Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA PASIEN DENGAN UNSTABLE ANGINA PEKTORIS

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak di
dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu,
dapat terjadi pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan
istirahat. Perasaan tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa
tertekan. Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di leher, rahang
bawah, bahu, atau ulu hati (Kabo dan Karim, 2008).
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard
akut (Anwar, 2004).

2. Epidemiologi
Di amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit
karena angina pectoris tak stabil; dimana 6-8 % kemudian mendapat serangan
infark jantung yang tak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah
diagnosis ditegakkan.
Yang dimasukkan kedalam angina tidak stabil yaitu:
a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina
cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali perhari.
b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat (Aulia, 2010).

3. Penyebab
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang
tidak menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O
2
miokard. Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri
ataupun bersama-sama yaitu (Anwar, 2004) :
a. Faktor di luar jantung
Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran
koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan
pemakaian obat-obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O
2
miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O
2
.
Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat
menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O
2
ke miokard.
b. Sklerotik arteri koroner
Sebagian besar penderita angina tidak stabil (ATS) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak
sklerotik yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat
memperberat penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi
disertai dengan gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal
yang disebabkan oleh gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan
maupun spasme pembuluh darah.
c. Agregasi trombosit
Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
d. Trombosis arteri koroner
Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis
akut ini diduga berperan dalam terjadinya ATS.
e. Pendarahan plak ateroma
Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
f. Spasme arteri koroner
Peningkatan kebutuhan O
2
miokard dan berkurangnya aliran koroner
karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS. Spame
dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah
koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses
aterosklerosis antara lain adalah :
Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain umur, jenis kelamin dan
riwayat penyakit dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat diubah antara lain merokok, hiperlipidemi,
hipertensi, obesitas dan DM.

4. Patofisiologi
Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan
endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang menyebakan relaksasi
pembuluh darah, dan endothelial derived constricting factor (EDCF) yang
menyebabkan kontraksi pembuluh darah.
Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerotik, maka
serotonin, adenosin difosfat (ADP) dan asetilkolin justru akan merangsang
pelesapasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerotik pembuluh darah juga
merangsang pelepasan EDCF. Berhubung karena sebagian besar penderita
ATS juga menderita aterosklerotik di pembuluh darah koroner, maka produksi
EDRF menjadi berkurang, dan sebaliknya produksi EDCF bertambah
sehingga terjadi peningkatan tonus arteri koronaria.
Apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh suatu
sebab terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner
menjadi tidak cukup lagi untuk mempertahankan suplai oksigen ke miokard
sehingga terjadi hipoksia miokard. Telah dibuktikan bahwa hipoksia
merangsang pelepasan berbagai vasoaktif seperti katekolamin dari ujung-
ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya produksi EDCF,
maka terjadilah vasokonstriksi arteri koronaria dan menjadi lebih iskemik.
Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolis dari aerobik
menjadi anaerobik, dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan
penimbunan asam laktat.
Nyeri dada ATS terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis
jantung, saraf ini bergabung dengan saraf somatik cervico-thoracalis pada
jalur ascending di dalam medula spinalis, sehingga keluhan angina pektoris
yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke bahu
kiri terus ke kelingking kiri (Kabo dan Karim, 2008).

5. Klasifikasi
a. Kelas A
Angina tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau febris.
b. Kelas B
Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.

c. Kelas C
Angina yang timbul setelah serangan infark jantung (Anonim, 2010)

6. Gejala klinis
Adapan gelaja yang klinisnya yaitu:
a. Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau
rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah
antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan.
b. Sesak napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang.
c. Dapat pula terjadi palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir
pingsan (Anwar, 2004).

7. Pemeriksaan fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi
dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah
apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat
pada waktu serangan angina (Anwar, 2004).

8. Pemeriksaan diagnostik/ Penunjang
a. EKG
EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat
normal, stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda
ergometer. Tujuan dari stress test adalah menilai sakit dada apakah berasal
dari jantung atau tidak, dan menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan
terjadi pada pembuluh darah utama akan memberi hasil positif kuat.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST,
depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST,
hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang
T. Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat
terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat
serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan
angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah
24 jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
b. Enzim LDH, CPK dan CK-MB
Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat
tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim
yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif
palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara
serial untuk menyingkirkan adanya IMA (Anwar, 2004).

9. Diagnosis
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis
(Anwar, 2004), sebagai berikut :
a. Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam periode 1 bulan terakhir
b. Angina progresif
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang
biasa dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
c. Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O
2
miokard. Lama angina sedikitnya
15 menit.
d. Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersama-bersama tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi
pada IMA harus disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial
dan pencatatan EKG.

10. Tindakan penanganan
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan
memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara
medikal atau pembedahan.
A. Pengobatan medikal
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis
obat yaitu :
1. Golongan nitrat
Nitrogliserin merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut.
Mekanisme kerjanya sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah
koroner. Efeknya langsung terhadap relaksasi otot polos vaskuler.
Nitrogliserin juga dapat meningkatkan toleransi exercise padapenderita angina
sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila di berikan sebelum exercise dapat
mencegah serangan angina.
2. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi
serangan pada beberapa bentuk angina.
Cara kerjanya :
- Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
- Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
- Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan afterload.
- Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung
dan kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O
2
.
3. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang
menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan
curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering
digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris
pada sebagian besar penderita.
B. Pembedahan
Prinsipnya bertujuan untuk :
- memberi darah yang lebih banyak kepada otot jantung
- memperbaiki obstruksi arteri koroner.
Ada 4 dasar jenis pembedahan :
1. Ventricular aneurysmectomy :
Rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri
2. Coronary arteriotomy :
Memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri koroner
3. Internal thoracic mammary :
Revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary artery baypass grafting (CABG) :
Hasilnya cukup memuaskan dan aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan
angina dan mortabilitas hanya 1 % pada kasus tanpa kompilasi.
Metode terbaru lain di samping pembedahan adalah :
1. Percutanecus transluminal coronary angioplasty (PCTA)
2. Percutaneous ratational coronary angioplasty (PCRA)
3. Laser angioplasty
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Airway:
Pasien tampak susah bernafas
Suara nafas ronchi
Terdapat secret di jalan nafas
Breathing:
RR < 16 x/menit
Dispnea
Diaforesis
Circulation:
Pasien mengalami penurunan kesadaran dan nyeri dada
Nadi meningkat (> 100 x/menit)
Warna kulit pucat, akral dingin, pengisian kapiler lambat
Tekanan darah normal/meningkat/menurun
Disability
Pasien mengalami penurunan kesadaran dan kaji reflek pupil
Exposure
Kaji adanya hipothermia/hiperthermia

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan mukus
b. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
c. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
d. Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas miokard
e. Nyeri akut b.d agen cedera biologi

3. Perencanaan
Terlampir

4. Evaluasi
Terlampir




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Anonim. 2010. Angina Fektoris Tidak Stabil, (online),
(http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/16/angina-pektoris-tidak-stabil/,
diakses 01 Juni 2011).

Anwar, Bahri. 2004. Angina Pektoris Tak Stabil, (online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3518/1/gizi-bahri2.pdf,
diakses 01 Juni 2011).

Aulia, riska. 2010. Angina Pektoris Tidak Stabil, (online),
(http://siswa.univpancasila.ac.id/riskacychaaulia/2010/11/11/klasifikasi-
angina-pectoris-2/, diakses 01 Juni 2011).

Emergency Nurses Association. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum.
Philadelpia.

Karim S dan Kabo P. 2008. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung
Untuk Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA, 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai