Anda di halaman 1dari 21

Pemanfaatan Limbah Penjernihan Air PDAM Surakarta Untuk Pembuatan

Aluminium Sulfat
Rusdiansjah. A 130809012, 2011.Pemanfaatan Limbah Penjernihan Air PDAM Surakarta
Untuk Pembuatan Aluminium Sulfat. Pembimbing I : Prof. Dr. Ashadi. Pembimbing II : Dr.
Prabang Setyono, M.Si. Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas
Sebelas Maret
Air sungai di Indonesia dan juga sebagian besar sungai yang ada di dunia jarang ditemukan
dalam keadaan bening atau jernih. Oleh karena itu untuk memperoleh air yang jernih yang
berasal dari sungai haruslah dilakukan proses penghilangan kekeruhan. Air sungai keruh
disebabkan karena adanya partikel-partikel lumpur yang berujut koloid yang tidak mau
mengendap walaupun dibiarkan lama dalam bak pengendap.Proses yang sangat penting pada
pengolahan air sungai menjadi air minum adalah proses penjernihan. Karena persyaratan air
minum secara fisik adalah tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan jernih atau tidak
keruh.
Proses penghilangan kekeruhan dilakukan dengan menambahkan bahan kimia yang disebut
koagulan yang bisa berasal dari garam Al atau Fe. Di Indonesia biasanya menggunakan
garam Aluminium yang disebut tawas atau alum, Al2(SO4)3.18 H2O). Atau senyawa
turunannya seperti PAC ( Poli Aluminium Chlorida ).
Didalam air garam Aluminium ini akan terionisasi menjadi Al+3 yang apabila dalam kondisi
basa/alkali akan mengendap membentuk endapan putih yang disebut floc dari Al(OH)3.
Aluminium yang ada didalam tanah atau di dalam air bisa mengganggu ketersediaan hara
pada tanaman dan menyebabkan ikan akan mati. Aluminium berbahaya karena bisa larut lagi
karena adanya penurunan pH dari tanah atau air yang disebabkan hujan asam. Limbah lumpur
yang keluar dari bak clarifier sebagian besar mengandung senyawa Aluminium hidroksida
yang bisa diambil untuk dipakai kembali sebagai bahan koagulan. Senyawa aluminium
hidroksida hasil pengolahan air baku dari PDAM Jurug Surakarta yang dibuang ke
lingkungan bisa diambil kembali dengan menggunakan asam sulfat .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak senyawa asam yang yang dipakai
untuk mengambil Al (OH)3 dan mengubahnya menjadi senyawa Al2(SO4)3. Serta membuat
modeling proses pembuatan larutan tawas dari limbah lumpur proses penjernihan air PDAM
Jurug, Solo.
Metoda yang dipakai untuk menganalisis hasil percobaan dengan metoda gravimeteri yaitu
mengukur berat Al2(SO4)3 sebagai Al(0H)3 terhadap pemakaian asam sulfat yang
direaksikan dengan lumpur limbah PDAM.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa untuk mendapat larutan Al2(SO4)3 dengan pH= 3
sebanyak 1,4 gr untuk setiap 19,315 gr.lumpur kering.
Dan persamaan untuk modelnya adalah y = -0,01772 + 0,9285x 0,4024 dengan y
banyaknya Al2(SO4)3 dan x volume asam sulfat bj 1,2806. Dan nilai R = 0,969
Kata kunci: penjernihan, lumpur, asamsulfat, aluminium hidoksida.
ABSTRACT
Rusdiansjah. A 130809012.2011 Utilizing Sludge from Water Purification Process in
PDAM Surakarta to Make Aluminum Sulfate. The first commission of supervision is Prof.
Dr. Ashadi. The second supervision is Dr. Prabang Setyono, M.Si. Post graduate Thesis Of
Ecology Science of Surakarta Sebelas Maret University.
Water flowing in rivers around the world is rarely found clear and pure. To obtain clean
water from the river, we have to process it to reduce its turbidity. The turbidity in the water is
caused by sludge particle forming a colloid which cant be settled even after a long residence
time inside a settling tank.A very important process to obtain drinkable water from the river
is the purification because the drinkable water specifications are colorless, odorless, tasteless,
and turbid less.
The process to remove turbidity requires chemical addition called the coagulant which is a
salt substance from Al or Fe. The most common substance used in Indonesia is aluminum salt
called tawas or alum (Al2(SO4)3.18H2O) or its derivatives such as PAC (Poly Aluminum
Chloride). The aluminum salt will be ionized to Al3+ in the water which later will make a
white settling substance called flock from Al(OH)3 if the system is base or alkali
Aluminum contained in the water or the soil can affect the stability of plants nutrient which
causes fishs deaths. Aluminum is dangerous because of its ability to solve if the pH of soil
and water is low enough which usually caused by the acid rain.
Sludge waste coming from the clarifier mostly containsaluminum hydroxide which can be
reprocessed to be used as coagulant. The aluminum hydroxide waste resulted from water
processing in PDAM Surakarta can be reobtained using sulphuric acid.
The aim of this research is to determine the amount of acid used to obtain Al(OH)3 and
transform it to Al2(SO4)3, and to create the model of alum solution making from the sludge
derived from water purification process done in PDAM Jurug, Solo
The method to analyze the result is gravimetric. Its done by measuring the mass of
Al2(SO4)3 as Al(OH)3, to sulfuric acid reacted with sludge waste of PDAM.
The experiment shows that we can obtain Al2(SO4)3 with pH = 3 as much as 1,4gr for every
19,315gr dried sludge. The equation resulted from modeling is
y = -0,01772 + 0,9285x 0,4024 with y is the amount of Al2(SO4)3 and x is the amount of
sulfuric acid with the density 1,2806. The value of R is 0,969.
Keywords : purification, sludge, sulfuric acid, aluminum hydroxi








PDAM Bandarmasih merupakan PDAM pertama yang ada di Banjarmasin, Kalimantan
Selatan. Kapasitas pengolahan awalnya hanya 35 lt/detik dan kini berkembang hingga 546
lt/detik. PDAM yang menurut data BPPSPAM 2009 termasuk salah satu PDAM yang masuk
dalam kategori sehat ini pada dasarnya terbagi menjadi dua sistem pengolahan (water
treatment plant) yaitu IPA 1 A Yani dan IPA 2 Pramuka. Kedua sistem pengolahan ini
menggunakan cara yang konvensional dan tetap terjamin kualitasnya. IPA 1 A Yani melayani
wilayah Banjarmasin Barat sedangkan IPA 2 Pramuka melayani wilayah Banjarmasin Utara,
Tengah, Timur dan Selatan. Kapasitas pengolahan IPA 1 ialah 546 lt/detik sedangkan
kapasitas pengolahan IPA 2 Pramuka sebesar 1.025 lt/detik.

PDAM Bandarmasih menggantungkan kelangsungan pengolahan dari
air sungai sebagai air baku terutama IPA 1 A Yani yang memanfaatkan air dari sungai Bilu.
Musim kemarau panjang merupakan ancaman besar bagi sistem pengolahan di IPA 1 A Yani.
Lokasi sungai Bilu yang merupakan cabang dari sungai Martapura ini sewaktu-waktu akan
meningkat kadar garamnya (>250 mg/l) jika terjadi musim kemarau berkepanjangan sebab air
laut akan masuk (intrusi) ke sungai Martapura dan akhirnya masuk ke sungai Bilu. Jika air
dalam kondisi demikian maka air akan sulit untuk diolah. Untuk mensiasatinya maka IPA 1
A Yani akan mengambil air baku dari IPA 2 Pramuka (sungai Tabuk) dengan cara
mengoplosnya dengan air dari sungai Bilu. Namun jika kadar garam terlampau tinggi
(pernah sampai 1700 mg/l) maka air baku dari sungai Bilu tidak akan diambil dan hanya
digunakan air baku dari sungai Tabuk (sumber air baku IPA 2 Pramuka). Umumnya air baku
terus dipantau kualitas fisiknya setiap 2 jam sekali serta setiap bulannya air akan diuji
kandungan kimia dan bakteri baik dari unit pengolahan dan di pelanggan yang dipilih pada
beberapa titik pelayanan.

Banjarmasin merupakan kota yang sistem perekonomiannya maju. Kemajuan ini menjadi
peluang tersendiri bagi PDAM untuk mengembangkan jaringannya. Maka dengan visi utama
Menjadikan PDAM Bandarmasih menjadi Perusahaan Air Minum yang Mandiri,
Profesional dan Terbaik dalam Pelayanan, PDAM ini mampu membuktikan diri dengan
berhasilnya meraih ISO 9001 versi 2000 dari TUV NORD sebagai PDAM yang berhasil
menerapkan sistem manajemen mutu yang memenuhi persyaratan internasional pada tahun
2009 dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan. Selain itu pada tahun 2004 dan 2006
berhasil pula meraih penghargaan Piala Pelayanan Prima dari presiden RI. Dengan
demikian slogan PDAM : banyu kada bewayahan (air tidak ada batas waktu) menjadi pondasi
bukti keloyalan PDAM untuk tetap melayani pelanggan dengan layanan terbaiknya seperti
adanya pelayanan untuk pemasangan sambungan 1 hari (one day service) bagi pelanggan
baru, layanan gangguan distribusi selama 24 jam selama 7 hari serta adanya drinking fountain
yang boleh dikonsumsi oleh siapa saja. Untuk mencapai titik yang demikian tentu tidak lepas
dari tangan-tangan profesional yang terus menjaga kualitas air serta kepuasan pelanggan
terhadap kinerja pelayanan PDAM.

Namun di samping itu, PDAM ini belum mampu mengolah hasil
akhir dari buangan lumpur dari sistem pengolahan. Selama ini, lumpur-lumpur tersebut hanya
ditumpuk di suatu lahan terbuka tanpa dimanfaatkan. Padahal lumpur PDAM merupakan
suatu bahan alternatif untuk diolah kembali menjadi bahan bangunan seperti batako ataupun
mengekstraknya menjadi koagulan yang dapat dimanfaatkan kembali untuk menjernihkan air
baku. Sayangnya belum ada penelitian lanjut untuk ini.

PDAM Bandarmasih merupakan tempat yang relevan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa
Teknik Lingkungan untuk belajar dan menerapkan ilmu yang selama ini didapatkan saat
kuliah. Hal ini dapat dilaksanakan dalam kegiatan kerja praktik maupun tugas akhir.

PROSES PENGOLAHAN DI IPA 1 A. YANI
Proses pengolahan terdiri dari beberapa tahapan yaitu sebagaimana yang tercantum dalam
bagan berikut :



Intake yang berada di sungai Bilu akan dibawa melalui pipa dengan diameter 600 mm ke bak
pengumpul. Jarak antara intake dan sungai Bilu sekitar 6 km. Dari bak pengumpul ini air
akan mengalir ke bak koagulator dengan cara terjunan dan dicampurkan dengan koagulan
yang berupa PAC yang dialirkan melalui pipa.

Setelah itu air akan masuk ke dalam sistem pulsator. Inlet dari sistem pulsator inilah yang
disebut dengan bak pengaduk lambat sebab di tempat inilah diharapkan flok-flok telah
terbentuk. Hal yang menarik dari sistem pulsator adalah adanya sistem selimut lumpur yang
berfungsi untuk menyaring flok-flok yang telah terbentuk agar tidak ikut ke sistem
pengolahan selanjutnya. Dengan demikian, air bersih akan lolos dari selimut lumpur tersebut.
Jika kondisi lumpur telah pekat maka otomatis lumpur akan dibawa ke bak pengumpul
lumpur yang berada di dekat bak pulsator.
Sistem di pulsator mengandalkan tekanan udara dari pompa blower yang ada di dalamnya.
Dengan adanya vacuum chamber maka air akan naik dan memenuhi ruang pulsator. Di dalam
pulsator terdapat stealing plate yang berfungsi sebagai penenang air sehingga terjadi kondisi
diam di pulsator. Untuk memaksimalkan hal tersebut maka digunakan tube settler sehingga
diharapkan flok-flok yang terbentuk sudah maksimal, mengendap di dasar bak, dan air bersih
akan masuk ke pengolahan selanjutnya yaitu filtrasi.

IPA 1 A Yani memiliki 7 unit filtrasi yang masih dapat beroperasi
dengan baik. Ketujuh unit ini menggunakan media pasir silika dan di bagian bawah media
terdapat nozzle sebagai penyangganya. Setiap unit filtrasi masing-masing terhubung ke satu
unit bak siphon sebelum air masuk ke reservoar. Pembersihan filtrasi dilakukan secara
manual dan semi otomatis. Secara manual, dinding-dinding filtrasi akan dibersihkan setiap
pagi oleh petugas agar tidak ada lumpur yang menempel di filtrasi yang dapat menyebabkan
gangguan dalam proses produksi. Sedangkan semi otomatis

Dari bak siphon ini akan terhubung dengan saluran menuju ke storage well baru kemudian
masuk ke reservoar dan dipompakan ke pelanggan. Pada storage well inilah air akan
diberikan desinfektan berupa gas klor. Sisa klor di pelanggan diharapkan memiliki kadar >
0,8 mg/liter. Oleh sebab itu pemantauan berkala selalu dilakukan dengan cara pengambilan
sampel di beberapa titik wilayah pelayanan agar kualitas air tetap terjaga hingga ke
pelanggan paling jauh sekalipun.
















PAC (POLY ALUMINIUM CHLORIDE)
PAC ( Poly Aluminium Chloride )
Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium chloride (PAC),
Aln(OH)mCl3n-m.
Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride yang
dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi
berikut :
n AlCl3 + m OH . m Na+ Al n (OH) m Cl 3n-m + m Na+ + m Cl
Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak stabil.
PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium
bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum
Alm(OH)nCl(3m-n). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya
adalah :
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan
pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat
rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan
sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok.
3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat
bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang umumnya
dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama gugusan protein, amina,
amida dan penyusun minyak dan lipida.
4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang
lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang
mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu
grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan
didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan
bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik
parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan
hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite yang dapat
mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, ini berarti
disamping penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga
penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan bahan untuk
netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari
gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat
dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih
padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah
berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi
over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.




























Kadar Al dalam Tawas

Aluminium dapat diendapkan dari garamnya sebagai Aluminium Hidroksida.
Endapan ini mudah larut pada pH yang cukup tinggi. Oleh karena itu sebagai pengendap
tidak dapat dipakai basa kuat. Untuk menjaga pH dipakai amonium klorida sebagai pendapar.
Endapan dicuci dengan amonium nitrat 2 %.

Tawas/aluminium adalah sejenis koagulan dengan rumus Al2SO4.11H2O atau
14H2O atau 18H2O, umunya yang digunakan adalah 18H2O. Semakin banyak ikatan
molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap tetapi pada
umunya tidak stabil. Pada pH <7 terbentuk Al(OH) 2+, Al(OH)2 2+, Al2(OH)2. Pada pH > 7
terbentuk Al(OH) -4. Flok - flok Al(OH)3 mengendap berwarna putih.

Gugus pertama dari proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum
pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan kekurangan dosis maka
air akan nampak seperti air beku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna.
Tetapi apabila pH rendah atau boleh dikatakan kelebihan dosis maka air akan nampak
keputih-putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih.
Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang
tepat dalam penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :
Al2(SO)4 + 6H2O --------> 2Al(OH)3 + 6H+ + 3SO42-

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H+dengan kadar yang tinggi
ditambahkan oleh adanya ion aluminium. Ion aliminium bersifat amfoter sehingga
bergantung pada kondisi lingkungan yang mempengaruhinya. Karena suasananya asam maka
aluminium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi turun.

Jika zat-zat ini dilarutkan dalam air maka, akan terjadi disosiasi garam menjadi
ion kation logam dan anion. Ion logam akan menjadi lapisan dalam larutan dengan
konsentrasi lebih rendah daripada air, hal ini noleh muatan positif yang kuat pada permukaan
ion logam (hidratasi) dengan membentuk molekul heksaquo ( yaitu 6 molekul air yang
digabung berdekatan ) atau disebut dengan (H2O)63+, seperti [Al(H2O6]3+.

Ion seperti ini hanya stabil pada media yang sedikit asam, untuk aluminium pada
pH < 4, untuk Fe pada pH < 2.

Jika pH meningkat ada proton yang akan lepas dari ion logam yang terikat tadi dan
bereaksi sebagai asam.

Sebelum digunakan satu hal yang harus disiapkan yaitu larutan koagulan. Di dalam
larutan koagulan harus lebih efektif, bila berada pada bentuk trivalen ( valensi 3 ) seperti
Fe3+ atau Al3+,menghasilkan pH < 1,5. Bila larutan alum ditambahkan ke dalam air yang
akan diubah terjadi reaksi sebagai berikut :
Reaksi hidrolisa : Al3+ + 3H2O ----> Al(OH)3 + 3H+ ....... 1)
Jika alkalinitas dalam air cukup, maka terjadi reaksi :
Jika ada : CO32- + H+ --------> HCO3- + H2O ............2)
Atau dengan : HCO3 - + H+ -------> CO2 + H2O ..........3)
Dari reaksi di atas menyebabkan pH air turun.

Kelarutan Al(OH)3 sangat rendah, jadi pengendapan akan terjadi dalam bentuk flok.
Bentuk endapan lainnya ialah Al2O3nH2O seperti ditunjukkan reaksi :
2Al3+ + (n+3)H2O ------> Al2O3nH2O + 6H+
Ion H+ bereaksi dengan alkalinitas.

Reaksi-reaksi hidrolisa yang terjadi di atas merupakan persamaan hidrolisa secara
keseluruhan. Reaksi 1, biasanya digunakan untuk menghitung perubahan alkalinitas dan pH.

Pada kenyataannya ion Al3+ dalam larutan koagulan terhidrasi dan akan
berlangsung dengan ketergantungan kepada pH hidrolisa. Senyawa yang terbentuk bermuatan
positif dan akan berinteraksi dengan zat kotoran seperti koloid.
[Al(H2O)6]3+ --------> [Al(H2O)5OH]2+ + H+
[Al(H2O)5OH]2+ --------> [Al(H2O)4(OH)2]2+ + H+
[Al(H2O)4(OH)2]2+ ------> [Al(H2O)3(OH)3] + H+ endapan
[Al(H2O)3(OH)3] --------> [Al(H2O)2(OH)4]- + H+ terlarut
Tahap pertama terbentuk senyawa dengan lima molekul air dan satu hidroksil yang muatan
total akan turun dari 3+ menjadi 2+ misalnya : [Al(H2O)5OH]2+

Jika pH naik terus sampai mencapai +/- 5 maka akan terjadi reaksi tahap kedua
dengan senyawa yang memiliki 4 molekul air dan 2 gugus hidroksil. Larutan dengan pH > 6 (
dipengaruhi oleh Ca2+) akan terbentuk senyawa logam netral (OH)3 yang tidak bisa larut dan
mempunyai volume yang besar dan bisa diendapkan sebagai flok.

Jika alkalinitas cukup, ion H+ yang terbentuk akan terlepas dan endapan
[Al(H2O)3(OH)3] atau hanya (OH)3 yang terbentuk. Pada pH lebih besar dari 7,8 ion
aluminat [Al(H2O)2(OH)4]- atau hanya Al(OH)3 yang terbentuk yang bermuatan negatif
dan larut dalam air. Untuk menghindari terbentuknya senyawa aluminium terlarut, maka
jangan dilakukan koagulasi dengan senyawa aluminium pada pH yang lebih besar dari 7,8.

Polimerisasi senyawa aluminium hidroksil berlangsung dengan menghasilkan
kompleks yang mengandung ion Al3+ yang berbeda berikatan dengan ion lainnya oleh OH-.
Selama koagulasi pengaruh ion OH- dan H+ adalah penting untuk menentukan hasil
hidrolisa. Aluminium sering membuat kompleks 6 s/d 8 dibandingkan dengan ion Fe(III)
yang membentuk suatu rantai polimer yang panjang. Senyawa itu disebut dengan cationic
polynuclier metal hydroxo complex dan bersifat sangat mengadsorbsi di permukaan zat
padat. Bentuk hidrolisa yang akan terbentuk dalam air, sebagian besar tergantung pada pH
awal, kapasitas dapar (buffer), suhu, maupun konsentasi koagulan dan kondisi ionik ( Ca2+
dan SO42+) maupun juga dari kondisi pencampuran dan kondisi reaksi.

Senyawa Al yang lainnya adalah sodium aluminat, NaAlO2 atau Na2Al2O4. Kelebihan
NaOH yang ditambahkan ( rasio Na2O/Al2O3 dalam Na2Al2O4 adalah 1,2 - 1,3/1) untuk
menaikkan stabilitas sodium aliminat. Penambahan zat ini dalam bentuk larutan akan
menghasilkan reaksi sebagai berikut :
AlO2 + 2H2O -------> Al(OH)4-
Al(OH)4- ---------> Al(OH)3 + OH-
Reaksi kedua hanya mungkin bila asiditas dalam air cukup untuk menghilangkan ion
OH- yang terbentuk sehingga menyebabkan kenaikan pH. Pada prakteknya satu hal
dipertimbangkan untuk memberikan kelebihan asam dari larutan alum (pH 1,5) yang
ditambahkan dan yang lainnya kelebihan NaOH di dalam sodium aluminat ( untuk stabilitas
).

Jika kehadiran alkalinitas di dalam air cukup, pada koagulasi dengan koagulan garam
Al ion H+ yang terbentuk akan diambil dan terbentuk endapan [Al(H2O)3(OH)3] atau hanya
Al(OH)3 , dimana bentuk ini bermanfaat pada pembentukan flok (mekanisme adsorbsi).

PAC (Poly Aluminium Chloride)

Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Poly Aluminium Chloride
(PAC), Aln(OH)mCl3 n - m. Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat Poly
Aluminium Chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida.

PAC adalah suatu pernsenyawaan organik komplek, ion hidroksil serta ion aluminium
bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum
Alm(OH)nCl (3m - n ). Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibandingkan koagulan
lainnya adalah :

PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan
pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
Kandungan belerang dengan dosis yang cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai
siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai karbon yang pendek dan sederhana sehingga
mudah untuk diikat membentuk flok.
Kadar klorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan
merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon yang umumnya dalam struktru ekuatik
membentuk suatu makromolekul terutama gugusan protein, amino, amida dan penyusun
minyak dan lipida.
PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannyaberlebihan, sedangkan koagulan yang lain (
seperti aluminium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat ) bila dosis berlebihan bagi air yang
mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu
grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebihan maka akan
didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan
bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan parabola
terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis maka akan menaikkan kekeruhan hasil
ahir, hal ini perlu ketepatan dosis.
PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit yang dapat mengutangi
atau tidak perlu sama sekali, dalam pemakaian bahan pembantu, ini disamping
penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air.
Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan
bahan untukneutralisasi dapat dilakukan.
PAC lebih cepat membentuk daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugusan aktif
aluminat yang bekerja efektif dengan mengikat koloid ikatan ini diperkuat dengan rantai
polimer dari gugus polielektron, sehingga gumpalan floknya menjadi padat. Penambahan
gugus hidroksil ke dalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul ,
dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi overload bagi
instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.
Pada kasus pembentuka flok yang lemah dengan menggunakan dosis tawas optimum
untuk menghilangkan warna, polyaluminium klorid dapat dengan mudah memproduksi flok
yang kuat dalam air dengan jangkauan dosis yang lebih kecil dan rentang pH yang lebih
besar, tanpa mempertimbangkan kehadiran alkalinitas yang cukup.
























BAHAN KIMIA PENJERNIH AIR (KOAGULAN).
Posted by admin under Tak Berkategori
[78] Comments
Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di
dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positip yang digunakan untuk
mendestabilisasi muatan negatip partikel. Dalam pengolahan air sering dipakai garam dari
Aluminium, Al (III) atau garam besi (II) dan besi (III).
Koagulan yang umum dan sudah dikenal yang digunakan pada pengolahan air adalah
seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
NAMA FORMULA BENTUK
REAKSI
DENGAN
AIR
pH
OPTIMUM
Aluminium sulfat,
Alum sulfat, Alum,
Salum
Al
2
(SO
4
)
3
.xH
2
O
x = 14,16,18
Bongkah,
bubuk
Asam 6,0 7,8
Sodium aluminat
NaAlO
2
atau
Na
2
Al
2
O
4

Bubuk Basa 6,0 7,8
Polyaluminium
Chloride, PAC
Al
n
(OH)
m
Cl
3n-m

Cairan,
bubuk
Asam 6,0 7,8
Ferri sulfat Fe
2
(SO
4
)
3
.9H
2
O Kristal halus Asam 4 9
Ferri klorida FeCl
3
.6H
2
O
Bongkah,
cairan
Asam 4 9
Ferro sulfat FeSO
4
.7H
2
O Kristal halus Asam > 8,5
Tabel. Jenis Koagulan
Zat Koagulan terhidrolisa yang paling umum digunakan dalam proses pengolahan air
minum adalah garam besi (ion Fe
3+
) atau Aluminium (ion Al
3+
) yang terdapat didalam
bentuk yang berbeda-beda seperti tercantum di atas dan bentuk lainnya seperti :
1. AlCl
3

2. Aluminium klorida dan sulfat yang bersifat basa/alkalis
3. Senyawa kompleks dari zat-zat tersebut diatas.
Riview
.!!! @_pararaja.
Alum/Tawas
Tawas/Alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al
2
S0
4
11 H
2
O atau 14
H
2
O atau 18 H
2
O umumnya yang digunakan adalah 18 H
2
O. Semakin banyak ikatan molekul
hidrat maka semakin banyak ion lawan yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya
tidak stabil. Pada pH < 7 terbentuk Al ( OH )
2+
, Al ( OH )
2

4+
, Al
2
( OH )
2

4+
.Pada pH > 7
terbentuk Al ( OH )
-4
. Flok flok Al ( OH )
3
mengendap berwarna putih.
Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada
pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak
seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila
pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih putihan karena
terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk
hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan
air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan.:
Al
2
S0
4
+ 6 H
2
O Al ( OH )
3
+ 6 H
+
+ SO
4
2-

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H
+
dengan kadar yang tinggi ditambah oleh
adanya ion alumunium. Ion Alumunium bersifat amfoter sehingga bergantung pada suasana
lingkungan yang mempengaruhinya. Karena suasananya asam maka alumunium akan juga
bersifat asam sehingga pH larutan menjadi turun.
Jika zat-zat ini dilarutkan dalam air, akan terjadi disosiasi garam menjadi kation
logam dan anion. Ion logam akan menjadi lapisan dalam larutan dengan konsentrasi lebih
rendah dari pada molekul air, hal ini disebabkan oleh muatan posistif yang kuat pada
permukaan ion logam (hidratasi) dengan membentuk molekul heksaquo (yaitu 6 molekul air
yang digabung berdekatan) atau disebut dengan logam (H
2
O)
6
3+
, seperti [Al.(H
2
O)
6
]
3+
.
Ion seperti ini hanya stabil pada media yang sedikit asam , untuk aluminium pada pH
< 4, untuk Fe pada pH < 2.
Jika pH meningkat ada proton yang akan lepas dari ion logam yang terikat tadi dan
bereaksi sebagai asam.
Sebelum digunakan satu hal yang harus disiapkan yaitu larutan koagulan. Di dalam
larutan, koagulan harus lebih efektif, bila berada pada bentuk trivalen (valensi 3) seperti
Fe
3+
atau Al
3+
, menghasilkan pH < 1,5. Bila larutan alum ditambahkan ke dalam air yang
akan diolah terjadi reaksi sebagai berikut :
Reaksi hidrolisa : Al
3+
+ 3H
2
O Al(OH)
3
+ 3H
+


.1)
Jika alkalinitas dalam air cukup, maka terjadi reaksi :
Jika ada CO
3
2
: CO
3
2
+ H
+
HCO
3

+ H
2
O ..2)
Atau dengan HCO
3

: HCO
3

+ H
+
CO
2
+ H
2
O 3)
Dari reaksi di atas menyebabkan pH air turun.
Kelarutan Al(OH)
3
sangant rendah, jadi pengendapan akan terjadi dalam bentuk flok.
Bentuk endapan lainnya adalah Al
2
O
3
. nH
2
O seperti ditunjukkan reaksi :
2Al
3+
+ (n+3)H
2
O Al
2
O
3
.nH
2
O + 6H
+

Ion H
+
bereaksi dengan alkalinitas.
Reaksi-reaksi hidrolisa yang tercantum di atas merupakan persamaan reaksi hidrolisa
secara keseluruhan. Reaksi 1) biasanya digunakan untuk menghitung perubahan alkalinitas
dan pH.
Pada kenyataannya ion Al
3+
dalam larutan koagulan terhidrasi dan akan berlangsung
dengan ketergantungan kepada pH hidrolisa. Senyawa yang terbentuk bermuatan positip dan
dapat berinteraksi dengan zat kotoran seperti koloid.
[Al(H
2
O)
6
]
3+
[Al(H
2
O)
5
OH]
2+
+ H
+

[Al(H
2
O)
5
OH]
2+


[Al(H2O)
4
(OH)
2
]
+
+ H
+

[Al(H
2
O)
4
(OH)
2
]
+


[Al(H
2
O)
3
(OH)
3
] + H
+
endapan
[Al(H
2
O)
3
(OH)
3
] [Al(H
2
O)
2
(OH)
4
]

+ H
+
terlarut
Tahap pertama terbentuk senyawa dengan 5 molekul air dan 1 gugus hidroksil yang muatan
total akan turun dari 3+ menjadi 2+ misalnya : [Al(H
2
O)
5
OH]
2+
.
Jika pH naik terus sampai mencapai 5 maka akan terjadi reaksi tahap kedua dengan
senyawa yang mempunyai 4 molekul air dan 2 gugus hidroksil. Larutan dengan pH >6
(dipengaruhi oleh Ca
2+
) akan terbentuk senyawa logam netral (OH)
3
yang tidak bisa larut dan
mempunyai volume yang besar dan bisa diendapkan sebagai flok (di IPA).
Jika alkalinitas cukup ion H+ yang terbentuk akan terlepas dan endapan
[Al(H
2
O)
3
(OH)
3
] atau hanya Al(OH)
3
yang terbentuk. Pada pH lebih besar dari 7,8 ion
aluminat [Al(H
2
O)
2
(OH)
4
]

atau hanya Al(OH)
4
]

yang terbentuk yang bermuatan negatip dan
larut dalam air. Untuk menghindari terbentuknya senyawa aluminium terlarut, maka jangan
dilakukan koagulasi dengan senyawa aluminium pada nilai pH lebih besar dari 7,8.
Polimerisasi senyawa aluminium hidroksil berlangsung dengan menghasilkan
kompleks yang mengandung ion Al yang berbeda berikatan dengan ion lainnya oleh grup
OH

