Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BIOLOGI TANAH

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUKAN TANAH






Disusun oleh :
1. Agustin Erviana (12308141011)
2. Riasari Mardani (12308141021)
3. Ekky Yudha P. (12308141036)
4. Sinta Kartika Dewi (12308141040)
5. Putrisari (12308141041)
PRODI : BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014/2015

A. PENGERTIAN TANAH
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi
yang tersusun dari mineral dan bahan organik.
Tanah sangat vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai
penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat yang baik
bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat, tanah menjadi lahan untuk hidup
dan bergerak.
Ilmu yang mempelajari berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah.
Dari segi klimatologi, tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan
air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi.
Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air
dan udara merupakan bagian dari tanah.
Tanah (pedosfer) adalah lapisan kulit bumi yang tipis terletak di bagian paling atas
permukaan bumi. Material yang tidak padat, sebagai media untuk menumbuhkan
tanaman (SSSA, Glossary of Soil Science Term). Menurut Dokuchaev: Tanah adalah
suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang
merupakan bagian paling atas dari kulit bumi.

B. GENESIS TANAH
Ilmu genesis tanah adalah ilmu yang mempelajari proses-proses pembentukan
tanah serta factor-faktor pembentuk nya. Genesis tanah sangat erat hubungan nya
dengan ilmu kimia. Fisika, biologi, geologi, klimatologi, geografi, antropologi dan
pertanian. Untuk dapat memahami genesis tanah ada 4 dasar pemikiran
1. Sifat-sifat tanah yang terlihat sekarang digunakan sebagai bukti atau petunjuk
terjadinya suatu proses dimasa lampau.
2. Berbagai macam tanah yang ada sekarang merupakan hasil evolusi jutaan tahun.
3. Tanah sebagai pabrik liat alami karena proses desintegrasidan sintetis maka
jumlah fraksi liat semakin bertambah dan terbentuk jenis-jenis liat baru.
4. Pengetahuan tentang palaecologi adalah penting untuk memahami sifat-sifat
tanah, walaupun hasil genesis tanah ditujukan pada tanah-tanah yang ada
sekarang.

C. FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK TANAH
Syarat utama terbentuknya tanah ada dua yaitu: (1) tersedianya bahan asal
atau batuan induk, (2) adanya faktor-faktor yang mempengaruhi bahan induk (Jenny,
1941). Bahan induk tanah berbeda dengan batuan induk. Bahan induk tanah
merupakan bahan hasil pelapukan batuan induk. Bahan induk bersifat tidak solid
sementara itu, batuan induk bersifat padu. Faktor lain yang mempengaruhi proses
pembentukan tanah dapat dikelompokkan menjadi faktor aktif dan faktor pasif. Faktor
aktif dalam pembentukan tanah adalah iklim dan organisme tanah. Faktor pembentuk
tanah yang bersifat pasif adalah lokasi tempat terdapatnya bahan induk dan kurun
waktu berlangsungnya pembentukan tanah.
Jenny (1941) memformulasikan faktor pembentuk tanah ke dalam sebuah
formula matematis sebagai berikut :
D. S= f (C,O, P, R, T ...)
S = Tanah (Soil)
f = Fungsi (function)
C = iklim (climate)
O = Organisme (organism)
P = Bahan Indk tanah (Soil Parents Materials)
R = Bentuklahan (Relisf)
T = Waktu (Time)
... = faktor lokal yang tidak terdefinisikan secara spesifik
1. Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca semua energi untuk membentuk tanah datang
dari matahari berupa penghancuran secara radio aktif yang menghasilkan gaya dan
panas. Enegi matahari menyebabka terjadinya fotosintesis (asimilasi) pada
tumbuhan dan gerakan angin menyebabkan transfirasi dan evaforasi (keduanya
disebut evafotranspirasi). Akibat langsung dari gerakan angin terhadap
pembentukan tanah yaitu berupa erosi angin dan secara tidak langsung berupa
pemindahan panas. Komponen iklim yang utama adalah curah hujan dan suhu
(temperatur). Faktor pembentukan tanah melalui iklim meliputi curah hujan dan
suhu.
Curah Hujan
Air hujan akan mempengaruhi :
1. Komposisi kimiawi dan mineral-mineral penyusun tanah
2. Kedalaman dan diferensiasi profil tanah
3. Sifat fisik tanah
Pengaruh curah hujan terhadap komposisi kimiawi tanah terlihat pada table
berikut:

