LAP FAAL b1
LAP FAAL b1
I.
Pendahuluan ....................................................................................................3
II.
III.
Kendala ..........................................................................................................11
IV.
I.
PENDAHULUAN
Dasar Teori
Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada sistem rangka (Seeley,
2002). Otot terdiri atas bundel-bundel sel otot. Setiap bundel berada di dalam lembaran jaringan ikat
yang membawa pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kebutuhan otot tersebut. Di setiap ujung
otot, lapisan luar dan dalam dari jaringan ikat bersatu menjadi tendon yang biasanya menempel pada
tulang. (Tobin. 2005)
Otot rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1. kontraktilitas; kemampuan untuk memendek karena adanya gaya
2. eksitabilitas; kapasitas otot untuk merespons sebuah rangsang
3. ekstensibilitas; kemampuan otot untuk memanjang
4. elastisitas; kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami pemanjangan.
(Seeley, 2002)
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat.
Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002).
Sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung
sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua
tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan
menjumlahkan dan menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan
potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan
tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat,
sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus.
(Campbell, 2004),
Intensitas (kuat) rangsang dapat dibedakan menjadi:
a. Sub minimal = sub liminal = sub threshold = di bawah ambang rangsang terkecil yang belum
mampu menimbulkan respons
b. Minimal = liminal = threshold = ambang rangsang terkecil yang mampu menimbulkan respons
c.
Sub maksimal rangsang dengan intensitas yang bervariasi dari minimal sampai maksimal
d. Maksimal rangsangan dengan intensitas terbesar (maksimal) dan hasil responsnya maksimal
e. Supra maksimal rengsang dengan intensitas lebih besar dari maksimal, tetapi respons yang
dihasilkan sama dengan maksimal
(Ellyzar I.M. Adil. 2009)
OTOT RANGKA I
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat sediaan otot katak sesuai dengan petunjuk umum praktikum.
2. Menggunakan alat stimulator induksi sehingga dapat merangsang sedian otot dengan
berbagai macam kekuatan : arus tunggal buka dan arus tunggal tutup serta mencatat saat
pemberian rangsang dengan menggunakan sinyal magnit.
3. Membuat
pencatatan
kontraksi
otot
(mekaniomiogram)
pada
kimograf
dan
memfiksasikannya.
4. Merangsang otot katak dengan beberapa macam kekuatan rangsang yakni rangsang: Bawah
rangsang (sub threshold), Ambang (threshold), Submaksimal, Supramaksimal.
5. Menarik kesimpulan dari hasil latihan ini tentang pengaruh kekuatan rangsang terhadap
kekuatan kontraksi otot.
C. TATA KERJA
Hubungan antara kekuatan rangsang dan tinggi mekanomiogram akibat kerutan otot
1. Pasanglah semua alat sesuai dengan gambar.
2. Buatlah sediaan otot menurut petunjuk umum. Sebelum digunakan, bungkuslah sediaan otot
tersebut dengan kapas yang dibasahi dengan larutan ringer dan letakkanlah di gelas arloji.
3. Pasanglah sediaan otot sesuai dengan gambar.
4. Dengan tromol tetap diam, otot dirangsang sehingga terdapat suatu kerutan.
5. Pencatatan selalu dilakukan pada tromol yang diam. Berilah waktu istirahat selama 15 detik
sesudah tiap perangsangan. Putarlah tromol sepanjang cm pada tiap kali sesudah
pemberian rangsang tutup dan 2 cm pada tiap kali sesudah rangsang buka.
6. Rangsanglah sedian otot dengan rangsang tutup dan rangsang buka berturut-turut dengan
kekuatan
rangsang
yang
setiap
kali
diperbesar
0,5
volt,
sehingga
didapatkan
VOLT
Lo
L1
AL
0,1
0,1
0,1
0,5
0,4
10
0,1
1,7
1,6
15
0,1
7,1
7,0
20
0,1
7,5
7,4
HASIL ANALISA/DISKUSI
Hubungan kekuatan rangsang dan tinggi mekanomiogram akibat kerutan otot
Serabut otot tidak akan merespons suatu rangsang kecuali jika rangsang tersebut telah
mencapai kekuatan minimal yang cukup untuk menghasilkan potensial aksi dari serabut otot. Di
sisi lain, dalam merespons suatu potensial aksi, serabut otot akan berkontraksi secara maksimal.
Fenomena ini disebut sebagai respons-ya-atau-tidak-sama-sekali. (Seeley. 2002).
Dalam praktikum kali ini, rangsang yang diberikan pada otot adalah sebesar 1 V, 2 V, 3 V, 4
V, 5 V, 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, dan 50 V.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, rangsang dari kurang dari 5 V memberikan respons
sangat sedikit yang berarti bahwa kuat rangsang tersebut belum cukup untuk menghasilkan
suatu potensial aksi.
Kemudian, 5 Volt berhasil membuat otot memberikan respons yang ditandai dengan goresan
pada kertas grafik sepanjang 0,4 cm. Voltase 5 V ini merupakan kuat rangsang
minimal/ambang untuk menghasilkan potensial aksi. Setelah itu, hasil goresan kimograf yang
diperoleh juga menunjukan bahwa semakin besar kuat rangsang, respons otot yang
dihasilkan pun akan semakin besar.
Hasil ini menunjukan bahwa kuat rangsang maksimal adalah 40 V karena otot memberikan
respons paling besar, sedangkan kuat rangsang submaksimal adalah 30 V dan rangsang
supramaksimal adalah 50 V.
E. MENJAWAB PERTANYAAN
1. Manakah yang harus diselesaikan lebih dahulu, pemasangan alat atau pembuatan sediaan
otot?
Jawab :
Jawab :
3. Bila hanya sebagian kontraksi yang tercatat, apa yang harus diperhatikan/diperbaiki?
Jawab :
Coba memberikan rangsangan lagi, namun harus diberi waktu istirahat sejenak
Agar otot mengalami relaksasi sempurna sehingga hasil yang didapatkan bukan
penjumlahan kedutan
6. Mengapa efek fisiologis arus buka lebih besar daripada arus tutup walaupun voltase sama?
Jawab :
F. KESIMPULAN
Semakin besar kuat rangsang, respons otot yang dihasilkan pun akan semakin besar.
OTOT RANGKA II
A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Merangsang sediaan otot katak dengan arus faradic dengan berbagai kekuatan rangsang
2. Membebani sediaan otot katak dengan cara pembebanan langsung dan tidak langsung
3. Mendemonstrasikan hubungan antara panjang awal otot dengan kekuatan kontraksi
4. Menghitung kerja sediaan otot katak
5. Mendemonstrasikan hubungan antara pembebanan dengan kerja otot
6. Mengukur kekuatan kontraksi otot ekstensor dan otot fleksor manusia dalam berbagai sikap
tubuh
C. TATA CARA
I. Pengaruh panjang awal (initial length) otot katak terhadap kekuatan kerutan
1. Pasanglah semua alat sesuai dengan gambar
2. Buatlah sediaan otot menurut petunjuk umum praktikum. Sebelum digunakan, bungkuslah
sediaan otot tersebut dengan kapas yang dibasahi dengan larutan ringer dan letakkan di
gelas arloji
3. Pasanglah sediaan otot sesuai dengan gambar
4. Bebanilah otot dengan beban seberat 20 gram. Kendorkan sekrup penumpu sehingga terjadi
pembebanan langsung. Dengan memutar tromol, buatlah garis sepanjang 10 cm dan tulisah :
garis dasar 20 pada ujung akhir garis tersebut.
5. Angkatlah seluruh pembebanan sehingga otot kembali ke panjang semula. Buatlah sekali
lagi garis sepanjang 10 cm tepat di atas garis yang pertama dan tulislah: garis dasar 0 pada
ujung akhir garis tersebut.
6. Gantungkanlah lagi beban 20 gram dan dengan sekrup penumpu kembalikan ujung pencatat
otot ke garis dasar 0, sehingga terjadi pembebanan tidak langsung.
7. Dengan melakukan pencatatan pada awal garis dasar 0 carilah kekuatan rangsang faradic
maksimal. Rangsangan diberikan paling lama 1 detik. Berilah waktu istirahat selama 30 detik
sesudah setiap rangsang.
8. Gunakan selalu kekuatan rangsang faradic maksimal sub.6. untuk perangsangan
selanjutnya.
9. Putarlah tromol sejauh 1 cm setiap kali sesudah perangsangan. Carilah besar pembebanan
yang pada perangsangan menghasilkan mekanomiogram setinggi 1 cm. untuk percobaan
selanjutnya tetap digunakan beban ini
10. Putarlah tromol sejauh 2 cm dan catatlah sekali lagi mekaniomiogram yang terakhir
11. Putarlah tromol sejauh 1 cm dan kemudian turunkanlah ujung pencatat otot sehingga terletak
tepat ditengah-tengah antara garis dasar 20 dan garis dasar 0 (gunakan sekrup penumpu).
Putarlah lagi tromol sejauh 1 cm dan ulangilah perangsangan dan pencatatan.
12. Putarlah tromol sejauh 1 cm dan turunkanlah ujung pencatat otot sampai garis dasar 20,
putar tromol lagi sejauh 1 cm dan ulangilah sekali lagi perangsangan dan pencatatan.
III. Pengaruh regangan terhadap kekuatan kerutan otot ekstensor dan fleksor pada manusia
1. Mengukur kekuatan kerutan otot ekstensor
a. Suruh o.p duduk dipinggir meja
Suruhlah o.p meluruskan tungkainya sekuat tenaga dan catatlah kekuatan kerutan otot
ekstensor untuk tiap-tiap sikap berikut ini :
1) Duduk tegak
Suruhlah o.p membengkokkan tungkainya sekuat tenaga dan catatlah kekuatan kerutan
otot fleksor untuk tiap-tiap sikap seperti pada A.3
D. HASIL PRAKTIKUM
1. DATA HASIL PERCOBAAN
I. Pengaruh panjang awal (Initial Length) otot katak terhadap kekuatan kerutan
Beban Langsung: skrup dilonggarkan
Berbaring telentang
25 kg
24 kg
21 kg
Posisi
a. Duduk tegak
b. Duduk sambil membungkukan
badan sejauh-jauhnya
c.
Berbaring telentang
10 kh
15kg
2 kg
2. HASIL ANALISA/DISKUSI
I. Pengaruh panjang awal (Initial Length) otot katak terhadap kekuatan kerutan
Pada percobaan ini, otot dibuat bekerja pada dua kondisi, yaitu:
A. pembebanan tidak langsung
B. pembebanan langsung
Pada kondisi A, otot tidak dibiarkan memanjang pada saat pemberian beban karena
adanya tumpuan, sedangkan pada B ketiadaan tumpuan menyebabkan otot dapat
memanjang pada saat beban ditambahkan.
Berdasarkan hukum Starling yang berbunyi Kuat kontraksi otot berbanding lurus
dengan panjang mula-mula otot tersebut, maka jelas kerja otot yang dihasilkan pada
keadaan B akan lebih besar daripada kerja otot yang dihasilkan pada keadaan A. Hasil yang
didapat dalam percobaan ini sudah sesuai dengan hukum Starling, dimana pada
pembebanan langsung kekuatan otot yang dihasilkan lebih besar daripada kerja otot
pada pembebenan tidak langsung.
10
0,5
20
0,2
30
Dari hasil di atas, kerja otot dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
W = F x S,dengan W = kerja otot, F = Gaya = beban x gravitasi, dan
S = Jarak pengangkatan; 20 gr merupakan beban maksimal
Berat Beban = B
Gaya
Jarak Pengangkatan = S
Kerja Otot = W
(kg)
(Bx10 m/s)
(m)
(Joule)
0,01
0,1
0,005
0,0005
0,02
0,2
0,002
0,0004
Dari hasil di atas dapat terlihat bahwa semakin berat beban semakin rendah kerja otot
Beban juga merupakan penentu penting untuk kecepatan pemendekan. Semakin besar
beban, semakin rendah kecepatan serat-serat otot memendek. Kecepatan pemendekan
maksimum apabila tidak terdapat beban eksternal dan menurun secara progresif seiring
dengan peningkatan beban, dan menjadi nol (tidak ada pemendekan) apabila beban tidak
dapat diatasi oleh ketegangan maksimum (Sherwood, 2001) analisis: semakin berat
bebannya semakin sedikit pemedekan otot semakin kecil kerja otot
III. Pengaruh regangan terhadap kekuatan kerutan otot ekstensor dan fleksor pada
manusia
Pada saat otot relaksasi yakni dalam posisi berbaring, maka semakin kuat ototnya, baik itu
ekstensor ataupun fleksor. Karena dalam posisi berbaring tubuh menyimpan kekuatan yang
lebih besar untuk melawan regangan yang besar. Sehingga semakin besar regangan,
semakin besar kekuatan kerutan ototnya.
E. MENJAWAB PERTANYAAN
I. Pengaruh panjang awal (Initial Length) otot katak terhadap kekuatan kerutan
1. Manakah yang harus diselesaikan lebih dahulu, pemasangan alat atau pembuatan sediaan
otot?
Jawab : Pemasangan alat, supaya nanti bisa langsung mengerjakan percobaan pada
sediaan otot
2. Apa yang dimaksud dengan pembebanan langsung?
Jawab : Beban diberikan langsung pada ujung otot yang bebas dan otot diregang sebelum
berkontraksi
F. KESIMPULAN
Kuat kontraksi otot berbanding lurus dengan panjang mula-mula otot tersebut.
Pada
pembebanan langsung kekuatan otot yang dihasilkan lebih besar daripada kerja otot pada
pembebenan tidak langsung. Semakin berat bebannya semakin sedikit pemedekan otot
semakin kecil kerja otot. Semakin besar regangan, semakin besar kekuatan kerutan otot nya.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B. Reece, L.G. Mitchell. 2004. Biologi edisi kelima jilid 3. Jakarta: Erlangga
Mitchell, P.H. 1956. A Textbook of General Phisiology. New York : McGraw-Hill Book Company, Inc.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition.
McGraw-Hill Companies
The Staff. 1958. Experimental Phisiology third edition. Minnesota: Burgess Publishing Company
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC