Anda di halaman 1dari 7

Oedema

Dalam bahasa Inggris pembengkakan adalah Edema yang berasal dari bahasa yunani
yaitu dropsyatau semacam penyakit yang merupakan akumulasi abnormal cairan di bawah kulit
atau dalam satu atau lebih rongga tubuh. Oedema (bengkak) adalah pembengkakan karena
penumpukan cairan pada exstremitas maupun pada organ dalam tubuh.
Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan
ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam
sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Oedema
dapat bersifat setempat (lokal) dan umum (general). Oedema yang bersifat lokal seperti terjadi
hanya di dalam rongga perut (ascites), rongga dada (hydrothorax) (Wheda, 2010).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih
tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila
mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.
Oedema bisa bersifat lokal dan bisa menyebar. Oedema lokal bisa terjadi pada kebanyakan
organ dan jaringan-jaringan, bergantung pada penyebab lokalnya edema yang menyebar
mempengaruhi seluruh bagian tubuh tapi yang paling parah mungkin tubuh bagian bawah karena
adanya gravitasi yang menarik air ke bawah sehingga terakumulasi di bagian bawah tubuh
misalnya oedema pada exstremitas bawah, terjadi hanya di dalam rongga perut (hydroperitoneum
atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca),
pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum).
Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak
tempat dinamakan edema umum (general edema). Kenaikan tekanan hidrostatik terjadi pada
gagal jantung, penurunan tekanan osmotic terjadi sindrom nefrotik dan gagal hati. Hal ini
biasanya mengajarkan bahwa fakta-fakta ini menjelaskan terjadinya oedema dalam kondisi ini.
Penyebab oedema yang umum seluruh tubuh dapat menyebabkan oedema dalam berbagai organ
dan peripherally. Sebagai contoh, gagal jantung yang parah dapat menyebabkan oedema paru,
efusi pleura, asites dan oedema perifer, yang terakhir dari efek yang dapat juga berasal dari
penyebab kurang serius.
a. Organ Spesifik oedema
Oedema akan terjadi pada organ tertentu sebagai bagian dari peradangan seperti pada
faringitis, tendonitis atau pankreatitis, misalnya organ-organ tertentu mengembangakan jaringan
oedema melalui mekanisme khusus.
Contoh oedema pada organ tertentu yaitu :
1) Cerebal oedema adalah akumulasi cairan ekstraseluler dalam otak. Ini dapat terjadi pada
metabolik beracun atau tidak normal dan kondisi negara seperti lupus sistemik. Ini yang
menyebabkan mengantuk atau pulmonary oedema terjadi ketika tekanan di pembuluh darah di
paru-paru dinaikkan karena obstruksi untuk penghapusan darah melalui vena paru-paru. Hal ini
biasanya disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri jantung dapat juga terjadi pada penyakit
ketinggian atau menghirup bahan kimia beracun, menghasilkan oedema paru dan sesak nafas.
Efusi pleura dapat terjadi ketika cairan juga mneumpuk di rongga pleura.
2) Oedema juga dapat ditemukan dalam kornea mata dengan glukoma, konjungtivitis berat atau
keratitis atau setelah operasi. Itu mungkin menghasilkan warna lingkaran cahaya disekitar
lampu-lampu terang.
3) Oedema di sekitar mata disebut priorbital oedema atau kantung mata. Periorbital jaringan yang
paling trasa bengkak segera setelah bangun, mungkin karena redistribusi gravitasi cairan dalam
posisi horizontal.
4) Oedema pada exstremitas bawah sering terjadi pada pasien dengan gagal jantung, hal ini ada
tiga faktor penyebab yaitu sebagai berikut: jika terjadi tekanan vena sentral naik ke saluran
kelenjar toraks kemudian perintah untuk mengalirkan cairan ke jaringan akan terhambat, adanya
gagal jantung berat yang merupakan salah satu kondisi yang paling melelahkan bagi penderita
sehingga cenderung menghabiskan waktu untuk duduk untuk membuat bernafas lebih mudah
dan menggantungkan kaki mereka bergerak di lantai. Immobilitas yang paling umum menjadi
faktor penyebab oedema pada exstremitas bawah.
b. Mekanisme terjadinya oedema
1) Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra
vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung)
menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan
mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).
2) Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka cairan
tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe
akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk
mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan
saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria
dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki
gajah/elephantiasis).
3) Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas.
Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe. Daya permeabilitas ini bergantung kepada
substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat
pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah.
Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah menurun
dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin
banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas
kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
a) Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air
protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan
edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing
Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum)
dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein
darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya
mengakibatkan edema umum
b) Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat
melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah
protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam
hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema. Filtrasi cairan plasma juga
mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada
berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat
rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
c) Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk
(intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni
menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan
interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema. Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh
factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada
penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).
c. Derajat Oedema
1+ : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat
2+ : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam waktu 10-15 detik
3+ : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam waktu >1 menit, tampak bengkak
4+ : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5 menit, tampak sangat bengkak
yang nyata.
(Radiologi.rsnajls.org).
d. Manifestasi Klinis
1) Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2) Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3) Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4) Edema perifer dan periorbita
5) Asites, Efusi pleura, Edema paru akut (dispnea, takipnea, ronki basah di seluruh lapangan paru)
6) Penambahan berat badan secara cepat: penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5%=
kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7) Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum
normal, natrium urine rendah (<10 mEq/24 jam)


Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu:
1. Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan karena adanya perbedaan
konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat. Perpindahan molekul terjadi dari zat yang
berkonsentrasi tinggi ke yang berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul / zat ini
melalui suatu membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan kompartemen
dialisat.
Proses difusi dipengaruhi oleh:
Perbedaan konsentrasi
Berat molekul (makin kecil BM suatu zat, makin cepat zat itu keluar)
QB (Blood Pump)
Luas permukaan membrane
Temperatur cairan
Proses konvektik
Tahanan / resistensi membrane
Besar dan banyaknya pori pada membrane
Ketebalan / permeabilitas dari membrane
2. Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat perbedaan tekanan
hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik / ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam kompartemen
darah (positive pressure) dan tekanan negative dalam kompartemen dialisat (negative pressure)
yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
Perpindahan & kecepatan berpindahnya dipengaruhi oleh:
TMP
Luas permukaan membrane
Koefisien Ultra Filtrasi (KUF)
Qd & Qb
Perbedaan tekanan osmotic
3. Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic
(osmolalitas) darah dan dialisat. Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal
dialysis.
Terapi nutrisi yang dapat dilakukan
1. Karbohidrat
Asupan karbohidrat untuk pasien penyakit ginjal kronis harus cukup untuk menghindari
kejadian malnutrisi. Malnutrisi sendiri adalah salah satu komplikasi potensi al pada kasus
penyakit ginjal kronis mengingat pembatasan protein dan gangguan nafsu makan pada pasien.
Menurut panduan National Kidney Foundation/Kidney Dialysis Outcomes Quality Initiative,
anjuran asupan karbohidrat untuk pasien penyakit ginjal kronis adalah 35 kkal/kgBB/hari
untuk pasien dewasa dan 30-35 kkal/kgBB/hari untuk pasien kelompok usia lanjut. Sedangkan
menurut panduan European Best Practice Guidelines, anjuran asupan karbohidrat untuk pasien
seperti ini adalah 30-40 kkal/ kgBB/hari.