Table 1. proporsi (%) komposisi kimiawi tanah daerah arid dan humid

Daerah(n contoh)
Bahan
larut(%)
Komposisi senyawa kimiawi(%)
total SiO
2
Al2O3 Fe2O3 CaO MgO K2O Na2O
Arid(573) 30.84 6.71 7.21 5.47 1.43 1.27 0.67 0.35
Humid(696) 15.83 4.04 3.66 3.88 0.13 0.29 0.21 0.14

Table 2. nilai pelindihan tanah pada tiga zone iklim

Daerah N profil tanah Nilai Pelindihan
Semiarid-semihumid 15 0.981+0.059
Semihumid 29 0.901+0.028
Humid (terpodsolisasi) 12 0.17+0.053

Adanya perbedaan komposisi kimiawi sebagai konsekuensi berbedanya
intensitas pelapukan, terlihat pada table 1:
1. Tanah daerah humid mempunyai bahan dan silikat larut, serta komponen
senyawa kimiawi utama yang selalu lebih rendah ketimbang tanah daerah arid
2. Nisbah besi oksida: Al-oksida dan Mg-Oksida: Ca-oksida pada tanah daerah
Humid >1, sedangkan pada tanah daerah arid < 1
Pada table 2 juga terlihat pada urutan (maksimal-minimal) nilai-nilai pelindihan
(leaching value) hasil penelitian Jenny (cit. darmawijaya, 1990) terhadap tanah-
tanah di Amerika Serikat:
Semiarid sampai semihumid > semihumid> humid (terpodsolosasi).
Nilai pelindihan adalah nisbah indeks pellindihan (IP) pada horizon
tanah: indeks pelindihan pada horizon bahan induk, dengan indeks pelindihan
(IP):
IP= (K
2
O+Na
2
O+CaO) : (Al
2
O
3
)
Urutan nilai ini pelindihan ini merupakan indikator makin intensifnya
pengaruh curah hujan dalam melindih senyawa-senyawa kimiawi yang dimiliki
oleh K
2
O , Na
2
O, dan CaO pada profil tanah ketimbang pada bahan induknya,
sehingga juga merupakan indikator:
1. Makin rendahnya kadar dan ketersediaan hara, kejenuhan basa-basa (Ca,
Mg, Na, dan K), reaksi tanah (pH) dan muatan negative koloid liat, sehingga
apabila tanah-tanah tersebut berasal dari bahan induk yang sama, secara umum
juga mencerminkan makin rendahnya kesuburan tanah, dan
2. Makin banyaknya pembentuk liat oksida Al dan Fe yang bermuatan
negative rendah akan dapat bermuatan positif, sehingga berdaya-fiksasi tinggi
terhadap anion-anion seperti phosphat, tetapi berdaya-tukar rendah terhadap
kation-kation seperti K, Ca, dan Mg. hal ini berdampak negative terhadap
efisiensi pemupukan maupun ameliorasi (pembenahan sifat kimiawi tanah).
3. Makin terdiferensiasinya horizon-horison tanh baik secara kimiawi maupun
secara fisik. Secara fisik, tanah-tanah akan mempunyai lapisan atas yang
gembur dan relative tipis, tetapi secara keseluruhan akan bersolum tebal bersifat
kimiawi buruk dan bersifat fisik baik.
Curah hujan berkorelasi erat dengan pembentukan biomass (bahan
organic) tanah, karena air merupakan komponen utama tanaman maka
kurangnya curah hujan akan menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh karena itu pada tanah-tanah daerah arid umumnya dicirikan oleh
rendahnya kadar BOT dan N serta aktivitas mikrobia heterotrofik (pengguna
biomass sebagai sumber energinya) sebaliknya pada tanah-tanah daerah humid
bahkan pada kawasan rawa-rawa akan terbentuk tanah gambut yang
ketebalannya dapat lebih dari 2 meter akibat terhambatnya mineralisasi dalam
proses dekomposisi biomass (humifikasi lebih dominan).