. Contoh :
OH [(H
2
O)
4
Al Al(H
2
O)
4
]
4+
atau Al
2
(OH)
2
4+

OH Polinuklir Al kompleks diajukan untuk diadakan, seperti :
[Al
7
(OH)
17
]
4+
; [Al
8
(OH)
20
]
4+
; [Al
13
(OH)
34
]
5+

Selama koagulasi pengaruh pH air terhadap ion H
+
dan OH

adalah penting untuk
menentukan muatan hasil hidrolisa. Komposisi kimia air juga penting, karena ion divalen
seperti SO
4
2
dan HPO
4
2
dapat diganti dengan ion-ion OH

dalam kompleks oleh karena itu
dapat berpengaruh terhadap sifat-sifat endapan.
Presipitasi dari hidroksida menjamin adanya ion logam yang bisa dipisahkan dari air
karena koefisien kelarutan hidroksida sangat kecil. Senyawa yang terbentuk pada pH antara 4
6 dan yang terhidrolisa, dapat dimanfaatkan untuk polimerisasi dan kondensasi (bersifat
membentuk senyawa dengan atom logam lain) misalnya Al
6
(OH)
15
3+
.
Aluminium sering membentuk komplek 6 s/d 8 dibandingkan dengan ion Fe (III)
yang membentuk suatu rantai polimer yang panjang. Senyawa itu disebut dengancationic
polynuclier metal hydroxo complex dan sangat bersifat mengadsorpsi dipermukaan zat-zat
padat. Bentuk hidrolisa yang akan terbentuk didalam air , sebagian besar tergantung pada pH
awal, kapasitas dapar (buffer), suhu, maupun konsentrasi koagulan dan kondisi ionik
(Ca
2+
dan SO
4
2
) maupun juga dari kondisi pencampuran dan kondisi reaksi.
Senyawa Al yang lainnya adalah sodium aluminat, NaAlO
2
atau Na
2
Al
2
O
4
. Kelebihan
NaOH yang ditambahkan (rasio Na
2
O/Al
2
O
3
dalam Na
2
Al
2
O
4
adalah : 1,2 1,3/1) untuk
menaikkan stabilitas sodium aluminat. Penambahan zat ini dalam bentuk larutan akan
menghasilkan reaksi berikut :
AlO
2

+ 2H
2
O Al(OH)
4


Al(OH)
4

Al(OH)3 + OH


Reaksi kedua hanya mungkin bila asiditas dalam air cukup untuk menghilangkan ion
OH

yang terbentuk sehingga menyebabkan kenaikan pH.
CO
2
+ OH

HCO
3


HCO
3

+ OH

CO
3
2
+ H
2
O
Kadang-kadang bila air tidak mengandung alkalinitas, perpaduan antara sodium
aluminat dan alum digunakan untuk menghindari perubahan pH yang besar dan untuk
membuat pH relatif konstan.
2Al
3+
+ 3SO
4
2
+ 6H
2
O 2Al(OH)
3
+ 3SO
2
+ 6H
+

6AlO
2
+ 6Na
+
+ 12H
2
O 6Al(OH)
3
+ 6Na
+
+ 6OH


_________________________________________________________
2Al
3+
+ 3SO
4
2
+ 6Na
+
+ 6AlO
2

+ 12H
2
O 8Al(OH)
3
+ 6Na
+
+3SO
4
2

Pada prakteknya satu hal dipertimbangkan memberikan kelebihan asam dari larutan
alum (pH 1,5) yang ditambahkan dan yang lainnya kelebihan NaOH di dalam sodium
aluminat (untuk stabilitas).
Pada kekeruhan yang disebabkan tanah liat sangat baik dihilangkan dengan batas pH
antara 6,0 sampai dengan 7,8; penghilangan warna umumnya dilakukan pada pH yang sedikit
asam, lebih kecil dari 6, bahkan di beberapa daerah harus lebih kecil dari 5. Dari beberapa
penelitian (untuk air gambut dari daerah Riau), efisiensi penghilangan warna akan baik bila
pH lebih kecil dari 6 untuk setiap dosis koagulan alum sulfat yang digunakan. Walaupun
demikian efisiensi penghilangan warna masih tetap tinggi dihasilkan pada koagulasi dengan
pH sampai 7, tetapi dengan dosis alum sulfat yang lebih tinggi (sampai 100 mg/l), tetapi bila
dosis alum sulfat lebih kecil (60 mg/l) pada pH yang sama (sampai dengan 7), terjadi
penurunan efisiensi penghilangan warna secara drastis (sampai dengan 10 %).
Air setelah diolah dengan koagulasi flokulasi untuk menghilangkan warna, pH harus
ditetapkan diatas 6,5 (kurang dari 7,8) sebelum air disaring, karena pada pH tersebut bentuk
aluminium tidak larut, jadi residu Al
3+
terlarut didalam air dapat dihilangkan/dikurangi, pada
pH > 7,8 bentuk Al adalah Al terlarut yaitu ion aluminat, [Al(H
2
O)
2
(OH)
4
]

Untuk hal ini
dilakukan penambahan kapur sebelum proses filtrasi, dan biarkan aluminium berubah bentuk
menjadi bentuk tidak larut/endapan supaya dapat dihilangkan dengan penyaringan. Dengan
cara ini residu Al
3+
dapat ditekan sampai tingkat yang diijinkan. Setelah itu baru boleh
dilakukan penambahan kembali kapur atau soda abu untuk proses Stabilisasi dengan harapan
tidak akan terjadi perubahan alum terlarut menjadi alum endapan. Bila cara diatas tidak
dilakukan, kemungkinan akan terjadi pengendapan alum di reservoir atau pada jaringan pipa
distribusi, akibat penambahan kapur atau soda abu untuk proses stabilisasi dilakukan setelah
air keluar dari filter, seperti halnya yang dilakukan pada pengolahan air yang biasa ( tidak
berwarna ).
Proses koagulasi dengan koagulan lain seperti halnya garam Fe (III) yang mempunyai
rentang pH lebih besar (49) dan penggunaan koagulan Polyaluminium chloride (PAC),
tanpa penetapan pH pun proses koagulasi flokulasi tetap dapat berlangsung, tetapi
pembentukan flok tidak optimum, hanya flok-flok halus yang terbentuk, sehingga beban filter
akan bertambah.
Jika kehadiran alkalinitas didalam air cukup, pada koagulasi dengan koagulan garam
Al ion H
+
yang terbentuk akan diambil dan terbentuk endapan [Al(H
2
O)
3
(OH)
3
] atau hanya
Al(OH)
3,
dimana bentuk ini bermanfaat pada pertumbuhan flok ( mekanisme adsorpsi ).
Adanya alkalinitas didalam air jika pH air > 4,5. Jadi jika pH air baku < 4,5 perlu
penambahan bahan alkali (kapur atau soda abu).
PAC ( Poly Aluminium Chloride )
Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Polyaluminium chloride
(PAC), Al
n
(OH)
m
Cl
3n-m
.
Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride
yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi
berikut :
n AlCl
3
+ m OH

. m Na
+
Al
n
(OH)
m
Cl
3n-m
+ m Na
+
+ m Cl


Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak stabil.
PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion
alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai
rumus umum Al
m
(OH)
n
Cl
(3m-n).
Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan
lainnya adalah :
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak
diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa
karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon
yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok.
3. Kadar khlorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan
cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen
yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul
terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.
4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan
koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila
dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan
bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah
membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil
kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan
bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC
memberikan grafik parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan
dosis akan menaikkan kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis.
5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolite
yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk
penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam
penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan
dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang
ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga
gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam
rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian
walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi
instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.
Senyawa Besi
Untuk senyawa besi, tipe hidrolisa yang sama dapat berlangsung seperti :
Fe
3+
+ 3H
2
O Fe(OH)
3
+ 3H
+

Reaksi di atas dilanjutkan dengan reaksi H
+
dengan alkalinitas seperti ditunjukkan oleh reaksi
2) dan 3). Terdapat pula ion ferri hidrat seperti : [Fe(H
2
O)
6
]
3+
dengan persamaan reaksi yang
sama dengan hidrolisa [Al(H
2
O)
6
]
3+
.
Pembentukan [Fe(H
2
O)
2
(OH)
4
]

atau Fe(OH)
4

hanya terjadi pada pH tinggi, tetapi
tidak biasa ditemui pada pengolahan secara konvensional, jadi batas pH untuk koagulasi
dengan Fe
3+
lebih besar dari pada untuk Al
3+
, sebagai contoh pH 9 untuk koagulasi dengan
Fe
3+
dan 7,8 untuk Al
3+
.
Senyawa besi mempunyai tendensi membentuk jenis polinuklir yang lebih kecil
dibandingkan dengan aluminium.
Dosis kagulan yang diperlukan tergantung pada :
1. Konsentrasi warna.
2. Zeta potential (pengukuran mobilitas elektroforesa) juga merupakan faktor
penting untuk menghilangkan warna secara efektif. Hal ini erat hubungannya
dengan sisa konsentrasi warna. Pada pH yang optimum, sisa warna berkurang
secara proporsional dengan penambahan dosis koagulan.
3. Jenis koagulan koagulan yang dapat digunakan untuk menghilangkan
warna adalah :
- Garam aluminium : Alum sulfat/tawas, Al
2
(SO
4
)
3.
xH
2
O, Polyaluminium
chloride, PAC (PACl), Al
n
(OH)
m
Cl
3n-m

- Garam besi (III) : Ferri sulfat, Fe
2
(SO
4
)
3
.xH
2
O, Ferri klorida, FeCl
3
.
Semakin tinggi dosis koagulan yang digunakan akan menghasilkan efisiensi penghilangan
warna yang lebih besar pula, akan tetapi residu koagulan akan semakin besar.
Pada kasus pembentukan flok yang lemah dengan menggunakan dosis tawas optimum
untuk menghilangkan warna, polialumunium klorida (PAC) dapat digunakan sebagai
koagulan pilihan selain tawas. Koagulasi dengan poli alumunium klorida dapat dengan
mudah memproduksi flok yang kuat dalam air dengan jangkauan dosis yang lebih kecil dan
rentang pH yang lebih besar, tanpa mempertimbangkan kehadiran alkalinitas yang cukup.
By. : arifin_pararaja

Anda mungkin juga menyukai