Mual (nausea) dan muntah (Emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan
sering kedapatan pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi
dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala gejala ini kurang lebih terjadi
enam minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih
sepuluh minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 80% primi gravida dan 40 60%
multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala gejala ini menjadi lebih berat
(Mullin, 2011).
Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen
dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh Fisiologik
kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan
lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita hamil dapat menyesuaikan dengan
keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung
sampai empat bulan. Jika pekerjaan sehari hari menjadi terganggu dan keadaan umum
menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hyperemesis gravidarum. Keluhan gejala
dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit (Sastrawinata, 2005).
Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira kira
5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan koreksi
ketidakseimbangan elektrolit. Mual dan muntah khas kehamilan terjadi selama trimester
pertama dan paling sering disebabkan oleh peningkatan jumlah HCG. Mual juga
dihubungkan dengan perubahan dalam indra penciuman dan perasaan pada awal
kehamilan.
Hyperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau
tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Insiden kondisi ini sekitar
3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan kasus hilang dan hilang seiring perjalanan
waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil akan menjalani rawat inap. Hyperemesis
gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan
berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi. Kondisi ini sering terjadi diantara wanita
primigravida dan cenderung terjadi lagi pada kehamilan berikutnya (Mose, 2005).
Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah suatu penyakit dimana wanita hamil memuntahkan
segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor
kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria (Mose, 2005)
Sedangkan dari literatur lain menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah
muntah yang cukup parah sehingga menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi,
asidosis dari kelaparan, alkalosis dari kehilangan asam hidroklorid saat muntah dan
hipokalemia (Cunningham, 2010)
Etiologi predisposisi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti
bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Perubahan perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh
kekurangan vitamin serta zat zat lain akibat inanisi. Beberapa faktor predisposisi dan faktor
lain yang telah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut :
1. Faktor yang paling sering adalah primigravida, mola hidatidosa dan gemelli. Pada mola
hidatidosa dan gemelli diduga bahwa Hormon Chorionik Gonadotropin (HCG) yang
dibentuk berlebihan memegang peranan dalam hiperemesis gravidarum.
2. Masuknya vili korialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
kehamilan serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini
merupakan faktor organik.
3. Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak juga disebut sebagai
salah satu faktor organik.
4. Faktor psikologik memegang peranan penting pada penyakit ini. Hiperemesis
gravidarum sering terjadi pada wanita yang takut terhadap kehamilan dan persalinan,
rumah tangga yang retak, adanya gangguan personal atau hysteria. Meski belum
diketahui pasti hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum , tidak jarang
dengan memberikan suasana baru dapat membantu mengurangi frekuensi muntah
(Winkjosastro, 2002).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa faktor lain yang berkitan dengan peningkatan
resiko terjadinya hiperemesis gravidarum seperti: umur ibu yang masih muda, berat badan
berlebih, nullipara, dan riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya (Mullin,
2011).
Epidemiologi
Hiperemesis gravidarum terjadi di seluruh dunia dengan angka kejadian yang
beragam mulai dari 1-3% di Indonesia, 0,3% di Swedia, 0,5% di California, 0,8% di Canada,
10,8% di China, 0,9% di Norwegia, 2,2% di Pakistan dan 1,9% di Turki (Winkjosastro, 2002;
Mullin, 2011; Zhang, 2011) Literatur juga menyebutkan bahwa perbandingan insidensi
hiperemesis gravidarum secara umum adalah 4:1000 kehamilan (Sastrawinata, 2005)
Dari data yang ada
tersebut
menegaskan
bahwa
hiperemesis
gravidarum
merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi. Mual dan muntah pada kehamilan adalah
peristiwa normal yang dapat berubah menjadi suatu penyakit yang lebih serius yaitu
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ini banyak terjadi pada orang Asia
dibanding orang Amerika atau Eropa (Mullin, 2011)
Patogenesis patofisiologi
Ada teori
yang
menyebutkan
bahwa perasaan
mual
adalah
akibat
dari
meningkatnya kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena keluhan ini
mucul pada 6 minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid terakhir
dan
berlangsung
selama
10
minggu.
Pengaruh
fisiologis hormon
ini korionik
gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih belum jelas, mungkin berasal dari
sistem saraf pusat akibat berkurangnya sistem pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi
pada kebanyakan ibu hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung
berbulan-bulan (Henretty, 2008)
Selain teori hormon korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron ini masih ada
beberapa teori lain yang dapat menyebabkan hiperemesis gravidarum seperti infeksi H.
Pylori. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa infeksi H.pylori dapat menyebabkan
hiperemesis gravidarum.
Selain itu masih ada teori penyebab hiperemesis gravidarum akibat psikologis.
Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual,
muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terusmenerus dapat menyebabkan dehidrasi, tidak imbangnya kadar elektrolit dalam darah,
dengan
alkalosis
hipokloremik.
Selain
itu hiperemesis
gravidarum
mengakibatkan
cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi karena energi
yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu karena oksidasi lemak yang tidak sempurna,
terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan
aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis. Selanjutnya, dehidrasi yang telah
terjadi menyebabkan aliran darah ke jaringan berkurang, hal tersebut menyebabkan
pasokan zat makanan dan oksigen berkurang dan juga mengakibatkan penimbunan zat
metabolik yang bersifat toksik didalam darah. Kemudian, hiperemesis gravidarum juga
dapat menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan ekskresi lewat ginjal, yang
menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat lingkaran setan yang sulit
untuk dipatahkan (Sastrawinata, 2005; Manuaba, 2007; Hanretty, 2008).
Patofisiologi hiperemesis gravidarum ditunjukkan dalam skema dibawah.
Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, et al. 2010. Williams Obstetrics 23 rd
Edition. United States of America : McGraw-Hill Companies, Inc:. Chapter 34
Hanretty KP. 2008. Obstetrics Illustrated. Philadelphia : Churchill Livingstone, Inc :
2008. Chapter 7
Manuaba IBG,Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta. EGC
Mose
JC.
Gestosis. 2005.
Dalam:
Sastrawinata
S,
Maartadisoebrata
D,