Suhu (temperatur)
Perbedaan temperatur merupakan cerminan energi panas matahari yang
sampai ke satu wilayah, sehingga berfungsi sebagai pemicu:
1. Proses fisik pada pembentukan liat dari mineral-mineral bahan induk tanah
dengan mekanisme proses pelapukan batuan yang telah diuraikan,
2. Keanekaragaman hayati yang aktif, karena masing-masing kelompok terutama
mikrobia mempunyai temperature optimum, spesifik, sehingga perbedaan
temperature akan menghasilkan jenis dan populasi mikrobia yang berbeda
pula. Umumnya makin rendah atau makin tinggi temperature dari titik
optimalnya akan diikuti oleh jenis dan populasi mikrobia yang makin sedikit.
3. Kesempurnaan proses dekomposisi biomass tanah hingga ke
mineralisasinya.
Sebagai hasil dari fungsi (2) dan (3) ini maka kadar biomass tanah-tanah
akan bervariasi. Tanah yang terbentuk pada temperature rendah (daerah kutub)
akan cenderung berkadar biomass rendah (fibrik), akibat tetanaman yang tumbuh
umumnya berbatang kecil dan lambat berkembang dan sedikitnya populasi dan
jenis mikrobia heterotrof yang aktif. Tanah yang terbentuk pada temperature
tinggi (daerah arid) juga berkadar biomass rendah tetapi matang (saprik) karena
cepatnxa proses mineralisasi kimaiwi terhadap sisa-sisa tanaman. Tanah-tanah
yang terbentuk pada daerah humid (temperature sedang) akan mempunyai jenis
dan populasi mikrobia yang ideal, maka aktivitas biologis dalam dekomposisi
biomass juga akan ideal. Sumber biomass berlimpah karena semua jenis tanaman
akan tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga kadar biomass tanah dan
derajat kematangannya juga akan sedang (humid), karena laju proses humifikasi
biomass seimbang dengan laju proses mineralisasinya. Humifikasi adalah proses
dekomposisi bahan organic tanah yang menghasilkan senyawa-senyawa organic
sederhana (seperti amilum dari protein dan monosakarida dan karbohidrat) dan
humus, sedangkan mineralisasi adalah proses dekomposisi senyawa-senyawa
organic sederhana menjadi senyawa-senyawa atau ion-ion anorganik (seperti
ammonium dan nitrat).



