Anda di halaman 1dari 4

Sekolah Bisnis Terbaik 2009

Kamis, 26 November 2009


Oleh : Eva Martha Rahayu
Survei SWA menghasilkan peringkat sekolah bisnis terbaik 2009. Sekolah mana saja itu? Mengapa
mereka dipersepsi terbaik oleh mahasiswa dan alumninya?
Chrisma A. Albandjar merasakan perubahan besar setelah lulus sekolah bisnis. Pola berpikirnya
menjadi lebih well organized baik dalam pekerjaan maupun kehidupan sehari-hari. Saya kuliah lagi
bukan untuk tujuan sempit, misalnya meraih gelar, naik karier, jabatan atau gaji, ujar mantan
wartawan yang kini menjadi Direktur Public Affairs PT Pfizer Indonesia itu. Setamat S-1 Hubungan
Internasional FISIP Universitas Airlangga, Surabaya, Chrisma melanjutkan studi ke Prasetiya Mulya
Business School mengambil program Magister Management (MM). Lalu, kelahiran Jakarta, 16 Januari
1973 itu mendapat beasiswa fullbright Pemerintah Amerika Serikat untuk kuliah di San Francisco
State University hingga menyandang titel master of arts bidang radio & televisi dan menjadi
mahasiswa terbaik tahun 2003.
Kendati gelar MM bukan target utama pesertanya, harus diakui ilmunya memberikan nilai tambah
bagi lulusannya. Bukan saja support carrier, tapi juga support life. Sebab, cara berpikir kami
diarahkan mulai dari helicopter view sampai ke zooming-nya, imbuh Chrisma.
Begitu pula yang dialami Taufik Ahmad. Dia sebenarnya tidak berpikir muluk saat melanjutkan
pendidikan ke MM Universitas Indonesia. Saat itu saya merasa ada semacam kebutuhan menambah
pengetahuan dan ilmu. Saya tidak terlalu berpikir gelar akan membantu posisi atau jabatan secara
otomatis. Hanya saja, secara tidak langsung bekal knowledge akan membantu kinerja, papar VP
Human Resources and General Resources PT Conoco Philip Indonesia itu.
Senada dengan Chrisma dan Taufik, Yudistira Adi Nugraha pun tidak mengejar kenaikan karier,
jabatan ataupun penghasilan dengan kuliah lagi di sekolah bisnis. Keinginan saya adalah
meningkatkan kapitalisasi perusahaan dan pengembangan bisnis saya di bidang konsultan arsitektur
dan rekonstruksi bangunan, PT Surya Kanta Nusantara Persada, tutur peraih gelar MBA dari Institut
Teknologi Bandung 2007 itu.
Ya, apa pun tujuannya, fakta berbicara bahwa sekolah bisnis bisa menjadi kendaraan seseorang
meniti karier yang lebih moncer. Ada yang beranggapan gelar MM/MBA adalah golden ticket meraih
jabatan bergengsi dan fasilitas menggiurkan. Namun, di sisi lain ada pihak yang menilai hal itu
bukanlah simbol kesuksesan, melainkan untuk meningkatkan keilmuan.
Nah, berangkat dari perlunya menampilkan sekolah bisnis yang kredibel, yang bisa menjadi rujukan
bagi masyarakat luas, tim riset SWA melakukan survei untuk mengetahui persepsi publik tentang
sekolah bisnis yang dianggap terbaik. Sekali lagi, persepsi publik. Adapun publik yang menjadi
responden survei ini sebanyak 2.105 orang yang tersebar di sejumlah kota besar di Indonesia, terdiri
atas mahasiswa S-1 (calon S-2), mahasiswa S-2 dan alumni.
Ada 24 sekolah bisnis dengan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional yang lolos seleksi. Ke-24
sekolah bisnis itu: Universitas Indonesia (UI), Prasetiya Mulya Business School, PPM Manajemen,
Universitas Atma Jaya (UAJ) Jakarta, Universitas Trisakti, Universitas Budi Luhur, Universitas
Gunadarma, UPI YAI, Universitas Indonusa Esa Unggul, IBII, Institut Pertanian Bogor, Sekolah Bisnis
& Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) , Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas
Kristen Satya Wacana (UKSW), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (Undip),
Universitas Islam Indonesia-Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Institut Teknologi
Surabaya, Universitas Brawijaya, Universitas Airlangga, Universitas Sriwijaya, Universitas
Hasanuddin dan Universitas Lampung.
Dari 24 daftar sekolah bisnis tersebut, kemudian dinilai per atribut. Ada 8 atribut untuk tolok
ukurnya, yaitu fasilitas, keseimbangan materi kuliah dengan praktik, dosen, reputasi, pelayanan
akademis, kualitas lulusan, kesetaraan dengan perguruan tinggi luar negeri, serta kesesuaian antara
Page 1 of 4 SWA > Tampilan Cetak
2/09/2013 http://202.59.162.82/cetak.php?cid=1&id=10086&url=http%3A%2F%2F202.59.162.8...
biaya dan manfaat yang didapat. Lantas, bagaimana hasilnya?
Dilihat dari skornya, terpilih 10 besar sekolah bisnis yang menjadi pemenang overall dari responden
S-1, S-2 dan alumni. Secara berturut-turut peringkat 1-10 ditempati oleh: SBM ITB (skor total
8,31), UI (8,13), Prasetiya Mulya (8,10), UKSW (8,07), UGM (8,03), PPM (7,97), UAJ Jakarta (7,64),
Unpad (7,52), Undip (7,50) dan IBII (7,45). Selengkapnya, lihat Tabel Peringkat Universitas.
Berdasarkan skor per atribut, SBM ITB unggul dalam 7 penilaian, sementara PPM pada satu
penilaian. Lebih rincinya, SBM ITB menang telak dalam hal kriteria fasilitas (8,9), keseimbangan
materi kuliah dengan praktik (8,9), pelayanan akademis (9,2), dosen (8,9), kualitas lulusan (8,6),
reputasi (8,9), dan kesetaraan dengan perguruan tinggi luar negeri (8,1). Adapun PPM menonjol
dalam kriteria kesesuaian antara biaya dan manfaat yang didapat (8,6).
Mengapa SBM ITB unggul dan diminati banyak peserta? Mursyid Hasan Basri tahu jawabannya.
Penyajian materi perkuliahan 60% metode pengajaran kasus, mata kuliah kewirausahaan menjadi
favorit, dosen tamu dihadirkan di setiap mata kuliah, latar belakang dosen tidak hanya bidang yang
berhubungan dengan bisnis, tapi juga teknik. Dan tak kalah pentingnya, prestasi mahasiswa SBM
ITB dalam L'Oreal Estrat Challenge di Paris selama empat tahun tanpa jeda berhasil mengangkat
nama kampus, Direktur MBA ITB itu menjelaskan. Sekadar informasi, SBM ITB didirikan pada 31
Desember 2003 untuk membawahkan program studi S-1 dan MBA.
Menurut Mursyid, SBM ITB juga menyiapkan mahasiswa untuk menghadapi tantangan kompetisi
globalisasi. Adanya kecepatan perkembangan globalisasi menyebabkan perubahan dalam kompetisi
bisnis tidak dapat diprediksi. Hasilnya adalah kebutuhan akan generasi baru kewirausahawan yang
mampu mengambil keputusan dengan cepat, membawa ide baru produksi dan pemikiran yang
kreatif. Nah, pihaknya komit untuk menginspirasikan dan mengembangkan pemimpin-pemimpin
inovatif dan entrepreneur yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai pada masyarakat.
SBM ITB mempunyai 6 program pendidikan: Sarjana Manajemen, Magister Administrasi Bisnis,
Magister Administrasi Bisnis Eksekutif Jakarta, Magister Administrasi Bisnis dalam Perbankan Syariah
dan Keuangan Jakarta, Magister Sains Manajemen, serta Doktor Sains Manajemen. SBM ITB juga
memiliki unit-unit bisnis seperti Pusat Inovasi, Kewirausahaan, dan Kepemimpinan, Konsultasi dan
Pembelajaran Berkelanjutan, serta Indonesia Business Case Center. Meskipun begitu, untuk fasilitas
kampus, diakui Mursyid, SBM ITB tidaklah semewah sekolah bisnis lain di Indonesia.
Terlepas dari siapa saja pemenang dan skornya, ada beberapa catatan menarik hasil survei ini. Di
antaranya, terjadi tren kenaikan jumlah penyelenggara sekolah bisnis. Indikasinya tecermin dari
peningkatan jumlah sekolah dan yang meraih akreditasi A-B. Sebagai gambaran, tahun 2003 hanya
13 sekolah bisnis yang tersaring dalam barisan sekolah bisnis terbaik versi SWA-MARS, sedangkan
pada 2009 ini terdapat 24 lembaga.
Animo calon mahasiswa sekolah bisnis juga menanjak. Simak saja data yang disodorkan Dirjen
Pendidikan Tinggi berikut ini: pada 2005 jumlah lulusan mencapai 8.191 orang, kemudian tahun
2006 naik menjadi 9.251, tahun 2007 naik lagi ke angka 10.384 orang dan hingga semester I/2008
sudah tercatat 4.475 orang. Sementara total jumlah lulusan S-2 Manajemen di Indonesia ada
59.021 orang dan lulusan dari 24 lembaga S-2 Manajemen akreditasi A mencapai 15.583 orang.
Penyelenggara sekolah bisnis juga mengakui tingginya animo peserta. Di SBM ITB jumlah
peminatnya naik 10% per tahun, ucap Mursyid. Dengan kapasitas 160 mahasiswa, sepertiganya
adalah mahasiswa MBA, sedangkan dua pertiganya mahasiswa sarjana SBM ITB. Sementara di MM
UI, sebagaimana diungkapkan Rhenald Kasali, pihaknya tidak terlalu berorientasi pada jumlah
mahasiswa. Tahun 2008 ada 300 calon mahasiswa yang mendaftar dan semuanya memenuhi
syarat, seluruhnya diterima. Sebaliknya, tahun ini dari 300 calon mahasiswa yang daftar, cuma ada
50 calon mahasiswa yang sesuai kriteria, maka ya 50 itu saja yang diterima, papar Ketua Program
MM FEUI itu.
Bila diamati, pemenang tiga besar penyelenggara sekolah bisnis itu-itu saja: Prasetiya Mulya, SBM
ITB dan MM UI. Mengapa bisa begitu?
Tak ada yang menyangkal faktor kualitas dan reputasi adalah kuncinya. Jadi, sulit bagi pemain baru
untuk menggeser, apalagi menumbangkan dedengkot penyelenggara sekolah bisnis. Sammy
Kristamuljana, Ketua Prasetiya Mulya Business School, mengatakan, Prasetiya Mulya adalah pionir
sejak 6 September 1982. Dulu bentuk programnya moduler, sekarang metode strategic
management.
Sammy mengklaim, keunggulan Prasetiya Mulya adalah konsentrasinya pada pengetahuan yang
Page 2 of 4 SWA > Tampilan Cetak
2/09/2013 http://202.59.162.82/cetak.php?cid=1&id=10086&url=http%3A%2F%2F202.59.162.8...
aplikatif. Ini bisa dilihat dari tugas akhir yang diberikan, sejak awal memang tidak menggunakan
tesis. Peserta diharuskan membuat business plan sebagai pengganti tesis. Karenanya, metode
pengajarannya pun menggabungkan antara teori dan kasus, yang disebutnya metode elektik. Yakni,
penggabungan antara kegiatan kuliah, studi kasus, game, film, debat, workshop dan simulasi bisnis.
Jadi, peserta sudah dihadapkan pada dunia bisnis untuk merangsang mereka berpikir strategis. Dan
tenaga pengajarnya dari kalangan praktisi bisnis. Peserta juga dibekali semangat social
entrepreneur. Adapun jurusan favorit di Prasetiya Mulya adalah MM Marketing dan Finance. Di luar
itu, masih ada tiga program yang ditawarkan: MM Reguler, MM Eksekutif Manajemen Bisnis dan MM
Eksekutif Manajemen Strategis.
Kendati hasil persepsi responden atas 8 atribut menempatkan Prasetiya Mulya pada posisi 3, Sammy
dan jajaran sekolah ini patut berbangga. Pasalnya, ketika SWA khusus bertanya kepada responden
S-2 dan alumni dengan menggunakan net promoter score tentang apakah mereka
merekomendasikan sekolahnya?, para alumni sekolah ini 100% menjawab merekomendasikannya.
Prasetiya Mulya mengungguli PPM, IPB dan sekolah lain. Adapun untuk mahasiswa S-2, Undip
bersama UKSW adalah sekolah yang paling direkomendasikan. Selengkapnya, lihat Tabel Peringkat
Rekomendasi S-2 dan Alumni.
Hal yang sama terjadi pada UI. Meski para alumninya tidak merekomendasikan, Rhenald juga patut
bangga karena saat mahasiswa S-1 ditanya SWA tentang pilihan mereka untuk jenjang S-2, UI
berada di peringkat pertama (45,33%), jauh mengungguli UGM dan ITB. Selengkapnya, lihat Tabel
Peringkat Universitas Pilihan (rekomendasi S-1).
MM UI memang tak mau kalah untuk menjadikannya sekolah unggulan yang mampu membetot
talenta terbaik. Lembaga yang didirikan pada 7 Oktober 1988 itu, menurut Rhenald, mempunyai
banyak keistimewaan. Di antaranya, terhitung pada 1995 MM UI dipercaya Pemerintah Prancis
melaksanakan program gelar ganda MM-CAAE. Juga, metode pembelajarannya menerapkan
Participant Center Learning (PCL, dikembangkan Harvard Business School) yang berorientasi pada
partisipan, yaitu mahasiswa. Bahkan, memodifikasi PCL dengan sistem kartu dan komputerisasi.
Sistem ini sudah kami patenkan, tutur Rhenald seraya menambahkan, jurusan MM Finance dan
Marketing menjadi primadona. Dan dari sisi biaya, tiap tahun sekolah bisnis mengalami kenaikan.
Diakui Rhenald, sekolah MM UI tidaklah murah. Kami memang mahal, karena ingin memberikan
kulitas yang best of the best. Berdasarkan pengalaman, meski mahal, kami dikejar orang, ujarnya
tandas. Untuk kelas pagi biayanya sekitar Rp 85 juta, dan Rp 90 juta untuk sekolah sore. Sayang,
Sammy enggan bertukar informasi soal biaya pendidikan yang dipungut Prasetiya Mulya.
Pepatah mengatakan: ada harga, ada rupa. Begitu halnya dalam persaingan sekolah bisnis.
Diungkapkan Rhenald, dia hampir tidak menemukan keluhan terhadap lulusan MM UI, baik dari
masyarakat maupun industri. Bahkan, ada kecenderungan kalangan industri menyukai lulusan MM
UI yang biasanya memliliki loyalitas tinggi. Jarang lulusan kami yang jadi kutu loncat, katanya.
Satu hal yang terpenting, Rhenald menggarisbawahi, MM UI tidak berorientasi pada budaya instan
yang serbacepat. Kami tidak mengajarkan cara cepat kaya. Think about the future. Be passion!
ujarnya tegas. Pihaknya ingin lulusan MM UI mencapai sukses pada waktunya, sehingga selain
mendapatkan material happiness, lulusan pun meraih spiritual and intellectual happiness. Ibarat
kayu, jangan jadi kayu sengon, tapi jadilah kayu jati, Rhenald beranalogi.
Bagaimana tanggapan alumni? Asto Sunu Subroto menguatkan opini Rhenald bahwa lulusannya
tidak dijejali teori kosong. MM UI kuat dalam konsep bisnis dan manajemen. Dengan demikian,
lulusannya bisa melakukan apa saja di atas basis yang kuat dan siap ditempatkan di mana pun,
ungkap Ketua Ikatan Alumni MM UI itu.
Asto berpendapat, tidak ada perbedaan mendasar antara lulusan MM dan MBA dari sisi knowledge.
