Anda di halaman 1dari 14

PENENTUAN KADAR BESI (Fe) DALAM SAMPEL

DENGAN TEKNIK SPEKTROFOTOMETER UV-VIS




A. Tujuan
1. Menentukan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2. Dapat mengoperasikan alat spektrofotometer UV-VIS

B. Tinjauan Pustaka
Spektrofotometri merupakan suatu perpanjangan dari penelitian visual dalam studi yang lebih
terinci mengenai penyerapan energi cahaya oleh spesi kimia, memungkinkan kecermatan yang
lebih besar dalam perincian dan pengukuran kuantitatif.
Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan
eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu
spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada
dalam suatu molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan
ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung
gugus-gugus pengabsorpsi.
Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar tampak oleh suatu larutan
berwarna. Oleh karena itu metode ini dikenal juga sebagai metode kalorimetri. Hanya larutan
senyawa yang berwarna ynag dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak berwarna dapat
dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna.
Contohnya ion Fe
3+
dengan ion CNS
-
menghasilkan larutan berwarna merah. Lazimnya
kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan cuplikan yang dibuat pada
keadaan yang sama. Dengan kalorimetri elektronik (canggih) jumlah cahaya yang diserap (A)
berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk menentukan
kadar besi dalam air minum.
Pada metode spektroskopi ultraviolet, cahaya yang diserap bukan cahaya tampak tapi cahaya
ultraviolet. Dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur, contoh aseton dan asetaldehid.
Pada spektroskopi ini energy cahaya terserap digunakan untuk transisi electron. Karena energy
cahaya UV lebih besar dari energy cahaya tampak maka energy UV dapat menyebabkan transisi
electron dan .
( Kimia Analitik Instrumen,1994: 4-5)
Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna antara besi
(II) dengan orto-penantrolin yang dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang
gelombang tertentu.
Kadar besi dalam suatu sample yang diproduksi akan cukup kecil dapat dilakukan dengan teknik
spektrofotometri UV-Vis menggunakan pengompleksan orto-fenantrolin. Dasar penentu kadar
besi (II) dengan orto-Fenantrolin. Senyawa ini memiliki warna sangat kuat dan kestabilan relatife
lama dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Pada
persiapan larutan, sebelum pengembangan warna perlu ditambahkan didalamnya pereduksi
seperti hidroksilamina. HCl yang akan mereduksi Fe
3+
menjadi Fe
2+
. pH larutan harus dijaga
pada 6-7 dengan cara menambahkkan ammonia dan natrium asetat.
(Hendayana, S, dkk,2001 : 22)
Dengan menggunakan penentuan kadar konsentrasi , suatu senyawa dilakukan dengan
membandingkan kekuatan serapan cahaya oleh larutan contoh terhadap terhadap larutan standar
yang telah diketahui kunsentrasinya. Terdapat dua cara standar adisi , pada cara yang pertama
dibuat dahulu sederetan larutan standar, diukur serapannya, kemudian tentukan konsentrasinya
dengan menggunakan cara kalibrasi. Cara yang kedua dilakukan dengan menambahjkan
sejumlah larutan contoh yang sama kedalam larutan standar .
(Hendayana, S, dkk,2001 : 12)

Instrumen pada spektrofotometri UV-Vis terdiri dari 6 komponen pokok, yaitu :
1. sumber radiasi
Lampu deuterium (= 190nm-380nm, umur pemakaian 500 jam)
Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten dan gas iodine. Pengukurannya
pada daerah visible 380-900nm.
Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang gelombang pada spectra UV-VIS
pada 365 nm.
2. Monokromator
Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang
gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu mempunyai celah, lensa, cermin
dan prisma atau grating.




1. wadah sampel (sel atau kuvet)
Wadah sampel umumnya disebut kuvet. Berikut jenis-jenis kuvet yang bisa
digunakan:
(a) Gelas
Umum digunakan (pada 340-1000 nm) Biasanya memiliki panjang 1 cm (atau 0,1, 0,2 ,
0,5 , 2 atau 4 cm)
(b) Kwarsa
Mahal, range (190-1000nm) (c) Cell otomatis (flow through cells)
(d) Matched cells
(e) Polystyrene range ( 340-1000nm) throw away type
(f) Micro cells.

2. detektor
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan
mengubahnya menjadi besaran terukur. Berikut jenis-jenis detektor dalam sperktrofotometer
UV-VIS.
(a) Barrier layer cell (photo cell atau photo voltaic cell)
(b) Photo tube, lebih sensitif daripada photo cell, memerlukan power suplai yang stabil dan
amplifier
(c) Photo multipliers, Sangat sensitif, respons cepat digunakan pada instrumen double beam
penguatan internal
5. Recorder
Radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi arus listrik oleh recorder dan
terbaca dalam bentuk transmitansi.

6. Read out
(a) Null balance, menggunakan prinsip null balance potentiometer, tidak nyaman, banyak diganti
dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital
(b) Direct readers, %T, A atau C dibaca langsung dari skala
(c) Pembacaan digital, mengubah sinyal analog ke digital dan menampilkan peraga angka Light
emitting diode (LED) sebagai A, %T atau C. Dengan pembacaan meter seperti gambar, akan
lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.
(sumber:http://tjahkimiaunnes.blogspot.com/2010/03/instrumentasi-pada-spektrofotometer-
uv.html



Sumber radiasi untuk spektroskopi UV-Vis adalah lampu tungsten. Cahaya yang dipancarkan
sumber radiasi adalah cahaya polikromatik. Cahaya polikromatik UV akan melewati
monokromator yaitu suatu alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi
dengan satu panjang gelombang (monokromator). Monokromator radiasi UV, sinar tampak dan
infra merah adalah serupa yaitu mempunyai celah (slit), lensa, cermin dan perisai atau grating.
Wadah sampel umumnya disebut sel/kuvet. Kuvet yang terbuat dari kuarsa baik untuk
spektrosokopi UV dan juga untuk spektroskopi sinar tampak. Kuvet plastik dapat digunakan
untuk spektroskopi sinar tampak.
Radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang berguna untuk mendeteksi
cahaya yang melewati sampel tersebut. Cahaya yang melewati detektor diubah enjadi arus listrik
yang dapat dibaca melalui recorder dalam bentuk transmitansi absorbansi atau konsentrasi.
(Hendayana, S, dkk,2001 : 67)

Reaksi reduksi Fe
3+
menjadi Fe
2+
adalah :
2 Fe
3+
+ 4NH
2
OH + 2OH
-
2Fe
2+
+ N
2
+ 4H
2
O


Prinsip dasar yang digunakan adalah hukum Lambert-Beer
A=-Log T = a.b.c
Keterangan :
A= absorbansi (A)
T = transmitan ( %T)
= absorbtivitas molar (L/cm.mol
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi zat penyerap sinar (mol/L)
Syarat hukum Lambert-Beer dapat digunakan , apabila :
1. larutan yang hendak dianalisis encer
2. sifat kimia, yaitu : zat pengabsorbsi tidak terdisosiasi, berasosiasi/ bereaksi dengan pelarut,
sehingga menghasilkan suatu produk pengabsorbsi spectra yang berbeda dari zat yang dianalisis.
3. sumber cahaya : monokromatis
4. syarat kejernihan : kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel dapat
menyebabkan penyimpangan hokum lambert beer.

C. Alat Dan Bahan
1. Alat-alat yang digunakan
Spektronik -20 1 set
Labu takar 100 mL 1 buah
Labu takar 25 mL 5 buah
Gelas kimia 100 mL 1 buah
Botol semprot 250 mL 1 buah
Spatula 1 buah
Corong pendek 1 buah
Kuvet 3 buah
Batang pengaduk 1 buah

2. Bahan-bahan yang digunakan
Garam Fe(NH
4
OH)
2
SO
4
0,03 gram
Hidroksilamina-HCl 5% 2,5 gram
Fenantrolin 0,1% 0,1 gram
Natrium asetat 5% 5 gram
Aquades
H
2
SO
4

Secukupnya
5 mL

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Larutan Baku Fe(II) 100 ppm
Untuk membuat larutan baku diawali dengan menimbang garam Fe(NH
4
OH)
2
SO
4
sebanyak 0,03
gram, kemudian dilarutkan dalam labu takar 100mL dengan menggunakan corong pendek dan
batang pengaduk. Lalu ditambahkan 5 mL larutan asam sulfat 2M untuk menghindari terjadinya
proses hidrolisis. Selanjutnya ditambahkan aquades hingga tanda batas.

2. Pembuatan Larutan 1,10-Fenantrolin 0,1% dalam 100 mL air
Untuk membuat larutan 1,10-Fenantrolin 0,1% dalam 100 mL air dibutuhkan 0,105 gram
fenantrolin, kemudian dilarutkan dengan menambahkan aquades. Setelah larutan homogen,
dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dikeringkan bagian atas labu takar sebelum ditanda
batasi, kemudian diaduk. Larutan siap dipakai.

3. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 100 mL air
Ditimbang 2,5 gram kemudian larutkan dengan menggunakan aquades dimasukkan kedalam labu
takar 50 mL. Dikeringkan bagian atas labu takar sebelum ditanda batasi. Setelah ditanda batasi,
kemudian diaduk. Larutan siap dipakai.

4. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 100mL air
2,5 g hidroksilamina-HCl dilarutkan dengan aquades, lalu dimasukka dalam labu takar 50mL.
Kemudian diencerkan sampai tanda batas.

5. Pembuatan larutan CH3COONa 5%
5 gram CH3COONa dilarutkan dengan aquades, lalu dimasukkan dalam labu takar 100mL.
Kemudian diencerkan sampai tanda batas.

6. Pembuatan larutan blanko dan pengukuran serapannya
Dimasukkan 1 mL larutan hidroksilamina-HCl 5%, 5mL 1,10-fenantrolin 0,1% dan 8 mL
Natrium asetat 5% kedalam labu takar 25 mL, diencerkan dengan menambahkan aquades,
dikeringkan bagian atas labu takar sebelum ditanda batasi. Ditambahkan lagi aquades hingga
tanda batas, kemudian diaduk. Diukur absorbansi larutan menggunakan spektronik-20 (345-
600)nm.

7. Preparasi Deret Standar dan Sampel
Dibuat larutan deret standar Fe(II) 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm, 2,5 ppm dan 3 ppm ke dalam labu
takar 25 mL. Sebelum diencerkan, ditambahkan ke dalam masing-masing labu 1 mL larutan
hidroksilamina-HCl 5%, 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1% dan 8 mL Natrium asetat 5%. Untuk
larutan sampel, pipet sejumlah sampel ke dalam labu takar 25 mL, kemudian ditambahkan
pereaksi dengan jumlah yang sama dengan larutan deret standar sebelum diencerkan. Didiamkan
larutan standar maupun sampel selama 10 menit. Diukur absorbansi larutan menggunakan
spektronik-20.

