Anda di halaman 1dari 19

BAB I

REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. Zaleha

Umur

: 17 tahun

Alamat

: Jln. Muhajirin III No 18 Rt 25 Rw 07 Ilir Barat I Palembang

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

MRS

: 28 September 2006 (pkl 04.30 WIB).

ANAMNESIS
Anamnesis Umum (28 September 2006 (pkl 04.30 WIB).
Riwayat Obstetri : G2 P1 A0
No

Tempat

Tahun

Bersalin
1
2.

RSMH
Hamil ini

2005
2006

Hasil

Jenis

Kehamilan

Persalinan kelamin
Spontan

IUFD

ANAK

Riwayat Kehamilan Lalu


Preeklampsi-eklampsia/hiperemesis : (-)
Perdarahan post partum

: (-)

Penyakit-penyakit lain

: (-)

Trauma (kecelakaan lalu lintas)

: (+) tahun .....

Operasi yang lalu

: (-)

Riwayat kehamilan sekarang


Haid

: Teratur, siklus 28 hari

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: Biasa

HPHT

: 10 Januari 2006

Taksiran persalinan

: 17 Oktober 2006

Nafsu makan

: Baik

Miksi

: Normal

Defekasi

: Normal
1

Berat

Keadaan

Gerakan anak dirasakan

: Lebih 5 bulan yang lalu

Periksa hamil

: Periksa ke bidan .............

Riwayat Persalinan
Dikirim oleh

: Bidan

His mulai sejak tanggal

Darah lendir sejak tanggal

Ketuban

: Pecah tanggal 27 September 2006, jam 18.00 wib

Riwayat Perkawinan

: 1 kali; lama 2 tahun,

Riwayat Sosial ekonomi

: Sedang

Riwayat gizi

: Cukup

Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Mau melahirkan anak dengan keluar air-air sejak 10 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Perjalanan Penyakit :
10 jam sebelum masuk rumah sakit os mengeluh keluar air-air dari kemaluannya, warnanya jernih, bau
tidak ada, banyaknya 2 kali ganti celana dalam, lalu os berobat ke bidan dan diberi obat peransang yang
dimasukkan kedalam kemaluannya sebanyak 1 tablet. Riwayat keluar darah lendir tidak ada, riwayat trauma
tidak ada, riwayat demam tidak ada, riwayat coitus tidak ada, riwayat keputihan ada, riwayat minum jamu
atau obat-obatan tidak ada. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.
4 jam sebelum masuk rumah sakit os mulai mengeluh perutnya terasa mules yang menjalar ke pinggang
yang makin lama makin kuat dan sering. Lalu os memutuskan untuk berobat ke RSMH.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 120/90 mmHg.

Nadi

: 80 x/mnt

Frekuensi pernafasan

: 20 x/mnt

Suhu

: 36,5C

Berat badan

: 62 kg

Tinggi badan

: 153 cm

Bentuk badan

: Piknikus

Konjungtiva palpebra

: Pucat -/2

Sklera

: Ikterik -/-

Gizi

: Cukup

Payudara hiperpigmentasi

: (+/+)

Jantung

: Gallop (-), murmur (-)

Paru-paru

: Wheezing (-), ronki (-)

Hati dan lien

: Sulit dinilai

Edema pretibial

: (-/-)

Varices

: (-/-)

Refleks fisiologis

: (+/+)

Refleks patologis

: (-/-).

Status Obstetri
Pemeriksaan luar: Tanggal : 28 September 2006 pukul 05.00 wib
Inspeksi : Tampak perut cembung
Palpasi : Leopold I
Leopold II

: 3 jari di bawah proccesus xiphoideus (30cm)


: Memanjang, punggung kiri.

Leopold III : Terbawah kepala


Leopold IV : Penurunan 4/5
His : 1x/10menit/ lamanya 10 detik, kualitas sedang
DJJ : 148x/menit
Pemeriksaan dalam vagina :
Tanggal 28 September 2006 pukul 05.00 WIB
Inspekulo :
Portio lunak, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) cairan ketuban tidak aktif, tes lakmus (+) merah menjadi
biru.
Pemeriksaan Dalam :
Portio :
1 Konsistensi

: Lunak

2 Posisi

: Posterior

3 Pendataran: 0%
4 Pembukaan

: kuncup

5 Ketuban

: sulit dinilai

6 Terbawah

: Kepala

7 Penurunan : Hodge I - II
8 Penunjuk

: sulit dinilai

9 Lain-lain

:3

Pemeriksaan panggul:
Promontorium tidak teraba, KD >13 cm, KV >11,5 cm, linea innominata teraba 1/3-1/3, sakrum konkaf,
spina ischiadika tak menonjol, arkus pubis >900, dinding samping lurus, kesan panggul luas. DKP (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb

: 13,1 gr/dl

DIAGNOSA KERJA
G2 P1 A0 hamil aterm fase laten dengan KPSW 10 jam belum inpartu, janin tunggal hidup presentasi kepala.
PROGNOSIS
Ibu

: dubia

Anak : dubia
PENATALAKSANAAN

Rencana partus pervaginam

IVFD RL gtt XX/menit

Injeksi Ampicillin IV 1 gram

Observasi his, denyut jantung janin , tanda vital ibu.

