Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Trakeostomi adalah suatu prosedur meliputi pembuatan lubang permanen atau

sementara melalui tindakan bedah ke dalam trakea pada cincin trakea kedua, ketiga,
atau keempat dan pemasangan selang indwelling untuk memungkinkan ventilasi dan
pembuangan sekresi. Indikasi trakeostomi meliputi edema trakea karena trauma atau
respons alergi, obstruksi jalan nafas mekanis, ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi trakeabronkial, pencegahan aspirasi pada klien tak sadar yang memerlukan
ventilasi mekanis jangka panjang, apnea tidur, perdarahan jalan nafas atas, fraktur
laring atau trakeal, dan luka bakar jalan nafas (Black, 1993).
Perawat sebagai care provider pasien dituntut mampu memahami trakeostomi
secara keseluruhan. Dimulai dari anatomi dan fisiologi trakea, definisi trakeostomi,
tata cara penatalaksanaan prosedur trakeostomi, dan asuhan keperawatan pada
prosedur trakeostomi.

1.2

Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa

mengetahui,

memahami

dan

mampu

mengaplikasikan

penatalaksanaan dan asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi.


1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi trakea.
2. Mengetahui dan memahami definisi trakeostomi.
3. Mengetahui dan memahami indikasi dan kontraindikasi prosedur trakeostomi.
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi dan jenis trakeostomi.

5. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan

trakeostomi.
6. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan

perawatan alat yang digunakan pada trakeostomi.


7. Mengetahui dan memahami komplikasi yang timbul pada klien dengan

trakeostomi.
8. Mengetahui dan memahami WOC trakeostomi.
9. Mengetahui

dan

memahami

indikasi

dan

kontraindikasi

pelepasan

trakeostomi.
10. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan

asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi.

1.3

Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi trakea ?


2. Apa definisi trakeostomi?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi trakeostomi?
4. Apa saja klasifikasi dan jenis trakeostomi?
5. Bagaimana prosedur trakeostomi?
6. Bagaimana mengaplikasikan perawatan alat yang digunakan pada trakeostomi?
7. Apa komplikasi yang timbul pada klien dengan trakeostomi penatalaksanaan

trakeostomi?
8. Bagaimana WOC pada trakeostomi?
9. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pelepasan trakeostomi?
10. Bagaimana mengaplikasikan asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Trakea


(Davies, 1997) menjelaskan bahwa trakea merupakan tabung berongga yang
disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk
cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia
membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher
berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis.
Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea
di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus
rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi
trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid
dan hyoid.

Trakea

Gambar 1. Respiratory System, anterior


view, with microscopic view of alveoli and
pulmonary capillaries. (Modifies from
Scanlon,VC, Sanders, T: Essentials of
Anatomy and Physiology, ed 5. F.A. Davis,
Philadelphia, 2007.)

Gambar 2. Anatomi Trakea

2.2 Definisi, Sejarah, dan Fungsi Trakeostomi


2.2.1 Definisi
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar udara dapat
masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997).
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk
ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta, Rusmarjono,
Soepardi, 2004).
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian
atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan
tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea
agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan pintas
jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi (Robert, 1997).
Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksud membuat hubungan
antara leher bagian anterior dengan lumen trakea, sering saling tertukar. Definisi
yang tepat untuk trakeotomi ialah membuat insisi pada trakea, sedang trakeostomi
ialah membuat stoma pada trakea.

Dapat disimpulkan, trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan


udara melalui leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior
trakea cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat
stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar
udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas saat pasien
mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara pernapasan
karena obstruksi jalan nafas bagian atas.

Gambar3.Trakeostomi
(http://www.mda.org/publications/i
mages/q56tracheo-lg.jpg)

Gambar 4. Patient with Tracheostomy.


(Understanding The Respiratory System)

2.2.2 Sejarah Trakeostomi


Tindakan pembedahan ini memiliki reputasi yang cukup panjang. Buku suci
agama Hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 2000 dan 1000 SM menjelaskan
suatu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara apabila tulang rawan
leher dipotong. Namun para ahli sejarah menganggap Asclepiades yang lahir sekitar
124 SM merupakan orang pertama yang melakukan operasi ini.
Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka
melakukannya untuk menangani kasus difteria (infeksi akut yang disebabkan
Corymebacterium Diphteriae di mana gejala klinik eksotoksin yang dihasilkan oleh
bakteri ini. Salah satu gejala adalah obstruksi pernafasan : sesak, retraksi dinding
thoraks, sianosis dengan penanganan pemberian oksigen atau pun trakeostomi).
dengan angka keberhasilan 25 persen (pada saat itu angka tersebut merupakan
angka penyembuhan yang cukup tinggi).

Pada tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas dapat
dilakukan pada kasus kasus paralisis pernafasan yang sulit, khususnya
poliomielitis. Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran pada era
ini, dengan melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera
dada yang berat, intoksikasi barbiturat dan kontrol jalan nafas paska bedah.
Saat ini tengah dikembangkan teknik trakeostomi perkutaneus yang mana
secara umum adalah suatu prosedur elektif, teknik ini tidak sesuai untuk situasi
emergensi.
2.2.3 Fungsi Trakeostomi
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi

kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan


peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang
trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada

pasien dengan gangguan pernafasan


4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer

oleh tekanan negative intratoraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang
normal.

2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi


2.3.1 Indikasi Trakeostomi
1. Obstruksi mekanis saluran nafas atas.
Pasien yang mengalami obstruksi dan atau pun penyumbatan jalan nafas
dan mengalami kegagalan dalam pemakaian intubasi endotrakeal. Antara lain
akibat ;
No.
Penyebab
1.
Kongenital/bawaan

Contoh
- Stenosis (penyempitan) subglotis atau trakea
atas.
- Anomali trakeoesofagus.
- Haemangioma (adalah kumpulan pembuluh
darah kecil yang membentuk benjolan di
bawah kulit). Haemangiomas pada, dagu
rahang atau leher anak kadang-kadang dapat

2.

Infeksi

3.

Keganasan

4.

Trauma

5.

Kelumpuhan
suara

6.

Benda asing .

mempengaruhi jalan napas nya, menyebabkan


kesulitan bernapas. Tanda pertama dari hal ini
adalah stridor, ketika anak membuat suara
serak dengan napas masing-masing. Jika
hemangioma tumbuh, dapat menyumbat jalan
napas. Pada beberapa anak, laser pengobatan
hemangioma
jalan
napas
selama
microlaryngobronchoscopy
a
(MLB)
meningkatkan masalah pernapasan, tetapi
kadang-kadang seorang anak mungkin perlu
memiliki trakeostomi (pembukaan ke batang
tenggorokan buatan) untuk meningkatkan
pernapasan mereka.
- Epiglotitis akut
- Laryngotracheobronchitis
- Angina Ludwig (radang berat disertai
supurasi di daerah bawah mulut)
Tumor laring, faring, lidah, atau trakea atas
tingkat lanjut dengan stridor.
- Di maksilofasial.
- Luka tembak, tusuk di leher.
- Menghirup asap.
- Menelan cairan korosif.
pita - Postoperasi komplikasi tiroidektomi
- Operasi esophagus
- Operasi jantung, cerebral bulbar.
- Terhirup objek yang bersarang di saluran
nafas atas menyebabkan stridor.
- Adanya benda asing di subglotis. Stoma
berguna untuk mengambil benda asing dari
subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.

Gambar 5. Indikasi Tindakan Trakeostomi untuk Mengatasi


Obstruksi Jalan Nafas (Bradley, 1997).

2. Perlindungan Trakeobronkial Tree dari Aspirasi.


Dalam kondisi kronis di mana adanya ketidakmampuan laring atau faring
dapat memungkinkan aspirasi dan menghirup air liur atau isi lambung,
trakeostomi harus dilakukan. Kondisi itu di alami karena ;
No.
Penyebab
1.
Penyakit neurologis

Contoh
- Polyneuritis (terganggunya transmisi syaraf
atau jaringan syaraf yang kekurangan energi,
misalnya Guillain "Barre yaitu penyakit
yang menyerang radiks saraf yang bersifat
akut dan menyebabkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bawah dan
meluas ke atas sampai tubuh dan otot-otot
wajah)
- Tetanus.
Adanya penyumbatan di rongga faring dan
laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus
(kejang otot) sering ditanggulangi dengan
Trakeostomi.
- Bulbar poliomyelitis
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
Menyebabkan kelumpuhan vocal bilateral
dengan kegagalan pernafasan akut.
Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan

2.

3.

Koma

Trauma

untuk menelan dapat mengakibatkan resiko


tinggi terjadinya aspirasi.
- Cedera kepala
- Overdosis
- Keracunan
- Stroke
- Tumor otak
Dalam situasi di mana nilai GCS kurang dari
8,pasien beresiko aspirasi karena refleks
pelindung hilang.
- Patah tulang wajah yang parah.
Dapat mengakibatkan aspirasi darah dari
saluran nafas atas.

3. Gagal nafas.
No.
Penyebab
1.
Kerusakan paru.

Contoh
Menyebabkan kapasitas vitalnya berkurang dan
trakeostomi mengurangi ruang rugi (dead air
space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring.
- Eksaserbasi bronkitis kronis
- Emfisema
- Asma berat.
- Pneumonia berat.

2.

Penyakit paru

3.

Penyakit neurologis.

- Multiple sclerosis.
Kasus yang parah seperti Multiple Sclerosis
(MS) menyebabkan masalah seperti disfagia
(kesulitan menelan), batuk, dan gagal nafas.

4.

Luka dada

Dapat menyebabkan pneumotoraks yang


berakibat gagal nafas.

4. Retensi sekresi bronchial


No.
Penyebab
1.
Penyakit paru

Contoh
- Infeksi saluran pernafasan akut

2.

Penurunan
kesadaran

tingkat

3.

Trauma ke kandang
otot toraks

2.3.2 Kontraindikasi Trakeostomi.


1. Antisipasi adanya penyumbatan karena karsinoma (sejenis kanker).
1. Infeksi pada tempat pemasangan.
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, contoh ; Hemofili.
2.4 Klasifikasi Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen
dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan
letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga.
Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada
trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif
(persiapan sarana cukup) yang dapat dilakukan secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu,
2001).
2.4.1. Lama Pemasangan
1. Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)

Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher.


Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak
diperlukan tracheostomy tube (canule).
2. Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi.
Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal
(terutama pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan
MRI Scanning)
2.4.2 Letak Insisi
1. Insisi Vertikal.
Dilakukan pada keadaan darurat
2. Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.

2.4.3 Waktu Dilakukan Tindakan


1. Darurat

Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan
tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih
cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh
lebih kecil. Menggunakan teknik insisi vertikal.

2.Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Menggunakan teknik insisi horizontal
Untuk lebih jelasnya perhatikan table berikut :
No.

Waktu dilakukan

Lama Penggunaan

Teknik Insisi

Tindakan
1.

Darurat

Sementara

Vertikal, dibuat di anatara


cincin trakea 1 dan 2 atau 2
dan 3.

2.

Non-darurat

Permanen

Horizontal, dibuat di antara


cincin

trakea

dan

sepanjang 4-5 cm.

2.5 Penatalaksanaan Trakeostomi.


2.5.1 Jenis Tindakan

1.

Darurat, dilakukan Percutaneous Tracheostomy.


Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat.
Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga.
Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat
dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih
kecil.

2. Elektif, dilakukan Surgical Tracheostomy.


Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

Selain itu, terdapat Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada
pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan
kawat dan dilator (Bradley, 1997).
2.5.2 Persiapan Alat
1. Alat alat ;
a.Spuit yang berisi analgesia.
b.Pisau bedah.
c.

Pinset anatomi.

d.

Gunting panjang tumpul.

e.

Sepasang pengait tumpul.

f.

Benang bedah.

g.

Klem arteri, gunting kecil yang tajam.

h.

Kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.


2. Jenis Pipa
a.Cuffed Tubes.Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar6. Cuffed Tubes

Gambar7. Mekanisme kerja cuffed tubes

b. Uncuffed Tubes.
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak mempunyai
risiko aspirasi.

Gambar8. Uncuffed Tubes

c. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam).


Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga kanul
dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.

d.

Silver Negus Tubes.


Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka panjang.
Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat sendiri.

Gambar9. Silver Negus Tubes

e. Fenestrated Tubes.
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang terbuka di sebelah posteriornya,
sehingga penderita masih tetap merasa bernafas melewati hidungnya. Selain itu,
bagian terbuka ini memungkinkan penderita untuk dapat berbicara (Kenneth,
2004).

Gambar10. Fenestrated Tubes

3.

Ukuran.

Ukuran trakeostomi standar adalah 0 12 atau 24 44 French.


Trakeostomi umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada. Tabung
dari plastik mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari yang besi.
Tabung dari plastik melengkung lebih baik kedalam trakea sehingga iritasi lebih
sedikitdan lebih nyaman bagi klien.
2.5.3 Persiapan Pasien.
a. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30 untuk
menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher.

b.

Bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk


diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan
lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. (Gambar

c. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup
dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan
fossa suprasternal secara infiltrasi.

Gambar11. Posisi kepala dan leher pasien.

Gambar 12. Daerah yang akan disayat.

Gambar13. Anastesi dilakukan.

2.5.4 Prosedur Inti.


a. Sayatan kulit 5 sentimeter, vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah
krikoid sampai fosa suprasternal, sedangkan sayatan horizontal di pertengahan
jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari
dari bawah krikoid orang dewasa.

Gambar14. Sayatan di leher

b. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila
lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral.
Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke
lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.

Gambar15. Proses Trakeostomi

2.6 Komplikasi Trakeostomi


No.
1.

Waktu
- Intraoperatif

Komplikas
- Haemorrhage (pendarahan).
- Rasa panas pada jalan nafas
- Cedera pada trakea dan laring
- Cedera pada struktur trakeal
- Emboli udara
- Apnea
- Henti jantung
- Perforasi
- Ruptur pleura viseralis
- Sumbatan darah/secret

2.

Postoperatif

- Emfisema subkutan
- Pneumotoraks / pneumomediastinum
- Tabung berpindah
- Tabung tersumbat
- Infeksi luka
- Trakea nekrosis
- Pendarahan sekunder
- Masalah menelan

3.

Jangka panjang

- Obstruksi jalan nafas atas


- Infeksi
- Fistula trakeoesofagus
- Stenosis trakea
- Iskemia atau nekrosis trakea

2.7 Prosedur Perawatan Selang Trakeostomi


1. Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai dan berikan ketenangan

selama pengisapan.
2. Siapkan alat alat yang diperlukan
3. Cuci tangan
4. Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan sesuai kebutuhan)

5. Buka kit kateter pengisap


6. Isi kom dengan normal salin
7. Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran oksigen yang tinggi.
8. Kenakan sarung tangan pada kedua tangan ( steril )

9. Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan hubungkan ke pengisap
10. Masukkan selang kateter samapi pada karina tanpa memberikan isapan, untuk

menstimulasi reflek batuk


11. Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360 derajat

tanpa menyentuh lapisan mucus saluran napas (lakukan pengisapan maksimal 10-15
detik karena pasien dapat hipoksia)
12. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas
13. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.

14. Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan


15. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakea

16. Bilas selang pengisap


17. Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan kotor.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Gambar16. Prosedur perawatan tracheostomy tube

2.7 Web of Caution


Inflamasi penyakit
tertentu yang menyumbat
jalan napas

Cedera parah pada


wajah dan leher

Obtruksi jalan napas


bagian atas

Bersihan jalan napas


tidak efektif

Trakeost
omi

Udara keluar
masuk tanpa
system
penyaringan

Pre
operasi

Kurang
pengetahuan

Ansiet
as

Perubahan
anatomi
leher

Gaggua
n citra
diri

Mikroorganisme
/ benda asing
masuk ke dalam
trakhea
Menstimulus sel
goblet untuk
memproduksi
mukus
Produksi
mucus
meningkat

Post
operasi

Insisi
pada
kulit
leher
Kerusak
an
integrita
s kulit

Trakeostomi
tube menekan
pita suara

Ganggua
n
komunik
asi

Resiko
infeksi

Media yang baik


untuk berkembangnya
mikroba

Akumulasi
sekret

Bersihan jalan
napas tidak efektif

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1

Anamnnesa

a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
b. Data Subyektif : sesak napas, nyeri
c. Data obyektif : RR meningkat, Saturasi O2 menurun

3.1.2

Pemeriksaan Fisik

B1 : Ronchi, RR meningkat, Saturasi O2 menurun

3.1.3 Pengkajian Psikososial


Ansietas terjadi pada pasien dengan trakeostomi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Periode Praoperasi
1. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan
yang akan dijalani dan dampak kondisi pada gaya hidup.
a. Kriteria hasil :
1. Menyebutkan alasan untuk trakeostomi dan hasil yang diperkirakan.
2. Menyebutkan keterbatasan bicara dan komunikasi yang diantisipasi.
3. Menggambarkan perawatan segera pascaoperasi dan tindakan perawatan diri.
4. Praoperasi, menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
menggunakan metode lain selain bicara.
No.
Kriteria Pengkajian Fokus
1.
Tingkat melek huruf.

2.

3.

Makna Klinis
Kemampuan klien untuk membaca
dan menulis akan mempengaruhi
komunikasi
pascaoperasi
dan
kebutuhan penyuluhan.

Pengertian tentang prosedur


trakeostomi
termasuk
pengalaman sebelumnya dengan Mengkaji pengetahuan klien akan
pembedahan dan anastesia.
memandu
perawat
dalam
merencanakan strategi penyuluhan
Pengetahuan tentang potensial yang tepat dan efektif. Perawat harus
sequel
dari
trakeostomi, menentukan
apakah
penjelasan
termasuk:
tambahan dari dokter diperlukan
a. Status
sementara
atau unuk mendapatkan izin tindakan dari
permanen
klien.
b. Perubahan fungsi tubuh
c. Perubahan penampilan
d. Keterbatasan bicara
e. Keterbatasan mobilitas

b. Intervensi dan rasional.


No.

Intervensi

Rasional

1.