E. Analisis Dan Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan analisis penentuan kadar besi Fe(II) dalam sampel air dengan
teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah
spektrofotometri cahaya tampak, karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih dari
400nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi dalam sampel tidak
terdeteksi.
Syarat analisis menggunakan visibel adalah cuplikan yang dianalisis bersifat stabil membentuk
kompleks dan larutan berwarna. Oleh karena itu, dalam pennetuan kadar besi dalam air, perlu
ditambahakan hidroksilamin-HCl 5% untuk mereduksi Fe
3+
menjadi Fe
2+
. Besi dalam keadaan
Fe
2+
akan lebih stabil dibandingkan besi Fe
3+.
Dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna
sehingga perlu ditambhankan larutan orto-fenantrolin agar membentuk kompleks larutan
berwarna.
Reaksi antara besi dengan orto-fenantrolin merupakan reaksi kesetimbangan dan berlangsung
pada pH 6 sampai 8. Karena alasan tersebut, pH larutan hrus dijaga tetap dengan cara
menmbahkan garam natrium asetat. Penambahan larutan natrium asetat seharusnya dilakukan
sebelum penambahan orto-fenantrolin. Namun pada prakteknya telah dilakukan kesalahan
didalam percobaan yaitu membahkan natrium asetat setelah penambahan orto-fenantrolin
sehingga kemungkinan terdapat endapan Fe(OH)
2
atau endapan fosfat. Endapan ini membuat
cahaya yang diterima, dihamburkan oleh larutan sehingga absorbansinya kecil. Kemungkinan
yang lain yaitu kesalahan dalam menandabataskan dan memipet larutan sampel.
Dalam penentuan kadar fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri visibel perlu dibuat
larutan standar. Tujuannya adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang nantinya akan digunakan
untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.
Sebelumnya dilakukan pematchingan kuvet dengan larutan CoCl2 berwarna merah muda.
Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa campuran
larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquades. Larutan
kompleks yang terbentuk berwarna orange.
Langkah selanjutnya adalah penentuan panjang gelombang maksimum. Rentang panjang
gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari percobaan, pada panjang gelombang yang
berbeda zat sampel menyerap cahaya dengan absorbansi yang berbeda pula. Semakin besar
panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya, namun pada keadaan
tertentu nilai absorbansi kembali menurun dengan bertambahnya panjang gelombang. Jika dilihat
dari data percobaan, pada panjang gelombang 400 nm molekul-molekul dalam larutan standar
hanya mampu memperoleh absorbansi sebesar 0,125 atau hanya 12,5% cahaya yang diserap pada
panjang gelombang tersebut. Nilai absorbansi ini terus meningkat hingga pada panjang
gelombang 520 nm dengan absorbansi 0,453 atau 45,3 % cahaya diserap. Kemudian absorbansi
kembali menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang
gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari
hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahay secara
naksimal terjadi pada panjang gelombang 520 nm.
Kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pengukuran deret standar pada panjang gelombang
maksimum 520 nm. Sesuai hukum Lambert beer, A = b c, dimana absorbansi sebanding
dengan konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan, maka absorbansi yang diperoleh
juga akan semakin besar. Dari data absorbansi deret standar ini dibuat kurva kalibrasi dengan
persamaan garis y = 0,207x (persamaan garis y = ax karena melalui titik (0,0)).
Selanjutnya dilakukaan pengukuran absorbansi sampel. Dari percobaan, diperoleh absorbansi
sampel yaitu 0,119. Dari data ini diketahui bahwa konsentrasi sampel sebesar 0,572 ppm dengan
persen kesalahan 43,03%. Kesalahan ini terjadi karena penambahan natrium asetat setelah orto-
fenantrolin, sehingga pembentukan kompleks tidak maksimal dikarenakan larutan tidak terjaga
pH nya. Hal ini membuat larutan tersebut bisa bersifat asam atau basa, sehingga absorbansi
larutan juga ikut terpengaruh.
Dari pengukuran deret larutan standar diperoleh data konsentrasi dan % transmitansi. Nilai
%transmitansi, kemudian dikonversikan dalam nilai absorbansi yaitu A= -log T. Dari data
tersebut dibuat kurva kalibrasi yaitu plot kedalam grafik hubungan antara konsentrasi dan
transmitansi sehingga grafik yang dihasilkan adalah sebagai berikut :



Dari grafik tersebut diperoleh nilai persamaan garis y = 0.207x. Persamaan garis tersebut
digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sample air sumur. Secara analisis kualitatif dan
data yang diperoleh, data absorbansi sample air sample dibanding dengan larutan deret standar.
Jika ada salah satu deret larutan standar mempunyai nilai absorbansi yang sama dengan nilai
absorbansi sample air sumur, maka kemungkinan konsentrasi sample tersebut mengandung
kadar besi yang sama dengan konsentrasi salah satu larutan deret standard tersebut.
Untuk memastikan hasil analisis kualitatif tersebut, maka dilakukan analisis kuantitatif,
dengan menggunakan persamaan garis y = 0.207x. Melalui perhitungan, diperoleh hasil bahwa
konsentrasi besi dalam sample air sumur yang dianalisis adalah 0,57488 ppm.

D. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sampel air sumur
yang dianalisa memiliki konsentrasi sebesar 0,57488 ppm.

Daftar pustaka
Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.
Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bamdung:Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Tim kimia analitik instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung :
Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Lampiran
1. Perhitungan
a. Pembuatan larutan baku Fe(II) 100 mL air dari garam Fe (NH
4
OH)
2
SO
4

Diketahui:
Mm Fe = 56 g/mol
Mm (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O = 392 g/mol
Konsentrasi = 100 ppm
V = 100 mL = 0,1 L
Ditanya:
Massa (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O?
Jawab:
mg Fe = 10 mg = 0,01 g
maka garam yg ditimbang adalah:


b. Pembuatan larutan 1,10-fenantrolin 0,1% dalam 100 mL
Massa fenantrolin = 0,1 % x 100 mL = 0,1 gram

c. Pembuatan larutan hidroksilamina-HCl 5% dalam 50 mL
Massa hidroksilamin-HCl 5% = 5 % x 50 mL = 2,5 gram

d. Pembuatan larutan Natrium asetat 5%. dalam 100 mL
massa CH
3
COONa = 5% x 50 mL = 2,5 gram

e. Pembuatan larutan standar Fe (II) dalam 25 mL
Konsentrasi larutan baku Fe(II):
Massa (NH4)2.Fe(SO4)2.6H2O yang ditimbang sebesar 0,0706 g, sehingga konsentrasi
larutan Fe (II) menjadi

M
1
= konsentrasi larutan baku Fe (II) = 10,0857 ppm
M
2
= konsentrasi larutan standar (1, 1,5, 2, 2,5 dan 3, ppm)
V
1
= volume larutan baku Fe (II)
V
2
= volume larutan standar Fe(II) =25 mL
Untuk menentukan V
1
yang akan digunakan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
pengenceran, yaitu :
M
1
x V
1
= M
2
x V
2
, maka V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1


V
1
untuk larutan M
2
= 1,00857 ppm
V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1
, maka V
1
= (1 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V
1
= 2,5 mL

V
1
untuk larutan M
2
= 1,512855 ppm
V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1
, maka V
1
= (1,5 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V
1
= 3,75 mL

V
1
untuk larutan M
2
= 2,10714 ppm
V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1
, maka V
1
= (2 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V
1
= 5 mL

V
1
untuk larutan M
2
= 2,52143 ppm
V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1
, maka V
1
= (2,5 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V
1
= 6,25 mL

V
1
untuk larutan M
2
= 3,02571 ppm
V
1
=( M
2
x V
2
)/M
1
, maka V
1
= (3 ppm x 25 mL) / 10,0857 ppm
V
1
= 7,5 mL

f. Perhitungan konsentrasi Fe dalam sample sampel air
Hasil Pengukuran Absorbansi sample ( Y ) = 0,0119
Persamaan garis yang diperoleh Y = 0,207x
Konsentrasi Fe dalam sample (x) adalah sebagai berikut :
Y = 0,207x
0,119 = 0,207x
x = 0,57488

1. Data pengamatan
a. Penentuan panjang gelombang maksimum pada konsentrasi 2 ppm

A A
400 0.125 510 0.445
410 0.163 520 0.453
420 0.213 530 0.432
430 0.251 540 0.372
440 0.271 550 0.27
450 0.304 560 0.173
460 0.325 570 0.107
470 0.357 580 0.068
480 0.392 590 0.05
490 0.411 600 0.039
500 0.42

b. pengukuran deret standard dan sample pada () maks = 520 nm.








c. kurva penentuan panjang gelombang maksimum
konsentrasi absorbansi
0 0
1,00857 0,090
1,51286 0,187
2,01714 0,453
2,52143 0,565
3,02571 0,679




d. kurva pengukuran deret standar dan sample pada
maks
=520 nm



Diposkan oleh Yaktiva Dwi Purnama di 06.39

Anda mungkin juga menyukai