Sampah Dan Limbah Rumah Sakit
Sampah Dan Limbah Rumah Sakit
secara umum sampah dan limbah rumah sakit di bagi menjadi dua kelompok
besar yaitu; (1) Sampah klinis,
dihasilkan rumah sakit dari kegiatan pelayanan medik termasuk laboraturium dan
farmasi.(contoh)>Sisa benda tajam, cairan infeksius,jaringan tubuh, buangan farmasi,
buangan laboraturium,buangan radio aktif.
(2) Sampah / limbah non klonis,
sampah yang umumnya berasal dari kegiatan kantor, dapur, cuci, mesin, dan buangan
kamar mandi..
sejenis sampah/limbah klinis seperti sisa benda tajam,sisa jaringan tubuh,dan lainlain.serta dapat juga berasal dari sampah / limbah non klinis seperti dari kegiatan
kantor,dapur dan lain sebagainya.
kegiatan rumah sakit yang melayani masyarakat mulai dari mndiagnosa dan mengobati
penyakit,merawat dan merehabilitasi untuk sehat kembali,bahkan juga menangani pasien
yang meninggal dunia,selain itu kegiatan administrasi dan kegiatan penunjang juga akan
menambah jumlah sampah dan limbah yang akan dihasilkan.
Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan
BAHAYA LIMBAH RUMAH SAKIT TERHADAP KESEHATAN
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah
yangdihasilkan
oleh
kegiatan
rumah
sakit
dan
kegiatan
kualitas limbah hanya dilakukan oleh 57,5% rumah sakit dan dari rumah sakit
yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian besar telah melakukan pemeriksaan
tersebut sebagian besar telah memenuhi syarat baku mutu 63%.
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat
gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit
untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini
merupakan kelompok yang paling rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam
melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang
merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar orang sakit yang
berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin
besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih
lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana
mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi
turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat
kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib
melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan
melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit.
Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh
buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan
lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya
yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen
System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah
satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor
seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah
Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri
adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang
ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.
Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak
gangguan
dalam
kehidupan
dan
kesehatan
manusia
serta
lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit tidak di
tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan-gangguan
antara lain;infeksi silang ( Nosokomial ) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit yaitu
pasien,pengunjung,dan karyawan
gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit bila
tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat
gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang dapat
sakit
dibuang
ke
tangki
pembuang-an
seperti
itu.
Septic tank yang benar, ujar Setyo, terdiri atas dua bidang. Pertama, sebagai
penampung, dan kedua sebagai tempat penguraian limbah. Setelah limbah terurai,
disalurkan melalui pipa ke tanah yang di dalamnya berisi pasir dan kerikil.
Tujuannya
agar
aman
terhadap
lingkungan.
Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan dengan benar.
Bercampur
Berdasarkan peraturan itu, limbah nonmedis dibungkus dengan plastik berwarna
hitam, sementara limbah medis dibungkus dengan plastik berwarna seperti
kuning, merah. Tetapi, karena harga plastik pun mahal, sudah tidak ada lagi
pembedaan kemasan limbah rumah sakit, sehingga limbah medis pun bercampur
dengan limbah nonmedis. Limbah nonmedis diperlakukan sama dengan limbah
padat lainnya. Artinya, dikelola Dinas Kesehatan dan dibuang ke tempat
pembuangan
akhir
(TPA)
sampah
seperti
di
Bantar
Gebang
Bekasi.
yang
muncul
dari
hasil
pembakaran.
Abu dari hasil pembakaran distabilkan agar unsur logam dalam bentuk partikel
yang terdapat pada abu tidak menjadi bahan toksik/karsinogen. Dengan perkataan
lain, limbah infeksius diberlakukan sebagai limbah bahahan berbahaya (B3). Ia
mencontohkan, tumor yang sudah diangkat dari pasien hendaknya dibakar dengan
insinerator.
"Bukan dibakar dengan pembakaran biasa," ia menegaskan. Tetapi, pengelolaan
abu dari pembakaran insinerator baru dapat dilakukan satu perusahaan swasta
dan
itu
pun
tidak
semuanya
insinerator
yang
benar.
Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan
sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan
kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan akhir
(TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat
limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian
limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk
kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah
farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang
belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa
menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung
ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya
berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau
perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang
diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat
akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin
ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare,
campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko
bahaya kimia.
Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional.
Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8
Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and
Health South-East and East-Asian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil
pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang
akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik
dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan
pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang
pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing negara.
Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius
terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih terpinggirkan dari
pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan
masih terselubung di bawah bag. Umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak
pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan dalam pengelolaan limbah
medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara dan
kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi
limbah maupun pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas.
. Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah infeksius 62 persen,
limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan SAMPAH & LIMBAH RUMAH
SAKIT
Belum lama ini, sebuah televisi swasta melaporkan adanya mainan anak-anak
terbuat dari limbah medis rumah sakit. Mainan itu berasal dari jarum suntik, alat infus,
pipet, dan alat cuci darah.
Bahan limbah medis RS ini dibuang begitu saja, lalu dipungut pemulung, dicuci,
dibungkus, dan dijual di sebuah sekolah dasar. Anak-anak pun banyak yang membeli
dan menggunakannya untuk bermain, tanpa memahami bahaya mengancam dirinya.
Atas kejadian itu, terlihat betapa sembrononya sebuah RSUD di daerah Jawa Barat
yang membuang limbahnya tanpa diproses atau dihancurkan.
Dapat dipastikan, dengan tidak diprosesnya limbah medis itu, kuman atau bibit penyakit
yang menempel dan bersarang akan tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada
anak. Apabila anak-anak ini terkontaminasi lalu terjangkit penyakit HIV atau hepatitis
melalui limbah medis, dalam puluhan tahun diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia
menurun, belum lagi pengobatannya yang mahal
Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi
menyebabkan kualitas SDM menurun, bahkan menyebabkan maut.
Limbah medis
Limbah merupakan sisa usaha atau kegiatan. Ada beberapa konsep dalam
mengelola limbah, yaitu mereduksi limbah, meminimalisasi limbah melalui reduksi
sumbernya, produksi bersih, dan teknologi bersih.
Kegiatan pelayanan RS selain meningkatkan derajat kesehatan, juga menghasilkan
limbah medis. Limbah medis ini mengandung kuman patogen, virus, zat kimia beracun,
dan zat radioaktif yang membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Limbah medis dapat berupa benda tajam, seperti jarum suntik atau perlengkapan infus.
Ada juga limbah infeksius yang berkaitan dengan penyakit menular dan limbah
laboratorium yang terkait pemeriksaan mikrobiologi. Limbah jaringan tubuh meliputi
organ anggota badan, darah, dan cairan tubuh yang dihasilkan saat pembedahan.
Limbah ini dikategorikan berbahaya dan mengakibatkan risiko tinggi infeksi.
Keberagaman limbah memerlukan penanganan yang baik sebelum limbah dibuang.
Sayang sebagian besar pengelolaan limbah medis (medical waste) RS masih di bawah
standar lingkungan karena umumnya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA)
sampah dengan sistem open dumping atau dibuang di sembarang tempat. Padahal,
limbah medis seharusnya dibakar menjadi abu di insinerator bersuhu minimal 1.2001.600 derajat celsius.
Minimalisasi limbah
Bila pengelolaan limbah tak dilaksanakan secara saniter, akan menyebabkan
gangguan bagi masyarakat di sekitar RS dan pengguna limbah medis. Agen penyakit
limbah RS memasuki manusia (host) melalui air, udara, makanan, alat, atau benda.
Agen penyakit bisa ditularkan pada masyarakat sekitar, pemakai limbah medis, dan
pengantar orang sakit.
Berbagai cara dilakukan RS untuk mengolah limbahnya. Tahap penanganan limbah
adalah pewadahan, pengumpulan, pemindahan pada transfer depo, pengangkutan,
pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir. Pembuangan akhir ini
bisa berupa sanitary fill, secured landfill, dan open dumping.
Mencegah limbah RS memasuki lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi
keterpajanan (exposure) masyarakat. Tindakan ini bisa mencegah bahaya dan risiko
infeksi pengguna limbah. Tindakan pencegahan lain yang mudah, jangan mencampur
limbah secara bersama. Untuk itu tiap RS harus berhati-hati dalam membuang limbah
medis.
Aspek pengelolaan limbah telah berkembang pesat seiring lajunya pembangunan.
Konsep lama yang lebih menekankan pengelolaan limbah setelah terjadinya limbah
(end-of-pipe approach) membawa konsekuensi ekonomi biaya tinggi.