Pertegas
penjelasan
dokter
tentang
pembedahan
dan
alasannya. Bila memungkinkan,
jelaskan bahwa trakeostomi
sementara diindikasikan dalam
edema pascaoperasi setelah
biopsy, distress pernafasan berat,
dan gangguan lain, dan bahwa
trakeostomi permanen adalah
alternative
untuk
intubasi
endotrakeal atau nasotrakeal

2.

Jelaskan istilah dan konsep Pengertian


tentang
terminologi
umum, berikan literature dan memperbaiki
pemahaman
dan
peralatan
aktual,
bila membantu mengurangi ansietas.
memungkinkan. Pastikan klien
mengenal hal berikut :
a. Prosedur trakeostomi
b. Stoma
c. Selang trakeostomi
d. Suksion dan kateter suksion
e. Kolar pelembab trakeal
f. Pengikat trakeostomi
g. Oto trakea

3.

Diskusikan potensial squele Menyiapkan klien untuk apa yang


bedah trakeostomi, termasuk :
diperkirakan dapat mengurangi
a. Perubahan penampilan tubuh ansietas karena ketidaktahuan.
b. Perubahan fungsi tubuh,
misalnya ; bernafas, bicara,
menyanyi,
batuk,
dan
pembersihan sekresi.

4.

Jelaskan klien tentang cara-cara


alternative komunikasi (misal ;
kertas atau papan gambar).
Minta
klien
menggunakan
peragaan
ulang
untuk
menunjukkan kemahiran.

3.2.2 Periode Pascaprosedur

Menjelaskan tentang apa yang


diperkirakan terjadi dapat membantu
mengurangi ansietas klien yang
berhubungan dengan ketakutan akan
hal-hal yang tidak diketahui dan
tidak diperkirakan.

Dengan
meminta
klien
mempraktikkan teknik komunikasi
sebelum prosedur memungkinkan
perawat untuk mendeteksi dan
berupaya untuk memperbaiki adanya
kekurangan yang serius. Penguasaan
terhadap pengganti komunikasi
dapat
membantu
menurunkan
perasaan asing dan kesepian,
meningkatkan rasa kontrol klien dan
mengurangi ansietas.

1. Resiko tinggi inefektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


peningkatan sekresi sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam, atau
perubahan posisi selang trakeostomi.
a. Kriteria hasil :
1. Klien akan mempertahankan selang trakeostomi paten.
2. Klien batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas.
No. Kriteria Pengkajian Fokus

Makna Klinis

1.

Status pernafasan.

Pengkajian data dasar terus menerus


memungkinkan
deteksi
dini
terjadinya masalah.

2.

Batuk.

Upaya batuk efektif perlu untuk


mengeluarkan sekresi.

3.

Sekresi.

Mengkaji jumlah, warna, dan


karakter
sekresi
membantu
mendeteksi
infeksi
dan
mengevaluasi resiko obstruksi.

b. Intervensi dan rasional :


No.

Intervensi

Rasional

1.

Tinggikan kepala tempat tidur Posisi ini memudahkan pernafasan


30 - 45 derajat.
optimal
dengan
meningkatkan
drainase sekresi.

2.

Anjurkan klien untuk bernafas Nafas


dalam
mengurangi
dalam dan batuk secara teratur. penumpukan
sekresi,
batuk
membantu mengeluarkan sekresi.

3.

Berikan pelembaban adekuat Pelembaban


diperlukan
untuk
udara inspirasi.
menggantikan pelembaban bypass
yang normalnya diberikan struktur
nasofaringeal.
Kurang pelembaban dapat mengarah
pada pengeringan mukosa trakeal
dan gangguan proses transport
mukosaliar dengan mengakibatkan
rusaknya mukosa dan kemungkinan
trakeitis (Martin, 1989).

4.

Pengisian salin normal steril (5 Pengisian salin akan mencuci


ml) sesuai kebutuhan
mukosa trakeal dan bronchial dan
merangsang
batuk
untuk
membersihkan
sekresi
(Mapp,
1988).

5.

Suksion 5 10 detik sesuai


kebutuhan,
dengan
mempertahankan teknik steril
sesuai
indikasi
dengan
auskultasi paru.

6.

Secara teratur inspeksi dan Sekresi kering dapat menghambat


bersihkan selang trakeostomi.
jalan nafas atau menjadi sumber
infeksi.

7.

Pertahankan
optimal.

status

Suksion membuang sekresi dan


mencegah stasis. Suksion berlebihan
dapat menimbulkan hipoksia dan
atau iritasi pada mukosa trakeal
(Sigler, 1993)

hidrasi Status hidrasi mempengaruhi jumlah


dan karakter sekresi, klien dehidrasi
beresiko terhadap pembentukan
sumbatan oleh lendir.

d. Dokumentasi
1. Masukan dan haluaran.
2. Berat jenis urine.
3. Jumlah dan karakter sekresi.
4. Pemberian pelembaban.
5. Catatan perkembangan.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan penumpukan sekresi


berlebihan dan bypass pertahanan pernafasan atas.
a. Kriteria hasil
1. Klien akan bebas dari infeksi pada tempat trakeostomi.
No.
1.

Kriteria Pengkajian Fokus

Makna Klinis

Tempat trakeostomi ; tanda Tempat trakeostomi adalah resiko


infeksi
tinggi terhadap infeksi karena
statusnya sebagai luka terbuka,
kemungkinan trauma jaringan akibat
suksion, dan media kultur diberikan

oleh sekresi.

b.

Intervensi dan rasional :


No.
1.

Intervensi

Rasional

a. Suksion selang trakeostomi a.Penghisapan teratur menghilangkan


setiap jam dan sesuai kebutuhan sekresi yang tertumpuk, yang
atau yang telah dipesankan.
memberikan media baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme.
b. Pertahankan teknik steril.
b. Memberi perlindungan infeksi.
c. Gunakan kateter yang telah
diberi pelumas, ukuran yang c.Kateter yang terlalu besar dapat
tepat (kurang dari setengah menghambat jalan nafas, kateter yang
diameter selang trakeostomi), tidak dilumasi dapat mengetuk selang
lumasi selang kateter non- trakeostomi.
silikon dengan air, kateter
silicon dengan pelumas larut
air, nonpetroleum.
d. Kurangi frekuensi suksion
sesuai
kebutuhan,
sejalan
dengan penurunan pembentukan
sekresi.

2.

Kaji batas stoma terhadap


edema yang tak biasanya, tanda
kerusakan
kulit,
drainase,
pendarahan, bau, eritema, lesi,
dan krepitus udara.

Drainase
abnormal
dapat
menunjukkan infeksi (purulen, bau)
atau kebocoran duktus torakal (seperti
susu).

3.

Ganti balutan trakeostomi setiap Penggantian


balutan
teratur
shift atau sesuai kebutuhan,
membantu mempertahankan batas
stoma tetap kering dan bebas mukus.

4.

Hindari iritasi jaringan di


sekitarnya
dengan
mengendurkan ruang satu jari di
antara pengikat dan leher.

Ikatan harus cukup aman untuk


mencegah gerakan turun naik selang
trakeostomi dalam trakea tetapi tidak
terlalu kencang karen dapat menekan
vena jugularis eksterna.

5.

a.Bersihkan sekitar stoma setiap


4 jam dan sesuai kebutuhan ;
gunakan hydrogen peroksida
setengah kuat dan larutan salin,

Pembersihan teratur menghilangkan


sumber kontaminasi potensial. Dokter
mungkin membiarkan stoma tanpa
balutan selama periode pascaoperasi

dan usap dengan salin.


b.Oleskan salep antibakteri bila
dipesankan.

segera
untuk
memudahkan
pengkajian dan pembersihan.

c.Bila
selang
trakeostomi
dijahit, bersihkan sekitar stoma
menggunakan bola kapas.

c.

Dokumentasi :

1.

Perawatan trakeostomi,

2.

Kondisi letak.

3.

Catatan perkembangan.

4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk

menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.


a.

Kriteria hasil.
1. Klien akan mengkomunikasikan kebutuhan dasar dengan menggunakan
bentuk komunikasi pengganti.
No.
1.

Kriteria pengkajian fokus


Potensial
kesulitan
berkomunikasi ;
a. Buta

huruf atau
membaca rendah.

Defisit pendengaran.

Makna klinis

untuk Pengkajian
kesulitan
sebelum
trakeostomi memungkinkan perawat
merencanakan strategi penyuluhan
tingkat yang tepat dan intervensi lain untuk
memaksimalkan
kemampuan
komunikasi pasca bedah klien

Defisit penglihatan.
Kerusakan kognitif.
e.

Rentang perhatian buruk


atau ingatan jangka pendek.

Kerusakan koordinasi matatangan


atau
keterampilan
motorik halus.
2.

Pengertian tentang trakeostomi Perkiraan klien tentang kerusakan


dan efeknya pada bicara.
bicara
memungkinkan
adaptasi
terhadap cara komunikasi pengganti

dan mencegah syok serta takut pada


ketidakmampuan untuk bicara setelah
operasi.

2.
No.

Intervensi dan rasional :


Intervensi

Rasional

1.

Berdasarkan hasil pengkaji-an,


lakukan konsultasi yang tepat
(misal
patologis
wicara
,optalmologist, atau otorhinolaringologist).

Klien
mungkin
memerlukan
intervensi intensif, khusus unutk
memastikan
komunikasi
yang
efektif.

2.

Sebelum pembedahan jelas-kan


klien tentang efek yang
diperkirakan dari trakeosto-mi
terhadap bicara.

3.

Setelah mengidentifikasi metode komunikasi pengganti yang


tepat, instruksikan kli-en untuk
mempraktikkan
pa-da
praoperasi,
bila
memungkinkan.

Pengertian klien bahwa trakeostomi


normalnya
tidak
mengganggu
struktur anatomi yang bertanggung
jawab terhadap penghasilan bunyi,
dan
bahwa
kerusakan
bunyi
Jelaskan
fisiologi
normal mungkin
sementara,
dapat
penghasilan
bicara
dan membantu
klien
mengatasi
bagaimana
trakeostomi kerusakan
bicara
dan
dapat
mengganggu mekanisme ini.
mendorong penggunaan metode
komunikasi pengganti (Trwley,
1987).

Anjurkan staf dan para pendukung untuk mempraktik-kan


juga komunikasi peng-ganti.
4.

5.

Simpan lampu pemanggil di


samping tempat tidur klien, dan
letakkan catatan pada meja
Klien untuk sementara tidak
dapat berbicara.

Penggunaan bentuk komunikasi


pengganti
dapat
membantu
menurunkan ansietas dan perasaan
terisolasi dan asing, meningkatkan
control terhadap situasi, dan
meningkatkan keamanan (Sawyer,
1990).

Klien
akan
tidak
menggunakan interkom.

mampu

Jawaban yang tanggap terhadap


lampu pemanggil akan membantu
mengurangi perasaan terisolasi dan
member keyakinan bahwa staf ada
(Swayer, 1990).

Singkirkan penghambat eks-tra Teknik

komunikasi

efektif

oleh

yang dapat mempengaru-hi pendengar


meningkatkan
komunikasi efektif.
pemahaman (Mapp, 1988).
a. Berikan lingkungan
tenang dan tentram.

yang

b. Kurangirangsangeksternal

(misal ; televisi, radio, dan


pembicaraan orang lain).
c. Menghadap klien saat ber-

komunikasi.
d. Berikan waktu yang ade-kuat
untuk klien melaku-kan,
menyelesaikan,
dan
berespons terhadap komunikasi.
e. Hindari

menyela
atau
menyelesaikan kalimat ya-ng
klien ucapkan, biarkan klien
berkomunikasi
sesu-ai
keinginannya.

f. Gunakan

untuk
haman.

pernyataan ulang
memastikan pema-

g. Gunakan

keterampilan
endengar aktif.

m-

h. Berikan

dukungan emosional,
menenangkan
dan
dorongan.

6.

Bila sudah dijelaskan sejak Menjadi


mapu
bicara
akan
awal,
anjurkan
klien menurunkan perasaan terisolasi dan
mempraktikkan
teknik terasing.
komunikasi
verbal
setelah
trakeostomi dipasang, untuk
klien dengan selang sementara,
atau setelah mereka diberi alat
komunikasi tambahan (misal ;
laring elektronik), untuk mereka
dengan trakeortomi permanen.

c. Dokumentasi.
1.

Catatlah perkembangan.

2.

Kemampuan untuk berkomunikasi.

5. Resiko

tinggi terhadap perubahan pola seksualitas yang berhubungan


denganperubahan penampilan, takut penolakan.
a. Kriteria hasil :
1. Klien akan mendiskusikan perasaan dan kekhawatirannya mengenai efek
trakeosomi pada fungsi seksual
2. Mengungkapkan niat untuk menceritakan pada pasangan.
No.

Kriteria Pengkajian Fokus

Makna Klinis

1.

Riwayat seksual, termasuk


kebutuhan atau kekhawatiran
spesifik seksual klien dan
pasangan.

Mendapatkan riwayat seksual tidak


hanya
memberikan
informasi
bermanfaat tetapi juga memvalidasi
bahwa seksual adalah komponen
penting
dari
kesehatan
dan
kesejahteraan yang memerlukan
penyelidikan.

2.

Adanya factor yang dapat


menghambat libido atau
ekspresi seksual (misal ;
nyeri, keletihan, keterbatasan
mobilitas, dan masalah medis
lain).

Pengkajian
ini
membantu
menentukan apakah kondisi fisik
klien memungkinkan untuk bentuk
ekspresi seksual yang biasanya.

b. Intervensi dan rasional :


No.
1.

Intervensi

Rasional

Diskusikan efek trakeostomi


yang diperkirakan pada fungsi
tubuh (misal ; bernafas,
berbicara,
batuk,
membersihkan
sekresi),
penampilan, dan mobilitas,
keintiman
dengan
orang
terdekat, dan kemampuan
unutk tetap aktif dalam

Pengertian klien tentang efek bedah


dapat membantu klien menerima dan
mengatasi
perubahan
dan
mempertahankan peran hubungan,
harga diri, dan identitas seksual.

seksualitas.
2.

Konsul klien tentang masalah Model PLISSIT memungkinkan


seksual, dengan menggunakan perawat untuk membimbing masalah
metode konseling PLISSIT ;
klien dalam cara terorganisasi dan
efektif (Groenwald, 1993).
a. Permission (izin).
Berikan kepastian bahwa
saling berbagi perasaan dan
kekhawatiran
tentang
seksual adalah sehat dan
bahwa minat seks dan
keintiman fisik ketika sakit
adalah
normal,
dorong
saling
berbagi
perasaandengan pasangan.
Limited information.
Berikan hanya informasi
yang tepat untuk kondisi
dan kekhawatiran tertentu
klien.
Specificinstructions
Berikan instruksi dan saran
yang rinci untuk mengatasi
masalah dan kekhawatiran
spesifik.
Intensive therapy
Lakukan rujukan pada ahli
spesialis untuk terapi yang
lebih
intensif,
sesuai
kebutuhan.

3.

Tenangkan klien dan pasangan


bahwa kekhawatiran dan rasa
takut mereka adalah normal
dan diperkirakan

Penenangan ini dapat membantu


mengurangi
ansietas,
dan
memudahkan koping positif dan
komunikasi terbuka.

4.

Biarkan pasangan untuk saling


berbagi
rasa
mengenai
kekhawatirannya dalam ruang
tersendiri,
bila

Pemberian privasi dapt mendorong


pasangan
klien
untuk
mengungkapkan
perasaan
dan
kekhawatiran, yang merupakan

memungkinkan. Area yang komponen


penting
dalam
menjadi
kekhawatiran perencanaan intervensi efektif.
biasanya termasuk resiko
menyakiti
atau
bahkan
membuat klien kehabisan
nafas
(sufokasi)
selama
aktivitas seksual.
5.

Anjurkan klien dan pasangan Melihat pada stoma dapat membantu


unutk
melihat
letak klien dan pasangan menerima
trakeostomi.
kenyataan tentang perubahan fungsi
dan penampilan tubuh, yang
memudahkan koping positif.

6.

Intervensi untuk membantu


klarifikasi miskonsepsi atau
menunjukkan area spesifik
tentang kekhawatiran.
a.Takut akan kehabisan nafas
(sufokasi).
Jelaskan
bahwa
ini
kemungkinan yang sangat
kecil, anjurkan klien untuk
menggunakan pelindung atau
penutup
stoma
sebagai
kewaspadaan tambahan.
Sekresi dan bau menusuk.
Anjurkanpenggunaan
parfum atau aftershave untuk
menutupi bau, atau gunakan
oto stoma untuk menutupi
sekresi.
c.Penampilan menjijikkan
Anjurkan menutupi oto
stoma dengan scarf, krag
baju tinggi, dank rag kurakura, atau ascot, instruksikan
klien
pria
untuk
menggunakan kaos ukuran
krag besar untuk menutupi
oto stoma tanpa perlu

Penunjukkan
masalah
dan
kekhawatiran spesifik membantu
klien dan pasangan dalam adaptasi
terhadap perubahan.

mengikatnya.
d. Keletihan.
Anjurkan periode istirahat
sebelum melakukan aktivitas
seksual, dan anjurkan posisi
yang
meminimalkan
penggunaan energi klien
(misal ; klien di bawah atau
kedua pasangan miring).
Penurunan Libido.
Jelaskan bahwa ini adalah
normal setelah pembedahan,
karena
banyak
factor
termasuk
keletihan,
kekhawatiran
tentang
penampilan, dan bau, nyeri,
dan ansietas. Tenangkan
klien bahwa libido akan
kembali bila faktor-faktor
tersebut teratasi.
7.

f.

Konsul dengan terapis pakar Klien dan pasangan mendapatkan


seks, bila diindikasikan.
keuntungan dari keahlian seorang
spesialis.

Dokumentasi

1. Catatan perkembangan
2. Interaksi.
3. Penyuluhan klien.

5. Resiko Tinggi terhadap Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh yang
berhubungan dengan proses penyakit, anoreksia, disfagia, odinofagia, dan status
puasa pasca operasi.
a. Kriteria Hasil :
1. Klien mempertahankan berat badan atau penurunan tidak lebih dari 2 kg
dalam periode pasca operasi.

