AbstrakPenelitian
ini
bertujuan
untuk
mengkaji
pemanfaatan batubara kualitas rendah terhadap hasil proses
pembakaran dalam kiln semen melalui analisa distribusi
temperatur berbasis CFD (Computational Fluid Dynamics).
Geometri kiln yang digunakan berbentuk silinder dengan
panjang kiln 84 m dan diameter 5,6 m. Bahan yang digunakan
pada penelitian ini berupa batubara dan udara sebagai oksidan.
Variabel yang digunakan adalah kualitas batubara. Metodologi
yang dilakukan meliputi beberapa tahapan diantaranya:
membuat model geometri dan grid-nya, menentukan model,
kondisi operasi, kondisi batas, parameter, dan penyelesaian
simulasi gasifikasi batubara. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
dibanding variabel batubara lain, lignite memiliki potensi besar
untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar kiln. Namun
diperlukan tindak lanjut untuk menghindari temperatur tinggi
di sekitar wall kiln.
Kata KunciPembakaran,
Batubara Kualitas Rendah.
Rotary
Cement
Kiln,
CFD,
I. PENDAHULUAN
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Distribusi Temperatur
27,8
43,6
54,9
81,8
Volatile Matter
24,9
34,7
35,6
7,7
Water
36,9
10,5
5,3
4,5
Ash
10,4
11,2
4,2
6,0
71,0
76,4
82,8
91,8
4,3
5,6
5,1
3,6
23,2
14,9
10,1
2,5
1,1
1,7
1,4
1,4
0,4
1,4
0,6
0,7
Ultimate Analysis,
% daf
Pembakaran
Transisi
Klinkerisasi
Kalsinasi
Gambar 3. Distribusi Temperatur (K) : (a) Anthracite, (b) Bituminous, (c) Subbituminous, (d) Lignite
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
dari panjang kiln merupakan zona evaporasi dan devolatilisasi
batubara yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan suhu
mencapai 1.000 K untuk semua jenis variabel batubara.
Semakin bertambahnya posisi aksial kiln, mulai terjadi zona
pembakaran yang ditunjukkan oleh temperatur maksimum
lokal sangat tinggi (>2.200 K) dan konversi karbon berjalan
dengan cepat. Distribusi suhu pada zona akhir kiln merupakan
transfer panas dari zona awal.
Untuk variabel batubara anthracite, 20% dari panjang kiln
rata-rata memiliki range suhu 320 K 2.000 K, kemudian
meningkat hingga mencapai suhu maksimum 2.984,46 K
kemudian secara perlahan menurun hingga temperatur pada
outlet kiln sebesar 2.639,56 K. Panas yang dihasilkan oleh
batubara anthracite sudah mencukupi untuk proses
pembentukan klinker, dimana proses pembentukan klinker
membutuhkan temperatur di atas 1.600 K. Distribusi
temperatur yang dihasilkan oleh variabel batubara anthracite
rata-rata masih kurang sempurna karena distribusi temperatur
secara radial kurang memiliki pola yang simetris.
Untuk variabel batubara bituminous, 15% dari panjang kiln
rata-rata memiliki range suhu 320 K 2.000 K, kemudian
meningkat hingga mencapai suhu maksimum 2.981,46 K
kemudian secara perlahan menurun hingga temperatur pada
outlet kiln sebesar 2.796,51 K. Panas yang dihasilkan oleh
variabel batubara bituminous juga sudah mencukupi untuk
proses pembentukan klinker. Distribusi temperatur yang
dihasilkan oleh variabel batubara bituminous sudah cukup baik
dimana temperatur maksimum terdistribusi merata di bagian
tengah kiln dan semakin mendekati wall temperaturnya
cenderung lebih kecil.
Untuk variabel batubara sub-bituminous, 20% dari panjang
kiln rata-rata memiliki range suhu 320 K 2.000 K, kemudian
meningkat hingga mencapai suhu maksimum 3.040,83 K
kemudian secara perlahan menurun hingga temperatur pada
outlet kiln sebesar 2.990,56 K. Sama halnya dengan variabel
batubara anthracite dan bituminous, panas yang dihasilkan
oleh variabel batubara sub-bituminous juga sudah mencukupi
untuk proses pembentukan klinker. Distribusi temperatur yang
dihasilkan oleh variabel batubara sub-bituminous rata-rata
masih kurang sempurna karena ada beberapa bagian sekitar
wall yang temperaturnya seragam secara radial dengan
temperatur bagian tengah kiln.
Untuk variabel batubara lignite, 20% dari panjang kiln
rata-rata memiliki range suhu 320 K 2.000 K, kemudian
meningkat hingga mencapai suhu maksimum 3.317,28 K
kemudian secara perlahan menurun hingga temperatur pada
outlet kiln sebesar 2.836,03 K. Dapat disimpulkan panas yang
dihasilkan oleh variabel batubara lignite sudah mencukupi
untuk proses pembentukan klinker seperti halnya semua
variabel batubara lain. Distribusi temperatur yang dihasilkan
oleh variabel batubara lignite pada bagian hingga akhir
panjang kiln merupakan yang paling baik dari variabel
batubara lain, dimana temperatur maksimum terdistribusi
merata di bagian tengah kiln dan semakin mendekati wall
temperaturnya cenderung lebih kecil. Namun pada bagian
10% hingga 25% dari panjang kiln, temperatur maksimum
pembakaran justru terjadi di sekitar wall kiln dimana hal ini
cukup dihindari.
Berikut ini pembahasan mengenai profil distribusi suhu
berdasarkan keempat zona proses pada kiln. Untuk zona
[2]
[3]
[4]
[5]