2. Organisme (Vegetasi, Jasad renik/mikroorganisme)
Organisme merupakan faktor pembentuk tanah aktif bersama-sama dengan
iklim. Peranan organisme sangat luas dalam pembentukan tanha. Mulai dari
penghancuran batuan melalui aksi akar tanaman tingkat tinggi hingga pembentukan
hara oleh mikroorganisme tanah. Akar tanaman akan melebarkan pori tanah sehingga
aerasi tanah menjadi baik. Akar tanaman menyerap air dalam profil tanah sehingga
tanah terjamin.
Jenis vegetasi mempengaruhi pula siklus hara. Seperti diketahui akar tanaman
mengabsorpsi unsur-unsur hara dari larutan tanah dan mentransportasikannya ke
daun, batang maupun pucuk tanaman. Jika bagian atas tanaman mati dan jatuh ke
permukaan tanah maka dekomposisi bahan organik akan membebaskan unsur-unsur
itu ke dalam larutan tanah. Kation-kation basa yang dibebaskan akan menghambat
turunnya pH tanah selanjutnya kation-kation ini akan menggantikan kation-kation
basa yang hilang.
Vegetasi juga mempengaruhi tingkat eluviasi dan pencucian. Di bawah
kondisi yang sama dimana vegetasi hutan dan rumput terletak berdampingan dan
memiliki bahan induk dan kemiringan yang berbeda, maka tanah-tanah hutan akan
menunjukkan bukti-bukti besarnya eluviasi dan pencucian. Hal ini mungkin
dikarenakan :
1. Vegetasi hutan akan mengembalikan kation-kation alkali ke permukaan tanah.
2. Air kuat sekali ditranspirasikan oleh tanaman sehingga tanah banyak kehilangan
air akibatnya jika turun hujan proses pencucian selalu efektif.
3. Air yang memasuki tanah akan lebih masam. Ion-ion hidrogen yang terlarut dari
asam-asam organik di dalam horizon O yang sering terjadi di bawah pepohonan,
menyebabkan pertukaran basa-basa dan tercuci ke bagian bawah tanah.
Hubungan yang dekat dengan pencucian basa-basa itu adalah translokasi liat
dari tanah bagian atas ke lapisan tanah bagian bawah. Partikel-partikel liat eluviasi ke
bagian tanah dapat dibuktikan dengan tertumpuknya liat-liat pada horizon B dan
terjadinya peristiwa pembentukan mantel liat (clay coating) pada pedi horizon B.
Gerakan-gerakan aktif liat pada tanah hutan didasarkan pada tingginya
kandungan liat pada horizon B dan rendahnya kandungan liat pada horizon A dari
tanah hutan dibandingkan tanah dengan vegetasi rumput. Jadi permeabilitas dan sifat-
sifat fisis subsoil juga menunjukkan tingkat perbedaan.
Dapat ditarik dua hal yang penting untuk membedakan tanah-tanah vegetasi hutan
dan rumput. Tanah dengan vegetasi hutan mempunyai kira-kira separuh dari
kandungan bahan organik tanah dengan vegetasi rumput dan terdistribusi tidak
merata. Tanah hutan memiliki tingkat perkembangan profil tanah lebih sempurna.
Horizon-horison pada solum lebih asam dan % jenuh basa yang rendah serta lebih
banyak liat yang dipindahkan dari horizon A ke horizon B.
Selain vegetasi, hewan juga berpengaruh dalam perkembangan tanah seperti
halnya sifat fisika tanah. Beberapa makrofauna yang dapat mempengaruhi sifat fisika
tanah diantaranya adalah semut, rayap, jangkrik dan cacing tanah. Koloni semut dapat
menurunkan berat isi tanah sampai 21-30 % dan kelembaban tanah 2-17 %, serta
meningkatkan mikroflora dan aktivitas enzim tanah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pada sarang semut mempunyai kandungan bahan organik dengan kandungan N total
lebih tinggi dibandingkan tanah disekitarnya. Akumulasi bahan organik dari sisa
makanan dan metabolisme akan meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan enzim
tanah sehingga pergerakannya akan mempengaruhi struktur dan aerasi tanah.
Sedangkan cacing tanah dapat menggerakkan partikel tanah ke berbagai posisi
sehingga dapat membentuk struktur tanah. Produksi kotoran dari mesofauna juga
menyumbang pembentukan struktur tanah sejak partikel dan ruang-ruang yang
terbentuk diantara partikel.
Jasad hidup lain yang juga berpengaruh adalah fungi. Fungi mempunyai peranan
yang penting dalam pembentukan tanah karena ternyata berbagai jenis fungi dapat
melapukkan atau mempunyai daya lapuk yang kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang
mengandung karbohidrat yang ternyata tidak mudah dilapukkan atau dihancurkan
oleh bakteri. Bagi berbagai jenis fungi walaupun secara agak lambat bahan-bahan
seperti selulosa atau lignin akan dapat dilapukkan dan dimanfaatkannya. Apabila
fungi-fungi itu telah sampai pada sikus hidupnya yang terakhir maka bahan-bahan
yang dikandungnya akan memperkaya tanah dengan bahan organik.
Secara lanjut dijelaskan bahwa segera setelah tanaman mendapatkan tempat
berpijak di suatu batuan yang mengalami pelapukan atau diendapkan bahan tanah
terbaru, perkembangan profil tanah sudah dimulai. Sisa-sisa tanaman dan hewan tetap
berada di dalam tanah. Jika lapukan ini tercampur dengan bahan mineral oleh jasad
hidup, tanda-tanda pertama pembentukan lapisan terjadi. Tanah bagian atas menjadi
agak gelap warnanya daripada lapisan yang lebih dalam. Hal ini dianggap suatu
kemantapan struktur yang diakibatkan oleh bahan organik. Karena itu, permukaan
horizon A mulai nampak dalam tanah muda. Terdapatnya lapukan bahan organik
dengan cara lain mempercepat terjadinya lapisan tanah. Asam yang dilepaskan dari
dekomposisi organik meningkatkan pemecahan mineral pengandung basa yang
menhasilkan unsur hara yang dapat larut dan mineral sekunder seperti lempung
silikat, oksida-oksida besi dan alumunium. Hasil ini memperkaya lapisan atas dimana
mereka terbentuk atau mereka bergerak ke bawah bersama air perkolasi dan akhirnya
menimbun sebagai lapisan dalam tanah yang sedang berkembang pada kedalaman
tertentu. Gerakan ke bawah ini dan penimbunan juga menegaskan terbentuknya
lapisan atau horizon. Bersamaan dengan terjadinya perubahan kimia dan fisika, jasad
hidup melangsungkan peranan yang sangat penting. Mereka akan mengikat butir
tanah itu juga dengan menggali atau bergerak dalam tanah, mereka membantu
mencampur bahan dan horizon yang saling berdekatan.
Secara garis besar dapat dirumuskan bahwa organisme atau jasad hidup
mempengaruhi pembentukan tanah dalam hal :
1. Mempengaruhi pelapukan dan kelarutan mineral serta menyumbang struktur dan
agregat tanah.
2. Warna tanah.
Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi di daerah
beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi hutan dapat membentuk
tanah. Vegetasi hutan dapat membentuk tanah hutan dengan warna merah, sedangkan
vegetasi rumput membentuk tanah berwarna hitam karena banyak kandungan bahan
organik yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
3. Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap
sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan memberi unsur-unsur kimia seperti Ca,
Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat
keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jati.







DAFTAR PUSTAKA

Buckman, Harry and Nylecbrady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan oleh Prof. Dr.
Soegiman. Jakarta : Bharata Karya Aksara.

Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja Grafindo.

H. Yulipriyanto. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta :
Grha Ilmu.m

Anda mungkin juga menyukai