2. Klien mengkonsumsi jumlah cairan dan nutrisi adekuat untuk memenuhi


kebutuhan metabolism basal pada periode pasca operasi.
3. Masukan nutrisi dan cairan adekuat tanpa aspirasi atau tersedak sebelum
pulang.
No.

Kriteria Pengkajian Fokus

1.

Berat badan praoperasi

2.

Penurunan berat badan dan


periode dimana berat badan
menurun.

3.

Masalah medis dahulu/saat ini


dan pembedahan yang
mempengaruhi diet saat ini.

4.

Kemampuan untuk mengunyah


dan menelan pada praoperasi
dan pascaoperasi, termasuk
pengkajian gigi.

5.

Nafsu
makan,
intoleransi
makanan, alergi, dan status
usus.

6.

Pola
masukan
praoperasi.

7.

Agama, budaya, atau praktek


etnik yang berdampak pada
masukan makanan.

8.

Sumber persiapan makanan.

Makna Klinis
1-3. Status nutrisi praoperasi, riwayat
medikal/bedah, gigi, dan makanan
kesukaan dapat mempengaruhi status
nutrisi pasca operasi dan pasca pulang.

4-8.Kesulitan mendapatkan, menyiapkan, atau mengkonsumsi makanan pra


operasi dan pasca operasi dapat
mempengaruhi masukan/ pola nutrisi
pasca operasi.

makanan

c. Intervensi
No.

Intervensi

Rasional

1.

Jelakan peran dan pentingnya Penjelasan perlunya nutrisi pasca


nutrisi pada pemulihan jaringan operasi optimal dapat membantu
pasca operasi.
meminimalkan
miskosepsi
dan
memudahkan kepatuhan klien.

2.

Pantau berat badan.

Kecenderungan berat badan dapat


mengindikasikan kebutuhan suplemen
diet atau perubahan teknik pemberian
makan pada klien dengan peningkatan
kebutuhan nutrisi atau mereka yang
akan diouasakan selama lebih dari 1

sampai 2 hari (Taylor, 1989).


3.

Kaji kemampuan pasien untuk Edema


pasca
operasi
dapat
menelan tanpa batuk atau menyebabkan
disfagia
atau
aspirasi.
odinofagia. Aspirasi tersembunyi
terjadi pada 30% sampai 50% pasien
dengan disfagia (Mendelsohn, 1993).
Selang
trakeostomi
dapat
menambatkan laring, membatasi gerak
laring selama menelan dan karenanya
mencetuskan aspirasi (Mendelsohn,
1993). Pemberian makan akan perlu
dihentikan dan dokter diberitahu bila
klien teraspirasi. Aspirasi refluks asam
akut dapat menimbulkan mortalitas
sampai 50%; tidak seperti prandial
(selama deglutisi) atau aspriasi saliva,
kerusakan utama adalah iritasi asam
pada jaringan paru daripada infeksi
bakteri (Mendelsohn, 1992).

4.

Evaluasi konsistensi makanan Semi padat atau makanan dihaluskan


yang dapat ditoleransi pasien mungkin ditoleransi lebih baik, karen
tanpa aspirasi.
awal menelan dan gerakan makanan
dari konsistensi ini dikontrol lebih
baik daripada cairan (Mendelsohn,
1993).

5.

Pertahankan kepala tempat tidur Untuk memudahkan menelan dan


dalam Fowlers tinggi, atau membantu mencegah aspirasi (Black,
pasien harus duduk di kursi saat 1993).
makan.

6.

Inspeksi area periostoma dan


sekresi
trakeal
terhadap
makanan
bila
diberikan
makanan peroral.

Ini dapat menjadi pertanda aspirasi ;


karenanya pemberian makanan harus
dihentikan dan dokter diberi tahu
(Swayer, 1990).

7.

Pertahankan status puasa bila


trakeostomi dilakukan dengan
prosedur bedah yang mencakup
jahitan mukosa.

Suture baru memerlukan waktu untuk


menyembuh
untuk
mencegah
gangguan atau kontaminasi insisi
mukosa (Sigler, 1993).

8.

Berikan makan melalui selang


(sesuai ketentuan atau yang
telah dipesankan) dan ajarkan
prinsip-prinsip
pemberian
makan melalui selang.

Untuk mempertahankan berat badan,


memudahkan penyembuhan luka, dan
membantu mencegah infeksi (Sigler,
1993).

9.

Pertahankan hygiene oral yang Untuk menjaga suture tetap bersih dan

baik sebelum dan setelah makan merangsang nafsu makan.


bila diberikan makanan peroral.
10.

Bekerja sama dengan ahli gizi


untuk memastikan kebutuhan
nutrisi pasien bila klien
mengalami defisit nutrisi pra
operasi atau masukan nutrisi
dibatasi pada periode pasca
operasi.

Bila klien mendapat makan melalui


selang atau mengalami kesulitan
mempertahankan masukan nutrisi
adekuat, masukan dari ahli gizi
mungkin
diperlukan
untuk
menetapkan kebutuhan nutrient dan
cairan bagi klien untuk memudahkan
pemulihan luka dan mencegah
dehidrasi.

d.Dokumentasi
1. Flow record.
a. Masukan dan haluaran.
2. Catatan perkembangan.
a. Toleransi terhadap selang makanan.
b. Toleransi terhadap makan per oral.

6. Resiko Tinggi terhadap Inefektif Penatalaksanaan Regimen Teraupetik yang


berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang perawatan
tracheostomy, tindak kewaspadaan, tanda dan gejala komplikasi, perawatan
kedaruratan, dan perawatan lanjut.
a. Kriteria hasil :
1. Berhubungan dengan rencana pemulangan.
2. Rujuk pada rencana pemulangan.
No.

Kriteria pengkajian fokus

1.

Partisipasi dalam perawatan


diri.

2.

Kemampuan untuk melakukan


perawatan
tracheostomy
mandi-ri.

Makna klinis
Pengkajian ini membantu menetapkan
kemampuan
klien
untuk
penatalaksanaan tracheostomy di
rumah
dan
mengidentifikasi
kebutuhan rujukan.

3.

Kesiapan dan kemampuan Klien atau keluarga yang gagal


untuk belajar serta dan mencapai tujuan belajar memerlukan
menyerap informasi.
rujukan untuk mendapat bantuan
setelah pulang.

c. Intervensi dan rasional.


