kemudian hari. (AB. 23; KUHPerd. 141, 1254, 1334, 1537.)
Pasal 1064.
Ahli waris yang menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang yang termasuk harta
peninggalan, kehilangan wewenang untuk menolak warisannya; ia tetap sebagai ahli waris
murni, meskipun ia menolak, dan tidak boleh menuntut suatu bagian pun dari barang yang
dihilangkan atau disembunyikannya. (KUHPerd. 137, 1031, 1048.)
Pasal 1065.
Pada seorang pun dapat seluruhnya dipulihkan kembali dari penolakan suatu warisan, kecuali bila
penolakan itu terjadi karena penipuan atau paksaan. (KUHPerd. 1053, 1321, 1323, 1328, 1449.)
BAB XVII.
PEMISAHAN HARTA PENINGGALAN
Bagian 1.
Pemisahan Harta Peninggalan Dan Akibat-akibatnya.
Pasal 1066.
Tiada seorangpun diharuskan menerima berlangsungnya harta peninggalan dalam keadaan tidak
terbagi.
Pemisahan harta peninggalan itu dapat sewaktu-waktu dituntut, meskipun ada ketentuan yang
bertentangan dengan itu.
Akan tetapi dapat diadakan persetujuan untuk tidak melaksanakan pemisahan harta peninggalan
itu selama waktu tertentu.
Perjanjian demikian hanya mengikat untuk lima tahun, tetapi tiap-tiap kali lewat jangka waktu itu
perjanjian itu dapat diperbaharui. (AB. 23; KUHPerd. 127, 405, 408, 573, 888, 1621; Rv. 99, 102,
689.)
Pasal 1067.

Page 182 of 336

Orang-orang yang berpiutang terhadap pewaris, demikian pula para penerima hibah wasiat,
berhak untuk menentang pemisahan harta peninggalan.
Akta pemisahan harta peninggalan yang dibuat setelah diajukan perlawanan demikian dan
sebelum dilunasi apa yang selama perlawanan itu tiba waktunya dan dapat ditagih oleh orang
yang berpiutang dan penerima hibah wasiat, adalah batal. (KUHPerd. 1341.)
Pasal 1068.
Melawan tuntutan hukum untuk mengadakan pemisahan harta peninggalan, alasan kedaluwarsa
hanya dapat dikemukakan oleh ahli waris atau sesama ahli waris, yang selama waktu yang
diperlukan untuk kedaluwarsa itu, masing-masing telah menguasai barang-barang yang termasuk
harta peninggalan itu, tetapi tidak melebihi barang-barang itu. (KUHPerd. 835, 1963, 1967.)
Pasal 1069.
Bila semua ahli waris dapat bertindak bebas terhadap harta-benda mereka dan mereka hadir,
maka pemisaban harta peninggalan dapat dilaksanakan dengan cara dan dengan akta yang
mereka anggap baik. (KUHPerd. 490.)
Pasal 1070.
Pemisahan harta peninggalan tidak dapat diminta atas nama orang-orang yang tidak dapat
bertindak bebas terhadap harta-benda mereka, kecuali dengan mengindahkan ketentuan
undang-undang mengenai orang-orang demikian.
Suami, tanpa bantuan istri, dapat menuntut pemisahan harta peninggalan atau membantu
penyelenggaraan pemisahan itu dalam hal barang-barang yang termasuk harta bersama.
Mengenai barang-barang yang menjadi hak istri sendiri dan harta bersama, juga bila, antara
suami dan istri terjadi pemisahan harta, istri berwenang untuk menuntut atau membantu
melaksanakan pemisahan peninggalan, asalkan untuk itu ia dibantu atau dikuasakan oleh suami
atau oleh hakim. (KUHPerd. 105, 108, 110, 112, 114, 119, 124 dst., 140, 155, 164, 186, 307,
309, 383, 401, 405, 452, 463 dst., 1019.)
Pasal 1071.
Jika satu atau beberapa orang yang berkepentingan menolak atau lalai untuk membantu
melaksanakan pemisahan harta benda setelah diperintahkan oleh hakim, maka atas permohonan
orang yang paling berkepentingan, dapat diperintahkan oleh pengadilan negeri (jika hal itu belum
dicantumkan dalam putusan hakim), agar balai harta peninggalan mewakili mereka yang enggan
atau lalai itu dan mengelola apa yang mereka terima; semuanya berdasarkan Bagian I dari Bab
XVIII Buku Pertama.
Dalam hal itu, seperti juga dalam hal di antara para ahli waris ada yang tidak menguasai barangbarangnya, pemisahan harta peninggalan tidak dapat dilakukan, kecuali dengan memperhatikan
ketentuan pasal-pasal berikut, dengan ancaman kebatalan jika melanggar peraturan-peraturan
yang tercantum dalam pasal 1072 dan pasal 1074. (KUHPerd. 309, 406, 452, 463 dst., 490,
1070; Rv. 99.)
Pasal 1072.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada pelaksanaan pemisahan harta peninggalan harus hadir

balai harta peninggalan, sebagaimana diatur dalam pasal 417 alinea pertama kitab hukum ini,
beserta wali-pengawas dan pengampu-pengawas, bila balai harta peninggalan tidak diserahi
tugas perwalian-pengawas dan pengampuan-pengawas. (KUHPerd. 310, 370, 542.)
Pasal 1073.

Page 183 of 336

Bila belum ada perincian harta peninggalan, maka hal itu harus diadakan sebelumnya dalam akta
tersendiri, atau sekaligus dengan pemisahan harta itu dalam akta itu juga, sesuai dengan
peraturan undang-undang.
Akan tetapi bila pada waktu pewaris meninggal dunia, para ahli waris hadir dan dapat bertindak
bebas atas harta benda mereka, tetapi belum membuat pemerincian harta peninggalan, dan
kemudian perubahan-perubahan yang terjadi dalam keadaan harta peninggalan itu membuat
tidak mungkin untuk mengindahkan peraturan undang-undang mengenai pemerincian harta
peninggalan, maka pemisahan harta peninggalan itu harus dimulai dengan membuat laporan
yang secermat-cermatnya mengenai harta peninggalan itu seperti yang ditinggalkan oleh
pewaris, mengenai perubahan-perubahan yang terjadi dalam hal itu sejak waktu itu, dan
mengenai keadaan pada waktu ini. Untuk menguatkan kebenaran laporan itu, di hadapan notaris
harus diangkat sumpah oleh orang atau orang-orang yang tetap menguasai harta peninggalan
yang tidak terbagi itu.
Jika orang atau orang-orang tersebut menolak mengangkat sumpah, maka hal itu harus
disebutkan oleh notaris dalam aktanya, sedapat-dapatnya dengan sebab-sebabnya penolakan itu.
(KUHPerd. 653 dst., 672 dst.)
Pasal 1074.
Pemisahan harta itu harus dibuat dalam satu akta di hadapan notaris yang dipilih oleh pihak yang
berkepentingan, atau bila ada perselisihan, diangkat oleh pengadilan negeri atas permohonan
pihak-pihak yang berkepentingan yang paling siap. (Rv. 686, 690.)
Pasal 1075.
Bila balai harta peninggalan menolak meinberikan persetujuannya pada pemisahan harta
peninggalan yang telah dirancang, sedangkan para ahli waris dan wakil-wakil mereka (sejauh
perwakilan itu tidak diserahkan kepada balai harta peninggalan) berpendapat, bahwa penolakan
itu tidak mempunyai dasar, maka balai harta peninggalan harus memberitahukan alasanalasannya, dan hal itu dicantumkan dalam berita acara yang harus dibuat oleh notaris.
Pemisahan harta peninggalan yang telah dirancang, dan ditandai oleh balai harta peninggalan
dan notaris, oleh notaris itu harus dibawa dengan salinan berita acaranya kepada panitera
pengadilan negeri, atau disampaikan kepadanya dalam sampul tertutup bila pegawai itu
bertempat tinggal dalam jarak yang lebih dari dua puluh pal dari tempat kedudukan pengadilan
negeri itu.
Berita acara itu dan rancangan pemisahan harta peninggalan itu bebas dari meterai.
Para ahli waris, atau seorang di antara mereka yang paling siap, dapat mengajukan keberatankeberatan serta alasan-alasannya, dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri.
Pengadilan ini mengambil keputusan dalam tingkat tertinggi atas hal itu, jika perlu setelah
mendengar pibak-pihak yang berkepentingan, balal harta peninggalan dan, dalam hal apa pun,
jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 417; Rv. 318.)
Dalam hal ada persetujuan, maka pemisahan harta peninggalan itu akan dilakukan di hadapan
notaris, sesuai dengan rancangan, yang setelah ditandai oleh ketua mengadilan negeri dan
pariitera disampaikan kembali kepada notaris yang harus metampirkannya pada akta aslinya
(minub. (Rv. 691.)
Pasal 1076.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Bila para ahli waris, atau seorang atau beberapa orang dari

mereka, berpendapat bahwa barang-barang tetap dari harta peninggalan itu atau beberapa di
antaranya harus dijual, baik untuk kepentingan harta peninggalan itu, untuk membayar utang-

Page 184 of 336

utang dan sebagainya, maupun untuk dapat menyelenggarakan pembagian yang baik, maka
pengadilan negeri, setelah mendengar pihak-pihak lain yang berkepentingan atau setelah
memanggil mereka secukupnya, dapat memerintahkan penjualan itu sesuai dengan ketentuanketentuan Reglemen Acara Perdata; namun bila dilakukan di muka umum, penjualan itu
diharuskan dihadiri oleh para wali pengawas dah pengampu pengawas, atau setidak-tidaknya
setelah mereka dipanggil secukupnya.
Bila salah seorang dari para ahli waris membeli suatu barang tetap, maka hal itu mempunyai
akibat yang sama terhadapnya seperti jika dia memperolehnya pada waktu pemisahan harta itu.
(KUHPerd. 393, 1070, 1083; Rv. 683 dst.)
Pasal 1077.
Penilaian barang-barang yang dalam harta peninggalan itu pada waktu dilaksanakan pemisahan
harta peninggalan, diadakan sebagai berikut:
efek-efek, surat-surat piutang dan saham-saham dalam perusahaan-perusahaan, yang
dicantumkan dalam berita-berita harga yang dibuat dan diumumkan secara resmi, dinilai menurut
berita-berita harga itu;
barang-barang bergerak lainnya dinilai menurut harga taksiran pada waktu mengadakan
pemerincian harta peninggalan itu, kecuali bila seorang ahli waris atau lebih menghendaki
tindakan penaksiran lebih lanjut oleh seorang ahli;
barang-barang tetap dinilai menurut harga yang harus ditentukan oleh tiga orang ahli. (Rv. 67530.)
Pasal 1078.
Ahli-ahli tersebut diangkat oleh mereka yang berkepentingan, atau bila ada perselisihan, atas
surat permohonan si berkepentingan yang paling siap, oleh pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya warisan itu terbuka, dan sejauh mengenai penilaian barang-barang tetap, oleh
pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya barang itu terletak.
Makelar-makelar melakukan penilaian atas sumpah yang mereka angkat pada permulaan jabatan
mereka.
Ahli-ahli lain, sebelum melakukan penilaian, disumpah oleh kepala pemerintahan daerah di
tempat warisan itu terbuka, atau oleh kepala daerah di tempat barang-barang itu terletak, sejauh
mengenai penilaian barang-barang tetap.
Mengenai barang-barang tetap yang berada di luar Indonesia, jika pihak-pihak yang
berkepentingan tidak memperoleh persesuaian kehendak tentang pengangkatan para ahli
tersebut, maka pengadilan negeri akan mengatur cara menyelenggarakan penilaian itu.
(KUHPerd. 390; KUHD 62; Rv. 216 dst.)
Pasal 1079.
Setelah diatur pemasukan dan utang harta peninggalan yang harus dibayar kepada seorang ahli
waris atau lebih atas dasar apa pun juga, maka sisa harta peninggalan itu dan bagian dari tiaptiap ahli waris atau pancang ditentukan.
Selanjutnya, dengan persetujuan bersama antara orang-orang yang berkepentingan, ditetapkan
dengan pembagian, barang-barang mana jatuh pada bagian masing-masing, dan bila ada alasan,
berapa besar jumlah uang yang harus dibayar untuk membuat sama rata semua bagian.
Bila orang-orang yang berkepentingan tidak menyetujui pembagian yang demikian itu, maka
diadakan kaveling-kaveling sebanyak ahli waris atau pancang, dan penunjukan bagian masingmasing dilakukan dengan undian.

Page 185 of 336

Pembagian lebih lanjut barang-barang yang dibagikan kepada satu pancang, dilakukan dengan
cara yang sama.
Segala perselisihan tentang pembuatan kaveling-kaveling dan bagian-bagian lebih lanjut, atas
permohonan orang-orang berkepentingan yang paling siap, diputus oleh pengadilan negeri
menurut peraturan pada pasal 1075 alinea keempat. (KUHPerd. 1086 dst., 1102; Rv. 691.)
Pasal 1080.
Setelah undian, para ahli waris berhak untuk bertukar kaveling yang dengan undian menjadi
bagian mereka, asalkan hal itu terjadi sebelum penutupan akta pemisahan harta peninggalan itu
dan pertukaran itu dicantumkan di dalam akta itu.
Penukaran ini mempunyai akibat yang sama seperti jika barang-barang yang dipertukarkan itu
diperoleh dari pembagian.
Pertukaran demikian dapat juga dilakukan mengenai suatu barang-barang yang telah dibagikan,
dengan cara dan dengan akibat yang sama antara Para ahli waris yang dapat bertindak bebas
atas harta benda mereka. (KUHPerd. 1069, 1071 dst., 1074 dst.)
Pasal 1081.
Surat-surat dan bukti-bukti milik barang-barang yang dibagikan, harus diserahkan kepada oratig
yang mendapat barang itu sebagai bagiannya.
Bila surat-surat itu menyangkut barang yang dibagikan kepada lebih daripada satu orang ahli
waris, maka surat-surat itu harus tetap dipegang oleh orang yang mendapat bagian terbesar dari
barang itu, tetapi ia wajib memberi kesempatan kepada sesama ahli waris untuk melihat suratsurat itu, dan bila di antara mereka ada yang menginginkan, memberikan salinan-salinan atau
petikan petikan atas biaya orang itu. (KUHPerd. 1082.)
Pasal 1082.
Surat-surat umum mengenai harta peninggalan harus tetap disimpan oleh orang yang yang
ditunjuk dengan suara terbanyak para ahli waris, atau bila ada perselisihan, oleh orang yang
diangkat pengadilan negeri atas permohonan mereka yang berkepentingan yang paling siap,
tetapi orang itu wajib memberi kesempatan melihat surat-surat itu, dan memberikan petikanpetikan atau salinan-salinan menurut ketentuan pasal yang lalu. (KUHPerd. 1885; KUHD 35.)
Pasal 1083.
Tiap-tiap ahli waris dianggap langsung menggantikan pewaris dalam hal memiliki barang-barang
yang diperolehnya dengan pembagian atau barangbarang yang dibelinya berdasarkan pasal
1076.
Dengan demikian, tiada seorang pun di antara para ahli waris dianggap pernah mempunyai hak
milik atas barang-barang lain dari harta peninggalan itu. (KUHPerd. 568, 832 dst., 874, 955,
1079, 1166, 1183.)
Pasal 1084.
Para ahli waris berkewajiban, masing-masing menurut besarnya bagiannya, untuk saling
menjamin terhadap segala gangguan dan tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, yang
bersumber pada suatu sebab yang timbul sebelum pembagian, beserta mengenai kemampuan
para pengutang bunga atau tagihan lainnya.
Penjaminan itu tidak terjadi, bila hal itu dinyatakan tidak mungkin dengan persyaratan khusus
yang tegas dalam akta pemisahan harta. Penjaminan itu berhenti bila kepada sesama ahli waris
itu diajukan tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan karena kesalahannya sendiri.

Page 186 of 336

Penjaminan mengenai kemampuan orang-orang yang berutang bunga atau tagihan-tagihan lain
dari harta peninggalan, hanya diwajibkan bila seluruh tagihan itu dibagikan kepada seorang ahli
waris, dan bila oleh ahli waris itu dibuktikan, bahwa orang yang berutang itu sudah tidak mampu
pada waktu pembuatan akta pemisahan harta itu.
Tuntutan untuk penjaminan termaksud dalam alinea yang lain, tidak dapat diajukan setelah
lampau tiga tahun sejak pemisahan harta peninggalan. (KUHPerd.1183, 1492 dst., 1537,
1967;Rv. 70 dst.)
Pasal 1085.
Bila seorang ahli waris atau lebih berada dalam keadaan tak mampu untuk membayar bagiannya
dalam penggantian kerugian yang harus dibayar berhubung dengan kewajiban menjamin
seorang sesama ahli waris, maka bagian yang harus dibayar itu dipikul bersama-sama menurut
perbandingan bagian warisan masing-masing, oleh yang dijamin dan para sesama ahli waris yang
mampu untuk membayar. (KUHPerd. 1101, 1104, 1183, 1293.)
Bagian 2.
Pemasukan.
Pasal 1086.
Tanpa mengurangi kewajiban semua ahli waris untuk membayar kepada sesama ahli waris atau
memperhitungkan dengan mereka segala utang mereka kepada harta peninggalan, semua hibah
yang telah mereka terima dari pewaris semasa hidupnya harus dimasukkan :
10. oleh para ahli waris dalam garis ke bawah, baik yang sah maupun yang di luar kawin, baik
yang menerima warisan secara murni maupun yang menerima dengan hak utama untuk
mengadakan pemerincian, baik yang mendapat hak atas bagian menurut undang-undang
maupun yang mendapat lebih dari itu, kecuali jika hibah-hibah itu diberikan dengan
pembebasan secara tegas dari pemasukan, atau jika penerima hibah itu dengan akta otentik
atau surat wasiat dibebaskan dari kewajiban pemasukan;
20. oleh para ahli waris lain, baik yang karena kematian maupun yang dengan surat wasiat,
tetapi hanya dalam hal pewaris atau penghibah dengan tegas memerintahkan atau
mensyaratkan pemasukan itu. (KUHPerd. 914, 922, 1087 dst. , 1096 dst., 1099, 1666 dst.,
1682.)
Pasal 1087.
Ahli waris yang menolak warisan tidak wajib memasukkan apa yang dihibahkan kepadanya,
kecuali bila perlu untuk menutup kekurangan legitime portie (bagian warisan menurut undangundang) para ahli waris lainnya. (KUHPerd.
14 dst., 1057, 1088.),
Pasal 1088.
Bila pemasukan itu berjumlah lebih besar daripada bagian warisannya, kelebihannya tidak perlu
dimasukkan tanpa mengurangi ketentuan pasal yang lalu.
Pasal 1089.
Orang tua tidak perlu memasukkan hibah-hibah yang telah diberikan kepada anak mereka oleh
kakek-nenek anak itu.
Demikian pula, seorang anak yang karena dirinya sendiri menerima warisan dari kakek-neneknya,
tidak perlu memasukkan apa yang telah dihibahkan oleh kakek-neneknya itu kepada orang
tuanya.

Page 187 of 336

Sebaliknya, anak yang mendapat warisan tersebut karena penggantian tempat, harus
memasukkan hibah-hibah yang telah diberikan kepada orang tuanya, sekalipun anak itu telah
menolak warisan dari orang tuanya.
Namun dalam hal penolakan demikian, terhadap sesama ahli waris dalam warisan kakek-nenek
anak itu, tidak bertanggungjawab atas utang-utang orang tuanya. (KUHPerd. 840 dst., 1058,
1060, 1086, 1100, 1132 jo. 912.)
Pasal 1090.
Hibah-hibah yang diberikan kepada seorang suami atau istri oleh mertuanya, setengah pun tidak
harus dimasukkan, sekalipun barang-barang yang dihibahkan itu menjadi harta bersama.
Bila hibah-hibah itu diberikan kepada kedua suami-istri bersama-sama oleh ayah atau ibu salah
seorang dari mereka, maka harus dimasukkan seperduanya.
Bila hibah-hibah itu diberikan kepada si suami atau si istri oleh ayah atau ibunya sendiri, dia
harus memasukkan seluruhnya. (KUHPerd. 120, 176 dst., 1086)
Pasal 1091.
Pemasukan hanya dilakukan ke dalam harta peninggalan si pemberi ; pemasukan itu hanya
diwajibkan kepada seorang ahli waris untuk kepentingan ahli waris yang lain.
Tiada pemasukan yang dilakukan untuk kepentingan para penerima hibah wasiat, atau para
kreditur terhadap harta peninggalan. (KUHPerd. 920.)
Pasal 1092.
Pemasukan dilakukan dengan mengembalikan apa yang telah diterima dalam wujudnya ke dalam
harta peninggalan, atau dengan cara menerima bagian yang kurang dari para ahli waris lain.
(KUHPerd. 1093-1095.)

Pasal 1093.
Pemasukan barang-barang tak bergerak dapat dilakukan menurut pilihan orang yang melakukan
pemasukan: dengan mengembalikan barang dalam wujudnya menurut keadaannya pada waktu
pemasukan, atau dengan memasukan harga pada barang itu pada waktu penghibahan.
Dalam hal yang pertama, orang yang memasukkan bertanggungjawab atas berkurangnya barang
itu karena kesalahannya, dan wajib untuk membebaskanya dari beban-beban dan hipotekhipotek yang telah dibebankan olehnya atas barang itu.
Dalam hal yang sama segala biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan itu dan untuk
pemeliharaannya, harus diganti untuk kepentingan orang yang memasukkan, dengan
mengindahkan peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam bab mengenai hak pakai hasil.
(KUHPerd. 575 dst., 793 dst., 925, 928, 1210 dst.)
Pasal 1094.
Pemasukan uang tunai dilakukan atas pilihan orang yang melakukan pemasukan: dengan
membayar sejumlah uang itu, atau dengan mengurangkan sejumlah itu dari bagian warisan yang
diperolehnya. (KUHPerd. 1092.)
Pasal 1095.

Page 188 of 336

Pemasukan barang bergerak dilakukan atas pihhan orang yang melakukan pemasukan: dengan
memberikan kembali harganya pada waktu penghibahan, atau dengan mengembalikan barangbarang itu dalam wujudnya. (KUHPerd. 1093.)
Pasal 1096.
Selain hibah-hibah yang menurut pasal 1086 harus dimasukkan, juga harus dimasukkan apa saja
yang telah diberikan untuk menyediakan kedudukan, pekerjaan atau perusahaan kepada ahli
waris, atau untuk membayar utang-utangnya, dan apa saja yang diberikan kepadanya sebagai
pesangon untuk perkawinan. (KUHPerd. 124, 320, 1451.)
Pasal 1097.
Yang tidak perlu dimasukkan ialah: biaya-biaya pemeliharaan dan pendidikan; tunjangan untuk
pemeliharaan yang sangat diperlukan; pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh keahlian
dalam bidang perdagangan, kesenian, pekerjaan tangan atau perusahaan; biaya sekolah;
biaya untuk penggantian tempat atau penukaran nomor dalam dinas angkatan bersenjata
negara;
biaya pernikahan, pakaian dan perhiasan untuk perlengkapan perkawinan. (KUHPerd. 104, 129,
193, 230, 298, 312, 320 dst., 1086, 1096.)
Pasal 1098.
Bunga dan hasil dari apa yang harus dimasukkan, baru terutang sejak hari terbukanya suatu
warisan. (KUHPerd. 927, 1250.)
Pasal 1099.
Apa yang hilang karena kebetulan saja tanpa kesalahan si penerima hibah, tidak perlu
dimasukkan. (KUHPerd. 923, 1093, 1275 dst., 1444.)
Bagian 3.
Pembayaran Utang.
Pasal 1100.
Para ahli waris yang telah bersedia menerima warisan, harus ikut memikul pembayaran utang,
hibah wasiat dan beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing masing dari
warisan itu. (KUHPerd. 798, 800, 959, 1032, 1040, 1089, 1104, 1299 dst., 1310 dst.; Rv. 99.)
Pasal 1101.
Kewajiban membayar tersebut dipikul secara perseorangan, masingmasing menurut besarnya
bagian warisannya, tanpa mengurangi hak-hak pihak kreditur terhadap seluruh harta
peninggalan, selama warisan itu belum dibagi, dan tanpa mengurangi hak-hak para kreditur
hipotek. (KUHPerd. 1067, 1084, 1100, 1105, 1107, 1163, 1198, 1300; F. 198 dst.; Rv. 7.)
Pasal 1102.
Bila barang-barang tetap yang termasuk harta peninggalan dibebani dengan hipotek-hipotek,
tiap-tiap sesama ahli waris berhak menuntut agar beban-beban itu dilunasi dengan harta
peninggalan itu, dan agar barang-barang itu menjadi bebas dari ikatan itu sebelum pemisahan
dimulai.
Bila para ahli waris membagi warisan itu dalam keadaan seperti waktu ditinggalkan, barang tetap
yang dibebani harus ditaksir atas dasar yang sama seperti barang-barang tetap lainnya; jumlah
pokok beban-beban itu harus dikurangkan dari seluruh harga barang, dan ahli waris yang
menerima barang tetap tersebut sebagai bagiannya, hanya dialah yang wajib melunasi utang itu
untuk para sesama ahli waris dan ia harus menjamin mereka terhadap penagihan utang itu.

Page 189 of 336

Bila beban-beban itu hanya melekat pada barang-barang tetap tanpa ikatan perseorangan, tiada
sesama ahli waris yang dapat menuntut agar beban itu dilunasi, dan dalam keadaan demikian
barang tetap itu dimasukkan dalam pembagian setelah dikurangi dengan jumlah pokok bebanbeban itu. (KUHPerd. 737 dst., 1162, 1297, 1300, 1302.)
Pasal 1103.
Seorang ahli waris yang karena suatu hipotek, telah membayar lebih daripada bagiannya dalam
utang bersama itu, dapat menuntut kembali dari para sesama ahli waris apa yang sedianya harus
dibayar oleh mereka masing-masing. (KLJHPerd. 1100, 1:300, 1402-31.)
Pasal 1104.
Bila salah seorang dari sesama ahli waris jatuh dalam keadaan miskin, maka bagiannya dalam
utang hipotek dibebankan kepada para ahli waris lainnya, menurut perbandingan besarnya
bagian masing-masing. (KUHperd. 1085, 1100; 1293.)
Pasal 1105.
Seorang penerima hibah wasiat tidak wajib membayar utang-utang dan beban-beban dari harta
peninggalan, tanpa mengurangi hak kreditur hipotek untuk mengambil pelunasan utang hipotek
itu dari barang tetap yang dihibahwasiatkan. (KUHperd. 965, 1039, 1101, 1163, 1198.)
Pasal 1106.
Bila penerima hibah wasiat telah melunasi utang yang telah membebani barang tetap yang
dihibahwasiatkan, menurut hukum dia menggantikan kedudukan kreditur dalam hak-haknya
terhadap para ahli waris. (KUHperd. 965, 1101, 1202, 1208, 1402.)

Pasal 1107.
Para kreditur kepada orang yang meninggal dan para penerima hibah boleh menuntut dari para
kreditur kepada ahli waris, agar harta peninggalan dipisahkan dari harta ahli waris itu. (KUHperd.
1032, 1100 dst., 1131 dst. F. 199; Rv. 653-21.)
Pasal 1108.
Bila para kreditur dan penerima hibah wasiat telah mengajukan tuntutan hukum mereka untuk
pemisahan dalam waktu enam bulan setelah terbukanya warisan itu, maka mereka berhak
menyuruh agar tuntutan mereka dicatat dalam daftar-daftar umum untuk itu di sebelah tiap-tiap
barang tetap yang termasuk warisan itu, dengan akibat, bahwa setelah pencatatan itu ahli waris
tidak boleh memindahtangankan atau membebani barang itu dengan merugikan para kreditur
atas warisan itu. (Ov. 29; KUHperd. 1188.)
Pasal 1109.
Namun hak itu tidak dapat dilakukan, bila telah diadakan pembaharuan utang dalam piutang
terhadap orang yang meninggal, dan hal itu telah diterima ahli waris sebagai debitur. (KUHperd.
1431 dst.)
Pasal 1110.
Hak itu kedaluwarsa dengan lampaunya jangka waktu tiga tahun. (KUHperd. - 1084, 1116,
1124.)
Pasal 1111.
Para kreditur terhadap ahli waris tidak berhak menuntut pemisahan harta peninggalan kepada
para kreditur terhadap warisan. (KUHperd. 1107, 1341.)

Page 190 of 336

Bagian 4.
Pembatalan dan Harta Peninggalan Yang Telah Diselenggarakan.
Pasal 1112.
pemisahan harta peninggalan dapat dibatalkan :
10. dalam hal ada paksaan;
20. dalam hal ada penipuan yang dilakukan oleh seorang peserta atau lebih;
30. dalam hal ada tindakan yang dirugikan lebih dari seperempat bagiannya.
Bila terlewat suatu barang atau lebih yang termasuk harta peninggalan, maka hal itu hanya
memberi hak untuk menuntut pemisahan lebih lanjut tentang barang itu. (KUHperd. 1053, 1076,
1085, 1115, 1120, 1122, 1168 dst., 1321 dst., 1325, 1328, 1449; Rv.99.)
Pasal 1113.
Untuk menilai terjadi tidaknya hal yang merugikan,.barang-barang yang bersangkutan harus
ditaksir menurut harganya pada saat pemisahan harta peninggalan itu.
Pasal 1114.
Orang yang terhadapnya diajukan tuntutan pembatalan pemisahan karena terjadi hal yang
merugikan, dapat mencegah dilakukannya pemisahan, dengan memberikan kepada penuntut,
dalam bentuk uang tunai, atau dalam bentuk barang, apa yang kurang pada bagian warisannya.
(KUHperd. 1112-30, 1117.)
Pasal 1115.
Seorang sesama ahli waris yang telah memindahtangankan sebagian atau seluruh bagian
warisannya, tidak dapat minta pembatalan atas dasar adanya paksaan atau penipuan, bila
pemindahtanganan itu terjadi setelah berhentinya paksaan atau setelah diketahuinya penipuan
itu. (KUHperd. 1112-20, 1327.)
Pasal 1116.
Tuntutan hukum untuk pembatalan itu kedaluwarsa dengan lampaunya waktu tiga tahun,
terhitung dari hari pemisahan harta peninggalan itu. (KUHperd. 1084, 1110, 1124.)
Pasal 1117.
Tuntutan hukum untuk pembatalan pemisahan meliputi setiap akta bertujuan untuk
menghentikan keadaan tidak terbaginya harta peninggalan antara para sesama ahli waris, tidak
peduli apakah akta itu dibuat dengan nama jual beli, tukar-menukar, perdamaian, dan
sebagainya.
Namun bila akta pemisahan harta peninggalan itu atau suatu akta yang sama dengan itu telah
dilaksanakan, maka tidak dapat dimintakan pembatalan suatu perdamaian yang telah dibuat
untuk menghilangkan keberatan-keberatan yang ada dalam akta yang pertama. (KUHperd. 1457,
1541, 1851, 1858.)
Pasal 1118.
Tuntutan hukum untuk pembatalan pemisahan harta peninggalan tidak diperkenankan terhadap
penjualan hak waris, tanpa adanya penipuan terhadap seorang sesama ahli waris atau lebih
untuk keuntungan atau kerugian mereka oleh seseorang. (KUHperd. 1321, 1327, 1449, 1537.)
Pasal 1119.

Page 191 of 336

Pemisahan ulang harta peninggalan yang dilakukan setelah pembatalan pemisahan harta
peninggalan, tidak dapat mendatangkan kerugian terhadap hak-hak yang telah diperoleh pihak
ketiga secara sah sebelumnya.
Pasal 1120
Segala pelepasan hak untuk minta pembatalan suatu pemisahan tidaklah berlaku. (AB. 23.)
Bagian 5.
Pembagian Harta Peninggalan Oleh Keluarga Sedarah Dalam Garis Ke Atas
Antara Keturunan Mereka Atau Di Antara Mereka Ini Dan Suami Atau lstri
Mereka Yang Hidup Terlama.
Pasal 1121.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) para keluarga sedarah dalam garis ke atas boleh melakukan pembagian

dan pemisahan harta benda mereka, dengan surat wasiat atau dengan akta notaris, di antara
keturunan mereka atau di antara mereka ini dan suami atau istri mereka yang hidup terlama.
(KUHperd. 852, 852a, 875 dst., 893.)
Pasal 1122.
Bila tidak semua barang yang ditinggalkan oleh keluarga dalam garis ke atas itu termasuk dalam
pembagian itu, pada waktu dia meninggal, barangbarang yang tidak dibagi itu harus dibagi
menurut undang-undang. (KUHperd. 1066 dst., 1112.)
Pasal 1123.
Bila pembagian itu dilakukan bukan di antara semua anak-anak yang masih hidup pada waktu
kematian itu dan para keturunan orang yang meninggal lebih dahulu, maka pembagian itu sama
sekali batal, dan dapat dituntut pembagian baru dalam bentuk yang sah, baik oleh anak-anak
atau keturunan yang tidak mendapat bagian, maupun oleh mereka yang telah mendapat bagian.
(KUHperd. 1066.)
Pasal 1124.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Pembagian yang telah dibuat sesuai dengan pasal 1121, dapat dibantah

berdasarkan timbulnya kerugian yang besarnya melebihi seperempat bagian. Hal itu dapat juga
dibantah, bila pembagian itu dan apa yang telah diberikan lebih dahulu dengan dibebaskan dari
pemasukan, telah mengurangi legitime portie (bagian warisan menurut undang-undang) untuk
seorang keturunan atau lebih.
Tuntutan hukum yang diperbolehkan dalam pasal ini kedaluwarsa dengan lampaunya jangka
waktu tiga tahun, terhitung dari hari meninggalnya si pewaris. (KUHperd. 913 , Ost., 920 dst.,
1084, 1086 dst., 1110, 1112, 1114 dst.)
Pasal 1125.

(s.d.u. dg. S. 1935-486.) Para ahli waris yang karena salah satu alasan tersebut dalam pasal

yang lain membantah perobahan itu, harus membayar terlebih dahulu biaya yang diperlukan
untuk penaksiran barang-barang itu, dan biaya itutetap akan menjadi beban mereka, bila
ternyata tuntutan mereka tidak beralasan. (Rv. 58.)
BAB XVIII.
HARTA PENINGGALAN YANG TAK TERURUS
(Bdk. S. 1872-208 jis. S. 1874-147, S. 1879-219, S. 1898--34 1, S. 1914-188, S. 1919-820, S.
1931-53 pasal III, S.

Page 192 of 336

1931-168 pasal I sub G-l0, peraturan pengelolaan sementara harta peninggalan militer
di Indonesia; S. 1886-131 jo. S. 1931-53 pasal III, pengelolaan harta peninggalan
awak kapal dan penumpang yang meninggal selama perjalanan laut, tertinggal atau
hilang; S. 1905-347, peraturan tentang warisan dari perwira muda dan prajurit
angkatan darat di Indonesia yang dikelola balai harta peninggalan; S. 1910-68;
warisan pelaut Indonesia, pasal 24.)
Pasal 1126.
Bila pada waktu terbukanya suatu warisan tidak ada orang yang muncul menuntut haknya atas
warisan itu, atau bila ahli waris yang dikenal menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu
dianggap tidak terurus. (KUHperd. 520, 832 dst., 1059, 1128, 1991.)
Pasal 1127.
Balai harta peninggalan, menurut hukum, wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus
yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk
melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melakukan pengurusan, wajib
memberitahukan hal itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri. (S. 1872-208 pasal
6.)
Dalam hal ada perselisihan tentang terurus tidaknya suatu harta peninggalan, pengadilan itu,
atas permohonan orang yang berkepentingan atau atas saran jawatan kejaksaan, setelah minta
nasihat, balai harta peninggalan akan mengambil keputusan tanpa persidangan. (KUHperd. 417
dst., 1052 dst., 1130; Wsk. 64, 73.)
Pasal 1128.
Balai harta peninggalan, setelah mengadakan penyegelan yang dianggap perlu, wajib untuk
mengadakan pemerincian harta peninggalan itu, dan mengurusnya serta membereskannya.
(Wsk. 40, 64; Rv. 654.)
Balai itu wajib untuk melacak para ahli waris, dengan cara memasang panggilan melalui suratsurat kabar resmi, atau dengan cara lain yang lebih tepat. (Wsk, 67; S. 1856-73 pasal 11.)
Balai itu harus bertindak dalam pengadilan mengenai tuntutan-tuntutan hukum yang telah
diajukan terhadap harta peninggalan itu, dan menjalankan serta melanjutkan hak-hak dari orang
yang telah meninggal itu, dan memberikan perhitungan mengenai pengurusannya kepada orang
yang seharusnya melakukan perhitungan itu. (KUHperd. 1010, 1130; Rv. 652 dst., 672, 675, 678
dst., 684, 698, 777; Wsk-66, 68, 73.)
Pasal 1129.
Bila setelah lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari saat terbukanya warisan itu, tidak ada
ahli waris yang muncul, maka perhitungan penutupnya harus dibuat untuk negara, yang
berwenang untuk menguasai barang-barang peninggalan itu untuk sementara. (KUHperd. 520,
832 dst., 835, 1050, 1967; Wsk. 73 dst.)
Pasal 1130.
(s.d.u. dg. S. 1928-210.) Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal 1036, 1037,

1038, 1039, dan 1041 berlaku terhadap pengurusan harta peninggalan yang tidak terurus.
(KUHperd. 1128; Wsk. 67.)
BAB IX.
PIUTANG DENGAN HAK DIDAHULUKAN (Ov. 77)

Page 193 of 336

Bagian 1.
Piutang Dengan Hak Didahulukan Pada Umumnya.
Pasal 1131.
Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu. (Rv. 435 dst., 451 dst.,
580 dst., 749 dst.; F. 19 dst.)
Pasal 1132.
Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya; hasil penjualan
barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara
para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. (KUHperd. 1133; Rv. 482 dst., 547
dst.)
Pasal 1133.
Hak untuk didahulukan di antara para kreditur bersumber pada hak istimewa, pada gadai, dan
pada hipotek. (Oogstv.) Tentang gadai dan hipotek dibicarakan dalam Bab XX dan XXI buku ini.
(KUHperd. 1134 dst., 1150 dst., 1162 dst.; KUHD 314, 316, 317, 318, 683.)
Pasal 1134.
Hak istimewa adalah suatu hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang kreditur
yang menyebabkan ia berkedudukan lebih tinggi daripada yang lainnya, semata-mata
berdasarkan sifat piutang itu.
Gadai dan hipotek lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal undang-undang dengan
tegas menentukan kebalikannya. (KUHperd. 1132, 1139, 1149.)
Pasal 1135.
Antara pihak-pihak kreditur yang mempunyai hak didahulukan, tingkatannya diatur menurut sifat
hak didahulukan mereka. (KUHperd. 1138, 1147, 1149, 1181; KUHD 3162 , 3172 318.)
Pasal 1136.
para kreditur dengan hak didahulukan yang mempunyai tingkatan sama, dibayar secara
berimbang. (KUHperd. 1149-21 dan 30.)
Pasal 1137.
Hak didahulukan milik kas negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh
penguasa, tata-tertib pelaksanaannya, dan lama jangka waktunya, diatur dalam berbagai
undang-undang khusus yang berhubungan dengan hal-hal itu.
Hak didahulukan milik persekutuan atau badan kemasyarakatan yang berhak atau yang
kemudian mendapat hak untuk memungut bea-bea, diatur dalam undang-undang yang telah ada
mengenai hal itu atau yang akan diadakan.
Pasal 1138.
Hak-hak istimewa itu dapat mengenai barang-barang tertentu, atau dapat juga mengenai semua
barang-barang bergerak dan tak bergerak pada umumnya. yang pertama didahulukan daripada
yang kedua. (KUHperd. 1139 dst., 1149 dst.)
Bagian 2.
Hak Didahulukan Yang Dilekatkan pada Barang Tertentu.
Pasal 1139.

Page 194 of 336

Piutang-piutang yang didahulukan atas barang-barang tertentu ialah: (KUHperd. 1134, 1138;
KUHD 80 dst., 3162, 317 2 , 318, 683; F.230; Ink. 1932 pasal 70; Venn. 39; Verp. 33; Verm. 49;
Loonb. 25; S. 1933-516 pasal 18.)
10. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang bergerak atau barang tak
bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan.
Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan barang tersebut, lebih dahulu daripada segala
utang lain yang mempunyai hak didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai dan
hipotek; (KUHperd. 1134, 1149-1 1; KUHD 80; S. 1904-175; Rv. 524.)
20. uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa, serta segala
sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa-menyewa itu; (KUHperd.
1140 dst., 1583; Oogstv. 15 )
30. harga pembelian barang bergerak yang belum dibayar; (KUHperd. 1141, 1144, 1146, 1478.)
40. biaya untuk menyelamatkan suatu barang; (KUHperd. 575 dst., 1147 dst., 1150, 1157,
1364, 1728, 1752; KUHD 371.)
50. biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada pekerjanya; (KUHperd.
575 dst., 1147, 1601 dst., 1608, 1616, 1752, 1812, 1968.)
60. apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh pengusaha rumah
penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan; (KUHperd. 1147, 1709, 1968.)
70. upah pengangkutan dan biaya tambahan lain; (KUHperd. 1147; KUHD 91 dst., 491, 493.)
80. apa yang masih harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dan tukang lain karena
pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang tak bergerak, asalkan piutang itu
tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap
ada pada si debitur; (KUHperd. 1147, 1608, 1614 dst., 1971.)
90. penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang memangku jabatan umum
karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dalam
melaksanakan tugasnya. (KUHperd. 1147, 1225.)
Pasal 1140.
Orang yang menyewakan dapat melaksanakan hak didahulukan atas buah-buah yang masih
tergantung pada cabang-cabang di pohon, atau yang masih terikat erat oleh akar-akar pada
tanah; dan juga atas buah-buah baik, yang sesudah dipanen maupun yang belum dipanen dan
masih berada di atas tanah, pula atas segala sesuatu yang ada di atas tanah, baik untuk
menghias rumah atau kebun yang disewa, maupun untuk menggarap atau menggunakan tanah
itu, seperti ternak, perkakas-perkakas pembangunan dan sebagainya; tak perduli apakah barangbarang yang disebutkan di atas ini milik penyewa atau bukan. (Oogstv. 15.)
Bila penyewa melepaskan sebagian dari barang yang disewanya untuk disewakan kembali secara
sah kepada orang lain, maka orang yang menyewakan tidak dapat melaksanakan hak
didahulukan atas barang-barang yang ada di atas dan di dalam bagian itu lebih daripada
menurut perbandingan bagian yang disewa oleh penyewa kedua itu, sekedar si penyewa kedua
itu tidak dapat menunjukkan bahwa dia telah melunasi uang sewanya menurut perjanjian.
(KUHperd. 500, 506 dst., 512, 517, 1139-21, 1559, 1581 dst., 1589 dst.; Rv. 752.)
Pasal 1141.
Namun demikian, harga pembelian bibit yang masih terutang dan biaya panenan yang sedang
berjalan yang belum dibayar, harus dibayar dari hasil panenan itu dengan mendahulukannya dari
piutang orang yang menyewakan, sedangkan harga pembelian perkakas yang belum dibayar
harus dibayar dari hasil penjualan perkakas itu. (KUHperd. 1144 dst.)
Pasal 1142.
Pihak yang menyewakan dapat menyita barang-barang bergerak, yang atasnya ia mempunyai
hak didahulukan menurut pasal 1140, bila barang itu diangkut tanpa izinnya; dan ia tetap
mempunyai hak didahulukan atasnya, sekalipun barang itu terikat pada pihak ketiga, karena
digadaikan, atau karena soal lain, asalkan ia menuntutnya lewat pengadilan dalam waktu empat

Page 195 of 336

puluh hari setelah barang bergerak yang diperuntukkan bagi perkebunan diangkut, atau dalam
waktu empat belas hari sejak saat diangkutnya barang perhiasan sebuah rumah. (KUHperd.
1134, 1150; Rv. 751 dst.; Oogstv. 15.)
Pasal 1143.
Hak didahulukan pihak yang menyewakan meliputi segala uang sewa dan uang upah yang sudah
dapat ditagih selama tiga tahun terakhir dan tahun yang berjalan.
Pasal 1144.
penjual barang bergerak yang belum mendapat pelunasan dapat melaksanakan hak didahulukan
atas uang pembelian barang itu, bila barang-barang itu masih berada di tangan debitur, tanpa
memperhatikan apakah ia telah menjual barang-barang itu dengan tunai atau tanpa penentuan
waktu. (KUHperd. 509 dst., 513, 1141, 1146, 1478 dst., 1517.)
Pasal 1145.

(s.d. u. dg. S. 1938-276.) Bila penjualan barang itu dilakukan dengan tunai, maka penjual

mempunyai wewenang untuk menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-barang itu


masih berada di tangan pembeli, dan menghalangi dijualnya barang itu lebih lanjut, asalkan
penuntutan kembalinya barang itu dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penyerahannya.
(KUHperd. 574; KUHD 244; F. 230.)

(s.d.t. dg. S. 1938-276.) pasal-pasal 231, 233, 234, 236, dan 237, Kitab Undangundang Hukum
Dagang berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 1146.
Namun penjual itu tidak dapat melaksanakan haknya lebih dahulu daripada orang yang
menyewakan rumah atau perkebunan itu, kecuali bila dapat dibuktikan bahwa yang menyewakan
itu tahu, bahwa perabot-perabot rumah itu dan barang lainnya yang diperuntukkan bagi rumah
atau kebun itu, tidak dibayar oleh si penyewa. (KUHperd. 1141, 1144.)
Pasal 1146a.

(s.d.t. dg. S. 1936-76.) Hak penjual hapus, bila barang-barang itu, setelah berada dalam

penguasaan si pembeli semula atau kekuasaannya, dibeli dengan itikad baik oleh pihak ketiga
dan telah diserahkan kepadanya.

Akan tetapi bila uang pembelian itu belum dibayar oleh pihak ketiga itu, penjual-semula dapat
menuntut uang itu sampai memenuhi jumlah tagihannya, asalkan tagihan itu dilakukan dalam
waktu enam puluh hari setelah penyerahan semula. (KUHperd. 1144 dst., 1341; KUHD 230 dst.)
Pasal 1147.
Hak-hak didahulukan yang tercantum dalam pasal 1139 nomor 40, 50, 60, 70, 80, dan 90,
dilaksanakan sebagai berikut:
1. yang tersebut pada nomor 40, atas barang yang untuk penyelamatannya telah dikeluarkan
biaya;
2. yang tersebut pada nomor 50, atas barang yang telah digarap;
3. yang tersebut pada nomor 60, atas barang-barang yang telah dibawa ke dalam rumah
penginapan oleh tamu rumah penginapan; ;
4. yang tersebut pada nomor 70, atas barang-barang yang diangkut;
5. yang tersebut pada nomor 80, atas hasil dari penjualan persil yang telah dibangun, ditambah
atau diperbaiki;
6. yang tersebut pada nomor 90, atas jumlah yang dijamin oleh pegawai termaksud, dan bunga
yang belum dibayar untuk itu. (KUHperd. 1148, 1830.)

Page 196 of 336

Pasal 1148.
Jika beberapa kreditur dengan hak didahulukan seperti yang tercantum dalam bagian ini muncul
bersamaan, maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk penyelamatan barang itu mendapat
hak didahulukan, bila biaya itu dikeluarkan setelah timbul utang-utang lain yang mempunyai hak
didahulukan. (KUHperd. 1139-40, 1728.)
Bagian 3.
Hak Didahulukan Atas Segala Barang Bergerak Dan Barang
Tetap Pada Umumnya.
Pasal 1149.
Piutang-piutang atas segala barang bergerak dan barang tak bergerak pada umumnya adalah
yang disebut di bawah ini, dan ditagih menurut urutan berikut ini: (KUHperd. 1138 dst.)
10. biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan
atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan penyelamatan harta-benda; ini
didahulukan dari pada gadai dan hipotek; (KUHperd. 1139-l0; F. 175; Rv. 524, 913; S. 190813 pasal 39; Venn. 39; Verp. 33; Venduregl. 24; Ink. 1932 pasal 70; Verm. 49; Loonb. 25;
S. 1933-516 pasal 18.)
20. biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang hakim untuk menguranginya, bila biaya itu
berlebihan; (KUHperd. 1136.)
30. segala biaya pengobatan terakhir; (KUHperd. 906, 1136, 1969.)
40. (s.d. u. dg. S. 1,926-335 jis. 458, 565, S. 1927-108; S. 1927-31 jis. 390, 421; S. 1932-496;
S. 1938-380, 622; S. 1939-256, 292, 545; S. 1940-447jo. ,556.) upah para buruh dari tahun
yang lampau dan apa yang masih harus dibayar untuk tahun yang sedang berjalan, serta
jumlah kenaikan upah menurut pasal 1602q; jumlah pengeluaran buruh yang dilakukan
untuk majikan; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh berdasarkan
pasal 1602v alinea keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini atau pasal 7 ayat (3)
peraturan perburuhan di perusahaan perkebunan; jumlah yang masih harus dibayar oleh
majikan pada akhir hubungan kerja berdasarkan pasal 1603s atau pasal 1603s bis kepada
buruh; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada keluarga seorang buruh
karena kematian buruh tersebut berdasarkan pasal 13 ayat (4) peraturan perburuhan di
perusahaan perkebunan; apa yang berdasarkan peraturan Kecelakaan 1939 atau
peraturan Kecelakaan Anak Buah Kapal 1940 masih harus dibayar kepada buruh atau anak
buah itu atau ahli waris mereka beserta tagihan utang berdasarkan Peraturan tentang
Pemulangan Buruh yang diterima atau dikerahkan di Luar Negeri; (KUHperd. 1969.)
50. piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang dilakukan kepada debitur dan
keluarganya selama enam bulan terakhir; (KUHperd. 821, 1971.)
60. piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir; (KUHperd, 1969)
70. (s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; 1938-622.) piutang anak-anak yang masih di bawah
umur atau dalam pengampuan wali atau pengampu mereka berkenaan dengan pengurusan
mereka, sejauh hal itu tidak dapat ditagih dari hipotek-hipotek atau jaminan lain yang harus
diadakan menurut Bab XV Buku pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, demikian
pula tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikan yang masih harus dibayar oleh para
orang tua untuk anak-anak sah mereka yang masih di bawah umur, (KUHperd. 335, 413,
452: F. 230.)
Dalam S. 1871-150 ditentukan:
1.

pasal 1
piutang-piutang Negara, yang timbul dari uang-uang muka, yang diberikan berdasarkan
pasal 49 (sekarang: 42) Undang-undang 23 April 1864 (S. 1864-106) (Undang-undang
perbendaharaan Indonesia) adalab piutang piutang yang mempunyai hak didahulukan atas
segala barang bergerak dan barang tetap pada umumnya.

Page 197 of 336

2.

piutang-piutang itu mendapat tempat urutan langsung setelah piutang-piutang dengan hak
didahulukan tersebut dalam pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum perdata.

Pasal 2.
pemberian-pemberian materiel dari gudang-gudang dan tempat-tempat penyimpanan negara
disamakan dengan pemberian uang muka.
Pasal 3.
Ketentuan pasal I tidak mempengaruhi hak didahulukan yang oleh peraturan perundangundangan khusus diberikan kepada negara atas jumlah jaminan pegawai-pegawai komtabel.

Dalam S. 1932-496
pasal 2
ditentukan: Atas dasar pasal 23 ayat (6) Ord. Kuli 1931 (S. 193194) maupun pasal 3 ayat (3)
ketentuan "Kedua" dari ord. 3 Okt. 191 I (S. 1911-540), Negara mempunyai hak mendahulukan
untuk piutang piutangnya terhadap majikan, atas segala barang-barang bergerak dan barangbarang tak bergerak milik majikan yang dalam urutan menyusul pada hak-hak didahulukan
tersebut dalam pasal 1149 Kitab Undang-undang Hukum perdata.
BAB XX.
GADAI
Pasal 1150.
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan
kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi
wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan
mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan
putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang
itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan.
(KUHperd. 528, 1133 dst., 1139-10 dan 41, 1147, 1149-l0,1157,1830; KUHD 314, 365, 371; F. 56
dst., 230-l0; KUHp 509; Verp. 33; Octr. 40; Venn. 39; Ink. 1932 pasal 70; Verm. 49; Loonb. 25;
S. 1933-516 pasal 18.)
Dengan S. 1875-258, pasal-pasal 1151-1156 telah diganti dengan ketentuan-ketentuan berikut:
Pasal 1151.
perjanjian gadai harus dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan
perjanjian pokoknya. (KUHperd. 1866.)
Pasal 1152.
Hak gadai atas barang bergerak yang berwujud dan atas piutang-bawa timbul dengan cara
menyerahkan gadai itu kepada kekuasaan kreditur atau pihak ketiga yang disetujui oleh kedua
belah pihak.
Hak gadai itu tidak mungkin ada atas barang yang tetap berada dalam kekuasaan debitur atau
orang yang memberikan gadai atau yang dikembalikan atas kehendak kreditur.

(s.d.u. dg. S. 1917-497). Hak gadai hapus bila gadai itu lepas dari kekuasaan pemegang gadai.
Namun bila barang itu hilang, atau diambil dari kekuasaannya, maka ia berhak untuk
menuntutnya kembali menurut pasal 1977 alinea kedua, dan bila gadai itu telah kembali, maka
hak gadai itu dianggap tidak pernah hilang.

Page 198 of 336

Hal tidak adanya wewenang pemberi gadai untuk bertindak bebas atas barang itu, tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada kreditur, tanpa mengurangi hak orang yang telah kehilangan
atau kecurian barang itu untuk menuntutnya kembali (KUHperd. 582, 613, 1441, 1474.)
Pasal 1152bis.
Untuk melahirkan hak gadai atas surat-unjuk, selain penyerahan endosemennya, juga
dipersyaratkan penyerahan suratnya. (KUHD I 10 dst., 176, 191 dst., 457, 508, 531 dst.)
Pasal 1153.
Hak gadai atas barang bergerak yang tidak berwujud, kecuali surat unjuk dan surat-bawa, lahir
dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang kepadanya hak gadai itu
harus dilaksanakan. Orang ini dapat menuntut bukti tertulis mengenai pemberitahuan itu dan
mengenai izin dari pemberi gadainya. (KUHperd. 613; Octr. 40; Octr. Regl. 18, 20f, h dst.)
Pasal 1154.
Dalam hal debitur atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-kewajiban, kreditur tidak
diperkenankan mengalihkan barang yang digadaikan itu menjadi miliknya.
Segala persyaratan perjanjian yang bertentangan detigan ketentuan ini adalah batal. (AB 23;
KUHperd. 1155 dst., 1178.)
Pasal 1155.
Bila oleh pihak-pihak yang berjanji tidak disepakati lain, maka jika debitur atau pemberi gadai
tidak memenuhi kewajibannya, setelah lampaunya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah
dilakukan peringatan untuk pemenuhan janji dalam hal tidak ada ketentuan tentang jangka
waktu yang pasti, kreditur berhak untuk menjual barang gadainya di hadapan umum menurut
kebiasaan-kebiasaan setempat dan dengan persyaratan yang lazim berlaku, dengan tujuan agar
jumlah utang itu dengan bunga dan biaya dapat dilunasi dengan hasil penjualan itu. (Octr. 42.)
Bila gadai itu terdiri dari barang dagangan atau dari efek-efek yang dapat diperdagangkan dalam
bursa, maka penjualannya dapat dilakukan di tempat itu juga, asalkan dengan perantaraan dua
orang makelar yang ahli dalam bidang itu. (KUHperd. 1156, 1178; KUHD 62 dst.)
Pasal 1156.
Dalam segala hal, bila debitur atau pemberi gadai lalai untuk melakukan kewajibannya, maka
debitur dapat menuntut lewat pengadilan agar barang gadai itu dijual untuk melunasi utangnya
beserta bunga dan biayanya, menurut cara yang akan ditentukan oleh hakim, atau agar hakim
mengizinkan barang gadai itu tetap berada pada kreditur untuk menutup suatu jumlah yang akan
ditentukan oleh hakim dalam suatu keputusan, sampai sebesar utang beserta bunga dan
biayanya.
Tentang pemindahtanganan barang gadai yang dimaksud dalam pasal ini dan pasal yang lampau,
kreditur wajib untuk memberitahukannya kepada pemberi gadai, selambat-lambatnya pada hari
berikutnya bila setiap hari ada hubungan pos atau telegrap, atau jika tidak begitu halnya, dengan
pos yang berangkat pertama. Berita dengan telegrap atau dengan surat tercatat dianggap
sebagai berita yang pantas. (KUHperd. 1150, 1153, 1155, 1238; Octr. 42.)
Pasal 1157.
Kreditur bertanggungjawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu terjadi
akibat kelalaiannya.

Page 199 of 336

Di pihak lain, debitur wajib mengganti kepada kreditur itu biaya yang berguna dan perlu
dikeluarkan oleh kreditur itu untuk penyelamatan barang gadai itu. (KUHperd. 1 139-41, 1147,
1150, 1159, 1235 dst, 1243 dst, 1391, 1441, 1444 dst.)
Pasal 1158.
Bila suatu piutang digadaikan, dan piutang ini menghasilkan bunga, maka kreditur boleh
memperhitungkan bunga itu dengan bunga yang terutang padanya.
Bila utang yang dijamin dengan piutang yang digadaikan itu tidak menghasilkan bunga, maka
bunga yang diterima pemegang gadai itu dikurangkan dari jumlah pokok utang. (KUHperd. 1152
dst., 1155 dst., 1718, 1767.)
Pasal 1159.
Selama pemegang gadai itu tidak menyalahgunakan barang yang diberikan kepadanya sebagai
gadai, debitur tidak berwenang untuk menuntut kembali barang itu sebelum ia membayar penuh,
baik jumlah utang pokok maupun bunga dan biaya utang yang dijamin dengan gadai itu, beserta
biaya yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang gadai itu.
Bila antara kreditur dan debitur itu terjadi utang kedua, yang diadakan antara mereka berdua
setelah saat pemberian gadai dan dapat ditagih sebelum pembayaran utang yang pertama atau
pada hari pembayaran itu sendiri, maka kreditur tidak wajib untuk melepaskan barang gadai itu
sebelum ia menerima pembayaran penuh kedua utang itu, walaupun tidak diadakan perjanjian
untuk mengikatkan barang gadai itu bagi pembayaran utang yang kedua. (KUHperd, 1150, 1396,
1967; F. 57.)
Pasal 1160.
Gadai itu tidak dapat dibagi-bagi, meskipun utang itu dapat dibagi di antara para ahli waris
debitur atau para ahli waris kreditur,
Ahli waris debitur yang telah membayar bagiannya tidak dapat menuntut kembali bagiannya
dalam barang gadai itu, sebelum utang itu dilunasi sepenuhnya.
Di lain pihak, ahli waris kreditur yang telah menerima bagiannya dari piutang itu, tidak boleh
mengembalikan barang gadai itu atas kerugian sesama ahli warisnya yang belum menerima
pembayaran. (KUHperd. 1286 dst., 1402-31.)
1161. (Dihapus dg. S. 1938-276.)
BAB XXI.
HIPOTEK.
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1162.
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas barang tak bergerak yang jaminan dalam pelunasan
suatu perikatan. (KUHperd. 528, 1133 dst., 1139-10, 1149-l0, 1163 dst., 1167, 1198, 1209-10;
Oogstv. 16.)
Pasal 1163.

Page 200 of 336

Hak itu pada hakikatnya tidak dapat dibagi-bagi, dan diadakan atas semua barang tak bergerak
yang terikat secara keseluruhan, atas masing-masing dari barang-barang itu, dan atas tiap
bagian dari barang-barang itu.
Benda-barang tersebut tetap memikul beban itu biar pun barang-barang tersebut berpindah
tangan kepada siapa pun juga. (KUHperd. 965, 1 101 dst., 1105 dst., 1198, 1201, 1210, 1296
dst.; KUHD 297 dst.; F. 230.)
Pasal 1164.
yang dapat dibebani dengan hipotek hanyalah: (KUHD 314.)
10. barang-barang tak bergerak yang dapat diperdagangkan, beserta semua yang termasuk
bagiannya, sejauh hal yang tersebut terakhir ini dianggap sebagai barang tak bergerak;
(KUHperd. 506 dst.)
20. hak pakai hasil barang-barang itu dengan segala sesuatu yang termasuk bagiannya;
(KUHperd. 756 dst. 772.)
30. hak numpang karang dan hak usaha; (KUHperd. 711 dst., 720 dst., 724.)
40. bunga tanah yang terutang, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil tanah;
(KUHperd. 737 dst., 1174.) st., 1174.)
50. hak sepersepuluhan; (KUHperd. 737 d
60. basar atau pekan raya, yang diakui oleh pemerintah, beserta hak istimewanya yang
melekat. (Rv. 493.)
Pasal 1165.
Setiap hipotek mencakup juga segala perbaikan yang dilakukan kemudahan atas barang yang
dibebani, dan juga mencakup semua yang menyatu dengan barang itu karena pertambahan atau
pembangunan. (KUHperd. 161, 571, 588, 596 dst., 601.)
Pasal 1166.
Bagian yang tidak terbagi dari barang tak bergerak milik bersama, dapat dibebani dengan
hipotek. Setelah barang itu dibagi, hipotek tersebut hanya tetap membebani bagian yang
diberikan kepada debitur yang telah memberikan hipoteknya, tanpa mengurangi ketentuan pasal
1341. (KUHperd. 1083, 1102; Rv. 494.)
Pasal 1167.
Barang bergerak tidak dapat dibebani hipotek. (Ov. 30; KUHperd. 509 dst., 1162, 1164, 1977.)
Pasal 1168.
Hipotek tidak dapat diadakan selain oleh orang yang mempunyai wewenang untuk
memindahtangankan barang yang dibebani itu. (KUHperd. 105, 108, 124, 140, 393, 430, 481,
985, 1170, 1180.)
Pasal 1169.
Mereka yang atas barang tak bergerak hanya mempunyai hak yang ditangguhkan oleh suatu
syarat, atau yang dalam hal tertentu dapat dihapuskan atau dibatalkan, tidak dapat memberikan
hipotek selain yang tunduk pada syarat penangguhan, penghapusan atau pembatalan. (KUHperd.
928, 985, 1093, 1263 dst., 1265 dst., 1268, 1532, 1673, 1689.)
Pasal 1170.
Semua barang milik anak yang masih di bawah umur, orang yang ada dalam pengampuan, dan
orang yang dalam keadaan tak hadir, yang penguasaan atasnya hanya diberikan untuk
sementara waktu saja, tidak dapat dibebani dengan hipotek selain dengan alasan yang sesuai

Page 201 of 336

dengan persyaratan formal yang ditetapkan oleh undang-undang. (KUHperd. 309, 393, 452, 481;
Rv. 507.)
Pasal 1171.
Hipotek hanya dapat diberikan dengan akta otentik, kecuali dalam hal yang tegas ditunjuk oleh
undang-undang.(Ov. 31)
Juga pemberian kuasa untuk memberikan hipotek harus dibuat dengan akta otentik
Orang yang menurut undang-undang atau perjanjian wajib untuk memberikan hipotek, dapatdipaksa untuk itu dengan putusan hakim, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti bila ia
telah memberi persetujuan terhadap hipotek itu, dan yang menunjukkan secara pasti barangbarang yang harus didaftar. (Ov. 36).
Seorang wanita bersuami yang dalam perjanjian kawin kepadanya telah diperjanjikan hipotek,
tanpa bantuan suaminya atau kuasa dari hakim, dapat mengusahakan pendaftaran hipoteknya,
dan melancarkan tuntutan hukum yang diperlukan untuk itu. (KUHperd. 108, 110, 139 dst., 335,
371, 452, 1175, 1796.)
Pasal 1172.
Penjualan, penyerahan dan pemberian bagian dari utang hipotek, hanya dapat dilakukan dengan
suatu akta otentik. (Ov.31)
Pasal 1173.
Atas dasar perjanjian yang dibuat di luar negeri, tidak dapat diadakan pendaftaran hipotek atas
barang-barang yang terletak di Indonesia, kecuali bila dalam suatu traktat ditentukan sebaliknya.
(AB 18; Rv. 436, 440.)
Pasal 1174.
Akta untuk mengadakan hipotek harus memuat suatu penjelasan khusus mengenai barang yang
dibebani dan mengenai sifat serta letak barang itu; penjelasan itu sedapat-dapatnya didasarkan
pada pengukuran-pengukuran yang dillakukan atas perintah pemerintah.
Mengenai sepersepuluhan dan bunga tanah, bila tidak dapat ditunjukkan secara tegas persil
mana yang dibebani dengan itu, maka cukuplah dengan akta diuraikan dan ditunjukkan secara
tepat daerah yang memikul beban itu. (KUHperd. 1186, 1190.)
Pasal 1175.
Hipotek hanya dapat diadakan atas barang yang sudah ada. Hipotek atas barang yang belum ada
adalah batal. (Oostv. 3.)
Namun bila kepada seorang istri dalam perjanjian kawin telah diperjanjikan pemberian hipotek,
atau pada umumnya bila seorang debitur telah mewajibkan diri untuk memberikan hipotek
kepada kreditur, maka si suami atau debitur itu dapat dipaksa untuk memenuhi kewajibannya
dengan menunjukkan barang-barang yang telah diperolehnya setelah terjadinya perikatan itu.
(KUHperd. 1171, 1186, 1667.)
Pasal 1176.
Suatu hipotek hanya berlaku, bila jumlah uang yang diberikan untuk hipotek itu pasti dan
ditentukan dalam akta.
Bila utang itu bersyarat dan besarnya tidak tentu, maka pemberian hipotek itu boleh dilakukan
sampai sebesar jumlah harga taksiran, yang oleh pihak-pihak yang bersangkutan harus
dicantumkan dalam akta itu. (KUHperd. 335, 452, 1184, 1186.)

Page 202 of 336

Pasal 1177.
Kreditur sekali-kali tidak dapat menuntut penambahan hipotek, kecuali bila diperjanjikan atau
ditentukan sebahknya dalam undang-undang. (KUHperd. 1184.)
Pasal 1178.
Segala perjanjian yang menentukan, bahwa kreditur diberi kuasa untuk menjadikan barangbarang yang dihipotekkan itu sebagai miliknya, adalah batal.
Namun kreditur hipotek pertama, pada waktu penyerahan hipotek boleh mempersyaratkan
dengan tegas, bahwa jika utang pokok tidak dilunasi sebagaimana mestinya, atau bila bunga
yang terutang tidak dibayar, maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang
terikat itu di muka umum, agar dari hasilnya dilunasi, baik jumlah utang pokoknya maupun
bunga dan biayanya. perjanjian itu harus didaftarkan dalam daftar-daftar umum, dan pelelangan
tersebut harus diselenggarakan dengan cara yang diperintahkan dalam pasal 1211. (Ov. 32;
KUHperd. 1139-10, 1154 dst., 1186-50; F. 56; Rv. 510 dst.; Oogstv. 16.)
Bagian 2.
Pendaftaran Hipotek Dan Bentuk pendaftaran.
Pasal 1179.
Pendaftaran ikatan hipotek harus dilakukan dalam daftar-daftar umum yang disediakan untuk itu.
Dalam hal tidak ada pendaftaran, hipotek itu tidak mempunyai kekuatan apa pun, bahkan juga
terhadap kreditur yang tidak mempunyai ikatan hipotek. (KUHperd. 371, 1203, 1227; Overschr.;
Ths .24.)
Pasal 1180.
Pendaftaran suatu hipotek tidak berlaku, bila hal itu dilakukan pada waktu hak milik atas barang
itu telah beralih kepada pihak ketiga, karena debitur telah kehilangan hak miliknya atas barang
itu. (KUHperd. 1168, 1171, 1179, 1182 dst.)
Pasal 1181.
Urutan tingkat para kreditur hipotek ditentukan menurut tanggal pendaftaran ikatan hipotek
mereka, tanpa mengurangi kekecualian-kekecualian yang tercantum dalam dua pasal berikut.
Mereka yang didaftar pada hari yang sama, bersama-sama mempunyai hipotek yang bertanggal
sama, tanpa membedakan jam berapa pendaftaran itu dilakukan, juga kalau jamnya telah dicatat
oleh penyimpannya. (KUHperd. 1133, 1135, 1187, 1225; F. 34.)
Pasal 1182.
Bila dalam akta jual-beli, sebagai jaminan atas uang penjualan yang belum dibayar, diperjanjikan
hipotek atas barang yang dijual itu, dan pendaftarannya telah dilakukan dalam delapan hari
setelah pengumuman akta jual-beli dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620, maka hipotek
itu akan mempunyai hak didahulukan terhadap hipotek-hipotek lain yang telah dibelikan oleh
pembeli dalam jangka waktu itu. (KUHperd. 1180.)
Pasal 1183.
Ketentuan yang sama juga berlaku, bila dalam akta pemisahan harta dipersyaratkan hipotek
sebagai jaminan untuk apa yang tetap terutang oleh salah seorang yang berhak terhadap
sesamanya yang lain akibat suatu pemisahan harta, atau sebagai jaminan terhadap gangguan
karena tuntutan pemilikan atau penguasaan atas barang-barang yang diberikan sebagai bagian.
Juga dalam hal itu, pendaftaran yang dilakukan dalam delapan hari setelah pengumuman akta
pemisahan harta itu, sekedar mengenai persyaratan perjanjian ini, didahulukan daripada hipotek-

Page 203 of 336

hipotek yang telah diberikan dalam jangka waktu itu oleh orang yang telah mendapat hak atas
barang itu. (KUHperd. 1084.)
Pasal 1184.
Kreditur yang terdaftar untuk sejumlah uang pokok yang menghasilkan bunga, berhak karena
bunga itu untuk ditempatkan dalam urutan tingkat yang sama seperti yan.g untuk jumlah uang
pokoknya, selama-lamanya untuk dua tahun dan tahun yang berjalan; hal ini tidak mengurangi
haknya untuk mengambil pendaftaran-pendaftaran khusus mengenai bunga-bunga yang lain dari
yang dijamin pada pendaftaran pertama, yang sejak hari tanggalnya akan menimbulkan hipotek.
(KUHperd. 1176, 1204; F. 124.)
Pasal 1185.
Bila akta hipotek mengandung persyaratan perjanjian tegas, yang membatasi wewenang debitur,
baik untuk menyewakan barang yang dibebani di luar izin kreditur maupun mengenai cara atau
waktu untuk menyewakan barang itu, ataupun mengenai uang muka sewa, maka persyaratan
perjanjian demikian tidak hanya akan mengikat para pihak itu, melainkan dapat juga dinyatakan
berlaku terhadap debitur oleh kreditur yang sudah menyuruh mendaftarkan persyaratan
perjanjian demikian itu dalam daftar-daftar umum. (Oogstv. 21.)
Segala sesuatunya tidak mengurangi ketentuan pasal 1341, yang bila ada dasar-dasarnya, dapat
dinyatakan berlaku oleh semua kreditur, tak peduli apakah dibuat atau tidak suatu persyaratan
perjanjian yang membatasi penyewa atau pembayaran uang muka. (KUHperd. 1225, 1548, 1576;
Rv. 507 )
Pasal 1186.
Untuk menyelenggarakan pendaftaran, kreditur sendiri, atau orang ketiga, harus menyerahkan
kepada juru simpan hipotek di wilayah tempat barang-barang itu suatu salinan otentik dari akta
hipotek itu, beserta dua akta ikhtisar; yang ditandatangani oleh kreditur atau orang ketiga
tersebut, yang satu ditulis di atas salinan dari alas hak yang telah dikeluarkan. (Ov. 34.)
Akta-akta ikhtisar itu harus memuat:
1. petunjuk yang jelas mengenai kreditur dan debitur dan keterangan tentang tempat tinggal
yang dipilih oleh pihak yang disebut pertama dalam lingkungan kantor juru simpan. (Ov. 37;
KUHperd. 24, 1189, 1194, 1211.)
pendaftaran barang-barang seseorang yang telah meninggal dapat dilakukan atas namanya;
2. Tanggal dan sifat alas-haknya, dengan menyebutkan pegawai yang olehnya atau di
hadapannya akta itu telah dibuat, atau hakim yang telah menunjuk barang-barang yang
harus dibebani berkenaan dengan pasal 1171 alinea ketiga;
3. jumlah piutang atau perkiraan hak-hak yang bersyarat dan tak tentu yang harus dijamin,
beserta jatuh temponya untuk menagih utang itu; (KUHperd. 1176, 1171.).
4. petunjuk tentang sifat dan letak barang-barang yang dibebani hipotek, sedapatnya sesuai
dengan yang telah dilakukan atas perintah pemerintah, ketentuan pasal 1174 alinea kedua
mengenai sepersepuluhan dan bunga tanah;
5. persyaratan yang sekiranya diadakan antara kreditur dan debitur, berkenaan dengan pasal
yang lampau beserta pasal 1178 alinea kedua dan pasal 1210 alinea kedua. (KUHperd.
1187, 1190, 1194, 1203, 1225, 1227; KUHD 297.)
Pasal 1187.
Juru simpan harus menahan akta ikhtisar yang dibuat di atas salinan otentik dari alas hak yang
menjadi dasar untuk minta pendaftaran itu, dengan tujuan agar pendaftaran itu dilakukan pada
tanggal penyerahan itu. Pada hari itu juga ia harus mengembalikan kepada orang yang telah
minta pendaftaran itu akta ikhtisar yang lainnya atau yang kedua, yang di bagian bawahnya
harus dicantumkan olehnya hari penyerahannya. Bila diminta, dalam waktu selambat-lambatnya
dua puluh empat jam setelah permohonan ini, ia wajib menambahkan pada akta ikhtisar yang

Page 204 of 336

lain atau yang kedua itu nomor daftar untuk ikhtisar itu, yang dipakai untuk pendaftaran itu.
Kedua keterangan ini harus ditandatangani olehnya. (Ov. 34; KUHperd. 1225.)
Juru simpan harus menyimpan secara rapi salinan-salinan akta pemindahtangan, pengadaan hakhak kebendaan atau hak-hak guna jasa pekarangan, dan akta pemisahan harta, serta akta-akta
ikhtisar pendaftarannya, setelah membukukannya atau mendaftarnya dalam daftar-daftar yang
diperuntukkan bagi masing-masing.
Ia harus mengumpulkan surat-surat yang diserahkan kepadanya menjadi satu menurut urutan
seperti dalam daftar penyerahan surat-surat itu atau dalam daftar harian; akta-akta ikhtisar
didaftarkan tersendiri.
Surat-surat yang diserahkan untuk diumumkan harus dijilid dalam satu berkas, surat-surat yang
diserahkan untuk didaftar dalam berkas kedua, dan akta-akta untuk pencoretan dan
penghapusan dalam berkas ketiga, semuanya disimpan dengan rapi. Berkas-berkas ini
selanjutnya harus dibentuk menjadi jilid-jilid buku tersendiri, sedangkan di belakang masingmasing jilid harus ditulis nomor jilidnya, jangka waktu, serta nomor pertama dan terakhir suratsurat yang terkandung di dalamnya. pemerintah mengatur jangka waktu untuk penyusunan
surat-surat tersebut sebelum dijilid menjadi buku.
Pada tiap-tiap surat yang diserahkan harus dicatat hari penyerahan, jilid dan nomor daftar
penyerahannya.
Pasal 1188.
pada waktu meminta pendaftaran seperti yang diatur dalam pasal 1108, para kreditur atau para
penerima hibah wasiat berkewajiban untuk menyampaikan kepada juru simpan hipotek: (Ov.29.)
1. suatu salinan otentik tuntutan untuk pemisahan barang-barangnya;
2. akta kematian orang yang meninggal, atau suatu bukti lain yang dianggap sah, bahwa
tuntutan hukum itu telah dimulai dalam enam bulan setelah terbukanya warisan itu;
3. dua ikhtisar, yang sesuai dengan peraturan pasal 1186 nomor 41 memuat petunjuk tentang
sifat dan letak barang-barang yang bersangkutan di sebelah barang-barang yang diminta
pendaftarannya; dan ketentuan-ketentuan pasal 1187 berlaku terhadap ikhtisar-ikhtisar ini.
(KUHperd. 1107 dst., 1190, 1225.)
Pasal 189.
Orang yang telah menyuruh melakukan pendaftaran, demikian pula wakil-wakilnya, atau siapa
saja yang berdasarkan suatu akta otentik telah mendapat hak orang itu, diperkenankan untuk
mengubah tempat tinggal yang telah dipilihnya, asalkan dia memilih dan menunjuk suatu tempat
tinggal yang lain yang terletak di wilayah yang sama, dan hal itu dicatat di sebelah pendaftaran
yang bersangkutan. (Ov. 37; KUHperd. 25, 613, 1186, 1194, 1211, 1400 dst.)
Pasal 1190.
Dalam hal tidak dipenuhi salah satu formalitas tersebut di atas, pendaftaran itu tidak dapat
dibatalkan, kecuali bila hal itu menjadikan tidak cukup jelas diketahui perihal kreditur, debitur,
utang atau barang yang dibebani. (KUHperd. 1174, 1186.)
Pasal 1191.
Penyerahan dan pembukuan suatu akta peralihan hak milik dan pendaftaran atas barang-barang
atau pendaftaran mengenai barang-barang yang terletak di luar wilayah juru simpan hipoteknya,
adalah batal.
Segala pembukuan yang dilakukan pada hari Minggu, harus dianggap telah dilakukan pada hari
berikutnya.
Pasal 1192.

Page 205 of 336

Bila dalam suatu pendaftaran dilalaikan kewajiban meniilih tempat tinggal dalam wilayah
penyimpanan hipotek, maka menurut hukum dianggap telah dipilih pada tempat tinggal juru
simpannya. (Ov. 37.)
Pasal 1193.
Biaya pendaftaran ditanggung olch debitur, bila tidak diperjanjikan kebalikannya. (KUHperd. 343,
1195.)
Pasal 1194.
Tuntutan hukum terhadap kreditur, yang disebabkan oleh pendaftaran, harus diajukan kepada
hakim yang berwenang, dengan surat gugatan, yang disampaikan kepada kreditur sendiri, atau
diterimakan di tempat tinggat terakhir yang dipilihnya menurut daftar; demikianlah, meskipun
kreditur atau orang yang dipilih domisilinya telah meninggal. (Ov. 37, 78; KUHperd. 24, 1186,
1189, 1197, 1211; Rv. 99.)
Bagian 3.
Pencoretan Pendaftaran. (Ov. 24)
Pasal 1195.
pendaftaran hapus karena pencoretannya dari dalam daftar,
Pencoretan itu dilakukan atas biaya debitur, dengan izin pihak yang berkepentingan dan
berwenang, atau dengan putusan hakim, baik yang dijatuhkan dalam tingkat tertinggi, maupun
yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHperd. 1168, 1186, 1197, 1203, 1209,
l218 dst., 1224. 1227, 1330 dst.; Rv. 403, 557; Ov. 24; Overschr. 32.)
Pasal 1196.
Dalam kedua hal tersebut orang yang memohon pencoretan pada kantor juru simpan, harus
menyerahkan akta otentik yang memberi kuasa untuk mengadakan pencoretan, atau suatu
salinan otentik dari akta atau putusan hakim yang bertujuan demikian. (KUHperd. 1171, 122531; Rv. 557.)
Akta otentik yang dibuat berdasarkan suatu akta di bawah tangan mengenai izin yang berkenaan
dengan pencoretan yang diminta, tidak akan mempunyai kekuatan.
Dalam hal ada perselisihan tentang berwenang tidaknya mereka yang telah memberikan izin
pencoretan, atau tentang salah tidaknya tanda bukti yang diajukan, pengadilan negeri, yang
dalam daerah hukumnya dilakukan pendaftaran, akan mengambil keputusan mengenai hal itu,
atas surat permohonan sederhana yang disampaikan kepadanya dengan melampirkan surat-surat
yang bersangkutan. (Rv. 763 alinea 2-11.)
Pasal 1197.
Bila suatu pencoretan tidak memperoleh persetujuan, maka hal itu harus diminta pada hakim
yang di daerah hukumnya dilakukan pendaftaran, kecuali bila tuntutan itu merupakan kelanjutan
dari suatu perselisihan yang masih ditangani hakim lain; dalam hal itu tuntutan pencoretan
ditunjukkan kepada hakim yang sedang menangani perselisihan itu.
Namunn perjanjian yang telah diadakan antara kreditur dan debitur untuk membawa tuntutan itu
kepada hakim yang mereka tentukan harus mereka ditaati. (KUHperd. 1194, 1338, 1340; Rv.
134.)
Bagian 4.
Akibat Hipotek Terhadap Pihak Ketiga

Page 206 of 336

Yang Menguasal Barang yang Dibebani.


Pasal 1198.
Kreditur yang memegang hipotek yang telah terdaftar, dapat menuntut haknya atas barang tak
bergerak yang terikat itu, biar di tangan siapa pun barang itu berada, untuk diberi urutan tingkat
dan untuk dibayar menurut urutan pendaftarannya. (KUHperd. 1163; Rv. 495, 547 dst.; Oogstv.
5, 11, 16.)
Pasal 1199.
Kreditur, setelah memperingatkan debitur, berhak menyita barang tetap yang terikat dari tangan
pihak ketiga yang menguasai barang tetap itu, dan mengusahakan penjualannya. Dalam
melakukan hal ini, dan dalam mengatur urutan tingkat antara berbagai kreditur, harus ditaati
formalitas tentang penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan hakim atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan dan formalitas tentang pengurutan tingkat yang diperintahkan dalam
ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata. (KUHperd. 1163, 1178; Rv. 495 dst., 504 dst., 547
dst.)
Pasal 1200.
Pihak ketiga yang menguasai barang yang bersangkutan dapat mengadakan perlawanan
terhadap penjualan barang itu, bila ia dapat menunjukkan, bahwa debitur semula masih
menguasai satu atau beberapa barang tetap yang ikut terikat hipotek untuk utang yang sama,
dan ternyata penjualan barang itu cukup untuk melunasi utang itu. Dalam hal demikian, dengan
menangguhkan penjualan sebagai pelaksanaan keputusan hakim atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan terhadap hak miliknya, ia dapat menuntut supaya dilakukan lebih
dahulu penjualan barang yang ikut terikat tetapi masih berada pada debitur semula itu.
(KUHperd. 1833.)
Pasal 1201.
Jika suatu hipotek diletakkan atas satu barang tak bergerak, dan satu atau beberapa bagian dari
barang itu telah beralih kepada pihak ketiga yang menguasai barang itu, maka kreditur tetap
mempunyai wewenang untuk menerapkan haknya atas seluruh barang yang terikat itu, atau atas
suatu bagian dari barang itu yang dianggapnya perlu atau cukup, seolah-olah barang yang
terikat itu masih belum terbagi dalam penguasaan debitur. (KUHperd. 1163.)
Pasal 1202.
pihak ketiga yang menguasai barang itu telah melunasi utangnya, baik secara paksa maupun
secara sukarela, dan dengan demikian berdasarkan undang-undang la menggantikan tempat
kedudukan hukum kreditur, maka setelah ya dikurangkan sebanding dengan jumlah harga
barang-barang yang terikat, ia mempunyai wewenang untuk menerapkan hak hipotek
selanjutnya untuk piutang ini atas barang-barang yang sama-sama terikat, atau atas bagian dari
barang-barang itu. (KUHperd. 965, 1106, 1208, 1402.)
Pasal 1203.
Dalam hal yang tersebut dalam kedua pasal yang lalu, pencoretan pendaftaran hipotek hanya
akan dilakukan atas barang itu sendiri atau atas bagian yang telah dipergunakannya untuk
melunasi piutang itu, atau yang penguasa ketiganya telah melunasi utangnya; sedangkan atas
barang-barang lainnya yang terikat, tidak akan dilakukan pencoretan sebelum orang yang telah
membayar atau yang barangnya telah dijual akibat putusan hakim atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan, menerapkan haknya menurut pasal yang lain, atau sebelum ia
mengizinkan pencoretan itu. Untuk menjamin haknya, kreditur yang menggantikan kreditur lama
wajib menuntut supaya haknya itu didaftar dalam daftar-daftar umum, dengan menunjukkan
akta otentik yang menjadi bukti adanya penggantian hak. (Ov. 39; KUHperd. 1179, 1186, 1195
dst., 1225.)

Page 207 of 336

Pasal 1204.
pihak ketiga yang menguasai barang sampai saat penunjukan, berhak untuk menghentikan
penjualan barang yang dikuasainya dan terikat hipotek itu dengan cara melunasi utang yang
didaftar, bunganya menurut pasal 1184, dan biayanya. (KUHperd. 1202, 1402.)
Pasal 1205.
Bila pendaftaran dari penjualan barang yang terikat itu lebih dari beban dan biaya hipotek, maka
kelebihan itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga yang menguasai barang. (KUHD 863.)
Pasal 1206.
Segala hak pengabdian pekarangan dan hak kebendaan lain, baik yang membebani maupun
yang menguntungkan barang yang dijual karena putusan hakim atas penuntutan pemilikan atau
penguasaan, sekedar telah hapus karena beralih kepada pihak ketiga yang menguasai barang itu,
hidup kembali setelah barang itu ditunjukkan kepada pihak lain. (KUHperd. 674, 701, 706, 71810, 736, 754-l-, 807-3o, 818.)
Pasal 1207.
Bila terjadi pengurangan pada barang tersebut karena kesalahan atau kelengahan pihak ketiga
yang menguasai barang, sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditur hipotek, maka hal
tersebut menimbulkan tuntutan hukum kepadanya untuk mengganti kerugian; dan ia tidak dapat
menuntut kembali biaya dan perbaikan yang telah dilakukannya, kecuali sebesar pertambahan
harga barang itu, yang disebabkan oleh perbaikan tersebut. (KUHperd. 1165, 1264, 1365 dst.,
1497 dst.)
Pasal 1208.
Pihak ketiga yang menguasai barang, sekedar telah membayar utang hipotek itu atau menderita
penjualan harta bendanya akibat putusan hakim atas penuntutan pemilikan atau penguasaan,
berhak menuntut jaminan terhadap gangguan dan tuntutan dari debitur. (KUHperd. 965, 1106,
1202, 1402.)
Bagian 5.
Hapusnya Hipotek.
Pasal 1209.
Hipotek hapus :
1. karena hapusnya perikatan pokoknya; (KUHperd. 928, 1381 dst., 1673, 1689.)
2. karena pelepasan hipotek itu oleh kreditur; (KUHperd. 1195 dst.)
3. karena pengaturan urutan tingkat oleh pengadilan; (KUHperd. 1212 dst.; KUHD 279; Rv.
547 dst.)
Pasal 1210.
Orang yang telah membeli barang yangberbeban, baik pada penjualan sebagai pelaksanaan
putusan hakim atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, maupun pada penjualan
sukarela untuk harga yang ditentukan dalam bentuk uang, dapat menuntut agar persil yang
dibelinya dibebaskan dari segala beban hipotek, yang melampaui harga pembeliannya, dengan
menaati segala peraturan yang diberikan dalam pasal-pasal berikut.
Namun pemurnian itu tidak akan terjadi pada penjualan sukarela, bila pihak-pihak yang berjanji
pada waktu mengadakan hipotek telah menyepakati hal itu, dan persyaratan perjanjian itu telah
didaftarkan dalam daftar umum.

Page 208 of 336

persyaratan perjawian demikian hanya dapat dibuat oleh kreditur hipotek pertama. (Ov. 32;
KUHperd. 1211 dst., 1216; Rv. 493 dst.)
Pasal 1211.
Dalam hal penjualan sukarela, tuntutan untuk pembebasan tidak dapat diajukan, kecuali bila
penjualan itu telah terjadi di depan umum menurut kebiasaan setempat, dan di hadapan pegawai
umum; selanjutnya, para kreditur yang terdaftar perlu diberitahu tentang hal itu, selambatlambatnya tiga puluh hari sebelum barang yang bersangkutan ditunjuk si pembeli, dengan surat
juru sita yang harus disampaikan di tempat-tempat tinggal yang telah dipilih oleh para kreditur
itu pada waktu pendaftaran. (Ov. 78; KUHperd. 1178; F. 183; Rv. 510 dst.)
Pasal 1212.
Pembeli yang ingin memanfaatkan hak istimewa tersebutdalampasal 1210, dalam waktu satu
bulan setelah penunjukkan barang yang bersangkutan kepadanya, wajib berusaha agar diadakan
pengaturan urutan tingkat oleh hakim, untuk pembagian harga pembelian, sesuai dengan
peraturan-peraturan dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara perdata. (Rv. 547-558.)
Pasal 1213.
Pada waktu melakukan pengaturan urutan tingkat, akan diperintahkan pencoretan pendaftaranpendaftaran yang tidak mendapat urutan tingkat yang menguntungkan.
Pendaftaran demikian yang hanya sebagian dapat diikutsertakan secara menguntungkan, hanya
dapat dipertahankan untuk bagian itu saja sampai pada saat pembayaran, yang langsung dapat
ditagih oleh kreditur, tanpa mengingat apakah piutang itu sudah dapat ditagih atau belum.
Tentang piutang-piutang yang jumlah seluruhnya mendapat urutan tingkat yang
menguntungkan, pendaftarannya akan dipertahankan, dan pembelinya tetap terikat pada
kewajiban-kewajiban yang sama dan mendapat ketentuanketentuan waktu dan penundaanpenundaan yang sama, seperti pembeli yang semula. (KUHperd. 1268 dst.)
Pasal 1214.
Pada waktu menentukan besarnya pendaftaran-pendaftaran hipotek, bunga abadinya akan
dihitung menurut jumlah uang pokoknya yang disebut dalam akta; bila hal itu tidak disebutkan,
menurut jumlah dua puluh kali bunganya; sedangkan bunga-bunga cagak hidupnya atau
pensiun-pensiun selama hidup dihitung dan ditetapkan sebagai jumlah uang pokok, menurut usia
yang menikmatinya, atau menurut usia orang yang diberi cagak hidup, atau menurut lamanya
waktu kenikmatan itu, harus berlangsung; segala sesuatunya sesuai dengan nilai biasa bungabunga cagak hidup menurut taksiran para ahli. (KUHperd. 1770 dst., 1775 dst.; F. 127.)
Pasal 1215.
Pendaftaran barang-barang wali, pengampu dan seorang suami, untuk kepentingan anak di
bawah umur, orang yang berada dalam pengampuan, atau wanita yang sudah kawin, dan pada
umumnya semua pendaftaran utang-utang yang timbul dari perikatan perikatan yang bersyarat,
atau perikatan yang besarnya tidak tentu, sejauh pendaftaran itu sebagian atau seluruhnya
mendapat urutan tingkat menguntungkan, tetap dipertahankan atas beban persil yang dijual,
sampai ternyata setelah hapusnya perwalian itu, setelah bubarnya perkawinan itu atau setelah
perhitungan perikatan bersyarat itu atau perikatan yang tidak tentu itu, apakah para kreditur
hipotek berhak atas harga pembelian dan sampai jumlah berapa hak mereka; semuanya tidak
mengurangi ketentuaan hak perrwalian atau pengampuan. (KUHperd. 335, 452, 1171, 1213,
1216 dst.).
Pasal 1216.

Page 209 of 336

Pembeli tetap memegang uang pembeliannya sampai jumlah yang tetap lalu; bila hal itu tidak
ditentukan lain pada persyaratan lelang, maka ia wajib membayar bunga dari jumlah uang
trsebut di atas kepada penjual atau orang-orang lain yang berhak menurut undang-undang
sampai pada saat pembayaran terakhir harga pembelian itu. (KUPerd. 1217.)
Pasal 1217.
Namun bila pembeli atau pengganti-penggantinya membiarkan atau menelantarkan persil itu
sedemikian rupa, sehingga karena itu jaminan bagi orang-orang yang berhak menjadi berkurang
atau hilang, maka orang-orang ini berhak menuntut di pengadilan, agar uang pembelian segera
dilunasi dan disimpan, baik dalam pendaftaran-pendaftaran hipotek atas barang-barang tak
bergerak lainnya, atau dalam pendaftaran-pendaftaran pada buku besar pinjaman nasional,
ataupun dalam surat-surat utang atas beban Indonesia; segala sesuatu dalam hubungan yang
sama dan ketentuan-ketentuan yang sama, seakan-akan uang pembelian itu tetap berada di
tangan pembeli itu atau pengganti-penggantinya; semuanya tidak mengurangi penggantian
biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
Bila tuntutan untuk pelunasan segera seperti yang disebut dalam alinea yang lalu dikabulkan,
maka hakim akan mengangkat juga seorang yang cakap, yang akan ditugaskan untuk menerima
dan menyimpan uang pembelian itu. (KUHperd.1271.)
Pasal 1218.
Bila dalam hal tersebut dalam pasal 1215, dari hasil perhitungan temyata, bahwa orang yang
untuk kepentingannya telah dilakukan pendaftaran tidak mempunyai tagihan apa pun, atau
tagihannya kurang daripada jumlah semula yang didaftarkan, maka perikatan dibatalkan, dan
uang pembelian yang belum dilunasi harus dibayar, baik untuk kepentingan para kreditur hipotek
yang pendaftarannya seluruhnya atau sebagian tidak mendapat urutan menguntungkan, dengan
memperhatikan tingkat penempatannya, atau untuk kepentingan pemilik semula persil itu, atau
untuk kepentingan orang-orang lain yang berhak. (KUHperd. 409, dst.)
Pasal 1219.
Bila dalam pendaftaran-pendaftaran tersebut pada pasal 1215 ada pembukuan yang menyusul,
yang seluruhnya atau sebagian tidak mendapat urutan tingkat yang menguntutigkan, dan
dengan demikian harus dicoret, maka pada putusan pengaturan urutan tingkat, hakiin harus
memerintahkan, supayajuru simpan hipotek, karena jabatan, di samping pencoretan, mencatat
dalam daftar-daftar bahwa para kreditur tetap mempunyai hak mereka atas apa yang masih
tersisa pada hasil perhitungan uang pembelian yang belum dibayar. (KUHperd. 1186 dst., 1225.)
Pasal 1220.
Dalam hal penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan hakim atas tuntutan mengenai
pemilikan atau penguasaan, jika sebidang persil, di mana terdapat berbagai barang tak bergerak,
yang di antaranya satu buah atau lebih tidak dibebani, sedangkan yang lainnya dibebani dengan
hipotek, seluruhnya diual untuk satu harga, maka harga dari masing-masing barang tak bergerak
itu akan ditentukan hakim setelah mendengar para ahli, demi kepentingan para kreditur yang
terdaftar atas masing-masing barang tak bergerak, menurut perbandingan terhadap harga
pembelian seluruhnya. (Rv. 499.)
Bagian 6.
Pegawai Pegawai yang Ditugaskan Menyimpan Hipotek, Tanggung Jawab
Mereka, Dan Hal Diketahuinya Daftar-daftar Oleh Masyarakat.
Pasal 1221.
pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek adalah :

Page 210 of 336

a.
b.

sejauh barang-barang itu terletak dalam karesidenan tempat kedudukan suatu pengadilan
negeri, panitera pengadilan negeri itu;
sejauh barang-barang itu terletak di tempat lain, sekretaris-sekretaris karesidenan, atau
pegawai-pegawai lain yang ditunjuk oleh pemerintah. (Overschr, 1, 1a; S. 1936-153.)

Dalam tiap-tiap karesidenan ada penyimpanan, yang batas-batasnya ditentukan oleh batas-batas
karesidenan itu, dan dinamakan lingkungan penyimpanan.
Namun jika keadaan setempat mengizinkan, pemerintah berwenang untuk menempatkan lebih
dari satu karesidenan, baik seluruhnya maupun sebagian, di dalam satu lingkungan
penyimpanan. (S. 1925-497, 643.)
Pasal 1222.
Tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban yang diperintahkan dalam bab ini kepada para juru
simpan hipotek, mereka ini juga wajib memelihara daftar-daftar dan catatan-catatan yang
diperintahkan dengan ketentuan-ketentuan undang-undang, mengenai pengumuman akta-akta
peralihan hak milik, akta-akta peletakan hak-hak kebendaan, dan akta-akta pemisahan hartabenda. (Ov. 24 dst.; KUHperd. 1231.)
Pasal 1223.
Para juru simpan hipotek tidak diperkenankan melakukan pekerjaan-pekerjaan mereka selain di
tempat yang ditunjuk oleh pemerintah bagi mereka untuk tujuan itu.
Daftar-daftar dan surat-surat lain kepunyaan kantor penyimpanan itu tidak boleh dipindahkan
tanpa perintah hakim.
Pasal 1224.
Para juru simpan hipotek wajib memberi kesempatan kepada siapa pun yang berkehendak
melihat daftar-daftar mereka serta akta-akta yang didaftar untuk pengumuman, dan wajib
menyerahkan salinan akta-akta itu, demikian pula pendaftaran-pendaftaran dan catatan-catatan
yang ada, atau surat pernyataan tentang tiadanya akta, pembukuan atau catatan itu. (Ov. 38;
KUHperd.1210 dst., 1219, 1225, 1227.)
Pasal 1225.
Mereka bertanggungjawab atas kerugian-kerugian yang timbul :
1. karena kelalaian mereka dalam menyimpan surat-surat yang disampaikan kepada mereka
dan dalam melakukan pembukuan dan pendaftaran pada waktunya dan secara cermat
sebagaimana dituntut dari mereka; (KUHperd. 1230.)
2. karena kelalaian utuk menyebutkan satu pendaftaran atau lebih yang dalam surat-surat
pernyataan mereka, kecuali bila dalam hal yang terakhir ini kesalahan itu timbul dari
keterangan yang kurang sempuma, yang tidak dapat dianggap sebagai kesalahan mereka;
(KUHperd. 1230.)
3. dari pencoretan-pencoretan yang dilakukan tanpa penyerahan surat-surat tersebut dalam
pasal 1196 kepada mereka. (KUHperd. 1108, 1181, 1188, 1203, 1219, 1228 dst.)
Pasal 1226.
Jika juru simpan lalai menyebutkan dalam surat pernyataan satu beban atau lebih yang di daftar
atas suatu barang tak bergerak, maka barang ini tidak dibebaskan dari beban-beban itu; hal ini
tidak mengurangi tanggung-awab juru simpan itu terhadap orang yang menghendaki surat
pernyataan yang membuat kesalahan itu, dan tidak mengurangi hak juru simpan untuk menuntut
para kreditur yang telah menerima pembayaran yang tidak diwajibkan. (KUHperd. 1360, 1365
dst.)
Pasal 1227.

Page 211 of 336

Tanpa mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 619, para juru simpan hipotek sekali-kali
tidak boleh menolak atau memperlambat pendaftaran akta pengalihan hak milik, pendaftaran
hak-hak hipotek, pemberian kesempatan untuk melihat surat-surat yang disampaikan kepada
mereka dan daftar-daftar mereka, atau pemberian surat-surat pemyataan yang diminta, dengan
ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak-pihak bersangkutan; untuk tuiuan
itu, atas permohonan mereka yang menghendaki, oleh notaris atau juru sita dengan dua orang
saksi akan dibuat laporan tentang penolakan atau kelambatan juru simpan. (Ov. 38; KUHperd.
616, 1179, 1224.)
Pasal 1228.
Para juru simpan bertanggungjawab terhadap masyarakat umum atas perbuatan-perbuatan yang
berkaitan dengan penyimpanan itu, yang dilakukan oleh mereka yang mewakili para juru simpan
dalam pelaksanaan tugas jabatan, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut penggantian
dari pegawai-pegawai yang mewakili mereka itu. (KUHperd. 1225, 1366.)
Pasal 1229.
Para juru simpan, atas biaya mereka, harus mengadakan jaminan untuk menambah kepastian
bagi umum, memberikan suatu penanggungan utang, yang besarnya dan cara mengadakannya
diatur oleh pemerintah. (S. 1907-510.)
Pasal 1230.
Lamanya waktu pertanggungjawaban yang dibebankan kepada para juru simpan hipotek dalam
pasal 1255, ditentukan sepuluh tahun: untuk kelalaian yang termaksud pada nomor 10 dan 30
pasal itu, terhitung dari hari diajukan permohonan formalitas-formalitas menurut undang-undang
oleh mereka yang berkepentingan, dan untuk kelalaian-kelalaian termaksud pada nomor 20
terhitung dari hari diberikannya surat pernyataan yang bersangkutan.
Pasal 1231.
Bentuk daftar-daftar, cara pembukuan, pajak-pajak yang akan dipungut oleh negara, gaji para
juru simpan, hukuman-hukuman disiplin, kewajiban-kewajiban lain yang dibebankan kepada
pegawai-pegawai tersebut, dan apa saja yang disyaratkan untuk lengkapnya pelaksanaan
peraturan tentang pengumuman peralihan hak milik dan hipotek, yang ditetapkan dengan
ketentuan-ketentuan undang-undang, harus diatur oleh pemerintah, setelah meminta nasihat
Makkamah Agung. (Overschr.)
Pasal 1232.
Pengawasan atas para juru simpan hipotek ditugaskan kepada pengadilan negeri, di bawah
pengawasan tertinggi Mahkamah Agung. Cara melaksanakann pengawasan ini juga harus diatur
oleh pemerintah setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung. (Overschr. 42.)

Page 212 of 336

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)


(Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
BUKU KETIGA.
PERIKATAN
BAB I.
PERIKATAN PADA UMUMNYA
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1233.
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1313 dst.,
1352; Rv. 102.)
Pasal 1234.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu.
(KUHPerd. 1236 dst., 1239 dst., 1314.)
Bagian 2.
Perikatan Untuk Memberikan Sesuatu.
Pasal 1235.
Dalam perikatan untuk memberikan Sesuatu, termaktub kewajiban untuk menyerahkan barang
yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik,
sampai saat penyerahan.
Luas tidaknya kewajiban yang terakhir ini tergantung pada persetujuan tertentu; akibatnya akan
ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. (KUHPerd. 105, 385, 612 dst., 784, 1033, 1157,
1356, 1444 dst., 1474 dst., 1482, 1550-11, 1560-11, 1706 dst., 1715, 1744, 1801.)
Pasal 1236.
Debitur wajib memberi ganti biaya, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia mewanjikan
dirinya tidak mampu untuk menyerahkan barang itu atau tidak merawatnya sebaik-baiknya untuk
menyelamatkannya. (KUHPerd, 1235, 1243 dst., 1264, 1275, 1391, 1444, 1480.)
Pasal 1237.
Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan
kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan,
maka barang itu, seme njak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya. (KUHPerd. 1264,
1275, 1391, 1444, 1460, 1481 dst., 1545, 1553, 1605, 1648, 1708, 1745 dst.)
Pasal 1238.
Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan
kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 391, 413, 579, 1243, 1362, 1626, 1805,
1979; Rv. 1 dst.)

Page 213 of 336

Bagian 3.
Perikatan Untuk Berbuat Sesuatu Atau Untuk Tidak Berbuat Sesuatu.
Pasal 1239.
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan
dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi
kewajibannya. (KUHPerd. 1241, 1243 dst., 1277, 1365 dst., 1383; Rv. 580 dst., 606a dst., 765;
IR, 222.)
Pasal 1240.
Walaupun demikian, kreditur berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang dilakukan
secara bertentangan dengan perikatan dan ia dapat minta kuasa dari hakim untuk menyuruh
menghapuskan segata sesuatu yang telah dibuat itu atas tanggungan debitur; hal ini tidak
mengurangi hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk
itu. (KUHPerd. 1239, 1241, 1243, 1365.)
Pasal 1241.
Bila perikatan itu tidak dilaksanakan, kreditur juga boleh dikuasakan untuk melaksanakan sendiri
perikatan itu atas biaya debitur. (KUHPerd. 1239 dst.)
Pasal 1242.
Jika perikatan itu ber-tujuan untuk tidak berbuat sesuatu, maka pihak mana pun yang berbuat
bertentangan dengan perikatan itu, karena pelanggaran itu saja, diwajibkan untuk mengganti
biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 641, 1243, 1245.)
Bagian 4.
Penggantian Biaya, Kerugian Dan Bunga Karena Tidak Dipenuhinya Sesuatu
Perikatan.
Pasal 1243.
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai
diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan
itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau
dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd.
1236, 1238, 1239 dst., 1246 dst., 1249 dst., 1304, 1307, 1365 dst., 1480; Rv. 607 dst.)
Pasal 1244.
Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. (KUHPerd. 1444, 1865.)
Pasal 1245.
Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena
hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.
Pasal 1246.
Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah
dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualian
dan perubahan yang disebut di bawah ini.(KUHPerd. 58, 1603.)

Page 214 of 336

Pasal 1247.
Debitur hanya diwajibkan mengganti biaya, kerugian dan bunga, yang diharapkan atau sedianya
dapat diduga pada waktu perikatan diadakan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu
disebabkan oleh tipu-daya yang dilakukannya.(KUHPerd. 1328.)
Pasal 1248.
Bahkan jika tidak terpenuhinya perikatan itu disebabkan oleh tipudaya debitur, maka
penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang menyebabkan kreditur menderita kerugian dan
kehilangan keuntungan, hanya mencakup hal-hal yang menjadi akibat langsung dari tidak
ditaksanakannya perikatan itu.
Pasal 1249
Jika dalam suatu perikatan ditentukan, bahwa pihak yang lalai memenuhinya harus membayar
suatu jumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian, maka kepada pihak yang lain tak boleh
diberikan suatu jumlah yang lebih ataupun yang kurang dari jumlah itu. (KUHPerd. 1307 dst.)
Pasal 1250.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dalam perikatan yang hanya berhubungan dengan pembayaran
sejumlah uang, penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena keterlambatan
pelaksanaannya, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, tanpa
mengurangi berlakunya peraturan undang- undang khusus.Penggantian biaya, kerugian dan
bunga itu wajib dibayar, tanpa perlu dibuktikan adanya suatu kerugian oleh kreditur.

Penggantian biaya, kerugian dan bunga itu baru wajib dibayar sejak diminta di muka pengadilan,
kecuali bila undang-undang menetapkan bahwa hal itu berlaku demi hukum. (KUHPerd. 391,
413, 797 dst., 1098, 1216, 1286, 1362, 1515, 1626, 1805, 1810, 1839; KUHD 147, 680, 721; S.
1848-22 jo. 1849-63.)
Pasal 1251.
Bunga uang pokok yang dapat ditagih dapat pula menghasilkan bunga, baik karena suatu
pennohonan dimuka pengadilan, maupun karena suatu persetujuan yang khusus, asal saja
permintaan atau persetujuan tersebut adalah mengenai bunga yang harus dibayar untuk satu
tahun. (KUHPerd. 1252.)
Pasal 1252.
Walaupun demikian, penghasilan yang dapat ditagih, seperti uang upah tanah dan uang sewa
lain, bunga abadi atau bunga sepanjang hidup seseorang, menghasilkan bunga mulai hari
dilakukan penuntutan atau dibuat persetujuan.
Peraturan yang sama berlaku terhadap pengembalian hasil-hasil sewa dan bunga yang dibayar
oleh seorang pihak ketiga kepada kreditur untuk Pembebasan(KUHPerd. 502, 1770 dst., 1775.)
Bagian 5.
Perikatan Bersyarat.
Pasal 1253.
Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang mungkin terjadi
dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai
terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada
terjadi tidaknya peristwa itu. (KUHPerd. 154, 997, 1169, 1263, 1265 dst., 1268, 1463 dst., 1990.)

Page 215 of 336

Pasal 1254.
Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang
bertentangan dengan kesusilaan yang baik, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang
adalah batal dan mengakibatkan persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku. AB. 23;
KUffPerd. 139, 888, 1334, 1337i 1663.)
Pasal 1255.
Syarat yang bertujuan tidak melakukan sesuatu yang tak mungkin tidak membuat perikatan yang
digantungkan padanya tak berlaku. (KUHPerd, 1254.)
Pasal 1256.
Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata terpada kemauan orang yang
terikat. Tetapi jika perikatan tergantung pada perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam
kekuasaan orang tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan itu adalah sah.
(KUHPerd. 171,M, 1668, 1761.)
Pasal 1257.
Semua syarat harus dipenuhi dengan cara yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh pihak-pihak
yang bersangkutan. (KUHPerd. 1343.)
Pasal 1258.
Jika suatu perikatan tergantung pada suatu syarat bahwa suatu peristiwa akan terjadi dalam
waktu tertentu, maka syarat tersebut dianggap tidak ada, bila waktu tersebut telah lampau
sedangkan peristiwa tersebut tidak terjadi.
Jika waktu tidak ditentukan, maka syarat tersebut setiap waktu dapat dipenuhi, dan syarat itu
tidak dianggap tidak ada sebelum ada kepastian bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi.
(KUHPerd. 997, 1263 dst., 1521.)
Pasal 1259.
Jika suatu perikatan tergantung pada syarat bahwa suatu peritiwa tidak akan terjadi dalam waktu
tertentu, maka syarat tersebut telah terpenum bila waktu tersebut lampau tanpa terjadinya
peristiwa itu. Begitu pula syarat itu telah terpenuhi, jika sebelum waktu tersebut lewat telah ada
kepastian bahwa peristiwa itu tidak akan terjadi; tetapi jika tidak ditetapkan suatu waktu, maka
syarat itu tidak terpenuhi sebelum ada kepastian bahwa peristiwa tersebut tidak akan terjadi.
Pasal 1260.
Syarat yang bersangkutan dianggap telah terpenuhi, jika debitur yang terikat oleh syarat itu
menghalangi terpenuhinya syarat itu. (KUHPerd. 889.)
Pasal 1261.
Bila syarat telah terpenuhi, maka syarat itu berlaku surut hingga saat terjadinya perikatan.
Jika kreditur meninggal sebelum terpenuhi syarat, maka hak-haknya berpindah kepada para ahli
warisnya. (KUHPerd. 958, 998, 1264, 1990.)
Pasal 1262.
Kreditur, sebelum syarat terpenuhi, boleh melakukan segala usaha yang pertu untuk merdaga
supaya haknyajangan sampai hilang. (KUHPerd. 1215; F125 dst.; Rv. 714 dst)

Page 216 of 336

Pasal 1263.
Suatu perikatan dengan syarat tunda adalah suatu perikatan yang tergantung pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan belum tentu akan terjadi, atau yang tergantung pada
suatu hal yang sudah terjadi tetapi hal itu tidak diketahui oleh kedua belah pihak.
Dalam hal pertama, perikatan tidak dapat dilaksanakan sebelum peristiwanya terjadi; dalam hal
kedua, perikatan mulai bertaku sejak terjadi. (KUHPerd. 998, 1169, 1176, 1253, 1258 dst., 1264,
1463, 1990.)
Pasal 1264.
Jika suatu perikatan tergantung pada suatu syarat yang ditunda, maka barang yang menjadi
pokok perikatan tetap menjadi tanggungan debitur, yang hanya wajib menyerahkan barang itu
bila syarat dipenuhi.
Jika barang tersebut musnah seluruhnya di luar kesalahan debitur, maka baik bagi pihak yang
satu maupun bagi pihak yang lain, tidak ada lagi perikatan.
Jika barang tersebut merosot harganya di luar kesalahan debitur, maka kreditur dapat memilih:
memutuskan perikatan, atau menuntut penyerahan barang itu dalam keadaan seperti adanya,
tanpa pengurangan harga yang telah dijanjikan.
Jika harga barang itu merosot karena kesalahan debitur, maka kreditur berhak memutuskan
perikatan atau menuntut penyerahan barang itu dalam keadaan seperti apa adanya dengan
penggantian kerugian. (KUHPerd. 1237, 1243 dst.,1261, 1444.)
Pasal 1265.
Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapus. kan perikatan dan
membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pemah ada suatu
perikatan.
Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan
apa yang telah diterimanya, bila peristiwa yang dimaksudkan terjadi. (KUHPerd. 997, 1169, 1258
dst., 1266 dst., 1381, 1519 dst.)
Pasal 1266.
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik, andaikata salah
satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan
kepada pengadilan.
Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya
kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan.
Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan, atas
permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka. waktu untuk memenuhi kewajiban,
tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan. (KUHPerd. 1480, 1517, 1589, 1781 dst.)
Pasal 1267.
Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang lain untuk
memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan
persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243 dst., 1480, 1517.)

Page 217 of 336

Bagian 6.
Perikatan-perikatan Dengan Waktu yang Ditetapkan.
Pasal 1268.
Waktu yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya pelaksanaannya.
(KUHPerd. 1253, 1266, 1308, 1750, 1759, 1763, 1990.)
Pasal 1269.
Apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak dapat ditagih sebelum waktu itu
tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu, tak dapat diminta kembali. (KUHPerd.
1338, 1359, 1427 dst., 1759; KUHD 139, 176.)
Pasal 1270.
Waktu yang ditetapkan selalu ditentukan untuk kepentingan debitur, jika dari sifat perikatan
sendiri atau dari keadaan temyata bahwa waktu itu ditentukan untuk kepentingan kreditur.
(KUHPerd. 1405, 1428, 1771; KUHD 139,,476.),
Pasal 1271.
Debitur tidak dapat lagi menarik manfaat dari suatu ketetapan waktu, Jika ia telah dinyatakan
pailit, atau jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah merosot karena kesalahannya
sendiri. (KUHPerd. 1217, 1772, 1781, l843; F130.)
Bagian 7.
Perikatan Dengan Pilihan Atau Perikatan yang
Boleh Dipilih Oleh Salah Satu Pihak.
Pasal 1272.
Dalam perikatan dengan pilihan, debitur dibebaskanjika ia menyerahkan salah satu dari dua
barang yang disebut dalam penkatan, tetapi ia tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima
sebagian dari barang yang satu dan sebagian dari barang yang lain. (KUHPerd. 1389.)
Pasal 1273.
Hak memilih ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kreditur. (KUHPerd. 767
969, 1277, 1349, 1392, 1473.)
Pasal 1274
Suatu perikatan adalah mumi dan sederhana, walaupun perikatan itu disusun boleh pilih atau
secara mana suka, jika salah satu dari kedua barang itu tidak dapat menjadi pokok perikatan.
(KUHPerd. 1277, 1332)
Pasal 1275.
Suatu perkatan denngan pilihan adalah mumi dan sederhana, jika salah dari barang yang
dijanjikan hilang, atau karena kesalahan debitur tidak diserahkan lagi. Harga dari barang itu tidak
dapat ditawarkan sebagai gantinya. Jika kedua barang telah hilang dan debitur bersalah tentang
lenyapnya salah satu barang, dia harus membayar harga barang yang paling akhir hilang.
(KURPerd. 1236, t 1273, 1444 dst.)
Pasal 1276.
Jika dalam hal-hal yang disebutkan dalam pasal lalu pilihan diserahkan kepada kreditur dan
hanya salah satu barang saja yang hilang, maka jika hal itu terjadi diluar kesalahan debitur,
kreditur harus memperoleh barang yang masih ada; jika hilangnya salah satu barang terjadi

Page 218 of 336

terjadi karena salahnya debitur, maka kreditur dapat menuntut penyerahan barang yang masih
ada atau harga yang telah hilang.
Jika kedua barang lenyap, maka bila hilangnya barang itu, salah satu saja pun, terjadi karena
kesalahan debitur, kreditur boleh menuntut pembayaran harga salah satu barang itu menurut
pilihannya. (KUHPerd. 1236, 1273, 1444.)
Pasal 1277.
Prinsip yang sama juga berlaku, baik jika ada lebih dari dua barang termaktub dalam perikatan
maupun jika perikatan itu adalah mengenai berbuat ataupun tidak berbuat sesuatu. (KUHPerd.
1239 dst.)
Bagian 8.
Perikatan Tanggung-renteng Atau Perikatan Tanggung-menanggung.
Pasal 1278.
Suatu perikatan tanggung-menanggung atau perikatan tanggungrenteng antara beberapa
kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak utituk
menuntut pemenuhan seluruh utang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah
seorang di antara mereka, membebaskan debitur, meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat
dipecah dan dibagi aiitara para kreditur tadi. (KUHPerd. 1292, 1296 dst., 1301, 1303.)
Pasal 1279.
Selama belum digugat oleh salah satu kreditur, debitur bebas memilih, apakah ia akan membayar
utang kepada yang satu atau kepada yang lain di antara para kreditur.
Meskipun demikian, Pembebasan yang diberikan oleh salah seorang kreditur dalam suatu
perikatan tanggung-menanggung, tak dapat membebaskan debitur lebih dari bagian kreditur
tersebut. (KUHPerd. 1439, 1857, 1917, 1938, 1985.)
Pasal 1280.
Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka seniua
wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa, sehingga salah satu dapat dituntut
untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu membebaskan debitur lainnya terbadap
kreditur. (KUHPerd. 1288, 1424, 1430, 1439 dst., 1938 dst., 1983.)
Pasal 1281.
Suatu perikatan dapat bersifat tanggung-menanggung, meskipun salah satu debitur itu
diwajibkan memenuhi hal yang sama dengan cara berlainan dengan teman-temannya
sepenanggungan, misalnya yang satu terikat dengan bersyarat, sedangkan yang lain terikat
secara mumi dan sederhana, atau terhadap yang satu telah diberikan ketetapan waktu dengan
persetujuan, sedang terhadap yang lain tidak diberikan. (KUHPerd. 1253 dst., 1268 dst., 1287.)
Pasal 1282.
Tiada perikatan yang dianggap sebagai perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika dinyatakan
dengan tegas.
Ketentuan ini hanya dikecualikan dalam hal suatu perikatan dianggap sebagai perikatan
tanggung-menanggung karena kekuatan penetapan undang-undang. (KUHPerd. 130, 350 dst.,
563, 1016, 1019, 1301, 1749, 1811, 1836; KUHD 18, 21, 146, 176, 221; Sv. 354; IR. 333.)
Pasal 1283.

Page 219 of 336

Kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dapat menagih piutangnya dari salah satu
debitur yang dipilihnya, dan debitur ini tidak dapat meminta agar utangnya dipecah. (KUHPerd.
1279, 1832-21, 1836 dst.; KUHD 146, 176, 221; F. 132; Rv. 70.)
Pasal 1284.
Penuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur tidak menjadi halangan bagi kreditur itu
untuk melaksanakan haknya terhadap debitur lainnya. (KUHPerd. 1280.)
Pasal 1285.
Jika barang yang harus diberikan musnah karena kesalahan seorang debitur tanggung-renteng
atau lebih, atau setelah debitur itu dinyatakan lalai, maka para debitur lainnya tidak bebas dari
kewajiban untuk membayar harga barang itu, tetapi mereka tidak wajib untuk membayar
penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Kreditur hanya dapat menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, baik dari debitur yang
menyebabkan lenyapnya barang itu, maupun dari mereka yang lalai memenuhi perikatan.
(KUHPerd. 1243, 1246, 1310, 1444.)
1286. Tuntutan pembayaran bunga yang diajukan terhadap salah satu di antara para debitur
tanggung renteng, mengakibatkan bunga itu juga berlaku terhadap semua orang lain yang turut
berutang. (KUHPerd. 1250, 1983.)
Pasal 1287.
Seorang debitur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung yang dituntut oleh kreditur, dapat
memajukan semua bantaban (eksepsi-eksepsi) yang timbul dari sifat perikatan dan yang
mengenai dirinya senditi, pula semua bantahan yang mengenai diri semua debitur lain.
la tidak dapat memakai bantahan yang hanya mengenai beberapa debitur saja. (KUHPerd. 1281,
1423 dst., 1430, 1441, 1847, 1938, 1983.)
Pasal 1288.
Jika salah satu debitur menjadi satu-satunya ahli waris kreditur, atau jika kreditur merupakan
satu-satunya ahli waris salah satu debitur, maka percampuran utang ini tidak niengakibatkan
tidak berlakunya perikatan tanggung-menanggung, kecuali untuk bagian dari debitur atau
kreditur yang bersangkutan. (KUHPerd. 1436 dst.)
Pasal 1289.
Kreditur yang telah menyetujui pembagian piutangnya terhadap salah satu debitur, tetap
memiliki piutang terhadap para debitur yang lain, tetapi dikurangi bagian debitur yang telah
dibebaskan dari perikatan tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1303.)
Pasal 1290.
Kreditur yang menerima bagian salah satu debitur tanpa melepaskan haknya yang berdasarkan
utang tanggung-renteng sendiri atau hak-haknya pada umumnya, tidak menghapuskan haknya
secara tanggung-renteng, melainkan hanya terhadap debitur tadi.
Kreditur tidak dianggap membebaskan debitur dari perikatan tanggung-menanggung, jika dia
menerima suatu jumlah sebesar bagian debitur itu dalam seluruh utang, sedangkan surat bukti
pembayaran tidak secara tegas menyatakan bahwa apa yang diterimanya adalah untuk bagian
orang tersebut,
Hal yang sama berlaku terhadap tuntutan yang ditujukan kepada salah satu debitur, selama
orang ini belum membenarkan tuntutan tersebut, atau selama perkara belum diputus oleh hakim.
(KUHPerd. 1289.)

Page 220 of 336

Pasal 1291.
Kreditur yang menerima secara tersendiri dan tanpa syarat bagian dari salah satu debitur dalam
pembayaran bunga tunggakan dari suatu utang, hanya kehilangan haknya sendiri terhadap
bunga yang telah harus dibayar, dan tidak terhadap bunga yang belum tiba waktunya untuk
ditagih atau utang pokok, kecuali bila pembayaran tersendiri itu telah terjadi selama sepuluh
tahun berturut-turut. (KUHPerd. 1394, 1983 dst.)
Pasal 1292.
Suatu perikatan, meskipun menjadi tanggungjawab kreditur sendiri, menurut hukum dapat
dihadapi para debitur secara terbagi-bagi, masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
(KUHPerd. 1100, 1283, 1298, 1983.)
Pasal 1293.
Seorang debitur yang telah melunasi utangnya dalam suatu perikatan tanggung-menanggung,
tidak dapat menuntut kembali dari para debitur lainnya lebih daripada bagian mereka masingmasing.
Jika salah satu di antara mereka tidak mampu untuk membayar, maka kerugian yang disebabkan
oleh ketidakmampuan itu harus dipikul bersama-sama oleh para debitur lainnya dan debitur yang
telah melunasi utangnya, menurut besamya bagian masing-masing. (KUHPerd. 1103, 1292,
1402-31, 1841, 1844.)
Pasal 1294.
Jika kreditur telah membebaskan salah satu debitur dari perikatan tanggung-menanggung, dan
seorang atau lebih debitur lainnya menjadi tak mampu, maka bagian dari yang tak mampu itu
harus dipikul bersama-sama oleh debitur lainnya, juga oleh mereka yang telah dibebaskan dari
perikatan tanggungmenanggung. (KUHPerd. 1289 dst., 1293 dst.)
Pasal I295.
Jika barang yang untuknya orang-orang mengikatkan diri secara tanggung-renteng itu hanya
menyangkut salah satu di antara mereka, maka mereka masing-masing terikat seluruhnya
kepada kreditur, tetapi di antara mereka sendiri mereka dianggap sebagai orang penjamin bagi
orang yang berhutang dengan barang itu, dan karena itu harus diberi ganti-rugi. (KUHPerd.
1292, 1836, 1839 dst.)
Bagian 9.
Perikatan-perikatan yang Dapat Dibagi-bagi Dan Perikatan-perikatan
yang Tidak Dapat Dibagi-bagi.
Pasal 1296.
Suatu perikatan dapat dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi sekedar pokok perikatan tersebut
adalah suatu barang yang penyerahannya atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat
dibagi-bagi atau tak dapat dibagi-bagi, baik secara nyata maupun tak nyata. (KUHPerd. 728, 739,
892, 1160, 1299 dst., 1721.)
Pasal 1297.
Suatu perikatan tak dapat dibagi-bagi, meskipun barang atau perbuatan yang menjadi pokok
perikatan itu, karena sifatnya, dapat dibagi-bagi, jika barang atau perbuatan itu, menurut
maksudnya, tidak boleh diserahkan atau dilaksanakan sebagian demi sebagian saja. (KUHPerd.
1160, 1300 dst.)

Page 221 of 336

Pasal 1298.
Bahwa suatu perikatan merupakan perikatan tanggung-menanggung, itu tidak berarti bahwa
perikatan itu adalah suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi. (KUHPerd. 1283, 1292, 1301
dst., 1983.)
Pasal 1299.
Suatu perikatan yang dapat dibagi-bagi, harus dilaksanakan antara debitur dan kreditur, seolaholah perikatan itu tak dapat dibagi-bagi; hal dapatnya dibagi-bagi suatu perikatan, itu hanya
dapat diterapkan terhadap ahli waris yang tidak dapat menagih piutangnya atau tidak wajib
membayar utangnya selain uiituk bagian masing-masing sebagai ahli waris atau orang yang
harus mewakili kreditur atau debitur. (KUHPerd. I 100 dst., 1311 dst., 1390, 1527 dst., 172 1.)
Pasal 1300.
Asas yang ditentukan dalam pasal yang lalu, dikecualikan terhadap ahli waris debitur:
1. jika utang itu berkenaan dengan suatu hipotek; (KUHPerd. I 101 dst., 1105, 1163, 1198.)
2. jika utang itu terdiri atas suatu barang tertentu; (KUHPerd. 1083, 1391.)
3. jika utang itu mengenai berbagai barang yang dapat dipilih, terserah kepada kreditur,
sedang salah satu dari barang-barang itu tak dapat dibagi. (KUHPerd. 1272 dst.)
4. jika menurut persetujuan hanya salah satu ahli waris saja yang diwajibkan melaksanakan
perikatan itu; (KUHPerd. 800, 959, 965, 967.)
5. jika temyata dengan jelas, baik karena sifat perikatan, maupun karena sifat barang yang
menjadi pokok perikatan, atau karena maksud yang terkandung dalam persetujuan itu,
bahwa maksud kedua belah pihak adalah bahwa utangnya tidak dapat diangsur. (KUHPerd.
1297.)
Dalam ketiga hal yang pertama, si ahli waris yang menguasai barang yang harus diserahkan atau
barang yang dijadikan tanggungan hipotek, dapat dituntut untuk membayar seluruh utangnya,
pembayaran mana dapat dilaksanakan atas barang yang harus discrahkan itu atau atas barang
yang d@adikan tanggungan hipotek tersebut, tanpa mengurangi haknya tintuk menuntut
penggantian kepada ahli waris lainnya.
Ahli waris yang dibebani dengan utang dalam hal yang keempat, dan tiap ahli waris dalam hal
yang kelima, dapat pula dituntut untuk seluruh utang, tanpa mengurangi hak mereka untuk
minta ganti rugi dari ahli waris yang lain.
Pasal 1301.
Tiap orang yang bersama-sama wajib memikul suatu utang yang dapat dibagi,
bertanggungjawab untuk seluruhnya, meskipun perikatan tidak dibuat secara tanggungmenanggung. (KUHPerd. 1160, 1163, 1278 dst., 1297, 1310.)
Pasal 1302.
Hal yang samajuga berlaku bagi para ahli waris orang yang diwajibkan memenuhi perikatan
seperti itu. (KUHPerd. 1102 dst., 1310, 1721.)
Pasal 1303.
Tiap ahli waris kreditur dapat menuntut pelaksanaan suatu perikatan yang tak dapat dibagi-bagi
secara keseluruhan.
Tiada seorang pun dari antara mereka diperbolehkan sendirian memberi Pembebasan dari
seluruh utang maupun menerima harganya sebagai ganti barang.
Jika hanya salah satu ahli waris memberi Pembebasan dari utang yang bersangkutan, atau
menerima harga barang yang bersangkutan, maka para ahb waris lainnya tidak dapat menuntut

Page 222 of 336

barang yang tak dapat dibagi-bagi itu, kecuaft dengan memperhitungkan bagian dari ahli waris
yang telah memberikan Pembebasan dari utang atau yang telah menerima harga barang itu.
(KUHPerd. 1278, 1289, 1385, 1438, 1721.)
Bagian 10.
Perikatan Dengan Perjanjian Hukuman.
Pasal 1304.
Perjanjian hukuman adalah suatu perjanjian yang menempatkan seseorang sebagai jaminan
pelaksanaan suatu perikatan yang mewajibkannya melakukan sesiiatu, jika dia tidak
melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1243, 1249.)
Pasal 1305.
Batalnya perikatan pokok mengakibatkan batalnya perjanjian hukuman. tidak berlakunya
perjanjian hukuman, sama sekati tidak mengakibatkan batalnya perikatan pokok. (KUHPerd.
1315, 1317.)
Pasal 1306.
Kreditur dapat juga menuntut pemenuhan perikatan pokok sebagai pengganti pelaksanaan
hukuman terhadap debitur.
Pasal 1307.
Penetapan hukuman dimaksudkan sebagai ganti penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang
diderita kreditur karena tidak dipenuhi perikatan pokok.
Ia tidak dapat menuntut utang pokok dan hukumannya bersama-sama, kecuali jika hukuman itu
ditetapkan hanya untuk terlambatnya pemenuhan. (KUHPerd. 1243, 1249, 1312.)
Pasal 1308.
Entah perikatan pokok itu memuat ketentuan waktu untuk pelaksanaannya entah tidak, hukuman
tidak dikenakan, kecuali jika orang yang terikat untuk memberikan sesuatu atau untuk
mengerjakan sesuatu itu tidak melaksanakan hal itu. (KUHPerd. 1235, 1238, 1243, 1245, 1250,
1268.)
Pasal 1309.
Hukuman dapat diubah oleh hakim, jika sebagian perikatan pokok telah dilaksanakan. (KUHPerd.
1249.)
Pasal 1310.
Jika perikatan pokok yang memuat penetapan hukuman adalah mengenai suatu barang yang tak
dapat dibagi-bagi, maka hukuman harus dibayar kalau terjadi pelaziggaran oleh salah satu ahli
waris debitur; dan hukuman ini dapat dituntut, baik untuk seluruhnya dari siapa yang melakukan
pelanggaran terhadap perikatan maupun dari masing-masing ahli waris untuk bagiannya, tetapi
tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut kembali siapa yang menyebabkan hukuman
harus dibayar; segala sesuatu tidak mengurangi hak-hak kreditur hipotek. (KUHPerd. 1163, 1285,
1301.)
Pasal 1311.
Jika perikatan pokok dengan penetapan hukuman itu adalah mengenai suatu barang yang dapat
dibagi-bagi, maka hukuman hanya harus dibayar oleh ahli waris debitur yang melanggar
perikatan, dan hanya untuk jumlah yang tidak melebihi bagiannya dalam perikatan pokok, tanpa
ada tuntutan terhadap mereka yang telah memenuhi perikatan.

Page 223 of 336

Peraturan ini dikecualikan, jika perjanjian hukuman ditambah dengan maksud supaya
pemenuhan tidak terjadi untuk sebagian, dan salah satu ahli waris telah menghalangi
pelaksanaan perikatan untuk seluruhnya; dalam hal ini, hukuman dapat dituntut dari yang
terakhir ini untuk seluruhnya dan dari para ahli waris yang lain hanya untuk bagian mereka,
tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut ahli waris yang melanggar perikatan- (KUHPerd.
1299, 1306.)
Pasal 1312.
Jika suatu perikatan pokok yang dapat dibagi-bagi dan memakai penetapan hukuman yang tak
dapat dibagi-bagi hanya dipenuhi untuk sebagian, maka hukuman terhadap ahli waris debitur
diganti dengan pembayaran penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1296, 1299,
1306 dst.)
BAB II.
PERIKATAN YANG LAHIR DARI KONTRAK ATAU PERSETUJUAN
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1313.
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih. (KUHPerd. 1233 dst.)
Pasal 1314.
Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan.
Suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan
memberikan suatu keuntijngan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan.
Suatu persetujuan memberatkan adalah suatu persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. (KUHPerd. 1234,
1666.)
Pasal 1315.
Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri. (KUHPerd. 1316, 1340, 1357, 1382 dst., 1645, 1655, 1792, 1820.)
Pasal 1316.
Seseorang boleh menanggung seorang pihak ketiga dan menjanjikan bahwa pihak ketiga ini akan
berbuat sesuatu; tetapi hal ini tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau
orang yang berjanji itu jika pihak ketiga tersebut menolak untuk memenuhi perjajian itu.
(KUHPerd. 1338, 1645, 1823, 1873.)
Pasal 1317.
Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, bila ituatu perjanjian yang dibuat
untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu.
Siapa pun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak
ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu. (KUHPerd. 1323, 1338, 1669 dst.,
1688, 1778, 1823.)

Page 224 of 336

Pasal 1318.
Orang dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli
warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan
atau telah nyata dari sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya. (KUHPerd. 175, 178,
807-11, 833, 955, 1575, 1612, 1743, 1784, 1813, 1826.)
Pasal 1319.
Semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang
lalu.

Alinea kedua tidak berlaku berdasarkan S. 1938-276.

Bagian 2.
Syarat-syarat Terjadinya Suatu Persetujuan yang Sah.
Pasal 1320.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; (KUHPerd. 28, 1312 dst.)
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (KUHPerd. 1329 dst.)
3. suatu pokok persoalan tertentu; (KUHPerd. 1332 dst.)
4. suatu sebab yang tidak terlarang. (KUHPerd. 1335 dst.)
Pasal 1321.
Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau
diperoleh dengan paksaan atau penipuan. (KUHPerd. 893, 1449, 1452, 1454, 1456, 1859, 1926.)
Pasal 1322.
Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu persetujuan, kecuali jika kekhilafan itu terjadi
mengenai hakikat barang yang menjadi pokok persetujuan.
Kekhilafan tidak mengakibatkan kebatalan, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai diri orang
yang dengannya seseorang bermaksud untuk mengadakan persetujuan, kecuali jika persetujuan
itu diberikan terutama karena diri orang yang bersangkutan. (KUHPerd. 1618, 1666, 1851 dst.)
Pasal 1323.
Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang mengadakan suatu peersetujuan mengakibatkan
batalnya persetujuan yang bersangkutan, juga bila paksaan itu dilakukan oleh pihak ketiga yang
tidak berkepentingan dalam persetujuan yang dibuat itu. (KUHPerd. 893, 1053, 1065, 1325.)
Pasal 1324.
Paksaan terjadi, bila tindakan itu sedemikian rupa sehingga memberi kesan dan dapat
menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau
kekayaannya, terancam rugi besar dalam waktu dekat.
Dalam mempertimbangkan hal tersebut, harus diperhatikan usia, jenis kelamin dan kedudukan
orang yang bersangkutan.
Pasal 1325.
Paksaan menjadikan suatu persetujuan batal, bukan hanya bila dilakukan terhadap salah satu
pihak yang membuat persetujuan, melainkan juga bila dilakukan terhadap suami atau istri atau
keluarganya dalam garis ke atas maupun ke bawah. (KUHPerd. 290 dst., 1323, 1449.)

Page 225 of 336

Pasal 1326.
Rasa takut karena hormat terhadap ayah, ibu atau keluarga lain dalam garis ke atas, tanpa
disertai kekerasan, tidak cukup untuk membatalkan persetujuan. (KUHPerd. 298.)
Pasal 1327.
Pembatalan suatu persetujuan berdasarkan paksaan tidak dapat dituntut lain, bila setelah
paksaan berhenti persetujuan itu dibenarkan, baik secara tegas maupun secara diam-diam, atau
jika telah dibiarkan lewat waktu yang ditetapkan oleh undang-undang untuk dapat dipulihkan
seluruhnya ke keadaan sebelumnya. (KUHPerd. 11 15, 1449 dst., 1454, 1456, 1892.)
Pasal 1328.
Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu persetujuan, bila penipuan yang
dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain
tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat.
Penipuan tidak dapat hanya dikira-kira, melainkan harus dibuktian. (KUHPerd. 1053, 1065, 1449,
1865, 1922.)
Pasal 1329.
Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal
itu. (KUHPerd. 1330, 1467, 1640.)
Pasal 1330.
Yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah :
1. anak yang belum dewasa; (KUHPerd. 330, 419 dst., 1006, 1446 dst.)
2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; (KUHPerd. 433 dst., 446 dst., 452, 1446 dst.)
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan
tertentu. (KUHPerd. 399, 1446 dst., 1451, 1465 dst., 1640; F. 22.)
Pasal 1331.
Oleh karena itu, orang-orang yang dalam pasal yang lalu dinyatakan tidak cakap untuk membuat
persetujuan, boleh menuntut pembatalan perikatan yang telah mereka buat dalam hal kuasa
untuk itu tidak dikecualikan oleh undang-undang.
Orang-orang yang cakap untuk mengikatkan diri, sama sekali tidak dapat mengemukakan
sangkalan atas dasar ketidakcakapan anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang ditaruh
di bawah pengampuan, dan perempuan-perempuan yang bersuami. (KUHPerd. 109, 113, 116
dst., 151, 1447, 1456, 1701 dst., 1798, 1892.)
Pasal 1332.
Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan.
(KUHPerd. 519 dst., 537, 1953; KUHD 599.)
Pasal 1333.
Suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya
ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau
dihitung. (KUHPerd. 968 dst., 1272 dst., 1392, 1461, 1465.)
Pasal 1334.
Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu persetujuan.
Akan tetapi seseorang tidak diperkenankan untuk metepaskan suatu warisan yang belum
terbuka, ataupun untuk menentukan suatu syarat dalam perjanjian mengenai warisan itu,

Page 226 of 336

sekalipun dengan persetujuan orang yang akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok
persetujuan itu; hal ini tidak mengurangi ketentuan pasal-pasal 169, 176, dan 178. (KUHPerd.
141, 1063, 1254, 1667, 1774; Oogstverb. 3; Credverb. 3-51.)
Pasal 1335.
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang
terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. (KUHPerd. 890 dst.)
Pasal 1336.
Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi memang ada sebab yang tidak terlarang, atauj ika ada
sebab lain yang tidak terlarang selain dari yang dinyatakan itu, persetujuan itu adalah sah.
(KUHPerd. 1878.)
Pasal 1337.
Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu
bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. (AB., 23; KUHPerd. 139, 891,
1254, 1619.)
Bagian 3.
Akibat Persetujuan.
Pasal 1338.
Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau.
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. (KUHPerd. 751, 1066, 1243 dst ' , 1266 dst.,
1335 dst., 1363, 1603, 1611, 1646-31, 1688, 1813.)
Pasal 1339.
Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan
juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan,
atau undang-undang. (AB. 15; KUHPerd. 1347 dst., 1482, 1492, 1800 dst., 1817, 1819.)
Pasal 1340.
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat
merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain
dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317. (KUHPerd. 1178, 1523, 1815, 1818, 1857; F. 152.)
Pasal 1341.
Meskipun demikian, tiap kreditur boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak
diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dengan nama apa pun juga, yang merugikan kreditur,
asal dibuktikan, bahwa ketika tindakan tersebut dilakukan, debitur dan orang yang dengannya
atau untuknya debitur itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian
bagi para kreditur.
Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan itikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek
dari tindakan yang tidak sah, harus dihormati.
Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan debitur, cukuplah
kreditur menunukkan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu debitur mengetahui, bahwa

Page 227 of 336

dengan cara demikian dia merugikan para kreditur, tak perduli apakah orang yang diuntungkan
juga mengetahui hal itu atau tidak. (KUHPerd, 192, 920, 977, 1061, 1067, 1166, 1185, 1454,
1922, 1952; Credverb. 5; F. 30, 41 dst.)
Bagian 4.
Penafsiran Persetujuan.
Pasal 1342.
Jika kata-kata suatu persetujuan jelas, tidak diperkenankan menyimpang daripadanya dengan
jalan penafsiran. (KUHPerd. 855.)
Pasal 1343.
Jika kata-kata suatu persetujuan dapat diberi berbagai tafsiran, maka lebih baik diselidiki maksud
kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu, daripada dipegang teguh arti kata menurut
huruf. (KUHPerd. 886, 1257, 1473, 1855.)
Pasal 1344.
Jika suatu janji dapat diberi dua arti, maka janji itu harus dimengerti menurut arti yang
memungkinkan janji itu dilaksanakan, bukan menurut arti yang tidak memungkinkan janji itu
dilaksanakan. (KUHPerd. 887.)
Pasal 1345.
Jika perkataan dapat diberi dua arti, maka harus dipilih arti yang paling sesuai dengan sifat
persetujuan. (KUHPerd. 887.)
Pasal 1346.
Perkataan yang mempunyai dua arti harus diterangkan menurut kebiasaan di dalam negeri atau
di tempat persetujuan dibuat. (AB. 15.)
Pasal 1347.
Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1339,
1492.)
Pasal 1348.
Semua janji yang diberikan dalam satu persetujuan harus diartikan dalam hubungannya satu
sama lain; tiap-tiap janji harus ditafsirkan dalam hubungannya dengan seluruh persetujuan.
Pasal 1349.
Jika ada keragu-raguan, suatu persetujuan harus ditafsirkan atas kerugian orang yang minta
diadakan perjanjian dan atas keuntungan orang yang inengikatkan dirinya dalam perjanjian itu.
(KUHPerd. 1273, 1473, 1509, 1865, 1879.)
Pasal 1350.
Betapa luas pun pengertian kata-kata yang digunakan untuk menyusun suatu persetujuan,
persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang nyata-nyata dimaksudkan kedua pihak sewaktu
membuat persetujuan. (KUHPerd. 1854.)
Pasal 1351.
Jika dalam suatu persetujuan dinyatakan suatu hal untuk mewelaskan perikatan, hal itu tidak
dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan itu menurut hukum dalam hal-hal
yang tidak disebut dalam persetujuan.

Page 228 of 336

BAB III.
PERIKATAN YANG LAHIR KARENA UNDANG-UNDANG
Pasal 1352.
Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. (KUHPerd. 307 dst., 320 dst', 383,
385, 452, 625 dst., 1005, 1233, 1353, 1903-11; KUHD 321.)
Pasal 1353.
Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, muncul dari suatu
perbuatan yang sah atau daii perbuatan yang melanggar hukum. (KUHPerd. 1354 dst., 1365
dst.)
Pasal 1354.
Jika seseorang dengan sukarela, tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau
tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta
menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan
sendiri urusan itu. (KUHD 154, 264.)
Ia harus membebani diri dengan segala sesuatu yang termasuk urusan itu. ia juga harus
menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekuasaan yang dinyatakan
secara tegas. (KUHPerd. 374, 1645, 1792, 1800 dst., 1817.)
Pasal 1355.
Ia diwajibkan meneruskan pengurusan itu, itieskipun orang yang kepentingannya diurus olehnya
meninggal sebelum urusan diselesaikan, sampai para ahli waris orang itu dapat itiengambil alih
pengurusan itu. (KUHPerd. 1800.)
Pasal 1356.
Dalam melakukan pengurusan itu, ia wajib bertindak sebagai seorang kepala rumah tangga yang
terlaksana.
Meskipun demikian, hakim berkuasa meringankan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yang
disebabkan oleh kesalahan atau kelakuan orang yang mewakili pengurusan, tergantung pada
keadaan yang nienyebabkan ia melakukan pengurusan itu. (KUHPerd. 1235, 1243.)
Pasal 1357.
Pihak yang kepentingannya diwakili oleh orang lain dengan baik, diwajibkan memenuhi
perikatan-perikatan yang dilakukan oleh wakil itu alas namanya, memberi ganti rugi dan bunga
yang disebabkan oleh segala perikatan yang secara perseorangan dibuat olehnya, dan mengganti
segala pengeluaran yang berfaedah dan perlu. (KUHPerd. 1807 dst.)
Pasal 1358.
Orang yang mewakili urusan orang lain tanpa mendapat perintah, tidak berhak atas suatu upah.
(KUHPerd. 1794.)
Pasal 1359.
Tiap pembayaran mengandaikan adanya suatu utang; apa yang telah dibayar tanpa diwajibkan
untuk itu, dapat dituntut kembali.
Terhadap perikatan bebas (natuurwke verbindterds), yang secara sukarela telah dipenuhi, tak
dapat dilakukan penuntutan kembali. (KUHPerd. 1269, 1382 dst., 1766, 1791.)

Page 229 of 336

Pasal 1360.
Barangsiapa, secara sadar atau tidak, menerima sesuatu yang tak harus dibayar kepadanya,
wajib mengembalikannya kepada orang yang memberikannya. (KUHPerd. 531, 1321, 1364.)
Pasal 1361.
Jika seseorang, karena khilaf mengira dirinya berutang, membayar suatu utang, maka ia berhak
menuntut kembali apa yang telah dibayar kepada kreditur.
Walaupun demikian, hak itu hilangjika akibat pembayaran tersebut kreditur telah memusnahkan
surat-surat pengakuan utang, tanpa mengurangi hak orang yang telah membayar itu untuk
menuntutnya kembali dari debitur yang sesungguhnya. (KUHPerd. 1359, 1382, 1766, 1791.)
Pasal 1362.
Barangsiapa dengan itikad buruk menerima suatu barang yang tidak harus dibayarkan
kepadanya, wajib mengembalikannya dengan harga dan hasilhasil, terhitung dari hari
pembayaran, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika barang itu telah
menderita penyusutan.
Jika barang itu musnah, meskipun hal ini terjadi di luar kesalahannya, ia wajib membayar
harganya dan mengganti biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika ia dapat membuktikan, bahwa
barang itu akan musnah juga seandainya berada pada orang yang seharusnya meneiimanya.
(KUHPerd. 532, 549, 575, 1364, 1444, 1967.)
Pasal 1363.
Barangsiapa menjual suatu barang yang diterimanya dengan itikad baik sebagai pembayaran
yang tak diwajibkan, cukup memberikan kembali harganya.
Jika ia dengan itikad baik telah memberikan barang itu dengan cuma-cuma kepada orang lain,
maka ia tak usah mengembalikan sesuatu apa pun. (KUHPerd. 531, 548, 1348, 1717.)
Pasal 1364.
Orang yang kepadanya barang yang bersangkutan dikembalikan, diwajibkan, bahkan juga
kepada orang yang dengan itikad buruk telah memiliki barang itu, mengganti segala pengeluaran
yang perlu dan telah dilakukan guna keselamatan barang itu.
Orang yang menguasai barang itu berhak memegangnya dalam penguasaannya hingga
pengeluaran-pengeluaran tersebut diganti. (KUHPerd. 548 dst., 567, 574 dst., 579, 1139-41,
1148, 1149.)
Pasal 1365.
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan
orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.
(KUHPerd. 568, 602, 1246, 1447, 1918 dst; Rv. 580-71, 582; Aut. 27; Octr. 43 dst.; KUHP 1382
bis.)
Pasal 1366.
Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatanperbuatan, melainkan juga alas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
(KUHPerd. 654, 802, 1207, 1753; Rv. 582.)

Page 230 of 336

Pasal 1367.
Seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri,
melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, atau disebabkan barangbarang yang berada di bawah pengawasannya.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua dan wati bertanggung jawab alas kerugian yang
disebabkan oleh anak-anak yang betum dewasa, yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa
mereka melakukan kekuasaan orang tua atau wali.
Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam
melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orangorang itu.
Guru sekolah atau kepala tukang bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh murid
muridnya atau tukang-tukangnya selama waktu orangorang itu berada di bawah
pengawasannya.

(s.d.u. dg. S. 1.927-31jis 390, 421.) Tanggungjawab yang disebutkan di atas berakhir, jika orang

tua, wali, guru sekolah atau kepala tukang itu, membuktikan bahwa mereka masing-masing tidak
dapat mencegah perbuatan atas nama mereka seharusnya bertanggungjawab. (KUHPerd. 299,
802, 1368 dst., 1566, 1613, 1710, 1803; KUHD 321 dst, 331 dst., 358a 3 , 373, 534 dst.; WVO.
28.)
Pasal 1368.
Pemilik binatang, atau siapa yang memakainya, selama binatang itu dipakainya, bertanggung
jawab atas kerugian yang disebabkan oleh binatang tersebut, baik binatang itu ada di bawah
pengawasannya maupun binatang tersebut tersesat atau terlepas dari pengawasannya. (KUHP
490.)
Pasal 1369.
Pemilik sebuah gedung bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh ambruknya
gedung itu seluruhnya atau sebagian, jika ini terjadi karena kelalaian dalam pemeliharaan atau
karena kekurangan dalam pembangunan ataupun dalam penataannya. (KUHPerd. 654, 1366,
1609.)
Pasal 1370.
Dalam hal pembunuhan dengan sengaja atau kematian seseorang karena kurang hati-hatinya
orang lain, suami atau istri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban, yang lazimnya
mendapat nafkah dari pekerjaan si korban, berhak menuntut ganti rugi, yang harus dinilai
menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan. (AB. 28 dst.;
KUHPerd. 1365, 1380, 1918 dst.)
Pasal 1371.
Menyebabkan luka atau cacat anggota badan seseorang dengan sengaja atau karena kurang
hati-hati, memberikan hak kepada si korban, selain untuk menuntut penggantian biaya
pengobatan, juga untuk menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat
tersebut.
Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak,
dan menurut keadaan.
Ketentuan terakhir ini pada umumnya berlaku dalam hal menilai kerugian yang ditimbulkan oleh
suatu kejahatan terhadap pribadi seseorang. (AB. 28; KUHPerd. 1365 dst., 1918 dst.)

Page 231 of 336

Pasal 1372.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh

penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Dalam menilai satu sama lain, hakim harus memperhatikan kasar atau tidaknya penghinaan,
begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan keadaan. (AB. 28;
KUHPerd. 1374 dst., 1379 dst., 1853, 1918; Sv. 163; KUHP 310; ISR@ 66 7.)
Pasal 1373.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Selain itu, orang yang dihina dapat menuntut pula supaya dalam

putusan juga dinyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan adalah perbuatan memfitnah.

(s.d.t. dg. S. 1917-497.) Jika ia menuntut supaya dinyatakan bahwa perbuatan itu adalah fitnah,
maka berlakulah ketentuan-ketentuan dalam pasal 314 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
tentang penuntutan perbuatan memfitnah.

Jika diminta oleh pihak yang dihina, putusan akan ditempelkan di tempat umum, dalam jumlah
sekian lembar dan tempat, sebagaimana diperintahkan oleh hakim, atas biaya si terhukum.
Pasal 1374.
Tanpa mengurangi kewajibannya untuk memberikan ganti rugi, tergugat dapat mencegah
pengabulan tuntutan yang disebutkan dalam pasal yang lain dengan menawarkan dan sungguhsungguh melakukan di muka umum di hadapan hakim suatu pemyataan yang berbunyi bahwa ia
menyesaii perbuatan yang telah ia lakukan, bahwa ia meminta maaf karenanya, dan
menganggap orang yang dihina itu sebagai orang yang terhormat. (KUHPerd. 1378.)
Pasal 1375.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Tuntutan-tuntutan yang disebutkan dalam ketiga pasal yang lain dapat
juga diajukan oleh suami atau istri, orang tua, kakek nenek, anak dan cucu, karena penghinaan
yang dilakukan terhadap istri atau suami, anak, cucu, orang tua dan kakek-nenek mereka,
setelah orang-orang yang bersangkutan meninggal.
Pasal 1376.

(s.d.u. dg, S. 1917-497.) Tuntutan perdata tentang penghinaan tidak dapat dikabulkan, jika tidak

temyata adanya maksud untuk menghina. Maksud untuk menghina tidak dianggap ada, jika
perbuatan termaksud nyata-nyata dilakukan untuk kepentingan umum atau untuk pembelaan diri
secara terpaksa. (KUHPerd. 1918; Rv. 171; Sv. 9 dst., 131 dst.)
Pasal 1377

(s.d.a. dg. S. 1917-497.) Begitu pula tuntutan perdata itu tidak dapat dikabulkan, jika orang yang
dihina itu, dengan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti,
telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

Akan tetapi jika seseorang terus-menerus melancarkan penghinaan terhadap seseorang yang
lain, dengan maksud semata-mata untuk inengbina, juga setelah kebenaran tuduhan temyata
dari suatu putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau dari sepucuk akta otentik,
maka ia diwajibkan memberikan kepada orang yang dihina tersebut penggantian kerugian yang
dideritanya. (KUHPerd. 1918 dst.; KUHP 312 dst.)
Pasal 1378.
Segala tuntutan, yang diatur dalam keenam pasal yang lain, gugur dengan Pembebasan yang
dinyatakan secara tegas atau secara diam-diam, jika setelah penghinaan terjadi dan diketahui

Page 232 of 336

oleh orang yang dihina, ia melakukan perbuatan-perbuatan yang menyatakan adanya


perdamaian atau pengampunan, yang bertentangan dengan maksud untuk menuntut
penggantian kerugian atau pemulihan kehormatan. (AB. 30; KUHPerd. 1374, 1853; Sv. 10.)
Pasal 1379.
Hak untuk menuntut ganti rugi sebagaimana disebutkan dalam pasal 1372, tidak hilang dengan
meninggalnya orang yang mengbina ataupun orang yang dihina. (KUHPerd. 1375; Sv. 163.)
Pasal 1380.

(s.d. u. dg. S. 191 7-497; S. 1938-276.) Tuntutan dalam perkara penggugur dengan lewatnya
waktu satu tahun, terhitung mulai hari perbuatan termaksud dilakukan oleh si tergugat dan
diketahui oleh si penggugat. (KUHPerd. 1372 dst., 1375.)
BAB IV.
HAPUSNYA PERIKATAN
Pasal 1381.
Perikatan hapus :
1. karena pembayaran; (KUHPerd. 1382 dst.)
2. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
(KUHPerd. 1404 dst.)
3. karena pembaharuan utang; (KUHPerd. 1413 dst.)
4. karena perjumpaan utang atau kompensasi; (KUHPerd: 1425 dst.)
5. karena pencampuran utang; (KUHPerd. 1436 dst.)
6. karena Pembebasan utang; (KUHPerd. 1438 dst.)
7. karena musnahnya barang yang terutang; (KUHPerd. 1444 dst.)
8. karena kebatalan atau pembatalan; (KUHPerd. 1446 dst.)
9. karena berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini; (KUHPerd.
1265 dst.) dan karena kedaluwarsa, yang akan diatur dalam suatu bab tersendiri. (KUHPerd.
1265, 1268 dst., 1338, 1646, 1963, 1967.)
Bagian 1.
Pembayaran.
Pasal 1382.
Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan, seperti orang yang turut
berutang atau penanggung utang.
Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak
ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil
alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri. (KUHPerd. 109,
1280 dst., 1315 dst., 1354 dst., 1383, 1400 dst., 1405-2', 1792, 1820 dst., 1823; KUHD 158 dst.;
Rv. 591-21.)
Pasal 1383.
Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi seorang pihak ketiga jika hal itu
berlawanan dengan kehendak kreditur, yang mempunyai kepentingan supaya perbuatannya
dilakukan sendiri oleh debitur (KUHPerd. 1239, 1612.)
Pasal 1384.
Agar suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang melakukannya
haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula harus berkuasa untuk
memindahtangankan barang itu.

Page 233 of 336

Meskipun demikian, pembayaran sejumlah uang atau suatu barang lain yang dapat dihabiskan,
tak dapat diminta kembali dari seseorang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang
yang telah dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya
atau orang yang tak cakap memindahtangankan barang itu. (KUHPerd. 505, 1239 dst., 1363,
1386, 1471.)
Pasal 1385.
Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur atau kepada orang yang dikuasakan olehnya, atau
juga kepada orang yang dikuasakan oleh hakiin atau oleh undang-undang untuk menerima
pembayaran bagi kreditur.
Pembayaran yang dilakukan kepada seseorang yang tidak mempunyai kuasa menerima bagi
kreditur, sah sejauh hal itu disetujui kreditur atau nyata-nyata bermanfaat baginya. (KUHPerd.
105, 108, 307, 385, 430, 452, 464 dst., 1005 dst., 1126 dst., 1279, 1354, 1387, 1602f, 1636,
1655, 1719, 1796, 1892; KUHD 17, 20 dst., 44 dst., 331; F. 22, 226; Rv. 744.)
Pasal 1386.
Pembayaran yang dengan itikad baik dilakukan kepada seseorang yang memegang surat piutang
adalah sah, juga bila surat piutang tersebut, karena suatu hukuman untuk menyerahkannya
kepada orang lain, diambil dari penguasaan orang itu. (KUHPerd. 1361 dst.)
Pasal 1387.
Pembayaran yang dilakukan kepada kreditur yang tidak cakap untuk menerimanya adalah tidak
sah, kecuali jika debitur membuktikan bahwa kreditur sungguh-sungguh mendapat manfaat dari
pembayaran itu. (KUHPerd. 108, 116, 452, 1330, 1451, 1702, 1798.)
Pasal 1388.
Pembayaran yang dilakukan oleh seorang debitur kepada seorang kreditur, meskipun telah
dilakukan penyitaan atau suatu perlawanan, adalah tak sah bagi para kreditur yang telah
melakukan penyitaan atau perlawanan; mereka ini, berdasarkan hak mereka, dapat memaksa
debitur untuk membayar sekali tagi, tanpa mengurangi hak debitur dalam hal yang demikian
untuk menagih kembali dari kreditur yang bersangkutan. (KUHPerd. 1434; Rv. 729 dst.)
Pasal 1389.
Pada seorang kreditur pun dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang lain dari
barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama harganya dengan barang
yang terutang, bahkan lebih tinggi. (KUHPerd. 1740, 1756 dst.; KUHD 140.)
Pasal 1390.
Seorang debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran utang dengan
angsuran, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi. (KUHPerd. 1299; KUHD 138.)
Pasal 1391.
Seorang yang berutang barang tertentu, dibebaskanjika ia menyerahkan kembali barang tersebut
dalam keadaan seperti pada waktu penyerahan, asal kekurangan-kekurangan yang mungkin
terdapat pada barang tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan atau kelalaiannya atau oleh
kelalaian orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau timbul setelah ia terlambat
menyerahkan barang itu. (KUHPerd. 782, 963, 1157, 1237, 1301, 1444, 1481, 1715, 1747.)

Page 234 of 336

Pasal 1392.
Jika barang yang terutang itu hanya ditentukan jenisnya, maka untuk membebaskan diri dari
utangnya, debitur tidak wajib memberikan barang dari jenis yang terbaik, tetapi tak cukuplah ia
memberikan barang dari jenis yang terburuk. (KUHPerd. 969.)
Pasal 1393.
Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan, jika dalam
persetujuan tidak ditetapkan suatu tempat, maka pembayaran mengenai suatu barang yang
sudah ditentukan, harus terjadi di tempat barang itu berada sewaktu perjanjian dibuat.
Di luar kedua hal tersebut, pembayaran harus dilakukan di tempat tinggal kreditur, selama orang
ini terus-menerus berdiam dalam karesidenan tempat tinggalnya sewaktu persetujuan dibuat,
dan di dalam hal-hal lain di tempat tinggal debitur. (KUHPerd. 24, 1405-61, 1412, 1432, 1477,
1514, 1724, 1764; KUHD 143a, 176, 218a; Rv. :310.)
Pasal 1394.
Mengenai pembayaran sewa rumah, sewa tanah, tunjangan tahunan untuk nafkah, bungaabadi
atau bunga cagak hidup, bunga uang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus
dibayar tiap tahun atau tiap waktu ymg lebih pendek, maka dengan adanya tiga surat tanda
pembayaran tiga bulan berturut-turut, timbul suatu persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang
lebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali jika dibuktikan sebaliknya. (KURPerd. 1291, 1769, 1916,
1921.)
Pasal 1395,
Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyelenggarakan pembayaran, oleh debitur. (KUHPerd.
1407, 1466, 1476, 1724; Rv. 58.)
Pasal 1396.
Seorang yang mempunyai berbagai utang, pada waktu melakukan pembayaran berhak
menyatakan utang mana yang hendak dibayamya. (KUHPerd. 1398, 1628.)
Pasal 1397.
Seorang yang mempunyai suatu utang dengan bunga tanpa izin kreditur, tak dapat melakukan
peinbayaran untuk pelunasan uang pokok lebih dahulu dengan menunda pembayaran bunganya.
Pembayaran yang dilakukan untuk uang pokok dan bunga, tetapi tidak cukup untuk melunasi
seluruh utang, digunakan terlebih dahulu untuk melunasi bunga. (KUHPerd. 1769.)
Pasal 1398.
Jika seseorang, yang mempunyai berbagai utang uang, menerima suatu tanda pembayaran,
sedangkan kreditur telah menyatakan bahwa apa yang diterimanya itu adalah khusus untuk
melunasi salah satu di antara utang-utang tersebut, maka tak dapat lagi debitur menuntut
supaya pembayaran itu dianggap sebagai pelunasan suatu utang yang lain, kecuali jika oleh
pihak kreditur telah dilakukan penipuan, atau debitur dengan sengaja tidak diberitahu tentang
adanya pemyataan tersebut. (KUHPerd. 1321, 1396.)
Pasal 1399.
Jika tanda pembayaran tidak menyebutkan untuk utang mana pembayaran dilakukan, maka
pembayaran itu harus dianggap sebagai pelunas utang yang pada waktu itu paling perlu dilunasi
debitur di antara utang-utang yang sama-sama dapat ditagih; tetapi jika tidak semua piutang
dapat ditagih, maka pembayaran harus dianggap sebagai pelunasan utang yang dapat ditagjh
lebih dahulu daripada utang-utang lainnya, meskipun utang yang terdahulu tadi kurang penting
sifatnya daripada utang-utang lainnya itu.

Page 235 of 336

jika utang-utang itu sama sifatnya, maka pelunasan harus dianggap berlaku untuk utang yang
paling lama; tetapi jika utang-utang itu dalam segala-galanya sama, maka pelunasan harus
dianggap berlaku untuk masing-masing utang menurut imbangan jumlah masing-masing.
Jika tidak ada satu pun yang sudah dapat ditagih, maka penentuan pelusanan harus dilakukan
seperti dalam hal utang-utang yang sudah dapat ditagih.(KUHPerd. 1433; Rv. 580 dst)
Pasal 1400.
Subrograsi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada
kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang. (KUHPerd. 1401 dst.)
Pasal 1401.
Perpindahan ini terjadi karena persetujuan:
10. bila kreditur, dengan menerima pembayaran dari pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini
akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya, gugatannya, hak-hak istimewa
dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur. Subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas dan
dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran.
20. bila debitur meminjam sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan bahwa
orang yang meminjamkan uang itu akan menggambil-alih hak-hak kreditur; agar subrogasi
ini sah, baik perjanjian pinjam uang maupun pelunasan, harus dibuat dengan akta otentik,
dan dalam surat perjanjian yang harus diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi
utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan harus diterangkan bahwa uang
yang dipinjamkan oleh kreditur baru. Subrograsi ini dilaksanakan tanpa bantuan kreditur
baru (KUHPerd. 400, 613,1382,1403,1848)
Pasal 1402.
Subrogasi terjadi karena undang-undang :
10. untuk seorang kreditur yang melunasi utang seorang debitur kepada kreditur lain , yang
berdasarkan hak istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak punyai suatu hak yang
lebih tinggi daripada kreditur tersebut pertama; (KUHPerd. 11;3;3, 1382.)
20. untuk seorang pembeli suatu barang tak bergerak, yang memakai uang harga barang
tersebut untuk melunasi para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan dalam hipotek;
(KUHPerd. 1198 dst.)
30. untuk seseorang yang terikat untuk melunasi suatu utang bersama-sama dengan orang lain,
atau untuk orang lain, dan berkepentingan untuk membayar utang itu; (KUHPerd. 1106,
1202, 1204, 1280 dst., 1293, 1301 dst., 1840, 1848; KUHD 146, 148, 162, 284.)
40. untuk seorang ahli waris yang telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya
sendiri, sedang ia menerima warisan itu dengan hak istimewa untuk mengadakan
pencatatan tentang keadaan harla peninggalan. (KUHPerd. 1032-11.)
Pasal 1403.
Subrogasi yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang lalu terjadi, baik terhadap orang-orang
penanggung utang maupun terhadap para debitur; subrogasi tersebut tidak dapat mengurangi
hak-hak kreditur jika ia hanya menerima pembayaran sebagian; dalam hal ini, ia dapat
melaksanakan hak-haknya, mengenai apa yang masih harus dibayar kepadanya, lebih dahulu
daripada orang yang memberinya suatu pembayaran sebagian. (KUHPerd. 1401-11, 1840.)
Bagian 2.
Penawaran Pembayaran Tunai, yang Diikuti Oleh
Penyimpanan Atau Penitipan.

Page 236 of 336

Pasal 1404.
Jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai
atas apa yang harus dibayamya; danjika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat
menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan.
Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya
sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang; sedangkan apa
yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur. (KUHPerd. 1237, 1408, 1766;
Rv. 809 dst.)
Pasal 1405.
Agar penawaran yang demikian sah, perlu:
1. bahwa penawaran itu dilakukan kepada seorang kreditur atau kepada seorang yang
berkuasa menerimanya untuk dia; (KUHPerd. 1385, 1387.)
2. bahwa penawaran itu dilakukan oleh orang yang berkuasa untuk membayar; (KUHPerd.
1382, 1384.)
3. bahwa penawaran itu mengenai seluruh uang pokok yang dapat dituntut dan bunga yang
dapat ditagih serta biaya yang telah ditetapkan, dan mengenai sejumlah uang untuk biaya
yang belum ditetapkan, tanpa mengurangi penetapan kemudian; (KUHPerd. 1390, 1406-21.)
4. bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan kreditur; (KUHPerd.
1270 dst., KUHD 139.)
5. bahwa syarat yang menjadi beban utang telah terpenuhi; (KUHPerd. 1263 dst.)
6. bahwa penawaran itu dilakukan di tempat yang menurut persetujuan pembayaran harus
dilakukan, dan jika tiada suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada kreditur pribadi
atau di tempat tinggal yang sebenarnya atau tempat tinggal yang telah dipilihnya;
(KUHPerd. 17, 24 dst., 1393, 1421; Rv. 433, 809.)
7. bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, masing-masing disertai
dua orang saksi. (Rv. 809 dst., Not. 22.)
Pasal 1406.
Agar suatu penyimpanan sah, tidak perlu adanya kuasa dari hakim cukuplah: (Rv. 810.)
1. bahwa sebelum penyimpanan itu, kepada kreditur disampaikan suatu keterangan yang
memuat penunjukan hari, jam dan tempat penyimpanan barang yang ditawarkan; (Rv. 809.)
2. bahwa debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan itu, dengan menitipkannya pada
kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pada pengadilan yang akan mengadilinya
jika ada perselisihan, beserta bunga sampai pada saat penitipan; (KUHPerd. 1405-31; Rv.
530-30.)
3. bahwa oleh notaris atau jurusita, masing-masing disertai dua orang saksi, dibuat berita
acara yang menerangkan jenis mata uang yang disampaikan, penolakan kreditur atau
ketidakdatangannya untuk menerima uang itu, dan akhimya pelaksanaan penyimpanan itu
sendiri; (KUHPerd. 1405-70.)
4. bahwa, jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, berita acara tentang penitipan
diberitahukan kepadanya, dengan peringatan untuk mengambil apa yang dititipkan itu. (Rv.
810.)
Pasal 1407.
Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan
penyimpanan harus dipikul oleh kreditur, jika hal itu dilakukan sesuai dengan undang-undang.
(KUHPerd. 1395, 1412.)

Page 237 of 336

Pasal 1408.
Selama apa yang dititipkan itu tidak diambil oleh kreditur, debitur dapat mengambilnya kembali;
dalam hal itu orang-orang yang turut berutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan.
(KUHPerd. 1409 dst., 1845 dst.)
Pasal 1409.
Bila debitur sendiri sudah memperoleh suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti, dan dengan putusan itu penawaran yang dilakukannya telah dinyatakan sah,
maka ia tidak dapat lagi mengambil kembali apa yang dititipkan untuk kerugian orang-orang
yang ikut berutang dan para penanggung utang, meskipun dengan izin kreditur. (KUHPerd. 1404;
Rv. 811.)
Pasal 1410.
Orang-orang yang ikut berutang dan para penanggung utang dibebaskan juga, jika kreditur,
semenjak hari pemberitahuan penyimpanan, telah melewatkan waktu satu tahun, tanpa
menyangkal sahnya penyimpanan itu. (KUHPerd. 1404.)
Pasal 1411.
Kreditur yang telah mengizinkan barang yang dititipkan itu diambil kembali oleh debitur setelah
penitipan itu dikuatkan putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tidak
dapat lagi menggunakan hak-hak sewanya atau hipotek yang melekat pada piutang tersebut
untuk menuntut pembayaran piutangnya. (KUHPerd. 1408 dst., 1413, 1421.)
Pasal 1412.
Jika apa yang harus dibayar berupa suatu barang yang harus diserahkan di tempat barang itu
berada, maka debitur harus memperingatkan kreditur dengan perantaraan pengadilan supaya
mengambilnya, dengan suatu akta yang harus diberitahukan kepada kreditur sendiri atau ke
alamat tempat tinggalnya, atau ke alamat tempat tingg;tl yang dipilih untuk pelaksanaan
persetujuan. Jika perirtptan ini telah dijalankan dan kreditur tidak mengambil barangnya, maka
debitur dapat diizinkan oleh hakim untuk menitipkan barang tersebut di suatu tempat lain
(KUHPerd. 24, 1393, 1405-6', 1477, 1738-30.)
Bagian 3.
Pembaharuan Utang.
Pasal 1413.
Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang:
1. bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang
menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya;
2. bila seorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur
dibebaskan dari perikatannya;
3. bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dari perikatannya.
(KUHPerd. 1400, 1417, 1421, 1790; KUHD 236.)
Pasal 1414.
Pembaharuan utang hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk mengadakan
perikatan. (KUHPerd. 1329 dst.)
Pasal 1415.
Pembaharuan utang tidak dapat hanya dikira-kira; kehendak seorang untuk mengadakannya
harus terbukti dari isi akta. (KUHPerd. 1417, 1420, 1438.)

Page 238 of 336

Pasal 1416.
Pembaharuan utang dengan penunjukan seorang debitur baru untuk yang lama, dapat dijalankan
tanpa bantuan debitur pertama. (KUHPerd.1382.)
Pasal 1417.
Pemberian kuasa atau pemindahan, dengan mana seorang debitur memberikan kepada seorang
kreditur seorang debitur baru yang mengikatkan dirinya kepada kreditur, tidak menimbulkan
suatu pembaharuan utang, jika kreditur tidak secara tegas mengatakan bahwa ia bermaksud
membebaskan debitur yang melakukan pemindahan itu dari perikatannya. (KUHPerd. 1400 dst.,
1415, 1418, 1420, 1431.)
Pasal 1418..
Kreditur yang membebaskan debitur yang melakukan pemindahan, tak dapat menuntut orang
tersebut, jika orang yang ditunjuk untuk menggantikan itu jatuh pailit atau nyata-nyata tak
mampu, kecuali jika hak itu dengan tegas dipertahankan dalam persetujuan, atau jika debitur
yang telah ditunjuk sebagai pengganti itu pada saat pemindahan telah nyata-nyata bangkrut,
atau kekayaannya telah berada dalam keadaan terus-menerus merosot. (KUHPerd. 1417, 1536;
F. I dst)
Pasal 1419.
Debitur yang dengan pemindahan telah mengikatkan dirinya kepada seorang kreditur baru dan
dengan demikian telah dibebaskan dari kreditur lama, tak dapat mengajukan terhadap kreditur
baru itu tangkisan-tangkisan yang sebenarnya dapat ia ajukan terhadap kreditur lama, meskipun
ini tidak dikatakannya sewaktu membuat perikatan baru; namun dalam hal yang terakhir ini,
tidaklah berkurang haknya untuk menuntut kreditur lama. (KUHPerd. 1417 dst.)
Pasal 1420.
Jika debitur hanya menunjuk seseorang yang harus membayar untuk dia, maka tidak terjadi
suatu pembaharuan utang.
Hal yang sama berlaku jika kreditur hanya menunjuk seseorang yang diwajibkan menerima
pembayaran utang untuknya. (KUHPerd. 1415, 1417, 1792 dst.)
Pasal 1421.
Hak hak istimewa dan hipotek yang melekat pada piutang lama, tidak berpindah pada piutang
baru yang menggantikannya, kecuali jika hal itu secara tegas dipertahankan oleh debitur.
(KUHPerd. 1134, 1209-l', 1411, 1435.)
Pasal 1422.
Bila pembaharuan utang diadakan dengan penunjukan seorang debitur baru yang menggantikan
debitur lama, maka hak-hak istimewa dan hipotek-hipotek yang dari semula melekat pada
piutang, tidak berpindah ke barang-barang debitur baru. (KUHPerd. 1421.)
Pasal 1423.
Bila pembaharuan utang diadakan antara kreditur dan salah seorang dari para debitur yang
berutang secara tanggung-menanggung, maka hak-hak istimewa dan hipotek tidak dapat
dipertahankan selain atas barang-barang orang yang membuat perikatan baru itu. (KUHPerd.
1280 dst., 1287, 1424.)
Pasal 1424.
Karena adanya suatu pembaharuan utang antara kreditur dan salah seorang dari para debitur
yang berutang secara tanggung-menanggung, maka para debitur lainnya dibebaskan dari
perikatan.

Page 239 of 336

Pembaharuan utang yang dilakukan terhadap debitur utama membebaskan para penanggung
utang.
Meskipun demikian, jika dalam hal yang pertama si kreditur telah menuntut para debitur lain itu,
atau dalam hal yang kedua ia telah menuntut para penanggung utang supaya turut serta pada
perjanjian baru, tetapi orang-orang itu menolak, maka perikatan utang lama tetap berlaku.
(KUHPerd. 1280 dst., 1287 dst., 1430, 1437, 1442 dst., 1845 dst., 1938.)
Bagian 4.
Kompensasi Atau Perjumpaan Utang.
Pasal 1425.
Jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang, yang
menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut dengan cara dan dalam hal-hal berikut.
(KUHPerd. 971, 1429 dst., 1602 r.)
Pasal 1426.
Perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu saling
menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal-balik untuk jumlah yang sama.
Pasal 1427.
Perjumpaan hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya berpokok sejumlah utang, atau
sejumlah barang yang dapat dihabiskan dan dari jenis yang sama, dan yang dua-duanya dapat
diselesaikan dan ditagih seketika.
Bahan makanan, gandum dan hasil-hasil pertanian yang penyerahannya tidak dibantah dan
harganya dapat ditetapkan menurut catatan harga atau keterangan lain yang biasa dipakai di
Indonesia, dapat diperjumpakan dengan sejumlah uang yang telah diselesaikan dan seketika
dapat ditagih. (KUHPerd. 505, 1263, 1269, 1271; F. 52 dst.)
Pasal 1428.
Semua penundaan pembayaran kepada seseorang tidak menghalangi suatu perjumpaan utang.
(KUHPerd. 1266, 1268 dst., 1760.)
Pasal 1429.
Perjumpaan terjadi tanpa membedakan sumber piutang kedua belah pihak itu, kecuali:
1. bila dituntut pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas
dari pemiliknya.
2. bila apa yang dituntut adalah pengembalian suatu barang yang dititipkan atau dipinjamkan;
(KUHPerd. 1694 dst., 1714 dst., 1740 dst.)
3. terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak
dapat disita. (Rv. 749-20 dan 30.)
Pasal 1430.
Seorang penanggung utang boleh memperjumpakan apa yang wajib dibayar kepada debitur
utama, tetapi debitur utama tak diperkenankan memperjumpakan apa yang harus dibayar
kreditur kepada si penanggung utang.
Debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, juga tidak boleh memperjumpakan apa yang
harus dibayar kreditur kepada para debitur lain. (KUHPerd. 1287, 1410, 1424, 1437, 1442, 1846
dst., 1938 dst.)

Page 240 of 336

Pasal 1431.
Seorang debitur yang secara murni dan sederhana telah menyetujui permindahan hak-hak yang
dilakukan oleh kreditur kepada seorang pihak ketiga, tak boleh lagi menggunakan terhadap pihak
ketiga ini suatu perjumpaan utang yang sedianya dapat diajukan kepada kreditur sebelum
pemindahan hak-hak tersebut.
Pemindahan hak-hak yang tidak disetujui oleh debitur, tetapi telah diberitahukan kepadanya,
hanyalah menghalangi perjumpaan utang-utang yang lahir sesudah pemberitahuan tersebut.
(KUHPerd. 613, 1417, 1420, 1435, 1533.)
Pasal 1432.
Jika utang-utang kedua belah pihak tidak dapat dibayar di tempat yang sama, maka utang-utang
itu tidak dapat diperjumpakan tanpa mengganti biaya pengiriman. (KUHPerd. 1393, 1395, 1405,
1412.)
Pasal 1433.
Jika ada berbagai utang yang dapat diperjumpakan dan harus ditagih dari satu orang, maka
dalam memperjumpakan utang harus dituruti peraturanperaturan yang tercantum dalam pasal
1399. (KUHPerd. 1397.)
Pasal 1434.
Perjumpaan tidak dapat terjadi atas kerugian hak yang diperoleh seorang pihak ketiga.
Dengan demikian, seorang debitur yang kemudian menjadi kreditur pula, setelah pihak ketiga
menyita barang yang harus dil)ayarkan, tak dapat menggunakan perjumpaan utang atas
kerugian si penyita. (KUHPerd. 1388; Rv. 728 dst., 744.)
Pasal 1435.
Seseorang yang telah membayar suatu utang yang telah dihapuskan demi hukum karena
perjumpaan, pada waktu menagih suatu piutang yang tidak diperjumpakan, tak dapat lagi
menggunakan hak-hak istimewa dan hipotekhipotek yang melekat pada piutang itu untuk
kerugian pihak ketiga, kecuali jika ada suatu alasan sah yang menyebabkan ia tidak tahu tentang
adanya piutang tersebut yang seharusnya diperjumpakan dengan utangnya. (KUHPerd. 1426.)
Bagian 5.
Percampuran Utang.
Pasal 1436.
Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi
hukum suatu percampuran utang, dan oleh sebab itu piutang dihapuskan. (KUHPerd. 706, 71811, 736, 754-11, 807-31, 818, 1032, 1539, 1727.)
Pasal 1437.
Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk keuntungan para
penanggung utangnya.
Percampuran yang terjadi pada diri si penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan
hapusnya utang pokok.
Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dari para debitur tanggungmenanggung, tidak
berlaku untuk keuntungan para debitur ng-menanggung lain hingga melebihi bagiannya dalam
utang tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1288, 1293, 1410, 1424, 1430, 1442, 1821, 1846,
1938 dst.)

Page 241 of 336

Bagian 6.
Pembebasan Utang.
Pasal 1438.
Pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan. (KUHPerd.
1415, 1441, 1865.)
Pasal 1439.
Pengembalian sepucuk surat piutang di bawah tangan yang asli secara sukarela oleh kreditur
kepada debitur, merupakan suatu bukti tentang Pembebasan utangnya, bahkan juga tehadap
orang-orang lain yang turut berutang secara tanggung-menanggung. (KUHPerd. 1279 dst., 1321,
1857, 1874 dst., 1878, 1916.)
Pasal 1440.
Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan untuk kepentingan salah seorang
debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, membebaskan semua debitur yang lain, kecuali
jika kreditur dengan tegas menyatakan hendak mempertahankan hak-haknya terhadap orangorang tersebut terakhir; dalam hal itu, ia tidak dapat menagih piutangnya sebelum dikurangkan
bagian dari debitur yang telah dibebaskan olehnya. (KUHPerd. 1279 dst., 1287, 1289, 1442,
1857.)
Pasal 1441.
Pengambilan barang yang diberikan dalam gadai tidaklah cukup untuk dijadikan alasan dugaan
tentang Pembebasan utang. (KUHPerd. 1150 dst., 1438.)
Pasal 1442.
Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan yang diberikan kepada debitur
utama, membebaskan para penanggung utang.
Pembebasan yang diberikan kepada penanggung utang, tidak membebaskan debitur utama.
Pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang, tidak membebaskan para
penanggung lainnya. (KUHPerd. 1410, 1424, 1430, 1437, 1821, 1838, 1846 dst., 1938.)
Pasal 1443.
Apa yang telah diterima kreditur dari seorang penanggung utang sebagai pelunasan
tanggungannya, harus dianggap telah dibayar untuk mengurangi utang yang bersangkutan, dan
harus digunakan untuk melunasi utang debitur utama dan tanggungan para penanggung lainnya.
(F. 131.)
Bagian 7.
Musnahnya Barang yang Terutang.
Pasal 1444.
Jika barang tertentu yang menjadi pokok suatu persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan,
atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada atau tidak, maka
hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang di luar kesalahan debitur dan
sebelum ia lalai menyerahkannya.
Bahkan meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak ditanggung
terhadap kejadian-keiadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus jika barang itu akan musnah
juga dengan cara yang saina di tangan kreditur, seandainya barang tersebut sudah diserahkan
kepadanya.

Page 242 of 336

Debitur diwajibkan membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya.

(s. d. u. dg. S. 191 7-497.) Dengan cara bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang
yang mengambil barang itu sekali-kali tidak bebas dari kewajiban untuk mengganti harga.
(KUHPerd. 579-30, 718-2', 736, 754-50, 795, 807-6', 818, 923, 999, 1099, 1157, 1235 dst., 1244,
1264, 1275, 1285, 1327, 1332 dst, 1362, 1472, 1510, 1553, 1605, 1607, 1646-2-, 1648, 1708,
1744 dst.)
Pasal 1445.
Jika barang yang terutang musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang di luar kesalahan
debitur, maka debitur, jika ia mempunyai hak atau tuntutan ganti rugi mengenai barang
tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur. (KUHPerd. 1716.)
Bagian 8.
Kebatalan Dan Pembatalan Perikatan.
Pasal 1446.
Semua perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum dewasa atau orang-orang yang berada
di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan yang diajukan oleh atau dari
pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau
pengampuannya.
Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang belum dewasa
yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi hukum, sejauh perikatan tersebut
tidak melampaui batas kekuasaan mereka. (KUHPerd. 108 dst., 113, 116, 282, 330 dst., 419,
425, 429 dst., 452, 1330 dst., 1453.)
Pasal 1447.
Ketentuan pasal yang lalu tidak berlaku untuk perikatan yang timbul dari suatu kejahatan atau
pelanggaran atau dari suatu perbuatan yang telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

(s.d. u. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Begitu juga kebelumdewasaan tidak
dapat diajukan sebagai alasan untuk melawan perikatan yang dibuat oleh anak-anak yang belum
dewasa dalam perjanjian perkawinan dengan mengindahkan ketentuan pasal 151, atau dalam
persetujuan perburuhan dengan t ketentuan pasal 1601g, atau persetujuan perburuhan yang
tunduk pada ketentuan pasal 1601h. (KUHPerd. 1365 dst.)
Pasal 1448.

(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika tata cara yang ditentukan untuk sahnya perbuatan

yang menguntungkan anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah
pengampuan telah terpenuhi, atau jika yang mewalankan kekuasaan orang tua, wali, atau
pengampu telah meperbuatan-perbuatan yang tidak melampaui batas-batas kekuasaannya,
maka anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah Pengampuan itu
dianggap telah melakukan sendiri perbuatan-perbuatan itu setelah mereka menjadi dewasa atau
tidak lagi berada di bawah pengampuan, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut orang
yang melakukan kekuasaan orang tua, wali atau pengampu itu bila ada alasan untuk itu.
(KUHPerd. 309, 330, 393 dst., 401, 403, 407, 430, 452.)
Pasal 1449.
Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk
membatalkannya. (KUHPerd. 1053, 1121, 1321 dst., 1452 dst., 1858.)

Page 243 of 336

Pasal 1450.
Dengan alasan telah dirugikan, orang-orang dewasa, dan juga anak-anak yang belum dewasa
bila mereka dapat dianggap sebagai orang dewasa, hanyalah dapat menuntut pembatalan
perikatan yang telah mereka buat dalam hal-hal khusus yang ditetapkan dengan undang-undang.
(Ov. 79; KUHPerd. 429, 1063, 1112-30, 1113 dst., 1124, 1858; F. 41 dst.)
Pasal 1451.
Pemyataan batalnya perikatan-perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang tersebut
dalam pasal 1330, mengakibatkan pulihnya barang-barang dan orang yang bersangkutan dalam
keadaan seperti sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala sesuatu yang telah
diberikan atau dibayarkan kepada orang yang tak berwenang, akibat perikatan itu, hanya dapat
dituntut kembah, bila barang yang bersangkutan masih berada di tangan orang yang tidak
berwenang itu, atau bila temyata bahwa orang ini telah mendapat keuntungan dari apa yang
telah diberikan atau dibayar itu, atau bila apa yang dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya.
(KUHPerd. 116, 1387, 1446, 1702.)
Pasal 1452.
Pernyataan batal yang berdasarkan adanya paksaan, penyesatan atau penipuan, juga
mengakibatkan barang dan orang yang bersangkutan pulih dalam keadaan seperti sebelum
perikatan dibuat. (KUHPerd. 1451.)
Pasal 1453.
Dalam hal-hal tersebut dalam pasal 1446 dan 1449, orang yang terhadapnya untuk Pemyataan
batalnya suatu perikatan dikabulkan, wajib juga mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada
alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst)
Pasal 1454.
(s.du. dg. s. 1906-348.) Bila suatu tuntutan untuk pemyataan batalnya suatu perikatan tidak

dibatasi dengan suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih pendek,
maka waktu itu adalah lima tahun. (KUHPerd. 1489, 1243 dst.)
Waktu tersebut mulai berlaku
dalam hal kebelumdewasaan, sejak hari kedewasaan;
dalam hal pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan;
dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti;
dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau penipuan itu;
dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan tanpa kuasa si suami, sejak
hari pembubaran perkawinan;
dalam hal batalnya suatu perikatan termaksud dalam pasal 1341, sejak hari diketahuinya bahwa
kesadaran yang diperlukan untuk kebatalan itu ada.
Waktu tersebut diatas, yaitu waktu yang ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak berlaku
terhadap kebatalan yang diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang selalu dapat
dikemukakan. (KUHPerd. 108, 115 dst., 414, 1511, 1690; F. 49.)
Pasal 1455.
Barangsiapa mengira bahwa ia dapat menuntut pembatalan suatu perikatan atas dasar berbagai
alasan, wajib mengajukan alasan-alasan itu sekaligus, atas ancaman akan ditolak alasan-alasan
yang diajukan kemudian, kecuali bila alasan-alasan yang diajukan kemudian karena kesalahan
pihak lawan, tidak dapat diketahui lebih dahulu. (Rv. 41, 136.)
Pasal 1456.
Tuntutan untuk pemyataan batalnya suatu perikatan, gugur jika perikatan itu dikuatkan secara
tegas atau secara diam-diam, sebagai berikut: oleh anak yang belum dewasa, setelah ia menjadi

Page 244 of 336

dewasa; oleh orang di bawah pengampuan, setelah pengampuannya dihapuskan; oleh


perempuan bersuami yang bertindak tanpa bantuan suaminya, setelah perkawinannya bubar;
oleh orang yang mengajukan alasan adanya paksaan, penyesatan atau penipuan, setelah
paksaan itu berhenti atau setelah penyesatan atau penipuan itu diketahuinya.
BAB V.
JUAL-BELI
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1457.
Jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan (KUHPerd. 499, 1235 dst., 1332 dst., 1465, 1533 dst.)
Pasal 1458.
Jual-beli dianggap telah terjadi antara kedua belab pihak, segera setelah orang-orang itu
mencapai kesepakatan tentang harang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum
diserahkan dan harganya belum dibayar. (KUHPerd, 1340, 1474, 1513; Rv. 102.)
Pasal 1459.
Hak milik atas barang yang dijual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum
diserahkan menurut pasal 612, 613 dan 616. (Ov. 26; KUHPerd. 584, 1475, 1686; Rv. 526.)
Pasal 1460.
Jika barang yang dijual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian,
barang itu menjadi tanggungan Si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si
penjual berhak menuntut harganya. (KUHPerd. 1237, 1266, 1444, 1462, 1481, 1513.)
Pasal 1461.
Jika barang dijual bukan menurut tumpukan melainkan menurut berat, jumlah atau ukuran,
maka barang itu tetap menjadi tanggungan si penjual sampai ditimbang, dihitung atau diukur.
Pasal 1462.
Sebaliknya jika barang itu dijual menurut tumpukan, maka barang itu menjadi tanggungan si
pembeli, meskipun belum ditimbang, dihitung atau diukur. (KUHPerd. 1460.)
Pasal 1463.
Jual-beli yang dilakukan dengan percobaan atau atas barang yang biasanya dicoba terlebih
dahulu, selalu dianggap telah dilakukan dengan syarat tangguh. (KUHPerd. 1263 dst.)
Pasal 1464.
Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat
membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memibki atau mengembalikan uang panjamya.
(KUHPerd. 1338, 1488.)
Pasal 1465.
Harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak.
Namun penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Jika pihak ketiga itu tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah terjadi suatu
pembelian. (KUHPerd. 1458, 1634.)

Page 245 of 336

Pasal 1466.
Biaya akta jual-beli dan biaya tambahan lain dipikul oich pembeli kecuali kalau diperjanjikan
sebaliknya. (KUHPerd. 1395, 1476; Overschr. 10; Rv. Ov. 13.)
Pasal 1467.
Antara suami-istri tidak dapat terjadi jual-beli, kecuali dalam tiga hal berikut:
1. jika seorang suami atau istri menyerahkan barang-barang kepada istri atau suaminya, yang
telah dipisahkan daripadanya oleh pengadilan, untuk memenuhi hak istri atau suaminya itu
menurut hukum; (KUHPerd. 186 dst., 243.)
2. jika penyerahan dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya berdasarkan alasan yang sah,
misalnya untuk mengembalikan barang si istri yang telah dijualatau uang si istri, sekedar
barang atau uang tersebut dikecualikan dari persatuan; (KUHPerd. 105, 124, 139 dst., 153,
195.)
3. jika si istri menyerahkan barang kepadasuaminya untuk melunasi jumlah uang yang telah ia
janjikan kepada suaminya itu sebagai harta perkawinan, sekedar barang itu dikecualikan
dari persatuan. (KUHPerd. 139.)
Namun ketiga hal ini tidak mengurangi hak para ahli waris pihak-pihak yang melakukan
perbuatan, bila salah satu pihak telah memperoleh keuntungan secara tidak langsung. (KUHPerd.
105, 140, 183, 309, 393, 425, 452 , 481, 985, 1678; Rv. 507.)
Pasal 1468.
Para hakim, jaksa, panitera, advokat, pengacara, juru sita dan notaris tidak boleh atas dasar
penyerahan menjadi pemilik hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara yang sedang
ditangani oleh pengadilan negeri yang dalam wilayahnya mereka melakukan pekerjaan, atag
ancaman kebatalan serta penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243 dst., 1554.)
Pasal 1469.
Atas ancaman yang sama, para pegawai yang memangku suatu jabatan umum tidak boleh
membeli barang-barang yang dijual oleh atau di hadapan mereka, untuk dirinya sendiii atau
untuk orang lain. (KUHPerd. 184, 911 dst., 1454.)
Sekedar mengenai benda bergerak, jika dianggap perlu untuk kepentingan umum, pemerintah
berkuasa membebaskan pegawai-pegawai tersebut dari larangan tersebut.
Demikian pula, dalam hal-hal luar biasa, tetapi hanya untuk kepentingan para penjual,
pemerintah boleh memberikan izin kepada pegawai-pegawai termaksud dalam pasal ini, untuk
membeli barang-barang tak bergerak yang dijual di hadapan niereka. (Wsk. 3.)
Pasal 1470.
Begitu pula, atas ancaman yang sama, tidaklah boleh menjadi pembeli pada penjualan di bawah
tangan, baik pembelian itu dilakukan oleh mereka sendiri maupun melalui perantara:
para kuasa, sejauh mengenai barang-barang yang dikuasakan kepada mereka untuk dijual;
para pengurus, sejauh mengenai benda milik negara dan milik badan-badan umum yang
dipercayakan kepada pemeliharaan dan pengurusan mereka.
Namun pemerintah leluasa untuk membezikan kebebasan dari larangan itu kepada para
pengurus umum.
Semua wali dapat membeli barang-barang tak bergerak kepunyaan anak-anak yang berada di
bawah perwalian mereka, dengan cara yang ditentukan dalam pasal 399. (KUHPerd. 351, 400,
452, 1243, 1454', 1792 dst., 1800; Wsk. 7.)

Page 246 of 336

Pasal 1471.
Jual-beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada pembeli untuk
menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, Jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu
kepunyaan orang lain. (KUHPerd. 582, 966, 1180, 4316, 1363, 1384, 1493 dst., 1496 dst., 1499,
1523, 1717, 1961,
Pasal 1472.
Jika pada saat penjualan, barang yang dijual telah musnah sama sekali, maka pembelian adalah
batal
Jika yang ini hanya sebahagian saja, maka pembeli leluasa untuk membatalkan pembelian atau
menuntut bagian yang masih ada, serta menyuruh menetapkan harganya menurut penilaian
yang seimbang. (KUHPerd. 1275, 1320-30-, 1338, 1444.)
Bagian 2.
Kewajiban-kewajiban Penjual.
Pasal 1473.
Penjual wajib menyatakan dengan jelas, untuk apa ia mengikatkan diri; janji yang tidak jelas dan
dapat diartikan dalam berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk kerugiannya. (KUHPerd. 1342
dst., 1349.)
Pasal 1474.
Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
(KUHPerd. 1235, 1475 dst., 1491.)
Pasal 1475.
Penyerahan ialah pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kedalam kekuasaan dan hak
milik si pembeli. (KUHPerd. 612 dst., 1459.)
Pasal 1476.
Biaya penyerahan dipikul oleh penjual, sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh pembeli,
kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1466, 1495.)
Pasal 1477.
Penyerahan harus dilakukan di tempat barang yang dijual itu berada pada waktu penjualan, jika
tentang hal itu tidak diadakan persetujuan lain. (KUHPerd. 1338, 1393, 1412.)
Pasal 1478.
Penjual tidak wajib menyerahkan barang yang bersangkutan, jika pembell belum membayar
harganya sedangkan penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya. (KUHPerd.
1139-31, 1144, 1182, 1390, 1514.)
1479. Dicabut dg. S. 1906-348.
Pasal 1480.
Jika penyerahan tidak dapat dilaksanakan karena kelalaian Penjual, maka pembeli dapat
menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267. (KUHPerd.
1236, 1243, 1517.)
Pasal 1481.
Barang yang bersangkutan harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu penjualan.
Sejak saat penyerahan, segala hasil menjadi kepunyaan si pembeli. (KUHPerd. 500 dst., 571,

Page 247 of 336

963, 1235, 1237, 1243, 1391, 1460.)


Pasal 1482.
Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya
dan dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat bukti milik jika ada. (KUHPerd.
507, 584, 588, 612 dst., 1235 dst., 1338 dst., 1481, 1533.)
Pasal 1483.
Penjual wajib menyerahkan barang yang dijual dalam keadaan utuh, sebagaimana dinyatakan
dalam persetujuan, dengan perubahan-perubahan sebagai berikut.
Pasal 1484.
Jika penjualan sebuah barang tak bergerak dilakukan dengan menyebutkan luas atau isinya, dan
harganya ditentukan menurut ukurannya, maka penjual wajib menyerahkanjumlah yang
dinyatakan dalam persetujuan; danjika ia tak mampu melakukannya, atau pembeli tidak
menuntutnya, maka penjual harus bersedia menerima pengurangan harga menunit perimbangan.
(KUHPerd. t489, 1501, 1588.)
Pasal 1485.
Sebaliknya, jika dalam hal yang disebutkan dalam pasal yang lalu barang tak bergerak itu
ternyata lebih luas daripada yang dinyatakan dalam persetujuan, maka pembeli boleh memilih
untuk menambah harganya menurut perbandingan atau untuk membatalkan pembelian itu, bila
kelebihannya itu mencapai seperdua puluh dari luas yang dinyatakan dalam persetujuan.
(KUHPerd. 1489.)
Pasal 1486.
Dalam hal lain, baik jika yang dijual itu adalah barang tertentu, maupun jika penjualan itu adalah
mengenai pekarangan yang terbatas dan terpisah satu sama lain, ataupun jika penjualan itu
mengenai suatu barang yang dari semula telah disebutkan ukurannya, atau yang keterangan
tentang ukurannya akan menyusul, maka penyebutan ukuran itu tidak dapat menjadi alasan bagi
penjual untuk menambah harga untuk apa yang melebihi ukuran itu, pula tidak dapat menjadi
ala.san bagi pembeli untuk mengurangi harga untuk apa yang kurang dari ukuran itu, kecuali bila
selisih antara ukuran yang sebenarnya dan ukuran yang dinyatakan dalam persetujuan ada
seperdua puluh, dihitung menurut harga seluruh barang yang dijual, kecuali kalau duardikan
sebaliknya. (KUHPerd. 1484 dst.)
Pasal 1487.
Jika menurut pasal yang lalu ada alasan untuk menaikkan harga untuk kelebihan dari ukuran,
maka pembeli boleh memilih untuk membatalkan pembelian, atau untuk membayar harga yang
telah dinaikkan, serta bunga bila ia telah memegang barang tak bergerak itu. (KUHPerd. 1481,
1515.)
Pasal 1488.
Dalam hal pembeli membatalkan pembelian, Penjual wajib mengembalikan harga barang, jika itu
telah diterima olehnya, danjuga biaya yang telah dikeluarkan untuk melakukan pembelian dan
penyerahan sejauh pembeli telah membayamya menurut persetujuan. (KUHPerd. 1464, 1466,
1473, 1476, 1480, 1485 dst.)
Pasal 1489.
Tuntutan dari pihak penjual untuk memperoleh penambahan uang harga penjualan dan tuntutan
dari pihak pembeli untuk memperoleh pengurangan uang harga pembelian atau pembatalan
pembelian, harus diajukan dalam waktu satu tahun, terhitung mulai dari hari dilakukannya
penyerahan; jika tidak, maka tuntutan itu gugur. (KUHPerd. 1454, 1484 dst., 1490.)

Page 248 of 336

Pasal 1490.
Jika dua bidang pekarangan dijual bersama-sama dalam satu persetujuan dengan suatu harga,
dan luas masing-masing disebut tetapi yang satu temyata lebih luas daripada yang lain, maka
selisih ini dihapus dengan cara memperjumpakan keduanya sampai jumlah yang diperlukan, dan
tuntutan untuk penambahan atau untuk pengurangan tidak boleh diajukan selain menurut
aturan-aturan yang ditentukan di atas. (KUHPerd. 1484 dst.)
Pasal 1491.
Penanggungan yang menjadi kewajiban Penjual terhadap pembeli, adalah untuk menjamin dua
hal, yaitu: pertama, penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram; kedua,
tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian itu. (KUHPerd. 1084, 1208, 1474 dst., 1492
dst, 1504 dst., 1534 dst., 1990; Rv. 70 dst.)
Pasal 1492.
Meskipun pada waktu penjualan dilakukan tidak dibuat janji tentang penanggungan, penjual,
demi hukum, wajib menanggung pembeli terhadap tuntutan hak melalui hukum untuk
menyerahkan seluruh atau sebagian barang yang dijual itu kepada pihak ketiga, atau terhadap
beban yang menurut keterangan pihak ketiga atas dimiliknya barang tersebut tetapi tidak
diberitahukan sewaktu pembelian dilakukan. (KUHPerd. 1208, 1339, 1474, 1496 dst., 1500 dst.,
1544; Rv 580-10; KUHP 266.)
Pasal 1493.
Kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan istimewa, boleh memperluas atau
mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka boleh
mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib me ng sesuatu apa pun. (KUHPerd. 1249,
1338, 1473, 1506, 1534.)
Pasal 1494.
Meskipun telah diperjanjikan bahwa penjual tidak akan menanggung sesuatu apa pun, ia tetap
bertanggungjawab atas akibat dari suatu perbuatan yang dilakukannya; segala persetujuan yang
bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1534; KUHP. 266.)
Pasal 1495.
Dalam hal ada janji yang sama, jika terjadi penuntutan hak melalui hukum (uitwinning) untuk
menyerahkan barang yang dijual kepada seseorang, maka penjual wajib mengembajikan uang
harga pembelian, kecuali bila pembeli, pada waktu pembelian, mengetahui adanya penghukuman
untuk menyerahkan barang yang diberinya itu, atau membeli barang itu dengan menyatakan
akan memikul sendiri untung-ruginya. (KUHPerd. 1493, 1496-11, 1505, 1774.)
Pasal 1496.
Jika dijanjikan penanggungan atau jika tidak dijanjikan apa-apa, maka pembeli, dalam hal
adanya tuntutan hak melalui hukum untuk menyerahkan barang yang dibehnya kepada
seseorang, berhak menuntut kembali dari penjual:
10. pengembalian uang harga pembelian; (KUHPerd. 1495, 1497.)
20. pengembalian hasil, jika ia wajib nienyerahkan hasil itu kepada pemilik yang melakukan
tuntutan itu; (KUHPerd. 575 dst.)
30. biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan gugatan pembeli untuk ditanggung; begitu pula
biaya yang telah dikeluarkan oleh penggugat asal; (KUHPerd. 1503; Rv. 58.)
40. penggantian biaya, kerugian dan bunga, serta biaya perkara mengenai pembelian dan
penyerahan, sekadar itu telah dibayar oleh pembeli. (KUHPerd. 1208, I@ IM, 1466, 1476,
1488 dst., 1498 dst., 1508 dst.; Rv. 70 dst.)

Page 249 of 336

Pasal 1497.
Jika ternyata, bahwa pada waktu diadakan penuntutan hak melalui hukum (uitwining), barang itu
telah merosot harganya, atau sangat rusak, baik karena ke pembeli maupun karena keadaan
memaksa, maka pernjual wajib mengembalikan uang harga pembelian seluruhnya.
Tetapi jika pembeli telah mendapat keuntungan karena kerugian yang disebabkan olehnya, maka
si penjual berhak mengurangi harga barang tersebut dengan suatu jumlah yang sama dengan
keuntungan tersebut. (KUHPerd. 1207.)
Pasal 1498.
Jika temyata bahwa pada waktu diadakan penuntutan hak metalui hukum (uitwining), barang itu
telah bertambah harganya, meskipun tanpa perbuatan pembeli, maka penjual wajib membayar
kepada pembeli itu apa yang melebihi uang harga pembelian itu. (KUHPerd. 1207; 1496-41;
1497.)
Pasal 1499.
Penjual wajib mengembalikan kepada pembeli, atau menyuruh orang yang mengadakan
penuntutan hak melalui hukum (uitwinning) untuk mengembalikan segala sesuatu yang telah
dikeluarkan oleh pembeli untuk pembetulan dan perbaikan yang perlu pada barang yang
bersangkutan.
Jika penjual telah menjual barang orang lain dengan itikad baik, maka ia wajib mengembalikan
segala biaya yang telah dikeluarkan pembeli, bahkan juga biaya yang dikeluarkannya sematamata untuk memperindah atau mengubah bentuk barangnya. (KUHPerd. 575, 579, 581, 1207,
1364,@ 1471, 1608.)
Pasal 1500.
Jika hanya sebagian dari barang itu yang dituntut, sedangkan bagian itu, dalam hubungan
dengan keseluruhannya, adalah sedemikian penting, sehingga pembeli takkan membeli barang
itu, seandainya bagian itu tidak ada, maka ia dapat meminta pembatalan pembeliannya, asal ia
memajukan tuntutan untuk itu satu tahun setelah hari putusan atas penuntutan hak melalui
hukum memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (KUHPerd. 1454, 1511.)
Pasal 1501.
Dalam. hal adanya hukuman untuk menyerahkan sebagian barang yang dijual itu, bila jual-beli
tidak dibatalkan, pembeu harus diberi ganti rugi untuk bagian yang harus diserahkan, menurut
harga taksiran sewaktu ia diharuskan menyerahkan sebagian dari barangnya itu, tetapi tidak
menurut perimbangan dengan seluruh harga pembelian, entah barang yang dijual itu telah naik
atau telah turun harganya. (KUHPerd. 1584, 1496, 1500.)
Pasal 1502.
Jika temyata, bahwa barang yang dijual itu dibebani dengan pengabdian-pengabdian pekarangan
(erfdienstbaarheden), tetapi hal itu tidak diberitahukan kepada pembeli, sedangkan pengabdianpengabdian pekarangan itu sedemikian panting, sehingga dapat diduga bahwa pembeli tidak
akan melakukan pem. belian jika hal itu diketahuinya, maka ia dapat menuntut pembatalan
pembelian, kecuali jika ia memilih menerima ganti rugi. (KUHPerd. 1266, 1492, 1496,1505.)
Pasal 1503.
Jaminan terhadap suatu penuntutan hak menurut hukum (uitwinning) berakhir, jika pembeli
membiarkan diri dihukum oleh hakim dengan suatu putusan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang pasti tanpa memanggil penjual, dan penjual itu membuktikan bahwa ada alasan
untuk menolak gugatan tersebut. (KUHPerd. 1496, 1865; Rv. 70c.)

Page 250 of 336

Pasal 1504.
Penjual harus menanggung barang itu terhadap cacat tersembunyi, yang sedemikian rupa
sehingga barang itu tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksud, atau yang demikian
mengurangi pemakaian, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak
akan membelinya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. (KUHPerd.
1322, 1491, 1507, 1511 dst., 1522, 1733.)
Pasal 1505.
Penjual tidak wajib menjamin barang terhadap cacat yang kelihatan dan dapat diketahui sendiri
oleh si pembeli. (KUHPerd. 1495, 1502.)
Pasal 1506.
Ia harus menjamin barang terhadap eacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak
mengetahui adanya cacat itu, kecuali jika dalam hal demikian ia telah meminta diperjanjikan
bahwa ia tidak wajib menanggung sesuatu apa pun. (KUHPerd. 1493 dst., 1507, 1552.)
Pasal 1507.
Dalam hal-hal yang disebut dalam pasal 1504 dan 1506, pembeli dapat memilih akan
mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian, atau akan tetap
memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian, sebagaimana
ditentukan oleh hakim setelah mendengar ahli tentang hal itu. (Rv. 136.)
Pasal 1508.
Jika Penjual telah mengetahui cacat-eacat barang itu, maka selain wajb mengembalikan uang
harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga wajib mengganti segala biaya, kerugian dan
bunga. (KUHPerd. 1243, 1248, 1496, 1499, 1552, 1753.)
Pasal 1509.
Jika penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka ia hanya wajib mengembalikan
uang harga pembelian dan mengganti biaya untuk penyelenggaraan pembelian dan penyerahan,
sekadar itu dibayar oleh pembeli. (KUHPerd. 1496.)
Pasal 1510.
Jika barang yang mengandung cacat-cacat tersembunyi itu musnah karena cacat-cacat itu, maka
kerugian dipikul oleh penjual yang terhadap pembeli wajib mengembalikan uang harga
pembelian dan mengganti segala kerugian lain yang disebut dalam kedua pasal yang lalu; tetapi
kerugian yang disebabkan kejadian yang tak disengaja, harus dipikul oleh pembeli. (KUHPerd.
1444 dst., 1496.)
Pasal 1511.
Tuntutan yang didasarkan atas cacat yang dapat menyebabkan pembatalan pembelian, harus
diajukan oleh pembeli dalam waktu yang pendek, menurut sifat cacat itu, dan dengan
mengindahkan kebiasaan-kebiasaan di tempat persetujuan vembelian dibuat. (AB. 15; KUHPerd.
1454, 1500, 1507.)
Pasal 1512.
Tuntutan itu tidak dapat diajukan dalam hal penjualan-penjualan yang dilakukan atas kuasa
hakim. (Rv. 472, 521.)

Page 251 of 336

Bagian 3.
Kewajiban Pembeli
Pasal 1513.
Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang
ditetapkan dalam persetujuan. (KUHPerd. 1139, 1182, 1382 dst., 1460, 1478, 1516; KUHD. 98.)
Pasal 1514.
Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar di
tempat dan pada waktu penyerahan. (KUHPerd.1393, 1477.)
Pasal 1515.
Pembeli, biarpun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dari harga
pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan membeli hasil atau pendapatan lain.
(KUHPerd. 1250.)
Pasal 1516.
Jika dalam menguasai barang itu pembeli diganggu olch suatu tuntutan hukum yang berdasarkan
hipotek atau suatu tuntutan untuk memperoleh kemtersebut, atau jika pembeli mempunyai suatu
alasan yang patut untuk khawatir akan diganggu dalam pengusaannya , maka ia dapat
menangguhkan harga pembelian sampai penjual menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika
penjual memilih memberikan jaminan, atau jika telah diperjanjikan mendapat jaminan atas
segala gangguan. (KUHPerd. 1198, 1479, 1492 dst; 1543,; KUHD 23)
Pasal 1517.
Jika pembeli tidak membayar harga pembelian, maka penjual dapat menuntut pembatalan jualbeli itu menurut ketentuan-ketentuan pasal 1266 dan 1267. (KUHPerd. 1139-30, 1141, 1144dst,
1182, 1481; KUHD230 dst; F 36 dst)
Pasal 1518.
Meskipun demikian, dalam hal penjualan barang-barang dagangan dan perabot rumah,
pembatalan pembelian untuk kepentingan penjual terjadi demi hukum dan tanpa peringatan,
setelah lewat waktu yang ditentukan untuk mengambil barang yang dijual. (KUHPerd. 515, 1266,
1427.)
Bagian 4.
Hak Membeli Kembali.

(Bdk. dg. S. 1937-585, Ord. Atas Klausula Emas 1937.)

Pasal 1519.
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual, timbul karena suatu pernjanjian,
yang tetap memberi hak kepada Penjual untuk mengambil kembali barang yang dijual dengan
mengembalikan uang harga pembeli yang disebut dalam pasal 1532. (KUHPerd.1169, 1265,
1524)
Pasal 1520.
Hak untuk membeli kembali tidak boleh diperjanjikan untuk waktu yang lebih lama dari lima
tahun..
Jika hak tersebut diperjanjikan untuk waktu yang lebih lama, maka waktu ini diperpendek sampai
menjadi lima tahun.

Page 252 of 336

Pasal 1521.
Jangka waktu yang ditentukan harus diartikan secara mutlak dan tidak boleh di perpanjang oleh
hakim; bila Penjual lalai memajukan tuntutan untuk membeli kembali dalam tenggang waktu
yang telah ditentukan, maka pembeli tetap menjadi hak pemilik baru yang telah dibelinya.
(KUHPerd. 1258, 1577.)
Pasal 1522.
Jangka waktu ini berlaku untuk kerugian tiap orang, bahkan untuk kerugian anak-anak yang
belum dewasa, tanpa mengurangi hak mereka untuk menuntut penggantian kepada orang yang
bersangkutan, jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 307, 385, 1987.)
Pasal 1523.
Penjual suatu barang tak bergerak yang telah meminta diperjanjikan hak untuk membeli kembali
barang yang dijualnya, boleh menggunakan haknya terhgaap seorang pembeli kedua, meskipun
dalam persetujuan kedua tidak disebutkan janji tersebut. (KUHPerd. 1340, 1342, 1471, 1577,
1977 .)
Pasal 1524.
Barangsiapa membeli dengan perjanjian membeli kembali, memperoleh segala hak sebagai
penggantinya, Ia dapat menggunakan hak kedaluwarsa baik terhadap pemilik sejati maupun
siapa saja yang mengira punya hak hipotek atau hak lain atas barang yang dijual itu. (KUHPerd.
1577, 1952.)
Pasal 1525.
Terhadap para kreditur kepada penjual ia dapat menggunakan hak istimewa untuk melaksanakan
tuntutan hak melalui hukum (KUH Perd. 1200, 1893)1
Pasal 1526.
Jika seseorang, yang dengan perjanjian membeli kembali telah membeli suatu bagian dari suatu
barang tak bergerak yang belum terbagi, setelah terhadapnya diajukan suatu gugatan untuk
pemisahan dan pembagian, menjadi membeli dari seluruh barang tersebut, maka ia dapat
mewajibkan si penjual untuk mengoper seluruh barang tersebut, bila orang ini hendak
menggunakan hak membeli kembali. (KUHPerd. 573.)
Pasal 1527.
Jika berbagai orang secara bersama-sama dan dalam satu persetujuan menjual suatu barang
yang menjadi hak mereka bersama, maka masing-masing hanya dapat menggunakan haknya
untuk membeli kembali sekedar mengenai bagiannya. (KUHPerd. 1296, 1529.)
Pasal 1528.
Hak yang sama terjadi bila seseorang yang sendirian menjual suatu barang, meninggalkan
beberapa ahli waris.
Masing-masing di antara para ahli waris itu hanya boleh menggunakan hak membeli kembali atas
jumlah sebesar bagiannya. (KUHPerd. 1083, 1299, 1529.)
Pasal 1529.
Tetapi, dalam hal termaksud dalam kedua pasal yang lalu, pembeli dapat menuntut supaya
semua orang yang turut menjual atau yang turut menjadi ahli waris dipanggil untuk bermupakat
tentang pembelian kembali barang yang bersangkutan seluruhnya; dan jika mereka tidak
mencapai kesepakatan, maka tuntutan membeli kembali harus ditolak.

Page 253 of 336

Pasal 1530.
Jika penjualan suatu barang kepunyaan berbagai orang tidak dilakukan oleh mereka bersamasama untuk seluruhnya, melainkan masing-masing menjual sendiri-sendiri bagiannya, maka
masing-masing dapat sendiri-sendiri menggunakan haknya untuk membeli kembali bagian yang
menjadi haknya; dan pembeli tidak boleh memaksa siapa pun yang menggunakan haknya secara
demikian untuk mengoper barang yang bersangkutan seluruhnya.
Pasal 1531.
Jika pembeli meninggalkan beberapa orang ahli waris, maka hak membeli kembali tidak dapat
dipergunakan terhadap masing-masing dari mereka selain untuk jumlah sebesar bagiannya, baik
dalam hal harta pertinggalan yang belum dibagi maupun dalam hal harta peninggalan yang
sudah dibagi di antara para ahli waris.
Namun jika harta peninggalan itu sudah dibagi dan barang yang dijual itu jatuh ke tangan salah
seorang dari para ahli waris itu, maka tuntutan untuk membeli kembah dapat diajukan terhadap
ahli waris ini untuk seluruhnya. (KUHPerd.1296 dst.)
Pasal 1532.
Penjual yang menggunakan perjanjian membeli kembali tidak saja wajib mengembalikan seluruh
uang harga pembelian semula, melainkan juga mengganti semua biaya menurut hukum, yang
telah dikeluarkan waktu menyelenggarakan pembelian serta penyerahannya, begitu pula biaya
yang perlu untuk pembetulanpembetulan, dan biaya yang menyebabkan barang yang dijual
bertambah harganya, yaitu sejumlah tambahannya itu.
Ia tidak dapat memperoleh penguasaan atas barang yang dibelinya kembali, selain setelah
memenuhi segala kewajiban ini.
Bila penjual memperoleh barangnya kembali akibat perjanjian membeli kembali, maka barang itu
harus diserahkan kepadanya bebas dari semua beban dan hipotek yang diletakkan atasnya oleh
pembeli; namun ia wajib menepati persetujuan-persetujuan sewa yang dengan itikad baik telah
dibuat oleh pembeli. (KUHPerd. 500, 576, 762, 772, 780, 793, 817, 1265, 1577.)
Bagian 5.
Ketentuan-ketentuan Khusus Mengenai Jual beli Piutang Dan
Hak hak Tak Berwujud yang Lain.
Pasal 1533.
Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penanggungan,
hak istimewa dan hipotek. (KUHPerd. 501, 613, 963, 1481 dst., 1538; KUHD 113, 176, 194.)
Pasal 1534.
Barangsiapa menjual suatu piutang atau suatu hak yang tak berwujud lainnya, harus
menanggung bahwa hak-hak itu benar ada pada waktu diserahkan, biarpun Penjualan dilakukan
tanpa janji penanggungan. (KUHPerd. 1491 dst., 1495 dst., 1537; KUHD 70.)
Pasal 1535.
Ia tidak bertanggung jawab atas kemampuan debitur, kecuali jika ia mengikatkan dirinya untuk
itu; tetapi dalam hal demikian pun ia hanya bertanggung jawab untuk jumlah harga pembelian
yang telah diterimanya.

Page 254 of 336

Pasal 1536.
Jika ia telah berjanji iintuk menanggung cukup mampunya debitur, maka janji ini harus diartikan
sebagai janji mengenai kemampuannya pada waktu itu, dan bukan mengenai keadaan di
kemudian hari, kecuali jika dengan tegas djjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1535.)
Pasal 1537.
Barangsiapa menjual suatu warisan tanpa memberi keterangan tentang barang demi barang,
tidaklah diwajibkan menanggung apa-apa selain kedudukannya sebagai ahli waris. (KUHPerd.
1084, 1118, 1334.)
Pasal 1538.
Jika ia menikmati hasil suatu barang atau telah menerima suatu jumlah sebesar suatu piutang
yang termasuk warisan tersebut, ataupun telah mehual beberapa barang dari harta peninggalan
itu, maka ia diwajibkan menggantinya, jika tidak dengan tegas diperjanjikan lain. (KUHPerd.
1482, 1533.)
Pasal 1539.
Sebaliknya, pembeli diwajibkan mengganti kepada si penjual itu segala sesuatu yang oleh orang
itu telah dikeluarkan untuk membayar utang-utang dan beban warisan, pula untuk melunasi apa
yang dapat ditagih si penjual itu selaku orang yang memegang suatu piutang terhadap warisan
itu, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1100, 1338, 1436.)
Pasal 1540.
Bila sebelum penyerahan suatu piutang yang telab dijual, debitur membayar utangnya kepada
penjual, maka hal itu cukup untuk membebaskan debitur. (KUHPerd. 613, 1459.)
BAB VI.
TUKAR-MENUKAR
Pasal 1541.
Tukar-menukar ialah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk
saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain. (KUHPerd.
1080, 1457 dst.)
Pasal 1542.
Segala sesuatu yang dapat dijual, dapat pula jadi pokok persetujuan tukar-menukar. (KUHPerd.
1471, 1546.)
Pasal 1543.
Jika pihak yang satu telah menerima barang yang ditukarkan kepadanya, dan kemudian ia
membukttkan bahwa pihak yang lain bukan pemilik barang tersebut, maka ia tidak dapat dipaksa
untuk menyerahkan barang yang telah ia dari pihaknya sendiri, melainkan hanya untuk
mengembalikan barang yang telah diterimanya. (KUHPerd. 1471,'1478, 1516.)
Pasal 1544.
Barangsiapa karena suatu tuntutan hak melalui hukum (uitwinning) terpaksa melepaskan barang
yang diterimanya dalam suatu tukar-menukar, dapat memilih akan menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga dari pihak lawamya, atau akan menuntut pengembalian barang yang telah ia
berikan. (KUHPerd. 1234, 1266 dst., 1474, 1480, 1492 dst., 1496-10, 1500 dst., 1517.)

Page 255 of 336

Pasal 1545.
Jika barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar kesalahan pemiliknya,
maka persetujuan dianggap gugur, dan pihak yang telah memenuhi persetujuan dapat menuntut
kembali barang yang telah ia berikan dalam tukar-menukar. (KUHPerd. 1237, 1460.)
Pasal 1546
Untuk lain-lainnya, aturan-aturan tentang persetujuan jual-beli berlaku terhadap persetujuan
tukar-menukar. (KUHPerd. 1457 dst.)
BAB VII.
SEWA-MENYEWA
Bagian 1.
Ketentuan Umum.
1547. Dihapus dg. S. 1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.
Pasal 1548.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jo. 458.) Sewa-menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak

yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain
selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut
terakhir itu.
Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.
(KUHPerd. 400, 556, 772 dst., 823, 827, 1185, 1332, 1532, 1585, 1597, 1959 dst.; Zeg. 74 dst.)

1549. Dihapus dg. S. 1926-335jo. 458.


Bagian 2.
Aturan-aturan yang Sama-sama Berlaku Terhadap
Penyewaan Rumah Dan Penyewaan Tanah.
Pasal 1550.
Pihak yang menyewakan karena sifat persetujuan dan tanpa perlu adanya suatu janji, wajib
untuk :
1. menyerahkan barang yang disewakan kepada penyewa;
2. memelihara barang itu sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang
dimaksud;
3. memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan itu dengan
tenteram selama berlangsungnya sewa. (KUHPerd. 507, 1475 dst., 1551 dst., 1556 dst.)
Pasal 1551.
Pihak yang menyewakan diwajibkan untuk menyerahkan barang yang disewakan dalam keadaan
terpelihara segala-galanya.
Selama waktu sewa, ia harus menyuruh melakukan pembetulan-pembetulan yang perlu
dilakukan pada barang yang disewakan, kecuali pembetulan yang menjadi kewajiban penyewa.
(KUHPerd. 1241, 1266, 1548, 1555, 1583; Rv. 55-2-.)
Pasal 1552.
Pihak yang menyewakan harus menanggung penyewa terhadap semua cacat barang sewa yang
merintangi pemakaian barang itu, meskipun pihak yang menyewakan itu sendiri tidak
mengetahuinya pada waktu dibuat persetujuan sewa.

Page 256 of 336

Jika cacat-cacat itu telah mengakibatkan suatu kerugian bagi penyewa, maka pihak yang
menyewakan wajib memberikan ganti rugi. (KUHPerd. 1504,1508, 1550, 1555, 1753.)
Pasal 1553.
Jika barang yang disewakan musnah sama sekali dalam masa sewa karena suatu kejadian yang
tak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barang yang bersangkutan hanya
sebagian musnah, maka penyewa dapat memilih, menurut keadaan, akan meminta pengurangan
harga sewa, atau akan meminta pembatalan persetujuan sewa; tetapi dalam kedua hal itu ia
tidak berhak atas ganti rugi. (KUHPerd. 1237, 1444; KUHD 478.)
Pasal 1554.
Pihak yang menyewakan tidak diperkenankan selama waktu sewa mengubah bentuk atau
susunan barang yang disewakan. (KUHPerd. 1550.)
Pasal 1555.
Jika dalam masa sewa pada barang yang disewakan itu terpaksa diadakan pembetulanpembetulan yang tidak dapat ditunda sampai Berakhirnya masa sewa, maka penyewa harus
menerimanya, betapa pun beratnya kesusahan yang disebabkannya, dan mesidpun selama
dilakukarinya pembetulan-pembetulan itu ia terpaksa kehilangan sebagian dari barang yang
disewakan.
Tetapi, jika pembetulan-pembetulan itu beriangsung lebih lama dari empat puluh hari, maka
harga sewa harus dikurangi menurut banyaknya waktu yang tersita dan bagian barang sewa
yang tidak dapat dipakai oleh si penyewa.
Jika pembetulan-pembetulan sedemikian rupa sifatnya, sehingga barang sewa yang perlu
ditempati oleh si penyewa dan keluarganya tak dapat didiami, make penyewa dapat memutuskan
sewanya. (KUHPerd. 1551, 1583.)
Pasal 1556.
Pihak yang menyewakan tidak wajib menamin penyewa terhadap rintangan dalam menikmati
barang sewa yang dilakukan oleh pihak ketiga tanpa berdasarkan suatu hak atas barang sewa
itu; hal ini tidak mengurangi hak penyewa untuk menuntut sendiri orang itu. (KUHPerd. 556,
1365.)
Pasal 1557.
Jika sebaliknya penyewa diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum
mengenai hak milik atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut pengurangan
harga sewa menunit perimbangan, asal gangguan atau rintangan itu telah diberitahukan secara
sah kepada pemilik. (KUHPerd. 1550-3-, 1591.)
Pasal 1558.
Jika orang-orang yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut menyatakan, bahwa mereka
mempunyai suatu hak atas barang yang disewakan atau jika penyewa sendiri digugat untuk
mengosongkan seluruh atau sebagian dari barang yang disewa atau untuk menerima
pelaksanaan pengabdian pekarangan, maka ia wajib memberitahukan hal itu kepada pihak yang
menyewakan, dan dapat memanggil pihak tersebut sebagai penanggung.
Bahkan ia dapat menuntut supaya ia dikeluarkan dari perkara, asal ia menunjuk untuk siapa ia
menguasai barang yang bersangkutan. (KUHPerd. 802, 1591; Rv. 7t,) dst.)

Page 257 of 336

Pasal 1559.
Penyewa, jika tidak diizinkan, tidak boleh mengulangsewakan barang yang disewanya atau
melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancaman pembatalan persetujuan sewa dan
penggantian biaya:, kerugian dan bunga; sedangkan pihak yang menyewakan, setelah
pembatalan itu, tidak wajib menaati persetujuan ulang sewa itu.
Jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh penyewa, maka dapatlah ia
atas tanggung jawab sendiri menyewakan sebagian kepada orang lain, jika hak itu tidak dilarang
dalam persetujuan. (KUHPerd. 1140, 1582; Rv. 752.)
Pasal 1560.
Penyewa harus menepati dua kewajiban utama :
1. memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sesuai dengan
tujuan barang itu menurut persetujuan sewa, atau jika tidak ada persetujuan mengenai hal
itu, sesuai dengan tujuan barang itu menurut persangkaan menyangkut keadaan; (KUHPerd.
1235, 1554, 1561, 1567, 1589.)
2. membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan. (KUHPerd. Ll39-20, 1140 dst.,
1266 dst., 1394, 1581, 1589 dst., 1975.)
Pasal 1561.
Jika penyewa memakai barang yang disewa untuk suatu keperluan lain dari yang menjadi
tujannya, atau untuk suatu keperluan yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi pihak yang
menyewakan, maka pihak ini, menurut keadaan, dapat meminta pembatalan sewa. (KUHPerd.
1266, 1581, 1589.)
Pasal 1562.
Jika antara pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa telah dibuat suatu pertelaan
tentang barang yang disewakan, maka pihak yang belakangan ini wajib-mengembalikan barang
itu dalam keadaan seperti waktu barang itu diterima menurut pertelaan tersebut, kecuali yang
telah musiiah atau berkurang harganya sebagai akibat dari tuanya barang atau sebagai akibat
dari kejadian-kejadian yang tak disengaja dan tidak dapat dihindarkan. (KUHPerd.1444, 1553,
1583.)
Pasal 1563.
Jika tidak dibuat suatu pertelaan, maka penyewa, mengenai pemeliharaan yang menjadi beban
para penyewa, dianggap telah menerima barang yang disewakan itu dalam keadaan baik, kecuali
jika dibuktikan sebaliknya, dan ia harus mengembalikan barang itu dalam keadaan yang sama.
(KUHPerd. 1551, 1583.)
Pasal 1564.
Penyewa bertanggungjawab atas segala kerusakan yang ditimbulkan atas barang yang disewa
selama waktu sewa, kecuali jika ia membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar
kesalahannya. (KUHPerd. 1139-20, 1239, 1245, 1583.)
Pasal 1565.
Akan tetapi ia tidak bertanggung jawab atas kebakaran, kecuali jika pihak yang menyewakan
membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan penyewa. (KUHPerd. 1245, 1365.)
Pasal 1566.
penyewa bertanggungjawab atas segala kerusakan atau kerugian yang sewa oleh temantemarmya serumah, atau oleh mereka yang mengambil alih sewanya. (KUHPerd. 802, 1367,
1564, 1709.)

Page 258 of 336

Pasal 1567.
Pada waktu mengosorkgkan barang yang disewa, penyewa boleh membongkar dan membawa
segala sesuatu yang dengan biaya sendiri telah dibuat pada barang yang disewa, asal
pembongkaran dan pembawaan itu dilakukan tanpa merusak barang yang disewa. (KUHPerd.
725, 779, 1560.)
1568. Dihapus dg. S. 1925-525.
Pasal 1569.
Jika terjadi perselisihan tentang harga sewa, yang dibuat secara lisan dan sudah dijalankan,
sedangkan tanda bukti pembayaran tidak ada, maka pihak yg menyewakan harus dipercaya atas
sumpahnya, kecuali bila penyewa memilih untuk menyuruh para ahli menaksir harga sewa.
(KUHPerd. 1568, 1602, 1929 dst.; Rv. 215 dst.)
Pasal 1570.
Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum bila waktu yang ditentukan
telah lampau, tanpa diperlukan suatu pemberhentian untuk itu. (KUHPerd. 1573; F. 38; Rv. 553'.)
Pasal 1571.
jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan,
melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak
menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut
kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 1570; Rv. 55-30.)
Pasal 1572.
Jika pihak yang satu telah memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ja hendak
menghentikan sewanya, maka penyewa , meskipun ia tetap menikmati barang yang
bersangkutan, tidak dapat mengemukakan adanya suatu penyewaan ulang secara diam-diam.
(KUHPerd. 1570 dst., 1573.)
Pasal 1573.
Jika setelah berakhir suatu penyewaan yang dibuat secara tertulis, Si penyewa tetap menguasai
barang yang disewa dan dibiarkan menguasainya, maka terjadilah suatu sewa baru, yang akibatakibatnya diatur dalam pasal-pasal mengenai penyewaan secara lisan. (KUHPerd. 732, 1571 dst.,
1587, 1598.)
Pasal 1574.
Dalam hal kedua pasal tersebut di atas, penanggungan utang yang dibuat untuk penyewaan
tidak meliputi kewajban yang terjadi akibat perpanjangan sewa. (KUHPerd. 1587, 1598, I821,
1824.)
Pasal 1575.
Persetujuan sewa sekali-kali tidak hapus dengan meninggalnya pihak yang menyewakan ataupun
pihak yang menyewa. (KUHPerd.. 1318, 1612, 1743, 1826.)
Pasal 1576.
Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak diputuskan, kecuali
bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang,
Jika ada suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada
suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka is tidak wajib

Page 259 of 336

mengosongkan barang yang disewa, selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi. (KUHPerd.
772 dst., 817, 1185, 1578 dst; Rv. 507.)
Pasal 1577.
Pembeli dengan perjanjian membeli kembali, tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk
memaksa penyewa mengosongkan barang yang disewa, sebelum ia menjadi pemilik mutlak
dengan lewatnya tenggang waktu yang ditentukan untuk pembelian kembali. (KUHPerd. 1521,
1524, 1532.)
Pasal 1578.
Seorang pembeli yang hendak menggunakan wewenangnya, yang diperjanjikan dalam
persetujuan sewa, untuk memaksa penyewa mengosongkan barang sewa jika barangnya dijual,
wajib memperingatkan penyewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana diharuskan oleh adat
setempat mengenai penghentian sewa.
Dalam hal sewa tanah, peringatan tersebut harus disampaikan sedikitnya satu tahun sebelum
pengosongan. (AB. 15; KUHPerd. 1576.)
Pasal 1579.
Pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewa dengan menyatakan hendak memakai
sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1751.)
Pasal 1580.
Jika dalam persetujuan sewa telah disetujui bahwa pihak yang menyewakan akan berhak
memakai sendiri rumah atau tanah yang disewakan, maka ia wajib memberitahukan
kehendaknya untuk menghentikan sewa sekian lama sebelumnya, sebagaimana ditetapkan
dalam pasal 1578.
Bagian 3.
Aturan-aturan yang Khusus Berlaku Bagi Sewa Rumah Dan Perabot Rumah.
Pasal 1581.
Penyewa yang tidak melengkapi sebuah rumah sewa dengan perabot rumah secukupnya, dapat
dipaksa untuk mengosongkan rumah itu, kecuali bila ia memberikan cukup jaminan untuk
pembayaran uang sewa. (KUHPerd. 1139-40, 1140, 1142 dst., 1146, 1589.)
Pasal 1582.
Seorang penyewa kedua tidak wajib membayar kepada pemilik lebih dari jumlah harga sewa
kedua yang masih terutang kepada penyewa pertama pada waktu dilakukan suatu penyitaan,
dan ia tak boleh mengajukan pembayaran yang dilakukan sebelumnya kecuali jika pembayaran
dilakukan menurut suatu perjanjian yang dinyatakan dalam persetujuan sewa atau menurut
kebiasaan setempat. (KUHPerd. 1140, 1559; Rv. 752.)
Pasal 1583.
Pembetulan-pembetulan kecil sehari-hari, dipikul oleh penyewa.
Jika tidak ada persetujuan mengenai hal itu, maka dianggap demikianlah pembetulan pada
lemari toko, daun jendela, kunci dalam, kaca jendela, baik di dalam maupun di luar rumah, dan
segala sesuatu yang dianggap termasuk itu, menurut dalam, kebiasaan setempat.
Meskipun demikian, pembetulan-pembetulan itu harus dipikul oleh pihak yang menyewakan bila
pembetulan itu terpaksa dilakukan karena kerusakan barang yang disewa atau karena keadaan
yang memaksa. (AB. 15; KUHPerd. 1139-20, 1551, 1555, 1562.)

Page 260 of 336

Pasal 1584.
Menjaga kebersihan sumur, kolam air hujan, dan tempat buang air besar, dibebankan kepada
pihak yang menyewakan, jika tidak diperjanjikan sebaliknya.
Menjaga kebersihan cerobong asap, jika tidak ada perjanjian dibebankan pada pihak yang
menyewa. (KUHPerd. 656 dst.)
Pasal 1585.
Sewa mebel untuk melengkapi sebuah rumah, tempat kediaman, toko, ruangan lainnya, harus
dianggap telah dibuat untuk jangka waktu penyewaan rumah, tempat kediaman, toko atau
ruangan menurut kebiasaan setempat. (AB. 15.)
Pasal 1586.
Penyewaan kamar yang dilengkapi dengan mebel harus dianggap telah dilakukan untuk tahunan,
bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun;
untuk bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan;
untuk harian, bila dibuat atas permbayaran sejumlah uang tiap hari.
Jika tidak ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun, tiap
bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut kebiasaan setempat.
Pasal 1587.
Jika penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu yang ditentukan dalam
suatu persetujuan tertulis, tetap menguasai barang sewa, pihak yang menyewakan tidak
melawannya, maka dianggaplah bahwa penyewa tetap menguasai barang yang disewanya atas
dasar syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan ia
tidak dapat meninggalkan barang sewa atau dikeluarkan dari situ, kecuali sesudah ada
pemberitahuan tentang penghentian sewa, yang dilakukan menurut kebiasaan setempat. (AB. 5;
KUHPerd. 1571, 1573, 1598.)
Bagian 4.
Aturan-aturan yang Khusus Berlaku Bagi Sewa Tanah.
Pasal 1588.
Jika dalam suatu persetujuan sewa-menyewa tanah disebut suatu ukuran luas yang kurang atau
lebih dari luas yang sesungguhnya, maka hal itu tidak menjadi alasan untuk menambah atau
mengurangi harga sewa, kecuali dalam hal-hal dan menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Bab V buku ini. (KUHPerd. 1484, 1489.)
Pasal 1589.
Jika penyewa tanah tidak melengkapi tanah itu dengan ternak atau peralatan pertanian yang
diperlukan untuk penggembalaan atau penanaman; jika ia melakukan pengembalaan atau
penanaman, atau dalam hal itu tidak berlaku sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik;
jika ia memakai barang yang disewa untuk suatu tujuan yang lain dari tujuan yang dimaksudkan
atau, pada umumnya, jika ia tidak memenuhi janji-janji yang dibuat dalam persetujuan sewa dan
karena itu timbul suatu kerugian bagi pihak yang menyewakan, maka pihak itu berhak untuk
menuntut pembatalan sewa menurut keadaan, penggantian biaya, kerugian dan bunga.
(KUHPerd. 139-20; 114 dst, 1146, 1243 dst., 1266 dst., 1560 dst., 1581; F. 38.)
Pasal 1590.
Semua penyewa tanah diwajibkan menyimpan hasil-hasil tanah di tempat penyim yang telah
disediakan untuk itu. (KUHPerd. 1139-20, 1140 dst.)

Page 261 of 336

Pasal 1591.
Penyewa tanah diwajibkan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, untttk
melaporkan kepada pemilik tanah itu segala peristiwa yang dilakukan dalam mengerjakan tanah
yang disewa.
Pemberitahuan itu harus dilakukan dalam jangka waktu yang sama seperti yang ditentukan
antara waktu gugatan dan hari menghadap di muka sidang pengadilan menurutjarak tempattempat. (KUHPerd. 556, 802, 1366, 1557 dst.; Rv. 10 dst.)
Pasal 1592.
Jika dalam suatu sewa untuk beberapa tahun, selama waktu sewa, seluruh atau separuh
penghasilan setahun hilang karena kejadian-kejadian yang tak dapat dihindarkan, maka penyewa
dapat menuntut suatu pengurangan uang sewa, kecuali jika ia telah memperoleh penggantian
kerugian karena penghasilan tahun-tahun sebelumnya.
Jika ia tidak mendapat ganti rugi, maka perkiraan tentang pengurangan uang sewa tidak dapat
dibuat selain pada waktu Berakhirnya sewa, bila kenikmatan dari semua tahun telah
diperjumpakan satu sama lain.
Walaupun demikian hakim dapat mengizinkan penyewa menahan sebagian dari uang sewa untuk
sementara waktu, menurut kerugian yang telah diderita. (KUHPerd. 500, 729, 1553.)
Pasal 1593.
Jika sewa hanya dilakukan untuk satu tahun, sedangkan penghasilan telah hilang seluruhnya
atau separuhnya, maka penyewa dibebaskan dari pembayaran seluruh harga sewa atau sebagian
harga sewa menurut imbangan.
Bila kerugian kurang dari separuh, maka ia tidak berhak atas suatu pengurangan. (KUHPerd.
729, 1592.)
Pasal 1594.
Penyewa tidak dapat menuntut pengurangan bila kerugian itu diderita setelah penghasilan
dipisahkan dari tanah, kecuali jika dalam persetujuan sewa ditentukan bahwa pemilik harus
memikul bagiannya dalam kerugian, asal penyewa tidak lalai menyerahkan kepada si pemilik itu
bagiannya dari penghasitan.
Begitu pula si penyewa tidak dapat menuntut suatu pengurangan, jika hal yang menyebabkan
kerugian sudah ada dan sudah diketahui sewaktu persetujuan sewa dibuat. (KUHPerd. 762,
1593.)
Pasal 1595.
Dengan suatu perjanjian yang dinyatakan dengan tegas, penyewa dapat dipertangguni6awabkan
atas kejadian-keiadian yang tak dapat diduga. (KUH Perd. 1592 dst., 1596.)
Pasal 1596.
Perjanjian demikian hanya dianggap dibuat untuk kejadian -kejadian biasa yang tak terduga,
seperti: letusan gunung, gempa bumi, kemarau yang panjang, serangan hama-hama yang
merusak penghasilan, petir, atau rontoknya bunga pohon sebelum waktunya.
Perjanjian tersebut di atas tidak meliputi kejadian luar biasa, seperti: kerusakan-kerusakan yang
disebabkan oleh peperangan atau banjir yang tidak biasa menimpa daerah yang bersangkutan,
kecuali jika penyewa telah menyanggupi untuk memikul akibat dari semua kejadian, baik yang
dapat diduga maupun yang tak dapat diduga. (KUHPerd. 1369, 1592, 1595.)

Page 262 of 336

Pasal 1597.
Sewa tanah yang dibuat secara tidak tertulis, dianggap telah dibuat untuk sekian lama,
sebagaimana dibutuhkan oleh si penyewa untuk mengumpul kan semua hasil dari tanah yang
disewa.
Demikianlah, maka sewa sebidang padang rumput, sebidang kebun buah-buahan, dan semua
tanah lain yang hasilnya dikumpulkan seluruhnya dalam waktu satu tahun, dianggap telah dibuat
untuk satu tahun.
Sewa tanah pertanian yang ditanam dengan bermacam-macam tanaman secara berganti-ganti
dianggap telah dibuat untuk sekian tahun, menurut macam tanaman. (KUHPerd. 1570 dst.,
1585.)
Pasal 1598.
Jika setelah Berakhirnya suatu sewa yang dibuat tertulis, penyewa tetap menguasai barang sewa
dan dibiarkan menguasainya, maka akibat-akibat sewa yang baru diatur menurut ketentuan pasal
yang lalu. (KUHPerd. 1573, 1587.)
Pasal 1599.
Penyewa yang sewanya berakhir dan penggantinya, wajib saling membantu sedemikian rupa
sehingga memudahkan keluarnya yang satu dan masuknya yang lain, baik mengenai penanaman
untuk tahun yang akan datang, maupun mengenai pemungutan hasil-hasil yang masih berada di
ladang, ataupun mengenai hal-hal lain; segala sesuatunya menurut kebiasaan setempat. (AB.
15.)
Pasal 1600.
Begitu pula, penyewa, pada waktu berangkat, harus meninggalkanjerami dan pupuk dari tahun
sebelumnya, jika ia menerimanya pada waktu penyewaan mulai; bahkan meskipun ia tidak
menerimanya, pemilik dapat meminta supaya jerami dan pupuk ditinggalkan, menurut suatu
perkiraan yang akan dibuat. (KUHPerd. 507-31.)
1601 lama. Dihapus dg. s. 1926-335.
1602 lama. Dihapus dg. s. 1926-335.
1603 lama. Dihapus cig. s. 1926-335.

Bagian 5

BAB VII A.
PERJANJIAN KERJA

(s.d. t. dg. S. 1926-335 jis. 458, 565, 1927-108)(')

Dengan S. 1926-335 pasal 1, Bagian 5 yang lama dalam Bab VII Kitab Undang-undang Hukum
Perdata ini diganti dengan Bab VIIA Buku Ketiga. Selain itu dengan S. 1926-335 tersebut
diadakan pembahan dalam Beberapa pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, yaitu pasal
22, 109, 1149-40, 1447,1548, 1604-1608, 1610, 1612, 1616, 1903,1914,1968 dan 1969,
pembahan-pembahan mana sudah kami sisipkan dalam masing-masing pasal itu, sedang pasal
1547, pasal 1549 dan pasal-pasal 1601-1603 lama dihapuskan.
Bagian 1.
Ketentuan Umum. (KUHPerd. 1603x.)
Pasal 1601.

Page 263 of 336

Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan
khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam
persetujuan, dengan mana pihak kesatu kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu
pekerjaan bagi borongan kerja. (KUHPerd. 1338, 1601a, 1604; AB. 15.)
Pasal 1601a.
Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk
menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu, majikan dengan upah selama waktu yang
tertentu. (KUHPerd. 1603e, 1603y.)
Pasal 1601b.
Perjanjian pemborongan kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong,
mengikat diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan
harga yang telah ditentukan. (KUHPerd. 1604)
Pasal 1601C.
Jika suatu persetujuan mengandung sifat-sifat suatu perjanjian kerja dan persetujuan lain, maka
baik ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian kerja, maupun ketentuan-ketentuan mengenai
persetujuan lain yang sifat-sifatnya terkandung di dalamnya, keduanya berlaku; jika ada
pertentangan antara kedua jenis ketentuan tersebut, maka yang,berlaku adalah ketentuanketentuan mengenai perjanjian kerja.
Jika pemborongan kerja diikuti oleh beberapa persetujuan sejenis itu, meskipun temyata maksud
kedua belah pihak membuat beberapa persetujuan secara demikian ialah pemborongapemborongan itu dapat dipandang sebagai suatu pernjanjian kerja, maka peraturan perjanjian
kerja harus berlaku bagi semua persetujuan ini, baik bagi persetujan itu secara serentak maupun
bagi masing-masing persetujuan secara sendiri-sendiri, kecuali ketentuan-ketentuan dalam
bagian 6 bab ini. Akan tetapi bila dalam hal demikian persetujuan yang pertama hanya diadakan
dalam percobaan saja maka persetujuan demikian harus mengandung dianggap mengandung
sifat pemborongan kerja dan segala ketentuan dalam bab 6 itu berlaku baginya (KUHPerd.
1603x,1604dst)
Bagian 2.
Perjanjian Kerja Pada Umumnya.
Pasal 1601d.
Bila perjanjian kerja diadakan secara tertulis, maka biaya aktanya dan perongkosan lainnya harus
ditanggung majikan. (KUHPerd. 1466, 1601y.)
Pasal 1601e.
Jika pada waktu membuat perjanjian diberikan dan diterima uang panjar maka kedua belah pihak
tidak boleh membatalkan perjanjian itu dengan membiarkan uang panjar itu di tangan buruh
(penerima panjar) atau dengan mengembalikan uang panjar itu kepada majikan (pemberi
panjar).
Uang panjar hanya dapat dikurangkan dari upah, jika perjanjian kerja diadakan untuk waktu
lebih dan tiga bulan atau untuk waktu yang tak ditentukan dan temyat a berjalan selama tidak
lebih dari tiga bulan.
Pasal 1601f.
Mengenai perjanjian kerja yang diadakan oleh seorang perempuan yarkg bersuanii sebagai
buruh, undang-undang menganggap perempuan itu telah memperoleh izin dari suaminya.

Page 264 of 336

Tanpa bantuan suaminya ia boleh melakukan segala perbuatan perjanjian itu, termasuk
membayar segala penagihan dan menghadap hakim. ia berhak menerima atau menuntut apa
saja yang disebut dalam perjanjian kerja untuk kepentingan keluarganya. (KUHPerd. 108 dst., 11
1, 1916; F. 20-20.)
Pasal 1601g.
Anak yang belum dewasa mampu membuat perjanjian kerja sebagai burukk, jika ia dikuasakan
untuk itu oleh walinya menurut undang-undang, baik dengan lisan maupun dengan tulisan.
Suatu kuasa lisan hanya dapat berlaku untuk membuat suatu perjanjian kerja tertentu. Jika anak
yang belum dewasa belum berusia 18 tahun, maka kuasa itu harus diberikan di hadapan majikan
atau orang yang mewakilinya. Kuasa tersebut tak dapat diberikan dengan bersyarat.
Jika kuasa diberikan secara tertulis, maka anak yang belum dewasa itu wajib menyerahkan surat
kuasanya kepada majikan, yang harus segera menyampaikan suatu sahnan yang ditandatangarti
kepada anak yang belum dewasa itu, dan pada waktu Berakhirnya hubungan kerja,
mengembalikan surat kuasa tersebut kepada anak yang belum dewasa tersebut atau orangorang yang mendapat hak daripadanya.
Sekedar tidak secara tegas dikecualikan dengan syarat-syarat tertentu dalam kuasa yang telah
diberikan itu, anak yang belum dewasa disamakan dengan orang dewasa, tanpa mengurangi
ketentuan alinea ketiga pasal 1603f. Namun demikian, ia tidak dapat menghadap pengadilan
tanpa dibantu oleh walinya menurut undang-undang, kecuali jika bagi pengadilan temyata bahwa
wali tersebut tidak mampu menyatakan kehendaknya. (KUHPerd. 1446, 1603m; Rv. 944.)
Pasal 1601h.
Jika anak yang belum dewasa, yang belum mampu membuat suatu perjanjian kerja, telah
membuat suatu perjanjian kerja dan karena itu selama enam minggu telah melakukan pekerjaan
pada majikan tanpa rintangan dan' walinya menurut undang-undang, maka ia dianggap telah
diberi kuasa dengan lisan oleh walinya untuk membuat perjanjian kerja tersebut. (KUHPerd.
1446, 1454, 1916; S. 1926-335 pasal V.)
Pasal 1601i.
Suatu perjanjian kerja antara suami-istri adalah batal. (KUHPerd. 106dst., 1467, 1679.)
Pasal 1601j.

(s.d.u. dg. S. 1939-546; S. 1947-208.) Suatu reglemen (peraturan perusahaan) yang ditetapkan

oleh majikan hanya mengikat buruh, jika si buruh telah menyatakan setuju dengan reglemen itu
dan juga telah memenuhi syarat. syarat berikut: (KUHPerd. 1601m, 16OIx.)
1. bahwa satu eksemplar lengkap reglemen itu telah diberikan kepada bunih dengan cumacuma oleh atau atas nama majikan;
2. bahwa oleh atau atas nama majikan telah diserahkan ke Departemen Tenaga Kerja
(Afdeling Arbeid v.h. Departement van Sociale Zaken) satu eksemplar lengkap reglemen
tersebut yang ditandatangani oleh majikan, supaya dapat dibaca oleh umum;
3. bahwa satu eksemplar lengkap reglemen itu ditempelkan dan tetap ada di suatu tempat
yang dapat didatangi buruh dengan mudah, sedapat-dapatnya dalam ruang kerja sehingga
dapat dibaca dengan baik.
Penyerahan dan pembacaan reglemen itu di Departemen Tenaga Kerja diselenggarakan dengan
cuma-cuma. Setiap orang yang berkepentingan dapat memperoleh salinan reglemen itu dengan
cuma-cuma.

Page 265 of 336

Tiap perjanjian yang bertentangan dengan suatu ketentuan pasal ini, adalah batal. (AB. 23;
KUHPerd. 1320-l', 1601y; KUHD 402, 428.)
Pasal 1601k.
Jika selama hubungan kerja ditetapkan suatu reglemen baru atau diubah reglemen yang telah
ada, maka reglemen baru atau reglemen yang telah diubah itu hanya mengikat buruh, bila satu
eksemplar lengkap rancangannya, sebelum ditetapkan, disediakan selama suatu waktu dengan
cuma-cuma untuk dibaca oleh buruh, sehingga ia dapat mempertimbangkan isinya dengan
seksama.
Jika buruh, setelah reglemen baru atau reglemen yang diubah itu ditetapkan, tidak dapat
menyetujuinya, maka dalam waktu empat minggu sesudah mengetahui penetapan itu, ia dapat
menuntut di muka pengadilan, supaya perjanjian kerja dibatalkan. Setelah mendengar pihak
lawan atau memanggilnya secara sah, pengadilan memutus pada tingkatan terakhir dan
mengabulkan tuntutan buruh, kecuali jika ia berpendapat, bahwa buruh tidak begitu dirugikan
oleh reglemen baru atau reglemen yang diubah itu. Dalam menunggu putusan pengadilan dan
bila tuntutan ditolak, hubungan kerja berlangsung terus, sedangkan reglemen baru atau
reglemen yang diubah itu sah sejak berlaku. Dalam hal tuntutan dikabulkan, pengadilan akan
menetapkan pada saat mana hubungan keda akan berakhir, dan buruh berhak atas suatu ganti
rugi sebagaimana ditentukan pada pasal 1693q dalam pemutusan hubungan kerja oleh majikan.
Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd.
1603h dan i; KUHD 402, 428.)
Pasal 1601l.
Suatu pemyataan dari pihak buruh, bahwa ia mengikatkan diri untuk menyetujui tiap reglemen
yang akan ditetapkan oleh majikan di kemudian hari atau tiap perubahan dalam suatu reglemen
yang telah ada, adalah batal. (AB. 23; KUHD 402, 428.)
Pasal 1601m.
Dari ketentuan-ketentuan dalam reglemen itu, orang hanya boleh menyimpang, bila ada
peija4ian khusus yang tertulis mengenai hal itu. (KUHPerd. 1601d; KUHD 402, 428.)
Pasal 1601n.
Setiap perjanjian antara majikan dan buruh, yang bertentangan dengan suatu perjanjian
perburuhan kolektif yang mengikat kedua pihak satu sama lain, dapat dibatalkan atas tuntutan
masing-masing dari mereka yang bersama-sama menjadi pihak dalam perjanjian perburuhan
kolektif itu, kecuali pihak majikan.
Yang dimaksud dengan perjanjian perburuhan kolektif adalah suatu peraturan, yang dibuat oleh
seorang majikan atau lebih, atau suatu perkumpulan majikan atau lebih yang merupakan badan
hukum di satu pihak, dan suatu serikat buruh atau lebih yang merupakan suatu badan hukum di
lain pihak, tentang syarat-syarat kerja yang harus diindahkan sewaktu membuat suatu perjanjian
kerja. (RO. 116g.)
Catatan :
mengenai perjanjian perburuhan, lihat UU No. 21/1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara
Serikat Buruh dan Majikan (LN. 1954-69.)
Pasal 1601 o.
Untuk menghitung upah sehari yang ditetapkan dalam bentuk uang, maka dalam bab ini, satu
hari ditetapkan 10 jam, satu minggu 6 hari, satu bulan 26 hari, dan satu tahun 300 hari. Jika
upah seluruhnya atau sebagian ditetapkan dengan cara lain dari cara menurut jangka waktu,

Page 266 of 336

maka sebagai upah harian yang ditetapkan dalam jumlah uang harus diambil upah rata-rata dari
buruh, dildtung sekm 30 hari kerja yang telah lalu. Jika tidak dapat digunakan ukuran seperti itu,
maka sebagai upah harus diambil upah yang biasa untuk pekefjaan yang paling mirip dalam hal
sifat, tempat dan waktu. (KUHPerd. 1603 q2.)
Pasal 1601p.
Upah buruh yang tidak tinggal di rumah majikan, tidak boleh ditetapkan sewa dalam bentuk :
1. uang;
2
makanan, bahan makanan, penerangan dan bahan bakar yang harus dipakai di tempat
penyerahannya;
3. pakaian yang harus dipakai dalam melakukan pekerjaan;
4. jumlah tertentu hasil perusahaan, atau bahan dasar atau bahan pembantu yang dipakai
dalam perusahaan itu, bila hasil atau bahan dasar atau bahan peinbantu itu, mengingat sifat
dan banyaknya, termasuk dalam kebutuhan hidup utama bagi si buruh dan keluarganya,
atau dipakai dalam perusahaan si buruh, sebagai bahan dasar , sebagai bahan pembantu,
alat-alat atau perkakas, dengan pengecualian minuman keras dan candu;
5. hak pakai untuk sebidang tanah atau padang rumput atau kandang untuk hewan, yang
ditentukan banyaknya serta jenisnya, kepunyaan buruh atau salah seorang anggota
keluarganya; hak pakai alat-alat kerja atau perkakas-perkakas serta perawatannya;
6. pekerjaan atau jasa tertentu yang dilakukan oleh majikan atau atas tanggungan majikan
untuk buruh itu;
7. hak pakai rumah atau sebagian rumah tertentu, perawatan kesehatan bagi buruh serta
keluarganya dengan cuma-cuma, pemakaian seorang pelayan atau lebih dengan cumacuma, pemakaian sebuah mobil atau kendaraan lain atau seekor kuda atau lebih dengan
cuma-cuma, atau tunjangan-tunjangan lain dalam pembiayaan rumah tangga semacam itu,
sekedar belum termasuk dalam nomomomor tersebut di atas;
8. gaji selama waktu cuti, setelah bekerja selama beberapa tahun tertentu, atau hak atas
pengangkutan dengan cuma-cuma ke tempat asal atau cuti pulang pergi. (KUHPerd. 1601r;
KUHD 429.)
Pasal 1601q.
Jika dalam perjanjian atau reglemen tidak ditetapkan jumlah upah oleh kedua belah pihak, maka
buruh berhak untuk memperoleh upah sebanyak upah yang biasa di tempat itu bagi pekerjaan
yang serupa dengan pekerjaannya.
Jikalau kebiasaan seperti ini tidak ada di tempat itu, maka upah itu harus ditentukan dengan
mengingat keadaan, menurut keadilan. (KUHD 402.)
Pasal 1601r.
Jika jumlah upah telah ditetapkan tetapi berlainan dari yang diperkenankan menurut pasal
1601p, maka upah itu harus dianggap telah ditetapkan dalam bentuk uang dengan jumlah lima
kali jumlah tersebut.
Seluruh upah yang ditetapkan berupa uang itu hendaklah sesuai dengan ketentuan-ketentuan di
atas tentang hal memperhitungkan uang upah itu, sehingga tidak boleh melebihi sepertiga kati
jumlah upah yang biasanya atau menurut kepatutan harus diberikan pada pekerjaan yang
semacam.
Setiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (KUHPerd. 1602i;
KUHD 429; AB 23.)
Pasal 1601s.
Tiap perjanjian antara majikan atau seorang pegawainya atau kuasanya dan seorang buruh yang
bekerja di bawah salah seorang dari mereka itu, yang mengikatkan diri buruh itu untuk

Page 267 of 336

menggunakan upah atau pendapatannya yang lain seluruhnya atau sebagian menurut Cara
tertentu atau untuk membeli barang-barang keperluannya di tempat tertentu atau dari orang
tertentu, tidak diperbolehkan dan adalah batal. (KUHPerd. 1601p dan t; AB. 23.)
Dari ketentuan-ketentuan tersebut, dikecualikan perjanjian yang mengikutsertakan si buruh
dalam suatu dana, asal dana tersebut memenum syarat-syarat yang ditetapkan dalam undangundang. (KUHPerd. 1602r; S. 1926-377.)
Pasal 1601t.
Jika buruh telah membuat suatu janji dalam suatu perjanjian dengan majikan, sedang perjanjian
itu menurut pasal di atas tidak diperbolehkan dan batal, maka perbuatan itu tidak mertimbulkan
suatu perikatan. Buruh itu berhak menuntut kembali dari majikan tersebut pembayaran yang
dipotong dari upahnya atau yang ia keluarkan sendiri dari sakunya sehubungan dengan
perjanjian tersebut, sedang uang yang telah ia terima dari majikan tidak wajib dikembalikan.
Meskipun demikian, dalam hal mengabulkan tuntutan si buruh, pengadilan berkuasa untuk
membatasi hukuman sampai pada suatu jumlah yang dianggapnya adil menurut keadaan, tetapi
paling sedikit sebesar kerugian yang diderita oleh buruh itu menurut taksiran pengadilan.
Jika buruh telah mengadakan suatu perjanjian dengan orang lain daripada majikan, sedang
perjanjian tersebut tidak diperbolehkan, maka buruh berhak meminta kembali dari majikan apa
yang telah dibayar atau yang masih terutang kepada orang lain itu. Ketentuan alinea kedua juga
berlaku dalam hal ini.
Tiap hak buruh untuk mengajukan tuntutan yang berdasarkan pasal ini, gugur setelah lewat
enam bulan. (KUHPerd. 1602j alinea 3, 1603t.)
Pasal 1601u.
Majikan hanya dapat mengenakan denda atas pelanggaran terhadap ketentuan dari perjanjian
tertulis atau reglemen, jika ketentuan itu ditunjuk secara tegas dan dendanya disebut pula dalam
perjanjian atau reglemen itu. (KUHPerd. 1601j.)
Perjanjian atau reglemen yang memperjanjikan denda harus menyebutkan dengan seksama
kegunaan denda itu. Uang denda, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, sekalikali tidak boleh digunakan untuk keuntungan pribadi majikan atau orang lain, yang dikuasakan
olehnya untuk mengenakan denda kepada buruhnya.
Tiap denda yang diperjanjikan dalam suatu reglemen atau dalam suatu perjanjian, harus
ditetapkan pada jumlah tertentu yang dinyatakan dalam mata uang untuk upah yang ditetapkan
itu. (KUHPerd. 1602h.)
Dalam satu minggu, kepada seorang buruh tidak boleh dikenakan denda-denda yang jumlahnya
melebihi upahnya dalam sehari. Tidak satu denda pun boleh dijatuhkan lebih dari jumlah ini.
(KUHPerd. 160le, 1601o.)
Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. Dengan perjanjian
tertulis atau dengan reglemen boleh diadakan penyimpangan dari ketentuan alinea kedua, ketiga
dan keempat, tetapi hanya mengenai buruh yang upahnya ditetapkan berupa uang yang
jumlahnya lebih dari delapan gulden sehari. Jika terjadi demikian, pengadilan senantiasa
berkuasa mengurangi jumlah denda yang telah ditetapkan, sekedar jumlah itu menurut
pendapatnya lebih dari sepantasnya. (AB. 23; KUHPerd. 1309.)

Page 268 of 336

Memperjanjikan hukuman, sebagaimana dimaksudkan dalam Bagian 10 dari Bab I dalam buku
ini, adalah termasuk menetapkan dan memperjanjikan denda menurut pengertian pasal ini.
(KUHPerd. 1306, 16OIx, 1602r; KUHD 410.)
Pasal 1601v.
Untuk satu perbuatan, majikan tidak boleh mengenakan denda sambil menuntut pula ganti rugi.
(KUHPerd. 1307.)
Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan ini adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1601w.
Jika salah satu pihak, dengan sengaja atau karena kesalahannya, berbuat bercentangan dengan
salah satu kewajibannya, dan kerugian yang diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilai dengan
uang, maka pengadilan akan menetapkan suatu jumlah uang menurut keadilan sebagai ganti
rugi - (KUHPerd. 1241.)
Pasal 16OIx.
Suatu perjanjian yang mengurangi hak buruh, bahwa setelah mengakhiri hubungan kerja, ia
tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, hanya sah jika dibuat dalam
suatu perjanjian tertulis atau suatu reglemen dengan buruh yang telah dewasa. (KUHPerd.
1601j.)
Baik atas tuntutan buruh, maupun atas permintaannya yang diajukan pada pembelaannya dalam
suatu perkara, pengadilan boleh membatalkan perjanjian seperti itu, seluruhnya atau sebagian,
dengan alasan bahwa dibandingkan dengan kepentingan majikan yang dilindungi itu, buruh
dirugikan secara tidak adil oleh perjanjian tersebut.
Dari suatu perjanjian termaksud dalam alinea pertama, majikan tidak dapat mengambil hakhakjika ia memutuskan hubungan kerja secara melanggar hukum atau jika buruh
memutuskannya karena desakan sesuatu yang ditimbulkan majikan itu secara sengaia atau
dengan kesalahannya. Juga tidak boleh majikan berbuat demikian, jika pengadilan, atas
permintaan atau tuntutan buruh, telah menyatakan bubamya perjanjian itu berdasarkan suatu
alasan mendesak, yang diberikan kepada buruh karena kesengajaan atau kesalahan majikan.
(KUHPerd. 1603e, 1603n dan 1603p.)
Jika buruh berjanji akan memberikan kepada majikan suatu ganti rugi bila ia melakukan
perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan suatu perjanjian sebagaimana dimaksudkan
pada alinea pertama, maka pengadilan senantiasa berwenang mengurangi jumlah ganti rugi yang
telah ditetapkan, sekedar jumlah itu menurut pendapatnya lebih dari yang sepantasnya.
(KUHPerd. 1309, 161 I u; KUHD 404.)

1601y. Dihapus dg. S. 1928-533jo. S. 1929-261.


Bagian 3.
Kewajiban-kewajiban Majikan.
Pasal 1602.
Majikan wajib membayar upah buruh pada waktu yang ditentukan. (KUHPerd. 160lo-r, 1603p
nomor 30; F. 232.)
Pasal 1602a.
Upah yang ditetapkan menurut jangka waktu, harus dibayar sejak saat buruh mulai bekerja
sampai saat Berakhirnya hubungan kerja. (KUHPerd. 1601o.)

Page 269 of 336

Pasal 1602b.
Tidak ada upah yang harus dibayar untuk waktu buruh tidak melakukan pekerjaan yang
diperjanjikan.
Pasal 1602c.
Akan tetapi buruh berhak untuk meminta dan menerima upah, yang ditetapkan menurut lamanya
buruh bekerja, untuk waktu yang tidak begitu lama, bila ia berhalangan melakukan pekerjaan
karena sakit atau mengalami kecelakaan, kecuali bila sakitnya atau kecelakaan itu disebabkan
oleh kesen.gajaan atau kebejatannya atau oleh cacat badan yang dengan sengaia diberi
keterangan palsu pada waktu membuat perjanjian kepada majikan. (KUHPerd. 1244 dst.)

(s.d.u. dg. S. 1939-256, 292.) Bila dalam hal demikian buruh berhak memperoleh suatu ganti
rugi berdasarkan suatu peraturan undang-undang tentang hal sakit atau kecelakaan, atau
menurut aturan pertanggungan, atau dari suatu dana yang telah djanjikan atau lahir dari
perjanjian kerja, maka jumlah uang upah itu haru s dikurangi dengan jumlah uang ganti rugi
termaksud. (KUHPerd. 1601s; S. 1939-255, 256 dan 693jo. Undang-undang Kecelakaan No.
3/1951 dan PP No. 3/1915.)
Buruh berhak menuntut jangka waktu pendek, yang ditetapkan menurut keadilan, bila ia, baik
karena memenuhi kewajiban yang diletakkan padanya oleh undang-undang atau pemerintah
tanpa penggantian berupa uang, dan tidak dapat dilakukan di luar waktu kerja, maupun karena
mengalami kejadian-kejadian luar biasa di luar kesalahannya, terhalang melakukan
pekerjaannya.(KUHPerd. 1602u.)
Dalam pengertian kejadian luar biasa, untuk pasal melahirkan anak; pula meninggalnya dan
penguburan salah seorang teman serumah atau salah seorang anggota keluarga dalam garis tak
terbatas dan dalam garis ke samping derajat kedua. Sedangkan dalam pengertian memenuhi
kewajiban yang diletakkan oleh undang-undang atau Pemerintah, termasuk hal melakukan hak
pilih. (KUHPerd. 290 dst.)
Jika upah berupa uang ditetapkan secara lain inenurut jangka waktu, maka ketentuan-ketentuan
pasal ini berlaku juga, dengan pengertian, bahwa sebagai upah harus diambil upah rata-rata
yang seharusnya dapat diperoleh buruh seandainya ia tidak berhalangan melakukan pekerjaan.
Tetapi upah itu harus dikurangi dengan jumlah biaya yang telah dapat dihemat selama buruh
tidak mengerjakan pekerjaan.
Dari ketentuan-ketentuan pasal ini, orang hanya boleh menyimpang dengan perjanjian tertulis
atau suatu peraturan. (KUHPerd. 1601i; KUHD 412, 416h.)
Pasal 1602d.
Juga buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang ditentukan menurut jangka waktu, jika ia
telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan, tetapi majikan tidak menggunakannya, baik
karena salahnya sendiri, maupun karena halangan yang kebetulan terjadi mengenai dirinya
pribadi.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, kelima, keenam dan ketujuh dalam pasal i6O2c, berlaku juga
dalam hal ini.

Pasal 1602e.

Page 270 of 336

Bila banyaknya uang untuk membayar semua atau sebagian upah itu tergantung pada suatu
pertelaan dari pembukuan majikan, maka buruh berhak meminta majikan memberitahukan suratsurat bukti, yang dianggap perlu untuk mengetahui jumlah upah buruhnya.
Dalam surat perjanjian atau dalam reglemen boleh ditetapkan, bahwa pemberitahuan tentang
surat-surat bukti yang seharusnya dibejikan kepada tiap buruh, akan diberikan kepada sejumlah
tertentu buruh yang bekerja pada majikan itu atau kepada seorang atau beberapa ahli
pembukuan, yang ditunjuk oleh para buruh secara tertulis.
Pemberitahuan surat surat bukti oleh atau atas kuasa majikan, jika dikehendaki, dapat dilakukan
dengan meletakkan kewajiban yang dinyatakan secara tegas, Bahwa buruh atau orang yang
menurut alinea yang lalu mewakilinya, harus merahasiakaniiya; orang tersebut belakangan ini
tidak dapat diwajibkan merahasiakannya terhadap buruh.
Kewajiban merahasiakan dihapuskan sekedar perlu, jika hal itu dibantah di muka pengadilan.

(s.d.t. dg. S. 1931-367jo. 368.) Sekedar pertelaan termaksud dalam alinea pertama di atas

adalah mengenai keuntungan yang diperoleh perusahaan atau sebagian perusahaan majikan itu,
maka dengan surat perjanjian atau dengan reglemen, begitu pula dengan cars lain daripada spa
yang disebut dalam alinea kedua, dapat diadakan penyimpangan dari ketentuan-ketentuan dalam
alinea pertama, tetapi dengan pengertian bahwa dengan memperhatikan ketentuan alinea kedua,
senantiasa harus diberikan kepada buruh suatu surat pemberitahuan terang dan jelas yang
menggambarkan pertelaan termasuk pada alinea pertama.

(s.d. t. dg. S. 1931-368.) Tanpa mengurangi berlakunya alinea keempat, pemberitahuan tentang
pertelaan dalam alinea yang lalu, bila dikehendaki, harus dilakukan dengan mewajibkan si buruh
merahasiakannya, sebagaimana telah disebut dalam alinea ketiga. (KUHPerd. 1601j, 1602n;
KUHP 323.)
Pasal 1602f.
Untuk pembayaran upah yang menjadi hak buruh, kuasa termaksud dalam alinea pertama pasal
1385, haruslah suatu kuasa tertulis.
Jika dalam kuasa tertulis termaksud pada pasal 1601g dimuat syarat, bahwa upah yang
ditetapkan berupa uang seluruhnya atau sebagian, tidak akan dibayar kepada buruh di bawah
umur, tetapi harus dibayar kepada wakilnya yang sah, maka orang ini, dalam hal pembayaran
upah atau bagian yang harus dibayar kepadanya, dianggap sebagai buruh.Pun jika tidak dimuat
syarat seperti itu dalam surat kuasa dan bahkan dalam hal adanya kuasa lisan, upah yang
ditetapkan berupa uang, yang harus dibayar kepada buruh yang belum dewasa, harus dibayar
kepada wakilnya yang sah bila wakil ini mengajukan surat perlawanan atas pembayaran yang
dilakukan kepada si buruh di bawah umur.
Dalam hal-hal lain dari yang dimaksudkan pada alinea kedua dan alinea ketiga pasal ini, majikan
yang membayar kepada buruh di bawah umur dianggap telah melunasinya dengan sah.

(s,d.u. S. 1938-622.) Pembayaran kepada pihak ketiga, yang berlawanan dengan ketentuanketentuan pasal ini atau pasal berikut, adalah batal.

Pasal 1602g.
Penyitaan upah yang menjadi hak buruh dari majikan, hanya boleh dilakukan atas jumlah yang
tidak lebih dari seperlima dari upah yang ditetapkan berupa uang, bila upah berupa uang itu
sehari delapan gulden atau kurang. Jika upah berupa uang itu lebih dari delapan gulden sehari,
maka juga penyitaan hanya sah atas jumlah yang tidak melebihi seperlima bagian, sedang
beberapa penyitaan tidak dibatasi. tidak ada pembatasan, jika penyitaan itu dijalankan untuk

Page 271 of 336

pembayaran nafkah, yang menurut undang-undang menjadi hak orang yang melakukan
penyitaan. (KUHPerd. 1601o; Rv. 461 dst., 749 dst.)
Penyerahan, penggadaian atau perbuatan lain, dengan mana si buruh memberikan suatu hak
atas upahnya kepada pihak ketiga, hanya berlaku sepanjang penyitaan atas upahnya
diperkenankan. (KUHPerd. 613, 1153.)
Kuasa untuk menagih upah, dalam bentuk dan dengan nama apa pun, yang oleh buruh telah
diberikan, senantiasa bisa ditarik kembali. (KUHPerd. 1792 dst.,1814.)
Tiap perjanjian yang berlawanan dengan ketentuan pasal ini adalah batal. (AB.23; KUHD 433,
466; F. 2o-20.)
Pasal 1602h.
Pembayaran upah yang ditetapkan berupa uang, harus dilakukan dengan uang yang berlaku di
Indonesia, dengan pengertian, bahwa upah yang ditetapkan berupa uang asing harus dihitung
menurut kurs pada hari dan tempat pembayaran terjadi, atau kalau di tempat itu tidak ada kurs,
menurut kurs di kota dagang terdekat yang ada kurs. (KUHD 433, 445; LN. 1953-40 pasal 8.)
Akan tetapi untuk daerah atau bagian daerah tertentu, dengan undang-undang dapat diadakan
penyimpangan dari ketentuan alinea pertama itu. (LN. 1952-72jo. LN. 1955-3.)
Pasal 1602i.
Pembayaran upah yang ditetapkan dalam bentuk lain dari uang, dilakukan menurut apa yang
dijanjikan pada perjanjian atau reglemen, atau dalam hal termaksud pada pasal 1601r, menurut
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di situ.
Pasal 1602J.
Pembayaran upah yang dilakukan secara lain daripada yang ditentukan dalam kedua pasal di
atas adalah batal. Buruh tetap berhak menuntut upah yang belum dibayar dari majikan, tanpa
wajib mengembalikan spa yang sudah diterimanya dari pembayaran yang batal itu.
Walaupun demikian, pengadilan, dalam mengabulkan tuntutan buruh, berwenang untuk
membatasi hukuman sampai pada suatu jumlah uang yang menurut perhitungannya seimbang
dengan kerugian yang diderita buruh.
Tiap hak buruh untuk menuntut sesuatu berdasarkan pasal irii, gugur dengan lewatnya waktu
enam bulan. (KUHPerd. 1601t alinea keempat, 1603t.)
Pasal 1602k.
Jika tempat pembayaran upah tidak ditentukan dalam surat perjanjian atau reglemen atau oleh
kebiasaan, maka pembayaran itu harus dilakukan di tempat pilihan majikan saja, yaitu di tempat
kerja biasa, atau di kantor majikan kalau kantor itu terletak di tempat tinggal kebanyakan buruh,
atau di rumah buruh. (KUHPerd. 1393.)
Pasal 1602l.
Pembayaran upah yang ditetapkan dengan uang menurut lamanya ketja, harus dilakukan sebagai
berikut: (KUHPerd. 1602o; KUHD 452d.)
jika ditetapkan untuk tiap minggu atau waktu yang lebih pendek dari seminggu, dibayar setiap
kali lewat seminggu;
jika ditetapkan untuk waktu lebih dari seminggu tetapi kurang dari sebulan, dibayar setiap kali
lewat waktu itu;
jika ditetapkan untuk tiap bulan, dibayar setiap kali lewat sebulan;

Page 272 of 336

jika ditetapkan untuk waktu yang lebih lama dari satu bulan, dibayar tiaptiap kali lewat satu
triwulan.
Dari aturan ini hanya boleh diadakan penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau reglemen,
bahwa pembayaran upah untuk waktu yang kurang dari setengah bulan, dilakukan tiap-tiap
setengah bulan, dan pembayaran upah bulanan dilakukan tiap-tiap triwulan sekati.
Pembayaran upah bagi buruh yang tinggal serumah dengan majikan, dilakukan dengan
menyimpang dari ketentuan di atas ini, yaitu tiap-tiap kali lewat waktu yang ditetapkan menurut
kebiasaan setempat, kecuali kalau dalam surat perjanjian atau reglemen telah dijanjikan, bahwa
pembayaran itu akan dilakukan menurut ketentuan-ketentuan dalam alinea pertama. (KUHPerd.
1601j; AB. 15.) Tenggang waktu pembayaran yang ditetapkan pada atau berdasarkan pasal ini,
senantiasa boleh diperpendek oleh kedua belah pihak dengan kata sepakat.
Pasal 1602m.
Pembayaran upah yang berupa uang, tetapi tidak menurut jangka waktu, harus dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan pasal yang lalu, dengan pengertian bahwa jipah ini
dianggap telah ditetapkan menurut waktu yang lazim dipakai dalam menentukan upah untuk
pekerjaan, yang menurut sifat, tempat dan waktu paling mirip dengan pekerjaan yang upahnya
akan dibayar itu. (KUHPerd. 1601q; KUHD 452d.)
Pasal 1602n.
Jika upah berupa uang terdiri atas suatu jumlah, yang untuk penetapannya diperlukan surat
keterangan yang terdapat dalam pembukuan majikan, maka pembayaran harus dilakukan tiap
kali jumlah itu dapat ditetapkan, dengan pengertian bahwa pembayaran harus dilakukan paling
sedikit sekali setahun.
Jika keterangan termaksud pada alinea pertama mengenai keuntungan yang diperoleh daiam
perusahaan majikan atau dalam sebagian dari perusahaan itu, sedangkan menurut sifat
perusahaan atau kebiasaan keuntungan tersebut baru ditetapkan setelah lewatnya waktu lebih
dari satu tahun, maka dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen dapat dijanjikan bahwa
pembayaran akan dilakukan tiap kali setelah diadakan penctapan itu. (KUHPerd. 16OIj dan
1602e.)
Pasal 1602o.
jika upah berupa uang sebagian ditetapkan menurut lamanya waktu, sedangkan sebagian lagi
ditetapkan secara lain, atau jika upah ditetapkan sebagian demi sebagian menurut lama waktu
yang berbeda-beda, maka untuk masing-masing bagian itu berlaku ketentuan-ketentuan pada
pasal 16021 sampai dengan 1602n.
Pasal 1602p.
Pada tiap pembayaran, seluruh jumlah upah yang terutang harus dilunasi.
Mengenai upah yang ditetapkan berupa uang, tetapi tergantung pada hasil pekerjaan yang
dilakukan, dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen dapat diperjanjikan, bahwa tiap kali,
tanpa mengurangi perhitungan yang tetap, pada hari pembayaran pertama akan dibayar suatu
bagian tertentu dari upahnya, yang berjumlah paling sedikit tiga perempat dari upah yang
biasanya dibayar untuk pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan waktu paling mirip dengan
pekerjaan yang bersangkutan. (KUHPerd. 1390; KUHD 444.)
Pasal 1602q.
Jika upah yang ditetapkan berupa uang atau sebagian yang tersisa setelah upah itu dipotong
dengan jumlah yang tidak perlu dibayar oleh majikan dan jumlah yang dituntut oleh pihak-pihak

Page 273 of 336

ketiga menurut ketentuan bab ini, tidak dibayar paling lambat pada hari kerja ketiga setelah hari
pembayaran menurut pasal-pasal 16021, 1602m dan 1602o, maka buruh, bila pembayaran tidak
dilakukan karena kesalahan majikan, berhak atas tambahan upah untuk hari kerja keempat
sampai hari kedelapan sebanyak lima persen sehari dan untuk hari-hari seterusnya satu persen
sehari, dengan pengertian, bahwa tambahan karena kelambatan itu tidak boleh melebihi separuh
dari jumlah yang harus dibayarkan. Dalam pada itu, pengadilan berwenang membatasi tambahan
upah itu sampai suatu jumlah yang dianggap adil, mengingat keadaan-keadaan. (KUHD 430,
452c.)
Suatu janji yang menyimpang dari ketentuan pasal ini, hanya sah terhadap buruh-buruh yang
upahnya berjumlah lebih dari delapan gulden sehaii. (KUHPerd. 1250; AB. 23.)
Pasal 1602r.
Kecuali pada waktu Berakhirnya hubungan kerja, terhadap tuntutan pembayaran upah, hanya
boleh diadakan perjumpaan utang dengan utang buruh berikut: (KUHPerd. 1425 dst., 1968 dst.)
1. ganti rugi yang belum ia bayar kepada majikan; (KUHPerd. 16OIx.)
2. denda-denda yang belum ia bayar kepada majikan menurut pasal 1601u, asal majikan ini
memberikan sepucuk surat bukti, yang menerangkan jumlah tiap denda serta waktu dan
alasan denda itu dikenakan, dengan menyebutkan ketentuan reglemen atau surat perjanjian
yang telah dilanggar;
3. iuran untuk suatu dana yang menurut alinea kedua pasal 1601s telah dibayarkan oleh
majikan untuk kepentingan buruh;
4. harga sewa rumah, ruangan, sebidang tanah, atau alat atau perkakas yang, dipakai buruh
dalam perusahaannya sendiri, yang dengan suatu surat perjanjian telah disewakan oleh
majikan kepada buruh; (KUHPerd. 1560-21, 1601-50.)
5. harga pembelian barang-barang keperluan rumah tangga biasa dan sehari-hari di luar
minuman keras dan candu, serta bahan-bahan pokok dan bahan-bahan pembantu yang
dipakai buruh dalam perusahaannya sendiri: semuanya elah diserahkan majikan kepada
buruh, asal penyerahan itu dapat dibuktikan dengan surat keterangan dari buruh, yang
menyebutkan alasan dan jumlah utang, dan majikan tidak meminta harga untuk barangbarang itu lebih dari harga pembelian, sedang harga ini tidak melebihi harga barang-barang
keperluan rumah tangga, bahan-bahan pokok dan bahan-bahan pembantu tersebut di lain
tempat; (KUHPerd. 1601p-40.)
6. persekot-persekot atas upah, yang diberikan oleh majikan berupa uang kepada buruh, asal
hal irti temyata dari suatu keterangan seperti yang disebutkan pada nomor 50 di atas;
7. kelebihan upah yang telah dibayar; (KUHPerd. 1359.)
8. biaya perawatan dan pengobatan yang menurut pasal 1601x menjadi tanggungan buruh.
Mengenai utang-utang yang sedianya dapat ditagih oleh majikan berdasarkan ketentuan nomor
2, 3 dan 5, pada tiap pembayaran upah ia tidak boleh memperhitungkan lebih dari seperlima dari
upah berupa uang, yang sedianya harus dibayar; mengenai utang-utang yang seluruhnya dapat
ditagih berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal ini, majikan tidak boleh memperjumpakan lebih
daii dua perlima jumlah upah tersebut.
Tiap perjanjian yang memberikan suatu wewenang yang lebih luas kepada majikan untuk
memperiumpakan utang, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1602s.
Bila upah buruh, seluruhnya atau sebagian, ditetapkan berupa pemondokan, pangan atau
keperluan hidup lain, maka majikan wajib memenuhinya menurut kebiasaan setempat, asal
sesuai dengan syarat-syarat kesehatan dan kesusilaan.

Page 274 of 336

Tiap perjanjian yang dapat menghapus atau membatasi kewajiban majikan ini, adalah batal. (AB.
15, 23; KUHPerd. 1601p-20 dan 30, 1603p-40.)
Pasal 1602t.
Majikan yang untuk sementara waktu berhalangan memenuhi upah berupa pemondokan, pangan
dan keperluan hidup lain, sedangkan halangan ini tidak disebabkan oleh perbuatan buruh sendiri,
wajib memberikan suatu ganti rugi, yang jumlahnya ditetapkan dengan persetujuan, atau jika
tidak ada suatu perjanjian, menurut kebiasaan setempat. (KUHPerd. 1239; AB. 15.)
Pasal 1602v.
Majikan wajib memberi kesempatan kepada buruh-buruh yang tinggal padanya, tanpa memotong
upahnya, untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, begitu pula untuk menikmati istirahat dari
pekerjaannya, dengan cara yang ditetapkan dalam perjanjian, atau jika perjanjian tidak ada,
menurut kebiasaan setempat. (KUHPerd. 1602c; AB. 15.)
Pasal 1602v.

(s.d.u. dg. S. 1936-481 jo. S. 1938-137.) Majikan wajib mengatur pekerjaan sedemikian rupa,

sehingga buruh tidak bekerja pada hari Minggu dan pada hari-hari yang menurut kebiasaan
setempat, sekedar mengenai pekerjaan yang diperjanjikan, disamakan dengan hari Minggu.
(KUHD 441.)
Catatan :
Untuk selanjutnya lihat LN. 1954-37 pada Hukum Perburuhan.
Pasal 1602w.
Majikan wajib mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, alat-alat dan perkakas yang dipakai
buruh untuk melakukan pekerjaan, dan pula wajib mengenal cara melakukan pekerjaan,
mengadakan aturan-aturan serta memberi petunjuk-petunjuk sedemikian rupa, sehingga buruh
terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan dan harta bendanya, sebagaimana
dapat dituntut mengingat sifat pekerjaan.
Jika kewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi, maka majikan wajib mengganti kerugian yang
karenanya menimpa buruh dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali bila ia dapat membuktikan,
bahwa tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban itu, disebabkan oleh keadaan memaksa, atau
bahwa kerugian tersebut sebagian besar disebabkan oleh kesalahan buruh sendiri. (KUHPerd.
1245 dst.)
Jika kewajiban-kewajiban itu tidak dipenuhi oleh majikan, dan karenanya buruh mendapat luka
dalam melakukan pekerjaannya sehingga meninggal dunia, maka majikan wajib memberi ganti
rugi kepada suami atau istri si buruh, anak-anaknya atau orang tuanya yang biasanya
memperoleh nafkahnya dari pekerjaan buruh itu, kecuali jika majikan itu dapat membuktikan,
bahwa tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban itu disebabkan oleh keadaan memaksa, atau
bahwa meninggalnya buruh itu sebagian besar disebabkan oleh kesalahan dari buruh itu sendiri.
(KUHPerd. 1245, 1370; Undang-undang Kecelakaan Tahun 1947, LN. 1951-3.)
Tiap perjanjian yang dapat menghapuskan atau membatasi kewajiban-kewajiban majikan ini,
adalah batal. (AB. 23.)
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan yang menetapkan, bahwa kewajiban
mengganti kerugian termaksud pada alinea kedua dan ketiga, dapat dilimpahkan oleh majikan
kepada orang-orang lain.
Pasal 1602x.

Page 275 of 336

Jika seorang buruh yang tinggal padanya sakit atau mendapat kecelakaan semasa
berlangsungnya hubungan kerja, tetapi paling lama dalam waktu enam minggu, maka si majikan
wajib mengurus perawatan dan pengobatan si buruh sepantasnya, bila hal ini belum diberikan
berdasarkan peraturan lain. ia berhak menuntut kembali biaya untuk itu dari si buruh, tetapi
biaya selama empat minggu pertama, hanya dapat dituntut kembali bila sakit atau kecelakaan itu
disebabkan oleh perbuatan sengaja atau perbuatan cabul buruh atau sebagai akibat dari suatu
cacat badannya yang pada waktu membuat perjanjian dengan sengaja telah diberi keterangan
palsu oleh si buruh.
Tiap perjanjian yang mungkin akan mengakibatkan kewajiban-kewajiban majikan itu dikecualikan
atau dibatasi, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1602r-80, 1602s, 1603c; KUHD 412, 416h.)
Pasal 1602y.
Pada umumnya seorang majikan wajib untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
dalam keadaan yang sama wajib dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik.
(KUHPerd. 1339, 1603d.)
Pasal 1602z.
Majikan, pada waktu Berakhirnya hubungan kerja, atas permintaan buruh wajib memberikan
kepadanya sepucuk surat keterangan yang dibubuhi tanggal dan tanda tangan olehnya.
Surat keterangan itu harus memuat suatu keterangan sesungguhnya tentang sifat pekerjaan
yang telah dilakukan dan lamanya hubungan kerja, dan atas permintaan khusus dari buruh yang
bersangkutan, harus memuat pula keterangan tentang cara buruh menunaikan kewajibankewajibannya dan alasan-alasan hubungan kerja itu berakhir. Jika majikan memutuskan
hubungan kerja tanpa memajukan suatu alasan, maka ia hanya wajib menyebutkan hal itu, tanpa
wajib menyebutkan alasan-alasannya. Jika buruh memutuskan hubungan kerja secara
bertentangan dengan hukum, majikan berhak menyebutkan hal itu dalam surat keterangan.
Majikan yang menolak memberikan surat keterangan yang diminta, atau sengaja menuliskan
keterangan yang tidak benar, atau memberikan suatu tanda pada surat keterangan yang
dimaksud untuk memberikan suatu keterangan tentang buruh yang tidak termuat dalam katakata surat keterangan itu, atau memberikan kepada pihak ketiga keterangan-keterangan yang
bertentangan dengan surat keterangan, bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi, baik
terhadap buruh maupun terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 1239.)
Tiap perjanjian yang dapat menghapuskan atau membatasi kewajiban-kewajiban majikan ini,
adalah batal. (AB. 23.)
Bagian 4.
Kewajiban Buruh.
Pasal 1603.
Buruh wajib melakukan pekerjaan yang diperjanjikan menurut kemampuannya dengan sebaikbaiknya. Jika sifat dan luasnya pekerjaan yang harus ditakukannya tidak dirumuskan dalam
perjanjian atau reglemen, maka hal itu ditentukan oleh kebiasaan. (KUHPerd. 1339; AB. 15.)
Pasal 1603a.
Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan izin majikan ia dapat menyuruh
orang lain menggantikannya. (KUHPerd. 1383; F. 36-2.)
Pasal 1603b.

Page 276 of 336

Buruh wajib menaati aturan-aturan pelaksanaan pekerjaan dan aturan-aturan yang dimaksudkan
untuk perbaikan tata tertib perusahaan majikan, yang diberikan oleh atau atas nama majikan
dalam batas-batas aturan perundang-undangan, perjanjian atau reglemen, atau jika ini tidak ada,
dalam batas-batas kebiasaan. (KUHPerd. 1339, 16OIj dst.; AB. 15.)
Pasal 1603C.
Buruh yang tinggal menumpang di rumah majikan wajib berkelakuan menurut tata tertib rumah
tangga majikan. (KUHPerd. 1602s, 1602x.)
Pasal 1603d.
Pada umumnya buruh wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam
keadaan yang sama seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang buruh yang baik.
(KUHPerd. 1339, 1602y.)
Bagian 5.
Berbagai Cara Berakhirnya Hubungan Kerja yang Terjadi
Karena Perjanjian Kerja.
Catatan :
Dengan UU No. 12/1964 tentang pemutusan hubungan kerja di per usahaan swasta
dicabut Regeling ontsiagrecht voor bepaalde niet Europese Arbeiders (S. 1941-396)
dan peraturan-peraturan lain mengenai pemutusan hubungan kerja seperti tersebut
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601 s.d. 1603 lama dan pasal
1601 s.d. 1603 yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan tersebut dalam
undang-undang ini.
Pasal 1603e.
Hubungan kerja berakhir demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian
atau dalam peraturan undang-undang atau, jika semuanya itu tidak ada, menurut kebiasaan.
Pemberitahuan tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal ini hanya diperlukan :
1o. jika hal itu dijanjikan dalam surat perjanjian atau dalam reglemen;
2 o. jika menurut peraturan undang-undang atau menurut kebiasaan, juga dalam hal lamanya
hubungan kerja ditetapkan sebelumnya, diharuskan adanya dalam hal yang pemberitahuan
tentang pemutusan itu, dan kedua belah pihak, diperbolehkan, tidak mengadakan
penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen. (AB. 15; KUHPerd. 1339,
160lj dst., 1603q, 1603u; KUHD 433, 448 dst.) 1603f. (s. d. u. dg. S. 1939-546.) Jika
hubungan kerja, setelah waktunya habis sebagaimana diuraikan pada alinea pertama pasal
1603e diteruskan oleh kedua belah pihak tanpa bantahan, maka hubungan kerja itu
dianggap diadakan lagi untuk waktu yang sama, tetapi paling lama untuk satu tahun, dan
dengan syaratsyarat yang sama. Dalam hal hubungan kerja yang diperpanang itu akan
berlangsung untuk waktu kurang dari enam bukan, maka hubungan kerja tersebut dianggap
diadakan untuk waktu tidak tentu, hanya dengan syarat-syarat yang sama.
Ketentuan di atas berlaku pula, jika dalam hal-hal tersebut pada alinea kedua pasal 1603e,
pemberitahuan pemutusan hubungan kerja tidak dilakukan pada waktu yang tepat. Dalam surat
perjanjian atau dalam reglemen, akibat-akibat dari pemberitahuan pemutusan hubungan kerja
yang tidak dilakukan tepat pada waktunya dapat diatur dengan cara lain, asal hubungan kerja
diperpanjang untuk waktu sedikit-dikitnya enam bulan. (KUHPerd. 732, 1573, 1587, 1598,
1603q.)
Pasal 1603g.

Page 277 of 336

Jika lamanya hubungan kerja tidak ditentukan, baik dalam perjanjian atau reglemen, maupun
dalam peraturan undang-undang atau menurut kebiasa an, maka hubungan kerja itu dipandang
diadakan untuk waktu tidak tentu. (AB. 15; KUHPerd. 1339.)
Jika hubungan kerja diadakan untuk waktu yang tidak tentu atau sampai dinyatakan putus, tiap
pihak berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan hubungan kerja, asal
diindahkan ketentuan kedua pasal berikut.
Pasal 1603h.

(s. d. u. dg. S. 1939-546.) Pemberitahuan pemutusan hubungan kerja hanya boleh dilakukan

merdelang hari Berakhirnya suatu bulan takwim.

Tiap perjanjian yang memungkinkan pemberitahuan pemutusan hubungan kerja itu diadakan
menjelang hari lain dari hari terakhir suatu bulan takwim, adalah batal. (KUHPerd. 1339; KUHD
433, 450; F. 39.)
Pasal 1603i.

(s.d.u. dg. S, 1939-546.) Kecuali dalam hal termaksud pada kedua alinea berikut pasal ini, dalam

memutuskan bubungan kerja harus diindahkan suatu tenggang waktu selama satu bulan.

Dalam suatu perjanjian atau dalam reglemen dapat ditetapkan, bahwa tenggang waktu
termaksud pada alinea yang lalu, bagi buruh dapat diperpanjang untuk waktu paling lama satu
bulan jika hubungan kerja pada waktu pemberitahuan pemutusan hubungan kerja itu telah
berlangsung sedikit-dikitnya dua tahun terus-menerus.
Tenggang waktu termaksud pada alinea pertama, bagi mailkan diperpanjang berturut-turut
dengan satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, jika pada waktu pemberitahuan pemutusan itu
hubungan kerja telah berlangsung sedikit-dikitnya satu tahun tetapi kurang dari dua tahun,
sedikit-dikitnya dua tahun tetapi kurang dari tiga tahun, atau sedikit-dikitnya tiga tahun terusmenerus.
Tiap perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan pasal ini, adalah batal. (KUHPerd. 1601i
dst., 1603i bis, 1603i ter; KUHD 433, 450; F. 39.)
Pasal 1603i bis
(s.d.t. dg. S. 1939-546.) Suatu perjanjian kerja baru yang diadakan seorang buruh dalam waktu

empat minggu setelah berakhirnya hubungan kerja sebelumnya, tidak perduli apakah hubungan
kerja yang lalu itu diadakan untuk waktu tertentu atau waktu tidak tentu, dengan majikan yang
sama dan untuk waktu tertentu yang kurang dari enam bulan, dipandang diadakan untuk waktu
tidak tentu. (KUHPerd. 1916, 1921.).
Pasal 1603i ter
(s.d.t. dg. S. 1939-546.) Hubungan kerja dengan majikan yang sama, yang terputus dalam waktu

kurang dari empat minggu, atau yang segera bersambung dengan cara termaksud pada pasal
1603f, sepanjang mengenai tenggang waktu pemyataan pemutusan termaksud pada pasal 1603i,
dipandang sebagai hubungan kerja yang terus-menerus. (KUHPerd. 1916, 1921.)
Pasal 1603j.
Hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya buruh. (KUHPerd. 1575, 1603k, 1612.)

Pasal 1603k.
Hubungan kerja berakhir dengan meninggalnya majikan, kecuali jika dari perjanjian dapat
disimpulkan sebaliknya. Akan tetapi, baik ahli waris majikan, maupun buruh, berwenang

Page 278 of 336

memutuskan hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tertentu, dengan memberitahukan
pemutusan sesuai dengan ketentuan pasal 1603h dan 1603i, seolah-olah hubungan kerja
tersebut diadakan untuk waktu tidak tentu. (KUHPerd. 1575, 1603j; KUHD 433, 450; F. 39.)
Pasal 16031.
Jika diperjanjikan suatu masa percobaan, maka selama waktu itu tiap pihak berwenang
memutuskan hubungan kerja dengan pemyataan pemutusan.
Tiap perjanjian yang menetapkan masa percobaan yang tidak sama lamanya bagi kedua belah
pihak atau lebih lama dari tiga bulan, dan juga tiap janji yang mengadakan suatu masa
percobaan baru bagi pihak-pihak yang sama, adalah batal. (KUHPerd. 1499.)
Pasal 1603m.
Jika wali dari anak yang masih di bawah umur berpendapat, bahwa perjanjian kerja yang
diadakan oleh anak yang masih di bawah umur itu akan atau telah mempunyai akibat yang
merugikan baginya, atau bahwa syarat-syarat yang tercantum dalam pasal 160lg tidak terpenuhi,
maka ia boleh mengajukan surat permohonan kepada pengadilan di tempat kediaman
sebenarnya anak yang masih di bawah umur itu, agar perjanjian itu dinyatakan putus.
Pengadilan tidak boleh meluluskan permohonan itu sebelum mendengar atau memanggil dengan
sah anak yang masih di bawah umur itu, si majikan, dan juga balai harta peninggalan dalam hal
anak yang masih di bawah umur itu berada di bawah perwalian dan balai harta peninggalan itu
ditugaskan sebagai waii pengawas.
Jika pengadilan meluluskan permohonan, ia harus menetapkan saat hubungan kerja itu akan
berakhir.
Tidak ada jalan untuk melawan penetapan tersebut tanpa mengurangi wewenang jaksa agung
pada Mahkamah Agung, untuk mengajukan pemrntaan kasasi terhadap penetapan tersebut demi
kepentingan undang-undang. (KUHPerd. 366, 1603v, RO. 170.)
Pasal 1603n.
Masing-masing pihak dapat memutuskan hubungan kerja tanpa pemberitahuan pemutusan
hubungan kerja atau tanpa mengindahkan aturan-aturan yang berlaku bagi pemberitahuan
pemutusan hubungan kerja; tetapi pihak yang berbuat demikian tanpa persetujuan pihak lain,
bertindak secara bertentangan dengan hukum, kecuali bila ia sekaligus membayar ganti rugi
kepada pihak lain atas dasar ketentuan pasal 1603q, atau ia memutuskan hubungan kerja secara
demikian dengan alasan mendesak yang seketika itu diberitahukan kepada pihak lain. (KUHPerd.
1603w; KUHD. 433, 451.)
Pasal 1603o.
Bagi majikan, yang dipandang sebagai alasan-alasan mendesak dalam arti pasal yang lalu adalah
perbuatan-perbuatan, sifat-sifat atau sikap buruh yang sedemikian rupa, sehingga
mengakibatkan, bahwa tidak pantas lah si majikan diharapkan untuk meneruskan hubungan
kerja. (KUHPerd. 1339. 1602y, 1603d, 1603 dst.)
Alasan-alasan mendesak dapat dianggap ada, antara lain :
1o. jika buruh, waktu mengadakan perjanjian, mengelabui majikan dengan memperlihatkan
surat-surat yang palsu atau dipalsukan, atau sengaja memberikan penjelasan-penjelasan
palsu kepada majikan mengenai cara Berakhirnya hubungan kerja yang lama;
2 o. jika ia temyata tidak mempunyai kemampuan atau kesanggupan sedikit pun untuk
pekerjaan yang telah dijanjikannya;
3 o. jika ia, meskipun telah diperingatkan, masih mengikuti kesukaannya minum sampai mabuk,
mengisap madat di luar atau suka melakukan perbuatan buruk lain;

Page 279 of 336

4o. jika ia melakukan pencurian, penggelapan, penipuan atau kejahatan lainnya yang
mengakibatkan ia tidak patut lagi mendapat kepercayaan dari majikan; (KUHP 362, 372,
378.)
5o. jika ia menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan
majikan, anggota keluarga atau anggota rumah tangga majikan, atau teman sekerjanya;
(KUHPerd. 1365 dst.)
6 o. jika ia membujuk atau mencoba membujuk majikan, anggota keluarga atau anggota rumah
tangga majikan, atau teman sekerjanya, untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan;
7o. jika ia dengan sengaja atau, meskipun telah diperingatkan, dengan sembrono merusak milik
majikan atau menimbulkan bahaya yang sungguh-sungguh mengancam milik majikan itu;
8 o. jika ia dengan sengaia atau, meskipun telah diperingatkan, dengan sembrono menempatkan
dirinya sendiri atau orang lain dalam keadaan terancam bahaya besar;
9 o. jika mengumumkan seluk-beluk rumah tangga atau perusahaan majikan, yang seharusnya
ia rahasiakan;
10 o. jika ia bersikeras menolak memenuhi perintah-perintah wajar yang diberikan oleh atau atas
nama majikan;
11o jika la. dengan cara lain terlalu melalaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya
oleh perjanjian;
12o. Jika ia, karena sengaja atau sembrono, menjadi tidak mampu melakukan pekerjaan yang
dijanjikan. (KUHD 411, 418.)
Janji-janji yang menyerahkan keputusan ke tangan majikan mengenai adanya memaksa dalam
arti pasal 1603n, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1603p.
Bagi buruh, yang dipandang sebagai alasan-alasan mendesak dalam arti pasal 1603n adalah
keadaan yang sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan bahwa tidak pantaslah si buruh
diharapkan untuk meneruskan hubungan kerja (KUHPerd. 1339, 1602y, 1603d dan v.)
Alasan-alasan mendesak dapat dianggap ada, antara lain :
10,. jika majikan menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang
membahayakan buruh, anggota keluarga atau anggota rumah tangga buruh, atau
membiarkan perbuatan semacam itu dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh lain
bawahannya; (KUHPerd. 1365 dst.; KUHP 310, 336, 351 .)
20. jika ia membujuk atau mencoba membuiuk buruh, anggota keluarga atau anggota rumah
tangga buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau
kesusilaan atau membiarkan pembujukan atau percobaan pembujukan semacam itu
dilakukan oleh anggota rumah tangga atau buruh lain bawahannya; (KUHP 293 dst.)
30. jika ia tidak membayar upah pada waktunya; (KUHPerd. 1602.)
40. jika, dalam hal makan dan pemondokan dijanjikan, ia tidak memenuhinya layak; (KUHPerd.
1602t.)
50. jika ia tidak memberikan cukup pekerjaan kepada buruh yang upahnya ditetapkan
berdasarkan hasil pekerjan yang dilakukan; (KUHPerd. 1602P.)
60. jika ia tidak memberikan atau tidak cukup memberikan bantuan, yang dijanjikan kepada
buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan,;
70. jika ia dengan jalan lain terlalu melalaikan kewajiban-kewajiban yang di. bebankan
kepadanya oleh perjanjian;
80. jika ia, dalam hal yang tidak diwajibkan oleh sifat hubungan kerja, menyuruh buruh,
meskipun si buruh menolak, untuk melakukan pekerjaan di perusahaan seorang majikan
lain;
90. jika berlangsungiya hubungan kerja dapat mertimbulkan bahaya besar yang mengancam
jiwa, kesehatan, kesusilaan atau nama baik si buruh, yang tidak terlihat pada waktu
pembuatan perjanjian;

Page 280 of 336

100. jika buruh, karena sakit atau karena alasan-alasan lain di luar salahnya, menjadi tidak
mampu melakukan pekerjaan yang dijanjikan. (S. 1939-545; KUHD 412, 419.)
Perjanjian yang menyerahkan keputusan ke tangan buruh mengenai adanya alasan mendesak
dalam arti pasal 1603n, adalah batal. (AB. 23.)
Pasal 1603q

(s.d. u. dg. S. 1931-367,368; S. 1939-546.) Ganti rugi termaksud pada pasal 1601k dan 1603n,

dalam hal suatu hubungan kerja diadakan atau dianggap diadakan untuk waktu tidak tentu,
adalah sama dengan jumlah upah yang harus dibayar sampai pada hari berikut sesudah hari
putusnya hubungan kerja dengan pernyataan pemutusan tersebut. Dalam hal hubungan kerja
diadakan untuk waktu tertentu, ganti rugi itu adalah sama dengan jumlah upah untuk jangka
waktu hubungan kerja yang menurut pasal-pasal 1603e dan 1603f seharusnya berlangsung
terus. Yang dimaksud dengan upah di sini adalah bagian-bagian upah tersebut pada pasal 1601p
nomor 10 dan 70.
Jika upah buruh, baik seluruhnya maupun sebagian, tidak ditetapkan menurut jangka waktu,
maka berlaku ukuran termaksud pada pasal 1601o.
Tiap perjanjian yang menetapkan suatu ganti rugi yang lebih rendah bagi buruh, adalah batal.
(AB. 23.)
Dalam surat perjanjian atau reglemen dapat ditetapkan suatu ganti rugi yang lebih
besarjumlahnya. (KUHPerd. 1601d dan 1601j.)
Pengadilan berwenang untuk menetapkan ganti rugi termaksud pada alinea pertama dan
keempat pasal ini dalam jumlah yang lebih rendah, jika menurut pendapatnya ganti rugi itu
terlalu tinggi.
Atas ganti rugi yang harus dibayar itu, dikenakan bunga sebesar enam persen setahun, terhitung
sejak hari hubungan kerja diakhiri. (KUHPerd. 1250.)
Pasal 1603r.
Jika salah satu pihak memutuskan hubungan kerja tanpa pemyataan pemutusan hubungan kerja
atau tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pemyataan pemutusan
hubungan kerja, sambil membayar ganti rugi kepada pihak lainnya menurut ketentuan alinea
pertama pasal yang lain, maka pihak lain tersebut, jika hal itu terjadi dalam keadaan yang
sedemikian rupa sehingga kerugian yang diderita tidak dapat dianggap cukup diganti dengan
ganti rugi yang diterima itu, berhak menuntut ganti rugi lagi di muka pengadilan. (KUHPerd.
1309.)
Pasal 1603S.
Dalam hal salah satu pihak memutuskan hubungan kerja dengan melawan hukum, pihak lainnya
berhak menuntut jumlah termaksud pada pasal 1603q atau ganti rugi sepenuhnya.
Ketentuan ini berlaku juga, jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena salahnya memberi
alasan mendesak kepada pihak lainnya untuk memutuskan hubungan kerja tanpa pemyataan
pemutusan hubungan kerja atau tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi
pemyataan pemutusan hubungan kerja dan pihak lain itu menggunakan haknya itu. (KUHPerd.
1239, 1603n, 1603o, 1603p dan 1603t.)
Pasal 1603s bis

(s.d.t. dg. S. 1931-367jo. 368.)Jika majikan memutuskanhubungan kerja dengan maksud

menghindari kewajibannya untuk memberi cuti setelah suatu masa kerja tertentu yang teiah
diperjanjikan dalam atau berhubung dengan perjanjian, maka buruh berhak, di samping

Page 281 of 336

menuntut apa yang dapat ia terima berhubung dengan pemberhentiannya berdasarkan aturanaturan lain, juga menuntut suatu ganti rugi sebesar gaji yang menurut perjanjian, seharusnya
diterimanya selama waktu cuti, dan jika dalam perjanjian diperjanjikan suatu pedalanan dengan
cuma-cuma, sejumlah uang yang diperlukan untuk perjalanan cuma-cuma menurut perjanjian ke
tempat asal atau ke tempat cuti, pada saat pemutusan hubungan kerja. (KUHPerd. 1603t; S.
1939-545.)
Jika di luar hal termaksud pada alinea yang lalu, sesudah lewat separuh dari masa kerja yang
ditetapkan dalam perjanjian untuk memberikan cuti, majikan secara sepihak memutuskan
hubungan kerja tanpa alasan mendesak, maka ia wajib, di samping membayar apa yang harus ia
bayar kepada buruh berdasarkan aturan-aturan lain, juga membayar sejumlah uang, yang
perbandingannya dengan jumlah ganti rugi termaksud pada alinea pertama adalah sama dengan
perbandingan antara masa kerja yang diperuntukan untuk memperoleh cuti yang telah lampau
pada waktu pemutusan hubungan kerja dan masa kerja yang diperlukan untuk mendapatkan cuti
penuh. Dalam menghitung masa kerja, bulan pemutusan hubungan kerja dihitung sebagai satu
bulan penuh.
Ketentuan di atas berlaku juga jika buruh, setelah lewat bagian dari masa kerja tersebut pada
alinea yang lalu, memutuskan hubungan kerja dengan alasan mendesak yang disebabkan oleh
majikan, atau jika pengadilan menyatakan putusnya perjanjian berdasarkan alasan penting yang
tak mendesak sebagaimana termaksud dalam pasal 1603v, atau berdasarkan alasan mendesak
yang disebabkan oleh majikan, atau berdasarkan pasal 1267, karena majikan tidak memenuhi
kewajiban-kewajibannya. Jika pengadilan menyatakan putusnya perjanjian berdasarkan alasan
lain dari alasan mendesak, maka ia berwenang mengurangi jumlah uang termaksud pada alinea
kedua, sampai pada suatu jumlah yang menurut hal-ihwal kejadian dipandangnya adil.
Pasal 1603t.

(s.d. u. dg. S. 1931-366jo. 368.) Tiap hak untuk menuntut berdasarkan kedua pasal yang lain,
batal setelah lewat waktu satu tahun. (KUHPerd. 160it alinea 4, 1602i alinea 3.)

Pasal 1603u.
Bila hubungan kerja dibuat untuk waktu lebih lama dari lima tahun atau untuk selama hidup
seseorang, maka buruh yang bersangkutan, setelah lampau waktu lima tahun terhitung dari saat
hubungan kerja mulai berlaku, berhak memutuskan hubungan kerja itu dengan memberitahukan
pemutusan hubungan kerja, dengan mengindahkan tenggang waktu enam bulan.
Tiap perjanjian yang menghilangkan atau memperkecil kemungkinan pemutusan hubungan kerja
itu, adalah batal demi hukum. (AB. 23; KUHPerd. 1603e, h; KUHD 433, 449.)
Pasal 1603v.
Masing-masing pihak, setiap waktu, juga sebelum pekerjaan dimulai, berhak berdasarkan alasanalasan penting untuk mengajukan surat permintaan kepada pengadilan di tempat kediamannya
yang sebenarnya, supaya perjanjian kerja dinyatakan putus. Tiap janji yang dapat
menghapuskan atau membatasi hak ini, adalah batal. (KUHPerd. 1603s bis, S. 1939-545.)
Selain alasan-alasan mendesak termaksud pada pasal 1603n, perubahan-perubahan keadaan
pribadi atau kekayaan pemohon atau pihak lainnya, atau perubahan-perubahan keadaan dalam
mana pekerjaan dilakukan, yang sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak segera
diputuskannya hubungan kerja itu, juga dianggap sebagai alasan-alasan penting.
Pengadilan tak boleh meluluskan permohonan sebelum mendengar atau memanggil secara sah
pihak lainnya.
Kedua alinea terakhir dari pasal 1603m berlaku di sini. (KUHD 412, 420.)

Page 282 of 336

Pasal 1603w.
Wewenang para pihak untuk menuntut pemutusan hubungan kerja berdasarkan pasal 1267 serta
penggantian biaya, kerugian dan bunga, tidak hapus karena ketentuan-ketentuan dalam bagian
ini. (KUHPerd. 1603m, 1603o dan 1603u.)
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 1603x.
Perjanjian kerja yang diadakan antara seorang majikan yang tunduk dan seorang buruh yang
tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan yang lalu dalam bab ini, dikuasai oleh ketentuanketentuan ini, apa pun maksud kedua pihak, jika perjanjian itu mengenai pekerjaan yang sama
atau hampir sama dengan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh buruh-buruh yang tunduk
kepada ketentuan-ketentuan dalam bab ini.
Perjanjian kerja yang diadakan antara seorang majikan yang tidak tunduk dan seorang buruh
yang tunduk pada ketentuan-ketentuan yang lalu dalam bab ini, apa pun maksud kedua pihak,
dikuasai oleh ketentuan-ketentuan ini. (KUHPerd. 1601c, 1603y; S. 1926-335, pasal V dan VI.)
Catatan :
Dalam menggunakan Bab VIIA ini sebagai pedoman bagi semua buruh dan bagi semua majikan,
pasal 1603x ini dipandang sebagai tidak ada.
Pasal 1603y.

(s.d.u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Ketentuan-ketentuan dalam bab ini tidak berlaku bagi

orang-orang yang bekerja untuk negara, daerah atau bagian daerah, kotapraja, subak atau
badan resmi lainnya, kecuali jika dinyatakan berlaku sebelum atau pada waktu hubungan kerja
dimulai oleh atau atas nama kedua pihak, atau oleh ketentuan perundang-undangan.
Pasal 1603z.
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan khusus bagi perjanjian-perjanjian untuk
melakukan pekerjaan di perusahaan perkebunan atau kerajinan, perusahaan kereta api dan trem,
perusahaan pengangkutan, dan perusahaan lainnya.
Catatan :
Mengenai buruh kereta api dan trem, lihat S. 1927-258 pasal 2, S. 1927-259 pasal 22, S. 1927260 pasal 22, S. 1927-261 pasal 16; buruh pertambangan, S. 1930-341 Bab X; pelaut, KUHD
Buku Kedua Bab IV; buruh pengangkutan, Bijblad 14136 pasal 64-66; buruh perkebunan, S.
1938-98.
Bagian 6.
Perjanjian Pemborongan Pekerjaan.
Pasal 1604.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jo. 458 Dalam perjanjian pemborongan pekerjaan dapat diperjanjikan,

bahwa pemborong hanya akan melakukan pekerjaan atau bahwa ia juga akan menyediakan
bahan-bahannya. (KUHPerd. 1457, 1971.)
Pasal 1605.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jo. 458.) Dalam hal pemborong harus menyediakan bahan-bahannya, dan
hasil pekerjaannya, karena apa pun juga, musnah sebelum diserahkan, maka kerugian itu dipikul
oleh pemborong, kecuali jika pemberi tugas itu lalai untuk menerima hasil pekerjaan tersebut.
(KUHPerd. 1237, 1243 dst., 1444 dst., 1460 dst.)

Page 283 of 336

Pasal 1606.
Dalam hal pemborong hanya harus melakukan pekerjaan dan hasil pekerjaannya itu musnah,
maka ia hanya bertanggungjawab atas kemusnahan itu sepanjang hal itu terjadi karena
kesalahannya. (KUHPerd. 1365,1444.)
Pasal 1607.

(s.d.u. dg. S. 1926-335 jo. 458.) Jika musnahnya hasil pekerjaan tersebut dalam pasal yang lain

terjadi di luar kelalaian pemborong sebelum penyerahan dilakukan, sedangkan pemberi tugas
pun tidak lalai untuk memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan itu, maka pemborong tidak
berhak atas harga yang dijanjikan, kecuali jika barang itu musnah karena bahan-bahannya cacat.
(KUHPerd. 1444, 1609.)
Pasal 1608.

(s. d. u. dg. S. 1,926-335jo. S. 1926-458.) Jika pekerjaan yang diborongkan itu dilakukan

sebagian demi sebagian atau menurut ukuran, maka hasil pekerjaan dapat diperiksa sebagian
demi sebagian; pemeriksaan itu dianggap telah dilakukan terhadap semua bagian yang telah
dibayar, jika pemberi tugas itu membayar pemborongan tiap kali menurut ukuran dari apa yang
telah diselesaikan. (KUHPerd. 1605, 1609.)
Pasal 1609.
Jika sebuah bangunan yang diborongkan dan dibuat dengan suatu harga tertentu, seluruhnya
atau sebagian, musnah karena suatu cacat dalam penyusunannya atau karena tanahnya tidak
layak, maka para arsitek dan para pemborongnya bertanggungjawab untuk itu selama sepuluh
tahun. (KUHPerd. 654, 1369, 1967.)
Pasal 1610.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jo. 458.) Jika seorang arsitek atau pemborong telah menyanggupi untuk

membuat suatu bangunan secara borongan, menurut suatu rencana yang telah dirundingkan dan
ditetapkan bersama dengan pemilik lahan, maka ia tidak dapat menuntut tambahan harga, baik
dengan dalih bertambahnya upah buruh atau bahan-bahan bangunan, maupun dengan dalih
telah dibuatnya perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan yang tidak termasuk dalam
rencana tersebut, jika perubahan-perubahan atau tambahan-tambahan itu tidak disetujui secara
tertulis dan mengenai harganya tidak diadakan persetujuan dengan pemiliknya. (KUHPerd. 113981.)
Pasal 1611.
Pemberi tugas, bila menghendakinya, dapat memutuskan perjanjian pemborongan itu, walaupun
pekerjaan itu telah dimulai, asal ia memberikan ganti-rugi sepenuhnya kepada pemborong atas
semua biaya yang telah dikeluarkannya untuk pekerjaan itu dan atas hilangnya keuntungan.
(KUHPerd. 1338.)
Pasal 1612.

(s.d. u. dg. S. 1926-335jo. 458.) Perjanjian pemborongan berakhir dengan meninggalnya


pemborong.

Tetapi pemberi tugas itu wajib membayar kepada ahli waris pemborong itu harga hasil pekerjaan
yang telah selesai dan harga bahan-bahan bangunan yang telah disiapkan, menurut
perbandingan dengan harga yang diperjanjikan dalam perjanjian, asal hasil pekerjaan atau
bahan-bahan bangunan tersebut ada manfaatnya bagi pemberi tugas. (KUHPerd. 1383, 1575.)
Pasal 1613.
Pemborong bertanggungjawab atas tindakan orang-orang yang ia pekerjakan. (KUHPerd. 1367.)

Page 284 of 336

Pasal 1614.
Para tukang batu, tukang kayu, tukang besi dan tukang-tukang lainnya, yang dipekerjakan untuk
mendirikan sebuah bangunan atau membuat suatu barang lain yang diborongkan, dapat
mengajukan tuntutan terhadap orang yang mempekerjakan mereka membuat barang itu, tetapi
hanya atas sejumlah uang yang harus dibayar kepada pemborong pada saat mereka mengajukan
tuntutan. (KUHPerd. 1139-80, 1147, 1971; Rv. 728 dst.)
Pasal 1615.
Para tukang batu, tukang kayu, dan tukang-tukang lainnya, yang dengan suatu harga tertentu
menyanggupi pembuatan sesuatu atas tanggungjawab sendiri secara langsung, terikat pada
aturan-aturan yang ditetapkan dalam bagian ini.
Mereka adalah pemborong dalam bidang yang mereka kerjakan. (KUHPerd. 1604 dst.)
Pasal 1616.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jo. 458.) Para buruh yang memegang suatu barang milik orang lain untuk

mengerjakan sesuatu pada barang itu, berhak menahan barang itu sampai upah dan biaya untuk
itu dilunasi, kecuali bila untuk upah dan biaya buruh tersebut pemberi tugas itu telah
menyediakan tanggungan secukupnya. (KUHPerd. 1139-5-, 1147, 1968.)
Pasal 1617.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pelaut dan nakhoda diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang. (KUHD 91 dst., 394 dst.)
BAB VIII.
PERSEROAN PERDATA (PERSEKUTUAN PERDATA)
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1618.
Perseroan perdata adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih yang berjanji untuk
memasukkan sesuatu ke dalam perseroan itu dengan maksud supaya keuntungan yang diperoleh
dari perseroan itu dibagi di antara mereka. (KUHPerd. 1621, 1624, 1633, 1635; KUHD 15 dst.,
286, 320 dst.)
Pasal 1619.
Semua perseroan perdata harus ditujukan pada sesuatu yang halal dan diadakan untuk
kepentingan bersama para anggotanya.
Masing-masing anggota wajib memasukkan uang, barang atau usaha ke dalam perseroan itu.
(KUHPerd. 1322 dst., 1335, 1631, 1633, 1648.)
Pasal 1620.
Ada perseroan perdata yang tak terbatas dan ada yang terbatas. (KUHPerd. 1621, 1623.)
Pasal 1621.
Undang-undang hanya mengenal perseroan mengenai seluruh keuntungan. Dengan adanya
perseroan yang meliputi semua barang kekayaan dari peserta atau sebagian dari barang-barang
itu dengan suatu alas hak umum, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan Bab VI dan Bab VII
Buku Pertama dalam kitab undang-undang ini. (KUHPerd. 119 dst,, 139 dst., 1066.)
Pasal 1622.
Perseroan perdata tak terbatas itu meliputi apa saja yang akan diperoleh para peserta sebagai
hasil usaha mereka selama perseroan itu berdiri.

Page 285 of 336

Pasal 1623.
Perseroan perdata yang terbatas hanya menyangkut barang-barang tertentu, pemakaiannya atau
hasil-hasil yang akan diperoleh dari barang-barang itu, atau mengenai usaha tertentu atau
penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.
Bagian 2.
Persetujuan-persetujuan Antara Para Peserta Satu Sama l,ain.
Pasal 1624.
Perseroan perdata mulai berjalan pada saat persetujuan diadakan, kecuali jika ditentukan waktu
lain dalam persetujuan itu. (KUHPerd. 1253, 1268.)
Pasal 1625.
Tiap peserta wajib memasukkan ke dalam perseroan itu segala sesuatu yang sudah ia jadikan
untuk dimasukkan, dan jika pemasukan ini terdiri dari suatu barang tertentu, maka peserta wajib
memberikan pertanggungan menurut cara yang sama dengan cara jual beli. (KUHPerd. 1237,
1264, 1491 dst., 1631, 1648.)
Pasal 1626.
Peserta yang harus memasukkan uang ke dalam perseroan itu dan kemudian tidak memberikan
uang itu, dengan sendirinya karena hukum dan tanpa perlu ditegur lagi, menjadi debitur atas
bunga uang itu, terhitung dari hari ketika ia sehabisnya memasukkan uang itu.
Demikian pula, pembayaran bunga wajib dilakukan oleh peserta yang mengambil uang dari kas
bersama untuk keperluan pribadi, terhitung dari hari ketika ia mengambilnya untuk kepentingan
dirinya.
Bila ada alasan, ia wajib pula mengganti biaya tambahan serta kerugian dan bunga. (KUHPerd.
1243, 1250, 1481, 1805.)
Pasal 1627.
Para peserta yang sudah berjanji akan menyumbangkan tenaga dan usahanya kepada perseroan
mereka, wajib memberi perhitungan tanggungjawab kepada perseroan itu atas hasil dari
kegiatan mereka masing-masing. (KUHPerd. 1622, 1633.)
Pasal 1628.
Jika salah seorang dari para peserta menagih piutang dari seseorang yang juga berutang pada
perseroan, kemudian peserta itu menerima pembayaran piutangnya dari orang tersebut, maka
pembayaran yang ia terima harus dibagi antara perseroan dan peserta itu sendiri menurut
perbandingan antara kedua piutang itu, walaupun dalam kuitansi ia mengaku menerima
pembayaran itu untuk pelunasan piutangnya sendiri; tetapi jika pada waktu pembayaran itu ia
menetapkan bahwa semua uang termaksud adalah pelunasan piutang perseroan, maka
ketetapan itu yang harus diikuti. (KUHPerd. 1396, 1399, 1426.)
Pasal 1629.
Jika salah seorang peserta sudah menerima bagiannya dari piutang perseroan, dan kemudian
debitur jatuh miskin, maka peserta tersebut harus memasukkan uang yang sudah ia terima itu ke
dalam kas bersama, meskipun ia sudah memberi kuitansi untuk bagiannya sendiri. (KUHPerd.
1628.)
Pasal 1630.
Tiap peserta wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh perseroan karena
kesalahannya, sedang kerugian itu tidak boleh ia perhitungkan dengan keuntungan yang sudah

Page 286 of 336

ia masukkan ke dalam perseroan berkat usaha dan kegiatannya. (KUHPerd. 779, 1243 dst., 1365
dst., 1426 dst.)
Pasal 1631.
Jika yang dimasukkan ke dalam perseroan hanya suatu kenikmatan barang tertentu yang
pemakaiannya tidak mengakibatkan habisnya barang itu, maka barang tersebut tetap menjadi
tanggungan peserta yang menjadi pemilik mutlak.
Jika barang itu susut karena dipakai, turun harganya karena ditahan, dimaksudkan untuk dijual,
atau dimasukkan ke dalam perseroan menurut suatu anggaran yang ditentukan dalam pertelaan
atau dalam inventaris, maka barang tersebut menjadi tanggungan perseroan.
Jika barang itu telah ditaksir, maka peserta yang memasukkan barang itu tidak boleh meminta
pembayaran yang melebihi harga taksiran. (KUHPerd. 757, 1237 dst., 1444 dst., 1625, 1746.)
Pasal 1632.
Peserta berhak terhadap perseroan, bukan hanya atas uang yang telah ia keluarkan untuk
perseroan, melainkan juga atas semua persetujuan yang ia adakan sendiri dengan itikad baik
untuk perseroan itu, dan atas kerugian-kerugian yang terjadi pada waktu pengurusannya tanpa
dapat dielakkan. (KUHPerd. 1626, 1636, 1639, 1641, 1644, 1810.)
Pasal 1633.
Jika dalam perjanjian perseroan tidak ditetapkan bagian masing-masing peserta dari keuntungan
dan kerugian perseroan, maka bagian tiap peserta itu dihitung menurut perbandingan besamya
sumbangan modal yang dimasukkan oleh masing-masing.
Bagi peserta yang kegiatannya saja yang dimasukkan ke dalam perseroan, bagiannya dalam laba
dan rugi harus dihitung sama banyak dengan bagian peserta yang memasukkan uang atau barang paling sedikit. (KUHPerd. 1618, 1831, 1635, 1643.)
Pasal 1634.
Para peserta tidak boleh berjanji, bahwajumlah bagian mereka masing-masing dalam perseroan
dapat ditetapkan oleh salah seorang dari mereka atau orang lain.
Perjanjian demikian harus dianggap dari semula sebagai tidak tertulis dan dalam hal ini harus
diperhatikan ketentuan-ketentuan pasal 1633. (KUHPerd. 1254, 1465.)
Pasal 1635.
Perjanjian yang memberikan keuntungan saja kepada salah seorang daripada peserta adalah
batal. (KUHPerd. 1254.)
Akan tetapi diperbolehkan diperjanjikan, bahwa semua kerugian hanya akan ditanggung oleh
salah seorang peserta atau lebih. (KUHPerd. 1335, 1618, 1634.)
Pasal 1636.
Bila diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian, bahwa hanya kepada seorang peserta saja
diserahkan urusan perseroan, maka peserta itu, walaupun ada perlawanan dari para peserta
lainnya, dapat melakukan segala tindakan yang berkenaan dengan urusan perseroan, asal saja ia
melakukan segala urusan dengan jujur. (KUHD 44.)
Selama perseroan berdiri, kekuasaan tersebut tidak dapat dicabut tanpa alasan yang sah; tetapi
bila kekuasaan demikian tidak diberikan dalam surat perjanjian perseroan, melainkan dalam

Page 287 of 336

suatu akta kemudian, maka kekuasaan itu dapat dicabut menurut cara yang sama dengan cara
mencabut pemberian kuasa biasa. (KUHPerd. 1338, 1630, 1639, 1642, 1645, 1800, 1813, 1817.)
Pasal 1637.
Jika beberapa peserta ditugaskan melakukan urusan perseroan, tanpa adanya pekerjaan tertentu
bagi masing-masing atau tanpa adanya perjanjian, bahwa salah seorang tidak boleh melakukan
suatu tindakan apa pun jika tidak bersama-sama dengan para pengurus lain, maka masingmasing berwenang untuk bertindak sendiri dalam urusan perseroan itu. (KUHPerd. 1804.)
Pasal 1638.
Jika diperjanjikan, bahwa salah seorang daripada anggota pengurus tidak boleh bertindak kalau
tidak bersama-sama dengan para pengurus lain, maka tanpa perjanjian baru, seorang pengurus
tidak boleh berbuat apa pun tanpa bantuan dari rekan-rekannya, walaupun mereka ini pada
waktu itu tidak mampu untuk ikut mengurus perseroan itu.
Pasal 1639.
Bila pada waktu perseroan dibentuk tidak dibuat perjanjian-perjanjian tertentu mengenai cara
mengurus perseroan itu, maka wajib diindahkan aturan-aturan berikut:
10. para peserta dianggap telah memberi kuasa satu sama lain untuk mengurus perseroan itu.
Apa yang dibuat oleh masing-masing peserta, sekalipun tanpa izin para peserta lain,
mengikat mereka, tanpa mengurangi hak mereka atau salah seorang dari mereka untuk
melawan perbuatan tersebut selama perbuatan itu belum ditutup; (KUHPerd. 1636, 1642,
1645.)
20. setiap peserta boleh menggunakan barang-barang kepunyaan perseroan, asal untuk
keperluan biasa, dan tidak dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan perseroan
atau dengan cara sedemikian rupa, sehingga para peserta lain mendapat halangan untuk
menggunakannya berdasarkan haknya; (KUHPerd. 1626, 1630.)
30. setiap peserta berhak mewajibkan para rekannya untuk ikut memikul biaya-biaya yang perlu
untuk pemeliharaan barang-barang kekayaan perseroan; (KUHPerd. 575, 579-1)
40. tanpa izin peserta lain, tidak seorang peserta pun boleh mengadakan pembaruanpembaruan pada barang tak bergerak kepunyaan perseroan dengan alasan bahwa
pembaruan-pembaruan itu bermanfaat bagi perseroan. (KUHPerd. 581.)
Pasal 1640.
Semua peserta bukan pengurus perseroan tidak boleh memindahtangankan barang kekayaan
perseroan, sekalipun barang bergerak, dan tidak boleh menggadaikannya atau meletakkan beban
di atasnya. (KUHPerd. 1320, 1330-3-, 1636, 1639.)
Pasal 1641.
Setiap peserta, walaupun tanpa izin para peserta lain, boleh menerima orang lain sebagai teman
penerima bagian kepunyaan peserta dari perseroan itu; tetapi tanpa izin para peserta lain, ia
tidak boleh memasukkan temannya itu ke dalam perseroan sebagai peserta, meskipun ia
ditugaskan mengurus barang-barang kekayaan perseroan. (KUHPerd. 1636, 1639.)
Bagian 3.
Ikatan Para Peserta Terhadap Orang Lain.
Pasal 1642.
Masing-masing peserta tidak terikat untuk seluruh utang perseroan dan tidak boleh mengikatkan
para peserta lain, jika mereka ini tidak memberi kuasa untuk itu kepadanya. (KUHPerd. 1639,
1644, 1655; KUHD 17 dst.)
Pasal 1643.

Page 288 of 336

Para peserta boleh ditagih oleh kreditur, yang berhubungan dagang dengan mereka, masingmasing untuk jumlah dan bagian yang sama, walaupun andil seorang peserta dalam perseroan
itu lebih kecil daripada andil peserta lain, kecuali jika pada waktu membuat utang itu ditentukan
dengan tegas, bahwa para peserta wajib memikul utang itu bersama-sama menurut
perbandingan saham masing-masing dalam perseroan. (KUHPerd. 1633, 1644.)
Pasal 1644.
Perjanjian yang mengikatkan suatu perbuatan atas tanggungan perseroan, hanya mengikat
peserta yang mengadakan perjanjian demikian, dan tidak mengikat peserta lain, kecuali jika
mereka ini telah memberi kuasa untuk itu kepada peserta yang membuat perjanjian tersebut,
atau bila dengan tindakan termaksud temyata perseroan memperoleh untung. (KUHPerd. 1636,
1639; KUHD 58.)
Pasal 1645.
Jika salah seorang peserta mengadakan suatu perjajian atas nama perseroan, maka perseroan
itu dapat menuntut supaya perjanjian itu dilaksanakan. (KUHPerd. 1317, 1354, 1639, 1644,
1799.)
Bagian 4.
Pelbagai Cara Bubarnya Perseroan Perdata.
Pasal 1646.
Perseroan bubar:
10. karena waktu yang ditetapkan dalam perjanjian telah habis; (KUHPerd. 1647, 1649.)
20. karena musnahnya barang yang dipergunakan untuk tujuan perseroan atau karena
tercapainya tujuan itu; (KUHPerd. 1444 dst., 1623, 1648.)
30. karena kehendak beberapa peserta atau salah seorang peserta; (KUHPerd. 1649 dst.)
40. karena salah seorang dari peserta meninggal dunia, ditempatkan di bawah pengampuan
atau bangkrut atau dinyatakan sebagai orang yang tidak mampu, (KUHPerd. 3, 433 dst.,
1651; F. 22, 55.)
Pasal 1647.
Pembubaran perseroan yang didirikan untuk suatu waktu tertentu, tidak boleh dituntut oleh
seorang peserta sebelum lewat waktunya itu, kecuali jika ada alasan yang sah, seperti jika
seorang peserta tidak memenuhi kewajibannya atau sakit-sakitan sehingga tidak dapat mengurus
perseroan itu, atau alasan lain semacam itu, yang pertimbangan tentang sah dan beratnya
diserahkan kepada pengadilan. (KUHPerd. 1266, 1646.)
Pasal 1648.
Jika salah seorang peserta sudah berjanji akan memasukkan hak milik atas barangnya ke dalam
perseroan, tetapi kemudian barang ini musnah sebelum dimasukkan, maka perseroan menjadi
bubar terhadap para peserta,
Demikian pula, dalam semua hal, perseroan bubar karena musnahnya barang, bila hanya
pemanfaatan barang itu saja yang diperoleh perseroan, sedangkan barangnya tetap menjadi
milik peserta itu.
Akan tetapi perseroan tidak perlu bubar karena musnahnya barang itu, bila hak milik atas barang
itu telah dimasukkan ke dalam perseroan. (KUHPerd. 1237, 1444 dst., 1624 dst., 1631, 1646-20.)
Pasal 1649.
Perseroan boleh dibubarkan atas kehendak beberapa peserta atau hanya atas kehendak satu
orang peserta, jika perseroan itu didirikan untuk waktu yang tak tentu.

Page 289 of 336

Pembubaran demikian baru terjadi jika pemberitahuan pembubaran disampaikan kepada semua
peserta dengan itikad baik dan tepat pada waktunya. (KUHPerd. 1338, 1646-3-, 1647.)
Pasal 1650.
Pemberitahuan pembubaran itu dianggap telah dilakukan dengan itikad buruk bila seorang
peserta membubarkan perseroan itu dengan maksud untuk menikmati sendiri suatu keuntungan
yang oleh semua peserta diharapkan akan dinikmati bersama.
Pemberitahuan pembubaran itu dianggap telah dilakukan pada waktu yang tidak tepat, bila
barang-barang kekayaan perseroan berkurang, sedang kepentingan perseroan menuntut
pembubaran itu ditangguhkan. (KUHPerd. 1338, 1618.)
Pasal 1651.
Jika telah diperjanjikan, bahwa bila salah seorang peserta meninggal dunia, perseroan akan
diteruskan dengan ahli warisnya, atau perseroan akan diteruskan di antara para peserta yang
masih hidup saja, maka perjanjian demikian wajib ditaati.
Dalam hal perjanjian yang kedua ini, ahli waris peserta yang telah meninggal dunia itu tidak
mempunyai hak selain untuk menuntut pembagian perseroan itu menurut keadaan pada waktu
meninggalnya peserta tersebut; ia harus mendapat bagian dari keuntungan, tetapi harus pula
memikul kerugian perseroan yang sudah terjadi sebelum meninggalnya peserta yang
meninggalkan ahli waris itu. (KUHPerd. 833, 955, 1646-31; KUHD 30.)
Pasal 1652.
Semua aturan tentang pembagian warisan, tentang cara pembagian itu, begitu pula tentang
kewajiban-kewajiban yang timbul dari aturan-aturan itu, berlaku juga untuk pembagian harta
benda perseroan di antara para peserta. (KUHPerd. 1066 dst.; KUHD 32 dst.; F. 55; Rv. 102.)
BAB IX.
BADAN HUKUM
Pasal 1653.
Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui
undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai
demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan
untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan.
(AB. 23; KUHPerd. 1245, 1337, 1618 dst.)
Pasal 1654.
Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk
melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi ketentuan perundang-undangan
yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau menundukkannya kepada tata-cara tertentu.
(KUHPerd. 526, 808, 810, 899 dst., 1046, 1137, 1680, 1852, 1954; S. 1870-64 pasal 9 dan 10.)
Pasal 1655.
Para pengurus badan hukum, bila tidak ditentukan lain dalam akta pendiriannya, dalam surat
perjanjian atau dalam reglemen, berkuasa untuk bertindak demi dan atas nama badan hukum
itu, untuk mengikatkan badan hukum itu kepada pihak ketiga atau sebaliknya, dan untuk
bertindak dalam sidang pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat.
(KUHPerd. 1636, 1656 dst., 1792 dst; Rv. 6-20 dan 3o, 236.)
Pasal 1656.

Page 290 of 336

Perbuatan yang dilakukan oleh pengurus yang tidak berkuasa melakukan perbuatan itu, hanya
mengikat badan hukum bila ada manfaatnya bagi badan hukum itu atau bila perbuatan itu
kemudian diterima dengan sah. (KUHPerd. 1644, 1657 dst.; S. 1870-64 pasal 1 dst.)
Pasal 1657.
Jika dalam akta pendirian, surat perjanjian atau reglemen tidak ditentukan sesuatu mengenai
pengurus badan hukum, maka tidak seorang anggota pun berkuasa untuk bertindak atas nama
badan hukum itu atau untuk mengikatkan badan hukum itu dengan cara lain dari yang telah
ditentukan pada akhir pasal yang lalu. (KUHPerd. 1639-l0.)
Pasal 1658.
Selama tidak diatur secara lain dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen, para
pengurus wajib menyerahkan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada semua anggota
badan hukum, dan untuk itu tiap anggota berkuasa menggugat mereka di hadapan pengadilan.
(Rv. 764 dst.)
Pasal 1659.
Jika dalam akta pendirian, surat perjanjian dan reglemen tidak diatur hak suara, maka tiap
anggota badan hukum itu mempunyai hak yang sama untuk mengeluarkan suara, dan keputusan
diambil menurut suara terbanyak. (KUHD 54.)
Pasal 1660.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tiap anggota badan hukum demikian, ditetapkan menurut
peraturan-peraturan yang,menjadikan badan hukum atau perkumpulan itu didirikan atau diakui,
atau menurut akta pendirian sendiri, surat perjanjian sendiri atau reglemen sendiri, dan bila
peraturan-peraturan demikian tidak dibuat, maka wajiblah dituruti ketentuan-ketentuan bab ini.
(KUHPerd. 1644; S. 1870-64 pasal 2.)
Pasal 1661.
Para anggota badan hukum sebagai perseorangan tidak bertanggung jawab atas perjanjianperjanjian perkumpulannya.
Semua utang perkumpulan itu, hanya dapat dilunasi dengan harta benda perkumpulan itu.
(KUHPerd. 1655, 1665.)
Pasal 1662.
Badan hukum yang didirikan atas kuasa umum, tidak dihapuskan bila semua anggotanya
meninggal dunia atau mengundurkan diri dari keanggotaan, melainkan tetap berdiri sampai
dibubarkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Jika semua anggota tersebut di atas tidak ada lagi, maka pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya badan hukum itu berkedudukan, atas permintaan orang yang berkepentingan dan
setelah mendengar pendapat.jawatan kejaksaan, bahkan atas tuntutan kejaksaan itu, berhak
menetapkan tindakan-tindakan yang dianggap perlu dilakitkan demi kepentingan badan hukum
itu. (KUHPerd. 1664.)
Pasal 1663.
Badan hukum lain tetap berdiri sampai pada saat dibubarkan secara tegas menurut akta
pendirian, reglemen atau perjanjiannya, atau sampai pada saat berhentinya pengejaran tujuan
badan hukum itu. (KUHPerd. 808; 1653; S. 1870-64 pasal 6 dst., 9.)
Pasal 1664.

Page 291 of 336

Jika akta pendirian, reglemen atau perjanjian itu tidak menentukan cara lain, maka hak para
anggota bersifat perorangan dan tidak beralih kepada para ahli waris. (KUHPerd. 1651, 1662; S.
1870-64 pasal 9.)
Pasal 1665.
Bila terjadi pembubaran badan hukum demikian, maka para anggota yang masih ada atau
anggota yang tinggal satu-satunya wajib membayar utangutang badan hukum dengan kekayaan
badan hukum itu, dan hanya sisa kekayaan itu yang boleh mereka bagi antara mereka dan
mereka serahkan kepada ahli waris mereka.
Dalam hal memanggil para kreditur, menyelesaikan perhitungan dan pertanggungjawaban dan
membayar semua utang badan hukum, mereka harus tunduk pada semua kewajiban seperti
yang dipikul oleh para ahli waris yang menerima warisan dengan hak istimewa untuk
mengadakan pendaftaran harta benda.
Bila tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban termaksud, maka masing-masing anggota sebagai
perseorangan wajib menanggung seluruh utang badan hukum yang bubar itu, dan tanggungan
itu dapat jatuh kepada ahli waris mereka. (KUHPerd. 1033 dst.; S. 1870-64 pasal 6 dst.)
BAB X.
PENGHIBAHAN
Bagian 1.
Ketentuan ketentuan Umum.
Pasal 1666.
Penghibahan adalah suatu persetujuan, dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu
barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang
menerima penyerahan barang itu.
Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orangorang yang masih
hidup. (KUHPerd. 170, 172 dst., 179, 913, 1314, 1675, 1683, 1688.)
Pasal 1667.
Penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada pada saat
penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu meneakup barangbarang yang belum ada, maka
penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang yang belum ada. (KUHPerd. 169, 178, 966
dst., 1157, 1471.)
Pasal 1668.
Penghibah tidak boleh menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya
atas barang yang dihibahkan itu; penghibahan demikian, sekedar mengenai barang itu,
dipandang sebagai tidak sah. (KUHPerd. 171, 1256, 1666, 1671.)
Pasal 1669.
Penghibah boleh memperjanjikan, bahwa ia tetap berhak menikmati atau memungut hasil barang
bergerak atau barang tak bergerak yang dihibahkan, atau menggunakan hak itu untuk keperluan
orang lain; dalam hal demikian, harus diperhatikan ketentuan-ketentuan Bab X Buku Kedua kitab
undangundang ini. (KUHPerd. 124, 756 dst., 785, 883, 922.)
Pasal 1670.

Page 292 of 336

Suatu penghibahan adalah batal, jika dilakukan dengan membuat syarat bahwa penerima hibah
akan melunasi utang atau beban-beban lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah
itu sendiri atau dalam daftar yang dilampirkan. (KUHPerd. 1256, 1688-lo.)
Pasal 1671.
Penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia akan tetap menguasai penggunaan sejumlah uang
yang ada di antara barang yang dihibahkan.
Jika ia meninggal dunia sebelum menggunakan uang itu, maka barang dan uang itu tetap
menjadi milik penerima hibah. (KUHPerd. 1668.)
Pasal 1672
Penghibah boleh memberi syarat, bahwa barang yang dihibahkannya itu akan kembali kepadanya
bila orang yang diberi hibah atau abli warisnya meninggal dunia lebih dahulu dan penghibah,
tetapi syarat demikian hanya boleh untuk kepentingan penghibah sendiri. (KUHPerd. 174, 178,
879, 1675.)
Pasal 1673.
Akibat dari hak mendapatkan kembali barang-barang yang dihibahkan ialah bahwa pemindahan
barang barang itu ke tangan orang lain, sekiranya telah terjadi, harus dibatalkan, dan
pengembalian barang-barang itu kepada penghibah harus bebas dari semua beban dan hipotek
yang mungkin diletakkan pada barang itu sewaktu ada di tangan orang yang diberi hibah.
(KUHPerd. 948, 1093, 1169, 1209.)
Pasal 1674.
Penghibah tidak wajib menjamin orang bebas dari gugatan pengadilan bila kemudian barang
yang dihibahkan itu menjadi milik orang lain berdasarkan keputusan pengadilan. (KUHPerd. 1491
dst.)
Pasal 1675.
Ketentuan-ketentuan pasal 879, 880, 881, 882, 884, 894 dan akhimya juga Bagian 7 dan 8 dari
Bab XIII Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini berlaku pula terhadap hibah.
(KUHPerd. 1679.)
Bagian 2.
Kemampuan Untuk Memberikan dan Menerima Hibah.
Pasal 1676.
Semua orang boleh memberikan dan menerima hibah, kecuali mereka yang oleh undang-undang
dinyatakan tidak mampu untuk itu. (KUHPerd. 108, 124, 896, 1320, 1330, 1677 dst.)
Pasal 1677.
Anak-anak di bawah umur tidak boleh menghibahkan sesuatu, kecuali dalam hal yang ditetapkan
pada Bab VIl Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 139, 151, 897,
904 dst., 1330-10, 1676, 1681.)
Pasal 1678.
Penghibahan antara suami-istri, selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang.
Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang
berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besamya kekayaan penghibah.
(KUHPerd. 119, 149, 168 dst., 1467, 1601, 1687.)

Page 293 of 336

(1) Berlaku juga bagi golongan Tionghoa, tetapi tidak bagi golongan Timur Asing lainnya. (Bagi
golongan terakhir ini berlaku S. 1924-556 pasal 2 alinea keenam dan ketujuh.)
Pasal 1679.
Supaya dapat dikatakan sah untuk menikmati barang yang dihibahkan, orang yang diberi hibah
harus sudah ada di dunia atau, dengan memperhatikan aturan dalam pasal 2, sudah ada dalam
kandurgan ibunya pada saat penghibahan dilakukan. (KUHPerd. 174, 178, 836, 899, 1675.)
Pasal 1680.

(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Hibah-hibah kepada lembaga umum atau lembaga keagamaan tidak

berakibat hukum, kecuali jika Presiden atau pembesar yang ditunjuknya telah memberikan kuasa
kepada para pengurus lembaga-lembaga tersebut untuk menerimanya. (KUHPerd. 900, 1653
dst.)
Pasal 1681.
(s.d.u. dg. S. 1872-11.) Ketentuan-ketentuan ayat (2) dan terakhirpada pasal 904, begitu pula

pasal 906, 907, 908, 909 dan 91 1, berlaku terhadap penghibahan. (KUHPerd. 973 dst., 1679.)
Bagian 3.
Cara Menghibahkan Sesuatu.

Pasal 1682.
Tiada suatu penghibahan pun, kecuali penghibahan termaksud dalam pasal 1687, dapat
dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris, dan bila
tidak dilakukan demikian, maka penghibahan itu tidak sah. (KUHPerd. 1893 dst.; Not. 39.)
Pasal 1683.
Tiada suatu penghibahan pun mengikat penghibah atau mengakibatkan sesuatu sebelum
penghibahan diterima dengan kata-kata tegas oleh orang yang diberi hibah atau oleh wakunya
yang telah diberi kuasa olehnya untuk menerima hibah yang telah atau akan dihibahkan itu.
Jika penerimaan itu tidak dilakukan dengan akta hibah itu, maka penerimaan itu dapat dilakukan
dengan suatu akta otentik kemudian, yang naskah aslinya harus disimpan oleh notaris, asal saja
hal itu terjadi waktu penghibah masih hidup; dalam hal demikian, bagi penghibah, hibah tersebut
hanya sah sejak penerimaan hibah itu diberitahukan dengan resmi kepadanya. (KUHPerd. 170,
177, 1666, 1796; Not. 30 dst., 35.)
Pasal 1684.
Hibah yang diberikan kepada seorang wanita yang masih bersuami tidak dapat diterima selain
menurut ketentuan-ketentuan Bab V Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
(KUHPerd. 108, 167, 1330-30, 1678.)
Pasal 1685.

(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di

bawah kekuasaan orang tua, harus diterima oleh orang yang menjalankan kekuasaan orang tua
itu.
Hibah kepada anak-anak di bawah umur yang masih di bawah perwalian atau kepada orang yang
ada di bawah pengampuan, harus diterima oleh wali atau pengampunya yang telah diberi kuasa
oleh pengadilan negeri.

Page 294 of 336

Jika pengadilan itu memberi kuasa termaksud, maka hibah itu tetap sah, meskipun penghibab
telah meninggal dunia sebelum terjadi pmaberian kuasa itu. (KUHPerd. 300, 307, 330 dst., 370,
385, 402, 452, 1330, 1448.)
Pasal 1686.
Hak milik atas barang-barang yang dihibahkan, meskipun diterima dengan sah, tidak beralih
kepada orang yang diberi hibah, sebelum diserahkan dengan cara penyerahan menurut pasal
612, 613, 616 dst. (Ov. 26; KUHPerd. 1459, 1475, 1666)
Pasal 1687.
Hadiah dari tangan ke tangan berupa barang bergerak yang berwujud atau surat piutang yang
akan dibayar atas tunjuk, tidak memerlukan akta notaris dan adalah sah, bila hadiah demikian
diserahkan begitu saja kepada orang yang diberi hibah sendiri atau kepada orang lain yang
menerima hadiah itu untuk diteruskan kepada yang diberi hibah. (KUHPerd. 613, 1354 dst.,
1682, 1792.)
Bagian 4.
Pencabutan dan Pembatalan Hibah.
Pasal 1688.
Suatu penghibahan tidak dapat dicabut dan karena itu tidak dapat pula dibatalkan, kecuali dalam
hal,-hal berikut: (KUHPerd. 172, 179, 920, 924, 1666, 1692; F. 43 dst.)
10. jika syarat-syarat penghibahan itu tidak dipenuhi oleh pencrima hibah; (KUHPerd. 1317,
1689.)
20. jika orang yang diberi hibah bersalah dengan melakukan atau ikut melakukan suatu usaha
pembunuhan atau suatu kejahatan lain atas diri penghibah; (KUHPerd. 1690.)
30. jika penghibah jatuh miskin, sedang yang diberi hibah menolak untuk memberi nafkah
kepadanya. (KUHPerd. 324, 1690.)
Pasal 1689.
Dalam hal yang pertama, barang yang dihibahkan tetap tinggal pada penghibah; atau, ia boleh
meminta kembali barang itu, bebas dari semua beban dan hipotek yang mungkin diletakkan atas
barang itu oleh penerima hibah, serta hasil dan buah yang telah dirdkmati oleh penerima hibah
sejak ia alpa dalam memenuhi syarat-syarat penghibahan itu.
Dalam hal demikian, penghibah boleh menjalankan hak-haknya terhadap pihak ketiga yang
memegang barang tak bergerak yang telah dihibahkan, sebagaimana terhadap penerima hibah
sendiri. (KUHPerd. 928, 1093, 1209, 1236, 1673, 1797.)
Pasal 1690.
Dalam kedua hal terakhir yang disebut pada pasal 1688, barang yang telah dihibahkan tidak
boleh diganggu gugat jika barang itu hendak atau telah dipindahtangankan, dihipotekkan atau
dibebani dengan hak kebendaan lain oleh penerima hibah, kecuali kalau gugatan untuk
membatalkan penghibahan itu sudah diajukan kepada dan didaftarkan di pengadilan dan
dimasukkan dalam penghibahan tersebutt dalam pasal 616. Semua pemindahtanganan,
pengwpotekan atau Pembebanan lain yang dilakukan oleh penerima hibah sesudah pendaftaran
tersebut adalah batal, bila gugatan itu kemudian dimenangkan. (Ov. 26; KUHPerd. 1454.)
Pasal 1691.
Dalam hal tersebut pada pasal 1690, peneriina hibah wajib mengembaukan apa yang dihibahkan
itu bersama dengan buah dan hasilnya, terhitung sejak hari gugatan diajukan kepada
pengadilan; sekiranya barang itu telah dipindahtangankan, maka wajiblah dikembalikan harganya
pada saat gugatan diajukan, bersama buah dan hasil sejak saat itu.

Page 295 of 336

Selain itu, ia wajib membayar ganti rugi kepada penghibah atas hipotek dan beban lain yang
telah diletakkan olehnya di atas barang tak bergerak yang dihibahkan itu, termasuk yang
diletakkan sebelum gugatan diajukan. (KUHPerd. 1236, 1391 dst., 1444.)
Pasal 1692.
Gugatan yang disebut dalam pasal 1691, gugur setelah lewat satu tahun, terhitung dari hari
peristiwa yang menjadi alasan gugatan itu terjadi dan dapat diketahui oleh penghibah.
Gugatan itu tidak dapat diajukan oleh penghibah terhadap ahli waris orang yang diberi hibah itu;
demikian juga, ahli waris si penghibah tidak dapat mengajukan gugatan terhadap orang yang
mendapat hibah, kecuali kalau gugatan itu telah mulai diajukan oleh penghibah atau penghibah
ini meninggal dunia dalam tenggang waktu satu tahun sejak terjadinya peristiwa yang
dituduhkan itu. (KUHPerd. 1688-20 dan 30.)
Pasal 1693.
Ketentuan-ketentuan bab irli tidak mengurangi apa yang sudah ditetapkan pada Bab VII dari
Buku Pertama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 139 dst., 168 dst., 176
dst.)
BAB XI.
PENITIPAN BARANG
Bagian 1.
Penitipan Barang Pada Umumnya Dan Berbagai Jenisnya.
Pasal 1694.
Penitipan barang terjadi, bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk
menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama. (KUHPerd. 1697,
1700, 1714, 1949.)
Pasal 1695.
Ada dua jenis penitipan barang, yaitu: penitipan mumi (sejati) dan sekuestrasi (penitipan dalam
perselisihan). (KUHPerd. 1696 dst., 1730 dst.)
Bagian 2.
Penitipan Mumi.
Pasal 1696.
Penitipan mumi dianggap dilakukan dengan cuma-cuma, bila tidak diperjanjikan sebaliknya.
Penitipan dengan hanya mengenai barang-barang bergerak. (KUHPerd. 1697, 1707-20, 1713,
1718, 1732, 1734, 1794.)
Pasal 1697.
Perjanjian penitipan belum terlaksana sebelum barang yang bersangkutan diserahkan betul-betul
atau dianggap sudah diserahkan. (KUHPerd. 612, 1237, 1720, 1728.)
Pasal 1698.
Penitipan barang terjadi secara sukarela atau secara terpaksa. (KUHPerd. 1699 dst., 1703 dst.)
Pasal 1699.
Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena ada pedawian timbalbalik antara pemberi titipan
dan penerima titipan. (KUHPerd. 1313 dst., 1320 dst., 1697.)

Page 296 of 336

1700. Dihapus dg. S. 1925-525.


Pasal 1701.
Penitipan barang dengan sukarela hanya dapat dilakukan antara orang-orang yang cakap untuk
mengadakan perjanjian.
Akan tetapi jika orang yang eakap untuk mengadakan perjanjian menerima titipan barang dari
seseorang yang tidak cakap untuk itu, maka ia harus memenuhi semua kewajiban seorang
penerima titipan mumi. (KUHPerd. 1329 dst., 1446.)
Pasal 1702.
Jika penitipan barang dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang belum cakap
untuk membuat perjanjian, maka pemberi titipan, selama barang itu masih di tangan penerima
titipan, dapat menuntut pengembalian barang itu; tetapi jika barang itu tidak ada lagi di tangan
penerima titipan, maka pemberi titipan dapat menuntut ganti rugi, sejauh penerima titipan
mendapat manfaat dari barang titipan tersebut. (KUHPerd. 574, 1330 dst., 1387, 1451.)
Pasal 1703.
Penitipan karena terpaksa ialah penitipan yang terpaksa dilakukan oleh karena terjadinya suatu
malapetaka, seperti kebakaran, runtuhnya bangunan, perampokan, karamnya kapal, banjir atau
peristiwa lain yang tak terduga datangnya. (KUHPerd. 1705, 1709 dst.; Rv. 580-21; KUHP 375.)

1704. Dihapus dg. S. 1925-525.


Pasal 1705.

(s.d. u. dg. S. 1925-525.) Penitipan karena terpaksa, diatur menurut ketentuan-ketentuan yang
berlaku bagi penitipan dengan sukarela. (KUHPerd. 1701 dst.)

Pasal 1706.
Penerima titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaikbaiknya seperti memelihara
barang-barang kepunyaan sendiri. (KUHPerd. 1235 dst., 1707 dst., 1745.)
Pasal l707.
Ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan secara lebih teliti:
10. jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu;
20. jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;
30. jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan;
40. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggungjawab atas semua
kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu. (KUHPerd. 1235, 1696, 1801.)
Pasal 1708.
Penerima titipan sekali-kati tidak harus bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang tidak
terelakkan datangnya, kecuali kalau ia telah lalai mengembalikan barang titipan itu.
Dalam hal terakhir ini, ia tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang itu, jika
barang itu akan musnah juga sekiranya berada di tangan pemberi titipan itu. (KUHPerd. 1235,
1238, 1243, 1245, 1444, 1716.)
Pasal 1709.
Pengelola rumah penginapan dan losmen, sebagai orang yang menerima titipan barang,
bertanggung jawab atas barang-barang yang dibawa tamu yang menginap di situ. Penitipan

Page 297 of 336

demikian dianggap sebagai penitipan karena terpaksa. (KUHPerd. 1703 dst., 1968; Rv. 580-20;
KUHP 375.)
Pasal 1710.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Mereka bertanggungjawab atas hilangnya atau rusaknya barang-barang
tamu, yang dicuri atau dirusak, baik oleh pelayan dalam rumah penginapan itu atau buruh lain,
maupun oleh orang luar. (KUHPerd. 802, 1367, 1556, 1613, 1803.)
Pasal 1711.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Mereka tidak bertanggungjawab atas perampokan atau pencurian yang
diperbuat oleh orang yang oleh pelancong diizinkan datang kepadanya.

Pasal 1712.
Penerima titipan tidak boleh memakai barang titipan tanpa izin yang diberikan secara tegas oleh
pemberi titipan atau dapat disimpulkan adanya, dengan ancaman mengganti biaya kerugian dan
bunga, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst., 1718; Rv. 458 dst.)
Pasal 1713.
Bila barang yang dititipkan itu tersimpan dalam sebuah peti terkunci atau terbungkus dengan
segel, penerima titipan tidak boleh menyelidiki isinya. (KUHPerd. 1712.)
Pasal 1714.
Penerima titipan wajib mengembalikan barang yang sama dengan yang diterimanya.
Dengan demikian, kalau titipan itu berupa uang tunai, maka wajib dikembahkan uang tunai
dalam jumlah dan jenis mata uang seperti semula, biarpun mata uang itu sudah naik atau turun
nilainya. (KUHPerd. 1429-21, 1700, 1756, 1959.)
Pasal 1715.
Penerima titipan hanya wajib mengembalikan barang titipan itu dalam keadaan sebagaimana
adanya pada saat pengembalian.
Kekurangan yang timbul pada barang itu di luar kesalahan penerima titipan, harus menjadi
tanggungan pemberi titipan. (KUHPerd. 782, 963, 1391, 1444.)
Pasal 1716.
Jika barang titipan dirampas dari kekuasaan penerima titipan, tetapi kemudian ia menerima
penggantian berupa uang harganya atau barang lain, maka ia wajib mengembalikan apa yang
diterimanya itu kepada pemberi titipan. (KUHPerd. 1445.)
Pasal 1717.
Bila seorang ahli waris penerima titipan menjual barang titipan itu dengan itikad baik, tanpa
mengetahui bahwa barang yang dijualnya itu adalah barang titipan, maka ia hanya wajib
mengembalikan uang harga pembelian yang telah diterimanya, atau jika ia belum menerima
uang itu, menyerahkan hak untuk menuntut pembeli barang. (KUHPerd. 1034 dst., 1236, 1363,
1471, 1977; Rv. 677 dst.)
Pasal 1718.
Jika barang titipan itu mendatangkan hasil, dan hasil ini telah dipungut atau diterima oleh
penerima titipan, maka wajiblah ia mengembahkah hasil itu. ia tidak harus membayar bunga atas
uang yang dititipkan kepadanya; tetapi jika ia telah lalai mengembalikan uang itu, maka
terhitung dari hari penagihan ia wajib membayar bunga. (KUHPerd. 391, 949, 1158, 1238, 1243,
1250, 1696, 1712, 1767, 1805; Rv. 459.)

Page 298 of 336

Pasal 1719.
Penerima titipan tidak boleh mengembalikan barang titipan itu selain kepada orang yang
menitipkan sendiri barang itu, atau kepada orang yang atas namanya menitipkan barang itu,
atau kepada wakil yang ditunjuknya untuk Menerima kembali barang termaksud. (KUHPerd.
1358.)
Pasal 1720.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) ia tidak dapat menuntut orang yang menitipkan barang untuk
membuktikan dirinya sebagai pemilik yang sesungguhnya.

Bila ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang curian, dan mengetahui pula siapa pemilik
yang sebenarnya, maka ia wajib memberitahukan kepada pemilik itu, bahwa barang itu telah
dititipkan kepadanya, serta mengingatkan agar ia memintanya kembali dalam waktu tertentu
yang pantas. Bila orang itu lalai untuk meminta barang titipan itu, maka penyimpan itu menurut
undang-undaig tidak dapat dituntut, jika ia menyerahkan barang itu kembali kepada orang yang
menitipkan barang itu. (KUHPerd. 582, 1719, 1977.)
Pasal 1721.
Bila pemberi titipan meninggal dunia, maka barang titipatmya itu hanya dapat dikembalikan
kepada ahliwarisnya.
Jika ada lebih dari seorang ahli waris, maka barang itu harus dikembalikan kepada semua ahli
waris, atau kepada masing-masing menurut ukuran bagian masing-masing.
Jika barang titipan tidak dapat dibagi-bagi, maka para ahli waris harus bermupakat tentang siapa
yang menerima kembab barang itu. (KUHPerd. 833, 955, 1297, 1299, 1303, 1529, 1713, 1719,
1813.)
Pasal 1722.
Jika pemberi titipan berganti kedudukan hukum, misalnya bila seorang perempuan yang belum
menikah kemudian menikah, sehingga ia menjadi berada di bawah kekuasaan suaminya, atau
bila seorang dewasa ditempatkan di bawah pengampuan, barang titipan itu tidak boleh
dikembahkan selain kepada orang yang ditugaskan mengurus hak-hak dan harta benda pemberi
titipan itu, kecuali kalau penyimpan barang mempunyaj alasan yang sah untuk membuktikan
bahwa ia tidak mengetahui perubahan kedudukan hukum pemberi titipan itu. (KUHPerd. 108,
433 dst.; F. 22.)
Pasal 1723.
Jika penitipan barang dilakukan oleh seorang wali, pengampu, suami, atau pengurus, dan
kemudian kekuasaan mereka berakhir, maka barang itu hanya boleh dikembalikan kepada
pemilik sah barang itu, yaitu orang yang diwakili oleh wali, pengampu, suami atau pengurus itu.
(KUHPerd. 1722.)
Pasal 1724.
Pengembalian barang yang dititipkan harus dilakukan di tempat yang ditentukan dalam
perjanjian.
Jika tempat itu tidak ditentukan dalam perjanjian, maka pengembalian harus dilakukan di tempat
penitipan barang itu.
Semua biaya yang perlu dikeluarkan untuk penyerahan kembali itu, harus ditanggung oleh
pemberi titipan. (KUHPerd. 1393, 1395, 1729.)

Page 299 of 336

Pasal 1725.
Bila pemberi titipan menuntut barang titipan itu, maka barang itu harus dikembalikan seketika
itu, biarpun dalam perjanjian ditetapkan waktu tertentu untuk pengembatian itu, kecuah kalau
barang itu telah disita dari tangan penerima titipan. (KUHPerd. 1269 dst., 1716, 1718, 1735; Rv.
477 dst., 728 dst., 812, 1001.)
Pasal 1726.
Bila penerima titipan mempunyai alasan yang sah untuk dibebaskan dari barang yang dititipkan
padanya, maka ia dapat juga mengembalikan barang titipan itu sebelum tiba waktu
pengembalian yang ditentukan dalam perjanjian; jika pemberi titipan menolaknya, penerima
titipan boleh minta izin kepada pengadilan untuk menitipkan barang itu pada orang lain.
(KUHPerd. 1735 dst.)
Pasal 1727.
Semua kewajiban penerima titipan berhenti, bila ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa
ia sendiri pemilik sah barang yang dititipkan kepadanya itu. (KUHPerd. 1436.)
Pasal 1728.
Pemberi titipan wajib mengganti semua biaya yang dikeluarkan penyimpan guna menyelamatkan
barang titipan itu, serta segala kerugian yang dideritanya karena penitipan itu. (KUHPerd. 113941, 1147 dst., 1157, 1235 dst., 1243 dst., 1357, 1364 dst., 1724, 1752.)
Pasal 1729.
Penerima titipan berhak menahan barang titipan selama belum diganti semua ongkos dan
kerugian yang wajib dibayar kepadanya karena penitipan itu. (KUHPerd. 575 dst., 715, 725,
1150, 1159, 1364, 1616, 1812; F. 59.)
Bagian 3.
Sekuestrasi Dan Pelbagai Jenisnya.
Pasal 1730.
Sekuestrasi ialah penitipan barang yang berada dalam persengketaan kepada orang lain yang
mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu dengan semua hasilnya kepada yang berhak
atasnya setelah perselisihan diputus oleh pengadilan.
Penitipan demikian terjadi karena perjanjian atau karena perintah hakim. (KUHPerd. 478, 833,
956, 1697, 1731 dst., 1736 dst.; Rv. 580-41.)
Pasal 1731.
Sekuestrasi terjadi karena suatu perjanjian, bila barang yang dipersengketakan itu diserahkan
kepada orang lain oleh seseorang atau lebih dengan sukarela.
Pasal 1732.
Tidak diharuskan bahwa sekuestrasi berlaku dengan cuma-cuma. (KUHPerd. 1696, 1707-21,
1733.)
Pasal 1733.
Sekuestrasi tunduk pada semua aturan yang berlaku bagi penitipan mumi, kecuali mengenai halhal di bawah.ini. (KUHPerd. 1696 dst., 1737.)
Pasal 1734.
Sektiestrasi dapat mengenai barang-barang tak bergerak dan barang-barang bergerak.
(KUHPerd. 1696 dst., 1738-21.)

Page 300 of 336

Pasal 1735.
Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekuestrasi tidak dapat dibebaskan dari
kewajiban menyimpan barang titipan itu sebelum sengketa diselesaikan, kecuali bila orang-orang
yang berkepentingan telah memberi izin untuk itu, atau bila ada alasan yang sah. (KUHPerd.
1725 dst., 1728 dst., 1732.)
Pasal 1736.
Sekuestrasi atas perintah pengadilan terjadi bila pengadilan memerintahkan supaya suatu barang
dititipkan kepada orang lain selama sengketa tentang barang itu belum dapat diselesaikan.
(KUHPerd. 561, 1726, 1730 dst., 1737, 1885.)
Pasal 1737.
Sekuestrasi dari pengadilan ditugaskan kepada seorang yang ditunjuk atas mupakat kedua belah
pihak yang berperkara, atau kepada orang lain yang diangkat oleh pengadilan karena jabatan.
Dalam kedua hal tersebut, orang yang telah diserahi urusan itu harus memenuhi semua
kewajiban yang ditetapkan dalam perjanjian tentang sekuestrasi itu, dan atas tuntutan
kejaksaan, ia wajib menyerahkan suatu perhitungan ringkas setiap tahun kepada hakim tentang
urusan penitipan barang itu, dengan menunjukkan barang-barang yang dipercayakan kepadanya;
tetapi jika perhitungan itu kemudian tidak disetujui oleh orang-orang yang berkepentingan,
penyimpan tidak dapat menyanggah dengan mengatakan, bahwa perhitungan itu sudah disetujui
oleh pengadilan. (KUHPerd. 1733 dst.; KUHD 94; Rv. 55-41.)
Pasal 1738.
Pengadilan dapat memerintahkan supaya dilakukan sekuestrasi: (KUHPerd. 473, 1885; KUHD 94;
Rv. 508.)
10. atas barang-barang bergerak yang telah disita dari tangan seorang debitur; (Rv. 454, 718,
723, 753.)
20. atas suatu barang bergerak atau barang tak bergerak, yang hak milik mutlak (eigendom)
atau besit atas barang itu menjadi sengketa antara dua orang atau lebih; (KUHPerd. 561,
833, 956.)
30. atas barang-barang yang ditawarkan oleh seorang debitur untuk membayar utangnya.
(KUHPerd. 1412; Rv. 809 dst.)
Pasal 1739.
Pengangkatan seorang penyimpan oleh pengadilan, menimbulkan kewajiban-kewajiban timbalbalik antara penyita dan penyimpan.
Penyimpan wajib memelihara barang yang disita itu sebagai seorang kepala rumah tangga
baik.
la wajib menyerahkan barang itu, baik untuk dijual guna melunasi piutang si penyita, maupun
untuk dikembalikan kepada orang yang barangnya kena sita, jika penyitaan atas barangnya itu
telah dicabut.
Kewajiban penyita ialah membayar upah penyimpan yang ditentukan dalam undang-undang.
(KUHPerd. 1706 dst., S. 1851-27 pasal 48.)
BAB XII.
PINJAM-PAKAI
Bagian 1.

Page 301 of 336

Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 1740.
Pinjam-pakai adalah suatu perjanjian, dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang
untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat, bahwa pihak yang mencrima
barang itu, setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan
barang itu. (KUHPerd. 1389, 1429-2', 1697, 1714.)
Pasal 1741.
Orang yang meminjamkan itu tetap menjadi pemilik mutlak barang yang dipinjamkannya itu.
(KUHPerd. 1746, 1748, 1752, 1755.)
Pasal 1742.
Segala sesuatu yang dipergunakan orang dan tidak dapat musnah karena pemakaiannya, dapat
menjadi pokok perjanjian ini. (KUHPerd. 505, 537, 1332, 1740, 1744.)
Pasal 1743.
Semua perjanjian yang lahir dari perjanjian pinjam-pakai, beralih kepada ahli waris orang yang
meminjamkan dan ahli waris peminjam.
Akan tetapi jika pemberian pinjaman dilakukan hanya kepada orang yang menerimanya dan
khusus kepada orang itu sendiri, maka seniua ahli waris peminjam tidak dapat tetap menikmati
barang pinjaman itu. (KUHPerd. 833, 955, 1318, 1717, 1721, 1826.)
Bagian 2.
Kewajiban-kewajiban Orang yang Menerima Barang Pinjam Pakai.
Pasal 1744.
Barangsiapa menerima suatu barang yang dipinamnya, wajib memelihara barang itu
seorang kepala keluarga yang baik.
Ia tidak boleh menggunakan barang itu selain untuk maksud pemakaian yang sesuai dengan
sifatnya, atau untuk keperluan yang telah ditentukan dalam perjanjian. Bila menyimpang dari
larangan ini, peminjam dapat dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, kalau ada alasan
untuk itu.
Jika peminjam memakai barang itu untuk suatu tujuan lain atau lebih lama dari yang semestinya,
maka wajiblah ia bertanggung jawab atas musnahnya barang itu, sekalipun musnahnya barang
itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang tidak disengaja. (KUHPerd. 1235, 1245 dst., 1391,
1444, 1708, 1740, 1746.)
Pasal 1745.
Jika barang pinjaman itu musnah karena suatu peristiwa yang tidak disengaja, sedang hal itu
dapat dihindarkan oleh peminjam dengan jalan memakai barang kepunyaan sendiri, atau jika
peminjam tidak memperdulikan barang pinjaman sewaktu terjadinya peristiwa termaksud,
sedang barang kepunyaannya sendiri diselamatkannya, maka peminjam wajib bertanggung
jawab atas musnahnya barang itu. (KUHPerd. 1235 dst., 1245, 1444, 1707 dst.)
Pasal 1746.
Jika barang itu telab ditaksir harganya pada waktu dipinjamkan, maka musnahnya barang itu,
meskipun hal ini terjadi karena peristiwa yang tak disengaja, adalah atas tanggungan peminjam,
kecuali kalau telah dijanjikan sebaliknya. (KUHPerd. 1245, 1631.)

Page 302 of 336

Pasal 1747.
Jika barang itu menjadi berkurang harganya semata-mata karena pemakaian yang sesuai dengan
maksud peminjaman barang itu, dan bukan karena kesalahan si peminjam, maka ia tidak
bertanggungjawab atas berkurangnya harga itu. (KUHPerd. 1391.)
Pasal 1748.
Jika pemakai telah mengeluarkan biaya untuk dapat memakai barang yang dipinjamnya itu,
maka ia tidak dapat menuntut biaya tersebut diganti. (KUHPerd. 1752.)
Pasal 1749.
Jika beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, maka mereka masing-masing wajib
bertanggungjawab atas keseluruhannya kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd. 1282, 1301 dst.)
Bagian 3.
Kewajiban kewajiban Pemberi Pinjaman.
Pasal 1750.
Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkannya, kecuali bila sudah
lewat waktu yang ditentukan, atau dalam hal tidak ada ketentuan tentang waktu peminjaman itu,
bila barang yang dipinjamkan itu telah selesai atau telah dianggap telah selesai digunakan untuk
tujuan yang dimaksudkan. (KUHPerd. 1269, 1725, 1740, 1759.)
Pasal 1751.
Akan tetapi bila dalam jangka waktu itu atau sebelum berakhirnya keperluan untuk memakai
barang itu, pemberi pinjaman sangat membutuhkan barangnya itu dengan alasan yang
mendesak dan tidak terduga, maka dengan memperhatikan keadaan, pengadilan dapat memaksa
peminjam untuk mengembalikan barang pinjaman itu kepada pemberi pinjaman. (KUHPerd.
1269, 1579.)
Pasal 1752.
Jika dalam jangka waktu pemakaian barang pinjaman itu si pemakai terpaksa mengeluarkan
biaya yang sangat perlu guna menyelamatkan barang pinjaman itu, dan begitu mendesak
sehingga oleh pemakai tidak sempat diberitahukan terlebih dahulu kepada pemberi pinjaman,
inaka pemberi pinjaman ini wajib mengganti biaya itu. (KUHPerd. 1139-40, 1147 dst., 1157,
1357, 1364, 1728, 1748.)
Pasal 1753.
Jika barang yang dipinamkan itu mempunyai cacat-cacat sedemikian rupa, sehingga pemakai
barang itu bisa mendapat rugi, sedang pemberi pinjaman telah mengetahui adanya cacat-cacat
itu, tetapi tidak memberitahukannya kepada si pemakai, maka pemberi pinjaman harus
bertanggungjawab atas semua akibat pemakaian barang itu. (KUHPerd. 1365 dst., 1504, 1762.)
BAB XIII.
PINJAM PAKAI HABIS (VERBRUIKLENING)
Bagian 1.
Ketentuan ketentuan Umum.
Pasal 1754.
Pinjam pakai habis adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan
sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat, bahwa pihak
kedua itu akart mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan
yang sama. (KUHPerd. 505,1392, 1740, 1763.)

Page 303 of 336

Pasal 1755.
Berdasarkan perjanjian tersebut, orang yang menerima pinjaman menjadi pemilik mutlak barang
pinjaman itu; dan bila barang ini musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kerugian itu
menjadi tanggungan peminjaman. (KUHPerd. 1237, 1741.)
Pasal 1756.
Utang yang timbul karena peminjaman uang, hanya terdiri dari sejumlah uang yang ditegaskan
dalam perjanjian.
Jika sebelum utang dilunasi nilai mata uang naik atau turun, atau terjadi perubahan dalam
peredaran uang yang laku, maka pengembalian uang yang dipinjam itu harus dilakukan dengan
uang yang laku pada waktu pelunasannya, sebanyak uang yang telah dipinjam, dihitung menurut
nilai resmi pada waktu pelunasan itu. (KUHPerd. 1250, 1389; bdk. S. 1937-585 Ordonansi atas
Klausula Emas 1937.)
Pasal 1757.
Ketentuan pasal di atas tidak berlaku, jika kedua belah pihak menyepakati dengan tegas, bahwa
uang pinjaman harus dikembalikan dengan uang logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama
seperti semula. Dalam hal demikian, pihak yang menerima pinjaman harus mengembalikan uang
logam dari jenis dan dalam jumlah yang sama, tidak lebih dan tidak kurang.
Jika uang logam sejenis sudah tidak cukup lagi dalam peredaran, maka kekurangannya harus
diganti dengan uang dari logam yang sama dan sedapat mungkin mendekati kadar logam uang
pinjaman itu, sehingga semuanya mengandung logam asb yang sama beratnya dengan yang
terdapat dalam uang logam pinjaman semula. (KUHPerd. 1389.)
Pasal 1758.
Jika yang dipinjamkan itu berupa batang-batang emas atau perak, atau barang-barang lain,
maka peminjam harus mengembalikan logam yang sama beratnya dan mutunya dengan yang ia
terima dahulu itu, tanpa kewajiban memberikan lebih, walaupun harga logam itu sudah naik atau
turun. (KUHPerd. 1754, 1763.)
Bagian 2.
Kewajiban-kewajiban Orang Yang meminjamkan.
Pasal 1759.
Pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu
yang telah ditentukan di dalam perjanjian. (KUHPerd. 1269 dst., 1725, 1750 dst., 1763.)
Pasal 1760.
Jika jangka waktu peminjamanan tidak ditentukan, maka bila pemberi pinjaman menuntut
pengembalian barang pinjaman itu, pengadilan boleh memberikan sekedar kelonggaran kepada
peminam sesudah mempertimbangkan keadaan. (KUHPerd. 1390.)
Pasal 1761.
Jika telah dijanjikan, bahwa peminjam barang atau uang akan mengembalikannya bila ia mampu
untuk itu, maka kalau pemberi pinjaman menuntut pengembalian uang atau barang pinjaman itu,
pengadilan boleh menentukan waktu pengembalian itu sesudah mempertimbangkan keadaan.
(KUHPerd. 1256, 1268.)
Pasal 1762.

Page 304 of 336

Ketentuan pasal 1753 berlaku juga dalam perjanjian pinjam pakai habis. (KUHPerd. 1365 dst.
1504.)
Bagian 3.
Kewajiban-kewajiban Pemiroam.
Pasal 1763.
Barangsiapa meminjam suatu barang wajib mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang
sama dan pada waktu yang diperjardikan. (KUHPerd. 1269 dst., 1392, 1754, 1756, 1759; bdk. S.
1937-585 Ordonansi atas Klausula Emas.)
Pasal 1764.
Jika ia tidak mungkin memenuhi kewajiban itu, maka ia wajib membayar harga barang yang
dipinjamnya itu, dengan memperhatikan waktu dan tempat pengembalian barang itu menurut
perjanjian.
Jika waktu dan tempat tidak diperjanjikan, maka pengembalian harus dilakukan menurut nilai
barang pinjaman tersebut pada waktu dan tempat peminjamanan. (KUHPerd. 1243 dst., 1250,
1393.)
Bagian 4.
Peminjaman Dengan Bunga.
Pasal 1765.
Untuk peminjaman uang atau barang yang habis dalam pemakaian, diperbolehkan membuat
syarat bahwa atas pinjaman itu akan dibayar bunga. (KUHPerd. 505, 1250, 1754, 1768, 1975; Rv
344.)
Pasal 1766.
Barangsiapa sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak
diperjanjikan dahulu, tidak dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat
mengurangkannya dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui
jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat
diminta kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok.
Pembayaran bunga yang tidak diperjanjikan tidak mewajibkan debitur untuk membayar bunga
terus; tetapi bunga yang diperjardikan wajib dibayar sampai pada saat pengembalian atau
periitipan (konsinyasi) uang pinjaman pokok semuanya, walaupun pengembalian atau perlitipan
uang pirdaman itu dilakukan tatkala sudah lewat waktu pelunasan menurut perjanjian. (KUHPerd.
1359, 1397 1404 dst., 1768.)
Pasal 1767.
Ada bunga menurut penetapan, undang-undang, ada pula yang ditetapkan dalam perjanjian.
Bunga menurut undang-undang ialah bunga yang ditentukan oleh undang-undang. Bunga yang
ditetapkan dalam perjanjian boleh melampaui bunga menurut undang-undang dalam segala hal
yang tidak dilarang undang-undang. (S. 1848-22 jo. S. 1849-63; KUHD 147.)
Besannya bunga yang ditetapkan dalam perjanjian harus dinyatakan secara tertulis. (KUHPerd.
391, 413, 797 dst., 1098, 1250, 1286, 1768, 1780, 1805, 1839, 1975.)
Pasal 1768.
Jika pemberi pinjaman memperjanjikan bunga tanpa menentukan besarnya, maka penerima
pinjaman wajib membayar bunga menurut undang-undang. (KUHPerd. 1767.)

Page 305 of 336

Pasal 1769.
Bukti yang menyatakan pembayaran uang pinjaman pokok tanpa menyebutkan sesuatu tentang
pembayaran bunga, memberi dugaan bahwa bunganya telah dilunasi, dan peminjaman
dibebaskan dari kewajiban untuk membayarnya. (KUHPerd. 1394, 1397, 1438, 1916, 1921.)
Pasal 1770.
Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang
akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya
kembali. (KUHPerd. 511-21, 1252, 1394, 1975.)
Pasal 1771.
Bunga ini pada hakikatnya dapat diangsur.
Hanya kedua belah pihak dapat mengadakan persetujuan bahwa pengangsuran itu tidak boleh
dilakukan sebelum lewat waktu tertentu, yang tidak boleh dite. tapkan lebih lama daii sepuluh
tahun, atau tidak boleh dilakukan sebelum diberitahukan kepada kreditur dengan suatu tenggang
waktu, yang sebelumnya telah ditetapkan oleh mereka, tetapi tidak boleh lebih lama dari satu
tahun. (KUHPerd. 751 dst., 1269 dst., 1520; Onteig. 404.)
Pasal 1772.
Seseorang yang berutang bunga abadi dapat dipaksa mengembalikan uang pokok:
10. jika ia tidak membayar apa pun dari bunga yang harus dibayamya selama dua tahun
berturut-turut; (KUHPerd. 1782.)
20. jika ia lalai memberikan jaminan yang dijanjikan kepada kreditur; (KUHPerd. 1781.)
:30. jika ia dinyatakan pailit atau dalam keadaan benar-benar tidak mampu untuk membayar.
(KUHPerd. 1271, 1782, 1843-21; F. 127.)
Pasal 1773.
Dalam kedua hal pertama yang disebut dalam pasal yang lain, debitur dapat membebaskan diri
dari kewajiban mengembalikan uang pokok, jika dalam waktu dua puluh hari, terhitung mulai ia
diperingatkan dengan perantaraan hakim, ia membayar angsuran-angsuran yang sudah harus
dibayamya atau memberikan jaminan yang dijanjikan. (KUHPerd. 1238.)
BAB XV.
PERSETUJUAN UNTUNG-UNTUNGAN
Bagian 1.
Ketentuan Umum.
Pasal 1774.

(s.d. u. dg. S. 1933-4 7. jo. S. 1938-2.) Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu

perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi
sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.
Demikianlah :
persetujuan pertanggungan; (KUHD 246 dst., 287 dst., 592 dst., 686 dst.)
bunga cagak-hidup-, (KUHPerd. 1775 dst.)
perjudian dan pertaruhan. (KUHPerd. 1788 dst.)
Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang. (KUHPerd. 1253
dst.)
Bagian 2.
Persetujuan Bunga Cagak-Hidup Dan Akibat-akibatnya.

Page 306 of 336

Pasal 1775.
Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan suatu persetujuan atas beban, atau dengan suatu
akta hibah.
Bunga cagak-hidup juga dapat diadakan dengan suatu wasiat. (KUHPerd. 511-21-, 764, 918,
922, 960-20, 1252, 1780, 1975.)
Pasal 1776.
Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas diri orang yang memberikan pinjaman, atau atas diri
orang yang diberi manfaat dari bunga tersebut, atau pula atas diri seorang pihak ketiga,
meskipun orang ini tidak mendapat manfaat daripadanya. (KUHPerd. 1777 dst.)
Pasal 1777.
Bunga cagak-hidup dapat diadakan atas diri satu orang atau lebih. (KUHPerd. 1776 dst.)
Pasal 1778.
Bunga cagak-hidup dapat diadakan untuk seorang pihak ketiga, meskipun uangnya diberikan
oleh orang lain.
Akan tetapi, dalam hal tersebut, bunga cagak-hidup tidak tunduk 6ada tata cara penghibahan.
(KUHPerd. 1317, 1682.)
Pasal 1779.
Bunga cagak-hidup yang diadakan atas diri seseorang yang meninggal pada hari persetujuan,
tidak mempunyai kekuatan hukum. (KUHPerd. 1335, 1774.)
Pasal 1780.
Bunga cagak-hidup dapat diadakan dengan peiiawian sampai sedemikian tinggi menurut
kehendak kedua pihak. (KUHPerd. 1767.)
Pasal 1781.
Orang yang atas dirinya diadakan bunga cagak-hidup dengan beban, dapat menuntut
pembatalan persetujuan itu, jika debitur tidak memberikan jaminan yang telah dijanjikan.
Jika persetujuan dibatalkan, debitur wajib membayar tunggakan bunga yang telah diperjanjikan,
sampai pada hari dikembalikannya uang pokok. (KUHPerd. 1266 dst., 1772-21, 1773.)
Pasal 1782.
Penunggakan pembayaran bunga cagak-hidup tidak memberikan hak kepada penerima bunga
untuk meminta kembali uang pokok atau barang yang telah diberikannya untuk dapat menerima
bunga itu; ia hanya berhak menuntut debitur membayar bunga yang wajib dibayamya, menyita
kekayaannya untuk melunasi utangnya, dan meminta jaminan untuk bunga yang sudah dapat
ditagih. (KUHPerd. 1266 dst., 1394, 1722- 1 1.)
1783. Dihapus dg. S. 1906-348.
Pasal 1784.
Debitur tidak dapat membebaskan diri dari pembayaran bunga cagak hidup dengan menawarkan
pengembahan uang pokok dan dengan berjanji tidak akan menuntut pengembahan bunga yang
telah dibayamya; ia wajib terus membayar bunga cagak-hidup selama hidup orang atau orangorang yang atas diri mereka telah (Wa4ikan bunga cagak-hidup itu, betapa pun beratnya
pembayaran bunga itu bagi dirinya. (KUHPerd. 1771.)
Pasal 1785.

Page 307 of 336

Pemilik bunga cagak-hidup hanya berhak atas bunga itu menurut jumlah hari seumur hidup
orang yang atas dirinya telah diadakan bunga cagak-hidup itu.
Akan tetapi jika menurut persetujuan harus dibayar terlebih dahulu bunganya, maka hak atas
angsuran yang sedianya sudah harus terbayar, baru diperoleh mulai hari pembayaran itu
seharusnya dilakukan. (KUHPerd. 502, 763 dst.)
Pasal 1786.
Mengadakan perjanjian bahwa suatu bunga cagak-hidup takkan tunduk pada suatu penyitaan,
tidak diperbolehkan kecuali bila bunga cagak-hidup itu diadakan dengan cuma-cuma. (KUHPerd.
1131 dst., 1429-3'; Rv 749.)
Pasal 1787.
Penerima bunga tidak dapat menagih bunga yang sudah harus dibayar, sewa dengan
menyatakan bahwa orang yang atas dirinya telah diperjanjikan bunga cagak-hidup itu masih
hidup. (KUHPerd. 1975.)
Bagian 3.
Perjudian Dan Pertaruhan.
Pasal 1788.
Undang-undang tidak memberikan hak untuk menuntut secara hukum dalam hal suatu utang
yang terjadi karena perjudiaan atau pertaruhan. (KUHP 303, 542 dst.)
Pasal 1789.
Akan tetapi dalam ketentuan tersebut di atas itu tidak termasuk permainan-permainan yang
dapat dipergunakan untuk olahraga, seperti anggar, lari cepat, dan sebagainya.
Meskipun demikian, hakim dapat menolak atau mengurangi tuntutan bila menurut pendapatnya
uang taruhan lebih dari yang sepantasnya.
Pasal 1790.
Ketentuan-ketentuan dalam dua pasal yang lain tidak boleh digunakan untuk menghindari utang
dengan cara pembaharuan utang. (KUHPerd. 1413 dst.)
Pasal 1791.
Seorang yang secara sukarela membayar kekalahannya dengan uang, sekali-kali tak boleh
menuntut kembali uangnya, kecuali bila pihak yang menang itu telah melakukan kecurangan
atau penipuan. (KUHPerd. 1328, 1359; KUHP. 378.)
BAB XVI.
PEMBERIAN KUASA
Bagian 1.
Sifat Pemberian Kuasa.
Pasal 1792.
Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain
yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
(KUHPerd. 78 dst., 1354 dst., 1549, 1945; KUHD 79 dst.)
Pasal 1793.

Page 308 of 336

Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah
tatigan, bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dari disimpulkan dari pelaksanaan
kuasa itu oleh yang diberi kuasa itu. (KUHPerd. 79, 109, 1171, 1683, 1796, 1874, 1895 dst.,
1945; BS. 12, 4 1; F. 116; Rv. 38, 150, 256, 439, 860.)
Pasal 1794.
Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. (KUHPerd.
1021, 1358, 1549, 1801, 1808.)
Jika dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan tegas, maka penerima kuasa tidak
boleh meminta upah yang lebih daripada yang ditentukan dalam pasal 411 untuk wali. (Ov. 80.)
Pasal 1795.
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan
tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa.
(KUHPerd. 79, 334, 1683, 1925, 1934, 1945; BS. 12, 41; KUHD 331, 360, 362; F. 116; Rv. 38,
150, 272, 439, 860.)
Pasal 1796.
Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang
menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di
atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan tindahkan lain yang hanya
dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang
tegas. (KUHPerd 115, 1171, 1385, 1405-11, 1683, 1934; KUHD 362, 365; Rv. 256.)
Pasal 1797.
Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya; kekuasaan yang
diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak untuk
menggantungkan penyetesajan perkara pada keputusan wasit. (KUHPerd. 1316, 1806, 1851 dst.;
Rv. 615 dst.)
Pasal 1798.
Orang-orang perempuan dan anak yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa; tetapi
pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk mengajukan suatu tuntutan hukum terhadap anak
yang belum dewasa, selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai perikatan-perikatan
yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap orang-orang perempuan bersuami
yang menerima kuasa tanpa bantuan suami pun ia tidak ber-wenang untuk mengadakan
tuntutan hukum, selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V dan VII Buku Kesatu dari Kitab
Undang-undang Hukum Perdata ini. (KUHPerd. 108 dst., 114 dst., 330, 333, 385 dst., 1006, 1330
dst., 1446, 1813; KUHD 20; Rv. 617.)
Pasal 1799.
Pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang yang dengannya si penerima kuasa
telah melakukan perbuatan hukum dalam kedudukannya dan pula dapat mengajukan tuntutan
kepadanya untuk memenuhi persetujuan yitng telah dibuat. (KUHPerd. 1792, 1803; KUHD 78.)
Bagian 2.
Kewajiban Penerima Kuasa.
Pasal 1800.

Page 309 of 336

Penerima kuasa, selama kuasanya belum dicabut, wajib melaksanakan kuasanya, dan
bertanggung-jawab atas segala biaya, kerugian dan bunga, yang timbul karena tidak
dilaksanakannya kuasa itu.
Begitu pula, ia wajib menyelesaikan urusan yang telaii mulai dikerjakannya pada waktu pemberi
kuasa meninggal dan dapat menimbulkan kerugian jika tidak segera diselesaikannya. (KUHPerd.
1243, 1245, 1338, 1354 dst., 1470, 1813, 1817, 1819.)
Pasal 1801.
Penerima kuasa tidak hanya bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan
dengan sengaja, melainkanjuga atas kelalaian-kelalaian yang dilakukan dalam mejalankan
kuasanya.
Akan tetapi tanggung-jawab atas kelalaian-kelalaian orang yang dengan cuma-cuma menerima
kuasa, tidaktah seberat tanggungjawab yang di"nta dari orang yang menerima kuasa dengan
mendapatkan upah. (KUHPerd. 1235, 1328, 1356, 1707 dst., 1794.)
Pasal 1802.
Penerima kuasa wajib memberi laporan kepada pemberi kuasa tentang apa yang telah dilakukan,
serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya,
sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar kepada pemberi kuasa. (KUHPerd. 1805,
1807; Rv. 764 dst.)
Pasal 1803.
Penerima kuasa bertanggungjawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya
dalam melaksanakan kuasanya:
10. bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya;
20. bila kuasa itu diberikan tanpa menyebutkan orang tertentu, sedangkan orang yang
dipilihnya temyata orang yang tidak cakap atau tidak mampu.
Pemberi kuasa senantiasa dianggap telah memberi kuasa kepada penerima kuasanya untuk
menunjuk seorang lain sebagai penggantinya untuk mengurus barang-barang yang berada di
luar wilayah Indonesia atau di luar pulau tempat tinggal pemberi kuasa.
Pemberi kuasa, dalam segala hal, dapat secara langsung mengajukan tuntutan kepada orang
yang telah ditunjuk oleh penerima kuasa sebagai penggantinya. (KUHPerd. 802, 1367, 1710,
1799; KUHD 89.)
Pasal 1804.
Bila dalam satu akta diangkat beberapa penerima kuasa untuk suatu urusan, maka terhadap
mereka tidak terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, kecuali jika hal itu ditentukan
dengan tegas dalam akta. (KUHPerd. 1016, 1280, 1282, 1637, 1759, 1793, 1811.)
Pasal 1805.
Penerima kuasa harus membayar bunga atas uang pokok yang dipakainya untuk keperluannya
sendiri, terhitung dari saat ia mulai memakai uang itu, begitu pula bunga atas uang yang harus
diserahkan pada penutupan perhitungan, terhitung dari saat ia dinyatakan lalai melakukan kuasa.
(KUHPerd. 391, 1238, 1243, 1250, 1626, 1718, 1767, 1801, 1810.)
Pasal 1806.
Penerima kuasa yang telah memberitahukan secara sah hal kuasanya kepada orang yang
dengannya ia mengadakan suatu persetujuan dalam kedudukan sebagai penerima kuasa, tidak
bertanggung jawab atas apa yang terjadi di luar batas kuasa itu, kecuali jika ia secara pribadi
mengikatkan diri untuk itu. (KUHPerd. 1796.)

Page 310 of 336

Bagian 3.
Kewajiban-kewajiban Pemberi Kuasa.
Pasal 1807.
Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut
kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya.
Ia tidak terikat pada apa yang telah dilakuan di luar kekuasaan itu, kecuali jika ia telah
menyetujui hal itu secara tegas atau secara diam-diam. (KUHPerd. 1338, 1357, 1792, 1892;
KUHD 656.)
Pasal 1808.
Pemberi kuasa wajib mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima
kuasa untuk melaksanakan kuasanya, begitu pula membayar upahnya bila tentang hal ini telah
diadakan perjanjian.
Jika penerima kuasa tidak melakukan suatu kelalaian, maka pemberi kuasa tidak dapat
menghindarkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya serta membayar upah
tersebut di atas, sekalipun penerima kuasa tidak berhasil dalam urusannya itu. (KUHPerd. 1357,
1794.)
Pasal 1809.
Begitu pula, pemberi kuasa harus memberikan ganti-rugi kepada penerima kuasa atas kerugiankerugian yang dideritanya sewaktu mewalankan kuasanya, asal dalam hal itu penerima kuasa
tidak bertindak kurang hati-hati. (KUHPerd. 1728.)
Pasal 1810.
Pemberi kuasa harus membayar bunga atas persekot yang telah dikeluarkan oleh penerima
kuasa, terhitung mulai hari dikeluarkannya persekot itu. (KUHPerd. 1250, 1805.)
Pasal 1811.
Jika seorang penerima kuasa diangkat oleh berbagai orang untuk menyelenggarakan suatu
urusan yang harus mereka selesaikan secara bersama, maka masing-masing dari mereka
bertanggungjawab untuk seluruhnya terhadap penerima kuasa mengenai segala akibat dari
pembqrian kuasa itu. (KUHPerd. 1280, 1282, 1804, 1808 dst.; KUHD 18.)
Pasal 1812.
Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya,
hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa.
(KUHPerd. 575 dst., 715, 725, 113f)5', 1147, 1159, 1729; KUHD 79, 82, 84 dst.; F. 59.)
Bagian 4.
Bermacam-macam Cara Berakhirnya Pemberian Kuasa.
Pasal 1813.
Pemberian kuasa berakhir: (KUHPerd. 470) :
dengan penarikan kembali kuasa penerima kuasa; (KUHPerd. 1338 dst., 1814)
dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa; (KUHPerd. 1636, 1800,
1817.)
dengan meninggalnya, pengampuan atau pailitnya, baik pemberi kuasa manpun penerima kuasa;
(KUHPerd. 452, 1355, 1818 dst.; F. 1 dst., 22.)
dengan kawinnya perempuan yang memberikan atau menerima kuasa. (KUHPerd. 79, 105 dst.,
463, 470, 1798.)

Page 311 of 336

Pasal 1814.
Pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya, dan dapat memaksa
pemegang kuasa untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1187,
1636.)
Pasal 1815.
Penarikan kuasa yang hanya diberitahukan kepada penerima kuasa, tidak dapat diajukan kepada
pihak ketiga yang telah mengadakan persetujuan dengan pihak penerima kuasa karena tidak
mengetahui penarikan kuasa itu; hal ini tidak mengurangi tuntutan hukum dari pemberi kuasa
terhadap penerima kuasa. (KUHPerd 1340.)
Pasal 1816.
Pengangkatan seorang penerima kuasa baru untuk merdalankan suatu urusan yang sama,
menyebabkan ditariknya kembali kuasa peneriyna kuasa yang pertama, terhitung mulai hari
diberitahukannya pengangkatan itu kepada orang yang disebut belakangan. (Rv. 110.)
Pasal 1817.
Pemegang kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya-dengan memberitahukan
penghentiannya kepada pemberi kuasa.
Akan tetapi bila pemberitahuan penghentian ini, baik karena ia tidak mengindahkan waktu
maupun karena sesuatu hal lain akibat kesalahan pemegang kuasa sendiri, membawa kerugian
bagi pemberi kuasa, maka pemberi kuasa ini harus diberikan ganti rugi oleh pemegang kuasa itu,
kecuali bila pemegang kuasa itu tak mampu untuk meneruskan kuasanya tanpa mendatangkan
kerugian yang berarti bagi dirinya sendiri. (KUHPerd. 1243 dst., 1354 dst., 1800.)
Pasal 1818.
Jika pemegang kuasa tidak tahu tentang meninggalnya pemberi kuasa atau tentang suatu sebab
lain yang menyebabkan Berakhirnya kuasa itu, maka perbuatan yang dilakukan dalam keadaan
tidak tahu itu adalah sah.
Dalam hal demikian, segala perikatan yang dilakukan oleh penerima kuasa dengan pihak ketiga
yang beritikad baik, harus dipenuhi terhadapnya. (KUHPerd. 1338, 1800, 1819.)
Pasal 1819.
Bila pemegang kuasa meninggal dunia, maka para ahli warisnya harus memberitahukan hal itu
kepada pemberi kuasa jika mereka tahu pemberian kuasa itu, dan sementara itu mengambil
tindakan-tindakan yang perlu menurut keadaan bagi kepentingan pemberi kuasa, dengan
ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga, jika ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst.,
1355, 1818.)
BAB XVII.
PENANGGUNG UTANG
Bagian 1.
Sifat Penanggungan.
Pasal 1820.
Penanggungan ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur,
mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi
perikatannya. (KUHPerd. 1831; KUHD 65, 129 dst., 202 dst.; Rv. 55-51.)

Page 312 of 336

Pasal 1821.
Tiada penanggungan, bila tiada perikatan pokok yang sah menurut undang-undang.
Akan tetapi orang dapat mengadakan penanggungan dalam suatu perikatan, walaupun perikatan
itu dapat dibatalkan dengan sanggahan mengenai diri pribadi debitur, misalnya dalam hal belum
cukup umur. (KUHPerd. 1331, 1832-30, 1847.)
Pasal 1822.
Seorang penanggung tidak dapat mengikatkan diri dalam perjanjian atau dengan syarat-syarat
yang lebih berat dari perikatan yang dibuat oleh debitur.
Pendapat diadakan hanya untuk sebagian utang atau dengan mengurangi syarat-syamt yang
semestinya. Bila penanggungan diadakan atas jumlah yang melebihi utang atau dengan syaratsyarat yang lebih berat, maka perikatan itu tidak sama sekali batal, melainkan sah, tetapi hanya
untuk apa yang telah ditentukan dalam perikatan pokok. (KUHPerd. 1253 dst., f268 dst., 1824.)
Pasal 1823.
Orang dapat mengangkat diri sebagai penanggung tanpa diminta oleh orang yang mengikatkan
diri untuk suatu utang, bahkan juga dapat tanpa setahu orang itu.
Orang dapat pula menjadi penanggung, bukan hanya untuk debitur utama, mejuga untuk
seorang penanggung debitur utama itu. (KUHPerd. 1316 dst., 1354, 1382, 1839; Rv. 55-51.)
Pasal 1824.
Penanggungan tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dinyatakan secara tegas;
penanggungan itu tidak dapat diperluas hingga melebihi ketentuan-ketentuan yang menjadi
syarat sewaktu mengadakannya. (KUHPerd. 1574, 1822; KUHD 129 dst., 202 dst.)
Pasal 1825.
Penanggungan yang tak terbatas untuk suatu perikatan pokok, meliputi segala akibat utangnya,
bahkan juga biaya-biaya gugatan yang diajukan terhadap debitur utama dan segala biaya yang
dikeluarkan setelah penanggung utang diperingatkan tentang itu. (KUHPerd. 1243, 1250; Rv.
58.)
Pasal 1826.
Perikatan-perikatan penanggung beralih kepada para ahli warisnya. (KUHPerd. 833, 955, 1318,
1743.)
Pasal 1827.
Debitur yang diwajibkan menyediakan seorang penanggung, harus mengajukan seseorang yang
cakap untuk mengikatkan diri dalam perjanjian, mampu untuk memenuhi perjanjiannya dan
bertempat tinggal di Indonesia. (KUHPerd. 1329 dst., 1829; Rv. 614.)
1828. Dihapus dg.s. 1938-276.
Pasal 1929.
Bila penanggung yang telah diterima kreditur secara sukarela atau herdasarkan keputusan hakim
kemudian temyata menjadi tidak mampu, maka hamslah diangkat penanggung baru.
Ketentuan ini dapat dikecualikan bila penanggung itu diadakan menurut persetujuan, dengan
mana kreditur meminta diadakan penanggung. (KUHPerd. 1827.) Pasal 1830.

Page 313 of 336

Barangsiapa diwajibkan oleh undang-undang atau keputusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti untuk memberikan seorang boleh memberikan jaminan gadai atau
hipotek bila ia tidak berhasil itu: (KUHPerd. 335, 472, 784, 789, 819, 978, 1034, 1150dst, 183251; Rv. 54 dst., 128, 311, 722, 728.)
Bagian 2.
Akibat-akibat Penanggungan Antara Kreditur Dan Penanggung.
Pasal 1831.
Penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur kecuali jika debitur lalai membayar utangnya;
dalam hal itu pun barang kepunyaan debitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk
melunasi utangnya. (KUHPerd. 1283, 1820i 1833.)
Pasal 1832.
Penanggung tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dulu disita dan dijual untuk
melunasi utangnya:
10. bila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih
dahulu disita dan dijual;
20. bila ia telah mengikatxan dirinya bersama-sama dengan debitur utama secaraa tanggungmenanggung; dalam hal itu, akibat-akibat perikatannya diatur menurut azas-asas yang
ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung; (KUHPerd-. 1278 dst., 1283.)
30. jika debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara
pribadi; (KUHPerd. 1821, 1847.)
40 Jika debitur berada dalam keadaan pailit; (F. 1)
50. dalam hal penanggung- yang diperintahkan oleh hakim.(Rv. 54 dst., 31 1, 722,.728.)
Pasal 1833.
Kreditur tidak wajib menyita dan menjual lebih dahulu barang kepunyaan debitur, kecuali bila
pada waktu pertama kalinya dituntut di muka hapenanggung mengajukan permohonan untuk itu.
(KUHPerd. 1831.)
Pasal 1834.
Penanggung yang menuntut agar barang kepunyaan debitur disita dan dijual lebih dulu, wajib
menunjukkan barang kepunyaan debitur itu kepada kreditur dan membayar lebih dulu biayabiaya untuk penyitaan dan penjualan tersebut.
Penanggung tidak boleh menunjuk barang yang sedang dalam sengketa di hadapan pengadilan,
atau barang yang sudah dijadikan tanggungan hipotek untuk utang yang bersangkutan dan
sudahtidak lagi berada di tangan debitur itu, ataupun barang yang berada di luar wilayah
Indonesia. (KUHPerd. 1827.)
Pasal 1835.
Bila penanggung, sesuai dengan pasal yang lain, telah menunjuk barang-barang debitur dan
telah membayar biaya yang diperlukan untuk penyitaan dan penjualan, maka kreditur
bertanggungjawab terhadap penanggung atas ketidakmampuan debitur, yang teijadi kemudian
dengan tiadanya tuntutan-tuntutan, sampai sejumlah harga barang-barang yang ditunjuk itu.
Pasal 1836.
Jika beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk seorang debitur yang
sama dan untuk utang yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh utang
itu. (KUHPerd. 1280 dst., 1283.)
Pasal 1837.

Page 314 of 336

Akan tetapi masing-masing dari mereka, bila tidak melepaskan hak istimewanya untuk meminta
pemisahan utangnya, pada waktu pertama kah digugat di muka hakim, dapat menuntut supaya
kreditur lebih dulu membagi piutangnya, dan menguranginya sebatas bagian masing-masing
penanggung utang yang terikat secara sah.
Jika pada waktu salah seorang penanggung menuntut pemisahan utangnya, seorang atau
beberapa teman penanggung tak mampu, maka penanggung tersebut wajib membayar untuk
mereka yang tak mampu itu menurut imbangan bagiannya; tetapi ia tidak wajib bertanggungj
awab jika ketidakmampuan mereka terjadi setelah pemisahan utangnya. (KUHPerd. 1283, 1832
dst.)
Pasal 1838.
Jika kreditur sendiri secara sukarela telah membagi-bagi tuntutannya, maka ia tak boleh menarik
kembali pemisahan utang itu, biarpun beberapa di antara para penanggung berada dalam
keadaan tidak mampu sebelum ia membagi-bagi utang itu. (KUHPerd. 1289 dst.)
Bagian 3.
Akibat-akibat Penanggungan Antara Debitur Dan Penanggung,
Dan Antara Para Penanggung Sendiri.
Pasal 1839.
Penanggung yang telah membayar dapat menuntut apa yang telah dibayamya itu dari debitur
utama, tanpa memperhatikan apakah penanggungan itu diadakan dengan atau tanpa setahu
debitur utama itu. Penuntutan kembali ini dapat dilakukan, baik mengenai uang pokok maupun
mengenai bunga serta biaya-biaya.
Mengenai biaya-biaya tersebut, penanggung hanya dapat menuntutnya kembali, sekedar dalam
waktu yang dianggap patut ia telah menyampaikan pemberitahuan kepada debitur utama
tentang tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepadanya.
Penanggung juga berhak menuntut penggantian biaya, ker-ugian dan bunga, bila alasan untuk
itu memang ada. (KUHPerd. 1243 dst., 1823, 1825, 1842.)
Pasal 1840.
Penanggung yang telah membayar lunas utangnya, demi hukum menggantikan kreditur dengan
segala haknya terhadap debitur semula. (KUHPerd. 1400, 1402-3', 1403, 1844.)
Pasal 1841.
Bila beberapa orang bersama-sama memikul satu utang utama dan masing-masing terikat untuk
seluruh utang utama tersebut, maka orang yang mengajukan diri sebagai penanggung untuk
mereka semuanya, dapat menuntut kembali semua yang telah dibayamya dari masing-masing
debitur tersebut. (KUHPerd. 1280, 1293, 1839, 1844.)
Pasal 1842.
Penanggung yang telah membayar utangnya sekali, tidak dapat menuntutnya kembali dari
debitur utama yang telah membayar untuk kedua kalinya, bila ia tidak memberitahukan
pembayaran yang telah dilakukan itu kepadanya; hal ini tidak mengurangi haknya untuk
menuntutnya kembali dari kreditur.
Jika penanggung telah membayar tanpa digugat untuk itu, sedangkan ia tidak
memberitahukannya kepada debitur utama, maka ia tidak dapat menuntutnya kembali dari
debitur utama ini, bila pada waktu dilakukannya pembayaran itu debitur mempunyai alasan-

Page 315 of 336

alasan untuk menuntut pembatalan utangnya; hal ini tidak mengurangi tuntutan penanggung
terhadap kreditur itu. (KUHPerd. 1271, 1359, 1839.)
Pasal 1843.
Penanggung dapat menuntut debitur untuk diberi ganti rugi atau untuk dibebaskan dari
perikatannya, bahkan sebelum ia membayar utangnya:
10. bila ia digugat di muka hakiin untuk membayar; (KUHPerd. 1831.)
20. dihapus dg. S. 1906-348;
30. bila debitur telah berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu
tertentu; (KUHPerd. 1338.)
40. bila utangnya sudah dapat ditagih karena lewatnyajangka waktu yang telah ditetapkan
untuk pembayarannya; (KUHPerd. 1268 dst., 1850.)
50. Setelah lewat waktu sepuluh tahun, jika perikatan pokok tidak mengandung suatu jargka
waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali bila perikatan pokok sedemikian sifatnya,
hingga tidak dapat diakhiri sebelum lewat suatu waktu tertentu, seperti suatu perwalian.
(KUHPerd. 410, 414.)
Pasal 1844.

(s.d.u. dg S. 1906-348.) Jika berbagai orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk

seorang debitur dan untuk utang yang sama, maka penanggung yang telah melunasi utangnya
dalam hal yang ditentukan dala- nomor 10 pasal yang lalu, begitu pula bila debitur telah
dinyatakan pailit, berhak menuntutnya kembali dari penanggung-penanggung lainnya, masingmasing untuk bagiannya.
Ketentuan alinea kedua dari P-1 1293 berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 1836, 1841; F. 1, 131.)
Bagi. 4.
Hapusnya Penanggungan Utang.
Pasal 1845.
Perikatan yang timbul karena penanggungan, hapus karena sebab-sebab yang sama dengan
yang menyebabkan berakmmya perikatan-perikatan lainnya. (KUHPerd. 1381, 1408 dst., 1424,
1430, 1437, 1442 dst., 1574, 1846, 1938 dst., 1984.)
Pasal 1846.
Percampuran utang yang terjadi di antara debitur utama dan penanggung utang, bila yang satu
menjadi ahli waris dari yang lain, sekali-kali tidak menggugurkan tuntutan hukum kreditur
terhadap orang yang telah mengajukan diri sebagai penanggung dari penanggung itu. (KUHPerd.
1437, 1823.)
Pasal 1847.
Terhadap kreditur itu, penangung utang dapat menggunakan segala yang dapat dipakai oleh
debitur utama dan mengenai utang yang ditaanggungya itu sendiri.
Akan tetapi ia tidak boleh mengajukan tangkisan yang semata-mata mengenai pribadi debitur itu.
(KUHPerd. 1821, 1832-30.)
Pasal 1848.
Penanggung dibebaskan dari kewajibannya, bila atas kesalahan kreditur ia tidak dapat lagi
memperoleh hak, hipotek dan hak istimewa kreditur itu sebagai penggantinya. (KUHPerd. 14023', 1840.)
Pasal 1849.
Bila kreditur secara sukarela menerima suatu barang tak bergerak atau barang lain sebagai
pembayaran atas utang pokok, maka penanggung dibebaskan dari tanggungannya, sekalipun

Page 316 of 336

barang itu kemudian harus diserahkan oleh kreditur kepada orang lain berdasarkan putusan
hakim untuk kepentingan pembayaran utang tersebut. (KUHPerd. 1389.)
Pasal 1850.
Suatu penundaan pembayaran sederhana yang diizinkan kreditur kepada debitur tidak
membebaskan penanggung dari tanggungannya; tetapi dalam hal demikian, penanggung dapat
memaksa debitur untuk membayar utangnya atau membebaskan penanggung dari
tanggungannya itu. (KUHPerd. 1408, 1574,1843.)
BAB XVIII.
PERDAMAIAN
Pasal 1851.
Perdamaian ialah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan menyerahkan, menjanjikan atau
menahan suatu barang, kedua belah pihak mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa
pengadilan ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.

(s.d. u. dg. S. 1925-525.) Persetujuan ini hanya mempunyai kekuatan hukum, bila dibuat secara
tertutis. (KUHPerd. 407, 1117, 1796 dt., 1859, 1895; F. 100; Rv. 31, 325, 615.)
Pasal 1852.
Untuk dapat mengadakan suatu perdamaian, seseorang harus berwenang untuk metepaskan
haknya atas hal-hal yang termaktub dalam perdamaian itu.
Para wali dan pengampu tidak dapat mengadakan suatu perdamaian, kecuali jika mereka
bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari Bab XV dan XVII dalam Buku Kesatu Kitab Undangundang Hukum Perdata ini.
Kepala-kepala daerah yang bertindak demikian, begitu pula lembaga-lembaga umum, tidak dapat
mengadakan suatu perdamaian s elain dengan mengindahkan tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaannya. (KUHPerd. 407, 412,
452, 1795 dst.; Rv. 31.)
Pasal 1853.
Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang timbul dari suatu
kejahatan atau pelanggaran.
Dalam hal ini, perdamaian sekali-kall tidak menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut
kejahatan atau pelanggaran yang bersangkutan. (AB. 23, 25, 28, 30; KUHPerd. 1356 dst.; Sv.
10.)
Pasal 1854.
Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di dalamnya; pelepasan segala hak
dan tuntutan yang dituliskan di situ harus diartikan separdang hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu
berhubungan dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut. (KUHPerd. 1350.)
Pasal 1855.
Setiap perdamaian hanya mengakhiii persefisihan-perselisihan yang termaktub di dalamnya,
entah Para pihak merumuskan maksud mereka secara khusus atau umum, entah maksud itu
dapat disimpulkan sebagai akibat mutlak dari apa yang tertulis itu. (KUHPerd. 1257, 1343 dst.)
Pasal 1856.
Bila seseorang mengadakan suatu perdamaian mengenai suatu hak yang diperolehnya atas
usahanya sendiri, dan kemudian memperoleh hak yang sama dari orang lain, maka hak yang
baru ini tidak mempunyai ikatan dengan perdamaian itu. (KUHPerd. 833, 955.)

Page 317 of 336

Pasal 1857.
Suatu perdamaian yang diadakan oleh salah seorang yang berkepentingan, tidak mengikat
orang-orang lain yang berkepentingan, dan tidak pula dapat diajukan oleh mereka untuk
memperoleh hak-hak daripadanya. (KUHPerd. 1340, 1937 dst.)
Pasal 1858.
Di antara pihak-pihak yang bersangkutan, suatu perdamaian mempunyai kekuatan seperti suatu
keputusan hakim pada tingkat akhir.
Perdamaian itu tidak dapat dibantah dengan alasan bahwa terjadi kekeliruan mengenai hukum
atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. (KUHPerd. 1117, 1338, 1450; Rv. 136-21.)
Pasal 1859.
Namun perdamajan dapat dibatalkan bila telah terjadi suatu kekeliruan mengenai orang yang
bersangkutan atau pokok perselisihan.
Perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan atau paksaan.
(KUHPerd. I! 12, 1117, 1322 dst., 1328, 1449, 1862 dst.)
Pasal 1860.
Begitu pula pembatalan suatu perdamaian dapat diminta, jika perdamaian itu diadakan karena
kekeliruan mengenai duduknya perkara tentang suatu alas-hak yang batal, kecuali bila para pihak
telah mengadakan perdamaianan tentang kebatalan itu dengan pemyataan tegas. (KUHPerd.
1858 dst., 1892, 1894.)
Pasal 1861.
Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu, batal
sama sekali. (Rv. 148 dst.)
Pasal 1862.
Perdamaian mengenai sengketa yang sudah diakhiri dengan suatu keputusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, namun tidak diketahui oleh kedua pihak atau salah
satu, adalah batal.
Jika keputusan yang tidak diketahui itu masih dapat dimintakan banding, maka perdamaian
mengenai sengketa yang bersangkutan adalah sah. (KUHPerd. 1859; Rv. 83 dst., 327 dst., 378
dst., 385 dst., 402 dst.)
Pasal 1863.
Jika kedua pihak telah membuat perdamaian tentang segala sesuatu yang berlaku di antara
mereka, maka adanya surat-surat yang pada waktu itu tidak diketahui tetapi kemudian
ditemukan, tidak dapat menjadi alasan untuk membatalkan perdamaian itu, kecuali bila suratsurat itu telah sengaia disembunyikan oleh salah satu pihak.
Akan tetapi perdamaian adalah batal bila perdamaian itu hanya mengenai satu urusan sedangkan
dari surat-surat yang ditemukan kemudian temyata bahwa salah satu pihak sama sekati tidak
berhak atas hal itu. (KUHPerd. 1851, 1859;RV. 385)
Pasal 1864.
Dalam suatu perdamaian, suatu kekeliruan dalam hal menghitung harus diperbaiki.

Page 318 of 336

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)


(Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
BUKU KEEMPAT.
PEMBUKTIAN DAN KEDALUWARSA
BAB I.
PEMBUKTIAN PADA UMUMNYA
Pasal 1865.
Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk
meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan
adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu. (KUHPerd. 166, 250, 1439; Rv. 50, 78, 172,
193, 230 dst.; IR. 163; RBg. 283.)
Pasal 1866.
Alat pembuktian meliputi :
bukti tertulis; (KUHPerd. 1867 dst.)
bukti saksi; (KUHPerd. 1895 dst.)
persangkaan; (KUHPerd. 1915 dst.)
pengakuan; (KUHPerd. 1923 dst.)
sumpah. (KUHPerd. 1929 dst.)
Semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut. (Ov. 81; Rv. 211
dst., 215 dst.; IR. 164; RBg. 284.)
BAB II.
PEMBUKTIAN DENGAN TULISAN
Pasal 1867.
Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah
tangan. (KUHPerd. 1868 dst., 1874, 1902.)
Pasal 1868.
Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang
oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. (AB. 18
dst.; KUHPerd. 265, 356, 938, 953, 1186-20, 1875, 1889; Rv. 1; IR. 165; RBg. 285; Not. 1, 9, 20
dst.; Cons. 12 dst., 17 dst.)
Pasal 1869.
Suatu akta yang tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, baik karena tidak berwenangnya
atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan maupun karena cacat dalam bentuknya,
mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak.
(KUHPerd. 1874.)
Pasal 1870.
Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang
mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna
tentang apa yang termuat di dalamnya. (KUHPerd. 1875; BS. 25; Rv. 54, 440; Sv. 380; IR. 165,
304; RBg. 285.)

Page 319 of 336

Pasal 1871.
Akan tetapi suatu akta otentik tidak memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang termuat
di dalamnya sebagai penuturan belaka, kecuali bila yang dituturkan itu mempunyai hubungan
langsung dengan pokok isi akta.
Jika apa yang termuat dalam akta itu hanya merupakan suatu penuturan belaka yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan pokok isi akta, maka hal itu hanya dapat digunakan
sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan. (KUHPerd. 1875, 1902; IR. 165; RB9. 285.)
Pasal 1872.
Jika suatu akta otentik, dalam bentuk apa pun, diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat
ditambahkan menurut ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. (KUHPerd. 148 dst., 165
dst.)
Pasal 1873.
Persetujuan lebih lanut dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya
memberikan bukti di antara pihak yang turut-serta dan para ahli warisnya atau orang-orang yang
mendapatkan hak dari mereka, dan tidak dapat berlaku terhadap pihak ketiga. (KUHPerd. 148,
1315, 1340.)
Pasal 1874.
Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalab akta yang ditandatangani di bawah
tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisantulisan lain yang dibuat tanpa
perantaraan seorang pejabat umum. (KUHPerd. 1875, 1878, 1880 dst., 1902; S. 1867-29.)

(s.d.t. dg. S. 1916-42, 43; s.d.u. dg. S. 1919-609, 775.) Dengan penandatanganan sebuah
tulisan di bawah tangan disamakan pembubuhan suatu cap jempol dengan suatu pernyataan
yang bertanggal dari seorang notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-undang,
yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol tersebut dikenalnya atau telah diperkenalkan
kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol
tersebut dibubuhkan pada tulisan tersebut di hadapan pejabat yang bersangkutan.
Pegawai ini harus membukukan tulisan tersebut.
Dengan undang-undang dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pernyataan dan
pembukuan termaksud. (S. 1916-46; RBg. 286.)
Pasal 1874a.

(s. d. t. dg. S. 191 6-42jo. 43.) Jika pihak yang berkepentingan menghendaki, di luar hal
termaksud dalam alinea kedua pasal yang lain, pada tulisan-tulisan di bawah tangan yang
ditandatangani, dapat juga diberi suatu pernyataan dari seorang notaris atau seorang pejabat
lain yang ditunjuk undang-undang, yang menyatakan bahwa si penandatangan tersebut
dikenalnya atau telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta. telah dijelaskan kepada si
penandatangan, dan bahwa setelah itu penandatanganan dilakukan di hadapan pejabat tersebut.
(S. 1916-46.)
Dalam hal ini berlaku ketentuan alinea ketiga dan keempat dari pasal yang lain. (RBg. 287; S.
1867-29 jo. S. 1916-14, pasal 1a.)
Pasal 1875.
Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya
atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu
akta otentik bagi orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang

Page 320 of 336

mendapat hak dari mereka; ketentuan pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu. (KUHPerd. 833,
955, 1870, 1880; KUHD 512, 556; Rv. 54; Sv. 380 dst.; IR. 304 dst.; RBg. 288; S. 186729 jo. S.
1916-44 pasal 1b.)
Pasal 1876.
Barangsiapa dihadapi dengan suatu tulisan di bawah tangan oleh orang yang mengajukan
tuntutan terhadapnya, wajib mengakui atau memungkiri tanda tangannya secara tegas; tetapi
bagi para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah mereka
menerangkan bahwa mereka tidak mengakui tulisan atau tanda-tangan itu sebagai tulisan atau
tanda tangan orang yang mereka wakili. (Rv. 77 dst., 148 dst., 153; RBg. 289; S. 1867-29 pasal
2.)
Pasal 1877.
Jika seseorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak dari padanya tidak mengakuinya, maka hakim harus memerintahkan
supaya kebenaran tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan. (Rv. 148
dst.; RBg. 290; S. 186729 pasal 3.)
Pasal 1878.
Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau
memberikan barang yang dapat dinilai dengan suatu harga tertentu, harus ditutis seluruhnya
dengan tangan si penandatangan sendiri; setidak-tidaknya, selain tanda tangan, haruslah ditulis
dengan tangan si penandatangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau
banyaknya barang yang terutang.
Jika hal ini tidak diindahkan, maka bila perikatan dipungkiri, akta yang ditandatangani itu hanya
dapat diterima sebagai suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.

(s.d. u. dg. S. 1916-42, 43; S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku terhadap
surat-surat andil dalam suatu utang obligasi, terhadap perikatan-perikatan utang yang dibuat
oleh debitur dalam menjalankan perusahaannya, dan terhadap akta-akta di bawah tangan yang
dibubuhi keterangan sebagaimana termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan pasal 1874a.
(KUHPerd. 1902; KUHD 100 dst., 174 dst., 178 dst.; RBg. 291; 9. 1867-29 pasal 4.)
Pasal 1879.
Jika jumlah yang disebutkan dalam akta berbeda dari jumlah yang dinyatakan dalam tanda
setuju, maka perikatan itu dianggap telah dibuat untuk jumlah yang paling kecil, walaupun akta
beserta tanda setuju itu ditulis sendiri dengan tangan orang yang mengikatkan diri, kecuali bila
dapat dibuktikan, dalam bagian mana dari keduanya telah terjadi kekeliruan. (KUHPerd. 1349;
RBg. 292; S.1867-29, pasal 5.)
Pasal 1880.

(s.d.u. dg. S. 1916-42,43.) Akta di bawah tangan, sejauh tidak dibubuhi pernyataan sebagaimana

termaksud dalam pasal 1874 alinea kedua dan dalam pasal 1874a, tidak mempunyai kekuatan
terhadap pihak ketiga, kecuali sejak hari dibubuhi pemyataan oleh seorang notaris atau seorang
pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang;
atau sejak hari mewnggalnya si penandatangan atau salah seorang penandatangan; atau sejak
hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari aktaakta yang dibuat oleh pejabat
umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang
dihadapi dengan akta itu. (KUHPerd. 1868, 1875; KUHD 99, 133; RBg. 293; S. 1867-29 jo. 191644 pasal 6; S. 1916-46.)

Page 321 of 336

Pasal 1881.
Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan
pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap pembuatnya:
1. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah diterima;
2. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat adalah
untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas-hak untuk kepentingan orang yang
disebutkan dalam perikatan.
Dalam segala hal lainnya, hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.
(KUHPerd. 265, 1874, 1882, 1902, 1922; RBg. 294.)
1882. Dihapus dg. S. 1827-146.
Pasal 1883.
Selama di tangan seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas-hak
harus dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi tanggal, bila
apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap debitur.
Demikian pula catatan-catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan pada salinan suatu tanda
alas-hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan atau tanda pembayaran ini masih di
tangan kreditur. (KUHPerd. 1916; RBg. 297.)
Pasal 1884.
Atas biaya sendiri, pemilik suatu tanda alas-hak dapat mengajukan permintaan agar tanda alashak itu diperbaharui bila karena lamanya atau suatu alasan lain tulisannya tidak dapat dibaca
lagi. (RBg. 298.)
Pasal 1885.
Jika suatu tanda alas-hak menjadi kepunyaan bersama beberapa orang, maka masing-masing
berhak menuntut supaya tanda alas-hak itu disimpan di suatu tempat netral, dan berhak
menyuruh membuat suatu salinan atau ikhtisar atas biayanya. (KUHPerd. 1081, 1736 dst., 1888;
KUHD 35, 67; RBg. 299.)
Pasal 1886.
Pada setiap tingkat perkara, masing-masing pihak dapat meminta kepada hakim, supaya pihak
lawannya diperintahkan menyerahkan surat-surat kepunyaan kedua belah pihak, yang
menyangkut hal yang sedang dipersengketakan dan berada di tangan pihak lawan. (KUHD 12,
67; Rv. 124 dst., 848 dst.; RBg. 300.)
Pasal 1887.
Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan pasangannya, jika digunakan di antara orangorang yang biasa menggunakannya untuk membuktikan penyerahan atau penerimaan barang
dalam jual-beli, secara kecil-kecilan, harus dipercaya. (KUHPerd. 1874.)
Pasal 1888.
Kekuatan pembuktian dengan suatu tulisan terletak pada akta aslinya.
Bila akta yang asti ada, maka salinan serta kutipan hanyalah dapat dipercaya sepanjang salinan
serta kutipan itu sesuai dengan aslinya yang senantiasa dapat diperintahkan untuk ditunjukkan.
(KUHPerd. 1885, 1889, 1891; BS. 25; KUHD 24 dst.; Rv. 159; KUHP 263; RBg. 301.)
Pasal 1889.
Bila tanda alas-hak yang asli sudah tidak ada lagi, maka salinannya membeiikan bukti, dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Page 322 of 336

1.

2.

3.

4.

salinan pertama (grosse) memberikan bukti yang sama dengan akta asli; demikian pula
halnya salinan yang dibuat atas perintah hakim di hadapan kedua belah pihak atau setelah
kedua pihak ini dipanggil secara sah, sebagaimana juga salinan yang dibuat di hadapan
kedua belah pihak dengan persetujuan mereka;
salinan yang dibuat sesudah pengeluaran salinan pertama tanpa perantaraan hakim atau
tanpa persetujuan kedua belah pihak, entah oleh notaris yang di hadapannya akta itu
dibuat, atau oleh seorang penggantinya ataupun oleh pegawai yang karena jabatannya
menyimpan akta asli (minut) dan berwenang untuk memberikan salinan-salinan, dapat
diterima hakim sebagai bukti sempurna bila akta asli telah hilang;
bila salinan yang dibuat menurut akta asli itu tidak dibuat oleh notaris yang di hadapannya
akta itu telah dibuat, atau oleh scorang penggantinya, atau oleh pegawai umum yang
karena jabatannya menyimpan akta asli, maka salinan itu sama sekali tidak dapat dipakai
sebagai bukti, melainkan hanya sebagai bukti permulaan tertulis;
salinan otentik dari salinan otentik atau dari akta di bawah tangan, menurut keadaan, dapat
memberikan suatu bukti permulaan tertulis. (KUHPerd. 1871, 1888, 1902; Rv. 159, 440,
856; RBg. 302.)

Pasal 1890.
Penyalinan suatu akta dalam daftar umum hanya dapat memberikan bukti permulaan tertulis.
(KUHPerd. 264 dst., 616, 696, 713, 720, 737, 760, 818, 1179 dst., 1902; KUHD 23, 38; RBg.
303.)
Pasal 1891.
Akta pengakuan membebaskan seseorang dari kewajiban untuk menunjukkan tanda alas-hak
yang asli, asal dari akta itu cukup jelas isi alas-hak tersebut. (KUHPerd. 1888; Rv. 124; RBg.
304.)
Pasal 1892.
Suatu akta yang menetapkan atau menguatkan suatu perikatan yang terhadapnya dapat
diajukan tuntutan untuk pembatalan atau penghapusan berdasarkan undang-undang, hanya
mempunyai kekuatan hukum bila akta itu memuat isi pokok perikatan tersebut, alasan-alasan
yang menyebabkan dapat dituntut pembatalannya, dan maksud untuk memperbaiki cacat-cacat
yang sedianya dapat menjadi dasar tuntutan tersebut.
Jika tidak ada akta penetapan atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara
sukarela, setelah saat perikatan itu sedianya dapat ditetapkan atau dikuatkan secara sah.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan suatu perikatan secara sukarela dalam bentuk dan
pada saat yang diharuskan oleh undang-undang, dianggap sebagai suatu pelepasan upaya
pembuktian serta tangkisan-tangkisan (eksepsi) yang sedianya dapat diajukan terhadap akta itu;
namun hal itu tidak mengurangi hak-hak pihak ketiga. (KUHPerd. 117, 1327, 1385, 1456, 1807,
1860; RBg. 305.)
Pasal 1893.
Seorang pemberi hibah tidak dapat menghapuskan cacat-cacat bentuk penghibahan itu dengan
membuat suatu akta pembenaran; penghibahan itu, agar sah, harus diulangi dalam bentuk yang
ditentukan undang-undang. (KUHPerd. 176 dst., 1682, 1892.)
Pasal 1894.
Pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara suka rela suatu penghibahan oleh ahli waris
atau oleh mereka yang mendapat hak dari pemberi hibah setelah pemberi hibah ini meninggal,
menghapuskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan berdasarkan cacat dari bentuk
penghibahan itu. (KUHPerd. 1860, 1892 dst.)

Page 323 of 336

BAB III.
PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI-SAKSI
Pasal 1895.
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang. (KUHPerd. 1902, 1905 dst., 1927; F. 65; Rv. 171 dst.; 953.)
1896-1901. Dihapus. (1896, 1899, 1900,1901 dihapus dg. S. 1925-525; 1897, 1898,
dihapus dg. S. 19,98-276.)
Pasal 1902.

(s.d.u. dg. S. 1925-525; S. 1938-276.) Dalam hal undang-undang memerintahkan pembuktian

dengan tulisan, diperkenankan pembuktian dengan saksi, bila ada suatu bukti permulaan tertulis,
kecuali jika tiap pembuktian tidak diperkenankan selain dengan tulisan.

Yang dinamakan bukti permulaan tertulis ialah segala akta tertulis yang berasal dari orang yang
terhadapnya suatu tuntutan diajukan atau dari orang yang diwakili olehnya, dan yang kiranya
membenarkan adanya peristiwa hukum yang diajukan oleh seseorang sebagai dasar tuntutan itu.
(KUHPerd. 264 dst, 288, 1700, 1871, 1874 dst., 1878, 1889-41, 1890; KUHD. 258.)
1903. Dihapus dg. S. 1938-276.
Pasal 1904.

(s.d.u. dg. S. 1925-525.) Dalam pembuktian dengan saksi-saksi, harus diindahkan ketentuanketentuan berikut. (Rv. 171 dst., 953.)

Pasal 1905.
Keterangan seorang saksi saia, tanpa alat pembuktian lain, dalam pengadilan tidak boleh
dipercaya. (KUHPerd. 1908; Rv. 183, 189, 204; Sv. 376; IR. 169, 300; RBg. 306.)
Pasal 1906.
Jika kesaksian-kesaksian berbagai orang mengenai berbagai peristiwa terlepas satu sama lain,
dan masing-masing berdiri sendiri, namun menguatkan suatu peristiwa tertentu karena
mempunyai kesesuian dan hubungan satu sama lain, maka hakim, menurut keadaan, bebas
untuk memberikan kekuatan pembuktian kepada kesaksian-kesaksian yang berdiri sendiri itu.
(KUHPerd. 1905, 1908; Sv. 376; IR. 170 300; RBg. 307.)
Pasal 1907.
Tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.
Pendapat maupun dugaan khusus, yang diperoleh dengan memakai pikiran, bukanlah suatu
kesaksian. (Sv. 377; IR. 171, 301; RBg. 308.)
Pasal 1908.
Dalam mempertimbangkan suatu kesaksian, hakim harus memberikan perhatian khusus: pada
kesesuaian kesaksian-kesaksian satu sama lain; pada persamaan antara kesaksian-kesaksian dan
apa yang diketahui dari sumber lain tentang pokok perkara; pada alasan-alasan yang kiranya
telah mendorong para saksi untuk menerangkan duduknya perkara secara begini atau secara
begitu; pada peri kehidupan, kesusilaan dan kedudukan para saksi; dan umumnya, pada apa saja
yang mungkin ada pengaruhnya terhadap dapat tidaknya para saksi itu dipercaya. (KUHPerd.
1906; Sv. 378; IR. 172, 302; RBg. 309.)

Page 324 of 336

Pasal 1909.
Semua orang yang cakap untuk menjadi saksi, wajib memberikan kesaksian di muka hakim. (Sv.
375; IR. 299; RBg. 665; KUHP 224, 522.)
Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian:
1. siapa saja yang mempunyai pertalian keluarga sedarah dalam garis ke samping derajat
kedua atau keluarga semenda dengan salah satu pihak; (KUHPerd. 297, 1910.)
2. siapa saja yang mempunyai pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis
ke samping dalam derajat kedua dengan suami atau istri salah satu pihak; (KUHPerd. 1910.)
3. siapa saja yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya diwajibkan undangundang untuk merahasiakan sesuatu, namun hanya mengenai hal-hal yang dipercayakan
kepadanya karena kedudukan, pekerjaan dan jabatannya itu. (S. 1876-257 pasal 11 jis. S.
1913-604, dan Inv. SW. pasal 6-460; S. 1854-18; KUHP 322, 431, 433; Sv. 51, 145 dst., 148,
375, 414; IR. 146, 274, 277, 380; RB9. 174, 577, 579; Octr. 18.)
Pasal 1910.
Anggota keluarga sedarah dan semenda salah satu pihak dalam garis lurus, dianggap tidak cakap
untuk menjadi saksi; begitu pula suami atau istrinya, sekalipun setelah perceraian. (KUHPerd.
1909, 1913 dst., BS. 13; F. 65; Sv. 1 *5 dst., 149, 375; IR. 145, 274 dst.; RBg. 172 dst.', 577
dst.; Not. 21.)
(s.d.t. dg. S. 1925-525; s.d.u.t. dg. S. 1938-622.) Namun demikian anggota keluarga sedarah
dan semenda cakap untuk menjadi saksi:
1. dalam perkara mengenai kedudukan keperdataan salah satu pihak;
2. dalam perkara mengenai nafkah yang harus dibayar menurut Buku Kesatu, termasuk biaya
pemeliharaan dan pendidikan seorang anak belum dewasa;
3. dalam suatu pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang dapat menyebabkan pembebasan
atau pemecatan dari kekuasaan orang tua atau perwalian;
4. dalam perkara mengenai suatu perjanjian kerja.
Dalam perkara-perkara ini, mereka yang disebutkan dalam pasal 1909 nomor 10 dan 20 tidak
berhak untuk minta dibebaskan dari kewajiban memberikan kesaksian
Pasal 1911.
Tiap saksi wajib bersaumpah menurut agamanya, atau berjanji akan menerangkan apa yang
sebenamya. (ISR. 173; Rv. 177, 204; Sv. 139; IR. 147, 265, 299.)
Pasal 1912.
Orang yang belum genap lima belas tahun, orang yang berada di bawah pengampuan karena
dungu, sakit ingatan atau mata gelap, atau orang yang atas perintah hakim telah ditnasukkan
dalam tahanan selama perkara diperiksa pengadilan tidak dapat diterima sebagai saksi.
Hakim boleh mendengar anak yang belum dewasa atau orang yang berada di bawah
pengampuan yang kadang-kadang dapat berpikir sehat itu tanpa suatu penyumpahan, tetapi
keterangan mereka hanya dapat dianggap sebagai penjelasan.
Juga hakim tidak boleh mempercayai apa yang menurut orang tak cakap itu telah didengarnya,
dilihatnya, dihadirinya dan dialaminya, biarpun itu semua disertai keterangan tentang bagaimana
la mengetahuinya; hakim hanya boleh menggunakannya untuk mengetahui dan mendapatkan
petunjuk-petunjuk ke arah peristiwa-peristiwa yang dapat dibuktikan lebih lanjut dengan upaya
pembuktian biasa. (Sv. 149, 375; IR. 145, 278, 299; RBg. 172 dst., 580, 665.)
1913. Dihapus dengan S. 1925-525. 1914. Dihapus dengan S. 1926-570.

Page 325 of 336

BAB IV.
PERSANGKAAN
Pasal 1915.0
Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari suatu
peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
Ada dua macam persangkaan, yaitu: persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan
persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang. (KUHPerd. 1916 dst., 1922 dst.)
Pasal 1916.
Persangkaan yang berdasarkan undang-undang ialah persangkaan yang dihubungkan dengan
perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu berdasarkan ketentuan khusus undang-undang.
Persangkaan semacam itu antara lain adalah: (KUHD 75, 539.)
1. perbuatan yang dinyatakan batal oleh undang-undang, karena perbuatan itu, semata-mata
berdasarkan sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menghindari suatu
ketentuan undang-undang; (KUHPerd. 183 dst.; 911, 1681,)
2. pemyataan undang-undang yang menyimpulkan adanya hak milik atau pembebasan utang
dari keadaan tertentu; (KUHPerd. 159, 165, 633, 658 dst., 662, 664, 831, 1394, 1439,
1769.)
3. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada suatu putusan hakim yang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti; (KUHPerd. 1917 dst.)
4. kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau kepada sumpah salah
satu pihak. (KUHPerd, 1569, 1602, 1700, 1923 dst., 1929 dst.; Rv. 825.)
Pasal 1917.
Kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, hanya
mengenai pokok perkara yang bersangkutan.
Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang dituntut harus sama; tuntutan harus
didasarkan pada alasan yang sama, dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap
pihak-pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula. (KUHPerd. 1340, 1409, 1858, 1862;
Rv. 83, 385, 428, 436.)
Pasal 1918.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum yang

pasti, yang menyatakan hukuman kepada seseorang karena suatu kejahatan atau pelanggaran
dalam suatu perkara perdata, dapat diterima sebagai suatu bukti tentang perbuatan yang telah
dilakukan, kecuali jika dapat dibuktikan sebaliknya. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 210, 1365 dst., 1377,
1917; BS. 27; BS. Chin. 29; BS. Ind. 24; BSCI. 28; S. 1904-279 pasal 13.)
Pasal 1919.
Jika seseorang telah dibebaskan dari tuduhan melakukan kejahatan atau pelanggaran
terhadapnya, maka pembebasan tersebut tidak dapat diajukan sebagai perkara perdata ke
pengadilan untuk menangkis tuntutan ganti rugi. (AB. 28 dst.; KUHPerd. 1365 dst., 1370 dst.;
Sv. 169, 183.)
Pasal 1920.
Putusan hakim mengenai kedudukan hukum seseorang, yang dijatuhkan terhadap orang yang
menurut undang-undang berwenang untuk membantah tuntutan itu, berlaku terhadap siapa pun.
(KUHPerd. 15, 1917; Rv. 378.)

Page 326 of 336

Pasal 1921.
Suatu persangkaan menurut undang-undang, membebaskan orang yang diuntungkan
persangkaan itu dari segala pembuktian lebih lanjut.
Terhadap suatu persangkaan menurut undang-undang, tidak boleh diadakan pembuktian, bila
berdasarkan persangkaan itu undang-undang menyatakan batalnya perbuatan-perbuatan
tertentu atau menolak diajukannya suatu gugatan ke muka pengadilan, kecuali bila undangundang memperbolehkan pembuktian sebaliknya, tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan
mengenai sumpah di hadapan hakim. (KUHPerd. 150, 250 dst., 1394, 1439, 1916-l0, 1923, 1929;
F. 41, 44; Aut. 4; Octr. 6; Industr. 2; Coop. 10.)
Pasal 1922.
Persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan
dan kewaspadaan hakim, yang dalam hal ini tidak bolch memperhatikan persangkaanpersangkaan yang lain. Persangkaan-persangkaan yang demikian hanya boleh diperhatikan, bila
undang-undang mengizinkan pembuktian dengan saksi-saksi, begitu pula bila terhadap suatu
perbuatan atau suatu akta diajukan suatu bantahan dengan alasan adanya itikad buruk atau
penipuan. (KUHPerd. 1328, 1341, 1895; KUHD. 274; IR. 173; RBg. 310.)
BAB V.
PENGAKUAN
Pasal 1923.
Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang diberikan dalam sidang
pengadilan dan ada yang diberikan di luar sidang pengadilan. (KUHPerd. 1916-40, 1925 dst.,
1927, 1982; Sv. 383 dst., 387-40; IR. 164, 174 dst., 307 dst., 311-40.)
Pasal 1924.
Suatu pengakuan tidak holeh dipisah-pisahkan sehingga merugikan orang yang memberikannya.
Akan tetapi Hakim berwenang untuk memisah-misahkan pengakuan itu, bila pengakuan itu
diberikan oleh debitur dengan mengemukakan peristiwa-peiistiwa yang ternyata palsu untuk
membebaskan dirinya. (KUHPerd. 1923; IR. 176; RBg. 313.)
Pasal 1925.
Pengakuan yang diberikan di hadapan hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap
orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaraan seseorang yang
diberi kuasa khusus untuk itu. (KUHPerd. 1916-40, 1921; Rv. 230 dst., 238, 256 dst., 825; IR.
174; RBg. 311.)
Pasal 1926.
Suatu pengakuan yang diberikan di hadapan hakim tidak dapat dicabut kecuali bila dibuktikan
bahwa pengakuan itu diberikan akibat suatu kekeliruan mengenai peristiwa-peristiwa yang
terjadi.
Dengan alasan terselubung yang didasarkan atas kekeliruan dalam menerapkan hukum,
pengakuan tidak dapat dicabut. (KUHPerd. 1322, 1858 dst.)
Pasal 1927.
Suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar sidang pengadilan tidak dapat digunakan untuk
pembuktian, kecuali dalam hal pembuktian dengan saksisaksi diizinkan. (KUHPerd. 1895 dst; Rv.
953-3.)

Page 327 of 336

Pasal 1928.
Dalam hal yang disebut pada penutup pasal yang lalu, hakimlah yang menentukan kekuatan
mana yang akan diberikan kepada suatu pengakuan lisan yang dikemukakan di luar sidang
pengadilan. (KUHPerd. 1906; Sv. 387 dst.; IR, 175; RBg. 312.)
BAB VI.
SUMPAH DI HADAPAN HAKIM

(S. 1920-69.)

Pasal 1929.
Ada dua macam sumpah di hadapan hakim:
1. sumpah yang diperintahkan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain untuk pemutusan
suatu perkara: sumpah ini disebut sumpah pemutus; (KUH-Perd.1930 dst., 1973; S. 183241; IR. 156; RBg. 314.)
2. sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak. (ISR.
173; AB. 14; KUHPerd. 1911, 1934, 1940 dst., 1944 dst.; Rv. 52, 177; Sv. 139; IR. 147, 155,
265; RBg. 314.)
Pasal 1930.
Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam persengketaan apa pun juga, kecuali dalam hal
kedua belah pihak tidak boleh mengadakan suatu perdamaian atau dalam hal pengakuan mereka
tidak boleh diperhatikan.
Sumpah pemutus dapat diperintahkan pada setiap tingkatan perkara, bahkan juga dalam hal
tidak ada upaya pembuktian apa pun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang
memerlukan pengambilan sumpah itu. (KUHPerd. 1569, 1602, 1700, 1852, 1921, 1925, 1927,
1941, 1973; Rv. 616, 825; IR. 156.)
Pasal 1931.
Sumpah itu hanya dapat diperintahkan untuk suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh
orang yang menggantungkan pemutusan perkara pada sumpah itu. (KUHPerd. 1929- 10, 1933,
1973; KUHPerd. 205, 228; F. 115 dst.; IR. 156.)
Pasal 1932.
Barangsiapa diperintahkan mengangkat sumpah tetapi enggan mengangkatnya dan enggan
mengembalikannya, dan barangsiapa memerintahkan pengangkatan sumpah dan enggan
mengangkatnya setelah sumpah itu dikembalikan kepadanya, harus dikalahkan dalam tuntutan
atau tangkisannya. (KUHPerd. 1943 dst.; Rv. 52; IR. 156; RBg. 314.)
Pasal 1933.
Bila perbuatan yang harus dikuatkan dengan sumpah itu bukan perbuatan kedua pihak,
melainkan hanya suatu perbuatan pihak yang menggantungkan pemutusan perkara pada
sumpah itu, maka sumpah tidak dapat dikembalikan. (KUHPerd. 1931; IR. 166.)
Pasal 1934.
Tiada sumpah yang dapat diperintahkan, dikembalikan atau diterima, selain oleh pihak yang
berperkara sendiri atau oleh orang yang diberi kuasa khusus untuk itu. (KUHPerd. 1945; IR.
157.)
Pasal 1935.
Barangsiapa telah memerintahkan atau mengembalikan sumpah, tidak dapat mencabut
perbuatannya itu, jika pihak lawan sudah menyatakan bersedia mengangkatnya. (KUHPerd.
1926.)

Page 328 of 336

Pasal 1936.
Bila sumpah pemutus sudah diangkat, entah oleh pihak yang diperintahkan melakukan sumpah
itu, atau oleh pihak yang kepadanya dikembalikan sumpah itu, maka pihak lawan tidak boleh
membuktikan kepalsuan sumpah itu. (IR. 177; RBg. 314; KUHP 242.)
Pasal 1937.
Sumpah tidak memberikan bukti selain untuk keuntungan atau untuk kerugian orang yang telah
memerintahkan atau mengembalikannya, serta para ahli warisnya atau orang-orang yang
mendapat hak dari mereka. (KUHPerd. 1340, 1857; RBg. 314.)
Pasal 1938.
Namun demikian, dalam suatu perikatan tanggung-menanggung, seorang debitur yang
diperintahkan bersumpah oleh salah seorang kreditur dan mengangkat sumpahnya, hanya
dibebaskan untuk jumlah yang tidak lebih daripada bagian kreditur tersebut.
Sumpah yang diangkat oleh debitur utama, membebaskan para penanggung utang. (KUHPerd.
1279, 1424, 1437, 1442; 1847, 1857, 1937.)
Pasal 1939.
Sumpah yang diangkat oleh salah seorang debitur utama menguntungkan orang-orang yang
turut berutang, sedangkan sumpah yang diangkat oleh penanggung utang menguntungkan
debitur utama, jika dalam kedua hal tersebut sumpah itu telah diperintahkan atau dikembalikan,
tetapi hanya mengenai utang itu sendiri, dan bukan mengenai pokok perikatan tanggungmenanggung atau penanggungannya. (KUHPerd. 1280 dst., 1287, 1424, 1437, 1442; 1847,
1857, 1937 dst.)
Pasal 1940.
Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang berperkara untuk
mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat
ditentukan jumlah uang yang dikabulkan. (KUHPerd. 1569, 1602, 1882, 1942; F. 31; Rv. 52; IR.
155; RBg. 314.)
Pasal 1941.
Ia dapat berbuat demikian hanya dalam dua hal :
1. jika tuntutan maupun tangkisan itu tidak terbukti dengan sempurna;
2. jika tuntutan maupun tangkisan itu juga tidak samasekali tak dapat dibuktikan. (KUHPerd.
1905, 1922; IR. 155, 169, 173)
Pasal 1942.
Sumpah untuk menetapkan harga barang yang dituntut tidak dapat diperintahkan hakim kepada
penggugat, kecuali bila harga itu tidak dapat ditentukan dengan cara apa pun selain dengan
sumpah.
Bahkan dalam hal yang demikian hakim harus menetapkan sampai sejauh mana penggugat
dapat dipercaya berdasarkan sumpahnya itu. (Rv. 52; IR. 155.)
Pasal 1943.
Sumpah yang diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak yang berperkara, tak dapat
dikembalikan oleh pihak ini kepada pihak lawannya. (KUHPerd. 1932.)
Pasal 1944.
Sumpah harus diangkat di hadapan hakim yang memeriksa perkaranya.

Page 329 of 336

Jika ada suatu halangan sah yang menyebabkan hal ini tidak dapat dilaksanakan, maka majelis
pengadilan dapat menguasakan salah seorang hakim-anggotanya agar pergi ke rumah atau
tempat kediaman orang yang harus mengangkat sumpah untuk mengambil sumpahnya.
Jika dalam hal yang demikian itu rumah atau tempat kediaman itu terlalu jauh, atau terletak di
luar daerah hukum majelis pengadilan itu, maka majelis ini dapat memerintahkan pengambilan
sumpah kepada hakim atau kepala pemerintahan yang di daerah hukumnya terletak rumah atau
tempat kediaman orang yang diwajibkan mengangkat sumpah. (RO. 33; KUHPerd. 1023; Rv. 52;
IR. 158.)
Sumpah harus diangkat sendiri.

Pasal 1945.

Jika ada alasan-alasan penting, hakim boleh mengizinkan pihak yang berperkara untuk
mengangkat sumpahnya dengan perantaraan seseorang yang diberikan kuasa khusus untuk itu
dengan suatu akta otentik.
Dalam hal demikian, surat kuasa itu harus memuat sumpah yang harus diucapkan itu secara
lengkap dan tepat.
Tiada sumpah yang boleh diangkat tanpa kehadiran pihak lawan atau sebelum pihak lawan ini
dipanggil secara sah. (KUHPerd. 1793, 1934; F. 115 dst.; IR. 157 dst.)
BAB VII.
KEDALUWARSA
Bagian 1.
Kedaluwarsa Pada Umumnya.
Pasal 1946.
Kedaluwarsa ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau suatu alasan untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan dengan terpenuhinya
syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. (Ov. 47; KUHPerd. 584, 1381, 1963, 1967
dst.; Sv. 401 dst.)
Pasal 1947.
Seseorang tidak boleh melepaskan kedaluwarsa sebelum tiba waktunya, tetapi boleh melepaskan
suatu kedaluwarsa yang telah diperolehnya. (AB. 23; KUHPerd. 1063, 1949.)
Pasal 1948.
Pelepasan kedaluwarsa dapat dilakukan secara tegas atau secara diam-diam. Pelepasan secara
diam-diam disimpulkan dari suatu perbuatan yang menimbulkan dugaan bahwa seseorang tidak
hendak menggunakan suatu hak yang telah diperolehnya. (KUHPerd. 1359, 1382.)
Pasal 1949.
Barangsiapa tidak diperbolehkan memindahtangankan sesuatu, juga tidak boleh melepaskan
kedaluwarsa yang diperolehnya. (KUHPerd. 1330, 1448.)
Pasal 1950.
Hakim, karena jabatannya, tidak boleh menggunakan kedaluwarsa. (KUHPerd. 1454, 1520; Rv.
50; Sv. 407; IR. 371; S. 1882-280; S. 1892-159; Decentr. 22.)

Page 330 of 336

Pasal 1951.
Pada setiap tingkat pemeriksaan perkara, dapat diajukan adanya kedaluwarsa, bahkan pada
tingkat banding pun. (Rv. 136, 249, 323.)
Pasal 1952.
Kreditur atau orang lain yang berkepentingan dapat melawan pelepasan kedaluwarsa yaiig
dilakukan oleh debitur yang secara curang bermaksud mengurangi hak kreditur atau orang lain
tersebut. (KUHPerd. 1341.)
Pasal 1953.
Seseorang tidak dapat menggunakan kedaluwarsa untuk memperoleh hak milik atas barangbarang yang tidak beredar dalam perdagangan. (KUHPerd. 521 dst., 537.)
Pasal 1954.
Pemerintah yang mewakili negara, kepala pemerintahan daerah yang bertindak dalam
jabatannya, dan lembaga-lembaga umum, tunduk pada kedaluwarsa sama seperti orang
perseorangan, dan dapat menggunakannya dengan cara yang sama.
Pasal 1955.
Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya kedaluwarsa, seseorang harus bertindak
sebagai pemilik sesuatu itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputusputus, secara terbuka di hadapan umum, dan secara tegas. (KUHPerd. 529 dst., 543 dst., 548,
560, 1957, 1959, 1963, 1978.)
Pasal 1956.
Perbuatan memaksa, perbuatan sewenang-wenang atau perbuatan membiarkan begitu saja,
tidaklah menimbulkan suatu besit yang dapat membuahkan kedaluwarsa. (KUHPerd. 557, 1323
dst., 1963.)
Pasal 1957.
Seseorang yang sekarang menguasai suatu barang, yang membuktikan bahwa la menguasainya
sejak dulu, dianggap juga telah menguasainya selama selang waktu antara dulu dan sekarang,
tanpa mengurangi pembuktian hal yang sebaliknya. (KUHPerd. 534 dst., 560, 566, 1916.)
Pasal 1958.
Untuk memenuhi waktu yang diperlukan untuk kedaluwarsa, dapatlah seseorang menambah
waktu selama ia berkuasa dengan waktu selama berkuasanya orang yang lebih dahulu berkuasa,
dari siapa ia telah memperoleh barangnya, tak perduli bagaimana ia menggantikan orang itu,
baik dengan alas-hak umum maupun dengan alas-hak khusus, baik dengan cuma-cuma maupun
atas beban. (KUHPerd. 541, 833, 955, 1314, 1318, 1955, 1960.)
Pasal 1959.
Orang yang menguasai suatu barang untuk orang lain, begitu pula para ahli warisnya, sekali-kali
tidak dapat memperoleh sesuatu dengan jalan kedaluwarsa, berapa lama pun waktu yang telah
lewat.
Demikian pula seorang penyewa, seorang penyimpan, seorang penikmat hasil, dan semua orang
lain yang memegang suatu barang berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, tak dapat
memperoleh barang itu dengan jalan kedaluwarsa. (KUHPerd. 535, 540, 556, 756 dst., 1548 dst.,
1694 dst.)

Page 331 of 336

Pasal 1960.
Mereka yang disebutkan dalam pasal yang lalu dapat memperoleh hak milik dengan jalan
kedaluwarsa, jika alas-hak besit mereka telah berganti, baik karena suatu sebab yang berasal
dari pihak ketiga, maupun karena pembantahan yang mereka lakukan terhadap hak pemilik.
(KUHPerd. 535 dst.; 1955, 1961.)
Pasal 1961.
Mereka yang telah menerima suatu barang, yang diserahkan dengan alas-hak yang dapat
memindahkan hak milik oleh penyewa, penyimpan dan orang-orang lain yang menguasai barang
itu berdasarkan suatu persetujuan dengan pemiliknya, dapat memperoleh barang tersebut
denganjalan kedaluwarsa. (KUHPerd. 1955, 1963.)
Pasal 1962.
Kedaluwarsa dihitung menurut hari, bukan menurut jam.
Kedaluwarsa itu diperoleh bila hari terakhir dari jangka-waktu yang diperlukan telah lewat.
(KUHPerd. 1181; KUHD 135 dst.)
Bagian 2.
Kedaluwarsa Sebagai Suatu Sarana Hukum Untuk Memperoleh Sesuatu.
Pasal 1963.
Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau
suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, dengan suatu besit selama dua puluh
tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan kedaluwarsa.
Seseorang yang dengan itikad baik menguasai sesuatu selama tiga puluh tahun, memperoleh hak
milik tanpa dapat dipaksa untuk menunjukkan alas-haknya. (KUHPerd. 506 dst., 511-21, 531,
548-21, 550, 584, 610, 613, 695, 699, 1955, 1964 dst., 1977.)
Pasal 1964.
Suatu tanda alas-hak yang batal karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat digunakan
sebagai dasar suatu kedaluwarsa selama dua puluh tahun. (KUHPerd. 1963.)
Pasal 1965.
Itikad baik harus dianggap selalu ada, dan barangsiapa mengajukan tuntutan atas dasar itikad
buruk, wajib membuktikannya. (KUHPerd. 533, 1328, 1916.)
Pasal 1966.
Cukuplah bila pada waktu memperoleh sesuatu itu itikad baik sudah ada. (KUHPerd. 531, 1958,
1963.)
Bagian 3.
Kedaluwarsa Sebagai Suatu Alasan Untuk Dibebaskan Dari Suatu Kewajiban.
Pasal 1967.
Semua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus
karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk
adanya kedaluwarsa itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat
diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk. (Ov. 47; KUHPerd. 58, 269, 414,
750, 835, 1039, 1062, 1066, 1068, 1110, 1116, 1381, 1968 dst., 1973, 1993; KUHD 95, 168a,
169, 228a, 229, 229k, 741 dst.; Rv. 102; S. 1832-40.)

Page 332 of 336

Pasal 1968.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jis. 458dan565.) Tuntutan para ahli dan pengajar dalam bidang

kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk pelajaran yang mereka berikan dalam tiap-tiap bulan
atau waktu yang lebih pendek;
tuntutan para pengusaha rumah penginapan dan rumah makan, untuk pemberian;penginapan
serta makanan; (KUHPerd. 1139-60; 1147.)
tuntutan para buruh yang upahnya harus dibayar dalam bentuk uang tiap-tiap kali setelah lewat
waktu yang kurang dari satu triwulan, untuk mendapat pembayaran upah mereka serta jumlah
kenaikan upah itu menurut pasal 1602q;
semua tuntutan ini kedaluwarsa dengan lewatnya waktu satu tahun. (KUHPerd. 750, 1139-50,
1147, 1602 1, 1976; KUHD 741.)
Pasal 1969.

(s.d.u. dg. S. 1926-335jis. 458 dan 565.) Tuntutan para dokter dan ahli obat-obatan, untuk
kunjungan dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawatan dan pemberian obat-obatan;
(KUHPerd. 1149-31.)

tuntutan para juru sita, untuk upah mereka dalam memberitahukan akta-akta dan me akan tugas
yang diperintahkan kepada mereka; (Rv. 99.)
tuntutan para pengelola sekolah-berasrama, untuk uang makan dan pengajaran bagi muridnya;
begitu pula tuntutan pengajar-pengajar lainnya untuk pengajaran yang mereka berikan;
(KUHPerd. 1149-61.)
tuntutan pada buruh, kecuali mereka yang dimaksudkan dalam pasal 1968, untuk pembayaran
upah mereka serta jumlah kenaikan upah itu menurut pasal 1602q; (KUHPerd. 1149-41.)
semuanya kedaluwarsa dengan lewatnya waktu dua tahun.
Pasal 1970.
Tuntutan para advokat untuk pembayaran jasa mereka dan tuntutan para pengacara untuk
pembayaran persekot dan upah mereka, hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu dua
tahun, terhitung sejak hari diputusnya perkara, hari tercapainya perdamaian antara pihak-pihak
yang berperkara, atau hari dicabutnya kuasa pengacara itu.
Dalam hal perkara yang tidak selesai, tak dapatlah mereka menuntut pembayaran persekot dan
jasa yang telah ditunggak lebih dari sepuluh tahun.
Tuntutan para notaris untuk pembayaran persekot dan upah mereka, kedaluwarsa juga dengan
lewatnya waktu dua tahun, terhitung sejak hari dibuatnya akta yang besangkutan. (KUHPerd.
1974; KUHD 745; Rv. 99.)
Pasal 1971.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tuntutan para tukang kayu, tukang batu dan tukang lain untuk

pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka; (KUHPerd. 1139-80,
1147, 1604, 1968.)
tuntutan para pengusaha toko untuk pembayaran barang-barang yang telah mereka serahkan,
sekadar tuntutan ini mengenai pekerjaan dan penyerahan yang tidak mengenai pekerjaan tetap
debitur; (KUHPerd. 1149-5', 1882.)
semua itu kedaluwarsa dengan lewatnya waktu lima tahun. (KUHPerd. 750; KUHD 742.)

Page 333 of 336

Pasal 1972.
Kedaluwarsa yang disebutkan dalam keempat pasal yang lalu terjadi, meskipun seseorang terus
melakukan penyerahan, memberikan jasa dan menjalankan pekerjaannya.
Kedaluwarsa itu hanya berhenti berjalan, bila dibuat suatu pengakuan utang tertulis, atau bila
kedaluwarsa dicegah menurut pasal 1979 dan 1980. (KUHPerd. @973, 1981.)
Pasal 1973.
Namun demikian, orang yang kepadanya diajukan kedaluwarsa yaag disebut dalam pasal 1968,
1969, 1970 dan 1971, dapat menuntut supaya mereka yang menggunakan kedaluwarsa itu
bersumpah bahwa utang mereka benar-benar telah dibayar.
Kepada para janda dan para ahli waris, atau jika mereka yang disebut terakhir ini belum dewasa,
kepada para wali mereka, dapat diperintahkan sumpah untuk menerangkan bahwa mereka tidak
tahu tentang adanya utang yang demikian. (KUHPerd. 330, 1882, 1930, 1976; KUHD 747.)
Pasal 1974.
Para hakim dan pengacara tidak bertanggung jawab atas penyerahan surat-surat setelah lewat
waktu lima tahun sesudah pemutusan perkara.
Para juru sita dibebaskan dari pertanggungjawaban tentang hak itu setelah lewat waktu dua
tahun, terhitung sejak pelaksanaan kuasa atau pemberitahuan akta-akta yang ditugaskan kepada
mereka. (KUHPerd. 1969 dst.)
Pasal 1975.
Bunga atas bunga abadi atau bunga cagak-hidup; (KUHPerd. 1770, 1775.)
bunga atas tunjangan tahunan untuk pemeliharaan; (KUHPerd. 321 dst.,1429-30.)
harga sewa rumah dan tanah; (KUHPerd. 1139-20, 1140 dst.)
bunga atas uang pinjaman, dan pada umumnya segala sesuatu yang harus dibayar tiap tahun
atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek; (KUHPerd. 1250, 1515, 1586, 1765 dst.)
semua itu kedaluwarsa setelah lewat waktu lima tahun.
Pasal 1976.
Kedaluwarsa yang diatur pada pasal 1968 dan seterusnya dalam bab ini, berlaku bagi anak-anak
yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan; hal ini tidak
mengurangi tuntutan mereka akan ganti-rugi terhadap para wali atau para pengampu mereka.
(KUHPerd. 1987; Octr. 53.9)
Pasal 1977.
Barangsiapa menguasai barang bergerak yang tidak berupa bunga atau piutang yang tidak harus
dibayar atas tunjuk, dianggap sebagai pemiliknya sepenuhnya.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Walaupun demikian, barangsiapa kehilangan atau kecurian suatu
barang, dalam jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak hari barang itu hilang atau dicuri,
dapatlah menuntut supaya barang yang hilang atau dicuri itu dikembalikan pemegangnya, tanpa
mengurangi hak orang yang disebut terakhir ini untuk minta ganti rugi kepada orang yang
menyerahkan barang itu kepadanya, pula tanpa mengurangi ketentuan pasal 582. (KUHPerd.
471, 509 1o, 1470, 1702, 1963; KUHD 314 4, dst., 511-2 o, 550, 555, 574, 613, 1152, 1429 555,
568f, 7493 ; Rv. 70 dst., 535 dst.; S. 1860-64 jo. S. 1892-155; S. 1948-266 pasal 2.)

Page 334 of 336

Bagian 4.
Sebab sebab Yang Mencegah Kedaluwarsa.
Pasal 1978.
Kedaluwarsa dicegah bila pemanfaatan barang itu dirampas selama lebih dari satu tahun dari
tangan orang yang menguasainya, baik oleh pemiliknya semula maupun oleh pihak ketiga.
(KUHPerd. 545, 558, 565 dst., 1955.)
Pasal 1979.
Kedaluwarsa itu dicegah pula oleh suatu peringatan, suatu gugatan, dan tiap perbuatan berupa
tkintutan hukum, masing-masing dengan pemberitahuan dalam bentuk yang telah ditentukan,
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal itu atas nama pihak yang berhak, dan
disampaikan kepada orang yang hendak dicegah memperoleh kedaluwarsa itu. (KUHPerd. 1983;
Rv, 1, 275; F. 35.)
Pasal 1980.
Gugatan di muka hakim yang tidak berkuasa, juga mencegah kedaluwarsa. (Rv. 130.)
Pasal 1981.
Namun kedaluwarsa tidak dicegah, bila peringatan atau gugatan dicabut atau dinyatakan batal,
entah karena penggugat menggugurkan tuntutannya, entab karena tuntutan itu dinyatakan
augur akibat lewatnya waktunya. (Rv. 92 dst., 271 dst., 273 dst.)
Pasal 1982.
Pengakuan akan hak seseorang yang terhadapnya kedaluwarsa berjalan, yang diberikan dengan
kata-kata atau dengan perbuatan oleh orang yang menguasainya atau oleh debitur, juga
mencegah kedaluwarsa. (KUHPerd. 1390, 1397 dst., 1766, 1892, 1972.)
Pasal 1983.
Pemberitahuan menurut pasal 1979 kepada salah seorang debitur dalam perikatan tanggungmenanggung, atau pengakuan orang tersebut, mencegah kedaluwasa terhadap para debitur
lainnya, bahkan pula terhadap para ahli waris mereka. (KUHD 1761, 271 dst.)
Pemberitahuan kepada ahli waris salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung,
atau pengakuan ahli waris tersebut, tidaklah mencegah kedaluwarsa terhadap para ahli waris
debitur lainnya, bahkanjuga dalam hal suatu utang hipotek, kecuali untuk bagian ahli waris
tersebut.
Dengan pemberitahuan atau pengakuan ini kedaluwarsa terhadap para debitur lain itu tidak
dicegah lebih lanjut, kecuali untuk bagian ahli waris tersebut.
Untuk mencegah kedaluwarsa seluruh utang terhadap para debitur lainnya, perlu ada suatu
pemberitahuan kepada semua ahli waris atau suatu pengakuan dari semua ahli waris itu.
(KUHPerd. 1280, 1298, 1300-10, 1301.)
Pasal 1984.
Pemberitahuan yang dilakukan kepada debitur utama atau pengakuan yang diberikan oleh
debitur utama mencegah kedaluwarsa terhadap penanggung utang. (KUHPerd. 1845; KUHD
1701, 229a0.)
Pasal 1985.
Pencegahan kedaluwarsa yang dilakukan oleh salah seorang kreditur dalam suatu perikatan
tanggung-menanggung berlaku bagi semua kreditur lainnya. (KUHPerd. 1979.)

Page 335 of 336

Bagian 5.
Sebab-sebab Yang Menangguhkan Kedaluwarsa.
Pasal 1986.
Kedaluwarsa berlaku terhadap siapa saia, kecuali terhadap mereka. yang dikecualikan oleh
undang-undang. (KUHPerd. 269, 387, 670, 710, 1954, 1987 dst.)
Pasal 1987.
Kedaluwarsa tidak dapat mulai berlaku atau berlangsung terhadap anak-anak yang belum
dewasa dan orang-orang yang ada di bawah pengampuan, kecuali dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang. (KUHPerd. 330, 424 dst., 452, 1522, 1976; KUHD 170, 229a; Rv. 274, 336.)
Pasal 1988.
Kedaluwarsa tidak dapat terjadi di antara suami-istri. (KUHD 170,229a.)
Pasal 1989.
Kedaluwarsa tidak berlaku terhadap seorang istri selama ia berada dalam status perkawinan :
1. bila tuntutan si istri tidak dapat diteruskan, kecuali setelah ia memilih akan menerima
persatuan atau akan melepaskannya. (KUHPerd. 132 dst.)
2. bila si suami, karena menjual barang milik pribadi si istri tanpa persetujuannya, harus
menanggung penjualan itu, dan tuntutan si istri harus ditujukan kepada si suami. (KUHPerd.
105, 1492 dst.; Rv. 70 dst.)
Pasal 1990.
Kedaluwarsa tidak berjalan :
terhadap piutang yang bersyarat, selama syarat ini tidak dipenuhi; (KUHPerd.1261, 1263.)
dalam hal suatu perkara untuk menanggung suatu penjualan, selama belum ada putusan untuk
menyerahkan barang yang bersangkutan kepada orang lain; (KUHPerd. 1491 dst.; Rv. 70 dst.)
terhadap suatu piutang yang baru dapat ditagih pada hari yang telah ditentu kan, selama hari
itu belum tiba. (KUHPerd. 387, 1268 dst.)
Pasal 1991.
Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk
membuat pendaftaran harta peninggalan, tidak dapat dikenakan kedaluwarsa mengenai piutangpiutangnya terhadap harta peninggalan. (KUHPerd. 1030, 1032-21, 1050; Rv. 337, 697.)
Kedaluwarsa berlaku terhadap suatu warisan yang tak terurus, meskipun tidak ada pengampu
warisan itu. (KUHPerd. 1126 dst., 1986.)
Pasal 1992.
Kedaluwarsa itu berlaku selama ahli waris masih mengadakan perundingan mengenai
warisannya. (KUHPerd. 1023 dst.; Rv. 337.)
Ketentuan Penutup.
Pasal 1993.
Kedaluwarsa yang sudah mulai berjalan sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini
diundangkan, harus diatur menurut undang-undang yang pada saat itu berlaku di Indonesia.
(Ov. 54; AB. 2; S. 1829-86, S. 1832 -4 1; S. 0 1867-110.)
Namun kedaluwarsa demikian yang menurut perundang-undangan lama masih membutuhkan
waktu selama lebih dari tiga puluh tahun, terhitung sejak Kitab Undang-undang Hukum Perdata
ini diundangkan, akan terpenuhi dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun itu. (Sv. 408; S. 1850:3.)

Page 336 of 336

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG


(Wetboek van Koophandel voor Indonesie)

S. 1847-23.

Anotasi:
Seluruhnya KUHD ini berlaku untuk golongan Timur Asing bukan Tionghoa dan golongan
Tionghoa, kecuali dengan perubahan redaksional pasal 396; S. 1924-556, pasal 1, B; S. 1917129, pasal I sub 21.
KETENTUAN UMUM.
Pasal 1.

(s. d. u. dg. S. 1938-276.) Selama dalam Kitab Undang-undang ini terhadap Kitab Undang-

undang Hukum Perdata tidak diadakan penyimpangan khusus, maka Kitab Undang-undang
Hukum Perdata berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam Kitab Undang-undang ini.
(AB. 15; KUHPerd. 1617, 1774, 1878; KUHD 15, 79 dst., 85, 119, 168a, 286, 296, 747, 754.)

Alinea kedua gugur berdasarkan S. 1938-276.


BUKU KESATU.
DAGANG PADA UMUMNYA.

Berdasarkan S. 1938-276 yang berlaku mulai pada 17 Juli 1938 maka Bab I tentang Pedagang
dan Perbuatan Dagang (pasal 2 sld 5) telah dihapus.
BAB II.
PEMBUKUAN.

(s.d.u. dg.

Pasal 6.

S. 1938-276.) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk

menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan


hartanya dan tentang apa yang berhubungan dengan perusahaannya, dengan cara yang
sedemikian sehingga dari catatan-catatan yang diselenggarakan itu sewaktu-waktu dapat
diketahui semua hak dan kewajibannya. (KUHD 35, 66, 86, 96, 348; KUHP 396 dst.)
Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur
menurut syarat-syarat perusahaannya dan menandatanganinya sendiri. (KUHPerd. 1881.)
Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun, buku-buku dan surat-surat di mana ia
menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam allnea pertama beserta neracanya, dan
selama sepuluh tahun, surat-surat dan telegram-telegram yang diterima dan salinan-salinan
surat-surat dan telegiram-telegram yang dikeluarkan. (KUHD 35.)
Pasal 7.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk kepentingan setiap orang, hakim bebas untuk memberikan
kepada pemegang-buku, kekuatan bukti sedemikian rupa yang menurut pendapatnya harus
diberikan pada masing-masing kejadian yang khusus. (KUHPerd. 1881; KUHD 12, 35, 67, 86.)
Pasal 8.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Sewaktu pemeriksaan perkara di sidang pengadilan berjalan, hakim
dapat menentukan atas permintaan atau karena jabatannya, kepada masing-masing pihak atau

Page 1 of 157

kepada salah satu pihak untuk membuka bukubuku yang diselenggarakan, surat-surat dan
naskah-naskah yang harus dibuat atau disimpan oleh mereka menurut pasal 6 alinea ketiga, agar
dapat dilihat di dalamnya atau dibuat petikan-petikannya sebanyak yang dibutuhkan berkenaan
dengan soal yang dipersengketakan.
Hakim dapat mendengar para ahli mengenai sifat dan isi surat-surat yang diperlihatkan, baik
pada sidang pengadilan maupun dengan cara seperti yang diatur dalam pasal-pasal 215 sampai
dengan 229 Reglemen Acara Perdata. (Rv.)
Dari tidak dipenuhinya perintahnya itu, hakim bebas untuk mengambil kesimpulan yang
sebaiknya menurut pendapatnya. (KUHPerd. 1888, 1915 dst.; KUHD 67.)
Pasal 9.
Bila buku-buku, naskah atau surat-surat berada di tempat lain daripada tempat kedudukan hakim
yang mengadili perkara itu, maka ia dapat mengamanatkan kepada hakim dari tempat lain untuk
menyelenggarakan pemeriksaan yang dikehendaki terhadap hal itu dan membuat berita acara
tentang pendapat-pendapatnya serta mengirimkannya. (RO. 33; KUHD 35.)

10 dan 11. Dihapus dg. S. 1927-146.


Pasal 12.

(s.d.u. dg. S. 1927-146; S. 1938-276.) Tiada seorang pun dapat dipaksa untuk memperlihatkan

pembukuarinya kecuali untuk mereka yang mempunyai kepentingan langsung sebagai ahli waris,
sebagai pihak yang berkepentingan dalam suatu
persekutuan, sebagai pesero, sebagai
pengangkat Pimpinan perusahaan atau pengeloIa dan akhirnya dalam hal kepailitan. (KUHPerd.
573, 1082; KUHD 35, 67.)

13. Dihapus dg. S. 1927-146.


BAB III.
BEBERAPA JENIS PERSEROAN.
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.

14. Dihapus dg. S. 1938-276.


(s.d.u. dg.

Pasal 15.

S. 1938-276.) Perseroan-perseroan yang disebut dalam bab ini dikuasai oleh

perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan, oleh Kitab Undang-undang ini dan oleh Kitab Undangundang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1618 dst., KUHD 1.
Bagian 2.
Perseroan Firma Dan Perseroan Dengan Cara meminjamkan Uang
Atau Disebut Perseroan Komanditer.
Pasal 16.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk
melakukan suatu usaha di bawah satu nama bersama. (KUHD 19 dst., 22 dst., 26-11, 29; Rv. 65o, 8-2 o, 99.)
Pasal 17.

Page 2 of 157

Tiap-tiap pesero kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak,
mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, dan mengikat perseroan kepada pihak
ketiga, dan pihak ketiga kepada perseroan. tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan
perseroan, atau yang bagi para pesero menurut perjanjian tidak berwenang untuk
mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini. (KUHPerd. 1632, 1636, 1639, 1642;
KUHD 20, 26, 29, 32.)
Pasal 18.
Dalam perseroan firma tiap-tiap pesero bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk
seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya. (KUHPerd. 1282, 1642, 1811.)
Pasal 19.
Perseroan yang terbentuk dengan cara meminjamkan uang atau disebut juga perseroan
komanditer, didirikan antara seseorang atau antara beberapa orang pesero yang bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya, dan satu orang atau lebih sebagai
pemberi pinaman uang.
Suatu perseroan dapat sekaligus berwujud perseroan firma terhadap pesero-pesero firma di
dalamnya dan perseroan komanditer terhadap pemberi pinjaman uang. (KUHD. 16, 20, 22 dst.)
Pasal 20.
Dengan tidak mengurangi kekecualian yang terdapat dalam pasal 30 alinea kedua, maka nama
pesero komanditer tidak boleh digunakan dalam firma. (KUHD 19-21.)
Pesero ini tidak boleh melakukan tindakan pengurusan atau bekerja dalam perusahaan perseroan
tersebut, biar berdasarkan pemberian kuasa sekalipun. (KUHD 17, 21, 32.)
Ia tidak ikut memikul kerugian lebih daripada jumlah uang yang telah dimasukkannya dalam
perseroan atau yang harus dimasukkannya, tanpa diwajibkan untuk mengembalikan keuntungan
yang telah dinikmatinya. (KUHPerd. 1642 dst.)
Pasal 21.
Pesero komanditer yang melanggar ketentuan-ketentuan alinea pertama atau alinea kedua dari
pasal yang lain, bertanggungjawab secara tanggung-renteng untuk seluruhnya terhadap semua
utang dan perikatan perseroan itu. (KUHD 18.)
Pasal 22.
Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan
untuk disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada. (KUHPerd. 1868, 1874, 1895,
1898; KUHD 1, 26, 29, 31.)
Pasal 23.
para pesero firma diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam register yang disecliakan untuk
itu pada keparliteraan raad van justitie (pengadilan negeri) daerah hukum tempat kedudukan
perseroan itu. (Ov. 82; KUHPerd. 152; KUHD 24, 27 dst., 30 dst., 38 dst.; S. 1946-135 pasal 5.)
Pasal 24.
Akan tetapi para pesero firma diperkenankan untuk hanya mendaftarkan petikannya saja dari
akta itu dalam bentuk otentik. (KUHD 26, 28.)
Pasal 25.
Setiap orang dapat memeriksa akta atau petikannya yang terdaftar, dan dapat memperoleh
sahnannya atas biaya sendiri. (KUHD 38; S. 1851-27 pasal 7.)
Pasal 26.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Petikan yang disebut dalam pasal 24 harus memuat:

Page 3 of 157

1.
2.
3.
4.
5.

nama, nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para pesero firma;
pernyataan firmanya dengan menunjukkan apakah perseroan itu umum, ataukah terbatas
pada suatu cabang khusus dari perusahaan tertentu, dan dalam hal terakhir, dengan
menunjukkan cabang khusus itu; (KUHD 17.)
penunjukan para pesero, yang tidak diperkenankan bertandatangan atas nama firma;
saat mulai berlakunya perseroan dan saat berakhirnya;
dan selanjutnya, pada umumnya, bagian-bagian dari perjanjiannya yang harus dipakai untuk
menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap para pesero. (KUHD 27 dst.)

Pasal 27.
Pendaftarannya harus diberi tanggal dari hari pada waktu akta atau petikannya itu dibawa
kepada panitera. (KUHD 23.)
Pasal 28.
Di samping itu para pesero wajib untuk mengumumkan petikan aktanya dalam surat kabar resmi
sesuai dengan ketentuan pasal 26. (Ov. 105; KUHPerd. 444, 1036; KUHD 29, 38.)
Pasal 29.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Selama pendaftaran dan pengumuman belum terjadi, maka perseroan

firma itu terhadap pihak ketiga dianggap sebagai perseroan umum untuk segala urusan,
dianggap didirikan untuk waktu yang tidak ditentukan dan dianggap tiada seorang pesero pun
yang dilarang melakukan hak untuk bertindak dan bertandatangan untuk firma itu.
Dalam hal adanya perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka terhadap
pihak ketiga berlaku ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan pasal yang lalu yang
dicantumkan dalam surat kabar resmi. (KUHPerd. 1916; KUHD 30 dst., 39.)
Pasal 30.
Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik
atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pescro
yang namanya disembut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli waiisnya tidak
menentangnya, dan dalam hal itu ulituk membuktikannya harus dibuat akta, dan
mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara
yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang
tercantum dalam pasal 29.
Ketentuan pasal 20 alinea pertama tidak berlaku, jikalau pesero yang mengundurkan diri sebagai
pesero firma menjadi pesero komanditer. (KUHPerd. 1651, KUHD 26.)
Pasal 31.
Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau
terjadi karena pelepasan diii atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang
ditentukan, demikian puia segala perubahan yang diadakan dalam petia4ian yang asfi yang
berhubungan dengan pihak ketiga, diadakanjuga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku
ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah
disebut.
Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau
perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga.
Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan,
berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)
Pasal 32.
Pada pembubaran perseroan, para pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus
membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam
perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer)

Page 4 of 157

mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi scorang dengan
suara terbanyak.
Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut
pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652;
KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)
Pasal 33.
Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang
yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat
menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut
bagiannya masing-masing. (KUHD 18, 22.)
Pasal 34.
Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan
sementara. (KUHD 33.)
Pasal 35.
Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka
buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada
pada pesero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie
karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para pesero atau para
penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)
Bagian 3.
Perseroan Terbatas.
(Mengenai Maskapai Andil Indonesia dan perubahan Perseroan Terbatas menjadi
Maskapai Andil Indonesia, lihat S. 1939-569.)
Pasal 36.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Perseroan terbatas tidak mempunyai firma, dan tak memakai nama

salah seorang atau lebih dari antara para pesero, melainkan mendapat namanya hanya dari
twuan perusahaan saja.
(s.d,u.dg. S. 1937-572.) Sebelum perseroan tersebut dapat didirikan, akta pendiriannya atau
rencana pendiriannya harus disampaikan kepada Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau
penguasa yang ditunjuk oleh Presiden untuk memperoleh izinnya.
Untuk tiap-tiap perubahan syarat-syarat dan untuk perpanjangan waktu perseroan, harus juga
terdapat izin seperti itu. (KUHD 3 dst., 37, 51; Rv. 99; S. 1870-64.)
Pasal 37.

(s.d.u. dg. S. 1937-572.) Bila perseroan itu tidak bertentangan dengan kesusilaan atau dengan

ketertiban umum, dan selain itu tidak ada keberatankeberatan yang penting terhadap
pendiriannya, pun pula aktanya tidak memuat ketentuan-ketentuan yang berlawanan dengan
hal-hal yang diatur dalam pasal 38 sampai dengan pasal 55, maka izinnya diberikan.
Bila izin itu tidak diberikan, alasan-alasannya diberitahukan kepada para pemohon agar
diketahuinya, kecuab sekiranya pemberitahuan itu dianggap tidak seyogyanya.
Pemberian izin itu, bila ada alasan-alasannya, dapat digantungkan pada syarat bahwa perseroan
itu akan bersedia dibubarkan, bila menurut pertimbangan Gubernur Jenderal (dalam hal ini
Menteri Kehakiman) hal itu dianggap perlu untuk kepentingan umum.
Bila izin itu diberikan tanpa syarat, maka perseroan tidak dapat dibubarkan atas kekuasaan
umum, kecuali setelah Hooggerechtshof (kini: Mahkamah Agung), yang pendapatnya dalam hal
ini harus didengar, menyatakan, bahwa para pengurusnya telah tidak memenuhi ketentuanketentuan dan syarat-syarat akta perseroan itu. (AB. 23; KUHPerd. 1335, 1653; KUHD 45, 50.)

Page 5 of 157

Pasal 38.
Akta perseroan itu harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancaman akan batal. (KUHD 22
dst., 42, 48 dst., 52 dst., 56, 58.)
(s.d.u. dg. S. 1923-548, 594; S. 1937-572.) para pesero diwajibkan untuk mendaftarkan akte itu
dalam keseluruhannya beserta izin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu
pada panitera raad van justitie dari daerah hukum tempat kedudukan perseroan itu, dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi. (Ov. 82, 105; KUHD 23; S. 1946-135.)
SegaIa sesuatu yang tersebut di atas berlaku terhadap perubahan-perubahan dalam syaratsyarat, atau pada perpanJangan waktu perseroan.
Ketentuan-ketentuan pasal 25 berlaku juga terhadap ini.
Pasal 39.
Selama peadaftaran dan pengumuman seperti yang termaktub dalam pasal yang lalu belum
terjadi, maka para pengurus atas perbuatan mereka, terikat secara pribadi untuk keseluruhannya
terhadap pihak ketiga. (KUHD 45, 47.) 40. Modal perseroan dibagi atas sahain-saham atau Serosero atas nama atau blangko.
para pesero atau pemegang saham atau sero tidak bertanggung jawab lebih daripada jumlah
penuh saham-saham itu. (KUHD 42, 47, 50 dst.)
Pasal 41.
Tiada sero atau sabam blangko dapat dikeluarkan sebelum jumlah sepenuhnya disetor dalam kas
perseroan. (KUHPerd. 1977; KUHD 43; Rv. 6-7.)
Pasal 42.
Dalam akta ditentukan cara bagaimana sero-sero atau saham-sahan atas nama dioperkan; hal itu
dapat dilakukan dengan Pemberitahuan suatu pernyataan kepada para pengurus dari Pesaro
bersangkutan dan pihak peneiima pengoperan, atau dengan pernyataan seperti itu yang dimuat
dalam buku-buku perseroan itu dan ditandatangani oleh atau atas nama kedua belah pihak.
(KUHPerd. 613 dst., 1977.)
Pasal 43.
Bila jumlah penuh sero atau saham demikian belum disetor, para pesero aslinya, atau ahli waris
mereka atau mereka yang memperoleh hak, tetap bertanggungjawab atas penyetoran jumlah
yang terutang pada perseroan, kecuali bila pengurus dan para komisaris, bila ini ada,
menyatakan dengan tegas persetujuan mereka untuk menerima baik penerima hak yang baru
itu, dan demikian pesero lama menjadi bebas dari egaIa tanggungjawab. (KUHPerd. 833, 955,
1417; KUHD 41.)
Pasal 44.
Perseroan itu diurus oleh para pengurus, para pesero, atau lain-lainnya yang diangkat oleh para
pesero, dengan atau tanpa menerima upah, dengan atau tanpa pengawasan komisaris.
para pengurus tak dapat diangkat dengan cara yang tidak dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 1636,
1814 dst.; KUHD 17, 38, 52, 54 dst.)
Pasal 45.
para pengurus tidak bertanggungiawab lebih daripada untuk menunaikan sebaik-baiknya tugas
yang diberikan kepada mereka; mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak
ketiga atas perikatan perseroan.
Akan tetapi bila mereka melanggar suatu ketentuan dalam akta atau perubahan syarat-syaratnya
yang diadakan kemudian, maka mereka terhadap pihak ketiga bertanggungjawab masing-masing
secara tanggung-renteng untuk keseluruhannya untuk kerugian-kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga karenanya. (KUHPerd. 1800 dst.; KUHD 39, 47, 55.)

Page 6 of 157

Pasal 46.
Perseroan terbatas itu harus didirikan untukiangka waktu tertentu, dengan tidak mengurangi
kemungkinan untuk memperparoangnya, setiap kaii setelah waktu itu lampau. (KUHPerd. 1646-l';
KUHD 38.)
Pasal 47.
Bila nyata bagi para pengurus, bahwa telah diderita kerugian sebesar lima puluh persen dari
modal perseroan, maka mereka berkewajiban untuk mengumumkannya dalam register yang
diselenggarakan untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie, dan demikian pula dalam surat
kabar resmi.
Bila kerugian itu berjumlah twuh puluh lima persen, maka perseroan itu demi hukum bubar, dan
para pengurus bertanggungiawab terhadap pihak ketiga atas perjanjian-perjanjian yang telah
mereka adakan setelah mereka tahu atau harus mereka tahu tentang kerugian itu. (KUHD 39,
45, 48.)
Pasal 48.
Untuk menghindari pembubaran menurut peraturan tersebut di atas, aktanya harus memuat
ketentuan-ketentuan untuk membentuk kas cadangan yang dapat digunakan untuk menutupi
kekurangan uang itu untuk sebagian atau untuk seluruhnya. (KUHD 49.)
Pasal 49.
Dalam akta itu tidak boleh diperjanjikan bunga tetap.
Pembagian-pembagiannya harus diambil dari pendapatan setelah dipotong dengan segala
pengeluaran.
Akan tetapi dapat diadakan perjanjian, bahwa pembagian-pembagian itu tidak akan melebihi
suatu jumlah tertentu. (KUHD 48, 55.)
Pasal 50.

(s. d. u. dg. S. 1937-572; S. 1938-161.) Izin termaksud dalam pasal 36 tidak akan diberikan,

kecuali bila ternyata bahwa para pendiri pertama bersama-sama mewakili paling sedikit seperlima
dari modal perseroan; selanjutnya akan ditentukan suatu jangka waktu, dimana sisa sero-sero
atau saham-saham harus sudah ditempatkan.
Jangka waktu itu atas permohonan para pendiri selalu dapat diperpanjang oleh Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh pejabat yang berwenang atas penunjukan Presiden
berdasarkan pasal 36 alinea kedua. (KUHD 36 dst.)
Pasal 51.
Perseroan itu tidak akan dapat mulai berjalan sebelum paling sedikit sepuluh persen dari modal
bersama disetor. (KUHD 41, 50.)
Pasal 52.
Bila pekerjaan para komisaris hanya terbatas pada pengawasan terhadap para pengurus, dan
dengan demikian sama sekali tidak ikut serta dalam pengurusan, maka mereka dalam akta dapat
diberi kuasa untuk memeriksa dan mengesahkan perhitungan dan pertanggungjawaban para
pengurus, atas nama para pesero.
Dalam hal yang sebaliknya, pemeriksaan dan pengesahan itu harus dilakukan oleh para pesero
atau orang-orang yang ditunjuk dalam akta. (KUHD 43 dst., 54 dst.)
Pasal 53.
Pada perseroan asuransi atas benda-benda tertentu harus ditentukan dalam akta suatu
maksimum, yang tidak boleh dilampaui untuk mengasuransikan telah menyerahkan kepada

Page 7 of 157

keputusan para pengurus, dengan atau tanpa para suatu benda yang sama, kecuali para pesero
dalam akta dengan perjanjian tegas komisaris. (KUHD 246 dst., 253.)

(s.d.u.t. dg. UU No. 4/1971, LN. 1971-20.)

Pasal 54.

(1) Hanya pemegang saham yang berhak mengeluarkan suara.


Setiap pemegang saham sekurang-kurangnja berhak mengeluarkan satu suara.
(2) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang sama,
maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanyak djumlah saham yang
dimilikinja.
(3) Dalam hal modal perseroan terbagi dalam saham-saham dengan harga nominal yang
berbeda, maka setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sebanjak kelipatan dari
harga nominal saham yang terkecil dari perseroan terhadap keseluruhan djumlah harga
nominal dari saham yang dimiliki pemegang.
Sisa suara yang belum mencapai satu suara tidak diperhitungkan.
(4) Pembatasan mengenai banjaknja suara yang berhak dikeluarkan oleh pemegang saham
dapat diatur dalam akta pendirian, dengan ketentuan bahwa seorang pemegang saham
tidak dapat mengeluarkan lebih dari enam suara apabila modal perseroan terbagi dalam
seratus saham atau lebih, dan tidak dapat mengeluarkan lebih dari tiga suara apabila modal
perseroan terbagi dalam kurang dari seratus saham.
(5) Tidak seorang pengurus atau komisaris dibolehkan bertindak sebagai kuasa dalam
pemungutan suara.
Pasal 55.
para pengurus diwajibkan setiap tahun membuat laporan tentang laba dan rugi yang diperoleh
atau diderita dalam tahun yang telah lampau.
Laporan itu dapat dilakukan, baik dalam rapat umum, maupun dengan mengirimkan suatu daftar
kepada masing-masing pesero, ataupun dengan menyediakan suatu perhitungan untuk diperiksa
dan memberitahukannya kepada para pesero, dengan jangka waktu tertentu yang ditetapkan
dalam akta. (KUHD 52; Rv. 764 dst.)
Pasal 56.
Perseroan yang dibubarkan dibereskan oleh para pengurus, kecuali bila dalam akta hal itu
ditentukan cara lain. (KUHD 32 dst.; Rv. 99, 539-571.) Ketentuan pasal 35 berlaku untuk hal ini.
57 dan 58. Dihapus dg. s. 1938-276.
BAB IV.
BURSA PERDAGANGAN, MAKELAR DAN KASIR.
Bagian 1.
Bursa Perdagangan.
Pasal 59.
Bursa perdagangan adalah pertemuan para pedagang, juragan kapal, makelar, kasir dan orangorang lain yang bersangkut-paut dengan perdagangan.
Hal itu diselenggarakan atas kekuasaan Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan).
(KUHPerd. 1156; KUHD 61; Rv. 595-31.)
Pasal 60.
Dari perundingan-perundingan dan kesepakatan-kesepakatan yang diadakan pada bursa
disusunlah ketentuan-ketentuan kurs-kurs wesel, harga barang-barang dagangan, asuransi-

Page 8 of 157

asuransi dan muatan janji laut, biaya pengangkutan laut dan darat, obligasi dalam dan luar
negeri, dana-dana, dan surat-surat berharga lainnya yang dapat digunakan untuk menetapkan
kurs.
Kurs-kurs atau harga-harga yang bermacam-macam itu disusun menurut peraturan atau
kebiasaan setempat. (KUHPerd. 389, 398, 1077, 1155, 1427; KUHD 15 13 , 262, 621 dst.)
Pasal 61.
Jam mulai diadakan dan berakhirnya bursa, dan segala sesuatu yang berkenaan dengan
ketertibannya yang baik diatur oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Menteri Keuangan) dengan
peraturan tersendiri.
Bagian 2.
Makelar.
Pasal 62.

(s.d.u. dg. S. 1906-335; 1938-276.) Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh

Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden dinyatakan
berwenang untuk itu. Mereka menyelenggamkan perusahaan mereka dengan melakukan
pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan mendapat upah atau provisi tertentu,
atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan
kerja tetap.
Sebelum diperbolehkan melakukan pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van
justitie di mana Ia termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan menunaikan
kewajiban yang dibebankan dengan jujur. (KUHPerd. 1078; KUHD 59, 71 dst., 681; S. 1920-69.)
Pasal 63.
Perbuatan-perbuatan para pedagang perantara yang tidak diangkat dengan cara demikian tidak
mempunyai akibat yang lebih jauh daripada apa yang ditimbulkan dari perjanjian pemberian
amanat. (KUHPerd. 389, 1155, 1792 dst.; KUHD 67 dst.)
Pasal 64.
Pekerjaan makelar terdiri dari mengadakan pembelian dan penjualan untuk majikannya atas
barang-barang dagangan, kapal-kapal, saham-saham dalam dana umum dan efek lainnya dan
obligasi, surat-surat wesel, surat-surat order dan surat-surat dagang tainnya, menyelenggarakan
diskonto, asuransi, perkreditan dengan jaminan kapal dan pemuatan kapal, perutangan uang dan
lain sebagainya. (KUHPerd. 1078; KUHD 62, 681 dst.)
Pasal 65.
Pengangkatan makelar adalah umum, yaitu dalam segala bidang, atau dalam akta pengangkatan
disebutkan bidang atau bidang-bidang apa saja pekerjaan makelar itu boleh dilakukan.
Dalam bidang atau bidang-bidang di mana ia menjadi makelar, Ia tidak diperbolehkan
berdagang, baik sendiri maupun dengan perantaraan pihak lain, ataupun bersama-sama dengan
pihak-pihak lain, ataupun secara berkongsi, ataupun menjadi penjamin perbuatan-perbuatan
yang dilakukan dengan perantaraan mereka. (KUHD 62, 64, 71 dst.; KUHPerd. 1468 dst.)
Pasal 66.
para makelar diwajibkan untuk segera mencatat setiap perbuatan yang dilakukan dalam bukusaku mereka, dan selanjutnya setiap hari memindahkannya ke dalam buku-harian mereka, tanpa
bidang-bidang kosong, garis-garis sela, atau catatan-catatan pinggir, dengan menyebutkan
dengan jelas nama-nama pihak-pihak yang bersangkutan, waktu perbuatan atau waktu
penyerahan, sifatnya, jumlahnya dan harga barangnya, dan semua persyaratan perbuatan yang
dilakukan. (KUHD 6.)

Page 9 of 157

Pasal 67.
para makelar diwajibkan untuk memberikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan setiap waktu
dan begitu mereka ini menghendaki, petikan-petikan dari buku mereka yang berisi segala
sesuatu yang mereka catat berkenaan dengan perbuatan yang menyangkut pihak tersebut.
(KUHD 12.)
Hakim dapat memerintahkan para makelar untuk membuka buku-bukunya di hadapan
pengadilan untuk mencocokkan petikan-petikan yang dikeluarkan dengan aslinya, dan mereka
dapat menuntut pewelasan tentang itu. (KUHPerd. 1905.)
Pasal 68.
Bila perbuatannya tidak seluruhnya dipungkiri, maka catatan-catatan yang dipindahkan oleh
makelar dari buku-sakun a ke buku-hariannya merupakan bukti antara pihak-pihak yang bersangkutan mengenai waktu, dilakukannya perbuatan dan penyerahannya, inengenai sifat-sifat
danjumlah barangnya, mengenai harga beserta syarat-syaratnya yang menjadi dasar
pelaksanaan perbuatan itu. (KUHD 66.)
Pasal 69.
Bila tidak dibebaskan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, maka para makelar harus menyimpan
contoh dari tiap-tiap partai barang yang telah dijual atas dasar contoh dengan perantaraan
mereka, hingga pada waktunya terselenggara penyerahan, dengan dibubuhi catatan yang cukup
untuk mengenalinya.
Pasal 70.
Setelah menutup jual-beli surat wesel atau efek lain semacam itu yang dapat diperdagangkan,
makelar menyerahkannya kepada pembeh, bertanggung jawab atas kebenaran tanda tangan
penjual yang ada di atasnya. (KUHD 65, 100, 110-113, 178, 187, 506 dst.)
Pasal 71.
para makelar yang bersalah karena melanggar salah satu ketentuan yang diatur dalam bagian
ini, sejauh mengenai mereka, akan dihentikan sementara dari tugasnya oleh kekuasaan umum
yang mengangkat mereka, menurut keadaan, atau dihentikan dari jabatannya, dengan tidak
mengurangi hukuman-hukuman yang ditentukan untuk itu, demikian pula penggantian biayabiaya, kerugiankerugian dan bunga-bunga yang menjadi kewajibannya sebagai penerima
amanat. (KUHPerd. 1801, 1803; KUHD 62, 65 dst., 69.)
Pasal 72.
Seorang makelar dihentikan sementara dari tugasnya oleh keadaan pailit, dan kemudian dapat
dihentikan dari jabatannya oleh hakim.
Dalam hal pelanggaran larangan yang termuat dalam pasal 65 alinea kedua, seorang makelar
yang telah dinyatakan pailit, harus dipecat dari jabatannya. (KUHD 62, 71.)
Pasal 73.
Makelar yang telah dihentikan dari jabatannya tak dapat sama sekali dikembalikan ke dalam
jabatannya. (KUHD 71 dst.)
Bagian 3.
Kasir.
Pasal 74.
Kasir adalah orang yang diserahi kepercayaan untuk menyimpan dan membayarkan uang dengan
mendapat upah atau provisi tertentu. (KUHPerd. 1694 dst., 1792 dst., 1812; KUHD 6 dst., 59.)

Page 10 of 157

Pasal 75.
Seorang kasir yang menangguhkan pembayarannya atau jatuh pailit dianggap karena
kesalahannya sendiri menjatuhkan usahanya. (KUHPerd. 1916.)
BAB V.
KOMISIONER, EKSPEDITUR, PENGANGKUT
DAN JURAGAN KAPAL YANG MENGARUNGI
SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Bagian 1.
Komisioner.

(s.d.u. dg.

Pasal 76.

S. 1938-276.) Komisioner adalah orang yang menyelenggarakan perusahaannya

dengan melakukan perjanjian-perjanjian atas namanya sendiri atau firmanya, dan dengan
mendapat upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban pihak lain. (KUHPerd. 1792 dst.;
KUHD 6 dst, 62, 79, 85a.)
Pasal 77.
Komisioner tidak berkewajiban untuk memberitahukan kepada orang dengan siapa ia bertindak
tentang yang menanggung beban tindakannya itu.
Ia langsung bertanggungjawab terhadap sesama rekan dalam perjanjian seolah-olah tindakan itu
urusannya sendiri. (KUHPerd. 1802; KUHD 78, 85a, 240, 262.)
Pasal 78.
Pemberi amanat tidak mempunyai hak tagihan terhadap pihak dengan siapa komisioner
bertindak, seperti halnya pihak yang bertindak dengan kon-dsioner tidak dapat menuntut
pemberi amanat. (KUHPerd. 1799.)
Pasal 79.
Akan tetapi bila seorang komisioner telah bertindak atas nama pemberi amanat, maka hak-hak
dan kewajiban-kewajibannya, juga terhadap pihak ketiga, diatur oleh ketentuan-ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dalam Bab "Pemberian Amanat".
Ia tidak mempunyai hak mendahului seperti dimaksud dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd.
1792 dst., 1812; KUHD 80 dst.)
Pasal 80.
Untuk tagihan-tagihan terhadap pemberi amanat sebagai komisioner, demikian pula dalam hal
uang yang telah dibayarkan lebih dahulu, bunga-bunga, biaya-biaya dan provisi-provisi, demikian
juga untuk perikatan-perikatannya yang masih berjalan, komisioner mempunyai hak mendahului
atas barang-barang yang telah dikirim kepadanya oleh pemberi amanat untuk dijual, atau untuk
disimpan sampai penentuan lebih lanjut, atau yang telah dibeli olehnya untuk pemberi amanat
dan telah diterimanya, selama barang-barang itu masih ada dalam kekuasaannya.
Hak mendahului ini mengalahkan segala hak lainnya, kecuah dari pasal 1139-10 dari Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1134, 1139-41, 51 dan 7'; KUHD 81 dst., 85, 85a.)
Pasal 81.
Bila barang-barang yang dimaksud dalam pasal 80 dijual dan diserahkan atas nama pemberi
amanat, maka komisioner membayar pada dirinya sendiri jumlah tagihan-tagihannya yang ada
hak mendahuluinya menurut pasal tersebut, yang diambilkan dari hasil penjualannya. (KUHPerd.
1425 dst.; KUHD 85a.)

Page 11 of 157

Pasal 82.
Bila pemberi amanat telah mengirimkan barang-barang kepada komisioner, dengan amanat
untuk menyimpannya sampai ketentuan lebih lanjut atau membatasi kekuasaan komisioner untuk
menjualnya, atau bila amanat untuk menjualnya sudah dihapus, dan yang disebut pertama tidak
memenuhi tagihan-tagihan komisioner terhadapnya yang diberi hak mendahului oleh pasal 80,
maka dengan memperlihatkan surat-surat bukti yang perlu, atas surat permohonan sederhana
komisioner dapat memperoleh izin dari raad van justitie tempat tinggalnya untuk menjual
barang-barang itu seluruhnya atau sebagian dengan cara yang ditentukan dalam surat keputusan
hakim.
Komisioner tersebut berkewajiban untuk memberitahukan kepada pemberi amanat baik tentang
permohonan izin itu, maupun tentang penjualan yang telah terjadi berdasarkan izin itu paling
lambat hari berikutnya, bila tiap-tiap hari ada pos ataupun telegrap, atau kalau tidak demikian,
dengan pos pertama yang berangkat. Pemberitahuan dengan telegrap atau dengan surat
tercatat berlaku sebagai pemberitahuan yang sah. (KUHPerd. 1366 dst.)
Pasal 83.
Seorang komisioner yang untuk pemberi amanat telah membeli barang-barang dan
menerimanya, dapat diberi kuasa oleh raad van justitie tempat tinggalnya dengan cara seperti
ditentukan dalam pasal di atas untuk menjual barangbarang itu, bila pemberi amanat tidak
memenuhi tagihan-tagihan komisioner itu terhadapnya dan yang menurut pasal 80 diberi hak
mendahului.
Alinea terakhir pasal 82 berlaku terhadap hal ini. (KUHD 81, 85a.)
Pasal 84.

(s. d. u. dg. S. 1906-348.) Dalam hal pailitnya pemberi amanat, maka ketentuan-ketentuan

dalam pasal-pasal 56, 57 dan 58 peraturan kepailitan mengenai pihak pemegang gadai atau
pihak yang berutang berlaku bagi dan terhadap komisioner,
Penundaan pembayaran yang diberikan kepada pihak pemberi amanat tidak menjadi halangan
baginya untuk menggunakan wewenang-wewenang yang diberikan kepadanya oleh pasal-pasal
81, 82 dan 83.
Pasal 85.
Pemberian wewenang-wewenang tersebut dalam pasal 81, 82 dan 83 sama sekali tidak
mengurangi hak menahan yang diberikan kepada komisioner oleh pasal 1812 Kitab Undangundang Hukum Perdata. (KUHD 76-79.)

(s.d.t. dg.

Pasal 85a.

S. 1938-276.) Bila seseorang atas namanya sendiri atau firmanya dan dengan

mendapat upah atau provisi tertentu, atas order dan atas beban orang lain, mengadakan
perjanjian tanpa menjadikannya sebagai perusahaan, maka terhadapnya bertaku juga pasalpasal 77, 78, 80 sampai dengan 85, 240 dan 241. (KUHD 6 dst., 76; KUHPerd. 1792, 1794.)
Bagian 2.
Ekspeditur.

Pasal 86.
Ekspeditur adalah seseorang yang pekerjaannya menyelenggarakan pengangkutan barangbarang dagangan dan barang-barang lain di darat atau di perairan.
Ia diwajibkan membuat catatan-catatan dalam register harian secara berturut-turut tentang sifat
dan jumlah barang-barang atau barang-barang dagangan yang harus diangkut, dan bila diminta,
juga tentang nilainya. (KUHPerd. 1139-71, 1147, 1792 dst.; KUHD 6 dst., 76, 90, 95.)

Page 12 of 157

Pasal 87.
Ia harus menjamin pengiriman dengan rapi dan secepatnya atas barang-barang dagangan dan
barang-barang yang telah diterimanya untuk itu, dengan mengindahkan segala sarana yang
dapat diambilnya untuk menamin pengiriman yang baik. (KUHPerd. 1244, 1367, 1800 dst.; KUHD
88.)
Pasal 88.
Ia juga harus menanggung kerusakan atau kehilangan barang-barang dagangan dan barangbarang sesudah pengirimannya yang disebabkan oleh kesalahan atau keteledorannya. (KUHD 91
dst.)
Pasal 89.
Ia harus juga menanggung ekspeditur-perantara yang digunakannya. (KUHPerd. 1803.)
Pasal 90.
Surat muatan merupakan perjanjian antara pengirim atau ekspeditur dan pengangkut atau
juragan kapal, dan meliputi selain apa yang mungkin menjadi persetujuan antara pihak-pihak
bersangkutan, seperti misalnya jangka waktu penyelenggaraan pengangkutannya dan
penggantian kerugian dalam hal kelambatan, juga meliputi:
1. nama dan berat atau ukuran barang-barang yang harus diangkut beserta merek-mereknya
dan bilangannya;
2. nama yang dikirimi barang-barang itu;
3. nama dan tempat tinggal pengangkut atau juragan kapal;
4. jumlah upah pengangkutan;
5. tanggal penandatanganan;
6. penandatanganan pengirim atau ekspeditur.
Surat muatan harus dicatat dalam daftar harian oleh ekspeditur. (KUHD 86, 454 dst., 506.)
Bagian 3.
Pengangkut Dan Juragan Kapal Melalui Sungai-sungai
Dan Perairan Pedalaman.
Pasal 91.
para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggungjawab atas semua kerusakan yang terjadi
pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima untuk diangkut, kecuali
hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri, atau oleh keadaan di luar kekuasaan
mereka,.atau oleh kesalahan atau ketalaian pengirim atau ekspeditur sendiri. (KUHPerd. 1139-71,
1147, 1246, 1367, 1617; KUHD 87 dst., 93, 95, 98, 342 dst., 533, 693.)
Pasal 92.
Pengangkut atau juragan kapal tidak bertanggung jawab atas kelambatan pengangkutan, bila hal
itu disebabkan oleh keadaan yang memaksa. (KUHPerd.1245; KUHD 87.)
Pasal 93.
Setelah pembayaran upah pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang yang
telah diangkut atas dasar pesanan diterima, maka gugurlah segala hak untuk menuntut kerugian
kepada pengangkut atau juragan kapal dalam hal kerusakan atau kekurangan, bila cacatnya
waktu itu dapat ditihat dari luar.
Jika kerusakan atau kekurangannya tidak dapat dilihat dari luar, dapat dilakukan pemeriksaan
oleh pengadilan setelah barang-barang itu diterima, tanpa membedakan sudah atau belum
dibayar upah pengangkutan, asalkan pemeriksaan itu diminta dalam waktu dua kali dua puluh

Page 13 of 157

empat jam setelah penerimaan, dan temyata barang-barang itu masih dalam wujud yang semula.
(KUHD 485 dst., 746,753.)
Pasal 94.

(s.d. u. dg. S. 1925-497.) Bila terjadi penolakan penerimaan barang-barang dagangan atau

barang-barang lainnya, atau timbul perselisihan tentang hal itu, ketua Raad van Justitie, atau bila
tidak ada, hakim karesidenan ataujika Ia tidak ada, terhalang atau tidak di tempat, maka kepaIa
pemerintahan setempat memerintahkan, atas surat pennohonan sederhana untuk diambil
tindakan-tindakan seperlunya guna pemeriksaan barang-barang itu oleh ahli-ahli, setelah pihak
lainnya, bila Ia berada di tempat itu juga, didengar, dan dengan demikian pula dapat
memerintahkan juga untuk menyimpannya secara memuaskan, agar dari itu dapat dibayarkan
upah pengangkutan dan biaya-biaya lainnya kepada pengangkut dan juragan kapal.
Raad van justitie atau Hakim Karesidenan atau KepaIa Daerah setempat berwenang dengan cara
seperti ditentukan di atas untuk memberi kuasa menual di depan umum barang-barang yang
mudah rusak atau sebagian dari barang-barang itu untuk memenuhi pembayaran upah
pengangkutan dan biaya lain. (KUHD 81, 493 dst.)
Pasal 95.
Semua hak-menuntut terhadap ekspeditur, pengangkut atau juragan kapal berdasarkan
kehilangan barang-barang seluruhnya, kelambatan penyerahan, dan kerusakan pada barangbarang dagangan atau barang-barang, kedaluwarsanya pengiriman yang dilakukan dalam
wilayah Indonesia, selama satu tahun dan selama dua tahun dalam hal pengiriman dari
Indonesia ke tempat-tempat lain, bila dalam hal hilangnya barang-barang, terhitung dari hari
waktu seharusnya pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barangnya selesai, dan
dalam hal kerusakan dan kelambatan penyampaian, terhitung dari hari waktu barang-barang itu
seharusnya akan sampai di tempat tujuan.
Kedaluwarsa ini tidak berlaku dalam hal adanya penipuan atau ketidakjujuran. (KUHPerd. 1967;
KUHD 86 dst., 91, 93.)
Pasal 96.
Dengan tidak mengurangi hal-hal yang mungkin diatur dalam peraturan khusus, maka
ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku pula terhadap para pengusaha kendaraan umum di darat
dan di air. Mereka berkewajiban menyelenggarakan registrasi untuk barang-barang yang
diterimanya.
Bila barang-barang itu terdiri dari uang, emas, perak, permata, mutiara, batubatu mulia, efekefek, kupon-kupon atau surat-surat berharga lain yang semacam itu, maka pengirim
berkewajiban untuk memberitahukan rdlai barang-barang itu, dan Ia dapat menuntut pencatatan
hal itu dalam register tersebut.
Bila pemberitahuan itu tidak terjadi, maka dalam hal terjadinya kehilangan atau kerusakan,
pembuktian tentang nilainya hanya diperbolehkan menurut ujud lahirnya saja.
Bila pemberitahuan nilai itu ada, maka hal itu dapat dibuktikan dengan segala alat bukti menurut
hokum, dan malahan hakim berwenang untuk mempercayai sepenuhnya pemberitahuan
pengirim setelah diperkuat dengan sumpah, dan menaksir serta menetapkan ganti rugi
berdasarkan pemberitahuan itu. (KUHD 86, 91 dst., S. 1823-3.)
Pasal 97.
Pelayaran-bergilir dan semua perusahaan pengangkutan lainnya tetap tunduk kepada peraturanperaturan dan perundang-undangan yang ada dalam bidang ini, selama hal itu tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam bab ini.
Pasal 98.
Ketentuan-ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara
pembeli dan penjual. (KUHPerd. 1457 dst., 1473 dst., 1513.) 99. Dihapus dg. S. 1938-276,

Page 14 of 157

BAB VI.
SURAT WESEL DAN SURAT SANGGUP (ORDER).

Anotasi:

Bab lama telah diganti dengan bab ini dengan menghilangkanpasal 99, berdasarkan S. 1934-592
jo. 1935-531, yang berlaku terhitung dari 1 Januari 1936. Tujuannya ialah, agar ketentuanketentuan mengenai Surat Wesel dan Surat Sanggup sedapat-dapatnya dipersamakan dengan
ketentuan-ketentuan Undang-undang Negeri Belanda dari 25 Juli 1932, N.S. 1932-405, yang
telah disesuaikan dengan Traktat Genewa 7 Juni 1930 tentang:
1. pengadaan undang-undang yang seragam tentang surat-surat Wesel dan surat-surat
sanggup;
2. pengaturan perselisihan-perselisihan mengenai surat-surat Wesel dan Suratsurat sanggup;
3. bea meterai surat-surat Wesel dan surat-surat sanggup.
Dengan undang-undang tgl. 25 April 1935 (N.S. No. 224) traktat-traktat itu dinyatakan
berlaku terhadap Indonesia, Suriname dan Curaqao terhitung dari tgl. 14 Oktober 1935
untuk Indonesia dan Curaqao.
Bagian 1.
Pengeluaran Dan Bentuk Surat Wesel.
Pasal 100.
Surat wesel memuat: (KUHD 174, 178,)
1. pemberian nama " surat Wesel ", yang dimuat dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam
bahasa yang digunakan dalam surat itu; (AB. 18.)
2. perintah tak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu; (KUHD 104 dst.)
3. nama orang yang harus membayar (tertarik); (KUHD 102.)
4. penunjukan hari jatuh tempo pembayaran; (KUHD 101, 132 dst.)
5. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 101, 103, 126.)
6. nama orang kepada siapa pembayaran harus dilakukan, atau orang lain yang ditunjuk
kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
7. pernyataan hari ditandatangani beserta tempat penarikan surat Wesel itu; (KUHD 101.)
8. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat Wesel itu (penarik). (KUHD 106 dst.)
Pasal 101.
Suatu surat demikian, di mana satu dari pernyataan-pernyataan yang termaktub dalam pasal
yang lalu tidak tercantum, tidak berlaku sebagai surat Wesel, dengan pengecualian-pengecualian
seperti tersebut di bawah ini: (KUHD 175, 179.)
Surat Wesel yang tidak ditetapkan hari jatuh tempo pembayarannya, dianggap harus dibayar
pada hari ditunjukkannya.
Bila tidak terdapat penunjukan tempat khusus, maka tempat yang tersebut di samping nama
tertarik dianggap sebagai tempat pembayaran dan juga sebagai tempat domisili tertarik.
Surat Wesel yang tidak menunjukkan tempat penarikannya, dianggap telah ditandatangani di
tempat yang tercantum di samping nama penarik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921.)
Pasal 102.
Surat Wesel dapat dibuat kepada orang yang ditunjuk oleh penarik.
Dapat ditarik atas diri penarik sendiri.
Dan yang dapat ditarik atas beban pihak ketiga.

Page 15 of 157

Penarik dianggap menarik atas beban diri sendiri, bila dari surat Wesel itu atau dari surat
pemberitahuannya tidak temyata atas beban siapa hal itu terjadi. (KUHD 183; KUHPerd. 1915
dst., 1921.)
Pasal 102a.
Bila penarik mencantumkan pada surat Wesel pernyataan "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso ",
"diamanatkan ", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat betaka untuk memungut,
maka penerimanya dapat menggunakan semua hak yang timbul dari surat Wesel, akan tetapi Ia
tidak dapat mengendosemenkan secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Pada surat Wesel demikian para debitur Wesel hanya dapat menggunakan alatalat pembantah
terhadap pemegang, yang semestinya dapat mereka gunakan terhadap penarik.
Amanat yang termuat dalam surat Wesel inkaso tidak berakhir karena meninggatnya pemberi
amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tidak cakap menurut hukum. (KUHD
100, 117; KUHPerd. 1792 dst., 1813.)
Pasal 103.
Surat Wesel dapat dibayar di tempat kediaman pihak ketiga, baik di tempat domisili tertarik,
maupun di tempat lain. (KLTHD 100-5', 126, 185; KUHPerd. 17 dst., 24.)
Pasal 104.
Dalam surat Wesel yang harus dibayar atas pengunjukan atau dalam suatu jangka waktu
tertentu setelah pengunukan, penarik dapat menentukan, bahwa jumlahuang itu membawa
bunga.
Dalam tiap-tiap surat Wesel lain, Klausula bunga ini dianggap tidak ditulis. Bunga itu berjalan
terhitung dari hari penandatanganan surat Wesel itu, kecuali bila dkunjuk hari lain.
Pasal 105.
Surat Wesel yang jumlah uangnya dengan lengkap ditulis dengan huruf dan juga dengan angka,
maka bila terdapat perbedaan, berlaku menurutjumlah uang yang ditulis lengkap dengan huruf.
Surat Wesel yang jumlahnya berkali-kali ditulis dengan lengkap baik dengan huruf maupun
dengan angka, maka bila terdapat perbedaan, hanya berlaku sebesar jumlah yang terkecil.
(KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 186.)
Pasal 106.
Bila surat Wesel memuat tanda tangan orang-orang yang menurut hukum tidak cakap untuk
mengikatkan diri dengan menggunakan surat Wesel, memuat tanda tangan palsu, tanda tangan
dari orang rekaan, atau tanda tangan orang-orang yang karena alasan-alasan lain apa pun juga
tidak dapat mengikat orangorang yang telah membubuhkan tanda tangan atau orang yang atas
nama siapa telah dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan orang-orang lain yang tanda
tangannya terdapat dalam surat Wesel itu, berlaku sah. (KUHPerd. 108, 113, 1446, 1872, 1876
dst.; KUHD 70, 187; KUHP 264.)
Pasal 107.
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangannya di atas surat Wesel sebagai wakil dari
seseorang untuk siapa Ia tidak mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat
berdasarkan surat Wesel itu, dan setelah membayar, mempunyai hak yang sama seperti yang
semestinya ada pada orang yang katanya diwakilinya itu. Hal itu berlaku juga terhadap seorang
wakil yang melampaui batas wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 188.)
Pasal 108.
Penarik menjamin akseptasinya dan pembayarannya. (KUHD 120 dst., 137 dst., Rv. 299, 581.)
Ia dapat menyatakan dirinya bebas dari -penjaminan akseptasi; tiap-tiap Klausula yang
membebaskannya dari kewajiban penjaminan pembayaran, dianggap tidak ditulis. (KUHD 121.)

Page 16 of 157

Pasal 109.
Bila surat wesel yang pada waktu pengetuarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap,
bertentangan dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak
dapat diajukan tentang tidak memenum perjanjian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah
memperoleh surat wesel itu dengan itikad buruk atau disebabkan oleh kesalahan yang besar.
(KUHD 168.)
Pasal 109a.
Penarik berkewajiban untuk menetapkan atas pilihan penerima, apakah harus dibayarkan
kepada penerima surat wesel itu, ataukah kepada orang lain; dalam hal kedua-duanya itu kepada
tertunjuk atau tanpa tambahan kata "kepada tertunjuk ", ataupun dengan penambahan suatu
istilah seperti dimaksud dalam pasal 110 alinea kedua. (KUHD 102.)
Pasal 109b.
Penarik atau seseorang atas tanggungan siapa surat wesel ditarik, berkewajiban untuk berusaha
agar tertarik mempunyai dana yang cukup guna membayar, sekalipunjika surat wesel itu harus
dibayar pada pihak ketiga, tapi dengan pengertian, bahwa penarik sendiri secara pribadi
bagaimanapun bertanggung jawab pada pemegang dan para endosan sebelumnya. (KUHD 102
dst., 127a, 146a.)
Pasal 109C.
Tertarik dianggap telah mempunyai dana yang diperlukan itu, bila pada waktu jatuh tempo
pembayaran surat wesel itu, atau pada saat di mana berdasarkan pasal 142 alinea ketiga
pemegang dapat menggunakan hak regresnya, tertarik berutang kepada penarik atau kepada
orang yang atas bebannya telah ditarik wesel, suatu jumlah uang yang sudah dapat ditagih,
paling sedikit sama dengan jumlah pada surat weset itu. (KUHD 127a, 146a.)
Bagian 2.
Endosemen.
Pasal 110.
Setiap surat wesel, juga yang tidak dengan tegas berbunyi kepada tertunjuk, dapat dipindahkan
ke tangan orang lain dengan jalan endosemen.
Bila penarik mencantumkan dalam surat wesel itu: "tidak kepada tertunjuk" atau pernyataan lain
semacam itu, maka surat wesel itu hanya dapat dipindahkan ke tangan orang lain dalam bentuk
sesi biasa beserta akibat-akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada surat wesel yang
demikian berlaku sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen itu bahkan dapat dilakukan untuk keuntungan tertarik, baik sebagai akseptan
ataupun bukan, untuk keuntungan penarik atau setiap debitur wesel. Orang-orang ini dapat
mengendosemenkan lagi surat wesel itu. (KUHD 111 dst., 119, 166.)
Pasal 111.
Endosemen itu harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat padanya dianggap tidak ditulis.
(KUHD 114.)
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Endosemen atas-tunjuk berlaku sebagai endosemen dalam blangko. (KUHD 1122, 1132.)
Pasal 112.
Endosemen itu harus diadakan di atas surat weset itu atau pada lembaran yang dilekatkan
padanya (lembaran sambungan). Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.

Page 17 of 157

Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen
itu terdiri dari tanda tangan belaka dari endosan (endosemen blangko). Dalam hal yang terakhir,
agar dapat berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang surat wesel itu atau
pada lembaran sambungannya. (KUHD 1133, 113 2.)
Pasal 113.
Dengan endosemen itu semua hak-hak yang bersumber pada surat wesel itu dipindahkan ke
tangan pihak lain. (KUHD 114.)
Bila endosemen itu dalam blangko, maka pemegangnya dapat: (KUHD 1113, 1122.)
1. mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun nama orang lain;
2. mengendosemenkan lebih lanjut surat wesel itu dalam blangko atau kepada orang lain;
3. menyerahkan surat wesel itu kepada pihak ketiga tanpa mengisi blangko itu dan tanpa
mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612 dst.; KUHD 194.)
Pasal 114.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan menjamin akseptasi dan pembayarannya. (Rv.
299, 581-1 sub 11.)
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu Ia tidak merdamin akseptasi dan
pembayarannya terhadap mereka kepada siapa surat wesel itu diendosemenkan kemudian.
(KUHD 111, 113'.)
Pasal 115.
Barangsiapa memegang surat wesel, dianggap sebagai pemegang yang sah, bila Ia menunjukkan
haknya dengan memperlihatkan deretan endosemen yang tak terputus, bahkan bila endosemen
terakhir dibuat sebagai endosemen blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap
dalam hal itu tidak ditulis. Bila endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka
penandatangan endosemen terakhir ini dianggap telah mctmperoleh surat wesel itu karena
endosemen dalam blangko. (KUHD 1393.)
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan surat wesel yang dikuasainya, maka
pemegangnya yang menunjukkan haknya dengan cara seperti yang diatur dalam alinea di atas,
tidak diwajibkan untuk melepaskan surat wesel itu, kecuali bila Ia telah memperolehnya dengan
itikad buruk, atau karena suatu kesalahan yang besar. (KUHPerd. 582, 1977; KUHD 167a, 167b.)
Pasal 116.
Mereka yang ditagih berdasarkan surat wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan
alat-alat pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para
pemegang yang terdahulu, kecuali bila pemegang tersebut pada waktu memperoleh surat wesel
itu dengan sengaja telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD 102a, 118.)
Pasal 117.
Bila endosemen itu memuat pernyataan: "nilai untuk inkaso ", "diamanatkan ", atau pernyataan
lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka pemegangnya dapat
rrtenggunakan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi Ia tidak dapat
mengendosemenkayinya secara lain daripada secara mengamanatkannya.
Dalam hal itu para debitur wesel hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap
pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang termuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggainya pemberi
amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum, (KUHD 102a;
KUHPerd. 1792 dst., 1813.)
Pasal 118.
Bila suatu endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk jaminan ", nilai untuk gadai " atau
pernyataan lain yang membawa arti pemberianjaminan gadai, maka pemegangnya dapat

Page 18 of 157

mempergunakan segala hak yang timbul dari surat wesel itu, akan tetapi endosemen yang
dilakukan olehnya hanya berlaku sebagai endosemen dengan cara pemberian amanat.
(KLJHPerd. 1150, 1152 dst.)
para debitur wesel terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat pembantah yang
berdasarkan hubungan pribadi mereka terhadap endosan, kecuali bila pada waktu memperoleh
surat wesel itu pemegang dengan sengaia telah bertindak dengan merugikan debitur. (KUHD
116.)
Pasal 119.
Endosemen yang dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran, mempunyai akibat-akibat yang
sama seperti endosemen yang dibuat sebelum jatuh tempo itu. Akan tetapi endosemen yang
dilakukan setelah protes non-pembayaran atau setelah lewat jangka waktu yang ditentukan
untuk membuat protes itu, hanya mempunyai akibat-akibat sebagai sesi biasa. ( KUHPerd. 613.)
Dengan kemungkinan untuk membuktikan kebalikannya, maka endosemen tanpa tanggal
dianggap dibuat sebelum lewatnyajangka waktu yang ditentukan untuk membuat protes
tersebut. (KUHPerd. 1915 dst; KUHD 143.)
Bagian 3.
Akseptasi.
Pasal 120.
Sampai hari jatuh tempo pembayaran, surat wesel dapat diajukan oleh pemegang yang sah atau
oleh orang yang semata-mata hanya memegangnya belaka, kepada tertarik di tempat tinggalnya
untuk akseptasi. (KUHD 121, 124 dst.)
Pasal 121.
Dalam setiap surat wesel dapat ditentukan oleh penarik, dengan atau tanpa penetapan suatu
jangka waktu, bahwasurat wesel itu harus diajukan untuk akseptasi.
Ia dapat melarang dalam surat wesel itu diajukan untuk akseptasi, kecuali dalam surat-surat
wesel yang harus dibayar oleh pihak ketiga, atau harus dibayar di tempat lain dari tempat
domisili tertarik atau yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukah. (KUHD 108,
122, 132.)
Ia dapat juga menentukan, bahwa mengajukannya untuk akseptasi tidak dapat dilakukan
sebelum suatu hari tertentu. (KUHD 127c.)
Setiap endosan dapat menentukan, dengan atau tanpa penetapan jangka waktu, bahwa surat
wesel itu harus diajukan untuk akseptasi, kecuali bila penarik telah menerangkan, bahwa surat
wesel itu tidak dapat dimintakan akseptasi. (KUHD 127b.)
Pasal 122.
Surat wesel yang harus dibayar suatu waktu setelah ditunjukkan harus diajukan untuk akseptasi
dalam satu tahun setelah hari ditandatangani. (KUHD 132 dst., 143, 152.)
Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang hal itu.
Para endosan dapat memperpendek jangka-jangka waktu tersebut.
Pasal 123.
Tertarik dapat meminta untuk mengadakan pengajuan kedua pada keesokan harinya setelah
pengajuan hari pertama. Mereka yang berkepentingan tidak akan diperkenankan untuk
menggunakan sebagai dalih, bahwa oleh mereka permintaan itu telah tidak dikabulkan, kecuali
bila permintaan itu tercantum dalam protesnya.
Pemegang tidak berkewajiban untuk melepaskan kepada tertarik surat wesel yang diajukan
olehnya untuk akseptasi. (KUHD 143.)

Page 19 of 157

Pasal 124.
Akseptasi dibuat di atas surat wesel. Hal itu dinyatakan dengan perkatataan: "diakseptasi", atau
dengan kata semacam itu; Ia ditandatangani oleh tertarik. Sebuah tanda tangan saja dari
tertarik yang dibubuhkan di halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai akseptasi. (KUHD
127, 127b.)
Bila surat wesel itu harus dibayar suatu waktu tertentu setelah ditunjukkan, atau bila ia
berdasarkan persyaratan tegas harus diajukan untuk akseptasi dalam jangka waktu tertentu,
maka dalam akseptasi harus termuat tanggal hari penyelenggaraannya, kecuali pemegangnya
minta hari pengajuannya. Bila tanggal itu tidak tercantum, pemegangnya harus menyuruh
menetapkan kelalaian itu dengan jalan protes pada saatnya, dengan ancaman hukuman
kehilangan hak regres terhadap para endosan dan terhadap penariknya yang telah menyediakan
dananya. (KUHD 122, 126, 143, 165.)
Pasal 125.
Akseptasi itu tidak bersyarat, akan tetapi tertarik dapat membatasinya sampai sebagian dari
jumlahnya. (KUHPerd. 1253 dst., 1390.)
Setiap perubahan lain yang diadakan oleh akseptan berkenaan dengan hal yang dinyatakan
dalam surat wesel itu, berlaku sebagai penolakan akseptasi. Akan tetapi akseptan terikat sesuai
dengan isi akseptasinya. (KUHD 128, 143, 150.)
Pasal 126.
Bila penarik menetapkan pada surat wesel itu, bahwa pembayarannya harus dilakukan di tempat
lain dari tempat domisiti tertarik, tanpa menunjuk orang ketiga di mana pembayaran hanis
dilakukan, maka tertarik dapat menunjuknya pada akseptasinya. Dalam hal kelalaian penunjukan
demikian, akseptan dianggap mengikatkan diri untuk membayar pada tempat pembayaran.
(KUHD 101.)
Bila surat wesel itu harus dibayar di tempat domisili tertarik, maka ia dalam akseptasinya dapat
menunjuk alamat di tempat itu juga di mana pembayarannya harus dilakukan. (KUHD 143a.)
Pasal 127.
Dengan akseptasi itu tertarik mengikat diri untuk membayar surat weselnya pada hari jatuh
tempo pembayarannya. (KUHD 164.)
Dalam kelalaian pembayaran, pemegang sekalipun Ia penarik, mempunyai tagihan langsung
yang timbul dari surat wesel itu terhadap akseptan, untuk segala sesuatu yang dapat ditagih
berdasarkan pasal-pasal 147 dan 148. (Rv. 299, 581-1 sub 1'.)
Pasal 127a.
Barangsiapa memegang dana secukupnya yang khusus disediakan untuk pembayaran surat
wesel yang telah ditarik, diwajibkan melaksanakan akseptasinya, dengan ancaman hukuman
penggantian biaya, kerugian dan bunga terhadap penarik. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 109c,
127c, 146a, 152a.)
Pasal 127b.
Penyanggupan untuk mengakseptasi suatu surat wesel, tidak berlaku sebagai akseptasi, akan
tetapi memberi hak kepada penarik untuk menggugat penggantian kerugian terhadap
penyanggup, yang menolak memenuhi kesanggupannya.
Kerugian terdiri dari biaya protes dan penarikan surat wesel baru, bila surat wesel itu telah ditarik
atas beban penarik sendiri.
Bila penarikan telah dilakukan atas beban pihak ketiga, kerugian dan bunga itu terdiri dari biaya
protes dan penarikan surat wesel baru, dan dari jumlah yang atas kredit surat wesel itu telah
dibayar lebih dulu oleh penarik, berdasarkan penyanggupan yang diperoleh dari penyanggup,
kepada pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 121, 151.)

Page 20 of 157

Pasal 127c.
Penarik berkewajiban untuk memberikan advis pada saatnya kepada tertarik tentang surat wesel
yang ditarik olehnya, dan bila melalaikan hal itu, Ia berkewajiban mengganti biaya akibat
penotakan akseptasi atau pembayaran yang terjadi karena itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD
127a.)
Pasal 127d.
Bila surat wesel itu ditarik atas beban orang ketiga, maka hanya orang inilah yang terikat pada
akseptan. (KUHD 102.)
Pasal 128.
Bila tertarik mencoret akseptasi yang telah dilakukan atas surat wesel sebelum penyerahan
kembau surat tersebut, dianggap akseptasinya telah ditolak. Dengan kemungkinan pembuktian
sebaliknya maka pencoretan itu dianggap telah terjadi sebelum penyerahan kembali surat wesel
itu. (KUHD 125.)
Akan tetapi bila tertarik telah menyatakan secara tertulis tentang akseptasinya kepada
pemegangnya atau kepada seseorang yang taanda tangannya terdapat dalam surat wesel itu,
maka Ia terikat terhadap orang ini sesuai dengan isi akseptasinya. (KUHD 127, 127b.)
Bagian 4.
Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 129.
Pembayaran suatu surat wesel dapat dijamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya
atau sebagian dari uang wesel itu.
Peean tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda tangannya
terdapat dalam surat wesel itu. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 125.)
Pasal 130.
Aval ditulis dalam surat wesel itu atau pada lembaran sambungan.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata "baik untuk aval " atau dengan pernyataan semacam itu';
hal itu ditandatangari oleh pemberi aval.
Tanda tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan surat wesel itu, berlaku sebagai aval,
kecuali bila tanda tangan itu dari tertarik atau penarik. (KUHPerd. 1824.)
Hal itu juga dapat dilakukan dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang
menyebutkan tempat di mana hal itu diberikan.
Dalam aval itu harus dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal itu tidak ada, dianggap
diberikan untuk penarik. (KUHD 203.)
Pasal 131.
Pemberi aval terikat dengan cara yang sama seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280,
1282, 1831 dst.; Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain
daripada eacat dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval memperoleh hak-hak yang berdasarkan surat wesel itu dapat
digunakan terhadap orang yang diberi aval, dan terhadap mereka yang berdasarkan surat wesel
itu terikat padanya. (KUHPerd. 1$39 dst.; KUHD 115.)
Bagian 5.
Hari jatuh Tempo.

Page 21 of 157

Pasal 132.
Surat wesel dapat ditarik:
Pada waktu ditunjukkan;
Pada waktu tertentu setelah pengunjukan;
Pada waktu tertentu setelah hari tanggalnya;
Pada hari tertentu.
Surat-surat wesel dengan hari jatuh tempo yang ditentukan lain atau dapat dibayar dengan
angsuran adalah batal. (KUHD 101.)
Pasal 133.
Surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Surat
wesel tersebut harus diajukan untuk dibayar dalam jangka satu tahun setelah hari tanggalnya.
Penarik dapat memperpendek atau memperpanjang jangka waktu itu. para endosan dapat
memperpendek jangka waktu itu.
Penarik dapat menetapkan, bahwa suatu surat wesel tidak boleh diajukan untuk dibayar sebefum
hari tertentu. Dalam hal demfldan jangka waktu itu berjalan mulai hari itu. (KUHD 122, 136, 143
3.)
Pasal 134.
Hari jatuh tempo pembayaran suatu surat wesel yang ditarik untuk dibayar pada suatu waktu
tertentu setelah penguitukan, ditentukan olch hari tanggal akseptasi, atau hari tanggal protesnya.
Bila tidak ada protes maka akseptasi yang tidak bertanggal, terhadap akseptan dianggap telah
dilakukan pada hari terakhir dari jangka waktu yang ditetapkan untuk mengajukannya untuk
akseptasi. (KUHD 122, 124, 1352, 142 dst.)
Pasal 135.
Surat wesel yang ditarik untuk dibayar satu atau beberapa bulan setelah hari tanggalnya atau
setelah pengunjukan, jatuh temponya ialah pada hari dari bulan seperti yang ditetapkan untuk
melakukan pembayaran itu. Bila tidak terdapat hari seperti yang dimaksud maka surat wesel
demikian mencapai jatuh tempo pembayarannya pada hari terakhir bulan itu.
Pada surat wesel yang ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada satu atau beberapa bulan
ditambah setengah bulan setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, dihitung lebih
dahulu bulan-bulannya yang penuh.
Bila hari jatuh tempo itu ditentukan pada awal, pertengahan (pertengahan Januari, pertengahan
Februari dsb.) atau pada akhir suatu bulan, maka pernyataan-pernyataan demikian harus
diartikan: tanggal satu, tanggal lima belas, hari terakhir butan itu.
Pernyataan-pernyataan: "delapan hari ", "lima belas hari ", harus diartikan bukan satu atau dua
minggu, melainkan suatu jangka waktu dari delapan atau lima belas hari.
Pernyataan: "setengah bulan " berarti jangka waktu lima belas hari. (KUHD 137.)
Pasal 136.
Hari jatuh tempo suatu surat wesel yang harus dibayar pada suatu hari tertentu, pada suatu
tempat, di mana tarikhnya berlainan dengan tarikh tempat pengeluarannya, dianggap telah
ditetapkan menurut tarikh tempat pembayaran.
Hari pengeluaran suatu surat wesel yang ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda
dan harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan, dijatuhkan pada hari yang sama
dari tarikh tempat pembayaran, dan hari jatuh tempo pembayarannya ditetapkan sesuai dengan
itu.
Jangka waktu pengajuan surat wesel dihitung sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam alinea
yang lalu.
Pasal ini tidak berlaku bila dari Klausula yang termuat dalam surat wesel itu atau dari katakatanya dapat ditarik kesimpulan tentang adanya maksud lain. (AB. 18; KUHD 207.)

Page 22 of 157

Bagian 6.
Pembayaran.
Pasal 137.
Pemegang suatu surat wesel, yang harus dibayar pada hari tertentu atau pada waktu tertentu
setelah pengunjukan, harus mengajukannya untuk pembayaran, pada hari surat itu harus
dibayar, atau satu dari antara dua hari kerja berikutnya.
Pengajuan suatu surat wesel kepada suatu badan pemberesan berlaku sebagai pengajuan untuk
pembayaran. Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Presiden) akan ditunjuk badan-badan yang
akan dipandang sebagai badan pemberesan dalam arti bab ini. (KUHD 100-41, 120, 122, 133,
135, 139, 141.)
Pasal 138.
Di luar hal seperti yang tercantum dalam pasal 167b, tertarik sambil membayar surat wesel itu,
dapat menuntut penyerahan surat wesel itu kepadanya lengkap dengan tanda pelunasan yang
sah dari pemegangnya.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian. (KUHD 125.)
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahwa tentang pembayaran itu
dinyatakan di atas surat wesel itu dan bahwa untuk itu Ia mendapat tanda pembayaran.
(KUHPerd. 1390; KUHD 150, 164, 168, 169, 21 1.)
Pasal 139.
Pemegang surat wesel tidak dapat dipaksa untuk menerima pembayaran sebelum hari jatuh
temponya.
Tertarik yang membayar sebelum harijatuh temponya, melakukan hal itu atas tanggungjawabnya
sendiri. (KUHPerd. 1360 dst.)
Barangsiapa membayar surat wesel pada hari jatuh temponya, telah terbebas dengan sempuma,
asalkan dari pihaknya tidak ada penipuan atau kesalahan yang besar. ia berkewajiban merrieriksa
tertibnya deretan endosemen-endosemen, tetapi tidak terhadap tanda tangannya. (KUHPerd.
1385 dst.; KUHD 115.)
Bila ia, setelah melakukan pembayaran tanpa dibebaskan, diwajibkan membayar untuk kedua
kalinya, maka Ia mempunyai hak-menagih kepada mereka yang telah memperoleh surat wesel
itu dengan itikad buruk, atau mereka yang telah memperoleh karena kesalahannya yang besar.
(KUHPerd. 1270, 1386, 1405-40; KUHD 147 2, 167a, b, 212.)
Pasal 140.
Surat wesel yang pembayarannya dipersyaratkan untuk dilakukan dengan uang lain dari yang
berlaku di tempat pembayarannya, dapat dibayar dengan uang dari negerinya menurut nilai pada
hari jatuh temponya. Bila debitur lalai, pemegang dapat menuntut menurut pilihannya, bahwa
jumlah pada surat wesel itu dibayar dalam uang negerinya menurut kursnya, baik dari hari jatuh
temponya ataupun dari hari pembayarannya.
Nilai uang asing itu, ditetapkan menurut kebiasaan di tempat pembayarannya. Akan tetapi
penarik dapat menetapkan, bahwa jumlah uang yang harus dibayar harus dihitung menurut kurs
yang ditetapkan dalam surat wesel tersebut.
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus
dilakukan dalam uang tertentu yang ditunjuknya (klausula pembayaran sungguh dalam uang
asing).
Bila jumlah dalam wesel itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama sama, akan tetapi
mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan negeri tempat pembayarannya,
maka dianggap bahwa yang dimaksud adalahuang dari tempat pembayarannya. (KUHPerd. 1756
dst.; KUHD 60,100-20, 1513 , 213.)
Pasal 141.

Page 23 of 157

Bila tidak terjadi pengunjukan surat wesel untuk pembayaran, dalam jangka waktu yang
ditetapkan dalam pasal 137, maka tiap-tiap debitur mempunyai wewenang untuk menyerahkan
jumlah itu kepada yang berwajib untuk disimpan atas biaya dan tanggung jawab pemegangnya.
(KUHPerd. 1280 dst., 1382, 1385, 1387, 1393, 1395, 1404 dst., 1407 dst., 1409 dst.; KUHD
1271, 133, 139, 142, 146.)
Bagian 7.
Hak Regres Dalam Hal Nonakseptasi Atau Nonpembayaran.
Pasal 142.

(s.d.u. dg. S. 1937-590.) Pemegang surat wesel dapat melakukan hak regresnya terhadap para

endosan, terhadap penarik dan para debitur wesel lainnya: (KUHD 108, 109b, c, 114, 127, 131.)
Pada hari jatuh temponya: (KUHD 100-40.)
Bila pembayarannya tidak terjadi. (KUHD 132 dst., 137, 141.)
Bahkan sebelum hari jatuh temponya:
1. bila akseptasi ditolak seluruhnya atau sebagian; (KUHD 120 dst., 125.)
2. dalam hal pailitnya tertarik, baik sebagai akseptan ataupun bukan dan sejak saat berlakunya
penundaan pembayaran; (KUHD f435 6 ; F. 1 dst., 212 dst., 216.)
3. dalam hal pailitnya penarik dari surat wesel yang tidak dapat dimintakan akseptasinya.
(KUHD 1435,6; F. 1 dst.)
Pasal 143.
Penolakan akseptasi atau pembayaran harus ditetapkan dengan akte otentik (protes
nonakseptasi atau nonpembayaran).
Protes nonakseptasi harus diselenggarakan dalamjangka waktu yang ditetapkan untuk pengajuan
untuk akseptasi. Bila dalam hal seperti yang diatur dalam pasal 123 alinea pertama, pengajuan
pertama dilakukan pada hari terakhir dari jangka waktu itu, maka protes itu masih dapat
dilakukan pada hari berikutnya.
Protes nonpembayaran suatu surat wesel yang harus dibayar pada hari tertentu, atau pada
waktu tertentu setelah hari tanggalnya atau setelah pengunjukan, harus dilakukan pada salah
satu dari dua hari kerja yang berikut dari hari surat wesel itu harus dibayar. Bila ini mengenai
surat wesel yang harus dibayar atas-tunjuk, maka protesnya harus dilakukan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam alinea di atas untuk membuat protes nonakseptasi.
Protes nonakseptasi menjadikan Pengajuan untuk pembayaran dan protes nonpembayaran tidak
perlu lagi.
Dalam pengangkatan para pengurus atas permintaan tertarik, akseptasi atau bukan akseptan,
untuk penundaan pembayaran, maka pemegangnya tidak dapat melakukan hak regresnya,
sebelum surat wesel itu diajukin kepada tertarik untuk pembayaran dan dibuat protes.
Bila tertarik, akseptan atau bukan akseptan, telah dinyatakan pailit, atau bila penarik surat wesel
yang tidak dapat dimintakan akseptasi, dinyatakan pailit, maka untuk melakukan hak regresnya,
pemegangnya cukup dengan memperlihatkan keputusan hakim, di mana dinyatakan kepailitan
itu. (KUHD 120 dst., 125, 132 dst., 143b, 143d, 145, 171, 217; F. I dst., 212, 214.)
Pasal 143a.
Permintaan pembayaran surat wesel dan protes yang menyusulnya kemudian, harus dilakukan di
tempat tinggal tertarik.
Bila surat wesel itu ditarik untuk dibayar di tempat tinggal lain yang ditunjuk, atau oleh orang
yang ditunjuk, baik di dalam afdeling (kini dapat disamakan dengan kabupaten) yang sama
maupun dalam kabupaten lain, maka permintaan pembayaran dan pembuatan protes harus
dilakukan di tempat tinggal yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar surat wesel itu tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat
ditemukan, maka protes itu harus dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk

Page 24 of 157

untuk pembayaran, dan bila di sana tidak ada kantor pos, di daerah Gubernemen di Jawa dan
Madura kepada asisten-residen dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah setempat.
Demikianlah juga harus dilakukan seperti itu, bila surat wesel ditarik untuk dibayar di luar
kabupaten yang bukan tempat tinggal tertarik, dan tidak ditunjuk tempat tinggal untuk
melakukan pembayarannya. (KUHPerd. 1393; KUHD 100-31, 102, 126. 143b-2 sub 21, 218a; F.
962.)
Pasal 143b.
Semua protes, baik protes nonakseptasi maupun protes nonpembayaran harus dibuat oleh
notaris atau oleh juru sita. Hal itu harus disertai dua saksi.
Protes-protes itu memuat:
1. salinan kata demi kata dari surat weselnya, dari akseptasinya, dari endosemen-endosemen,
dari avalnya dan dari alamat-alamat yang dibuat di atasnya;
2. pernyataan, bahwa mereka telah meniintakan akseptasi itu atau pembayarannya kepada
orang-orang atau di tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
3. pernyataan tentang alasan yang telah dikemukakan tentang nonakseptasi atau
nonpembayaran;
4. peringatan untuk menandatangard protes itu, dan alasan-alasan penolakannya;
5. pernyataan, bahwa ia, notaris ataujuru sita, karena nonakseptasi atau nonpembayaran itu
telah memprotes.
Bila protes itu mengenai surat wesel yang hilang, cukuplah dengan uraian yang setelititelitinya dari isi surat wesel itu, untuk mengganti apa yang ditentukan dalam 10 dari alinea
yang lalu. (KUHD 112, 124 dst., 130, 137, 155 dst., 169, 167a dst., 218b; Not. 1, 20 dst.)
Pasal 143c.
para notaris atau juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan bunga,
wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu dalam, dan
membukukannya dalam register khusus, menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda
pengesahan oleh Ketua raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana
raad van justitie itu berada, dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini tidak ada,
terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubernemen di Jawa dan Madura oleh asistenresiden dan di luar itu oleh Kepala Pemerintahan Daerah setempat. Mereka juga berkewajiban,
bila dikehendaki, untuk menyerahkan selembar atau lebih dari salinan-salinan protes itu kepada
mereka yang berkepentingan. (KUHD 218c; Rv. 4, 8.)
Pasal 143d.
Sebagai protes nonakseptasi, dan berturut-turut juga sebagai protes nonpembayaran, berlakulah
keterangan yang dibuat di atas surat wesel dengan izin pemegangnya, ditanggau dan
ditandatangani oleh orang yang diminta akseptasinya atau pembayarannya, yang berisi bahwa ia
menolak, kecuali bila penarik telah mencatat, bahwa ia menghendaki protes otentik. (KUHD 143,
217-20.)
Pasal 144.
Pemegangnya harus memberitahu kepada endosannya dan kepada penariknya tentang
nonakseptasi atau nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau bila
surat wesel itu telah ditarik dengan klausula tanpa biaya, berikut pada hari pengajuan. Setiap
endosan harus memberitahukan tentang pemberitahuan yang diterimanya dalam dua hari kerja
berikut pada hari penerimaan pemberitahuan tersebut, dengan menunjukkan nama dan alamat
mereka yang telah melakukan pemberitahuan yang terdahulu, dan demikian selanjutnya kembali
pada penariknya. Jangka-jangka waktu ini berjalan mulai hari penerimaan pemberitahuanpemberitahuan yang lebih dahulu.

Page 25 of 157

Bila sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang tanda
tangannya terdapat pada surat wesel itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam
jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar
dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun,
bahkan dapat dengan hanya mengirimkan kembali surat weselnya.
Ia harus membuktikan, bahwa ia telah iinelakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan. Jangka waktu tersebut dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat
pemberitahuan itu dalam jangka waktu tersebut telah disampaikan dengan pos. (KUHPerd.
1916.)
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak
menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, ia bertanggungjawab atas segala
kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu tidak
mungkin melampaui jumlah pada wesel tersebut. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 143 dst., 153,
219.)
Pasal 145.
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari
pembuatan protes nonakseptasi atau nonpembayaran, untuk melaksanakan hak regresnya,
denganjalan klausula "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula lain semacam itu yang ditulis
dan ditandatangani diatas surat wesel itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan surat wesel itu dalam jangka-jangka
waktu yang ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak
diindahkannya jangka waktu itu harus diberikan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal
itu terhadap pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal itu berakibat terhadap mereka semua yang tanda
tangannya terdapat pada surat wesel itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau pemberi aval,
maka hal ini hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Bila pemepng
mengadakan juga protes, meskipun ada Klausula itu yang dibuat oleh penarik, maka biayabiayanya untuk itu adalah atas bebannya. Bila Klausula itu berasal dari seorang endosan atau
seorang pemberi aval, maka bila diadakan protes, biayanya dapat ditagih pada mereka semua
yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel itu. (KUHD 143, 143d, 147-1 sub 30, 220.)
Pasal 146.
Semua orang yang menarik, mengakseptasi, mengendosemen, atau menandatangani surat wesel
untuk aval, terikat pada pemegangnya secara tanggung-renteng. Di samping itu juga pihak
ketiga yang atas bebannya telah ditarik surat wesel itu dan telah menikmati nilainya,
bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik masing-masing tersendiri, maupun bersamasama, tanpa berkewajiban untuk mengindahkan urutan waktu mereka mengikatkan diri.
Hak itu pun diberikanjuga kepada setiap orang yang tanda tangannya terdapat pada surat weset
itu dan telah membayarnya untuk memenuhi kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang debitur wesel, tidak menghalangi gugatan
kepada debitur lainnya, meskipun mereka mengjkatkan diri lebih belakangan daripada yang
digugat paling Pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 102 dst., 110 dst,, 120
dst., 127, 131, 152, 152a, 157, 165, 167, 221; P. 132; Rv. 299, 581-1 sub 11.)
Pasal 146a.
Pemegang surat wesel yang diprotes tidak mempunyai hak apa pun atas uang cadangan penarik
yang ada pada tertarik.
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka dalam hal kepailitan penarik, uang wesel termasuk
harta bendanya. (F. 19.)

Page 26 of 157

Dalam hal akseptasi, tetaplah dana itu pada tertarik sampai jumlah dalam surat wesel itu,
dengan tidak mengurangi kewajibannya terhadap pemegang untuk memenuhi akseptasinya.
(KUHD 109b dst., 127a, 221a.)
Pasal 147.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa Ia melaksanakan hak regresnya:
1. jumlah surat wesel yang tidak diakseptasi atau tidak dibayar dengan bunganya bila hal ini
dipersyaratkan;
2. bunga sebesar enam persen, terhitung dari hari jatuh tempo pembayarannya;
3. biaya-biaya protes, pemberitahuan-pemberitahuan yang telah dilakukan beserta biaya-biaya
lainnya. (KUHD 1453.)
Bila penggunaan hak regres dilaksanakan sebelum hari jatuh tempo, maka dilakukan
pemotongan terhadap jumlah uang wesel itu. Potongan ini dihitung menurut diskonto resmi
(diskonto bank) yang berlaku di tempat tinggal pemegang, pada hari pelaksanaan hak regres.
(KUHPerd. 12503; KUHD 104, 127, 139, 142 dst., 143d dst., 148, 151, 152a, 157, 222.)
Pasal 148.
Barangsiapa telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menagih
kepada orang yang mempunyai kewajiban regres terhadapnya:
1. seluruh jumlah uang yang telah dibayarnya;
2. bunga sebesar enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
3. biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. (KUHPerd. 12500; KUHD 147, 151,223.)
Pasal 149.
Setiap debitur wesel, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dapat menuntut
dengan pembayaran sebagai pemenuhan kewajiban regresnya, untuk penyerahan surat wesel itu
dengan protesnya beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai tanda pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar surat wesel untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat
mencoret endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD 138, 146 dst,
224.)
Pasal 150.
Dalam hal akseptasi sebagian dapatlah orang yang telah membayar bagian nilai wesel yang tidak
diakseptasi untuk memenuhi kewajiban regresnya, menuntut, bahwa pembayaran itu disebutkan
dalam surat wesel itu dan padanya diberi tanda pelunasan. Di samping itu pemegang harus
menyerahkan kepadanya salinan surat wesel itu yang sama bunyinya beserta protesnya, untuk
memungkinkannya melaksanakan hak-hak regres selanjutnya. (KUHPerd. 1390; KUHD 125, 143,
166 dst.)
Pasal 151.
Setiap orang yang dapat melakukan hak regres, kecuali dipersyaratkan kebalikannya, dapat
mendapatkan bagi dirinya penggantian kerugian-kerugian itu dengan jalan surat wesel baru
(surat wesel ulangan) yang ditarik sebagai surat wesel untuk salah scorang dari mereka yang
berkewajiban regres terhadapnya, dan harus dibayar di tempat tinggalnya.
Wesel ulangan itu meliputi kecuali jumlah-jumlah uang yang disebut dalam pasal-pasal 147 dan
148, juga jumlah-jumlah uang provisi dan meterai dari wesel ulangan.
Bila wesel ulangan itu ditarik oleh pemegang, maka jumlah uangnya ditentukan menurut kurs
sebuah wesel atas-tunjuk, yang ditarik dari tempat surat wesel asli harus dibayar, di tempat
tinggal wajib regres. Bila wesel ulangan itu ditarik oleh seorang endosan, maka jumlah uangnya
ditentukan menurut kurs sebuah wesel atas-tunjuk yang ditarik dari tempat tinggal penarik wesel
ulangan itu di tempat tinggal wajib regres. (KUHD 140, 146.).
Pasal 152.

Page 27 of 157

Setelah jewat jangka waktu yang ditetapkan: (KUHD 153.)


untuk pengajuan sebuah surat wesel yang ditarik atas-tunjuk atau untuk waktu tertentu setelah
pengunjukan; (KUHD 122, 133 dst., 137.)
untuk membuat protes nonakseptasi atau nonpembayaran; (KUHD 143.)
untuk pengajuan buat pembayaran dalam hal ada persyaratan tanpa biaya, (KUHD 145.)
gugurlah hak pemegang terhadap endosan, terhadap tertarik dan terhadap para debitur wesel
lainnya, dengan pengecualian terhadap akseptan. (KUHD 127.)
Bila terjadi kelalaian mengaiukan untuk akseptasi dala- jangka waktu yang ditetapkan oleh
penarik, gugurlah hak regres Pemegang, baik karena nonpembayaran maupun nonakseptasi,
kecuali bila dari kata-kata surat wesel itu ternyata, bahwa penarik hanya menghendaki untuk
membebaskan diri dari kewajiban untuk menjamin akseptasinya. (KUHD 146, 153.)
Bila ketentuan jangka waktu untuk mengajukan dimuat dalam endosemen, maka hanya endosan
itu saja yang dapat menggunakannya sebagai landasan. (KUHD, 110 dst., 119.)
Pasal 152a.
Surat wesel nonakseptasi atau nonpembayaran yang diprotes, namun penarik berkewajiban
untuk membebaskan, walaupun protes itu dilakukan tidak pada saatnya, kecuali bila penarik
membuktikan, bahwa pada hari jatuh tempo pembayararmya pada tertarik ada tersedia dana
untuk pembayaran surat wesel itu. Bila dana yang harus disediakan hanya ada sebagian, maka
penarik bertanggung jawab untuk kekurangannya. (KUHD 109b dst.; 127a, 143, 146a.)
Bila surat wesel itu tidak diakseptasi, maka jikalau protes dilakukan tidak pada saatnya, penarik
yang dengan ancaman wajib membebaskan, berkewajiban untuk melepaskan dan menyerahkan
kepada pemegangnya tagihan terhadap dana itu, yang telah diterima dari padanya oleh tertarik
pada hari jatuh tempo pembayaran, dan meliputi jumlah wesel itu; dan ia harus memberikan
kepada pemegang atas biayanya, bukti-bukti secukupnya untuk memungkinkan berlakunya
tagihan itu. Bila penarik dinyatakan pailit, maka para pengawas hartanya mempunyai kewajiban
yang sama, kecuali bila mereka menganggap lebih baik untuk mengizinkan pemegang itu sebagai
penagih utang untuk jumlah surat wesel itu. (KUHPerd. 613; KUHD 109c; F. 1, 13.)
Pasal 153.
Bila pengajuan surat wesel atau penyelenggaraan protesnya dalam jangka waktu yang
ditentukan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi (peraturan undang-undang dari
suatu negara atau lain hal di luar kekuasaannya), maka jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya berkewajiban untuk segera memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan
yang di luar kekuasaannya itu, dan mencantumkan pemberitahuannya pada surat wesel itu atau
halaman sambungannya dengan tanggal dan tanda tangannya; untuk selebihnya berlaku
ketentuan pasal 144.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera terus
mengajukan surat wesel itu untuk akseptasi atau pembayaran, dan mengajukan protes bila ada
alasannya.
Bila keadaan di luar kekuasaannya itu berlangsung lebih dari tiga puluh hari terhitung dari hari
jatuh tempo pembayarannya, maka dapatlah dilakukan hak regresnya tanpa memerlukan
pengajuan atau pembuatan protes.
Untuk surat-surat wesel yang ditarik sebagai wesel atas-tunjuk atau dengan jatuh tempo
pembayaran pada waktu tertentu setelah penunjukkan, berjalannya jangka waktu tiga puluh hari
itu mulai hari ketika pemegang memberitahuktentang keadaan di luar kekuasaannya itu kepada
endosannya, meskipun belum berakhir jangka waktu pengajuan; untuk surat-surat wesel yang
ditarik dengan jatuh tempo pembayaran pada waktu tertentu setelah pengajuan, maka jangka
waktu tiga puluh hari diperpanjang dengan jangka waktu pengunjukannya yang dinyatakan
dalam surat wesel itu.
Fakta-fakta yang bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya
untuk mengajukan surat wesel itu atau untuk mengadakan protes, tidak dianggap sebagai hal-hal
yang ada di luar kekuasaannya. (KUHD 121 dst., 133 dst., 143, 152, 225.)

Page 28 of 157

Bagian 8.
Perantaraan.
sub 1.
Ketentuan Umum.
Pasal 154.
Penarik, seorang endosan, atau seorang pemberi aval dapat menunjuk seseorang yang dalam
keadaan darurat untuk mengakseptasi atau membayar. (KUHPerd. 1792 dst.)
Surat Wesel itu dapat diakseptasi atau dibayar dengan syarat-syarat yang ditetapkan di bawah ini
oleh seseorang yang memberi perantaraan untuk seorarg debitur yang terhadapnya dapat
dilakukan hak regres.
Perantara itu bisa seorang ketiga, bahkan tertarik, atau orang yang telah terikat berdasarkan
surat Wesel itu, kecuali akseptan. (KUHPerd. 1354, 1382.)
Perantara itu memberitahukan dalam jangka waktu dua hari tentang perantaraannya kepada
orang yang diberi perantaraan olehnya. Bila ia tidak Memperhatikan jangka waktu itu, maka bila
ada alasan untuk itu, ia bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya,
akan tetapi biaya, kerugian dan bunga tidak dapat melebihi jumlah uang dalam surat Wesel itu.
(KUHPerd. 1355 dst.; KUHD 146, 155 dst.)
Sub 2.
Akseptasi Dengan Perantaraan.
Pasal 155.
Akseptasi dengan perantaraan dapat terjadi dalam segala keadaan, di mana Pemegang surat
Wesel yang dapat diakseptasi, sebelum hari jatuh tempo pembayaran dapat melakukan hak
regres, (KUHD 1213.)
Bila pada surat Wesel ditunjuk seseorang untuk mengakseptasinya atau membayar di tempat
pembayarannya, dalam keadaan darurat, maka pemegang tidak dapat melakukan haknya
terhadap orang yang telah melakukan penunjukan dan terhadap mereka yang sesudah itu telah
membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu, sebelum hari jatuh tempo pembayarannya,
kecuali bila ia telah mengajukan surat Wesel tersebut kepada orang yang ditunjuk itu dan telah
dibuat protes tentang penolakannya untuk mengakseptasi. (KUHD 142 dst., 1540.)
Dalam keadaan-keadaan lainnya tentang perantaraan, pemegang dapat menolak akseptasi
dengan perantaraan. Akan tetapi bila ia menerimanya, ia kehilangan hak regresnya yang ia miliki
sebelum hari jatuh tempo terhadap orang untuk siapa telah dilakukan akseptasi itu, dan terhadap
mereka yang sesudah itu telah membubuhkan tandatangannya pada surat Wesel itu. (KUHD 146,
148, 1543.)
Pasal 156.
Akseptasi dengan perantaraan dicantumkan pada surat Wesel; hal itu ditandatangani oleh
perantara. Hal itu menunjuk orangnya untuk siapa akseptasi itu telah diberikan; bila tidak ada
penunjukan itu, dianggap hal itu telah dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 124,
161.)
Pasal 157.
Akseptan dengan perantaraan terhadap pemegang dan terhadap para endosan yang telah
mengendosemenkan surat Wesel itu setelah orang untuk siapa perantaraan itu diberikan, terikat
dengan cara yang sama seperti mereka yang tersebut di atas ini.

Page 29 of 157

Meskipun ada akseptasi dengan perantaraan, orang untuk siapa hal itu telah dilakukan dan
mereka yang wajib regimes terhadap orang itu dapat menuntut dari pemegangnya penyerahan
surat Wesel itu, protesnya dan perhitungan yang ditanda sebagai pelunasan, dengan
pembayaran kembali jumlah uang yang dimaksud dalam pasal 147, bila ada alasan untuk itu.
(KUHD 127, 146, 159 dst.)
sub 3.
Pembayaran Dengan Perantara.
Pasal 158.
Pembayaran dengan perantaraan dapat dilakukan dalam semua keadaan, di mana pemegang
mempunyai hak regres, baik pada hari jatuh tempo, maupun sebelum hari jatuh tempo.
Pembayaran itu harus meliputi seluruh jumlah uang yang harus dilunasi oleh orang untuk siapa
hal itu dilakukan.
Hal itu harus berlangsung paling lambat pada hari terakhir, di mana protes nonpembayaran
dapat diselenggarakan. (KUHD 143, 146 dst.)
Pasal 159.
Bila Surat Wesel itu diakseptasi oleh perantara, yang mempunyai domisili pada tempat
pembayaran, atau bila disebut orang dengan domisili di tempat itu juga yang dalam keadaan
darurat akan membayar, pemegang harus mengajukan surat Wesel itu kepada mereka semua,
dan bila ada alasan untuk itu, harus menyelenggarakan protes nonpembayaran paling lambat
pada hari yang berikut pada hari terakhir waktu hal ini dapat dilakukan. (KUHPerd. 17 dst., 24.)
Bila tidak terjadi protes dalamjangka waktu tersebut, maka orang yang telah memberikan alamat
darurat atau untuk siapa surat Wesel itu diakseptasi, dan endosan yang kemudian, terbebas dari
segala ikatan mereka. (KUHD 143 dst., 145, 164.)
Pasal 160.
Pemegang yang menolak pembayaran dengan perantaraan, kehilangan hak regresnya terhadap
mereka yang seharusnya akan terbebas oleh itu. (KUHD 146, 158.)
Pasal 161.
Pembayaran dengan perantaraan harus dinyatakan dengan tanda pelunasan, dibubuhkan pada
surat Wesel dengan menunjuk kepada orang, untuk siapa hal itu dilakukan. Bila penunjukan itu
tidak ada, maka dianggap pembayaran itu dilakukan untuk penarik. (KUHPerd. 1915 dst.)
Surat Wesel dan protesnya, bila ini diadakan, harus diserahkan kepada orang yang membayamya
selaku perantara. (KUHD 149.)
Pasal 162.
Barangsiapa membayar selaku perantara, memperoleh hak yang bersumber dari surat Wesel itu
terhadap orang untuk siapa ia telah melakukan pembayaran, dan terhadap mereka yang
berdasarkan surat Wesel terikat pada orang yang tersebut terakhir ini. Akan tetapi dia tidak
boleh mengendosemenkannya kembali.
Para endosan yang berikut untuk siapa telah dilakukan pembayaran, terbebas dari segala ikatan.
Bila ada beberapa orang yang mengaiukan untuk pembayaran dengan perantaraan, didahulukan
pembayaran yang menyebabkanjumlah pembebasan yang terbesar. Perantara yang dengan
sadar melanggar ketentuan ini, kehilangan hak regresn a terhadap mereka yang seharusnya
sudah terbebas. (KUHD 110 dst; 146, 154y3.)
Bagian 9.
Lembaran Wesel, Salinan Wesel Dan Surat Wesel yang Hilang.

Page 30 of 157

sub 1.
Lembaran Wesel.
Pasal 163.
Surat Wesel dapat ditarik dalam beberapa lembaran yang bunyinya sama.
Lembaran itu harus dibubuhi nomor dalam teks sendiri dari alas-hak, dan bila hal ini tidak ada,
maka setiap lembar dianggap sebagai surat Wesel tersendiri.
Tiap pemegang suatu surat Wesel, di mana tidak dicantumkan, bahwa hal itu ditarik dalam satu
lembar saja, dapat menuntut atas biayanya untuk menyerahkan beberapa lembar. Untuk hal itu
ia harus menghubungi endosan yang langsuung mengendosemenkan padanya, yang wajib
memberikan bantuannya untuk meminta kepada endosannya sendiri, dan demikian seterusnya
sampai kembali pada penariknya. para endosan juga wajib menulis endosemen itu pada
lembaran yang baru. (KUHD 100, 226.)
Pasal 164.
Pembayaran yang dilakukan atas salah satu lembar mengakibatkan pembebasan, meskipun tidak
disyaratkan, bahwa pembayaran tersebut menggugurkan kekuatan berlakunya lembaranlembaran lainnya. Akan tetapi tertarik tetap terikat oleh setiap lembaran yang diakseptasi dan
tidak diserahkan kepadanya. (KUHD 124.)
Endosan yang telah menyerahkan lembaran itu kepada berbagai orang, demikian pula endosan
yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan.
(KUHD 110 dst., 138, 227.)
Pasal 165.
Barangsiapa telah mengirimkan salah satu lembaran untuk akseptasi, harus menunjukkan pada
lembaran yang lain, nama orang pada siapa lembaran itu berada. Orang ini berkewajiban untuk
menyerahkan lembaran itu kepada pemegang yang sah dari lembaran lain.
Bila ia menolak, maka pemegang baru dapat melakukan hak regresnya, setelah dia dengan
protes mengatakan:
1. bahwa lembaran yang dikirimkan untuk akseptasi setelah diminta tidak diserahkan;
2. bahwa ia telah tidak berhasil memperoleh akseptasi atau pembayaran atas lembaran lain.
(KUHD 120, 143, 143b, 146.)

sub 2.
Salinan Wesel
Pasal 166.
Setiap pemegang surat wesel mempunyai hak untuk membuat beberapa salinannya.
Salinannya harus dengan saksama menggambarkan aslinya dengan endosemennya dan semua
penyebutan lainnya, yang terdapat padanya. Salinan tersebut harus menunjukkan, di mana
salinan itu berakhir.
Salinan dapat diendosemenkan dan di tanda-tangan untuk aval dengan cara dan dengan akibat
yang sama seperti astinya. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 110, 129, 163, 167.)
Pasal 167.
Salinan harus menyebutkan orang pada siapa lembaran aslinya berada.
Orang ini wajib menyerahkan lembaran aslinya kepada pemegang yang sah dari salinannya.
Bila ia menolak hal ini, maka pemegang baru hanya dapat melakukan hak regresnya terhadap
mereka, yang telah mengendosemenkan salinannya atau menandatanganinya untuk aval, setelah
dengan protes ia menyelenggarakan pernyataan, bahwa lembaran asli yang telah diminta tidak
diserahkan kepadanya.

Page 31 of 157

Bila setelah endosemen yang terakhir diadakan di atasnya, sebelum salinannya dibuat, lembaran
aslinya memuat klausula; mulai dari sini endosemen hanya berlaku pada salinannya, atau
Klausula lain semacam itu, maka endosemen yang kemudian diadakan pada lembaran aslinya
adalah batal. (KUHPerd. 1888 dst.; KUHD 146, 166.)

sub 3.
Surat Wesel yang Hilang.
Pasal 167a.
Barangsiapa kehilangan surat wes,l yang pemegangnya adalah ia, hanya dapat meminta
Pembayaran dari tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd.
1830, 1967; KUHD 115, 137, 139, 143b2, 167b, 227a; Rv. 611 dst.)
Pasal 167b.
Barangsiapa kehilangan surat wesel yang pemegangnya adalah ia, dan sudah jatuh tempo
pembayarannya dan di mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap
akseptan dan terhadap penarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun.
(KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 115, 137, 139,143b 2, 167a, 227b; Rv. 611 dst.)
Bagian 10.
Perubahan.
Pasal 168.
Bila ada perubahan dalam teks suatu surat wesel, maka mereka yang kemudian membubuhkan
tandatangannya pada surat wesel itu, terikat menurut teks yang telah diubah; mereka yang telah
membubuhkan tandatangannya sebelum itu terikat menurut teks yang asli. (KUHD 109, 228;
KUHP 264.)
Bagian 11.
Daluwarsa.
Pasal 168a.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, maka utang wesel dihapus oleh segala ikhtiar
pembebasan utang wesel yang tercantum dalam Kitab Undang -undang Hukum Perdata.
(KUHPerd. 1381; KUHD 228a.)
Pasal 169.
Semua tuntutan hukum yang timbul dari surat wesel terhadap akseptan, kedaluwarsa karena
lampaunya waktu tiga tahun, terhitung dari hari jatuh temponya.
Tuntutan hukum pemegang terhadap para endosan dan terhadap penariknya kedaluwarsa
karena lampaunya waktu satu tahun, terhitung dari tanggal protes yang dilakukan pada saatnya
atau, dari hari jatuh temponya bila ada Klausula tanpa biaya.
Tuntutan hukum endosan yang satu terhadap endosan yang lain dan terhadap penarik
kedaluwarsa karena lampaunya waktu enam bulan terhitung dari hari pembayaran surat wesel itu
oleh endosan untuk memenuhi wajib regresnya, atau dan hari endosan sendiri digugat di depan
pengadilan.
(s.d. u. dg. S. 1935-77jo. 562.) Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama tidak dapat
digunakan oleh akseptan, bila atau sejauh ia telah menerima dana atau telah memperkaya diri
secara tidak adil; demikian pula daluwarsa yang dimaksud dalam alinea kedua dan ketiga tidak
dapat digunakan oleh penarik, bila dan sejauh ia selama tidak menyediakan dana, dan tidak
dapat pula digunakan oleh penarik atau para endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak

Page 32 of 157

adil, semuanya tanpa mengurangi ketentuan dalam pasal 1967 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. (KUHD 190c, 110 dst., 120 dst., 127, 132 dst., 143, 145 dst., 168a, 170, 229, 229k.)
Pasal 170.
Pencegahan daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindakan
pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1979 dst., 1982.)
(s.d.t. dg. S. 1935-77jo. 562..) Menyimpang dari pasal 1987 dan 1988 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata berlakulah daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap mereka
yang belum dewasa dan terhadap mereka yang berada dalam pengampuan, demikian pula
antara suami-istri, dengan tidak mengurangi hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang
dalam pengampuan terhadap wali atau pengampu mereka. (KUHD 229a.)
Bagian 12.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 171.
Pembayaran suatu surat wesel yang hari jatuh temponya pada hari raya resmi, baru dapat
ditagih pada hari kerja berikutnya. Demikian pula semua tindakan lain berkenaan dengan surat
wesel, yaitu pengajuannya untuk akseptasi dan protesnya, tidak dapat dilakukan selain pada hari
kerja.
Bila salah satu tindakan itu harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang hari terakhirnya
adalah hari raya resmi, maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja pertama berikut
pada akhir jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat di antara itu dimasukkan dalam
perhitungan jangka waktu. (KUHD 120, 122, 131, 132 dst., 135, 137, 143, 144, 152 dst., 158,
171a, 172, 229b, 229j; Rv. 171.)
Pasal 171a.
(s.d.u. dg. S. 1935-77;S. 1937-572;S. 1938-161.) yang dianggap hari raya resmi menurut bagian
ini ialah: Minggu, Tahun Baru, Paskah Kristen kedua dan Pantekosta, kedua hari Natal, Kenaikan
Isa Almasih, beserta hari-hari raya lainnya yang setiap tahun kembali yang ditetapkan oleh
Menteri yang bersangkutan. Penunjukan tanggal semua hari raya dimaksud dalam pasal ini,
kecuali hari Minggu, dilakukan setiap tahun dengan surat ketetapan yang dimuat dalam surat
kabar resmi sebelum pennulaan tahun. (KUHD 229b, bis.)
Pasal 172.
Dalam jangka waktu yang ditetapkan undang-undang atau Perjanjian, tidak termasuk hari
permulaan jangka waktu itu. (KUHD 122, 132', 133 , l 351, 137, 141, 1432, 144, 152, 153, 169,
229c.)
Pasal 173.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang, maupun menurut
keputusan hakim. (KUHD 143, 229d.)
Bagian 13.
Surat Sanggup (Order).
Pasal 174.
Surat sanggup (KUHD 100, 179) memuat:
1. baik Klausula tertunjuk, maupun sebutan, surat sanggup atau promes kepada tertunjuk
, yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang digunakan
dalam alas-hak itu; (AB. 18.)

Page 33 of 157

2.
3.
4.
5.
6.
7.

penyanggupan tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu;


penunjukan hari jatuh tempo; (KUHD 132 dst., 1752.)
penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KUHD 103, 126.)
nama orang yang kepadanya pembayaran itu harus dilakukan atau yang kepada tertunjuk
pembayaran itu harus dilakukan; (KUHD 102, 109a.)
penyebutan tanggal, serta tempat surat sanggup itu ditandatangani;
tanda tangan orang yang mengeluarkan alas-hak itu (penandatanganan).

Pasal 175.
Alas-hak yang tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal yang lalu, tidak
berlaku sebagai Surat sanggup, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Surat sanggup yang hari jatuh tempo pembayarannya tidak ditunjuk, dianggap harus dibayar
atas-tunjuk.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat penandatanganannya Surat itu dianggap sebagai
tempat pembayarannya dan juga sebagai domisili penandatangan.
Surat sanggup yang tidak menyebutkan tempat penandatangannya, dianggap ditandatangani di
tempat yang disebut di samping nama dari penandatangan. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD
101'.)
Pasal 176.
Selama tidak menyalahi sifat Surat sanggup, maka terhadapnya berlaku ketentuan-ketentuan
mengenai Surat Wesel tentang:
endosemen (Pasal-pasal 110-119);
hari jatuh tempo (Pasal-pasal 132-136); pembayaran (Pasal-pasal 137-141);
hak regres dalam hal nonpembayaran (pasal-pasal 142-149, 151-153); pembayaran dengan
perantaraan (pasal-pasal 154, 158-162); salinan Surat Wesel (pasal 166 dan pasal 167);
Surat Wesel yang hilang (pasal 167a);
perubahan (pasal 168);
daluwarsa (Pasal -pasal 168a, 169-170);
hari-hari raya, perhitungan jangka waktu dan larangan hari penangguhan (pasal-pasal 171, 171a,
172 dan 173).
Demikian pula terhadap Surat sanggup berlaku ketentuan tentang Surat Wesel yang harus
dibayar oleh Pihak ketiga atau di tempat lain dari domisili penarik (Pasal 103 dan pasal 126),
Klausula bunga (pasal 104), Perbedaan pernyataan berkenaan dengan jumlah uang yang harus
dibayar (pasal 105), akibat pembubuhan tanda tanpa adanya keadaan dimaksud dalam pasal
106, akibat dari tanda tangan seseorang yang bertindak tanpa wewenangnya (pasal 107) dan
Surat Wesel blangko (pasal 109)
Demikian pula terhadap surat sanggup berlaku ketentuan mengenai aval (pasal 129 -131); bila
sesuai dengan apa yang ditentukan pada pasal 130 alinea terakhir, aval itu tidak menyebutkan
kepada siapa aval itu diberikan, dianggap diberikan atas tanggungan penandatangan surat
anggup itu.
Pasal 177.
Penandatangan Surat sanggup terikat dengan cara yang sama seperti akseptan Surat Wesel.
(KUHD 127; Rv. 299, 581 -I sub 21.)
Surat sanggup yang harus dibayar pada waktu tertentu setelah pengunjukan, harus diajukan
kepada penandatangan untuk ditandatangani sebagai tanda "telah dilihat " dalam jangka waktu
yang ditetapkan dalam pasal 122. Jangka waktu pengunjukan berlangsung mulai pada tanda
itu, yang harus dibuat oleh penandatangan pada Surat sanggup itu.
Penolakan untuk memberikan tanda tangan itu, harus dinyatakannya dengan protes (pasal 124)
yang tanggalnya merupakan permulaan berlangsungnya jangka, waktu pengunjukan.

Page 34 of 157

BAB VII.
CEK, PROMES DAN KWITANSI ATAS-TUNJUK.

Anotasi:

Bab VII yang lama telah diganti dengan Bab VII yang baru ini berdasarkan S. 1935 -77jo. 562,
yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936, dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan dari Undang-undang 17 Nopember 1933, N. S. 1933-613, yang telah diatur
sesuai dengan Traktat Genewa 19 Maret 1931.
Traktat ini bertujuan:
1. memberlakukan undang-undang yang seragam mengenai cek;
2. mengatur penyelesajan perselisihan perundang-undangan tertentu mengenai cek;
3. mengatur undang-undang bea meterai cek.
Traktat ini telah dinyatakan berlaku terhadap antara lain Indonesia dengan Undang-undang
2 Agustus 1935, N.S. 1935-490 yang mulai berlaku pada tanggal 29 Des. 1935.
Bagian 1.
Pengeluaran Dan Bentuk Cek.
Pasal 178.
Cek memuat: (KUHD 100, 174.)
1
Nama cek ", yang dimasukkan dalam teksnya sendiri dan dinyatakan dalam bahasa yang
digunakan dalam alas-hak itu; (AB. 18.)
2. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah uang tertentu;
3. nama orang yang harus membayar (tertarik);
4. penunjukan tempat pembayaran harus dilakukan; (KU HD 185.)
5. pernyataan tanggal penandatanganan beserta tempat cek itu ditarik; (KUHD 1794.)
6. tanda tangan orang yang mengeluarkan cek itu (penarik).
Pasal 179.
Alas-hak yang di dalamnya tidak memuat salah satu pernyataan yang ditetapkan dalam pasal
yang lalu, tidak berlaku sebagai cek, kecuali dalam hal tersebut di bawah ini.
Bila tidak terdapat penunjukan khusus, tempat yang ditulis di samping nama penarik dianggap
sebagai tempat pembayarannya. Bila ditulis beberapa tempat di samping nama penarik, maka
cek itu harus dibayar di tempat yang ditulis pertama.
Bila tidak terdapat penunjukan itu atau penunjukan lain apa pun, maka cek itu harus dibayar di
tempat kedudukan kantor pusat tertarik.
Cek yang tidak menunjukkan tempat ditarik, dianggap telah ditandatangani di tempat yang
disebut di samping nama penarik. (KUHD 101, 175.)
Pasal 180.
Cek itu harus ditarik atas seorang bankir yang menguasai dana untuk kepentingan penarik, dan
menurut perjanjian tegas atau secara diam-diam yang menetapkan, bahwa penarik mempunyai
hak untuk menggunakan dana itu dengan menarik cek. Akan tetapi bila peraturan-peraturan itu
tidak diindahkan, maka alas-hak itu tetap berlaku sebagai cek. (KUHD 190a dst., 214-216, 229a,
bis.)
Pasal 181.
Cek tidak dapat diakseptasi. Suatu pernyataan akseptasi yang dibuat pada cek itu dianggap
tidak ditulis. (KUHD 120 dst.)
Pasal 182.

Page 35 of 157

Cek dapat ditetapkan untuk dibayarkan:


kepada orang yang namanya disebut dengan atau tanpa Klausula tegas: "kepada tertunjuk
"; (KUHD 1830, 191.)
kepada orang yang namanya disebut dengan klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau
Klausula semacam itu;
atas-tunjuk.
Cek yang ditetapkan harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut, dengan
menyatakan: "atau atas-tunjuk ", atau istilah semacam itu berlaku sebagai cek atas-tunjuk.
Cek tanpa pernyataan tentang penerimaannya berlaku sebagai cek atas-tunjuk.
Pasal 183.
Cek dapat berbunyi kepada yang ditunjuk oleh penarik.
Cek dapat ditarik atas beban pihak ketiga. Penarik dianggap menarik atas bebannya sendiri bila
dari cek itu atau dari Surat pemberitahuannya tidak ternyata atas beban siapa hal itu dilakukan.
Cek dapat ditarik pada penariknya sendiri. (KUHD 102.)
Pasal 183a.
Bila penarik memuat dalam cek pernyataan: "nilai untuk diinkaso, "untuk inkaso ", "diamanatkan
", atau pernyataan lain yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, penerima dapat
melakukan semua hak yang timbul dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat
mengendosemenkannya, selain dengan cara mengamanatkannya.
Dalam cek demikian para debitur cek hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap
pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap penarik.
Amanat yang dimuat dalam cek-inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi amanat atau
karena pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd. 1792 dst., 1813; KUHD
102a, 117 , 200, 210, 221.)
Pasal 184.
Klausula bunga yang dimuat dalam cek dianggap tidak ditulis. (KUHD104.)
Pasal 185.
Cek dapat ditentukan bahwa dapat dibayar di tempat tinggal pihak ketiga, baik di tempat tinggal
tertarik, ataupun di tempat lain. (KUHPerd. 17 dst., 24; KUHD 103.)
Pasal 186.
Cek yang jumlah uangnya ditulis lengkap dalam huruf dan juga dengan angka, bila terdapat
perbedaan, berlaku jumlah yang ditulis lengkap dalam huruf. Cek yang jumlah uangnya ditulis
beberapa kali, baik lengkap dengan huruf maupun dengan angka, bila terdapat perbedaan,
hanya berlaku jumlah yang terkecil. (KUHPerd. 1878 dst.; KUHD 105.)
Pasal 187.
Bila cek itu memuat tanda tangan orang yang tidak cakap menurut hukum untuk mengikatkan
diri dengan menggunakan cek, tanda tangan palsu, atau tanda tangan dari orang rekaan, atau
tanda tangan orang-orang yang karena alasan lain apa pun juga, tidak dapat mengikat orangorang yang telah membubuhkan tanda tangan mereka atau orang yang atas namanya telah
dilakukan hal itu, namun perikatan-perikatan dari orang-orang lain yang tanda tangannya
terdapat pada cek itu, berlaku sah. (KUHD 106; KUHP 264.)
Pasal 188.
Setiap orang yang membubuhkan tanda tangartnya di atas cek sebagai wakil dari seseorang
untuk siapa Ia tidak mempunyai wewenang untuk bertindak, Ia sendiri terikat karena cek itu, dan
setelah membayar, mampunyai hak yang sama seperti yang semestinya harus dipunyai oleh

Page 36 of 157

orang yang diwakw olehnya. Hal itu berlaku juga terhadap wakil yang melampaui batas
wewenangnya. (KUHPerd. 1797, 1806; KUHD 107.)
Pasal 189.
Penarik menjamin pembayarannya. Setiap Klausula yang meniadakan kewajiban ini, dianggap
tidak ditulis. (KUHD 108, 190a, 229f; Rv. 2292, 581-1 sub 11.)
Pasal 190.
Bila cek, yang pada waktu pengeluarannya tidak lengkap, telah dibuat lengkap, bertentangan
dengan perjanjian-perjanjian yang telah dibuat, maka kepada pemegang tidak dapat diajukan
tentang tidak memenuhi peijardian-perjanjian itu, kecuali pemegang telah memperoleh cek itu
dengan itikad buruk atau karena kesalahan yang besar. (KUHD 109.)
Pasal 190a.
Penarik atau seseorang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, wajib berusaha agar dana yang
diperlukan untuk pembayaran pada hari pengajuartnya ada di tangan tertarik, sekalipun bila cek
itu ditetapkan harus dibayar oleh pihak ketiga, dengan tidak mengurangi kewajiban penarik
sesuai dengan pasal 189. (KUHD 109b, 190b.)
Pasal 190b.
Tertarik dianggap mempunyai dana yang diperlukan, bila pada waktu pengajuan cek itu kepada
penarik atau kepada orang yang atas tanggungannya cek itu ditarik, ia mempunyai utang
sejumlah uang yang sudah dapat ditagih, paling sedikit sama denganjumlah pada cek itu. (KUHD
109c, 180, 217a, 22 la.)
Bagian 2.
Pengalihan.
Pasal 191.
Cek yang ditetapkan agar harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan atau
tanpa Klausula yang tegas "kepada tertunjuk ", dapat dialihkan dengan jalan endosemen.
Cek yang ditetapkan agar harus dibayarkan kepada orang yang namanya disebut dengan
klausula: "tidak kepada tertunjuk ", atau Klausula semacam itu, hanya dapat dialihkan dalam
bentuk sesi biasa beserta akibatnya. Endosemen yang ditempatkan pada cek demikian berlaku
sebagai sesi biasa. (KUHPerd. 613.)
Endosemen itu bahkan dapat ditetapkan untuk keuntungan penarik atau setiap debitur cek
lainnya. Orang ini dapat mengendosemenkan lagi cek itu. (KUHD 110 dst., 192 dst.)
Pasal 192.
Endosemen harus tidak bersyarat. Setiap syarat yang dimuat di dalamnya dianggap tidak ditulis.
Endosemen untuk sebagian adalah batal.
Demikian juga endosemen dari tertarik adalah batal.
Endosemen atas-tunjk berlaku sebagai endosemen blangko.
Endosemen kepada tertarik hanya berlaku sebagai pemberian pernyataan lunas, kecuali bila
tertarik mempunyai beberapa kantor dan bila endosemen itu ditetapkan untuk keuntungan
kantor lain daripada kantor yang atasnya cek itu ditarik. (KUHD 193.)
Pasal 193.
Endosemen harus dibuat di atas cek atau pada lembaran yang dilekatkan padanya (lembaran
sambungan).
Hal itu harus ditandatangani oleh endosan.

Page 37 of 157

Endosemen itu dapat membiarkan pihak yang diendosemenkan tidak disebut, atau endosemen
itu hanya terdiri dari tanda tangan endosan (endosemen blangko). Dalam hal terakhir, agar
dapat berlaku sah, endosemen itu harus dibuat di halaman belakang cek itu atau pada lembaran
sambungannya. (KUHD 112, 2033.)
Pasal 194.
Dengan endosemen itu dipindahkan semua hak yang
bersumber pada cek itu. Bila
endosemennya itu dalam blangko, pemegangnya dapat:
10 mengisi blangko itu baik dengan namanya sendiri ataupun dengan nama orang lain;
20 mengendosemenkan lagi cek itu dalam blangko atau kepada orang lain;
30 menyerahkan cek itu kepada orang ketiga tanpa mengisi blangkonya dan tanpa
mengendosemenkannya. (KUHPerd. 612; KUHD 113.)
Pasal 195.
Kecuali bila dipersyaratkan lain, maka endosan menamin pembayarannya. (Rv. 2992, 581-1 sub
11.)
Ia dapat melarang endosemen baru; dalam hal itu is tidak menjamin pembayarannya terhadap
mereka kepada siapa cek itu diendosemenkan kemudian. (KUHD 114.)
Pasal 196.
Barangsiapa memegang cek yang dapat dialihkan dengan endosemen, dianggap sebagai
pemegangnya yang sah, bila Ia menunjukkan haknya dengan memperuhatkan deretan
endosemen yang tak terputus, bahkan bila endosemen terakhir dibuat sebagai endosemen
blangko. Endosemen-endosemen yang dicoret dianggap dalam hal itu tidak ditulis. Bila
endosemen blangko diikuti oleh endosemen lain, maka penandatangan endosemen terakhir ini
dianggap telah memperoleh cek itu karena endosemen blangko. (KUHPerd. 1977; KUHD 1151,
1911, 198, 212, 227a.)
Pasal 197.
Endosemen yang terdapat pada cek atas-tunjuk membuat endosan bertanggungjawab sesuai
dengan ketentuan mengenai hak regres; selanjutnya hal itu tidak membuat menjadi cek kepada
tertunjuk. (KUHD 182, 191, 195, 217 dst.)
Pasal 198.
Bila seseorang dengan jalan apa pun juga telah kehilangan cek yang dikuasainya, maka
pemegang cek tersebut, tidak wajib untuk menyerahkan kembali, kecuali bila Ia telah
memperolehnya dengan itikad buruk atau mendapatnya karena kesalahan yang besar, dan hal
itu tidak dibedakan apakah mengenai cek atas-tunjuk atau cek yang dapat diendosemenkan,
yang haknya alas cek itu dibuktikan oleh pemegang dengan cara yang diatur dalam pasal 196.
(KUHPerd. 582; KUHD 115', 182, 191, 212, 227a.)
Pasal 199.
Mereka yang ditagih berdasarkan cek terhadap pemegangnya tidak dapat menggunakan alat-alat
pembantah yang berdasarkan hubungan pribadinya dengan penarik atau para pemegang yang
terdahulu, kecuali bila pada waktu memperoleh cek itu dengan sengaja telah bertindak dengan
merugikan debitur. (KUHD 116.)
Pasal 200.
Bila endosemen memuat pernyataan: "nilai untuk diinkaso ", "untuk inkaso", "diamanatkan " atau
pernyataan yang membawa arti amanat belaka untuk memungut, maka pemegangnya dapat
melakukan semua hak yang
timbul dari cek itu, akan tetapi Ia tidak dapat
mengendosenlenkannya secara lain daripada secara mengamanatkannya.

Page 38 of 157

Dalam hal itu para debitur cek hanya dapat menggunakan alat-alat pembantah terhadap
pemegangnya, seperti yang semestinya dapat digunakan terhadap endosan.
Amanat yang dimuat dalam endosemen inkaso tidak berakhir karena meninggalnya pemberi
amanat atau karena kemudian pemberi amanat menjadi tak cakap menurut hukum. (KUHPerd.
1792 dst., 1813; KUHD 117, 183a.)
Pasal 201.
Endosemen yang dilakukan pada cek setelah protes atau keterangan yang sama dengan itu,
atau setelah habis jangka waktu pengajuan, hanya mempunyai akibat dari sesi biasa. (KUHPerd.
613.)
Dengan pengecualian pembuktian kebalikannya, endosemen tanpa tanggal dianggap telah dibuat
sebelum protes atau keterangan yang sama dengan itu, atau sebelum lampaunya jangka waktu
yang dimaksud dalam alinea yang lalu. (KUHPerd. 1915 dst.; KUHD 119, 217 dst., 220.)
Bagian 3.
Aval (Perjanjian Jaminan).
Pasal 202.
Pembayaran cek dapat duamin dengan perjanjian jaminan (aval) untuk seluruhnya atau sebagian
dari uang cek itu.
Penjaminan tersebut dapat diberikan oleh pihak ketiga, atau bahkan oleh orang yang tanda
tangannya terdapat pada cek itu, kecuali oleh tertarik. (KUHPerd. 1820 dst.; KUHD 129, 178-3',
192 3 , 203 dst.)
Pasal 203.
Aval itu ditulis dalam cek itu atau di atas lembaran sambungannya.
Hal itu dinyatakan dengan kata-kata: "baik untuk aval ", atau dengan pernyataan semacam itu;
yang ditandatangani oleh pemberi aval.
Tanda tangan saja dari pemberi aval pada halaman depan cek itu berlaku sebagai aval, kecuali
bila tanda tangan itu dari penarik. (KUHPerd. 1824.)
Hal itu dapat juga dilakukan dengan naskah tersendiri atau dengan sepucuk surat yang
menyebutkan tempat di mana hal itu diberikan.
Dalam aval harus dicantumkan untuk siapa hal itu diberikan. Bila hal ini tidak ada, dianggap
diberikan untuk penarik. (KUHD 130, 204.) 204. Pemberi aval terikat dengan cara yang sama
seperti orang yang diberi aval. (KUHPerd. 1280, 1282, 1831 dst; Rv. 2992 , 581 - f sub IO.)
Perikatannya berlaku sah, sekalipun perikatan yang dijamin olehnya batal oleh sebab lain
daripada cacat dalam bentuk. (KUHPerd. 1821.)
Dengan membayar, pemberi aval memperoleh hak-hak yang berdasarkan cek itu dapat
digunakan terhadap orang yang diberi aval dan terhadap mereka yang berdasarkan cek itu
terikat padanya. (KUHPerd. 1839 dst.; KUHD 131.)
Bagian 4.
Pengajuan dan Pembayaran.
Pasal 205.
Cek harus dibayar pada waktu ditunjukkan. Setiap pernyataan sebaliknya dianggap tidak ditulis.
Cek yang diajukan untuk pembayaran sebelum tanggal yang disebut sebagai tanggal
pengeluaran, dapat dibayar pada hari pengajuannya. (KUHD 206, 209.)
Pasal 206.

Page 39 of 157

Sepucuk cek yang dikeluarkan atau yang harus dibayar di Indonesia harus diajukan untuk
pembayaran dalam waktu tujuh puluh hari.
Jangka waktu tersebut di atas mulai berjalan sejak hari yang disebut pada cek itu sebagai hari
pengeluarannya. (KUHD 133', 137, 209, 217, 226, 229i.)
Pasal 207.
Hari pengeluaran cek yang ditarik antara dua tempat dengan tarikh yang berbeda dijatuhkan
pada hari yang sama dari tarikh tempat pembayaran. (KUHD 136 2.)
Pasal 208.
Pengajuan kepada lembaga pemberesan (verrekeningskamer) berlaku sebagai pengajuan untuk
pembayaran. (KUHD 217-31.)
Oleh Gubernur Jenderal (dalam hal ini Pemerintah) akan ditunjuk badan-badan yang dianggap
sebagai lembaga tersebut dalam arti bab ini. (KUHD 137 2.)
Pasal 209.
Penarikan kembali cek itu hanya berlaku setelah jangka waktu pengajuan berakhir.
Bila tidak ada penarikan kembali, maka tertarik dapat membayar bahkan setelah jangka waktu
berakhir. (KUHD 206.)
Pasal 210.
Baik kematian penaiik maupun ketidakcakapannya menurut hukum yang timbul setelah
pengeluaran cek itu, tidak berpengaruh pada akibat-akibat dari cek. (KUHPerd. 1792, 1813;
KUHP 1173, 183 a 3, 187, 2003.)
Pasal 211.
Diluar hal dimaksud dalam pasal 227a, tertarik yang telah membayar dapat menuntut
penyerahan cek tersebut lengkap dengan tanda pelunasan secukupnya dari pemegang.
Pemegang tidak boleh menolak pembayaran sebagian.
Dalam hal pembayaran sebagian, tertarik dapat menuntut, bahkan pembayaran dinyatakan
dalam cek dan bahwa untuk itu ia mendapat tanda pembayaran. (KUHPerd. 1390; KUHD 138.)
Pasal 212.
Tertarik yang membayar cek dengan endosemen, wajib meneliti tertibnya deretan endosemen,
akan tetapi tidak tanda tangan para endosertien. (KUHD 1392, 196; KUHPerd. 1385 dst.; 140510.)
Bila ia, setelah membayar yang tidak membebaskan, wajib membayar untuk kedua kalinya, maka
Ia berhak menagih kepada mereka semua yang telah memperoleh cek itu dengan itikad buruk,
atau yang memperolehnya karena kesalahan yang besar. (KUHPerd. 1386 dst.; KUHD 139', 198,
209, 227a.)
Pasal 213.
Cek yang pembayarannya dipersyaratkan dalam uang lain dari uang di tempat pembayarannya
dapat dibayar dalam jangka waktu pengajuan dengan uang dari negerinya menurut nilai pada
hari pembayaran. Bila pembayaran itu tidak terjadi pada waktu diajukan, pemegang dapat
menuntut sesuai dengan pilihannya, bahwa jumlah pada cek itu dibayar dalam uang negerinya
menurut kurs, baik dari hari pengajuan, maupun dari hari pembayaran.
Nilai uang asing itu ditetapkan menurut kurs pada tempat pembayarannya. Akan tetapi penarik
dapat menetapkan, bahwa jumlah yang harus dibayar diperhitungkan menurut kurs yang
ditetapkan dalam cek itu. (AB. 1-8.)
Hal yang tercantum di atas tidak berlaku, bila penarik menetapkan, bahwa pembayarannya harus
dilakukan dalam uang tertentu yang ditunjuk (Klausula pembayaran sesungguhnya dalam uang
asing).

Page 40 of 157

Bila jumlah dari cek itu dinyatakan dalam uang yang mempunyai nama yang sama, akan tetapi
mempunyai nilai yang berbeda dalam negeri pengeluarannya dan dalam negeri tempat
pembayarannya, maka dianggap, bahwa yang dimaksud adalah uang dari tempat pembayaran.
(KUHPerd. 1756 dst., 1915 dst.; KUHD 60, 140, 178-2-.)
Bagian 5.
Cek Bersilang Dan Cek Untuk Perhitungan.
Pasal 214.
Penarik atau pemegang cek dapat menyilangnya dengan akibat yang disebut dalam pasal
berikut.
Penyilangan dilakukan dengan menempatkan dua garis sejajar di halaman depan cek itu.
Penyilangan ada yang umum atau ada juga yang khusus.
Penyilangan itu umum, bila tidak memuat di antara dua garis itu suatu penunjukan pun, atau
pernyataan: "bankir " atau kata semacam itu; penyilangan itu khusus, bila terdapat nama
seorang bankir di antara dua garis itu.
Penyilangan umum dapat diubah menjadi penyilangan khusus, tapi penyilangan khusus tidak
dapat diubah menjadi penyilangan umum.
Pencoretan penyilangan atau nama bankir yang ditunjuk dianggap tidak pernah terjadi.
Pasal 215.
Cek dengan penyilangan umum oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir atau kepada
nasabah tertarik.
Cek dengan penyilangan khusus oleh tertarik hanya dapat dibayar kepada bankir yang ditunjuk,
atau bila bankirr ini tertarik hanya kepada salah seorang nasabahnya. Akan tetapi bankir yang
disebut dapat mengalihkan cek itu kepada bankir lain untuk diinkaso.
Seorang bankir hanya boleh menerima cek bersilang dari salah seorang nasabahnya atau dari
seorang bankir lain. Ia tidak boleh menagih atas beban orang lain selain dari orang tersebut.
Cek yang memuat lebih dari satu penyilangan khusus, hanya boleh dibayar oleh tertatik, bila
tidak memuat lebih dari dua penyilangan yang satu di antaranya bertujuan untuk penagihan oleh
suatu lembaga pemberesan.
Tertarik atau bankir yang tidak mentaati ketentuan di atas, harus bertanggung jawab untuk
kerugian sebesar jumlah dari cek itu. (KUHD 180, 229a, bis.)
Pasal 216.
Penarik, juga pemegang cek, dapat melarang pembayaran dalam uang tunai dengan
menyebutkan pada halaman depan dengan arah miring: "untuk dimasukkan dalam rekening "
atau pernyataan semacam itu.
Dalam hal demikian, cek itu hanya memberi alasan kepada tertarik untuk membukukannya
(rekening koran, giro atau kompensasi). Pembukuan berlaku sebagai pembayaran.
Pencoretan pernyataan: "untuk diinasukkan dalahi rekening " dianggap tidak pernah terjadi.
Tertarik yang tidak menaati ketentuan di atas, bertanggungjawab untuk kerugian sebesar jumlah
dari cek itu. (KUHPerd. 1338 dst.; KUHD 211-213, 218a.)
Hak Regres Dalam Hal Nonpembayaran.

Bagian 6.

Pasal 217.
Pemegang dapat melakukan hak regresnya terhadap para endosan, penarik dan para debitur cek
yang lain, bila cek yang diajukan tepat pada waktunya tidak dibayar, dan bila perubahan itu
ditetapkan:
1. baik dengan akta otentik (protes); (KUHD 218b.)

Page 41 of 157

2.
3.

atau dengan keterangan tertarik yang diberi tanggal dan ditulis di atas cek dengan
pernyataan hari pengajuannya; (KUHD 143d, 220.)
ataupun dengan keterangan yang diberi tanggal dari suatu lembaga pem. beresan, di mana
dinyatakan bahwa cek itu telah diajukan tepat pada waktunya dan tidak dibayar. (KUHD 142
dst., 208', 227 dst.)

Pasal 217a.
Bila nonpembayaran dari cek ditetapkan dengan protes atau dengan keterangan yang disamakan
dengan itu, maka bagaimanapun juga penarik wajib menjamin ganti rugi, meskipun protes atau
keterangan tidak diberikan pada waktunya, kecuali bila dibuktikan bahwa pada hari cek diajukan
dana yang diperlukan untuk pembayaran ada di tangan tertarik. Bila dana yang dibutuhkan
hanya ada sebagian, maka penarik bertanggung jawab atas kekurangannya.
Dalam hal protes atau keterangan yang tidak diberikan pada waktunya, maka penarik dengan
ancaman hukuman, wajib menjamin ganti rugi, wajib melepaskan dan menyerahkan kepada
pemegang, tagihan atas dana penarik, yang ada di tangan tertarik pada hari pengajuan
sebesarjumlah cek itu; dan Ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya ini, bukti yang
diperlukan untuk membuat tagihan itu berlaku sah. Bila penarik dinyatakan dalam kepailitan,
maka para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama seperti itu, kecuali bila mereka
lebih suka untuk mengizinkan tampil sebagai penagih untuk jumlah cek itu. (KUHD 152a,
180,190a dst., 229g; KUHPerd. 613; F. 1, 13.)
Pasal 218.
Protes atau keterangan yang disamakan dengan itu harus dilakukan sebelum akhir jangka waktu
pengajuan.
Bila pengajuan terjadi pada hari terakhir jangka waktu tersebut, protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu dapat dilakukan pada hari kerja pertama berikutnya. (KUHD 1432,3, 206.)
Pasal 218a.
Pembayaran cek harus diminta dan protes yang menyusul kemudian harus dilakukan di tempat
tinggal tertarik. (KUHD 178-41.)
Bila cek ditarik untuk dibayar di tempat lain yang ditunjuk atau oleh orang lain yang ditunjuk,
baik di kabupaten yang sama, maupun di kabupaten lain, maka permintaan pembayaran harus
diminta dan protes dibuat di tempat yang ditunjuk atau kepada orang yang ditunjuk itu.
Bila orang yang harus membayar cek tidak dikenal sama sekali atau tidak dapat ditemukan, maka
protes itu harus dilakukan pada kantor pos di tempat tinggal yang ditunjuk untuk pembayaran,
dan bila di sana tidak ada kantor pos, di daerab Gubernemen Jawa dan Madura kepada assistenresiden, dan di luar itu kepada KepaIa Pemerintahan Daerah setempat. Demikian pulalah harus
dilakukan seperti itu, bila suatu cek ditarik untuk dibayar di kabupaten lain daripada tempat
tinggal tertarik, dan tempat tinggal di mana pembayaran harus dilakukan tidak ditunjuk.
(KUHPerd. 1393; KUHD 143a, 205 dst.; F. 962.)
Pasal 218b.
Protes nonpembayaran dilakukan oleh notaris atau juru sita. Hal itu harus disertai dengan dua
saksi.
Protes itu memuat:
1. Salinan kata demi kata dari cek itu, dari endosemen-endosemen, dari avalnya, dan dari
alamat-alamat yang ditulis di atasnya;
2. pernyataan, bahwa mereka telah meminta pembayarannya kepada orangorang atau di
tempat yang disebut dalam pasal yang lalu dan tidak memperolehnya;
3. pernyataan alasan yang telah dikemukakan tentang nonpembayaran;
4. penerimaannya untuk.menandatangani protes itu, dan alasan penolakannya;
5. pernyataan, bahwa la, notaris atau juru sita, karena penolakan itu telah memprotes.

Page 42 of 157

Bila protes itu mengenai cek yang hilang, cukuplah dengan uraian yang seteliti-telitinya dari isi
cek itu, untuk mengganti apa yang ditentukan dalam nomor 1 alinea yang lalu. (KUHD 143b,
217-11, 227a dst.; Not. 1, 20 dst.)
Pasal 218c.
para notaris atau para juru sita dengan ancaman untuk mengganti biaya-biaya, kerugian dan
bunga, wajib untuk membuat salinan protes tersebut dan memberitahukan hal itu dalam salinan,
dan membukukannya dalam register khusus menurut urutan waktu, yang diberi nomor dan tanda
pengesahan oleh Ketua raad van justitie, bila tempat tinggal mereka dalam kabupaten di mana
raad van justitie itu berada dan di luar itu, oleh hakim pengadilan karesidenan; bila ini tidak ada,
terhalang atau tak mungkin bertindak, di daerah Gubernemen Jawa dan Madura oleh asistenresiden dan di luar itu oleh KepaIa Pemerintahan Daerah, setempat. Mereka juga wajib, biIa
dikehendald, menyerahkan selembar atau lebih dari salinan protes itu kepada mereka yang
berkepentingan. (KUHD 143c; Rv. 4, 8.)
Pasal 219.
Pemegangnya harus memberitahukan kepada endosannya dan kepada penariknya tentang
nonpembayaran itu dalam empat hari kerja berikut dari hari protes, atau keterangan yang
disamakan dengan itu dan, bila cek itu ditarik dengan Klausula tanpa biaya, berikut dari hari
pengajuan. Setiap endosan harus memberitahukan kepada endosannya dalam dua hari kerja
yang berikut dan hari penerimaan pemberitahuan itu, tentang pemberitahuan yang diterima
olehnya, dengan menyebut nama dan alamat mereka yang telah melakukan pembeiitahuan yang
lebih dahulu, dan demikian seterusnya kembali pada penariknya. Jangka waktu ini berjalan mulai
dari penerimaan pemberitahuan yang lebih dahulu.
Bila sesuai dengan alinea yang lalu disampaikan pemberitahuan kepada seseorang yang
tandatangannya terdapat pada cek itu, harus disampaikan pemberitahuan yang sama dalam
jangka waktu itu juga kepada pemberi avalnya.
Bila seorang endosan tidak menyatakan alamatnya atau menyatakannya dengan cara yang sukar
dibaca, sudah cukuplah dengan pemberitahuan kepada endosan yang lebih dahulu.
Barangsiapa harus mengadakan pemberitahuan, dapat melakukan hal itu dalam bentuk apa pun,
bahkan dapat dengan hanya mengirimkan kembali cek itu. Ia harus membuktikan, bahwa Ia
telah melakukan pemberitahuan itu dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Jangka waktu
tersebut dianggap telah diindahkan, bila surat yang memuat pemberitahuan itu dalam jangka
waktu tersebut telah disampalkan dengan pos. (KUHPerd. 1916.)
Barangsiapa melakukan pemberitahuan itu tidak dalam jangka waktu tersebut di atas, tidak
menyebabkan dirinya kehilangan hak; bila ada alasannya, Ia bertanggungjawab atas segala
kerugian yang disebabkan oleh kelalaiannya, akan tetapi biaya, kerugian dan bunga itu, tidak
mungkin melampaui jumlah cek itu. (KUHPerd. 1243 dst.; KUHD 144, 217 dst.)
Pasal 220.
Penarik, seorang endosan atau seorang pemberi aval, dapat membebaskan pemegangnya dari
pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu untuk melakukan hak regresnya,
dengan jalan klausula: "tanpa biaya", "tanpa protes" atau Klausula lain semacam itu yang ditulis
dan ditandatangani di atas cek itu.
Klausula ini tidak membebaskan pemegang dari pengajuan cek itu dalam jangka waktu yang
ditetapkan ataupun dari penyelenggaraan pemberitahuannya. Bukti tentang tidak dundahkannya
jangka waktu itu harus dibenkan oleh mereka yang mendasarkan haknya atas hal itu terhadap
pemegang.
Bila Klausula itu dibuat oleh penarik, maka hal itu berakibat terhadap mereka Semua yang
tandatangannya terdapat pada cek itu; bila hal itu dibuat oleh endosan atau oleh pemberi aval,
maka hal ini hanya berakibat terhadap endosan atau pemberi aval saja. Meskipun ada Klausula
yang ditetapkan oleh penarik, bila pemegang menyuruh juga menetapkan penolakan
pembayaran itu dengan protes atau keterangan yang dlganiakan dengan itu, maka biaya menjadi

Page 43 of 157

bebannya. Bila Klausula itu berasal dari endosan atau pemberi aval, maka biaya untuk protes
atau keterangan yang dlqamakan dengan itu, bila dibuat akta semacam itu, dapat ditagih dari
mereka yang tandatangannya terdapat pada cek itu. (KUHD 145, 206, 217-20, 219.)
Pasal 221.
Semua orang yang terikat berdasarkan cek, masih terikat untuk sepenuhnya terhadap
pemegangnya. Di samping itu juga pihak ketiga yang atas bebannya cek itu ditarik dan yang
telah menikmati nilainya, bertanggungjawab pula terhadap pemegang.
Pemegang dapat menggugat orang-orang ini, baik masing-masing maupun bersama-sama, tanpa
wajib memperhatikan urutan ikatan mereka.
Hak yang sama ada pada setiap orang yang tandatangannya terdapat pada cek dan yang telah
membayar untuk memenuld kewajiban regresnya.
Gugatan yang dilakukan terhadap salah seorang debitur cek, tidak inenghalangi gugatan kepada
debitur lainnya, meskipun mereka mengikatkan diri lebih belakangan daripada yang ditagih
pertama. (KUHPerd. 1280 dst., 1283, 1292 dst.; KUHD 146, 183a, 217, 221a; F. 132; Rv. 2992,
581-1 sub 11.)
Pasal 22la.
Pemegang cek yang nonpembayarannya ditetapkan dengan protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu, sama sekali tidak mempunyai hak atas dana yang ada di tangan tertarik
dari penariknya.
Dalam hal kepailitan penarik, uang itu termasuk hartanya. (KUHD 146a, 190a dst.; F. 19.)
Pasal 222.
Pemegang melakukan gugatan kepada mereka, terhadap siapa ia melaksanakan hak regresnya:
1. jumlah uang cek itu yang tidak dibayar;
2. bunga enam persen termtung dari hari pengajuan;
3. biaya protes atau keterangan yang disamakan dengan itu biaya pemberitahuan yang telah
dilakukan beserta biaya lain. (KUHPerd. 12503; KUHD 147, 217, 218b.)
Pasal 223.
Orang yang untuk memenuhi kewajiban regresnya, telah membayar cek itu, dapat menagih
mereka yang berkewajiban regres terhadapnya:
1. seluruh jumlah yang telah dibayarkan olehnya;
2. bunga enam persen terhitung dari hari pembayarannya;
3. biaya yang telah dikeluarkan olehnya. (KUHPerd. 12503 ; KUHD 148, 217, 222.)
Pasal 224.
Setiap debitur cek, terhadap siapa dilakukan atau dapat dilakukan hak regres, dengan membayar
untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat menuntut penyerahan ceknya dengan protes, atau
keterangan yang disamakan dengan itu, beserta perhitungan yang ditandatangani sebagai
pelunasan.
Setiap endosan yang telah membayar cek untuk memenuhi kewajiban regresnya, dapat mencoret
endosemennya sendiri dan endosemen-endosemen berikutnya. (KUHD 149, 217, 222, 227.)
Pasal 225.
Bila pengajuan cek itu atau pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu
dalam jangka waktu yang ditetapkan terhalang oleh rintangan yang tidak dapat diatasi
(peraturan perundang-undangan dari suatu negara atau hal lain di luar kekuasaannya), maka
jangka waktu itu diperpanjang.
Pemegangnya wajib segera memberitahukan kepada endosannya tentang keadaan yang di luar
kekuasaan itu, dan mencantumkan pemberitahuannya pada cek itu atau lembaran

Page 44 of 157

sambungannya dengan diberi tanggal dan ditandatangani; untuk selebihnya berlaku ketentuan
pasal 219.
Setelah berakhirnya keadaan yang di luar kekuasaannya, pemegangnya harus segera
mengajukan cek itu untuk pembayaran, dan, bila ada alasan untuk itu, menyuruh menetapkan
penolakan pembayaran dengan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Bila keadaan di luar kekuasaannya itu berlangsung lebih dari lima betas hari terhitung dari hari
sewaktu pemegang memberitahukan tentang keadaan yang di luar kekuasaannya kepada
endosanya, meskipun sebelum akhir jangka waktu pengajuan, maka hak regres dapat dilakukan
tanpa diperlukan pembuatan protes atau keterangan yang disamakan dengan itu.
Fakta-fakta yang bersifat pribadi bagi pemegangnya, atau untuk orang yang ditugaskan olehnya
untuk mengajukan cek itu atau tintuk mengadakan protes atau keterangan yang dlqamakan
dengan itu, tidak dianggap sebagai hal-hal yang di luar kekuasaannya. (KUHD 153, 205 dst., 217,
218.)
Bagian 7.
Lembaran Cek Dan Cek yang Hilang.
Pasal 226.
Kecuali cek atas-tunjuk, setiap cek yang dikeluarkan dalam suatu negara dan harus dibayar di
negara lain atau di daerah seberang laut dari satu negara yang sama dan sebaliknya, atau
dikeluarkan dan harus dibayar di daerah seberang laut yang sama atau di daerah seberang laut
dari satu negara, dapat ditarik dalam lembaran-lembaran lebih dari satu yang bunyinya sama.
Bila cek ditarik dalam beberapa lembar, lembaran itu harus diberi nomor dalam alas-haknya,
yang dianggap bahwa setiap lembar merupakan cek tersendiri, bila pemberian nomor itu tidak
ada. (KUHD 163, 178, 182, 206 dst.)
Pasal 227.
Pembayaran yang dilakukan atas salah satu dari lembaran mengakibatkan pembebasan,
meskipun tidak disyaratkan, bahwa pembayaran itu menghapuskan kekuatan lembaran lain.
Endosan yang telah menyerahkan lembaran itu kepada beberapa orang, demikian pula endosan
yang kemudian, terikat oleh lembaran yang memuat tanda tangan mereka dan tidak diserahkan.
(KUHD 164, 191, 224.)
Pasal 227a.
Orang yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri, hanya dapat meminta
pembayaran kepada tertarik dengan mengadakan jaminan untuk waktu tigapuluh tahun.
(KUHPerd. 1830,1967; KUHD 167a, 196,198, 212; Rv. 611 dst.)
Pasal 227b.
Orang yang kehilangan cek yang pemegangnya adalah ia sendiri dan yang sudah gugur dan di
mana perlu telah diprotes, hanya dapat melakukan haknya terhadap penarik, dengan
mengadakan jaminan untuk waktu tiga puluh tahun. (KUHPerd. 1830, 1967; KUHD 167b, 217,
218b; Rv. 611 dst.)
Bagian 8.
Perubahan.
Pasal 228.
Bila ada perubahan dalam alas-hak suatu cek, maka mereka yang kemudian membubuhkan
tanda tangan pada cek itu, terikat menurut alas-hak yang diubah; mereka yang sebelum itu

Page 45 of 157

membubuhkan tanda tangan mereka pada cek itu, terikat menurut alas-hak aslinya. (KUHD 168;
KUHP 264.)
Bagian 9.
Daluwarsa.
Pasal 228a.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal berikut, utang karena cek dihapus oleh segala ikhtiar
pembebasan utang yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd.
1381; KUHD 168a.)
Pasal 229.
Semua tuntutan regres pemegang terhadap para endosan, penarik dan debitur cek lain,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari akhir jangka waktu
pengajuan.
Tuntutan regres dari berbagai debitur yang satu terhadap yang lain, yang wajib terhitung dari
hari pembayaran oleh debitur cek itu untuk memenuhi kewajiban melakukan pembayaran cek,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, regresnya, atau dari hari Ia digugat di depan
pengadilan.
Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea pertama dan kedua tidak dapat digunakan oleh penarik,
bila atau sejauh Ia tidak menyediakan dana, dan tidak dapat digunakan oleh penarik atau pam
endosan, yang telah memperkaya diri secara tidak adil, semuanya tanpa mengurangi ketentuan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967. (KUHD 169, 229k.)
Pasal 229a.
Pencegah daluwarsa hanya berlaku terhadap orang yang terhadapnya dilakukan tindak
pencegahan daluwarsa itu. (KUHPerd. 1381; KUHD 168a.)
Menyimpang dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1987 dan pasal 1988 berlakulah
daluwarsa yang dibicarakan dalam pasal yang lalu terhadap mereka yang belum dewasa dan
terhadap mereka yang berada dalam pengampuan, demikian pula antara suami-istri, dengan
tidak mengurangi hak-tagih mereka yang belum dewasa dan yang dalam pengampuan terhadap
wali atau pengampu mereka. (KUHD 170, 229k.)
Bagian 10.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 229a.bis.
Bankir, yang tersebut dalam bagian-bagian sebelum bab ini, disamakan dengan semua orang
atau lembaga yang dalam pekerjaan mereka secara tertib memegang uang untuk penggunaan
langsung oleh orang lain. (KUHD 74 dst., 180, 214 dst.)
Pasal 229b.
Pengajuan dan protes dari suatu cek tidak dapat dilakukan selain pada hari kerja.
Bila hari terakhir jangka waktu yang ditetapkan oleh Undang-undang untuk melakukan tindakan
mengenai cek yaitu untuk pengajuan dan untuk membuat protes atau keterangan yang
disamakan dengan itu adalah hari raya,maka jangka waktu ini diperpanjang sampai hari kerja
pertama berikut pada akhir jangka waktu tersebut. Hari raya yang terdapat diantara itu
dimasukkan dalam perhitungan jangka waktu. (KUHD 171, 205 dst.; Rv. 171.)
Pasal 229b.bis.

Page 46 of 157

Yang dianggap hari raya resmi dalam arti bagian ini ialah Minggu, Tabun Baru, Paskah Kristen
kedua dan Pantekosta, kedua haii Natal, Kenaikan Isa Almasih, beserta hari-hari raya lainnya
yang setiap tahun kembali ditetapkan oleh Directeur van Justitie (Menteri Kehakiman).
Penunjukan tanggal semua hari raya yang dimaksud dalam pasal ini, kecuali hari Minggu,
dilakukan setiap tahun dengan Surat ketetapan yang dimuat dalam Surat kabar resmi sebelum
permulaan tahun. (KUHD 171a, 229j.)
Pasal 229c.
Dalam jangka waktu yang diatur dalam bagian-bagian sebelum bab ini, tidak termasuk hari
permulaan jalannya jangka waktu ini. (KUHD 172, 201, 205 dst., 218, 225, 227a dst., 229.)
Pasal 229d.
Tiada satu hari penangguhan pun diizinkan, baik menurut undang-undang maupun menurut
keputusan hakim. (KUHD 173.)
Bagian 11.
Kuitansi Dan Promes Atas-Tunjuk.
Pasal 229e.
Kuitansi dan promes atas-tunjuk harus memuat tanggal yang betul dari terbitan aslinya. (KUHD
229f dst., 229i; Rv. 581 -1 sub 21.)
Pasal 229f.
Penerbit asli kuitansi atas-tunjuk, yang harus dibayar oleh pihak ketiga, bertanggungjawab
terhadap setiap pemegangnya untuk memenuhinya selama dua puluh hari setelah hari
tanggalnya dan hari itu tidak termasuk. (KUHD 108, 189, 229g.)
Pasal 229g.
Akan tetapi tanggungjawab penerbit asli tetap berlangsung, kecuali bila ia membuktikan bahwa
selama waktu yang ditentukan dalam pasal yang lampau mempunyai dana sebesar jumlah pada
Surat yang diterbitkannya pada orang yang atas dirinya telah diterbitkan Surat itu.
Penerbit asli, dengan ancaman hukuman tanggungjawabnya akan berlangsung terus, wajib
melepaskan dan menyerahkan kepada pemegang tagam pada dana yang ada darinya pada hari
jatuh tempo di tangan orang yang atas namanya Surat itu telah dikeluarkan, dan hal itu sebesar
jumlah pada Surat yang dikeluarkan; dan ia harus memberikan kepada pemegang atas biayanya
ini, bukti yang diperlukan untuk menjadikan tagihan itu berlaku sah. Bila penerbit asli dinyatakan
pailit, para pengawas hartanya mempunyai kewajiban yang sama, kecuali bila mereka
menganggap lebih baik untuk me an pemegang itu sebagai penagih utang untuk jumlah pada
Surat yang dikeluarkan itu. (KUHPerd. 613; KUHD 152a, 229k; F. 1, 13.)
Pasal 229h.
Selain penerbit aslinya, setiap orang yang telah memberikan Surat tersebut di atas sebagai
pembayaran, tetap bertanggungjawab selama waktu enam hari sesudahnya, tidak termasuk hari
penerbilannya, terhadap orang yang telah menerima Surat itu darinya. (KUHD 146, 217, 229j.)
Pasal 229i.
Pemegang promes atas-tunjuk wajib menagih pemenuhannya dalam waktu enam hari setelah
hari Surat itu diambil sebagai pembayaran, di dalamnya tidak termasuk hari itu, dan bila tidak
dilakukan pembayaran, ia harus mengajukan promes itu untuk pencabutan, dalam jangka waktu
yang sama, kepada orang yang telah memberikan promes sebagai pembayaran kepadanya,
semua itu dengan ancaman hukuman akan kehilangan hak tagihnya terhadap orang itu, akan
tetapi dengan tidak mengurangi haknya terhadap orang yang menandatangani promes itu.

Page 47 of 157

Bila pada promes itu dinyatakan hari harus dibayar, maka jangka waktu enam hari tersebut
berjalan mulai satu hari setelah hari pembayaran yang dinyatakan itu. (KUHD 152, 206, 229j.)
Pasal 229j.
Bila hari terakhir suatu jangka waktu, yang terdapat dalam suatu ketentuan dalam bagian ini,
jatuh pada hari raya resmi dalam arti pasal 229b bis, kewajiban bertanggungjawab itu tetap
berlangsung sampai dengan hari pertama berikut yang bukan hari raya resmi. (KUHD 171.)
Pasal 229k.
Semua tuntutanhak terhadap para penerbit Surat yang disebut dalam bagian ini, atau terhadap
mereka yang di samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran,
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu enam bulan, terhitung dari hari penerbilan yang asli.
Daluwarsa yang dimaksud dalam alinea yang lalu tidak dapat digunakan oleh penerbit, bila dan
selama ia tidak menyediakan dananya, tidak dapat pula oleh penerbit atau oleh mereka, yang di
samping penerbit asli telah mengeluarkan Surat itu sebagai pembayaran, bila mereka telah
memperkaya diri dengan cara yang tidak adil; semuanya tidak mengurangi yang ditentukan
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1967.
Terhadap daluwarsa yang disebut dalam pasal ini berlaku pasal 229a alinea kedua. (KUHD 169,
1704, 229.)
BAB VIII.
REKLAME ATAU TUNTUTAN KEMBALI DALAM HAL KEPAILITAN.
Pasal 230.
Jika barang bergerak telah dijual dan diserahkan, dan harga pembeliannya belum dilunasi
sepenuhnya, dalam hal kepailitan pembeli, penjual berhak untuk menuntut kembali barang itu
menurut ketentuan-ketentuan berikut. (KUHPerd. 574,612, 1139-31, 1144 dst., 1266 dst., 1459,
1478,1517 dst.; KUHD 98, 231, 233 dst., 236; F. 24, 36; Rv. 714 dst.)
Pasal 231.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Untuk melakukan hak penuntutan kembali disyaratkan, bahwa barang

itu masih berada dalam keadaan yang sama seperti waktu diserahkan.
Bukti untuk itu diizinkan, meskipun barang itu sudah dikeluarkan dari bungkusannya, dibungkus
kembali atau dikurangi. (KUHD 98, 230, 234.)
Pasal 232.
Barang bergerak, yang telah dijual baik dengan penentuan waktu maupun tanpa penentuan
waktu dapat dituntut kembali, bila barang itu masih dalam perjalanan, baik di darat maupun di
air, atau bila barang itu masih berada pada orang yang jatuh pailit, atau pada pihak ketiga yang
menguasai atau menyimpan barang itu untuknya.
Dalam kedua hal, tuntutan kembali hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu enam puluh hari
terhitung dari hari barang itu di simpan di bawah kekuasaan orang yang paint atau pihak ketiga.
(KUHPerd. 1145, 1517; KUHD 76 dst., 86 dst., 230, 238.)
Pasal 233.
Bila pembeli telah melunasi sebagian uang pembeliannya, maka pada penuntutan kembali
seluruhnya, penjual wajib memberikan kembali uang yang telah diterimanya kepada harta pailit
ftu. (KUHPerd. 1266 dst.; KUHD 234, 236.)
Pasal 234.

Page 48 of 157

Bila barang yang dijual hanya sebagian didapatkan pada harta pailit, pemberian kembali
dilakukan menurut imbangan dan dalam perbandingan dengan harga pembelian dalam
keseluruhannya. (KUHD 231.)
Pasal 235.
Penjual yang menerima kembali barangnya wajib memberikan ganti rugi kepada harta orang
yang jatuh pailit untuk semua yang telah dibayar atau yang masih terutang karena bea, upah
pengangkutan, komisi, asuransi, avarij umum (kerugian laut umum), dan selanjutnya segala
biaya yang digunakan untuk keselamatan barang dagangan. (KUHPerd. 1139-41; KUHD 76 dst.,
86 dst., 91 dst., 240, 246 dst., 699.)
Pasal 236.
Bila pembeli telah mengakseptasi dengan Surat wesel atau Surat dagang lain jumlah penuh dari
harga barang yang dijual dan diserahkan, maka tidak terjadi penuntutan kembali.
Bila akseptasi itu dilakukan untuk sebagian dari uang pembelian yang terutang, dapat dilakukan
penuntutan kembali, asalkan untuk kepentingan harta orang yang pailit diadakan jaminan untuk
hal sebagai akibat dari akseptasi itu, yang darinya dapat dituntut. (KUHPerd. 1413-11, 1415;
KUHD 120 dst., 125,174 dst., 178, 188 dst., 229e dst., 230, 233, 238, 244.)
Pasal 237.
Bila barang yang dituntut kembali diambil dengan itikad baik sebagaijaminan utang oleh pihak
ketiga, penjual tetap mempunyai hak menuntut kembali, akan tetapi sebaliknya mempunyai
kewajiban kepada pemberi utang untuk memenuhi jumlah yang dipinamkan, dengan bunga dan
biaya yang terutang. (KUHPerd. 582, 1150 dst.; KUHD 232, 241, 247.)
Pasal 238.
Tuntutan kembali barang dihapus, bila barang itu selama perjalanan dibell dengan itikad baik
oleh fihak ketiga atas faktur dan atas konosemen atau surat muatan.
Namun penjual asunya dalam hal itu berhak untuk menagih pada pembeli harga pembehannya,
selama belum dilunasi sebesarjumlah tagihannya, dan Ia mempunyai hak mendahului terhadap
uang itu, dengan tidak diperbolehkan untuk mencampurkan uang itu dengan harta orang yang
pailit.
Ketentuan alinea yang lalu berlaku juga dalam hal barang itu, setelah berada dalam penguasaan
orang yang pailit atau seseorang yang bertindak untuknya, akibat pembelian dan penyerahan
dengan itikad baik, telah menjadi milik pihak ketiga. (KUHPerd. 1381, 1402; KUHD 90, 232, 507
dst.; F. 41 dst.)
Pasal 239.
Para pengurus harta pailit mempunyai wewenang untuk mempertahankan harta itu, barangbarang yang dituntut kembali, asalkan memenuhi harga pembelian kepada penjual yang olehnya
telah dipersyaratkan pada orang yang pailit. (F. 60.)
Pasal 240.
Selama barang bergerak yang diberikan dalam komisi masih berada pada komisioner atau pada
pihak ketiga yang menguasainya atau menyimpan untuk orang yang pailit, barang-barang itu
dapat dituntut kembali oleh pemberi komisi, dengan kewajiban yang dinyatakan dalam pasal 235.
Hak menuntut kembali yang sama terjadi terhadap harga pembelian barang-barang yang
diberikan dalam komisi dan yang telah dibuat dan diserahkan oleh komisioner, asalkan harga
pembeliannya tidak dilunasi sebelum kepailitannya, walaupun komisioner telah memperhitungkan
keuntungan sebagai jaminan untuk pembelinya, atau yang dinamakan del credere. (KUHD 76
dst., 246 dst.)
Pasal 241.

Page 49 of 157

Jika barang-barang yang diberikan dalam komisi diambil sebagai jaminan utang oleh pihak ketiga
dengan itikad baik, berlakulah peraturan-peraturan dari pasal 237.
Pasal 242.
Bila dalam harta paint terdapat surat-surat wesel, surat-surat dagang dan surat lain yang belum
sampai jatuh tempo pembayarannya, atau yang sudah sampai jatuh temponya dan belum
dibayar, yang diserahkan ke tangan orang yang pailit hanya dengan amanat untuk
menagihkannya dan memegang jumlah uangnya untuk penggunaan pengirim, atau untuk
melakukan pembayaran tertentu yang ditunjuk atau bila hal itu dimaksudkan untuk menjamin
surat-surat wesel yang ditarik atas orang yang pailit dan diakseptasi olehnya, atau surat-surat
yang harus dibayar di tempat tinggatnya, maka surat-surat wesel, suratsurat dagang dan suratsurat lain itu dapat dituntut kembali, selama hal ini masih berada pada orang yang pailit, atau
pada pihak ketiga yang menguasai atau menyimpan untuknya, namun semua tidak mengurangi
hak atas harta itu untuk minta jaminan yang untuknya mungkin dapat dituntut darinya karena
akseptasi-akseptasi orang yang pailit. (KUHD 100 dst., 102a, 109c, 117, 127a, 146a, 174 dst.,
178 dst., 229e dst., 231 dst., 236.)
Pasal 243.
Juga selain soal maksud atau akseptasi yang disebut dalam pasal yang lalu, surat-surat wesel,
atau surat-surat dagang atau surat-surat lainnya yang dialihkan kepada orang yang pailit dapat
dituntut kembali, meskipun ada sesuatu yang diinasukkan dalam rekening koran, asalkan
pengirimnya pada waktu pengiriman, atau kemudian, tidak pemah berutang sama sekali untuk
sesuatu jumlah pada orang yang pailit dan tidak termasuk dalam hal itu biaya yang timbul karena
pengiriman itu. (KUHD 100 dst., 174 dst., 178 dst., 229e dst.)
244, 245. Dihapus dg. S. 1938-276.
BAB IX.
ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN PADA UMUMNYA.
Pasal 246.
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap
tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu
kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. (KUHPerd. 1774; KUHD 60, 249, 252, 269,
286, 593.)
Pasal 247.
Pertanggungan itu antara lain dapat mengenai:
bahaya kebakaran; (KUHD 287 dst.)
bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipanen; (KUHD 299 dst.)
jiwa satu orang atau lebih; (KUHD 302 dst.)
bahaya laut dan bahaya perbudakan; (KUHD 592 dst.)
bahaya pengangkutan di darat, di sungai, dan perairan pedalaman. (KUHD 686 dst.)
Mengenai dua hal terakhir dibicarakan dalam buku berikutnya. (AB. 23; KUHPerd. 1337; KUHD
268, 599.)
Pasal 248.
Terhadap semua pertanggungan, baik yang dibicarakan dalam buku ini maupun dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang Buku Kedua ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam pasal-pasal berikut. (KUHD 256, 259,275, 283.)

Page 50 of 157

Pasal 249.
Penanggung sama sekali tidak wajib menanggung untuk kerusakan atau kerugian yang langsung
timbul karena cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari yang dipertanggungkan
sendiri, kecuali jika dipertanggungkan untuk itu dengan tegas. (KUHD 276, 294, 637.)
Pasal 250.
Bila seseorang yang mempertanggungkan untuk dirinya sendiri, atau seseorang yang atas
bebannya dipertanggungkan oleh pihak ketiga, pada waktu pertanggungan tidak mempunyai
kepentingan dalam denda yang dipertanggungkan, maka penanggung tidak wajib mengganti
kerugian. (KUHPerd. 1234, 1246; KUHD 257, 264 dst., 266, 268, 268, 281 dst.)
Pasal 251.
Semua pemberitahuan yang keum atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang
diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya
sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadak- dengan syarat-syarat
yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu,
membuat pertanggungan itu batal. (KUHPerd. 1320 dst., 1328; KUHD 269 dst., 280 dst., 306,
593, 597 dst., 603 dst.; KUHP 381.)
Pasal 252.
Kecuali dalam hal yang diuraikan oleh ketentuan undang-undang, tidak boleh diadakan
pertanggungan kedua untuk waktu yang sama, dan untuk bahaya sang sama atas barang-barang
yang telah dipertanggungkan untuk nilaiaya secara penuh, dengan ancaman kebatalan terhadap
pertanggungan yang kedua. (KUHD 253 dst., 256-10, 266, 271 dst., 277 dst., 280, 609 dst.)
Pasal 253.
Pertanggungan yang melampaui jumlah harganya atau kepentingan yang sesungguhnya,
hanyalah berlaku sampai jumlah nilainyanya
Bila nilai barang itu tidak dipertanggungkan sepenuhnya, maka penanggung, dalam hal kerugian,
hanya terikat menurut perimbangan antara bagian yang dipertanggungkan dan bagi- yang tidak
dipertanggungkan.
Akan tetapi bagi pihak yang berjanji bebas untuk mempersyaratkan dengan tegas, bahwa tanpa
mengingat kelebihan nilai barang yang dipertanggungkan, kerugian yang diderita oleh barang itu
akan diganti sampai jumlah penuh yang dipertanggungkan. (KUHD 268, 289, 677.)
Pasal 254.
pelepasan yang dilakukan pada waktu mengadakan pertanggungan atau selama berjalannya hal
itu, atas hal yang menurut ketentuan undang-undang dipersyaratkan untuk hakekat perjanjian
itu, atau hal yang dengan tegas dilarang, adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 1335 dst.; KUHD 249,
253, 256, 263, 287, 296, 299, 304, 306, 624 dst., 634, 637, 640 dst., 657, 659 dst., 688 dst.,
695.)
Pasal 255.
Pertanggungan harus dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. (KUHD 256.)
Pasal 256.
Semua polis, terkecuali polis pertanggungan jiwa, harus menyatakan:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama orang yang mengadakan pertanggungan itu atas beban sendiri atau atas beban orang
lain;
3. uraian yang cukup jelas tentang barang yang dipertanggungkan;
4. jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;
5. bahaya yang diambil oleh penanggung atas bebannya;

Page 51 of 157

6.
7.
8.

waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang mungkin terjadi atas beban penanggung;
Premi pertanggungan; dan
pada umumnya, semua keadan yang pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak Penting
bagi penanggung, dan semua syarat yang diperjanjikan antara para pihak.
Polis itu harus ditandatangani oleh setiap Penanggung (KUHD 247, a5l dst., 254, 258, 264 dst.,
287, 296, 299, 302, 304, 592, 596, 624 dst., 686, 710.)
Pasal 257.
Perjanjian pertanggungan ada seketika setelah hal itu diadakan; hak mulai saat itu, malahan
sebelum Polis ditandatangani. dan kewajiban kedua belah pihak dari penanggung dan dari
tertanggung berjalan
Pengadaan perjanjian itu membawa kewajiban penanggung untuk menandatangani Polis itu
dalam waktu yang ditentukan dan menyerahkannya kepada tertanggung. (KUHD 255, 259 dst.,
681-10.)
Pasal 258.
Untuk membuktikan adanya perjanjian itu, harus ada bukti tertulis; akan tetapi semua alat bukti
lain akan diizinkan juga, bila ada permulaan bukti tertulis.
Namun demikian janji dan syarat khusus, bila timbul perselisihan tentang hal itu dalam waktu
antara pengadaan perjanjian dan penyerahan polisnya, dapat dibuktikan dengan semua alat
bukti; akan tetapi dengan pengertian bahwa harus ternyata secara tertulis syarat yang
pernyataannya secara tegas diharus dalam polis, dengan ancaman hukuman menjadi batal,
dalam berbagai pertanggungan oleh ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1902; KUHD 68, 255,
262, 302, 603, 606, 615, 618, 681-10.)
Pasal 259.
Bila Pertanggungan langsung diadakan antara tertanggung, atau orang yang diamanatkan atau
diberi wewenang untuk itu, dan penanggung, polis itu dalam 24 jam setelah pengajuan oleh
penanggung harus ditandatangani dan diserahkan, kecuali bila ditentukan jangka waktu yang
lebih panjang oleh ketentuan undang-undang, dalam sesuatu hal khusus. (KUHD 260, 681-10.)
Pasal 260.
Bila pertanggungan diadakan dengan perantaraan seorang makelar asuransi, polisnya yang
ditandatangan harus diserahkan dalam delapan hari setelah mengadakan perjanjian. (KUHD 64,
684.)
Pasal 261.
Bila ada kelalaian dalam hal yang ditentukan dalam kedua pasal yang lalu, penanggung atau
makelar untuk kepentingan tertanggung, wajib mengganti kerugian yang mungkin dapat timbul
karena kelalaian itu. (KUHD 681.)
Pasal 262.
Orang yang setelah menerima perintah orang lain untuk mempertanggungkan, menahan atas
bebannya sendiri, dianggap menjadi penanggung dengan syarat yang diajukan semula, dan bila
tidak diajukan syarat itu, maka dengan syarat sedemikian dapat dipakai untuk mengadakan
pertanggungan itu, di tempat is seharusnya melaksanakan perintah itu atau bila ini tidak
ditunjukkan, pada tempat tinggainya. (KUHD 60, 264.)
Pasal 263.
Pada penjualan dan segala peralihan hak milik atas barang yang dipertanggungkan,
pertanggungannya berlangsung untuk keuntungan pembeli atau pemilik baru, bahkan tanpa
penyerahan, sepanjang mengenai kerugian yang timbul setelah barang itu menjadi keuntungan

Page 52 of 157

atau kerugian pembeli atau mereka yang haru memperolehnya; semua hal demikian berlaku,
kecuali bila dipersyaratkan sebaliknya antara penanggung dan tertanggung yang asli.
Bila pada waktu penjualan atau peralihan hak milik, pembeli atau pemilik baru menolak untuk
mengambil alih pertanggungannya, dan tertanggung asli masih tetap mempunyai kepentingan
dalam barang yang dipertanggungkan, maka pertanggungan itu akan tetap berjalan untuk
kepentingannya. (KUHPerd. 584, 1459 dst.; KUHD 281, 321.)
Pasal 264.
Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas beban sendiri, akan tetapi juga atas beban
pihak ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan yang
berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan berikut.
(KUHPerd. 1354 dst., 1792 dst.; KUHD 262, 333, 378, 598.)
Pasal 265.
Pada pertanggungan untuk pihak ketiga, harus dengan tegas dinyatakan dalam polisnya, adakah
hal itu terjadi berdasarkan pemberian amanat, ataukah di luar pengetahuan yang
berkepentingan. (KUHD 256, 264.)
Pasal 266.
Pertanggungan tanpa pemberian amanat dan di luar pengetahuan yang berkepentingan, adalah
batal, bila dan sejauh barang yang sama itu telah dipertanggungkan oleh yang berkepentingan,
atau oleh pihak ketiga atas amanatnya, sebelum saat ia mengetahui tentang pertanggungan
yang diadakan di luar pengetahuannya. (KUHPerd. 1357; KUHD 252, 254, 264, 277 dst., 281,
333, 378, 598, 652.)
Pasal 267.
Bila dalam polisnya tidak dinyatakan, bahwa pertanggungan itu diadakan atas beban pihak
ketiga, tertanggung dianggap telah mengadakannya untuk dirinya sendiri. (KUHD 265, 281 dst.)
Pasal 268.
Pertanggungan dapat menjadikan sebagai pokok yakni semua kepentingan yang dapat dinilai
dengan uang, dapat terancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. (KUHD 247,
250, 599.)
Pasal 269.
Semua pertanggungan yang diadakan atas suatu kepentingan apa pun, yang kerugiannya
terhadap itu dipertanggungkan, telah ada pada saat mengadakan perjanjiannya, adalah batal,
bila tertanggung atau orang yang dengan atau tanpa amanat telah menyuruh
mempertanggungkan, telah mengetahui tentang adanya kerugian itu. (KUHPerd. 1328; KUHD
246, 251, 281 dst., 306, 597 dst., 604, 606; KUHP 381.)
Pasal 270.
Persangkaan ada, bahwa orang telah mengetahui tentang kerugian itu, bila hakim dengan
mengindahkan keadaannya, berpendapat bahwa sejak adanya kerugian itu telah lampau begitu
banyak waktu, sehingga tertanggung telah dapat mengetahuinya.
Dalam hal keragu-raguan, hakim bebas untuk memerintahkan tertanggung dan pemegang
amanatnya bersumpah, bahwa mereka pada waktu mengadakan perjanjiannya tidak mengetahui
tentang adanya kerugian itu.
Bila sumpah itu dibebankan oleh satu pihak kepada pihak lawannya, maka sumpah itu dalam
segala hal oleh hakim harus diperintahkan. (KUHPerd. 1916-30; 1929 dst., 1940 dst.; KUHD 282,
597 dst.)
Pasal 271.

Page 53 of 157

Penanggung selalu dapat mempertanggungkan lagi hal yang telah ditanggung olehnya. (KUHD
252, 279.)
Pasal 272.
Bila tertanggung membebaskan penanggung dari kewajibannya untuk waktu yang akan datang
melalui pengadilan ia dapat mempertanggungkan lagi kepentingannya untuk bahaya itu juga.
Dalam hal itu, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus disebutkan dalam polis yang
baru, baik pertanggungan yang lama maupun pemutusan melalui pengadilan. (KUHD 279 dst.,
281 dst.)
Pasal 273.
Bila nilai barang yang dipertanggungkan tidak dinyatakan dalam polisnya oleh para pihak, hal itu
dapat dibuktikan dengan semua alat bukti. (KUHPerd. 1866; KUHD 256, 295, 621 dst.)
Pasal 274.
Meskipun nilai itu dinyatakan dalam polisnya, hakim mempunyai wewenang untuk
memerintahkan kepada tertanggung untuk menguraikan dasar layaknya nilai yang dinyatakan,
bila diajukan alasan yang menimbulkan persangkaan yang mempunyai dasar karena
pemberitahuan nilai yang terlalu tinggi.
Penanggung dalam segala hal mempunyai kekuasaan untuk membuktikan terlalu tingginya nilai
yang dinyatakan itu di depan hakim. (KUHPerd. 1922; KUHD 253, 275, 295, 619.)
Pasal 275.
Akan tetapi bila barang yang dipertanggungkan sebelumnya telah dinilai oleh ahli yang
diperuntukkan bagi itu oleh para pihak, dan bila dituntut, disumpah oleh hakim, maka
penanggung tidak dapat membantahnya, kecuali dalam hal adanya penipuan; semuanya ini tidak
mengurangi pengecualian yang dibuat dalam ketentuan undang-undang. (KUHPerd. 1328, 1449;
KUHD 282, 295, 619.)
Pasal 276.
Tiada kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kesalahan dari tertanggung sendiri,
dibebankan pada penanggung. Bahkan ia boleh tetap memegang atau menagih preminya, bila ia
sudah mulai memikul bahaya. (KUHD 249, 282, 290, 294, 307, 637, 693.)
Pasal 277.
Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad balk terhadap satu barang saja, dan dengan
yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut
dibebaskan.
Bila pada penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya
bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan pertanggungan
itu. (KUHD 252.)
Pasal 278.
Bila pada satu polis saja, meskipun pada hari yang berlainan oleh berbagai penanggung
dipertanggungkan lebih dari nilainya, mereka bersama-sama, menurut perimbangan jumlah yang
mereka tandatangani, hanya memikul nilai sebenarnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan itu juga berlaku, bila pada hari yang sama, terhadap satu benda yang sama diadakan
berbagai pertanggungan. (KUHD 277, 280.)
Pasal 279.
Tertanggung dalam hal-hal yang disebut dalam dua pasal yang lalu, tidak boleh membatalkan
pertanggungan yang lama agar dengan demikian penanggung yang kemudian terikat.

Page 54 of 157

Bila tertanggung membebaskan penanggung-penanggung pertama, ia dianggap menetapkan diri


mengganti tempat mereka sebagai penanggung untuk jumlah yang sama dan urutan yang sama.
Bila ia mengadakan pertanggungan ulang untuk dirinya, maka para penanggung ulang
mengganti tempatnya dalam urutan itu juga. (KUHD 271 dst.)
Pasal 280.
Tak dianggap sebagai perjanjian yang tidak diperkenankan, bila setelah pertanggungan suatu
barang untuk nilai penuhnya, yang berkepentingan selanjutnya mempertanggungkannya, untuk
seluruhnya atau sebagian, dengan ketentuan tegas, bahwa ia hanya akan dapat melakukan
haknya terhadap para penanggung, bila dan selama ia tidak akan dapat menagih ganti rugi pada
penanggung yang dahulu.
Dalam hal perjanjian yang demikian, perjanjian yang diadakan sebelum itu, dengan ancaman
hukuman akan menjadi batal, harus diuraikan dengan jelas dan begitu pula akan berlaku
ketentuan pasal 277 dan pasal 278 terhadap itu. (KUHD 252.)
Pasal 281.
Dalam segala hal di mana perjanjian pertanggungan untuk seluruhnya atau sebagian gugur,
atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak dengan itikad baik, penanggung harus
mengembalikan preminya, baik untuk seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untuk mana Ia
belum menghadapi bahaya. (KUHD 250 dst., 266 dst., 269, 272, 276, 603, 615, 618, 635 dst.,
652 dst., 662.)
Pasal 282.
Bila batalnya perjanjian terjadi berdasarkan akal busuk, penipuan atau kejahatan tertanggung,
penanggung mendapat preminya, dengan tidak mengurangi tuntutan pidana, bila ada alasan
untuk itu. (KUHPerd. 1328, 1453; KUHD 270, 653; KUHP 381.)
Pasal 283.
Dengan tidak mengurangi ketentuan khusus yang dibuat tentang berbagai macam
pertanggungan, tertanggung wajib dengan giat mengusahakan, agar kerugian terhindar atau
berkurang, setelah kejadian tersebut ia harus segera memberitahukan kepada penanggung;
semua dengan ancaman penggantian kerugian, biaya dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
Biaya yang dikeluarkan oleh tertanggung untuk menghindari atau mengurangi kerugian menjadi
beban penanggung, meskipun hal itu bila ditambahkan pada kerugian yang diderita, melampaui
jumlah uang yang dipertanggungkan, atau daya upaya yang dilakukan itu telah sia-sia belaka.
(KUHPerd. 1357; KUHD 249, 294, 654, 718.)
Pasal 284.
Penanggung yang telah membayar kerugian barang yang dipertanggungkan, memperoleh semua
hak yang sekiranya dimiliki oleh tertanggung terhadap pihak ketiga berkenaan dengan kerugian
itu; dan tertanggung bertanggurgjawab untuk setiap perbuatan yang mungkin merugikan hak
penanggung terhadap pihak ketiga itu. (KUHPerd. 1354, 1365 dst., 1402; KUHD 290, 637, 656,
693.)
285.Dihapus dg. s. igo6-348.
Pasal 286.
Perseroan-perseroan pertanggungan atau penjaminan timbal-balik harus menaati ketentuan
dalam perjanjiannya dan peraturan yang berlaku, dan bila tidak lengkap, harus menurut asasasas hukum pada umumnya. Larangan-larangan yang termuat dalam pasal 289 alinea terakhir,
secara khusus juga berlaku terhadap perseroan-perseroan ini. (KUHD 15, 53, 308; S. 1870-64
pasal 10.)

Page 55 of 157

BAB X.
ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERRADAP BAHAYA-BAHAYA KEBAKARAN,
TERHADAP BAHAYA-BAHAYA YANG MENGANCAM HASIL PERTANIAN YANG
BELUM DIPANENI, DAN TENTANG PERTANGGUNGAN JIWA.
Bagian 1.
Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
Pasal 287.
Selain menyatakan persyaratan dalam pasal 256, polis kebakaran harus menerangkan:
1. letak dan batas barang tetap yang dipertanggungkan;
2. penggunaannya;
3. sifat dan penggunaan bangunan-bangunan yang berbatasan, selama hal itu dapat
mempunyai pengaruh terhadap pertanggungannya;
4. nilai barang yang dipertanggungkan;
5. letak dan batas bangunan dan tempat, di mana barang bergerak yang dipertanggungkan
berada, disimpan atau ditumpuk. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247 dst., 254, 256-30, 258,
263, 272, 293, 300, 302, 624 dst, 688; Rv. 101.)
Pasal 288.
Pada pertanggungan milik yang dibangun dipersyaratkan, akan diganti kerugian yang diderita
pada persil itu, atau persil itu akan dibangun kembali atau diperbaiki paling tinggi sampai jumlah
yang dipertanggungkan.
Dalam hal yang pertama, kerugiannya dihitung dengan memperbandingkan nilai persil sebelum
bencana, dengan nilai sisanya segera setelah kebakaran, dan kerugiannya diganti dengan uang
tunai.
Dalam hal kedua, penanggung wajib membangun kembali atau memperbaikinya. Penanggung
mempunyai hak untuk mengawasi, bahwa uang yang harus dibayar olehnya, dalam waktu yang
ditentukan, kalau perlu oleh haldm, sungguh digunakan untuk tujuan itu; hakim bahkan dapat
memerintahkan kepada tertanggung atas tuntutan penanggung, bila ada alasannya, untuk
menjamin hal itu secukupnya. (KUHPerd. 1241; KUHD 283.)
Pasal 289.
Pertanggungan dapat dilakukan untuk nilai penuh barang yang dipertanggungkan.
Dalam hal persyaratan pembangunan kembali, dipersyaratkan oleh tertanggung, bahwa biaya
yang diperlukan untuk pembangunan kembali itu, akan diganti oleh penanggung.
Akan tetapi pada persyaratan itu pertanggungan sekali-kali tidak boleh melampaui tiga perempat
biaya itu. (KUHD 53, 253, 286, 288.)
Pasal 290.
yang dibebankan pada penanggung adalah semua kerugian dan kerusakan yang menimpa
barang yang dipertanggungkan karena kebakaran yang disebabkan oleh cuaca yang sangat
buruk atau peristiwa lain, apinya sendiri, kelalaian, kesalahan atau kejahatan pelayan sendiri,
tetangga, musuh, perampok, dan lain-lainnya dengan nama apa pun, dengan cara apa pun
terjadinya kebakaran itu, direncanakan atau tidak direncanakan, biasa atau tidak biasa, tanpa
ada yang dikecualikan. (KUHPerd - 1367, 1565; KUHD 276, 282, 284, 291 dst., 294, 637.)
Pasal 291.
Kerugian yang disebabkan oleh kebakaran disamakan dengan kerugian sebagai akibat
kebakaran, juga bila hal itu terjadi dari kebakaran dalam bangunan-bangunan yang berdekatan,
misalnya barang-barang yang dipertanggungkan berkurang atau membusuk, karena air atau alat
lain yang digunakan untuk menahan atau memadamkan kebakaran itu, atau hilangnya sesuatu

Page 56 of 157

dari barang itu karena pencurian, atau sebab lain, selama pemadaman kebakaran atau
penyelamatannya; juga kerusakan yang disebabkan oleh penghancuran seluruhnya atau
sebagian barang yang dipertanggungkan, yang terjadi atas perintah pihak atasan untuk menahan
menjalamya kebakaran yang terjadi. (ISR. 133; Onteig 84.)
Pasal 292.
Demikian pula kerugian yang disebabkannya oleh ledakan mesiu, ketel uap, sambaran petir, atau
sebab lainnya, meskipun meledaknya, pecahnya atau sambaran itu tidak mengakibatkan
kebakaran, disamakan dengan kerugianyang disebabkan oleh kebakaran.
Pasal 293.
Bila sebuah bangunan yang dipertanggungkan diperuntukkan bagi penggunaan lain, dan karena
itu besar kemungkinan bahaya kebakaran lebih banyak, sehingga bila hal itu telah ada sebelum
dipertanggungkan, penanggung tidak akan mempertanggungkan sama sekali atau tidak atas
dasar syarat yang sama seperti itu, maka berhentilah kewajibannya. (KUHD 287-20, 638, 652
dst.)
Pasal 294.
Penanggung terbebas dari kewajibannya untuk memenuhi penggantian kerugian, bila ia
membuktikan, bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian besar tertanggung
sendiri. (KUHPerd. 1366; KUHD 2, 249, 276, 283, 290.)
Pasal 295.
Pada pertanggungan atas barang-barang bergerak dan barang-barang dagangan dalam rumah,
gudang atau tempat penyimpanan lain, bila tidak ada atau tidak lengkap alat-alat bukti yang
dinyatakan dalam pasal-pasal 273, 274 dan 275, hakim dapat memerintahkan tertanggung untuk
bersumpah.
Kerugiannya dihitung menurut nilai barang-barang yang ada pada waktu ada kebakaran.
(KUHPerd. 1940 dst.)
Pasal 296.
Bila tidak diadakan persyaratan khusus dalam polis tentang barang-barang bergerak, harta dalam
rumah, perkakas rumah dan perhiasan rumah, maka pernyataan-pernyataan itu diberi arti
sedemikian seperti yang diuraikan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Kedua Bab
I, Bagian 4. (KUHPerd. 512 dst.; KUHD 356-51.)
Pasal 297.
Bila pada suatu hipotek antara debitur dan penagihnya dipersyaratkan, bahwa dalam hal ada
kerugian menimpa persil yang dihipotekkan yang dipertanggungkan atau yang akan
dipertanggungkan, uang asuransinya sampai jumlah utang dan bunga yang terutang, akan
menggantikan hipotek itu, maka penanggung yang diberitahukan persyaratan itu wajib
memperhitungkan ganti rugi yang terutang dengan penagih utang hipotek. (KUHPerd. 613, 1162
dst.; KUHD 268, 288; S. 1908-542 pasal 14.)
Pasal 298.
Persyaratan dalam pasal di atas tidak mempunyai akibat, kecuali bila dan sepanjang penagih
utang hipotek akan mendapat keuntungan, seandainya kerugian itu tidak terjadi. (KUHPerd. 1209
dst.)
Bagian 2.
Pertanggungan Terhadap Bahaya yang Mengancam Hasil
Pertanian yang Belum Dipaneni.

Page 57 of 157

Pasal 299.
Selain syarat-syarat yang tercantum dalam pasal 256, polis itu harus menyatakan:
1. letak dan batas-batas tanah yang hasilnya dipertanggungkan;
2. penggunaannya. (KUHPerd. 1186-41; KUHD 247, 251, 254, 258, 263, 272, 287-10 dan 21;
Rv. 101.)
Pasal 300.
Pertanggungannya dapat diadakan untuk satu tahun atau lebih.
Bila tidak ada penentuan waktu, dianggap bahwa pertanggungan itu diadakan untuk satu tahun.
(KUHPerd. 1597.)
Pasal 301.
Pada penyusunan penghitungan kerugian, dihitung berapa nilai hasil pada waktu dipanen atau
dinikmati tanpa terjadinya bencana, dan nilainya setelah bencana itu. Penanggung membayar
selisihnya sebagai ganti rugi. (KUHD 273 dst., 288.)
Bagian 3.
Pertanggungan Jiwa.
Pasal 302.

(s.d.u. dg. S. 1876-141.) Jiwa seseorang dapat dipertanggungkan untuk keperluan orang yang

berkepentingan, baik untuk selama hidup ataupun untuk suatu waktu yang ditentukan dengan
perjanjian. (KUHD 247 dst., 304-40.)

Pasal 303.
Yang berkepentingan dapat mengadakan pertanggungan, bahkan di luar pengetahuan atau izin
dari orang yang jiwanya dipertanggungkan.
Pasal 304.
Polis itu memuat:
1. hari pengadaan pertanggungan itu;
2. nama tertanggung;
3. nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
4. waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan dan berakhir;
5. jumlah uang yang dipertanggungkan;
6. premi pertanggunganriya. (KUHD 254, 256, 258, 302, 306.)
Pasal 305.
Perencanaan jumlah uangnya dan penentuan syarat pertanggungannya, sama sekali diserahkan
kepada persetujuan kedua belah pihak. (KUHPerd. 1780.)
Pasal 306.
Bila orang yang jiwanya dipertanggungkan pada waktu pengadaan pertanggungan telah
meninggal dunia , gugurlah perjanjian itu, meskipun tertanggung tidak dapat mengetahui
tentang meninggalnya itu; kecuali bila dipersyaratkan lain. (KUHPerd. 1779; KUHD 251 dst., 269,
281.)
Pasal 307.
Bila orang yang mempertanggungkan jiwanya bunuh diri atau dihukum mati, gugurlah
pertanggungannya. (KUHD 276.)

Page 58 of 157

Pasal 308.
Dalam bagian ini tidak termasuk dana janda, perkumpulan-perkumpulan tunjangan hidup
(tontine), perseroan pertanggungan jiwa timbal-balik, dan perjanjian lain semacam itu yang
berdasarkan kemungkinan hidup dan kematian, yang untuk itu diharuskan mengadakan
simpanan atau sumbangan tertentu atau kedua-duanya. (KUHD 286; S. 1870-64 pasal 10.)

BUKU KEDUA.
HAK-HAK DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN
YANG TIMBUL DARI PELAYARAN.

Anotasi:
Dg. S. 1933-47jis. S. 1938-1 dan 2, mulai berlaku 1 April 1938, Buku Kedua Bab I dan II diganti
dengan pasal-pasal 309-340f seperti tersebut di bawah ini.

KETENTUAN UMUM.
Pasal 309.
Kapal adalah semua alat berlayar, bagaimanapun namanya dan apa pun sifatnya.
Kecuali bila ditentukan lain, atau diadakan perjanjian lain, dianggap bahwa kapal itu meliputi
perlengkapan kapalnya.
Dengan perlengkapan kapal diartikan segala barang yang tidak merupakan bagian kapal itu,
tetapi diperuntukkan tetap digunakan dengan kapal itu. (KUHPerd. 510, 513 dst.; KUHD 310 dst.,
314, 593, 602, 748 dst.; F. 34; Rv. 532, 568; Tbs. 1, 3.)
BAB I.
KAPAL-KAPAL LAUT DAN MUATANNYA.
Pasal 310.
Kapal laut adalah semua kapal yang dipergunakan untuk pelayaran di laut atau diperuntukkan
bagi itu. (Zeebr. 2; Schepenord. 2.)
Dalam Bab I sampai dengan Bab IV buku ini yang dimaksud dengan kapal semata-mata hanya
kapal laut. (KUHD 748 dst.)
Pasal 311.
Kapal Indonesia adalah kapal yang dianggap sebagai kapal berdasarkan peraturan perundangundangan tentang surat laut dan pas kapal. (KUHD 3102, 312, 319, 748; Tbs. 21, 23; S. 193478jis. S. 1935-89, 505, S. 1937-629, 630.)
Pasal 312.
Kapal yang telah atau sedang dibuat di negeri ini, dianggap sebagai kapal Indonesia, sampai
pembuatnya menyerahkannya kepada orang yang atas bebannya kapal itu telah atau sedang
dibuat, atau memasukkannya dalam pelayaran atas bebannya sendiri. (KUHD 3102, 311, 314,
319; Tbs. 14; Zeebr. 2.)
Pasal 313.
Pengalihan seluruhnya atau sebagian saham pada kapal, yang karenanya kapal itu akan berakhir
menjadi kapal Indonesia, membutuhkan persetujuan semua, sesama-pemilik. (Zeebr. 2.)

Page 59 of 157

Bila pemilik saham pada kapal kehilangan kewarganegaraan Indonesia atau berhenti sebagai
penduduk Indonesia, atau bila hak milik suatu saham pada kapal seluruhnya atau sebagian
dengan cara lain daripada penyerahan, beralih kepada orang, yang bukan warga negara
Indonesia atau bukan penduduk Indonesia, sehingga karena itu kapalnya tidak lagi sebagai kapal
Indonesia, maka masing-masing dari para sesama pemilik selama enam bulan mempunyai hak
untuk memohonkan kepada raad van justitie di tempat terdaftarnya kapal itu dalam register
kapal, suatu perintah penjualan umum saham itu. Perintah itu diberikan setelah mendengar atau
memanggil secukupnya para anggota perusahaan kapal itu. Panggilan ini dilakukan dengan surat
tercatat oleh panitera. Saham itu hanya boleh diberikan kepada orang yang menginginkan, yang
karena diperolehnya kapal itu memenuhi kembali syarat yang ditetapkan untuk kapal Indonesia.
Kapal itu dengan demikian dianggap tidak kehilangan kedudukannya sebagai kapal Indonesia.
(KUHD 311, 314, 319, 324, 334; Nedsch. 13 dst; Ned. ond. 2; Tbs. 21, 23.)
Pasal 314.
Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam
register kapal menurut peraturan, yang akan diberikan dengan ordonansi tersendiri. (KUHD 749;
Tbs., S. 1933-48 jis. S. 1938- 1,2.)
Dalam ordonansi ini diatur juga cara peralihan milik dan penyerahan kapal yang dibukukan dalam
register kapal itu atau kapal dalam pembuatan dan saham pada kapal demikian atau kapal-kapal
dalam pembuatan. (Tbs. 21 dst., 27.)
Atas kapal dalam pembuatan dan saham-saham pada kapal demikian dan kapal dalam
pembuatan yang dibukukan dalam register kapal dapat diadakan hipotek. (KUHPerd. 1162 dst.;
Tbs. 24 dst.)
Atas kapal yang tersebut dalam alinea pertama tidak dapat diadakan hak gadai. Atas kapal yang
dibukukan, Kitab Undang-undang Perdata pasal 1977 tidak berlaku. (KUHD 319.)
Pasal 315.
Urutan tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftarannya. Hipotek yang
didaftarkan pada satu hari yang sama, mempunyai tingkat yang sama. (KUHPerd. 1181; KUHD
315c dan d, 316a, 317a, 318, 319, 750.)
Pasal 315a.
Bila piutangnya berbunga, maka hipotek itu berlaku juga sebagai jaminan terhadap bunga dari
jumlah pokok untuk tahun yang berjalan, beserta dua tahun sebelumnya. (KUHPerd. 1184; KUHD
315c, 316b, 317b, 319, 750.)
Pasal 315b.
Kreditur yang piutangnya dijamin dengan hipotek, dapat menuntut haknya atas kapal itu atau
sahamnya atas kapal, di tangan siapa pun kapal itu berada. (KUHPerd. 1198 dst.; KUHD 315c,
316, 319, 750.)
Pasal 315c.
Terhadap hipotek kapal, sekedar hal ini dimungkinkan oleh sifat barang jaminan itu, dilakukan
penerapan yang sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal-pasal
1168, 1169, 1171 alinea ketiga dan keempat, 1175, 1176 alinea kedua, 1177, 1178, 1180, 1186,
1187, 1189, 1190, 1193-1197, 1199-1205, 1207-1219, 1224-1227 tentang hipotek. (Ov. 24 dst.,
31 dst., 34, 37 dst.; S. 1933-48 jo. S. 1938-2.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1185 berlaku juga baik terhadap soal penyewaan
maupun terhadap soal pencarteran menurut waktu dari kapal yang dihipotekkan. Bila kapal itu
dipertanggungkan terhadap kebakaran atau terhadap bahaya lain, maka di samping itu berlaku
juga Kitab Undang-undang Hukum Dagang pasal 297 dan pasal 298. (KUHD 319, 750.)
Pasal 315d.

Page 60 of 157

Bila sebuah kapal karena lain daripada sita-lelang tidak lagi sebagai kapal Indonesia, tagihan
hipoteknya menjadi dapat ditagih, bila hal itu belum demikian adanya. Tagihan itu tetap dapat
ditagih atas kapal itu, sampai telah lunas, dengan mendahulukan tagihan kemudian, meskipun
hal itu didaftar di luar Indonesia. (KUHPerd. 1268, 1271; KUHD 315e, 316 dst., 316e, 319, 750;
Zeebr. 2.)
Pasal 315e.
Dalam hal sita-lelang di luar Indonesia terhadap kapal yang didaftarkan dalam register kapal,
maka kapal itu tidak dibebaskan dari hipotek yang membebaninya berdasarkan pasal sebelum ini,
kecuali bila para kreditur telah dipanggil sendiri untuk melakukan hak mereka terhadap hasil
lelang itu dan juga dengan nyata memberi kesempatan untuk itu.
Hipotek atas saham tetap berlaku setelah pengalihan atau pembagian kapalnya. (KUHD 319,
750.)
Pasal 316.

(s.d.u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Piutang yang diberi hak mendahului atas kapal, dengan

tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 318, adalah:


10. biaya sita-lelang; (KUHD 316b.)
20. tagihan nakhoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari perjanjian perburuhan, selama
mereka bekerja dalam dinas kapal itu; (KUHD 395 dst., 399-401, 409, 412, 415, 416-416c,
421-424, 430, 452c, 452e, 452f.)
30. upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan, dan biaya pelayaran lainlain; (KUHD 316a 4.)
0
4 . tagihan karena penubrukan. (KUHD 543, 536 dst.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1139 tidak berlaku terhadap kapal. (KUHD 316a
dst., 319, 750.)

Pasal 316a.
Tingkat piutang yang mempunyai hak mendahului ditentukan oleh nomor, yang menyebutkan
piutang itu, dalam pasal sebelum ini.
Piutang dengan satu nomor yang sama mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut
perimbangan, kecuali piutang untuk upah pertolongan, yang darinya didahulukan yang lebih baru
daripada yang lebih lama. (KUHPerd. 1136.) Piutang yang mempunyai hak mendahului
didahulukan daripada hipotek. (KUHPerd. 11340.)
Hak mendahului tersebut dalam nomor 31 pasal yang lain, gugur, bila kapalnya memulai
perjalanan baru. (KUHD 319, 750.)
Pasal 316b.
Piutang dengan hak mendahului meliputi bunga dan biaya-biaya berdasarkan undang-undang,
sekedar ini belum termasuk dalam nomor 1 1 pasal 316. (KUHPerd. 1250; KUHD 319, 750.)
Pasal 316c.
Piutang yang mempunyai hak mendahului atas kapal, juga berhak mendahului tagihan yang
timbul dari penisahaan kapal, seperti tagihan untuk pembayaran muatan dan biaya angkutan,
upah pertolongan, bila kapalnya untuk dinas penyimpanan, upah pemanduan, bila kapal itu
digunakan untuk dinas pemanduan. (KUHD 309, 316d, 318, 319, 750.)
Pasal 316d.
Hak mendahului yang diuraikan dalam pasal 316 dan pasal 316c, meluas sampai ke penggantian
yang terutang karena kerusakan atau kehilangan kapalnya atau karena kehilangan sebagian atau
seluruhnya dari salah satu tagihan yang disebut dalam pasal 316c.
Hak mendahului tidak meluas sampai ke tagihan dari perjanjian pertanggungan. (KUHD 316e,
318, 319, 750.)

Page 61 of 157

Pasal 316e.
Kreditur yang piutangnya bersifat mendahului dapat menuntut haknya atas kapal atau saham
kapal, di tangan siapa pun itu berada dan atas tagihan yang disebut dalam pasal 316c dan pasal
316d, juga setelah pengalihan atau penggadaiannya kepada pihak ketiga. (KUHPerd. 1198 dst.;
KUHD 318, 319, 750.)
Pasal 317.
Piutang yang berhak mendahului atas muatan adalah:
10. biaya sita-lelang;
20. tagihan pembayaran upah pertolongan dan kerugian laut umum;
30. tagihan dari perjanjian pengangkutan.
Piutang ini mendahului piutang yang disebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal
1139. (KUHD 317a 2.)
Pada kapal nelayan laut, dimasukkan juga dalam arti muatan, hasil penangkapan ikan yang ada
di atas kapal. (KUHD 319, 750.)
Pasal 317a.
Urutan tingkat piutang yang berhak mendahului ditentukan oleh nomor yang menyebutkan
piutang itu dalam pasal sebelum ini.
Dari piutang yang tersebut dalam nomor 21 pasal di atas, yang lebih baru didahulukan terhadap
yang lebih lama. (KUHD 319, 750.)
Pasal 317b.
Piutang yang berhak mendahului itu meliputi bunga dan biaya berdasarkan undang-undang,
sekedar ini belum termasuk dalam nomor 11 pasal 317.
Hak mendahuluinya meluas sampai ke penggantian yang terutang karena kerusakan atau
kehilangan bagian dari muatan.
Hak mendahului tidak meluas sampai ke tagihan yang timbul dari perjanjian pertanggungan.
(KUHPerd. 1250; KUHD 319, 750.)
Pasal 318.
Tagihan mengenai kapal atau mengenai perusahaan kapal atau berdasarkan tanggungjawab
pengusaha perkapalan yang diuraikan dalam pasal 321, setelah piutang yang berhak mendahului
yang disebut dalam pasal 316, dan setelah tagihan hipotek, berhak mendahului terhadap kapal
itu dan penggantian yang disebut dalam pasal 316d di atas semua tagihan karena hal lain.
Tagihan itu mempunyai tingkat yang sama dan dibayar menurut perimbangan. Pasal 316c dan
pasal 316e tidak berlaku terhadap tagihan ini. (KUHD 318a, 319, 750.)
Pasal 318a.
Piutang dan tagihan yang disebut dalam pasal 316 dan pasal 318 dapat ditagih dengan hak
mendahului atas kapalnya, juga bila hal itu merupakan akibat dari pemakaian kapal untuk
pelayaran di laut oleh orang lain daripada pemiliknya, kecuali bila orang yang menggunakan
kapal, untuk itu tidak berwenang terhadap pemilik dan kreditur itu tidak beritikad baik. (KUHD
319, 320 dst., 750.)
Pasal 318b.
Bila pembagian lewat pengadilan dari hasil sebuah kapal asing terjadi di Indonesia, maka biaya
sita-lelang, upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan serta biaya
pelayaran lain, bagaimanapun ditempatkan di tingkat yang diberikan kepada itu semua oleh pasal
316. (KUHD 319, 750; Rv. 756.)
Pasal 319.

Page 62 of 157

Ketentuan pasal-pasal 311-318b tidak berlaku terhadap kapal-kapal yang dimiliki oleh Negara
atau badan resmi, yang diperuntukkan bagi dinas umum. (KUHD 750.)
BABII.
PENGUSAHA-PENGUSAHA KAPAL
DAN PENGUSAHA-PENGUSAHA PERKAPALAN.
Pasal 320.
Pengusaha kapal adalah orang yang menggunakan kapal untuk pelayaran di laut dan untuk itu
dikemudika:nnya sendiri atau menyuruh seorang nakhoda, yang bekerja padanya. (KUHD 309
dst., 323, 341, 453, 75 1; KUHPerd. 806, 813.)
Pasal 321.
Pengusaha kapal terikat oleh perbuatan hukum, yang dilakukan oleh mereka yang bekerja tetap
atau sementara pada kapal itu, dalam jabatan mereka, dalam lingkungan wewenang mereka.
Ia bertanggung jawab untuk kerugian yang didatangkan kepada pihak ketiga oleh perbuatan
melawan hukum dari mereka yang bekerja tetap atau sementara pada kapal itu atau bekerja di
kapal untuk keperluan kapal itu atau muatannya, dalam jabatan mereka atau dalam pelaksanaan
pekefjaan mereka. (KUHPerd. 1233, 1367; KUHD 318, 322, 326, 331, 342, 344, 358a3, 360-363,
365, 373, 397, 474, 525, 539, 541, 751.)
Pasal 322.
Mereka yang sebelum penyewaan atau peminjaman sebuah kapal terdaftar dalam register kapal,
atas dasar ketentuan dalam alinea pertama pasal di atas memperoleh suatu tagihan terhadap
penyewa atau peminjam, dapat juga menggugat pemilik kapal, kecuali bila pada waktu timbul
tagihan mereka, mereka tahu tentang penyewaan atau peminiaman itu.
Pemilik kapal dapat menuntut penyewa atau peminjam atas pembayaran tersebut di atas.
(KUHPerd. 1548, 1740; KUHD 314, 751.)
Pasal 323.

(s.d.u. dg. S. 1938-1 jo. 2.) Bila sebuah kapal dimiliki oleh beberapa orang yang atas dasar lain
daripada perjanjian perseroan seperti yang dimaksud Buku Kesatu Bab III, mempergunakannya
atas beban bersama untuk pelayaran di laut, maka antara mereka terdapat sebuah perusahaan
perkapalan. (KUHPerd. 514, 1618; KUHD 324 dst.)

Pasal 324.
Keanggotaan pada perusahaan perkapalan beralih seluruhnya atau sebagian oleh pengalihan hak
milik seluruhnya atau sebagian saham kapal. (KUHPerd. 514, 1641; KUHD 313, 323, 333.)
Pasal 325.
Perusahaan perkapalan tidak bubar oleh kepailitan atau meninggalnya salah seorang anggota,
penempatan anggota tersebut dalam suatu lembaga karena penyakit jiwa atau di bawah
pengampuan. (KUHPerd. 433 dst., 1646; KUHD 333, 335, 340e; F. 19, 22 dst., 34, 55, 60-62; Kr.
10 dst., 22 dst., 37.)
Keanggotaan dalam perusahaan perkapalan tidak dapat dimohonkan pemberhentiannya;
demikian pula seorang anggota tidak dapat dinyatakan hilang keanggotaannya pada perusahaan
perkapalan.
Pasal 326.
Anggota perusahaan perkapalan bertanggung jawab untuk perikatan perusahaannya, masingmasing menurut perimbangan sahamnya dalam kapal itu. (KUHD 18, 321, 323 dst., 333, 340.)

Page 63 of 157

Pasal 327.
Dalam perusahaan perkapalan dapat diangkat seorang pemegang buku.
Sebuah perseroan dapat diangkat menjadi pemegang buku. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD 15 dst.,
36 dst., 323, 329, 331 dst., 333, 334; Tbs. 19'.)
Pasal 328.
Bila pemegang buku adalah anggota perusahaan perkapalan, maka bila perusahaan mengakwri
hubungan kerjanya, ia mempunyai hak untuk menuntut, bahwa sahamnya diambil-alih oleh
perusahaan dengan harga sedemikian yang dianggap pantas oleh para ahli, kecuali bila
perusahaan mengakhiri hubungan kerja tersebut karena alasan yang mendesak.
Pemegang buku mempunyai hak yang sama, bila pengakhiran hubungan kerja dilakukan olehnya
atas dasar alasan yang mendesak, yang diberikan padanya karena kesengajaan atau kesalahan
perusahaan. (KUHPerd. 1603e dst., 1603o dan p; KUHD 329, 333.)
Pasal 329.
Pengangkatan dan penghentian pemegang buku tidak dapat dikemukakan sebagai alasan kepada
pihak ketiga, selama belum terjadi pencatatan tentang hal ini dalam register kapal, kecuali bila
mereka mengetahui lial ini. (KUHD 314, 327 dst., 333; Tbs. 7.)
Pasal 330.
Bila dari register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau orang yang
menurut register diangkat untuk itu telah meninggal, dimasukkan ke suatu lembaga karena sakit
jiwa, ditempatkan dalam pengampuan, dinyatakan pailit atau tidak bertempat tinggal di
Indonesia, maka perusahaan perkapalan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan, diwakili
dan untuknya dapat dilakukan perbuatan oleh seorang atau lebih dari anggota-anggotanya,
asalkan sendiri-sendiri atau bersama-sama merupakan pemilik kapal itu untuk lebih dari separuh
bagian.
Bila dari register kapal tidak ternyata tentang pengangkatan pemegang buku atau bila salah satu
keadaan termaksud dalam alinea pertama terjadi, maka perusahaan perkapalan tersebut
berdasarkan hukum berdomisili di kantor penyimpanan register kapal pusat untuk pendaftaran
kapal. (KUHPerd. 17 dst., 433 dst.; KUHD 314, 323, 327, 333; Kr. 10 dst., 22 dst., 37; Tbs. 7.)
Pasal 331.
Pemegang buku berwenang untuk bertindak dengan pihak ketiga untuk perusahaan
perkapalannya dan mewakilinya baik di dalam maupun di luar pengadilan dalam segala hal yang
dibawa oleh kebiasaan kapal itu menurut penetapan tujuannya.
Pembatasan wewenang pemegang buku hanya dapat dikemukakan sebagai alasan kepada pihak
ketiga, bila hal itu diketahui oleh fihak tersebut. (KUHD 323, 327 dst., 329, 332 dst., 338 dst.,
340a-d; Tbs. 7.)
Pasal 332.
Keputusan hakim yang diperoleh terhadap perusahaan perkapalan atau pemegang buku dalam
jabatannya, dapat dilaksanakan terhadap harta bersama dari anggota-anggota perusahaan kapal
itu. (KUHD 323, 327, 333, 361.)
Pasal 333.
Dari ketentuan pasal -pasal 324-332 tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB.
23.)
Pasal 334.
Semua keputusan mengenai urusan perusahaan perkapalan diambil dengan suara terbanyak dari
anggota perusahaan perkapalan itu.

Page 64 of 157

Saham yang terkecil memberi hak satu suara, saham yang lebih besar sekian suara menurut
jumlah perkaliannya, sehingga dalam saham ini termasuk yang terkecil.
Keputusan tentang pengangkatan pemegang buku, yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
bukan anggota perusahaan perkapalan, bukan warga negara Indonesia, bukan juga perseroan
yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang ini pasal 311 disamakan dengan warga negara
Indonesia, menyangkut hal penualan kapal dengan cara lain daripada penjualan di depan umum
dan pembubaran perusahaan perkapalan selama berlangsungnya suatu pencarteran atau
perjalanan yang dilakukan, membutuhkan kebulatan suara. (KUHPerd. 14 dst.; KUHD 313, 327,
330, 335, 337, 340d dan g, 452 dst.; Zeebr. 2.)
Pasal 335.
Bila kemacetan pengambilan suara mengakibatkan penggunaan kapal terhalang, atas
permohonan salah seorang atau beberapa anggota perusahaan perkapalan, dan setelah
mendengar atau memanggil semua anggota selayaknya, hakim dapat memerintahkan penjualan
kapal di depan umum. (KUHD 321, 334, 340e.)
Pasal 336.
Setiap anggota perusahaan perkapalan wajib menanggung pengeluaran perusahaan tersebut
menurut perimbangan sahamnya. (KUHD 326, 340.)
Pasal 337.
Bila telah diputuskan untuk mengadakan perbaikan kapal, kecuali selama melaksanakan
perjalanan, atau mengadakan perjalanan baru, maka setiap anggota perusahaan perkapalan
yang tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan dapat mengharapkan, bahwa mereka yang
telah ikut serta menyetujui dalam pengambilan keputusan itu, mengambil alih sahamnya dengan
harga menurut taksiran para ahli pada saat ia mengharap pengambilalihan itu.
Ia harus memberitahukan harapannya untuk pengambilalihan kepada pemegang buku atau bila
tidak ada pemegang buku, kepada mereka yang telah memberi suara setuju, dalam satu bulan,
setelah keputusan itu diberitahukan kepadanya
Oleh masing-masing dari mereka yang wajib mengambil alih, diperoleh sebagian dari saham
yang dialihkan seimbang dengan sahamnya dalam kapal itu. (KUHD 323, 327 dst., 334, 338 2,
362.)
Pasal 338.
Terhadap perusahaan perkapalan, pemegang buku itu senantiasa wajib untuk bertindak sesuai
dengan ketentuan tentang pengangkatan dan perintah yang diberikan kepadanya berdasarkan
pengangkatan itu.
Sebelum memulai perialanan baru, perbaikan luar biasa atau pertanggungan kapalnya, atau
pengangkatan atau penghentian nakhodanya, ia meminta keputusan terlebih dahulu dati
perusahaan perkapalan itu, kecuali bila hal itu diperjanjikan lain.
Selebihnya itu wewenangnya, juga dalam hubungannya dengan perusahaan perkapalan, dinilai
menurut ketentuan dalam pasal 331 alinea pertama. (KUHPerd. 1792 dst.; KUHD 323, 327 dst.,
337, 339, 34le, 362, 364, 395 dst., 408, 411, 592 dst.)
Pasal 339.
Pemegang buku harus mengurus kepentingan perusahaan perkapalan seperti layaknya seorang
pengusaha perkapalan yang baik mengurus kepentingannya. Ia harus menunaikan kewajibannya
yang dibebankan oleh undang-undang kepada pengusaha perkapalan.
Ia bertanggung jawab terhadap para anggota perusahaan perkapalan untuk kerugian yang
diderita karena kesengajaan atau kesalahannya. (KUHPerd. 1800 dst.; KUHD 327, 331, 338.)
Pasal 340.

Page 65 of 157

Para anggota perusahaan perkapalan membagi keuntungan atau kerugian menurut perimbangan
saham mereka dalam kapal itu. (KUHPerd. 1633; KUHD 323, 326, 336.)
Pasal 340a.
Pemegang buku memberitahukan kepada setiap anggota atas keinginannya, segala urusan
mengenai perusahaan perkapalan dan memperlihatkan semua buku, surat dan tulisan yang
bersangkut-paut dengan pengurusannya. (KUHPerd. 1802; KUHD 6, 12.)
Pasal 340b.
Pemegang buku wajib setiap kali menurut kebiasaan, tetapi setidak-tidaknya setelah lewat 1
tahun, memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban kepada para anggota perusahaan
perkapalan tentang pengurusannya, dengan menunukkan segala surat bukti yang berkenaan
dengan itu, dan memberikan kepada mereka masing-masing apa yang menjadi hak mereka.
Tuntutan hukum untuk menyelenggarakan perhitungan dan pertanggungjawaban ini kedaluwarsa
dengan lampaunya waktu 10 tahun setelah berakhirnya jangka waktu perhitungan dan
pertanggungjawaban itu harus dilakukan. (KUHPerd. 1802, 1805, 1967; KUHD 323, 340c dst.,
364; Rv. 764 dst.)
Pasal 340c.
Setiap anggota perusahaan perkapalan wajib memeriksa dan menutup perhitungan dan
pertanggung-jawaban pemegang buku dan membayarkan bagian dari jumlah yang ternyata yang
harus dibayar kepada pemegang buku itu. (KUHPerd. 1807 dst.; KUHD 323, 340b, d; Rv. 775.)
Pasal 340d.
Pembenaran perhitungan dan pertanggung-jawaban oleh jumlah terbanyak anggota perusahaan
perkapalan hanya mengikat mereka yang melakukan hal itu, tetapi hal itu juga mengikat sesama
pengusaha perkapalan yang tidak membenarkan perhitungan dan pertanggung-jawaban itu, bila
ia lalai untuk membantah perhitungan dan pertanggung-jawaban itu di depan pengadilan dalam
3 tahun, setelah ia dapat mengetahuinya, dan setelah pembenaran tersebut disetujui oleh jumlah
terbanyak anggota dan diberitahukan secara tertulis kepadanya. (KUHD 323, 334, 337, 340b
dst.)
Pasal 340e.
Bila diputuskan untuk membubarkan perusahaan perkapalan, maka kapalnya harus dijual.
Keputusan atau perintah yang diberikan menurut pasal 335, untuk menjual kapal tersebut adalah
sama dengan keputusan untuk membubarkan perusahaan perkapalan itu. (KUHPerd. 1457 dst.;
KUHD 323, 325, 334, 362.)
Pasal 340f.
Setelah keputusan pembubaran, perusahaan perkapalan masih tetap berdiri, selama hal ini
dibutuhkan untuk pemberesannya. Pemegang bukunya, bila ini ada, ditugaskan untuk
pemberesan itu. (KUHD 32, 56, 323, 327.)
340g.

Dihapus dg. S. 1938-1 jo. 2.


BAB III.
NAKHODA, ANAK BUAH KAPAL DAN PENUMPANG.

Anotasi:

Dg. S. 1934-214 jis. S. 1938-1 dan 2, yang mulai berlaku 1 April 1938, Buku Kedua Bab III dan
IV diganti dengan bab-bab baru di mana ketentuan-ketentuan di dalamnya sedapat mungkin

Page 66 of 157

disesuaikan dengan undang-undang (wet) 14 Juni 1930. (N.S. 1930-240). Bab III tersebut di
atas berlaku bagi orang-orang Indonesia berdasarkan S. 1933-49 jis. S. 1934-214, S. 1938-2.
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 341.
Nakhoda ialah orang yang memimpin kapal. (KUHD 341d, 342 dst., 397, 399, 408 dst., 427 dst.)
Anak buah kapal (ABK) adalah mereka yang terdapat pada daftar anak buah kapal (monsterrol).
(KUHD 375, 395, 401, 413, 434.)
Perwira kapal adalah anak buah kapal yang oleh daftar anak buah kapal diberi pangkat perwira.
(KUHD 376.)
Pembantu anak buah kapal adalah semua anak buah kapal selebihnya. (KUHD 388, 393, 400.)
Penumpang yang diartikan dalam Kitab Undang-undang ini ialah mereka semua yang berada di
kapal kecuali nakhkodanya. (KUHD 393 dst.)
Terhadap kuli muatan dan para pekerja yang melakukan pekerjaan di kapal, yang menurut
sifatnya hanyalah sementara, berlaku peraturan dalam bab ini yang berlaku untuk anak buah
kapal, kecuali bila ternyata sebaliknya. (KUHD 382.)
Pasal 341a.
Bila pengusaha kapal tidak mengatur hubungan antara perwira kapal yang satu terhadap yang
lain, antara anak buah kapal yang satu terhadap yang lain dan antara perwira kapal dan anak
buah kapal, nakhoda mengambil keputusan tentang hal itu. (KUHD 376, 393, 395, 397, 413 dst.,
428, 434 dst.)
Pasal 341b.
Ketentuan-ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 100 m3
bila kapal dilengkapi dengan alat penggerak mekanis, dan yang isi kotornya kurang dari 300 m6
bila hal itu tidak demikian.
Ketentuan-ketentuan bab ini juga tidak berlaku bila sebuah kapal semata-mata berlayar untuk
pelayaran percobaan. (KUHD 407.)
(s.d.u. dg. S. 1938-1.) Namun pasal 373a berlaku terhadap semua kapal tanpa memandang
besarnya atau penggunaannya.
Bagian 2.
Nakhoda.
341c.

Dihapus dg. S. 1938-1, 2.

Pasal 34ld.
Bila nakhoda berhalangan, atau bila ia ada dalam keadaan tidak mungkin untuk memimpin
kapalnya, maka selaku nakhoda bertindaklah mualim pertama; dalam hal mualim pertama juga
tidak hadir atau berhalangan, bila di kapal ada seorang mualim atau lebih, yang berwenang
untuk bertindak sebagai nakhoda, yang lebih tinggi dalam pangkat, kemudian dari mualimmualim selebihnya yang lebih tinggi dalam pangkat, dan bila merekajuga tidak hadir atau
terhalang, orang yang ditunjuk oleh dewan kapal. (KUHD 341a, 345, 376.)
Pasal 341e.
Pengusaha kapal berwenang untuk setiap waktu mencabut kekuasaan nakhoda atas kapalnya.
(KUHD 411.)

Page 67 of 157

Pasal 342.
Nakhoda wajib bertindak dengan kepandaian, ketelitian dan dengan kebijaksanaan yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. (KUHD 373.)
Ia bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan olehnya pada orang lain karena
kesengajaannya atau kesalahannya yang besar. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 91 dst., 318, 321,
343 dst., 358a3, 359 dst., 371, 707.)
Pasal 343.
Nakhoda wajib menaati dengan seksama peraturan yang lazim dan ketentuan yang ada untuk
menjamin kesanggupan berlayar dan keamanan kapal, keamanan para penumpang dan
pengangkutan muatannya.
Ia tidak akan melakukan perjalanannya, kecuali bila kapalnya untuk melaksanakan itu memenuhi
syarat, dilengkapi sepantasnya dan diberi anak buah kapal secukupnya. (KUHD 341, 344 dst.,
367 dst., 371, 431.)
Pasal 344.
Nakhoda wajib menggunakan pandu, di mana pun bila peraturan perundang-undangan,
kebiasaan atau kewaspadaan mengharuskannya. (KUHD 316-1 sub 30, 345, 539; Loodsdienstord.
4, S. 1927-62; S. 1927-63.)
Pasal 345.
Nakhoda tidak boleh meninggalkan kapalnya selama pelayaran atau bila ada bahaya
mengancam, kecuali bila ketidakhadirannya mutlak perlu atau dipaksa untuk itu oleh ikhtiar
penyelamatan diri. (KUHD 341d; KUHP 468.)
Pasal 346.
Nakhoda wajib mengurus barang yang ads di kapal milik penumpang yang meninggal selama
perjalanan, di hadapan dua orang penumpang membuat uraian secukupnya mengenai hal itu
atau menyuruh membuatnya, yang ditanda-tangani olehnya dan oleh dua orang penumpang
tersebut. (KUHPerd. 947; KUHD 341, 393 dst.)
Pasal 347.
Nakhoda harus dilengkapi di kapal dengan: (KUHD 432.) surat laut atau pas kapal, surat ukur
dan petikan dari register kapal yang memuat semua pembukuan yang berkenaan dengan kapal
sampai hari keberangkatan terakhir dari pelabuhan Indonesia. (Z. en S. besl. 3 dst.; Z. en S. ord.
2, 16; Z. en S. verord. 2; S. 1927-210 pasal 3; S. 1927-212 pasal 32 dst.; Tbs. 8.) daftar anak
buah kapal, manifes muatan, carter partai dan konosemen, ataupun salinan surat itu; (KUHD 375
dst., 454, 506 dst.; KUHP 560.)
Peraturan perundang-undangan dan reglemen yang berlaku di Indonesia terhadap perjalanan,
dan segala surat lain yang diperlukan. (KUHP 561.)
Terhadap carter partai dan konosemen, kewajiban ini tidak berlaku dalam keadaan yang
ditetapkan oleh Kepala Departemen Marine. (KUHD 348, 352a, 374, 478.)
Pasal 348.
Nakhoda berusaha agar di kapal diselenggarakan buku harian kapal (register harian atau jurnal),
di mana semua hal yang penting yang terjadi dalam perjalanan dicatat dengan teliti.
Nakhoda sebuah kapal yang digerakkan secara mekanis, di samping itu harus berusaha agar oleh
seorang personil kamar mesin diselenggarakan buku harian mesin. (KUHD 6, 349 dst., 352a, 356,
374; KUHP 466, 561, 562-1 sub 10.)
Pasal 349.
Di kapal Indonesia hanya diperbolehkan menggunakan buku harian yang lembar demi lembar
diberi nomor dan diberi tanda pengesahan oleh pegawai pendaftaran anak buah kapal atau di

Page 68 of 157

luar Indonesia oleh pegawai konsulat Indonesia, yang lembar demi lembar diberi nomor dan
disahkan. (KUHD 311, 348, 353, 374.)
Buku harian itu bila mungkin diisi setiap hari, diberi tanggal dan ditandatangan oleh nakhoda dan
anak buah kapal yang ditugaskan olehnya untuk memelihara buku itu. (KUHD 350-352, 356,
3852; KUHP 466, 562-1 sub 10.)
Lain daripada itu tatanan buku harian itu diatur oleh atau atas nama Kepala Departemen Marine.
(S. 1938-4.)
Pasal 350.
Nakhoda dan pengusaha kapal wajib memberikan kesempatan kepada orang-orang yang
berkepentingan atas permintaan mereka untuk melihat buku harian, dan dengan pembayaran
biayanya memberikan salinannya. (KUHPerd. 1885; KUHD 12, 320 dst., 339, 3412 , 348 dst., 374;
KUHP 561-1 sub 40.)
Pasal 351.
Bila nakhoda telah mengadakan pembicaraan mengenai urusan penting dengan para anak buah
kapal, maka nasihat yang diberikan kepadanya disebutkan dalam buku harian. (KUHD 348, 3492 ,
374; KUHP 561 -1 sub 10.)
Pasal 352.
Nakhoda wajib dalam 48 jam setelah tibanya di pelabuhan darurat atau di pelabuhan tujuan
akhir, menunukkan atau menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian kepada
pegawai pendaftaran anak buah kapal, dan minta agar buku itu ditandatangani oleh pegawai
tersebut sebagai tanda telah dilihatnya. (S. 1938-4.)
Menyimpang dari yang ditentukan pada alinea pertama, dapat ditentukan oleh atau atas nama
Kepala Departemen Marine, bahwa dalam hal tertentu nakhoda harus menunjukkan atau
menyuruh menunjukkan buku harian kapal atau buku harian pada saat yang tetap di pelabuhan
tertentu yang ditunjuk untuk itu.
Nakhoda di luar wilayah Indonesia wajib menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila
pegawai demikian tidak ada, kepada pejabat yang berwenang. (KUHD 341, 341d, 348 dst., 353
dst., 356, 374; S. 1927-33; Schepenord. 15 dst., 23; S. 1927-34; Schepenbesl. 124, 126 dst.;
Cons. 2 dst.; S. 1923-15; Reedenregl. 7 dst., 11; S. 1938-4.)
Pasal 352a.
Di kapal harus ada register hukuman yang lembar demi lembar diparaf oleh pegawai pendaftaran
anak buah kapal. (S. 1938-4.)
Dalam register ini dilakukan pencatatan yang dimaksud dalam pasal 390, sedangkan di dalamnya
juga diselenggarakan pencatatan semua kejahatan yang dilakukan di lautan bebas di atas kapal
itu. (KUHP 562-1 sub 20.)
Atas permintaan atau atas nama nakhoda, pegawai pendaftaran anak buah kapal membubuhkan
pada register hukuman yang ditunjukkan kepadanya tanda telah melihat yang ditandatangani
dan diberi tanggal olehnya. (KUHD 374.) 353. Setelah tiba di suatu pelabuhan, nakhoda dapat
menyuruh pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan kapal mengenai kejadian dalam
perjalanan. (KUHPerd. 1868 dst.; KUHD 354 dst., 452b; KUHP 451bis.)
Bila kapal itu atau muatannya mendapat kerusakan atau telah terjadi suatu peristiwa yang luar
biasa, maka nakhoda dalam 3 x 24 jam setelah tiba dalam suatu pelabuhan, di mana berada
seorang pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan kapal, wajib menyuruh membuat
setidak-tidaknya keterangan kapal sementara. Keterangan sementara harus disusul oleh
keterangan yang lengkap dalam 30 hari. (Schepenord. 15 dst., 23; Schepenbesl. 126 dst.)
Nakhoda di luar Indonesia harus menghadap pegawai konsulat Indonesia atau bila pegawai
demikian tidak ada, kepada pejabat yang berwenang. (Cons. 2 dst.)
Pegawai yang disebut dalam alinea pertama dan ketiga memberikan salinan keterangan kapal
dengan pembayaran biayanya, kepada siapa saja yang menginginkan.

Page 69 of 157

Oleh Kepala Departemen Marine ditunjuk pegawai yang berwenang untuk membuat keterangan
kapal, dan ditetapkan tarif biayanya. (S. 1938-4.)
Pasal 354.

(s.d.u.t. dg. S. 1934-214jo. S. 1935-77jo. 562 jo. S. 1938-2.) Dalam menghitung jangka waktu

berdasarkan undang-undang yang tersebut dalam alinea pertama pasal 352, dan alinea kedua
pasal 353, ikut terhitung hari Minggu dan hari yang disamakan dengan itu seperti dimaksud
dalam alinea kedua pasal 153 dan, di luar Indonesia tidak ikut terhitung hari raya berdasarkan
undang-undang yang berlaku di sana.
Pasal 355.
Para anak buah kapal yang ditunjuk oleh nakhoda pada waktu membuat keterangan kapal wajib
memberi bantuan dengan memberikan keterangan tentang pendapat mereka. (KUHD 341, 353,
452b; KUHP 451bis.)
Pasal 356.
Penilaian kekuatan pembuktian buku harian kapal dan keterangan kapal mengenai kejadian dari
perjalanan yang disebut di dalamnya, untuk tiap kejadian diserahkan kepada hakim. (KUHPerd.
1881, 1922; KUHD 7, 348.)
Dalam hal pembuktian dengan saksi mengenai kejadian dalam perjalanan terhadap mereka yang
selama perjalanan termasuk penumpang kapal itu, Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal
1910 alinea pertama dalam hal ini tidak berlaku, akan tetapi orang yang tersebut dalam pasal itu
dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian. (KUHPerd. 1909; KUHD 3415.)
Pasal 357.
Bila sangat diperlukan, demi keselainatan kapal atau muatannya, nakhoda berwenang untuk
melemparkan ke laut atau memakai habis periengkapan kapal dan bagian dari muatan. (KUHD
3093, 358, 391, 394 3 , 479, 519y, 699-21, 729 dst.; KUHP 471.)
Pasal 358.
Nakhoda dalam keadaan darurat selama perjalanan berwenang untuk mengambil dengan
membayar ganti rugi, bahan makanan yang ada pada para penumpang atau yang termasuk
muatan, untuk digunakan demi kepentingan semua orang yang ada di kapal. (KUHD 3415, 357,
533j.)
Pasal 358a.
Nakhoda wajib memberi pertolongan kepada orang-orang yang ada dalam bahaya, khususnya
bila kapalnya tertibat dalam tubrukan, kepada kapal lain yang terlibat dan orang-orang yang ada
di atasnya, dalam batas kemampuan nakhoda tersebut, tanpa mengakibatkan kapalnya sendiri
dan penumpangpenumpangnya tersebut ke dalam bahaya besar.
Di samping itu ia wajib, bila hal ini mungkin baginya, memberitahukan kepada kapal lain yang
terlibat dalam tubrukan itu, nama kapalnya, pelabuhan tempat kapal terdaftar, dan pelabuhan
tempat kedatangan dan tempat tujuannya.
Bila kewajiban ini tidak dipenuhi oleh nakhoda, hal ini tidak memberi kepadanya hak tagih
terhadap pengusaha kapal. (KUHD 320 dst., 341, 341d, 3422, 345, 370, 534 dst., 545 dst., 560
dst.; KUHP 478, 566; S. 1914-225.)
Pasal 358b.
Nakhoda kapal Indonesia yang bertujuan ke Indonesia, dan sedang berada di pelabuhan luar
Indonesia, wajib membawa ke Indonesia, pelaut-pelaut berkewarganegaraan Indonesia dan
penduduk Indonesia, yang berada di sana dan membutuhkan pertolongan, bila di kapal ada
tempat untuk mereka, atas keinginan pegawai konsulat atau jika tidak ada, pejabat setempat.

Page 70 of 157

Biaya untuk ini adalah atas beban Negara. Penetapan biaya itu dilakukan atas dasar yang
ditentukan oleh Kepala Departemen Marine.
Pasal 359.
Nakhoda mempunyai tugas penyusunan anak buah kapal dan segala hal yang berhubungan
dengan memuat dan membongkar kapal, termasuk di dalamnya pemungutan biaya angkutan,
bila dalam hal ini pengusaha kapal tidak menugaskan orang lain. (KUHD 321, 341, 3432 , 364,
375 dst., 386, 397, 441 dst:-, 470a, 480 dst., 491 dst., 505 dst., 571i-o, t, 518c, k-q, z, 519b, f, i,
j, 1-p, 520h-p, s, 524a, 530; KUHP 458, 567.)
Pasal 360.
Di tempat-tempat pengusaha kapal tidak diwakili dan ia sendiri dengan cara sederhana tidak
dapat mengambil tindakan yang perlu, maka nakhoda kapal berwenang untuk melengkapi
kapalnya dengan segala yang dibutuhkannya, dan melakukan hal yang biasanya diperlukan
dalam penggunaan kapal itu, sesuai dengan tujuan yang dimaksud oleh pengusaha kapal, atau
yang sangat diperlukan demi penyelamatan kapal itu.
Namun terhadap pihak ketiga yang dengan itikad baik telah melakukan perbuatan dengan
nakhoda itu, tidak dapat dilakukan bantahan dengan menggunakan ketidakberwenangannya
nakhoda atas dasar bahwa pengusaha kapal di tempat itu diwakili atau bahwa ia sendiri dengan
cara yang sederhana dapat mengambil tindakan yang diperlukan. (KUHPerd.: 1338; KUHD 321,
342, 361-365, 367 dst., 370 dst., 373, 743, 747.)
Pasal 361.
Di luar Indonesia dalam urusan-urusan yang menyangkut kapalnya, nakhoda dapat dipanggil ke
depan pengadilan, dan dapat bertindak sebagai penggugat untuk pengusaha kapal. Pengusaha
kapal setiap waktu dapat mengambil alih perkaranya.
Keputusan hakim terhadap nakhoda atas perbuatannya, dianggap terhadap pengusaha kapal.
Pemberitahuan oleh juru sita yang ditujukan pada pengusaha kapal, di luar Indonesia dapat
dilakukan di kapal. (KUHPerd.: 1354; KUHD 342 dst., 364, 371, 373,568a 2 ; Rv. 1 dst., 436.)
Pasal 362.
Nakhoda hanya berwenang untuk perbaikan luar biasa, membebani atau menjual kapalnya, bila
kapal itu berada di luar Indonesia dan ada kejadian yang merupakan keharusan mendesak serta
masuk akal yang menyebabkan, tidak mungkin untuk menunggu perintah pengusaha kapal atau
orang yang berwenang untuk bertindak atas namanya.
Penjualannya harus dilakukan di depan umum. (KUHPerd. 1139-40, 1354, 1471, 1796; KUHD 314
3 , 315d dan e, 321, 335, 3382 , 340e, 363 dst., 743, 747; KUHP 466; Venduregl. 1, 4, 10, 19
dst.)
Pasal 363.
Pembatasan wewenang nakhoda menurut undang-undang tidak berlaku terhadap pihak ketiga,
kecuali bila mereka mengetahuinya. (KUHPerd. 1340, 1815; KUHD 321, 342, 360 dst., 373.)
Pasal 364.
Terhadap pengusaha kapalnya, nakhoda selalu wajib bertindak sesuai dengan ketentuan
pengangkatannya dan perintah yang diberikan kepadanya atas dasar pengangkatan itu, asalkan
ketentuan dan perintah itu tidak bertentangan dengan kewajiban yang dibebankan oleh
peraturan perandang-undangan kepadanya sebagai pemimpin.
Ia harus terus-menerus memberitahukan kepada pengusaha kapalnya tentang segata sesuatu
mengenai kapal dan muatannya, dan minta perintahnya, sebelum mulai dengan tindakan
keuangan yang penting.

Page 71 of 157

Lain daripada itu ketentuan pada pasal-pasal 359-362 berlaku juga terhadap hubungannya
terhadap pengusaha kapal. (KUHPerd. 1338 dst., 1603 dst., 1800 dst.; KUHD 320 dst., 327 dst.,
342 dst., 365, 367, 369, 372 dst., 399, 408 dst., 427-433.)
Pasal 365.
Bila pada nakhoda di luar Indonesia tidak mempunyai dana untuk menutupi pengeluaran yang
perlu sekali untuk melanjutkan perjalanannya, dan ia tidak dapat memperolehnya dengan
mengeluarkan wesel atas pengusaha kapal ataupun dengan jalan lain, maka ia berwenang untuk
mengambil pinjaman uang dengan jaminan kapalnya atau, bila ia dalam hal itu tidak berhasil,
menggadaikan atau menjual sebagian dari muatannya ia wajib, bila sekiranya mungkin,
menjelaskan kepada pengusaha kapal dan mereka yang berkepentingan pada muatannya dan
menunggu perintah mereka, sebelum mulai melakukan salah satu dari tindakan itu.
Terhadap orang yang dengan itikad baik telah melakukan tindakan dengan nakhoda itu, tidak
dapat dilakukan bantahan dengan tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan di sini.
Penjualan itu harus dilakukan di depan umum atau pada bursa. (KUHPerd. 1150, 1338, 1383,
1471, 1754 dst., 1765; KUHD 100 dst., 314, 321, 342 dst., 360, 362, 366, 371, 699-90, 742 dst.,
747; KUHP 466; S. 1933-48; Verduregl. 1, 4, 10, 19 dst.)
Pasal 366.
Pengusaha kapal harus mempertanggung-jawabkan hasil penjualan barang itu kepada para
pemilik atau mengganti nilainya menurut nilai barang dengan macam dan sifat yang sama di
tempat dan pada waktu yang sama, di mana muatan selebihnya akan dibawa ke tujuan yang
sama, dikurangi dengan apa yang telah dihemat mengenai bea, biaya dan biaya muatan, bila
nilai tersebut setelah pengurangan demikian lebih tinggi daripada hasilnya. (KLJHD 365, 472,
699-201; Rv. 771 dst.)
Pasal 367.
Nakhoda yang mendengar, bahwa bendera yang dibawanya berlayar telah menjadi tidak bebas,
wajib memasuki pelabuhan tak memihak yang paling dekat di sekitarnya dan tetap berlabuh di
situ, sampai ia dapat berangkat secara aman atau telah menerima perintah yang pasti dari
pengusaha kapalnya untuk berangkat. (KUHD 364, 368 dst., 419-1 sub 31 jo. alinea kedua, 517s,
t, u, 520a, 533m, u, y; KUHP 469.)
Pasal 368.
Bila ternyata kepada nakhoda, bahwa pelabuhan yang ditentukan sebagai tujuan diblokir, maka
ia wajib memasuki pelabuhan yang terdekat di sekitarnya. (KUHD 367, 369, 517s, t, u.; KUHP
469.)
Pasal 369.
Bila kapal dipaksa masuk ke suatu pelabuhan, ditahan atau dihalangi, maka nakhoda wajib
menuntut kembali kapal dan muatannya dan untuk itu mengambil tindakan yang perlu ia segera
memberitahukan kejadian tersebut kepada pengusaha kapal dan pencarter kapal dan sedapatdapatnya bertindak setelah berunding dengan mereka dan menurut perintah mereka. (KUHD 367
dst., 371, 533m, u, y, 633, 699-120; KUHP 469.)
Pasal 370.
Nakhoda boleh menyimpang dari arah yang harus diikutinya untuk menyelamatkan jiwa manusia.
(KUHD 358a, 560.)
Pasal 371.
Nakhoda wajib menjaga kepentingan mereka yang berhak atas muatannya selama perjalanan,
untuk mengambil tindakan yang perlu untuk itu, dan bila perlu bertindak di depan pengadilan.

Page 72 of 157

Tentang segala kejadian yang menyangkut muatan harus segera diberitahukan kepada
pencarternya;iasedapat-dapatnya bertindak setelah berunding dan menurut perintah pencarter
tersebut.
Dalam keadaan yang sangat mendesak, ia berwenang untuk menjual muatannya, atau sebagian
darinya, atau untuk mengambil pinjaman uang dengan menjaminkan muatan, guna menutup
pengeluaran yang telah dilakukan untuk keperluan muatan itu. (KUHPerd. 1139-41, 1196 dst.,
1354-1357; KUHD 342, 361, 364 dst., 369, 518c, 519x, 533n.)
Pasal 371a.
Bila selama perjalanan di kapal terdapat orang yang tidak mempunyai karcis perjalanan yang
berlaku, dan tidak bersedia dan tidak mampu untuk membayar biaya angkutan pada teguran
pertama dari nakhoda, maka nakhoda mempunyai hak untuk menyuruh ia melakukan pekerjaan
di kapal yang mampu dikerjakannya, dan menurunkannya dari kapal pada kesempatan pertama.
(KUHD 341, 530, 533b, c, i, j, m, z; KUHP 472bis.)
Pasal 372.
Nakhoda tidak boleh mengangkut barang dalam kapal untuk bebannya sendiri, kecuali
berdasarkan perjanjian dengan pengusaha kapal atau izin darinya, dan bila kapalnya dicarter,
juga dari pencarter.
Bila dilakukan perbuatan yang bertentangan dengan larangan ini, maka untuk barang itu harus
dibayar biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat dipersyaratkan pada waktu
pemuatan untuk barang semacam itu dengan ketentuan tujuan yang sama, dan harus mengganti
kerugian yang terjadi di samping itu. (KUHPerd. 1246, 1365; KUHD 320, 341, 367, 364, 394,
399, 408 dst., 453, 466, 479, 491 dst., 518 a, i, 533, 651.)
Pasal 373.
Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 342 alinea kedua, nakhoda hanya terikat, bila ia
melampaui batas wewenangnya atau dengan tegas menerima suatu kewajiban pribadi. (KUHD
321, 358a, 361, 363.)
Pasal 373a.
Nakhoda yang dengan suatu cara telah bersikap tidak pantas terhadap kapal, muatan dan para
penumpang, dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat dicabut wewenangnya untuk
berlayar sebagai nakhoda kapal Indonesia, selama waktu tertentu yang tidak lebih dari 2 tahun.
(KUHD 411-l0, 30, 419-1 sub 60.)
Terhadap urusan ini tidak dapat diadakan pemeriksaan, kecuali atas pengaduan pengusaha kapal
atau dari seorang penumpang yang dimasukkan dalam tiga minggu setelah tibanya kapal di
tempat pertama yang disinggahi oleh kapal setelah terjadinya sikap yang tidak pantas. Di
Indonesia yang berlaku sebagai tempat demikian hanyalah tempat yang ada syahbandarnya, dan
di luar Indonesia hanya tempat yang ada pegawai konsulat Indonesia. Pengaduan itu harus
diteruskan kepada Kepala Departemen Marine (Komandan Angkatan Laut), harus disampaikan di
Indonesia: kepada syahbandar, di luar Indonesia: kepada pegawai konsulat, dan oleh Kepala
Departemen Marine, untuk pertimbangan sementara, diserahkan kepada Jaksa Agung Tentara.
(sudah disesuaikan dengan keadaan sekarang.)
Bila nasihat pegawai tersebut menolak, akan tetapi Kepala Departemen Marine menyetujui hal
itu, pengaduan itu tidak dikabulkan. Bila nasihat tersebut tidak menolak, atau bila Kepala
Departemen Marine tidak dapat menyetujui nasihat yang menolak itu, maka pengaduan itu oleh
pejabat yang tersebut terakhir untuk penyelenggaraan pemeriksaan dan pengambilan keputusan,
diteruskan kepada Mahkamah Pelayaran. (KUHD 341b; S. 1934-215.)
Pasal 374.
Pasal-pasal 347-452a tidak berlaku terhadap kapal yang isi kotornya kurang dari 500 m3. (KUHD
341b.)

Page 73 of 157

Di atas kapal ini harus ads surat laut atau pas kapal, petikan register kapal, bila kapal itu
terdaftar, daftar anak buah kapal dan peraturan perundang-undangan dan reglemen-reglemen
yang berlaku pada kapal ini. (S. 1935-492 pasal 3; Tbs. 8; KUHD 375 dst,)
Bagian 3.
Anak Buah Kapal.
Pasal 375.
Untuk tiap-tiap kapal, dibuat di hadapan pegawai yang diangkat oleh pengusaha yang
berwenang sebuah daftar tentang semua orang yang harus melakukan dinas anak buah kapal
yang disebut daftar anak buah kapal.
Dinas anak buah kapal adalah pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh mereka, yang diterima
untuk dinas di kapal kecuali pekerjaan nakhoda.
Dalam dinas anak buah kapal tidak dimasukkan segala pekerjaan kuli muatan dan pekerja yang
melakukan pekerjaan di kapal, yang bersifat sementara, dan dalam keadaan darurat dilakukan
oleh para penumpang selain anak buah kapal. (KUHD 341 dst., 376-378. 380, 382 dst., 395. 400
dst., 413 dst., 434 dst.; KUHP 560, 567.)
Pasal 376.
Daftar anak buah kapal dibuat rangkap dua, satu lembar diperuntukkan bagi pegawai pendaftar
anak buah kapal, lembar lainnya bagi nakhoda.
Daftar anak buah kapal itu menyebut selain nama para anak buah kapal dan dengan tidak
mengurangi hal yang diatur di lain tempat:
1. nama kapalnya;
2. nama pengusaha kapalnya dan nakhodanya;
3. jabatan tiap anak buah kapal yang akan melakukan dinasnya di atas kapal dan siapa dari
para anak buah kapal akan berpangkat perwira. (KUHD 341a, 377, 380, 383.)
Daftar itu ditandatangani oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai pendaftaran anak buah
kapal.
Daftar anak buah kapal itu bebas dari meterai. (KUHD 347, 378 dst.; KUHP 560; S. 1938-4.)
Pasal 377.
Bila terjadi pergantian nakhoda atau bila terjadi perubahan dalam susunan personil yang termuat
dalam daftar anak buah kapal atau perubahan dalam jabatan yang dipegang oleh seorang anak
buah kapal yang berdinas di kapal, maka lembaran daftar anak buah kapal yang diperuntukkan
bagi nakhoda, diubah sesuai dengan itu, di pelabuhan pertama di mana hal itu dapat dilakukan,
di hadapan pegawai pendaftaran anak buah kapal.
Perubahan itu diberi tanda pengesahan oleh atau atas nama nakhoda dan oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal. (KUHD 341a, 34le, 376-2 sub 31, 378; KUHP 560, 567.)
Pasal 378.
Bila seorang anak buah kapal harus dimasukkan dalam daftar anak buah kapal, oleh atau atas
nama nakhoda ditunjukkan salinan akta perjanjian kerja yang telah dibuat dengan anak buah
kapal itu yang sebelumnya harus diberi tanda pengesahan oleh pegawai pendaftaran anak buah
kapal.
Salinan perjanjian kerja dari seinua orang, yang melakukan dinas anak buah kapal, harus selalu
ada di kapal itu. (KUHD 34 12 , 399, 401.)
Ketentuan dalam pasal ini juga berlaku terhadap perjanjian kerja kolektif yang menjadi dasar
bagi satu perjanjian kerja atau, lebih yang diadakan dengan para anak buah kapal yang terdapat
dalam daftar anak buah kapal.
Pasal 379.

Page 74 of 157

Setiap anak buah kapal di kapal harus diberi kesempatan untuk melihat daftar anak buah kapal
dan perjanjian yang menyangkut dirinya. (KUHD 376, 399 dst., 413 dst.)
Pasal 380.
Dalam daftar anak buah kapal hanya boleh dimuat mereka, yang telah membuat perjanjian kerja
dengan pengusaha kapal atau dengan majikan lain, yang mewajibkan mereka untuk melakukan
dinas anak buah kapal di atas kapal atau yang dengan izin pengusaha atas beban sendiri di atas
kapal menjalankan perusahaan. (KUHD 375, 395 dst., 399-401, 413 dst.; KUHP 567.)
Pasal 381.
Pegawai pendaftaran anak buah kapal harus mempunyai register dari daftar anak buah kapal
yang dibuat di hadapan mereka. (KUHD 376 dst.)
Pasal 382.
Kuli muatan dan pekerja yang untuk sementara waktu melakukan pekerjaan di kapal, disebutkan
dalam daftar yang ditandatangani oleh nakhoda dan diberi tanda pengesaban oleh pegawai
pendaftaran anak buah kapal. (KUHD 3416, 375 3 , 383.)
Pasal 383.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 37 ia dan dalam alinea berikut dari pasal ini,
maka dinas anak buah kapal hanya boleh dilakukan oleh mereka yang termuat dalam daftar anak
buah kapal.
Dinas anak buah kapal boleh dilakukan oleh pekerja yang diterima dalam perjalanan. Akan tetapi
mereka harus mengadakan perjanjian kerja-laut dan dimasukkan dalam daftar anak buah kapal
di pelabuhan pertama di mana hal itu dapat dilakukan. (KUHD 3753, 382; KUHP 567.)
Pasal 384.
Selama anak buah kapal berada dalam dinas di kapal, ia wajib melaksanakan perintah nakhoda
dengan seksama. (KUHD 341 a, 3492 , 414, 442.)
Bila ia menganggap bahwa perintah ini melawan hukum, di pelabuhan pertama yang disinggahi
kapal itu, dan di tempat menurut perkiraan hal ini dapat dilakukan tanpa menghambat kapal, ia
dapat minta bantuan kepada syahbandar atau di luar Indonesia dari pegawai diplomatik atau
pegawai konsulat yang digaji, yang pertama dapat dicapai. (KUHD 386, 393, 397, 405.)
Pasal 385.
Tanpa izin nakhoda, anak buah kapal tidak boleh meninggalkan kapal. (KUHD 387, 388 2 , 389,
414.)
Bila nakhoda menolak memberikan izin, tnaka atas permintaan anak buah kapal itu, ia wajib
menyebut alasan penolakannya dalam buku harian, dan memberi ketegasan tertulis kepadanya
tentang penolakan ini dalam dua belas jam. (KUHD 348, 3492 , 405, 413.)
Pasal 386.
Nakhoda mempunyai kekuasaan disipliner atas anak buah kapal.
Untuk mempertahankan kekuasaan iniiadapat mengambil tindakan yang selayaknya diperlukan.
(KUHD 384, 387 dst., 393, 394a, 397, 405, 414, 442.)
Pasal 387.
Bila anak buah kapal meninggalkan kapal tanpa izin, kembali tidak tepat pada waktunya di kapal,
melakukan penolakan kerja, melakukan dinas tidak sempurna, mengambil sikap tidak pantas
terhadap nakhoda, terhadap anak buah kapal atau penumpang lain, dan mengganggu ketertiban,
nakhoda dapat mengenakan denda sebesar upah yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya
waktu dari setinggi-tingginya sepuluh hari, namun denda itu tidak boleh berjumlah lebih dari
sepertiga dari upah untuk seluruh masa perjalanan. Dalam masa sepuluh hari tidak boleh

Page 75 of 157

dikenakan denda yang keseluruhannya berjumlah lebih tinggi dari jumlah tertinggi tersebut.
(KUHD 403.)
Pengenaan denda dapat dilakukan dengan syarat.
Ketentuan tujuan denda harus dinyatakan dalam perjanjian kerjanya. Denda tidak boleh
menguntungkan baik nakhoda maupun pengusaha kapal.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601u tidak berlaku dalam hal ini. (KUHD 384, 386,
388-390, 393, 394a, 397, 405, 417.)
Pasal 388.
Di samping atau sebagai pengganti denda seperti dimaksud dalam pasal sebelum ini, nakhoda
dapat mengurung pembantu anak buah kapal satu sampai tiga hari dalam kamar atau
memasukkannya dalam penjara bila ia tidak mau bekerja, bersikap tidak pantas terhadapnya,
terhadap seorang anak buah kapal atau salah seorang penumpang lainnya, dan mengganggu
ketertiban.
Nakhoda dapat mengurung selama satu sampai tiga hari dalam kamar atau memasukkan dalam
penjara pembantu anak buah kapal yang telah satu kali dihukum karena meninggalkan kapal
tanpa izinnya, tidak kembali pada waktunya ke kapal atau tidak melaksanakan dinas dengan
sempurna, bila ia mengulanginya dalam masa satu perjalanan yang sama. (KUHD 341, 341a,
384, 386 dst., 390, 393, 397.)
Pasal 389.
Bila karena peristiwa yang dimaksud dalam pasal 387 nakhoda seketika menghentikan hubungan
dinas, maka karena peristiwa itu tidak dapat sekaligus juga memberi hukuman. (KUHD 405.)
Pasal 390.
Sebelum mengenakan hukuman nakhoda wajib mendengar yang bersangkutan dan dua saksi
dengan dihadiri sedapat mungkin oleh dua orang perwira kapal yang dalam daftar anak buah
kapal ditunjuk untuk itu.
Suatu hukuman tidak dapat dikenakan lebih cepat dari dua belas jam dan tidak lebih lambat dari
satu minggu setelah terjadi peristiwa, kecuali bila keadaan membuat penyimpangan menjadi
sangat diperlukan.
Tiap hukuman harus segera dicatat dalam register hukuman, dengan menyebutkan peristiwa
yang menyebabkan pengenaan hukuman dan tentang hari terjadinya hal itu, beserta hari
dikenakannya hukuman. Tiap pencatatan harus ditandatangani oleh nakhoda dan para perwira
kapal yang tersebut dalam alinea pertama. (KUHD 352a.)
Hukuman yang tidak dicatat dalam register dianggap dikenakan dengan tidak sah. (KUHPerd
1916, 1921 dst.)
Anak buah kapal dapat naik banding tentang penjatuhan hukuman itu di Jawa dan Madura pada
residentierechter (kini dapat disamakan dengan hakim karesidenan) yang di wilayah kapal berada
pada waktu permohonan banding diajukan, dan di luar Jawa dan Madura pada Kepala
Pemerintahan Daerah setempat. Permohonan banding tidak dapat lagi diterima, bila diajukan
setelah sembilan puluh hari setelah anak buah kapal dijatuhi hukuman dan berada untuk
pertama kali di pelabuhan Indonesia.
Residentierechter atau Kepala Pemerintahan Daerah setempat mempertahankan, meringankan
atau menghapuskan hukuman yang dijatuhkan. Pencatatan keputusan banding diurus oleh
nakhoda ke dalam register hukuman di samping hukuman yang dijatuhkan. Terhadap keputusan
itu tidak diperkenankan untuk mengadakan perlawanan atau upaya hukum lebih tinggi.
Ketetapan berdasarkan alinea yang lain pasal ini tidak diambil kecuali setelah mendengar atau
pemanggilan secukupnya pihak-pihak. Bila ketetapan itu mengenai denda, hal itu dapat diberikan
dalam bentuk seperti yang ditentukan dalam Reglemen Acara Perdata pasal 435. (KUHD 405.)
Pasal 391.

Page 76 of 157

Anak buah kapal tidak boleh membawa atau mempunyai minuman keras atau senjata di kapal
tanpa izin nakhoda.
Barang yang kedapatan di kapal yang bertentangan dengan ketentuan ini, dapat disita oleh
nakhoda dan dihancurkan atau doual untuk keperluan lembaga bagi para pelaut yang ditunjuk
oleh Kepala Dienst van Scheepvaart (kini dapat disamakan dengan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut), kecuali bila ketentuan undang-undang menentang hal ini.
Nakhoda mempunyai wewenang yang sama terhadap barang selundupan, barang larangan,
candu atau obat bius lainnya, yang dibawa oleh anak buah kapal atau ada padanya di kapal.
(KUHD 384, 386, 3920, 393, 3943, 397, 418-40)
Pasal 392.
Untuk pemakaian oleh para anak buah kapal, tidak boleh ada minuman keras di kapal melebihi
jumlah yang ditentukan oleh atau atas nama Kepala Departemen Marine. (S. 1938-4.)
Minuman keras yang berada di kapal dan bertentangan dengan ketentuan ini, yang didapati oleh
polisi atau pejabat bea dan cukai, dapat disita oleh mereka.
Minuman keras itu dapat dijual untuk keperluan lembaga yang dimaksud dalam pasal 391 alinea
kedua.
Bagian 4.
Penumpang.
Pasal 393.
Nakhoda mempunyai kekuasaan di kapal atas semua penumpang. Mereka wajib menaati perintah
yang diberikan oleh nakhoda untuk kepentingan keamanan atau untuk mempertahankan
ketertiban dan disiplin. (KUHD 3415, 341a, 343, 384, 386.)
Pasal 394.
Penumpang tidak boleh mengangkut barang di kapal atas beban sendiri, kecuali berdasarkan
perjanjian dengan pengusaha kapal atau izinnya, dan bila kapal itu dicarter, juga dari pencarter.
Bila dilakukan perbuatan yang bertentangan dengan ini, maka untuk barang itu harus dibayar
biaya angkutan tertinggi yang dipersyaratkan atau dapat dipersyaratkan untuk barang-barang
semacam itu dengan ketentuan tujuan yang sama pada waktu pemuatan, dan harus dibayar
ganti rugi yang terjadi di samping itu.
Bila barang tersebut berbahaya untuk barang lain atau untuk kapalnya ataupun dianggap sebagai
barang larangan, maka nakhoda berwenang menurunkan ke darat atau bila perlu
melemparkannya ke laut. (KUHPerd. 1246, 1365; KUHD 320, 341, 357, 400, 413 dst., 453, 466,
479, 491 dst., 518a dan i, 533.)
Pasal 394a.
Terhadap para penumpang yang melakukan kejahatan dalam kapal di luar perairan teritorial,
nakhoda wajib mengambil semua tindakan pencegahan yang diharuskan oleh sifat perkaranya;
bila perhubungan bebas mereka membahayakan, atau diharuskan oleh kepentingan penuntutan,
maka bila mungkin dengan berunding dengan dua orang perwira kapal yang dalam daftar anak
buah kapal ditunjuk, nakhoda dapat memasukkan mereka dalmn tahanan; ia mengumpulkan
bukti dari perbuatan yang telah dilakukannya, membuat laporan tentang keterangan saksi,
memuatkan tindakan yang telah diambil dalam register hukuman, dan memberitahukan kepada
pejabat yang diserahi tugas penuntutan dengan menunjukkan register hukuman dan bukti yang
dikumpulkan, bila ia tiba di pelabuhan Indonesia.
Bila nakhoda memasuki pelabuhan di luar Indonesia, pemberitahuan itu dilakukan olehnya
kepada komandan kapal perang Indonesia, sekiranya ads di sana, dan bila ini tidak ada kepada
konsul Indonesia, bila ini pun tidak ada, kepada pejabat setempat.

Page 77 of 157

Di situ nakhoda meminta nasihat para pejabat dan menetapkan tindakan, sehingga orang yang
telah melakukan kejahatan itu, dengan bukti yang dikumpulkan segera dan pasti dapat
discrahkan kepada hakim yang berwenang di Indonesia.
Tindakan pencegahan yang dimaksud dalam alinea pertama juga berlaku, bila seseorang dalam
perjalanan menjadi gila.
Tentang kejadian yang diatur dalam pasal ini disebutkanjuga dalam buku harian.
Meskipun nakhoda tidak wajib mempunyai register hukuman di kapal, ia berwenang untuk
mengambil tindakan yang disebut dalam pasal ini. Dalam hal itu bila kapalnya tiba di tempat
tujuannya di Indonesia, ia wajib segera memberitahukan hal itu dan kejahatan yang dilakukan di
kapal kepada pejabat bersangkutan yang ditugaskan dengan penuntutan kejahatan.
BAB IV.
PERJANJIAN KERJA-LAUT.
Bagian 1.
Perjanjian Kerja-Laut Pada Umumnya.
Sub 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 395.
Yang diartikan dengan perjanjian kerja-laut adalah perjanjian yang diadakan antara seorang
pengusaha perkapalan pada satu pihak dengan seorang buruh di pihak lain, di mana yang
terakhir ini mengikat dirinya untuk melakukan pekerjaan dalam dinas pada pengusaha
perkapalan dengan mendapat upah sebagai nakhoda atau anak buah kapal. (KUHD 341, 375,
399 dst.)
Terhadap perjanjian kerja antara majikan lain dan seorang buruh di mana yang terakhir ini
mengikat diri untuk melakukan dinas anak buah kapal berlaku selama waktu buruh itu terdapat
dalam daftar anak buah kapal, ketentuan bab ini, kecuali pasal-pasal 399-402 dan 404. (KUHD
375 dst., 396, 398-401, 408 dst., 413 dst.; KUHP 567.)
Pasal 396.
Terhadap perjanjian kerja laut di samping ketentuan bab ini berlaku ketentuan-ketentuan dari
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ketiga, Bab VIIA Bagian ke-2, ke-3, ke-4 dan ke-5
bila berlakunya itu tidak dilarang. (KUHD 402, 4042, 4104, 416h, 4205, 4282, 4292, 4302, 4352 -44
13, 444, 4452 , 4463, 4482, 4493, 4504 , 452c2 , 452d.)
Pasal 397.
Selama perjalanan, nakhoda mewakili pengusaha kapal dan majikan lainnya yang buruhnya
bekerja di kapal yang dipimpinnya dalam melaksanakan perjanjian kerja yang diadakan dengan
mereka. (KUHD 341a, 405, 5302.)
Pasal 398.
Perjanjian kerja laut dapat diadakan untuk waktu tertentu, untuk satu perjalanan atau lebih,
untuk waktu yang tidak tertentu atau sampai pemutusan perjanjian. (KUHPerd. 1603g; KUHD
405.)
Pasal 399.
Perjanjian kerja antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai
nakhoda atau perwira kapal, harus diadakan secara tertulis dengan ancaman hukuman perjanjian
kerja menjadi batal.

Page 78 of 157

Biaya akta dan biaya tambaban lain menjadi beban pengusaha kapal. (KUHPerd. 1601d; KUHD
320, 331, 341 1, 3 , 34le dst., 375, 3782 , 405, 408 dst., 428.)
Pasal 400.
Perjanjian kerja antara pengusaha kapal dan seorang buruh yang akan bertindak sebagai
pembantu anak buah kapal, dengan ancaman hukuman menjadi batal, harus dilakukan di
hadapan pegawai yang diangkat oleh pejabat yang berwenang.
Sebelum bertanya kepada buruh apakah ia menyetujui perjanjian, pegawai menerangkan dengan
jelas isi perjanjian itu kepada buruh dan meyakinkan bahwa ia telah mengerti isinya.
Segera setelah tercapai persetujuan, pegawai tersebut membuat akta perjanjian.
Akta harus ditandatangani selain oleh pegawai tersebut juga oleh pengusaha kapal atau atas
namanya dan ditandatangani oleh buruh atau dibubuhi cap jari.
Biaya akta dan biaya tambahan lain menjadi beban pengusaha kapal. Perjanjian kerja hanya
dapat dibuktikan dengan akta ini. (KUHPerd. 1601d, 1868, 1895, 1902; KUHD 34 14 , 375, 401406, 413 dst., 435.)
Pasal 401.
Perjanjian kerja antara pengusaha kapal dengan orang yang akan menjadi anak buah kapal
harus memuat, selain apa yang diatur di tempat lain: (KUHD 402-406.)
1. nama dan nama depan buruh itu, hari kelahirannya atau setidak-tidaknya perkiraan
umumya, tempat kelahirannya;
2. tempat dan hari penutupan perjanjian itu;
3. penunjukan kapal atau kapal-kapal tempat buruh itu mengikat diri akan bekerja;
4. perjalanan atau perjalanan -perjalanan yang akan dilakukan, bila ini sudah pasti;
5. jabatan yang akan dipegang buruh dalam dinasnya;
6. penyebutan apakah buruh juga mengikat diri untuk melakukan pekerjaan di darat dan bila
demikian pekerjaan apa;
7. bila mungkin, hari dan tempat di mana akan dimulainya dinas di kapal;
8. ketentuan pasal 415 tentang hak atas hari-hari libur;
9. mengenai pengakhiran hubungan kerja:
a. bila perjanjian diadakan untuk waktu tertentu, hari pengakhiran hubungan kerjanya,
dengan menyebutkan isi pasal 448;
b. bila perjanjian diadakan menurut perjalanan, pelahuhan yang diperjanjikan untuk
pengakhiran hubungan kerja itu, dengan menyebutkan isi pasal 449 alinea kedua, bila
pelabuhannya adalah pelabuhan Indonesia, juga pasal 452 alinea pertama dan kedua,
sekedar disebut atau tidak nama pelabuhan itu;
c. bila perjanjian itu diadakan untuk waktu tak tertentu, isi pasal 450 alinea pertama.
Bila nama tempat dan hari kelahiran buruh tidak diketahui, hal itu diberitahukan dalam
perjanjian.
Penunjukan kapal atau kapal-kapal dalam peijanjian di mana buruh mengikatkan diri akan
melakukan dinas dapat juga dilakukan dengan menentukan, bahwa ia akan melakukan dinasnya
di atas sebuah kapal atau lebih yang ditunjuk oleh pengusaha kapal, yang termasuk kapal yang
digunakan oleh pengusaha kapal untuk pelayaran di laut.
Bila pihak-pihak itu menghendaki penyimpangan dari ketentuan pasal-pasal 415, 448, 449 alinea
kedua, 450 alinea pertama, atau 452 pertama atau kedua, bila hal itu menurut undang-undang
diperkenankan, untuk gantinya pengaturan yang menyimpang itu dimuat dalam perjanjian
tersebut. (KUHD 341 2 , 402-406, 434 dst.)
Pasal 402.
Penentuan jumlah upah yang akan dibayar dalam uang tidak dapat diserahkan kepada kehendak
dari salah satu pihak.
Perjanjian kerja laut, dengan ancaman akan menjadi batal, harus menentukan jumlah upah yang
akan dibayar dalam uang atau menetapkan bagaimana hal itu akan ditentukan.

Page 79 of 157

Salah satu cara dapat dilakukan dengan peraturan upah yang dalam perjanjian kerja laut itu
ditunjuk kepadanya, dan yang tidak dapat diubah dengan merugikan buruh.
Terhadap peraturan ini tidak berlaku Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal-pasal 1601j1601m. (KUHPerd. 1601p; KUHD 316-1 sub 21.)
Bila untuk melaksanakan perjanjian kerja yang batal ia telah melakukan pekerjaan, kepadanya
dibayarkan penggantian yang sama dengan upah untuk pekerjaan itu menurat kebiasaan.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x alinea pertama dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHD 399 dst., 405, 4092 , 415 5 , 745.)
Pasal 403.
Dalam pengetrapan ketentuan dalam pasal-pasal 387 alinea pertama, 416 alinea pertama, 416a,
416b, 421, 447 dan 452 alinea ketiga, maka upah yang ditetapkan menurut peijalanan, dianggap
ditetapkan masa waktu yang sama dengan lama rata-rata perjalanan itu. (KUHD 405.)
Pasal 404.
Suatu persyaratan dalam perjanjian kerja laut yang membatasi kebebasan buruh untuk
melakukan pekerjaan setelah hubungan dinasnya berakhir, adalah batal. (KUHD 399 dst.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601x dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal 405.
Dalam perjanjian, pihak-pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuan dalam pasal-pasal 384387, 369, 397-403, 410 alinea pertama, 417, 420 alinea pertama dan ketiga, 428, 429, 436-442,
445, 446, 452a, 452e, 452f, ataupun dari ketentuan dalam pasal-pasal 409, 415, 416, 416a-416f,
420 alinea keempat, 421-426, 430, 435, 443, 447, 449, 450, 452, 452c, dan 452g, dengan
merugikan nakhoda dan anak buah kapalnya.
Mereka tidak boleh memasukkan ketentuan dalam perjanjian yang menyimpang dari peraturan
perundang-undangan mengenai wewenang hakim untuk mengadili perselisihan tentang
perjanjian ini, dengan tidak mengurangi kemungkinan mengikat diri untuk menyerahkan
perselisihan kepada putusan hakim yang bertempat tinggal di Indonesia. (RO. 95, 116f, 124,
128, 164, 615.)
Pasal 406.
Residentierechter tidak memberikan putusan berdasarkan pasal-pasal 416f alinea kedua, 420,
452a, 452e, 452f, dan 452g, sebelum mendengar atau memanggil secukupnya pihak-pihak. Pada
pemanggilan pihak lainnya dilampirkan salinan dari surat permohonannya.
Dalam hal-hal tersebut dalam pasal-pasal 416f alinea kedua, 452a, 452e, 452f, dan 452g,
putusannya dapat diberikan dalam bentuk seperti tercantum dalam Reglemen Acara Perdata
pasal 435.
Pasal 407.
Ketentuan bab ini tidak berlaku terhadap dinas di kapal yang isi kotornya kurang dari 100 M3 ,
bila kapal itu diperlengkapi dengan alat secara mekanis dan yang isi kotornya kurang dari 300 M3
, bila hal ini tidak demikian adanya.
Ketentuan bab ini juga tidak berlaku, bila kapal dipakai semata-mata untuk pelayaran percobaan
di laut. (KUHD 341b.)
Sub. 2.
Perjanjian Kerja Laut Nakhoda.
Pasal 408.
Sejak saat hubungan kerja itu akan dimulai menurut perjanjian kerja, nakhoda wajib
menyediakan diri bagi pengusaha kapal untuk memimpin kapal yang ditunjuk dalam perjanjian,

Page 80 of 157

atau bila ini tidak menyebutkan apa-apa, kapal yang ditunjuk oleh pengusaha kapal, asalkan ini
termasuk kapal yang digunakan pengusaha kapal untuk pelayaran di laut.
Bila tentang permulaan hubungan kerja tidak ditentukan apa-apa, maka hal itu untuk berlakunya
peraturan ini dianggap jatuh bersamaan dengan pengadaan perjanjian tersebut. (KUHD 320,
331, 341', 34le dst., 397, 399, 411-20, 427-433.)
Pasal 409.
Kecuali bila perjanjian diadakan menurut perjalanan, maka nakhoda, yang untuk tiap tahun
bekerja tanpa terputus-putus pada pihak yang lain, berhak atas hari libur sedikit-dikitnya empat
belas hari atau atas pilihan pengusaha kapal dua kali delapan hari berturut-turut dengan tetap
mendapat upah. Hari libur ini harus diberikan paling lambat segera setelah berakhirnya tahun,
kecuali bila pengusaha kapal untuk kepentingan dinas lebih suka memberikan penundaan hari
Libur itu, akan tetapi tidak lebih lama dari satu tahun. Pada waktu pengakhiran hubungan dinas
itu, nakhoda harus sudah menikmati semua hari libur yang menjadi haknya.
Dalam penghitungan hari libur yang berkenaan dengan hubungan tahun dinas tertentu, maka
boleh dikurangkan cuti luar negeri yangjatuh dalam tahun dinas itu atau cuti dalam negeri yang
menurut sifatnya disamakan dengan itu, waktu yang digunakan dalam dinas militer dan cuti
untuk mengikuti kursus untuk memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Nakhoda yang bertempat
tinggal di Indonesia diberi hari liburnya, di Indonesia, bila ia menginginkan, yaitu di pelabuhan
yang dipilihnya, bila kapal tempat ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila hal itu dapat
disesuaikan dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari libur terhapus, bila nakhoda tidak meminta sebelum berakhirnya tahun untuk mana
hari libur itu menjadi haknya.
Untuk tiap hari libur yang menjadi hak nakhoda, yang tidak dinikmatinya, di samping upah yang
harus dibayar kepadanya, ia berhak atas penggantian yang sama besarnya dengan upah yang
dalam uang yang diperolehnya terakhir.
Penggantian ini tidak diberikan, bila nakhoda tidak menggunakan kesempatan yang diberikan
kepadanya untuk mengambil hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar dalam
uang tanpa mengikutkan premi dan turdangan lain, baik yang berhubungan dengan eksploitasi
kapal atau hasil dari perusahaan, maupun dengan kerja lembur atau pekerjaan khusus yang
harus dilakukan nakhoda, ataupun yang berhubungan dengan tatanan, tujuan atau muatan
khusus kapal itu, akan tetapi ditambah dengan jumlab yang menjadi dasar penghitungan
kenikmatan makan cuma-cuma atau yang menjadi dasar. (KUHD 316-1 sub 2', 402, 405, 415 5 ,
429, 745.)
Pasal 410.
Nakhoda hanya dapat dijatuhi denda berdasarkan persyaratan dalam perjanjian kerja atau
berdasarkan peraturan yang ditunjuk dalam perjanjian kerja itu, karena pelanggaran ketentuan
yang harus diuraikan di dalamnya dan sampai jumlah tertinggi yang harus ditetapkan di
dalamnya. Penentuan tujuan denda itu harus disebut dalam perjanjian. Denda itu tidak boleh
menguntungkan pengusaha kapal. (KUHD 339, 405, 428.)
Denda itu didahulukan terhadap bagian upah nakhoda yang harus dibayar dalam uang, yang
dapat ditahan sampai jumlah itu, dan pertama-tama dibebankan pada bagian upah yang
dibayarkan kepada nakhcda secara pribadi. (KUHPerd. 1134; KUHD 316-1 sub 20.)
Alinea terakhir pasal 417 berlaku di sini.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 160lu dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal 411.
Selain dalam hal tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603o alinea kedua,
bagi pengusaha kapal akan dapat dianggap juga ada alasan mendesak:
1. bila nakhoda menganiaya seorang penumpang di atas kapal yang dipimpinnya,
menghinanya dengan kasar, mengancamnya dengan sungguh-sungguh, membujuk atau

Page 81 of 157

2.
3.
4.

mencoba membujuknya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan


undang-undang atau kesusilaan;
bila nakhoda menolak memenum perintah yang diberikan kepadanya sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 408;
bila wewenang nakhoda, untuk sementara ataupun untuk selamanya, dicabut untuk
melakukan dinas selaku nakhoda di atas kapal;
bila di luar pengetahuan pengusaha kapal, nakhoda memasukkan barang selundupan atau
membiarkan barang itu dimasukkan di atas kapal. (KUHD 3913.)

Pasal 412.
Pasal-pasal 416-416h dan 419-426 berlaku juga terhadap perjanjian kerja nakhoda.
Sub 3.
Perjanjian Kerja Laut Para Anak Buah Kapal.
Pasal 413.
Sejak saat hubungan kerja itu akan mulai menurut perjanjian kerja, buruh wajib menyediakan
diri bagi pengusaha kapal untuk ditempatkan sebagai anak buah kapal di kapal yang ditunjuk
dalam perjanjian. Bila tentang mulai berlakunya hubungan dinasnya tidak ditentukan apa-apa,
maka mulai berlakunya peraturan ini dianggap jatuh bersamaan dengan pengadaan perjanjian
itu. (KUHD 413', 418-2-.)
Pasal 414.
Nakhoda dapat minta bantuan alat negara terhadap buruh yang telah mengikat diri untuk
bekerja sebagai anak buah kapal, bila ia menolak untuk datang di kapal atau meninggalkan
kapalnya tanpa izin. (KUHD 3414, 384-387, 3882 , 389, 397; S. 1938-393 pasal 3 dst.)
Pasal 415.
Anak buah kapal yang telah mengadakan perjanjian untuk sekurang-kurangnya satu tahun,
untuk tiap tahun tanpa terputus-putus dalam dinas pada pihak lain, ia mempunyai hak atas tujuh
hari libur atau atas pilihan pengusaha kapal dua kali lima hari berturut-turut dengan tetap
mendapat upah, kecuali bila perjanjian diadakan menurut perjalanan. Hari libur ini harus
diberikan paling lambat segera setelah tahun berakhir, kecuali bila untuk kepentingan dinas
pengusaha kapal lebih suka memberikan penundaan hari libur itu, akan tetapi tidak lebih lama
dari satu tahun. Pada waktu pengakhiran hubungan kerja anak buah kapal harus sudah
menikmati semua hari libur yang menjadi haknya.
Dalam perhitungan hari libur yang berkenaan dengan hubungan kerja tertentu, boleh
dikurangkan dengan cuti luar negeri yang jatuh dalam tahun kerja itu atau cuti dalam negeri
yang menurut sifatnya disamakan dengan itu, waktu yang digunakan dalam dinas militer dan cuti
untuk mengikuti kursus untuk memperoleh pangkat yang lebih tinggi. Anak buah kapal yang
bertempat tinggal di Indonesia diberi hari liburnya, bila ia menginginkan, di Indonesia yaitu di
pelabuhan yang dipilihnya, bila kapal tempat ia berdinas singgah di pelabuhan itu, dan bila hal itu
dapat disesuaikan dengan kepentingan dinas.
Hak atas hari libur terhapus, bila anak buah kapal itu tidak memintanya sebelum akhir tahun
untuk mana hari liburnya menjadi haknya.
Untuk tiap hari libur yang menjadi hak anak buah kapal yang tidak dinikmatinya, di samping
upah yang harus dibayar kepadanya, dia mendapat hak atas penggantian yang sama besarnya
dengan upah untuk satu hari yang terakhir dinikmatinya. Penggantian ini tidak diberikan, bila
anak buah kapal itu tidak menggunakan kesempatan yang diberikan kepadanya untuk mengambil
hari libur yang menjadi haknya.
Yang diartikan dengan upah dalam alinea pertama pasal ini ialah upah yang harus dibayar dalam
uang tanpa mengikutkan premi dan tunjangan lain, baik yang berhubungan dengan eksploitasi

Page 82 of 157

kapal atau hasil perusahaan, maupun kerja lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan
anak buah kapal itu, ataupun yang berhubungan dengan tatanan, ketentuan tujuan atau muatan
khusus kapal itu, akan tetapi ditambah dengan jumlah yang menjadi dasar atau harus menjadi
dasar penghitungan kenikmatan makan cuma-cuma. (KUHD 316-1 sub 20, 745.)
Terhadap perwira kapal berlaku ketentuan pada pasal 409. (KUHD 3414, 401, 405.)
Pasal 416.
Seorang buruh yang telah mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu tahun,
atau selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal, dan yang
menderita sakit atau mendapat kecelakaan sewaktu ia bekerja di kapal, juga bila hubungan kerja
itu telah berakhir lebih dahulu, berhak atas bagian penuh dari upah yang ditetapkan dalam uang
menurut lamanya waktu, juga atas perawatan dan pengobatan yang cukup selama ia ada di
kapal.
Pengusaha kapal dapat menurunkan dari kapal buruh yang ditimpa penyakit atau kecelakaan, di
setiap tempat di Indonesia, di mana buruh itu dapat memperoleh perawatan tanpa biaya khusus.
Pengusahaan kapal juga dapat menurunkan buruh itu di tempat-tempat lain, asalkan ia
menawarkan kepadanya perawatan dan pengobatan yang cukup sampai ia sembuh kembali atas
biaya pengusaha kapal, namun sekali-kali tidak lebih lama dari 52 minggu, beserta secepatcepatnya kemudian bila di samping itu perjanjian kerjanya telah berakhir, pengangkutan cumacuma ke tempat di mana perjanjian kerjanya telah diadakan. Termasuk pengangkutan ialah biaya
hidup dan penginapan selama perjalanan.
Terhitung dari hari buruh itu meninggalkan kapal tempat ia bekerja, maka ia mempunyai hak
atas 80% dari upah yang ditetapkan dalam uang menurut lamanya waktu, yang dinikmatinya
sewaktu ia ditimpa penyakit atau kecelakaan, sampai ia sembuh kembali, akan tetapi sampai
paling tinggi selama 26 minggu, (KUHD 316-1 sub 2', 405, 412, 416a, c, d, e, g, 745.)
Pasal 416a.
Seorang buruh yang mengadakan perjanjian kerja untuk sekurang-kurangnya satu tahun, atau
selama satu setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal, yang
menderita sakit atau mendapat kecelakaan sewaktu ia tidak berdinas di kapal, sejak hari ia
ditimpa penyakit atau kecelakaan itu, ia berhak atas 80% dari upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu yang dinikmatinya waktu itu, sampai ia sembuh kembali, akan tetapi paling tinggi
selama 26 minggu. (KUHD 316-1 sub 20; 403, 405, 412, 416, 416b, c, d, g, 745.)
Pasal 416b.
Seorang buruh yang mengadakan perjanjian untuk kurang dari satu tahun, atau selama satu
setengah tahun tanpa terputus-putus bekerja pada pengusaha kapal, bila ia ditimpa penyakit
atau kecelakaan,ia mempunyai hak yang ditetapkan dalam pasal 416 dan pasal 416a, dengan
pengertian, bahwa pembayaran upahnya hanya perlu dilakukan selama perjanjian kerjanya
berlangsung, akan tetapi sekurang-kurangnya selama 4 minggu dan tidak lebih lama dari 26
minggu, (KUHD 316-1 sub 21, 403, 405, 412, 416, 416a, d, e, g, 745.)
Pasal 416C.
Dalam pasal 416 dan pasal 416a tidak dimasukkan dalam upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu premi dan tunjangan lain yang berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan
khusus yang harus dilakukan buruh itul ataupun yang berhubungan dengan tatanan, ketentuan
tujuan atau muatan khusus dari kapal itu. (KUHD 405, 412, 416e, 9.)
Pasal 416d.
Bila pengusaha kapal, dalam pelayarannya hanya mempunyai kapal yang isi kotor di bawah 300
m3, maka terhadap kapal-kapal dari isi kotor sekurang-kurangnya 100 m3 yang dilengkapi dengan
alat secara mekanis, pada penerapan pasal-pasal 416, 416a dan 416b jangka waktu 52 dan 26

Page 83 of 157

minggu diperpendek menjadi 36 dan 18 minggu, dan persentase 80 menjadi 50. (KUHD 405,
412, 416e, g.)
Pasal 416e.
Hak buruh menurut pasal-pasal 416-416d gugur:
10. bila ia harus menyelenggarakan sendiri perawatan dan pengobatannya, bila ia atas perintah
pengusaha kapal tidak segera berobat pada dokter yang berwenang di tempat ia berada,
bila ia menghindarkan diri dari pengobatan dokter ataupun tidak mematuhi dengan cukup
peraturan yang diberikan oleh dokter;
20. bila perawatan dan pengobatan menjadi beban pengusaha kapal, bila ia lalai menggunakan
kesempatan yang diberikan kepadanya, atau bila ia menghindarkan diri dari perawatan atau
pengobatan yang telah dimulai tanpa segera berobat atas biaya sendiri pada dokter yang
berwenang di tempat ia berada, tidak tetap dalam pengobatan sampai ia sembuh dan tidak
mengikuti dengan cukup peraturan yang diberikan oleh dokter.(KUHD 405, 412, 416g.)
Pasal 416f.
Pembayaran upahnya dapat ditolak atau dikurangi oleh pengusaha kapal, bila penyakit atau
kecelakaan itu merupakan akibat kesengajaan atau kesalahan besar dari buruh.
Atas permohonan buruh, residentierechter yang berada dalam daerahnya, berwenang untuk
mengambil keputusan menurut kelayakan dan bila demikian, sampai sejumlah berapa buruh itu
berhak atas pembayaran upahnya. (KUHD 405, 406, 412, 416g.)
Pasal 4169.
Ketentuan pasal-pasal 416-416f tidak berlaku sejauh peraturan perundang-undangan yang
bersifat umum, juga untuk keperluan buruh yang telah mengadakan perjanjian kerja laut,
diadakan peraturan tentang pembayaran uang, perawatan atau pengobatan pada waktu sakit
atau kecelakaan. (KUHD 412.)
Pasal 416h.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602c dan pasal 1602h tidak berlaku di sini. (KUHD
412.)
Pasal 417.
Denda yang dimaksud dalam pasal 387 didahulukan atas bagian upah buruh yang harus dibayar
dalam uang, yang dapat ditahan sampai jumlah itu dan per-tama-tama dibebankan kepada
bagian upah yang dibayarkan kepada buruh pribadi. (KUHPerd. 1134.)
Terhadap bagian upah yang menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602r
diperkenankan untuk diadakan kompensasi oleh pengusaha kapal sebelum berakhirnya hubungan
kerja, dikurangkan uang yang ditahan sebagai denda seperti yang dimaksud di sini. (KUHPerd.
1425; KUHD 405.)
Pasal 418.
Kecuali dalam hal tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603o alinea
kedua, bagi pengusaha kapal akan dapat dianggap ada alasan mendesak:
1. bila buruh menganiaya nakhoda atau seorang penumpang kapal, menghinanya dengan
kasar, mengancam dengan sungguh-sungguh, membujuk atau mencoba membujuknya
untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan;
(KUHD 341, 348, 386, 393.)
2. bila setelah hubungan dinas mulai, buruh tidak melaporkan diri di kapal pada waktu yang
ditunjukkan oleh pengusaha kapal; (KUHD 413.)
3. bila wewenang buruh untuk sementara atau untuk selamanya dicabut untuk melakukan
dinas dalam jabatan yang untuk itu ia telah mengikatkan diri untuk bekerja;

Page 84 of 157

4.

bila di luar pengetahuan pengusaha kapal atau nakhoda, buruh memasukkan barang
selundupan ke kapal atau menyimpannya di situ. (KUHD 3913, 419.)

Pasal 419.
Selain dalam hal tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603p alinea kedua,
bagi buruh akan dapat dianggap ada alasan mendesak:
1. bila pengusaha kapal memberi perintah kepadanya yang bertentangan dengan perjanjian
kerjanya atau dengan kewajiban yang dibebankan kepada buruh oleh undang-undang;
2. bila pengusaha kapal menentukan tujuan kapal ke pelabuhan suatu negara yang tersangkut
dalam perang laut, atau ke pelabuhan yang diblokir, kecuali bila hal ini dengan tegas diatur
lebih dulu dalam perjanjian kerjanya yang diadakan setelah pecahnya perang atau setelah
blokade itu dinyatakan;
3. bila dalam hal pasal 367, pengusaha kapal memberi perintah untuk berangkat ke pelabuhan
musuh;
4. bila pengusaha kapal menggunakan atau menyuruh menggunakan kapalnya untuk
perdagangan budak, pembajakan, pelayaran pembajakan yang terlarang atau untuk
pengangkutan barang yang pemasukannya dilarang di negeri tujuan; (KUHP 324-327, 438-1
sub 21, 443 dst., 451.)
5. bila pengusaha kapal menggunakan kapalnya untuk pengangkutan barang terlarang, kecuali
bila perjanjian kerjanya telah mengatur hal ini dengan tegas dan diadakan setelah pecahnya
perang;
6. bila terhadapnya di kapal ada bahaya mengancam, bahwa ia akan dianiaya oleh nakhoda
atau seorang penumpang; (KUHD 373a, 411-11.)
7. bila tempat menginapnya di kapal ada dalam keadaan yang merusak kesehatan buruh;
(KUHD 328.)
8. bila jatah makan yang menjadi haknya tidak diberikan kepadanya atau tidak diberikan dalam
keadaan baik; (KUHD 439.)
9. bila kapalnya kehilangan hak untuk memakai bendera Indonesia;
10. bila perjanjian kerjanya diadakan untuk satu perjalanan tertentu atau lebih dan pengusaha
kapal menyuruh kapalnya melakukan perjalanan lain.
Apa yang ditentukan dalam nomor 21, 31, dan 51, tidak dianggap sebagai alasan mendesak, bila
satu dan lainnya terjadi atas perintah Gubernur Jenderal (Pemerintah). (KUHD 412, 418, 420.)
Pasal 420.
Masing-masing pihak setiap waktu, juga sebelum hubungan dinasnya dimulai, karena alasanalasan penting, berwenang untuk menghadap kepada residentierechter yang berada di dalam
daerah kediamannya yang sesungguhnya, atau bila kapal itu berada di luar Indonesia, kepada
pegawai diplomatik atau konsulat Indonesia, dengan permohonan untuk menyatakan perjanjian
kerjanya bubar. (KUHD 405.)
Buruh hanya dapat mengadakan permohonan ini, bila hal ini selayaknya dapat dilakukan tanpa
menghambat perjalanan kapal.
Selain yang tersebut dalam alinea kedua pasal 1603v, dianggap pula sebagai alasan-alasan yang
penting yaitu keadaan setelah perjanjian kerja atau yang timbul sesudahnya, keadaan
perjalanannya ke tempat tujuan atau keadaan untuk meneruskan perjalanan itu, di mana
pemohon akan dihadapkan kepada bahaya maut yang tak terduga sebelumnya, kecuali bila
perjalanan itu diperintahkan oleh Gubernur Jenderal. (KUHD 405.)
Dengan tidak mengurangi kejadian, bahwa buruh telah mengadakan perjanjian untuk satu tahun
atau lebih, bila baginya ada kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih tinggi ia
berwenang untuk mengajukan permohonan dimaksud dalam alinea pertama, asalkan ia
menyediakan penggantinya tanpa menambah biaya bagi pengusaha kapal dan dapat diterima
olehnya. (KUHD 405.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603v alinea pertama dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHD 406, 412.)

Page 85 of 157

Pasal 421.
Bila hubungan kerja diadakan menurut perjalanan dan karena tindakan penguasa atau karena
keadaan memaksa, sehingga perjalanan itu tidak dapat dimulai atau setelah dimulai dihentikan,
maka berakhirlah hubungan kerja itu. Dalam hal yang tersebut terakhir, bunih mempunyai hak
atas upah yang ditetapkan menurut lamanya waktu, sampai saat ia dapat tiba kembali di tempat
perjanjian kerja diadakan, dan bila ini diadakan di luar Indonesia, di Jakarta, atau sampai saat ia
telah mendapat pekerjaan lain lebih dahulu. Dalam hal ada sengketa, jumlah upah ditetapkan
oleh residentierechter, yang di daerahnya perjanjian kerja itu diadakan atau perusahaan
perkapalan itu berkedudukan atau bila tempat kedudukan perusahaan perkapalan itu ada di luar
Indonesia, dari tempat di Indonesia dari mana perusahaan perkapalan itu dipimpin, dan bila
tempat demikian tidak dapat ditunjuk, di Jakarta.
Bila buruh telah mengikat diri untuk bekerja di kapal tertentu saja dan kapal itu tenggelam,
berlaku ketentuan pada alinea pertama, meskipun hubungan dinas tidak diadakan menurut
perjalanan. (KUHD 367-369, 403, 405, 412, 4521e.)
Pasal 422.
Sejauh bagian upah yang dinyatakan dengan uang ditetapkan menurut perjalanan, maka buruh
mempunyai hak alas kenaikan upah yang seimbang, bila perjalanan itu diperpanjang karena
tindakan pengusaha kapal melebihi waktu yang biasa.
Bagian upah yang dinyatakan dalam uang tidak dimasukkan premi dan tunjangan lain yang
berhubungan dengan biaya eksploitasi kapal, hasil perusahaan atau muatan khusus kapal itu.
(KUHD 405, 412.)
Pasal 423.
Bila karena gangguan perang (molest) atau karena tinggal dalam pelabuhan darurat, atau karena
alasan lain semacam itu waktu perjalanan itu diperpanjang hingga melebihi waktu yang biasa,
maka buruh mempunyai hak juga atas kenaikan yang seimbang dari bagian upahnya yang
dinyatakan dalam uang, sejauh hal itu ditetapkan menurut perjalanan.
Dalam bagian upah yang dinyatakan dalam uang, selain premi dan tunjangan lain yang disebut
dalam alinea kedua pasal yang lampau, juga tidak termasuk premi dan tunjangan yang
berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan khusus yang harus dilakukan oleh buruh itu,
atau dengan tatanan atau ketentuan tujuan khusus dari kapal itu. (KUHD 405, 412.)
Pasal 424.
Bila hubungan kerja itu diadakan menurut perjalanan dan perjalanan itu tidak dimulai karena
tindakan pengusaha kapal, atau dihentikan setelah dimulai, berakhirlah hubungan kerja. Buruh
dalam hal itu mempunyai hak atas penggantian kerugian yang ditentukan dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata pasal 1603q. (KUHD 405, 412.)
Pasal 425.
Jika hubungan kerja berakhir tidak karena selesainya perjalanan atau perjalanan-perjalanan yang
menjadi dasar hubungan itu, karena pemutusan hubungan itu oleh buruh selain apa yang diatur
dalam pasal 419, karena pemutusan secara melawan hukum oleh buruh, karena diputuskan oleh
pengusaha perkapalan disebabkan hal-hal yang sangat mendesak yang segera diberitahukan
kepada buruh atau karena pemutusan hubungan kerja atas permintaan buruh yang disebabkan
oleh asalan yang sangat penting yang tidak termasuk alasan penting dalam arti Kitab Undangundang Hukum Perdata pasal 1603p atau dalam arti pasal 419 buku ini, maka buruh yang
bertempat tinggal di Indonesia berhak atas biaya angkutan ke tempat diadakannya perjanjian
kerja, dan jika hal itu dilakukan di luar Indonesia, angkutan ke Jakarta.
Bila buruh tidak bertempat tinggal di Indonesia, maka ia mempunyai hak yang sama atas
pengangkutan cuma-cuma ke tempat hubungan kerjanya di kapal dimulai, atau ke pelabuhan
negara di mana ia bertempat tinggal menurut pilihan pengusaha kapal.

Page 86 of 157

Hak itu terhapus, bila buruh tidak menyatakan keinginannya untuk diangkut dengan cuma-cuma
sebelum keberangkatan kapal itu dan paling lambat pada hari sesudah hari berakhirnya
hubungan kerjanya dengan tidak ikut menghitung hari-hari yang dimaksud dalam pasal 354.
Dalam pengangkutan cuma-cuma termasuk biaya pemeliharaan hidup dan penginapan sejak
berakhirnya hubungan kerja sampai tibanya buruh di tempat tujuannya. (KUHD 405, 412.)
Pasal 426.
Pengusaha kapal yang wajib mengangkut buruh dengan cuma-cuma ke suatu pelabuhan, berhak
untuk memenuhi kewajibannya itu dengan memberikan pekerjaan kepadanya di kapal yang
bertujuan ke pelabuhan dimaksud, sesuai dengan jabatan yang dipegangnya dalam dinas
pengusaha kapal itu, asalkan ia mampu bekerja.
Seorang buruh kawulanegara Belanda dapat meminta, agar jabatan itu diberikan dalam kapal
Belanda atau kapal Indonesia. (KUHD 311 dst.)
Perselisihan tentang pelaksanaan ketentuan ini diputus di Indonesia oleh pegawai pendaftaran
anak buah kapal, dan di dalam wilayah kerajaan di luar Indonesia oleh pegawai yang berwenang
dan di luar kerajaan diplomatik atau pegawai konsulat yang digaji, atau bila ini tidak ada, oleh
penguasa yang berwenang. (KUHD 405, 412; Cons. I dst.)
Bagian 2.
Dinas Di Kapal.
Sub 1.
Dinas Nakhoda Di Kapal
Pasal 427.
Nakhoda dianggap berdinas sejak hari ia menerima tugasnya di kapal sampai hari ia dibebaskan
dari tugas atau meletakkannya. (KUHD 341', 341d, e, 399, 408, 411-21, 31, 412, 416 dst., 430,
432, 434.)
Pasal 428.
Peraturan yang ditetapkan oleh pengusaha kapal mengenai dinas itu di atas kapal bagi nakhoda
mengikat, asalkan kepadanya diberikan selembar, dan sejauh isinya tidak bertentangan dengan
perjanjian kerja yang diadakan olehnya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal-pasal 1601j-1601m dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHPerd. 1338; KUHD 399, 405, 435.)
Pasal 429.
Nakhoda selama berdinas di kapal mempunyai hak atas makan dan penginapan. (S. 1938-4.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 160 1p dan pasal 1601r, dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHD 405, 408, 427, 433, 437.)
Pasal 430.
Bila pengusaha kapal tanpa alasan sah menghambat nakhoda di suatu pelabuhan untuk
menerima upahnya yang harus dibayar selama atau pada akhir tugasnya di kapal,
makaiadikenakan denda 3 gulden per hari.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602q, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 405, 427,
433, 444, 445 dst.)
Pasal 431.
Nakhoda yang mengakhiri hubungan kerjanya, sedangkan kapal yang dipimpinnya berada dalam
perjalanan, wajib mengambil tindakan yang perlu untuk keamanan kapal, para penumpang dan
muatannya, dengan ancaman hukuman ganti rugi.

Page 87 of 157

Ganti rugi ini mempunyai hak didahulukan atas bagian upah nakhoda yang harus dibayar yang
dapat ditahan sampai jumlah itu dan pertama-tama dibebankan pada bagian upah yang
dibayarkan kepada nakhoda pribadi. (KUHPerd. 1134, 1239 dst., 1243 dst., 1425 dst.; KUHD
341d, 342 dst., 345, 398 dst, 412, 419 dst., 432.)
Pasal 432.
Setelah berakhirnya suatu perjalanan, nakhoda wajib menyerahkan surat-surat kapal kepada
pengusaha kapalnya dengan mendapat tanda bukti penerimaan. (KUHD 348.)
Pasal 433.
Pasal-pasal 437, 440, dan 445-452, berlaku juga terhadap perjanjian kerja nakhoda.
sub 2.
Dinas Para Anak Buah Kapal Di Kapal.
Pasal 434.
Anak buah kapal dianggap bekerja di kapal sejak hari ditunjukkan di dalam daftar anak buah
kapal, atau bila itu tidak ada, sejak hari daftar anak buah kapal itu dibuat, sampai dengan hari ia
dibebaskan dari pekerjaan di kapal atau meletakkannya. (KUHD 3412 , 375 dst., 413 dst., 452a.)
Pasal 435.
Peraturan yang ditetapkan oleh pengusaha kapal tentang dinas di kapal mengikat anak buah
kapal, asalkan selembar digantung di tempat yang setiap waktu dapat didatangi oleh anak buah
janji dan tetap tergantung di situ dan dapat dibaca dengan jelas dan sejauh isinya tidak
bertentangan dengan pejanjian kerja yang diadakan olehnya. (KUHD 320, 3312,3,4 399 dst., 428.)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1601j-1601m, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD
405.)
Pasal 436.
Pengusaha kapal wajib menyediakan makanan dan tempat tinggal yang pantas di kapal untuk
anak buah kapal. (S. 1938-4 nomor 70.)
Kecuali makanan pokok, maka makanan itu dapat diganti dengan uang makan, asalkan
Pengusaha kapal melakukan pembayaran di muka untuk tidak!ebih dari satu bulan. (KUHPerd.
1601s, t; KUHD 405.)
Pasal 437.
Untuk setiap hari bila uang makan tidak diberikan atau tidak diberikan sepenuhnya, anak buah
kapal mempunyai hak atas ganti rugi yang jumlahnya ditentukan oleh Perjanjian kerja atau, bila
ini tidak menyebutkan apa-apa, ditentukan oleh kebiasaan atau kepantasan. (AB. 15; KUHD 399,
401, 405, 433.)
Pasal 438.
Atas permintaan dari sekurang-kurangnya satu pertiga dari perwira-Perwira kapal atau dari anak
buah kapal, diadakan penyelidikan tentang baik dan cukup banyaknya bahan makanan dan
minuman. Pemeriksaan itu di Indonesia dilakukan oleh pegawai pendaftaran anak buah kapal, di
luar Indonesia oleh pegawai konsulat Indonesia, atau bila ini tidak ada oleh pejabat yang
berwenang. (KUHD 419-1 nomor 70.)
Nakhoda wajib mengganti bahan makanan dan minuman yang tak dapat digunakan dengan yang
dapat digunakan da, menyediakan apa yang diperlukan atau perintah pejabat tersebut. (KUHD
373a, 405, 411-10, 419-1 nomor 50, 4393.)
Pasal 439.

Page 88 of 157

Oleh sekurang-kurangnya bagian yang sama dari perwira -perwira kapal atau anak buah kapal
dapat diadukan kepada pejabat tersebut tentang kurang cukupnya tempat beristirahat atau
ruangan, yang terjadi setelah bertolaknya kapal, tentang hal itu diadakan penyelidikan. (KUHD
419-1 nomor 80.)
Nakhoda wajib melengkapi apa yang kurang itu atas perintah pejabat tersebut.
Nakhoda yang tidak memenuhi perintah yang diberikan sesuai dengan pasal ini dan pasal yang
lampau, dianggap telah bersikap buruk terhadap anak buah kapal. (KUHD 373a, 405, 411-l0, 4191 nomor 60.)
Pasal 440.
Bila anak buah kapal meninggal di luar tempat tinggalnya sewaktu ia bekerja dalam kapal,
mayatnya dikubur atau dilemparkan ke laut atas biaya pengusaha kapal. (KUHPerd. 17 dst.;
KUHD 405;, 433.)
Pasal 441
Nakhoda wajib mengatur Pekerjaan anak buah kapal sesuai dengan ketentuan mengenai itu yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan daii dalam batas peraturan-peraturan ini oleh
perjanjian kerjanya.
Dalam keadaan bagaimanapun pada hari Minggu pekerjaan harus tetap dibatasi sampai pada
yang sangat perlu saja d,ngan mengindahkan kepentingan yang layak dari dinas.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602v, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 384, 386,
399-401, 435, 442 dst.)
Pasal 442.
Anak buah kapal wajib melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh nakhoda, akan tetapi
mempunyai hak atas suatu tambahan upah untuk waktu di mana ia melakukan pekerjaan dengan
waktu kerja lebih lama daripada yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau
perjanjian kerjanya, kecuali bila nakhoda menganggap pekerjaan itu sangat perlu untuk
keselamatan, kapal, para penumpang atau muatannya. Jumlah tambahan upah itu ditentukan
oleh perjanjian kerjanya atau, bila tidak disebutkan tentang hal itu, oleh kebiasaan Nakhoda
menyuruh menyelenggarakan catatan tentang setiap kerja lembur dalam register yang
disediakan untuk itu.
Hak untuk menagih tambahan upah itu dihapus dengan lampaunya waktu satu bulan setelah
berakhirnya dinas di kapal di pelabuhan Indonesia, dan 6 bulan setelah berakhirnya dinas di
kapal di luar Indonesia.
Peraturan-peraturan mengenai kerja lembur ini tidak berlaku terhadap perwira kapal, juga kepala
dinas, dokter, dan markonis. (KUHD 384, 386, 405.)
Pasal 443.
Bila kepada anak buah kapal setelah permulaan perjalanan untuk sementara waktu diberikan
pekerjaan lain daripada yang harus dikerjakannya sesuai dengan jabatannya menurut perjanjian
kerja untuk berdinas di kapal, dan maka pekerjaan ini menurut perjanjian atau kebiasaan diberi
upah lebih tinggi,
Ia mempunyai hak atas upah yang lebih tinggi sesuai dengan itu. (KUHD 376, 399-401, 405.)
Pasal 444.
Menyimpang dari apa yang ditentukan dalam Kitab Undang -undang Hukum Perdata pasal
1602p, untuk macam-macam perjanjian kerja tertentu yang ditunjuk oleh Gubernur Jenderal
dapat ditentukan, bahwa selama perjalanan tidak boleh dibayarkan kepada anak buah kapal lebih
daripada bagian upah dalam uang yang ditunjuknya. (KUHD 446.)
Pasal 445.

Page 89 of 157

Bagian upah yang harus dibayar dalam uang yang diperoleh karena dinas di kapal, harus
dilakukan dalam mata uang yang dinyatakan dalam perjanjian kerja, atau dalam mata uang yang
berlaku di tempat pembayaran menurut kurs pada hari bersangkutan. Kura yang dalam hal
terakhir ini digunakan sebagai ukumn penghitungan, dicatat dalam buku harian dan atas
permintaan anak buah kapal diberitahukan kepadanya.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602h, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 405, 433,
441, 446.)
Pasal 446.
Hak atas bagian upah yang diperoleh dalam dinas di kapal dan harus dibayar dalam uang, sejauh
hal ini dikuasai olehnya, oleh anak buah janji hanya dapat dilepaskan, termasuk digadaikan,
untuk keperluan istrinya sebanyak-banyaknya sepertiga, untuk keperluan anak-anaknya, para
pemelihara anak anaknya dan orang tuanya sebanyak-banyaknya separuh, dan untuk keluarga
sedarah lainnya sampai derajat keempat dan untuk keluarga semua sampai bahwa jumlah yang
diserahkannya tidak boleh melampuai dua pertiga bagian derajat yang sama sebanyakbanyaknya sepertiga; semua dengan pengertian, dari seluruh upah yang ditetapkan dalam uang.
Pembayaran upah berdasarkan alinea pertama ini yang dilakukan dengan itikad baik atas
permintaan anak buah kapal tersebut, kepada orang lain daripada yang tersebut di situ, atau
untuk bagian yang lebih besar daripada mereka yang mempunyai hak atasnya, membebaskan
pengusaha kapal.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602g alinea kedua, dalam hal ini tidak berlaku.
(KUHD 405, 433, 444 dst.)
Pasal 447.
Bila anak buah kapal meninggal dalam dinas di kapal, bagian upah yang ditetapkan menurut
lamanya waktu dibayarkan sampai akhir bulan di mana kematian itu terjadi, akan tetapi tidak
akan melampaui hari hubungan dinas itu menurut perjanjian kerjanya seharusnya sudah akan
berakhir. (KUHD 403, 405,433.)
Pasal 448.
Bila hubungan kerja itu diadakan untuk waktu tertentu, dan ini berakhir sewaktu kapal tempat
anak buah kapal itu berdinas berada dalam perjalanan, berakhirlah hubungan kerjanya di
pelabuhan pertama yang disinggahi kapal itu, di mana ada pegawai pendaftaran anak buah janji
yang ditempatkan.
(s.d.u. dg. S. 1939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603e, f, I bis, dan i ter,
dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 401, 433, 451.)
Pasal 449.
Hubungan yang diadakan menurut perjalanan, berakhir bila perjalanan atau perjalananperjalanan yang diadakan untuk hubungan kerja itu sudah selesai.
Namun demikian anak buah kapal, setelah melewati satu setengah tahun, dapat mengakhiri
hubungan kerjanya dengan pemberitahuan di setiap pelabuhan yang disinggahi kapal itu, di
mana ada pegawai pendaftaran anak buah kapal yang ditempatkan.
(s.d.u. dg. S. 1939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603ef, ibis, iter, dan u,
dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 401, 405, 433, 451.)
Pasal 450.
Hubungan kerja yang diadakan untuk waktu tidak tertentu, dapat diakhiri oleh masing-masing
pihak selama anak buah kapal berdinas di kapal, dengan pemberitahuan pemberhentian, dengan
mengindahkan jangka waktu yang ditetapkan untuk itu di setiap pelabuhan tempat kapal
memuat atau membongkar, di mana ada pegawai pendaftaran anak buah kapal. Kecuali bila
dibuat perjanjian untuk jangka waktu yang lebih panjang, maka hal itu adalah 3 kali 24 jam.
(KUHD 401-1 sub 91.)

Page 90 of 157

Jangka waktu untuk pengusaha kapal tidak boleh menjadi lebih pendek daripada untuk anak
buah kapal.
Hubungan kerja itu tidak berakhir karena kematian pengusaha kapal. Namun ahli warisnya
maupun anak buah kapal berwenang untuk mengakhiri dengan pemberitahuan pemberhentian
hubungan kerja untuk waktu-waktu tertentu seakan-akan diadakan untuk waktu tak tertentu.
(s.d.u. dg. S. 1,939-546.) Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1603h, i, i bis, i ter, dan k,
dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 405, 433, 451.)
Pasal 451.
Selama perjalanan kapal, di mana anak buah kapal berdinas, salah satu pihak hanya dapat
mengakhiri hubungan kerjanya sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 1603n menjelang saat kapal berads dalam suatu pelabuhan. (KUHD 433, 449',
450.)
Pasal 452.
Bila dibuat perjanjian, bahwa hubungan ketika akan berakhir pada waktu kapal tiba kembali
dalam suatu pelabuhan di Indonesia yang disebut namanya, maka pengusaha kapal berwenang
untuk mengakhirinya dalam suatu pelabuhan yang dari situ pelabuhan Indonesia tersebut dapat
dicapai dengan cara lain dari. pada dengan kapal terbang, dalam 3 kali 24 jam.
Bila nama pelabuhan di Indonesia yang akan didarati kembali oleh kapal tidak disebut, maka
pengusaha kapal berwenang untuk mengakhiri hubungan kerja dalam suatu pelabuhan yang dari
situ pelabuhan tempat diadakannya perjanjian kerja atau bila perjanjian kerja diadakan di luar
Indonesia, Jakarta, dapat dicapai dengan cara seperti termaksud dalam alinea pertama. (KUHD
403.)
Selain biaya perjalanan, untuk hari-hari setelah Pengakhiran hubungan keda sampai hari yang
berikut pada hari yang seharusnya Ia dapat tiba, pengusaha kapal harus membayarkan kepada
anak buah kapal, upah berdasarkan ketetapan dalam perjanjian kerja menurut lamanya waktu,
beserta biaya pemeliharaan hidup dan bila perlu biaya penginapan. (KUHD 403.)
Di dalam upah yang ditetapkan menurut lamanya waktu dalam alinea yang lampau tidak
termasuk premi dan tuwangan yang berhubungan dengan keda lembur atau pekerjaan khusus
yang harus dilakukan oleh anak buah kapal, dan dengan tatanan khusus ketentuan tujuan atau
muatan kapal itu. (KUHD 405, 433.)
Pasal 452a.
Bila pada akhir dinas di kapal timbul perselihan mengenai penyelesajan perhitungan, pengusaha
kapal sejauh mungkin wajib menyerahkan kepada anak buah kapal itu suatu perhitungan tertulis.
Pihak yang paling siap dapat menghadap residentierechter yang di daerahnya kapal itu tiba atau
daftar anak buah kapal itu dibuat, dengan permohonan untuk memeriksa dan menetapkan
perhitungan itu.
Bila dinas itu berakhir di luar Indonesia, maka masing-masing pihak untuk memperoleh
keputusan sementara dapat menghadap pegawai diplomatik atau konsulat Indonesia yang dapat
dicapai paling awal. (KUHD 4051, 406, 434; Cons. I dst.)
Pasal 452b.
Setelah perjalanan berakhir, anak buah kapal yang hubungan kedanya telah selesai,
bagaimanapun juga wajib membantu membuat suatu keterangan kapal atas keinginan nakhoda
selama 3 hari kerja. (KUHD 355.)
Pasal 452C.
Bila pengusaha kapal tanpa alasan sah menghambat perwira kapal atau anak buah kapal di suatu
pelabuhan untuk menerima upah mereka yang harus dibayar selama atau pada akhir tugasnya di
kapal, maka ia dikenakan denda per hari 3 gulden bagi perwira kapal dan satu setengah gulden
bagi anak buah kapal.

Page 91 of 157

Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1602q, dalam hal ini tidak berlaku. (KUHD 405.)
Pasal 452d.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 16021 dan pasal 1602m, dalam hal ini tidak berlaku.
Pasal 452e.
Para anak buah kapal wajib membantu menyelamatkan kapal dan muatan. Mereka mempunyai
hak atas upah luar biasa untuk hari-hari kerja tersebut.
Bila ada perselisihan, maka upah itu ditetapkan oleh residentierechter, yang di daerahnya telah
dilakukan penyelamatan itu. Di luar Indonesia penetapan itu dilakukan oleh pegawai diplomatik
atau konsulat Indonesia, yang dapat dicapai paling awal. (KUHD 4050, 406.)
Pasal 452f.
Bila sebuah kapal yang tidak diperuntukkan melakukan pekerjaan menghela, telah memberikan
jasa penghelaan kepada kapal lain yang dijumpainya di lautan terbuka dalam keadaan yang tidak
memberikan hak atas upah penolongan, para anak buah kapal mempunyai hak atas bagian dari
upah pengehelaan. Pengusaha kapal wajib memberitahukan, bila dikehendaki, kepada setiap
anak buah kapal jumlah upah penghelaan dan pembagiannya secara tertulis.
Bagian dari upah penghelaan untuk anak para anak buah kapal, dalam hal ada perselisihan,
ditetapkan menurut kelayakan oleh residentierechter yang di daerahnya kapal itu tiba atau daftar
anak buah kapal itu dibuat. (KUHD 405', 406.)
Pasal 452g.
Dalam hal hilangnya kapal karena kecelakaan, bila karena itu anak buah kapal menganggur,
pengusaha kapal wajib membayarkan kepada anak buah kapal itu ganti rugi, akan tetapi untuk
sebanyak-banyaknya selama 2 bulan, sampai jumlah yang sama dengan bagian upah yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja menurut lamanya waktu dalam uang. Bila upah itu untuk
seluruhnya atau untuk sebagian tidak ditetapkan menurut lamanya waktu, maka harus dibayar
suatu yang sama dengan upah yang dibayar menurut kebiasaan karena suatu perjalanan seperti
itu, di mana kapalnya hilang, dengan menetapkan seluruh menurut lamanya waktu; bila ada
perselisihan, diambil keputusan oleh residentierechter yang daerahnya dibuat daftar anak buah
kapal itu atau terletak tempat kedudukan perusahaan kapal itu, atau bila perusahaan itu ada di
luar Indonesia, diputuskan olch residentierechter tempat perusahaan kapal itu dipimpin di
Indonesia, dan bila tempat demikian tidak dapat ditunjukkan, oleh residentierechter Jakarta.
Dalam upah yang ditetapkan menurut lamanya waktu dalam alinea yang lampau, tidak
dimasukkan premi dan tunjangan lain yang berhubungan dengan kerja lembur atau pekerjaan
khusus yang harus dilakukan oleh anak buah kapal dan dengan tatanan, ketetapan tujuan atau
muatan khusus kapal itu.
Bila anak buah kapal berdasarkan ketentuan pasal 421 berhak atas upah, maka upah ini
dikurangkan dari ganti rugi yang dimaksud di sini.
Tuntutan ganti rugi itu diberi hak didahulukan atas semua harta yang dapat dipindahkan dan
harta tetap pengusaha kapal; hak didahulukan itu mempunyai hak yang sama dengan yang
dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1149-40.
Pengusaha kapal yang menyangka, bahwa seorang anak buah kapal atau lebih nempunyai
kesalahan besar terhadap kecelakaan kapal, bila Mahkamah Pelayaran diperintahkan menyelidiki
sebab kecelakaan kapal itu, dapat menghadap residentierechter dengan permohonan untuk
menangguhkan kewajiban yang dimaksud dalam alinea pertama terhadap anak buah kapal
tertentu, sampai Mahkamah Pelayaran telah memberi keputusan tentang sebab bencana itu.
Residentierechter itu berhubung dengan keputusan Mahkamah Pelayaran dapat membebaskan
pengusaha kapal untuk selamanya dari kewajibannya. (KUHD 4050, 406.)
Berdasarkan S. 1933-4 7jo. S. 1938-2, yang berlaku sejak 1 April 1938, maka Bab V dan VI
diganti dengan Bab-bab V, VA, VB, dan VI.

Page 92 of 157

BAB V.
MENCARTERKAN DAN MENCARTER KAPAL.
sub 1.
Ketentuan -ketentuan Umum.
Pasal 453.
yang diartikan dengan mencarterkan (vervrachten) dan mencarter (bevrachten) ialah
pencarteran menurut waktu (carter waktu) dan pencarteran menurut perjalanan (carter
perjalanan).
Percarteran menurut waktu ialah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan)
mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk bagi pihak lainnya
(pencarter), agar digunakan untuk keperluannya guna pelayaran di laut, dengan membayar
suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu. (KUHD 460 dst., 517z, 518 dst., 518f, 533n
dst.)
Pencarteran menurut perjalanan adalah perjanjian di mana pihak yang satu (yang mencarterkan)
mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuab kapal yang ditunjuk untuk seluruhnya
atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (pencarter), agar baginya dapat diangkut orang atau
barang melalui laut dengan satu perjalanan atau lebih dengan membayar harga tertentu untuk
pengangkutan ini. (KUHD 618h dst., 521, 533q dst.; S. 1933-47.)
Pasal 454.
Masing-masing pihak dapat mengharap bahwa dari perjanjian itu dibuat suatu akta. Akta ini
disebut carter-partai. (KUHD 90, 347, 453, 457, 511; Zeg. 23-l-, 31-II-2.)
Pasal 455.
Barangsiapa mengadakan perjanjian pencarteran untuk orang lain, bagaimanapun juga karena
itu terikat terhadap pihak lainnya, kecuali bila dalam perjanjian itu Ia bertindak dalam batas
kuasanya dan menyebutkan pemberi kuasanya. (KUHPerd. 1792 dst., 1806; KUHD 62 dst., 76
dst.)
Pasal 456.
Dengan pemindahtanganan sebuah kapal, perjanjian pencarteran yang diadakan oleh pemilik
sebelumnya tidak menjadi putus. Pemilik baru wajib memenuhi perjanjian tersebut di samping
yang memindahtangankan. (KUHPerd. 1243, 1280, 1576; KUHD 453.)
Pasal 457.
Bila carter-partai dibuat atas nama, maka pencarter dapat mengalihkan hak dan kewajibannya
kepada orang lain dengan endosemen dan penyerahan akta itu.
Bila carter-partai tidak dibuat atas nama, maka setelah endosemen dan penyerahan akta,
penearter tetap terikat terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi kewajiban perjanjian itu.
(KUHPerd. 613, 1152bis; KUHD I 10 dst., 174, 176, 191, 454, 506.)
Pasal 458.
Bila kapalnya pada waktu yang ditentukan dalam perjanjian tidak tersedia bagi pencarter, ia
dapat memutuskan perjanjian itu, dan memberitahukan dengan tertulis kepada pihak yang lain.
Bagaimanapun juga Ia mempunyai hak atas ganti rugi tanpa disyaratkan adanya pernyataan
lalai, kecuali bila yang mencarterkan membuktikan, bahwa kelambatannya tidak dapat
dipersalahkan kepadanya. (KUHPerd. 1238, 1243 dst., 1267; KUHD 456, 460, 463.)
Pasal 459.

Page 93 of 157

Sebelum menggunakan apa yang ditentukan dalam carter-partai, pencarter berwenang untuk
menyuruh memeriksa kapal itu oleh seorang ahli atau lebih atas biayanya.
Para ahli diangkat oleh ketua raad van justitie di daerah kapal itu berada, setelah mendengar
atau memanggil yang mencarterkan secukupnya atau orang yang menwakilinya. Panggilan ini
dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera Di luar afdeling (kini dapat disamakan dengan
kabupaten) yang ada raad van justitie, para ahli itu diangkat oleh kepala Pemerintahan Daerah
setempat, yang di daerahnya kapal itu berada.
Yang mencarterkan atau wakilnya wajib, bila perlu, membantu pemeriksaannya dengan ancaman
hukuman ganti rugi.
Selama tidak ditunjukkan ketidakbenarannya, berita para ahli berlaku antara pihak-pihak pada
perjanjian penearteran sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan kapal itu pada
waktu pemeriksaan.
Pencarter wajib mengganti kerugian yang mencarterkan, yang sekiranya diderita olehnya karena
pemeriksaan dan kelambatan yang disebabkan oleh itu, kecuali bila dari pemeriksaan itu terbukti,
bahwa kapal ada dalam keadaan tidak cukup terpelihara, tidak dilengkapi dengan cukup atau
tidak cocok untuk penggunaan yang ditunuk dalam carter-partai. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD
342 dst., 359 dst., 460, 470a, 524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)
sub 2.
Pencarteran Menurut Waktu.
Pasal 460.
Bila diadakan pencarteran menurut waktu, yang mencarterkan harus menyediakan kapalnya
untuk digunakan oleh pencarter, dan selama berlangsungnya perjanjian itu menjaga agar tetap
dalam keadaan cukup terpelihara, cukup dilengkapi dan diberi anak buah kapal dan cccok untuk
penggunaan seperti yang ditunjuk dalam carter-partai.
Ia menjamin kerugian yang diderita oleh pencarter akibat keadaan kapal, kembali bila Ia
membuktikan telah memenuhi kewajibannya dalam hal ini.
Bila perjanjiannya mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, maka bahan bakar untuk
mesinnya menjadi beban pencarter. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 342 dgt., 359 dst., 460, 470a,
524a, 700; Rv. 215 dst., 316o.)
Pasal 461.
Upah penolongan yang diperoleh oleh kapal itu selama berlangsungnya perjanjian, setelah
dikurangi dengan semua biaya dan bagian yang menjadi hak orang lain, dibagi sama rata oleh
yang mencarterkan dan pencarter. (KUHD 560 dd.)
Pasal 462.
Perjanjian berakhir dengan karamnya kapal, dan bila kapal hilang, pada hari pemberitaan
terakhir.
Uang carternya tidak harus dibayar selama kapal dalam keadaan tidak dapat an akibat kerusakan
yang diderita, karena kekurangan anak buah kapal atau bekal yang cukup. (KUHPerd. 1444;
KUHD 460, 465, 517r, 519d, 533f, s.)
Pasal 463.
Bila uang carternya tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka pihak yang mencarterkan
dapat memutuskan perjanjian itu, asalkan pemberitahuan tentang hal itu dilakukan secara
tertulis kepada pihak lainnya. (KUHPerd. 1238, 1267; KUHD 453, 458, 464 dst.)
Pasal 464.
Masing-masing pihak dapat memutuskan perjanjian dengan pemberitahuan tentang hal itu
secara tertulis kepada pihak lainnya, jika karena tindakan penguasa atau karena pecahnya

Page 94 of 157

perang, pelaksanaan perjanjiannya terhalang dan tidak dapat dimulai kembali dalam waktu yang
layak.
Bila kapal itu berisi muatan atau penumpang di dalamnya dan tidak berada dalam suatu
pelabuhan, kapal itu harus menuju ke pelabuhan pertama yang dapat dicapai. (KUHD 517s, 520a
dst., 533m, u, y.)
Pasal 465.
Dalam segala kejadian di mana perjanjian berakhir sebelum habis waktunya, uang carternya
harus dibayar sampai dengan hari berakhirnya.
Namun bila dalam hal dari pasal 463 dan pasal 464 kapal berisi muatan atau penumpang di
dalamnya, uang carter itu harus dibayar sampai hari muatan telah dibongkar atau
penumpangnya telah diturunkan. (KUHD 462 dst., 521 dst.)
BAB VA.
PENGANGKUTAN BARANG-BARANG.
sub 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 466.
Pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikat diri, baik dengan carter menurut
waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang selunihnya atau sebagian melalui laut. (KUHD 86, 453,
520g, 521, 533.)
Pasal 467.
Pengangkut dalam batas-batas yang layak, bebas dalam memilih alat pengangkutannya, kecuali
bila diperjanjikan suatu alat pengangkutan tertentu. (KUHPerd. 1374; KUHD 5179.)
Pasal 468.
Perjanjian pengangkutan menjajinkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang
harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya.
Pengangkut harus mengganti kerugian karena tidak menyerahkan seluruh atau sebagian
barangnya atau karena ada kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya
barang itu seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu keiadian yang
selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau suatu cacat
barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim.
Ia bertanggungjawab atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang
digunakannya dalam pengangkutan itu. (KUHPerd. 1239, 1243 dst., 1367, 1613, 1706; KUHD 86
dst., 89, 91, 249, 342, 359, 371, 452, 469 dst., 472 dst., 475,477, 479, 483, 487, 517c, p, x,
518n, 519u, 522 dst., 533, 707, 741-1 nomor 31, 746.)
Pasal 469.
Terhadap pencurian dan hilangnya emas, perak, batu mulia dan barang berharga lainnya, uang
dan surat-surat berharga, dan juga terhadap kerusakan barang-barang berharga yang mudah
menjadi rusak, pengangkut hanya bertanggung jawab bila kepadanya diberitahukan tentang sifat
dan nilai barang itu sebelum atau pada waktu ia menerimanya. (KUHD 96, 468, 470, 517c.)
Pasal 470.
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggungjawab atau
bertanggungjawab tidak lebih daripada sampai jumlah yang terbatas untuk kerugian yang
disebabkan karena kurang cakupnya usaha untuk pemeliharaan, periengkapan atau pemberian

Page 95 of 157

awak untuk alat pengangkutnya, atau untuk kecocokannya bagi pengangkutan yang
diperjanjikan, maupun karena perlakuan yang keliru atau penjagaan yang kurang cukup terhadap
barang itu. Persyaratan yang bermaksud demikian adalah batal.
Namun pengangkut berwenang untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak akan bertanggungjawab
untuk tidak lebih dari suatu jumlah tertentu atas tiap-tiap barang yang diangkut, kecuali bila
kepadanya diberitahukan tentang sifat dan nilai barangnya sebelum atau pada waktu
penerimaan. Jumlah ini tidak boleh ditetapkan lebih rendah dari f. 600,-.
Pengangkut di samping itu dapat mempersyaratkan, bahwa ia tidak wajib mengganti kerugian,
bila kepadanya diberitahukan sifat dan nilai barangnya dengan sengaja secara keliru. (AB. 23;
KUHD 359 dst., 362, 469, 470a, 471, 476, 493, 517b, c, 524, 527; S. 1927.-261 pasal 35; S.
1927-262 pasal 27.)
Pasal 470a.
Persyaratan untuk membatasi tanggung jawab pengangkut dalam hal apa pun tidak
membebaskannya untuk membuktikan, bahwa untuk pemelihaman, perlengkapan atau
pemberian awak untuk alat pengangkutan yang diperja4ikan telah cukup diusahakan, bila
ternyata, bahwa kerugian itu adalah akibat dari cacat alat pengangkutannya atau tatanannya.
Dari hal ini tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23; KUHD 359 dst., 459,
471, 517c, 524a.)
Pasal 471.
Persyaratan untuk membatasi tanggungjawab pengangkut tidak membebaskannya dari tanggung
jawab, bila dibuktikan, bahwa ada kesalahan atau kelalaian padanya sendiri atau pada orangorang yang dipekerjakannya, kecuali bila tanggungjawab untuk itu pun ditiadakan dengan tegas.
(KUHPerd. 13651367; KUHD 321, 342, 468', 470a, 517c, 700.)
Pasal 472.
Ganti rugi yang harus dibayar oleh pengangkut karena tidak menyerahkan seluruhnya atau
sebagian dari barang-barang, dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di
tempat tujuan, pada waktu barang itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan apa yang
dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena tidak adanya penyerahan.
Bila muatan selebihnya dengan ketentuan tujuan yang sama, sebagai akibat suatu sebab untuk
hal mana pengangkut tidak bertanggungjawab, tidak mencapai tujuannya, maka ganti ruginya
dihitung menurut nilai barang yang macam dan sifatnya sama di tempat dan pada waktu barang
itu didatangkan. (KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 366, 473, 476, 517c.)
Pasal 473.
Dalam hal adanya kerusakan, maka harus diganti jumlah uang yang diperoleh dengan
mengurangi nilai yang dimaksud dalam pasal 472 dengan nilai barang yang rusak, dan selisih ini
dikurangi dengan apa yang dihemat untuk bea, biaya dan biaya angkutan karena adanya
kerusakan.(KUHD 476, 483, 517c.)
Pasal 474.
Bila pengangkut adalah pengusaha kapal, maka tanggungjawab atas kerusakan yang diderita
barang yang diangkut dengan kapal, terbatas sainpai jumlah f. 50,- setiap meter kubik isi bersih
kapalnya, sepanjang mengenai kapal yang digerakkan secara mekanis, ditambah dengan apa
yang untuk menentukan isinya dikurangkan dari isi kotor untuk ruangan yang ditempati oleh
tenaga penggerak. (KUHD 320 dst., 468, 470, 475 dst., 517c, 525, 541; Rv. 316a-r.)
Pasal 475.
Bila pengangkut bukan pengusaha kapal, kewajiban untuk ganti rugi menurut pasal 468 yang
mengenai pengangkutan melalui laut, terbatas sampai jumlah yang dalam urusan kerusakan
yang diderita, berdasarkan ketentuan pasal yang lalu, dapat ditagih pada pengusaha kapal.

Page 96 of 157

Dalam hal adanya perselisihan, maka pengangkut harus menunjukkan sampai seberapa batas
pertanggungjawabannya. (KUHD 470, 474, 476, 517c, 526; Rv. 316r.)
Pasal 476.
Dengan menyimpang dari ketentuan pasal-pasal 472-475, maka dapat dituntut ganti rugi penuh,
bila kerusakan itu disebabkan oleh kesengajaan atau kesalahan besar pengangkut sendiri.
Persyaratan perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KURD 470, 517c,
524, 527, 541.)
Pasal 477.
Pengangkut bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan oleh penyerahan barang yang
terlambat, kecuali bila ia membuktikan, bahwa kelerlambatan itu adalah akibat suatu kejadian
yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya. (KUHPerd. 1244 dst.; KUHD 92, 342 dst.,
367 dst., 370, 468, 517c, o, 528, 741-1 nomor 30.)
Pasal 478.
Pengangkut mempunyai hak atas ganti rugi yang diderita karena tidak diserahkan kepadanya
sebagaimana mestinya surat-surat yang menjadi syarat untuk mengangkut barang itu.
Ia bertanggung jawab untuk mematuhi undang-undang dan peraturang pemerintah mengenai
barang itu, bila surat-surat dan pemberitahuan yang diberikan kepadanya memungkinkannya
untuk itu. (KUHD 347, 454, 504, 517c, 528, 741; S. 1927-34 pasal 117 dst.)
Pasal 479.
Pengangkut mempunyai hak atas penggantian kerugian yang dideritanya akibat diberikan
kepadanya pemberitahuan yang tidak betul atau tidak lengkap mengenai waktu dan sifat-sifat
barang, kecuali bila ia telah mengenal atau sehamsnya mengenal watak dan sifat-sifat itu.
Pengangkut setiap waktu dapat melepaskan dirinya dari barang-barang yang menimbulkan
bahaya bagi muatan atau kapalnya, juga dengan cara menghancurkannya tanpa diharuskan
mengganti kerugian karena hal itu. Hal ini berlaku jika terhadap barang-barang yang dianggap
sebagai barang selundupan, bila kepada pengangkut diberikain pemberitahuan yang tidak betul
dan tidak lengkap mengenai baraiftg-barang itu. (KUHPerd. 1246 dst.; KUHD 357, 372, 468, 504,
617c, 741; S. 1927-34 pasal 117 dst.)
Pasal 480.
Bila kapal karena keadaan setempat tidak mencapai atau tidak dapat Inencapai tempat tujuannya
dalam waktu yang layak, pengangkut wajib berusaha atas biayanya mengantarkan barangbarang ke tempat tujuannya dengan tongkang atau dengan jalan lain.
Bila diperjanjikan, bahwa kapal tidak perlu pergi lebih jauh dari tempat yang dapat sampal dan
berlabuh lancar dan aman, maka pengangkut berwenang untuk menyerahkan barang-barang itu
di tempat terdekat pada tenipat tujuannya yang memenuhi syarat ini, kecuali bila halangan itu
hanya bersifat sementara, sehingga hal itu hanya akan menyebabkan kelambatan sedikit. (KUHD
517c, 529, 702;S. 1920-274.)
Pasal 481.
Bila pada suatu tempat ditempatkan pegawai yang diangkat oleh pemerintah setempat, yang
ditugaskan untuk mengawasi penghitungan, pengukuran atau penimbangan barang-barang yang
harus diserahkan, maka atas perintah pengakut atau penerima pada waktu penerimaan,
penghitungan, pengukuran atau periimbangannya, dapat dilakukan atau diawasi oleh pegawai
tersebut.
Hasil penghitungan, pengukuran atau penimbangan yang d;lakukan atau diawasi oleh pegawai
tersebut untuk pihak-pihak itu adalah mengikat, kecuali bila dibuktikan bahwa hal itu tidak benar.
Biaya yang timbul untuk pemberian upah kepada pegawai tersebut dipikul sama rata oleh kedua
belah pihak. (KUHD 94, 482, 485, 489, 503.)

Page 97 of 157

Pasal 482.
Apa yang ditentukan pada alinea Pertama pasal yang lalu tidak berlaku, bila dan sekedar karena
itu pembongkaran janji terlambat.
Pasal 483.
Baik pengangkut maupun penerima berwenang untuk minta agar diadakan pemeriksaan olah
hakim tentang keadaan sewaktu barang diserahkan atau telah diserahkan, beserta anggaran
penaksiran kerugian yang ditimbulkannya.
Pengangkatan ahli-ahli dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila dalam wilayah tempat
terjadinya penyerahan ada pengadilan tinggi, atau kalau tidak ada, oleh residentierechter atau
bila ia tidak hadir, terhalang atau tidak ada, oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, dan
dalam semua hal, setelah pihak lain atau wakilnya didengar atau dipanggil secukupnya.
Pemeriksaan yang dimaksud dalam pasal ini tidak boleh dilakukan sedemikian rupa, sehingga
peraturan dinas kapal pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 472dst, 481, 484 dst, 489
dst, 712, 746;Rv. 215 dst, 313)
Pasal 484.
Bila pemeriksaan usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya atau
yang telah dipanggil secukupnya, maka berita acara yang dikeluarkan mengenai hal usaha
berlaku sebagai bukti di hadapan pengadilan mengenai keadaan barang pada waktu
pemeriksaan, selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar adanya. (KUHD 4593, 48 13 ,
483 3 , 4893 , 746.)
Pasal 485.
Bila barang-barang yang telah diterima tanpa diadakan pengawasan seperti termaksud dalam
pasal 481, dianggap barang-barang itu telah diserahkan tanpa ada kekurangan, kecuali bila
sebelum atau pada kesempatan penerimaan barang itu, atau bila kekurangannya dari luar tidak
kelihatan, selambat-lambatnya pada hari ketiga setelah penerimaan, penerima telah
memberitahukan secara tertulis kepada pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu
kekurangan.
Bila suatu kekurangan sudah pasti, maka bila hal usaha mengenai barang -barang dengan
berbagai-bagai sifat, dianggap bahwa kekurangannya mempunyai susunan yang sama menurut
imbangan seperti pada barang-barang yang telah diserahkan, kecuali ada dasar untuk menerima
pendapat lain. (KUHD 93, 486 dst., 712, 746.)
Pasal 486.
Bila barang-barang yang tanpa diadakan pemeriksaan pengadilan seperti termaksud dalam pasal
483, dianggap bahwa hal itu telah diterima diserahkan menurut isi dari konosemennya, kecuali
bila sebelum atau pada kesempatanpenerimaan barang atau bila kekurangannya dari luar tidak
kelihatan, selambat-lambatnya pada hari ketiga setelah penerimaan, penerima telah
memberitahukan secara tertulis kepada pengangkut atau wakilnya tentang adanya suatu
kekurangan. Pemberitahuan itu harus menyebut sifat kerugian pada umumnya.
Kerusakan meliputi kehilangan isi seluruhnya atau sebagian. (KUHD 93, 485, 487 dst.)
Pasal 487.
Gugatan untuk penggantian kerugian harus didaftarkan dalam 1 tahun setelah penyerahan
barang atau setelah hari barang itu seharusnya diserahkan. (KUHD 486, 488, 741.)
Pasal 488.
Penerima barang mempunyai hak didahulukan mengenai ganti rugi atas barang-barang
angkutannya terhadap para kreditur, kecuali yang disebut dalam pasal 316, asalkan ia menyuruh

Page 98 of 157

menyita biaya angkutan dalam jangka waktu yang disebut dalam pasal yang lalu. Dengan
penyitaan itu dianggap peraturan dalam pasal yang lalu telah terpenuhi, (KUHperd. 1132 dst.)
Bila tidak ada surat, penyitaan dapat dilakukan dengan izin ketua raad van justitie yang
daerahnya barang-barang itu diserahkan. pengadilan usaha memeriksa tuntutan pernyataan
sahnya dan pencabutan penyitaan, beserta tuntutan untuk pemberian pernyataan kepada pihak
ketiga yang barangnya disita.
Di luar kabupaten yang ada raad van justitienya penyitaan dapat dilakukan atas izin
residentierechter yang mempunyai wilayah penyerahan barang yang bersangkutan. (KUHD 468
dst., 500; Rv. 728 dst.)
Pasal 489.
Penerima barang yang menduga adanya kerusakan pada barangnya, berwenang untuk
menyuruh mengadakan pemeriksaan oleh pengadilan sebelum atau pada waktu penyerahan,
tentang cara memuat barang dalam kapal, dan tentang sebab kerusakannya.
Pengangkatan ahli-ahlinya dilakukan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat
dilakukannya penyerahan, dan kalau tidak ada oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh
kepala pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga setelah mendengar atau memanggil
secukupnya pihak lawan atau wakilnya.
Bila pemeriksaan usaha telah diadakan dengan dihadiri oleh pihak yang lain atau wakilnya atau
setelah panggilan secukupnya, maka berita yang dikeluarkan mengenai itu berlaku sebagai bukti
di hadapan pengadilan mengenai pemuatan barang ke dalam kapal dan sebab dari kerusakan itu,
selama tidak ditunjukkan bahwa hal itu tidak benar adanya.
Pemeriksaan yang dimaksud dalam pasal usaha tidak akan dilakukan, bila peraturan dinas kapal
pelayaran terganggu karenanya. (KUHD 94, 361, 491, 493, 533a,)
Pasal 490.
Biaya pemeriksaan pengadilan yang dimaksud dalam pasal 483 dan pasal 489 menjadi beban
pemohon.
Namun bila pengangkut harus mengganti kerugian yang dinyatakan itu, bila ada dasarnya, hakim
dapat membebankan biaya pemeriksaan yang diusahakan oleh pemohon kepada pengangkut.
(KUHD 468 dst., 473 dst., 481, 492.)
Pasal 491.
Setelah penyerahan barang di tempat tujuannya, penerima harus membayar biaya angkutannya
dan apa yang selanjutnya harus dibayar sesuai dengan dokumennya yang berdasarkan itu telah
menerima penyerahannya. (KUHD 359, 454, 466, 492 dst., 506, 511, 517p, q, 519u.)
Pasal 492.
Bila biaya angkutannya ditetapkan menurut ukuran, berat atau bilangan barang-barang yang
harus diangkut, maka hal itu dihitung menurut ukuran, berat atau bilangan yang ada pada
barang-barang itu pada waktu penyerahan kepada penerima, kecuali bila ternyata, bahwa
ukuran, berat atau bilangannya pada waktu pengambilalihan untuk diangkut lebih sedikit, yang
dalam hal itu dilakukan.
Biaya pengukuran, penimbangan dan penghitungan pada waktu penyerahan dibebankan kepada
pengangkut, kecuali bila dalam pelabuhan itu ada kebiasaan yang lain. (AB. 3; KUHD 481, 490
dst.)
Penghitungannya menurut ketentuan-ketentuan usaha.
Pasal 493.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam alinea kedua pasal usaha, pengangkutan tidak
berwenang untuk menahan barang guna menjamin apa yang harus dibayar dalam urusan
pengangkutannya dan sebagai sumbangan dalam kerugian (avarij) umum. Persyaratan perjanjian
yang bertentangan dengan usaha adalah batal.

Page 99 of 157

Ia berhak, sebelum penyerahan barangnya, untuk menuntut agar diadakan jaminan pembayaran
yang oleh penerima harus dibayar dalam urusan pengangkutannya dan sebagai sumbangan
dalam kerugian umum.
Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, diambil
keputusan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat penyerahannya harus
dilakukan, bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada oleh kepala Pemerintahan
Daerah setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak yang paling bersedia, setelah
mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau wakilnya. (AB. 14; KUHD 361, 470,
476, 489, 491, 509 dst., 524, 527, 533a; Rv. 613 dst.)
Pasal 494.
Bila pada waktu perhitungan akhir timbul perselisihan tentang jumlah yang harus dibayar oleh
penerima, apakah untuk menentukan itu tidak diperlukan perhitungan yang segera dilaksanakan,
maka penerima wajib dengan seketika memenuhi bagian yang harus dibayarnya disetujui oleh
pihak-pihaknya, dan mengadakan jaminan untuk pembayaran bagian yang diperselisihkan
olehnya atau untuk bagian yang jumlahnya belum pasti.
Bila sesuai dengan pasal yang lalu telah diadakan jaminan, penerima wajib mengusahakan agar
jumlah jaminan itu tetap dalam keadaan yang mencukupi.
Bila timbul sengketa mengenai jumlah atau sifat jaminan yang harus diadakan, atau mengenai
jumlah yang untuk itu jaminan yang harus diadakan itu harus diusahakan dalam keadaan tetap
mencukupi, diambil keputusan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam wilayah tempat
penyerahannya harus dilakukan, dan bila tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada
oleh kepala pemerintahan Daerah setempat, dan bagaimanapun juga atas permohonan dari
pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawan atau
wakilnya. (KUHperd. 1820 dst.; KUHD 361, 491, 493, 533a; Rv. 613 dst.)
Pasal 495.
Bila penerima tidak datang, menolak untuk menerima barangnya, atau bila atas barang itu
dilakukan penyitaan revindikatur (yang barangnya dapat dituntut kembali oleh yang berhak),
pengangkut wajib menyimpan barang di tempat penyimpanan yang sesuai untuk itu atas beban
dan kerugian dari yang mempunyai hak.
Pengangkut dapat memutuskan untuk melakukan penyimpanan, bila penerima menolak untuk
mengadakan jaminan sesuai dengan ketentuan pasal 493 atau timbul perselisihan tentang jumlah
atau sifat jaminan yang harus diadakan.
Bila di tempat tujuannya tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak
mempunyai wakil di sana, pengangkut dalam hal tersebut dalam alinea kedua pasal usaha,
berwenang untuk mengangkut barang itu ke pelabuhan pertama yang berikut, di mana
penyimpanan dapat dilakukan paling sesuai, dan ia mempunyai wakil dan menyimpannya di sana
dalam tempat yang sesuai untuk itu, semuanya untuk beban dan kerugian dari yang mempunyai
hak. (KUHperd. 1736 dst.; KUHD 94, 498, 516, 517j, k, t, 5191, 520m; Rv. 721 dst.)
Pasal 496.
Bila barang yang sudah disimpan, bila mudah menjadi busuk, baik pengangkut maupun
penyimpan dapat dikuasakan untuk menjual seluruhnya atau sebagian dengan cara yang
ditentukan oleh pejabat yang dalam alinea berikut dinyatakan berwenang; pengangkut di
samping itu dapat dikuasakan, agar dari hasilnya ia mengambil apa yang harus dibayar
kepadanya.
Pemberian kuasa dilakukan oleh ketua raad van justitie, yang di daerahnya barang itu disimpan,
sedapat-dapatnya setelah mendengar atau memanggil dengan cukup orang-orang yang ikut
berkepentingan atau wakil mereka. Di luar daerah di mana ada ketua raad van justitie,
pemberian kuasa irli dilakukan oleh residentierechter atau bila ia tidak ada atau berhalangan,
oleh kepala pemerintahan Daerah setempat.

Page 100 of 157

Hasil penjualan barang, sekedar tidak digunakan untuk memenuhi biaya penyimpanan dan
tagihan pengangkut, disimpan pada pengadilan. (KUHPerd. 1694 dst., 1730 dst.; KUHD 94, 361,
491, 495, 497 dst., 510 dst., 516, 533a; Rv. 316o.)
Pasal 497.
Bila hasil penjualan barang tidak cukup untuk memenuhi tagihan pengangkut, maka
kekurangannya ditagih dari orang yang telah mengadakan perjanjian pengangkutan dengannya.
(KUHD 496, 498, 516, 533a.)
Pasal 498.
Bila atas barang itu dilakukan penyitaan lain daripada revindikatur, pengangkut wajib juga
menyimpan dalam tempat yang sesuai untuk itu. Bila barangnya mudah menjadi busuk, maka
baik pengangkut dan penyimpan maupun penyita dan penerima dapat dikuasakan untuk
menjualnya.
Hasil penjualan barang-barang, setelah dikurangi biaya penyimpanan, disimpan pada pengadilan.
(KUHperd. 1694 dst., 1730 dst.; KUHD 495 dst., 516, 517j, k, 5191, 568g; Rv. 477 dst., 728 dst.)
Pasal 499.
Pengangkut yang menyerahkan barang angkutannya bertentangan dengan pasal yang lalu,
begitu pula penerima yang menerima penyerahan itu, sedangkan ia tahu bahwa barang itu ada
di bawah penyitaan, bertanggungjawab secara pribadi terhadap pemenuhan tuntutan yang
menyebabkan diletakkannya penyitaan, sepanjang tuntutan pada waktu barang diserahkan dapat
dipenuhi dengan barang tersebut.
Dianggap bahwa tuntutan itu seluruhnya dapat dipenuhi dengan barang tersebut dan bahwa
penerima barang mengetahui tentang adanya penyitaan itu, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
(KUHperd. 1388; KUHD 568g; KUHp 231.)
Pasal 500.
Setelah penyerahan, maka pengangkut setelah menerima izin dari ketua raad van justitie, di
mana pun juga barang itu berada, dapat menyita barang itu untuk jumlah yang harus dibayar
kepadanya, bila untuk pembayarannya oleh penerima tidak diadakan jaminan, dan selama tidak
ada pihak ketiga yang telah memperoleh suatu hak atas barang itu dengan itikad baik dan
menjaminnya dengan imbalan atau belum lewat satu bulan setelah penyerahannya.
Di luar kabupaten yang ada raad van justitienya, penyitaan dapat dilakukan dengan izin
residentierechter.
Pasal-pasal 721-727 Reglemen Acara perdata berlaku terhadap penyitaan usaha.
Raad van justitie yang di dalam daerahnya dilakukan penyitaan, memeriksa, tuntutan pernyataan
sahnya dan pencabutan penyitaan. (KUHperd. 1977; KUHD 487, 491, 493, 533a.)
Pasal 501.
Bila pengangkut menyerahkan barang tanpa menyuruh memenuhi apa yang kepadanya harus
dibayar pada penyerahan itu karena pengangkutan tersebut atau tanpa menerima jaminan untuk
itu, maka ia kehilangan hak dalam urusan itu, terhadap orang yang telah mengadakan perjanjian
pengangkutan dengannya, bila orang usaha membuktikan, bahwa dengan dasar hubungan
hukum yang ada antara ia dan penerima, apa yang harus dibayar harus dipikul oleh penerima
dan bila ia tidak akan dapat menagih hal itu kepadanya, seandainya ia telah membayarnya.
(KUHD 491, 493.)
Pasal 502.
Penerima tidak berwenang untuk melepaskan hak atas barang-barangnya untuk seluruhnya atau
sebagian untuk membayar biaya angkutannya. (KUHD 517p, 519u.)
Pasal 503.

Page 101 of 157

Biaya pemilihan barang-barang, sekedar diperlukan untuk penyerahan yang rapi, menjadi beban
pengangkut. (KUHD 481, 492.)
Pasal 504.
Pengirim dapat meminta agar pengangkut mengeluarkan konosemen tentang barang yang
diterimanya untuk diangkut, dengan menarik kembali tanda terima, sekiranya telah dikeluarkan
olehnya.
Pengirim di lain pihak wajib memberikan pada waktu yang tepat bahan-bahan yang diperlukan
guna pengisian konosemennya. (KUHD 347, 479, 505 dst., 518k, 519s.)
Pasal 505.
Nakhoda berwenang mengeluarkan konosemen barang-barang yang diterima untuk dimuat di
kapal yang dipimpinnya, kecuali jika ada orang lain yang ditugaskan untuk mengeluarkannya.
(KUHD 341, 341a,d, 359, 363, 376', 397, 504, 518d, k, 519i, s.)
Pasal 506.
Konosemen adalah surat yang diberi tanggal yang di dalamnya diterangkan oleh pengangkut,
bahwa ia telah menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut barangbarang ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya di sana kepada orang yang ditunjuk,
demikian pula dengan persyaratan perjanjian yang bagaimana penyerahan itu akan dilakukan.
Orang usaha dapat disebut dengan namanya, baik sebagai yang ditunjuk dari pengirim atau dari
pihak ketiga, maupun sebagai orang yang menunjukkan konosemen itu, dengan atau tanpa di
samping orang yang disebut dengan namanya.
Kata-kata atas-tunjuk begitu saja dianggap menunjukkan yang ditunjuk dari pengirim.
Bila konosemen dikeluarkan setelah pemuatan barang-barang, maka di dalamnya atas kehendak
pengirim disebut nama kapal yang memuat barang itu. Bila konosemen itu dikeluarkan sebelum
pemuatan barang-barang tanpa menyebut nama kapal yang akan memuat barang-barang itu,
maka pengirim dapat mengharap, agar di dalamnya masih akan dicatat oleh pengangkut nama
kapalnya dan hari pemuatannya, segera setelah itu terjadi. (KUHperd. 613, 1977; KUHD 90, 457,
491, 508, 531.)
Pasal 507.
Konosemen dikeluarkan dalam dua lembar yang dapat diperdagangkan, yang di dalamnya
dinyatakan berapa lembar seluruhnya yang dikeluarkan, berlaku semua untuk satu dan satu
untuk semuanya. Lembar-lembar yang tidak dapat diperdagangkan harus dinyatakan sebagai
demikian.
Terhadap tiap lembar yang di dalamnya tidak terdapat pernyataan jumlah lembar yang
dikeluarkan dan yang tidak ditandai bahwa tidak dapat diperdagangkan, pengangkut wajib
melakukan penyerahan kepada orang yang memperolehnya dengan itikad baik dan menjaminnya
dengan imbalan. (KUHperd. 613 3, 1977; KUHD 347, 509 dst., 515; KUHp 383bis; Zeg. 31, 11,
2.)
Pasal 508.
Konosemen atas-tunjuk dipindahtangankan dengan endosemen dan penyerahan naskahnya.
Endosemen itu tidak usah memuat harga yang telah dusahakmati, begitu pula tidak usah
ditentukan atas-tunjuk. Satu tanda tangan pun di halaman belakang konosemen sudah cukup.
(KUHperd. 613 3 ; KUHD 110 dst., 176, 506, 517a, 531 .)
Pasal 509.
Bila telah dikeluarkan konosemen, tidak dapat dituntut penyerahan barang sebelum tiba di
tempat tujuan selain dengan penyerahan kembali semua lembar konosemen yang dapat
diperdagangkan atau, bila tidak semua diserahkan kembali, dengan jaminan untuk semua

Page 102 of 157

kerugian yang mungkin diderita karenanya. Bila timbul perselisihan tentang jumlah dan sifat
jaminan, maka hal itu diserahkan kepada putusan hakim. (KUHD 493, 507 dst., 520h, j; Rv. 613.)
Pasal 510.
Pemegang yang sah berhak menuntut penyerahan barang di tempat tujuan sesuai dengan isi
konosemennya, kecuali bila ia menjadi pemegang tidak sah menurut hukum.
Surat-surat yang oleh pemegang konosemen dikeluarkan kepada pihak ketiga, dengan maksud
agar dengan itu diterima bagian dari barang-barang yang disebut dalam konosemennya, tidak
memberikan hak tersendiri kepada para pemegangnya atas penyerahan terhadap pengangkut.
(KUHperd. 613, 1977; KUHD 491, 507, 509, 511 dst., 515.)
Pasal 511.
Perjanjian pengangkutan atau bila diadakan carter-partai, carter-partai hanya dapat digunakan
sebagai alat untuk membantah pemegang konosemen dan usaha hanya dapat digunakan sebagai
dalih, bila dan sekedar oleh konosemen ditunjuk kepada hal itu, kecuali bila ia sendiri atau orang
yang atas bebannya ia bertindak, adalah suatu pihak pada perjanjian itu atau carter-partai itu.
Pemegang konosemen tidak wajib memenuhi bea berlabuh tambahan atau ganti rugi dalam
urusan pemuatan atau yang harus dibayar karena sebagian barang tidak dimuat, kecuali jika
kewajiban membayar itu ternyata dari konosemen itu, atau ia selayaknya dapat dianggap
mengetahui pada waktu memperoleh konosemen dari tempat lain tentang kewajiban bayar itu,
atau konosemen memuat penunjukan secara umum kepada ketentuan dalam carter-partai dan
usaha menentukan, bahwa tanggung-jawab pencarter untuk bea berlabuh tambahan atau ganti
rugi berhenti dengan berakhirnya pemuatan. pengecualian yang diadakan pada akhir alinea
pertama berlaku juga di sini. (KUHperd. 1792 dst.; KUHD 76 dst., 454 dst., 466, 519s, 520g.)
Pasal 512.
Bila pemegang konosemen sendiri adalah pengirimnya atau bertindak untuk bebannya,
pengangkut cukup dengan menyerahkan apa yang telah diterimanya untuk diangkut, meskipun
uraian mengenai barangnya dalam konosemen tidak sesuai. (KUHperd. 1792 dst.; KUHD 504,
506, 510.)
Pasal 513.
Bila dalam konosemen dimuat klausula: "isi, sifat, jumlah, berat atau ukuran tidak diketahui ",
atau klausula semacam itu, maka pernyataan yang terdapat pada konosemen mengenai isi, sifat,
jumlah, berat atau ukuran dari barang tidak mengikat pengangkut, kecuali bila ia telah tahu atau
semestinya harus tahu tentang jenis atau keadaan barang-barang itu atau barang-barang itu
telah dihitung, ditimbang atau diukur di hadapannya. (KUHD 481, 485, 492, 506, 510.)
Pasal 514.
Bila konosemennya tidak menyebut keadaan barangnya, dianggap pengangkut telah menerima
barangnya dalam keadaan baik, sampai ada bukti kebalikannya, bila keuhatan dari luar dalam
keadaan baik. (KUHPerd. 1915 dst., 1921; KUHD 506.)
Pasal 515.
Pemegang konosemen yang telah melaporkan diri untuk menerima barang-barang yang
disebutkan di dalamnya, setelah menerima barang-bararkg itu dengan beres, wajib menyerahkan
konosemennya kepada penandatangan atau wakitnya dengan dibubuhi tanda terima.
Bila diminta, ia wajib menitipkan konosemen itu kepada pihak ketiga guna menjamin
pengembaliannya, sebelum dimulai dengan penyerahan barang-barangnya.
Bila ada perselisihan, maka pihak ketiga itu ditunjuk oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam
wilayah di mana penyerahan itu dilakukan, kalau tidak, oleh residentierechter, atau jika ia tidak
ada oleh kepala Pemerintahan Daerah setempat, bagaimanapun juga atas permohonan pihak
yang paling bersedia dan setelah mendengar atau memanggil secukupnya pihak lawannya atau

Page 103 of 157

wakilnya. pemanggilan usaha dilakukan dengan surat tercatat. (KUHperd. 1730 dst.; KUHD 94,
507, 510.)
Pasal 516.
Pengangkut wajib menyimpan barang-barang atas biaya dan bahaya kerugian pemilik dalam
tempat yang sesuai untuk itu, bila pemegang berbagai konosemen atau berbagai lembar dari
konosemen yang sama di tempat tujuan menuntut penyerahan dari barang-barang yang sama.
Bila di tempat tujuan tidak ada tempat penyimpanan yang sesuai atau pengangkut tidak
mempunyai wakilnya, maka pengangkut berwenang untuk mengangkut barang-barang itu ke
pelabuhan pertama yang berikut yang penyimpanannya dapat dilakukan paling sesuai dan yang
mempunyai wakil, dan di sana menyimpan barang pada tempat penyimpanan yang sesuai,
semua atas biaya dan bahaya kerugian pemilik.
Pasal 496 dan pasal 497 dalam hal usaha berlaku, kecuali perubahan usaha, bahwa pemberian
kuasa untuk menjual dapat diminta oleh tiap-tiap pemegang konosemen, bila barang-barang
dapat menjadi lekas busuk. (KUHD 495, 498, 507, 510, 517j, t, 5191, 520m.)
Pasal 517.
yang mempunyai hak terkuat di antara para pemegang berbagai lembar konosemen dari barangbarang yang disimpan menurut pasal yang lain, adalah orang yang menjadi pemegang dari
lembaran, sesudah pemegang yang mendahului mereka, yang menjadi pemegang dari seluruh
lembaran, orang yang pertama menjadi pemegang dengan itikad baik dan menjaminnya dengan
imbalan. (KUHD 507.)
Pasal 517a.
Penyeraban konosemen sebelum pengangkut menyerahkan barang-barang yang disebut di
dalamnya, berlaku sebagai pemindahtanganan barang-barang itu. (KUHperd. 613, 495, 508.)
Pasal 517b.
Konosemen-konosemen yang isinya bertentangan dengan ketentuan pasal 470, tidak boleh
dikeluarkan untuk pengangkutan dari pelabuhan Indonesia. (KUHD 504; KUHp 568.)
Pasal 517c.
Pasal-pasal 468-480 berlaku terhadap pengangkutan lewat laut dari pelabuhan-pelabuhan
Indonesia. Hal itu juga berlaku terhadap pengangkutan lewat laut ke pelabuhan-pelabuhan
Indonesia, kecuali alinea pertama pasal 470 dan alinea kedua pasal 470a yang tetap tidak
berlaku terhadap hal itu, sekedar persyaratan dan perjanjian yang dimaksud di situ berlaku sah
menurut undangundang negara tempat dilakukannya pemuatan. (AB. 18.)
Pasal 517d.
Ketentuan-ketentuan bab usaha yang berhubungan dengan pemuatan atau pembongkaran dan
penyerahan barang selalu berlaku, bila pemuatan atau pembongkaran dan penyerahannya
dilakukan di pelabuhan Indonesia.

Sub 2.
Dinas perhubungan Tetap.
Pasal 517e.
Terhadap pengangkutan oleh perusahaan-perusahaan pelayaran yang menyelenggarakan dinas
tetap antara dua tempat atau lebih (kapal-kapal pelayaran tetap) berlaku ketentuan-ketentuan
berikut. (KUHD 533d.)
Pasal 517f.

Page 104 of 157

Bila pengangkut telah mengumumkan syarat-syarat pengangkutan dan tarif, ia wajib


mengangkut barang-barang yang diajukan kepadanya dan yang dihubungkan sesuai dengan
syarat-syarat dan tarif itu, sekedar hal itu dimungkinkan oleh ruangan yang disediakan baginya
untuk jurusan yang diminta. Pengangkut wajib memberi kesempatan kepada umum untuk
memperoleh daftar syarat-syarat dan tarif yang telah diumumkan. Usaha berlaku terhadap
pengangkutannya, kecuali bila oleh kedua belah pihak ditetapkan ketentuan-ketentuan lain
secara tertulis. (KUHD 517y, 533e; S. 1927-261 pasal 22, 32; S. 1927-262 pasal 3 dst., 6.) kapal
terPasal 517g.
Pengangkut tidak wajib mengangkut dengan kesempatan tentu, dengan tidak mengurangi
tanggungjawabnya untuk kelambatan pengangkutannya. (KUHD 467, 477, 517h, o, 741.)
Pasal 517h.
Kesediaan untuk mengangkut dengan kesempatan kapal tertentu batal, bila barang-barang tidak
disampalkan pada waktunya, dengan tidak mengurangi hak pengangkut atas ganti rugi yang
diderita karenanya. (KUHperd. 1239 dst., 1246 dst.; KUHD 467, 517g, 741.)
Pasal 517i.
Pengangkut harus menyerahkan barang-barang angkutannya di tempat tujuan, di kapal atau di
darat.
Ia wajib memberitahukan tentang datangnya barang-barang dan tentang cara penyerahannya
kepada mereka yang telah melaporkan diri selaku penerima dan telah menunjukkan hak mereka.
(KUHD 517m.)
Terhadap para penerima lainnya ia cukup dengan pemberitahuan dengan cara yang lazim. (AB.
15.)
Ketentuan-ketentuan dalam alinea kedua dan ketiga dalam hal usaha tidak berlaku, bila untuk
hal tersebut keadaan setempat tidak mengizinkan atau tidak ada gunanya. (KUHD 359, 510,
517j, k, 519i.)
Pasal 517J.
Barang-barang yang diserahkan dari kapal harus diterima oleh penerima dari alat pembongkar
yang digunakan oleh pengangkut, begitu hal itu diberitahukan oleh pengangkut kapal untuk
diserahkan.
Bila penerima pada saat termaksud dalam alinea yang lalu tidak memulai dengan
penerimaannya, atau setelah memulainya, tidak melanjutkannya dengan tertib dan dengan
kecepatan yang seimbang dengan kemampuan kapal untuk melakukan penyerahan, pengangkut
berwenang untuk membongkar barang-barang itu dan memasukkannya dalam tongkangtongkang atau menyimpannya di tempat-tempat yang sesuai untuk itu, atas beban dan risiko
penerima.
Bila pembongkaran dan penyimpanan yang dimaksud dalam alinea yang lain tidak mungkin
dilakukan atau pengangkut di tempat itu tidak mempunyai perwakilan, nakhoda berwenang
untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran dan penyimpanan barang-barang itu
lalu dilakukan di pelabuhan pelayaran tetap berikutnya, di mana hal usaha dapat dilakukan paling
sesuai dan di mana pengangkut mempunyai perwakilan, dalam tongkang-tongkang atau dalam
tempat tongkang penyimpanan yang sesuai, semua atas beban dan risiko penerima.
Dalam hal tersebut pada alinea yang lalu, nakhoda mempunyai juga wewenang bila dianggapnya
hal iz-d penting untuk penerima, untuk menahan barang di kapal dan menyerahkannya, bila
kapalnya singgah lagi di tempat tujuan itu. Hal itu dilakukan atas risiko penerima, yang dengan
demikian di samping biaya angkutan yang semula harus dibayar, juga biaya angkutan dari
tempat tujuan ke pelabuhan pelayaran tetap dan sebaliknya seperti yang dimaksud dalam alinea
ketiga.

Page 105 of 157

Dalam hal-hal penyimpanan barang-barang, mengangkut terus dan menahannya di kapal,


pengangkut wajib memberitahukan selekasnya kepada para penerima tentang hal usaha, kecuali
bila pemberitahuan dengan cara pasal 517i telah dilakukan. (KUHperd. 1694 dst.; KUHD 495 dst.,
498, 516, 517k, 1, ml s, t, 5 1 9k dst.)
Pasal 517k.
Bila pengangkut di suatu tempat mempunyai perwakilan dan tempat penyimpanan yang sesuai,
maka barang-barang yang harus diserahkan di darat harus diterima di sana - oleh para penerima
tersebut dalam alinea kedua pasal 517i, selambat-lambatnya pada hari kedua setelah mereka
menerima pemberitahuan tentang tibanya atau, bila di dalamnya ditentukan hari yang lebih
kemudian, maka pada hari itulah, - oleh para penerima selebihnya paling lambat pada hari kedua
setelah pemberitahuan dilakukan atau, bila di dalamnya ditentukan hari yang lebih kemudian,
pada hari itulah, dan bila tidak dikeluarkan pemberitahuan, paling lambat pada hari kedua
setelah pembongkaran di darat.
Bila penerima pada hari yang ditunjukkan baginya dalam alinea yang talu tidak memulai dengan
penerimaan atau setelah menerimanya tidak melanjutkannya dengan tertib dan dengan
kecepatan yang pantas, pengangkut berwenang untuk tetap menyimpan barang-barang itu
dalam tempat penyimpanan yang sesuai untuk itu.
Bila pengangkut tidak mempunyai perwakilan di tempat itu atau tempat penyimpanan yang tidak
sesuai, barang itu harus diterima oleh penerima di darat, segera setelah hal itu di sana
ditunjukkan untuk diterima.
Bila dalam hal yang terakhir penerima tidak memulai dengan penerimaan pada waktunya,
nakhoda berwenang untuk mengembalikan lagi barang-barang ke kapal dan mengangkutnya
terus ke pelabuhan pelayaran tetap pertama berikutnya, di mana barang-barang dapat dibongkar
dan disimpan secara sesuai dan di mana pengangkut mempunyai perwakilan, dan
membongkarnya di sana ke dalam tongkang-tongkang atau menyimpannya di tempat yang
sesuai untuk itu, semua atas beban dan risiko penerima.
Dalam hal apa yang tersebut dalam alinea yang lalu, maka nakhoda juga mempunyai wewenang,
bila ia menganggap hal usaha penting untuk penerima, untuk menahan barangnya di kapal setelah menerimanya kembali di kapal - dan menyerahkannya, bila kapalnya singgah lagi di
tempat tujuan itu. Hal itu dilakukan atas risiko penerima, yang dengan demikian di samping biaya
angkutan yang semula harus dibayar juga biaya angkutan dari tempat tujuan ke pelabuhan
pelayaran tetap dan sebaliknya seperti yang dimaksud dalam alinea keempat, beserta biaya
untuk memuat dan membongkar.
Ketentuan dalam alinea terakhir pasal 517j di sini berlaku juga. (KUHperd. 1694 dst.; KUHD 495,
498, 516, 517i, 1, ml s, t, 519l dst.)
Pasal 517l.
Pengangkut wajib menghentikan pembongkaran atau penyimpaiian yang telah dimulainya secara
sepihak berdasarkan ketentuan pasal-pasal yang lalu, bila penerima masih mau datang
melaporkan diri untuk menerima dan mengambil tindakan yang perlu untuk secepatnya
melaksanakannya. (KUHD 510, 517m, 519m, 520m.)
Pasal 517m.
Pada waktu penerimaan, maka penerima akan berlaku menurut ketentuan-ketentuan yang
diberikan pengangkut mengenai waktu dan caranya, kecuali bila ketentuan-ketentuan itu
sedemikian rupa, sehingga selayaknya tidak dapat dituntut dari penerima untuk menaatinya. (AB.
15; KUHperd. 1338:1, 1339; KUHD 517i, j, n, o, 519n.)
Pasal 517n.
Bila pengangkut tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk membongkar atau menyimpan
barang-barang di tempat tujuan, dan penerimaan yang tidak pada waktunya adalah akibat dari

Page 106 of 157

kelalaian penerima, maka penerima wajib mengganti kerugian yang diderita pengangkut yang
disebabkan olehnya. (KUHperd. 1244 dst.; KUHD 416, 517i dst., 741.)
Pasal 517o.
Pengangkut yang tidak siap untuk menyerahkan barang, jika penerima melaporkan diri untuk
menerimanya sesuai dengan ketentuan di atas, atau menghambat penerimaannya, wajib
mengganti kerugian penerima yang disebabkan penghambatan itu. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD
477, 517g, i, j, k, 741.)
Pasal 517p.
Biaya angkutan harus dibayar setelah penyerahan barang pada tempat tujuan.
Namun biaya angkutan itu tidak harus dibayar untuk barang yang sedemikian rusaknya sehingga
tibanya dalam keadaan tak berharga, kecuali bila kerusakan itu disebabkan oleh kesalahan
pengirim atau oleh sifat, keadaan atau suatu eacat barang itu sendiri. (KUHperd. 1239, 1243
dst.; KUHD 249, 468, 481, 483 dst., 491, 502, 517q, u, y, 519u, 533i, 741.)
Pasal 517q.
Bila telah dijanjikan, bahwa biaya angkutan harus dibayar di tempat pengiriman atau pada waktu
pengirimannya, maka hal itu hanya dapat ditagih pada pengirimnya dan menjadi utangnya, juga
bila barangnya tidak sampai di tempat tujuan. (KUHperd. 1338 dst.; KUHD 517f dst., 517p, y,
533i.)
Pasal 517r.
Kewajiban pengangkut tidak terhapus karena kapal yang bermuatan barang itu tidak melanjutkan
atau tidak dapat melanjutkan perjalanannya dalam jangka waktu yang layak; ia harus
mengusahakan pengangkutan selanjutnya ke tempat tujuan atas bebannya. (KUHperd. 1239,
1244, 1338 dst.; KUHD 462, 517g, s, t, y, 519d, 533f, s.)
Pasal 517s.
perjanjian pengangkutan terhapus, bila sebelum keberangkatan kapal yang diperuntukkan bagi
pengangkutannya:
1. peraturan penguasa menghalangi keluarnya kapal itu;
2. pengeluaran barang-barang dari tempat keberangkatan atau pemasukan di tempat tujuan
dilarang;
3. pecah perang, sehingga kapal atau barang-barangnya menjadi tidak bebas;
4. pelabuhan keberangkatan atau tempat tujuan diblokir;
5. (s. d. u. dg. S. 1940-34.) dilakukan embargo terhadap kapal atau oleh peraturan penguasa
dicabut penguasaan pengangkut atas ruang kapal yang diperuntukan bagi pengangkutan
barang-barang itu.
Bila dalam hal-hal yang disebut dalam nomor 2 dan nomor 3 untuk pembongkaran barangbarang itu diperlukan pengaturan kembali muatan lainnya untuk seluruhnya atau sebagian,
biayanya dibebankan pada para pemuat barang-barang itu. Di samping itu mereka juga wajib
mengganti kerusakan yang diderita pada muatan lainnya karena pengaturan kembali. (KUHperd.
1253 dst., 1263, 1265 dst., 1338 dst., 1444; KUHD 367, 413, 440-20, 464, 506, 517r, t, y, 520ae, r, 533m, u, y.)
Pasal 517t.
Bila setelah permulaan perjalanan timbul hal-hal yang disebut dalam nomor 2, nomor 3 atau
nomor 5 pasal yang lalu, pada pelabuhan tujuan diblokir, kapalnya oleh peraturan penguasa
dihalangi untuk ke luar dari pelabuhan yang disinggahi, atau usaha diblokir, pengangkut
berwenang untuk membongkar barang-barangnya dan menyimpannya atas beban orang yang
berhak di pelabuhan tempat kapal itu berada atau dalam pelabuhan terdekat yang aman yang
dapat dicapainya.

Page 107 of 157

Orang yang berhak pada pihaknya dapat menuntut penyerahan barang-barangnya di pelabuhan
tempat kapal itu berada, atau di pelabuhan pertama yang dimasuki kapal itu.
Alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga disini. (KUHD 367 dst., 414, 495, 498, 516, 517j, k, u,
y, 519l, 520m, r.)
Pasal 517u.
Biaya angkutan tidak harus dibayar dalam hal-hal dari pasal yang lalu.
Namun bila yang berhak telah memperoleh manfaat dari pengangkutan itu, hakim atas tuntutan
pengangkut dapat memutuskan, bahwa biaya angkutan harus dibayar, dan menetapkan
jumlahnya secara layak. (KUHD 367 dst., 517p, t, y, 520r.)
Pasal 517u.bis.

(s.d.t. dg. S. 1940-34.) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 517s, setiap pihak

dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawannya dapat menghentikan perjanjiannya, bila
pelaksanaannya terhalang oleh karena suatu peraturan penguasa yang mencabut seluruhnya
atau sebagian dari ruang sebuah kapal atau lebih yang diperuntukkan bagi pengangkutan
barang-barang dari penguasaan pengangkut, sedangkan pelaksanaannya tidak dapat dimulai
kembali dalam waktu yang layak.
Setelah berakhirnya perjanjian, pengangkut berwenang untuk membongkar barang-barang dan
menyimpannya atas beban yang berhak di pelabuhan tempat kapal berada, atau di pelabuhan
terdekat yang aman yang dapat dicapainya. yang berhak pada pihaknya dapat menuntut
penyerahan barang-barangnya di pelabuhan tempat kapal itu berada, atau di pelabuhan pertama
yang dimasuki kapal tersebut.
Biaya angkutan dalam hal yang diatur dalam pasal usaha tidak harus dibayar.
Bila telah terjadi pengangkutan barang-barang dan yang berhak telah mendapat manfaat
darinya, hakim atas tuntutan pengangkut dapat memutuskan, bahwa biaya angkutan harus
dibayar dan menetapkan jumlahnya secara layak.
Pasal 517v.
Pengangkut yang di tempat yang tidak termasuk dalam dinas tetap yang diselenggarakan
olehnya, menerima barang-barang untuk diangkut atau menerima barang-barang untuk diangkut
ke tempat yang tidak termasuk dalam dinas tetapnya sebagai pengangkut, juga bila sebagian
pengangkutannya tidak lewat laut, bertanggungjawab untuk seluruh pengangkutan, sesuai
dengan hukum yang berlaku terhadap tiap bagian dari pengangkutan itu.
Bila dalam perjanjian atau dalam konosemen (konosemen terusan atau konosemen
pengangkutan terusan) yang dikeluarkannya dipersyaratkan, bahwa tanggung-jawab untuk
pengangkutan terbatas sampai pada jurusan dinas pengangkutannya sendiri saja, maka ia wajib
mengusahakan agar pengangkutannya sebelum atau berikutnya dilakukan sesuai dengan
ketentuan -ketentuan perjanjian pengangkutan atau konosemennya, demikian pula agar suratsurat bukti yang menyatakan hal itu disampaikan kepada pihak lawannya atau kepada orang
yang ditunjuk untuk menerima surat-surat itu. Bila surat-surat bukti berhubungan dengan
pengangkutan berikutnya, maka daripadanya harus pula ternyata, bahwa barang-barang di
tempat tujuan akhir akan diserahkan kepada orang yang ditunjuk dalam perjanjian atau kepada
pemegang konosemennya. (KUHperd. 1239, 1243 dst., 1246 dst., 1613; KUHD 89, 468, 504 dst.,
517w, y, 741.)
Pasal 517w.
Dua orang pengangkut atau lebih yang menerima barang-barang untuk diangkut, seluruhnya
atau sebagian lewat laut melalui jurusan dinas pengangkutan yang bersambungan, sebagal
pengangkut bertanggungjawab secara tanggung renteng untuk seluruh angkutartnya, sesuai
dengan hukum yang berlaku terhadap tiap bagian pengangkutan.

Page 108 of 157

Bila perjanjian pengangkutan atau konosemen terusan menentukan mengenai pengangkutan


usaha, bahwa tanggung jawab berbagai-bagai pengangkut terbatas sampai pada jurusan dinas
pengangkutan masing-masing saja, maka tiap pengangkut wajib mengusahakan agar
pengangkutan selanjutnya dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan perjanjian
pengangkutan atau Konosemen, begitu pula agar surat-surat buktinya, yang menyatakan hal itu,
disampaikan kepada pihak lawan atau kepada orang yang ditunjuk untuk menerima surat-surat
itu. Dari surat-surat bukti usaha harus pula ternyata, bahwa barang-barang di tempat tujuan
akhir akan diserahkan kepada orang yang ditunjuk dalam perjanjian atau kepada pemegang
konosemen terusan itu. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD 504 dst., 517v, y, 741.)
Pasal 517x.
penerima bagaimanapun juga dapat memungut dari biaya angkutan yang harus dibayar olehnya,
ganti rugi yang diderita pada barang-barang selama pengangkutan, untuk mana biaya angkutan
harus dibayar. Pengangkut yang memungut atau telah memungut biaya angkutan usaha dapat
dituntut untuk membayar kerugian itu. (KUHperd. 1425 dst.; KUHD 517v, w, y.)
Pasal 517y.
pasal-pasal 517f, 517p-517x berlaku baik terhadap pengangkutan lewat laut, dari maupun ke
pelabuhan-pelabuhan Indonesia. (KUHD 517c, d, 520f, t, 533c.)

Sub 3.
Pencarteran Menurut Waktu.
Pasal 517z.
Terhadap carter menurut waktu untuk pengangkutan barang-barang berlaku pasal-pasal 518518f. (KUHD 533n.)
Pasal 518.
pencarter berwenang untuk mengadakan dengan pihak ketiga, baik pencarteran menurut waktu
maupun pencarteran menurut perjalanan, dengan tidak mengurangi pertanggung-jawabannya
terhadap yang mencarterkan untuk memenuhi perjanjian yang diadakan dengannya. (KUHD 453
dst., 460, 518d, h, 533n, g.)
Pasal 518a.
Pencarter dapat menggunakan seluruh ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan
barang. Dalam ruang kapal selebihnya tidak boleh diangkut barang atau penumpang tanpa
izinnya. (KUHD 372, 377, 518b, i, 533n.)
Pasal 518b.
Bila dalam carter-partai daya muat kapal dinyatakan lebih besar daripada yang sebenarnya, uang
carternya dikurangi secara sebanding dan yang mencarterkan di samping itu wajib mengganti
kerugian yang disebabkan oleh itu terhadap pencarter, kecuali bila pencarter telah mengetahui
besar daya muat yang sesungguhnya. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 453 dst., 518a, j, 5330, r.)
Pasal 518c.
Dalam batas-batas yang ditetapkan oleh carter-partai, nakhoda harus menurut perintah-perintah
pencarter dalam segala hal mengenai penerimaan, pengangkutan dan penyerahan muatan.
Ia berwenang mengenai hal usaha untuk bertindak atas nama pencarter, kecuali bila untuk
penyelenggaraan usaha pencarter menugaskan orang-orang lain.
Barangsiapa telah bertindak dengan nakhoda menurut itu, kecuali kepada pencarter, ia dapat
juga menggugat pengusaha kapal. (KUHD 321, 326, 371, 454, 518e, 533n.)

Page 109 of 157

Pasal 518d.
Pencarter berwenang menerima barang-barang pihak ketiga untuk diangkut dengan biaya
angkutan dan syarat-syarat yang dianggapnya pantas.
Bila konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang ditandatangani oleh atau
atas nama nakhoda, pemegang-pemegangnya dapat menggugat baik pengusaha kapal maupun
pencarternya.
Bila karena itu pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih daripada kewajiban yang dibebankan
kepadanya menurut Carter-partainya, maka ia dapat minta ganti rugi dari pencarter. (KUHD 321,
505, 515, 518, 518c, 520g, 533n.)
Pasal 518e.
Pencarter tidak dapat menuntut, agar kapal memuat, membongkar dan lain-lain sebagainya,
pergi ke tempat-tempat yang tidak dapat dicapainya dengan lancar dan berlabuh dengan aman.
(KUHD 518c, 1, 533n.)
Pasal 518f.
Bila kapal dicarter untuk mengadakan satu perjalanan tertentu atau lebih, uang carter mulai
diperhitungkan sejak hari kapal disediakan bagi pencarter di pelabuhan di mana perjalanan
pertama akan dimulai dan kepadanya oleh yang mencarterkan diberitahu tentang hal itu secara
tertulis. Uang carter harus dibayar sampai dengan hari di mana kapal itu setelah
pembongkarannya diserahkan kembali kepada yang mencarterkan. (KUHD 453, 533n.)
Pasal 518g.
Terhadap pencarteran menurut waktu atas kapal yang memakai bendera Indonesia, sejauh tidak
ada perjanjian lain, berlaku ketentuan-ketentuan paragiraf usaha, tanpa memandang tempat
diadakannya pencarteran. (KUHD 310 dst., 533p.)

Sub 4.
Pencarteran Menurut perjalanan.
Pasal 518h.
Dari perjanjian-perjanjian yang disebut dalam pasal 453, pencarter hanya dapat mengadakan
carter menurut perjalanan dengan pihak ketiga asalkan carter-partainya memberi wewenang
untuk itu kepadanya. (KUHD 454, 518, 518k, 520f, 533n, q.)
Pasal 518i.
Pencarter dapat menggunakan seluruh ruang kapal yang diperuntukkan bagi pengangkutan
barang, bila telah diadakan perjanjian tentang pengangkutan keseluruhan suatu muatan. Dalam
ruang kapal selebihnya tanpa izinnya tidak boleh diangkut barang-barang atau penumpang.
(KUHD 372, 377, 518a, j, x, 519z, 520f, 533o, r.)
Pasal 518j.
Bila dalam carter-partai daya muat kapal atau ruang kapal yang dicarterkan disebutkan lebih
besar daripada yang sesungguhnya, yang mencarterkan wajib mengganti kepada pencarter
kerugian yang disebabkan karena itu, kecuali bila pencarter telah mengetahui besarnya daya
muat yang sesungguhnya; di samping itu uang carternya dikurangi secara sebanding, bila untuk
itu ditetapkan suatu jumlah tetap. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 454, 518b, i, x, 519z, 520f, 533o,
r.)
Pasal 518k.
Pencarter berwenang untuk menerima barang-barang pihak ketiga untuk diangkut dengan syarat
yang ditetapkan dalam carter-partai, dan dengan biaya angkutan yang dianggapnya pantas.

Page 110 of 157

Bila konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang itu ditandatangani oleh atau
atas nama nakhoda, pemegang-pemegangnya dapat menggugat baik pengusaha kapal maupun
pencarternya untuk mengganti kerugian.
Bila karena itu pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih daripada kewajiban yang dibebankan
kepadanya menurut carter-partainya, maka ia dapat minta ganti rugi dari pencarter. (KUHD 321,
326, 371, 454, 504 dst., 518d, h, 520f, g.)
Pasal 518l.
Pencarter menunjuk tempat kapal harus berlabuh untuk diberi muatan.
Untuk itu ia harus menunjuk tempat untuk memuat yang biasa digunakan, yang tersedia dan di
mana kapal itu dapat datang dan tetap berlabuh dengan aman dan lancar. (AB. 15.)
Bila pencarter menunjuk berturut-turut lebih dari satu tempat untuk memuat, biaya angkutan
tambahan, termasuk juga ganti rugi karena kehilangan waktu, dibebankan kepadanya. (KUHperd.
1246 dst.; KUHD 518e, m, q, r, t, 519g, 533n, q.)
Pasal 518m.
Bila pencarter lalai untuk menunjuk hal itu pada waktunya, atau para pencarter, bila lebih dari
seorang, tidak mendapat kata sepakat dalam penunjukan, yang mencarterkan bebas untuk
memilih sendiri tempat muatnya. Dalam hal usaha ia wajib memilih tempat-tempat yang biasa
digunakan. (AB. 15; KUHD 416, 518e, 1, y, 519a, 520e, 533q.)
Pasal 518n.
Barang tidak boleh dimuat di atas geladak atau perahu-perahu tanpa izin pencarter. (KUHD 468,
520i, 733, 737; S. 1927-34.)
Pasal 518o.
Pencarter harus membawa barang-barang yang harus dimuat ke dekat kapal dan
menempatkannya pada alat-alat pemuat yaiig harus disediakan oleh yang mencarterkan. (KUHD
518n, p, q, r, 520i.)
Pasal 518p.
Yang mencarterkan wajib menerima barang-barang yang diantarkan untuk dimuat, secepat
penataan kapal mengizinkan.
Bila pada waktu pemuatan ia menyebabkan hambatan, maka ia wajib mengganti kerugian
terhadap pencarter. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 518o, r, w, 520i.)
Pasal 518q.
Yang mencarterkan memberitahukan kepada pencarter secara tertulis tentang hari siapnya kapal
di tempat muat untuk dimuati.
Waktu muat mulai pada hari itu, akan tetapi tidak sebelum hari pertama setelah pemberitahuan.
(KUHD 5181, o, 520h, i.)
Pasal 518r.
Bila waktu muat tidak ditentukan dalam carter-partai, yang berlaku adalah waktu selama
pemuatan dapat selesai, bila barang-barang selama jam-jam kerja biasa dan dengan cara yang
lazim di tempat itu dibawa ke dekat kapal, dengan kecepatan yang memungkinkan secara layak
menurut keadaan yang ada dan kemampuan kapal mengizinkan untuk menerimanya. (AB. 15;
KUHperd. 1338 dst.; KUHD 454, 518o, p, u.)
Pasal 518s.
Bila pencarter tidak dapat mengadakan muatan yang telah diperjanjikan, dengan pemberitahuan
tertulis kepada pihak lawan atau wakilnya ia dapat memutuskan perjanjian itu, asalkan
pemuatannya belum dimulai. ia wajib mengganti kerugian kepada yang mencarterkan yang

Page 111 of 157

disebabkan oleh pemutusan itu. (KUHperd. 1239, 1243, 1246 dst., 1266, 1338 dst.; KUHD 518o,
t, x, 519, 519a, 520b.)
Pasal 518t.
Bila sampai lewat waktunya untuk memuat belum dimulai dengan mengantarkan barang-barang
untuk dimuatkan dan tidak dipersyaratkan harihari berlabuh tambahan, maka yang mencarterkan
dapat menganggap peijanjian dibatalkan, asalkan ia memberitahukan hal itu secara tertulis
kepada pihak lawan. Dalam hal usaha ia mempunyai hak atas penggantian bea berlabuh
tambahan dan kerugian yang dideritanya karena pemutusan itu. (KUHperd. 1238, 1239, 1243
dst., 1246k dst., 1266 dst.; KUHD 518r, s, u, v, x.)
Pasal 518u.
Bila dipersyaratkan hari berlablth tambahan, setelah lewat waktu muat, maka yang mencarterkan
masih harus menunggu sampai hari berlabuh tambahan lewat.
Setelah hari berlabuh tambahan lewat, bila barang-barang belum diantarkan juga, yang
mencarterkan dapat bertindak menurut cara yang ditunjukkan dalam pasal yang lalu. Dalam hal
usaha ia mempunyai hak atas bea berlabuh tambahan dan penggantian kerugian. (KUHperd.
1238 dst., 1243 dst., 1246 dst.; KUHD 518v-y, 519p.)
Pasal 518v.
Bila carter-partai menentukan hari berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan tentang bea
berlabuh tambahan, maka bila ada perselisihan, hal itu ditetapkan oleh hakim menurut
kelayakan.
Bila carter-partai menentukan bea berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan tentang
jumlah hari berlabuh tambahan, maka jumlah usaha dianggap sebanyak 8 hari. (KUHD 454, 518t,
519g.)
Pasal 518w.
Bila jumlah hari berlabuh atau hari berlabuh tambahan ditetapkan dalam carter-partai, dalam
perhitungan mengenai itu hari-hari di mana yang mencarterkan lalai atau terhalang untuk
menerima muatan, tidak ikut dihitung. (KUHD 454, 518p, u.)
Pasal 518x.
Bila waktu muat sudah lewat atau bila hari-hari berlabuh tambahan yang dipersyaratkan sudah
lewat pula, muatan hanya diantarkan sebagian, maka tanpa menunggu lebih lama lagi, yang
mencarterkan dapat memulai perjalanan. ia berwenang untuk menerima barang-barang dari
orang lain (muatan tambahan) untuk diangkut mengganti bagian muatan yang kurang.
Pencarter wajib mengganti kerugian yang diderita oleh yang mencarterkan, oleh karena jumlah
muatan yang diperjanjikan hanya diadakan sebagian, demikian pula untuk membayar bea
berlabuh tambahan, bila dipersyaratkan hari-hari berlabuh tambahan.
Bila sebagai uang carter ditentukan jumlah yang pasti, hal usaha tetap harus dibayar seluruhnya
dengan pemotongan biaya angkutan untuk muatan tambahan yang sekiranya dimuat. (KUHperd.
1246 dst.; KUHD 518, r-v, z, 519x, z, 520d.)
Pasal 518y.
Bila ada pencarter lebih dari satu orang, masing-masing mereka yang menggunakan hari-hari
berlabuh tambahan yang dipersyaratkan, wajib membayar bea berlabuh tambahan kepada yang
mencarterkan, dengan tidak mengurangi hak-haknya kepada orang yang sekiranya telah
menghalanginya untuk mengantarkan barang-barang untuk dimuat sebelum permulaan hari-hari
berlabuh lambahan. (KUHD 518m, o, u, v, 519a.)
Pasal 518z.

Page 112 of 157

Atas tuntutan pencarter, yang mencarterkan wajib memulai perjalanan dengan sebagian muatan
yang diperjanjikan, asalkan pencarter memberi janji jaminan untuk segala sesuatu yang
seharusnya dapat dituntut oleh yang mencarterkan dalam hal pengangkutan seluruh muatan
yang diperjanjikan.
Bila timbul perselisihan tentang jumlah atau sifat jaminan yang harus diberikan, maka hal usaha
diputuskan oleh ketua raad van justitie, bila ada dalam kabupaten tempat pemuatan, atau kalau
ia tidak ada, oleh residentierechter, atau jika ia tidak ada, oleh kepala pemerintahan Daerah
setempat, bagaimanapun atas permohonan pihak yang paling bersedia, setelah mendengar atau
setelah pemanggilan dengan cukup pihak lawan atau wakilnya. (KUHperd. 1338 dst.; KUHD
518x; Rv. 513.)
Pasal 519.
Juga setelah muatan yang diperjanjikan sebagian atau seluruhnya dimuat, selama kapal belum
berangkat, pencarter dapat memutuskan perjanjian, asalkan ia memberi jaminan untuk biayabiaya pembongkaran kembali dan untuk penggantian semua kerugian yang mungkin dapat
diderita oleh yang mencarterkan karena pemutusan perjanjian itu.
Alinea kedua pasal yang lalu.dalam hal usaha berlaku. (KUHperd. 1246, 1338 dst.; KUHD 518z,
519a, 520j.)
Pasal 519a.
Bila ada lebih dari satu orang pencarter, maka tidak seorang pun dari mereka dapat memutuskan
perjanjian, bila karena itu keberangkatan kapal terlambat, kecuali bila yang lainnya meinberikan
izin. (KUHD 518m, s, y, 519.)
Pasal 519b.
Yang mencarterkan wajib segera memberangkatkan kapal setelah pemuatan selesai, dan
menyelenggarakan perjalanan dengan kecepatan yang pantas.
Ia wajib mengganti kerugian, bila karena kesalahannya atau kesalahan orang yang
dipekerjakannya, kapal disita atau ditahan. (KUHperd. 1224 dst., 1366 dst.; KUHD 342 dst.,
519c, 520f, k, 533q, 642, 741; Rv. 559 dst., 714; KUHp 449, 453.)
Pasal 519c.
Pencarter yang karena kesalahannya menyebabkan kapal ditahan, wajib mengganti kerugian baik
terhadap yang mencarterkan maupun terhadap lainlainnya yang berkepentingan pada
muatannya. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519b, 520f, k, 533g.)
Pasal 519d.
Bila kapal karam atau mendapat kerusakan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang layak
tidak dapat diperbaiki atau tidak pantas diperbaiki, hapuslah perjanjian pencarteran, kecuali bila
yang mencarterkan bersedia untuk mengusahakan atas biaya sendiri membawa muatan pada
kesempatan lain ke tempat tujuannya.
Ia wajib memberi pernyataan dalam waktu yang pantas. (KUHperd. 1444 dst.; KUHD 462, 517r,
519e, f, u, v, 520f, k, s, 701-61.)
Pasal 519e.
Bila kapal tidak dapat menyelesaikan perjalanan karena sejak permulaan tidak laik laut dan tidak
sesuai untuk perjalanan, maka yang mencarterkan wajib mengganti kerugian terhadap pencarter.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519d, 520f, k, 533q, x, 741.)
Pasal 519f.
Bila seluruh muatan di tengah perjalanan dijual karena rusak, hapuslah perjanjian carter, dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 519x. (KUHD 37 13, 468, 519d, 520f, 637, 646.)

Page 113 of 157

Pasal 519g.
Pencarter menunjukkan tempat di mana kapal harus dibongkar.
Untuk itu ia harus menunjukkan tempat pembongkaran yang biasa digunakan, di mana kapal
dapat masuk dan berlabuh dengan aman dan lancar.
Bila pencarter menunjuk lebih dari satu tempat pembongkaran berturut-turut, maka biaya untuk
angkutan tambahan yang meliputi juga penggantian kerugian karena kehilangan waktu, adalah
menjadi tanggungan pencarter. (AB. 15; KUHperd. 1246 dst.; KUHD 518e, 1, 519h, 533q.)
Pasal 519h.
Bila pencarter lalai memberikan penunjukan pada waktunya, atau para pencarter, bila ada lebih
dari satu orang, tidak mendapat kata sepakat dalam penunjukan, yang mencarterkan bebas
memilih sendiri tempat pembongkaran. Dalam pada itu ia wajib memilih tempat pembongkaran
yang biasa digunakan. (AB. 15; KUHD 518e, in, 5201, 533q.)
Pasal 519i.
Bila kapal telah tiba di tempat pembongkaran dan telah siap untuk penyerahan muatannya, yang
mencarterkan memberitahukan hal itu kepada pencarter atau wakilnya. Di samping itu
pengusaha kapal wajib memberitahukan hal itu dengan cara yang biasa digunakan, bila
konosemen-konosemen yang dikeluarkan untuk barang-barang yang dimuat ditandatangani oleh
atau atas nama nakhoda.
Ketentuan-ketentuan pasal ini tidak berlaku di sini, bila keadaan setempat tidak memungkinkan
pemberitahuan ini, atau hal itu tidak akan bermanfaat. (AB. 15; KUHD 320, 505, 517i, 518k,
519g, h, k, 1, s, t.)
Pasal 519j.
Yang mencarterkan wajib menyerahkan barang-barang secepatnya sesuai dengan yang
dimungkinkan oleh tatanan kapalnya.
Bila ia menghalangi pencarter untuk penerimaan barang-barang, maka ia wajib mengganti
kerugian. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 519t, 52(ln, 741.)
Pasal 519k.
Pencarter harus menerima barang-barangnya dari alat pembongkar yang harus diselenggarakan
oleh yang mencarterkan. ia wajib memulainya pada hari pertama setelah menerima
pemberitahuan dimaksud dalam pasal 519i, dan melanjutkannya secepatnya seperti selayaknya
dimungkinkan oleh keadaan yang ada dan diizinkan oleh kemampuan kapal.
Bila pemberitahuan berdasarkan ketentuan dalam alinea terakhir pasal 519i tidak diadakan,
pencarter harus menerima barang-bararlg, segera setelah diajukan oleh kapal untuk
penyerahannya. (KUHperd. 1374'; KUHD 517j, 519g, h, 1-n, s, t, 520m.)
Pasal 5191.
Bila pencarter tidak memenuhi ketentuan dalam pasal yang lalu, yang mencarterkan berwenang
untuk membongkar barang-barang ke dalam tongkang atau tempat penyimpanan yang sesuai
untuk itu atas beban dan risiko pencarter.
Bila pembongkaran atau penyimpanan termaksud dalam alinea yang lain tidak mungkin, nakhoda
berwenang untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran dan penyimpanan barang
itu dilakukan dalam pelabuhan, yang paling sesuai untuk dilakukan di kapal-kapal kecil atau di
tempat penyimpanan yang sesuai, semuanya atas biaya dan risiko penerima.
Dalam hal penyimpanan atau pengangkutan terus, yang mencarterkan wajib secepatnya
memberitahukan hal itu kepada pencarter dan para pemegang konosemen, kecuali bila telah
dilakukan pemberitahuan dengan cara seperti dimaksud dalam pasal 519i. (KUHperd. 1694 dst.;
KUHD 495, 498, 516, 517j, k, t, 519k, m, o, q, r, s, t.)
Pasal 519m.

Page 114 of 157

Yang mencarterkan, yang menggunakan wewenang termaksud dalam alinea pertama pasal yang
lalu, wajib menghentikan pembongkaran dan penyimpangannya, bila pencarter memberitahukan
bersedia menerima dan mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk menyelenggarakannya
secepatnya. (KUHD 510, 5171, 519s, t, 520m.)
Pasal 519n.
Pada waktu penerimaan, pencarter akan menuruti peraturan-peraturan yang mencarterkan
mengenai waktu dan cara penerimaan, kecuali bila peraturannya adalah sedemikian rupa,
sehingga selayaknya tidak dapat dituntut dari pencarter untuk menaatinya. (AB. 15; KUHperd.
1338 3, 1339; KUHD 517m, 519i-m, o, s, t, 520n.)
Pasal 519o.
Bila yang mencarterkan tidak dapat menggunakan wewenangnya untuk membongkar atau
menyimpan di tempat tujuannya, maka pencarter wajib mengganti kerugian kepadanya yang
disebabkan karena penerimaan yang tidak dilakukan pada waktunya. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD
416, 517n, 519k, 1, r, s, t, 520m, 741.)
Pasal 519p.
Bila dalam carter-partai dipersyaratkan jumlah tertentu hari-hari berlabuh atau hari-hari berlabuh
tambahan, yang mencarterkan baru boleh memulai pembongkaran, penyimpanan atau
pengangkutan terus, bila setelah hari-hari itu berlalu dan barang-barang masih ada di kapal.
Dalam penghitungan hari-hari itu, tidak diikutkan hari-hari pada waktu mana yang mencarterkan
lalai atau terhalang untuk menyerahkan muatan. (KUHD 454, 518u, w, 519j, 1, r, s, t, 520o, p.)
Pasal 519q.
Untuk hari-hari berlabuh tambahan pencarter harus membayar bea berlabuh tambahan yang
diperjanjikan. Bila carter-partai tidak menentukan bea berlabuh tambahan, maka bila ada
perselisihan, hal usaha ditetapkan oleh hakim sebagaimana layaknya.
Bila carter-partai menentukan bea berlabuh tambahan, akan tetapi tidak ditetapkan jumlah hari
berlabuh tambahan, maka jumlah usaha dianggap 8 hari. (KUHD 454, 518 dst., 519s, 520p.)
Pasal 519r.
Bila setelah hari-hari berlabuh atau hari-hari berlabuh tambahan yang diperjanjikankan masih
ada barang-barang di dalam kapal, maka pencarter wajib mengganti kerugian akibat kelambatan
itu kepada yang mencarterkan. (KUHperd. 1239 dst., 1243 dst., 1246 dst., 1338 dst.; KUHD 416,
519p, q, s, t, 741.)
Pasal 519s.
Bila untuk barang-barang yang dimuat, dikeluarkan konosemen-konosemen yang ditandatangani
oleh atau atas nama pengusaha kapal atau oleh atau atas nama nakhoda, yang menunjuk
pembongkarannya kepada carter-partainya, maka berlaku untuk pam pemegang konosemen
yang memberitahukan kesediaannya untuk menerima barang yang menjadi haknya, ketentuan
dalam pasalpasal 519k-519r, dengan tidak mengurangi perubahan dalam pasal 519k yang
tersebut dalam alinea berikut.
Tiap pemegang konosemen wajib memulai penerimaan, segera bila barang tersedia untuknya,
akan tetapi tidak sebelum hari pertama berikut setelah pemberitahuan termaksud dalam pasal
519i alinea pertama, pada hari apa pun hari berlabuh yang disepakati dalam carter-partai mulai.
Bila tidak diadakan pemberitahuan berdasarkan ketentuan dalam alinea terakhir pasal 519i, tiap
pemegang konosemen wajib memulai penerimaan segera bila barang tersedia untuknya, harihari berlabuh yang disepakati dalam cartertanpa memandang pada hari apa partai mulai.
Para pemegang konosemen yang barang-barangnya masih ada di kapal, bertanggung jawab
secara tanggung renteng terhadap yang mencarterkan untuk bea berlabuh tambahan dan untuk
penggantian kerugian, bila dalwn carter-partai disepakati suatujumlah tertentu hari-hari berlabuh

Page 115 of 157

atau hari-hari berlabuh tambahan. Terhadap sesama mereka sendiri para pemegang konosemen
semua wajib menyelenggarakan penerimaan dengan cara yang dinyatakan dalam pasal 519k.
Barangsiapa yang dengan melalaikan usaha, merintangi orang lain untuk mengambil barangbarang pada waktunya, wajib terhadap orang itu mengganti kerugian. (KUHperd. 1246 dst., 1278
dst. 1365; KUHD 320, 341', 341d, 454, 505, 510 dst., 519t, 520q, s, 741.)
Pasal 519t.
Tiap ruang kapal yang untuknya diadakan perjanjian carter tersendiri, untuk penerapan pasalpasal 519i-519s dianggap tersendiri. (KUHD 453 3 , 518h.)
Pasal 519u.
Untuk barang-barang yang diserahkan di tempat tujuan dari kapal yang dicarter, atau dalam hal
tersebut pada pasal 519d diantarkan di sana atas biaya yang mencarterkan, harus dibayar biaya
angkutan sepenuhnya.
Namun tidak perlu dibayar biaya angkutan untuk barang yang sedemikian rusak, sehingga tiba
dalam keadaan tidak berharga, kecuali bila kerusakan itu disebabkan oleh kesalahan pengirim
atau oleh karena sifat, keadaan atau suatu cacat barang itu sendiri. (KUHperd. 1239 dst., 1244
dst.; 1444; KUHD 91, 468, 491, 502, 517p, 519v-z, 520f, r, 741.)
Pasal 519v.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 519w-519y, tidak harus dibayar biaya
angkutan untuk barang-barang yang tidak diantarkan di tempat tujuan atau yang diantarkan ke
sana tidak dengan kapal yang dicarter, kecuali dalam hal tersebut pada pasal 519d. (KUHD 519u,
z, 520f, r.)
Pasal 519w.
Biaya angkutan sepenuhnya harus dibayar untuk barang-barang yang oleh pencarter diminta
kembali di tengah perjalanan. yang mencarterkan di samping itu mempunyai hak atas
pembayaran untuk apa yang dapat ditagih olehnya karena kerusakan umum atau atas dasar lain
atau jaminan untuk itu, beserta penggantian semua biaya untuk penyerahan, dan untuk kerugian
yang mungkin diderita olehnya.
Ia tidak wajib menyerahkannya, bila perjalanannya akan terhambat karenanya. (KUHperd. 1246
dst.; KUHD 472 dst., 477, 479, 491, 493 dst., 509, 511, 519, 519a, x, 520f, r, 696 dst.)
Pasal 519x.
Tidak harus dibayar biaya angkutan untuk barang-barang yang dbual di tengah perjalanan,
karena kerusakannya tidak mengizinkan untuk pengangkutan lebih lanjut, kecuali bila
penjualannya menghasilkan keuntungan bagi pencarter, yang dalam hal itu jumlah biaya
angkutan yang harus dibayar ditetapkan oleh hakim menurut layaknya.
Yang mencarterkan mempunyai hak untuk mengambil barang-barang lain (muatan tambahan)
sebagai pengganti muatan yang dijual itu. Biaya angkutan muatan tambahan menjadi haknya.
(KUHD 371, 518i, x, 519f, v, z, 520d, f, r, 646.)
Pasal 519y.
Untuk barang-barang yang berdasarkan pasal 357 dipakai oleh nakhoda atau dilempar ke laut,
harus dibayar biaya angkutan sepenuhnya, kecuali bila ada alasan yang dapat diterima, bahwa
hal usaha tidak akan harus dibayar seandainya nakhoda tidak berbuat apa-apa terhadap barangbarang itu. (KUHD 519v, 520f, r, 699-2', 729 dst., 739 dst.)
Pasal 519z.
Bila untuk biaya angkutan ditentukanjumlah yang pasti, makajumlah usaha dikurangi secara
sebanding, bila untuk sebagian barang-barang yang dimuat tidak harus dibayar biaya angkutan
berdasarkan yang ditentukan dalam pasal 519u, alinea kedua, 519v dan 519x. (KUHD 520f.)

Page 116 of 157

Pasal 520.
Apa yang sebelum penyerahan barang-barang di tempat tujuan telah dibayarkan oleh pencarter
untuk diperhitungkan kemudian dan bila tidak diperjanjikan kebalikannya, dianggap sebagai uang
muka atas biaya angkutan yang seluruhnya atau sebagian harus dikembalikan, jika ternyata tidak
harus dibayar atau harus dibayar sampai jumlah yang lebih kecil.
Dianggap, bahwa diperjanjikan kebalikannya, bila diberikan uang muka yang dibebani dengan
premi untuk asuransi. (KUHD 491, 519u, v, 520f, r.)
Pasal 520a.

(s.d.t. dg. S. 1940-34.) Bila karena tindakan yang diambil oleh penguasa terhadap kapal atau

karena pecah perang, sehingga kapal menjadi tidak bebas, perjalanan tidak dapat dimulai dalam
waktu yang layak, atau tidak dapat dilanjutkan setelah dimulai, masing-masing pihak dengan
pemberitahuan tertulis kepada pihak lawan dapat memutuskan perjanjian. Hal yang sama
berlaku, bila oleh tindakan dari penguasa, ruang kapal yang dicarterkan dicabut dari penguasaan
yang mencarterkan.
Bila pada waktu itu kapal tidak berada dalam suatu pelabuhan dan dimuati, yang mencarterkan
wajib menyuruh kapal untuk singgah di pelabuhan aman yang pertama dapat dicapai dan
membongkar muatan di sana.
Semua biaya pembongkaran menjadi tanggungan yang mencarterkan. (KUHD 367, 369 nomor
21, 3-, 51, 4203 , 421', 464, 517s, 520b-f, 533m, U, y.)
Pasal 520a.bis.

(s.d.t. dg. S. 1940-34.) Bila sebagai uang carter ditetapkan suatu jumlah yang tetap, maka usaha

dikurangi secara sebanding, bila oleh tindakan penguasa sebagian dari ruang kapal yang
dicarterkan dicabut dari penguasaan yang mencarterkan.

Pasal 520b.
Bila sebelum pemuatan dimulai, pengangkutan barang-barang yang diuraikan dalam carter-partai
terhalang oleh tindakan penguasa atau karena pecah perang, barang-barang menjadi tidak
bebas, maka pencarter berwenang untuk mengajukan barang-barang lain untuk diangkut sebagai
pengganti barang-barang tersebut, asalkan pengangkutan barang-barang itu bagi yang
mencarterkan tidak mendatangkan beban yang lebih berat.
Bila pencarter tidak menggunakan wewenang usaha, maka masing-masing pihak
memberitahukan dengan tertulis kepada pihak lawan dapat memutuskan pelanjian itu. (KUHD
3913, 3943, 491-1 nomor 41, 51, 4203, 4211, 464, 517s, 520a, c-f,,533m, u, y.)
Pasal 520c.
Bila keadaan-keadaan yang disebut dalam pasal yang lain timbul setelah pemuatan dimulai,
maka para pihak dengan pemberitahuan tertulis kepada pihak lawan dapat memutuskan
perjanjian.
Bila pada waktu itu kapal tidak berada dalam pelabuhan, yang mencarterkan wajib menyuruh
kapal untuk singgah di pelabuhan aman yang pertama dapat dicapai dan membongkar muatan di
sana.
Semua biaya pembongkaran menjadi tanggungan pencarter. (KUHD 367, 3913, 3943, 419-2
nomor 41, 51, 4203@1,21', 464, 517s, 520a, b, d-f, 533m, u, y.)
Pasal 520d.
Bila tindakan yang diambil hanya mengenai sebagian muatan atau bila hanya sebagian yang
menjadi tidak bebas, maka yang mencarterkan dapat mulai membongkar bagian itu dan
pencarter yang bersangkutan meminta pembongkarannya. Semua biaya untuk pembongkaran

Page 117 of 157

yang meliputi biaya untuk singgah pada suatu pelabuhan bila perlu, menjadi tanggungan
pencarter.
Yang mencarterkan berhak menerima barang-barang dari orang lain, sebagai pengganti barangbarang yang dibongkar, dan menerima biaya angkutannya. (KUHD 39 13 , 3943, 464, 517s,
520a-c, e, f, 533m, u, y.)
Pasal 520e.
Untuk barang-barang yang dibongkar menurut ketentuan-ketentuan pasal-pasal 520a, 520c dan
520d atau tidak dimuatkan menurut ketentuan alinea kedua pasal 520b, lazimnya tidak perlu
dibayar biaya angkutan.
Namun bila pencarter telah mendapat keuntungan dari pengangkutan barang-barang itu, atau
untuk pelaksanaan perjanjian pencarteran itu telah dilakukan perjalanan, yang untuk itu tidak
diterima biaya angkutan, atau keadaan-keadaan lain yang menurut pertimbangan hakim
memberi alasan untuk hal itu, alas permohonan yang mencarterkan, hakim dapat memutuskan,
bahwa harus dibayar biaya angkutan dan menetapkanjumlahnya menurut kelayakan. (KUHD
519x, 520f, 533u.)
Pasal 520f.
pasal-pasal 518h-518k, 519b-519f dan 519u-520e berlaku di sini, bila perjanjian pencarteran
mengenai baik kapal yang memakai bendera Indonesia, maupun pengangkutan barang -barang
dari atau ke pelabuhan Indonesia. (KUHD 517c, d, y, 520t, 533c.)

Sub 5.
Pengangkutan Barang-barang Potongan.
Pasal 520g.
pengangkutan barang-barang potongan berarti pengangkutan berdasarkan perjanjian lain
daripada perjanjian pencarteran.
Terhadap pengangkutan barang-barang potongan, selama hal usaha tidak dilakukan dengan
kapal-kapal pelayaran tetap, berlaku ketentuan berikut. (KUHD 453, 466, 517e dst.)
Pasal 520h.
Pengangkut menentukan tempat dan berapa lama kapalnya berlabuh untuk pemuatan.
Bila waktu berlabuh untuk pemuatan tidak diberitahukan lebih dahulu, setiap pengirim dapat
menuntut agar kapalnya berangkat, setelah lalunya 3 minggu sejak barang-barangnya dimuat,
atau bila pengangkut tidak bersedia untuk itu, menuntut agar barang-barangnya dibongkar
kembali atas biaya pengangkut. (KUHD 509, 520i.)
Pasal 520i.
Pengirim harus mengantarkan barang-barang untuk dimuat, segera bila pengangkut
memintanya. ia tidak wajib memuatkan barang-barang yang tidak diantarkan pada waktunya,
dan berhak atas penggantian kerugian, bila kapal berangkat tanpa barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 518n-518p berlaku juga di sini juga. (KUHperd. 1246 dst.;
KUHD 520h, j.)
Pasal 520i.
Selama kapal belum berangkat, pengirim dapat meminta agar barang-barangnya dibongkar
kembali, asalkan keberangkatan kapal tidak terhambat karenanya.
Ia wajib membayar biaya angkutan beserta biaya penyusunan kembali muatan lainnya, bila
sekiranya perlu.
Kerugian pada muatan lainnya yang disebabkan oleh penyusunan kembali harus diganti olehnya.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 359, 519, 519w, 520h.)

Page 118 of 157

Pasal 520k.
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519b-519e di sini berlaku juga, (KUHD 520t.)
Pasal 520l.
Pengangkut menunjukkan tempat kapal dibongkar. ia wajib menunjukkan tempat pembongkaran
yang biasa digunakan dan memberitahukan dengan cara yang lazim kedatangan kapalnya di
tempat pembongkaran itu. Kewajiban pemberitahuan usaha dihapus, bila keadaan setempat
tidak memungkinkan atau hal itu tidak berguna. (AB. 15; KUHD 517i; 518m, 519g, h, i, 520m.)
Pasal 520m.
Mulai hari pertama berikut pada pemberitahuan itu, penerima-penerima harus mengambil barang
mereka dari tempat alat-alat pembongkaran yang harus diadakan oleh pengangkut. Masingmasing mereka wajib memulainya, segera bila pengangkut telah siap untuk menyerahkan
barang-barang yang diperuntukkan bagi mereka, dan melanjutkan hal itu dengan secepat
mungkin dengan mengingat keadaan yang ada dan kemampuan kapal itu mengizinkan untuk
penyerahan.
Bila pemberitahuan berdasarkan ketentuan dalam alinea tmkhir pasal yang lalu tidak diadakan,
penerima harus menelima barang-barangnya segera setelah diajukan oleh kapal untuk
penyerahan.
Bila penerima tidak menaati ketentuan dalam alinea pertama atau kedua, pengangkut berwenang
untuk membongkar barang-barang itu ke dalam tongkang atau di tempat penyimpanan yang
sesuai untuk itu, atas biaya dan risiko penerima.
Bila pembongkaran dan penyimpanan yang dimaksud dalam alinea yang lalu tidak mungkin
dilakukan, maka nakhoda berwenang untuk mengangkut terus barang-barang itu. pembongkaran
dan penyimpanan barang itu lalu dilakukan di pelabuhan, yang paling sesuai di kapal-kapal kecil
atau di tempat penyimpanan yang sesuai pula, semua atas biaya dan risiko penerima.
Dalam hal penyimpanan atau pengangkutan terus, pengangkut wajib secepatnya
memberitahukan hal itu kepada penerima, kecuali bila telah dilakukan pemberitahuan seperti
yang diatur dalam pasal 5201.
Pengangkut yang menggunakan wewenang yang diberikan dalam alinea ketiga, wajib
menghentikan pembongkaran atau penyimpanan itu, bila penerima masih mau memberitahukan
kesediaannya untuk menerima dan mengambil tindakan untuk menyelenggarakan penerimaan itu
dengan kecepatan yang menjadi syaratnya. (KUHperd. 1694 dst.; KUHD 495, 498, 510, 516,
517j, k, 1, t, 519k, 1, m, n, 5201, q, s.)
Pasal 520n.
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519j, 519n dan 519o di sini berlaku juga. (KUHD 520s.)
Pasal 520o.
Bila dalam konosemen ditetapkan suatu jumlah tertentu tentang hari berlabuh atau hari berlabuh
dengan hari berlabuh tambahan, pengangkut haru boleh memulai pembongkaran, penyimpanan
dan pengangkutan terus barang-barang yang disebut dalam konosemen, bila setelah lewat harihari itu seluruhnya atau sebagian barang-barang masih ada di dalam kapal.
Bila ketentuan tentang jumlah hari berlabuh atau hari berlabuh dengan hari berlabuh tambahan
itu berkenaan dengan pembongkaran seluruh muatan, maka hari-hari berlabuh itu mulai berlaku
pada hari pertama berikut pada pemberitahuannya, yang diatur dalam pasal 5201. Bila tidak
diadakan pemberitahuan berdasarkan alinea kedua pasal 5201, maka hari-hari berlabuh ku mulai
berlaku pada hari pertama berikut pada hari tibanya kapal itu.
Bila ketentuan itu semata-mata mengenai pembongkaran barang-barang yang disebut dalam
konosemen, maka hari-hari berlabuh itu tidak mulai berlaku lebih awal daripada hari ketika
pengangkut itu siap untuk penyerahan barang-barang itu. (KUHD 504, 519m, p, 520q, s.)

Page 119 of 157

Pasal 520p.
Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519p alinea kedua, 519q dan 519r di sini berlaku juga. (KUHD
520s.)
Pasal 520q.
Pemegang-pemegang konosemen yang ada ketentuannya tentang jumlah hari berlabuh atau hari
berlabuh dengan hari berlabuh tambahan yang berhubungan dengan pembongkaran seluruh
muatan, bila mereka mempergunakan hari-hari berlabuh tambahan, bertanggungjawab secara
tanggung renteng tentang penggantian kerugian termaksud dalam pasal 519r, masing-masing
selama masih ada barang-barang yang diperuntukkan baginya di kapal.
Terhadap sesama mereka sendiri, mereka wajib menyelenggarakan penerimaan dengan cara
yang disebutkan dalam pasal 520m. Barangsiapa yang dengan lalaikan hal usaha menghalangi
orang lain untuk menerima barang-barangnya pada waktunya, wajib mengganti kerugian
kepadanya. (KUHperd. 1246 dst., 1278 dst., 1365; KUHD 519s, 520o, s, 741.)
Pasal 520r.

(s.d. u. dg. S. 1940-34.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519u-519y, 520, 517s-517u bis di sini

berlaku juga. (KUHD 520t.)

Pasal 520s.
Bila dengan sebuah kapal dilakukan pengangkutan barang-barang untuk melaksanakan
perjanjian pencarteran dan untuk barang-barang yang dimuat dikeluarkan konosemenkonosemen yang ditandatangani oleh atau atas nama pengusaha kapal atau oleh atau atas nama
nakhodanya, yang mengenai pembongkarannya tidak menunjuk kepada carter-partai, maka
berlaku mengenai pembongkarannya ketentuan dalam pasal-pasal 520n-520q. (KUHD 321, 33 ,
3411, 341d, 504 dst., 511, 518d, k, 519s, 520t.)
Pasal 520t.
pasal-pasal 520k, 520r dan 520s berlaku baik terhadap pengangkutan lewat laut dari maupun
pengangkutan ke pelabuhan-pelabuhan Indonesia. (KUHD 517d, y, 520f, 533c.)
BAB VB.
PENGANGKUTAN ORANG.
Sub 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 521.
Pengangkut dalam pengertian bab usaha adalah orang yang mengikat diri, baik dengan
perjanjian pencarteran menurut waktu atau menurut perjalanan, maupun dengan suatu
perjanjian lain untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (musafir, penumpang) seluruhnya
atau sebagian lewat laut. (KUHD 3411, 371a, 3721, 453, 466, 533, 533d, n, q, v.)
Pasal 522.
perjanjian untuk mengangkut, mewajibkan pengangkut untuk menaga keamanan penumpang
dari saat naik sampai saat turun dari kapal.
Pengangkut wajib mengganti kerugian, yang disebabkan oleh cedera yang menimpa penumpang
berkenaan dengan pengangkutan, kecuali ia dapat membuktikan, bahwa cedera itu adalah akibat
dari suatu peristiwa yang layaknya tidak dapat dicegah atau dihindari, atau akibat kesalahan
penumpang sendiri.

Page 120 of 157

Bila cedera itu mengakibatkan kematian, maka pengangkut wajib mengganti kerugian yang
karenanya diderita oleh suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak dan orang tua penumpang
itu.
Bila penumpang itu diangkut berdasarkan perjanjian dengan pihak ketiga, pengangkut
bertanggung jawab baik terhadap pihak ketiga maupun terhadap penumpang dan ahli warisnya,
semuanya dengan mengindahkan ketentuan dalam alinea-alinea yang lain. (KUHperd. 1244 dst.,
1365 dst., 1370 dst.; KUHD 342 dst., 468, 523 dst., 525 dst., 526a, 533c, 568i, 741; S. 1927-33
pasal 2, 5 dst., 9, 11, 20 dst. 30; S. 1927-34 pasal 10 dst., 37 dst., 64 dst., 92 dst., 94 dst.;
Stoomord. I dst., 6 dst., 29 dst.; petr. vervoerord. 6 dst., 15 dst.)
Pasal 523.
pengangkut bertanggung jawab atas perbuatan orang-orang yang dipekerjakan olehnya, dan
barang-barang yang digunakannya pada pengangkutan itu. (KUHperd. 1367; KUHD 359, 468',
524, 533c, 741.)
Pasal 524.
Pengangkut tidak bebas untuk mempersyaratkan, bahwa ia tidak bertanggung jawab atau tidak
bertanggung-jawab selain sampai jumlah terbatas untuk kerugian yang disebabkan oleh kurang
cukupnya usaha pemeliharaan, perlengkapan atau pemberian awak untuk alat pengangkutannya,
atau sesuainya alat itu untuk pengangkutan yang diperjanjikankan, ataupun oleh kurang
cukupnya pengawasan di kapal. (AB. 23; KUHD 359 dst., 459, 470, 522, 533b, c; KUHp 568.)
Pasal 524a.
Persyaratan-persyaratan untuk membatasi pertanggunwawaban pengangkut sekali-kali tidak
membebaskannya dari beban untuk membuktikan, bahwa untuk pemeliharaan, perlengkapan
atau pemberian awak untuk alat pengangkutannya dan untuk sesuainya alat itu untuk
pengangkutan yang diperjanjikan, telah diusahakan secukupnya, bila ternyata, bahwa kerugian
adalah akibat dari cacat alat pengangkutan atau tatanannya.
Dalam hal usaha tidak dapat diadakan penyimpangan dengan perjanjian. (AB. 23; KUHD 359
dst., 459, 470a.)
Pasal 525.
Bila pengangkut adalah sekaligus pengusaha kapal itu, tanggungjawabnya karena kerugian yang
disebabkan oleh cedera yang diderita oleh para penumpang yang diangkut dengan kapal itu,
terbatas pada jumlah f. 50, - tiap meter kubik isi bersih kapal itu, bila mengenai kapal-kapal yang
digerakkan secara mekanis, ditambah dengan apa yang untuk menentukan isi itu, dikurangkan
dari isi kotor untuk ruang yang ditempati oleh alat penggeraknya. Bila baik barang-barang yang
diangkut maupun para penumpang atau ahli waris mereka menderita kerugian, maka
tanggungjawab pengangkut keseluruhannya terbatas pada jumlah yang disebut di sini, dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 476 dan 527. (KUHD 320 dst., 474, 522, 526,
526a, 533c, 541; Rv. 316a dst.)
Pasal 526.
Bila pengangkut bukan pengusaha kapal, kewajiban mengganti kerugian karena cedera terbatas
pada jumlah, yang dalam soal mengenai cedera menurut ketentuan dalam pasal yang lalu dapat
ditagih pada pengusaha kapal.
Dalam hal adanya perselisihan, pengangkut harus membuktikan sampai jumlah berapa batas
tanggung jawabnya. (KUHD 475, 522, 526a, 527, 533c.)
Pasal 526a.
Tuntutan ganti rugi penumpang atau ahli warisnya harus didahulukan terhadap segala ganti rugi
lain dalam hal usaha. (KUHperd. 1131 dst., 1134 dst., 1138; KUHD 525 dst., 527.)

Page 121 of 157

Pasal 527.
Dengan menyimpang dari ketentuan pasal 525 dan pasal 526, dapat dituntut ganti rugi
sepenuhnya, bila cedera itu disebabkan oleh kesengajaan atau kesalahan besar dari pengangkut.
Persyaratan-persyaratan yang bertentangan dengan usaha adalah batal. (AB. 23; KUHperd. 1370
dst., 1380; KUHD 470, 476, 493, 524, 533c, 541.)
Pasal 528.
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena kelambatan pengangkutan,
kecuali bila ia dapat membuktikan bahwa kelambatan tersebut akibat dari suatu peristiwa, yang
layaknya tidak dapat dicegah atau dihindari olehnya. (KUHperd. 1244 dst.; KUHD 92, 370, 477,
529, 533C.)
Pasal 529.
Bila kapal itu karena keadaan setempat tidak atau tidak dapat mencapai tempat tujuan dalam
waktu yang layak, pengangkut wajib mengantarkan para penumpang ke tempat tujuan dengan
alat pengangkutan lain atas biayanya.
Bila diperjanjikan, bahwa kapal tidak pergi lebih jauh dari tempat yang dapat dicapai kapal itu
dan berlabuh dengan aman dan lancar, maka pengangkut berwenang untuk menurunkan
penumpang-penumpang dari kapal di tempat terdekat dari tempat tujuan yang memenuhi syarat,
kecuali bila halangan itu hanya bersifat sementara sekali, sehingga hal itu hanya menyebabkan
kelambatan sedikit sekali. (KUHD 480, 528, 533c; S. 1920-274.)
Pasal 530.
Penumpang dapat diminta agar kepadanya oleh pengangkut diberikan tiket perjalanan.
Nakhoda berwenang untuk mengeluarkan tiket perjalanan untuk pengangkutan dengan kapal
yang dipimpinnya, kecuali bila orang lain ditugaskan untuk pengeluaran tiket itu. (KUHD 371a,
504 dst., 531 dst., 533b, n.)
Pasal 531.
Tiket perjalanan dapat berbunyi atas nama penumpang, kepada yang ditunjuk atau atas-tunjuk.
Bila berbunyi kepada yang ditunjuk, maka berlakulah pasal 508.
Tiket perjalanan blanko, dianggap berbunyi kepada atas-tunjuk. (KUHperd. 613, 1977; KUHD
457, 506, 532.)
Pasal 532.
Penumpang tidak dapat memindahtangankan haknya dari perjanjian pengangkutan tanpa izin
pengangkut, kecuali bila ia menerima tiket perjalanan kepada yang ditunjuk atau atas-tunjuk dan
belum naik di kapal. (KUHperd. 6133, 1977; KUHD 531.)
Pasal 533.
Mengenai bagasi milik para penumpang berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pengangkutan
barang-barang.
Pengangkut tidak wajib mengganti kerugian yang terjadi pada barang-barang yang disimpan
sendiri oleh penumpang, kecuali bila ternyata bahwa untuk penyelamatannya telah dilakukan
usaha seperlunya.
Untuk kerugian yang disebabkan oleh sesama penumpang, pengangkut tidak bertanggung jawab
mengenai barang usaha. (KUHperd. 1244, 1246/dst., 1444 dst., 1694 dst., 1700 dst.; KUHD 372,
391, 394, 466 dst., 533a, c.)
Pasal 533a.
Untuk penerapan pasal-pasal 493-497 dan 500, maka yang diartikan dengan yang harus dibayar
kepada pengangkut bukan saja biaya angkutan bagasi, melainkan juga untuk pengangkutan
penumpangnya sendiri. (KUHD 533.)

Page 122 of 157

Pasal 533b.
Tiket-tiket perjalanan yang isinya bertentangan dengan peraturan pasal 524 alinea pertama,
tidak boleh dikeluarkan untuk pengangkutan dari pelabuhan Indonesia. (KUHD 517b; KUHp 569.)
Pasal 533c.
Pasal-pasal 522-529 dan 533 berlaku terhadap pengangkutan orangorang dari pelabuhan
Indonesia. Hal usaha juga berlaku untuk pengangkutan ke pelabuhan Indonesia, dengan
kekecualian bahwa pasal 524 dan pasal 524a alinea kedua tidak diterapkan bila persyaratan
perjanjian yang dimaksud di situ berlaku menurut undang-undang negara di mana
pemasukannya dalam kapal dilakukan.
Ketentuan bab usaha, yang berlaku sebelum atau pada waktu pemasukan dalam kapal, selalu
berlaku sebagai pemasukan dalam kapal yang terjadi di pelabuhan Indonesia -ketentuan bab
usaha yang bertaku pada waktu atau setelah penurunan dari kapal, selalu berlaku sebagai
penurunan dari kapal yang terjadi di pelabuhan Indonesia. (AB. 18; KUHD 517c, d, y, 520f, t.)
Sub 2.
Dinas Pelayaran Tetap.
Pasal 533d.
Untuk pengangkutan penumpang oleh perusahaan pelayaran yang menyelenggarakan dinas
tetap antara dua tempat atau lebih (kapal pelayaran tetap) berlaku ketentuan berikut. (KUHD
517e, 533v.)
Pasal 533e.
Bila pengangkut telah memberitahukan syarat-syarat pengangkutan dan tarif, ia wajib
mengangkut orang yang menyatakan diri untuk ikut diangkut sesuai dengan pemberitahuan itu,
selama tempat mengizinkan untuk jurusan yang diminta, kecuali bila ada alasan yang berdasar
untuk tidak mengizinkan seseorang tertentu masuk dalam kapal.
Pengangkut wajib memberi kesempatan kepada umum untuk memperoleh syarat-syarat dan tarif
yang telah diberitahukan. Usaha berlaku terhadap pengangkutannya, kecuali bila oleh kedua
belah pihak ditetapkan ketentuan secara tertulis. (KUHD 517j; S. 1927-261 pasal 22, 32, S. 1927262 pasal 3 dst., 6.)
Pasal 533f.
Kewajiban pengangkut tidak dihapus karena kapal yang memuat penumpang tidak dapat
melanjutkan perjalanan atau tidak dapat melanjutkannya dalam waktu yang layak. pengangkut
harus mengurus pengangkutan selanjutnya sampai ke tujuan atas biayanya. (KUHD 462, 517r,
519d, 524, 528 dst., 533g, h, m, s, u, y.)
Pasal 533g.
Pihak lawan pada perjanjian pengangkutan sebelum perjalanan dimulai dapat memutuskan
perjanjian pengangkutan dengan pemberitahuan tertulis kepada pengangkut. Biaya angkutan
yang telah dibayar harus dibayarkan kembali, akan tetapi pengangkut mempunyai hak atas ganti
rugi yang sekiranya dideritanya karena pemutusan itu. (KUHperd. 1246 dst.; KUHD 533f, x, 741.)
Pasal 533h.
Bila kapal yang dijanjikan untuk mengangkut penumpang tidak dapat memulai perjalanan pada
waktu yang ditentukan atau tidak dapat memulainya dalam waktu yang layak setelah itu, maka
pihak lawan berhak untuk memutuskan perjanjian. Biaya angkutan yang telah dibayar harus
dibayarkan kembali.

Page 123 of 157

Bila pihak lawan tidak menggunakan hak usaha, maka pengangkut wajib mengangkut
penumpang atas keinginannya dengan kapal pertama berikutnya yang di dalamnya ada
kesempatan untuk itu. (KUHD 519b, e, 533f, g, I, j, k, m.)
Pasal 533i.
Biaya angkutan harus dibayar lebih dahulu. (KUHD 517p, 533e, g, j-m, q, X.)
Pasal 533j.
Biaya-biaya pemeliharaan penumpang selama pengangkutan termasuk dalam biaya angkutan.
Bila diperjanjikan bahwa pemeliharaan penumpang tidak menjadi tanggungan pengangkut, maka
dalam keadaan darurat ia bagaimanapunjuga wajib memberi makan dan minum kepada
penumpang dengan harga yang layak. (KUHD 358, 403, 533f, k, m, n, q, u, x; KUHp 470.)
Pasal 533k.
Bila pada permulaan perjalanan atau pada waktu melanjutkannya setelah berhenti sebentar,
penumpang tidak pada waktunya berada di kapal dan karena itu tidak dapat ikut melanjutkan
perjalanan seluruhnya atau sebagian, maka ia harus membayar biaya angkutan sepenuhnya,
dikurangi dengan suatu jumlah yang ditentukan oleh hakim untuk biaya pemeliharaan, bila ada
perselisihan. (KUHD 533g, j, q, x, 741.)
Pasal 533l.
Untuk penumpang yang meninggal di tengah perjalanan atau karena sakit dan terpaksa
meninggalkan kapal, harus dibayar sebagian biaya angkutan yang ditentukan oleh hakim bila ada
perselisihan. Apa yang telah dilunasi di atas jumlah usaha, harus dibayarkan kembali. (KUHD
346, 533q, x, 741; Reedenregl. 1925 pasal 20 dst.)
Pasal 533m.
Bila perjalanan telah dimulai dan karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang tidak
dapat dilanjutkan atau tidak dapat dilanjutkan dalam waktu yang layak, maka perjalanan berakhir
di pelabuhan tempat kapal berada atau di pelabuhan aman terdekat yang dapat dicapainya.
Biaya angkutan tidak harus dibayar, kecuali bila pihak lawan telah memperoleh manfaat dari
pengangkutan itu. Maka atas tuntutan pengangkut, hakim dapat memutuskan bahwa biaya
angkutan harus dibayar dan menetapkan jumlahnya menurut kepantasan dengan mengingat
semua keadaan. Karena pemeliharaan yang telah dusahakmati selalu harus dibayar sebagian dari
biaya angkutan yang ditentukan oleh hakim menurut kepantasan bila ada perselisihan.
Apa yang telah dilunasi di atas jumlah yang ditetapkan untuk pengangkutan, harus dibayarkan
kembali. (KUHD 367, 369, 419-1 nomor 21, 31, 51, 4203, 421 1, 464, 517s-u, 520a, 533h, i, j, u,
y, 741.)
Pasal 533mbis.
(s.d.t. dg. S. 1940-34.) Bila atas tindakan penguasa dicabut ruang kapal yang diperuntukkan bagi
pengangkutan penuinpang dari penguasaan pengangkut, maka kedua belah pihak berhak untuk
memutuskan perjanjian.
Bila perjanjian telah dimulai, maka perjanjian itu berakhir di pelabuhan tempat kapal itu berada
atau di pelabuhan aman yang terdekat yang dapat dicapainya. Alinea kedua dan ketiga pasal
yang lalu di sini berlaku juga.
Sub 3.
Pencarteran Menurut Waktu.
Pasal 533n.

Page 124 of 157

Terhadap pencarteran menurut waktu untuk pengangkutan orang diterapkan cara yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 518, 518a, 518c, 518e, dan 518f.
Perawatan para penumpang meroadi beban pencarter. (KUHD 533j.) pencarter berwenang
menerima orang-orang untuk diangkut dengan biaya angkutan dan syarat-syarat yang
dianggapnya baik.
Bila tiket perjalanan diberikan oleh atau atas nama nakhoda atau ditandatangani olehnya atau
atas namanya, baik pengusaha kapal maupun pencarter bertanggung jawab. (KUHD 530.)
Bila karena itu pengusaha kapal mendapat kewajiban lebih banyak daripada yang diwajibkan oleh
carter-partai, maka karena itu ia mempunyai tagihan terhadap pencarter. (KUHD 321, 533q, x,
z.)
Pasal 533o.
Bila dalam carter-partai jumlah penumpang yang dapat diangkut dengan kapal dinyatakan lebih
besar daripada yang sebenarnya, maka uang carter mendapat pengurangan yang sebanding dan
di samping itu pengusaha kapal wajib mengganti kerugian yang disebabkan karena itu, kecuali
bila pencarter mengetahui berapa penumpang sebenarnya yang dapat diangkut dengan kapal itu.
(KUHperd. 1246 dst.; KUHD 454, 518a, b, j, 533r.)
Pasal 533p.
Bila pencarteran menurut waktu itu mengenai kapal berbendera Indonesia, sekedar tidak
diperjanjikan lain, berlaku ketentuan-ketentuan paragraf usaha dengan tidak memandang di
mana pencarteran diadakan. (KUHD 310 dst., 518g.)
Sub. 4.
Pencarteran Menurut Perjalanan.
Pasal 533q.
Terhadap pencarteran menurut perjalanan untuk pengangkutan orang diterapkan cara yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 518h, 5181, 518m, 519b, 519c, 519c, 519g,
519h, dan 533i-533l.)
Pencarter berwenang menerima orang-orang untuk diangkut dengan syarat-syarat yang
ditetapkan dalam carter-partai, dan dengan biaya angkutan yang dianggapnya baik. Dalam hal
itu berlaku alinea keempat dan kelima pasal 533n. (KUHD 454.)
Pasal 533r.
Bila dalam carter-partai jumlah penumpang yang dapat diangkut dalam kapal atau dalam ruang
yang dicarterkan, ternyata disebutkan lebih besar dari-pada yang sebenarnya, yang
mencarterkan harus mengganti kepada pencarter kerugian yang disebabkan karena itu, kecuali
bila pencarter mengetahui jumlah yang sebenarnya; di samping itu uang carternya mendapat
pengurangan yang sebanding, bila untuk itu ditetapkan jumlah yang tetap. (KUHperd. 1246 dst.;
KUHD 454, 518b, j, 533o, 741.)
Pasal 533s.
Bila kapal karam atau sedemikian rusaknya, sehingga dalam waktu yang layak tidak dapat
diperbaiki atau perbaikan tidak ada gunanya, batallah perjanjian carter, kecuali bila yang
mencarterkan bersedia untuk berusaha mengangkut penumpang-pen-pang itu atas biayanya
pada kesenipatan lain ke tempat tujuan mereka.
Ia wajib memberi keterangan mengenai hal itu dalam waktu yang layak (KUHperd. 1444; KUHD
462, 517r, 519d, 533f, h, x.)
Pasal 533t.

Page 125 of 157

Bila berdasarkan ketentuan dalam pasal yang lain perincian pencarteran batal, maka pencarter
harus membayar sebagian uang carter karena pemeliharaan yang dusahakmati para penumpang
yang jika ada perselisihan tentang hal itu ditentukan oleh hakim menurut kelayakan. Apa yang
telah dilunasi di atas jumlah usaha harus dibayarkan kembali.
Bila yang mencarterkan menyuruh untuk mengangkut para penumpang ke tempat tujuan mereka
atas biayanya, maka semua pengeluaran untuk pemeliharaan para penumpang sampai pada
tempat tersebut merdadi bebannya. (KUHD 519u, v, 533j, x.)
Pasal 533u.

(s.d.t. dg. S. 1940-34.) Bila karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang, perjalanan

tidak dapat dimulai atau tidak dapat dimulai dalam waktu yang layak, atau setelah dimulai tidak
dapat dilanjutkan, masing-masing pihak memutuskan perjanjian dengan pemberitahuan tertulis
kapada pihak lawannya. Hal yang sama berlaku, bila karena tindakan penguasa dicabut
penguasaan yang mencarterkan atas seluruh atau sebagian ruang kapal yang dicarterkan.
Bila kapal itu tidak berada dalam suatu pelabuhan, maka kapal itu harus pergi ke pelabuhan
aman yang pelabuhan dapat dicapai dan menurunkan para penumpang di sana.
Pasal 520e berlaku dalam hal ini. (KUHD 367, 369, 419-1 nomor 21, 3', 5', 4203, 4211, 464,
517s, 520a, 533-, y.)
Sub. 5.
Pengangkutan Orang-orang Perseorangan.
Pasal 533v.
Terhadap pengangkutan orang-orang perseorangan, sekedar hal itu tidak dilakukan dengan
kapal-kapal pelayaran tetap, berlaku ketentuan-ketentuan berikut. (KUHD 520g, 533d dst.)

Pasal 533w.
Bila hari keberangkatan kapal tidak ditentukan, pengangkut wajib memulai perjalanan dalam
waktu yang layak setelah penutupan perjanjian pengangkutan.
Bila ia tidak menaati kewajiban usaha, inaka pihak lawannya dapat memutuskan perjanjian itu.
Biaya angkutan yang telah dilunasi harus dibayarkan kembali. (KUHD 533h, 741.)
Pasal 533x.

(s.d.u. dg.S. 1940-34.) Ketentuan-ketentuan pasal-pasal 519e, 533g, 533i-5331, 533m, 533s,

dan 533t, berlaku juga di sini.

Pasal 533y.
Bila perjalanan karena tindakan penguasa atau karena pecahnya perang tidak dapat dimulai atau
tidak dapat dimulai dalam waktu yang layak, batallah perjanjian pengangkutan itu.
Bila perjalanan telah dimulai dan karena salah satu sebab itu tidak dapat dilanjutkan atau tidak
dapat dilanjutkan dalam waktu yang layak, maka perjalanan itu berakhir di pelabutian, tempat
kapal itu berada atau di pelabuhan aman terdekat yang dapat dicapainya.
Alinea kedua dan ketiga pasal 533m berlaku di sini. (KUHD 367, 369, 419 1 nomor 21, 31, 51,
420@', 421', 464, 517s, 520a, 533m, u.)
Pasal 533z.
Bila penumpang-penumpang diangkut dengan kapal untuk melaksanakan suatu perjanjian
pencarteran dan tiket perjalanan diberikan atau ditandatangani oleh atau atas nama pengusaha
kapal atau nakhoda, atau ditandatangani oleh salah seorang dari mereka, maka terhadap
hubungan antara pengusaha kapal atau pengusaha kapal dan pencarter di satu pihak dan pihak
lain dalam perjanjian pengangkutan dengan penumpang di lain pihak, berlaku
ketentuanketentuan paragraf usaha. (KUHD 321, 530, 533n, q.)

Page 126 of 157

BAB VI.
TUBRUKAN KAPAL.
Pasal 534.
Bila terjadi tubrukan, di mana tersangkut sebuah kapal laut, pertanggungjawaban untuk kerugian
yang ditimbulkan pada kapal-kapal dan pada barang-barang atau orang-orang yang ada di kapal,
diatur oleh ketentuan-ketentuan dalam bab usaha.
Tubrukan kapal berarti terjadi benturan atau sentuhan kapal yang satu dengan yang lainnya.
(KUHperd. 1365 dst.; KUHD 309 dst., 342-345, 358a, 370, 544, 544a; KUHp 196-199, 35.9 dst.,
410, 478, 564, 566; S. 1927-33, 22 dst.; S. 1915327; S. 1927-62.)
Pasal 535.
Bila tubrukan kapal disebabkan oleh hal yang tidak disengaja, oleh hal di luar kekuasaan, atau
bila terdapat keragu-raguan mengenai sebab tubrukan kapal, maka kerugian dipikul oleh mereka
yang menderita. (KUHperd. 1245, 1444 dst.)
Pasal 536.
Bila tubrukan kapal itu adalah akibat kesalahan dari salah sebuah kapal yang bertubrukan, atau
kesalahan kapal lain, pengusaha kapal yang telah melakukan kesalahan bertanggungjawab untuk
seluruh kerugian. (KUflperd. 1245 dst.; KUHD 316-1-4', 320 dst., 342 dst., 373, 539, 742.)
Pasal 537.
Bila tubrukan kapal itu adalah akibat kedua belah pihak, tanggung jawab kedua pengusaha kapal
seimbang dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Perbandingan usaha ditetapkan oleh hakim tanpa ditunjukkan oleh or ang yang menuntut ganti
rugi. Bila hal itu tidak dapat ditetapkan, maka para pengusaha kapal itu bertanggung-jawab
untuk bagian-bagian yang sama.
Bila ada seorang yang meninggal atau terluka, maka masing-masing pengusaha kapal
bertanggung jawab terhadap pihak ketiga untuk seluruh kerugian yang diderita karenanya.
pengusaha kapal yang karena itu telah membayar lebih daripada bagian yang dihitung dengan
cara yang disebut dalam alinea pertama dengan demikian mempunyai tagihan terhadap sesama
debitur bersama. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD 320, 539, 741-1-41, 742-1-l..)
Pasal 538.
Bila sebuah kapal yang menyuruh diseret, karena kesalahan kapal yang menyeret bertubrukan, di
satnping pengusaha kapal itu, pengusaha kapal yang menyeret bertanggung-jawab secara
tanggung renteng terhadap kerugiannya. (KUHperd. 1278 dst.; KUHD 534 dst., 539, 565, 741.)
Pasal 539.
Tanggung jawab yang diatur dalam pasal -pasal yang lain juga ada, bila tubrukan kapal
disebabkan oleh kesalahan pandu, bahkan bila penggunaan pandu itu diwajibkan. (KUHD 344, 74
1; S. 1915-327, S. 1920-274, S. 1927-62.)
Pasal 540.
Bila sebuah kapal segera setelah bertubrukan, menuju ke pelabuhan darurat atau tempat lain
yang aman dan karam sebelum mencapai tujuannya, dengan tidak mengurangi pembuktian
kebalikannya, dianggap sebagai akibat tubrukan kapal. (KUHperd. 1916; KUHD 5342 .)
Pasal 541.
Pertanggung-jawaban pengusaha kapal karena kerugian yang ditimbulkan oleh tubrukan kapal
terbatas sampai jumlah f. 50,- setiap meter kubik isi bersih kapalnya, sepanjang mengenai kapal

Page 127 of 157

yang digerakkan dengan kekuatan mesin, ditambah dengan luas ruang yang ditempati mesin itu,
pada waktu menentukan isi kotor.
Bila pengusaha kapal karena kerugian yang ditimbulkan oleh tubrukan kapal, juga bertanggungjawab sebagai pengangkut, maka tanggung-jawabnya dalam keseluruhannya hanya terbatas
sampai jumlah tersebut dalam alinea pertama, dengan tidak mengurangi yang ditentukan dalam
pasal 476 dan pasal 527.(KUHD 320 dst., 474, 525; Rv. 316a dst.)
Pasal 542.
penyitaan kapal untuk menjamin pembayaran ganti rugi yang harus dibayar, dilakukan setelah
memperoleh izin dari ketua raad van justitie di daerah kapal berada pada saat permohonan izin.
Di luar daerah yang ada raad van justitienya, penyitaan kapal untuk menjamin ganti rugi yang
harus dibayar dapat dilakukan dengan izin residentierechter di daerah kapal berada pada saat
permohonan izin.
Pasal-pasal 721-727 Reglemen Acara perdata berlaku terhadap penyitaan usaha. (KUHD 568g,
742.)
Pasal 543.
Penggugat dalam perkara tubrukan kapal dapat menggugat menurut pilihannya:
Di hadapan hakim di tempat tinggal tergugat, atau bila tergugat lebih dari seorang, di tempat
tinggat mereka;
Di hadapan hakim di tempat terjadinya tubrukan; di hadapan hakim di tempat kapal para
tergugat didaftar dalam register kapal;
Di hadapan hakim, yang di daerah hukumnya penyitaan dilakukan atas kapal itu. (KUHD 314,
542; RO. 116f, 124; Rv. 99, 308 dst., 924, 926, 997; Tbs. 3, 7, 10-14.)
Bila menurut ketentuan usaha tidak ada hakim di Indonesia yang berwenang, gugatan dilakukan
di hadapan hakim yang ditunjuk dalam ayat (2), (3) atau (5) nasal 99 Reglemen Acara perdata
menurut pembedaan-pembedaan yang diadakan di situ. (KUHD 568i.)
Pasal 544.
Apa yang ditentukan dalam bab usaha berlaku pula, bila karena cara berlayar atau karena tidak
menaati suatu peraturan undang-undang, terjadi kerugian pada kapal lain atau pada orang-orang
atau barang-barang yang ada di situ, tanpa terjadi tubrukan kapal. (KUHperd. 1365 dst., 1370
dst.; KUHD 472; S. 1914-225.)
Pasal 544a.
Terhadap benturan atau sentuhan kapal dengan barang bergerak atau barang tetap, ketentuanketentuan bab usaha berlaku pula.
Kapal yang membentur atau menyentuh barang lain yang tetap atau dipautkan kerugian, kecuali
bila ternyata bahwa benturan atau sentuhan tidak disebabkan pada sesuatu yang tetap, yang
diterangi secukupnya, bertanggungjawab untuk oleh kesalahan kapal. (KUHperd. 1366, 1370
dst.; KUHD 742.)
BAB VII.
KAPAL YANG KARAM, KANDAS, DAN PENEMUAN
BARANG-BARANG DI LAUT.

Anotasi:

pasal-pasal dalam Bab VII dengan S. 1933-47 jo. S. 1938-2, mulai berlaku pada tanggal 1 April
1938 telah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam "wet" tanggal 22 Desember 1924
(N.S. 1924-573). Berdasarkan "wet" tanggal 27 Juli 1931 (N.S. 1931-320), maka Bab VII ditinau
kembali seluruhnya, dengan judul "van hulp en berging" (tentang pertolongan dan penyingkiran)
dan memuat pasal-pasal 545-571. pasal-pasal Indonesia sesuai dengan pasal-pasal tanggal 22

Page 128 of 157

Desember 1924, hal usaha dicatat dalam pinggiran "wet" yang lama; Negeri Belanda yang
nomornya sama seperti yang telah diubah dengan "wet" seluruh atau sebagian sesuai dengan isi
pasal Negeri Belanda yang sekarang berlaku, maka usaha disampaikan dengan tambahan yang
baru dengan menghilangkan nomor pasal yang lama. Bab VII berlaku untuk orang-orang
Indonesia (lihat S.1933-49.)
Pasal 545.
Tiada seorang pun diperkenankan untuk datang ke atas kapal tanpa izin tegas dari nakhoda, juga
dengan dalih hendak menyelamatkan atau menolong sekalipun. (KUHperd. 1365; KUHD 341',
341b, 342, 345, 550, 560 dst., 563, 655, 663; S. 1830-5.)
Pasal 546.
Kapal-kapal yang karam atau kandas di pantai, dan barang-barang yang diangkat dari laut atau
dari pantai, tidak boleh ditolong atau diselamatkan, kecuali dengan izin nakhoda, bila ia hadir di
situ. (KUHD 548 dst.)
Pasal 547.
Bila nakhoda, pemilik muatan atau pemegang konsinyasi ada di tempat, kapal dan barangbarang tersebut di atas harus diserahkan kepada penguasaan mereka, dan diserahkan para
penolong dengan segera dan dengan jaminan secukupnya untuk upah penolongan kepada
mereka. (KUHD 3411, 341b, 342, 345, 452e, 545 dst., 560 dst.)
Pasal 548.
Barangsiapa menahan kapal-kapal atau barang-barang yang kandas, yang ditolong atau
diselamatkan, atau barangsiapa tidak segera memenuhi tuntutan nakhoda pemegang konsinyasi
atau pemilik muatan untuk menyerahkan barang-barang ini kepada mereka dengan jaminan
secukupnya, kehilangan semua haknya atas upah penolongan, di samping itu wajib mengganti
semua kerugian yang disebabkan oleh penahanan demikian. (KUHperd. 1365 dst.; KUHD 546,
568e, 568g.)
Pasal 549.
Biaya dan uang yang dikeluarkan untuk pengangkutan barang-barang dari tempat penyimpanan
ke tempat tujuan dalam hal yang disebut dalam pasalpasal yang lain, dibayar oleh mereka yang
menerima barang-barang itu; dengan tidak mengurangi tagihan mereka bila ada alasan-alasan
untuk itu.
Pasal 550.

(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Bila kapal-kapal atau barang-barang di laut atau di pantai diselamatkan,

ditolong atau diangkat dari laut, tanpa kehadiran atau pengetahuan nakhoda, pemilik muatan
atau pemegang konsinyasi oleh para penolong, kapal atau barang-barang itu akan secepatnya
dipindahkan ke tempat yang terdekat, dan diserahkan kepada pejabat yang oleh atau atas nama
Gubernur Jenderal (pemerintah) ditugaskan mengurus hal itu, atau bila di sana tidak ada orang
demikian, maka diserahkan kepada pejabat yang harus ditunjuk oleh kepala pemerintahan
Daerah setempat.
Bila melanggar, para penolong kehilangan hak atas upah penolongan mereka, dan mereka wajib
mengganti kerugian, dengan tidak mengurangi kemungkinan tuntutan pidana, bila ada alasan
untuk itu. (KUHD 549, 552 dst., 556; S. 1856-71 pasal 8, S. 1856--73 pasal 9 dst.)
Pasal 551.
Kapal-kapal yang karam atau kandas, atau barang-barang yang dipungut dari laut atau di pantai,
atau dikumpulkan, atau jika usaha tidak ada tujuan lain dengan pengecualian semua lainnya
harus diselamatkan dan ditolong oleh atau di hadapan pejabat yang ditunjuk, atau dalam tidak

Page 129 of 157

ada pejabat, oleh atau di hadapan seorang pejabat yang ditunjuk oleh Kepala pemerintahan
Daerah setempat di tempat kandasnya kapal atau dipungutnya barang-barang tersebut.
Tetapi jika karena percampuran barang-barang itu atau karena sebab lain tidak dapat dipastikan
siapa pemilik barang yang diselamatkan atau dipungut, atau karena ada perbedaan maka
penyclamatan dan penolongan harus dilakukan oleh pejabat yang ditentukan atau yang ditunjuk
oleh Kepala pemerintahan Daerah setempat. (KUHD 546 dst., 550, 552 dst.)
Pasal 552.
pejabat-pejabat yang diangkat atau ditunjuk untuk mengurus barang-barang yang terdampar,
diselamatkan atau ditolong dari laut, mereka wajib membuat inventaris yang saksama, dan
terhadap penyerahan barang-barang itu mereka mempunyai kewajiban yang sama seperti para
penolong yang telah mengamankan kapal atau barang-barang di laut atau di pantai. Mereka
memperoleh upah untuk pengurusan tersebut yang besarnya ditetapkan dalam peraturan atau
yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Jenderal (pemerintah).
Para nakhoda dan para pemilik kapal atau barang-barang terhadap pejabat tersebut yang satu
terhadap yang lain, dalam soal upah penolongan, mempunyai kewajiban yang sama seperti
terhadap para penolong. (KUHD 550 dst., 554 dst,, 560 dst.)
Pasal 553.
Pejabat dalam hal tersebut di atas wajib memberi laporan tentang apa yang telah mereka
kerjakan kepada kepala pemerintahan Daerah setempat dalam waktu dua kali 24 jam. (KUHD
554 dst.)
Pasal 554.
Barang-barang yang sedemikian keadannya hingga tidak dituntut kembali dan yang karena
kerusakan atau dari sifatnya lekas menjadi busuk, atau yang penyimpanannya tidak dapat
diragukan bahwa bertentangan dengan kepentingan pemilik, setelah diperoleh tanda persetujuan
(otorisasi) cuma-cuma dari kepala pemerintahan Daerah setempat, harus segera mereka suruh
agar dijual di depan umum menurut kebiasaan setempat. (AB. 15.)
Pasal 555.
Pejabat-pejabat tersebut selckasnya akan memberitahukan tentang penyelamatan yang telah
dilakukan dalam surat kabar resmi, bila berkedudukan di Jawa dan Madura, dan di daerah luar
Jawa dan Madura dengan cara yang harus ditentukan oleh kepala penierintahan Daerah
setempat, dengan menyebutkan semua merek dan tanda pengenal, sambil di samping itu
memanggil setiap orang yang merasa berhak atas barang-barang yang diselamatkan, untuk
meminta kembali barang-barang itu.
Pemanggilan itu akan diulangi tiga kali, yaitu tiap sebulan sekali.
Namun bila karena kurang pentingnya barang-barang itu adalab sepantasnya, pemanggilan
dengan izin kepala pemerintahan Daerah setempat, sementara akan ditangguhkan untuk
menggabungkannya kemudian dengan panggilan untuk barang-barang lainnya dalam satu
panggilan bersama-sama. (KUHD 557.)
Pasal 556.
Bila seseorang membuktikan haknya atas barang-barang yang diamankan, dengan konosemen
atau surat-surat lain yang benar, maka para pejabat tersebut di atas akan menyerahkan barangbarang kepadanya setelah memperoleh tanda persetujuan cuma-cuma dari kepala pemerintahan
Daerah setempat dengan membayar upah penolongan dan biaya-biayanya.
Dalam hal ada keragu-raguan tentang hak orang yang menuntut kembali atau ada penyangkalan
pihak ketiga, atau ada perselisihan tentang upah penolongan dan biaya-biayanya, para pihak
harus mengambiljalan hukum yang biasa; dalam hal terakhir hakim dapat memerintahkan
penyerahan barang-barang itu dengan jaminan secukupnya. (KUHperd. 1830; KUHD 506 dst.,
515, 568g.)

Page 130 of 157

Pasal 557.
Bila setelah pemanggilan ketiga tidak seorang pun datang untuk menuntut kembali barangbarang yang diselamatkan atau diangkat dari laut, setelah diperoleh tanda persetujuan cumacuma dari kepala pemerintahan Daerah setempat, barang-barang itu akan dijual di depan umum,
dan pendapatannya setelah dipotong dengan upah penolongan dan biaya-biayanya,
dipertanggungjawabkan kepada kepala pemerintahan Daerah setempat dan sementara disimpan
di kas negara.
Pengesahan pertanggung-jawaban itu sekali-kali tidak mengurangi hak yang berkepentingan
sekiranya ia hendak menggunakannya terhadap pertanggung-jawaban itu. (KUHD 555, 558.)
Pasal 558.
Bila dalam waktu 10 tahun seseorang dapat membuktikan diri sebagai pemilik barang-barang
yang diamankan, uang pendapatan itu akan diberikan kepadanya.
Bila dalam waktu itu tidak ada orang yang datang, maka uang pendapatan itu dianggap sebagai
barang yang tidak bertuan.
Barang-barang musuh yang disita dan dinyatakan menjadi milik negara sekalikah tidak dapat
dituntut kembali. (KUHperd. 520, j 126, 1129; KUHD 555, 5592.) 559. Tidak sekali-kali akan
dipungut suatu bea pantai atas kapal yang kandas atau barang-barang yang diselamatkan.
Ketentuan usaha tidak mengbalang-halangi hak untuk merampas kapal musuh atau barangbarangnya yang terdampar. (ISR. 145; KUHD 558.)
Pasal 560.
Untuk pertolongan yang diberikan kepada kapal yang dalam bahaya, barang-barang yang ada di
kapal, muatan dan penumpangnya, untuk menyelamatkan jiwa orang-orang yang mengalami
kecelakaan kapal dan untuk mengamankan barang-barang temuan di laut dan barang-barang
bekas kapal karam, harus dibayar upah penolongan.
Kecuali bila pihak-pihaknya mengadakan perjanjian lain, diberikan juga upah penolongan bila
pemberian pertolongan itu berhasil baik. (KUHD 316-1-30, 370, 461, 561, 563, 567, 568i, k, 742,
752.)
Pasal 561.
Upah penolongan yang diperselisihkan, ditetapkan oleh hakim menurut kepantasan.
Kecuali bila para pihak mengadakan perjanjian lain, bila pemberian pertolongan tidak berhasil
baik, kepada kapal yang menolong diberi penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. (KUHD 560,
562 dst., 567, 568b, c, j.)
Pasal 562.
Upah penolongan tidak boleh melebihi nilai barang-barang yang diselamatkan. (KUHD 560 dst.,
563.)
Pasal 563.
Setiap perjanjian tentang upah penolongan, yang diadakan selama dan di bawah pengaruh
bahaya, oleh hakim dapat dibatalkan atau diubah atas tuntutan salah satii pihak, bahwa syaratsyarat yang diperjanjikan tidak layak.
Biarpun bagaimana, atas tuntutan seperti tersebut dalam alinea pertama, perjanjian tentang
upah itu oleh hakim dapat dibatalkan atau diubah, bila ternyata bahwa persetujuan oleh salah
satu pihak diberikan di bawah pengaruh penipuan atau penyembunyian keterangan atau, bahwa
tidak ada keseimbangan antara upah yang ditetapkan denganjasa yang diberikan. (KUHperd.
1321, 1328; KUHD 560 dst.)
Pasal 564.

Page 131 of 157

Para penumpang tidak mempunyai hak atas upah penolongan karena pemberian penolongan
oleh mereka kepada sesama penumpang, kapal atau muatannya, kecuali oleh mereka diberikan
jasa yang selayaknya tidak dapat dianggap bahwa mereka wajib untuk itu. (KUHD 34 15 , 560
dst., 565.)
Pasal 565.
Kapal yang menyeret tidak mempunyai hak atas upah karena pertolongan yang diberikan kepada
kapal yang diseret, penumpangnya atau muatannya, kecuali bila diberikan jasa luar biasa
olehnya, yang tidak dapat dianggap sebagai pelaksanaan perjanjian penyeretan. (KUHD 34 15 ,
538, 560 dst., 564.)
Pasal 566.
Meskipun kepada sebuah kapal, penumpang-penumpangnya atau muatannya diberikan
pertolongan oleh sebuah kapal yang pengusaha kapalnya sama, harus dibayar juga upah
penolongan. Dalam hal usaha setiap orang yang mempunyai kepentingan pada upah itu dapat
menuntut penetapannya oleh hakim, meskipun telah diadakan perjanjian tentang upah itu. Hal
yang sama berlaku juga bila antara pengusaha kedua kapal ada kepentingan bersama. (KUHD
320, 3415, 560 dst.)
Pasal 567.
Bila pertolongan itu diberikan oleh orang-orang atau kelompok orang yang bertindak lepas satu
dari yang lain, maka masing-masing mereka mempunyai hak atas upah penolongan dan masingmasing untuk dirinya, dan dalam hal ada perselisihan, dapat menuntut penetapannya. (KUHD
560 dst., 564 dst., 742.)
Pasal 568.

(s.d.u. dg. S. 1934-314jo. S. 1938-2.) Bila oleh sebuah kapal diberikan pertolongan, maka

pengusaha kapal, nakhoda dan anak buah kapalnya, beserta penumpang lainnya yang telah ikut
membantu pada pemberian pertolongan, mempunyai hak atas upah penolongan tersebut. (KUHD
320, 341, 375 dst., 393, 452e, f, 560 dst., 564, 568a, c, 742.)
Pasal 568a.
Pengusaha kapal berwenang untuk mengadakan perjanjian tentang upah penolongan itu atau
bila tidak ada perjanjian, untuk menuntut penetapannya oleh pengadilan. perjanjian yang dibuat
olehnya mengikat semua yang berhak atas upah itu. ia wajib memberitahukan kepada mereka
masing-masing, bila diminta secara tertulis, tentang jumlah upah dan pembagiannya.
Bila pengusaha kapal tidak ada di tempat, nakhodalah yang bertindak, kecuali bila untuk itu
pengusaha kapal menunjuk orang lain. (KUHD 320, 341, 341d, 360 dst., 560 dst., 568, 568b.)
Pasal 568b.
Bila ada perselisihan mengenai pembagian upah penolongan, pembagian itu atas permohonan
pihak yang paling bersedia ditetapkan oleh hakim setelah mendengar atau setidak tidaknya
setelah memanggil secukupnya lain-lainnya yang berhak. (KUHD 560 dst., 568a.)
Pasal 568c.

(s.d.u. dg. S. 19,34-214 jo. S. 1938-2.) Pelepasan hak oleh nakhoda atau oleh seorang anak

buah kapal terhadap bagian dalam upah penolongan yang dapat diperoleh atau telah diperoleh
oleh kapalnya, adalah batal, kecuali bila kapal digunakan semata-mata untuk pekerjaan
pengamanan dan penyeretan. (KUHD 341, 341d, 452e, f, 568.)
Pasal 568d.

Page 132 of 157

Untuk pertolongan yang diberikan kepada sebuah kapal beserta para penumpang dan
muatannya, upah penolongan harus dibayar oleh pengusaha kapal. (KUHD 320, 341, 360 dst.,
560, 564 dst., 699-161, 742.)
Pasal 568e.
Bila mereka yang telah memberikan pertolongan, telah membuat pemberian pertolongan itu
perlu karena kesalahan mereka atau telah bersalah karena pencurian, penyembunyian atau
perbuatan lain yang menipu, maka hakim dapat menentukan upah penolongan yang lebih rendah
bagi mereka, atau bahkan menghapuskan semua hak atas upah penotongan itu.
Mereka yang telah ikut serta dalam pemberian pertolongan, meskipun dilarang dengan tegas dan
masuk akal oleh nakhoda kapal yang ditolong, atau bila ia tidak ada, oleh yang berkepentingan
pada kapal itu atau pada muatannya, maka mereka tidak berhak atas upah penolongan.
(KUHperd. 1365 dst.; KUHD 341 341d, 358a, 545, 547 dst., 561; KUHp 363-1 nomor 21, 375,
378 dst., 478.) 568f. (s.d.u.dg.S. 1934-214jo. S. 1938-2.)
Jika sebuah kapal ditinggalkan oleh nakhoda dan para anak buah kapalnya, dan diterima oleh
para pengaman, nakhoda setiap waktu bebas untuk kembali ke kapal itu dan mengambil kembali
pimpinan atasnya, yang dalam hal itu para pengaman harus menyerahkan pimpinannya kepada
nakhoda itu, dengan ancaman akan kehilangan hak atas upah penolongan mereka dan akan
wajib mengganti kerugian, dengan tidak mengurangi hak yang telah mereka peroleh atas upah
penolongan. (KUHD 341, 341d, 345, 546, 560, 568g.)
Pasal 568g.
Kapal-kapal atau barang-barang yang telah diberi pertolongan atau yang telah diamankan,
dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 550, 551 dan 568f, boleh ditahan oleh
mereka yang telah memberikan pertolongan atau telah melakukan pengamanan, selama
pembayarannya belum dilakukan atau belum diberikan jaminan untuk itu.
Penyitaan kapal atau kapal dan muatannya untuk menjamin utang karena upah penolongan
dilakukan setelah memperoleh izin dari ketua raad van justitie, yang di dalam daerahnya kapal
itu berada pada saat izin itu diminta.
Di luar daerah afdeling, di mana ada raad van justitie, penyitaan dimaksud dalam alinea di atas
dapat dilakukan dengan izin residentierechter, dalam wilayah mana kapal berada sewaktu izin
tersebut diminta.
Untuk jaminan tuntutan atas barang-barang yang diamankan, dengan izin yang sama, barangbarang usaha dapat disita, selama belum jatuh di tangan pihak ketiga, yang telah
memperolehnya dengan itikad baik dan menjaminnya dengan imbalan. (KUHperd. 1977.)
Pasal-pasal 721-727 Reglemen Acara perdata berlaku atas sitaan-sitaan usaha. (KUHD 498 dst.,
542, 545-548, 560 dst., 568h, 742.)
Pasal 568h.
Barangsiapa menerima barang-barang yang diamankan dan mempergunakannya, sedangkan
diketahuinya bahwa padanya-masih dibebani utang karena upah penolongan, bertanggung jawab
secara pribadi untuk pelunasan utang itu, sepanjang utang itu dapat ditagih atas barang-barang
tersebut.
Dengan tidak mengurangi pembuktian kebalikannya, penerima dianggap telah mengetahui,
bahwa utangnya masih membebani barang-barang itu, dan bahwa itu dapat ditagih atasnya.
(KUHperd. 1916; KUHD 546 dst., 560 dst., 568g.)
Pasal 568i.
Upah penolongan untuk penyelamatan khusus pada para penumpang sebuah kapal harus dibayar
oleh pengusaha kapal, juga bila kapalnya karam.
Upah itu berjumlah sebesar-besarnya f. 300,- untuk tiap orang yang diselamatkan. (KUHD 320,
3415, 522, 560, 742.)

Page 133 of 157

Pasal 568j.
Dalam penentuan upah penolongan, maka yang mempunyai wewenang yang sama adalah:
hakim di tempat tinggal tergugat, atau bila tergugat lebih dari satu orang, di tempat tinggal salah
seorang dari mereka;
hakim, yang di dalam daerah hukumnya telah diberikan pertolongan atau telah diantarkan orangorang atau- barang-barang yang diselamatkan;
hakim, yang di dalam daerah hukumnya untuk penuntutan upah penolongan telah dilakukan
penyitaan.
Alinea kedua pasal 543 berlaku dalam hal usaha. (KUHD 314, 561, 658b, g; RO. 116f, 124; Rv.
99, 308 dst., 559 dst., 924, 926, 997.)
Pasal 568k.
Ketentuan-ketentuan bab usaha berlaku, bila diberikan pertolongan kepada atau oleh kapal-kapal
laut.
Ketentuan-ketentuan itu berlaku pula bila diberikan pertolongan di laut kepada sebuah pesawat
terbang atau kepada penumpaiignya. (KUHD 310.)
BAB VIII.
Bab ini memuat pasal-pasal 569-591 dan
telah dihapus dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.
BAB IX.
ASURANSI ATAU PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA
DI LAUT DAN BAHAYA-BAHAYA PERBUDAKAN.
Bagian 1.
Bentuk Dan Isi Pertanggungan.
Pasal 592.
Selain syarat- syarat yang disebut dalam pasal 256, polis harus menyatakan:
1. (s. d. u. dg. S. 1933-4 7jo. S. 1938-2.) nama nakhoda, nama kapal, dengan menyebutkan
macamnya, dan pada pertanggungan kapalnya, pernyataan apakah kapal itu terbuat dari
kayu cemara, atau keterangan bahwa tertanggung tidak mengetahui tentang keadaan itu;
2. tempat barang-barang dimuat atau harus dimuat;
3. pelabuhan tempat kapal seharusnya berangkat, atau harus berangkat;
4. pelabuhan atau pantai tempat kapal harus memuat atau membongkar;
5. pelabuhan atau pantai yang harus disinggahi kapal;
6. tempat permulaan berlangsungnya bahaya yang menjadi beban penanggung;
7. nilai kapal yang dipertanggungkan.
Semua dengan tidak mengurangi pengecualian-pengecualian yang terdapat dalam bab usaha.
(KUHperd. 806; KUHD 247 dst., 252, 254 dst., 258, 263 dst., 272, 595 dst., 602 dst., 606, 615,
624 dst., 637 dst., 653, 661, 681, 744.)
Pasal 593.

(s.d.u. dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.) Pertanggungan laut berpokok khusus pada:

badan dan lunas kapal, kosong atau bermuatan, dipersenjatai atau tidak, berlayar sendirian atau
bersama-sama dengan kapal lain; (KUHD 602, 619.)
alat-alat perlengkapan dan tali-temali; (KUHD 602.)
alat-alat perlengkapan perang; (KUHD 602.)
bahan makanan, dan pada umumnya semua biaya yang telah dikeluarkan untuk kapal itu,
sampai kepada penurunan kapal ke laut; (KUHD 602.)

Page 134 of 157

barang-barang muatannya; (KUHD 612 dst.)


keuntungan yang diharapkan; (KUHD 615, 621 dst.)
biaya angkutan yang akan diperoleh; (KUHD 615, 623.)
bahaya perbudakan. (KUHD 618.)
pada pertanggungan atas kapal, tanpa penunjukan keterangan lebih lanjut, diartikan dengan itu
badan dan lunas kapal, alat perlengkapan dan alat perlengkapan perangnya. (KUHperd. 806;
KUHD 268, 321, 599, 640, 720.)
Pasal 594.
Pertanggungan dapat diadakan: pada keseluruhan atau sebagian barang, bersama-sama atau
sendiri; dalam waktu damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama perjalanan kapal;
(KUHD 661.)
untuk perjalanan pergi-pulang; untuk salah satu dari kedua itu; untuk seluruh perjalanan, atau
untuk waktu tertentu; untuk semua bahaya laut;
untuk berita baik dan buruk. (KUHD 271, 593, 597 dst., 619-21, 626, 637, 650, 674.)
Pasal 595.
(s.d. u. dg. S. 1933-4 7jo. S. 1938-2.) Bila tertanggung tidak mengetahui dalam kapal mana
barang-barang akan dimuat, pernyataan nakhoda atau kapal tidak akan dijadikan syarat, asalkan
dalam polis diterangkan ketidaktahuan tertanggung tentang hal itu, beserta pernyataan tanggal
dan penandatanganan surat pengaritar atau surat-tunjuk terakhir.
Kepentingan tertanggung dengan cara ini hanya dapat dipertanggungkan untuk waktu tertentu.
(KUHD 251, 592-11, 650.)
Pasal 596.
Bila tertanggung tidak mengetahui terdiri dari apakah barang-barang yang dikirimkan atau
dikonsinyasikan kepadanya, ia boleh menyuruh untuk mengadakan pertanggungan atas barangbarang itu di bawah nama umum: "barang-barang ".
Dalam pertanggungan demikian tidak termasuk emas dan perak dalam bentuk mata uang,
batangan emas dan perak, permata, mutiara atau perhiasan-perhiasan, dan keperluan-keperluan
perang. (KUHD 251, 256-31, 612, 627 dst, 644, 727.)
Pasal 597.
Bila suatu pertanggungan diadakan atas kapal-kapal atau barang-barang yang pada waktu
mengadakan perjanjiannya, telah sampai dengan selamat di tempat tujuan, atau untuk suatu
kepentingan yang kerugiannya dipertanggungkan, dan telah ada pada Waktu tersebut di atas,
maka berlaku ketentuan-ketentuan pasal 269 dan pasal 270, bila dibuktikan, atau bila ada
dugaan, bahwa pada waktu mengadakan perjanjian itu, telah diketabui oleh penanggung tentang
tibanya kapal dengan selamat, atau oleh tertanggung atau pemegang amanat tentang adanya
kerugian. (KUHD 251, 603 dst.)
Pasal 598.
Dugaan tersebut dalam pasal 270 terhadap tertanggung tidak ada, bila pertanggungan itu
diadakan berdasarkan berita baik atau buruk, asalkan dalam hal usaha, dalam polis dinyatakan
berita terakhir yang diterima oleh tertanggung mengenai barang yang dipertanggungkan; dan
asalkan pada pertanggungan yang diadakan untuk beban pihak ketiga, dalam hal ada kerugian,
secara nyata terbukti tentang tanggal amanat yang diperoleh pemegang amanat itu untuk
mengadakan pertanggungan.
Dengan persyaratan itu, pertanggungan itu haru dapat dibatalkan, bila dibuktikan bahwa
tertanggung atau pemegang amanat pada waktu diadakan perjanjian itu telah mengetahui
kerugian yang dideritanya. (KUHperd. 1321, 1449; KUHD 256-81, 264 dst., 269, 594.)
Pasal 599.

Page 135 of 157

pertanggungan batal bila diadakan: 10, 20, 30. Dihapus dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2;
4-. atas barang-barang yang menurut undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah tidak
boleh diperdagangkan; 51. atas kapal-kapal, baik kapal Indonesia maupun asing yang
dipergunakan untuk pengangkutan barang-barang tersebut dalam 40. (AB. 23; KUHperd. 1337;
KUHD 250, 593; KUHp 324 dst, 327.)

600 dan 601. Dihapus dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.


Pasal 602.
Pertanggungan atas badan dan lunas kapal dapat diadakan untuk nilai sepenuhnya kapal itu,
beserta semua alat perlengkapannya, dan semua biayanya sampai ke laut. (KUHD 378, 593, 612,
619.)
Pasal 603.
Pertanggungan boleh diadakan atas kapal-kapal dan barang-barang, yang telah berangkat atau
diangkut dari tempat bahayanya seharusnya mulai terjadi atas beban penanggung, asalkan
dalam polisnya dinyatakan, baik tentang saat yang sesungguhnya keberangkatan kapal itu atau
pengangkutan kapal itu atau pengangkutan barang-barangnya, maupun tentang ketidaktahuan
tertanggung mengenai hal itu.
Bagaimanapun juga dalam polis harus dinyatakan, dengan ancaman hukuman menjadi batal,
berita terakhir yang diterima oleh tertanggung dari kapal atau barang-barangnya, dan bila
pertanggungan itu diadakan atas beban pihak ketiga, tanggal surat-tunjuk atau surat pengantar,
atau pernyataan dengan tegas, bahwa pertanggungannya telah diadakan tanpa pemberian
amanat yang berkepentingan. (KUHD 251, 256-81, 265, 281, 592, 597, 604 dst., 624 dst.)
Pasal 604.
Bila tertanggung dalam polis membuat keterangan tentang ketidaktahuannya seperti yang
ditentukan dalam pasal yang lalu, dan kemudian ternyata, bahwa pertanggungannya telah
diadakan setelah kapal-kapalnya berangkat dari tempat bahayanya seharusnya mulai terjadi atas
beban penanggung, maka dalam hal ada kerugian, atas tuntutan penanggung, tertanggung
harus menguatkan keterangannya tentang ketidaktahuannya dengan sumpah. (KUHD 269; KUHp
381.)
Pasal 605.
Bila dalam polis tidak disebutkan, baik tentang keberangkatan kapal, maupun tentang
ketidaktahuannya, hal itu dianggap sebagai pengakuan, bahwa pada keberangkatan pos terakhir
yang telah tiba sebelum pembuatan polis itu, atau jika tidak ada pos teratur, pada kesempatan
baik yang terakhir untuk mengirimkan berita, kapal itu masih berlabuh di tempat ia harus
berangkat. (KUHperd. 1915 dst.; KUHD 251, 603.)
Pasal 606.
Bila diadakan pertanggungan atas kapal-kapal yang belum ada di tempat di mana bahayanya
harus mulai terjadi, atau kapal yang belum siap untuk memulai perjalanan atau untuk dimiaati,
atau atas barang-barang yang tidak seketika dapat dimuatkan, pertanggungan itu batal; kecuali
bila keadaan itu disebut dalam polisnya, atau dalam hal itu dinyatakan, bahwa tertanggung tidak
mengetahui hal itu, dengan menyebutkan surat pengantarnya atau surat-tunjuknya, atau
keterangan bahwa surat itu tidak ada, dan di samping itu, bagaimanapun juga, menyebutkan
berita terakhir yang diterimanya tentang kapal atau barang.
Tertanggung dan pemegang amanat, dalam hal ada kerugian, wajib menguatkan
ketidaktahuannya dengan sumpah. (KUHD 251, 269, 592, 603, 624, 627 dst.; KUHp 381.)

607-611. Dihapus dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.

Page 136 of 157

Pasal 612.
Barang-barang boleh dipertanggungkan untuk nilai sepenuhnya pada waktu dan di tempat
pengiriman, dengan semua biayanya sampai di kapal, termasuk di situ premi pertanggungan,
tanpa dapat dituntut untuk memberikan rencana perkiraan tiap barang tersendiri. (KUHD 253,
613 dst., 627 dst.)
Pasal 613.
Nilai sesungguhnya barang-barang yang dipertanggungkan boleh dinaikkan dengan biaya
angkutan, bea-bea masuk dan biaya-biaya lain yang pada waktu tibanya perlu sekali harus
dibayar, asalkan tentang hal itu disebut dalam polisnya. (KUHD 256-8'.)
Pasal 614.
Kenaikan yang diuraikan dalam pasal yang lain tidak mengikat, bila yang dipertanggungkan tidak
sampai di tempat tujuan, sepanjang karena itu pembayaran biaya angkutan, bea-bea masuk dan
biaya-biaya lainnya hapus seluruhnya atau sebagian.
(s.d.u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Akan tetapi bila biaya angkutan menurut perjanjian yang
diadakan sebelum keberangkatan kapal harus dibayar lebih dahulu maka pertanggungan
mengenai hal itu tetap tidak berubah. Dalam hal ada bencana atau kerugian, maka pembayaran
lebih dahulu itu harus dibuktikan. (KUHD 281, 478 dst., 482.)
Pasal 615.
pertanggungan atas keuntungan yang diharapkan harus dibuatkan rencana perkiraan tersendiri
pada polisnya, dengan penyebutan tersendiri atas barang-barang mana hal itu dilakukan. Bila hal
usaha tidak ada, maka pertanggungannya batal.
Bila nilai barang yang dipertanggungkan dinyatakan secara umum, dengan ketentuan pasti,
bahwa semua yang melebihi nilai barang dianggap sebagai keuntungan yang diharapkan,
pertanggungannya berlaku untuk nilai barang yang dipertanggungkan; akan tetapi yang
selebihnya akan dikembalikan kepada perhitungan besarnya keutungan yang diharapkan dan
dapat dibuktikan, dihitung menurut ukuran yang disebut dalam pasal 621 dan pasal 622. (KUHD
592 dst., 612 dst.)
Pasal 616.
Biaya angkutan dapat dipertanggungkan untuk jumlah sepenuhnya. (KUHD 453 dst., 593, 613
dst., 623, 630, 640, 642.)
Pasal 617.

(s.d.u. dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2.) Bila kapal karam atau kandas, maka karena

kecelakaan itu pertanggungannya dikurangi denganjumlah biaya perjalanan yang harus


dibayarkan oleh nakhoda atau pemilk kapal, kurang daripada yang seharusnya dibayar bila kapal
itu tiba dengan selamat.
Pasal 618.
pertanggungan terhadap perbudakan diadakan sampaijumlah uang tertentu, yang dapat
digunakan untuk menebus orang yang dijatuhkan dalam perbudakan dan yang kebebasannya
dipertanggungkan.
Selisih antara uang tebusan dengan jumlah yang dipertanggungkan menjadi keuntungan
penanggung; dan bila untuk penebusannya dipersyaratkanjumlah yang lebih besar daripada yang
ditentukan dalam perjanjiannya, maka ia cukup dengan memenuhi jumlah yang dinyatakan
dalam polisnya. (KUHD 593.)
Bagian 2.
Anggaran Barang-barang yang Dipertanggungkan.

Page 137 of 157

Pasal 619.
Jumlah penuh, yang dipertanggungkan atas badan atau lunas kapal, meskipun sebelum itu sudah
diperkirakan, dapat ditentukan lagi atau dikurano dengan keputusan pengadilan, bila perlu,
setelah laporan para ahli:
1. bila kapal dalam polis diperkirakan menurut harga pembelian, atau menurut yang telah
dikeluarkan sebagai biaya pembuatannya, dan kapal itu telah mempunyai nilai yang lebih
rendah, baik karena umur maupun karena banyaknya perjalanan yang telah dilakukannya;
2. bila kapal yang dipertanggungkan untuk berbagai perjalanan, setelah melakukan satu
perjalanan atau lebih dan dengan demikian telah meitiperoleh biaya angkutan, kemudian
karam dalam salah satu perjalanan yang dipertanggungkan. (KUHD 273 dst., 593 dst., 713.)
Pasal 620.
Bila pertanggungan diadakan untuk perjalanan kembali dari Suatu negara, yang perdagangannya
hanya dilakukan dengan cara tukar-menukar, maka anggaran barang-barang yang
dipertanggungkan dimtung atas dasar berapa yang telah dikeluarkan untuk barang-barang yang
telah ditukarkan, dengan ditambahkan biaya-biaya pengangkutan.
Pasal 621.
Keuntungan yang diharapkan dibuktikan dengan daftar harga yang diakui resmi, atau bila hal itu
tidak ada, dengan anggaran para ahli, yang menunjukkan keuntungan yang selayaknya akan
dihasilkan di tempat tujuan oleh barang-barang yang dipertanggungkan, bila tiba dengan selamat
setelah melakukan perjalanan biasa. (KUHD 273, 593, 615.)
Pasal 622.
Bila dari daftar harga itu, atau dari anggaran para ahli ternyata, bahwa bila tiba dengan selamat,
keuntungan akan berjumlah lebih kecil daripada jumlah yang disebutkan dalam polis oleh
tertanggung, maka penanggung cukup membayarjumlah yang lebih kecil itu. ia tidak perlu
membayar apa pun, bila barang-barang yang dipertanggungkan mungkin sama sekali tidak
mengbasilkan keuntungan. (KUHD 60, 615, 621.)
Pasal 623.
Jumlah biaya angkutan dibuktikan dengan carter-partai atau konosemen-konosemennya.
Bila tidak ada carter-partai atau konosemen, atau bila mengenai barang-barang pemilik kapal
sendiri, untuk jumlah biaya angkutan dibuatkan anggaran oleh para ahli. (KUHD 454 dst., 506,
512, 593.)
Bagian 3.
Permulaan Dan Akhir Bahaya.
Pasal 624.
pada pertanggungan atas kapal, bahaya bagi penanggung dimulai sejak nakhoda mulai
memuatkan barang-barang dagangan; atau, bila ia harus berangkat dengan beban pemberat
saja, segera setelah ia mulai memuatkan beban pemberatnya. (KUHD 592-6-, 627, 634, 696.)
Pasal 625.
pada pertanggungan tersebut dalam pasal yang lain, bahaya bagi penanggung berakhir 21 hari
setelah kapal yang dipertanggungkan sampai di tempat tujuan, atau beberapa hari lebih cepat
bersamaan dengan pembongkaran barang-barang dagangan atau muatan terakhir. (KUHD 506
dst., 516, 592-61, 632, 634, 638.)
Pasal 626.

Page 138 of 157

pada Pertanggungan kapal untuk perjalanan pergi dan pulang, atau untuk lebih dari satu
perjalanan, bahaya bagi penanggung berlangsung terus-menerus, sampai dengan hari kedua
puluh satu setelah perjalanan terakhir diselesaikan, atau kurang beberapa hari sampai barangbarang dagangan muatan terakhir dibongkar. (KUHD 316, 594, 624 dst.)
Pasal 627.
Bila yang dipertanggungkan adalah barang-barang lain atau barang-barang dagangan, bahaya
yang menjadi beban penanggung mulai berlangsung segera setelah barang-barangnya diantar di
dermaga atau di darat, agar dari situ dimuatkan atau diangkut ke kapal-kapal barang-barang itu
akan dimuat, dan berakhir 15 hari setelah kapal tiba di tempat tujuan, atau beberapa hari lebib
cepat bersamaan dengan pembongkaran barang-barang di sana yang dipertanggungkan dan
ditempatkan di dermaga atau di darat. (KUHD 457 dst., 506 dst., 516, 517i-1, 5181 dst., 518o
dst., 519g-m, 520i dst., 593, 596, 624, 629, 632 dst., 644.)
Pasal 628.
Pada pertanggungan atas barang-barang lain dan barang dagangan, bahaya berlangsung terus
tanpa terputus, meskipun nakhoda terpaksa memasuki pelabuhan darurat, dan di sana
membongkar dan melakukan perbaikan, sampai perjalanan dihentikan secara sah, atau diberi
perintah oleh tertanggung untuk tidak memasukkan kembali barang-barangnya ke kapal,
ataupun perjalanan sama sekali telah diakhiri. (KUHD 519d, 627, 632,)
Pasal 629.
Bila nakhoda atau tertanggung atas barang-barang terhalang oleh alasan-alasan yang sah untuk
membongkar muatan dalam waktu yang ditentukan dalam pasal 627, tanpa bersalah karena
kelambatan, maka bahaya bagi penanggung tetap berlangsung sampai barang-barang dibongkar.
Pasal 630.
Pada pertanggungan untuk memperoleh uang dari biaya angkutan, bahaya bagi penanggung
mulai berlangsung sejak saat barang-barang dan barang-barang dagangan yang biaya
angkutannya telah dibayar, telah dimuat ke dalam menjadi busuk atau akan menulari barangbarang lainnya.
Kerugian umum, demikian pula kerugian karena pembuangan barang ke laut, perampasan,
perampokan, atau lainnya semacam itu, atau karena karamnya kapal, meskipun masuk dalam
persyaratan perjanjian, dipikul oleh penanggung, (KUHD 519f, x, 637, 643, 696 dst., 735 dst.)
Pasal 647.
Dalam pertanggungan dengan persyaratan "bebas dari moles", penanggung bebas seketika bila
barang yang dipertanggu ngkan musnah atau menjadi busuk karena kekerasan, perampasan,
pembajakan, perampokan, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang, dan
pembalasan.
Pertanggungan hapus seketika bila barang yang dipertanggungkan dengan moles tertahan atau
dibelokkan dari arah tujuannya.
Semua hal itu tidak mengurangi kewajiban penanggung untuk mengganti kerugian yang terjadi
sebelum moles itu. (KUHD 368 dst., 517s, t, 520a, 637 dst., 648 dst., 663.)
Pasal 648.
Bila dalam persyaratan "bebas dari moles", oleh tertanggung dipersyaratkan, bahwa meskipun
kapal digiring, bahaya yang biasa tetap berlangsung, penanggung memikul, bahkan setelah
moles itu, semua kerugian biasa yang menimpa barang yang dipertanggungkan, sampai kapal itu
telah digiring dan membuang sauh, akan tetapi dengan pengecualian kerugian sedemikan yang
tanpa diragukan timbul dari moles itu.
Bila sebab karamnya kapal diragukan, maka dianggap bahwa kapal yang dipertanggungkan itu
karam karena bencana biasa, untuk hal mana penanggung bertanggung jawab. (KUHD 637.)

Page 139 of 157

Pasal 649.
Bila sebuah kapal atau barang yang dipertanggungkan dengan persyaratan "bebas dari moles"
berlabuh di suatu pelabuhan dan sebelum keberangkatannya diduduki oleh musuh, atau bila
kapal itu ditahan, maka hal itu disamakan dengan penggiringan dan bahayanya berhenti bagi
penanggung. (KUHD 367 dst., 637, 647.)
Pasal 650.
Dalam pertanggungan yang diadakan untuk waktu tertentu seperti dimaksud dalam pasal 595,
tertanggung harus membuktikan bahwa barang yang dipertanggungkan telah dimuat dalam
waktu yang ditentukan ke kapal yang telah mengalami kecelakaan atau karam. (KUHD 594, 674.)
Pasal 651.

(s.d.u. dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-1, 2.) Pada penggantian kerugian untuk barang-

barang yang dibeli atau dimuatkan oleh nakhoda, baik untuk bebannya maupun untuk beban
kapalnya , harus ditunjukkan bukti pem beliannya dan suatu konosemen tentang itu yang
ditandatangani oleh dua orang anak buah kapal yang terkemuka. (KUHD 341, 372, 376-2 nomor
3', 506.) 652. Bila mengenai barang-barang perdagangan yang harus dimuat dalam berbagaibagai kapal yang ditunjuk, pertanggungannya diadakan dengan cara terbagi-bagi, dengan
igenyatakan jumlah yang dipertanggungkan alas tiap kapal, dan bila seluruh muatan dimuat
dalam satu kapal, atau dalam sejumlah kapal yang lebih kecil daripada yang ditentukan dalam
perjanjian, penanggung tidak bettanggungjawab lebih jauh daripada untuk jumlah uang yang
ditanggung olehnya atas kapal atau kapal-kapal yang telah mengangkut muatan itu, meskipun
semua kapal tersebut telah mendapat kecelakaan; dan meskipun demikian, ia menurut
pembedaan dari pasal 635, akan menerima setengah perseratus atau kurang dari jumlah uang
yang pertanggungannya dianggap tidak berlaku. (KUHD 592-11, 638 dst.)
Pasal 653.
Penanggung dibebaskan dari bahaya selanjutnya, dan berhak alas premi, bila tertanggung
mengirimkan kapal ke tempat lebih jauh daripada yang disebut dalam polis.
Pertanggungan mempunyai akibat sepenuhnya bila perjalanan diperpendek. (KUHD 282, 367
dst., 370, 592, 638.)
Pasal 654.
Tertanggung wajib segera memberitahukan kepada penanggung, atau bila ada beberapa orang
penanggung yang menandatangani suatu polis yang sama, kepada penandatangan pertama,
segala berita yang diterimanya mengenai bencana yang menimpa kapal atau barang, dan harus
mengirimkan salinan atau petikan surat yang memuat berita itu, kepada siapa saja dari para
penanggung, sekiranya dikehendakinya.
Bila hal itu dilalaikan, tertanggung wajib mengganti semua biaya, kerugian dan bunganya.
(KUHperd. 1243 dst.; KUHD 283.)
Pasal 655.
Selama tertanggung tidak berhak untuk melepaskan kepada penanggung haknya atas barang
yang dipertanggungkan, dan karena itu tidak sungguh-sungguh melepaskannya, bila kapal
karam, kandas, digiring, atau ditahan, ia wajib melakukan segala daya upaya untuk
menyelamatkan atau membebaskannya.
Untuk itu ia tidak perlu mendapat kuasa khusus dari penanggung, bahkan ia berhak untuk
menuntut darinya sejumlah uang yang cukup untuk menutup biaya yang harus dikeluarkan untuk
penyelamatan atau penuntutan kembali. (KUHD 283, 345, 369, 545, 657, 663, 665, 675, 718.)
Pasal 656.

Page 140 of 157

Tertanggung, yang harus berdaya upaya menyelamatkan dan menuntut kembali dan yang untuk
itu telah memberi amanat kepada teman biasa dalam usahanya, atau kepada badari atau orang
lain yang terkenal mempunyai nama baik, tidak bertanggung jawab terhadap pemegang amanat,
akan tetapi wajib melepaskan tuntutan terhadapnya kepada penanggung. (KUHperd. 613, 1803;
KUHD 655, 665, 675.)
Pasal 657.
Dalam pertanggungan untuk perhitungan yang tak tertentu, yaitu bila dalam polis tidak
dinyatakan kebangsaan pemilik barang yang dipertanggungkan, tertanggung ikut wajib
melakukan penuntutan kembali, bila penggiringan atau penahanannya melawan hukum, kecuali
bila ia dibebaskan dalam polis. (KUHD 655 dst.)
Pasal 658.
Keputusan hakim negara asing, yang menyatakan bahwa kapal-kapal atau barang-barang yang
dipertanggungkan sebagai barang yang tak berpihak, sebagai bukan milik yang tak berpihak dan
karena itu dinyatakan dirampas, tidak cukup untuk membebaskan penanggung dari pembayaran
kerugian, bila tertanggung membuktikan, bahwa yang dipertanggungkan adalah sungguh milik
tak berpihak, dan bahwa ia di hadapan hakim yang menjatuhkan putusan itu telah melakukan
segala daya upaya dan memajukan semua surat bukti untuk mencegah pernyataan perampasan
demikian. (KUHD 665 dst.; Rv. 436.)

659 dan 660. Dihapus dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.


Pasal 661.
Bila untuk keadaan perang atau kejadian lain yang akan timbul, dipersyaratkan kenaikan premi,
maka bila besarnya kenaikan premi tidak dinyatakan dalam polisnya, jika perlu, ditentukan oleh
hakim, setelah mendengar para ahli, dengan mengindahkan bahaya, keadaan dan persyaratan
yang dibuat dalam polisnya. (KUHD 592, 637; Rv. 215.)
Pasal 662.
Dalam segala hal, baik bila barang-barang yang dipertanggungkan tidak dikirimkan, maupun
dikirimkan dalam jumlah yang lebih kecil, ataupun karena salah perkiraan telah
dipertanggungkan terlalu banyak, dan selanjutnya pada umumnya dalam hal-hal yang diatur
dalam pasal 281, penanggung memperoleh setengah perseratus jumlah uang yang
dipertanggungkan, atau separuh dari preminya, dan hal itu dengan cara yang sama seperti yang
ditentukan dalam pasal 635, kecuali bila dalam hal yang khusus, kepadanya diberikan lebih oleh
ketentuan undang-undang atau perjanjian.
Orang yang telah mengadakan pertanggungan untuk orang lain tanpa menyebutkan nama orang
itu dalam polis, tidak dapat menuntut kembali premi atas dasar, bahwa yang berkepentingan
tidak mengirimkan barang-barang yang dipertanggungkan atau mengirimkan dalam jumlah
kurang. (KUHD 246 dst., 264-267, 282, 599.)
Bagian 5.
Abandonemen.
Pasal 663.
Kapal dan barang yang dipertanggungkan dapat diabandonir atau diserahkan kepada
penanggung, bila kapal itu: karam; kandas dan remuk; (KUHD 665.)
tak dapat dipakai karena kerusakan di laut; (KUHD 664.)
musnah atau hancur karena bencana laut; (KUHD 666.)
digiring atau ditahan oleh negara asing; (KUHD 369, 665, 668.)

Page 141 of 157

ditahan oleh pemerintah Indonesia atau Belanda setelah permulaan perjalanan. (KUHD 624, 665,
668.)
Semua hal itu tidak mengurangi ketentuan-ketentuan lebih lanjut yang terdapat dalam pasalpasal berikut. (KUHD 254, 670, 672 dst., 694.)
Pasal 664.
Abandonemen dengan alasan kapal tidak dapat digunakan, tidak dapat dilakukan bila kapal itu
setelah terbentur atau kandas, dapat diperbaiki dan herlayar kembali, untuk melanjutkan
perjalanannya ke tempat tujuan, dan biaya perbaikan tidak melampaui 3/4 dari nilai yang
diperkirakan dalam pertanggungan kapal itu. (KUHD 655 dst., 663, 717.)
Pasal 665.
Bila kapal-kapal atau barang-barang terdampar, digiring atau ditahan, maka abandonemennya
dapat dilakukan seketika, bila penanggung menolak, atau lalai memberikan lebih dahulu sejumlah
uang yang cukup untuk menutup biaya penyelamatan atau penuntutan kembali.
Bila ada perselisihan, jumlah uang usaha ditetapkan oleh hakim.
Jumlah itu dibebankan kepada penanggung, meskipun bila biaya itu ditambahkan pada jumlah
kerugian yang harus dibayar, melampaui jumlah yang dipertanggungkan untuk itu. (KUHD 283,
655 dst., 663, 668, 676.)
Pasal 666.
Abandonemen dalam hal karam atau busuk, tidak dapat dilakukan kecuali bila kerugian atau
kerusakan berjumlah 3/4 jumlah yang dipertanggungkan, atau melampaui itu. (KUHD 663 dst.,
669, 714 dst.)
Pasal 667
Tertanggung juga dapat mengadakan abandonemen dan selanjutnya menuntut pembayaran,
tanpa diperlukan bukti tentang karamnya kapal, bila terhitung dari hari keberangkatan kapal ke
luar, atau dari hari yang disebut dalam berita-berita yang terakhir diterima, sama sekali tidak
datang kabar tentang kapal itu, yaitu;
Setelah lalu 6 bulan untuk perjalanan dalam wilayah Indonesia;
setelah lalu 12 bulan untuk perjalanan dari Indonesia ke Australia, pantai selatan Asia, pantai
timur Afrika, Tanjung Harapan, ke pulau-pulau yang terletak antara negara-negara itu dan
Indonesia, dan ke pulau-pulau di Samudera pasifik di sebelah barat Tanjung Hoorn, dan
sebaliknya;
Setelah lalu 18 bulan untuk perjalanan-perjalanan ke luar Indonesia ke bagian-bagian lain dunia,
dan sebaliknya.
Pada perjalanan-perjalanan dari dan ke pelabuhan-pelabuhan yang keduanya terletak di luar
Indonesia, jangka waktunya dihitung menurut jarak termaksud di atas yang jaraknya paling
mendekati kesamaan satu sama lain antara pelabuhan itu.
Dalam semua hal usaha, tertanggung dapat dianggap cukup dengan menerangkan, dengan
mengajukan kesediaan untuk disumpah, bahwa ia tidak menerima berita langsung atau tidak
langsung dari kapal yang dimuati barang yang dipertanggungkan, dengan tidak mengurangi
pembuktian tentang kebalikannya. (KUHD 603 dst., 663, 669 dst.)
Pasal 668.
Bila kapal digiring atau ditahan, abandonemen dapat dilakukan, bila kapal atau barang yang
digiring atau ditahan tidak diberikan atau dibebaskan kembali dalam jangka waktu yang
ditentukan dalam pasal yang lain, terhitung dari hari menurut tempat penggiringan atau
penahanan itu terjadi dan dari hari tertanggung mendapat berita mengenai hal itu.
Bila kapal atau barang yang digiring atau ditahan dinyatakan dirampas, maka segera dapat
dilakukan abandonemen, (KUHD 658, 663 dst., 670.)

Page 142 of 157

Pasal 669.
Bila barang-barang yang busuk atau kapal-kapal yang telah dinyatakan tak dapat digunakan,
dijual di tengah perjalanan, tertanggung dapat mengabandonir haknya kepada para penanggung,
bila, meskipun telah dilakukan daya upaya olehnya, uang pembeliannya tidak diperhitungkan
dengannya dalam waktu yang tersebut dalam pasal 667; semua terhitung dari hari menurut
tempat penjualannya, dan dari hari tertanggung menerima berita tentang hal itu. (KUHD 664,
666, 670, 717.)
Pasal 670.
Dalam hal-hal tersebut dalam tiga pasal yang lain, abandonemen kepada penanggung harus
diberitahukan dengan resmi 3 bulan setelah waktu yang ditentukan dalam pasal-pasal itu lewat.
(KUHD 672 dst., 676.)
Pasal 671.
Dalam hal-hal lain, pemberitahuan resmi itu harus dilakukan dalam jangka waktu tersebut dalam
pasal 667, terhitung dari hari menurut tempat terjadinya malapetaka itu, dan dari hari
tertanggung menerima berita tentang hal itu. (KUHD 672 dst., 676.)
Pasal 672.
Setelah waktu yang ditentukan dalam kedua pasal yang lain lewat, tertanggung tidak lagi
mempunyai hak abandonemen. (KUHD 743.)
673. Dalam hal yang atasnya dapat dilakukan abandonemen, tertanggung wajib memberitahukan
berita yang diterimanya kepada penanggung dalam 5 hari setelah diterimanya, dengan
ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga. (KUHD 654, 663, 667.)
Pasal 674.
Bila suatu pertanggungan diadakan untuk waktu tertentu, maka dalam hal-hat dan setelah
jangka waktu tersebut dalam pasal 667 lewat, karamnya kapal dianggap telah terjadi dalam
waktu pertanggungannya.
Namun bila kemudian terbukti, bahwa kerugiannya telah jatuh di luar waktu pertanggungannya,
abandonemen itu gugur, dan penggantian kerugian yang telah dibayar harus dikembalikan,
dengan bunganya yang resmi. (KUHperd. 1916, 1921; KUHD 650.)
Pasal 675.
Dalam melakukan abandonemen, tertanggung wajib melaporkan semua pertanggungan yang
telah diadakannya atas barang yang dipertanggungkan, atau telah mengamanatkan untuk
mengadakannya, dan peminjaman uang yang telah diadakan atas kapal atau barang itu dengan
sepengetahuannya. Bila usaha dilalaikan, maka waktu pembayaran yang seharusnya mulai
berlangsung bersamaan dengan abandonemennya, ditangguhkan sampai hari ia telah
memberikan laporan tersebut di atas, tanpa hal itu menimbulkan perpanjangan waktu yang
ditetapkan oleh ketentuan undang-undang untuk melakukan abandonemen.
Bila diberikan laporan secara curang, maka tertanggung tidak menerima keuntungan
pertanggungan. (KUHD 252, 282, 593, 612, 676, 680.)
Pasal 676.
Tertanggung juga wajib melaporkan kepada penanggung dalam melakukan abandonemen apa
yang telah dilakukan untuk menyelamatkan atau membebaskan apa yang dipertanggungkan, dan
orang-orang atau teman usaha yang telah dipekerjakan olehnya untuk itu. (KUHD 655 dst.)
Pasal 677.
Abandonemen tidak dapat dilakukan baik untuk sebagian maupun bersyarat.

Page 143 of 157

Bila kapal atau barang-barang tidak dipertanggungkan untuk jumlah penuh, dengan demikian
tertanggung sendiri telah menghadapi sebagian dari bahayanya, abandonemen tidak meluas
lebih jauh daripada sampai jumlah yang dipertanggungkan seimbang dengan bagian yang tidak
dipertanggungkan. (KUHperd. 1297; KUHD 253, 594.)
Pasal 678.
Bila abandonemen dilakukan menurut peraturan undang-undang, barang-barang yang
dipertanggungkan menjadi kepunyaan penanggung, terhitung dari hari pemberitahuannya
dengan resmi, dengan tidak mengurangi bagian tertanggung, dalam hal alinea kedua pasal yang
lain. (KUHperd. 584, 615; KUHD 670 dst.)
Pasal 679.
Penanggung dengan dalih bahwa kapal atau barang-barang yang dipertanggungkan setelah
abandonemen dibebaskan, tidak dapat membebaskan dirinya dari pembayaran jumlah uang yang
dipertanggungkan. (KUHD 369, 663, 667.)
Pasal 680.
Bila waktu pembayaran tidak ditentukan dalam perjanjian, maka penanggung, 6 minggu setelah
abandonemennya diberitahukan dengan resmi, harus membayar jumlah uang yang
dipertanggungkan, beserta biaya abandonemen. Setelah waktu itu, ia juga membayar bungabunga resmi.
Barang-barang yang diabandonir terikat untuk pembayaran itu. (KUHperd. 1139, 1250; KUHD
667, 670 dst., 675, 721, 744.)
Bagian 6.
Hak Dan Kewajiban Makelar Pertanggungan Laut.
Pasal 681.
Para makelar pertanggungan laut wajib:
1. menyampaikan suatu nota yang ditandatangani kepada penanggung, berisi pemberitahuan
tentang barang-barang yang dipertanggungkan, syarat-syarat dan preminya, atau bila ada
lebih dari satu penanggung telah mengadakan satu pertanggungan itu, kepada yang
pertama dari mereka, paling lambat dalam 24 jam setelah pertanggungan itu diadakan, bila
pada waktu itu polisnya belum dibuat dan dikeluarkan. Nota usaha di antara para pihak
bertaku sebagai permulaan bukti tertulis; (KUHD 257 dst., 260.)
2. menyebutkan dengan jelas dalam polisnya tentang syarat-syarat, keterangan dan
pernyataan, dengan menyisipkan semua hal yang diharuskan oleh undang-undang sebagai
syarat yang harus ada untuk suatu polis; (KUHD 256, 592, 608.)
3. menyelenggarakan dengan saksama salinan dalam register yang diadakan untuk itu, dari
polis-polis yang diadakan dengan perantaraan mereka; (KUHperd. 1881; KUHD 66.)
4. memasukkan dalam register dan menyebutkan dengan singkat catatancatatan, surat-surat
dan naskah-naskah, yang pada waktu penagihan kerugian yang telah mereka serahkan
kepada para penanggung, dan berita-berita serta surat-surat yang mungkin dengan
perantaraan mereka diberitahukan kepada para penanggung, selama berlangsungnya
perjanjiannya atau kemudian;
5. pada pemberian ganti rugi, menyerahkan kepada penanggung yang pertama
menandatangani, di samping perhitungan kerugiannya juga sebuah daftar yang
ditandatangani oleh mereka dari semua surat-surat dan naskah-naskah untuk membenarkan
perhitungan kerugian itu; (KUHD 721.)
6. memberikan kepada para tertanggung atau penanggung, setiap kali bila mereka
menghendakinya, atas biaya mereka sendiri, salinan polis-polis, beritaberita, surat-surat dan

Page 144 of 157

catatan-catatan tersebut di atas yang ditandatangani sebagai salinan yang sah. (KUHperd.
1889.)
Semua usaha dengan ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunganya. (KUHperd.
1243; KUHD 62 dst., 65, 259.)
Pasal 682.
Bila premi pada penandatanganan polis pertanggungan laut tidak dibayarkan, maka makelar
yang merupakan perantaraan pengadaan pertanggungan itu, wajib memenuhi sebagai utangnya
sendiri, namun tidak mengurangi hak tagih penanggung terhadap tertanggung sendiri, bila ia
tidak membuktikan, bahwa premi telah dilunasinya kepada makelar; bagaimanapun juga
kewajiban penanggung terhadap tertanggung tetap berlaku.
Makelar tidak bertanggungjawab untuk premi, bila dalam polis diperjanjikan, bahwa premi itu
tidak akan segera dibayar. (KUHD 65, 256.)
Pasal 683.
Bila tertanggung telah membayarkan premi kepada makelar, dan dalam waktu 1 bulan setelah
pembayaranjatuh pailit penanggung mempunyai hak atas uang itu, didahulukan daripada para
penagih lain dari makelar itu, kecuali biaya pelaksanaan putusan hakim dan biaya penyelamatan
harta pailit. (KUHperd. 1139-10.)
Pasal 684.
Makelar yang telah melunaskan preminya kepada penanggung, tidak perlu menyerahkan polisnya
yang mungkin ada padanya kepada tertanggung, selama ia belum mengembalikan uang yang
dibayarkan lebih dulu oleh makelar.
Pada kepailitan tertanggung, makelar yang masih memegang polisnya, berwenang untuk
menuntut ganti rugi yang harus dibayar oleh penanggung untuk melunasi uang premi kepada
dirinya sendiri, dengan tidak mengurangi kewajibannya untuk mempertanggungjawabkan sisanya
kepada harta pailit. (KUHperd. 1812; KUHD 260.)
Pasal 685.
Bila polis telah diserahkan kepada tertanggung, akan tetapi ganti rugi yang harus dibayar oleh
penanggung belum seluruhnya dibayarkan kepada tertanggung sebelum kepailitannya, makelar
yang telah melunasi lebih dahulu pre[ninya mempunyai hak mendahului atas uang yang
berdasarkan itu masih harus diterimanya, tanpa memandang apakah kerugian itu terjadi sebelum
atau sesudah kepailitannya. (KUHperd. 1134; KUHD 683.)
BAB X.
PERTANGGUNGAN TERHADAP BAHAYA-BAHAYA PADA PENGANGKUTAN
DI DARAT DAN DI SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Pasal 686.
polis, kecuali syarat-syarat tersebut dalam pasal 256, harus menyatakan:
(bandingkan KUHD 256-1 nomor 81.)
1. Waktu yang di dalamnya perjalanan harus sudah selesai, bila hal itu ditentukan dalam surat
pengangkutan; (KUHD 90, 690.)
2. Apakah hal itu harus dilakukan terputus-putus atau tidak; (KUHD 691 dst.) 31. nama
nakhoda, pengangkut, atau pengirim yang telah menerima pengangkutan. (KUHD 90-3',
248, 254 dst.) 687. pertanggungan yang mempertanggungkan bahaya pada pengangkutan
di darat, atau di sungai-sungai dan perairan-perairan pedalaman, pada umumnya dan
menurut keadaan diatur oleh peraturan perundang-undangan tentang pertanggungan laut,
dengan tidak mengurangi ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal berikut. (KUHD 248,
593 dst., 694 dst., 754.)

Page 145 of 157

Pasal 688.
Pada pertanggungan barang-barang, bahaya untuk beban penanggung mulai berlangsung ketika
barang-barangnya telah diantarkan atau dikirimkan ke kendaraan atau kapal, kantor, atau
tempat yang lain sedemikian yang biasa menerima barang-barang untuk dikirim. Bahaya berakhir
bila barang-barang telah tiba di tempat tujuan dan diserahkan pada alamatnya, atau diserahkan
kepada kekuasaan tertanggung atau pemegang kuasanya. (KUHD 624 dst., 690, 695.)
Pasal 689.
Bila barang yang dipertanggungkan harus diangkut di darat, atau melalui sungai atau perairan
pedalaman, atau berganti-ganti melalui darat dan air, penanggung tidak wajib selama perjalanan
itu, di luar keadaan terpaksa, melakukannya melalui jalan lain daripada yang biasa, dan dengan
cara lain daripada yang biasa pula. (KUHD 638, 641, 652, 691 dst., 695, 754.)
Pasal 690.
Bila waktu pengangkutan ditentukan dalam surat angkutan, dalam tentang hal itu disebut dalam
polis, penanggung tidak wajib membayar kerugian, yang terjadi setelah waktu yang seharusnya
barang-barang selesai diangkut. (KUHD 90, 650, 686-l, 688, 695.)
Pasal 691.
Pada pertanggungan atas barang-barang yang harus diangkut lewat darat, atau berganti-ganti
melalui darat dan air, maka bahaya untuk beban penanggung tetap ada, meskipun barangbarang itu dalam perjalanan, dipindahkan ke dalam kendaraan atau kapal lain. (KUHD 638 dst.,
689, 695, 754.)
Pasal 692.
Hak yang seperti itu terjadi pada pertanggungan barang-barang yang harus diangkut lewat
sungai atau perairan pedalaman, bila barang-barang itu dipindahkan ke dalam kapal lain; kecuali
bila pertanggungannya mungkin diadakan mengenai barang-barang yang harus dimuat daram
kapal tertentu.
Bahkan dalam hal terakhir usaha, pada pemindahan barang-barang ke kapal lain, bahayanya
tetap berlangsung atas beban penanggung, bila hal itu terjadi untuk mengosongkan kapalnya
pada waktu air surut, atau atas dasar alasan lain yang tak dapat dihindari. (KUHD 638 dst., 691,
695, 754.)
Pasal 693.
Pada pertanggungan barang-barang yang dikirimkan lewat darat, penanggung juga
bertanggungjawab atas kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau
kecurangan orang yang ditugaskan untuk penerimaan, pengangkutan dan pengantaraan. (KUHD
86 dst., 91 dst., 637, 687, 695.)
Pasal 694.
Ketentuan bagian 5 Bab IX berlaku juga terhadap pertanggungan tersebut dalam bab usaha.
(KUHD 663.)
Pasal 695.
Para pihak mempunyai kebebasan untuk mengadakan persyaratan yang menyimpang dari
ketentuan tersebut di atas dalam pasal 688 dan berikutnya, (KUHD 687, 754.)
BAB XI.
AVARIJ.

Page 146 of 157

Bagian 1.
Avarij pada Umumnya.
Pasal 696.
Semua biaya luar biasa untuk kepentingan kapal dan barang-barang yang dikeluarkan bersamasama atau sendiri-sendiri, semua kerugian yang menimpa kapal dan barang-barang, selama
waktu yang ditentukan dalam Bagian 3 Bab IX, mengenai permulaan dan akhir bahaya,
dimasukkan sebagai avarij. (KUHD 624 dst., 697, 699, 701, 702 dst., 706 dst.)
Pasal 697.
Bila antara para pihak tidak diperjanjikan lain, maka avari jdiatur menurut ketentuan-ketentuan
berikut. (KUHperd. 1338.) 698. Ada dua macam avarij:
avarij-grosse atau avarij umum, dan
avarij sederhana atau avarij khusus.
Yang pertama harus diperhitungkan pada kapal dan biaya angkutan dan muatan; yang kedua
dibebankan pada kapal, atau pada barang masing-masing sendiri-sendiri yang mendapat
kerugian, atau yang menyebabkan biaya-biayanya. (KUHD 646, 699 dst., 701 dst., 703, 708, 727
dst., 745.)
Pasal 699.

(s.d.u. dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-1,2.) Avarij umum adalah:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Apa yang diberikan kepada musuh atau bajak laut untuk pembebasan atau penebusan kapal
dan muatan. Dalam hal ada keragu-raguan, setalu dianggap bahwa penebusan telah
dilakukan untuk kepentingan kapal dan muatan; (KUHD 699-71 dst, 121 dst.)
Apa yang demi keselamatan umum atau kepentingan bersama dari kapal dan muatan
dibuang ke laut atau habis dipakai; (KUHD 357, 391, 394, 479, 519y, 729.)
kawat besar, tiang, layar, dan perkakas lain yang dipotong atau dipatahkan untuk keperluan
seperti di atas; (KUHD 357, 734.)
sauh, kawat, dan barang lain, yang juga untuk kepentingan yang Santa terpaksa harus
dilemparkan ke laut; (KUHD 357, 734.)
kerugian pada barang yang tersisa di kapal karena harus dilempar ke laut; (KUHD 699-6-,
701-5'.)
kerusakan yang sengaja ditimbulkan pada badan kapal untuk memudahkan pelemparan dan
tindakan meringankan kapal atau penyelamatan barang, atau untuk memperlancar
pembuangan air, dan kerugian yang pada waktu itu telah ditimbulkan oleh air pada muatan;
(KUHD 699-51.)
penjagaan, penyembuhan, pemeliharaan, dan penggantian kerugian kepada semua orang
yang ada di kapal, yang dalam mempertahankan kapal terluka atau menjadi cacat; (KUHD
412, 416-416g, 423, 447, 452e, 699-10,81,121,131.)
Penggantian kerugian atau pemberian makan bagi mereka yang dalam dinas untuk
kepentingan kapal dan muatan, dikirim ke laut atau ke darat, ditangkap, ditahan atau
dijadikan budak; (KUHD 699-l', 71, 121, 13'.)
Gaji dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal selama kapal terpaksa berada
dalam pelabuhan darurat; (KUHD 367 dst., 423, 699-10', 1 1'.)
Biaya pandu dan biaya pelabuhan lainnya yang haras dibayar pada waktu masuk dan ke luar
pelabuhan darurat; (KUHD 344, 367 dst., 699-91 dan II', 708.)
Sewa gudang dan tempat penyimpanan untuk barang yang karena selama perbaikan kapal
dalam pelabuhan darurat tidak dapat tetap berada di kapal, harus disimpan; (KUHD 367
dst., 699-90dan 100.)
biaya penuntutan kembali, bila kapal dan muatan ditahan atau digiring, dan kedua-duanya
dituntut kembali oleh nakhoda; (KUHD 369, 699-l0, 70, 80 dan 130, 701-40.)
gaji dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal selama penuntutan kembali, bila
kapal dan muatan dibebaskan; (KUHD 369, 423, 699-l0, 70, 80, 120, 701-40.)

Page 147 of 157

14. biaya pembongkaran, upah pemindahan ke kapal kecil, beserta biaya untuk membawa kapal
ke pelabuhan atau sungai, bila hal itu terpaksa karena taufan, pengejaran oleh musuh atau
bajak laut atau karena sebab lain demi keselamatan kapal dan muatannya; beserta kerugian
dan kerusakan yang diderita pada barang karena pembongkaran dan pemuatannya ke
dalam kapal-kapal kecil karena terpaksa, dan karena pemuatan kembali ke kapalnya; (KUHD
367 dst., 699-171, 702 dst.)
15. kerugian pada kapal atau muatan, atau pada keduanya, disebabkan karena waktu
mencegah bahaya perampasan atau kekaraman, kapal dengan sengaja dikandaskan di
pantai; demikian pula, bila hal itu terjadi dalam keadaan bahaya lain yang mendesak demi
keselamatan kapal dan muatan; (KUHD 546 dst., 699-160.)
16. biaya untuk memperlancar kembali kapal yang dikandaskan tersebut di atas dan upah yang
dibayarkan untuk pertolongan yang diberikan untuk itu, beserta semua penggantian jasa
untuk pertolongan kepada kapal dan muatannya yang diberikan waktu dalam keadaan
bahaya; (KUHD 546 dst., 568d.)
17. kerugian dan kerusakan yang diderita pada barang yang pada waktu keadaan darurat
dimuatkan ke kapal kecil atau kapal biasa, termasuk di situ bagian dalam avarij umum yang
harus dibayar oleh pemilik barang kepada kapal kecil atau kapal biasa yang menolong itu;
dan sebaliknya kerugian dan kerusakan yang diderita pada barang yang ketinggalan di kapal
utama (yang kandas), dan pada kapal penolong itu sendiri, setelah pemindahan muatannya,
bila kerusakan atau kerugian itu termasuk avarij umum; (KUHD 699-140, 702-705.)
18. gaji dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal, bila kapal itu setelah permulaan
perjalanannya terhambat oleh negara asing atau oleh pecahnya perang, selama kapal dan
muatan tidak dibebaskan dari perikatan kedua belah pihak; (KUHD 412, 423, 517s, 520a,
699-90.)
19. Dihapus dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.
20. premi untuk mempertanggungkan biaya yang termasuk avarijumum, dan atau kerugian
yang diderita karena penjualan sebagian muatan di pelabuhan darurat untuk menutup biaya
avarij; (KUHD 365.)
21. biaya pembuatan dan penentuan apa yang termasuk avarij umum; (KUHD 722 dst.)
22. biaya, termasuk di dalamnya gaji tambahan dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah
kapal, yang disebabkan karantina luar biasa dan tidak dapat diduga pada waktu
mengadakan perjanjian pencarteran, bila kapal dan barang yang dimuat harus tunduk
kepadanya; (KUHD 316-1 nomor 30, 412, 423) dan
23. pada umumnya, semua kerugian yang dalam keadaan darurat ditimbutkan dengan sengaja,
dan diderita sebagai akibat langsung dari itu, dan biaya yang dalam keadaan yang sama
dikeluarkan demi keselamatan dan kepentingan kapal dan muatan. (KUHD 701-l0, 703.)
Pasal 700.

(s.d.u. dg. S. 1933-47, S. 1934-214, S. 1938-2.) Bila cacat di dalam kapal, ketidaklayakan kapal

untuk melakukan perjalanan, atau kesalahan dan kelalaian nakhoda atau para anak buah kapal,
telah menyebabkan kerugian atau biayanya, maka yang disebut terakhir usaha, meskipun telah
dikeluarkan untuk kepentingan kapal dan muatan, bukanlah avarijumum. (KUHD 321, 343, 459,
470, 470a, 519c, e, 637, 640 dst., 703.
Pasal 701.
(s. d. u. dg. S. 1933-4 7, S. 1934 -214, S. 1938-2.) Avarij khusus adalah:
1
semua kerusakan dan kerugian yang terjadi pada kapal dan muatannya karena taufan,
perampasan, karamnya kapal, atau kekandasan yang tak disengaja; (KUHD 545 dst., 699231, 701-30.)
2
upah dan biaya pengamanan; (KUHD 551 dst.)
3
hilangnya dan kerusakan yang terjadi pada kawat besar, jangkar, kawat biasa, layar, susuh
perahu, sambungan tiang, gantungan layar, perahu, dan perkakas perahu, yang disebabkan
oleh taufan dan malapetaka lain di laut; (KUHD 701-1-.)

Page 148 of 157

4
5
6
7

biaya penuntutan kembali dan pemeliharaan serta gaji nakhoda dan anak buah kapal selama
penuntutan kembali, bila hanya kapal atau muatannya yang ditahan; (KUHD 699-120 dan
131.)
perbaikan khusus dari pembungkusan dan biaya penyelamatan barang perdagangan yang
rusak, bila usaha tidak ada yang menjadi akibat langsung dari bencana yang menyebabkan
avarij umum; (KUHD 699-5'.)
biaya untuk pengangkutan lebih lanjut dari barang, bila, dalam hal tersebut pasal 519d,
perjanjian pencarterannya dihapus; dan
pada umumnya, semua kerusakan, kerugian, dan biaya yang tidak disebabkan atau dibuat
dengan sengaja, dan demi keselamatan dan kepentingan bersama dari kapal dan muatan,
tetapi yang dialami dan dibuat untuk kepentingan kapal saja, atau muatannya saja, dan
yang karena itu berhubung dengan pasal 699, tidak termasuk avarij umum. (KUHD 534 dst.,
703.)

Pasal 702.
Bila sebuah kapal, karena musim kering yang panjang, tempat dangkal atau pelataran, dengan
muatan yang penuh tidak dapat doalankan, baik dari tempat keberangkatan, maupun ke tempat
tujuannya, dan karena itu sebagian muatannya harus diantarkan dengan kapal kecil, atau
dibongkar ke dalam kapal kecil, maka biaya untuk kapal kecil demikian tidak dianggap sebagai
avarij. (KUHD 506, 698, 699-14-, 728.)

Alinea kedua hapus berdasarkan S. 1933-47jo. S. 1938-2.

Pasal 703.
Ketentuan pasal-pasal 698, 699, 700 dark 701 mengenai avarij umum dan khusus, berlaku juga
terhadap kapal kecil tersebut tadi, dan terhadap barang yang dimuat di dalamnya.
Pasal 704.
Bila selama pelayaran, baik pada kapal kecil itu maupun pada barang yang dimuat di dalamnya,
timbul kerugian, yang termasuk avarijumum, hal usaha dipikul untuk 1/'.3 oleh kapal kecil itu,
dan untuk 2/3 oleh barang yang berada dalam kapal itu.
Yang 2/3 selanjutnya secara avarij umum dibebankan kepada kapal utamanya, biaya
angkutannya, dan seluruh muatannya, termasuk muatan kapal kecil itu. (KUHD 698 dst., 702,
727.)
Pasal 705.
Sebaliknya, barang yang dimuat di kapal kecil tetap merupakan kesatuan dengan kapal yang
utama dan muatan selebihnya, dan ikut memikul avarij umum yang mungkin terjadi pada kapal
itu dan muatannya, sampai saat barang itu dibongkar di tempat tujuannya dan diserahkan
kepada pemegang konosemen. (KUHD 698 dst., 702 dst.)
Pasal 706.
Barang yang belum dimuat, baik ke kapal yang utama, maupun ke kapal yang ditentukan Lintuk
mengantar barang itu ke kapal utama, sekali-kali tidak ikut memikul beban bencana yang
menimpa kapal utama yang harus memuat barang itu. (KUHD 696, 727.)
Pasal 707.

(s.d.u. dg. S. 1933-47,1934-214, S. 1938-1,2.) Kerugian yang terjadi pada barang perdagangan

karena kelalaian nakhoda untuk menutup jendela, menambatkan kapalnya dengan baik,
menyediakan perkakas yang baik untuk mengangkat barang, dan karena malapetaka lain yang
timbul dari kesengajaan atau kelengahan nakhoda atau para anak buah kapal, merupakan avarij
umum, yang pemuatannya mempunyaj hak-tagih terhadap nakhoda, kapalnya dan biaya
angkutannya. (KUHD 321, 342 dst., 746.)

Page 149 of 157

Pasal 708.
Biaya pemandu, biaya penyeretan dan biaya lainnya untuk masuk dan ke luar pelabuhan dan
sungai, segala bea dan pengeluaran pada waktu bertolak dan lewat, semua bea pelabuhan, bea
berlabuh, bea mercusuar, dan bea rambu, dan semua bea lain yang berhubungan dengan
pelayaran, bukanlah avarij, melainkan biaya biasa untuk beban kapal, kecuali bila dalam
konosemen atau carterpartai diperjanjikan lain.
Biaya-biaya usaha tidak sekali-kali dibebankan pada para penanggung, kecuali bila dalam
keadaan istimewa yang menjadi akibat dari suatu keadaan luar biasa yang tidak dapat diduga
lebih dahulu yang timbul dalam perjalanan. (KUHD 316-1 nomor 3', 453 dst., 506, 696, 699-101.)
Pasal 709.
Untuk menemukan avarij khusus yang harus dibayar oleh penaggung yang menanggung barangbarang untuk semua bahaya, bertaku ketentuan sebagai berikut:
Apa yang di tengah perjalanan dirampok, hilang, atau yang dijual karena rusak oleh bencana
laut, atau oleh sebab lain yang dipertanggungkan, ditaksir menurut harga fakturnya, atau bila
usaha tidak ada, menurut harga yang dipertanggungkan untuk itu menurut peraturan
perundang-undangan, dan penanggung membayar jumlah usaha;
bila barang yang dipertanggungkan tiba dengan selamat, dan barang itu seluruhnya atau
sebagian rusak, maka ditentukan oleh para ahli berapa nilai barang itu, seandainya barang itu
diantarkan dalam keadaan utuh, dan selanjutnya berapa harganya sekarang; dan penanggung
membayar bagian jumlah yang ditandatangani yang berimbang dengan selisih antara kedua nilai
itu, beserta biaya untuk membuat penaksiran kerugian itu.
Semuanya dengan tidak mengurangi perkiraan keuntungan yang diharapkan, bila hal itu
dipertanggungkan. (KUHD 273 dst., 613, 615, 621 dst.)
Pasal 710.
Sekali-kali penanggung tidak dapat memaksa tertanggung untuk menjual barang yang
dipertanggungkan untuk menentukan harganya, kecuali bila diperjanjikan lain. (KUHD 256-8',
709.)
Pasal 711.
Bila kerugian itu harus ditetapkan di luar Indonesia, maka diikuti undang-undang yang ada dan
kebiasaan yang berlaku di tempat penetapan itu harus dibuat. (AB. 18; KUHD 724 dst.)
Pasal 712.
Bila barang yang dipertanggungkan sampai di Indonesia dalam jumlah yang kurang atau rusak,
dan kerusakan itu kelihatan dari luar, maka pemeriksaan barang dan perencanaan perkiraan
kerusakannya harus dilakukan oleh para ahli sebelum barang diberikan kepada pengurusan
tertanggung.
Bila kerusakan atau kekurangan pada waktu pembongkaran dari luar tidak kelihatan,
pemeriksaannya dapat dilakukan setelah barang ada di bawah pengurusan tertanggung, asalkan
dilakukan dalam tiga kali 24 jam setelah pemboiigkaran, dengan tidak mengurangi apa yang
selanjutnya dari suatu pihak atau lainnya dianggap perlu untuk pembuktian. (KUHD 93, 481-490,
746.)
Pasal 713.
Dalam hal kerugian yang diderita pada sebuah kapal karena bencana laut, penanggung hanya
memikul 2/3 dari biaya yang diminta untuk pembetulan, sama saja apakah hal itu terjadi atau
tidak dan hal itu seimbang antara bagian yang dipertanggungkan dan yang tioak
dipertanggungkan. yang 1/3 tinggal untuk beban tertanggung, untuk perbaikan yang mungkin
dari lama menjadi baru. (KUHD 253, 637, 677, 715 dst.)
Pasal 714.

Page 150 of 157

Bila perbaikan itu telah dilakukan, jumlah biayanya dibuktikan dengan rekening dan semua alat
bukti lainnya dan bila perlu dengan perencanaan perkiraan oleh para ahli.
Bila perbaikan itu tidak dilakukan, perkiraan jumlahnya direncanakan oleh para ahli. (KUHD 283,
655, 715.) ,
Pasal 715.
Bila perlu, setelah mendengar para ahli, bila karena perbaikan yang dilakukan ternyata nilai kapal
bertambah lebih dari 1/3, penanggung membayar seimbang seperti tersebut dalam pasal 713,
jumlah penuh biaya yang telah dikeluarkan, dikurangi dengan nilai tambahan yang disebabkan
oleh perbaikan itu. (KUHD 716.)
Pasal 716.
Bila sebaliknya, jika perlu, setelah perencanaan perkiraan seperti sebelum usaha, tertanggung
membuktikan, bahwa perbaikan itu tidak membawa perbaikan atau penambahan nilai kapal sama
sekali, khususnya karena kapalnya baru, dan pada perjalanannya yang pertama menderita
kerusakan atau karena mendapat kerusakan pada layar-layar baru atau peralatan kapal baru,
atau pada jangkar, rantai, atau pada kulit tembaga yang baru, maka tidak dilakukan pemotongan
1/3, dan penanggung wajib mengganti seluruh biaya perbaikan seimbang dengan apa yang
tersebut dalam pasal 713.
Pasal 717.
Bila sekiranya jumlah biaya perbaikan melebihi 3/4 dari nilai kapalnya, terhadap penanggung
kapal itu harus dianggap bahwa kapal tersebut tidak dapat digunakan lagi; dengan demikian
penanggung, bila tidak terjadi abandonemen, wajib membayar kepada tertanggung jumlah uang
yang dipertanggungkan untuk kapal itu, dengan pemotongan nilai kapal yang rusak atau bangkai
kapal. (KUHD 663 dst., 713.)
Pasal 718.
Dalam hal sebuah kapal tiba di pelabuhan darurat, dan kemudian karam dengan suatu cara,
maka penanggung tidak mempunyai kewajiball lebih jauh daripada membayarkan jumlah uang
pertanggungan untuk kapal itu.
Hal yang sama seperti itu juga terjadi, bila sebuah kapal karena berbagai perbaikan telah
mengeluarkan biaya lebih banyak untuk perbaikan daripadajumlah yang dipertanggungkan.
Pasal 719.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal-pasal 643, 644 dan 645, penanggung tidak
wajib memikul suatu avarij umum atau khusus, bila jumlah hal itu, kecuali biaya pemeriksaan,
perencanaan perkiraan dan penyusunan, tidak ada satu perseratus dari nilai barang-barang yang
rusak, tanpa mengurangi hak para pihak dalam hal usaha untuk mengadakan persyaratanpersyaratan.
Pasal 720.
para penanggung, baik atas kapal maupun atas biaya angkutan ataupun alas muatannya, untuk
avait umum masing-masing membayar sebanyak yang harus dipikul berturut-turut oleh barangbarang itu dalam avarij umum, bila atasnya diadakan pertanggungan, dan hal itu seimbang
antara bagian yang dipertanggungkan dengan yang tidak dipertanggungkan. (KUHD 253, 677,
698 dst., 713.)
Pasal 721.
Bla avarij umum dan avarij khususnya telah diatur, perhitungan kerugian beserta surat-surat
yang bersangkutan harus diserahkan kepada para penanggung. Mereka wajib melunasi apa yang
harus dibayar oleh mereka dalam 6 minggu kemudian, dan setelah lalunya waktu itu harus

Page 151 of 157

dibayar bunga resminya. (KUHperd. 1238, 1250, 1767; KUHD 680, 681-40 dan 50, 699, 701, 722
dst., 744, 746; S. 1948-22 jo. S. 1949-63.)
Bagian 2.
pembagian Beban Dan pemikulan
Avrij-Grosse atau Avarij Umum.
Pasal 722.
Perhitungan dan pembagian avarij umum terjadi di tempat berakhirnya perjalanan, kecuali jika
para pihak dalam hal usaha telah. membuat persyaratan lain. (KUHD 256-80, 624, 744.)
Pasal 723.
Bila perjalanan dihentikan atau kapal kandas di Indonesia, perhitungan dan pembagian tersebut
dibuat di tempat keberangkatan kapal itu di Indonesia, atau seharusnya berangkat. (KUHD 722.)
Pasal 724.
Perhitungan dan pembagian avaru umum dilakukan atas permintaan nakhoda dan oleh para ahli.
Para ahli diangkat oleh para pihak atau oleh raad van justitie yang di dalam daerah hukumnya
perhitungan dan pembagian itu harus dilakukan.
Para ahli harus disumpah sebelum mereka memulai pekerjaan mereka.
Pembagiannya harus disahkan oleh raad van justitie.
Di luar Indonesia avarij umum itu dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. (AB. 18; KUHD
353, 711, 726; Rv. 313 dst., 699-201, 711, 728.)
Pasal 725.
Bila perjalanannya dihentikan sama sekali di tengah perjalanan, atau muatannya dijual dalam
pelabuhan darurat, kedua-duanya terjadi di Indonesia, penuntutan, perhitungan dan pembagian
kerugiannya dilakukan di tempat terjadinya penghentian atau penjualan itu. (AB. 18; KLTHD 365,
699-200, 711, 728.)
Pasal 726.
Bila nakhoda telah melakukan penuntutan tersebut dalam pasal yang lalu, maka para pemilik
kapal atau pemilik barangnya dapat melakukan sendiri penuntutan itu, dengan tidak mengurangi
hak mereka atas ganti rugi dari nakhoda. (KUHD 724.)
Pasal 727.
(s.d.u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Avarij umum dipikul oleh:
harga kapal dalam keadaan waktu tiba, ditambah dengan apa yang diberikan pada penggantian
avarijumum;
biaya angkutan, dikurangi dengan gaji dan pemeliharaan nakhoda dan para anak buah kapal;
dan
harga barang-barang yang pada waktu terjadinya kerusakan ada di kapal atau di kapal-kapal
kecil atau perahu, atau yang ada sebelum bencana dalam keadaan darurat dibuang dan telah
diganti, atau yang untuk menutup biaya avarij telah dijual.
Uang dalam avarij umum dusahalai menurut kurs tempat perjalanan itu berakhir. (KUHD 357,
365, 491, 519u, 533, 596, 698, 702.)
Pasal 728.
Barang-barang yang dimuat diperkirakan menurut harganya di tempat pembongkaran, dikurangi
dengan biaya angkutan, bea masuk, dan biaya pembongkaran, beserta biaya avarij khusus yang
selama perjalanan dibebankan padanya.
Ada kekecualiannya dalam hal-hal berikut:

Page 152 of 157

Bila perhitungan dan pembagiannya harus dibuat di Indonesia di tempat kapal itu berangkat,
atau seharusnya berangkat, harga barang yang dimuat dihitung, menurut harga pada waktu
dimuat, tanpa dihitung di dalamnya segala biaya sampai di kapal, dan premi pertanggungan; dan
bila barang-barang itu rusak, dihitung menurut harga yang sesungguhnya;
Bila di luar Indonesia perjalanannya dihentikan sama sekali, atau barang-barangnya dijual, dan
avarijnya tidak dapat dibuat di tempat itu, maka harga yang ada pada barang-barang itu di
tengah perjalanan, atau yang di tempat penjualan telah menghasilkan bersih, dihitung sebagai
modal yang ikut memikul. (KUHD 723, 725, 727.)
Pasal 729.
Barang-barang yang dibuang dari kapal diusahakan menurut harga pasaran di tempat
pembongkaran kapal, atau bila tidak ada harga pasaran, menurut perkiraan para ahli, setelah
dikurangi dengan biaya angkutan, bea masuk, dan biaya biasa. Sifat dan keadaan barang-barang
itu disimpulkan dari konosemen, faktur dan bukti lainnya. (KUHD 357, 506, 699-230, 739.)
Pasal 730.
Bila sifat atau keadaan barang dagangan dalam konosemen disebutkan secara keliru, dan usaha
mempunyai harga yang lebih tinggi, kerugiannya dibebankan kepada barang tersebut atas dasar
nilai yang sesungguhnya, seandainya barang-barang itu tetap selamat.
Akan tetapi jika barang-barang itu hilang karena dibuang, maka ganti rugi diberikan atas dasar
keadaan seperti disebutkan dalam konosemen.
Jika keadaan barang-barang itu kurang daripada apa yang disebutkan dalam konosemen, maka
jika selamat, barang-barang itu ikut memikul bagian kerugian sebesar yang disebutkan dalam
konosemen.
Hal itu dibayar menurut harga yang sesungguhnya, bila barang-barang itu dibuang ke laut.
Pasal 731.

(s.d.u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Bahan makanan, pakaian nakhoda dan para anak buah
kapal, dan pakaian harian para penumpang, demikian pula mesiu yang harus ada untuk
pertahgnan kapal, tidak ikut memikul kerugian pembuangan barang-barang. Harga dari
semuanya yang semacam itu, yang telah dibuang ke laut, diganti dengan membagi bebannya
atas semua barang lain. (KUHD 429, 436, 533, 533j.)
Pasal 732.

(s.d.u. dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.) Barang-barang yang tidak berkonosemen atau tidak

terdapat dalam daftar muatan, tidak dibayar bila dibuang ke laut. Barang-barang itu ikut memikul
kerugian, bila tetap selamat. (KUHD 347, 357, 506, 729; Rv. 314.)
Pasal 733.
Barang-barang yang dimuat di gang kapal ikut memikul kerugian, bila tetap selamat.
Bila tanpa pengetahuan atau izin pemuat, nakhoda telah menempatkan barang-barang di gang
kapal, dan barang-barang itu dibuang ke laut atau rusak karena pembuangan itu, pemuat berhak
menuntut pembagian ganti kerugian, dengan tidak mengurangi hak semua orang yang
berkepentingan untuk menuntut pada kapal dan nakhodanya. (KUHD 348, 699-5', 729.)
Pasal 734.
Bila kapal karam, meskipun telah dilakukan pembuangan barang-barang ke laut, atau
pemotongan perlengkapan kapal, maka tidak dilakukan pembagian ganti kerugian.
Barang-barang yang selamat atau diamankan tidak wajib membayar atau mengganti kerugian
yang diderita barang-barang yang dibuang ke laut, rusak, atau dipotong. (KUHD 699-2' dst.)
Pasal 735.

Page 153 of 157

(s.d.u. dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.) Bila kapal, karena pembuangan ke laut dan pemotongan itu
tetap selamat, kemudian dalam melanjutkan perjalanannya karam, dan pada waktu itu ada
barang-barang yang diamankan, hanya barang-barang yang diamankan itulah ikut memikul
beban pembuangan barang, menurut rdlai yang ada padanya setelah dikurangi dengan upah dan
biaya pengamanannya. (KUHD 560, 699-21 dst.)
Pasal 736.
Bila kapal dan muatannya, karena pemotongan atau kerusakan lain yang dilakukan terhadap
kapal itu, tetap selamat, akan tetapi barang-barangnya kemudian karam atau dirampok, maka
nakhoda tak mempunyai hak-tagih terhadap para pemilik, para pemuat, atau para pemegang
konsinyasi barang-barang itu untuk ikut memikul dan membagi beban pemotongan atau
kerusakan itu. (KUHD 737.)
Pasal 737.
Akan tetapi bila barang-barang musrtah karena kesalahan atau perbuatan pemuat atau para
pemegang konsinyasi, mereka ikut memikul avarij umum. (KUHD 698, 729.)
Pasal 738.
Sekali-kali pemilik suatu muatan tidak perlu ikut memikul tanggung jawab dalam avarij umum
lebih daripada nilai barang-barang pada waktu tibanya, tanpa mengurangi biaya-biaya seperti
setelah karamnya kapal, atau penggiringan dan penahanan barang-barang yang dikeluarkan oleh
nakhoda dengan itikad baik, bahkan tanpa amanat, untuk menyelamatkan apa pun dari barang
yang musnah, atau untuk menuntut kembali barang yang dibawa dalam penggiringan, meskipun
hal itu tak berhasil. (KUHD 369, 698 dst.)
Pasal 739.

(s.d.u. dg. S. 1933-47jo. S. 1938-2.) Bila setelah dilakukan pembagian beban, barang-barang

yang dibuang ke laut diperoleh kembali oleh para pemilik, mereka wajib menyerahkan kepada
nakhoda dan yang berkepentingan dalam muatan itu, apa yang telah mereka terima untuk
barang itu dalam pembagiannya, dikurangi dengan kerugian, biaya dan upah serta biaya
pengamanan.
Dalam hal itu penyerahan tersebut diterima oleh kapal dan oleh mereka yang berkepentingan
dalam imbangan yang sama seperti dalam hal mereka ikut memikul kerugian karena
pembuangan barang. (KUHD 560, 729 dst.)
Pasal 740.
Bila pemilik barang-barang yang dibuang ke laut memperolehnya kembali, tanpa minta
penggantian apa pun, ia sekali-kali tidak ikut memikul beban dalam avarij umum yang setelah
pembuangan ke laut barang-barang yang tetap selamat. (KUHD 727.)
BAB XII.
HAPUSNYA PERIKATAN-PERIKATAN
DALAM PERDAGANGAN LAUT.

Pasal 741.
Dengan berlalunya waktu 1 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum:
1. untuk pembayaran apa yang harus dibayar oleh penerima dalam urusan pengangkutan;
(KUHD 478 dst., 517h, u, p, 519j, o, r, s, u, 520q.)
2. untuk pembayaran apa yang harus dibayar oleh para penumpang; (KUHD 533g, i, k, 1, m.)
3. terhadap pengangkut karena urusan pengangkutan penumpang dan barang-barang; (KUHD
95, 468, 477 dst., 487, 517g, o, v, w, 519b, e, 522 dst., 528, 5331, n, r, w.)

Page 154 of 157

4.

untuk pelaksanaan tuntutan tersebut dalam alinea ketiga pasal 537. Daluwarsa usaha mulai
berjalan sebagai berikut: nomor 11 dan nomor 21 setelah berakhirnya perjalanan; nomor 31
setelah tibanya kapal atau, bila kapalnya tidak tiba di tempat, di tempat penumpangpenumpang harus diturunkan atau barang-barang harus diserahkan, setahun setelah
permulaan pengangkutannya; nomor 41 setelah pembayaran kerugiannya. (KUHD 747.)

Pasal 742.
Dengan lalunya waktu 2 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum:
1. untuk penggantian kerugian yang ditimbulkan baik oleh tubrukan kapal, maupun dengan
cara termaksud dalam pasal 544 dan pasal 544a alinea pertama; (KUHD 316 nomor 41, 53
dst.)
2. untuk pembayaran upah penolongan. (KUHD 560, 567 dst., 568d, i.)
Daluwarsa usaha berlangsung sebagai berikut:
nomor 1 sejak hari tubrukan kapal atau timbuinya kerusakan;
nomor 2 sejak hari berakhirnya pemberian pertolongan.
Bila kreditur atau perusahaannya bertempat tinggal di Indonesia, juga bila ia di sana diwakili
dengan cukup dan mengenai semua yang disyaratkan untuk pemeliharaan, perlengkapan,
dan penyediaan bahan makanan atau pemuatan kapalnya dilak-ukan di Indonesia,
permulaan daluwarsanya ditangguhkan sampai terbuka kesempatan untuk melakukan
penyitaan atas kapal itu di Indonesia untuk jaminan tuntutannya. (KUHperd. 17 dst.; KUHD
542, 568g, 747.)
Pasal 743.
Dengan berlalunya waktu 3 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum karena penyerahan dan
pekerjaan untuk memperlengkapi penyediaan bahan makanan, pemeliharaan dan perbaikan
kapal.
Daluwarsanya mulai berlangsung sejak hari penyerahan dilakukan atau pekerjaannya selesai.
(KUHD 360, 362, 747.)
Pasal 744.
Dengan berlalunya waktu 5 tahun, kedaluwarsa semua tuntutan hukum yang timbul dari polis
pertanggungan.
Daluwarsa usaha mulai berjalan sejak hari piutangnya dapat ditagih.(KUHD 592dst.,
747.)
Pasal 745.

(s.d. u. dg. S. 1934-214jo. S. 1938-2.) Dengan berlalunya 1 tahun, hapus semua tuntutan
hukum:
1. yang timbul dari perjanjian keda nakhoda dan para anak buah kapal selama waktu mereka
berdinas di kapal; (KUHD 316-1 nomor 21, 341 dst., 394.)
2. untuk pembayaran upah pandu, upah rambu dan bea pelabuhan dan lain-lain bea
pelayaran; (KUHD 316-1 nomor 31; S. 1927-62 pasal 14jo. S. 1927-63, S. 1927-223.)
3. untuk perhitungan dan pembagian avarijumum; (KUHD 722 dst.; Rv. 313 dst.)
4. untuk pembayaran avarij umum.
Jangka-jangka waktu yang ditetapkan tadi mulai berjalan:
nomor 10 setelah berakhir dinas di kapal;
nomor 20 bila kapal yang untuknya harus dibayar segala upah dan bea, adalah kapal
Indonesia, sejak saat dapat ditagih; bila kapal itu kapal asing, sejak saat dapat dilakukan
penyitaanjanjikaninan atasnya di Indonesia;
nomor 30 setelah berakhir perjalanan;
nomor 40 setelah laporan mengenai perhitungan dan pembagian avan umum oleh para ahli
diserahkan kepada panitera raad van justitie atau telah diberitahukan kepada para pihak.
(Rv. 320.)

Page 155 of 157

Pasal 746.
Semua tuntutan terhadap para penanggung hapus, karena kerugian yang terjadi pada barangbarang yang dimuatkan, bila barang-barang itu diterima tanpa pemeriksaan dan perkiraan
kerugiannya dengan cara yang diharuskan oleh undang-undang, atau dalam hal kerusakannya
tidak ternyata dari luar, pemeriksaan dan perkiraai itu tidak dilakukan dalam waktu yang
ditentukan oleh undang-undang. (KUHD 93, 489 dst., 707, 712.)
Pasal 747.
Ketentuan pasal 1973 Kitab Undang-undang Hukum perdata berlaku terhadap segala daluwarsa
tersebut dalam pasal-pasal 741, 742, 743, dan 744.)
BAB XIII.
KAPAL-KAPAL DAN ALAT-ALAT PELAYARAN YANG BERLAYAR DI
SUNGAI-SUNGAI DAN PERAIRAN PEDALAMAN.
Pasal 748.
Untuk kapal-kapal yang semata-mata dipergunakan untuk perairan pedalaman dalam pengertian
dimaksud dalam pasal 1 Schepenord. 1927, berlaku ketentuan-ketentuan berikut. (KUHD 309.)
Pasal 749.
Kapal yang isi kotornya berukuran sekurang-kurangnya 20 M3 dapat didaftar dalam register kapal
menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang tersendiri. (KUHD
309; Tbs. I dst., 9, 11 dst.)
Dalam undang-undang usaha akan ikut diatur cara pemindah-tanganan milik dan penyerahan
kapal yang didaftar dalam register kapal, atau kapal dalam pembuatan dan saham dalam kapal
demikian atau kapal dalam pembuatan. Atas kapal yang didaftar dalam register kapal, kapal
dalam pembuatan dan saham dalam kapal demikian dan kapal dalam pembuatan dapat diadakan
hipotek.
Atas kapal tersebut dalam alinea pertama tidak dapat diadakan hak gadai. pasal 1977 Kitab
Undang-undang Hukum perdata tidak berlaku terhadap kapal yang didaftar. (KUHD 314, 750,
753; S. 1933-49.)
Pasal 750.
Ketentuan dalam pasal-pasal 315-319 berlaku juga terhadap kapal-kapal yang termaksud dalam
bab usaha, bila kapal-kapal tersebut didaftar. (KUHD 753.)
Pasal 751.
Ketentuan dalam pasal-pasal 320, 321 dan 322 berlaku juga dengan cara yang sesuai dengan
pengertian, bahwa dalam pasal 320 kata-kata "untuk pelayaran di laut " dibaca "pelayaran yang
dimaksudkan dalam pasal 748 ". (KUHD 753.)
Pasal 752.
Ketentuan-ketentuan dalam Bab VI dan VII buku usaha berlaku atas semua kapal-kapal
termaksud dalam pasal 748. (KUHD 753.)
Pasal 753.
Tentang daluwarsa dan hapusnya hak-tagih yang timbul dari pasal-pasal 740-752 berlaku
ketentuan-ketentuan Bab XII, bila hal itu berhubungan dengan hak-tagih sejenis, dalam urusan
pelayaran di laut.
Pasal 754.

Page 156 of 157

Untuk selebihnya pelayaran termaksud dalam pasal 748 diatur oleh peraturan-peraturan dan
kebiasaan yang ada dalam urusan tersebut. (AB. 15.)

Page 157 of 157

HUKUM ACARA PIDANA

UU No. 8 Tahun 1981, LN. 1981-76


Anotasi :
Dg. UU ini dicabut:
1. Het Herziene Inlandsch Reglement (S. 1941-44) dihubungkan dg. UU No. 1/Drt/1951 (LN. 1959-9)
beserta semua peraturan pelaksanaannya.
2. Ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, sepanjang ketentuan yang
tersebut dalam 1 dan 2 ini mengenai hukum acara pidana.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978;
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2951).
BAB I.
KETENTUAN UMUM
Pasal.1.
Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan :
1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan;
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya;
3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang
tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini;
4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penyelidikan;
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
6. a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim;
7. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan;
8. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili;
9. Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara
pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini;
10. Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan;

Page 1 of 55

c.

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

20.
21.
22.

23.

24.
25.
26.

permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan;
Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang
dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
Penasihat hukum adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasar
undang-undang untuk memberi bantuan hukum;
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan;
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau ddak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan;
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta,
untuk disita;
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau
dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan
oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak
pidana itu;
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan
dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini;
Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa
imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini;
Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan
dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan
karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini;
laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan
terjadinya peristiwa pidana;
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat
yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan
yang merugikannya;
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri;

Page 2 of 55

27. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu;
28. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang
hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan;
29. Keterangan anak adalah keterangan yang diberikan oleh seorang anak tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini;
30. Keluarga adalah mereka yang mempunyai hubungan darah sampai derajat tertentu atau hubungan
perkawinan dengan mereka yang terlibat dalam suatu proses pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini;
31. Satu hari adalah dua puluh empat jam dan satu bulan adalah waktu tiga puluh hari;
32. Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
BAB II.
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
Pasal 2.
Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilan dalam lingkungan peradilan umum pada
semua tingkat peradilan.
BAB III.
DASAR PERADILAN
Pasal 3.
Peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
BAB IV.
PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM
Bagian Kesatu
Penyelidik dan Penyidik
Pasal 4.
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Pasal 5.
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4:
a. karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. menerima laporan atau pegaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukti;
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri;
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.
(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut
pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.

Page 3 of 55

Pasal 6.
(1) Penyidik adalah :
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;
b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam
peraturan pemerintah.
Pasal 7.
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai
wewenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
mengadakan penghentian penyidikan;
j.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya
berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3) Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Pasal 8.
(1) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
dengan tidak mengurangi ketentuan lain dalam undang-undang ini.
(2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
(3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan:
a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum.
Pasal 9.
Penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a mempunyai wewenang
melakukan tugas masing-rnasing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum
masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Bagian Kedua
Penyidik Pembantu
Pasal 10.
(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala
Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
(2) Syarat kepangkatan sebagaimana tersebut pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 11.
Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam Pasal 7 ayat (1), kecuali mengenai
penahanan yang wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

Page 4 of 55

Pasal 12.
Penyidik pembantu membuat berita acara dan menyerahkan berkas perkara kepada penyidik, kecuali
perkara dengan cara pemeriksaan singkat yang dapat langsung diserahkan kepada penuntut umum.
Bagian Ketiga
Penuntut Umum
Pasal 13.
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan
dan melaksanakan penetapan hakim.
Pasal 14.
Penuntut umum mempunyai wewenang:
a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;
b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan
ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan
penyidikan dari penyidik;
c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. membuat surat dakwaan;
e. melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara
disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang
pada sidang yang telah ditentukan;
g. melakukan penuntutan;
h. menutup perkara demi kepentingan hukum;
i.
mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut
ketentuan undang-undang ini;
j.
melaksanakan penetapan hakim.
Pasal 15.
Penuntut umum menuntut perkara tindak pidana yang terjadi dalam daerah hukumnya menurut
ketentuan undang-undang.

BAB V.
PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN BADAN,
PEMASUKAN RUMAH, PENYITAAN DAN PEMERIKSAAN SURAT
Bagian Kesatu
Penangkapan
Pasal 16.
(1) Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan.
(2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan.
Pasal 17.

Page 5 of 55

Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal 18.
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan
memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang
mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat
perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta bukti yang ada kepada penyidik atau
penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada
ketuarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
Pasal 19.
(1) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari.
(2) Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah
dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.
Bagian Kedua
Penahanan
Pasal 20.
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pernbantu atas perintah penyidik sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11 berwenang melakukan penahanan.
(2) Untuk-kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan.
(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang
melakukan penahanan.
Pasal 21.
(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa
yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan
yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
(2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka
atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang
mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan.
(3) Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya.
(4) Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak
pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;
b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1),
Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1) Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454,
Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan
Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah
dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak
Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor
8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor
9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3086).

Page 6 of 55

Pasal 22.
(1) Jenis penahanan dapat berupa:
a. penahanan rumah tahanan negara;
b. penahanan rumah;
c. penahanan kota.
(2) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau
terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang
dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
(3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa,
dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.
(4) Masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
(5) Untuk penahanan kota pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan
sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan.
Pasal 23.
(1) Penyidik atau penuntut umum atau hakim berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu
kepada jenis penahanan yang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(2) Pengalihan jenis penahanan dinyatakan secara tersendiri dengan surat perintah dari penyidik atau
penuntut umum atau penetapan hakim yang tembusannya diberikan kepada tersangka atau terdakwa
serta keluarganya dan kepada instansi yang berkepentingan.
Pasal 24.
(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, hanya
berlaku paling lama dua puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang untuk paling lama
empat puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksa sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu enam puluh hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan
demi hukum.
Pasal 25.
(1) Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,
hanya berlaku paling lama dua puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang berwenang untuk paling
lama tiga puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhirnya waktu penahanan tersebut, jika
kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari
tahanan demi hukum.
Pasal 26.
(1) Hakim Pengadilan negeri yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84, guna
kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga
puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk paling
lama enam puluh hari.

Page 7 of 55

(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 27.
(1) Hakim Pengadilan tinggi yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, guna
kepentingan pemeriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling
lama tiga puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan untuk paling
lama enam puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 28.
(1) Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna
kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling
lama lima puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan
yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkaman Agung untuk paling lama enam puluh
hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan
dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa harus sudah
dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
Pasal 29.
(1) Dikecualikan dari jangka waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26,
Pasal 27 dan Pasal 28, guna kepentingan pemeriksaan, penahanan terhadap tersangka atau terdakwa
dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena:
a. tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter, atau
b. perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih.
(2) Perpanjangan tersebut pada ayat (1) diberikan untuk paling lama tiga puluh hari dan dalam hal
penahanan tersebut masih diperlukan, dapat diperpanjang lagi untuk paling lama tiga puluh hari.
(3) Perpanjangan penahanan tersebut atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan dalam tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan diberikan oleh ketua pengadilan negeri;
b. pemeriksaan di pengadilan negeri diberikan oleh ketua pengadilan tinggi;
c. pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung;
d. pemeriksaan kasasi diberikan oleh Ketua Mahkamah Agung;
(4) Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pajabat tersebut pada ayat (3) dilakukan
secara bertahap dan dengan penuh tanggung jawab.
(5) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka
atau terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah dipenuhi.
(6) Setelah waktu enam puluh hari, walaupun perkara tersebut belum selesai diperiksa atau belum diputus,
tersangka atau terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Page 8 of 55

(7) Terhadap perpanjangan penahanan tersebut pada ayat (2) tersangka atau terdakwa dapat
mengajukan keberatan dalam tingkat:
a. penyidikan dan penuntutan kepada ketua pengadilan tinggi;
b. pemeriksaan pengadilan negeri dan pemeriksaan banding kepada Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 30.
Apabila tenggang waktu penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27 dan
Pasal 28 atau perpanjangan penahanan sebagaimana tersebut pada Pasal 29 ternyata tidak sah, tersangka
atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dengan ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 95 dan
Pasal 96.
Pasal 31.
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan
kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa
jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut
penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana
dimaksud ayat (1).

Bagian Ketiga
Penggeledahan
Pasal 32.
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan
pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33.
(1) Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat
mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan.
(2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik
Indonesia dapat memasuki rumah.
(3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni
menyetujuinya.
(4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua
orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
(5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita
acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34.
(1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak
mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33
ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya;
b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada;
c. di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya;
d. di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
(2) Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak
diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang
berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan
tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana

Page 9 of 55

tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna
memperoleh persetujuannya.
Pasal 35.
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
a. ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b. tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan;
c. ruang di mana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 36.
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak
mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua
pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.

Pasal 37.
(1) Pada waktu menangkap tersangka, penyelidik hanya berwenang menggeledah pakaian termasuk
benda yang dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan alasan yang cukup bahwa pada
tersangka tersebut terdapat benda yang dapat disita.
(2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan
tersangka.
Bagian Keempat
Penyitaan
Pasal 38.
(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.
(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak
mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik
dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada
ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuan.
Pasal 39.
(1) yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari
tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya;
3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan
ayat (1).
Pasal 40.

Page 10 of 55

Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga
telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang
bukti.
Pasal 41.
Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang
pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau
perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan
bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat
kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang
bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan.
Pasal 42.
(1) Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita,
menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang
menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
(2) Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau
tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau
diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
Pasal 43.
Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk
merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan
mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal 44.
(1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.
(2) Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggungjawab atasnya ada pada
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda
tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Pasal 45.
(1) Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga
tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan
memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu
tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai
berikut:
a
apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual
lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh
tersangka atau kuasanya;
b
apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau
dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan
oleh terdakwa atau kuasanya.
(2) Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai bukti.
(3) Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(4) Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (l), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau
untuk dimusnahkan.
Pasal 46.
(1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu
disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:

Page 11 of 55

a.
b.

kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;


perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak
pidana;
c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi
hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan
untuk melakukan suatu tindak pidana.
(2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang
atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda
itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat
dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

Bagian Kelima
Pemeriksaan Surat
Pasal 47.
(1) Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan
telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai
dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa,
dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri.
(2) Untuk kepentingan tersebut penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi,
kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya
surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
(3) Hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dapat dilakukan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan menurut ketentuan yang diatur dalam ayat tersebut.
Pasal 48.
(1) Apabila sesudah dibuka diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang
sedang diperiksa, surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara.
(2) Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu
ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau
perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh
penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tandatangan beserta identitas penyidik.
(3) Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan
itu.
Pasal 49.
(1) Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 75.
(2) Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi,
kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan.
BAB VI.
TERSANGKA DAN TERDAKWA
Pasal 50.
(1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum.
(2) Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pangadilan oleh penuntut umum.
(3) Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.

Page 12 of 55

Pasal 51.
Untuk mempersiapkan pembelaan :
a. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang
apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
b. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa
yang didakwakan kepadanya.
Pasal 52.
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Pasal 53.
(1) Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak untuk
setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177.
(2) Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 178.
Pasal 54.
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang
atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara
yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 55.
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih
sendiri penasihat hukumnya.
Pasal 56.
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum
sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib
menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
Pasal 57.
(1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya
sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Pasal 58.
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan proses perkara
maupun tidak.
Pasal 59.
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya
oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada
keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang

Page 13 of 55

bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan
bagi penangguhannya.
Pasal 60.
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi
penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.
Pasal 61.
Tersangka atau terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan
perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan.
Pasal 62.
(1) Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat
dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu
bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis.
(2) Surat menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya
tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika
terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan.
(3) Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik, penuntut umum,
hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada tersangka atau terdakwa dan
surat tersebut dikirim kembali kepada pengirirnnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik".
Pasal 63.
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan.
Pasal 64.
Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
Pasal 65.
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 66.
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Pasal 67.
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang
tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.
Pasal 68.
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam Pasal
95 dan selanjutnya.
BAB VII.
BANTUAN HUKUM
Pasal 69.
Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat
pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Page 14 of 55

Pasal 70.
(1) Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan
tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu kepentingan pembelaan perkaranya.
(2) Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan
dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas
lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum.
(3) Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang
tersebut pada ayat (2).
(4) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh
pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya
dilarang.
Pasal 71.
(1) Penasihat hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka diawasi
oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi
pembicaraan.
(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi
pembicaraan.
Pasal 72.
Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan
berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.
Pasal 73.
Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki
olehnya.
Pasal 74.
Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada
Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum
kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau
penasihat hukumnya serta pihak lain dalam proses.
BAB VIII.
BERITA ACARA
Pasal 75.
(1) Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:
a. pemeriksaan tersangka;
b. penangkapan;
c. penahanan;
d. penggeledahan;
e. pemasukan rumah;
f. penyitaan benda;
g. pemeriksaan surat;
h. pemeriksaan saksi;
i.
pemeriksaan di tempat kejadian;
j.
pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;
k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
(2) Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada ayat (1)
dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan.

Page 15 of 55

(3) Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat tersebut pada ayat (2) ditandatangani pula
oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada ayat (1).
BAB IX.
SUMPAH ATAU JANJI
Pasal 76.
(1) Dalam hal yang berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini diharuskan adanya pengambilan
sumpah atau janji, maka untuk keperluan tersebut dipakai peraturan perundang-undangan tentang
sumpah atau janji yang berlaku, baik mengenai isinya maupun mengenai tatacaranya.
(2) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, maka sumpah atau janji
tersebut batal menurut hukum.
BAB X.
WEWENANG PENGADILAN UNTUK MENGADILI
Bagian Kesatu
Praperadilan
Pasal 77.
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini tentang:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat
penyidikan atau penyidikan atau penuntutan.
Pasal 78.
(1) yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah
praperadilan.
(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh
seorang panitera.
Pasal 79.
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 80.
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntut dapat
diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua
pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 81.
Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau
akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 82.
(1) Acara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal
81 ditentukan sebagai berikut :
a. dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari
sidang;
b. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah
atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau

Page 16 of 55

rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,
hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang
berwenang;
c. pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus
sudah menjatuhkan putusannya;
d. dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan
mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
e. putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan
pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu
diajukan permintaan baru.
(2) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79, Pasal 80 dari Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar alasannya.
(3) Isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai
berikut:
a. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera
membebaskan tersangka;
b. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak
sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
c. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka
dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan,
sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan
tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
d. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat
pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.
(4) Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95.
Pasal 83.
(1) Terhadap putusan praperadilan dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal
81 tidak dapat dimintakan banding.
(2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya
penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat diminta putusan akhir ke pengadilan
tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pengadilan Negeri
Pasal 84.
(1) Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam
daerah hukumnya.
(2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di
tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila
tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu
daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
(3) Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum pelbagai
pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing-masing berwenang mengadili perkara
pidana itu.
(4) Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh
seorang dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing pengadilan
negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut.

Page 17 of 55

Pasal 85.
Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka
atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain
daripada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.
Pasal 86.
Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik
Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya.
Bagian Ketiga
Pengadilan Tinggi
Pasal 87.
Pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
Bagian Keempat
Mahkamah Agung
Pasal 88.
Mahkamah Agung berwenang mengadili semua perkara pidana yang dimintakan kasasi.
BAB XI.
KONEKSITAS
Pasal 89.
(1) Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum
dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan
umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri
Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap,
yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka
masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.
(3) Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri
Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.
Pasal 90.
(1) Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89 ayat (1), diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur
militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2).
(2) Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh
para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang
mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung
dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Pasal 91.
(1) Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang
ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara

Page 18 of 55

pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira penyerah
perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer
atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut
kepada pengadilan negeri yang berwenang.
(2) Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak
pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer, maka pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi
Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri
Pertahanan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan
Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
(3) Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira penyerah perkara dan jaksa atau
jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer
tinggi.
Pasal 92.
(1) Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1),
maka berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2)
dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah
diambil alih olehnya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur militer atau oditur militer
tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
Pasal 93.
(1) Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat
antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan
tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan
melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
(2) Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk
mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan.

Pasal 94.
(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah
majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim.
(2) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan
umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara
berimbang.
(3) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana tersebut pada
Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari, hakim ketua dari lingkungan peradilan militer dan hakim
anggota secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum
yang diberi pangkat militer tituler.
(4) Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding.
(5) Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan
pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim
perwira sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).

Page 19 of 55

BAB XII.
GANTI KERUGIAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Ganti Kerugian
Pasal 95.
(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,
dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta
tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang undang atau karena kekeliruan mengenai orang
atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa,
terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang
bersangkutan.
(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua
pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang
bersangkutan.
(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara
praperadilan.
Pasal 96.
(1) Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.
(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang
dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 97.
(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari
segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri
diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
BAB XIII.
PENGGABUNGAN PERKARA GUGATAN GANTI KERUGIAN
Pasal 98.
(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh
pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan

Page 20 of 55

orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara
pidana itu.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum
penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan
diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Pasal 99.
(1) Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada perkara pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, maka pengadilan negeri menimbang tentang kewenangannya
untuk mengadili gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang hukuman
penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut.
(2) Kecuali dalam hal pengadilan negeri menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) atau gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, putusan hakim hanya memuat
tentang penetapan hukuman penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.
(3) Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan tetap, apabila putusan
pidananya juga mendapat kekuatan hukum tetap.
Pasal 100.
(1) Apabila terjadi penggabungan antara perkara perdata dan perkara pidana, maka penggabungan itu
dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding.
(2) Apabila terhadap suatu perkara pidana tidak diajukan permintaan banding, maka permintaan banding
mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan.
Pasal 101.
Ketentuan dari aturan hukum acara perdata berlaku bagi gugatan ganti kerugian sepanjang dalam
undang-undang ini tidak diatur lain.

BAB XIV.
PENYIDIKAN
Bagian Kesatu
Penyelidikan
Pasal 102.
(1) Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang
diperlukan.
(2) Dalam hal tertangkap tangan tanpa menunggu perintah penyidik, penyelidik wajib segera melakukan
tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelidikan sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1) huruf
b.
(3) Terhadap tindakan yang dilakukan tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) penyelidik wajib membuat berita
acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum.
Pasal 103.
(1) laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau
pengadu.
(2) laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani
oleh pelapor atau pengadu dan penyelidik.
(3) Dalam hal pelapor atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam
laporan atau pengaduan tersebut.

Page 21 of 55

Pasal 104.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik wajib menunjukkan tanda pengenainya.
Pasal 105.
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik
tersebut oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.
Bagian Kedua
Penyidikan
Pasal 106.
Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang
patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.
Pasal 107.
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk
kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang
diperlukan.
(2) Dalam hal suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana sedang dalam penyidikan oleh
penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b dan kemudian ditemukan bukti yang kuat untuk
diajukan kepada penuntut umum, penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b melaporkan hal itu
kepada penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.
(3) Dalam hal tindak pidana telah selesai disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, ia
segera menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal
6 ayat (1) huruf a.

Pasal 108.
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang
merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan
atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
(2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap
ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga
melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
(3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya
peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau
penyidik.
(4) laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau
pengadu.
(5) laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh
pelapor atau pengadu dan penyidik.
(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda
penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Pasal 109.
(1) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana,
penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
(2) Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut
ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.

Page 22 of 55

(3) Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan
penuntut umum.
Pasal 110.
(1) Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas
perkara itu kepada penuntut umum.
(2) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang
lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk
untuk dilengkapi.
(3) Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera
melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada
pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik.
Pasal 111.
(1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan setiap orang yang mempunyai
wewenang dalam tugas ketertiban, ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka
guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
(2) Setelah menerima penyerahan tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelidik atau
penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
(3) Penyelidik dan penyidik yang telah menerima laporan tersebut segera datang ke tempat kejadian dapat
melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama pemeriksaan di situ belum selesai.
(4) Pelanggar larangan tersebut dapat dipaksa tinggal di tempat itu sampai pemeriksaan dimaksud di atas
selesai.
Pasal 112.
(1) Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat
panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan
dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
(2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali
lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.
Pasal 113.
Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat
datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.
Pasal 114.
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik,
penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau
bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56.
Pasal 115.
(1) Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat
mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta mendengar pemeriksaan.
(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat
tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka.
Pasal 116.

Page 23 of 55

(1) Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak
akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan.
(2) Saksi diperiksa secara tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang lain dan mereka
wajib memberikan keterangan yang sebenarnya.
(3) Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki didengarnya saksi yang dapat
menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu dicatat dalam berita acara.
(4) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib memanggil dan memeriksa saksi
tersebut.
Pasal 117.
(1) Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau
dalam bentuk apapun.
(2) Dalam hal tersangka memberi keterangan tentang apa yang sebenarnya ia telah lakukan sehubungan
dengan tindak pidana yang dipersangkakan kepadanya, penyidik mencatat dalam berita acara
seteliti-telitinya sesuai dengan kata yang dipergunakan oleh tersangka sendiri.
Pasal 118.
(1) Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan
oleh yang memberi keterangan itu setelah mereka menyetujui isinya.
(2) Dalam hal tersangka dan atau saksi tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal
itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
Pasal 119.
Dalam hal tersangka dan atau saksi yang harus didengar keterangannya berdiam atau bertempat tinggal di
luar daerah hukum penyidik yang menjalankan penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka dan atau saksi
dapat dibebankan kepada penyidik di tempat kediaman atau tempat tinggal tersangka dan atau saksi
tersebut.
Pasal 120.
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi
keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta
martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
Pasal 121.
Penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara yang diberi tanggal dan memuat
tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak
pidana dilakukan, nama dan tempat tinggal dari tersangka dan atau saksi, keterangan mereka, catatan
mengenai akta dan atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian
perkara.
Pasal 122.
Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus
mulai diperiksa oleh penyidik.
Pasal 123.
(1) Tersangka, keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan keberatan atas penahanan atau jenis
penahanan tersangka kepada penyidik yang melakukan penahanan itu.
(2) Untuk itu penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan tentang perlu
atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis penahanan tertentu.

Page 24 of 55

(3) Apabila dalam waktu tiga hari permintaan tersebut belum dikabulkan oleh penyidik, tersangka,
keluarga atau penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada atasan penyidik.
(4) Untuk itu atasan penyidik dapat mengabulkan permintaan tersebut dengan mempertimbangkan
tentang perlu atau tidaknya tersangka itu tetap ditahan atau tetap ada dalam jenis tahanan tertentu.
(5) Penyidik atau atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut di atas dapat mengabulkan
permintaan dengan atau tanpa syarat.
Pasal 124.
Dalam hal apakah sesuatu penahanan sah atau tidak sah menurut hukum, tersangka, keluarga atau
penasihat hukum dapat mengajukan hal itu kepada pengadilan negeri setempat untuk diadakan
praperadilan guna memperoleh putusan apakah penahanan atas diri tersangka tersebut sah atau tidak sah
menurut undang-undang ini.
Pasal 125.
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya
kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
dan Pasal 34.
Pasal 126.
(1) Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dan hasil penggeledahan rumah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5).
(2) Penyidik membacakan lebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang
bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun tersangka atau
keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
(3) Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya, hal itu dicatat dalam
berita acara dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 127.
(1) Untuk keamanan dan ketertiban penggeledahan rumah, penyidik dapat mengadakan penjagaan atau
penutupan tempat yang bersangkutan.
(2) Dalam hal ini penyidik berhak memerintahkan setiap orang yang dianggap perlu tidak meninggalkan
tempat tersebut selama penggeledahan berlangsung.
Pasal 128.
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang
dari mana benda itu disita.
Pasal 129.
(1) Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada, orang dari mana benda itu akan disita atau
kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
(2) Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari mana
benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun
orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi.
(3) Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan
tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
(4) Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana benda itu
disita atau keluarganya dan kepala desa.
Pasal 130.
(1) Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri
maupun sifat khas, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas orang dari mana benda itu disita dan
lain-lainnya yang kemudian diberi lak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik.

Page 25 of 55

(2) Dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.
Pasal 131.
(1) Dalam hal sesuatu tindak pidana sedemikian rupa sifatnya sehingga ada dugaan kuat dapat diperoleh
keterangan dari berbagai surat, buku atau kitab, daftar dan sebagainya, penyidik segera pergi ke
tempat yang dipersangkakan untuk menggeledah, memeriksa surat, buku atau kitab, daftar dan
sebagainya dan jika perlu menyitanya.
(2) Penyitaan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 129
undang-undang ini.
Pasal 132.
(1) Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga
palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan
mengenai hal itu dari orang ahli.
(2) Dalam hal timbul dugaan kuat bahwa ada surat palsu atau yang dipalsukan, penyidik dengan surat izin
ketua pengadilan negeri setempat dapat datang atau dapat minta kepada pejabat penyimpan umum
yang wajib dipenuhi, supaya ia mengirimkan surat asli yang disimpannya itu kepadanya untuk
dipergunakan sebagai bahan perbandingan.
(3) Dalam hal suatu surat yang dipandang perlu untuk pemeriksaan, menjadi bagian serta tidak dapat
dipisahkan dari daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131, penyidik dapat minta supaya daftar itu
seluruhnya selama waktu yang ditentukan dalam surat permintaan dikirimkan kepadanya untuk
diperiksa, dengan menyerahkan tanda penerimaan.
(4) Dalam hal surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menjadi bagian dari suatu daftar,
penyimpan membuat salinan sebagai penggantinya sampai surat yang asli diterima kembali yang di
bagian bawah dari salinan itu penyimpan mencatat apa sebab salinan itu dibuat.
(5) Dalam hal surat atau daftar itu tidak dikirimkan dalam waktu yang ditentukan dalam surat permintaan,
tanpa alasan yang sah, penyidik berwenang mengambilnya.
(6) Semua pengeluaran untuk penyelesalan hal tersebut dalam pasal ini dibebankan pada dan sebagai
biaya perkara.
Pasal 133.
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang
memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian
lain badan mayat.
Pasal 134.
(1) Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud
dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 133 ayat (3) undang undang ini.
Pasal 135.

Page 26 of 55

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang-undang ini.
Pasal 136.
Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Bagian
Kedua Bab XIV ditanggung oleh negara.

BAB XV.
PENUNTUTAN
Pasal 137.
Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa.melakukan suatu
tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang
mengadili.
Pasal 138.
(1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya
dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah
lengkap atau belum.
(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara
kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu
empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali
berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Pasal 139.
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia
segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak
dilimpahkan ke pengadilan.
Pasal 140.
(1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia
dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.
(2) a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup
demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.
b. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka dan bila ia ditahan, wajib segera
dibebaskan.
c. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat
hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim.
d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan
terhadap tersangka.
Pasal 141.
Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan,
apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal:
a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak
menjadikan halangan terhadap penggabungannya;

Page 27 of 55

b.
c.

beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;


beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu
dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi
kepentingan pemeriksaan.

Pasal 142.
Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang
dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum
dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.
Pasal 143.
(1) Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili
perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal
demi hukum.
(4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau
kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian
surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Pasal 144.
(1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang, baik
dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.
(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari
sebelum sidang dimulai.
(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka
atau penasihat hukum dan penyidik.
BAB XVI.
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Kesatu
Panggilan Dan Dakwaan
Pasal 145.
(1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan
surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak
diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
(2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan
disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat
kediaman terakhir.
(3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat
rumah tahanan negara.
(4) Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui orang lain,
dilakukan dengan tanda penerimaan.
(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan
pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.
Pasal 146.

Page 28 of 55

(1) Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta
jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
(2) Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam
sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
Bagian Kedua
Memutus Sengketa Mengenai Wewenang Mengadili
Pasal 147.
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari
apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.
Pasal 148.
(1) Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang
pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan
surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang
mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya.
(2) Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan
negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri
yang tercantum dalam surat penetapan.
(3) Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada terdakwa atau
penasihat hukum dan penyidik.
Pasal 149.
(1) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148, maka:
a. ia mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari
setelah penetapan tersebut diterima;
b. tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
c. perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;
d. dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada
pengadilan tinggi yang bersangkutan.
(2) Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut
dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
(3) Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat penetapan
diperintahkan kepada pengadilaii negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.
(4) Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas
perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang bersangkutan.
(5) Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4)
disampaikan kepada penuntut umum.
Pasal 150.
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:
a. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
b. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
Pasal 151.
(1) Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih
yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.

Page 29 of 55

(2) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang
mengadili:
a. antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan
yang lain;
b. antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang
berlainan;
c. antara dua pengadilan tinggi atau lebih.
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152.
(1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara itu
termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara
tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
(2) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada
penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
Pasal 153.
(1) Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang.
(2) a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan
dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.
b. ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan
terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
(4) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi
hukum.
(5) Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun
tidak diperkenankan menghadiri sidang.
Pasal 154.
(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia
dihadapkan dalam keadaan bebas.
(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah
ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan
memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah,
pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar
terdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari
sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah
dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
Pasal 155.
(1) Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap,
tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan
dilihatnya di sidang.

Page 30 of 55

(2) a. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat
dakwaan;
b. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar
mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim
ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
Pasal 156.
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang
mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka
setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim
mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut,
sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah
selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
(3) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan
perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
(4) Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh
pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya
membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang
untuk memeriksa perkara itu.
(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau
penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia
menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan
membatalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri
yang berwenang.
b. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang
berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan
dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah
melimpahkan perkara itu.
(6) Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) berkedudukan di daerah
hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan
negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.
(7) Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mendengar pendapat
penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan
pengadilan tidak berwenang.
Pasal 157.
(1) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia terikat hubungan
keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah
bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2) Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari
menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga
atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat
hukum.
(3) Jika dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan diri harus diganti dan
apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera
diadili ulang dengan susunan yang lain.
Pasal 158.
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pemyataan di sidang tentang keyakinan mengenai
salah atau tidaknya terdakwa.

Page 31 of 55

Pasal 159.
(1) Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi
perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi
keterangan di sidang.
(2) Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai
cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat
memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160.
Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang
sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa
atau penasihat hukum;
b. yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang
tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat
hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya
putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur
atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya
apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta
apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau
apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya
masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang
sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah
saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.
(1) a.

Pasal 161.
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan,
sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah
tahanan negara paling lama empat belas hari.
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau
disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan
yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Pasal 162.
(1) Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang
sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat
tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan
yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan
nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
Pasal 163.
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim
ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan
dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.
Pasal 164.

Page 32 of 55

(1) Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada
terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.
(2) Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum atau penasihat
hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan alasannya.
Pasal 165.
(1) Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan yang dipandang
perlu untuk mendapatkan kebenaran.
(2) Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau
penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya.
(4) Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua
sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka
masing-masing.
Pasal 166.
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada
saksi.
Pasal 167.
(1) Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang memberi izin
untuk meninggalkannya.
(2) Izin itu tidak diberikan jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum mengajukan
permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang.
(3) Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap.
Pasal 168.
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat
mengundurkan diri sebagai saksi :
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari
terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
b. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak,
juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai
derajat ketiga;
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Pasal 169.
(1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum
serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah.
(2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberikan
keterangan tanpa sumpah.
Pasal 170.
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia,
dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal
yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Pasal 171.
Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:

Page 33 of 55

a.
b.

anak yang umumya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.

Pasal 172.
(1) Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka
kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh
hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama
tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.
(2) Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang telah didengar
keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang lain.
Pasal 173.
Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa,
untuk itu ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak
boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidak hadir.
Pasal 174.
(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan
sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan
ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas
permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk
selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
(3) Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang yang memuat
keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu
dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan
kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.
(4) Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan
perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
Pasal 175.
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya,
hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.
Pasal 176.
(1) Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua
sidang menegumya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa
dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa
hadirnya terdakwa.
(2) Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu
ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap
dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 177.
(1) Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru
bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus
diterjemahkan.
(2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara ia tidak boleh pula menjadi juru
bahasa dalam perkara itu.
Pasal 178.

Page 34 of 55

(1) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis hakim ketua sidang mengangkat
sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
(2) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan
semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut
diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus
dibacakan.
Pasal 179.
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan
ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan
yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
Pasal 180.
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan,
hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh
yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan
penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana
tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula
dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
Pasal 181.
(1) Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan
kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 undang-undang ini.
(2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
(3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan
surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya
tentang hal itu.
Pasal 182.
Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab
oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat
giliran terakhir;
c. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah
dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang
berkepentingan.
(2) Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan
dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim
ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau
penasihat hukum dengan memberikan alasannya.
(3) Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu
musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin
meninggalkan ruangan sidang.
(4) Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang
terbukti dalam pemeriksaan di sidang.

(1) a.
b.

Page 35 of 55

(5) Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang
termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah
hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.
(6) Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal
itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. putusan diambil dengan suara terbanyak;
b. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat
hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
(7) Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku
himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.
(8) Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang
sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.
Bagian Keempat
Pembuktian Dan Putusan Dalam Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 183.
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua
alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184.
(1) Alat bukti yang sah ialah:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 185.
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti
yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat
digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu
dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan
tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan
saksi.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh
memperhatikan:
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi
dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan
alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat
dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Page 36 of 55

Pasal 186.
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
Pasal 187.
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah, adalah:
a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau
yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu;
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan yang
diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Pasal 188.
(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang
satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:
a. keterangan saksi;
b. surat;
c. keterangan terdakwa.
(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh
hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan
kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.
Pasal 189.
(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan
atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan
bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai
hal yang didakwakan kepadanya.
(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan
yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
a.
b.

Pasal 190.
selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan
surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan
cukup untuk itu.
Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk
membebaskan terdakwa, jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan Pasal 30.

Pasal 191.
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa
diputus bebas.

Page 37 of 55

(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan
hukum.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status
tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan yang sah,
terdakwa perlu ditahan.
Pasal 192.
(1) Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3) segera
dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan.
(2) laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat penglepasan,
disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali
dua puluh empat jam.
Pasal 193.
(1) Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
(2) a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan
supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan
cukup untuk itu.
b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat menetapkan
terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk
itu.
Pasal 194.
(1) Dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan
menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima
kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang
undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak
sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
(2) Kecuali apabila terdapat alasan yang sah, pengadilan menetapkan supaya barang bukti diserahkan
segera sesudah sidang selesai.
(3) Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat apapun kecuali dalam hal
putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 195.
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang
terbuka untuk umum.
Pasal 196.
(1) Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini
menentukan lain.
(2) Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan
hadirnya terdakwa yang ada.
(3) Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan
kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu:
a. hak segera menerima atau segera menolak putusan;
b. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam
tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
c. hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh
undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
d. hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan
oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;

Page 38 of 55

e.

hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud alam huruf a dalam tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang ini.

Pasal 197.
(1) Surat putusan pemidanaan memuat:
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian
yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang
memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim
tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak
pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
i.
ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkanjumlahnya yang pasti dan
ketentuan mengenai barang bukti;
j.
keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu,
jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
l.
hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;
(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k dan l pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum.
(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.
Pasal 198.
(1) Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan atau pejabat
kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang berhalangan tersebut.
(2) Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk penggantinya dan apabila pengganti ternyata
tidak ada atau juga berhalangan, maka sidang berjalan terus.
Pasal 199.
(1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat:
a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f dan h;
b. pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan
menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan;
c. perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pasal ini.
Pasal 200.
Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan.
Pasal 201.
(1) Dalam hal terdapat surat palsu atau dipalsukan, maka panitera melekatkan petikan putusan yang
ditandatanganinya pada surat tersebut yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
197 ayat (1) huruf j dan surat palsu atau yang dipalsukan tersebut diberi catatan dengan menunjuk
pada petikan putusan itu.

Page 39 of 55

Tidak akan diberikan salinan pertama atau salinan dari surat asli palsu atau yang dipalsukan kecuali
panitera sudah membubuhi catatan pada catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai
dengan salinan petikan putusan.
Pasal 202.
(1) Panitera membuat berita acara sidang dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan dan
memuat segala kejadian di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan itu.
(2) Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga hal yang penting dari
keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali jika hakim ketua sidang menyatakan bahwa untuk ini
cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebut perbedaan yang
terdapat antara yang satu dengan lainnya.
(3) Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim ketua sidang wajib
memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus tentang suatu keadaan atau
keterangan.
(4) Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera kecuali apabila salah seorang
dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut.

Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat
Pasal 203.
(1) Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang
tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan
hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa
beserta saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan.
(3) Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga bab ini
sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini:
a. 1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari
catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan
menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
2. pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat
dakwaan;
b. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan
tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut
penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim
memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa;
c. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim
dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari;
d. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang;
e. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
f. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara
biasa.
Pasal 204.

Page 40 of 55

Jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas
dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa
dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut.
Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat
Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan
Pasal 205.
(1) Yang diperiksa menurut pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus
rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
(2) Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelidik atas kuasa penuntut umum, dalam
waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang
bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
(3) Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengadilan mengadili dengan hakim
tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat minta banding.
Pasal 206.
Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan.
Pasal 207.
Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat
ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik,
selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan;
b.
Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan
pada hari sidang itu juga.
(2) a. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara
yang diterimanya.
b. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan
kepadanya.

(1) a.

Pasal 208.
Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji
kecuali hakim menganggap perlu.
Pasal 209.
(1) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam
buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera.
(2) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal
yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.
Pasal 210.
Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga bab ini tetap berlaku sepanjang
perantaraan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini.
Paragraf 2

Page 41 of 55

Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan


Pasal 211.
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.
Pasal 212.
Untuk perkara pelanggaran ialu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu
catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan
selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.
Pasal 213.
Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.
Pasal 214.
(1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.
(2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan
kepada terpidana.
(3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada
panitera untuk dicatat dalam buku register.
(4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan
kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan.
(5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat
mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.
(6) Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur.
(7) Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari
sidang untuk memeriksa kembali perkara itu.
(8) Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding.
Pasal 215.
Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan
dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.
Pasal 216.
Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini.
Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan
Pasal 217.
(1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan.
(2) Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di
persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.
Pasal 218.
(1) Dalam ruang sidang siapa pun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan.
(2) Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak
mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang
bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang.
(3) Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat suatu tindak pidana,
tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.

Page 42 of 55

Pasal 219.
(1) Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang
dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat
yang khusus disediakan untuk itu.
(2) Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya dapat mengadakan
penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang tidak membawa
senjata, bahan atau alat maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat
maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya.
(3) Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang sidang maka petugas wajib menyerahkan
kembali benda titipannya.
(4) Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan untuk dilakukan penuntutan bila
ternyata bahwa penguasa atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana.
Pasal 220.
(1) Tiada seorang hakim pun diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik
langsung maupun tidak langsung.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim yang bersangkutan, wajib mengundurkan diri
baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan penuntutan umum, terdakwa atau penasihat
hukumnya.
(3) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
maka pejabat pengadilan yang berwenang yang menetapkannya.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam makna ayat tersebut di atas berlaku juga bagi penuntut
umum.
Pasal 221.
Bila dipandang perlu hakim di sidang atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau
penasihat hukumnya dapat memberi penjelasan tentang hukum yang berlaku.
Pasal 222.
(1) Siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada negara.
(2) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya
perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada
negara.
Pasal 223.
(1) Jika hakim memberi perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang,
hakim dapat menunda pemeriksaan perkara sampai pada hari sidang yang lain.
(2) Dalam hal sumpah atau janji dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim menunjuk
panitera untuk menghadiri pengucapan sumpah atau janji tersebut dan membuat berita acaranya.
Pasal 224.
Semua surat putusan pengadilan disimpan dalam arsip pengadilan yang mengadili perkara itu pada tingkat
pertama dan tidak boleh dipindahkan kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal 225.
(1) Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara.
(2) Dalam buku daftar itu dicatat nama dan identitas terdakwa, tindak pidana yang didakwakan, tanggal
penerimaan perkara, tanggal terdakwa mulai ditahan apabila ia ada dalam tahanan, tanggal dan isi
putusan secara singkat, tanggal penerimaan permintaan dan putusan banding atau kasasi, tanggal
permohonan serta pemberian grasi, amnesti, abolisi atau rehabilitasi, dan lain hal yang erat
hubungannya dengan proses perkara.

Page 43 of 55

Pasal 226.
(1) Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah
putusan diucapkan.
(2) Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada
terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan.
(3) Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua
pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari permintaan tersebut.
Pasal 227.
(1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat
pemeriksaan terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal
hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.
(2) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan
orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan
dengan membubuhkan tanggal serta tandatangan, baik oleh petugas maupun orang yang dipanggil
dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya.
(3) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui
perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila
masih belum juga berhasil disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman
kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut.
Pasal 228.
Jangka atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada hari berikutnya.
Pasal 229.
(1) Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua
tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Pejabat yang melakukan pemanggilan wajib memberitahukan kepada saksi atau ahli tentang haknya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 230.
(1) Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang.
(2) Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian
sidang dan atribut masing-masing.
(3) Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan sebagai berikut;
a. tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari tempat penuntut umum, terdakwa,
penasihat hukum dan pengunjung;
b. tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim ketua sidang;
c. tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat hakim;
d. tempat terdakwa dan penasihat hukum terletak di sisi kiri depan dari tempat hakim dan tempat
terdakwa di sebelah kanan tempat penasihat hukum;
e. tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di depan tempat hakim;
f. tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi pemeriksaan;
g. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
h . bendera Nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji Pengayoman ditempatkan
di sebelah kiri meja hakim sedangkan lambang Negara ditempatkan pada dinding bagian atas di
belakang meja hakim;
i.
tempat rohaniwan terletak di sebelah kiri tempat panitera;
j.
tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda pengenal;
k. tempat petugas keamanan di bagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan di tempat lain
yang dianggap perlu.

Page 44 of 55

(4) Apabila sidang pengadilan dilangsungkan di luar gedung pengadilan, maka tata tempat sejauh mungkin
disesuaikan dengan ketentuan ayat (3) tersebut di atas.
(5) Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang-kurangnya bendera Nasional
harus ada.
Pasal 231.
(1) Jenis, bentuk, dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan dengan perangkat
kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan
pemerintah.
(2) Pengaturan lebih lanjut tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ditetapkan
dengan keputusan Menteri Kehakiman.
Pasal 232.
(1) Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum dan pengunjung yang sudah ada,
duduk di tempatnya masing-masing dalam ruang sidang.
(2) Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk
menghormat.
(3) Selama sidang berlangsung setiap orang yang ke luar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat.
BAB XVII.
UPAYA HUKUM BIASA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Banding
Pasal 233.
(1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh
terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum.
(2) Hanya permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) boleh diterima oleh panitera
pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan
diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2).
(3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang ditandatangani olehnya
dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada pemohon yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera dengan disertai
alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara
pidana.
(5) Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan banding, baik yang diajukan oleh penuntut umum
atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera
wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 234.
(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) telah lewat tanpa diajukan
permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera mencatat dan membuat akta
mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
Pasal 235.
(1) Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut
sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh
diajukan lagi.
(2) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus sedangkan sementara itu pemohon
mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah
dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutannya.

Page 45 of 55

Pasal 236.
(1) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding diajukan, panitera
mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada
pengadilan tinggi.
(2) Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi, pemohon banding
wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri.
(3) Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulis bahwa ia akan mempelajari
berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya
tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi.
(4) Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian
berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi.
Pasal 237.
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau
kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding
kepada pengadilan tinggi.
Pasal 238.
(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang-kurangnya tiga
orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita
acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta semua
surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan pengadilan negeri.
(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya
permintaan banding.
(3) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan
tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik
karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.
(4) Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau
penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang
apa yang ingin diketahuinya.
Pasal 239.
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku
juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat banding.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan
atau panitera tingkat banding, dengan hakim atau panitera tingkat pertama yang telah mengadili
perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian telah menjadi, hakim
pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama dalam tingkat
banding.
Pasal 240.
(1) Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian
dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi
dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau
pengadilan tinggi melakukannya sendiri.
(2) Jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusan dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri
sebelum putusan pengadilan tinggi dijatuhkan.
Pasal 241.

Page 46 of 55

(1) Setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas dipertimbangkan dan
dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan, menguatkan atau mengubah atau dalam hal
membatalkan putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri.
(2) Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas putusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang
memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan tersebut pada Pasal 148.
Pasal 242.
Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka pengadilan
tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan.
Pasal 243.
(1) Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta berkas perkara dalam waktu tujuh hari setelah putusan
tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan negeri yang memutus pada tingkat pertama.
(2) Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa dan
penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya pemberitahuan tersebut dicatat
dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi.
(3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud Pasal 226 berlaku juga bagi
putusan pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut, panitera
minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat
tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya.
(5) Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi
surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat
atau melalui perwakilan Republik Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum
juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melalui dua buah surat kabar
yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan
daerah itu.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Untuk Kasasi
Pasal 244.
Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada
Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
Pasal 245.
(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus
perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang
dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandatangani oleh
panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara.
(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum
atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera
wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 246.
(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan
permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan.
(2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat
mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur.

Page 47 of 55

(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan membuat
akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
Pasal 247.
(1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat
dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat
diajukan lagi.
(2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak
jadi dikirimkan.
(3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon
mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya.
(4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.
Pasal 248.
(1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan
dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah
menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima.
(2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu
menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut
dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya.
(3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat
(1) undang-undang ini.
(4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat
menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur.
(5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal ini.
(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak
lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi.
(7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra
memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi.
Pasal 249.
(1) Dalam hal salah satu pihak berpendapat masih ada sesuatu yang perlu ditambahkan dalam memori
kasasi atau kontra memori kasasi, kepadanya diberikan kesempatan untuk mengajukan tambahan itu
dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (1).
(2) Tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas diserahkan kepada panitera pengadilan.
(3) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari setelah tenggang waktu tersebut dalam ayat (1),
permohonan kasasi tersebut selengkapnya oleh panitera pengadilan segera disampaikan kepada
Mahkamah Agung.
Pasal 250.
(1) Setelah panitera pengadilan negeri menerima memori dan atau kontra memori sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 248 ayat (1) dan ayat (4), ia wajib segera mengirim berkas perkara kepada Mahkamah
Agung.
(2) Setelah panitera Mahkamah Agung menerima berkas perkara tersebut ia seketika mencatatnya dalam
buku agenda surat, buku register perkara dan pada kartu penunjuk.
(3) Buku register perkara tersebut pada ayat (2) wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh
panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga karena jabatannya oleh Ketua
Mahkamah Agung.
(4) Dalam hal Ketua Mahkamah Agung berhalangan, maka penandatanganan dilakukan oleh Wakil Ketua
Mahkamah Agung dan jika keduanya berhalangan maka dengan surat keputusan Ketua Mahkamah
Agung ditunjuk hakim anggota yang tertua dalam jabatan.

Page 48 of 55

(5) Selanjutnya panitera Mahkamah Agung mengeluarkan surat bukti penerimaan yang aslinya dikirimkan
kepada panitera pengadilan negeri yang bersangkutan, sedangkan kepada para pihak dikirimkan
tembusannya.
Pasal 251.
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat
kasasi.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan
atau panitera tingkat kasasi dengan hakim dan atau panitera tingkat banding serta tingkat pertama,
yang telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang mengadili perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding, kemudian
telah menjadi hakim atau panitera pada Mahkamah Agung, mereka dilarang bertindak sebagai hakim
atau panitera untuk perkara yang sama dalam tingkat kasasi.
Pasal 252.
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 220 ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi pemeriksaan
perkara dalam tingkat kasasi.
(2) Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana tersebut pada ayat (1),
maka dalam tingkat kasasi:
a. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya bertindak sebagai pejabat yang berwenang
menetapkan;
b. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah
suatu panitia yang terdiri dari tiga orang yang dipilih oleh dan antar hakim anggota yang seorang
diantaranya harus hakim anggota yang tertua dalam jabatan.
Pasal 253.
(1) Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan pada pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan:
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana
mestinya;
b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
(2) Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan sekurang-kurangnya tiga orang
hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, yang
terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat
yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu berserta putusan pengadilan tingkat
pertama dan atau tingkat terakhir.
(3) Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), Mahkamah
Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum, dengan
menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya
atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara pemanggilan yang sama.
(4) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke Mahkamah Agung sejak diajukannya
permohonan kasasi.
(5) a. Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Mahkamah Agung wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap
ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa;
b. Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu empat belas hari, sejak penetapan
penahanan Mahkamah Agung wajib memeriksa perkara tersebut.
Pasal 254.

Page 49 of 55

Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247, mengenai hukumnya Mahkamah Agung
dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi.
Pasal 255.
(1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus
perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan
alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan
setingkat yang lain.
(3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak
berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain
mengadili perkara tersebut.
Pasal 256.
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254,
Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku
ketentuan Pasal 255.
Pasal 257.
Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 226 dan Pasal 243 berlaku juga bagi putusan kasasi Mahkamah
Agung, kecuali tenggang waktu tentang pengiriman salinan putusan beserta berkas perkaranya kepada
pengadilan yang memutus pada tingkat pertama dalam waktu tujuh hari.
Pasal 258.
Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 244 sampai dengan Pasal 257 berlaku bagi acara permohonan
kasasi terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
BAB XVIII.
UPAYA HUKUM LUAR BIASA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Pasal 259.
(1) Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari
pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh
Jaksa Agung.
(2) Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Pasal 260.
(1) Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada
Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama,
disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.
(2) Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera segera disampaikan kepada pihak
yang berkepentingan.
(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung.
Pasal 261.

Page 50 of 55

(1) Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh Mahkamah Agung disampaikan kepada Jaksa
Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2) dan ayat (4) berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 262.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260 dan Pasal 261 berlaku bagi acara
permohonan kasasi demi kepentingan hukum terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan
militer.
Bagian Kedua
Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan yang
Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap
Pasal 263.
(1) Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas
atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
(2) Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah
diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima
atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal
atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah
bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan
yang nyata.
(3) Atas dasar alasan yang sama sebagaimana tersebut pada ayat (2) terhadap suatu putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permintaan peninjauan kembali apabila
dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti
oleh suatu pemidanaan.
Pasal 264.
(1) Permintaan peninjauan kembali oleh pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1)
diajukan kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan
menyebutkan secara jelas alasannya.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (2) berlaku juga bagi permintaan peninjauan
kembali.
(3) Permintaan peninjauan kembali tidak dibatasi dengan suatu jangka waktu.
(4) Dalam hal pemohon peninjauan kembali adalah terpidana yang kurang memahami hukum, panitera
pada waktu menerima permintaan peninjauan kembali wajib menanyakan apakah alasan ia
mengajukan permintaan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan surat permintaan peninjauan
kembali.
(5) Ketua pengadilan segera mengirimkan surat permintaan peninjauan kembali beserta berkas
perkaranya kepada Mahkamah Agung, disertai suatu catatan penjelasan.
Pasal 265.
(1) Ketua pengadilan setelah menerima permintaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam
pasal 263 ayat (1) menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan peninjauan
kembali itu untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan kembali tersebut memenuhi alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2).
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat
menyampaikan pendapatnya.

Page 51 of 55

(3) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa,
pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang
ditandatangani oleh hakim dan panitera.
(4) Ketua pengadilan segera melanjutkan permintaan peninjauan kembali yang dilampiri berkas perkara
semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah Agung yang tembusan
surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa.
(5) Dalam hal suatu perkara yang dimintakan peninjauan kembali adalah putusan pengadilan banding,
maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan berita acara pemeriksaan serta
berita acara pendapat dan disampaikan kepada pengadilan banding yang bersangkutan.
Pasal 266.
(1) Dalam hal permintaan peninjauan kembali tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada
Pasal 263 ayat (2), Mahkamah Agung menyatakan bahwa permintaan peninjauan kembali tidak dapat
diterima dengan disertai dasar alasannya.
(2) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permintaan peninjauan kembali dapat diterima untuk
diperiksa, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung menolak
permintaan peninjauan kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan peninjauan
kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya;
b. apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung membatalkan
putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa:
1. putusan bebas;
2. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
3. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4. putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
(3) Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
dijatuhkan dalam putusan semula.
Pasal 267.
(1) Salinan putusan Mahkamah Agung tentang peninjauan kembali beserta berkas perkaranya dalam
waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan yang melanjutkan
permintaan peninjauan kembali.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) berlaku
juga bagi putusan Mahkamah Agung mengenai peninjauan kembali.

Pasal 268.
(1) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan
pelaksanaan dari putusan tersebut.
(2) Apabila suatu permintaan peninjauan kembali sudah diterima oleh Mahkamah Agung dan sementara
itu pemohon meninggal dunia, mengenai diteruskan atau tidaknya peninjauan kembali tersebut
diserahkan kepada kehendak ahli warisnya.
(3) Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
Pasal 269.
Ketentuan sebagaimana tersebut pada Pasal 263 sampai dengan Pasal 268 berlaku bagi acara permintaan
peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
BAB XIX.
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 270.

Page 52 of 55

Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang
untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.
Pasal 271.
Dalam hal pidana mati pelaksanaannya dilakukan tidak dimuka umum dan menurut ketentuan
undang-undang.
Pasal 272.
Jika terpidana dipidana penjara atau kurungan dan kemudian dijatuhi pidana yang sejenis sebelum ia
menjalani pidana yang dijatuhkan terdahulu, maka pidana itu dijalankan berturut-turut dimulai dengan
pidana yang dijatuhkan lebih dahulu.
Pasal 273.
(1) Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu satu
bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus
seketika dilunasi.
(2) Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang
untuk paling lama satu bulan.
(3) Jika putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain
pengecualian sebagaimana tersebut pada Pasal 46, jaksa menguasakan benda tersebut kepada kantor
lelang negara dan dalam waktu tiga bulan untuk dijual lelang, yang hasilnya dimasukkan ke kas negara
untuk dan atas nama jaksa.
(4) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (3) dapat diperpanjang untuk paling lama satu bulan.
Pasal 274.
Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 99,
maka pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara putusan perdata.
Pasal 275.
Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti kerugian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang.
Pasal 276.
Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat, maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan
serta pengamatan yang sungguh-sungguh dan menurut ketentuan undang-undang.
BAB XX.
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN
PUTUSAN PENGADILAN
Pasal 277.
(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam
melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana
perampasan kemerdekaan.
(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk
oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.
Pasal 278.
Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani olehnya,
kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat
pertama dan panitera mencatatnya dalam register pengawasan dan pengamatan.
Pasal 279.

Page 53 of 55

Register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut pada Pasal 278 wajib dikerjakan, ditutup dan
ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277.
Pasal 280.
(1) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa
putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(2) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan
yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh dari perilaku narapidana atau pembinaan lembaga
pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya.
(3) Pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai
menjalani pidananya.
(4) Pengawas dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan
bersyarat.
Pasal 281.
Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat, kepada lembaga pemasyarakatan menyampaikan
informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam
pengamatan hakim tersebut.
Pasal 282.
Jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat
membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu.
Pasal 283.
Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada
ketua pengadilan secara berkala.

BAB XXI.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 284.
(1) Terhadap perkara yang ada sebelum undang-undang ini diundangkan, sejauh mungkin diberlakukan
ketentuan undang-undang ini.
(2) Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara
diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai
ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada
perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB XXII.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 285.
Undang-undang ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Pasal 286.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 54 of 55

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1981.

Page 55 of 55

REGLEMEN ACARA PERDATA

(Reglement op de Rechtsvordering.)
(S. 1847-52 jo. 1849-63.)
Buku Keempat (pasal 924-1037) tentang Hukum Acara mengenai perkara-perkara yang termasuk
kekuasaan Residentierechter tidak dimuat di sini karena Residentierechter kini sudah tidak ada
lagi.
BUKU PERTAMA.
TATA CARA BERPERKARA
DI RAAD VAN JUSTITIE DAN HOOGGERECHTSHOF

BAB 1.
KETENTUAN-KETENTUAN UMUM
Bagian 1.
Penyampaian Surat Pernyataan Gugatan,
Pemberitahuan Kepada yang Berkepentingan Sendiri
Dan Pemberitahuan Surat-surat Resmi.
Pasal 1.
tiap-tiap proses perkara perdata sepanjang tidak dikecualikan secara khusus, dimulai dengan
suatu pemberitahuan gugatan yang dilakukan oleh seorang jurusita yang mempunyai wewenang
di tempat pemberitahuan itu, wajib menyampaikan turunan surat pemberitahuan itu kepada
orang yang digugat atau menyampaikannya di tempat tinggal orang yang digugat itu.
Turunan itu berlaku bagi orang yang menerimanya sebagai surat gugatan asli. (Ro. 198;
KUHPerd. 17 dst., 234, 436; 1186, 1868; F. 118, 148, 180; Rv. 2 dst., 6 dst., 10 dst., 18 dst., 20,
94, 97, 284, 309, 339, 457, 488, 554, 726, 728, 751, 771, 819, 831, 836, 841, 880, 883 (lama),
IR. 118, 121, 388.) 1
Pasal 2.
Kecuali yang secara khusus ditentukan dalam peraturan ini mengenai penyampaian
pemberitahuan kepada para pihak, bersamaan dengan pemberitahuan gugatannya atau selama
perkara berjalan dan tentang pelaksanaan tempat tinggal pilihan, maka pernberitahuan gugatan
dan pemberitahuan-pemberitahuan lain, sesual dengan pasal 24 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerd.) dengan mengingat pembedaan-pembedaan yang diadakan di dalamnya,
dapat dilakukan juga di tempat tinggal pilihan yang dimaksudkan dalam pasal itu. (Rv. 106 dst.,
443.)
Dg. S. 1908-522jo. 1909-115, ditambah alinea 2-6.
(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Panitera raad vanjustitie (R.v.J.), dan di tempat yang tidak ada raad
van jusititie, kepala daerah (Gubernur, Residen dan Asisten-Residen) yang kantornya dipilih
sebagai tempat tinggal pilihan, wajib menerima pemberitahuan-pemberitahuan yang disampaikan
di kantornya, dan secepatnya memberitahukannya kepada yang berkepentingan atau kuasanya,
sepanjang mereka bertempat tinggal di Indonesia atau berada di situ dan tempat tinggal atau di
mana ia berada diketahui oleh Panitera, kepala daerah atau kepala pemerintahan setempat
(Gubemur, Residen atau Asisten-Residen), tanpa perlu terbukti keabsahannya pengetahuan itu.
(RBg. 321, 322-3'.)
Kewajiban yang sama ada pula pada pegawai-pegawai negeri yang lain bila menurut peraturan
perundang-undangan kantornya telah dijadikan tempat tinggal pilihan.

Page 1 of 149

Pemberitahuan lewat kawat atau dengan surat tercatat antara lain berlaku sebagai
pemberitahuan yang patut.
Pemberitahuan dilaksanakan atas biaya yang berkepentingan. Pegawai negeri yang menerima
pemberitahuan tidak mempunyai kewajiban untuk melaporkan atau memberi penjelasan lebih
lanjut tentang hal itu selama yang berkepentingan belum mengganti biayanya.
Dalam hal yang berkepentingan menolak atau tidak datang untuk menerima atau meminta surat
yang bersangkutan atau tidak mau membayar biaya yang telah dikeluarkan, maka biaya itu
menjadi beban negara yang kemudian dipertanggungiawahkan kepada yang berkepentingan.
Pasal 3.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal juru sita tidak dapat bertemu dengan tergugat atau anggota

keluarganya di tempat tinggalnya itu, maka ia segera menyampaikan turunan surat yang
bersangkutan kepada kepala pemerintahan setempat (asisten residen) yang kemudian
membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan tanggal pada surat yang asli serta
turunannya tanpa biaya dan sedapat-dapatnya menyampaikan turunan surat itu kepada
tergugat, tanpa perlu bukti keabsahan penyampaian itu. (RBg. 321, 322-30.)
Juru sita memberi catatan tentang penyampaian itu pada surat gugatan asli dan turunannya.
Jika kepala pemerintahan setempat (asisten residen) berhalangan, tidalk ada kepala
pemerintahan setempat atau tidak ada di tempat, maka surat disampaikan kepada pejabat orang
Eropa dengaii pangkat tertinggi atau kepada pegawai kantor asisten residen, yang kemudian
bertindak seperti yang diperintahkan kepada asisten residen dalam alinea pertama pasal ini. (Rv.
1, 20, 82, 94, 339, 457, 809.)
Pasal 4.
Kepada tiap-tiap tergugat diberikan turunan surat pemberitahuan gugatan. Kepada suami/isteri
yang tidak pisah meja dan ranjang atau kawin dengan perpisahan harta kekayaan hanya
diberikan satu turunan saja. (Rv. 1, 7, 94 dst., 339; KUHPerd. 110, 186 dst., 233 dst.; Sv. 89.)
Pasal 5.

(s.d.u. dg. S. 1908-522; S. 1925-497.) Pemberitahuan gugatan diberikan:


-

langsung olehjuru sita yang ditunjuk oleh yang berkepentingan,jika tergugat bertempat
tinggal di ibukota tempat majelis bersidang untuk mengadili gugatan itu;
jika tergugat bertempat tinggal di luar ibukota, tetapi masih di dalam wilayah hukum hakim
yang bersangkutan kepada siapa diajukan gugatan itu, atau langsung oleh seorang juru sita
yang ditugaskan oleh penggugat atau atas pilihan penggugat dengan surat permohonan
pengacaranya dengan perantaraan hakim tersebut yang akan mengirimkan akte gugatannya
kepada asisten-residen yang wilayahnya meliputi tempat tinggal tergugat agar atas
perintahnya oleh orang yang berkewajiban diberitahukan kepada tergugat.
jika tergugat bertempat tingkal di luar wilayah kekuasaan hakim yang menerima gugatan
atau segera dalam hal seperti diuraikan di atas atau atas pilihan penggugat dan atas
permohonan pengacaranya dengan surat kepada hakim di tempat tinggal tergugat yang
kemudian akan memberitahukannya dengan perantaraan juru sita yang ditunjuknya, jika
tergugat bertempat tinggal di dalam karesidenan tempat akan diadakan sidang majelis, dan
jika tidak tinggal di situ ia akan mengirim surat kepada asisten residen yang mempunyai
wilayah tempat tinggal tergugat. (RO. 33.)
Ketentuan-ketentuan di atas berlaku juga terhadap semua pemberitahuan panggilan yang lain
dan majelis-majelis hakim serta para asisten residen wajib segera memerintahkan surat-surat
gugatan dan surat-surat panggilan lainriya untuk disampaikan kepada yang berkepentingan dan
kemudian menyampaikan laporan tentang penyampaiannya kepada hakim.
Jika surat-surat pemberitahuan tersebut ditujukan kepada asisten residen, maka surat itu
disampaikan kepada hakim karesidenan (residentierechter) di tempat kedudukan asisten residen
tersebut. (RO. 107; RBg. 321, 322-31.)

Page 2 of 149

Pasal 6.
Pemberitahuan gugatan dan semua pemberitahuan lainnya dilakukan sebagai berikut:
10. (s.d. u. dg. S. 1925-497io. S. 1926-229.) terhadap Gubemur Jenderal, dalam perkara yang
menyangkut pribadinya, disampaikan kepadanya sendiri atau dengan perantaraan kantor
Gubemur Jawa Barat;
20. terhadap pemerintah Indonesia disampaikan kepada Menteri yang bersangkutan sebagai
wakil Negara atau di tempat tinggalnya; (Rv. 99'8.)
30. (s.d.u. dg. S. 1925-497jo. S. 1938-276.) terhadap badan-badan hukum umum disampaikan
kepada pipinan pengurus sendiri atau di tempat tinggalnya atau di tempat pengurus biasa
bersidang atau mempunyai kantornya;
30bis. (s.d.t. dg. S. 1925-497; s.d.u. dg. S. 1931-168jo. 423; S. 1938-276.) terhadap Badan
Hukum, kepada pengurus Badan Hukum atau salah satu anggota pengurus di tempat
tinggalnya, dan apabila pengurus telah dinonaktifkan, kepada salah satu pemberes (utangpiutang) atau ke tempat, kedudukan kantornya; (KUHPerd. 1653 dst.; KUHD 36 dst., 39, 44,
56.)
40. (s.d.u. dg. S. 1908-522; S. 1925-497.) terhadap orang-orang seperti tersebut pasal 9,
kepada asisten residen. Jika asisten residen itu berhalangan, tidak ada asisten residen atau
sedang tidak ada di tempat, kepada seorang pejabat bangsa Eropa yang pangkatnya
tertinggi pada kantor asisten residen.
Pejabat atau pegawai yang menerima pemberitahuan itu akan menandatangani surat asli itu
tanpa biaya dan mengirimkan turunannya dalam sampul tertutup kepada yang
berkepentingan; (RBg. 321, 322-3-.)
50. (s.d.u. dg. S. 1938-276.) terhadap firma atau persekutuan komanditer, kepada pribadi atau
tempat tinggal salah satu anggota pengurusnya dan jika badan itu sudah dibubarkan kepada
pribadi atau tempat tinggal atau kantor salah satu anggota panitia pembubaran; (KUHD 16
dst., 19, 32, Rv. 9911.)
0
6 . terhadap harta benda orang yang sudah pailit atau orang yang telah dinyatakan dalam
keadaan miskin, kepada Balai Harta Peninggalan atau kepada pribadi atau tempat tinggal
orang yang diserahi pengelolaannya; (Rv. 9913 , F. 13, 22, 24 dst., 118.)
0
7 . (s.d. u. dg. S. 1908-522.) terhadap mereka yang tidak diketahui tempat tinggalnya di
Indonesia, di tempat ia nyata-nyata ada.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Bila mereka yang di Indonesia tidak mempunyai tempat tinggal
atau tempat di mana mereka senyatanya berada, dan tempat tinggalnya di luar negeri tidak
jelas, begitu pula dalam hal panggilan terhadap pemegang-pemegang saham tidak atas
nama, atas utang-utang uang atau perusahaan-perusahaan dagang yang tidak memakai
nama pemiliknya, sehingga karenanya tidak dikenal, maka surat panggilan akan ditempelkan
di pintu utama ruang sidang hakim yang menerima tuntutan atau akan menyidangkan
perkara tersebut dan salinan kedua akan disampaikan kepada penuntut umum pada
pengadilan tersebut yang membubuhkan kata mengetahui pada surat gugatan yang asli.
Selain itu panggilan itu harus dimuat dalam salah satu harian di tempat pengadilan itu
bersidang atau jika tidak ada surat kabar di tempat itu, dimuat dalam surat kabar di tempat
terdekat.
Hal yang sama akan dilakukan terhadap perseroan terbatas, baik yang masih berjalan
maupun yang sudah bubar, jika tidak ada kantor bersamanya, tidak ada pengurus atau
pelaksana pembubaran atau jika pengurus atau pelaksana pembubarannya tidak diketahui
tempat tinggalnya atau tempat mereka senyatanya berada di Indonesia.
Jika panggilan tidak mengenai suatu perkara yang akan disidangkan atau sedang berjalan,
maka panggilan ditempelkan di pintu utama ruang pengadilan yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal penggugat; salinan kedua diserahkan kepada penuntut umum
pengadilan tersebut dan diumumkan dalam salah satu surat kabar di tempat tersebut atau
jika di tempat itu tidak ada surat kabar, dimuat dalam surat kabar di tempat yang terdekat;
(Ov. 105; KUHPerd. 17; KUHD 40 dst.; Rv. 11, 13.)

Page 3 of 149

80. (s.d.u. dg. S. 1872-12; S. 1908-522.) terhadap mereka yang ber-tempat tinggal di luar
Indonesia, sepanjang di Indonesia tidak diketahui tempat tinggalnya yang nyata, maka
panggilan disampaikan kepada penuntut umum pada pengadilan yang akan mengadili atau
sedang mengadili perkara yang bersangkutan yang kemudian memberi tanda "mengetahui"
pada surat aslinya dan mengirimkan turunannya kepada pemerintah Indonesia untuk
diteruskan kepada yang bersangkutan.
Jika panggilan tidak mengenai suatu perkara yang akan diadili atau sedang diperiksa, maka
surat panggilan itu akan disampaikan kepada penuntut umum pada pengadilan yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal penggugat dan ia akan bertindak seperti ditentukan
dalam alinea pertama;
90. (s.d.t. dg. S. 1908-522; s.d.u. dg. S. 1925-497.) terhadap seorang wanita yang bersuami
dan tidak berpisah meja dan ranjang mengenai panggilan-panggilan dan semua
pemberitahuan lainnya atas permohonan suaminya, harus disampaikan kepadanya sendiri
atau di tempat tinggalnya yang nyata dan jika ia tinggal bersama suaminya kepadanya
sendiri atau jika jurusita tidak mejumpainya di situ, disampaikan kepada kepala
pemerintahan di tempat tinggalnya itu atau kepada seorang pejabat pemerintahan bangsa
Eropa yang pangkatnya tertinggi di situ, jika tempat tinggalnya itu ada di luar kabupaten, di
mana kepala afdeling berkedudukan, kepada mereka yang menggantikan pejabat
pemerintahan ini (kepada asisten residen tempat kediaman itu, atau kepada pejabat yang
menggantikan) dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 3, sedangkan disamping itu
panggilan harus dimuat dalam salah satu surat kabar di tempat tinggal suaminya, atau jika
tidak ada surat kabar di tempat itu, di surat kabar di tempat terdekat dan satu salinan
pemberitahuan itu harus ditempelkan pada rumah yang mereka tempati, di tempat yang
mudah dilihat.
Pemberitahuan itu memuat hari tanggal surat panggilan, nama orang yang memohon agar
panggilan dilakukan, siapa yang dipanggil, nama jurusita yang melakukan panggilan, orang
yang diberi salinan surat panggilan, dan jika pemberitahuan itu merupakan pemberitahuan
gugatan, menyebut juga hakim yang berwenang serta hari dan jam persidangan akan
diadakan. Jika mengenai suatu keputusan atau penetapan hakim, pemberitahuan itu
menyebutkan juga hakim yang memberikan putusan atau penetapan itu serta harinya.
Salinan surat pemberitahuan yang ditempelkan harus segera diangkat atas permintaan si
isteri.
Jika si isteri mempunyai tempat tinggal yang nyata bukan di rumah suaminya dan juru sita
tidak mejumpai siapa-siapa di tempat tinggal yang nyata itu, maka dilakukan apa yang
ditentukan dalam pasal 3.
Jika si isteri tidak mempunyai tempat kediaman yang nyata di Indonesia, maka
pemberitahuan panggilan dilakukan dengan cara seperti diatur dalam pasal ini no. 70. (Rv.
82, 94, 339, 435; RBg. 322-30; KUHPerd. 21.)
Pasal 7.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Terhadap orang-orang yang telah meninggal dunia, pemberitahuan

gugatan dan pemberitahuan-pemberitahuan lainnya dilakukan terhadap semua ahli waris dan
sekaligus, tanpa menyebut nama dan tempat tinggalnya, di tempat tinggal terakhir almarhum
dan tidak boleh melebihi waktu enam bulan setelah meninggalnya. (KUHPerd. 23, 833, F. 198,
200; Rv. 4, 9912, 337.)

Pasal 8.
Pemberitahuan gugatan harus memuat: (Rv. 2 , 21, 74.)
10. hari, bulan dan tahun; nama kecil, nama dan tempat tinggal penggugat dengan menyebut
tempat tinggal pilihan dalam jarak palingjauh sepuluh pal (lima belas kilometer) dari gedung
tempat bersidang hakim yang akan mengadili perkara yang bersangkutan; (KUHPerd. 17
dst., 24 dst., 1405-6'; Rv. 17 dst., 106, 443, 477, 504, 533, 655-2-, 662, 666-11; S. 185364.)

Page 4 of 149

20. nama kecil, nama dan tempat tinggat juru sita, nama dan tempat tinggal tergugat serta
menyebut pula nama orang yang menerima turunan pemberitahuan gugatan. (Rv. 4, 204.)
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Jika pihak penggugat atau tergugat merupakan badan hukum atau
badan usaha dagang, maka namanya dicantumkan sebagai pengganti nama dan nama kecil;
(KUHPerd. 1618 dst., 1653 dst., KUHD 16 dst., 36 dst., Chin. 3; Rv. 8-11.)
30. upaya-upaya dan pokok gugatan disertai kesimpulan yang jelas dan tertentu; (Rv. 50, 112,
339, 394, 411-11, 444.).
40. penundjukan hakim yang akan mengadili; (KUHPerd. 99.)
50. hari dan jam tergugat menghadap di sidang pengadilan. (Rv. 16.) surat pernyataan gugatan
dan tembusannya harus ditandatangani oleh juru sita. (RO. 200; Rv. 106.)
Pasal 9.
Jika gugatan ditujukan kepada seorang raja atau seorang Indonesia yang mempunyai kedudukan
atau kelahiran golongan tinggi yang tanpa izin sebelumnya menurut undang-undang tidak boleh
digugat, maka di dalam surat pemberitahuan gugatan itu harus dicantumkan izin yang
membolehkan orang itu dilibatkan dalam acara peradilan. (ISR 140; Rv. 6-40, 94; RO. 4.)
Pasal 10.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jangka waktu biasa memberitahukan gugatan ke hadapan raad van
justitie dan H.G.H. adalah sebagai berikut:
10. sedikitnya delapan hari bagi tergugat yang bertempat tinggal atau jika tidak diketahui
tempat tinggalnya di Indonesia, bertempat kediaman nyata di karesidenan tempat
persidangan raad van justitie yang akan mengadili perkara itu;
20. sedikitnya empat belas hari bagi tergugat yang bertempat tinggal atau seperti ditentukan di
atas, berdiam secara nyata di sebuah karesidenan di Jawa dan Madura lain daripada yang
disebut dalam no. 10 yang lalu, tetapi masih di dalam wilayah hukum raad van justitie yang
sama;
30. dan sedikitnya dua puluh hari bagi tergugat yang bertempat tinggal atau seperti ditentukan
di atas, berdiam secara nyata di suatu karesidenan lain di Jawa, lain dari apa yang disebut
dalam no. 20 dan juga tidak di dalam wilayah hukum raad van justitie yang sama.
Dalam perkara yang sangat mendesak ketua raad van justitie, atas permohonan lisan atau
tertulis dari penggugat, dapat mempersingkat tenggang waktu tersebut; dalam hal pertama
maka izin itu dicantumkan di kepala surat pemberitahuan gugatan, sedangkan dalam hal
kedua ketua mencantumkan izinnya di atas surat permohonannya. Penetapan ini
dilaksanakan berdasarkan surat aslinya. Hal itu tidak diberitahukan kepada tergugat, tetapi
dicatat di atas surat Pemberitahuan gugatannya. (Rv. 15, Ill, 265, 285, 348 dst.)
Jika tergugat bertempat tinggal atau seperti tersebut di atas berdiam secara nyata di suatu
pulau di Indonesia yang tidak termasuk wilayah Jawa dan Madura, maka raad van justitie
atas permohonan tertulis dari penggugat menentukan hari sidang, pada hari mana tergugat
harus dipanggil dan menentukanjangka waktu antara pemberitahuan surat gugatan dan hari
persidangan pemeriksaan perkaranya.
Pasal 11.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal-hal seperti tersebut dalam pasal 6 no. 7 alinea kedua dan
keempat, maka jangka waktu itu sedikitnya empat bulan. (Rv. 15, 94.)
(s.d.t. dg. S. 1938-276.) Jangka waktu itu atas permohonan penggugat dapat dipersingkat, bila
perlu dengan syarat-syarat. Dalam hal ini diberlakukan pasal 10 alinea kedua dengan ketentuan
bahwa syarat-syarat yang menjadi alasan dipersingkatnya jangka waktu itu juga dicantumkan
pada kepala surat pemberitahuan gugatan itu.
Pasal 12.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Jika tergugat di Indonesia tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat
kediaman yang nyata tetapi mempunyai tempat tinggal di luar Indonesia, makajangka waktu

Page 5 of 149

penyampaian surat pemberitahuan gugatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (Rv. 68,
13, 15, 94, 308; KUHPerd. 17, 24.)
Pasal 11 alinea kedua berlaku dalam hal ini.
Pasal 13.
Jika surat pemberitahuan gugatan disampaikan kepada seorang tergugat di Indonesia,
sedangkan sebenarnya ia bertempat tinggal di luar Indonesia atau jika ia dalam urusan tertentu
telah menetapkan tempat tinggal pilihan di Indonesia, maka berlakulah jangka waktu yang
ditentukan untuk penduduk dengan memperhatikan jarak tempat dilakukannya pemberitahuan
gugatan itu. (KUHPerd. 24, Rv. 6-70; 10, 94, 443.)
Pasal 14.
Jika beberapa orang karena gugatan yang sama ditetapkan untuk jangka waktu yang berlainan,
maka semua akan ditetapkan untuk datang menghadap pada waktu yang ditentukan untuk yang
bertempat tinggal terjauh. (Rv. 10 dst., 94.)
Pasal 15.
Hari untuk menyampaikan surat panggilan dan hari untuk menghadap di pengadilan, tidak
diperhitungkan dalam tenggang waktu umum, yang ditentukan untuk mengurus gugatan,
peringatan, dan untuk memberikan tanda tangan terhadap surat resmi dari pengadilan yang
disampaikan oleh juru sita. (KUHD 135 dst., 172, Rv. 82, 94, 297, 479, 550, 731; Sv. 424; IR.
391; RBg. 719.)
(S.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal yang ditentukan dalam pasal 3 maka hari yang dicantumkan
pejabat yang menerima surat itu dianggap sebagai hari disampaikannya surat panggilan gugatan.
(Rv. 94.)
Pasal 16.
surat pemberitahuan gugatan, pemberitahuan-pemberitahuan atau panggilan-panggilan untuk
hadir di suatu acara pengadilan atau perintah hanya akan menyebut tempat, hari dan jam sidang
pertama; hal itu tidak perlu diulangi meskipun sidang digeser atau dilanjutkan pada hari lain. (Rv.
6-70, 8-50, 25, 99, 182, 239.)
Pasal 17.
surat panggilan tidak disampaikan pada hari Minggu, kecuali atas izin ketua raad van justitie. Jika
hari terakhir jangka waktu panggilan jatuh pada hari Minggu, maka hal itu dilakukan pada hari
berikutnya. (Rv. 94, 283, 596, 716; KUHD 1433, 171, 171a, 354; Sv. 424.)
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila dalam peraturan ini disebut jangka waktu satu bulan, maka yang
dimaksud adalah 30 hari. (KUHD 135.)
Pasal 18.
Pemberitahuan surat gugatan atau pelaksanaan suatu putusan pengadilan tidak boleh dilakukan
sebelum jam enam pagi dan sesudah jam enam sore, kecuali diizinkan oleh ketua dalam hal-hal
yang sangat mendesak. (Rv. 8-10, 16, 94, 339, 596.)
(s. d. t. dg. S. 1908-522.) Izin tersebut dalam pasal ini dan p asal yang lalu dapat diberikan atas
permohonan lisan atau tertulis dari pihak yang berkepentingan; dalam hal yang pertama izin
dicantumkan pada kepala surat pemberitahuan gugatan atau pada kepala berita acara
pelaksanaan, sedangkan dalam hal kedua ketetapan ketua dicantumkan di surat permohonannya.
Penetapan ini dapat dilaksanakan berdasarkan surat aslinya. Hal itu tidak diberitahukan kepada
pihak lawan melainkan dicatat pada kepala surat pemberitahuan gugatan atau berita acara.
Pasal 19.

(s. d. u. dg. S. 1932-42.) Saksi-saksi yang diperlukan kehadirannya dalam beberapa macam

panggilan harus penduduk Indonesia, cukup umur untuk memberikan kesaksian yang sah dan

Page 6 of 149

oleh jurusita yang melakukan panggilan dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya atau oleh
kepala pemerintahan setempat dinyatakan sebagai orang yang demikian. (KUHPerd. 1405-70,
1912; RBg. 444, 560, 567, 723, 758, 761.)
Pasal 20.
Juru sita tidak boleh melakukan panggilan untuk keluarganya sedarah atau karena perkawinan
dalam garis lurus sampai tidak terbatas dan dalam garis samping, sampai anak-anak saudara
laki-laki maupun perempuannya. (KUHPerd. 290.)
Dalam hal ada halangan, karena keadaan di atas atau karena sebab lain, maka ketua, jika
berkenaan dengan jurusita biasa atau residen dalam hal jurusita luar biasa, akan menunjuk
orang yang dipandangnya tepat untuk melakukan panggilan-panggilan yang diperlukan. (RBg.
322-21.)
Orang itu disumpah terlebih dahulu, kecuali ia adalah seorang pejabat yang sudah melakukan
sumpah jabatan. (RO. 193 dst.)
Penunjukan itu akan disebutkan dalam surat-surat panggilan yang bersangkutan. (Rv. 8, 21, 94,
97.)
Pasal 21.
Jika suatu surat panggilan dinyatakan batal karena juru sita telah melakukan sesuatu yang
menyebabkan batalnya surat panggilan itu, maka iadapat dihukum untuk mengganti biaya
panggilan itu dan biaya acara yang batal, demikian pula untuk mengganti segala kerugian dan
bunga pihak yang dirugikan, dengan memperhatikan keadaan; semua itu tidak mengurangi apa
yang ditentukan dalam pasal 60. (KUHPerd. 1243 dst., 1365 dst.; Rv. 8, 20, 93, 98.)
Bagian 2.
Sidang-sidang Pengadilan.
Pasal 22.
Sidang-sidang pengadilan diadakan secara terbuka menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 29
RO (Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili).
Ketentuan-ketentuan dalam Bab XII Peraturan Hukum Acara Pidana untuk R.v.J. di Jawa dan
sebagainya berlaku dalam hal ini. (Rv. 283, 837, 841; Sv. 254 dst.; IR. 373; RB9. 701.)
Pasal 23.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Pengacara penggugat mencatatkan dalam daftar sidang giliran (rol)
paling lambat satu hari sebelum hari sidang yang ditentukan dalam gugatan atau yang diajukan
menurut pasal 107.
Jika dalam perkara-perkara yang pemberitahuan gugatannya dilakukan dalam waktu pendek
sehingga ia tidak akan dapat memenuhi ketentuan ini, maka ia secepat mungkin mendaftarkan
perkara tersebut. Semua perkara, termasuk perkara-perkara mengenai perniagaan, dicatat dalam
rol (daftar giliran sidang) menurut waktu mencatatnya dengan menyebut nama pihak-pihak serta
pengacara-pengacaranya. (Rv. 111, 943.)
Pasal 24.
Pada hari yang telah ditentukan jurusita memanggil para pihak yang berperkara menurut urutan
yang tercantum dalam daftar giliran sidang. panitera untuk tiap-tiap persidangan menyerahkan
suatu kutipan daftar sidang giliran yang berisi perkara-perkara yang akan diperiksa kepada juru
sita.
Kutipan-kutipan semacam itu juga diserahkan kepada ketua raad van justitie sehari sebelum hari
sidang; kutipan-kutipan semacam itu dalam jumlah yang mencukupi disediakan juga di dalam
ruang sidang, sebelum sidang dimulai, untuk para anggota raad van justitie dan penuntut umum.
(Rv. 111, 113, 118.)

Page 7 of 149

Pasal 25.
Jika suatu perkara tidak dapat segera diselesaikan pada hari pertama, maka pemeriksaan
lanjutan serta penyelesaiannya ditunda sampai hari lain. Panitera berkewajiban membuat catatan
tentang hal itu dan perkara-perkara yang ditunda pada hari yang telah ditentukan dipanggil
dalam urutan seperti semula. (Rv. 16, 111, 114, 119 dst., IR. 159.)
Pasal 26.
Jika mengenai perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat (verstek) ada perlawanan, maka
perkara itu menempati urutan kembali dalam daftar sidang giliran, kecuali bila ketua menentukan
hari tertentu untuk mengadili perlawanan itu. (Rv. 83.)
Pasal 27.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika pada hari persidangan pertama atau pada hari lain yang ditentukan
untuk sidang lanjutan tidak ada pihak yang datang menghadiri, maka perkara dicoret dari daftar.
Tetapi perkara harus diajukan dan dilanjutkan atas permohonan dengan suara bulat dari para
pihak, tanpa gugatan baru sebelumnya berdasarkan daftar giliran sidang seolah-olah pencoretan
tidak terjadi. Hal yang sama terjadi, bila atas permohonan para pihak pencoretan perkara
diperintahkan oleh hakim. (Rv. 77.)
Pasal 28.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Para pengacara pihak-pihak (kecuali dalam kasasi) diwajibkan untuk
menyampaikan kepada Panitera kesimpulan yang mereka ambil dan mereka tandatangani.
Panitera wajib secara cermat mencatat semua kesimpulan yang disampaikan oleh para pihak
secara lisan jika tidak diharuskan membuat kesimpulan tertulis. (Rv. 106, 139; IR. 186.)
Pasal 29.
(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Para pembela wajib membela perkara di hadapan hakim dengan
kedewasaan dan dalam segala hal memperhatikan dan mempertahankan kehormatan yang
diwajibkan terhadap peradilan. Jika mereka melupakan hal ini maka hakim akan
memperingatkannya, dengan tidak mengurangi penggunaan pasal 192 RO., jika untuk itu
dianggap perlu. (RO. 46, 185 dst.; Sv. 126, 254; IR. 372; RB9. 700.)
Pasal 30.
Jika para hakim sama-sama berpendapat bahwa suatu perkara sudah menjadi jelas, maka ketua
raad van justitie menghentikan pembelaan-pembelaan.
Pasal 31.
Hakim di dalam segala hal dan dalam setiap tahap pemeriksaan, jika dianggapnya ada
kemungkinan untuk mencapai perdamaian, baik atas permohonan para pihak atau salah satu dari
mereka, maupun karena jabatannya, dapat merintahkan mereka untuk menghadap dia dengan
datang sendiri atau dengan diwakili pengacaranya ataupun bersama-sama dengan pengacaranya
agar dapat diusahakan perdamaian.
Jika tercapai perdamaian dan para pihak menghendakinya, maka dibuatlah berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak atau oleh para kuasanya yang secara khusus ditunjuk untuk itu,
dalam berita acara mana disebutkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati para pihak.
Berita acara dibuat dalam bentuk yang sudah siap untuk dilaksanakan. (KUHPerd. 1851, 1868;
Rv, 49, 51, 160-20; 435; IR. 130.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jika tidak tercapai perdamaian, maka hakim menentukan hari perkara
akan disidangkan kembali.
Pasal 32.

Page 8 of 149

Para penasihat yang dalam hal-hal tersebut dalam pasal 7 RO. harus ditanya pendapatnya
setelah pemeriksaan di sidang dianggap selesai dan setelah memberikan pendapatnya dalam
rapat Majelis, kemudian dapat meninggalkan rapat itu, kecuali jika ketua meminta mereka tetap
hadir untuk mengikuti permusyawaratan selanjutnya; mereka bagaimanapun diundang, jika mau,
untuk menghadiri pengucapan putusan. (RO. 41; Rv. 61-30; IR. 184, 186, 319-30, 322.)
Pasal 33.
Jika sepanjang jalannya pemeriksaan diperlukan bantuan seorang juru bahasa, maka oleh para
pihak atau jika ada persesuaian pilihan, oleh ketua dipilih seorangjuru bahasa. Jika yang dipilih
bukan orang yang oleh pemerintah telah diangkat sebagai juru bahasa yang telah disumpah,
maka ia sebelum melakukan tugasnya di muka sidang harus bersumpah di hadapan ketua,
bahwa ia seorang juru bahasa akan melakukan tugas yang diwajibkan kepadanya dengan cermat
dan menurut hati nuraninya. (Rv. 59, Sv. 156 dst.; IR. 130 dst., 284 dst.; RBg. 154 dst., 586
dst.)
Jika diperlukan juru bahasa dalam tindakan yang harus dilakukan oleh hakim, komisaris atau oleh
seorang pejabat yang dikuasakan, maka wewenang ketua beralih kepada hakim-komisaris atau
pejabat itu.
Bagian 3.
Hakim-hakim Dan Penolakan Terhadap Mereka.
Pasal 34.
Hakim, penuntut umum, panitera serta panitera pengganti, dilarang untuk menjadi pembela para
pihak, baik secara lisan maupun tertulis, meskipun dengan nama pemberian nasihat, bahkan
tidak untuk perkara-perkara di muka pengadilan lain daripada di mana dia menjalankan
tugasnya.
Namun mereka diperbolehkan di muka semua Pengadilan membela perkaranya sendiri dan
isterinya, keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan dalam garis lurus serta anak-anak
asuhannya.
Mereka juga dilarang menjadi juru pemisah. (RO. 9, 35, 37; KUHPerd. 290, Rv. 266, 617, 621.)
Pasal 35.
Hakim tidak dapat ditolak kecuali dalam hal -hal sebagai berikut: (Rv. 36, 266 dst., 621; Sv. 268
dst., IR. 374, RBg. 702.)
10. jika ia secara pribadi mempunyai kepentingan dalam perkara yang bersangkutan; (IR. 374.)
20. jika ia dengan salah satu pihak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau periparan
sampai derajat keempat; (KUHPerd. 290, 297; Sv. 10, IR. 374.)
30. jika dalam waktu satu tahun sebelum penolakan terhadap salah satu pihak atau isterinya
ataupun terhadap keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan dalam gaiis lurus,
telah dilakukan proses pidana atas tuntutannya atau karena tindakannya; (KUHPerd. 290,
297; Sv. 10.)
40. jika ia telah memberikan nasihat tertulis di dalam perkara itu; (Rv. 34.)
50. jika ia selama berjalannya perkara telah menerima suatu pemberian dari orang yang
berkepentingan, atau telah dijadikan suatu pemberian kepadanya yang disetujuinya; (IR.
374; KUHP 418 dst.)
60. jika ia, isterinya, keluarga sedarah serta keluarga karena perkawinan mereka dalam garis
lurus mempunyai persengketaan tentang pokok perkara serupa dengan yang sedang dialami
oleh para pihak; (KUHPerd. 290, 297; IR. 374.)
70. jika antara hakim, isterinya, keluarga sedarah mereka atau keluarga mereka karena
perkawinan dalam garis lurus masih dalam proses perkara perdata dan salah satu pihak
masih tersangkut di dalamnya; (KUHPerd. 290 dst., 297; Rv. 863.)

Page 9 of 149

80. jika hakim adalah wali, pengampu, pewaris atau yang menerima hibah dari salah satu pihak,
atau jika salah satu pihak kemungkinan besar adalah ahli warisnya; (KUHPerd. 176 dst., 331
dst., 366 dst., 433 dst., 452, 832 dst., 1666 dst.)
90. jika ia adalah seorang pengurus suatu yayasan, perserikatan atau badan Pemerintahan yang
menjadi salah satu pihak; (KUHPerd. 1655 dst.; KUHD 15 dst., 36 dst.)
100. jika ada permusuhan yang hebat antara dia dan salah satu pihak;
110. jika antara hakim dan salah satu pihak sejak timbulnya perkara atau dalam waktu enam
bulan sebelum penolakan, telah terjadi penghinaan atau ancaman.
Pasal 36
Setiap hakim yang mengetahui bahwa ada suatu alasan untuk penolakan terhadap dirinya,
berkewajiban memberitahukannya kepada majelis yang ia menjadi salah satu anggotanya, yang
kemudian akan memutuskan apakah ia harus mengundurkan diri dari perkara tersebut. (Rv. 35,
42; Sv. 276; IR. 374; RBg. 702.)
Pasal 37.
Alasan-alasan penolakan terhadap seorang hakim berlaku juga terhadap penuntut umum,
panitera dan panitera pengganti, akan tetapi dengan pengertian bahwa seorang penuntut umum
tidak dapat ditolak, jika ia karena jabatannya terlibat sebagai pihak dalam perkara yang
bersangkutan; seperti juga penolakan yang demikian itu tidak dapat terjadi dalam perkara pidana
yang dilancarkan oleh pam penuntut umum karena jabatan terhadap orang-orang tersebut dalam
pasal 35 No. 30.
Penolakan dengan cara yang sama seperti terhadap para hakim. (Sv. 275.)
Pasal 38.
Pihak yang mau menolak hakim harus mengajukan penolakan itu dengan disertai alasan, jika ia
tidak ingin haknya hilang, selambat-lambatnya sebelum dilakukan pleidoi (pembelaan) atau, jika
proses pemeriksaan perkara dijalankan secara tertulis, sebelum tenggang waktu tanya-jawab
habis, kecuali jika alasan penolakan atau sebab yang menimbulkan penolakan baru timbul
kemudian.
Sebagai kekecualian terhadap hal terakhir, maka penolakan terhadap seorang hakim-komisaris
harus dilakukan sebelum ia memulai tugasnya.
Akta penolakan harus ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan sendiri atau oleh orang yang
khusus dikuasakan untuk itu dengan akta otentik dan disainpaikan kepada panitera yang sesudah
memberikan tanda terima memberitahukan kepada hakim yang bersangkutan. (KUHPerd. 1868;
Rv. 41, 111 dst., 118, 180 dst.; Sv. 270 dst., 275.)
Pasal 39.
Hakim dalam waktu dua hari harus membuat tanggapan tertulis tentang penolakan itu dan
menyampaikannya dalam sampul tertutup kepada ketua. (Rv. 40.)
Jika penolakan ditujukan kepada ketua, maka tanggapan itu disampaikan kepada wakil ketua dan
jika wakil ketua tidak ada, kepada hakim yang pangkatnya langsung di bawah ketua.
Pasal 40.
Majelis hakim akan menyelidiki alasan-alasan penolakan, dan jika alasan itu dianggap terbukti
dan benar, maka penolakan diterima. (Rv. 38 dst.; SV. 273, IR. 374.)
Pasal 41.
Jika pihak yang menolak berpendapat ada beberapa alasan penolakan terhadap hakim yang
sama, maka semua alasan itu harus dikemukakan sekaligus. (Rv. 35, 38; Sv. 271.)
Pasal 42.

Page 10 of 149

Jika satu pihak akan menolak lebih dari satu anggota majelis yang sama, maka penolakan kedua
dan berikutnya tidak dapat dikemukakan sebelum ada putusan mengenai penolakan terdahulu.
(Rv. 36 dst., 266 dst.; Sv. 272.)
Pasal 43.
Tak seorang anggota Majelis pun boleh mengundurkan diri dari pembicaraan mengenai
penolakan serta pengambilan putusannya. (AB. 22; Rv. 36; Sv. 273.)
Pasal 44.
Putusan mengenai penolakan tidak dapat dimintakan banding, peninjauan kembali atau kasasi.
(Rv. 218, 327 dst., 362 dst., 402 dst., Sv. 281., IR. 374; RBg. 702.)

45. Dicabut dg. S. 1872-13.


Bagian 4.
Keputusan Pengadilan Pada Umumnya.
Pasal 46.
Jika penggugat atau tergugat tidak datang menghadap pada hari yang telah ditentukan, maka
diambil tindakan-tindakan seperti diatur dalam bagian keenam bab ini. (Rv. 77 dst., 107 dst.)
Pasal 47.
Jika para pihak datang hadir, maka mereka saling didengar tentang kepentingannya dengan
mengingat ketentuan-ketentuan dalam reglemen ini.
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Setelah selesai pembelaan masing-masing atau jika tidak diajukan
pembelaan-pembelaan dalam perkara itu dengan permohonan keputusan berdasarkan suratsurat yang ada, maka hakim setelah mempelajari surat-surat itu segera memberikan keputusan
atau menentukan hari lain untuk mengucapkan keputusannya.
(s.d. t. dg. S. 1908-522.) Hakim dapat memberikan keputusan lebih awal dari hari yang
ditentukan, tetapi dalam hal itu sedikitnya dua hari sebelum keputusan diucapkan ia
memerintahkan panitera untuk memberitahukan kepada para pengacara tentang pengajuan hari
pengucapan keputusan tersebut.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jika surat keputusan belum selesai untuk diucapkan pada hari yang
telah ditentukan, maka hakim menentukan pada sidang hari itu hari lain untuk mengucapkan
keputusannya. (ISR. 146; Rv. 49, 79, 180, 321 dst.; IR. 131, 135.)
Pasal 48.
Hakim sebelum mengambil putusan akhir dapat mengambil putusan persiapan atau putusan sela.
Putusan persiapan mencakup putusan-putusan dan surat-surat perintah yang dikeluarkan untuk
memberi petunjuk-petunjuk mengenai perkara dan yang bermaksud mempersiapkan keputusan
akhir tanpa mempengaruhi pokok perkaranya.
Putusan sela mencakup putusan-putusan dan surat-surat perintah yang memberi jalan kepada
hakim sebelum memutus perkara yang bersangkutan memperoleh bukti, memerintahkan suatu
penyelidikan ataupun pengarahan yang dapat menentukan dalam pengambilan keputusan.
(KUHPerd. 1929 dst., 1940 dst.; Rv. 58, 99, 138, 171, 211 dst., 215 dst., 230 dst., 262 dst., 331
dst., 351, 425, 783; IR. 185.)
Pasal 49.
Jika hakim telah menentukan hari untuk mengucapkan putusan dan para pihak sedang
mengadakan pembicaraan untuk mencapai suatu penyelesaian damai, maka mereka dapat
memohon kepada hakim agar pengucapan putusan untuk sementara ditangguhkan. (KUHPerd.
1851, Rv. 31.)

Page 11 of 149

Pasal 50.
Para hakim dalam musyawarahnya karena jabatan wajib menambah dasar hukum yang mungkin
tidak dikemukakan oleh para pihak.
Mereka wajib memberi putusan tentang semua hal yang dituntut.
Mereka dilarang memberikan putusan tentang hal-hal yang tidak dituntut atau memberikan lebih
daripada yang dituntut. (RO. 30 dst., 39 dst.; KUHPerd. 1940, 1950; Rv. 47, 128, 132 dst., 138,
171, 173, 211, 215, 385-20, 31 dan 41, 643-40; IR. 178.)
Pasal 51.
Jika hakim memerintahkan agar para pihak datang menghadap, maka ia menentukan hari dan
jam untuk itu di dalam putusan. (Rv. 31, 68, 230 dst.) 52. Setiap putusan sela yang
memerintahkan sumpah harus memuat perbuatan-perbuatan apa yang harus dinyatakan dalam
lafal sumpah dan pengambilan sumpah dilakukan dengan dihadiri oleh pihak lawan atau setelah
lawan dipanggil dengan patut.
Jika suatu pihak yang diminta mengucapkan sumpah oleh pihak lawan pada hari yang ditentukan
tidak datang, maka ia dianggap menolak melakukan sumpah itu, kecuali ia mengajukan bantahan
(perlawanan) dengan alasan ia tidak datang karena ada halangan yang sah. (KUHPerd. 1929
dst., 1932, 1940 dst., 1944 dst.; Rv. 46, 48, 68, 77 dst., 106, 236; IR. 156 dst.)
Pasal 53.
Jika ada tuntutan sebagian (provisionil) dan perkara tersebut siap diputus dalam tuntutan
pokoknya serta sebagiannya, maka terhadap itu hakim menjatuhkan satu keputusan. (KUHPerd.
190, 212 dst., 246, 457, 561, 1738; Rv. 55-80, 68, 115-20, 241 dst., 286, 332, 344-30, 785.)
Pasal 54.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Pelaksanaan sementara putusan-putusan hakim meskipun ada banding

atau perlawanan dapat diperintakan bila:


10. putusan didasarkan atas suatu alas hak otentik;
20. putusan didasarkan atas surat di bawah tangan yang diakui oleh pihak terhadap siapa dapat
dipakai sebagai dasar, atau yang dianggap diakui menurut hukum, juga dianggap diakui jika
perkara diputus tanpa kehadiran tergugat (verstek);
30. dalam hal telah ada penghukuman dengan keputusan hakim yang mendahuluinya yang
terhadapnya tidak dapat diajukan perlawanan atau tidak dapat dimintakan banding. (IR.
180.)
Apakah perintah ini diberikan dengan atau tanpa jaminan perseorangan diserahkan kepada
pertimbangan hakim. (KUHPerd. 1820 dst., 1830, 1868, 1870 dst., 1875, 1917 dst.; Rv. 55
dst., 82, 84, 148 dst., 155 287, 338, 346 dst., 403, 437, 585, 855.)

Pasal 55.
Pelaksanaan sementara keputusan-keputusan hakim meskipun ada banding atau perlawanan
dapat diperintahkan dengan atau tanpa jaminan perseorangan, dalam hal-hal yang bersangkutan
dengan:
10. penyegelan dan pembukaan segel atau pendaftaran kekayaan; (Rv. 652 dst., 663 dst., 672
dst.; Ov. 100 dst.)
20. perbaikan-perbaikan yang mendesak; (KUHPerd. 1551, 1555.)
30. pengosongan barang yang disewakan, jika tidak ada bukti tertulis tentang sewa-menyewa
yang masih berlaku, diperbaharui atau diperpanjang atau jika waktu sewanya sudah habis;
(KUHPerd. 1570 dst., 1581, 1587, 1597.)
40. pengangkatan orang-orang yang mengelola barang-barang sengketa, komisaris-komisaris
dan penyimpan-penyimpan; (KUHPerd. 1736, 1738; Rv. 454, 508, 561, 580-40.)
0
5 . penerimaan jaminan-jaminan dan jaminan lanjutan; (KUHPerd. 1820, 1823; Rv. 614.)

Page 12 of 149

60. pengangkatan wali, pengampu serta pengurus-pengurus lain serta pemberian


pertanggungjawabannya; (KUHPerd. 348, 359 dst., 369 dst., 409 dst., 441, 449 dst., 463
dst., 979, 1127; F. 13; Rv. 764 dst.)
70. (s. d. u. dg. S. 1908-552.) uang tahunan, atau pemberian nafkah dan pada umumnya
pelunasan sejumlah uang tertentu; (KUHPerd. 213, 225 dst., 321 dst., 960-20, 1429-30.)
0
9 . hak menguasai (bezitregt). (KUHPerd. 529 dst., 548.)
Dan selanjutnya dalam hal-hal yang khusus yang diperbolehkan atau ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. (RO. 136; F. 4; Rv. 272, 287, 291, 585, 726, 850, 855.)
Pasal 56.
Jika hakim tidak memerintahkan pelaksanaan sementara, maka ia tidak dapat memutuskan hal
itu kemudian, tanpa mengurangi hak para pihak untuk menuntut hal ini dalam banding. (Rv. 347
dst.)
Pasal 57.
Pelaksanaan sementara tidak dapat diperintahkan terhadap biaya, meskipun hal itu dikabulkan
sebagai pengganti kerugian dan bunga. (KUHPerd. 1243 dst., 1366 dst.; Rv. 58, 460, 540, 605,
725, 732, 741, 743.)
Pasal 58.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Barangsiapa dinyatakan kalah dalam putusan, untuk membayar biaya

perkara. Namun biaya itu diperhitungkan seluruh atau sebagian antara suami dan isteri, keluarga
sedarah dalam garis lurus, saudara laki-laki atau perempuan atau keluarga karena perkawinan
dalam derajat yang sama, juga jika para pihak dalam beberapa hal saling dikalahkan. Demikian
pula hakim akan membebankan kepada pihak yang telah mengeluarkan atau menyebabkan
keluarnya biaya yang tidak perlu, biaya yang dikeluarkan itu.
Dalam hal putusan sebagian (provisionil), putusan persiapan serta putusan sela, maka putusan
mengenai biaya dapat ditangguhkan sampai pada keputusan akhir.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jumlah biaya yang harus dipikul oleh pihak yang kalah, ditetapkan
dalam putusan hakim untuk hal-hal sebelum dijatuhkan putusan dan tidak mengenai hal-hal yang
dikeluarkan oleh pihak sendiri.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam perkara-perkara yang oleh peraturan perundang-undangan
diwajibkan atau diperbolehkan tindakan-tindakan atau pembelaan-pembelaan oleh para
pengacara, maka segera setelah pembelaan itu dilakukan, oleh pengacara tersebut disampaikan
perhitungan-perhitungan biaya. Bila hal itu tidak ada, maka jumlah biaya ditentukan menurut
perkiraan yang dibuat oleh hakim. (KUHPerd. 290; Rv. 21, 48, 59 dst., 98, 242, 271 dst., 276,
607 dst.; IR. 181; RBg. 192.)
Pasal 59.

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam perkara-perkara tersebut dalam pasal 58 bagian terakhir, di

dalam putusan sudah termasuk upah serta uang muka para pengacara menurut tarip-tarip yang
ada atau yang akan ditentukan kemudian. (RO. 191; Rv. 106, 610.)
Hal yang sama berlaku juga terhadap biaya yang berhubungan dengan penggunaan juru bahasa
serta pembuatan terjemahan-terjemahan. Uang muka dibayar oleh pihak yang memohon
digunakannya juru bahasa atau dibuatnya terjemahan atau juga karena jabatannya diperintahkan
oleh hakim agar dibayar oleh penggugat. (Rv. 33; IR. 130 dst., 182; RBg. 154 dst., 193.)
Pasal 60.
Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 192 dan 203 RO., maka pengacara
danjuru sita yang menyimpang dari tugas yang ada padanya dan siapa pun yang mengabaikan
kepentingan-kepentingan yang penigurusannya diserahkan kepadanya dapat dihukum untuk
menanggung dari saku sendiri seluruh atau sebagian biaya, bahkan untuk mengganti kerugian
dan bunga, jika ada alasan-alasan untuk itu tanpa dapat menuntutnya dari mereka yang

Page 13 of 149

memberi kuasa kepadanya. (KUHPerd. 331 dst., 449 dst., 979, 1243 dst.; Rv. 21, 58, 93, 98,
256, 264, 607.)
Pasal 61.
(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Keputusan wajib diucapkan sendiri oleh hakim dan berisi: (RO. 29; Rv.

47, 64 dst., 632; IR. 184; RBg. 195.)


10. nama-nama serta tempat tinggal para pihak serta nama-nama para pengacara, jika
digunakan pengacara; (Rv. 8-10 dan 20; 106 dst.; S. 1853-64.)
0
2 . pendapat akhir dari kesimpulan penuntut umum dalam hal ia didengar; (Rv. 322.)
30. pertimbangan para penasihat menurut pasal 7 RO. dalam perkara-perkara yang memerlukan
nasihat mereka;
40. dasar pertimbangan-pertimbangan putusan, tentang kejadian-kejadian serta tentang
hukumnya, masing-masing sendiri dan keputusannya. (RO. 30 dst., 173; Rv. 50, 414; IR.
184.)
Pada akhirnya disebut juga nama-nama hakim yang mengadili perkara serta penuntut umum
yang mengikuti persidangan-persidangan. (RO. 121, 154; Sv. 174.)
Pasal 62.
Keputusan hakim oleh panitera dimasukkan dalam surat putusan (audientieblad) dan selambatlambatnya dalam waktu dua kali dua puluh empat jam ditandatangani oleh ketua dan panitera.
(Rv. 65; IR. 186.)
Pasal 63.
Jika ketua berhalangan untuk menandatangani surat putusan, maka hal itu dilakukan oleh hakim
anggota yang tertua yang duduk dalam majelis. Jika panitera berhalangan, maka hal itu
dinyatakan dengan tegas dalam surat putusan. (RO, 53; Rv. 62; IR. 187; RBg. 198.)

Pasal 64.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Penjaminan surat keputusan dilakukan tanpa kerja sama dengan para
pihak dan memuat, di samping apa yang dimuat dalam pasal 61, juga: (Rv. 66, 435, 853, 858.)
10. pendapat terakhir dari kesimpulan para pihak atau jika itu tidak tertulis, apa yang dicatat
oleh panitera; (Rv. 111, 113 dst., 119 dst.)
20. pernyataan bahwa putusan telah diucapkan di muka umum; (ISR. 146; RO. 29.)
30. hari/tanggal putusan diucapkan. (Rv. 61, 142 dst.)
65. Dicabut dg. Inv. Sw.
Pasal 66.
Panitera wajib atas permintaan para pihak memberikan salinan surat keputusan kepada mereka
segera bila sudah dimungkinkan dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bungajika ada
alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243; Rv. 64, 607, 853.)
Pasal 67.
Semua putusan yang membebani kewajiban timbal-balik kepada kedua pihak, atau yang
menimbulkan hak dan kewajiban untuk kedua pihak dapat dilaksanakan oleh masing-masing
untuk kepentingan mereka sendiri. (Rv. 435 dst., 764 dst., 831 dst.)
Pasal 68.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) surat-surat keputusan dan surat-surat perintah tersebut dalam pasal 48

tidak perlu diperingatkan, kecuali jika karena ketentuan-ketentuan buku kedua undang-undang
ini diperlukan untuk tuntutan kewajiban keuangan yang harus dipenuhi pihak lain. (Rv. 58, 70,
82, 88, 106 dst., 139,, 435, 443, 594.)

Page 14 of 149

69. Dicabut dg. S. 1908-522.


Bagian 5.
Penanggungan.
Pasal 70.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika seorang tergugat berpendapat ada alasan untuk memanggil

seseorang untuk menanggungnya dan pemanggilan tidak dilakukan sebelum hari sidang
pemeriksaan perkaranya, maka ia pada hari yang ditentukan untuk mengadakan bantahan harus
mengajukan kesimpulan disertai alasan-alasan untuk itu sebelum bantahan dilakukan.
Di dalam kesimpulan itu boleh dimasukkan tangkisan tentang ketidakwewenangan hakim,
menyimpang dari apa yang ditentukan dalam pasal 114 dan bila ini tidak terjadi dianggap tidak
diajukan, kecuali bila hakim tidak berwenang berdasarkan pokok perselisihan.
Bila penggugat berpendapat ada alasan-alasan untuk memanggil seseorang untuk
menanggungnya, maka ia harus mengajukan permohonan untuk itu dengan kesimpulan yang
disertai alasan-alasan pada hari ia harus mengajukan jawaban balik (replik).
Jika permohonan dikabulkan, maka hakim akan memberikan waktu yang cukup berdasarkan
jarak ke tempat tinggal si penanggung dan menentukan hari untuk memeriksa perkara pokoknya
maupun perkara penanggungan. (Rv. 99.)
Putusan yang mengabulkan permohonan penanggungan tidak perlu diberitahukan kepada
penanggung. Hal itu dimasukkan dalam gugatan dan diserahkan tindasan-tindasannya yang
harus disampaikan kepada penggugat dalam penanggungan. (Rv. 68, 106.)
Bila Permohonan ditolak, pada putusan itu hakim menentukan hari pada waktu mana diadakan
panggilan setelah perkara itu dimasukkan kembali dalam daftar giliran sidang. (KUHPerd. 1084
dst., 1208, 1474, 1491 dst., 1534, 1558 dst.; Rv. 10 dst., 61-4, 99, 113 dst., 121 dst., 241 dst.,
281.)
Pasal 71.
Jika permohonan penanggungan tidak diajukan pada hari yang sudah ditentukan atau jika
tuntutan penanggungan tidak dilakukan dalam waktu yang telah ditentukan, maka tanpa
penundaan dilanjutkan pemeriksaan perkara yang mula-mula. (KUHPerd. 1503; Rv. 70.)
Pasal 72.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal penanggungan terhadap hipotek atau hak-hak kebendaan

lain, maka penanggung selalu dapat mengambil alih perkara tertanggung, yang dibiarkan di luar
acara, jika ia menghendakinya, sebelum ada suatu keputusan dijatuhkan antara dia dan pihak
lawan semula.
Namun si tertanggung, jika menghendakinya, dapat tetap ikut berperkara untuk
mempertahankan haknya; juga pihak lawan si tertanggung untuk mempertahankan haknya dapat
menuntut si tertanggung untuk tetap ikut dalam perkara itu. (RO. 127; KUHPerd. 528, 1208,
1492; Rv. 74, 117, 279 dst.)
Pasal 73.
Putusan-putusan yang dijatuhkan terhadap si penanggung seperti tersebut dalam pasal yang lalu
dilaksanakan terhadap si tertanggung.
Putusan cukup diberitahukan kepada para tertanggung, kecuali jika mereka berada di luar proses
perkara, atau jika mereka tetap ikut dalam perkara tanpa diperlukan tuntutan atau gugatan lain.
Mengenai biaya, kerugian dan bunga, maka penyelesaiannya dan pelaksanaannya hanya dapat
dilakukan terhadap si penanggung.
Namun jika si penanggung ternyata tidak mampu, maka si tertanggung, jika dikeluarkan dari
perkara, harus menanggung biaya-biayanya, begitu pula mengenai ganti-rugi dan bunga bila oleh

Page 15 of 149

hakim dianggap beralasan untuk itu. (KUHPerd. 1104, 1199, 1293, 1496-30; Rv. 58, 67, 72, 74,
435 dst., 607 dst.)
Pasal 74.
Dalam hal penanggungan yang sederhana, maka si penanggung hanya dapat masuk dalam
perkara tanpa mengambil alih perkaranya dari si tertanggung. (KURPerd. 1084, 1843; Rv. 72,
117, 279.)
Pasal 75.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal perkara aslinya dan perkara penanggung siap untuk diputus,

maka diputus bersama-sama, dalam hal ini jika penggugat atau tergugat tidak memohonnya,
perkara pokok diputus terpisah. (Rv. 249.)

Pasal 76.
Barangsiapa digugat karena penanggungan wajib berperkara di hadapan hakim yang berwenang
menangani perkara yang mula-mula, meskipun ia menyangkal menjadi seorang penanggung,
tetapi jika jelas ternyata gugatan yang asli hanya bermaksud untuk menariknya dari hakimnya
yang berwenang, maka ia akan diajukan ke muka hakim itu. (ISR. 136; KUHPerd. 1493 dst.,
1674; Rv. 9914, 130.)
Bagian 6.
Putusan Tanpa Kehadiran Tergugat Dan Perlawanan.
Pasal 77.
Jika penggugat pada hari yang telah ditentukan tidak datang menghadap, maka perkara diputus
tanpa kehadirannya (verstek), dan pihak lawan dibebaskan dari perkara tersebut dengan
menghukum penggugat membayar biaya perkara. Dalam hal ini tidak boleh diajukan perlawanan,
tetapi penggugat dapat mengajukan gugatan baru sesudah membayar biaya verstek. (Rv. 46
dst., 91, 94, 121, 330, 405 dst., 780; IR. 124 dst.)
Pasal 78.
Jika tergugat tidak datang menghadap setelah tenggang waktu serta tata tertib acara dipenuhi,
maka putusan dbatuhkan tanpa kehadiran tergugat dan penggugat dikabulkan, kecuali jika hakim
menganggap gugatan itu tanpa hak atau tanpa dasar hukum. (Rv. I dst., 46, 80, 83, 89, 91, 9 la,
94, 107, 121, 254, 405; Sv. 217; IR. 125, 345; RBg. 149, 634.)
Pasal 79.
Setiap putusan tanpa kehadiran salah satu pihak (verstek) selalu diucapkan dalam sidang
pengadilan; tetapi hakim dapat memerintahkan agar surat-surat yang bersangkutan diletakkan di
meja dahulu dan mumutuskan kesimpulankesimpulan pihak penggugat pada hari lain. (Rv. 47,
77 dst., 94.)
Pasal 80.
Semua pihak yang telah dipanggil dan tidak datang menghadap dimuat dalam suatu putusan.
(Rv. 77 dst.)
Pasal 81.
(s.d. u. dg. S. 1889-31.) Jika ada beberapa tergugat dan di antaranya ada satu atau lebih yang
tidak datang menghadap, maka terhadap yang tidak datang diputus tanpa kehadirannya,
sedangkan untuk yang menghadap dilakukan pemeriksaan biasa. Tiap-tiap pihak yang datang
menghadap berhak untuk memberitahukan lewat jurusita pihak-pihak yang tidak datang dengan
panggilan semua pihak untuk menghadap pada hari yang telah ditentukan untuk memeriksa

Page 16 of 149

perkara yang bersangkutan. Untuk panggilan-panggilan ini harus diperhatikan ketentuanketentuan mengenai tenggang waktu.
Terhadap semua pihak dijatuhkan satu putusan yang dipandang sebagai suatu putusan atas
bantahan dan terhadapnya tidak dimungkinkan perlawanan. (Rv. I dst., 14, 83, 91, 121 dst., 330,
782, 949.)
Pasal 82.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Putusan-putusan dengan kehadiran tergugat tidak boleh dilaksanakan

sebelum lewat empat belas hari setelah diberitahukan dengan perantaraan juru sita kepada
orangnya sendiri di tempat tinggatnya atau dengan cars seperti ditentukan dalam pasal 3 dan 6
mengenai gugatan, kecuali jika pelaksanaan sementara diperintahkan hakim. (Rv. 54, 88; Sv.
218; IR. 345; RBg. 634.)
Pasal 83.

(s.d. u. dg. S. 1889-31.) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya (verstek) dapat
mengajukan perlawanan (verzet).

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Perlawanan harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah

putusan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan keputusan itu atau akta untuk pelaksanaan
keputusan itu diberitahukan kepadanya pribadi, atau juga sesudah ia melakukan sesuatu yang
menyatakan bahwa ia mengetahui tentang putusan atau dimulainya pelaksanaan putusan itu.
Di luar keadaan tersebut dalam ayat yang lain, maka perlawanan dapat diterima sampai putusan
dilaksanakan.
Terhukum yang menyatakan menerima putusan tidak dapat mengajukan perlawanan. (Rv. 52, 77
dst., 81, 84, 89, 91, 330, 389, 405, 408 dst., 428, 636, 763, 786, 949; Sv. 219 dst., 223.)
Pasal 84.

(s. d. u. dg. S. 1889-31; S. 1908-522; S. 1916-530.) Keputusan dianggap sudah selesai

dilaksanakan:
dalam hal pelaksanaan putusan tentang benda bergerak, setelah diadakan penjualan;
dalam hal putusan pembayaran sejumlah uang kepada pihak-ketiga, setelah pembayaran
kepada pihak ketiga;
dalam hal pelaksanaan putusan (uitwinning) benda tetap, pada hari ketiga puluh setelah
pemberitahuan pertama seperti ditentukan dalam pasal 517;
dalam hal perceraian atau pisah meja dan ranjang, setelah diberitahukan kepada tergugat
dan diumumkan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 843 dan juga sesudah lewat
sembilan puluh hari setelah diberitahukan maupun setelah lewat tiga puluh hari sesudah
diumumkan.
Perlawanan yang dilakukan dalam jangka waktu tersebut di atas dan dengan cara seperti
ditentukan di bawah ini, mencegah pelaksanaan putusan hakim, bila hal itu tidak diperintahkan
oleh hakim meskipun ada perlawanan. (Rv. 54 dst., 82 dst., 86, 91 dst., 385, 389, 408 dst., 442,
466 dst., 587 dst., 590, 603.)
Pasal 85.
(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Pemberitahuan perlawanan menyebutkan secara singkat alasan-alasan
pihak itu serta gugatan terhadap diri penggugat asli atau pemberitahuan tentang tempat tinggal
pilihannya.
Penggugat asli berhak, sesuai dengan pasal 107, untuk memanggil lebih awal dari hari yang telah
disebutkan dalam pemberitahuan perlawanan. (KUHPerd. 24; Rv. 1 dst., 6 dst., 10, 14, 84, 288.)
Pasal 86.
Perlawanan dapat dilakukan baik dengan akta otentik di luar pengadilan maupun pada waktu
diberitahukan keputusan hakim, atau pada waktu disampaikan akta lain yang bermaksud
melaksanakan putusan tersebut, dengan kewajiban pada pelawan untuk mengulangi

Page 17 of 149

perlawanannya menurut pasal yang lalu dalam waktu yang sama dengan waktu ia digugat atau
yang semestinya digugat menurut ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini.
Juru sita yang bertugas memberitahukan atau melaksanakan putusan harus mencantumkan hal
perlawanan itu di dalam surat laporannya atau berita acara dengan ancaman, bila tidak
mencantumkannya, ia akan menanggung biaya, kerugian dan bunganya. (Rv. 60, 82, 85.)
Pasal 87.
Pihak pelawan berhak untuk meminta ke bagian kepaniteraan agar hal itu dicatat dalam daftar
(register) yang disediakan untuk itu dengan menyebut para pihak, hari tanggal keputusan tanpa
kehadiran tergugat (verstek) dan adanya perlawanan yang dilakukan. (Rv. 88, 413, 438.)
Pasal 88.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.)Pada putusan verstek, yang pelaksanaannya sementara tidak

diperintahkan, dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga sebelum lewat empat belas hari
sesudah diberitahukan kepada yang bersangkutan menurut pasal 82 dan dengan menunjukkan
pernyataan panitera, bahwa dalam daftar-daftar (register) yang bersangkutan tidak tercatat
adanya perlawanan. (Rv. 82, 437 dst.)
Pasal 89.
Seorang pelawan yang untuk kedua kalinya membiarkan ia diputus verstek tidak dapat diterima
untuk mengadakan perlawanan baru. (Rv. 57 dst., 77 dst., 405.)
90. Dicabut dg. S. 1889-31.

Pasal 91.
Biaya verstek, termasuk biaya putusan dan biaya yang dipandang timbul sebagai akibat tidak
hadirnya pihak yang melakukan perlawanan, menjadi beban pihak Pelawan, kecuali jika verstek
dijatuhkan berdasarkan gugatan yang dinyatakan batal. (Rv. 57 dst., 77 dst., 94, 98.)
Pasal 91a.

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Tergugat yang perkaranya menghadapi putusan verstek, selama

putusan itu belum dijatuhkan, berhak untuk menghadap pada hari yang ditentukan yang
menyebabkan tidak berlakunya akibat-akibat verstek, kecuali mengenai biaya yang disebabkan
karena keterlambatannya dan untuk itu berlaku pasal 91. (Rv. 78 dst., 108 dst.)
Bagian 7.
Keadaan Batal.
Pasal 92.
Tidak ada surat pemberitahuan atau akta tata cara Peradilan (rechspleging) yang dapat
dinyatakan batal, jika peraturan-peraturan perundang-undangan tidak memerintahkan secara
tegas tentang kebatalannya. (Rv. 94, 106, 339, 443, 478, 533, 729.)

93. Dihapus dg. Inv. Sw. 3.


Pasal 94.
Apa yang ditentukan dalam pasal-pasal 1, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18 dan 20
harus diperhatikan dengan ancaman batal. (Rv, 106.)
Hal tergugat tidak datang menghadap, maka terhadapnya tidak dapat dijatuhkan putusan verstek
dan hakim dalam menyatakan keadaan batal, menghukum penggugat membayar biaya perkara.
(Rv. 78, 91, 96 dst., 339.)

Page 18 of 149

95. Dicabut dg. S. 1908-522.


Pasal 96.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila tergugat datang menghadap memenuhi panggilan gugatan dan

mengajukan tuntutan pernyataan batalnya panggilan gugatannya, maka hakim dapat menolak
tangkisan itu bila kealpaan atau pelanggaran yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tergugat
dianggap tidak dirugikan dalam pembelaannya dan juga tidak ada kepentingan dalam
menggunakan keadaan batal itu. (Rv. 24, 188, 339.)
Pasal 97.
Jika panggilan gugatan telah dilakukan oleh orang yang tidak berwenang untuk itu, maka hakim
berkewajiban untuk menyatakan panggilan gugatan itu batal. (AB. 23; Rv. 1, 20, 94, 96, 339.)
Pasal 98.
Biaya akta-akta dalam tata cars peradilan yang batal atau yang tidak diperlukan, dibebankan
kepada pengacara atau juru sita yang telah menyebabkan dibuatnya atau dikeluarkannya aktaakta itu. Di samping itu kepada mereka, menurut keadaan, dapat dipertanggungjawabkan atas
timbulnya kerugian dan bunga dan bahkan, menurut keadaan, dapat dijatuhi hukuman seperti
tersebut dealam pasal 192 RO. (KUHPerd. 1243, 1365; Rv. 21, 60, 264, 339, 53 1; Sv. 305.)
BAB II.
TATA CARA BERPERKARA DI RAAD VAN JUSTITIE DAN
HOOGGERECHTSHOF DALAM TINGKAT PERTAMA
Bagian 1.
Gugatan.

Pasal 99.
(1) Seorang tergugat dalam perkara pribadi yang murni mengenai benda-benda bergerak
dituntut di hadapan hakim di tempat tinggalnya. (ISR. 136; KUHPerd. 1724; Rv. 100, 102,
133, 244-2', 260, 926; IR. 118.)
(2) Jika tempat tinggalnya di Indonesia tidak dikenal, di hadapan hakim di tempat tinggalnya
yang nyata. (KUHPerd. 17; Rv. 6-70.)
(3) Jika ia tidak mempunyai tempat tinggal yang diakui, di hadapan hakim di tempat tinggal
penggugat. (Rv. 100.)
(4) Jika mengenai pemegang-pemegang saham tidak atas nama dalam pinjaman pinjaman uang
atau perserikatan-perserikatan yang tidak diketahui siapa pemiliknya, maka mereka juga
digugat di hadapan hakim di tempat tinggal penggugat. (KUHD 40 dst.; Rv. 6-70.)
(5) Jika dalam hal-hal tersebut di atas ada beberapa penggugat, gugatan dilakukan di hadapan
hakim dari salah satu di antara para penggugat atas pilihan mereka.
(6) (s. d. u. dg. S. 1912-521.) Dalam hal ada beberapa tergugat, di hadapan hakim di tempat
tinggal salah satu tergugat atas pilihan penggugat. Dalam hal para tergugat satu sama lain
mempunyai hubungan sebagai tergugat pokok dan penjamin, maka gugatan dilakukan di
hadapan hakim di tempat tinggal orang yang menjadi tergugat pokok atau salah satu dari
mereka, kecuali dalam hal yang diatur dalam alinea kedua pasal 6 RO.
(7) (s. d. t. dg. S. 1912-521.) Jika gugatan mengenai tagihan pembayaran benda-benda
bergerak yang telah dijual dan diserahkan dapat dilakukan baik di hadapan hakim di tempat
tinggal tergugat maupun di hadapan hakim di tempat tinggal pembayar, maka gugatan
seharusnya dilakukan atas pilihan penggugat. (Rv. 9262.)
(8) Dalam perkara mengenai hak atas benda tetap, di hadapan hakim yang di wilayah
hukumnya terletak benda tetap tersebut. (Rv. 102; KUHPerd. 506 dst.)

Page 19 of 149

(9) Dalam hal benda-benda tetap terletak di dalam wilayah hukum beberapa raad van justitie,
gugatan dilakukan di hadapan hakim di ibu kota di mana terletak benda tetap itu, dan jika
tidak ada ibu kota, di hadapan Majelis Hakim yang di dalam wilayah hukumnya terletak
salah satu benda tetap itu, atas piliban penggugat. (Rv. 498.)
(10) Dalam perkara-perkara campuran, kecuali dalam perkara warisan yang diatur dalam pasal
ini, di hadapan hakim yang di dalam wilayah hukumnya terletak benda tetap itu atau di
tempat tinggal tergugat, atas pilihan penggugat. (Rv. 102.)
(11) Dalam perkara persekutuan-persekutuan atau perserikatan dagang, selama masih berdiri di
tempat kedudukannya, dan sesudah dibubarkan, baik di hadapan hakim yang sama itu
maupun di tempat tinggal salah seorang anggota panitia pembubarnya. (KUHPerd. 1618
dst., 1653 dst.; KUHD 15 dst., 32; Rv. 6-50.)
(12) Dalam perkara warisan: (KUHPerd. 830 dst., 874 dst.; Rv. 7.)
10. karena adanya saling menuntut di antara para waris, termasuk tentang pembagian
harta benda karena pembatalan pembagian harta benda; (KUHPerd. 1066 dst., 1112,
1124; Rv. 689.)
20. karena adanya tuntutan para penagih yang meninggal sebelum diadakan pembagian
harta benda; (KUHPerd. 1100 dst., 1107; Rv. 7.)
30. karena adanya tuntutan yang berhubungan dengan pelaksanaan penetapan hakim
tentang kematian sampai putusan akhir; (KUHPerd. 24, 957 dst., 1005 dst.; Rv. 106.)
diajukan di hadapan hakim yang di dalam wilayah hukumnya warisan jatuh terbuka.
(KUHPerd. 23.)
(13) (s.d.u. dg. S. 1906-348.) Dalam perkara-perkara tentang kepailitan atau keadaan tidak
mampu membayar di hadapan raad van justitie yang telah menyatakan tergugat dalam
keadaan pailit atau dalam keadaan tidak mampu membayar dan yang putusannya
mempunyai akibat-akibat hukum, jika kepailitan dinyatakan oleh H.G.H., di hadapan raad
van justitie yang salah satu anggotanya diangkat sebagai komisaris. (F. I dst., 79 dst.; Rv.
6-61.)
(14) Dalam perkara penanggungan, di hadapan hakim yang memeriksa perkara yang asli yang
masih berjalan. (Rv. 70 dst., 76.)
(15) Dalam perkara pertanggungjawaban (rekening) bagi orang-orang yang karena hukum
diangkat sebagai penanggung jawab, di hadapan hakim yang mengangkatnya dan bagi wali
atau pengampu di hadapan raad van justitie yang menunjuknya sebagai wali atau
pengampu, atau dalam dua hal itu di hadapan raad van justitie di tempat tergugat, atau
tempat pilihan penggugat. (KUHPerd. 409 dst., 452, 463, 472, 983; Rv. 674 dst.)
(16) Jika ada tempat tinggal pilihan, di hadapan hakim di tempat tinggal pilihan itu atau di
hadapan hakim di tempat tinggal nyata tergugat, atas pilihan penggugat. (KUHPerd. 24 dst.)
(17) Dalam perkara mengenai biaya dan upah pengacara atau juru sita, di hadapan pengadilan
dimana biaya-biaya itu dikeluarkan. (KUHPerd. 1970, 1974; Rv. 59, 607 dst., 610.)
(18) (s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam hal Pemerintah Indonesia mewakili Negara bertindak
sebagai penggugat atau tergugat, maka Jakarta dianggap sebagai tempat tinggalnya. XRv.
6-21.)
Pasal 100.
(s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Seorang asing bukan penduduk, bahkan tidak berdiam di

Indonesia, dapat digugat di hadapan hakim Indonesia untuk Perikatan-perikatan yang dilakukan
di Indonesia atau di mana saja dengan warga negara Indonesia. (ISR. 136; AB. 3; Rv. 99, 761.)
Pasal 101.
Didalam tuntutan-tuntutan kebendaan atau dalam tuntutan-tuntutan yang bersifat campuran,
maka dalam gugatan harus dijelaskan di mana letak benda-benda tetap itu, begitu pula nama
serta sifatnya. (Rv. 92, 99, 102, 506-30, 517-20.)
Pasal 102.

Page 20 of 149

Tuntutan perorangan adalah suatu tuntutan yang obyeknya adalah mengenai pelaksanaan suatu
perikatan perorangan yang timbul karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
(KUHPerd. 1233 dst.)
Tuntutan kebendaan adalah suatu tuntutan mengenai hak milik suatu benda tertentu atau suatu
hak kebendaan lain. (KUHPerd. 528, 574, 711, 720, 737, 740, 756, 818, 1725, 1977; KUHD 230
dst.)
Tuntutan campuran adalah tuntutan mengenai perorangan dan sekaligus mengenai kebendaan,
yaitu:
tuntutan untuk mendapatkan warisan; (KUHPerd. 834.)
tuntutan untuk pembagian harta benda; (KUHPerd. 1066 dst.)
tuntutan pemisahan harta bersama; (KUHPerd. 128, 573, 1652.)
tuntutan untuk memberi batas antara dua bidang tanah yang berdampingan. (RO. 124 dst.,
159; KUHPerd. 624, 630a dst., 643.)
Pasal 103.
Tuntutan mengenai hak menguasai (bezit) dan mengenai hak milik (petitoir) tidak dapat
dilakukan bersama. (KUHPerd. 550, 557, 562 dst., 565, 574; Rv. 55-90, 104 dst., 244-30.)
Pasal 104.
Barangsiapa telah mengajukan tuntutan mengenai hak milik atas suatu benda tidak dapat
diterima dalam tuntutan mengenai hak menguasai (bezit). (KUHPerd. 565; Rv. 103, 105.)
Pasal 105.
Seorang tergugat dalam perkara mengenai hak menguasai (bezit) tidak boleh mengadakan
tuntutan mengenai hak milik atas benda yang bersangkutan sewa gugatan mengenai hak
menguasai (bezit) belum selesai.
Jika ia dalam hal terakhir diputus kalah, maka ia tidak dapat diterima dalam gugatannya tentang
hak milik sebelum memenuhi seluruhnya isi keputusan terhadapnya, kecuali bila pelaksanaannya
tidak ia jalankan atau terhambat oleh utang pihak yang menang; dalam hal itu maka hakim yang
memeriksa gugatan mengenai hak milik atas benda yang bersangkutan dapat menentukan
jangka waktu yang harus dilampaui sebelum gugatan itu dapat dilakukan. (KUHPerd. 561, 173820; Rv. 53, 103 dst., 244-30.)
Pasal 106.
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Penggugat diwajibkan pada waktu menjalankan panggilan gugatan

menunjuk seorang pengacara, dengan ancaman gugatannya akan batal. (Rv. 8, 92, 94, 319, 339,
349, 411-41.)
Tempat tinggal tersebut dalam pasal 8 No. 10, dianggap dipilih di tempat tinggal pengacara
tersebut, kecuali jika penggugat telah menyatakan memilih tempat tinggal pilihan lain. (KUHPerd.
24; Rv. 107, 280, 800.)
Semua akta dalam acara perkara itu sampai dengan putusan akmr diberitahukan kepada alamat
itu dan pengacara itu wajib menandatangani naskah-naskah serta surat-surat yang disebut dalam
bab ini dan berikutnya. (KUHPerd. 24; Rv. 68, 160, 199 dst., 206, 211, 217, 221, 230, 250, 256,
267, 272, 280 dst.)
Pada surat panggilan gugatan dilampirkan turunan surat-surat yang menjadi dasar gugatan yang
bersangkutan. Bila turunan itu, yang mana harus diberikan oleh penggugat selama perkara masih
berjalan, tidak ada, maka untuk hal itu tidak boleh dipungut biaya, kecuali untuk surat-surat yang
diperlukan selama pembelaan si tergugat atau untuk yang ditimbulkannya, atau untuk perkaraperkara yang harus diselidiki secara tertulis sebagaimana diperintahkan oleh hakim. (KUHPerd.
1886, 1888, 1934, 1974; Rv. 110, 124, 138 dst., 141 dst., 144, 248-41, 256 dst.)
Bagian 2.

Page 21 of 149

Jawaban Dan Penjelasan Perkara.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.)

Pasal 107.
Tergugat dapat mempersingkat tenggang waktu yang diberikan dalam pemberitahuan gugatan
dengan suatu akta yang diberitahukan kepada pengacara penggugat, sekaugus menunjuk
pengacara serta menentukan hari yang lebib awal dari yang disebut dalam pemberitahuan
gugatan.
Panggilan dilakukan sedikitnya lima hari sebelum hari yang ditentukan dalam akta tersebut,
dengan ancaman batal.
Dalam hal ada tergugat-tergugat peserta, maka panggilan sepanjang tidak merupakan kemauan
mereka, diberitahukan kepada mereka juga dengan suatu surat panggilan juru sita dengan
mengindahkan tenggang waktu antara panggilan dan hari untuk menghadap yang diajukan itu
sesuai hak masing-masing tergugat menurut undang-undang.
Jika oleh lebih dari satu tergugat yang tidak bertindak bersama-sama digunakan bait pengajuan
hari pengadilan, maka berlaku panggilan yang paling awal dengan mengingat alinea kedua dan
ketiga pasal ini. (Rv. 8, 10 dst., 15, 108, 349.)
Pasal 108.
Kecuali dalam hal seperti disebut dalam pasal yang lain, maka oleh pengacara yang bertindak
atas nama tergugat hal ini dinyatakan di dalam sidang. Pernyataan itu disebut dalam berita acara
sidang.
Tergugat dianggap memilih tempat tinggal di tempat kedudukan pengacara.
Pasal 106 alinea ketiga berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 24; Rv. 106, 349, 413; F 118.)
Pasal 109.
Tergugat yang tidak menunjuk pengacara diputus verstek dan selanjutnya diselesaikan menurut
ketentuan-ketentuan dalam Bagian 6 Bab I. (Rv. 78, 248.)
Pasal 110.
Kepada orang-orang Indonesia yang datang menghadap sendiri dan tidak segera dapat
menunjuk pengacara untuk mewakilinya diberikan kesempatan untuk dalam waktu singkat
menunjuk seorang pengacara, kecuali dalam hal gugatan yang batal atau dalam hal berlaku pasal
94 alinea kedua. Bila waktu yang diberikan lampau tanpa ada seorang pengacara yang ditunjuk,
maka perkara tanpa diberikan penundaan lagi diputus verstek. (Rv. 46, 77 dst.)
Pasal 111.
Jika pendaftaran gugatan tidak terjadi seperti dimaksud dalam pasal 23, maka pengacara
tergugat berhak untuk meminta agar perkara itu dimasukkan di dalam daftar dengan
menyampaikan panggilan gugatan dan surat panggilan pengajuan hari sidang, jika memang itu
terjadi.
Terhadap penggugat yang tidak datang menghadap, maka perkaranya diputus verstek dan
selanjutnya perkara berjalan seperti diatur dalam Bagian 6 Bab 1, kecuali jika dalam hal
permohonan pengajuan hari sidang tidak diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 107.
(Rv. 77.)
Pasal 112.
Pada hari sidang atau pada hari lain yang telah ditentukan, pengacara penggugat
mengemukakan gugatannya yang disertai alasan-alasannya dan pada waktu itu juga di sidang ia
menyerahkan turunan surat gugatnya kepada pengacara tergugat. (Rv. 8, 106, 113, 117, 120.)
Pasal 113.

Page 22 of 149

Setelah itu pada hari itu juga atau pada hari lain yang telah ditentukan, pengacara tergugat
mengajukan jawabannya disertai alasan-alasannya dan turunannya disampaikan kepada
pengacara penggugat. (Rv. 107 dst., 120.)
Pasal 114.
Pengacara tergugat berkewajiban mengajukan semua tangkisan dan jawaban mengenai pokok
perkaranya bersama-sama dengan ancaman tangkisan yang tidak diajukan gugur dan jika tidak
dijawab pokok persoalannya ia akan kehilangan hak untuk mengajukannya.
Namun para waris, janda dan wanita-wanita, baik yang bercerai maupun pisah meja dan ranjang
atau pisah harta kekayaan yang mendapat waktu untuk mempertimbangkan menerima atau
menolak warisan, cukup dengan menunjuk kepada keadaan itu dalam pembelaannya. (KUHPerd.
133 dst., 138, 232, 243, 1023 dst.; Rv. 128, 130, 241.)
Pasal 115.
Setelah jawaban diberikan dalam persidangan, maka pengacara penggugat diberi kesempatan
untuk mengajukan jawabannya kembali (replik) yang dapat dijawab lagi oleh pengacara tergugat
(duplik). (Rv. 343.)
Pasal 116.
Hakim atas permintaan bersama para pihak dapat memberi kesempatan untuk saling menjawab.
Pasal 117.

(s.d.u. dg. S. 1925-198jo. 273.) Hakim menentukan waktu-waktu pengajuan jawaban, bila perlu

setelah mempelajari surat-surat.


Dalam hal kedua pihak mempunyai pendapat yang sama, maka hakim mengabulkan permohonan
mereka, kecuali jika hal itu akan menimbulkan hambatan yang tidak patut dalam pelaksanaan
pemeriksaan.
Terhadap ketetapan-ketetapan hakim semacam itu tidak ada upaya hukum lain. (Rv. 112 dst.,
120, 241, 343.)
Pasal 118.
Setelah diadakan pertukaran surat jawab-menjawab, maka para pihak diberi kesempatan
mengajukan pembelaan atau ditentukan hari lain untuk keperluan itu, kecuali jika para pihak
menghendaki putusan hakim berdasarkan surat-surat. (Rv. 249.)
Pasal 119.
Hakim dalam tahap pembelaan berhak untuk minta penjelasan kepada para pengacara tentang
apa yang dimaksud dalam jawaban-jawaban tertulis maupun lisan yang telah mereka sampaikan.
(Rv. 112 dst., 120, 241, 249, 343.)

Pasal 120.
Bila gugatan ditetapkan untuk diperiksa dalam waktu singkat menurut pasal 10 sebelum, alinea
terakhir reglemen ini (dalam keadaan yang mendesak), maka pada hari yang telah ditentukan
oleh pengacara penggugat diajukan tuntutannya yang disertai alasan-alasannya dan sekaligus
dalam sidang itu disampaikan turunannya kepada pengacara tergugat.
Pengacara tergugat segera mengajukan jawabannya yang disertai alasan-alasannya dan
menyerahkan turunannya kepada pengacara penggugat.
Hakim atas permintaan para pihak atau karena jabatannya untuk kepentingan jawaban-jawaban
atau pembelaan dapat memberikan penundaan. (Rv. 47, 107 dst., 117, 249, 285, 605.)
Pasal 121.

Page 23 of 149

Jika pengacara yang mewakili orang yang semula datang menghadap tetapi kemudian pada
sidang lanjutan tidak hadir, maka hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk dijatuhkan putusan
verstek, tetapi putusan itu dianggap sebagai putusan itu yang dijatuhkan atas bantahan.
Pasal 122.
Para pihak tidak dapat menarik kembali penunjukkan seorang pengacara tanpa menunjuk
seorang pengacara lain sebagai penggantinya; selama belum ditunjuk pengacara baru, maka
acara berjalan atas nama pengacara yang ditunjuk pertama kali. (KUHPerd. 1813 dst., 1974; Rv.
106, 108, 248 dst., 256, 343.)
Pasal 123.
Pihak yang jawabannya mendasarkan atas suatu surat, wajib menyebutkan dalam jawaban itu
bahwa surat itu diajukan di dalam sidang.
Seorang pengacara, bila dipandangnya perlu, dapat meminta turunan semua surat-surat yang
diajukan dalam perkara oleh pihak lawan dan turunan-turunannya harus disampaikan dalam
waktu delapan hari sesudah permintaan itu. Kecuali itu maka pihak yang bersangkutan wajib, jika
lawannya menyatakannya dengan perantaraan pengacara kepada pengacara lawannya, meminta
untuk melihat surat-surat aslinya yang diajukan dalam sidang dengan meletakkan suratsurat itu
di kepaniteraan ataupun menyerahkannya kepada pengacara pihak lawan, dengan memberi
tanda terima.
Jika suatu pihak setelah ditentukan hari untuk mengajukan pembelaan masih mengajukan suatu
surat, maka ini dilakukannya dengan memberikan turunan kepada pengacara pihak lawan di
samping menyampaikan satu turunan kepada panitera dengan tanda terima.
Jika mengenai suatu surat tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, atau dibiarkan
begitu adanya sehingga lawan tidak sempat memberikan jawaban terhadapnya, maka ia hanya
dapat menyinggung keadaan itu pada waktu pembelaan. Hakim dapat mengesampingkan surat
semacam itu dan dalam putusannya tidak perlu memperhatikannya. (KUHPerd. 1886, 1888; Rv.
106, 112 dst., 120, 125 dst., 140 dst., 241, 343, 416.)
Pasal 124.
surat-surat dapat disampaikan kepada panitera tanpa meterai.
Pasal 125.
surat-surat harus dikembalikan dalam waktu delapan hari sesudah tanggal tanda terima atau
sejak pemberitahuan kepada pihak lawan bahwa surat-surat sudah disampaikan kepada panitera,
(Rv. 241.)
Pasal 126.
Jika surat-surat itu tidak dikembalikan dalam tenggang waktu itu, maka pihak yang lalai dapat
dipaksa oleh ketua dengan suatu surat perintah, bahkan dengan paksaan badan (lijfsdwang)
dengan tidak mengurangi tanggung jawab atas penggantian biaya, kerugian dan bunga, di mana
perlu. (KUHPerd. 1243 dst., 1365 dst.; Rv. 241, 580 dst., 607 dst.)
Pasal 127.
Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus,
tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya. (Rv. 8, 344, 503; KUHPerd. 1900.)
Bagian 3.
Permohonan Sementara
Dan Tangkisan Tentang Ketidakwenangan.
Pasal 128.

Page 24 of 149

(s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Orang-orang asing bukan penduduk sebagai penggugat, atau

menggabungkan diri atau masuk dalam suatu perkara atas permintaan pihak lawan sebelum
melakukan pembelaan atau bantahan diminta jaminan mengenai pembayaran biaya, kerugian
dan bunga yang mungkin dapat dibebankan kepadanya.
Pihak yang minta jaminan tidak dianggap sebagai telah mengakui wewenang hakim. (ISR. 163,
AB. 3-5; KUHPerd. 1827; Rv. 114, 117, 130, 134, 241, 279, 349, 580-90, 611, 614, 872.)
Pasal 129.
Putusan hakim yang memerintahkan pemberian jaminan menyebut jumlah uang yang menjadi
tanggungan serta Cara pemberiannya. (KUHPerd. 1830; Rv. 349, 611 dst.)
Pasal 130.
Barangsiapa yang dihadapkan kepada hakim yang tidak berwenang untuk mengadili sengketa
yang bersangkutan dapat menuntut agar hakim itu menyatakan dirinya tidak berwenang. (ISR.
136; RO. 175; Rv. 76, 99, 328, 349.)
131.

Dicabut dg. S. 1908-522.

Pasal 132.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal hakim tidak berwenang karena jenis pokok perkaranya, maka
ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang ketidakwenangannya, karena jabatan wajib
menyatakan dirinya tidak berwenang. (Rv.130, 328, 349, 951; IR. 134; RBg. 160.)
Pasal 133.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila suatu perkara yang menjadi wewenang Residentierechter (hakim

Karesidenan), diajukan ke raad van justitie dan tergugat yang hadir tidak mengajukan tangkisan
tentang ketidakwewenangannya, maka raad van justitie akan menangani perkara itu dan
mengadilinya pada tingkat tertinggi. (Rv. 130, 132, 972.)
Pasal 134.

(s.d. u. dg. S. 1901-15; S. 1908-522.) Perkara-perkara yang sebelumnya telah digugat di


hadapan hakim lain antara pihak-pihak yang sama mengenai pokok perselisihan yang sama pula
atau yang oleh pihak-pihak yang sama mengenai pokok perselisihan yang sama pula telah
diserahkan penyelesaiannya kepada para wasit dan masih berjalan, atau dalam hal suatu
perselisihan yang erat hubungannya dengan suatu perkara yang sudah ada di tangan hakim lain
atau ada di tangan para wasit, maka dapat dimintakan agar perkara itu dilimpahkan kepada
hakim lain itu atau pada para wasit yang telah diangkat. Hal ini harus dilakukan dengan suatu
permintaan yang beralasan sebelum dilakukan pembelaan pada hari yang telah ditentukan untuk
pembelaan itu.
(s.d. t. dg. S. 1908-522.) Pelimpahan itu dapat juga diminta oleh penggugat, tetapi hanya dalam
tahap dilakukan kesimpulan gugatnya. (KUHPerd. 1197; Rv. 95, 99, 128, 270, 279, 349, 436,
615.)
Pasal 135.

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jika ada perkara antara orang-orang yang sama mengenai pokok-pokok
sengketa yang sama pada waktu yang bersamaan, atau pada hakim yang saina ada perkaraperkara yang sangat erat hubungannya maka dapat dimintakan penggabungan.
Jika penggabungan itu dimintakan oleh tergugat, maka berlakulah kalimat terakhir alinea
pertama pada pasal yang lain.
Penggabungan dapat juga dimintakan oleh penggugat, tetapi hanya dalam tahap dilakukan
kesimpulan gugatnya. (Rv. 112, 114, 120, 134, 244, 279.)
136 dan 137. Dicabut dg. S. 1908-522.

Page 25 of 149

Bagian 4.
Pemeriksaan Perkara Atas Dasar Jawab-Menjawab Tertulis.

Pasal 138.

(s.d.u, dg. S. 1908-522.) Jika setelah dilakukan jawab-menjawab di dalam sidang pengadilan
perkara ternyata tidak dapat diselesaikan dengan cara lisan, maka hakim atas permohonan para
pihak atau karena jabatan dapat memerintahkan bahwa perkara diperiksa berdasarkan jawabmenjawab tertulis. (Rv. 48, 106, 255, 349.)
Pasal 139.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Perintah pemeriksaan perkara berdasarkan jawab-menjawab tertulis


tidak dapat dimohonkan banding, dan tidak ada upaya hukum lain yang tersedia. (Rv. 66, 68.)
Pasal 140.
Dalam waktu empat belas hari setelah putusan hakim dijatuhkan untuk pemeriksaan perkara
berdasarkan jawab-menjawab tertulis, maka penggugat dikabulkan dengan perantaraan jurusita
kepada tergugat surat-surat yang menyebutkan upaya-upaya hukumnya serta menyerahkan
turunan-turunannya; berkas itu diakhiri dengan daftar surat-surat untuk menguatkan
gugatannya.
Berkas surat-surat ini dalam waktu dua puiuh empat jam sesudah diberitahukan disampaikan di
kepaniteraan.
Akta bukti penyampaian berkas itu diberitahukan kepada tergugat. (Rv. 68, 139, 143.)
Pasal 141.
Dalam waktu empat belas hari sesudah pemberitahuan dengan perantaraan juru sita tersebut,
tergugat dapat melihat berkas itu serta minta turunan surat-surat yang telah diserahkan kepada
panitera dan ia memberitahukan jawabannya dengan upaya-upaya hukum kepada penggugat;
juga disampaikan daftar surat-surat untuk mendukung jawaban itu.
Jawaban serta surat-surat juga diserahkan kepada panitera beserta turunan-turunannya itu
dalam waktu dua puluh empat jam sesudah pemberitahuan dan akta penyerahan itu juga
diberitahukan kepada pihak lawan. (Rv. 68, 113 dst., 143 dst., 145,,349.)
Pasal 142.
Dalam tenggang waktu yang sama para pihak dapat saling menyampaikan surat-surat jawaban
(replik) dan jawaban balik (duplik) yang dengan cara yang sama bersama-sama dengan suratsurat yang bersangkutan diserahkan kepada panitera. (Rv. 68, 120, 143 dst., 145, 249, 349.)
Pasal 143.
Dalam hal-hal yang diatur dalam tiga pasal terdahulu, maka para pihak dapat saling
memberitahukan surat-surat secara sukarela dengan surat tanda terima; pasal 126 berlaku dalam
hal ini. (Rv. 126, 145, 349.)
Pasal 144.
surat-surat atau alat-alat lain yang oleh para pihak kemudian saling diperlihatkan atau saling
diberitahukan tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan biaya. (Rv. 98, 10,6, 349.)
Pasal 145.
Bila dalam waktu yang telah ditentukan di atas, salah satu pihak tidak menunjukkan atau
memberitahukan surat-surat ataupun tidak memberitahuan daftar surat-surat, maka perkaranya
akan dipertimbangkan berdasarkan surat-surat dari pihak lawan. (Rv. 126, 140 dst., 143, 349.)

Page 26 of 149

Dalam hal itu, seperti juga setelah ditunjukkan atau diberitahukan surat-surat dan pemberitahuan
oleh juru sita dalam waktu yang telah ditentukan, maka panitera atas keinginan pihak yang lebih
dulu siap, menyerahkan surat-surat itu kepada ketua yang akan membicarakan hal itu pada rapat
yang pertama berikutnya. (Rv. 140 dst., 249, 349.)
Pasal 146
Jika sifat perkara adalah sedemikian rupa sehingga perlu mendengar penuntut umum, maka oleh
hakim diperintahkan kepada panitera untuk memberitahukan kepadanya perkara itu. (Rv. 349.)
Penuntut umum mengambil kesimpulan pada sidang pemeriksaannya, yang diumumkan pada
hari sidang sebelumnya. (Rv. 322 dst.)
Pasal 147.
Hakim memberikan putusannya pada hari sidang yang ditentukan olehnya. (Rv. 22, 47, 349.)
Bagian 5.
Perselisihan Mengenai Asli Tidaknya surat-surat
Dan Tentang Pemeriksaan
Di Sidang Pengadilan Tentang Hal Itu.
Pasal 148.
Pemeriksaan di sidang pengadilan mengenai asli tidaknya surat-surat yang hendak dipergunakan
para pihak diadakan: (Sv. 231 dst.; IR. 138; RBg. 164.)
10. jika pihak yang dikatakan telah membuat surat di bawah tangan atau menandatanganinya,
menyangkal telah membuatnya atau menandatanganinya; (KUHPerd. 1875 dst.; Rv. 149.)
20. jika pihak yang dilawan dengan menggunakan suatu surat di bawah tangan yang ditulis oleh
pihak ketiga atau ditandatangani oleh pihak ketiga itu dan menyatakan tidak mengakui surat
atau tanda tangan orang yang dikatakan telah menulis atau menandatangani surat itu;
(KUHPerd. 1875 dst.; Rv. 149.)
30. jika salah satu pihak mengatakan bahwa surat itu palsu atau dipalsukan. (KUHPerd. 1872;
BS. 25, 28; Rv. 349, 628.)
Pasal 149.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam No. 10 dan 20 pasal yang lalu, maka pihak yang
ingin mempertahankan serta menggunakan surat yang oleh pihak lawan disangkal keasliannya
dapat menuntut agar ia diberi kesempatan untuk membuktikannya baik dengan surat-surat,
dengan ahli-ahli, maupun dengan saksi-saksi. (KUHPerd. 1867 dst., 1895; Rv. 151, 154, 215 dst.,
349.)
Pasal 150.
Dalam kejadian seperti tersebut dalam no. 31 pasal 148, maka pihak yang mengatakan bahwa
surat yang dikemukakan adalah palsu atau dipalsukan dapat menuntut agar ia diberi kesempatan
untuk membuktikannya baik dengan surat-surat, dengan ahli-ahli, maupun dengan saksi-saksi.
(s.d.u. dg. S. 1872-13.) Tetapi ia tidak akan diperbolehkan untuk itu sebelum menyampaikan di
kepaniteraan suatu akta yang ditandatangani olehnya sendiri atau oleh orang yang khusus
dikuasakan untuk itu dengan suatu akta otentik, dan memuat pernyataan yang tegas bahwa
surat-surat yang bersangkutan dianggap palsu atau dipalsukan dan juga menyebutkan tindakantindakan, keadaan serta alat-alat bukti yang dipandangnya perlu untuk membuktikan kepalsuan
atau dipalsukannya surat-surat itu. (KUHPerd. 1867 dst., 1872, 1895; Rv. 151, 154, 215 dst.,
349.; Sv. 231 dst.)
Pasal 151.

Page 27 of 149

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Perintah untuk pemeriksaan di sidang pengadilan mengenai asli atau
tidaknya suatu surat, tidak diberikan sebelum diberikut suatu pernyataan seperti diatur dalam
dua pasal berikut, satu dan yang lain mengingat apa yang menjadi tuntutan dalam gugatan.
Pernyataan-pernyataan itu diucapkan secara lisan dalam sidang pengadilan.
Tentang hal itu dicatat dalam berita acara.
Pasal 152.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Jika tuntutan dilakukan sesuai dengan pasal 149, maka pihak yang

menyangkal keaslian surat harus menyatakan tetap menyangkal keaslian surat dengan tidak
mengakui surat atau tanda tangan atau menyatakan tidak mengenalnya.
Dalam hal ia tidak datang menghadap pada hari yang telah ditentukan atau menolak untuk
menjawab atau tidak tetap pada sangkalannya atau bantahannya, maka atas permintaan pihak
yang berkepentingan hal itu dicatat dalam berita acara, dan hakim menyatakan bahwa surat
yang bersangkutan dapat diterima dalam pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
Semua itu dicatat dalam berita acara. (Rv. 148, 154, 349.)
Pasal 153.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika suatu gugatan dilakukan menurut pasal 150, maka pihak yang

mengemukakan surat harus menyatakan apakah ia ingin menggunakan surat itu dalam
perkaranya.
Jika ia tidak datang menghadap pada hari yang telah ditentukan atau menolak untuk menjawab
atau menyatakan tidak akan menggunakan surat itu, maka atas permintaan pihak lawan hal itu
dicatat dalam, berita acara dan oleh hakim dinyatakan surat itu di luar pemeriksaan perkara.
Semua itu dicatat dalam berita acara. (Rv. 154, 349.)
Pasal 154.

(s.d.u. S. 1908-522.) Jika suatu pernyataan diberikan menurut dua pasal terdahulu, dan terdapat

cukup alasan-alasan, maka hakim memerintahkan untuk mengadakan pemeriksaan hari sidang
yang ditentukan olehnya, paling cepat setelah empat belas hari tentang asli tidaknya surat-surat
yang bersangkutan, dan jika ia tidak dapat melakukannya sendiri, ia mengangkat seorang hakim
komisaris dan tiga orang ahli.
Dalam hal para pihak bersepakat untuk memilih ahli-ahlinya, maka hakim akan menerimanya.
Perintah ini sekaligus memuat perintah agar surat yang disengketakan diberikan keterangan yang
cukup mengenai cirinya serta diberi tanda oleh ketua dan paniteran untuk kemudian diserahkan
ke kepaniteraan untuk disimpan di sana, dengan tidak mengurangi hak para pihak untuk dapat
melihat atau mendapatkan (KUHPerd. 1877; Rv. 148 dst., 215 dst., 349; Sv. 231 dst., 241.)

Pasal 155.
Pada hari yang ditentukan para pihak datang menghadap ketua atau hakim komisaris untuk
menyetujui mengenai pencocokan surat-surat yang bersangkutan.
Jika salah satu pihak tidak datang, maka diperintahkan pemanggilan untuk hari lain. Jika pada
hari itu pihak yang ingin menggunakan surat itu tidak datang, maka surat itu tidak akan
digunakan dalam pemeriksaan perkara yang bersangkutan.
Jika pihak lawan yang tidak datang, maka hakim menyatakan surat itu sebagai diakui oleh pihak
lawan itu.
Jika kedua pihak tidak datang pada hari pemeriksaan yang pertama, maka hakim dapat
menyatakan gugur tuntutan bahwa surat yang bersangkutan adalah palsu atau yang dipalsukan
ataupun dapat juga memanggil para pihak untuk kedua kalinya. (RV. 152 dst., 156 dst. , 349.)
Pasal 156.
Sementara para pihak tidak sependapat mengenai surat-surat yang dicocokkan, hakim tidak
boleh menerima surat-surat lain semacam itu, kecuali:
10. akta-akta otentik; (KUHPerd. 1868 dst., IR. 165.)

Page 28 of 149

20. surat-surat di bawah tangan yang diakui kedua pihak; (KUHPerd. 1874 dst., lsm; Sv., 238.)
30. bagian selebihnya dari surat-surat yang dikemukakan, sementara pemeriksaan mengenai asli
atau tidaknya hanya mengenai bagian itu;
40. hal-hal yang harus ditulis oleh para pihak di hadapan hakim atau hakim komisaris dengan
mengikuti . apa yang diucapkannya;
50. (s.d.t. dg. S. 1919-603.) Sidik jari yang harus dibubuhkan dihadapan atau atas petunjuk
hakim atau hakim komisaris.
Penolakan untuk menulis dapat diartikan sebagai pengakuan atas surat-surat yang
bersangkutan. (KUHPerd. 1922; Sv. 237 dst.)
Pasal 157.
Dalam hal surat-surat yang akan dicocokkan ada di tangan pejabat penyimpan umum atau
Penyimpan lain, maka hakim atau hakim komisaris dapat memerintahkan agar Penyimpan itu
membawa surat-surat itu kepadanya pada hari dan jam yang ditentukan oleh hakim atau hakim
komisaris di tempat pemeriksaan akan dilakukan dengan ancaman paksaan badan terhadap
penyimpan umum dan terhadap penyimpan yang lainnya dengan dipaksa sesuai ketentuan
hukum, dengan tidak mengurangi paksaan badan juga penyanderaan bila dipandang perlu.
(KUHPerd. 1239; Rv. 160, 349, 580-5', 584, 952; Sv. 234.)
Pasal 158.
Jika surat-surat yang untuk dicocokkan tidak dapat ditunjukkan, atau tempat tinggal para
penyimpannya amat jauh, maka terserah pada hakim, berdmrkan laporan hakim komisaris, bila
diangkat, dalam segala hal sesudah didengar penuntut umum, apakah akan diperintahkan agar
pemeriksaan dilakukan oleh hakim atau oleh Kepala Daerah di tempat tinggal penyimpan itu,
atau agar dalam waktu yang ditetapkan surat-surat itu dikirimkan kepada kepaniteraan dengan
cara-yang ditentukan oleh hakim. (RO. 33; BS. 9 dst.; Rv. 159, 349, 952; Rbg. 322-30.)
Pasal 169.
(s.du. dg. S. 1,908-522.) Jika dalam hal terakhir ini penyimpan adalah seorang pejabat umum,
maka ia sebelumnya membuat turunan surat-surat, yang akan dicocokkan dengan aslinya dan
ditandatangani oieh ketua R.v.J. atau Residentierechter di wilyah tempat tinggal pejabat
tersebut, dan oleh mereka dibuat berita acara tentang hal itu. Turunan itu oleh pejabat tersebut
digabungkan dengan surat-surat yang asli atau niinutnya sebagai ganti surat-surat yang asli
sampai yang asti dikembalikan kepadanya dan ia dapat mengeluarkan grossen dan turunan yang
sah dengan menyebutkan berita acara tersebut di atas.
Biaya dibayar oleh pihak yang meminta pemeriksaan di sidang mengenai asli tidaknya surat-surat
kepada penyimpan, menurut perhitungan pejabat yang membuat berita acara dan untuk itu
diberikan perintah pelaksanaannya kepada pejabat penyimpan. (Rv. 148, 158, 161, 349, 952; Sv.
237.)
Pasal 160.
Pihak yang telah siap lebih dulu memanggil dengan perantaraan juru sita para ahli, jika ada yang
diangkat, dan para pejabat penyimpan yang diperintahkan menghadap secara pribadi untuk siap
pada hari dan jam yang telah ditentukan dengan surat perintah oleh hakim atau hakim komisaris;
para ahli harus mengangkat sumpah sebelum mulai dengan pemeriksaan serta membuat
laporannya; kemudian para penyimpan menyampaikan surat-surat untuk dicocokkan. Tentang
semuanya itu dibuat berita acara.
Pihak ini dipanggil dengan akta juru sita di tempat tinggal yang dipilih untuk hadir pada waktu
pemeriksaan. (Rv. 8, 16, 106 dst., 157 dst., 215 dst., 349.)
Pasal 161.
Jika surat-surat telah diperlihatkan oleh para pejabat penyimpan, maka terserah kepada hakim
atau hakim-komisaris untuk memerintahkannya, sementara menyimpan surat-surat itu, tetap

Page 29 of 149

menghadiri pemeriksaan dan pada tiap-tiap sidang yang memerlukan memperlihatkan dan
mengambil kembali surat, surat simpanannya, ataupun dapat memerintahkan agar surat-surat
yang bersangkutan diserahkan kepada panitera.
Dalam hal terakhir jika pejabat penyimpan adalah seorang pejabat umum, ia dapat membuat
turunan seperti diatur dalam pasal 159, dan meskipun tempat diadakannya pemeriksaan berada
di luar wilayahnya, penyimpan itu menurut peraturan dapat membuat akta.
Dalam hal itu pencocokan dilakukan oleh ketua raad van justitie di dalam wilayah hukum dimana
surat-surat yang bersangkutan berada. (KUHPerd. 1868; Rv. 349.)
Pasal 162.
Para ahli harus mengangkat sumpah.
Surat-surat disampaikan kepadanya yang kemudian dibuatkan laporan disertai alasan-alasan
pertimbangannya.
(s..d. u. dg. S. 1908-522, S. 1925-525.) Dalam hal ini berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal:
222, 225, 228 dan 229. (Rv. 160, 204, 223 dst., 349; Sv. 239.)
Pasal 163.
Sebagai saksi-saksi dapat didengar mereka yang melihat pembuatan akta atau
penandatanganannya atau mereka yang mengetahui seluk-beluk kejadiannya, untuk dapat
ditemukan kebenarannya.
surat-surat yang tidak diakui atau disangka palsu diperlihatkan kepada mereka, serta mereka
memberi tanda mengetahui dan selanjutnya diikuti ketentuan-ketentuan mengenai pemeriksaan
saksi-saksi. (KUHPerd. 1895 dst.; Rv. 149 dst., 171 dst., 349; Sv. 239.)
Pasal 164.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Jika pemeriksaan telah selesai, maka pihak yang sudah siap lebih dulu
memanggil pihak yang lain dengan perantaraan pengacara untuk melanjutkan pemeriksaan
perkaranya, kecuali jika perkara masih menunggu giliran. (Rv. 154, 158, 160, 208, 349.)

Pasal 165.
Bila di dalam pemeriksaan di sidang timbul dugaan telah dilakukan pemalsuan oleh orang yang
masih hidup, maka oleh hakim karena jabatan atau atas permintaan penuntut umum
diperintahkan agar surat-surat diserahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan pemeriksaan
oleh hakim pidana yang bersangkutan.
Sengketa perdatanya ditunda sampai ada putusan hakim pidana. (AB. 29; KUHPerd. 1872, 1918;
Rv. 321, 349, 952; KUHP 263 dst., 266; Sv. 9 dst., 231 dst., 390; IR. 138; RBg. 164.)
Pasal 166.
Jika hakim perdata dalam putusannya mengenai tuduhan pemalsuan memerintahkan agar suratsurat yang dinyatakan palsu atau dipalsukan dikesampingkan, disobek atau dicoret seluruhnya
atau sebagian, ataupun agar diperbaiki dan dirapikan, maka bagian putusan ini ditunda
pelaksanaannya selama bagi terhukum belum lewat tenggang waktu untuk banding, peninjauan
kembali atau kasasi atau bila ia tidak menerima putusan. (AB. 29; KUHPerd. 16; Rv. 329, 334,
349, 388, 402 dst.; Sv. 243.)
Pasal 167.
Dalam putusan hakim disebutkan kecuali mengenai palsu tidaknya surat yang bersangkutan juga
tentang tenggang waktu dan cara bagaimana para pihak, saksi-saksi dan pejabat-pejabat
penyimpan harus mengembalikan surat-surat yang ditunjukkan. (Rv. 155 dst., 349; Sv. 244.)
168, 169 dan 170. Dicabut dg. S. 1872-13.

Page 30 of 149

Bagian 6.
Pemeriksaan Saksi-saksi.
Pasal 171.
Jika para pihak tidak mendapat kesepakatan tentang kejadian-kejadiannya, dan oleh undangundang diperbolehkan dibuktikan dengan saksi-saksi, dan kejadian-kejadian itu akan dapat
membawa ke arah penyelesaian perkaranya, maka atas permintaan pihak-pihak yang
bersangkutan hakim dapat memerintahkan dilakukannya pemeriksaan saksi. (IR. 121, 139; RBg.
145, 165.)
Dalam keadaan seperti di atas, maka ia karena jabatan dapat memerintahkannya bila
dianggapnya berguna atau perlu untuk memutuskan perkara itu. (Rv. 953.)
Pemeriksaan saksi, jika menuju ke arah penyelesaian perkara, selalu diperbolehkan tanpa kecuali
bila dikehendaki oleh orang Indonesia atau yang diperan dengan mereka, yang mengingat
perkara dalam sengketa tidak sesuai dengan ketentuan hukum, atau yang tidak menyatakan
tunduk kepada hukum yang berlaku untuk golongan Eropa. (IR. 168; AB. 1 1 dst.; Rv. 953 .)
Bukti lawan menurut hukum selalu diperbolehkan. (KUHPerd. 1866, 1895 dst.; Rv. 48, 173, 241
dst., 332, 349, 393.)
Pasal 172.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) surat keputusan yang di dalamnya termuat perintah pemeriksaan saksi

harus menyebutkan perbuatan-perbuatan yang harus dibuktikan. Dalam perkara-perkara


mengenai hak menguasai (bezit) yang tidak mengakui hak itu atau terhadapnya, tidak boleh
menyebutkan perbuatan-perbuatan yang mengenai hak milik atas benda yang bersangkutan
(petitoir) itm,
Dalam putusan itu hakim memerintahkan, bahwa pemeriksaan saksi akan dilakukan di dalam
persidangan, atau atas permintaan para pihak atau karena alasanalasan yang penting yang
disebut dalam putusan itu, di hadapan seorang hakim komisaris yang diangkat olehnya
sepanjang ia tidak menggunakan hak yang diberikan kepadanya dalam pasal 173 (Rv. 293a.)
Begitu pula bila telah terjadi putusan, seperti yang dimaksudkan dalam dua alinea terdahulu,
hakim dapat menggunakan wewenangnya seperti yang disebutkan dalam pasal berikutnya, yaitu
untuk mengubah putusan itu, baik karena jabatan, maupun atas permohonan kedua belah pihak
atau salah satu pihak.
Pasal 173.

(s.d. u. dg, S. 1908-522.) Jika para saksi bertempat tinggal dalam wilayah hukum raad van

justitie tetapi di luar karesidenan/afdeling tempat kedudukan raad van justitie, maka
pemeriksaan dapat diserahkan kepada hakim karesidenan di tempat tinggal para saksi. (Rv. 896.)
Jika para saksi bertempat tinggal di luar wilayah hukum raad van justitie maka pemeriksa dapat
diserahkan kepada raad van justitie atau Residentierechter di tempat tinggal para saksi. Raad
van justitie yang diminta bantuannya dapat melakukannya sendiri atau menyerahkannya kepada
hakim komisaris atau dalam keadaan seperti tersebut dalam alinea yang lalu kepada
Residentierechter. (Rv. 896.)
Jika para saksi bertempat tinggal di luar Indonesia, maka hakim dapat meminta kepada seorang
pejabat di negara tempat tinggal saksi itu untuk memeriksanya atau menyerahkan pemeriksaan
itu kepada seorang pejabat konsuler di tempat tinggal para saksi. Berita acara itu mempunyai
kekuatan yang sama dengan berita acara yang dibuat oleh hakim Indonesia. (Rv. 896.) .
Jika saksi karena sakit atau karena halangan yang sah tidak datang menghadap, maka hakim
dapat memerintahkan kepada seorang hakim komisaris, jika seya tidak ada perintah majeus
untuk pemeriksaan saksi-saksi seluruhnya, dan hakim komisaris mendatangi saksi untuk
mendengar kesaksiannya. (Rv. 896.)
Dalam semua hal tersebut di atas, maka hakim juga menentukan jangka waktu yang harus
diperhatikan dalam memberitahukan pihak lawan mengenai hari jam serta tempat pemeriksaan
dilakukan dan juga menentukan hari perkara itu mendapat giliran di sidang pengadilan.

Page 31 of 149

Pasal 174.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika pemeriksaan saksi dilakukan di dalam sidang pengadilan, maka

dalam putusan disebutkan hari dan jam saksi-saksi tersebut didengar.


Pemeriksaan mengenai bukti lawan dilakukan pada hari dan jam yang juga ditentukan dalam
putusan atau segera ditentukan setelah mendengar keterangan saksi sebagai pembuktian.
Jika salah satu pihak mohon perpanjangan tenggang waktu seperti dalam alinea pertama dan
kedua, maka hal ini segera ditentukan tanpa ada kemungkinan upaya hukum lain.
Selanjutnya untuk mendengar keterangan saksi di sidang, harus diperhatikan aturan-aturan
seperti yang dimaksudkan dalam pasal-pasal yang berikut ini.
Pasal 175.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Saksi-saksi dipanggil dengan bertemu dengan mereka sendiri atau di

tempat tinggalnya sedikitnya tiga hari sebelum hari pemeriksaan. Tenggang waktu ini ditambah
dengan satu hari untuk tiap-tiap jarak lima belas pal. (Rv. 9530.)
surat panggilan memuat putusan, tempat, hari dan jam diadakan pemeiiksaan serta mengenai
hal-hal yang harus dibuktikan. (Rv. 8, 15, 96, 176, 188, 204, 896.)
Pasal 176.
Nama-nama serta tempat tinggal saksi-saksi selambat-lambatnya delapan hari sebelum hari
pemeriksaan oleh Para pihak diberitahukan kepada pengacara pihak lawan. (Rv. 96, 106 188,
200,)
Pasal 177.
Hakim menanyakan kepada saksi tentang naina nama depan, pekerjaan umur serta tempat
tinggalnya, juga mengenai apakah ia mempunyai hubungan keluarga dengan para pihak karena
keturunan atau karena perkawinan dan bila ada dalam derajat ke berapa dan juga apakah
iamerupakan buruh atau pembantu rumah tangga salah satu pihak.
Setelah itu mereka masing-masing akan bersumpah atau berjanji menurut agama masingmasing, bahwa mereka akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari
yang sebenarnya. (ISR. 173; KUHPerd. 290 dst., 1909 dst.; Rv. 179, 188 dst. 204, 896,; Sv. 48,
139; IR. 144, 147 dst., 265; S. 1920-69.)
178.

Dicabut dg. S. 1925-525.

Pasal 179.
Kemudian masing-masing saksi secara sendiri-sendiri didengar keterangannya di dalam sidang
pengadilan dengan atau tanpa hadirnya para pihak lawan. Mereka tidak diperbolehkan membaca
jawaban tertulis.
Para pihak tidak diperbolehkan memutus pembicaraan saksi, permohonan Para pihak, dan juga
karena jabatannya dapat pertanyaan-pertanyaan yang dipandangnya perlu kepada saksi. (Rv.
204, 896).
Pasal 180.

(s.d.u. dg. S. 1908-522, S. 1925-525.) Jika seorang dipanggil dengan patut tidak datang

menghadap atau jika memberi jawaban, maka pihak yang berkepentingan dapat memohon ke
memberi kesempatan di lain waktu.

Pasal 181.
Jika saksi menuntut ganti rugi, maka besar ganti rugi itu akan direncanakan pada turunan surat
panggilan yang bersangkutan dan tentang hal itu akan dicatat dalam berita acara. (Rv. 204, 896;
S. 1851-27 pasal 53.)

Page 32 of 149

Pasal 182.
Dalam hal Para saksi tidak dapat didengar dalam satu hari, maka hakim menundanya sampai hari
dan jam lain dan baik terhadap para pihak ataupun saksi tidak diadakan panggilan baru. (Rv. 16,
204, 896.)
Pasal 183.
Pihak yang mengajukan lebih dari lima saksi mengenai satu perkara tidak dapat membebankan
biaya selebihnya dari lima saksi.itu kepada pihak lawan. (Rv. 204, 958.)
Pasal 184.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.) Saksi yang tidak datang menghadap walaupun sudah dipanggil dengan

patut dihukum untuk mengganti biaya panggilan yang telah dilakukan dengan sia-sia, juga
membayar kerugian dan bunga kepada Para pihak.
Ia dipanggil lagi atas biaya sendiri. (KUHPerd. 1909; Rv. 204, 896, 954; Sv. 51 dst.; 133 dst.; IR.
140, 260 dst., 263; RBg. 166.)
Pasal 185.

(s.d.u. dg. S. 1917-497.)Jika saksi-saksi yang telah dipanggil lagi untuk kedua kalinya belum juga

datang menghadap, maka mereka dihukum kedua haknya untuk membayar biaya panggilan yang
telah dikeluarkan dengan sia-sia dan juga membayar ganti rugi serta bunga kepada para pihak.
Hakim dapat memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak datang dibawa oleh pejabat yang
berkuasa ke hadapannya untuk memenuhi kewajibannya. (Rv. 204, 580-10-, 896, 956, 959; Sv.
51 dst., 133 dst.; IR. 141; RBg. 167.)
Pasal 186.
Jika saksi, yang datang berdasarkan panggilan pertama atau kedua atau setelah dihadapkan
kepada hakim, tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji atau memberikan
kesaksiannya, maka hakim atas permohonan pihak yang berkepentingan dapat memerintahkan
agar terhadap saksi tersebut atas biaya pihak yang mengajukannya dilakukan penyanderaan dan
tetap disandera sampai ia bersedia memenuhi kewajibannya. (Rv. 204, 580- 1 O-, 896; Sv. 53,
136; IR. 148; RBg. 176.)
Pasal 187.
Jika saksi yang tidak datang menghadap dapat membuktikan bahwa ketidakdatangannya
disebabkan karena alasan-alasan yang sah, maka hakim setelah mendengar keterangannya
dapat membebaskannya dari segala kewajiban membayar uang telah dibebankan kepadanya.
(Rv. 204, 896, 959; Sv. 52; IR. 142; RBg. 168.)
Pasal 188.
Di luar apa yang diatur dalam pasal 171 tentang pengucapan sumpah, kealpaan dalam
melakukan formalitas seperti tersebut dalam pasal 172 dan berikutnya, hanya dapat
membatalkan kesaksian itu, jika hal itu menimbulkan kerugian bagi pembelaan pihak lawan dan
kealpaan itu tidak dapat diperbaiki atau tidak diperbaiki meskipun hal itu dapat dilakukan.
Perbaikan, bila ada alasan untuk itu, diperintahkan oleh hakim atas permohonan dan biaya pihak
yang berkepentingan. (Rv. 92, 96, 204.)
Pasal 189.

(s.d. u. dg, S. 1908-522.) Tanpa pemberitahuan atau panggilan terlebih dahulu, hakim dapat

menerima keterangan-keterangan para saksi yang diajukan oleh kedua pihak dan datang
kepadanya atas kemauan sendiri. (Rv. 176, 179 dst.; IR. 122; RBg. 145.)
190 - 196. Ditarik kembali dg. s. 1908-522.

Page 33 of 149

Pasal 197.
Bila Pemeriksaan dilakukan di hadapan hakim komisaris, maka harus diikuti ketentuan berikut.
(Rv. 38, 349.)
Pasal 198.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Putusan, selain memuat mengenai kejadian-kejadian yang


diperbolebkan atau diperintahkan pembuktiannyajuga memuat:
10. pengangicatan hakim komisaris,
20. jangka waldu untuk mengajukan permohonan kepada hakim komisaris tentang Perintah
pemanggilan para saksi.
30 Jangka waktu dihitung mulai pada hari putusan diucapkan. (Rv. 15, 68.)

Pasal 199.
Dalam jangka waktu itu pihak yang diwajibkan mengajukan saksi harus mengajukan permohonan
tertulis kepada hakim komisaris agar mendapat perintah pemanggilan untuk menghadap saksisaksi pada hari, jam dan tempat yang ditentukan.
Bila hal itu tidak dilakukan, maka tidak diperbolehkan membuktikan perkaranya dengan saksisaksi. (Rv. 201, 206, 349.)
Pasal 200.
Pihak itu selanjutnya diwajibkan dengan ancaman batal sedikitnya delapan hari sebelum hari
pemeriksaan saksi-saksi untuk memberitahukan perintah itu dengan perantaraan pengacaranya
kepada pengacara pihak lawan dengan menyebutkan tentang nama dan tempat tinggal saksisaksi yang akan mereka ajukan (Rv. 349.)
Pasal 201.
Jika Pihak lawan untuk kepentingan pembelaannya yang diperbolehkan menurut hukum juga
ingin mengajukan saksi-saksi, maka ia dapat meminta untuk memanggil saksi-saksi itu untuk
menghadap pada hari itu juga. Tetapi mereka boleh didengar bila nama dan tempat tinggal
mereka tidak diberitahukan kepada pengacara pihak lain sedikitnya dua puluh empat jam
sebelum diperiksa. (Rv. 171, 200, 206, 349.)
202 dan 203. Dicabut kembali dg. S. 1925-525.
Pasal 204.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Ketentuan-ketenttian dalam pasal 175, 177, 179, 181 s/d. 188 dan 209

berlaku juga terhadap pemeriksaan saksi di hadapan hakim komisaris. (Rv. 349.)
205.

Ditarik kembali dg. S. 1908-522.

Pasal 206.
Bila pihak lawan karena keterangan saksi, menganggap perlu untuk pembuktian lawan
mengajukan saksi-saksi lain, maka ia untuk itu dalam berita acara pemeriksaan saksi tersebut
mengajukan permohonan dan hakim komisaris memberikan kepadanya jangka waktu disertai
ketentuan hari dan jam saksi-saksi akan didengar. Ia berkewajiban, dengan ancaman batal,
selambat-lambatnya empat hari sebelum hari pemeriksaan saksi yang sudah ditentukan, untuk
memberitahukan nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang iaingin ajukan kepada pihak lainnya;
tetapi kepada pihak itu tidak akan diadakan panggilan lagi. (Rv. 171, 188, 199 dst., 204, 207,
349.)
Pasal 207.

(s..d. u. dg. S. 1925-525.) Jika seorang saksi yang sudah dipanggil dengan patut tidak datang
atau menolak untuk memberikan jawaban, maka pihak yang berkepentingan dapat memohon

Page 34 of 149

dalam berita acara pemeriksaan saksi itu agar diberi kesempatan lain. (KUHPerd. 1910, 1913; Rv.
174, 184 dst., 204, 206, 349.)
Pasal 208.

(s.d. a. dg. S. 1908-522.) Setelah selesai pendengaran saksi atau jika hal itu tidak terjadi maka
hakim atau hakim komisaris menentukan hari perkara itu mendapat giliran untuk diperiksa lagi.
Pasal 208a.

(s.d.t. dg. S. 1908-,1522.; s.d.u. dg. S. 1925-525.) Jika pemeriksaan dilakukan di hadapan hakim

yang diperintahkan menurut pasal 173 alinea pertama dan kedua, maka diikuti ketentuanketentuan sebagai berikut:
Nama serta tempat tinggal saksi-saksi diberitahukan kepada pihak lawan bersama-sama dengan
pemberitahuan tentang hari, jam dan tempat pemeriksaan dilakukan.
Dalam hal-hal yang berhubungan dengan tindakan-tindakan terhadap saksi-saksi yang tidak
datang atau enggan menjadi saksi, pendengaran saksi yang sakit atau karena alasan yang sah
yang tidak dapat datang, pertanyaan-pertanyaan sementara yang diajukan kepada saksi-saksi
yang menghadap, wewenang mereka untuk mengundurkan diri sebagai saksi, kecakapan mereka
untuk menjadi saksi, sumpah mereka dan cara bagaimana pemeriksaan dilakukan, maka oleh
hakim yang berwenang digunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku baginya, semuanya dengan
memperhatikan pasal 209 dan apa yang ditentukan di bawah ini.
Pengacara para pihak dalam pemeriksaan dapat mewakilkannya kepada teman sejawatnya yang
diangkat pada pengaditan di tempat pemeriksaan dilakukan.
Bila para pihak dalam pemeriksaan saksi tidak diwakili oleh scorang pengacara, mereka secara
pribadi dapat mohon kepada majelis agar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan yang
disusunnya dan juga untuk mengambil tindakan-tindakan yang dimungkinkan oleh undangundang terhadap saksi-saksi yang tidak datang atau membangkang.
Jika saksi menuntut ganti rugi, maka hal itu oleh hakim yang ditunjuk dianggarkan dalam
turunan surat panggilan. Tentang anggaran itu disebutkan dalam berita acara.
Pasal 209.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Kecuali dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh hakim komisaris atau

dilakukan di tempat tinggal saksi, maka pemeriksaan saksi dilakukan secara terbuka, kecuali jika
dalam ketentuan undang-undang diatur lain, atau oleh hakim karena alasan yang penting yang
disebut dalam berita acara diperintahkan agar pemeriksaan seluruhnya atau sebagian dilakukan
dengan pintu tertutup. (RO. 29.)
Para pihak boleh hadir secara pribadi pada waktu pemeriksaan saksi.
(s.d. u. dg. S. 1925-525.) Berita acara dibuat pada tiap-tiap pemeriksaan saksi harus memuat
berita apa yang diminta oleh pasal 177 dan selaroutnya memuat berita tentang pengambilan
sumpah beserta isi keterangan-keterangan saksi selengkapnya.
Berita acara dibuat oleh panitera dan dibacakan di hadapan para saksi bagianbagian yang
menyangkut saksi itu. Saksi boleh mengadakan perubahan-perubahan dan tambahan-tambahan,
yang dicatat di bagian bawah atau di bagian tepi keterangannya dan dibacakan kepadanya.
Saksi harus menandatangani keterangan-keterangan yang diberikan dan disebutkan pula alasan
tentang tidak dapatnya ia menandatanganinya atau menolak untuk menandatanganinya. (ISR.
146; RO. 29; Rv. 22, 177, 189, 204, 206, 277, 349, 896; Sv. 48 dst.)
Pasal 210.
Ketentuan-ketentuan pasal 413, 414 dan 415 Peraturan Hukum Acara Pidana juga berlaku dalam
perkara-perkara perdata. (IR. 380 dst.; RBg. 708 dst.)
Bagian 7.
Pemeriksaan Di Tempat Dan Penyaksiannya.

Page 35 of 149

Pasal 211.
Jika hakim atas permintaan para pihak atau karena jabatan memandang perlu, maka dengan
surat putusan dapat diperintahkan agar seorang atau lebih para anggota yang duduk dalam
majelis, disertai oleh panitera, datang di tempat yang harus diperiksa untuk menilai keadaan
setempat dan membuat akta pendapatnya, baik dilakukan sendiri maupun dengan dibantu oleh
ahli-ahli.
(s.d.u. dgS. 1908-522.) Dengan cara dan maksud yang sama dapat diperintahkan dengan suatu
putusan, penyaksian benda-benda bergerak yang tidak dapat atau sukar untuk diajukan ke
depan sidang pengadilan.
(s.d.u. dg S. 1908-522.) Putusan itu menentukan waktu pemeriksaan di tempat atau waktu dan
tempat peninauan, tenggang waktu, bilamana berita acara seperti tersebut dalam pasal 212
harus disediakan di kepaniteraan, dan menentukan waktu dilakukannya persidangan bagi para
pihak untuk melanjutkan perkaranya. (Rv. 48, 499; JR. 153; Rbg. 180.)
Pasal 212.

(s.d.u. dgS. 1908-522.) Panitera membuat berita acara tentang semua hal yang terjadi di tempat

dilakukan pemeriksaan. (Rv. 21 1; JR. 153; RBg. 180.)

Pasal 213.

(sd.u. dg S. 1908-522.) Jika pemeriksaan setempat atau penyaksian harus dilakukan dalam

wilayah hukum suatu pengadilan, tetapi di luar tempat kedudukannya, maka hal itu dapat
diserahkan kepada Residentierechter. Dengan suatu keputusan ditetapkan hari perkara itu
mendapat giliran pemeriksaan lagi.
Pasal 214.

(s.d.u. dgS. 1908-522.) Ongkos jalan ditanggung oleh pihak yang menghendaki diadakannya

Pengamatan atau penyaksian setempat, dibayar lebih dan diserahkan kepada panitera.
Jika hakim yang memerintahkan pengamatan dan penyaksian setempat, maka ia menentukan
pula siapa yang harus membayar lebih dulu biayanya. (Rv, 58, 349.)
Bagian 8.
Keterangan Para Ahli.
Pasal 215.
Jika hakim atas permohonan para pihak atau karena jabatan memandang perlu, maka dengan
putusan dapat diperintahkan agar diadakan pemeriksan atau pengamatan oleh ahli-ahli.
putusan itu dengan jelas menyebut obyek yang harus diperiksa atau diamati, berisi
pengangkatan tiga ahli.
Akantetapi jika kedua Pihak memohon agar pemeriksaan hanya dilakukan oleh satu orang ahli
saja, maka tidak diangkat lebih dari satu orang ahli. (Rv. 48. 150, 154, 162, 216 dst., 241 dst.,
349, 963; KUHPerd. 389 dst., 396, 480, 1077 dOL. 1220., 150; IR. 154; RB9. 181; S. 1851-27
pasal 49; S. 1858-15; S. 1866108; S. 1934-683.)

Pasal 216.
Jika Para pihak dalam persidangan bersepakat tentang orangnya atau ketiga orangnya yang
dikehendaki sebagai ahli, maka mereka diangkat dalam putusan itu.
(sdu. dg. S. 1908-522.) Jika para pihak tidak memperoleh kesepakatan tentang orangnya, maka
dalam putusan diperintahkan agar Para pihak dalam waktu delapan hari menyampaikan namanama ahli itu dan jika tidak dapat dipenuhi dikeluarkan Perintah Pengangkatan ahli karena
jabatannya dalam putusan yang sama.

Page 36 of 149

Dalam jangka waktu tersebut maka para pihak, jika sudah menyepakati pengangkatan ahli-ahli,
menyerahkan Pernyataan kepada kepaniteraan. (Rv. 15, 82, 215, 519.)
Pasal 217.
Dalam putusan yang dimaksud dalam pasal 216 ditetapkan hari dan jam pengambilan sumpah
dilakukan.
(sdu- dg. S. 1908-522.) Pihak yang paling siap memanggil para ahli dengan Pemntaraan juru sita
untuk mengangkat sumpah dengan surat perintah hakim, tetapi dalam hal para pihak di sidang
tidak mencapai kesepakatan mengenai siapa diangkat sebagai ahli, tidak sebelum lewat
tenggang waktu seperti tersebut kedua pasal 216 atau tidak sebelum memberikan Pernyataan
seperti tersebut daiam alinea ketiga pasal itu. panggilan ini dilakukan sedikitnya tiga hari sebelum
hari yang ditentukan untuk mengangkat sumpah.
Hakim dapat memerintahkan agar sumpah dilakukan di hadapan Kepala Daerah tempat
pemeriksaan/pengamatan dilakukan; dalam hal itu pihak yang sudah siap memohon pejabat itu
dengan surat untuk menentukan waktu dan tempat dilakukannya sumpah. Ketetapan yang
diambil oleh pejabat itu diberitahukan kepada pihak lawan dengan suatu akta lewat
pengacaranya kepada pengacara lawan, dan hal itu beriaku sebagai panggilan. Pemanggilan Para
ahli dilakukan dengan cara seperti ditentukan dalam alinea yang lain. (Rv. 221 dst., 349, 964; IR.
154; RBg. 181 .)
218, 219, 220. Dicabut dg. S. 1925-525.
Pasal 221.

(s. d.u. dg. S. 1,908-522.) Hakim menetapkan dalam berita acara sumpah, tempat, hari dan jam,

di mana dan kapan para ahli mulai dengan pemeriksaan dan juga kapan mereka harus
menyerahkan keterangan tertulis mereka kepada panitera, dan kapan sidang akan dilanjutkan
untuk memeriksa perkara, kesemuanya setelah didengar para ahli dan para pihak yang datang
menghadap. (Rv. 966.)
Jika ahli yang telah diangkat dan telah disumpah tidak melaksanakan pekerjaan, maka atas
permohonan para pihak atau salah satu dari mereka, hakim menentukan hari lain untuk
pemeriksaan lanjutan.
Tempat, hari dan jam, di mana dan kapan para ahli mengadakan pemeriksaan serta tenggang
waktu yang harus dipenuhi untuk menyampaikan laporan tertulisnya kepada panitera dengan
begitu ditentukan oleh Kepala Daerah (Asisten Residen) pada waktu pengambilan sumpah
setelah mendengar Para ahli dan pihak-pihak yang hadir, dan dimuat dalam berita acara sumpah.
(Rv. 211, 217, 225; IR. 17.)
Pasal 222.
Jika seorang ahli yang telah diangkat menolak pengangkatannya, atau tidak datang menghadap
pada hari yang ditentukan, baik untuk melakukan sumpah atau untuk melaksanakan suatu
perintah lain, maka para pihak segera mengusahakan kesepakatan untuk mengangkat ahli lain;
jika tidak ada, inaka hakim karena jabatan akan mengangkat seorang ahli.
Jika ahli yang telah diangkat dan telah bersumpah tidak melaksanakan pekedaan-pekerjaan yang
telah diterimanya, ia dapat dihukum oleh hakim untuk membayar semua biaya yang disebabkan
kelalaiannya itu, bahkan sampai membayar kerugian dan bunga, bila ada cukup alasan.
(KUHPerd. 1239, 1366, 1817; Rv. 162, 215 dst., 226, 607, 964.)
Pasal 223.
Turunan putusan hakim dan surat-surat yang diperlukan diserahkan kepada para ahli.
Dalam penyelidikan oleh Para ahli, para pihak dapat mengajukan dasar-dasr serta permintaan
yang diperlukan dan tentang hal itu dicantumkan dalam surat laporan. (Rv. 217, 228, 966 dst.)
Pasal 224.

Page 37 of 149

Para ahli setelah bermusyawarah membuat laporan tertulis dengan suara terbanyak.
Dalam hal ada perbedaan pendapat, maka pendapat yang berbeda itu dapat dimasukkan dalam
laporan tanpa menyebut siapa-siapa ahli yang mempunyai pendapat tertentu itu.
Laporan diberi tanggal dan ditandatangani semua ahli.
Jika tidak ada di antara Para ahli yang dapat menyusun laporan itu, maka dibuat laporan oleh
notaris yang ikut menandatanganiriya. (Rv. 223, 316, 966.)
Pasal 225.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Para ahli wajib menyerahkan laporannya kepada panitera R.V.J. yang

telah memerintahkan pemeriksaan dalam waktu yang telah ditentukan dalam pasal 221 dengan
ancaman membayar ganti rugi dan bunga; panitera wajib memberikan tanda penyerahan itu.
Upah mereka dianggarkan oleh ketua di bagian bawah turunan asli laporan itu dengan
dikeluarkan perintah pelaksanaan atas beban pihak yang memohon pemeriksaan oleh ahli, atau
dalam hal perintah diberikan karena jabatan pihak yang menuntutnya. (KUHPerd. 1239; Rv. 188,
316; IR. 154; RBg. 181; S. 1851-27 pasal 49 dst.; S. 1856-15; S. 1866-108; S. 1934-683.)
Pasal 226.
Jika ada penolakan atau hambatan mengenai pelaksanaan apa yang dintentukan dalam alinea
pertama pasal yang lalu, maka ahli tersebut oleh pihak yang telah siap lebih dulu dapat dituntut
di hadapan hakim yang mengangkatnya, pada akhirnya bahkan dapat dihukum dengan paksaan
badan (lijfsdwang) agar menyerahkan laporan yang bersangkutan kepada panitera. (Rv. 968.)
(s.d.u.dg.S. 1908-522,)Hakim memutus tanpa didahului adanya surat gugatan setelah
mendengar ahli-ahli yang datang menghadap. (Rv. 222, 580-101.)
227.

Ditarik kembali dg. S. 1908-522.

Pasal 228.
Jika hakim dalam laporan yang bersangkutan tidak menjumpai keterangan-keterangan yang
diperlukan, maka ia dapat mengangkat ahli-ahli baru yang dapat meminta penjelman kepada
ahli-ahli yang lama sepanjang dipandang perlu. (Rv. 162, 215, 223 dst.)
Pasal 229.
Hakim sama sekali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang dikemukakan para ahli jika
keyakinannya bertentangan dengan itu. (KUHPerd. 1908; Rv. 162, 224; IR. 154; RBg. 181.)
Bagian 9.
Pendengaran Para Pihak.
Pasal 230.
Para pihak diperbolehkan dalam semua perkara dan dalam segala tahap pemeriksaan memohon
agar masing-masing didengar tentang hal-hal mengenai pokok persoalannya dan tidak
ditanyakan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan itu.
Pihak yang ingin lawannya didengar dapat mengajukan permohonan tertulis yang memuat
kejadian-keiadian dan pertanyaan-pertanyaannya. (KUHPerd, 1923 dst.; Rv. 48, 113 dst., 118
dst., 138 dst., 173, 241 dst., 323, 349.)
(s.d.t.dg. S. 1908-522.) Jika permohonan diajukan setelah ditentukan hakim untuk mengajukan
pembelaan atau pada hari itu juga, pembelaan dilakukan juga dan jika permohonan ditolak,
bersama-sama atau sesudah dilakukan pendengaran diputus mengenai pokok perkaranya tanpa
proses lain.
Pasal 231.

Page 38 of 149

Hakim harus memeriksa dengan cermat apakah pertanyaan-pertanyaan itu ada hubungaruiya
dengan perkaranya; ia harus mengesampingkan pertanyaan yang bersifat menjebak atau jika
ada cukup alasan menolak mendengar para pihak. (Rv. 230, 241, 267, 281; Sv. 84; IR. 269; RBg.
572.)
Pasal 232.
Jika hakim mengabulkan permohonan untuk mendengar para pihak, maka iamemerintahkan
mereka untuk menghadap di hadapan sidang atau di hadapan hakim komisaris yang iatentukan
pada hari dan jam untuk didengar tentang Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh lawan
masing-masing.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam putusan itu ditentukan juga hari perkara itu mendapat giliran
pemeriksaan lanjutan. (Rv. 16, 48, 68, 230, 234.)
Pasal 233.

(s.d.u. dg. S. 1908-522; S. 1939-715.) Dalam hal tempat tinggal yang jauh letaknya atau ada

halangan yang sah setelah diizinkan untuk mendengar


Pihak yang bersangkutan, maka pendengaran dapat diserahkan kepada hakim karesidenan di
tempat pihak yang bersangkutan.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Pasal yang lalu alinea kedua berlaku dalam hal ini. (RO. 33; Rv. 239.)

Pasal 234.
Pihak yang bersangkutan harus secara pribadi, tanpa dibantu oleh pengacara, dan di luar
hadirnya pemohon atau pengacaranya, tanpa membaca karangan tertulis, menjawab
pertanyaan-pertanyaan kepadanya yang diajukan oleh atau oleh pejabat yang menggantikannya
dan hal-ikhwal yang dimuat dalam surat Permohonan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
karena jabatan yang berhubungan dengan itu. (Rv. 231, 833.)
Pasal 235.
Jika pihak yang didengar tentang sesuatu dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya,
menyatakan tidak mampu menjawab segera dengan memberikan alasan-alasannya, maka hakim
atau pejabat yang menggantikannya dapat memberikarl Penundaan jika alasan-alasannya itu
dapat diterima.
Pasal 236.
Pengurus lembaga-lembaga umum, yayasan-yayasan dan badan-badan bukum mengangkat
salah seorang anggotanya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai keiadian-kejadian
dan Pokok-pokok persoalannya. Para pihak tetap mempunyai hak untuk mengajukan pertanyaan
kepada Pengurus lembaga umum, yayasan-yayasan dan badan-badan hukum mengenai
hal-hal yang bersangkutan dengan dirinya piibadi, agar mendapat perhatian yang semestinya
dari hakim. (KUHPerd. 1655, 1795; Rv. 230, 234.)
Pasal 237.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Berita acara pemeriksaan dibuat oleh panitera dan di hadapan yang

didengar, yang kemudian dapat mengadakan perubahan-perubahan serta tambahan-tambahan


yang dipandangnya perlu dan yang ditulis di akhir atau di sebelah kiri berita acara. Tentang hal
itu dibacakan juga di hadapan yang didengar dan berita acara ditandatangani oleh pihak yang
didengar ketua, hakim komisaris atau Residentierechter dan panitera. (Rv. 232.)

Pasal 238.
Jika pihak yang bersangkutan tidak datang tanpa alasan yang sah, atau jika ia menolak memberi
jawaban, maka hal itu dicantumkan dalam berita acara dan hal-hal yang ditanyakan dapat
dianggap telah diakui.

Page 39 of 149

Akan tetapi bila pihak yang tidak datang kemudian, sebelum dibuat putusan mengenai pokok
perkaranya, datang melapor, maka ia dapat didengar dengan kewajiban membayar biaya yang
timbul karena tidak hadirnya dan juga membayar kerugian serta bunga jika ada alasan-alasan
untuk itu. (KUHPerd. 1875; Rv. 239.)
Pasal 239.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.)Dalam hal pihak yang tidak datang dapat membuktikan adanya halangan

yang sah tentang tidak hadirnya maka hakim menentukan hari lain untuk mendengarnya. (Rv.
16, 233.)
240.

Dicabut kembali dg. S. 1908-522.


Bagian 10.
Gugatan Antara (insidentil).
Pasal 241.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Gugatan-gugatan antara diajukan ke hadapan sidang pada hari-hari

yang telah ditentukan disertai kesimpulan-kesimpulannya.


Terhadap sengketa antara berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal: 113, 114, 117,
118, 119 dan 123 s/d. 126.
Hakim atas permohonan para pihak secara bersama mengizinkan dilakukannya replik dan duplik.
(KUHPerd. 213 dst., 246; Rv. 23, 70, 148, 171, 211, 215, 230, 256, 266, 279, 349, 839, 841.)
Pasal 242.
Semua gugatan antara diajukan bersama sekaligus. biaya yang mungkin dibayar kemudian dan
yang sebab-sebabnya sudah ada bersama-sama yang dahulu tidak dapat dituntut kembali. (Rv.
58, 98, 106, 117, 135.)
Pasal 243.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Gugatan-gugatan antara diputus pertama dan lebih dahulu jika

perkaranya menghendakinya. Sepanjang perkara itu memungkinkan, maka hakim dalam


memutus gugatan antara juga menentukan hari perkara yang bersangkutan diperiksa kembali.
Dalam hal perkara yang diperintahkan untuk diperiksa berdasarkan surat-surat, maka sengketa
antara diajukan ke hadapan sidang pengadilan dan diputus sebagaimana mestinya. (Rv. 53, 138
dst., 281.)
Bagian 11.
Gugatan Balik (Rekonpensi).
Pasal 244.
Tergugat berhak untuk mengajukan gugatan balik (rekonpensi) dalam semua perkara, kecuali :
10. bila penggugat asli (konpensi) bertindak dalam suatu kedudukan tugas, sedangkan gugatan
balik itu mengenai pribadi penggugat atau sebaliknya; (KUHPerd. 383, 452, 1655 dst.)
20. bila hakim yang memeriksa perkara gugatan asal tiddk berwenang untuk mengadili gugatan
balik dalam hubungan dengan pokok perkaranya; (ISR. 136; Rv. 99, 130, 132 dst., 310.)
30. dalam perkara-perkara tentang hak menguasai (bezit), jika gugatan balik mengenai hak
milik atas benda yang bersangkutan sendiri (petitoir); (Rv. 103 dst.)
40. dalam perkara perselisihan mengenai pelaksanaan suatu putusan (Rv. 183,442.)
Jikalau dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dapat
diajukan dalam tingkat banding. (KUHPerd. 1425 dst.; WV. 134, 344, 349.)

Page 40 of 149

Pasal 245.
Gugatan balik harus segera diajukan bersama dengan jawaban terhadap penggugat. (Rv. 243.)
Pasal 246.
Perkara-perkara gugatan asal dan gugatan baliknya diselesaikan dan diputus bersama-sama
dalam satu surat keputusan kecuali jika hakim berpendapat bahwa yang satu dapat diselesaikan
lebih dulu dari yang lain tetapi dengan ketentuan, bahwa gugatan asal atau gugatan balik yang
belum diselesaikan tetap ditangani oleh hakim yang sama sampai diputusnya. (Rv. 53, 247.)
Pasal 247.
Banding dimungkinkan bila jumlah gugatan asal ditambah dengan gugatan balik melampaui
wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat tertinggi. Jika kedua perkara dipisah dan diputus
sendiri-sendiri, maka diikuti aturan-aturan yang biasa mengenai wewenang pemeriksaan
banding.(Rv. 246.)
Bagian 12.
Penundaan Dan Lanjutan Pemeriksaan Perkara.
Pasal 248
Di samping kejadian-kejadian mengenai penundaan seperti ditentukan dalam reglemen ini atau
peraturan-peraturan perundangan lain, makajalannya pemeriksaari perkara dapat ditunda
karena:
10. salah satu pihak meninggal dunia;
20. perubahan kedudukan pribadi salah satu pihak; (KUHPerd. 105 dst., 330,433; F. 1, 22, 26
dst.; Rv. 249.)
30. berhentinya hubungan di dalam mana mereka bersengketa; (KUHPerd. 409 dst., 460.)
40. pengacara yang ditunjuk meninggal dunia atau kehilangan jabatannya. (AB. 29; Rv. 106,
165, 246, 249 dst., 251, 257, 259, 264, 267, 270, 349, 380, 500.)
Pasal 249.
Dalam hal-hal tersebut di atas tidak diadakan penundaan pemeriksaan atau penghentian perkara
jika keadaan sudah sebegitu jauh sehingga perkara sudah pada tahap untuk diputus. (Rv. 112120.)
Dalam tiga hal pertama tersebut dalam pasal yang lalu mengenai soal penundaan, maka yang
diartikan perkara sudah ada pada tahap untuk diputus bila kesimpulan-kesimpulan akhir sudah
diambil dalam sidang majelis.
Dalam hal terakhir, sesudah selesai pembelaan masing-masing atau bila pemeriksaan dengan
surat-surat diperintahkan setelah masing-masing jawaban itu diberitahukan kepada para pihak
atau jangka waktu yang ditentukan telah lewat. (Rv. 145.)
Pasal 250.
Sebab penundaan pemeriksaan hakim, jika perkara belum sampai pada tahap untuk diputus,
diberitahukan atas nama pihak yang berkepentingan kepada pihak lain dan tanpa pemberitahuan
semacam itu, walaupun ada sebab-sebab demikian, pemeriksaan perkara dapat dilanjutkan.
Hanya dalam kejadian nomor 41 pasal 248 tidak diharuskan adanya pemberitahuan itu dan
penundaan terjadi dengan sendirinya. (KUHPerd. 1819; Rv. 252, 337.)
Semua acara setelah pemberitahuan itu adalah batal dan tidak mempunyai akibat apa pun,
kecuali bila di samping pengangkatan pengacara baru ada pernyataan bahwa pemeriksaan
perkara dilanjutkan berdasarkan berkas perkara terakhir, dalam hal itu pemeriksaan dapat segera
dilanjutkan. (Rv. 106, 349; Sv. 393.)
Pasal 251.

Page 41 of 149

Jika surat pemberitahuan tidak tnemuat hal itu semua, maka pihak lawan berhak untuk
memanggil pihak lain dengan cara yang biasa untuk melanjutkan pemeriksaan perkara
berdasarkan berkas perkara terakhir.
Hal yang sama terjadi bila pengacara yang meninggal dunia atau kehilangan jabatannya tidak
diganti. (Rv. 1, 250, 273.)
Pasal 252.
Pemeriksaan perkara dilanjutkan dan pengacara yang demikian itu diganti dengan akta
pemberitahuan yang sederhana. (Rv. 106, 250 dst.)
263.

Ditarik kembali dg. S. 1908-522.

Pasal 254.
Jika terhadap pemanggilan pemeriksaan kembali dijatuhkan putusan, maka sepanjang ada
manfaatnya, pemeriksaan dinyatakan dilanjutkan berdasarkan berkas perkara terakhir.
Dalam hal tidak ada penggantian pengacara, maka pokok perkaranya segera diputus dengan
verstek. (Rv. 77 dst., 82 dst., 251.)
Pasal 255.
Perlawanan terhadap putusan verstek yang disebut dalam pasal yang lain, juga dalam hal
pemeriksaan perkara dilakukan dengan surat-surat, dapat diselesaikan dalam sidang pengadilan.
(Rv. 83, 138 dst.)
Bagian 13.
Penyangkalan Dalam Pemeriksaan Hakim.
Pasal 256.
Jika selama berjalannya perkara, atas nama salah satu pihak dilakukan suatu tawaran dan
diterima, terjadi pengakuan-pengakuan, diberikan izin dan diterima, tanpa oleh pihak itu
diberikan kuasa khusus dan tertentu secara tertulis, maka pihak itu di liadapan sidang dapat
menyangkal perbuatan-perbuatan demikian itu dengan suatu akta biasa yang diberitahukan baik
kepada pengacara pihak lawan maupun kepada pengacara yang perbuatan-perbuatarlnya
disangkal, dan pihak itu dapat memohon hakim untuk menganggap perbuatan-perbuatan itu
seperti tidak pemah terjadi dan untuk menyatakan tidak berharga semua akta yang timbul
karenanya dan putusan-putusan yang diberikan untuk membawa perkara ini, dalam keadaan siap
diputus. (KUHPerd. 1405, 1795 dst., 1797, 1807, 1925, 1934; Rv. 38, 372, 809, 860.)
Pemberitahuan kepada pengacara berlaku sebagai panggilan di sidang untuk membuat bantahan
terhadap penyangkalan.
Di dalamnya disebut hari untuk menghadap di sidang. (RV. 8-50 117, 241, 349.)
Pasal 257.
Jika pengacara telah mengundurkan diri, maka penyangkalan diberitahukan di tempat tinggalnya
oleh seorang juru sita dan jika pengacara telah meninggal dunia, hal itu diberitahukan kepada
ahli warisnya dengan pemanggilan pada hari yang ditentukan menghadap pada hakim yang
menangarti perkaranya, dan kepada pihak-pihak dalam perkara diberitahukan dengan surat
melalui pengacara masing-masing. (RV. 1, 7, 248-40, 200.)
Pasal 258.
Penyangkalan selalu disampaikan kepada hakim yang menerima perbuatan-perbuatan yang
disangkal meskipun perkaranya ditangani oleh seorang hakim lain.
Hal itu diberitahukan kepada para pihak dalam pokok perkara dan mereka harus dipanggil dalam
pemeriksaan mengenai penyangkalan itu. (RV. 257, 260, 262.)

Page 42 of 149

Pasal 259.
Pemeriksaan mengenai pokok perkaranya ditunda sampai dijatuhkan putusan mengenai
penyangkalan dengan ancaman batal.
Akan tetapi hakim dapat memerintahkan pihak yang mengajukan sangkalan untuk melanjutkan
pemeriksaan mengenai penyangkalannya dalam waktu tertentu atau bila tidak akan dijatuhkan
putusan. (RV. 248, 263.)
Pasal 260.
Jika penyangkalan mengenai suatu hal yang tidak sedang menjadi perkara, maka gugatan
diajukan di hadapan hakim yang berwenang bagi pihak tergugat. (RV. 99, 257 dst.)
Pasal 261.
Jika penyangkalan dinyatakan benar, maka perbuatan yang disangkal dan putusan yang
dijatuhkan terhadapnya, atau hal-hal yang dinyatakan dalam putusan yang berhubungan dengan
penyangkalan itu, menjadi batal dan tidak berharga. (RV. 48, 256, 264.)
Pasal 262.
Akan tetapi dalam hal telah dijatuhkan putusan akhir, dan tenggang waktu untuk mengajukan
banding belum habis, pihak yang bersangkutan dapat memohon pembatalan akta-akta dan
putusan-putusan yang dimaksud pasal 256 dalam tingkat banding dan diputus pokok perkaranya.
(RV. 48, 261, 334 dst.)
Pasal 263.
Dalam hal putusan akhir duatuhkan dalam tingkat tertinggi atau sudah mendapat kekuatan
hukum yang pasti, tnaka pihak yang dirugikan sampai saat pelaksanaan putusan dapat memohon
kepada hakim yang memutus, agar hal itu ditarik kembali.
Selama pemeriksaan tentang hal itu berjalan, maka pelaksanaan putusan ditunda. (RV. 259,
329.)
Pasal 264.
Pengacara yang tuntutan penyangkalan terhadapnya diterima, dihukum membayar kerugian dan
bunga kepada penggugat dan pihak lainnya jika ada aiasan-alasan untuk itu.
Hakim dapat juga berdasarkan sifat perkaranya, sesuai dengan pasal 192, RO.,
memberhentikannya untuk sementara atau mengusulkan agar diberbentikan.
Jika penggugat yang dinyatakan tidak benar, maka ia dihukum membayar kerugian dan bunga,
jika ada alasan-alasan untuk itu. (KUHPerd. 1243 dst.; Rv. 60, 98.)
Pasal 265.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika salah satu pihak menyangkal bahwa pengacara yang mewakilinya

telah diberi perintah untuk melakukan perbuatan itu, maka berlaku ketentuan dalam bagian ini.
(RV. 106 dst., 260.)
Bagian 14.
Penunjukan Kepada Pengadilan Lain
Dan Soal-soal Kekuasaan Mengadili (Kompetensi).

Pasal 266.
Bila penolakan terhadap seorang hakim atau permintaan untuk membebaskan diri seorang hakim
disetujui, jumlah anggota suatu raad van justitie, termasuk panitera seperti ditentukan dalam
pasal 122 RO., tidak lagi mencukupi untuk mengadili perkara yang bersangkutan, maka dapat

Page 43 of 149

diajukan tuntutan kepada H.G.H. agar perkara itu diajukan kepada suatu raad van justitie lain.
(Ro. 121, 127, 154, 162; Rv. 34 dst., 269, 349; Sv. 277.)
Pasal 267
Tuntutan disjukan sebelum diadakan pembelaan dan dalam hal pemeriksaan dilakukan atas
surat-surat sebelum jawaban-jawaban persiapan selesai seluruhnya, dengan suatu surat
permohonan yang menyebutkan alasan-alasannya. Hal itu diberitahukan kepada pihak lawan
dengan peringatan memberikan jawaban serta alasan-alasannya dalam waktu empat belas hari
dan menyampaikannya di kepaniteraan.
Jawaban Pihak lawan dalam tenggang waktu itu juga harus sudah disampaikan di kepaniteraan
raad van justitie.
Jalannya Persidangan ditunda seiak hazi pemberitahuan tersebut alinea pertama pasal lni. (Rv.
38, 135 dst., 145, 248, 270.)
Pasal 268.
Setelah lewat waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka panitera raad van justitie
mengirimkan surat permohonan pengugat untuk penunjukan pengadilan lain dan jawaban pihak
lawan segera ke H.G.H.
H.G.H. memberi putusan tentang permohonan itu dan jika ada alasan-alasan untuk itu menunjuk
hakim yang akan mengadili perkara tersebut. (Ov. 84; Rv. 270, 354.)
Dalam hal ini, maka perkara dengan satu akta oleh pihak yang sudah sipil lebih dulu
diberitahukan kepada pihak lawan pribadi atau di tempat tinggalnya dengan mengingat jangka
waktu yang telah ditentukan untuk pemanggilan menghadap di sidang guna dilanjutkan
persidangan berdasarkan segala surat-surat yang disampaikan kepada hakim. (Rv. 10.)
Pasal 269.
Dalam hal terjadi yang disebutkan dalam pasal 266, yakni mengenai H-G-H.; maka Gubernur
Jenderal, atas permintaan pihak yang paling siap, setelah meminta pendapat H.G.H, untuk
sementara dan hanya untuk menyelesaikan perkara dimana penolakan telah terjadi, dapat
menambah jumlah anggota majelis itu secukupnya.
Dalam pengangkatan sementara yang tidak mengakibatkan penggajian sedapat diperhatikan
ketentuan-ketentuan pasal 153 RO. dan kebijaksanaan justitie. (Sv. 279.)
Pasal 270.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika timbul perselisihan tentang kekuasaan untuk mengadili, maka

diajukan tuntutan untuk pengaturan kekuasaan itu dengan surat Pemohonan yang menyebutkan
alasan-alasannya.
Surat Permohonan ini diberitahukan kepada pihak lawan disertai peringatan untuk menjawabnya
datam waktu satu bulan dan selanutnya sekaligus surat-surat relas pemanggilan dan Peringatan
serta surat-surat lainnya disampaikan kepada badan Peradilan yang menurut RO. harus mengadili
soal perselisihan tersebut kepada badan mana Pihak lawan juga mengajukan jawabannya.
Setelah jawaban masuk atau jangka waktu yang ditentukan untuk itu telah lampau, maka
perkaranya diperiksa berdasarkan surat-surat dan diputuskan tentang kekuasaan mengadili
(kompetensi). (RO. 127, 162; Rv. 267; RBg. 322-50; S 1926-356jo. S. 1927-246.)
Bagian 15.
Pencabutan instansi
(Tingkatan Kewajiban Dalam Pemeriksaan Perkara).
Pasal 271.
Penggugat dapat melepaskan instansi (mencabut perkaranya) asal hal itu dilakukan sebelum
diberikan jawaban.

Page 44 of 149

Setelah ada jawaban, maka pencabutan instansi hanya dapat terjadi dengan Persetujuan pihak
lawan. (RV. 58, 113 dst., 120, 349.)
Pasal 272.
Pencabutan tnstansi dapat dilakukan di dalam sidang pengadilan jika semua pihak-hadir secara
pribadi atau pengacara-pengacara mereka yang mendapat surat kuasa untuk itu, atau dengan
kuasa yang sama diberitahukan dengan akta sederhana oleh pengacara pihak satu kepada
pengacara pihak lawan. (Rv.335, 349.)
Pencabutan instansi dapat diterima dengan cara yang sama. (Rv. 256.)
Pencabutan instansi membawa akibat demi hukum bahwa:
10. semua pada kedua belah pihak dikembalikan kepada keadaan yang sama seperti sebelum
diajukan gugatan; (KUHPerd. 1979, 1981,)
20. pihak yang mencabut gugatannya berkewajiban membayar biaya perkara yang harus
dilakukan berdasarkan surat perintah Ketua yang ditulis menurut penaksiran besarnya biaya.
(Rv. 58 dst., 607 dst.)
surat perintah ini dapat dilaksanakan segera. (Rv. 54. dst., 246, 334,)
Bagian 16.
Gugurnya Instansi.
Pasal 273.
Instansi gugur jika dalam tiga tahun tidak dilanjutkan. Jangka waktu ditambah dengan enam
bulan dalam hal permohonan untuk melanjutkan perkara masih dapat terjadi. (KUHPerd. 271;
Rv. 90, 248 dst., 275, 349.)
Pasal 274.
Jangka waktu yang dipersyaratkan untuk gugurnya suatu instansi berlaku terhadap negara,
lembaga-lembaga umum, anak-anak di bawah umur dan pada umumnya terhadap semua orang,
tanpa kecuali, dengan tidak mengurangi hak semua pihak tersebut untuk minta
pertanggungjawaban dari pengurus-pengurusnya dan wali-walinya. (KUHPerd. 385, 404, 452,
1365, 1987.)
Pasal 275.
Instansi tidak gugur demi hukum. Pernyataan gugur dapat dicegah dengan tindakan hukum yang
dilakukan oleh salah satu pihak, sebelum permohonan untuk dinyatakan gugur diajukan.
(KUHPerd. 1950, 1979,)
Pasal 276
Pernyataan gugur diucapkan dalam sidang secara sederhana dan diberitahukan kepada pihak
yang bersangkutan atau di tempat tinggalnya.
Pernyataan gugur tidak membatalkan tuntutannya melainkan hanya acara perkara yang telah
dimulai; biaya perkara karena pernyataan gugur itu dianggap sudah dibayar. (Rv. 58, 106, 272,
278.)
Pasal 277.
Dalam pengajuan gugatan yang baru, maka pihak-pihak satu sama lain berhak untuk
menggunakan lagi sumpab-sumpah, pengakuan-pengakuan, dan keterangan-keterangan yang
telah diberikan olehnya dalam perkara yang terdahulu, begitu juga keterangan-keterangan yang
telah diberikan oleh saksi-saksi yang sudah meninggal dunia, jika hal itu telah dicantumkan
dalam berita acara yang dibuat dengan baik. (KUHPerd. 1925, 1929 dst.; Rv. 209, 230 dst., 293
dst,, 894 dst.)

Page 45 of 149

Pasal 278.
Dengan gugurnya instansi dalam tingkat banding, maka putusan yang dimohonkan banding
mendapat kekuatan yang pasti. (Rv. 329, 334.)
Bagian Ke 17.
Penggabungan Dan Penengahan.
Pasal 279.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Barangsiapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata
yang sedang berjalan antara pihak-pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau
campur tangan. (KUHPerd. 188, 1558; F. 118; Rv. 72, 74, 128, 282, 349, 378, 535 dst.)
Pasal 280.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Tindakan-tindakan ini dilakukan dengan surat permohonan pada hari

sidang yang telah ditetapkan sebelum atau pada waktu kesimpulan terakhir diambil dalam
perkara yang sedang berjalan.
Dalam perkara yang diperiksa berdasarkan surat-surat, tindakan itu dilakukan dengan
pemberitahuan kepada para pihak disertai pemanggilan mereka untuk menghadap di sidang
pengaditan. (Rv. 112-117; 120, 138 dst., 249, 281.)
Pasal 281.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) surat permohonan, yang sekaligus berisi pengangkatan seorang

pengacara, memuat nama kecil, nama dan tempat tinggal yang mengajukan permohonan serta
dasar alasan permohonan iiu diajukan, semua dengan ancaman batal. Ia dianggap telah memilih
tempat tinggal pada pengacaranya, kecuali jika dalam surat permohonannya ia menyatakan
memilih tempat tinggal lain. (Rv. 8, 94, 106.)
Pasal 282.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika hakim yang memutus permohonan itu memerintahkan para pihak

untuk melanjutkan perkaranya, maka dalam putuan yang sama itu ditentukan pula haii mereka
harus menghadap di muka persidangan untuk melanjutkan perkaranya itu. (Rv. 241, 243.)
Bagian 18.
Pemeriksaan Singkat Di Hadapan Ketua R.v.J.

Pasal 283.
Dalam perkara-perkara yang menghendaki segera diberikan putusan, tuntutan dapat diajukan
kepada sidang secara singkat yang diadakan oleh ketua R.v.J. pada hari-hari yang sudah
ditentukan untuk itu tentang pelaksanaan putusan pengadilan atau suatu alas hak pelaksanaan
(executoriale titel), tentang perselisihan penyegelan atau pengangkatan segel, maupun tentang
kewajiban seorang Notaris untuk membuat suatu akta notaris yang tidak dapat ditunda dan
selanjutnya dalam segala hal untuk kepentingan pihak-pihak yang memerlukan pelaksanaan
segera.
Dalam hal-hal yang benar-benar sangat mendesak, maka pemanggilan dapat diperintahkan pada
hari dan jam, termasuk hari Minggu, yang ditentukan oleh ketua bagi setiap perkara atas
permohonan secara lisan oleh pihak yang berkepentingan.
Dalam hal ini ketua dapat memerintahkan agar persidangan diadakan di rumah yang
berkepentingan. (RO. 29; Rv. 17, 22, 285, 293, 348, 442, 599, 659, 668, 669-80, 676, 682,
688, 720 dst., 884.)
Pasal 284.

Page 46 of 149

Dalam hal yang terakhir ini ketua memerintahkan secara lisan kepada seorang juru sita untuk
melakukan pemanggilan dan di kepata surat panggilan dicantumkan bahwa perkara itu sangat
mendesak.
Para pihak dalam hal seperti tersebut dalam pasal yang lain juga secara sukarela dapat datang
menghadap kepada ketua raad van justitie (Rv. 283.)
Pasal 285.
Jika dalam persidangan kepada ketua ternyata bahwa perkara dapat ditunda tanpa menimbulkan
kerugian yang besar atau kerugian yang tidak dapat diperbaiki untuk diperiksa secara biasa atau
secara singkat oleh raad van justitie sendiri atau jika perkara tidak mempunyai alasan untuk
diperiksa secara singkat, maka ia menunjuk para pihak ke acara biasa, atau memberi izin kepada
pihak yang mengajukan untuk menggugat dengan acara singkat di pengadilan yang berwenang
mengadili perkara itu. (Rv. 10, 120, 284.)
Pasal 286.
Putusan-putusan yang segera harus dilaksanakan tidak membawa kerugian kepada perkara
pokoknya. (Rv. 53, 58, 68, 283, 332, 682, 688.)
Pasal 287.
Ketua berwenang memerintahkan pelaksanaan putusan-putusannya dengan segera atau tanpa
jaminan, meskipun ada perlawanan atau banding dalam perkara-perkara yang dapat dimintakan
banding. (RO. 124 dst.; Rv. 54 dst., 291, 311.)
Pasal 288.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Perlawanan diajukan kepada raad van justitie. (Rv. 83 dst.)
Pasal 289.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Banding dapat segera dilakukan setelah dijatuhkan putusan yang dapat

dilaksanakan dengan segera ataupun tidak.


Banding diajukan kepada H.G.H.
Setelah lewat tiga minggu dihitung dari hari keputusan, maka permohonan banding tidak dapat
diterima lagi. (RO. 124 dst., 190; Rv. 68, 287, 330, 334, 338 dst., 435.)
Pasal 290.
surat-surat asli (minut) keputusan ketua dimasukkan dalam daftar khusus di kepaniteraan dan
ditandatangani oleh ketua dan panitera. (Rv 62.)
Pasal 291.
Jika diperlukan sekali untuk kepentingan perkara, maka ketua dapat memerintahkan pelaksanaan
atas dasar keputusan asli. (Rv. 287, 435.)
292.

Dicabut dg. S. 1901-168. (Lihat RB9. pasal 321-20dan 322-70)

Pasal 293.
Di setiap raad van justitie diadakan daftar giliran sidang tersendiri, untuk perkara-perkara yang
diperiksa secara singkat oleh Ketua menurut pasal 65 RO. (Rv. 283 dst., 290.)
ATURAN PENUTUP BAB II.
Pasal 293a.

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jika suatu gugatan yang dalam pemeriksaan terdahulu tidak dapat

diselesaikan, bukan karena pencabutan atau gugur, diajukan kembali, maka masing-masing

Page 47 of 149

pihak terhadap satu sama lain, berhak untuk menggunakan lagi sumpah, pengakuan serta
keterangan-keterangan dalam sidang yang telah diajukan dalam pemeriksaan perkara yang
dahulu.
Hal yang sama berlaku terhadap keterangan para saksi-saksi, keterangan ahli, dalam perkara
terdahulu atau pendapatnya tentang pemeriksaan atau pengamatan setempat asal satu dan lain
tercantum dalam berita acara atau laporan tertulis yang dibuat dalam bentuk baik.
Jika hakim memandang perlu untuk mendengar lagi beberapa atau semua saksi yang dalam
perkara yang terdahulu pemah didengar, maka pemeriksaan yang baru itu dilakukan di hadapan
hakim itu sendiri. (Rv. 172 dst., 277.)
BAB III.
BERACARA DI MUKA SIDANG
DALAM PERKARA-PERKARA WESEL DAN KELAUTAN
294, 296-298. Dicabut dg. S. 1.938-276.
295.

Ditarik kembali dg. S. 1908-522.


Pasal 299.

(s.d.u. dg. S. 1938-276) Ketua R.v.J. dapat memberi izin kepada scorang pemegang surat Wesel

atau surat tanda utang, yang terhadapnya dinyatakan tidak akan dibayar, untuk meletakkan sita
jaminan atau, benda-henda bergerak milik orang yang mengeluarkan Wesel, yang membuat
akseptasi dan Para endosan (orang-orang yang memindahkan Wesel). (KUHD 142 dst.; 176; Rv.
720 dst., 763a dst., 763h dst.; Cpt. 65 dst.; S. 1926-28 pasal 9.)
(s.d.t. dg. S. 1935-77jo. 562.) Izin yang sama dapat diberikan kepada pemegang cek yang
terhadapnya dinyatakan tidak akan dibayar atau pernyataan lain semacam itu atas benda-benda
bergerak milik orang yang mengeluarkan cek atau yang memindahkan cek itu. (KUHD 217 dst.;
RBg. 321, 322-20'.)
300-307. Dicabut dg. S. 1938-276.
Pasal 308.
Dalam perkara-perkara mengenai kelautan atau yang disamakan dengan itu jika ada pihak-pihak
yang tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap dan juga dalam perkara mengenai alat-alat
perlengkapan kapal, persediaan makan di kapal, anak buah kapal, bagian-bagian dari kayu pada
perahu-perahu yang siap berlayar dan hal-hal lain yang perlu segera disediakan, maka
pemanggilan di sidang dapat dilakukan tiap-tiap hari, tiap-tiap jam tanpa surat perintah dan
perkara itu segera, bahkan dapat diputus verstek. (KUHD 309 dst.; Rv. 79, 316a dst., 577.)
Pasal 309.
Semua pemanggilan yang dilakukan di kapal bagi nakhoda, opsir atau anak buah kapal, atau
seorang penumpang adalah sah dan berlaku. (Rv. 1, 3 dst.)
310, 311, 312. Dicabut dg. S. 1938-276.
Pasal 313.

(s.d.u. dg. S. 1908-522) Jika diperlukan pembagian dalam semua biaya, luar biasa kapal yang
dikeluarkan, maka atas permohonan salah satu pihak oleh raad van justitie akan diangkat ahliahli, kecuali jika para pihak telah menyetujui pengangkatan ahli-ahli yang lain. (KUHD 698 dst.,
724, 726; Rv. 215 dst.)
Pasal 314.

Page 48 of 149

Nakhoda atau, jika ini tidak ada, pengusaha angkutan laut diwajibkan dalam waktu delapan hari
setelah ahli-ahli diangkat oleh para pihak atau oleh raad van justitie, menyampaikan kepada
panitera: (KUHD 724.)
10. daftar barang-barang yang dimuat dalam kapal yang menyebutkan jumlah, merek dan
nomor-nomor barang-barang pemiagaan, nama para penyewa ruangan kapal dan yang
memasukkan barang itu dalam kapal dan nama mereka yang barang-barangnya ditahan.
(KUHD 347, 454 dst, 505 dst.)
20. keadaan serta besarnya kapal serta besarnya biaya angkutan. (KUHD 347.)
Sementara itu Para pemilik barang-barang yang diangkut wajib menyampaikan kepada
panitera suatu daftar harga barang-barang itu sewaktu dimuat dalam kapal dan diturunkan
dari kapal.
Para pihak jika diminta, harus menguatkan kebenaran isi surat-surat yang disampaikan
dengan sumpah.
Pasal 315.
Setelah para ahli disumpah, maka panitera menyerahkan kepada Para ahli itu surat-surat yang
telah disampaikan oleh Para pihak kepada panitera, dengan menerima tanda terima. Para ahli
kemudian mengadakan pembagian sesuai ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(KUHD), juga meskipun salah satu pihak tidak menyerahkan surat-suratnya kepada panitera.
(KUHD 724, 727 dst.; Rv. 32 1.)
Pasal 316.
Laporan para ahli beserta surat-surat yang diterima dari panitera diserahkan kepada panitera.
Pihak yang sudah siap lebih dulu meminta pengesahan raad van justitie, dan setelah Para pihak
didengar atau dipanggil dengan patut, doatuhkan putusan. (RO. 124; KUHD 214; Rv. 225.)

Dg. S. 1933-47jo. 1938-2 ditambahkan pasal-pasal 316a-316r.


Pasal 316a.
Untuk dapat mendasarkan pada pembatasan tanggungjawabnya yang ditentukan dalam pasal
474, 525 dan 541 KUHD, maka pemilik perusahaan angkutan laut wajib menyetorkan kepada
panitera raad van justitie tempat kapal tersebut telah didaftar, sejumlah uang yang tersebut
dalam pasal itu untuk kepentingan mereka yang mempunyai tagihan seperti tersebut dalam pasal
itu, disertai permohonan kepada raad van justitie untuk pengangkatan hakim komisans.
Dalam menerapkan pasal 316a-316o pengusaha angkutan laut diwakili oleh pengacara;
pengusaha angkutan laut tersebut dianggap memilih tempat tinggal di tempat tinggal pengacara
tersebut. (KUHPerd. 24, 1916; KUHD 314, 320; Rv. 106, 108j, 3161, p, r, 483, 512, 547.)
Dalam hal kapal tidak terdaftar, maka penyerahan uang tersebut dalam alinea pertama dilakukan
kepada panitera raad van justitie yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal pemilik kapal
yang bersangkutan. (Tbs. 3, 83, 19 dst.)
Jika tempat tinggal itu tidak termasuk wilayah salah satu raad van justitie, penyerahan uang itu
dilakukan di kepaniteraan raad van justitie di Jakarta. (RO. 117 dst; RBg. 73 dst.)
Pasal 316b.
Tentang penyetoran uang serta pengangkatan hakim komisaris oleh panitera segera diumumkan
dalam majalah resmi (Berita Negara) dan dalam satu atau beberapa surat kabar lain yang
ditunjuk oleh hakim komisaris.
Pengumuman itu memuat nama, alamat serta kantor pengusaha angkutan laut yang
bersangkutan, nama kapal, nama hakim komisaiis, dan jumlah uang yang telah disetorkan
kepada panitera. (KUHPerd. 17; Rv. 316a, d, p, q, r.)
Pasal 316c.

Page 49 of 149

Dalam waktu delapan hari setelah mengajukan permohonan, maka pemohon menyampaikan
daftar orang-orang yang ia kenal terhadap siapa ia menurut pasal 474, 525 dan 541 KUHD dapat
mendasarkan pembatasan akan tanggung jawabnya. (Rv. 316a, p, q, r.)
Pasal 316d.
Selanjutnya hakim komisaris menentukan sebelum habis jangka waktu, untuk mengajukan
tagihan-tagihan disertai dengan surat-surat yang bersangkutan kepada panitera, demikian pula
hari, jam dan tempat untuk mencocokkan tuntutan-tuntutan, termasuk di dalamnya hak-hak
yang harus didahulukan. (KURD 316, 318.)
panitera segera memberitahukan penetapan-penetapan ini dengan surat kepada semua penagih
tersebut dalam daftar dimaksud dalam pasal yang lain dan juga kepada pemohon; di samping itu
maka hal itu diumumkannya dalam majalah resmi (Berita Negara) dan dalam satu atau beberapa
surat kabar yang ditunjuk oleh hakim komisaris. (Rv. 316a-c, g, p, q, r.)
Pasal 316e.
Setelah lewat jangka waktu tersebut dalam pasal 316d, maka oleh panitera dibuat daftar
tagihan-tagihan yang telah diterimanya dengan nenyebut tiap-tiap surat yang bersangkutan
dengan tiap-tiap tagihan itu.
Daftar ini diletakkan di kepaniteraan dalam waktu paling sedikit delapan hari sebelum hari
diadakan pencocokan tagihan-tagihan untuk dapat dilihat oleh siapa ptin tanpa membayar. (Rv.
316a, h, p, q, r.)
Pasal 316f.
Pada hari yang telah ditetapkan, maka hakim komisaris dengan dibantu panitera mengadakan
sidang terbuka untuk pencocokan tagihan-tagihan. Untuk itu iamenyurith membacakan daftar
tagihan yang masuk.
Pengusaha angkutan laut dan tiap-tiap penagih dapat mengajukan keberatan terhadap
pengakuan tagihan atau tentang hak untuk didahulukan. (Rv. 316a, l, p q, r.)
Pasal 316g.
Tagihan-tagihan yang dimasukkan setelah lewat jangka waktu seperti tersebut dalam pasal 316d
atas permohonan penagih dapat diterima oleh hakim untuk dicocokkan.
Permohonan harus diterima jika penagih bertempat tinggal di luar Indonesia dan karena itu
terhalang untuk datang lebih awal. (Rv. 316p, q, r.)
Pasal 316h.
Tagihan-tagihan dan hak untuk didahulukan yang tidak dibantah dianggap sebagai diakui.
Tentang pengakuan itu dicatat dalam berita acara persidangan dan dalam daftar tersebut dalam
pasal 316e. (Rv. 316f, p, q, r.)
Pasal 316i.
Dalam hal ada bantahan, maka hakim komisaris memerintahkan para pihak apabila tidak dapat
mencapai kesepakatan, untuk menghadap ke sidang raad van justitie yang ia tentukan harinya
tanpa perlu diadakan panggilan.
Para pengacara yang mewakili masing-masing pihak menyatakan hal itu pada waktu dipanggil
dalam persidangan
Jika orang yang berpiutang yang mohon pengesahan tidak datang di hadapan persidangan, maka
ia dianggap tnenarik kembali permohonannya yang dibantah; jika ia datang menghadap
sedangkan yang membantah tidak datang, maka ia dianggap tidak mempertahankan
bantahannya dan hakim mengakui tagihan itu atau hak untuk didahulukan. (Rv. 1, 106, 108;
316a, 1, p, q, r.)
Pasal 316j.

Page 50 of 149

Bila kreditur yang tagihannya atau haknya untuk didahulukan dibantah, tidak datang dalam
rapat, panitera segera memberitahukan kepadanya tentang bantahan yang dilakukan dan
penunjukan ke sidang.
Si Penagih dalam sidang pengadilan tidak dapat mempergunakan sebagai alasan tentang tidak
adanya pemberitahuan itu. (Rv. 316f, i, p, q, r.)
Pasal 316k.
Permohonan banding atas putusan raad van justitie harus diajukan dalam waktu empat belas
hari sesudah putusan dijatuhkan.
Pemohon banding dengan perantaraan pengacaranya harus memberitahukan tentang itu kepada
panitera raad van justitie dengan bantuan juru sita.
Putusan yang duatuhkan dalam tingkat banding segera diberitahukan oleh juru sita H.G.H.
kepada panitera raad vanjustitie. (Rv. 316a, m, p, q, r, 327, 334 dst,,338, 489, 554.)
Pasal 3161.
Dalam sidang pencccokan tagihan-tagihan maka tiap-tiap penagih dapat memohon pembenaran
jumlah uang yang disetorkan oleh pengusaha angkutan laut dan membantah kebenaran jumlah
itu.
Hakim komisaris dalam hal ada bantahan, menentukan hari persidangan dimana raad van justitie
menyelesaikan perkara itu. (Rv. 316a, f, i, p, q, r.)
Pasal 316m.
Pada hari yang ditentukan maka para pihak atau wakil-wakilnya didengar dalam sidang terbuka
yang kemudian diputus oleh raad van justitie.
Ketentuan dalam pasal 316k berlaku dalam hal ini. (Rv. 316a, p, q, r.)
Pasal 316n.
Sesudah rapat, atau jika hal ini menimbulkan perselisihan, sesudah tentang hal itu diadakan
keputusan yang tetap, maka oleh panitera dibuat daftar pembagian dan kemudian dimintakan
persetujuan hakim komisaris. Hakim komisaris dapat mengangkat seorang ahli untuk membantu
panitera dalam menyusun daftar. Iajuga yang menentukan upahnya. (Rv. 316f, k, o, q, t.)
Pasal 316o.
Daftar pembagian yang sudah disetwui oleh hakim komisaris selama, enam minggu diletakkan di
kepaniteraan raad van justitie untuk dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh para penagih yang
telah diakui tagihannya.
Tentang peletakan daftar tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak-pihak kreditur
dengan surat tercatat; masing-masing dari mereka selama waktu dimaksud dapat mengajukan
perlawanan terhadap daftar pembagian tersebut dengan mengajukan surat keberatan disertai
alasan-alasannya ke kepaniteraan.
Setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan, raad van justitie memberikan keputusannya
sesudah mendengar para kreditur atau setelah mereka dipanggil dengan patut. Panggilan
dilakukan oleh panitera dengan surat tercatat.
Terhadap banding terhadap putusan ini berlaku pasal 316k.
Setelah daftar pembagian oleh hakim komisaxis atau, bila ada perlawanan, oleh hakim
dinyatakan dapat dilaksanakan, maka panitera raad van justitie memanggil dengan surat tercatat
para kreditur untuk menerima bagian masing-masing.
Daftar tersebut setelah dinyatakan dapat dilaksanakan diletakkan di kepaniteraan untuk dapat
dilihat dengan cuma-cuma oleh yang berkepentingan. (Rv. 316e, n, p, q, r.)
Pasal 316p.
Biaya yang timbul karena penerapan pasal 316a-316o ditanggung oleh pengusaha angkutan laut,
dengan tidak mengurangi penerapan pasal 58-60 undang-undang ini, terhadap perkara-perkara,

Page 51 of 149

yang merupakan akibat dari penunjukan oleh hakim komisaris berdasarkan alinea pertama pasal
316i dan 3161. (Rv.316q, r.)
Pasal 316q.
Pasal 316b-316p tetap berlaku jika pengusaha angkutan laut dinyatakan dalam keadaan pailit.
(KUHD 320; F. 1.)
Pasal 316r.
Pasal 316a-316q juga berlaku jika pengangkut mendasarkan diri mengenai Pembatasan
Pertanggungjawaban karena pasal-pasal 475 dan 526 KUHD.
Dalam Penerapan itu di mana dibicarakan tentang Pengusaha angkutan, pengangkut bertindak di
tempat pengusaha angkutan. (KUHD 466, 521.)
BAB IV.
PENUNTUT UMUM.
317.

Ditarik kembali dg. s. 1874-149. (Bdk. S. 1922-522.)


Pasal 318.

S. 186.4-522jo. 1908-522 pasal 105c dengan ditariknya kembali pasal 318 dan 320 dan RO. pasal

55 ayat terakhir, dan semua peraturan yang bertentangan dengan itu, telah ditentukan: Dalam
suatu perkara perdata penuntut umum di Indonesia tidak memberikan suatu pendapat, dan
hanya hadir di persidangan bila ditentukan oleh undang-undang atau demi kepentingan
peradilan. (RO. 54 dst., 61 dst.; Rv. 806.)

Pasal 319.
(s.d.u. dg. S. 1872-13; lW8-522.) Jika penuntut umum karena jabatannya bertindak sebagai satu

Pihak, maka ia harus mengikuti ketentuan-ketentuan umum dalam hukum acara Perdata, kecuali
dalam hal penunjukan pengacara. (RO. 55, 170-10, 171; KUHPerd. 65, 86, 88 dst., 92, 381, 435,
463, 465, 1127; RV4 106, 867)
Hukuman-hukuman yang mungkin dijatuhkan terhadapnya mengenai penggantian biaya,
kerugian ke bunga serta biaya perkara selalu dipikul oleh Negara. (Rv. 58.)
320.

Ditarik kembali: lihat pasal 318.

Pasal 321.
Penuntut umum dapat menuntut agar kepadanya diberitahukan semua perkara yang dipandang
perlu berhubung dengan pekerjaannya itu.
Hakim, karena jabatan, dapat juga memerintahkan agar hal-hal semacam itu diberitahukan
kepada penuntut umum. (RO. 55.)
Pasal 322.
Penuntut umum segera setelah selesai pertukaran pendapat para pihak (pleidoi) atau pada hari
sidang lain yang ditentukan menyarnpaikan pendapatnya. (Rv. 61-20.)
Pasal 323.
Para pihak atau pembela-pembela mereka, tanpa alasan apa pun mendapat kesempatan untuk
mengajukan pembelaannya setelah penuntut umum mengajukan pendapatnya.
Hanya catatan-catatan kecil untuk menjelaskan hal-ikhwal yang menurut pendapatnya
merupakan kekhilafan penuntut urnum dapat segera disampaikan kepada ketua. (Rv. 146.)

Page 52 of 149

BAB V.
KEKUASAAN MENGADILI YANG ADA PADA RAAD VAN JUSTITIE DAN
HOOGGERECHTSHOF MENYIMPANG DARI WEWENANG YANG DIBERIKAN OLEH
UNDANG-UNDANG (PROROGASI PERADILAN)
Pasal 324.
Dalam hal perkara yang mungkin banding kepada raad van justitie atau H.G.H., maka para pihak
bebas untuk bersepakat dengan suatu akta untuk memohon agar perkara mereka sejak semula
langsung diperiksa oleh badan peradilan yang scharusnya akan mengadili perkara itu dalam
tingkat banding. (ISR. 136; RO. 127, 163 dst.; KUHPerd. 1851 dst.; Rv. 133, 351, 354, 615, 638.)
Pasal 325.
Para wali pengampu dan mereka yang menurut ketentuan-ketentuan undang-undang tanpa izin
atau kuasa, tidak boleh rnengadakan perdamaian atau menyerahkan perkara kepadanya wasit,
dalam membuat kesepakatan yang tersebut dalarn pasal 324 harus mendapat izin atau kuasa
pula dari yang berkepentingan. (KUHPerd. 307, 352, 361, 393 dst., 407, 452, 789, 983, 1019,
1797, 1852; F. 100; Rv. 615.)
Pasal 326.
Bagi raad vanjustitie dan H.G.H. dalam proses perkara-perkara ini berlaku aturan-aturan tentang
pemeriksaan perkara dalam tingkat pertarna.
Badan peradilan yang memeriksa karena prorogasi memutus perkara yang bersangkutan dalam
tingkat pertama dan terakhir dengan tidak mengurangi peninjauan kembali, dan bagi raad van
justitie juga dengan tidak mengurangi kasasi bila untuk satu dan lain ada dasar hukumnya. (Rv.
385 dst., 402 dst.)
BAB VI.
PEMERIKSAAN DALAM TINGKAT BANDING TERHADAP PUTUSAN
RAAD VAN JUSTITIE
Bagian 1.
Perkara-perkara yang Dapat Dimohonkan Banding.
Pasal 327.
Para pihak dapat mengajukan pemeriksaan dalam tingkat banding kepada H.G. H. dalam perkara
yang dipiitus dalam tingkat pertama oleh R.v.J. (RO. 124 dst.; F. 8 dst., 82, 150, 210, 217; Rv.
44, 247, 289, 330, 438, 641, 847, 892.)
Pasal 328.
Dalam persengketaan tentang wewenang mengadili, maka banding dapat diterima, meskipun
hakim yang wewenangnya untuk mengadili ditangkis, sebenarnya berhak mengadili pokok
perkaranya dalam tingkat tertinggi. (Rv. 130; Sv. 313.)
Pasal 329.
tiap-tiap pihak yang menyatakan menerima putusan tidak dapat diterima untuk mengajukan
pemeriksaan dalam tingkat banding. (Rv. 84, 278, 385, 404.)
Pasal 330.
Putusan-putusan verstek tidak dapat dimintakan banding, tetapi jika penggugat aslinya
menyatakan banding, maka tergugat dapat juga menyampaikan semua pembelaannya dalam
tingkat banding, bahkan sebagai banding insidentil tanpa dapat menggunakan lagi upaya
perlawanan dalam tingkat pertama.

Page 53 of 149

Akan tetapi dalam hal terjadi seperti diatur dalam pasal 81 bagian akhir, maka pihak yang
ketinggalan dapat minta banding, asal sebelumnya memenuhi putusan terlebih dahulu dengan
memberikan jaminan dan bahkan bila dalam putusan itu tidak diperintahkan pelaksanaan lebih
dahulu. (Rv. 89, 324 dst., 611.)
Pasal 331.
(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Banding terhadap putusan persiapan, putusan sela, dan putusan

insidentil, tidak dapat diajukan kecuali dalam waktu yang sudab ditentukan dan bersama-sama
dengan banding terhadap putusan akhir.
Banding ini dapat diterima meskipun putusan persiapan, putusan sela dan putusan insidentil
tanpa kecuali terhadap mereka yang berkeberatan telah dilaksanakan. (Rv. 48, 332, 334, 363,
404; IR. 190; RBg. 201.)
Putusan pengadilan yang mengandung ketetapan sedemikian rupa sehingga menyebabkan
penyelesaian pokok perkara tidak ada, dianggap sebagai putusan akhir.
Putusan pengadilan yang berisi penolakan penggabungan atau campur tangan berlaku terhadap
mereka yang mengajukannya juga sebagai putusan akhir. (Rv. 48, 53.)
Pasal 332.

(s.d.u. ag. S. 1908-522.) Permohonan banding terhadap suatu putusan pengadilan yang

mengabulkan atau menolak tuntutan provisi dapat dilakukan sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Hal yang sama berlaku terhadap putusan yang dijatuhkan atas permohonan-permohonan
sementara, begitu pula terhadap putusan yang dtatuhkan atas permohonan untuk memanggil
seseorang untuk menanggungnya terhadap tuntutan atau terhadap pembelaan yang dimaksud
dalam pasal 114, jika kesemuanya itu diajukan secara terpisah.
Akan tetapi jika dalam hal pasal 70 tangkisan terhadap wewenang mengadili berkaitan dengan
permohonan pemanggilan untuk penanggungan dan dalam hal ini hakim menyatakan diri
berwenang, maka permohonan banding tidak dapat diajukan tersendiri sebelum dijatuhkan
putusan akhir terhadap pokok perkaranya. (Rv. 48, 53, 171, 211, 215, 230, 286, 331, 334, 336,
404; IR. 190; RBg. 201.)

Ditarik kembali dg. S. 1908-522.

Pasal 333.

Bagian 2.
Jangka Waktu Untuk Permohonan Banding.
Pasal 334.

(s.d.u. dg. S. 1908-522) Jangka waktu untuk permohonan banding adalah tiga bulan terhitung
hari dijatuhkan putusan, kecuali yang ditentukan dalam pasal 339 alinea kedua dan ketiga. (Rv.
15, 289, 331, 336, 341, 489, 515, 530, 539, 554, 818; F. 8, 11, 150, 217; IR. 188.)
Pasal 335.

(s.d.u. dg. S. 1908-522) Pihak terbanding sebaliknya dapat mengajukan banding insidentil,
bahkan sesudah lampau jangka waktu tersebut dalam pasal yang lain dan sesudah menyatakan
menerima putusan. Permohonan banding insidentil dalam kesempatan ini diajukan dalam
kesimpulan jawabannya, dengan ancaman gugur. (Rv. 329 dst., 342 dst., 420.)
Pencabutan banding pokok tidak membatalkan banding insidentil yang diajukan. (Rv. 272, 278.)
Pasal 336.
Setelah lampaujangka waktu tersebut dalam pasal 334, maka banding tidak dapat diajukan lagi.
Jangka waktu itu berlaku terhadap semua pihak dengan tidak mengurangi ganti rugi menurut
hak masing-masing. (KUHPerd. 1239.)

Page 54 of 149

Alinea ketiga dan keempat dicabut dg. S. 1908-522.


Pasal 337.

(s. d. u. dg. S. 1908-522) Jika pihak yang kalah meninggal dunia dalam tenggang waktu untuk

mengajukan banding, maka permohonan banding masih dapat diajukan oleh ahli warisnya atau
mereka yang mendapat hak daripadanya dalam waktu enam bulan setelah.kematiannya, atau
jika mereka menggunakan hak untuk berpikir dalam dua bulan setelah tenggang waktu untuk itu
lewat. (Rv. 248, 250, 390, 404; KUHPerd. 1023 dst., 1992.)
Pasal 338.
Banding terhadap suatu putusan yang tidak dapat dilaksanakan lebih dahulu, tidak dapat
dilaksanakan dalam waktu delapan hari setelah putusan diucapkan; jika permohonan banding
diajukan dalam tenggang waktu itu, maka perinohonan itu tidak dapat diterima dengan tidak
mengurangi wewenangnya mengulangi permohonan bandingnya, asal jangka waktunya belum
habis.
Putusan yang tidak dapat dilaksanakan lebih dahulu, ditunda dalam waktu delapan hari itu. (Rv.
54 dst., 289, 334, 346, 515, 530.)
Bagian 3.
Pemeriksaan Dalam Tingkat Banding Dan Akibat-akibatnya.

Pasal 339
Pemeriksaan dalam tingkat banding dimulai dengan suatu pemanggilan untuk menghadap di
sidang yang bentuk dan caranya sama dengan pemeiiksaan dalam tingkat pertama tanpa harus
menyebutkan alasan-alasan yang menjadi dasar permohonan banding maupun tanpa harus
melampirkan turunan-turunan surat-surat yang bersangkutan, kecuali dalam hal pemanggilan itu
mengandung tuntutan baru yang diperbolehkan oleh pasal 344. Semua itu diberitahukan dengan
cara yang sama.
Pasal 10 alinea terakhir berlaku juga bagi penggugat pembanding. Surat permohonan yang
bersangkutan harus disampaikan ke kepaniteraan H.G. H. Sebelum jangka waktu yang
ditentukan habis.
(s.du. dg. . 1908-522.) Hari pengajuan surat permohonan berlaku sebagai hari permulaan
pemeriksaan tingkat banding dan dicatat oleh panitera H. G. H. dalam; surat permohonan
tersebut dan kemudian segera dengan surat tercatat diberitahukan kepada pihak terbanding.
H.G.H. tidak akan memperhatikan permohonan banding tersebut jika tidak diajukan dalam
jangka waktu seperti tersebut dalam alinea kedua kepada panitera;
Ketentuan-ketentuan dalam bagian 7 Bab I buku ini berlaku juga dalam tingkat banding. (Rv. 1
dst., 6 dst., 10 dst., 15, 17 dst., 21, 92, 94, 96 d3t., 106, 345 dst., 349, 388, 402 dst., 437 dst;
IR. 191.)

340.

Ditarik kembazi dg. s. 1908-522.

Pasal 341.
Banding terhadap ketetapan-ketetapan mengenai permohonan-permohonan diajukan juga
kepada hakim yang lebih tinggi dengan surat permohonan.
Hal yang sama harus dilakukan oleh mereka yang menerima penetapan-penetapan semacam itu
dalam waktu tiga bulan setelah tanggal penandatanganan surat penetapan ftu dan orang-orang
lain yang berkepentingan dalam tiga bulan setelah surat itu diberitahukan kepada mereka.
Jangka waktu itu menjadi enam bulan jika yang diberitahukan itu bertempat tinggal di suatu
pulau di Indonesia seperti dimaksud dalam pasal 334 lama alinea terakhir.

Page 55 of 149

342.

Ditarik kembaii dg. S. 1908-522.


Pasal 343.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam tingkat banding digunakan acara seperti diatur untuk tingkat

pertama dengan perbedaan, bahwa hanya kesimpulan gugatan dan kesimpulan jawaban yang
dapat diajukan.
Tetapi jika diajukan banding insidentil atau jika oleh terbanding diajukan tangkisan terhadap
banding pokok, maka atas pennohonan pembanding diberi waktu untuk dapat memberi jawaban
terhadap banding insidentil atau terhadap tangkisan itu. (Rv. 107 dst., 118 dst., 335.)
Pasal 344.
Dalam tingkat banding tidak dapat diajukan tuntutan-tuntutan baru kecuali jika mengenai:
10. uang bunga, sewa dan lain-lain akibat kebendaan yang sudah ada atau timbul sejak putusan
dalam tingkat pertama; (KUHPerd. 500 dst., 502, 588, 1250, 1560-50, 1765.)
0
2 . biaya, kerugian dan bunga karena kerugian yang diderita, sejak putusan itu; (KUHPerd.
1243.)
30. tuntutan untuk dapat dijalankan lebih dahulu. (Rv. 53.)
(s.d. u. dg. S. 1908-522) Tergugat asli dapat mengajukan pembelaan baru tentang hak-hak
yang mengenai persoalan pokoknya, kecuali hal itu ditutupnya dalam tingkat pertama, tidak
termasuk kejadian yang menyebabkan gugurnya jawaban menurut pasal 114; tetapi
seandainya ia dibenarkan dalam persoalan pokoknya, ia dapat dihukum juga membayar
biaya acara sampai pada pengajuan pembelaan yang ia sebenarnya dapat lakukan dalam
tingkat pertama. (KUHPerd. 443, 1426, 1951; Rv, 71, 132, 244-20, 339, 345, 349, 989.)
Pasal 345.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Baik dalam banding pokoknya maupun dalam banding insidentil dapat
diajukan tuntutan baru dan pembelaan baru yang telah diatur dalam pasal yang lain dengan
disertai kesimpulan yang berdasarkan alasanalasan yang jelas. (Rv. 241, 399.)

Pasal 346.
Gugatan tersebut dalam pasal 339 menangguhkan pelaksanaan putusan pengadilan, jika tidak
ditentukan bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan lebih dahulu dalam hal-hal yang
diperbolehkan. (Rv. 54 dst., 381, 403, 437 dst., 442, 585.)
Pasal 347.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika pelaksanaan tidak diperintahkan lebih dahulu dalam hal-hal yang

diperintahkan oleh undang-undang atau diperbolehkannya, maka terbanding dalam kesimpulan


masih dapat menuntut agar pelaksanaan dilakukan dengan lebih dahulu pada hari yang
ditentukan sebagai hari persidangan pertama. (Rv. 54 dst., 82, 403.)
Pasal 348.
Jika di luar yang ditentukan menurut undang-undang diperintahkan agar putusan provisional
dilaksanakan, maka pembanding dalam persidangan dapat mohon agar pelaksanaan dihentikan;
ia setelah mendapat izin, juga dapat memanggil lawannya dalam persidangan singkat. (Rv. 10,
54 dst., 82, 381.)
Pasal 349.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Pasal 23 tentang pendaftaran di dalam daftar giliran sidang dan
ketentuan dalam Bab II buku ini dan juga ketentuan-ketentuan penutup dalam bab itu berlaku
juga dalam tingkat banding dalam hal:
pengangkatan pengacara (Rv. 106.)
pengajuan hari sidang (Rv. 107.)
permohonan-permohonan sementara dan tangkisan-tangkisan (Rv. 128 dst.)

Page 56 of 149

pemeriksaan berdasarkan surat-surat (Rv. 138 dst.)


sengketa mengenai asli atau tidaknya surat-surat (Rv. 148 dst.)
pemeriksaan saksi-saksi (Rv. 171.)
pemeriksaan dan pengamatan setempat (Rv. 211 dst.)
laporan para ahli (Rv. 215 dst.)
pemeriksaan para pihak (Rv. 230.)
tuntutan-tuntutan insidentit (Rv. 241 dst.)
penundaan dan lanjutan pemeriksaan (Rv. 248 dst.)
penyangkalan perbuatan-perbuatan dalam sidang (Rv. 256 dst.)
melepaskan kesempatan pemeriksaan tingkat pertama (Rv. 271 dst.)
gugurnya pelepasan tingkat itu (Rv. 273.)
penggabungan dan campur tangan (Rv. 279.)
dalam banding berlaku pula seperti yang disebutkan dalam pasal penutup dari Bab itu. (Rv. 244,
343 dst.)
Dalam pada itu pasal 128 dan 129 hanya berlaku dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
Tergugat asli, penggugat dalam banding, tidak terikat kepada ketentuan mengenai jaminan yang
dimaksud dalam pasal-pasal tersebut.
Terbanding juga tidak terikat, juga jika diadakan banding insidentil. Jaminan yang ditentukan
dalam tingkat pertama tetap terikat untuk biaya banding.
Jaminan dituntut untuk semua pembelaan hak-hak. (Rv. 335, 339.)
Pasal 350.
Dalam hal keputusan dikuatkan, maka pelaksanaannya dilakukan oleh hakim yang mengadilinya
dalam tingkat pertama.
Dalam hal putusan dibatalkan untuk seluruhnya atau untuk sebagian, maka pelaksanaannya
dilakukan oleh hakim yang memutus dalam tingkat banding atau oleh yang ditunjuk dalam
putusan, kecuali dalam tuntutan untuk membatalkan penyanderaan dan pencabutan dengan
paksa dan lain-lain yang diperintahkan oleh undang-undang kepada pengadilan. (Rv. 61, 360,
429, 460, 497 dst., 605, 734, 766; IR. 195; RBg. 206,)
Pasal 351.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal banding putusan-putusan yang dimaksud dalam pasal 332

diajukan sebelum dijatuhkan putusan akhir, maka hakim banding dalam Putusannya
menyampaikan perkara tersebut kepada hakim pertama untuk memutus pokok gugatannya,
kecuali jika tangkisan tentang wewenang mengadili yang bersangkutan dengan permohonan
pemanggilan untuk penanggungan ataupun jika pembelaan dimaksud dalam pasal 114
dinyatakan beralasan atau jika terjadi penunjukan perkara kepada hakim lain atau kepada para
wasit.
Pengembalian perkara kepada hakim pertama untuk diputuskan tentang pokok perkaranya,
dilakukan juga dalam hal hakim banding memberikan keputusan atau putusan termaksud dalam
pasal 331 alinea keempat. (Rv. 48, 241, 324 dst., 357.)
352, 353. Ditarik kembaii dg. s. 1908-522.
Pasal 354.
Jika hakim pertama telah menyatakan diri tidak berwenang dan putusan itu dibatalkan, maka
hakim banding akan menyampaikan perkara itu kembali kepada hakim pertama untuk diputus
pokok persoalannya, kecuali:
10. jika kedua pihak menuntut agar hakim banding itulah yang mengadili perkara itu; (Rv. 324
dst., 351, 357.)
20. jika hakim banding itu memandang ada alasan-alasan yang berhubungan dengan sifat
perkaranya untuk menarik perkara itu kepadanya. (Rv. 991.)

Page 57 of 149

BAB VII.
PEMERIKSAAN DALAM TINGKAT BANDING
TENTANG PERKARA-PERKARA YANG DIADILI
OLEH PENGADILAN UNTUK ORANG-ORANG INDONESIA
Pasal 355.

(s.d.u. dg. s. 1908-522.) Pernyataan permohonan banding terhadap perkara yang diputus oleh

badan pengadilan untuk orang-orang Indonesia dianggap oleh R.v.J. mengandung pernyataan
bahwa dimohonkan banding juga terhadap putusan-putusan yang mendahului putusan
pengadilan itu serta penetapan-penetapan, kecuali jika dalam catatan permohonan banding
dinyatakan secara tegas sebaliknya. (RO. 96, 109; IR. 188, 192; RBg. 199, 204.)
Pasal 356.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Para pihak berhak untuk menyerahkan penjelasan-penjelasan dan

surat-surat di kepaniteraan pengadilan yang lebih tinggi yang mereka anggap perlu asal suratsurat sebelumnya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan perantaraan pengacaranya
atau orang lain yang herwenang untuk menyampaikan pemberitahuan, menurut ketentuan dalam
H. I. R. atau aturan-aturan yang sama yang mengatur pengadilan untuk daerah luar Jawa dan
Madura. Penyerahan surat-surat itu sekali-kati tidak boleh menghambat penyelesaian
perkaranya.
Hakim yang lebih tinggi tidak akan memperhatikan surat-surat demikian itu atau yang dahulu
sudah disampaikan di kepaniteraan hakim pertama, yang sebelumnya sesuai ketentuan tidak
ternyata telah diberitahukan kepada pihak lawan (RQ.. 432; IR. 192 dst., 388 dst.; RBg. 202 dst.,
716 dst.)
(s.d.t dg. S. 1908-522.) Dalam tingkat banding tidak boleh diajukan tuntutan baru kecuali yang
berhubungan dengan pasal 344 alinea pertama.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Sebaliknya tergugat boleh mengajukan pembelaan yang baru asal
mengenai pokok persoalannya dan belum dikemukakan dalam tingkat pertama; ia dapat dihukum
untuk membayar biaya tambahan yang disebabkan pengajuan pembelaan itu, meskipun gugatan
pokoknya dapat dikabulkan. (Rv. 344.)
Pasal 357.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Perkara kemudian oleh hakim banding yang bersangkutan tanpa hanyak
proses diputus berdasarkan surat-surat saja tetapi ia berwenang sebelum menjatuhkan putusan
akhir untuk memberi putusan persiapan atau putusan sela.
Pasal 354 berlaku dalam hal ini.
(s.d.t. dg. S. 1914-414.) R.v.J. berhak mengadakan catatan-catatan tentang cara penyelesaian
perkara tersebut.

Pasal 358.
Putusan pengadilan banding dibuat dan diucapkan dengan cara biasa. (Rv. 61, 64; IR. 184; RBg.
195.)
(s.d.u. dg. S. 1901 -124.) Panitera raad vanjustitie segera mengirimkan turunan otentik putusan
dalam bentuk yang dapat ditaksanakan dengan berkas yang bersangkutan kepada hakim
pertama serta memberitahukannya kepada penuntut umum tentang putusan asli yang ada di
kepaniteraan. Penuntut umum dapat melihatnya dan bila perlu dapat meminta turunannya yang
otentik. (Rv. 360, 435, 992; IR. 194; RBg. 205.)
Pasal 359.

(s.d.u. dg. S. 1,937-631.) Semua putusan raad vanjustitie dalam tingkat banding dianggap

dijatuhkan atas bantahan. (Rv. 81, 385, 993.)

Page 58 of 149

Pasal 360.
Pelaksanaannya selalu dilakukan oleh hakim yang memutus dalam tingkat pertama. (Rv. 350,
358, 429, 432, 994; IR. 195; RBg. 206.)
Pasal 361.
(s.d. u. dg. S. 1901-24, S. 1937-631.) Panitera raad van justitie mencatat dengan seksama
semua perkara yang ada dalam tingkat banding dalam sebuah register yang diperuntukkan untuk
itu. Pencatatan itu menyebut nama para pihak dan tanggal putusan yang dimohonkan banding,
tentang pernyataan banding, tentang penerimaan berkas perkaranya, tentang putusan yang
doatuhkan dalam tingkat banding, dan tentang pengiriman putusan itu kepada hakim pertama.
(Rv. 358, 438, 994; IR. 191; RB9. 202.)
BAB VIII DAN BAB IX.

(Ditarik kembali dg S 1901 -319 jo. 465.)


BAB X.
PERLAWANAN PIHAK KETIGA
Pasal 378.
Pihak-pibak ketiga berhak melakukan perlawanan terhadap suatu putusan yang merugikan hakhak mereka, jika mereka secara pribadi atau wakil mereka yang sah menurut hukum, atau pun
pihak yang mereka wakili tidak dipanggil di sidang pengadilan, atau karena penggabungan
perkara atau campur tangan dalam perkara pemah menjadi pihak. (KUHPerd. 383, 452, 833,
955, 1917; F. lo, 24; Rv. 279, 349, 382, 384.)
Pasal 379.
Perlawanan ini diperiksa hakim yang menjatuhkan putusan itu. Perlawanan diajukan dengan
suatu pemanggilan untuk menghadap sidang terhadap semua pihak yang telah mendapat
keputusan dan peraturan umum mengenai cara berperkara berlaku dalam perlawanan ini.
(KUHPerd. 1967; Rv. 1, 99 dst., 384.)
Pasal 380.
Jika putusan yang demikian dijatuhkan terhadap pihak ketiga dalam suatu persidangan dan
perlawanan terhadapnya dilakukan sesuai pasal yang lain, maka hakim yang memeriksa perkara
berwenang jika untuk itu ada alasan-alasan mengizinkan penundaan perkara itu sampai perkara
perlawanan diputus. (Rv. 248 dst., 384, 393)
Pasal 381.
Hakim yang memeriksa perkara perlawanan, jika ada alasan-alasannya, dapat menunda
pelaksanaan putusan yang dilawan sampai soal perlawanan itu diputus. (Rv. 346, 384, 396, 437.)
Pasal 382.
Bila perlawanan disahkan, maka putusan yang dilawan itu diperbaiki hanya sejauh hal merugikan
hak-hak pihak ketiga itu, kecuali jika putusan yang dijatuhkan mengenai hal-hal yang tidak dapat
dipecah, menghendaki pembatalan seluruh putusan. (Rv. 378.)
383.

Ditarik kembali dg. S. 1872-13.

Pasal 384.
Ketentuan-ketentuan dalam bab ini berlaku juga bagi keputusan yang dijatuhkan oleh H.G.H.

Page 59 of 149

BAB XI.
PENINJAUAN KEMBALI
Pasal 385.
Putusan atas bantahan yang dijatuhkan pada tingkat terakhir dan putusan verstek yang tidak
dapat diajukan perlawanan lagi, dapat ditarik kembali atas Permintaan seorang yang pemah
menjadi salah satu pihak atau seorang yang terpanggil dengan alasan-alasan sebagai berikut:
(Rv. 55 dst., 67 dst., 83 dst., 89 dst., 327 dst., 330 dst., 334 dst., 396, 401, 652; KUHPerd.
1917.)
10. (s.d.u. dg. S. 1908-522.) jika putusan didasarkan pada penipuan atau tipu muslihat pihak
lawan dalam proses perkara yang diketahui sesudah putusan dijatuhkan atau karena
sumpah yang diperintahkan oleh hakim pidana dinyatakan palsu, kecuali mengenai sumpah
penentu yang dimaksud dalam pasal 1929-10 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
(KUHPerd. 1328, 1367, 1449, 1936; Rv. 385-70, 391, 643-100.)
0
2 . jika diputuskan mengenai hal yang tidak dituntut; (Rv. 8-30, 643-100.)
30. jika diputuskan lebih dari yang dituntut; (Rv. 8-31, 643-40.)
40. jika ada kelalaian dalam memberi putusan tentang sebagian dari tuntutan; (Rv. 51.)
50. jika antara pihak-pihak yang sama, berdasarkan alasan-alasan yang sama dan oleh hakim
yang sama, dalam tingkat tertinggi dijatuhkan putusan yang saling bertentangan. (Rv. 392,
430.)
60. jika dalam satu keputusan ada penetapan-penetapan yang saling bertentangan; (Rv. 38551.)
70. jika dijatuhkan putusan berdasarkan surat-surat yang sesudah keputusan diakui palsu atau
dinyatakan palsu; (Rv. 385-11, 391.)
80. jika, sesudah putusan, diketemukan surat-surat yang bersifat menentukan yang karena
perbuatan pihak lawan disembunyikan. (KUHPerd. 1873; Rv. 391, 643-9-.)
Pasal 386.
Anak-anak yang di bawah umur masih dapat mengajukan peninjauan kembali, jika mereka tidak
pemah dibela. (KUHPerd 229, 330, 383, 403, 452, 1446 dst., 1450; Rv. 401.)
Pasal 387.
Jika hanya ada alasan untuk menarik kembali sebagian putusan, maka hanya bagian itu yang
ditarik kembali, kecuali jika bagian-bagian lain tergantung dari bagian itu. (Rv. 398, 401.)
Pasal 388.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Peninjauan kembali dilakukan dengan pemanggilan untuk menghadap

sidang dan dilakukan dalam waktu tiga bulan terhitung hari keputusan yang tidak disetujui
diucapkan dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 339 alinea kedua dan
ketiga yang juga berlaku dalam hal ini.
Jangka waktu menjadi enam bulan bagi mereka yang bertempat tinggal di sebuah pulau di
Indonesia, di luar Jawa dan Madura. (Rv. 10, 15, 402; RBg. 322-90.)
Terhadap anak-anak, dalam hal apa yang diatur dalam pasal 386, jangka waktu tidak berlaku
sebelum anak itu menjadi dewasa, dan pemberitahuan dilakukan kepadanya sendiri atau
dilakukan di tempat tinggalnya. (KUHPerd. 330, 420; Rv. 68, 336, 389 dst., 391 dst., 394, 401,
435.)
Pasal 389.
Terhadap perkara-perkara yang diputus verstek, tenggang waktu mulai berjalan sejak hari tidak
dapat lagi dilakukan perlawanan. (Rv. 84 dst., 385, 401.)

Page 60 of 149

Pasal 390.
Jika pihak yang kalah meninggal dunia dalam jangka waktu seperti tersebut di atas, maka
berlaku pasal 337. (Rv. 284-40, 250, 388, 401.)
Pasal 391.
Jika peninjauan kembali diajukan berdasarkan pemalsuan penipuan, tipu-muslihat atau karena
ditemukan surat-surat baru, maka tenggang waktu mulai berlaku baru sejak diketahui kepalsuan,
penipuan atau tipu-muslihat atau ditemukannya surat-surat yang disembunyikan asal dalam halhal terakhir itu dengan surat-surat dibuktikan tentang hari diketahui atau ditemukannya
kenyataan-kenyataan tersebut. (KUHPerd. 1861, 1866; Rv. 385-10, 70 dan 80, 388, 401.)
Pasal 392.
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika terjadi pertentangan antara putusan-putusan maka tenggang

waktunya dihitung mulai hari dijatuhkan putusan terakhir allujika itu diputus verstek dihitung
sejak hari terhadap verstek itu tidak dapat lagi diadakan perlawanan. (Rv. 385-61, 388, 398, 401,
430.)
Pasal 393.
Peninjauan kembali diajukan kepada hakim yang sama yang telah menjatuhkan putusan yang
tidak disetujui. (Rv. 399.)
Jika putusan yang tidak disetujui diajukan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa oleh hakiin
lain, maka hakim ini dengan melihat keadaan dapat melanjutkan pemeriksaan perkara itu atau
menundanya. (Rv. 134, 250, 380, 399.)
Pasal 394.
Peninjauan kembali diajukan dengan pemanggilan untuk menghadap sidang dalam bentuk biasa,
diberitahukan kepada pihak yang bersangkutan atau di tempat tinggalnya.
Di dalamnya disebutkan upaya-upaya yang menjadi dasar permohonan itu; upaya lain tidak
dapat diajukan, baik di dalam sidang maupun dengan surat. (Rv. I dst., 8-31, 118 dst., 230, 267,
280, 388, 393, 401, 411.)

395.

Ditarik kembali dg. S. 1872-13.

Pasal 396.
Peninjauan kembali tidak menghambat pelaksanaan putusan yang tidak disetujui dan ini tidak
dapat dicegah dengan perintah hakim. (Rv. 346, 348, 381, 393, 398, 401.)

Ditarik kembali dg. S. 1872-13.

Pasal 397.
Pasal 398.

(s. d. u. dg. S. 1872-13.) Jika peninjauan kembali dikabulkan, maka putusan yang bersangkutan

ditarik kembali dan para pihak dikembalikan dalam keadaan seperti sebelum putusan itu
dijatuhkan, segala apa yang sebagai akibat penghukuman yang dijatuhkan dalam putusan telah
dinikmati atau diterima harus dikembalikan. (Rv. 385-50, 387, 392.)
Jika peninjauan kembali dikabulkan karena ada pertentangan antara putusan-putusan, maka
dengan putusan diperintahkan, bahwa putusan yang pertamalah yang mempunyai kekuatan. (Rv.
385-50, 392, 401, 430.)
Pasal 399.
Sengketa pokok, terhadap mana putusan yang ditiwau kembali dijatuhkan, diperiksa oleh hakim
yang sama, yang memutus peninjauan kembali. (Rv. 393, 401.)

Page 61 of 149

Pasal 400.
Setelah mengajukan peninjauan kembali, entah itu diterima atau tidak, maka tidak dapat
diajukan peninjauan kembali yang kedua, baik terhadap putusan yang diberikan dalam
peninjauan kembah maupun terhadap putusan, sesudah peninjauan kembali itu diterima, dalam
pokok perkaranya. (Rv. 89, 330, 385, 401; Sv. 324.)
Pasal 401.
Ketentuan-ketentuan bagian ini berlaku juga bagi putusan-putusan H.G.H.
BAB XII.

Bab XIIIM (pasal 402-434) tidak dimuat; untuk kepentingan ini, lihat Undangundang Mahkamah Agung (UU 1411985, LN. 1985-72.)

Page 62 of 149

REGLEMEN ACARA PERDATA

(Reglement op de Rechtsvordering.)
(S. 1847-52 jo. 1849-63.)
BUKU KEDUA.
HAL MENJALANKAN PUTUSAN DAN SURAT PERINTAH
YANG DIANGGAP SAMA DENGAN ITU SERTA AKTA
BAB I

Bab I ini (pasal 435 -476) tidak dimuat; untuk kepentingan ini, lihat Undang-undang
Mahkamah Agung (UU 1411985, LN. 1985-72.)
Bagian 2.
Sita Eksekutorial Pada Pihak Ketiga.
(S.1853-70, 71.)
Pasal 477.

(s. d. u. dg. S. 1925-497.) Sita atas piutang-piutang yang mungkin dapat dituntut pihak yang

dieksekusi dari pihak ketiga, atau atas barang-barang miliknya yang mungkin ada pada pihak
ketiga, memuat kecuali persyaratan-persyaratan yang biasa tentang eksplot, juga pemilihan
tempat tinggal pada ibu kota dari afdeling tempat tinggal pihak ketiga itu, dengan perintah untuk
menahan apa yang disita dalam kekuasaannya, dengan ancaman pembayaran atau penyerahan
yang telah dilakukan, tidak berharga.
Salinan eksplot diberikan kepada pihak ketiga yang terkena sita, dengan salinan keputusan hakim
atau alas hak eksekutorial lainnya, berdasarkan surat-surat mana pelaksanannya dilakukan.
(KUHPerd. 24, 511-31; Rv. 2 dst., 8, 433, 450, 474 dst., 481a, 481b, 491, 542, 593, 728 dst.,
812.)
Pasal 478.
Dalam delapan hari setelah melakukan sita ini, hal itu harus disampaikan kepada pihak yang
dieksekusi dengan ancaman batal, tanpa diharuskan untuk memberikan suatu keterangan yang
cukup tentang hal itu. (Rv. 475, 481, 731.)
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila yang dieksekusi bertempat tinggal dalam karesidenan lain dari
tempat dilakukannya sita pada pihak ketiga, jangka waktu pemberitahuan diperpanjang menurut
ukuran yang ditetapkan pada pasal 10 dengan pengertian, bahwa bila timbul hal yang dimaksud
dalam alinea terakhir pasal itu, pemberitahuan dilakukan dalam empat puluh hari. (Rv. 479,
481g3; RBg. 322-100.)
Pasal 479.
Dalam delapan hari setelah pemberitahuan tersebut dalam pasal yang lalu, pihak yang terkena
eksekusi, bila dia beranggapan mempunyai dasar-dasar untuk itu, dapat melakukan perlawanan
terhadap sita ini, dan dalam hak itu menyampaikan perlawanannya dalam delapan hari kemudian
kepada pihak ketiga yang terkena sita.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jangka-jangka waktu itu diperpanjang menurut ukuran yang ditetapkan
dalam pasal 10, bila tentang hal yang pertama pihak yang melakukan sita bertempat tinggal
dalam karesidenan lain daripada tempat tinggal pihak yang terkena eksekusi, dan mengenai hal
yang kedua, pihak ketiga yang terkena sita tidak bertempat tinggal di karesidenan yang sama
dengan tempat pemanggilan perlawanan dikeluarkan.

Page 63 of 149

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Bila terhadap eksekutan terjadi hal seperti yang dimaksud dalam alinea

terakhir pasal 10, maka surat permohonan dimaksud di situ, yang dilampiri dengan salinan
eksplot pemberitahuan yang diterima oleh pihak yang dieksekusi, dimasukkan dalam waktu
delapan hari sesudah pemberitahuan pada kepaniteraan hakim yang memeriksa perlawanan itu.
Hari pemasukan oleh panitera dicatat pada surat permohonan. Hakim tidak akan mengindahkan
perlawanan, bila tidak dimasukkan dalam jangka waktu delapan hari pada kepaniteraan.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Bila hal itu terjadi mengenai pihak ketiga yang terkena sita, maka hakim
yang menangani perlawanan itu menentukan jangka waktu untuk pemberitahuan. Surat
permohonan untuk itu yang menyatakan pemanggilan untuk perlawanan, dimasukkan pada
kepaniteraan paling lambat pada hari sidang terhadap mana pihak yang dieksekusi melakukan
pemanggilan terhadap eksekutan. Hari pemasukan surat itu oleh panitera dicatat di atas surat
permohonan. Hakim tidak akan mengindahkan hal terakhir ini, bila pemasukan surat itu terjadi
setelah hari sidang yang dimaksud. (RBg. 322-110.)
Perlawaan itu harus dibawa di hadapan hakim yang berwenang bagi pihak yang dieksekusi. (ISR
136; KUHPerd. 1786; Rv. 15, 480 dst., 481d, 749-30.)
Pasal 480.
Bila perlawanan pihak yang dieksekusi dianggap mempunyai dasar, dan karena itu,dia mendapat
hak untuk diangkat sitanya, bila ada dasar untuk itu, eksekutan diputuskan untuk dihukum atas
penggantian biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga, untuk kepentingan pihak yang
dieksekusi. (KUHPerd. 1365 dst.; Rv. 479, 481d, 607, 723.)
Pasal 481.
Bila yang dieksekusi tidak melakukan perlawanan tersebut dalam pasal 479, atau bila hal itu
dilakukan, tetapi ditolak, pihak ketiga yang terkena sita (dalam hal terakhir dengan
pemberitahuan keputusan penolakannya) dipanggil ke sidang pengadilan untuk memberi
keterangan dengan cara sama dan dengan akibat-akibat yang sama seperti yang ditentukan pada
pasal 733 dan berikutnya. (Rv. 476, 48le, 734 dst.)
Pasal 481a.

(s.d.t. dg, S. 1938-680.) Penyitaan pada pihak ketiga untuk negara, umum atau dana pensiun

Indonesia, dengan tidak mengurangi ditentukan dalam pasal 65 dan 66 Undang-undang


Perbendaharaan Indonesia (ICW), pasal 23 Keputusan Desentralisasi dan pasal 9 Keputusan Raja
3 desember 1925 No. 51 (I.S. 1926 No. 28) diperkenankan, namun hanya atas piutang-piutang
atau barang-barang tertentu yang diuraikan dalam surat juru sita atau dalam hal sita yang
disederhanakan, yang diuraikan dalam pemberitahuan atau dalam tuntutan.
Pembayaran atau penyerahan setelah penyitaan membebaskan Negara, badan-badan umum
atau dana pensiun Indonesia, bila suatu perintah yang diberikan sebelum sita untuk membayar
atau menyerahkan tidak dapat lagi ditarik kembali tepat pada waktunya.
Dengan alasan kepentingan umum, Negara, badan-badan umum atau dana pensiun Indonesia,
dalam proses singkat di hadapan ketua dapat meminta pengangkatan sita pada pihak ketiga. (Rv.
283 dst., 481b dst., 730.)

Dengan S. 1933-622, mb. 22 Desember 1938, ditambahkan bagian berikut:


Bagian 2A.
Sita Eksekutorial Terhadap Pihak
Ketiga Mengenai Pengurusan.
Pasal 481b.
Pengenaan sita atas tagihan sejumlah uang yang digunakan untuk pengurusan sesuatu menurut
Buku Kesatu Kitab Undang-undang Hukum Perdata, termasuk di dalamnya biaya pengurusan dan

Page 64 of 149

pendidikan seorang anak di bawah umur, upah atau pemberian tunjangan secara berkala, yang
dapat ditagih kepada pihak ketiga oleh orang yang terhadapnya dikenakan sita, dilaksanakan
dengan tuntutan dan cara yang mendatangkan akibat seperti yang ditentukan dalam bagian yang
lalu, sejauh mengenai hal itu dalam bagian ini tidak diadakan penyimpangan. (KUHPerd. 329a.)
Pasal 481c.
Ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan umum yang menjadi dasar wewenang para
kreditur, begitu pula tentang upah dan tunjangan-tunjangan berkala lainnya, tidak diberlakukan
untuk bagian itu. (KUHPerd. 1602g; Rv. 451 dst.)
Akan tetapi dalam hal ini ketentuan dalam pasal 750 hanya dinyatakan tidak berlaku bila
eksekutannya adalah Dewan Perlindungan Anak-anak.
Pasal 481d.
orang yang dikenakan sita, setiap waktu dapat mengadakan perlawanan dengan cara dan akibatakibat termaksud dalam pasal 479 dan 480, atas dasar bahwa ketentuan mengenai pemberian
tunjangan itu pada waktu itu telah diubah atau telah dicabut, atau bahwa kewajiban untuk
membelikan tunjangan itu telah tidak ada. (KUHPerd. 329b.)
Pasal 481e.
Semenjak hari dikenakan sita terhadap pihak ketiga, pihak ini wajib melakukan pembayaran,
seperti yang telah dikenakan sita kepadanya, kepada eksekutan bila eksekutan ini menghendaki,
dan bila hal itu mengenai upah dan tunjangan-tunjangan berkala lainnya, ia wajib melakukan
pembayaran sejumlah uang yang pembayarannya ditunggak, kecuali bila ada tagihan yang
dikenakan sita terhadap utang-utang yang derajatnya lebih tinggi atau sama. (Rv. 477 dst. 728
dst.)
Dalam hal termaksud pada akhir alinea yang lalu, pihak ketiga yang dikenakan sita ini dapat
digugat untuk mengadakan pernyataan tersebut dalam pasal 734. (Rv. 481; RO. 116g3.)
Perlawanan yang diajukan oleh orang yang dikenakan sita, menunda kewajiban untuk melakukan
pembayaran, kecuali bila ketua raad van justitie memerintahkan melaksanakan kelanjutan
pembayaran yang ditetapkan dalam sidang perkara yang singkat (kort geding).
Pihak ketiga yang dikenakan sita dibebaskan dari kewajibannya demi hukum bila ia telah
melakukan pembayaran kepada eksekutan dengan itikad baik. (KUHPerd. 1386; Rv. 481f.)
Pasal 481f.
Tagihan yang ditujukan kepada pihak ketiga, yang telah dikenakan sita tetapi lalai dalam
melakukan kewajibannya, dicatat oleh residentierechter (kini: kepaniteraan Pengadilan Negeri).
(RO. 116g; Rv. 924 dst.)
Pasal 481g.
Bila Dewan Perlindungan Anak-anak menjadi eksekutan sendiri, maka ia dapat melakukan sita itu
dengan cara yang biasa, dapat juga dengan memberitahukan salinan putusan atau
penetapan dari pengadilan kepada pihak ketiga.
Dalam hal yang terakhir ini, pihak ketiga yang dikenakan sita ini harus mengirimkan kembali
salinan pemberitahuan itu kepada Dewan Perlindungan Anak-anak, setelah menandatanganinya
dan menyatakan "telah saya ketahui" di atasnya.
Dengan pengiriman kembali ini, pelaksanaan sita telah selesai dikerjakan.
Dewan Perlindungan Anak-anak dapat melakukan sita satu hari sebelumnya untuk melakukan
pembayaran tagihan oleh pihak ketiga ini tanpa terlebih dahulu harus menandatangani surat
perintah dari panitera atau memberikan keterangan, seperti yang dimaksud dalam pasal 88
dan 437(1).
Diterimanya kembali salinan pemberitahuan, yang dikirimkan oleh eksekutan secara tercatat
dalam tujuh hari setelah pengiriman pemberitahuan itu kepada pihak ketiga yang dikenakan sita

Page 65 of 149

untuk dinyatakan "diketahui" secara tertulis, berlaku sebagai penandatangan tersebut dalam
pasal 471(2).
(1) Bunyi pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut ;
437. Putusan pengadilan, yang tidak berisikan perintah dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(untuk sementara), tidak dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga, begitu pula tidak
dapat dipenuhi oleh pihak ketiga ini, kecuali setelah 14 hari ditandatangani oleh pihak
yang tidak dibenarkan dan disampaikan keterangan secara tertulis dari panitera, yang
menyatakan bahwa dalam daftar perkara tidak ada catatannya mengenai naik banding
atau kasasi dari perkara yang bersangkutan (Rv. 54 dst., 87 dst., 346, 396, 403, 413,
438)
(2) Bunyi pasal yang dimaksud adalah sebagai berikut ;
471. Pada halaman terakhir berita acara, juru sita mencatat tentang pajak-pajak yang telah
dibayar dan pengumuman tentang penjualan, bila pengumuman itu memang telah
diadakan (Rv. 447, 469)
Bagian 3.
Pembagian Hasil Eksekusi.
Pasal 482.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila tidak ada kreditur yang mengajukan perlawanan, maka kantor

lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada atau yang akan diadakan
membayarkan jumlah uang kepada yang memohon sita sebesar yang menjadi haknya menurut
keputusan pengadilan dari hasil pelelangan itu, dikurangi dengan jumlah biaya eksekusi.
Jikalau ada sisa, maka sisa itu dipertanggungjawabkan kepada orang yang barangnya dilelang.
(KUHPerd. 1139-10, 1149-10; Rv. 449, 455, 473, 481, 558, 576, 702, 744 dst., 747.)
Pasal 483.
Jika dalam waktu delapan hari terhitung dari hari penjualan pihak yang memohon sita, pihak
yang barang-barangnya disita dan pihak-pihak lawan tidak dapat bersepakat tentang pembagian
hasil penjualannya, maka pihak yang barang-barangnya disita, pihak yang memohon sita atau
pihak lawan yang paling siap, dapat memohon kepada ketua raad van justitie di wilayah
penjualan, agar diangkat seorang hakim-komisaris yang akan menyaksikan pembagian hasil
penjualan tersebut.
Permohonan ini dicatat dalam daftar/register yang ada di kepaniteraan. (Rv. 461 dst., 481, 484,
547 dst., 576, 746 dst.)
Pasal 484.
Dalam tiga puluh hari terhitung dari hari pengangkatan hakim-komisaris, oleh orang yang
memohon eksekusi, orang yang barang-barangnya dieksekusi atau lawan yang paling siap,
diberitahukan kepada orang-orang yang disebut dalam pasal yang lalu, maka para kreditur wajib
menyerahkan kepada hakim komisaris atas hak mereka, dengan ancaman jika tidak
melakukannya, mereka tidak akan diikutkan dalam pembagian hasil lelangnya. Mereka wajib
mengganti tempat tinggalnya yang dahulu dengan tempat tinggal pengacara yang dipilihnya dan
menyuruhnya mengajukan gugatan tertulis yang ditandatanganinya agar diberikan urutan
sebagai kreditur yang didahulukan atau yang sejajar. (KUHPerd. 1139, 1149; Rv. 106, 461 dst.,
485, 549 dst., 556, 576.)
Tentang pengajuan permohonan itu, jika ada, dicatat dalam berita acara hakim-komisaris.
Pasal 485.
Setelah lewat tiga puluh hari seperti ditentukan dalam pasal yang lalu, maka hakim-komisaris
berdasarkan surat yang disampaikan kepadanya membuat daftar pembagian. (KUHPerd. 1139-1,
1140-11; Rv. 480, 551, 576.)

Page 66 of 149

Pasal 486.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Daftar pembagian diletakkan di kepaniteraan oleh hakim-komisaris dan

tentang peletakan itu dalam delapan hari oleh yang membuat urutan diberitahukan kepada pihak
seperti tersebut dalam pasal 483 dengan perantaraan juru sita, dengan disebutkan mengenai
hari dan jam semua pihak dapat menghubungi hakim-komisaris untuk mengajukan keberatankeberatan. (Rv. 483, 487, 551 dst., 576.)
Pasal 487.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika dalam waktu empat belas hari setelah pemberitahuan seperti

tersebut dalam pasal yang lalu tidak ada yang mengajukan keberatan, maka hakim-komisaris
akan menutup berita acaranya dan dengan satu surat perintah memerintahkan kantor lelang
untuk membayarkan kepada mereka yang berhak menurut peraturan perundang-undangan yang
ada atau yang akan diadakan, jumlah yang telah ditentukan dalam daftar tersebut.
Surat-surat perintah itu dikeluarkan dalam bentuk seperti ditentukan dalam pasal 435(1)
Keberatan dicatat dalam berita acara hakim komisaris. (RV.482, 484, 486, 488, 491, 553, 576,
580 30 dan 40)
1
( ) Bunyi dalam pasal dimaksud adalah sebagai berikut :
Grosse putusan pengadilan di Indonesia, dapat dilaksanakan dimana saja (ISR. 1, 159, RV 6
7, 291, 491, 614; RBg. 321 2, 7; Ov. 89)
Pada kepala surat putusan itu harus dimuat perkataan : Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (ISR 130; R. 27; Rv 440)
Putusan pengadilan harus ditandatangani oleh orang yang berkepentingan itu sendiri, atau hal itu
dilakukan di tempat kediamannya dengan cara seperti yang disebutkan dalam pasal 3 dan 6 (Rv.
6 7 dan 8, 66 dst., 106, 440, 487, 553, 639, 853, 856 dst., 858; IR. 130, 224; RBg.154, 258;
Oogstv. 10; Cred. verb. 19; S. 1902 184, pasal 11; S 1904 241 pasal 7)
Pasal 488.
(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal ada keberatan, maka hakim-komisaris akan meminta
mereka yang berkeberatan untuk datang ke hadapan sidang pengadilan yang ia tentukan tanpa
dilakukan pemanggilan. (Rv. 442, 489, 554, 576.)
Pasal 489.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Banding dapat diajukan seketika dan harus disampaikan dalam empat

belas hari sesudah diucapkan putusan. (RBg. 322-130.)


Permohonan banding harus diberitahukan kepada pengacara pihak lawan dan harus memuat
tuntutan, disertai penjelasan mengenai alasan keberatan pihak pembanding.
Dalam banding ini hanya diadakan tuntutan terhadap mereka yang ada pada waktu pengajuan
keberatan.
Pemberitahuan keberatan juga dilakukan kepada panitera pengadilan yang menjatuhkan
putusan. (Rv. 106, 334, 338 dst., 402, 487 dst., 554, 576.)
Pasal 490.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Putusan banding atas perrnohonan pihak yang paling siap

diberitahukan kepada panitera yang selanjutnya akan inemberikan putusan itu kepada hakimkomisaris. (Rv. 342, 488 dst., 554, 576.)
Pasal 491.
Setelah pemberitahuan itu, hakim-komisaris, jika tidak ada permohonan kasasi, akan menutup
berita acaranya dan akan mengeluarkan surat perintah pembayaran sesuai dengan pasal 487.
(Rv. 402 dst., 413, 437, 489, 555, 576.)

Page 67 of 149

Pasal 492.
Setelah penutupan berita acara pembagian, maka masing-masing pihak yang berkepentingan
tidak berhak lagi atas bunga jumlah yang telah mereka terima. (KUHPerd. 1515; Rv. 555, 576.)
BAB III.
TUNTUTAN KEMBALI BARANG-BARANG TETAP
Bagian 1.
Ketentuan-ketentuan Umum.
Pasal 493.
Kreditur karena suatu putusan pengadilan atau karena alas hak eksekutorial lain dapat menuntut
penjualan paksa (onteigening) dengan suatu eksekusi. (KUHPerd. 1210; Rv. 435, 440 dst.; Cpt.
65 dst.; S. 1905-137 pas. 23; S. 1926-28 jo. 1929 pas. 9.)
1. arang-barang tetap yang dalam perdagangan, dengan segala kelengkapannya, sepanjang
yang tersebut terakhir itu dianggap sebagai barang tetap; (KUHPerd. 506 dst., 1164-10 Rv.
451-10 509.)
2. hak pakai hasil barang-barang serta kelengkapannya; (KUHPerd. 508-10; 756 dst., 1164-20.)
3. hak numpang karang (opstal) dan erfpacht; (KUHPerd. 508-31, 41, 711dst., 720 dst., 116430.)
4. hak atas tanah, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk hasil bumi yang harus
dibayar. (KUHPerd. 508-50, 737 dst.; Rv. 541 dst.)
5. hak atas sepersepuluh hasil; (KUHPerd. 508-60, 740 dst., 1164-50.)
6. bazar-bazar atau pasar-pasar yang diakui pemerintah serta kemudahan-kemudahan yang
terkait dengannya. (KUHPerd. 508-70. 1164-60; Rv. 494.)
Pasal 494.
Karena utang pribadi, bagian sesama ahli waris dari warisan yang berupa barang-barang tetap,
tidak boleh dibuat sebelum harta warisan itu dibagi yang, jika dipandang perlu, dapat dituntut
pembagiannya. (KUHPerd. 128, 1066 dst., 1083, 1111, 1131, 1166; Rv. 578.)
Pasal 495.
Jika suatu barang yang dibebani hipotek pindah ke tangan pihak ketiga, maka pernegang hipotek
dapat mengeksekusi barang tersebut terhadap pihak ketiga itu dengan kewajiban memberikan
perintah kepada debitur menurut ketentuan pasal 1198 dan 1199 KUHPerd. (Rv. 504.)
Pasal 496.
Kreditur tidak dapat melanjutkan penjualan barang-barang tetap yang tidak dibebani hipotek,
kecuali jika barang-barang yang dihipotekkan kepadanya tidak mencukupi dan kecuali apa yang
ditentukan dalam pasal 499. (KUHPerd. 1220; Rv. 499.) Pasal 497.
Penjualan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang yang wilayahnya meliputi letak barang
tersebut. (Rv. 350, 505, 521.)
Pasal 498.
Penjualan barang-barang yang terletak dalam wilayah beberapa kantor lelang, tidak dapat
dilakukan selain dengan cara dari barang satu pindah ke barang yang lain, kecuali yang
ditentukan dalam pasal berikut. (Rv. 99, 497.)

Page 68 of 149

Pasal 499.
Jika barang-barang yang dihipotekkan kepada kreditur, dan barang-barang yang tidak
dihipotekkan atau barang-barang yang terletak di dalam wilayah wewenang beberapa kantor
lelang merupakan bagian-bagian dari penggarapan yang sama, maka penjualan dilakukan
bersama-sama jika debitur tidak menentangnya.
Penjualan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang yang lingkungannya meliputi ibu kota
tempat penggarapan utama, atau jika tidak ada, di bagian-bagian penggarapan, di mana
dipungut pajak yang tertinggi dan diperhitungkan harga barang-barang yang dihipotekkan
menurut ketentuan pasal 1220 KUHPerd. (Rv. 496 dst., 525.)
Pasal 500.
Jika debitur dengan surat-surat bukti otentik atau dengan bukti-bukti yang sah lain menunjukkan
bahwa hasil bersih dan murni barang-barang tetap selama satu tahun cukup untuk membayar
utang pokoknya beserta biaya dan bunganya dan ia menawarkan penyerahan hal itu kepada
kreditur dengan memberi kuasa, maka penuntutan di hadapan raad van justitie dapat ditunda,
dengan dimungkinkan melanjutkannya jika terjadi keterlambatan atau halangan dalam
pembayarannya.
Raad van Justitie tidak akan memberikan penundaan jika karenanya akan timbul kerugian besar
bagi kreditur. (KUHPerd. 502, 613, 1471 dst., 1548 dst.; Rv. 751 dst.; RBg. 321-10, 322-200.)
Pasal 501.
Penjualan paksa barang-barang tetap hanya dapat dilakukan untuk utang atau tagihan tertentu
yang telah diperiksa oleh instansi yang berwajib.
Jika utang atau tagihan mengenai jumlah yang belum ditentukan besarnya, maka tuntutan
pengadilannya sah adanya, tetapi penjualan baru dapat dilakukan setelah diadakan perhitungan.
(KUHPerd. 1176, 1263, 1265; Rv. 443, 445, 503.)
Pasal 502.
Barangsiapa menadi pemilik suatu alas hak atau bukti utang yang sudah mempunyai kekuatan
eksekusi, tidak dapat melakukan jual paksa barang-barang sebelum memberitahukan hal itu
kepada debitur. (KUHPerd. 613; Rv. 504, 579.)
Pasal 503.
Penuntutan di pengadilan tidak dapat dibatalkan atas dasar kreditur memulai dengan tuntutan
jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang atasnya ia berhak. (Rv. 106, 501, 579.)
Bagian 2.
Penyitaan Barang-barang Tetap.
Pasal 504.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Penyitaan barang-barang tetap harus didahului dengan perintah

membayar yang disampaikan dengan perantaraan juru sita.


Harus disebutkan alas hak yang menjadi dasar tuntutannya dan juga memuat pilihan tempat
tinggal di salah satu pengaeara pada raad van justitie yang mempunyai wilayah hukum tempat
penjualan akan dilakukan; juga disebutkan bahwa jika pembayaran tidak dilakukan akan
dilakukan penyitaan atas barang-barang tetap milik debitur. (KUHPerd. 24; Rv. 6, 92, 435, 443
dst., 497, 530, 559, 593.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Jika pemberitahuan putusan atau alas hak sudah memuat perintah yang
diperlukan, maka tidak dikeluarkan perintah tersendiri.

Page 69 of 149

Pasal 505.

(s.d. u. dg, S. 1908-522.) Tidak boleh dilakukan penyitaan barang-barang tetap sebelum lewat

dua hari setelah disampaikan surat perintah; jika kreditur membiarkan surat perintah itu lewat
selama satu tahun, maka ia harus mengulangi perintah itu. (Rv. 15, 92, 273, 530.)

Pasal 506.
Setelah tenggang waktu yang ditentukan lewat, maka penyitaan akan dilakukan dengan berita
acara juru sita yang memuat:
1. pernyataan, bahwa juru sita telah datang di tempat adanya barang, menyebutkan nama
depan, nama serta tempat tinggal orang yang memohon sita dan orang yang barangnya
disita; (Rv. 560; KUHP 429.)
2. penyebutan alas hak yang menjadi dasar tuntutan; (Rv. 443.)
3. sifat barang-barang tetap yang disita, letaknya menurut pembagian pendaftaran tanah, jika
itu ada dan jika mengenai tanah negara, luasnya, semuanya dengan sejelas mungkin; (Rv.
517-20.)
4. penunjukan kantor lelang yang akan melakukari pelelangan dan penyebutan tempat tinggal
menurut pasal 504. (Rv. 6, 92, 497 dst., 521, 530, 561.)
Pasal 507.
Turunan berita acara penyitaan diberikan kepada orang yang barangnya disita. (Rv. 3, 457.)
Hal itu diumumkan di kantor penyimpanan hipotek yang wilayahnya meliputi letak barang-barang
yang disita, dengan menyebut jam, hari, bulan dan tahun pengumuman itu dimintakan. (Ov. 50;
Rv. 515.)
Pejabat yang diserahi tugas penyimpanan hipotek harus mencatat semenjak menerimanya: jam,
hari, bulan, dan tahun pada hipotek aslinya. (Ov. 50.)
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Terhitung dari sejak hari pengumuman, maka orang yang barangnya
disita tidak boleh memindahtangankan, membebani dengan hipotek atau menyewakan barangbarang yang disita; perjanjian-perjanjian yang dilakukan bertentangan dengan larangan itu tidak
dapat digunakan untuk menentang pihak yang memohon sita. Perjanjian-perjanjian sewa yang
dilakukan sebelum hari itu akan tetap berlaku asal tidak dibuat untuk mengurangi hak kreditur.
(KUHPerd. 1185, 1341, 1880; Oogstv. 19.)
(s.d.u. dg. S. 1906-348.) Pendaftaran barang tetap yang hak miliknya telah diserahkan lebih
dulu, atau pendaftaran hipotek yang telah dilakukan lebih dulu dari pengumuman berita acara
penyitaan tidak dapat mengurangi hak pihak yang memohon sita. (Ov. 52; KUHPerd. 1180; Rv.
509, 526, 549, 562.)
Pasal 508.
Selama dalam penyitaan, maka pihak yang barang-barangnya disita menjadi penyimpan barangbarang itu menurut hukum, menguasai barang-barang yang disita yang tidak merupakan barangbarang yang disewakan atau dipah,
Hal itu tidak boleh menimbulkan turunnya harga barang-barang itu, dengan ancaman membayar
ganti rugi dan bunga, bahkan dengan jalan paksaan badan, jika sampai terjadi hal itu. Raad van
justitie atas permohonan seorang atau beberapa kreditur dapat mengangkat penyimpan lain
yang tugasnya akan berakhir pada hari akta penjualan dan penunjukan diumumkan. (Ov. 52;
KUHPerd. 1239 dst., 1243, 1739; Rv. 454 dst., 580-100; RBg. 321-10, 322-200.)
Pasal 509.

(S. d. u. dg. S. 1908-522.) Hasil tanah yang dikumpulkan setelah diumumkan penyitaan atau siap

untuk dikumpulkan, dianggap sebagai barang tetap dan para kreditur dapat memerintahkan agar
buah yang masih ada di pohon atau umbi-umbian serta tumbuh-tumbuhan dikumpulkan atau
dijual; uang sewa atau uang pah (sewa tahunan) dengan sendirinya termasuk barang-barang
yang disita dan setelah diberitahukan dengan perantaraan juru sita kepada penyewa atau
pemegang pah dibayarkan kepada kreditur agar bersama-sama dengan hasil penjualan barang

Page 70 of 149

tetapnya dibagi menurut urutan tagihannya. (KUHPerd. 500, 502, 506-30, 588 dst., 753; Rv. 477
dst., 507.)
Pasal 510.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika ada perjanjian seperti tersebut dalam pasal 1178 KUHPerd., maka
pemohon eksekusi dalam waktu sepuluh hari setelah pengumuman seperti tersebut dalam pasal
507 memberitahukan tentang penyitaan itu kepada kreditur yang mengadakan perjanjian itu dan
kepada pemegang register hipotek di tempat tinggal pilihan. (Ov. 50, 53; KUHPerd. 1186-10; Rv.
15, 506-40, 511, 513 dst.)

Pasal 511.
Jika berdasarkan apa yang diatur dalam pasal 1178 karena debitur tidak melaksanakan
kewajiban yang dijanjikan, ia berhak untuk menjual tanah yang merdadi obyek perjanjian, dan
bila ia hendak menggunakan haknya itu, maka penjualan dilakukan dengan cara seperti
ditentukan dalam pasal KUHPerd. diatas
Namun ia berkewajiban untuk, di samping mengikuti formalitas-formalitas tersebut dalam pasal
ini, memberitahukan hari penjualan sedikitnya tiga puluh hari sebelumnya lewat juru sita kepada
pemohon eksekusi, kecuali jika sudah dimulai dengan penjualan sebelum dilakukan penyitaan.
(KUH Perd. 24, 1211; Rv. 506-40 , 513 dst, 530)
Pasal 512.
Ia selanjutnya berkewajiban untuk menyerahkan hasil penjualannya kepada kepaniteraan
pengadilan yang menangani penyitaan setelah dikurangi dengan jumlah yang menjadi haknya
menurut tuntutannya beserta biaya dan bunganya dan memberitahukan hal itu kepada pemohon
eksekusi di tempat tinggal pilihannya. (KUHPerd. 1149-l0, 1209; Rv. 506-40, 514, 547.)
(s.d.t. dg. S. 1924-329jo. 391.) Pengurangan tidak dilakukan jika kreditur, yang mempunyai hak
didahulukan atas tanah tersebut dari hipotek, sebelum penjualan dengan perantaraan juru sita
memberitahukan lebih dulu kepada pemegang register di tempat tinggal pilihan, agar seluruh
hasil penjualan disampaikan ke kepaniteraan pengadilan yang bersangkutan. (F. 58.)
Pasal 513.
Bila kreditur berwenang dan berhasrat untuk rnenggunakan hak yang ada padanya itu, maka ia
berkewajiban dalam waktu tiga puluh hari sesudah pemberitahuan penyitaan untuk
memberitahukan hal itu kepada pengacara pemohon eksekusi, disertai keterangan jangka waktu
ia akan pengadakan penjualan; tanpa pemberitahuan itu eksekusi dapat dilanjutkan. (KUHPerd.
1198, 1211; Rv. 510 dst., 515 dst.)
Pasal 514.
Jika tenggang waktu yang ditentukan dianggap terlalu lama atau jika kreditur lalai untuk
mengadakan penjualan dalam waktu yang telah ditentukan, maka pemohon eksekusi dapat
menuntutnya di hadapan hakim agar ditentukan waktu yang diwajibkannya untuk mengadakan
penjualan, dan jika lalai dalam tenggang waktu itu, ia akan kehilangan haknya dan pemohon
eksekusi dapat melaksanakan eksekusinya. (Rv. 283, 508 dst., 513.)
Pasal 515.
Jika ada beberapa kreditur yang meminta penjualan barang-barang yang sama, maka izin untuk
itu atas tuntutan kreditur yang pertama-tama mengumumkan berita acara penyitaan menurut
pasal 507 dan pemohon-pemohon sita yang lainnya wajib nienghentikan tuntutannya. (Ov. 50.)
Raad van justitie dengan jalan subrogasi dapat mendahulukan kreditur yang melakukan
penyitaan belakangan: (KUHPerd. 1400 dst.)
1. jika telah terjadi tipu-muslihat yang dilakukan oleh kreditur yang telah melakukan penyitaan
pertama-tama atau ada persekongkolan dengan pihak yang barangnya disita; dalam hal itu

Page 71 of 149

maka kreditur karena tipu-muslihat atau persekongkolan itu dihukum untuk membayar ganti
rugi. (KUHPerd. 1328.)
2. jika pemohon sita pertama mengabaikan formalitas atau membiarkan tenggang waktu lewat
tanpa melakukan penuntutan. (KUHPerd. 1365; Rv. 530 dst.)
(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Perselisihan yang timbul harus diajukan dengan akta dari pengacara
terhadap pengacara.
Banding terhadap putusan mengenai hal itu tidak akan diterima setelah lewat delapan hari
terhitung sejak putusan diucapkan. (Rv. 334, 402; RBg. 322-130.)
Barangsiapa yang tempatnya digantikan dalam putusan, wajib menyerahkan surat-surat yang
bersangkutan kepada yang menggantikannya dan biaya-biaya resmi yang telah ia keluarkan tidak
diganti setelah dilakukan penjualan dan pembagian hasilnya.
Pasal 516.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dalam waktu sedikitnya dua puluh hari dan selambat-lambatnya enam

puluh hari setelah pengumuman berita penyitaan, akan dimulai pemberitahuan bahwa penjualan
akan dilakukan dengan cara yang lazim dilakukan mengenai barang-barang sitaan. (AB. 15.)
Pemberitahuan dilakukan dengan memuatnya di dalam suatu surat kabar berbahasa Belanda dan
berbahasa Melayu (Indonesia), keduanya di tempat penjualan akan dilakukan dan jika satu atau
kedua surat kabar semacam itu tidak ada di situ, di satu tempat terdekat, begitu pula dengan
penempetan surat-surat, kesemuanya dengan cara seperti tersebut dalam dua pasal berikut. (Ov.
50; Rv. 84, 507 dst., 521, 527, 530, 533, 564, ;IR. 2007 8 9, 206; RBg. 217, 2244)
Pasal 517.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Pemberitahuan dalam surat kabar berbahasa Belanda dilakukan empat

kali.
Antara pemberitahuan pertama dan kedua harus lewat sedikitnya tiga puluh hari.
Pemberitahuan ketiga dan keempat dalam surat kabar berbahasa Belanda, begitu pula pemuatan
dalam surat kabar berbahasa Melayu (Indonesia) dilakukan dalam lima belas hari sebelum
dilakukan penjualan.
Pemberitahuan berisi:
1. tempat, hari dan jam penjualan akan dilakukan;
2. sifat barang-barang yang akan dijual, letaknya menurut surat pendaftaran tanah, kalau ada,
nomor verponding, jika ada, mengenai tanah negara; (Rv. 506-30.)
3. penyebutan nama depan, nama dan tempat tinggal pemohon eksekusi dan pengacaranya
dan orang yang barang-barangnya disita. (KUHPerd. i7, 24; Rv. 504, 523, 536.)
Pasal 518.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Penempelan surat-surat pengumuman dilakukan dalam waktu delapan

hari setelah dimuat dalam surat kabar yang berbahasa Belanda dan di tempat yang biasa
digunakan dalam kantor lelang dan pada bangunan atau dekat bangunan yang disita dan bila
mungkin di tempat yang mudah dilihat dari jalan umum. (Rv. 84, 86, 497, 564.)
Tentang penempelan surat-surat itu dibuatkan berita acara oleh juru sita dan dilampiri surat
penetapan pajak atau turunannya. Dalam berita acara tersebut diterangkan oleh juru sita bahwa
penempelan telah dilakukan dengan cara seperti tersebut di atas. (Rv. 530.)
Surat penetapan pajak kecuali memuat apa yang ditentukan dalam pasal yang lalu, juga
memuat:
1. anggaran mengenai pendapatan menurut pajak bumi; jumlah sewa, sewa tahunan atau
penghasilan-penghasilan lain, jika dapat diketahui;
2. beban yang mungkin ada atas barang tersebut pada waktu dilakukan penyitaan;
3. batas tawaran terendah yang diberikan oleh pemohon eksekusi dan apa yang menjadi ganti
tawaran pertama itu. (Rv. 523.)

Page 72 of 149

Pasal 519.
Pemohon eksekusi meminta dari pejabat penyimpan surat-surat hipotek turunan semua suratsurat pendaftaran barang-barang yang disita pada waktu pengumuman penyitaan dan ia
meletakkannya di kantor lelang agar dapat dilihat umum. (Ov. 50.)
(s.d.u.dg.S.1908-522) Sehelai surat pajak atau turunannya akan diberitahukan/diserahkan
kepada orang yang barang-barangnya disita dan kepada semua kreditur yang didaftar di tempat
tinggal pilihannya. (KUHPerd. 1186-10, 1224; Rv. 507, 516 dst., 530, 540, 566; S. 1932-112.)
Jika dipandang perlu untuk menentukan syarat-syarat khusus yang tidak termuat dalam instruksi
kantor-kantor lelang, maka syarat-syarat itu ditetapkan oleh pemohon eksekusi dan pada hari
surat-surat pengumuman ditempelkan, diletakkan di kantor lelang untuk dapat dibaca.
Syarat-syarat lelang setidak-tidaknya tidak boleh bertentangan dengan instruksi-instruksi
tersebut di atas. (Rv. 467, 521; S. 1908-190.)
Pasal 520.
Segala perselisihan mengenai syarat-syarat pelelangan harus diajukan kepada ketua raad van
justitie dalam waktu empat belas hari setelah peletakan di kantor lelang, agar diputus dalam
sidang singkat. (Rv. 283 dst., 442; RBg. 321-10, 322-120, dan 200.)
Pasal 521.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Sedikitnya tiga puluh hari sesudah pemberitahuan kedua dalam surat

kabar berbahasa Belanda oleh kantor lelang, dilakukan pelelangan barang-barang sitaan itu. (Rv.
516, 526, 530.)
Sedikitnya tiga hari sebelum pelelangan, maka oleh ketua raad van justitie dirancang biaya
seperti tersebut dalam pasal 524 dan rancangan itu diletakkan di kantor lelang untuk dapat
dibaca. (RBg. 321-11, 322-201.)
Sebelum diadakan pelelangan dibacakan syarat-syarat lelang. (Rv. 519.)
Pasal 522.
Pemilik barang-barang yang dilelang tidak boleh ikut membeli, kenaikan penawaran atau
penurunan yang dilakukan olehnya tidak berlaku. Barangsiapa menjadi pembeli karena menawar
secara pribadi dan langsung, bertanggung jawab atas kerugian dan bunga yang harus dibayamya
dan dapat dipaksakan kepadanya, bahkan dengan jalan paksaan badan.
Barangsiapa menjadi pembeli sesuatu atas beban rekening dari orang-orang yang nyata-nyata
berada dalam keadaan tidak mampu membayar, bertanggung jawab dan menanggung kerugianbahkan dapat dikenakan paksaan badan untuk diri sendiri dan untuk mereka tentang
pembayaran uangnya, walaupun terdapat keterangan bahwa perbuatan itu dilakukan karena
pengajuan atau penawaran dari mereka. (KUHPerd. 396, 399, 1199, 1204, 1293, 1460, 1799;
Rv.496, 527, 580-100.)

Pasal 523.
Pemohon eksekusi menjadi pembeli bila dengan batas harga terendah tidak ada penawaran yang
lebih tinggi. (Rv. 517-60.)
Pasal 524.
Biaya eksekusi dan lelang didahulukan pembayarannya dari hasil pelelangan. (KUHPerd. 1139-10;
Rv. 482, 521, 525 dst., 553.)
Pasal 525.
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika urutan penjualan dan penunjukan barang-barang tetap dalam satu

penyitaan sudah mencukupi untuk membayar pemohon eksekusi dan kreditur-kreditur lainnya
beserta biayanya, maka penjualan barang-barang selebihnya dihentikan, kecuali jika debitur
menghendaki agar penjualan dilanjutkan. (Rv. 411, 473, 521, 524.)

Page 73 of 149

Pasal 526.
Hak milik barang yang dilelang berpindah ke tangan pembeli berdasarkan pengumuman kutipan
daftar pelelangan yang tidak dapat dibuktikan selain dengan menunjukkan dengan bukti tertulis
yang dikeluarkan oleh kantor lelang, yang menyatakan bahwa telah dipenuhi semua syaratsyarat pelelangan. (Ov. 52.)
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Orang yang barang-barangnya dieksekusi dapat dipaksa untuk
mengosongkan bangunan dengan cara seperti disebut dalam pasal 1033(1). (KUHPerd. 616,
1459, 1514; Rv. 507, 527, 532, 579; IR. 20010, 11; RB9. 218.)
(1) Bunyi pasal yang dimaksud adalah sbb:
Pasal 1033.

(s.d.u. dg. S. 1901-168.) Bila putusan untuk pengosongan barang tidak bergerak harus
dan debitur, setelah diberi peringatan seperti yang dimaksud dalam pasal 999, tidak
memenuhi putusan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, maka
residentierechter mengeluarkan perintah tertulis kepada pegawai yang berwenang
untuk menjalankan eksplot, dibantu dengan cara seperti yang disebutkan dalam pasal
1000, jika perlu dengan menggunakan tangan besi dari yang berwenang untuk itu,
untuk memindahkan debitur tempat itu dan mengosongkan rumah atau barang tidak
bergerak lainnya.

Pasal 999.
Pelaksanaan putusan dimulai dengan perintah dari residentierechter kepada si
terhukum untuk diperingati sekali lagi agar memenuhi putusan pengadilan dalam waktu
dua hari.
Pihak yang dimenangkan, segera setelah jangka waktu tersebut habis, wajib
memberitahukan atau menyuruh memberitahukan kepada residentierechter tentang
sudah- atau belum- dipenuhinya putusan tersebut. (Rv. 936; IR. 196.)
Pasal 1000.
Bila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan putusan pengadilan tidak dipenuhi dan
hal itu berkaitan dengan barang-barang bergerak dari debitur, residentierechter
mengeluarkan perintah tertulis untuk melakukan penyitaan atas barang-barang itu
sampai seharga sejumlah uang yang dapat diperkirakan akan cukup untuk membayar
utang debitur menurut putusan pengadilan dan biaya perkara.
Pelaksanaan penyitaan ini dilakukan oleh pejabat yang berwenang menjalankan
perintah (eksplot) dengan dibantu oleh panitera pengadilan atau oleh pejabat atau
pegawai yang atas permintaan residentierechter ditunjuk oleh Kepala Pemerintahan
Daerah setempat.
Pada setiap pelaksanaan penyitaan dibuat berita acara yang ditandatangani oleh
penyita (juru sita), pejabat atau pegawai dan oleh seseorang yang berdasarkan pasal
1002 ditugaskan untuk mengurus penyimpanan barang-barang sita tersebut. Dalam
berita acara itu dinyatakan alasan-alasan penyitaan yang disebutkan dalam surat
perintah yang bersangkutan dan pula rincian secara teliti tentang barang-barang yang
disita. Isi berita acara ini diberitahukan kepada orang yang kena sita, bila ia hadir pada
waktu itu. Bila ia menurut pasal 1002 juga ditugaskan untuk mengurus penyimpanan
barang-barang yang disita, begitu pula bila ia berkeinginan untuk melakukan hal
demikian, maka kepadanya diberikan tembusan berita acara.
Tembusan yang kedua diberikan kepada orang yang telah diangkat untuk itu, bila
bukan orang yang kena sita itu sendiri bertindak sebagai demikian.
Pasal-pasal 448,451 dan 452 berlaku dalam pelaksanaan penyitaan ini. (Rv. 443dst.; IR.
197.)
(s.d.t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Pasal 448a dan 448b dinyatakan berlaku juga di
sini.

Page 74 of 149

Pasal 1002.
Seseorang yang ditugaskan untuk melaksanakan penyitaan, setelah memperhatikan
pertimbangan-pertimbangan yang diajukan oleh pejabat atau pegawai yang
mendampingi dan memberikan bantuannya dalam penyitaan ini, dapat menyerahkan
seluruhnya atau sebagian dari barang barang yang disita itu kepada suami (istri) orang
yang kena sita itu, keluarga sedarah atau semenda atau orang seisi rumah, bila mereka
menghendakinya dan mendapatkan persetujuan untuk mengurus penyimpanan barangbarang tersebut, ataupan untuk memindahkan barang-barang itu ke tempat
penyimpanan lain yang dianggap lebih baik, sesuai dengan kepentingannya.
Penyimpanan uang kontan dan surat-surat berharga dipindahkan ke kantor Kepata
Pemerintahan Daerah Setempat, kecuali bila telah tercapai persetujuan dengan pihak
yang kena sita untuk disimpan di tempat lain.
Dalam berita acara penyitaan harus dicantumkan pula hal-hal seperti yang disebutkan
dalam alinea pertama dan kedua dari pasal ini.
(s.d.u. dg. S. 1901-168.) Bila di antara surat-surat berharga tersebut terdapat bukti
mengenai utang kepada pihak ketiga, yang tidak dapat dibayarkan alas tunjuk (aan
toonder), residentierechter, bila dianggap perlu, membebaskan utang yang telah
menjadi barang sitaan itu, kepada debitur pihak ketiga, dengan memberikan larangan
untuk membayar utang temebut kepada orang yang kena sita dengan sanksi bahwa
pembayaran itu akan dinyatakan tidak berharga demi hukum, tentunya dengan tidak
mengurangi wewenang dari eksekutan dan para pihak yang melakukan bantahan
seperti yang disebutkan dalam pasal 1007, untuk membebankan utang itu kepada
seseorang dengan cara yang sama, bila memang ada alasan untuk berbuat demikian.
(Rv. 449 dst., 728.)
Semua pembayaran yang dilakukan kepada residentierechter dianggap berharga demi
hukum bila penyimpanan uang telah dipindahkan pada kantor Kepala Pemerintahan
Daerah setempat yang bersangkutan.
Pasal 1007.
Kreditur dari seorang debitur yang terhadap barang-barangnya telah diadakan
penyitaan, sama sekali tidak diperbolehkan untuk mengajukan bantahan (oposisi)
bahkan terhadap uang sewa sekalipun, kecuali hanya terhadap pemberian hasil
penjualan dalam bentuk mata uang.
Bantahan ini diajukan sehari sebelum diadakan penjualan, baik secara tertulis maupun
secara lisan, kepada residentierechter yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat
penyitaan itu dilakukan, Residentierechter akan membuat bantahan lisan ini dalam
bentuk tertulis.
Bantahan ini, selain harus memuat tempat kediaman yang dipilih dan yang berada
dalam wilayah kekuasaan residentierechter, juga memuat alasan-alasan yang
digunakan, perkembangan jumlah uang yang dipersoalkan atau bila jumlah uang itu
tidak dapat dipastikan atau diselesaikan secara baik, diajukan menurut jumlah taksiran
dari pihak pembantah. Bantahan tertulis dapat dilakukan dengan akta khusus di bawah
tangan atau dibuat di hadapan panitera pengadilan (residentiegerecht) atau orang yang
diberikan kuasa dengan akta notaris yang hersifat umum ataupun khusus. (Rv. 461,
944, 1037.)
Bantahan-bantahan tertulis yang tidak memenuhi persyaratan seperti tersebut dalam
alinea pertama pasal ini atau yang tidak mengemukakan surat kuasa yang
bersangkutan, diuraikan secara lisan dengan menyebutkan alasan-alasannya kepada
pembantah secara pribadi atau orang yang dikuasakan untuk itu dan dipersilakan
mengadakan perbaikan seperlunya dan menambahkan surat kuasa yang telah
dikembalikan atau dikirimkan kembali. (Rv. 928.)

Page 75 of 149

Bantahan secara lisan baru dibuat dalam bentuk tertulis, bila pembantah (oposan) telah
memenuhi syarat-syarat seperti yang disebutkan dalam alinea ketiga pasal ini. (Rv.
9282.)
Penolakan secara pasti untuk menerima bantahan yang telah diajukan itu, diberikan
oleh residentierechter dalam bentuk penetapan dengan mengemukakan alasanalasannya. Untuk penetapan demikian diperkenankan naik banding. (Rv. 928 al. 3-6,
1035.)
Bantahan-bantahan yang diajukan sesudah diadakan penjualan adalah batal dan tidak
herharga demi hukum dan tidak akan diperhatikan pada pembagian yang diadakan.
(Rv. 461 dst.) Mengenai bunyi pasal 448, 451 dan 452 libat catatan kaki di bawah pasal

823b.

Pasal 527.
Jika pembeli lalai memenuhi syarat-syarat pembelian, maka ketua raad van justitie atas
permohonan mereka yang berkepentingan, dapat memerintahkan atas beban pembeli pelelangan
ulang serta pembagian, dan dalam hal ini berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal 516 dan
berikutnya. (Rv. 526, 528 dst.; 569; RBg. 321-10; 322-200.)
Pasal 528.
Dalam hal seseorang telah memenangkan penawaran, kemudian membuktikan telah memenuhi
syarat-syarat dan menyerahkan jumlah uang untuk disimpan di pengadilan yang direncanakan
hakim untuk membayar biaya pelelangan ulang, maka pelelangan ulang dan penunjukan tidak
akan dilanjutkan. (Rv. 526.)
Pasal 529.
Pembeli yang lalai, dalam hal dilakukan paksaan badan bertanggung jawab atas perbedaan harga
antara penawaran yang ia menangkan dahulu dengan hasil peletangan ulang barang yang
bersangkutan, dan tidak dapat menuntut perbedaan lebih, yang mungkin ada karena hasil lelang
ulang; kelebihan itu akan dibayarkan kepada kreditur-kreditur dan bila mereka sudah dibayar
penuh, yang lebihnya lagi diberikan kepada pihak yang barangnya disita. (Rv. 527, 558, 580110.)
Pasal 530.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila formalitas-forrnalitas untuk mengadakan penjualan seperti tersebut
dalam pasal terdahulu tidak diperhatikan, maka orang yang barangnya disita atau para kreditur
yang didaftar dapat menuntut agar syarat-syarat itu dipenuhi, tetapi tuntutan itu tidak akan
diterima, jika tidak diajukan kepada raad van justitie dalam waktu dua puluh hari sebelum
hari/tanggal yang telah ditentukan untuk mengadakan penjualan. (RBg. 321-10, 322-2010.)
Banding terhadap putusan itu harus diajukan dalam waktu delapan hari setelah putusan
diucapkan, terhadap sidang berikutnya sesudah disampaikan pemanggilan, dengan
mengindahkan tenggang waktu menurut undang-undang. (Rv. 92, 94, 96, 334, 402, 504 dst.,
515, 531; RBg. 322-130.)
Pasal 531.
Jika dalam kejadian yang disebut dalam pasal yang lalu raad van justitie memerintahkan agar
formalitas diperbaiki, maka semua formalitas berikutnya harus dipenuhi lagi dan biayanya
dibebankan kepada orang yang menyebabkan kejadian itu. (Rv. 21, 96, 98; RBg. 321-10, 322200.)
Pasal 532.
Pengumuman kutipan daftar lelang memberikan hak milik kepada pembeli tidak melebihi hak
yang pernah dirniliki orang yang barangnya disita. (Ov. 52; KUHPerd. 1519, 1523; Rv. 526; IR.
2000.)

Page 76 of 149

Pasal 533.
Para kreditur dari orang yang barangnya disita dapat mengajukan perlawanan terhadap
pembayaran hasil pelelangan sampai pada saat penunjukan.
(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Perlawanan selain memuat syarat-syarat eksploit biasa juga memuat
dasar hukumnya dan juga tempat tinggal pilihan di ibu kota afdeling, di mana terletak
barangnya, bila lawan tidak bertempat tinggal di situ juga.
Hal itu diberitahukan kepada pihak lawan dan pengacaranya dan juga kepada kantor lelang.
Semuanya dengan ancaman batal jika tidak dipenuhi. (Rv. 8, 92, 461, 506-40, 525, 547, 549,
558, 571, 573.)
Pasal 534.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal 462(a) berlaku juga dalam hal ini.
(a) Bunyi pasal yang dimaksud adalah sbb:
Pasal 462.
Pihak pembantah (oposan) tidak dapat memulai gugatannya selain kepada pihak yang
barang-barangnya telah disita; kepada pihak pembantah tidak akan dilakukan prosedur
perkara dalam sidang, selain untuk diadakan pemeriksaan tentang kedudukannya
menurut hukum sebagai pembantah untuk mendapatkan bagiannya dari uang yang
akan dibagikan. (Rv. 443, 484, 493, 534, 550 dst.)
Bagian 3.
Penuntutan Hak Milik.
Pasal 535.
Sebelum dilakukan penjualan seluruh atau sebagian barang yang disita, mereka yang mau
menuntutnya sebagai miliknya harus mengajukan perlawanan terhadap penjualan itu. (KUHPerd.
547, 1471; KUHD 230; Rv. 279 dst., 378, 460, 532, 571; IR. 208; RBg. 228.)
Pasal 536.
Perlawanan dilakukan dengan surat pemberitahuan gugatan dengan perantaraan juru sita dan
berisi:
1. suatu penjelasan yang rinci tentang barang yang diminta kembali; (Rv. 101.)
2. upaya hukum dan kesimpulan; (Rv. 8-30.)
3. hari dan jam para pihak harus menghadap hakim ; (Rv. 8-50.)
Surat panggilan ditujukan kepada pemohon eksekusi ditempat tinggal pilihannya menurut pasal
504 dan kepada orang yang barangnya disita atau ditempat tinggalnya; turunan surat tersebut
disampaikan kepada kantor lelang(Rv.506-40, 517.)
Alas hak dan bukti-bukti hak milik pelawan sebelumnya harus disampaikan di kepaniteraan yang
dapat dilihat dan diambil turunannya oleh para pihak dan Hal itu disebut dalam surat panggilan.
(Rv. 280.)
Pasal 537.
Setiap kali terjadi penuntutan hak milik, maka penjualan barang yang dituntut ditangguhkan.
(Rv. 540.)
Pasal 538.
Jika penuntutan kembali itu hanya mengenai sebagian saja barang yang disita, raad van justitie
dapat memerintahkan penjualan barang-barang selebihnya atau seluruh penjualan ditangguhkan.
(Rv. 540; RBg. 321-10, 322-200)

Page 77 of 149

Pasal 539.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Pada hari yang telah ditentukan raad van justitie menjatuhkan putusan

tentang tuntutan hak milik itu dan terhadap putusan itu tidak dapat diajukan banding setelah
lewat empat belas hari setelah putusan diucapkan. (Rv. 47, 334, 402, 435; RBg. 322-131.)
Pasal 540.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.). Jika penjualan terhambat oleh adanya tuntutan kembali hak milik,

maka penjualan tidak dapat dilanjutkan sebelum diperbaharui pemberitahuan dan penempelan
bilyet-bilyet (bukti pajak) menurut pasal 516 dan berikutnya. Biaya harus ditanggung oleh pihak
yang tuntutan kembali haknya ditolak.
Di samping itu, jika ada dasar hukumnya, pemohon sita dapat dihukum untuk membayar ganti
rugi, biaya serta bunga. (Ov. 105; KUHPerd. 1365 dst.; Rv. 58, 346, 460, 538 dst., 607.)
Bagian 4.
Sita Eksekutorial Atas Bunga Tanah (Grondrente).
Pasal 541.
Kecuali dengan perubahan-perubahan sebagai berikut, maka pada eksekusi bunga tanah seperti
tersebut dalam pasal 737 KUHPerd. harus diikuti formalitas seperti pada penyitaan dan penjualan
barang tetap lain. (KUHPerd. 508-51; Rv. 463-41.)
Pasal 542.
Penyitaan atas bunga tanah dilakukan dengan pemberitahuan juru sita kepada debitur dan juga
kepada si wajib bayar bunga. (Rv. 477 dst., 504, 507, 544.)
Pasal 543.
Si wajib bayar bunga dapat dipanggil oleh pemohon eksekusi untuk memberitahukan tentang
sifat dan besamya bunga yang harus dibayar.
Pemberitahuan keterangan itu akan dilakukan menurut ketentuan-ketentuan dan dengan akibat
seperti tersebut dalam bagian 3 Bab IV Buku Ketiga. (Rv. 478, 734 dst.)
Pasal 544.
Dengan pemberitahuan tersebut di atas, maka bunga yang sudah diterbitkan dan yang akan
diterbitkan ikut disita. (Rv. 542.)
Pasal 545.
Penjualan harus didahului dengan penempelan surat-surat pajak seperti tersebut dalam pasal
518 yang harus memuat:
1. nama depan dan nama mereka yang mengadakan penyitaan, orang yang barangnya disita
dan si wajib bayar bunga;
2. penyebutan barang yang dikenakan bunga;
3. jumlah bunganya;
4. pendaftaran hipotek, jika ada;
5. tawaran terendah yang ditentukan oleh pemohon eksekusi;
6. tempat, hari dan jam penjualan akan dilakukan. (Rv. 497, 517.)
Pasal 546.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Jika bunga yang disita berjumlah lebih dari seratus gulden per tahun,

maka harus dilakukan pengumuman dalam waktu delapan hari setelah dilakukan penempelan di
salah satu surat kabar di tempat akan diadakan penjualan, dan jika tidak ada surat kabar di
tempat itu, di surat kabar tempat yang terdekat.

Page 78 of 149

Bagian 5.
Pengaturan Hak Didahulukan Dan Pembagian Uang Hasil Penjualan.
Pasal 547.

(s. d. u. dg. S. 1908--522.) Bila para kreditur dan pihak yang barangnya disita tidak dapat

menyetujui pembagian uang hasil penjualan dan sisanya seperti dimaksud dalam pasal 512,
maka oleh kreditur, pembeli dan pihak yang barangnya disita yang paling siap, mohon kepada
raad van justitie agar diangkat seorang hakim-komisaris yang di hadapannya akan dilakukan
pengaturan tentang hak untuk didahulukan. (KUHPerd. 1196, 1209-30, 1210, 1212; F. 175; Rv.
402, 482 dst., 521, 533, 549, 552, 558, 576.)
Pasal 548.
Raad van justitie mengangkat seorang hakim-komisaris dan ia memberikan perintah berdasarkan
penetapan majelis. (Rv. 483, 549 dst., 576.)
Pasal 549.

(s.d. u. dg. S. 1906-348, S. 1908-522.) Barangsiapa menuntut pengaturan hak untuk

didahulukan harus mengajukan ketetapan raad van justitie dengan surat perintah hakimkomisaris yang pada hari yang ditentukan akan membuka berita acara pengaturan itu dan
melampirkan padanya kutipan semua pendaftaran yang dikeluarkan oleh pegawai penyimpan
hipotek, begitu juga petikan dan daftar para kreditur yang mengajukan perlawanan. (Rv. 484,
507, 519, 533, 558, 576.)
Pasal 550.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Berdasarkan surat perintah yang dibeiitahukan kepada kantor lelang,

maka pemohon akan menyuruh memanggil para kreditur di tempat tinggal pilihannya agar dalam
waktu satu bulan setelah pemanggilan itu menyerahkan surat-suratnya kepada hakim-komisaris
dengan tuntutan agar dimasukkan dalam penentuan urutan. Sekaligus ia memilih tempat tinggal
pada salah seorang pengacara; para kreditur yang dipanggil juga wajib melakukannya, jika dulu
belum dilakukannya pada waktu melakukan tuntutan. Hakim-komisaris akan mencatat semua
surat-surat itu dalam berita acaranya. (Ov. 53; KUHPerd. 1186-10; Rv. 15, 106, 484, 533 dst.,
551, 576; S. 1932-112.)
Pasal 551.
Setelah pemohon menyatakan bahwa tenggang waktu seperti ditentukan dalam pasal yang lalu
telah lampau, maka hakim-komisaris berdasarkan surat-surat yang telah ada padanya membuat
daftar urutan dan dalam satu berita acara menentukan tempat, hari dan jam di mana para pihak
harus datang menghadap. (KUHPerd. 1187; Rv. 485, 549, 556.)
Pasal 552.
Pemohon akan memberitahukan kepada pihak yang barangnya dieksekusi dan para kreditur di
tempat tinggal pilihan mereka, bahwa pengaturan unitannya telah tersusun dan mereka masingmasing dapat melihatnya di kepaniteraan, dengan peringatan, bahwa mereka harus menghadap
hakim-komisaris pada tempat, hari dan jam yang telah ditentukan agar, jika ada alasan, dapat
menyatakan keberatan atas penempatan mereka dalam urutan yang ditempatkan oleh hakiiin-ko
a dalam berita acara yang dibuatnya. (Rv. 486, 550, 576.)
Pasal 553.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika tidak ada keberatan yang diajukan, maka hakim-komisaris akan
menutup pengaturan urutannya dan menentukan biaya yang harus dibayar lebih dahulu. Ia akan
memerintahkan penyerahan perincian tentang penempatan mereka yang mempunyai tagihan

Page 79 of 149

lebih (sisa lebih) dan pencoretan-pencoretan dati daftar dan pemindahan penyitaan yang tidak
mempunyai sisa lebih.
Surat rincian-rincian itu beserta apa yang tersebut dalam pasal berikut dikeluarkan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dalam pasal 435(1). (KUHPerd. 1213 dst.; Rv. 487, 524, 576.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Biaya-biaya yang didahulukan adalah gaji dan uang muka pengacara
yang telah melakukan kewajibannya pada waktu dilakukan penyitaan dan pada waktu
pengaturan urutan untuk para pihak.
Mengenai bunyi pasal 435, lihat catatan kaki pasal 487.
Pasal 554.
Dalam hal ada keberatan-keberatan yang diajukan, maka hakim komisaris memerintahkan para
yang mengajukan keberatan untuk tanpa dipanggil lagi menghadap pada sidang pengadilan yang
ditetapkannya. Namun ia akan menentukan urutan tagihan-tagihan yang harus didahulukan di
atas yang dibantah dan memerintahkan menyerahkan daftar rincian penempatan para kreditur.
Perkara kemudian diputus berdasarkan laporan hakim-komisaris dan sesudah ada kesimpulankesimpulan, bila perlu sesudah diadakan pertukaran pembelaan-pembelaan.
Keputusan tidak dapat dibanding jika hal itu tidak diajukan dalam waktu empat belas hari setelah
putusan diucapkan. (F. 180, Rv. 334, 338, 342, 402, 576; RBg. 322-130.)

Alinea keempat dicabut dg. S. 1908-522.


Pasal 555.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Empat belas hari sesudah diputuskan mengenai keberatan-keberatan

dan dalam hal ada banding atau kasasi, empat belas hari setelah putusan diberitahukan kepada
panitera, maka hakim-komisaris akan menetapkan utang-utang yang dibantah dan yang
mendapat giliran kemudian dan begitu selanjutnya seperti yang diatur dalam pasal 553.
Keuntungan-keuntungan dan bunga para kreditur yang mendapat tempat dalam urutan yang
mempunyai sisa lebih berhenti dalam perhitungan satu sama lain, kecuali tetap adanya hak
mereka terhadap debitur. (Rv. 402, 438, 489 dst., 491 dst., 558, 576.)
Pasal 556.
Kreditur yang lewat tenggang waktu di atas, tetapi sebelum pengaturan urutan ditutup, masih
menyampaikan surat-surat dan keberatan, masih dapat diterima dalam penyampaian surat-surat
dan keberatan itu dengan membayar kerugian dan bunga yang timbul karena keterlambatan itu.
(KUHPerd. 1243 dst.; Rv. 484, 576, 607.)
Pasal 557.
Pegawai penyimpan hipotek berkewajiban melakukan pencoretan atas penunjukan perintah
hakim atau akta otentik yang berisi persetujuan kreditur. (KUHPerd. 1196, 1213; F. 183; Rv.
576.)
Pasal 558.
Setelah dibayar utang-utang hipotek dan biayanya, maka sisa uang penjualan dibagi antara para
kreditur yang telah mengadakan bantahan dan jika tidak ada kreditur semacam itu, diserahkan
kepada debitur; semuanya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian 3 bab yang lain.
(Rv. 482 dst., 533, 549 dst., 576, 702.)

Page 80 of 149

BAB IV.
SITA EKSEKUTORIAL ATAS KAPAL DAN PENJUALAN KAPAL
Pasal 559.

(s. d. u. dg. S. 1933-48jo. S. 1938-2.) Sita eksekutorial atas kapal, termasuk kapal yang sedang

dibangun, tidak dapat dilakukan, kecuali atas dasar suatu keputusan hakim atau alas hak
eksekutorial lainnya. (Rv. 435, 440, 443, 502, 579, 720 dst.)
Hal itu harus didahului oleh suatu perintah, yang dua puluh empat jam sebelumnya diberitahukan
kepada pemilik atau tempat tinggal pemilik atau agennya, atau pemegang bukunya, atau dengan
cara yang diatur pada pasal 3 dan pasal 6. (KUHD 320 dst., 327, 329; Rv. 504, 563.)
Namun bila ada kekhawatiran bahwa kapal itu akan segera berangkat ke tempat lain, maka
kreditur setelah mendapat izin dari ketua raad van justitie yang di dalam daerah hukumnya kapal
itu berlabuh, juga tanpa perintah lebih dahulu, dapat melakukan penyitaan. (KUHPerd. 510;
KUHD 309; Rv. 560, 576 dst., 579, 593; RBg. 321-10, 322-200.)

Pasal 560.
Sita atas kapal harus dilakukan di atas kapal itu sendiri. (Rv. 456, 506-10.)
Juru sita dalam pada itu didampingi dua saksi, yang nama-nama mereka, pekerjaan dan tempat
tinggal dia sebutkan dalam berita acara. Mereka semua menandatangani surat yang asli dan
salinan-salinannya. (Rv. 19.)
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Hal itu diberitahukan kepada pemilik atau tempat tinggal pemilik atau
agennya atau pemegang bukunya ataupun dengan cars yang diatur pada pasal 3, dengan
menyerahkan suatu salinan alas haknya, bila hal itu belum diberitahukan. (Rv. 559, 563, 578;
KUHD 320 dst., 327, 329.)
Bila sita dilakukan untuk utang dengan hak didahulukan atas kapal, ataupun untuk utang, yang
atasnya menurut peraturan-peraturan Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Dagang, kapal
itu bertanggungjawab, maka berita acara penyitaan di atas kapal dapat disampaikan kepada
juragan kapal. (KUHD 314, 315d, 316, 318, 341d; Tbs. 24; Rv. 504.)
Pasal 561.

(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Dalam berita acara penyitaan, jurusita menyatakan:


-

nama depan, nama, pekerjaan dan tempat tinggal kreditur (Rv. 8, 506.)
alas hak sebagai dasar dia mengeksekusi; (Rv. 559.)
jumlah-jumlah yang dia tuntut pembayarannya; (Rv. 503, 579.)
pemilihan tempat tinggal oleh kreditur di ibu kota afdeling tempat kapal itu berlabuh, dan
pada seorang pengacara pada raad van justitie yang di dalam daerah hukumnya dituntut
penjualannya;
nama dari pemilik, dari agennya atau pemegang bukunya, bila mereka diketahui, dan dari
juragan kapal; (KUHD 320 dst., 327, 329, 341.)
nama, macam dan sedapat mungkin ruang kapal; (KUHD 347, 506, 592-10.)
uraian secara umum tentang sekoci-sekoci, perahu-perahu, tali-temali, alat-alat
perlengkapan, senjata-senjata, alat-alat perang dan kebutuhan hidup.
Dia selanjutnya harus mengangkat seorang penyimpan di atas kapal, setelah mengambil
langkah-langkah untuk menghalangi keberangkatan kapal itu. (KUHPerd. 1739; Rv. 454 dst.,
508, 560, 563.)
Perwira-perwira dan pegawai-pegawai yang dibebani tugas kepofisian pelabuhan-pelabuhan dan
tempat-tempat berlabuh, bila diminta, memberikan bantuan untuk mencegah dengan paksa
keberangkatan kapal itu. (S. 1924-500, pasal 23.)
Pasal 562.

(s.d. u. dg. S. 1906-348; S. 1933-48jo. S. 1938-2.) Berita acara tentang penyitaan kapal atau
saham-saham dalam kapal, yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik kotor, dibuat di

Page 81 of 149

muka umum dalam register yang diselenggarakan khusus untuk itu pada kepaniteraan raad van
justitie dalam resort penyitaan itu dilakukan. (KUHPerd. 309, 310 dst., 314, 315b.)
Bila kapal itu dibukukan dalam register yang ditentukan untuk itu, pencatatan sita itu dilakukan
dalam register pokok, tempat kapal itu dibukukan, baik atas penunjukan dan penyerahan salinan
otentik belita acara sita oleh yang berkepentingan, maupun berdasarkan permohonan dan atas
beban yang berkepentingan yang oleh panitera yang dalam kepaniteraannya sita diumumkan,
diberitahukan secara telegrafis, kepada penyimpan register pokok. (Tbs. 7 dst., 28.)
Penyerahan atau pembebanan kapal atau saham kapal setelah pencatatan dalam register pokok
tidak boleh mendatangkan kerugian kepada hak-hak pihak yang meletakkan sita. (Tbs. 21 dst.,
24; Rv. 507.)
Pasal 563.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila pemilik kapal, agennya atau pemegang bukunya bertempat tinggal

dalam karesidenan yang di dalamnya dilakukan sita, maka arrestan (si penahan) dalam waktu
delapan hari harus memberitahukan salinan berita acara penyitaan kepadanya. (KUHD 320 dst.,
327, 329.)

Alinea kedua hapus dg. S. 1908-522.


(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila dia tidak bertempat tinggal dalam karesidenan itu, jangka waktu
pemberitahuan diperpanjang menurut ukuran yang ditetapkan pada pasal 10, dengan
pengertian, bahwa bila terjadi hal termaksud dalam alinea terakhir pasal itu, pemberitahuan
dilakukan dalam empat puluh hari. (RBg. 322-14-.)
Bila dia bertempat tinggal di luar Indonesia, atau tidak dikenal, pemberitabuan dilakukan kepada
juragan kapal atau wakilnya. (KUHD 341, 341d.)
Dalam hal satu dan lain tidak ada, pemberitahuan ditempelkan pada kapal. (Rv. 10 dst., 560.)
Pasal 564.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Dua pengumuman diadakan dari delapan sampai delapan hari dalam
suatu surat kabar di tempat penjualan akan dilakukan, dan bila surat kabar demikian tidak ada,
dalam surat kabar di tempat sekitamya.
Dalam waktu sepuluh hari setelah pengumuman-pengumuman yang pertama, ditempelkan
bilyet-bilyet pada tempat-tempat yang ditunjukkan pada pasal 518, serta pada tiang kapal yang
disita. (Rv. 468 dst., 516, 518, 565, 568; RBg. 322-150.)
Pasal 565.
Pengumuman-pengumuman dan bilyet-bilyet itu berisi: nama depan, nama, pekerjaan dan
tempat tinggal orang yang mengeksekusi; alas hak yang menjadi dasar dia melakukan
penuntutan; keseluruhan jumlah terutang kepadanya; pemilihan tempat tinggal yang dilakukan di
tempat sidang raad van justitie, dan dalam residentie afdeling tempat kapal itu berlabuh; nama
dan tempat tinggal pemilik kapal atau agennya, atau dari pemegang buku kapal yang disita, bila
ada salah satu yang diketahui; nama kapal itu, dan bila kapal itu berawak, nama dari juragan
kapal; ruang kapal, sedapat mungkin ditentukan dengan jelas; tempat kapal itu berlabuh; jumlah
pertama dari tuntutan eksekutan; tempat, hari dan jam, di mana dan bilamana penjualan
dilakukan. (Rv. 517, 523, 545, 561, 564, 567 dst.)
Pasal 566.

(s. d. u. dg. S. 1908-,522; S. 1933-48jo. S. 1938-2.) Dalam waktu empat belas hari setelah

pengumuman pertama, orang yang menuntut penyitaan, memberitahukan salinan bilyet-bilyet


kepada para kreditur, yang dibukukan pada register pokok tersebut dalam pasal 7 Peraturan
Pendaftaran Kapal, yaitu pada tempat tinggal yang dipilih mereka pada waktu pembukuan. (Ov.
53; KUHD 314, 315b, 316, 316e, 318 dst.; Tbs. 11, 21, 24; Rv. 562, 564.)

Page 82 of 149

Pasal 567.
Tiga puluh hari setelah pengumuman kedua, penjualan dilakuan dengan cara yang diatur untuk
penjualan barang-barang tetap yang disita. (Rv. 521 dst., 579.)
Pasal 568.

(s.d.u. dg. S. 1933-48jo. S.1938-2.) Penyitaan dan penjualan perahu-perahu, sekoci-sekoci atau

lain-lain alat berlayar yang besamya kurang dari dua puluh meter kubik isi-kotor, dilakukan
dengan cara yang sama seperti untuk barang-barang bergerak lainnya. (Rv. 466 dst.)

Pasal 569.
Siapa saja yang kepadanya dijual kapal yang berapa saja besamya, berkewajiban untuk
membayarkan uang-uang pembeliannya dalam empat belas ban pada kantor lelang, dengan
ancaman paksaan badan, bila tidak dilakukan.
Bila tidak dibayar, kapal itu dikenakan penetapan lagi untuk dijual, dengan mengindahkan
formalitas-formalitas yang sama seperti yang tersebut pada pasal-alpasal yang lampau, dan
dijual untuk beban pembeli yang pertama, yang juga terikat pada paksaan badan untuk
kekurangannya, serta untuk kerugian dan bunga-bunga dan biaya-biaya. (Rv. 472, 512, 527, 529
dst., 566, 573, 580-100.)
Pasal 570.
Karena penjualan melalui pengadilan, kapal itu terbebas dari segala utang-utang dengan hak
untuk didahulukan yang mengikat kapal itu. (KUHD 314 dst., 315e, 316, 318b; Tbs. 26, 28; Rv.
526, 560, 573, 579.)
Pasal 571.
Tuntutan-tuntutan untuk reklame dikemukakan di hadapan raad van justitie dan diberitahukan
sebelum hari penjualan, sesuai dengan yang diatur pada pasal 536.
Bila hal itu baru dikemukakan setelah penjualan, inaka hal itu menurut hukum dianggap diadakan
untuk melawan terhadap pembayaran harga pembelian. (Rv. 460 dst., 535 dst., 572 dst.)
Pasal 572.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Orang yang mengemukakan reklame, atau opposan, menuntut haknya

di hadapan raad van justitie, bila dia menghendaki yang demikian itu dalam jangka waktu
singkat. (KUHPerd. 24, 1365; Rv. 8, 106, 111, 460, 536, 540.)

Pasal 573.
Perlawanan dari para kreditur terhadap pembayaran uang-uang pembelian tidak diperbolehkan
setelah penjualan dilakukan. (Rv. 461, 533, 571, 574.)
Pasal 574.
para kreditur yang melakukan perlawanan, berkewajiban untuk menyerahkan alas hak piutang
mereka pada kepaniteraan dalam waktu delapan hari pertama yang berikut, setelah mereka
melakukan perlawanan, dan tanpa peringatan; bila hal itu tidak ada, maka dimulai dengan
pembayaran uang-uang pembelian, tanpa memasukkan mereka di dalamnya. (Rv. 573.)
Pasal 575.
Urutan para kreditur dan pembagian uang pembelian dilakukan di antara para kreditur yang
mempunyai hak untuk didahulukan dalam urutan yang diatur dalam Bab I Buku Kedua Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, dan di antara para kreditur lainnya, dalam perbandingan
piutang-piutang mereka.
tiap-tiap pihak kreditur ditempatkan menurut jumlah pokok, bunga-bunga dan biaya-biaya.
(KUHD 314 dst., 316 dst., 318 dst., 750.)

Page 83 of 149

Pasal 576.
Ketentuan-ketentuan termuat dalam Bagian 5 Bab III Buku Kedua, juga berlaku pada
pembayaran hasil penjualan kapal dengan eksekusi yang di atas kesepuluh syaratnya telah
dipenuhi (schepen boven de tien lasten). (Rv. 547 dst.)
Mengenai pembagian hasil dari kapal-kapal kecil, berlaku ketentuan-ketentuan Bagian 3 Bab 11
Buku Kedua. (Rv. 535 dst.)
Pasal 577.
Sebuah kapal laut yang siap untuk berlayar, tidak dapat disita, kecuali untuk utang-utang yang
dibuat untuk perjalanan yang akan dilakukan kapal itu; dan bahkan penyitaan demikian dapat
dihalangi dengan penjaminan untuk utang-utang itu. (KUHPerd. 1820 dst.)
Kapal itu dianggap siap berlayar, begitu pemimpin kapal diperlengkapi dengan surat-surat.yang
diperlukan untuk dapat berangkat. (KUHD 347 dst., 748, 754; Rv. 559, 728.)
Pasal 578.
Pihak kreditur dari peserta pengusaha kapal atau alat berlayar apa pun, tidak dapat menyita atau
menjualnya, tetapi mereka dapat menyita atau menjual porsi kapal dari debitur mereka.
Penyitaan porsi kapat dilakukan dengan suratjuru sita, yang disampaikan kepada orang yang
berutang dan kepada pemegang buku perusahaan kapal.
Penjualan porsi kapal dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang diatur dalam bab ini,
dengan mengindahkan pembedaan antara beban-beban kapal; kecuali jika bilyet-bilyet tidak
akan ditempel pada kapal. (KUHPerd. 1641; KUHD 320 dst., 323, 326, 329, 331 dst., 751; Rv.
494, 559, 576, 579.)
Pasal 579.
Ketentuan-ketentuan pasal 502, 503 dan 526 berlaku juga terhadap sita dan penjualan kapal.
(Ov. 52.)
BAB V.
PAKSAAN BADAN DAN PELAKSANAANNYA DAN JUMLAH UANG PAKSAAN
Bagian 1.
Paksaan Badan
Pasal 580.

(s.d.u. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Paksaan badan dapat dilakukan: (Ov. 92; Rv. 581, 583 dst.,

586, 593 dst., 596, 605 dst., 900-l0, 1019.)


1. karena penggelapan tanah; (KUHP 385.)
2. karena penitipan berdasarkan keadaan yang memaksa; (KUHPerd. 1703, 1709.)
3. untuk pengembalian uang yang diberikan guna disimpan oleh orang yang khusus diangkat
oleh pemerintah; (KUHPerd. 1406-20; Rv. 449.)
4. untuk pengembalian barang-barang yang dititipkan pada sequester, komisaris dan
penyimpan-penyimpan lain; (KUHPerd. 1739; Rv. 55-40, 458, 508, 754, 759.)
5. terhadap semua pejabat-pejabat umum, untuk memperlihatkan surat asli yang disimpannya,
bila hal itu diperintahkan berdasarkan hukum; (Rv. 175, 851.)
6. terhadap para pengacara, notaris, juru sita dan pejabat-pejabat lain, untuk pengembalian
alas-alas hak yang dipercayakan padanya berdasarkan tugasnya dan uang yang mereka
terima dalam kedudukannya atas nama atasannya; (KUHPerd. 1224, 1974; Rv. 126, 487,
848 dst.)
7. (s.d.u. dg. S. 1917-497, S. 1938-360jis. 361, 276.) untuk penggantian biaya-biaya,
kerugian-kerugian dan bunga-bunga, sejumlah lebih dari seratus lima puluh gulden, yang

Page 84 of 149

harus dibayar oleh seseorang yang dipidana dalam suatu perbuatan pidana untuk membayar
pada pihak yang dihina; (KUHPerd. 1365, 1370 dst.; Sv. 354.)
8. untuk penutupan perhitungan yang menjadi tanggungan para wali, pengampu, penyimpan
yang diangkat oleh pengadilan dan para pengurus lembaga-lembaga dan yayasan-yayasan
setempat dan lain-lainnya yang didirikan atau diakui oleh pemerintah yang diwajibkan
memberi perhitungan dan pertanggungjawaban, dan untuk semua pengembalian yang
menyangkut perhitungan tersebut; (Ov. 72; KUHPerd. 409, 413, 449, 452; Rv. 772.)
9. (s.d. u. dg. S. 1915-299, 642.) terhadap orang asing, bukan penduduk, untuk semua utang,
tanpa kecuali, untuk kepentingan warga negara Indonesia. (AB. 3; Rv. 128, 761.)
10. dalam segala hal yang ditentukan secara tegas oleh undang-undang, bahwa badan
diizinkan. (Rv. 126, 157, 186, 226, 458 dst., 508, 522, 529, 569, 761, 765, 854.)
Pasal 581.

(s.d.u. dg. S. 1926-381; 1934-562jo. 1935-531; 1935-77, 562; S. 1938,-276.) Paksaan badan

dapat dilakukan juga: (F. 32, 84; Rv. 586, 1019.)


10. terhadap semua orang yang telah menandatangani surat wesel atau cek sebagai penarik,
akseptasi atau endosan atau telah menjaminkannya dengan borgtogt yang disebut aval;
(KUHD 100, 106 dst., 110 dst., 125, 127, 131, 169, 178, 181, 187 dst., 191 dst., 195, 204,
228a, 229.)
20. terhadap semua orang yang karena usahanya menandatangani surat-surat order atau suratsurat niaga lainnya. (KUHD 174, 177, 229f-k.)
Barangsiapa menjalankan suatu usaha, dianggap mengikatkan diri untuk kepentingan
usahanya bila yang sebaliknya tidak dinyatakan dalam surat yang ia tandatangani, kecuali
jika ia dapat membuktikan sebaliknya. (KUHPerd. 1916.)
Pasal 582.

(s.d. u. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam
pasal 580, hakim dapat menyatakan suatu keputusan dapat dengan paksaan badan bila dan
sepanjang keputusan itu mengandung suatu hukuman untuk: (Rv. 583.)
1. atau menyerahkan suatu benda tertentu; (KUHPerd. 574, 582, 612, 959,1235 dst.)
2. atau me suatu perbuatan yang semata-mata tergantung dari kehendak terhukum dan hanya
dapat dilakukan olehnya; (KUHPerd. 959, 1239, 1241.)
3. atau tidak melakukan suatu perbuatan. (KUHPerd. 625 dst., 6922 , 778, 1242, 1366.)
Pasal 583.

(s.d.u. dg. S. 1938-360jis, 361, 276.) Paksaan badan sekali-kali tidak dapat diizinkan kepada

anak-anaknya dan keturunan selanjutnya menurut keturuan sedarah dan semenda dalam garis
lurus ke atas. (KUHPerd. 290 dst.)
Paksaan badan tidak dapat dilakukan terhadap orang-orang yang telah berusia genap enam
puluh lima tahun. (KUHPerd. 591-50.)
Pasal 584.
Paksaan badan sekali-kali tidak dapat dijalankan selain atas kekuatan keputusan hakim, (Rv. 439,
443, 493, 559, 582, 585, 594, 647, 761, 1019; IR. 209, 224; RBg. 242, 258.)

Pasal 585.
Perlawanan, banding atau kasasi sekali-kali tidak menghalang-halangi pelaksanaan paksaan
badan yang dinyatakan dengan keputusan hakim dapat dualankan lebih dahulu walaupun ada
perlawanan, banding atau kasasi, asalkan dalam hal ini diberi jaminan sebagai ganti rugi atas
biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga yang dapat dibebankan pada pihak yang
meminta pelaksanaan paksaan badan. (KUHPerd. 1162 dst., 1820 dst., 1830; F. 32, 228; Rv. 54
dst., 346, 402, 605 dst., 606a, 761, 905 dst., 1019.)

Page 85 of 149

Pasal 586.

(s.d.u. dg. S. 1938-360jis 361, 276.) Seseorang tidak dapat disandera karena utang yang sama
lebih lama dari satu tahun. (Rv. 604, 1019; IR. 210; RBg. 243.)

Pasal 587.
Pada pelaksanaan paksaan badan kreditur diwajibkan membayar terlebih dahulu sejumlah uang
menurut tarip yang ditetapkan oleh Gubemur Jenderal atau yang kemudian akan ditetapkan
sebagai perawatan debitur untuk setiap tiga puluh hari. (Rv. 1020.)
(s.d.u. dg. S. 1889-89; S. 1925-497.) Bila kreditur lalai memenuhi kewajibannya sebelum hari
ketiga puluh satu, maka atas permintaan debitur, asalkan surat permohonannya disertai surat
kesaksian dari kepala lembaga pemasyarakatan yang menerangkan uang persekot tidak dibayar,
atau atas permintaan kepala lembaga pemasyarakatan, tanpa suatu formalitas segera
dikeluarkan surat perintah pembebasan dari penyanderaan oleh ketua raad van justitie bila di
wilayah itu ada raad van justitie dan selainnya oleh residentierechter, atau jika tidak ada di
tempat atau berhalangan, oleh kepala daerah setempat.
(s.d.u. dg. S. 1889-89.) Perintah pembebasan, yang tidak dapat dimintakan banding,
dilaksanakan berdasarkan asli surat perintah pembebasan tersebut dan jika pertu dengan
kekuatan polisi, (Rv. 590 dst., 601-50, 604 dst., 1020; IR. 216; RBg. 250.)
Pasal 588.
Terhadap debitur dapat dimohonkan penyanderaan oleh orang lain yang juga berhak untuk
melakukan paksaan badan terhadapnya.
(s.d, u. dg. S. 1917-497.) Terhadap seseorang yang sedang menjalani hukuman atau kurungan
atau sedang ditahan karena suatu perbuatan pidana, dapat juga dimohonkan paksaan badan dan
berdasarkan permohonan itu, iatetap ditahan sekalipun terhadapnya telah diperintahkan
pembebasan dalam perkara pidana atau waktu hukumannya telah lampau. (Rv. 439, 584, 589,
591, 603, 1021.)
Pasal 589.
Batalnya suatu penyanderaan, atas dasar apa pun keputusan yang bersangkutan dijatuhkan,
sekali-kali tidak mengakibatkan batalnya permohonan. (Rv. 465, 588, 592, 605, 1021.)
Pasal 590.
Pihak yang mengajukan permohonan diwajibkan, atas permintaan, memikul untuk bagian yang
sama sebagai biaya perawatan yang ditahan dan dalam hal ini pihak yang meminta pelaksanaan
penyanderaan tidak dapat mengambil kembali uang itu tanpa izin dari pihak yang ditahan.
Permintaan itu dapat diajukan pada raad van justitie dalam wilayah mana si sandera ditahan.
(Rv. 587, 592, 599, 601-31, 603, 605.)
Pasal 591.
Debitur yang disandera secara sah mendapatkan kembali kebebasannya secara mutlak: (Rv. 599,
605; IR. 217; RBg. 251.)
1. karena izin dari kreditur yang menyuruh Penyanderaan dan dari mereka yang mengajukan
permohonan bila ada.
Izin untuk membebaskan debitur itu dapat diberikan di hadapan notaris, atau dalam daftar
yang memuat pendaftaran para sandera; (Rv. 584, 588, 6 02,)
2. karena pembayaran atau penitipan uang di pengadilan sebesar jumlah yang terutang, baik
kepada kreditur yang melakukan paksaan badan maupun kepada mereka yang mengajukan
permohonan, demikian pula segala bunga-bunga yang ada, biaya-biaya pemberesan, biaya
penyanderaan dan uang persekot untuk perawatannya; (KUHPerd. 1382 dst., 1404 dst.; Rv.
809 dst.)

Page 86 of 149

3.
4.
5.

(s.d.t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Dengan pembayaran, sepanjang tidak mengenai
pembayaran dengan uang disamakan kesediaan si sandera untuk memenuhi keputusan
hakim dengan jaminan cukup;
(s.d.u. dg. S. 1906-348.) karena pelepasan hak alas harta peninggalan; (F. 32; Rv. 586 dst.,
699 dst.)
(s.d.t, dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) bila penyanderaan itu mempunyai dampak yang
sedemikian merugikan kesehatan yang disandera sehingga membahayakan kehidupannya;
(s.d. t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) setelah si sandera mencapai usia enam puluh lima
tahun. (Rv. 5830.)
(sd.t. dg. S. 1938-360, 361, 276.) Sengketa mengenai apakah terjadi salah satu dari apa
yang disebut dalam ayat tersebut di atas, diputus dengan acara singkat; dalam keputusan
hakim itu diperintahkan pembebasan, bila terdapat cukup alasan. (Rv. 283 dst.)

Pasal 592.
Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau dibebaskan karena tidak dibayamya
persekot biaya perawatan untuk utang yang sama tidak dapat dilakukan penyanderaan lagi
kecuali sedikit-dikitnya satu hari sesudah pembebasan itu. (Rv. 587, 590, 604 dst., 1023; IR.
219; RBg. 253.)
Pasal 593.
Pelaksanaan paksaan badan sekali-kali tidak menghalang-halangi atau menghentikan kelanjutan
dan pelaksanaan penyitaan atas barang-barang.
Demikian pula pelaksanaan penyitaan atas barang-barang tidak menghalang-halangi atau
menghentikan pelaksanaan paksaan badan. (Rv. 441, 443 dst., 477 dst, 504 dst., 541 dst., 559
dst., 1023; IR. 221; RBg. 255.)
Bagian 2.
Pelaksanaan Paksaan Badan
Pasal 594.
Suatu paksaan badan hanya dapat dilaksanakan satu hari setelah diberi tahukan keputusan
hakim yang memerintahkan penyanderaan. (Rv. 68; IR. 209; . 242.)
Akan.tetapi ketua raad van justitie dapat memerintahkan untuk segera melaksanakannya bila
terdapat alasan untuk itu. (Rv. 559, 585, 597, 599, 751, 761; RBg. 321-l0, 322-200.)
Pemberitahuan itu mengandung suatu perintah untuk membayar dan pemilihan suatu tempat
tinggal dalam jarak sepuluh pal dari gedung raad van justitie yang menjatuhkan keputusan.
(KUHPerd. 24; Rv. 443, 504, 605, 1024.)
Pasal 595.
Debitur tidak dapat disandera: (IR. 212; RBg. 246.)
1. dalam gedung yang digunakan untuk keperluan agama selama diadakan kegiatan agama;
2. di tempat dan selama dilangsungkan sidang oleh penguasa;
3. di tempat bursa selama waktu bursa; (KUHD 59.)
4. di rumah kediamannya, atau di rumah khusus yang tidak terbuka untuk setiap orang, kecuali
bila juru sita disertai oleh kepala daerah setempat atau oleh pejabat yang ditunjuk olehnya;
5. selama iabebas dalam waktu yang ditetapkan oleh hakim agar debitur dapat menghadap
padanya.
Pasal 596.
Penyanderaan dapat dilaksanakan juga pada hari Minggu dan pada jam-jam yang menurut pasal
18 tidak diperbolehkan untuk pemberitahuan oleh juru sita. (Rv. 17, 716. 1024.)

Page 87 of 149

Pasal 597.
Berita acara penyanderaan, selain harus memenuhi persyaratan biasa, harus diberitahukan oleh
juru sita dan berisikan suatu pemberitahuan yang berisikan:
1. pengulangan dari perintah untuk membayar;
2. pilihan suatu tempat tinggal dalam jarak sepuluh pal dari tempat dilakukan penyanderaan
debitur. (KUHPerd. 24.)
Juru sita harus disertai oleh dua orang saksi. (Rv. 8, 19, 439, 594, 599 dst.; 605.)
Pasal 598.
Bila ada perlawanan, maka juru sita dapat mengadakan penjagaan di depan pintu agar debitur
tidak melarikan diri dan minta bantuan polisi setempat, dengan tidak mengurangi tuntutan
pidana jika terdapat cukup alasan. (Rv.446, 1024.)
Pasal 599.
Bila debitur mengajukan perlawanan terhadap sahnya penyanderaan dan menuntut agar segera
diadakan keputusan, maka hal itu harus segera diajukan kepada ketua raad van justitie, dalam
daerah hukum dimana penyanderaan itu dilakukan, dan ia harus segera menjatuhkan
keputusannya.
surat perintah ketua itu harus dinyatakan dalam berita acara juru sita dan harus segera
dilaksanakan. (Rv. 287, 289, 291, 597, 605.)
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Jika penahanan terjadi di luar daerah hukum raad van justitie, maka
debitur yang mengajukan perlawanan dapat minta agar ia segera diajukan ke hadapan
residentierechter atau, bila tugasnya dijalankan oleh seorang ahli hukum dalam kedudukan ketua
pengadilan negeri yang terletak di dekatnya, ke hadapan ketua pengadilan negeri di tempat
iaditahan, dan ketua tersebut dapat menghentikan penahanan, bila debitur dapat membuktikan
ketidakabsahan penahanannya dengan keharusan untuk segera mengirim turunan otentik dari
berita acara yang dibuat olehnya kepada ketua raad van justitie dengan disertai surat-surat yang
bersangkutan untuk mendapatkan pengukuhan atau penetapan lebih lanjut. (Rv. 1025.)
(s..d. t. dg. S. 1908-522.) Bila residentierechter atau ketua pengadilan negeri setempat s6perti
dimaksud pada alinea di atas tidak ada, berhalangan atau tidak ada di tempat, maka debitur
dapat diajukan ke hadapan kepala daerah tempat debitur ditahan, yang kemudian berwenang
dan berkewajiban untuk bertindak seperti dimaksud dalam alinea di atas.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Di luar Jawa dan Madura debitur dapat pula diajukan ke hadapan kepala
daerah setempat, bila residentierechter tidak ada di daerah debitur ditahan.
Pasal 600.
Debitur yang disandera, yang tidak mengajukan perlawanan atau perlawanannya ditolak,
dimasukkan dalam lembaga pemasyarakatan di tempat ia ditangkap dan bila di situ tidak ada
lembaga pemasyarakatan, dalam lembaga pemasyarakatan di tempat terdekat; juru sita
diwajibkan untuk segera membuat dan menandatangani berita acara mengenai penahanan itu.
(IR. 214; RBg. 248.)
Juru sita dan siapa saja yang membawa, menerima atau menahan debitur di tempat yang
menurut undang-undang tidak termasuk tempat untuk menahan sandera, atau, jika tempat
sedemikian tidak ada, di tempat yang menurut undang-undang tidak digunakan untuk menyekap
para terhukum, dapat dituntut karena penahanan semena-mena. (Rv. 1025; Sv. 361; KUHP 333;
S. 1851-27 pasal 44.)
Tidak termasuk hal itu, penahanan sementara atau penjagaan terhadap debitur di luar tempat
sedemikian dalam menunggu kesempatan dibawanya ke lembaga pemasyarakatan.
Pasal 601.
Akta penahanan si sandera memuat:
1. keputusan hakim yang memerintahkan dilakukannya paksaan badan; (Rv. 584, 602.)
2. nama, nama kecil dan tempat tinggal kreditur;

Page 88 of 149

3.
4.
5.
6.

pilihan tempat tinggal dalam jarak sepuluh pal dari tempat debitur disandera; (KUHPerd. 24;
Rv. 597, 605.)
nama dan tempat tinggal si sandera;
persekot dari uang perawatan untuk sekurang-kurangnya tiga puluh hari; (Rv. 587, 603; S.
1935-305.)
akhimya, penyebutan bahwa oleh juru sita sendiri telah diserahkan akta dan berita acara
penyanderaan pada si sandera, yang dilakukan dengan segera. (Rv. 600.)

Pasal 602.
Kepala lembaga pemasyarakatan menyalin akta penahanan itu dalam daftamya, demikian pula
kutipan keputusan hakim yang memerintahkan penyanderaan dan menyimpan perintah secara
keseluruhan. (Rv. 61-4', 584.)
Bila juru sita tidak memperlihatkan keputusan hakim yang bersangkutan, kepala lembaga
pemasyarakatan harus menolak untuk menerima debitur. (Rv. 601-10, 605; IR. 215, 222; RBg.
249, 256; KUHP 333 dst., 555; S. 1851-27 pasal 44.)
Pasal 603.
Syarat-syarat yang ditentukan untuk suatu penyanderaan harus diperhatikan dalam permohonanpermohonan; dalam pada itu juni sita tidak perlu disertai oleh dua orang saksi dan orang yang
mengajukan permohonan tidak perlu membayar uang perawatan bila untuk itu sudah dibayar
uang persekot. (Rv. 439, 584, 587 dst., 590, 594, 597, 599, 601 dst.)
Pasal 604.

(s.d.u. dg. S. 1938-360jis, 361, 276.) Bila diperintahkan pembebasan karena tidak dipenuhinya

pembayaran persekot untuk perawatan, kreditur tidak dapat minta untuk menyandera debitur
lagi sebelum mengganti biaya mengenai pembebasan tersebut atau jika ia menolak, disimpan di
bawah pengawasan kepala lembaga pemasyarakatan dan juga membayar persekot untuk
perawatan selama enam bulan atau, jika berdasarkan pasal 586 debitur tidak dapat disandera
sampai enam bulan, untuk waktu kurang dari enam bulan.
Dalam hal ini tidak perlu lagi dipenuhi syarat-syarat yang mendahului penyanderaan. (Rv. 587,
592, 1029; IR. 219; RBg. 253.)
Pasal 605.

(s.d.u.dg.S. 1938-360jis. 361, 276.) Debitur dapat menuntut pembatalan penyanderaannya, bila

formalitas-formalitas seperti diuraikan di alas tidak dipenuhi dan tuntutan itu seperti halnya
dengan tuntutan pembebasan dengan alasan lain sebagaimana ditentukan dalam pasal 591 ,
diajukan kepada raad van justitie yang daerah hukumnya meliputi tempat di mana ia disandera.
Tuntutan pembatalan yang didasarkan atas alasan-alasan yang menyangkut gugatan pokok,
diajukan kepada majelis hakim yang ditugaskan untuk pelaksanaan keputusan itu.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Gugatan dapat diajukan dalam waktu singkat dan di tempat yang dipilih
seperti tersebut dalam daftar kepala lembaga pemasyarakatan; kreditur dapat dihukum untuk
membayar biaya, kerugian dan bunga, bila terdapat cukup alasan. (KUHPerd. 1243 dst., 1365
dst.; Rv. 10, 350, 586 dst., 589, 591 dst., 594, 597, 601 dst., 1027; IR. 218; RB9. 252.)
Pasal 606.

(s.d. t. dg. S. 1938-360jis, 361, 276.) Debitur yang tidak mampu untuk memenuhi keputusan

hakim yang menghukumnya, dapat menuntut alas dasar itu dengan acara singkat, agar
penyanderaan tidak dilaksanakan atau tidak dilanjutkan pelaksanaannya. (Rv. 283 dst.)
setelah tuntutan itu dikabulkan, maka penyanderaan tidak dapat dilakukan untuk utang yang
sama, kecuali bila kreditur dalam pemeriksaan secara singkat dapat membuktikan, bahwa debitur
mampu untuk memenuhi keputusan hakim yang menghukumnya.

Page 89 of 149

Debitur yang membuat dirinya sengaja tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya sehubungan
dengan akan dilaksanakannya keputusan hakim atau sebelum dijatuhkan keputusan hakim yang
akan menghukumnya, tidak dapat menggunakan ketentuan dalam alinea pertama pasal ini.

Dg. S. 1938-360jis. 361, 276 ditambahkan Bagian Ketiga ini.


Bagian 3.
Uang Paksa.
Pasal 606a.

(s. d. t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Sepanjang suatu keputusan hakim mengandung hukuman

untuk sesuatu yang lain daripada membayar sejumlah uang, maka dapat ditentukan, bahwa
sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya harus
diserahkan sejumlah uang yang besamya ditetapkan dalam keputusan hakim, dan uang tersebut
dinamakan uang paksa.
Pasal 606b.

(s.d,t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Bila keputusan tersebut tidak dipenuhi, maka pihak lawan

dari terhukum berwenang untuk metaksanakan keputusan terhadap sejumlah uang paksa yang
telah ditentukan tanpa terlebih dahulu memperoleh alas hak baru menurut hukum.
Pasal 606 berlaku juga dalam hal ini.
Bila pihak lawan mengajukan gugatan untuk memperoleh alas hak baru seperti dimaksud pada
alinea pertama, maka tergugat dapat mengajukan bantahan seperli diatur dalam alinea pertama
di muka terhadap pelaksanaannya tanpa alas hak dasar baru.
BAB VI.
PENYELESAIAN BIAYA, KERUGIAN DAN BUNGA, SERTA BIAYA ACARA
Pasal 607.
Hakim yang menghukum suatu pihak untuk mengganti biaya-biaya, kerugian-kerugian dan
bunga-bunga harus menetapkan jumlahnya dalam keputusannya; bila ia tidak dapat menetapkan
jumlah itu, maka suatu daftar tentang hal itu harus dibuat oleh pihak lawan dan diberitahukan di
tempat yang telah dipilffi oleh pihak lain; surat-surat yang dimaksudkan sebagai bukti harus
diberitahukan pada pihak lain atau diserahkan di kepaniteraan. (KUHPerd. 24, 403, 606, 608,
1243 dst., 1246; Rv. 8-10, 60, 99, 106 dst., 222, 264, 460 dst., 466, 540, 610; IR. 183 2 ; RBg.
1942.)
Pasal 608.
Dalam waktu empat belas haii setelah pemberitahuan terhukum diwajibkan untuk menyerahkan
rancangan tentang jumlah biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga menurut
pendapatnya. Bila tidak, ia dianggap menerima gugatan. (KUHPerd. 1405; Rv. 607, 610, 809.)
Pasal 609.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Bila antara para pihak tidak terdapat kesepakatan, maka perkara itu
akan diajukan pada sidang dengan suatu akta yang sederhana dari pengacara ke pengacara. (Rv.
57, 84, 346, 350, 402, 429, 610.)

Pasal 610.
(s. d. u.. dg. S. 1908-522.) Ketentuan-ketentuan di atas berlaku juga untuk penaksiran biaya-

biaya perkara yang dibebankan pada salah satu pihak yang menurut ketentuan itu diselesaikan,
dengan pengecualian seperti tersebut pada alinea ketiga dari pasal 58. (Rv. 58 dst., 607 dst.,
975; IR. 1832; RBg. 194-20; S. 1851-27.)

Page 90 of 149

BAB VII.
PEMBERIAN JAMINAN
Pasal 611.
Keputusan hakim yang mengandung perintah untuk membelikan jaminan, harus menetapkan
jangka waktu, yang di dalamnya jaminan itu harus diberikan dan jangka waktu, yang di
dalamnya jaminan itu harus diterima atau ditolak. (KUHPerd. 335, 452, 472, 483, 784, 786, 789,
819, 982, 1035, 1150, 1162, 1171, 1827 dst., 1830; KUHD 167a, 167b, 176, 227a, 227b; Rv. 54
dst., 128 dst., 283, 330, 613, 696, 722.)
Pasal 612.
Jaminan itu harus diajukan dengan suatu akta yang diberitahukan pengacara ke pengacara.
Cara yang sama digunakan juga dalam hal menerima jaminan. (KUHPerd. 24; Rv. 106.)
Pasal 613.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila tidak terdapat kesepakatan tentang cukup tidaknya jaminan itu,

maka pihak yang membantah diwajibkan untuk mengajukan perkara itu ke pengadilan dalam
jangka waktu yang telah ditetapkan dalam keputusan hakim dalam bentuk seperti ditentukan
dalam pasal di muka. (Rv. 112 dst., 611.)
Pasal 614.
Bila jaminan itu berupa suatu borg, dan borg itu diterima atau disetujui, maka ia harus
mengikatkan diri dengan suatu akta di kepaniteraan, akta mana dapat dilaksanakan dengan surat
perintah dari ketua raad van justitie yang dibuat dalam bentuk seperti diuraikan dalam pasal 435
(1). (KUHPerd. 117111827 dst., 1832-51; Rv. 55-51.)
(1) Mengenai bunyi pasal 435, lihat catatan kaki pasal 487.

Page 91 of 149

REGLEMEN ACARA PERDATA

(Reglement op de Rechtsvordering.)
(S. 1847-52 jo. 1849-63.)
BUKU KETIGA.
PELBAGAI MACAM CARA BERPERKARA
BAB 1.
KEPUTUSAN WASIT
Bagian 1.
Kompromi Dan Pengangkatan Wasit.
Pasal 615
Setiap orang dapat menyerahkan perselisihan mengenai hak-hak yang ia kuasai secara bebas
kepada keputusan wasit. (KUHPerd. 108, 194, 330 dst., 433 dst., 1852; F. 22, 226, 246; IR. 377;
RBg. 705.)
Semua orang yang diangkat dengan suatu keputusan hakim, atau yang menurut ketentuanketentuan dalam KUHPerd. atau KUHD memerlukan kuasa dengan suatu keputusan hakim untuk
melakukan perdamaian atau untuk menjual barang-barang, tanpa kuasa tersebut dalam
menjalankan pekerjaannya tidak boleh menyerahkan penyelesaian perkara pada keputusan
wasit. (KUHPerd. 407, 425, 452, 463, 481, 979, 1020, 1035, 1127, 1331, 1446, 1796 dst., 1852;
F. 132, 100; 226; Rv. 697.)
Seorang bahkan sebelumnya dapat mengikatkan diri, bila di kemudian hari terjadi sengketa,
untuk tunduk pada keputusan wasit. (ISR. 135 dst.; KUHPerd. 1318; Rv. 324, 619, 648.)
Pasal 616
Seseorang, dengan ancaman kebatalan, tidak dapat mengadakan kompromi tentang pemberian
dan hibah-wasiat untuk keperluan hidup, perumahan atau pakaian; tentang pemisahan antara
suami dan istri, baik karena perceraian, maupun pisah meja dan ranjang, dan pemisahan harta
benda; tentang perselisihan mengenai status seseorang, demikian juga tentang sengketasengketa lain yang tidak diizinkan dilakukannya perdamajan menurut ketentuan-ketentuan
undang-undang. (AB. 23, KUHPerd, 85 dst., 186 dst,, 207 dst., 233 dst., 250 dst., 261; Rv. 45120, 643-20, 749.)
Pasal 617.
Kecuali apa yang disebut dalam ketentuan-ketentuan pasal 34, maka setiap orang yang dapat
menerima suatu kuasa, dapat juga diangkat sebagai wasit.
Dari ketentuan itu dikecualikan para wanita dan mereka yang belum cukup umur. (KUHPerd. 330,
424, 1798; Rv. 643-21.)
Pasal 618.
Akta kompromi dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak; bila para pihak tidak
dapat menandatangani, maka kompromi itu dibuat di depan notaris dan saksi-saksi.
Akta kompromi itu harus memuat pokok-pokok sengketa dan nama kecil, nama dan tempat
tinggal para pihak, demikian pula nama dan tempat tinggal dari wasit atau wasit-wasit, yang
jumlahnya harus ganjil.
Semua itu atas ancaman kebatalan, (KUHPerd. 1851; Rv. 31, 616, 620, 624, 631, 635, 641, 64320 dan 60, 651; IR. 130.)

Page 92 of 149

Pasal 619.
Dalam hal seperti tereantum dalam alinea ketiga dari pasal 615, para pihak pada saat terjadinya
sengketa tidak memperoleh kata sepakat mengenai penunjukan wasit-wasit, maka wasit-wasit
itu, atas permohonan pihak yang paling siap, diangkat oleh hakim yang berwenang untuk
mengadili sengketa itu, sekiranya tidak terjadi kompromi - (KUHPerd. 99 dst., 313, 621, 650-30,
651 .)
Pasal 620.
Kompromi menentukan jangka waktu, dalam waktu mana sengketa yang diajukan pada wasit
harus diputus; dan jika hal itu tidak ditentukan, maka tugas yang dibebankan pada wasit berlaku
selama enam bulan, terhitung mulai diterimanya pengangkatan.
Selama jangka waktu itu, para wasit tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan para
pihak. (KUHPerd. 1338; Rv. 623, 628 dst., 643, 650.)
Pasal 621.
Terhadap wasit-wasit yang tidak diangkat oleh hakim, tidak dapat diajukan keberatan, kecuali
karena alasan-alasan yang timbul setelah pengangkatan itu. (Rv. 218.)
Terhadap wasit-wasit yang diangkat oleh hakim, jika para pihak secara tegas atau secara diamdiam menerima pengangkatan itu, tidak dapat diajukan keberatan, kecuali karena alasan-alasan
yang timbul kemudian.
Alasan-alasan keberatan adalah sama seperti hainya terhadap hakim; keberatan itu akan diadili
secara singkat oleh hakim seperti diatur dalam pasal 619. (Rv.34 dst., 38.)
Pasal 622.
Penerimaan tugas sebagai wasit dilakukan secara tertulis.
Hal itu dapat dilakukan di atas akta pengangkatannya. (KUHPerd. 1793; Rv. 618 dst., 650.)
Pasal 623.
para wasit yang telah menerima tugasnya tidak dapat lagi menarik diri, kecuali berdasarkan
alasan-alasan yang disetujui oleh hakim seperti ditunjuk oleh pasal 619. mereka dapat dihukum
untuk membayar ganti rugi mengenai kerugian-kerugian dan bunga-bunga kepada para pihak,
bila mereka tanpa alasan yang sah tidak mengambil keputusan dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. (KUHPerd. 1800: Rv. 620, 622.)
Bagian 2.
Pemeriksaan Perkara oleh para Wasit.
Pasal 624.
Pemeriksaan perkara dilakukan dengan cara dan dalam waktu seperti ditentukan dalam
kompromi, dan jika hal itu tidak ada, ditentukan oleh para wasit. (Rv. 618, 620, 626 dst., 64370.)
Pasal 625.
Setelah jangka waktu itu lewat, maka para wasit hanya mengambil keputusan hanya berdasarkan
memori-memori dan surat-surat yang diajukan. (RV. 145, 626, 636.)
Pasal 626.
Bila para pihak tidak mengajukan suatu suratpun, maka para wasit atas permintaan mereka
dapat menetapkan jangka waktu baru, atau menyatakan bahwa tugasnya telah berakhir. (Rv.
623, 625.)

Page 93 of 149

Pasal 627.
Semua perintah yang dapat dilaksanakan lebih dahulu yang dikeluarkan oleh para wasit dan
semua penetapan tentang tingkatan pemeriksaan, dapat dilaksanakan, tanpa formalitasformalitas apa pun, terhitung mulai hari para wasit memberitahukan hal itu kepada para pihak.
(KUHPerd. 1736; Rv. 48, 53, 624 dst.)
Pasal 628.
Bila harus dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan mengenai asli atau tidaknya suatu surat, atau
bila terdapat perselisihan tentang sifat kepidanaan dalam perkara itu, maka para wasit
mempersilahkan para pihak untuk mengajukannya kepada hakim biasa.
Dalam hal itu jangka-jangka waktu berlaku kembali sejak hari keputusan hakim terhadap perkara
itu mempunyai kekuatan tetap. (RO. 55; AB. 29; KUHPerd. 1853; Rv. 148 dst., 165, 620, 629,
643-80.)
Pasal 629.
Ketentuan dalam alinea kedua dari pasal di muka berlaku juga, bila para wasit menjatuhkan
keputusan terhadap suatu insiden, atau oleh mereka dijatuhkan keputusan sela. Dalam hal
tersebut terakhir, mereka dapat memperpanjang jangka waktu untuk keputusan akhir. (Rv. 48,
241, 620, 624 dst.)
Pasal 630.
Bila oleh para wasit diperintahkan pemeriksaan saksi-saksi dan saksi-saksi itu tidak datang
menghadap secara sukarela, atau menolak memberikan keterangan di bawah sumpah atau janji,
maka pihak yang paling berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada raad van justitie
yang daerah hukumnya meliputi tempat, di mana pemeriksaan saksi-saksi itu diperintahkan,
untuk mengangkat seorang hakim-komisaris yang akan melakukan pemeriksaan saksi-saksi
dengan cara seperti dalam perkara biasa.
Dalam hal itu, maka jalannya jangka-jangka waktu ditunda sampai pemeriksaan saksi-saksi
selesai. (KUHPerd. 1932; Rv. 184 dst., 194 dst., 204, 207, 238, 628 dst.)
Bagian 3.
Keputusan para Wasit.
Pasal 631.
para wasit menjatuhkan keputusan menurut aturan-aturan hukum, kecuali jika menurut
kompromi, mereka diberi wewenang untuk memutus sebagai manusia-manusia baik berdasarkan
keadilan. (Rv. 618, 624 dst.)
Pasal 632.
Keputusan itu memuat:
nama kecil, nama dan tempat tinggal para pihak; kesimpulan akhir tentang keteranganketerangan masing-masing pihak; dasar pertimbangan dan keputusan. (Rv. 61, 631.)
Dalam keputusan itu dicantumkan hari dan tempat, di mana keputusan itu dijatuhkan dan
ditandatangani oleh setiap wasit. (Rv. 58 dst., 61, 620, 633, 643-60, 649.)
Pasal 633.
Bila bagian minoritas menolak untuk menandatangani, maka para wasit yang lain menyebutkan
hal itu dan keputusan itu mempunyai kekuatan yang sama seperti ditandatangani oleh semua
wasit. (Rv. 623, 632.)

Page 94 of 149

Pasal 634.
Dalam waktu empat belas hari untuk Jawa dan Madura, dan sedapat mungkin dalam waktu tiga
bulan untuk tempat-tempat lain yang termasuk dalam daerah hukum raad van justitie di Jawa,
terhitung sejak hari keputusan, surat keputusan aslinya oleh salah satu dari para wasit, atau oleh
seorang pengacara yang dikuasakan oleh mereka dengan akta otentik, diserahkan di
kepaniteraan raad van justitie yang daerah hukumnya meliputi tempat di mana keputusan itu
diambil. (Rv. 619, 621, 635, 637; RBg. 322-16.)
Akta penyerahan ditulis pada bagian bawah atau pinggir dari surat keputusan asli yang
diserahkan dan ditandatangani oleh panitera dan juga oleh pihak yang menyerahkan.
Panitera membuat akta itu; dari para wasit tidak boleh ditarik biaya akta itu, demikian juga uang
persekot, tetapi biaya itu harus dibayar oleh para pihak sendiri, atau ditagih dari mereka.
(KUHPerd. 1794, 1811; Rv. 58 dst., 618.)
Pasal 635.
para wasit diwajibkan untuk menyerahkan, bersama dengan keputusannya, akta asli
pengangkatannya atau turunan otentiknya di kepaniteraan. (Rv.618.)
Pasal 686.
Terhadap keputusan para wasit, bagaimanapun sifatnya, tidak dapat dilakukan perlawanan. (Rv.
618, 624 dst., 627, 641 dst.)
Pasal 637.
Keputusan para wasit dilaksanakan atas kekuatan surat perintah dari ketua raad van justitie
seperti tersebut dalam pasal 634, surat perintah mana dikeluarkan dalam bentuk seperti
diuraikan dalam pasal 435 (yang sudah tidak sesuai 14 dengan keadaan sekarang). Hal itu
dicantumkan di atas surat keputusan asli dan dan disalin pada turunan yang dikeluarkan. (Rv.
638 dst., 644, 646.)
Pasal 638.
Bila suatu perkara, yang diputus oleh hakim biasa pada tingkat pertama, pada tingkat banding
diserahkan pada para wasit, maka keputusannya diserahkan di kepaniteraan majelis hakim yang
seharusnya memeriksa perkara itu pada tingkat banding, dan surat perintah diberikan oleh ketua
majelis itu. (Rv. 324, 327 dst., 618, 624, 634 dst., 637.)
Pasal 639.
Keputusan wasit, yang dilengkapi dengan surat perintah dari ketua raad van justitie yang
berwenang, dilaksanakan menurut cara pelaksanaan biasa. (Rv435.dst., 644.)
Pasal 640.
Majelis hakim, yang ketuanya mengeluarkan surat perintah, memeriksa sengketa mengenai
pelaksanan keputusan wasit. (Rv. 442, 637 dst.)
Bagi. 4.
Ketentuan Terhadap Keputusan Wasit.
Pasal 641.
Terhadap keputusan wasit yang dijatuhkan pada tingkat pertama, sesuai dengan ketentuan
dalam pasal 163 Ro., dapat diajukan permohonan banding pada hooggerechtshof, bila pokok
sengketa bemilai lebih dari f 500,-, kecuali jika dalam kompromi dengan tegas dinyatakan, bahwa
para pihak melepaskan haknya untuk naik banding. (Rv. 618, 642 dst.)
Ketentuan-ketentuan tm,at dalam Bab VI Buku Pertama dari reglemen yang sekarang, berlaku
terhadap permohonan banding tersebut. (Rv. 327 dst.)

Page 95 of 149

Pasal 642.
Terhadap keputusan wasit tidak. dapat diajukan permohonan kasasi, juga upaya hukum
peninjauan kembali, sekalipun hal itu diperjanjikan oleh para pihak. (ISR. 157; RO. 171; Rv. 385
dst., 402 dst., 643, 649.)
Pasal 643.
Terhadap keputusan wasit yang tidak dapat dimintakan banding, dapat dimintakan kebatalannya
dalam hal-hal seperti berikut: (Rv. 641, 644 dst.)
10. bila keputusan itu diambil di luar batas-batas kompromi; (Rv. 618.)
20. bila keputusan itu didasarkan atas kompromi yang tidak berharga atau telah gugur; (Rv. 616
dst., 618, 620, 650.)
30. bila keputusan itu dijatuhkan oleh beberapa wasit yang tidak berwenang menjatuhkan
keputusan di luar kehadiran yang lain; (Rv. 618, 651.)
40. bila diputuskan tentang sesuatu yang tidak dituntut, atau dengan itu diberikan lebih dari
yang dituntut; (Rv. 385-20 dan 30.)
0
5 . bila keputusan itu mengandung ketentuan-ketentuan yang bertentangan satu dengan yang
lain; (Rv. 385-60.)
0
6 . bila para wasit lalai memutus satu atau beberapa hal yang seharusnya diputuskan, sesuai
dengan ketentuan dalam kompromi; (Rv. 384-40, 615, 618.)
0
7 . bila melanggar bentuk acara yang telah ditetapkan dengan ancaman kebatalan; tapi ini
hanya bila dalam kompromi diperjanjikan dengan tegas, bahwa para wasit wajib memenuhi
aturan acara biasa; (Rv. 177, 206, 624.)
80. bila diputus atas dalam surat-surat yang setelah keputusan para wasit, diakui sebagai palsu
atau dinyatakan palsu; (Rv. 385-70, 628, 644.)
0
9 . bila sesudah keputusan, ditemukan surat-surat yang menentukan yang disembunyikan oleh
salah satu pihak; (Rv. 385-80, 644.)
0
10 . bila keputusan itu berdasarkan penipuan atau tipu-muslihat yang kemudian diketahui dalam
acara pemeriksaan. (Rv. 385-10, 644.)
Pasal 644.
Tuntutan akan kebatalan tidak dapat diterima, kecuali jika diajukan dalam waktu enam bulan,
terhitung dari hari pemberitahuan para wasit kepada orang yang bersangkutan atau di tempat
tinggalnya.
Akan tetapi dalam hal-hal seperti disebut dalam nomor 80, 90 dan 100 pasal di muka, jangka
waktu enam bulan mulai berjalan sejak hari diketahuinya kepalsuan, peniuan atau tipu-muslihat,
atau ditemukannya surat-surat; dengan ketentuan, bahwa dalam hal-hal ini hanya bukti tertulis
yang dapat digunakan untuk membuktikan hari itu. (Rv. 645 dst.)
Pasal 645.
Tuntutan kebatalan diajukan dengan surat panggilan untuk menghadap di sidang yang berisikan
perlawanan terhadap perintah pelaksanaan, (Rv. I dst., 646 dst.)
Pasal 646.
Tuntutan itu diajukan pada raad van justitie yang ketuanya memerintahkan pelaksanaan itu.
Raad van justitie memutus tuntutan itu, dan para pihak dapat mengajukan banding, jika terdapat
cukup alasan, terhadap keputusan itu, seperti dalam perkara-perkara pengadilan biasa. (Rv. 327
dst., 385 dst., 402 dst., 637, 645.)
Pasal 647.
Bila para wasit memutuskan paksaan badan terhadap terhukum pada tingkat akhir, dan ia
menganggap bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang tidak membolehkan upaya paksaan
dalam hal yang bersangkutan, maka iadapat mengajukan permohonan pembatalan dari bagian

Page 96 of 149

keputusan itu, kepada hakim seperti disebut dalam pasal di muka, dalam jangka waktu dan
dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 644 dan 645, dan sekalipun bertentangan dengan
ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam akta kompromi. (AB. 23; Rv. 508 dst., 583.)
Bagian 5.
Berakhimya Perkara Di Muka Para Wasit.
Pasal 648.
Kematian salah satu pihak tidak menghentikan akibat dari kompromi atau perjanjian seperti
tersebut dalam ayat terakhir dari pasal 615; kekuasaan dari para wasit tidak juga dianggap
ditarik kembali karenanya.
Akan tetapi jalannya jangka-jangka waktu dari kompromi terhadap para ahli waris dari yang
meninggal dunia ditunda sampai berakhimya jangka waktu untuk pencatatan harta peninggalan
dan untuk berpikir-pikir. (KUHPerd. 1024, 1813; Rv. 248-10, 250, 620.)
Pasal 649.
Tugas para wasit berakhir dengan dijatuhkannya keputusan. (KUHPerd. 631 dst.)
Pasal 650.
Tugas tersebut berakhir juga: (Rv. 623.)
10. dengan lewatnya jangka waktu yang ditetapkan dalam kompromi, atau yang diperpanjang
oleh para pihak selama perkara masih bergantung; (Rv. 620.)
20. setelah lewat enam bulan, terhitung sejak hari ditandatangani akta penerimaan, bila tidak
ditentukan jangka waktu lain; (Rv. 620, 622.)
30. dengan ditariknya kembali para wasit atas kesepakatan para pihak. (KUHPerd. 1813 dst.;
Rv. 620.)
Pasal 651.
Tugas dari para wasit berakhir pula karena kematian, keberatan terhadapnya yang diterima atau
pemecatan seorang atau lebih dari mereka. (Rv. 621, 623,)
Bila tidak diperjanjikan sebaliknya, maka dalam hal-hal tersebut, atau oleh para pihak, atau jika
di antara mereka tidak terdapat kata sepakat, atas tuntutan salah satu atau kedua pihak, oleh
hakim seperti ditunjuk dalam pasal 619, diangkat wasit-wasit baru dengan tugas untuk
melanjutkan pemeriksaan berdasarkan akta-akta terakhir.
BAB II.
ACARA MENGENAI WARISAN TERTENTU
Bagian 1.
Penyegelan.
Pasal 652.
Dalam hal-hal, di mana setelah seseorang meninggal dunia, harus dilakukan penyegelan, maka
hal itu dijalankan di tempat di mana pekerjaan itu harus dilakukan, oleh pejabat yang bertugas
melakukan penyegelan.
Pejabat itu menggunakan segel yang diperuntukkan bagi keperluan itu.
Ia mengangkat seorang penyimpan barang yang disegel dan sedapat mungkin seseorang yang
diajukan oleh orang-orang yang berkepentingan, jika orang itu dianggapnya memenuhi syarat
untuk itu. (KUHPerd. 190, 215, 246, 461, 833, 1128, 1330, 1701; F. 7, 90; Rv. 653 dst., 660,
823, 840; S. 1851-27 pasal 5 dst.)

Page 97 of 149

Pasal 653.
Penyegelan dapat dituntut: (Rv. 659, 665, 671, 673, 823, 840.)
10. oleh suami atau istri yang ditinggalkan dan oleh mereka yang mengaku mempunyai suatu
hak atas warisan atau harta bersama; (KUHPerd 126-10, 127, 190, 383, 40i dst., 452, 832
dst., 955, 957 dst.,1652.)
20. oleh para kreditur yang memiliki alas hak pelaksanaan terhadap harta warisan atau setelah
diadakan penyelidikan secara singkat tentang kebenaran tuntutan mereka dan tentang
kepentingannya pada penyegelan, berdasarkan suatu izin dari ketua raad van justitie;
(KUHPerd. 1107; Rv. 435 dst., 440, 655-30; RBg. 321-10, 322-200.)
0
3 . bila orang-orang seperti tersebut pada nomor 10 tidak hadir, oleh mereka yang bekerja pada
orang yang telah meninggal dunia atau bertempat tinggal bersama dengan orang yang telah
meninggal dunia; (Rv. 655, 673.)
40. oleh para pelaksana surat wasiat; (KUHPerd. 1005 dst., 1009, 1017.)
50. oleh para sanak saudara terdekat dari anak-anak yang belum cukup umur atau orang yang
berada di bawah pengampuan yang berkepentingan, bila mereka, di luar apa yang
ditentukan dalam pasal 360 KUHPerd., tidak mempunyai wali atau pengampu, demikian pula
jika wali atau pengampu mereka tidak hadir. (KUHPerd. 290 dst., 297, 1128; Rv. 654, 659,
664 dst., 671, 673, 823, 840.)
Pasal 654.
Penyegelan dilakukan demi hukum dalam hal anak yang belum cukup umur, atau orang yang di
bawah pengampuan yang berkepentingan atau turut berkepentingan dalam suatu warisan, tidak
mempunyai wali atau pengampu, atau tidak diwakili berdasarkan alinea kedua pasal 360
KUHPerd., atau bila si wali atau pengampu, atau suami/istri dari orang yang meninggal dunia,
atau salah satu dari para ahli waris tidak hadir, atau bila orang yang meninggal dunia adalah
penyimpan umum dari beberapa barang. (KUHPerd. 424, 429, 1009; Rv. 635-50, 664.)
Dalam hal tersebut terakhir, penyegelan tidak dilakukan selain terhadap barang-barang yang
termasuk dalam penyimpanannya.
Penyegelan berdasarkan ketidakhadiran tidak dilakukan bila orang yang tidak hadir telah
menujuk seorang kuasa dengan suatu kuasa otentik, untuk mewakili dalam warisan atau
warisan-warisan yang jatuh padanya, dan kuasa ini mengajukan perlawanan terhadap
penyegelan itu. (KUHPerd. 1793, 1796.)
Pasal 655.
Tentang penyegelan harus ternyata dari berita acara yang memuat:
10. penyebutan hari dan jam, demikian juga alasan penyegelan; (Rv. 653 dst )
20. (s.d.u.dg.S.1925 -427.) nama kecil, nama dan tempat tinggal dari orang yang dilakukan
penyegelan dan tempat tinggal yang dipilih di ibu kota dari daerah di mana penyegelan itu
dilakukan, jika ia tidak bertempat tinggal di daerah itu; (KUHPerd. 24, 666-30.)
0
3 . kuasa dari ketua raad van justitie, bila hal itu diberikan, ataupun penyebutan dari bukti
eksekutorial, atas dasar nama tuntutan dilakukan; (Rv. 653-20; RBg. 321-10, 322-200.)
0
4 . kehadiran dan tuntutan-tuntutan dari para pihak; (Rv. 653.)
50. uraian tentang tempat-tempat dan barang-barang yang disegel dan uraian singkat tentang
barang-barang yang tidak turut disegel; (Rv. 654, 656 dst., 660.)
60. nama, tempat tinggal dan pekerjaan si penyimpan; (Rv. 652.)
70. sumpah pada penutupan segel yang diucapkan oleh orang-orang yang menempati rumah di
mana penyegelan dilakukan, di hadapan pejabat yang ditugaskan tersebut, bahwa mereka
tidak menggelapkan, juga tidak melihat dan tidak mengetahui, bahwa ada sesuatu yang
digelapkan, baik langsung maupun tidak langsung. (Rv. 652.)
Pasal 656.
Bila pada penyegelan ditemukan suatu wasiat yang tidak disegel, maka hal itu harus disebut
dalam berita acara dan bila ditemukan suatu penetapan dibawah tangan seperti tersebut dalam

Page 98 of 149

pasal 935 KUHPerd., maka hal itu diperlakukan juga sesuai dengan pasal 936 KUHPerd. itu (ov.
75; KUHPerd. 932, 938, 943; Rv. 655-50; 657 dst., 675-80.)
Pasal 657.
Bila pada penyegelan terdapat surat-surat yang bersegel, maka pejabat tersebut harus
menerangkan keadaan luar surat-surat itu, demikian pula mengenai segel dan judul surat,
sekiranya ada; selanjutnya ia akan menandatangani sampulnya bersama dengan pihak-pihak
yang hadir, jika mereka dapat menulis, dan menyebutkan hari dan jam, pada saat mana suratsurat itu dibuka olehnya. Ia menyebutkan segala sesuatu dalam berita acara yang ditandatangani
oleh para pihak; bila para pihak menolak atau tidak mampu, maka hal itu harus diterangkan
dalam berita acara tersebut.
Bila dari judul surat atau hal lain ternyata, bahwa surat-surat itu tidak termasuk dalam warisan,
maka surat-surat itu dilarang dibuka, atau bila orang yang meninggal dunia menunjuk pada
suatu tujuan tertentu, maka setelah memanggil Pihak-pihak yang berkepentingan, pejabat
tersebut menyerahkan surat-surat itu dalam keadaan tertutup kepada mereka, jika tidak ada
seorang pun mengajukan perlawanan terhadap hal itu; atau ia dapat juga memerintahkan agar
surat-surat itu dalam keadaan tertutup diserahkan pada kantor karesidenan untuk kemudian
diserahkan pada orang yang ternyata berhak. (Rv. 655-50, 656, 675-80.)
Pasal 658.
Pada hari yang telah ditentukan dan tanpa suatu pemberitahuan, pejabat yang bertugas
melakukan penyegelan membuka surat-surat yang tidak- dittajukan kepada orang-orang seperti
termaksud dalam alinea terakhir pasal di muka; ia menerangkan keadaan surat-surat itu dan
memerintahkan untuk sementara disimpan di kantor karesidenan dan kemudian diserahkan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Semuanya tidak mengurangi formalitas-formalitas seperti tersebut dalam Bab XIII Buku Kedua
KUHPerd. mengenai pembukaan surat-surat wasiat yang bersifat rahasia. (KUHPerd. 940, 942;
Rv. 657, 675-80.)
Pasal 659.

(s. d. u. dg. S. 1925-497.) Bila seseorang mengajukan perlawanan terhadap penyegelan, atau

bila ditemukan halangan-halangan, atau baik sebelum maupun pada saat penyegelan diajukan
keberatan-keberatan, maka ketua raad van justitie dalam acara singkat memutuskan hal-hal
tersebut, jika penyegelan dilakukan di daerah, di mana terdapat raad van justitie.
Bila penyegelan dilakukan di daerah lain, maka pejabat yang ditugaskan untuk itu segera
mengirimkan turunan otentik dari berita acaranya kepada ketua raad van justitie untuk
dimohonkan keputusannya.
Dalam segala hal, penyegelan dihentikan dan oleh pejabat yang ditugaskan dengan penyegelan,
diangkat penyiinpan-penyimpan di luar atau menurut keadaan juga di dalam rumah.
Akan tetapi, pejabat tersebit dengan tidak mengurangi kewajibannya dapat menetapkan
sebelumnya suatu penundaan, tidak mungkin untuk segera menyerahkan hal itu kepada
keputusan ketua raad van justitie. (Rv. 55-10, 283 dst., 652, 655, 668, 669-80; RBg. 321-10; 322200.)

Pasal 660.
Bila dalam harta peninggalan tidak ditemukan barang-barang bergerak apa pun, pejabat yang
ditugaskan melakukan penyegelan menyatakan hal itu dengan akta yang dibuatnya.
Jika dalam harta peninggalan itu terdapat barang-barang bergerak, yang pemakaiannya
diperlukan oleh penghuni-penghuni rumah, atau yang tidak dapat bersama-sama disegel, maka
pejabat itu membuat berita acara yang memuat suatu uraian singkat mengenai barang-barang
yang tidak disegel.
Bila dalam harta peninggalan terdapat surat dagang yang mendatangkan kerugian jika dilakukan
penyegelan, maka pejabat termaksud yang lalu membuat suatu uraian singkat tentang hal itu

Page 99 of 149

dalam berita acara dan menyerahkan surat tersebut kepada pihak yang berkepentingan. (F. 99;
Rv. 655-50.)
Bagian 2.
Perlawanan Terhadap Pengangkatan Segel.
Pasal 661.
Mereka yang berhak untuk hadir pada waktu dibuat daftar barang-barang, dapat mengajukan
perlawanan terhadap pengangkatan segel-segel di luar kehadiran mereka. (Rv. 662, 666-30, 667,
673 dst.)
Pasal 662.

(s. d. u. dg. S. 1925-497.) Perlawanan terhadap pengangkatan segel-segel diajukan dengan

pernyataan tertulis atau lisan oleh pelawan yang kemudian dimasukkan dalam berita acara
penyegelan, pernyataan mana berisikan alasanalasan dari perlawanan dan pilihan tempat tinggal
di ibu kota dari daerah, dalam daerah mana penyegelan dilakukan, jika ia tidak bertempat tinggal
di daerah itu. (KUHperd. 24 dst.; Rv. 55-10, 92, 655, 666.)
Bagian 3.
Pengangkatan Segel.

Pasal 663.
Suatu segel hanya boleh diangkat setelah lewat tiga hari penuh sejak penyegelan dilakukan,
kecuali dalam hal ada keharusan yang mendesak, hal mana diputuskan oleh pejabat yang
ditugaskan melakukan penyegelan. (KUHPerd 1365; Rv. 55-10, 655-10, 669.)
Pasal 664.
Bila para ahli waris atau beberapa di antaranya belum cukup umur, dan tidak diwakili seperti
tersebut dalam alinea kedua dari pasal 360 KUHPerd., maka pengangkatan segel tidak boleh
dilakukan sebelum diadakan perwalian. (KUH-Perd. 386, 419, 429; Rv. 653-50; 654, 671.)
Pasal 665.
Semua orang, yang berdasarkan pasal 653 berhak untuk menyuruh melakukan penyegelan,
dapat pula menuntut pengangkatan segel; kecuali mereka yang minta dilakukan penyegelan
berdasarkan nomor 31 dari pasal tersebut. (KUHPerd. 386, 1008; Rv. 653-40 dan 50, 659, 661,
664, 666, 673.)
Pasal 666.

(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Formalitas-formalitas untuk dapat melakukan pengangkatan segel

adalah:
10. tuntutan untuk itu yang dicatat dalam pemlintaan penyegelan dengan pilihan tempat tinggal
di ibu kota dari daerah, dalam daerah mana penyegelan dilakukan, jika pemohon tidak
bertempat tinggal di daerah itu dan jika hal itu belum dilakukan; (KUHPerd. 24; Rv. 655-20,
662.)
20. perintah dari pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan dengan penetapan hari dan
jam pengangkatan segel; (Rv. 655- 10, 669-30.)
0
3 . suatu pemberitahuan untuk hadir pada pengangkatan segel yang harus disampaikan paling
lambat dua puluh empat jam sebelum pengangkatan segel dilakukan, kepada suami atau
istri yang masih hidup, kepada para ahli waris yang diperkirakan sepanjang dapat diketahui,
kepada para pelaksana suatu wasiat, kepada kreditur yang minta atas dasar tuntutannya

Page 100 of 149

penyegelan dilakukan, dan kepada mereka yang mengajukan keberatan terhadap suatu
pengangkatan segel di luar kehadirannya. (KUHPerd. 383, 452; Rv. 653, 662.)
Pemberitahuan untuk para kreditur dan pelawan tersebut terakhir disampaikan di tempat yang
mereka pilih dan selanjutnya pemberitahuan itu tidak perlu disampaikan kepada orang-orang
lainnya tersebut, bila mereka bertempat tinggal di luar daerah, di mana segel harus diangkat,
tetapi pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan akan menunjuk, atas biaya mereka,
seorang notaris atau orang lain yang dapat dipercaya, untuk mewakili mereka karena
ketidakhadirannya pada pengangkatan segel dan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 2,4,
1010; Rv. 16, 665-20, 661 dst, 668, 669-40, 670, 674.)
Pasal 667.
Suami atau istri yang masih hidup, para ahli waris yang diperkirakan, atau orang-orang yang
mewakili mereka, dan para pelaksana wasiat, dapat hadir pada semua sidang tentang
pengangkatan segel dan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1005.)
Pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan bebas untuk menentukan, bahwa sesudah
sidang pertama, orang-orang lain yang telah dipanggil menurut pasal terdahulu, pada sidangsidang selanjutnya tidak diizinkan kecuali secara bersama-sama dan atas biaya mereka, diwakili
oleh seorang kuasa yang mereka sepakati tanpa penundaan, atau jika tidak, akan diangkat oleh
pejabat tersebut. (KUHPerd. 1811.)
Bila salah satu dari mereka yang berkepentingan mengajukan kepentingan-kepentingan khusus
atau yang bertentangan, maka ia, atas izin dari pejabat tersebut, dapat tetap hadir secara
pribadi, atau atas biaya sendiri diwakili oleh seorang kuasa khusus yang ditunjuknya. (Rv. 666.)
Pasal 668.
Bila pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan, setelah diajukan tuntutan, menolak
mengangkat segel-segel, maka sengketa itu diputus oleh ketua raad van justitie menurut cara
seperti diuraikan dalam alinea kesatu dari pasal 659. (Rv. 283 dst.; RBg. 321-10, 322-200.)
669.
Berita acara pengangkatan segel berisikan:
10. penyebutan tentang hari dan jam dilakukannya pengangkatan segel; (Rv. 655-10.)
20. nama dan tempat tinggal atau tempat tinggal yang dipilih dari orang yang menuntut
pengangkatan segel; (Rv. 66, 666-10.)
30. penyebutan perintah untuk mengangkat segel; (Rv. 666-20.)
40. penyebutan pemberitahuan seperti dimaksud oleh nomor 30 dari pasal 666;
50. kehadiran dan semua tuntutan atau keterangan-keterangan dari para pihak;
60. pengenalan segel-segel dan pendapat tentang segel-segel itu dalam keadaan utuh dan
tidak rusak. Bila tidak demikian halnya, maka harus disebutkan keadaan yang ditemui
dan tindakan-tindakan yang menurut pejabat yang bertugas melakukan penyegelan
dianggap perlu dan telah diambilnya; (Sv. 6; KUHP 232.)
70. pengangkatan seorang notaris dan penaksir-penaksir, bila ada alasan-alasan untuk itu,
yang dipilih oleh orang-orang yang berkepentingan, atau bila ada perselisihan, yang
diangkat oleh pejabat tersebut, demikian pula pengambilan sumpah para penaksir oleh
pejabat itu; (Rv. 283, 670, 675-10, 676.)
0
8 . pengajuan keberatan-keberatan dan perselisihan-perselisihan yang timbul di antara
para pihak yang berkepentingan pada pengangkatan segel yang memerlukan suatu
keputusan.
Dalam hal itu diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam pasal 659.
surat perintah yang memuat keputusan dari ketua raad van jusititie dituliskan di atas berita
acara pengangkatan segel. (Rv. 283 dst., 290.)
Pasal 670.
Bila pada pengangkatan segel-segel, alasan untuk melakukan penyegelan tidak gugur, dan pada
pengangkatan itu harus dilakukan pendaftaran harta peninggalan, maka segel-segel itu diangkat,

Page 101 of 149

tergantung dari pendaftaran yang dilakukan; pada akhir tiap sidang dilakukan penyegelan lagi
atas barang yang belum didaftar, tetapi telah diangkat segelnya. (Rv. 655-10; 664, 671, 673,
675.)
Pasal 671.
Dalam hal alasan untuk penyegelan gugur sebelum pengangkatan segel dilakukan atau pada saat
sedang dilakukan, maka segel-segel itu sekaligus diangkat dan berakhirlah kehadiran selanjutnya
dari pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan pada pendaftaran harta peninggalan jika hal
ini dilakukan. (KUHPerd. 386, 1008 dst., 1024, 1128; Rv. 655-10, 673.)
Bagian 4.
Inventarisasi Atau Pendaftaran Harta Peninggalan.
Pasal 672.
Pendaftaran harta peninggalan setelah pengangkatan segel-segel, bila orang-orang yang
berkepentingan sepakat, dapat dilakukan secara di bawah tangan dalam semua hal, di mana
undang-undang tidak dengan tegas menentukan sebaliknya. (KUHPerd. 127, 386, 464, 783, 981,
990, 1128; KUHD 346.)
Akta dari pendaftaran harta peninggalan, yang ditandatangani oleh para pihak, diserahkan di
kantor Balai Harta Peninggalan di tempat orang yang meninggal dunia dibawah sumpah para
pihak menurut cara yang sama seperti ditentukan dalam hal anak-anak yang belum dewasa
dalam pasal 386 KUHPerd. (KUHPerd. 23, 1041; Rv. 670, 675; F. 91; Wsk. 50.)
Pasal 673.
Semua orang yang menur-ut pasal 653 mempunyai hak untuk minta dilakukan penyegelan,
dalam pengangkatan segel-segel berhak untuk minta inventarisasi atau pendaftaran harta
peninggalan, kecuali mereka yang minta dilakukan penyegelan berdasarkan nomor 31 pasal
tersebut. (KUHPerd. 1041, 1149-10; Rv. 665, 670, 674.)
Pasal 674.
Bila pada pengangkatan segel-segel sampai dilakukan pendaftaran harta peninggalan, maka hal
ini dilakukan dengan kehadiran orang-orang tersebut pada nomor 31 pasal 666, dan berdasarkan
ketentuan-ketentuan itu segel-segel diangkat. (Rv. 667.)
Pasal 675.
Dalam hal-hal di luar penyegelan, di mana oleh undang-undangjuga ditentukan suatu
pendaftaran harta peninggalan, atau pendaftaran harta peninggalan setelah penyegelan
diangkat, maka pendaftaran harta peninggalan itu, kecuali formalitas-formalitas dari semua akta
umum atau di bawah tangan, memuat: (KUHPerd. 127, 386, 464, 783, 819, 1023, 1073, 1874,
1880; KUHD 346; F.91.)
10. nama kecil, nama dan tempat tinggal dari orang-orang yang hadir atau yang diwakili dan
wakil-wakil mereka; dari orang-orang yang tidak hadir, bila mereka diketahui dan telah
dipanggil, dan dari para penaksir; (KUHPerd. 390, 981, 990, 1078; Rv. 669-70, 674.)
0
2 . penyebutan tentang tempat, di mana pendaftaran itu dilakukan, dan barang-barang
ditemukan; (Rv. 652.)
30. uraian singkat tentang barang-barang dengan penyebutan penilaian dari barang-barang
bergerak;
40. penyebutan tentang mata uang, demikian pula tentang keadaan dan bobot dari barangbarang emas dan perak;
50. penyebutan tentang buku-buku catatan atau daftar-daftar, jika barang-barang itu ada. Bila
pendaftaran dilakukan di hadapan seorang notaris, maka buku-buku atau daftar-daftar
tersebut oleh notaris pada halaman pertama dan terakhir diberi tanda pengesahan dan jika

Page 102 of 149

pendaftaran harta peninggalan itu dilakukan secara di bawah tangan, pengesahan itu
dilakukan oleh salah seorang dari pihak-pihak yang bersangkutan yang ditunjuk atas
kesepakatan mereka; (KUHPerd. 1881.)
60. penyebutan alas-alas hak yang ditemukan dan juga perikatan-perikatan tertulis yang
merugikan atau menguntungkan harta peninggalan (budel). (KUHPerd. 1884 dst., 1891.)
70. penyebutan sumpah pada penutupan pendaftaran harta peninggalan atau di hadapan
notaris, atau di hadapan pejabat yang ditugaskan melakukan penyegelan yang dilakukan
oleh mereka yang sebelumnya menguasai barang-barang atau yang menghuni rumah di
mana barang-barang itu berada, bahwa mereka tidak menggelapkan sesuatu apa pun,
demikian pula tidak melihat atau mengerti ada sesuatu yang digelapkan; (KUHPerd. 386,
1912; Rv. 655-70, 672; Sv. 149; IR. 180 dst., 278.)
0
8 . bahwa terhadap wasiat-wasiat dan surat-surat yang tidak termasuk warisan, yang
ditemukan dalam harta peninggalan itu, telah diperlakukan ketentuan-ketentuan dari pasal
656, 657 dan 658 dan penyebutan kepada siapa efek-efek dan surat-surat dari harta
peninggalan itu diserahkan, baik berdasarkan undang-undang maupun menurut persetujuan
para pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 935 dst., 1007; 1874.)
Pasal 676.
Bila pada pendaftaran harta peninggalan terdapat keberatan-keberatan atau perselisihanperselisihan, maka para pihak, juga notaris yang melakukannya, mengajukan permohonan
kepada ketua raad van justitie, dalam daerah hukum mana pendaftaran harta peninggalan
dilakukan, untuk memutuskan lebih dahulu dengan acara singkat. (RBg. 321-10, 322-200.) (s.d.u.
dg. S. 1925-497.) Jika pendaftaran harta peninggalan dilakukan di luar daerah, di mana raad van
justitie bersidang, maka notaris menguraikan dengan jelas keberatan-keberatan dan perselisihanperselisihan dalam berita acara yang dibuat olehnya, yang setelah dibacakan, turut
ditandatangani oleh para pihak, kecuali jika mereka tidak dapat menulis atau tidak mau
menandatangani, hal harus disebutkan. Berita acara ini segera diajukan dengan suatu surat
permohonan kepada ketua tersebut yang segera tanpa suatu formalitas menjatuhkan keputusan
yang dapat dilaksanakan lebih dahulu. (Rv. 283 dst., 290, 599, 668, 669-80.)
Bagian 5.
Penjualan Barang-barang Bergerak.
Pasal 677.
Bila semua ahli waris sudah dewasa, dan bebas menguasai barang-barang mereka, maka
penjualan barang-barang bergerak yang termasuk warisan dapat dilakukan di tempat dan
dengan cara seperti disepakali oleh para pihak, asalkan kesepakan itu tidak bertentangan dengan
peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada tentang lembaga pelelangan. (KUHPerd.
108, 330, 424 dst., 433 dst., 1012, 1034, 1070; Rv. 678, 680, 683, 695; S. 1908-189.)
Pasal 678.
Jika harus dilakukan penjualan barang-barang bergerak, di mana diantara mereka yang
berkepentingan terdapat anak-anak yang belum dewasa, orang-orang yang berada di bawah
pengampuan atau orang-orang yang tak hadir, atau jika tidak terdapat kesepakatan di antara
para ahli waris, maka penjualan dilakukan di depan umum dengan perantaraan kantor lelang
menurut kebiasaan setempat. (AB. 15; KUHPerd. 389; Rv. 680, 684, 698.)
Pasal 679.
Akan tetapi bila semua orang yang berkepentingan sepakat, juga bila di antara mereka yang
berkepentingan terdapat orang-orang yang belum cukup umur atau yang berada di bawah
pengampuan, maka raad van justitie, tergantung dari keadaan, dapat mengizinkan bahwa

Page 103 of 149

penjualan itu dilakukan dengan cara yang lain daripada yang diharuskan dalam pasal 389 dari
KUHPerd. (Rv. 467 dst., 678, 685, 698.)
Pasal 680.
Jika penjualan itu harus dilakukan di depan umum, maka ketua raad van justitie, atas
permohonan salah satu pihak, dapat memerintahkan agar penjualan itu segera dilaksanakan.
Ia menentukan jangka waktu, dalam mana penjualan itu harus dilakukan, jika para pihak tidak
mencapai kesepakatan tentang hal itu.
Ia juga memerintahkan bahwa tentang satu dan lain hal itu diberitahukan pada pihak-pihak yang
berkepentingann lainnya dengan cara dalam waktu sedemikian rupa yang dipandang pantas
sesuai dengan keadaan. (KUHPerd. 389; Rv. 677 dst., 681, 686.)
Pasal 681.
Penjualan dilakukan, baik di luar hadimya maupun dengan dihadili oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. (Rv. 680, 687.)
Pasal 682.
Dalam hal timbul keberatan-keberatan, maka hal itu diputus oleh ketua raad van justitie lebih
dahulu dengan acara singkat. (Rv. 283 dst., 688; RBg. 321-10, 322-200.)
Bagian 6.
Penjualan Barang-barang Tetap.
Pasal 683.
Bila barang-barang tetap merupakan kepunyaan orang-orang dewasa saja, yang menguasai
dengan bebas barang-barang itu, maka barang-barang itu dapat dijual dengan cara sedemikian
seperti mereka sepakati, asalkan kesepakatan itu tidak bertentangan dengan peraturanperaturan perundang-undangan yang ada mengenai lembaga lelang. (KUHPerd. 108, 330, 424
dst., 430, 433 dst., 1012, 1034, 1070; Rv. 677, 684, 695; S. 1908-189.)
Pasal 684.
Bila harus dilakukan penjualan barang-barang tetap yang seluruhnya atau sebagian merupakan
kepunyaan orang-orang yang belum cukup umur, orang yang berada di bawah pengampuan atau
yang tak hadir, atau juga jika para ahli waris tidak mencapai kata sepakat, maka penjualan itu
harus dilakukan dengan cara seperti diatur dalam pasal 395 KUHPerd.; akan tetapi dengan
ketentuan, bahwa dalam hal tersebut terakhir campur tangan dari Balai Harta Peninggalan tidak
diharuskan. (KUHPerd. 393 dst., 396 dst., 1076; Rv. 678, 686, 698.)
685. Jika semua orang yang berkepentingan mencapai kata sepakat, maka bila di antara orangorang yang berkepentingan itu terdapat juga orang-orang yang belum cukup umur atau
orang yang berada di bawah pengampuan, raad van jusititie, tergantung dari keadaan,
dapat mengizinkan bahwa penjualan barang-barang tetap itu dilakukan dengan cara
sedemikian seperti ditentukan dalam pasal 396 KUHPerd. (KUHPerd. 506, 1076; Rv. 679.)
Pasal 686.
Bila penjualan itu harus dilakukan di depan umum, maka atas permohonan salah satu pihak raad
van justitie dapat memerintahkan, agar penjualan itu segera dilaksanakan.
Bila para pihak tidak bersepakat tentang itu, raad van justitie menetapkan jangka waktu, dalam
waktu mana penjualan harus dilaksanakan. Raad van justitie memerintahkan juga agar
semuanya itu diberitahukan kepada orang-orang yang berkepentingan lainnya, dengan cara dan
dalam waktu sedemikian sebagaimana dipandang pantas menurut keadaan. (KUHPerd. 395,
1076; Rv. 680.)

Page 104 of 149

Pasal 687.
Penjualan dilakukan, baik di luar kehadiran maupun dengan kehadiran para pihak. (Rv. 681,
686.)
Pasal 688.
Dalam hal terjadi keberatan-keberatan, maka hal itu diputus oleh ketua raad van justitie lebih
dahulu dengan acara singkat. (Rv. 283 dst., 682; RBg. 321-10, 322-200.)
Bagian 7.
Pembagian.
Pasal 689.
Tuntutan hukum terhadap pemisahan harta peninggalan diajukan pada raad van justitie dengan
pemanggilan dalam bentuk biasa. (KUHPerd. 128, 405, 573, 1066 dst., 1072, 1652; Rv. 99, 102.)
Pasal 690.
Keputusan yang memerintahkan suatu pemisahan harta peninggalan, memuat pengangkatan
seorang notaris, di hadapan notaris mana pemisahan itu dilakukan, jika para yang
berkepentingan tidak mencapai kata sepakat mengenai pilihan seorang notaris.
Dalam keputusan itu dapat ditentukan hari, bilamana para pihak diharuskan hadir tanpa
diperlukan suatu panggilan lagi. (KUHPerd. 1069, 1071 dst., 1074.)
Pasal 691.
Jika selama dilakukan pekerjaan pemisahan timbul keberatan-keberatan, maka notaris membuat
berita acara tersendiri tentang hal itu yang memuat keterangan-keterangan dari para pihak.
Suatu turunan dari berita acara itu harus dikirim olehnya kepada kepaniteraan, dan pihak yang
paling siap menyuruh memanggil pihak lawannya di depan raad van justitie. (KUHPerd. 1075.)
Pasal 692.
Bila pada saat dilakukan pekerjaan pemisahan dipandang perlu untuk menjual barang-barang
bergerak, maka hal itu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan KUHPerd. dan bagian
kelima bab ini. (KUHPerd. 389, 1076; Rv. 678 dst.)
Pasal 693.
para notaris berkewajiban untuk memberikan turunan atau petikan dari akta pemisahan pada
tiap pihak, jika yang berkepentingan memintanya. (KUHPerd. 1885; Rv. 854 dst.)
Bagian 8.
Hak Istimewa Untuk Pendaftaran Harta Peninggalan.
Pasal 694.
Bila seorang ahli waris yang sedang berpikir-pikir sesuai dengan pasal 1026 KUHPerd., hendak
memberi kuasa untuk menjual barang-barang bergerak yang termasuk warisan, maka untuk itu
ia harus mengajukan permohonan kepada raad van justitie yang daerah hukumnya meliputi
tempat warisan jatuh terbuka. (KUHPerd. 23, 1026 dst.; Rv. 99, 777.)
Pasal 695.
Jika harus ditaksanakan penjualan barang-barang bergerak atau barang-barang tetap dari
warisan itu, maka si ahli waris yang menerima warisan dengan hak istimewa untuk pendaftaran

Page 105 of 149

harta peninggalan diwajibkan bersikap menurut aturan-aturan seperti dimuat dalam pasal 1034
KUHPerd. (KUHPerd. 393, 1029.)
Pasal 696.
Bila seorang ahli waris yang menerima warisan dengan hak istimewa untuk pendaftaran harta
peninggalan menolak atau lalal memberi jaminan seperti diuraikan dalam pasal 1035 KUHPerd.,
maka setelah lewat delapan hari, untuk itu ia dapat dipanggil di depan pengadilan, dan jika ia
tetap menolak atau tidak hadir, oleh raad van justitie diperintahkan pada Balai Harta Peninggalan
untuk bertindak seperti diatur dalam alinea kedua dari pasal tersebut. (Rv. 99, 611 dst., 694,
697.)
Pasal 697.
Gugatan-gugatan oleh ahli waris yang menerima warisan dengan hak istimewa untuk
pendaftaran harta peninggalan, atas beban dari harta warisan, harus diajukan terhadap para ahli
waris yang lain, dan jika ada ahli waris yang lain, atau bila gugatan itu diajukan oleh semua ahli
waris, hal itu harus diajukan terhadap Balai Harta Peninggalan, sesudah balai tersebut, atas
permohonan mereka yang berkepentingan, atau atas usul dari kejaksaan, diperintahkan oleh
raad van justitie untuk menjadi kurator terhadap harta warisan yang telah diterima dengan hak
istimewa untuk pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1032-20, 1127 dst.; Rv. 777.)
Bagian 9.
Penjualan Barang-barang Bergerak Dan Barang Tetap yang Termasuk
Dalam Barang-barang Tak Terurus.
Pasal 698.
Tentang penjualan barang bergerak dan barang tetap yang termasuk dalam barang-barang tak
terurus, balai harta peninggalan berkewajiban untuk memenuhi formalitas-formalitas seperti
diatur dalam pasal 678, 679 dan 684. (KUHPerd. 1126 dst.; Rv. 777; Weesk 66.)
BAB III.
PELEPASAN HARTA KEKAYAAN
Pasal 699.

(s. d. u. dg. S. 1906-348.) Pelepasan harta kekayaan terjadi jika debitur yang tidak mampu untuk

membayar utang-utangnya, menyerahkan semua barang miliknya kepada para kreditur.


(KUHPerd. 1131 dst.; Rv. 451-20, 452, 749-10.)
Pasal 700.

(s.d.u. dg. S. 1906-348; S. 1908-522.) Pelepasan harta kekayaan memerlukan penerimaan

secara sukarela oleh para kreditur. Pelepasan itu tidak mempunyai akibat lain daripada apa yang
bersumber pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang dibuat antara mereka dan debitur.
(KUH 591-30.)
701.

Ditarik kembali dg. S. 1906-348.


Pasal 702.

(s. d. u. dg. S. 1.906-348; S. 1908-522,) Pelepasan harta kekayaan tidak memindahkan hak milik

pada para kreditur; pelepasan itu hanya memberi hak untuk menjual barang-barang itu untuk
keuntungan mereka, dan untuk menarik hasil-hasil sampai terjadinya penjualan.
Apa yang menjadi sisa dari hasil penjualan sesudah pemenuhan dari semua para kreditur,
dibayarkan pada debitur. (Rv. 482, 558, 700.)

Page 106 of 149

703-713.

Ditarik kembali dg. S. 1906-348.


BAB IV
SARANA MEMPERTAHANKAN HAK
(Rbg. 321-10, 322-200.)
Bagian 1.
Sita Revindikasi Barang Bergerak.
(Compt. 65 dst.; S. 1926-28 jo. 29, pas. 9; S. 1905-137 pas. 23.)
Pasal 714.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Barangsiapa mempunyai hak menuntut kembali atau hak reklame atas

barang bergerak dapat menyitanya. (KUHPerd. 509 dst., 574, 582 dst., 1145, 1702, 1741, 1977;
KUHD 230 dst., 240, 555; Rv. 763h dst., 924, 971; IR. 226; RBg. 260.)
Pasal 715.
Tidak dapat dilakukan penyitaan kecuali dengan surat perintah raad van justitie berdasarkan
surat permohonan yang menyebutkan dengan singkat barang-barang yang dimohon untuk disita,
dengan ancaman membayar biaya, kerugian dan bunga, baik terhadap pihak maupun terhadap
juru sita yang telah melakukan penyitaan tanpa surat perintah semacam itu. (KUHPerd. 1365;
Rv. 21, 60, 98, 460, 971.)

Pasal 716.
Ketua raad van justitie dapat mengizinkan melakukan penyitaan pada hari Minggu. (Rv. 17, 283,
596.)
717.

Dihapus dg. s. 1938-360jis. 361, 276.

Pasal 718.
Penyitaan akan dilakukan dengan cara seperti dalam penyitaan eksekusi barang-barang
bergerak. (Rv. 443 dst.; 447, 453 dst.)
(s.d.t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Ketentuan dalam pasal 448b alinea pertama (1) berlaku juga
dalam hal ini, bahwa nilai barang yang disita menjadi pengganti nilai tuntutan yang memerlukan
penyitaan.
Mengenai bunyi pasal 448b, lihat catatan kaki pasal 823b.
Pasal 719.
Dalam waktu delapan hari maka penyitaan itu harus disusul dengan tuntutan pernyataan sah dan
berharga atas sitaan itu. Tuntutan itu, begitu pula tuntutan pengangkatan sita, diajukan kepada
hakim yang menetapkan sitaan yang bersangkutan.

(Dg. S. 1908-522 alinea kedua diganti dengan tiga alinea berikut.)


Gugatan yang mengandung tuntutan kepada orang yang tidak memegang/menguasai barang
yang akan disita diberitahukan kepada orang tersebut dalam waktu delapan hari setelah
penyitaan dilakukan. (RBg. 322-160).
Jika orang yang memegang/menguasai barang yang akan disita bertempat tinggal di luar tempat
tinggal tergugat, maka tenggang waktu tersebut dalam alinea kedua diperpanjang menurut
ukuran yang ditetapkan dalam pasal 10, dengan pengertian bahwa jika keadaannya adalah
seperti yang tersebut dalam alinea terakhir pemberitahuan dilakukan dalam waktu empat puluh
hari.

Page 107 of 149

Jika tidak diajukan tuntutan sah dan berharga dan gugatan seperti tersebut dalam dua alinea
terakhir tidak diberitahukan dalam waktu yang telah ditentukan, maka gugatan gugur demi
hukum. (Rv. 10, 15, 17, 72, 99, 117, 241, 926, 972.)
Bagian 2.
(RBg. 321-10, 322-200)
Penyitaan Atau Putusan yang Ada Di Tangan Debitur.
Pasal 720.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Ketua raad van justitie dapat memberikan kepada kreditur, yang secara

singkat dapat menunjukkan isi gugatannya serta menunjukkan adanya kekhawatiran yang nyata
bahwa debitur akan menggelapkan barang-barang bergeraknya dan barang-barang tetapnya, izin
untuk menyita barang-barang bergerak debitur itu; ia juga dapat mendengamya lebih dahulu jika
ada alasan-alasannya. (KUHPerd. 1131 dst.; Rv. 283, 299, 726, 761, 763h, 926, 971 dst., 1001;
IR. 227; RBg. 261.)
Pasal 721.
Jika penyitaan diizinkan, maka besamya tagihan yang dijamin oleh sitaan itu disebutkan. (Rv.
302, 445, 729.)
Pasal 722.
Ketua dalam memberikan izin penyitaan sekaligus dapat memerintahkan atas penyitaan tidak
akan dijalankan jika tidak dijamin biaya, kerugian dan bunga, yang mungkin timbul karena
penyitaan tersebut.
Dalam hal itu, maka jaminan harus diberikan bersama-sama dengan perintah penyitaan dan
orang yang barangnya disita, jika dianggap bahwa uang jaminannya tidak mencukupi, dapat
meminta agar ketua dalam sidang singkat menentukannya. Namun sementara itu penyitaan
dapat dijalankan. (Rv. 283 dst., 611 dst., 725, 728.)
Pasal 723.
Tata cara yang ditentukan pada penyitaan eksekusi barang bergerak berlaku juga dalam hal ini.
(Rv. 435 dst., 443 dst., 454 dst., 971.)
Pasal 724.
Orang yang barang-barang bergeraknya diizinkan disita dapat segera mengajukan bantahan baik
dengan sidang singkat di hadapan ketua maupun di hadapan sidang raad van justitie. (Rv. 283
dst., 725 dst.)
Pasal 725.
Pengangkatan sita diperintahkan bila oleh debitur diberikan jaminan yang cukup untuk tagihan
yang menyebabkan diletakkannya sita, begitu pula, bila para pihak telah didengar secara singkat
dan terbukti bahwa tuntutan tidak dan penyitaan dipandang tidak perlu. (Rv. 611 dst., 720 dst.,
726, 763j.)
Penyitaan batal demi hukum jika permohonan pernyataan sah dan berharga tidak diajukan dalam
waktu delapan hari setelah dilakukan penyitaan itu. (Rv. 15, 17, 727, 926, 972; IR. 227; RBg.
261, 322-160.)
Dalam semua hal itu pemohon sita dihukum membayar biaya, kerugian dan bunga, apabila ada
alasan untuk itu. (KUHPerd. 1246, 1365; Rv. 607 dst.)

Page 108 of 149

Pasal 726.
Pelaksanaan surat-surat perintah dan penetapan-penetapan ketua dalam pasal-pasal terdahulu
dapat diperintahkan dengan atau tanpa penjamin meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi. (KUHPerd. 1828, 1830; Rv. 55, 287, 291, 402, 611.dst.)
Pasal 727.
Permohonan pernyataan sah dan berharga atas penyitaan diajukan kepada raad van justitie yang
berwenang untuk menangani gugatan pembayaran utang yang dimohonkan sita. (Rv. 99, 926,
971 dst.; IR. 227; RBg. 261.)
Bagian 3.
Penyitaan Di Tangan Pihak Ketiga.

(RBg. 321-10, 322-200.)


(compt. 6r).dst.; S. 1926-28 jo. 29
pas. 9; S. 1905-137 pas. 23; S. 1853-70, 7 1.)
Pasal 728.
Kecuali apa yang disebut dalam Bagian 2 Bab 11 Buku Kedua, maka setiap kreditur, atas
kekuatan surat-surat otentik atau di bawah tangan, dapat meletakkan sita atas uang dan barangbarang yang dikuasai pihak ketiga dan yang merupakan utang kepada debitur atau yang
merupakan kepunyaannya atau debitur dapat mengadakan perlawanan terhadap penyerahan
barang-barang itu kepada kreditur. (KUHPerd. 1868, 1874; Rv. 477, 763h, 9715, 1001.)
Bila tidak ada surat-surat, maka ketua raad van justitie, dalam daerah mana debitur bertempat
tinggal, dan juga raad van justitie, dalam daerah pihak-pihak ketiga bertempat tinggal, di mana
uang dan barang-barang berada, atas suatu surat permohonan, dapat memberi izin untuk suatu
penyitaan. (KUHPerd. 1571.)
Ketentuan-ketentuan dari pasal 722 berlaku juga dalam hal ini.
Tetapi penyitaan itu dapat diangkat dengan pemberian jaminan sejumlah uang, untuk mana
penyitaan dilakukan. (KUHPerd. 1388, 1434, 1820; F. 229; Rv. 61 lv, 725, 7,03j, 812.)
Pasal 729.
Setiap pemberitahuan dari juru sita tentang penyitaan memuat uraian mengenai surat-surat atau
penyebutan izin dari hakim, demikian juga mengenai jumlah uang untuk mana penyitaan
dilakukan. (Rv. 728 .)
(S.d.u. dg. S. 1908-522.) Tuntutan-tuntutan yang tidak dipenuhi dan biaya-biaya yang dapat
dibebankan pada debitur dirancang untuk sementara oleh hakim (Rv. 721.)
(s.d.u. dg. S. 1925-497.) Pemberitahuan dari juru sita memuat juga pemilihan suatu tempat
tinggal di ibu kota dari daerah, di mana pihak ketiga yang di bawah tangannya dilakukan
penyitaan bertempat tinggal, jika orang yang meletakkan sita tidak bertempat tinggal di daerah
itu. (KUHPerd. 24.)
Semuanya diancam dengan kebatalan dari penyitaan yang telah dilakukan. (Rv. 8, 92, 444.)
Pasal 730.
Pemberitahuan mengenai penyitaan oleh para penerima atau para penyimpan kas-kas atau uanguang umum, dilakukan kepada para pejabat atau mereka yang merupakan kepala kantor
tersebut, dan oleh mereka pada aslinya ditandatangani sebagai mengetahui. Dalam hal ada
penolakan, maka juru sita menyebutkan hal itu. (Rv. 750; S. 1853-70, 71.)
Pasal 731.
Dalam waktu delapan hari sesudah dilakukan penyitaan, maka pihak yang meletakkan sita,
dengan ancaman kebatalan dari penyitaan itu, berkewajiban untuk memberitahukan penyitaan
itu kepada debitur, dan melakukan pemanggilan terhadapnya untuk pernyataan-sah di depan

Page 109 of 149

raad van justitie, dalam daerah hukum mana ia bertempat tinggal, yang juga akan memeriksa
tuntutan untuk mengangkat sita. (Rv. 17, 1001.)

Dg. S. 1908-522 alinea kedua diganti dengan empat alinea berikut:

Pihak yang meletakkan sita selanjutnya berkewajiban, juga dengan ancaman kebatalan dari
penyitaan, untuk menyainpaikan turunan dari pemanggilan untuk pernyataan sah itu, kepada
pihak-pihak ketiga yang terkena sita, dalam waktu delapan hari setelah pemanggilan itu
diajukan. (Rv. 17.)
Jangka waktu delapan hari seperti tersebut dalam alinea kesatu maupun alinea kedua tersebut,
diperpanjang, sesuai dengan ukuran yang ditetapkan oleh pasal 10 jika debitur tidak bertempat
tinggal dalam karesidenan yang sama, di mana sita dilakukan atau pihak ketiga yang terkena sita
tidak bertempat tinggal dalam karesidenan yang sama, di mana pemanggilan untuk pernyataan
sah diajukan.
Bila debitur berada dalam keadaan seperti tersebut pada alinea terakhir pasal 10, maka
pemberitahuan dan pemanggilan untuk pernyataan-sah dilakukan dalam waktu empat puluh hari.
(RBg. 322-170.)
Bila pihak-pihak ketiga yang terkena sita berada dalam keadaan demikian, maka hakim yang
memeriksa tuntutan untuk pernyataan-sah, menentukan jangka waktu untuk pemberitahuan
pemanggilan itu. surat permohonan yang berisikan pemanggilan untuk pernyataan sah,
diserahkan di kepaniteraan selambat-lambatnya pada hari sidang di mana pihak yang melakukan
sita memanggil debitur. Hari penyerahan itu dicatat oleh panitera di atas surat permohonan itu.
Hakim tidak boleh memperhatikan surat permohonan, jika penyerahan itu dilakukan sesudah hari
sidang tersebut. (Rv. 15, 17, 84, 88, 99 dst., 478, 719, 725, 727 dst., 732, 744.)
Pasal 732.
Jika tuntutan debitur akan pengangkatan sita dikabulkan, maka kreditur yang meletakkan sita
dihukum untuk membayar biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga, jika terdapat alasan
untuk itu. (KUHPerd. 1365; Rv. 480, 763k.)
Pasal 733.
Bila penyitaan dinyatakan sah, maka keputusan itu diberitahukan kepada pihak ketiga, di bawah
siapa sita diletakkan, dalam waktu satu bulan setelah keputusan diucapkan; bila pihak yang
meletakkan sita membiarkan jangka waktu itu lewat, maka pembayaran-pembayaran yang
dilakukan oleh pihak ketiga menjadi sah. (KUHPerd. 1388; Rv. 68, 437, 481.)
Pasal 734.
Bersamaan dengan pemberitahuan keputusan yang menyatakan sahnya penyitaan itu, pihak
ketiga yang terkena sita dipanggil di depan hakim yang sama, untuk memberi keterangan
tentang barang-barang dari si terhukum yang ia kuasai, atau yang merupakan utang padanya;
selanjutnya untuk dibukum mengembalikan barang-barang yang ternyata kepunyaan si
terhukum, atau menyerahkan untuk keperluan pelaksanaan keputusan hakim demi kepentingan
pihak yang meletakkan sita, agar daripadanya dapat dipenuhi tuntutannya, dan untuk, bila tidak
memberi keterangan seperti dimaksud di muka, dihukum untuk membayar sejumlah uang yang
dituntut, untuk mana penyitaan telah dinyatakan benar, dengan bunga-bunga dan biaya-biaya,
seakan-akan ia adalah benar-benar debitur.
Dalam pemanggilan-pemanggilan ini berlaku jangka-jangka waktu biasa. (Rv. 10 dst., 99, 437,
481, 543, 739, 742, 744 dst., 747 dst.)
Pasal 735.
Keterangan-keterangan itu harus berdasarkan alasan-alasan dan berisikan suatu daftar dari
uang-uang atau barang-barang bergerak yang dikuasai pihak ketiga yang terkena sita;
penyebutan dari sebab dan jumlah utangnya; tentang pembayaran-pembayaran melalui
rekening, jika pemah terjadi dan cara pelunesan utang, jika pihak ketiga yang terkena sita

Page 110 of 149

mengaku tidak mempunyai utang lagi, dan dalam semua penyitaan-penyitaan lain yang mungkin
dilakukan di bawahnya. (KUHPerd. 1335, 1381; Rv. 543; 578.)
Pasal 736.
Keterangan itu diberikan pada hari yang telah ditentukan untuk menghadap dan dibuat secara
tertulis, yang ditandatangani oleh pihak ketiga yang terkena sita atau oleh orang lain atas
namanya. (KUHPerd. 1924; Rv. 106 dst.)
Pasal 737.
Bila pihak ketiga yang terkena sita memberi keterangan yang dianggap benar, dan jika ia tidak
menyangkal hukuman untuk menyerahkan, maka semua biaya yang dikeluarkan olehnya harus
diganti, dan ia tidak dapat diwajibkan untuk suatu penyerahan tanpa penggantian atau
pengurangan daripadanya. (Rv. 738, 748.)
Pasal 738.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Bila pihak ketiga yang terkena sita menganggap mempunyai -alasan

sah untuk membantah kewajiban pemberian keterangan itu, maka ia, jika alasan-alasannya
ditolak, diperintahkan untuk sekali lagi memberikan keterangan pada hari yang ditentukan,
dengan juga menghukum untuk membayar biaya-biaya. (Rv. 58 dst., 117, 737, 743.)

Pasal 739.
Bila ia pada hari pemangolan untuk memberi keterangan, atau pada hari seperti tersebut dalam
pasal di muka, tidak memenuhi kewajibannya untuk memberi keterangan, maka terhadapnya
dijatuhkan keputusan tanpa kehadirannya, dan ia atas kekuatan itu dihukum untuk membayar
sejumlah uang yang dituntut, untuk mana diletakkan sita, ditambah dengan bunga-bunga dan
biaya-biaya, seakan-akan ia adalah benar-benar debitur. (Rv. 78 dst., 107, 734, 737 dst., 740.)
Pasal 740.
Akan tetapi terhadap keputusan ini iadiperkenankan mengajukan perlawanan, asalkan
menawarkan kesediaan untuk membayar biaya-biayanya; dan jika sudah diberikannya
keterangan ternyata bahwa ia tidak berutang sesuatu apa pun pada orang, terhadap siapa sita
itu dilakukan, atau ia tidak menguasai suatu apa pun kepunyaan debitur, maka ia dengan
perlawanannya dibebaskan dari hukuman untuk membayar sejumlah uang yang dituntut, untuk
mana sita diletakkan. (Rv. 83 dst, 91, 741.)
Pasal 741.
Bila stas perlawanan ini ternyata bahwa yang ia kuasai atau utangnya kurang dari jumlah yang
dituntut oleh pihak yang meletakkan sita, ia cukup membayar atau menyerahkan barang itu saja,
ditambah dengan penggantian biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga yang
disebabkan oleh kelalaiannya
Pasal 742.
Pihak yang meletakkan sita dapat mengharuskan pihak ketiga, di bawah saja sita diletakkan,
untuk memperkuat kebenaran dari keterangannya dengan sumpah. (KLTHPerd. 1929 dst., 1932.)
Pasal 743.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Bila dalam sangkalan terhadap keterangan itu pihak ketiga yang

terkena sita tidak dibenarkan, maka keterangan itu diperbaiki oleh hakim, dan pihak ketiga yang
terkena sita dihukum untuk memenuhi atau menyerahkan apa yang telah ternyata menjadi
utangnya atau yang ia kuasai.
Ia dalam hal itu dapat juga dihukum untuk membayar biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bungabunga. (KUHPerd. 1365; Rv. 735, 738 dst.)

Page 111 of 149

Pasal 744.
Uang yang ternyata kepunyaan pihak yang terkena sita yang ada pada ketiga atau yang terutang
oleh pihak ketiga pada pihak yang terkena sita pada pihak yang meletakkan sita sampai jumlah
tuntutan yang dikabulkan dengan keputusan hakim tentang pernyataan-benar dan jika perlu,
berdasarkan kekuatan keputusan hakim terhadap pihak ketiga yang terkena sita, ditagih dengan
pelaksanaan keputusan. (Rv. 84, 474, 750c.)
Pasal 745.
Dengan cara yang sama pihak ketiga yang terkena sita dapat dipaksa untuk menyerahkan
barang-barang yang terkena sita kepunyaan pihak yang terkena sita yang ternyata ada pada
pihak ketiga; barang-barang itu dijual dengan pelaksanaan keputusan hakim dan uangnya
dibayarkan pada pihak yang meletakkan sita sampai suatu jumlah yang terutang padanya. (Rv.
443 dst., 446 dst., 473, 482 dst., 734.)
Pasal 746.
Perlawanan terhadap penyerahan hasil penjualan dari barang-barang yang telah disita, tidak
diperkenankan. (Rv. 461 dst.)
Pasal 747.
Akan tetapi bila, sebelum dijatuhkan keputusan terhadap pihak ketiga yang terkena sita
mengenai penyerahan, sesuai dengan tuntutan seperti tersebut dalam pasal 734, dilakukan
beberapa penyitaan oleh para kreditur lain terhadap pihak ketiga yang terkena sita, maka
keputusan hakim mengenai penyerahan itu dianggap untuk kepentingan semuanya, dan
penyitaan atau hasil penjualan barang-barang itu dibagi di antara mereka, menurut jumlah dari
tiap tuntutan yang dinyatakan benar, dengan cara seperti ditentukan dalam Bagian 3 Bab II Buku
Kedua.
Pihak ketiga yang terkena sita tidak diwajibkan untuk suatu penyerahan sebelum semua
penyitaan yang dilakukan terhadapnya dinyatakan sah atau diangkat. (Rv. 482 dst.)
Setiap orang yang meletakkan sita yang telah dinyatakan sah, jika orang-orang lain yang
meletakkan sita tidak mengajukan tuntutan untuk pernyataan-sah menurut jangka-jangka waktu
dalam hukum acara seperti diatur oleh reglemen ini, dapat campur dalam perkara yang sedang
berjalan dan dapat menuntut secara khusus agar ditentukan suatu jangka waktu untuk
penyelesaian, dan sesudah waktu itu lewat, penyitaan itu, sejauh tidak juga dinyatakan benar,
dianggap sebagai telah diangkat. (Rv. 279, 513 dst., 735.)
Pasal 748.
Jika para kreditur itu menganggap tidak dapat menerima keterangan yang diberikan oleh pihak
ketiga yang terkena sita, atau yang diperbaiki oleh hakim, maka mereka, selain hak untuk
campur dalam perkara yang sedang bergantung mengenai keterangan, dapat memanggil lagi
pihak ketiga yang terkena sita untuk memberi keterangan dan tuntutan lebih lanjut sesuai
dengan pasal 734, asal untuk itu diajukan alasan-alasan dan alat-alat bukti lain dari pada yang
digunakan pada perkara yang telah selesai dengan para kreditur lain. (Rv. 279.)
Pasal 749.

(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Sita ini tidak boleh diletakkan:

1.

2.
3.

atas barang-barang yang oleh undang-undang ditetapkan tidak boleh dilakukan penyitaan;
(Rv. 451 dst., 763i; Aut. 2.)
atas uang-uang yang diputus oleh hakim untuk keperluan perawatan; (KUHPerd. 225, 246,
321 dst., 329a.)
atas uang-uang dan tunjangan-tunangan tahunan untuk perawatan, yang oleh orang yang
meninggalkan warisan atau oleh si pemberi, dinyatakan tidak boleh dilakukan penyitaan.
Ketentuan sedemikian dapat dibuat oleh satu orang untuk kepentingan satu orang yang

Page 112 of 149

sama yang mendapat keuntungan mengenai uang-uang dan tunjangan-tunjangan tahunan


sampai jumlah f 1000, - terhitung untuk satu tahun. (KUHPerd. 1429-30; F. 20-10.)
Akan tetapi barang-barang, yang termasuk dalam nomor 20 dan 30, dapat disita untuk
menagih utang yang harus dibayar atas penyerahan kebutuhan-kebutuhan hidup untuk
keperluan orang, terhadap siapa dilakukan penyitaan. (KUHPer4. 1131 dst.; Rv. 452, 750a
dst.)
Pasal 750.
Gaji-gaji dan pensiun-pensiun para pegawai dan para pemberi jasa tidak dapat disita, selain
untuk bagian dan dengan cara seperti ditetapkan oleh peraturan-peratuan khusus untuk itu. (Rv.
481c, 730; F. 21; S. 1938-680.)

Dengan S. 1908-522 ditambahkan pasal 750a-d.

Pasal 750a
Penyitaan seperti tersebut dalam bagian ini dapat diletakkan oleh kreditur terhadap barangbarang di bawah kekuasaan dirinya, atas kekuatan surat-surat otentik atau di bawah tangan.
Akan tetapi penyitaan atas kekuatan surat-surat di bawah tangan tidak dapat dilakukan, kecuali
sesudah dengan surat permohonan untuk itu mendapat izin dari ketua raad van justitie, dalam
daerah hukum mana orang yang meletakkan sita bertempat tinggal.
Sita dapat diangkat dengan pemberian jaminan yang cukup atau pembayaran sejumlah uang,
untuk mana penyitaan dilakukan. (Rv. 728, 759, 763h, j; Cpt. 65 dst., S. 1926-28 pasal 9.)
Pasal 750b.
Sita diletakkan dengan pemberitahuan oleh juru sita pada pihak, terhadap siapa sitaan
diletakkan.
Pemberitahuan ini memuat uraian tentang surat-surat dan jika itu merupakan surat-surat di
bawah tangan, juga penyebutan tentang izin dari hakim, selardutnya penyebutan secara cermat
mengenai barang-barang atau tuntutan-tuntutan utang, dan mengenai jumlah uang, untuk mana
penyitaan dilakukan.
Tuntutan yang tidak dibayar dan biaya-biaya, yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang
terkena sita, dirancang untuk sementara oleh hakim.
Pemberitahuan itu juga memuat panggilan untuk menghadap di depan raad van justitie, dalam
daerah hukum mana pihak yang terkena sita bertempat tinggal atau, dalam hal termaksud dalam
alinea ketiga (baca : kedua) pasal di muka, di mana pihak yang meletakkan sita bertempat
tinggal, dalam hal ini untuk pernyataan-sah penyitaan itu dan penunjukan apa yang termaksud di
dalamnya.
Semuanya diancam dengan ancaman kebatalan penyitaan yang telah dilakukan. Raad van justitie
yang ditunjuk oleh alinea keempat pasal ini memeriksa juga tuntutan untuk pengangkatan sita
itu.
Pasal 732, 749 dan 750 berlaku juga terhadap penyitaan ini. (Rv. 729, 731, 734 dst.)
Pasal 750c.
Hakim menjatuhkan satu keputusan terhadap seluruh tuntutan yang diajukan dalam
pemanggilan, kecuali ia berpendapat bahwa sebagian dari padanya diputus lebih dahulu daripada
yang lain, dalam hal mana hal itu dapat dilakukan.
Bila tuntutan dikabulkan untuk seluruhnya atau sebagian, maka pihak yang meletakkan sita
berwenang untuk menagih apa yang harus dibayar padanya, yang menurut keputusan hakim
termasuk dalam penyitaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal 744, 745 dan 746.
(Rv. 750b.)
Pasal 750d.
Akan tetapi jika sebelum dijatuhkan suatu keputusan, atas kekuatan mana dapat dilakukan
penagihan, dilakukan beberapa penyitaan oleh para kreditur lain terhadap pihak yang meletakkan

Page 113 of 149

sita, maka keputusan itu berlaku terhadap semuanya, dan selanjutnya berlaku pasal 747 dan
748, dengan ketentuan bahwa para kreditur akan memperoleh hak seperti dimaksud dalam pasal
748, bila mereka menyatakan bahwa lebih dari apa yang diletakkan sita oleh pihak yang
meletakkan sita berada di bawah kekuasaannya atau harus dibayar olehnya.
Demikian juga, bila sebelum sita dari pasal 750a diletakkan, terhadap kreditur yang dimaksud
dalam pasal tersebut, sita diletakkan oleh para kreditur lain, maka apa yang ditentukan dalam
pasal 747 dan 748 juga akan menguntungkan kreditur pertama. (Rv. 735.)
Bagian 4.
Sita Gadai Untuk Sewa Dan Gann Rugi Usaha (Pacht).
Pasal 751.

(s.d.u., dg. S. 1908-522.) Pihak-pihak yang menyewakan gedung-gedung dan tanah-tanah milik,

entah untuk itu dibuat perjanjian sewa-menyewa maupun tidak, dapat segel tanpa perintah
sebelumnya, dengan izin dari ketua raad van Justitie dan bahkan dari residentierechter, jika
penyitaan harus dilakukan diluar daerah, di mana raad van justitie berada, atau juga tanpa izin
sedemikian itu. satu hari sesudah perintah diberikan - menyuruh menyita, untuk sewa-sewa yam
telah lewat dan tidak dibayar, barang-barang yang menurut pasal 1140 dan 1142 dari KUHPerd.
dinyatakan terikat untuk uang-uang sewa. (KUHPerd. 1139-20, 1143, 1581, 1589; Rv. 15, 443,
451 dst., 461, 504, 559, 756, 926, 971 dst.; Cpt. 65 dst.; S. 1926-28 jo. 29 pasal 9; S. 1905-137
pasal 23.)
Pasal 752.
Barang-barang sejenis, sepanjang barang-barang itu kepunyaan penyewa-penyewa yang
menyewa dari penyewa pertama, dapat disita untuk sewa-sewa yang terutang oleh penyewa
pertama, akan tetapi mereka akan memperoleh pengangkatan sita, bila mereka dapat
membuktikan bahwa mereka telah membayar tanpa tipu-muslihat.
Mereka tidak dapat melakukan pembayaran-pembayaran lebih dahulu, kecuali sepanjang hal itu
dilakukan sesuai dengan pasal 1582 dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata. (KUHPerd. 1140,
1559.)
Pasal 753.
Penyitaan dilakukan dengan cara yang sama dengan penyitaan atas barang-barang bergerak;
orang, terhadap siapa penyitaan dilakukan, dapat diangkat sebagai penyimpan, kecuali mengenai
buah yang masih terikat keras pada tangkai dan akar; dalam hal ini harus diangkat seorang
penyimpan yang cocok untuk itu. (Rv. 443 dst., 453 dst., 466.)
Pasal 754.

(s.d.u. dg. S. 1008-522.) Bila binatang-binatang, alat-alat kerja untuk, atau buah di ladang atau
hasil-hasil lain dari pertanian yang sudah dipisahkan dari tanah atau barang-barang sedemikian
yang masih terikat keras pada tangkai dan akar, disita, maka residentierechter dalam daerah, di
mana penyitaan dilakukan, atas permohonan dari pelaksana, dan sesudah mendengar atau
memanggil secara cukup pihak yang terkena eksekusi, dapat mengangkat seorang atau lebih
untuk mengusahakan penanaman dan pengumpulan buah. (Rv. 455.)
Pasal 755.
Bila buah di ladang atau hasil-hasil pertanian lain, baik itu sudah dipisahkan dari tanah maupun
masih terlekat keras pada tangkai dan akar, disita, maka berita acara penyitaan itu harus
berisikan uraian mengenai tiap tanah, di atas mana barang-barang itu berada, jika mungkin
isinya, letaknya dan sedikitnya dua batasan, demikian juga jenis dari buah atau hasil pertanian.
(KUHPerd. 1140; Rv. 101, 456.)

Page 114 of 149

Pasal 756.
Barang-barang yang disita gadai tidak dapat dijual, kecuali sesudah penyitaan itu dengan
keputusan raad van justitie, dinyatakan sah sesudah pemanggilan pihak, terhadap siapa sita
diletakkan.
Bila penyitaan, sesuai dengan pasal 1142 KUHPerd., dilakukan oleh pihak ketiga, maka ia juga
akan dipanggil untuk mendengarkan pernyataan sah penyitaan itu. (Rv. 719, 725, 731, 760, 763,
971 dst., 1001.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Penyitaan gugur demi hukum, jika tuntutan untuk pernyataan-sah tidak
diajukan dalam waktu delapan hari sesudah sita itu diletakkan. (Rv. 17, 750b, 763c, 972.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Bila seseorang, terhadap siapa sita diletakkan, bertempat tinggal di lain
karesidenan daripada karesidenan di mana sita diletakkan, maka jangka waktu seperti tersebut
dalam alinea di muka diperpanjang menurut ukuran yang ditetapkan dalam pasal 10 dengan
ketentuan bahwa, jika terdapat keadaan seperti dimaksud dalam alinea terakhir dari pasal itu,
pemberitahuan harus dilakukan dalam waktu empat puluh hari. (Rv. 17.)
Bagian 5.
Penyitaan Terhadap para Debitur
yang Tidak Mempunyai Tempat Tinggal
yang Diketahui, Dan Terhadap Orang-orang Asing,
Bukan Penduduk.
Pasal 757.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Setiap kreditur, sekalipun tidak mempunyai bukti tertulis, tanpa suatu

perintah sebelumnya, tapi dengan izin dari ketua raad van justitie, dalam daerah hukum mana
barang-barangnya berada, bahkan juga dari residentierechter di tempat-tempat yang terletak di
luar daerah, dimana raad van justitie bersidang, dapat menyuruh melakukan sita atas barangbarang dari debiturnya, jika ia tidak mempunyai tempat tinggal yang diketahui di wilayah
Indonesia. (AB. 3; Nedsch. 12; KUHPerd. 17, 1867; Rv. 443, 504, 559, 751, 762, 763h dst., 926,
971 dst., 1001.)
Pasal 758.
Formalitas-formalitas dalam reglemen ini yang ditentukan untuk sita eksekutorial atas barangbarang bergerak, berlaku terhadap sita ini. (Rv. 443 dst.)
Pasal 759.
Pihak yang meletakkan sita adalah penyimpan demi hukum dari barang-barang yang disita, jika
barang-barang itu berada di dalam kekuasaannya; jika tidak, maka diangkat seorang penyimpan
atas barang-barang itu. (KUHPerd. 1139-60 dan 70, 1147; Rv. 454.)
Pasal 760.
Ketentuan-ketentuan dari alinea kesatu pasal 756 berlaku juga untuk sita ini, dan tuntutan untuk
pernyataan sah diajukan di depan raad van justitie, dalam daerah mana sita itu diletakkan. (Rv.
926, 972.)
Pasal 761.

(s.d.u. dg. S. 1915-299, 642.) Orang-orang tersebut dalam pasal 580 nomor 100 (baca: 90), jika

perkaranya tidak mungkin ditunda, tanpa keputusan hakim terhadap mereka, atas perintah dari
ketua raad van justitie, dapat disandera lebih dahulu karena suatu utang yang telah jatuh waktu
dan dapat ditagitr, yang dibuatnya terhadap seorang warga negara Indonesia. (RBg. 321-10,
322-200)
Formalitas-formalitas yang ditentukan dalam Bagian 2 Bab V Buku Kedua berlaku juga terhadap
penyanderaan ini. (AB. 3; Rv. 584, 595 dst., 762, 971 dst.)

Page 115 of 149

Pasal 762.
Pengangkatan sita dan penyanderaan tersebut dalam pasal 757 dan 761 dapat diminta dengan
memberikan barang atau jaminan lain yang cukup untuk utangnya dengan bunga-bunga dan
biaya. (Rv. 611 dst., 725, 763, 763j.)
Pasal 763.
Penyitaan dan penyanderaan berhenti demi hukum atau jaminan yang diberikan gugur, jika
tuntutan untuk pernyataan-sah tidak diajukan dalam waktu delapan hari sesudah barang-barang
disita, atau debitur disandera. (Rv. 15, 17, 757, 761 dst., 972.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Hal yang sama berlakujuga terhadap penyitaan, jika itu dilakukan
terhadap pihak ketiga, bila tuntutan untuk pernyataan-sah tidak diberikan kepada pihak yang
menguasai barang-barang yang disita, dalam waktu delapan hari setelah tuntutan itu diajukan.
(Rv. 750b, 756 dst., 763c, 971, 1001; RBg. 322-160.)

Dg. S. 1908-522 telah ditambahkan bagian sbb.:


Bagian 6.
Penyitaan Atas Barang Tetap.
Pasal 763a.

(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dalam hal-hal seperti diatur dalam pasal 299, 720 dan 757 dapat juga

diberi izin untuk meletakkan sita atas satu atau lebih barang-barang tetap yang ditunjuk
kepunyaan debitur.
Atas penyitaan ini bertaku ketentuan-ketentuan dari kalimat terakhir pasal 720 dan pasal 721,
722, 724, 725, 726 dan 727.
Ketua raad van justitie yang memberi izin untuk melakukan penyitaan dapat sekaligus
memperpanjang jangka waktu delapan hari termaksud dalam pasal 725, atas permohonan dari
pihak yang berkepentingan, sepanjang hal itu dipandang perlu, jika tidak mungkin dalam jangka
waktu itu diajukan tuntutan untuk pernyataan-sah sehubungan dengan jarak. (KUH Perd. 506
dst.; Rv. 17, 504, 54 1; IR. 227; RBg. 261; Cpt. 65 dst.; S. 1926-28jo. 29, pasal 9; S. 1905-137
pasal 23.)
Pasal 763b.
Penyitaan dilakukan dalam bentuk dan dengan akibat-akibat tersebut dalam pasal 506, 507 dan
508 dengan pengecualian, bahwa juru sita tidak perlu pergi ke tempat barang tetap yang disita
berada, bahwa sebagai ganti dari bukti tersebut dalam pasal 506-20 harus disebut izin, atas
kekuatan mana penyitaan dilakukan dan sebagai ganti penyebutan tempat tinggal yang dipilih
seperti diharuskan dalam pasal 506-40, berita acara penyitaan harus memuat pilihan dari tempat
tinggal pengacara pada raad van justitie, dalam daerah mana barang itu berada.
Selanjutnya dalam berita acara penyitaan itu, dengan ancaman kebatalan, ditunjuk hakim,
kepada siapa tuntutan untuk pernyataan-sah diajukan. (Rv. 723, 763c, 763f.)
Pasal 463c.
Pihak yang meletakkan sita berkewajiban untuk, dalam waktu empat belas hari sesudah sita
diletakkan, mendaftarkan tuntutan untuk pernyataan sah dengan memperlihatkan pemanggilan
untuk menghadap di sidang di kepaniteraan dari majelis hakim seperti tersebut dalam berita
acara, guna dimasukkan dalam daftar yang diadakan untuk itu.
Bila pendaftaran yang diharuskan tidak mungkin dilakukan dalam waktu empat belas hari
sehubungan dengan jarak, maka jangka waktu itu dapat diperpanjang dengan cara seperti
ditentukan dalam alinea ketiga pasal 763a.
Dalam hal itu, perpangan jangka waktu itu dicatat pada pengumuman penyitaan di daftar-daftar
umum menurut pasal 507. (Rv. 719, 727, 731, 750b, 756, 763, 763b, 763f.)

Page 116 of 149

Pasal 763d.
Bila setelah penyitaan itu dinyatakan sah, dilanjutkan dengan pelaksanaan keputusan, maka
penyitaan itu dinyatakan sebagai sita eksekusi dan penjualan dilakukan sesuai dengan ketentuanketentuan dari Bagian 2 Bab III Buku Kedua reglemen ini. (Rv. 997.)
Jangka waktu dari pasal 510 dihitung mulai hari diberitahukannya keputusan hakim mengenai
pernyataan sah. (Rv. 15, 504, 521, 763c.)
Pasal 763e.
Dengan tidak mengurangi apa yang ditentukan dalam pasal 725, pihak yang meletakkan sita,
yang tidak menyertai sita yang diletakkan dengan tuntutan untuk pernyataan sah dalam jangka
waktu yang telah ditetapkan, berkewajiban, atas ancaman membayar biaya-biaya, kerugiankerugian dan bunga-bunga, jika terdapat alasan untuk itu, untuk menyuruh mencoret
pendaftaran dalam daftardaftar umum dalam waktu enam hari setelah jangka waktu untuk
mengajukan tuntutan untuk pernyataan-sah lampau. (Rv. 732, 763b dst., 763f.)
Pasal 763f.
Bila pihak yang meletakkan sita tidak memenuhi ketentuan dari pasal di muka, maka pendaftaran
berita acara mengenai penyitaan dalam daftar-daftar umum dicoret atas kekuatan suatu
keterangan dan panitera majelis hakim yang ditunjuk dalam berita acara penyitaan sesuai
dengan alinea kedua pasal 763b, yang berisikan, bahwa dalam jangka waktu tersebut dalam
pasal 763c atau dalam jangka waktu yang diperpanjang menurut alinea kedua pasal itu, padanya
tidak terjadi pencatatan tentang diajukannya tuntutan untuk pernyataan-sah.
Pencoretan dari pendaftaran dalam daftar-daftar umum dapat terjadi juga:
1. atas kekuatan dari izin untuk mencoret pendaftaran berdasarkan suatu permohonan untuk
itu seperti ditentukan dalam pasal 1196 KUHPerd; (Rv. 763a.)
2. atas kekuatan keputusan hakim yang inemuat perintah untuk mengangkat sita. (Rv. 763a jo.
725.)
Di luar izin dari yang berkepentingan, pendaftaran tidak dicoret, kecuali dengan
memperhatikan ketentuan dari pasal 437 (1) dengan perubahannya, bahwa tenggang waktu
empat puluh hari sesudah pemberitahuan keputusan hakim diganti dengan tenggang waktu
empat puluh hari sesudah keputusan hakim; (RBg. 322-181.)
3. atas kekuatan dari suatu keterangan dari panitera yang menyebutkan, bahwa telah terjadi
pelepasan instansi atau instansi tersebut telah gugur. (Rv. 271 dst., 273 dst.)
Bila perkaranya diserahkan pada hakim lain, maka keterangan seperti termaksud di sini,
dengan menyebutkan keputusan hakim tentang penyerahan itu, harus diberikan oleh
panitera dari majelis hakim yang memeriksa perkara sebagai akibat dari penyerahan itu;
(Rv. 266 dst., 763b jo. 507, 823g.)
4. atas kekuatan keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum pasti yang
memutuskan, bahwa pihak yang terkena sita dinyatakan dalam keadaan pailit atau tidak
mampu untuk membayar utang-utangnya dan atas permohonan Balai Harta Peninggalan.
(1) Mengenai bunyi pasal 437, lihat catatan kaki pasal 481g.
Pasal 763g.
Akta kuasa untuk mencoret atau turunan otentik akta demikian, demikian pula keteranganketerangan seperti tersebut dalam pasal di muka, tetap berada pada pegawai tersebut dalam
alinea ketiga pasal 507 yang mendaftar berita acara penyitaan.
Suatu kutipan dari keputusan hakim yang mengandung perintah untuk mengangkat sita atau
keputusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum pasti yang memutuskan, bahwa pihak
yang terkena sita dinyatakan dalam keadaan pailit atau tidak mampu untuk membayar utangutangnya diserahkan kepada panitera atau kepada pegawai yang mewakilinya. (Rv. 763a jo. 725,
763f, 823.)

Page 117 of 149

Dg. S. 1939-547 telah ditambahkan bagan berikut:


Bagian 7
Penyitaan Atas Pesawat Terbang.
Pasal 763h.
Kecuali penyimpangan-penyimpangan seperti tersebut di bawah ini, terhadap penyitaan atas
pesawat-pesawat terbang berlaku ketentuan-ketentuan dari bagian kesatu, kedua dan kelima
dari bab ini.
Penyimpangan penyimpangan tersebut di bawah berlaku hanya untuk pesawat-pesawat terbang
Indonesia, dan untuk pesawat-pesawat terbang yang mempunyai kebangsaan negara asing,
yang terhadapnya berlaku perjanjian tanggal 29 Mei 1933 di Roma untuk menetapkan beberapa
peraturan yang seragam tentang sita jaminan atas pesawat terbang. (AB. 22a.)
yang dimaksud dengan pesawat terbang adalah setiap pesawat yang dapat tetap bertahan di
udara karena kekuatan-kekuatan udara yang menekannya.
Pasal 763i.
Tidak boleh dilakukan penyitaan terhadap:
a. pesawat-pesawat terbang yang khusus digunakan untuk keperluan negara asing, termasuk
di dalamnya angkutan pos, akan tetapi dengan pengecualian angkutan perdagangan;
b. pesawat-pesawat terbang yang nyata-nyata digunakan pada lalu-iintas udara secara teratur
untuk angkutan umum dan pesawat-pesawat terbang cadangan yang mutlak harus
disediakan untuk itu;
c. setiap pesawat terbang lain yang digunakan untuk mengangkut orang-orang atau barangbarang dengan pembayaran, jika pesawat telah siap berangkat untuk pengangkutan
sedemikian; kecuali bila sita diletakkan untuk suatu utang yang dibuat untuk keperluan
perjalanan yang segera akan dilakukan oleh pesawat terbang itu atau untuk suatu tuntutan
yang timbul dalam perjalanan.
Ketentuan dalam alinea di atas tidak berlaku terhadap sita yang diletakkan karena tuntutan
kembali dari suatu pesawat terbang yang dicuri.
Pasal 763j.
Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam alinea di muka, tidak boleh diletakkan sita atas suatu
pesawat terbang, bila untuk menghindarinya telah diberi jaminan yang cukup. Pengangkatan
dengan segera diperintahkan atas sita yang telah diletakkan bila diberi jaminan yang cukup.
Jaminan itu adalab cukup, jika menutup jumlah dari tuntutan utang dan bungabunga dan khusus
untuk dibayarkan pada kreditur, atau jika jaminan itu menutup nilai dari pesawat terbang, jika ini
lebih keceil daripada jumlah utang dan biaya-biaya.
Bila pada waktu menawarkan jaminan untuk menghindari penyitaan terjadi perbedaan pendapat
tentang jumlah atau jenis jaminan, maka ketua raad van justitie, dalam daerah mana pesawat
terbang itu berada, atas permohonan dari pihak yang paling siap, memutuskan sesudah
mendengar atau memanggil dengan eukup pihak lawan atau wakilnya. Panggilan itu dilakukan
dengan surat tercatat oleh panitera. (RB9. 321-10, 322-200.)
Pasal 763k.
Bila bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal di muka atau tanpa dasar hukum
yang sah diletakkan sita atas suatu pesawat terbang, maka pihak yang meletakkan sita dihukum
untuk membayar biaya-biaya, kerugian-kerugian dan bunga-bunga.
Ketentuan seperti dimaksud dalam alinea di muka berlaku juga, jika debitur diharuskan
memberijaminan untuk menghindari sita yang, jika sita diletakkan, bertentangan dengan
ketentuan dalam pasal 763i atau dianggap tanpa dasar hukum yang sah.

Page 118 of 149

BAB V.
PERHITUNGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
(Weesk. 79a.)
Pasal 764.
Orang yang berkewajiban mengadakan perhitungan, akan tetapi lalai mengadakan perhitungan,
dipanggil oleh yang berkepentingan menurut jalan biasa dan perkaranya diperiksa menurut acara
biasa. (KUHPerd. 105, 124, 307 dst., 332, 409i 449, 452, 465, 472, 476, 482, 485, 790, 1014,
1036, 1130, 1354, 1002; Rv. 1 dst., 99, 118, 775.)
Pasal 765.
Dalam keputusan hakim yang memerintahkan untuk mengadakan perhitungan, ditetapkan
waktunya, dalam waktu mana diangkat seorang hakim komisaris dan di hadapannya dilakukan
perhitungan. (Rv. 55-60; 776.)
Hakim-komisaris menetapkan hati diadakannya perhitungan.
Bila pihak yang berkewajiban mengadakan perhitungan tidak datang menghadap pada hari yang
telah ditetapkan, atau tidak mengadakan perhitungan, maka ia, bila hal ini dituntut, dipaksa
dengan diadakan penyitaan dan penjualan barang-barangnya sampai sejumlah yang ditetapkan
dalam keputusan hakim.
Paksaan badan terhadapnya dapat juga diputtiskan oleh hakim, bila hakim memandang hal itu
perlu. (Rv. 58, 445, 501, 580-30, 8 dan 100, 593.)
Pasal 766.
Jika suatu keputusan hakim dibatalkan pada tingkat banding yang semula menolak tuntutan
untuk mengadakan perhitungan dan pertanggungjawaban, maka perhitungan diadakan dan
dinilai di hadapan hakim yang telah memeriksa tuntutan itu, atau di hadapan hakim lain seperti
ditunjuk oleh keputusan hakim tingkat banding. (Rv. 350 dst., 765.)
Pasal 767.
Perhitungan memuat penerimaan dan pengeluaran yang sebenarnya.Dalam hal penerimaan
melebihi pengeluaran, maka pihak, terhadap siapa perhitungan diadakan, dapat menuntut pada
hakim-komisaris untuk mengeluarkan surat perintah agar membayar kelebihannya itu, tanpa
adanya anggapan bahwa dengiln demikian ia telah membenarkan perhitungan. surat perintah ini
dikeluarkan dalam bentuk seperti tersebut dalam pasal 435 (1). (Rv. 771.)
(1) Mengenai bunyi pasal 435, lihat catatan kaki pasal 487.
Pasal 768.
Perhitungan itu diberitahukan kepada pihak lawan, dan surat-surat yang digunakan sebagai bukti
disampaikan dengan tanda texima atau dengan perantaraan kepaniteraan. (Rv. 765, 769 dst.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Pemberitahuan ini dilakukan dalam suatu tenggang waktu yang
ditetapkan oleh hakim-komisaris pada waktu diadakan perhitungan.
(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam hal pemberitahuan tidak dilakukan dalam waktu tersebut, maka
terhadap pihak yang berkewajiban mengadakan perhitungan berlaku alinea ketiga dan alinea
keempat pasal 765. (Rv. 766, 770, 780.)
Pasal 769.
Bila pihak, kepada siapa harus diadakan perhitungan, memilih beberapa pengacara, namun
mempunyai kepentingan saina, maka pemberitahuan dan penyampaian tersebut di atas
dilakukan hanya kepada pengacara yang tertua.
Akan tetapi jika mereka mempunyai kepentingan berbeda, maka pemberitahuan itu dilakukan
tersendiri kepada masing-masing pengacara. (Rv. 768.)

Page 119 of 149

Pasal 770.
Dalam waktu satu bulan sesudah pemberitahuan, maka pihak, kepada siapa diadakan
perhitungan, harus membenarkan perhitungan itu atau jika tidak, menyuruh memberitahukan
kepada pihak lawan suatu surat bantahan, kecuali jika hakim-komisaris memberi waktu
perpanjangan lebih lama karena alasan-alasan keadilan. (Rv. 768.)
Dalam tenggang waktu yang sama sesudah pemberitahuan dari surat bantahan, pihak yang
mengadakan perhitungan bebas untuk menyuruh memberitahukan kepada pihak lawannya suatu
risalah dari bantahan-balasan untuk membenarkan perhitungannya dan penyelesaian dari alasanalasan yang diajukan terhadap itu. surat-surat kedua belah pihak disebut pada akhir risalah, dan
diberitahukan dengan tanda terima atau dengan perantaraan kepaniteraan. (Rv. 768, 774.)
Pasal 771.
Paling lama empat belas hari setelah pemberitahuan bantahan-balasan atau segera setelah
tenggang waktu yang diberikan untuk itu lampau, hakimkomisaris, atas permohonan dari pihak
yang pahng siap, memerintahkan agar para pihak datang menghadap padanya pada hari dan
jam yang ditetapkan dalam surat perintah, untuk menelaskan tentang soal-soal yang
disengketakan, dan, jika mungkin, untuk mencapai kesepakatan tentang hal itu. Bila para pihak
tidak dapat memperoleh kata sepakat, hakim-komisaris membuat berita acara mengenai
semuanya itu; ia menyampaikan laporannya kepada sidang pengadilan pada hari yang ia
tetapkan, dan para pihak diharuskan hadir di situ tanpa pemberitahuan lebih lanjut, agar dapat
menyampaikan kepentingan mereka secara lisan. (Rv. 774.)
Pasal 772.
Dalam keputusan yang dijatuhkan bantahan tentang perhitungan dibuat seluruh jumlah
penerimaan dan pengeluaran serta ditetapkan saldonya. (Rv. 350, 580-8-, 766, 774.)
Pasal 773.
Tidak diperkenankan perhitungan ulangan atas dasar kekeliruan perhitungan, penghapusan, pospos palsu atau rangkap, akan tetapi para pihak hanya bebas untuk menuntut pada hakim yang
sama suatu perbaikan tentang itu. (Rv. 772.)
Pasal 774.
Bila orang, kepada siapa perhitungan harus diadakan, tidak memberitahukan surat bantahannya,
atau kemudian, tidak mengajukan kepentingannya dengan cara seperti tersebut dalam pasal 771,
maka keputusan dijatuhkan atas surat-surat yang diserahkan, tanpa diperkenankan perlawanan
terhadap keputusan ini. (Rv. 83, 770 dst.)
Bila, berdasarkan keputusan ini, pihak yang berkewajiban mengadakan perhitungan mempunyai
utang sejumlah uang, maka ia dapat menahan uang itu sampai dituntut, tanpa untuk itu
terhutang bunga. (KUHPerd. 413, 1805.)
Pasal 775.
Semua orang yang berkewajiban mengadakan perhitungan dan ingin mengadakan perhitungan,
karena penolakan atau kelalaian orang-orang yang berkepentingan untuk memeriksa dan
menutup perhitungan itu, dapat menyuruh memanggil mereka menurut cara yang biasa ke
hadapan hakim yang dapat memanggil pihak yang berkewajiban mengadakan perhitungan untuk
mengadakan perhitungan. (Rv. 99, 764.)
Pasal 776.
Pengangkatan hakim-komisaris, di hadapan siapa perhitungan dapat diadakan, dan pemeriksaan,
pembantahan serta penutupan tersebut harus diproses dengan cara biasa, dan dengan
memperhatikan peraturan-peraturan khusus dari bab ini. (Rv. 764 dst., 781.)

Page 120 of 149

Pasal 777.
Akan tetapi jika para ahli waris yang menerima warisan dengan hak istimewa untuk pendaftaran
harta peninggalan (beneficiaire erfgenamen) atau orang-orang lain yang berkewajiban
mengadakan perhitungan ingin mengadakan perhitungan, dan bila hal itu harus diadakan, baik
pada sejumlah besar orang yang berkepentingan, pada orang-orang yang berkepentingan yang
hanya sebagian diketahui, maupun akhimya di antara mereka terdapat orang-orang yang tak
hadir, maka orang-orang yang berkewajiban mengadakan perhitungan itu dapat mengajukan
permohonan kepada hakim tersebut dalam pasal 775, agar menetapkan suatu tenggang waktu
yang pantas untuk memanggil di hadapannya secara umum orang-orang yang berkepentingan
yang diketahui dan yang tidak diketahui. (KUHPerd. 467, 1035 dst., 1130; Rv. 6-70, 779, 786.)
Pasal 778.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Tenggang waktu itu, setelah mendengar pihak kejaksaan, ditetapkan

menurut jarak yang diperkirakan dari tempat tinggal atau kediaman dari orang-orang yang
berkepentingan, dan juga diperintahkan agar panggilan itu, menurut lebib atau kurang
pentingnya perkara, baik sekaligus maupun berkali-kali dimuat dalam satu surat kabar atau lebih
yang ditunjuk dalam perintah itu, dan juga agar turunannya ditempelkan pada tempat sidang
majelis hakim. (KUHPerd. 467, 1036; Rv. 6-70, 777, 780 dst.)

Pasal 779.
Perintah itu juga, jika hakim memandang perlu dan dapat dilaksanakan, memuat keharusan
untuk memanggil pihak-pihak yang berkepentingan yang diketahui dengan surat-surat edaran
dengan perantaraan kepaniteraan; pemohon harus menunjuk untuk keperluan itu nama-nama
dan tempat-tempat tinggal mereka dalam surat permohonannya. (F. 105; Rv. 777 dst., 782.)
Pasal 780.
Orang yang berkewajiban mengadakan perhitungan menyerahkan pehitungan dengan suratsuratnya di kepaniteraan dengan tanda terima selama tenggang waktunya untuk dilihat orangorang yang berkepentingan, dan memberitahukan hal itu dalam surat panggilan, juga dalam
surat-surat edaran, bila cara pangggilan ini juga diperintahkan oleh hakim. (Rv. 768, 770, 778
dst.)
Pasal 781.
Pada hari yang ditetapkan, untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 776, antara pihak-pihak yang
datang menghadap ditempuh acara biasa dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
khusus dari bab ini. (Rv. 777 dst., 782 dst.)
Pasal 782.
Terhadap para yang berkepentingan lainnya, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui,
diputus verstek dan, untuk keuntungan mereka, diperintahkan panggilan kedua dengan cara
seperti diatur dalam pasal 778 dan 779, dan terhadap tergugat-tergugat yang hadir, perkaranya
ditahan sampai hari mengajukan lagi, untuk kemudian pemeriksaan dilanjutkan, dan terhadap
lainnya dimohonkan putusan verstek untuk kedua kalinya. (Rv. 81, 107, 117, dst., 781, 783.)
Pasal 783.
Keputusan hakim yang dijatuhkan kemudian mengikat semua pihak, dan tidak diperkenankan
mengajukan perlawanan. (Rv. 81 dst., 330, 771 dst., 774, 781 dst., 786.)
Pasal 784.
Bila harus diadakan ketentuan tentang tingkatan, maka hal itu dilakukan sesuai dengan
peraturan-peraturan tentang hal itu yang terdapat dalam reglemen ini. (KUHPerd. 1037 dst.; Rv.
482 dst, 547 dst.)

Page 121 of 149

Pasal 785.
Pihak-pihak yang berkewajiban mengadakan perhitungan, selama sengketa tentang ketentuan
mengenai tingkatan itu bergantung, dapat membebaskan diri dari saldo yang ada padanya,
dengan menyetor ke kas-penitipan (consignatiekas), dan penyetoran itu dapat juga diperintahkan
atas tuntutan dari pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 1406-20.)
Pasal 786.
Jika dalam hal-hal seperti dalam pasal 777, atas panggilan seperti diatur di situ, tidak seorang
pun datang menghadap, maka diputus verstek, dan, untuk keuntungan mereka, diperintahkan
panggilan guna menghadap di depan hakim untuk kedua kalinya dan bila atas panggilan itu tidak
seorang pun datang menghadap, perhitungan ditutup, dan saldonya ditetapkan sedemikian yang
menurut pandangan hakim adalah sah berdasarkan surat-surat. Terhadap keputusan hakim ini
tidak diperkenankan mengajukan perlawanan. (Rv. 81, 783.)
Pasal 787.
Pada instruksi untuk balai-balai harta peninggalan ditentukan, apakah dan sampai di manakah
peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku terhadap balai-balai itu. (KUHPerd. 416, Weesk 78a,
80.)
BAB VI.
PEMERIKSAAN PERKARA SECARA KHUSUS
Bagian 1.
Pemeriksaan Perkara Di Depan Raad Van Justitie
Dalam Perkara yang Tidak
Melebihi Dua Ratus Gulden.

Gugur berdasarkan S, 1901-15.


Bagian 2.
Penetapan Hak Milik (Eigendomsrecht) Atas Barang -barang Tetap.
Pasal 800.
(s.d.u. dg. S. 1894 -262.) Seseorang yang menurut ketentuan dalam pasal 621 dari KUHPerd.

mohon untuk ditetapkan hak miliknya (eigendomsrecht) atas barang barang tetap yang ia kuasai
(bezitten), mengajukan surat permohonan disertai alasan-alasan dengan melampirkan suratsurat yang bersangkutan pada raad van justitie, dalam daerah man, terletak barang-barang itu
yang memuat sifat dari barang-barang itu, letaknya, berdasarkan pembagian kadaster, atau jika
hal itu tidak pemah terjadi, menurut pengukuran oleh pengukur tanah pemerintah, nomor
pendaftaran verponding, nama yang dikenal untuk barang itu, dan jika mengenai milik-milik
tanah, disebutkan luasnya. Bersama itu ditentukan pengacaranya dan dipilih tempat tinggal
dalam jarak sepuluh pal dari gedung tempat raad van justitie bersidang.
Ketentuan dalam alinea kedua pasal 106 berlaku di sini.

Pasal 801.
(s.d,u. dg. S. 1894-262.) Raad van justitie memerintahkan agar permohonan itu diumumkan tiga

kali berturut-turut dengan waktu antara paling sedikit satu bulan dalam surat kabar resmi, juga
dalam surat kabar lain yang ditunjuk oleh raad van justitie, dan juga agar surat permohonan
dengan surat-surat yang diajukan ditempatkan di kepaniteraan untuk dilihat oleh mereka yang
berkepentingan. (Ov. 105; RBg. 322-210.)
Pengumuman-pengumuman di kedua surat kabar harus memuat:

Page 122 of 149

1.
2.
3.

4.

nama kecil, nama, juga tempat tinggal yang sebenarnya dan yang dipilih dari pemohon;
(KUHPerd. 17, 24 dst.; Rv. 800.)
isi pokok dari permohonan, dengan Penyebutan raad van justitie, yang kepadanya diajukan
permohonan itu;
penyebutan dari sifat barang-barang, tentang batas-batasnya, tentang nama yang sekiranya
dikenal, tentang nomor pendaftaran verponding, tentang daerah, afdeeling, distrik, kota,
lingkungan atau kampung, desa atau desa-desa, di mana barang-barang itu terletak,
tentang letaknya menurut pembagian kadaster, atau sepanjang hal itu tidak pemah terjadi,
menurut pengukuran oleh pengukur tanah pemerintah, tentang nama pengukur tanah
Pemerintah, oleh siapa pengukuran dilakukan, dan tentang penandatangan dan nomor surat
ukur, juga jika milik-milik tanah luas, tentang luasnya; (KUHPerd. 1186-40 Rv. 506-30, 51720)
pengacara yang ditunjuk. (Rv. 800.)
Panitera dari raad van justitie mengirim segera turunan surat perintah kepada kepala
daerah, di mana barang-barang itu berada, untuk diumumkan setempat.

Pasal 802.
Terhadap permohonan itu tidak dapat diambil keputusan sebelum lewat tiga bulan setelah terjadi
pengumuman terakhir dalam surat kabar resmi. (Rv, 800, 807,)
Sampai akhir tenggang waktu itu setiap orang yang berkepentidgan berwenang untuk
mengajukan perlawanan untuk dikabulkannya permohonan itu. (Rv. 803, 806 dst.)
Pasal 803.
Perlawanan itu dilakukan dengan suatu keterangan yang diberikan atas nama pelawan oleh
seorang pengacara di kepaniteraan raad van justitie, dan dicatat dalam daftar untuk keperluan
itu. (Rv. 802.)
Perlawanan itu, dengan ancaman gugur, dalam waktu satu bulan diikuti dengan pemanggilan
dalam bentuk biasa yang diberitahukan kepada Pemohon secara pribadi atau di tempat kediaman
yang sebenarnya atau yang dipilih. (KUHPerd. 17, 24 dst.)
Pasal 804.
Bila penguasa (bezit) dari pemohon dibantah oleh pelawan, perkaranya akan diperiksa Seperti
terhadap tuntutan-tuntutan dalam perkara hak menguasai, dan permohonan untuk Pernyataanhak milik ditolak jika pemohon ternyata tidak menguasai barang-barang yang disengketakan,
dengan tidak mengurangi hak dari yang tersebut terakhir untuk mengajukan gugatan mengenai
barang-barang itu dengan cara biasa. (KUHPerd. 529 dst., 548 dst., 550 dst.; Rv. 103 dst., 191 .)
Pasal 805.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Bila pelawan mengaku pemilik barang-barang yang disengketakan,

perlawanannya dianggap tidak beralasan, jika ia tidak dapat membuktikan hak miliknya. (Rv. 118
dst.)
Pasal 806.
Jika dalam tenggang waktu yang ditetapkan dalam pasal 802 tidak ada perlawanan yang tercatat
di kepaniteraan, atau juga jika perlawanan yang diajukan dinyatakan gugur karena keterangan
itu tidak diikuti oleh pemanggilan dalam tenggang waktu yang ditetapkan, demikian pula jika
para pelawan dinyatakan tidak beralasan dalam perlawanan yang diajukan, maka raad van
justitie mengambil keputusan tentang pernyataan-hak milik setelah mendengar pihak kejaksaan.
(Rv. 803, 805.)

Page 123 of 149

Pasal 807.

(s.d.u. dg. S. 1894-262,) Dalam bal permohonan dikabulkan, keputusan hakim itu diumumkan

dalam surat kabar resmi dan surat kabar yang ditunjuk oleh raad van justitie berdasarkan pasal
801 alinea kesatu. (RBg. 322-210.)
Pengumuman-pengumuman itu memuat, selain yang diatur dalam ayat kedua pasal 801 tentang
pengumuman-pengumuman permohonan, penyebutan bahwa permohonan itu dikabulkan,
demikian pula hari ditandatanganinya keputusan hakim. Pengumuman-pengumuman itu diulang
sesudah lewat tiga bulan.
Panitera raad van justitie menglnm segera suatu turunan dari keputusan hakim kepada kepala
daerah, di mana barang-barang itu berada, untuk diumumkan setempat.
Pasal 808.

(s.d. u. dg. S. 1894-262.) Selama waktu satu tahun sesudah terjadi pengumuman terakhir dalam

surat kabar resmi, setiap orang yang berkepentingan yang perlawanannya didasarkan atas
sarana-sarana seperti diajukan pada perlawanan menurut alinea kedua pasal 802, yang belum
diputus dengan kekuatan bukum yang tetap, dapat mengajukan perlawanan dengan cara seperti
diatur terhadap keputusan-keputusan hakim dengan verstek.
Bila sebelum tenggang waktu tersebut lampau tidak terjadi perlawanan, juga bila perlawanan
yang diajukan dalam tenggang waktu itu dinyatakan tidak beralasan, maka panitera raad van
justitie, sesudah tenggang waktu untuk naik banding atau untuk mengajukan kasasi lampau, jika
raad telah mengadakan keputusan dalam tingkat terakhir, memberi surat keterangan sebagai
bukti bahwa terhadap keputusan hakim mengenai pernyataan hak milik tidak dapat diajukan
perlawanan lagi, dan keputusan hakim ini diumumkan oleh atau atas nama yang berkepentingan
di kantor penyimpanan hipotek-hipotek, dalam daerah mana barang-barang itu berada, dengan
menyerahkan keterangan tersebut di atas seperti diatur oleh KUHPerd. (KUHPerd. 622; Rv. 83
dst., 334, 402.)
Bagian 3.
Penawaran Pembayaran,
Dan Penitipan Di Pengadilan Atau Consignatie.
Pasal 809.
Berita acara tentang penawaran pembayaran harus memuat barang-barang atau jenis uang-uang
yang ditawarkan. (KUHPerd. 1405-70, 1406-30; Rv. 675-40.)
Berita acara itu dilakukan pada kreditur sendiri atau di tempat tinggalnya dan di dalamnya
disebutkan jawaban dari kreditur atau, jika ia tidak ada, dari orang, kepada siapa tawaran itu
dilakukan. (KUHPerd. 1405-60; Rv. 3.)
Jawaban ini ditandatangani oleh kreditur, atau jika ia tidak ada, oleh orang yang memberi
jawaban.
Jika kreditur atau orang yang memberi jawaban menolak untuk menandatangani, atau
menerangkan tidak dapat menandatangani, maka hal itu harus disebut dalam berita acara yang
diberi tanggal dan ditandatangani oleh notaris atau juru sita, dan dari padanya harus dibuat
turunan yang diserahkan kepada kreditur sendiri atau tempat tinggalnya semuanya atas
ancaman kebatalan. (Rv. 8, 92.)
Dalam hal notaris atau juru sita tidak menemukan baik kreditur maupun seseorang dari sesama
penghuni di tempat tinggalnya, maka ia berbuat seperti ditentukan dalam pasal 3. (KUHPerd.
1395, 1470.)
Pasal 810.
Bila barang atau uang yang ditawarkan tidak diterima, maka debitur boleh menitipkannya di
pengadilan, asal memperhatikan apa yang diatur di Bagian 2 Bab IV Buku Ketiga KUHPerd.
(KUHPerd. 1404 dst., 1406, 1412; Rv, 591-20, 812.)

Page 124 of 149

Pasal 811.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Gugatan untuk pernyataan-sah atau pernyataan-batal dari penawaranpenawaran yang diajukan atau dari penitipan diperiksa seperti gugatan biasa. Jika penawaran
atau penitipan demikian itu terjadi dalam perkara yang bergantung, maka hal itu diperiksa
sebagai suatu insiden. (KUHPerd. 1405-60, 1406; Rv. 99, 106, 241, 926 jo. RO. 116f huruf f.)

Pasal 812.
Penitipan sukarela atau penitipan di pengadilan tidak mengurangi hak-hak yang timbul dari
penyitaan yang telah dilakukan jika hal itu telah terjadi, dan diberitahukan oleh juru sita kepada
orang-orang yang meletakkan sita dan pelawan-pelawan. (KUHPerd. 1406, 1409, 1412; Rv. 68,
435, 477 dst., 728 dst., 811.)
Bagian 4.
Kuasa Dari Perempuan yang Kawin.
Pasal 813.
Jika seorang suami ditempatkan di bawah pengampuan, atau berada dalam keadaan tidak
mungkin untuk menguasakan isterinya, atau jika ia mempunyai kepentingan yang bertentangan,
maka si isteri yang memerlukan kuasa untuk mendapatkannya mengajukan surat permohonan
pada raad van justitie yang diputuskan dalam sidang permusyawaratan. (KUHPerd. 21, 108 dst.,
114, 125, 451.)
Pasal 814.
Bila si isteri menerangkan bahwa suaminya yang sebenarnya dapat memberi kuasa, tetapi
menolaknya, maka raad van justitie tidak dapat memutuskan atas permohonan itu, kecuali si
suami telah didengar atau telah dipanggil dengan cukup. (KUHPerd. 21, 112; Rv. 821.)
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Dalam hal tempat tinggalnya jauh, maka pendengaran si suami dapat
diperintahkan pada residentierechter.
Pasal 815.
Bila dalam suatu perkara terhadap seorang perempuan yang kawin, suami dipanggil untuk
mewakili isterinya, dan ia tidak datang menghadap, maka hakim memberikan kuasa itu.
(KUHPerd. 105, 110 dst.)
Bagian 5.
Pencegahan Perkawinan.
Pasal 816.
Pada pencegahan perkawinan, perlawanan dilakukan dengan suatu akta yang diberitahukan oleh
juru sita baik kepada pegawai catatan sipil maupun kepada pihak, terhadap siapa perlawanan itu
ditujukan. (KUHPerd. 52, 70, 71-60; BS. 59; Rv. 1 dst., 8.)
Akta ini memuat alasan-alasan dari perlawanan itu, dan kedudukan yang memberi hak kepada
pelawan untuk menentang perkawinan itu. (KUHPerd. 60 dst., 67 dst.)
Akta itu juga memuat tempat tinggal yang dipilih di tempat atau tempat-tempat, di mana
perkawinan seharusnya dilangsungkan; semuanya diancam dengan kebatalan. (KUHPerd. 24, 53,
59 dst., 76.)

Page 125 of 149

Pasal 817.
Tuntutan untuk pengangkatan perlawanan itu diajukan dengan cara biasa dan diperiksa oleh
raad van justitie, dalam daerah mana telah dipilih tempat tinggal dan atas tuntutan itu harus
secepatnya diambil keputusan. (KUHPerd. 66, Rv. I dst., 816.)
Bila dipilih tempat tinggal dalam daerah lebih dari satu raad van justitie, maka gugatan diajukan
pada salah satu, tergantung pada pilihan penggugat. (KUHPerd. 24, 53, 66, 70, 76.)
Pasal 818.
(s.d.u dg S. 1908-522.) Terhadap keputusan hakim yang memutus tuntutan untuk pengangkatan

perlawanan terhadap perkawinan, dapat segera diajukan permohonan banding dan diajukan
dalam waktu tiga puluh hari sesudah keputusan. (Rv. 15, 68, 83 dst., 334, 338, 385 dst., 402
dst., 435.)
Bagian 6.
Pemisahan Barang-barang.
Pasal 819.
Tuntutan untuk pemisahan barang-barang tidak dapat diajukan oleh si isteri tanpa kuasa dari
ketua raad van justitie, dalam daerah hukum mana suaminya bertempat tinggal. (Rv. 824;
KUHPerd. 110, 111-20, 186 dst., 243.)

Pasal 820.
Untuk tujuan itu, isteri yang meminta pemisahan barang-barang harus mengajukan surat
permohonan yang memuat alasan-alasan kepada raad van justitie, dan R.v.J. dengan surat
perintah yang ditempatkan di atas surat permohonan tersebut memerintahkan agar para pihak
datang menghadap padanya pada hari dan jam tertentu secara pribadi agar jika mungkin,
mereka dengan perantaraannya dapat mengusahakan suatu permufakatan.
Turunan dari surat perintah ini dan surat permohonan diberitahukan kepada si suami paling
lambat tiga hari sebelum hari yang ditetapkan untuk datang menghadap. (Rv. 15, 234, 821,
833.)
(s.d.u. dg. S. 1923-287, 441.) Jika terdapat alasan yang sah tentang halangan untuk datang
menghadap, maka ketua raad van justitie pergi ke rumah suami-isteri itu.
(s.d,t, dg. S. 1923-247, 441; s.d.u. dg. S. 1925-497.) Jika suami-isteri bertempat tinggal di luar
daerah di mana raad van justitie berada, maka ketua raad van justitie dapat menunjuk
residentierechter atau, jika ia tidak ada, berhalangan atau tidak di tempat, kepada kepala
pemerintahan setempat untuk melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam alinea
kesatu dan ketiga. Pejabat yang ditunjuk harus membuat berita acara tentang apa yang ia telah
lakukan dan segera mengirimkannya kepada ketua raad van justitie. (RBg. 322-190.)
(s.d. t. dg. S. 1925-678io. S. 1926-63.) Bila suami atau siteri, atau kedua-duanya, berkediaman
di luar Indonesia, ketua raad van justitie, sepanjang mengenai turut campur tangannya seperti
disebut dalam pasal ini, diganti oleh penguasa pengadilan dari negara, di mana mereka berdiam,
atau oleh pejabat konsulat Indonesia di daerah tempat tinggal mereka.
(s.d.t. dg. S. 1925-678jo, S. 1926-63.) Setelah menerima berita acara mengenai hal itu, maka
ketua raad van justitie, jika terdapat alasan, memberi kuasa untuk mengajukan gugatan.
Pasal 821.
Bila si isteri pada hari yang ditetapkan tidak datang menghadap tanpa suatu alasan yang sah,
permohonannya dianggap gugur.
Bila kedua pihak datang menghadap dan tidak dapat dipertemukan, atau jika si suami, setelah
dipanggil dengan cukup, tidak datang menghadap, maka ketua raad van justitie memberi kuasa
yang diminta kepada si isteri untuk menggugat ke hadapan raad van justitie. (KUHPerd. 112; Rv.
813 dst., 834.)

Page 126 of 149

(s.d.t. dg. S. 1908-522.) Tentang hasil dari kehadiran itu dibuat berita acara.
alinea keempat dan kelima diubah dg. S. 1923-281, 441, dan ditarik kembali dg.
S.192,5-678io. S. 1926-63.)
Pasal 822.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Tuntutan untuk pemisahan diberitahukan dengan jalan pengumuman-

pengumuman yang ditempelkan di ruang sidang dan pada gedung, di mana raad van justitie
bersidang, dan dimuat di salah satu surat kabar di karesidenan, atau jika tidak ada, di
karesidenan terdekat.
Pengumuman-pengumuman itu harus memuat:
10. penyebutan dari tuntutan akan pemisahan barang-barang dan hari ditandatanganinya;
20. nama-nama, nama-nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal suami-isteri. Penempelan
dilakukan oleh juru sita, dan ia membuat berita acara tentang hal itu. (KUHPerd. 187 dst.;
Rv. 1 dst., 8 dst., 10 dst., 282, 824, 826.)
Pasal 823.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.)Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan sehubungan dengan pasal 190

KUHPerd. adalah penyegelan, pencatatan harta kekayaan dan penilaian barang-barang,


penyitaan jaminan atas barang-barang bergerak bersama atau kepunyaan isteri, dan penyitaan
jaminan atas barang-barang tetap bersama, sesuai ketentuan-ketentuan dari sepuluh pasal
berikut. (KUHPerd, 215; Rv. 241, 652 dst., 672 dst., 675-30, 720 dst., 763a dst., 763h dst., 824,
840.)

Dg. S. 1908-522 ditambahkan pas. 823a-j.


Pasal 823a.
Izin untuk mengambil satu atau lebih tindakan ini dapat diminta kepada ketua raad van justitie
pada saat atau sesudah mengajukan surat permohonan seperti dimaksud dalam pasal 820.
Ketua raad van justitie memberi izin itu, jika ia menganggap perlu, dapat memanggil si suami.
(Rv. 283, 720, 763a, 840; KUHPerd. 190.)
Pasal 823b.

(s.d.u. dg. S. 1938 360 jis. 361, 276) Terhadap penyitaan atas barang-barang bergerak

bersama atau atas barang-barang bergerak dari isteri berlaku kalimat kedua alinea kesatu dan
ketiga pasal 444, pasal 447, 448, 448a, 448b, 451, 452, alinea kesatu pasal 454, 456, 457, 458
dan 726 (1)
(s.d.t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Ketentuan dalam alinea kesatu pasal 448b berlaku dalam
pengertian bahwa nilai barang yang disita menggantikan jumlah dari tuntutan, untuk mana sita
diletakkan.
Sebagai penyimpan-penyimpan dari barang itu tidak boleh diangkat pihak yang meletakkan sita,
juga anak-anak atau cucu-cucu dari suami-isteri kecuali dengan persetujuan tegas dari pihak
yang terkena sita. (RV. 454, 823, 840.)
(1) Bunyi pasal-pasal yang dimaksud adalah sbb:
Pasal 444.
(s.d.u. dg. S. 1,908-522.) Segera pada hari berikutnya dapat dilakukan penyitaan.
Demikian pula bila penyitaan itu dilakukan dengan eksplot (surat perintah) juru sita,
maka yang ada pada pemegangnya merupakan surat perintah untuk melaksanakan
penyitaan itu. (Rv. 439, 443, 463.)
Hal yang sama akan dilakukan selain daripada tindakan seperlunya yang harus
dilakukan pada eksplot-eksplot biasa, juga tambahan perintah yang harus dipenuhi
untuk kepentingan apa penyitaan itu dilakukan, (Rv. 8, 443.)

Page 127 of 149

(s.d.u. dg. S. 1925-280, 497; S. 1939-288; S. 1940-3.) Juru sita akan dibantu oleh
panitera-panitera dari raad van justitie, bila penyitaan itu dilakukan di salah satu
tempat yang letaknya tidak lebih dari sepuluh pal dari tempat kedudukan pengadilan
yang bersangkutan, dan bila letak tempat penyitaan lebih dari sepuluh pal, dibantu oleh
pejabat yang ditunjuk oleh asisten residen. Juru sita yang bersangkutan dalam berita
acaranya akan menyebutkan jabatan dan tempat kediaman pejabat yang telah
memberikan bantuannya; juru sita dan pejabat yang hersangkutan akan
menandatangani berita acara yang asli dan salinannya. (RO. 64, 119; KUHPerd. 994;
BS. 13; Rv. 19, 446 dst., 453, 456, 471, 560; IR. 95, 113, 197.)
Alinea keempat ini dianggap tidak tertulis, karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
sekarang.
Pasal 447.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Segera atau paling lambat pada hari berikutnya, juru sita
dengan dihadiri oleh pejabat seperti yang disebutkan pada alinea terakhir pasal 444,
melakukan penunjukan lebih lanjut dan secara khusus tentang barang-barang yang
akan disita dan dalam beiita acara yang akan dibuatnya secara rinci menguraikan
barang-barang yang disita dengan menyebutkan jumlah, berat dan ukuran menurut
jenisnya masing-masing; pihak yang mohon penyitaan tidak dibolehkan hadir pada
waktu penyitaan itu sedang dilakukan. (Rv. 446, 449 dst., 454, 463, 469, 471, 561,
660.)
Pasal 448.
Bila semua pintu dalam keadaan tertutup, atau pembukaan pintu ditolak, begitu pula
pada penolakan pembukaan kamar atau salah satu perkakas rumah tangga dan
demikian pula pada ketidakhadiran orang yang dikenakan sita atau tidak terdapat
seseorang yang mewakilinya, maka pejabat yang mendampingi juru sita dalam
melakukan pekerjaannya, berwenang untuk membuka pintu-pintu rumah dan perkakasperkakas rumah tangga. (KUHP 429.)
(s.d.u. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Juru sita yang bersangkutan dalam berita acara
pelaksanaan sita itu, akan menyebutkan (melaporkan) semua hal yang telah terjadi
dengan dihadiri oleh pejabat berdasarkan empat pasal berikut di bawah ini. (Rv. 446,
469, 1000.)
Pasal 448a.
(s.d.t. dg. S. 1938-360jis. 361, 276.) Bila terdapat dugaan yang beralasan, bahwa
barang-barang yang harus disita berada di suatu tempat, yang disewa dari pihak ketiga
atau secara lain sehingga tempat itu dapat digunakan, dan dalam keadaan sedemikian
rupa sehingga untuk memasuki tempat yang bersangkutan dibutuhkan bantuan pihak
ketiga, maka pejabat yang bertugas memberikan hantuan kepada juru sita yang
bersangkutan, jika terjadi penolakan untuk membuka pintu-masuk demi kepentingan
orang yang kena sita, berwenang menyuruh pihak ketiga itu membuka pintu yang
diperlukan untuk menjalankan penyitaan itu. Penolakan pembukaan pintu tersebut
sama artinya dengan ketidakhadirannya atau orang yang diberinya kuasa setelah
diberikan peringatan secara tertulis untuk membuka pintu untuk keperluan penyitaan.
Pihak ketiga ini wajib memberi keterangan tentang tempat yang disewa atau tempat
yang dengan cara lain dapat digunakan untuk kepentingan itu kepada juru sita, bila
diperlihatkan bukti sebagai alasan dari pengenaan sita yang bersangkutan.
Barangsiapa menyewakan atau dengan cara lain memberikan sesuatu untuk dipakai,
seperti yang disebutkan dalam alinea-alinea sebelumnya, dan dalam hal itu dijadikan
sebagai usahanya (perusahaan), wajib memberitahukan kepada juru sita yang
berkepentingan tentang daftar atau surat-surat dari para pemakainya.

Page 128 of 149

Mulai dari saat datangnya juru sita di tempat pihak ketiga untuk melaksanakan
penyitaan berdasarkan pasal ini, orang yang kena sita tidak diperkenankan lagi untuk
masuk ke tempat/ruangan itu tanpa kehadiran juru sita.
Pada selisih pendapat mengenal benikerasnya pihak ketiga dalam mempertahankan
haknya, juru sita dengan segera menghubungi ketua raad van justitie untuk
mendapatkan jalan ke luar persoalan tersebut, dengan tidak mengurangi wewenang
orang yang kena sita dan pihak ketiga untuk mengajukan permohonan keputusan dari
pengadilan dalarn sidang singkat (kort geding). Kalimat ketiga dari alinea pertama pasal
ini berlaku juga dalam hal ini. (KUHPerd. 1140, 1142, 1548 dst., 1582, 1694 dst., 1730
dst., 1740 dst.; Rv. 448, 448b; KUHP 429.)
Pasal 448b.
(s. d. u. dg. S. 1938 360 jis. 361, 276.) Bila pihak ketiga berkewajiban seperti yang
disebutkan dalam alinea kedua, ketiga dan keempat dari pasal sebelum ini, ia dapat
dihukum untuk membayar bunga dan biaya yang telah dikeluarkan untuk itu dari sitaan
yang telah dikenakan padanya. (Rv. 7181, 823b.)
Kerusakan yang menimbulkan kerugian, yang diderita oleh pihak ketiga akibat
pembukaan pintu dengan Cara yang tidak semestinya, diberi pembayaran ganti rugi
oleh orang yang kena sita, bila hal ini dilakukan bukan atas kesalahan pihak ketiga ini,
kecuali bila orang yang kena sita ini dapat mempertanggungiawabkannya kepada
seseorang yang melakukan hal itu dengan cara yang bertentangan dengan penyitaan
itu bila terdapat alasan-alasan yang menguatkan hal itu. (KUHPerd. 1367; Rv. 611,
614.)
Juru sita dan pejabat seperti yang disebutkan dalam pasal 448, wajib merahasiakan isi
daftar dan surat-surat seperti yang disebutkan dalam alinea ketiga pasal sebelumnya;
akan tetapi, asalkan terhadap orang yang kena sita itu tidak diadakan permintaan
permintaan lainnya kecuali hanya untuk memenuhi kewajiban dalam melakukan tugas
penyitaan. (KUHP 322.)
Pasal 451
Dengan tidak mengurangi larangan dan pembatasan dalam ketentuan-ketentuan
terhadap penyitaan barang-barang dengan ketentuan-ketentuan khusus berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang telah ada atau yang akan diadakan, penyitaan
barang-barang bergerak sama sekali tidak dapat dilaksanakan terhadap: (KUHPerd.
1786; Cpt. 65 dst.; S. 1926-28 jo. 29 pasal 9; Aut. 21.)
1. barang-barang yang menurut ketentuan dalam perundang-undangan dinyatakan
sebagai barang-barang tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya; (KUHPerd.
507 dst.; Rv. 493.)
2
tempat tidur dan kain alasnya yang digunakan oleh orang yang kena sita dan oleh
anak anaknya yang bersama-sama berkediaman dalam satu rumah, begitu pula
tidak dilakukan sita terhadap pakaian yang digunakan oleh orang yang kena sita
beserta anak-anaknya;
3. pakaian seragam yang digunakan dalam dinas ketentaraan menurut dinas dan
pangkatnya;
4. Alat/perkakas kerja tukang dan pekerja/buruh yang merupakan kepunyaan pribadi
dalam perusahaannya; (Rv. 452-21; IR. 97, 113, 1971; RBg. 138, 211.)
5. persediaan bahan makanan dan minuman untuk memenuhi kebutuhan keluarga
selama sebulan. (KUHPerd. 1131; Rv. 452, 749-11, 1000.)
Pasal 452.
Begitu juga tidak dapat dilakukan penyitaan terhadap:
1. buku-buku yang berkaitan dengan pekerjaan (profesi) orang yang kena sita yang
bernilai sejumlah dua ratus gulden;

Page 129 of 149

2.

peralatan dan perkakas kerja, yang digunakan untuk mengajarkan suatu ilmu atau
mem pelajari suatu kesenian dan ilmu, yang nilainya sejumlah uang yang sama
seperti di atas, menurut pilihannya sendiri; (Rv. 451-40.)
3. dan akhirnya dua ekor sapi atau hewan ternak atau seekor kuda atau dua ekor
babi atau dua ekor domba atau empat ekor kambing, semua itu atas pilihan orang
yang kena sita, disertakan jerami dan makanan hewan-hewan itu yang cukup
untuk persediaan satu bulan. (Rv. 454; IR. 97, 113, 1970; RBg. 138, 211.)
Akan tetapi dapat pula dilakukan sita terhadap barang-barang yang disebutkan dalam
pasal ini, bila:
1. barang-barang untuk kebutuhan hidup sehari-hari, yang diberikan oleh orang lain
kepada orang yang kena sita itu; (KUHPerd. 1149-51.)
2. uang yang seharusnya menjadi hak orang yang membuat barang-barang, yang
mengadakan perbaikan terhadap barang-barang atau yang telah dijual kepada
orang lain; (KUHPerd. 1139-30 dan 50.)
3. barang-barang tidak bergerak itu disewakan dan dipahkan atau telah tersedia
untuk demikian itu. (KUHPerd. 1140 dst., 1142; Rv. 451, 749, 751, 1000.)
Pasal 454.
Juru sita mengangkat seorang yang diberi tugas penyimpanan yang berkemampuan
baik.
Sebagai penyimpan tidak akan diangkat orang yang kena sita atau istrinya, keluarga
sedarah atau semenda sampai pada derajat keenam dalam keluarga, begitu juga tidak
akan diangkat seorang pembantu rumah tangganya; akan tetapi sebaliknya dapat
diangkat suami (istri)nya, keluarga sedarah atau semenda dari orang-orang seisi rumah
dengan persetujuan orang yang kena sita itu dan kesukarelaan dan kesanggupan
orang-orang yang bersangkutan seperti tersebut di atas. (KUHPerd. 1330 dst., 1739;
Rv. 456, 458 dst., 753; IR. 197; RBg. 212.)
Pasal 456.
Berita acara dapat dibuat dengan segel di tempat kejadian itu; aslinya dan
tembusannya harus ditandatangani oleh penyimpan (orang yang diserahi tugas
penyirnpanan). Bila penyimpan tidak dapat memberikan tanda-tangan, hal itu harus
dicatat dalam asli dan tembusannya. Tembusan dari berita acara ini ditinggalkan pada
penyimpan. (Rv. 444, 453 dst., 755.)
Pasal 457.
Tembusan dari berita acara penyitaan harus ditandatangani oleh orang yang kena sita
di tempat atau di ruahnya; bila ia tidak hadir di tempat atau di rumahnya,
penandatanganan ini dilakukan oleh penyimpan yang diangkat itu, yang selanjutnya
dengan segera akan mengusahakan tanda-tangan dari yang berkepentingan dalam hal
ini. (Rv. 3, 453 dst.)
Pasal 458.
Seorang yang diserahi tugas penyimpan tidak diperbolehkan memakai barang-barang
yang disita itu, begitu pula menyewakan atau meminjamkannya, dengan sanksi tidak
akan dibayarkan upah simpan dan pembayaran ganti rugi dan bunga dan kalau
memang dianggap perlu dengan menjalani paksaan badan. (KUHPerd. 535, 556, 1239
dst., 1365, 1712, 1739; Rv. 454 dst., 459, 580-40 dan 101.)
Pasal 823c.
Dalam sita tidak termasuk barang-barang bergerak yang oleh pihak yang terkena sita ditunjuk
sebagai tidak termasuk dalam barang-barang bersama atau bukan kepunyaan si isteri,
semuanya, kecuali yang menjadi hak masing-asing, dapat diserahkan pada keputusan dari hakim

Page 130 of 149

baik berdasarkan pasal 823d maupun berdasarkan penerapan alinea terakhir dari pasal 823e.
(RV. 284, 452 dst., 840.)
Pasal 823d.
Seseorang yang menerangkan pemilik dari barang-barang yang disita atau sebagian daripadanya,
dapat mengajukan keberatan terhadap penyitaan itu dengan cara seperti dimaksud dalam pasal
460 (l). (RV. 823, 823e, 840.)
(1) Bunyi pasal yang dimaksud adalah sbb:
Pasal 460.
Barangsiapa mengaku dirinya sebagai pemilik barang-barang yang disita, atau sebagian barangbarang itu, dapat mengadakan perlawanan dengan suatu gugatan kepada orang yang kena
hukuman atau orang yang barang-barangnya dikenakan sita, dan gugatan itu harus
ditandatangani oleh Petugas yang diserahi tugas penyimpanan barang-barang itu; hal itu semua
dengan sanksi batal demi hukum.
(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Raad van justitie, yang mempunyai wilayah kekuasaan di tempat
penyitaan itu dilakukan, akan memberikan putusannya mengenai hal tersebut diatas.
Penggugat yang dinyatakan kalah dalam perkara, akan dijatuhi hukuman berdasarkan alasanalasannya, untuk membayar ganti rugi terhadap semua kerugian dan bunganya kepada
pelaksana penyitaan yang bersangkutan (KUHPerd. 150, 155, 164, 1140,1143, 114r, &t.,
1341,1365; KUHD 230, 244; RV. 442, 454, 435 dst., 607.)
Pasal 823e.
Keputusan hakim yang memuat penolakan terhadap tuntutan akan pemisahan memerintahkan
juga pengangkatan penyitaan.
Pada pengabulan terhadap pemisahan, sita berakhir dengan pembagian sungguh-sungguh dari
barang-barang bersama atau dengan pemberian pada isteri barang-barangnya. (RV. 823b, 827,
840; KUHPerd. 191, 194.)
Pasal 823f.
Terhadap sita atas barang -barang tetap bersama berlaku ketentuan dalam alinea kesatu pasal
763b.
Pasal 726 berlaku juga pada sita ini. (RV. 506 dst., 823g, 840.)
Pasal 823g.
Pencatatan sita atas barang-barang tetap dicoret di daftar-daftar umum:
1. berdasarkan persetujuan dari si isteri untuk mencoret pencatatan seperti dimaksud dalam
pasal 1196 KUHPerd;
2. berdasarkan keputusan hakim yang memuat penolakan terhadap tuntutan akan pemisahan
atau perintah pengangkatan sita. Di luar persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan
tidak dilakukan pencoretan, kecuali dengan memperhatikan ketentuan pasal 437 (2) dengan
perubahan, bahwa tenggang waktu empat belas hari sesudah pemberitahuan keputusan
hakim diganti dengan tenggang waktu empat puluh lima hari sesudah keputusan hakim;
(RB9. 322-180.)
3. berdasarkan keterangan dari panitera pada majelis hakim, di mana tuntutan akan
pemisahan terakhir masih bergantung, bahwa telah terjadi pelepasan instansi atau bahwa
hal itu telah gugur;
4. berdasarkan keputusan yang menyatakan si suami berada dalam keadaan pailit atau
ternyata tidak mampu membayar utang-utangnya dan atas permohonan dari Balai Harta
Peninggalan;
5. berdasarkan jabatannya oleh pegawai yang dimaksud dalam alinea ketiga pasal 507 dan
dengan cara dimaksud pada pencatatan dari akta pemisahan harta perkawinan bersama
atau kutipan daripadanya.

Page 131 of 149

Pasal 763g. berlaku juga di sini. (Rv. 823f jis, 763b dan 507, 823h, 840.)
(2) Mengenai bunyi Pasal 437, lihat atatan kaki pasal 481g.
Pasal 823h.
Pengangkatan sita atas barang-barang bergerak atau barang-barang tetap, baik seluruhnya
maupun sebagian, diperintahkan oleh hakim yang memeriksa atau seharusnya memeriksa
tuntutan akan Pemisahan denganjaminan yag cukup atas permohonan si suami.
Izin untuk menjual atau menaminkan barang-barang yang disita dapat diberikan oleh hakim yang
sama dengan syarat-syarat sedemikian yang dipandang perlu olehnya untuk mencegah agar
kepentingan si isteri tidak dirugikan karenanya.
Dalam kedua hal si isteri didengar terlebih dahulu atau harus ternyata bahwa ia telah dipanggil
dengan cukup untuk keperluan itu. Jika tempat tinggalnya jauh, pendengaran terhadap si isteri
dapat diperintahkan kepada residentierechter. (Rv. 725, 762, 763a, 763h, j, 823b, 823f, 840.)
Pasal 823i.
Sita yang diperintahkan atas keputusan hakim atas barang-barang bergerak atau barang-barang
tetap menghalang-halangi penyitaan dan pemanfaatannya oleh pihak-pihak ketiga karena utangutang yang terjadi sebelum dilakukan penyitaan.
Sisa dari hasil pemanfaatan itu setelah diambil oleh pihak-pibak ketiga dititipkan di pengadilan
untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (RV. 443 dst., 482, 493, 558, 809 dst., 823 dst., 840.)
Pasal 823j.
Sita yang diperintahkan atas keputusan hakim mengenai barang-barang bergerak atau barangbarang tetap tidak menghalangi si suami untuk memanfaatkan penghasilannya dengan tidak
mengurangi kewajibannya terhadap si isteri menurut perundang-undangan atau karena
perjanjian perkawinannya. (KUHPerd. 107, 122, 140, 146; RV. 823, 823i.)
Pasal 824.
(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Selain ketentuan-ketentuan yang bermaksud untuk mengamankan hak,
maka atas permohonan akan pemisahan tidak boleh diambil keputusan oleh hakim, kecuali dalam
waktu tiga bulan sesudah memperhatikan formalitas-formalitas tersebut dalam pasal 822.
(KUHPerd. 188.)
Pasal 825.
Pengakuan dari suami saja tidak berlaku sebagai bukti, sekalipun seandainya tidak ada para
kreditur. (KUHPerd. 186, 188, 1925; Rv. 230.)
Pasal 826.

(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Pemisahan barang-barang harus diumumkan dengan menempatkan

kutipan dari keputusan hakim dalam surat kabar resmi.


Kutipan itu memuat hari penandatanganan keputusan hakim dan penunjukan oleh raad van
justitie bahwa permohonan telah dikabulkan, nama-nama, nama-nama kecil, pekerjaan dan
tempat tinggal dari suami-isteri. Alasan-alasan yang merupakan dasar keputusan hakim tidak
boleh dimuat dalam kutipan itu. (KUH Perd. 189, 191, 245; RV. 819, 822, 830; RBg. 322-210.)
Pasal 827.

(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Si istri tidak dapat melaksanakan keputusan hakim selain sesudah

formalitas seperti diatur dalam pasal di muka dipenuhi. (KUHPerd. 189, 191; RV. 90.)

Pasal 828.
Jika syarat-syarat seperti diharuskan dalam bagian ini dipenuhi, maka setelah lampau tenggang
waktu seperti disebut dalam pasal di muka, keputusan hakim tentang pemisahan berlaku juga
terhadap para kreditur si suami. (KUH-Perd. 188 dst., 192, 1341; RV. 578.)

Page 132 of 149

Pasal 829.
isteri yang akan melepaskan barang-barang yang berasal dari harta bersama harus memberi
keterangan di kepaniteraan dari raad van justitie yang memutuskan tuntutan atas pemisahan
harta bersama itu. (KUHPerd. 21, 126-50, 128 132; RV. 819.)
Pasal 830.

(S.d.u. dg. S. 1916-530.) Akta, di mana kebersamaan barang-barang dikembalikan, harus

diumumkan seperti diatur dalam pasal 826 terhadap pemisahan barang-barang. (KUHPerd. 196
dst.)
Bagian 7.
Perceraian.
Pasal 831.
Seorang suami atau isteri yang ingin mengajukan tuntutan perceraian, memuat kejadian-kejadian
dan kesimpulan-kesimpulannya dengan disertai surat berkewajiban untuk mengajukan surat
permohonan kepada raad van justitie yang surat bukti.
Surat permohonan itu disampaikan kepada ketua raad van justitie oleh suami atau isteri yang
menuntut secara pribadi, kepada siapa diberi nasihat-nasihat seperlunya menurut pandangannya.
(s.d.u. dg. S. 1923-287, 441.) Jika ternyata ada alasan yang sah atas ketidakhadirannya, maka
ketua raad van justitie pergi ke rumah kediaman penggugat.
(s.d.u. dg. S. 1908-522; S. 1923-287,441; S. 1925-497; S. 1926-235jo. 284.) Bila penggugat
bertempat tinggal atau berdiam di luar daerah, di mana raad van justitie berada, maka ketua
raad van justitie dapat menunuk residentierechter atau, jika tidak ada, berhalangan atau tidak di
tempat, dapat menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tersebut dalam alinea kedua dan alinea ketiga. Pejabat-pejabat yang ditunjuk itu harus membuat
berita acara mengenai perbuatan yang ia lakukan dati mengirimnya segera ke raad van justitie.
(RBg. 322-190.)
(s.d.u. dg. S. 1923 -287, 441.) Bila penggugat bertempat tinggal di luar Indonesia, maka ketua
raad van justitie dapat meminta kepada penguasa pengadilan yang ia tunjuk dari negara, di
mana penggugat bertempat tinggal untuk menerima surat permohonan dari suami atau isteri
yang menggugat dan memberi nasihat-nasihat seperlunya menurut pandangan penguasa
tersebut, atau memerintahkan satu dan lain hal kepada pejabat konsulat Indonesia yang
daerahnya meliputi suami atau isteri yang menggugat.
Berita acara tentang hal itu dikirim kepadanya bersama dengan surat permohonan. (RO. 25;
KUHPerd. 21, 110, 111-20, 207, 209 dst., 211, 234, 238; BS. 64; Rv. 834.)
Pasal 832.
Bila penggugat tetap pada gugatannya, ketua raad van justitie memerintahkan pada bagian
bawah atau pinggir surat permohonan, agar suami dan isteri menghadap kepadanya pada hari
dan jam yang ditentukan. (Rv. 831.)
Turunan dari perintah itu harus dikirim oleh panitera kepada pihak tergugat. (KUHPerd. 239; F.
105; Rv. 6-70, 834,)
Pasal 832a.

(s.d. t. dg. S. 1926-235jo. 284.) Bila tergugat tidak mempunyai tempat tinggal yang diketahui

dan juga tidak mempunyai tempat tinggal yang diketahui dalam wilayah Indonesia, maka waktu
untuk menghadap ditetapkan paling sedikit enam bulan sesudah pengajuan surat permohonan,
dan tergugat dipanggil pada hari itu dengan dua kali panggilan berturut-turut dengan waktu
antara sedikitnya tiga puluh hari yang dimuat dalam satu atau lebih surat kabar di Indonesia dan

Page 133 of 149

di Belanda atau tempat lain yang ditunjuk oleh ketua raad van justitie, dan ditempatkan pada
bagian yang mencolok menurut pandangan ketua tersebut.
Antara hari untuk menghadap dan panggilan terakhir harus ada jangka waktu sedikitnya tiga
bulan.
Dalam waktu empat belas hari sesudah panggilan pertama, turunan panggilan itu harus
ditempelkan pada pintu utama ruang sidang hakim yang akan memeriksa perkara itu, dan
turunan kedua diserahkan kepada pejabat penuntut umum pada hakim itu, yang akan
menandatangani surat aslinya sebagai mengetahui dengan menyebut tanggalnya.
Penempelan dan pemberitahuan dilakukan oleh seorang juru sita, yang membuat berita acara
mengenai satu dan lain hal.
Panggilan-panggilan memuat:
1. penyebutan tuntutan untuk perceraian;
2. nama-nama kecil dan pekerjaan dari suami dan isteri;
3. penyebutan hakim yang memerintahkan panggilan, tanggal surat perintah, demikian pula
hari, jam dan tempat menghadap;
4. nama-nama kecil, pekerjaan dan tempat tinggal juru sita.
Bila sebelum menghadap, tempat tinggal tergugat diketahui oleh ketua raad van justitie,
maka para pihak dapat dipanggil dengan cara biasa untuk menghadap pada hari dan jam
yang ditentukan oleh ketua tersebut.
Pasal 833.
Suami dan isteri diharuskan menghadap secara pribadi tanpa didampingi oleh keluarga terdekat
atau penasihat. (Rv. 234.)
Pasal 834.
Pada hari yang ditentukan ketua raad van justitie memberikan nasihat-nasihat yang ia pandang
perlu kepada suami dan isteri atau kepada penggugat, jika hanya dia yang datang menghadap,
agar tercapai suatu perdamaian. Jika penggugat tidak datang menghadap tanpa alasan yang sah,
permohonan untuk perceraian menjadi gugur.
Dari hasil kehadiran itu dibuat suatu berita acara. (Rv. 821, 836.)
(s.d.u. dg. S. 1925-678jo. S. 1926-63; S. 1926-235jo. 284 S. 1928-424) Ketentuan-ketentuan
yang termuat dalam alinea kempat dan kelima pasal 820 berlaku juga terhadap perbuatanperbuatan yang dilakukan oleh ketua raad van justitie seperti tersebut dalam pasal ini dan tiga
pasal di muka yang menyangkut perceraian.
Pasal 835.

(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Ketua raad van justitie (R.v.J,) dapat memberikan kuasa

kepada isteri yang bersangkutan dalam berita acara yang sama itu juga, dalam hal tidak
tercapainya kesatuan pendapat untuk perdamaian, untuk memasuki rumah yang telah disetujui
oleh kedua belah pihak atau ketua itu dalam hal ini karena jabatannya menunjuk rumah tersebut
untuk dimasuki dan sekaligus memberikan perintah agar barang-barang guna kepentingan
kehidupan sehari-haanya menjadi haknya untuk dipakai. Oleh ketua itu sekaligus dapat diberikan
ketetapan yang dapat dijalankan terlebih dahulu untuk menyertakan anak-anaknya bertempat
tinggal di rumah tersebut; bila dalam hal ini belum ada ketentuan di bawah penguasaan siapa di
antara suami isteri anak-anak itu berada, maka ketua dalam ketetapannya memerintahkan
kepada siapa (suami atau isteri) diikutsertakan untuk diurus. Untuk kepentingan ini berlaku
ketentuan dalam alinea kedua, ketiga, keempat, dan kelima, dari pasal 319h KUHPerd.
Ketua raad van justitie juga harus mendapatkan dasar/alasan yang kuat untuk menentukan
sejumlah uang yang sesuai dengan martabat dan kekayaan si suami, yang akan diberikan kepada
si isteri untuk menghidupi dan mengurusi anakanaknya bila diikutsertakan kepada si istri.
(KUHPerd. 21, 106, 212 dst., 226; Rv. 836.)
(s.d.t. dg. S. 1908-522, S. 1927-31, 390,421.) Ketetapan-ketetapan ini tetap berlaku selama
proses perkara berjalan sampai hakim mengadakan putusan yang lain mengenai hal itu. Bila

Page 134 of 149

ketua raad van justitie tidak menggunakan wewenangnya berdasarkan pasal 214 KUHPerd.,
maka ketetapan mengenai anak-anak ini berlaku sampai adanya keputusan pengadilan mengenai
penolakan perceraian ini yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti atau dalam hal
keputusan perceraian itu dikabulkan setelah lewat waktu satu bulan terhitung dari tanggal surat
ketetapan mengenai pengampuan anak-anak itu mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
Pasal 836.

(s.d.u. dg. S. 1923-287, 441; S. 1926-235jo. 284.) Bila antara para pihak tidak dicapai

penyelesaian secara damai, maka ketua memberikan izin kepada pemohon (penggugat) untuk
mengajukan persoalannya secara gugatan perdata biasa dan menetapkan jangka waktu untuk
mengajukan gugatan itu.
Bila penggugat (pemohon) tidak mengetahui alamat rumah/tempat tinggal pihak lawannya
(tergugat) dan tergugat ini tidak hadir dalam sidang, maka pemberian izin seperti tersebut di
atas oleh ketua raad van justitie dilakukan bila kepada ketua telah diberitahukan dengan jelas -hal ini sangat tergantung dari pendapat ketua itu sendiri -- bahwa pemohon telah berusaha
sungguh-sungguh untuk mencari alamat rumah/tempat tinggal pihak lawannya akan tetapi tidak
berhasil dalam usahanya.
Bila jangka waktu seperti yang dimaksudkan dalam alinea kesatu tidak dipenuhi oleh pemohon,
maka gugurlah izin yang telah diberikan oleh ketua. (Rv.1 dst., 8, 15.)
Pasal 837.
Gugatan selanjutnya dilakukan dengan cara dan ketentuan-ketentuan seperti pada gugatan
perkara perdata biasa lainnya, akan tetapi sidang perkara dilakukan secara tertutup untuk umum,
sedangkan keputusannya diucapkan secara terbuka di muka umum. (RO. 29; KUHPerd. 207 dst-,
221; Rv. 22, 78, 118 dot., 843.)
Pasal 838.
Bila memang beralasan untuk memberikan izin mengadakan pembuktian dengan saksi-saksi,
pemeriksaan saksi-saksi ini dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum. (KUHPerd. 1895; Rv.
171 dst., 842.)
Pasal 839.

(q.d.u. dg, S. 1908-522.) Gugatan insidental yang dilakukan berdasarkan pasal 213 dan 214

KUHPerd. dan yang dimaksudkan untuk mengubah atau mencabut penetapan-penetapan ketua
raad van justitie menurut pasal 835 dilakukan dengan memberi kesimpulan yang disertai alasanalasannya. (KUHPerd. 212; Rv.241 dst.)
Pasal 840.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan oleh si isteri berdasarkan pasal

215 KUHPerd. untuk membela haknya adalah sama dengan haknya dalam hal permohonan
pemisahan harta benda yang diatur dalam pasal 823. Tetapi ia hanya dapat memperoleh izin
untuk sita jaminan jika ada kekhawatiran yang beralasan tentang terjadinya penggelapan. (Rv.
720, 823a, 823j, 841.)
Pasal 841.
Syarat-syarat untuk perceraian berlaku pula untuk gugatan pisah meja dan ranjang, karena
alasan-alasan tertentu. (KUHPerd. 209 dst., 212 dst., 233 dst., 236 dst., 246.)
Pasal 842.

(s.d.u. dg. S. 1925 -525.) Peraturan pasal 1910 no. 10 dan no. 20 KUH.Perd - berlaku juga baik

dalam gugatan pisah meja dan ranjang karena alasan-alasan tertentu dan dalam gugatan
perceraian; tetapi dengan ketentuan-ketentuan untuk kedua perkara, bahwa orang tua dan anak-

Page 135 of 149

anak suami-isteri dapat membebaskan diri untuk memberi kesaksian. (KUHPerd. 207dst, 233
dst.; Rv. 831 dst.; Sv. 145 dst.; IR 145, 274.)
Pasal 843.
Putusan-putusan hakim mengenai perceraian dan pisah meja dan ranjang diumumkan dengan
cara yang ditentukan dalam Pasal 826. (KUHPerd. 221, 245, 248 dst.; BS. 64; R,. 329, 334; RBg.
322-210.)

Dg. S. 1938-622 ditambahkan Bagian Ketujuh A (mb. 22 Des 1938).

Bagian 7A.
Cara Berperkara Mengenai Nafkah Biaya Hidup.
Pasal 843a.
Gugatan-gugatan yang semata-mata untuk:
1. penentuan mengenai pembayaran untuk pemeliharaan yang terutang berdasarkan buku
pertama KUHPerd. (KUHPed. 206a, 225, 230b, 2402, 2460, 301, 3063, 321 dst., 329a.)
2. perubahan atau penarikan kembali suatu keputusan hakim atau penetapan tentang
pembayaran-pembayaran semacam itu;
3. perubahan atau Penarikan kembali suatu Pengaturan tentang pemeliharaan yang dibuat oleh
para pihak;
dilakukan dengan surat Permohonan, kecuali:
tentang tuntutan mengenai Pemberian biaya Pemeliharaan sementara oleh suami selama
berlangsung perkara tentang perceraian atau pisah meja dan ranjang
Pemeliharaan mencakup Pemeliharaan dan pendidik. anak yang belum cukup umur.
Surat Permohonan memuat kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan yang menjadi dasar
tuntutan dan disampaikan bersama dengan surat-surat untuk menguatkannya kepada raad
van justitie dengan disertai turunan-turunan sebanyak jumlah pihak-pihak yang digugat.
Raad van justitie di tempat tinggal pemohon, termohon atau para termohon, atas Pilihan
pemohon berhak untuk memeriksa tuntutan-tuntutan tersebut di bawah No. 10 dan 30.
Tuntutan-tuntutan tersebut di bawah 20 diajukan kepada raad van justitie yang telah
memutus gugatan yang asli. (Rv 890a .)
Pasal 843b.
Panitera mencatat di atas surat permohonan hari diterimanya permohonan dan segera
mengirimkan dengan surat tercatat satu turunan surat permohonan dan turunan surat-surat
lampirannya kepada tiap-tiap termohon. Ditambahkan padanya suatu pemberitahuan yang
menyebutkanjangka waktu yang tidak boleh dilampaui untuk mengajukan surat jawaban seperti
tersebut dalam alinea terakhir pasal ini, dan juga tentang akibat yang disebut dalam alinea
kesatu pasal berikut, jika tidak dimasukkan surat jawaban, dengan memberitahukan juga, kecuali
jika tergugat adalah dewan wali, bahwa pengajuan jawaban hanya dibolehkan dengan
perantaraan seorang pengacara, dan dengan penjelasan tentang cara yang harus ditempuh
untuk mendapat bantuan secara cuma-cuma dalam hal tergugat adalah orang yang miskin. Jika
baik tempat tinggal maupun tempat kediaman di mana tergugat tidak dikenal, maka panitera
memuat segera suatu panggilan dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh raad
van justitie agar yang bersangkutan mengambil surat-surat tersebut di kepaniteraan raad van
justitie.
Tergugat dalam waktu yang ditentukan oleh ketua, dengan memperhatikan keadaan, sedikitnya
tiga minggu sesudah pengiriman atau pemanggilan mengajukan surat jawaban kepada raad van
justitie. Hal itu disertai turunan surat jawaban yang oleh panitera segera dikirimkan kepada
penggugat.

Page 136 of 149

Pasal 843c.
Raad van justitie tanpa mendengar para pihak lebih lanjut, rnengabulkan gugatan, jika dalam
jangka waktu yang ditentukan tidak ada surat pembelaan yang masuk dari pihak tergugat,
kecuali jika gugatan dianggap melawan hukum atau tidak mempunyai dasar. (Rv. 843h.)
Tiap tergugat yang tidak dapat menerima penetapan itu dapat mengajukan perlawanan dalam
waktu tiga puluh hari sesudah penetapan atau suatu akta yang dibuat berdasarkan gugatan itu
atau untuk pelaksanaannya telah diberitahukan kepadanya pribadi dengan perantaraan juru sita
atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang menimbulkan kesimpulan bahwa penetapan
atau pelaksanaan yang dimulai telah ia ketahui. (Rv. 77 dst., 83 dst.)
Surat permohonan disertai turunan yang oleh panitera disampaikan kepada pemohon asli.
Pasal 843d.
Jika dalam jangka waktu yang sah telah disampaikan surat jawaban atau surat permohonan
perlawanan, maka raad van justitie menentukan hari untuk mendengar para pihak dan dalam hal
dewan para wali merupakan pihak, untuk mendengar salah seorang yang menjalankan
kekuasaan orang tua atau perwalian terhadap anaknya yang belum dewasa. Jika ada beberapa
tergugat, selama belum semua mengajukan surat jawaban, maka penentuan harinya ditunggu
sampai habis jangka waktu yang, ditentukan untuk mengajukan surat jawaban.
Terhadap pemeriksaan seperti tersebut dalam alinea yang lalu, maka berlakulah pasal 173 alinea
kesatu, kedua, ketiga, dan kelima.
Raad van justitie, jika gugatan mengenai pemeliharaan seorang anak di bawah umur, dapat
meminta pertimbangan tertulis dewan para wali, sepanjang dewan ini tidak merupakan pihak.
(KUHPerd. 329b; Rv. 832i.)
Pertimbangan diberikan dalam waktu yang ditetapkan oleh raad van justitie dan dapat dilihat di
kepaniteraan oleh orang tua dan para wali. Surat panggilan tersebut dalam pasal berikut
memberikan pula penjelasan-penjelasan bagi yang berkepentingan.
Raad van justitie dalam segala tingkat pemeriksaan kepada para pihak dapat memerintahkan
agar memberitahukan kepadanya bahan-bahan yang dikuatkan dengan bukti-bukti mengenai
pendapatan dan harta benda sendiri yang ia anggap perlu diketahuinya.
Pasal 843e.
Pemanggilan pihak-pihak orang tua dan wali dilakukan dengan surat panitera yang dikirimkan
selambat-lambatnya pada hari kedua sesudah diterima pertimbangan atau sesudah lampau
jangka waktu yang ditentukan dan jika raad van justitie tidak meminta pertimbangan seperti itu,
sesudah pendengaran terhadap para pihak ditentukan. Jika salah satu di antara mereka tidak
diketahui tempat tinggal atau tempat kediamannya, maka panitera memuat panggilan itu dalam
satu atau beberapa surat kabar yang ditentukan oleh raad van justitie.
Pasal 843f.
Raad van justitic dapat memerintahkan pemeriksaan saksi mengenai fakta-fakta tertentu pada
hari pemeriksaan atau menentukan hari lain untuk itu. Saksi-saksi sedapat mungkin ditunuk
dalam surat penetapan itu dan dipanggil atau dibawa oleh pihak yang sudah siap lebih dulu.
Para pihak di dalam surat permohonan atau surat jawaban dapat mengajukan keinginannya agar
orang-orang yang disebut nama dan tempat tinggalnya didengar sebagai saksi.
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 173 alinea kesatu, kedua, ketiga, dan kelima, 175, 177,
179, 181, 182, 183, 185 alinea kedua dan 186 berlaku pula dalam mendengar para saksi.
Setelah selesai pemeriksaan atau pemeriksaan lanjutan, maka ketua raad van justitie
memberitahukan kapan keputusan akan dijatuhkan. Raad van justitie segera memberikan
ketetapan. (Rv. 843h.)

Page 137 of 149

Pasal 843g.
Panitera membuat berita acara tentang apa yang telah terjadi pada pemeriksaan dengan
menyebut isi pokok apa yang telah diterangkan oleh para pihak, orang tua, para wali dan para
saksi.
Ketua raad van justitie dapat memerintahkan pencabutan keterangan-keterangan tertentu.
Berita acara ditentukan oleh ketua atau oleh salah satu hakim yang menghadiri pemeriksaan dan
panitera, dan sesegera mungkin setelah pemeriksaan selesai ditandatangani.
Pasal 843h.
Ketetapan termaksud dalam pasal 843c alinea kesatu dan pasal 843f alinea terakhir, dengan
ancaman kebatalan jika tidak dipenuhi, disertai alasan-alasannya, diumumkan. Ketetapanketetapan itu dapat dinyatakan boleh dilaksanakan sebelumnya (RV. 54 dst)
Tentang biaya Perkara berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal 58, 59 dan 60.
Pasal 843i.
Penggugat yang gugatannya ditolak seluruhnya atau sebagian dan tergugat yang setelah para
pihak diperiksa seperti dimaksud dalam pasal 843d, tuntutannya dikabulkan seluruhnya atau
sebagian, tanpa melihat apakah ia mengajukan jawaban atau tidak atau apakah ia hadir atau
tidak sewaktu diadakan Pemeriksaan, dapat mengajukan banding atas penetapan raad van
justitie kepada H-G.H. dalam waktu tiga puluh hari dengan cara mengajukan surat permohonan,
kecuali jika ia sudah menyerah kepada ketetapan itu. Penyelesaian dalam tingkat banding
dilakukan dengan cara seperti dalam tingkat pertama. (Rv. 341, 343 dt.)
Bagian 8.
Penambahan Atau Perbaikan Akta-akta Catatan Sipil.
Pasal 844.
Barangsiapa yang berdasarkan pasal 13 KUHPerd. memohon agar diperintahkan diadakan
tambahan atau perbaikan akta catatan sipil, harus mengajukan surat permohonan kepada raad
van justitie yang disebut dalam pasal 14 KUHPerd. dengan disertai alasan-alasannya. (KUHPerd.
1914; BS. 27; S. 1854- 40.)
Pasal 845.
Jika raad van justitie memerintahkan agar pihak-pihak yang berkepentingan dipanggil
menghadap, maka hal itu dilakukan dengan suatu surat panggilan untuk menghadap atau, jika
hal itu dimohonkan dalam suatu perkara yang sedang diperiksa, dilakukan dengan suatu akta
pengacara kepada pengacara pihak yang lain. (Rv. 1 dst., 8 d,t.)
Pasal 846.

(s.d.u. dg. s. 1908-522.) Perkara diajukan menurut daftar urutan pada hari yang ditentukan dan

diperiksa seperti perkara gugatan biasa. (KUHPerd, 14 dst.)

Pasal 847.
Keputusan dapat dimintakan banding, oleh Pemohon semata-mata untuk penambahan atau
perubahan dalam perkara.
Dalam hal terakhir maka banding dilakukan dengan suatu permohonan sederhana. (KUHPerd. 14,
16; Rv. 341.)

Page 138 of 149

Bagian 9.
Pembuatan Akta Dengan Paksa.
(S. 1854-18 pasal 7.)
Pasal 848.
Barangsiapa selama dalam suatu proses hendak memperoleh turunan atau kutipan sesuatu akta,
di mana ia tidak pemah merupakan pihak, harus mengajukan tuntutannya agar diberikan dengan
paksa dengan suatu akta pengacara kepada pengacara. (KUHPerd. 1886; Rv. 8, 849, 851, 853
dst.)
Pasal 849.

(s. d. u. dg. S. 1908-522.) Tuntutan itu pada hari yang ditentukan dengan akta diajukan pada

hari sidang.

Pasal 850.
Pelaksanaan putusan, meskipun ada perlawanan atau banding, dapat diperintahkan oleh hakim
jika ada alasan-alasan untuk itu. (Rv. 54 dst.)
Pasal 851.
Atas penunjukan putusan hakim itu maka turunan atau kutipan akta diberikan oleh notaris atau
pejabat penyimpanan dan dibuat berita acara tentang itu olehnya.
para pihak boleh hadir pada waktu berita acara dibuat dan meminta catatan. catatan mereka
untuk ditambahkan di dalamnya. (Rv. 68, 437, 580-60, 852.)
Pasal 852.
Bila timbul sengketa tentang hal itu, maka pada hari yang ditentukan dalam berita acara tanpa
panggilan lebih lanjut hal itu diajukan di hadapan sidang; pejabat penyimpan akta membawa
akta yang bersangkutan ke sidang, bila ada alasan-alasan.
Raad van justitie, setelah membandingkan akta yang asli dengan turunan atau kutipannya,
memberi keputusan.
Biaya pembuatan berita acara dan biaya perjalanan atau pemindahan pejabat penyimpan dan
juga biaya pembuatan turunan atau kutipan dibayarkan uang muka lebih dahulu oleh Pemohon.
(Rv. 106, 283, 580-50, 851.)
Pasal 853.
Para panitera dan para penyimpan register-register umum, tanpa perintah hakim atas
pembayaran biaya yang menjadi hak mereka, wajib memberikan turunan atau kutipan kepada
mereka yang memintanya, dengan ancaman penggantian biaya, kerugian-kerugian dan bunga.
Tetapi kepada mereka yang tidak pemah menjadi pihak dalam perkara tidak diberikan turunan
atau kutipan penetapan atau putusan-putusan hakim dalam perkara pidana, juga dalam hal yang
tidak secara tegas diatur dalam undang-undang, tidak diberikan turunan atau kutipan suatu
perkara yang bersangkutan yang disimpan di kepaniteraan, tanpa kuasa ketua majelis, dan
permohonan-permohonan untuk itu hanya dikabulkan, jika diberikan bukti-bukti bahwa ia
mempunyai kepentingan dalam perkara itu. (KUHPerd. 210, 1224, 1227, 1238, 1405; BS. 25; Rv.
438.)
Pasal 854.
para notaris dan juga penyimpan surat-surat asli atau akta wajib memberikan turunan dengan
pembayaran biayanya, kepada orang-orang yang baik secara langsung berkepentingan ataupun
kepada para ahli warisnya ataupun orang-orang yang mendapat hak dari mereka.
Dalam hal permintaan itu ditolak, maka mereka dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian
dan bunga, jika ada alasan-alasan untuk itu, bahkan jika perlu dengan paksaaan badan.
(KUHPerd. 832 dst., 955, 957, 1243 dst., 1318, 1889; Rv. 58, 580-100, 856.)

Page 139 of 149

Pasal 855.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Perselisihan diselesaikan sebagai suatu gugatan biasa dan hakim, bila ia

menemukan alasan untuk itu, dapat memerintahkan pelaksanaan lebih dahulu, meskipun ada
perlawanan atau banding. (Rv. 54 dst.,861 dst.)
Penggantian kerugian diberikan hanya jika ada kepastian tentang hal itu. (Rv.57.)
Pasal 856.
Pihak yang menghendaki dikeluarkannya grosse kedua atau selanjutnya mengajukan surat
permohonan kepada raad van justitie, yang wilayahnya meliputi tempat tinggal pejabat
penyimpan; raad van justitie memerintahkan dengan siati surat perintah kepada pejabat
penyimpan untuk melaksanakan pemberiannya pada hari dan jam yang telah ditentukan dan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk hadir pada waktu penyerahannya. Di kaki grosse
kedua atau ya disebut adanya surat perintah itu, begitu pula mengenai jumlah uang yang dapat
dilaksanakan terhadap grosse tersebut, jika tuntutan utang telah dilunasi atau dibayar sebagian.
(KUHPerd. 1889; Rv. 12, 15, 68, 435, 851, 858.)
Pasal 857.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Jika ada bantahan, maka hal itu diajukan kepada raad van justitie. (Rv.
437, 852.)

Pasal 858.
Kepada pihak yang sama tidak boleh diberikan grosse kedua atau selebihnya dengan kekuatan
eksekutorial dari suatu putusan, kecuali atas perintah ketua majelis yang memutusnya; dan
untuk itu diperhatikan juga syarat-syarat yang ditentukan untuk memperoleh grosse kedua atau
grosse-grosse selebihnya dari akta-akta. (Rv. 435, 856 dst.)
Bagian 10.
Penolakan Mengadili Dan Penyerahan Kepada Hakim Lain.
Pasal 859.
Jika oleh seorang pegawai Eropa, hakim tunggal, atau raad van justitie atau salah seorang
anggotanya, ditolak untuk memberikan penetapan atas suatu surat permohonan, atau
memberikan putusan mengenai suatu perkara yang sedang berjalan, begitu pula penyelesaian
suatu perkara dengan cara yang tidak patut diperlambat, maka pihak yang berkepentingan dapat
mengajukan aduan kepada H.G.H. (ISR. 157; Rv. 623; AB. 22.)
Pasal 860.
Aduan diajukan dengan suatu surat permohonan, yang kecuali ditandatangani oleh pengacara
juga oleh pemohon atau oleh orang yang dikuasakan secara khusus untuk itu dan surat kuasa itu
harus disertakan pada surat permohonan itu, dengan ancaman kebatalan jika tidak disertakan.
Alat-alat bukti yang ada harus disertakan dan pemohon harus memilih tempat tinggal di tempat
H.G.H. bersidang. (KUHPerd. 24, 1934; Rv. 106, 272, 736.)
Pasal 861.
H.G.H. memerintahkan agar surat permohonan diberitahukan kepada hakim yang ditentang;
untuk itu suatu turunan perintah itu beserta turunan surat permohonan dengan bukti-bukti yang
bersangkutan oleh panitera H.G. H. disampaikan kepada kepaniteraan hakim itu.

Page 140 of 149

Pasal 862.
Dalam jangka waktu yang cbtetapkan oleh H.G.H., hakim yang diadukan itu harus
menyampaikan jawaban pembelaannya secara tertulis kepada kepaniteraan H.G.H. Pengadu dan
pengacara dapat melihat jawaban itu di kepaniteraan. (Rv. 15, 864.)
Pasal 863.
Hakim-hakim yang diadukan selama pemeriksaan dilarang menangani perkara yang diadukan
sebagai perkara yang olehnya ditolak pemeriksaannya, begitu pula semua perkara yang
mengenai pengadu yang mungkin ada pada hakim itu, dengan ancaman kebatalan putusannya.
Mereka dengan cara yang sama harus menolak menangani perkara-perkara yang ada di
majelisnya yang ada hubungan keluarga dalam garis lurus dari pengadu dan suami atau
isterinya, dan juga dengan ancaman kebatalan. (Rv. 35-70, 36 dst.)
Pasal 864.
H.G.H. memberikan putusan atas permohonan-permohonan dan surat-surat yang diajukan
kepadanya kecuali jika diperbolehkan pengajuan risalah-risalah tambahan atau diperintahkan
untuk memasukkan risalah-risalah tambahan itu. (Rv.145,:329-40, 859, 862.)
Pasal 865.
Jika pengaduan beralasan, maka hakim yang bersangkutan dihukum untuk membayar biaya,
ganti rugi dan bunga kepada pengadu. (KUHPerd. 1246; Rv. 607.)
Perkara dalam hal itu atas perintah H. G. H. diserahkan kepada majelis dan diputus dalam tingkat
tertinggi. (Rv. 266 dst.)
866.

Ditarik kembali dg. S. 1872-13.


Bagian II.
Pelanggaran yang Dilakukan
Oleh Pegawai Catalan Sipil, Notaris
Dan Pegawai pegawai Lain. (T. XIII-363.)
Pasal 867.

(s. d. u. dg. S. 1918-30.) Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai atau perantara

pada catatan sipil, panitera, notaris dan pegawai-pegawai lain, dalam menjalankan tugasnya
yang hanya diancam dengan pidana denda, menjadi wewenang hakim perdata, dan dituntut di
hadapan raad van justitie yang berwenang serta diadili berdasarkan tuntutan hukum tertulis dari
officer van justitie yang diajukan kepada raad van justitie. (Ov. 59; KUHPerd. 82; BS. 28; Rv.
870; Sv. 177 dst., 370 dst., 391 dst.; S. 1851-27 pasal 17, 19; Not. 57, 60.)
Pasal 868.
Raad van justitie memerintahkan agar tuntutan hukum itu diberitahukan kepada pegawai yang
bersangkutan dengan perantaraan juru sita dan ditentukan pula jangka waktu yang
bersangkutan dapat mengajukan risalah pembelaannya kepada raad van justitie. Pada waktu
pemberitahuan tuntutan hukum itu disampaikan turunan perintah itu kepada pegawai tersebut.
(Rv. 15, 870.)
Setelah lampau jangka waktu tersebut, maka raad van justitie mengambil keputusan.
Pasal 869.

(s.d. u. dg. S. 1908-522.) Putusan-putusan perkara tersebut, tergantung pada apakah diberikan

dalam tingkat pertama atau banding, dapat dimohonkan banding atau kasasi dalam jangka waktu
seperti tersebut dalam peraturan ini. (RO. 126, 171; Rv. 327 dst., 402 dst.)

Page 141 of 149

Baik upaya hukum pertama maupun kedua diputus secara singkat berdasarkan surat-surat dan
risalah-risalah yang untuk keperluan itu sebelum tiba hari sidang dikirimkan ke kepaniteraan
H.G.H.
Pasal 870.
Meskipun ada pemindahan seorang pegawai menurut pasal 867 ke luar wilayah raad van justitie,
di dalam wilayah hukum mana pegawai itu melakukan pelanggaran dalam jabatannya, hanya
penuntut umum di tempat raad van justitie itulah yang tetap berwenang melakukan tuntutan
hukum. (KUHPerd. 18; Sv. 12.)
Dalam hal itu raad van justitie menyampaikan surat tuntutan hukum itu kepada majelis yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal baru pegawai yang bersangkutan untuk diselesaikan
menurut pasal 868 alinea kesatu.
Setelah lampau jangka waktu yang ditetapkan oleh majelis tersebut terakhir, maka dikirimkan
risalah pembelaan yang masuk atau berita dalam hal tidak dimasukkan risalah pembelaan
dengan menyampaikan turunan surat perintah dan surat pemberitahuan yang asli kepada raad
van justitie tempat terjadinya pelanggaran yang kemudian mengambil keputusan tentang pokok
perkaranya.
Dalam hal dijatuhkan pidana, maka pelaksanaannya dilakukan atas tuntutan penuntut umum
pada raad van justitie yang menjatuhkan putusan, tetapi perselisihan-perselisihan yang mungkin
timbul pada waktu pelaksanaan diselesaikan oleh majelis di tempat tinggal terhukum.
Pasal 871.

(s.d.u. dg. S. 1908-522.) Pelanggaran-pelanggaran termaksud dalam bagian ini tetap mempunyai

sifat pelanggaran pidana, meskipun perintah penyelesaiannya ditujukan kepada hakim perdata.
Peraturan Hukum Acara Pidana tetap berlaku sepanjang tidak ada penyimpangan-penyimpangan
menurut pasal-pasal yang lalu.
Bagian 12.
Berperkara Secara Cuma-cuma (Prodeo)
Atau Dengan Biaya Dengan Tarip yang Dikurangi.
Pasal 872.
Barangsiapa menjadi penggugat atau tergugat dapat menunjukkan, bahwa ia adalah miskin atau
tidak mampu untuk membayar biaya perkaranya, oleh hakim yang akan mulai memeriksa
perkaranya atau sedang memeriksa perkaranya, dapat diizinkan untuk berperkara secara cumacuma atau dengan biaya dengan tarip yang dikurangi. (Ro. 72; Rv. 873 dst., 879, 887; IR. 237
dst.; RBg. 273 dst.)
orang-orang asing tidak dimungkinkan untuk diizinkan berperkara dengan cuma-cuma kecuali
dengan suatu perjanjian yang tegas-tegas mengenai hal itu (AB. 3; Nedsch 12; Rv. 128, 580-90.)
Pasal 873.
Izin dimohon dengan suatu surat permohonan yang ditandatangani oleh seorang pengacara. (Rv.
106 dst., 889.)
surat permohonan disertai satu turunan dan mengemukakan dasar permohonan itu atau
pembelaan pemohon. Di dalamnya disebutkan juga nama pihak lawan, begitu juga tempat
tinggalnya di Indonesia atau - jika itu tidak ada - tempat kediamannya yang nyata dan - jika itu
pun tidak ada - tempat tinggalnya di luar Indonesia; jika tidak ada tempat tinggal atau tempat
kediaman yang diketahui, maka hal itu disebutkan dalam surat permohonan. (KUHPerd. 17 dst.,
24; Rv. 8781, 884-887.)

Page 142 of 149

Pasal 874.
Pada surat permohonan dilampirkan suatu pernyataan - di dalam daerah gubernemen di Jawa
dan Madura dibuat oleh asisten residen dan di daerah lain oleh kepala pemerintah daerah - yang
berisi selengkap mungkin mengenai jabatan, pekerjaan atau perusahaan dan keluarga pemohon
serta mengenai penghasilan dan kekayaannya sendiri dan keluarganya. (Rv. 876, 885 dst., 890;
Zeg. 31, al. II-33; S. 1851-27 pasal 21.)
Sepanjang tidak ada tempat tinggal di Indonesia dan tidak mungkin ditunjukkan keterangan
mengenai hal itu, maka diusahakan sedapat mungkin surat keterangan semacam itu.
Badan hukurn menunjukkan surat-surat yang diperlukan untuk menguatkan keadaan miskin atau
kurang mampunya.
Balai harta peninggalan dan balai budel yang bertindak untuk budel yang diurusnya atau harta
orang lain yang diwakilinya yang pada waktu beracara sama sekali atau untuk sebagian tidak
cukup untuk membiayai perkaranya, harus menyertakan satu daftar singkat mengenai budel itu.
Dengan peraturan pemerintah dapat diadakan aturan-aturan lebih lanjut tentang pemberian
surat keterangan seperti tersebut dalam alinea kesatu.
Dengan S. 1941-511 jo. 513 ditetapkan sebagai berikut:
Pasal VII. Jika menurut peraturan perundang-undangan atau aturan dalam verdrag (traktat)
suatu bukti atau keterangan mengenai keadaan tidak mampu harus diserahkan yang
penyampaiannya telah dilakukan sebelum mulai berlakunya ordonansi ini sebelum saat seperti
tersebut dalam pasal 875 Rv., maka bukti atau keteragan itu di wilayah gubernemen di Jawa dan
Madura dikeluarkan oleh asisten-residen dan di daerah lain oleh kepala pemerintahan daerah
tempat tinggal orang yang bersangkutan, atau jika ia bertempat tinggal di luar Indonesia, oleh
penguasa yang berwenang.
Dengan peraturan pemerintah tentang penyampaian bukti atau keterangan tentang tidak mampu
seperti tersebut dalam alinea kesatu, dapat diadakan pengaturan lebih lanjut.
Pasal 875.
Hakim memberikan ketetapan tentang permohonan tersebut setelah mendengar para pihak,
setidak-tidaknya setelah mereka dipanggil untuk menghadap pada hari yang telah ditentukan.
Pemanggilan dilakukan oleh panitera dengan cara yang ditentukan dalam peraturan pemerintah
dengan mengingat tenggang waktu sedikitnya lima hari. Pemanggilan lawan pemohon disertai
dengan turunan surat permohonannya. (S. 1941-512.)
Tidak perlu dilakukan pemanggilan, jika pihak lawan secara tertulis mengatakan tidak keberatan
tentang permohonan itu, begitu pula jika tidak diketahui tempat tinggalnya atau tempat
kediamannya.
Pemeriksaan para pihak dilakukan oleh seorang komisaris yang ditunjuk oleh majelis dari para
anggotanya. Komisaris memberikan laporan kepada majelis. (Rv. 8763, 887.)
Pasal 876.
Jika benar tentang miskin atau tidak mampunya permohon, maka hakim mengabulkan
permohonan itu, kecuali jika ia sudah dapat menganggap bahwa gugatan atau pembelaannya
nampaknya tidak mempunyai dasar hukum, atau pemohon sendiri tidak dibenarkan untuk
berperkara secara prodeo. (Rv. 887, 8890.)
Hakim dalam memutuskan perkara mengindahkan besar kecilnya biaya perkara berhubungan
dengan penghasilan dan kekayaan yang bersangkutan.
Sebelum menentukan keadaan miskin atau tidak mampu maka hakim dalam tiap-tiap hal yang
ditentukan dalam peraturan pemerintah dan dalam keadaankeadaan lainnya dengan
mengindahkan aturan-aturan yang telah ditentukan, dapat meminta keterangan dari tata usaha
kantor pajak. Hal ini berlaku juga bagi Komisaris yang bersangkutan, sebelum mengajukan
laporan kepada Majelis. (S. 1941-512.)
Hakim dengan menolak permohonan untuk berperkara dengan prodeo dapat mernberi izin untuk
berperkara dengan tarip yang dikurangi jika ada alasan-alasan untuk itu. (Rv. 879, 888.)

Page 143 of 149

Pasal 877.
Untuk memperoleh ketetapan izin berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi
tidak dipungut biaya.
Dalam biaya pada pasal ini termasuk gaji penasihat hukum dan juru sita. (Rv. 880.)
Pasal 878.
Pemohon banding atau kasasi yang dalam tingkat yang lalu telah berperkara secara prodeo atau
dengan tarip yang dikurangi, tidak dapat dalam tingkat banding atau kasasi berperkara lagi
secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi sebelurn diizinkan lagi oleh hakim yang lebih
tinggi itu dengan cara seperti yang dilakukan dalam tingkat pertama.
Tergugat dalam tingkat banding atau kasasi yang dalam tingkat pertama telah berperkara secara
prodeo atau dengan tarip yang dikurangi tidak perlu memohon lagi izin untuk berperkara secara
prodeo atau dengan tarip yang dikurangi. (Rv. 881.)
Pasal 879.
Akibat diizinkannya berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi adalah, bahwa
biaya kepaniteraan dalam hal pertama seluruhnya, sedangkan dalam hal kedua untuk
separuhnya, dibebaskan kepadanya, bahwa masing-masing untuk hal yang pertama tidak
dipungut dan unink hal kedua dipungut separuh gaji pengacara dan juru sita, juga masingmasing
untuk hal yang pertama secara cuma-cuma dan dalam hal kedua dipungut separuh biaya
pelaksanaan keputusan hakim. (RO. 72, 190, 201; Rv. 877, 881 dst.)
Perjanjian yang bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam alinea kesatu adalah batal.
Pasal 880.
Semua exploit (pemberitahuan juru sita) dilakukan sebagai berikut:
pemberitahuan yang dilakukan dalam daerah tempat kedudukali pengadilan dilakukan oleh juru
sita yang ditunjuk pada waktu permohonan izin dikabulkan. yang lainnya dilakukan oleh juru sita
luar biasa yang berwenang menyampaikan pemberitahuan dan yang tempat tinggalnya dekat
dengan tempat pemberitahuan harus dilakukan.
Untuk menyampaikan surat pemberitahuan dapat juga diminta bantuan hakim seperti tersebut
dalam pasal 5.
Jikalau surat pemberitahuan itu barns disampaikan kepada pemohon yang diizinkan berperkara
secara prodeo dan akan dilakukan di tempat yang jauhnya 1 1/2 km atau lebih dari tempat
tinggal juru sita, maka uang jalannya akan dibayar oleh pemerintah menurut tarip yang
ditetapkan untuk itu. (RO. 193 dst., 201; Rv. 1, 20, 877, 879, 8812, 8221, 883; S. 1851-27 pas.
422.)
Pasal 88 1
Izin berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi untuk suatu tingkat peradilan
yang belum selesai dan dalam penerapan pasal 878 alinea kedua selama tingkat berikutnya atas
permohonan orang yang mendapat izin atau pihak lawan ataupun karena jabatannya, dapat
ditarik kembali oleh hakim yang memberikan izin:
1. bila ternyata izin telah diberikan berdasarkan keterangan-keterangan yang tidak benar atau
kurang lengkap dan seandainya keterangan-keterangan yang benar atau lengkap diketahui,
tidak akan diberikan izin itu;
2. jika permohonan izin berdasarkan pemberitahuan yang tidak benar mengenai nama atau
tempat tinggal ataupun tempat kediaman pihak lawan, kecuali jika yang terakhir ini
memberikan keterangan tertulis terhadap izin atau telah datang menghadap atas panggilan
panitera;
3. jika ada perubahan yang menguntungkan dalam keadaan penghasilan dan kekayaan
pemohon.
Hakim harus menarik kembali izin tersebut setelah mendengar para pihak, setidak-tidaknya
setelah para pihak dipanggil sepatutnya. Pemanggilan dilakukan oleh panitera menurut cara

Page 144 of 149

yang ditentukan dalam peraturan pemerintah. Pasal 870 alinea ketiga berlaku dalam hal ini.
(S. 1941-512.)
Penarikan kembali berakibat bahwa untuk seluruh tingkat peradilan, biaya kepaniteraan,
juga yang sudah dicatat sebagai utang seluruhnya, harus dibayar dan gaji pengacara dan
parajuru sita, juga untuk pekerjaan-pekerjaan yang telah dilakukan, sepenuhnya menjadi
tanggungan pemohon. Selanjutnya akibat penarikan kembali itu adalah bahwa uang jalan
yang telah dibayarkan oleh pemerintah juga harus menjadi tanggungannya. (Rv. 888.)
Pasal 882.
Bila ada alasan-alasan untuk pihak lawan dari orang yang diizinkan untuk berperkara secara
prodeo, atau dengan tarip yang dikurangi, untuk menanggung biayanya, maka hakim karena
jabatannya akan menghukumnya untuk membayar kepada panitera biaya kepaniteraan menurut
ketentuan pasal 879, begitu pula mengganti biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk uang
jalan juru sita juga gaji pengacara dan para juru sita yang termasuk dalam pengertian biaya
sepanjang pemohon yang diizinkan itu dibebaskan menurut pasal yang bersangkutan, juga dari
uang yang telah dibayarkan lebih dulu. Putusannya menyebutkan masing-masing yang harus
dibayarkan.
Pihak lawan dipaksa untuk melakukannya dengan suatu surat perintah pelaksanaan yang
dikeluarkan oleh ketua raad van justitie yang menjatuhkan putusan. Penyerahan tidak akan
dilaksanakan sebelum keputusan mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Terhadap surat
perintah itu tidak ada upaya hukum yang lebih tinggi.
Pasal 883.
Bila pernohon izin untuk berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi dihukum
untuk membayar biaya, maka pihak lawannya bebas untuk sedapat rnungkin membebankan
biaya yang telah dikeluarkan olehnya kepadanya. Dalam hat pihak lawan juga diizinkan secara
prodeo atau dengan tarip yang dikurangi, maka ia pun mempunyai hak yang sama seperti
tersebut dalam pasal yang lalu. (RO. 72; Rv. 58, 879 dst.)
Pasal 884.
Dalam hal penyelesaian yang sangat buru-buru sambil menunggu putusan mengenai
permohonannya, ketua majelis, seperti dimaksud dalam pasal 873, dapat mengizinkan pemohon
untuk berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi.
Izin itu dimohon dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pengacara. Tentang
keharusan menyampaikan surat-surat untuk menguatkan keadaan miskin atau kurang mampu
ditetapkan oleh ketua. Untuk memperoleh ketetapan mengenai permohonan tidak boleh dipungut
biaya. Pasal 876 alinea terakhir juga berlaku dalam hal ini.
Ketetapan yang memberi izin untuk sementara sekaligus menentukan waktu kapan permohonan
menurut pasal 873 harus diajukan. Bila permohonan tidak diajukan, maka dianggap bahwa izin
sementara itu tidak diberikan.
Penetapan seperti tersebut dalam pasal 873 berlaku surut untuk menggantikan izin sementara.
Jika izin sementara dimohonkan dalam sidang singkat, maka ketua dalam memberikan izin
sekaligus menentukan bahwa permohonan termaksud dalam pasal 873 tidak akan diajukan tetapi
bahwa dalam kesempatan pemberian keputusan dalam sidang secara singkat akan diberikan izin
yang tetap. Hakim menentukan sedapat-dapatnya surat-surat bukti apa yang harus diajukan
untuk menguatkan
pemohon dalam pernyataan miskin atau kurang mampunya. Pasai 876 dan alinea yang lalu
berlaku juga dalam hal ini. (Rv. 283 dst.)
Pasal 885.
Bila seorang yang miskin atau tidak mampu di luar suatu acara hukum memerlukan suatu surat
kuasa yang harus dibuat Oleh hakim, suatu persetujuan hakim atau suatu ketetapan hakim
dengan suatu permohonan sederhana atau suatu permohonan lain, maka ia harus menyertakan

Page 145 of 149

dalam permohonannya surat-surat seperti tersebut dalam pasal 874, (KUHPerd. 13 dst,, 374, 393
dst., 400, 421; Rv. 813, 843a, 844, 886 dst.)
Kemudian hakim menentukan bahwa untuk mendapat penetapan dan pelaksanaannya tidak perlu
dibayarkan biaya atau dipungut hanya separuh biaya itu, bila cukup ternyata tentang miskinnya
atau kurang mampunya untuk membayar biaya tersebut. Pasal 876 alinea ketiga dan keempat
berlaku dalam hal ini. (R,. 874, 879.)
Dalam memberi izin kepada orang yang miskin atau kurang mampu untuk mengadakan
penyitaan, ketua dapat memberikan izin untuk bebas atau membayar separuh biaya pengajuan
tuntutan pernyataan sah dan berharga atas penyitaaan itu dan penyampaian turunan tuntutan
pernyataan sah dan berharga atas penyitaan itu kepada pihak ketiga yang mengalami penyitaan.
Pasal 884 alinea ketiga dan keempat berlaku juga dalam hal ini. (Rv. 714 dst., 720 dst., 728 dst.,
751 dst., 757 dst., 763a dst., 763h dst., 888.)
Pasal 886.
Barangsiapa yang miskin atau kurang mampu menginginkan suatu ketetapan hakim atau suatu
grosse tanpa mengeluarkan biaya atau suatu pelaksanan dengan separuh biaya, mengajukan
permohonan kepada ketua raad van justitie di tempat tinggalnya atau jika ia tidak mempunyai
tempat tinggal di Indonesia, mengajukannya ke raad van justitie di tempat di mana pelaksanaan
akan dilakukan, dengan penyertaan surat-surat termaksud dalam pasal 874. Izin diberikan bila
ternyata ia benar miskin atau kurang mampu untuk membayar biaya perkara. Pasal 876 alinea
ketiga dan keempat berlaku pula dalam hal ini. Untuk mendapatkan penetapan atas permohonan
itu tidak dipungut biaya. (Rv. 879, 885, 888.)
Pasal 887.
Jika ada permohonan untuk berperkara secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi:
1. dalam suatu sengketa melulu untuk mendapatkan penetapan pemberian nafkah yang wajib
menurut KUHPerd. Buku 1, termasuk biaya hidup dan pendidikan anak di bawah umur,
ataupun untuk pelaksanaan perubahan atau suatu penarikan kembali suatu putusan, suatu
penetapan atau pengaturan antara para pihak mengenai pembayaran semacam itu;
2. dalam suatu sengketa mengenai periawian kerja, maka pasal 873 alinea kedua, 875 dan 876
alinea pertama tidak berlaku dan hakim membatasi diri dalam pemeriksanya yaitu apakah
cukup terbukti tentang miskin atau kurang mampunya pemohon.
Ketentuan-ketentuan itu tidak berlaku terhadap mereka yang mengajukan permohonan lagi
sedangkan ia pemah mengajukan permohonan semacam itu yang ditolak. (KUHPerd. 319f.)
Pasal 888.
Terhadap putusan hakim mengenai izin untuk berperkara dengan prodeo atau dengan tarip yang
dikurangi, untuk pelaksanaan dan untuk penarikan kembali penetapan semacam itu tidak dapat
dimohonkan banding atau upaya hukum lain.
Pasal 889.
Dalam perkara yang memerlukan bantuan hukum dalam permohonan izin untuk berperkara
secara prodeo atau dengan tarip yang dikurangi dan pemohon tidak mempunyai pengacara,
maka ketua dapat memperbantukan seorang pengacara kepadanya, kecuali bila ia beranggapan
bahwa permohonannya tidak mempunyai dasar hukum atau berpendapat bahwa kepentingan
pemohon sendiri mengenai pekerjaan yang harus dilakukan tidak membenarkannya. Pemberian
bantuan semacam itu dapatjuga dilakukan atas permohonan tergugat dalam tingkat banding
atau dalam kasasi dan dalam tingkat sebelumnya ia telah berperkara secara prodeo atau dengan
tarip yang dikurangi tanpa diperbantukan seorang pengacara kepadanya. (Rv. 8730, 8760, 891
dst.)
Permohonan seperti tersebut dalam alinea kesatu dapat diajukan secara tertulis atau dengan
lisan. Jika pemohon bertempat tinggal di luar wilayah hukum asisten residen yang ada
majelisnya, maka ia dapat mengajukan permohonan lisannya kepada hakim karesidenan di

Page 146 of 149

tempat tinggal atau tempat kediamannya, yang kemudian membuat atau menyuruh membuat
catatan tentang permohonan itu.Catatan itu disertai surat-surat yang diserahkan kepada asisten
residen dan segera dikirimkan kepada ketua majelis.
Sepanjang hal itu tidak diatur dalam pasal-pasal yang lalu, maka pengacara yang diperbantukan
memberikan nasihat dan bantuan kepada orang yang miskin atau tidak mampu itu secara prodeo
dan kepada yang berpenghasilan rendah dengan tarif yang dikurangi separuh.
Pasal 890.
Ketua sebelum mengambil ketetapan dapat minta disampaikan kepadanya surat-surat seperti
terrnaksud dalam pasal 874. Ia juga dengan mengindahkan aturan-aturan yang ada dalam
peraturan pemerintah meminta keterangan-keterangan dari tata usaha kantor pajak. (S. 1941512.)
Pasal 891.
Ketua berwenang membebaskan pengacara dari tugasnya atas permohonannya bila ia
berpendapat bahwa tuntutan tidak berdasar ataupun berpendapat bahwa kepentingan pemohon
tidak dapat membenarkan tugas yang akan dijalankannya, dan selanjutnya bahwa kepentingan
pengacara membenarkan pembebasan itu.
Jika pembebasan diberikan dengan alasan yang terakhir, maka ketua dalam penetapannya dapat
memperhantukan seorang pengacara lain kepada pemohon. (Rv. 892.)
Pasal 892.
Terhadap ketetapan ketua yang diambil berdasarkan pasal 889 dan 891 tidak ada upaya hukum
untuk melawannya.
Bagian 13.
Pendengaran Sementara Saksi.

(Karena Residentierechter kini tidak ada lagi, bagian ketiga belas tidak perlu dimuat.)
BAB VII.
KENYATAAN TIDAK ADA KEMAMPUAN UNTUK MEMBAYAR

(Pasal 899-915: Dicabut dg. S. 1906-348.)


BAB VIII.
PEMBERIAN RELIEF (PERBAIKAN KESALAHAN ATAU PENYIMPANGAN
TERHADAP TENGGANG WAKTU YANG MUTLAK)
Pasal 916.
Para hakim dilarang sama sekali untuk memberi relief dari kesalahankesalahan yuridis, kelalaiankelalaian dan kekurangan-kekurangan di luar hal yang diperkenankan oleh ketentuan-ketentuan
undang-undang untuk memperbaikinya.
Demikian pula mereka dilarang memberi relief dari jalannya tenggang-tenggang waktu dari
perlawanan, banding dan kasasi, atau dari tenggang-tenggang waktu yang mutlak, dari jenis apa
pun, di luar satu-satunya hal bahwa seseorang yang minta relief telah mernbuktikan dengan
pasti bahwa ia, atau karena jauhnya jarak, atau karena tidak adanya sarana perhubungan, atau
karena tidak adanya orang-orang yang berwenang menyampaikan pemberitahuan, tidak mungkin
untuk memperhatikan tenggang-tenggang waktu atau waktu-waktu tersebut. (Rv. 83 dst., 127,
334, 402, 415, 418, 770.)

Page 147 of 149

Pasal 917.
Permohonan relief, atas ancaman tidak dapat diterima, harus diajukan dalam waktu enam bulan
sesudah tenggang waktu atau waktu yang tidak diperhatikan, kepada hakim yang berwenang
dengan surat permohonan disertai alasan-alasan yang berisi penunjukan pengacara dan pilihan
tempat kediaman sesuai dengan ketentuan dalam pasal 106.
Pengajuannya harus disertai bukti-bukti yang perlu.
Pasal 918.
Bila permohonan, yang sebelumnya harus diberitahukan kepada pihak penuntut umum untuk
terhadapnya diberikan kesirnpulan tertulis segera ternyata bagi hakim bahwa permohonan itu
tidak beralasan, maka ia menolaknya tanpa mengadakan penyelidikan lebih lanjut.
Pasal 919.
Bila permohonan itu tidak segera ternyata tidak beralasan, hakim rnemerintahkan dengan suatu
surat perintah agar surat permohonan itu beserta surat-surat yang bersangkutan dengannya dan
surat perintah itu sendiri diberitahukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan
panggilan untuk datang di sidang pengadilan pada hari yang ditetapkan dalarn surat perintah,
baik secara pribadi maupun diwakili oleh pengacaranya, untuk, bila dikehendaki, membantah
permohonan. (Rv. 92 1.)
Pasal 920.
Pada hari yang ditentukan, pemohon dan pihak-pihak yang berkepentingan dapat saling
memberikan alasan-alasannya.
Bila pada hakim ternyata bahwa orang-orang yang berkepentingan yang tidak hadir tidak
dipanggil dengan sempurna, ia memerintahkan untuk memanggil lagi pada hari sidang yang
ditetapkan; dan pemeriksaan perkara itu ditunda sampai hari sidang tersebut.
Sesudah mendengar atau memanggil dengan cukup orang-orang yang berkepentingan, hakirn
rnengambil keputusan setelah mendengar pihak penuntut umum.
Alinea keempat ditarik kembali dengan S. 1872-13.
Pasal 921.
Pelaksanaan dari keputusan-keputusan yang dapat dilaksanakan, tidak tertunda oleh
permohonan relief, dengan tidak mengurangi kewenangan hakim untuk memerintahkan dengan
surat perintah tersebut dalam pasal 919, agar pelaksanaan sementara tidak dilanjutkan.
Pasal 922.
Jika dalam hal relief dikabulkan, perkaranya tidak dapat lagi diajukan dalam keseluruhan, maka
kerugian yang timbul karenanya selalu dibebankan pada pihak, kepada siapa relief diberikan.
Pasal 923.
Terhadap keputusan-keputusan hakim menurut ketentuan-ketentuan dalam bab ini, tidak
diperkenankan mengajukan keberatan. (Rv. 82, 327 dst., 362 dst., 385 dst., 402 dst.)

Page 148 of 149

REGLEMEN ACARA PERDATA

(Reglement op de Rechtsvordering.)
(S. 1847-52 jo. 1849-63.)
BUKU KEEMPAT.
HUKUM ACARA MENGENAI PERKARA-PERKARA
YANG TERMASUK KEKUASAAN RESIDENTIERECHTER.

(Tidak perlu dimuat, karena kini Residentierechter tidak ada lagi).

Page 149 of 149

REGLEMEN INDONESIA YANG DIPERBARUI


(Het Herziene Indonesisch Reglement.)
Reglemen tentang melakukan tugas kepolisian, mengadili perkara
perdata dan penuntutan hukuman bagi bangsa Indonesia dan
bangsa Timur Asing di Jawa dan Madura.
Teks Reglemen ini menurut kekuasaan pada S. 1926-496 diumumkan lagi pada S. 1926-559. Perubahan penting diadakan
dalam teks itu: pada S. 1941-31 jo. 98, penyusunan secara baru tentang penuntutan bagi orang yang bukan bangsa
Eropa; pada S. 1941-32 jo. 98, perbaikan pemeriksaan pendahuluan dalam perkara pidana terhadap orang Indonesia dan
bangsa Timur Asing. Bab VI diganti oleh dua yang baru. Selanjutnya teks itu diumumkan lagi pada S. 1941-44.

Anotasi :

Dalam Reglemen Indonesia yang Diperbarui (RIB) ini hanya dimuat hal-hal yang berkaitan dengan perkara perdata;
hal-hal yang menyangkut perkara pidana diatur dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan peraturan
pelaksanaannya.
I.
HAL MELAKUKAN TUGAS KEPOLISIAN
Bagian 2
Kepala Desa Dan Semua Bawahan Polisi yang Lain.

Pasal 3.
Di bawah pengawasan dan perintah kepala distrik, kepala desa wajib memelihara ketenteraman, keamanan umum dan
ketertiban yang baik di desanya. (IR. 1-11, 2, 5 dst., 13 dst., 22 dst., 25 dst.; Sv. 1.)
(1)

(2)
(3)

Pasal 4.
Seminggu sekali, pada hari yang ditentukan, kepala desa wajib menghadap kepala distriknya untuk menyampaikan
berita tentang hal-ihwal yang terjadi dalam minggu yang telah lewat, sedapat-dapatnya secara tertulis, kalau tidak
secara lisan, kecuali kalau itu sudah diberitahukan terlebih dahulu menurut peraturan-peraturan berikut pada
bagian ini.
Jika ada halangan yang sah, maka kepala desa hendaknya menyuruh seorang pejabat bawahannya sebagai
penggantinya, atau jika pejabat yang demikian itu tidak ada, seorang lain yang cakap.
jika tugas menghadap sekali seminggu amat berat bagi kepala desa di suatu tempat, maka bupati boleh memberi
kuasa kepada kepala distrik untuk menyuruh kepala desa itu menghadap sekali empat belas hari atau sekali
sebulan. (IR. 6, 10, 15, 21, 28, 30, 305-)

Pasal 5.
Kepala desa harus menjalankan perintah atasannya dengan saksama. (IR. 2, 3, 25, 31, 36, 93; Sv. 1.)
Pasal 6
Ia wajib berusaha sedapat-dapatnya untuk mencegah orang-orang, yang memakai senjata yang lain dari biasa atau lebih
dari yang biasa, berjalan bersama-sama, khususnya pada malam hari, jika orang-orang itu rupanya mempunyai maksud
terlarang, dan la harus memberitahukan segala hal yang terjadi tentang itu kepada kepala distrik, (IR. 2, 3, 27.)
(1)
(2)

Pasal 7.
Jika ternyata perlu menurut pertimbangan bupati dan disetujui oleh residen, maka kepala desa wajib mengadakan
jaga malam di dalam desanya serta memanggil sekalian penduduk desa yang baik untuk menjalankan tugas secara
bergilir.
Kepala desa dilarang keras memberi kebebasan untuk tidak melakukan tugas, itu, kalau tidak ada alasan yang sah.
(IR. 3, 27.)

Pasal 8.
Jika ditemukan tubuh -anusia yang tampaknya mati, tetapi rupanya masih bernyawa, maka haruslah dilakukan daya
upaya dan penjagaan yang sebaik-baiknya menurut keadaan, dan kalau dapat, segera diminta pertolongan dokter. (IR. 2,
19, 69; Sv. 35 dst., 42.)
(1)

Pasal 9.
Tubuh manusia yang ditemukan dalam air, haruslah segera diangkat tanda kematian yang pasti, dari situ, dan jika
ia tidak memperlihatkan tanda-tanda kematian yang pasti, haruslah diambil tindakan menurut cara yang sudah
ditetapkan di atas.

Page 1 of 23

(2)

Daya upaya dan penjagaan yang dimaksud di sini haruslah dilakukan dengan segera, walaupun kepala desa atau
bawahan polisi yang lain belum hadir di tempat itu.

Pasal 10.
Kalau ada kebakaran, kepala desa hendaknya melakukan segala upaya untuk memadamkan api itu, dan ia wajib
memberitahukan kebakaran itu dengan segera kepada kepala distrik. (IR. 30.)
(1)
(2)

Pasal 11.
Kepala desa hendaklah menjaga baik-baik supaya penduduk desanya jangan memberi tempat menginap kepada
orang yang bukan penduduk desanya tanpa setahu dan seizinnya.
Jika kedapatan ada kejadian demikian maka kepala desa hendaklah mem beritahukan hal itu dengan segera kepada
kepala distrik. (IR. 2, 4 1 17, 21.)

Pasal 12.
Jika diminta, kepala desa harus menyimpan barang-barang orang yang sedang dalam perjalanan dan bertanggung jawab
atas barang-barang yang dititipkan itu. (KUHPerd. 1694 dst.)
(1)
(2)

Pasal 13.
Kepala desa hendaklah berikhtiar supaya penduduk desanya tetap tenteram dan rukun serta menjauhkan segala
sesuatu yang dapat menyebabkan perselisihan dan perbantahan.
perselisihan kecil-kecil yang semata-mata menyangkut kepentingan-kepentingan Penduduk desa saja, sedapatdapatnya hendaklah diperdamaikannya dengan tidak berpihak dan dengan mupakat orang tua-tua desa itu. (IR. 3,
14, 23, 130.)

Pasal 14.
Jika orang-orang yang berselisih itu tidak dapat diperdamaikan, atau jika perselisihan itu begitu penting, sehingga patut
dikenakan hukuman atau ganti kerugian, maka kepala desa itu hendaklah mengirimkan kedua belah pihak itu kepada
kepala distrik.
(1)
(2)

Pasal 15.
Kepala desa hendaklah dengan saksama mencatat nama, pekerjaan dan sedapat-dapatnya umur seluruh penduduk
desanya dalam sebuah daftar atau lebih yang dipergunakan untuk itu; demikian juga segala perubahan keadaan
penduduk karena kelahiran, perkawinan, kematian, kepergian dan sebab-sebab yang lain.
Pada hari menghadap yang sudah ditentukan, ia harus memberikan sehelai salinan daftar itu kepada kepala distrik
tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak hari menghadap yang terakhir. (IR. 11, 16 dst., 19, 29.)

Pasal 16.
Jika kepala desa sendiri tidak cakap menangani daftar itu, maka haruslah diurusnya, supaya tugas itu dilaksanakan oleh
petugas keagamaan atau juru tulis desa. (IR. 15, 29.)
(1)
(2)
(1)
(2)

(1)
(2)

Pasal 17
Tanpa seizin kepala distrik, kepala desa tidak boleh mengizinkan siapa pun juga untuk berdiam di desanya, kecuali
jika dua orang yang dianggap terbaik di antara penduduk desa itu menerangkan bahwa yang hendak berdiam di
antara mereka itu dikenalnya sebagai orang baik dn tidak jahat. (IR. 24.)
Perihal orang yang diizinkan itu hendaklah dituliskan dalam daftar yang disebut pada pasal 15. (IR. 11, 19.)
Pasal 18.
Kepala distrik hendaklah menjaga, supaya jangan ada seorang pun berdiam di luar lingkungan desa tanpa
mendapat izin darinya lebih dahulu; izin itu tidak akan diberikannya, sebelum mendengar kepala desa yang
bersangkutan. (IR. 24.)
Jika dianggap ada faedahnya atau perlunya diberi pemerintahan sendiri kepada pedukuhan yang terjadi demikian,
maka kepala distrik, sesudah mendengar kepala desa yang bersangkutan, hendaklah mengemukakan hal itu
dengan surat kepada bupati, dan bupati hendaklah menyampaikan surat itu kepada residen dengan menyatakan
pendapatnya. (IR. 19, 30, 35; S. 1925-649.) tu
Pasal 18.
Kepala distrik hendaklah menjaga supaya jangan ada seorang pun berdiam di luar lingkungan desa tanpa mendapat
izin darinya lebih dahulu; izin ini tidak akan diberikannya, sebelum didengarnya kepala desa yang bersangkutan.
(IR. 24.)
Jika dianggap ada faedahnya atau perlunya diberi pemerintahan sendiri kepada pedukuhan yang terjadi demikian,
maka kepala distrik, sesudah mendengar kepala desa yang bersangkutan, hendaklah mengemukakan hal itu
dengan surat kepada bupati, dan bupati hendaklah menyampaikan surat itu kepada residen dengan menyatakan
pendapatnya. (IR. 19, 30, 35; S. 1925-649.)
Pasal 19.

Page 2 of 23

Kalau peraturan kedua pasal yang lalu tidak dapat dilakukan karena keadaan tempat atau karena keadaan yang lain,
maka sesuai dengan perintah residen, bupati hendaklah berusaha sebaik-baiknya untuk menghindarkan segala sesuatu
yang tidak baik bagi pelaksanaan tugas kepolisian, yang dapat terjadi karena penduduk tinggal bercerai-berai.
(1)
(2)

(1)

(2)

Pasal 20.
Tentang izin masuk dan izin bertempat tinggal bagi orang yang bukan bangsa Indonesia asli, haruslah diperhatikan
peraturan khusus pemerintah yang telah ada atau yang akan diadakan. (IR. 2.)
Peratuan itu berlaku juga bagi bangsa Indonesia dan bangsa Timur Asing yang datang bertempat tinggal di tanah
partikelir. (KUHPerd. 624; S. 1880-150.)
Pasal 21.
Dalam distrik di tempat diadakan pejabat polisi di bawah kepala distrik, tetapi di atas kepala desa, maka kepala
desa itu akan menerima perintah kepala distrik dengan perantaraan pejabat polisi itu; selanjutnya kepala distrik itu
akan menerima berita, rencana dan hal-hal lain yang harus dikirimkan kepadanya menurut peraturan dalam bagian
ini dengan perantaraan pejabat polisi itu.
Walaupun demikian, kepala desa itu wajibjuga menghadap sendiri kepada kepala distrik menurut ketentuan pasal
4. (IR. 3, 5, 15, 17, 30.)

Pasal 22.
Umumnya kepala desa bertanggungjawab atas akibat buruk dari kejadian-kejadian yang karena jabatannya patut
dijaganya supaya jangan terjadi atau harus dicegahnya, yaitu kalau penjagaan atau pencegahan itu ada dalam lingkup
kekuasaannya. (IR. 3, 26.)
Pasal 23.
Kepala desa hendaklah bermupakat dengan orang tua-tua dalam desanya tentang segala urusan yang harus dimupakati
menurut adat istiadat Indonesia.
BAB IX
HAL MENGADILI PERKARA PERDATA YANG TERMASUK WEWENANG PENGADILAN NEGERI
Anotasi :
Segala Pengadilan Kabupaten dihapus dg. UU I/Drt/1951.
Bagian 1
Pemeriksaan Perkara Dalam Persidangan.
115, 116 dan 117 tidak dimuat lagi karena Pengadilan Kabupaten ditiadakan oleh UU No. 1/Drt/I951 pasal 1 ayat (1)
huruf 9.
(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 118.
Tuntutan (gugatan) perdata yang pada tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus
diajukan dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangan oleh penggugat, atau oleh wakilnya
menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di tempat diam si tergugat, atau jika tempat diamnya tidak
diketahui, kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang sebenarnya. (KUHPerd. 15; IR. 101 .)
Jika yang digugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di daerah hukum pengadilan negeri yang sama,
maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat salah seorang tergugat yang dipilih oleh
penggugat. Jika yang digugat itu adalah seorang debitur utama dan seorang penanggungnya maka tanpa
mengurangi ketentuan pasal 6 ayat (2) Reglemen Susunnan Kehakiman dan Kebijaksanaan mengadili di
Indonesia", tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal debitur utama atau salah
Seorang debitur utama.
Jika tidak diketahui tempat diam si tergugat dan tempat tinggalnya yang sebernarnya, atau jika tidak dikenal
orangnya, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah
seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap, diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang
dalam daerah hukumnya terletak barang tersebut.
Jika ada suatu tempat tinggal yang dipilih dengan surat akta, maka penggugat, kalau mau, boleh mengajukan
tuntutannya kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal yang dipilih itu.
(Ro. 95-11, 4', 5'; KUHPerd. 24; Rv. 1, 99; IR. 133, 238.)

Pasal 119.
Ketua pengadilan negeri berkuasa memberi nasihat dan bantuan kepada pengugat atau wakilnya dalam hal mengajukan
tuntutan.
Pasal 120.
Jika penggugat tidak cakap menulis, maka tuntutan boleh diajukan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri; Ketua
itu akan mencatat tuntutan itu atau menyuruh mencatatnya. (IR. 101, 186 dst., 207, 209, 238.)

Page 3 of 23

(s.d.u. dg. S. 1935-102.)


(1)

(2)

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 120a.

Jika tuntutan itu berhubungan dengan perkara, pengadilan yang sudah diputuskan oleh hakim desa, penggugat
harus menyebutkan isi keputusan itu dalam tuntutannya; kalau dapat, salinan keputusan itu hendaklah disertakan.
(RO. 3a.)
Pada waktu atau sesudah tuntutan itu diterima atau pada waktu persidangan dimulai, ketua pengadilan negeri akan
mengingatkan penggugat mengenai kewajibnya, yang diterangkan dalam ayat (1).

Pasal 121.
Sesudah surat tuntutan yang diajukan itu atau catatan yang dibuat itu didaftarkan oleh panitera pengadilan dalam
daftar untuk itu, maka ketua itu akan menentukan hari dan jam perkara itu akan diperiksa di muka pengadilan
negeri, dan memerintahkan pemanggilan kedua belah pihak, supaya hadir pada yang ditentukan itu disertai oleh
saksi-saksi yang mereka kehendaki untuk diperiksa, dengan membawa segala surat keterangan yang hendak
dipergunakan. (IR. 237 v.)
Ketika memanggil si tergugat, hendaklah diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan, dengan memberitahukan
bahwa ia, kalau mau, boleh menjawab tuntutan itu dengan surat. (IR. 123, 388 dst.)
Perintah yang disebut dalam ayat pertama itu dicatat dalam daftar yang disebut dalam ayat itu, demikian juga pada
surat tuntutan asli.
(s.d.t. dg. S. 1927-248 jo 338.) Pencatatan dalam daftar termaksud dalam ayat (1), tidak boleh dilakukan, kalau
kepada panitera pengadilan belum dibayar sejumlah uang, yang untuk sementara banyaknya ditaksir oleh ketua
pengadilan negeri menurut keadaan untuk biaya kantor panitera pengadilan dan biaya panggilan serta
pemberitahuan yang dilakukan kepada kedua belah pihak dan harga meterai yang akan dipakai; uang yang dibayar
itu akan diperhitungkan kemudian.

Pasal 122.
Dalam menentukan hari persidangan, ketua hendaklah mengingat jauhnya tempat diam atau tempat tinggal kedua belah
pihak dari tempat pengadilan negeri bersidang, dan waktu antara hari pemanggilan kedua belah pihak dan hari
persidangan lamanya tidak boleh kurang dari tiga hari kerja, kecuali jika perkara itu perlu benar lekas diperiksa dan hal
itu disebutkan dalam surat perintah itu. (IR. 118, 390, 391.)
Pasal 123.

(1)

(2)
(3)

(s. d. t. dg. S. 1932-13.) Kedua belah pihak, kalau mau, masing-masing boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang

yang harus dikuasakannya untuk itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir.
Penggugat dapat juga memberi kuasa itu dalam surat permintaan yang ditandatanganinya dan diajukan menurut
pasal 118 ayat (1) atau pada tuntutan yang dikemukakan dengan lisan menurut pasal 120; dan dalam hal terakhir
ini, itu harus disebutkan dalam catatan tentang tuntutan itu.
Pejabat yang karena peraturan umum dari pemerintah harus mewakih negara dalam perkara hukum, tidak perlu
memakai surat kuasa khusus itu.
Pengadilan negeri berkuasa memberi perintah, supaya kedua belah pihak, yang diwakili oleh kuasanya pada
persidangan, datang menghadap sendiri.
Kekuasaan itu tidak berlaku bagi Pemerintah (Gubernur Jenderal). (KUHPerd. 1793; Rv. 107, 788; IR. 118, 254;S.
1922-522.)

Pasal 124.
Jika penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada halri yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan
sah, pula tidak menyurub orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutannya dianggap gugur dan ia dihukum
membayar biaya perkara; tetapi ia berhak mengajukan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar biaya tersebut. (RV.
77; IR. 85, 102, 122 dst,, 126.)
(1)

(2)

(3)
(4)

Pasal 125.
Jika tergugat, meskipun dipanggil dengan sah, tidak datang pada hari yang ditentukan, dan tidak menyuruh orang
lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tanpa kehadiran (verstek), kecuali
kalau nyata bagi pengadilan negeri bahwa tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan. (RV. 78; IR. 102, 122
d,t.)
Akan tetapi jika si tergugat, dalam surat jawabannya tersebut pada pasal 121, mengemukakan eksepsi (tangkisan)
bahwa pengadilan negeri tidak berkuasa memeriksa perkaranya, maka meskipun ia sendiri atau wakilnya tidak
datang, wajiblah pengadilan negeri mengambil keputusan tentang eksepsi itu, sesudah mendengar penggugat itu;
hanya jika eksepsi itu tidak dibenarkan, pengadilan negeri boleh memutuskan perkara itu.
Jika tuntutan diterima, maka keputusan pengadilan atas perintah ketua, harus diberitahukan kepada si terhukum,
dan harus diterangkan bahwa ia berhak mengajukan perlawanan terhadap keputusan pula kepadanya, putusan tak
hadir di muka majelis pengadilan itu dalam waktu dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129.
Panitera pengadilan negeri akan mencatat dibawah keputusan tak hadir itu siapa yang diperintahkan
menyampaikan pemberitahuan dan keterangan itu, baik dengan surat maupun dengan lisan.

Pasal 126.
Dalam hal tersebut pada kedua pasal di atas ini, pengadilan negeri, sebelum menjatuhkan keputusan, boleh
memerintahkan supaya pihak yang tidak datang dipanggil sekali iagi untuk menghadap pada hari persidangan lain, yang

Page 4 of 23

diberitahukan oleh ketua dalam persidangan kepada pihak yang datang; bagi pihak yang datang itu, pemberitahuan itu
sama dengan panggilan.
Pasal 127.
Jika seorang tergugat atau lebih tidak menghadap dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka
pemeriksaan perkara itu akan ditangguhkan sampai pada hari persidangan lain, yang tidak lama sesudah hari itu
penangguhan itu diberitahukan dalam persidangan kepada pihak yang hadir, dan bagi mereka pemberitahu,, itu sama
dengan panggilan; sedang si tergugat yang tidak datang, atas perintah ketua, harus dipanggil sekali lagi untuk
menghadap pada hari persidangan yang lain. Pada hari itulah perkara itu diperiksa, dan kemudian diputuskan bagi
sekalian pihak dengan satu keputusan, yang terhadapnya tak boleh diadakan perlawanan keputusan tanpa kehadiran.
(RV. 81.)
(1)
(2)

(1)
(2)

(3)
(4)
(5)

(1)
(2)
(3)
(4)

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 128.
Keputusan hakim yang dijatuhkan dengan keputusan tanpa kehadiran, tidak boleh dijalankan sebelum lewat empat
belas hari sesudah pemberitahuan tersebut pada pasal 125.
Jika sangat perlu, atas permintaan penggugat, entah permintaan lisan entah permintaan tertulis, ketua boleh
memerintahkan supaya keputusan hakim itu dilaksanakan sebelum lewat jangka waktu itu, entah dalam keputusan
itu, sentah sesudah keputusan itu dijatuhkan (RV. 82.)
Pasal 129.
Tergugat yang dihukum dengan keputusan tanpa kehadiran dan tidak menerima keputusan itu, boleh mengajukan
perlawanan.
Jika keputusan hakim itu diberitahukan kepada orang yang kalah itu sendiri, maka perlawanan itu hanya boleh
diterima dalam empat belas hari sesudah pemberitahuan itu. Jika keputusan hakim itu diberitahukan bukan kepada
orang yang kalah itu sendiri, maka perlawanan itu boleh diterima sampai pada hari kedelapan sesudah teguran
tersebut pada pasal 196, atau dalam hal ia tidak menghadap sesudah dipanggil dengan patut, sampai pada hari
kedelapan sesudah dijalankan surat perintah ketua tersebut pada pasal 197. (RV. 83.)
Tuntutan perlawanan itu diajukan dan diperiksa dengan cara biasa bagi perkara perdata.
Jika tuntutan perlawanan itu telah diajukan kepada pengadilan negeri, maka keputusan hakim itu tak boleh
dilaksanakan untuk sementara waktu, kecuali jika diperintahkan menjalankannya walaupun ada perlawanan. .
Jika kepada tergugat dijatuhkan keputusan tanpa kehadiran untuk kedua kalinya, maka kalau ia memajukan pula
perlawanan terhadap keputusan tanpa kehadiran, perlawanannya itu tidak akan diterima.
Pasal 130.
Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri, dengan perantaraan
ketuanya, akan mencoba memperdamaikan mereka itu. (IR. 239.)
Jika perdamaian terjadi, maka tentang hal itu, pada waktu sidang, harus dibuat sebuah akta, dengan mana kedua
belah pihak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yahg dibuat itu; maka surat (akta) itu berkekuatan dan akan
dilakukan sebagai keputusan hakim yang biasa. (RV. 31; IR. 195 dst.)
Terhadap keputusan. yang demikian tidak diizinkan orang minta naik banding.
Jika pada waktu mencoba memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu dipakai seorang juru bahasa, maka dalam
hal itu hendaklah dituruti peraturan pasal berikut.
Pasal 131.
Jika kedua belah pihak datang, tetapi tidak dapat diperdamaikan (hal ini harus disebutkan dalam berita acara
persidangan), maka surat yang diajukan oleh kedua pihak itu harus dibacakan, dan jika salah satu pihak tidak
mengerti akan bahasa yang dipakai dalam surat itu, maka surat itu harus diterjemahkan ke dalam bahasa pihak
yang tidak mengerti itu oleh seorang juru bahasa yang ditunjuk oleh ketua. (IR. 86, 103, 137.)
Sesudah itu, pengadilan negeri memeriksa penggugat dan tergugat, kalau perlu dengan memakai seorang juru
bahasa pula. (IR. 135, 186; S. 1858-15.)
Juru bahasa itu, jika ia bukan juru bahasa pengadilan negeri yang sudah disumpah, harus disumpah di hadapan
ketua, bahwa ia akan menerjemahkan apa yang harus diterjemahkan itu dengan tulus.
Pasal 154 ayat (3) berlaku juga bagi juru bahasa. (RV. 33, 47; IR. 284.)

Pasal 132.
Jika dianggap perlu oleh ketua demi kebaikan dan keteraturan jalannya pemeriksaan perkara, maka pada waktu
memeriksa perkara, ia berhak untuk memberi nasihat kepada kedua belah pihak dan untuk menunjukkan upaya hukum
dan keterangan yang dapat mereka pergunakan.

(s.d.t. dg. S. 1927-300.)


(1)

Pasal 132a.

Dalam tiap-tiap perkara, tergugat berhak mengajukan tuntutan balik, kecuali: (RV. 244.)
1.
bila penggugat semula itu menuntut karena suatu sifat, sedang tuntutan balik itu mengenai dirinya sendiri,
atau sebaliknya; (KUHPerd. 383, 452, 1655 dst.)
2.
bila pengadilan negeri yang memeriksa tuntutan asal tak berhak memeriksa tuntutan balik itu, berhubung
dengan pokok perselisihan itu; (ISR. 136; RO. 95.)
3.
dalam perkara perselisihan tentang pelaksanaan putusan hakim. (IR. 207.)

Page 5 of 23

(2)

Jika dalam pemeriksaan pada tingkat pertama tidak diajukan tuntutan balik, maka dalam banding tak boleh lagi
diajukan tuntutan itu.

(s.d.t. dg. S. 1927-300.)


(1)

(2)
(3)

(4)
(5)

Pasal 132b.

Si tergugat wajib memasukkan tuntutan balik ber-sama-sama dengan jawabannya, baik dengan surat maupun
dengan lisan. (Rv. 245.)
Untuk tuntutan balik itu berlaku pula peraturan-peraturan dalam bagian ini,
Kedua perkara itu diselesaikan sekaligus dan diputuskan dalam satu keputusan hakim, kecuali kalau pengadilan
negeri berpendapat, bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu daripada yang lain; dalam hal ini,
kedua perkara itu boleh diperiksa satu per satu, tetapi tuntutan asal dan tuntutan balik yang belum diputuskan itu
tetap diperiksa oleh hakim yang sama, sampai qatuhkan keputusan terakhir. (Rv. 246.)
Orang boleh naik banding, jika banyaknya uang dalam tuntutan asal di. tambah uang dalam tuntutan balik lebih
daripada jumlah uang yang boleh diputuskan oleh pengadilan negeri sebagai hakim yang tertinggi. (Rv. 247.)
Bila kedua perkara itu dipisahkan dan diputuskan sendiri-sendiri, maka harus dituruti peraturan biasa tentang hak
naik banding itu. (Rv. 247.)

Pasal 133.
Jika si tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri, sedang menurut peraturan pasal 118 ia tak usah menghadap
pengadilan negeri itu, maka bolehlah ia meminta supaya hakim menyatakan diri tidak berwenang dalam hal itu, asal saja
permintaan itu diajukan dengan segera pada permulaan persidangan hari pertama; permintaan itu tidak akan
diperhatikan lagi, jika si tergugat telah mengadakan suatu perlawanan lain. (Rv. 131; IR. 136, 191.)
Pasal 134.
Jika perselisihan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang pengadilan negeri, maka pada sembarang
waktu dalam pemeriksaan perkara itu, boleh diminta supaya hakim mengaku tidak berwenang, dan hakim itu pun, karena
jabatannya, wajib pula mengaku tidak berwenang. (Rv. 132; IR. 136, 190.)
Pasal 135.
Jika tidak ada jawaban yang menyatakan hakim itu tidak berwenang, atau jika jawaban demikian ada tetapi ditimbang
tidak benar, maka pengadilan negeri, sesudah mendengar kedua belah pihak, harus segeta memeriksa dengan seksama
dan adil kebenaran tuntutan yang dibantah itu dan sahnya pembelaan terhadap tuntutan itu. (Rv. 47; IR. 131, 155 dst.)

(s.d.t. dg. S. 1935-102.)


(1)
(2)

(3)
(4)
(5)
(6)

Pasal 135a.

Jika tuntutan itu menyangkut perkara pengadilan yang sudah diputuskan oleh hakim desa, maka Pengadilan negeri
harus mengetahui keputusan itu, dan sedapat-dapatnya juga alasan-alasannya.
Jika tuntutan itu menyangkut perkara pengadilan yang belum diputuskan oleh hakim desa, sedang pengadilan
negeri memandang ada faedahnya perkara itu diputuskan oleh hakim desa, maka hal itu diberitahukan oleh ketua
kepada penggugat dengan memberikan selembar surat keterangan; pemeriksaan perkara itu lantas diundurkan
sampai pada hari persidangan berikut, yang akan ditetapkan oleh ketua, kalau perlu atas kuasa jabatannya.
Jika hakim desa telah menjatuhkan keputusan, maka bila penggugat menghendaki pemeriksaan itu dilanjutkan,
haruslah ia memberitahukan isi keputusan itu kepada pengadilan negeri, sedapat mungkin dengan memberikan
salinannya; sesudah itu, barulah pemeriksaan perkara itu dilanjutkan.
Jika dua bulan sesudah penggugat mengajukan perkaranya hakim desa belum juga menjatuhkan keputusan, maka
atas permintaaan penggugat, perkara itu akan diperiksa kembali oleh pengadilan negeri.
Jika penggugat, menurut pertimbangan hakim, tidak dapat memberi cukup alasan yang dapat diterima tentang
penolakan hakim desa untuk menatuhkan keputusan, maka hakim itu harus meyakini keadaan itu karena jabatan.
Jika ternyata bahwa penggugat tidak membawa perkara itu kepada hakim desa, maka gugatannya dianggap gugur.
(RO. 3a.)

Pasal 136.
Eksepsi (tangkisan) yang dikemukakan oleh si tergugat, kecuali tentang hal hakim tidak berwenang, tidak boleh
dikemukakan dan ditimbang sendirisendiri, melainkan harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok
perkara. (Rv. 135 dst.; IR. 133 dst.)
Pasal 137.
Masing-masing pihak boleh menuntut untuk melihat surat keterangan Pihak lawannya, yang harus diserahkan kepada
hakim untuk maksud itu. (IR. 137.)
(1)
(2)

Pasal 138.
Jika salah satu pihak membantah kebenaran surat keterangan yang diserahkan pihak lawannya, maka pengadilan
negeri boleh memeriksa hal itu; sesudah pemeriksaan itu, harus diputuskannya, apakah surat itu boleh dipakai atau
tidak.
Jika ternyata bahwa dalam pemeriksaan itu perlu digunakan surat yang dipegang oleh penyimpan umum, maka
pengadilan negeri akan memerintahkan supaya surat itu diperlihatkan kepada pengadilan negeri di persidangan
yang perkara itu akan ditentukan untuk itu.

Page 6 of 23

(3)

(4)

(5)

(6)
(7)
(8)

(1)

(2)

(1)
(2)
(1)
(2)

jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat itu, baik karena sifat surat itu, maupun karena jauhnya tempat
tinggal penyimpan itu, maka pengadilaii negeri akan memerintahkan, supaya pemeriksaan itu dijalankan oleh
pengadilan negeri atau oleh kepala pemerintahan setempat (asisten-residen) di tempat tinggal Si penyimpan itu,
atau supaya surat itu dikirimkan kepada ketua itu menurut cara yang akan ditentukan olehnya. Pengadilan negeri
tersebut terakhir atau kepala pemerintahan setempat itu harus membuat beiita acara pemeriksaan itu dan
mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut pertama.
Si penyimpan yang tanpa alasan yang sah tidak menaati perintah untuk memperlihatkan atau mengirimkan surat
itu, boleh dipaksa dengan paksaan badan untuk memperlihatkan atau mengirimkan surat itu, yaitu atas permintaan
pihak yang berkepentingan dan atas perintah ketua pengadilan negeri yang wajib memeriksa surat itu atau perintah
kepala pemerintahan setempat (asisten-residen) yang diminta untuk menjalankan pemeriksaan itu.
Jika surat itu tidak menjadi bagian sebuah daftar, maka penyimpan sebelum memperlihatkan atau mengirimkannya,
harus membuat salinannya sebagai pengganti surat asli selama surat itu belum diterima kembali. Di bawah salinan
itu oleh si penyimpan harus dicatat sebab salinan itu dibuat, dan pada grosse dan salinan yang akan diberikan dari
surat itu harus disebut catatan itu.
Semua biaya untuk itu harus dibayar kepada si penyimpan oleh pihak yang mengajukan surat yang dibantah itu,
banyaknya biaya itu ditaksir oleh ketua pengadilan negeri yang memutuskan perkara itu.
Jika pemeriksaan tentang surat yang diajukan itu menimbulkan dugaan bahwa surat itu dipalsukan oleh orang yang
masih hidup, maka pengadilan negeri akan menjalankan segala surat perkara kepada pejabat yang berkuasa
menuntut kejahatan itu.
Perkara yang diajukan ke pengadilan negeri, ditangguhkan dulu sampai diambil keputusan mengenai perkara
pidana itu. (Rv. 148 dst., 165; Sv. 231 dst.)
Pasal 139.
Jika penggugat menghendaki kebenaran tuntutannya diteguhkan denngan saksi, atau tergugat menghendaki
kebenaran perlawanannya diteguhkan saksi, tetapi saksi itu tidak dapat dibawa menurut peraturan pasal 121
karena tidak mau menghadap atau karena sebab lain, maka pengadilan negeri harus menentukan hari persidangan
lain untuk memeriksa saksi, dan harus menyuruh seorang pegawai yang berwenang untuk memanggil saksi yang
tidak mau menghadap itu.
panggilan serupa disampaikan juga kepada saksi yang menurut perintah yang diberikan karena jabatannya akan
diperiksa oleh pengadilan negeri. (Sv. 133; IR. 116, 392.)
Pasal 140.
Jika saksi yang dipanggil dengan cara demikian juga tidak datang pada hari yang ditentukan, maka ia harus
dihukum oleh pengadilan negeri untuk membayar segala biaya yang telah dikeluarkan dengan sia-sia. (KUHP 522.)
la harus dipanggil sekali lagi atas biaya sendiri. (Rv. 184; Sv. 134; IR. 116, 142, 143, 149, 260, 263.)
Pasal 141.
Jika saksi yang dipanggil sekali lagi itu tidak juga datang, maka ia harus dihukum sekali lagi membayar biaya yang
dikeluarkan dengan sia-sia itu, dan mengganti segala kerugian yang diderita kedua pihak karena ia tidak datang.
(KUHPerd. 1366; IR. 143.)
Tambaban lagi, ketua dapat memerintahkan, supaya saksi yang tidak datang itu dibawa polisi menghadap
pengadilan negeri untuk memenum kewajibann-a. (Rv. 185; IR. 116, 142, 149, 261, 263.)

Pasal 142.
Jika saksi yang tidak datang itu menerangkan, bahwa ia tidak dapat memenuhi panggilan itu karena alasan yang sah,
maka sesudah diterangkannya hal itu, pengadilan negeri wajib meghapuskan hukuman yang ddatuhkan kepadanya. (Rv.
187; Sv. 135; IR. 116, 140 dst.)
(1)
(2)

(3)
(4)
(1)
(2)

Pasal 143.
Siapa pun tidak boleh dipaksa menghadap pengadilan negeri untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata,
jika pengadilan berkedudukan di luar keresidenan tempat saksi itu berdiam atau bertempat tinggal.
Jika saksi yang demikian dipanggil, tapi tidak datang, maka tidak boleh ia dihukum karena itu, pemeriksaan harus
dilimpahkan kepada pengadilan negeri (atau mahkamah pengadilan Indonesia yang setingkat), yang dalam daerah
hukumnya saksi itu berdiam atau tinggal dan majelis itu wajib segera mengirimkan berita acara pemeriksaan itu
kepada pengadilan negeri yang memeriksa perkara itu. (Sv. 57; IR. 140 dst.)
Pelimpahan yang demikian boleh juga langsung dilakukan tanpa harus memanggil saksi itu lebih dulu. (RO. 33.)
Berita acara itu dibacakan dalam persidangan.
Pasal 144.
Saksi-saksi yang datang pada hari yang ditentukan itu dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang.
Ketua akan menanyakan nama, pekerjaan, umur, dan tempat berdiam atau tempat tinggal masing-masing saksi, ia
akan menanyakan pula, adakah mereka berkeluarga sedarah atau semenda dengan salah satu atau kedua belah
pihak, dan jika benar demikian, dalam derajat keberapa; selain itu, akan ditanyakannya pula, adakah mereka
menjadi pembantu salah satu pihak. (Rv. 177; Sv. 139; IR. 122, 265.)
Pasal 145.

(1)

yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:

Page 7 of 23

(2)
(3)
(4)

(1)

(2)

1.
keluarga sedarah dan keluarga semenda salah satu pihak dalam garis lurus;
2.
istri atau suami salah satu pihak, meskipun sudah bercerai;
3.
anak-anak yang umumnya tidak dapat diketahui pasti, bahwa mereka sudah berusia Lima belas tahun;
4.
orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya terang.
Akan tetapi keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi dalam perkara tentang
keadaan menurut hukum perdata kedua pihak yang berperkara atau tentang suatu perjanjian kerja.
Orang tersebut dalam pasal 146 pada nomor 10 dan 20, tidak berhak mengundurkan diri dari tugas memberi
kesaksian dalam perkara tersebut dalam ayat di atas ini.
Pengadilan negeri berkuasa untuk melakukan pemeriksaan tanpa sumpah terhadap anak-anak tersebut pada ayat
pertama atau orang gila yang kadangkadang ingatannya terang; tetapi keterangan mereka itu hanya boleh
dipandang sebagai pewelasan saja. (KUHPerd. 1910, 1912; Sv. 145, 147, 149; IR. 274, 278,)
Pasal 146.
yang boleh mengundurkan diri dari memberi kesaksian adalah: (KUHPerd. 1909; Sv. 145, 148; IR. 148, 274.)
1.
saudara dan ipar dari salah satu pihak, baik laki-laki maupun perempuan;
2.
keluarga sedarah dalam garis lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu
pihak;
3.
sekalian orang yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia,
tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena kedudukan, pekerjaan atau
jabatannya itu. (IR. 277.)
Pengadilan negerilah yang akan menimbang benar tidaknya keterangan seorang, bahwa ia diwajibkan menyimpan
rahasia. (Sv. 148; IR. 149, 277.)

Pasal 147.
Jika saksi itu tidak mengundurkan diri dari tugas memberi kesaksian, atau jika pengundurannya dinyatakan tidak
beralasan, maka sebelum memberi keterangan, ia harus disumpah menurut agamanya. (KUHPerd. 1991; Rv. 177 dst.;
Sv. 139; IR. 88, 109, 144, 148, 265, 299, 381; S. 1920-69.)
Pasal 148.
Kecuali dalam hal tersebut pada pasal 146, jika seorang saksi menghadap persidangan tetapi enggan disumpah atau
enggan memberi keterangan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, -ketua boleh memberi perintah, supaya
saksi itu disandera atas biaya pihak yang berkepentingan itu, sampai saksi itu memenuhi kewajibannya. (Rv. 186; Sv. 53,
156; IR. 147, 262 dst.; S. 1920-69.)
Pasal 149
Jika saksi yang dipanggil itu termasuk bangsa Eropa, maka hukuman tersebut dalam pasal 140 dan dalam pasal 141 ayat
(1), perintah tersebut dalam pasal 141 ayat (2), serta keputusan tersebut pada pasal 146 ayat penghabisan, dijatuhkan
oleh ketua sendiri tanpa bantuan hakim anggota bangsa Indonesia. (IR. 263, 277.)
(1)
(2)
(3)

Pasal 150.
Pertanyaan yang ingin diajukan oleh salah satu pihak kepada saksi, hmm diberitahukan kepada ketua.
Jika di antara pertanyaan itu ada yang tidak berguna dalam perkara itu menurut pertimbangan pengadilan, maka
pertanyaan itu tidak boleh diajukan kepada saksi.
Atas kemauannya sendiri, hakim boleh mengajukan kepada saksi itu semua pertanyaan yang ditimbangnya berguna
untuk mencapai kebenaran. (Rv. 171 dst.; Ig. 86, 103, 122, 151 dst., 268.)

Pasal 151.
Penuturan pada pasal 284 dan 285 tentang saksi dalam perkara pidana, berlaku juga dalam hal ini. (IR. 150.)

Anotasi: pasal-pasal tersebut berbunji sebagai berikut:


(1)

(2)

(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 284.
Jika tertuduh atau saksi tidak paham akan bahasa yang digunakan dalam pemeriksaan pengadilan itu, maka ketua
harus mengangkat seorang juru bahasa, dan menyuruh dia bersumpah kalau ia bukan juru bahasa pengadilan
negeri yang memang sudah disumpah - akan menerjemahkan dengan benar apa yang harus diterjemahkan dari
satu bahasa ke bahasa lain.
Barang siapa yang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, juga tidak boleh menjadi juru bahasa dalam
dalam perkara itu.
Pasal 285.
Jika tertuduh itu bisu-tuli dan tidak pandai menulis, maka ketua harus mengangkat orang yang pandai bergaul
dengan tertuduh itu sebagai juru bahasa, asal saja orang itu sudah cukup umur untuk menjadi saksi.
Demikian pula harus diperbuat, jika seorang saksi bisu-tuli dan tidak pandai menulis.
Jika yang bisu-tuli itu pandai menulis, maka ketua harus menyuruh menuliskan semua pertanyaan atau teguran
kepadanya, dan menyuruh menyampaikan tulisan itu kepada tertuduh atau saksi yang bisu-tuli itu, dengan perintah
untuk menuliskanjawabannya; kemudian semuanya harus dibacakan.
Peraturan pasal ini berlaku juga bag orang yang untuk sementara tidak dapat mendengar atau bicara.

Page 8 of 23

Pasal 152.
Keterangan saksi yang diperiksa dalam suatu persidangan dicatat dalam berita acara persidangan itu oleh panitera
pengadilan. (Rv. 209; Sv. 141, 176; IR. 150, 186, 322.)
(1)
(2)

(1)
(2)
(3)
(4)

(1)

(2)

(1)

(2)
(3)

Pasal 153.
Jika dipandang perlu atau berfaedah, ketua boleh mengangkat satu atau dua komisaris dari dewan itu, yang
dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat tempat atau merupakanan pemenksaan di tempat itu, yang
dapat menjadi keterangan bagi hakim.
Panitera pengadilan hendaklah membuat berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya; berita acara itu harus
ditandatangani oleh komisaris dan panitera pengadila itu. (Rv. 211 dst.; IR. 190.)
Pasal 154.
Jika pengadilan negeri menganggap perkara itu dapat menjadi lebih terang kalau diperiksa atau dilihat oleh ahli,
maka ia dapat mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua pihak, maupun karena jabatannya. (Rv. 215 dst.;
IR. 190.)
Dalam hal demikian, akan ditentukan hari persidangan, supaya pada hari itu ahli itu memberi laporan, baik dengan
surat maupun dengan lisan, dan meneguhkan laporan itu dengan sumpah. (Rv. 217, 225.)
Orang yang tak boleh didengar sebagai saksi tidak boleh diangkat jadi ahli (Rv. 218; IR. 131, 145 dst.)
Pengadilan negeri sama sekali tidak wajib menuruti pendapat ahli itu, jika pendapat itu berlawanan dengan
keyakinannya. (Rv. 229; IR. 138; S. 1858-15; S. 1866-108.)
Pasal 155.
Jika kebenaran tuntutan atau kebenaran pembelaan atas itu tidak cukup terbukti, tetapi tidak pula sama sekali tidak
terbukti dan tidak mungkin dengan upaya pembuktian yang lain, maka pengadilan negeri, ka-na boleh menyuruh
salah satu pihak bersumpah di hadapan hakim, supaya dengen sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat
ditentukan jumlah uang yang dikabulkan.
Dalam hal terakhir ini, pengadilan negeri harus menentukan jumlah uang yang dapat dipercaya sebagai hak
penggugat karena sumpahnya. (KUHPerd. 1940; IR. 135, 156 dst., 177, 381.)
Pasal 156.
Sekalipun tidak ada suatu barang bukti yang dibawa untuk meneguhkan tuntutan atau perlawanan atas tuntutan
itu, boleh juga salah satu pihak meminta pihak lain bersumpah di hadapan hakim, supaya dengan sumpah itu dapat
diputuskan perkara itu, asal sumpah itu menyangkut suatu perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang
kepada sumpahnya bergantung keputusan perkara itu. (KUHPerd. 1929, 1931; IR. 155, 157 dst., 177.)
Jika perbuatan itu satu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka pihak yang tidak mau bersumpah
boleh mengembalikan sumpah itu kepada pihak lawannya. (KUHPerd. 1933.)
Barangsiapa disuruh bersumpah tetapi enggan bersumpah atau enggan mengembalikan sumpah itu kepada pihak
lawannya, dan barangsiapa menyuruh bersumpah tetapi enggan bersumpah sesudah sumpah itu dikembalikan
kepadanya, harus dikalahkan. (KUHPerd. 1932; Rv. 52.)

Pasal 157.
Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang dituntut atau dikembalikan oleh salah satu pihak kepada
pihak lain, harus diangkat sendiri, kecuali kalau pengadilan negeri karena alasan yang penting, memberi izin kepada satu
pihak untuk menyuruh bersumpah seorang wakilnya yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu; kuasa itu hanya
boleh diberi dengan akta otentik yang memuat sumpah yang akan diangkat itu secara tepat dan lengkap. (KUHPerd.
1793, 1945; IR. 155 dst., 158; S. 1920-69.)
Pasal 158.
(1) Pengangkatan sumpah itu hanya boleh dilakukan dalam persidangan pengadilan negeri, kecuali jika hal itu tidak
dapat dilangsungkan karena ada halangan yang sah; dalam hal yang demikian, ketua pengadilan negeri boleh
memberi kuasa kepada salah seorang anggota, supaya dengan bantuan panitera pengadilan yang akan membuat
berita acara tentang hal itu, disumpahnya pihak yang berhalangan itu di rumahnya. (KUHPerd, 1944; IR. 381.)
(2) Sumpah itu hanya boleh diambil di hadapan pihak yang lain, atau sesudah pihak itu dipanggil dengan sah.
(KUHPerd. 1945; Rv. 52.)
(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 159.
Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari persidangan pertama, maka pemeriksaan perkara itu
diundurkan sampai pada hari persidangan lain, yang sedapat-dapatnya tidak berapa lama kemudian, dan demikian
juga seterusnya. (Rv. 25.)
Pengunduran itu harus diberitahukan dalam persidangan di hadapan kedua belah pihak; bagi mereka keputusan itu
berlaku sebagai panggilan.
Jika salah satu pihak yang datang pada hari persidangan pertama tak datang di persidangan kemudian, pada waktu
mana diperintahkan penangguhan yang baru, maka ketua pengadilan wajib menyuruh memberitahukan kepada
pihak itu, jalan persidangan akan dilanjutkan. (Rv. 109.)
Penangguhan tidak boleh diberi alas permintaan kedua belah pihak, pula tidak boleh diperintahkan oleh pengadilan
negeri karena jabatannya kalau tidak perlu benar. (Rv. 127; Sv. 133, 165; IR. 260.)

Page 9 of 23

(1)

(2)

(1)

(2)

Pasal 160.
Jika pada waktu perkara ada suatu perbuatan yang harus dilakukan, sedang biayanya menurut pasal 182 harus
dibebankan kepada pihak yang kalah, maka ketua boleh memerintahkan supaya salah satu pihak lebih dahulu
membayar biaya itu di kantor panitera pengadilan, tanpa mengurangi hak pihak yang lain untuk membayar dulu
atas kemauannya sendiri.
Jika kedua belah pihak enggan membayar dahulu dan percuma saia ketua memberi nasihat untuk itu, maka
perbuatan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan oleh undang-undang, tidak dilakukan dan pemeriksaan
perkara diteruskan, kalau perlu pada persidangan lain, yang akan ditetapkan oleh ketua dan diberitahukan kepada
kedua belah pihak.
Pasal 161.
Jika perkara itu sudah diselesaikan sedemikian rupa sehingga semua hal menjadi jelas, entah dalam persidangan
pertama, atau dalam persidangan kemudian, maka pengadilan negeri menyuruh keluar kedua belah pihak, para
saksi dan para pendengar, lalu meminta pertimbangan penasihat, yang hadir pada waktu perkara itu diperiksa
dalam persidangan menurut pasal 7 Reglemen susunan kehakiman dan kebbaksanaan mengadili di Indonesia
(RO.). (RO; 7; Sv. 166; IR. 116.)
Kemudian diadakan permusyawaratan dan diambil keputusan menurut peraturan pasal 39 dan 40, Reglemen
Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan mengadili di Indonesia (RO.).
Bagian 2
Bukti.

Pasal 162.
Tentang bukti dan hal menerima atau menolak alat bukti dalam perkara perdata, pengadilan negeri wajib memperhatikan
peraturan pokok tersebut di bawah ini. (IR. 293 dst.)
Pasal 163.
Barangsiapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan hak itu atau untuk
membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. (KUHPerd. 1865.)
Pasal 164.
Alat-alat bukti, Yaitu:
bukti tertulis, (KUHPerd. 1867 dst.; IR. 165, 168; S. 1867-29.)
bukti saksi, (KUHPerd. 1895; IR. 168 dst.)
persangkaan, (KUHPerd. 1915; IR. 173.)
pengakuan, (KUHPerd. 1923 dst.; IR. 174 dst.)
sumpah, (KUHPerd. 1929 dst.; IR. 155 dst., 177, 381.)
semuanya dengan memperhatikan peraturan yang diperintahkan dalam pasal-pasal berikut. (KUHPerd. 1866; JR. 295.)
Pasal 165.
Akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berwenang untuk membuatnya,
mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli waris masing-masing serta sekalian orang yang mendapat
hak darinya tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan tentang hal yang tercantum dalam surat itu sebagai
pemberitahuan; tetapi yang tersebut temkhir ini hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung menyangkut pokok akta
itu. (KUHPerd. 1868, 1870 dst.; Sv. 380 ; IR. 168, 304.)

Dicabut dg. S. 1927-146.

Pasal 166
Pasal 167.

(s.d.u. dg. S- 1927-146; S. 1938-276.) Untuk keuntungan siapa saja, kepada pembukuannya dapat diberikan oleh

pengadilan negeri sekian kekuatan bukti, yang dianggapnya patut dalam tiap-tiap hal yang istimewa. (KUHD 7; IR-304.)

Pasal 168.
Sampai diadakan penuturan lain tentang perkara-perkara yang membolehkan penggunaan bukti saksi, pengadilan negeri
harus tetap menggunakan hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia dan bangsa Timur Asing tentang hal itu.
Pasal 169.
Keterangan dari seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, tidak dapat dipercaya dalam hukum. (KUHPerd. 1905; Sv.
376; IR. 300.)
Pasal 170.
Jika kesaksian-kesaksian yang terpisah-pisah dan berdiri sendiri dari beberapa orang tentang beberapa kejadian dapat
meneguhkan perkara tertentu karena kesaksian-kesaksian itu sesuai dan berhubungan satu sama lain, maka kekuatan
bukti hukum sepanjang yang akan diberikan kepada kesaksian-kesaksian yang beraneka ragam itu, hal itu diserahkan
kepada pertimbangan hakim, berhubung dengan keadaan. (KUHPerd. 1905; Sv. 3'6; IR. 300.)

Page 10 of 23

(1)
(2)

Pasal 171.
Tiap-tiap kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya.
Pendapat atau dugaan khusus yang timbul dari pemikiran, tidak dipandang sebagai kesaksian. (KUHPerd. 1907; Sv.
376; IR. 301.)

Pasal 172.
Dalam hal menimbang nilai kesaksian itu, hakim harus memperhatikan: cocoknya para saksi satu sama lain; kesesuaian
kesaksian-kesaksian mereka dengan apa yang diketahui dari sumber lain tentang perkara yang bersangkutan; semua
alasan para saksi untuk menerangkan duduk perkaranya dengan cara begini atau begitu; peri kehidupan, adat istiadat
dan kedudukan para saksi; dan pada umumnya, segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercayai atau
kurang dipercayai. (KUHPerd. 1908; Sv. 378; IR. 302.)
Pasal 173.
Dugaan-dugaan yang tidak berdasarkan suatu peraturan undang-undang, hanya boleh diperhatikan oleh hakim dalam
menjatuhkan keputusannya, jika dugan-dugaan itu penting, saksama, tertentu dan sesuai satu sama lain. (KUHPerd.
1916, 1921 dst.; Sv. 370; IR. 294.)
Pasal 174.
Pengakuan yang diucapkan di hadapan hakim, cukup menjadi bukti untuk memberatkan orang yang mengaku itu, entah
pengakuan itu diucapkannya sendiri, entah dengan perantaraan orang lain, yang diberi kuasa kbusus. (KUHPerd. 1925;
Rv. 256 dst., 383; IR. 176, 307.)
Pasal 175.
Menentukan gunanya suatu pengakuan lisan yang diberikan di luar hukum, itu diserahkan kepada pertimbangan dan
kewaspadaan hakim. (KUHPerd. 1928; Sv. 387 dst.)
Pasal 176.
Tiap-tiap pengakuan harus diterima seluruhnya; hakim tidak berwenang untuk menerima sebagian dan menolak sebagian
lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali jika seorang debitur dengan maksud melepaskan dirinya,
menyebutkan hal yang terbukti tidak benar. (KUHPerd. 1924; IR. 174.)
Pasal 177.
Dari orang yang di dalam suatu sidang telah mengangkat sumpah yang dibebankan atau dikembalikan kepadanya oleh
lawannya atau dibebankan kepadanya oleh hakim, tidak boleh diminta keterangan lain untuk meneguhkan kebenaran
sumpahnya. (KUHPerd. 1936; IR. 155 dst.)
Bagian 3
Musyawarah Dan Keputusan Hakim.
(1)
(2)
(3)

(1)
(2)
(3)
(1)

(2)

(1)

Pasal 178.
Pada waktu bermusyawarah, hakim, karena jabatannya, wajib melengkapi segala alasan hukum yang tidak
dikemukakan oleh kedua belah pihak. (RO. 39, 41; IR. 184.)
Hakim itu wajib mengadili semua bagian tuntutan.
Ia dilarang menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih daripada yang
dituntut. (Rv. 50.)
Pasal 179.
Sesudah diambil keputusan dengan mengingat peraturan di atas ini, maka kedua belah pihak dipanggil masuk
kembali dan keputusan hakim dimaklumkan oteh ketua di hadapan umum. (RO. 40; Sv. 17 1; IR. 116, 186, 317.)
Jika kedua belah pitiak atau salah satu tidak hadir pada waktu keputusan itu dimaklumkan, maka atas perintah
ketua, keputusan hakim itu harus diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir itu oleh seorang pegawai yang
dikuasakan untuk itu. (IR. 184, 192, 318, 388.)
Pasal 125 ayat terakhir berlaku dalam hal ini. (IR. 188.)
Pasal 180.
Biarpun orang membantah keputusan hakim atau meminta banding, pengadilan boleh memerintahkan supaya
keputusan hakim itu dijalankan dulu, jika ada suatu tanda alas hak yang otentik atau suatu surat yang menurut
peraturan boleh diterima sebagai bukti, atau jika ada keputusan hukuman lebih dahulu dengan keputusan hakim
yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, atau jika dikabulkan tuntutan sementara, pula dalam hal
perselisihan tentang besit. (KUHPerd. 548 dst.; Rv. 53 dst.; IR. 181, 190; S. 1867-29.)
Akan tetapi hal menalankan keputusan hakim itu lebih dulu, sekali-kau tidak holeh diperluas menjadi penyanderaan.
(IR. 209 dst.)
Pasal 181.
Barangsiapa dikalahkan dengan keputusan hakim, akan dihukum pula membayar biaya perkara. Akan tetapi biaya
perkara itu semuanya atau sebagian boleh diperhitungkan antara suami-istri, keluarga sedarah dalam garis lurus,

Page 11 of 23

(2)
(3)
(4)

saudara laki-laki dan saudara perempuan, atau keluarga semenda dalam derajat yang sama; begitu pula halnyajika
masing-masing pihak dikalahkan dalam hal-hal tertentu,
Pada keputusan sementara dan keputusan lain yang mendahului keputusan terakhir, pengambilan keputusan
tentang biaya perkara boleh ditangguhkan sampai pada waktu d@atuhkan keputusan terakhir. (Rv. 58; Sv. 41 1;
IR. 180, 182 dst., 237 dst., 378.)
Biaya perkara yang diputuskan dengan keputusan tanpa kehadiran, hanis dibayar oleh pihak yang dikalahkan,
meskipun la menang perkara sesudah membantah atau meminta banding, kecuali kalau pada waktu diperiksa
bantahannya atau bandingnya, ternyata bahwa ia tidak dipanggil dengan sah.
Dalam hal tersebut pada pasal 127, biaya panggilan ulang kepada tergugat yang tidak datang, harus dibayar oleh
tergugat itu, meskipun ia menang perkara, kecuali jika pada waktu persidangan pertama, ia tidak dipanggil dengan
sah.
Pasal 182.

(s.d. u. dg. S. 1927-248jo. 338.) Hukuman membayar biaya perkara tidakboleh melebihi:
1.
2.

3.
4.
5.
6.

(1)
(2)

(1)

(2)
(3)

(1)
(2)

(1)

(2)
(1)
(2).

biaya kantor panitera pengadilan dan biaya meterai, yang perlu dipakai dalam perkara itu;
biaya saksi, ahli dan juru bahasa, terhitung juga biaya sumpah mereka itu, dengan pengertian, bahwa pihak yang
minta supaya diperiksa lebih dari lima orang saksi tentang satu kejadian tidak boleh menuntut pembayaran biaya
kesaksian yang lebih itu kepada lawannya;
biaya pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang bersangkutan dengan perkara itu;
gaji pegawai yang disuruh melakukan panggilan, pemberitahuan dan segala surat juru sita yang lain;
biaya tersebut pada pasal 138 ayat (6);
gaji yang harus dibayar kepada panitera pengadilan atau pegawai lain karena menjalankan keputusan hakim;
semuanya itu menurut peraturan dan tarif yang telah atau akan ditetapkan oleh pemerintah (Gubernur Jenderal),
atau jika itu tidak ada, menurut taksiran ketua.

Pasal 183.
Besamya biaya perkara yang dibebankan kepada salah satu pihak, harus disebutkan pada putusan hakim itu.
Ketentuan itu berlaku juga tentang jumlah biaya, kerugian dan bunga, yang harus dibayar oleh satu pihak kepada
yang lain menurut keputusan itu. (Rv. 607, 610.)
Pasal 184.
Dalam putusan hakim har-us dicantumkan ringkasan yangjelas dari tuntutan dan jawaban serta dari alasan
keputusan itu; begitu juga, harus dicantumkan keterangan tersebut pada ayat (14) pasal 7 Reglemen susunan
kehakiman dan kebijaksanaan mengadili di Indonesia, keputusan pengadilan negeri tentang pokok perkara dan
besarnya biaya, serta pemberitahuan tentang hadir tidaknya kedua belah pihak itu pada waktu dijatuhkan
keputusan itu.
Dalam putusan hakim yang berdasarkan peraturan undang-undang yang pasti, peraturan itu harus disebutkan.
(RO. 7, 30 dst.; Rv. 61; Sv. 174; IR. 178 dst., 181 dst., 185 dst., 319.)
Putusan hakim itu ditandatangani oleh ketua dan panitera pengadilan. (RO. 43; Sv. 174-71; IR. 116, 186 dst., 31961.)
Pasal 185.
Putusan hakim yang bukan putusan terakhir, sekalipun harus diucapkan dalam persidangan, tidaklah dibuat
tersendiri, melainkan hanya dicatat dalam berita acara persidangan.
Tiap-tiap pihak boleh meminta salinan-salinan otentik dari catatan itu atas biaya masing-masing. (Rv. 48; Sv. 420;
IR. 184, 186 dst.)
Pasal 186.
Panitera pengadilan harus membuat berita acara tiap-tiap perkara; apa yang terjadi dalam persidangan, di dalam
berita acara itu harus disebut pertimbangan tersebut pada ayat (3) pasal 7 ,Reglemen susunan kedan
keboaksanaan mengadili di Indonesia". Di dalam berita acara itu tidak boleh disebutkan apakah keputusan itu
cwatuhkan dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat. (RO. 41, 63; Rv. 29; Sv. 141, 176; IR. 131, 179, 184,
192, 322.)
Berita acara itu ditandatangani oleh ketua dan panitera pengadilan. (Rv. 62; IR. 116, 185, 187, 322.)
Pasal 187.
Jika ketua tak dapat menandatangani keputusan hakim atau berita acara persidangan, maka penandatanganan
dilakukan oleh anggota yang ikut serta memeriksa perkara itu, yang pangkatnya setingkat di bawah pangkat ketua.
Jika Panitera pengadilan tak dapat menandatangani keputusan atau berita acara persidangan itu, maka hal itu
harus disebutkan dengan tegas dalam berita acara persidangan itu. (RO. 52; Rv. 63; IR. 184, 186, 322.)
Bagian 4
Banding.

Bagian ini tidak berlaku lagi; yang berlaku sekarang mengenai perkara perdata adalah UU No. 20/1947, Bab III, Bagian 1,
yang berbunyi sbb.:

Page 12 of 23

Pasal. 6
Dari putusan-putusan Pengadilan Negeri di Jawa dan Madura tentang perkara perdata, yang tidak ternyata bahwa
besarnya harga gugat ialah seratus ruplah atau kurang, oleh salah satu dari pihak-pihak (partijen) yang berkepentingan
dapat diminta, supaya pemeriksaan perkara diulangi oleh Pengadilan Tinggi yang berkuasa dalam daerah hukum masingmasing.
(1)

(2)
(3)
(4)

(1)

(2)

(1)
(2)

(1)
(2)
(1)
(2)
(3)

(1)

(2)
(3)
(4)
(5)

Pasal 7
Permintaan untuk pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan tulisan atau dengan lisan oleh peminta atau
wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk memajukan permintaan itu, kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang
menjatuhkan putusan, dalam empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman putusan kepada
yang berkepentingan.
Bagi peminta yang tidak berdiam dalam karesidenan tempat Pengadilan Negeri tersebut bersidang, maka lamanya
tempo untuk meminta pemeriksaan ulangan dijadikan tiga puluh hari.
Jika ada permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak dengan biaya, maka tempo itu dihitung mulai hari berikutnya
hari pemberitahuan putusan Pengadilan Tinggi atas permintaan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Permintaan akan pemeriksaan ulangan tidak boleh diterima, jika tempo tersebut di atas sudah lalu, demikian juga
jika pada waktu memajukan permintaan itu tidak dibayar lebih dahulu biaya, yang diharuskan menurut peraturan
yang sah, biaya mana harus ditaksir oleh Panitera Pengadilan Negeri tersebut.
Pasal 8.
Dari putusan Pengadilan Negeri, yang dijatuhkan di luar hadir tergugat, tergugat tidak boleh minta pemeriksaan
ulangan melainkan hanya dapat mempergunakan perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama, akan tetapi
jikalau penggugat minta pemeriksaan ulangan, tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam
pemeriksaan tingkat pertama.
Jika, dari sebab apa pun juga tergugat tidak dapat mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat
pertama, tergugat boleh meminta pemeriksaan ulangan.
Pasal 9.
Dari putusan Pengadilan Negeri yang bukan putusan penghabisan dapat dmmta pemenksaan ulangan hanya
bersama-sama dengan putusan penghabisan.
Putusan, dalam mana Pengadilan Negeri menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya, dianggap
sebagai putusan penghabisan.
Pasal 10.
Permintaan pemeriksaan ulangan yang dapat diterima, dicatat oleh Panitera Pengadilan Negeri di dalam daftar.
Panitera memberitahukan hal itu kepada pihak lawan yang minta pemeriksaan ulangan.
Pasal 11.
Kemudian selambat-lambatnya empat belas hari setelah permintan pemeriksaan ulangan diterima, Panitera
memberi tahu kepada kedua belah pihak bahwa mereka dapat melihat surat-surat yang bersangkutan dengan
perkaranya di kantor Pengadilan Negeri selama empat belas hari.
Kemudian turunan putusan, surat pemeriksaan dan surat-surat lain yang bersangkutan harus dikirim kepada
Panitera Pengadilan Tinggi yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permintaan
pemeriksan ulangan.
Kedua belah pihak boleh memasukkan surat-surat keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Negeri atau
kepada Panitera Pengadilan Tinggi yang akan memutuskan, asal saia turunan dari surat-surat itu diberikan kepada
pihak lawan dengan perantaraan pegawai Pengadilan Negeri yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri itu.
Pasal 12.
Permintaan izin supaya tidak bayar biaya dalam pemeriksaan ulangan harus disampaikan dengan lisan atau dengan
surat kepada Panitera Pengadilan Negeri, yang menjatuhkan putusan, beserta dengan surat keterangan dari salah
seorang pegawai pamong praja yang berhak memberikannya dalam daerah tempat tinggalnya, bahwa ia tidak
mampu membayar biaya, oleh yang minta pemeriksaan ulangan di dalam empat belas hari terhitung mulai hari
berikutnya hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan, oleh pihak lain di dalam empat belas hari
terhitung mulai hari berikutnya pemberitahuan pemeriksaan ulangan.
Permintaan itu ditulis oleh Panitera Pengadilan Negeri dalam daftar.
Di dalam empat belas hari sesudah dituliskan itu, maka Hakim Pengadilan Negeri menyuruh memberitahukan
permintaan itu kepada pihak yang lain dan menyuruh memanggil kedua belah pihak supaya datang di muka Hakim
tersebut.
Jika peminta tidak datang, permintaan dianggap tidak ada.
Jika peminta tidak datang, ia diperiksa oleh Hakim, begitu juga pihak yang lain, jika ia datang.

Pasal 13.
Surat pemeriksaan harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi yang berhak memutuskan perkaranya dalam pemeriksaan
tingkat kedua, selambat-lambatnya tujuh hari sesudah pemeriksaan selesai.

Page 13 of 23

Pasal 14.
Pengadilan Tinggi memberi putusan atas permintaan tersebut dan menyuruh memberi tahu selekas mungkin putusan itu
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 15.
Pengadilan Tinggi dalam pemeriksaan ulangan memeriksa dan memutuskan dengan tiga Hakim, jika dipandang
perlu, dengan mendengar sendiri kedua belah pihak atau saksi.
Jika Hakim Pengadilan Negeri memutuskan, bahwa ia tidak berhak memeriksa perkaranya, dan Pengadilan Tinggi
berpendapat lain, Pengadilan Tinggi menyuruh Pengadilan Negeri memutuskan perkaranya atau memutuskan
sendiri perkaranya.
Panitera Pengadilan Tinggi mengirim selekas m ungkin turunan putusan tesebut beserta dengan surat pemeriksaan
dan surat-surat lain yang bersangkutan kepada Pengadilan Negeri yang memutuskan dalam pemeriksaan tingkat
pertama.
Cara menjalankan putusan ini sama dengan cara menjalankan putusan Hakim dalam pemeriksaan tingkat pertama.
Bagian 5
Pelaksanaan Keputusan Hakim.

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

(7)

Pasal 195.
Keputusan hakim dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh pengadilan negeri, dilaksanakan atas
perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkara itu, menurut cara yang diatur
dalam pasal-pasal berikut. (Rv. 350, 360; IR. 194.)
Jika keputusan itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut,
maka ketuanya akan meminta bantuan dengan surat kepada ketua pengadilan negeri yang berhak; begitu juga
halnya pelaksanaan keputusan di luar Jawa dan Madura.
Ketua pengadilan negeri yang diminta bantuan itu harus bertindak menurut ketentuan ayat di atas, jika nyata
baginya, bahwa keputusan itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukumnya.
Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta bantuannya oleh teman sejawatnya dari luar Jawa dan Madura, berlaku
segala peraturan dalam bagian ini, tentang segala perbuatan yang akan dilakukan karena permintaan itu.
Dalam dua kali dua puluh empat jam, ketua yang dimintai bantuan itu harus memberitahukan segala usaha yang
telah diperintahkan dan hasilnya kepada ketua pengadilan negeri yang mula-mula memeriksa perkara itu.
Jika pelaksanaan keputusan itu dilawan, juga perlawanan itu dilakukan oleh orang lain yang mengakui barang yang
disita itu sebagai miliknya, maka hal itu serta segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan itu,
diajukan kepada dan diputuskan oleh pengadilan negeri yang dalam daerah hukimnya harus dilaksanakan
keputusan itu. itu, tiap dua kali dua puluh
Perselisihan dan keputusan tentang perselisihan itu, tiap dua kali dua puluh empat jam, harus diberitahukan
dengan surat oleh ketua pengadilan negeri itu kepada ketua pengadilan negeri yang mula-mula memeriksa perkara
itu.

Pasal 196.
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai memenuhi keputusan itu dengan baik, maka pihak yang dimenangkan
mengajukan permintaan kepada ketua pengadilan negeri tersebut pada pasal 195 ayat (1), baik dengan lisan maupun
dengan surat, supaya keputusan itu dilaksanakan. Kemudian ketua itu akan memanggil pihak yang kalah itu serta
menegurnya, supaya ia memenuhi keputusan itu dalam waktu yang ditentukan oleh ketua itu, selama-lamanya delapan
hari. (Rv. 439, 443; IR. 94, 113, 130.)
(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)
(7)

Pasal 197.
Jika sudah lewat waktu yang ditentukan itu, sedangkan orang yang kalah itu belum juga memenuhi keputusan itu,
atau jika orang itu, sesudah dipanggil dengan sah, tidak juga menghadap, maka ketua, karena jabatannya, akan
memberi perintah dengan surat, supaya disita sekian barang bergerak dan jika yang demikian tidak ada atau
ternyata tiada cukup, sekian barang tak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu, sampai dianggap cukup menjadi
pengganti jumlah uang tersebut dalam keputusan itu dan semua biaya untuk melaksanakan keputusan itu.
Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
Bila panitera itu berhalangan karena tugas dinas atau karena alasan yang lain, maka ia digantikan oleh seorang
yang cakap atau dapat dipercaya, yang ditunjuk untuk itu oleh ketua atas atas permintaannya oleh kepala
pemerintahan setempat (dalam hal ini asisten-residen); dalam hal menunjuk orang itu menurut cara tersebut, jika
dianggap perlu memuat keadaan, ketua berkuasa juga untuk menghemat ongkos sehubungan dengan jauhnya
tempat penyitaan itu.
Penunjukan orang itu dilakukan hanya dengan menyebutkan atau dengan mencatatnya dalam surat perintah
tersebut pada ayat (1) pasal ini.
Panitera itu atau orang yang ditunjuk sebagai gantinya, hendaklah membuat berita acara-tentang tugasnya, dan
memberitahukan maksud isi berita acara itu kepada orang yang disita barangnya itu, kalau ia hadir.
Penyitaan itu dilakukan dengan bantuan dua orang saksi, yang disebutkan namanya, pekerjaannya dan tempat
diamnya dalam berita acara itu, dan yang ikut menandatangani berita acara itu dan salinannya.
(s. d. u. dg. S. 1932-42,) Saksi itu harus penduduk Indonesia, telah berumur 21 tahun dan dikenal oleh penyita itu
sebagai orang yang dapat dipercaya, atau diterangkan demikian oleh seorang pamong praja bangsa Eropa atau
Indonesia.

Page 14 of 23

(8)

(9)

(1)

(2)

(1)
(2)

Penyitaan barang bergerak kepunyaan debitur, termasuk uang tunai dan surat berharga, bolehjuga dilakukan alas
barang bergerak yang bertubuh, yang ada di tangan orang lain, tetapi tidak boleh dilakukan atas hewan dan
perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi orang yang kalah itu dalam menjalankan mata pencahariannya
sendiri.
Panitera atau orang yang ditunjuk menjadi penggantinya hendaklah membiarkan, menurut keadaan, barang
bergerak itu seluruhnya atau sebagian disimpan oleh orang yang disita barangnya itu, atau menyuruh membawa
barang itu seluruhnya atau sebagian ke suatu tempat penyimpanan yang memadai. Dalam hal pertama, hal itu
harus diberitahukan kepada polisi desa atau polisi kampung, dan polisi itu harus mewaga, supaya jangan ada
barang yang dilarikan orang. Bangunan-bangunan orang Indonesia, yang tidak melekat pada tanah, tidak boleh
dibawa ke tempat lain. (Rv. 444, 446, 449, 454, 473; IR. 94 dst., 113.)
Pasal 198.
Jika yang disita barang tetap, maka berita acara penyitaan itu akan dimaklumkan kepada umum, dengan cara
sebagai berikut: jika barang tetap itu sudah dibukukan menurut Ordonansi Balik-Nama (S. 1834-27), dengan
menyalin berita acara itu dalam daftar tersebut pada pasal 50 Ketentuan-ketentuan tentang berlakunya dan
peralihan perundang-undangan baru (S. 1848-10), dan jika tidak dibukukan menurut ordonansi tersebut, dengan
menyalin berita acara itu dalam daftar yang disediakan untuk itu di kantor panitera pengadilan negeri; dalam kedua
hal itu, harus disebutkan jam, hari, bulan dan tahun penyitaan itu diminta dimaklumkan kepada umum, sedang
jam, hari, bulan dan tahun itu harus dicatat oleh panitera pada surat asli yang diberikan kepadanya. (Rv. 507; Ov.
50, 10 overschr.)
Selain itu, kepala desa, atau perintah orang yang ditugaskan menyita barang itu, harus memaklumkan penyitaan
barang itu di tempat itu, supaya diketahui orang seluas-luasnya.
Pasal 199.
Terhitung dari hari berita acara penyitaan barang itu dimaklumkan kepada umum, pihak yang disita barangnya
tidak boleh lagi memindahkan, membebani atau menyewakan barang itu kepada orang lain.
Perjanjian yang berlawanan dengan larangan itu tak dapat dipakai untuk melawan juru sita itu. (Rv. 507.)

Pasal 200.
Penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang atau, menurut pertimbangan ketua atas
keadaan, oleh juru sita itu atau orang yang cakap dan dapat dipercaya, ditunjuk oleh ketua dan tinggal di tempat
penjualan itu atau di sekitar tempat itu. (Rv. 453, 466.)
(2) Akan tetapi, kalau penjualan tersebut harus dilakukan untuk menjalankan suatu keputusan yang menyuruh
membayar suatu jumlah yang tidak lebih dam tiga ratus gulden, di luar biaya perkara, atau kalau menurut
pertimbangan ketua boleh disangka, bahwa barang yang disita itu tidak akan lebih dari tiga ratus gulden, maka
penjualan itu sekali-kali tidak boleh dilakukan dengan perantaraan kantor lelang.
(3) Dalam hal itu penjualan itu akan dilakukan oleh juru sita itu atau oleh orang-orang yang cakap dan dapat
dipercaya, seperti yang disebut pada ayat (1). Orang yang diperintahkan untuk menjual hendaklah memberi
laporan dengan surat kepada ketua tentang hasil penjualan itu.
(4) Orang yang dikalahkan, berwenang untuk menentukan urutan penjualan barang yang disita itu.
(5) Segera setelah hasil penjualan itu mencapai jumlah tersebut dalam keputusan ditambah dengan biaya pelaksanaan
keputusan itu, penualan itu akan dihentikan; barang selebihnya, harus dikembahkan pada saat itu kepada orang
yang kalah itu.
(6) Penjualan barang bergerak dilakukan sesudah rencana penjualan diumumkan pada waktu yang tepat dan menurut
kebiasaan setempat; penjualan itu tidak boleh dilakukan sebelum hari kedelapan sesudah barang-barang itu disita.
(7) Jika bersama-sama dengan barang bergerak itu juga disita barang tetap, dan barang bergerak itu tak satu pun
yang akan lekas rusak, maka penjualan itu harus dilakukan serentak, dengan memperhatikan aturan tentang urutan
penjualan barang, tetapi hanya sesudah diumumkan dua kali, dengan selang waktu lima belas hari.
(8) Jika yang disita itu semata-mata barang tetap, maka aturan tersebut pada ayat di atas ini, dipakai untuk penjualan
barang itu.
(9) Penjualan barang tetap yang kiranya berharga lebih dari seribu gulden harus diumumkan satu kali dalam surat
kabar setempat, selambat-lambatnya empat belas hari sebelum hari penjualan itu; jika tidak ada surat kabar
setempat, maka hal itu diumumkan dalam surat kabar daerah terdekat. (Rv. 516.)
(10) Hak seseorang atas barang tetapnya yang dijual, dengan diterimanya tawaran pembeli, pindah kepada si pembeli
segera setelah ia memenuhi syaratsyarat pembelian. Jika ia telah memenuhi syarat-syarat itu, maka kepadanya
harus diberikan surat keterangan tentang hal itu oleh kantor lelang atau oleh orang yang ditugaskan menjual
barang itu. (Rv. 526, 532.)
(11) Jika seseorang enggan meninggalkan barang tetapnya yang dijual, maka ketua pengadilan negeri akan membuat
surat perintah kepada orang yang berwenang, untuk menjalankan surat juru sita dengan bantuan panitera
pengadilan negeri atau seorang pegawai bangsa Eropa yang ditunjuk oleh ketua, dan jika perlu dengan bantuan
polisi, supaya barang tetap itu ditinggalkan dan dikosongkan oleh orang yang dijual barangnya serta oleh sanak
saudaranya. (Rv. 526, 1033.)
(1)

Pasal 201.
Jika pada suatu waktu bersama-sama diajukan dua permintaan atau lebih untuk pelaksanaan keputusan hakim yang
dijatuhkan kepada seorang debitur, maka dengan satu berita acara disitalah sekian banyak barangnya, sehingga
hakimnya cukup untuk mengganti jumlah uang dari semua keputusan biaya pelaksanaan keputusan itu.

Page 15 of 23

Pasal 202.
Jika sesudah dilakukan suatu penyitaan, tetapi sebelum dijual barang yang disita itu, diterima lagi permintaan lain
melaksanakan keputusan yang dijatuhkan pada debitur itu, maka hasil penyitaan itu dapat dipergunakan juga
mengganti uang yang mesti dibayar menurut keputusan yang dimaksud dengan permintaan itu; jika perlu, ketua
memberi perintah untuk melanjutkan penyitaan atas sekian banyak barang yang belum disita, sampai cukup
mengganti jumlah uang yang harus dibayar menurut keputusan itu serta biaya untuk penyitaan lanjutan itu.

untuk
untuk
dapat
untuk

Pasal 203.
Dalam waktu tersebut pada pasal 202, keputusan yang dijatuhkan kepada debitur oleh hakim lain dari hakim tersebut
pada pasal 195 ayat (1), boleh juga dikirimkan kepada ketua yang memerintahkan penyitaan itu, supaya juga dijalankan.
Peraturan pasal 202 juga berlaku bagi permintaan itu.
(1)
(2)

Pasal 204.
Dalam hal tersebut pada ketiga pasal di alas, ketua menentukan cara membagi pendapatan penjualan itu di antara
para kreditur sesudah mendengar atau memanggil dengan sah debitur yang bersangkutan dan kreditur yang
meminta supaya dijalan keputusan itu.
Kreditur yang datang menurut panggilan tersebut pada ayat di atas, boleh minta banding kepada pengadilan tinggi
(raad van jusititie) tentang pembagian itu; ketentuan-ketentuan pasal 188 sampai dengan pasal 194 berlaku bagi
permintaan itu.

Pasal 205.
Segera setelah keputusan ketua pengadilan negeri tentang pembagian itu berkekuatan pasti, ketua akan mengirimkan
suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau kepada orang yang ditugaskan untuk menjual, supaya dipakainya
sebagai dasar pembagian uang pendapatan lelang itu.
Pasal 206.

(1)

(2)

(s.d.u.t. dg. S. 1933-124.) Keputusan yang mewajibkan pembayaran uang, yang banyaknya tidak lebih dari seratus

lima puluh gulden di luar biaya perkara, dijalankan tanpa memberi peringatan lebih dulu. Penyitaan dan penjualan
barang bergerak dilakukan dalam hal itu menurut cara tersebut pada pasal 93 sampai dengan pasal 97, tetapi
dengan perbedaan, bahwa tugas itu diperintahkan oleh ketua pengadilan kepada kepala distrik atau seorang
pejabat Indonesia yang sama kedudukan pangkatnya dengan kepala distrik, yang boleh menugaskan hal itu kepada
seorang kepala onderdistrik, mantri-polisi atau juru tulis yang berada di bawah perintahnya, tetapi la sendiri wajib
memberi laporan hasil pekerjaan itu secara tertulis atau secara lisan kepada ketua pengadilan itu.
Kepala onderdistrik boleh pula melimpahkan tugas itu kepada mantri- polisi atau juru tulis yang di bawah
perintahnya.
Juru tulis hanya boleh ditugaskan untuk menjalankan keputusan itu, kalau umumya dan masa kerjanya sudah
sampai pada batas masa kerja yang ditetapkan oleh pemerintah. Atas pekerjaan juru tulis yang di bawah
perintahnya itu, kepala distrik, atau dalam hal ini kepala onderdistrik, tetap bertanggung jawab.
Jika tidak cukup barang bergerak, maka atas perintah tertulis yang dibuat oleh ketua karena jabatannya, harus
disita pula barang tetap debitur itu sebanyak yang diperlukan dengan cara tersebut pada pasal 197 dan dengan
memperhatikan peraturan pasal 198; barang itu dijual dengan memperhatikan peraturan pasal 200.

Anotasi :
Pasal-pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
Pasal 93.
Pelaksanaan keputusan pengadilan disirik dalam perkara perdata yang dibanding atau dalam banding ditetapkan
seluruhnya atau sebagian oleh hakim yang lebih tinggi, harus diperintahkan oleh kepala distrik kepada kepala desa atau
bawahannya yang lain.
(1)
(2)

Pasal 94.
Kepala desa atau tiap-tiap orang lain yang disuruh melaksanakan keputusan demikian, harus lebih dulu
memperingatkan orang yang kalah perkara untuk memenuhi keputusan hukuman yang dijatuhkan kepadanya
dalam delapan hari berikutnya.
Jika keputusan itu tidak dipenuhi sesudah lewat delapan hari, maka kepala distrik harus memerintahkan supaya
disita sekian banyak barang tidak tetap milik orang yang kalah perkara itu, sampai boleh dianggap cukup untuk
melaksanakan keputusan hakim itu, kecuali kalau kepala disrik mendapat alasan untuk memberi waktu lagi kepada
orang itu.

Pasal 95.
Penyitaan itu dilakukan oleh orang yang disuruh melakuakan keputusan itu di hadapan dua orang saksi, dan sedapat
mungkin di hadapan orang yang kalah perkara; harga barang yang disita harus ditaksir satu per satu oleh orang yang
disuruh melaksanakan keputusan itu.
Pasal 96.

Page 16 of 23

(1)

(2)
(3)

Jika dua hari sesudah barang-barang yang disita, orang yang kalah perkara belum juga memenuhi keputusan itu,
maka barang-barang yang disita itu harus dijual oleh orang yang disuruh melaksanakan keputusan itu di hadapan
umum dengan dua orang saksi, dengan bayaran tunai, sampai diperoleh jumlah uang tersebut dalam keputusan,
kepada penawar tertinggi, kecuali kalau tawarannya kurang dari harga taksiran; dalam hal demikian, barangbarang
itu diserahkan dengan harga yang ditaksir kepada kreditur untuk siapa diadakan penjualan itu.
Orang yang kalah perkara berhak untuk menunjukkan tertib penjualan barang-barang yang disita itu.
Barang yang tidak perlu dijual, harus dikembalikan kepada orang yang kalah perkara.

Pasal 97.
Hewan dan perkakas yang sangat diperlukan oleh yang kalah perkara itu untuk menjalankan mata pencariannya sendiri,
tidak boleh disita.
(1)

(2)
(3)

(1)
(2)

(1)
(2)

(1)

(2)

Pasal 207.
Perlawanan debitur terhadap pelaksanaan keputusan, baik dalam hal disitanya barang tak bergerak maupun dalam
hal disitanya barang bergerak, harus diberitahukan oleh orang itu dengan surat atau dengan lisa kepada ketua
pengadilan negeri tersebut pada pasal 195 ayat (6); jika perlawanan itu diberitahukan dengan lisan, maka ketua
wajib mencatatnya atau menyuruh mencatatnya. (IR. 120, 197, 206.)
Kemudian perkara itu oleh ketua pada persidangan yang pertama sesudah itu, supaya diputuskan sesudah kedua
belah pihak diperiksa atau dipanggil dengan sah. (IR. 124 dst.)
Perlawanan itu tidak dapat menahan orang memulai atau meneruskan pelaksanaan keputusan itu, kecuali jika
ketua memberi perintah, supaya hal itu ditangguhkan sampai pengadilan negeri mengambil keputusan. (Rv. 422;
IR. 208, 224.)
Pasal 208.
Pengaturan pasal di atas berlaku juga jika orang lain melawan keputusan itu dengan mengatakan, bahwa barang
yang disita itu miliknya. (Rv. 477 dst.)
Untuk keputusan yang dijatuhkan menurut pasal ini dan pasal di atas, berlaku semua peraturan umum tentang hal
meminta banding. (IR 188 dst.)
Pasal 209.
Jika tidak ada atau tidak cukup barang untuk memenuhi keputusan, maka atas permintaan pihak yang menang
perkara, entah permintaan lisan entah permintaai tertulis, ketua akan memberi perintah tertulis kepada orang yang
berkuasa untuk menalankan surat sita, supaya debitur itu disandera. (Rv. 583 dst.; IR. 338 dst.)
Lamanya penyanderaan debitur ditentukan menurut pasal di bawah ini dan harus disebut dalam surat perintah itu.
(Rv. 580, 586; Sv. 347; IR. 98, 180, 197, 206, 211 dst., 213, 215, 217, 220 dst.; 222, 224, 331 dst.; S. 1894-244.)
Pasal 210.
Penyanderaan itu diperintahkan untuk enam. bulan lamanya, jika orang itu dihukum membayar sampai seratus
gulden; (T. XIII-37 1; IR. 203, 219, 221, 223 dst.)
Untuk setahun lamanya, jika orang itu dihukum membayar lebih dari seratus sampai tiga ratus gulden;
Untuk dua tahun lamanya, jika orang itu dihukum membayar lebih dari tiga ratus sampai lima ratus gulden;
Untuk tiga tahun lamanya, jika orang itu dihukum membayar lebih dari lima ratus gulden.
Biaya perkara tidak termasuk pada jumlah tersebut di atas ini.

Pasal 211.
Anak dan keturunannya sekali-kali tidak boleh menyuruh menyanderakan keluarga sedarah dan semendanya dalam garis
ke atas. (KUHPerd. 298; Rv. 582; IR. 209, 218, 331.)
Pasal 212.
Debitur tidak boleh disandera:
1.
di dalam rumah ibadat yang sedang dipergunakan untuk kebaktian;
2.
dalam ruang sidang lembaga pemerintah selama ada persidangan. (Rv. 22, 595; IR. 218.)
(1)

(2)
(3)

Pasal 213.
Jika debitur itu melawan penyanderaan itu dengan menyatakan perbuatan itu tidak sah, dan ia menghendaki
supaya segera diambil keputusan tentang perlawanan itu, maka ia harus mengajukan surat kepada ketua
pengadilan negeri yang memerintahkan penyanderaan itu, atau jika debitur itu lebih suka, ia harus dibawa
menghadap pejabat itu. Dalam kedua hal itu, ketua akan memutuskan dengan segera patut tidaknya debitur itu
disandera dahulu sementara menunggu keputusan pengadilan negeri.
Pasal 218 ayat (4), (6) dan (7) berlaku dalam hal itu.
Jika debitur itu mengajukan perlawanan dengan surat, maka sementara menunggu keputusan ketua, hendaklah ia
dijaga, supaya jangan lari. (Rv. 599; BL 180, 209, 224.)

Pasal 214.
Debitur yang tidak melawan atau yang ditolak perlawanannya, harus segera dimasukkan ke dalam penjara yang
ditentukan sebagai tempat penyanderaan. (Rv. 600.)

Page 17 of 23

Pasal 215.
Penjaga penjara harus memberitahukan penyanderaan itu kepada panitera pengadilan negeri dalam dua puluh empat
jam. (KUHP 333, 555; IR. 209, 212, 222 dst.)
(1)
(2)
(3)

Pasal 216.
Segala biaya pemeliharaan debitur yang disandera itu ditanggung oleh kreditur, dan dibayar lebih dulu kepada
penjaga penjara, tiap-tiap kali untuk tiga puluh hari lamanya, menurut peraturan tentang hal itu, yang sudah atau
akan diadakan oleh pemerintah (Gubernur Jenderal). (IR. 214-21.)
Jika kreditur itu tidak memenuhi kewajibannya sebelum hari yang ketiga puluh satu, maka atas permintaan debitur
itu atau atas permintaan penjaga penjara, ketua pengadilan negeri dengan segera memberi perintah, supaya
debitur itu dilepaskan dari penjara. (Rv. 587; IR. 217, 219.)
Pelaksanaan perintah itu, dalam hal ini dan dalam hal-hal yang lain, harus diberitahukan oleh penjaga penjara
dalam dua puluh empat jam kepada panitera pengadilan negeri. (TR. 222; S. 1935-305.)

Pasal 217.
Debitur yang disandera dengan sah, memperoleh kebebasan yang tidak dapat ditarik kembali: (TR. 216.)
1.
jika kebebasan itu diperolehnya karena kreditur memberikan izin untuk itu, entah dengan akta otentik, entah
dengan pernyataan lisan, kepada panitera pengadilan negeri, yang wajib mencatat pernyataan itu dalam daftar
tersebut pada pasal 222;
2.
jika kebebasan itu diperolehnya karena membayar atau menyimpan dengan sah pada kantor panitera pengadilan
negeri sejumlah uang yang harus dibayar kepada orang yang menyunih melaksanakan paksaan badan itu serta
bunganya, biaya perkara yang telah diselesaikan, biaya penyanderaan dan persekot biaya pemeliharaan. (KUHPerd.
1382 dst., 1404; Rv. 591, 809 dst.; Sv. 352; IR. 209, 216.)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1)
(2)
(3)

Pasal 218.
Debitur yang tidak mengajukan perlawanan menurut cara tersebut dalam pasal 213, tidak kehilangan hak untuk
meminta pengadilan negen membatalkaxi pengurungannya, jika menurut keterangannya penyanderaan itu
berlawanan dengan peraturan pasal 211 atau 212 atau dengan hukum karena sebab lain.
Untuk mencapai maksud itu ia harus mengajukan surat permintaan kepada ketua pengadilan negeri dengan
perantaraan juru penjara.
Jika debitur itu tidak pandai menulis, maka hendaklah ia diberi kesempatan untuk mengajukan keberatannya itu
dengan lisan kepada ketua, yang akan mencatat atau menyuruh mencatat hal itu. (TR. 118 dst.)
Perkara itu dikemukakan oleh ketua dalam persidangan pengadilan negeri berikutnya, dan diputuskan oleh
pengadilan negeri itu dengan sepatutnya menurut pendapatnya, jika perlu, sesudah memeriksa debitur itu dan
kreditur yang mendapat izin untuk menyuruh menyanderakan itu. (Rv. 606.)
Demikian pula diperbuat, jika debitur itu beranggapan bahwa ia dapat mengemukakan alasan yang sah untuk
melepaskan dirinya dari penyanderaan, kecuali alasan tersebut pada pasal 216, yang diputuskan oleh ketua sendiri.
Dalam semua hal ini, boleh diminta banding atas keputusan pengadilan negeri, tetapi dalam pada itu keputusan
hakim itu boleh juga dilaksanakan lebih dulu. (TR. 180.)
Peraturan pasal 188 sampai dengan pasal 194 beriaku dalam hal meminta banding itu. (TR. 213.)
Pasal 219.
Debitur yang penyanderaannya dibatalkan atau debitur yang dilepaskan karena persekot biaya untuk
pemeliharaannya tidak dibayar, tidak boleh disandera lagi karena utang itu, jika belum lewat sekurang-kurangnya
delapan hari sesudah ia dilepaskan. (Rv. 582; IR. 216.)
Jika pembebasan itu diperintahkan karena persekot belanja untuk pemeliharaannya tidak dibayar, maka kreditur
tidak boleh meminta supaya debitur itu disandera lagi, jika ia tidak membayar persekot belanja pemeliharaan untuk
tiga bulan lamanya. (Rv. 605.)
Waktu selama debitur itu menjalani penyanderaan, bagaimanapun juga, harus dikurangkan dari jangka waktu yang
diizinkan untuk menyandera orang dalam beberapa hal. (TR. 210.)

Pasal 220.
Orang yang lari dari penyanderaan, boleh disandera lagi berdasarkan perintah yang dulu, tanpa mengurangi
kewajibannya untuk mengganti setiap kerugian dan biaya yang terjadi akibat pelarian. (TR. 209.)
Pasal 221.
Walaupun telah menjalani paksaan badan, debitur itu tetap harus menanggung utangnya dengan barang-barang
kepunyaannya. (TR. 210.)
Pasal 222.
Panitera pengadilan negeri harus memegang daftar tersendiri tentang penyanderaan, yang memuat: (Rv. 593, 601 dst.;
IR. 217, 223.)
1.
perintah untuk menyandera, yang diberikan oleh ketua pengadilan negeri, tanggainya, nama, pekerjaan dan tempat
kediaman orang yang akan disandera dan lamanya orang itu boleh disandera; (TR. 209 dst.)
2.
tanggal pengurungan;
3.
tanggal pembebasan dari penyanderaan.

Page 18 of 23

Pasal 223.
Sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan wajiblah ketua pengadilan negeri menyuruh supaya daftar itu diperlihatkan
kepadanya dan mengawas-awasi betul, supaya tiap-tiap sandera yang sudah lewat waktunya segera dilepaskan. (TR.
210.)
Pasal 224.
Grosse dari akta hipotek dan surat utang yang dibuat di hadapan notaris di hidonesia dan yang kepalanya berbunyi Demi
keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa berkekuatan sama dengan keputusan hakim. Jika tidak dengan jalan
damai, maka surat demikian dijalankan dengan perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri, yang dalam
daerah hukumnya tempat diam atau tempat tinggal debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut
cara yang dinyatakan pada pasal-pasal yang lalu dalam bagian ini, tetapi dengan pengertian, bahwa paksaan badan
hanya boleh dilakukan, jika sudah dengan keputusan hakim. Jika keputusan hakim itu harus dilaksanakan seluruhnya
atau sebagian di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memerintahkan pelaksanaan keputusan itu, maka haruslah
dituruti peraturan pasal 195 ayat (2) dan seterusnya. (Ov. 91; Rv. 440, 584; Not. 41; T. XIII-372.)
Bagian 6
Hal Mengadili Perkara Istimewa.
(1)

(2)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

(1)

(2)
(3)
(4)
(5)

(1)
(2)

Pasal 225
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang
ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan
ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika
keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan
itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan. (TR. 118 dst.)
Ketua mengajukan perkara itu dalam persidangan pengadilan negeri; sesudah debitur diperiksa atau dipanggil
dengan sah, maka pengadilan negeri akan menentukan, apakah permintaan itu akan ditolak, atau perbuatan yang
diperintahkan tetapi tidak dilakukan itu akan dinilai sebesar jumlah yang dikehendaki oleh peminta atau kurang dari
jumlah itu; dalam hal terakhir ini, debitur itu dihukum membayar jumlah itu. (KUHPerd. 1239; IR. 228.)
Pasal 226.
Pemilik barang bergerak, boleh meminta dengan surat atau dengan ban kepada ketua pengadilan negeri yang
berkuasa di tempat diam atau tempat tinggal orang yang memegang barang itu supaya barang itu disita.
Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan jelas dalam permintaan itu.
Jika permintaan itu diluluskan, maka penyitaan akan dilakukan menurut surat perintah ketua. Tentang orang yang
harus melakukan penyitaan itu dan tentarkg persyaratan yang harus dipenuhi, berlaku juga pasal 197.
Panitera pengadilan harus segera memberitahukan penyitaan itu kepada orang yang mengajukan permintaan, dan
menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan
dan meneguhkan gugatannya.
Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil atas perintah ketua untuk menghadap persidangan
itu.
Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dan pengambilan keputusan dijalankan dengan cara biasa. (TR.
130 dst., 139 dst., 155 dst., 163 dst., 178 dst.)
Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan, lalu diperintahkan supaya barang yang disita itu diserahkan
kepada si penggugat; sedang kalau gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.
Pasal 227.
Jika ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang debitur, sebelum keputusan hakim yang mengalahkannya
dijatuhkan atau boleh dijalankan, mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya, baik yang tak
bergerak maupun yang bergerak; dengan maksud untuk menjauhkan barang itu dari kreditur atas surat permintaan
orang yang berkepentingan, ketua pengadilan boleh memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak
orang yang memerlukan permintaan itu; kepada si peminta harus diberitahukan bahwa ia harus menghadap
persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan menguatkan gugatannya. (Rv. 720 dst.; IR. 124
dst., 1 163 dst.)
Debitur harus dipanggil atas perintah ketua untuk menghadap persidangan itu.
Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang peraturan yang harus dituruti serta akibat yang
berhubungan dengan hal itu, berlaku 197, 198 dan 199.
Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dijalankan dengan cara biasa. Jika gugatan itu diterima, maka
penyitaan itu disahkan; jika ditolak, maka diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.
Permintaan tentang pencabutan penyitaan selalu boleh diajukan, jika diadakan jaminan atau tanggungan lain yang
cukup. (Rv. 725; IR. 228.)
Pasal 228.
Tentang keputusan hakim yang dijatuhkan oleh pengadilan negeri menurut ketiga pasal di atas ini, berlaku
peraturan umum bagi permintaan banding. (IR. 188 dst.)
Keputusan hakim tersebut pada ketiga pasal itu dilaksanakan dengan cara biasa. (IR. 196 dst., 209.)
Pasal 229.

Page 19 of 23

Jika seseorang yang sudah akil-baliq tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang akal, maka
tiap-tiap sanak saudaranya, atau magistraat pada pengadilan negeri jika tidak ada sanak saudaranya, berkuasa untuk
meminta, supaya diangkat seorang pengampu untuk memelihara orang itu dan mengurus barangnya. (KUHPerd. 434
dst.)
Pasal 230.
Permintaan seperti itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri, yang akan memanggil orang yang mengajukan
permintaan itu, saksi-saksi yang ditunjuknya dan orang yang akan diberi pengainpu, supaya mereka datang menghadap
pengadilan negeri pada hari persidangan yang ditentukan. (KUHPerd. 438 dst.)
(1)
(2)

(1)
(2)

Pasal 231.
Pada hari yang ditentukan itu diperiksa semua orang yang dipanggil itu; pemeriksaan saksi-saksi dilakukan sesudah
mereka disumpah.
Jika permintaan itu dikabulkan, maka pengadilan negeri mengangkat seorang pengampu, yaitu orang yang dapat
diharapkan akan memelihara orang yang bersangkutan dan barangnya dengan sebaik-baiknya. (KUHPerd. 441,
449; IR. 236.)
Pasal 232.
Jika sudah tidak ada lagi alasan pengampuan itu, maka pengadilan negeri boleh menghentikan pengampuan itu.
Permintaan akan penghentian pengampu itu, pemeriksaan dan keputusan tentang hal itu dibuat menurut cara
tersebut di atas. (KUHPerd. 460; IR. 229 dst., 236.)

Pasal 233.
Jika pengampuan itu berakhir karena dicabut atau karena sebab maka pengampuan itu wajib memberi perhitungan dan
pertanggung-jawaban tentang pengurusannya kepada yang berhak. (KUHPerd. 409, 452.)
(1)

(2)
(3)

Pasal 234.
Mengenai orang yang kelakuannya selalu tidak baik dan melewati batas, atau orang yang sekali-kali tidak bisa
dibiarkan sendirian, atau orang yang berbahaya bagi keamanan orang lain, pengadilan negeri, atas permintaan
sanak saudaranya atau atas permintaan magistraat pengadilan negeri, sesudah memeriksanya dengan patut,
berkuasa untuk memerintahkan demi keamanan dan ketertiban, supaya orang itu dimasukkan ke rumah kurungan
yang tersedia untuk itu, rumah sakit atau tempat lain yang layak untuk itu, dan supaya la ditahan di situ selama
belum tampak jelas tanda-tanda bahwa ia sudah baik. (RO. 134 dst., 138; Krankz. 48; S. 1868-72.)
Permintaan tersebut tidak tergantung pada pengampuan, yang, jika belum dikenakan, dan jika ada cukup
sebabnya, boleh diniinta pada waktu itu juga atau kemudian, menurut peraturan di atas. (KUHPerd. 456; IR. 236.)
Ketentuan ayat (1) pasal ini berlaku juga bagi orang yang berpenyakit mengerikan, minta-minta di hadapan umum
atau mengembara tanpa mata pencaharian, atau mempergunakan nasibnya untuk mengganggu orang lain, tetapi
dengan pengertian bahwa:
a.
orang itu hanya boleh dimasukkan ke rumah kurungan atau rumah yang dinyatakan baik untuk itu oleh
kepala daerah sesudah bermupakat dengan kepala dinas kesehatan rakyat; jika perlu, kepala daerah boleh
memberikan beberapa syarat untuk pernyataan baik itu, sesudah bermupakat dengan kepala dinas kesehatan
tersebut;
b.
orang yang dikenakan keputusan hakim seperti yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, tidak boleh
dimasukkan ke rumah kurungan atau rumah sakit yang diperuntukkan bagi orang yang menderita penyakit
menular tertentu, jika belum dinyatakan dengan surat oleh dokter, - sedapat mungkin seorang ahli yang
mendiagnosa penyakit itu - bahwa orang itu menderita penyakit menular itu atau diperkirakan benar-benar
menderita penyakit itu; dokter itu haruslah dokter yang ditunjuk oleh kepala daerah sesudah bermupakat
dengan inspektur atau wakil inspektur dinas kesehatan rakyat yang bersangkutan;
c.
atas permintaan orang yang berkepentingan atau sanak saudaranya atau magistraat, pengadilan negeri
hendaklah melepaskan orang yang ditahan sementara menurut peraturan tersebut, jika ia dianggap tak perlu
lagi ditahan berhubung dengan semua hal yang menyebabkan ia ditahan.

(s.d.t. dg. S. 1936-81, 159; 1948-322.)


(1)

(2)
(3)

Pasal 234a.

Atas tuntutan magistraat, pengadilan negeri, dengan penetapan sederhana, berhak juga memerintahkan orang
dewasa dimasukkan ke suatu tempat bekerja yang tersedia untuk itu, yakni orang yang dinyatakan oleh kepala
departemen sosial sebagai pengatur yang malas bekerja serta yang tidak mempunyai cukup nafkah hidup, jika ia
melanggar ketertiban umum karena minta-minta, karena merisaukan atau karena kelakuannya bertentangan
dengan keadaan masyarakat yang baik.
Tuntutan termaksud dalam ayat (1) itu tidak dikabulkan, sebelum orang yang dituntut itu didengar atau setidaktidaknya dipanggil dengan sah. Pengadilan negeri mengambil keputusan berdasarkan pemberitahuan dan laporan
yang dia, tetapi berhak mendengar saksi-saksi yang dapat memberi keterangan lebih lanjut tentang kejadian itu.
Penetapan tersebut dalam kedua ayat di atas berkekuatan satu tahun lamanya; jangka waktu itu selalu dapat
ditambah dengan satu tahun lagi kalau ada tuntutan seperti itu; dalam semua hal itu, kepala departemen sosial
berhak melepaskan orang yang bersangkutan dari tempat itu setiap waktu, bila keadaannya yang menyebabkan ia
dimasukkan itu tidak ada lagi atau bila keadaan badannya atau pikirannya tidak mengizinkan ia tinggal lebih lama di
tempat itu.

Page 20 of 23

(4)

(5).
(6).
(7)

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)

(1)

(2)

(a.d.t. dg. S. 1939-715.) Barang siapa dituntut supaya ditambah waktunya, di tempat itu selama pemeriksaan

pengadilan negeri. Kalau tuntutan itu ditolak pengadilan negeri, maka jika magistraat pada pengadilan negeri
menyatakan akan minta banding tentang penetapan itu, orang yang bersangkutan tetap tinggal di tempat itu
selama pemeriksaan pengadilan tinggi (raad van justitie).
Penetapan yang dijatuhkan pengadilan negeri menurut pasal ini boleh dijalankan seketika itu juga.
Surat-surat yang perlu untuk menuntut memasukkan orang ke tempat bekerja dan penetapan-penetapan hakim,
bebas dari meterai.
Hal menunjuk tempat bekerja termaksud dalam ayat (1) itu dan hal-hal lain yang perlu untuk penerapan pasal ini,
diatur dengan peraturan pemerintah. (RO. 137a; S. 1936-160.)
Pasal 235.
Jika ada orang hilang atau meninggalkan tempat diamnya tanpa mengurus pemeliharaan harta bendanya, maka
setiap bawahan polisi wajib, setiap orang yang berkepentingan berhak untuk memberitahukan hal itu kepada
pengadilan negeri, ketua itu wajib pergi dengan segera bersama-sama dengan orang yang memberitahukan itu ke
rumah orang yang hilang atau tidak ada itu, dan menjaga dengan penyegelan atau dengan cara lain yang patut,
supaya jangan satu pun dari budel yang tidak dipelihara itu diambil orang. (K.UHPerd. 463 dst.)
Berita acara tentang tindakan itu hendaklah dikemukakan oleh ketua pada pengadilan negeri berikutnya; jika
temyata perlu, pengadilan negeri akan melimpahkan pemeliharaan budel itu buat sementara kepada pengurus
budel (boedelmeester) atau badan seperti itu, yang telah atau akan dikuasakan untuk itu. (IR. 236; S. 1832-7.)
Jika harta budel itu, menurut undang-undang yang berlaku tentang itu, tidak boleh diurus oleh badan-badan
termaksud di atas, maka hendaklah diusahakan supaya harta budel itu diurus dengan cara lain yang sedemikian
rupa, sehingga boleh dianggap akan mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi orang yang
berkepentingan.
Dengan alasan bahwa harta budel itu hanya sedikit, pengadilan negeri juga berwenang untuk menyerahkan
pemeliharaannya kepada orang yang ditunjuknya dari keluarga sedarah atau keluarga semenda orang yang hilang
atau tidak ada itu, atau kepada suami atau istrinya, dengan satu kewajiban saja, yaitu akan mengembalikan barang
itu atau harganya sesudah dipotong segala utang yang sudah dibayar sementara itu, tanpa memberikan suatu hasil
atau pendapatan kepada orang yang hilang atau tidak ada itu, kalau ia kembali.
Jika ketua berhalangan, maka segala tindakan tersebut pada ayat (1) pasal ini, boleh dilakukan oleh panitera
pengadilan negeri atau oleh pegawai lain yang dikuasakan oleh ketua; dalam dua puluh empat jam sesudah tugas
itu dilakukan, panitera atau pejabat itu harus menyampaikan berita acaranya kepada ketua itu.
Pasal 236.
Terhadap penetapan pengadilan negeri yang diambil menurut pasal 231, 232, 234, 234a dan 235, boleh dimintakan
banding kepada pengadilan tinggi. Permintaan akan banding itu boleh diajukan dalam waktu tiga puluh hari
sesudah tanggal penetapan itu, dan dicatat menurut cara yang ditentukan untuk keputusan pengadilan negeri.
Pengadilan tinggi memutuskan tanpa mendengar orang yang bersangkutan.
Penetapan yang diambil menurut pasal 234 dan 234a, dijalankan oleh atau atas perintah pegawai termaksud dalam
pasal 325 ayat (1).

Pasal 236a.
Atas permintaan semua ahli waris atau bekas istri orang yang meninggal, pengadilan negeri akan memberi bantuan untuk
mengadakan pemisahan budel di antara orang-orang Indonesia yang beragama apa pun, serta membuat aktanya,
walaupun tidak ada perselisihan.

BAB XV.
BERBAGAI PERATURAN
Anotasi :
Dalam Bab XV ini, hal-hal yang menyangkut perkara pidana hendak. nya dianggap tidak tertulis.
(1)
(2)

Pasal 372.
Ketua majelis pengadilan wajib memimpin pemeriksaan dalam persidangan dan permusyawaratan.
Ia wajib juga memelihara tata tertib dalam persidangan; segala perintahnya untuk keperluan itu harus dilakukan
dengan segera dan cermat. (RO. 46; Rv. 29; Sv. 126, 161, 254; TR. 268, 373; RBg. 700.)

Pasal 373.
Barang siapa mengganggu keamanan persidangan itu, atau memberi tanda setuju atau tidak, atau dengan jalan apa juga
membuat gempar atau rusuh, dan dengan teguran pertama tidak segera diam, harus dikeluarkan dengan perintah ketua;
hal itu tidak mengurangi tuntutan hakim, jika pada waktu itu ia melakukan suatu tindak pidana. (Rv. 22; Sv. 255 dst.;
KUHP 217; RBg. 701.)
(1)

Pasal 374.
Pada seorang hakim pun boleh memeriksa perkara yang menyangkut kepentingannya sendiri, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung atau memeriksa perkara yang melibatkan istrinya atau salah seorang keluargs

Page 21 of 23

(2)
(3)

sedarah atau keluarga semendanya dalam garis lurus tanpa kecuali, dan dalam garis ke samping sampai dengan
derajat keempat.
Hakim yang berada dalam keadaan demikian, atas kehendak sendiri, wajib menarik diri dari pemeriksaan perkara
itu, tanpa harus diminta untuk itu oleh orang yang berkepentingan.
Jika ada keragu-raguan atau perselisihan paham dalam hat itu, maka keputusan diambil majelis. Keputusan majelis
itu tidak boleh dibanding. (RO. 35 dst., 40, 44; Sv. 127, 268, 281; RBg. 702.)

Pasal 375.
Segala perintah untuk melepaskan si tertuduh atau pesakitan yang berada dalam tahanan harus diberitahukan segera-jika
perlu dengan kawat pegawai kekuasaan umum, sama-sama berhak dan wajib untuk menjalankan perintah itu, dan
pejabat yang disebut terakhir ini, segera sesudah menerima pemberitahuan itu harus melepaskan atau menyuruh
melepaskan orang itu, kecuali jika orang itu harus tetap ditahan karena alasan lain. (RBg. 703.)
Pasal 376.
Kuasa termaksud dalam pasal 82 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, diberikan oleh pegawai termaksud dalam pasal
325 ayat (1) kitab tersebut; surat tanda terima bayaran, yang diberikan oleh pegawai yang berhak menerima
pembayaran, harus dlgampaikan oleh pesakitan kepada pegawai itu dalam masa yang ditentukan dalam surat kuasa itu.
Pasal 377.
Jika orang Indonesia dan orang Timur Asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka
wajib menuruti peraturan perkara yang berlaku bagi bangsa Eropa. (Rv. 615 dst.; RB9. 705.)
Pasal 378.
Tiap orang yang dikenakan hukuman, harus pula dihukum membayar biaya perkara. Hanya jika dibebaskan sama sekali
atau dibebaskan dari segala hukuman, maka biaya perkara itu ditanggung oleh Negara. (Sv. 411; IR. 181, 237 dst., 3195-, 333; RBg. 706.)
Pasal 379.
Upah dan ganti rugi bagi pokrol, penasihat atau pembela dan wakil tidak boleh dalam hukuman membayar biaya perkara,
tetapi harus ditanggung oleh pihak yang dibantu atau diwakili orang-orang itu. (Rv. 59, 788; Sv. 412; IR. 123, 182;, 254,
346; RBg. 707.)
380. Tidak dimuat karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.
(1)
(2)

Pasal 381.
Jika hakim memerintahkan orang Indonesia atau orang Timur Asing untuk mengangkat sumpah di kuil atau
kelenteng atau suatu tempat lain yang dipandang keramat, maka hakim itu harus menangguhkan pemeriksaan
perkara itu sainpai pada hari persidangan lain yang ditentukannya.
Dalam hal yang demikian, ketua akan mengangkat seorang anggota majelis komisaris, yang bersama dengan
panitera akan menghadiri pengangkatan sumpah itu dan membuat berita acara tentang hat itu. (Rv. 2 10; Sv. 415;
IR. 155 dst., 158.; RBg. 709.)

Pasal 382.
Semua surat keputusan mahkamah tinggi, surat keputusan hakim dan surat perintah hakim dalam perkara pidana harus
berkepala Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. (ISR. 130; RO. 27; Sv. 416; RBg. 710; S. 1891-188.)
Pasal 383.
Semua surat keputusan hakim harus tetap tersimpan dalam arsip majelis dan hanya boleh dipindahkan dalam hal dan
menurut cara yang ditentukan peraturan undang-undang. (RO. 67, 69; Sv. 417; IR. 112; RBg. 711.)
(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 384.
Panitera wajib memegang suatu daftar umum untuk segala perkara pidana yang diperiksa oleh majelis di tempat
tugasnya.
Dalam daftar itu harus dituliskan nama pesakitan, kejahatan atau pelanggaran yang dituduhkan kepadanya, hari
perkara itu dimasukkan, hari keputusan hakim diucapkan, dan ringkasan keputusan hakim itu.
Panitera pengadilan negeri wajib memegang daftar serupa untuk perkara perdata.
Dalam daftar untuk perkara pidana harus disebutkan pemberian grasi atau pidana. (RO. 65; Sv. 418; RBg. 712.)

Pasal 385.
Salinan atau petikan keputusan hakim dalam perkara pidana tidak boleh diberikan kepada orang yang bukan pihak yang
berperkara, kecuali jika ada izin ketua majelis yang menjatuhkan putusan hakim itu; permintaan untuk itu hanya boleh
dikabulkan, jika ternyata, bahwa yang meminta itu berkepentingan dalam hal itu. (RO. 67; Rv. 65, 853, 856, 858; Sv.
419; IR. 386 dst.; RBg. 713.)
Pasal 386.
Pesakitan dalam perkara kejahatan atau pelanggaran, atas biaya sendiri boleh membuat atau menyuruh membuat salinan
atau petikan dari semua surat perkaranya, yang dipandangnya perlu untuk pembelaannya. (IR. 385; RBg. 714.)

Page 22 of 23

Pasal 387.
Panitera yang lalai untuk memenuhi dengan cermat semua peraturan yang tercantum dalam ayat (1) pasal 192, ayat (3)
pasal 324 dan pasal 352 reglemen ini, dan dalam pasal 290 Peraturan Hukum Acara Pidana, didenda untuk tiap-tiap
kelalaian dengan denda sebanyak-banyak sepuluh gulden. (Sv. 42 1; RBg. 715,)
(1)
(2)

Pasal 388.
Semuajuru sita, pesuruh yang bertugas pada majelis pengadilan, dan pegawai kekuasaan umum sama-sama
berhak dan wajib untuk menjalankan , pemberitahuan dan semua surat juru sita yang lain dan untuk melaksanakan
perintah dan keputusan hakim.
Jika tidak ada orang-orang tersebut, maka ketua majelis pengadilan yang dalam daerah hukumnya akan dijalankan
surat juru sita itu harus menunjuk seorang yang patut dan dapat dipercaya untuk itu. (RO. 193 edst., 205; Rv. 1;
Sv. 422; IR. 165-31, 389; RBg. 716; S. 1895-204.)

Pasal 389.
Juru sita pengadilan negeri di Jakarta, Semarang dan Surabaya harus menyatakan surat juru sita yang telah
dijalankannya dengan laporan tertulis. Juru sita pengadilan negeri yang lain dan semua orang lain, yang pada pengadilan
negeri ditugaskan menjalankan surat juru sita, kalau perlu, cukuplah memberikan laporan lisan kepada hakim atau
pegawai lain yang berwenang tentang segala pemberitahuan, panggilan dan surat juru sita lain yang mereka jalankan;
hakim atau pegawai itu mencatat atau menyuruh mencatat itu. (RO. 198, 204; Sv. 423; IR. 388; RBg. 717.)
(1)

(2)

(3)

Pasal 390.
Tiap-tiap surat juru sita, kecuali yang disebut di bawah ini, harus disampaikan kepada orang yang bersangkutan
sendiri di tempat diam atau tempat tinggalnya, dan jika tidak bertemu dengan orang itu di situ, kepada kepala
desanya atau beknya, yang wajib dengan segera memberitahukan surat juru sita itu kepada orang itu sendiri, tetapi
hal itu tak perlu dinyatakan dalam hukum.
Dalam hal orang yang bersangkutan sudah meninggal, surat juru sita itu disampaikan kepada ahli warisnya; jika
ahli waris itu tidak diketahui, maka disampaikan kepada kepala desa atau bek di tempat tinggal terakhir orang yang
meninggal itu di Indonesia; kepala desa atau bek itu harus berbuat menurut ketentuan ayat di atas ini. Jika orang
yang meninggal itu termasuk golongan Timur Asing, maka suratjuru sita itu diberitahukan dengan surat tercatat
kepada balai harta peninggalan.
(s. d. u. dg. S. 1939- 715.) Tentang orang yang tidak diketahui tempat diam atau tempat tinggalnya dan tentang
orang yang tidak dikenal, maka surat juru sita itu disampaikan kepada bupati, yang dalam daerahnya terletak
tempat tinggal orang yang mendakwa, dan dalam perkara pidana, yang dalam daerahnya berkedudukan hakim
yang berhak; bupati itu memaklumkan surat juru sita itu dengan menempelkannya pada pintu utama di tempat
persidangan hakim yang berhak itu. (RBg. 718.)

Pasal 391.
Untuk menghitung waktu yang ditentukan dalam reglemen ini, hari mulainya waktu itu tidak turut dihitung. (Rv. 15; Sv.
424; RBg. 719.)
(1)
(2)

(1)
(2)

Pasal 392.
Para saksi yang dipanggil, baik dalam perkara pidana maupun dalam perkara perdata, dan datang menghadap, baik
pada persidangan maupun di luar itu, berhak mendapat ganti rugi atas biaya perjalanan dan penginapan, menurut
tarif yang telah ada atau yang akan ditentukan.
Hakim dan pegawai polisi pengadilan harus memberitahukan kepada para saksi yang menghadap, berapa besarnya
ganti rugi yang patut mereka terima. (IR. 62, 105, 139, 258, 265, 287; RBg. 720.)
Pasal 393.
Dalam mengadili perkara di hadapan pengadilan negeri tidak boleh digunakan acara yang lain atau yang lebih
daripada yang ditentukan dalam reglemen ini.

Tidak berlaku lagi karena tidak sesuai dengan keadaan sekarang.

Pasal 294.
Jika Mahkamah Agung Indonesia menimbang baik diadakan pemeriksaan setempat, supaya semua peraturan dalam
reglemen ini berlaku dengan tertib dan dituruti dengan patut, maka Mahkamah Agung itu akan mengajukan surat yang
berisi usul tentang hal itu kepada pemerintah (Gubemur Jenderal). (RO. 157.)

Page 23 of 23

REGLEMEN ACARA HUKUM UNTUK DAERAH LUAR JAWA DAN MADURA.


(REGLEMENT TOT REGELING VAN HET RECHTSWEZEN IN DE GEWESTEN BUITEN JAVA EN
MADURA. (RBg.)
(S. 1927-227.)
Anotasi:
Dalam reglemen ini hanya dimuat hal-hal yang masih dianggap perlu untuk keadaan sekarang
dengan penyesuaian seperlunya.
Hanya Titel IV s/d. Titel V.

TITEL IV. Cara Mengadili perkara perdata Yang Dalam Tingkat pertama
Menjadi Wewenang pengadilan Negeri.
Bagian 1. pemeriksaan Di Sidang pengadilan.
Pasal 142
(1) Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi wewenang pengadilan negeri
dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan
tersebut dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya atau oleh
kuasa tersebut dan disampaikan kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum
tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak diketahui di tempat tinggalnya yang
sebenarnya.
(2) Dalam hal ada beberapa tergugat yang tempat tinggalnya tidak terletak di dalam wilayah satu
pengadilan negeri, maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang berada di wilayah
salah satu di antara para tergugat, menurut pilihan penggugat. Dalam hal para tergugat
berkedudukan sebagai debitur dan penanggungnya, maka sepanjang tidak tunduk kepada
ketentuan-ketentuan termuat dalam ayat (2) pasal 6 Reglemen Susunan Kehakiman dan
Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia (selanjutnya disingkat RO.) gugatan diajukan kepada ketua
pengadilan negeri tempat tinggal orang yang berutan pokok (debitur pokok) atau seorang diantara
para debitur pokok.
(3) Bila tempat tinggal tergugat tidak dikenal, dan juga tempat kediaman yang sebenarnya tidak
dikenal atau maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat tinggal salah satu
dari para penggugat.
(4) jika telah dilakukan pilihan tempat tinggal dengan suatu akta, maka penggugat dapat memajukan
gugatannya kepada ketua pengadilan negeri di tempat pilihan itu.
(5) Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan kepada ketua pengadilan negeri
di wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu terletak di dalam wilayah beberapa
pengadilan negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut atas
pilihan penggugat. (IR. 119.)
Pasal 143
Ketua pengadilan negeri berwenang untuk memberikan nasihat atau bantuan kepada penggugat atau
kuasanya dalam mengajukan gugatan. (IR. 119.)

(1)

(2)

(1)

(2)

Pasal 143b
(s.d.t. dg. S. 1935-102.)
Bila perkara yang diajukan (ke pengadilan) berkenaan dengan perkara yang telah diputus oleh
hakim desa, penggugat memberitahukan isi dari keputusan tersebut pada surat gugatannya; bila
mungkin, salinan keputusannya itu dilampirkan.
Ketua pengadilan dan begitu pula jaksa seperti yang dimaksudkan pada ayat (2) pasal 144
memperingatkan penggugat pada waktu atau sesudah menerima gugatan dan pada permulaan
sidang akan kewajibannya seperti yang dimaksudkan pada ayat (1). (RO. 3a; IR. 120a; RBg. 161a).
Pasal 144
Bila penggugat tidak dapat menulis, maka ia dapat mengajukan gugatannya secara lisan kepada
ketua pengadilan negeri yang membuat cacatan atau memerintahkan untuk membuat catatan
gugatan itu. Seorang kuasa tidak dapat mengajukan gugatan secara lisan. (IR. 20.)
Bila penggugat bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah hukum magistrat (kejaksaan) di
tempat kedudukan suatu pengadilan negeri atau ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu,
maka gugatan lisan terebut dapat diajukan kepada magistrat di tempat tinggal atau tempat
kediaman penggugat, yang kemudian membuat catatan tentang gugatan lisan tersebut dan secepat

(3)

mungkin menyampaikan catatan itu kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ketua pengadilan negeri itu selanjutnya bertindak seperti bila gugatan itu diajukan kepadanya
sendiri.

Pasal 145
(1) Setelah gugatan atau catatan gugatan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang telah disediakan
untuk itu, maka ketua pengadilan negeri menetapkan hari dan jam perkara itu akan disidangkan dan
memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap, disertai saksi-saksi yang mereka
inginkan agar untuk didengar serta membawa surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan.
(2) pada waktu dilakukan panggilan kepada tergugat, maka kepadanya juga disainpaikan tunman surat
gugatnya dengan diberitahukan pula kepadanya bahwa ia, bila menghendakinya, dapat
mengajukan jawaban tertulis.
(3) Tentang penetapan seperti tersebut dalam ayat (1) dibuat catatan di dalam daftar yang
bersangkutan serta di dalam surat gugatan asli.
(4) (s.d.t. dg. S. 1927-576.) pencatatan di dalam daftar -perti tersebut dalam ayat (1) tidak dilakukan
sebelum kepada panitera dibayarkan sejumlah uang sebagai uang muka yang akan diperhitungkan
kemudian dan oleh ketua pengadilan negeri dibuat anggaran sementara mengenai biaya
kepaniteraan, panggilan-panggilan dan pemberitahuan kepada para pihak serta meterai-meterai
yang diperlukan. (IR. 121.)
Pasal 146.
Dalam menetapkan hari sidang, maka ketua pengadilan negeri memperhatikan jarak antara tempat
tinggal atau tempat kediaman para pihak dan tempat persidangan, dan di dalam surat penetapan itu juga
ditentukan, bahwa antara hari panggilan dan hari sidang tidak diperbolehkan melampaui tiga hari kerja,
kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. (IR. 122.)

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 147.
(s.d.t. dg. S. 1932-13.) para pihak boleh dibantu atau diwakili oleh orang-orang yang secara khusus
dan tertulis diberi kuasa untuk itu kecuali bila pemberi kuasa hadir sendiri. penggugat dapat
memberi kuasa yang dinyatakan pada surat gugatan yang diajukan dan ditandatangani olehnya
seperti dimaksud dalam ayat I pasal 142 atau sesuai dengan ayat 1 pasal 144 jika diajukan dengan
lisan, dalam hal yang terakhir harus disebut pada catatan gugatan tersebut.
Jaksa yang bertindak sebagai wakil negara tidak perlu dilengkapi dengan surat kuasa khusus
semacam itu. (RBg. 199; S. 1922-522.)
Surat kuasa seperti dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan dengan suatu akta notaris, atau
dengan suatu akta yang dibuat oleh panitera pengadilan negeri dalam wilayah tempat tinggal atau
tempat kediaman pemberi kuasa atau oleh jaksa yang mempunyai wilayah yang meliputi tempat
tinggal atau tempat kediaman pemberi kuasa ataupun dengan suatu surat di bawah tangan yang
akan dan didaftar menurut ordonansi S. 1916-46.
pengadilan negeri berwenang untuk memerintahkan kehadiran para pihak pribadi yang di sidang
diwakili oleh kuasanya. Ketentuan ini tidak berlaku bagi gubemur jenderal. (IR. 123.)

Pasal 148.
Bila penggugat yang telah dipanggil dengan sepatutnya tidak datang menghadap dan juga tidak
menyuruh orang mewakilinya, maka gugatannya dinyatakan gugur dan penggugat dihukum untuk
membayar biayanya, dengan tidak mengurangi haknya untuk mengajukan gugatan lagi setelah melunasi
biaya tersebut. (Rv. 77; IR. 124.)

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 149.
Bila pada hari yang telah ditentukan tergugat tidak datang meskipun sudah dipanggil dengan
sepatutnya, dan juga tidak mengirimkan wakilnya, maka gugatan dikabulkan tanpa kehadirannya
(verstek) kecuali bila temyata menurut pengadilan negeri itu, bahwa gugatannya tidak mempunyai
dasar hukum atau tidak beralasan.
Bila tergugat dalam surat jawabannya seperti dimaksud dalam pasal 145 mengajukan sanggahan
tentang kewenangan pengadilan negeri itu, maka pengadilan negeri, meskipun tergugat tidak hadir
dan setelah mendengar penggugat, harus mengambil keputusan tentang sanggahan itu dan hanya
jika sanggahan itu tidak dibenarkan, mengainbil keputusan tentang pokok perkaranya.
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka keputusan pengadilan negeri itu atas perintah ketua
pengadilan negeri diberitahukan kepada pihak tergugat yang tidak hadir dengan sekaligus
diingatkan tentang haknya untuk mengajukan perlawanan dalam waktu serta dengan cara seperti
ditentukan dalam pasal 163 kepada pengadilan negeri yang sama.
Oleh panitera, di bagian bawah surat keputusan pengaduan negeri tersebut dibubuhkan catatan

tentang siapa yang ditugaskan untuk memberitahukan keputusan tersebut dan apa yang telah
dilaporkannya baik secara tertulis maupun secara lisan. (IR. 125.)
Pasal 150.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam dua pasal terdahulu, sebelum mengambil sesuatu
keputusan, maka ketua pengaduan negeri dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang
tidak hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu, sedangkan bagi pihak
yang hadir penentuan hari itu berlaku sebagai panggilan untuk menghadap lagi. (IR. 126.)
Pasal 151.
Bila di antara beberapa tergugat ada seorang atau lebih yang tidak datang menghadap dan tidak ada
yang menjadi wakilnya, maka pemeriksaan perkara ditunda sampal suatu hari yang ditetapkan sedekat
mungkin. penundaan itu di dalam sidang itu diberitahukan kepada pihak-pihak yang hadir dan
pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan tergugat-tergugat yang tidak hadir
diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan
keputusan dalam satu surat putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan. (RBg. 1925;
Rv. 8i, IR. 127.)
Pasal 152.
(1) putusan-putusan tanpa kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dilaksanakan sebelum lewat
empat belas hari setelah diperingatkan seperti dimaksud dalam pasal 149.
(2) Dalam keadaan yang mendesak, pelaksanaan putusan dapat diperintahkan sebelum tenggang
waktu itu lewat, baik hal itu dengan menyebutnya dalam surat keputusan maupun atas
perintah ketua sesudah putusan diucapkan berdasarkan permohonan tertulis ataupun lisan
dari penggugat. (Rv. 82; IR. 128.)
Pasal 153.
(1) Tergugat yang perkaranya diputus tanpa kehadirannya dan tidak dapat menerima putusan itu dapat
mengajukan perlawanan.
(2) Jika pemberitahuan putusan itu telah diterima oleh orang yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan dapat dilakukan dalam tenggang waktu empat belas hari setelah pemberitahuan itu.
Bila surat keputusan itu disampaikan tidak kepada orang yang dikalahkan itu sendiri, maka
perlawanan dapat diajukan sampai dengan hari kedelapan setelah diperingatkan menurut pasal
207, atau, bila ia tidak datang menghadap untuk diberitahu meskipun telah dipanggil dengan
sepatutnya, terhitung sampai dengan hari kedelapan setelah perintah tertulis seperti tersebut dalam
pasal 208 dilaksanakan. (Rv. 83.)
(3) (s.d.t. dg. S. 1939-715.) pengadilan negeri berwenang dalam keputusannya untuk memperpanjang
menurut keadaan tenggang-tenggang waktu seperti tersebut dalam ayat di muka.
(4) Tuntutan perlawanan disampaikan dan diperiksa dengan cara yang biasa berlaku untuk gugatangugatan perdata biasa.
(5) Pengajuan tuntutan perlawanan kepada ketua mencegah pelaksanaan keputusan-keputusan,
kecuali bila ditentukan dalam surat keputusannya agar dilaksanakan meskipun ada perlawanan.
(6) Pelawan yang membiarkan diri diputus lagi tanpa kehadirannya dan mengajukan tuntutan
perlawanan lagi, tuntutan itu akan dinyatakan tidak dapat diterima. (IR. 129.)

(1)
(2)

(3)
(4)

Pasal 154.
Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri
dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.
Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak
dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta
dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.
Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding.
Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa,
maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.)

Pasal 155.
(1) Bila para pihak datang menghadap, tetapi tidak dapat dicapai penyelesaian damai (hal itu dicatat
dalam benta acara persidangan), maka surat-surat yang dikemukakan oleh para pihak dibacakan,
dan bila salah satu pihak tidak dapat mengerti bahasa yang digunakan dalam surat itu, disalin oleh
seorang juru bahasa yang telah ditunjuk oleh ketua sidang.
(2) Kemudian, sejauh yang diperlukan, dengan bantuan juru bahasa tersebut dilanjutkan dengan
mendengar keterangan-keterangan penggugat dan tergugat.

(3) Kecuali jika juru bahasa itu sudah merupakan juru bahasa pengadilan yang resmi, maka ia
disumpah oleh ketua bahwa ia akan secara cermat menyalin bahasa yang satu ke bahasa yang
lain.
(4) Ayat 4 pasal 191 (baca: 18 1) berlaku pula bagi para juru bahasa. (IR. 13 1.)
Pasal 156.
Ketua berwenang demi kelancaran pemeriksaan untuk memberikan penjelasan kepada para pihak serta
mengingatkan mereka tentang upaya-upaya hukum serta alat-alat bukti apa yang dapat mereka
pergunakan. (IR. 132.)

(1)

Pasal 167.
Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan bank dalam segala hal, kecuali: (Rv. 244.)
10. bila penggugat dalam konvensi bertindak dalam suatu kedudukan, sedangkan gugatan balik
mengenai diri pribadinya dan sebaliknya; (KUHperd. 383, 452, 1655 dst.)
0
2 . bila pengadilan negeri yang menangani gugatan asalnya tidak berwenang mengadili persoalan
yang menadi inti gugatan balik yang bersangkutan; (ISR. 136; RO. 95; RBg. 45.)
0
3 . tentang perselisihan mengenai pelaksanaan suatu keputusan hakim.

(2)

Jika dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan balik, maka hal itu tidak dimungkinkan dalam
tingkat banding. (IR. 132a.)

Pasal 158.
(1) Tergugat dalam gugatan-asal wajib mengajukan gugatan-baliknya bersama-sama dengan
jawabannya yang tertulis atau lisan. (Rv. 245.)
(2) Peraturan-peraturan dalam bab ini berlaku untuk gugatan-balik.
(3) Kedua perkara diperiksa bersama-sama dan diputus dengan satu keputusan, kecuali bila hakim
memandang perlu untuk memutus perkara yang satu lebih dahulu daripada yang lain dengan
ketentuan bahwa gugatan-asal atau gugatan balik yang belum diputus harus diselesaikan oleh
hakim yang sama.
(4) Diperbolehkan pemeriksaan tingkat banding bila tuntutan dalam gugatan asal ditambah dengan nilai
gugatan balik melebihi wewenang hakim untuk memutus dalam tingkat akhir.
(5) Akan tetapi jika kedua perkara dipisah dan diputus sendiri-sendiri, maka harus diikuti ketentuanketentuan biasa mengenai pemeriksaan banding. (IR. 132b.)
Pasal 159.
Tergugat yang dipanggil dan menghadap ke suatu pengadilan negeri yang menurut ketentuan pasal 142
tidak perlu menghadirinya, dapat menuntut agar hakim menyatakan dirinya tidak berwenang, asal hal itu
dilakukannya segera pada sidang pertama; tuntutan itu tidak akan diperhatikan setelah tergugat
mengajukan suatu pembelaan lain. (Rv. 131; IR. 133.)
Pasal 160.
Tetapi dalam hal sengketa yang bersangkutan mengenai persoalan yang tidak menjadi wewenang
mutlak pengadilan negeri, maka dalam taraf pemeriksaan mana pun kepada hakim dapat diadakan
tuntutan untuk menyatakan dirinya tidak berwenang, bahkan hakim berkewajiban menyatakan hal itu
karena jabatan. (Rv. 132; IR. 134.)
Pasal 161
Bila tidak dikemukakan soal ketidakwenangan hakim atau hal itu dikemukakan tetapi dinyatakan tidak
mempunyai dasar, maka pengadilan negeri setelah mendengar keterangan kedua belah pihak,
melanjutkan penyelidikan mengenai kebenaran gugatan serta pembelaannya secara cermat dan tidak
memihak. (IR. 135.)

(1)

(2)

Pasal 161a.
(s.d.t. dg. S. 1935-102 3.)
Bila perkara yang diajukan berkenaan dengan perkara yang telah diputuskan oleh pengadilan desa,
ketua pengadilan harus memperhatikan putusan itu, teristimewa mengenai alasan-alasan yang
digunakan.
Bila perkara itu berkenaan dengan hal yang tidak diberikan putusan oleh pengadilan desa, akan
tetapi pengadilan menganggap perlu adanya putusan terlebih dahulu dari pengadilan desa, maka
hal ini diberitahukan kepada penggugat dengan menyerahkan suatu bukti tertulis, dan sidang
perkara ditunda sampai pada sidang berikutnya yang ditetapkan karena jabatan oleh ketua
pengadilan.

(3)

(4)

(5)

(6)

Bila setelah pengadilan desa kemudian memberi putusan mengenai perkara itu dan penggugat
menghendaki sidang perkara tetap dilanjutkan, maka putusan pengadilan desa itu harus
diberitahukan kepada ketua pengadilan negeri, lebih baik dengan menyerahkan salinan dari
putusan pengadilan desa tersebut, di mana setelah itu pengadilan melanjutkan sidangnya
mengenai perkara tersebut.
Bila pengadilan desa dalam waktu dua bulan setelah penggugat menyerahkan perkara kepadanya,
belum juga mengadakan putusan, maka pengadilan negeri atas permohonan yang diajukan oleh
penggugat, mulai kembali mengadakan sidang perkara tersebut.
Bila penggugat tidak dapat meyakinkan hakim tentang penolakan oleh pengadilan desa untuk
mengadakan putusan secara memuaskan, ketua pengadilan negeri dalam jabatannya akan
memastikan hal itu.
Bila temyata penggugat yang berkepentingan tidak mengajukan perkaranya kepada pengadilan
desa, maka gugatannya dianggap telah gugur. (RO. 3a; IR. 135a; RBg. 143a.)

Pasal 162.
Sanggahan-sanggahan yang dikemukakan oleh pihak tergugat, terkecuali yang mengenai wewenang
hakim, tidak boleh dikemukakan dan dipertimbangkan sendiri-sendiri secara terpisah melainkan harus
dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkaranya. (IR. 136.)
Pasal 163.
para pihak diperbolehkan saling meminta untuk melihat surat-surat bukti yang akan mereka pergunakan
yang untuk keperluan itu disampaikan kepada hakim. (IR. 137.)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Pasal 164
Jika satu pihak menyangkal kebenaran suatu surat bukti yang diajukan oleh lawannya, maka
pengadilan negeri dapat mengadakan penyelidikan tentang hal itu dan kemudian menentukan
apakah surat itu boleh atau tidak untuk dipergunakan dalam perkara itu,
Jikalau ternyata dalam penyelidikan itu perlu untuk dipergunakan suratsurat yang berada di bawab
penguasaan pejabat-pejabat penyimpan umum, maka pengadilan negeri memerintahkan agar
surat-surat itu ditunjukkan di sidang pengadilan yang ditentukan untuk itu.
Jika ada keberatan untuk memperlihatkan surat-surat itu baik karena sifatnya atau karena jauhnya
tempat tinggal pejabat penyimpan, maka pengadilan negeri memerintahkan agar penyelidikan
dilakukan di pengadilan negeri atau oleh jaksa di tempat tinggal pejabat penyimpan itu ataupun
agar surat-surat itu dalam jangka waktu yang ditetapkan dikirimkan dengan cara yang ditentukan
pula kepada ketua pengadilan negeri. pengadilan negeri tersebut terakhir itu atau jaksa membuat
berita acara tentang apa yang telah ditakukannya serta mengirimkannya kepada pengadilan negeri
tersebut pertama.
pejabat penyimpimpan yang tanpa alasan yang sah enggan untuk melaksanakan perintah agar
memperlihatkan atau mengirimkan surat yang diperlukan itu, atas permohonan pihak yang
berkepentingan dapat dipaksa dengan penyanderaan oleh pengadilan negeri yang melakukan
pemeriksaan atau oleh jaksa yang ditugaskan untuk melakukan hal itu.
Jika surat itu tidak merupakan bagian suatu daftar, maka pejabat penyimpan sebelum
menyampaikan atau mengirimkannya membuat turunan dari surat itu untuk menggantikan surat itu
sampai surat yang asli diterimanya kembali. Dibagian bawah turunan surat itu diberikan catatan
mengenai alasan yang menyebabkan dibuatnya turunan itu dan juga mencatatnya pada grosse dan
turunannya.
Biaya ditanggung oleh pihak yang meminta surat tersebut ditunjukkan dan dibayarkan kepada
pejabat penyimpan sebesar jumlah yang dianggarkan oleh ketua pengadilan negeri yang memutus
perkaranya.
Jikalau penyelidikan mengenai kebenaran surat yang bersangkutan menimbulkan dugaan adanya
pemalsuan surat terhadap seseorang yang masih hidup, maka pengadilan negeri menyampaikan
surat-surat itu kepada pejabat penuntut umum.
perkara yang ada pada pengadilan negeri yang bersangkutan dengan begitu, ditunda sampai
perkara pidananya diputus. (IR. 138.)

Pasal 165.
(1) Bila penggugat ingin menguatkan keabsahan gugatannya atau tergugat pembelaannya dengan
saksi-saksi, tetapi karena keengganan saksi-saksi itu atau karena sebab-sebab lain mereka tidak
dapat ikut menurut apa yang ditentukan dalam pasal 145, maka pengadilan negeri menetapkan hari
sidang lain untuk memeriksa perkara mereka, dan memerintahkan agar saksi-saksi yang tidak
dengan suka rela mau datang di hadapan sidang pengadilan, dipanggil oleh pejabat yang
berwenang.

(2) pemanggilan dengan cara seperti itu juga dilakukan terhadap saksi-saksi yang harus diperiksa oleh
pengadilan negeri karena jabatan. (IR. 139.)

(1)
(2)

(1)

(2)

Pasal 166
Jikalau saksi yang telah dipanggil dengan cara itu masih juga tidak datang menghadap, maka oleh
pengadilan negeri ia dihukum membayar biaya panggilan yang sia-sia itu.
Ia dipanggil lagi atas biayanya. (IR. 140.)
Pasal 167.
Jikalau saksi yang telah dipanggil lagi tetap tidak mau datang menghadap, maka ia dihukum lagi
untuk membayar biaya pemanggilannya dan juga untuk mengganti kerugian yang telah diderita oleh
pihak-pihak yang disebabkan oleh ketidakhadirannya.
Selanjutnya ketua dapat memerintahkan agar saksi yang tidak datang menghadap itu dibawa oleh
polisi ke sidang pengadilan untuk memenuhi kewajibannya. (IR. 141.)

Pasal 168.
Bila dapat dibuktikan, bahwa saksi yang telah dipanggil tidak datang memenuhi panggilan itu yang
disebabkan oleh halangan-halangan yang sah, maka pengadilan negeri membebaskannya dari segala
hukuman yang telah dijatuhkan atas dirinya. (IR. 142.)
Pasal 169.
Bila ternyata, bahwa seorang saksi karena sakit atau karena cacat tubuh sama sekali tidak atau untuk
waktu yang lama tidak dapat hadir di sidang pengadilan negeri, maka ketua atas permohonan pihak
yang bersangkutan dan meniirut pengadilan negeri diperlukan kesaksiannya, dapat mengangkat seorang
komisaris dari antara para anggota sidang tersebut dan memerintahkannya agar dibantu oleh panitera
untuk datang di rumah saksi tersebut dan mendengamya tanpa disumpah atas pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang disusun oleh ketua dan membuat berita acara tentang pemeriksaan tersebut.

(1)

(2)

(3)

(4)
(5)
(6)

(1)
(2)

(1)

Pasal 170.
Tak seorang pun dapat dipaksa untuk memberikan kesaksian dalam perkara perdata di hadapan
pengadilan negeri yang berkedudukan di luar afdeling, atau bila daerah itu tidak terbagi dalam
afdeling-afdeling, di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kediamannya.
Terhadap seorang saksi yang ada dalam keadaan semacam itu yang tidak datang memenuhi
panggilan, tidak boleh dijatuhkan hukuman, melainkan ketua pengadilan negeri, jikalau saksi
tersebut bertempat tinggal atau berdiam di luar Jawa dan Madura, meminta kepada jaksa di wilayah
tempat tinggal atau tempat kediaman saksi tersebut secara tertulis untuk mendengar saksi tersebut
di bawah sumpah. Dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka saksi diperiksa di
rumahnya.
Jikalau afdeling dibagi dalam onderafdeling-onderafdeling dan saksi bertempat tinggal atau
bertempat kediaman di suatu onderafdeling yang lain dari tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka pengadilan negeri, jika saksi terspbut tidak perlu untuk menghadap sendiri, dapat meminta
jaksa untuk melakukan hal seperti di atas.
Jikalau saksi bertempat tinggal atau berdiam di Jawa atau Madura, maka pemeriksaan diserahkan
kepada pengadilan negeri yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman saksi.
Berita acara pemeriksaan segera disampaikan kepada ketua pengadilan negeri dan dibacakan di
depan sidang pengadilan.
permintaan atau perintah termaksud dalam pasal ini juga segera dapat dilakukan tanpa didahului
panggilan saksi. (RO. 33; IR. 143)
Pasal 171.
Saksi-saksi yang telah datang menghadap, dipanggil satu per satu untuk masuk ruangan sidang.
Ketua menanyakan mereka mengenai nama, pekerjaan, umur dan tempat tinggal atau tempat
kediamannya, begitu juga apakah mereka mempunyai hubungan kekeluargaan karena sedarah
atau karena perkawinan dengan para pihak atau salah satu pihak, dan jika ya, dalam derajat ke
berapa serta pula apakah mereka merupakan buruh atau pembantu rumah tangga mereka. (Rv.
177; IR. 144)
Pasal 172.
Tidak boleh didengar sebagai saksi adalah mereka:
0

1.

yang mempunyai hubungan kekeluargaan dalam garis lurus karena sedarah atau karena
perkawinan dengan salah satu pihak;

2.
0

saudara-saudara lelaki atau perempuan dari ibu dan anak-anak dari saudam perempuan di
daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli sepanjaang hukum waris di sana mengikuti
ketentuan-ketentuan Melayu;

3.

suami atau istri salah satu pihak, juga setelah mereka bercerai;

4.

anak-anak yang belum dapat dipastikan sudah berumur lima belas tahun;

(2)

5 . orang gila, meskipun ia kadang-kadang dapat menggunakan pikirannya dengan baik.


Namun keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam sengketa mengenai kedudukan para pihak
atau mengenai suatu perjanjian keria berwenang untuk menjadi saksi.

(3)

Tidak ada hak untuk mengundurkan diri sebagai saksi bagi mereka yang tersebut dalam nomor l

dan 2 pasal 174 bila mengenai sengketa yang dimaksud dalam ayat (2). (KUHperd. 1910, 1912;
IR. 145.)
Pasal 173.
Pengadilan negeri berwenang mendengar tanpa disumpah anak-anak yang tersebut dalam ayat (1)
pasal yang lalu dan juga orang-orang gila yang kadang kala dapat menggunakan ingatannya dengan
baik, tetapi keterangan mereka hanya berlaku sebagai penjelasan belaka. (IR. 1454.)

(1)

Pasal 174.
mereka yang dapat membebaskan diri dari pemberian kesaksian adalah : (KUHperd. 1909.)
10. saudara-saudara laki-laki atau perempuan dan ipar-ipar laki-laki atau perempuan dari salah
satu pihak;
0
2 . saudara-saudara sedarah dalam garis lurus dan saudara-saudara laki-laki atau perempuan

dari suami atau istri salah satu pihak;


0
3 . mereka yang karena kedudukan, pekerjaan atau jabatan resmi, diharuskan menyimpan rahasia
tetapi hanya dan semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan
kepadanya dalam kedudukannya tersebut.
(2) ada tidaknya kewajiban menyimpan rahasia yang dikemukakan oleh yang bersangkutan dapat
dinilai oleh pengadilan negeri. (IR. 146.)
Pasal 175.
Bila tidak dimohon pembebamn diri untuk memberikan kesaksian atau jika ada permohonan tetapi
dinyatakan tidak beralasan, maka saksi disumpah menurut agama yang dianutnya. (KUHper.d- 1911;
Rv. 177 dst.; IR. 147.)
Pasal 176.
Jika di luar hal yang diatur dalam pasal 174 seorang saksi di depan sidang menolak mengangkat
sumpah atau menolak memberikan keterangan, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan
ketua dapat memerintahkan agar saksi-saksi tersebut atas biaya pihak yang memohon disandera untuk
waktu selama tidak lebih dari tiga bulan, kecuali bila sementara itu sanggup memenuhi kewajibannya
atau perkaranya telah diputus oleh pengadilan negeri. (Rv. 186; IR. 148; S. 1920-69.)
Pasal 177.
Hukuman-hukuman yang dijatuhkan atas dasar pasal 166 dan 167 ayat (1), perintah seperti tersebut
pada pasal 167 ayat (2) dan ketetapan tersebut pada pasal 174 ayat terakhir harus dijatuhkan atau
diberikan oleh ketua pengadilan negeri jika mengenai saksi yang termasuk golongan orang-orang Eropa.
(IR. 149.)

(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 178.
Pra pihak menyampaikan-pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka sampaikan kepada saksisaksi.
Jika pengadilan negeri menganggap ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak itu tidak diajukan.
Hakim atas kemauan sendiri dapat mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dipandangnya perlu
(Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang)

Pasal 179.
Panitera membuat berita acara tentang segala keterangan yang diperoleh dari saksi-saksi dihadapan
sidang pengadilan. (RV.209; IR. 152.)

(1)

(2)
(3)

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)

(1)

(2)

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 180.
Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua orang komisaris
untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di tempat agar mendapat
tambahan keterangan.
Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau
pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu (IR. 153.)
jika tempat yang akan diperiksa terletak di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka ketua dapat meminta jaksa di tempat tersebut mengadakan atau menyuruhh mengadakan
pemenksaan dan secepatnya mengirimkan berita acara tentang pemeriksaan tersebut kepada
ketua.
Pasal 181.
Jika pengadilan negeri berpendapat, bahwa persoalannya dapat di ungkapkan dengan pemeriksaan
oleh seorang ahli, maka ia atas permohonan para pihak dapat mengangkat ahli atau
mengangkatnya karena jabatan. (Rv. 215 dst)
Dalam hal itu maka ditentukan hari sidang untuk memberi kesempatan kepada ahli tersebut untuk
memberikan laporannya baik secara tertulis maupun lisan dan untuk menyumpahnya.
Jika ahli-ahli itu bertempat tinggal atau ber-diam di luar wilayah jaksa tempat kedudukan pengadilan
negeri, maka atas permintaan ketua pengadilan negeri laporan diberikan oleh jaksa dan sumpah
diambil oleh jaksa yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman ahli tersebut.
Berita acaranya segera dikirimkan kepada ketua. Semuanya dibacakan di hadapan sidang
pengadilan.
Mereka yang tidak diperbolehkan menjadi saksi juga tidak boleh diangkat sebagai ahli. (Rv. 218.)
pengadilan negeri sekali-kali tidak terikat untuk mengikuti pendapat yang dikemukakan para ahli bila
keyakinannya bertentangan dengan pendapat itu. (IR. 154.)
Pasal 182.
Bila dasar gugatan dan pembelaan yang diajukan tidak sepenuhnya dibuktikan atau juga tidak
sepenuhnya tanpa bukti dan tidak ada kemungkinan sama sekali untuk menguatkannya dengan
alat-alat bukti lain, maka karenajabatannya pengadilan negeri dapat memerintahkan salah satu
pihak untuk melakukan sumpah, baik untuk menggantungkan putusan perkaranya kepada sumpah
tersebut maupun untuk menentukan sejumlah uang yang akan dikabulkan.
Dalam hal terakhir, maka pengadilan negeri harus menentukan berapa jumlah uang yang menjadi
tanggungan dalam sumpah itu. (KUHperd. 1940 dst.; IR, 155.)
Pasal 183.
Juga bila sama sekali tidak ada bukti untuk menguatkan gugatan atau pembelaan, maka pihak yang
satu dapat menuntut agar lawannya melakukan sumpah penentuan, asal sumpah itu mengenai
suatu perbuatan yang secara pribadi telah dilakukan oleh pihak yang dibebani sumpah tersebut.
Jika sumpah itu mengenai perbuatan yang telah dilakukan oleh kedua pihak, maka jika pihak yang
diminta bersumpah tetapi menyatakan keberatan dapat mengembalikan sumpah itu kepada pihak
lawannya untuk melakukannya sendiri.
Barangsiapa diminta melakukan sumpah tetapi menolak dan juga tidak mengembalikannya kepada
pihak lawan, danjuga barangsiapa yang minta agar lawannya disumpah tetapi lawan itu
mengembalikan sumpah itu kepadanya namun ditolaknya, harus dinyatakan kalah.
Sumpah tidak dapat dibebankan, dikembahkan atau diterima, kecuali oleh pihak
itu sendiri atau
oleh orang yang khusus dikuasakan untuk itu. (KUHperd. 1929, 1931 dst.; IR. 156; Rv. 52.)

Pasal 184.
Sumpah, yang diperintahkan oleh hakim atau dibebankan oleh satu pihak kepada lawannya atau yang
dikembalikan, harus dilakukan oleh diri pribadi yang bersangkutan, kecuali jika pengadilan negeri
berdasarkan alasan yang sangat panting memberi izin kepada salah satu pihak untuk diwakili atas dasar
suatu surat kuasa khusus yang hanya dapat diberikan dengan suatu akta seperti tersebut dalam pasal
147 yang juga secara cermat menyebut isi sumpah yang harus diucapkan. (KUHperd. 1793, 1945; IR.
157.)

(1)

Pasal 185.
Sumpah dilakukan selalu di dalam sidang pengadilan, kecuali jika karena alasan-alasan yang sah
hal itu tidak dapat dilakukan atau karena hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan di sebuah kuil
atau di suatu tempat yang dianggap keramat. Dalam hal terakhir ini ketua pengadilan negeri dapat
memberi kuasa kepada salah satu anggota pengadilan negeri dengan dibantu oleh panitera yang
bertugas membuat berita acara, untuk mengambil sumpah pihak yang berhalangan di tempat

(2)

(3)

(1)

(2)
(3)

(4)

(1)

(2)

(1)

(2)

tinggalnya atau di tempat lain yang ditentukan oleh ketua.


Jika sumpah harus diambil di tempat di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri,
maka ketua meminta kepada jaksa yang mempunyai wilayah sumpah itu dilakukan, untuk
mengambil sumpah tersebut dan segera mengirimkan berita acara sumpah tersebut kepadanya.
Sekali-kali tidak boleh diatnbil sumpah tanpa dihadiri pihak lawan, kecuali bila pihak ini sudah
dipanggil dengan sah. (KUHperd. 1944 dst.; Rv. 52; IR. 158,381; RBg. 709.)
Pasal 186.
Jika suatu perkara tidak dapat diselesaikan pada hari sidang pertama, maka pemeriksaan
dilanjutkan sedapat-dapatnya pada hari lain yang ditentukan tidak terlalu lama, kemudian begitu
seterusnya.
penundaan itu harus diucapkan di dalam sidang di hadapan para pihak dan itu berlaku sebagai
pmolan resmi bagi pihak-pihak yang hadir.
Jika di antara pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada hari
sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi, maka ketua memerintahkan agar pihak itu dipanggil
lagi untuk harid pada sidang berikutnya. (Rv. 109.)
Tidak boleh dilakukan penundaan atas permohonan para pihak atau karena jabatan bila tidak
benar-benar diperlukan. (Rv. 127; IR. 159.)
Pasal 187.
jika selama persidangan perkara berjalan, ada suatu tindakan yang harus dilakukan berdasarkan
pasal 193 menjadi tanggungan pihak yang dinyatakan kalah, Maka ketua dapat memerintahkan
agar biaya dibayar lebih dulu oleh salah satu pihak dan disampaikan kepada paritera, dengan tidak
mengurangi hak pihak lawan untuk membayarnya secara sukarela.
jika para pihak enggan untuk membayar uang muka tersebut meskipun sudah diperingatkan oleh
ketua, maka tindakan yang diperintahkan itu, kecuali jika diwajibkan, tidak dilakukan dan sepanjang
pertu pemeriksaan akan dilanjutkan pada hari lain yang ditetapkan oleh ketua dengan
memberitahukan para pihak. (IR. 160.)
Pasal 188.
Setelah perkara pada hari pertama atau hari kemudian dibuat jelas, maka sesudah para pihak dan
para pendengar diminta meninggalkan ruang sidang, diminta pendapat para penasihat pengadilan
yang hadir menurut pasal 7 RO.
Kemudian dilakukan musyawarah serta penyusunan keputusan seperti diatur dalam pasal 39 dan
40 RO . (IR. 161.)
Bagian 2. Musyawarah Dan Keputusan pengadilan.

(1)
(2)
(3)

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

Pasal 189.
Dalam rapat permusyawaratan, karena jabatannya hakim harus menambah dasar-dasar hukum
yang tidak dikemukakan oleh para pihak. (RO. 39,41.)
Ia wajib memberi keputusan tentang semua bagian gugatannya.
Ia dilarang memberi keputusan tentang hal-hal yang tidak dimohon atau memberikan lebih dari
yang dimohon. (Rv. 50; IR. 178.)
Pasal 190 .
Setelah keputusan diambil dengan mengingat ketentuan dalam pasal yang lalu, maka para pihak
dipanggil lagi masuk dalam ruang sidang dan keputusan diucapkan oleh ketua secara terbuka. (RO.
40; IR. 179.)
Jika para pihak atau salah satu di antara mer eka tidak hadir pada waktu pengucapan itu, maka isi
keputusan itu diperintahkan oleh ketua untuk disampaikan kepada pihak yang tidak hadir oleh
seorang pegawai yang berwenang.
pasal 149 ayat (4) berlaku dalam hal ini.
Pasal 191.
pengadilan negeri dapat memerintahkan pelaksan putusannya meskipun ada perlawanan atau
banding jika ada bukti yang otentik atau ada surat yang ditulis dengan tangan yang menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku mempunyai kekuatan pembuktian, atau karena sebelumnya
sudah ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti, begitu juga jika ada suatu
tuntutan sebagian yang dikabulkan atau juga mengenai sengketa tentang hak besit (KUHperd. 548
dst.; Rv. 53 dst.)
pelaksanaan sementara sekali-kali tidak boleh meluas sampai ke soal penyanderaan. (IR. 180;

RB9. 242.)

(1)
(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 192.
Barangsiapa dikalahkan dalam perkaranya, dihukum untuk membayar biaya perkara.
Biaya dapat diperhitungkan seturuhnya atau sebagian dalam sengketa antara suami-istri, keluarga
sedarah dalam garis lurus, antara saudara- saudara laki-laki dan perempuan atau yang karena
perkawinan dalam garis yang sama, dan di Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanulii sepanjang
hukum waris dan di daerahnya mengikuti hukum waris Melayu, juga antara saudara laki-laki dan
perempuan dari ibu serta kemenakan-kemenakan dari pihak ibu dan begitu juga jika para pihak
masing-masing dalam beberapa hal dinyatakan ada kesalahannya.
Dalam hal ada putusan sementara dan lain-lain yang mendahului putusan akhir, maka biaya dapat
ditentukan dalam putusan akhir. (Rv. 58.)
Biaya perkara yang diputus tanpa kehadiran tergugat menjadi tanggungan tergugat meskipun ia
mungkin dapat dimenangkan dalam putusan perlawanan atau banding, kecuali jika pada
pemeriksaan perlawanan atau pemeriksaan tingkat banding Ia ternyata tidak dipanggil dengan
sepatutnya.
Dalam hal seperti dimaksud dalam pasal 151, maka biaya-biaya yang disebabkan oleh panggilan
ulang atas para tergugat yang tidak hadir, menjadi beban mereka, kecuali mereka tidak dipanggil
dengan sempurna untuk datang di sidang pengadilan. (IR. 181.)

Pasal 193.
Penghukuman dalam membayar biaya tidak boleh melebihi: (IR. 182.)
0
1 . biaya meterai yang diperlukan selama berlangsungnya perkara;
0
2 . biaya alat-alat bukti yang disebabkan oleh acara;
30. biaya saksi-saksi, ahli dan juru bahasa, termasuk biaya penyumpahannya, dengan pengertian
bahwa, jika satu pihak mengajukan lebih dari lima saksi atas satu peristiwa yang sama, maka tidak
dapat dibebankan kepada pihak lawan;
0
4 . biaya pemeriksaan setempat dan perbuatan-perbuatan lain menurut hukum;
50. upah para pegawai yang ditugaskan untuk melakukan panggilan dan pemberitahuan lainnya;
60. biaya yang disebut dalam pasal 164 ayat (6);
0
7 . biaya kepaniteraan serta upah panitera dan pegawai-pegawai lain yang berhubungan dengan
pelaksanaan putusan, semuanya menurut tarip yang ada atau akan ditentukan oleh pemerintah
atau jika hal itu tidak ada berdasarkan perkiraan ketua pengadilan negeri.
Pasal 194
Di dalam surat keputusan harus disebutkan:
10. biaya perkara yang harus dibayar oleh suatu pihak, tidak termasuk biaya yang timbul sesudah ada
putusan, dan hal ini, jika perlu, akan diperhitungkan kemudian oleh ketua;
0
2 . jumlah biaya, kerugian dan bunga, jika putusan itu mengandung penghukuman untuk
membayarnya. (Rv. 607, 610; IR. 183.)

(1)

(2)
(3)

(1)
(2)

(1)

Pasal 195.
Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta
jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan itu dan apa yang dimaksud dalam pasal 7
RO. dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan
mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.
Keputusan yang didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang pasti harus menyebutkan
peraturan-peraturan itu. (RO. 7, 30 dst.; Rv. 61.)
Surat-surat keputusan ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 43;IR. 184.)
Pasal 196.
putusan yang tidak merupakan putusan akhir, meskipun diucapkan di dalam sidang pengadilan,
tidak dibuatkan tersendiri melainkan hanya dicatat dalam berita acara.
para pihak, atas biaya sendiri, dapat memperoleh turunan otentik dari catatan-catatan demikian.
(Rv. 48; IR. 185.)
Pasal 197.
panitera membuat satu berita acara dari tiap-tiap perkara yang mencatat tiap-tiap kejadian di dalam

(2)
(3)

(1)

(2)

sidang dan juga nasihat/pertimbangan yang diberikan oleh pejabat yang disebut dalam pasal 7 RO.
tidak disebutkan apakah putusan diambil dengan suara terbanyak atau dengan suara bulat.
Berita acara ini ditandatangani oleh ketua dan panitera. (RO. 41, 63; Rv. 29, 62;
IR. 186.)
Pasal 198.
Jika ketua berhalangan untuk menandatangard surat keputusan atau berita acara di sidang
pengadilan, maka surat itu ditandatangarti oleh anggota sidang yang langsung ada di bawahnya
yang ikut duduk dalam majelis.
Jika panitera yang berhalangan, maka hal itu dengan tegas dicatat dalam surat keputusannya atau
di dalam berita acara sidang. (RO. 52; Rv. 63; IR. 187.)
Bagian 3. Banding.

(1)

(2)
(3)
(4)
(5)

(6)

Pasal 199.
(s.d.u. dg. S. 1939-715.) Dalam hal dimungkinkan pemeriksaan dalam tingkat banding, maka
pemohon banding yang ingin menggunakan kesempatan itu, mengajukan pemohonan untuk itu
yang, bila dipadangnya perlu, disertai dengan suatu risalah banding dan surat-surat lain yang
berguna untuk itu atau pemohonan itu dapat diajukan oleh seorang kuasa seperti dimaksud dalam
ayat (3) pasal 147 dengan suatu surat kuasa khusus kepada panitera dalam waktu 14 hari terhitung
mulai hari diucapkannya keputusan pengadilan negeri, sedangkan tenggang waktu itu adalah
empat belas hari setelah putusan diberitahukan menurut pasal 190 kepada yang bersangkutan, jika
ia tidak hadir pada waktu putusan diucapkan. (RB9. 147 2; S. 1922-522.)
(s.d.t. dg.S. 1939-716.) pengadilan Negeri berwenang untuk memperpanjang tenggang waktu
menurut keadaan tersebut dalam ayat di muka sampai sebanyak-banyaknya enam minggu.
Jika pemohon banding bertempat tinggal atau berkediaman di luar wilayah Jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri, maka tenggang waktuu mengajukan banding adalah empat minggu.
Dalam hal diajukan permohonan untuk naik banding tanpa biaya, maka tenggang waktu mulai
dihitung sejak hari pemberitahuan seperti tersebut dalam pasal 281,
(s.d.u. dg. S. 1927-576.) pernyataan banding tidak akan diterima setelah lampau tenggang waktu
seperti tersebut dalam ayat-ayat yang lalu, juga jika pernyataan itu tidak disertai pembayaran uang
muka kepada panitera yang besamya ditaksir sementara oleh ketua pengadilan negeri, melihat
keperluan akan biaya-biaya kepaniteraan, pemanggilan-pemanggilandan pemberitahuan kepada
pihak- pihak yang diperlukan serta meterai-meterai yang diperlukan. (Rv. 334, 438; IR.188.)
Bila panitera pengadilan negeri tidak berada di tempat dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, maka pemohon banding dapat memohon perantaraan jaksa di tempat tinggalnya
atau tempat kediamannya untuk segera mengirimkan catatan bandingnya serta surat-surat yang
bersangkutan kepada panitera.

Pasal 200.
putusan-putusan di luar kehadiran tergugat (verstek) tidak dapat dimohonkan banding, tetapi bila
penggugat asal yang mengajukan banding, maka tergugat terbanding dapat menggunakan semua
pembelaannya dalam tingkat banding tanpa menggunakan hak perlawanannya dalam tingkat pertama.
(Rv. 330; IR. 189.)

(1)

(2)

(1)
(2)

(3)

Pasal 201.
Keputusan-keputusan dan penetapan-penetapan yang dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian
perkara atau yang dimaksudkan untuk memperoleh bukti-bukti atau untuk pemeriksaan setempat
sebelum diputus pokok perkaranya, begitu juga putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu
hanya dapat dimohonkan banding dalam tenggang waktu dan bersamaan dengan putusan akhir.
(Rv. 331.)
putusan pengadilan negeri yang menyatakan dirinya tidak berwenang untuk mengatur suatu
perkara termasuk putusan akhir. (Rv. 357; IR. 190.)
Pasal 202.
pernyataan banding dicatat oleh panitera dalam daftar yang telah disediakan untuk itu.
panitera secepatnya, dengan perantaraan pejabat yang berwenang, memberitahukan kepada pihak
lawan tentang adanya permohonan banding, disertai dengan turunan risalah banding pemohon
banding atau surat-surat lain
Bila termohon banding bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah Jaksa tempat kedudukan
pengadilan negeri, atau jika panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, maka
pemberitahan dengan perantara jaksa di wilayah tempat tinggal atau tempat kediaman termohon
banding.

(4)
(5)

(6)

Bukti tertulis tentang pemberitahuan yang telah dilakukan disampaikan kepada panitera.
Termohon banding yang bertempat tinggal atau berdiam di wilayah jaksa di tempat kedudukan
pengadilan negeri, dalam empat belas hari, atau dalam keadaan lain dengan perantaraan jaksa di
tempat tinggal atau tempat kediamannya, dalam waktu enam minggu setelah memenuhi
pemberitahuan, dapat menyampaikan surat-surat yang dipandangnya perlu kepada panitera
pengadilan negeri yang kemudian menyampaikan turunan-turunannya kepada pembanding. Dalam
hal diizinkan mengajukan banding tanpa biaya, maka tenggang waktu penyampaian surat-surat itu
dihitung sejak saat pemberitahuan seperti ditentukan dalam pasal 281.
Jika panitera pengadilan negeri tidak ada di dalam wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri, maka terbanding dapat menyampaikan surat-surat seperti tersebut dalam ayat terdahulu
dengan perantaraan jaksa di tempat tinggal atau tempat kediamannya.

Pasal 203.
Selambat-lambatnya delapan hari setelah menerima jawaban risalah banding dan surat-surat lainnya
dari terbanding atau sesudah lampau tenggang waktu yang diperbolehkan seperti tersebut dalan pasal
yang lain, maka panitera mengirimkan surat-surat yang bersangkutan dengan perkara berikut berita
acara pemeriksaan persidangan beserta turunan resmi surat keputusannya, juga catatan mengenai
pemberitahuannya (bila ada) dan bukti mengenai pemberitahuan itu ke pengadilan tinggi. (IR. 192'; RBg.
715.)
Pasal 204.
Terhadap pemeriksaan pada tingkat banding berlaku ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Titel ke
VII Buku pertama Reglemen Acara perdata.
Pasal 205.
Segera setelah ketua pengadilan negeri menerima putusan pengadilan tinggi, maka ia memerintahkan
agar para pihak diberitahu tentang sampainya keputusan pengadilan tinggi tersebut padanya, dan
bahwa mereka diperbolehkan melihatnya dan atas biayanya dapat memperoleh turunannya di
kepaniteraan pengadilan negeri. (Rv. 358; IR. 174.)
Bagian 4. Pelaksanaan Keputusan Hukum.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(1)

(2)

Pasal 206.
pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat pertama
dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua menurut cara yang ditentukan dalam pasalpasal berikut.
Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta secara
tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.
Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan
negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang bersangkutan, juga
jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak serupa jika temyata
pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.
Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan Madura,
berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang dimintakan
kepadanya.
Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan yang
dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri yang
memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya yang
disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang
diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana dilakukan
perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.
Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusan-keputusan yang telah
diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitabukan kepada ketua
pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. (IR. 195.)
Pasal 207.
Dalam hal keengganan atau kealpaan pihak yang kalah untuk melaksanakan putusan secara
sukarela, maka pihak yang menang secara lisan atau tertulis dapat mengajukan permohonan agar
putusan yang bersangkutan dilaksanakan.
Ketua atau jaksa yang diberi kuasa menyuruh memanggil pihak yang kalah dan memperirgatkannya

agar ia dalam waktu yang ditentukannya,-tidak melebihi delapan hari, melaksanakan keputusan
yang bersangkutan. (Rv. 439, 443; IR. 196.)
Pasal 208.
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak
yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena
jahatannya mengeluarkan perintah untuk menyita -jumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya
diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak
diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan
batasan bahwa di daerah Bengkulu, sumatera Barat dan Tapanuli, hanya dapat dilakukan penyitaan atas
harta (harta pusaka) jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang
bergerak maupun barang tetap. (Rv. 444; IR. 1971.)

(1)
(2)

(3)
(4)

(1)

(2)

Pasal 209.
penyitaan dilakukan oleh panitera pengadilan negeri.
Jika panitera berhalangan karena kesibukan tugasnya atau karena alasan lain, maka ia diganti oleh
seorang yang cakap dan terpercaya yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang diberi kuasa
yang juga berwenang untuk menunjuk sepanjang dikehendaki oleh ketua dengan melihat keadaan
dan untuk menghemat biaya karena jaraknya tempat barang-barang yang akan disita.
penunjukan itu dilakukan cukup dengan menyebutnya saja atau dengan suatu catatan dalam
perintah tertulis seperti dimaksud dalam pasal yang lain.
panitera atau orang yang ditunjuk untuk menggantikannya membuat berita acera tentang apa yang
telah dilakukannya dan memberikan penjelasan tentang maksudnya kepada pihak yang barangnya
disita, bila ini ada. (Rv. 446 dst.; IR. ig72-6.)
Pasal 210.
panitera atau orang yang menggantikannya dalam menjalankan penyitaan dibantu oleh dua orang
saksi yang nama, pekerjaan serta tempat tinggalnya disebut dalam berita acara dan yang ikut
menandatangani surat aslinya serta surat-surat turunannya.
(s.d.u. dg. S. 1932-42.) para saksi harus penduduk Indonesia yang telah berumur 21 tahun dan
oleh orang yang menalankan penyitaan dikenal sebagai terpercaya atau oleh pejabat pamong praja
berbangsa Eropa atau Bumiputra diusulkan kepadanya. (IR. 197 6,7.)

Pasal 211.
penyitaan barang-barang bergerak milik yang kalah, termasuk uang dan surat-surat berharga, dapat
terdiri juga dari barang-barang bergerak yang berujud yang ada di bawah penguasaan orang lain, dan
tidak boleh meluas ke ternak dan perkakas-perkakas yang betul-betul diperlukan untuk menjalankan
perusahaan pribadi dari terhukum. (IR. 1978.)
Pasal 212 .
panitera atau orang yang ditunjuk untuk mewakilinya dengan melihat keadaan, menitipkan barangbarang bergerak atau sebagiannya kepada orang mengalami penyitaan, atau dapat juga
memindahkannya seturuh atau seya ke tempat lain untuk disimpan.
Dalam hal pertama ia
memberitahukannya kepada pousi setempat yang mewagajangan sampai ada barang-barang
dipindahkan. Hak opstal Indonesia tidak boleh dipindahkan. (IR. 197".)

(1)

(2)

(1)

Pasal 213.
Dalam hal penyitaan terhadap barang-barang tetap, maka berita penyitaan diumumkan kepada
khalayak ramai, sepanjang barang itu terdaftar atau tidak berdasarkan Ordonansi Balik-Nama (S;
1834-27), dengan cara pencatatan berita acara di dalam daftar menurut pasal 50 (S. 1848-10)
tentang mulai berlakunya dan perpindahan ke perundang-undangan baru atau dalam daftar di
kepaniteraan pengadilan negeri yang diadakan untuk itu. (Rv. 507.)
Dalam kedua hal itu harus dicantumkan jam, hari, bulan dan tahun pengumuman yang
bersangkutan, sedangkan jam, hari, bulan dan tahun oleh panitera dicatat dalam surat yang asli.
Selain itu, orang yang melakukan penyitaan meminta kepada kepala desa maupun kepala pamong
lainnya untuk memaklumkan penyitaan itu kepada khalayak ramai menurut cara yang lazim
dijalankan setempat. (IR. 198.)
Pasal 214.
Terhitung mulai hari diumumkannya berita acara penyitaan itu, maka pihak yang mengalami
penyitaan tidak diperbolehkan untuk memindahtangankan, membebani dengan suatu hak atau
menyewakan barang tetap itu.

(2)

perjanjian-perjanjian
yang
bertentangan
dengan
larangan
tersebut
tidak
dipertanggungjawabkan kepada orang yang melakukan penyitaan. (Rv. 507; IR. 199.)

dapat

Pasal 215.
penjualan barang sitaan dilakukan dengan perantaraan kantor lelang, atau tergantung dari keadaan
atas pertimbangan ketua atau jaksa yang dikuasakan oleh orang yang melakukan penyitaan
ataupun oleh orang lain yang dipandang cakap dan dapat dipercaya oleh ketua atau jaksa yang
dikuasakan itu, yang bertempat tinggal di tempat penjualan akan dilakukan atau di dekat tempat itu.
Penjualan dilakukan menurut syarat-syarat biasa secara umum dan diberikan kepada yang
menawar dengan harga tertinggi.
(2) jika penjualan tersebut dalam ayat (1) harus dilaksanakan untuk memenuhi pembayaran yang tidak
melebihi tiga ratus gulden, tidak termasuk biaya perkara, atau jika atas.perkiraan ketua atau jaksa
yang dikuasakan memperkirakan barang-barang yang disita tidak akan mencapai jumlah tiga ratus
gulden, maka penjualan sekali-kali tidak boleh diserahkan kepada juru lelang.
(3) Dalam hal itu petelangan dilakukan oleh orang yang melakukan penyitaan atau oleh orang yang
dipandang cakap dan terpercaya seperti tersebut dalam ayat (1). orang yang ditugaskan
melakukanan lelang membuat laporan tertulis yang disampaikan kepada ketua atau jaksa yang
dikuasakan tersebut. (Rv. 453, 466; Venduregl. 1, 4, 20 dst.; IR. 200 1-3.)

(1)

(1)
(2)
(3)

(1)
(2)

(3)
(4)

(1)

(2)

Pasal 216.
pihak yang barangnya disita dapat memberikan urutan barang-barang yang harus didahulukan
4
untuk ditawarkan. (IR. 200 .)
Begitu jumlah yang diperlukan untuk memenuhi keputusan beserta biayanya tercapai, maka
5
penjualan dihentikan dan sisa barang-barangnya dikembalikan kepada pemiliknya. (IR. 2OO .)
Di daerah Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, harta pusaka baru boleh dilelang setelah
barang-barang bergerak dan barang-barang tetap hasil pekerjaan debitur sendiri habis dilelang.
Pasal 217.
pelelangan (penjualan) barang bergerak dilakukan sesudah pengumuman menurut cara setempat
dan tidak boleh dilakukan sebelum lewat delapan hari setelah dilakukan penyitaan.
Bila bersama-sama dengan barang-barang bergerak juga disita barang-barang tetap, dan di antara
barang-barang bergerak itu tidak ada barang yang mudah busuk, maka pelelangan dilakukan
bersama-sama dengan urutan yang telah diberikan oleh yang terkena sita, tetapi setelah
diumumkan dua kali dengan waktu antara lima belas hari.
Dalam penyitaan yang dilakukan terhadap seluruh barang-barang tetap, maka digunakan tata cara
pelelangan seperti diatur dalam ayat yang lalu.
Pelelangan barang-barang tetap yang sekiranya melebihi nilai seribu gulden, di daerah karesidenan
di mana beredar satu atau lebih surat kabar harian, hanis diumumkan satu kali, selambat-lambatnya
empat belas hari sebelum dilakukan pelelangan, dalam surat kabar tempat akan dilakukan
pelelangan, dan jika tidak ada surat kabar di tempat itu, di suatu surat kabar tempat terdekat. (Rv.
516; IR. 2006-9.)
Pasal 218.
Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli
berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua syarat-syarat jual-belinya
telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan menerima tanda bukti tertulis dari
kantor lelang atau dari orang yang ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; IR.
10
200 .)
Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah dijual itu,
maka ketua pengadilan geri atau jaksa yan g dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat
perintah kepada peabat yang bertugas memberitahukan untuk, bila perlu dengan bantuan polisi,
memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya meninggalkan dan mengosongkan
barang itu. Pejabat yang bertugas menjalankan perintah dibantu oleh panitera pengadilan negeri
atau oleh seorang pegawai berkebangaan Eropa yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yangg
dikuasakan atau bila orang semacam itu tidak ada, oleh seorang kepala desa Indonesia atau
pegawai Indonesia yang ditunjuk oleh ketua atau oleh jaksa yang dikuasakan- (Rv. 526, 1033; IR.
20010.)

Pasal 2 19
Jikalau ada dua atau lebih permohonan pelaksanaan keputusan terhadap satu orang debitur, maka

dalam satu berita acara dilakukan penyitaan atas sejumlah barang-barang yang sekiranya diperlukan
untuk menutup seluruh jumlah dari semua keputusan berikut biaya pelaksanaannya. (IR. 201.)
Pasal 220.
Bila setelah selesai suatu penyitaan tetapi sebelum diadakan penjualan, masuk lagi permohonanpermohonan untuk pelaksanaan putusan terhadap debitur, maka barang-barang yang telah disita
digunakan juga untuk menutup segala putusan dan ketua atau jaksa yang dikuasakan, jika perlu dapat
memerintahkan agar penyitaan dilanjutkan terhadap barang-barang yang belum disita sampai jumlah
yang kiranya cukup untuk membayar seluruh putusan ditambah dengan biaya-biayanya. (IR. 202.)
Pasal 221.
Dalam jangka waktu seperti tersebut dalam pasal yang lalu, maka keputusan-keputusan terhadap
debitur yang dijatuhkan oleh hakim-hakim lain dari yang disebut dalam pasal 206 ayat (1), dapat juga
diajukan untuk dilaksanakan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam wilayahnya dilakukan
penyitaan. Ketentuan pasal 220 berlaku pula dalam hal ini. (IR. 203.)

(1)

(2)

Pasal 222.
Dalam kejadian-kejadian seperti tersebut dalam tiga pasal yang lain, maka ketua yang dimaksud
dalam pasal yang lain, setelah mendengar atau memanggil dengan sepatutnya debitur dan para
kreditur yang mengajukan permohorkan pelaksanaan, menentukan cara pembagian hasil eksekusi
di antara para kreditur.
para kreditur yang memenuhi panggilan seperti tersebut dalam ayat yang Wu dapat mengajukan
banding kepada pengadilan tinggi terhadap penetapan tersebut; terhadap permohonan banding itu
berlaku pasal 199. (TR. 204.)

Pasal 223.
Segera setelah penetapan mengenai pembagian mempunyai kekuatan yang pasti maka ketua
memberikan daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan untuk mengadakan
pelelangan sebagai dasar pembagian hasil penjualannya. (TR. 205.)

(1)

(2)

(4)

(1)

(2)

Pasal 224.
Kecuali apa yang diatur dalam ayat berikut, maka pelaksanaan keputusan yang bermaksud
membayar sejumlah uang yang tidak melebihi seratus lima puluh gulden, tidak termasuk biaya
1
perkara, dilakukan tanpa peringatan lebih dahulu. (IR. 206 .)
(s.d.u. dg. S. 1934-621, 622, S. 1936-629) Jumlah uang yang termaksud dalam ayat yang lalu yang
berhubungan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan adalah sebagai berikut:
a. di dalam wilayah Sumatera Timur dua ratus lima puluh gulden.
b. di dalam afdeling-afdeling dalam Karesidenan Aceh dan sekitarnya yang tidak ada peagadilan
negerinya, lima ratus gulden.
c. (Huruf c ini dianggap tidak tertuli karena tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang.)
d. Ayat ini dianggap tidak tertulis karena tidak sesuai lagi dengan keadaan
Jika tidak cukup adanya barang-barang bergerak, maka atas perintah tertulis karena jabatan ketua
atau jaksa yang dikuasakan, juga barang-barang tetap boleh disita dengan cara penyitan seperti
ditentukan dalam pasal 208 s/d 210 dan pasal 213, dan dijual dengan cara-cara yang ditentukan
2
dalam pasal 215 s/d 218.(IR. 206 .)
Pasal 225.
perlawanan pihak debitur terhadap pelaksanaan, baik mengenai penyitaan barang-barang bergerak
maupun barang-barang tetap, dilakukan secara tertulis atau lisan kepada pejabat yang
memerintahkan penyitaan, dan jika perlawanan dilakukan secara lisan, maka pejabat itu membuat
1
catatan atau menyuruh membuat catatan. (IR. 207 .)
Jika perlawanan dilakukan oleh jaksa yang dikuasakan, maka segera ia mengajukan permohonan
itu atau catatannya kepada ketua pengadilan negeri.

Pasal 226.
perkara kemudian oleh ketua diajukan kepada sidang pengadilan negeri pertama agar diputus setelah
mendengar atau memanggil para pihak dengan sepatutnya. (TR. 207'.)

(1)

Pasal 227.
perlawanan itu tidak mencegah atau menunda pelaksanaan, kecuali
pejabat yang telah memerintahkan penyitaannya.

jika

diperintahkan oleh

(2)

(1)
(2)

(1)

(2)

(1)

(2)

perintah itu dicantumkan di atas surat permohonannya atau dicantumkan di atas catatan
permohonan lisannya.
Pasal 228.
Ketentuan-ketentuan dalam tiap pasal sebelumnya berlaku juga dalam hal pihak ketiga melawan
pelaksanaan berdasarkan pernyataan sebagai pemilik barang-barang yang disita.
Terhadap keputusan-keputusan berdasarkan pasal ini dan pasal-pasal 226, 231 dan 240, berlaku
ketentuan-ketentuan mengenai banding. (IR. 208.)
Pasal 229.
Atas petunjuk orang yang memohon pelaksanaan putusan, maka dengan memperhatikan apa yang
ditentukan dalam pasal 208, dapat dilakukan penyitaan atas tagihan-tagihan yang dapat dituntut
oleh pihak yang dieksekusi dari pihak lain.
Turunan surat perintah penyitaan diberitahukan kepada pihak ketiga yang barangnya disita dan
juga kepada pihak yang dieksekusi kepada yang pertama sekaligus dengan perintah untuk
menahan barang yang disita itu dengan ancaman pembayaran yang dilakukan tidak sah. (Rv. 477.)
Pasal 230.
Dalam waktu delapan hari setelah diberitahukan, maka orang yang mengalami tindakan
pelaksanaan dapat mengajukan perlawanan, jika Ia beranggapan mempunyai cukup alasan untuk
itu. (Rv. 479.)
Terhadap perlawanan ini berlaku peraturan-peraturan tersebut dalam pasal 225 dan berikutnya.

Pasal 231
Jika perlawanan pihak yang mengalami pelaksanaan itu dianggap mempunyai dasar dan karena itu
mendapat pembebasan dari pelaksanaan, maka pemohon pelaksanaan dihukum untuk mengganti biaya,
kerugian dan bunga, kepada pihak yang mengalami pelaksanaan. (Rv. 480.)
Pasal 232.
Jika yang mengalami pelaksanaan tidak melakukan perlawanan seperti tersebut dalam pasal 230, atau
perlawanannya ditolak, maka pemohon dalam waktu satu bulan setelah lampau tenggang waktu yang
ditentukan untuk mengajukan perlawanan atau sesudah keputusan cwatuhkan harus mengajukan
gugatan terhadap pihak ketiga yang barangnya disita agar memberikan keterangan tentang berapa
banyak utangnya kepada pihak yang mengalami pelaksanaan dengan ancaman batalnya penyitaan, dan
selanjutnya agar dihukum menyerahkan sejumlah uang yang akan temyata kepada pihak yang sedang
mengalami pelaksanaan untuk kepentingan pemohon agar dapat penggantian gugatannya dan agar bila
Ia menolak memberi keterangan, dihukum untuk membayar sejumlah uang, untuk mana penyitaan
dilakukan, atau bila perlawanan dibenarkan, untuk membayar biaya dan bunga seakan-akan Ia sendiri
adalah debitur. (Rv. 481.)
Pasal 233.
Jika pihak ketiga yang terkena sita termasuk orang yang tunduk kepada peradilan Barat, maka
terhadapnya diperlakukan ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap sita barang pihak ketiga seperti
diatur dalam Reglemen Acara perdata (Rv.).
Pasal 234.
Jika pihak ketiga itu termasuk yang tunduk kepada pengadilan negeri, maka diikuti peraturan-peraturan
mengenai cara mengajukan perkara dan penyelesaiannya seperti diatur dalam pasal 142 dan berikutnya
dalam undang-undang ini dan juga apa yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini.

(1)
(2)

Pasal 235.
Keterangan pihak ketiga yang barangnya disita diberikan cara tertulis atau lisan di hadapan sidang
pengadilan. (Rv. 736.)
Harus disebutkan alasan-alasan dan hal lain sebagai berikut:
- sebab dan jumlah utang pihak ketiga itu kepada pihak yang sedang mengalami pelaksanaan;
- pembayaran-pembayaran atas rekening, jika ada;
- cara pelunasan utang, jika pihak ketiga mengatakan sudah tidak mempunyai utang lagi. (Rv. 735.)

Pasal 236.
Jika pihak ketiga telah memberikan keterangannya dan tidak membantah penghukuman yang
dimintakan, maka semua biaya yang telah Ia keluarkan harus diganti dan ia tidak dapat diwajibkan untuk
melakukan suatu pembayaran kecuali untuk melunasi atau dengan dikurangi.biaya itu. (Rv. 737.)

Pasal 237.
Jika pihak ketiga yang barangnya disita membantah untuk memberi keterangan dan alasan untuk itu
tidak dibenarkan, maka Ia masih diperintahkan untuk memberikan keterangan pada hari yang ditentukan
dan bersamaan dengan itu dihukum membayar biayanya. (Rv. 738.)
Pasal 238.
Jika ia tetap lalai untuk memberikan keterangan, maka terhadapnya dijatuhkan putusan di luar
kehadirannya dan ia dihukum membayarjumlah tuntutan yang menyebabkan penyitaan tersebut
atau bila perlawanan dibenarkan, berikut bunga serta biaya-biaya seolah-olah Ia sendiri adalah
debitur. (Rv. 739.)
(2) Jika tidak memberikan keterangan itu karena ia tidak datang, maka berlakulah pasal 150 reglemen
ini.
(1)

Pasal 239.
Pihak yang minta pelaksanaan keputusan dapat memaksa pihak ketiga untuk menguatkan
keterangannya dengan sumpah. (Rv. 742.)

(1)

(2)

Pasal 240.
Jika yang memohon pelaksanaan membantah kebenaran keterangan dan pihak ketiga itu
dinyatakan sebagai yang tidak benar, maka keterangan itu diperbaild oleh hakim dan pihak ketiga
dihukum untuk memenuhi apa yang ternyata merupakan utangnya.
Kecuali itu Ia dapat dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. (Rv. 743.)

Pasal 241.
Uang yang temyata menjadi utang pihak ketiga itu harus dibayarkan kepada pihak yang mengalami
tindakan pelaksanaan putusan sampai sejumlah yang sudah diperbaiki dalam keputusan dan, jika perlu
dapat dilaksanakan terhadap pihak ketiga atas kekuatan keputusan hakim dengan paksa (eksekusi).
(Rv. 744.)

(1)

(2)

Pasal 242.
iika tidak ada atau tidak cukup barang-barang untuk menjamin pelaksanaan putusan hakim, maka
ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan atas permohonan tertulis atau lisan pihak
yang dimenangkan, dapat mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat yang berwenang
melakukan pekerjaan -jurusita (exploit) untuk menyandera debitur. (Rv. 583 dst.; RB9. 244.).
Lama waktu penyanderaan debitur menurut pasal berikut dinyatakan dalam surat perintah itu. (Rv.
580, 586; IR. 209.)

Pasal 243.
penyanderaan diperintahkan: untuk selama enam bulan karena penghukuman membayar sampai
jumlah seratus gulden;
untuk selama satu tahun karena penghukuman membayar di atas seratus gulden sampai dengan
tiga ratus gulden;
untuk selama dua tahun karena penghukuman membayar di atas tiga ratus gulden sampai dengan
lima ratus gulden;
untuk selama tiga tahun karena penghukum- membayar lebih dan lima ratus gulden. (Rv. 586.)
(2) Biaya perkara tidak termasuk jumlah-jumlah uang yang diperhitungkan seperti tersebut di atas. (IR.
210).
(1)

Pasal 244.
Terhadap orang-orang yang sudah berumur enam puluh lima tahun, maka penerapan paksa badan
hanya diperbolehkan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada atau yang akan dikeluarkan. (S. 187494)
Pasal 245.
Sekali-kali tidak diizinkan kepada anak-anak dan keturunan-keturunan seterusnya untuk melakukan
penyanderaan terhadap keluarga sedarah atau karena perkawinan dalam garis lurus dan di daerah
Bengkulu, Sumatera Barat dan Tapanuli, sepanjang hukum warisnya mengikuti ketentuan-ketentuan
Melayu, dilarang penyanderaan oleh kemenakan terhadap saudara-saudara laki-laki atau perempuan
pihak ibu. (KUHperd. 298; Rv. 582; IR. 211.)
Pasal 246.

Seorang debitur tidak boleh disandera:


0
1 . di dalam sebuah gedung ibadah selama ada peribadatan;
20. di tempat-tempat di dalam sidang-sidang oleh penguasa selama sidang berlangsung. (Rv. 22, 595;
IR. 212.)

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 247.
Jika seorang debitur melawan penyanderaan berdasarkan pendapatnya bahwa perintah
penyanderaan melanggar peraturan hukum dan menginginkan segera ada keputusan, maka ia
secara tertulis mengajukan keberatannya kepada pejabat yang memberi perintah penyanderaan
atau jika ia menghendaki, dihadapkan kepada pejabat itu yang dalam dua hal itu segera
menetapkan apakah debitur itu akan disandera sementara atau tidak, sambil menunggu keputusan
pengadilan negeri.
Ayat (5), (7) dan (8) pasal 252 dalam hal ini berlaku pula.
Jika debitur secara tertulis melawan penyanderaan itu, maka sambil menunggu keputusan dari
pejabat itu untuk menghindarkan ia lari, ia dijaga. (Rv. 6N; IR. 213.)
Jika jaksa yang dikuasakan telah memerintahkan penyanderaan, maka ia mengirimkan surat
permohonan penyanderaan itu atau, jika penyanderaan dimohonkan secara lisan, catatan
mengenal hal itu beserta penetapannya, kepada ketua pengadilan negeri.

Pasal 248.
Seorang debitur yang tidak melawan atau perlawanannya ditolak, segera dibawa ke lembaga
pemasyarakatan untuk disandera. (Rv. 600; IR. 124.)

(1)

(2)

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 249.
pejabat yang bertugas melakukan penyanderaan tidak boleh memasukkan debitur ke dalam
lembaga pemasyarakatan sebelum menunjukkan perintah tertulis untuk penyanderaan itu kepada
penuntut umum jaksa yang membuat catatan tentang hal itu di atas surat perintahnya. (Rv. 602.)
pegawai pelaksana sandera dalam waktu dua puluh empat jam memberitahukan hal itu kepada
panitera pengadilan negeri tentang terjadinya penyanderaan. (KUHp 333, 555; IR. 215.)
Pasal 250.
Biaya pemeliharaan orang yang disandera ditanggung oleh orang yang memohon penyanderaan
yang harus dibayar lebih dahulu untuk tiap-tiap tiga puluh hari, kepada lembaga pemasyarakatan
menurut reglemen dan peraturan yang dibuat oleh Gubemur Jenderal.
Jika pemohon sandera sebelum hari ketiga puluh satu tidak memenuhi kewajiban membayar, maka
atas pennohonan si sandera atau kepala lembaga pemasyarakatan oleh ketua pengadilan negeri
atau jaksa yang dikuasakan segem diperintahkan agar penyanderaan dihentikan. (Rv. 587.)
perintah penghentian penyanderaan dilaksanakan oleh jaksa kepala atau jaksa yang membuat
catatan tentang hal itu di surat perintah atau jika tidak ada pejabat sedemikian di tempat itu oleh
seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua pengadilan atau oleh jaksa yang dikuasakan.
Tentang pelaksanaan perintah penghentian penyanderaan itu dalam waktu dua puluh empat jam
oleh kepala lembaga pemasyarakatan diberitahukan kepada panitera pengadilan negeri. (IR. 216.)

Pasal 251.
Debitur yang disandera secara sah segera dibebaskan:
0
1 . atas izin orang yang mohon penyanderaan, selain dengan suatu akta otentik, juga dapat
disampaikan dengan keterangan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri yang tentang hal itu
memerintahkan agar hal itu dicatat dalam register seperti ditentukan dalam pasal 256. Jika si
pemohon sandera bertempat tinggal atau bertempat kediaman di luar wilayah jaksa di tempat
kedudukan pengadilan negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka
keterangan itu juga dapat dinyatakan kepada jaksa dari wilayah tempat tinggal atau tempat
kediaman pemohon sandera dan dibuatlah suatu akta yang kemuthan disampaikan kepada ketua
pengadilan negeri;
0
2 . karena pembayaran utang atau perlitipan secara hukum kepada seorang notaris atau panitera
pengadilan negeri jumlah uang sebagai pembayaran utang kepada si pemohon sandera, termasuk
juga bunganya, biaya perkara, biaya penyanderaan serta uang muka yang telah dibayar untuk
pemeliharaan. (KUHperd. 1382 dst., 1404; Rv. 591, 809, dst.; IR. 217.)

(1)

Pasal 252.
Seorang debitur yang tidak melakukan perlawanan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 247

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

(7)
(8)

(1)

(2)

(3)

tidak kehilangan haknya, bila menyatakan ia disandera secara bertentangan dengan pasal-pasal
244, 245 dan 246 atau telah disandera dengan melawan hukum, dan dapat mengajukan
permohonan agar pengadilan negeri menyatakan penyanderaannya batal.
Untuk itu ia dengan perantaraan kepala lembaga pemasyarakatan mengajukan permohonan
kepada ketua pengadilan negeri.
Jika ia tidak dapat menulis, maka ia diberi kesempatan untuk mengajukan permohonannya secara
lisan kepada ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan yang wilayah hukumnya meliputi
letak lembaga pemasyarakatan, dan tentang hal itu dibuat catatan atau diperintahkan agar dibuat
catatan.
Jaksa yang dikuasakan menyampaikan catatan yang dibuatnya, atau menyuruh membuatnya,
segera kepada ketua pengadilan negeri.
Ketua mengajukan penuohonan itu di depan sidang yang berikutnya dan pengadilan negeri
memutuskan, bila perlu sesudah mendengar si sandera dan yang mohon sandera.
Akan dijalankan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dari pasal ini, jika si sandera berpendapat ada
yang sah yang dapat ia kemukakan untuk penghentian penyanderaan, kecuali yang tersebut dalam
pasal 250 yang ditetapkan sendiri oleh ketua atau jaksa yang dikuasakan.
Dalam hal ini semua, maka putusan pengadilan negeri dapat dimohonkan banding tetapi dapat
dilaksanakan dengan serta merta.
Ketentuan-ketentuan termuat dalam pasal 199 - 205 berlaku juga dalam hal banding ini. (IR. 218.)
Pasal 253.
Debitur yang penyanderaannya dinyatakan batal atau karena tidak dibayar uang muka untuk
pemeliharaannya tidak dapat disandera kembali untuk utang yang sama sebelum lampau delapan
hari sejak ia dibebaskan. (Rv. 582.)
Jika ia dibebaskan karena tidak dibayar uang muka untuk pemeliharaanya, maka kreditur tidak
boleh menyandera lagi debitur, kecuali ia membayar uang muka untuk pemeliharaannya untuk
jangka waktu tiga bulan. (Rv. 605.)
Bagaimanapun sewaktu selama dijalaninya penyanderaan harus dikurangkan dari waktu yang
diperbolehkan untuk penyanderaan dalam berbagai hal. (IR. 219.)

Pasal 254.
Barang siapa melarikan diri dari penyanderaan dapat segera disandera kembali berdasarkan perintah
penyanderaan yang pernah dikeluarkan dulu, dengan tidak mengurangi kewajiban mengganti kerugian
dan biaya yang disebabkannya. (IR. 220. )
Pasal 255.
Meskipun penyanderaan telah dilakukan terhadapnya, debitur tetap bertanggung-jawab atas utang yang
menyebabkan ia disandera. (IR. 221; Rv. 593.)
Pasal 256.
Panitera pengadilan negeri memegang suatu register mengenai penyanderaan yang berisi catatan
mengenai: (Rv. 602.)
0
1 . perintah untuk penyanderaan dengan menyebut pejabat yang mengeluarkan perintah itu, hari
ditanda-tanganinya, nama-nama dan pekerjaan serta tempat tinggal mereka yang diperintahkan
untuk disandera, serta lamanya waktu penyanderaan dapat dilakukan;
0
2 . hari debitur mulai ditahan;
30. hari dibebaskan dari penyanderaan. (IR. 222.)
Pasal 257.
Ketua pengadilan negeri tiap saat, jika menghendakinya, dapat meminta agar daftar itu diperlihatkan
kepadanya sedikitnya sebulan sekali dan secara teliti mengawasi supaya orang yang disandera segera
dikeluarkan dari penyanderaan begitu waktu penyanderaan lewat. (IR. 223.)
Pasal 258.
Grosse akta hipotek dan surat-surat utang yang dibuat oleh notaris di dalam wilayah Indonesia
memuat kepala yang berbunyi "Atas nama Raja" (sekarang: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa) mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan pengadilan.
(2). Untuk pelaksanannya yang tidak dijalankan secara suka-rela, berlaku ketentuan-ketentuan bagian
ini, tetapi dengan pengertian bahwa penerapan paksaan badan hanya dapat dijalankan jika
diizinkan oleh putusan pengadilan. (Rv. 4tO, 584; No. 41; IR. 224.)

(1)

Bagian 5. Beberapa Acara Khusus.


Pasal 259.
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu
yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan
pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari
pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
(2) Terhadap permohonan ini berlaku ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 142, 143, 144, 145
dan 146 dengan perbedaan, bahwa ketua hanya memanggil debitur untuk menghadap di sidang
pengadilan yang datang untuk didengar pendapatnya mengenai permohonan tersebut;
(3) Sesudah debitur didengar, atau bila ia tidak hadir setelah dipanggil dengan sepatutnya, maka
pengadilan negeri menolak tuntutan itu atau memberi penilaian dalam jumlah uang yang sama
dengan apa yang diituntut pemohon atau dengan jumlah yang lebih kecil, dengan menghukum
debitur untuk membayar jumlah itu. (KUHperd. 1239; IR. 225.)
(1)

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)
(7)

(1)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

(8)

(1)

Pasal 260.
Seorang pemilik suatu barang bergerak dapat memohon kepada kepada pengadilan negeri yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan orang yang
memegang/menguasai barang itu, dengan cara tertulis atau lisan, agar dilakukan penyitaan atas
barang yang dikuasai itu.
Barang yang harus disita harus diterangkan dengan teliti dalam permohonannya
itu.
Jika penyitaan dikabulkan, maka penyitaan dilakukan dengan perintah tertulis dari ketua, ditetapkan
pula siapa yang harus melakukan penyitaan serta tata cara yang harus diturut dengan mengikuti
apa yang diatur dalam pasal 208-212.
penyitaan yang telah dilakukan segera diberitahukan oleh panitera kepada pemohon sita dengan
diberitahukan pula, bahwa ia harus hadir pada hari persidangan yang akan datang agar
mengajukan dan menguatkan tuntutannya.
Orang, yang barangnya disita, diperintahkan juga untuk hadir pada persidangan itu.
pada hari yang sudah ditentukan, maka persidangan dilakukan dengan cara yang biasa dan diputus
tentang hal itu.
Jika gugatan dikabulkan, maka sitaan dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang
yang disita diserahkan kepada penggugat, sedangkan jika gugatan ditolak, maka diperintahkan
agar sita diangkat. (Rv. 714 dst.; IR. 226.)
Pasal 261.
Bila ada dugaan yang berdasar, bahwa seorang debitur y ang belum diputus perkaranya atau yang
telah diputus kalah perkaranya tetapi betum dapat dilaksanakan, berusaha untuk menggelapkan
atau memindahkan barang-barang bergeraknya atau yang tetap, agar dapat dihindarkan jatuh ke
tangan kreditur, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, ketua pengadilan negeri atau
jika debitur bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri atau jika ketua pengadilan negeri tidak ada di tempat tersebut, jaksa di tempat tinggal atau
tempat kediaman debitur dapat memerintahkan penyitaan barang-barang tersebut agar dapat
menjamin hak si pemohon, dan sekaligus memberitahukan padanya supaya menghadap di
pengadilan negeri pada suatu hari yang ditentukan untuk mengajukan gugatannya serta
menguatkannya. (Rv. 720 dst.)
Debitur, atas perintah pejabat yang memberi perintah, dipanggil untuk datang menghadap pada hari
sidang yang sama.
Tentang siapa yang ditugaskan melakukan penyitaan serta tentang tata cara yang harus diikuti dan
akibatnya diatur juga dalam pasal 208-214.
Jaksa segera memberikan laporan tentang apa yang telah dilakukannya kepada ketua pengadilan
negeri.
pada hari yang sudah ditentukan pemeriksaan pengadilan dilakukan dengan cara biasa.
Jika gugatan dikabulkan, maka penyitaan dinyatakan sah dan berharga; jika gugatan ditolak, maka
diperintahkan agar penyitaan diangkat.
Jika penyitaan dilakukan atas perintah jaksa, maka ketua pengadilan negeri, jika ada cukup alasan,
dapat memerintahkan untuk mengangkat penyitaan itu sebelum hari persidangan yang harus
dihadiri oleh para pihak.
pengangkatan sita selalu dapat dituntut dengan jaminan seorang penanggung atau atas jaminanjaminan lain yang cukup. (KUHperd. 1820 dst.; Rv. 725; IR. 227.)
Pasal 262.
Terhadap putusan-putusan hakim berdasarkan tiga pasal-pasal terdahulu, berlaku ketentuan-

(2)

ketentuan umum mengenai banding.


Keputusan-keputusan hakim tersebut dalam pasal-pasal itu dilaksanakan menurut cara biasa. (IR.
228.)

Pasal 263.
Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus diri sendiri serta harta
bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala atau jaksa berhak memohon
agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian serta harta bendanya. (KUHPerd.
434 dst.; S. 1931-54; IR. 229.)

(1)

(2)

(1)

(2)
(3)

Pasal 264.
permohonan ini diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal atau tempat kediaman orang yang akan ditempatkan di bawah pengampuan
dan memanggil pemohon dan saksi-saksi yang disebutkan beserta orang yang akan ditempatkan di
bawah pengampuan agar mereka datang di sidang pengadilan negeri pada hari yang ditetapkan,
(KUHperd. 438 dst; IR. 230.)
pada hari persidangan itu orang-orang yang dipanggil serta saksi-saksi didengar sesudah
disumpah. (IR. 231.)
Pasal 265.
Bila orang yang ditempatkan di bawah pengampuan bertempat tinggal atau berdiam diluar wilayah
kejaksaan di tempat kedudukan pengadilan negeri atau bila ketua pengadilan negeri tidak ada di
tempat itu, maka permohonan dapat diajukan kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman
si terampu yang kemudian mendengar orang-orang yang disebut dalam pasal terdahulu, saksisaksi setelah disumpah dan dari pendengaran itu membuat berita acara dengan permintaan untuk
mengirimkan catatan-catatan yang dibuatnya kepada ketua pengadilan negeri.
Ketua mengajukan perkara itu untuk diputus ke sidang pengadilan berikut yang diketuainya.
Sambil menunggu keputusan itu, maka jaksa dapat mengambil tindakan-tindakan sementara yang
dianggapnya perlu untuk kepentingan orang yang ada di bawah pengampuan.

Pasal 266.
Bila permohonan dikabulkan, maka pengadilan negeri mengangkat seorang menjadi pengampu yang
diperkirakan dapat mengurus orang yang ditempatkan di bawah pengampuan beserta barang-barangnya
dengan sebaik-baiknya. (IR. 2312; KUHperd. 449.)

(1)
(2)

Pasal 267.
pengampuan dapat dihentikan oleh pengadilan negeri jika alasanyang menyebabkan diberikan
pengampuan itu sudah tidak ada lagi.
permohonan untuk penghentian pengampuan, pemeriksaan tentang hal itu dan pemberian
keputusan tentang itu dilakukan dengan cara seperti ditentukan di atas. (KUHperd. 460; IR. 232.)

Pasal 268.
pada waktu berakhirnya pengampuan karena dihentikan atau karena hal-hal lain, maka pengampu
berkewajiban memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban atas pengurusannya. (KUH perd. 409,
452; IR. 233,)

(1)

(2)

(3)

Pasal 269.
pengadilan negeri berwenang, atas permohonan keluarga orang yang kecelakaan, untuk
memasukkan orang-orang yang karena kelakuannya buruk di bawah pengampuan atau jaksa, demi
ketertiban atau untuk menghindarkan kecelakaan, untuk memasukkan orang-orang yang karena
kelakuan buruk dan boros untuk dibiarkan hidup secara itu atau berbahaya bagi orang-orang lain di
seldtamya, setelah diadakan penyelidikan secara pantas, ke dalam suatu lembaga, rumah sakit
atau tempat-tempat lain yang sesuai untuk ditahan, selama orang itu tidak menunjukkan tanda
perbaikan yang nyata. (RO. 134 dst., 138.)
permohonan-permohonan semacam itu terlepas dari pengampuan yang jika belum diberikan
sebelumnya dan cukup adanya alasan-alasan untuk itu, dapat dimohonkan bersamaan atau
kemudian menurut ketentuan-ketentuan di atas. (KUHPerd 456; IR. 234.)
Sambil menunggu dikeluarkannya keputusan, maka jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman
orang-orang tersebut dalam ayat (1) dapat mengambil tindakan-tindakan yang dipandang perlu
untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
Pasal 270.

(s. d. u. dg. S. 1936-131, 132.) Ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam ayat (1) pasal yang lalu
berlaku juga di karesidenan-karesidenan atau bagian-bagian karesidenan yang ditetapkan oleh
Gubernur Jenderal terhadap orang- orang yang menderita penyakit yang menjijikkan, yang mengemis di
muka umum atau terhadap gelandangan atau yang memanfaatkan keadaan nasibnya untuk
mengganggu orang lain dengan pengertian:
a. bahwa orang-orang semacam itu hanya dapat dimasukkan dalam lembaga-lembaga atau rumahrumah sakit yang oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan jawatan kesehatan rakyat
yang juga sesudah dirundingkan dengan kepala dinas tersebut, tempat-tempat tersebut dinyatakan
patut, jika perlu dengan syarat-syarat tertentu;
b. bahwa orang-orang yang telah mendapat penetapan hakim menurut ayat (1) dari pasal yang lalu
tidak boleh dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit yang khusus untuk penderita penyakit
menular tertentu sebelum oleh kepala daerah setelah bermusyawarah dengan pejabat kesehatan
yang ditugaskan dengan pengawasan kesehatan dalam daerah itu, jika mungkin seorang yang
dalam penyakit itu, secara tertulis dinyatakan mereka benar-benar menderita penyakit menular itu
atau dengan kuat diduga menderita penyakit itu;
c. bahwa pengadilan negeri, atas permohonan yang bersangkutan atau keluarga terdekat atau jaksa
kepala atau jaksa, dapat mengetuarkan mereka dari penahanan dengan cara tersebut di atas, bila
alasan-alasan yang menyebabkan mereka dimasukkan dalam lembaga atau rumah sakit itu sudah
tidak ada lagi dan dipandang tidak perlu lagi untuk ditahan. (IR. 234.)
Pasal 271.
(1) Jika seseorang hilang atau meninggalkan rumahnya tanpa mengatur lebih dulu mengenai
pengurusan harta miliknya, maka tiap pegawai kepolisian wajib dan tiap orang yang berkepentingan
berhak untuk melaporkan hal itu kepada ketua pengadilan negeri, atau jika orang itu bertempat
tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan negeri, atau jika ketua
pengadilan negeri tidak ada di situ, kepada jaksa di tempat tinggal atau tempat kediaman orang
yang hilang atau minggat itu. Jaksa itu wajib segera pergi ke rumah orang yang hilang atau
minggat itu disertai pelapor, dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarkan adanya barangbarang yang tidak diurus itu dilarikan. (KUHperd. 463 dst., 467 dst., bdk. S. 1922-455 jo. S. 1926344.)
(2) Tentang tindakan-tindakan itu dibuat berita acara.
(3) Jaksa segera mengirim berita acam itu kepada ketua pengadilan negeri.
(4) Ketua menyampaikan berita acara itu kepada sidang pengadilan yang berikutnya yang kemudian,
jika dipandang perlu, menyerahkan penguasaan barang-barang itu sementara kepada majelis
pengurusan harta peninggalan atau balai harta budel yang bersangkutan ataupun kepada suatu
majeus yang dinyatakan berwenang untuk itu.
(5) Terhadap barang-barang yang menurut peraturan yang berlaku tidak boleh diurus oleh suatu badan
ter-sebut di atas, maka akan dilakukan tindakan-tindakan sebegitu rupa yang dipandang paling
menguntungkan bagi yang berkepentingan.
(6) pengadilan negeri dapat menyerahkan pengurusan barang-barang yang tidak seberapa harganya
kepada keluarga sedarah atau semenda atau suami/isteri orang
yang hilang atau minggat itu
dengan satu-satunya kewajiban untuk mengembalikan barang itu atau harganya kepada orang
yang hilang atau minggat itu jika di kemudian hari Ia kembati dengan dikurangi utang-utangnya,
tanpa suatu penghasilan atau pendapatan.
(7) Jika ketua atau jaksa berhalangan untuk melaksanakan apa yang ditentukan dalam ayat (1) pasal
ini, maka ia dapat menyerahkannya kepada salah seorang anggota pengadilan negeri atau kepada
seorang pejabat bawahannya. (IR. 236.)
Pasal 272.
(s.d.u. dg. S. 1939-715.)
(1) Penetapan-penetapan pengadilan yang dijatuhkan berdasarkan pasal 266, 267, 269, 270 dan 271
dapat dimohonkan banding, tetapi sementara dapat dilaksanakan dengan serta merta.
permohonan banding itu harus diajukan dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah
ditandatanganinya penetapan dan dicatat dengan cara seperti ditentukan untuk keputusan
pengadilan negeri. Raad van Justitie memutus tanpa suatu bentuk acara.
(2) Penetapan-penetapan yang diambil menurut pasal 269 dan 270, dilaksanakan oleh atau atas
perintah jaksa. (IR. 236.)
Bagian 6. Izin Berperkara Tanpa Biaya.
Pasal 273.
Penggugat atau tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk berperkara

tanpa biaya. (RO. 72; Rv. 872 dst.; IR. 237.)


Pasal 274.
(1) Jika yang memohon adalah penggugat, maka ia mengajukan permohonan itu pada waktu
mengajukan gugatan tertulis atau lisan seperti diatur dalam pasal 142 dan 144.
(2) Jika yang memohon adalah tergugat, maka permohonan itu diajukan bersama dengan jawabannya
seperti diatur dalam pasal 145 atau di hadapan sidang jika belum diajukan sebelumnya, asal
sebelum ada jawaban atas haknya.
(3) permohonan dalam dua hal itu harus disertai bukti tertulis tentang tidak mampunya yang
dikeluarkan oleh kepata polisi di tempat tinggal pemohon, yang memuat keterangan pejabat itu
bahwa yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan ternyata memang tidak mapu untuk
membayar. (Rv. 875; IR. 238.)
(4) Jika bukti tertulis tidak dapat diajukan, maka pengadilan negeri bebas untuk meyakinkan diri
tentang kemiskinan pemohon yang bersangkutan dengan jalan keterangan-keterangan an atau
dengan cara lain.
Pasal 275.
(1) pada hari persidangan, maka pertama-tama ditetapkan apakah permohonan untuk berperkara
tanpa biaya dikabulkan atau tidak.
(2) pihak lawan dapat menentang diterimanya izin berperkara itu, baik mulamula dengan membuktikan
bahwa gugatan atau pembelaan lawannya itu sama sekali tidak beralasan maupun dengan
menunjukkan bahwa ia sebenarnya mampu membayar biaya perkara.
(3) pengadilan negeri dapat atas dasar salah satu alasan itu juga, karena jabatan, menolak
permohonan itu. (Rv. 879 dst.; IR. 239.)
Pasal 276.
(1) Balai harta peninggalan dan balai budel, tanpa mengajukan tanda surat keterangan tidak mampu
sebagai penggugat atau tergugat, diperbolehkan berperkara tanpa biaya jikalau budel yang
diurusnya atau kekayaan orang yang diwakilinya pada waktu perkara dijalankan diperkirakan tidak
akan mencukupi untuk membayar biaya perkaranya.
(2) Mereka pada waktu mengajukan permohonan untuk berperkara tanpa biaya secara singkat
memperlihatkan keadaan kekayaan itu kepada haldm. (KUHperd. 415 dst.; Rv. 891 dst.; IR. 240.)
Pasal 277.
penetapan pengadilan negeri yang mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya tidak dapat dimohonkan
banding atau upaya-upaya hukum lain. (RV. 892; IR. 241.)

(1)

(2)

(3)
(4)

(1)
(2)

Pasal 278.
permohonan untuk berperkara dalam tingkat banding tanpa biaya harus disertai pernyataan tidak
mampu seperti tersebut dalam pasal 274 ayat (3), secara lisan atau tertulis disampaikan kepada
panitera pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama: oleh pihak yang naik banding
dalam waktu empat belas hari setelah keputusan dijatuhkan atau sesudah diberitahukan seperti
dimaksud dalam pasal 190, oleh pihak lawan disampaikan dalam waktu empat belas hari setelah
diberitahukan adanya permohonan banding atau sesudah diberitahukan menurut ayat terakhir pasal
ini.
Jika pemohon bertempat tinggal atau berdiam di luar wilayah jaksa di tempat kedudukan pengadilan
negeri, atau panitera pengadilan negeri tidak ada di tempat itu, maka ia dapat minta agar
permohonannya dicatat oleh jaksa di tempat tinggalnya atau tempat ia berdiam.
permohonan itu oleh panitera dicatat dalam daftar yang dimaksud dalam pasal 202.
Ketua memerintahkan agar permohonan itu dalam waktu empat belas hari sesudah catatan itu,
diberitahukan kepada pihak lawan dan memerintahkan agar para pihak dipanggil untuk menghadap
di hadapannya. (IR. 242.)
Pasal 279.
Jika pemohon tidak datang menghadap, maka permohonan dinyatakan gu gur.
Pada hari yang telah ditentukan, maka ketua mendengar pemohon dan lawannya, jika datang
menghadap. (IR. 243.)

Pasal 280.
(s.d.u. dg. S. 1937-631.) Berita acara pendengaran dan surat-surat yang berhubungan dengan
perkara tersebut, berita acara persidangan, satu turunan resmi surat keputusan pengadilan dan
ringkasan catatan yang ada di dalam daftar tentang permohonan untuk berperkara, tanpa biaya

dikirimkan oleh panitera pengadilan negeri kepada raad van justitie yang akan memeriksa permohonan
banding itu. (IR. 244.)

(1)

(2)

Pasal 281.
Raad van justitie memutus tanpa memeriksa para pihak, hanya berdasarkan surat-surat. Dengan
sesuatu alasan seperti tersebut dalam pasal 275, juga karena jabatannya raad van justitie dapat
menolak permohonan itu.
panitera raad van justitie secepat mungkin mengirimkan turunan resmi putusan resmi raad van
justitie tersebut dengan disertai surat-surat seperti tersebut dalam pasal yang lalu kepada ketua
pengadilan negeri yang kemudian memberitahukannya kepada para pihak dengan cara tersebut
dalam pasal 205. (IR. 246.)

TITEL V. Bukti Dalam perkara perdata.


Pasal 282.
Terhadap soal bukti dan penerimaan atau penolakan alat-alat bukti dalam perkara perdata yang menjadi
wewenang hakim distrik, pengadilan distrik, peradilan oleh jaksa dan pengadilan negeri, harus
diperhatikan peraturan-peraturan pokok sebagai berikut: (IR. 162.)
Pasal 283.
Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hak atau suatu keadaan untuk menguatkan haknya atau
menyangkal hak seseorang lain, harus membuktikan hak atau keadaan itu. (KUHperd. 1865; IR. 163.)
Pasal 284.
Alat-alat bukti terdiri dari:
bukti tertulis, (KUHperd. 1867 dst.; RBg. 285 dst.)
bukti dengan saksi-saksi,
persangkaan,
pengakuan-pengakuan,
sumpah;
semuanya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal seperti berikut.
(KUHperd. 1866; IR. 164.)
Pasal 285.
Sebuah akta otentik, yaitu yang dibuat dengan bentuk yang sesuai dengan undang-undang oleh
atau di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat akta.itu dibuat, merupakan bukti lengkap
antara para pihak serta keturunannya dan mereka yang mendapatkan hak tentang apa yang dimuat
di dalamnya dan bahkan tentang suatu pernyataan belaka; hal terakhir ini sepanjang pernyataan itu
ada hubungan langsung dengan apa yang menjadi pokok akta itu. (KUHperd. 1868, 1870 dst.;
KUHp 380; IR. 165.)
Pasal 286
(1) Akta-akta di bawah tangan adalah akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat,
daftar-daftar, surat-surat mengenai rumah tangga dan surat-surat lain yang dibuat tanpa campur
tangan pejabat pemerintah.
(2) Cap jari yang dibubuhkan di !)awah surat di bawah tangan disamakan dengan tanda tangan asal
disahkan dengan suatu surat keterangan yang bertanggal oleh notaris atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh undang-undang dan menerangkan bahwa ia mengenal pemberi cap jari atau yang
diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta itu telah dijelaskan kepada si pembubuh cap jari dan
bahwa cap jari tersebut dibubuhkan di hadapannya.
(3) pejabat tersebut membukukan surat itu.
(4) pernyataan serta pembukuannya dilakukan menurut apa yang ditentukan dalam ordonansi atau
menurut peraturan-peraturan yang akan ditetapkan. (KUHperd. 1874; S. 1867-29 pasal 1; S. 191646.)
Pasal 287.
(1) Bila dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan, di luar hal seperti tersebut dalam ayat (2) pasal
286, maka surat-surat di bawah tangan yang ditandatangani dapat dilengkapi dengan keterangan
yang bertanggal yang dibuat oleh notaris atau pejabat lain yang ditentukan dalam perundangundangan yang menyatakan mengenal si penandatangan atau yang telah diperkenalkan kepadanya
dan bahwa isi akta itu telah cwelaskan kepada si penandatangan dan bahwa kemudian tanda

tangan telah dibubuhkan di hadapannya.


(2) Untuk ini berlaku ayat (3) dan (4) pasal yang lalu. (KUHperd. 1874a.)
Pasal 288.
Akta-akta di bawah tangan yang berasal dari orang Indonesia atau orang Timur Asing yang diakui oleh
mereka yang berhubungan dengan pembuatan akta itu atau yang secara hukum diakui sah,
menimbulkan bukti yang lengkap terhadap mereka yang menandatanganinya serta para ahli waris dan
mereka yang mendapat hak yang sama seperti suatu akta otentik. (KUHperd. 1875.)
Pasal 289.
Barangsiapa yang dilawan dengan surat di bawah tangan, wajib secara tegas-tegas mengakui atau
menyangkal tuhsan atau tanda tangannya, tetapi ahli warisnya atau orang yang mendapat hak cukup
dengan menerangkan bahwa ia tidak mengakui tulisannya atau tanda tangan itu sebagai dari orang yang
diwakilinya. (KUHperd. 1876.)
Pasal 290.
Dalam hal seseorang menyangkal tulisannya atau tanda tangannva ata ujika ahli waris atau orang-orang
yang mendapat hak menerangkan tidak mengakuinya, maka hakim memerintahkan agar diadakan
pemeriksaan di depan sidang terhadap kebenarannya. (KUHperd. 1877.)
Pasal 291.
(1) Surat-surat perjanjian di bawah tangan yang sifatnya sepihak mengenai pelunasan utang dengan
uang tunai atau dengan suatu barang yang dapat dinilai harganya dengan uang, harus seluruhnya
ditulis dengan tangan oleh orang yang menandatangani atau setidak-tidaknya di bawahnya, kecuali
tanda tangan juga ditulis dengan tangan oleh para penandatangan yang menyatakan
persetujuannya yang menyebutkan dengan tulisan tangan dalam huruf-huruf lengkap jumlah uang
yang harus dibayar atau besarnya ataupun banyaknya barang yang harus diserahkan.
(2) Dengan tidak adanya hal-hal tersebut di atas, maka akta yang ditandatangani itu bila perjanjiannya
disangkal, hanya dapat diterima sebagai permulaan bukti tertulis. (KUHperd. 19022.)
(3) (s.d, u, dg. S. 1938-276.) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku atas perjanjianperjanjian atas saham-saham dalam suatu pinjaman obligasi; juga atas perjanjian- perjanjian utang
oleh debitur yang dilakukan dalam merdalankan usahanya maupun atas akta-akta di bawah tangan
yang dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal 286 ayat (2) dan pasal 287.
(KUHperd 1878; S. 1867-29 pasal 4.)
Pasal 292.
Jika jumlah uang yang disebut dalam akta berbeda dengan yang dalam persetujuan, maka dianggap
perikatan itu dilakukan atas jumlah yang terkecil, meskipun akta dan persetujuan itu seluruhnya ditulis
tangan oleh orang-orang yang mengikat diri, kecuali jika dapat dibuktikan yang mana dari dua bagian
surat itu mengandung kesalahan. (KUHperd. 1879.)
Pasal 293.
Akta-akta di bawah tangan, sepanjang tidak dilengkapi dengan keterangan seperti tersebut dalam pasal
286 ayat (2) dan pasal 287 mengenai hari tanggalnya, mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak
ketiga sejak hari disahkan dan dibukukan menurut ordonansi S. 1916-46; atau sejak hari orang-orang
atau salah satu dari mereka yang menandatangani akta itu meninggal atau sejak hari terbukti adanya
dengan akta-akta yang dibuat oleh pejahat-pejabat umum; ataupun sejak hari pihak ketiga yang dilawan
dengan akta itu mengakui secara tertulis tentang keberadaannya. (KUHperd. 1880; S. 1916,-46.)

(1)

Pasal 294.
Daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga tidak merupakan bukti yang menguntungkan bagi yang
menulisnya; daftar-daftar dan surat-surat itu merupakan bukti terhadapnya:
0

1.
0

dalam semua hal surat-surat itu dengan tegas-tegas menyebut suatu pembayaran yang telah
diterimanya;

2.
(2)

bila secara tegas-tegas dinyatakan bahwa keterangan itu dibuat untuk melengkapi kekurangan
dalam titel (alas hak) untuk kepentingan orang yang melakukan perikatan.
Dalam hal-hal lain, maka hakim akan memperhatikannya sejauh dianggapnya patut. (KUHperd.
1881 .)
295. Dihapus dg. S. 1927-576.

Pasal 296.
(s.d. u. dg. S. 1927-576; 1938-276.) Hakim bebas memberikan kekuatan pembuktian untuk keuntungan
seseorang kepada pembukuannya yang dalam hal khusus dipandang patut. (KUHD 7; IR. 167.)

(1)

(2)

Pasal 297
Catatan-catatan yang dibuat oleh seorang kreditur pada suatu alas-hak yang selalu ada di
tangannya patut dipercaya, meskipun tidak ditandatangani atau diberi tanggal olehnya jika yang
ditulisnya bermaksud membebaskan debitur.
Hal yang sama berlaku atas catatan yang dibubuhkan pada lembar kedua alas-hak itu atau di atas
tanda pembayaran, asal lembar kedua atau tanda pembayaran itu ada di tangan debitur. (KUHperd.
1883.)

Pasal 298.
Pemilik suatu alas hak atas biayanya dapat menuntut pembaharuan daripadanya, jika karena usia atau
sebab lain tulisannya menjadi tidak terbaca. (KUHperd. 1884.)
Pasal 299.
Jika alas-hak itu menjadi milik beberapa orang, maka masing-masing dapat meminta agar alashak itu dititipkan kepada orang ketiga, dan juga atas biayanya menyuruh membuat turunan atau
kutipannya. (KUHperd. 1885.)
Pasal 300.
Dalam semua tingkat pemeriksaan, maka suatu pihak dapat memohon hakim untuk
memerintahkan pihak lawannya untuk menunjukkan surat-surat milik kedua pihak yang mereka masingmasing pegang yang bersangkutan dengan pokok sengketa. (KUHperd. 1886.)

(1)
(2)

Pasal 301.
Kekuatan pembuktian suatu bukti turunan terletak di akta yang asli.
Jika yang asli ada, maka turunan dan kutipannya hanya dapat dipercaya sepanjang itu sesuai
dengan aslinya yang selalu dapat dituntut untuk diperlihatkannya. (KUHperd. 1888.)

Pasal 302.
Jika alas hak asli sudah tidak ada lagi, maka turunannya mempunyai kekuatan pembuktian dengan
mengingat ketentuan-ketentuan berikut:
0

1.

2.

3.
0

4.

grosse dan turunan yang diberikan pertama mempunyai kekuatan bukti sebagai aslinya; kekuatan
yang sama ada juga pada turunan-turunan yang atas kuasa hakim dibuat di hadapan para pihak
atau mereka yang telah dipanggil dengan sepatutnya, begitu juga yang dibuat di hadapan para
pihak dengan persetuiuan mereka; (Rv. 856.)
turunan-turunan yang dibuat tanpa campur tangan hakim atau tanpa persetujuan para pihak dan
sesudah dikeluarkan grosse atau turunan pertama menurut minut akta yang pertama oleh notaris
yang aktanya dibuat di hadapannya atau oleh salah satu penggantinya atau oleh pejabat-pejabat
yang berwenang menyimpan minutnya dan berhak mengeluarkan turunan-turunan, dapat diterima
oleh hakim sebagai bukti lengkap jika aslinya hilang;
jika turunan-turunan yang dibuat menurut minutnya tidak dikeluarkan oleh notaris yang membuat
akta atau penggantinya atau pejabat-pejabat umum yang menguasai minut-minut, hanya dapat
berlaku sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan;
turunan-turunan otentik dari turunan-turunan otentik atau dari akta-akta di bawah tangan dapat,
melihat keadaan, menimbulkan bukti permulaan tertulis. (KUHperd. 1889, 19022.)

Pasal 303.
Pembukuan sebuah akta di dalam daftar-daftar umum hanya dapat berlaku sebagai permulaan
pembuktian dengan surat. (KUHperd. 1890.)
Pasal 304.
Akta mengenai pengakuan membebaskan seseorang dari kewajibannya untuk mengajukan alas hak
yang asli, asal dari situ ternyata cukup mengenai isi dari alas-alas hak. (KUHperd. 1891.)

(1)

Pasal 305
Suatu akta mengenai suatu perjanjian yang menurut undang-undang dapat dimintakan pemyataan
batal atau dibatalkan, dibenarkan atau dikuatkan, hanya berharga jika menyebut perjanjian

(2)
(3)

pokoknya, begitu pula menyebut alasan-alasan yang memungkinkan dituntutnya pembatalan dan
dengan maksud untuk memperbaiki kekurangan yang menjadi dasar gugatannya.
Jika tidak ada akta pembenaran atau penguatan, maka cukuplah perikatan itu dilaksanakan secara
sukarela sesudah saat perikatan itu dengan cara yang ada dapat dibenarkan atau dikuatkan.
pembenaran, penguatan atau pelaksanaan secara sukarela suatu perikatan dalam bentuk dan
pada saat yang diharuskan undang-undang dipandang sebagai melepaskan upaya serta eksepsi
yang sebenarnya dapat dipergunakan menyangkal akta, dengan tidak mengurangi hak pihak
ketiga. (KUHperd. 1892.)

Pasal 306
Keterangan satu orang saksi tanpa disertai alat bukti lain, menurut hukum tidak boleh dipercaya.
(KUHperd. 1905; IR. 169.)
Pasal 307.
Jika kesaksian-kesaksian beberapa orang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri mengenai berbagai
peristiwa karena keterkaitannya dan hubungannya digunakan untuk menguatkan suatu perbuatan, maka
hakim mempunyai kebebasan untuk memberi kekuatan pembuktian terhadap kesaksian masing-masing,
segala sesuatu dengan memperhatikan keadaan. (KUHperd. 1906; IR. 170.)
Pasal 308
(1) Tiap-tiap kesaksian harus disertai alasan mengenai pengetahuan saksi.
(2) pendapat-pendapat khusus serta perkiraan-perkiraan yang disusun dengan pemikiran bukan
merupakan kesaksian. (KUHperd. 1907; IR. 171.)
Pasal 309.
Dalam menilai kekuatan kesaksian, hakim harus memperhatikan secara khusus kesesuaian saksi yang
satu dengan yang lain; persamaan kesaksiankesaksian itu dengan hal-hal yang dapat ditemukan
mengenai perkara yang bersangkutan dalam pemeriksaan; alasan-alasan yang dikemukakan saksi
sehingga Ia dapat mengemukakan hal-hal seperti itu; Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi dan
pada umumnya semua yang sedikit banyak dapat berpengarub atas dapat tidaknya dipercaya.
(KUHperd. 1908; IR. 172.)
Pasal 310.
Persangkaan/dugaan belaka yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan hanya boleh
digunakan hakim dalam memutus suatu perkara jika itu sangat penting, cermat, tertentu dan
bersesuaian satu dengan yang lain. (KUHperd. 1916, 1921 dst.; IR. 173.)
Pasal 311
Pengakuan yang dilakukan di depan hakim merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang
mengemukakannya secara pribadi, maupun lewat seorang kuasa khusus. (KUHperd. 1925; IR. 174.)
Pasal 312
Adalah terserah kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim, untuk menentukan kekuatan mana
yang akan diberikannya kepada suatu kesaksian yang diberikan di luar sidang pengadilan. (KUHperd.
1928; IR. 175.)
Pasal 313
Tiap pengakuan harus diterima seutuhnya dan hakim tidak bebas, dengan merugikan orang lain yang
memberi pengakuan, untuk menerima sebagian dan menolak bagian lain, dan hal itu boleh dilakukan
hanya sepanjang orang yang berutang, bermaksud untuk membebaskan diri dengan mengemukakan
hal-hal yang terbukti palsu adanya. (KUHperd. 1924; IR. 176.)
Pasal 314
Dari seorang yang dalam suatu perkara mengucapkan sumpah yang dibebankan kepadanya oleh pihak
lawannya atau yang mengembalikan wajib sumpah itu kepada lawannya atau yang oleh hakim
diperintahkan mengangkat sumpah, tidak boleh dimintakan bukti lain untuk menguatkan apa yang telah
diucapkan dengan sumpah sebagai hal yang benar. (KUHperd. 1936; IR. 177.)

Anda mungkin juga menyukai