Namun, dia mengaku tidak memilik catatan resmi tentang alumni MM UI yang berhasil menjadi
orang penting karena saking banyaknya. Yang jelas, ada yang jadi pengusaha, eksekutif perusahaan
besar atau pejabat. Salah satunya, T.B. Haryono, Kepala BPH Migas. Menurutnya, kini baru lulusan
1989-95 yang banyak menduduki posisi penting di perusahaan-perusahaan besar di Indonesia.
Sementara lulusan 1995-sekarang masih banyak yang meniti karier.
Rata-rata user puas dengan kinerja lulusan MM maupun MBA. Menurut Andre Vincent Wenas, lulusan
MM dan MBA nyaris sama. Hanya saja lulusan MBA mempunyai kelebihan penguasaan bahasa asing
dan lebih fleksibel saat berhadapan dengan orang asing dan kompetisi tingkat global, ungkapnya.
Andre menekankan kelemahan bahasa MM sudah disiasati dengan banyaknya sekolah yang
menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan buku-buku teks berbahasa Inggris.
Direktur SDM Korporat Grup Tudung itu memaparkan, perusahaannya sama sekali tidak membeda-
bedakan fasilitas, gaji dan karier lulusan MBA dan MM. Semua tergantung pada kinerja dan level
Page 3 of 4 SWA > Tampilan Cetak
2/09/2013 http://202.59.162.82/cetak.php?cid=1&id=10086&url=http%3A%2F%2F202.59.162.8...
kerja yang dimasuki karyawan saat melamar. Sejauh ini sekitar 25% posisi penting di
perusahaannya diisi tenaga lulusan MM/MBA.
Heri Soesanto, Corporate Head HR Division PT Mayora Indah Tbk., mengaku baru tahun ini
perusahaannya bekerja sama dengan universitas untuk merekrut lulusan MM. Alasannya, pihaknya
melihat lulusan MM bisa lebih qualified secara pengetahuan dibandingkan lulusan S-1. Tetapi bukan
berarti sebelumnya di tempat kami tidak ada lulusan MM. Malah, banyak juga eksekutif di posisi
penting yang bergelar MBA, ungkapnya. Dia tidak tahu pasti berapa persentase orang yang bergelar
MM dan MBA di perusahaan makanan tersebut. Orang-orang bergelar MM maupun MBA yang
sekarang di Mayora bukanlah direkrut sejak fresh graduate. Istilah kasarnya, kami membajak
mereka yang sudah berpengalaman, katanya.
Heri mengaku sulit menilai plus-minus lulusan MM dan MBA. Namun menurutnya, lulusan MM bisa
lebih akrab dengan kondisi lokal, dibandingkan MBA.Yang pasti, di Mayora, faktor ijazah tidak
menjadi pertimbangan dalam hal gaji, fasilitas, karier, dan lainnya. Sistem remunerasi kami lebih
mengacu pada pengalaman dan kematangan seseorang dalam mengeksekusi konsep strategisnya,
ujarnya menegaskan.
Pada akhirnya, bagaimanakah sebaiknya pengelola sekolah bisnis melihat survei ini?
Kendati hanya berbasis pada persepsi, survei ini jelas dapat menjadi cermin untuk meningkatkan
kualitas sekolah masing-masing. Sebab, bagaimanapun, dunia bisnis tetap berharap lahir kapten-
kapten bisnis yang andal dari sekolah bisnis. Dan masyarakat tentunya berharap bukan hanya
kapten yang bisa dilahirkan, tetapi juga entrepreneur tangguh.
Reportase: Ahmad Yasir Saputra, Herning Banirestu, Rias Adriati dan Sigit A. Nugroho
Riset: Rachmanto Aris D.
URL : http://202.59.162.82/swamajalah/tren/details.php?cid=1&id=10086
Print | Tutup Window
Page 4 of 4 SWA > Tampilan Cetak
2/09/2013 http://202.59.162.82/cetak.php?cid=1&id=10086&url=http%3A%2F%2F202.59.162.8...

Anda mungkin juga menyukai