Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Ikterus Neonatorum
2.1.1

Pengertian Ikterus
Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan
lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda
penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit
darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat.
Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin
darah sudah melampaui 5 mg%. ikterus terjadi karena peninggian kadar
bilirubin indirect (unconjugated) dan kadar bilirubin direct (conjugated).
Bilirubin indirect akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia (Markum H,
2005).
Ikterus neonatorum adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan
mukosa oleh karena adanya bilirubin pada jaringan tersebut akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus neonatorum ialah suatu
gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Ikterus neonatorum ialah
suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi baru lahir yang terbagi menjadi
ikterus fisiologi dan ikterus patologi.
Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti
menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi
antara darah janin dan darah dewasa yang mampu menarik O2 dari udara dan
mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Pengahncuran darah janin inilah yang
menyebabkan terjadi icterus yang sifatnya fisiologis. Sebagai gambaran
dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar
15 mg % sedangkan bayi cukup bulan 10 mg %. Di atas angka tersebut
dianggap

hiperbilirubinemia,

yang

dapat

membedakan

kernikterus.

(Manuaba, 2010)
Kernikterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai
akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel-sel otak. Bahaya
yang timbul pada bayi yang menderita penyakit eritroblastosis foetalis

berhubungan langsung dengan kadar bilirubin serum. Mungkin hal ini sama
untuk bayi yang mengalami hiperbilirubinemia, apapun penyebabnya
(Nelson, 1988)
2.1.2

Macam-macam Ikterus
Macam-macam ikterus menurut Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut :
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus Fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga yang mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan, atau mempunyai potensi menjadi kern-ikterus dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus ini biasanya
menghilang pada akhir minggu pertama atau selambat-lambatnya 10 hari
pertama.
Ikterus dikatakan Fisiologis bila :
a) Timbul pada hari kedua sampai ketiga kelahiran.
b) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 - 24 jam tidak melewati 12
mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada
neonatus kurang bulan.
c) Kecepatan peninakatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg %
perhari.
d) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
e) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
(kern ikterus)
f) Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

2. Ikterus Patologik
Ikterus Patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau
kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Dasar patologik ini misalnya, jenis bilirubin, saat timbulnya dan
menghilangnya ikterus dan penyebabnya.
Menurut Ngastiyah (2005) Ikterus dikatakan Patologis bila :
a) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
b) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
c) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

d) Ikterus menetap 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 14 mg


% pada neonatus kurang bulan.
e) Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%.
f) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko


1. Etiologi
Etiologi ikterus pada neonatus dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh
beberapa faktor menurut (Ngastiyah, 2005) :
1) Produksi yang berlebihan

Golongan darah Ibu - bayi tidak sesuai

Hematoma, memar

Spheratisosis kongental

Enzim G6PD rendah

2) Gangguan konjugasi hepar

Enzim glukoronil tranferasi belum adekuat (prematur)

3) Gangguan transportasi

Albumin rendah

Ikatan kompetitif dengan albumin

Kemampuan mengikat albumin rendah

4) Gangguan ekresi

Obstruksi saluran empedu

Obstruksi usus

Obstruksi pre hepatik

2. Faktor Resiko Ikterus


Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut
Moeslichan (2004) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dibawah ini :
a) Faktor Maternal
1) Ras atau kelompok etnik tertentu.
2) Komplikasi dalam kehamilan (DM, inkontambilitas ABO, Rh)
3) Penggunakan oksitosin dalam larutan hipotonik.
4) ASI
5) Mengonsumsi jamu-jamuan

b) Faktor perinatal
1) Trauma lahir (chepalhematom, ekamosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c) Faktor Neonatus
1) Prematuritas
2) Faktor genetik
3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol)
4) Rendahnya asupan ASI (dalam sehari min. 8 kali sehari)
5) Hipoglikemia
6) Hiperbilirubinemia
Faktor yang berhubungan dengan ikterus menurut Prawihardjo (2010) :
1. Usia Ibu
2. Tingkat pendidikan
3. Tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi ikterus
4. Riwayat kesehatan Ibu
5. Masa gestasi
6. Jenis persalinan
7. Inkomtabilitas Rhesus
8. Inkomtabilitas ABO
9. Berat badan lahir
10. Asfiksia
11. Prematur
12. APGAR score
13. Asupan ASI
14. Terpapar sinar matahari