2. Protein
Protein merupakan salah satu komponen nutrisi yang menjadi fokus utama dalam manajemen
nutrisi pasien penyakit ginjal kronis. Pemberian protein kepada pasien penyakit ginjal kronis
memerlukan ketepatan; jika terlalu banyak melebihi kebutuhan hariannya, dapat timbul antara
lain komplikasi uremia, gejala-gejala bendungan cairan (edema), dan perburukan penyakit
ginjal pasien. Sebaliknya jika diberikan terlalu sedikit, pasien cenderung akan mengalami
malnutrisi energi protein dan dehidrasi; yang juga dapat memperburuk perjalanan penyakit
ginjalnya.
Prinsip utamanya adalah bahwa pada pasien penyakit ginjal kronis tahap predialisis,
pembatasan asupan protein sangat penting untuk memperlambat progresivitas penyakit ginjal.
Sedangkan pada pasien yang sudah menjalani dialisis, baik hemodialisis maupun dialisis
peritoneal, asupan protein justru harus ditambah untuk mengimbangi jumlah protein yang
hilang pada saat proses dialisis dilakukan.
Memilih jenis protein yang boleh diberikan kepada pasien juga harus mendapat perhatian
khusus, karena pasien penyakit ginjal kronis perlu mendapatkan asupan protein bernilai
biologis tinggi, yang memiliki kandungan asam amino esensial dan nonesensial lengkap.
3. Lemak
Anjuran asupan lemak pada pasien penyakit ginjal kronis disamakan dengan orang sehat,
yaitu meliputi 30% total asupan kalori harian, dengan rasio asam lemak tak jenuh terhadap
asam lemak jenuh tidak kurang dari 1:1. European Best Practice Guidelines menganjurkan
agar asupan lemak diatur sedemikian sehingga kadar kolesterol total pasien tidak kurang dari
150 mg/dL; karena kadar kolesterol yang terlalu rendah berkaitan dengan prognosis penyakit
ginjal kronis yang kurang baik.

4. Vitamin dan mineral
Pada penyakit ginjal kronis, beberapa vitamin mengalami perubahan metabolisme sehubungan
dengan perjalanan penyakit itu sendiri, dengan berkurangnya asupan makanan, ataupun
dengan dialisis yang dilakukan. Misalnya kebutuhan vitamin B6 meningkat pada pasien ginjal
dengan anemia yang mendapat terapi erythropoietin, dan kebutuhan asam folat meningkat
karena kecenderungan pasien ginjal mengalami hiperhomosisteinemia.
Sedangkan untuk mineral perlu diperhatikan asupannya pada pasien penyakit ginjal kronis.
Natrium, kalium, dan fosfor merupakan contoh mineral yang perlu dibatasi . Sedangkan zat
besi, zinc, dan selenium merupakan contoh mineral yang sering turun kadarnya pada pasien
ginjal; sehingga perlu mendapat suplementasi khusus.
5. Air
Asupan air untuk penderita penyakit ginjal kronis harus diperhatikan agar tidak memberatkan
kerja jantung maupun ginjal. Untuk pasien predialisis, jika pasien dapat mentoleransi, air
boleh diberikan sampai dengan 3000 mL per hari. Namun pada pasien dialisis, yang umumnya
sudah berada dalam stadium penyakit ginjal kronis sangat lanjut, anjuran asupan air adalah
tidak lebih dari 1500 mL per hari. Biasanya, asupan air untuk pasien penyakit ginjal kronis
tahap dialisis dihitung berdasarkan keluaran urine per 24 jam terakhir, ditambah dengan 500
mL. Cairan tidak hanya diperhitungkan dari air yang diminum, tetapi juga dari makanan yang
kandungan airnya tinggi.
Berikut adalah pantangan-pantangan untuk penderita gagal ginjal :
1. Pilih Makanan Yang Rendah kalium
Bahan makan yang tinggi diantaranya seperti pisang, jeruk, kentang, bayam dan tomat
sedangkan makanan yang rendah kalium adalah apel, kubis, buncis, anggur, dan stroberi.
2. Hindari Makanan Olahan Dengan Garan Tambahan
Kurangi jumlah garam yang dimakan penderita setiap harinya dengan menjauhi produk-
produk makanan olahan yang memakai tambahan garam, termasuk makanan beku, sup
kalengan dan makanan cepat saji. Begitu juga dengan cemilan asain, sayuran kaleng dan
daging atau keju olahan.
3. Batasi Asupan Fosfor
Fosfor adalah salah satu jenis mineral yang banyak ditemukan pada makanan seperti susu,
keju, kacang kering, kacang-kacangan dan selai kacang. Kelebihan jumlah fosfor dalam darah
penderita akan melemahkan tulang dan menyebabkan kulit gatal-gatal.
Asupan Gizi pada Pasien Hemodialisa
Malnutrisi merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada pasien Gagal Ginjal Terminal
yang menjalani terapi hemodialisis. Kebanyakan penderita gagal ginjal kronik menunjukan
kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor katabolisme (pengaruh iklim, umur dan
ukuran tubuh) dan kurangnya asupan kalori (Sudoyo et al.2006).
Energi
Kebutuhan akan energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB/hari pada pasien HD maupun CAPD
(Almatsier 2005). Diusahakan didapat dari hidrat arang kurang lebih 60 % hal ini tidak
menyulitkan karena cocok dengan menu Indonesia yang umum. Bila ada hipertrigliseridemia,
asupan karbohidrat dapat dikurangi sampai 35% dari asupan kalori total.
Lemak
Walaupun hipertrigliseridemia bukan merupakan faktor resiko yang kuat bagi timbulnya
penyakit jantung koroner,tapi perlu mendapat perhatian. Asupan lemak diusahakan 30 % dari
asupan kalori. Pada gaga ginjal kronik terjadi gangguan metabolisme lemak,terlihat dari
meningkatnya kolesterol total, dan penurunan HDL kolesterol. Disatu pihak asupan lemak yang
cukup unruk memenuhi kebutuhan kalori,sedangkan dipihak lain lemak ikut memperburuk
fungsi ginjal dan menambah morbiditas akibat arterosklerosis (Rahardjo 2000).
Protein
Asupan Protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh. Asupan protein dapat
dipengaruhi oleh konsumsi protein yang rendah dalam diit, asupan makanan yang kurang
pengaruh dari melemahnya kekebalan tubuh. Pengaruh asupan protein disamping asupan kalori
memegang peranan yang penting dalam penanggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik,
karena gejala sindrom uremik disebabkan karena menumpuknya katabolisme protein tubuh.
Pada penderita gagal ginjal dengan dialisis dianjurkan asupan protein tinggi untuk
mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama
dialysis, yaitu 1-1,2 g/kg BB/hari dengan 50% protein hendaknya bernilai biologis tinggi.
Asupan kalium dan natrium disesuaikan dengan jumlah urin yang keluar/24 jam (Almatsier
2005).
Perilaku Diet pada Pasien Hemodialisa
Perilaku diet seseorang mempengaruhi kecukupan zat zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa memiliki daftar diet tersendiri yang dikhususkan
untuk mempertahankan keseimbangan metabolisme dalam tubuh. Perilaku diet pasien akan
menggambarkan bagaimana kepatuhan maupun perubahan kebiasaan makan pasien setelah
mengetahui bahwa ginjalnya tidak dapat berfungsi dengan baik.
Cukup banyak pasien gagal ginjal kronik meninggal akibat infeksi yang disebabkan oleh
malnutrisi atau pemberian gizi yang tidak benar. Oleh Karena itu pengaturan gizi pasien gagal
ginjal kronik termasuk mereka yang sedang mengalami hemodialisa (cuci darah) adalah sangat
penting dan bermakna. Misalnya pada pengaturan asupan mineral natruim, makanan berkadar
garam tinggi yang dapat menyebabkan rasa haus, meningkatkan tekanan darah, dan
mengakibatkan penumpukan / retensi air pada bagian tubuh tertentu, haruslah juga dibatasi.

Anda mungkin juga menyukai