No.
1.

Intervensi

Rasional

Ajarkan tindakan perawatan Perawatan tracheostomy yang tepat


tracheostomy di rumah.
dapat membantu mencegah infeksi dan
kompliklasi lain.
a. Perawatan kulit.

a. Kulit harus dilindungi dari


sekresi erosif.

b. Suksion.

b. Suksion mungkin diperlukan


untuk memberikan patensi
jalan nafas.

c. Perawatan selang.

c. Perawatan selang yang tepat


menghilangkan sumber infeksi
potensial dan obstruksi.

d. Pengisian salin normal steril


atau disinfeksi dapat dibuat
dengan merebus 1 quart air
selama 10 menit, tambahkan
1 sendok the garam, diamkan
hingga dingin, tuang dalam
wadah steril, dan masukkan
dalam lemari pendingin.
Keluarkan setelah 1 minggu

d. Pengisian

e. Gunakan penutup atau krag


stoma.

e. Oto stoma melindungi stoma,


dan menyaring partikel debu,
dan menghangatkan udara
yang masuk trakea. Juga
meningkatkan
konsentrasi
kelembaban
udara
yang
diinspirasi, yang memudahkan
pernafasan dan membantu
mengencerkan sekresi.

salin

steril
tracheostomy
berfungsi
sebagai lavage dan mengiritasi
trakea dan bronkus, karenanya
merangsang
batuk
untuk
mengeluarkan sekresi kental.
Tindakan
ini
membatasi/
menghilangkan
kebutuhan
untuk suksion di rumah
(Martin, 1989).

f.

Dapatkan peralatan yang


diperlukan
(
selang
trakeostomi atau balutan
sesuai kebutuhan, bantalan,
plester twill, larutan salin,
dan peralatan suksion).

f. Penyuluhan tentang di mana


bahan dapat diperoleh dapat
menurunkan
ansietas
dan
kehabisan persediaan.

2.

Pertegas tentang pentingnya Pelembaban adekuat menurunkan


kelembaban adekuat dan latihan pengeringan mukus dan memudahkan
batuk teratur serta latihan nafas pengeluaran sekresi.
dalam.

3.

Jelaskan pentinganya hygiene Disfagia


dapat
oral optimal.
penumpukan sekresi.

4.

Ajarkan klien untuk melindungi Klien dengan trakeostomi beresiko


stoma dari air saat mandi, terhadap aspirasi melalui stoma.
mencukur, mencuci rambut, dll.

5.

Instruksi
klien
untuk Faktor ini dan substansi mengiritasi
menghindari hal berikut :
membrane mukosa dan meningkatkan
resiko infeksi.
a. Lingkungan yang sangat
panas
atau
sangat
dingin.

meningkatkan

b. Pemajanan
terhadap
gelembung udara, debu,
dan semprotan aerosol.
6.

Ajarkan tanda infeksi yang Deteksi dini mrmungkinkan tindakan


harus dilaporkan (misal ; segera
untuk
mencegah
atau
perubahan sputum menjadi meminimalkan komplikasi.
kehijauan atau kekuningan
meliputi peningkatan suhu,
perubahan bau, atau konsistensi
sputum).

7.

Ajarkan
penatalaksanaan Memahami tentang penatalaksanaan
kedaruratan terhadap perubahan kedaruratan
yang
tepat
dapat
posisi selang.
mencegah
respons
panik
bila
perubahan posisi terjadi.

8.

Jelaskan
mengapa
klien Sebagai akibat tracheostomy, udara
mengalami penurunan indra yang diinspirasi mem-bypass ujung
penghirup dan pengecap.
organ olfaktori, mempengaruhi baik
penghirup atau pengecap. Pemahaman
Anjurkan masukan makanan mekanisme ini dan sifatnya yang
adekuat
meskipun
terjadi sementara dapat mengurangi ansietas.
perubahan pengecapan.

9.

Identifikasi sumber komunitas


dan kelompok swa-bantu yang
sesuai, dan dorong klien untuk
menghubunginya.

Klien mungkin akan mendapat


manfaat untuk berbagi pengalaman
dan kekhawatiran dengan orang lain
dalam situasi serupa atau mengkin
bantuan.

10.

Lakukan rujukan ke pelayanan Kunjungan rumah diindikasikan untuk


kesehatan di rumah.
mengevaluasi
peralatan
dan
kemampuan klien ( serta kemampuan
orang terdekat) untuk melakukan
perawatan diri dan melakukan
pencucian lanjut sesuai kebutuhan.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui
leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea
cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan membuat stoma,
diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan jalan nafas agar udara
dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas saat pasien
mengalami ventilasi yang tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara
pernapasan karena obstruksi jalan nafas bagian atas.
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan
permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya,
trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak
ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya
tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dengan
persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana
cukup) yang dapat dilakukan secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).
4.2 Saran
Mahasiswa yang mempelajari makalah ini memahami trakeostomi
secara keseluruhan dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
trakeostomi dengan cermat. Apabila ada kesalahan mohon disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Nurseslab, (2011).Tracheostomy nursing care & management.nurseslabs. diakses 27
september 2011 pukul 19.42, dari web site http://nurseslabs.com/nursingprocedures/tracheostomy-nursing-care-management/
Lindman, MD; Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA, (2011). Tracheostomy. Medscape
reference.
Diakses
28
september
2011
pukul
06.16,
dari
web
site
http://emedicine.medscape.com/article/865068-overview
Aaron, (1996). Tracheostomy care. Diakses 28 september 2011 pukul 06.30, dari web site
http://www.tracheostomy.com/care/care.htm
Bryant, LR., Trinkle, J., Dublier L.(1971) Reappraisal of tracheal injury from cuffed
tracheostomy tubes. Journal of the American Medical Association 215:4
Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540
Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard
Continuing Education Reader pp18-23
Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard 15(10),
pp 40-43
Claudia Russell.,&Basil Matta. (2004). Tracheostomy, A Multiprofesional Handbook.
London San Fransisco:GMM.
Davis, FA. Understanding The Respiratory System. 2007.

Anda mungkin juga menyukai