2.1.4

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan, hal ini
dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit polisitema,
memendeknya umur eritrosit jalan/bayi. Meningkatnya bilirubin dari sumber
lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan


peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y
berkurang atau gangguan pada keadaan protein Y dan protein Z terikat oleh
anion lain dan pada gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil
transperase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi. (Alimul Aziz,
2005)

2.1.5

Tanda dan Gejala


1. Tanda-Tanda
Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu :
a.

Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

b.

Letargis (lemas)

c.

Kejang

d.

Tidak mau menghisap

e.

Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

f.

Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
episiototonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

g.

Perut membuncit

h.

Pembesaran pada hati

i.

Feses berwarna seperti dempul

j.

Tampak ikterus: sclera, kuku, kulit dan membrane mukosa.

k.

Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.

2. Gejala
Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernicterus
pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melenking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala
sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :

a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi


pada saat kelahiran.
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk
menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk
pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada
24 jam pertama kelahiran.

2.1.5 Penilaian
Penilaian ikterus secara klinis dengan menggunakan rumus KRAMER (Sri agung
Lestari, 2009) :
Derajat

Luas Ikterus

Kadar

bilirubin

(mg%)
1

Kepala dan leher

Daerah 1 dan badan bagian atas

Daerah 1,2 + badan bagian bawah

11

dan tungkai
4

Daerah 1,2,3 dan lengan dan kaki

12

di bawah dengkul
5

Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki

16

2.1.6 Komplikasi (Kern Ikterus)


Kern ikterus adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat
penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel-sel otak. Bahaya yang timbul
pada bayi yang menderita penyakit eritroblastosis foetalis berhubungan langsung
dengan kadar bilirubin serum. Mungkin hal ini sama untuk bayi yang mengalami
hiperbilirubinemia, apapun penyebabnya. Kadar bilirubin indirek atau bilirubin
bebas darah yang tepat, yang bila dilewati bersifat toksik terhadap bayi, tidak
dapat diramalkan (Nelson, 1988).
Tanda-tanda dan gejala-gejala kernikterus biasanya mulai timbul 2-5 hari
setelah kelahiran bayi aterm dan sampai hari ke 7 pada bayi prematur, tetapi
hiperbilirubinemia dapat menimbulkan sindroma setiap saat selama periode
neonatus dan sangat jarang selama masa anak-anak lanjut. Tanda-tanda dini

mungkin sangat ringan dan tidak dapat dibedakan dari tanda-tanda akibat sepsis,
asfiksia, hipoglikemia, perdarahan intracranial, dan penyakit sistemik akut lain
yang terdapat pada bayi neonatus. Letargi, nafsu makan buruk dan hilangnya
refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan. Selanjutnya
bayi kelihatan sakit berat dan melemah badannya, disertai penurunan refleks
tendon dan timbulnya kesulitan pernapasan. Opistotonus, yang disertai dengan
fontanela yang membonjol, kedutan pada wajah dan anggota gerak dan tangisan
yang melengking tinggi. Pada kasus yang lanjut akan timbul kejang-kejang dan
spasme, dengan bayi merentangkan lengan, disertai ekstensi dan endorotasi
lengandan tangan dikepalkan. Kekauan jarang ditemukan pada tingkat lanjut ini
(Nelson, 1988).
2.1.7 Pemeriksaan diagnostik
1.

Pemeriksaan bilirubin serum


Pada bayi yang cukup bulan billirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak
fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar billirubin mencapai puncaknya
10-12 mg/dl antara 5-7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang lebih dari 14
mg/dl adalah tidak fisiologis.
Dari brown AK dalam text books of pediatric 1996 : ikterus fisiologis pada
bayi cukup bulan, bilirubin indirek munculnya ikterus 2-3 hari dan hilang 4-5
hari dengan kadar bilibirum yang mencapai puncak 10-12 mg/dl. Sedangkan
pada bayi dengan premature, bilirubin indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9
hari dengan bilirubin mencapai puncak 15 mg/dl/ hari. Pada ikterus patologis
meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl/hari dan kadar bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl. Dari Maisetes 1994 dalam Whaley dan wong 1999 :
Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13 mg/dl.

2.

Golongan darah ibu dan bayi untuk mengetahui golongan darah ABo dan Tipe
Rh terhadap kemungkinan inkompabilitas (Buku Ajar Bidan-Diane Fraser,
2009)

3.

Hitung darah lengkap

Hb mungkin rendah (<14gr/dl) karena hemolisis. (Buku Ajar Bidan-Diane Fraser,


2009)
4.

Uji Coombs direk untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada SDM janin

(Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009)

5.

Uji Coombs indirek untuk mendeteksi adanya antibodi maternal dalam serum

(Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009)


6.

Ultrasound untuk mengevalusi anatomi cabang kantong empedu

(Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009)


7.

Radioisotope scan untuk membedaakan hepatitis dari atresia biliary

(Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009)

2.1.8 Penatalaksanaan Ikterus


Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang meungkin
dan memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal
(fisiologis) ataukah sudah patologis. Tujuan pengobatan adalah mencegah agar
konsentrasi bilirubin indirect dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan
neurotoksisitas, dianjurkan dilakukan transfuse tukar dan atau fisioterapi. Resiko
cidera susunan saraf pusat akibat bilirubin harus diimbangi dengan resiko
pengobatan masing-masing bayi. Kriteria yang harus dipergunakan untuk memulai
fototerapi. Oleh karena fototerapi membutuhkan waktu 12-24 jam, sebelum
memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka tindakan ini harus dimulai pada
kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan fototerapi sesuai
dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin
tidak lebih dari 10 mg%.
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain yaitu:
a. Memeriksa golongan darah Ibu (Rh, ABO) dan lain-lain pada waktu
hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir, yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan
d. kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi
dirawat.
e. Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui.
2. Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus
Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala
dan diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan :


1) Kadar bilirubin serum berkala
2) Darah tepi lengkap
3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G6PD biakan darah/biopsy hepar
b. Ikterus yang timbul 24-72 jam setelah lahir. Pemeriksaan yang perlu
diperhatikan.
1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi .
2) Periksa kadar bilirubin berkala.
3) Pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama Ikterus
yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya.
Pemeriksaan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala
2) Pemeriksaan darah tepi
3) Pemeriksaan penyaring G6PD
4) Biarkan darah, biopsy hepar bila ada indikasi
3.

Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus
segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan kadar
kelebihan yang ada.
a) Terapi Sinar (fototerapi)
Menurut Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009:
Fototerapi digunakan untuk mencegah konsentrasi bilirubin tak-terkonyugasi
dalam darah mencapai kadar yang menyebabkan terjadinya neurotoksisitas.
Permukaan kulit neonatus dipajankan terhadap cahaya dengan intensitas tinggi,
yang secara fotokimiawi mengubah bilirubin tak-terkonyugasi larut-lemak
menjadi bilirubin larut air yang dapat diekskresikan dalam empedu dan urin.
Terapi dapat dilakukan intermitten, atau kontinyu dengan fototerapi, dihentikan
hanya untuk perawatan esensial.
Indikasi untuk fototerapi, didasarkan pada kadar bilirubin serum dan kondisi
individu setiap bayi, terutama jika ikterus terjadi dalam 12-24 jam pertama:
- untuk bayi prematur <1500 gr, antara 85 dan 140mol/L ( 5 dan 8 mg/dl )

- untuk bayi prematur >1500 gr, bayi sakit dan bayi dengan hemolisis, antara
140 dan 165mol/L ( 8 dan 10 mg/dl )
- untuk bayi aterm sehat yang ikterus setelah 48 jam, antara 280 dan
365mol/L ( 17 dan 22 mg/dl )
Efek samping terapi (Fototerapi fluorosens konvensional, warna putih biru):
- hipertermia, peningkatan kehilangan cairan dan dehidrasi
- kerusakan pada retina karena intensitas cahaya tinggi
b)

Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tidak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, perlu dilakukan terapi
transfusi darah. Kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf
otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena bayi bisa
mengalami gangguan perkembangan, seperti: keterbelakangan mental,
cerebral palsy, gangguan motoric dan bicara, serta gangguan penglihatan dan
pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang teracuni akan dibuang dan ditukar
dengan darah lain yang dilakukan bertahap.
Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin menunjukkan angka yang
menggembirakan, maka terapi transfuse bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi
perlu dilakukan proses transfusi lagi. Efek samping adalah masuknya kuman
penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi.
Meski begitu, terapi ini efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

c)

Terapi obat-obatan
Terapi lainya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah jadi direct. Ada juga obat-obatan yang
mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini
dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak
perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihenntikan. Efek
sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam
darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obatobatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena
biasanya dengan fototerapi bayi bisa ditangani (revel-indonesia.com).

Metaloporfirin

(tin-mesoporfirin/SnMP

dan

tin-protoporfirin/SnPP)

sedang digunakan secara eksperimen untuk mencegah dan menangani


hiperbilirubinemia neonatus. Tidak seperti terapi lain yang berusaha untuk
menghilangkan pigmen empedu yang berlebihan, obat ini mencegah
pembentukan bilirubin. SnMP adalah inhibitor poten terhadap aktivitas
oksigenase hem, dan sekaligus produksi bilirubin (Kappas et al 2001,
Steffensrud 1998 dalam Buku Ajar Bidan-Diane Fraser, 2009).
d)

Menyusui Bayi dengan ASI


Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.
Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki
zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan
kecilnya.

e)

Terapi Sinar Matahari


Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur
selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam
keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan
anatara jam 07.00 sampai 09.00 pagi. Inillah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Dibawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam Sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi
sehingga akan merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat
langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi
disekeliling, keadaan udara harus bersih. (www.revell-indonesia.com)

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan


Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir dengan Ikterus
I.

PENGKAJIAN

Pengkajian data :Dilakukan tanggal ..pukul


Tempat .... (Untuk mengetahui kapan dimulai dilakukan pengkajian pada klien)
A. Data Subyektif (Menurut Wiinkjosastro, 1999) :
a. Identitas

Nama bayi

: untuk membedakan bayi yang satu dengan bayi yang lain

Umur bayi

: untuk mengetahui hari keberapa dilakukan pengkajian/asuhan

dalam menentukan klasifikasi jenis ikterus(fisiologis/patologis)

Berat badan

: untuk mengetahui apakah bayi lahir dengan berat rendah/


normal/ bayi besar. Bayi normal 2500 gr - 4000 gr. Pada bayi
ikterus kemungkinan kecil masa kehamilan, BBLR dan besar
masa kehamilan

Nama Ibu/Ayah : untuk identifikasi bayi/pasien

Pekerjaan Ibu/Ayah: untuk mengetahui bagaimana taraf hidup/keadaan status


ekonomi dan mengetahui kemampuan akses serta usaha untuk
mendapatkan perawatan antenatal dan informasi

b. Alasan Datang
Ibu mengatakan kulit bayi kuning saat 2-3 hari pertama kelahiran (ikterus
fisiologis) atau 24 jam setelah bayi lahir (ikterus patologis)
c. Keluhan Utama
Ibu mengatakan kulit bayi kuning saat 2-3 hari pertama kelahiran (ikterus
fisiologis) atau 24 jam setelah bayi lahir (ikterus patologis)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga meliputi mempunyai penyakit menurun seperti diabetes,
informasi mengenai kelainan hematologik, splenektomi, masalah kandung
empedu, anak sebelumnya pernah mengalami kelinan yang sama, status golongan
darah, dan antibody maternal.
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1. Kehamilan

: Untuk mengetahui penyakit yang pernah diderita ibu selama

kehamilan yang merupakan faktor terjadinya ikterus (diabetes, golongan


darah ibu - bayi tidak sesuai, Rh/ABO incompatibility, sakit infeksi)
2. Riwayat persalinan sekarang :
a. Jenis persalinan

: biasanya ikterus terjadi persalinan dibantu vacum

eksraksi
b. Umur kehamilan : Pada ikterus kemungkinan terjadi pada preterm, kecil
masa kehamilan, dan besar masa kehamilan..
c. Komplikasi persalinan : biasanya bayi ikterus terjadi pada persalinan
dengan trauma.
d. Keadaan bayi baru lahir : nilai dengan APGAR 1 menit pertama dan 5
menit kedua

f. Pola Kebiasaan Sehari-hari


-

Nutrisi

: Dikaji, apabila bayi telah diberi ASI eksklusif namun kulit

teap berwarna kuning maka dapat disebut breast milk jaudince. Sedangkan
kurangnya asupan ASI merupakan faktor risiko terjadinya ikterus.
Kebutuhan cairan yang dibutuhkan bayi (ml/kg), berat badan >1500 g :
1) Hari 1: 60cc/kgBB/hari
2) Hari 2: 80cc/kgBB/hari
3) Hari 3: 100cc/kgBB/hari
4) Hari 4: 120cc/kgBB/hari
5) Hari 5: 150cc/kgBB/hari
-

Eliminasi : untuk mengetahui apakah pola eliminasi klien teratur/tidak.


Miksi

: Kemungkinan warna urine gelap pekat- hitam

kecoklatan
Mekonium/feces : Kemungkinan lunak dan berwarna coklat kehijauan

Aktifitas : Bayi dapat bergerak aktif (ikterus fisiologis), bayi lemah dan
kurang bergerak aktif (ikterus patologis)

B. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : cukup lemah
Kesadaran
TTV:

: composmentis/apatis/somnolen
Suhu : pada bayi ikterus suhu tubuh tidak stabil karena
hipotermi/hipertermi (suhu normal ( 36,5-37C)

BBL

RR

: normal 40-60x / menit

Nadi

: normal 100-160x /menit

: pada bayi ikterus biasanya BB turun

b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a) Kepala

: Dilihat besar, bentuk, molding, sutura, adakah caput ikterus

terjadi pada pendarahan intra kranial/ sefal hematom (sebagai faktor


resiko perinatal ikterus)
- Muka

: pucat, warna kulit muka kuning

- Mata

: sklera kuning, konjungtiva pucat

- Telinga

: warna pucat kekuningan

- Mulut

: mukosa kering, bibir pucat

- Hidung

: Ada sumbatan atau kelainan lain seperti cuping

hidung/tidak, warna kulit kuning


- Leher

: warna kulit leher kuning

- Dada

: pernafasan spontan/ tidak, warna kulit dada kuning

b) Tali pusat dan abdomen : Apakah ada tanda-tanda infeksi/ tidak, warna
kulit abdomen kuning
c) Genitalia

: Pada bayi laki-laki testis sudah menurun/ belum dan

terdapat lubang uretra/ tidak pada bayi perempuan labia rnayora telah
menutupi labia minora/ belum, Lubang vagina ada/ tidak
d) Anus

: Ada/ tidaknya lubang anus

e) Reflek Neurologis :
1. Mencari (rooting)

: lemah

2. Menghisap (sucking) : lemah


3. Menelan

: lemah

4. Moro

: lemah

R/ : penyimpangan reflek tersebut menimbulkan ketidakadekuatan


masukan nutrien.
f) Ekstremitas
2.

: warna kuku pucat,kulit dan kaki kekuningan

Palpasi
Kepala

: Teraba benjolan abnormal/tidak


(sebagai faktor resiko perinatal ikterus)

3.

Abdomen

: pada ikterus terdapat pembesaran limfe dan hepar

Integumen

: turgor kulit baik/ tidak.

Auskultasi
Dada

: Terdengar bunyi ronchi/ wheezing/ tidak,


detak jantung teratur/ tidak

Abdomen

: Terdengar bising usus/ tidak

Pemeriksaan Penunjang
1. Bilirubin total
R/: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak
boleh melebihi 5mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung berat badan.

2. Hitung darah lengkap


R/: Hb mungkin rendah (<14gr/dl) karena hemolisis.
3. Tes Coombs pada tali pusat BBL
R/: Hasil positif test comb direk menandakan adanya antibody Rh-positif, antiA,anti-B dalam darah ibu dan adanya senstisasi (Rh-positif, anti-A,anti-B)
SDM dari neonatus.
4. Golongan darah ibu dan bayi :
R/: Mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
5. Ultrasound
R/: untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
6. Radioisotope scan
R/: untuk membedaakan hepatitis dari atresia biliary

C. ANALISA
Diagnosa

: By Ny .. umurhari dengan (ikterus fisiologis/patologis)

DS

: Ibu mengatakan kulit bayi kuning saat 2-3 hari pertama kelahiran
(ikterus fisiologis) atau 24 jam setelah bayi lahir (ikterus patologis).

DO

: reflek menghisap dan menelan lemah, sclera, konjuctiva,


kulit kelihatan kuning, bayi Nampak lemah (wiknjosastro,2002)

Masalah

:
-

gangguan sistem pernapasan

reflek hisap dan menelan lemah

kesadaran menurun dan sering tidur

Diagnosa potensial :
-

Dehidrasi
Diagnosa potensial pada penyakit ikterus adalah terjadi akumulasi bilirubin
dalam darah sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi tampak kekuningan
dan muncul pewarnaan kuning pada permukaan kulit, bayi mengalami
Dehidrasi dan berpotensial terjadi kern ikterus.

Asfiksi (Nelson, 1988).

a. Kebutuhan :
1. KIE tentang penyakit bayi
2. Pemenuhan nutrisi yang adekuat (ASI)

3. Penyinaran (fototerapi)
4. Tansfusi tukar

D. PENATALAKSANAAN
a. MANDIRI
1. Menjelaskan pada ibu dan suami bahwa bayinya mengalami ikterus.
R/: agar orang tua mengetahui kondisi bayinya dan kooperatif dalam
memberikan asuhan
2. Melakukan pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin dengan serum
bilirubin.
R/: untuk mengetahui keparahan ikterus
3. Menganjurkan ibu tetap memberikan ASI sesering mungkin serta
memandu untuk menyusui bayi dengan posisi dan pelekatan yang benar,
agar menyusu efektif untuk mencegah agar gula darah tidak turun
R/: rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan
dengan proses menyusui dapat menimbulkan ikterus neonatorum.
Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan
keadaan hiperbilirubinemia yang berta. Bilirubin dapat dipecah jika bayi
banyak mengeluarkan feses dan urin.
4. Memberikan nasehat tentang cara menjaga bayi agar tetap hangat dengan
cara mengeringkan bayi segera setiap kali bayi basah terkena air atau air
kencing dan tinja bayi, membungkus bayi dengan kain kering dan hangat,
memberi tutup kepala pada bayi.
R/: stess dingin berpotensi melepaskan asam lemak, yang bersaing pada
sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubin.
5. Menganjurkan ibu agar menjemur bayinya setiap pagi dengan bayi
telanjang 1,5 jam
R/: sinar ultravioletefektif dapat mengurangi kadar bilirubin
6. Merujuk ke dokter
R/: apabila sudah diketahui tingkat keparahan ikterus

b. KOLABORASI
1. Terapi sinar

R/: terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol
yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam
air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
2. Transfuse tukar (exchange transfusion)
R/: untuk menurunkan kadar bilirubin indirek, mengganti eritrosit
yangdapat dihemolisis, membuang antibody yang menyebabkan hemolisis
3. Fototerapi
R/: fototerapi adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi kadar
bilirubin dalam jangka waktu yang lama dibandingkan dengan transfusi
tukar. Bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah
larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati
4. Terapi obat dengan Phenobarbital
R/: untk meningkatkan pengkatan bilirubin yang sifatnya indirek berubah
menjadi direk.

Anda mungkin juga menyukai