Pengosongan kandung kemih

LAPORAN PERSALINAN
Pukul 22.40 wib operasi dimulai
Penderita dalam posisi terlentang. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi dan
sekitarnya.lapanga operasi dipersempit dengan doek steril. Dilakukan narkose umum, insisi mediana 1 jari di
atas symphisis sepanjang 10 cm ke arah umbilikus. Kemudian insisi diperdalam secara tajam dan tumpul
sampai menembus peritoneum. Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus sebesar kehamilan aterm.
Diputuskan untuk melakukan SSTP sebagai berikut :

Insisi SBR konkaf ke atas sepanjang 9 cm secara` tajam kemudian bagian tengah ditembus secara
tumpul dengan jari sampai menembus cavum uteri dan diperlebar ke lateral. Ketuban jernih, bau (-).

Anak dilahirkan dengan meluksir kepala.

Pukul 22.50 wib. Lahir hidup bayi perempuan dengan berat badan 3000 gram, PB : 47 cm, APGAR score
8/9. ke dalam cairan infus dimasukkan phyton-s 20 IU. Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan pada tali
4

pusat.
Pukul 22.53 wib. Plasenta lahir lengkap dengan BP 450 gram, PTP 49 cm 18-19 cm. Dilakukan
pembersihan cavum uteri dengan kasa dilanjutkan dengan penjahitan SBR sebagai berikut :

Lapisan SBR dijahit secara`jelujur festoon dua lapis dengan benang T-Vio no 2.

Plika vesika uterina dijahit secara jelujur festoon dengan benang cat gut plain no 3/0

Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.

Setelah diyakini tidak ada perdarahan dilanjutkan reperitonealisasi dengan plain cat gut no 2/0.
Kemudian dilakukan penutupan dinding abdomen lapis demi lapis dengan cara sebagai berikut :

Peritoneum, otot, dijahit secara jelujur dengan chromic cat gut no 2/0

Fascia dijahit secara jelujur dengan T-vio no 1

Subkutis dijahit secara jelujur subkutikuler dengan plain cat gut no 2/0

Luka operasi ditutup dengan sofratule, cutisorb dan hypafix.


Pukul 23.50 wib operasi selesai
Cairan masuk

Cairan keluar

RL

Urine : 400 cc

: 900 cc

NaCl :

cc

Darah : 400 cc

Total : 900 cc

Total : 800 cc

Diagnosis pra bedah : G2P1A0 hamil aterm dengan KPSW 10 jam inpartu kala I fase laten memanjang, janin
tunggal hidup, presentasi kepala.
Diagnosis paska bedah : inersia uteri
Tindakan : seksio sesaria transperitonealis profunda

BAB II
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
3. Apakah faktor etiologi ketuban pecah sebelum waktunya pada pasien ini?

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Ketuban pecah sebelum waktunya (PROM) adalah pecahnya selaput berisi cairan ketuban janin
sebelum onset persalinan dimulai atau kontraksi uterus reguler.1-3 Pada sebagian besar kasus, pecahnya
selaput ketuban timbul mendekati kehamilan aterm, tetapi jika selaput ketuban pecah sebelum kehamilan 37
minggu, disebut dengan ketuban pecah sebelum waktunya pada kehamilan preterm atau disebut preterm
PROM. Terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya memerlukan penanganan yang serius karena bila telah
lewat dari 6-8 jam (golden periode) akan menimbulkan infeksi yang dapat berakibat buruk terhadap ibu dan
janin.
STRUKTUR SELAPUT KETUBAN
Selaput ketuban tersusun dari lima lapisan yang terpisah, rata-rata ebal 0,08 0,12 mm (Gambar 1). 7
Tidak mengandung pembuluh darah dan syaraf. Kebutuhan nutrisi dipenuhi melalui cairan ketuban. Lapisan
paling dalam, terdekat dengan janin adalah epitel ketuban. Sel-sel epitel ketuban mensekresi kolagen tipe III
dan IV serta glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen dan fibronektin) yang membentuk membran basalis
yaitu lapisan berikutnya dari ketuban.7,8
Lapisan jaringan ikat padat disekitar membran basalis membentuk rangka fibrosa utama selaput
ketuban. Jaringan kolagen dari lapisan jaringan ikat padat disekresi oleh sel-sel mesenkim dalam lapisan
fibroblas.9 Kolageninterstitial (tipe I dan III) ,mendominasi dan membentuk kumparan paralel dan menjaga
integritas mekanik dari selaput ketuban.10 Kolagen tipe V dan VI membentuk hubungan dengan vilamentosa
antara kolagen interstitial dengan epitel membran basalis.10 Tidak ada hubungan interposisi antara substansi
amorf dasar dengan fibrin-fibrin kolagen dalam jaringan ikat selaput ketubab pada saat kehamilan aterm,
sehingga selaput ketuban menhan regangan secara menyeluruh dalam stadium akhir kehamilan normal.
Lapisan fibroblas merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari sel-sel mesenkim dan makrofag
dalam matriks ekstraseluler10 Kolagen pada lapisan ini membentuk hubungan yang longgar dengan pulaupulau glikoprotein nonkolagen.
Lapisan intermediate (zona spongiosa) berada diantara selaput ketuban dan korion. Kandungan
proteoglikan dan glikoproteinnya yang banyak menyebabkan lapisan ini seperti busa pada preparat
histologis dan mengandung jaringan non fibrin pada sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediate
menyerap stress fisik dengan cara menempatkan selaput ketuban cenderung ke arah sisi korion yang
berhubungan dengan desidua ibu.

Gambar 1. Schematic representation of the structure of the fetal membranes at term. The
extracellular-matrix composition of each layer is shown. Adopted from Bilic, 2005 7

Meskipun selaput ketuban lebih tipis (4 kali) daripada korion, selaput ketuban memiliki kekuatan
regangan yang lebih besar. Korion mirip dengan suatu tipikal membran epitel dengan kutub-kutubnya
mengarah ke desidua ibu. Seiring dengan perkembangan kehamilan, vili trofoblas dalam jaringan korion
pada sisi yang berlawanan dari selaput ketuban (bebas dari plasenta) mengalami regresi. Dibawah lapisan
sitotrofoblas (lebih dekat dengan janin) adalah membran basalis dan jaringan ikat korionik yang kaya akan
fibrin-fibrin kolagen. Selaput ketuban memiliki gambaran yang berbeda untuk membedakan lapisan selaput
ketuban yang mengelilingi plasenta dengan lapisan pada sisi yang berlawanan. Meskipun tidak ada bukti
yang dapat menentukan dimana titik lemah selaput yang pecah, tetap harus dilakukan perawatan untuk
mencegah perubahan-perubahan dalam struktur selapu ketuban dan komposisinya di dalam mempelajari
PPROM.
MEKANISME PECAH SELAPUT KETUBAN
Pecahnya selaput ketuban sewaktu inpartu merupaka akibat kelemahan secara umum akibat
kontraksi uterus dan tegangan yang berulang-elang. Kekuatan regangan selaput ketuban berkurang pada
preparat histologi yang diperoleh setelah inpartu dibandingkan dengan yang diperoleh dari persalinan sesar
tanpa inpartu.11 Kelemahan umum selaput ketuban lebih sulit ditentukan antara PROM dengan selaput
ketuban yang dipecahkan secara buatan selama proses persalinan.12 Selaput ketuban yang pecah sebelum
waktunya, lebih sering tampak hanya kelemahan fokal saja daripada kelemahan umum Daerah di sisi dekat
ruptur disebut zona restriksi yang ditandai oleh daerah pembengkakan dan kerusakan fibrin jaringan
kolagen antara jaringan padat, fibroblas dan lapisan spongiosa. Oleh karena daerah ini tidak termasuk
seluruh daerah sisi ruptur, daerah ini dapat muncul sebelum selaput ketuban pecah dan menjadi titik awal
8

pecahnya ketuban.
Agar kekuatan regangan dapat terpelihara harus melibatkan keseimbangan antara sintesis dan
degradasi dari komponen matriks ekstraseluler. Diduga bahwa perubahan pada selaput ketuban, termasuk
penurunan kandungan kolagen, struktur kolagen yang berubah dan peningkatan aktifitas kolagenolitik,
berhubungan dengan PROM.13
FAKTOR RISIKO DAN PATOFISIOLOGI
Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan PROM. Penderita kulit hitam memiliki risiko
PPROM lebih tinggi dibandingkan dengan penderita kulit putih. 14 penderita lain yang memiliki resiko tinggi
yaitu penderita sosioekonomi rendah, perokok, memiliki riwayat infeksi menular seksual, riwayat persalinan
preterm sebelumnya, perdarahn pervaginam, dan uterus distensi (seperti polihidramnion, kehamilan
kembar).15 Tindakan yang dapat mengakibatkan PPROM termasuk cerclage dan amniosintesis. Tidak
terdapat etiologi tunggal pada PPROM. Ada kemungkinan bahwa berbagai faktor predisposisi
mempengaruhi seorang penderita PPROM.
A. Infeksi
Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi saluran genital menjadi pencetus pecahnya selaput
ketuban pada hewan percobaan dan manusia. Identifikasi mikroorganisme patogen pada flora vagina
manusia segera setelah pecah ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri menjadi penyebab
utama patogenesis dari PROM.19 Data epidemiologi menunjukkan hubngan antara koloni saluran
genital oleh streptokokus grup B, Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan
mikroorganisme penyebab vaginosis bakteri (bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, Mobiluncus sp,
dan mikoplasma genital) dengan peningkatan resiko PPROM.19
Infeksi intrauterin menjadi predisposisi pecahnya selaput ketuban melalui beberapa mekanisme,
semuanya menyebabkan degradasi dari matriks ekstraseluler. Beberapa organisme yang termasuk
dalam flora vagina menghasilkan protease yang dapat menurunkan kadar kolagen dan melemahkan
selaput ketuban.19 Respon inflamasi ibu terhadap infeksi bakteri menghasilkan mekanisme potensial
lain terjadinya pecah ketuban. Respon inflamsi cepat oleh neutrofil polimorfonuklear dan makrofag
ke tempat infeksi menghasilkan cytokines, matrix metaloproteinas dan prostaglandin. Cytokines
termsuk interleukin-1 dan tumor necrosis factor a, dihasilkan oleh monosit, dan cytokines ini
merangsang peningkatan MMP-1 dan MMP 3 pada sel-sel korion17
Infeksi bakteri dan respon inflamasi ibu jugameyebabkan produksi prostaglandin oleh selaput
ketuban yang akhirnya meningkatkan resiko PPROM diakibatkan oleh iritabilitas uterin dan
penurunan kolagen selaput ketuban. Strain-strain tertentu bakteri vagina menghasilkan phospolipase
A2, yang menyebabkan pelepasan prostaglandin prekursor, asam arachidonat oleh membran
fosfolipid dari selaput ketuban. Selain itu respon imun terhadap infeksi bakteri termasuk produksi
cytokines oleh aktifitas miosit meningkatkan produksi prostaglandin E2 oleh sel-sel korion.
Prostaglandin (khususnya prostaglandin E2 dan prostaglandin F2) telah diketahui sebagai mediator
9

dalam persalinan pada seluruh mamalia dan prostaglandin E 2 mengurangi sintesis kolagen pada
selaput ketuban dan peningkatan ekspresi MMP-1 dan MMP-3 pada fibroblas manusia.
Komponen lain dari respon ibu terhadap infeksi adalah produksi glukokortikoid . Pada kebanyakan
jaringan, aktifitas antiinflamasi glukokortikoid diakibatkan penekanan produksi prostaglandin. Pada
beberapa jaringan termasuk selaput ketuban, glukokortikoid secara berlawanan menekan stimulasi
produksi prostaglandin. Selain itu deksametason dapat mengurangi sintesis fibronektin dan kolagen
tipe III pada kultur utama sel epitel selaput ketuban. 24 Beberapa temuan ini menduga bahwa
glukokortikoid dihasilkan oleh respon terhadap stres infeksi mikroba yang memudahkan pecahnya
selaput ketuban.
B. Hormon
Progesteron dan estradiol dapat menekan proses remodeling matriks ekstraseluler pada jaringan
reproduktif. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 dan meningkatkan
inhibitor jaringan metaloproteinase pada fibroblas seviks kelinci 24 Relaxin, suatu hormon protein
yang mengatur remodeling jaringan ikat dihasilkan secara lokal oleh desidua dan plasenta serta
melawan efek inhibisi dari estradiol dan progesteron dengan meningkatkan aktifitas MMP-3 dan
MMP-9 dalam selaput ketuban manusia.14 Ekspresi gen relaxin meningkat sebelum proses persalinan
aterm pada selaput ketuban janin manusia.
C. Program kematian sel
Program kematina sel atau apoptosis telah diketahui pada proses remodeling berbagai jaringan
reproduktif, termasuk pada serviks dan uterus, apoptosis ditandai dengan fragmentasi inti DNA dan
katabolisme sub unit 28S ribosomal RNA yang dibutuhkan untuk sintesis protein. Selaput ketuban
dan korion manusia yang diperoleh pada kehamilan aterm setelah pecah sebelum waktunya
mengandung banyak sel-sel apoptosis di daerah yang berdekatan dengan daerah ruptur dan sedikit
sel apoptosis di daerah lain dari selaput ketuban. 14 Oleh karena itu pada kasus korioamnionitis,
apoptosis sel epitel selaput ketuban sering terlihat berdekatan dengan sel granulosit, diduga bahwa
respon imunologi ibu dapat mempercepat kematian sel pada selaput ketuban34
D. Regangan selaput ketuban
Overdistensi uterus diakibatkan oleh polihidramnion dan kehamilan ganda dapat menyebabkan
regangan selaput ketuban dan meningkatkan resiko PROM. Regangan mekanis dari selaput ketuban
menyebabkan produksi beberapa zat amnion, termasuk prostaglandin E 2 dan interleukin-8.
Regangagn juga meningkatkan aktifitas MMP-1 dalam selaput. Prostaglandin E 2 meningkatkan
iritabilitas uterus, menurunkan produksi MMP-1 dan MMP-3 oleh sel fibroblas. 30,31

Produksi

interleukin-8 dan prostaglandin amnion memperlihatkan perubahan biokimia pada selaput ketuban
10

yang mungkin dimulai oleh trauma fisik (regangan selaput ketuban), sesuai dengan hipotesis akibat
trauma dan biokimia dari pecah selaput ketuban.

Gambar 2. Schematic diagram of various mechanisms that have been proposed to result
in PROM or PPROM. Adapted from Bilic, 20057

DIAGNOSIS
Diagnosis PROM memerlukan anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Penderita sering mengeluhkan keluar cairan tiba-tiba dengan pancaran terus menerus. Seorang
dokter harus menanyakan pada penderita adakah kontraksi uterus, perdarahan pervaginam, baru saja
intercourse, atau adakah demam. Penting memastikan kapan taksiran persalinan sebab informasi ini
mempengaruhi pengobatan selanjutnya.
A.

Melihat cairan amnion dalam vagina


Bukti cairan yang keluar dari vagina atau aliran dari muara serviks saat penderita batuk atau ketika
fundus ditekan dapat membantu menentukan adanya PROM. Harus dilakukan pemeriksaan dengan
spekulum untuk menentukan adakah pembukaan dan pendatran serviks.

B.

Nitrazin test
Metode diagnostik menggunakan kertas nitrazin (lakmus) dan pemeriksaan gambaran daun pakis
memilki sensitifitas mendekati 90%.15 pH normal vagina adalah antara 4,5-6,0,sedangkan cairan
amnion lebih bersifat alkali, dengan pH antara 7,1-7,3. Kertas lakmus erubah biru pada pH diatas 6

C.

Fern test
Merupakan pemeriksaan swab terpisah untuk mengambil cairan dari forniks posterior atau dinding
11

vagina. Sewaktu cairan mengering pada kaca objek, dapat dilihat adanya gambaran daun pakis
(arborisasi) di bawah mikroskop. Terdapatnya daun pakis ini mengindikasikan adanya PROM.
D.

Epavoration test
Pada test ini, cairan endoserviks diambil dan dipanaskan hingga cairan tersebut menuap. Jika
terdapat residu berwarna putih yang tertinggal, berarti terdapat cairan amnion. Jika residu berwarna
coklat, berarti selaput ketuban masih utuh.3

E.

Ultrasonografi
Pada kasus dimana penderita diduga memiliki riwayat PROM, tetapi pemeriksaan fisik gagal
memastikan diagnosis, pemeriksaan USG dapat membantu.

F.

Intraamniotic Fluorescen
Amniosintesis dapat membantu menentukan ada atau tidaknya pecah ketuban. Dimasukkan 1 ml
indigo carmine dye yang telah dicampur dengan 9 ml normal salin steril. Jika ketuban telahpecah,
gambaran warna biru keluar ke dallam tampon vagina setelah 30 menit.

G.

Amnioscopy
Merupakan tindakan invasif dan jarang dilakukan untuk mendiagnosis PROM. Pada penderita
dengan selaput ketuban utuh tindakan ini justru mengakibatkan PROM dan dapat membawa infeksi
bakteri.

H.

Diamineoxidase test
Diamineoxidase merupakan enzim yang dihasilkan oleh desidua yang berdifusi ke dalam cairan
amnion. Terdapatnya enzim ini dalam vagina cukup akurat dalam mendiagnosis PROM. Hanya saja
tes ini membutuhkan prosedur laboratorium sehingga tidak praktis dapat digunakan.

I.

Fetal fibronectin3
Fetal fibronectin merupakan glikoprotein dengan berat molekul besar terdapat dalam jumlah banyak
dalam cairan amnion. Dapat dideteksi pada endoserviks atau vagina pada penderita PROM dengan
pemeriksaan ELISA. Tes ini memiliki akurasi tinggi dan tidak dipengaruhi oleh darah.

J.

Alfa Fetoprotein test3


Alfa Fetoprotein (AFP) terdapat dalam jumlah yang banyak dalam cairan ketuban tetapi tidak
terdapat dalam sekresi vagina atau urine. Tes ini tidak bak digunakan pada kehamilan aterm karena
kadar AFP berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan dan akurasinya dapat berkurang oleh
kontaminasi dengan darah ibu.

PENGOBATAN
A. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada penderita denga PROM dapat menrunkan infeksi neonatal dan
memperpanjang periode laten. Sebuah metanalisis 8 memperlihatkan bahwa penderita yang
mendapatkan antibiotik setelah PPROM dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan antibiotik,
12

mengurangi kejadian endometritis post partum, chorioamnionitis, sepsis neonatal, pneumonia


neonatal dan hemoragi intravnetrikuler.
B. Tokolitik
Terapi tokolitik dapat memperpanjang periode laten untuk waktu yang singkat tetapi tidak
memperlihatkan peningkatan luaran janin yang baik. Terapi tokolitik jangka panjang pada penderita
PROM tidak direkomendasikan dengan pertimbangan belum ada hasil penelitian lebih lanjut.
C. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat menrunkan morbiditas dan mortalitas perinatal setela PPROM 33
antara lain resiko RDS, hemoragi intraventrikuler dan enterokolitis nekrotikan.

Gambar 3. Algorithm for the management of patients with preterm PROM. (PROM = premature rupture of membranes.)

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ketuban pecah sebelum waktunya dapat dibedakan atas penatalaksanaan secara konservatif
dan aktif.
1. Konservatif
Bila tidak didapatkan komplikasi dan usia gestasi 28-37 minggu, diberikan obat-obatan:
-

Tokolitik

Kortikosteroid untuk pematangan paru

Vitamin C dosis tinggi

Antibiotik4
Komplikasi :
1

Suhu > 38,2C


13

Leukosit > 15000/mm3

Air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning4

Apabila setelah pengobatan diberikan air ketuban tidak lagi keluar, maka penderita boleh pulang dengan
nasihat :
1 Tidak boleh bersetubuh
2 Vagina tidak boleh diirigasi
3 Tidak memakai celana dalam, pembalut wanita atau semua yang memudahkan terjadinya infeksi.
2.

Penatalaksanaan aktif
Indikasi penatalaksanaan aktif bila :

Didapatkan komplikasi

Usia kehamilan kurang dari 28 minggu atau lebih dari 37 minggu

Janin mati dalam kandungan

Indeks tokolitik > 84

Penatalaksanaan aktif meliputi :


a. Pemberian antibiotik bila :

b.

Terjadinya komplikasi

Inpartu

Ketuban pecah < 12 jam1

Adanya rencana terminasi dengan induksi atau akselerasi, seksio sesaria

Dilakukan terminasi
Pervaginam bila :

Usia gestasi < 28 minggu

Janin mati4

Perabdominam bila :

Kontra indikasi tetes pitosin

Letak lintang

Presentasi lain yang tidak memungkinkan pervaginam

Skor Bishop < 51

14

BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan mau melahirkan anak
dengan keluar air-air. Dari anamnesis diketahui bahwa penderita mengeluh keluar air-air 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, jernih, tidak ada bau , banyaknya 2 kali ganti kain basah. 5 jam sebelum masuk rumah
sakit os mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang, makin lama makin kuat dan sering disertai
keluarnya darah lendir dari kemaluan. Dari anamnesa, riwayat keputihan tidak ada, riwayat trauma tidak
ada, riwayat demam tidak ada, riwayat coitus tidak ada, riwayat minum jamu dan obat-obatan tidak ada.
Kemudian os pergi ke bidan dan disarankan ke RSMH. Os mengaku hamil cukup bulan, gerakan anak masih
dirasakan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 20 kali
permenit, dan suhu 36,5C. Pada pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah proccessus
xiphoideus, letak janin memanjang, bagian terbawah adalah kepala dan penurunan 4/5, denyut jantung janin
144 kali permenit, his tiga kali dalam 10 menit lamanya 35 detik. Pemeriksaan dalam didapatkan portio
lunak, posisi medial, pendataran 100%, pembukaan 4 cm, ketuban (-), bau (-), jernih. Pada pemeriksaan
panggul promontorium tidak teraba, konjugata diagonal >13,5 cm, konjugata vera >11,5 cm,linea
innominata teraba 1/3-1/3.
Berdasarkan etiologinya, terjadinya KPSW sebagian besar ditemukan pada wanita berumur diatas 35
tahun. Hal ini mungkin juga dapat disebabkan faktor-faktor etiologi lain yang mempengaruhinya, seperti:
1. Berkurangnya kekuatan membran ketuban akibat infeksi, terutama infeksi ascenden dari vagina atau
serviks.
2. Adanya peningkatan tekanan intra uterine pada OUI seperti serviks inkompeten, kehamilan kembar,
hidramnion, kontraksi myometrium meningkat, DKP, HAP, dan malposisi.
3. Lain-lain, meliputi: sosial ekonomi rendah, defisiensi gizi dan vitamin c, merokok, keturunan, dan
antagonis golongan darah ABO.
Berdasarkan anamnesis dari riwayat obsteri, ibu ini telah hamil tiga kali, paritas dua kali dan tidak ada
abortus. Pada kehamilan pertama pasien partus prematurus dan pada kehamilan kedua hamil aterm dan
partus spontan. Pada kehamilan ini, pasien hamil dengan pecah ketuban sebelum waktunya.
Berdasarkan riwayat yang didapatkan dari anamnesis seperti tidak adanya demam dan nyeri saat BAK
dan tidak adanya bau sehingga menyingkirkan etiologi akibat dari infeksi ascenden, tidak adanya riwayat
perdarahan menyingkirkan etiologi dari HAP. Dari pemeriksaan panggul menunjukkan bahwa panggul ibu
luas, pasien tidak merokok, dan tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intra uterin. Namun pada
pasien ini ditemukan sosio-ekonomi menengah kebawah sehingga kemungkinan KPSW disebabkan asupan
nutrien yang kurang sehingga menyebabkan selaput ketuban yang sensitif sekali dengan stress yang kecil
sekalipun dapat menjadi predisposisi terjadinya KPSW pada pasien ini dan pasien ini termasuk multigravida.
15

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan tanda vital ibu dalam keadaan baik dengan
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, temperatur 36,5oC. Pemeriksaan
obstetri dari pemeriksaan luar didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah proccessus xiphoideus (33cm).
Pada pemeriksaan Leopold I, tinggi fundus pasien sesuai umur kehamilan 37 minggu. Pada pemeriksaan
Leopold II, situs memanjang dan punggung kiri. Leopold III, terbawah kepala. Pada Leopold IV didapatkan
penurunan 4/5. Dari vaginal toucher didapatkan bahwa pendataran dari portio telah mencapai 100% dengan
pembukaan 4 cm, penurunan Hodge III+, dengan penunjuk ubun-ubun kecil kiri depan.
Dari semua anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dapat ditegakkan diagnosa pasien
ini adalah G3P2 A0 hamil aterm dengan KPSW 24 jam in partu kala I fase aktif janin tunggal hidup presentasi
kepala. Kemudian pasien ini ditatalaksana dengan direncanakan partus pervaginam karena kehamilan telah
cukup bulan, inpartu dengan pembukaan 4 cm dan posisi janin memanjang dengan presentasi kepala.
Dilakukan observasi terhadap DJJ, dan tanda vital ibu. Hal ini dilakukan guna untuk mengetahui keadaan
janin dan juga keadaan ibu. DJJ di pantau untuk mengetahui jika ditemukan adanya gawat janin yang dapat
mengancam janin, dan juga tanda vital ibu untuk mengetahui kondisi ibu atau keadaan yang dapat
mengancam nyawa ibu seperti terjadinya infeksi, karena morbiditas dan mortilitas pada KPSW mencakup
gawat janin yang dapat terjadi karena adanya penekanan pada plasenta dikarenakan oligohidramnion, intra
uterin fetal death (1-2 % kasus), dan juga adanya infeksi ibu yang ditandai dengan temperatur >38 oC, 2 atau
lebih dari tanda-tanda nyeri uterus, kontraksi, ketuban bau, leukosit meningkat dan kultur menunjukkan nilai
positif. Namun pada pasien ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi.
Pemberian antibiotik pada pasien ini dilakukan atas indikasi ketuban telah pecah dalam waktu lebih
dari 24 jam. Pada pasien ini diberi penatalaksaan secara aktif yaitu pemberian antibiotik atas pertimbangan
KPSW telah terjadi > 24 jam, dan akan dilakukan terminasi kehamilan. Persalinan direncanakan melalui
pervaginam .

16

BAB V
KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien pada kasus ini sudah tepat.
2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu penatalaksanaan terminasi pervaginam, pemberian
antibiotik dan vitamin C dosis tinggi.

17

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Chan Paul D, Johnson S M, Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetric. Laguna Hills,
California 2006;38-9.
2. Syamsuddin, A, Komar, H. Panduan Partograf. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya; Palembang. 2001.
3. Arias F. Practical guide ti High Risk Pregnancy and Delivery. 2nd Ed. Mosby Year Book 1993:100-13
4. Sadler, W, T. Embriologi Kedokteran. Ed 5. EGC; 1988.
5. Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin Abdul Bari, Rachimhadhi Trijatmo. Ilmu Kebidanan. Ed.3, Cet.5.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta. 1999.
6. Standar Pelayanan Profesi Obgin. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang;Palembang.
2000.
7. Bilic Grozdana, Sealing and Healing of Fetal Membranes. Dissertation PhD Department of Obstetrics,
University Hospital of Zurich, Switzerland 2005:7-18
8. Mercer BM, Arheart KL. Antimicrobial theraphy in expectant management of preterm premature ruptur
of membranes. Lancet 1995;346:1271-9
9. Casey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processing in human amnion. Biol Reprod
1996;55:1253-60
10. Lavery JP, Miller CE, Kningt RD. The effect of labor on reologic response of chorioamniotic
membranes. Obstet Gynecol 1982;60:87-92. Abstract
11. Malak TM, Bell SC. Structuaral characteristic of term human fetal membranes. Br J Obstet Gyanaecol
1994;101:375-86. Abstract
12. Savitz DA, Blackmore CA, Thorp JM. Epidemiologic characteristicof preterm delivery. Am J Obstet
Gynecol 1991;164:467-71. Abstract
13. American College of Obstetricans and Gynecologist. Premature rupture of membranes. Clinical
management guidelianes for obstetrician-gynecologist. ACOG practice bulletin no. 1. Int J Gynaecol
Obstet 1998;63:75-84. Abstract.
14.

Bendon

RW, Faye-Petersen O, Pavlova Z, Qureshi F, Mercer B, Miodovnik M, et al. Fetel

membrane hystology in preterm premature rupture of membranes: comparison to controls, and


between antibiotic and placebo treatment. Pediatr Dev Pathol 1999;2:552-8. Abstract.
15.

Stuart EL, Evans GS, Lin YS, Powers HJ. Reduced collagen and ascorbic acid concentrations and
increased proteolytic susceptibility with prelabor fetal membrane rupture in women. Biol Reprod
2005;72:230-5.

16.

Heddleston L, Mc Duffie RS Jr, Gibbs RS. A rabbit model for ascending infection in fragnancy:
18

intervention with indomethacinand delayed ampicilin sulbactam theraphy. Am J Obstet Gynecol


1993;169:708-12
17.

Gillian D. Bryant-Greenwood, Lynnae K. Millar.

Human Fetal Membranes: Their Preterm

Premature Rupture. Pacific Biomedical Research Center, University of Hawaii, Honolulu,


Hawaii.2000
18.

Lee C. Yang, DO; Donald R. Taylor, DO; Howard H. Kaufman, DO; Roderick Hume, MD; Byron
Calhoun, MD.

Maternal and Fetal Outcomes of Spontaneous Preterm Premature Rupture of

Membranes Saint Alexius Medical Center, 1555 Barrington Rd, Hoffman Estates. JAOA .Vol 104 .
No 12 . December 2004
19.

Ekwo EE, Gossselink CA, Woolson R, Moawad A. Risk s for premature rupture of membranes. Int J
epidemiol 1993;22:495-503

20.

Regan JA, Chao S, James LS. Premature rupture of membranes. Am J Obstet Gynecol 1981.724-8.

21.

Cox SM, Leveno KJ. Intentional delivery versus expectant management with preterm rupture of
membranes. Obstet gynaecol 1995.

22.

Mercer BM. Preterm premature rupture of membranes. Obstet Gynecol 2003.

23.

Schutte MF, Treffres PE, Kloosterman GJ, Soepatmi.S. Mnagement of pramture rupture of
membranes. Am J obstet Gynecol.2003.

24.

Sato T, Ito A, Mori Y, YamashitaK, Hayakawa T, Nagase H. Hormonal regulation of collagenolysis


uterine cervical fibroblast. Biochem J 1991.

19

Anda mungkin juga menyukai